III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Usahatani Usahatani merupakan bagian dari permukaan bumi dimana seorang petani, keluarga petani atau badan tertentu lainnya bercocok tanam untuk melakukan usaha, sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh dari seluruh organisasi alam, tenaga kerja, modal dan manajemen yang ditujukan pada produksi di lapang pertanian. Organisasi ini ketatalaksanaannya berdiri sendiri dan sengaja diusahakan oleh seseorang atau sekumpulan orang, segolongan sosial, baik yang terikat geneologis, politis maupun teritorial sebagai pengelolanya. Pada umumnya ciri-ciri usahatani di Indonesia adalah berlahan sempit, modal relatif kecil, pengetahuan petani terbatas, kurang dinamik sehingga berakibat pada rendahnya pendapatan usahatani dan rendahnya tingkat kesejahteraan petani (Soekartawi, 1986). Terbatasnya modal seringkali menyebabkan petani tidak mampu mengadopsi teknologi baru dalam mengusahakan sumberdaya yang dimilikinya. Karena keterbatasan itu usahatani yang biasanya dilaksanakan petani masih menggunakan teknologi lama atau masih tradisional. Usahatani yang dilakukan setiap petani beragam tergantung dari jenis usaha dan apa yang diusahakannya. Apabila dorongannya untuk memenuhi kebutuhan keluarga baik melalui atau tanpa peredaran uang, maka usahatani yang demikian disebut usahatani untuk memenuhi kebutuhan keluarga (Subsistence Farm). Sedangkan bila motivasi yang mendorongnya untuk mencari keuntungan, maka usahatani yang demikian disebut usahatani komersial (Commercial Farm). Soekartawi (1986), menyatakan bahwa ciri petani komersial adalah; (1) cepatnya adopsi terhadap inovasi, (2) cepat mobilitas pencarian informasi, (3) berani menanggung resiko dalam berusaha, (4) memiliki sumberdaya yang cukup. Sedangkan ciri petani subsisten adalah kebalikannya. Akan tetapi dengan teknologi serta kemajuan pembangunan yang hampir merata ke berbagai pelosok daerah, petani tidak lagi mengusahakan usahataninya secara subsisten melainkan semi subsisten (setengah subsisten dan setengah komersial). Perubahan tersebut diantaranya disebabkan oleh perkembangan teknologi yang semakin maju dalam hal produksi sehingga mempermudah pekerjaan petani, memenuhi kebutuhan petani yang semakin banyak, teknologi informasi yang memberikan berbagai informasi, kebutuhan serta adanya perubahan pandangan masyarakat dan keseriusan pemerintah dalam memajukan sektor pertanian sebagai sektor yang menopang ekonomi bangsa. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dalam usahatani terdiri dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal antara lain teknologi, penggunaan input, dan cara (teknik) bercocok tanam. Sedangkan faktor eksternal terdiri dari cuaca, iklim, hama dan penyakit. Hernanto (1989), menyatakan dalam usahatani selalu ada empat unsur pokok yang sering disebut sebagai faktor-faktor produksi, yaitu : 1. Tanah Tanah merupakan usahatani yang dapat berupa tanah pekarangan, tegalan, sawah, perairan dan sebagainya. Tanah tersebut dapat diperoleh dengan cara membuka lahan sendiri, membeli, menyewa, bagi hasil (menyakap), pemberian negara, warisan ataupun wakaf. Penggunaan tanah dapat diusahakan secara monokultur, polikultur, ataupun tumpangsari. 2. Tenaga Kerja Jenis tenaga kerja adalah tenaga kerja manusia, dibedakan menjadi tenaga kerja pria, wanita dan anak-anak yang dipengaruhi oleh umur, pendidikan, keterampilan, pengalaman, tingkat kesehatan dan faktor alam seperti iklim dan kondisi lahan. Tenaga ini dapat berasal dari dalam dan luar keluarga (biasanya dengan cara upahan). Dalam teknis perhitungan, dapat dipakai konversi tenaga kerja dengan cara membandingkan tenaga pria sebagai ukuran baku, yaitu : 1 pria = 1 hari kerja pria (HKP); 1 wanita = 0,8 HKP; dan 1 anak = 0,5 HKP. 3. Modal Unsur lainnya yang mendukung kelancaran suatu kegiatan usahatani adalah modal. Modal dalam suatu usahatani digunakan untuk membeli sarana produksi serta pengeluaran selama kegiatan usahatani berlangsung. Sumber modal diperoleh dari milik sendiri, pinjaman atau kredit (kredit bank, pinjaman uang dari saudara atau tetangga dan lain-lain), hadiah, warisan, usaha lain ataupun kontrak sewa. 4. Pengelolaan atau Manajemen Pengelolaan usahatani adalah kemampuan petani untuk menentukan, mengorganisir dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang dikuasai dengan sebaik-baiknya sehingga mampu menghasilkan produksi pertanian sebagaimana yang diharapkan. Untuk dapat menjadi pengelola yang berhasil, maka pengenalan pemahaman terhadap prinsip teknik meliputi : (a) perilaku cabang usaha yang diputuskan; (b) perkembangan teknologi; (c) tingkat teknologi yang dikuasai; (d) daya dukung faktor cara yang dikuasai; dan (e) cara budidaya dan alternatif cara lain berdasar pengalaman orang lain. Pengenalan dan pemahaman prinsip ekonomis antara lain : (a) penentuan perkembangan harga; (b) kombinasi cabang usaha; (c) tataniaga hasil; (d) pembiayaan usahatani; (e) penggolongan modal dan pendapatan serta (f) ukuran-ukuran keberhasilan yang lazim dipergunakan lainnya. Panduan penerapan kedua prinsip itu tercermin dari keputusan yang diambil, agar resiko tidak menjadi tanggungan petani sebagai pengelola. Ketersediaan menerima resiko sangat tergantung kepada; (a) tersedianya modal; (b) status petani; (c) umur; (d) lingkungan usaha; (e) perubahan sosial serta (f) pendidikan dan pengalaman petani. 3.1.2. Sistem Usahatani (Farming System) Menurut Shaner, Phillip dan Schmel (1982) dalam Rohmani (2000), sistem usahatani merupakan suatu organisasi usahatani yang unik dan dikelola oleh suatu rumahtangga dengan baik yang diterapkan berdasarkan praktek-praktek yang teratur sebagai respon atas lingkungan fisik, biologi dan sosial ekonomi yang disesuaikan dengan tujuan, sumberdaya dan tujuan rumahtangga tersebut. Faktorfaktor tersebut bergabung dalam mempengaruhi output dan jumlah produksi dan pada umumnya ditemukan dalam sistem, bukan antar sistem. Sistem usahatani ini merupkana bagian dari sistem yang lebih besar, seperti komunitas lokal dan dapat dibagi-bagi lagi menjadi beberapa subsistem seperti sistem persemaian dan penanaman. Lingkungan dalam sistem usahatani yaitu lingkungan fisik, biologi, ekonomi dan sosial akan dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut: Lingkungan Fisik Faktor-faktor fisik yang penting adalah iklim, air dan tanah. Hal-hal yang berkaitan dengan iklim seperti curah hujan bulanan, suhu rata-rata dan suhu terendah maupun tertinggi. Hal-hal yang berkaitan dengan air seperti asal air, apakah dari air hujan ataukah air irigasi. Sedangkan hal-hal yang berkaitan dengan lahan seperti tipe tanah, kemiringan. Lingkungan Biologi Lingkungan biologi berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan dan vitalitas tanaman atau hewan dan kualitas produksi yang dipanen. Untuk lingkungan biologi ini berkaitan dengan pengendalian hama dan penyakit, tergantung pada tanaman atau hewan yang telah diserang atau dirusak. Lingkungan Ekonomi Beberapa aspek dari lingkungan ekonomi mempengaruhi sistem usahatani seperti jauh dekatnya dari pasar, ada tidaknya kredit, penentuan harga. Lingkungan Sosial Faktor sosial bervariasi dari lokasi yang satu dari lokasi yang lain. Hal-hal yang berkaitan dengan lingkungan sosial ini seperti norma-norma sosial dan ragam budaya daerah. 3.1.3. Penerimaan Usahatani Penerimaan usahatani adalah nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu. Penerimaan ini mencakup semua produk yang dijual, dikonsumsi rumah tangga petani, digunakan dalam usahatani untuk benih, digunakan pembayaran, dan yang disimpan. Penerimaan ini dinilai berdasarkan perkalian antara total produksi dengan harga pasar yang berlaku. (Soekartawi et al, 1986) 3.1.4. Pendapatan Usahatani Usahatani yang dilakukan petani akhimya akan memperhitungkan biayabiaya yang dikeluarkan dengan penerimaan yang diperoleh. Selisih antara biaya yang dikeluarkan dengan penerimaan yang diperoleh merupakan pendapatan kotor dari kegiatan usahatani. Karena dalam kegiatan tersebut bertindak seorang petani sebagai pengelola, sebagai pekerja dan sebagai penanam modal dalam usahanya, maka pendapatan itu dapat digambarkan sebagai balas jasa dari kerjasama faktorfaktor produksi (Soeharjo dan Patong, 1973). Soeharjo dan Patong (1973), menyebut bahwa analisis pendapatan mempunyai kegunaan bagi pemilik faktor produksi. Ada dua tujuan utama dari analisis pendapatan, yaitu (1) menggambarkan keadaan sekarang dari suatu kegiatan usaha, dan (2) menggambarkan keadaan yang akan datang dari suatu kegiatan usaha. Analisis pendapatan usahatani sendiri sangat bermanfaat bagi petani untuk dapat mengukur apakah kegiatan usahanya pada saat ini berhasil atau tidak. Analisis pendapatan usahatani memerlukan dua keterangan pokok, yaitu keadaan penerimaan dan keadaan pengeluaran selama jangka waktu tertentu. Penerimaan merupakan total nilai produk yang dihasilkan, yakni hasil kali antara jumlah output yang dihasilkan dengan harga produk tersebut. a. Ukuran Pengeluaran Usahatani Pengeluaran atau biaya adalah semua pengorbanan sumberdaya ekonomi dalam satuan uang yang diperlukan untuk menghasilkan produk dalam suatu periode produksi. Sedangkan pengeluaran usahatani secara umum meliputi biaya tetap dan biaya variabel. Bentuk pengeluaran usahatani berupa pengeluaran yang diperhitungkan (input cost). Pengeluaran tunai adalah pengeluaran yang dibayarkan dengan uang, seperti biaya pembelian sarana produksi dan biaya untuk membayar tenaga kerja. Sedangkan pengeluaran yang diperhitungkan digunakan untuk menghitung berapa sebenamya pendapatan kerja petani seandainya bunga modal dan nilai kerja keluarga diperhitungkan. b. Ukuran Pendapatan Usahatani Analisis Pendapatan Tunai, Pendapatan Total dan Analisis Biaya per Satuan Produksi Usahatani yaitu analisis yang digunakan untuk melihat keuntungan relatif dari suatu kegiatan cabang usahatani berdasarkan perhitungan finansial. Dalam analisis ini dilakukan dua pendekatan, yaitu perhitungan pendapatan atas dasar biaya tunai dan perhitungan atas dasar biaya total (biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan). Analisis biaya per satuan produksi digunakan untuk menentukan perkiraan harga jual atau keuntungan relatif yang diperoleh dari penjualan komoditi hasil usahatani. Dalam analisis ini digunakan untuk menentukan perkiraan harga jual atau keuntungan relatif yang diperoleh dari penjualan komoditi hasil usahatani. Dalam analisis ini digunakan dua unsur yang menjadi perhitungan utama, yaitu produksi kotor dan biaya total. Produksi kotor merupakan total produksi yang dihasilkan cabang usahatani, sedangkan biaya atau pengeluaran total adalah pengeluaran yang diperlukan untuk menghasilkan produksi tersebut. Selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan total pengeluaran usahatani disebut pendapatan bersih usahatani. Pendapatan bersih usahatani ini mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani akibat dari penggunaan faktor– faktor produksi atau pendapatan bersih usahatani ini merupakan ukuran keuntungan usahatani yang dapat digunakan untuk menilai dan membandingkan beberapa usahatani lainnya, maka ukuran yang digunakan untuk menilai usahatani ialah dengan penghasilan bersih usahatani yang merupakan pengurangan antara pendapatan bersih usahatani dengan bunga pinjaman, biaya yang diperhitungkan dan penyusutan. 3.1.5. Efisiensi Pendapatan Usahatani Menurut Hernanto (1991), besarnya pendapatan usahatani yang diperoleh petani belum cukup menggambarkan tingkat efisiensi. Dengan demikian diperlukan ukuran-ukuran untuk mengetahui tingkat efisiensi penghasilan usahatani. Adapun ukuran efisiensi pendapatan usahatani diantaranya sebagai berikut: a. Penghasilan Kerja Usahatani per Setara Pria Penghasilan kerja usahatani per setara pria (farm labour earning per man equivalent) dapat dikatakan sebagai imbalan kepada tenaga kerja (return to labour). Pengukuran tersebut juga dapat diaplikasikan untuk mengukur imbalan kepada tenaga keluarga (return to family labour). Menurut Soekartawi (1986), return to family labour dapat dihitung dari penghasilan bersih usahatani dengan mengurangkan bunga modal petani yang diperhitungkan. Ukuran imbalan ini dapat dibagi dengan jumlah anggota keluarga yang bekerja dalam usahatani untuk memperoleh taksiran imbalan kepada tiap orang (return per man). Angka ini dapat dibandingkan dengan imbalan atau upah kerja di luar usahatani. b. Pendapatan per Unit Areal Usahatani Tingkat efisiensi pendapatan usahatani dapat dilihat dari pendapatan per unit areal usahatani (net farm output per unit of farm area). Pendapatan per areal usahatani merupakan ukuran produktivitas tanah usahatani yang merupakan hasil perhitungan dari pendapatan usahatani dibagi dengan luas areal usahatani (return to land) (Hernanto, 1991). c. Analisis Imbangan Penerimaan terhadap Biaya (R/C Rasio) Salah satu ukuran efisiensi pendapatan adalah penerimaan untuk setiap rupiah yang dikeluarkan (Revenue Cost Ratio atau R/C rasio). Rasio penerimaan atas biaya menunjukkan berapa besarnya penerimaan yang akan diperoleh dari setiap produk dari setiap rupiah yang dikeluarkan dalam produksi usahatani. Dengan analisis ini dapat diketahui apakah suatu usahatani menguntungkan atau tidak. Jika nilai imbangan penerimaan terhadap biaya lebih besar atau sama dengan satu, maka usahatani tersebut menguntungkan. Sebaliknya jika nilai imbangan penerimaan terhadap biaya kurang dari satu berarti belum menguntungkan. Secara teoritis dengan imbangan penerimaan terhadap biaya sama dengan satu artinya tidak untung dan tidak rugi. 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional Pertanian Go Organic merupakan program yang direncanakan dan telah disosialisasikan sejak tahun 2001. Program dari Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (BP2HP) merupakan program bagi para petani untuk mengubah pola usahatani dari pertanian konvensional/anorganik yang masih menggunakan bahan kimia ke pertanian organik yang ramah lingkungan. Pertanian organik ini dilakukan untuk mengatasi dampak negatif yang ditimbulkan dari penggunaan bahan kimia sewaktu melakukan usahatani. Indonesia pada tahun 2010 ingin mewujudkan keinginan sebagai produsen dan pengekspor hasil pertanian organik di dunia. Pertanian dengan sistem usahatani organik ini harus bebas dari bahan kimia dalam proses budidaya tetapi hal ini tidak akan berlangsung dengan mudah, karena petani masih banyak yang memakai pupuk dan pestisida kimia untuk input usahataninya. Keinginan itu dapat terwujud jika pemerintah dan petani dapat bekerjasama melalui penyuluh pertanian di lapang untuk melakukan tindakan nyata bagi keberlangsungan pertanian yang ramah terhadap lingkungan dan berkelanjutan. Padi merupakan salah satu tanaman pertanian yang sangat strategis karena sebagian besar masyarakat mengkonsumsinya dalam bentuk beras sebagai makanan pokok. Komoditas padi sebagian besar dibudidayakan oleh petani Indonesia di areal sawah pertanian. Berbagai budidaya yang diadopsi dari mulai revolusi hijau dengan penggunaan pupuk kimia, adopsi teknologi System of Rice Intensification sampai teknologi benih padi hibrida telah banyak dilakukakan petani untuk meningkatkan produktivitas hasil padi dan meningkatkan kesejahteraan petani padi. Salah satu program dari pemerintah adalah Pertanian Go Organic yang sedang diadopsi petani dimulai tahun 2001. Pertanian Go Organic merupakan suatu awal yang baik untuk mengembangkan sistem usahatani sehat yang bebas dari input bahan kimia. Sistem pertanian padi sehat yang ramah terhadap lingkungan untuk komoditas padi ini telah dilakukan di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor. Desa Ciburuy merupakan salah satu daerah yang melakukan pengembangan sistem pertanian organik untuk komoditas padi. Desa Ciburuy yang sedang mengembangkan budidaya padi sehat dalam mengatasi keterbatasan modal petani untuk membeli input sarana produksi pertanian. Budidaya ini telah dilaksanakan sejak tahun 2004 hingga sekarang, yang diharapkan petani bisa beralih dari pertanian anorganik menuju pertanian sehat sampai suatu saat bisa meninggalkan bahan kimia yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Pemakaian pupuk kimia yang dulu sebagai input utama sekarang dikurangi dan digantikan dengan pupuk kompos yang dibuat sendiri oleh petani. Pembasmian hama dan penyakit tanaman melalui pestesida nabati yang dibuat sendiri oleh petani setempat dengan memanfaatkan alam sebagai sumber daya alam yang melimpah dan memberikan banyak manfaat. Semakin banyaknya petani di Desa Ciburuy yang ingin beralih ke pertanian sehat dengan mengikuti Standar Operasional Prosedur Budidaya Padi Sehat yang dibuat oleh Gapoktan maka peneliti tertarik ingin mengetahui bagaimana pendapatan usahatani dari kedua sistem usahatani tersebut baik usahatani padi anorganik/konvensional dan sistem usahatani padi sehat. Dan seberapa efisien pendapatan yang diterima melalui biaya imbangan penerimaan dari kedua sistem usahatani yang diterapkan petani. Pendapatan usahatani yang diperoleh petani merupakan bentuk imbalan atas pengelolaan sumberdaya yang dimiliki dalam usahataninya, dengan mengukur pendapatan petani maka tingkat keberhasilan usahatani pun dapat terukur. Ukuran pendapatan dapat dilihat dari besarnya penerimaan yang diterima petani dan biaya usahatani yang dikeluarkannya. Dengan demikian petani harus melakukan tindakan yang efisien dalam menggunakan sumberdaya yang ada. Beberapa pengukuran tingkat efisiensi dapat diketahui dengan melihat penghasilan petani atas penggunaan tenaga kerja dan penghasilannya atas penggunaan lahan. Salah satu cara untuk melihat efisiensi pendapatan usahatani, dapat diketahui dengan melihat R/C rasio. Nilai ini menunjukkan besarnya penerimaan yang diperoleh dengan pengeluaran satu satuan biaya, analisis nilai R/C rasio masing - masing dihitung berdasarkan R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total. Informasi lainnya yang didapat dari analisis ini yaitu untuk melihat apakah usahatani yang dilakukan petani menguntungkan secara ekonomi, kerena jika semakin besar nilai R/C rasio maka usahatani yang dilakukan akan semakin menguntungkan. Penelitian ini dapat menganalisis perbedaan keragaan usahatani padi sehat dan konvensional dari teknis budidayanya, penggunaan input, penerimaan dan biaya usahatani, tingkat pendapatan yang diperoleh dari kedua usahatani tersebut dan nilai efisiensi. Sehingga dari hasil analisis tersebut ini dapat diketahui penerapan padi sehat di Desa Ciburuy serta mengetahui pendapatan dan efisiensi usahatani padi yang dilakukan. Namun, jika setelah dilakukan analisis ternyata usahatani yang dijalankan tidak layak atau tidak efisien maka pengkajian ulang terhadap analisis pendapatan dapat dilakukan kembali. Oleh karena itu, dengan adanya penelitian yang dapat membandingkan konsep pertanian padi sehat dan konvensional ini diharapkan dapat membantu pihak terkait atau petani dalam pengambilan keputusan untuk menjalankan atau menerapkan sistem usahatani yang mana yang lebih menguntungkan sehingga sistem pertanian tersebut dapat berkembang. Adapun bagan kerangka operasional dapat dilihat pada Gambar 1. Permasalahan Penelitian Tidak ada pergantian dalam rotasi tanam oleh petani padi sehat Hama dan penyakit tanaman Perubahan iklim karena kemarau berkepanjangan Kurang berkembangnya dan lambatnya adopsi budidaya padi sehat Pengendalian / Penanggulangan Penggantian pestisida kimia menjadi pestisida nabati Pengurangan dosis pemakaian pupuk kimia Meningkatkan penyuluhan dan pelatihan pada petani untuk mengikuti budidaya padi sehat menurut SOP yang sudah ada Usahatani Padi Anorganik/Konvensional Analisis Pendapatan Usahatani Usahatani Padi Sehat Produktivitas Usahatani Padi Analisis Imbangan Penerimaan atas Biaya 1. Perbandingan sistem usahatani padi sehat dan padi konvensional 2. Perbandingan pendapatan usahatani, produktivitas dan analisis efisiensi imbangan penerimaan terhadap biaya Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Sistem Usahatani Padi Sehat