KONDISI USAHA MASIH BELUM PULIH*

advertisement
Suplemen 1
Suplemen 1
KONDISI USAHA MASIH BELUM PULIH*
Kondisi bisnis pada triwulan I-2009 secara umum menunjukkan perubahan yang bervariasi
sebagai dampak langsung maupun tidak langsung dari krisis keuangan global serta faktor
cuaca yang berpengaruh terhadap kegiatan distribusi barang dan jasa antar pulau. Hal
tersebut tercermin dari penurunan permintaan dan omzet penjualan perusahaan, yang
secara simultan mempengaruhi pendapatan masyarakat terutama pada sektor primer
maupun turunannya. Dampak tersebut ditunjukkan dari belum membaiknya kondisi usaha
sehingga menyebabkan kegiatan usaha mengalami penurunan signifikan meskipun belum
berdampak pada pemberhentian karyawan. Untuk meminimalisasi dampak krisis, pelaku
usaha melakukan strategi intensifikasi maupun ekstensifikasi serta promosi penjualan,
sehingga penurunan omzet dan margin dapat ditekan.
Faktor yang dinilai kurang kondusif bagi pengembangan dunia usaha antara lain
(i) Belum jelasnya ketentuan terkait dengan ketenagakerjaan, (ii) Penetapan Biaya Perolehan
Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang berbeda-beda untuk tiap daerah seyogyanya
dikenakan untuk batas harga jual minimal Rp60 juta, (iii) Perda yang mengatur KEUR (uji
kelayakan kendaraan umum) untuk mobil truk tronton yang dirasakan rumit dan mahal di
Sumsel, sehingga pelaku usaha menggunakan nomor polisi Jambi yang aturannya dinilai
sangat akomodatif, (iv) Musim panen yang bersamaan dengan curah hujan tinggi
menyebabkan kualitas padi kurang bagus dan, (v) Infrastruktur yang belum memadai
sehingga menimbulkan biaya operasional yang tinggi dalam pengadaan beras.
Faktor yang dinilai positif dalam membantu perusahaan untuk mengurangi dampak
dari krisis keuangan global antara lain adalah (i) Stimulus fiskal yang dalam waktu dekat
akan diluncurkan pemerintah, (ii) Program pemerintah dalam bidang perumahan, dan (iii)
Penurunan harga BBM.
Para pelaku usaha berekspektasi bahwa dampak dari krisis keuangan global masih
akan menyebabkan lesunya keadaan perekonomian hingga tahun 2010. Rencana investasi
yang akan dilakukan pada 2009 sangat terbatas terkait dengan pemeliharaan rutin yang
juga mengalami penurunan sehubungan penghematan pengeluaran perusahaan. Harga jual
untuk produk dengan orientasi ekspor mengalami penurunan terkait dengan penurunan
harga di pasar internasional dan potensi penurunan harga barang ritel terkait dengan
menurunnya harga BBM. Pelaku usaha di sub sektor otomotif mengemukakan harga
meningkat di tengah kondisi menurunnya permintaan, yang berdampak pada semakin
menurunnya tingkat permintaan. Pada sub sektor jasa persewaan bangunan, harga
meningkat pada kisaran moderat. Secara umum, margin pada tahun 2009 juga
diperkirakan akan menurun.
Permintaan pasar domestik beberapa pelaku usaha mengalami perubahan dengan
tingkat yang bervariasi. Penjualan barang kebutuhan pokok menunjukkan penurunan
permintaan domestik secara tahunan dalam batas wajar, sedangkan penjualan produk
otomotif mengalami penurunan drastis hingga lebih dari 50% terutama untuk kendaraan
niaga . Sektor properti menunjukkan penurunan tingkat permintaan untuk perumahan tipe
menengah dan mewah dengan penurunan berkisar 10-20% dikarenakan tingkat suku
bunga yang tinggi dan kehati-hatian pihak perbankan dalam memberikan kredit
*) Diperoleh dari hasil Business Survey yang merupakan kegiatan pemantauan kondisi usaha dengan mewawancarai
langsung pelaku usaha
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2009
1
Suplemen 1
perumahan. Permintaan tipe rumah Rumah Sehat Sederhana (RSh) justru meningkat terkait
dengan program pemerintah dan adanya fasilitas Pinjaman Uang Muka Perumahan (PUMP)
dari Jamsostek. Penurunan permintaan terhadap minyak goreng di pasar domestik terjadi
namun dalam jumlah yang tidak terlalu signifikan. Di sektor perbankan, target pada tahun
2008 dapat tercapai dan untuk tahun 2009 perbankan lebih berhati-hati dalam melakukan
penyaluran kreditnya dengan target yang lebih rendah dibanding tahun 2008 .
Penurunan permintaan luar negeri dialami oleh pelaku usaha dengan komoditas
minyak goreng. Hal ini tidak terlepas dari menurunnya permintaan dunia dan harga
komoditas dunia sebagai akibat dari adanya krisis global. Diperkirakan hingga tahun 2010
ekspor masih belum meningkat.
Kapasitas utilitasi pelaku usaha bervariasi. Pada industri pengolahan minyak goreng
kapasitas utilisasi mencapai 60-70%, yang mengalami penurunan beberapa bulan terakhir
dibandingkan kapasitas pada kondisi normal yang mencapai 100%. Pada sub sektor jasa
persewaan bangunan kapasitas utilisasi mencapai 97% dan pada sub sektor jasa hiburan
mencapai 50%. Bervariasinya tingkat kapasitas utilisasi tersebut disebabkan oleh tingkat
permintaan yang bervariasi dan tingkat harga.
Pada umumnya pelaku usaha tidak memiliki rencana investasi yang signifikan pada
tahun 2009 hanya beberapa pelaku usaha yang memiliki rencana untuk melakukan
investasi, namun sifatnya rutin.
Kondisi jumlah tenaga kerja pelaku usaha pada triwulan I-2009 secara umum tidak
terdapat perubahan yang signifikan, karena pelaku usaha tetap mempertahankan jumlah
karyawan meskipun kondisi usaha masih lesu. Beberapa pelaku usaha justru melakukan
penambahan tenaga kerja baik tetap maupun kontrak untuk memenuhi kekurangan
formasi.
Secara umum, pelaku usaha tidak meningkatkan harga jual bahkan melakukan
penurunan harga jual dengan alasan penurunan harga komoditas di pasar dunia maupun
untuk menjaga dan meningkatkan permintaan. Meskipun demikian ada juga pelaku usaha
yang meningkatkan harga jual terkait dengan depresiasi nilai tukar maupun peningkatan
biaya bahan operasional terutama bahan baku. Tingkat kenaikan harganya mencapai
20-25% yang berdampak pada penurunan margin di tengah masih menurunnya tingkat
permintaan .
Tingginya volatilitas harga dan terdepresiasinya nilai tukar Rupiah terhadap US
Dollar pada tahun 2009 menyebabkan kenaikan biaya bahan baku di atas normal terutama
untuk pelaku usaha yang menggunakan bahan baku impor yang pada gilirannya
meningkatkan harga jual. Sementara untuk perusahaan yang berorientasi ekspor, depreasi
rupiah justru membantu menahan tingkat penurunan pendapatan.
2
Kajian Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan Triwulan I 2009
Download