19 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Deskripsi Bambu duri di Arboretum Bambu Kampus Darmaga Kondisi bambu duri (Bambusa blumeana J.A. & J.H. Schlutes) saat ini sangat memprihatinkan karena hanya memiliki satu rumpun bambu dengan jumlah buluh yang rusak lebih banyak dibandingkan dengan yang hidup. Tabel 1 Mengukur kondisi bambu duri di Arboretum Bambu IPB. Tabel 1 No. Bagian Bambu Duri 1 Keliling Rumpun 2 Buluh Bambu 4 5 5.2 Kondisi bambu duri (B.blumeana) di Arboretum Bambu Kampus Darmaga Ukuran 3,5 m × 3,5 m Jumlah 1 49 Keliling 18,6 cm -30 cm Diameter 5,9 cm -9,5 cm Rusak dan Patah 29 Hidup 20 Rebung 1 Diameter ujung 5,1 cm Diameter tengah 6,9 cm Diameter pangkal 8 cm Keliling ujung 16 cm Keliling tengah 21,6 cm Keliling pangkal 25 cm Tinggi 60,8 cm Morfologi Bambu duri a. Akar rimpang Akar rimpang pada bambu duri memiliki ruas yang pendek, arah percabangan yang tidak beraturan dan rapat. Ciri-ciri tersebut sesuai dengan jenis simpodial. Menurut Widjaja (2001), bambu duri merupakan jenis simpodial. Simpodial dicirikan oleh ruas yang pendek dengan leher yang pendek mempunyai kuncup yang akan berkembang dan tumbuh menjadi akar rimpang baru dan tumbuh ke atas membentuk rebung kemudian menjadi buluh. Akar rimpang 20 terletak di bawah tanah dan membentuk sistem percabangan yang dapat dipakai untuk membedakan kelompok bambu. Bagian pangkal akar rimpangnya lebih sempit daripada bagian ujungnya dan setiap ruas mempunyai kuncup dan akar. Kuncup dan akar kemudian akan berkembang menjadi rebung yang memanjang dan akhirnya menghasilkan buluh. Pertambahan dimensi buluh akan berhenti bila puncak maksimum ukuran yang dimiliki oleh jenis tersebut telah tercapai. Rimpang simpodial juga memiliki ciri membentuk rumpun yang rapat dengan arah tumbuh rimpang yang tidak teratur. Gambar 2 Akar rimpang simpodial. b. Rebung Rebung tumbuh dari kuncup akar rimpang di dalam tanah atau dari pangkal buluh yang tua. Menurut Heyne (1987) buluh muda (rebung) akan menampilkan pertumbuhan yang cepat dan menakjubkan yang tidak dapat ditandingi dengan tanaman jenis lain. Semakin menuju ke ujung puncak, buluh bambu akan semakin tipis dan apabila mencapai panjang yang maksimal maka ujung puncaknya akan merunduk. Rebung muda pada bambu duri berwarna hijau tua dan pelepahnya berwarna kekuningan serta dominan ditutupi oleh bulu-bulu halus berwarna hitam. Salah satu rebung bambu memiliki keliling bagian atas sebesar 16 cm; tengah 21,6 cm; dan bawah 25 cm serta tinggi rebung ini mencapai 60,8 cm. 21 Gambar 3 Rebung bambu. Rebung muda ini dapat digunakan untuk membedakan jenis karena menunjukan ciri khas warna pada ujung dan bulu-bulu yang ada pada pelepahnya. Menurut Khrishnawamyi (1956) diacu dalam Sutiyono et al. (1996). Pertumbuhan bambu muda (rebung) berlangsung cepat dan mencapai ukuran tinggi maksimal setelah 2-4 bulan atau selama musim hujan. Gambar 4 Pengukuran rebung. 22 c. Buluh Buluh berkembang dari rebung, tumbuh sangat cepat dan mencapai tinggi maksimum dalam beberapa minggu. Buluh terdiri dari ruas dan bukubuku.Ukuran buluh bambu duri memiliki keliling berkisar 18,6-30 cm dengan diameter berukuran 10-18 cm. Total buluh bambu di Arboretum Bambu Kampus Darmaga berjumlah 49 dengan jumlah buluh bambu yang hidup yakni 20 sedangkan yang rusak dan patah berjumlah 29. Tipe buluh bambu duri tegak sampai berbiku-biku dengan tinggi maksimum ± 25 m. Warna pada buluh tua berwarna hijau tua sedangkan pada buluh muda berwarna hijau muda. Panjang ruas berkisar antara 25-60 cm dengan diameter ± 15 cm serta ketebalan dinding ± 3cm. Karakter buku pada pangkal tertutup oleh akar udara. Menurut Widjaja et al. (2001), buluh bambu duri memiliki ruas yang pendek antara 25-60 cm dengan tinggi buluhnya mencapai 25 m, diameter mencapai 15-18 cm, dinding tebalnya mencapai 3 cm atau kadang hampir tidak berlubang pada buluh yang tumbuh di dataran yang kering, dan buku-buku yang menonjol dengan jelas. Gambar 5 Buluh bambu. Buluh bambu umunya berwarna hijau namun dan memiliki perbedaan dalam tingkatan warna. Karakter buluh bambu mengalami perubahan seiring perkembangan buluh. Hal ini sesuai dengan pernyataan Banik (1993) diacu dalam Irawan et al. (2006) bahwa karakter morfologi buluh muda dan tua memiliki perbedaan yang cukup jelas dalam warna dan tekstur permukaan buluh. Buluh 23 berwarna hijau terang dengan buku-buku agak membengkak dan bagian bawah tumbuh akar udara. Akar udara merupakan akar yang tumbuh dari bagian batang di atas tanah dan mengantung di udara. Gambar 6 Akar udara. Allo (2009) menyatakan bahwa jumlah ruas dan panjang ruas akan menentukan tinggi batang bambu sehingga semakin banyak jumlah ruas dan panjang ruas maka batang akan semakin tinggi. Panjang ruas sangat dipengaruhi oleh curah hujan dan semakin tinggi curah hujan maka pertumbuhan batang pada generasi pertama masih berukuran kecil kemudian saat berumur dua tahun buluh bambu (batang) baru akan tumbuh serta berukuran lebih besar dibanding ukuran awalnya demikian seterusnya sehingga pada umur 3-8 tahun buluh bambu telah berukuran normal. Dalam keadaan normal ukuran buluh bambu (tinggi, diameter, dan keliling) bambu yang muncul setiap tahun selalu tetap sama dengan generasi sebelumnya. Besar kecilnya ukuran diameter batang sangat dipengaruhi oleh kesuburan tanah.Semakin subur tanah maka semakin besar diameter batang begitu pula sebaliknya. d. Percabangan Percabangan terdapat diatas buku-buku. Bambu ini memiliki sistem percabangan dengan satu cabang yang lebih besar daripada cabang lainnya yang lebih kecil (polykotome unequal). Cabang lateral yang tumbuh pada batang utama biasanya berkembang ketika buluh mencapai tinggi maksimum dan cabang muncul tepat di atas tanah serta menjadi rumpun padat di sekitar dasar rumpun 24 dengan duri. Selain itu, percabangan muncul di seluruh buku-bukunya, cabang tumbuh horizontal dan ditumbuhi duri tegak atau melengkung serta satu cabang lebih besar daripada cabang lainnya. Pada percabangan bambu ini juga tumbuh akar udara yang dan dapat dipotong untuk dijadikan stek cabang. Jarak percabangan dari tanah berukuran antara 1- 2 m. Jumlah percabangan sebanyak 515 cabang dengan tipe cabang satu cabang utama yang lebih besar dibanding yang lain atau disebut polykotome unequal. Bentuk percabangan, cabang tumbuh horizontal dengan duri tegak atau melengkung. Gambar 7 Percabangan lateral. Duri merupakan anak cabang aksiler (cabang yang tumbuh pada batang lateral) yang melengkung dan berujung lancip (Widjaja 2001). Satu cabang duri utama memiliki 20 anak cabang duri dengan panjang cabang utama 3,5 meter. Gambar 8 Duri bambu. 25 e. Pelepah buluh Pelepah buluh merupakan hasil modifikasi daun yang menempel pada setiap ruas yang terdiri dari daun pelepah buluh, kuping pelepah buluh, dan ligula. Daun pelepah buluh terdapat pada bagian atas pelepah, sedangkan kuping pelepah buluh dan ligulanya terdapat pada sambungan antara pelepah dan daun pelepah buluh. Warna pelepah buluh hijau kekuningan tetapi pada bambu duri yang ada di Arboretum Bambu Kampus Darmaga umumnya telah tua dan mati. Bentuk daun pelepah terkeluk terbalik dengan bentuk kuping bercuping. Bulu kejur tidak ada. Sedangkan menurut Widjaja (2001) pelepah buluh berukuran 15-35 cm × 18-30 cm. Pelepah buluh mudah luruh dengan kuping pelepah bercuping, dengan buluh kejur dan daun pelepah yang menyebar. Gambar 9 Pelepah buluh bambu duri. f. Helai daun dan pelepah daun Helai daun pada daun bambu duri berbentuk lanset (Gambar 9).Daun tua memiliki warna sama dengan daun muda yakni hijau muda dengan ukuran panjang ± 22,93 cm; lebar pangkal ± 3 cm; lebar tengah ± 3,8 cm; lebar ujung 1,4 cm sedangkan pada daun muda ukuran panjang ± 10,58 cm; lebar pangkal ± 1,55 cm; lebar tengah ± 2,33 cm, dan lebar ujung sebesar ± 1,23 cm. 26 Gambar 10 Perbandingan daun bambu duri. Tekstur permukaan atas dan bawah daun tidak berbulu dan halus serta memiliki bentuk daun lokos (sifat permukaan daun yang licin tanpa sisik dan bulu). Selain itu, memiliki urat daun yang sejajar seperti rumput dan tiap daun mempunyai tulang daun yang menonjol. Sharma (1991) diacu dalam Aziz (2000) menyimpulkan beberapa hal mengenai pertumbuhan generatif bambu yaitu selamanya steril, selalu berbunga, dan mempunyai daur pembungaan.Umur bunga yang diketahui dapat mencapai 120 tahun.Setelah berbunga didapatkan tiga tipe perilaku yakni mempunyai pertumbuhan yang lambat, kematian di bagian atas tanah saja, dan kematian di bagian atas dan bawah tanah. Menurut Ginting (1990) bambu duri mulai berbunga bila telah berumur 30 tahun sedangkan menurut Dransfield et al. (1995) bambu duri berbunga sangat jarang terjadi umumnya pada rentang waktu antara 20 – 30 tahun dan tumbuhan akan mati setelah berbunga, di Filipina perkembangbiakan bunga telah diteliti sejak tahun 1990, rumpun bambu yang berumur 100 tahun memiliki 6 tangkai perbungaan sedangkan rumpun yang berumur 45 tahun memiliki 3 dan 5 tangkai perbungaan. Perbungaan terjadi dari bulan Januari sampai Oktober setelah tangkai perbungaannya mati maka tidak akan tumbuh buah. Sedangkan menurut Sutiyono et al. (1996) perbungaan pada mulanya di ujung cabang yang berdaun dan akhirnya dihasilkan dalam kelompok kecil. Buliran semu pada buku-buku cabang yang tidak berdaun, buliran lanset ± 2 cm 27 terdiri dari 0-2 sekam kosong, 3-7 floret yang fertile dan 1-3 floret tidak sempurna. Floret merupakan salah satu bunga kecil penyusun bunga majemuk. Gambar 11 Daun bambu duri (Sumber : Sastrapradja et al.1977). 5.3 Kondisi Buluh Bambu Duri 5.3.1 Produktivitas buluh Produksi buluh bambu pada anakan berjumlah 4 buluh dengan diameter berkisar 3,1 cm – 5,9 cm dan buluh dewasa berjumlah 45 buluh dengan diameter berkisar 3,1 cm – 10 cm. Membedakan jenis buluh anakan dan dewasa adalah dengan cara melihat pertumbuhan buluh tersebut apabila buluh bambu masih menguncup dan belum terlihat tumbuhnya percabangan maka bambu tersebut adalah jenis anakan sebaliknya apabila bambu tersebut telah terlihat pelepah buluh dan telah tumbuh percabangan maka jenis tersebut adalah jenis dewasa. Tabel 2 Produktivitas buluh bambu No. 1 2 Produksi Buluh Anakan Dewasa Jumlah Buluh 4 45 Diameter Buluh 3,1 cm - 5,9 cm 3,1 cm -10 cm 5.3.2 Kerusakan buluh Jenis buluh bambu yang rusak akibat patah berjumlah 29 jenis bambu dewasa dengan diameter 3,6 cm – 5,4 cm. Menurut Sutiyono et al. (1996), setiap tahun bambu duri dapat menghasilkan 5-20 buluh per rumpun tetapi jumlah bambu duri yang berada di Arboretum Bambu hanya berkisar 49 buluh bambu dimana 29 buluh bambu telah mengalami patah buluh. Kerusakan yang dialami 28 cukup parah hal ini dapat terlihat dari banyaknya buluh yang telah mati dan tidak mampu berproduksi sehingga sulit untuk menghasilkan rebung muda. Tetapi masih terdapat 4 anakan buluh bambu yang masih hidup sehingga proses regenerasi masih dapat terjadi. Proses regenerasi ini dapat terjadi apabila dilakukan pemangkasan terhadap buluh-buluh bambu yang telah patah sehingga merangsang pertumbuhan bagi anakan untuk mendapatkan zat-zat makanan, ruang gerak dan cahaya matahari yang penuh. Selain itu, pembersihan cabang berduri dan dasar rumpun tua akan meningkatkan produksi batang (buluh) bambu. Buluh dalam satu rumpun sebaiknya tidak dibiarkan terlalu rimbun, harus terdapat jarak satu dengan yang lain. Pemangkasan secara rutin pada rumpun akan mempermudah merangsang pertumbuhan batang baru ditengah-tengah rumpun serta sesuai dengan pernyataan Andoko (2003), bahwa pemangkasan yang dilakukan secara teratur akan membuat seluruh zat makanan diserap oleh pertumbuhan buluh utama sehingga zat-zat makanan akan menstimulasi pertumbuhan rebung. Gambar 12 Pengukuran buluh bambu. 5.4 Gambar 13 Buluh bambu yang patah. Kondisi Rebung Bambu Duri 5.4.1 Produktivitas rebung Rebung muda yang hidup berjumlah 1 rebung. Rebung muda memiliki diameter ujung 5,1 cm; tengah 6,9; pangkal 8 cm dengan tinggi 60,8 cm serta rebung ini tidak mengalami kerusakan. Rebung muda memiliki warna hijau tua 29 dan pelepahnya berwarna kekuningan serta ditutupi bulu-bulu halus berwarna hitam. Tabel 3 Produktivitas rebung muda bambu duri No. 1 Bagian bambu Ukuran Rebung 1 Diameter ujung 5,1 cm Diameter tengah 6,9 cm Diameter pangkal 8 cm Tinggi Jumlah 60,8 cm Menurut Dransfield et al. (1995), rebung bambu muda 1 rumpun/tahun dapat menghasilkan 6-7 rebung muda sedangkan jika dikelola dengan baik dan dilakukan pemeliharaan yang intensif bambu duri dapat menghasilkan rata-rata 15 rumpun/tahun sehingga dapat dihasilkan 90-105 rebung muda/tahun. Rebung yang tumbuh di Arboretum Bambu Kampus Darmaga kurang mendapatkan nutrisi yang cukup baik sehingga pertumbuhan rebung menjadi terhambat dan hanya menghasilkan 1 rebung muda. 5.4.2 Kerusakan rebung Berdasarkan hasil pengamatan hanya ditemukan 1 rebung muda yang masih hidup. Rebung muda ini tidak mengalami kerusakan dan masih dalam kondisi yang baik. Menurut Dransfield et al. (1995), rebung bambu duri (B.blumeana) dapat menghasilkan rebung muda sekitar 6-7 rebung muda/tahun tetapi di lokasi penelitian hanya didapatkan 1 rebung muda. Hal ini disebabkan rebung muda kurang mendapatkan nutrisi yang baik, sebagian besar nutrisi diserap oleh spesies tumbuhan lain (pohon kedawung dan karet) selain itu terdapat buluh-buluh bambu yang rusak (patah) yang tidak di pangkas. Menurut Andoko (2003), pemangkasan yang dilakukan secara teratur akan membuat seluruh zat makanan diserap oleh pertumbuhan buluh utama sehingga zat-zat makanan akan menstimulasi pertumbuhan rebung. 5.5 Kondisi Tanah Kondisi tanah di Arboretum bambu merupakan jenis tanah latosol kemerahan. Soedyanto et al. (1981) menyatakan tanah latosol mempunyai solum 30 tanah sedalam (1,5 m – 10 m) dengan batas horizon yang tidak jelas. Pori lapisan atas sampai bawah memiliki tekstur tanah liat, struktur remah dan konsistensi gembur. Reaksi tanah masam sampai agak masam (pH 4,5-6,5). Kandungan bahan organik lapisan atas (3-10) % dan memilki kandungan hara rendah sampai sedang.Permeabilitas tanah agak cepat, mudah merembeskan air, daya menahan air cukup baik, tanah tahan terhadap erosi, produktivitas tanah sedang sampai tinggi.Hal ini sesuai dengan pernyataan Dransfield et al. (1995) bahwa bambu duri cocok tumbuh di tanah latosol kemerahan karena spesies bambu duri (B.blumeana) dapat mentolerir pH tanah optimal 5-6,5 serta tumbuh di tanah padat yang mengandung tekstur liat yang tinggidan dapat hidup pada ketinggian diatas 300 meter. Selain itu, bambu duri (B.blumeana) dapat tumbuh dengan baik di sepanjang sungai, lereng bukit, dan anak sungai air tawar tetapi tidak cocok di tanah yang mengandung garam (hutan pantai). Gambar 14 Tanah latosol kemerahan. 5.6 Identifikasi Kerusakan 5.6.1 Faktor lingkungan a. Persaingan Interspesifik Bambu duri merupakan tumbuhan yang intoleran yakni membutuhkan ruang tumbuh dengan cahaya matahari yang penuh sehingga bambu tersebut akan tumbuh dengan cepat. Buluh bambu ini mengalami patah akibat adanya persaingan tumbuhan antara bambu dengan spesiestumbuhan lain (persaingan interspesifik). 31 Menurut Vickery (1984) diacu dalam Indriyanto (2006) persaingan yang terjadi diantara tumbuhan baik persaingan yang bersifat intraspesifik maupun interspesifik disebabkan masing-masing spesies tumbuhan mencoba menempati relung ekologi yang sama khususnya di dalam kompetisi menggunakan unsurunsur lingkungan (unsur hara, mineral, tanah,air, cahaya dan ruang tumbuh) sebagai sumberdaya bagi pemenuhan kebutuhan hidupnya. Buluh bambu di Arboretum Bambu Kampus Darmaga tertutup oleh spesies tumbuhan lain yakni pohon karet (Hevea brasiliensis) dan pohon kedawung (Parkia roxburghii) sehingga pertumbuhan bambu ini akan terhambat serta kemungkinan besar tidak dapat bertahan hidup dan akhirnya mati. Kecepatan perkecambahan biji dan pertumbuhan anakan (seedling) pohon karet (Hevea brasiliensis) dan pohon kedawung (Parkia roxburghii)yang lebih cepat dibandingkan bambu duri (B. blumeana) menyebabkan pertumbuhan bambu duri (B.blumeana) menjadi terhambat. Tumbuhan tersebut saling bersaing di dalam memperebutkan air, udara dan unsur hara yang berada di bawah tanah yang merupakan komponen esensial bagi tumbuhan. Kecepatan pertumbuhan akar juga mempengaruhi kemampuan untuk berfotosintesis. Ketidakmampuan tumbuhan bambu duri (B.blumeana) untuk bersaing terhadap unsur hara, air, tanah, dan udara yang berada di dalam tanah (substrat) akan mengakibatkan pengurangan pertumbuhan pucuk (tunas). Pertumbuhan pucuk (tunas) yang bagus menyebabkan kemampuan fotosintesis menjadi lebih cepat dan pada akhirnya akan berpengaruh terhadap semua pertumbuhan organ seperti, batang, daun dan akar. Oleh sebab itu, perlunya pemangkasan pohon karet (Hevea brasiliensis) dan pohon kedawung (Parkia roxburghii) sehingga bambu duri (B.blumeana) dapat mendapatkan cahaya matahari dan tidak adanya kompetisi di dalam memperebutkan unsur-unsur lingkungan. 32 Gambar 15 Pohon kedawung. Gambar 16 Bambu duri yang patah. Gambar 17 Pohon karet. Rumpun bambu dapat menghasilkan batang (buluh) bambu dengan ukuran maksimal atau dewasa setelah 3-6 tahun. Pertumbuhan ukuran buluh bambu tergantung spesies, kondisi tanah, kelembaban, dan posisi batang dalam rumpun. Semakin batang dalam rumpun berada di posisi luar atau pinggir (terkena cahaya matahari) maka batang tersebut akan lebih cepat tumbuh dewasa dibandingkan yang tumbuh ditengah-tengah rumpun yang kurang mendapatkan cahaya matahari. b. Jarak rumpun Jarak rumpun antara bambu duri dengan jenis tanaman lain terlalu rapat. Hal ini menyebabkan bambu ini sulit mendapatkan unsur-unsur hara. Bambu duri (B.blumeana) merupakan jenis bambu yang memiliki diameter yang besar dengan 33 diameter berkisar antara 3,1 cm – 10 cm. Sebaiknya jarak rumpun disesuaikan dengan jenis bambu sehingga semakin besar buluh bambu maka jarak tanam akan semakin lebar. Hal ini sesuai dengan pernyataan (White 1948; Sindoesuwarno 1963 diacu dalam Sutiyono et al. 1996) yang menyatakan makin besar ukuran batang-batang bambu dalam rumpun maka jarak rumpunnya semakin lebar. Jarak rumpun sebaiknya berukuran 8m × 8m sehingga pertumbuhan buluh bambu tidak terlalu rapat dengan jenis tumbuhan lain maupun jenis bambu lain yang ditanam di sekitar rumpun bambu duri (B.blumeana). c. Angin kencang Angin kencang yang bersamaan dengan hujan petir juga merupakan salah satu faktor alam yang dapat merusak kondisi buluh bambu duri. Kecepatan angin yang tinggi dapat menyebabkan buluh-buluh bambu patah. Pada bambu duri angin memberikan dampak tidak langsung seperti patahan buluh bambu spesies lain yang disebabkan oleh angin menimpa buluh bambu duri sehingga buluh bambu duri menjadi patah. 5.7 Program Konservasi Ex-situ Bambu Duri 5.7.1 Perbanyakan secara vegetatif dengan stek cabang dan batang Perbanyakan bambu duri (B.blumeana) dapat dilakukan dengan cara menggunakan stek batang dan cabang dengan 6 sampel bibit. Masing-masing jenis stek terdiri dari 3 bibit. Cara perbanyakan dengan stek batang yaitu dari batang bawah sampai tengah yang mengeluarkan batang tunas atau mata tunas pada buku-bukunya. Batang bambu dipotong dengan menggunakan parang atau golok kemudian setelah media tanam disiapkan maka batang dimasukkan ke dalam polybag yang telah berisi media tanam. Sedangkan pada stek cabang juga dipilih dari cabang yang menempel pada indukannya kemudian cabang dipotong mulai dari pangkal yang menempel pada buku batang. Cabang yang telah dipotong lalu dipotong lagi bagian ujungnya.Setelah itu masukan ke dalam polybag yang telah terisi media tanam. Menurut Uchimura (1980) dan Aziz et al. (1991) di acu dalam Aziz (2000) perbanyakan dengan buluh merupakan cara perbanyakan yang sejauh ini berhasil 34 untuk bambu simpodial dan mudah berakar. Tahapan-tahapan pengambilan bambu duri untuk stek batang dan cabang dapat disajikan pada Gambar 18. Gambar 18 Tahapan pengambilan bambu duri. Waktu pembibitan baik dilakukan pada musim hujan karena memiliki tingkat kelembapan yang relatif tinggi sehingga buku-buku batang dan cabang segera muncul tunas (Sutiyono et al. 1996) kemudian menurut Andoko (2003) polybag persemaian stek bambu tersebut diletakan di tempat yang teduh dan lembab serta disiram secara teratur untuk mempercepat keluarnya akar. Setelah ± 2-3 bulan stek cabang bambu yang hidup akan tumbuh akar. 5.7.2 Pemangkasan Bambu duri (B.blumeana) yang berada di lokasi penelitian dibiarkan tumbuh dengan sendirinya akan membentuk cabang dan ranting yang rapat. Rumpun bambu yang membentuk cabang dan ranting yang rapat dapat membuat zat makanan hanya terkonsentrasi pada pertumbuhan cabang dan ranting. Pemangkasan sebaiknya dilakukan pada cabang-cabang primer dan yang dapat menganggu pertumbuhan buluh bambu (batang) yang utama.Andoko (2003), pemangkasan yang dilakukan secara teratur akan membuat seluruh zat 35 makanan diserap oleh pertumbuhan buluh bambu utama sehingga zat-zat makanan tersebut akan menstimulasi pembentukan rebung. Pemangkasan dilakukan sejak awal penanaman agar rumpunnya tidak terlalu rapat. Kegiatan pemangkasan dilakukan pada awal musim hujan sehingga dapat menstimulasi pertumbuhan rebung yang akan tumbuh pada musim hujan dan batang (buluh) bambu dapat menghasilkan ukuran yang besar. Pemangkasan cabang-cabang bawah dapat mengurangi serangan jamur karena adanya sirkulasi udara yang baik.Pembersihan cabang ini dapat membantu perbaikan pertumbuhan tanaman dan perbaikan kualitas bambunya. Selain itu, pembersihan cabang berduri dan dasar rumpun tua akan meningkatkan produksi batang (buluh) bambu. Buluh dalam satu rumpun sebaiknya tidak dibiarkan terlalu rimbun, harus terdapat jarak satu dengan yang lain. Pemangkasan secara rutin pada rumpun akan mempermudah merangsang pertumbuhan batang baru ditengah-tengah rumpun. 5.7.3 Penyiangan Rumput, tumbuhan bawah dan semak-semak yang berada di sekitar bambu sebaiknya dibersihkan secara rutin.Penyiangan ini dilakukan agar seluruh hara tanaman dapat dimanfaatkan oleh bambu duri (B.blumeana) saja. Rumput dan semak-semak yang telah dibersihkan sebaiknya dibenamkan di sekitar rumpun bambu agar menjadi kompos yang bermanfaat bagi spesies bambu duri (B.blumeana). Gambar 19 Tumbuhan bawah yang berada di sekitar rumpun bambu. 5.7.4 Pemasangan pagar Pemasangan pagar di sekitar rumpun bambu duri (B.blumeana) perlu dilakukan untuk menghindari ketertarikan masyarakat setempat untuk mengambil spesies bambu duri (B.blumeana), sebelum dilakukan pemasangan pagar 36 sebaiknya tumbuhan bawah, rumput dan semak disiangi terlebih dahulu sehingga lebih mudah untuk pemasangan pagar. 5.7.5 Pembuatan dan pemasangan papan interpretasi Pembuatan papan interpretasi perlu dilakukan. Isi dari papan interpretasi meliputi nama lokal, nama ilmiah, deskripsi morfologi, manfaat bambu duri, penyebaran, dan dicantumkan foto atau gambar bambu duri serta sebaiknya terbuat dari besi agar lebih tahan lama dan kuat sehingga tidak rusak oleh gangguan alam. Pemasangan papan interpretasi ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya manfaat bambu duri dan dapat berupa himbauan atau larangan pengambilan dan perusakan rumpun bambu duri terutama terhadap rebung dan buluh bambu duri. 5.7.6 Kultur jaringan (in-vitro) Kultur jaringan (Tissue Culture) merupakan istilah umum yang ditujukan pada budidaya secara in vitroterhadap berbagai tanaman yang meliputi batang, daun, akar, bunga, kalus, sel, dan protoplas, dan embrio. Bagian-bagian tersebut disebut eksplan yang diisolasi dari kondisi in-vivo dan dikultur pada medium buatan yang steril sehingga dapat beregenerasi dan berdiferensiasi menjadi tanaman yang lengkap (Street 1997 diacu dalam Zulkarnain 2009). Menurut (Vongvijitra 1988; Mascerenhos et al. 1998; Saxena 1990 diacu dalam Aziz 1999), tahap-tahap yang dilakukan adalah proferasi tunas kemudian pembentukan akar melewati kalus kemudian embryogenesis (Vongvijitra 1998diacu dalam Aziz 1999). Pada proliferasi tunas terbaik, Vongvijitra (1988) menggunakan media mushige dan skoog (MS) yang ditambah dengan 2 × 10 -5 M BAP dengan laju perbanyakan 20-25 tunas. Prutpongse dan Gavinletvatena (1992) diacu dalam (Aziz 1999) mendapatkan bahwa bahan eksplan yang baik untuk digunakan adalah yang berasal dari kuncup aksilar muda yang cabangnya belum berbunga. Kuncupkuncup ini ditanam dalam bentuk potongan-potongan buku pada medium MS yang berisi 22 Um BA. Tunas-tunas yang muncul harus diakarkan pada medium MS yang berisi 5.4 Um NAA. Dari hasil percobaan-percobaan tahun 1997 atau 1998 didapatkan media MS dengan penambahan 3.0 ppm BAP dan 1.0 ppm 37 Kineting dapat mempertinggi tunas sedangkan media MS yang diperkaya dengan 2.0 BAP dan 0,5 ppm Kineting menginduksi pertunasan baru dari potongan buku serta untuk pembentukan kalus media MS yang diperkaya dengan Picloram 1.0 ppm adalah yang terbaik. 5.7.7 Penyiraman Penyiraman dilakukan terutama pada bulan-bulan yang kering sehingga pertumbuhan bambu lebih cepat dan dapat menghasilkan rebung dan buluh bambu yang bermutu baik. 5.7.8 Pembersihan gulma Pembersihan gulma melalui penyiangan dan pembuatan guludan yang dibuat di sekitar tanaman dan di dalam radius yang agak luas cukup dengan pembabatan atau penyemprotan hibrisida. 5.7.9 Pemupukan Pemupukan sangat dianjurkan untuk meningkatkan pertumbuhan tumbuhan bambu. Sutrisno (2008), pemupukan dapat dilakukan setiap 3 bulan atau sekali dalam setahun tergantung kondisi tanahnya. Dosis pupuk per hektar hingga mencapai 300 kg nitrogen (1,5 kg setiap rumpun) atau rumpun batang jenis besar dapat mencapai 10 kg setiap satu rumpun. Penggunaan pupuk yang berlebihan terutama selama 4-6 minggu sebelum rebung tumbuh akan menyebabkan rebung menjadi lembek dan bertekstur kasar. 5.7.10 Pemberantasan hama dan penyakit Dransfield et al. (1995), di Filipina bambu duri umumnya mengalami karat daun yang disebabkan oleh hama (Phakopsora loutidae) dan tungau yang disebabkan oleh hama (Schizostatranycus floressi). Tungau ini biasanya menyerang daun bambu. Penyakit dan hama tersebut tidak terlalu berdampak serius bagi pertumbuhan bambu. Pemberantasan hama dan penyakit pada tanaman bambu dapat dilakukan dengan cara menyemprotkan fungisida atau insektisida yang sesuai dengan jenis hama atau penyakit yang menyerang tanaman bambu. Sutrisno (2008), pembasmian hama dapat menggunakan kerosene (5%), suspense air, dimetro ociclohexylphenol yang dilumuri resin, cresoto, garam wolman, borax, suspense garam anorganik atau minyak ranggon. 38 5.8 Skema Identifikasi Kerusakan pada Bambu Duri Kerusakan yang terjadi pada buluh dan rebung muda bambu duri (B.blumeana) dapat dikategorikan cukup parah. Hal ini terlihat dari jumlah buluh bambu yang patah berkisar 29 buluh bambu dewasa, dimana jumlah buluh yang patah lebih banyak dibandingkan buluh yang masih hidup. Proses regenerasi pada buluh bambu duri (B.blumeana) masih dapat terjadi karena masih adanya 4 anakan buluh bambu yang dapat tumbuh menjadi buluh dewasa. Sedangkan jumlah rebung yang hidup hanya terdapat 1 rebung muda. Menurut Dransfield et al. (1995), bambu duri dapat menghasilkan 6-7 rebung muda dalam 1 rumpun/ tahun. Oleh sebab itu, perlu dilakukan pemangkasan terhadap buluh-buluh bambu yang telah patah sehingga merangsang pertumbuhan bagi anakan untuk mendapatkan zat-zat makanan, ruang gerak dan cahaya matahari yang penuh. Selain itu, pembersihan cabang berduri dan dasar rumpun tua akan meningkatkan produksi batang (buluh) bambu. Selain itu, menurut Andoko (2003), pemangkasan yang dilakukan secara teratur akan membuat seluruh zat makanan diserap oleh pertumbuhan buluh bambu utama sehingga zat-zat makanan tersebut akan menstimulasi pembentukan rebung. Kerusakan bambu duri (B.blumeana) juga dapat disebabkan oleh faktor lingkungan dan faktor manusia. Faktor lingkungan disebabkan oleh persaingan bambu duri (B.blumeana) dengan jenis tanaman lain atau disebut persaingan interspesifik. Persaingan ini meliputi persaingan memperebutkan unsur hara, mineral, tanah, air, cahaya, dan ruang tumbuh. Tumbuhan lain yang mampu menyerap unsur-unsur lingkungan lebih banyak maka tumbuhan tersebut akan tumbuh lebih cepat dan tumbuh subur sebaliknya apabila bambu tidak mampu atau sedikit menyerap unsur-unsur lingkungan maka pertumbuhan bambu ini akan terhambat, rusak (patah) dan tidak dapat bertahan hidup atau mati. Hal ini yang terjadi pada spesies bambu duri (B.blumeana) di Arboretum Bambu Kampus Darmaga. Selain persaingan interspesifik terdapat faktor lain seperti jarak rumpun dan angin kencang. Jarak rumpun antara bambu duri dan tumbuhan jenis lain terlalu rapat sehingga bambu sulit mendapatkan unsur-unsur lingkungan (unsur hara, 39 mineral, tanah, air, cahaya dan ruang tumbuh). Bambu duri (B.blumeana) merupakan jenis bambu yang memiliki diameter yang besar berkisar 3,1 cm – 10 cm sehingga memerlukan jarak rumpun dengan ukuran yang lebih lebar. Jarak rumpun yang disarankan sebaiknya berukuran 8 m × 8 m. Faktor angin yang kencang juga mempengaruhi kerusakan pada bambu duri. Daerah Bogor terutama di Arboretum Bambu Kampus Darmaga memiliki tipe iklim A dengan curah hujan yang tinggi disertai hujan dan petir yang dapat merusak kondisi rumpun bambu. Faktor manusia yang mempengaruhi kerusakan bambu duri (B.blumeana) yaitu kurangnya pemeliharaan sehingga bambu ini dibiarkan tumbuh dengan sendirinya tanpa adanya perawatan dan pemeliharaan. Oleh sebab itu, diperlukannya program konservasi ex-situ guna pelestarian spesies bambu duri (B.blumeana). Program konservasi ex-situ meliputi, percobaan perbanyakan vegetatif (stek cabang dan batang) terlihat pada Gambar 20, pemangkasan, penyiangan, pemasangan pagar, pembuatan dan pemasangan papan interpretasi, dan in-vitro). Berikut berupa skema identifikasi kerusakan bambu duri (B.blumeana). 29 buluh Patah buluh Buluh dewasa : 3,1 cm -10 cm Diameter Kerusakan bambu duri Produktivitas Rebung Buluh 1 Rebung muda Pertumbuhan 6-7 rbg/thn Kerusakan Produksi 4 buluh anakan 45 buluh dewasa Tidak ditemukan Lingkungan Persaingan interspesifik Jarak rumpun Angin kencang Program konservasi ex-situ Perbanyakan vegetatif (stek batang dan cabang) Penyiangan Pemasangan Pagar Pembuatan & pemasangan papan interpretasi Penyiraman Pembersihan gulma Pemberantasan hama & penyakit Pemupukan 40 Gambar 20 Skema identifikasi kerusakan dan program konservasi ex-situ bambu duri (B.blumeana)