Rizki Adi Saputra Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia 46 Vol

advertisement
Rizki Adi Saputra
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 3, Nomor 1, Oct 2015
D. Agus Harjito
HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA NILAI TUKAR
DENGAN HARGA SAHAM DAN INFLASI DI INDONESIA
Rizki Adi Saputra
Program Magister Manajemen, Universitas Islam Indonesia
[email protected]
D. Agus Harjito
Program Magister Manajemen, Pascasarjana, Universitas Islam Indonesia
[email protected]; [email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan kausalitas dan kointegrasi antara nilai
tukar rupiah terhadap dollar Amerika dengan IHSG dan nilai tukar tersebut dengan inflasi.
Penelitian ini menggunakan data bulanan periode Januari 2003-Desember 2013, data
diperoleh dari Bank Indonesia (BI) dan Badan Pusat Statistik (BPS). Alat analisis
menggunakan uji kausalitas Engel-Granger untuk mengetahui hubungan sebab akibat
(kausalitas) dan uji kointegrasi untuk mengetahui hubungan keseimbangan jangka panjang.
Hasil penelitian menggunakan uji kausalitas Granger menunjukkan bahwa nilai tukar
memiliki hubungan kausalitas dengan indeks harga saham gabungan (IHSG), sedangkan Uji
kointegrasi menunjukkan adanya hubungan jangka panjang antara nilai tukar dan harga
saham untuk periode Januari 2003 sampai Desember 2013. Hasil penelitian lain dari uji
kausalitas Granger menunjukkan bahwa terjadi hubungan kausalitas antara nilai tukar dengan
inflasi, dan dari uji kointegrasi menunjukkan adanya hubungan jangka panjang untuk periode
Januari 2003 - Desember 2013.
Kata kunci: Nilai Tukar , IHSG, Inflasi, Kausalitas Granger
Pendahuluan
Fundamental ekonomi yang salah satunya nilai tukar mata uang lebih dominan untuk
dikaji. Nilai tukar yang berfluktuatif juga mempunyai keterkaitan dengan sektor rill, dalam
hal ini fenomena nilai tukar yang berfluktuatif berdampak langsung mempengaruhi inflasi
begitu pula sebaliknya. Hubungan kausalitas antara kurs, IHSG dan Inflasi merupakan sebuah
isu yang kontroversial. Perdebatan mendasar antara hubungan ini adalah apakah kurs
mempengaruhi IHSG dan inflasi atau sebaliknya, IHSG dan inflasi yang mempengaruhi
kurs?. Sampai saat ini belum ada kejelasan tentang bagaimana hubungan diantara ketiga
variabel tersebut.
Menurut Hyder dan Shah (2004), pada sisi penawaran, nilai tukar dapat
mempengaruhi harga yang dibayar oleh pembeli domestik barang impor secara langsung.
Nilai tukar yang berfluktuasi akan mempengaruhi investasi di dalam negeri. Nilai tukar yang
melemah akan berdampak penurunan nilai harga saham di pasar modal, karena investor tidak
percaya dengan kondisi perekonomian. Harga saham menurun membuat para investor
menarik dana di dalam negeri, sehinga terjadi arus modal keluar. Investasi didalam negeri
terasa langka yang mengakibatkan kredit menurun.
Bercermin pada krisis finansial global tahun 2008 yang mempengaruhi keberadaan
hubungan kausalitas antara nilai tukar dan IHSG. Dampak krisis global terhadap pasar modal
46
Rizki Adi Saputra
D. Agus Harjito
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 3, Nomor 1, Oct 2015
dan pasar uang terlihat disepanjang tahun 2008 perekonomian Indonesia memang banyak
modal asing yang berantisipasi, sampai IHSG pernah di-suspend. IHSG terpuruk sekali pada
September 2008 dengan terjun bebas 908 poin menjadi 1257 poin, kurs mengalami
pelemahan terparah 22% pada November 2008 dengan 12151.
Madura (2009) menyatakan bahwa nilai tukar (kurs) dapat mempengaruhi inflasi
secara langsung, ketika nilai tukar melemah maka menyebabkan kenaikan tinggi harga
barang-barang impor. Kenaikan terjadi karena para importir harus membayar lebih ketika
nilai tukar melemah. Harga barang-barang impor yang tinggi secara langsung akan terjadi
inflasi. Mekanisme transmisi permintaan domestik terjadi karena depresiasi nilai tukar
membuat kenaikan harga impor dan berpengaruh pada harga barang dalam negeri.
Permintaan barang di dalam negeri meningkat dan hargapun ikut meningkat. Harga barang
ekspor akan lebih murah, sehingga meningkatkan ekspor begitu pula permintaan luar negeri
meningkat. Pada akhirnya akan meningkatkan total permintaan agregat dan laju inflasi tinggi.
Pada kurun waktu tahun 1997-2013 dilihat pada kejadian krisis moneter 1998 nilai
tukar melemah diikuti meningkatnya inflasi, begitu juga ketika terjadi inflasi domestik pada
tahun 2001 dan 2005 diikuti juga dengan melemahnya nilai tukar. Nilai tukar dan inflasi
dengan ini mempunyai hubungan yang saling mempengaruhi. Hubungan kausalitas diantara
ketiga variabel tersebut yaitu nilai tukar (kurs) dollar amerika, harga saham dan inflasi
tentunya sangat menarik untuk diteliti dan dikaji lebih dalam bagaimana hubungan ketiga
variabel tersebut. Hubungan antara nilai tukar (kurs) dollar Amerika dengan harga saham dan
hubungan kausalitas antara nilai tukar (kurs) dollar Amerika dengan inflasi menjadi sebuah
issu yang masih perlu diteliti lebih lanjut.
Kajian Pustaka
Indikator ekonomi merupakan bagian terpenting yang tidak terpisahkan dari
keseluruhan fundamental ekonomi. Indikator itu bisa berupa informasi-informasi kondisi
makro ekonomi. Keadaan makro ekonomi di suatu negara secara keseluruhan akan
mempengaruhi kegiatan ekonomi masyarakat, pengusaha dan investor. Makro ekonomi yang
baik akan menciptakan iklim investasi yang baik pula. Beberapa variabel ekonomi nasional
yang biasanya digunakan adalah tingkat pertumbuhan ekonomi, produk domestik bruto,
tingkat inflasi, tingkat suku bunga, dan nilai tukar rupiah. Indikator fundamental
makroekonomi seperti inflasi, tingkat bunga, kurs dan pertumbuhan ekonomi merupakan
faktor-faktor yang sangat diperhatikan oleh para investor.
Harga Saham
Faktor-faktor yang mempengaruhi pergerakan harga saham antara lain faktor mikro
dan makro. Faktor makro adalah faktor-faktor yang mempengaruhi ekonomi secara
keseluruhan. Tingkat suku bunga yang tinggi, inflasi, tingkat produktivitas nasional, politik,
dan sebagainya dapat berdampak pada potensi keuntungan perusahaan hingga pada akhirnya
juga akan mempengaruhi harga sahamnya. Sedangkan faktor mikro adalah faktor-faktor yang
berdampak secara langsung pada perusahaan itu sendiri, misalnya perubahan manajemen,
harga dan ketersediaan bahan mentah, produktivitas karyawan dan sebagainya akan
mempengaruhi kinerja perusahaan. Pergerakan harga saham dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor misalnya, kebijakan pemerintah, isu-isu politik, ekonomi, serta isu-isu lain baik dari
dalam maupun luar perusahaan.
Perubahan yang terjadi pada variabel ekonomi akan memberikan pengaruh kepada
pasar modal. Meningkatnya PDB akan berpengaruh positif terhadap pendapatan konsumen
47
Rizki Adi Saputra
D. Agus Harjito
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 3, Nomor 1, Oct 2015
karena dapat meningkatkan permintaan terhadap produk perusahaan. Hal ini akan
memberikan optimisme yang tinggi dan juga memacu sentimen pasar sehingga mempunyai
pengaruh yang positif terhadap pasar ekuitas. Pertumbuhan Produksi Industri juga
berpengaruh pada pasar modal, naiknya indeks produksi yang terus menerus menunjukkan
suatu tanda kekuatan perekonomian di suatu negara karena output meningkat sehingga akan
memberikan pengaruh positif terhadap pasar.
Inflasi yang tinggi menyebabkan menurunnya profitabilitas suatu perusahaan,
sehingga akan menurunkan pembagian deviden dan daya beli masyarakat juga menurun. Dari
segi tingkat bunga, ketika meningkatnya tingkat suku bunga akan meningkatkan harga kapital
sehingga memperbesar biaya perusahaan. Kemudian terjadi perpindahan investasi dari saham
ke deposito atau investasi lainnya, inilah deteksi buruk bagi pasar saham. Pengaruh kurs
rupiah terhadap pasar modal, menurunnya kurs dapat meningkatkan biaya impor bahan baku
dan meningkatkan suku bunga walaupun dapat meningkatkan nilai ekspor namun dari sisi
pasar menjadi dampak yang negatif bagi pasar modal. Meningkatnya pengangguran berarti
bisnis mulai melemah, berarti dunia usaha menjadi kurang menarik bagi investor. Sehingga
memberi dampak yang negatif terhadap harga saham. Untuk menjelaskan anggran defisit
berdampak bagi pasar ekuitas dapat dilihat anggaran defisit mendorong konsumsi dan
investasi pemerintah. Sehingga dapat meningkatkan permintaan terhadap produk perusahaan
(Sunariyah, 2006).
Proses terbentuknya harga saham melalui permintaan dan penawaran saham yang
bersangkutan. Pada proses ini investor yang hendak membeli saham akan datang ke pasar
saham. Biasanya mereka akan memakai jasa broker atau pialang saham.investor dapat
memilih saham mana saja yang akan mereka beli dan dapat menetapkan harga standar itu
sendiri. Kedua adalah proses supply to sell schedule, yaitu investor juga dapat menjual
sahamnya ke pasar saham. Investor juga dapat menetapkan harga saham yang mereka pilih
dengan menjual harga saham tertinggi di pasaran. Adapun proses ketiga adalah interaction of
schedule, yaitu pertemuan antara permintaan dan penawaran menciptakan satu titik temu
yang disebut titik ekuilibrium harga. Pada awalnya perusahaan yang mengeluarkan saham
akan menetapkan harga awal untuk sahamnya.saham tersebut kemudian akan dijual ke pasar
untuk diperdagangkan. Harga saham tersebut dapat berubah karena adanya permintaan dari
pasar investor. Ekspektasi harga yang dimiliki buyer akan mempengaruhi harga yang
ditawarkan oleh seller (penjual) dan harga yang diminta buyer (pembeli).
Nilai Tukar (Kurs)
Menurut Salvatore (1997), Harga suatu mata uang terhadap mata uang lainnya disebut
kurs atau nilai tukar mata uang (exchange rate). Nilai tukar merupakan salah satu harga yang
terpenting dalam perekonomian terbuka mengingat pengaruhnya yang demikian besar bagi
neraca transaksi berjalan maupun variabel-variabel makroekonomi yang lainnya. Kurs
keseimbangan nilai tukar akan berubah sepanjang waktu karena perubahan kurva permintaan
dan penawaran. Faktor-faktor yang mempengaruhinya adalah tingkat inflasi relatif, suku
bunga relatif, tingkat pendapatan, pengendalian pemerintah dan prediksi pasar.
Tingkat inflasi relatif menunjukkan perubahan pada tingkat inflasi relatif yang dapat
mempengaruhi aktivitas perdagangan internasional, yang akan mempengaruhi permintaan
dan penawaran suatu mata uang dan karenanya mempengaruhi kurs nilai tukar. Sedangkan
suku bunga relatif perubahan pada suku bunga relatif mempengaruhi investasi pada sekuritas
asing, yang akan mempengaruhi permintaan dan penawaran mata uang yang pada akhirnya
akan mempengaruhi tingkat pendapatan relatif. Pendapatan mempengaruhi jumlah
permintaan barang impor, maka pendapatan dapat mempengaruhi kurs mata uang.
48
Rizki Adi Saputra
D. Agus Harjito
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 3, Nomor 1, Oct 2015
Pengendalian pemerintah negara asing dapat mempengaruhi kurs keseimbangan dengan
berbagai cara, yaitu: Mengenakan batasan atas pertukaran mata uang asing ,mengenakan
batasan atas perdagangan asing, mencampuri pasar mata uang asing (dengan membeli dan
menjual mata uang asing), mempengaruhi variabel makro seperti inflasi, suku bunga, dan
tingkat pendapatan.
Faktor kelima yang mempengaruhi nilai tukar adalah prediksi pasar mengenai kurs
mata uang di masa depan. Madura (2009) dan Salvatore (1997) menjelaskan tentang teoriteori nilai tukar (exchange rate), pertama teori tradisional yang didasarkan pada arus
perdagangan dan paritas daya beli. Teori tradisional sangat penting untuk menjelaskan
pergerakan kurs dalam jangka panjang. Kedua teori-teori kurs modern yang memusatkan
pada pasar-pasar modal dan arus permodalan internasional dan berusaha menjelaskan gejolak
kurs jangka pendek yang keseimbangan (equilibrium) jangka panjang
Inflasi
Boediono (2001), menyatakan bahwa dalam prakteknya untuk mengetahui penyebab
timbulnya inflasi (terutama inflasi yang kronis atau yang telah berjalan lama) dan
merumuskan dan kemudian melaksanakan kebijaksanaan untuk menanggulanginya, adalah
masalah yang sulit dan pelik. Biasanya kita harus melampaui batas-batas ilmu ekonomi dan
memasuki bidang ilmu sosiologi dan ilmu politik. Masalah inflasi dalam arti yang lebih luas
bukan sematamata masalah ekonomi, tetapi masaiah sosio-ekonomi-politis. Secara garis
besar ada 3 kelompok teori mengenai penyebab terjadinya inflasi, yaitu: Teori kuantitas, teori
Keynes dan teori Strukturalis.
Teori Kuantitas menyoroti peranan dalam proses inflasi dari jumlah uang yang
beredar, dan psikologi (harapan) masyarakat mengenai kenaikan harga. Sedangkan teori
Keynes menyoroti aspek lain dari inflasi. Menurut teori ini, inflasi terjadi karena suatu
masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan ekonominya. Proses inflasi menurut
pandangan ini, tidak lain adalah proses perebutan bagian rezeki di antara kelompokkelompok sosial yang menginginkan bagian yang lebih besar daripada yang bias disediakan
oleh masyarakat tersebut. Proses perebutan ini akhirnya diterjemahkan menjadi keadaan di
mana permintaan masyarakat akan barang-barang selalu melebihi jumlah barang-barang yang
tersedia. Gap ini timbul karena golongan-golongan masyarakat tersebut berhasil
menerjemahkan aspirasi mereka menjadi permintaan yang efektif akan barang-barang.
Adapun teori strukturalis menjelaskan bahwa inflasi selalu dikaitkan dengan faktor-faktor
struktural dari perekonomian, faktor-faktor ini hanya bisa berubah secara gradual dan dalam
jangka panjang Teori ini menjelaskan faktor- faktor jangka panjang manakah yang bisa
mengakibatkan inflasi yang berlangsung lama.
Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan oleh Enoma (2011) menemukan bahwa nilai tukar
penyusutan, jumlah uang beredar dan produk domestik bruto riil adalah penentu utama inflasi
di Nigeria. Ini berarti bahwa nilai tukar depresiasi dapat membawa peningkatan laju inflasi di
Nigeria. Hasil penelitian menunjukkan korelasi yang signifikan antara pergerakan nilai tukar
dan inflasi dan output pergerakan sub-periode kedua. Penelitian ini memiliki dampak yang
signifikan terhadap pergerakan inflasi, output dan nilai tukar yang menyebabkan volatilitas
yang lebih tinggi dalam pertukaran pergerakan suku di negara mayoritas.
Nath dan Samanta (2003) meneliti hubungan kausal antara return di pasar saham dan
pasar forex di India. Menggunakan data harian dari bulan Maret 1993 sampai Desember
49
Rizki Adi Saputra
D. Agus Harjito
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 3, Nomor 1, Oct 2015
2002, hasilnya menemukan bahwa hubungan sebab akibat umumnya tidak ada meskipun
dalam beberapa tahun terakhir memiliki menjadi pengaruh kausal yang kuat dari return pasar
saham forex return pasar. Namun, tentatif dan kita perlu lebih lanjut penelitian mendalam
untuk mengidentifikasi penyebab dan konsekuensi dari temuan.
Res (2012) menemukan bahwa terdapat hubungan yang lemah antara variabel
dependen dan variabel independen. Dampak dari suku bunga dan inflasi tidak signifikan
terhadap return saham indeks KSE 100 sementara nilai tukar memiliki dampak yang
signifikan terhadap return saham indeks KSE 100. Data diambil yaitu Data Sepuluh tahun
bulanan dari 31 Juli 2001 sampai 30 Juni 2010 dengan menggunakan regresi berganda.
Sementara Sek (2012) menemukan bahwa hasil penelitian menunjukkan korelasi yang
signifikan antara pergerakan nilai tukar dan inflasi dan output pergerakan sub-periode kedua.
Penelitian ini memiliki dampak yang signifikan terhadap pergerakan inflasi, output dan nilai
tukar yang menyebabkan volatilitas yang lebih tinggi dalam pertukaran pergerakan suku di
negara mayoritas.
Hubungan antara nilai tukar (kurs) dollar Amerika dengan harga saham.
Nilai Tukar (kurs)
dollar amerika
Harga Saham
Hubungan di atas mendeskripsikan terdapat hubungan kausalitas antara nilai tukar
(kurs) dollar amerika dengan harga saham. Nilai tukar dollar mempengaruhi harga saham
begitu juga sebaliknya harga saham mempengaruhi perubahan nilai tukar (kurs) dollar
amerika. Terdapat pendekatan teori yang dikembangkan dalam literatur untuk menentukan
hubungan antara kurs mata uang dengan harga saham. Dornbusch & Fischer (1980)
menyatakan perubahan mata uang atau kurs mempengaruhi competitiveness suatu
perusahaan, yang selanjutnya mempengaruhi pendapatan perusahaan atau cost of fund dan
selanjutnya harga sahamnya. Berdasarkan macro basis dampak fluktuasi kurs mata uang
terhadap pasar modal sangat tergantung pada tingkat keterbukaan ekonomi
dan
kesinambungan neraca perdagangan.
Frankel (1993) menjelaskan bahwa Kenaikan return saham (rising stock market) akan
menarik capital flow yang selanjutnya akan meningkatkan demand mata uang dan
menyebabkan kurs mata uang terapresiasi. Sekalipun menurut teori terdapat causal
relationship antara kurs mata uang dengan harga saham.
Berdasarkan teori diatas , dapat ditarik sebuah hipotesa yaitu adanya hubungan
kausalitas antara nilai tukar (kurs) dollar amerika dengan harga saham. Teori ini sependapat
yang dikemukakan oleh Hyder dan Shah (2004) bahwa nilai tukar (kurs) dapat
mempengaruhi harga yang dibayar oleh pembeli domestik barang impor secara langsung.
Nilai tukar yang berfluktuasi akan mempengaruhi investasi di dalam negeri. Nilai tukar yang
melemah akan berdampak penurunan nilai harga saham di pasar modal, karena investor tidak
percaya dengan kondisi perekonomian. Harga saham menurun membuat para investor
menarik dana di dalam negeri, sehinga terjadi arus modal keluar. Investasi didalam negeri
terasa langka yang mengakibatkan kredit menurun. Penelitian ini juga didukung oleh
penelitian terdahulu dari Nath dan Samanta (2003) yang meneliti tentang hubungan kausalitas
antara nilai tukar (kurs) dollar amerika dengan harga saham dan hasil nya terdapat hubungan
kausalitas diantara nilai tukar (kurs) dollar amerika dengan harga saham.
50
Rizki Adi Saputra
D. Agus Harjito
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 3, Nomor 1, Oct 2015
Hubungan antara nilai tukar (kurs) dollar amerika dengan inflasi.
Nilai Tukar (kurs)
dollar amerika
Inflasi
Hubungan kedua mendeskripsikan terdapat hubungan kausalitas atau timbal – balik
antara niali tukar (kurs) dollar amerika dengan harga saham. Krugman (2005) menemukan
bahwa hubungan jangka panjang antara inflasi yang berlangsung secara terus-menerus dan
suku bunga untuk menerangkan prediksi-prediksi moneter mengeni bagaimana suku bunga
mempengaruhi kurs. Jika semua kondisi lain tetap , kenaikan perkiraan tingkat inflasi suatu
negara pada akhirnya akan menimbulkan kenaikan suku bunga dari simpanan mata uang
negara bersangkutan, dan begitu pula sebaliknya, penurunan perkiraan inflasi (tingkat inflasi
di masa mendatang) pada gilirnnya akan mengakibatkan penurunan suku bunga atas
simpanan mata uang negara itu. Adanya perkiraan inflasi yang lebih tinggi di masa
mendatang akan mengakibatkan mata uang di suatu negara akan mengalami depresiasi jika
suku bunganya meningkat. Dengan penelaahan inflasi, akan memahami bagaimana kurs
bergerak menyesuaikan diri terhadap gangguan moneter dalam perekonomian.
Hubungan kausalitas antara nilai tukar (kurs) dollar amerika dengan inflasi sejalan
dengan penelitian Madura (2009) yang menyatakan bahwa nilai tukar (kurs) dapat
mempengaruhi inflasi secara langsung, ketika nilai tukar melemah maka menyebabkan
kenaikan tinggi harga barang-barang impor. Kenaikan terjadi karena para importir harus
membayar lebih ketika nilai tukar melemah. Harga barang-barang impor yang tinggi secara
langsung akan terjadi inflasi. Mekanisme transmisi permintaan domestik terjadi karena
depresiasi nilai tukar membuat kenaikan harga impor dan berpengaruh pada harga barang
dalam negeri. Permintaan barang di dalam negeri meningkat dan hargapun ikut meningkat.
Harga barang ekspor akan lebih murah, sehingga meningkatkan ekspor begitu pula
permintaan luar negeri meningkat. Pada akhirnya akan meningkatkan total permintaan
agregat dan laju inflasi tinggi. Penelitian terahulu dari Sek (2012) sejalan bahwa terdapat
hubungan kausalitas antara nilai tukar (kurs) dollar amerika dengan inflasi di Negara asia.
Hipotesis Penelitian
Perumusan hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap masalah yang diajukan.
Pengujian kali ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan kausalita antara
nilai tukar (kurs) dollar amerika dengan harga saham dan inflasi. Berdasarkan uraian diatas
dapat dirumuskan perumusan hipotesis sebagai berikut :
Hipotesis 1:
Hipotesis 2:
Terdapat hubungan kausalitas antara nilai tukar (kurs) dollar
Amerika dengan harga saham.
Terdapat hubungan kausalitas antara nilai tukar (kurs) dollar
Amerika dengan inflasi.
Metode Penelitian
51
Rizki Adi Saputra
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 3, Nomor 1, Oct 2015
D. Agus Harjito
Popoulasi dan Sampel
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah nila tukar (kurs) dollar Amerika
, harga saham, dan dan inflasi di Indonesia tahun 2003-2013. Sampel dalam penelitian ini
adalah menggunakan purposive sampling dengan kriteria sebagai berikut :
1. Data bulanan nilai tukar rupiah (kurs) tahun 2003-2013
2. Data bulanan indek harga saham gabungan (IHSG) tahun 2003-2013
3. Data bulanan inflasi tahun 2003-2013
Data yang digunakan berupa data sekunder yang bersumber dari Bank Indonesia
mengenai data nilai tukar mata uang yang mencakup kurs tengah rupiah dan Indeks Harga
Saham Gabungan (IHSG). Sedangkan dari Badan Pusat Statistik (BPS) mencakup inflasi di
Indonesia.
Variabel penelitian yang digunakan berupa nilai tukar (kurs), harga saham dan
inflasi. Sedangkan Indeks harga saham gabungan (IHSG) merupakan suatu sistem yang
digunakan untuk indikator harga saham yang terdapat di bursa efek Indonesia (BEI). Jika
dituliskan dapat dirumuskan :
IHSG =
x 100%
Adapun untuk menghitung besarnya inflasi terlebih dahulu harus diketahui indek
harga konsumen (IHK). IHK adalah ukuran perubahan harga dari kelompok barang dan jasa
yang paling banyak dikonsumsi oleh rumah tangga dalam jangka waktu tertentu. untuk
menghitung IHK digunakan rumus:
Harga sekarang
IHK = -------------------------------- x 100%
Harga pada tahun dasar
Analisis Data
Uji stasioneritas
Uji stasioneritas merupakan uji yang harus dilakukan dalam penelitian. Pengujian
dilakukan dengan menguji setiap variabel untuk mengetahui stasioner atau tidak. Ada
beberapa cara untuk melakukan uji akar unit root, namun yang paling banyak adalah dengan
Augmented Dicky Fuller (ADF) test . ∆Yt = β1 + β2T + δYt-1 + α1Σ−mt1 ∆Yt-n + εt (1.1)
dimana εt adalah white noise dan ∆Yt = Yt + Yt-1. Pada ADF yang akan diuji adalah apakah
δ = 0, dengan hipotesis alternatif δ < 0, jika t-hitung untuk δ lebih kecil dari nilai ADF, maka
hipotesis nol yang mengatakan bahwa data tidak stasioner ditolak pada hipotesis
alternatifnya.
Hipotesis yang akan diuji adalah Ho : Ɓ = 0. Hal ini menunjukkan bahwa adanya
unit root test (URT) atau data bersifat stasioner dan Ho : Ɓ ≠ 0 menunjukkan bahwa tidak
adanya unit root test (URT) atau data bersifat tidak stasioner. Ɓ menunjukkan Augmented
Dickey Fuller (ADF). Jika nilai absolute ADF lebih besar dari pada critical value maka
hipotesis nol ditolak, berarti hipotesis menunjukkan tidak terdapat unit root test dan data
bersifat stasioner. Sebaliknya, jika nilai ADF lebih kecil dari pada critical value maka
hipotesis nol diterima berarti terdapat unit root test dan data berdifat tidak stasioner.
Uji Kointegrasi
52
Rizki Adi Saputra
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 3, Nomor 1, Oct 2015
D. Agus Harjito
Uji kointegrasi dilakukan untuk menguji integrasi keseimbangan jangka panjang antar
variabel. Syarat utama yang harus dipenuhi dalam uji kointegrasi adalah variabel yang di uji
harus stasioner pada derajat integrasi yang sama. Uji yang sering dan umum digunakan dalam
uji kointegrasi adalah CRWD (Cointegration Regression Durbin Watson), uji DF (Dickey
Fuller), dan ADF (Augmented Dickey Fuller). Untuk penelitian ini uji kointegrasi yang
digunakan adalah uji ADF (Augmented Dickey Fuller).
Uji kointegrasi data dilakukan ketika uji stasioneritas data menghasilkan data-data
yang tidak stasioner. Uji ini diperlukan untuk mengetahui apakah data mempunyai hubungan
jangka panjang (terkointegrasi). Hubungan saling mempengaruhi juga dapat dilihat dari
kointegritas yang terjadi antar variabel itu sendiri dan menentukan model yang akan
diestimasi. Dalam penelitian ini dapat di uji kointegrasi apakah terdapat hubungan jangka
panjang antara nilai tukar (kurs) dollar amerika dengan harga saham, maupun juga terdapat
hubungan jangka panjang antara nilai tukar (kurs) dollar amerika dengan inflasi.
Uji Kausalitas Granger
Menurut Gujarati (2004), Hubungan kausalitas dibagi menjadi 3 kategori :
a. Hubungan kausalitas satu arah. Apabila salah satu variabel berpengaruh, artinya hanya
variabel z yang mempengaruhi y atau variabel y yang mempengaruhi z.
b. Hubungan kausalitas dua arah. Apabila terjadi hubungan timbal balik antara kedua
variabel, z mempengaruhi y dan y juga mempengaruhi z.
c. Tidak ada hubungan timbal balik. Apabila kedua variabel sama-sama tidak saling
mempengaruhi antara satu dengan lainnya, z tidak mempengaruhi y dan y juga tidak
mempengaruhi z.
Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah granger causality model
adalah :
=
+
+
=
+
+
Berdasarkan hasil model regresi linier di atas akan menghasilkan berbagai
kemungkinan nilai koefisien-koefisien dari 2 kali pengujian persamaan yakni:
1. Jika , ∑ βt ≠ 0 dan ∑ ᵞt = 0 maka terdapat kausalitas satu arah dari nilai tukar
(kurs) dollar amerika terhadap harga saham, dan nilai tukar (kurs) dollar amerika terhadap
inflasi.
2. Jika , ∑ β t= 0 dan ∑ ᵞt ≠ 0 maka terdapat kausalitas satu arah dari harga saham
kepada nilai tukar (kurs) dollar amerika dan inflasi kepada nilai tukar (kurs) dollar
amerika.
3. Jika , , ∑ β t= 0 dan ∑ ᵞt = 0 maka tidak terdapat hubungan kausalitas antara
nilai tukar (kurs) dollar amerika dengan harga saham dan nilai tukar (kurs) dollar amerika
dengan inflasi.
53
Rizki Adi Saputra
D. Agus Harjito
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 3, Nomor 1, Oct 2015
4. Jika , , ∑ β t≠ 0 dan ∑ ᵞt ≠ 0 maka terdapat hubungan kausalitas antara nilai
tukar (kurs) dollar amerika dengan harga saham dan nilai tukar (kurs) amerika dengan
inflasi.
Uji Vector Auto Regression (VAR)
Vector Auto Regression (VAR) biasanya digunakan untuk memproyeksikan sistem
variabel-variabel runtut waktu dan untuk menganalisis dampak dinamis dari faktor gangguan
yang terdapat dalam sistem variabel tersebut. Pada dasarnya Analisis VAR bisa dipadankan
dengan suatu model persamaan simultan, oleh karena dalam Analisis VAR kita
mempertimbangkan beberapa variabel endogen secara bersama-sama dalam suatu model.
Perbedaannya dengan model persamaan simultan biasa adalah bahwa dalam Analisis VAR
masing-masing variabel selain diterangkan oleh nilainya di masa lampau, juga dipengaruhi
oleh nilai masa lalu dari semua variabel endogen lainnya dalam model yang diamati.
Uji kausalitas granger sebenarnya sudah cukup untuk memecahkan masalah dalam
tulisan ini, apabila semua variabel baik nilai tukar (kurs) dollar Amerika, harga saham dan
inflasi yang digunakan bersifat stasioner. Namun menurut Gujarati (2004) variabel ekonomi
makro (seperti kurs dan inflasi) umumnya tidak stasioner pada tingkat level tertentu.
Hasil Analisis dan Pembahasan
Sebelum menguji keseluruhan model, maka terlebih dahulu dilakukan pengujian unit
root pada data time series yang digunakan untuk mengetahui apakah ketiga variabel tersebut
yaitu nilai tukar (kurs) dollar Amerika, inflasi dan IHSG berada pada kondisi stasioneritas
data dan mengetahui derajat stasioneritas dari data tersebut yang bersumber dari sampel
ketiga variabel tersebut yaitu nilai tukar (kurs) dollar Amerika, inflasi dan IHSG. Setelah
dilakukan penyesuaian data historis, maka hasil analisis deskritifnya adalah sebagai berikut :
Analisis Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif variabel berfungsi untuk mengetahui karakteristik dari sampel
yang digunakan. Dalam hal ini meliputi nilai minimum, nilai maksimum, rata-rata (mean),
dan standar deviasi. Tabel.1 memperlihatkan statistik deskriptif variabel sampel yang diteliti.
Tabel 1:
Statistik Deskriptif
KURS
IHSG
Mean
9392.85
2339.50
Maximum
12087.10
5068.63
Minimum
8229.05
388.44
Std. Dev.
765.662
1353.76
Observations
132
132
Sumber : Hasil olah data, 2015.
INF
0.0727
0.1838
0.0241
0.0351
132
Berdasarkan Tabel 1. diketahui bahwa kurs dollar Amerika menunjukkan pada tahun
2003 pada bulan Juni berada pada titik terendah yaitu sebesar 8229.05 rupiah. Sedangkan
pada tahun 2013 pada bulan Desember mencapai pada titik tertinggi yaitu sebesar 12087.10
rupiah dengan rata-rata Kurs dollar Amerika sebesar 9392.85 rupiah. Makin rendahnya nilai
tukar ini menunjukkan makin kuatnya posisi tukar rupiah terhadap dollar Amerika, dan
54
Rizki Adi Saputra
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 3, Nomor 1, Oct 2015
D. Agus Harjito
sebakinya makin tingginya nilai tukar ini menunjukkan makin lemahnya posisi tukar rupiah
terhadap dollar Amerika.
Selanjutnya, harga saham tertinggi mencapai 5068.63 rupiah dan terjadi pada tahun
2013 di bulan Mei, dan harga saham terendah adalah sebesar 388.44 terjadi di bulan Januari
awal tahun 2003. Kemudian rata-rata pergerakan saham selama tahun 2003 sampai dengan
tahun 2013 adalah sebesar 2339.50. Harga saham ini dapat menunjukkan kinerja saham dari
suatu perusahaan, makin tingginya harga saham ini pada umumnya menunjukkan baiknya
kinerja perusahaan dan sebaliknya jika harga sahamnya menurun menunjukkan
memburuknya kinerja perusahaan.
Berdasarkan Tabel.1 dapat diketahui bahwa inflasi tahun 2009 pada bulan November
berada pada titik terendah yaitu sebesar 2,41%. Sedangkan pada tahun 2005 pada bulan
Oktober mencapai pada titik tertinggi yaitu sebesar 18,38% dengan rata-rata inflasi sebesar
7,27%. Tinggi rendahnya tingkat inflasi dapat menggambarkan baik buruknya perekonomian
di Indonesia, yang mana dengan inflasi rendah diharapkan akan mendorong peningkatan
perekonomian yang ada.
Hasil Pengujian Akar-akar Unit (Unit root test)
Pengujian kestasioneran data untuk semua variabel pada tingkat level dalam
persamaan yang digunakan sangat penting dalam analisis time series. Uji stasioneritas data
ini dilakukan melalui uji akar unit dengan menggunakan uji ADF. Uji akar unit ini digunakan
untuk melihat kestasioneran data, yang ditunjukkan dengan nilai t-statistic ADF yang lebih
kecil dari nilai kritis MacKinnon. Hasil uji stasioneritas pada tingkat level menunjukkan
bahwa t-statistic nilai tukar (kurs) dollar amerika sebesar (-1.944436) lebih kecil
dibandingkan dengan nilai kritis McKinnon (-2.884109), pada harga saham nilai t-statistic
sebesar (-0.644844) yang lebih kecil dibandingkan nilai kritis McKinnon (-2.883579) dan
nilai t-statistic inflasi sebesar (-2.241857) lebih kecil dibandingkan nilai kritis McKinnon
yang hanya sebesar (-2.883579). langkah selanjutnya untuk memperoleh data yang stasioner,
maka dilakukan pengujian uji stasioneritas pada tingkat 1st different.
Hasil dari pengujian di tingkat 1st different pada ketiga variabel yang meliputi nilai
tukar (kurs) dollar amerika, harga saham, dan inflasi menghasilkan nilai t-statistic (dalam
nilai absolute) yang lebih besar dari nilai kritis MacKinnon (dalam nilai absolute). Hal ini
menunjukkan bahwa data seluruh observasi sudah stasioner pada tingkat 1st different. TStatistic pada nilai tukar (kurs) dollar amerika sebesar (-4.730965) lebih besar dari nilai kritis
McKinnon (-2.884109), sedangkan harga saham pada t-statistic menunjukkan (-9.834886)
lebih besar dari nilai kritis McKinnon yaitu (-2.883753) dan pada nilai t-Statistic inflasi
sebesar (-10.53173) lebih besar dari nilai kritis McKinnon yaitu (-2.883753).
Sehubungan dengan tidak adanya perbedaan kondisi stasioner pada tingkat level yang
berbeda, maka dalam pengolahan data ini dilakukan pengujian kointegrasi pada variabel
penelitian. Syarat uji kointegrasi adalah jika seluruh variabel stasioner pada derajat yang
sama.
Hasil Uji Kointegrasi
Keberadaan variabel yang stasioner pada derajat yang sama dapat mengindikasikan
adanya hubungan jangka panjang dari variabel tersebut, oleh karena itu akan dibuktikan
dengan melakukan pengujian kointegrasi (Johansen cointegration). Di bawah ini akan
ditunjukkan hasil dari Johansen cointegration test .
Tabel 2.
55
Rizki Adi Saputra
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 3, Nomor 1, Oct 2015
D. Agus Harjito
Hasil dari Johansen Cointegration Test
Hypothesized
No. of CE(s)
None
At most 1
At most 2
Eigenvalue
Trace
Statistic
0.05
Critical Value
Prob.**
0.103011
0.072133
0.000195
23.15551
9.457786
0.024588
29.79707
15.49471
3.841466
0.2385
0.3247
0.8753
Pada hasil di atas, diperoleh nilai trace statistic lebih kecil dibandingkan dengan nilai
kritis pada tingkat keyakinan 5% atau ( 23.15551 < 29.79707), sehingga dapat disimpulkan
bahwa kedua variabel tidak saling berkointegrasi.
Hasil Uji Kausalitas Granger
Sehubungan tidak adanya kointegrasi diantara variabel-variabel tersebut, pada
penelitian ini ECM yang akan dipergunakan adalah kausalitas Granger. Hubungan kausalitas
antara nilai tukar (kurs) dollar Amerika dengan harga saham. Hasil pengujian kausalitas
Granger dapat dilihat pada Tabel 3. di bawah ini.
Tabel 3.
Granger Causality Test Nilai Tukar (Kurs) Dollar Amerika
Dengan Harga Saham
Null Hypothesis:
DIHSG does not Granger Cause DKURS
DKURS does not Granger Cause DIHSG
bs
F-Statistic
Probability
28
10.7421
5.24470
0,00000
0.02661
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa terdapat hubungan kausalitas antara harga
saham (IHSG) dengan nilai tukar (kurs) dollar Amerika. Adanya hubungan kausalitas ini
ditunjukkan dengan nilai F-statistik yang besar (F-Stat = 10,7421) dan nilai probalitas yang
lebih kecil dari 5% (Prob = 0,00000). Hal ini juga terjadi pada hubungan antara nilai tukar
(kurs) dollar Amerika dengan harga saham yang menunjukkan adanya kausalitas yang berasal
dari nilai tukar (kurs) dollar Amerika ke harga saham (IHSG) dimana mempelihatkan nilai FStatistik yang besar (F-Stat = 5.24470) dan nilai probalitas yang lebih kecil dari 5% (Prob =
0.02661). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terjadi kausalitas dua arah yaitu dari
harga saham (IHSG) ke nilai tukar (kurs) dollar Amerika dan dari nilai tukar (kurs) dollar
Amerika dengan harga saham (IHSG), sehingga hipotesis pertama yang menyatakan terdapat
hubungan kausalitas antara nilai tukar (kurs) dollar Amerika dengan harga saham terbukti.
Hubungan kausalitas antara nilai tukar (kurs) dollar Amerika dengan inflasi dapat dilihat pada
Tabel di bawah ini.
Tabel 4.
Granger Causality Test Nilai Tukar (Kurs) Dollar Amerika
Dengan Inflasi
56
Rizki Adi Saputra
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 3, Nomor 1, Oct 2015
D. Agus Harjito
Null Hypothesis:
DINF does not Granger Cause DKURS
DKURS does not Granger Cause DINF
bs
F-Statistic
Probability
1
6.48421
4.65894
0.01956
0.03102
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa terdapat hubungan kausalitas antara inflasi
(INF) dengan nilai tukar (kurs) dollar Amerika. Adanya hubungan kausalitas ini ditunjukkan
nilai F-statistik yang besar (F-Stat = 6.48421) dan nilai probalitas yang lebih kecil dari 5%
(Prob = 0.01956). Selanjutnya juga terjadi hubungan kausalitas yang berasal dari nilai tukar
rupiah terhadap inflasi (INF) yang mempelihatkan nilai F-statistik yang besar (F-Stat =
4.65894) dan nilai probalitas yang lebih kecil dari 5% (Prob = 0.03102). Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa terjadi hubungan kausalitas dua arah yaitu dari inflasi (INF)
terhadap nilai tukar (kurs) dollar Amerika maupun dari nilai tukar (kurs) dollar Amerika
terhadap inflasi, sehingga hipotesis kedua yang menyatakan terdapat hubungan kausalitas
antara nilai tukar (kurs) dollar Amerika dengan inflasi terbukti.
Pembahasan
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan kausalitas dua arah antara nilai
tukar (kurs) dollar Amerika dengan harga saham dan sebaliknya antara harga saham dengan
nilai tukar (kurs) dollar Amerika, sehingga pergerakan naik dan turunnya nilai tukar (kurs)
dollar Amerika berdampak signifikan pada naik turunnya harga saham., begitu pula yang
terjadi pada pergerakan harga saham juga akan berakibat pada pergerakan nilai tukar (kurs)
dollar Amerika. Adanya hubungan ini menginformasikan bahwa pergerakan nilai tukar (kurs)
dollar Amerika selalu diikuti oleh pergerakan harga saham baik pada saat mengalami
kenaikan maupun penurunan.
Nilai tukar yang berfluktuasi akan mempengaruhi investasi di dalam negeri. Nilai
tukar yang melemah akan berdampak penurunan nilai harga saham di pasar modal, karena
investor tidak percaya dengan kondisi perekonomian. Harga saham menurun membuat para
investor menarik dana di dalam negeri, sehinga terjadi arus modal keluar. Investasi didalam
negeri terasa langka yang mengakibatkan kredit menurun. Pasar modal yang ada di Indonesia
merupakan pasar yang sedang berkembang (emerging market) yang dalam perkembangannya
sangat rentan terhadap kondisi makro ekonomi secara umum. Terjadinya depresiasi nilai
tukar. rupiah (kurs) terhadap dolar AS dapat mengakibatkan hampir semua kegiatan ekonomi
terganggu. Harga–harga saham menurun secara tajam sehingga menimbulkan kerugian yang
cukup signifikan bagi investor. Bagi calon investor dalam melakukan investasi dapat
menggunakan harga saham sebagai sinyal investasi. Harga saham merupakan cerminan dari
kegiatan pasar modal secara umum. Peningkatan harga saham menunjukkan kondisi pasar
modal sedang bullish, sebaliknya jika menurun menunjukkan kondisi pasar modal sedang
bearish. Untuk itu, seorang investor harus memahami pola perilaku harga saham di pasar
modal. Ada beberapa teori yang dapat digunakan untuk memprediksi tentang perubahan
harga saham dengan kurs valuta asing, suku bunga dan inflasi.
Nilai tukar yang melonjak-lonjak secara drastis tak terkendali akan menyebabkan
kesulitan pada dunia usaha dalam merencanakan usahanya terutama bagi mereka yang
mendatangkan bahan baku dari luar negeri atau menjual barangnya ke pasar ekspor oleh
karena itu pengelolaan nilai mata uang yang relatif stabil menjadi salah satu faktor moneter
yang mendukung perekonomian secara makro. Kurs inilah sebagai salah satu indikator yang
57
Rizki Adi Saputra
D. Agus Harjito
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 3, Nomor 1, Oct 2015
mempengaruhi aktivitas di pasar saham maupun pasar uang karena investor cenderung akan
berhati-hati untuk melakukan investasi. Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat
Dornbusch & Fischer (1980) yang menyatakan bahwa perubahan mata uang atau kurs
mempengaruhi competitiveness suatu perusahaan, yang selanjutnya mempengaruhi
pendapatan perusaaan atau cost of fund dan selanjutnya harga sahamnya. Dan juga pendapat
dari Hyder dan Shah (2004), yang mengatakan bahwa nilai tukar dapat mempengaruhi harga
yang dibayar oleh pembeli domestik barang impor secara langsung. Nilai tukar yang
berfluktuasi akan mempengaruhi investasi di dalam negeri, nilai tukar yang melemah akan
berdampak penurunan nilai harga saham di pasar modal, karena investor tidak percaya
dengan kondisi perekonomian.
Pengujian selajutnya menunjukkan adanya hubungan yang sigifikan antara harga
saham dengan nilai tukar (kurs) dollar Amerika, yang berarti makin tingginya harga saham
akan menyebabkan tingginya pula nilai tukar (kurs) dollar Amerika dan begitu pula
sebaliknya makin rendahnya harga saham akan berakibat pada menurunnya nilai tukar (kurs)
dollar Amerika. Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Frankel (1993) yang
menjelaskan bahwa kenaikan return saham (rising stock market) akan menarik capital flow
yang selanjutnya akan meningkatkan demand mata uang dan menyebabkan kurs mata uang
terapresiasi. Serta hasil penelitian ini telah sejalan dengan penelitian Nath and Samanta
(2003) yang menyimpulkan adanya hubungan kausalitas dua arah antara kurs dengan IHSG
di India.
Perlu diketahui bahwa harga saham dapat mempengaruhi nilai tukar (kurs) dollar
amerika dengan melihat faktor – faktor seperti kondisi politik disuatu Negara dan kebijakan –
kebijakkan yang diambil oleh pemerintah tersebut sehingga dapat meningkatkan kinerja
perusahaan dan akhirnya dapat menarik para investor- investor asing masuk untuk
menginvestasikan danannya dalam bentuk saham diperusahaan tersebut. Kondisi politik juga
tidak terlepas dari suatu Negara.
Kondisi politik inilah yang setidaknya dapat mempengaruhi perubahan harga saham
disuatu Negara yang nantinya akan mempengaruhi nilai tukar (kurs) dollar amerika walaupun
kondisi politik suatu Negara juga berbeda-beda. Kondisi makro ekonomi Indonesia
mengandung unsure politik karena besarnya peran hutang luar negeri dalam mengurangi
dampak ekspansi anggaran di satu pihak (pembayaran bunga dan cicilan hutang) serta pihak
lain yang berperan sangat besar dalam pengeluaran pembangunan. Stabilitas politik, masalah
hutang luar negeri dan berlangsungnya proses pasar modal adalah tiga faktor penting yang
saling berpengaruh.
Penelitian ini menemukan adanya hubungan kausalitas antara nilai tukar (kurs) dollar
Amerika dengan inflasi dan sebaliknya juga antara inflasi dengan nilai tukar (kurs) dollar
Amerika. Berdasarkan hasil ini maka pergerakan naik dan turunnya nilai tukar (kurs) dollar
Amerika akan menyebabkan dampak yang signifikan pada inflasi, hal ini bisa saja terjadi
dikarenakan perubahan yang terjadi pada komoditas-komoditas tertentu khususnya pada
barang-barang impor sehingga secara keseluruhan akan menyebabkan tingginya inflasi.
Dengan demikian, hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Madura (2009) yang
menyatakan bahwa kurs (nilai tukar) dapat mempengaruhi inflasi secara langsung, ketika
nilai tukar melemah maka menyebabkan kenaikan tinggi harga barang-barang impor.
Kenaikan terjadi karena para importir harus membayar lebih ketika nilai tukar melemah,
harga barang-barang impor yang tinggi secara langsung akan terjadi inflasi.
Adanya kausalitas ini juga terjadi pada hubungan antara inflasi dengan nilai tukar
(kurs) dollar Amerika, sehingga makin tingginya inflasi akan menyebabkan nilai tukar (kurs)
dollar Amerika juga makin tinggi, begitu pula yang terjadi sebaliknya. Adanya kausalitas ini
dapat disebabkan naik dan turunnya nilai tukar (kurs) dollar Amerika dipengaruhi oleh faktor
58
Rizki Adi Saputra
D. Agus Harjito
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 3, Nomor 1, Oct 2015
dari luar naiknya harga-harga barang, seperti kebijakan pemerintah, kestabilan ekonomi dan
kestabilan politik yang turut memberikan andil besar terhadap pergerakan dari nilai tukar
(kurs) dollar Amerika. Dan hasil penelitian ini sudah sejalan dengan penelitian Sek (2012)
yang menyimpulkan adanya korelasi hubungan yang signifikan antara nilai tukar (kurs)
dengan inflasi di benua asia dan eropa. Dan penelitian Enoma (2011) yang menyimpulkan
terdapat hubungan kausalitas antara kurs dan inflasi di Nigeria.
Kesimpulan
Pada dasarnya penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan
kausalitas antara nilai tukar (kurs) dollar amerika dengan harga saham dan inflasi. Model
yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan uji kausalitas granger.
Berdasarkan hasil Uji Augmented Dickey – Fuller yang diperuntukkan untuk mengetahui
kestasioneritas data menunjukkan bahwa antara nilai tukar (kurs) dollar amerika dengan
harga saham dan antara nilai tukar (kurs) dollar amerika dengan inflasi terjadi suatu
hubungan. Berdasarkan Uji Kausalitas Granger terdapat hubungan kausalitas antara nilai
tukar (kurs) dollar Amerika dengan harga saham. Hal ini ditunjukkan dengan melihat KURS
dose not granger cause IHSG dengan tingkat signifikansi sebesar (0,0000) dan IHSG dose
not cause KURS dengan tingkat signifikansi sebesar (0,02661). Terdapat hubungan kausalitas
antara nilai tukar (kurs) dollar Amerika dengan inflasi. Pengujian Uji Kausalitas Granger
menunjukkan statistic KURS does not granger cause INF sebesar (0.03102) dan INF dose
not granger cause KURS sebesar (0.01956).
Hendaknya pemerintah bisa menjaga kestabilan nilai tukar (kurs) dollar Amerika agar
tingkat inflasi tidak mengalami fluktuasi yang akan berdampak pada perekonomian.
Diperlukannya kebijakan-kebijakan khusus, agar harga saham mengalami kestabilan harga.
Dengan stabilnya harga saham ini akan berdampak pula pada stabilnya nilai tukar (kurs)
dollar Amerika, sehingga kegiatan perdagangan baik ekspor maupun impor tidak mengalami
gejolak yang dampaknya juga tidak menganggu kegiatan perekonomian.
Daftar Pustaka
Boediono, ( 2001) Ekonomi Moneter Edisi 3. Yogyakarta: BPFE.
Chai-Anant, C., and Ho, Corrine., (2008), Monetary and Economic
Department
January, Understanding Asian Equity Flows, Market Returns and Exchange Rates BIS
Working Papers No 245
Dornbusch, R. and S. Fischer (1980) , “Exchange Rates and Current Account,” American
Economic Review 70, 960-71
Enoma, Imimole., (2011) “Exchange Rate Depreciation and Inflation in Nigeria (1986–
2008)”. Business and Economics Journal, Volume 2011: BEJ-28
Frankel, Jeffrey A., (1993) “Monetary and Portfolio-Balance models of the Determination Of
Exchange rates” In Jeffrey A.Frankel on exchange rates, Cambridge, MA: MIT Press
Gujarati., (2004) “Basic Econometrics”, New York Mc Graw Hill.
59
Rizki Adi Saputra
D. Agus Harjito
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia
Vol. 3, Nomor 1, Oct 2015
Hyder, Z., and Shah, S., ( 2004) Exchange Rate Pass-Through to Domestic Prices in
Pakistan. SBP Working Paper No. 5.Karachi: SBP.
Madura, Jeff., (2009) Keuangan Perusahaan Internasional. Jakarta: Salemba Empat.
Nath, G, C., and Samantha, P, G., (2003) “Relationship Between Exchange Rate and Stock
Prices in India – An Empirical Analysis”
Ming, The Fei.,(2001) Day Trading Valuta Asing. Jakarta : Elex Media Komputindo
Krugman, P. (2005) Ekonomi Internasional Teori dan Kebijakan. Jakarta: PAU FE UI dan
Harper Collins Publishers.
Res, Eco, J., (2012) “Impact of Interest Exchange Rate and Inflation on Stock Returns of
KSE 100 Index” v3i5, 142-155
Salvatore., (1997) Ekonomi Internasional. Jakarta: Erlangga
Sek, Sion, Kun., (2012) “Investigating the Relationship between Exchange Rate and
Inflation Targeting” Applied Mathematical Sciences, Vol. 6, 2012, no. 32, 1571 –
1583
Sunariyah., ( 2006) Pengantar Pengetahuan Pasar Modal. Yogyakarta: STIM YKPN.
60
Download