BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam sepuluh tahun terakhir berbagai langkah Strategis dilakukan oleh pemerintah daerah dalam pengembangan perekonomian di Kabupaten Bulukumba tercantum dalam rencana pembangunan jangka menengah periode 2005-2010 berisi akan melakukan pembangunan dengan mengembangkan sektor basis seperti pertanian, pariwisata dan jasa-jasa dengan cara meningkatkan sumber daya manusia dan investasi serta perbaikan infrastruktur. Hal ini berbeda dengan RPJM periode 2010-2015 ingin mengembangkan sektor unggulan seperti pertanian, perdagangan hotel dan restoran, transportasi dan komunikasi, industri pengolahan dan jasa-jasa dengan metode meningkatkan iklim investasi yang kondusif, promosi usaha, insentif dan kemudahan dalam urusan penyediaan lahan. Hal ini dilakukan sebagai strategi pemerintah daerah dalam melakukan pembangunan ekonomi sebagaimana yang dimaksud Arsyad (1999:108) dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelolah sumber daya yang ada dalam bentuk kemitraan antara pemerintah daerah dan swasta untuk menciptakan lapangan kerja baru merangsang perkembangan ekonomi wiilayah. Pembangunan ini merupakan langkah dalam menciptakan kesejahteraan di Kabupaten Bulukumba melalui pengembangan setiap sektor dengan 1 mendahulukan sektor unggul yang dikembangkan melalui kebijakan pemerintah daerah dengan cara pemanfaatan sepenuhnya sumber daya alam yang dimiliki berdasarkan kekhasan daerah masing-masing. Pembangunan ideal jika usahausaha yang dilakukan oleh pemerintah daerah berdampak langsung pada Sembilan sektor dilihat dari PDRB dan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan PDRB di Kabupaten Bulukumba dalam kurung waktu 10 tahun sejak 2000-2009 terjadi perkembangan dilihat dari PDRB atas dasar harga konstan dapat dilihat di grafik. Grafik 1.1 Perkembangan sektoral pada PDRB Bulukumba 1,000,000,000,000.00 PERTANIAN 900,000,000,000.00 800,000,000,000.00 PERTAMBANGAN 700,000,000,000.00 INDUSTRI PENGOLAHAN 600,000,000,000.00 500,000,000,000.00 400,000,000,000.00 LISTRIK GAS DAN AIR BERSIH 300,000,000,000.00 BANGUNAN 200,000,000,000.00 PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 100,000,000,000.00 0.00 PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 2000 2002 2004 2006 2008 Sumber : Biro Pusat Statistik Bulukumba dalam Angka 2005 dan 2010 yang diolah oleh penulis Berdasarkan grafik diatas diketahui bahwa secara umum setiap sektoral mengalami peningkatan kontribusi terhadap PDRB dari tahun-ketahun. 2 Kontribusi pertanian pada tahun 2000 sebesar Rp. 650,2 milyar rupiah menjadi pada tahun 2009 Rp. 867,4 milyar rupiah atau meningkat sebesar 33.4 persen, jasa-jasa mengalami peningkatan sebesar 67 persen, perdagangan 104 persen, industri pengolahan 78 persen, sedangkan perubahan pada sektor yang memiliki kontribusi kecil terhadap PDRB yaitu pertambangan meningkat sebesar 130 persen tetapi kontribusinya tetap terbawah, listrik gas dan air bersih meningkat sebesar 101 persen, angkutan dan komunikasi meningkat 44 persen dan bangunan sebesar 135 persen. Sedangkan persentasi kontribusi sektoral selama 10 tahun terakhir memperlihatkan pertanian memiliki kontribusi cukup besar jika dibandingkan dengan sektor lain. Tabel 1.1 NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Persentase kontribusi sektoral terhadap PDRB Kabupaten Bulukumba TAHUN LAPANGAN USAHA 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 PERTANIAN 61.35 60.44 60.3 59.51 59.48 58.29 57.14 55.29 54.87 PERTAMBANGAN 0.278 0.304 0.31 0.3129 0.326 0.331 0.339 0.368 0.393 INDUSTRI PENGOLAHAN 5.65 5.757 5.75 5.9342 5.89 6.073 6.415 6.907 6.686 LISTRIK GAS DAN AIR BERSIH 0.31 0.335 0.34 0.3544 0.361 0.369 0.385 0.396 0.394 BANGUNAN 1.974 2.042 2.07 2.1218 2.237 2.278 2.408 2.675 2.955 PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 11.02 11.26 11.3 11.344 11.18 11.51 11.91 12.47 13 PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 2.411 2.4 2.38 2.3506 2.259 2.268 2.005 2.076 2.153 KEUANGAN DAN PERSEWAAN 2.856 2.996 3.05 3.9301 4.337 4.446 4.182 4.454 4.543 JASA-JASA 14.15 14.46 14.5 14.142 13.93 14.43 15.22 15.36 15.01 Sumber : Biro Pusat Statistik Bulukumba dalam Angka 2005 dan 2010 (diolah) 3 2009 52.9 0.413 6.531 0.405 3.009 14.53 2.255 4.655 15.3 Berdasarkan Tabel diatas diketahui bahwa kontribusi pertanian terhadap PDRB tahun 2000 sebanyak 61 persen, jasa-jasa 14.15 persen, perdagangan 11 persen dan industri pengolahan sebesar 5.65 persen, dan lain-lain sebesar 7.68 persen. Sangat jauh berbeda dengan kondisi tahun 2009 dimana kontribusi pertanian terhadap PDRB turun menjadi 52,9 persen, sebaliknya sektor lain seperti jasa meningkat menjadi 15,3 persen, perdagangan menjadi 14,53 persen, industri pengolahan menjadi 6.5 persen dan sektor Lainnya juga kontribusinya menurun menjadi 6,4 persen. Tetapi secara rata-rata pertanian memiliki kontribusi yang sangat tinggi sebanyak 57 persen selama sepuluh tahun terakhir jika dibandingkan dengan sektor lain. Terlihat jelas bahwa terjadi perubahan komposisi sektoral kontribusi terhadap PDRB dimana pertanian menurun perlahan-lahan sedangkan pertambangan, listrik , gas dan air bersih, bangunan dan angkutan jasa-jasa, perdagangan, industri pengolahan meningkat secara perlahan-lahan pula. Tingginya kontribusi sektor pertanian dan tiga sektor lainnya memberikan sinyal bahwa sektor tersebut merupakan sektor basis, sehingga dibutuhkan pengembangan sektoral berkelanjutan yang dicantumkan dalam rencana pembangunan jangka menengah di Kabupaten Bulukumba. Selain itu perlu diketahui apa penyebab tingginya kontribusi sektoral tersebut terhadap PDRB Bulukumba ?, karena kontribusi sektoral dipengaruhi oleh tiga hal yaitu : nasional share, industrial mix, dan peningkatan daya saing daerah. Pertanyaan kemudian apakah pemerintah Kabupaten Bulukumba 4 selama ini mengarahkan pembangunan dengan prioritas sektor basis, sektor daya saing daerah, dan industrial mix yang dituangkan dalam rencana pembangunan jangka menengah ? Berdasarkan gambaran di atas tentang kondisi yang terjadi di Kabupaten Bulukumba terutama peranan sektoral dalam PDRB membuat saya tertarik membuat penelitian ini dengan judul “Analisis Sektor Basis Dan Pergeseran Struktur Ekonomi Di Kabupaten Bulukumba periode 2000-2009“ 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka ada beberapa yang menjadi rumusan masalah di dalam proposal penelitian ini yaitu : 1. Sektor-sektor apakah yang menjadi sektor basis dan non basis dalam perekonomian Kabupaten Bulukumba selama periode 20002009 ? 2. Bagaimana pergeseran struktur ekonomi di Kabupaten Bulukumba selama periode 2000-2009 ? 3. Apakah pengembangan sektor basis bersesuaian dengan kebijakan pembangunan daerah Kebupaten Bulukumba ? 5 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah Sebagai Berikut : 1. Untuk Mengetahui sektor basis dan non basis dalam perekonomian Kabupaten Bulukumba selama periode 2000- 2009. 2. Untuk Mengetahui dan menganalisis Pergeseran Struktur Ekonomi Di Kabupaten Bulukumba selama periode 2000-2009. 3. Untuk mengetahui kesesuaian kebijakan pembangunan daerah Kabupaten Bulukumba dengan sektor basis selama periode 20052010. 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari hasil penelitian ini yaitu, 1. Sebagai bahan referensi bagi mahasiswa atau pihak manapun yang ingin meneliti tentang faktor faktor yang mempengaruhi pergeseran struktur ekonomi dan langkah strategis pengembangan sektoral di Kabupaten Bulukumba. 2. Diharapkan dari hasil penelitian ini mampu menghasilkan sebuah rekomendasi kepada pemerintah Kabupaten Bulukumba dalam mengambil kebijakan pengembangan sektoral di Kabupaten Bulukumba. 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan teoritis 2.1.1. Konsep PDRB Dan Pertumbuhan Ekonomi Konsep Produk Domestik Regional Bruto PDRB menurut Badan Pusat Statistik adalah jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu negara tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai dasar. PDRB atas dasar harga berlaku digunakan untuk melihat pergeseran dan struktur ekonomi sedangkan harga konstan untuk melihat pertumbuhan ekonomi dari tahun ketahun. Perhitungan ini menggunakan 3 metode pendekatan yaitu pendekatan produksi, pendekatan pendapatan dan pendekatan pengeluaran. Pada pendekatan produksi merupakan jumlah nilai tambah atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu negara dalam jangka waktu tertentu ( satu tahun). Yang terdiri dari sembilan sektor yaitu : pertanian, pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, listrik, gas dan air bersih, bangunan/konstruksi, perdagangan, hotel dan restoran, 7 pengangkutan dan komunikasi, keuangan, real estate dan jasa perusahaan, jasa-jasa termasuk jasa pelayanan pemerintah. Pendekatan pendapatan merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu negara dalam jangka waktu tertentu (satu tahun). Balas jasa seperti upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan. Pendekatan pengeluaran merupakan semua komponen permintaan akhir yang terdiri dari : pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta nirlaba, pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap domestik bruto, perubahan inventori, dan ekspor neto (ekspor neto merupakan ekspor dikurangi impor). Secara konsep ketiga pendekatan tersebut akan menghasilkan angka yang sama. Jadi, jumlah pengeluaran akan sama dengan jumlah barang dan jasa akhir yang dihasilkan dan harus sama pula dengan jumlah pendapatan untuk faktor-faktor produksi. PDRB yang dihasilkan dengan cara ini disebut sebagai PDRB atas dasar harga pasar, karena di dalamnya sudah dicakup pajak tak langsung neto. Konsep Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu. 8 Teori pertumbuhan ekonomi bisa didefinisikan sebagai penjelasan mengenai faktor-faktor apa yang menentukan kenaikan output perkapita dalam jangka panjang, dan penjelasan mengenai bagaimana faktor-faktor tersebut sehingga terjadi proses pertumbuhan menurut Boediono (1999:2). Menurut Schumpeter dan Hicks dalam Jhingan (2002:4) pertumbuhan ekonomi adalah perubahan jangka panjang secara perlahan dan mantap yang terjadi melalui kenaikan tabungan dan penduduk. Sedangkan menurut Simon Kuznet dalam Jhingan (2003:57), pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara (daerah) untuk menyediakan semakin banyak barang-barang ekonomi kepada penduduknya. Pertumbuhan ekonomi dapat diketahui melalui perhitungan Produk regional domestic bruto. Dengan membandingkan PDRB pada satu tahun tertentu (PDRBt) dengan PDRB sebelumnya (PDRBt – 1). Ahli-ahli ekonomi telah lama memandang beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, menurut Sukirno (1994:425) 5 faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yaitu: Tanah dan kekayaan alam lain, jumlah, mutu penduduk dan tenaga kerja, barang-barang modal dan tingkat teknologi, Sistem sosial dan sikap masyarakat dan luas pasar sebagai sumber pertumbuhan. 9 Menurut Adam Smith dalam Robinson (2005), pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh pertambahan jumlah penduduk, semakin banyak jumlah penduduk maka semakin tinggi produktivitasnya yang meningkatkan jumlah output. Sedangkan David Ricardo dalam Robinson (2005) menganggap justru pertumbuhan penduduk akan mengakibatkan upah menurun sehingga hanya mencukupi biaya hidup saja yang menyebabkan kemandegan ekonomi. Robert Solow dalam Robinson (2005) menganggap pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh jumlah penduduk (tenaga kerja), jumlah modal dan kemajuan tekhnologi. Menurut Robert pertumbuhan jumlah penduduk bisa berdampak baik dan bisa juga berdampak buruk, Tetapi Robert menganggap berdampak positif selama memiliki produktivitas yang baik dan tidak melebihi penduduk optimal. Teori yang dikemukakan Harrod dan Domar dalam Robinson (2005) pada hakikatnya untuk menunjukkan agar suatu negara senantiasa mampu berada pada pertumbuhan ekonomi yang mantap (steady Growth), diperlukan adanya kesanggupan berproduksi yang selalu bertambah yang tentunya diperlukan penanaman modal ( investasi). perbandingan antara pertambahan satu unit input modal yang dapat menyebabkan pertambahan output yang dikenal dengan incremental Capital Output Ratio (ICOR). Berbeda dengan Schumpeter dalam Robinson (2005), mengatakan bahwa motor penggerak perkembangan ekonomi adalah suatu proses yang ia beri nama inovasi dan pelakunya adalah para inovator. Kenaikan output disebabkan 10 oleh inovasi yang dilakukan oleh para wiraswasta 3.1.2. Sektor Basis Sektor ekonomi yang memiliki keunggulan, memiliki prospek yang lebih baik untuk dikembangkan dan diharapkan dapat mendorong sektor-sektor ekonomi lain untuk berkembang. Tumenggung (1996) dalam Suparno (2008) memberi batasan bahwa sektor unggulan adalah sektor yang memiliki keunggulan komparatif (comparatif advantages) dan keunggulan kompetitif (competitive advantages) dengan produk sektor sejenis dari daerah lain serta mampu memberikan nilai manfaat yang lebih besar. Pada masa era perdagangan bebas seperti sekarang ini, keunggulan kompetitif mendapat perhatian lebih besar dari pada keunggulan komparatif. Keunggulan kompetitif menunjukkan kemampuan daerah untuk memasarkan produknya ke luar daerah. Dalam analisis ekonomi regional, keunggulan kompetitif dimaknai oleh kemampuan daya saing kegiatan ekonomi di suatu daerah terhadap kegiatan ekonomi yang sama di daerah lainnya. Keunggulan kompetitif merupakan cermin dari keunggulan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah terhadap wilayah lainnya yang dijadikan “benchmark” dalam suatu kurun waktu (Thoha,2000:48) dalam Suparno (2008). Dalam kaitannya dengan keunggulan kompetitif, maka keunggulan komparatif suatu kegiatan ekonomi dapat dijadikan suatu pertanda awal bahwa kegiatan ekonomi tersebut punya prospek untuk juga memiliki keunggulan kompetitif. Jika suatu sektor memiliki keunggulan komparatif karena besarnya 11 potensi sektor tersebut pengembangan kegiatan maka kebijakan ekonomi yang diprioritaskan bagi tersebut dapat berimplikasi kepada terciptanya keunggulan kompetitif. Kegiatan ekonomi yang memiliki keunggulan komparatif sekaligus keunggulan kompetitif akan sangat menguntungkan perekonomian suatu wilayah. Terkait dengan keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif, maka berdasarkan kegiatan ekonominya suatu wilayah dapat saja memiliki kedua jenis keunggulan tersebut secara bersama-sama. Hal ini sangat dipengaruhi oleh satu atau gabungan beberapa faktor (Tarigan,2003:88) yaitu : sumber daya alam, teknologi, akses wilayah, pasar, sentra produksi, tenaga kerja, sifat masyarakat dan kebijakan pemerintah. Indikator kemajuan suatu pembangunan ekonomi dimana daerah dilihat dari pertumbuhan dan pertumbuhan suatu daerah ditentukan oleh eksploitasi kemanfaatan alamiah dan pertumbuhan basis ekspor daerah yang bersangkutan. Teori basis ekonomi menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan tingkat permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah. Pertumbuhan industriindustri yang menggunakan sumber daya lokal, termasuk tenaga kerja, dan bahan baku untuk diekspor akan menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan peluang kerja menurut Wijaya(1996) dan Adisasmita(2005). Aktivitas perekonomian daerah digolongkan dalam dua sektor kegiatan, yaitu aktivitas basis dan non basis. Kegiatan basis merupakan kegiatan yang 12 berorientasi ekspor (barang dan jasa) keluar batas wilayah perekonomian yang bersangkutan, sedangkan kegiatan non basis merupakan kegiatan berorientasi lokal yang menyediakan barang dan jasa untuk kebutuhan masyarakat dalam batas wilayah perekonomian yang bersangkutan menurut Sjafrizal (2008:89), Ricardson (1973), dan Suyanto (2000). Douglas C. North dalam Arsyad(1999) menyatakan bahwa sektor ekspor berperan penting dalam pembangunan daerah, karena sektor tersebut dapat memberikan kontribusi penting pada perekonomian daerah yaitu : ekspor akan secara langsung meningkatkan pendapatan faktor faktor produksi dan pendapatan daerah serta perkembangan ekspor akan menciptakan permintaan terhadap produksi industri lokal yaitu industri yang produknya dipakai untuk melayani pasar di daerah. Sektor basis ekonomi suatu wilayah dapat dianalisis dengan teknik Location Quotient (LQ), untuk mengetahui seberapa besar tingkat spesialisasi sektor basis atau sektor unggulan (leading sektors).Teknik analisis Location Quotient (LQ) dapat menggunakan variabel tenaga kerja atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) suatu wilayah sebagai indikator pertumbuhan wilayah. Location Quotient merupakan rasio antara jumlah tenaga kerja pada sektor tertentu atau PDRB terhadap total jumlah tenaga kerja sektor tertentu atau total nilai PDRB suatu daerah dibandingkan dengan rasio tenaga kerja dan sektor yang sama dengan daerah yang lebih tinggi (referensi). 13 Arsyad (1999:108), berpendapat bahwa masalah Pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan dengan menggunakan potensi sumber daya manusia, kelembagaan dan sumbersumber daya fisik secara lokal. Orientasi ini mengarahkan kita kepada pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang peningkatan kegiatan ekonomi. Oleh karena itu pemerintah daerah beserta partisipasi masyarakatnya dengan menggunakan seluruh sumber daya yang ada belum mampu menaksir potensi sumberdaya yang diperlukan untuk merancang dan membangun perekonomian daerah dengan mengembangkan basis ekonomi sektoral, kesempatan kerja yang beragam. Untuk tujuan tersebut diperlukan adanya kebijakan prioritas sektoral dalam menentukan sektor sektor yang menjadi prioritas utama untuk dikembangkan. Dalam pengembangan sektoral potensial kegiatan utama yang dilakukan dalam perencanaan pembangunan daerah adalah mengadakan tinjauan keadaan, permasalahan dan potensi potensi pembangunan (Tjokrominoto 1995 ;74). Berdasarkan potensi sumber daya alam yang kita miliki, maka adanya sektor potensial disuatu daerah harus dikembangkan dengan seoptimal mungkin. Arsyad (1999:165) mengatakan bahwa sampai dengan langkah – langkah yang perlu diambil untuk memantapkan keberadaan sektor industri. Dengan kelompok 14 pemikiran sebagai berikut : pengembangan sektor industri hendaknya diarahkan kepada sektor-sektor yang memiliki keunggulan komparatif ( komparatif advantage) menurut ekonom-akademis, konsep delapan wahana transformasi teknologi dan industri yang di kemukakan oleh menteri riset dan teknologi saat itu (Habibie), yang pada dasarnya memprioritaskan pembangunan industri hulu secara serentak (simultan) dan konsep keterkaitan antar industri, khususnya keterkaitan hulu-hilir, menurut konsep menteri perindustrian (Tungki Ariwibowo) di era Suharto. 3.1.3. Pergeseran Struktur Ekonomi Teori-teori perubahan struktural (structural-change theory) memusatkan perhatian pada transformasi struktur ekonomi dari pola pertanian ke struktur yang lebih modern serta memiliki sektor industri manufaktur dan sektor jasa-jasa yang tangguh. Aliran pendekatan struktural ini didukung oleh W.Arthur Lewis yang terkenal dengan model teoritisnya tentang “surplus tenaga kerja dua sektor” (two sektor surplus labor) dan Hollis B. Chenery yang sangat terkenal dengan analisis empirisnya tentang “pola-pola pembangunan” (patterns of development) (Todaro,2000). Teori pembangunan Arthur Lewis pada dasarnya membahas proses pembangunan yang terjadi antara desa dan kota yang mengikutsertakan proses urbanisasi dikedua tempat itu dan pola investasi disektor modern pada akhirnya akan berpengaruh besar terhadap arus urbanisasi yang ada (Kuncoro, 1997). 15 Sementara teori pola pembangunan Chenery memfokuskan terhadap perubahan struktur dalam tahapan proses perubahan ekonomi, industri dan struktur institusi dari perekonomian negara sedang berkembang, yang mengalami transformasi dari pertanian tradisional beralih ke sektor industri sebagai roda penggerak ekonomi. Penelitian yang dilakukan Hollis Chenery tentang transformasi struktur produksi menunjukkan bahwa sejalan dengan peningkatan pendapatan perkapita, perekonomian suatu negara akan bergeser dari yang semula mengandalkan sektor pertanian menuju ke sektor industri. Menurut Kuznets dalam Jhingan (1992) , perubahan struktur ekonomi atau disebut juga transformasi struktural, didefinisikan sebagai suatu rangkaian perubahan yang saling berkaitan satu sama lainnya dalam komposisi dari permintaan agregat, perdagangan luar negeri (ekspor dan impor), penawaran agregat (produksi dan penggunaan faktor-faktor produksi, seperti penggunaan tenaga kerja dan modal) yang disebabkan adanya proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan (Todaro, 2000). Perekonomian suatu daerah dalam jangka panjang akan terjadi perubahan struktur perekonomian dimana semula mengandalkan sektor pertanian menuju sektor industri. Dari sisi tenaga kerja akan menyebabkan terjadinya perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian desa ke sektor industri kota, sehingga menyebabkan kontribusi pertanian menurun. Faktor penyebab terjadinya perubahan struktur perekonomian antara lain ketersediaan sumber 16 daya alam, sumber daya manusia, sarana dan prasarana serta modal dan investasi yang masuk ke suatu daerah. 2.2 Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai sektor basis dan pergeseran ekonomi serta pengembangan sektoral pernah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Seperti yang dilakukan oleh Saerafi (2005) dengan judul Analisis pertumbuhan ekonomi dan pengembangan sektor-sektor potensial di Kabupaten Semarang ( pendekatan model basis ekonomi dan swot), dengan hasil penelitian : 1. sektor ekonomi yang paling potensial dan strategis untuk dikembangkan guna memacu dan sebagai penunjang pertumbuhan ekonomi Kabupaten Semarang yaitu sektor industri pengelolaan kemudian sektor jasa, 2. keterkaitan Kabupaten Semarang dengan daerah lain disekitarnya paling kuat adalah dengan Kota Semarang, Demak, Salatiga, Kendal dan Grobongan. Keterkaitan dengan Kota Semarang yang paling besar karena kedua daerah mempunyai jarak yang cukup dekat sehingga interaksi keduanya paling kuat. Interaksi dengan daerah ini dipengaruhi oleh jumlah penduduk dan jarak antara kedua daerah. 3. Berdasarkan kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang ada dilapangan, beberapa strategi yang dapat diterapkan berhubungan dengan pengembangan industri pengolahan yang diangkat dalam penelitian ini sebagai berikut : tekstil dan garmen serta eceng gondok. 17 Penelitian terdahulu juga dilakukan oleh Fachrurrazy (2009) yaitu analisis penentuan sektor unggulan perekonomian wilayah Kabupaten Aceh Utara dengan pendekatan sektor pembentuk PDRB. Dengan Hasil Penelitian :1. Hasil analisis menurut Klassen Typology menunjukkan bahwa sektor yang maju dan tumbuh dengan pesat, yaitu sektor pertanian dan sektor pengangkutan dan komunikasi. 2. Hasil perhitungan indeks Location Quotient sektor yang merupakan sektor basis (LQ>1), yaitu sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, dan sektor pengangkutan dan komunikasi. 3. Hasil analisis shift share menunjukkan bahwa sektor yang merupakan sektor kompetitif, yaitu sektor pertanian, sektor bangunan dan konstruksi, dan sektor bank dan lembaga keuangan lainnya 4. Berdasarkan hasil perhitungan dari ketiga alat analisis menunjukkan bahwa sektor yang merupakan sektor unggulan dengan kriteria tergolong ke dalam sektor yang maju dan tumbuh dengan pesat, sektor basis dan kompetitif, yaitu sektor pertanian.Sub sektor pertanian yang potensial untuk dikembangkan sebagai sub sektor unggulan, yaitu sub sektor tanaman bahan makanan, sub sektor tanaman perkebunan, sub sektor peternakan dan hasil-hasilnya, dan sub sektor perikanan. Penelitian yang dilakukan oleh Marhayanie (2003), dengan judul Identifikasi Sektor Ekonomi Potensial dalam Perencanaan Pembangunan Kota Medan. Hasil penelitian dengan menganalisis kontribusi per sektor, analisis linkage, analisis 18 angka pengganda diperoleh bahwa sektor ekonomi yang potensial dalam perencanaan pembangunan Kota Medan adalah sektor industri pengolahan. Penelitian yang dilakukan oleh Supangkat (2002), dengan judul penelitian analisis penentuan sektor prioritas dalam peningkatan pembangunan daerah Kabupaten Asahan dengan menggunakan Pendekatan Sektor Pembentuk PDRB. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sektor pertanian dan industri pengolahan berpeluang untuk dijadikan sebagai sektor prioritas bagi peningkatan pembangunan di daerah Kabupaten Asahan, terutama sub sektor perkebunan, perikanan dan industri besar, serta sedang. 2.3 Alur Penulisan Pertumbuhan PDRB sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan sektoral masing-masing, sektor jika perkembangan sektoral semakin tinggi maka PDRB disuatu daerah akan semakin tinggi pula. Perkembangan sektoral ini tentunya tidak berkembang dengan sendirinya tetapi melalui suatu kebijakan dari pemerintah dalam pengelolaan daerahnya yang dirumuskan dalam rencana pembangunan jangka menengah daerah dengan mengembangkan sektor basis, sektor yang memiliki daya saing, progressif, dan pertumbuhannya cepat ditingkat propinsi. Analisis sektor basis merupakan suatu analisis yang digunakan untuk mengetahui apakah sektor tersebut merupakan sektor basis dinilai dari kemampuan barang disuatu daerah diekspor ke daerah lain karena daerah yang 19 bersangkutan surplus dihitung dengan LQ, Jika LQ > 1 maka sektor tersebut basis, dan jika LQ < 1 Maka sektor itu merupakan non basis. Analisis Pergeseran struktur ekonomi dengan menggunakan shift share analisis untuk mengetahui perubahan perekonomian daerah dihubungkan dengan perubahan perekonomian nasional, perubahan perekonomian daerah dihubungkan dengan perubahan komposisi sektoral dan perubahan perekonomian daerah disebabkan oleh faktor lokal atau daya saing daerah. . Analisis pergeseran ekonomi ini merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk mengetahui pergeseran ekonomi, dan perubahan struktur ekonomi dari tahun – ketahun yang dianalisis dengan menggunakan shift Share analisis. 20 Analisis Sektor Basis Dan Pergeseran Struktur Ekonomi Analisis Deskriptif Arahan Pembangunan RPJMD Gambar 2.1. Alur Penulisan 21 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di BPS Bulukumba dan BPS Propinsi Sulawesi Selatan melalui Penelitian sekunder yang telah dituliskan di Badan Pusat Statistik (Bulukumba dalam angka dan Sulawesi Selatan dalam angka) yang merupakan laporan statistik setiap kabupaten dan propinsi setiap tahun. 3.2 Jenis dan Sumber Data 3.2.1 Jenis data Data sekunder adalah data-data pendukung yang diperoleh dari bukubuku, majalah, dan sebagainya yang berkaitan dengan penelitian atau dengan mengambil dari sumber lain yang diterbitkan oleh lembaga yang dianggap kompeten berupa data PDRB Bulukumba selama 10 tahun, data PDRB Sulawesi Selatan selama 10 tahun, RPJMD Kabupaten Bulukumba periode 2005-2010 dan lain-lain. 3.2.2 Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini adalah berbagai macam sumber yang diperoleh melalui Bulukumba, data sekunder yang berasal dari BPS laporan Kabupaten laporan propinsi Sulawesi Selatan, badan perencanaan pembangunan daerah dan sumber lain seperti internet dan studi kepustakaan. 22 3.3 Metode Pengumpulan Data Untuk melengkapi data dan referensi yang diperlukan dalam penyusunan proposal penelitian ini, maka ditempuh cara sebagai berikut: 1. Studi Kepustakaan (Library Research) Yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara studi kepustakaan dari berbagai dokumen, buletin, artikel-artikel dan karya ilmiah (skripsi) yang berhubungan dengan penulisan ini untuk mendapatkan data sekunder. 3.4 Model/ Peralatan Analisis Untuk menjawab rumusan masalah dan tujuan penelitian menggunakan alat analisis yaitu Location Quotien digunakan untuk menjawab rumusan masalah dan tujuan penelitian pada poin pertama, shift share analisis dan perhitungan pergeseran bersih digunakan untuk menjawab rumusan masalah dan tujuan penelitian pada poin kedua dan analisis kualitatif deskriptif digunakan untuk menjawab rumusan masalah dan tujuan penelitian pada poin ketiga. Untuk penjelasan selengkapnya adalah sebagai berikut : 1. Analisis Location Quotient Untuk menjawab rumusan masalah dan tujuan penelitian tentang sektor basis dan non basis digunakan alat analisis location quotient. Hasil analisis ini akan diketahui sektor basis dan non basis di Kabupaten Bulukumba. Metode LQ merupakan salah satu pendekatan yang umum digunakan dalam model ekonomi 23 basis sebagai langkah awal untuk memahami sektor kegiatan dari PDRB Kabupaten Bulukumba yang menjadi pemacu pertumbuhan. Metode LQ digunakan untuk mengkaji kondisi perekonomian, mengarah pada identifikasi spesialisasi/basis kegiatan perekonomian. Sehingga nilai LQ yang sering digunakan untuk penentuan sektor basis dapat dikatakan sebagai sektor yang akan mendorong tumbuhnya atau berkembangnya sektor lain serta berdampak pada penciptaan lapangan kerja. Untuk mendapatkan nilai LQ menggunakan metode yang mengacu pada formula yang dikemukakan oleh Bendavid-Val dalam Kuncoro (2004:183) sebagai berikut: PDRBb,i ΣPDRBB PDRBss,i ΣPDRBss Di mana: PDRBb,i = PDRB sektor i di Kabupaten Bulukumba pada tahun tertentu. ΣPDRBb = Total PDRB di Kabupaten Bulukumba pada tahun tertentu. PDRBss,i = PDRB sektor i di Propinsi Sulawesi Selatan pada tahun tertentu. ΣPDRBss = Total PDRB di Propinsi Sulawesi Selatan pada tahun tertentu. Berdasarkan formulasi yang ditunjukkan dalam persamaan di atas, maka ada tiga kemungkingan nilai LQ yang dapat diperoleh (Bendavid-Val:1991), yaitu: 1. Nilai LQ = 1. Ini berarti bahwa tingkat spesialisasi/basis sektor i di daerah Kabupaten Bulukumba adalah sama dengan sektor yang sama dalam perekonomian Propinsi Sulawesi Selatan. 24 2. Nilai LQ > 1. Ini berarti bahwa tingkat spesialisasi/basis sektor i di daerah Kabupaten Bulukumba lebih besar dibandingkan dengan sektor yang sama dalam perekonomian Propinsi Sulawesi Selatan. 3. Nilai LQ < 1. Ini berarti bahwa tingkat spesialisasi/basis sektor i di daerah Kabupaten Bulukumba lebih kecil dibandingkan dengan sektor yang sama dalam perekonomian Propinsi Sulawesi Selatan. Apabila nilai LQ>1, maka dapat disimpulkan bahwa sektor tersebut merupakan sektor basis dan potensial untuk dikembangkan sebagai penggerak perekonomian Kabupaten Bulukumba. Sebaliknya apabila nilai LQ<1, maka sektor tersebut bukan merupakan sektor basis dan kurang potensial untuk dikembangkan sebagai penggerak perekonomian Kabupaten Bulukumba. Data yang digunakan dalam analisis Location Quotient (LQ) ini adalah PDRB Kabupaten Bulukumba dan Propinsi Sulawesi Selatan tahun 2000-2009 menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan tahun 2000. Adapun kelebihan dari LQ ini adalah alat analisis ini sederhana yang dapat menunjukkan struktur perekonomian suatu daerah dan industri subtitusi impor potensial atau produk produk yang bisa dikembangkan untuk ekspor dan menunjukkan industri-industri potensial ( sektoral) untuk menganalisis lebih lanjut. Sedangkan kelemahannya indikator kasar yang deskriptif, merupakan kesimpulan sementara dan tidak memperhatikan struktur ekonomi setiap daerah. Ini mengingat bahwa hasil produksi dan produktivitas tenaga kerja disetiap 25 daerah adalah berbeda, juga adanya perbedaan sumber daya yang bisa dikembangkan. 2. Analisis Shift Share Untuk menjawab rumusan masalah dan tujuan penelitian tentang pergeseran struktur ekonomi digunakan alat analisis shift share. Hal ini digunakan untuk mengetahui perubahan dan pergeseran serta penyebabnya pada perekonomian wilayah Kabupaten Bulukumba. Hasil analisis shift share akan menggambarkan kinerja sektor-sektor dalam PDRB Kabupaten Bulukumba dibandingkan Propinsi Sulawesi Selatan. Kemudian dilakukan analisis terhadap penyimpangan yang terjadi sebagai hasil perbandingan tersebut. Bila penyimpangan tersebut positif, maka dikatakan suatu sektor dalam PDRB Kabupaten Bulukumba memiliki keunggulan kompetitif atau sebaliknya. Data yang digunakan dalam analisis shift share ini adalah PDRB Kabupaten Bulukumba dan Propinsi Sulawesi Selatan tahun 2000-2009 menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan tahun 2000. Penggunaan data harga konstan dengan tahun dasar yang sama agar bobotnya (nilai riilnya) bisa sama dan perbandingan menjadi valid menurut Tarigan (2007:86). Melalui analisis shift share, maka pertumbuhan ekonomi dan pergeseran struktural perekonomian wilayah Kabupaten Bulukumba ditentukan oleh tiga komponen, yaitu: 26 1. Provincial Share (PS), yang digunakan untuk mengetahui pertumbuhan atau pergeseran struktur perekonomian Kabupaten Bulukumba dengan melihat nilai PDRB Kabupaten Bulukumba sebagai daerah pengamatan pada periode awal yang dipengaruhi oleh pergeseran pertumbuhan perekonomian Propinsi Sulawesi Selatan. Hasil perhitungan Provincial Share akan menggambarkan peranan wilayah Propinsi Sulawesi Selatan yang mempengaruhi pertumbuhan perekonomian Kabupaten Bulukumba. 2. Proportional Shift (P) digunakan untuk mengukur perubahan relatif, pertumbuhan atau penurunan, pada daerah dibandingkan dengan perekonomian yang lebih besar yang dijadikan acuan. Pengukuran ini memungkinkan kita untuk mengetahui apakah perekonomian daerah terkonsentrasi pada industri-industri yang tumbuh lebih cepat pada perekonomian yang dijadikan acuan. 3. Differential Shift (D) digunakan untuk membantu dalam menentukan seberapa jauh daya saing industri daerah (lokal) dengan perekonomian yang dijadikan acuan. Oleh karena itu jika pergeseran diferensial dari satu industri adalah positif, maka industri tersebut lebih tinggi daya saingnya dibanding industri yang sama pada perekonomian yang dijadikan acuan. Secara matematis, Provincial Share (PS), Proportional Shift (P), dan Differential Shift (D) dapat diformulasikan sebagai berikut (Tarigan, 2007:88; Sjafrizal, 2008:91): 27 1. Provincial Share (PS) E =PDRB Kabupaten Bulukumba t = periode t t-1 = periode sebelumnya i = sektor/industri tertentu r = daerah tertentu n = nasional 2. Proportional Shift (P) dimana: E = kesempatan kerja /PDRB t = periode t t-1 = periode sebelumnya (awal) i = sektor/industri tertentu r = daerah tertentu n = nasional 28 3. Differential Shift (D) dimana: E = kesempatan kerja /PDRB t = periode t t-1 = periode sebelumnya i = sektor/industri tertentu r = daerah tertentu n = nasional Perubahan (pertumbuhan) nilai tambah bruto sektor tertentu (i) dalam PDRB Kabupaten Bulukumba merupakan penjumlahan Provincial Share (PS), ProportionalShift (P), dan Differential Shift (D) sebagai berikut: Kedua komponen shift, yaitu Proportional Shift (P) dan DifferentialShift(D) memisahkan unsur-unsur pertumbuhan regional yang bersifat eksternal dan internal. Proportional Shift (P) merupakan akibat pengaruh unsur-unsur eksternal yang bekerja secara nasional (Propinsi), sedangkan Differential Shift (D) adalah akibat dari pengaruh faktor-faktor yang bekerja di dalam daerah yang bersangkutan menurut Glasson (1977:95). 29 Sektor-sektor di Kabupaten Bulukumba yang memiliki Differential Shift (D)positif memiliki keunggulan kempetitif terhadap sektor yang sama pada Kabupaten/Kota lain dalam Propinsi Sulawesi Selatan. Selain itu, sektor sektor yang memiliki nilai D positif berarti bahwa sektor tersebut terkonsentrasi di Kabupaten Bulukumba, memiliki daya saing yang tinggi dan mempunyai pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan daerah lainnya. Apabila nilai D negatif, maka tingkat pertumbuhan sektor tersebut relatif lamban. 3. Analisis Pergeseran Bersih Shift Share Untuk menjawab rumusan masalah dan tujuan penelitian tentang pergeseran struktur ekonomi tidak hanya menggunakan alat analisis shift share tetapi juga digunakan alat analisis pergeseran bersih. Hasil analisis ini akan terlihat pergeseran cepat atau lambat dengan cara menjumlahkan hasil PS dan DS, maka akan diperoleh pergeseran bersih yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi pertumbuhan sektor perekonomian. Pergeseran bersih sektor i pada wilayah tertentu dapat dirumuskan sebagai berikut: PBij = PSij + DSij dimana: PBij = pergeseran bersih sektor i pada wilayah j PSij = komponen pertumbuhan proporsional sektor i pada wilayah j DSij = komponen pertumbuhan pangsa wilayah sektor i pada wilayah j 30 apabila: PBij > 0, maka pertumbuhan sektor i pada wilayah j termasuk ke dalam kelompok progresif (maju) PBij < 0, maka pertumbuhan sektor i pada wilayah j termasuk lamban. 4. Analisis kualitatif deskriptif Untuk menjawab rumusan masalah dan tujuan penelitian tentang kesesuaian kebijakan pemerintah dalam pengembangan sektor basis digunakan analisis kualitatif deskriptif. Hasil ini akan terlihat apakah kebijakan pemerintah daerah yang dituangkan dalam RPJMD sesuai, kurang sesuai atau tidak sesuai. Analisis menggunakan indikator penilaian dilihat dari alokasi anggaran yaitu: 1. Sesuai jika kebijakan pemerintah daerah Kabupaten Bulukumba memberikan prioritas pada sektor basis, sektor dengan kontribusi tertinggi pada PDRB dan sektor dengan LQ tertinggi. 2. Kurang Sesuai sesuai jika pemerintah daerah Kabupaten Bulukumba memberikan prioritas pada sektor basis tanpa memperhatikan tingkat kontribusi sektoral terhadap PDRB dan tingginya LQ. 3. Tidak sesuai jika kebijakan pemerintah daerah Kabupaten Bulukumba tidak memberikan prioritas pada sektor basis dan tingkat kontribusi terhadap PDRB. 31 3.5 Definisi Operasional Konsep/ Variabel 1. Sektor basis adalah kegiatan yang mengekspor barang-barang dan jasa-jasa ke tempat di luar batas perekonomian masyarakat bersangkutan, atau yang memasarkan barang-barang dan jasa-jasa mereka kepada orang orang yang datang dari luar perbatasan perekonomian masyarakat (Arsyad) 2. Pergeseran Struktur ekonomi adalah perubahan baik pertumbuhan atau penurunan perekonomian sebuah daerah (wilayah) dari waktu ke waktu pada sektor-sektor ekonomi dari sektor primer ke sektor sekunder dan tersier(w.Arthur Lewis). 3. Sektoral Potensial adalah sektor yang memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan dalam suatu wilayah. 32 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.1. Kondisi Geografis Kabupaten Bulukumba secara geografis terletak di antara 05°20´-05°40´ Lintang Selatan (LS) dan 119°58´-120°28´ Bujur Timur (BT) dengan batas-batas administrasi: - Sebelah Utara : berbatasan dengan Kabupaten Sinjai - Sebelah Selatan : berbatasan dengan Laut Flores - Sebelah Barat : berbatasan dengan Kabupaten Bantaeng - Sebelah Timur : berbatasan dengan Teluk Bone Secara administratif Kabupaten Bulukumba berada dalam daerah Propinsi Sulawesi Selatan, terbagi dalam 10 kecamatan yang meliputi 126 desa/kelurahan yang terdiri dari 27 kelurahan dan 99 desa. Luas Wilayah Kabupaten Bulukumba meliputi; darat seluas 1.154,67 Km² dan laut, Pemerintah Kabupaten Bulukumba memiliki kewenangan sejauh 4 mil laut dari garis pantai ke arah laut = 237,67 km², dengan panjang garis pantai = 128 km yang berada pada 7 kecamatan pesisir, yaitu: Kecamatan Gantarang, Ujungbulu, Ujung Loe, Bontobahari, Bontotiro, Herlang, dan Kecamatan Kajang. 33 Kabupaten Bulukumba mempunyai suhu rata-rata berkisar antara 23,82 ºC – 27,68 ºC. Suhu pada kisaran ini sangat cocok untuk pertanian tanaman pangan dan tanaman perkebunan. Sungai di Kabupaten Bulukumba ada 32 aliran, yang terdiri dari sungai besar dan sungai kecil. Sungai-sungai ini mencapai panjang 661,70 km dan mampu mengairi lahan sawah seluas 22.967 Ha. 4.1.2. Potensi Unggulan Gambaran penggunaan lahan tahun 2008 di daerah Kabupaten Bulukumba pada umumnya didominasi oleh pertanian seluas 104.559 Ha meliputi: tanaman pangan, perkebunan, peternakan, kehutanan, dan lain-lain. 4.1.2.1. Pertanian Kabupaten Bulukumba merupakan daerah di wilayah Selatan sebagai salah satu sentra produksi pangan andalan, yang memberikan kontribusi dalam mempekokoh Sulawesi Selatan sebagai lumbung padi nasional. Selain padi sebagai komoditas tanaman pangan andalan, tanaman pangan lain yang dihasilkan yakni jagung, kedelai, umbi-umbian, dan kacang-kacangan. Potensi Sumberdaya lahan pertanian sangat luas utamanya untuk lahan pertanian tanaman pangan. Potensi lahan sawah seluas 22.458,06 Ha yang tersebar di 10 kecamatan dan di antara 10 kecamatan tersebut Kecamatan Gantarang mempunyai lahan yang terluas yakni 35,67% sedangkan Kecamatan 34 Bontobahari mempunyai lahan yang terkecil yakni 0,24% dari total lahan sawah yang ada. Dari luas lahan sawah tersebut di atas dapat dirinci menurut jenis irigasi atau pengairannya, terdiri dari: Lahan sawah berpengairan ½ teknis seluas 49.67%, lahan sawah berpengairan sederhana seluas 15,68%, Lahan sawah berpengairan Desa/Non PU seluas 25,01% dan lahan sawah tadah hujan seluas sekitar 9,64%. sehingga lahan sawah di Kabupaten Bulukumba mayoritas mampu berproduksi 2 kali dalam setahun. Potensi lahan bukan sawah yang diusahakan untuk pertanian seluas 76.038 Ha yang tersebar di 10 kecamatan. Kecamatan Bulukumpa mempunyai lahan yang terluas yakni sekitar 12,28 persen sedangkan Kecamatan Ujungbulu mempunyai lahan yang terkecil sekitar 0,31persen dari total lahan bukan sawah yang ada di Kabupaten Bulukumba. 4.1.2.2. Potensi Tanaman Pangan Tanaman pangan yang sangat potensial yakni tanaman padi dan merupakan bahan pangan utama masyarakat, terdapat pula tanaman bahan pangan lainnya seperti jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kacang ijo, dan kedelai, yang merupakan tanaman sela atau tanaman antara yang ditanam oleh petani setelah sekali/dua kali panen tanaman padi, khususnya di lokasi lahan persawahan sedangkan pada lokasi lahan non persawahan tanaman tersebut diantaranya merupakan tanaman utama. 35 4.1.2.3. Perikanan dan Kelautan Potensi perikanan di Kabupaten Bulukumba terdiri dari perikanan tangkap (perikanan laut) dan perikanan budidaya (perikanan darat). Dari 10 kecamatan, 7 diantaranya mempunyai potensi kelautan sedangkan potensi perikanan darat terdapat di semua kecamatan. Jumlah rumah tangga perikanan budidaya (perikanan darat) di Kabupaten Bulukumba Tahun 2009 yaitu 4.807 mengalami peningkatan 2,74 persen jika dibandingkan pada tahun 2008. Rumah tangga perikanan budidaya yang terbesar yakni jenis budidaya laut sebanyak 62,10 persen sedangkan yang terkecil yakni perikanan budidaya jenis sawah (mina padi) sebanyak 1,56 persen. Selain perikanan laut, perikanan budidaya seperti tambak, laut, kolam, mina padi juga merupakan potensi yang dapat dikembangkan. Komoditas budidaya tambak mayoritas yakni ikan bandeng, udang windu, udang vannamae, dan udang api-api. Komoditas budidaya kolam mayoritas yakni ikan mas dan ikan mujair. Komoditas budidaya sawah (mina padi) mayoritas yakni ikan mas, mujair, dan lele. Selain usaha perikanan tersebut di atas juga terdapat komoditi rumput laut disepanjang pesisir pantai. Pada tahun 2009 produksi rumput laut yakni 7.215 ton, produksinya mengalami peningkatan 662 ton atau 10,10% jika dibandingkan tahun 2008. 36 4.1.2.4. Peternakan Potensi sumber daya peternakan di Kabupaten Bulukumba merupakan potensi yang ekonomis, ramah lingkungan serta mendukung ketahanan pangan. Hal ini karena pengembangan sektor peternakan tidak memerlukan lahan yang subur layaknya pertanian, akan tetapi lebih banyak memanfaatan lahan-lahan yang tidak produktif atau lahan tidur. Disamping itu, sektor peternakan memanfaatkan limbah-limbah pertanian sebagai pakan, memanfaatkan kotorannya sebagai sumber energi dan pupuk, serta produksi dari peternakan berupa daging dan telur merupakan sumber pangan yang berprotein tinggi untuk menjaga ketahanan pangan di Kabupaten Bulukumba. Sebagai gambaran, populasi ternak di Kabuaten Bulukumba tersebar di seluruh kecamatan dengan komoditas berupa ternak kerbau, kuda, sapi potong, domba, kambing, ayam buras, ayam ras pedaging, ayam ras petelur dan itik. Selama tahun 2005 - 2009 komoditas sapi merupakan komoditas dengan pertumbuhan yang paling tinggi diantara komoditas lainnya, yaitu dengan ratarata pertumbuhan 3,3 persen per tahun dan mencapai populasi tertinggi pada tahun 2009 (75.212 ekor). Selain sapi potong, komoditas yang merupakan potensi unggulan adalah ternak ayam ras pedaging dan petelur dengan rata-rata pertumbuhan per tahun masing-masing 9,26 persen dan 3,35 persen. Jumlah populasi akan mempengaruhi jumlah produksi sektor peternakan yaitu daging dan telur. Produksi daging tahun 2009 di Kab. Bulukumba yang tertinggi berasal dari sapi potong (534.580 kg), ayam buras (339.349 kg), serta 37 ayam ras pedaging (105.000 kg). Sedangkan produksi telur berasal dari ayam ras petelur (486.000 kg), ayam buras (270.233 kg) dan itik 250.693 kg). 4.1.2.4. Pariwisata Salah satu daerah tujuan wisata di Sulawesi Selatan setelah Kabupaten Tana Toraja yakni Kabupaten Bulukumba. Wilayah yang terletak di wilayah Selatan Sulawesi Selatan ini mempunyai potensi obyek wisata yang dapat dijadikan unggulan di Sulawesi Selatan. Potensi obyek wisata di Kabupaten Bulukumba terdiri dari: Kabupaten Bulukumba sebagai salah satu tujuan wisata potensial di Propinsi Sulawesi Selatan telah menunjukkan perannya sebagai daerah dengan kunjungan wisatawan mancanegara dari tahun ke tahun semakin meningkat. Jika dilihat perkembangan tiga tahun terakhir, menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Pada tahun 2007, jumlah wisatawan asing sebanyak 684 orang, pada tahun 2008 meningkat menjadi 1.546 orang, dan pada tahun 2009 sebanyak 2.200 orang. 4.1.3. Keadaan Penduduk Jumlah penduduk di Kabupaten Bulukumba tahun 2009 mencapai 394.746 jiwa, yang berarti mengalami peningkatan 1,06 persen dari tahun 2008 dengan Laju pertumbuhan penduduk sebesar 0,74 persen per tahun selama periode 2005-2010. 38 Kepadatan penduduk Kabupaten Bulukumba pada tahun 2009 yaitu ratarata 340 jiwa per km². Kecamatan Ujungbulu mempunyai kepadatan yang tinggi dikarenakan sebagai ibukota kabupaten dan aktivitas yang tinggi dengan jumlah penduduk yang besar dan luas daerah relatif kecil jika dibandingkan kecamatan lainnya. 4.1.4. Pertumbuhan PDRB Perekonomian Kabupaten Bulukumba telah menunjukkan peningkatan walaupun perkembangannya belum optimal. Berbagai program yang telah dilaksanakan mampu memberikan hasil yang cukup baik, hal ini ditandai dengan pertumbuhan PDRB (ekonomi) Kabupaten Bulukumba. Tabel di bawah ini menyajikan pertumbuhan PDRB Kabupaten Bulukumba tahun 2000-2009. Perkembangan PDRB atas dasar harga berlaku Kabupaten Bulukumba selama tahun 2000-2009 tercatat rata-rata sebesar 15,01 persen per tahun. Perkembangan tertinggi terjadi pada tahun 2008 sebesar 23,16 persen dan terendah terjadi pada tahun 2002 sebesar 7,7 persen. 39 Tabel 4.1 Pertumbuhan PDRB Kabupaten Bulukumba Tahun 2000-2009 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Tahun Jumlah PDRB Atas Dasar Harga Konstan Pertumbuhan Jumlah Pertumbuhan (%) (%) 2000 974.801,23 11,07 1.059.864,18 3,93 2001 1.082.761,47 21,22 1.081.532,43 2,04 2002 1.312.524,56 7,57 1.121.407,28 3,08 2003 1.411.943,82 10,84 1.162.201,85 3,63 2004 1.565.071,47 11,16 1.216.722,84 4,69 2005 1.739.885,47 11,17 1.271.223,63 4,48 2006 1.976.249,22 13,58 1.352.303,09 6,38 2007 2.201.346,39 11,39 1.424.821,83 5,36 2008 2.711.096,80 23,16 1.539.670,15 8,06 2009 3.255.210,16 20,07 1.639.311,15 6,47 Rata-Rata 1,823,089.06 15,01 1,286,941,41 4,87 Sumber: PDRB Kabupaten Bulukumba tahun 2005 dan 2010. Tabel 4.2 Persentase Pertumbuhan Setiap Sektor Lapangan Usaha di Kabupaten Bulukumba Tahun 2001-2009 Lapangan Usaha 1. Pertanian 2001 2009 Pertumbuhan 0,53 2.67 3.27 11,70 11.91 9.77 3,97 4.02 6.72 10,05 9.41 8.13 5. Bangunan/Konstruksi 5,52 8.43 10.10 6. Perdagangan, Hotel, & Restoran 4,28 19.04 8.35 7. Pengangkutan dan komunikasi 1,58 11.56 4.33 8. Keuangan,Persewaan,Jasa Perus. 7,04 9.12 11.152 9. Jasa-Jasa 4,28 8.56 5.927 5,4 9,4 3,97 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, Gas, dan Air Bersih PDRB Sumber: PDRB Kabupaten Bulukumba tahun 2005 dan 2010 40 Tabel diatas memperlihatkan persentase pertumbuhan sektor lapangan usaha dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir. 4.1.5. Struktur Ekonomi Bila melihat perhitungan PDRB Kabupaten Bulukumba, selain dapat diketahui seberapa besar pertumbuhan ekonomi, juga dapat diketahui peranan masing-masing lapangan usaha terhadap total PDRB Kabupaten Bulukumba. Peranan dari masing-masing lapangan usaha ini menggambarkan struktur ekonomi Kabupaten Bulukumba. Semakin besar peranan suatu lapangan usaha maka semakin besar pula pengaruhnya dalam perkembangan perekonomian di daerah ini. Struktur ekonomi Kabupaten Bulukumba pada tahun 2009, pada dasarnya masih bertumpu pada tiga kelompok lapangan usaha andalan yaitu, kelompok lapangan usaha pertanian; perdagangan hotel dan restoran; dan jasajasa yang memberikan kontribusi riil sebesar 82,73 persen terhadap PDRB Kabupaten Bulukumba pada tahun 2009. Kontribusi PDRB tertinggi tahun 2009 terletak pada lapangan usaha yang terdiri atas pertanian 52,9 persen, yang diikuti dengan jasa-jasa 15,3 persen, kemudian perdagangan, hotel dan restoran 14,53 persen. Dengan demikian perekonomian Kabupaten Bulukumba masih didominasi oleh sektor lapangan usaha pertanian karena sektor ini mempunyai 41 peranan lebih besar dari sektor lapangan usaha lainnya termasuk di dalamnya penyerapan tenaga kerja. Secara detail tergambar pada tabel berikut. Tabel 4.3 Persentase Kontribusi PDRB Setiap Sektor Ekonomi NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 atas dasar Harga Konstan 2000 di Kabupaten Bulukumba Tahun 2005-2009 TAHUN LAPANGAN USAHA 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 PERTANIAN 61.35 60.44 60.3 59.51 59.48 58.29 57.14 55.29 54.87 PERTAMBANGAN 0.278 0.304 0.31 0.3129 0.326 0.331 0.339 0.368 0.393 INDUSTRI PENGOLAHAN 5.65 5.757 5.75 5.9342 5.89 6.073 6.415 6.907 6.686 LISTRIK GAS DAN AIR BERSIH 0.31 0.335 0.34 0.3544 0.361 0.369 0.385 0.396 0.394 BANGUNAN 1.974 2.042 2.07 2.1218 2.237 2.278 2.408 2.675 2.955 PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 11.02 11.26 11.3 11.344 11.18 11.51 11.91 12.47 13 PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 2.411 2.4 2.38 2.3506 2.259 2.268 2.005 2.076 2.153 KEUANGAN DAN PERSEWAAN 2.856 2.996 3.05 3.9301 4.337 4.446 4.182 4.454 4.543 JASA-JASA 14.15 14.46 14.5 14.142 13.93 14.43 15.22 15.36 15.01 Sumber: PDRB Kabupaten Bulukumba tahun 2005 dan 2010 4.2 Sektor Basis Dan Non Basis Di Kabupaten Bulukumba. Alat analisis Location Quotient (LQ) digunakan untuk mengidentifikasi keunggulan komparatif kegiatan ekonomi di Bulukumba dengan membandingkannya pada tingkat Sulawesi Selatan. Teori Location Quotien seperti dikemukakan Bendavid digunakan untuk menganalisis keragaman basis ekonomi. Dari analisis tersebut dapat diidentifikasi sektor-sektor apa saja yang dapat dikembangkan untuk tujuan sektor dan tujuan menyuply kebutuhan lokal, sehingga sektor yang dikatakan potensial dapat dijadikan sektor 42 2009 52.9 0.413 6.531 0.405 3.009 14.53 2.255 4.655 15.3 prioritas utama dalam perencanaan pembangunan ekonomi. Berdasarkan analisis LQ pada Tabel 4.8, di Bulukumba hanya terdapat 2 sektor-sektor ekonomi yang memiliki keunggulan komparatif (nilai LQ>1), yaitu: sektor pertanian, dan jasa-jasa. Ini mengindikasikan bahwa wilayah ini telah mampu memenuhi sendiri kebutuhannya disektor tersebut dan dimungkinkan untuk mengekspor keluar daerah barang dan jasa pada sektor ini. pertanian merupakan kecenderungan sektor semakin naik, dengan nilai LQ tertinggi Sektor dan dengan yakni rata-rata selama 10 tahun mencapai 1,78. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian masih merupakan sektor yang sangat unggul/dominan dikawasan Bulukumba. Selain itu, sektor ini diindikasikan telah mampu mencukupi kebutuhan dalam wilayah ini dan mempunyai kelebihan untuk dijadikan komoditi ekspor. Sektor jasa memiliki Location Question rata-rata sebesar 1,26 ini berarti sektor jasa tidak hanya memenuhi daerah Bulukumba saja, tetapi melayani permintaan dari daerah luar Bulukumba atau Ekspor. Sektor perdagangan hotel dan restoran memiliki LQ rata-rata sebesar 0,73 ini berarti non basis sehingga untuk memenuhi kebutuhan dalam wilayah Kabupaten Bulukumba masih dibutuhkan impor dari daerah lain, jika LQ sama dengan satu berarti cukup untuk memenuhi kebutuhan daerahnya, 0,73 berarti Kabupaten Bulukumba harus mengimpor sebesar 0,23 dari daerah lain. 43 Keuangan dan persewaan memilki LQ rata-rata 0,72 berarti non basis sehingga harus mengimpor sebesar 0,28 untuk memenuhi kebutuhan daerah Kabupaten Bulukumba. Sementara sektor industri pengolahan memilki LQ sebesar 0,48 berarti harus mengimpor sebesar 0,52, listrik gas dan air bersih memiliki LQ sebesar 0,32 berarti harus mengimpor sebesar 0,68, bangunan memiliki LQ sebesar 0,50 berati harus mengimpor sebesar 0,50, pengangkutan dan komunikasi memiliki LQ sebesar 0,27 berarti harus mengimpor sebesar 0,73 untuk memenuhi kebutuhan di Kabupaten Bulukumba yang masih Kurang. Tabel 4.4. Nilai Location Quation Bulukumba Dirinci per Sektor Ekonomi Tahun 2000-2009 NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 LAPANGAN USAHA PERTANIAN PERTAMBANGAN INDUSTRI PENGOLAHAN LISTRIK GAS DAN AIR BERSIH BANGUNAN PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI KEUANGAN DAN PERSEWAAN JASA-JASA TAHUN 2004 2005 2006 2007 2008 2009 1.80 1.87 1.88 1.88 1.89 1.85 0.03 0.03 0.03 0.04 0.04 0.05 0.44 0.43 0.45 0.50 0.48 0.48 0.41 0.39 0.41 0.41 0.39 0.39 0.49 0.48 0.52 0.57 0.57 0.54 2000 1.62 0.03 0.44 0.34 0.49 2001 2002 2003 1.66 1.65 1.71 0.03 0.04 0.03 0.44 0.45 0.45 0.37 0.01 0.31 0.49 0.49 0.50 0.81 0.80 0.80 0.79 0.77 0.78 0.80 0.82 0.82 0.88 0.39 0.73 1.24 0.36 0.75 1.24 0.35 0.73 1.22 0.33 0.82 1.24 0.32 0.74 1.23 0.30 0.75 1.32 0.26 0.69 1.32 0.26 0.71 1.34 0.26 0.70 1.34 0.27 0.69 1.36 Sumber : Badan Busat Statistik Bulukumba dan Sulawesi Selatan Dalam angka 2005 dan 2010 (diolah) 44 4.2 Pergeseran Struktur Ekonomi 4.2.1. Analisis Shift Share Perubahanan PDRB dari tahun 2000 hingga 2009 terjadi perubahan sebesar Rp. 579,8 milyar, dari jumlah tersebut sebagian besar (77 persen atau 718,71 milyar) disebabkan oleh perubahan karena efek pertumbuhan nasional dalam hal ini Sulawesi Selatan, hal ini menunjukkan bahwa perekonomian Kabupaten Bulukumba masih sangat tergantung dari perekonomian Sulawesi Selatan dan Nasional bahkan global. Sementara pengaruh daya saing Bulukumba terhadap perekonomian Bulukumba hanya mampu mendorong pertambahan perekonomian Bulukumba sebesar 4 persen atau 39,5 milyar rupiah. Hal ini jauh lebih rendah dibanding dengan pengaruh komponen pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan yang menunjukkan masih rendahnya daya saing atau rendahnya kemandirian daerah. Sementara itu pengaruh dari efek bauran industri/sektoral (industrial mix growth) terhadap pertumbuhan ekonomi Bulukumba masih sangat kecil bahkan minus , yakni sebesar dampak dari struktur ekonomi negatif 19 persen. Ini menunjukkan bahwa Sulawesi Selatan hanya mengurangi pertumbuhan PDRB Bulukumba sebesar negatif 178,45 milyar atau negatif 19 persen. 45 Tabel 4.5. Perubahan Sektoral dan Komponen yang Mempengaruhi Perekonomian Kabupaten Bulukumba, 2000-2009 PERUBAHAN BULUKUMBA 10 TAHUN TERAKHIR NO LAPANGAN USAHA 1 PERTANIAN 2 PERTAMBANGAN INDUSTRI 3 PENGOLAHAN LISTRIK GAS DAN AIR 4 BERSIH 5 BANGUNAN PERDAGANGAN, HOTEL DAN 6 RESTORAN PENGANGKUTAN 7 DAN KOMUNIKASI KEUANGAN DAN 8 PERSEWAAN 9 JASA-JASA TOTAL CHANGE PROPORTIONAL CHANGE REGIONAL CHANGE NASIONAL CHANGE 217,223,853,765.00 440,939,029,412.97 (196,473,156,517.13) 3,835,724,121.00 1,995,866,863.32 3,413,803,583.50 47,199,313,823.00 40,609,384,812.87 5,717,572,799.97 3,348,725,730.00 2,230,576,637.12 (1,311,007,861.46) DIFFERENSIAL CHANGE (27,242,019,130.85) (1,573,946,325.82) 872,356,210.16 2,429,156,954.35 28,410,699,838.00 14,189,876,324.14 9,973,222,263.96 4,247,601,249.90 121,451,135,872.00 79,186,648,880.23 (3,986,731,620.66) 46,251,218,612.43 11,423,244,908.00 17,329,852,901.68 3,072,947,432.89 (8,979,555,426.57) 46,051,181,054.00 20,529,015,055.72 29,256,749,998.76 (3,734,584,000.48) 100,859,210,313.00 101,704,756,879.06 (28,115,268,265.59) 27,269,721,699.53 579,803,089,424.00 718,715,007,767.12 (178,451,868,185.75) 39,539,949,842.63 Sumber : Badan Busat Statistik Bulukumba dan Sulawesi Selatan Dalam angka 2005 dan 2010 (diolah) Ditingkat sektoral, pertambahan output yang pertanian selama periode analisis mencapai terjadi pada sektor 217,2 milyar rupiah. Pengaruh pertumbuhan ekonomi ditingkat Sulawesi Selatan mampu mempengaruhi sektor pertanian hingga 202 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat pengaruh kebijakan nasional seperti subsidi pupuk dan bibit, konsep ketahanan pangan, penetapan harga dasar dan lain-lain, terhadap sektor pertanian di 46 Bulukumba sangat tinggi. Sementara itu, kondisi struktur ekonomi nasional pada periode ini, justru berpengaruh negatif terhadap penciptaan pertumbuhan output ekonomi di sektor pertanian pada Bulukumba. Pengaruh bauran industri di sektor ini mencapai negatif 90,45 persen, yang berarti bahwa dengan kondisi struktur ekonomi seperti ini justru merugikan karena mengurangi output ditingkat sektor pertanian sebesar 196,47 milyar rupiah. Sedangkan pengaruh komponen differential shift yang menunjukkan tingkat daya saing wilayah, mampu memberi andil terhadap pengurangan output ekonomi disektor pertanian sebesar 27,2 milyar atau sebesar 12,5 persen terhadap total output yang tercipta di sektor pertanian. Pada sektor jasa-jasa , pengaruh pertumbuhan ekonomi nasional juga sangat tinggi, yakni mencapai 101, 7 industri terhadap sektor ini milyar atau 100 persen. Efek bauran mengakibatkan berkurangnya output ekonomi sebesar 28,1 milyar rupiah atau mencapai negatif 27,3 persen dari total penambahan output yang tercipta di sektor ini. Sementara itu, pengaruh komponen differential shift menunjukkan peranan sebesar 27 persen atau 27, 26 milyar rupiah, yang mengindikasikan daya saing atau kemandirian dalam sektor ini masih lemah. Pada sektor industri perdagangan, pengaruh pertumbuhan ekonomi nasional juga tinggi, yakni mencapai 65 persen atau 79 milyar. Efek bauran industri terhadap sektor ini mengakibatkan menurunnya output ekonomi sebesar 3,9 milyar rupiah atau mencapai 3,28 persen. pengaruh komponen 47 differential shift menunjukkan peranan sebesar 38 persen atau 48,2 milyar rupiah, yang mengindikasikan daya saing atau kemandirian dalam sektor ini mulai meningkat secara perlahan. Pada sektor industri pengolahan, pengaruh pertumbuhan ekonomi nasional juga tinggi, yakni mencapai 86 persen atau 40,6 milyar rupiah. Ini bisa dimaklumi, karena pada kenyataannya di kawasan Bulukumba masih terbatas jumlah industri pengolahan yang berskala kabupaten ataupun propinsi. Selebihnya, sebagian besar industri pengolahan masih tertumpu di wilayah Makassar. Efek bauran industri terhadap sektor ini mengakibatkan penambahan output ekonomi sebesar 5,7 milyar rupiah atau mencapai 12 persen dari total penambahan output yang tercipta di sektor ini sebesar 47,1 milyar rupiah. menunjukkan Sementara peranan itu, pengaruh komponen differential shift sebesar 1 persen atau 0,87 milyar rupiah, yang mengindikasikan masih lemahnya daya saing atau kemandirian dalam sektor ini. Pada sektor bangunan terjadi perubahan perekonomian di Kabupaten Bulukumba sebesar 28,4 milyar yang dipengaruhi oleh perekonomian Sulawesi selatan sebesar 14,1 milyar atau 49 persen, efek bauran industri sektor ini mengakibatkan penambahan output ekonomi sebesar 9,9 milyar rupiah atau 35 persen. Sedangkan kemampuan daya saing daerah mengakibatkan penambahan output ekonomi sebesar 4,2 milyar atau 14,9 persen. Ini berarti daya saing dan bauran industri sangat berpengaruh terhadap penambahan output ekonomi yang mencapai 50 persen. 48 Sektor keuangan dan persewaan mengalami peningkatan sebesar 46,05 milyar yang dipengaruhi oleh perekonomian nasional sebesar 20,5 milyar atau 44,5 persen, hal ini berarti keuangan ini tidak terlalu bergantung oleh perekonomian Sulawesi Selatan. Efek bauran industri mempengaruhi perubahan output sebesar 29,2 milyar rupiah atau 63 persen, ini berarti efek bauran industri lebih besar dari pada kontribusi Sulawesi Selatan terhadap perubahan ekonomi di Kabupaten Bulukumba. Sedangkan daya saing daerah justru mengalami penurunan yang menyebabkan berkurangnya kontribusi terhadap keuangan sebesar 3,7 milyar rupiah atau negatif 8.1 persen. Ini berarti bahwa daya saing keuangan di kabupaten sangat rendah bahkan negatif. Sektor angkutan dan komunikasi mengalami perubahan komposisi struktur ekonomi sebesar 11,4 milyar yang dipengaruhi oleh perekonomian Sulawesi Selatan sebesar 17, 3 milyar atau 151 persen, pengaruh bauran industri berpengaruh sebesar 3,07 milyar rupiah atau 26 persen. Sedangkan daya saing derah justru negatif sebesar 78 persen atau 8,9 milyar yang mengurangi perubahan output pada sektor pengangkutan dan komunikasi. Itu berarti perubahan pada sektor angkutan sangat bergantung pada perekonomian Sulawesi Selatan, bauran industri cukup berkembang tetapi daya saing daerah sangat lemah. Sektor pertambangan mengalami perubahan sebesar 3,8 milyar yang dipengaruhi oleh perekonomian nasional sebesar 1,9 milyar atau 52 persen, bauran industri mempengaruhi perubahan output ekonomi sebesar 3,4 milyar 49 atau 89 persen, sedangkan daya saing justru negatif 1,5 milyar rupiah atau sebesar 41 persen. Ini berarti Kabupaten Bulukumba tidak mesti terus bergantung pada perekonomian Sulawesi Selatan yang hanya memilki kontribusi perubahan output sebesar 51 persen jika dibandingkan dengan bauran industri cukup tinggi sebesar 89 persen, walaupun daya saingnya masih sangat rendah di Kabupaten Bulukumba mencapai negatif 41 persen sehingga mengurangi perubahan output pada sektor pertambangan. Sektor terakhir adalah listrik gas dan air bersih, mengalami perubahan perekonomian sebesar 3,3 milyar rupiah yang dipengaruhi oleh perekonomian Sulawesi selatan sebesar 2,2 milyar atau 66,6 persen, bauran industri mempengaruhi perubahan penurunan output ekonomi sebesar 1,3 milyar rupiah atau 39 persen, daya saing daerah mempengaruhi perubahan output ekonomi sebesar 2,4 milyar rupiah atau 72 persen. Ini berarti pada sektor listrik, gas dan air bersih di Kabupaten Bulukumba memilki daya saing yang sangat tinggi dengan kontribusi terhadap perubahan perekonomian sebesar 72 persen jika dibandingkan dengan kontribusi perekonomian Sulawesi Selatan hanya 66,6 persen. Begitu juga dengan bauran industri, justru mengurangi perubahan output perekonomian sebesar 1,3 milyar rupiah. Dari hasil perhitungan shift share analisis, sektor yang termasuk berkembang di Kabupaten Bulukumba yang sesuai dengan Sulawesi selatan (industrial mix) yaitu pertambangan, industri pengolahan, bangunan, angkutan dan komunikasi, keuangan dan persewaan. Sedangkan yang tidak sesuai yaitu 50 pertanian, listrik gas dan air bersih, perdagangan hotel dan restoran dan jasajasa. sektor yang memiliki daya saing tinggi di Kabupaten Bulukumba yaitu industri pengolahan, listrik gas dan air bersih, bangunan dan jasa-jasa sedangkan tidak memilki daya saing yaitu sektor pertanian, pertambangan, pengangkutan dan komunikasi, dan keuangan dan persewaan. 4.3.2. Shift Share Perhitungan Pergeseran Bersih. Pergeseran bersih (PB) diperoleh dari hasil penjumlahan antara proporsional shift dan differential shift di setiap sektor perekonomian. Apabila PB>0, maka pertumbuhan kelompok yang progresif sektor di Bulukumba (maju). Sedangkan PB<0 termasuk dalam artinya sektor perekonomian di Bulukumba termasuk kelompok yang lamban. Berdasarkan Tabel 4.6, secara agregat pergeseran bersih di Bulukumba menghasilkan nilai negatif, yang turut memberikan sumbangan terhadap pertumbuhan PDRB pada periode 2000-2009 di Bulukumba sebesar negatif 138,9 milyar rupiah. Hal ini juga menunjukkan bahwa secara umum, Bulukumba termasuk kedalam kelompok daerah yang Lamban. Ditingkat sektoral, enam sektor memiliki nilai PB > 0 yaitu pertambangan, industri pengolahan, listrik gas dan air bersih, bangunan, perdagangan Hotel dan restoran, dan keuangan dan persewaan. Pada sektor pertanian, pergeseran bersihnya justru mengurangi pertumbuhan output sebesar 223,7 milyar rupiah terhadap total pertumbuhan 51 di sektor tersebut. Pada sektor pertambangan pergeseran bersihnya meningkatkan output sebesar 1,8 milyar, industri pengolahan meningkatkan output 6,5 milyar, listrik gas dan air bersih meningkatkan output 1,1 milyar, bangunan meningkatkan output sebesar 14, 2 milyar rupiah, perdagangan meningkatkan output sebesar 42,2 milyar, pengangkutan membebani output sebesar negatif 5,9 milyar, keuangan dan persewaan meningkatkan output sebesar 25,5 milyar dan jasa-jasa membebani output sebesar 0,8 milyar. Tabel 4.6 Hasil perhitungan bersih shift share analisis SEKTOR NO LAPANGAN USAHA RUPIAH PRUBAHAN BERSIH PERSENTASE 1 PERTANIAN (223,715,175,647.97) 2 PERTAMBANGAN 1,839,857,257.68 -1.324477611 3 INDUSTRI PENGOLAHAN 6,589,929,010.13 -4.743962281 4 LISTRIK GAS DAN AIR BERSIH 1,118,149,092.88 -0.804933879 5 BANGUNAN PERDAGANGAN, HOTEL DAN 6 RESTORAN 14,220,823,513.86 -10.23729546 42,264,486,991.77 -30.42538574 7 PENGANKUTAN DAN KOMUNIKASI (5,906,607,993.68) 4.252052714 8 KEUANGAN DAN PERSEWAAN 25,522,165,998.28 -18.37291307 9 JASA-JASA (845,546,566.06) TOTAL CHANGE 161.0482227 0.608692599 (138,911,918,343.12) 100 Sumber : Badan Busat Statistik Bulukumba dan Sulawesi Selatan Dalam angka 2005 dan 2010 (diolah) 52 Dari hasil analisis perhitungan bersih maka hasil itu dapat diketahui bahwa sektor perekonomian yang termasuk lamban perkembangannya yaitu pertanian, pengangkutan dan jasa-jasa, sedangkan yang maju pertumbuhannya yaitu pertambangan, industri pengolahan, listrik gas dan air bersih, bangunan, perdagangan hotel dan restoran dan keuangan dan persewaan. Secara keseluruhan hasil perhitungan bersih memperlihatkan bahwa Kabupaten Bulukumba secara umum pertumbuhan ekonominya sangat lambat. Hal ini terlihat dari hasil penjumlahan antara bauran industri dan kemampuan/daya saing daerah terhadap perubahan PDRB pada tahun 20002009 dengan hasil perhitungan pergeseran bersih sebesar negatif 138,9 miliyar. 4.3.3. Analisis Kuadran Dengan melihat besaran PS dan DS, maka suatu daerah/sektor dapat dikategorikan menjadi empat kelompok/kuadran. Dengan menggunakan alat analisis Shift Share, dapat dilihat dari pendekatan DS dan PS sekaligus. Dari gambar dibawah ini pada periode 2000-2009 secara agregat posisi perekonomian (PDRB) Bulukumba hampir merata pada tiap kuadran. Ini berarti bahwa ekonomi Bulukumba mengalami pertumbuhan yang lambat (slow growing) dan perekonomian Bulukumba memiliki lima sektor yang memiliki daya saing yang relatif tinggi yaitu perdagangan, jasa-jasa, bangunan, industri pengolahan, dan listrik gas dan air bersih namun tidak semuanya pertumbuhan ekonomi sektor yang memiliki daya saing di Bulukumba sejalan 53 dengan arah pertumbuhan sektor dominan ditingkat Sulawesi Selatan Pada tingkat sektoral seperti perdagangan, jasa-jasa dan listrik gas dan air bersih. Gambar 4.1. Proportional Shift (PS) dan Diference Shift (DS) Sektor Ekonomi di Bulukumba periode 2000-2009 II DS I PS IV III Sumber : Badan Busat Statistik Bulukumba dan Sulawesi Selatan Dalam angka 2005 dan 2010 (diolah) Terdapat dua sektor yang menempati kuadran I (PS dan DS positif), yaitu sektor industri, dan bangunan, Hal ini menginterpretasikan bahwa sektorsektor tersebut memiliki laju pertumbuhan yang cepat. Sektor-sektor tersebut juga mampu bersaing dengan sektor-sektor perekonomian dari wilayah lain. Di kuadran II ditempati oleh sektor perdagangan hotel dan restoran, sektor listrik gas dan air bersih dan sektor jasa-jasa. Kelompok sektor ini mempunyai kecenderungan sebagai sektor yang tertekan tetapi berpotensi 54 (highly potential). Kelompok sektor ini memiliki tingkat daya saing yang tinggi tetapi laju pertumbuhannya lambat. Pada kuadran III (PS positif dan DS negatif) ditempati oleh sektor angkutan dan komunikasi, keuangan dan persewaan dan Pertambangan. Ini memberikan pengertian bahwa sektor-sektor tersebut berada pada posisi tertekan tapi sedang berkembang (developing). Sektor-sektor ini dikategorikan sebagai sektor ekonomi yang memiliki laju pertumbuhan yang cepat, tetapi sektor tersebut tidak mampu bersaing dengan sektor ekonomi dari wilayah lain (daya saingnya rendah). Sementara itu, terdapat sektor ekonomi di Bulukumba yaitu pertanian yang menempati kuadran IV (PS negatif dan DS negatif). Hal ini menunjukkan bahwa ada sektor pertanian di Bulukumba yang dikategorikan sebagai sektor yang terbelakang dan berdaya saing lemah atau dikategorikan terbelakang (depressed). 4.4. Analisis Kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Bulukumba Dalam RPJMD Kabupaten Bulukumba periode 2005-2010 dibangun dari visi dan misi bupati terpilih periode 2005-2010 dengan visi mewujudkan masyarakat Bulukumba yang berkualitas dan sejahtera melalui pengembangan potensi sumber daya daerah dengan berlandaskan pada moral agama dan nilainilai luhur budaya dengan visi tentang ekonomi terwujudnya masyarakat yang sejahtera dengan pengoptimalan potensi sumber daya yang ada dengan menjadikan Bulukumba sebagai daerah agro industri, agro bisnis, dan daerah 55 tujuan wisata bahari maupun adat dan budaya, melalui peningkatan ekonomi rakyat melalui mengoptimalkan pelayanan jasa. Hal ini dituangkan dalam misi ekonomi yaitu mengoptimalkan potensi unggulan daerah, mendorong pusat kegiatan ekonomi dan menciptakan iklim investasi. Dengan arah kebijakan pada RPJM Bulukumba Revitalisasi pertanian, kehutanan, dan kelautan, peningkatan investasi, perdagangan dan pariwisata, pemberdayaan koperasi dan usaha mikro kecil dan menengah, percepatan pembangunan infrastruktur terutama pada sumber daya air dan transportasi. Revitalisasi pertanian, kehutanan, dan kelautan diturunkan ke program peningkatan ketahanan pangan, program pengembangan agribisnis, program peningkatan kesejahteraan petani dan nelayan , pengembangan sumber daya kelautan dan perikanan, pemanfaatan potensi hutan, peningkatan kapasitas petani, dan pengembangan pengelolaan hutan. Peningkatan investasi dengan program peningkatan iklim investasi dan realisasi investasi dan program peningkatan promosi dan kerja sama investasi. Perdagangan dengan program pengembangan dan penerapan standarisasi produk yang diperdagangkan, peningkatan kerja sama perdagangan regional dan nasional, perdagangan. dan program perlindungan konsumen Peningkatan pariwisata dengan dan program pengamanan pengembangan pemasaran pariwisata, pengembangan destinasi pariwisata, pengembangan kemitraan pariwisata dan penataan wilayah pariwisata. 56 Pemberdayaan koperasi dan usaha mikro kecil menengah dengan program penciptaan iklim usaha bagi BMT, koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah, pengembangan sistem pendukung usaha, pengembangan kewirausahaan, pemberdayaan usaha skala mikro, dan peningkatan kualitas kelembagaan koperasi. Percepatan pembangunan infastruktur dengan program pengembangan, pengelolaan, dan konservasi sungai, danau, dan sumber daya air lainnya, pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi dan jaringan pengairan lainnya, penyediaan dan pengelolaan air baku, program pengendalian banjir dan pengamanan dan program pengembangan kelembagaan pembangunan air minum. Kebijakan yang diambil oleh pemerintah daerah Bulukumba masih sangat bersifat umum dan tidak fokus pada sektor-sektor yang memiliki daya saing tinggi tetapi lebih pada sektor yang basis dan cenderung mengabaikan sektor-sektor yang lainnya. Dari Sembilan sektor hanya pertanian dan jasa-jasa yang menjadi perhatian utama dengan mengeluarkan biaya 14,5 milyar sementara sektor lain seperti perdagangan, industry pengolahan dan keuangan hanya mengeluarkan anggaran 680 juta rupiah. Untuk menciptakan kemandirian daerah maka perlu untuk mengembangkan secara optimal sektor yang memiliki daya saing tinggi seperti listrik gas dan air bersih, industri pengolahan, bangunan dan perdagangan hotel dan restoran yang cenderung diabaikan oleh pemerintah daerah Kabupaten Bulukumba padahal sektor inilah yang bisa membuat 57 kemandirian daerah agar perekonomian Bulukumba tidak terus bergantung pada perekonomian Sulawesi selatan. 4.5. Pembahasan sektoral 4.5.1. Pertanian Sektor pertanian di Kabupaten Bulukumba mempunyai peran yang sangat besar, hal ini terlihat pada kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Kabupaten Bulukumba. Besarnya kontribusi sektor pertanian dapat dilihat pada angka kontribusi sektor pertanian seraca rata-rata selam 10 tahun sebesar 57,9 persen dengan persentase tertinggi pada tahun 2000 yaitu 61,3 persen. Namun dari tahun ketahun-tahun kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB mengalami penurunan bahkan pada tahun 2009 hanya memiliki kontribusi sebesar 52,9 persen. Walau demikian sektor pertanian masih menempati urutan Pertama dalam kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten Bulukumba pada tahun 2009. Grafik.4.1 Perkembangan LQ sektor pertanian LQ Pertanian 2.00 1.92 1.90 1.80 1.85 1.76 1.77 1.87 1.88 1.88 1.89 1.85 1.79 LQ Pertanian 1.70 1.60 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Sumber : Badan Busat Statistik Bulukumba dan Sulawesi Selatan Dalam angka 2005 dan 2010 (diolah) 58 Berdasarkan grafik diatas analisis LQ selama 10 tahun terakhir (20002009), mengalami peningkatan walaupun cenderung fluktuatif tetapi sektor pertanian menunjukkan nilai rata-rata LQ-nya di atas angka satu (LQ > 1) yaitu sebesar 1.85. Hal ini berarti sektor ini termasuk sektor basis. Nilai LQ yang lebih dari angka satu ini berarti sektor pertanian telah dapat memenuhi kebutuhan masyarakat daerah tersebut dan diluar daerah tersebut atau ekspor. Tingginya nilai LQ ini disebabkan oleh letaknya strategis, jenis tanah dan luas lahan sangat cocok untuk mengembangkan pertanian berupa ketahanan pangan, perkebunan, peternakan, perikanan, kehutanan, dan kelautan. Perhitungan analisis Shift Share selama periode penelitian penulis (tahun 2000-2009), untuk sektor pertanian menunjukkan nilai rata-rata Komponen Ps sebesar -148,3 milyar rupiah, hal ini menunjukkkan bahwa sektor ini merupakan sektor yang tumbuh lambat di propinsi Sulawesi Selatan karena nilainya negatif. Sedangkan berdasarkan hasil perhitungan komponen DS, sektor pertanian adalah sektor yang pertumbuhannya lebih lambat di banding propinsi karena daya saingnya lemah. Hal ini ditunjukkan dengan besaran rata-rata komponen DS yang negatif, yaitu sebesar -25,6 milyar rupiah. Berdasarkan perhitungan analisis ini sektor pertanian lebih dari cukup untuk dikembangkan karena merupakan sektor basis walaupun pertumbuhannya lebih lambat di banding tingkat propinsi padahal di tingkat propinsi sendiri pertumbuhannya juga lambat yang disebabkan oleh daya saing yang rendah dan lamban. 59 Analisis kuadran menempatkan pertanian berada pada kuadran empat yang berarti adalah sektor atau wilayah depressed region dengan daya saing yang lemah. Sehingga sangat disayangkan sektor pertanian tumbuh lambat di propinsi dan memiliki daya yang sangat rendah. Maka sangat wajar jika persentase kontribusi pertanian terhadap PDRB terus menurun dari 61 persen menjadi 54 persen pada tahun 2009. Namun lebih disayangkan lagi jika pembangunan hanya menfokuskan pada pertanian saja tanpa mengembangkan sektor-sektor lain yang memilki potensi lebih besar. Kebijakan pemerintah daerah Bulukumba memberikan perhatian sektor pertanian melalui kebijakan-kebijakan pengeluaran pemerintah dengan programprogran yang begitu banyak seperti pada periode 2005-2010 yang berupa revitalisasi pertanian, kehutanan, perkebunan, perikanan dan kelautan dengan program peningkatan ketahanan pangan berupa bantuan dan pembinaan dengan biaya 1,75 milyar rupiah, menggunakan biaya sebesar kesejahteraan petani dan program pengembangan agribisnis 628,4 juta rupiah, program peningkatan nelayan dengan biaya 27,1 juta, program pengembangan sumber daya kelautan menggunakan biaya sebesar 300 juta, program pemanfaatan potensi sumber daya hutan menggunakan biaya sebesar 2,09 milyar rupiah, program pengembangan pengelolaan hutan dan lahan menggunakan biaya 246 juta, dan program perlindungan dan pengamanan hutan, konservasi alam serta pengendalian illegal logging dengan menggunakan biaya sebesar 737 juta. 60 4.5.2. Pertambangan Sumbangan sektor pertambangan terhadap PDRB pada tahun 2000 sebesar 0.2 persen yang menempati urutan kesembilan dalam struktur pertumbuhan sektor ekonomi Kabupaten Bulukumba. Meningkat menjadi 0,4 persen pada tahun 2009. Grafik 4.2. Perkembangan LQ pertambangan LQ Pertambangan 0.07 0.06 0.05 0.04 0.03 0.02 0.01 0.00 0.06 0.07 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.04 0.04 0.05 LQ Pertambangan Sumber : Badan Busat Statistik Bulukumba dan Sulawesi Selatan Dalam angka 2005 dan 2010 (diolah) Hasil dari perhitungan LQ seperti pada grafik diatas selama tahun 20002009, mengalami penurunan pada tahun 2001 ke 2002 setelah itu kembali mengalami peningkatan secara perlahan hingga 2009. Sektor pertambangan dan penggalian menunjukkan nilai rata-rata di bawah angka satu yaitu sebesar 0,04 yang berarti bahwa sektor ini termasuk ke dalam sektor non basis. Artinya, sektor tersebut masih harus mengimpor sebesar 0,96, jika LQ sama dengan satu berarti cukup untuk memenuhi kebutuhan, itu berarti 96 persen kebutuhan untuk pertambangan masih diambil dari luar Bulukumba. 61 Hasil analisis Shift Share selama tahun 2000-2009, sektor pertambangan menunjukkan nilai rata-rata komponen pertumbuhan proporsional (PS) positif sebesar 2.4 milyar rupiah, yang menunjukkan bahwa sektor ini termasuk kedalam sektor yang memiliki pertumbuhan cepat di tingkat propinsi. Nilai rata-rata komponen DS sektor pertambangan adalah sebesar -859 juta rupiah menunjukkan bahwa daya saing sektor ini rendah di Kabupaten Bululukmba sehingga pertumbuhannya lebih lambat jika dibandingkan dengan pertumbuhan di propinsi. Analisis kuadran menunjukkan sektor ini berada pada kuadran III berarti cenderung berpotensi karena laju pertumbuhannya di propinsi cepat tetapi masih tertekan karena daya saing masih lemah. Sementara itu berdasarkan pengamatan penulis aktifitas sektor pertambangan dan penggalian ini tergolong rendah dan lokasinya terbatas dan justru membahayakan di Kabupaten Bulukumba terutama tambang galian golongan C. Sejauh ini belum ditemukan barang tambang selain galian golongan C dan ini membahayakan maka dalam RPJM periode 2005-2010 bukan untuk mengembangkan malah dilakukan pengawasan kerusakan yang di akibatkan oleh pertambangan bahan galian C dengan mengeluarkan anggaran sebesar 219, 8 Juta. 62 4.5.3. Industri pengolahan Sumbangan sektor industri pengolahan terhadap pembentukkan PDRB Kabupaten Bulukumba tahun 2000 sebesar 5,6 persen meningkat menjadi 6,5 persen tahun 2009 dan selalu menempati urutan kempat dalam struktur pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bulukumba selama periode penelitian penulis. Grafik 4.3. Perkembangan LQ industri pengolahan LQ Industri Pengolahan 0.52 0.50 0.48 0.46 0.44 0.42 0.40 0.38 0.50 0.48 0.48 0.45 0.45 0.44 0.42 0.43 0.42 0.43 INDUSTRI PENGOLAHAN Sumber : Badan Busat Statistik Bulukumba dan Sulawesi Selatan Dalam angka 2005 dan 2010 (diolah) Hasil dari perhitungan LQ pada grafik diatas selama tahun 2000-2009 Sektor industri pengolahan menunjukkan perkembangan dari 2002 hingga 2007 dan mengalami penurunan pada tahun 2008 dan 2009 tetapi nilai rata-rata di bawah angka satu yaitu sebesar 0,4 yang berarti sektor ini termasuk ke dalam sektor non basis. Artinya sektor ini tidak dapat memenuhi kebutuhan Kabupaten Bulukumba, Sehingga harus mengimpor sebesar 0,6 atau 60 % dari luar untuk memenuhi kebutuhan di Kabupaten Bulukumba. 63 Hasil analisis Shift Share selama tahun 2000-2009 sektor industri pengolahan menunjukkan komponen pertumbuhan proporsional (PS) sebesar 3,14 milyar rupiah yang menunjukkan sektor ini termasuk kedalam sektor yang di propinsi tumbuh dengan cepat. Dari hasil perhitungan komponen pertumbuhan diferensial (DS) menunjukkan angka positif sebesar 2,07 milyar rupiah yang berarti sektor ini mempunyai daya saing yang tinggi sehingga pertumbuhannya lebih cepat dari propinsi. Sangat wajar jika kontribusi terhadap PDRB terus meningkat jika dibandingkan dengan sektor lainnya. Dalam analisis kuadran sektor industri pengolahan berada pada berada pada kuadran satu yang berarti sektor atau wilayah yang pertumbuhannya sangat cepat. Sektor industri pengolahan merupakan sektor non basis tetapi di Kabupaten Bulukumba pertumbuhannya lebih cepat dari propinsi padahal di tingkat propinsi pertumbuhannya juga cepat. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor industri pengolahan di Kabupaten Bulukumba merupakan sektor yang cukup dan menunjukkan pula bahwa sektor ini memiliki kinerja sektor yang dapat diandalkan dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Secara khusus untuk mengembangkan sektor industri pengolahan yang dituangkan kedalam RPJMD tidak terdapat tetapi ada beberapa yang bersifat umum untuk menunjang berkembangnnya industri pengolahan yaitu program penciptaan iklim usaha bagi usaha mikro kecil dan menegah, program pengembangan pendukung usaha bagi usaha kecil mikro dan menengah, program pengembangan kewirausahaan dan keunggulan kempetitif, program 64 pemberdayaan usaha skala mikro (industri kecil dan rumah tangga) yang menggunakan biaya sebesar 144 juta rupiah. Jika ingin membangun Bulukumba yang lebih mandiri maka seharusnya mengembangkan sektor yang berkembang pesat di Sulawesi Selatan dan memiliki daya saing tinggi seperti industri pengolahan. 4.5.4. Listrik gas dan air bersih Kontribusi listrik, gas dan air bersih terhadap PDRB secara rata-rata Bulukumba sebesar 0,3 persen, urutan kedelapan setelah pertambangan dan penggalian. Grafik 4.4 Perkembangan LQ listik gas dan air bersih LISTRIK GAS DAN AIR BERSIH 0.50 0.390.390.410.410.390.39 0.36 0.40 0.30 0.20 0.230.23 LISTRIK GAS DAN AIR BERSIH 0.10 0.00 0.01 Sumber : Badan Busat Statistik Bulukumba dan Sulawesi Selatan Dalam angka 2005 dan 2010 (diolah) Hasil dari perhitungan LQ selama tahun 2000-2009 sektor listrik gas dan air menunjukkan mengalami penurunan drastis pada tahun 2002 dan kembali normal 2003 sampai 2009 tetapi nilai rata-rata di bawah angka satu yaitu sebesar 0,3 yang berarti sektor ini termasuk ke dalam sektor non basis. Artinya 65 sektor ini tidak dapat memenuhi kebutuhan Kabupaten Bulukumba, Sehingga harus mengimpor dari luar Bulukumba. Hasil analisis shift share selama tahun 2000-2009 listrik gas dan air, komponen pertumbuhan proporsional (PS) secara rata-rata adalah 0,64 milyar yang menunjukkan sektor ini termasuk kedalam sektor di propinsi tumbuh dengan lambat. diferensial sedangkan hasil (DS) menunjukkan angka perhitungan komponen pertumbuhan sebesar 1.5 milyar yang berarti sektor ini mempunyai daya saing yang tinggi sehingga pertumbuhannya lebih lambat dari propinsi. Hasil analisis kuadran menunjukkan sektor listrik gas dan air menempati kuadran 2 yang berarti sektor wilayah yang pertumbuhannya tertekan/ lambat di wilayah Sulawesi Selatan tetapi berkembang atau memiliki daya saing yang tinggi di Bulukumba, sehingga bisa dikatakan sektor ini potensial untuk dikembangkan. Dalam RPJMD hanya tidak ada program yang berkaitan dengan sektor listrik, gas dan air bersih. 4.5.5. Bangunan Sektor bangunan di Kabupaten Bulukumba mempunyai peran yang kecil, hal ini terlihat pada kontribusi sektor bangunan terhadap PDRB Kabupaten Bulukumba. Besarnya kontribusi sektor bangunan dapat dilihat pada angka kontribusi sektor bangunan secara rata-rata selama 10 tahun terakhir 2000-2009 sebesar 2,3 persen. 66 Grafik 4.5. Perkembangan LQ Bangunan BANGUNAN 0.60 0.50 0.40 0.45 0.45 0.46 0.48 0.48 0.48 0.52 0.57 0.57 0.54 0.30 BANGUNAN 0.20 0.10 0.00 Sumber : Badan Busat Statistik Bulukumba dan Sulawesi Selatan Dalam angka 2005 dan 2010 (diolah) Berdasarkan analisis LQ selama 10 tahun terakhir (2000-2009), sektor bangunan menunjukkan perkembangan yang terus meningkat kecuali pada tahun 2009 tetapi nilai rata-rata LQ-nya di bawah angka satu yaitu sebesar 0.5. Hal ini berarti sektor ini termasuk sektor non basis. Nilai LQ yang kurang dari satu ini berarti sektor bangunan belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat daerah tersebut sehingga sektor ini berpotensi impor. Perhitungan analisis Shift Share selama periode penelitian penulis (tahun 2000-2009) untuk sektor bangunan, nilai rata-rata komponen Ps-nya adalah sebesar 10,1 milyar yang menunjukkkan bahwa sektor ini merupakan sektor yang tumbuh cepat di propinsi Sulawesi Selatan karena nilainya Positif. Sedangkan dari hasil perhitungan komponen Ds, sektor bangunan adalah sektor yang daya saingnya tinggi sehingga pertumbuhannya lebih Cepat di banding 67 pertumbuhan di propinsi. Hal ini ditunjukkan dengan besaran rata-rata komponen Ds yang Positif , yaitu sebesar 2,2 milyar. Berdasarkan perhitungan analisis Kuadran I sehingga sektor ini adalah sektor atau wilayah dengan pertumbuhan sangat pesat (rapid growth region), pertumbuhannya laju di tingkat propinsi dan memilki daya saing daerah yang tinggi. Dari beberapa analisis menghasilkan bahwa sektor bangunan memiliki daya saing yang tinggi dan bauran industri juga tinggi sehingga sangat potensial untuk dikembangkan, walaupun dari sektor basis sangat lemah dan kontribusinya masih sangat kurang terhadap PDRB. Karena sektor ini potensial maka seharusnya dalam RPJM membuat program untuk mengembangkan sektor bangunan ini tetapi dalam RPJM periode 2005-2010 tidak terdapat program untuk pengembangan sektor bangunan. 4.5.6. Perdagangan, hotel dan restoran. Besarnya kontribusi sektor perdagangan hotel dan restoran selama 10 tahun terakhir (2000-2009) sebesar 11.9 persen. Hal ini menunjukkan pula bahwa sektor ini merupakan sektor yang memberikan kontribusi yang besar bagi pembentukan angka PDRB Kabupaten Bulukumba. Sektor ini merupakan sektor yang menempati urutan ketiga setelah sektor pertanian dan jasa-jasa. 68 Grafik 4.6 Perkembangan LQ perdagangan, hotel dan restoran PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 1.00 0.80 0.60 0.88 0.800.820.82 0.77 0.750.780.760.78 0.660.65 PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 0.40 0.20 0.00 Sumber : Badan Busat Statistik Bulukumba dan Sulawesi Selatan Dalam angka 2005 dan 2010 (diolah) Analisis LQ selama 10 tahun terakhir (2000-2009), sektor perdagangan hotel dan restoran menunjukkan perkembangan dengan nilai rata-rata LQ-nya di bawah angka satu yaitu sebesar 0.77. Hal ini berarti sektor ini termasuk sektor non basis. Nilai LQ yang kurang dari angka satu ini berarti sektor-sektor perdagangan hotel dan restoran belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat daerah tersebut dan sektor ini berpotensi impor dari daerah lain. Tetapi angka 0,77 angka yang tidak jauh dari angka satu berarti impor untuk memenuhi kebutuhan di Kabupaten Bulukumba hanya 0,23. Perhitungan analisis shift share selama periode penelitian penulis (tahun 2000-2009), untuk sektor perdagangan hotel dan restoran menunjukkan nilai rata-rata komponen Ps sebesar 5,7 Milyar. Berarti bahwa sektor ini 69 merupakan sektor yang tumbuh cepat di propinsi Sulawesi Selatan. Hasil perhitungan komponen pertumbuhan diferensial (Ds) sektor perdagangan hotel dan restoran menunjukkan angka Positif sebesar 3,6 Milyar yang berarti sektor ini mempunyai daya saing yang Tinggi sehingga pertumbuhannya lebih cepat di propinsi Sulawesi-Selatan. Perhitungan analisis kuadran menunjukkan sektor perdagangan hotel dan restoran termasuk dalam Kuadran II sehingga sektor ini adalah sektor yang pertumbuhannya tertekan ditingkat propinsi tetapi memiliki potensi yang besar karena memiliki daya saing paling tinggi di Kabupaten Bulukumba. Perdagangan, hotel dan restoran memiliki daya saing yang sangat tinggi walaupun di propinsi pertumbuhannya lambat tetapi ini memberikan kesimpulan bahwa sektor ini tertekan tetapi berkembang pesat. Dalam kebijakan pemerintah daerah yang dituangkan dalam RPJM berupa program pengembangan dan penerapan standarisasi, peningkatan kerja sama perdagangan regional dan nasional, dan program perlindungan konsumen dan pengamanan dengan menggunakan biaya sebesar 309,8 juta rupiah. 4.5.7. Pengangkutan dan komunikasi Besarnya kontribusi sektor pengangkutan tahun (2000-2009) sebesar 2,2 10 tahun secara rata-rata persen. Sektor ini merupakan sektor yang memberikan kontribusi yang sedikit bagi pembentukan angka PDRB Kabupaten Bulukumba. 70 Grafik.4.7 Perkembangan LQ pengangkutan dan komunikasi PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 0.40 0.35 0.30 0.25 0.30 0.33 0.33 0.28 0.30 0.30 0.26 0.26 0.26 0.27 0.20 PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 0.15 0.10 0.05 0.00 Sumber : Badan Busat Statistik Bulukumba dan Sulawesi Selatan Dalam angka 2005 dan 2010 (diolah) Analisis LQ selama 10 tahun terakhir (2000-2009), sektor pengangkutan menunjukkan penurunan LQ dari tahun-ketahun dengan nilai rata-rata LQ-nya di bawah angka satu yaitu sebesar 0.2. Hal ini berarti sektor ini termasuk sektor non basis. Nilai LQ yang kurang dari satu ini berarti sektor pengangkutan belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat daerah tersebut sehingga sektor ini harus impor dari daerah lain. Perhitungan analisis shift share selama periode penelitian penulis (tahun 2000-2009), untuk sektor pengangkutan menunjukkan nilai rata-rata komponen PS sebesar 3,15 milyar yang berarti bahwa sektor ini merupakan sektor yang tumbuh cepat di propinsi Sulawesi Selatan karena nilainya positif. Hasil 71 perhitungan komponen pertumbuhan diferensial (Ds) sektor pengangkutan menunjukkan angka negatif sebesar -6,7 milyar yang berarti sektor ini mempunyai pertumbuhannya lambat dan memilki daya saing yang lemah. Analisis Kuadran menunjukkan angkutan berada kuadran III yang berarti sektor atau wilayah yang tertekan namun cenderung berpotensi ( depressed region yang berpotensi). Tertekan ini disebabkan daya saing daerah rendah, dan masih memiliki potensi karena di propinsi pertumbuhannya tergolong cepat. Tidak terdapat program untuk peningkatan komunikasi dan transportasi yang terdapat dalam RPJM padahal sektor ini masih berpotensi untuk dikembangkan. 4.5.8. Keuangan dan persewaan Besarnya kontribusi sektor keuangan persewaaan dan jasa perusahaan pada tahun 2000-2009 memiliki rata-rata kontribusi 3.9 persen. Sektor ini merupakan sektor yang hanya menempati urutan kelima dalam kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten Bulukumba. 72 Grafik 4.8 Perkembangan LQ keuangan dan persewaan KEUANGAN DAN PERSEWAAN 1.00 0.80 0.66 0.60 0.75 0.81 0.69 0.72 0.75 0.69 0.71 0.70 0.69 KEUANGAN DAN PERSEWAAN 0.40 0.20 0.00 2000200120022003200420052006200720082009 Sumber : Badan Busat Statistik Bulukumba dan Sulawesi Selatan Dalam angka 2005 dan 2010 (diolah) Analisis LQ selama 10 tahun terakhir (2000-2009), sektor keuangan persewaaan dan jasa perusahaan menunjukkan lQ yang cenderung fluktuatif tetapi dari tahun 2004 terus mengalami penurunan hingga 2009 dengan nilai rata-rata LQ-nya di bawah angka satu yaitu sebesar 0.72. Ini berarti sektor ini termasuk sektor non basis. Nilai LQ yang kurang dari satu ini berarti sektor keuangan persewaaan dan jasa perusahaan belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat daerah tersebut. Tetapi jika dilihat dari angka LQ tersebut ternyata mendekati angka satu, berarti sektor ini tergolong sektor yang hampir mampu memenuhi kebutuhan masyarakat Kabupaten Bulukumba atau dengan kata lain masih dibutuhkan sekitar 28 persen impor untuk memenuhi kebutuhan di Bulukumba. Perhitungan analisis Shift Share selama periode penelitian penulis (tahun 2000-2009), untuk sektor keuangan persewaaan dan jasa perusahaan menunjukkan nilai rata-rata komponen PS selama 10 tahun terakhir sebesar - 73 24,5 milyar yang berarti bahwa sektor ini merupakan sektor yang tumbuh cepat di propinsi Sulawesi Selatan karena nilainya positif. Dari hasil perhitungan komponen pertumbuhan diferensial (DS) sektor keuangan persewaaan dan jasa perusahaan menunjukkan angka negatif sebesar -5,5 milyar yang berarti sektor ini mempunyai pertumbuhannya cepat ditingkat propinsi tetapi memiliki daya saing yang lemah dari propinsi Sulawesi Selatan. Perhitungan analisis Kuadran sektoral menunjukkan sektor keuangan persewaaan dan jasa perusahaan termasuk dalam Kuadran III itu berarti sektor atau wilayah tertekan namun cenderung berpotensi. Sektor yang tumbuh cepat di propinsi namun memiliki daya saing yang lemah. Program dalam peningkatan keuangan dan persewaan diwujudkan dalam program pengembangan koperasi dan baitul maal wattamwil, program pengembangan pendukung usaha, program pengembangan kewirausahaan dan peningkatan kualitas kelembagaan dengan biaya sebesar 227,7 juta. Biaya untuk pengembangan UMKM juga termasuk dalam biaya ini, karena tidak dipisahkan dalam RPJM. 4.5.9. Jasa-jasa Sumbangan jasa terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Bulukumba Selama 10 tahun sangat tinggi 14,6 persen selalu menempati urutan kedua dalam struktur pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bulukumba selama periode penelitian penulis. 74 Grafik 4.9 Perkembangan LQ sektor jasa-jasa JASA-JASA 1.50 1.00 1.25 1.32 1.32 1.34 1.34 1.36 1.12 1.18 1.15 1.24 JASA-JASA 0.50 0.00 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Sumber : Badan Busat Statistik Bulukumba dan Sulawesi Selatan Dalam angka 2005 dan 2010 (diolah) Hasil dari perhitungan LQ selama tahun 2000-2009 sektor jasa menunjukkan perkembangan yang sangat konsisten dengan nilai rata-rata di atas angka satu yaitu sebesar 1.26 yang berarti sektor ini termasuk ke dalam sektor basis. Artinya sektor ini tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan Kabupaten Bulukumba saja, namun memenuhi kebutuhan dari luar daerah lainnya (berpotensi ekspor). Hasil analisis Shift Share selama tahun 2000-2009 sektor jasa-jasa di Kabupaten Bulukumba menunjukkan komponen pertumbuhan proporsional (PS) sebesar -18,66 milyar rupiah yang berarti bahwa sektor ini termasuk ke dalam sektor yang di propinsi tumbuh dengan lambat. Dari hasil perhitungan komponen pertumbuhan diferensial (Ds) menunjukkan angka positif sebesar 23,56 milyar rupiah. besaran ini menempatkan sektor ini adalah sektor yang mempunyai daya saing yang tinggi sehingga pertumbuhannya lebih cepat dari propinsi. Sementara itu, jika dilihat dari hasil analisis Kuadran menunjukkan sektor jasa menempati kuadran 2 yang berarti sektor yang tertekan/pertumbuhannya 75 di tingkat propinsi tumbuh dengan lambat tetapi berkembang atau memiliki daya saing yang tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor jasa di Kabupaten Bulukumba merupakan sektor yang tingkat kepotensialannya baik sekali dan menunjukkan pula bahwa sektor ini memiliki kinerja sektor yang juga dapat diandalkan dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam RPJM program jasa pariwisata yaitu program pemasaran, program pengembangan destinasi, program pengembangan kemitraan, program penataan wilayah yang menggunakan biaya sebesar 8,8 milyar rupiah. tidak terdapat program yang secara langsung untuk mengembangkan sektor jasa-jasa selain jasa pariwisata tetapi lebih pada pelayanan misalnya rumah sakit dan pendidikan. 4.6. Ringkasan Analisis Dan Relevansi Kebijakan yang Tepat Di Kabupaten Bulukumba Dari berbagai analisis dapat diringkas untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai posisi masing-masing sektor dilihat dari tingkat basis, kecepatan perkembangan di tingkat propinsi, daya saing, dan tingkat progressifnya. Dari hasil analisis, penulis mencoba untuk mengklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu sektor yang memiliki 3 keungglan, sektor yang memiliki 2 keunggulan, dan sektor yang memiliki satu keunggulan. Sektor yang memiliki tiga keunggulan sekaligus hanya ada dua sektor yaitu industri pengolahan dan bangunan yang berarti pertumbuhannya cepat di 76 tingkat propinsi, memiliki daya saing yang tinggi dan laju pertumbuhan sektor ini di Kabupaten Bulukumba progressif atau maju walaupun sampai saat ini belum menjadi sektor basis. sektor yang memiliki dua keunggulan dan dua kekurangan yaitu pertambangan, listrik gas dan air bersih, perdagangan, keuangan dan jasa-jasa. Dengan kelebihan yang pertumbuhannya cepat ditingkat propinsi dan tergolong sektor yang perkembangnya progressif yaitu sektor pertambangan dan keuangan dan persewaan walaupun bukan sektor basis dan memilki daya saing yang lemah. Dengan kelebihan memiliki daya saing dan tergolong sektor yang pertumbuhannya progresif yaitu sektor listrik gas dan air bersih, dan perdagangan hotel dan restoran, tetapi pertumbuhannya lambat di tingkat propinsi dan belum menjadi sektor basis. Berbeda dengan sektor jasa-jasa memiliki keunggulan komparatif atau basis dan memiliki daya saing yang tinggi tetapi secara umum sektor ini tergolong perkembangannya lamban. Sektor yang memiliki satu keunggulan dan tiga kekurangan yaitu pertanian yang merupakan sektor basis tetapi sektor ini tidak memiliki daya saing, pertumbuhannya lambat ditingkat propinsi, dan secara umum sektor ini tidak progressif, berbeda dengan sektor pengangkutan bukan sektor basis, tidak punya daya saing, pertumbuhannya lamban atau tidak progressif dan pertumbuhannya di tingkat propinsi sangat lambat. Sementara sektor yang diperhatikan oleh pemerintah daerah Bulukumba yang dituangkan dalam RPJM adalah sektor dengan prioritas pertama yaitu 77 sektor jasa-jasa, pertanian, perdagangan secara tidak langsung, industri pengolahan dan keuangan secara tidak langsung. Pertanyaan harus dijawab bagaimana strategi yang baik untuk mengembangkan sektoral di Kabupaten Bulukumba, tentunya yang harus dikembangkan sektor-sektor yang merupakan basis sektor dan memiliki daya saing yang tinggi serta termasuk sektor yang berkembang cepat di tingkat propinsi Sulawesi Selatan. Sebagaimana selama ini pemerintah Bulukumba hanya Prioritaskan pertanian dan jasa-jasa, padahal pertanian hanya unggul sebagai sektor basis tetapi perkembangannya lambat ditingkat propinsi, memiliki daya saing yang lemah dan tidak termasuk sebagai sektor yang tumbuh progresif/ maju perkembangannya sedangkan sektor jasa-jasa unggul sebagai sektor basis, memiliki daya saing yang tinggi, maju dan berkembang pesat di Kabupaten Bulukumba namun pertumbuhannya lambat di tingkat propinsi. Berbeda dengan sektor pertanian dan jasa-jasa yang tidak termasuk sebagai sektor basis tapi memiliki daya saing yang tinggi, perkembanganya ditingkat propinsi tergolong laju dan sektor ini termasuk sektor yang berkembang progressif di Kabupaten Bulukumba yaitu sektor industri pengolahan dan bangunan. Begitu juga dengan perdagangan memiliki keunggulan daya saing yang tinggi, sektor yang maju dan berkembang pesat di Kabupaten Bulukumba. Tetapi bukan sektor basis sama juga dengan sektor listrik, gas dan air bersih 78 memiliki daya saing yang tinggi, sektor yang berkembang progressif di Kabupaten Bulukumba walaupun juga merupakan sektor basis. Jika ingin menjadikan Bulukumba sebagai kabupaten yang mandiri maka penulis menyimpulkan cara yang mesti dilakukan adalah mendahulukan sektor sektor yang basis, berkembang pesat di propinsi, memiliki daya saing dan perkembangannya progressif seperti sektor industri pengolahan, bangunan, jasajasa, perdagangan hotel dan restoran, keuangan dan persewaan dan pertanian. 79 Tabel 4.7 Tabel ringkasan hasil analisis dari berbagai alat analisis RINGKASAN HASIL ANALISIS ALAT ANALISIS LOCATION QUESTION KATEGORI SEKTORAL SHIFT SHARE ANALISIS DS PB KEUNGGULAN KEMPETITIF/ DAYA SAING (a) NO SEKTOR LQ PS FAST GROWING (a) KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN SPESIALISASI (b) KELOMPOK PROGRESSIF /MAJU (c) 1 PERTANIAN 1.85 (196,473,156,517.13) (27,242,019,130.85) (223,715,175,647.97) TIDAK TIDAK YA TIDAK 2 PERTAMBANGAN INDUSTRI 3 PENGOLAHAN LISTRIK GAS DAN 4 AIR BERSIH 0.04 3,413,803,583.50 (1,573,946,325.82) 1,839,857,257.68 TIDAK YA TIDAK YA 0.45 5,717,572,799.97 872,356,210.16 6,589,929,010.13 YA YA TIDAK YA 0.32 (1,311,007,861.46) 2,429,156,954.35 1,118,149,092.88 YA TIDAK TIDAK YA 5 BANGUNAN PERDAGANGAN, HOTEL DAN 6 RESTORAN PENGANKUTAN 7 DAN 0.50 9,973,222,263.96 4,247,601,249.90 14,220,823,513.86 YA YA TIDAK YA 0.77 (3,986,731,620.66) 46,251,218,612.43 42,264,486,991.77 YA TIDAK TIDAK YA 0.29 3,072,947,432.89 (8,979,555,426.57) (5,906,607,993.68) TIDAK YA TIDAK TIDAK 80 KOMUNIKASI KEUANGAN DAN 8 PERSEWAAN 0.72 29,256,749,998.76 (3,734,584,000.48) 25,522,165,998.28 TIDAK YA TIDAK YA 9 JASA-JASA 1.26 (28,115,268,265.59) 27,269,721,699.53 (845,546,566.06) YA TIDAK YA TIDAK Sumber : Badan Busat Statistik Bulukumba dan Sulawesi Selatan Dalam angka 2005 dan 2010 (diolah) Keterangan a) berdasarkan analisis kuadran PS, DS b) berdasarkan analisis LQ c) berdasarkan analisis pergeseran bersih (PB) 81 Dengan cara setiap program harus disesuaikan dengan pengembangan sektor masing-masing yang lebih rinci dan tidak bersifat umum agar pengukuran peranan pemerintah terhadap pengembangan sektor mudah diketahui yang tuangkan dalam RPJMD Kabupaten Bulukumba. 82 BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Berdasarkan dari pembahasan pada bab IV sebelumnya dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Dari hasil analisis diketahui bahwa sektor basis di Kabupaten Bulukumba yaitu sektor pertanian dan jasa-jasa, sedangkan sektor non basis yaitu pertambangan, industri pengolahan, listrik gas dan air bersih, Bangunan, Perdagangan hotel dan restoran, angkutan dan komunikasi, dan keuangan dan persewaaan. 2. Struktur perekonomian Kabupaten Bulukumba mulai bergerak menuju pergeseran struktur ekonomi dari sektor primer menuju sektor sekunder dan tersier walaupun tingkat pergeserannya relatif kecil dan lamban hal ini terlihat dari kontribusi pertanian semakin menurun sebaliknya industri pengolahan, perdagangan hotel dan restoran, keuangan dan jasa-jasa meningkat. Dimana perubahan ini dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan 77 persen, industrial mix -19 persen dan daya saing 4 persen. 3. Kebijakan pembangunan daerah Kabupaten Bulukumba dalam pengembangan sektor basis kurang sesuai, hal ini terlihat dari anggaran 83 pertanian lebih sedikit dibandingkan dengan jasa-jasa padahal pertanian memiliki kontribusi yang tinggi terhadap PDRB dan LQ yang lebih besar. 4. Dari berbagai alat analisis yang digunakan, terlihat ada beberapa sektor yang memiliki beberapa keunggulan sekaligus yaitu sektor bangunan dan industry pengolahan dikategorikan sebagai sektor yang memiliki daya saing yang tinggi, pertumbuhannya pesat dan tergolong progressif (maju), pertanian dan jasa-jasa mampu berspesialisasi, serta memiliki keunggulan komparatif sekaligus tetapi jasa-jasa memiliki keunggulan lain yaitu daya saing. Sedangkan sektor perdagangan hotel dan restoran memiliki keunggulan kempetitif/daya saing dan dikategorikan sebagai kelompok yang progresif (maju) walaupun pertumbuhannya lambat di tingkat propinsi berbeda dengan keuangan pertumbuhannya cepat di provinsi dan termasuk progressif. Dari kelebihan masing-masing maka keenam sektor ini dapat dikatakan sebagai sektor potensial untuk dikembangkan di Kabupaten Bulukumba. 5.2. Saran 1. Bagi pemerintah Kabupaten Bulukumba Khusunya bagi pemerintah Kabupaten Bulukumba terutama tim ekonomi disarankan untuk mengembangkan sektor-sektor yang merupakan basis, tumbuh cepat di propinsi, memiliki daya saing yang tinggi dan tergolong sebagai sektor yang progresif di Kabupaten Bulukumba. Seperti industri pengolahan, bangunan, jasa-jasa, perdagangan hotel dan restoran, 84 keuangan dan persewaan dan pertanian. Agar tercipta Bulukumba yang mandiri perekonomiannya karena memiliki sektor berdaya saing tinggi dan tidak lagi sepenuhnya tergantung dari perekonomian Sulawesi Selatan dengan cara memberikan prioritas pada sektor basis dan potensial pada RPJMD Kabupaten Bulukumba. 2. Bagi peneliti Untuk penelitian selanjutnya, disarankan untuk menganalisis hingga level komoditi yang merupakan sektor basis, memiliki daya saing tinggi dan tumbuh progressif sehingga pemerintah dapat mengembangkan komoditi melalui penerapan yang aplikatif pada penerapan kebijakan dimasa yang mendatang. 3. Bagi Pelaku Ekonomi Pelaku usaha di Kabupaten Bulukumba disarankan untuk mengembangkan sektor basis, memiliki daya saing yang tinggi dan berkembang pesat seperti pertanian, industri pengolahan, jasa-jasa, perdagangan hotel dan restoran dan bangunan melalui pengembangan sektor yang saling berkaitan seperti industri pengolahan hasil pertanian, perdagangan hasil pertanian dan lain lain. 85 Daftar Pustaka Ahman, eeng. 2001. Ekonomi. Bandung : Grafindo Media Pratama Arsyad, Lincolin, 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah. BPFE, Yogyakarta. Arsyad, Lincolin. 1999. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: Bagian Penerbitan STIE YKPN Badan pusat statistic. 2008. Kabupaten Bulukumba dalam angka 2008 . Badan pusat statistic. 2003. Kabupaten Bulukumba dalam angka 2003. Badan pusat statistic. 2005. Kabupaten Bulukumba dalam angka 2005. Badan pusat statistic. 2010. Kabupaten Bulukumba dalam angka 2010 . Badan pusat statistic. 2010. Sulawesi selatan dalam angka 2010. Badan pusat statistic. 2005. Sulawesi selatan dalam angka 2005. Bendavid-Val., Avrom (1991). Regional and Local Economic Analysis for Practitioners, Fourth edition, New York: Prager Publisher. Blakely, Edward j and Nancey Green Leigh. 2010. planningLokal Economic evelopment. USA : SAGE Publications, inc. Boediono (1985). Teori Pertumbuhan Ekonomi., Yogyakarta, BPFE-UGM. Glasson, John. 1990. Pengantar Perencanaan Regional. Terjemahan Paul Sitohang. Jakarta: LPFEUI. Jhingan, M. L, 1992.Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, Terjemahan D. Guritno. Rajawali, Jakarta. 86 Kuncoro, Mudrajat dan Aswandi H., (2002).”Evaluasi Penetapan Kawasan Andalan: Studi Empiris di Kalimantan Selatan 1993-1999”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol. 16, No.1. Masita Ibnu, Ita 2006. Analisis sektor basis dalam pembangunan Kabupaten Bulukumba. Marhayanie, 2003. Identifikasi Sektor Ekonomi Potensial dalam Perencanaan Pembangunan Kota Medan.Tesis. Program Pascasarjana USU, Medan Rahardjo Adisasmita (2005). Dasar-Dasar Ekonomi Wilayah. Graha Ilmu. Yogyakarta. Robinson, Taringan . 2005. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi. Jakarta : PT Bumi Aksara. Richardson, Harry. 1973. Dasar Dasar Ekonomi Regional. Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI. Rustiono. 2008 Tesis Analisis Pengaruh Investasi, Tenaga Kerja, Dan Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Propinsi Jawa Tengah. Saerofi, Mujib. 2005. analisis pertumbuhan ekonomi dan pengembangan sektor potensial di kabupaten semarang. Samuelson, Paul A and Willian d. Nordhaus.2003. mikroeconomics. New York: McGraw-HillCompanies, Inc. Smith, Adam.1991. Wealth of nation. New York: Prometheus books. Sukirno, Sadono.2000. Makroekonomi Modern: Perkembangan Pemikiran DariKlasik Hingga Keynesian Baru . Raja Grafindo Pustaka. 87 Sukirno, Sadono. 1994. Pengantar Teori Makro Ekonomi. Jakarta: PT raja Grafindo Persada. Suryana, 2000.Ekonomi Pembangunan: Problematika dan Pendekatan .Penerbit Salemba Empat Edisi Pertama, 2000. Supangkat, Harlan, Peningkatan .Analisis 2002. Pembangunan Penentuan Daerah Sektor Kabupaten Prioritas dalam Asahan dengan menggunakan Pendekatan Sekor Pembentuk PDRB ..Tesis. Program Pascasarjana USU, Medan. Suparno. 2008. Analisis Pergeseran Struktur Ekonomi dan Penentuan Sektor Ekonomi Unggulan Kawasan Sulawesi. Skripsi. Program strata satu IPB, Bogor. Suyatno, 2000. Analisa Economic Base terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah Tingkat II Wonogiri : Menghadapi Implementasi UU No. 22/1999 dan UU No. 25/1999. Dalam Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 1.No. 2.Hal. 144159. Surakarta: UMS. Tarigan, Robinson. 2003. Ekonomi Regional, Teori dan Aplikasi (edisi revisi). Bumi Aksara, Jakarta. Todaro, Michael. 2004. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga . PenerbitErlangga Edisi Kedelapan, 2004 Todaro, Michael P. dan Stephen C. Smith. 2000. Pembangunan Ekonomi Jilid 1. Haris dan Puji [penerjemah]. Erlangga, Jakarta. Todaro, Michael P. 1994. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Jilid 2.Burhanuddin dan Haris [penerjemah]. Erlangga, Tjokroaminoto, Bintoro. 1995. Perencanaan Pembangunan. Jakarta: PT Gunung Agung. 88 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ............................................................................. i LEMBAR PENGESAHAN .................................................................. ii KATA PENGANTAR .......................................................................... iii DAFTAR ISI ....................................................................................... v DAFTAR TABEL ............................................................................... v DAFTAR GAMBAR .......................................................................... vi DAFTAR GRAFIK .............................................................................. vii BAB I. PENDAHULUAN ..................................................................... 1 1.1. . Latar Belakang ................................................................ 1 1.2. Rumusan Masalah .......................................................... 5 1.3. Tujuan ............................................................................. 6 1.4. Manfaat Penelitian .......................................................... 6 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA............................................................ 7 2.1. Landasan Teori ............................................................ 2.1.1 Konsep PDRB Dan Pertumbuhan Ekonomi ........... 7 7 2.1.2 Sektor Basis ........................................................... 11 2.1.3 Pergeseran Struktur Ekonomi ................................ 15 2.2. Penelitian Terdahulu ..................................................... 17 2.3. Alur Penulisan .............................................................. 19 BAB III. METODE PENELITIAN ........................................................ 22 3.1. Lokasi Penelitian .......................................................... 22 3.2. Jenis dan Sumber Data ................................................. 22 3.2.1.Jenis Data ............................................................. 22 3.2.2.Sumber Data ......................................................... 22 89 3.3. Metode Pengumpulan Data............................................ 22 3.4. Model/ Peralatan Analisis ............................................... 23 3.5 Defenisi Operasional Konsep/ Variabel........................... 32 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN................................................. 33 4.1. Gambaran Umum lokasi Penelitian .................................. 33 4.1. 1 Kondisi Geografis .................................................. 33 4.1. 2 Potensi Unggulan ................................................. 34 4.1.2.1 Pertanian .......................................................... 34 4.1.2.2 Potensi Tanaman Pangan ............................... 35 4.1.2.3 Perikanan Dan Kelautan .................................. 36 4.1.2.4 Peternakan ....................................................... 36 4.1.2.5 Pariwisata ......................................................... 38 4.1.3. Keadaan Penduduk ................................................ 38 4.1.4. Pertumbuhan PDRB ............................................... 39 4.1.5 Struktur Ekonomi ..................................................... 41 4.2 Sektor basis Dan Non Basis Di Kabupaten Bulukumba .. 42 4.3. Pergeseran Struktur Ekonomi .......................................... 44 4.3.1 Shift Share ............................................................. 44 4.3.2 Perhitungan Bersih................................................. 51 4.3.3 Analisis Kuadran .................................................... 53 4.4. Analisis RPJMD Bulukumba .............................................. 55 4.5. Pembahasan Sektoral ........................................................ 57 4.5.1. Pertanian ............................................................... 57 4.5.2 Pertambangan........................................................ 60 90 4.5.3 Industri Pengolahan ............................................... 62 4.5.4 Listrik Gas dan Air bersih ....................................... 65 4.5.5 Bangunan ............................................................... 66 4.5.6 Perdagangan Hotel dan Restoran ........................... 68 4.5.7 Angkutan dan Telekomunikasi ................................ 70 4.5.8 Keuangan dan Persewaan ...................................... 72 4.5.9 Jasa-Jasa................................................................ 74 4.6 Ringkasan Analisis dan Relevansi Kebijakan yang Tepat Di Kabupaten Bulukumba ................................................ 76 BAB V. PENUTUP ............................................................................. 82 5.1. Kesimpulan..................................................................... 82 5.2. Saran .............................................................................. 83 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 91 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 : Alur Penulisan .............................................................. 21 Gambar 4.1 : Kuadran Ps dan Ds ...................................................... 53 92 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.1 Persentase Kontribusi Sektoral Terhadap PDRB Kabupaten Bulukumba ........................................................ 3 Tabel 4.1 Pertumbuhan PDRB Kabupaten Tahun 2000-2009 ........... 39 Tabel 4.2 Persentase Pertumbuhan setiap sektor lapangan Usaha di Kabupaten Bulukumba Tahun 2001-2009 .......... 40 Tabel 4.3 Persentase Kontribusi PDRB Setiap Sektor Ekonomi Atas Dasar Harga Berlaku di Kabupaten Bulukumba Tahun 2000-2009 .......................................................................... 42 Tabel 4. Nilai Location Quation Sulawesi Dirinci Persektor Ekonomi Tahun 2000-2007......................................................... 44 Table 4.5 Perubahan Sektoral dan Komponen yang Mempengaruhi Ekonomi Sulawesi, 2000-2009 ............................................... 45 Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Bersih Shift Share Analisis ..................... 52 Tabel 4.7 Ringkasan Hasil Analisis dari Berbagai Alat Analisis .................. 78 93 DAFTAR GRAFIK Grafik 1.1 Perkembangan Sektoral pada PDRB Bulukumba ............. 2 Grafik 4.1 Perkembangan LQ Pertanian ........................................... 58 Grafik 4.2 Perkembangan LQ Pertambangan .................................... 61 Grafik 4.3 Perkembangan LQ Industry Pengolahan .......................... 63 Grafik 4.4 Perkembangan LQ Listrik, Gas dan Air bersih ................. 65 Grafik 4.5 Perkembangan LQ Bangunan ........................................... 67 Grafik 4.6.Perkembangan LQ Perdagangan Hotel dan Restoran ...... 69 Grafik 4.7 Perkembangan LQ Pengangkutan dan Komunikasi .......... 71 Grafik 4.8 Perkembangan LQ Keuangan dan Persewaan ................. 72 Grafik 4.9 Perkembangan LQ Sektor Jasa-Jasa................................ 74 94 Bismillahirrahmanirrahim. Puji Syukur kehadirat Allah SWT karena Berkat dan Rahmat-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan karya tulis ilmiah berupa skripsi yang berjudul “Analisis Sektor Basis Dan Pergeseran Struktur Ekonomi Kabupaten Bulukumb Periode 2000-2009”. Penulisan skrispi ini diharapkan mampu menjadi solusi terhadap persoalan pengelolaan perekonomian di Kabupaten Bulukumba dalam pengembangan sektor basis dan berdaya saing tinggi menuju Bulukumba yang lebih mandiri, Tidak hanya sebagai rutinitas untuk menjadi sarjana di fakultas ekonomi Universitas Hasanuddin. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh dosen Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNHAS, khususnya Ibu Prof.Dr.Hj. Rahmatia, MA selaku ketua jurusan ilmu ekonomi, Ibu Dr. Indraswati Try Abde Revianne, SE, M.si selaku sekretaris jurusan ilmu ekonomi,Bapak Dr. Abd. Hamid Paddu, MA selaku penasehat akademik penulis di jurusan ilmu ekonomi, Bapak Drs. Abdul Madjid Sallatu, MA selaku pembimbing satu, Dr. Agussalim, Msi selaku pembimbing dua yang banyak memberikan bantuan dalam penyusunan Skripsi ini dan semua dosen-dosen yang memiliki kontribusi berupa saran terhadap penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan karya tulis ini sangat jauh dari kesempurnaan sehingga dibutuhkan kritik dan saran untuk 95 menyempurnakan karya tulis berikutnya. Semoga karya tulis yang berupa skripsi ini memberikan manfaat bagi kita semua orang menginginkan pengetahuan dalam hidupnya. Makassar, 11 Oktober 2011 Penulis 96 LAMPIRAN 97