BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam sepuluh tahun

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam sepuluh tahun terakhir berbagai langkah Strategis dilakukan oleh
pemerintah
daerah
dalam
pengembangan
perekonomian
di
Kabupaten
Bulukumba tercantum dalam rencana pembangunan jangka menengah periode
2005-2010 berisi akan melakukan pembangunan dengan mengembangkan
sektor basis seperti pertanian,
pariwisata dan
jasa-jasa
dengan
cara
meningkatkan sumber daya manusia dan investasi serta perbaikan infrastruktur.
Hal ini berbeda dengan RPJM periode 2010-2015 ingin mengembangkan sektor
unggulan seperti pertanian, perdagangan hotel dan restoran, transportasi dan
komunikasi, industri pengolahan dan jasa-jasa dengan metode meningkatkan
iklim investasi yang kondusif, promosi usaha, insentif dan kemudahan dalam
urusan penyediaan lahan.
Hal ini dilakukan sebagai strategi pemerintah daerah dalam melakukan
pembangunan ekonomi sebagaimana yang dimaksud Arsyad (1999:108)
dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelolah sumber daya yang
ada
dalam bentuk
kemitraan antara pemerintah daerah dan swasta untuk
menciptakan lapangan kerja baru merangsang perkembangan ekonomi wiilayah.
Pembangunan ini merupakan langkah dalam menciptakan kesejahteraan
di Kabupaten Bulukumba melalui pengembangan setiap sektor dengan
1
mendahulukan sektor unggul yang dikembangkan melalui kebijakan pemerintah
daerah dengan cara pemanfaatan sepenuhnya sumber daya alam yang dimiliki
berdasarkan kekhasan daerah masing-masing. Pembangunan ideal jika usahausaha yang dilakukan oleh pemerintah daerah berdampak langsung pada
Sembilan sektor dilihat dari PDRB dan pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan PDRB di Kabupaten Bulukumba dalam kurung waktu 10
tahun sejak 2000-2009 terjadi perkembangan
dilihat dari PDRB atas dasar
harga konstan dapat dilihat di grafik.
Grafik 1.1
Perkembangan sektoral pada PDRB Bulukumba
1,000,000,000,000.00
PERTANIAN
900,000,000,000.00
800,000,000,000.00
PERTAMBANGAN
700,000,000,000.00
INDUSTRI
PENGOLAHAN
600,000,000,000.00
500,000,000,000.00
400,000,000,000.00
LISTRIK GAS DAN AIR
BERSIH
300,000,000,000.00
BANGUNAN
200,000,000,000.00
PERDAGANGAN,
HOTEL DAN RESTORAN
100,000,000,000.00
0.00
PENGANGKUTAN DAN
KOMUNIKASI
2000 2002 2004 2006 2008
Sumber : Biro Pusat Statistik Bulukumba dalam Angka 2005 dan 2010
yang diolah oleh penulis
Berdasarkan grafik diatas diketahui bahwa secara umum setiap sektoral
mengalami
peningkatan
kontribusi
terhadap
PDRB
dari
tahun-ketahun.
2
Kontribusi pertanian pada tahun 2000 sebesar Rp. 650,2 milyar rupiah menjadi
pada tahun 2009 Rp. 867,4 milyar rupiah atau meningkat sebesar 33.4 persen,
jasa-jasa mengalami peningkatan sebesar 67 persen, perdagangan 104 persen,
industri pengolahan 78 persen, sedangkan perubahan pada sektor yang memiliki
kontribusi kecil terhadap PDRB yaitu
pertambangan meningkat sebesar 130
persen tetapi kontribusinya tetap terbawah, listrik gas dan air bersih meningkat
sebesar
101 persen, angkutan dan komunikasi meningkat 44 persen dan
bangunan sebesar 135 persen. Sedangkan persentasi
kontribusi
sektoral
selama 10 tahun terakhir memperlihatkan pertanian memiliki kontribusi cukup
besar jika dibandingkan dengan sektor lain.
Tabel 1.1
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Persentase kontribusi sektoral terhadap PDRB Kabupaten Bulukumba
TAHUN
LAPANGAN USAHA
2000 2001
2002
2003
2004 2005 2006 2007 2008
PERTANIAN
61.35 60.44
60.3
59.51 59.48 58.29 57.14 55.29 54.87
PERTAMBANGAN
0.278 0.304
0.31 0.3129 0.326 0.331 0.339 0.368 0.393
INDUSTRI
PENGOLAHAN
5.65 5.757
5.75 5.9342
5.89 6.073 6.415 6.907 6.686
LISTRIK GAS DAN AIR
BERSIH
0.31 0.335
0.34 0.3544 0.361 0.369 0.385 0.396 0.394
BANGUNAN
1.974 2.042
2.07 2.1218 2.237 2.278 2.408 2.675 2.955
PERDAGANGAN, HOTEL
DAN RESTORAN
11.02 11.26
11.3 11.344 11.18 11.51 11.91 12.47
13
PENGANGKUTAN DAN
KOMUNIKASI
2.411
2.4
2.38 2.3506 2.259 2.268 2.005 2.076 2.153
KEUANGAN DAN
PERSEWAAN
2.856 2.996
3.05 3.9301 4.337 4.446 4.182 4.454 4.543
JASA-JASA
14.15 14.46
14.5 14.142 13.93 14.43 15.22 15.36 15.01
Sumber : Biro Pusat Statistik Bulukumba dalam Angka 2005 dan 2010 (diolah)
3
2009
52.9
0.413
6.531
0.405
3.009
14.53
2.255
4.655
15.3
Berdasarkan Tabel diatas diketahui bahwa kontribusi pertanian terhadap
PDRB tahun 2000 sebanyak 61 persen, jasa-jasa 14.15 persen, perdagangan 11
persen dan industri pengolahan sebesar 5.65 persen, dan lain-lain sebesar 7.68
persen. Sangat jauh berbeda dengan kondisi tahun 2009 dimana kontribusi
pertanian terhadap PDRB turun menjadi 52,9 persen, sebaliknya sektor lain
seperti jasa meningkat menjadi 15,3 persen, perdagangan menjadi 14,53 persen,
industri pengolahan menjadi 6.5 persen dan sektor Lainnya juga kontribusinya
menurun menjadi 6,4 persen.
Tetapi secara rata-rata pertanian memiliki
kontribusi yang sangat tinggi sebanyak 57 persen selama sepuluh tahun terakhir
jika dibandingkan dengan sektor lain.
Terlihat jelas bahwa terjadi perubahan komposisi sektoral kontribusi
terhadap PDRB
dimana pertanian menurun perlahan-lahan sedangkan
pertambangan, listrik , gas dan air bersih, bangunan dan angkutan jasa-jasa,
perdagangan, industri pengolahan meningkat secara perlahan-lahan pula.
Tingginya kontribusi sektor pertanian dan tiga sektor lainnya memberikan
sinyal bahwa sektor tersebut merupakan sektor basis, sehingga dibutuhkan
pengembangan sektoral berkelanjutan yang dicantumkan dalam rencana
pembangunan jangka menengah di Kabupaten Bulukumba.
Selain itu perlu diketahui apa penyebab tingginya kontribusi sektoral
tersebut terhadap PDRB Bulukumba ?, karena kontribusi sektoral dipengaruhi
oleh tiga hal yaitu : nasional share, industrial mix, dan peningkatan daya saing
daerah. Pertanyaan kemudian apakah pemerintah Kabupaten Bulukumba
4
selama ini mengarahkan pembangunan dengan prioritas sektor basis, sektor
daya saing daerah, dan industrial mix yang dituangkan dalam rencana
pembangunan jangka menengah ?
Berdasarkan gambaran di atas tentang kondisi yang terjadi di Kabupaten
Bulukumba terutama peranan sektoral dalam PDRB
membuat saya tertarik
membuat penelitian ini dengan judul “Analisis Sektor Basis Dan Pergeseran
Struktur Ekonomi Di Kabupaten Bulukumba periode 2000-2009“
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka ada beberapa yang menjadi
rumusan masalah di dalam proposal penelitian ini yaitu :
1. Sektor-sektor apakah yang menjadi sektor basis dan non basis
dalam perekonomian Kabupaten Bulukumba selama periode 20002009 ?
2. Bagaimana pergeseran struktur ekonomi di Kabupaten Bulukumba
selama periode 2000-2009 ?
3. Apakah pengembangan sektor basis bersesuaian dengan kebijakan
pembangunan daerah Kebupaten Bulukumba ?
5
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah
Sebagai Berikut :
1. Untuk Mengetahui sektor
basis
dan
non
basis
dalam
perekonomian Kabupaten Bulukumba selama periode 2000- 2009.
2. Untuk Mengetahui dan menganalisis Pergeseran Struktur Ekonomi Di
Kabupaten Bulukumba selama periode 2000-2009.
3. Untuk mengetahui kesesuaian kebijakan pembangunan daerah
Kabupaten Bulukumba dengan sektor basis selama periode 20052010.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari hasil penelitian ini yaitu,
1.
Sebagai bahan referensi bagi mahasiswa atau pihak manapun yang ingin
meneliti
tentang faktor faktor yang mempengaruhi pergeseran struktur
ekonomi dan langkah strategis pengembangan sektoral di Kabupaten
Bulukumba.
2.
Diharapkan
dari hasil penelitian
ini
mampu
menghasilkan
sebuah
rekomendasi kepada pemerintah Kabupaten Bulukumba dalam mengambil
kebijakan pengembangan sektoral di Kabupaten Bulukumba.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan teoritis
2.1.1. Konsep PDRB Dan Pertumbuhan Ekonomi
Konsep Produk Domestik Regional Bruto
PDRB menurut Badan Pusat Statistik adalah jumlah nilai tambah yang
dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu negara tertentu, atau merupakan
jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi.
PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa
yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun, sedangkan
PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa
tersebut yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun
tertentu sebagai dasar.
PDRB atas dasar harga berlaku digunakan untuk melihat pergeseran dan
struktur ekonomi sedangkan harga konstan untuk melihat pertumbuhan ekonomi
dari tahun ketahun. Perhitungan ini menggunakan 3 metode pendekatan yaitu
pendekatan produksi, pendekatan pendapatan dan pendekatan pengeluaran.
Pada pendekatan produksi merupakan jumlah nilai tambah atas barang
dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu negara
dalam jangka waktu tertentu ( satu tahun). Yang terdiri dari sembilan sektor
yaitu : pertanian, pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, listrik, gas
dan air bersih, bangunan/konstruksi, perdagangan, hotel dan restoran,
7
pengangkutan dan komunikasi, keuangan, real estate dan jasa perusahaan,
jasa-jasa termasuk jasa pelayanan pemerintah.
Pendekatan pendapatan merupakan
jumlah balas jasa yang diterima
oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu
negara dalam jangka waktu tertentu (satu tahun). Balas jasa seperti upah dan
gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan.
Pendekatan pengeluaran merupakan semua komponen permintaan akhir
yang terdiri dari : pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta
nirlaba, pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap domestik
bruto, perubahan inventori, dan ekspor neto (ekspor neto merupakan ekspor
dikurangi impor).
Secara konsep ketiga pendekatan tersebut akan menghasilkan angka
yang sama. Jadi, jumlah pengeluaran akan sama dengan jumlah barang dan
jasa akhir yang dihasilkan dan harus sama pula dengan jumlah pendapatan
untuk faktor-faktor produksi. PDRB yang dihasilkan dengan cara ini disebut
sebagai PDRB atas dasar harga pasar, karena di dalamnya sudah dicakup
pajak tak langsung neto.
Konsep Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai proses perubahan kondisi
perekonomian suatu negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang
lebih baik selama periode tertentu.
8
Teori pertumbuhan ekonomi bisa didefinisikan sebagai penjelasan
mengenai faktor-faktor apa yang menentukan kenaikan output perkapita dalam
jangka panjang, dan penjelasan mengenai
bagaimana faktor-faktor tersebut
sehingga terjadi proses pertumbuhan menurut Boediono (1999:2).
Menurut Schumpeter dan Hicks dalam Jhingan (2002:4) pertumbuhan
ekonomi adalah perubahan jangka panjang secara perlahan dan mantap yang
terjadi melalui kenaikan tabungan dan penduduk.
Sedangkan
menurut
Simon
Kuznet
dalam
Jhingan
(2003:57),
pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan jangka panjang dalam kemampuan
suatu negara (daerah) untuk menyediakan semakin banyak barang-barang
ekonomi kepada penduduknya.
Pertumbuhan ekonomi dapat diketahui melalui perhitungan Produk
regional domestic bruto. Dengan membandingkan PDRB pada satu tahun
tertentu (PDRBt) dengan PDRB sebelumnya (PDRBt – 1).
Ahli-ahli ekonomi telah lama memandang beberapa faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, menurut
Sukirno (1994:425) 5 faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yaitu: Tanah dan kekayaan alam
lain, jumlah, mutu penduduk dan tenaga kerja, barang-barang modal dan tingkat
teknologi, Sistem sosial dan sikap masyarakat dan luas pasar sebagai sumber
pertumbuhan.
9
Menurut Adam Smith dalam Robinson (2005), pertumbuhan ekonomi
dipengaruhi oleh pertambahan jumlah penduduk, semakin banyak jumlah
penduduk maka semakin tinggi produktivitasnya yang meningkatkan jumlah
output. Sedangkan David Ricardo dalam Robinson (2005) menganggap justru
pertumbuhan penduduk akan mengakibatkan upah menurun sehingga hanya
mencukupi biaya hidup saja yang menyebabkan kemandegan ekonomi.
Robert Solow dalam Robinson (2005) menganggap pertumbuhan
ekonomi dipengaruhi oleh jumlah penduduk (tenaga kerja), jumlah modal dan
kemajuan tekhnologi. Menurut Robert pertumbuhan jumlah penduduk bisa
berdampak baik dan bisa juga berdampak buruk, Tetapi Robert menganggap
berdampak positif selama memiliki produktivitas yang baik dan tidak melebihi
penduduk optimal.
Teori yang dikemukakan Harrod dan Domar dalam Robinson (2005) pada
hakikatnya untuk menunjukkan agar suatu negara senantiasa mampu berada
pada pertumbuhan ekonomi yang mantap (steady Growth), diperlukan adanya
kesanggupan berproduksi yang selalu bertambah yang tentunya diperlukan
penanaman modal ( investasi). perbandingan antara pertambahan satu unit input
modal yang dapat menyebabkan pertambahan output yang dikenal dengan
incremental Capital Output Ratio (ICOR).
Berbeda dengan Schumpeter dalam Robinson (2005), mengatakan bahwa
motor penggerak perkembangan ekonomi adalah suatu proses yang
ia beri
nama inovasi dan pelakunya adalah para inovator. Kenaikan output disebabkan
10
oleh inovasi yang dilakukan oleh para wiraswasta
3.1.2. Sektor Basis
Sektor ekonomi yang memiliki keunggulan, memiliki prospek yang
lebih baik untuk dikembangkan dan diharapkan dapat mendorong sektor-sektor
ekonomi lain untuk berkembang. Tumenggung (1996) dalam Suparno (2008)
memberi
batasan
bahwa
sektor
unggulan adalah sektor yang memiliki
keunggulan komparatif (comparatif advantages) dan keunggulan
kompetitif
(competitive advantages) dengan produk sektor sejenis dari daerah lain
serta mampu memberikan nilai manfaat yang lebih besar.
Pada
masa
era
perdagangan
bebas
seperti
sekarang
ini,
keunggulan kompetitif mendapat perhatian lebih besar dari pada keunggulan
komparatif. Keunggulan kompetitif menunjukkan kemampuan daerah untuk
memasarkan produknya ke luar daerah. Dalam analisis ekonomi regional,
keunggulan kompetitif
dimaknai
oleh
kemampuan
daya
saing
kegiatan
ekonomi di suatu daerah terhadap kegiatan ekonomi yang sama di daerah
lainnya.
Keunggulan kompetitif
merupakan
cermin
dari
keunggulan
pertumbuhan ekonomi suatu wilayah terhadap wilayah lainnya yang dijadikan
“benchmark” dalam suatu kurun waktu (Thoha,2000:48) dalam Suparno (2008).
Dalam kaitannya dengan keunggulan kompetitif, maka keunggulan komparatif
suatu
kegiatan
ekonomi
dapat
dijadikan
suatu
pertanda awal
bahwa
kegiatan ekonomi tersebut punya prospek untuk juga memiliki keunggulan
kompetitif. Jika suatu sektor memiliki keunggulan komparatif karena besarnya
11
potensi
sektor
tersebut
pengembangan kegiatan
maka
kebijakan
ekonomi
yang
diprioritaskan
bagi
tersebut dapat berimplikasi kepada
terciptanya keunggulan kompetitif. Kegiatan ekonomi yang memiliki keunggulan
komparatif sekaligus keunggulan kompetitif akan sangat menguntungkan
perekonomian suatu wilayah.
Terkait dengan keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif, maka
berdasarkan kegiatan ekonominya suatu wilayah dapat saja memiliki kedua jenis
keunggulan tersebut secara bersama-sama. Hal ini sangat dipengaruhi oleh
satu atau gabungan beberapa faktor (Tarigan,2003:88) yaitu : sumber daya
alam, teknologi, akses wilayah, pasar, sentra produksi, tenaga kerja, sifat
masyarakat dan kebijakan pemerintah.
Indikator
kemajuan
suatu
pembangunan ekonomi dimana
daerah
dilihat
dari
pertumbuhan
dan
pertumbuhan suatu daerah ditentukan oleh
eksploitasi kemanfaatan alamiah dan pertumbuhan basis ekspor daerah yang
bersangkutan. Teori basis ekonomi menyatakan bahwa faktor penentu utama
pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan
tingkat permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah. Pertumbuhan industriindustri yang menggunakan sumber daya lokal, termasuk tenaga kerja, dan
bahan baku untuk diekspor akan menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan
peluang kerja menurut Wijaya(1996) dan Adisasmita(2005).
Aktivitas perekonomian daerah digolongkan dalam dua sektor kegiatan,
yaitu aktivitas basis dan non basis. Kegiatan basis merupakan kegiatan yang
12
berorientasi ekspor (barang dan jasa) keluar batas wilayah perekonomian yang
bersangkutan, sedangkan kegiatan non basis merupakan kegiatan berorientasi
lokal yang menyediakan barang dan jasa untuk kebutuhan masyarakat dalam
batas wilayah perekonomian yang bersangkutan menurut Sjafrizal (2008:89),
Ricardson (1973), dan Suyanto (2000).
Douglas C. North dalam Arsyad(1999) menyatakan bahwa sektor ekspor
berperan penting dalam pembangunan daerah, karena sektor tersebut dapat
memberikan kontribusi penting pada perekonomian daerah yaitu : ekspor akan
secara
langsung
meningkatkan
pendapatan faktor faktor produksi dan
pendapatan daerah serta perkembangan ekspor akan menciptakan permintaan
terhadap produksi industri lokal yaitu industri yang produknya
dipakai untuk
melayani pasar di daerah.
Sektor basis ekonomi suatu wilayah dapat dianalisis dengan teknik
Location Quotient (LQ), untuk mengetahui seberapa besar tingkat spesialisasi
sektor basis atau sektor unggulan (leading sektors).Teknik analisis Location
Quotient (LQ) dapat menggunakan variabel tenaga kerja atau Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) suatu wilayah sebagai indikator pertumbuhan wilayah.
Location Quotient merupakan rasio antara jumlah tenaga kerja pada sektor
tertentu atau PDRB terhadap total jumlah tenaga kerja sektor tertentu atau total
nilai PDRB suatu daerah dibandingkan dengan rasio tenaga kerja dan sektor
yang sama dengan daerah yang lebih tinggi (referensi).
13
Arsyad (1999:108), berpendapat
bahwa masalah Pokok dalam
pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan kebijakan-kebijakan
pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan
dengan menggunakan potensi sumber daya manusia, kelembagaan dan sumbersumber daya fisik secara lokal. Orientasi ini mengarahkan kita kepada
pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses
pembangunan untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang
peningkatan kegiatan ekonomi.
Oleh karena itu pemerintah daerah beserta partisipasi masyarakatnya
dengan menggunakan seluruh sumber daya yang ada belum mampu menaksir
potensi sumberdaya yang diperlukan untuk merancang dan membangun
perekonomian daerah dengan mengembangkan basis ekonomi sektoral,
kesempatan kerja yang beragam. Untuk tujuan tersebut diperlukan adanya
kebijakan prioritas sektoral dalam menentukan sektor sektor yang menjadi
prioritas utama untuk dikembangkan.
Dalam pengembangan sektoral potensial kegiatan utama yang dilakukan
dalam perencanaan pembangunan daerah adalah mengadakan tinjauan
keadaan, permasalahan dan potensi potensi pembangunan (Tjokrominoto 1995
;74). Berdasarkan potensi sumber daya alam yang kita miliki, maka adanya
sektor potensial disuatu daerah harus dikembangkan dengan seoptimal mungkin.
Arsyad (1999:165) mengatakan bahwa sampai dengan langkah – langkah yang
perlu diambil untuk memantapkan keberadaan sektor industri. Dengan kelompok
14
pemikiran sebagai berikut : pengembangan sektor industri hendaknya diarahkan
kepada sektor-sektor yang memiliki keunggulan komparatif ( komparatif
advantage) menurut ekonom-akademis, konsep delapan wahana transformasi
teknologi dan industri yang di kemukakan oleh menteri riset dan teknologi saat itu
(Habibie), yang pada dasarnya memprioritaskan pembangunan industri hulu
secara serentak (simultan) dan konsep keterkaitan antar industri, khususnya
keterkaitan hulu-hilir, menurut konsep menteri perindustrian (Tungki Ariwibowo)
di era Suharto.
3.1.3. Pergeseran Struktur Ekonomi
Teori-teori perubahan struktural (structural-change theory) memusatkan
perhatian pada transformasi struktur ekonomi dari pola pertanian ke struktur
yang lebih modern serta memiliki sektor industri manufaktur dan sektor jasa-jasa
yang tangguh. Aliran pendekatan struktural ini didukung oleh W.Arthur Lewis
yang terkenal dengan model teoritisnya tentang “surplus tenaga kerja dua sektor”
(two sektor surplus labor) dan Hollis B. Chenery yang sangat terkenal dengan
analisis empirisnya tentang “pola-pola pembangunan” (patterns of development)
(Todaro,2000).
Teori pembangunan Arthur Lewis pada dasarnya membahas proses
pembangunan yang terjadi antara desa dan kota yang mengikutsertakan proses
urbanisasi dikedua tempat itu dan pola investasi disektor modern pada akhirnya
akan berpengaruh besar terhadap arus urbanisasi yang ada (Kuncoro, 1997).
15
Sementara teori pola pembangunan Chenery memfokuskan terhadap perubahan
struktur dalam tahapan proses perubahan ekonomi, industri dan struktur institusi
dari perekonomian negara sedang berkembang, yang mengalami transformasi
dari pertanian tradisional beralih ke sektor industri sebagai roda penggerak
ekonomi. Penelitian yang dilakukan Hollis Chenery tentang transformasi struktur
produksi
menunjukkan
bahwa
sejalan
dengan
peningkatan
pendapatan
perkapita, perekonomian suatu negara akan bergeser dari yang semula
mengandalkan sektor pertanian menuju ke sektor industri.
Menurut Kuznets dalam Jhingan (1992) , perubahan struktur ekonomi
atau disebut juga transformasi struktural, didefinisikan sebagai suatu rangkaian
perubahan yang saling berkaitan satu sama lainnya dalam komposisi dari
permintaan agregat, perdagangan luar negeri (ekspor dan impor), penawaran
agregat (produksi dan penggunaan faktor-faktor produksi, seperti penggunaan
tenaga kerja dan modal) yang disebabkan adanya proses pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan (Todaro, 2000).
Perekonomian suatu daerah dalam jangka panjang akan terjadi
perubahan struktur perekonomian dimana semula mengandalkan sektor
pertanian menuju sektor industri. Dari sisi tenaga kerja akan menyebabkan
terjadinya perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian desa ke sektor industri
kota, sehingga menyebabkan kontribusi pertanian menurun. Faktor penyebab
terjadinya perubahan struktur perekonomian antara lain ketersediaan sumber
16
daya alam, sumber daya manusia, sarana dan prasarana serta modal dan
investasi yang masuk ke suatu daerah.
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai sektor basis dan pergeseran ekonomi serta
pengembangan sektoral pernah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya.
Seperti yang dilakukan oleh Saerafi (2005) dengan judul Analisis pertumbuhan
ekonomi dan pengembangan sektor-sektor potensial di Kabupaten Semarang (
pendekatan model basis ekonomi dan swot), dengan hasil penelitian : 1. sektor
ekonomi yang paling potensial dan strategis untuk dikembangkan guna memacu
dan sebagai penunjang pertumbuhan ekonomi Kabupaten Semarang
yaitu
sektor industri pengelolaan kemudian sektor jasa, 2. keterkaitan Kabupaten
Semarang dengan daerah lain disekitarnya paling kuat adalah dengan Kota
Semarang, Demak, Salatiga, Kendal dan Grobongan. Keterkaitan dengan Kota
Semarang yang paling besar karena kedua daerah mempunyai jarak yang cukup
dekat sehingga interaksi keduanya paling kuat. Interaksi dengan daerah ini
dipengaruhi oleh jumlah penduduk dan jarak antara kedua daerah. 3.
Berdasarkan kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang ada dilapangan,
beberapa strategi yang dapat diterapkan berhubungan dengan pengembangan
industri pengolahan yang diangkat dalam penelitian ini sebagai berikut : tekstil
dan garmen serta eceng gondok.
17
Penelitian terdahulu juga dilakukan oleh Fachrurrazy (2009) yaitu analisis
penentuan sektor unggulan perekonomian wilayah Kabupaten Aceh Utara
dengan pendekatan sektor pembentuk PDRB. Dengan Hasil Penelitian :1. Hasil
analisis menurut Klassen Typology menunjukkan bahwa sektor yang maju dan
tumbuh dengan pesat, yaitu sektor pertanian dan sektor pengangkutan dan
komunikasi. 2. Hasil perhitungan indeks Location Quotient sektor yang
merupakan sektor basis (LQ>1), yaitu sektor pertanian, sektor pertambangan
dan penggalian, sektor industri pengolahan, dan sektor pengangkutan dan
komunikasi. 3. Hasil analisis shift share menunjukkan bahwa sektor yang
merupakan sektor kompetitif, yaitu sektor pertanian, sektor bangunan dan
konstruksi, dan sektor bank dan lembaga keuangan lainnya 4. Berdasarkan hasil
perhitungan dari ketiga alat analisis menunjukkan bahwa sektor yang merupakan
sektor unggulan dengan kriteria tergolong ke dalam sektor yang maju dan
tumbuh dengan pesat, sektor basis dan kompetitif, yaitu sektor pertanian.Sub
sektor pertanian yang potensial untuk dikembangkan sebagai sub sektor
unggulan, yaitu sub sektor tanaman bahan makanan, sub sektor tanaman
perkebunan, sub sektor peternakan dan hasil-hasilnya, dan sub sektor
perikanan.
Penelitian yang dilakukan oleh Marhayanie (2003), dengan judul Identifikasi
Sektor Ekonomi Potensial dalam Perencanaan Pembangunan Kota Medan. Hasil
penelitian dengan menganalisis kontribusi per sektor, analisis linkage, analisis
18
angka pengganda diperoleh bahwa sektor ekonomi yang potensial dalam
perencanaan pembangunan Kota Medan adalah sektor industri pengolahan.
Penelitian yang dilakukan oleh Supangkat (2002), dengan judul penelitian
analisis penentuan sektor prioritas dalam peningkatan pembangunan daerah
Kabupaten Asahan dengan menggunakan Pendekatan Sektor Pembentuk
PDRB. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sektor pertanian dan industri
pengolahan berpeluang untuk dijadikan sebagai sektor prioritas bagi peningkatan
pembangunan di daerah Kabupaten Asahan, terutama sub sektor perkebunan,
perikanan dan industri besar, serta sedang.
2.3 Alur Penulisan
Pertumbuhan PDRB sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan sektoral
masing-masing, sektor jika perkembangan sektoral semakin tinggi maka PDRB
disuatu daerah akan semakin tinggi pula. Perkembangan sektoral ini tentunya
tidak berkembang dengan sendirinya tetapi melalui suatu kebijakan dari
pemerintah dalam pengelolaan daerahnya yang dirumuskan dalam rencana
pembangunan jangka menengah daerah dengan mengembangkan sektor basis,
sektor yang memiliki daya saing, progressif, dan pertumbuhannya cepat ditingkat
propinsi.
Analisis sektor basis merupakan suatu analisis yang digunakan untuk
mengetahui apakah sektor tersebut merupakan sektor basis dinilai dari
kemampuan barang disuatu daerah diekspor ke daerah lain karena daerah yang
19
bersangkutan surplus dihitung dengan LQ, Jika LQ > 1 maka sektor tersebut
basis, dan jika LQ < 1 Maka sektor itu merupakan non basis.
Analisis Pergeseran struktur ekonomi dengan menggunakan shift share
analisis untuk mengetahui perubahan perekonomian daerah dihubungkan
dengan perubahan perekonomian nasional, perubahan perekonomian daerah
dihubungkan
dengan
perubahan
komposisi
sektoral
dan
perubahan
perekonomian daerah disebabkan oleh faktor lokal atau daya saing daerah.
. Analisis pergeseran ekonomi ini merupakan suatu analisis yang
dilakukan untuk mengetahui pergeseran ekonomi,
dan perubahan struktur
ekonomi dari tahun – ketahun yang dianalisis dengan menggunakan shift Share
analisis.
20
Analisis Sektor Basis Dan Pergeseran Struktur
Ekonomi
Analisis Deskriptif
Arahan Pembangunan RPJMD
Gambar 2.1. Alur Penulisan
21
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di BPS Bulukumba dan BPS Propinsi
Sulawesi Selatan melalui Penelitian sekunder yang telah dituliskan di Badan
Pusat Statistik (Bulukumba dalam angka dan Sulawesi Selatan dalam angka)
yang merupakan laporan statistik setiap kabupaten dan propinsi setiap tahun.
3.2 Jenis dan Sumber Data
3.2.1 Jenis data
Data sekunder adalah data-data pendukung yang diperoleh dari bukubuku, majalah, dan sebagainya yang berkaitan dengan penelitian atau dengan
mengambil dari sumber lain yang diterbitkan oleh lembaga yang dianggap
kompeten berupa
data PDRB Bulukumba selama 10 tahun, data PDRB
Sulawesi Selatan selama 10 tahun, RPJMD Kabupaten Bulukumba periode
2005-2010 dan lain-lain.
3.2.2 Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah berbagai macam sumber yang
diperoleh melalui
Bulukumba,
data sekunder yang berasal dari BPS laporan Kabupaten
laporan
propinsi
Sulawesi
Selatan,
badan
perencanaan
pembangunan daerah dan sumber lain seperti internet dan studi kepustakaan.
22
3.3 Metode Pengumpulan Data
Untuk melengkapi data dan referensi yang diperlukan dalam penyusunan
proposal penelitian ini, maka ditempuh cara sebagai berikut:
1. Studi Kepustakaan (Library Research)
Yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara studi kepustakaan dari
berbagai dokumen, buletin, artikel-artikel dan karya ilmiah (skripsi) yang
berhubungan dengan penulisan ini untuk mendapatkan data sekunder.
3.4 Model/ Peralatan Analisis
Untuk menjawab rumusan masalah dan tujuan penelitian menggunakan
alat analisis yaitu Location Quotien digunakan untuk menjawab rumusan
masalah dan tujuan penelitian pada poin pertama, shift share analisis dan
perhitungan pergeseran bersih digunakan untuk menjawab rumusan masalah
dan tujuan penelitian pada poin kedua dan analisis kualitatif deskriptif digunakan
untuk menjawab rumusan masalah dan tujuan penelitian pada poin ketiga.
Untuk penjelasan selengkapnya adalah sebagai berikut :
1.
Analisis Location Quotient
Untuk menjawab rumusan masalah dan tujuan penelitian tentang sektor
basis dan non basis digunakan alat analisis location quotient. Hasil analisis ini
akan diketahui sektor basis dan non basis di Kabupaten Bulukumba. Metode LQ
merupakan salah satu pendekatan yang umum digunakan dalam model ekonomi
23
basis sebagai langkah awal untuk memahami sektor kegiatan dari PDRB
Kabupaten Bulukumba yang menjadi pemacu pertumbuhan. Metode LQ
digunakan untuk mengkaji kondisi perekonomian, mengarah pada identifikasi
spesialisasi/basis kegiatan perekonomian. Sehingga nilai LQ yang sering
digunakan untuk penentuan sektor basis dapat dikatakan sebagai sektor yang
akan mendorong tumbuhnya atau berkembangnya sektor lain serta berdampak
pada penciptaan lapangan kerja. Untuk mendapatkan nilai LQ menggunakan
metode yang mengacu pada formula yang dikemukakan oleh Bendavid-Val
dalam Kuncoro (2004:183) sebagai berikut:
PDRBb,i
ΣPDRBB
PDRBss,i
ΣPDRBss
Di mana:
PDRBb,i = PDRB sektor i di Kabupaten Bulukumba pada tahun tertentu.
ΣPDRBb = Total PDRB di Kabupaten Bulukumba pada tahun tertentu.
PDRBss,i = PDRB sektor i di Propinsi Sulawesi Selatan pada tahun tertentu.
ΣPDRBss = Total PDRB di Propinsi Sulawesi Selatan pada tahun tertentu.
Berdasarkan formulasi yang ditunjukkan dalam persamaan di atas, maka
ada tiga kemungkingan nilai LQ yang dapat diperoleh (Bendavid-Val:1991), yaitu:
1. Nilai LQ = 1. Ini berarti bahwa tingkat spesialisasi/basis sektor i di daerah
Kabupaten Bulukumba adalah sama dengan sektor yang sama dalam
perekonomian Propinsi Sulawesi Selatan.
24
2. Nilai LQ > 1. Ini berarti bahwa tingkat spesialisasi/basis sektor i di daerah
Kabupaten Bulukumba lebih besar dibandingkan dengan sektor yang sama
dalam perekonomian Propinsi Sulawesi Selatan.
3. Nilai LQ < 1. Ini berarti bahwa tingkat spesialisasi/basis sektor i di daerah
Kabupaten Bulukumba lebih kecil dibandingkan dengan sektor yang sama dalam
perekonomian Propinsi Sulawesi Selatan.
Apabila nilai LQ>1, maka dapat disimpulkan bahwa sektor tersebut
merupakan sektor basis dan potensial untuk dikembangkan sebagai penggerak
perekonomian Kabupaten Bulukumba. Sebaliknya apabila nilai LQ<1, maka
sektor tersebut bukan merupakan sektor basis dan
kurang potensial untuk
dikembangkan sebagai penggerak perekonomian Kabupaten Bulukumba.
Data yang digunakan dalam analisis Location Quotient (LQ) ini adalah
PDRB Kabupaten Bulukumba dan Propinsi Sulawesi Selatan tahun 2000-2009
menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan tahun 2000.
Adapun kelebihan dari LQ ini adalah alat analisis ini sederhana yang dapat
menunjukkan struktur perekonomian suatu daerah dan industri subtitusi impor
potensial atau produk produk yang bisa dikembangkan untuk ekspor dan
menunjukkan industri-industri potensial ( sektoral) untuk menganalisis lebih
lanjut. Sedangkan kelemahannya indikator kasar yang deskriptif, merupakan
kesimpulan sementara dan tidak memperhatikan struktur ekonomi setiap daerah.
Ini mengingat bahwa hasil produksi dan produktivitas tenaga kerja disetiap
25
daerah adalah berbeda, juga adanya perbedaan sumber daya yang bisa
dikembangkan.
2. Analisis Shift Share
Untuk menjawab rumusan masalah dan tujuan penelitian tentang
pergeseran struktur ekonomi
digunakan alat analisis shift share. Hal ini
digunakan untuk mengetahui perubahan dan pergeseran serta penyebabnya
pada perekonomian wilayah Kabupaten Bulukumba. Hasil analisis shift share
akan menggambarkan kinerja sektor-sektor dalam PDRB Kabupaten Bulukumba
dibandingkan Propinsi Sulawesi Selatan. Kemudian dilakukan analisis terhadap
penyimpangan
yang
terjadi
sebagai
hasil
perbandingan
tersebut.
Bila
penyimpangan tersebut positif, maka dikatakan suatu sektor dalam PDRB
Kabupaten Bulukumba memiliki keunggulan kompetitif atau sebaliknya. Data
yang digunakan dalam analisis shift share ini adalah PDRB Kabupaten
Bulukumba dan Propinsi Sulawesi Selatan tahun 2000-2009 menurut lapangan
usaha atas dasar harga konstan tahun 2000. Penggunaan data harga konstan
dengan tahun dasar yang sama agar bobotnya (nilai riilnya) bisa sama dan
perbandingan menjadi valid menurut Tarigan (2007:86).
Melalui analisis shift share, maka pertumbuhan ekonomi dan pergeseran
struktural perekonomian wilayah Kabupaten Bulukumba ditentukan oleh tiga
komponen, yaitu:
26
1. Provincial Share (PS), yang digunakan untuk mengetahui pertumbuhan
atau pergeseran struktur perekonomian Kabupaten Bulukumba dengan melihat
nilai PDRB Kabupaten Bulukumba sebagai daerah pengamatan pada periode
awal yang dipengaruhi oleh pergeseran pertumbuhan perekonomian Propinsi
Sulawesi Selatan. Hasil perhitungan Provincial Share akan menggambarkan
peranan wilayah Propinsi Sulawesi Selatan yang mempengaruhi pertumbuhan
perekonomian Kabupaten Bulukumba.
2. Proportional Shift (P) digunakan untuk mengukur perubahan relatif,
pertumbuhan atau penurunan, pada daerah dibandingkan dengan perekonomian
yang lebih besar yang dijadikan acuan. Pengukuran ini memungkinkan kita untuk
mengetahui apakah perekonomian daerah terkonsentrasi pada industri-industri
yang tumbuh lebih cepat pada perekonomian yang dijadikan acuan.
3. Differential Shift (D) digunakan untuk membantu dalam menentukan
seberapa jauh daya saing industri daerah (lokal) dengan perekonomian yang
dijadikan acuan. Oleh karena itu jika pergeseran diferensial dari satu industri
adalah positif, maka industri tersebut lebih tinggi daya saingnya dibanding
industri yang sama pada perekonomian yang dijadikan acuan.
Secara matematis, Provincial Share (PS), Proportional Shift (P), dan
Differential Shift (D) dapat diformulasikan sebagai berikut (Tarigan, 2007:88;
Sjafrizal, 2008:91):
27
1. Provincial Share (PS)
E =PDRB Kabupaten Bulukumba
t
= periode t
t-1 = periode sebelumnya
i
= sektor/industri tertentu
r = daerah tertentu
n = nasional
2. Proportional Shift (P)
dimana:
E = kesempatan kerja /PDRB
t
= periode t
t-1 = periode sebelumnya (awal)
i
= sektor/industri tertentu
r = daerah tertentu
n = nasional
28
3. Differential Shift (D)
dimana:
E = kesempatan kerja /PDRB
t
= periode t
t-1 = periode sebelumnya
i
= sektor/industri tertentu
r = daerah tertentu
n = nasional
Perubahan (pertumbuhan) nilai tambah bruto sektor tertentu (i) dalam
PDRB Kabupaten Bulukumba merupakan penjumlahan Provincial Share (PS),
ProportionalShift (P), dan Differential Shift (D) sebagai berikut:
Kedua komponen shift, yaitu Proportional Shift (P) dan DifferentialShift(D)
memisahkan unsur-unsur pertumbuhan regional yang bersifat eksternal dan
internal. Proportional Shift (P) merupakan akibat pengaruh unsur-unsur eksternal
yang bekerja secara nasional (Propinsi), sedangkan Differential Shift (D) adalah
akibat dari pengaruh faktor-faktor yang bekerja di dalam daerah yang
bersangkutan menurut Glasson (1977:95).
29
Sektor-sektor di Kabupaten Bulukumba yang memiliki Differential Shift
(D)positif memiliki keunggulan kempetitif terhadap sektor yang sama pada
Kabupaten/Kota lain dalam Propinsi Sulawesi Selatan. Selain itu, sektor sektor
yang memiliki nilai D positif berarti bahwa sektor tersebut terkonsentrasi di
Kabupaten Bulukumba, memiliki daya saing yang tinggi dan mempunyai
pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan daerah lainnya. Apabila
nilai D negatif, maka tingkat pertumbuhan sektor tersebut relatif lamban.
3. Analisis Pergeseran Bersih Shift Share
Untuk menjawab rumusan masalah dan tujuan penelitian tentang
pergeseran struktur ekonomi tidak hanya menggunakan alat analisis shift share
tetapi juga digunakan alat analisis pergeseran bersih. Hasil analisis ini akan
terlihat pergeseran cepat atau lambat dengan cara menjumlahkan hasil PS dan
DS, maka akan diperoleh pergeseran bersih yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasi
pertumbuhan
sektor
perekonomian.
Pergeseran
bersih
sektor i pada wilayah tertentu dapat dirumuskan sebagai berikut:
PBij = PSij + DSij
dimana:
PBij = pergeseran bersih sektor i pada wilayah j
PSij = komponen pertumbuhan proporsional sektor i pada wilayah j
DSij = komponen pertumbuhan pangsa wilayah sektor i pada wilayah j
30
apabila: PBij > 0, maka pertumbuhan sektor i pada wilayah j termasuk ke
dalam kelompok progresif (maju) PBij < 0, maka pertumbuhan sektor i pada
wilayah j termasuk lamban.
4. Analisis kualitatif deskriptif
Untuk menjawab rumusan masalah dan tujuan penelitian tentang
kesesuaian kebijakan pemerintah dalam pengembangan sektor basis digunakan
analisis kualitatif deskriptif. Hasil ini akan terlihat apakah kebijakan pemerintah
daerah yang dituangkan dalam RPJMD sesuai, kurang sesuai atau tidak sesuai.
Analisis menggunakan indikator penilaian dilihat dari alokasi anggaran yaitu:
1.
Sesuai jika kebijakan pemerintah daerah Kabupaten Bulukumba
memberikan prioritas pada sektor basis, sektor dengan kontribusi tertinggi pada
PDRB dan sektor dengan LQ tertinggi.
2.
Kurang Sesuai sesuai jika
pemerintah daerah Kabupaten
Bulukumba memberikan prioritas pada sektor basis tanpa memperhatikan tingkat
kontribusi sektoral terhadap PDRB dan tingginya LQ.
3.
Tidak
sesuai
jika
kebijakan
pemerintah
daerah
Kabupaten
Bulukumba tidak memberikan prioritas pada sektor basis dan tingkat kontribusi
terhadap PDRB.
31
3.5 Definisi Operasional Konsep/ Variabel
1. Sektor basis adalah kegiatan yang mengekspor barang-barang dan jasa-jasa
ke tempat di luar batas perekonomian masyarakat bersangkutan, atau yang
memasarkan barang-barang dan jasa-jasa mereka kepada orang orang yang
datang dari luar perbatasan perekonomian masyarakat (Arsyad)
2. Pergeseran Struktur ekonomi
adalah perubahan baik pertumbuhan atau
penurunan perekonomian sebuah daerah (wilayah) dari waktu ke waktu pada
sektor-sektor
ekonomi
dari
sektor
primer
ke
sektor
sekunder
dan
tersier(w.Arthur Lewis).
3. Sektoral Potensial adalah sektor yang memiliki potensi yang besar untuk
dikembangkan dalam suatu wilayah.
32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.1. Kondisi Geografis
Kabupaten Bulukumba secara geografis terletak di antara 05°20´-05°40´
Lintang Selatan (LS) dan 119°58´-120°28´ Bujur Timur (BT) dengan batas-batas
administrasi:
- Sebelah Utara
: berbatasan dengan Kabupaten Sinjai
- Sebelah Selatan
: berbatasan dengan Laut Flores
- Sebelah Barat
: berbatasan dengan Kabupaten Bantaeng
- Sebelah Timur
: berbatasan dengan Teluk Bone
Secara administratif Kabupaten Bulukumba berada dalam daerah
Propinsi Sulawesi Selatan, terbagi dalam 10 kecamatan yang meliputi 126
desa/kelurahan yang terdiri dari 27 kelurahan dan 99 desa. Luas Wilayah
Kabupaten Bulukumba meliputi; darat
seluas 1.154,67 Km² dan
laut,
Pemerintah Kabupaten Bulukumba memiliki kewenangan sejauh 4 mil laut dari
garis pantai ke arah laut = 237,67 km², dengan panjang garis pantai = 128 km
yang berada pada 7 kecamatan pesisir, yaitu: Kecamatan Gantarang, Ujungbulu,
Ujung Loe, Bontobahari, Bontotiro, Herlang, dan Kecamatan Kajang.
33
Kabupaten Bulukumba mempunyai suhu rata-rata berkisar antara 23,82
ºC – 27,68 ºC. Suhu pada kisaran ini sangat cocok untuk pertanian tanaman
pangan dan tanaman perkebunan.
Sungai di Kabupaten Bulukumba ada 32 aliran, yang terdiri dari sungai
besar dan sungai kecil. Sungai-sungai ini mencapai panjang 661,70 km dan
mampu mengairi lahan sawah seluas 22.967 Ha.
4.1.2. Potensi Unggulan
Gambaran penggunaan lahan tahun 2008 di daerah Kabupaten
Bulukumba pada umumnya didominasi oleh pertanian seluas 104.559 Ha
meliputi: tanaman pangan, perkebunan, peternakan, kehutanan, dan lain-lain.
4.1.2.1. Pertanian
Kabupaten Bulukumba merupakan daerah di wilayah Selatan sebagai
salah satu sentra produksi pangan andalan, yang memberikan kontribusi dalam
mempekokoh Sulawesi Selatan sebagai lumbung padi nasional. Selain padi
sebagai komoditas tanaman pangan andalan, tanaman pangan lain yang
dihasilkan yakni jagung, kedelai, umbi-umbian, dan kacang-kacangan.
Potensi Sumberdaya lahan pertanian sangat luas utamanya untuk lahan
pertanian tanaman pangan. Potensi lahan sawah seluas 22.458,06 Ha yang
tersebar di 10 kecamatan dan di antara 10 kecamatan tersebut Kecamatan
Gantarang mempunyai lahan yang terluas yakni 35,67% sedangkan Kecamatan
34
Bontobahari mempunyai lahan yang terkecil yakni 0,24% dari total lahan sawah
yang ada.
Dari luas lahan sawah tersebut di atas dapat dirinci menurut jenis irigasi
atau pengairannya, terdiri dari: Lahan sawah berpengairan ½ teknis seluas
49.67%, lahan sawah berpengairan sederhana seluas 15,68%, Lahan sawah
berpengairan Desa/Non PU seluas 25,01% dan lahan sawah tadah hujan seluas
sekitar 9,64%. sehingga lahan sawah di Kabupaten Bulukumba mayoritas
mampu berproduksi 2 kali dalam setahun.
Potensi lahan bukan sawah yang diusahakan untuk pertanian seluas
76.038 Ha yang tersebar di 10 kecamatan. Kecamatan Bulukumpa mempunyai
lahan yang terluas yakni sekitar 12,28 persen sedangkan Kecamatan Ujungbulu
mempunyai lahan yang terkecil sekitar 0,31persen dari total lahan bukan sawah
yang ada di Kabupaten Bulukumba.
4.1.2.2. Potensi Tanaman Pangan
Tanaman pangan yang sangat potensial yakni tanaman padi dan
merupakan bahan pangan utama masyarakat, terdapat pula tanaman bahan
pangan lainnya seperti jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kacang ijo, dan
kedelai, yang merupakan tanaman sela atau tanaman antara yang ditanam oleh
petani setelah sekali/dua kali panen tanaman padi, khususnya di lokasi lahan
persawahan sedangkan pada lokasi lahan non persawahan tanaman tersebut
diantaranya merupakan tanaman utama.
35
4.1.2.3. Perikanan dan Kelautan
Potensi perikanan di Kabupaten Bulukumba terdiri dari perikanan tangkap
(perikanan laut) dan perikanan budidaya (perikanan darat). Dari 10 kecamatan, 7
diantaranya mempunyai potensi kelautan sedangkan potensi perikanan darat
terdapat di semua kecamatan. Jumlah rumah tangga perikanan budidaya
(perikanan darat) di Kabupaten Bulukumba Tahun 2009 yaitu 4.807 mengalami
peningkatan 2,74 persen jika dibandingkan pada tahun 2008. Rumah tangga
perikanan budidaya yang terbesar yakni jenis budidaya laut sebanyak 62,10
persen sedangkan yang terkecil yakni perikanan budidaya jenis sawah (mina
padi) sebanyak 1,56 persen.
Selain perikanan laut, perikanan budidaya seperti tambak, laut, kolam,
mina padi juga merupakan potensi yang dapat dikembangkan. Komoditas
budidaya tambak mayoritas yakni ikan bandeng, udang windu, udang vannamae,
dan udang api-api. Komoditas budidaya kolam mayoritas yakni ikan mas dan
ikan mujair. Komoditas budidaya sawah (mina padi) mayoritas yakni ikan mas,
mujair, dan lele.
Selain usaha perikanan tersebut di atas juga terdapat komoditi rumput
laut disepanjang pesisir pantai. Pada tahun 2009 produksi rumput laut yakni
7.215 ton, produksinya mengalami peningkatan 662 ton atau 10,10% jika
dibandingkan tahun 2008.
36
4.1.2.4. Peternakan
Potensi sumber daya peternakan di Kabupaten Bulukumba merupakan
potensi yang ekonomis, ramah lingkungan serta mendukung ketahanan pangan.
Hal ini karena pengembangan sektor peternakan tidak memerlukan lahan yang
subur layaknya pertanian, akan tetapi lebih banyak memanfaatan lahan-lahan
yang tidak produktif atau lahan tidur. Disamping itu, sektor peternakan
memanfaatkan
limbah-limbah
pertanian
sebagai
pakan,
memanfaatkan
kotorannya sebagai sumber energi dan pupuk, serta produksi dari peternakan
berupa daging dan telur merupakan sumber pangan yang berprotein tinggi untuk
menjaga ketahanan pangan di Kabupaten Bulukumba.
Sebagai gambaran, populasi ternak di Kabuaten Bulukumba tersebar di
seluruh kecamatan dengan komoditas berupa ternak kerbau, kuda, sapi potong,
domba, kambing, ayam buras, ayam ras pedaging, ayam ras petelur dan itik.
Selama tahun 2005 - 2009 komoditas sapi merupakan komoditas dengan
pertumbuhan yang paling tinggi diantara komoditas lainnya, yaitu dengan ratarata pertumbuhan 3,3 persen per tahun dan mencapai populasi tertinggi pada
tahun 2009 (75.212 ekor). Selain sapi potong, komoditas yang merupakan
potensi unggulan adalah ternak ayam ras pedaging dan petelur dengan rata-rata
pertumbuhan per tahun masing-masing 9,26 persen dan 3,35 persen.
Jumlah populasi akan mempengaruhi jumlah produksi sektor peternakan
yaitu daging dan telur. Produksi daging tahun 2009 di Kab. Bulukumba yang
tertinggi berasal dari sapi potong (534.580 kg), ayam buras (339.349 kg), serta
37
ayam ras pedaging (105.000 kg). Sedangkan produksi telur berasal dari ayam
ras petelur (486.000 kg), ayam buras (270.233 kg) dan itik 250.693 kg).
4.1.2.4. Pariwisata
Salah satu daerah tujuan wisata di Sulawesi Selatan setelah Kabupaten
Tana Toraja yakni Kabupaten Bulukumba. Wilayah yang terletak di wilayah
Selatan Sulawesi Selatan ini mempunyai potensi obyek wisata yang dapat
dijadikan unggulan di Sulawesi Selatan. Potensi obyek wisata di Kabupaten
Bulukumba terdiri dari:
Kabupaten Bulukumba sebagai salah satu tujuan wisata potensial di
Propinsi Sulawesi Selatan telah menunjukkan perannya sebagai daerah dengan
kunjungan wisatawan mancanegara dari tahun ke tahun semakin meningkat. Jika
dilihat perkembangan tiga tahun terakhir, menunjukkan peningkatan yang cukup
signifikan. Pada tahun 2007, jumlah wisatawan asing sebanyak 684 orang, pada
tahun 2008 meningkat menjadi 1.546 orang, dan pada tahun 2009 sebanyak
2.200 orang.
4.1.3. Keadaan Penduduk
Jumlah penduduk di Kabupaten Bulukumba tahun 2009 mencapai
394.746 jiwa, yang berarti mengalami peningkatan 1,06 persen dari tahun 2008
dengan Laju pertumbuhan penduduk sebesar 0,74 persen per tahun selama
periode 2005-2010.
38
Kepadatan penduduk Kabupaten Bulukumba pada tahun 2009 yaitu ratarata 340 jiwa per km². Kecamatan Ujungbulu mempunyai kepadatan yang tinggi
dikarenakan sebagai ibukota kabupaten dan aktivitas yang tinggi dengan jumlah
penduduk yang besar dan luas daerah relatif kecil jika dibandingkan kecamatan
lainnya.
4.1.4. Pertumbuhan PDRB
Perekonomian Kabupaten Bulukumba telah menunjukkan peningkatan
walaupun perkembangannya belum optimal. Berbagai program yang telah
dilaksanakan mampu memberikan hasil yang cukup baik, hal ini ditandai dengan
pertumbuhan PDRB (ekonomi) Kabupaten Bulukumba. Tabel di bawah ini
menyajikan pertumbuhan PDRB Kabupaten Bulukumba tahun 2000-2009.
Perkembangan PDRB atas dasar harga berlaku Kabupaten Bulukumba
selama tahun 2000-2009 tercatat rata-rata sebesar 15,01 persen per tahun.
Perkembangan tertinggi terjadi pada tahun 2008 sebesar 23,16 persen dan
terendah terjadi pada tahun 2002 sebesar 7,7 persen.
39
Tabel 4.1
Pertumbuhan PDRB Kabupaten Bulukumba Tahun 2000-2009
PDRB Atas Dasar Harga Berlaku
Tahun
Jumlah
PDRB Atas Dasar Harga Konstan
Pertumbuhan
Jumlah
Pertumbuhan
(%)
(%)
2000
974.801,23
11,07
1.059.864,18
3,93
2001
1.082.761,47
21,22
1.081.532,43
2,04
2002
1.312.524,56
7,57
1.121.407,28
3,08
2003
1.411.943,82
10,84
1.162.201,85
3,63
2004
1.565.071,47
11,16
1.216.722,84
4,69
2005
1.739.885,47
11,17
1.271.223,63
4,48
2006
1.976.249,22
13,58
1.352.303,09
6,38
2007
2.201.346,39
11,39
1.424.821,83
5,36
2008
2.711.096,80
23,16
1.539.670,15
8,06
2009
3.255.210,16
20,07
1.639.311,15
6,47
Rata-Rata
1,823,089.06
15,01
1,286,941,41
4,87
Sumber: PDRB Kabupaten Bulukumba tahun 2005 dan 2010.
Tabel 4.2
Persentase Pertumbuhan Setiap Sektor Lapangan Usaha
di Kabupaten Bulukumba Tahun 2001-2009
Lapangan Usaha
1. Pertanian
2001
2009
Pertumbuhan
0,53
2.67
3.27
11,70
11.91
9.77
3,97
4.02
6.72
10,05
9.41
8.13
5. Bangunan/Konstruksi
5,52
8.43
10.10
6. Perdagangan, Hotel, & Restoran
4,28
19.04
8.35
7. Pengangkutan dan komunikasi
1,58
11.56
4.33
8. Keuangan,Persewaan,Jasa Perus.
7,04
9.12
11.152
9. Jasa-Jasa
4,28
8.56
5.927
5,4
9,4
3,97
2. Pertambangan dan Penggalian
3. Industri Pengolahan
4. Listrik, Gas, dan Air Bersih
PDRB
Sumber: PDRB Kabupaten Bulukumba tahun 2005 dan 2010
40
Tabel diatas memperlihatkan persentase pertumbuhan sektor lapangan
usaha dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir.
4.1.5. Struktur Ekonomi
Bila melihat perhitungan PDRB Kabupaten Bulukumba, selain dapat
diketahui seberapa besar pertumbuhan ekonomi, juga dapat diketahui peranan
masing-masing lapangan usaha terhadap total PDRB Kabupaten Bulukumba.
Peranan dari masing-masing lapangan usaha ini menggambarkan struktur
ekonomi Kabupaten Bulukumba. Semakin besar peranan suatu lapangan usaha
maka semakin besar pula pengaruhnya dalam perkembangan perekonomian di
daerah ini.
Struktur ekonomi Kabupaten Bulukumba pada tahun 2009, pada
dasarnya masih bertumpu pada tiga kelompok lapangan usaha andalan yaitu,
kelompok lapangan usaha pertanian; perdagangan hotel dan restoran; dan jasajasa yang memberikan kontribusi riil sebesar 82,73 persen terhadap PDRB
Kabupaten Bulukumba pada tahun 2009.
Kontribusi PDRB tertinggi tahun 2009 terletak pada lapangan usaha yang
terdiri atas pertanian 52,9 persen, yang diikuti dengan jasa-jasa 15,3 persen,
kemudian perdagangan, hotel dan restoran 14,53 persen.
Dengan
demikian
perekonomian
Kabupaten
Bulukumba
masih
didominasi oleh sektor lapangan usaha pertanian karena sektor ini mempunyai
41
peranan lebih besar dari sektor lapangan usaha lainnya termasuk di dalamnya
penyerapan tenaga kerja. Secara detail tergambar pada tabel berikut.
Tabel 4.3
Persentase Kontribusi PDRB Setiap Sektor Ekonomi
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
atas dasar Harga Konstan 2000 di Kabupaten Bulukumba Tahun 2005-2009
TAHUN
LAPANGAN USAHA
2000 2001
2002
2003
2004 2005 2006 2007 2008
PERTANIAN
61.35 60.44
60.3
59.51 59.48 58.29 57.14 55.29 54.87
PERTAMBANGAN
0.278 0.304
0.31 0.3129 0.326 0.331 0.339 0.368 0.393
INDUSTRI
PENGOLAHAN
5.65 5.757
5.75 5.9342
5.89 6.073 6.415 6.907 6.686
LISTRIK GAS DAN AIR
BERSIH
0.31 0.335
0.34 0.3544 0.361 0.369 0.385 0.396 0.394
BANGUNAN
1.974 2.042
2.07 2.1218 2.237 2.278 2.408 2.675 2.955
PERDAGANGAN, HOTEL
DAN RESTORAN
11.02 11.26
11.3 11.344 11.18 11.51 11.91 12.47
13
PENGANGKUTAN DAN
KOMUNIKASI
2.411
2.4
2.38 2.3506 2.259 2.268 2.005 2.076 2.153
KEUANGAN DAN
PERSEWAAN
2.856 2.996
3.05 3.9301 4.337 4.446 4.182 4.454 4.543
JASA-JASA
14.15 14.46
14.5 14.142 13.93 14.43 15.22 15.36 15.01
Sumber: PDRB Kabupaten Bulukumba tahun 2005 dan 2010
4.2 Sektor Basis Dan Non Basis Di Kabupaten Bulukumba.
Alat analisis Location Quotient (LQ) digunakan untuk mengidentifikasi
keunggulan
komparatif
kegiatan
ekonomi
di
Bulukumba
dengan
membandingkannya pada tingkat Sulawesi Selatan. Teori Location Quotien
seperti dikemukakan Bendavid digunakan untuk menganalisis keragaman
basis ekonomi. Dari analisis tersebut dapat diidentifikasi sektor-sektor apa saja
yang dapat
dikembangkan
untuk
tujuan
sektor
dan
tujuan
menyuply
kebutuhan lokal, sehingga sektor yang dikatakan potensial dapat dijadikan sektor
42
2009
52.9
0.413
6.531
0.405
3.009
14.53
2.255
4.655
15.3
prioritas utama dalam perencanaan pembangunan ekonomi. Berdasarkan
analisis LQ pada Tabel 4.8, di Bulukumba hanya terdapat 2 sektor-sektor
ekonomi yang memiliki keunggulan komparatif (nilai LQ>1), yaitu: sektor
pertanian,
dan jasa-jasa.
Ini
mengindikasikan
bahwa
wilayah
ini
telah
mampu memenuhi sendiri kebutuhannya disektor tersebut dan dimungkinkan
untuk mengekspor keluar daerah barang dan jasa pada sektor ini.
pertanian
merupakan
kecenderungan
sektor
semakin naik,
dengan
nilai
LQ
tertinggi
Sektor
dan dengan
yakni rata-rata selama 10 tahun mencapai
1,78. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian masih merupakan sektor
yang
sangat unggul/dominan dikawasan Bulukumba. Selain
itu, sektor
ini
diindikasikan telah mampu mencukupi kebutuhan dalam wilayah ini dan
mempunyai kelebihan untuk dijadikan komoditi ekspor.
Sektor jasa memiliki Location Question rata-rata sebesar
1,26 ini
berarti sektor jasa tidak hanya memenuhi daerah Bulukumba saja, tetapi
melayani permintaan dari daerah luar Bulukumba atau Ekspor.
Sektor perdagangan hotel dan restoran memiliki LQ rata-rata sebesar
0,73 ini berarti non basis sehingga untuk memenuhi kebutuhan dalam wilayah
Kabupaten Bulukumba masih dibutuhkan impor dari daerah lain, jika LQ sama
dengan satu berarti cukup untuk memenuhi kebutuhan daerahnya, 0,73 berarti
Kabupaten Bulukumba harus mengimpor sebesar 0,23 dari daerah lain.
43
Keuangan dan persewaan memilki LQ rata-rata 0,72 berarti non basis
sehingga harus mengimpor sebesar 0,28 untuk memenuhi kebutuhan daerah
Kabupaten Bulukumba.
Sementara sektor industri pengolahan memilki LQ sebesar 0,48 berarti
harus mengimpor sebesar 0,52, listrik gas dan air bersih memiliki LQ sebesar
0,32 berarti harus mengimpor sebesar 0,68, bangunan memiliki LQ sebesar 0,50
berati harus mengimpor sebesar 0,50, pengangkutan dan komunikasi memiliki
LQ sebesar 0,27 berarti harus mengimpor sebesar 0,73 untuk memenuhi
kebutuhan di Kabupaten Bulukumba yang masih Kurang.
Tabel 4.4.
Nilai Location Quation Bulukumba Dirinci per Sektor Ekonomi Tahun 2000-2009
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
LAPANGAN USAHA
PERTANIAN
PERTAMBANGAN
INDUSTRI PENGOLAHAN
LISTRIK GAS DAN AIR BERSIH
BANGUNAN
PERDAGANGAN, HOTEL DAN
RESTORAN
PENGANGKUTAN DAN
KOMUNIKASI
KEUANGAN DAN PERSEWAAN
JASA-JASA
TAHUN
2004 2005 2006 2007 2008 2009
1.80 1.87 1.88 1.88 1.89 1.85
0.03 0.03 0.03 0.04 0.04 0.05
0.44 0.43 0.45 0.50 0.48 0.48
0.41 0.39 0.41 0.41 0.39 0.39
0.49 0.48 0.52 0.57 0.57 0.54
2000
1.62
0.03
0.44
0.34
0.49
2001 2002 2003
1.66 1.65 1.71
0.03 0.04 0.03
0.44 0.45 0.45
0.37 0.01 0.31
0.49 0.49 0.50
0.81
0.80
0.80
0.79
0.77
0.78
0.80
0.82
0.82
0.88
0.39
0.73
1.24
0.36
0.75
1.24
0.35
0.73
1.22
0.33
0.82
1.24
0.32
0.74
1.23
0.30
0.75
1.32
0.26
0.69
1.32
0.26
0.71
1.34
0.26
0.70
1.34
0.27
0.69
1.36
Sumber : Badan Busat Statistik Bulukumba dan Sulawesi Selatan Dalam
angka 2005 dan 2010 (diolah)
44
4.2 Pergeseran Struktur Ekonomi
4.2.1. Analisis Shift Share
Perubahanan PDRB dari tahun 2000 hingga 2009 terjadi perubahan
sebesar Rp. 579,8 milyar, dari jumlah tersebut sebagian besar (77 persen atau
718,71 milyar) disebabkan oleh perubahan karena efek pertumbuhan nasional
dalam hal ini Sulawesi Selatan, hal ini menunjukkan bahwa perekonomian
Kabupaten Bulukumba masih sangat tergantung dari perekonomian Sulawesi
Selatan dan Nasional bahkan global.
Sementara pengaruh daya saing Bulukumba terhadap perekonomian
Bulukumba hanya mampu mendorong pertambahan perekonomian Bulukumba
sebesar 4 persen
atau 39,5
milyar rupiah. Hal ini jauh
lebih
rendah
dibanding dengan pengaruh komponen pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan
yang menunjukkan masih rendahnya daya saing atau rendahnya kemandirian
daerah. Sementara itu pengaruh dari efek bauran industri/sektoral (industrial
mix growth) terhadap pertumbuhan ekonomi Bulukumba masih sangat kecil
bahkan minus , yakni sebesar
dampak
dari
struktur
ekonomi
negatif 19 persen. Ini menunjukkan bahwa
Sulawesi
Selatan
hanya
mengurangi
pertumbuhan PDRB Bulukumba sebesar negatif 178,45 milyar atau negatif
19 persen.
45
Tabel 4.5.
Perubahan Sektoral dan Komponen yang Mempengaruhi
Perekonomian Kabupaten Bulukumba, 2000-2009
PERUBAHAN BULUKUMBA 10 TAHUN TERAKHIR
NO LAPANGAN USAHA
1 PERTANIAN
2 PERTAMBANGAN
INDUSTRI
3 PENGOLAHAN
LISTRIK GAS DAN AIR
4 BERSIH
5 BANGUNAN
PERDAGANGAN,
HOTEL DAN
6 RESTORAN
PENGANGKUTAN
7 DAN KOMUNIKASI
KEUANGAN DAN
8 PERSEWAAN
9 JASA-JASA
TOTAL CHANGE
PROPORTIONAL
CHANGE
REGIONAL CHANGE
NASIONAL CHANGE
217,223,853,765.00
440,939,029,412.97 (196,473,156,517.13)
3,835,724,121.00
1,995,866,863.32 3,413,803,583.50
47,199,313,823.00
40,609,384,812.87 5,717,572,799.97
3,348,725,730.00
2,230,576,637.12 (1,311,007,861.46)
DIFFERENSIAL
CHANGE
(27,242,019,130.85)
(1,573,946,325.82)
872,356,210.16
2,429,156,954.35
28,410,699,838.00
14,189,876,324.14 9,973,222,263.96
4,247,601,249.90
121,451,135,872.00
79,186,648,880.23 (3,986,731,620.66)
46,251,218,612.43
11,423,244,908.00
17,329,852,901.68 3,072,947,432.89
(8,979,555,426.57)
46,051,181,054.00
20,529,015,055.72 29,256,749,998.76
(3,734,584,000.48)
100,859,210,313.00
101,704,756,879.06 (28,115,268,265.59)
27,269,721,699.53
579,803,089,424.00
718,715,007,767.12 (178,451,868,185.75)
39,539,949,842.63
Sumber : Badan Busat Statistik Bulukumba dan Sulawesi Selatan Dalam
angka 2005 dan 2010 (diolah)
Ditingkat sektoral, pertambahan output yang
pertanian selama periode analisis mencapai
terjadi pada sektor
217,2 milyar rupiah. Pengaruh
pertumbuhan ekonomi ditingkat Sulawesi Selatan mampu mempengaruhi sektor
pertanian hingga 202
persen.
Hal
ini
mengindikasikan
bahwa
tingkat
pengaruh kebijakan nasional seperti subsidi pupuk dan bibit, konsep ketahanan
pangan, penetapan harga dasar dan
lain-lain,
terhadap sektor pertanian di
46
Bulukumba sangat tinggi. Sementara itu, kondisi struktur ekonomi nasional
pada
periode
ini,
justru
berpengaruh
negatif terhadap
penciptaan
pertumbuhan output ekonomi di sektor pertanian pada Bulukumba. Pengaruh
bauran industri di sektor ini mencapai negatif
90,45 persen,
yang
berarti
bahwa dengan kondisi struktur ekonomi seperti ini justru merugikan karena
mengurangi output ditingkat sektor pertanian sebesar 196,47 milyar rupiah.
Sedangkan pengaruh komponen differential shift yang menunjukkan tingkat
daya saing wilayah, mampu memberi andil terhadap pengurangan output
ekonomi disektor pertanian sebesar 27,2 milyar atau sebesar 12,5 persen
terhadap total output yang tercipta di sektor pertanian.
Pada sektor jasa-jasa , pengaruh pertumbuhan ekonomi nasional juga
sangat tinggi, yakni mencapai 101, 7
industri terhadap sektor ini
milyar atau 100 persen. Efek bauran
mengakibatkan
berkurangnya
output
ekonomi
sebesar 28,1 milyar rupiah atau mencapai negatif 27,3 persen dari total
penambahan output yang tercipta di sektor ini. Sementara itu, pengaruh
komponen differential shift menunjukkan peranan sebesar 27
persen atau
27, 26 milyar rupiah, yang mengindikasikan daya saing atau kemandirian dalam
sektor ini masih lemah.
Pada sektor industri perdagangan, pengaruh pertumbuhan ekonomi
nasional juga tinggi, yakni mencapai 65 persen atau 79 milyar. Efek bauran
industri terhadap sektor ini
mengakibatkan
menurunnya
output
ekonomi
sebesar 3,9 milyar rupiah atau mencapai 3,28 persen. pengaruh komponen
47
differential shift menunjukkan peranan sebesar 38 persen atau 48,2 milyar
rupiah, yang mengindikasikan daya saing atau kemandirian dalam sektor ini
mulai meningkat secara perlahan.
Pada sektor industri pengolahan, pengaruh pertumbuhan ekonomi
nasional juga tinggi, yakni mencapai 86 persen atau 40,6 milyar rupiah. Ini bisa
dimaklumi, karena pada kenyataannya di kawasan Bulukumba masih terbatas
jumlah
industri
pengolahan yang
berskala
kabupaten ataupun propinsi.
Selebihnya, sebagian besar industri pengolahan masih tertumpu di wilayah
Makassar.
Efek
bauran
industri
terhadap
sektor
ini
mengakibatkan
penambahan output ekonomi sebesar 5,7 milyar rupiah atau mencapai 12
persen dari total penambahan output yang tercipta di sektor ini sebesar
47,1 milyar rupiah.
menunjukkan
Sementara
peranan
itu,
pengaruh komponen
differential
shift
sebesar 1 persen atau 0,87 milyar rupiah, yang
mengindikasikan masih lemahnya daya saing atau kemandirian dalam sektor ini.
Pada sektor bangunan terjadi perubahan perekonomian di Kabupaten
Bulukumba sebesar 28,4 milyar yang dipengaruhi oleh perekonomian Sulawesi
selatan sebesar
14,1 milyar atau 49 persen, efek bauran industri sektor ini
mengakibatkan penambahan output ekonomi sebesar 9,9 milyar rupiah atau 35
persen.
Sedangkan
kemampuan
daya
saing
daerah
mengakibatkan
penambahan output ekonomi sebesar 4,2 milyar atau 14,9 persen. Ini berarti
daya saing dan bauran industri sangat berpengaruh terhadap penambahan
output ekonomi yang mencapai 50 persen.
48
Sektor keuangan dan persewaan mengalami peningkatan sebesar 46,05
milyar yang dipengaruhi oleh perekonomian nasional sebesar 20,5 milyar atau
44,5 persen, hal ini berarti keuangan ini tidak terlalu bergantung oleh
perekonomian Sulawesi Selatan. Efek bauran industri mempengaruhi perubahan
output sebesar 29,2 milyar rupiah atau 63 persen, ini berarti efek bauran industri
lebih besar dari pada kontribusi Sulawesi Selatan terhadap perubahan ekonomi
di Kabupaten Bulukumba. Sedangkan daya saing daerah justru mengalami
penurunan
yang menyebabkan berkurangnya kontribusi terhadap keuangan
sebesar 3,7 milyar rupiah atau negatif 8.1 persen. Ini berarti bahwa daya saing
keuangan di kabupaten sangat rendah bahkan negatif.
Sektor angkutan dan komunikasi mengalami perubahan komposisi
struktur ekonomi sebesar 11,4 milyar yang dipengaruhi oleh
perekonomian
Sulawesi Selatan sebesar 17, 3 milyar atau 151 persen, pengaruh bauran
industri berpengaruh sebesar 3,07 milyar rupiah atau 26 persen. Sedangkan
daya saing derah justru negatif sebesar 78 persen atau 8,9 milyar yang
mengurangi perubahan output pada sektor pengangkutan dan komunikasi. Itu
berarti perubahan pada sektor angkutan sangat bergantung pada perekonomian
Sulawesi Selatan, bauran industri cukup berkembang tetapi daya saing daerah
sangat lemah.
Sektor pertambangan mengalami perubahan sebesar 3,8 milyar yang
dipengaruhi oleh perekonomian nasional sebesar 1,9 milyar atau
52 persen,
bauran industri mempengaruhi perubahan output ekonomi sebesar
3,4 milyar
49
atau 89 persen, sedangkan daya saing justru negatif 1,5 milyar rupiah atau
sebesar 41 persen. Ini berarti Kabupaten Bulukumba tidak mesti terus
bergantung pada perekonomian Sulawesi Selatan yang hanya memilki kontribusi
perubahan output sebesar 51 persen jika dibandingkan dengan bauran industri
cukup tinggi sebesar 89 persen, walaupun daya saingnya masih sangat rendah
di Kabupaten Bulukumba mencapai negatif 41 persen sehingga
mengurangi
perubahan output pada sektor pertambangan.
Sektor terakhir adalah listrik gas dan air bersih, mengalami perubahan
perekonomian sebesar 3,3 milyar rupiah yang dipengaruhi oleh perekonomian
Sulawesi selatan sebesar 2,2 milyar atau 66,6 persen, bauran industri
mempengaruhi perubahan penurunan output ekonomi sebesar 1,3 milyar rupiah
atau 39 persen, daya saing daerah mempengaruhi perubahan output ekonomi
sebesar 2,4 milyar rupiah atau 72 persen. Ini berarti pada sektor listrik, gas dan
air bersih di Kabupaten Bulukumba memilki daya saing yang sangat tinggi
dengan kontribusi terhadap perubahan perekonomian sebesar 72 persen jika
dibandingkan dengan kontribusi perekonomian Sulawesi Selatan hanya 66,6
persen. Begitu juga dengan bauran industri, justru mengurangi perubahan output
perekonomian sebesar 1,3 milyar rupiah.
Dari hasil perhitungan shift share analisis, sektor yang termasuk
berkembang di Kabupaten Bulukumba yang sesuai dengan Sulawesi selatan
(industrial mix) yaitu pertambangan, industri pengolahan, bangunan, angkutan
dan komunikasi, keuangan dan persewaan. Sedangkan yang tidak sesuai yaitu
50
pertanian, listrik gas dan air bersih, perdagangan hotel dan restoran dan jasajasa.
sektor yang memiliki daya saing tinggi di Kabupaten Bulukumba yaitu
industri pengolahan, listrik gas dan air bersih, bangunan dan jasa-jasa
sedangkan
tidak memilki daya saing yaitu sektor pertanian, pertambangan,
pengangkutan dan komunikasi, dan keuangan dan persewaan.
4.3.2. Shift Share Perhitungan Pergeseran Bersih.
Pergeseran bersih (PB) diperoleh dari hasil penjumlahan antara
proporsional shift dan differential shift di setiap sektor perekonomian.
Apabila PB>0, maka pertumbuhan
kelompok yang progresif
sektor di Bulukumba
(maju).
Sedangkan
PB<0
termasuk dalam
artinya
sektor
perekonomian di Bulukumba termasuk kelompok yang lamban.
Berdasarkan
Tabel
4.6,
secara
agregat
pergeseran
bersih
di
Bulukumba menghasilkan nilai negatif, yang turut memberikan sumbangan
terhadap pertumbuhan PDRB pada periode 2000-2009 di Bulukumba sebesar
negatif 138,9 milyar rupiah. Hal ini juga menunjukkan bahwa secara umum,
Bulukumba termasuk kedalam kelompok daerah yang Lamban.
Ditingkat
sektoral, enam sektor memiliki nilai PB > 0 yaitu pertambangan, industri
pengolahan, listrik gas dan air bersih, bangunan, perdagangan Hotel dan
restoran, dan keuangan dan persewaan.
Pada sektor pertanian,
pergeseran
bersihnya justru mengurangi
pertumbuhan output sebesar 223,7 milyar rupiah terhadap total pertumbuhan
51
di
sektor
tersebut.
Pada sektor pertambangan pergeseran bersihnya
meningkatkan output sebesar 1,8 milyar, industri pengolahan meningkatkan
output 6,5 milyar, listrik gas dan air bersih meningkatkan output 1,1 milyar,
bangunan meningkatkan output sebesar 14, 2 milyar rupiah, perdagangan
meningkatkan output sebesar 42,2 milyar, pengangkutan membebani output
sebesar negatif 5,9 milyar, keuangan dan persewaan meningkatkan output
sebesar 25,5 milyar dan jasa-jasa membebani output sebesar 0,8 milyar.
Tabel 4.6
Hasil perhitungan bersih shift share analisis
SEKTOR
NO LAPANGAN USAHA
RUPIAH
PRUBAHAN BERSIH
PERSENTASE
1 PERTANIAN
(223,715,175,647.97)
2 PERTAMBANGAN
1,839,857,257.68
-1.324477611
3 INDUSTRI PENGOLAHAN
6,589,929,010.13
-4.743962281
4 LISTRIK GAS DAN AIR BERSIH
1,118,149,092.88
-0.804933879
5 BANGUNAN
PERDAGANGAN, HOTEL DAN
6 RESTORAN
14,220,823,513.86
-10.23729546
42,264,486,991.77
-30.42538574
7 PENGANKUTAN DAN KOMUNIKASI
(5,906,607,993.68)
4.252052714
8 KEUANGAN DAN PERSEWAAN
25,522,165,998.28
-18.37291307
9 JASA-JASA
(845,546,566.06)
TOTAL CHANGE
161.0482227
0.608692599
(138,911,918,343.12)
100
Sumber : Badan Busat Statistik Bulukumba dan Sulawesi Selatan Dalam
angka 2005 dan 2010 (diolah)
52
Dari hasil analisis perhitungan bersih maka
hasil itu dapat diketahui
bahwa sektor perekonomian yang termasuk lamban perkembangannya yaitu
pertanian, pengangkutan dan jasa-jasa, sedangkan yang maju pertumbuhannya
yaitu pertambangan, industri pengolahan, listrik gas dan air bersih, bangunan,
perdagangan hotel dan restoran dan keuangan dan persewaan.
Secara keseluruhan hasil perhitungan bersih memperlihatkan bahwa
Kabupaten Bulukumba secara umum pertumbuhan ekonominya sangat lambat.
Hal
ini
terlihat
dari
hasil
penjumlahan
antara
bauran
industri
dan
kemampuan/daya saing daerah terhadap perubahan PDRB pada tahun 20002009 dengan hasil perhitungan pergeseran bersih sebesar negatif 138,9 miliyar.
4.3.3. Analisis Kuadran
Dengan melihat besaran PS dan DS, maka suatu daerah/sektor
dapat
dikategorikan
menjadi
empat
kelompok/kuadran.
Dengan
menggunakan alat analisis Shift Share, dapat dilihat dari pendekatan DS
dan PS sekaligus.
Dari gambar dibawah ini pada periode 2000-2009 secara agregat
posisi perekonomian (PDRB) Bulukumba hampir merata pada tiap kuadran. Ini
berarti bahwa ekonomi Bulukumba mengalami pertumbuhan yang lambat
(slow
growing)
dan perekonomian Bulukumba memiliki lima sektor yang
memiliki daya saing yang relatif tinggi yaitu perdagangan, jasa-jasa, bangunan,
industri pengolahan, dan listrik gas dan air bersih namun tidak semuanya
pertumbuhan ekonomi sektor yang memiliki daya saing di Bulukumba sejalan
53
dengan
arah pertumbuhan sektor dominan ditingkat Sulawesi Selatan Pada
tingkat sektoral seperti perdagangan, jasa-jasa dan listrik gas dan air bersih.
Gambar 4.1.
Proportional Shift (PS) dan Diference Shift (DS) Sektor
Ekonomi di Bulukumba periode 2000-2009
II
DS
I
PS
IV
III
Sumber : Badan Busat Statistik Bulukumba dan Sulawesi Selatan Dalam
angka 2005 dan 2010 (diolah)
Terdapat dua sektor yang menempati kuadran I (PS dan DS positif),
yaitu sektor industri, dan bangunan, Hal ini menginterpretasikan bahwa sektorsektor tersebut memiliki laju pertumbuhan yang cepat. Sektor-sektor tersebut
juga mampu bersaing dengan sektor-sektor perekonomian dari wilayah lain.
Di kuadran II ditempati oleh sektor perdagangan hotel dan restoran,
sektor listrik gas dan air bersih dan sektor jasa-jasa. Kelompok sektor ini
mempunyai kecenderungan sebagai sektor yang tertekan tetapi berpotensi
54
(highly potential). Kelompok sektor ini memiliki tingkat daya saing yang tinggi
tetapi laju pertumbuhannya lambat.
Pada kuadran III (PS positif dan DS negatif) ditempati oleh sektor
angkutan dan komunikasi,
keuangan dan persewaan dan Pertambangan. Ini
memberikan pengertian bahwa sektor-sektor tersebut berada pada posisi
tertekan tapi sedang berkembang (developing). Sektor-sektor ini dikategorikan
sebagai sektor ekonomi yang memiliki laju pertumbuhan yang cepat, tetapi
sektor tersebut tidak mampu bersaing dengan sektor ekonomi dari wilayah lain
(daya saingnya rendah).
Sementara itu, terdapat sektor ekonomi di Bulukumba yaitu pertanian
yang menempati
kuadran
IV
(PS
negatif
dan
DS
negatif).
Hal
ini
menunjukkan bahwa ada sektor pertanian di Bulukumba yang dikategorikan
sebagai sektor yang
terbelakang
dan
berdaya
saing
lemah
atau
dikategorikan terbelakang (depressed).
4.4.
Analisis Kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Bulukumba
Dalam RPJMD Kabupaten Bulukumba periode 2005-2010 dibangun dari
visi dan misi bupati terpilih periode 2005-2010 dengan visi mewujudkan
masyarakat Bulukumba yang berkualitas dan sejahtera melalui pengembangan
potensi sumber daya daerah dengan berlandaskan pada moral agama dan nilainilai luhur budaya dengan visi tentang ekonomi terwujudnya masyarakat yang
sejahtera dengan pengoptimalan potensi sumber daya yang ada dengan
menjadikan Bulukumba sebagai daerah agro industri, agro bisnis, dan daerah
55
tujuan wisata bahari maupun adat dan budaya, melalui peningkatan ekonomi
rakyat melalui mengoptimalkan pelayanan jasa. Hal ini dituangkan dalam misi
ekonomi yaitu mengoptimalkan potensi unggulan daerah, mendorong pusat
kegiatan ekonomi dan menciptakan iklim investasi.
Dengan arah kebijakan pada RPJM Bulukumba Revitalisasi pertanian,
kehutanan, dan kelautan, peningkatan investasi, perdagangan dan pariwisata,
pemberdayaan koperasi dan usaha mikro kecil dan menengah, percepatan
pembangunan infrastruktur terutama pada sumber daya air dan transportasi.
Revitalisasi pertanian, kehutanan, dan kelautan diturunkan ke program
peningkatan ketahanan pangan, program pengembangan agribisnis, program
peningkatan kesejahteraan petani dan nelayan , pengembangan sumber daya
kelautan dan perikanan, pemanfaatan potensi hutan, peningkatan kapasitas
petani, dan pengembangan pengelolaan hutan.
Peningkatan investasi dengan program peningkatan iklim investasi dan
realisasi investasi dan program peningkatan promosi dan kerja sama investasi.
Perdagangan dengan program pengembangan dan penerapan standarisasi
produk yang diperdagangkan, peningkatan kerja sama perdagangan regional
dan
nasional,
perdagangan.
dan
program perlindungan konsumen
Peningkatan
pariwisata
dengan
dan
program
pengamanan
pengembangan
pemasaran pariwisata, pengembangan destinasi pariwisata, pengembangan
kemitraan pariwisata dan penataan wilayah pariwisata.
56
Pemberdayaan koperasi dan usaha mikro kecil menengah dengan
program penciptaan iklim usaha bagi BMT, koperasi, usaha mikro, kecil dan
menengah,
pengembangan
sistem
pendukung
usaha,
pengembangan
kewirausahaan, pemberdayaan usaha skala mikro, dan peningkatan kualitas
kelembagaan koperasi.
Percepatan pembangunan infastruktur dengan program pengembangan,
pengelolaan, dan konservasi sungai, danau, dan sumber daya air lainnya,
pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi dan jaringan pengairan lainnya,
penyediaan dan pengelolaan air baku, program pengendalian banjir dan
pengamanan dan program pengembangan kelembagaan pembangunan air
minum.
Kebijakan yang diambil oleh pemerintah daerah Bulukumba masih sangat
bersifat umum dan tidak fokus pada sektor-sektor yang memiliki daya saing tinggi
tetapi lebih pada sektor yang basis dan cenderung mengabaikan sektor-sektor
yang lainnya. Dari Sembilan sektor hanya pertanian dan jasa-jasa yang menjadi
perhatian utama dengan mengeluarkan biaya 14,5 milyar sementara sektor lain
seperti perdagangan, industry pengolahan dan keuangan hanya mengeluarkan
anggaran 680 juta rupiah. Untuk menciptakan kemandirian daerah maka perlu
untuk mengembangkan secara optimal sektor yang memiliki daya saing tinggi
seperti listrik gas dan air bersih, industri pengolahan, bangunan dan
perdagangan hotel dan restoran yang cenderung diabaikan oleh pemerintah
daerah Kabupaten Bulukumba padahal sektor inilah yang bisa membuat
57
kemandirian daerah agar perekonomian Bulukumba tidak terus bergantung pada
perekonomian Sulawesi selatan.
4.5.
Pembahasan sektoral
4.5.1. Pertanian
Sektor pertanian di Kabupaten Bulukumba mempunyai peran yang
sangat besar, hal ini terlihat pada kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB
Kabupaten Bulukumba. Besarnya kontribusi sektor pertanian dapat dilihat pada
angka kontribusi sektor pertanian seraca rata-rata selam 10 tahun sebesar 57,9
persen dengan persentase tertinggi pada tahun 2000 yaitu 61,3 persen. Namun
dari tahun ketahun-tahun kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB mengalami
penurunan bahkan pada tahun 2009 hanya memiliki kontribusi sebesar 52,9
persen. Walau demikian sektor pertanian masih menempati urutan Pertama
dalam kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten Bulukumba pada tahun 2009.
Grafik.4.1
Perkembangan LQ sektor pertanian
LQ Pertanian
2.00
1.92
1.90
1.80
1.85
1.76 1.77
1.87 1.88 1.88 1.89 1.85
1.79
LQ Pertanian
1.70
1.60
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Sumber : Badan Busat Statistik Bulukumba dan Sulawesi Selatan Dalam
angka 2005 dan 2010 (diolah)
58
Berdasarkan grafik diatas analisis LQ selama 10 tahun terakhir (20002009), mengalami peningkatan walaupun cenderung fluktuatif tetapi sektor
pertanian menunjukkan nilai rata-rata LQ-nya di atas angka satu (LQ > 1) yaitu
sebesar 1.85. Hal ini berarti sektor ini termasuk sektor basis. Nilai LQ yang lebih
dari angka satu ini berarti sektor pertanian telah dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat daerah tersebut dan diluar daerah tersebut atau ekspor. Tingginya
nilai LQ ini disebabkan oleh
letaknya strategis, jenis tanah dan
luas lahan
sangat cocok untuk mengembangkan pertanian berupa ketahanan pangan,
perkebunan, peternakan, perikanan, kehutanan, dan kelautan.
Perhitungan analisis
Shift Share
selama periode penelitian penulis
(tahun 2000-2009), untuk sektor pertanian menunjukkan
nilai rata-rata
Komponen Ps sebesar -148,3 milyar rupiah, hal ini menunjukkkan bahwa sektor
ini merupakan sektor yang tumbuh lambat di propinsi Sulawesi Selatan karena
nilainya negatif. Sedangkan berdasarkan hasil perhitungan komponen DS, sektor
pertanian adalah sektor yang pertumbuhannya lebih lambat di banding propinsi
karena daya saingnya lemah. Hal ini ditunjukkan dengan besaran rata-rata
komponen DS yang negatif, yaitu sebesar -25,6 milyar rupiah. Berdasarkan
perhitungan analisis ini sektor pertanian lebih dari cukup untuk dikembangkan
karena merupakan sektor basis walaupun pertumbuhannya lebih lambat di
banding tingkat propinsi padahal di tingkat propinsi sendiri pertumbuhannya juga
lambat yang disebabkan oleh daya saing yang rendah dan lamban.
59
Analisis kuadran menempatkan pertanian berada pada kuadran empat
yang berarti adalah sektor atau wilayah depressed region dengan daya saing
yang lemah. Sehingga sangat disayangkan sektor pertanian tumbuh lambat di
propinsi dan memiliki daya yang sangat rendah. Maka sangat wajar jika
persentase kontribusi pertanian terhadap PDRB terus menurun dari 61 persen
menjadi 54 persen pada tahun 2009. Namun lebih disayangkan lagi jika
pembangunan hanya menfokuskan pada pertanian saja tanpa mengembangkan
sektor-sektor lain yang memilki potensi lebih besar.
Kebijakan pemerintah daerah Bulukumba memberikan perhatian sektor
pertanian melalui kebijakan-kebijakan pengeluaran pemerintah dengan programprogran yang begitu banyak seperti pada periode 2005-2010 yang berupa
revitalisasi pertanian, kehutanan, perkebunan, perikanan dan kelautan dengan
program peningkatan ketahanan pangan berupa bantuan dan pembinaan
dengan
biaya
1,75
milyar
rupiah,
menggunakan biaya sebesar
kesejahteraan
petani
dan
program
pengembangan
agribisnis
628,4 juta rupiah, program peningkatan
nelayan
dengan
biaya
27,1
juta,
program
pengembangan sumber daya kelautan menggunakan biaya sebesar 300 juta,
program pemanfaatan potensi sumber daya hutan menggunakan biaya sebesar
2,09 milyar rupiah, program pengembangan pengelolaan hutan dan lahan
menggunakan biaya
246 juta, dan program perlindungan dan pengamanan
hutan, konservasi alam serta pengendalian illegal logging dengan menggunakan
biaya sebesar 737 juta.
60
4.5.2. Pertambangan
Sumbangan sektor pertambangan terhadap PDRB pada tahun 2000
sebesar 0.2 persen yang menempati urutan kesembilan dalam struktur
pertumbuhan sektor ekonomi Kabupaten Bulukumba. Meningkat menjadi 0,4
persen pada tahun 2009.
Grafik 4.2. Perkembangan LQ pertambangan
LQ Pertambangan
0.07
0.06
0.05
0.04
0.03
0.02
0.01
0.00
0.06
0.07
0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.04
0.04
0.05
LQ Pertambangan
Sumber : Badan Busat Statistik Bulukumba dan Sulawesi Selatan Dalam
angka 2005 dan 2010 (diolah)
Hasil dari perhitungan LQ seperti pada grafik diatas selama tahun 20002009, mengalami penurunan pada tahun 2001 ke 2002 setelah itu kembali
mengalami peningkatan secara perlahan hingga 2009. Sektor pertambangan dan
penggalian menunjukkan nilai rata-rata di bawah angka satu yaitu sebesar 0,04
yang berarti bahwa sektor ini termasuk ke dalam sektor non basis. Artinya, sektor
tersebut masih harus mengimpor sebesar 0,96, jika LQ sama dengan satu berarti
cukup untuk memenuhi kebutuhan, itu berarti 96 persen kebutuhan untuk
pertambangan masih diambil dari luar Bulukumba.
61
Hasil analisis
Shift Share
selama
tahun
2000-2009,
sektor
pertambangan menunjukkan nilai rata-rata komponen pertumbuhan proporsional
(PS) positif sebesar 2.4 milyar rupiah, yang menunjukkan
bahwa sektor ini
termasuk kedalam sektor yang memiliki pertumbuhan cepat di tingkat propinsi.
Nilai rata-rata komponen
DS sektor pertambangan adalah sebesar -859 juta
rupiah menunjukkan bahwa daya saing sektor ini rendah di Kabupaten
Bululukmba sehingga pertumbuhannya lebih lambat jika dibandingkan dengan
pertumbuhan di propinsi.
Analisis kuadran menunjukkan sektor ini berada pada kuadran III berarti
cenderung berpotensi karena laju pertumbuhannya di propinsi cepat tetapi masih
tertekan karena daya saing masih lemah.
Sementara
itu
berdasarkan
pengamatan
penulis
aktifitas
sektor
pertambangan dan penggalian ini tergolong rendah dan lokasinya terbatas dan
justru membahayakan di Kabupaten Bulukumba terutama tambang galian
golongan C.
Sejauh ini belum ditemukan barang tambang selain galian golongan C
dan ini membahayakan maka dalam RPJM periode 2005-2010 bukan untuk
mengembangkan malah dilakukan pengawasan kerusakan yang di akibatkan
oleh pertambangan bahan galian C dengan mengeluarkan anggaran sebesar
219, 8 Juta.
62
4.5.3. Industri pengolahan
Sumbangan sektor industri pengolahan terhadap pembentukkan PDRB
Kabupaten Bulukumba tahun 2000 sebesar 5,6 persen meningkat menjadi 6,5
persen tahun 2009 dan selalu menempati urutan kempat dalam struktur
pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bulukumba selama periode penelitian penulis.
Grafik 4.3. Perkembangan LQ industri pengolahan
LQ Industri Pengolahan
0.52
0.50
0.48
0.46
0.44
0.42
0.40
0.38
0.50
0.48 0.48
0.45
0.45
0.44
0.42
0.43
0.42
0.43
INDUSTRI
PENGOLAHAN
Sumber : Badan Busat Statistik Bulukumba dan Sulawesi Selatan Dalam
angka 2005 dan 2010 (diolah)
Hasil dari perhitungan LQ pada grafik diatas selama tahun 2000-2009
Sektor industri pengolahan menunjukkan perkembangan dari 2002 hingga 2007
dan mengalami penurunan pada tahun 2008 dan 2009 tetapi nilai rata-rata di
bawah angka satu yaitu sebesar 0,4 yang berarti sektor ini termasuk ke dalam
sektor non basis. Artinya sektor ini tidak dapat memenuhi kebutuhan Kabupaten
Bulukumba, Sehingga harus mengimpor sebesar 0,6 atau 60 % dari luar untuk
memenuhi kebutuhan di Kabupaten Bulukumba.
63
Hasil analisis
Shift Share
selama tahun 2000-2009 sektor industri
pengolahan menunjukkan komponen pertumbuhan proporsional (PS) sebesar
3,14 milyar rupiah yang menunjukkan sektor ini termasuk kedalam sektor yang di
propinsi tumbuh dengan cepat. Dari hasil perhitungan komponen pertumbuhan
diferensial
(DS) menunjukkan angka positif sebesar 2,07 milyar rupiah yang
berarti sektor ini mempunyai daya saing yang tinggi sehingga pertumbuhannya
lebih cepat dari propinsi. Sangat wajar jika kontribusi terhadap PDRB terus
meningkat jika dibandingkan dengan sektor lainnya.
Dalam analisis kuadran sektor industri pengolahan berada pada berada
pada kuadran satu yang berarti sektor atau wilayah yang pertumbuhannya
sangat cepat. Sektor industri pengolahan merupakan sektor non basis tetapi di
Kabupaten Bulukumba
pertumbuhannya lebih cepat dari propinsi padahal di
tingkat propinsi pertumbuhannya juga cepat. Hal ini mengindikasikan bahwa
sektor industri pengolahan di Kabupaten Bulukumba merupakan sektor yang
cukup dan menunjukkan pula bahwa sektor ini memiliki kinerja sektor yang dapat
diandalkan dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Secara khusus untuk mengembangkan sektor industri pengolahan yang
dituangkan kedalam RPJMD tidak terdapat tetapi ada beberapa yang bersifat
umum untuk menunjang berkembangnnya industri pengolahan yaitu program
penciptaan iklim usaha bagi usaha mikro kecil dan menegah, program
pengembangan pendukung usaha
bagi usaha kecil mikro dan menengah,
program pengembangan kewirausahaan dan keunggulan kempetitif, program
64
pemberdayaan usaha skala mikro (industri kecil dan rumah tangga) yang
menggunakan biaya sebesar
144 juta rupiah.
Jika ingin membangun
Bulukumba yang lebih mandiri maka seharusnya mengembangkan sektor yang
berkembang pesat di Sulawesi Selatan dan
memiliki daya saing tinggi seperti
industri pengolahan.
4.5.4. Listrik gas dan air bersih
Kontribusi listrik, gas dan air bersih terhadap PDRB secara rata-rata
Bulukumba sebesar 0,3 persen, urutan kedelapan setelah pertambangan dan
penggalian.
Grafik 4.4
Perkembangan LQ listik gas dan air bersih
LISTRIK GAS DAN AIR BERSIH
0.50
0.390.390.410.410.390.39
0.36
0.40
0.30
0.20
0.230.23
LISTRIK GAS DAN AIR
BERSIH
0.10
0.00
0.01
Sumber : Badan Busat Statistik Bulukumba dan Sulawesi Selatan Dalam
angka 2005 dan 2010 (diolah)
Hasil dari perhitungan LQ selama tahun 2000-2009 sektor listrik gas dan
air menunjukkan mengalami penurunan drastis pada tahun 2002 dan kembali
normal 2003 sampai 2009 tetapi
nilai rata-rata di bawah angka satu yaitu
sebesar 0,3 yang berarti sektor ini termasuk ke dalam sektor non basis. Artinya
65
sektor ini tidak dapat memenuhi kebutuhan Kabupaten Bulukumba, Sehingga
harus mengimpor dari luar Bulukumba.
Hasil analisis shift share selama tahun 2000-2009 listrik gas dan air,
komponen pertumbuhan proporsional (PS) secara rata-rata adalah 0,64 milyar
yang menunjukkan sektor ini termasuk kedalam sektor di propinsi tumbuh
dengan
lambat.
diferensial
sedangkan
hasil
(DS) menunjukkan angka
perhitungan
komponen
pertumbuhan
sebesar 1.5 milyar yang berarti sektor
ini mempunyai daya saing yang tinggi sehingga pertumbuhannya lebih lambat
dari propinsi.
Hasil analisis kuadran menunjukkan sektor listrik gas dan air menempati
kuadran 2 yang berarti sektor wilayah yang pertumbuhannya tertekan/ lambat di
wilayah
Sulawesi Selatan tetapi berkembang atau memiliki daya saing yang
tinggi di Bulukumba, sehingga bisa dikatakan sektor ini potensial untuk
dikembangkan. Dalam RPJMD hanya tidak ada program yang berkaitan dengan
sektor listrik, gas dan air bersih.
4.5.5. Bangunan
Sektor bangunan di Kabupaten Bulukumba mempunyai peran yang kecil,
hal ini terlihat pada kontribusi sektor bangunan terhadap PDRB Kabupaten
Bulukumba. Besarnya kontribusi sektor bangunan dapat dilihat pada angka
kontribusi sektor bangunan secara rata-rata selama 10 tahun terakhir 2000-2009
sebesar 2,3 persen.
66
Grafik 4.5. Perkembangan LQ Bangunan
BANGUNAN
0.60
0.50
0.40
0.45 0.45
0.46 0.48 0.48 0.48
0.52
0.57 0.57
0.54
0.30
BANGUNAN
0.20
0.10
0.00
Sumber : Badan Busat Statistik Bulukumba dan Sulawesi Selatan Dalam
angka 2005 dan 2010 (diolah)
Berdasarkan analisis LQ selama 10 tahun terakhir (2000-2009), sektor
bangunan menunjukkan perkembangan yang terus meningkat kecuali pada
tahun 2009 tetapi nilai rata-rata LQ-nya di bawah angka satu yaitu sebesar 0.5.
Hal ini berarti sektor ini termasuk sektor non basis. Nilai LQ yang kurang dari
satu ini berarti sektor bangunan belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat
daerah tersebut sehingga sektor ini berpotensi impor.
Perhitungan analisis
Shift Share
selama periode penelitian penulis
(tahun 2000-2009) untuk sektor bangunan, nilai rata-rata komponen Ps-nya
adalah sebesar 10,1 milyar yang menunjukkkan bahwa sektor ini merupakan
sektor yang tumbuh cepat di propinsi Sulawesi Selatan karena nilainya Positif.
Sedangkan dari hasil perhitungan komponen Ds, sektor bangunan adalah sektor
yang daya saingnya tinggi sehingga pertumbuhannya lebih Cepat di banding
67
pertumbuhan di propinsi. Hal ini ditunjukkan dengan besaran rata-rata komponen
Ds yang Positif , yaitu sebesar 2,2 milyar.
Berdasarkan perhitungan analisis Kuadran I sehingga sektor ini adalah
sektor atau wilayah dengan pertumbuhan sangat pesat (rapid growth region),
pertumbuhannya laju di tingkat propinsi dan memilki daya saing daerah yang
tinggi.
Dari beberapa analisis menghasilkan bahwa sektor bangunan memiliki
daya saing yang tinggi dan bauran industri juga tinggi sehingga sangat potensial
untuk dikembangkan, walaupun dari sektor basis sangat lemah dan kontribusinya
masih sangat kurang terhadap PDRB. Karena sektor ini potensial maka
seharusnya dalam RPJM membuat program untuk mengembangkan sektor
bangunan ini tetapi dalam RPJM periode 2005-2010 tidak terdapat program
untuk pengembangan sektor bangunan.
4.5.6. Perdagangan, hotel dan restoran.
Besarnya kontribusi sektor perdagangan hotel dan restoran selama 10
tahun terakhir (2000-2009) sebesar 11.9 persen. Hal ini menunjukkan pula
bahwa sektor ini merupakan sektor yang memberikan kontribusi yang besar bagi
pembentukan angka PDRB Kabupaten Bulukumba. Sektor ini merupakan sektor
yang menempati urutan ketiga setelah sektor pertanian dan jasa-jasa.
68
Grafik 4.6
Perkembangan LQ perdagangan, hotel dan restoran
PERDAGANGAN, HOTEL DAN
RESTORAN
1.00
0.80
0.60
0.88
0.800.820.82
0.77
0.750.780.760.78
0.660.65
PERDAGANGAN,
HOTEL DAN RESTORAN
0.40
0.20
0.00
Sumber : Badan Busat Statistik Bulukumba dan Sulawesi Selatan Dalam
angka 2005 dan 2010 (diolah)
Analisis LQ selama 10 tahun terakhir (2000-2009), sektor perdagangan
hotel dan restoran menunjukkan perkembangan dengan nilai rata-rata LQ-nya di
bawah angka satu yaitu sebesar 0.77. Hal ini berarti sektor ini termasuk sektor
non basis. Nilai LQ yang kurang dari angka satu ini berarti sektor-sektor
perdagangan hotel dan restoran belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat
daerah tersebut dan sektor ini berpotensi impor dari daerah lain. Tetapi angka
0,77 angka yang tidak jauh dari angka satu berarti impor untuk memenuhi
kebutuhan di Kabupaten Bulukumba hanya 0,23.
Perhitungan analisis
shift share selama periode penelitian penulis
(tahun 2000-2009), untuk sektor perdagangan hotel dan restoran menunjukkan
nilai rata-rata komponen Ps sebesar 5,7 Milyar. Berarti
bahwa sektor ini
69
merupakan sektor yang tumbuh cepat di propinsi Sulawesi Selatan. Hasil
perhitungan komponen pertumbuhan diferensial (Ds) sektor perdagangan hotel
dan restoran menunjukkan angka Positif sebesar 3,6 Milyar yang berarti sektor
ini mempunyai daya saing yang Tinggi sehingga pertumbuhannya lebih cepat di
propinsi Sulawesi-Selatan.
Perhitungan analisis kuadran
menunjukkan sektor perdagangan hotel
dan restoran termasuk dalam Kuadran II sehingga sektor ini adalah sektor yang
pertumbuhannya tertekan ditingkat propinsi tetapi memiliki potensi yang besar
karena memiliki daya saing paling tinggi di Kabupaten Bulukumba.
Perdagangan, hotel dan restoran memiliki daya saing yang sangat tinggi
walaupun di propinsi pertumbuhannya lambat tetapi ini memberikan kesimpulan
bahwa sektor ini tertekan tetapi berkembang pesat. Dalam kebijakan pemerintah
daerah yang
dituangkan dalam RPJM berupa program pengembangan dan
penerapan standarisasi, peningkatan kerja sama perdagangan regional dan
nasional, dan program perlindungan konsumen dan pengamanan dengan
menggunakan biaya sebesar 309,8 juta rupiah.
4.5.7. Pengangkutan dan komunikasi
Besarnya kontribusi sektor pengangkutan
tahun (2000-2009) sebesar 2,2
10 tahun secara rata-rata
persen. Sektor ini merupakan sektor yang
memberikan kontribusi yang sedikit bagi pembentukan angka PDRB Kabupaten
Bulukumba.
70
Grafik.4.7
Perkembangan LQ pengangkutan dan komunikasi
PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI
0.40
0.35
0.30
0.25
0.30
0.33 0.33
0.28
0.30 0.30
0.26 0.26 0.26 0.27
0.20
PENGANGKUTAN DAN
KOMUNIKASI
0.15
0.10
0.05
0.00
Sumber : Badan Busat Statistik Bulukumba dan Sulawesi Selatan Dalam angka
2005 dan 2010 (diolah)
Analisis LQ selama 10 tahun terakhir (2000-2009), sektor pengangkutan
menunjukkan penurunan LQ dari tahun-ketahun dengan nilai rata-rata LQ-nya di
bawah angka satu yaitu sebesar 0.2. Hal ini berarti sektor ini termasuk sektor
non basis. Nilai LQ yang kurang dari satu ini berarti sektor pengangkutan belum
dapat memenuhi kebutuhan masyarakat daerah tersebut sehingga sektor ini
harus impor dari daerah lain.
Perhitungan analisis shift share selama periode penelitian penulis (tahun
2000-2009), untuk sektor pengangkutan menunjukkan nilai rata-rata komponen
PS sebesar 3,15 milyar yang berarti bahwa sektor ini merupakan sektor yang
tumbuh cepat di propinsi Sulawesi Selatan karena nilainya positif. Hasil
71
perhitungan komponen pertumbuhan diferensial
(Ds) sektor pengangkutan
menunjukkan angka negatif sebesar -6,7 milyar yang berarti sektor ini
mempunyai pertumbuhannya lambat dan memilki daya saing yang lemah.
Analisis Kuadran menunjukkan angkutan berada kuadran III yang berarti
sektor atau wilayah yang tertekan namun cenderung berpotensi ( depressed
region yang berpotensi). Tertekan ini disebabkan daya saing daerah rendah,
dan masih memiliki potensi karena di propinsi pertumbuhannya tergolong cepat.
Tidak terdapat program untuk peningkatan komunikasi dan transportasi
yang terdapat dalam RPJM padahal sektor ini masih berpotensi untuk
dikembangkan.
4.5.8. Keuangan dan persewaan
Besarnya kontribusi sektor keuangan persewaaan dan jasa perusahaan
pada tahun 2000-2009 memiliki rata-rata kontribusi
3.9 persen. Sektor ini
merupakan sektor yang hanya menempati urutan kelima dalam kontribusinya
terhadap PDRB Kabupaten Bulukumba.
72
Grafik 4.8 Perkembangan LQ keuangan dan persewaan
KEUANGAN DAN PERSEWAAN
1.00
0.80
0.66
0.60
0.75
0.81
0.69
0.72 0.75 0.69 0.71 0.70 0.69
KEUANGAN DAN
PERSEWAAN
0.40
0.20
0.00
2000200120022003200420052006200720082009
Sumber : Badan Busat Statistik Bulukumba dan Sulawesi Selatan Dalam
angka 2005 dan 2010 (diolah)
Analisis LQ selama 10 tahun terakhir (2000-2009), sektor keuangan
persewaaan dan jasa perusahaan menunjukkan lQ yang cenderung fluktuatif
tetapi dari tahun 2004 terus mengalami penurunan hingga 2009 dengan nilai
rata-rata LQ-nya di bawah angka satu yaitu sebesar 0.72. Ini berarti sektor ini
termasuk sektor non basis. Nilai LQ yang kurang dari satu ini berarti sektor
keuangan persewaaan dan jasa perusahaan belum dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat daerah tersebut. Tetapi jika dilihat dari angka LQ tersebut ternyata
mendekati angka satu, berarti sektor ini tergolong sektor yang hampir mampu
memenuhi kebutuhan masyarakat Kabupaten Bulukumba atau dengan kata lain
masih dibutuhkan sekitar 28 persen impor untuk memenuhi kebutuhan di
Bulukumba.
Perhitungan analisis
Shift Share selama periode penelitian penulis
(tahun 2000-2009), untuk sektor keuangan persewaaan dan jasa perusahaan
menunjukkan nilai rata-rata komponen PS selama 10 tahun terakhir sebesar -
73
24,5 milyar yang berarti bahwa sektor ini merupakan sektor yang tumbuh cepat
di
propinsi Sulawesi Selatan karena nilainya positif. Dari hasil perhitungan
komponen pertumbuhan diferensial (DS) sektor keuangan persewaaan dan jasa
perusahaan menunjukkan angka negatif sebesar -5,5 milyar yang berarti sektor
ini mempunyai pertumbuhannya cepat ditingkat propinsi tetapi memiliki daya
saing yang lemah dari propinsi Sulawesi Selatan.
Perhitungan analisis Kuadran sektoral menunjukkan sektor keuangan
persewaaan dan jasa perusahaan termasuk dalam Kuadran III itu berarti sektor
atau wilayah tertekan namun cenderung berpotensi. Sektor yang tumbuh cepat di
propinsi namun memiliki daya saing yang lemah.
Program dalam peningkatan keuangan dan persewaan diwujudkan dalam
program pengembangan
koperasi dan baitul maal wattamwil, program
pengembangan pendukung usaha, program pengembangan kewirausahaan dan
peningkatan kualitas kelembagaan dengan biaya sebesar 227,7 juta.
Biaya
untuk pengembangan UMKM juga termasuk dalam biaya ini, karena tidak
dipisahkan dalam RPJM.
4.5.9. Jasa-jasa
Sumbangan jasa terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Bulukumba
Selama 10 tahun sangat tinggi 14,6 persen selalu menempati urutan kedua
dalam struktur pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bulukumba selama periode
penelitian penulis.
74
Grafik 4.9 Perkembangan LQ sektor jasa-jasa
JASA-JASA
1.50
1.00
1.25 1.32 1.32 1.34 1.34 1.36
1.12 1.18 1.15 1.24
JASA-JASA
0.50
0.00
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Sumber : Badan Busat Statistik Bulukumba dan Sulawesi Selatan Dalam
angka 2005 dan 2010 (diolah)
Hasil dari perhitungan LQ selama tahun 2000-2009 sektor jasa
menunjukkan perkembangan yang sangat konsisten dengan nilai rata-rata di
atas angka satu yaitu sebesar 1.26 yang berarti sektor ini termasuk ke dalam
sektor basis. Artinya sektor ini tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan
Kabupaten Bulukumba saja, namun memenuhi kebutuhan dari luar daerah
lainnya (berpotensi ekspor).
Hasil analisis Shift Share selama tahun 2000-2009 sektor jasa-jasa di
Kabupaten Bulukumba menunjukkan komponen pertumbuhan proporsional (PS)
sebesar -18,66 milyar rupiah yang berarti bahwa sektor ini termasuk ke dalam
sektor yang di propinsi tumbuh dengan lambat. Dari hasil perhitungan komponen
pertumbuhan diferensial (Ds) menunjukkan angka positif sebesar 23,56 milyar
rupiah. besaran ini menempatkan sektor ini adalah sektor yang mempunyai daya
saing yang tinggi sehingga pertumbuhannya lebih cepat dari propinsi.
Sementara itu, jika dilihat dari hasil analisis Kuadran menunjukkan sektor
jasa menempati kuadran 2 yang berarti
sektor yang tertekan/pertumbuhannya
75
di tingkat propinsi tumbuh dengan lambat tetapi berkembang atau memiliki daya
saing yang tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor jasa di Kabupaten
Bulukumba merupakan sektor yang tingkat kepotensialannya baik sekali dan
menunjukkan pula bahwa sektor ini memiliki kinerja sektor yang
juga dapat
diandalkan dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Dalam RPJM
program jasa pariwisata yaitu program pemasaran,
program pengembangan destinasi, program pengembangan kemitraan, program
penataan wilayah yang menggunakan biaya sebesar 8,8 milyar rupiah. tidak
terdapat program yang secara langsung untuk mengembangkan sektor jasa-jasa
selain jasa pariwisata tetapi lebih pada pelayanan misalnya rumah sakit dan
pendidikan.
4.6.
Ringkasan Analisis Dan Relevansi Kebijakan yang Tepat Di Kabupaten
Bulukumba
Dari berbagai analisis dapat diringkas untuk mendapatkan gambaran
yang lebih jelas mengenai posisi masing-masing sektor dilihat dari tingkat basis,
kecepatan perkembangan di tingkat propinsi,
daya saing, dan tingkat
progressifnya.
Dari hasil analisis, penulis mencoba untuk mengklasifikasikan menjadi 3
bagian yaitu
sektor yang memiliki 3 keungglan, sektor yang memiliki 2
keunggulan, dan sektor yang memiliki satu keunggulan.
Sektor yang memiliki tiga keunggulan sekaligus hanya ada dua sektor
yaitu industri pengolahan dan bangunan yang berarti pertumbuhannya cepat di
76
tingkat propinsi, memiliki daya saing yang tinggi dan laju pertumbuhan sektor ini
di Kabupaten Bulukumba progressif atau maju walaupun sampai saat ini belum
menjadi sektor basis.
sektor
yang memiliki dua keunggulan dan dua kekurangan yaitu
pertambangan, listrik gas dan air bersih, perdagangan, keuangan dan jasa-jasa.
Dengan kelebihan yang pertumbuhannya cepat ditingkat propinsi dan tergolong
sektor yang perkembangnya progressif yaitu sektor pertambangan dan keuangan
dan persewaan walaupun bukan sektor basis dan memilki daya saing yang
lemah. Dengan kelebihan memiliki daya saing dan tergolong sektor yang
pertumbuhannya progresif yaitu sektor listrik gas dan air bersih, dan
perdagangan hotel dan restoran, tetapi pertumbuhannya lambat di tingkat
propinsi dan belum menjadi sektor basis. Berbeda dengan sektor jasa-jasa
memiliki keunggulan komparatif atau basis dan memiliki daya saing yang tinggi
tetapi secara umum sektor ini tergolong perkembangannya lamban.
Sektor yang memiliki satu keunggulan dan tiga kekurangan yaitu
pertanian yang merupakan sektor basis tetapi sektor ini tidak memiliki daya
saing, pertumbuhannya lambat ditingkat propinsi, dan secara umum sektor ini
tidak progressif, berbeda dengan sektor pengangkutan bukan sektor basis, tidak
punya daya saing, pertumbuhannya lamban atau tidak progressif dan
pertumbuhannya di tingkat propinsi sangat lambat.
Sementara sektor yang diperhatikan oleh pemerintah daerah Bulukumba
yang dituangkan dalam RPJM adalah sektor
dengan prioritas pertama yaitu
77
sektor jasa-jasa, pertanian, perdagangan secara tidak langsung, industri
pengolahan dan keuangan secara tidak langsung.
Pertanyaan
harus dijawab
bagaimana
strategi yang
baik untuk
mengembangkan sektoral di Kabupaten Bulukumba, tentunya yang harus
dikembangkan sektor-sektor yang merupakan basis sektor dan memiliki daya
saing yang tinggi serta termasuk sektor yang berkembang cepat di tingkat
propinsi Sulawesi Selatan.
Sebagaimana selama ini pemerintah Bulukumba hanya Prioritaskan
pertanian dan jasa-jasa, padahal pertanian hanya unggul sebagai sektor basis
tetapi perkembangannya lambat ditingkat propinsi, memiliki daya saing yang
lemah dan tidak termasuk sebagai sektor yang tumbuh progresif/ maju
perkembangannya sedangkan sektor jasa-jasa unggul sebagai sektor basis,
memiliki daya saing yang tinggi, maju dan berkembang pesat di Kabupaten
Bulukumba namun pertumbuhannya lambat di tingkat propinsi.
Berbeda dengan sektor pertanian dan jasa-jasa yang tidak termasuk
sebagai sektor basis tapi memiliki daya saing yang tinggi, perkembanganya
ditingkat propinsi tergolong laju dan sektor ini termasuk sektor yang berkembang
progressif di Kabupaten Bulukumba yaitu sektor industri pengolahan dan
bangunan. Begitu juga dengan perdagangan memiliki keunggulan daya saing
yang tinggi, sektor yang maju dan berkembang pesat di Kabupaten Bulukumba.
Tetapi bukan sektor basis sama juga dengan sektor listrik, gas dan air bersih
78
memiliki daya saing yang tinggi, sektor yang berkembang progressif di
Kabupaten Bulukumba walaupun juga merupakan sektor basis.
Jika ingin menjadikan Bulukumba sebagai kabupaten yang mandiri maka
penulis menyimpulkan cara yang mesti dilakukan adalah mendahulukan sektor
sektor yang basis, berkembang pesat di propinsi, memiliki daya saing dan
perkembangannya progressif seperti sektor industri pengolahan, bangunan, jasajasa, perdagangan hotel dan restoran, keuangan dan persewaan dan pertanian.
79
Tabel 4.7
Tabel ringkasan hasil analisis dari berbagai alat analisis
RINGKASAN HASIL ANALISIS
ALAT ANALISIS
LOCATION
QUESTION
KATEGORI SEKTORAL
SHIFT SHARE ANALISIS
DS
PB
KEUNGGULAN
KEMPETITIF/
DAYA SAING
(a)
NO SEKTOR
LQ
PS
FAST
GROWING
(a)
KEUNGGULAN
KOMPARATIF
DAN
SPESIALISASI
(b)
KELOMPOK
PROGRESSIF
/MAJU (c)
1 PERTANIAN
1.85 (196,473,156,517.13)
(27,242,019,130.85)
(223,715,175,647.97)
TIDAK
TIDAK
YA
TIDAK
2 PERTAMBANGAN
INDUSTRI
3 PENGOLAHAN
LISTRIK GAS DAN
4 AIR BERSIH
0.04 3,413,803,583.50
(1,573,946,325.82)
1,839,857,257.68
TIDAK
YA
TIDAK
YA
0.45 5,717,572,799.97
872,356,210.16
6,589,929,010.13
YA
YA
TIDAK
YA
0.32 (1,311,007,861.46)
2,429,156,954.35
1,118,149,092.88
YA
TIDAK
TIDAK
YA
5 BANGUNAN
PERDAGANGAN,
HOTEL DAN
6 RESTORAN
PENGANKUTAN
7 DAN
0.50 9,973,222,263.96
4,247,601,249.90
14,220,823,513.86
YA
YA
TIDAK
YA
0.77 (3,986,731,620.66)
46,251,218,612.43
42,264,486,991.77
YA
TIDAK
TIDAK
YA
0.29 3,072,947,432.89
(8,979,555,426.57)
(5,906,607,993.68)
TIDAK
YA
TIDAK
TIDAK
80
KOMUNIKASI
KEUANGAN DAN
8 PERSEWAAN
0.72 29,256,749,998.76
(3,734,584,000.48)
25,522,165,998.28
TIDAK
YA
TIDAK
YA
9 JASA-JASA
1.26 (28,115,268,265.59)
27,269,721,699.53
(845,546,566.06)
YA
TIDAK
YA
TIDAK
Sumber : Badan Busat Statistik Bulukumba dan Sulawesi Selatan Dalam angka 2005 dan 2010 (diolah)
Keterangan
a) berdasarkan analisis kuadran PS, DS
b) berdasarkan analisis LQ
c) berdasarkan analisis pergeseran bersih (PB)
81
Dengan cara setiap program harus disesuaikan dengan pengembangan
sektor masing-masing yang lebih rinci dan tidak bersifat umum agar pengukuran
peranan pemerintah terhadap pengembangan sektor mudah diketahui yang
tuangkan dalam RPJMD Kabupaten Bulukumba.
82
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan dari pembahasan pada bab IV sebelumnya dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Dari hasil analisis diketahui bahwa sektor basis di Kabupaten Bulukumba
yaitu sektor pertanian dan jasa-jasa, sedangkan sektor non basis yaitu
pertambangan, industri pengolahan, listrik gas dan air bersih, Bangunan,
Perdagangan hotel dan restoran, angkutan dan komunikasi, dan keuangan
dan persewaaan.
2. Struktur perekonomian Kabupaten Bulukumba mulai bergerak menuju
pergeseran struktur ekonomi dari sektor primer menuju sektor sekunder dan
tersier walaupun tingkat pergeserannya relatif kecil dan lamban hal ini
terlihat dari kontribusi pertanian semakin menurun sebaliknya industri
pengolahan, perdagangan hotel dan restoran, keuangan dan jasa-jasa
meningkat. Dimana perubahan ini dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi
Sulawesi Selatan 77 persen, industrial mix -19 persen dan daya saing 4
persen.
3. Kebijakan
pembangunan
daerah
Kabupaten
Bulukumba
dalam
pengembangan sektor basis kurang sesuai, hal ini terlihat dari anggaran
83
pertanian lebih sedikit dibandingkan dengan jasa-jasa padahal pertanian
memiliki kontribusi yang tinggi terhadap PDRB dan LQ yang lebih besar.
4. Dari berbagai alat analisis yang digunakan, terlihat ada beberapa
sektor yang
memiliki
beberapa
keunggulan
sekaligus
yaitu
sektor
bangunan dan industry pengolahan dikategorikan sebagai sektor yang
memiliki daya saing yang tinggi, pertumbuhannya pesat dan tergolong
progressif (maju), pertanian dan jasa-jasa mampu berspesialisasi, serta
memiliki
keunggulan
komparatif
sekaligus
tetapi
jasa-jasa
memiliki
keunggulan lain yaitu daya saing. Sedangkan sektor perdagangan hotel dan
restoran memiliki keunggulan kempetitif/daya saing dan dikategorikan
sebagai
kelompok
yang
progresif
(maju) walaupun pertumbuhannya
lambat di tingkat propinsi berbeda dengan keuangan pertumbuhannya cepat
di provinsi dan termasuk progressif. Dari kelebihan masing-masing maka
keenam
sektor
ini
dapat dikatakan sebagai sektor potensial untuk
dikembangkan di Kabupaten Bulukumba.
5.2. Saran
1. Bagi pemerintah Kabupaten Bulukumba
Khusunya bagi pemerintah Kabupaten Bulukumba terutama tim
ekonomi disarankan untuk mengembangkan sektor-sektor yang merupakan
basis, tumbuh cepat di propinsi, memiliki daya saing yang tinggi dan
tergolong sebagai sektor yang progresif di Kabupaten Bulukumba. Seperti
industri pengolahan, bangunan, jasa-jasa, perdagangan hotel dan restoran,
84
keuangan dan persewaan dan pertanian.
Agar tercipta Bulukumba yang
mandiri perekonomiannya karena memiliki sektor berdaya saing tinggi dan
tidak lagi sepenuhnya tergantung dari perekonomian Sulawesi Selatan
dengan cara memberikan prioritas pada sektor basis dan potensial pada
RPJMD Kabupaten Bulukumba.
2. Bagi peneliti
Untuk
penelitian
selanjutnya,
disarankan
untuk
menganalisis
hingga level komoditi yang merupakan sektor basis, memiliki daya saing
tinggi dan tumbuh progressif sehingga pemerintah dapat mengembangkan
komoditi melalui penerapan
yang aplikatif pada
penerapan kebijakan
dimasa yang mendatang.
3. Bagi Pelaku Ekonomi
Pelaku
usaha
di
Kabupaten
Bulukumba
disarankan
untuk
mengembangkan sektor basis, memiliki daya saing yang tinggi dan
berkembang pesat seperti
pertanian, industri pengolahan, jasa-jasa,
perdagangan hotel dan restoran dan bangunan melalui pengembangan
sektor yang saling berkaitan seperti industri pengolahan hasil pertanian,
perdagangan hasil pertanian dan lain lain.
85
Daftar Pustaka
Ahman, eeng. 2001. Ekonomi. Bandung : Grafindo Media Pratama
Arsyad, Lincolin, 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi
Daerah. BPFE, Yogyakarta.
Arsyad, Lincolin. 1999. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: Bagian Penerbitan
STIE YKPN
Badan pusat statistic. 2008. Kabupaten Bulukumba dalam angka 2008
.
Badan pusat statistic. 2003. Kabupaten Bulukumba dalam angka 2003.
Badan pusat statistic. 2005. Kabupaten Bulukumba dalam angka 2005.
Badan pusat statistic. 2010. Kabupaten Bulukumba dalam angka 2010 .
Badan pusat statistic. 2010. Sulawesi selatan dalam angka 2010.
Badan pusat statistic. 2005. Sulawesi selatan dalam angka 2005.
Bendavid-Val., Avrom (1991). Regional and Local Economic Analysis for
Practitioners, Fourth edition, New York: Prager Publisher.
Blakely, Edward j
and Nancey Green Leigh. 2010. planningLokal Economic
evelopment. USA : SAGE Publications, inc.
Boediono (1985). Teori Pertumbuhan Ekonomi., Yogyakarta, BPFE-UGM.
Glasson, John. 1990. Pengantar Perencanaan Regional. Terjemahan Paul
Sitohang. Jakarta: LPFEUI.
Jhingan, M. L, 1992.Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, Terjemahan D.
Guritno. Rajawali, Jakarta.
86
Kuncoro, Mudrajat dan Aswandi H., (2002).”Evaluasi Penetapan Kawasan
Andalan: Studi Empiris di Kalimantan Selatan 1993-1999”, Jurnal
Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol. 16, No.1.
Masita Ibnu, Ita 2006. Analisis sektor basis dalam pembangunan Kabupaten
Bulukumba.
Marhayanie, 2003. Identifikasi Sektor Ekonomi Potensial dalam Perencanaan
Pembangunan Kota Medan.Tesis. Program Pascasarjana USU, Medan
Rahardjo Adisasmita (2005). Dasar-Dasar Ekonomi Wilayah. Graha Ilmu.
Yogyakarta.
Robinson, Taringan . 2005. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi. Jakarta : PT
Bumi Aksara.
Richardson, Harry. 1973. Dasar Dasar Ekonomi Regional. Jakarta: Lembaga
Penerbit FEUI.
Rustiono. 2008 Tesis Analisis Pengaruh Investasi, Tenaga Kerja, Dan
Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Propinsi
Jawa Tengah.
Saerofi, Mujib. 2005. analisis pertumbuhan ekonomi dan pengembangan sektor
potensial di kabupaten semarang.
Samuelson, Paul A and Willian d. Nordhaus.2003. mikroeconomics. New York:
McGraw-HillCompanies, Inc.
Smith, Adam.1991. Wealth of nation. New York: Prometheus books.
Sukirno, Sadono.2000. Makroekonomi Modern: Perkembangan Pemikiran
DariKlasik Hingga Keynesian Baru . Raja Grafindo Pustaka.
87
Sukirno, Sadono. 1994.
Pengantar Teori Makro Ekonomi. Jakarta: PT raja
Grafindo Persada.
Suryana, 2000.Ekonomi Pembangunan: Problematika dan Pendekatan .Penerbit
Salemba Empat Edisi Pertama, 2000.
Supangkat,
Harlan,
Peningkatan
.Analisis
2002.
Pembangunan
Penentuan
Daerah
Sektor
Kabupaten
Prioritas dalam
Asahan
dengan
menggunakan Pendekatan Sekor Pembentuk PDRB ..Tesis. Program
Pascasarjana USU, Medan.
Suparno. 2008. Analisis Pergeseran Struktur Ekonomi dan
Penentuan Sektor
Ekonomi Unggulan Kawasan Sulawesi. Skripsi. Program strata satu IPB,
Bogor.
Suyatno, 2000. Analisa Economic Base terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Tingkat II Wonogiri : Menghadapi Implementasi UU No. 22/1999 dan UU
No. 25/1999. Dalam Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 1.No. 2.Hal. 144159. Surakarta: UMS.
Tarigan, Robinson. 2003. Ekonomi Regional, Teori dan Aplikasi (edisi revisi).
Bumi Aksara, Jakarta.
Todaro,
Michael.
2004.
Pembangunan
Ekonomi
di
Dunia
Ketiga .
PenerbitErlangga Edisi Kedelapan, 2004
Todaro, Michael P. dan Stephen C. Smith. 2000. Pembangunan Ekonomi Jilid 1.
Haris dan Puji [penerjemah]. Erlangga, Jakarta. Todaro, Michael P. 1994.
Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Jilid 2.Burhanuddin dan Haris
[penerjemah]. Erlangga,
Tjokroaminoto, Bintoro. 1995. Perencanaan Pembangunan. Jakarta: PT Gunung
Agung.
88
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .............................................................................
i
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................
ii
KATA PENGANTAR ..........................................................................
iii
DAFTAR ISI .......................................................................................
v
DAFTAR TABEL ...............................................................................
v
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................
vi
DAFTAR GRAFIK ..............................................................................
vii
BAB I. PENDAHULUAN .....................................................................
1
1.1. . Latar Belakang ................................................................
1
1.2. Rumusan Masalah ..........................................................
5
1.3. Tujuan .............................................................................
6
1.4. Manfaat Penelitian ..........................................................
6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA............................................................
7
2.1.
Landasan Teori ............................................................
2.1.1 Konsep PDRB Dan Pertumbuhan Ekonomi ...........
7
7
2.1.2 Sektor Basis ...........................................................
11
2.1.3 Pergeseran Struktur Ekonomi ................................
15
2.2. Penelitian Terdahulu .....................................................
17
2.3. Alur Penulisan ..............................................................
19
BAB III. METODE PENELITIAN ........................................................
22
3.1. Lokasi Penelitian ..........................................................
22
3.2. Jenis dan Sumber Data .................................................
22
3.2.1.Jenis Data .............................................................
22
3.2.2.Sumber Data .........................................................
22
89
3.3. Metode Pengumpulan Data............................................
22
3.4. Model/ Peralatan Analisis ...............................................
23
3.5 Defenisi Operasional Konsep/ Variabel...........................
32
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................
33
4.1. Gambaran Umum lokasi Penelitian ..................................
33
4.1. 1 Kondisi Geografis ..................................................
33
4.1. 2 Potensi Unggulan .................................................
34
4.1.2.1 Pertanian ..........................................................
34
4.1.2.2 Potensi Tanaman Pangan ...............................
35
4.1.2.3 Perikanan Dan Kelautan ..................................
36
4.1.2.4 Peternakan .......................................................
36
4.1.2.5 Pariwisata .........................................................
38
4.1.3. Keadaan Penduduk ................................................
38
4.1.4. Pertumbuhan PDRB ...............................................
39
4.1.5 Struktur Ekonomi .....................................................
41
4.2 Sektor basis Dan Non Basis Di Kabupaten Bulukumba ..
42
4.3. Pergeseran Struktur Ekonomi ..........................................
44
4.3.1 Shift Share .............................................................
44
4.3.2 Perhitungan Bersih.................................................
51
4.3.3 Analisis Kuadran ....................................................
53
4.4. Analisis RPJMD Bulukumba ..............................................
55
4.5. Pembahasan Sektoral ........................................................
57
4.5.1. Pertanian ...............................................................
57
4.5.2 Pertambangan........................................................
60
90
4.5.3 Industri Pengolahan ...............................................
62
4.5.4 Listrik Gas dan Air bersih .......................................
65
4.5.5 Bangunan ...............................................................
66
4.5.6 Perdagangan Hotel dan Restoran ...........................
68
4.5.7 Angkutan dan Telekomunikasi ................................
70
4.5.8 Keuangan dan Persewaan ......................................
72
4.5.9 Jasa-Jasa................................................................
74
4.6 Ringkasan Analisis dan Relevansi Kebijakan yang Tepat
Di Kabupaten Bulukumba ................................................
76
BAB V. PENUTUP .............................................................................
82
5.1. Kesimpulan.....................................................................
82
5.2. Saran ..............................................................................
83
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
91
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 : Alur Penulisan ..............................................................
21
Gambar 4.1 : Kuadran Ps dan Ds ......................................................
53
92
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Persentase Kontribusi Sektoral Terhadap PDRB
Kabupaten Bulukumba ........................................................
3
Tabel 4.1 Pertumbuhan PDRB Kabupaten Tahun 2000-2009 ...........
39
Tabel 4.2 Persentase Pertumbuhan setiap sektor lapangan
Usaha di Kabupaten Bulukumba Tahun 2001-2009 ..........
40
Tabel 4.3 Persentase Kontribusi PDRB Setiap Sektor Ekonomi Atas
Dasar Harga Berlaku di Kabupaten Bulukumba Tahun
2000-2009 ..........................................................................
42
Tabel 4. Nilai Location Quation Sulawesi Dirinci Persektor Ekonomi
Tahun
2000-2007.........................................................
44
Table 4.5 Perubahan Sektoral dan Komponen yang Mempengaruhi
Ekonomi Sulawesi, 2000-2009 ...............................................
45
Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Bersih Shift Share Analisis .....................
52
Tabel 4.7 Ringkasan Hasil Analisis dari Berbagai Alat Analisis ..................
78
93
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1.1 Perkembangan Sektoral pada PDRB Bulukumba .............
2
Grafik 4.1 Perkembangan LQ Pertanian ...........................................
58
Grafik 4.2 Perkembangan LQ Pertambangan ....................................
61
Grafik 4.3 Perkembangan LQ Industry Pengolahan ..........................
63
Grafik 4.4 Perkembangan LQ Listrik, Gas dan Air bersih .................
65
Grafik 4.5 Perkembangan LQ Bangunan ...........................................
67
Grafik 4.6.Perkembangan LQ Perdagangan Hotel dan Restoran ......
69
Grafik 4.7 Perkembangan LQ Pengangkutan dan Komunikasi ..........
71
Grafik 4.8 Perkembangan LQ Keuangan dan Persewaan .................
72
Grafik 4.9 Perkembangan LQ Sektor Jasa-Jasa................................
74
94
Bismillahirrahmanirrahim.
Puji Syukur kehadirat Allah SWT karena Berkat dan Rahmat-Nya
sehingga penulis mampu menyelesaikan karya tulis ilmiah berupa skripsi
yang berjudul “Analisis Sektor Basis Dan Pergeseran Struktur
Ekonomi Kabupaten Bulukumb Periode 2000-2009”.
Penulisan skrispi ini diharapkan mampu menjadi solusi terhadap
persoalan pengelolaan perekonomian di Kabupaten Bulukumba dalam
pengembangan sektor basis dan berdaya saing tinggi menuju Bulukumba
yang lebih mandiri, Tidak hanya sebagai rutinitas untuk menjadi sarjana di
fakultas ekonomi Universitas Hasanuddin.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh dosen
Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNHAS, khususnya
Ibu Prof.Dr.Hj. Rahmatia, MA selaku ketua jurusan ilmu ekonomi, Ibu Dr.
Indraswati Try Abde Revianne, SE, M.si selaku sekretaris jurusan ilmu
ekonomi,Bapak Dr. Abd. Hamid Paddu, MA selaku penasehat akademik
penulis di jurusan ilmu ekonomi, Bapak Drs. Abdul Madjid Sallatu, MA
selaku pembimbing satu, Dr. Agussalim, Msi selaku pembimbing dua yang
banyak memberikan bantuan dalam penyusunan Skripsi ini dan semua
dosen-dosen yang memiliki kontribusi berupa saran terhadap penyusunan
skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan karya tulis ini sangat
jauh dari kesempurnaan sehingga dibutuhkan kritik dan saran untuk
95
menyempurnakan karya tulis berikutnya. Semoga karya tulis yang berupa
skripsi
ini memberikan manfaat bagi kita semua orang menginginkan
pengetahuan dalam hidupnya.
Makassar, 11 Oktober 2011
Penulis
96
LAMPIRAN
97
Download