1 PENDAHULUAN Latar Belakang Lebih dari seratus tahun, hampir setiap penelitian biomedikal menggunakan hewan sebgai subjek penelitian. Beberapa alasan hewan dapat menjadi subjek yang baik dalam penelitian yaitu DNA hewan hampir mirip dengan DNA manusia, rentan memiliki masalah kesehatan sama seperti manusia, dan lebih mudah mengkontrol lingkungan sekitar hewan yang sulit dilakukan jika pada manusia. Salah satu hewan yang sering digunakan dalam penelitian adalah mencit, yang memiliki DNA 98 % hampir mirip dengan manusia (Anonim, 2010). Mencit (Mus musculus) merupakan hewan yang jinak dan mudah dikendalikan. Mencit lebih sering digunakan untuk penelitian daripada mamalia lainnya, karena masa hidup mencit pendek, masa kebuntingan yang pendek, jumlah anak sekelahiran banyak dan keragaman genetik (Hrapkiewicz dkk, 1998). Usus halus dibagi menjadi tiga bagian, yaitu duodenum, jejunum dan ileum. Lapisan usus terbagi menjadi tunika mukosa, tunika muskularis dan tunika serosa. Tunika muskularis terdiri dari dua lapisan, yaitu lamina muskularis sirkularis internus dan lamina muskularis longitudinal eksternus. Diantara dua lapisan tersebut berisi pleksus myenterikus (Eurell dan Frappier, 2006). Dalam usus terdapat sistem saraf usus (enteric nervous system/ENS) yang mengatur sekresi traktus gastrointestinal, aliran darah, motilitas traktus digestivus, dan berperan untuk mengatur inervasi intrinsik pada traktus gastrointestinal (Robert dan Powley, 2007). Enteric nervous system terdiri dari sel 1 2 bodi dan kumpulan saraf yang terletak dalam dinding usus. Enteric nervous system mengatur dua sistem ganglia, yaitu pleksus myenterikus (Aurbach) dan pleksus submukosa (Meissner). Pleksus myenterikus terdiri dari ganglia yang berada diantara lapisan muskularis sirkuler dan lapisan muskularis longitudinal. (Cunningham dan Klein, 2007). Pleksus mienterikus memiliki dua tipe neuron yaitu yang bersifat eksitatorik (neuron asetilkolinergik) dan bersifat inhibitorik (neuron nitrergik). Neuron nitrergik mensekresikan transmitter inhibitor salah satunya adalah nitric oxide (Cunningham dan Klein, 2007). Nitric oxide (NO) sebagai neuromuskular neurotransmitter dari nonkolinergik nonadrenergik (NANC) yang menghambat saraf parasimpatis dan sistem saraf enterik (Thatte dkk., 2009). Nitric oxide berperan penting dalam relaksasi otot polos dan terlibat dalam proses fisiologis dan patologis. Produksi NO ditandai dengan adanya enzim nitric oxide synthase (NOS). Aktivitas dapat dideteksi menggunakan metode pewarnaan NADPH-d dan memberikan hasil positif (Bolekova dkk., 2011). Dalam penelitian-penelitian yang terdahulu belum ada yang menggunakan usus halus mencit Swiss sebagai hewan coba. Sehingga hal ini yang melatarbelakangi dilakukannya penelitian ini. Beberapa penelitian terdahulu tentang saraf nitrergik antara lain distribusi morfologi dan proyeksi neuron nitrergik dan neuron non nitrergik submukosa di usus halus babi (Brehmer dkk., 1998), distribusi neuron nitrergik pada trakhea codot (Rousettus sp.) (Musana dan Kusindarta, 2009), distribusi dan morfologi neuron nitrergik area pada korteks 3 somatosensori primer tikus (Campos dkk, 2012), perubahan hasil restriksi protein neuron nitrergik mienterikus di kolon proksimal tikus (Uliana dkk, 2015). Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil saraf nitrergik pleksus mienterikus usus halus segmen duodenum, jejunum dan ileum pada mencit Swiss. Manfaat Penelitian Penelitian ini merupakan salah satu penerapan ilmu faal fisiologi. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya terhadap saraf nitrergik pada jaringan dan hewan lain.