BAB II LANDASAN TEORI A. Grand Theory Teori-teori yang dapat menjelaskan tentang harga saham IPO yang mengalami underpricing yaitu : 1. Teori Sinyal (Signaling Theory) Theory Signaling menyatakan bahwa perusahaan yang berkualitas baik dengan sengaja akan memberikan sinyal pada pasar, dengan demikian pasar diharapkan dapat membedakan perusahaan yang berkualitas baik dan buruk. Menurut Rahmawati (2007), penggunaan sinyal positif secara efektif dapat mengurangi tingkat ketidakpastian yang dihadapi investor, sehingga investor dapat membedakan kualitas perusahaan yang baik dan buruk. Morris (1987) dalam Rahmawati (2007) menggambarkan teori Signaling sebagai berikut; penjual (underwriter dan emiten) di pasar mempunyai informasi yang lebih baik dibanding pembeli (investor). Pembeli yang tidak mempunyai informasi mengenai produk penjual akan menilai produk tersebut sesuai persepsi mereka. Akibatnya penjual dengan kualitas tinggi akan mengalami kerugian karena harga jualnya rendah. Seandainya pembeli mengetahui kualitas dari produk tersebut maka harga jualnya dapat lebih tinggi dan penjual akan tidak mengalami kerugian. Perusahaan dengan tingkat ekspektasi keuntungan yang baik akan berusaha menunjukan kualitas perusahaannya yang lebih baik dengan 7 8 melakukan underpricing dan memberikan informasi mengenai besarnya jumlah saham yang ditahan oleh perusahaan. Harga penawaran yang underprice dianggap oleh eksternal investor sebagai sinyal yang dapat dipercaya mengenai kualitas perusahaan dikarenakan tidak semua perusahaan sanggup untuk menanggung biaya underpricing. 2. Teori Asimetri Informasi (Asymmetry Information Theory) Teori ini mengatakan bahwa dalam pihak pihak yang berkaitan dengan perusahaan tidak mempunyai informasi yang sama mengenai prospek dan resiko perusahaan. Pihak tertentu mempunyai informasi yang lebih dari pihak lainnya. Asimetri informasi (information asymmetry) adalah suatu kondisi di mana ada ketidakseimbangan perolehan informasi antara pihak manajemen sebagai penyedia informasi (prepaper) dengan pihak pemegang saham dan stakeholder informasi (user). pada umumnya sebagai pengguna Menurut Scott (2009), terdapat dua macam asimetri informasi yaitu: a. Adverse selection, yaitu bahwa para manajer serta orang-orang dalam lainnya biasanya mengetahui lebih banyak tentang keadaan dan prospek perusahaan dibandingkan investor pihak luar. Dan fakta yang mungkin dapat mempengaruhi keputusan yang akan diambil oleh pemegang saham tersebut tidak disampaikan informasinya kepada pemegang saham. b. Moral hazard, yaitu bahwa kegiatan yang dilakukan oleh seorang manajer tidak seluruhnya diketahui oleh pemegang saham maupun pemberi 9 pinjaman. Sehingga manajer dapat melakukan tindakan diluar pengetahuan pemegang saham yang melanggar kontrak dan sebenarnya secara etika atau norma mungkin tidak layak dilakukan. Adanya asimetri informasi memungkinkan adanya konflik yang terjadi antara principal dan agent untuk saling mencoba memanfatkan pihak lain untuk kepentingan sendiri. B. PASAR MODAL 1. Pengertian Pasar Modal Menurut UU No. 8 Tahun 1995, pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. Pasar modal merupakan sarana perusahaan untuk meningkatkan kebutuhan dana jangka panjang dengan menjual saham atau mengeluarkan obligasi (Jogiyanto, 2007). Secara sederhana dapat dikatakan bahwa pasar modal sama saja dengan pasar-pasar lain pada umumnya yaitu sesuai dengan namanya adalah tempat berlangsungnya kegiatan jual beli. Yang membedakan pasar modal dengan pasar lainnya adalah objek yang diperjual-belikan di tempat tersebut. Dalam pasar modal terdapat berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang biasa diperjualbelikan, baik dalam bentuk utang maupun modal sendiri (Darmadji, 2001). Semua yang termasuk surat berharga dapat disebut efek. 10 Efek merupakan surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, unit penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek, dan lain sebagainya. 2. Jenis Pasar Modal Menurut Samsul (2006) terdapat empat jenis pasar yang terdapat di pasar modal, yaitu : 1. Pasar Perdana (Primary Market) Pasar Perdana adalah jenis pasar pada pasar modal dimana saham dan sekuritas lainnya dijual pertama kali pada masyarakat (penawaran umum) sebelum saham dan sekuritas tersebut dicatatkan di bursa. Kegiatan ini disebut penawaran umum perdana (Initial Public Offering). Harga saham di pasar perdana ditentukan oleh emiten dan penjamin emisi (underwriter) berdasarkan faktor-faktor fundamental dan faktor lain yang perlu diidentifikasi. Underwriter selain menentukan harga saham bersama emiten, juga melakukan proses penjualannya. Berikut ini adalah ciri-ciri pasar perdana : a. Emiten menjual saham kepada masyarakat luas melalui penjamin emisi dengan harga yang telah disepakati antara emiten dan penjamin emisi seperti yang tertera dalam prospectus. b. Pembeli tidak dipungut biaya transaksi 11 c. Pembeli belum pasti memperoleh jumlah saham sebanyak yang dipesan, apabila terjadi oversubscribed d. Investor membeli melalui penjamin emisi ataupun agen penjual yang ditunjuk e. Masa pemesanan terbatas 2. Pasar Sekunder (Secondary Market) Pasar Sekunder adalah pasar modal dimana saham dan sekuritas lainnya diperjualbelikan kepada umum setelah masa penjualan di pasar perdana. Harga saham di pasar ini ditentukan oleh permintaan dan penawaran yang dipengaruhi oleh berbagai faktor internal seperti kebijakan deviden dan faktor eksternal seperti kebijakan moneter dan inflasi. Berikut ini adalah ciri-ciri pasar sekunder : a. Harga terbentuk oleh investor melalui perantara efek (anggota bursa) yang berdagang di bursa efek. b. Transaksi dibebani biaya jual dan beli c. Pesanan dapat berjumlah yang tak terbatas d. Anggota bursa memasukkan tawaran jual/beli ke dalam komputer perdagangan (sistem) yang disediakan oleh phak bursa 12 3. Pasar Ketiga Pasar ketiga adalah sarana transaksi jual-beli efek antara market maker serta investor dan harga dibentuk oleh market maker. Investor dapat memilih market maker yang memberi harga terbaik. Market maker adalah anggota bursa. Para market maker ini akan bersaing dalam menentukan harga saham, karena satu jenis saham dipasarkan oleh lebih dari satu market maker. Sampai saat ini, Indonesia belum memiliki pasar ketiga. Berikut adalah ciri-ciri pasar ketiga : a. Harga dibentuk oleh market maker b. Investor membeli dan menjual dari dan ke market maker c. Jumlah market maker banyak sehingga investor dapat memilih harga terbaik d. Perdagangan dilaksanakan di kota-kota besar dalam satu jaringan nasional e. Market maker berdagang dari kantor masing-masing dengan jaringan komputer 4. Pasar Keempat Pasar keempat adalah sarana transaksi jual-beli antara investor jual dan investor beli tanpa melalui perantara efek. Transaksi ini dilakukan secara tatap muka antara investor beli dan investor jual untuk saham atas pembawa. Mekanisme ini dapat dilakukan melalui electronic 13 network (ECN). Pasar keempat ini hanya dilaksanakan oleh para investor besar karena dapat menghemat biaya transaksi daripada jika dilakukan di pasar sekunder. Berikut adalah ciri-ciri pasar keempat : a. Investor beli dan investor jual bertransaksi langsung melalui ECN b. Harga terbentuk dalam tawar menawar langsung antara investor beli dan investor jual c. Investor menjadi anggota ECN d. ECN terdaftar sebagai bursa efek C. Saham 1. Pengertian Saham Terdapat beberapa pengertian saham menurut para ahli salah satunya adalah menurut Fakhruddin (2008:30) saham adalah surat berharga yang menunjukkan kepemilikan seorang investor di dalam suatu perusahaan yang artinya jika seseorang membeli saham suatu perusahaan, itu berarti dia telah menyertakan modal ke dalam suatu perusahaan tersebut sebanyak jumlah saham yang dibeli. Rusdin (2006:68) menyebutkan bahwa saham adalah sertifikat yang menunjukan bukti kepemilikan suatu perusahaan, dan pemegang saham memiliki hak klaim atas penghasilan dan aktiva perusahaan. 14 Jadi dapat disimpulkan bahwa saham adalah surat tanda kepemilikan bagian modal pada suatu perusahaan yang menjelaskan bahwa pemilik kertas tersebut adalah pemilik perusahaan yang ditanamkan modal. Harga saham merupakan salah satu indikator pengelolaan perusahaan. Keberhasilan dalam menghasilkan keuntungan akan memberikan kepuasan bagi investor yang rasional. Harga saham yang cukup tinggi akan memberikan keuntungan, yaitu berupa capital gain dan citra yang lebih baik bagi perusahaan sehingga memudahkan bagi manajemen untuk mendapatkan dana dari luar perusahaan. Harga pasar saham berubah setiap saat, dengan demikian pada saat kondisi perusahaan menurun maka harga saham juga akan turun. Demikian pula sebaliknya bila kondisi perusahaan membaik harga saham akan naik. 2. Jenis Saham Saham dibagi menjadi dua jenis yaitu : a. Saham biasa (common stock) Saham biasa adalah suatu sertifikat atau piagam yang memiliki fungsi sebagai bukti pemilikan suatu perusahaan dengan berbagai aspek-aspek penting bagi perusahaan. Pemilik saham akan mendapatkan hak untuk menerima sebagian pendapatan tetap/deviden dari perusahaan serta kewajiban menanggung resiko kerugian yang diderita perusahaan. Orang yang memiliki saham suatu perusahaan memiliki hak untuk ambil bagian dalam 15 mengelola perusahaan sesuai degnan hak suara yang dimilikinya berdasarkan besar kecil saham yang dipunyai. Semakin banyak prosentase saham yang dimiliki maka semakin besar hak suara yang dimiliki untuk mengontrol operasional perusahaan. b. Saham Preferen (Preferred Stock) Saham preferen adalah saham yang pemiliknya akan memiliki hak lebih dibanding hak pemilik saham biasa. Pemegang saham preferen akan mendapat dividen lebih dulu dan juga memiliki hak suara lebih dibanding pemegang saham biasa seperti hak suara dalam pemilihan direksi sehingga jajaran manajemen akan berusaha sekuat tenaga untuk membayar ketepatan pembayaran dividen preferen agar tidak lengser. Saham yang memiliki karakteristik gabungan antara obligasi dan saham biasa, karena bisa menghasilkan pendapatan tetap (seperti bunga obligasi), tetapi juga bisa tidak mendatangkan hasil seperti yang dikehendaki investor. Persamaannya dengan obligasi adalah adanya klaim atas laba dan aktiva sebelumnya, devidennya tetap selama masa berlaku dari saham, dan memiliki hak tebus dan dapat dipertukarkan (convertible) dengan saham biasa. 16 D. Initial Public Offering Perusahaan yang membutuhkan dana dapat melakukan penerbitan surat berharga seperti saham (stock). Surat berharga yang baru dijual dapat berupa penawaran perdana ke publik (initial public offering atau IPO). Initial Public Offering (IPO) merupakan kegiatan yang dilakukan perusahaan dalam rangka penawaran umum penjualan saham perdana (Ang, 1997). Penawaran umum atau pertama kali disebut dengan IPO (Initial Public Offering), dan perusahaan yang melakukan IPO disebut sebagai perusahaan Go Public. Penawaran umum awal ini telah mengubah status perusahaan dari perseroan tertutup menjadi perseroan terbuka (Tbk.). Harga saham pada pasar perdana ditentukan oleh penjamin emisi dan perusahaan yang akan Go Public (emiten). Setelah saham dijual di pasar perdana kemudian saham tersebut didaftarkan di pasar sekunder (listing). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal makna go public adalah kegiatan penawaran saham atau efek lainnya yang dilakukan oleh emiten (perusahaan penerbit saham) kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur oleh UU Pasar Modal dan Peraturan Pelaksanaannya. Istilah go public hanya dipakai pada waktu perusahaan pertama kalinya menjual saham atau obligasi. Sedangkan Initial Public Offering merupakan kegiatan yang dilakukan perusahaan dalam rangka penawaran umum penjualan saham perdana (Ang, 1997). Jadi makna Go Public ditujukan untuk perusahaanya sedangkan IPO ditujukan untuk kegiatan yang rangka melakukan penawaran umum penjualan saham perdana. 17 Dalam proses Initial Public Offering, calon emiten harus melewati beberapa tahapan (Ang, 1997), yaitu sebagai berikut : 1. Tahap Persiapan Tahap persiapan merupakan tahapan yang paling panjang diantara tahapan yang lain ,kegiatan yang dilakukan tahapan ini merupakan persiapan sebelum mendaftar ke BAPEPAM (Badan Pengawas Pasar Modal). Dalam tahapan ini, RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) merupakan langkah awal untuk mendapatkan persetujuan dari pemegang saham mengenai rencana go public. Anggaran dasar perseroan juga harus diubah sesuai dengan anggaran dasar publik. Kegiatan lain dalam tahap ini adalah penunjukan penjamin pelaksana emisi (lead underwriter) serta lembaga dan profesi pasar modal, yaitu akuntan public, konsultan hukum, penilai, Biro Administrasi Efek (BAE) dan notaris. 2. Tahap Pemasaran Pada tahap ini, BAPEPAM akan melakukan penelitian tentang keabsahan dokumen, keterbukaan seluruh aspek legal, akuntansi, keuangan dan manajemen. Langkah selanjutnya adalah pernyataan pendaftaran yang diajukan ke bapepam sampai pernyataan pendaftaran yang efektif. 18 3. Tahap Penawaran Umum Pada tahap ini calon emiten menerbitkan prospectus ringkas di dua media cetak yang berbahasa Indonesia, yang dilanjutkan dengan penyebaran prospektus lengkap final, melakukan penjatahan, refund dan akhirnya penyerahan Surat Kolektif Saham (SKS) bagi yang mendapat jatahnya. 4. Tahap Perdagangan Sekunder Tahap ini meliputi tahapan melakukan pendaftaran ke bursa efek untuk mencatatkan sahamnya sesuai dengan kelanjutan perjanjian pendahuluan pencatatan yang telah disetujui. Setelah tercatat maka saham dapat diperdagangkan dilantai bursa. E. Underpricing Underpricing saham adalah suatu keadaan dimana harga saham yang diperdagangkan di pasar perdana lebih rendah dibandingkan ketika di pasar sekunder (Sumarso, 2003 dalam Syahputra, 2008). Menurut Brigham (2001), underpricing dapat dikatakan sebagai keadaan dimana saham memberikan return positif pada transaksi pasar sekunder setelah penawaran perdana. Selisih harga inilah yang dikenal sebagai Initial Return (IR) atau positif return bagi investor yaitu nilai positif return yang diperoleh dari penawaran perdana mulai dari saat dibeli di pasar primer sampai pertama kali didaftarkan di pasar sekunder (Jogiyanto, 2008). 19 Harga penawaran saham di pasar perdana adalah hasil kesepakatan antara emiten dengan underwriter. Setelah melakukan penawaran perdana, saham diperjual-belikan di pasar sekunder dimana harga saham ditentukan oleh kuatnya penawaran dan permintaan akan saham. Persentase selisih harga saham di pasar sekunder dibandingkan dengan harga saham pada penawaran perdana menjadi ukuran besarnya initial return. Apabila harga saham di pasar sekunder pada hari pertama perdagangan saham secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan harga penawaran di pasar perdana maka saham mengalami underpricing (Sulistio, 2005) atau dengan kata lain dapat dirumuskan sebagai berikut : Initial Return = Closing price – Offering price x 100% Offering price Perbedaan yang terjadi tersebut timbul dari masalah penentuan harga di pasar perdana. Di satu sisi, pihak pemegang saham lama tidak ingin menawarkan saham baru dengan harga yang terlalu murah kepada investor baru, tetapi di sisi lain investor menginginkan untuk memperoleh capital gain dari pembelian saham di pasar perdana tersebut. Underpricing terjadi karena perusahaan dinilai lebih rendah dari nilai yang sesungguhnya oleh underwriter dalam rangka mengurangi resiko yang harus dihadapi karena fungsi penjaminannya. Emiten dapat dikatakan sebagai pihak yang tidak mengetahui keadaan pasar modal sesungguhnya. Dalam hal ini underwriter sebagai pihak yang sering berhubungan dengan pasar modal mempunyai informasi yang lebih banyak mengenai pasar modal bila dibandingkan 20 dengan calon emiten. Adanya asimetri informasi inilah yang menyebabkan harga saham pada penawaran perdana lebih rendah daripada harga saham di pasar sekunder. Penentuan harga saham pada saat IPO merupakan bagian yang tersulit, sekaligus penting karena tidak adanya harga sebelumnya di pasar dan sejarah mengenai operasi perusahaan sangat sedikit atau hampir tidak ada. Jika harga ditentukan terlalu rendah, perusahaan penerbit tidak dapat memperoleh dana maksimal dari potensi yang ada untuk menaikkan modalnya. Jika harga terlalu tinggi, investor akan memperoleh return yang sangat kecil sehingga berakibat pada penolakan investor untuk membeli saham tersebut, dengan demikian tanpa harga yang akurat pasar dapat menguntungkan salah satu pihak dan merugikan pihak lainnya. F. Informasi yang Mempengaruhi Tingkat Underpricing 1. Informasi Akuntansi Berikut diuraikan beberapa informasi akuntansi yang merupakan rasio keuangan yang dapat mempengaruhi kecenderungan terjadinya underpricing saham yaitu profitabilitas (ROA), financial leverage (DER) dan ukuran perusahaan (firm size). a. Profitabilitas (Return On Assets) adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dan mengukur tingkat efisiensi operasional dan efektivitas manajemen dalam menggunakan harta yang dimilikinya. Untuk mengetahui tingkat kemampuan laba terhadap modal yang dimilikinya adalah dengan 21 ROA (Return On Assets). Semakin tinggi ROA, berarti perusahaan semakin mampu mendayagunakan aset dengan baik untuk memperoleh laba (Arief, 2009). ROA dapat digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dengan investasi yang telah ditanamkan untuk mendapatkan laba, sehingga underpricing (Ghozali, dapat 2002). mempengaruhi ROA dapat dihitung fenomena dengan menggunakan rumus : Laba Bersih Setelah Pajak x 100% Total Aktiva b. Financial Leverage (DER) menunjukkan perbandingan hutang dengan modal yang perusahaan. Semakin tinggi tingkat leverage, semakin tinggi pula tingkat resiko perusahaan dan tentunya investor akan mempertimbangkan hal ini untuk proses pengambilan keputusan (Wati, 2004). Perusahaan yang sedang berkembang dan tumbuh hampir pasti akan memerlukan sumber pendanaan untuk mendanai operasional perusahaan. Perusahaan tersebut memerlukan banyak dana operasional yang tidak mungkin dapat dipenuhi hanya dari modal sendiri yang dimiliki perusahaan. Pengaruh investor dalam informasi ini menyebabkan harga saham yang ditawarkan menjadi underpricing. DER dapat dihitung dengan menggunakan rumus : Total Hutang Total Modal x 100% 22 c. Ukuran Perusahaan (Firm Size) Ukuran besar kecilnya suatu perusahaan dapat ditentukan oleh beberapa hal, antara lain dengan total aset, total penjualan, rata-rata tingkat penjualan dan rata-rata total aset. Sehubungan dengan total aset, apabila perusahaan memiliki total aset yang besar maka hal tersebut menunjukkan bahwa perusahaan tersebut mencapai tahap kedewasaan. Investor tentunya akan lebih tertarik menawarkan modalnya pada perusahaan yang mempunyai prospek baik dalam jangka waktu yang relatif lama. Pada umumnya perusahaan yang berskala besar lebih dikenal masyarakat calon investor dibandingkan dengan perusahaan berskala kecil. Ukuran perusahaan diukur dengan menghitung logaritma natural total aktiva tahun terakhir sebelum perusahaan tersebut listing (Ardiansyah, 2004 dalam Evi, 2013) atau total aktiva emiten setahun sebelum IPO (Yolana dan Martani, 2005). 2. Informasi Non-Akuntansi Berikut diuraikan beberapa informasi non akuntansi yaitu reputasi underwriter dan reputasi auditor. a. Reputasi Underwriter Menurut UU No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal pengertian underwriter atau penjamin emisi efek adalah pihak yang membuat kontrak dengan emiten untuk melakukan penawaran umum bagi 23 kepentingan emiten dengan atau tanpa kewajiban untuk membeli sisa efek yang tidak terjual. Sedangkan reputasi underwriter adalah penilaian umum masyarakat terhadap kualitas underwriter, yang dinilai dari kinerja yang dihasilkan (Guntur, 2009). Apabila kinerja yang ditunjukkan baik, maka underwriter tersebut memiliki reputasi yang baik, demikian pula sebaliknya. Harga saham perdana ditentukan berdasarkan kesepakatan antara emiten dengan underwriter, oleh karena itu underwriter mempunyai peranan yang besar bagi perusahaan calon emiten. Terdapat beberapa bentuk tipe penjaminan efek yang dilakukan oleh underwriter (Yayuk, 2006) : - Full Commitment Dalam hal ini penjamin bertanggungjawab mengambil alih resiko penawaran efek dengan cara memberikan jaminan kepada emiten bahwa setiap bagian surat berharga yang tidak laku terjual akan dibeli oleh underwriter dengan harga perdana yang ditawarkan ke publik. - Best Effort Commitment Dalam bentuk ini, underwriter hanya bertanggungjawab untuk melakukan usaha-usaha terbaiknya agar surat berharga dapat terjual dengan harga perdana yang telah ditetapkan. Oleh karena 24 itu, jika ada bagian efek yang tidak terjual akan dikembalikan kepada emiten. - Standby Commitment Dalam hal ini, underwriter akan membeli bagian efek yang tidak terjual sampai jangka waktu yang disetujui bersama. Namun, pembelian yang dilakukan oleh underwriter adalah pada tingkat harga yang telah diperjanjikan sebelumnya, yang besarnya di bawah harga perdana yang ditawarkan ke publik. - All or None Commitment Dalam hal ini seluruh efek yang ditawarkan harus terjual semuanya. Apabila tidak, bagian yang tidak sempat terjual akan dikembalikan bersama-sama dengan yang belum terjual kepada perusahaan atau emiten. Jadi pada prinsipnya adalah terjual seluruh saham atau tidak sama sekali. Hal seperti ini biasanya ditempuh karena perusahaan atau emiten membutuhkan jumlah minimal dana tertentu yang apabila jumlah dana ini tidak dapat dicapai, maka investasi yang dimaksud tidak akan berguna. Dalam proses IPO di Indonesia, bentuk penjaminan yang digunakan adalah Full Commitment maka apabila ada saham yang masih tersisa, underwriter berkewajiban untuk membelinya. Underwriter yang belum memiliki reputasi akan sangat berhati-hati untuk menghindari resiko sehingga akan memberikan harga saham yang rendah, sedangkan underwriter yang bereputasi tinggi akan memberikan harga yang tinggi 25 sesuai dengan konsekuensi dari kualitas penjaminannya. Untuk itu dalam hal memilih underwriter yang tepat bagi perusahaan yang akan melakukan IPO akan sangat berpengaruh dalam keberhasilan penawaran perdana. Laku tidaknya saham yang dijamin di pasar perdana, menjadi salah satu indikator kesuksesan dari underwriter. Bila IPO suatu jenis saham berjalan dengan sukses dan sahamnya laku di pasar, maka underwriter yang menjadi pendukung IPO akan dikenang oleh pemodal. Sebaliknya, bila proses IPO tersendat dengan harga saham yang jatuh di pasar, maka pemodal akan berpandangan negatif dan kredibilitas underwriter akan dipandang rendah. b. Reputasi Auditor Reputasi auditor menunjukkan penilaian umum masyarakat terhadap kemampuan auditor dalam mengungkapkan kewajaran penyajian laporan keuangan perusahaan (Guntur, 2009). Reputasi yang baik dari auditor ditunjukkan dengan tidak adanya masalah yang pernah terjadi pada auditor, pengalaman auditor yang cukup lama dan kemampuan auditor dalam memeriksa laporan keuangan bahkan termasuk dalam temuan-temuannya. Perusahaan yang akan melakukan IPO akan memilih KAP yang bereputasi baik dan tidak pernah bermasalah dalam melakukan praktiknya. Auditor bereputasi baik mempunyai peran untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat mengenai keakuratan informasi 26 yang disajikan dalam prospektus sebagai dasar analisis untuk mengambil keputusan berinvestasi. G. Peneliti Terdahulu Beberapa penelitian mengenai penyebab terjadinya underpricing telah banyak dilakukan baik di luar negeri maupun di Indonesia dengan pendekatan yang berbeda, dengan hasil yang berbeda pula. Perbedaan ini mungkin saja terjadi karena adanya perbedaan kondisi setiap pasar modal serta lingkungannya, perbedaan persepsi peneliti, serta data yang digunakan. Berikut adalah peneliti terdahulu beserta dengan hasil penelitiannya : Tabel 2.1 Peneliti Terdahulu NAMA PENELITI DAN TAHUN PENELITIAN Imam Ghozali dan Mudrik Al Mansur (2002) Chastina Yolana dan Dwi Martani (2005) Helen Sulistio (2005) VARIABEL PENELITIAN ROA reputasi underwriter financial leverage reputasi underwriter rata-rata kurs skala perusahaan ROE jenis industri Ukuran perusahaan EPS Leverage PER Persentase saham lama Reputasi auditor Reputasi underwriter HASIL PENELITIAN ROA , reputasi underwriter serta financial leverage berpengaruh signifikan negatif Jenis industri dan reputasi underwriter berpengaruh signifikan negatif Leverage berpengaruh signifikan negatif dan Persentase saham lama berpengaruh signifikan positif 27 Aiza Hayati (2007) Sri Isworo (2007) Guntur Muqti Wibowo (2009) Zirman dan Edfan Darlis (2010) Ardhini Yuma Sari (2011) I Dewi Ayu Krisiantari (2012) Natali dan Mailana (2012) Pengaruh industri ROA Reputasi underwriter Ukuran perusahaan PER Reputasi auditor Umur perusahaan Reputasi Underwriter Leverage ROE presentase saham kondisi pasar umur perusahaan ukuran perusahaan kondisi pasar reputasi underwriter reputasi auditor umur perusahaan ROA ROA financial leverage ukuran perusahaan reputasi auditor umur perusahaan reputasi underwriter DER ROA Umur perusahaan ukuran perusahaan EPS persentase saham yang ditawarkan reputasi underwriter ukuran perusahaan tujuan penggunaan dana hasil IPO reputasi auditor umur perusahaan ROA DER jenis industri Reputasi underwriter reputasi auditor ROE skala perusahaan persentase saham yang Ukuran perusahaan berpengaruh signifikan leverage dan reputasi underwriter berpengaruh signifikan reputasi auditor, umur perusahaan, dan ROA berpengaruh signifikan reputasi underwriter berpengaruh signifikan negatif EPS dan persentase saham yang ditawarkan berpengaruh signifikan negatif reputasi underwriter, ukuran perusahaan, tujuan penggunaan dana hasil IPO untuk investasi berpengaruh signifikan negatif Reputasi underwriter berpengaruh signifikan 28 ditawarkan financial leverage ROA umur perusahaan ukuran perusahaan Sumber : data yang telah diolah Evi Ferawati (2013) H. ROA dan ukuran perusahaan berpengaruh signifikan negatif Kerangka Pemikiran dan Model Konseptual 1. Kerangka Pemikiran dan Perumusan Hipotesis a. Pengaruh Profitabilitas (ROA) Terhadap Underpricing ROA merupakan informasi tingkat keuntungan yang dapat dicapai perusahaan. Informasi ini akan memberikan informasi kepada pihak luar mengenai efektivitas operasional perusahaan. Probabilitas perusahaan yang tinggi akan mengurangi ketidakpastian IPO sehingga mengurangi tingkat underpricing. Menurut peneliti terdahulu, antara lain Ghozali (2002), Guntur (2009) dan Evi (2013) mengatakan bahwa ROA berpengaruh terhadap tingkat underpricing. ROA berpengaruh terhadap underpricing karena ROA merupakan salah satu ukuran profitabilitas perusahaan, maka semakin tinggi ROA perusahaan akan semakin rendah tingkat underpricing karena investor akan menilai kinerja perusahaan lebih baik dan bersedia membeli saham perdananya dengan harga yang lebih tinggi. Calon investor akan mempertimbangkan persentasi profitabilitas perusahaan sebelum menentukan keputusan investasinya sehingga nilai 29 ketidakpastiannya semakin rendah yang juga akan menurunkan nilai underpricing perusahaan tersebut (Yasa, 2008 dalam Evi, 2013). H1 : Profitabilitas (ROA) berpengaruh terhadap tingkat terjadinya underpricing b. Pengaruh Financial Leverage (DER) Terhadap Underpricing Financial Leverage menunjukkan kemampuan perusahaan dalam membayar hutangnya dengan ekuitas yang dimilikinya (Tambunan, 2007). Secara teoritis, financial leverage menunjukkan resiko suatu perusahaan dan kondisi ketidakpastian. Apabila financial leverage tinggi, berarti resiko suatu perusahaan tinggi sehingga para investor akan mempertimbangkan hal ini dalam melakukan keputusan investasi. Semakin besar financial leverage suatu perusahaan, akan menimbulkan ketidakpastian harga saham perdana yang besar juga yang pada akhirnya akan mempengaruhi underpricing. Penelitian yang dilakukan oleh Helen (2005) dan Sri Isworo (2007) membuktikan bahwa financial leverage mempengaruhi secara signifikan terhadap tingkat underpricing pada saat penawaran perdana. Financial leverage menggambarkan tingkat resiko dari perusahaan yang diukur dengan membandingkan total kewajiban dengan total aktiva perusahaan. H2 : Financial Leverage (DER) berpengaruh terhadap tingkat terjadinya underpricing 30 c. Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Underpricing Ukuran perusahaan (firm size) merupakan faktor yang juga mempengaruhi investor dalam mengambil keputusan pada saham yang IPO. Aiza Hayati (2007) mengatakan bahwa perusahaan yang lebih besar mempunyai kepastian (certainty) yang lebih besar dari perusahaan kecil dengan alasan bahwa perusahaan yang besar umumnya lebih dikenal masyarakat, sehingga informasi mengenai prospek perusahaan besar lebih mudah diperoleh investor daripada perusahaan kecil. Biasanya perusahaan besar memiliki aktiva yang besar pula nilainya. Ukuran perusahaan berhubungan dengan banyak tidaknya informasi yang diterima investor. Untuk kepastian yang lebih besar, investor dapat meminimalkan resiko yang akan mereka peroleh ketika berinvestasi di perusahaan besar. Dalam hal ini, besaran perusahaan diukur dengan besarnya total aktiva emiten. H3 : Firm Size berpengaruh terhadap tingkat terjadinya underpricing d. Pengaruh Reputasi Underwriter Terhadap Underpricing Reputasi Underwriter atau penjamin emisi berfungsi menawarkan saham di pasar sekunder kepada investor. Perusahaan yang go public biasanya belum mengetahui pangsa pasar saham di pasar bursa. Ketidaktahuan inilah yang membuat perusahaan menggunakan underwriter sebagai penjamin sahamnya di bursa efek. Pengaruh underwriter menyebabkan tinggi rendahnya harga saham perusahaan pada 31 publik, dalam hal ini dikarenakan proses tawar-menawar yang terjadi pada pasar sekunder dengan investor. Penelitian yang dilakukan oleh Ghozali (2002), Sri Isworo (2007) dan Helen (2007) menyatakan bahwa underwriter mempunyai pengaruh signifikan negatif terhadap underpricing. Hal ini terjadi bahwa apabila underwriter yang digunakan oleh perusahaan memiliki reputasi baik, maka hal ini akan berpengaruh terhadap informasi yang akan diberikan oleh underwriter kepada investor. H4 : Reputasi underwriter berpengaruh terhadap tingkat terjadinya underpricing e. Pengaruh Reputasi Auditor Terhadap Underpricing Perusahaan memiliki kewajiban untuk melakukan pemeriksaan atas laporan keuangan sebelum melakukan IPO, karena hal ini akan mempengaruhi tingkat kepercayaan investor terhadap perusahaan. Penilaian atas kewajaran laporan keuangan sangat penting bagi perusahaan yang akan melakukan IPO. Penelitian yang dilakukan oleh Helen (2005) dan Aiza (2007) membuktikan bahwa terdapat pengaruh antara reputasi auditor dengan tingkat terjadinya underpricing. Dengan menggunakan auditor yang profesional atau berkualitas, akan mengurangi kesempatan emiten untuk berlaku curang dalam menyajikan informasi yang menyesatkan mengenai prospeknya di masa yang akan datang (Helen, 2005). 32 H5 : Reputasi auditor berpengaruh terhadap tingkat terjadinya underpricing 2. Model Konseptual Skematis kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut : Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Profitabilitas (ROA) Financial Leverage (DER) Ukuran Perusahaan (SIZE) UNDERPRICING Reputasi Underwriter Reputasi Auditor Sumber : Rancangan penelitian berdasarkan variabel terkait, 2014