BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS
2.1 Landasan Teori dan Konsep
2.1.1 Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008
tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Pasal 1, Usaha Mikro adalah usaha
produktif milik orang perorangan atau badan usaha perorangan yang memenuhi
kriteria Usaha Mikro. Pengembangan UMKM merupakan upaya yang dilakukan
oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dunia usaha, dan masyarakat untuk
memberdayakan UMKM melalui pemberian fasilitas, bimbingan, pendampingan,
dan bantuan perkuatan untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan dan
daya saing UMKM.
Menurut Suhardjono (2003:53-54) UMKM diklasifikasikan menjadi usaha
mikro, usaha kecil dan usaha menengah. Usaha mikro adalah usaha produktif
milik keluarga atau perorangan Warga Negara Indonesia dan memiliki hasil
penjualan paling banyak Rp 100.000.000,00 per tahun. Usaha mikro dapat
mengajukan kredit kepada bank paling banyak Rp 50.000.000,00. Usaha kecil
adalah kegiatan usaha yang memiliki kekayaan bersih paling banyak
Rp 200.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan, memiliki hasil penjualan
bersih tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000,00, milik Warga Negara
Indonesia, berdiri sendiri, berbentuk usaha orang perseorangan dan badan usaha
14
yang berbadan hukum. Usaha menengah adalah kegiatan usaha yang memiliki
omset
penjualan
diatas
Rp
1.000.000.000.000,00
sampai
dengan
Rp 100.000.000.000.000,00 per tahun.
Menurut Suhardjono (2003: 38-39) tantangan dan masalah pengembangan
usaha mikro diantaranya meliputi:
a) Kelemahan dalam memperoleh peluang pasar dan memperbesar pangsa pasar.
b) Kelemahan dalam struktur permodalan dan keterbatasan untuk memperoleh
jalur terhadap sumber-sumber permodalan.
c) Kelemahan di bidang organisasi dan manajemen sumber daya manusia.
d) Keterbatasan jaringan usaha yang kurang kondusif, karena persaingan yang
saling mematikan.
e) Pembinaan yang telah dilakukan masih kurang terpadu dan kurangnya
kepercayaan serta kepedulian masyarakat terhadap usaha kecil.
Menurut Tambunan (2009:51), sektor UMKM meliputi berbagai sektor
bisnis, seperti pertanian, pertambangan, industri manufaktur, listrik, gas dan air
bersih, bangunan, perdagangan, hotel dan restoran, transportasi, telekomunikasi,
keuangan, penyewaan dan jasa. Tambunan (2009: 75), menyatakan bahwa
terdapat beberapa kendala dan kesulitan yang dihadapi dalam pengembangan
UMKM yaitu: keterbatasan modal usaha, keterbatasan Sumber Daya Manusia
(SDM), keterbatasan teknologi, keterbatasan bahan baku dan kesulitan pemasaran.
Untuk mengatasi keterbatasan modal, sering kali para pengusaha UMKM
meminjam dana dari lembaga keuangan dengan bunga yang cukup tinggi.
15
Hubeis (2009:4-6), menjelaskan bahwa permasalahan umum yang terjadi
pada UMKM, antara lain :
a) Kesulitan Pemasaran
Masalah pemasaran yang dialami yaitu tekanan persaingan baik di pasar
domestik dari produk yang serupa buatan sendiri dan impor, maupun di pasar
internasional dan kekurangan informasi yang akurat mengenai peluang pasar
di dalam maupun luar negeri.
b) Keterbatasan Finansial
Terdapat dua masalah utama dalam kegiatan UMKM di Indonesia, yakni
dalam aspek finansial jangka pendek (modal awal dan akses ke modal kerja)
dan finansial jangka panjang untuk investasi yang diperlukan untuk
pertumbuhan output jangka panjang.
c) Keterbatasan SDM
Keterbatasan
SDM
terutama
dalam
aspek-aspek
entrepreneurship,
manajemen, teknik produksi, pengembangan produk, engineering design,
quality control, organisasi bisnis, akuntansi, processing, teknik pemasaran,
dan penelitian pasar.
d) Masalah Bahan Baku
Keterbatasan bahan baku merupakan kendala yang serius bagi pertumbuhan
output ataupun kelangsungan produksi bagi UMKM di Indonesia. Banyak
pengusaha yang terpaksa berhenti dari usaha dan berpindah profesi ke
kegiatan ekonomi lainnya akibat masalah keterbatasan bahan baku.
16
e) Keterbatasan Teknologi
UMKM di Indonesia umumnya masih menggunakan teknologi yang
tradisional. Hal ini membuat produksi menjadi rendah, efisiensi menjadi
kurang maksimal dan kualitas produk relatif rendah.
f) Kemampuan Manajemen
Kurangnya kemampuan pengusaha kecil menentukan pola manajemen yang
sesuai dengan kebutuhan dan tahap pengembangan usahanya, membuat
pengelolaan usaha menjadi terbatas.
g) Kemitraan
Kemitraan mengacu pada pengertian bekerja sama antara pengusaha dengan
tingkatan yang berbeda yaitu antara pengusaha kecil dan pengusaha besar.
Blankson dan Stokes (2002) menjelaskan bahwa usaha-usaha kecil
menghadapi kendala dalam hal orientasi pasar untuk mendukung keberhasilan
usaha mereka. Kelemahan usaha kecil antara lain adalah kurangnya riset, aktivitas
usaha yang tidak terencana dengan baik, lebih menggantungkan pada intuisi dan
energi dari pemilik usaha, menempatkan pemasaran pada prioritas yang rendah
dibanding aspek usaha lainnya. Usaha Kecil dan Menengah (UKM) merupakan
salah satu bagian penting dari perekonomian suatu negara ataupun daerah.
Menurut Berry at al (2001), terdapat tiga alasan yang mendasari negara
berkembang memandang pentingnya keberadaan UKM, yaitu pertama karena
kinerja UKM cenderung lebih baik dalam hal menghasilkan tenaga kerja yang
produktif. Kedua, sebagai bagian dari dinamikanya, UKM sering mencapai
17
peningkatan produktivitasnya melalui investasi dan perubahan teknologi. Ketiga,
karena sering diyakini bahwa UKM memiliki keunggulan dalam hal fleksibilitas
dari pada usaha besar.
2.1.2 Produksi
Teori produksi menggambarkan tentang hubungan antara tingkat produksi
suatu barang dengan jumlah tenaga kerja yang digunakan untuk menghasilkan
berbagai tingkat produksi barang tersebut (Sukirno, 2005:195). Menurut Miller
dan Meiners
(2000:261),
produksi diartikan sebagai penggunaan atau
pemanfaatan sumber daya yang mengubah suatu komoditi menjadi komoditi
lainnya yang sama sekali berbeda, baik dalam pengertian apa, dan dimana atau
kapan komoditi-komoditi tersebut dialokasikan, maupun dalam pengertian apa
yang dikerjakan oleh konsumen terhadap komoditi itu.
Menurut Sukirno (2005:195), fungsi produksi menunjukkan sifat
hubungan diantara faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang dihasilkan.
Faktor-faktor produksi dikenal dengan istilah input yang digunakan untuk
menghasilkan suatu tingkat output tertentu. Fungsi produksi dapat dinyatakan
dalam persamaan berikut ini.
Q = f (K, L, R, T) ………………………………………………………….(1)
Keterangan :
Q = jumlah produksi yang dihasilkan
K = jumlah stok modal
L = jumlah tenaga kerja
18
R = kekayaan alam
T= tingkat teknologi
1.1.2.1 Hubungan Produksi Terhadap Kinerja UMKM
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Endang (2012), disimpulkan
bahwa terdapat pengaruh jenis usaha terhadap perkembangan UMKM. Jenis usaha
yang berbeda dapat menghasilkan produk yang beranekaragam. Hal ini juga
dijelaskan oleh Eka (2011) bahwa jenis usaha yang menjual produk-produk
unggulan yang ada disuatu daerah akan mendukung peningkatan kinerja UMKM.
Sebagian besar UMKM menjual produk langsung ke konsumen tanpa adanya
perantara.
Munizu
(2010),
menjelaskan
bahwa
modal
dan
teknik
produksi/operasional mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja
UMKM. Modal produksi yang tinggi akan meningkatkan kegiatan produksi
sehingga kinerja usaha akan meningkat.
Menurut Salaheldi (2008), peningkatan kinerja usaha dapat dilihat dari
peningkatan jumlah produksi, peningkatan kualitas produk, pengurangan kendala
produksi dan kecepatan pengiriman kepada konsumen. Caves dan Ghemawat
(1992), menjelaskan bahwa alat yang digunakan saat produksi memiliki hubungan
yang positif terhadap kinerja perusahaan. Teknologi memiliki pengaruh positif
terhadap pengembangan kinerja UKM. Teknologi yang modern akan membantu
proses produksi lebih cepat. Penggunaan teknologi dan penyediaan bahan baku
merupakan salah satu faktor dari input proses produksi, baik untuk usaha
manufaktur atau jasa/ pelayanan. Bahan baku memiliki pengaruh yang signifikan
19
terhadap kinerja perusahaan. Ketersediaan bahan baku tidak dapat dikendalikan
perusahaan dan dapat terjadi kendala pada proses produksi (Barbara, 2000).
2.1.2.2 Hubungan Kredit Terhadap Produksi
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pradipta (2012), disimpulkan
bahwa terjadi peningkatan produksi setelah mendapatkan KUR dari BRI. Ini
membuktikan bahwa kredit memiliki pengaruh positif terhadap produksi usaha.
Hal ini juga dijelaskan oleh Munizu (2010), yang menyimpulkan bahwa kredit
yang diterima oleh UMKM berpengaruh positif terhadap jumlah produksi. Kredit
yang diberikan kepada UMKM dapat digunakan untuk menambah modal pada
produksi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ekwere dan Edem (2014),
kurangnya modal sebagai salah satu kendala yang dihadapi petani skala kecil.
Hasil analisis yang dilakukan mendapatkan hasil bahwa kredit pertanian memiliki
pengaruh positif terhadap produksi pertanian. Hal tersebut dapat mendorong usaha
untuk memproduksi barang yang lebih banyak. Modal merupakan faktor yang
mempunyai peran penting dalam proses produksi, karena modal diperlukan ketika
pengusaha hendak mendirikan perusahaan baru atau untuk memperluas usaha
yang sudah ada, tanpa modal yang cukup maka akan berpengaruh terhadap
kelancaran usaha, sehingga akan mempengaruhi kinerja perusahaan.
Modal tersebut diperoleh dari dua sumber yaitu modal sendiri dan modal
dari luar yaitu dari lembaga kuangan bank dan non bank. Penelitian yang
dilakukan oleh Mulyono (2006), menyatakan bahwa pemberian kredit bagi
20
UMKM berpengaruh positif terhadap volume usaha, kredit yang diterima UMKM
sebagian besar digunakan untuk pembelian bahan baku dan peralatan. Dengan
meningkatnya volume usaha akan berpengaruh pada meningkatnya produksi
barang dan jasa yang berarti meningkatkan kinerja perusahaan.
2.1.3 Tenaga Kerja
Menurut Mulyadi (2003:59), tenaga kerja (man power) adalah penduduk
dalam usia kerja (berusia 15 – 64 tahun) atau jumlah seluruh penduduk dalam
suatu negara yang dapat memproduksi barang dan jasa. Sukirno (2005:361-365)
menyatakan bahwa permintaan atas tenaga kerja merupakan permintaan tidak
langsung, maksudnya tenaga kerja dipekerjakan oleh perusahaan dengan tujuan
untuk digunakan dalam menghasilkan barang-barang yang mereka jual.
Perusahaan akan terus menambah jumlah pekerja selama pekerjaan tambahan
tersebut akan menghasilkan penjualan tambahan yang melebihi upah yang
dibayarkan kepadanya. Perusahaan akan berhenti menambah pekerjaannya apabila
tambahan pekerja yang terakhir hanya dapat menghasilkan tambahan produksi
yang sama nilainya. Sedangkan penawaran tenaga kerja terdapat hubungan yang
erat diantara tingkat upah yang akan diperolehnya dan jumlah tenaga kerja yang
akan ditawarkannya. Pada tingkat upah yang rendah penawaran tenaga kerja ikut
rendah. Semakin tinggi upah maka semakin tinggi masa kerja yang ditawarkan.
Sukirno (2005:6) menjelaskan tenaga kerja dilihat dari segi keahlian dan
pendidikannya, tenaga kerja dibedakan atas tiga golongan yaitu: pertama, tenaga
kerja kasar adalah tenaga kerja yang tidak berpendidikan atau rendahnya
21
pendidikan dan tidak memiliki keahlian dalam suatu pekerjaan. Kedua, tenaga
kerja terampil adalah tenaga kerja yang memiliki keahlian dari pelatihan atau
pengalaman kerja. Ketiga, tenaga kerja terdidik adalah tenaga kerja yang memiliki
pendidikan cukup tinggi dan ahli dalam bidang ilmu tertentu.
2.1.3.1 Hubungan Tenaga Kerja Terhadap Kinerja UMKM
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Boohene (2008), terdapat
perbedaan nilai pribadi antara laki-laki dan perempuan yang mempengaruhi
kinerja usaha. Pemilik atau tenaga kerja perempuan menunjukkan nilai kinerja
yang lebih rendah daripada laki-laki. Jenis kelamin pemilik atau tenaga kerja
UMKM memiliki pengaruh langsung terhadap kinerja usaha. Setiap unit investasi
pada sektor UMKM dapat menciptakan lebih banyak kesempatan kerja bila
dibandingkan dengan investasi yang sama pada usaha besar. Jumlah tenaga kerja
baik laki-laki dan perempuan memiliki pengaruh terhadap kinerja UMKM.
Menurut Kamble (2010), kinerja usaha dipengaruhi oleh jumlah tenaga
kerja. Peningkatan jumlah tenaga kerja akan mempengaruhi produksi sehingga
kinerja akan meningkat. Terdapat pengaruh positif dan signifikan jumlah tenaga
kerja dan jam kerja terhadap perkembangan UMKM (Endang, 2012). Marbun
(1993), menjelaskan jumlah jam kerja yang terbatas akan menyebabkan tenaga
kerja tidak dapat menyelesaikan pekerjaan tepat waktu. Peningkatan jam kerja
harus diimbangi oleh peningkatan upah tenaga kerja. Penelitian yang dilakukan
oleh Puspo (2006) dalam Suhartini (2007), menjelaskan penambahan upah tenaga
kerja berpengaruh positif terhadap kinerja usaha.
22
Salaheldi (2008) menjelaskan, pemberdayaan tenaga kerja, keterlibatan
tenaga kerja, pelatihan tenaga kerja dan penambahan jam kerja berpengaruh
terhadap kinerja usaha. Jika suatu usaha memiliki tenaga kerja yang unggul, maka
hal tersebut dapat menjadi faktor pendukung dalam peningkatan kinerja usaha.
Kinerja dapat berjalan dengan baik jika didukung oleh semua pihak yang
bersangkutan baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam proses
produksi, tenaga kerja berperan sebagai operator yang menjalankan alat-alat yang
akan digunakan dalam proses produksi. Walaupun perusahaan banyak
menggunakan mesin untuk menggantikan tenaga manusia, namun peran manusia
tetap dibutuhkan.
Sebagian besar UMKM merupakan usaha keluarga yang turun menurun
dan tumbuh secara tradisional. Keterbatasan sumber tenaga kerja akan
berpengaruh pada kemampuan UMKM untuk mengembangkan usahanya.
Persoalan ini nantinya akan berimbas pada sulitnya UMKM untuk menyesuaikan
perkembangan teknologi untuk meningkatkan daya saing produk yang dihasilkan.
Peningkatan kinerja perusahaan tidak hanya dilakukan dengan peningkatan
pendidikan pemiliknya namun pada tenaga kerja. Tenaga kerja merupakan faktor
yang sangat penting, sehingga pemilik usaha bertanggungjawab untuk memelihara
kualitas kehidupan kerja dan membina tenaga kerja agar bersedia memberikan
sumbangannya secara optimal untuk mencapai tujuan (Pruijt, 2003).
Sebagian besar pengusaha menganggap tingkat pendidikan tenaga kerja
tidak diperlukan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ardiana (2010),
23
tingkat pendidikan memiliki pengaruh yang negatif dan tidak signifikan terhadap
kinerja UMKM. Hal ini menunjukkan bahwa tanpa adanya pendidikan tenaga
kerja tetap bisa menjalankan tugasnya, karena mereka lebih menggunakan tenaga
untuk bekerja. Menurut Dharma (2010), menjelaskan tingkat pendidikan dan
pelatihan usaha memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja
perusahaan. Hal ini sejalan dengan penelitian Alfin dan Dwi (2011) bahwa tingkat
pendidikan memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap kinerja
UMKM.
Tingkat pendidikan tenaga kerja merupakan hal yang penting dalam usaha.
Pendidikan yang dimiliki oleh tenaga kerja akan memberikan tambahan
pengetahuan kepada pengusaha untuk berinovasi dan mengembangkan usahanya.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Eka (2011), penambahan skill
pada tenaga kerja mampu meningkatkan kompetensi tenaga kerja sebagai
keunggulan melalui pelatihan dan pendidikan. Besse (2002) menjelaskan, tenaga
kerja yang terampil akan menghasilkan produk yang berkualitas, sehingga kinerja
UMKM akan meningkat.
2.1.3.2 Hubungan Kredit Terhadap Tenaga Kerja
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Agung (2013), program KUR
berpengaruh positif terhadap peningkatan kesempatan kerja UMKM. Ini berarti
kredit memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap jumlah tenaga kerja.
Menurut Haryani (2002) dalam Santi (2013), permintaan tenaga kerja berkaitan
dengan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan oleh perusahaan atau instansi secara
24
keseluruhan. Jumlah tenaga kerja yang diminta di pasar tenaga kerja ditentukan
oleh faktor-faktor seperti: tingkat upah, teknologi, produktivitas, kualitas tenaga
kerja, fasilitas modal, produk domestik regional bruto, dan tingkat suku bunga.
Tenaga kerja dalam perusahaan sangat dibutuhkan untuk menghasilkan produk
yang berkualitas.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mc Commick et al (1997),
menjelaskan bahwa modal awal, tersedianya kredit dan tingkat pendidikan
berpengaruh terhadap pertumbuhan tenaga kerja. Santi (2013) menjelaskan, modal
usaha berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja UMKM. Fasilitas
modal yang dimiliki oleh perusahaan dapat berasal dari modal sendiri dan modal
pinjaman. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Munizu (2010) yaitu kredit yang
diterima oleh UMKM berpengaruh positif terhadap jumlah tenaga kerja. Dengan
tambahan modal pinjaman akan membantu perusahaan dalam meningkatkan
produktivitas tenaga kerja dalam menghasilkan produk. Hal tersebut dilakukan
dengan memberikan upah tambahan jika tenaga kerja tersebut melakukan
pekerjaan yang baik dan menguntungkan bagi perusahaan.
2.1.4 Pendapatan Usaha
Menurut Skousen (2010:161), pendapatan adalah arus masuk atau
penyelesaian kewajiban dari penjualan dan produksi barang, memberikan jasa
atau melakukan aktivitas lain yang merupakan aktivitas utama atau aktivitas yang
sedang berlangsung. Pendapatan terdiri dari upah, atau penerimaan tenaga kerja.
Pendapatan dari kekayaan seperti sewa, bunga dan deviden, serta pembayaran
25
transfer atau penerimaan dari pemerintah seperti tunjangan sosial atau asuransi
pengangguran.
Theodorus (2000:152) menyatakan bahwa pendapatan (revenue) dapat
didefinisikan sebagai hasil dari suatu usaha. Pendapatan adalah kenaikan laba.
Laba pendapatan adalah proses arus penciptaan barang atau jasa oleh suatu
perusahaan selama suatu kurun waktu tertentu. Menurut Niswonger (2006:56),
pendapatan merupakan kenaikan kotor (gross) dalam modal pemilik yang
dihasilkan dari penjualan barang dagang, pelaksanaan jasa kepada konsumen,
menyewakan harta, peminjaman uang, dan semua kegiatan usaha profesi yang
bertujuan untuk memperoleh penghasilan.
Menurut Nafarin (2006;15), pendapatan adalah arus masuk harta dari
kegiatan perusahaan menjual barang dan jasa dalam suatu periode. Arus masuk
tersebut mengakibatkan kenaikan modal yang tidak berasal dari kontribisi
penanaman modal. Pendapatan dari kegiatan perusahaan tersebut adalah suatu
proses mengenai arus penciptaan barang dan jasa oleh perusahaan selama jangka
waktu tertentu.
2.1.4.1 Hubungan Pendapatan Terhadap Kinerja UMKM
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Eka (2011), tingkat harga
produk berpengaruh positif terhadap kinerja UMKM. Penelitian yang dilakukan
oleh Puspo (2006) dalam Suhartini (2007) menjelaskan, kinerja usaha dipengaruhi
oleh peningkatan penjualan dan pendapatan usaha. Hasil penelitian tersebut
relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh Salaheldi (2008) yang menjelaskan
26
bahwa peningkatan kinerja perusahaan dapat dilihat dari peningkatan penjualan,
pertumbuhan pendapatan dan laba bersih. Laba bersih didapat dengan mengurangi
pendapatan kotor dengan pengeluaran pada usaha.
Menurut Marbun (1993), jumlah barang yang diproduksi menentukan
seberapa besar kinerja usaha. Semakin tinggi jumlah produksi akan meningkatkan
jumlah penjualan pada UMKM. Kamble (2010), menyimpulkan kinerja suatu
usaha dipengaruhi oleh jumlah penjualan produk. Munizu (2010) yang
menjelaskan
faktor
pendapatan
dan
pengeluaran
berpengaruh
terhadap
keberhasilan usaha. Jika pendapatan lebih besar daripada pengeluaran maka dapat
dikatakan bahwa usaha berhasil dalam aspek keuangan. Sehingga mampu
meningkatkan omset dan meningkatkan keuntungan, mampu mengembangkan
modal dan mampu menjaga kestabilan persaingan bisnis
2.1.4.2 Hubungan Kredit Terhadap Pendapatan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sri (2014), pemberian kredit
berpengaruh positif terhadap pendapatan usaha. Dalam hal ini, semakin tinggi
pemberian kredit maka semakin tinggi pendapatan usahanya. Pinjaman modal
kerja atau kredit
dianggap
mampu meningkatkan keuntungan, dengan
bertambahnya modal akan meningkatkan produktifitas perusahaan. Semakin
tinggi modal yang dimiliki maka berpengaruh kepada banyaknya penjualan dan
keuntungan yang diperoleh perusahaan. Inayah, dkk (2014) menyatakan kredit
modal kerja berpengaruh positif terhadap pendapatan bersih usaha kecil dan
27
menengah sektor formal. Semakin banyak kredit modal kerja yang diperoleh
maka semakin banyak pendapatan yang akan didapatkan oleh UMKM.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Munizu (2010) yaitu kredit yang
diterima oleh UKM berpengaruh positif terhadap pendapatan UKM. Penelitian
lainnya yang dilakukan oleh Anggraini (2013) memperoleh hasil bahwa
pemberian modal KUR berpengaruh positif terhadap pendapatan usaha. Kredit
modal kerja akan menambah modal yang dimiliki oleh UMKM. Modal tersebut
dapat digunakan untuk meningkatkan proses produksi barang dan membayar upah
tenaga kerja. Dengan tambahan modal yang diberikan untuk UMKM maka
pendapatan yang diperoleh akan semakin bertambah, karena dapat memproduksi
barang dan menyerap tenaga kerja lebih banyak.
2.1.5 Efisiensi
Efisiensi merupakan hasil perbandingan antara output fisik dan input fisik.
Semakin tinggi rasio output terhadap input maka semakin tinggi tingkat efisiensi
yang dicapai. Efisiensi yang dijelaskan oleh Marhasan (2005), menyatakan bahwa
sebagai pencapaian output maksimum dari penggunaan sumber daya tertentu. Jika
output yang dihasilkan lebih besar dari sumber daya yang digunakan maka
semakin tinggi tingkat efisiensi yang dicapai. Menurut Miller and Mainers
(2000:261), efisiensi lebih tertumpu pada hubungan antara output dan input.
Dalam kaitannya yang bertumpu pada hubungan antara ouput dan input, efisiensi
terbagi menjadi dua jenis yaitu:
28
1. Efisiensi Teknis
Efisiensi teknis atau technical efisiensi mengharuskan adanya proses produksi
yang dapat memanfaatkan input yang lebih sedikit demi menghasilkan output
dalam jumlah yang sama.
2. Efisiensi Ekonomis
Konsep yang digunakan dalam efisiensi ekonomi adalah meminimalkan
biaya. Artinya suatu proses produksi akan efisien serta ekonomis pada suatu
tingkatan output apabila tidak ada proses lain yang dapat dihasilkan output
serupa dengan biaya yang lebih murah.
Mengalokasikan sumber daya dalam proses produksi harus dilakukan
secara efektif dan efisien. Hal ini bertujuan untuk memperoleh keuntungan atau
laba di waktu tertentu. Dikatakan efektif apabila dalam kegiatan produksi mampu
mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki sebaik-baiknya, dan dapat dikatakan
efisien apabila pemanfaatan sumberdaya tersebut mampu menghasilkan keluaran
atau output yang melebihi masukan atau input (Soekartawi, 2003:2).
Menurut Thandelilin (2010:218-219), efisiensi merupakan kondisi dimana
asset-aset yang ada sudah teralokasikan secara optimal, penggunaan biaya
produksi paling murah dan perusahaan mendapatkan keuntungan yang tinggi
dengan menyesuaikan harga di pasar. Meskipun proses penyesuaian harga tidak
harus berjalan dengan sempurna, tetapi yang dipentingkan adalah harga yang
diberikan kepada konsumen tidak merugikan perusahaan.
29
Menurut Mardiasmo (2009:139), efisiensi berhubungan erat dengan
konsep produktifitas. Pengukuran efisiensi dilakukan dengan menggunakan
perbandingan antara output yang dihasilkan terhadap input yang digunakan (cost
of output). Indikator efisiensi menggambarkan hubungan antara masukan sumber
daya oleh suatu unit organisasi (staf, upah, biaya administratif) dan keluaran yang
dihasilkan. Indikator tersebut memberikan informasi tentang konversi masukan
menjadi keluaran (efisiensi dari proses internal).
2.1.5.1 Hubungan Efisiensi Terhadap Kinerja UMKM
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Barbara (2000), disimpulkan
bahwa biaya-biaya yang dikeluarkan suatu usaha berpengaruh terhadap
pengembangan kinerja UKM. Menurut Edison dan Sapta (2010), suatu usaha
dikatakan merugi jika biaya-biaya pada usaha meningkat tetapi tidak terjadi
peningkatan penjualan, sehingga usaha tersebut tidak berkembang. Menurut
Kamble (2010), kinerja suatu usaha dipengaruhi oleh faktor internal atau biayabiaya yang digunakan dalam kegiatan usaha, seperti biaya untuk produksi, biaya
tenaga kerja dan biaya operasional (listrik/air) serta faktor ekstenal seperti pajak.
Salaheldi (2008), menjelaskan peningkatan kinerja perusahaan dapat dilihat dari
pengurangan biaya produksi. Menurut Dharma (2010), persediaan bahan baku
merupakan faktor penghambat. Kendala di dalam pengadaan bahan baku dapat
terjadi apabila aspek-aspek tertentu tidak dapat dikendalikan, seperti sistem
transportasi dari sumber bahan baku tidak konsisten, cara pembayaran yang tidak
menguntungkan perusahaan, belum ada sistem persediaan yang menggambarkan
30
efisiensi, serta tidak adanya bahan baku yang tersedia. Menurut Besse (2002),
kesulitan memperoleh bahan baku, karena adanya persaingan yang ketat dalam
mendapatkan bahan baku, bahan baku berkualitas rendah, dan tingginya harga
bahan baku akan menghambat kinerja UMKM.
2.1.5.2 Hubungan Kredit Terhadap Efisiensi
Menurut Widjojo (2010:157-158), kredit merupakan landasan bagi
peningkatan efisiensi dalam perusahaan. Untuk memenuhi kebutuhan perusahaan,
sistem kredit mikro atau kredit pedesaan sangat diperlukan. Semakin efisien
perusahaan maka keuntungan yang diperoleh akan semakin tinggi.
Hal ini
membuktikan bahwa kredit modal kerja memiliki pengaruh positif terhadap
efisiensi perusahaan. Kredit modal kerja yang diperoleh perusahaan untuk
mengembangkan usahanya harus dipelihara dan dipertanggungjawabkan. Dengan
kata lain penggunaan modal harus digunakan untuk usaha yang tepat dengan
pengeluaran yang hemat sehingga keberhasilan usaha akan tercapai, secara tidak
langsung akan mempengaruhi tingkat efisiensi perusahaan. Menurut Kuswandi
(2006:113), kredit masih berkaitan erat dengan rencana produksi, pembelian
bahan baku, usaha-usaha efisien atau menekan biaya disegala bidang. Kredit
modal kerja dapat digunakan untuk menambah input yang diterima oleh
perusahaan. Modal yang diperoleh akan menambah nilai input sehingga output
akan meningkat.
31
2.1.6 Kinerja UMKM
Menurut Jeaning dan Beaver (1997), kinerja perusahaan secara umum dan
keunggulan kompetitif merupakan tolak ukur tingkat keberhasilan dan
perkembangan perusahaan. Keberhasilan tersebut diukur melalui pengembalian
investasi, pertumbuhan volume penjualan, laba dan tenaga kerja yang dilakukan
untuk mengetahui kinerja perusahaan. Menurut Adeoye (2012), kinerja organisasi
atau perusahaaan terdiri dari efektivitas, efisiensi, peningkatan penjualan,
teknologi dan pencapaian tujuan perusahaan. Lingkungan ekonomi akan
mempengaruhi kinerja perusahaaan tersebut.
Menurut Rivai (2005:14), kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan
seseorang/perusahaan secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam
melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar
hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu
dan telah disepakati bersama. Jika dilihat dari asal katanya, kata kinerja adalah
terjemahan dari kata performance, menurut The Scribner-Bantam English
Dictionary, berasal dari akar kata “to perform” dengan beberapa “entries” yaitu:
(1) melakukan, menjalankan, melaksanakan; (2) memenuhi atau melaksanakan
kewajiban suatu niat; (3) melaksanakan atau menyempurnakan tanggung jawab;
dan (4) melakukan sesuatu yang diharapkan oleh seseorang atau mesin.
Sumber daya manusia memiliki peran penting diantara faktor-faktor yang
lain dalam organisasi perusahaan. Hal tersebut menuntut perusahaan perlu
memperhatikan kinerjanya. Beberapa uraian tentang kinerja menurut Rivai
32
(2005:15) adalah sebagai berikut: 1) Kinerja merujuk pada tingkat keberhasilan
dalam melaksanakan tugas serta kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan, 2) Kinerja dinyatakan baik dan sukses jika tujuan yang diinginkan
dapat dicapai dengan baik dan kinerja tidak berdiri sendiri tetapi dipengaruhi tiga
faktor yaitu kemampuan, keinginan dan lingkungan.
Marconi dan Siegel dalam Mulyadi (2001:415), berpendapat penilaian
kinerja adalah penentuan secara periodik efektivitas operasional suatu organisasi,
bagian organisasi, dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar, dan kriteria
yang telah ditetapkan sebelumnya. Menurut Mulyadi (2001:416), menjelaskan
bahwa organisasi pada dasarnya dijalankan oleh manusia, maka penilaian kinerja
sesungguhnya merupakan penilaian atas perilaku manusia dalam menjalankan
peran yang mereka mainkan di dalam organisasi. Menurut Wibisono (2006:193),
evaluasi kinerja merupakan penilaian kinerja yang diperbandingkan dengan
rencana atau standar-standar yang telah disepakati.
Menurut Miles at al (2000), pengukuran secara subjektif terhadap kinerja
perusahaan dipilih dari pada pengukuran obyektif dengan beberapa alasan.
Pertama, perusahaan kecil seringkali sangat berhati-hati dan kuat menjaga
informasi data keuangan perusahaan. Oleh karena itu informasi kinerja secara
subyektif akan lebih mudah didapatkan dibandingkan informasi secara obyektif.
Kedua, data keuangan obyektif perusahaan-perusahaan kecil tidak dipublikasikan
secara akurat dan kadang tidak tersedia, hal ini membuat tidak mungkin untuk
melakukan pemeriksaan ketepatan dari kinerja keuangan yang dilaporkan. Ketiga,
33
asumsi data keuangan perusahaan kecil dilaporkan, data yang ada sebagian besar
sulit diinterpretasikan.
2.1.7 Pengertian Kredit
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008
Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Pasal 1 menyatakan bahwa
pembiayaan/kredit UMKM adalah penyediaan dana oleh pemerintah, pemerintah
daerah, dunia usaha, dan masyarakat melalui bank, koperasi, dan lembaga
keuangan bukan bank, untuk mengembangkan dan memperkuat permodalan
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Suhardjono (2003:11) menjelaskan, bahwa kredit adalah menyediakan
sejumlah uang atau tagihan yang dapat dipersamakan berdasarkan persetujuan
kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan
pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan
jumlah bunga atau prestasi yang diperoleh peminjam kredit. Menurut Suhardjono
(2003:287), kredit modal kerja adalah fasilitas yang dipergunakan untuk
membiayai kebutuhan modal kerja perusahaan yang pada umumnya berjangka
pendek, maksimal satu tahun. Modal kerja tersebut digunakan untuk membiayai
operasional perusahaan mulai dari pengadaan bahan baku/bahan penolong/bahan
setengah jadi, membiayai tenaga kerja dan biaya overhead.
Kasmir (2005:92) menjelaskan, kredit adalah penyediaan uang atau
tagihan yang berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara
bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah
34
jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Taswan (2006:155) menyatakan,
setiap pemberian kredit harus dilandasi kepercayaan. Tanpa adanya kepercayaan
maka tidak akan terjadi pemberian kredit atau sebaliknya tidak ada calon nasabah
menyepakati kredit, sebab pemberian kredit oleh bank mempunyai nilai ekonomi
kepada nasabah perorangan atau badan usaha.
Menurut Rizal (2008:2), Kredit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah adalah
kegiatan pinjam meminjam antar orang perorangan atau badan usaha atau badan
hukum tertentu pada usaha mikro, kecil, dan menengah yang tidak melakukan
perbuatan hukum dengan prinsip kepercayaan. Kuncoro dan Suhardjono
(2002:499-500) menjelaskan, Kredit Usaha Kecil (KUK) adalah kredit yang
diberikan kepada nasabah usaha kecil dengan plafon kredit maksimum
Rp 350.000.000,00 untuk membiayai usaha yang produktif, yaitu usaha yang
dapat memberikan nilai tambah dalam menghasilkan barang dan jasa. Dalam
pengertian ini termasuk pula kredit yang diberikan kepada nasabah usaha kecil
dengan plafon kredit sampai dengan Rp 25.000.000,00 tanpa melihat jenis
penggunaannya untuk kegiatan produktif atau konsumtif dan kredit yang
diberikan untuk pengadaan perumahan. KUK dapat berupa kredit investasi
maupun kredit modal kerja.
Pudjo (2000:10) menjelaskan, bahwa kredit adalah adanya suatu
penyerahan uang/tagihan atau barang yang menimbulkan tagihan kepada pihak
lain, dengan harapan pemberian pinjaman bank akan memperoleh suatu tambahan
nilai dari pokok pinjaman tersebut yang berupa bunga sebagai pendapatan bagi
35
bank yang bersangkutan. Proses kredit telah didasarkan pada suatu perjanjian
yang saling mempercayai kedua pihak akan mematuhi kewajiban masing-masing.
Dalam pemberian kredit ini terkandung kesepakatan pelunasan utang dan bunga
akan diselesaikan dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati bersama.
Inessa et al (2005) menyebutkan, penyaluran kredit UMKM lebih berisiko
dibandingkan penyaluran kredit secara umum, apalagi platform ekonomi yang
berbasis pada pengembangan usaha UMKM belum mampu dikembangkan secara
maksimal.
2.1.7.1 Tujuan Kredit
Kasmir (2005:95-96) menjelaskan secara umum tujuan pemberian suatu
kredit antara lain:
1) Mencari keuntungan
Untuk memperoleh hasil dari pemberian kredit, terutama dalam bentuk bunga
yang diterima oleh bank sebagai balas jasa dan biaya administrasi kredit yang
dibebankan kepada nasabah. Keuntungan penting untuk kelangsungan hidup
bank.
2) Membantu usaha nasabah
Untuk membantu usaha nasabah yang memerlukan dana, baik dana investasi
maupun dana untuk modal kerja.
36
3) Membantu pemerintah
Bagi pemerintah semakin banyak kredit yang disalurkan oleh pihak perbankan
maka semakin baik, mengingat semakin banyak kredit berarti adanya
peningkatan pembangunan diberbagai sektor.
Suyatno (2007:15) menyatakan bahwa tujuan kredit tidak semata-mata
mencari keuntungan, melainkan disesuaikan dengan tujuan negara yaitu untuk
mencapai masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila. Maka tujuan kredit
yang
diberikan
oleh
bank,
khususnya
bank
pemerintah
yang
akan
mengembangkan tugas sebagai agent of development adalah untuk turut
menyukseskan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan,
meningkatkan aktivitas perusahaan agar dapat menjalankan fungsinya guna
menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat, dan memperoleh laba agar
kelangsungan hidup perusahaan terjamin dan dapat memperluas usahanya.
2.1.7.2 Fungsi Kredit
Fungsi Kredit secara umum menurut Kasmir (2005:95-96) antara lain:
1) Untuk meningkatkan daya guna uang
Kredit dapat meningkatkan daya guna uang, jika uang hanya disimpan tidak
akan menghasilkan sesuatu yang berguna. Dengan diberikan kredit, uang
menjadi berguna untuk menghasilkan barang atau jasa oleh debitur.
37
2) Untuk meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang
Uang yang diberikan akan beredar dari satu wilayah ke wilayah lainnya,
sehingga suatu daerah yang kekuarangan uang dengan memperoleh kredit
akan memperoleh tambahan uang dari daerah lainnya.
3) Untuk meningkatkan daya guna barang
Kredit yang diberikan oleh bank akan dapat digunakan oleh debitur untuk
mengolah barang yang tidak berguna menjadi berguna dan bermanfaat.
4) Meningkatkan peredaran barang
Kredit dapat menambah arus barang dari satu wilayah ke wilayah lainnya,
sehingga jumlah barang yang beredar dari satu wilayah ke wilayah lainnya
bertambah.
5) Sebagai alat stabilitas ekonomi
Kredit dapat dikatakan sebagai stabilitas ekonomi karena dengan adanya
kredit yang diberikan akan menambah jumlah barang yang diperlukan oleh
masyarakat.
6) Untuk meningkatan kegairahan berusaha
Bagi debitur tentu akan dapat meningkatkan kegairahan berusaha, apalagi
nasabah yang memang modalnya terbatas.
7) Untuk meningkatkan pemerataan pendapatan
Semakin banyak kredit yang disalurkan maka akan semakin baik, terutama
dalam hal meningkatkan pendapatan.
38
8) Untuk meningkatkan hubungan internasional
Pinjaman internasional akan dapat meningkatkan kerjasama antar negara.
Perencanaan kredit yang disusun oleh bank memiliki fungsi menurut
Taswan (2006:159) sebagai berikut :
1) Instrumen pengawasan kredit
Setiap pelaksanaan kredit harus sesuai dengan perencanaan. Penyimpanan
atas kredit dapat diketahui melalui kesesuaian antara rencana dengan realita
pemberian kredit.
2) Mengurangi ketidakpastian dimasa depan
Perencanaan yang fleksible akan mampu mengantisipasi setiap perubahan
baik internal manajemen maupu eksternal manajemen.
3) Pedoman dalam melakukan keputusan bisnis
Pedoman akan menghindari spekulasi dan pelanggaran-pelanggaran regulasi
bank yang berpengaruh dalam penilaian kesehatan bank yang bersangkutan.
4) Mengarahkan dalam menentukan segmentasi pasar
Program alokasi kredit beserta informasi yang melengkapinya dapat
membantu manajemen dalam menentukan segmentasi pasar
2.1.7.3 Jenis Kredit
Kasmir (2005:99-102) menjelaskan secara umum jenis-jenis kredit dapat
dilihat dari berbagai segi antara lain :
39
1) Dilihat dari segi kegunaan
a. Kredit investasi
Kredit investasi biasanya digunakan untuk keperluan perluasan usaha atau
membangun proyek/pabrik baru untuk keperluan rehabilitasi.
b. Kredit modal kerja
Kredit modal kerja digunakan untuk keperluan meningkatkan produksi
dalam operasionalnya.
2) Dilihat dari segi tujuan kredit
a. Kredit produktif
Kredit yang digunakan untuk meningkatkan usaha, produksi dan investasi.
Kredit diberikan untuk menghasilkan barang atau jasa.
b. Kredit konsumtif
Kredit digunakan untuk dikonsumsi secara pribadi. Dalam kredit ini tidak
ada penambahan barang dan jasa yang dihasilkan, karena digunakan oleh
pribadi atau badan usaha.
c. Kredit perdagangan
Kredit yang digunakan untuk perdagangan, biasanya untuk membeli
barang dagangan yang pembayarannya diharapkan dari hasil penjualan
barang dagangan tersebut.
40
3) Dilihat dari segi jangka waktu
a. Kredit jangka pendek
Kredit yang memiliki jangka waktu kurang dari satu tahun atau paling
lama satu tahun, biasanya digunakan untuk keperluan modal kerja.
b. Kredit jangka menengah
Jangka waktu kredit berkisar antara satu tahun sampai dengan tiga tahun,
biasanya digunakan untuk keperluan investasi.
c. Kredit jangka panjang
Kredit yang masa pengembaliannya paling panjang. Kredit jangka panjang
waktu pengembaliannya di atas tiga tahun atau lima tahun, biasanya
digunakan untuk investasi jangka panjang.
4) Dilihat dari segi jaminan
a. Kredit dengan jaminan
Kredit yang diberikan dengan suatu jaminan, jaminan tersebut dapat
berbentuk barang berwujud atau tidak berwujud atau jaminan orang.
b. Kredit tanpa jaminan
Kredit yang diberikan tanpa jaminan barang atau orang tertentu. Kredit ini
diberikan dengan melihat prospek usaha, karakter dan loyalitas calon
debitur selama ini.
5) Dilihat dari segi sektor usaha
a. Kredit pertanian
Kredit yang dibiayai untuk sektor perkebunan atau pertanian rakyat.
41
b. Kredit peternakan
Kredit jangka pendek yang digunakan untuk sektor peternakan.
c. Kredit industri
Kredit untuk membiayai industri kecil, menengah atau besar.
d. Kredit pertambangan
Kredit jangka panjang yang digunakan untuk sektor pertambangan.
e. Kredit pendidikan
Kredit yang diberikan membangun sarana prasarana pendidikan atau dapat
juga berupa kredit untuk para mahasiswa.
f. Kredit profesi
Kredit yang diberikan untuk para professional seperti dosen, dokter dan
pengacara.
g. Kredit perumahan
Kredit untuk membiayai pembangunan atau pembelian perumahan.
h. Dan sektor-sektor lainnya.
2.1.8 Konsep Kredit Usaha Rakyat (KUR)
Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/PMK.05/2008 tentang
Fasilitas Penjaminan Kredit Usaha Rakyat, pengertian KUR adalah kredit atau
pembiayaan kepada UMKM-K (Usaha Mikro, Kecil, Menengah-Koperasi) dalam
bentuk pemberian modal kerja dan investasi yang didukung fasilitas penjaminan
untuk usaha produktif. Fasilitas penjaminan Kredit Usaha Rakyat perlu
42
penyesuaian berupa perpanjangan jangka waktu kredit, restrukturisasi, dan
penambahan plafon pinjaman.
Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/PMK.05/2008 tentang
Fasilitas Penjaminan Kredit Usaha Rakyat Pasal 1, Kredit/pembiayaan yang
disalurkan kepada setiap UMKM-K baik untuk kredit modal kerja maupun kredit
investasi yaitu setinggi-tingginya sebesar Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah)
dengan tingkat bunga kredit/margin pembiayaan yang dikenakan maksimal
sebesar/setara 24 persen (dua puluh empat persen) efektif per tahun, sedangkan
jika diatas Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah) sampai dengan Rp 500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah) dengan tingkat bunga kredit/margin pembiayaan yang
dikenakan maksimal sebesar/setara 16 persen (enam belas persen) efektif per
tahun. Namun saat ini pemerintah pusat melalui Menteri Koperasi dan UKM
menurunkan suku bunga KUR dari 24 persen menjadi 12 persen per tahun mulai
akhir Juni 2015 (www.balipost.com).
Menurut Divisi Bisnis Mikro BRI (2014), Program Penjamin Kredit
(KUR) memiliki tujuan sebagai berikut :
1) Mempercepat pengembangan sektor riil dan pemberdayaaan UMKM dan
Koperasi.
2) Meningkatkan akses pembiayaan dan mengembangkan UMKM dan Koperasi
Kepada Lembaga Keuangan.
3) Dalam rangka penanggulangan/pengentasan kemiskinan dan perluasan
kesempatan kerja.
43
2.2 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian, landasan teori dan
penelitian terdahulu, maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut :
1.
Terdapat perbedaan produksi UMKM sebelum dan sesudah mendapatkan
KUR dari BRI.
2.
Terdapat perbedaan tenaga kerja UMKM sebelum dan sesudah mendapatkan
KUR dari BRI.
3.
Terdapat perbedaan pendapatan UMKM sebelum dan sesudah mendapatkan
KUR dari BRI.
4.
Terdapat perbedaan efisiensi UMKM sebelum dan sesudah mendapatkan
KUR dari BRI.
44
Download