TINJAUAN YURIDIS TENTANG PERAN KEPOLISIAN DALAM MELAKUKAN PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA ARMAWANSYAH / D 101 08 673 ABSTRAK Kurun waktu tahun 2012 ini, penistaan agama kembali terjadi, sementara hukum pun tak mampu menjerat para penista agama tersebut untuk jera. Permasalahan yang diangkat dalam tulisan ini berkaitan dengan pencegahan penyalahgunaan agama dan penodaan agama, Kepolisian sesuai dengan peran dan fungsinya berdasarkan Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 1/PNPS tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan / atau Penodaan Agama, bertujuan untuk melindungi agama dan praktik beragama yang berkembang di masyarakat dan melindungi setiap keyakinan agama dan praktik yang dilakukan oleh pengikutnya dari penodaan dan kecenderungan berbuat tindak pidana terhadap agama. Dalam perkembangan selanjutnya, dibentuklah Badan Koordinasi Penganut Aliran kepercayaan Masyarakat (Bakorpakem) dan PP No. 1 Tahun 1995 mengenai prosedur penentuan aliran sesat, yang merupakan wewenang kejaksaan untuk membubarkan organisasi atau aliran yang menyesatkan, tetapi dalam proses penyelidikan dan penyidikannya merupakan tugas dari Polri. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif, artinya penelitian dilakukan dengan merujuk pada norma hukum yang berlaku dalam masyarakat maupun yang ada dalam hukum positif. Berkenaan dengan tugas kepolisian dalam penegakan hukum yang berkaitan dengan pembahasan skripsi ini, ada yang berpendapat bahwa penegakan hukum merupakan kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah / pandangan-pandangan menilai yang mantap dan mengejewantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup untuk mencapai kondisi demikian, hukum harus tegak, dan supaya hukum dapat tegak dengan baik, maka salah satu syarat diantaranya adalah harus ada lembaga penegak hukum. Delik Penyalahgunaan dan Penodaan Agama diatur di Pasal 156a KUHPidana tidak berasal dari Wetboek van strafrecht (WvS) Belanda, melainkan dari Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 1/PNPS tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan / atau Penodaan Agama. Secara normatif negara hanya melindungi agama yang diakui dan dinyatakan resmi yang termuat dalam peraturan perundang-undangan. Kata Kunci : Peran Kepolisian, Pencegahan Tindak Pidana Penodaan Agama. I. tugasnya. Konsekuensi logis dari ketentuan PENDAHULUAN pasal 30 ayat (5) UUD 1945 tersebut dibentuk A. Latar Belakang Masalah Kedudukan Kepolisian tidak diatur Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 tentang secara jelas dan tegas dalam UUD 1945, akan Kepolisian Republik indonesia, dimana di tetapi ketentuan dalam pasal 30 ayat (5) UUD dalam undang-undang dimaksud lembaga 1945 mensyaratkan adanya tindak lanjut kepolisian diposisikan di bawah Presiden dan pembentukan undang-undang yang mengatur bertanggungjawab kepada Presiden. tentang susunan dan kedudukan, hubungan kewenangan Kepolisian dalam menjalankan Berkaitan dengan pencegahan penyalahgunaan agama dan penodaan agama, 1 Kepolisian sesuai dengan peran dan fungsinya Pencegahan Penyalahgunaan berdasarkan Penetapan Presiden Republik Penodaan Agama. bertujuan untuk melindungi Indonesia Nomor 1/PNPS tahun 1965 tentang agama Pencegahan Penyalahgunaan atau berkembang di masyarakat dan melindungi konsiderannya setiap keyakinan agama dan praktik yang Penodaan Agama. dalam dan / disebutkan beberapa hal antara lain : 1. Undang-undang mengamankan masyarakat, dibuat negara dan pembangunan praktik atau beragama yang dilakukan oleh pengikutnya dari penodaan dan ini cita-cita dan dan / untuk kecenderungan berbuat tindak pidana terhadap cita-cita agama. Dalam perkembangan selanjutnya, revolusi nasional dan dibentuklah Badan Koordinasi Penganut dimana Aliran kepercayaan Masyarakat (Bakorpakem) penyalahgunaan dan penodaan agama dan Peraturan Pemerintah Nomor. 1 Tahun dipandang sebagai ancaman revolusi; 1995 mengenai prosedur penentuan aliran 2. Timbulnya berbagai aliran-aliran atau sesat, yang merupakan wewenang kejaksaan organisasi-organisasi kebatinan / untuk membubarkan organisasi atau aliran kepercayaan masyarakat yang dianggap yang bertentangan dengan ajaran dan hukum peneyelidikan dan penyidikannya merupakan agama. Aliran-aliran tersebut dipandang tugas dari Polri. telah dalam proses Dalam praktik peradilan, pelaku aliran persatuan nasional dan menodai agama, sesat, penistaan dan penodaan agama dijerat sehingga perlu kewaspadaan nasional pasal dengan mengeluarkan undang-undang selengkapnya berbunyi : tersebut. Dipidana dengan pidana penjara selama- Pasal 156a tersebut baru bisa efektif lamanya lima tahun barangsiapa dengan ada hukum, tetapi memecah setelah melanggar menyesatkan, pembahasan koordinasi (Bakor) kepercayaan masyarakat forum pengawas dan 156A di KUHPiadana. muka umum Pasal badan sengaja aliran perasaan atau melakukan perbuatan : ini mengeluarkan keagamaan a. yang pokoknya bersifat permusuhan, (Pakem). Prosedurnya, lanjutnya forum bakor penyalahgunaan atau penodaan terhadap pakem yang terdiri dari Departemen Agama, suatu agama yang dianut di Indonesia; Kejaksaan, Kepolisian, BIN serta tokoh masyarakat ini b. dengan maksud agar supaya orang tidak menetapkan suatu aliran menganut agama apapun juga, yang dinyatakan sesat. Setelah dinyatakan sesat, bersendikan Ketuhanan Yang Maha baru kemudian dilarang. Esa” Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 1/PNPS tahun 1965 tentang Dalam kenyataannya, pencegahan dan pengawasan penodaan agama yang dilakukan 2 oleh penegak hukum dan Bakorpakem belum Tinjauan yuridis dapat diartikan sebagai optimal, karena pelaku penodaan agama kegiatan ditangkap dan diadili ketika ada tekanan pengumpulan data atau penyelidikan yang massa, dan fatwa Majelis Ulama Indonesia dilakukan secara sistematis dan obyektif (MUI). Disisi lain, perlindungan terhadap terhadap pelaku seringkali diabaikan dan bahkan sama pengadilan (Competency of a certain court ) sekali untuk mencerahkan suatu persoalan. tidak perlindungan mendapatkannya harta seperti bendanya seperti disini yang kemampuan dan teliti, kekuasaan 2. Pengertian delik pengrusahan, pembakaran. Maka pemeriksaan Dalam hukum pidana delik dikenal terlihat bahwa upaya dalam beberapa istilah seperti perbuatan pencegahan pengawasan dan penodaan agama pidana, peristiwa pidana ataupun tindak merupakan salah satu topik yang sangat pidana. menarik dan perlu dikaji walaupun hanya Gunawan bahwa delik adalah perbuatan yang sebatas peninjauan secara umum dan analisa melanggar undang-undang pidana dan karena yang sederhana. itu bertentangan dengan undang-undang yang Menurut kamus hukum Ilham dilakukan dengan sengaja oleh orang yang B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah dipertanggungjawabkan1. dapat Menurut diatas perlu kiranya membatasi pokok bahasan Adami Chazawi (2005:70) untuk kata delik yang lebih spesifik supaya tidak kabur, maka sebenarnya tidak punya hubungan dengan kata akan mengemukakan permasalahan sebagai strafbaar feit. Kata delik berasal dari bahasa berikut : latin yaitu delictum, 1. Bagaimanakah pengaturan pengertiannya tidak ada perbedaan mengenai Indonesia, pengertiannya2. Menurut Simons (Tongat, kaitannya dengan kebebasan dan 2009;105), yang memberikan defenisi tindak keyakinan? pidana adalah “Tindakan melanggar hukum bagaimanakah peranan kepolisian yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun Republik tidak dengan sengaja oleh seseorang yang penodaan 2. agama pengawasan di Indonesia dan dalam pencegahan penodaan agama? II. namun dalam sisi dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan yang oleh undang-undang PEMBAHASAN A. Fungsi Kepolisian Dalam Penanganan Delik Penodaan Agama 1. Tinjauan Yuridis 1 Ilham Gunawan,Kamus Hukum, CV. Restu Agung,Jakarta, 2002, hlm.75. 2 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana I, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2005, hal. 70. 3 telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang profesional dan memegang kode etik secara dapat dihukum”3. ketat dan keras, sehingga tidak mudah 3. Kedudukan dan Fungsi Kepolisian Berkenaan dengan tugas kepolisian terjerumus kedalam spektrum yang dibenci masyarakat. profesionalisme disini harus dalam penegakan hukum yang berkaitan sampai kedalam makna hakiki yang bersifat dengan pembahasan skripsi ini, ada yang logos, dan etos polisi yang baik dalam aspek berpendapat hukum sosial, aspek tekhnis, dan terutama aspek etika merupakan kegiatan menyerasikan hubungan yang membuat tugas itu terhormat, terpuji, nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah- disegani, dan membanggakan. bahwa penegakan kaidah / pandangan-pandangan menilai yang Memperhatikan tugas yuridis Polri yang mantap dan mengejewantah dan sikap tindak demikian luas, terlihat bahwa pada intinya ada sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap 2 (dua) tugas Polri di bidang penegakan akhir, untuk menciptakan, memelihara, dan hukum, yaitu penegakan hukum di bidang mempertahankan kedamaian pergaulan hidup peradilan pidana (dengan sarana “penal”) dan untuk mencapai kondisi demikian, hukum penegakan hukum dengan sarana “non penal”. harus tegak, dan supaya hukum dapat tegak Tugas penegakan hukum di bidang peradilan dengan syarat (dengan sarana penal) sebenarnya hanya diantaranya adalah harus ada lembaga penegak merupakan salah satu atau bagian kecil saja hukum. dari tugas Polri. Sebagian besar tugas Polri baik, maka salah satu Salah satu organ yang termasuk dan melaksanakan kewenangan lembaga justru terletak di luar bidang penegakan hukum pidana (non penal). penegakan hukum yang bersifat yustisial Kenyataan tersebut di atas, menurut biasanya disebut aparat. Aparat adalah orang Barda Nawai arief, bahwa Polri dalam yang dipakai untuk menjalankan kekuasaan menjalankan tugasnya berperan ganda baik negara, misalnya polisi. Bagi Kepolisian sebagai penegak hukum (di bidang peradilan Negara Republik Indonesia, penegakan hukum pidana) maupun sebagai pekerja sosial (sosial merupakan tugas pokok dan sebagai profesi worker) pada aspek sosial dan kemasyarakatan yang mulia serta dalam implikasinya harus (pelayanan dan pengabdian) 4. berakibat pada asas legalitas, undang-undang yang berlaku, dan hak asasi manusia. Atau 4. Pengertian Tindak Pidana Penodaan Agama dengan kata lain harus bertindak secara 3 Simson Tongat, Dasar-Dasar Hukum Pidana Dalam Perspektif Pembaharuan, UMM Press : Malang, 2009, hal.105. 4 Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007, hlm.5. 4 Secara historis agama yang dianut di Indonesia sebenarnya berjumlah c) tindak pidana yang berhubungan dengan sangat agama. banyak, dari agama yang sering disebut Oemar Seno Adji seperti dikutip Barda sebagai agama samawi (Yahudi, Kristen, dan Nawawi Arief menyebutkan bahwa delik Islam) hingga agama-agama lain, seperti agama hanya mencakup delik terhadap agama Hindu, Budha, Konghucu, Sinto, dan lain dan delik yang berhubungan dengan agama. sebagainya. Belum lagi agama-agama lokal meski demikian, bila dicermati sebenarnya yang telah lama dianut oleh masyarakat delik menurut agama bukan tidak ada dalam sebelum kedatangan agama pendatang (Islam KUHP meski hal itu tidak secara penuh ada dan Kristen), yang kemudian sering disebut dalam KUHPidana seperti delik pembunuhan, sebagai aliran kepercayaan sesuai dengan pencurian, kebudayaan dan adat istiadat. penghinaan, fitnah, delik-delik kesusilaan Secara hukum, negara membatasi agama-agama yang diakui secara resmi. penipuan/perbuatan curang, (zina, perkosaan dan sebagainya)5. B. Peranan Kepolisian Negara tidak mengakui secara resmi seluruh Pengawasan keyakinan agama yang dianut oleh masyarakat Penyalahgunaan Indonesia yang sangat banyak atau paling Agama tidak mengakui seluruh keyakinan agama yang 1. Pengaturan Dan Dalam Pencegahan Dan penodaan Penodaan agama di berkembang di Masyarakat. Negara justru Indonesi kaitannya dengan kebebasan hanya memberi batasan bahwa ada 6 (enam) dan keyakinan. agama resmi yang diakui. Selain agama yang Pelaku penodaan agama melakukan 6 (enam) agama resmi yang diakui. Selain pembelaan dengan alasan kebebasan memeluk agama yang 6 (enam) ini, dianggap tidak agama resmi dan tidak diakui. konstitusi. Dalam KUHPidana (WvS) sebenarnya dan keyakinan Namun, sesuai dalam dengan kenyataannya aturan-aturan normatif belum memberikan tidak ada bab khusus mengenai tindak pidana perlindungan agama, meski ada beberapa tindak pidana berbeda yang sebenarnya dapat dikategorikan sebagai sebagian besar dianut oleh rakyat Indonesia. tindak pidana agama. Istilah tindak pidana Banyak sekali arga Negara Indonesia yang agama itu sendiri sebenarnya mengandung merasa beberapa penegrtian : memeluk agama dan berkeyakinan. Kebebasan a) tindak pidana menurut agama; b) tindak pidana terhadap agama; terhadap pemahaman dikekang masyarakat agamanya kebebasannya yang dengan dalam itu hanya ada dalam agama yang “diakui” 5 Oemar Seno Adji,Hukum (Acara) Pidana Dalam Propeksi, Erlangga, Jakarta, 1996, hlm 331. 5 pemerintah, artinya kalau memeluk agama di beribadat menurut agamanya dan luar agama yang “diakui” itu maka ada efek kepercayaannya itu; yang dapat mengurangi hak-hak sipil wwarga 2) Negara menjamin kemerdekaan negara. bahkan, orang yang mempunyai setiap orang memeluk agamanya keyakinan tertentu, bisa dituduh melakukan masing-masing dan untuk beribadat penodaan agama. menurut agamanya dan kepercayaannya itu”. Jaminan kebebasan beragama pertamatama dapat dilihat dari konstitusi atau Undang- Dalam pasal 8 juga ditegaskan bahwa Undang dasar negara kita. pasal 28 (e) ayat 1 “Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan dan 2 UUD 1945 hasil amandemen disebutkan pemenuhan : tanggung jawab negara, tertutama pemerintah. Pasal 28 (e) ayat 1 berbunyi : Dari pasal tersebut di atas, jelas bahwa negara “Setiap orang bebas memeluk agama dan (c.q beribadat menurut pendidikan dan tinggal di asasi pemerintah) manusia adalah menjadi institusi yang agamanya, memilih pertama-tama berkewajiban untuk menjamin pengajaran, memilih kebebasan berkeyakinan. pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat hak wilayah negara dan Hal itu bermula dari penetapan Presiden No. 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan meninggalkannya, serta berhak kembali”. Penyalahgunaan atau Penodaan agama yang Pasal 28 (e) ayat 2 berbunyi : status “Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini menjadi UU berdasar UU No. 5 tahun 1969. kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, Penetapan sesuai dengan hati nuraninya”. Nomor Hal tersebut ditegaskan lagi dalam pasal hukumnya kemudian Presiden 1/PNPS ditingkatkan Republik tahun 1965 Pencegahan Penyalahgunaan Indonesia tentang dan / atau 29 (2) “Negara menjamin kemerdekaan tiap- Penodaan Agama tersebut belakangan mulai tiap penduduk untuk memeluk agamanya direvisi dengan terbitnya Inpres No. 14 tahun masing-masing dan untuk beribadat menurut 1967 tentang agama, kepercayaan dan adat agama dan kepercayaan itu”. istiadat Cina. Meskipun Inpres tersebut tidak Dalam UU No. 39 tahun 1999 tentang secara eksplisit mencabut pengakuan terhadap Hak asasi Manusia memberikan landasan eksiistensi agama Konghucu, namun dalam normatif praktek bahwa agama dan keyakinan dilapangan kesan pengingkaran merupakan hak dasar yang tidak bisa diganggu terhadap Konghucu sangat dirasakan, sehingga gugat. dalam pasal 22 ditegaskan : hak-hak sipil Penganut Agama Konghucu 1) Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk menjadi terabaikan, seperti masalah perkawinan dimana Kantor Catatan Sipil tidak 6 mau mencatat, tidak memperoleh pendidikan “tidak bisa bicara” maka sebenarnya pasal ini agama Konghucu di sekolah, perayaan hari ditujukan melindungi penganut agama” 6. raya dan sebagainya. Hal demikian semakin Selain itu, hukum pidana dalam dipertegas dengan terbitnya Surat edaran (SE) menentukan jenis perbuatan yang dapat Menteri No. dikatakan melanggar hukum dikenal dua jenis 18 sifat melawwan hukum, yaitu sifat melawan Nopember 1978 yang antara lain menyatakan hukum Formil dan sifat melawan hukum bahwa agama yang diakui oleh Pemerintah materil. ajaran sifat melawan hukum secara adalah Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan formal (asas legalitas) menentukan seseorang Budha. Konghucu dapat dijatuhi hukuman pidana jika melakukan dikeluarkan dari daftar agama-agama di hal-hal yang dilarang undang-undang yang ada Indonesia. sebelum perbuatan itu dilakukan. Ajaran inilah Dalam negeri 477/74054/BA.01.2/4683/95 dari SE tanggal tersebut, Undang-Undang ini dimaksudkan untuk mencegah agar jangan sampai terjadi yang dianut sehingga perlunya dibuat aturan pencegahan dan penodaan agama. sedangkan penyelewengan ajaran-ajaran agama yang sifat dianggap sebagai ajaran-ajaran pokok oleh memungkinkan orang dijatuhi hukuman jika para pemimpin keagamaan yang diakui oleh melakukan hal-hal yang tidak patut dan dan ketentraman merusak rasa keadilan dalam masyarakat, beragama tersebut dari penodaan/penghinaan meski perbuatan itu tidak dilarang undang- serta dari ajaran-ajaran untuk tidak memeluk undang. aturan ini melindungi melawan hukum materiil yaitu agama yang bersendikan Ketuhanan Yang Persoalan antara perbuatan melawan Maha esa. Tak pelak lagi, Undang-undang ini hukum secara materiil dan secara formal dimaksudkan untuk membatasi aliran-aliran merupakan persoalan dilematis yang cukup keagamaan diluar agama yang resmi. lama. dilemanya terletak pada apakah kita Selanjutnya menurut Oemar seno Adji, akan menggunakan prinsip kepastian hukum tujuan dimasukannya delik penodaan agama ataukah rasa keadilan. Keduanya semata-mata dalam KUHP pidana adalah : ada didalam konsepsi negara hukum. Prinsip “Yang ingin dilindungi oleh pasal ini adalah kepastian hukum lebih menonjol di dalam agama itu sendiri. agama, menurut pasal ini, tradisi kawasan Eropa Kontinental dengan perlu kemungkinan- konsep negara hukum reshstaat, sedangkan kemungkinan perbuatan orang yang bisa rasa keadilan lebih menonjol di dalam tradisi dilindungi dari merendahkan dan menistakan simbol-simbol agama seperti Tuhan, Nabi, Kitab Suci dan sebagainya. Meski demikian, karena agama 6 Ibid, hlm.79-80. 7 hukum kawasan anglo Saxon dengan konsep 2. negara hukum the rule of law. Pasal 156a yang sering dijadikan agama, Pasal ini selengkapnya berbunyi : dengan Kepolisian Republik Indonesia Dalam Pengawasan Dan Pencegahan Penodaan Agama. rujukan hakim untuk memutus kasus penodaan “Dipidana Peranan preemtif, preventif dan represif. Dimana yang penjara dimaksud pre-emtif adalah mencari dan selama-lamanya lima tahun barang siapa menemukan akar permasalahan yang ada dengan umum dalam masyarakat yang besifat lintas sektoral mengeluarkan perasaan atau melakukan (etnis, sosial, budaya dan politik), preventif perbuatan: adalah tindakan pencegahan yang berorientasi a. yang pokoknya bersifat permusuhan, kepada hasil akhir berupa kegiatan deteksi dini sengaja pidana Polri mempunyai 3 (tiga) fungsi utama, di penyalahgunaan muka dan penodaan (early warning) sebagai landasan pengambilan terhadap suatu agama yang dianut di kebijakan Indonesia; represif langkah adalah antisipasi, suatu sedangkan bentuk kegiatan b. dengan maksud agar supaya orang penegakan hukum. Berkaitan dengan judul tidak menganut agama apapun juga, dan pembahasan skripsi ini, maka fokus yang bersendikan Ketuhanan Yang pembahasan diarahkan pada fungsi represif Maha Esa”. dalam hal ini penegakan hukum (dalam hal ini Perlu dijelaskan bahwa Pasal 156a tidak penyidikan)yang dilaksanakan oleh aparat berasal dari Wetboek van Strafrecht (WvS) Polri terhadap Tindak Pidana Agama dan Belanda, melainkan dari Penetapan Presiden Kehidupan Keagamaan. Republik Indonesia Nomor 1/PNPS tahun Tugas kepolisian terhadap 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan institusi/masyarakat yang melanggar hukum / atau Penodaan Agama. Pasal 4 Undang- ialah dengan melakukan penegakan hukum Undang tersebut langsung memerintahkan dengan jalan penyelidikan dan penyidikan agar ketentuan di atas dimasukkan ke dalam terhadap KUHPidana. Secara hukum, dimasukannya Penegakan hukum oleh polisi dalam hal ini Penetapan Tugas kepolisian terhadap institusi/masyarakat Nomor Presiden 1/PNPS Republik tahun Pencegahan Penyalahgunaan 1965 Indonesia tentang dan / yang adanya melanggar dugaan hukum tindak ialah pidana. dengan atau melakukan penegakan hukum dengan jalan Penodaan Agama dalam KUHPidana dalam penyelidikan dan penyidikan terhadap adanya Pasal 156a menjadikan perbuatan yang diatur dugaan tindak pidana. Penegakan hukum oleh dalam pasal tersebut sebagai tindak pidana Polisi dalam hal ini penyidikan dilakukan oleh (kriminalisasi). Satuan Reserse Kriminal yang ada pada 8 organisasi Polri. Penyidikan itu merupakan hal harus dilihat lebih jauh, apakah ada dari dari perputaran suatu proses peradilan pidana. keyakinan itu telah menimbulkan ketertiban Berdasarkan U/8/1981 tentang KUHAP terganggu, ada pemaksaan, penghasutan atau dan Penetapan Presiden Republik Indonesia pemerasan. Baru kemudian pemerintah bisa Nomor menindak dengan normas yang ada. 1/PNPS tahun 1965 Pencegahan Penyalahgunaan tentang atau Pencegahan penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama, suatu perkara tindak pidana penodaan agama merupakan fungsi dan tugas sampai ketangan penyidik Polri melalui 3 polri yang bersifat represif dan preventif yang (tiga) mungkin berkenaan dengan ketertiban dan ketentraman dilaporkan oleh si korban, atau saksi / umum, antara lain akhir-akhir ini yang masyarakat (MUI, Tokoh Agama, Organisasi menjadi sorotan fungsi kepolisian bersama keagamaan) atau mungkin diketahui oleh Polri Kejaksaan, MUI, Bakorpakem dan masyarakat sendiri. dalam bidang pengawasan aliran kepercayaan kemungkinan Dalam kenyataan yaitu dan / : (kasus penodaan Agama Islam) penindakan terhadap aliran yang dapat membahayakan masyarakat dan negara. keyakinan yang dinilai menyimpang sebagian Polri dalam melakukan pengawasan dan masyarakat ada yang pro dan ada yang kontra, penindakan terhadap penganut dan pemimpin pada instrumen Pakem (pengawas aliran aliran kepercayaan dan penodaan agama kepercayaan masyarakat dan keagamaan). bekerjasama Landasannya, rata-rata dari fatwa Majelis Penganut Aliran Kepercayaan masyarakat Ulama Indonesia (MUI) ditambah dengan (Bakorpakem). Dalam menentukan adanya laporan intelijen dab Kepolisian. Dari Pekem pelanggaran itu harus masuk ke Bakorpakem inilah Kejaksaan kemudian mengkaitkannya di wilayah setempat. Sejauh Bakorpakem itu dengan Pasal 156a Kitab Undang-Undang memutuskan dilarang atau tidak, maka Polri Hukum Pidana (KUHP), sehingga aliran bisa akan melakukan penyelidikan dan penyidikan. diberantas. Prosedur pakem sendiri mengacu Penodaan agama Islam, Polri dalam dengan Badan pada penetapan Presiden Nomor 1 Tahun 1965 melakukan (UU No. 1/PNPS/1965) tentang Pencegahan merujuk pada berbagai kasus penodaan agama Penyalahgunaan dan/atau Penodaan agama. maka Untuk mengetahui terjadinya penodaan agama atau mengkriminalisasi penyelidikan fatwa merupakan dan Koordinasi penyidikan kunci untuk menyatakan apakah suatu aliran/sekte sesat sesuatu, atau tidak. Berdasarkan fatwa MUI ada 10 melalui jalur Pakem ini, instrumen utamanya kriteria yang digunakan untuk menentukan beranjak pada sesuatu yang hanya berdasar suatu aliran sesat atau tidak. keberatan dari lembaga keagamaan. “Mestinya Kesepuluh kriteria tersebut ialah : 9 1. 2. 3. 4. 5. Mengingkari Rukun Iman dan Rukun membahayakan, serta merugikan kepentingan Islam; umum. Ia memberikan mandat kepada negara Meyakini dan atau mengikuti akidah untuk yang tidak sesuai Dalil syar’I (Al-Quran perbuatan orang per orang atau kelompok dan As Sunnah); orang yang hak-haknya terlanggar di satu Meyakini turunnya wahyu setelah Al- saisi, dan diberi kewenangan kepada negara Quran; melalui Mengingkari otensisitas dan atau 7. 8. masyarakat institusi Polri untuk luas dari meentukan dilarang atau tidak suatu aliran kepercayaan kebenaran isi Al-Quran; dan Melakukan penafsiran Al-Quran yang tindakannya melanggar hukum. tidak berdasarkan kaidah tafsir; 6. melindungi melakukan penyidikan Kasus-kasus di penodaan dalam orang yang agama yang Mengingkari kedudukan Hadits Nabi terjadi masyarakat dan hasil sebagai sumber ajaran Islam; penyidikan oleh Polri, menentukan agama Melecehkan dan atau merendahkan para tertentu telah dinodai atau tidak, secara yuridis Nabi dan Rasul; formal, tentu saja pengambil keputusan pada Mengningkari Nabi Muhammad SAW akhirnya adalah hakim. sebagai Nabi dan Rasul terakhir; 9. Mengubah pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan syariah; III. PENUTUP A. Kesimpulan 10. Mengkafirkan sesama muslim tanpa Berdasarkan hasil penelitian yang telah dalil syar’i. dilakukan serta pembahasan sebagaimana Fungsi pengawasan penyalahgunaan dan terurai pada Bab sebelumnya, dalam penulisan penodaan agama bertujuan untuk menjamin skripsi ini dapat diambil beberapa kesimpulan pelaksanaan agama sesuai dengan agama dan sebagai berikut : kepercayaan secara murni tanpa adanya kepentingan-kepentingan tertentu atau 1. Delik Penyalahgunaan dan Penodaan Agama diatur di Pasal 156a KUHPidana kepentingan politik. Polri dalam melakukan tidak tugasnya dalam pencegahan dan penodaan strafrecht (WvS) Belanda, melainkan agama sebagai fungsi preventif dan represif dari merupakan peran yang diberikan oleh negara Indonesia Nomor 1/PNPS tahun 1965 untuk memberikan dasar legitimasi bagi tentang tindakan represif negara terhadap seseorang dan / atau Penodaan Agama. Ketentuan atau normatif kelompok perbuatan orang yang yang melakukan mengancam dan berasal Penetapan dari Presiden Pencegahan negara Wetboek van Republik Penyalahgunaan hanya melindungi agama yang diakui dan dinyatakan resmi 10 yang termuat dalam peraturan keturunan dan sebagainya. Polri dalam perundang-undangan. Ini artinya, agama melakukan pengawasan dan penindakan kepercayaan lokal tidak mendapatkan terhadap penganut dan pemimpin aliran tempat yang layak secara normatif kepercayaan dalam negara Indonesia yang Majemuk, bekerjasama dengan Badan Koordinasi pengaturan tersebut untuk melindungi Penganut agama-agama yang resmi dan untuk Masyarakat (Bakorpakem). membatasi aliran-aliran keagamaan di luar agama yang resmi. tentang Kepolisian RI, mengatur dan mengukuhkan beberapa peranan dan Polri lainnya, penodaan Aliran agama Kepercayaan B. Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, maka 2. Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tugas dan sebagai akhir tulisan akan dikemukakan saran sebagai berikut: a. Perlunya Negara memberi jaminan seperti dalam kebebasan beragama sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Pasal 28 (e) ayat 1 dan 2 UUD 1945 tentang Kepolisian Negara Republik dan UU/39/1999 tentang HAM, kedua Indonesia (Pasal 14 ayat (1) huruf g dan undang-undang Pasal 16); Undang-undang Nomor 8 kebebasan memeluk agama dan untuk tahun 1981 tentang Hukum Acara beribadat Pidana / KUHAP (pasal 7); Penetapan kepercayaannya itu. Presiden Republik Indonesia Nomor tersebut menurut b. Sehubungan memberi agamanya dengan makin 1/PNPS tahun 1965 tentang Pencegahan berkembangnya Penyalahgunaan dan / atau Penodaan Kejaksaan RI, perlu diimbangi dengan Agama; dan KUHPidana Bab V tentang meningkatkan jumlah persenel yang kejahatan terhadap Ketertiban Umum dianggap yang mengatur perbuatan menyatakan pengawasan pencegahan dan penodaan perasaan permusuhan, kebencian atau agama dibarengi dengan pembinaan penghinaan SDM terhadap orang atau golongan yang berlainan suku, agama, yang fungsi dan proporsional mengetahui dan peran dalam persoalan keagamaan. 11 DAFTAR PUSTAKA A. Buku Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana I, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2005. Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996. Ilham Gunawan, Kamus Hukum, CV. Restu Agung, Jakarta, 2001. Oemar Seno Adji, Hukum (Acara) Pidana dalam Prospeksi, erlangga, Jakarta, 1981. Simson Tongat, Dasar-Dasar Hukum Pidana Dalam Perspektif Pembaharuan, UMM Press : Malang, 2009. B. Peraturan Perundang-Undangan Undang-undang Nomor 1 tahun 1946 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 1/PNPS tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan / atau Penodaan Agama. Keputusan Menteri Kehakiman RI No.M.PW.07.03 tahun 1982 Tentang Pedoman Pelaksanaan KUHAP. 12 BIODATA PENULIS NAMA : ARMAWANSYAH NO. STAMBUK : D 101 08673 TEMPAT TANGGAL LAHIR : UJUNG PANDANG, 09 JANUARI 1987 ALAMAT RUMAH : JL. GAWALISE/ASPOLDA DUYU NO 10.B ALAMAT E-MAIL : [email protected] NO TLP : 085281569294 13