NASKAH AKADEMIK RUU TENTANG PENDIDIKAN KEDOKTERAN GIGI Kata Pengantar DAFTAR ISI Kata Pengantar ...................................................................................... 2 Daftar Isi.........................................................................................… 3 BAB I. Pendahuluan...............................................................................…… 4 1. Latar belakang.................................................................………4 2. Landasan hukum..........................................................................4 3. Sejarah dan prkembangan pendidikan dokter gigi (sekarang dan bgmna ke depannya) ................................................. 4. Tujuan dan kegunaan naskah akademik.................................... BAB II. Profil Institusi Pendidikan Kedokteran Gigi di Indonesia saat ini .................................... BAB III Standar Pendidikan Kedokteran gigi............................... 5 III.1 Standar Isi Kurikulum (KKNI dan standar kompetensi secara garis besar) …. III.2 Standar Proses Tata pamong ………………….. Sistem Pembelajaran …………. Suasana akademik ……………. III.3 Standar Kompetensi Lulusan Mahasiswa dan lulusan ………. III.4 Standar Pendidik dan tenaga Sumber daya manusia ……….. kependidikan III.5 Standar Sarana dan Prasarana Sarana Dan Prasarana ………. III.6 Standar Pengelolaan Visi, Misi, Sasaran dan Tujuan Sistem Pengelolaan…………… Sistem Informasi …………….. Sistem Penjamin Mutu ……… III.7 Standar Pembiayaan Pembiayaan ………………….. III.8 Standar Penilaian Pendidikan Penelitian, Pelayanan/Pengabdian Kepada Masyarakat dan Kerjasama 5 BAB IV. Standar Kompetensi dan Jenis Tindakan serta Jumlah Kasus 1. BAB V. RSGM sebagai Wahana Penyelenggaraan Tahap Profesi Pendidikan Kedokteran Gigi …......................................... 15 1. Latar belakang 2. Keberadaan RSGM di Indonesia 3. Gambaran RSGM sebagai wahana pendidikan dokter gigi di luar Negri 4. RSGM P sebagai whanan pendidikan profesi KG 5. Kondisi RSGM sebagai wahana pendidikan KG saat ini 6. Pekerjaan klinik yang dilakukan peserta didik di RSGMP 7. Kondisi kelainan/penyakit gigi dan mulut di Indonesia 8. Sumber daya manusia di RSGMP 9. RSGMP di masa mendatang 10. Peran serta RSGMP dalam mendukung Tridarma Perguruan Tinggi 11. Pelaksaan standarisasi, akreditasi dan perizinan RSGMP 12. Pendanaan BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN KEPUSTAKAAN DAFTAR SINGKATAN Kemkes:Kementrian Kesehatan Kemdiknas: Kementrian Pendidikan Nasional Ditjen Dikti: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi KKI: Konsil Kedokteran Indonesia KKG: Konsil Kedokteran Gigi MKKGI: Majelis Kolegium Kedokteran Gigi Indonesia KDGI: Kolegium Dokter Gigi Indonesia AFDOKGI: Asosiasi Fakultas Kedokteran Gigi Indonesia ARSGMP: Asosiasi Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan KIPDGI: Kurikulum Inti Pendidikan Dokter Gigi Indonesia BAN PT: Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi ED: Evaluasi Diri RKAT: Rencana Kegiatan dan Anggaran Tahunan RENSTRA: Rencana Strategis PENGERTIAN UMUM Pendidikan profesi dokter gigi merupakan pendidikan akademik dan pendidikan professional yang diarahkan pada penguasaan ilmu dan penerapan ilmu kepada masyarakat dalam bidang kedokteran gigi. Standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Standar kompetensi lulusan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Kurikulum berbasis kompetensi adalah kurikulum yang disusun berdasarkan atas elemen-elemen kompetensi yang dapat menghantarkan peserta didik untuk mencapai kompetensi utama, kompetensi penunjang, dan kemampuan dasar. Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanan dengan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan. Standar pendidik dan tenaga kependidikan adalah kriteria pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan. Standar sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain, yang diperrlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi. Pengabdian kepada masyarakat merupakan salah satu aktivitas dosen dan mahasiswa dalam bentuk jasa Perguruan Tinggi yang dilaksanakan dengan menganut azas kelembagaan, ilmu, kerjasama, kesinambungan, dan edukatif serta pengembangan. Penelitian merupakan kegiatan telaah taat kaidah dalam upaya menemukan kebenaran dan atau menyelesaikan masalah dalam ilmu pengetahuan, teknologi juga merupakan kegiatan dalam upaya menghasilkan pengetahuan empirik, teori, konsep, metode, model atau informasi baru yang memperkaya iptek. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara menjamin hak setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan lebih lanjut Negara mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Serta menjamin pemerataan kesempatan dan meningkatkan mutu pendidikan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Pendidikan profesi dokter gigi sebagai salah satu pofesi bidang kesehatan telah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 1928, dan telah mengalami pasang surutnya sampai saat ini. Pada hakikatnya, sistem pendidikan dokter gigi di Indonesia saat ini terdiri atas tahap akademik dan tahap profesi. Tahap akademik adalah pendidikan sarjana yang bertujuan meraih kompetensi melalui pembangunan kemampuan dasar sesuai dengan ketetapan pada standar kompetensi dokter gigi. Tahap profesi adalah pendidikan setelah pendidikan sarjana kedokteran gigi yang bertujuan untuk membekali mahasiswa dengan kompetensi klinik tertentu yang mencakup pembinaan sikap dan perilaku profesional sesuai dengan standar kompetensi dokter gigi yang disahkan oleh Konsil Kedokteran Gigi Indonesia, untuk meraih gelar dokter gigi. Tahap profesi ini diselenggarakan pada sebuah wahana pendidikan klinis di sebuah sarana pelayanan kesehatan gigi dan mulut berbentuk rumah sakit. Kompetensi klinik dokter gigi dan dokter gigi spesialis tidak dapat dicapai pada sarana dan prasarana yang dipunyai sebuah Klinik; untuk itu diperlukan sebuah rumah sakit khusus yang kemudian dikenal sebagai Rumah Sakit Gigi dan Mulut (RSGM). RSGM yang digunakan sebagai wahana penyelenggaraan pendidikan kedokteran gigi, yaitu pendidikan dokter gigi dan dokter gigi spesialis; perlu terakreditasi dan memenuhi persyaratan klasifikasi RS khusus untuk menjadi RSGM Pendidikan. Demi peningkatan kualitas serta penjaminan mutu dokter gigi dan dokter gigi spesialis di Indonesia, BAN-PT telah mengembangkan instrumen akreditasi bagi Program Studi Pendidikan Dokter Gigi termasuk di dalamnya instrumen akreditasi baik bagi Institusi Pendidikan Kedokteran Gigi maupun bagi Rumah Sakit Gigi dan Mulut sebagai wahana penyelenggaraan pendidikan dokter gigi dan dokter gigi spesialis. 2. Sejarah dan perkembangan pendidikan Kedokteran Gigi di Indonesia a. Zaman Penjajahan Belanda (tahun 1928-1942) Pendidikan dokter gigi di Indonesia mulai sejak pemerintahan kolonial Belanda, pada bulan September 1928 dengan didirikannya “STOVIT” (School Tot Opleiding Van Indische Tandartsen). Lamanya pendidikan dokter gigi ini 5 tahun, dan yang diterima sebagai mahasiswanya adalah lulusan sekolah lanjutan menengah pertama (MULO) dan HBS (3 tahun). Penerimaan mahasiswa didasarkan atas penilaian angka-angka ilmu alam, matematika dan ilmu hayat, dan juga berasal dari keturunan orang-orang baik, dalam arti mereka yang dianggap setia kepada Pemerintah Hindia Belanda. Lulusan STOVIT dapat melanjutkan studinya ke Tandheelkundig Instituut di Utrecht Nederland, tanpa ujian dan mencapai gelar Tandarts, yang dianggap telah mencapai tingkatan sepadan dengan Dokter Gigi Belanda. Seluruh kurikulum disesuaikan dengan kurikulum di Utrecht dengan tambahan Fisika, Kimia, Matematika, Botani, Zoologi, Bahasa Latin dan Bahasa Jerman, oleh karena hampir semua buku-buku pelajaran diambil dari bahasa Jerman. Bagi pemerintahan Hindia Belanda, maka STOVIT tidak didirikan untuk memberi perawatan secara menyeluruh kepada rakyat banyak, oleh karena de Dienst der Volksgezondheid (Jawatan Kesehatan) tidak mempunyai Dinas Kesehatan Gigi. Pelayanan pasien-pasien penyakit gigi yang terdapat diseluruh Indonesia adalah di CBZ (Central Burgerlijk Ziekenhuis) Jakarta dimana terdapat seorang dokter gigi, serta CBZ di Surabaya merupakan satu-satunya klinik kesehatan gigi di seluruh Indonesia. Pasien-pasien penyakit gigi, mendapat pelayanan yang lengkap, diantaranya pencabutan, penambalan, pembedahan, pemasangan gigi tiruan, dan pengaturan gigi (orthodonti). Pembedahan-pembedahan dilakukan dalam bidang bedah minor dan bedah mayor, untuk itu terdapat fasilitas bagi perawatan pasien di bangsal khusus. Pada bulan Juni 1933, dokter gigi lulusan pertama dihasilkan oleh STOVIT. b. Zaman Penjajahan Jepang (tahun 1942-1945) Dengan pecahnya perang dunia ke-II, dan didudukinya negeri Belanda oleh tentara Hitler, maka orang-orang Belanda di Nederlandsch Indie, menjadi gelisah. Orang-orang Jerman yang berwarga negara Jerman diinternir di Sarangan, termasuk dokter dan dokter gigi. Imbas Perang Dunia ke-2 akhirnya sampai juga di Indonesia yang ditandai dengan pendudukan oleh bala tentara Jepang pada tahun 1942. Penjajahan Jepang walaupun berlangsung singkat menimbulkan penderitaan rakyat dimana-mana, namun ada sisi positif bagi dunia kedokteran gigi yaitu naiknya orang-orang Indonesia menduduki jabatan yang ditinggalkan oleh Belanda. Dalam rangka membangun negara dan dengan slogan kemakmuran bersama di Asia Raya. Pendidikan kedokteran gigi pada zaman pendudukan Jepang kemudian diganti namanya, STOVIT dibubarkan diganti dengan nama IKA DAIGAKU SHIKA IGAKUBU dalam tahun 1943, dengan guru-guru besar bangsa Jepang. Lamanya pendidikan adalah 3 tahun, dan yang dapat diterima sebagai mahasiswanya adalah lulusan sekolah Menengah 5- 6 tahun yaitu dari AMS/SMT/HBS Pada waktu itu mahasiswa-mahasiswa bekas STOVIT dipanggil kembali dan harus belajar bahasa Jepang, supaya dapat mengikuti kuliah-kuliah dalam bahasa Jepang. Sementara itu yang diterima mahasiswa baru, diantara yang dipaksakan memilih jurusan kedokteran gigi, walaupun mereka mendaftarkan diri pada sekolah insinyur atau olah raga. Shika Daigaku tidak pernah meluluskan mahasiswa didikannya selama pendudukan, akan tetapi mahasiswa-mahasiswa yang diterima dalam zaman Jepang akhirnya akan menyelesaikan studinya di Malang dan Jogja. Dua belas mahasiswa yang lulus dalam masa pendudukan Jepang adalah bekas murid STOVIT. c. Zaman R.I.S. ( tahun 1945-1950) Setelah Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Kota Surabaya kemudian diduduki kembali oleh Tentara Serikat ( Belanda). Pendidikan dokter gigi, kemudian dipindahkan ke Malang yang dipimpin oleh Prof. drg. Indrojono dan Dr. Eggink. Tidak lama kemudian Malangpun diserbu juga oleh Belanda. Mahasiswa-mahasiswa kedokteran gigi kemudian pindah lagi ke Solo.Tahun 1946, Sekolah Kedokteran Gigi digabungkan dengan Sekolah Kedokteran, yang didirikan di Klaten dengan pimpinan Prof. Dr. Sardjito. Untuk jurusan kedokteran gigi dipimpin oleh drg. Soedomo. Setelah itu pendidikan kedokteran gigi dimasukkan ke dalam lingkungan Universitas Gajah Mada digabungkan dengan Kedokteran dan Farmasi. Sementara itu setelah kota Surabaya diduduki kembali oleh Belanda, pada bulan September 1947, pendidikan dokter gigi dibuka lagi dengan nama Tandheelkundig Institut. Pada tanggal 15 Januari 1948, berubah menjadi nama lagi Universitair Tandheelkundig Institut, sebagai bagian dari Fakultas Kedokteran di Surabaya. Lamanya pendidikan adalah 4 tahun dan yang dapat diterima sebagai mahasiswa adalah lulusan sederajat dengan SMA bagian B. Dalam bulan Desember tahun 1949, pemerintahan diserahkan kembali kepada Republik Indonesia. Pendidikan Kedokteran Gigi di Surabaya kemudian berubah lagi menjadi Lembaga Kedokteran Gigi , dengan lama pendidikan 4 tahun. a. Zaman Pemerintahan R.I. (tahun 1950 - sekarang) Pada tanggal 10 November 1954 Universitas Airlangga berdiri. Tahun 1958, Lembaga Ilmu Kedokteran Gigi digabungkan dalam Universitas Airlangga, dan kemudian namanya berubah lagi menjadi Fakultas Kedokteran Gigi. Lamanya pendidikan 5 tahun dan yang diterima sebagai mahasiswa adalah lulusan SMA bagian B. Waktu itu hanya ada 2 fakultas kedokteran gigi, yaitu Fakultas Kedokteran Gigi Gajah Mada yang waktu itu merupakan fakultas gabungan, dan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga. Pada tanggal 1 September 1959, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjajaran didirikan dan dalam waktu 5 ½ tahun dapat meluluskan 6 orang dokter gigi yang pertama.Tanggal 29 Desember 1960, Pendirian Fakultas Kedokteran gigi Universitas Padjadjaran pada tahun 1959, telah membuka jalan bagi lain-lain Fakultas untuk menginjak masa baru sebagai Fakultas tersendiri dan Dekan seorang Dokter Gigi sesuai dengan tuntutan zaman Maka berturut-turut sampai sekarang berdiri Fakultas Kedokteran Gigi dan Program Studi Kedokteran Gigi di Indonesia, yang sampai saat ini sampai saat ini (2011) untuk pendidikan dokter gigi, tercatat ada 26 Fakultas/Program Studi Kedokteran Gigi Perkembangan kedokteran gigi disuatu negara dipengaruhi oleh berbagai faktor, dan merupakan hasil interaksi dari faktor-faktor tersebut yakni: faktor politik, faktor sosial, faktor ekonomi, faktor demografi, faktor luasnya dan macamnya kebutuhan akan kesehatan gigi dan faktor mental manpower. Jika kita dengan memperhatikan situasi pada waktu ini dapat memperkirakan bahwa faktor-faktor tersebut di atas (selainnya faktor demografi) dalam waktu 10 tahun yang akan datang maka dapat diharapkan, bahwa perkembangan kedokteran gigi pada tahun-tahun yang mendatang akan lebih pesat dari pada waktu yang lampau. Faktor pertambahan penduduk dapat memusingkan kita dan oleh karena itu pada tiap-tiap perencanaan harus betul-betul diperhitungkan. penduduk tahun 2011, pada tahun 2011 Indonesia Menurut sensus berpenduduk 237.556.363 orang, yang terdiri dari 119.507.580 laki-laki dan 118.048.783 perempuan dengan laju pertumbuhan penduduk Indonesia per tahun adalah sebesar 1,49 persen. Hasil Sensus penduduk Indonesia 2010 oleh BPS menunjukkan bahwa distribusi penduduk Indonesia masih terkonsentrasi di Pulau Jawa yaitu sebesar 57 persen, yang diikuti oleh Pulau Sumatera sebesar 21 persen. Selanjutnya untuk pulau-pulau/kelompok kepulauan lain berturut-turut adalah sebagai berikut: Sulawesi sebesar 7 persen; Kalimantan sebesar 6 persen; Bali dan Nusa Tenggara sebesar 6 persen; dan Maluku dan Papua sebesar 3 persen. Ini berarti penambahan 3.539.589 juta penduduk setiap tahunnya, yang harus dipelihara kesehatan mulut dan giginya. Yang merupakan suatu beban yang berat sekali untuk profesi kedokteran gigi, dan yang dapat membuat rasio dokter gigi penduduk menjadi kabur lagi. Jika kita perkirakan jumlah lulusan dokter gigi dalam 5 tahun yang akan datang @ 1250 per tahun, maka dalam 5 tahun yang akan datang diproduksikan 6250 dokter gigi, sehingga jumlah dokter gigi pada akhir tahun 2016 akan menjadi kurang lebih 26.905 orang, sesudah dikurangi oleh dokter gigi yang pensiun dan yang meninggal. Jumlah ini jelas tidak akan dapat menampung kebutuhan/permintaan akan kesehatan gigi dari 237.556.363+ 17697945= 255.254.308 juta penduduk, yang kiranya dapat diharapkan pada waktu itu akan lebih dental-minded. Selain itu, penyebaran penduduk yang tidak merata dan berkonsentrasi pada beberapa daerah serta keadaan geografis yang dipisahkan lautan dan tersebar di berbagai kepulauan menyebabkan banyak pembangunan dan penyebaran informasi yang tidak merata. Salah satu masalah yang muncul adalah kurang maksimalnya penyebaran fasilitas dan pelayanan kesehatan di seluruh Indonesia. Ditiap ibu kota propinsi hendaknya mulai dibangun suatu Dental Specialist Centre, khususnya untuk Bedah Mulut, Konservasi, Periodintik, Protetik dan Ortodontik guna menampung penderita-penderita dari perifer dengan suatu referralsystem. 3. Tujuan dan Kegunaan Naskah Akademik a. Tujuan 1. Menelaah hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan di pendidikan tinggi kedokteran gigi 2. Menelaah aspek filosofis, sosiologis 3. Melakukan tinjauan pustaka 4. Melakukan kajian kebijakan pendidikan kedokteran gigi b. Kegunaan Kegunaan Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang Pendidikan Kedokteran gigi ini diharapkan dapat memberikan masukkan dan menjadi dasar dalam merumuskan ketentuan-ketentuan Rancangan Undang-Undang tentang Pendidikan Kedokteran gigi. c. Metode Pendekatan Metode pendekatan dalam Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang Pendidikan Kedokteran Gigi adalah sebagai berikut: Metode Deskriptif-Analitis, yaitu metode yang menggambarkan dan menganalisis ketentuan-ketentuan yang ada yang terkait dengan RUU tentang Pendidikan Kedokteran Gigi. yang bertujuan untuk mengumpulkan data primer dan cara yang ditempuh dalam pengumpulan data primer tersebut adalah melalui studi kepustakaan, konsultasi publik/undang pakar, dan penelitian lapangan. a. Studi kepustakaan sebagai salah satu pendekatan dalam pengumpulan bahan, data dan materi informasi yang berkaitan dengan Pendidikan Kedokteran gigi. Materi studi pustaka berupa kajian dan review terhadap buku-buku, majalah, surat kabar, website, jurnal, serta data lain tentang peraturan perundang-undangan, dokumen negara, hasil penelitian, makalah seminar, berita media, dan data lainnya yang terkait dengan Pendidikan Kedokteran Gigi. b. Penelitian lapangan (Fact finding) yang dilakukan dengan menghimpun pendapat dan persepsi dari berbagai pihak yang terkait, baik praktisi hukum maupun akademisi, pada penelitian mengenai Pendidikan Kedokteran Gigi ini informasi dan pendapat didapatkan dari Stakeholder di Jakarta dan 4 daerah yaitu Jawa Barat, Sumatera Utara, Jawa Timur, dan Yogjakarta (dengan stakeholders institusi pendidikan kedokteran gigi, Rumah Sakit Pendidikan, Departemen Kesehatan Dan IDI di masingmasing wilayah penelitian). c. Konsultasi Publik/mengundang Pakar, dengan melakukan diskusi dan menyelenggarakan seminar yang melibatkan para stakeholder dengan latar belakang beragam. Selain melakukan review terhadap bahan-bahan tertulis, juga dilakukan pengumpulan bahan informasi melalui brainstorming, kompilasi pendapat dan pemikiran dari pakar dan para ahli yang memiliki kompetensi dalam masalah Pendidikan Kedokteran Gigi. BAB II PROFIL INSTITUSI PENDIDIKAN KEDOKTERAN GIGI DI INDONESIA SAAT INI II.1 Persebaran Institusi Pendidikan Dokter Gigi di Indonesia Perguruan Tinggi Kedokteran Gigi merupakan satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi Kedokteran Gigi berbentuk Universitas yang mencakup Program Pendidikan Kedokteran gigi Dasar (S-1), dan Pendidikan Profesi Dokter Gigi. Perguruan tinggi yang memenuhi syarat dapat menjalankan Pendidikan Magister (S-2), Dokter Spesialis, serta Pendidikan Doktor (S-3). Saat ini ada 26 (duapuluhenam) institusi pendidikan kedokteran gigi Gigi milik pemerintah dan swasta yang menyelenggarakan pendidikan kedokteran gigi di Indonesia, sementara yang sudah meluluskan dokter gigi sebanyak 14 (empat belas) institusi. Dari grafik II.1.1 di bawah ini dapat dilihat bahwa institusi pendidikan dokter terbanyak terdapat di Pulau Jawa (16) dan diikuti oleh Pulau Sumatera (6). Sedangkan wilayah dengan jumlah institusi pendidikan dokter yang paling sedikit adalah Kalimantan (1), Bali (1) dan Sulawesi (2), sedang di daerah Maluku dan Papua belum mempunyai Institusi Pendidikan Kedokteran Gigi. Grafik II.1 Persebaran Institusi Pendidikan Dokter Gigi di Indonesia (data survey Afdokgi/HPEQ, 2010-2011) Pada tabel di bawah ini ditampilkan nama-nama Universitas dan Fakultas/Prodi Kedokteran Gigi di seluruh Indonesia beserta wilayah tempat berdirinya institusi tersebut Tabel 1 Nama Institusi pendidikan menurut wilayah No Nama Tempat No Nama 1 Universitas Syah Kuala Universitas Prima Universitas Sumatera Utara Universitas Andalas Banda Aceh 14 Semarang Medan Medan 15 16 Padang 17 Universitas Baiturahmah Universitas Sriwijaya Padang 18 Universitas Sultan Agung IIK Kediri Universitas Gajah Mada Universitas Muhamadyah Uiversitas UMS Palembang 19 Surabaya Universitas Indonesia Universitas Trisakti Jakarta 20 Jakarta 21 Universitas Moestopo (B) Universitas Padjadjaran Universitas Kristen Maranatha Jakarta 22 Bandung 23 Bandung 24 Universitas Jendral Yani Universitas Jendral Soedirman Bandung 25 Purwokerto 26 Universitas Airlangga Universitas Hang Tuah Universitas Jember Universitas Brawidjaja Universitas Mahasaraswati Universitas Lambung Mangkurat Universitas Hasanudin Universitas Sam Ratulangi 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Tempat Kediri Yogyakarta Yogyakarta Solo Surabaya Jember Malang Denpasar Banjarmasin Makasar Menado II.2 Bentuk/sifat Institusi Pendidikan Kedokteran Gigi Dilihat dari bentuk atau sifatnya Kedokteran Gigi bernama fakultas, tidak semuanya Institusi Pendidikan sebagian masih bernama Program Studi dibawah Fakultas Kedokteran. Sejumlah Institusi Pendidikan Kedokteran Gigi berupa fakultas yang berdiri sendiri, sedangkan sebagian institusi pendiikan kedokteran gigi (….) masih berupa Program Studi dibawah Fakultas Kedokteran. Masih terdapatnya Prodi terutama pada institusi kedokteran gigi yang baru, mengingat hampir 50% institusi pendidikan kedokteran gigi baru saja berdiri Tabel 2. Jumlah menurut bentuk/sifat institusi pendidikan KG 2011 (14) data harus dirubah Status Jumlah Institusi Pendidikan Kedokteran Gigi Prosentase Fakultas 6 42,9 % Prodi KG 8 57,1 % II.3 Institusi Pendidikan Dokter Gigi berdasarkan Status Kepemilikan Jumlah program studi berdasarkan status kepemilikan dibagi menjadi dua yaitu program studi Kedokteran Gigi yang dimiliki oleh PTN dan PTS. Jumlah program studi yang dimiliki oleh PTN adalah 17 dan PTS adalah 9. Penyebaran PTN masih belum merata diseluruh wilayah Indonesia.Terbanyak masih di pulau Jawa yaitu 7 PTN, sementara Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua tidak memilik Institusi Pendidikan Dokter Gigi Untuk PTS, wilayah Kopertis II, XI dan XII tidak memiliki PTS. Untuk perbandingan PTN dan PTS berdasarkan wilayah, untuk wilayah Sumatera dan Sulawesi perbandingannya seimbang yaitu 2:2. Sementara untuk di wilayah Jawa, lebih banyak PTS dibandingkan PTN. Di wilayah Bali dan Nusa Tenggara, hanya ada 1 PTS, dan di wilayah Kalimantan, hanya ada 1 PTN. Tabel 3 Status Kepemilikan Institusi Pendidikan Dokter Gigi Status II.4 Akreditasi Jumlah Persentase 1 PTN 17 65,38 2 PTS 9 34,62 TOTAL 26 100% Akreditasi program studi kedokteran gigi diklasifikasi pendidikan per pulau dan akreditasi untuk tiap bidang ilmu. berdasarkan jenjang Tabel 4. Akreditasi Prodi Kedokteran gigi Gigi Jenjang S1 di Beberapa Wilayah di Indonesia Wilayah Sumatera Jawa Bali, Kalimantan Sulawesi TOTAL A 1 5 1 7 B 4 1 5 C 4 1 5 Belum Terakreditasi 1 6 1 1 9 Sumber : Survei AFDOKGI/HPEQ 2010/2011 Berdasarkan Tabel atas, akreditasi yang terbanyak adalah A di Pulau Jawa. Masih banyak program studi yang belum terakreditasi, jumlah terbanyak yang belum diakreditasi terdapat di Pulau Jawa. Di Indonesia Timur belum terakreditasi kecuali di Bali dan Sulawesi Selatan, jumlah program studi yang belum terakreditasi sebesar 46% jika dibandingkan dengan yang sudah terakreditasi. . Dengan melihat data di atas maka kualitas 26 Institusi Pendidikan Kedokteran Gigi ini sangat bervariasi. Pada umumnya institusi yang sudah berdiri sejak lama mempunyai akreditasi A dan dapat menjadi jaminan karena bila peminatnya banyak maka akan mendapat mahasiswa yang berkualitas. Akibatnya jurang pemisah antara institusi lama dengan yang baru menjadi semakin besar. Pada tabel ... diperlihatkan bahwa baru 65,38% dari 26 Fakultas/Prtodi kedokteran gigi yang telah terakreditasi, sedangkan 34,62% masih belum terakreditasi Tabel 5. Situasi akreditasi jenjang sarjana kedokrean gigi Institusi Pendidikan Kedokteran Gigi 2011 Status AKREDITASI IPDG Jenjang Sarjana Kedokteran Gigi Jumlah IPDG Prosentase Terakreditasi 17 65,38 % Belum Terakreditasi 9 34,62 % II.5 Jumlah penerimaan mahasiswa baru Tabel 6. Kapasitas Institusi pendidikan menurut Jumlah penerimaan mahasiswa No Nama 1 Universitas Syah Kuala Universitas Prima Universitas Sumatera Utara Universitas Andalas Universitas Baiturahmah Universitas Sriwijaya Universitas Indonesia Universitas Trisakti Universitas Moestopo (B) Universitas Padjadjaran Universitas Kristen Maranatha Universitas Jendral Yani Universitas Jendral Soedirman 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Jumlah No 118 14 32 15 210 16 50 17 95 18 80 19 101 20 220 21 172 22 150 23 35 24 38 25 53 26 Nama Jumlah Universitas Sultan Agung IIK Kediri 55 Universitas Gajah Mada Universitas Muhamadyah Uiversitas UMS 147 Universitas Airlangga Universitas hang Tuah Universitas Jember Universitas Brawidjaja Universitas Mahasaraswati Universitas Lambung Mangkurat Universitas Hasanudin Universitas Sam Ratulangi 170 Total penerimaan mahasiswa baru : 2421 mahasiswa baru 50 100 50 75 100 107 76 52 119 106 II.6 Jumlah mahasiswa Jumlah mahasiswa dari 14 Institusi Pendidikan Kedokteran Gigi yang disurvei sebanyak 6800 mahasiswa yang terdiri dari mahasiswa tahap akademik 4832 orang dan tahap profesi 1968 orang. Ada 50% Institusi Pendidikan Kedokteran Gigi yang belum mempunyai mahasiswa tahap profesi (Tabel 2) Tabel 7. Jumlah Mahasiswa 14 Institusi Pendidikan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Kedokteran Gigi Institusi Pendidikan Kedokteran Gigi Jumlah Mahasiswa Tahap Akademik Jumlah Mahasiswa Tahap Profesi Jumlah Total Mahasiswa IIK UKM UMS UMY UNAIR 166 101 100 389 610 13 0 0 179 230 179 101 100 468 840 UNAND UNEJ 162 551 0 178 162 729 UNISULA UNJANI UNPAD UNPRI UNSOED USAKTI USU 169 116 642 96 163 829 738 0 0 522 0 0 564 300 169 116 1164 96 163 1393 1038 4832 1986 6718 TOTAL Jumlah mahasiswa profesi jika dibandingkan dengan dental unit RSGM Pendidikan Jumlah DCU Jumlah Mahasiswa Profesi RSGM Pendidikan Jumlah Mahasis wa Profesi Jumlah DCU 1 Universitas Sumatera Utara 302 124 9 UMJ 148 84 2 Universitas Baiturahmah 333 100 10 Unair 230 187 3 Universitas Sriwijaya 11 UHT 112 78 4 Universitas Indonesia 202 160 12 Jember 281 128 5 Universitas Trisakti 889 151 13 Unhas 385 114 6 Universitas Moestopo (B) 440 90 14 325 68 244 7 Unpad 501 8 UGM 358 Universitas Mahasaraswati 160 survey 2010/2011 II. 9 Jumlah lulusan Pada tabel ini diperlihatkan data lulusan dokter gigi pada periode 2010/2011 di 14 fakultas Fakultas/Prodi Kedokteran Gigi yang telah menghasilkan lulusan dokter gigi. Total lulusan adalah 1057 orang dengan rincian pada tabel 8 di bawah ini. Dua belas Fakultas/Prodi Kedokteran Gigi belum menghasilkan lulusan dokter gigi, karena masih dalam tahap sarjana ataupun masih sednga menjalankan tahap profesi. Tahun 2012 yang akan datang jumlah Fakultas/Prodi Kedokteran Gigi yang akan menghasilkan lulusan dokter gigi akan bertambah. Tabel 8. Jumlah lulusan dokter gigi pada periode 2010/2011 No 1 Nama Universitas Jumlah No 23 8 Nama Universitas Jumlah 130 2 3 4 5 6 7 Sumatera Utara Universitas Baiturahmah Universitas Sriwijaya Universitas Indonesia Universitas Trisakti Universitas Moestopo (B) Universitas Padjadjaran 63 9 18 10 88 11 184 12 88 13 164 14 Gajah Mada Universitas Muhamadyah Universitas Airlangga Universitas Hang Tuah Universitas Jember Universitas Mahasaraswati Universitas Hasanudin 42 39 33 85 103 Total 1060 1. Jumlah mhs total profesi dan akademik II.10. Jumlah dosen tetap menurut institusi (pns maupun non pns tetapi sk univ dosen tetap. Tabel 9. Jumlah dosen tetap Nama Institusi Jumlah Dosen Tetap (drg) Jumlah Dosen Tetap (drg Sp) Jumlah Dosen Tetap (S2) Jumlah Dosen Tetap (S3) Jumlah Dosen Tetap Total 1 UI 5 54 14 27 100 2 UNSYIAH 5 11 17 1 34 3 UGM 0 67 29 13 109 4 UNMAS 28 10 18 0 56 5 UNLAM 10 1 0 0 11 6 UNSRI 3 0 2 0 5 7 UHT 12 13 8 5 38 8 UNSRAT 6 3 3 0 12 9 UPDM(B) 28 20 29 4 81 10 UB 4 13 6 1 24 11 UNHAS 24 19 36 21 100 12 13 UNBRAH 16 4 9 1 30 IIK 17 4 2 0 23 14 UKM 6 5 4 0 15 15 UMS 6 2 2 0 10 16 UMY 9 1 6 0 16 17 UNAIR 5 113 72 33 223 18 UNAND 11 0 0 0 11 19 UNEJ 12 6 51 7 76 20 UNISULA 11 2 3 1 17 21 UNJANI 0 7 2 2 11 22 UNPAD 3 44 47 25 119 23 UNPRI 7 5 6 0 18 24 UNSOED 10 1 3 1 15 25 USAKTI 31 47 28 21 127 26 USU 45 13 19 13 90 Total 2. Jumlah tenaaga dosen tetap berdasrkan jenjang pendidikan 3. Rasio dosen tetap thd mhs II.11 Rasio jumlah dosen dan jumlah mahasiswa ( p e r i k s a l a g i ) Sumber Daya Manusia untuk rasio jumlah dosen dan jumlah mahasiswa untuk pendidikan Institusi ditemukan data sebagai berikut: Pada tahap Akademik Pendidikan Kedokteran Gigi terdapat 8 yang mempunyai rasio dosen dengan mahasiswa di atas 1:10 (30.77 %), hal ini tidak sesuai dengan dengan standar pendidikan yang dikeluarkan Konsil Kedokteran Gigi tahun 2008. Sedangkan 18 Institusi Pendidikan Kedokteran Gigi mempunyai rasio 69.23 % Sedang rasio dosen dengan mahasiswa tahap profesi dari 16 Institusi Pendidikan Kedokteran Gigi Pendidikan yang telah mempunyai mahasiswa tahap profesi, hanya 7 Institusi Kedokteran Gigi (43,75%) yang memenuhi standar pendidikan dokter gigi dengan rasio dosen dengan mahasiswa tahap profesi 1 : ≤ 5 (Tabel ). Sedangkan 9 Institusi Pendidikan Kedokteran Gigi mempunyai rasio 1 : ≥ 5 (56.25 %) Tabel 10. Rasio Jumlah Dosen Tetap dengan Jumlah Mahasiswa . Rasio Jumlah Dosen Tetap dengan Jumlah Mahasiswa Rasio Jumlah IPDG Prosentase 1 : < 10 12 46,15 % 1 : > 10 14 53,85 % Tabel 11 Rasio dosen tetap dengan mahasiswa Tahap Akademik Rasio Jumlah Dosen dengan Jumlah Mahasiswa Tahap Akademik Rasio Jumlah IPDG Prosentase 1 : ≤ 10 18 69.23 % 1 : > 10 8 30.77 % Tabel 12. Rasio Dosen dengan Mahasiswa Tahap Profesi . Rasio Jumlah Dosen dengan Jumlah Mahasiswa Tahap Profesi Jumlah Institusi Prosentase Rasio Pendidikan Kedokteran Gigi 1:≤5 7 43.75 % 1:≥5 9 56.25 % 4. Pendidikan spesialis Untuk pendidikan spesialis ada 8 (delapan) cabang spesialisasi dokter gigi yang dilakukan oleh 6 PTN dan 1 PTS institusi penyelenggara pendidikan dokter gigi spesialis. Pendidikan spesialis menghasilkan 120 dokter gigi spesialis setiap tahun di seluruh Indonesia. Lulusan dokter spesialis diharapkan meningkat menjadi 200 sampai 250 orang pertahun. Jumlah ini hanya dapat dicapai apabila ada perubahan mendasar pada sistem pendidikan dokter spesialis. Berbagai perubahan mendasar antara lain mengenai pertambahan jumlah rumah sakit gigi dan mulut sebagai tempat pendidikan spesialis. Mahalnya pendikan dokter gigi spesialis dan kurangnya pendanaan dan bantuan lain. Walaupun pada masa sekarang dan masa 10 tahun yang akan datang Fakultas Kedokteran Gigi-Fakultas Kedokteran Gigi harus tetap memusatkan perhatiannya kepada produk dokter gigi yang baik dan cakap untuk diabdikan kepada rakyat banyak, namun dibeberapa fakultas yang mampu hendaknya dapat dimulai dengan kursus-kursus untuk upgrading dan spesialisasi dalam beberapa cabang keahlian, khususnya untuk memenuhi kebutuhan staf pengajar dan Dental Specialist Centres. Kiranya baik juga diperingatkan disini, bahwa usaha secara besar-besaran untuk overspesialisasi dan superspesialisasi dalam periode 10 tahun yang mendatang akan mengandung bahaya yang besar, yakni akan membikin kabur tugas utama dokter gigi Indonesia pada waktu ini, ialah memelihara dan mempertinggi kesehatan mulut dan gigi dari masyarakat. Hendaknya dihindarkan bahwa spesialisasi ini hanya dijadikan suatu proyek prestise untuk beberapa gelintir orang saja. Tabel ORTO USU UI USAKTI UNPAD UGM UNAIR UNHAS V V V V V - IBM KGA V V V V - V V V V - PROSTO KONS ER V V V V V V V V V V V V V Jumlah lulusan Spesialis tahun 2010-2011 IPM V V V V - PERIO V V V V V V RADIO V - No Nama 1 Universitas Sumatera Utara Universitas Indonesia Universitas Trisakti Universitas Padjadjaran 2 3 4 Jumlah No 5 6 7 Nama Jumlah Universitas Gajah Mada Universitas Airlangga Universitas Hasanudin 36 Jumlah DCU Jumlah Peserta RSGMP BM UI 4* USAKTI UNPAD 2* UGM UNAIR UNHAS USU - Kons 14 13 6 7 3 KGA Prosto Orto Perio OM Total 8 12 15 10 1* 64 24 7 10 - 6 3 14 5 1* 45 6 6 3 - 15 3.1.10. Pendidikan Pascasarjana Berdasarkan hasil survei terdapat 5 Institusi Pendidikan Kedokteran Gigi (35,7%) mempunyai pendidikan lanjutan Sp-1, sedangkan 9 Institusi Pendidikan Kedokteran Gigi (64,3 %) belum mempunyai pendidikan lanjutan Sp-I. Pendidikan lanjutan S-2 terdapat di 5 Institusi Pendidikan Pendidikan Kedokteran Gigi (35,7%), sedangkan 9 Institusi Kedokteran Gigi (64,3 %) belum mempunyai pendidikan lanjutan S-2. Pendidikan lanjutan S-3 diselenggarakan oleh 4 Institusi Pendidikan Gigi (28,6 %), sedangkan 10 Institusi Pendidikan Kedokteran Gigi Kedokteran (71,4 %) belum memiliki pendidikan lanjutan S-3. Sebagian besar yang tidak mempunyai pendidikan lanjutan adalah Institusi Pendidikan 11). Kedokteran Gigi Iyang masih berstatus Program studi (Tabel Tabel . Pendidikan Program Studi S2 S3 Sp Sumatera Jawa 0 0 1 6 2 5 Bali, Nusa Tenggara 0 0 0 Kalimantan Sulawesi 0 0 0 0 0 1 Maluku, Papua 0 0 0 Tabel . Pendidikan Pascasarjana Spesialis 1 Sp – 1 Jumlah Institusi Pendidikan Kedokteran Gigi Prosentase Mempunyai 7 26,92 % Belum Mempunyai 19 73,08 % Tabel . Pendidikan Pascasarjana S-2 S–2 Jumlah Institusi Pendidikan Kedokteran Gigi Prosentase Mempunyai 5 35,7 % Belum Mempunyai 9 64,3 % Tabel . Pendidikan Pascasarjana S-3 S–3 Jumlah Institusi Pendidikan Kedokteran Gigi Prosentase Mempunyai 4 28,6 % Belum Mempunyai 10 71,4 % 5. Kapasitas peserta didik spesialis menurut institusi 6. Pendidian tenaga auxillary personil Untuk meningkatkan pelayanan kesehatan gigi dan mulut pada masyarakat Indonesia, Menteri Kesehatan Republik Indonesia mengeluarkan Surat Keputusan Menteri tertanggal 30 Desember 1950 Nomor: 27998 / Kab memutuskan mendirikan Pendidikan Perawat Gigi ( Dental Nurse ). Keputusan tersebut berlaku mulai 1 Agustus 1951, untuk Sekolah Perawat Gigi di Jakarta dan pada tahun 1953 Sekolah Perawat Gigi Jakarta meluluskan Perawat Gigi yang pertama. Namun, pada tahun 1957 Sekolah Perawat Gigi diubah menjadi Sekolah Pengatur Rawat Gigi (SPRG). Pada tahun 1959 SPTG didirikan dan pada tahun 1960 lulus Sekolah Pengatur Tehniker Gigi angkatan I Jakarta dan akhirnya pada tahun 1967 berdiri Ikatan Perawat Gigi dan Tehniker Gigi Indonesia ( IPTGI ). Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan bahwa tenaga kesehatan harus mempunyai keahlian professional yang ditunjang pendidikannya. Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional menyatakan untuk menjadi Jabatan Fungsional dipersyaratkan adanya profesi yang jelas, etika profesi dan tugas mandiri dari tenaga kesehatan tersebut dan Jabatan Fungsional menghendaki adanya organisasi profesi. Sedemikian besar tuntutan pelayanan kesehatan gigi dan mulut serta luasnya tanah air Indonesia dan bertambahnya penduduk, Perawat Gigi lulusan Sekolah Pengatur Rawat Gigi di Jakarta sudah barang tentu tidak mampu memenuhi tuntutan tersebut. Seperti kita ketahui Pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan telah / pernah memiliki sekitar 22 Sekolah Pengatur Rawat Gigi yang berada di 17 propinsi. Jelaslah bahwa keberadaan Perawat Gigi bagi masyarakat Indonesia sangat dibutuhkan. Sekolah Pengatur Rawat Gigi yang berdiri sejak tahun 1951 sampai saat ini telah mengalami beberapa kali perubahan kurikulum, yang artinya Perawat Gigi juga telah mempunyai beberapa wajah atau profil (terlampir Pedoman Kurikulum Pendidikan SPRG) dari lampiran SK Menkes Nomor 62/KEP/DIKLAT/KES/81. Memenuhi tuntutan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil dan Organisasi Profesi serta berkat daya juang yang tinggi melalui berbagai proses, terbentuklah wadah menghimpun profesi Perawat Gigi pada tanggal 13 September 1996 yang dinamakan Persatuan Perawat Gigi Indonesia/organisasi profesi PPGI di BLKM Ciloto Jawa Barat yang didukung oleh Direktorat Kesehatan Gigi, Biro Organisasi Departemen Kesehatan RI, dan PUSDIKNAKES Depkes RI. Di dalam Peraturan Pemerintah No.32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan, tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan / atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Jelaslah bagi kita, dari butir pertama Peraturan Pemerintah tersebut, bahwa Perawat Gigi termasuk dalam salah satu tenaga kesehatan. Perawat Gigi mempunyai keterampilan, kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan gigi khususnya setelah menempuh pendidikan Sekolah Pengatur Rawat Gigi. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1035/Menkes/SK/IX/1998 tentang Perawat Gigi merupakan salah satu jenis tenaga Kesehatan kelompok Keperawatan. Selanjutnya untuk kenyamanan Perawat Gigi bekerja disusunlah peraturan – peraturan Jabatan Fungsional Perawat Gigi kemudian terbitlah : 1. KEPMENPAN No. 22/KEP/M.PAN/4/2001tentang Jabatan Fungsional Perawat Gigi dan angka kreditnya. 2. Keputusan Bersama Menkes dan Kesos dan KA. BKN No. 728/MENKES/ KESOS/ SKB/ VII/ 2001 dan No. 32A Tahun 2001 Kep.Menkes No. 1208/Menkes /SK/ XI/2001 dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 284/ Menkes/SK/ IV/ 2006, Perawat Gigi merupakan salah satu jenis tenaga Kesehatan dalam kelompok Keperawatan yang dalam menjalankan tugas profesinya harus berdasarkan Standar Profesi sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesi Nomor : 378/Menkes/SK/III/2007, (terlampir). Sehingga dapat disimpulkan tenaga profesi Kesehatan Gigi mempunyai jenis tenaga sebagai berikut ; 1.Dokter Gigi 2.Perawat Gigi 3.Tehniker Gigi B. SEJARAH AKADEMI KESEHATAN GIGI DEPKES HINGGA KINI Menyadari akan makin meningkatnya need and demand masyarakat akan kebutuhan pelayanan kesehatan, PUSDIKLAT Depkes ( pada waktu itu belum terpisah Pusdiklat dan Pusdiknakes) telah memikirkan untuk meningkatkan SPRG menjadi Program D3 dengan mengadakan pertemuan di Tawangamangu tahun 1980 yang dihadiri oleh pakar dari Depkes, Depdikbud, beberapa dekan FKG, Pimpinan dan staf SPRG . Setelah melalui proses yang panjang, konsultasi dengan Departemen Kesehatan, Depdikbud, FKG, FKM, PDGI, IPGI ( pada waktu itu IPTGI ) serta mengacu pada referensi antara lain Sistem Kesehatan Nasional, lahirlah Akademi Kesehatan Gigi Depkes yang akan melahirkan tenaga Ahli Madya Kesehatan Gigi. Bentuk Pendidikan Tinggi Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1990 menegaskan bahwa pendidikan tinggi merupakan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi daripada pendidikan menengah di jalur pendidikan sekolah. Pendidikan tinggi terdiri atas pendidikan akademik dan pendidikan professional, satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi disebut Perguruan Tinggi yang dapat berbentuk Akademi, Politeknik, Sekolah Tinggi, Institut atau Universitas. 1.Akademi menyelenggarakan program pendidikan professional dalam satu atau sebagian cabang ilmu pengetahuan, tehnologi, atau kesenian tertentu 2.Politeknik menyelenggarakan program pendidikan professional dalam sejumlah bidang pengetahuan khusus Dengan demikian pendidikan akademik yang mengutamakan peningkatan mutu dan memperluas wawasan ilmu pengetahuan, diselenggarakan oleh Sekolah Tinggi, Institut dan Universitas, sedangkan pendidikan professional yang mengutamakan peningkatan kemampuan penerapan ilmu pengetahuan, diselenggarakan oleh Akademi, Politeknik, Sekolah Tinggi, Institut, dan Universitas. Struktur Organisasi dan Tata Kerja Akademi Kesehatan Gigi mengacu pada Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 095/MENKES/SK/II/1991. Dan berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 017a/U/1998 Nomor: 108/MENKES/SKB/II/1998 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Program Diploma di Bidang Kesehatan Pendidikan Perawat Gigi di Indonesia pada awalnya dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan dengan kemampuan vokasional setara jenjang pendidikan menengah dengan kelembagaan Sekolah Pengatur Rawat Gigi berubah menjadi Akademi Kesehatan Gigi ( AKG ) dengan peserta didik berasal dari lulusan pendidikan menengah ( SMU/SMA) dan semenjak tahun 2002 Akademi Kesehatan Gigi bergabung dalam struktur kelembagaan Politeknik Kesehatan sebagai Jurusan Kesehatan Gigi ( JKG ). Padahal Keputusan Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial Nomor 43/MENKESKESOS/SK/1/2001 tentang Izin Penyelenggaraan Pendidikan Diploma Bidang Kesehatan pendidikan Diploma Kesehatan Gigi tidak sesuai lagi dengan situasi dan kondisi saat ini. ( terlampir ) dan telah diganti menjadi jenis pendidikan Diploma Keperawatan Gigi sebagaimana pada SK Menkes dalam lampiran I Surat Keputusan Menteri Kesehatan (terbaru) Nomor : 1192/MENKES/PER/X2004 tanggal 19 Oktober 2004 tertuang jenis pendidikan Diploma di bidang kesehatan sebagai berikut; Namun kenyataan hingga saat ini penyelenggaraan pendidikan program Diploma jenis pendidikan masih menggunakan jenis pendidikan lama ( Kesehatan Gigi ). Kekhasan dari penyelenggaraan pendidikan program Diploma adalah pelaksanaan praktik yang lebih intensif untuk menghasilkan lulusan yang menguasai kompetensi profesi tertentu. Hal ini berimplikasi pada beberapa hal berikut; 1.Program Diploma lebih mengutamakan pada peningkatan keahlian dan keterampilan 2.Kegiatan menerapkan dan mempraktikkan keahlian lebih dominan dalam proses penyelenggaraan sistem belajar – mengajar 3.Oleh karenanya laboratorium maupun bengkel dengan fasilitas yang memadai menjadi tulang punggung dalam penyelenggaraan pendidikan 4.Dosen atau laboran yang kompeten menjadi prasyarat utama agar sistem pembelajaran berjalan semestinya 5.Kurikulum harus merujuk pada kompetensi profesi yang dituju Kompetensi menjadi jembatan yang menghubungkan antara stake holder (pengguna) dengan institusi pendidikan program Diploma ( diantaranya Politeknik Kesehatan Depkes ). Kompetensi profesi akan menjadi rujukan dalam menyusun panduan proses belajar mengajar, yang salah satu bagian terpentingnya adalah kurikulum. Dengan demikian kurikulum pada pendidikan Diploma harus didasarkan pada kompetensi profesi yang diidentifikasi secara langsung dari masyarakat profesinya. ( P5D Bandung, 2002 hal 3 ) Dalam membangun kurikulum berbasis kompetensi profesi perlu diperhatikan urutan kerja dalam menyelesaikan setiap tahapannya. Urutan yang logis untuk membangun kurikulum adalah; 1.Identifikasi profesi dan rincian kerja pada profesi tersebut 2.Identifikasi kompetensi dari setiap profesi yang telah teridentifikasi 3.Menjabarkan kompetensi dalam gatra pembelajaran sesuai taxonomi Bloom sekaligus mengukur kedalamannya 4.Memilah dan mengurut gatra pembelajaran dalam kelompok matakuliah 5.Menentukan mata kuliah yang merangkum gatra pembelajaran yang telah tersusun Hal tersebut harus dirinci dan dilaksanakan proses pengembangan kurikulum Diploma III Keperawatan Gigi yang diinginkan. Jurusan Keperawatan Gigi lebih sesuai namanya dengan yang dihasilkan yaitu Perawat Gigi dengan sebutan Ahli Madya Keperawatan Gigi. Penggantian nama pendidikan dari Jurusan Kesehatan Gigi menjadi Jurusan Keperawatan Gigi juga telah masuk daftar agenda ( prioritas utama program jangka pendek ) Musyawarah Nasional III PPGI, Perawat Gigi seluruh Indonesia tahun 2006 di Makassar. C. PERAWAT GIGI BUKAN PERAWAT ( NURSE ) Walaupun Perawat Gigi di dalam SK Menteri Kesehatan RI Nomor 1035 Tahun 1998 termasuk kelompok Keperawatan bukan berarti Perawat Gigi adalah Perawat. Sama halnya berdasarkan PP Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan, Bidan juga termasuk kelompok Keperawatan akan tetapi Bidan sendiri menyatakan dirinya bukan Perawat. Alasan mengapa Perawat Gigi bukan Perawat adalah Pemahaman tentang Keperawatan bukan hanya berarti nursing. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke-2 yang diterbitkan oleh Balai Pustaka Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 1994, kata “RAWAT” diartikan pelihara, urus, atau jaga. “Perawatan” adalah proses perbuatan, cara merawat, pemeliharaan, penyelenggaraan, pembelaan (orang sakit). Berdasarkan pengertian tersebut di atas, maka Keperawatan dapat diartikan sesuatu yang berkaitan dengan proses perbuatan, cara merawat, pemeliharaan, penyelenggaraan dan pembelaan khususnya bagi orang sakit. Definisi Keperawatan berdasarkan hasil lokakarya Keperawatan Tahun 1983, dinyatakan bahwa Keperawatan adalah suatu bentuk professional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan berbentuk pelayanan biopsiko social cultural yang komperehensif serta ditujukan kepada inidividu, keluarga dan masyarakat baik sehat maupun sakit. Dalam hal ini PPGI lebih cenderung mengartikan Keperawatan dalam konteks kesehatan gigi dan mulut adalah dalam bentuk upaya pemeliharaan ( care ) kesehatan gigi dan mulut. Antara Perawat Gigi dan Perawat terdapat perbedaan pendekatan walaupun kedua jenis tenaga tersebut memandang manusia sebagai satu kesatuan yang mengandung unsur – unsur biologi, psikologis, sosial dan kultural (biopsikososialkultural). Perawat Gigi melakukan asuhan kesehatan gigi dan mulut dalam upaya pendekatan, pemeliharaan melalui tindakan-tindakan promotif – preventif, sedangkan Perawat (Nurse) melakukan pendekatan berdasarkan pendekatan pemenuhan kebutuhan dasar manusia agar mampu mengatasi masalahnya. Hingga dapat disimpulkan sebagai berikut; 1.Pelayanan kesehatan gigi dan mulut mencakup pelayanan medis gigi ( care ) oleh Dokter Gigi, pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut ( care ) oleh Perawat Gigi dan pelayanan asuhan supporting oleh Tehnisi Gigi. 2.Pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut dilakukan secara komperehensif kepada individu, keluarga dan masyarakat yang mempunyai ruang lingkup berfokuskan kepada aspek promotif, preventif, dan kuratif dasar 3.Dalam melaksanakan tugasnya seorang Perawat Gigi dapat memberikan konseling terhadap hak-hak klien dan memberikan jaminan terhadap kualitas pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang diberikan secara profesional 4.Untuk menghasilkan tenaga Perawat Gigi yang profesional melalui pendidikan jenjang lanjut, pendidikan tinggi yaitu jenjang Diploma III 5.Perawat Gigi merupakan tenaga kesehatan professional yang termasuk dalam kategori tenaga Keperawatan 6.Tugas Perawat Gigi bersifat mandiri secara professional 7.Perawat Gigi adalah mitra kerja Dokter Gigi yang menunjang program Pemerintah dalam pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut 8.Perawat Gigi melaksanakan program Pemerintah ( Departemen Kesehatan ) dalam pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut masyarakat. 9.Pendidikan Perawat Gigi telah dimulai sejak tahun 1951 melalui Sekolah Perawat Gigi dan pada tahun 1957 berubah menjadi Sekolah Pengatur Rawat Gigi yang ditingkatkan jenjang pendidikan tinggi melalui Akademi Kesehatan Gigi dan kini Jurusan Kesehatan Gigi 10.Perawat Gigi mempunyai organisasi profesi sebagai wadah berhimpun dan memperjuangkan aspirasinya adalah PERSATUAN PERAWAT GIGI INDONESIA. 11.Dalam melaksanakan tugasnya seorang Perawat Gigi berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya ( Dokter Gigi, Dokter Umum, Perawat Umum, Bidan dan sebagainya ) dan bekerja sesuai Standar Profesi yang berlaku 12.Penyelenggaran pendidikan Diploma bidang kesehatan bagi tenaga calon Perawat Gigi agar disesuaikan nama institusi menjadi Jurusan Keperawatan Gigi sebagaimana dalam lampiran I SK Nomor 1192/Menkes/PER/X/2004 13.Kurikulum adalah dokumen yang berisikan uraian mengenai aktivitas belajar, mengajar dan fasilitas penunjang yang dirangkum berdasarkan kebutuhan masyarakat, falsafah pendidikan dan tujuan institusional ( Keperawatan Gigi ) maka dianggap perlu melakukan perubahan sesuai Standar Profesi dan Standar Pelayanan Asuhan Kesehatan Gigi dan Mulut yang berlaku. 14.Bahwa penyusunan kurikulum pendidikan Diploma III Keperawatan Gigi harus melibatkan organisasi profesi PPGI 15.Semua anggota Keperawatan adalah satu KAUM = Kaum Keperawatan Tabel Jumlah Institusi pendidikan perawat gigi Program Studi Sumatera Jawa Bali, Nusa Tenggara Kalimantan Jurusan Keperawatan Gigi (JKG) Politeknik Kesehatan Kemenkes 6 6 0 2 Sulawesi 4 Maluku Papua 0 Tabel Jumlah Institusi pendidikan perawat gigi No Nama Tempat No Nama Tempat 1 JKG Poltekkes Aceh 11 JKG Poltekkes DI 2 JKG Poltekkes Medan 12 JKG Poltekkes Surabaya 3 JKG Poltekkes Bukittinggi 13 JKG Poltekkes Denpasar 4 JKG Poltekkes Palembang 14 JKG Poltekkes Kupang 5 JKG Poltekkes Jambi 15 JKG Poltekkes Pontianak 6 7 JKG Poltekkes JKG Poltekkes Lampung Jakarta 16 17 JKG Poltekkes JKG Poltekkes Banjarmasin Manado 8 JKG Poltekkes Bandung 18 JKG Poltekkes Makassar 9 JKG Poltekkes Tasikmalaya 19 Kendari 10 JKG Poltekkes Semarang 20 Akademi Kesehatan Gigi Bina Husada Program Studi Keperawatan Gigi STIKES Amanah Yogyakarta Makassar Tabel Status Institusi pendidikan perawat gigi Status Jumlah Persentase 1 Negeri 18 90 % 2 Swasta 2 10 % TOTAL 26 100% Jumlah penerimaan mahasiswa baru dan lulusan tahun 2011 : No Nama Institusi Jumlah Penerimaan Jumlah lulusan No 1 JKG Aceh 60 60 14 2 JKG Medan 60 60 15 3 JKG Bukittinggi JKG Jambi 45 45 16 42 42 17 JKG Lampung JKG Palembang 65 65 18 37 37 19 JKG Jakarta JKG Bandung & Tasikmalaya JKG Semarang JKG Yogyakarta JKG Surabaya JKG Denpasar JKG Kupang Total 34 94 34 94 58 58 59 59 130 129 45 45 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 JKG Pontianak JKG Banjarmasin JKG Manado JKG Makassar AKG Kendari Prodi Kep. Gigi STIKES Amanah Jumlah Penerimaa n Jumlah lulusan 60 60 47 47 44 44 100 100 35 35 50 - 1065 1098 84 Jumlah Penerimaan Tekniker Gigi Berdasarkan Kepmenkes No. 372 Tahun 2007 Tentang Standar Profesi Teknisi Gigi, Tekniker gigi adalah individu rekan kerja dokter gigi yang bertugas untuk membuat gigi tiruan sebagian lepasan, gigi tiruan lengkap lepasan alat ortodonti dan maksilo fasial, memiliki pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan kompetensi yang diperoleh melalui jenjang pendidikan formal dan berguna untuk kesejahteraan manusia sesuai dengan kode etik serta bermitra dengan Dokter gigi dan Dokter gigi spesialis. Profesi teknisi gigi adalah suatu pekerjaan di bidang keteknisian gigi yang dilaksanakan berdasarkan suatu keilmuan (Body of knowledge), memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan yang berjenjang, melalui kode etik yang bersifat melayani masyarakat. Teknisi Gigi mempunyai kewajiban menentukan komponen teknisi gigi yang mempengaruhi kesehatan manusia. Dan melaksanakan praktek teknisi gigi dengan komponen-komponen teknisi gigi secara tepat berdasarkan prosedur yang telah ditetapkan. Saat ini pendidikan tekniker gigi di seluruh Indonesia terdapat 11 institusi. Dan yang terbanyak adalah di Jawa (6 institusi), Sumatera ( 4 institusi) dan Sulawesi (1 institusi). Di Bali, Nusatenggara, Maluku dan Papua tidak terdapat Institusi Pendidikan Tekniker Gigi (tabel dan grafik ) Tabel Jumlah Institusi pendidikan Tekniker gigi Program Studi Sumatera Jawa Bali, Nusa Tenggara Kalimantan Sulawesi D3 Tehniker Gigi 4 6 0 0 1 Grafik Maluku, Papua 0 Lokasi Institusi pendidikan Tekniker gigi Sedangkan status Institusi Pendidikan Tekniker Gigi adalah 2 negeri dan 8 swasta (tabel ) dan kota tempat Institusi Pendidikan Tekniker Gigi diperlihatkan pada tabel ....... Tabel status Institusi Pendidikan Tekniker Gigi Status Jumlah Institusi Pendidikan Teknik Gigi di Indonesia Prosentase Negeri 2 20% Swasta 9 80% Tabel Nama dan tempat Institusi Pendidikan Tekniker Gigi No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Nama Akademik Teknik Gigi Prog. Studi Diploma III Teknik Gigi STIKES HANG TUAH Jurusan Teknik Gigi Poltekkes Kemenkes Lampung Akademi Teknik Gigi St. Aloan Akademik Teknik Gigi Hang Tuah Ladokgi RE Martadinata Jakarta Jurusan Teknik Gigi Poltekkes Kemenkes RI Jakarta II Akademi Teknik Gigi Universitas Prof.Dr.Moestopo Akademik Teknik Gigi Kediri Sekolah Teknik Kedokteran Gigi Universitas Airlangga Kesehatan Gigi UNAIR Surabaya (DIII Teknik Gigi) Akademi Teknik Gigi Universitas Hasanudin (Program Diploma Teknik Gigi) Tempat Padang - Sumatera Barat Pekan Baru Tanjungkarang Bandar Lampung Medan Jakarta Jakarta Jakarta Kediri Surabaya Surabaya Makasar Tabel Jumlah penerimaan dan lulusan Institusi Pendidikan Tekniker Gigi No 1 2 3 Nama Jurusan Teknik Gigi Poltekkes Kemenkes RI Jakarta II Jurusan Teknik Gigi Poltekkes Kemenkes Lampung Akademik Teknik Gigi Hang Tuah Ladokgi RE Martadinata Jakarta Jumlah Penerimaan 70 Jumlah Lulusan 34 31 24 9 8 4 23 22 11 21 6 Prog. Studi Diploma III Teknik Gigi STIKES HANG TUAH Pekan Baru Akademik Teknik Gigi Padang Sumatera Barat Akademik Teknik Gigi Kediri 5 2 7 Kesehatan Gigi UNAIR Surabaya 45 40 8 Akademi Teknik Gigi Universitas Prof.Dr.Moestopo Sekolah Teknik Kedokteran Gigi Universitas Airlangga Akademi Teknik Gigi Universitas Hasanudin Akademi Teknik Gigi St. Aloan 25 21 219 172 5 9 10 11 SEBARAN DOKTER GIGI DAN DOKTER GIGI SPESIALIS Status kedokteran gigi sebagai suatu profesi tersendiri, yakni Dental Profession bagian dari Health-profession, telah mendapat pengakuan umum dan tidak dapat diganggu gugat lagi. Jumlah dokter gigi yang pada permulaan kemerdekaan hanya terdiri dari lebih kurang 200 orang, sekarang telah bertambah menjadi lebih dari 20.000 orang. Data Konsil Kedokteran Gigi Indonesia (KKI) per akhir Desember 2010 menunjukkan bahwa jumlah dokter gigi sebanyak 20.655 dokter gigi dan 1592 dokter gigi spesialis. Pada saat ini masih terdapat ketimpangan penyebaran dokter gigi, dimana sebagian besar berada di kota besar khususnya di Pulau Jawa. Lebih rinci, berdasarkan data dari KKI, distribusi dokter gigi terbanyak adalah di Pulau Jawa dan Bali serta di Provinsi Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan. JUMLAH: 20.655 ORANG Grafik Persebaran Dokter Gigi per Provinsi pada Tahun 2010 (sumber: Konsil Kedokteran gigi Indonesia 2011) Menurut Indikator Indonesia Sehat, (2010), rasio dokter gigi per 100.000 penduduk = 11, atau idealnya adalah = 1 : 9090. Dengan asumsi jumlah penduduk saat ini 238 juta dan jumlah dokter gigi sebanyak 20.658 orang, maka rasio saat ini adalah 1: 11.521 Jika jumlah penduduk saat ini ada 238 juta, masih ada kekurangan dokter gigi 5525 ribu dokter gigi. Dengan mempertimbangkan hasil kelulusan uji kompetensi dokter gigi dan penerbitan STR, rata-rata produksi dokter per tahun 1250 orang, maka kebutuhan baru akan tercukupi dalam 4 1/2 tahun, akan tetapi hal ini tidak menjamin meratanya pelayanan kesehatan gigi bagi seluruh rakyat Indonesia karena masalah distribeusi/ penyebaran lulusan dokter gigi. Mengacu pada grafik persebaran dokter gigi di atas, terlihat bahwa untuk daerah Indonesia bagian Timur dan sebagian daerah Indonesia bagian Barat sangat kekurangan dokter gigi. Dengan kata lain diperlukan pengaturan distribusi untuk daerah-daerah yang persebarannya masih belum memenuhi rasio ideal. Terkait dengan hal ini maka pertimbangan untuk Pendirian Institusi Pendidikan Kedokteran Gigi harus disesuaikan dengan pola kebutuhan daerah yang kekurangan. Data Depkes menyatakan bahwa Jumlah puskesmas yang ada kurang lebih sebanyak 7.236 unit, sedangkan puskesmas dengan pelayanan kesehatan gigi dan mulut ada sebanyak 5.427 unit. Data ini memperlihatkan adanya kekurangan sarana kesehatan gigi dalam rangka untuk melayani masyarakat serta mendukung peningkatan derajat kesehatan gigi masyarakat.(....................) Rasio dokter gigi terhadap jumlah puskesmas saat ini adalah 1:3, artinya setiap 1 tenaga dokter gigi harus melayani 3 puskesmas. Sesuai konsep wilayah kerja puskesmas serta keadaan demografi wilayah di Indonesia yang relatif sulit dijangkau maka tidak dimungkinkan 1 orang dokter gigi dapat melakukan tugasnya dengan baik untuk 3 puskesmas sekaligus. Hal ini berakibat pada mutu pelayanan dan efektifitas pelayanan yang selanjutnya akan berpengaruh pada pencapaian keberhasilan upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat. ( data Depkes) Rasio ini masih kurang bila dibandingkan dengan rasio ideal. setiap puskesmas disarankan setidaknya terdapat seorang dokter gigi. Rasio dokter gigi per puskesmas penting untuk menjadi acuan, untuk melihat sejauh mana fasilitas kesehatan yang menjadi ujung tombak pembangunan kesehatan masyarakat dapat berfungsi dengan baik. Secara umum dapat dilihat bahwa daerah dengan rasio lebih rendah dari satu menunjukkan jumlah dokter gigi lebih kecil dari jumlah puskesmas, artinya banyak puskesmas yang tidak memiliki tenaga dokter gigi. Saat ini diperkirakan 75% Puskesmas tidak memiliki tenaga dokter gigi terutama di daerah sulit Yang perlu menjadi perhatian adalah daerah-daerah dengan rasio dokter gigi per puskesmas yang kecil dan akses yang sulit, seperti di Indonesia bagian Timur antara lain Maluku dan Papua. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat mengalami kesulitan untuk mengakses fasilitas kesehatan. Kalaupun pada akhirnya masyarakat dapat mengakses fasilitas kesehatan, dalam hal ini puskesmas, pelayanan yang diterima belum memuaskan karena ketiadaan dokter gigi. Saat ini tidak ada peraturan perundang-undangan tentang wajib kerja bagi dokter dan dokter spesialis. Pertanyaan selanjutnya adalah perihal lahan pekerjaan para lulusan dokter gigi yang efektif untuk melayanai masayarakat yang jauh dari akses pelayanan kesehatan gigi. kantung-kantung Perlu dicermati kendala apa yang menyebabkan enggan untuk mengabdi didaerah terpencil, perbatasan dan kepulauan. Apakah kendala tersebut terkait masalah insentif/kompensasi, ataukah terkait dengan masalah kurikulum yang tidak menyiapkan sikap, motivasi dan kesiapan mental peserta didik agar bersedia untuk bekerja di daerah yang sulit. Tabel . Distribusi Dokter Gigi Spesialis di Indonesia berdasarkan spesialisasinya (KKI 2010) Jumlah spesialis Kedokteran gigi Gigi di Indonesia adalah sebanyak 1.592 orang Data KKI per 31 Desember 2010). Spesialis terbanyak adalah bidang Ortodonti diikuti oleh spesialis Konservasi, spesialis Bedah Mulut dan Maksilofasial, spesialis prostodonti, sepesialis kedokteran gigi anak, spesialis periodonti, spesialis Penyakit Mulut dan spesialis Radiologi Kedokteran Gigi. Idealnya rasio dokter gigi spesialis adAlah 1:16.667, dengan jumlah penduduk sebanyak 238 juta maka rasio dokter gigi spesialis saat ini adalah 1: 16.667. dengan demikain kekurangan dokter gigi spesialis adalah 12.688 orang. Jika pendidikan dokter gigi spesialis masih menghasilkan sekitar 200 orang pertahun, maka kebutuhan dokter gigi spesialis baru bisa datasi setelah 63 tahun Terlihat jelas disini bahwa jumlah dan kualitas dokter spesialis harus ditingkatkan. Peningkatan jumlah dokter spesialis dari segi kuantitas terutama ditujukan untuk mengatasi distribusinya yang tidak merata, karena dokter gigi spesialis hampir 92% berkonsentrasi di pulau Jawa, sedangkan peningkatan dari segi kualitas ditujukan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di berbagai daerah. Pembiayaan pendidikan spesialis cukup mahal, selama ini konstribusi pemerintah dalam pembiayaan pendidikan spesialis sangat kecil, sehingga pendidikan spesialis sebagian besar dananya masih mengandalkan PNBP. Saat ini bidang kedokteran gigi baru hanya satu spesialisasi yang pembiayaan pesertanya dibantu oleh Kementrian Kesehatan yaitu spesialisasi Bedah Mulut. Diharapkan untuk tahun-ahun selanjutnya, bidang spesialisasi lainnya dapat diikut sertakan dalam program pembiayaan oleh Kementrian Kesehatan, mengingat persyaratan rumah sakit sudah mencantumkan Uji Kompetensi (dari standar kompetensi KKI) Monitoring mempunyai makna mengawasi apa yang sedang terjadi (to get in touch with what is going on) atau menjaga agar kemajuan suatu program berjalan pada jalurnya dan sesuai perencanaan (to keep track of the progresses and keep plan on track). Dengan demikian kegiatan monitoring seharusnya dilakukan oleh pihak eksekutif pengelola pendidikan karena dilakukan pada saat proses pendidikan. Pada pelaksanaan mewujudkan standar kompetensi, karena berkaitan dengan kurikulum maka kegiatan monitoring dan evaluasi ini berada dibawah tanggung jawab Dekan dan Wakil Dekan Bidang Akademik. Dalam upaya memenuhi Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (UUPK), setiap dokter gigi yang lulus harus mempunyai sertifikat kompetensi, oleh karena itu setelah lulus pendidikan formal kedokteran gigi, setiap lulusan harus melalui suatu uji kompetensi yang dilakukan oleh Bersama Uji Kompetensi Dokter Gigi Indonesia (KBUKGDI). Uji Kompetensi ini merupakan evaluasi terhadap hasil pendidikan yaitu lulusan yang akan dilaksanakan Kolegium melalui uji kompetensi dalam rangka memperoleh Sertifikat Kompetensi. Materi ujian disusun bersama oleh tim terpadu dibawah koordinasi dan pengawasan Kolegium. Selain itu evaluasi kurikulum yang menggunakan standar kompetensi ini, akan dilakukan bersama oleh Konsil Kedokteran Indonesia, Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi beserta Kolegium pada saat akreditasi pendidikan profesi di masing-masing institusi pendidikan. Dalam UUPK tersebut juga dinyatakan bahwa sertifikat kompetensi (dokter) adalah surat tanda pengakuan terhadap kemampuan seorang dokter untuk menjalankan praktik kedokteran di seluruh Indonesia. Sertifikat kompetensi dikeluarkan oleh kolegium yang bersangkutan yang selanjutnya dapat memperoleh Surat Tanda Registrasi (STR) yang dikeluarkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia. (KKI). Para stakeholders dan masyarakat juga diharapkan dapat memonitor dan memberikan umpan balik berdasarkan fenomena yang terjadi di lapangan. Mekanisme dan tata laksana monitoring dan evaluasi akan disusun dalam pedoman tersendiri. Uji Kompetensi yan dilaksanakan oleh UKGDI dilakukan sejak tahun 2007. Sampai saat ini (Desemeber 2011) sudah dilakukan sebanyak 14 kali. Hasil uji kompetensi 2010 dan 2011 ditampilkan dalam tabel dan tabel di bawah ini. Hasil uji kompetensi 2010 diikuti oleh 10 Fakultas yang telah meluluskan dokter gigi dan hasil Indikator Kunci kinerja Key Performence Index mencapai 80,665 %, sedangkan pada tahun 2011 diikuti oleh 13 Fakultas yang telah meluluskan dokter gigi dan Key Performence Index mencapai mengalami kenaikan mencapai 85.25 %. Hal ini berarti usaha pelatihan yang dilakukan oleh tim UKGDI dan Afdokgi membawa hasil yang memuaskan Tabel No Hasil uji kompentensi Dokter Gigi Indonesia Lulusan Baru First Taker dalam % Tahun 2011 FKG/PSKG Januari 2010 April 2010 Universitas Jml L Jml Juli 2010 Oktober 2010 Jumlah Total L Jml L Jml L Peserta % Lulusan 1 Sumatra Utara 25 21 29 24 49 45 47 41 150 131 87,33 2 Baiturrahmah 62 40 58 33 27 13 64 26 211 112 53,08 3 Indonesia 30 29 35 33 29 21 29 25 123 108 87,80 4 Trisakti 107 90 88 63 42 40 87 63 324 256 79,01 5 Moestopo (B) 38 34 46 34 28 22 82 51 194 141 72,68 6 Padjadjaran 44 43 43 32 56 55 55 50 198 180 90,91 7 Gajah Mada 34 34 35 35 36 29 60 52 165 150 90,91 8 Jember 48 47 68 41 37 26 21 21 174 135 77,59 9 Hasanuddin 62 55 39 27 35 35 21 10 157 127 80,89 10 Mahasaraswati 19 17 60 48 38 34 97 86 214 185 86,45 1910 1525 80,665 Jumlah Tabel Hasil uji kompentensi Dokter Gigi Indonesia Lulusan Baru First Taker dalam % Tahun 2011 No FKG/PSKG Universitas Januari April 2011 2011 Jml L Jm L Juli 2011 Jml L Oktober Jumlah 2011 Total Jml L l Peser Lulusa ta n % 1 Sumatra Utara 40 35 36 30 52 46 50 48 178 159 89.33 2 Baiturrahmah 54 52 1 1 27 9 16 14 98 78 79.59 3 Indonesia 24 24 20 19 20 17 - - 64 60 93.75 4 Trisakti 83 66 135 115 102 75 34 26 354 282 79.66 5 58 44 52 34 40 22 31 17 181 117 64.64 6 Prof. Dr. Moestopo Padjadjaran 41 40 34 31 26 22 41 36 142 129 90.85 7 Gajah Mada 54 49 41 39 - - 59 58 154 146 94.81 8 Airlangga - - 47 42 - - 111 107 158 149 94.30 9 Hang Tuah 18 16 19 17 14 13 10 5 61 51 83.61 10 Jember 26 25 20 20 20 18 25 24 91 85 93.41 11 Hasanuddin 44 35 45 37 82 55 68 56 239 183 76.57 12 Mahasaraswati 53 45 - - 45 24 - - 98 69 70.41 13 Muhammadiya h Jogja Jumlah - - - - 27 26 10 10 37 36 97.30 495 431 450 385 455 327 1400 1143 85.25 Perbandingan hasil kelulusan Uji kompetensi 2010- 2011 per fakultas dengan ditampilkan dalam tabel dibawah ini. Beberapa fakultas mengalami kenaikan yang cukup pesat sedangkan beberapa fakultas mengalami penurunan hasil ujian. \ Tabel perbandingan Hasil uji kompentensi Dokter Gigi Indonesia Lulusan Baru First Taker dalam % Tahun 2020/ 2011 Hasil analisis uji kompetensi sejak tahun 2007 dapat dilihat pada tabel ........di bawah ini. Hasil kelulusan uji kompetensi tahuin 2007 dan tahun 2008 cukup tinggi di atas 90 %. Pada tahun 2008 dilaksanakan program HPEQ oleh Dikti dimana diajarkan cara2 pembuatan soal, dll, hasilnya ujian pada tahun 2008 mengalami penurunan yang cukup tajam menjadi 78,41%. Setelah fakultas dan Prodi melakukan pelatihan dengan panduan oleh tim UKGDI, HPEQ, UKDGI dan AFDOKGI terjadi kenaikan yang cukup bermakna pada tahun 2010 dan tahun 2011. Hal ini berarti pelatihan-pelatihan ini membawa hasil yang memuaskan BAB III STANDAR PENDIDIKAN DOKTER GIGI INDONESIA 3.1. STANDAR ISI Hakekat pendidikan Kedokteran gigi adalah pendidikan akademik profesional, berarti pendidikan Kedokteran gigi mencakup pendidikan dan pelatihan untuk memperoleh ilmu pengetahuan bidang Kedokteran gigi, keterampilan klinik sekaligus sikap sebagai seorang Dokter gigi yang profesional. Program pendidikan Kedokteran gigi juga mencakup Tridharma Perguruan Tinggi yaitu Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat. Ketiga unsur ini dalam pelaksanaannya saling terkait dan sulit dipisahkan satu sama lain. Selanjutnya akan diuraikan menjadi komponen-komponen standar. 3.1.1 Kurikulum Unsur utama dari pendidikan adalah kurikulum. Menurut PP Nomor 60 tahun 1999, kurikulum merupakan dasar penyelenggaraan program studi yang disusun oleh masing-masing pendidikan tinggi. Sedangkan program studi adalah rencana belajar sebagai pedoman penyelenggaraan pendidikan akademik dan atau profesional yang diselenggarakan atas dasar suatu kurikulum serta ditujukan agar mahasiswa dapat menguasai pengetahuan, keterampilan dan sikap yang sesuai dengan sasaran kurikulum. (SK Mendiknas Nomor 232/U/2000). 3.1.2 Komponen-komponen yang harus ada di setiap kurikulum adalah sebagai berikut. 3.1.2.1 Kompetensi lulusan Kompetensi i n i harus ditetapkan dahulu secara bersama oleh seluruh stakeholders dan merupakan keluaran (output) yang dimiliki oleh lulusan. Kompetensi yang ditetapkan bersama mencakup Domain (Area Kompetensi), Kompetensi Utama dan Kompetensi Penunjang. (Lampiran 1, Buku Standar Kompetensi yang telah diterbitkan dan sementara direvisi yang terdiri dari 6 domain, 16 kompetensi utama, 145 kompetensi penunjang, dan 36 kemampuan dasar serta beberapa masukan agar supaya Kedokteran gigi forensik dan Kedokteran gigi keluarga dimasukkan dalam standar kompetensi). 3.1.2.2 Sasaran pembelajaran Kompetensi penunjang diuraikan menjadi kemampuan dasar (foundational abilities) oleh masing-masing institusi pendidikan. Selanjutnya kompetensi penunjang dan kemampuan dasar akan menjadi sasaran pembelajaran dari program studi pendidikan Dokter gigi. 3.2.2.3 Materi pembelajaran Materi pembelajaran disiapkan sesuai dengan kompetensi lulusan dan strategi pengajaran. Materi ini sebaiknya dalam bentuk mata ajaran atau modul yang terintegrasi. Materi pembelajaran harus mengacu pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi Kedokteran gigi yang berkembang sangat cepat. 3.1.2.4 Evaluasi Evaluasi pembelajaran merupakan bagian atau tahap yang sangat penting dalam proses penyelenggaraan pendidikan. Selain menggambarkan pencapaian kemampuan mahasiswa, evaluasi pembelajaran juga merupakan umpan balik bagi proses pendidikan. 1.1.1.1. Metode evaluasi harus ditentukan oleh i ns t i t usi pendidikan dan disesuaikan dengan metode pembelajaran yang digunakan. 1.1.1.2. Evaluasi dilakukan oleh dosen secara reguler untuk mengetahui perkembangan pencapaian kompetensi oleh mahasiswa, dan diadministrasikan dengan baik. 1.1.1.3. Evaluasi pembelajaran didasarkan pada standar kompetensi yang telah ditetapkan, dan harus mampu menunjukkan pencapaian penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. 1.1.1.4. Lingkup dan pembobotan evaluasi pembelajaran harus jelas dan diketahui oleh semua pihak terkait. 3.1.2 Manajemen Kurikulum Manajemen kurikulum mencakup : 1.1.2.Perencanaan dan pengorganisasian kurikulum Institusi pendidikan merencanakan kurikulum yang akan digunakan dan membentuk badan/unit yang bertugas mengelola kurikulum. Kedudukan badan/unit kurikulum harus jelas didalam struktur organisasi institusi pendidikan. 1.1.3. Pelaksanaan Institusi pendidikan melaksanakan kurikulum yang telah disepakati bersama dan memantau pelaksanaannya secara konsisten dan berkesinambungan. 1.1.4. Evaluasi Evaluasi pelaksanaan kurikulum dan monitoring, dilakukan oleh institusi pendidikan, yaitu badan audit internal; dan audit eksternal dilakukan oleh badan akreditasi 1.2.4. Perbaikan Perbaikan dan penyempurnaan kurikulum harus dilakukan oleh institusi pendidikan sesuai dengan rekomendasi dari tim monitoring dan evaluasi. 3.2. STANDAR PROSES 3.2.1.Tata Pamong (Governance) 1.1. Organisasi : institusi pendidikan harus mempunyai struktur organisasi dengan tata kerja yang mendukung visi dan misi institusi pendidikan. Job description dari masing-masing pimpinan / unit organisasi harus ditulis secara jelas. 1.2. Rencana Induk Pengembangan (RIP): institusi pendidikan mempunyai RIP sebagai payung penyusunan Renstra. 1.3. Rencana Strategis (Renstra): Institusi pendidikan harus menyusun Renstra secara jelas dan disosialisasikan kepada seluruh institusi pendidikan. 1.4. Rencana Kegiatan dan Anggaran Tahunan (RKAT): Institusi pendidikan harus menyusun RKAT sebagai jabaran dari Renstra. 3.2.2 Strategi pengajaran 1.1 Disain Kurikulum : Disain kurikulum ditentukan oleh masing-masing institusi pendidikan dan dapat disesuaikan dengan kondisi masing-masing institusi. Disain ini disusun sedemikian rupa agar pencapaian kompetensi mahasiswa setiap semester/ tahun diukur. Disain kurikulum bidang Kedokteran dan Kedokteran gigi saat ini menekankan pentingnya “early clinical exposure”. Berarti masalah-masalah klinis telah diberikan pada mahasiswa sedini mungkin dan menjadi landasan belajar mereka. 2.2 Metode pembelajaran : Sesuai dengan kebijakan pemerintah, institusi pendidikan Kedokteran gigi harus menerapkan metode pembelajaran berfokus pada mahasiswa (student centered learning). Metode pembelajaran tersebut mencakup small group discussion, role play and simulation, discovery learning, self directed learning, cooperative learning, collaborative learning, contextual instruction, problem based learning, case study and case report, skill lab, scientific session. Metode pembelajaran semacam ini aka n membantu mahasiswa dalam mengembang kualitas belajar mandiri, belajar sepanjang hayat, berfikir kritis dan analisis berdasarkan evidence based dentistry. 3.2.3 Suasana Akademik - Ketersediaan sarana dan prasarana untuk memelihara interaksi dosen/mahasiswa baik di dalam maupun di luar kampus untuk menciptakan iklim yang mendorong perkembangan dan kegiatan akademik professional - Meningkatkan mutu dan kuantitas interaksi kegiatan akademik dosen, mahasiswa, dan civitas akademik lainnya. - Merancang dan mengembangkan suasana akademik yang kondusif untuk pembelajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. - Keikutsertaan civitas akademika dalam kegiatan akademik (seminar, symposium, diskusi, eksibisi/olahraga dan seni) di kampus. 3.3. STANDAR KOMPETENSI LULUSAN Standar kompetensi lulusan digunakann sebagai pedoman penilaian dan penentuan kelulusan peserta didik dan satuan pendidikan. Meliputi kompetensi untuk seluruh kelompok mata kuliah, kompetensi yang dimaksud adalah mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan tinggi bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang akhlak mulia, memiliki pengetahuan, keterampilan, kemandirian, dan sikap untuk menemukan, mengembangkan, serta menerapkan ilmu, tekhnologi dan seni yang bermanfaat bagi kemanusiaan. Jenjang pendidikan akademik Kedokteran gigi atau pendidikan S1 Kedokteran gigi menghasilkan lulusan sarjana Kedokteran gigi dan mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran gigi (SKG) yang merupakan prasyarat untuk melanjutkan ke program profesi Dokter gigi. Dalam surat keputusan KKI No. 22 dan 23 tahun 2006 tidak dipisahkan tetapi merupakan satu kesatuan. Dalam kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) kualifikasi learning outcome sarjana Kedokteran gigi (SKG) berada pada level 6 KKNI sedangkan profesi berada pada level 7 KKNI. LEVEL DESKRIPTOR HASIL PEMBELAJARAN Catatan 6 Mampu memanfaatkan IPTEKS dalam bidang keahliannya dan mampu beradaptasi terhadap situasi yang dihadapi dalam penyelesaian masalah: 1. Menguasai keterampilan dalam menerapkan IPTEK laboratorium Biomedik yang relevan, Material Kedokteran gigi, dan Biologi Oral. Perhatian bagi Pimpinan Institusi untuk menyiapkan sarana dan prasarana dan yang berhubungan dengan IPTEK 2. Mampu melakukan identifikasi agen, yaitu; Virus, Bakteri, Parasit, Jamur dan toksin, dan radiasi sebagai penyebab penyakit gigi dan mulut. 3. Mampu menganalisis metabolisme dan cara kerja (Farmakodinamika) obat yang relevan dengan bidang Kedokteran gigi. 4. Mampu memilih dan menganalisis material Kedokteran gigi yang digunakan dalam perawatan penyakit gigi dan mulut. Menguasai konsep teoritis bidang pengetahuan spesifik dan mendalam di bidang-bidang tertentu, serta mampu memformulasikan penyelesaian masalah prosedural: 1. Menguasai pengetahuan tentang prinsip-prinsip Kedokteran gigi dasar yang berhubungan dengan terjadinya masalah kesehatan gigi, beserta patogenesis dan patofisiologisnya. Ditambah dengan pengetahuan Farmasi yang relevan dg bidang KG. Perhatian bagi Pimpinan Institusi untuk menyiapkan sarana dan prasarana dan SDM yang berhubungan dengan IPTEK 2. Menguasai pengetahuan tentang masalah kesehatan baik secara molekuler maupun seluler melalui pemahaman mekanisme normal dalam tubuh. 3. Memahami pengetahuan tentang penyakit kongenital, trauma, infeksi dan degeneratif yang relevan dengan Kedokteran gigi. 4. Menguasai pengetahuan tentang prinsip Mahasiswa harus diberikan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif terhadap masalah-masalah kesehatan gigi dan mulut. 5. Menguasai pengetahuan tentang sistim kesehatan nasional dan prioritas masalah kesehatan. Mampu mengambil keputusan strategis berdasarkan analisis informasi dan data, dan memberikan petunjuk dalam memilih berbagai alternatif solusi: 1. Menguasai keterampilan melakukan kajian ilmiah dengan menyusun perencanaan dan pelaporan penelitian serta penyusunan karya tulis ilmiah. 2. Mampu menganalisis data epidemiologi suatu masalah kesehatan gigi dan mulut dan menyusun laporan. 3. Menguasai keterampilan dalam menerapkan manajemen Puskesmas dan layanan primer kesehatan. 4. Menguasai keterampilan survey epidemiologi untuk menentukan prioritas masalah kesehatan gigi dan mulut dalam sistim kesehatan nasional. Bertanggung jawab pada pekerjaan sendiri dan dapat diberi tanggung jawab atas pencapaian hasil kerja organisasi: 1. Bertanggungjawab kepada pekerjaan sendiri dan dapat diberi tanggungjawab atas pencapaian hasil kerja laboratorium biomedik yang relevan serta laboratorium teknik Kedokteran gigi. 2. Menguasai dan menerapkan manajemen puskesmas dan layanan primer kesehatan dalam prinsip-prinsip promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif terhadap masalah-masalah kesehatan. pengalaman untuk bekerja di lab Biomedik yang relevan dan lab teknik KG Sedangkan learning outcome Dokter gigi (drg) pada level 7/ KKNI. KKNI Level 7 1. Mampu merencanakan dan mengelola sumberdaya di bawah tanggung jawabnya, danb mengevaluasi secara komprehensif kerjanya dengan memanfaatkan IPTEK: Mampu merencanakan dan mengelola praktek kedokteran Mampu menganalisis kesahihan informasi kesehatan secara kritis dengan pendekatan evidence based dentistry Mampu memberikan informasi dan edukasi kesehatan gigi dan mulut pada tingkat individu, keluarga atau masyarakat Mampu berkomunikasi secara efektif dan efisien Senantiasa mawas diri dan mempraktekkan belajar sepanjang hayat STANDAR KOMPETENSI (D:V KU:14 & 15; D:VI KU: 16) (D:I, KU: 2) (D: I, KU: 3 dan D: V, KU: 14 & 15) (D: I, KU: 3) (D: I, KU: 2) 2. Mampu memecahkan permasalahan sains, teknologi, dan seni di dalam bidang keilmuannya: Bertakwa kepada Tuhan YME Mampu bekerja dengan berlandaskan etika Mampu melaksanakan pelayanan medik Kedokteran gigi secara profesional Memahami prinsip ilmu kedokteran klinik dan para klinik yang relevan Menguasai ilmu Kedokteran gigi klinik Mengintepretasikan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, uji laboratorium, dan pemeriksaan lain yang relevan Menegakkan diagnosis, merancang perawatan, memprediksi prognosis penyakit/kelainan gigi dan mulut (D: I, KU: 4) (D: I, KU: 1) (D: I - VI) (D: II, KU: 5-7) (D: II, KU: 8) (D: III, KU: 9) (D: III, KU: 10 & 11) dsb 3. Mampu melakukan riset dan mengambil keputusan strategi dengan akuntabilitas dan bertanggung jawab: Mampu mengintepretasikan data klinis dan merumuskannya menjadi diagnosis sementara dan diagnosis banding Mampu mengidentifikasi kesenjangan ilmu pengetahuan ada dan mengembangkan menjadi pertanyaan penelitian Mampu merencanakan, merancang, dan mengimplemantasikan penelitian Mampu menuliskan dan mempresentasikan hasil penelitian sesuai dengan kaidahkaidah artikel ilmiah Mampu mengidentifikasi, menjelaskan dan merancang penyelesaian masalah kesehatan secara ilmiah (D: III, KU: 10) (D: I, KU: 2) (D: I, KU: 2, D: II, KU: 7) (D: I, KU: 2) (D: I, KU: 2; D: 2, KU: 5-8, D: V, KU: 14 & 15) Dari tabel di atas menunjukkan bahwa kompetensi yang diharapkan oleh KKNI sudah tercantum di dalam standar kompetensi Dokter gigi yang diterbitkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia Tahun 2006. Namun demikian untuk meraih kompetensi di atas diperlukan penguatan dari sudut pandang administrasi pendidikan agar kualitas penyelenggaraan pendidikan profesi Dokter gigi dapat dipertanggungjawaban sesuai dengan sistem penjaminan mutu yang ditetapkan oleh pemerintah. Mahasiswa merupakan komponen pendidikan yang penting sekaligus stakeholder bagi institusi pendidikan. Standar dan karakteristik calon mahasiswa harus ditentukan oleh institusi pendidikan dengan mempertimbangkan standar kompetensi Dokter gigi yang telah disepakati. Standar mahasiswa termasuk : 3.3.1 Karakteristik Mahasiswa Karakteristik mahasiswa sebagai input pendidikan ditentukan oleh institusi, mencakup standar dan kriteria calon mahasiswa. Karakteristik mahasiswa ini selanjutnya akan menentukan seleksi masuk para calon mahasiswa. 3.3.2 Sistem Rekrutmen Institusi pendidikan Kedokteran gigi harus menyusun dan menetapkan sistem rekrutmen calon mahasiswa baru. Tata cara menjaring calon mahasiswa ini harus sesuai dengan ketentuan yang diberlakukan oleh masing-masing Universitas dan tidak melanggar peraturan pemerintah. Lulusan SMA jurusan IPA. 3.3.3 Bimbingan Akademik Institusi pendidikan menunjuk Pembimbing akademik bagi para mahasiswanya selama yang bersangkutan mengikuti pendidikan Dokter gigi. 3.3.3.4 Bimbingan Non Akademik (Konseling) Institusi pendidikan Kedokteran gigi memiliki Badan Konseling Mahasiswa. Kegiatan unit ini disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi mahasiswa. Mahasiswa dapat memanfaatkan Badan Konseling Mahasiswa untuk menyelesaikan permasalahan non akademik, termasuk konseling masalah pribadi, kesehatan, sosiokultural, dan pilihan perencanaan karier setelah lulus. 3.3.3.5. Ekstra Kurikuler Kegiatan ekstra kurikuler memberi kesempatan pada mahasiswa untuk mengembangkan kemampuan lain di luar bidang studinya. Kemampuan ini akan menambah kematangan berpikir para mahasiswa dan akan mempengaruhi cara belajar mereka. Institusi harus memberi kesempatan pada mahasiswa untuk melakukan kegiatan ekstra kurikuler. Alokasi waktu dan fasilitas sebaiknya secara nyata diberikan oleh institusi pendidikan. Profil Lulusan: Kepuasan lulusan, kompetensi yang dicapai sebanding dengan yang diharapkan, kesesuaian dengan kebutuhan dan pemanfaatan lulusan serta kepuasan lulusan. Data tentang kemajuan, keberhasilan, dan kurun waktu penyelesaian studi mahasiswa (termasuk IPK dan yudisium lulusan) Peranan Alumni/Lulusan dalam memberikan umpan balik untuk peningkatan mutu pendidikan 3.4. STANDAR PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 3.4.1. Dosen Berdasarkan Undang – undang RI nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, disebutkan bahwa Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat. Secara administratif, dosen atau tenaga pendidikan adalah seseorang yang berdasarkan pendidikan dan keahliannya diangkat oleh sebuah Perguruan Tinggi untuk membantu Perguruan Tinggi tersebut dalam melaksanakan fungsi tridharma Perguruan Tinggi, yaitu: memberikan pelayanan pendidikan, riset, dan pengabdian pelayanan masyarakat1, tetapi dosen juga dapat terlibat di Pengembangan akademik dan profesi serta berpartisipasi dalam tata pamong institusi. 3.4.1.1. Tugas dosen Dalam menjalankan tridharma Perguruan Tinggi, dosen mempunyai peran sebagai berikut. 1. Fasilitator pembelajaran mahasiswa; 2. Peneliti dan pakar dalam bidang ilmunya masing-masing untuk pengembangan ilmu, teknologi, kebudayaan dan seni; 3. Pengabdi masyarakat dengan cara penerapan keahliannya demi kesejahteraan masyarakat. Tugas Dosen secara lebih spesifik meliputi: a) Memfasilitasi pembelajaran mahasiswa sehingga mereka dapat memperoleh pengetahuan, sesuai dengan bidangnya masing-masing. b) Membimbing mahasiswa untuk berpikir kritis dan analitis sehingga mereka dapat secara mandiri menggunakan dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang telah dimilikinya c) Bertindak sebagai pembina intelektual dan konseler bagi mahasiswa. d) Menggunakan konsep, teori, dan metodologi dalam bidang yang ditekuninya sekaligus juga mampu menciptakan sejumlah konsep, teori, dan metodologi yang operasional dalam konteks kegiatan ilmiahnya. Melakukan penelitian yang hasilnya dipublikasikan melalui diskusi seminar (per group), seminar, jurnal ilmiah atau kegiatan pameran, dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, kebudayaan, dan atau kesenian. e) Mengimplementasikan pengetahuannya di dalam kegiatan pengabdian / pelayanan pada masyarakat. f) Bekerja dalam tim dengan pihak lain didalam manajemen akademik untuk pencapaian visi institusi. g) Berperan aktif dalam organisas i seminat untuk mengembangkan keprofesiannya. 3.4.1.2. Standar untuk dosen Mengingat bahwa peran dosen sangat penting dalam proses pendidikan maka institusi pendidikan harus menetapkan standar dosennya yang meliputi : 1. Profesionalisme dosen 1.2. Dosen harus berperilaku sesuai etika yang ditentukan oleh institusi pendidikan 1.3. Seorang dosen harus pakar di bidang ilmunya masing-masing 2. Best practices dalam bidang : 2.2. Pengajaran 2.3. Penelitian 2.4. Pengabdian pada masyarakat 2.5. Partisipasi dalam tata pamong institusi 2.6. Keterlibatan dalam organisasi profesi 3.4.1.3 Standar Kualifikasi Dosen 1. Standar kepakaran di bidang ilmunya masing- masing. Staf akademik di institusi pendidikan Kedokteran gigi minimal harus memiliki gelar akademik setara Strata 2 (S2) / Spesialis. 2. Ratio dosen tetap untuk bidang akademik 1:10 sedangkan tingkat profesi 1:5. 3. Standar kepakaran di bidang pendidikan Kedokteran gigi. Disini seorang dosen harus memiliki sertifikat mengajar dari institusi pendidikan yang diakui. 3.4.1.4 Standar Manajemen Dosen meliputi : 1. Sistem rekrutmen calon dosen 2. Sistem pembinaan / pengembangan karir dosen 3. Sistem penghargaan dan remunerasi 4. Sistem pemberian sangsi dan pemberhentian 3.4.2. Staf Administrasi dan Penunjang Akademik Jumlah dan kual ifi kasi tenaga administrasi dan penunjang akademik harus mendukung kelancaran proses pendidikan. Tenaga administrasi dan penunjang akademik meliputi tenaga perpustakaan, laboratorium dan administrasi akademik, paramedis, non paramedis, dana dan umum. 3.5. STANDAR SARANA DAN PRASARANA 3.5.1. Prasarana dan sarana Prasarana adalah semua fasilitas dasar yang mendukung kegiatan penyelenggaraan pendidikan. Yang termasuk dalam prasarana antara lain tanah, bangunan, jalan, dan infrastruktur lainnya. Institusi pendidika n harus mendokumentasika n dan menginventarisasikan seluruh prasarana yang digunakan dalam proses pendidikan atau yang dimilikinya. 3.5.1.1 Sarana adalah peralatan dan perabotan yang digunakan dalam proses pendidikan. Yang termasuk dalam sarana antara lain peralatan laboratorium, peralatan klinik, buku dan peralatan di perpustakaan, dan sebagainya. Intitusi pendidikan harus mendokumentasikan dan meng-inventarisasikan seluruh sarana yang digunakan dalam proses pendidikan serta distribusi penggunaannya. 3.5.1.2. Jumlah, jenis, dan kualitas ruangan kuliah,ruang tutorial serta sarana dan prasarana yang mendukung terselenggaranya proses pendidikan sesuai kurikulum berbasis kompetensi. 3.5.1.3. Tersedia lingkungan dan suasana akademik dan non akademik yang mendorong terselenggaranya kelancaran proses pendidikan. 3.5.2. Laboratorium Dental dan Oral Biologi 3.5.2.1. Jumlah, jenis dan kualitas laboratorium dental dan biomedik harus terdokumentasi dan terinventarisasikan dengan baik. 3.5.2.2. Prasarana dan sarana laboratorium ini harus mendukung terselenggaranya proses pendidikan 3.5.3. Teknologi Informasi Institusi pendidikan harus mengembangkan fasilitas teknologi Informasi untukmenunjang kelancaran proses pendidikan. Teknologi Informasi digunakan untuk kegiatan administrasi pendidikan, perpustakaan dan manajemen institusi pendidikan. 3.5.3.1. Perpustakaan Intitusi pendidikan harus mengembangkan perpustakan sesuai dengan SK Mendiknas 232/U/2000. 3.5.3.2. Rumah Sakit Gigi dan Mulut Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan (RSGMP) adalah sarana dan prasarana yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan gigi dan mulut, yang juga digunakan sebagai sarana proses pembelajaran, pendidikan dan penelitian bagi profesi Kedokteran gigi dan tenaga kesehatan lainnya dan terikat melalui kerjasama dengan fakultas Kedokteran gigi. Peraturan dan perundang- undangan mengenai RS pendidikan termasuk RSGMP telah diatur dalam UU No.44 tahun 2010 tentang Rumah Sakit. Visi, Misi, Komitmen dan Persyaratan Perijinan RSGMP Deskripsi : Agar dapat berfungsi menjadi rumah sakit gigi dan mulut pendidikan, pelayanan dan penelitian secar efektif, Rumah Sakit Gigi danMulut (RSGM) Pendidikan harus memili ki vi si dan misi yang jelas, terkait dengan pendidikan profesi tenaga kesehatan Kedokteran gigi dan tenaga kesehatan lainnya yang didasarkan atas proses pembelajaran. Standar dan kriteria Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan sementara disusun oleh POKJA yang menyusun mengenai peraturan dan perundang-undangan Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan sesuai dengan Undang-Undang No. 44 tahun 2009. 3.6. STANDAR PENGELOLAAN 3.6.1. Visi, Misi, Sasaran, dan Tujuan Setiap institusi pendidikan wajib menetapkan visi, misi, dan tujuan pendidikan Kedokteran gigi sebagai landasan dan acuan penyusunan program yang ada didalamnya. Visi merupakan cita-cita akhir yang ingin dicapai oleh sebuah institusi, sedangkan misi merupakan tugas atau amanah yang harus dijalankan untuk tercapainya visi yang telah disepakati bersama. Visi dan misi itu harus merupakan turunan dari visi, misi, dan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan oleh masingmasing universitasnya. Di dalam menentukan visi, misi, dan tujuan pendidikan Kedokteran gigi, institusi pendidikan harus memperhatikan berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders) dan kondisi lingkungan agar hasil lulusan sebagai keluaran pendidikan dapat memenuhi harapan stakeholders dan bermanfaat bagi masyarakat lingkungannya. Selain itu landasan ini juga harus melihat pada kecenderungan global bidang Kedokteran gigi yang berkembang sangat cepat. Selain visi, misi dan tujuan pendidikan, setiap institusi pendidikan dapat pula menentukan komponen-komponen lain yang dianggap perlu untuk digunakan sebagai landasan programnya, misalnya nilai-nilai luhur (values) atau budaya. Keseluruhan visi, misi dan tujuan pendidikan harus dirumuskan secara jelas agar dimengerti oleh semua pihak. 3.6.2. Sistem Pengelolaan Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi termasuk pendidikan Dokter gigi dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi, akuntabilitas, jaminan mutu dan evaluasi yang transparan serta menerapkan dan memberikan kebebasan, mendorong kemandirian dalam pengelolaan akademik, operasional, personalia, keuangan dan area fungsional pengelolaan lainnya yang diatur dalam peraturan oleh masing-masing institusi pendidikan Institusi pendidikan Kedokteran gigi harus mempunyai dokumen Rencana kegiatan dan rencana anggaran - Institusi pendidikan Kedokteran gigi harus pembiayaan,baik dari mahasiswa maupun dari memiliki sumber-sumber sumber lain,yang menjamin tercapainya visi,misi dan tujuan pendidikan - Sistem alokasi dana - Pengelolaan dan akuntabilitas penggunaan dana - Keberlanjutan pengadaan dan pemanfaatannya - Pengelolaan, pemanfaatan, dan pemeliharaan sarana dan prasarana 3.6.3. Sistem Informasi Rancangan pengembangan sistem informasi memenuhi kecukupan dan kesesuaian sumber daya dan sarana pendukung untuk pemberdayaan sistem informasi - Fasilitas komputer, ketersediaan sarana pendukung, pembelajaran, dan penelitian - Efisiensi dan efektivitas pemanfaatan sistem informasi - Keberadaan dan pemanfaatan on-campus connectivity divices and global connectivity devices (internet) 3.6.4. Sistem Penjamin Mutu Penjaminan Mutu adalah suatu upaya dari institusi pendidikan untuk memperbaiki kualitas pendidikannya secara terstruktur, terus menerus dan berkesinambungan. Upaya ini harus sumberdaya manusia yang merupakan komitmen dari seluruh terlibat dalam proses pendidikan mulai dari pimpinan, dosen dan karyawan penunjang. Komitmen pimpinan harus nyata berupa pembentukan tim/unit Penjaminan Mutu di dalam institusinya. Penjaminan Mutu dimulai dengan kegiatan evaluasi diri (ED) yang dilakukan oleh institusi pendidikan terhadap seluruh komponen-komponen pendidikan termasuk tata pamong (governance) dari institusi itu sendiri. ED sebaiknya dilakukan secara terorganisir, jujur dan terbuka. Data ED dianalisa dengan melibatkan berbagai pihak sehingga hasilnya akurat dan dapat dimanfaatkan untuk perbaikan Fakultas dan program studinya. Kegiatan untuk perbaikan mutu dapat dilakukan oleh tim penjaminan mutu fakultas melalui audit internal. Kegiatan audit internal dapat dilanjutkan dengan kegiatan audit eksternal oleh pihak di luar fakultas/universitas terkait. Kegiatan ini pada umumnya disebut dengan akreditasi. Dengan demikian Evaluasi Diri dan audit internal berguna untuk persiapan dari proses akreditasi. Akreditasi di Indonesia dilakukan oleh Badan Akreditasi Nasional P erguruan T inggi (BAN PT) atau Le mba ga Akreditasi Mandiri lain yang diakui oleh pemerintah. Prosedur Penjaminan Mutu digambarkan sebagai berikut. Visi, Misi dan Tujuan Fakultas/Prodi Evaluasi Diri Fakultas/Prodi Hasil dan Rekomendasi Perbaikan Audit Internal, Audit Eksternal (Akreditasi) 3.7 STANDAR PEMBIAYAAN Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi dan biaya operasional, biaya investasi yang dimaksud meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumber daya manusia dan modal kerja. Biaya personal meliputi : Biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bias mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan. Biaya operasi satuan pendidik meliputi : gaji pendidik dan tenaga kependidikan, bahan atau peralatan pendidikan habis pakai dan biaya operasi pendidikan tak langsung. Institusi pendidikan harus mengelola dana dengan prinsip kejujuran, transparansi, akuntabilitas dan prinsip keuangan yang berlaku. Institusi pendidikan setidak – tidaknya harus menjelaskan 1. Sumber dana 2. Perencanaan, penggunaan dan pelaporan dana 3. Menjalankan akuntabilitas sesuai dengan peraturan universitas masing-masing dan pemerintah. 3.8. STANDAR PENILAIAN PENDIDIKAN Proses penilaian pendidikan Dokter gigi mencakup penelitian, pelayanan, pengabdian kepada masyarakat, dan kerjasama instansi terkait. Produk program studi berupa model-model, karya inovatif, hak paten, hasil pengembangan prosedur kerja, produk fisik sebagai hasil penelitian. 3.8.1. Penelitian dan Pengabdian pada masyarakat Kegiatan penelitian merupakan bagian dari pendidikan pada sebuah institusi pendidikan tinggi. Kegiatan ini pada umumnya merupakan tuntutan dari institusi untuk dilakukan oleh para dosen sebagai kontribusinya di dalam pengembangan ilmu dan teknologi sekaligus perbaikan dalam mutu pelayanan pada masyarakat. Dalam pelaksanaannya kegiatan ini sekaligus digunakan bagi pembelajaran mahasiswa di dalam melakukan penelitian . 3.8.1.1. Standar mutu penelitian terdiri atas 1. Standar penelitian mencakup : - Usulan / protokol penelitian yang jelas - Tim Peneliti - Keterlibatan mahasiswa - Adanya tim etik penelitian - Publikasi ilmiah nasional atau internasional 3.8.1.2. Standar manajemen penelitian mencakup : - Rencana jangka panjang, menengah dan pendek - Struktur manajemen / organisasi - Pendanaan yang digunakan - Fasilitas penelitian - Kerjasama dengan badan / instansi lain - Pelatihan, lokakarya dan seminar penelitian Kegiatan pengabdian pada masyarakat merupakan bagian dari pendidikan pada sebuah institusi pendidikan tinggi. Kegiatan ini pada umumnya dilakukan oleh dosen beserta para mahasiswa yang dikoordinasikan oleh institusi pendidikan. Pengabdian pada masyarakat juga merupakan kegiatan para dosen dalam mengaplikasikan kepakarannya untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat. Kegiatan ini sebaiknya bekerja berbagai instansi yang mempunyai sama dengan tujuan yang sama. Hal ini harus ditunjang dengan perencanaan pembiayaan oleh institusi pendidikan Dokter gigi. 3.8.1.3. Standar mutu pengabdian pada masyarakat terdiri atas : 1. Standar pengabdian pada masyarakat mencakup: - Proposal yang jelas - Unit dan tim pelaksana - Laporan dan publikasi 2.Standar manajemen pengabdian pada masyarakat, mencakup: - Rencana jangka panjang, menengah dan pendek - Struktur manajemen / organisasi - Sumber dana yang digunakan - Daerah binaan - Kerjasama dengan instansi lain - Pelatihan dan seminar bagi tim yang terlibat Penilaian hasil belajar - Penilaian hasil belajar harus didasarkan pada pencapaian kompetensi sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter gigi. - Pencapaian kompetensi dinilai dengan menggunakan Penilaian Acua Patokan atau sesuai peraturan yang telah ditetapkan - Penilaian hasil belajar harus memenuhi asas validitas, realibilitas dan kelayakan. - Pada akhir pendidikan, dilaksanakan uji kompetensi yang dilaksanakan oleh Kolegium Dokter gigi Indonesia bekerja sama dengan AFDOKGI untuk memperoleh sertifikat kompetensi. BAB IV STANDAR KOMPETENSI DAN JENIS TINDAKAN SERTA JUMLAH KASUS I. MEKANISME PENYUSUNAN PERNYATAAN KEMAMPUAN DASAR DAN JENIS TINDAKAN SERTA JUMLAH KASUS Pernyataan kemampuan dasar disusun dengan tujuan melengkapi pernyataan kompetensi penunjang yang tercantum pada Buku Standar Kompetensi Dokter gigi terbitan Konsil Kedokteran Indonesia tahun 2006. Pendekatan yang dipakai dalam penyusunan ini dilaksanakan melalui beberapa cara, yaitu : (1) menampung usulan pernyataan kemampuan dasar dari semua institusi penyelenggara pendidikan profesi dokter gigi, (2) mengkaji pernyataan kemampuan dasar yang disusun oleh beberapa institusi pendidikan profesi dokter gigi oleh Pokja, (3) menyusun pernyataan kemampuan dasar oleh Pokja yang belum terakomodasi oleh insitusi penyelenggara pendidikan profesi dokter gigi yang ada, (4) sosialisasi usulan pernyataan kemampuan dasar kepada para Dekan/Ketua Prodi, (5) konfirmasi/ persetujuan atas rekapitulasi pernyataan kemampuan dasar dari Dekan/Ketua FKG/Prodi. Selain itu khusus untuk forensik kedokteran gigi dan dokter gigi keluarga pernyataan kemampuan dasarnya dibangun berdasarkan kebutuhan masyarakat yang diperkuat oleh paparan narasumber di bidang tersebut (lihat Lampiran……). Di bawah ini skema mekanisme dimaksud berdasarkan aktivitas dan waktu. Distribusi pekerjaan rumah ke FKG/Prodi KG Agustus 2010 Mengumpulkan pekerjaan rumah ke FKG/Prodi KG September 2010 Perlimpahan rekapitulasi pekerjaan rumah ke Pokja September 2010 Sosialisasi/Konfirmasi/ Persetujuan dari FKG / Prodi KG dan takeholders Distribusi ke FKG /Prodi untuk asupan melalui email September s.d Oktober 2010 Workshop Pokja (termasuk Kedokteran Gigi Forensik dan Dokter Gigi Keluarga, kajian dan survei kebutuhan masyarakat) September s.d Oktober 2010 September s.d Oktober 2010 Penyusunan Naskah Akademik . minggu ke IV oktober s.d Minggu ke III November 2010 Penyerahan naskah akademik kepada proyek minggu IV November 2010 Melalui mekanisme yang sama, jenis tindakan dan jumlah kasus diproses dalam workshop dengan cara serupa oleh Pokja jenis tindakan dan jumlah kasus secara terpisah. Hasil kerja dari kedua Pokja ini dituliskan pada Bab III dan Bab IV dari Naskah Akademik ini. Kompetensi yang dituliskan pada bab ini merupakan kompetensi minimal yang harus diraih oleh lulusan dokter gigi di Indonesia. Pengorganisasian penulisan mengacu pada definisi Chambers (1993) yang dipakai oleh institusi pendidikan profesi dokter gigi di berbagai negara di dunia (lihat bab II, hal 5 Buku Standar Kompetensi Dokter Gigi edisi tahun 2006). Naskah Akademik ini berhasil menyusun pernyataan kemampuan dasar sebagai pelengkap susunan pernyataan kompetensi terdahulu.Kemampuan dasar tersebut disusun berdasarkan mekanisme yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Berikut adalah kelengkapan dari kompetensi dimaksud. Domain I : Profesionalisme Melakukan praktik di bidang kedokteran gigi sesuai dengan keahlian, tanggung jawab, kesejawatan, etika dan hukum yang relevan. Kompetensi Utama 1. 1.1 Etik dan Jurisprudensi (C3,P5,A4) Menerapkan etika kedokteran gigi kedokteran gigi serta hukum yang berkaitan dengan praktik kedokteran gigi secara profesional Kompetensi Penunjang Kemampuan Dasar 1.1.1 Menerapkan etika kedokteran gigi secara profesional (C3, P3, A4 ). 1.1.2 Menjaga kerahasiaan profesi dalam hubungannya dengan teman sejawat, staf dan pasien (C3, P3, A3). 1.1.3 Membedakan hak dan kewajiban dokter dan pasien (C3, P3, A4). 1.2 Melakukan pelayanan kesehatan gigi dan mulut sesuai dengan kode etik 1.2.1 Memberikan pelayanan kedokteran gigi yang manusiawi dan komprehensif (C3, P5, A3). 1.2.2 Menjaga hubungan terbuka dan jujur serta saling menghargai dengan pasien, pendamping pasien dan sejawat (C3, P3, A3). 1.2.3 Memperkirakan keterbatasan kemampuan diri untuk kepentingan rujukan (C3, P3, A4). 1.3 Memahami masalah - masalah yang berhubungan dengan hukum yang berkaitan dengan praktik kedokteran gigi 1.3.1 Membedakan tanggung jawab administratif, pelanggaran etik, disiplin dan hukum yang diberlakukan bagi profesi Kedokteran Gigi berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku (C2, P1, A1). 1.3.2 Memahami peraturan dan perundang-undangan yang berkaitan dengan praktik kedokteran gigi di Indonesia (C2, P2, A2). 1.3.3 Mengetahui pemanfaatan jalur organisasi profesi (C1, P2, A2). Mampu menjabarkan batas kewenangan dokter gigi dalam menjalankan tanggung jawab sesuai dengan norma agama, etika, hukum, sosial dan budaya yang berlaku di masyarakat (C3P2A3) 2. Analisis informasi kesehatan secara kritis, ilmiah dan efektif (C4, P3, A3) 2.1 Menganalisis secara kritis kesahihan 2.1.1 Menggunakan teknologi ilmiah mutakhir untuk informasi mencari informasi yang sahih secara profesional dari berbagai sumber (C3, P3, A3). 2.1.2 2.2 2.3 2.4 Mengelola informasi kesehatan secara ilmiah, efektif, sistematis dan komprehensif 2.2.1 Berfikir kritis dan alternatif dalam mengambil keputusan 2.3.1 Menggunakan pendekatan evidence based dentistry dalam pengelolaan kesehatan gigi dan mulut 2.2.2 Menggunakan teknologi ilmiah mutakhir untuk menilai informasi yang sahih secara profesional dari berbagai sumber (C3, P3, A3). Mampu menghubungkan sumber-sumber informasi Menyusun karya ilmiah sesuai dengan konsep, teori, kesehatan untuk kepentingan dan kaidah penulisan ilmiah (C3, P3, A3). penulisan karya ilmiah, belajar mandiri, evidence based dentistry Menyajikan karya ilmiah kesehatan secara lisan dalam pengelolaan kesehatan gigi kesehatan secara lisan dan tertulis (C3, P3, A3). dan mulut (C4P3A3) Menyusun pemecahan masalah berdasarkan prioritas (C3,P3, A3). 2.3.2 Menilai kualitas produk dan teknologi kedokteran gigi (C4, P3, A3). 2.4.1 Menapis sumber rujukan yang sahih untuk kepentingan peningkatan kualitas pelayanan kesehatan gigi dan mulut (C3, P3, A3). 2.4.2 Menggunakan informasi kesehatan secara profesional untuk kepentingan peningkatan kualitas pelayanan kesehatan gigi dan mulut (C3, P3, A3). Mampu memilah kepentingan dan peran ilmu kedokteran gigi dasar dalam penyelesaian berbagai kasus medik dental melalui penilaian kritis (C4P3A2) 3. Komunikasi (C3, P3, A3) 3.1 Melakukan komunikasi, informasi, dan edukasi secara efektif dan bertanggung jawab baik secara lisan maupun tertulis dengan pasien, keluarga atau pendamping pasien serta masyarakat, teman sejawat dan profesi kesehatan lain yang terkait 3.1.1 3.1.2 3.1.3 3.1.4 Berdialog dengan pasien dalam kedudukan yang setara (C3, P3, A3). Bersikap empati terhadap pasien akan keluhan 1. Menerapkan cara kesehatan gigi dan mulut yang mereka kemukakan berkomunikasi secara (C3, P3, A3). personal, kelompok dan Menuliskan surat rujukan pasien kepada sejawat lintas budaya dengan pasien dan atau penyelenggara kesehatan lain jika (pasien, sejawat, dan tenaga diperlukan sesuai dengan standar prosedur kesehatan lainnya yang operasional yang berlaku (C3, P3, A3). terkait (C3P2A2) Berdialog dengan teman sejawat, praktisi kesehatan, dan praktisi lain terkait (C3, P3, A3). 4. Hubungan sosio kultural dalam bidang kesehatan gigi dan mulut (C3, P3, A3) 4.1 Mengelola dan menghargai pasien 4.1.1 Memahami adanya keanekaragaman sosial, dengan keanekaragaman sosial, ekonomi, budaya, agama dan ras berdasarkan asal ekonomi, budaya, agama dan ras usul pasien (C2,P2,A2). melalui kerjasama dengan pasien dan 4.1.2 Memperlakukan pasien secara manusiawi tanpa berbagai fihak terkait untuk membeda-bedakan satu sama lainnya (C3, P3, menunjang pelayanan kesehatan gigi A3). dan mulut yang bermutu. 4.1.3 Bekerja sama dengan berbagai pihak terkait untuk menunjang peningkatan kesehatan gigi dan mulut (C2, P3, A3). 2. Menerapkan pendekatan prinsip psikologi dalam melakukan pelayanan kedokteran gigi (C3P2A2) Domain II : Penguasaan Ilmu Pengetahuan Kedokteran dan Kedokteran Gigi Memahami ilmu kedokteran dasar dan klinik, kedokteran gigi dasar dan klinik yang relevan sebagai dasar profesionalisme serta pengembangan ilmu kedokteran gigi. Kompetensi Utama Kompetensi Penunjang 5. Ilmu Kedokteran Dasar (C3, P3, A4) 5.1 Mengintegrasikan ilmu pengetahuan 5.1.1 biomedik yang relevan sebagai sumber keilmuan dan berbagai data penunjang untuk diagnosis dan tindakan medik kedokteran gigi. 5.1.2 5.1.3 5.1.4 5.1.5 5.1.6 Mengintegrasikan ilmu biomedik yang relevan dengan bidang kedokteran gigi untuk menegakkan Diagnosis, menetapkan prognosis dan merencanakan tindakan medik Kedokteran Gigi (C3, P3, A4). Meghubungkan morfologi mikroskopis, mikroskopis dan topografi organ, jaringan penyusun sistem tubuh manusia secara terpadu, sebagai landasan pengetahuan untuk diagnosis, prognosis dan merencanakan tindakan medik kedokteran gigi (C3, P3, A4). Memahami proses tumbuh kembang dentokraniofasial pranatal dan pascanatal (C2, P3, A3). Memahami proses penyakit/ kelainan yang meliputi, infeksi, dan non ifeksi (C2, P2, A3). Memahami prinsip sterilisasi, desinfeksi dan asepsis (C2, P3, A3). Memahami obat-obat yang digunakan untuk penyakit gigi dan mulut, termasuk efek samping dan interaksinya (C2, P3, A4). Kemampuan Dasar 1. Menerapkan pengetahuan biomedik dan tumbuh kembang dalam lingkup sistem stomatognatik serta sistem farmakokinetik (C3P2A3) 2. Mampu menjabarkan tentang manfaat serta proteksi radiasi, pembuatan radiografi intra oral dan ekstra oral serta kegagalannya serta mampu menjabarkan keadaan normal serta patologis dari rongga mulut dan manifestasi penyakit sistemik di rongga mulut yang ditinjau secara radiografi (C2P2A2) 5.1.7 6. Ilmu Kedokteran Klinik (C4, P3, A4) 6.1 Memahami ilmu kedokteran klinik yang relevan sebagai pertimbangan dalam melakukan perawatan gigi dan mulut pada pasien medik kompromis Memahami penggunaan dan bahaya sinar X (C2, P3, A4). 6.1.1 Menghubungkan tatalaksana kedokteran klinik untuk mengembalikan fungsi optimal sistem stomatognati (C4, P3, A4). 6.1.2 Menjelaskan kelainan/penyakit sistemik yang bermanifestasi di rongga mult pada pasien medik kompromis (C2, P3, A4). 6.1.3 Menjelaskan cara pengelolaan pasien dengan kelainan/ penyakit sistemik yang bermanifestasi di rongga mulut pada pasien medik terkompromis secara holistik dan komprehensif (C2, P2, A2). 6.1.4 Memahami cara merujuk pasien medik kompromis secara profesional (C2, P3, A4). 7. Ilmu Kedokteran Gigi Dasar (C4, P4, A4) 7.1 Memahami prinsip ilmu kedokteran 7.1.1 Menjelaskan ilmu-ilmu kedoketran gigi dasar untuk gigi dasar mencakup: Biologi Oral, pengembangan ilmu kedokteran gigi dasar dan klinik Bio- Material dan Teknologi (C2, P4, A4). Kedokteran Gigi untuk menunjang keterampilan preklinik dan klinik, serta penelitian bidang kedokteran Mampu menjabarkan kelainan/penyakit sistemik yang dapat menjadi penyulit pada tindakan kedokteran gigi dan mulut (C4P2A3) 1. Mampu memilah kepentingan dan peran ilmu kedokteran gigi dasar dalam penyelesaian berbagai kasus medik dental melalui clinical appraisal (C4P2A2) gigi. 7.1.2 Menganalisis hasil penelitian kedokteran gigi dasar yang berkaitan dengan kasus medik dental dan disiplinilmu lain yang terkait (C4, P3, A4). 7.1.3 Memahami prinsip ilmu kedokteran gigi dasr untuk menunjang keterampilan preklinik dan klinik, serta penelitian bidang kedokteran gigi, meliputi : Biologi Oral, Biomaterial Kedokteran Gigi, Radiologi Kedokteran Gigi (C2, P3, A4). 7.1.4 Merencanakan material kedokteran gigi yang akan digunakan dalam tindakan rekonstrksi untuk mengembalikan fungsi stomatognati yang optimal (C4, P3, A4). 7.1.5 Menginterpretasikan hasil pemeriksaan laboratoris dan radiografi intra oral dan ekstra oral untuk diagnosis kelainan dan penyakit pada sistem stomatognati (C2, P3, A4). 2. Mampu menjelaskan kelainan struktur dan fungsi baik secara organel maupun seluler dalam menunjang penegakan diagnosis dan rancangan manajemen klinik yang didalamnya termasuk rencana perawatan, perawatan dan prognosis. (C2 P2 A2) 3. Mampu menjabarkan sifat, peran dan penggunaan secara prosedural material kedokteran gigi untuk pemulihan berbagai kondisi kelainan / penyakit (C3, P3, A3) 4. Mampu menerapkan pemahaman dan tata cara pemeriksaan radiografi intra oral dan ekstra oral sesuai kebutuhan (C2, P2, A3) 5. Untuk Radiologi Kedokteran Gigi: Mampu menerapkan pemahaman dan tata cara pemeriksaan radiografi intra oral dan ekstra oral sesuai kebutuhan (C2P2A3) 6. Untuk laboratoris: Mampu menerapkan pemahaman dan tata cara pemeriksaan laboratoris sesuai kebutuhan (C2P2A3) 8. Ilmu Kedokteran Gigi Klinik (C4, P3, A4) 8.1 Memahami prinsip ilmu kedokteran 8.1.1 Memahami prinsip pelayanan klinis kesehatan gigi gigi klinik sebagai dasar untuk dan mulut yang meliputi tindakan promotif, melakukan pelayanan klinis kesehatan preventif, kuratif dan rehabilitatif (C2, P3, A4). gigi dan mulut yang efektif dan efisien 8.1.2 Menghubungkan berbagai tatalaksana kedokteran gigi klinik untuk membantu dalam memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut dalam mengembalikan fungsi optimal sistem stomatognatik (C4, P3, A4). 1. Mampu memilih pendekatan pelayanan holistik sesuai dengan kebutuhan penyelesaian masalah (kelainan/penyakit) kesgilut tertentu secara chair side talk (C2 P2 A3) 2. Mampu mengintegrasikan penerapan ilmu kedokteran dasar, kedokteran klinik, kedokteran gigi dasar dan kedokteran gigi klinik dalam menunjang penegakkan diagnosis dan rancangan managemen klinik (rencana perawatan, perawatan, dan prognosis) (C4 P2 A3) Domain III : Pemeriksaan Fisik Secara Umum dan Sistem Stomatognatik Melakukan pemeriksaan, mendiagnosis dan menyusun rencana perawatan untuk mencapai kesehatan gigi dan mulut yang prima melalui tindakan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Kompetensi Utama 9. Pemeriksaan Pasien (C4, P3, A4) 9.1 Melakukan pemeriksaan fisik secara umum dan sistem stomatognatikdengan mencatat informasi klinis, laboratoris, radiologis, psikologis, dan sosial guna mengevaluasi kondisi medik pasien Kompetensi Penunjang 9.1.1 Mengidentifikasi keluhan utama penyakit atau gangguan sistem stomatognatik (C1, P2, A2). 9.1.2 Menerapkan pemeriksaan komprehensif sistem stomatognatik dengan memperhatikan kondisi umum (C3, P3, A4). 9.1.3 Menentukan pemeriksaan penunjang laboratoris yang dibutuhkan (C4, P4, A4). 9.1.4 Menginterpretasikan hasil pemeriksaan laboratoris (C4, P3, A3). 9.1.5 Menentukan pemeriksaan penunjang radiologi intra oral dan ekstra oral yang dibutuhkan (C4, P4, A4). Menghasilkan radiograf dengan alat foto sinar X intra oral (C3, P3, A3). 9.1.6 9.1.7 Menginterpretasikan hasil pemeriksaan radiologi intra oral dan ekstra oral secara umum (C4, P3, A3). 9.1.8 Mengnalisis kondisi fisik, psikologis dan sosial melalui pemeriksaan klinis (C4, P3, A3). Kemampuan Dasar 1. Mampu menjelaskan kondisi sistemik pasien dengan patogenesis dan patofisiologis rongga mulut (C2P2A3) 2. Mampu menjabarkan prinsip dan tahapan pemeriksaan dan pemeriksaan penunjang) untuk kepentingan diagnostik dan prosedural secara lengkap (C4P2A3) 9.2 Mengenal dan mengelola perilaku pasien secara profesional 9.2.1 Menerapkan sikap saling menghargai dan saling percaya melalui komunikasi yang efektif dan efisien dengan pasien dan/atau pendamping pasien (C3, P2, A3). 9.2.2 Mengnalisis perilaku pasien yang memerlukan perawatan khusus secara profesional (C4, P3, A4). Mengidentifikasi kondisi psikologis dan sosialekonomi pasien berkaitan dengan penatalaksanaan lebih lanjut (C1, P4, A3). 9.2.3 9.3 Menggunakan rekam medik sebagai acuan dasar dalam melaksanakan perawatan gigi dan mulut 9.3.1 9.3.2 9.3.3 Membuat rekam medik secara akurat dan komprehensif (C1, P3, A4). Mengelola rekam medik sebagai dokumen legal dengan baik (C3, P3, A4). Merencanakan perawatan medik kedokteran gigi berdasarkan catatan medik yang tertulis pada rekam medik (C3, P3, A4). 1. Mampu mendemonstrasikan prinsip-prinsip hubungan kemitraan antara dokter, pasien, dan keluarganya (C3P3A3) 2. Mampu mendemonstrasikan komunikasi efektif antara dokter, pasien, dan keluarga termasuk pasien berkebutuhan khusus (perilaku dan kelainan sistemiknya) (C3P3A3) 1. Mampu menjabarkan fungsi dan peran dari rekam medik sebagai bagian dari informasi kesehatan dan dokumen legal sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku (C3P2A2) 2. Mampu melakukan pengisian rekam medik secara lengkap dan akurat sesuai dengan standar yang berlaku dan berdaya dukung kedokteran gigi forensik (C2P2A2) 10. Diagnosis (C4, P4, A4) 10.1 Menegakkan diagnosis dan menetapkan prognosis penyakit/ kelainan gigi dan mulut melalui interpretasi, analisis dan sintesis hasil pemeriksaan pasien 10.1.1 Menegakkan diagnosis sementara dan diagnosis kerja berdasarkan analisis hasil pemeriksaan riwayat penyakit, temuan klinis, temuan laboratoris, temuan radiografis, dan temuan alat bantu yang lain (C4, P4, A4). 10.1.2 Memastikan lokasi, perluasan, etiologi karies dan kelainan periodontal serta kerusakannya (C4, P3, A4). 10.1.3 Membedakan antara pulpa yang sehat dan tidak sehat (C4, P4, A4). 10.1.4 Membedakan antara jaringan periodontal yang sehat dan tidak sehat (C4, P4, A4). 10.1.5 Memastikan penyimpangan dalam proses tumbuh kembang yang mengakibatkan maloklusi (C3, P4, A3). 10.1.6 Menjelaskan kondisi, kelainan, penyakit dan fungsi kelenjar saliva (C2, P3, A4). 10.1.7 Menjelaskan gambaran klinis proses penyakit pada mukosa mulut akibat inflamasi, gangguan imunologi, metabolit dan neoplastik (C2, P3, A4). Menjelaskan keadaan kehilangan gigi yang memerlukan tindakan rehabilitatif (C2, P3, A4). 10.1.8 10.1.9 Menjelaskan keadaan akibat kelainan oklusal dan gangguan fungsi mastikasi dan kondisi yang memerlukan perawatan (C4, P4, A4). 1. Mampu menerapkan informasi yang bersumber dari iptek kedokteran dan kedokteran gigi dalam penegakan diagnosis (C3P3A2) 2. Mampu menerapkan prinsip-prisnip/konsep analisis informasi data pasien dalam pembuatan keputusan di berbagai tatanan klinik kedokteran gigi dan mampu mengkomunikasinnya secara efektif sesuai dengan tanggung jawab secara profesional (C3P3A2) 10.1.10 Mengidentifikasi kelainan oromaksilofasial (C4, P4, A4). 10.1.11 Menjelaskan hubungan kebiasaan buruk pasien dengan adanya kelainan oromaksilofasial (C2, P3, A2). 10.1.12 Membedakan kelainan dental, skeletal atau fasial yang berhubungan dengan gangguan tumbuh kembang, fungsi dan estetik (C4, P3, A4). 10.1.13 Memastikan adanya manifestasi penyakit sistemik pada rongga mulut (C4, P3, A4). 10.1.14 Menganalisis dan menentukan derajat risiko penyakit rongga mulut dalam segala usia guna menetapkan prognosis (C2, P3, A2). 10.1.15 Memastikan kelainan kongenital dan herediter dalam rongga mulut (C3, P4, A3). 11. Rencana Perawatan (C4, P3, A3) 11.1 Mengembangkan, mempresentasikan 11.1.1 dan mendiskusikan rencana perawatan yang didasarkan pada kondisi, 11.1.2 kepentingan dan kemampuan pasien Menganalisis derajat risiko penyakit gigi dan mulut (C4, P3, A2). Merencanakan pengelolaan ketidaknyamanan dan kecemasan pasien yang berkaitan dengan pelaksanaan perawatan (C3, P3, A3). 11.1.3 Merencanakan pelayanan preventif berdasarkan analisis risiko penyakit (C3, P3, A3). 11.1.4 Merencanakan perawatan dengan memperhatikan kondisi sistemik pasien (C3, P3, A3). Mampu menerapkan prinsipprinsip penatalaksanaan klinik dalam rangka membantu pasien menentukan pilihan perawatan yang sesuai dengan kebutuhannya (C4P2A2) 11.1.5 Mengembangkan rencana perawatan yang komprehensif dan rasional berdasarkan diagnosis (C3, P3, A3). 11.1.6 Menjelaskan temuan, diagnosis dan perawatan pilihan, ketidak nyamanan dan resiko perawatan untuk mendapat persetujuan melakukan perawatan ( C2, P2, A3). Menjelaskan tanggung jawab pasien, waktu yang dibutuhkan, langkah-langkah perawatan, dan perkiraan biaya perawatan (C2, P2, A3). 11.1.7 11.2 Menentukan rujukan yang sesuai 11.1.8 Bekerjasama dengan profesi lain untuk merencanakan perawatan yang akurat (C4, P3, A3). 11.2.1 Membuat surat rujukan kepada spesialis bidang lain terkait dengan penyakit/ kelainan pasien (C3, P3, A3). 11.2.2 Mampu melakukan rujukan kepada yang lebih kompeten sesuai dengan bidang terkait ( C3, P3, A3). Mampu memilih bidang profesi kesehatan terkait dalam penyelesaian masalah kesehatan gigi mulut pasien melalui tata cara yang benar (C3P2A2) Domain IV : Pemulihan Fungsi Sistem Stomatognatik Melakukan tindakan pemulihan fungsi sistem stomatognatik melalui penatalaksanaan klinik. Kompetensi Utama Kompetensi Penunjang 12. Pengelolaan Sakit dan Kecemasan (C4, P4, A4) 12.1 Mengendalikan rasa sakit dan 12.1.1 kecemasan pasien disertai sikap empati 12.1.2 12.1.3 13. Tindakan Medik Kedokteran Gigi (C4, P5, A4) 13.1 Melakukan perawatan konservasi 13.1.1 gigi sulung dan permanen yang sederhana 13.1.2 13.1.3 13.1.4 Kemampuan Dasar Meresepkan obat-obatan secara benar dan rasional (C3, P3, A3). Mengatasi rasa sakit, rasa takut dan ansietas dengan pendekatan farmakologik dan non farmakologik (C3, P3, A3). Menggunakan anastesi lokal untuk mengendalikan rasa sakit (control of pain) untuk prosedur restorasi dan bedah (C4, P4, A4). Mampu menerapkan pendekatan non farmakologis (manajemen prilaku) dan farmakologis (farmakodinamik dan kinetik) (C4P3A3) Mempersiapkan gigi yang akan di restorasi sesuai dengan indikasi anatomi, fungsi dan estetik (C3, P3, A3). Mengisolasi gigi geligi dari saliva dan bakteri (C3, P4, A3). Membuang jaringan karies dengan mempertahankan vitalitas pulpa pada gigi sulung dan permanen (C3, P4, A3). 1. Mampu melakukan restorasi/rehabilitasi bentuk, fungsi, dan estetik gigi yang mengalami kelainan, rusak atau hilangnya gigi pada model (C4P3A3) Memilih jenis restorasi pasca perawatan saluran akar yang sesuai dengan indikasinya (C3, P3, A4). 13.1.5 Membuat restorasi dengan bahan-bahan restorasi yang sesuai indikasi pada gigi sulung dan permanen (C4, P4, A4). 13.1.6 Mempertahankan vitalitas pulpa dengan obatobatan dan bahan kedokteran gigi pada gigi sulung dan permanen yang vital dan non vital (C3, P3, A3). Melakukan perawatan saluran akar pada gigi sulung dan pertmanen yang vital dan non vital (C3, P3, A3). Menindaklanjuti hasil perawatan saluran akar (C3, P3, A4). 13.1.7 13.1.8 13.2 Melakukan perawatan penyakit/ kelainan periodontal 13.2.1 13.2.2 13.2.3 13.2.4 13.3 Melakukan perawatan ortodonsia pada pasien anak dan dewasa 13.3.1 13.3.2 13.3.3 2. Mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bahan dan alat kedokteran gigi terkini dalam melakukan restorasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan sosial dan finansial pasien (C3P2A2) Melakukan perawatan awal penyakit kelainan periodontal (C4, P4, A4). Mengendalikan faktor etiologi sekunder pada kelainan periodontal (C3, P3, A3). Melakukan prosedur kuretase, flep operasi, dan ginggivektomi sederhana pada kasus kelainan periodontal dengan kerusakan tulang mencapai tidak lebih dari sepertiga akar bagian koronal (C3, P3, A3). Menindaklanjuti hasil perawatan dan pemeliharaan jaringan periodonsium (C3, P3, A3). 3. Mampu menjabarkan prinsip-prinsip bedah pada jaringan keras dan lunak dalam rongga mulut (C3P2A2) atau Mampu menjabarkan cara-cara serta prinsip-prinsip bedah rongga mulut di bidang kedokteran gigi secara lengkap dan jelas (C3P2A2) Melakukan pencegahan maloklusi dental(C3, P4, A3). Memastikan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil perawatan (C3, P4, A3). Melakukan perawatan maloklusi dental sederhana dengan menggunakan alat lepasan dan 4. Mampu menjabarkan penatalaksanaan lesi jaringan lunak mulut dengan pendekatan preventif, promotif, dan cekat (C3, P4, A4). 13.4 Melakukan perawatan bedah sederhana pada jaringan keras dan lunak mulut 13.4.1 13.4.2 13.4.3 13.4.4 13.5 Melakukan perawatan non bedah pada lesi jaringan lunak mulut 13.5.1 13.5.2 13.6 Melakukan perawatan kelainan sendi 13.6.1 temporomandibular dan oklusi dental 13.6.2 13.6.3 13.7 Melakukan perawatan postodontik pada pasien anak dan dewasa 13.7.1 13.7.2 Melakukan pencabutan gigi sulung dan permanen (C4, P5, A4). Melakukan bedah minor sederhana pada jaringan lunak dan keras (C4, P5, A4). Melakukan tindakan bedah preprostetik sederhana (C4,P5, A4). Menanggulangi komplikasi pasca bedah minor (C4, P5, A4). Mengelola lesi-lesi jaringan lunak mulut yang sederhana (C4, P4, A4). Memelihara kesehatan jaringan lunak mulut pada pasien dengan kompromis medik ringan (C4, P4, A4). Melakukan terapi kelainan oklusi dental yang sederhana (C3, P3, A3). Melakukan perawatan kelainan oklusi dengan coronoplasty (C4, P4, A4). Melakukan tahap awal perawatan TMJ non bedah kelainan sendi temporomandibular (C3, P3, A3). Melakukan perawatan kasus gigi tiruan cekat, gigi tiruan sebagian, gigi tiruan penuh sederhana (C3, A3, P3). Memilih gigi penyangga untuk pembuatan gigi tiruan tetap dan lepasan (C4, P3, A4). kuratif baik secara farmakologis dan non farmakologis (C3P2A2) 5. Mampu menjabarkan prinsip-prinsip kegawatdaruratan di bidang kedokteran gigi melalui pendekatan ABCD dan tindakan yang diperlukan (C3P2A2) 6. Mampu mengenal gangguan sendi temporomandibula dan merencanakan tindak lanjutnya (C2P2A2) 7. Mampu menjabarkan caracara dan metode perawatan maloklusi dental (C3P2A2) 13.8 Mengelola kegawatdaruratan di bidang kedokteran gigi 13.7.3 Menanggulangi masalah-masalah pasca pemasangan gigi tiruan (C3, P3, A3). 13.8.1 Mengelola kegawatdaruratan gigi dan mulut berbagai usia (C3, P3, A3). Mengelola kegawatdaruratan akibat penggunaan obat (C3, P3 A3). Mengelola kegawatdaruratan akibat trauma di rongga mulut pada pasien segala tingkatan usia (C3, P3, A3). 13.8.2 13.8.3 13.9 Bekerja dalam tim secara efektif dan efisien untuk mencapai kesehatan gigi dan mulut yang prima 13.8.4 Melakukan tindakan darurat medik kedokteran gigi (C3, P3, A3). 13.9.1 Bekerja dama secara terintegrasi diantara berbagai bidang ilmu kedokteran gigi dalam melakukan pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang prima ( C3, P3, A3). Melaksanakan kerjasama dalam tim secara profesional (C3, P3, A3). 13.9.2 13.9.3 Melakukan rujukan kepada sejawat yang lebih kompeten secara interdisiplin dan intradisiplin (C3, P3, A3). Domain V : Kesehatan Gigi dan Mulut Masyarakat Menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat menuju kesehatan gigi dan mulut yang prima. Kompetensi Utama Kompetensi Penunjang Kemampuan Dasar 14. Melakukan Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut Masyarakat (C4, P3, A4) 14.1 Mendiagnosis masalah kesehatan 14.1.1 Menilai Kesehatan Gigi dan mulut masyarakat gigi dan mulut masyarakat dengan menggunakan data hasil survei, data epidemiologi & evidence based dentistry (C4, P3, A3). 14.2 14.3 Melakukan upaya promotif dan preventif pada masyarakat Mengupayakan teknologi informasi untuk kepentingan pelayanan kesehatan masyarakat 14.1.2 Mengidentifikasi faktor risiko yang berkaitan dengan masalah kesehatan gigi dan mulut masyarakat (C1, P3, A3). 14.1.3 Merencanakan program kesehatan gigi dan mulut masyarakat berdasarkan prioritas masalah (C4, P3, A4). 14.2.1 Mengkomunikasikan program kesehatan gigi dan mulut masyarakat (C3, P3, A3). 14.2.2 Menerapkan stategi promotif dan preventif kesehatan gigi dan mulut masyarakat yang telah dilaksanakan (C4, P3, A3). 14.2.3 Menganalisis program kesehatan gigi dan mulut masyarakat yang telah dilaksanakan (C4, P3, A3). 14.3.1 Memahami penggunaan/ pemanfaatan teknologi informasi untuk program kesehatan gigi dan mulut masyarakat (C2, P2, A2). Meningkatkan derajat kesehatan gigi dan mulut masyarakat dan mencegah terjadinya penyakit melalui strategi pemberdayaan, advokasi, dan kerjasama kemitraan dengan berbagai lembaga dan health professional terkait (C4P2A3) 14.4 Bekerja dalam tim serta membuat jejaring kerja (networking) yang efektif dan efisien dalam usaha menuju kesehatan gigi dan mulut yang optimal 14.3.2 Memahami penggunaan teknologi informasi dan sumber belajar di bidang kesehatan gigi masyarakat (C2, P2, A2). 14.3.3 Memahami penggunaan teknologi informasi untuk pengumpulan dan pengolahan data di bidang kesehatan gigi masyarakat (C2, P2, A2). 14.4.1 Melakukan kerjasama dengan tenaga kesehatan dan masyarakat, dalam upaya mencapai kesehatan gigi dan mulut masyarakat yang optimal (C3, P3, A3). 14.4.2 Melaksanakan jejaring kerja dalam pelaksanaan program kesehatan gigi dan mulut masyarakat (C3, P3, A3). 14.4.3 Melakukan kerjasama dan jejaring kerja dengan masyarakat, dan instansi terkait dalam upaya pemberdayaan masyarakat (C3, P3, A3). 15. Manajemen Perilaku (C4, P3, A3) 15.1 Memahami konsep perilaku kesehatan individu, keluarga dan masyarakat di bidang kedokteran gigi 15.1.1 Mengidentifikasi perilaku kesehatan individu, keluarga, dan masyarakat di bidang kesehatan gigi dan mulut (C1, P3, A3). 15.1.2 Memotivasi perilaku hidup sehat individu, keluarga dan masyarakat di bidang kesehatan ggi dan mulut (C3, P3, A3). 15.1.3 Menerapkan metoda pendekatan untuk mengubah perilaku kesehatan gigi dan mulut individu serta masyarakat (C3, P3, A3). 15.1.4 Membuat penilaian perubahan perilaku kesehatan gigi dan mulut individu serta masyarakat (C4, P3, A3). Mampu menjabarkan upaya mengubah kebiasaan masyarakat dari berorientasi kuratif menjadi preventif (C2, P3, A3). 15.1.5 Mampu melakukan manajemen perilaku, manajemen data, serta surveilance epidemiology dengan rekam medik yang terstandar (C2P2A2) Domain VI : Manajemen Praktik Kedokteran Gigi Menerapkan fungsi manajemen dalam menjalankan praktik KG. Kompetensi Utama Kompetensi Penunjang 16. Manajemen Praktik dan Lingkungan Kerja (C3, P3,A3) 16.1 Menata manajemen praktik serta 16.1.1 Memahami manajemen praktik dan tatalaksana tatalaksana lingkungan kerja praktik sesuai standar pelayanan kedokteran gigi kedokteran gigi (C2, P3, A3). 16.2 Menata lingkungan kerja kedokteran gigi secara ergonomik dan prinsip keselamatan kerja 16.1.2 Membuat perencanaan praktek kedokteran gigi yang efektif dan efisien (C3, P3, A3). 16.1.3 Menjelaskan pengorganisasian dalam menjalankan praktek (C2, P3, A3). 16.2.1 Mengkomunikasikan program kesehatan gigi dan mulut masyarakat (C3, P3, A3). 16.2.2 Menerapkan stategi promotif dan preventif kesehatan gigi dan mulut masyarakat yang telah dilaksanakan (C4, P3, A3). 16.2.3 16.3 Menerapkan prinsip dasar pengelolaan praktik dan hubungannya dengan aspek sosial 16.3.1 16.3.2 Menganalisis program kesehatan gigi dan mulut masyarakat yang telah dilaksanakan (C4, P3, A3). Melakukan prosedur perawatan gigi yang tepat bersama-sama dengan tenaga medis lainnya (C3, P3, A3). Melakukan komunikasi secara efektif dan bertanggung jawab secara lisan maupun tulisan dengan tenaga kesehatan, pasien dan masyarakat (C3, P3, A3). Kemampuan Dasar Mampu menjelaskan prinsipprinsip dasar pengelolaan praktek sesuai dengan peran dan fungsi profesional dokter gigi di berbagai tatanan pelayanan kesehatan gigi dan mulut mengacu pada MDG’s dan konsep Green Dentistry (C2P2A2) Mampu menerapkan prinsipprinsip/konsep dokter gigi keluarga dalam upaya meningkatkan kualitas kesehatan gigi mulut masyarakat (C4P2A2) JENIS TINDAKAN SERTA JUMLAH KASUS Upaya untuk meraih kompetensi sesuai dengan ketetapan standar harus dilengkapi dengan gambaran aktivitas pembelajaran klinik. Gambaran tersebut sangat penting dan diwakili oleh jenis tindakan dan jumlah kasus agar perilaku praktik yang diharapkan dari lulusan dokter gigi baru menjadi terukur dan dapat dipertanggungjawabkan bukan saja oleh dokter gigi itu sendiri, tetapi oleh pemerintah, dalam hal ini institusi pendidikan profesi dokter gigi beserta stakeholders. Perilaku dimaksud didapat dari latihan-latihan menyelesaikan sejumlah tindakan medik gigi di klinik selama proses pendidikan berlangsung. Tentunya penilaian pencapaian kompetensi perlu disandingkan dengan daftar tilik tindakan klinik kasus tertentu. Selanjutnya rincian tentang hal tersebut di atas diilustrasikan dalam tabel-tabel di bawah ini. NO. 1. 2. MATERI REQUIREMENT KLINIK ILMU PENYAKIT MULUT 1. Test 2. Pemeriksaan & Diagnosis 3. Diskusi kasus 4. Seminar kasus 5. Perawatan kasus 6. Kasus khusus (cheilitis, stomatitis,herpes ,candidiasis dll)wajib didapatkan/informative 7. Kelainan oral pd penderita kasus penyakit sistemik 8. Halitosis 9. Kelainan Oral Geriatri BEDAH MULUT 1. Test 2. Ekstraksi 3. Odontektomi impaksi ringan 4. Alveolektomi 5. Ekstraksi open method 6. Diskusi kasus 7. Insisi 8. Eksisi 9. Operkulektomi 10. Asisten operasi 11. Reposisi TMJ 12. Kegawat daruratan 13. Penegakan infeksi tumor jinak,kista,kangker 14. Penanganan komplikasi exodonsi dan anastesi local (dry socket,shock dll 15. Penanganan fraktur alveolus,gigi avulse,luksasi,akibat trauma dg fiksasi essig (bIsa dg model) 16. Melakukan suturing 17. Kewaspadaan universal (aseptic) 3. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. ILMU KEDOKTERAN GIGI ANAK Test Pemeriksaan lengkap dan diagnosis Fissure sealant Topikal aplikasi fluor Tumpatan kelas I amalgam Tumpatan kelas II amalgam Tumpatan SIK Tumpatan SSC/PCC desidui Pulpektomi gigi desidui Ekstraksi gigi desidui CE Ekstraksi gigi desidui INF Ekstraksi gigi desidui Blok Space maintainer Dental health education (DHE) Pengelolaan tingkah laku anak Perawatan gigi non vital 4. KONSERVASI 1. Test 2. Tumpatan amalgam I-II 3. Tumpatan Komposit I,II,IV,VI 4. Tumpatan SIK V 5. Tumpatan Inlay/Onlay 6. Jacket Crown 7. Pulpa Capping Direct/Indirect 8. Pulpektomi 9. Mahkota pasak 10. PSA akar tunggal atau multi 11. Desensitisasi 5 PERIODONSIA 1. Test 2. Diagnosis periodonsi 3. Scalling & polishing manual/ ultrasonik 4. Kuretase/Operkulektomi 5. Oklusal adjusment 6. Diskusi kasus 7. Gingivektomi 8. Asisten operasi 9. Bedah periodonsi mandiri 10. Splinting pada pasien / model 11. Bedah flap periodontal 12. Terapi hipersensitip dentin 13. Penanganan kasus pada hiperplastik gingival 6. PROSTODONSIA 1. Test 2. Gigi tiruan cekat 3. Gigi tiruan lepas 4. Gigi tiruan penuh 5. Mahkota pasak dan Jacket crown 6. Reparasi gigi tiruan lepasan 7. Relining dan rebasing 7. ORTODONSIA 1. Test 2. Pemeriksaan dan Diagnosis Ortodonsia 3. Diskusi kasus 4. Rawat pasien baru (sederhana) 5. Rawat pasien lama 8. RADIOLOGI 1. Test 2. Intra Oral Periapikal 3. Intra Orat Bite Wing 4. Ekstra Oral Panoramik 5. Ekstra Oral Sefalometrik 6. Prosesing radiograf 7. Interpretasi radiograf 8. Diskusi kasus radiograf 9. Kedokteran gigi forensik 9. KESEHATAN GIGI MASYARAKAT 1. Test 2. Skenario penyuluhan boneka 3. Penyuluhan masyarakat 4. Survey masalah kesehatan gigi masyarakat 5. Praktikum di Puskesmas/RSU/ RSGMP 6. Praktikum UKGS/UKGM 7. Diskusi kasus masyarakat 8. Kerumahsakitan (stase IPD,Anastesi,UGD) 9. Sistem rujukan /administrasi rekam medis METODE PEMBELAJARAN PADA TAHAP PROFESI 1. DEPARTEMENTAL BASE ; A. Tahapan pembelajaran dengan sistem siklus pada tiap-tiap bagian/departemen. B. Masing-masing bagian menerbitkan buku kegiatan klinik C. Dosen klinik membimbing mahasiswa pada pasien dalam satu kasus sesuai spesialisasinya 2. INTEGRASI : A. Pelaksanaan pembelajaran berdasarkan kasus pasien yang dijumpai dan ditangani pada saat itu. B. Buku kegiatan klinik sudah dijadikan satu selama periode profesi C. Dosen klinik membimbing mahasiswa pada satu pasien dengan kasus utama dikaitkan dengan bidang atau departemen lainya TINDAK LANJUT 1. Breakdown level of competence,baik itu kompetensi knowledge atau skills (daftar tilik kompentensi), Dengan adanya pembobotan pada masing-masing kasus. 2. Setiap bagian atau departemen memberikan logbook (buku kegiatan) tingkat kompetensi masing kegiatan klinik 3. Metode pembelajaran departemen base atau integrasi BAB V RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT SEBAGAI WAHANA PENYELENGGARAAN TAHAP PROFESI PENDIDIKAN KEDOKTERAN GIGI 5.1 Keberadaan RSGM di Indonesia Sejarah mengenai rumah sakit sebagai wahana penyelenggaraan pendidikan dokter gigi di Indonesia, diawali sekitar Dekan tahun 1999 melalui pembicaraan para Fakultas Kedokteran Gigi se Indonesia yang tergabung dalam Asosiasi Fakultas Kedokteran Gigi se Indonesia (AFDOKGI). Pada saat itu diusulkan perlu adanya suatu Rumah Sakit Gigi Mulut (RSGM) sebagai tempat pembelajaran klinik pendidikan dokter gigi dan dokter gigi spesialis. Melalui proses panjang, pada akhirnya terbitlah SK Menteri Kesehatan RI yang pertama untuk RSGM no. HK.00.05.1.4.2492.A tertanggal 27 Juni 2002 yang ditandatangani oleh Direktur Jendral Pelayanan Medik a.n Menkes RI tentang ijin sementara lahirnya RSGM. Kemudian menyusul berbagai SK antara lain: Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1625/Menkes/SK/XII/2005 tertanggal 2 Desember 2005 tentang pemberian izin tetap penyelenggaraan Rumah Sakit Gigi dan Mulut sebagai tempat pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi. Kemudian berlanjut berbagai SK yang berkaitan dengan RSGM sebagai tempat penyelenggaraan pendidikan. Dengan keluarnya SK tentang RSGM sebagai tempat penyelenggaraan pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi, maka Klinik Kerja Mahasiswa milik Fakultas Kedokteran Gigi yang saat itu digunakan sebagai tempat praktek klinik perlu melakukan penyesuaian. Pemenuhan persyaratan sesuai Permenkes 1173/2003 tentang Rumah Sakit Gigi dan Mulut serta Permenkes 340/2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit Khusus, secara bertahap dan terus menerus dilakukan sampai saat ini. Sebagai gambaran, perkembangan RSGM di luar negeri yang digunakan sebagai wahana penyelenggaraan pendidikan dokter gigi dan dokter gigi spesialis, dapat terlihat di beberapa institusi pendidikan di manca negara dalam bentuk dental hospital, antara lain : 1. Tokyo Medical and Dental University Hospital, memiliki dental hospital dan medical hospital yang terpisah, tetapi saling mengisi dan melengkapi dalam pelayanan kesehatan gigi dan mulut kepada masyarakat 2. Prince Phillips Dental Hospital milik Hongkong University, memiliki dental hospital yang melekat erat dengan institusi pendidikan kedokteran gigi 3. Seoul National University Dental Hospital merupakan satu kesatuan dengan institusi pendidikan kedokteran gigi 4. Mahidol University Dental Hospital merupakan wahana pendidikan klinik bagi calon dokter gigi dan dokter gigi spesialis 5. Royal Dental Hospital of Melbourne Australia merupakan rumah sakit pemerintah dengan fasilitas pendidikan yang bekerja sama dengan University of Melbourne, MRIT University dan Laterobe University 6. Birmingham Dental Hospital di UK merupakan bagian dari School of Dentistry University of Birmingham 7. George – August Goettingen University Hospital for Oral and Maxillofacial Surgery 8. The Beijing Stomatological Hospital yang merupakan bagian dari Capital Medical University School of Stomatology Dengan mengacu pada perkembangan RSGM di luar negeri, serta adanya tuntutan globalisasi yang menerapkan sistem perdagangan bebas, maka selayaknya Indonesia yang mempunyai masalah penyakit/kelainan gigi dan mulut yang kompleks (Riskesdas, 2007), maka sangat diperlukan wahana yang serupa yaitu Rumah Sakit Gigi dan Mulut. Dari 26 Institusi Pendidikan Kedokteran Gigi di Indonesia terdapat 13 institusi pendidikan yang sudah berbentuk Fakultas dan memiliki RSGM sebagai wahana pembelajaran, pendidikan dan penelitian bagi profesi tenaga kesehatan kedokteran gigi dan tenaga kesehatan lainnya, dan terikat melalui kerjasama dengan fakultas kedokteran gigi. Jumlah peserta didik tahap profesi sebanyak lebih kurang 4506 orang. Institusi pendidikan kedokteran gigi lainnya berjumlah 12, merupakan Fakultas/Program Studi yang masih berada dalam tahap pendirian RSGM dalam mempersiapkan wahana penyelenggaraan pendidikan tahap profesi. Tujuan utama pendirian RSGM ini mempunyai latar belakang unik, karena diawali sebagai sarana pendidikan bagi peserta didik tahap profesi dan/ spesialis yang kemudian sekaligus merupakan sarana pelayanan kesehatan gigi dan mulut bagi masyarakat. Tabel 5.1. RSGM sebagai Wahana Pendidikan Kedokteran Gigi di Indonesia yang berijin No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 RSGM RSGM Universitas Sumatera Utara * RSGM Universitas Indonesia* RSGM Universitas Trisakti* RSGM Universitas Prof Dr Moestopo (B) RSGM Universitas Padjadjaran * RSGM Universitas Airlangga * RSGM Universitas Hang Tuah RSGM Universitas Jember RSGM Universitas Muhammadyah Yogyakarta RSGM Universitas Gadjah Mada* RSGM Universitas Hasanuddin* RSGM Universitas Mahasaraswati RSGM Universitas Baiturahmah LOKASI PROPINSI Medan Jakarta Jakarta Jakarta Bandung Surabaya Surabaya Jember Sumatera Utara DKI Jakarta DKI Jakarta DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Timur Jawa Timur Jawa Timur Yogyakarta DI Yogyakarta Yogyakarta Makassar Denpasar Padang DI Yogyakarta Sulawesi Selatan Bali Sumatera Barat *RSGM yang menyelenggarakan Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Standar bagi sebuah rumah sakit yang diterbitkan Departemen Kesehatan adalah standar bagi RS Pendidikan yang diterbitkan tahun 2005. Sampai saat ini, masih belum diterbitkan standar khusus bagi RSGM Pendidikan. Hal ini dapat dipahami, karena keberadaan RSGM sebagai wahana penyelenggaraan pendidikan dokter gigi dan dokter gigi spesialis di Indonesia masih baru dikenal dibandingkan dengan RS Pendidikan bagi pendidikan dokter/ dokter spesialis. 5.2 RSGM Sebagai Wahana Pendidikan Profesi Kedokteran Gigi Keunikan pendidikan profesi kedokteran gigi adalah bahwa para peserta didik perlu dibekali dengan ketrampilan motorik khusus, yang diawali di tahap akademik, pada phantom; yang kemudian di tingkat profesi dilakukan tindakan perawatan pada berbagai ragam variasi kasus yang tersedia di sebuah RSGM secara langsung („hands on’) pada pasien. Tahap pendidikan klinik yang dilakukan peserta didik tingkat profesi meliputi pemeriksaan ekstra dan intra oral, diagnosis, menentukan rencana perawatan serta melakukan berbagai tindakan perawatan pada pasien terhadap bermacam-macam kasus penyakit/kelainan gigi dan mulut yang dipersyaratkan; meliputi ilmu Konservasi Gigi, Bedah Mulut, Kedokteran Gigi Anak, Periodontik, Ortodontik, Penyakit Mulut, Prostodontik dan Radiologi Kedokteran Gigi. Keunikan dalam proses pendidikan dokter gigi dan dokter gigi spesialis, peserta didik juga menjalankan fungsi pelayanan di RSGMP, maka perlu dilakukan pengawasan ketat oleh para pendidik klinik melalui pelaksanaan chair side teaching. Setiap tindakan pelayanan yang dilakukan harus mengacu pada standar prosedur operasional di RSGM, agar keselamatan pasien dapat tetap terjamin. Keunikan lain dari RSGM sebagai wahana pendidikan kedokteran gigi yaitu adanya kebutuhan peserta didik terhadap sejumlah besar dental chair unit sebagai sarana utama untuk melakukan pelayanan rawat jalan kesehatan gigi mulut. Sedangkan kebutuhan tempat tidur sebagai sarana pelayanan rawat inap hanya dibutuhkan sedikit. Pelayanan rawat inap umumnya dibutuhkan hanya untuk kasus one day care serta pra dan pasca tindakan bedah (fraktur rahang, tumor, trauma, kelainan maksilofasial, dll). Pelayanan kegawatdaruratan di bidang kedokteran gigi umumnya mempunyai kekhususan mencakup diagnosis dan tindakan terhadap semua pasien yang memerlukan perawatan gigi dan mulut yang tidak direncanakan dan mendadak seperti penanggulangan nyeri pada beberapa kasus infeksi mengenai sistem stomatognatik, perdarahan pasca ekstraksi, fraktur pad gigi anterior, avulsi, luksasi atau konkusi. Sedangkan pelayanan „kegawatan‟ yaitu tindakan terhadap penyakit atau cedera stomatognatik akut untuk menekan angka kesakitan, kecacatan dan kematian pasien. Para peserta didik perlu dibekali pengetahuan dan pengenalan yang memadai tentang cedera dan penyakit gigi dan mulut akut, agar mampu mengenali beberapa tindakan segera pada kasus kegawatdaruratan kedokteran gigi, serta stabilisasi (Basic Life Support /Advance Traumatic Life Support ) yang dilakukan oleh para dokter/dokter gigi yang sudah mempunyai kualifikasi Pelatihan Kegawatdaruratan (PGD). Daya tampung serta jumlah sarana prasarana yang dimiliki RSGM sebagai wahana pendidikan profesi kedokteran gigi, harus sesuai dengan jumlah peserta didik yang akan menjalani proses pendidikan disana. Disamping itu, standar fasilitas RSGM yang dimiliki sebuah institusi pendidikan kedokteran gigi harus sesuai dengan metode pembelajaran klinik yang digunakan. Kesesuaian jumlah dan jenis sarana prasarana dengan jumlah peserta didik serta metode pembelajaran klinik yang digunakan, perlu dievaluasi setiap tahun agar kompetensi yang akan dicapai dan waktu studi peserta didik dapat ditempuh secara tepat waktu. 5.3 Kondisi RSGM Sebagai Wahana Pendidikan Kedokteran Gigi Saat Ini Di era desentralisasi yang telah memasuki era globalisasi, pelayanan kesehatan gigi dituntut untuk mengutamakan mutu serta keselamatan pasien. Mutu pelayanan kesehatan gigi dan mulut serta keselamatan pasien di RSGM ditentukan oleh beberapa faktor seperti SDM, sarana prasarana serta sistem penjaminan mutu pelayanan. Peningkatan mutu lulusan dokter gigi pada gilirannya diharapkan akan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan gigi dan mulut. Hal ini sejalan dengan perkembangan kebijakan pendidikan tinggi yang mementingkan peningkatan mutu dan akuntabilitas pendidikan tinggi dan program studi sesuai standar pendidikan. Pada tahun 2006 Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) telah mensahkan standar pendidikan dokter gigi yang dipergunakan oleh seluruh institusi pendidikan kedokteran gigi Indonesia, dan salah satunya adalah keberadaan Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan sebagai wahana pendidikan tahap profesi. Rasio ideal antara fasilitas dental chair unit dan peserta didik di RSGM adalah 1: 2, dengan asumsi bahwa jika jam kerja adalah 8-10 jam/ hari, maka 1 dental chair unit yang digunakan untuk 2 peserta didik setiap harinya, akan menyediakan alokasi waktu kerja yang memenuhi ketentuan SKS (1 SKS Klinik setara dengan 4 jam kegiatan praktikum). Pemenuhan rasio ideal di beberapa RSGM yang digunakan sebagai wahana penyelenggaraan pendidikan kedokteran gigi dan dokter gigi spesialis, masih belum dapat dipenuhi (lihat tabel 5.2 dan 5.3). Saat ini terdapat kecenderungan bahwa penerimaan calon peserta didik melebihi fasilitas dental chair unit yang tersedia, sehingga rata-rata kelulusan peserta didik tahap profesi tepat waktu hanya sekitar 10%. Akibat hal tersebut diatas menyebabkan jumlah peserta didik tahap profesi setiap tahun di RSGM akan terus bertambah secara kumulatif, sehingga rasio ideal makin lama makin jauh dari angka rasio ideal. Pihak RSGM bersama dengan pimpinan Institusi Pendidikan Kedokteran Gigi perlu menetapkan kebijakan bersama tentang daya tampung peserta didik. Daya tampung ini didasari pada rasio ideal kecukupan fasilitas dental chair unit. Pelaksaan ketentuan ini perlu diatur dan diawasi pelaksanaannya sehingga setiap pelanggaran dapat dikenai sanksi bagi Institusi Pendidikan Kedokteran Gigi maupun RSGM Pendidikan. Tabel 5.2. Rasio Dental Chair Unit terhadap peserta didik di RSGM (2011) RSGM Pendidikan Jumlah Mahasiswa Profesi Jumlah DCU RSGM Pendidikan Jumlah Mahasis wa Profesi Jumlah DCU 1 Universitas Sumatera Utara 302 124 9 UMJ 148 84 2 Universitas Baiturahmah 333 100 10 Unair 230 187 3 Universitas Sriwijaya 124 17 11 UHT 112 78 4 Universitas Indonesia 202 160 12 Jember 281 128 5 Universitas Trisakti 889 151 13 Unhas 385 114 6 Universitas Moestopo (B) 440 90 14 325 68 4630 1705 7 Unpad 501 244 8 UGM 358 160 Universitas Mahasaraswati Total Tabel 5.3 Rasio Dental Chair Unit PPDGS di RSGM (2011) No RSGM Jumlah DCU BM Kons KGA Prost Orto Perio 15 10 OM Total 1* 64 1* 45 - 15 Jumlah Peserta Rasio o 1 UI 2 USAKTI 3 UNPAD 4 UGM 5 UNAIR 6 UNHAS 7 USU 4* 2* 14 6 8 12 7 7 - 3 10 14 6 - 3 5 191 6 6 3 *) ditambah Sarana Dental Chair Unit di RS Jejaring 5.4. Peranan RSGM dalam Menanggulangi Kelainan/ Penyakit Gigi dan Mulut di Indonesia Menurut laporan Riset Kesehatan Dasar 2007, ditemukan bahwa karies gigi diderita oleh kurang lebih 72,1% penduduk Indonesia. Beberapa penelitian telah menunjang data bahwa penyakit periodontal mempunyai korelasi dengan kondisi berat badan bayi rendah, bahkan beberapa penyakit sistemik dapat dideteksi melalui manifestasi di dalam mulut. Lebih lanjut, menurut riset internal yang dilakukan Unilever pada 2007, hanya 5,5 persen masyarakat Indonesia yang memeriksakan kesehatan gigi secara teratur ke dokter gigi. Keadaan ini merupakan refleksi masih minimnya pelayanan kesehatan gigi yang dapat dijangkau oleh masyarakat. Jumlah kendaraan bermotor di Indonesia terutama di kota-kota, makin lama makin meningkat dengan konsekuensi bertambahnya kecelakaan lalu lintas. Dari data yang dilaporkan oleh berbagai instalasi gawat darurat, ternyata insidensi cidera daerah kepala dan leher cukup tinggi. Penanggulangan trauma di daerah mulut dan maksilofasial secara paripurna merupakan salah satu aspek dari trauma kepala dan leher yang perlu mendapat perhatian. Lima propinsi dengan prevalensi masalah gigi-mulut tertinggi di Indonesia, adalah: Gorontalo (33,1%), Sulawesi Tengah (31,2%), DI. Aceh (30,5%), Sulawesi Utara (29,8%) dan Kalimantan Selatan (29,2%). Propinsi dengan prevalensi gigi- mulut terendah adalah Sumatera Utara (16,7%), Sumatera Selatan (17,0%), Lampung (18,1%), Kepulauan Riau (19,0%) dan Kepulauan Bangka Belitung (19,4%). Dari yang mengalami masalah gigi-mulut, propinsi dengan persentase yang menerima perawatan/pengobatan gigi dari tenaga kesehatan gigi tertinggi di Nanggroe Aceh Darussalam (44,5%) dan terendah di Maluku Utara (19,9%). Meskipun prevalensi penduduk yang mengalami hilang seluruh gigi asli terlihat relatif kecil 1,6%, namun terlihat tinggi di Sulawesi Selatan (4,0%) dan Bangka Belitung (3,2%). Peranan RSGM sebagai wahana pendidikan profesi kedokteran gigi telah memberikan pelayanan kesehatan gigi mulut dengan tarif terjangkau. Hal ini dapat terlihat dari 13 RSGM di Indonesia pada tahun 2011 kunjungan pasien sebanyak 417.477. Disamping itu RSGM telah menghasilkan dokter gigi dan dokter gigi spesialis yang berkualitas dan profesional, yang sangat potensial dalam ikut menurunkan angka kesakitan gigi dan mulut di Indonesia. Hal ini perlu ditunjang oleh penempatan dokter gigi dan dokter gigi spesialis yang dihasilkan secara merata di seluruh Indonesia. Banyak hal yang dapat dipetik dari proses pembelajaran dokter gigi dan dokter gigi spesialis, yang sudah berjalan sampai saat ini di RSGM yakni: - Masyarakat luas dapat menikmati pelayanan holistic yang bermutu dengan tarif terjangkau di RSGM sebagai wahana pendidikan profesi kedokteran gigi, terhadap penyakit/kelainan stomatognatik 8 (delapan) bidang ilmu kedokteran gigi - Banyaknya variasi kasus di RSGM memungkinkan peserta didik memperoleh pengalaman klinik melalui chair side teaching (bimbingan dan pengawasan tenaga pendidik klinik yang ketat) dalam menanggulangi penyakit/kelainan stomatognatik, sehingga kompetensi lulusan berbagai dapat tercapai - Tenaga pendidik klinik di RSGM sebagai wahana pendidikan profesi kedokteran gigi, selain dokter gigi yang berpengalaman sebagai pendidik perlu memiliki kualifikasi dokter gigi spesialis maupun subspesialis dari berbagai bidang kedokteran gigi. - RSGM secara tidak langsung telah berperan sebagai pusat rujukan di bidang pelayanan kesehatan gigi dan mulut, karena secara nyata telah menampung rujukan dari sarana pelayanan kesehatan primer dan sekunder. - Membantu program pemerintah menuju Indonesia Sehat pada tahun 2025 dalam skala besar melalui pelayanan kesehatan gigi dan mulut - Kerjasama RSGM dengan RS serta berbagai institusi kesehatan lainnya, dapat memberi peluang bagi peserta didik untuk mampu membangun kerjasama interprofesional dalam tim kesehatan - Menjadi tempat pembelajaran di bidang organisasi dan manajemen RSGM - Memberikan nilai tambah dalam beberapa aspek pendidikan, khususnya penelitian dalam pengembangan ilmu kedokteran gigi Prediksi dalam 5 tahun ke depan jika telah berdiri 26 RSGM sebagai wahana pendidikan profesi kedokteran gigi /RS Pendidikan di 26 Fakultas /Program Studi Kedokteran Gigi, diperkirakan jumlah kunjungan dapat meningkat menjadi 1-2 juta/tahun. Keberadaan RSGM sebagai wahana pendidikan profesi kedokteran gigi, seharusnya dipandang sebagai suatu investasi sarana dan SDM yang sangat potensial dalam membantu program Kementrian Kesehatan di bidang kesehatan gigi dan mulut. Disamping itu akan menjadi sumber data untuk program pemerintah dalam menyusun perencanaan di bidang kedokteran gigi 5.5. Sumber Daya Manusia di RSGM Pelayanan kesehatan gigi dan mulut di Instalasi Gawat Darurat, Rawat Jalan dan Rawat Inap yang diberikan oleh sejumlah tenaga kesehatan di RSGM harus terselenggara dengan baik dan aman. Masyarakat harus dapat memperoleh pelayanan kesehatan gigi dan mulut dasar, spesialistik dan subspesialistik baik yang diberikan oleh para peserta didik (co-ass dan residen) maupun oleh dokter gigi dan dokter gigi spesialis. Sebuah RSGM seyogyanya ditunjang oleh berbagai kualifikasi tenaga kesehatan yang dipersyaratkan oleh Kementrian Kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat di sebuah rumah sakit khusus seperti dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dokter gigi spesialis, perawat, perawat gigi, laboran teknik gigi, penata roentgen, analis, penata rekam medik, penata sanitasi lingkungan dll. Demi terselenggaranya metode chair side teaching di RSGM, maka kecukupan tenaga pendidik klinik harus sebanding dengan jumlah peserta didik tahap profesi yang ikut memberikan pelayanan di RSGM. Standar rasio tenaga pendidik klinik dan peserta didik di RSGM telah ditetapkan BAN PT sebesar 1: 5 , agar melalui metode chair side teaching setiap tindakan yang dilakukan peserta didik sesuai dengan tujuan pencapaian kompetensi pendidikan dokter gigi dan dokter gigi spesilais, serta menjamin patient safety . Masalah yang muncul di lapangan adalah belum tertampungnya beberapa hal menyangkut standar Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan serta standar mutu pendidik klinik dalam peraturan yang ada. Adapun dasar hukum terkait antara lain adalah UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional serta UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit dan Permenkes 340/X/2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit Khusus. Perlu ada sinkronisasi peraturan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (DIKTI) dan Kementrian Kesehatan agar standar serta akreditasi rumah sakit pendidikan dokter gigi dapat diselaraskan. 5.6 RSGM di Masa Mendatang Saat ini telah terdapat 26 institusi pendidikan kedokteran gigi, yang menurut ketentuan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia (2006) diwajibkan mempunyai RS dan/atau RSGM Pendidikan sebagai wahana penyelenggaraan program profesi. Sebagai akibat pemenuhan ketentuan ini, maka pada tahun 2014 diharapkan akan berdiri 26 RSGM di seluruh Indonesia, seperti terlihat pada tabel 5.4. Tabel 5.4. Harapan Keberadaan RSGM di Indonesia tahun 2014 No RSGM Pendidikan Kota Propinsi 1 Univ. Syah Kuala Banda Aceh DI Aceh 2 Univ. Sumatera Utara Medan, Sumatera Utara 3 Univ.Prima Indonesia Medan, Sumut Sumatera Utara 4 Univ. Andalas Padang, Sumbar Sumatera Barat 5 Univ. Baiturahmah Padang, Sumbar Sumatera Barat 6 Univ. Sriwijaya Palembang,Sumsel Sumatera Selatan 7 Univ. Indonesia Jakarta, DKI Daerah Khusus Ibu Kota 8 Univ. Trisakti Jakarta, DKI Daerah Khusus Ibu Kota 9 Univ. Moestopo Jakarta,DKI Daerah Khusus Ibu Kota 10 Univ. Padjadjaran Bandung Jawa Barat 11 Univ. Kristen Maranatha Bandung Jawa Barat 12 Univ. Jend.A.Yani Cimahi Jawa Barat 13 Univ. Gajah Mada DI Yogyakarta Jawa Tengah 14 Univ.Muhamadyah DI Yogyakarta Jawa Tengah 15 Univ. Jend Soedirman Purwekorto Jawa Tengah 16 Univ.Islam Sultan Agung Semarang Jawa Tengah 17 Univ. Muhamadyah Surakarta Jawa Tengah 18 IIK Bhakti Wyata Kediri Jawa Timur 19 Univ. Brawijaya Malang Jawa Timur 20 Univ. Airlangga Surabaya Jawa Timur 21 Univ. Hang Tuah Surabaya Jawa Timur 22 Univ. Jember Jember Jawa Timur 23 Univ. Mahasaraswati Denpasar Bali 24 Univ. Lambung Mangkurat Banjarmasin Kalimantan Timur 25 Univ. Sam Ratulangi Manado Sulawesi Utara 26 Univ. Hasanuddin Makasar Sulawesi Selatan Keberadaan sejumlah RSGM Pendidikan seyogyanya merupakan suatu hal yang positif, jika ditinjau dari ketersediaan sarana pelayanan kesehatan yang dapat memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang bermutu bagi masyarakat dengan harga yang terjangkau. 5.7 Peran Serta RSGM Dalam Mendukung Tridharma Perguruan Tinggi RSGM sebagai wahana pendidikan kedokteran gigi selain berfungsi di bidang pendidikan, juga memberikan fungsi pelayanan kesehatan gigi dan mulut serta penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. RSGM telah menanggulangi berbagai kasus-kasus penyakit dan kelainan gigi dan mulut, yang pada akhirnya membantu meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan gigi dan mulut, meningkatkan kualitas hidup masyarakat, serta menunjang Tridharma Perguruan Tinggi antara lain: a. Penanggulangan karies gigi dan penyakit periodontal yang merupakan gangguan pada 63% populasi Indonesia atau lebih kurang 138 juta populasi (Riskesdas, 2007) b. Penanggulangan halitosis (bau mulut) dengan beberapa penelitian yang dilakukan di beberapa FKG di Indonesia c. Pendeteksian dini serta penanggulangan terpadu kanker mulut akibat penggunaan tembakau yang saat ini sudah mencapai 1,6% dari populasi yang ada di Indonesia. d. Penelitian penggantian tulang rahang yang telah memperoleh paten nasional dan internasional telah ditemukan para dosen FKG e. Berperan serta dalam melakukan identifikasi kasus kecelakaan pesawat terbang di Bandara Adisutjipto, bom Bali, Tsunami, dan korban Wedus gembel (awan panas) gunung Merapi, Prop. DIY. f. Turut menangani bencana alam gempa bumi di Yogyakarta, NAD, dan gempa di Sumatra Barat. g. Penanganan kasus bedah rahang/sendi rahang pada kasus tumor dan kasus trauma akibat kecelakaan lalu lintas yang semakin hari semakin meningkat h. Rehabilitasi celah bibir dan celah langit-langit baik bilateral maupun unilateral i. Penanggulangan kasus-kasus kecacatan muka dan maloklusi j. Menangani kasus-kasus berkebutuhan khusus (special care dentistry) pada pasien kompromistis, anxiety, pra radiotherapy di daerah maksilofasial k. Menanggulangi kasus-kasus gangguan bicara yang berhubungan dengan gangguan stomatognatik l. Pengembangan implant gigi, sekaligus penelitian implant Penyelenggaraan pengabdian kepada masyarakat dapat dilakukan di RSGM sebagai wahana pendidikan kedokteran gigi maupun dilakukan di luar lingkungan RSGM, dengan memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut secara gratis kepada masyarakat. Bentuk pengabdian kepada masyarakat dapat berupa edukasi tentang pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut dan aplikasi fluor serta fissure sealant sebagai upaya preventif dan promotif, maupun penanggulangan terhadap beberapa penyakit/kelainan gigi dan mulut sebagai upaya kuratif seperti pencabutan, penambalan dan pembersihan karang gigi serta pemberian medikamentosa. Pengabdian kepada masyarakat merupakan kegiatan yang secara rutin dilakukan oleh institusi pendidikan bersama RSGM dan organisasi profesi PDGI, maupun melalui kerjasama dengan perusahaan swasta dalam melaksanakan company social responsibility (CSR). Dalam sebuah pengabdian masyarakat yang dikenal sebagai Bulan Kesehatan Nasional 2011, yang dilakukan secara serentak di seluruh RSGM yang ada di Indonesia selama rata-rata 3 hari, telah dlakukan perawatan gratis bagi kurang lebih 30.000 pasien 5.8 Standarisasi, Akreditasi dan Perijinan RSGMP 5.8.1 Standarisasi Konsep proses pembelajaran untuk para dokter gigi dan dokter gigi spesialis, pada dasarnya harus diselenggarakan di tempat yang mempunyai standar yang baik; sehingga diperlukan instrumen untuk menilai apakah sebuah lembaga pendidikan telah memenuhi standar. Instrumen antara lain memuat visi, misi, tujuan, sumber daya manusia, sarana dan prasarana serta administrasi dan manajemen. Rumah sakit termasuk rumah sakit khusus dalam hal ini RSGM Pendidikan merupakan sebuah sarana pelayanan kesehatan mulai dari tingkat dasar sampai dengan spesialistik, yang sekaligus merupakan sarana pendidikan bagi dokter gigi dan dokter gigi spesialis, sehingga perlu memenuhi persyaratan sebagai rumah sakit pendidikan sesuai standar/peraturan yang berlaku agar kompetensi dokter gigi dan dokter gigi spesialis yang dihasilkan dapat tercapai. Standarisasi bertujuan untuk melakukan evaluasi dan penilaian secara komprehensif atas komitmen RSGM Pendidikan terhadap mutu dan kapasitas penyelenggaraan serta kelayakannya. Tujuan dan manfaat Standarisasi RSGM Pendidikan adalah sebagai berikut: a. Memberikan jaminan bahwa RSGM Pendidikan yang terstandarisasi telah memenuhi standar mutu yang ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan dengan merujuk pada standar nasional pendidikan yang termaktub dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. b. Mendorong RSGM Pendidikan untuk melakukan perbaikan dan mempertahankan mutu yang tinggi secara berkesinambungan. c. Hasil standarisasi RSGM Pendidikan dapat dimanfaatkan sebagai dasar pertimbangan dalam transfer kredit pendidikan tahap profesi program studi pendidikan dokter gigi, pemberian bantuan dan alokasi dana, serta pengakuan dari badan atau instansi yang lain kepada RSGM Pendidikan Mutu RSGM Pendidikan merupakan cerminan dari totalitas keadaan dan karakteristik masukan, proses, luaran, hasil, dan dampak, atau layanan/kinerja yang diukur berdasarkan sejumlah standar yang ditetapkan. 5.8.2 Akreditasi RSGM dapat mengajukan permohonan untuk diakreditasi yang umumnya dilakukan oleh KARS (Komite Akreditasi Rumah Sakit), 3 tahun sejak izin penyelenggaraan diterbitkan. RSGM sebagai wahana penyelenggaraan pendidikan kedokteran gigi tahap profesi ikut dinilai saat Fakultas Kedokteran Gigi diakreditasi, sebelum institusi pendidikan tsb meluluskan peserta didiknya. Kewajiban RSGM sebagai wahana penyelenggaraan pendidikan kedokteran gigi untuk diakreditasi, merupakan penerapan aturan Kementrian Kesehatan dan Kementrian Pendidikan Nasional. Dengan demikian akreditasi terhadap RSGM sebagai wahana penyelenggaraan pendidikan kedokteran gigi, dilakukan 2 kali. 5.8.3 Perijinan Penyelenggaraan Rumah Sakit Gigi dan Mulut sebagai wahana penyelenggaraan pendidikan kedokteran gigi sesuai peraturan yang berlaku, harus memiliki izin mendirikan dan penyelenggaraan dari Dinas Kesehatan Propinsi untuk RSGM kelas B atau Kementrian Kesehatan untuk RSGM kelas A . Izin mendirikan sebagaimana dimaksud merupakan izin yang diberikan kepada penyelenggara rumah sakit gigi dan mulut untuk membangun/mendirikan RSGM setelah memenuhi berbagai persyaratan serta harus mendapat rekomendasi dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Izin mendirikan berlaku 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang 1(satu) kali, hal ini memberikan kesempatan kepada pemohon untuk memenuhi persyaratan Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL), bangunan, peralatan, tenaga kesehatan dan persyaratan lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dalam rangka memperoleh izin penyelenggara RSGM. Izin penyelenggaraan RSGM berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang lagi. Penyelenggara RSGM wajib mengajukan izin baru apabila terjadi perubahan terhadap jenis rumah sakit, lokasi, dan nama rumah sakit. Agar dapat ditetapkan sebagai Rumah Sakit Pendidikan, maka RSGM perlu mengajukan permohonan kepada Kementrian Kesehatan dengan rekomendasi dari Dinas Kesehatan Propinsi untuk dapat ditetapkan sebagai Rumah Sakit Pendidikan. Agar RSGM dapat ditetapkan sebagai RSGM Pendidikan membutuhkan waktu paling tidak 3 tahun sejak diberikan izin penyelenggaraan rumah sakit. 5.9 Pendanaan RSGM Sebagai Wahana Penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran Gigi RSGM sebagai wahana pendidikan dokter gigi dan dokter gigi spesialis, harus mampu memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut kepada masyarakat berlandaskan evidence based dentistry. Hal ini perlu ditunjang alat-alat dan bahan kedokteran gigi (terkini), yang umumnya membutuhkan biaya tinggi, sehingga pelayanan kesehatan gigig dan mulut dikenal merupakan pelayanan maupun pendidikan dengan biaya tinggi. Di era globalisasi, daya saing dokter gigi dan dokter gigi spesialis lulusan Indonesia perlu dapat disejajarkan dengan dokter gigi dan dokter gigi spesialis lulusan manca negara. Tidak dapat ditawar lagi, bahwa kualitas dan kuantitas sarana prasarana yang dimiliki RSGMP sebagai institusi yang menghasilkan dokter gigi dan dokter gigi spesialis, perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah. Dilain pihak, promosi bahan dan alat kedokteran gigi dari luar negeri serta pelatihan penggunaannya telah banyak ditawarkan oleh pengusaha/supplier alat kedokteran gigi kepada para dokter gigi dan dokter gigi spesialis. Hal ini dapat merugikan masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan kesehatan, jika tidak dikendalikan dan disaring secara benar. Penapisan bahan/alat yang digunakan di RSGMP perlu dilakukan berlandaskan evidence based dentistry, dengan mengutamakan kualitas pelayanan serta mempertimbangkan keterjangkauan masyarakat. Biaya yang dibutuhkan untuk mendirikan sebuah RSGM sebagai wahana pendidikan kedokteran gigi, terungkap dari beberapa perhitungan yang ada, 15 sampai dengan 20 milyar rupiah. Biaya pembangunan ini antara lain meliputi sarana bangunan, peralatan kedokteran gigi (unit kursi gigi dll), alat roentgen, instalasi pengolahan limbah (IPAL), generator listrik, serta kebutuhan lainnya. Jika dihitung biaya yang sudah dikeluarkan oleh 13 RSGM maka biaya tersebut berjumlah 13 X 20 Milyar rupiah = 260 milyar Rupiah. Dalam 5 tahun ke depan RSGM diprediksi akan berjumlah 26, maka secara perhitungan sederhana biaya yang diperlukan untuk membangun RSGM adalah 26 X 20 M= 520 Miliar rupiah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa investasi untuk pendidikan dokter gigi dan /doktergigi spesialis serta pelayanan kesehatan gigi dan mulut paripurna sampai saat ini sangat besar. Saat ini, mayoritas RSGM merupakan unit di bawah institusi pendidikan mengandalkan ketersediaan dana dari masyarakat yang berobat ke RSGM untuk menutupi biaya operasional. Dalam upaya memenuhi kebutuhan peningkatan alat /bahan kedokteran gigi baik untuk pelayanan maupun pendidikan, maka dana SPP bagi tingkat profesi perlu diperhitungkan lebih rinci dengan memasukkan unit cost selama proses pendidikan di RSGM. BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Ketersediaan dan distribusi drg spesialis menunjukkan adanya disparitas antar wilayah di Indonesia. Tujuh puluh persen (70%) dokter gigi umum Indonesia ternyata bekerja di Pulau Jawa, baru sisanya 30% tersebar di berbagai wilayah lain Indonesia. Bahkan untuk dokter gigi spesialis kondisinya lebih parah lagi karena hanya ada 7% dokter gigi spesialis yang bekerja di luar Pulau Jawa, sisanya sebanyak 93% berdesakan di Pulau Jawa. Hal ini sangat menggelitik karena menggambarkan ketimpangan yang sangat besar karena bila mengacu pada Indikator Indonesia Sehat 2010 dimana perbandingan dokter gigi per 100.000 penduduk adalah 11 : 100.000 maka untuk wilayah DKI Jakarta dengan luas wilayah sebesar ± 650 km2 dan jumlah penduduk 9.588.198 serta jumlah dokter gigi 5176 bisa dikatakan bahwa rasio dokter gigi dengan jumlah penduduk di Jakarta adalah 54 : 100.000. Sedangkan untuk Maluku Utara dengan luas wilayah daratan ± 33.278 km2 dan jumlah penduduk 1.035.478 serta jumlah dokter gigi 22 maka rasio dokter gigi dengan jumlah penduduk di Maluku Utara adalah 2,2 : 100.000. Sehingga sesuai dengan Indikator Indonesia Sehat 2010, apakah tepat untuk mengindikasikan bahwa kesehatan gigi penduduk Jakarta sudah sangat jauh lebih baik dari penduduk Maluku Utara. Pemerataan sebaran dokter gigi ke seluruh pelosok Indonesia sampai hari ini ternyata masih jauh dari harapan. Pertambahan jumlah fakultas kedokteran gigi yang pasti juga menambah jumlah produksi dokter gigi justru malah menyebabkan makin bertumpuknya dokter gigi di kota-kota besar, sementara di daerah kecil dan terpencil masih banyak sekali masyarakat belum mendapatkan pelayanan kesehatan gigi dengan baik dan bahkan diperkirakan masih banyak masyarakat yang seumur hidupnya belum pernah bertemu dengan dokter gigi apalagi dirawat dokter gigi. Data Konsil Kedokteran Gigi menunjukkan bahwa jumlah dokter gigi (Umum dan Spesialis) Indonesia yang teregistrasi per 31 Desember 2010 adalah 20.655 orang, dengan sebaran antara 22 – 5176 dokter gigi yaitu 22 dokter gigi berada di Propinsi Maluku Utara dan 5176 dokter gigi berada di Jakarta. Permasalah utama juga dirasakan karena tidak lengkap dan aktualnya data sebaran kebutuhan akan pelayanan kesehatan gigi di Indonesia, hal ini terjadi dikarenakan tidak adanya pusat data kesehatan gigi secara nasional di Kementrian Kesehatan serta. Pusat data dianggap sangat penting untuk bisa mendata kuantitas serta jenis kasus masalah kesehatan gigi dari tingkat Puskesmas di seluruh Indonesia dimana hal ini dibutuhkan untuk bisa menilai tingkat (kuantitas dan kualitas tenaga drg, dan spesialisasi) kebutuhan kesehatan kesehatan gigi, sehingga akhirnya dapat optimal dalam penyusunan strategi pelayanan kesehatan gigi untuk masyarakat bersama-sama dengan semua pihak yang terkait. Selain itu lemahnya koordinasi antara pihak-pihak yang terkait baik itu Kementrian Kesehatan sebagai “pengguna” tenaga kesehatan dan Kementerian Pendidikan sebagai “penyedia” tenaga kesehatan serta pihak lain yang terkait (stakeholder) juga menjadi salah satu kelemahan dalam pengambilan kebijakan yang menyebabkan segala strategi yang dipilih menjadi seakan setengahsetengah dan tidak tepat sasaran sehingga sampai saat ini atau mungkin selamanya kualitas kesehatan dan pelayanannya di Indonesia akan selalu tertinggal. Perlu upaya dari para pemangku kepentingan untuk mencari jalan keluar dari kondisi ini, bila tidak maka pemerataan tenaga dokter gigi guna meningkatkan kualitas kesehatan secara umum tidak akan pernah terwujud, dan pemenuhan tenaga kesehatan hanya sekedar pencapaian target (angka) bukan pada emerataan pelayanan. Diperlukan pendirian pusat2 pendidikan spesialis baru baik negeri maupun swasta sesuai dengan persyaratan2 yang ada Kementrian Kesehatan sebaiknya memfasilitasi semua pendidikan dokter gigi spesialis, dan bukan hanya bedah mulut saja, sampai keseluruhan kebutuhan spesialis kedokteran gigi terpenuhi Disamping ditingkatkan usaha-usaha sebagai berikut: kuratif, hendaknya usaha-usaha Usaha Kesehatan Gigi Sekolah preventif dengan mempergunakan Perawat Gigi Sekolah yang diawasi oleh Dokter Gigi Sekolah hendaknya diperluas dan diintensifkan, sedang kepada siswa-siswa sekolah dasar tetap diberikan prioritas. Keberadaan RSGM sebagai wahana pendidikan kedokteran gigi di Indonesia yang sekaligus merupakan sarana kesehatan yang mampu menanggulangi berbagai penyakit/kelainan penyakit sistem stomatognatik, merupakan investasi yang perlu mendapat perhatian serta dukungan dari Kementrian Kesehatan Perlu ditetapkan Standar RSGM Pendidikan yang dapat dijamin telah memenuhi Standar Nasional Pendidikan Ketetapan sebagai RSGM Pendidikan bagi RSGM yang sejak awal didirikan bagi wahana penyelenggaraan pendidikan kedokteran gigi sebaiknya dapat diterbitkan, melalui berkoordinasi suatu dengan peraturan Kementrian oleh Kementrian Pendidikan dan Kesehatan Kebudayaan setelah (Direktorat Pendidikan Tinggi). Konsekuensi masuknya era globalisasi di bidang kesehatan, perlu diantisipasi melalui kesetaraan mutu dan kualifikasi tenaga kesehatan lulusan Indonesia dengan tenaga kesehatan di luar negeri. Pencapaian mutu dan kualifikasi tenaga kesehatan Indonesia, khususnya dokter gigi dan dokter gigi spesialis perlu didukung oleh adanya wahana RS/ RSGM Pendidikan yang lengkap, berkualitas dan terstandarisasi. Standarisasi kualifikasi tenaga pendidik tahap profesi di RSGM perlu diformulasikan, agar mutu lulusan dapat memenuhi standar kompetensi dokter gigi/ dokter gigi spesialis Kerjasama Kementrian Kesehatan dan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan perlu dipikirkan untuk secara proporsional memberikan alokasi dana terhadap sarana prasarana di RSGM sebagai sarana pelayanan kesehatan dan wahana pendidikan dokter gigi dan dokter gigi spesialis, agar mutu pelayanan dan pendidikan dapat ditingkatkan. Pengawasan terhadap karakteristik masukan, proses, luaran, hasil penyelenggaraan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi dokter gigi dan doketr gigi spesialis (antara lain kecukupan sarana prasarana dan tenaga pendidik klinik, chair side teaching serta pemenuhan variasi kasus) di RSGMP perlu dilakukan secara konsekuen, agar standar mutu pendidikan kedokteran gigi tahap profesi di Indonesia dapat terjamin. DAFTAR ACUAN 1. Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi: Pedoman Penilaian Instrumen Akreditasi, Buku V. Jakarta, 2009. 2. Jain M et al. Dental teaching clinic in India: perception of dental students and teachers. J.Int Oral Health, 2009; 1:33-46 3. http://en.wikipedia.org/wiki/Baltimore_College_of_Dental_Surgery 4. http://en.wikipedia.org /wiki/Pierre_Fauchard 5. Pedoman Klasifikasi dan Standar Rumah Sakit Pendidikan. DepKes RI, 2009 6. Pedoman Penerapan Cabang Ilmu Kedokteran Gigi, KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA, 2009 7. Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan dokter gigi Indonesia Berbasis Kompetensi, AFDOKGI, 2007, diterbitkan KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA tahun 2009 8. Prof Hardiyanto, PENDIDIKAN KEDOKTERAN Permasalahan dan Usulan Solusi, paparan di DPR 4 Febr 2011 9. Prof SMK Soerono Akbar, Mengawal Perkembangan Kedokteran Gigi Indonesia, ed.1, 2005 10. Richard A. Glenner, D.D.S. HOW IT EVOLVED: Connections Dentistry and Medicine diunduh dari: http://www.fauchard.org/history/articles/jdh/v49n2_July01/connections_den tistry_49_2.html0 11. Schwenk TL: Clinical Teaching. Center for Research on Leraning and Teaching, Occasional Paper No1, University of Michigan, 1987. 12. Konsil Kedokteran Indonesia. Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia nomor 22/KKI/KEP/XI/2006 tentang Pengesahan Standar Kompetensi Dokter Gigi . 2006 13. Konsil Kedokteran Indonesia. Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia nomor 23/KKI/Kep/XI/2006 tentang Pengesahan Standar Profesi Dokter Gigi . 2006 14. Standar Kompetensi Profesi Drg, KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA, 2006 15. Standar Kompetensi Profesi Drg Sp, KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA, 2008 16. Standar Pendidikan Profesi Dokter Gigi. Kep KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA nomor 22/KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA/KEP/XI/2006. Lamp 2. Standar dan Kriteria RSGMP 17. Standar Pendidikan Profesi Dokter Gigi Spesialis, KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA, 2007. 18. Eky S. Soeria soemantri (editor). Menjangkau Masa Depan – Kumpulan Tulisan Prof. R.G. Soeria Soemantri dalam Perkembangan Ilmu dan Profesi Kedokteran Gigi-20002011 19. Persatuan Perawat gigi Indonesia. (ppgi.wordpress.com). 2011. 20. Forum Teknik Gigi Poltekes (teknikgigi.forumid.net/forum). 2011 21. NASKAH AKADEMIK KAJIAN KEBUTUHAN MASYARAKAT AKAN PELAYANAN KESEHATAN GIGI SEBAGAI DASAR PERTIMBANGAN REVISI STANDAR PENDIDIKAN-STANDAR KOMPETENSI DOKTER GIGI. HPEQ-Dikti-AFDOKGI. 2011 22. NASKAH AKADEMIK REVISI STANDAR KOMPETENSI DOKTER GIGI INDONESIA. HPEQ-Dikti-AFDOKGI. 2011 23. NASKAH AKADEMIK REVISI STANDAR PENDIDIKAN DOKTER GIGI INDONESIA. HPEQ-Dikti-AFDOKGI. 2011 24. NASKAH AKADEMIK RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT PENDIDIKAN (RSGMP). HPEQ-Dikti-AFDOKGI. 2011 25. HASIL SURVEI PEMETAAN INSTITUSI PENDIDIKAN KEDOKTERAN GIGI, RUMH SAKIT GIGI DAN MULUT ( RSGM), DAN JEJARING RUMAH SAKIT/ PUSKESMAS. HPEQ-Dikti-AFDOKGI. 2011 26.