naskah akademik ruu tentang pendidikan kedokteran gigi

advertisement
NASKAH AKADEMIK
RUU TENTANG
PENDIDIKAN KEDOKTERAN GIGI
Kata Pengantar
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ...................................................................................... 2
Daftar Isi.........................................................................................…
3
BAB I. Pendahuluan...............................................................................……
4
1. Latar belakang.................................................................………4
2. Landasan hukum..........................................................................4
3. Sejarah dan prkembangan pendidikan dokter gigi (sekarang dan bgmna ke
depannya) .................................................
4. Tujuan dan kegunaan naskah akademik....................................
BAB II. Profil Institusi Pendidikan Kedokteran Gigi di Indonesia saat ini
....................................
BAB III Standar Pendidikan Kedokteran gigi............................... 5
III.1 Standar Isi
Kurikulum (KKNI dan standar kompetensi secara garis besar) ….
III.2 Standar Proses
Tata pamong …………………..
Sistem Pembelajaran ………….
Suasana akademik …………….
III.3 Standar Kompetensi Lulusan
Mahasiswa dan lulusan ……….
III.4 Standar Pendidik dan tenaga
Sumber daya manusia ………..
kependidikan
III.5 Standar Sarana dan Prasarana
Sarana Dan Prasarana ……….
III.6 Standar Pengelolaan
Visi, Misi, Sasaran dan Tujuan
Sistem Pengelolaan……………
Sistem Informasi ……………..
Sistem Penjamin Mutu ………
III.7 Standar Pembiayaan
Pembiayaan …………………..
III.8 Standar Penilaian Pendidikan
Penelitian, Pelayanan/Pengabdian
Kepada Masyarakat dan Kerjasama
5
BAB IV. Standar Kompetensi dan Jenis Tindakan serta Jumlah Kasus
1.
BAB V. RSGM sebagai Wahana Penyelenggaraan Tahap Profesi Pendidikan Kedokteran
Gigi …......................................... 15
1. Latar belakang
2. Keberadaan RSGM di Indonesia
3. Gambaran RSGM sebagai wahana pendidikan dokter gigi di luar Negri
4. RSGM P sebagai whanan pendidikan profesi KG
5. Kondisi RSGM sebagai wahana pendidikan KG saat ini
6. Pekerjaan klinik yang dilakukan peserta didik di RSGMP
7. Kondisi kelainan/penyakit gigi dan mulut di Indonesia
8. Sumber daya manusia di RSGMP
9. RSGMP di masa mendatang
10. Peran serta RSGMP dalam mendukung Tridarma Perguruan Tinggi
11. Pelaksaan standarisasi, akreditasi dan perizinan RSGMP
12. Pendanaan
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
KEPUSTAKAAN
DAFTAR SINGKATAN
Kemkes:Kementrian Kesehatan
Kemdiknas: Kementrian Pendidikan Nasional
Ditjen Dikti: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
KKI: Konsil Kedokteran Indonesia
KKG: Konsil Kedokteran Gigi
MKKGI: Majelis Kolegium Kedokteran Gigi Indonesia
KDGI: Kolegium Dokter Gigi Indonesia
AFDOKGI: Asosiasi Fakultas Kedokteran Gigi Indonesia
ARSGMP: Asosiasi Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan
KIPDGI: Kurikulum Inti Pendidikan Dokter Gigi Indonesia
BAN PT: Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi
ED: Evaluasi Diri
RKAT: Rencana Kegiatan dan Anggaran Tahunan
RENSTRA: Rencana Strategis
PENGERTIAN UMUM

Pendidikan profesi dokter gigi merupakan pendidikan akademik dan pendidikan
professional yang diarahkan pada penguasaan ilmu dan penerapan ilmu kepada
masyarakat dalam bidang kedokteran gigi.

Standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di
seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Standar kompetensi lulusan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup
sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

Kurikulum berbasis kompetensi adalah kurikulum yang disusun berdasarkan atas
elemen-elemen kompetensi yang dapat menghantarkan peserta didik untuk
mencapai kompetensi utama, kompetensi penunjang, dan kemampuan dasar.

Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan
dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi
mata pelajaran dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik
pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.

Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan
pelaksanan dengan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai
standar kompetensi lulusan.

Standar pendidik dan tenaga kependidikan adalah kriteria pendidikan prajabatan dan
kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan.

Standar sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan
dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat
beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat
berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain, yang diperrlukan untuk
menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan
komunikasi.

Pengabdian kepada masyarakat merupakan salah satu aktivitas dosen dan
mahasiswa dalam bentuk jasa Perguruan Tinggi yang dilaksanakan dengan
menganut azas kelembagaan, ilmu, kerjasama, kesinambungan, dan edukatif serta
pengembangan.

Penelitian merupakan kegiatan telaah taat kaidah dalam upaya menemukan
kebenaran dan atau menyelesaikan masalah dalam ilmu pengetahuan, teknologi
juga merupakan kegiatan dalam upaya menghasilkan pengetahuan empirik, teori,
konsep, metode, model atau informasi baru yang memperkaya iptek.
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan
bahwa Negara menjamin hak setiap warga negara untuk memperoleh
pendidikan lebih lanjut Negara mengusahakan dan menyelenggarakan satu
sistem pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Serta menjamin pemerataan kesempatan dan meningkatkan mutu pendidikan
untuk mencapai kesejahteraan masyarakat.
Pendidikan profesi dokter gigi sebagai salah satu pofesi bidang kesehatan
telah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 1928, dan telah mengalami pasang
surutnya sampai saat ini. Pada hakikatnya, sistem pendidikan dokter gigi di
Indonesia saat ini terdiri atas tahap akademik dan tahap profesi. Tahap
akademik adalah pendidikan sarjana yang bertujuan meraih kompetensi melalui
pembangunan kemampuan dasar sesuai dengan ketetapan pada standar
kompetensi dokter gigi. Tahap profesi adalah pendidikan setelah pendidikan
sarjana kedokteran gigi yang bertujuan untuk membekali mahasiswa dengan
kompetensi klinik tertentu yang mencakup pembinaan sikap dan perilaku
profesional sesuai dengan standar kompetensi dokter gigi yang disahkan oleh
Konsil Kedokteran Gigi Indonesia, untuk meraih gelar dokter gigi. Tahap profesi
ini diselenggarakan pada sebuah wahana pendidikan klinis di sebuah sarana
pelayanan kesehatan gigi dan mulut berbentuk rumah sakit.
Kompetensi klinik dokter gigi dan dokter gigi spesialis tidak dapat dicapai
pada sarana dan prasarana yang dipunyai sebuah Klinik; untuk itu diperlukan
sebuah rumah sakit khusus yang kemudian dikenal sebagai Rumah Sakit Gigi
dan Mulut (RSGM). RSGM yang digunakan sebagai wahana penyelenggaraan
pendidikan kedokteran gigi, yaitu pendidikan
dokter gigi dan dokter gigi
spesialis; perlu terakreditasi dan memenuhi persyaratan klasifikasi RS khusus
untuk menjadi RSGM Pendidikan.
Demi peningkatan kualitas serta penjaminan mutu dokter gigi dan dokter gigi
spesialis di Indonesia, BAN-PT telah mengembangkan instrumen akreditasi bagi
Program Studi Pendidikan Dokter Gigi termasuk di dalamnya instrumen
akreditasi baik bagi Institusi Pendidikan Kedokteran Gigi maupun bagi Rumah
Sakit Gigi dan Mulut sebagai wahana penyelenggaraan pendidikan dokter gigi
dan dokter gigi spesialis.
2.
Sejarah dan perkembangan pendidikan Kedokteran Gigi di Indonesia
a. Zaman Penjajahan Belanda (tahun 1928-1942)
Pendidikan dokter gigi di Indonesia
mulai sejak pemerintahan kolonial
Belanda, pada bulan September 1928 dengan didirikannya “STOVIT” (School
Tot Opleiding Van Indische Tandartsen). Lamanya pendidikan dokter gigi ini 5
tahun, dan yang diterima sebagai mahasiswanya adalah lulusan sekolah
lanjutan menengah pertama (MULO) dan HBS (3 tahun). Penerimaan
mahasiswa didasarkan atas penilaian angka-angka ilmu alam, matematika dan
ilmu hayat, dan juga berasal dari keturunan orang-orang baik, dalam arti mereka
yang dianggap setia kepada Pemerintah Hindia Belanda.
Lulusan STOVIT dapat melanjutkan studinya ke Tandheelkundig Instituut di
Utrecht Nederland, tanpa ujian dan mencapai gelar Tandarts, yang dianggap
telah mencapai
tingkatan sepadan dengan Dokter Gigi Belanda. Seluruh
kurikulum disesuaikan dengan kurikulum di Utrecht dengan tambahan Fisika,
Kimia, Matematika, Botani, Zoologi, Bahasa Latin dan Bahasa Jerman, oleh
karena hampir semua buku-buku pelajaran diambil dari bahasa Jerman.
Bagi pemerintahan Hindia Belanda, maka STOVIT tidak didirikan untuk memberi
perawatan secara menyeluruh kepada rakyat banyak, oleh karena de Dienst der
Volksgezondheid (Jawatan Kesehatan) tidak mempunyai Dinas Kesehatan Gigi.
Pelayanan pasien-pasien penyakit gigi yang terdapat diseluruh Indonesia adalah
di CBZ (Central Burgerlijk Ziekenhuis) Jakarta dimana terdapat seorang dokter
gigi, serta CBZ di Surabaya merupakan satu-satunya klinik kesehatan gigi di
seluruh Indonesia. Pasien-pasien penyakit gigi, mendapat pelayanan yang
lengkap, diantaranya pencabutan, penambalan, pembedahan, pemasangan gigi
tiruan, dan pengaturan gigi (orthodonti). Pembedahan-pembedahan dilakukan
dalam bidang bedah minor dan bedah mayor, untuk itu terdapat fasilitas bagi
perawatan pasien di bangsal khusus. Pada bulan Juni 1933, dokter gigi lulusan
pertama dihasilkan oleh STOVIT.
b. Zaman Penjajahan Jepang (tahun 1942-1945)
Dengan pecahnya perang dunia ke-II, dan didudukinya negeri Belanda oleh
tentara Hitler, maka orang-orang Belanda di Nederlandsch Indie, menjadi
gelisah. Orang-orang Jerman yang berwarga negara Jerman diinternir di
Sarangan, termasuk dokter dan dokter gigi. Imbas Perang Dunia ke-2 akhirnya
sampai juga di Indonesia yang ditandai dengan pendudukan oleh bala tentara
Jepang pada tahun 1942. Penjajahan Jepang walaupun berlangsung singkat
menimbulkan penderitaan rakyat dimana-mana, namun ada sisi positif bagi
dunia kedokteran gigi yaitu naiknya orang-orang Indonesia menduduki jabatan
yang ditinggalkan oleh Belanda.
Dalam rangka membangun negara dan dengan slogan kemakmuran
bersama di Asia Raya. Pendidikan kedokteran gigi pada zaman pendudukan
Jepang kemudian diganti namanya, STOVIT dibubarkan diganti dengan nama
IKA DAIGAKU SHIKA IGAKUBU dalam tahun 1943, dengan guru-guru besar
bangsa Jepang. Lamanya pendidikan adalah 3 tahun, dan yang dapat diterima
sebagai mahasiswanya adalah lulusan sekolah Menengah 5- 6 tahun yaitu dari
AMS/SMT/HBS Pada waktu itu mahasiswa-mahasiswa bekas STOVIT dipanggil
kembali dan harus belajar bahasa Jepang, supaya dapat mengikuti kuliah-kuliah
dalam bahasa Jepang.
Sementara itu yang diterima mahasiswa baru, diantara yang dipaksakan
memilih jurusan kedokteran gigi, walaupun mereka mendaftarkan diri pada
sekolah insinyur atau olah raga.
Shika Daigaku tidak pernah meluluskan mahasiswa didikannya selama
pendudukan, akan tetapi mahasiswa-mahasiswa yang diterima dalam zaman
Jepang akhirnya akan menyelesaikan studinya di Malang dan Jogja. Dua belas
mahasiswa yang lulus dalam masa pendudukan Jepang adalah bekas murid
STOVIT.
c. Zaman R.I.S. ( tahun 1945-1950)
Setelah
Kemerdekaan Republik Indonesia
pada tanggal 17 Agustus
1945. Kota Surabaya kemudian diduduki kembali oleh Tentara Serikat (
Belanda). Pendidikan dokter gigi, kemudian dipindahkan ke Malang yang
dipimpin oleh Prof. drg. Indrojono dan Dr. Eggink. Tidak lama kemudian
Malangpun diserbu juga oleh Belanda.
Mahasiswa-mahasiswa
kedokteran
gigi
kemudian
pindah
lagi
ke
Solo.Tahun 1946, Sekolah Kedokteran Gigi digabungkan dengan Sekolah
Kedokteran, yang didirikan di Klaten dengan pimpinan Prof. Dr. Sardjito. Untuk
jurusan kedokteran gigi dipimpin oleh drg. Soedomo. Setelah itu pendidikan
kedokteran gigi dimasukkan
ke dalam lingkungan Universitas Gajah Mada
digabungkan dengan Kedokteran dan Farmasi.
Sementara itu setelah kota Surabaya diduduki kembali oleh Belanda,
pada bulan September 1947, pendidikan dokter gigi dibuka lagi dengan nama
Tandheelkundig Institut. Pada tanggal 15 Januari 1948, berubah
menjadi
nama lagi
Universitair Tandheelkundig Institut, sebagai bagian dari Fakultas
Kedokteran di Surabaya. Lamanya pendidikan adalah 4 tahun dan yang dapat
diterima sebagai mahasiswa adalah lulusan sederajat dengan SMA bagian B.
Dalam bulan Desember tahun 1949, pemerintahan diserahkan kembali
kepada Republik Indonesia. Pendidikan Kedokteran Gigi di Surabaya kemudian
berubah lagi menjadi
Lembaga Kedokteran Gigi , dengan lama pendidikan 4
tahun.
a. Zaman Pemerintahan R.I. (tahun 1950 - sekarang)
Pada tanggal 10 November 1954 Universitas Airlangga berdiri. Tahun
1958, Lembaga Ilmu Kedokteran Gigi digabungkan dalam Universitas Airlangga,
dan kemudian namanya berubah lagi menjadi Fakultas Kedokteran Gigi.
Lamanya pendidikan 5 tahun dan yang diterima sebagai mahasiswa adalah
lulusan SMA bagian B.
Waktu itu hanya ada 2 fakultas kedokteran gigi, yaitu Fakultas Kedokteran
Gigi Gajah Mada yang waktu itu merupakan fakultas gabungan, dan Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Airlangga. Pada tanggal
1 September 1959,
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjajaran didirikan dan dalam waktu 5 ½
tahun dapat meluluskan 6 orang dokter gigi yang pertama.Tanggal 29 Desember
1960, Pendirian Fakultas Kedokteran gigi Universitas Padjadjaran pada tahun
1959, telah membuka jalan bagi lain-lain Fakultas untuk menginjak masa baru
sebagai Fakultas tersendiri dan Dekan seorang
Dokter Gigi sesuai dengan
tuntutan zaman
Maka berturut-turut sampai sekarang berdiri Fakultas Kedokteran Gigi
dan Program Studi Kedokteran Gigi di Indonesia, yang sampai saat ini sampai
saat ini (2011) untuk pendidikan dokter gigi, tercatat ada 26 Fakultas/Program
Studi Kedokteran Gigi
Perkembangan kedokteran gigi disuatu negara dipengaruhi oleh berbagai
faktor, dan merupakan hasil interaksi dari faktor-faktor tersebut yakni: faktor politik,
faktor sosial, faktor ekonomi, faktor demografi, faktor luasnya dan macamnya
kebutuhan akan kesehatan gigi dan faktor mental manpower.
Jika kita dengan memperhatikan situasi pada waktu ini dapat memperkirakan
bahwa faktor-faktor tersebut di atas (selainnya faktor demografi) dalam waktu 10
tahun yang akan datang maka dapat diharapkan, bahwa perkembangan kedokteran
gigi pada tahun-tahun yang mendatang akan lebih pesat dari pada waktu yang
lampau.
Faktor pertambahan penduduk dapat memusingkan kita dan oleh karena itu
pada tiap-tiap perencanaan harus betul-betul diperhitungkan.
penduduk tahun 2011, pada tahun 2011 Indonesia
Menurut sensus
berpenduduk
237.556.363
orang, yang terdiri dari 119.507.580 laki-laki dan 118.048.783 perempuan
dengan laju pertumbuhan penduduk Indonesia per tahun
adalah sebesar 1,49
persen. Hasil Sensus penduduk Indonesia 2010 oleh BPS menunjukkan bahwa
distribusi penduduk Indonesia masih terkonsentrasi di Pulau Jawa yaitu sebesar
57 persen, yang diikuti oleh Pulau Sumatera sebesar 21 persen. Selanjutnya
untuk
pulau-pulau/kelompok
kepulauan
lain
berturut-turut
adalah
sebagai
berikut: Sulawesi sebesar 7 persen; Kalimantan sebesar 6 persen; Bali dan
Nusa Tenggara sebesar 6 persen; dan Maluku dan Papua sebesar 3 persen. Ini
berarti penambahan 3.539.589
juta penduduk setiap tahunnya, yang harus
dipelihara kesehatan mulut dan giginya. Yang merupakan suatu beban yang berat
sekali untuk profesi kedokteran gigi, dan yang dapat membuat rasio dokter gigi
penduduk menjadi kabur lagi.
Jika kita perkirakan jumlah lulusan dokter gigi dalam 5 tahun yang akan datang
@ 1250 per tahun, maka dalam 5 tahun yang akan datang diproduksikan 6250
dokter gigi, sehingga jumlah dokter gigi pada akhir tahun 2016 akan menjadi kurang
lebih 26.905 orang, sesudah dikurangi oleh dokter gigi yang pensiun dan yang
meninggal. Jumlah ini jelas tidak akan dapat menampung kebutuhan/permintaan
akan kesehatan gigi dari 237.556.363+ 17697945= 255.254.308 juta penduduk,
yang kiranya dapat diharapkan pada waktu itu akan lebih dental-minded.
Selain itu, penyebaran penduduk yang tidak merata dan berkonsentrasi
pada beberapa daerah serta keadaan geografis yang dipisahkan lautan dan
tersebar
di
berbagai
kepulauan
menyebabkan
banyak
pembangunan
dan
penyebaran informasi yang tidak merata. Salah satu masalah yang muncul adalah
kurang maksimalnya penyebaran fasilitas dan pelayanan kesehatan di seluruh
Indonesia.
Ditiap ibu kota propinsi hendaknya mulai dibangun suatu
Dental Specialist
Centre, khususnya untuk Bedah Mulut, Konservasi, Periodintik,
Protetik dan
Ortodontik guna menampung penderita-penderita dari perifer dengan suatu referralsystem.
3. Tujuan dan Kegunaan Naskah Akademik
a. Tujuan
1. Menelaah hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan di pendidikan tinggi
kedokteran gigi
2. Menelaah aspek filosofis, sosiologis
3. Melakukan tinjauan pustaka
4. Melakukan kajian kebijakan pendidikan kedokteran gigi
b. Kegunaan
Kegunaan Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang Pendidikan
Kedokteran gigi ini diharapkan dapat memberikan masukkan dan menjadi
dasar dalam merumuskan ketentuan-ketentuan Rancangan Undang-Undang
tentang Pendidikan Kedokteran gigi.
c. Metode Pendekatan
Metode pendekatan dalam Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang
tentang Pendidikan Kedokteran Gigi adalah sebagai berikut:
Metode
Deskriptif-Analitis,
yaitu
metode
yang
menggambarkan
dan
menganalisis ketentuan-ketentuan yang ada yang terkait dengan RUU tentang
Pendidikan Kedokteran Gigi. yang bertujuan untuk mengumpulkan data primer
dan cara yang ditempuh dalam pengumpulan data primer tersebut adalah
melalui studi kepustakaan, konsultasi publik/undang pakar, dan penelitian
lapangan.
a. Studi kepustakaan sebagai salah satu pendekatan dalam pengumpulan
bahan, data dan materi informasi yang berkaitan dengan Pendidikan
Kedokteran gigi. Materi studi pustaka berupa kajian dan review terhadap
buku-buku, majalah, surat kabar, website, jurnal, serta data lain tentang
peraturan perundang-undangan, dokumen negara, hasil penelitian,
makalah seminar, berita media, dan data lainnya yang terkait dengan
Pendidikan Kedokteran Gigi.
b. Penelitian lapangan (Fact finding) yang dilakukan dengan menghimpun
pendapat dan persepsi dari berbagai pihak yang terkait, baik praktisi
hukum maupun akademisi, pada penelitian mengenai Pendidikan
Kedokteran Gigi ini informasi dan pendapat didapatkan dari Stakeholder
di Jakarta dan 4 daerah yaitu Jawa Barat, Sumatera Utara, Jawa Timur,
dan Yogjakarta (dengan stakeholders institusi pendidikan kedokteran gigi,
Rumah Sakit Pendidikan, Departemen Kesehatan Dan IDI di masingmasing wilayah penelitian).
c. Konsultasi Publik/mengundang Pakar, dengan melakukan diskusi dan
menyelenggarakan seminar yang melibatkan para stakeholder dengan
latar belakang beragam. Selain melakukan review terhadap bahan-bahan
tertulis,
juga
dilakukan
pengumpulan
bahan
informasi
melalui
brainstorming, kompilasi pendapat dan pemikiran dari pakar dan para ahli
yang memiliki kompetensi dalam masalah Pendidikan Kedokteran Gigi.
BAB II
PROFIL INSTITUSI PENDIDIKAN KEDOKTERAN GIGI DI INDONESIA
SAAT INI
II.1 Persebaran Institusi Pendidikan Dokter Gigi di Indonesia
Perguruan Tinggi Kedokteran Gigi
merupakan satuan pendidikan yang
menyelenggarakan pendidikan tinggi Kedokteran Gigi berbentuk Universitas yang
mencakup Program Pendidikan Kedokteran gigi Dasar (S-1), dan Pendidikan Profesi
Dokter Gigi. Perguruan tinggi yang memenuhi syarat dapat menjalankan Pendidikan
Magister (S-2), Dokter Spesialis, serta Pendidikan Doktor (S-3).
Saat ini ada 26 (duapuluhenam) institusi pendidikan kedokteran gigi Gigi milik
pemerintah dan swasta yang menyelenggarakan pendidikan kedokteran gigi di
Indonesia, sementara yang sudah meluluskan dokter gigi sebanyak 14 (empat
belas) institusi.
Dari grafik II.1.1 di bawah ini
dapat dilihat bahwa institusi
pendidikan dokter terbanyak terdapat di Pulau Jawa (16) dan diikuti oleh Pulau
Sumatera (6). Sedangkan wilayah dengan jumlah institusi pendidikan dokter yang
paling sedikit adalah Kalimantan (1), Bali (1) dan Sulawesi (2), sedang di daerah
Maluku dan Papua belum mempunyai Institusi Pendidikan Kedokteran Gigi.
Grafik II.1 Persebaran Institusi Pendidikan Dokter Gigi di Indonesia
(data survey Afdokgi/HPEQ, 2010-2011)
Pada tabel di bawah ini ditampilkan nama-nama Universitas dan
Fakultas/Prodi Kedokteran Gigi di seluruh Indonesia beserta wilayah tempat
berdirinya institusi tersebut
Tabel 1 Nama Institusi pendidikan menurut wilayah
No
Nama
Tempat
No
Nama
1
Universitas Syah
Kuala
Universitas Prima
Universitas Sumatera
Utara
Universitas Andalas
Banda Aceh
14
Semarang
Medan
Medan
15
16
Padang
17
Universitas
Baiturahmah
Universitas Sriwijaya
Padang
18
Universitas Sultan
Agung
IIK Kediri
Universitas Gajah
Mada
Universitas
Muhamadyah
Uiversitas UMS
Palembang
19
Surabaya
Universitas
Indonesia
Universitas Trisakti
Jakarta
20
Jakarta
21
Universitas
Moestopo (B)
Universitas
Padjadjaran
Universitas Kristen
Maranatha
Jakarta
22
Bandung
23
Bandung
24
Universitas Jendral
Yani
Universitas Jendral
Soedirman
Bandung
25
Purwokerto
26
Universitas
Airlangga
Universitas Hang
Tuah
Universitas
Jember
Universitas
Brawidjaja
Universitas
Mahasaraswati
Universitas
Lambung
Mangkurat
Universitas
Hasanudin
Universitas Sam
Ratulangi
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Tempat
Kediri
Yogyakarta
Yogyakarta
Solo
Surabaya
Jember
Malang
Denpasar
Banjarmasin
Makasar
Menado
II.2 Bentuk/sifat Institusi Pendidikan Kedokteran Gigi
Dilihat dari bentuk atau sifatnya
Kedokteran Gigi bernama fakultas,
tidak semuanya Institusi Pendidikan
sebagian masih bernama Program Studi
dibawah Fakultas Kedokteran.
Sejumlah Institusi Pendidikan Kedokteran Gigi berupa fakultas yang berdiri
sendiri, sedangkan sebagian institusi pendiikan kedokteran gigi (….) masih berupa
Program Studi dibawah Fakultas Kedokteran. Masih terdapatnya Prodi terutama
pada institusi kedokteran gigi yang baru, mengingat hampir 50% institusi pendidikan
kedokteran gigi baru saja berdiri
Tabel 2. Jumlah menurut bentuk/sifat institusi pendidikan KG 2011 (14) data
harus dirubah
Status
Jumlah Institusi
Pendidikan
Kedokteran Gigi
Prosentase
Fakultas
6
42,9 %
Prodi KG
8
57,1 %
II.3 Institusi Pendidikan Dokter Gigi berdasarkan Status Kepemilikan
Jumlah program studi berdasarkan status kepemilikan dibagi menjadi
dua yaitu program studi Kedokteran Gigi yang dimiliki oleh PTN dan PTS. Jumlah
program studi yang dimiliki oleh PTN adalah 17 dan PTS adalah 9. Penyebaran PTN
masih belum merata diseluruh wilayah Indonesia.Terbanyak masih di pulau Jawa
yaitu 7 PTN, sementara Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua tidak memilik Institusi
Pendidikan Dokter Gigi
Untuk PTS, wilayah Kopertis II, XI dan XII tidak memiliki PTS. Untuk
perbandingan PTN dan PTS berdasarkan wilayah, untuk wilayah Sumatera dan
Sulawesi perbandingannya seimbang yaitu 2:2.
Sementara untuk di wilayah Jawa, lebih banyak PTS dibandingkan PTN.
Di wilayah Bali dan Nusa Tenggara, hanya ada 1 PTS, dan di wilayah Kalimantan,
hanya ada 1 PTN.
Tabel 3 Status Kepemilikan Institusi Pendidikan Dokter Gigi
Status
II.4 Akreditasi
Jumlah
Persentase
1
PTN
17
65,38
2
PTS
9
34,62
TOTAL
26
100%
Akreditasi program studi kedokteran gigi diklasifikasi
pendidikan per pulau dan akreditasi untuk tiap bidang ilmu.
berdasarkan
jenjang
Tabel 4. Akreditasi Prodi Kedokteran gigi Gigi Jenjang S1 di Beberapa Wilayah
di Indonesia
Wilayah
Sumatera
Jawa
Bali,
Kalimantan
Sulawesi
TOTAL
A
1
5
1
7
B
4
1
5
C
4
1
5
Belum
Terakreditasi
1
6
1
1
9
Sumber : Survei AFDOKGI/HPEQ 2010/2011
Berdasarkan Tabel atas, akreditasi yang terbanyak adalah A di Pulau Jawa.
Masih banyak program studi yang belum terakreditasi, jumlah terbanyak yang belum
diakreditasi terdapat di Pulau Jawa. Di Indonesia Timur belum terakreditasi kecuali
di Bali dan Sulawesi Selatan, jumlah program studi yang belum terakreditasi sebesar
46% jika dibandingkan dengan yang sudah terakreditasi. .
Dengan melihat data di atas maka kualitas 26 Institusi Pendidikan Kedokteran
Gigi ini sangat bervariasi. Pada umumnya institusi yang sudah berdiri sejak lama
mempunyai akreditasi A dan dapat menjadi jaminan karena bila peminatnya banyak
maka akan mendapat mahasiswa yang berkualitas. Akibatnya jurang pemisah
antara institusi lama dengan yang baru menjadi semakin besar.
Pada tabel
... diperlihatkan bahwa baru 65,38% dari 26 Fakultas/Prtodi
kedokteran gigi yang telah terakreditasi, sedangkan 34,62% masih belum
terakreditasi
Tabel 5. Situasi akreditasi jenjang sarjana kedokrean gigi Institusi Pendidikan
Kedokteran Gigi 2011
Status
AKREDITASI IPDG
Jenjang Sarjana Kedokteran Gigi
Jumlah IPDG
Prosentase
Terakreditasi
17
65,38 %
Belum Terakreditasi
9
34,62 %
II.5 Jumlah penerimaan mahasiswa baru
Tabel 6. Kapasitas Institusi pendidikan menurut Jumlah
penerimaan mahasiswa
No
Nama
1
Universitas
Syah Kuala
Universitas
Prima
Universitas
Sumatera Utara
Universitas
Andalas
Universitas
Baiturahmah
Universitas
Sriwijaya
Universitas
Indonesia
Universitas
Trisakti
Universitas
Moestopo (B)
Universitas
Padjadjaran
Universitas
Kristen
Maranatha
Universitas
Jendral Yani
Universitas
Jendral
Soedirman
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Jumlah No
118
14
32
15
210
16
50
17
95
18
80
19
101
20
220
21
172
22
150
23
35
24
38
25
53
26
Nama
Jumlah
Universitas
Sultan Agung
IIK Kediri
55
Universitas
Gajah Mada
Universitas
Muhamadyah
Uiversitas UMS
147
Universitas
Airlangga
Universitas
hang Tuah
Universitas
Jember
Universitas
Brawidjaja
Universitas
Mahasaraswati
Universitas
Lambung
Mangkurat
Universitas
Hasanudin
Universitas Sam
Ratulangi
170
Total penerimaan mahasiswa baru : 2421 mahasiswa baru
50
100
50
75
100
107
76
52
119
106
II.6 Jumlah mahasiswa
Jumlah mahasiswa dari 14 Institusi
Pendidikan
Kedokteran Gigi
yang
disurvei sebanyak 6800 mahasiswa yang terdiri dari mahasiswa tahap akademik
4832 orang dan tahap profesi 1968 orang. Ada 50% Institusi
Pendidikan
Kedokteran Gigi yang belum mempunyai mahasiswa tahap profesi (Tabel 2)
Tabel 7. Jumlah Mahasiswa 14 Institusi Pendidikan
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Kedokteran Gigi
Institusi
Pendidikan
Kedokteran
Gigi
Jumlah
Mahasiswa
Tahap
Akademik
Jumlah
Mahasiswa
Tahap
Profesi
Jumlah Total
Mahasiswa
IIK
UKM
UMS
UMY
UNAIR
166
101
100
389
610
13
0
0
179
230
179
101
100
468
840
UNAND
UNEJ
162
551
0
178
162
729
UNISULA
UNJANI
UNPAD
UNPRI
UNSOED
USAKTI
USU
169
116
642
96
163
829
738
0
0
522
0
0
564
300
169
116
1164
96
163
1393
1038
4832
1986
6718
TOTAL
Jumlah mahasiswa profesi jika dibandingkan dengan dental unit
RSGM
Pendidikan
Jumlah
DCU
Jumlah
Mahasiswa
Profesi
RSGM
Pendidikan
Jumlah
Mahasis
wa
Profesi
Jumlah
DCU
1
Universitas
Sumatera Utara
302
124
9
UMJ
148
84
2
Universitas
Baiturahmah
333
100
10
Unair
230
187
3
Universitas
Sriwijaya
11
UHT
112
78
4
Universitas
Indonesia
202
160
12
Jember
281
128
5
Universitas
Trisakti
889
151
13
Unhas
385
114
6
Universitas
Moestopo (B)
440
90
14
325
68
244
7
Unpad
501
8
UGM
358
Universitas
Mahasaraswati
160
survey 2010/2011
II. 9 Jumlah lulusan
Pada tabel ini diperlihatkan data lulusan dokter gigi pada periode 2010/2011 di
14 fakultas Fakultas/Prodi Kedokteran Gigi yang telah menghasilkan lulusan dokter
gigi. Total lulusan adalah 1057 orang dengan rincian pada tabel 8 di bawah ini.
Dua belas Fakultas/Prodi Kedokteran Gigi belum menghasilkan lulusan dokter
gigi, karena masih dalam tahap sarjana ataupun masih sednga menjalankan tahap
profesi. Tahun 2012 yang akan datang jumlah Fakultas/Prodi Kedokteran Gigi yang
akan menghasilkan lulusan dokter gigi akan bertambah.
Tabel 8. Jumlah lulusan dokter gigi pada periode 2010/2011
No
1
Nama
Universitas
Jumlah No
23
8
Nama
Universitas
Jumlah
130
2
3
4
5
6
7
Sumatera Utara
Universitas
Baiturahmah
Universitas
Sriwijaya
Universitas
Indonesia
Universitas
Trisakti
Universitas
Moestopo (B)
Universitas
Padjadjaran
63
9
18
10
88
11
184
12
88
13
164
14
Gajah Mada
Universitas
Muhamadyah
Universitas
Airlangga
Universitas
Hang Tuah
Universitas
Jember
Universitas
Mahasaraswati
Universitas
Hasanudin
42
39
33
85
103
Total
1060
1. Jumlah mhs total profesi dan akademik
II.10. Jumlah dosen tetap menurut institusi (pns maupun non pns tetapi sk univ
dosen tetap.
Tabel 9. Jumlah dosen tetap
Nama
Institusi
Jumlah
Dosen
Tetap
(drg)
Jumlah
Dosen
Tetap (drg
Sp)
Jumlah
Dosen
Tetap (S2)
Jumlah
Dosen
Tetap (S3)
Jumlah Dosen
Tetap Total
1
UI
5
54
14
27
100
2
UNSYIAH
5
11
17
1
34
3
UGM
0
67
29
13
109
4
UNMAS
28
10
18
0
56
5
UNLAM
10
1
0
0
11
6
UNSRI
3
0
2
0
5
7
UHT
12
13
8
5
38
8
UNSRAT
6
3
3
0
12
9
UPDM(B)
28
20
29
4
81
10
UB
4
13
6
1
24
11
UNHAS
24
19
36
21
100
12
13
UNBRAH
16
4
9
1
30
IIK
17
4
2
0
23
14
UKM
6
5
4
0
15
15
UMS
6
2
2
0
10
16
UMY
9
1
6
0
16
17
UNAIR
5
113
72
33
223
18
UNAND
11
0
0
0
11
19
UNEJ
12
6
51
7
76
20
UNISULA
11
2
3
1
17
21
UNJANI
0
7
2
2
11
22
UNPAD
3
44
47
25
119
23
UNPRI
7
5
6
0
18
24
UNSOED
10
1
3
1
15
25
USAKTI
31
47
28
21
127
26
USU
45
13
19
13
90
Total
2. Jumlah tenaaga dosen tetap berdasrkan jenjang pendidikan
3. Rasio dosen tetap thd mhs
II.11 Rasio jumlah dosen dan jumlah mahasiswa ( p e r i k s a l a g i )
Sumber Daya Manusia untuk rasio jumlah dosen dan jumlah mahasiswa untuk
pendidikan
Institusi
ditemukan data sebagai berikut: Pada tahap Akademik
Pendidikan
Kedokteran Gigi
terdapat
8
yang mempunyai rasio dosen dengan
mahasiswa di atas 1:10 (30.77 %), hal ini tidak sesuai dengan dengan standar
pendidikan yang dikeluarkan Konsil Kedokteran Gigi tahun 2008. Sedangkan 18
Institusi Pendidikan
Kedokteran Gigi mempunyai rasio 69.23 %
Sedang rasio dosen dengan mahasiswa tahap profesi dari 16 Institusi Pendidikan
Kedokteran Gigi
Pendidikan
yang telah mempunyai mahasiswa tahap profesi, hanya 7 Institusi
Kedokteran Gigi (43,75%) yang memenuhi standar pendidikan dokter
gigi dengan rasio dosen dengan mahasiswa tahap profesi 1 : ≤ 5 (Tabel ). Sedangkan 9
Institusi Pendidikan
Kedokteran Gigi mempunyai rasio 1 : ≥ 5 (56.25 %)
Tabel 10. Rasio Jumlah Dosen Tetap dengan Jumlah Mahasiswa
. Rasio Jumlah Dosen Tetap dengan Jumlah Mahasiswa
Rasio
Jumlah IPDG
Prosentase
1 : < 10
12
46,15 %
1 : > 10
14
53,85 %
Tabel 11 Rasio dosen tetap dengan mahasiswa Tahap Akademik
Rasio Jumlah Dosen dengan Jumlah Mahasiswa
Tahap Akademik
Rasio
Jumlah IPDG
Prosentase
1 : ≤ 10
18
69.23 %
1 : > 10
8
30.77 %
Tabel 12. Rasio Dosen dengan Mahasiswa Tahap Profesi
. Rasio Jumlah Dosen dengan Jumlah Mahasiswa
Tahap Profesi
Jumlah Institusi
Prosentase
Rasio
Pendidikan
Kedokteran Gigi
1:≤5
7
43.75 %
1:≥5
9
56.25 %
4. Pendidikan spesialis
Untuk pendidikan spesialis ada 8 (delapan) cabang spesialisasi dokter gigi
yang dilakukan oleh 6 PTN dan 1 PTS institusi penyelenggara pendidikan dokter
gigi spesialis.
Pendidikan spesialis menghasilkan 120 dokter gigi spesialis setiap tahun di
seluruh Indonesia. Lulusan dokter spesialis diharapkan meningkat menjadi 200
sampai 250 orang pertahun. Jumlah ini hanya dapat dicapai apabila ada perubahan
mendasar pada sistem pendidikan dokter spesialis. Berbagai perubahan mendasar
antara lain mengenai pertambahan jumlah rumah sakit gigi dan mulut sebagai
tempat pendidikan spesialis. Mahalnya pendikan dokter gigi spesialis dan kurangnya
pendanaan dan bantuan lain.
Walaupun pada masa sekarang dan masa 10 tahun yang akan datang Fakultas Kedokteran
Gigi-Fakultas Kedokteran Gigi harus tetap memusatkan perhatiannya kepada produk dokter
gigi yang baik dan cakap untuk diabdikan kepada rakyat banyak, namun dibeberapa fakultas
yang mampu hendaknya dapat dimulai dengan kursus-kursus untuk upgrading dan
spesialisasi dalam beberapa cabang keahlian, khususnya untuk memenuhi kebutuhan staf
pengajar dan Dental Specialist Centres.
Kiranya baik juga diperingatkan disini, bahwa usaha secara besar-besaran untuk
overspesialisasi dan superspesialisasi dalam periode 10 tahun yang mendatang akan
mengandung bahaya yang besar, yakni akan membikin kabur tugas utama dokter gigi
Indonesia pada waktu ini, ialah memelihara dan mempertinggi kesehatan mulut dan gigi dari
masyarakat. Hendaknya dihindarkan bahwa spesialisasi ini hanya dijadikan suatu proyek
prestise untuk beberapa gelintir orang saja.
Tabel
ORTO
USU
UI
USAKTI
UNPAD
UGM
UNAIR
UNHAS
V
V
V
V
V
-
IBM
KGA
V
V
V
V
-
V
V
V
V
-
PROSTO
KONS
ER
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
Jumlah lulusan Spesialis tahun 2010-2011
IPM
V
V
V
V
-
PERIO
V
V
V
V
V
V
RADIO
V
-
No
Nama
1
Universitas
Sumatera Utara
Universitas
Indonesia
Universitas
Trisakti
Universitas
Padjadjaran
2
3
4
Jumlah No
5
6
7
Nama
Jumlah
Universitas
Gajah Mada
Universitas
Airlangga
Universitas
Hasanudin
36
Jumlah DCU Jumlah Peserta
RSGMP
BM
UI
4*
USAKTI
UNPAD 2*
UGM
UNAIR
UNHAS
USU
-
Kons
14
13
6
7
3
KGA Prosto Orto Perio OM Total
8
12
15
10
1*
64
24
7
10
-
6
3
14
5
1*
45
6
6
3
-
15
3.1.10. Pendidikan Pascasarjana
Berdasarkan hasil survei terdapat 5 Institusi
Pendidikan
Kedokteran Gigi
(35,7%) mempunyai pendidikan lanjutan Sp-1, sedangkan 9 Institusi
Pendidikan
Kedokteran Gigi (64,3 %) belum mempunyai pendidikan lanjutan Sp-I. Pendidikan lanjutan
S-2 terdapat di 5 Institusi Pendidikan
Pendidikan
Kedokteran Gigi (35,7%), sedangkan 9 Institusi
Kedokteran Gigi (64,3 %) belum mempunyai pendidikan lanjutan S-2.
Pendidikan lanjutan S-3 diselenggarakan oleh 4 Institusi Pendidikan
Gigi
(28,6 %), sedangkan 10 Institusi
Pendidikan
Kedokteran Gigi
Kedokteran
(71,4 %) belum
memiliki pendidikan lanjutan S-3. Sebagian besar yang tidak mempunyai pendidikan lanjutan
adalah Institusi Pendidikan
11).
Kedokteran Gigi Iyang masih berstatus Program studi (Tabel
Tabel . Pendidikan
Program
Studi
S2
S3
Sp
Sumatera
Jawa
0
0
1
6
2
5
Bali,
Nusa
Tenggara
0
0
0
Kalimantan
Sulawesi
0
0
0
0
0
1
Maluku,
Papua
0
0
0
Tabel . Pendidikan Pascasarjana Spesialis 1
Sp – 1
Jumlah Institusi
Pendidikan
Kedokteran Gigi
Prosentase
Mempunyai
7
26,92 %
Belum Mempunyai
19
73,08 %
Tabel . Pendidikan Pascasarjana S-2
S–2
Jumlah Institusi
Pendidikan
Kedokteran Gigi
Prosentase
Mempunyai
5
35,7 %
Belum Mempunyai
9
64,3 %
Tabel . Pendidikan Pascasarjana S-3
S–3
Jumlah Institusi
Pendidikan
Kedokteran Gigi
Prosentase
Mempunyai
4
28,6 %
Belum Mempunyai
10
71,4 %
5. Kapasitas peserta didik spesialis menurut institusi
6.
Pendidian tenaga auxillary personil
Untuk meningkatkan pelayanan kesehatan gigi dan mulut pada masyarakat Indonesia,
Menteri Kesehatan Republik Indonesia mengeluarkan Surat Keputusan Menteri tertanggal 30
Desember 1950 Nomor: 27998 / Kab memutuskan mendirikan Pendidikan Perawat Gigi (
Dental Nurse ). Keputusan tersebut berlaku mulai 1 Agustus 1951, untuk Sekolah Perawat
Gigi di Jakarta dan pada tahun 1953 Sekolah Perawat Gigi Jakarta meluluskan Perawat Gigi
yang pertama. Namun, pada tahun 1957 Sekolah Perawat Gigi diubah menjadi Sekolah
Pengatur Rawat Gigi (SPRG). Pada tahun 1959 SPTG didirikan dan pada tahun 1960 lulus
Sekolah Pengatur Tehniker Gigi angkatan I Jakarta dan akhirnya pada tahun 1967 berdiri
Ikatan
Perawat
Gigi
dan
Tehniker
Gigi
Indonesia
(
IPTGI
).
Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan bahwa tenaga kesehatan harus
mempunyai
keahlian
professional
yang
ditunjang
pendidikannya.
Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional menyatakan untuk
menjadi Jabatan Fungsional dipersyaratkan adanya profesi yang jelas, etika profesi dan tugas
mandiri dari tenaga kesehatan tersebut dan Jabatan Fungsional menghendaki adanya
organisasi profesi. Sedemikian besar tuntutan pelayanan kesehatan gigi dan mulut serta
luasnya tanah air Indonesia dan bertambahnya penduduk, Perawat Gigi lulusan Sekolah
Pengatur Rawat Gigi di Jakarta sudah barang tentu tidak mampu memenuhi tuntutan tersebut.
Seperti kita ketahui Pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan telah / pernah memiliki
sekitar 22 Sekolah Pengatur Rawat Gigi yang berada di 17 propinsi. Jelaslah bahwa
keberadaan Perawat Gigi bagi masyarakat Indonesia sangat dibutuhkan.
Sekolah Pengatur Rawat Gigi yang berdiri sejak tahun 1951 sampai saat ini telah mengalami
beberapa kali perubahan kurikulum, yang artinya Perawat Gigi juga telah mempunyai
beberapa wajah atau profil (terlampir Pedoman Kurikulum Pendidikan SPRG) dari lampiran
SK Menkes Nomor 62/KEP/DIKLAT/KES/81. Memenuhi tuntutan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia No. 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil dan
Organisasi Profesi serta berkat daya juang yang tinggi melalui berbagai proses, terbentuklah
wadah menghimpun profesi Perawat Gigi pada tanggal 13 September 1996 yang dinamakan
Persatuan Perawat Gigi Indonesia/organisasi profesi PPGI di BLKM Ciloto Jawa Barat yang
didukung oleh Direktorat Kesehatan Gigi, Biro Organisasi Departemen Kesehatan RI, dan
PUSDIKNAKES Depkes RI.
Di dalam Peraturan Pemerintah No.32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan, tenaga
kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki
pengetahuan dan / atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk
jenis
tertentu
memerlukan
kewenangan
untuk
melakukan
upaya
kesehatan.
Jelaslah bagi kita, dari butir pertama Peraturan Pemerintah tersebut, bahwa Perawat Gigi
termasuk dalam salah satu tenaga kesehatan. Perawat Gigi mempunyai keterampilan,
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan gigi khususnya setelah menempuh
pendidikan Sekolah Pengatur Rawat Gigi.
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1035/Menkes/SK/IX/1998 tentang Perawat Gigi
merupakan salah satu jenis tenaga Kesehatan kelompok Keperawatan. Selanjutnya untuk
kenyamanan Perawat Gigi bekerja disusunlah peraturan – peraturan Jabatan Fungsional
Perawat Gigi kemudian terbitlah :
1. KEPMENPAN No. 22/KEP/M.PAN/4/2001tentang Jabatan Fungsional Perawat Gigi dan
angka kreditnya.
2. Keputusan Bersama Menkes dan Kesos dan KA. BKN No. 728/MENKES/ KESOS/ SKB/
VII/ 2001 dan No. 32A Tahun 2001 Kep.Menkes No. 1208/Menkes /SK/ XI/2001
dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 284/ Menkes/SK/ IV/ 2006,
Perawat Gigi merupakan salah satu jenis tenaga Kesehatan dalam kelompok Keperawatan
yang dalam menjalankan tugas profesinya harus berdasarkan Standar Profesi sesuai
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesi Nomor : 378/Menkes/SK/III/2007,
(terlampir). Sehingga dapat disimpulkan tenaga profesi Kesehatan Gigi mempunyai jenis
tenaga sebagai berikut ;
1.Dokter Gigi
2.Perawat Gigi
3.Tehniker Gigi
B.
SEJARAH
AKADEMI
KESEHATAN
GIGI
DEPKES
HINGGA
KINI
Menyadari akan makin meningkatnya need and demand masyarakat akan kebutuhan
pelayanan kesehatan, PUSDIKLAT Depkes ( pada waktu itu belum terpisah Pusdiklat dan
Pusdiknakes) telah memikirkan untuk meningkatkan SPRG menjadi Program D3 dengan
mengadakan pertemuan di Tawangamangu tahun 1980 yang dihadiri oleh pakar dari Depkes,
Depdikbud,
beberapa
dekan
FKG,
Pimpinan
dan
staf
SPRG
.
Setelah melalui proses yang panjang, konsultasi dengan Departemen Kesehatan, Depdikbud,
FKG, FKM, PDGI, IPGI ( pada waktu itu IPTGI ) serta mengacu pada referensi antara lain
Sistem Kesehatan Nasional, lahirlah Akademi Kesehatan Gigi Depkes yang akan melahirkan
tenaga Ahli Madya Kesehatan Gigi.
Bentuk Pendidikan Tinggi Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1990 menegaskan bahwa
pendidikan tinggi merupakan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi daripada pendidikan
menengah di jalur pendidikan sekolah. Pendidikan tinggi terdiri atas pendidikan akademik
dan pendidikan professional, satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi
disebut Perguruan Tinggi yang dapat berbentuk Akademi, Politeknik, Sekolah Tinggi, Institut
atau Universitas.
1.Akademi menyelenggarakan program pendidikan professional dalam satu atau sebagian
cabang ilmu pengetahuan, tehnologi, atau kesenian tertentu
2.Politeknik menyelenggarakan program pendidikan professional dalam sejumlah bidang
pengetahuan khusus
Dengan demikian pendidikan akademik yang mengutamakan peningkatan mutu dan
memperluas wawasan ilmu pengetahuan, diselenggarakan oleh Sekolah Tinggi, Institut dan
Universitas, sedangkan pendidikan professional yang mengutamakan peningkatan
kemampuan penerapan ilmu pengetahuan, diselenggarakan oleh Akademi, Politeknik,
Sekolah Tinggi, Institut, dan Universitas.
Struktur Organisasi dan Tata Kerja Akademi Kesehatan Gigi mengacu pada Surat Keputusan
Menteri Kesehatan RI Nomor : 095/MENKES/SK/II/1991. Dan berdasarkan Keputusan
Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 017a/U/1998 Nomor: 108/MENKES/SKB/II/1998 tentang Penyelenggaraan
Pendidikan Program Diploma di Bidang Kesehatan Pendidikan Perawat Gigi di Indonesia
pada awalnya dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan dengan
kemampuan vokasional setara jenjang pendidikan menengah dengan kelembagaan Sekolah
Pengatur Rawat Gigi berubah menjadi Akademi Kesehatan Gigi ( AKG ) dengan peserta
didik berasal dari lulusan pendidikan menengah ( SMU/SMA) dan semenjak tahun 2002
Akademi Kesehatan Gigi bergabung dalam struktur kelembagaan Politeknik Kesehatan
sebagai Jurusan Kesehatan Gigi ( JKG ).
Padahal Keputusan Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial Nomor 43/MENKESKESOS/SK/1/2001 tentang Izin Penyelenggaraan Pendidikan Diploma Bidang Kesehatan
pendidikan Diploma Kesehatan Gigi tidak sesuai lagi dengan situasi dan kondisi saat ini. (
terlampir ) dan telah diganti menjadi jenis pendidikan Diploma Keperawatan Gigi
sebagaimana pada SK Menkes dalam lampiran I Surat Keputusan Menteri Kesehatan
(terbaru) Nomor : 1192/MENKES/PER/X2004 tanggal 19 Oktober 2004 tertuang jenis
pendidikan Diploma di bidang kesehatan sebagai berikut;
Namun kenyataan hingga saat ini penyelenggaraan pendidikan program Diploma jenis
pendidikan masih menggunakan jenis pendidikan lama ( Kesehatan Gigi ).
Kekhasan dari penyelenggaraan pendidikan program Diploma adalah pelaksanaan praktik
yang lebih intensif untuk menghasilkan lulusan yang menguasai kompetensi profesi tertentu.
Hal ini berimplikasi pada beberapa hal berikut;
1.Program Diploma lebih mengutamakan pada peningkatan keahlian dan keterampilan
2.Kegiatan menerapkan dan mempraktikkan keahlian lebih dominan dalam proses
penyelenggaraan sistem belajar – mengajar
3.Oleh karenanya laboratorium maupun bengkel dengan fasilitas yang memadai menjadi
tulang punggung dalam penyelenggaraan pendidikan
4.Dosen atau laboran yang kompeten menjadi prasyarat utama agar sistem pembelajaran
berjalan semestinya
5.Kurikulum harus merujuk pada kompetensi profesi yang dituju
Kompetensi menjadi jembatan yang menghubungkan antara stake holder (pengguna) dengan
institusi pendidikan program Diploma ( diantaranya Politeknik Kesehatan Depkes ).
Kompetensi profesi akan menjadi rujukan dalam menyusun panduan proses belajar mengajar,
yang salah satu bagian terpentingnya adalah kurikulum.
Dengan demikian kurikulum pada pendidikan Diploma harus didasarkan pada kompetensi
profesi yang diidentifikasi secara langsung dari masyarakat profesinya. ( P5D Bandung, 2002
hal 3 )
Dalam membangun kurikulum berbasis kompetensi profesi perlu diperhatikan urutan kerja
dalam menyelesaikan setiap tahapannya. Urutan yang logis untuk membangun kurikulum
adalah;
1.Identifikasi profesi dan rincian kerja pada profesi tersebut
2.Identifikasi kompetensi dari setiap profesi yang telah teridentifikasi
3.Menjabarkan kompetensi dalam gatra pembelajaran sesuai taxonomi Bloom sekaligus
mengukur kedalamannya
4.Memilah dan mengurut gatra pembelajaran dalam kelompok matakuliah
5.Menentukan mata kuliah yang merangkum gatra pembelajaran yang telah tersusun
Hal tersebut harus dirinci dan dilaksanakan proses pengembangan kurikulum Diploma III
Keperawatan Gigi yang diinginkan.
Jurusan Keperawatan Gigi lebih sesuai namanya dengan yang dihasilkan yaitu Perawat Gigi
dengan sebutan Ahli Madya Keperawatan Gigi.
Penggantian nama pendidikan dari Jurusan Kesehatan Gigi menjadi Jurusan Keperawatan
Gigi juga telah masuk daftar agenda ( prioritas utama program jangka pendek ) Musyawarah
Nasional III PPGI, Perawat Gigi seluruh Indonesia tahun 2006 di Makassar.
C. PERAWAT GIGI BUKAN PERAWAT ( NURSE )
Walaupun Perawat Gigi di dalam SK Menteri Kesehatan RI Nomor 1035 Tahun 1998
termasuk kelompok Keperawatan bukan berarti Perawat Gigi adalah Perawat. Sama halnya
berdasarkan PP Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan, Bidan juga termasuk
kelompok Keperawatan akan tetapi Bidan sendiri menyatakan dirinya bukan Perawat.
Alasan mengapa Perawat Gigi bukan Perawat adalah Pemahaman tentang Keperawatan
bukan hanya berarti nursing. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke-2 yang
diterbitkan oleh Balai Pustaka Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 1994, kata
“RAWAT” diartikan pelihara, urus, atau jaga. “Perawatan” adalah proses perbuatan, cara
merawat, pemeliharaan, penyelenggaraan, pembelaan (orang sakit). Berdasarkan pengertian
tersebut di atas, maka Keperawatan dapat diartikan sesuatu yang berkaitan dengan proses
perbuatan, cara merawat, pemeliharaan, penyelenggaraan dan pembelaan khususnya bagi
orang sakit.
Definisi Keperawatan berdasarkan hasil lokakarya Keperawatan Tahun 1983, dinyatakan
bahwa Keperawatan adalah suatu bentuk professional yang merupakan bagian integral dari
pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan berbentuk pelayanan
biopsiko social cultural yang komperehensif serta ditujukan kepada inidividu, keluarga dan
masyarakat baik sehat maupun sakit.
Dalam hal ini PPGI lebih cenderung mengartikan Keperawatan dalam konteks kesehatan gigi
dan mulut adalah dalam bentuk upaya pemeliharaan ( care ) kesehatan gigi dan mulut. Antara
Perawat Gigi dan Perawat terdapat perbedaan pendekatan walaupun kedua jenis tenaga
tersebut memandang manusia sebagai satu kesatuan yang mengandung unsur – unsur biologi,
psikologis, sosial dan kultural (biopsikososialkultural).
Perawat Gigi melakukan asuhan kesehatan gigi dan mulut dalam upaya pendekatan,
pemeliharaan melalui tindakan-tindakan promotif – preventif, sedangkan Perawat (Nurse)
melakukan pendekatan berdasarkan pendekatan pemenuhan kebutuhan dasar manusia agar
mampu mengatasi masalahnya.
Hingga dapat disimpulkan sebagai berikut;
1.Pelayanan kesehatan gigi dan mulut mencakup pelayanan medis gigi ( care ) oleh Dokter
Gigi, pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut ( care ) oleh Perawat Gigi dan pelayanan
asuhan supporting oleh Tehnisi Gigi.
2.Pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut dilakukan secara komperehensif kepada
individu, keluarga dan masyarakat yang mempunyai ruang lingkup berfokuskan kepada aspek
promotif, preventif, dan kuratif dasar
3.Dalam melaksanakan tugasnya seorang Perawat Gigi dapat memberikan konseling terhadap
hak-hak klien dan memberikan jaminan terhadap kualitas pelayanan kesehatan gigi dan mulut
yang diberikan secara profesional
4.Untuk menghasilkan tenaga Perawat Gigi yang profesional melalui pendidikan jenjang
lanjut, pendidikan tinggi yaitu jenjang Diploma III
5.Perawat Gigi merupakan tenaga kesehatan professional yang termasuk dalam kategori
tenaga Keperawatan
6.Tugas Perawat Gigi bersifat mandiri secara professional
7.Perawat Gigi adalah mitra kerja Dokter Gigi yang menunjang program Pemerintah dalam
pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut
8.Perawat Gigi melaksanakan program Pemerintah ( Departemen Kesehatan ) dalam
pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut masyarakat.
9.Pendidikan Perawat Gigi telah dimulai sejak tahun 1951 melalui Sekolah Perawat Gigi dan
pada tahun 1957 berubah menjadi Sekolah Pengatur Rawat Gigi yang ditingkatkan jenjang
pendidikan tinggi melalui Akademi Kesehatan Gigi dan kini Jurusan Kesehatan Gigi
10.Perawat Gigi mempunyai organisasi profesi sebagai wadah berhimpun dan
memperjuangkan aspirasinya adalah PERSATUAN PERAWAT GIGI INDONESIA.
11.Dalam melaksanakan tugasnya seorang Perawat Gigi berkolaborasi dengan tenaga
kesehatan lainnya ( Dokter Gigi, Dokter Umum, Perawat Umum, Bidan dan sebagainya ) dan
bekerja sesuai Standar Profesi yang berlaku
12.Penyelenggaran pendidikan Diploma bidang kesehatan bagi tenaga calon Perawat Gigi
agar disesuaikan nama institusi menjadi Jurusan Keperawatan Gigi sebagaimana dalam
lampiran I SK Nomor 1192/Menkes/PER/X/2004
13.Kurikulum adalah dokumen yang berisikan uraian mengenai aktivitas belajar, mengajar
dan fasilitas penunjang yang dirangkum berdasarkan kebutuhan masyarakat, falsafah
pendidikan dan tujuan institusional ( Keperawatan Gigi ) maka dianggap perlu melakukan
perubahan sesuai Standar Profesi dan Standar Pelayanan Asuhan Kesehatan Gigi dan Mulut
yang berlaku.
14.Bahwa penyusunan kurikulum pendidikan Diploma III Keperawatan Gigi harus
melibatkan organisasi profesi PPGI
15.Semua anggota Keperawatan adalah satu KAUM = Kaum Keperawatan
Tabel
Jumlah Institusi pendidikan perawat gigi
Program Studi
Sumatera
Jawa
Bali,
Nusa
Tenggara
Kalimantan
Jurusan
Keperawatan Gigi
(JKG) Politeknik
Kesehatan
Kemenkes
6
6
0
2
Sulawesi
4
Maluku
Papua
0
Tabel
Jumlah Institusi pendidikan perawat gigi
No
Nama
Tempat
No
Nama
Tempat
1
JKG Poltekkes
Aceh
11
JKG Poltekkes
DI
2
JKG Poltekkes
Medan
12
JKG Poltekkes
Surabaya
3
JKG Poltekkes
Bukittinggi
13
JKG Poltekkes
Denpasar
4
JKG Poltekkes
Palembang
14
JKG Poltekkes
Kupang
5
JKG Poltekkes
Jambi
15
JKG Poltekkes
Pontianak
6
7
JKG Poltekkes
JKG Poltekkes
Lampung
Jakarta
16
17
JKG Poltekkes
JKG Poltekkes
Banjarmasin
Manado
8
JKG Poltekkes
Bandung
18
JKG Poltekkes
Makassar
9
JKG Poltekkes
Tasikmalaya
19
Kendari
10
JKG Poltekkes
Semarang
20
Akademi
Kesehatan Gigi
Bina Husada
Program Studi
Keperawatan
Gigi STIKES
Amanah
Yogyakarta
Makassar
Tabel
Status Institusi pendidikan perawat gigi
Status
Jumlah
Persentase
1
Negeri
18
90 %
2
Swasta
2
10 %
TOTAL
26
100%
Jumlah penerimaan mahasiswa baru dan lulusan tahun 2011 :
No
Nama
Institusi
Jumlah
Penerimaan
Jumlah
lulusan
No
1
JKG Aceh
60
60
14
2
JKG Medan
60
60
15
3
JKG
Bukittinggi
JKG Jambi
45
45
16
42
42
17
JKG
Lampung
JKG
Palembang
65
65
18
37
37
19
JKG Jakarta
JKG
Bandung &
Tasikmalaya
JKG
Semarang
JKG
Yogyakarta
JKG
Surabaya
JKG
Denpasar
JKG
Kupang
Total
34
94
34
94
58
58
59
59
130
129
45
45
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
JKG
Pontianak
JKG
Banjarmasin
JKG
Manado
JKG
Makassar
AKG
Kendari
Prodi Kep.
Gigi STIKES
Amanah
Jumlah
Penerimaa
n
Jumlah
lulusan
60
60
47
47
44
44
100
100
35
35
50
-
1065
1098
84
Jumlah Penerimaan
Tekniker Gigi
Berdasarkan Kepmenkes No. 372 Tahun 2007 Tentang Standar Profesi Teknisi
Gigi,
Tekniker gigi adalah individu rekan kerja dokter gigi yang bertugas untuk
membuat gigi tiruan sebagian lepasan, gigi tiruan lengkap lepasan alat ortodonti dan
maksilo fasial, memiliki pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan kompetensi
yang diperoleh melalui jenjang pendidikan formal dan berguna untuk kesejahteraan
manusia sesuai dengan kode etik serta bermitra dengan Dokter gigi dan Dokter gigi
spesialis. Profesi teknisi gigi adalah suatu pekerjaan di bidang keteknisian gigi yang
dilaksanakan
berdasarkan
suatu
keilmuan
(Body
of
knowledge),
memiliki
kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan yang berjenjang, melalui kode etik
yang bersifat melayani masyarakat.
Teknisi Gigi mempunyai kewajiban menentukan komponen teknisi gigi yang
mempengaruhi kesehatan manusia. Dan melaksanakan praktek teknisi gigi dengan
komponen-komponen teknisi gigi secara tepat berdasarkan prosedur yang telah
ditetapkan.
Saat ini pendidikan tekniker gigi di seluruh Indonesia terdapat 11 institusi. Dan yang
terbanyak adalah di Jawa (6 institusi), Sumatera ( 4 institusi) dan Sulawesi (1
institusi). Di Bali, Nusatenggara, Maluku dan Papua tidak terdapat Institusi
Pendidikan Tekniker Gigi (tabel dan grafik )
Tabel
Jumlah Institusi pendidikan Tekniker gigi
Program
Studi
Sumatera
Jawa
Bali, Nusa
Tenggara
Kalimantan
Sulawesi
D3 Tehniker
Gigi
4
6
0
0
1
Grafik
Maluku,
Papua
0
Lokasi Institusi pendidikan Tekniker gigi
Sedangkan status Institusi Pendidikan Tekniker Gigi adalah 2 negeri dan 8
swasta (tabel
) dan kota tempat Institusi Pendidikan Tekniker Gigi diperlihatkan
pada tabel .......
Tabel status Institusi Pendidikan Tekniker Gigi
Status
Jumlah Institusi
Pendidikan
Teknik Gigi di
Indonesia
Prosentase
Negeri
2
20%
Swasta
9
80%
Tabel Nama dan tempat Institusi Pendidikan Tekniker Gigi
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Nama
Akademik Teknik Gigi
Prog. Studi Diploma III Teknik
Gigi STIKES HANG TUAH
Jurusan Teknik Gigi Poltekkes
Kemenkes Lampung
Akademi Teknik Gigi St. Aloan
Akademik Teknik Gigi Hang
Tuah Ladokgi RE Martadinata
Jakarta
Jurusan Teknik Gigi Poltekkes
Kemenkes RI Jakarta II
Akademi Teknik Gigi
Universitas Prof.Dr.Moestopo
Akademik Teknik Gigi Kediri
Sekolah Teknik Kedokteran Gigi
Universitas Airlangga
Kesehatan Gigi UNAIR
Surabaya (DIII Teknik Gigi)
Akademi Teknik Gigi
Universitas Hasanudin (Program
Diploma Teknik Gigi)
Tempat
Padang - Sumatera
Barat
Pekan Baru
Tanjungkarang
Bandar Lampung
Medan
Jakarta
Jakarta
Jakarta
Kediri
Surabaya
Surabaya
Makasar
Tabel Jumlah penerimaan dan lulusan Institusi Pendidikan Tekniker Gigi
No
1
2
3
Nama
Jurusan Teknik Gigi Poltekkes
Kemenkes RI Jakarta II
Jurusan Teknik Gigi Poltekkes
Kemenkes Lampung
Akademik Teknik Gigi Hang Tuah
Ladokgi RE Martadinata Jakarta
Jumlah
Penerimaan
70
Jumlah
Lulusan
34
31
24
9
8
4
23
22
11
21
6
Prog. Studi Diploma III Teknik Gigi
STIKES HANG TUAH Pekan Baru
Akademik Teknik Gigi Padang Sumatera Barat
Akademik Teknik Gigi Kediri
5
2
7
Kesehatan Gigi UNAIR Surabaya
45
40
8
Akademi Teknik Gigi Universitas
Prof.Dr.Moestopo
Sekolah Teknik Kedokteran Gigi
Universitas Airlangga
Akademi Teknik Gigi Universitas
Hasanudin
Akademi Teknik Gigi St. Aloan
25
21
219
172
5
9
10
11
SEBARAN DOKTER GIGI DAN DOKTER GIGI SPESIALIS
Status kedokteran gigi sebagai suatu profesi tersendiri, yakni Dental Profession
bagian dari Health-profession, telah mendapat pengakuan umum dan tidak dapat
diganggu gugat lagi. Jumlah dokter gigi yang pada permulaan kemerdekaan hanya
terdiri dari lebih kurang 200 orang, sekarang telah bertambah menjadi lebih dari
20.000 orang.
Data Konsil Kedokteran Gigi Indonesia (KKI) per akhir Desember 2010
menunjukkan bahwa jumlah dokter gigi sebanyak 20.655 dokter gigi dan 1592 dokter
gigi spesialis. Pada saat ini masih terdapat ketimpangan penyebaran dokter gigi,
dimana sebagian besar berada di kota besar khususnya di Pulau Jawa.
Lebih rinci, berdasarkan data dari KKI, distribusi dokter gigi terbanyak adalah
di Pulau Jawa dan Bali serta di Provinsi Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan.
JUMLAH: 20.655 ORANG
Grafik
Persebaran Dokter Gigi per Provinsi pada Tahun 2010
(sumber: Konsil Kedokteran gigi Indonesia 2011)
Menurut Indikator Indonesia Sehat, (2010), rasio dokter gigi per 100.000
penduduk = 11, atau idealnya adalah = 1 : 9090. Dengan asumsi jumlah penduduk
saat ini 238 juta dan jumlah dokter gigi sebanyak 20.658 orang, maka rasio saat ini
adalah 1: 11.521
Jika jumlah penduduk saat ini ada 238 juta, masih ada kekurangan dokter gigi
5525 ribu dokter gigi. Dengan mempertimbangkan hasil kelulusan uji kompetensi
dokter gigi dan penerbitan STR, rata-rata produksi dokter per tahun 1250
orang,
maka kebutuhan baru akan tercukupi dalam 4 1/2 tahun, akan tetapi hal ini tidak
menjamin meratanya pelayanan kesehatan gigi bagi seluruh rakyat Indonesia
karena masalah distribeusi/ penyebaran lulusan dokter gigi.
Mengacu pada grafik persebaran dokter gigi di atas, terlihat bahwa untuk daerah
Indonesia bagian Timur dan sebagian daerah Indonesia bagian Barat sangat
kekurangan dokter gigi. Dengan kata lain diperlukan pengaturan distribusi untuk
daerah-daerah yang
persebarannya masih belum memenuhi rasio ideal. Terkait
dengan hal ini maka pertimbangan untuk Pendirian Institusi Pendidikan Kedokteran
Gigi harus disesuaikan dengan pola kebutuhan daerah yang kekurangan.
Data Depkes menyatakan bahwa Jumlah puskesmas yang ada kurang lebih
sebanyak 7.236 unit, sedangkan puskesmas dengan pelayanan kesehatan gigi dan
mulut ada sebanyak 5.427 unit. Data ini memperlihatkan adanya
kekurangan
sarana kesehatan gigi dalam rangka untuk melayani masyarakat serta mendukung
peningkatan derajat kesehatan gigi masyarakat.(....................)
Rasio dokter gigi terhadap jumlah puskesmas saat ini adalah 1:3, artinya
setiap 1 tenaga dokter gigi harus melayani 3 puskesmas. Sesuai konsep wilayah
kerja puskesmas serta keadaan demografi wilayah di Indonesia yang relatif sulit
dijangkau maka tidak dimungkinkan 1 orang dokter gigi dapat melakukan tugasnya
dengan baik untuk 3 puskesmas sekaligus. Hal ini berakibat pada mutu pelayanan
dan efektifitas pelayanan yang selanjutnya akan berpengaruh pada pencapaian
keberhasilan upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat. ( data Depkes)
Rasio ini masih kurang bila dibandingkan dengan rasio ideal. setiap puskesmas
disarankan setidaknya terdapat
seorang dokter gigi. Rasio dokter gigi per
puskesmas penting untuk menjadi acuan, untuk melihat sejauh mana fasilitas
kesehatan yang menjadi ujung tombak pembangunan kesehatan masyarakat dapat
berfungsi dengan baik. Secara umum dapat dilihat bahwa daerah dengan rasio lebih
rendah dari satu menunjukkan jumlah dokter gigi lebih kecil dari jumlah puskesmas,
artinya banyak puskesmas yang tidak memiliki tenaga dokter gigi. Saat ini
diperkirakan 75% Puskesmas tidak memiliki tenaga dokter gigi terutama di daerah
sulit
Yang perlu menjadi perhatian adalah daerah-daerah dengan rasio dokter gigi
per puskesmas yang kecil dan akses yang sulit, seperti di Indonesia bagian Timur
antara lain Maluku dan Papua. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat mengalami
kesulitan
untuk
mengakses
fasilitas
kesehatan.
Kalaupun
pada
akhirnya
masyarakat dapat mengakses fasilitas kesehatan, dalam hal ini puskesmas,
pelayanan yang diterima belum memuaskan karena ketiadaan dokter gigi.
Saat ini tidak ada peraturan perundang-undangan tentang wajib kerja bagi
dokter dan dokter spesialis. Pertanyaan selanjutnya adalah perihal lahan pekerjaan
para
lulusan
dokter
gigi
yang
efektif
untuk
melayanai
masayarakat yang jauh dari akses pelayanan kesehatan gigi.
kantung-kantung
Perlu dicermati
kendala apa yang menyebabkan enggan untuk mengabdi didaerah terpencil,
perbatasan
dan
kepulauan.
Apakah
kendala
tersebut
terkait
masalah
insentif/kompensasi, ataukah terkait dengan masalah kurikulum yang tidak
menyiapkan sikap, motivasi dan kesiapan mental peserta didik agar bersedia untuk
bekerja di daerah yang sulit.
Tabel . Distribusi Dokter Gigi Spesialis di Indonesia berdasarkan
spesialisasinya (KKI 2010)
Jumlah spesialis Kedokteran gigi Gigi di Indonesia adalah sebanyak 1.592
orang Data KKI per 31 Desember 2010). Spesialis terbanyak adalah bidang
Ortodonti diikuti oleh spesialis Konservasi, spesialis Bedah Mulut dan Maksilofasial,
spesialis prostodonti, sepesialis kedokteran gigi anak, spesialis periodonti, spesialis
Penyakit Mulut dan spesialis Radiologi Kedokteran Gigi. Idealnya rasio dokter gigi
spesialis adAlah 1:16.667, dengan jumlah penduduk sebanyak 238 juta maka rasio
dokter gigi spesialis saat ini adalah 1: 16.667. dengan demikain kekurangan dokter
gigi spesialis adalah 12.688 orang. Jika pendidikan dokter gigi spesialis masih
menghasilkan sekitar 200 orang pertahun, maka kebutuhan dokter gigi spesialis
baru bisa datasi setelah 63 tahun
Terlihat jelas disini bahwa
jumlah dan kualitas
dokter spesialis harus
ditingkatkan. Peningkatan jumlah dokter spesialis dari segi kuantitas terutama
ditujukan untuk mengatasi distribusinya yang tidak merata, karena dokter gigi
spesialis hampir 92% berkonsentrasi di pulau Jawa, sedangkan peningkatan dari
segi kualitas ditujukan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di berbagai
daerah.
Pembiayaan pendidikan spesialis cukup mahal, selama ini konstribusi
pemerintah dalam pembiayaan pendidikan spesialis sangat kecil, sehingga
pendidikan spesialis sebagian besar dananya masih mengandalkan PNBP. Saat ini
bidang kedokteran gigi baru hanya satu spesialisasi yang pembiayaan pesertanya
dibantu oleh Kementrian Kesehatan yaitu spesialisasi Bedah Mulut. Diharapkan
untuk tahun-ahun selanjutnya, bidang spesialisasi lainnya dapat diikut sertakan
dalam program pembiayaan oleh Kementrian Kesehatan, mengingat persyaratan
rumah sakit sudah mencantumkan
Uji Kompetensi (dari standar kompetensi KKI)
Monitoring mempunyai makna mengawasi apa yang sedang terjadi (to get in touch
with what is going on) atau menjaga agar kemajuan suatu program berjalan pada
jalurnya dan sesuai perencanaan (to keep track of the progresses and keep plan on
track). Dengan demikian kegiatan monitoring seharusnya dilakukan oleh pihak
eksekutif pengelola pendidikan karena dilakukan pada saat proses pendidikan. Pada
pelaksanaan mewujudkan standar kompetensi, karena berkaitan dengan kurikulum
maka kegiatan monitoring dan evaluasi ini berada dibawah tanggung jawab Dekan
dan Wakil Dekan Bidang Akademik.
Dalam upaya memenuhi Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran (UUPK), setiap dokter gigi yang lulus harus mempunyai sertifikat
kompetensi, oleh karena itu setelah lulus pendidikan formal kedokteran gigi, setiap
lulusan harus melalui suatu uji kompetensi yang dilakukan oleh Bersama Uji
Kompetensi Dokter Gigi Indonesia (KBUKGDI). Uji Kompetensi ini merupakan
evaluasi terhadap hasil pendidikan yaitu lulusan yang akan dilaksanakan Kolegium
melalui uji kompetensi dalam rangka memperoleh Sertifikat Kompetensi. Materi ujian
disusun bersama oleh tim terpadu dibawah koordinasi dan pengawasan Kolegium.
Selain itu evaluasi kurikulum yang menggunakan standar kompetensi ini, akan
dilakukan bersama oleh Konsil Kedokteran Indonesia, Badan Akreditasi Nasional
Perguruan Tinggi beserta Kolegium pada saat akreditasi pendidikan profesi di
masing-masing institusi pendidikan. Dalam UUPK tersebut juga dinyatakan bahwa
sertifikat kompetensi (dokter) adalah surat tanda pengakuan terhadap kemampuan seorang
dokter untuk menjalankan praktik kedokteran di seluruh Indonesia. Sertifikat kompetensi
dikeluarkan oleh kolegium yang bersangkutan yang selanjutnya dapat memperoleh Surat
Tanda Registrasi (STR) yang dikeluarkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia. (KKI).
Para stakeholders dan masyarakat juga diharapkan dapat memonitor dan
memberikan umpan balik berdasarkan fenomena yang terjadi di lapangan.
Mekanisme dan tata laksana monitoring dan evaluasi akan disusun dalam pedoman
tersendiri. Uji Kompetensi yan dilaksanakan oleh UKGDI dilakukan sejak tahun
2007. Sampai saat ini (Desemeber 2011) sudah dilakukan sebanyak 14 kali.
Hasil uji kompetensi 2010 dan 2011 ditampilkan dalam tabel
dan tabel
di bawah
ini.
Hasil uji kompetensi 2010 diikuti oleh 10 Fakultas yang telah meluluskan dokter gigi
dan hasil
Indikator Kunci kinerja Key Performence Index mencapai 80,665
%,
sedangkan pada tahun 2011 diikuti oleh 13 Fakultas yang telah meluluskan dokter
gigi dan Key Performence Index mencapai mengalami kenaikan mencapai 85.25 %.
Hal ini berarti usaha pelatihan yang dilakukan oleh tim UKGDI dan Afdokgi membawa hasil
yang memuaskan
Tabel
No
Hasil uji kompentensi Dokter Gigi Indonesia Lulusan Baru
First Taker dalam % Tahun 2011
FKG/PSKG
Januari
2010
April
2010
Universitas
Jml
L
Jml
Juli 2010
Oktober
2010
Jumlah Total
L
Jml
L
Jml
L
Peserta
%
Lulusan
1
Sumatra Utara
25
21
29
24
49
45
47
41
150
131
87,33
2
Baiturrahmah
62
40
58
33
27
13
64
26
211
112
53,08
3
Indonesia
30
29
35
33
29
21
29
25
123
108
87,80
4
Trisakti
107
90
88
63
42
40
87
63
324
256
79,01
5
Moestopo (B)
38
34
46
34
28
22
82
51
194
141
72,68
6
Padjadjaran
44
43
43
32
56
55
55
50
198
180
90,91
7
Gajah Mada
34
34
35
35
36
29
60
52
165
150
90,91
8
Jember
48
47
68
41
37
26
21
21
174
135
77,59
9
Hasanuddin
62
55
39
27
35
35
21
10
157
127
80,89
10
Mahasaraswati
19
17
60
48
38
34
97
86
214
185
86,45
1910
1525
80,665
Jumlah
Tabel Hasil uji kompentensi Dokter Gigi Indonesia Lulusan Baru
First Taker dalam % Tahun 2011
No
FKG/PSKG
Universitas
Januari
April
2011
2011
Jml
L
Jm
L
Juli 2011
Jml
L
Oktober
Jumlah
2011
Total
Jml
L
l
Peser
Lulusa
ta
n
%
1
Sumatra Utara
40
35
36
30
52
46
50
48
178
159
89.33
2
Baiturrahmah
54
52
1
1
27
9
16
14
98
78
79.59
3
Indonesia
24
24
20
19
20
17
-
-
64
60
93.75
4
Trisakti
83
66
135
115
102
75
34
26
354
282
79.66
5
58
44
52
34
40
22
31
17
181
117
64.64
6
Prof. Dr.
Moestopo
Padjadjaran
41
40
34
31
26
22
41
36
142
129
90.85
7
Gajah Mada
54
49
41
39
-
-
59
58
154
146
94.81
8
Airlangga
-
-
47
42
-
-
111
107
158
149
94.30
9
Hang Tuah
18
16
19
17
14
13
10
5
61
51
83.61
10
Jember
26
25
20
20
20
18
25
24
91
85
93.41
11
Hasanuddin
44
35
45
37
82
55
68
56
239
183
76.57
12
Mahasaraswati
53
45
-
-
45
24
-
-
98
69
70.41
13
Muhammadiya
h Jogja
Jumlah
-
-
-
-
27
26
10
10
37
36
97.30
495
431
450
385
455
327
1400
1143
85.25
Perbandingan hasil kelulusan Uji kompetensi 2010- 2011 per fakultas dengan
ditampilkan dalam tabel
dibawah ini. Beberapa fakultas mengalami kenaikan yang
cukup pesat sedangkan beberapa fakultas mengalami penurunan hasil ujian.
\ Tabel perbandingan Hasil uji kompentensi Dokter Gigi Indonesia Lulusan Baru
First Taker dalam % Tahun 2020/ 2011
Hasil analisis uji kompetensi sejak tahun 2007 dapat dilihat pada tabel
........di
bawah ini. Hasil kelulusan uji kompetensi tahuin 2007 dan tahun 2008 cukup tinggi di
atas 90 %. Pada tahun 2008 dilaksanakan program HPEQ oleh Dikti dimana
diajarkan cara2 pembuatan soal, dll, hasilnya ujian pada tahun 2008 mengalami
penurunan yang cukup tajam menjadi
78,41%.
Setelah fakultas dan Prodi
melakukan pelatihan dengan panduan
oleh tim UKGDI, HPEQ, UKDGI dan
AFDOKGI terjadi kenaikan yang cukup bermakna pada tahun 2010 dan tahun 2011.
Hal ini berarti pelatihan-pelatihan ini membawa hasil yang memuaskan
BAB III
STANDAR PENDIDIKAN DOKTER GIGI INDONESIA
3.1. STANDAR ISI
Hakekat pendidikan Kedokteran gigi adalah pendidikan akademik profesional,
berarti pendidikan Kedokteran gigi mencakup pendidikan dan pelatihan untuk
memperoleh ilmu pengetahuan bidang Kedokteran gigi, keterampilan klinik sekaligus
sikap sebagai seorang Dokter gigi yang profesional. Program pendidikan Kedokteran
gigi juga mencakup Tridharma Perguruan Tinggi yaitu Pendidikan, Penelitian dan
Pengabdian pada Masyarakat. Ketiga unsur ini dalam pelaksanaannya saling terkait dan
sulit dipisahkan satu sama lain.
Selanjutnya akan diuraikan menjadi komponen-komponen standar.
3.1.1 Kurikulum
Unsur utama dari pendidikan adalah kurikulum. Menurut PP Nomor 60 tahun
1999, kurikulum merupakan dasar penyelenggaraan program studi yang disusun
oleh masing-masing pendidikan tinggi. Sedangkan program studi adalah rencana
belajar sebagai pedoman penyelenggaraan pendidikan akademik
dan
atau
profesional yang diselenggarakan atas dasar suatu kurikulum serta ditujukan agar
mahasiswa dapat menguasai pengetahuan, keterampilan dan sikap yang sesuai
dengan sasaran kurikulum. (SK Mendiknas Nomor 232/U/2000).
3.1.2 Komponen-komponen yang harus ada di setiap kurikulum adalah sebagai
berikut.
3.1.2.1 Kompetensi lulusan
Kompetensi i n i harus ditetapkan dahulu secara bersama oleh seluruh
stakeholders dan merupakan keluaran (output) yang dimiliki oleh lulusan.
Kompetensi
yang
ditetapkan
bersama mencakup Domain (Area
Kompetensi), Kompetensi Utama dan Kompetensi Penunjang. (Lampiran
1, Buku Standar Kompetensi yang telah diterbitkan dan sementara
direvisi yang terdiri dari 6 domain, 16 kompetensi utama, 145
kompetensi penunjang, dan 36 kemampuan dasar serta beberapa masukan
agar supaya Kedokteran gigi forensik dan Kedokteran gigi keluarga
dimasukkan dalam standar kompetensi).
3.1.2.2 Sasaran pembelajaran
Kompetensi penunjang diuraikan menjadi kemampuan dasar (foundational
abilities)
oleh
masing-masing
institusi
pendidikan.
Selanjutnya
kompetensi penunjang dan kemampuan dasar akan menjadi sasaran
pembelajaran dari program studi pendidikan Dokter gigi.
3.2.2.3 Materi pembelajaran
Materi pembelajaran disiapkan sesuai dengan kompetensi lulusan dan
strategi pengajaran. Materi ini sebaiknya dalam bentuk mata ajaran atau
modul yang terintegrasi. Materi pembelajaran harus mengacu pada
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi Kedokteran gigi yang
berkembang sangat cepat.
3.1.2.4 Evaluasi
Evaluasi pembelajaran merupakan bagian atau tahap yang sangat penting
dalam proses penyelenggaraan pendidikan. Selain menggambarkan
pencapaian
kemampuan
mahasiswa,
evaluasi
pembelajaran
juga
merupakan umpan balik bagi proses pendidikan.
1.1.1.1.
Metode evaluasi harus ditentukan oleh i ns t i t usi pendidikan
dan disesuaikan dengan metode pembelajaran yang digunakan.
1.1.1.2.
Evaluasi dilakukan oleh dosen secara reguler untuk mengetahui
perkembangan
pencapaian
kompetensi
oleh
mahasiswa,
dan
diadministrasikan dengan baik.
1.1.1.3.
Evaluasi pembelajaran didasarkan pada standar kompetensi yang
telah ditetapkan, dan harus
mampu
menunjukkan
pencapaian
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
1.1.1.4.
Lingkup dan pembobotan evaluasi pembelajaran harus jelas dan
diketahui oleh semua pihak terkait.
3.1.2 Manajemen Kurikulum
Manajemen kurikulum mencakup :
1.1.2.Perencanaan dan pengorganisasian kurikulum
Institusi pendidikan merencanakan kurikulum yang akan digunakan dan
membentuk badan/unit yang bertugas mengelola kurikulum. Kedudukan
badan/unit kurikulum harus jelas didalam struktur organisasi institusi
pendidikan.
1.1.3. Pelaksanaan
Institusi pendidikan melaksanakan kurikulum yang telah disepakati
bersama
dan
memantau
pelaksanaannya
secara
konsisten
dan
berkesinambungan.
1.1.4. Evaluasi
Evaluasi pelaksanaan kurikulum dan monitoring, dilakukan oleh institusi
pendidikan, yaitu badan audit internal; dan audit eksternal dilakukan oleh
badan akreditasi
1.2.4. Perbaikan
Perbaikan dan penyempurnaan kurikulum harus dilakukan oleh institusi
pendidikan sesuai dengan rekomendasi dari tim monitoring dan evaluasi.
3.2. STANDAR PROSES
3.2.1.Tata Pamong (Governance)
1.1. Organisasi : institusi pendidikan harus mempunyai struktur organisasi dengan
tata kerja yang mendukung visi dan misi institusi pendidikan. Job description
dari masing-masing pimpinan / unit organisasi harus ditulis secara jelas.
1.2. Rencana Induk Pengembangan (RIP): institusi pendidikan mempunyai RIP sebagai
payung penyusunan Renstra.
1.3. Rencana Strategis (Renstra): Institusi pendidikan harus menyusun Renstra
secara jelas dan disosialisasikan kepada seluruh institusi pendidikan.
1.4. Rencana Kegiatan dan Anggaran Tahunan (RKAT): Institusi pendidikan
harus menyusun RKAT sebagai jabaran dari Renstra.
3.2.2 Strategi pengajaran
1.1 Disain Kurikulum :
Disain kurikulum ditentukan oleh masing-masing institusi pendidikan dan
dapat disesuaikan dengan kondisi masing-masing institusi. Disain ini disusun
sedemikian rupa agar pencapaian kompetensi
mahasiswa setiap
semester/ tahun diukur. Disain kurikulum bidang Kedokteran dan
Kedokteran gigi saat ini menekankan pentingnya “early clinical exposure”.
Berarti masalah-masalah klinis telah diberikan pada mahasiswa sedini
mungkin dan menjadi landasan belajar mereka.
2.2 Metode pembelajaran :
Sesuai dengan kebijakan pemerintah, institusi pendidikan Kedokteran gigi
harus menerapkan metode pembelajaran berfokus pada mahasiswa
(student centered learning). Metode pembelajaran tersebut mencakup small
group discussion, role play and simulation, discovery learning, self directed
learning,
cooperative
learning,
collaborative learning, contextual
instruction, problem based learning, case study and case report, skill lab,
scientific session. Metode pembelajaran semacam ini aka n membantu
mahasiswa
dalam
mengembang
kualitas
belajar
mandiri,
belajar
sepanjang hayat, berfikir kritis dan analisis berdasarkan evidence based
dentistry.
3.2.3 Suasana Akademik
-
Ketersediaan
sarana
dan
prasarana
untuk
memelihara
interaksi
dosen/mahasiswa baik di dalam maupun di luar kampus untuk
menciptakan iklim yang mendorong perkembangan dan kegiatan
akademik professional
-
Meningkatkan mutu dan kuantitas interaksi kegiatan akademik dosen,
mahasiswa, dan civitas akademik lainnya.
-
Merancang dan mengembangkan suasana akademik yang kondusif untuk
pembelajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
-
Keikutsertaan civitas akademika dalam kegiatan akademik (seminar,
symposium, diskusi, eksibisi/olahraga dan seni) di kampus.
3.3. STANDAR KOMPETENSI LULUSAN
Standar kompetensi lulusan digunakann sebagai pedoman penilaian dan
penentuan kelulusan peserta didik dan satuan pendidikan. Meliputi kompetensi
untuk seluruh kelompok mata kuliah, kompetensi yang dimaksud adalah mencakup
sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Standar kompetensi lulusan pada jenjang
pendidikan tinggi bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik menjadi anggota
masyarakat yang akhlak mulia, memiliki pengetahuan, keterampilan, kemandirian,
dan sikap untuk menemukan, mengembangkan, serta menerapkan ilmu, tekhnologi
dan seni yang bermanfaat bagi kemanusiaan.
Jenjang pendidikan akademik Kedokteran gigi atau pendidikan S1 Kedokteran
gigi menghasilkan lulusan sarjana Kedokteran gigi dan mendapatkan gelar Sarjana
Kedokteran gigi (SKG) yang merupakan prasyarat untuk melanjutkan ke program
profesi Dokter gigi.
Dalam surat keputusan KKI No. 22 dan 23 tahun 2006 tidak dipisahkan tetapi
merupakan satu kesatuan. Dalam kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI)
kualifikasi learning outcome sarjana Kedokteran gigi (SKG) berada pada level 6
KKNI sedangkan profesi berada pada level 7 KKNI.
LEVEL
DESKRIPTOR HASIL
PEMBELAJARAN
Catatan
6
Mampu memanfaatkan IPTEKS dalam
bidang keahliannya dan mampu
beradaptasi terhadap situasi yang dihadapi
dalam penyelesaian masalah:
1. Menguasai keterampilan dalam
menerapkan IPTEK laboratorium
Biomedik yang relevan, Material
Kedokteran gigi, dan Biologi Oral.
Perhatian bagi
Pimpinan
Institusi untuk
menyiapkan
sarana dan
prasarana dan
yang
berhubungan
dengan
IPTEK
2. Mampu melakukan identifikasi agen,
yaitu; Virus, Bakteri, Parasit, Jamur dan
toksin, dan radiasi sebagai penyebab
penyakit gigi dan mulut.
3. Mampu menganalisis metabolisme dan
cara kerja (Farmakodinamika) obat
yang relevan dengan bidang
Kedokteran gigi.
4. Mampu memilih dan menganalisis
material Kedokteran gigi yang
digunakan dalam perawatan penyakit
gigi dan mulut.
Menguasai konsep teoritis bidang
pengetahuan spesifik dan mendalam di
bidang-bidang tertentu, serta mampu
memformulasikan penyelesaian masalah
prosedural:
1. Menguasai pengetahuan tentang
prinsip-prinsip Kedokteran gigi dasar
yang berhubungan dengan terjadinya
masalah kesehatan gigi, beserta
patogenesis dan patofisiologisnya.
Ditambah
dengan
pengetahuan
Farmasi yang
relevan dg
bidang KG.
Perhatian bagi
Pimpinan
Institusi untuk
menyiapkan
sarana dan
prasarana dan
SDM yang
berhubungan
dengan
IPTEK
2. Menguasai pengetahuan tentang
masalah kesehatan baik secara
molekuler maupun seluler melalui
pemahaman mekanisme normal dalam
tubuh.
3. Memahami pengetahuan tentang
penyakit kongenital, trauma, infeksi dan
degeneratif yang relevan dengan
Kedokteran gigi.
4. Menguasai pengetahuan tentang prinsip
Mahasiswa
harus
diberikan
promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif terhadap masalah-masalah
kesehatan gigi dan mulut.
5. Menguasai pengetahuan tentang sistim
kesehatan nasional dan prioritas
masalah kesehatan.
Mampu mengambil keputusan strategis
berdasarkan analisis informasi dan data,
dan memberikan petunjuk dalam memilih
berbagai alternatif solusi:
1. Menguasai keterampilan melakukan
kajian ilmiah dengan menyusun
perencanaan dan pelaporan penelitian
serta penyusunan karya tulis ilmiah.
2. Mampu menganalisis data epidemiologi
suatu masalah kesehatan gigi dan mulut
dan menyusun laporan.
3. Menguasai keterampilan dalam
menerapkan manajemen Puskesmas dan
layanan primer kesehatan.
4. Menguasai keterampilan survey
epidemiologi untuk menentukan
prioritas masalah kesehatan gigi dan
mulut dalam sistim kesehatan nasional.
Bertanggung jawab pada pekerjaan sendiri
dan dapat diberi tanggung jawab atas
pencapaian hasil kerja organisasi:
1. Bertanggungjawab kepada pekerjaan
sendiri dan dapat diberi tanggungjawab
atas pencapaian hasil kerja laboratorium
biomedik yang relevan serta
laboratorium teknik Kedokteran gigi.
2.
Menguasai dan menerapkan
manajemen puskesmas dan layanan
primer kesehatan dalam prinsip-prinsip
promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif terhadap masalah-masalah
kesehatan.
pengalaman
untuk bekerja
di lab
Biomedik
yang relevan
dan lab teknik
KG
Sedangkan learning outcome Dokter gigi (drg) pada level 7/ KKNI.
KKNI Level 7
1. Mampu merencanakan dan
mengelola sumberdaya di bawah
tanggung jawabnya, danb
mengevaluasi secara komprehensif
kerjanya dengan memanfaatkan
IPTEK:
 Mampu merencanakan dan
mengelola praktek kedokteran
 Mampu menganalisis kesahihan
informasi kesehatan secara kritis
dengan pendekatan evidence
based dentistry
 Mampu memberikan informasi
dan edukasi kesehatan gigi dan
mulut pada tingkat individu,
keluarga atau masyarakat
 Mampu berkomunikasi secara
efektif dan efisien
 Senantiasa mawas diri dan
mempraktekkan belajar sepanjang
hayat
STANDAR KOMPETENSI
(D:V KU:14 & 15; D:VI KU:
16)
(D:I, KU: 2)
(D: I, KU: 3 dan D: V, KU:
14 & 15)
(D: I, KU: 3)
(D: I, KU: 2)
2. Mampu memecahkan
permasalahan sains, teknologi, dan
seni di dalam bidang keilmuannya:

Bertakwa kepada Tuhan YME

Mampu bekerja dengan
berlandaskan etika
Mampu melaksanakan pelayanan
medik Kedokteran gigi secara
profesional
Memahami prinsip ilmu
kedokteran klinik dan para klinik
yang relevan
Menguasai ilmu Kedokteran gigi
klinik





Mengintepretasikan hasil
anamnesis, pemeriksaan fisik, uji
laboratorium, dan pemeriksaan
lain yang relevan
Menegakkan diagnosis,
merancang perawatan,
memprediksi prognosis
penyakit/kelainan gigi dan mulut
(D: I, KU: 4)
(D: I, KU: 1)
(D: I - VI)
(D: II, KU: 5-7)
(D: II, KU: 8)
(D: III, KU: 9)
(D: III, KU: 10 & 11)
dsb
3. Mampu melakukan riset dan
mengambil keputusan strategi
dengan akuntabilitas dan
bertanggung jawab:
 Mampu mengintepretasikan data
klinis dan merumuskannya
menjadi diagnosis sementara dan
diagnosis banding
 Mampu mengidentifikasi
kesenjangan ilmu pengetahuan
ada dan mengembangkan menjadi
pertanyaan penelitian
 Mampu merencanakan,
merancang, dan
mengimplemantasikan penelitian
 Mampu menuliskan dan
mempresentasikan hasil
penelitian sesuai dengan kaidahkaidah artikel ilmiah
 Mampu mengidentifikasi,
menjelaskan dan merancang
penyelesaian masalah kesehatan
secara ilmiah
(D: III, KU: 10)
(D: I, KU: 2)
(D: I, KU: 2, D: II, KU: 7)
(D: I, KU: 2)
(D: I, KU: 2; D: 2, KU: 5-8,
D: V, KU: 14 & 15)
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa kompetensi yang diharapkan oleh KKNI sudah
tercantum di dalam standar kompetensi Dokter gigi yang diterbitkan oleh Konsil Kedokteran
Indonesia Tahun 2006. Namun demikian untuk meraih kompetensi di atas diperlukan
penguatan dari sudut pandang administrasi pendidikan agar kualitas penyelenggaraan
pendidikan profesi Dokter gigi dapat dipertanggungjawaban sesuai dengan sistem
penjaminan mutu yang ditetapkan oleh pemerintah.
Mahasiswa merupakan komponen pendidikan yang penting sekaligus
stakeholder bagi institusi pendidikan. Standar dan karakteristik calon mahasiswa harus
ditentukan oleh institusi pendidikan dengan mempertimbangkan standar kompetensi
Dokter gigi yang telah disepakati. Standar mahasiswa termasuk :
3.3.1 Karakteristik Mahasiswa
Karakteristik mahasiswa sebagai input pendidikan ditentukan oleh institusi, mencakup
standar dan kriteria calon mahasiswa.
Karakteristik mahasiswa ini selanjutnya akan menentukan seleksi masuk para calon
mahasiswa.
3.3.2 Sistem Rekrutmen
Institusi pendidikan Kedokteran gigi harus menyusun dan menetapkan sistem
rekrutmen calon mahasiswa baru. Tata cara menjaring calon mahasiswa ini
harus sesuai dengan ketentuan yang diberlakukan oleh masing-masing Universitas
dan tidak melanggar peraturan pemerintah. Lulusan SMA jurusan IPA.
3.3.3 Bimbingan Akademik
Institusi pendidikan menunjuk Pembimbing akademik bagi para mahasiswanya
selama yang bersangkutan mengikuti pendidikan Dokter gigi.
3.3.3.4 Bimbingan Non Akademik (Konseling)
Institusi pendidikan Kedokteran gigi memiliki Badan Konseling Mahasiswa. Kegiatan
unit ini disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi mahasiswa. Mahasiswa dapat
memanfaatkan Badan Konseling Mahasiswa untuk menyelesaikan permasalahan
non akademik, termasuk konseling masalah pribadi, kesehatan, sosiokultural, dan
pilihan perencanaan karier setelah lulus.
3.3.3.5. Ekstra Kurikuler
Kegiatan
ekstra
kurikuler
memberi
kesempatan
pada
mahasiswa
untuk
mengembangkan kemampuan lain di luar bidang studinya. Kemampuan ini akan
menambah kematangan berpikir para mahasiswa dan akan mempengaruhi cara
belajar mereka. Institusi harus memberi kesempatan pada mahasiswa untuk
melakukan kegiatan ekstra kurikuler. Alokasi waktu dan fasilitas sebaiknya secara
nyata diberikan oleh institusi pendidikan.
Profil Lulusan:
Kepuasan lulusan, kompetensi yang dicapai sebanding dengan yang
diharapkan, kesesuaian dengan kebutuhan dan pemanfaatan lulusan serta
kepuasan lulusan. Data tentang kemajuan, keberhasilan, dan kurun waktu
penyelesaian studi mahasiswa (termasuk IPK dan yudisium lulusan)
Peranan Alumni/Lulusan dalam memberikan umpan balik untuk
peningkatan mutu pendidikan
3.4. STANDAR PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
3.4.1. Dosen
Berdasarkan Undang – undang RI nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen,
disebutkan bahwa Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas
utama
mentransformasikan,
mengembangkan,
dan
menyebarluaskan
ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian pada
masyarakat.
Secara administratif,
dosen atau tenaga
pendidikan adalah
seseorang yang
berdasarkan pendidikan dan keahliannya diangkat oleh sebuah Perguruan Tinggi
untuk membantu Perguruan Tinggi tersebut dalam melaksanakan fungsi tridharma
Perguruan Tinggi, yaitu: memberikan pelayanan pendidikan, riset, dan pengabdian
pelayanan masyarakat1, tetapi dosen juga dapat terlibat di Pengembangan akademik dan
profesi serta berpartisipasi dalam tata pamong institusi.
3.4.1.1. Tugas dosen
Dalam menjalankan tridharma Perguruan Tinggi, dosen mempunyai peran sebagai
berikut.
1. Fasilitator pembelajaran mahasiswa;
2. Peneliti
dan
pakar
dalam
bidang
ilmunya
masing-masing
untuk
pengembangan ilmu, teknologi, kebudayaan dan seni;
3. Pengabdi masyarakat dengan cara penerapan keahliannya demi kesejahteraan
masyarakat.
Tugas Dosen secara lebih spesifik meliputi:
a) Memfasilitasi pembelajaran mahasiswa sehingga mereka dapat memperoleh
pengetahuan, sesuai dengan bidangnya masing-masing.
b) Membimbing mahasiswa untuk berpikir kritis dan analitis sehingga mereka
dapat secara mandiri menggunakan dan mengembangkan ilmu pengetahuan
yang telah dimilikinya
c) Bertindak sebagai pembina intelektual dan konseler bagi mahasiswa.
d) Menggunakan konsep, teori, dan metodologi dalam bidang yang ditekuninya
sekaligus juga mampu menciptakan sejumlah konsep, teori, dan metodologi
yang operasional dalam konteks kegiatan ilmiahnya. Melakukan penelitian
yang hasilnya dipublikasikan melalui diskusi seminar (per group), seminar,
jurnal ilmiah atau kegiatan pameran, dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi,
kebudayaan, dan atau kesenian.
e) Mengimplementasikan pengetahuannya di dalam kegiatan pengabdian /
pelayanan pada masyarakat.
f)
Bekerja dalam tim dengan pihak lain didalam manajemen akademik untuk
pencapaian visi institusi.
g) Berperan aktif dalam organisas i seminat untuk mengembangkan
keprofesiannya.
3.4.1.2. Standar untuk dosen
Mengingat bahwa peran dosen sangat penting dalam proses pendidikan
maka institusi pendidikan harus menetapkan standar dosennya yang meliputi :
1.
Profesionalisme dosen
1.2. Dosen harus berperilaku sesuai etika yang ditentukan oleh institusi
pendidikan
1.3. Seorang dosen harus pakar di bidang ilmunya masing-masing
2.
Best practices dalam bidang :
2.2. Pengajaran
2.3. Penelitian
2.4. Pengabdian pada masyarakat
2.5. Partisipasi dalam tata pamong institusi
2.6. Keterlibatan dalam organisasi profesi
3.4.1.3 Standar Kualifikasi Dosen
1. Standar kepakaran di bidang ilmunya masing- masing. Staf akademik
di institusi pendidikan Kedokteran gigi minimal harus memiliki gelar
akademik setara Strata 2 (S2) / Spesialis.
2. Ratio dosen tetap untuk bidang akademik 1:10 sedangkan tingkat profesi 1:5.
3. Standar kepakaran di bidang pendidikan Kedokteran gigi. Disini seorang
dosen harus memiliki sertifikat mengajar dari institusi pendidikan yang
diakui.
3.4.1.4 Standar Manajemen Dosen meliputi :
1. Sistem rekrutmen calon dosen
2. Sistem pembinaan / pengembangan karir dosen
3. Sistem penghargaan dan remunerasi
4. Sistem pemberian sangsi dan pemberhentian
3.4.2. Staf Administrasi dan Penunjang Akademik
Jumlah dan kual ifi kasi tenaga administrasi dan penunjang akademik harus
mendukung kelancaran proses pendidikan. Tenaga administrasi dan penunjang
akademik meliputi tenaga perpustakaan, laboratorium dan administrasi akademik,
paramedis, non paramedis, dana dan umum.
3.5. STANDAR SARANA DAN PRASARANA
3.5.1. Prasarana dan sarana
Prasarana adalah semua fasilitas dasar yang mendukung kegiatan penyelenggaraan
pendidikan. Yang termasuk dalam prasarana antara lain tanah, bangunan, jalan, dan
infrastruktur lainnya. Institusi pendidika n harus
mendokumentasika n dan
menginventarisasikan seluruh prasarana yang digunakan dalam proses pendidikan atau
yang dimilikinya.
3.5.1.1 Sarana adalah peralatan dan perabotan yang digunakan dalam proses
pendidikan. Yang termasuk dalam sarana antara lain peralatan laboratorium,
peralatan klinik, buku dan peralatan di perpustakaan, dan sebagainya.
Intitusi pendidikan harus mendokumentasikan dan meng-inventarisasikan
seluruh sarana yang digunakan dalam proses pendidikan serta distribusi
penggunaannya.
3.5.1.2. Jumlah, jenis, dan kualitas ruangan kuliah,ruang tutorial serta sarana dan prasarana
yang mendukung terselenggaranya proses pendidikan sesuai kurikulum
berbasis kompetensi.
3.5.1.3. Tersedia lingkungan dan suasana akademik dan non akademik yang
mendorong terselenggaranya kelancaran proses pendidikan.
3.5.2. Laboratorium Dental dan Oral Biologi
3.5.2.1. Jumlah, jenis dan kualitas laboratorium dental dan biomedik harus
terdokumentasi dan terinventarisasikan dengan baik.
3.5.2.2. Prasarana dan sarana laboratorium ini harus mendukung terselenggaranya proses
pendidikan
3.5.3. Teknologi Informasi
Institusi
pendidikan
harus
mengembangkan
fasilitas
teknologi
Informasi
untukmenunjang kelancaran proses pendidikan. Teknologi Informasi digunakan untuk
kegiatan administrasi pendidikan, perpustakaan dan manajemen institusi pendidikan.
3.5.3.1. Perpustakaan
Intitusi pendidikan harus mengembangkan perpustakan sesuai dengan SK
Mendiknas 232/U/2000.
3.5.3.2. Rumah Sakit Gigi dan Mulut
Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan (RSGMP) adalah sarana dan prasarana
yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan gigi dan mulut, yang juga
digunakan sebagai sarana proses pembelajaran, pendidikan dan penelitian bagi
profesi Kedokteran gigi dan tenaga kesehatan lainnya dan terikat melalui
kerjasama dengan fakultas Kedokteran gigi.
Peraturan dan perundang- undangan mengenai RS pendidikan termasuk RSGMP
telah diatur dalam UU No.44 tahun 2010 tentang Rumah Sakit.
Visi, Misi, Komitmen dan Persyaratan Perijinan RSGMP Deskripsi :
Agar dapat berfungsi menjadi rumah sakit gigi dan mulut pendidikan, pelayanan
dan penelitian secar efektif, Rumah Sakit Gigi danMulut (RSGM) Pendidikan
harus memili ki vi si dan misi yang jelas, terkait dengan pendidikan profesi
tenaga kesehatan Kedokteran gigi dan tenaga kesehatan lainnya yang didasarkan
atas proses pembelajaran.
Standar dan kriteria Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan sementara disusun
oleh POKJA yang menyusun mengenai peraturan dan perundang-undangan
Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan sesuai dengan Undang-Undang No. 44
tahun 2009.
3.6. STANDAR PENGELOLAAN
3.6.1. Visi, Misi, Sasaran, dan Tujuan
Setiap institusi pendidikan wajib menetapkan visi, misi, dan tujuan pendidikan
Kedokteran gigi sebagai landasan dan acuan penyusunan program yang ada
didalamnya. Visi merupakan cita-cita akhir yang ingin dicapai oleh sebuah
institusi, sedangkan misi merupakan tugas atau amanah yang harus dijalankan untuk
tercapainya visi yang telah disepakati bersama. Visi dan misi itu harus merupakan
turunan dari visi, misi, dan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan oleh masingmasing universitasnya.
Di dalam menentukan visi, misi, dan tujuan pendidikan Kedokteran gigi,
institusi pendidikan harus memperhatikan berbagai pihak yang berkepentingan
(stakeholders) dan kondisi lingkungan agar hasil lulusan sebagai keluaran
pendidikan dapat memenuhi harapan stakeholders dan bermanfaat bagi
masyarakat lingkungannya. Selain itu landasan ini juga harus melihat pada
kecenderungan global bidang Kedokteran gigi yang berkembang sangat cepat.
Selain visi, misi dan tujuan pendidikan, setiap institusi pendidikan dapat pula
menentukan komponen-komponen lain yang dianggap perlu untuk digunakan
sebagai landasan programnya, misalnya nilai-nilai luhur (values) atau budaya.
Keseluruhan visi, misi dan tujuan pendidikan harus dirumuskan secara jelas agar
dimengerti oleh semua pihak.
3.6.2. Sistem Pengelolaan
Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi termasuk
pendidikan Dokter gigi dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi, akuntabilitas,
jaminan mutu dan evaluasi yang transparan serta menerapkan dan memberikan
kebebasan, mendorong kemandirian dalam pengelolaan akademik, operasional,
personalia, keuangan dan area fungsional pengelolaan lainnya yang diatur dalam
peraturan oleh masing-masing institusi pendidikan
Institusi pendidikan Kedokteran gigi harus mempunyai dokumen Rencana
kegiatan dan rencana anggaran
- Institusi
pendidikan
Kedokteran
gigi
harus
pembiayaan,baik dari mahasiswa maupun dari
memiliki
sumber-sumber
sumber lain,yang menjamin
tercapainya visi,misi dan tujuan pendidikan
- Sistem alokasi dana
- Pengelolaan dan akuntabilitas penggunaan dana
- Keberlanjutan pengadaan dan pemanfaatannya
- Pengelolaan, pemanfaatan, dan pemeliharaan sarana dan prasarana
3.6.3. Sistem Informasi
 Rancangan pengembangan sistem informasi memenuhi kecukupan dan kesesuaian
sumber daya dan sarana pendukung untuk pemberdayaan sistem informasi
- Fasilitas komputer, ketersediaan sarana pendukung, pembelajaran, dan penelitian
- Efisiensi dan efektivitas pemanfaatan sistem informasi
- Keberadaan dan pemanfaatan on-campus connectivity divices and global connectivity
devices (internet)
3.6.4. Sistem Penjamin Mutu
Penjaminan Mutu adalah suatu upaya dari institusi pendidikan untuk
memperbaiki kualitas pendidikannya secara terstruktur, terus menerus dan
berkesinambungan. Upaya ini harus
sumberdaya manusia yang
merupakan komitmen dari seluruh
terlibat dalam proses pendidikan mulai dari
pimpinan, dosen dan karyawan penunjang. Komitmen pimpinan harus nyata
berupa pembentukan tim/unit Penjaminan Mutu di dalam institusinya.
Penjaminan Mutu dimulai dengan kegiatan evaluasi diri (ED) yang dilakukan oleh
institusi pendidikan terhadap seluruh komponen-komponen pendidikan termasuk
tata pamong (governance) dari institusi itu sendiri. ED sebaiknya dilakukan
secara terorganisir, jujur dan terbuka. Data ED dianalisa dengan melibatkan
berbagai pihak sehingga hasilnya akurat dan dapat dimanfaatkan untuk perbaikan
Fakultas dan program studinya. Kegiatan untuk perbaikan mutu dapat dilakukan
oleh tim penjaminan mutu fakultas melalui audit internal.
Kegiatan audit internal dapat dilanjutkan dengan kegiatan audit eksternal oleh pihak
di luar fakultas/universitas terkait. Kegiatan ini pada umumnya disebut dengan
akreditasi. Dengan demikian Evaluasi Diri dan audit internal berguna untuk
persiapan dari proses akreditasi. Akreditasi di Indonesia dilakukan oleh Badan
Akreditasi Nasional P erguruan T inggi (BAN PT) atau Le mba ga Akreditasi
Mandiri lain yang diakui oleh pemerintah. Prosedur Penjaminan Mutu
digambarkan sebagai berikut.
Visi, Misi dan Tujuan
Fakultas/Prodi
Evaluasi Diri
Fakultas/Prodi
Hasil dan
Rekomendasi
Perbaikan Audit Internal,
Audit Eksternal (Akreditasi)
3.7 STANDAR PEMBIAYAAN
Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi dan biaya
operasional, biaya investasi yang dimaksud meliputi biaya penyediaan sarana dan
prasarana, pengembangan sumber daya manusia dan modal kerja.
Biaya personal meliputi :
Biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bias mengikuti
proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan.
Biaya operasi satuan pendidik meliputi : gaji pendidik dan tenaga kependidikan,
bahan atau peralatan pendidikan habis pakai dan biaya operasi pendidikan tak
langsung.
Institusi pendidikan harus mengelola dana dengan prinsip kejujuran, transparansi,
akuntabilitas dan prinsip keuangan yang berlaku. Institusi pendidikan setidak –
tidaknya harus menjelaskan
1. Sumber dana
2. Perencanaan, penggunaan dan pelaporan dana
3. Menjalankan akuntabilitas sesuai dengan peraturan universitas masing-masing
dan pemerintah.
3.8. STANDAR PENILAIAN PENDIDIKAN
Proses penilaian pendidikan Dokter gigi mencakup penelitian, pelayanan, pengabdian
kepada masyarakat, dan kerjasama instansi terkait.
Produk program studi berupa model-model, karya inovatif, hak paten, hasil
pengembangan prosedur kerja, produk fisik sebagai hasil penelitian.
3.8.1. Penelitian dan Pengabdian pada masyarakat
Kegiatan penelitian merupakan bagian dari pendidikan pada sebuah institusi
pendidikan tinggi. Kegiatan ini pada umumnya merupakan tuntutan dari institusi untuk
dilakukan oleh para dosen sebagai kontribusinya di dalam pengembangan ilmu dan
teknologi sekaligus perbaikan dalam mutu pelayanan pada masyarakat. Dalam
pelaksanaannya kegiatan ini sekaligus digunakan bagi pembelajaran mahasiswa di dalam
melakukan penelitian .
3.8.1.1. Standar mutu penelitian terdiri atas
1. Standar penelitian mencakup :
- Usulan / protokol penelitian yang jelas
- Tim Peneliti
- Keterlibatan mahasiswa
- Adanya tim etik penelitian
- Publikasi ilmiah nasional atau internasional
3.8.1.2. Standar manajemen penelitian mencakup :
- Rencana jangka panjang, menengah dan pendek
- Struktur manajemen / organisasi
- Pendanaan yang digunakan
- Fasilitas penelitian
- Kerjasama dengan badan / instansi lain
- Pelatihan, lokakarya dan seminar penelitian
Kegiatan pengabdian pada masyarakat merupakan bagian dari pendidikan pada
sebuah institusi pendidikan tinggi. Kegiatan ini pada umumnya dilakukan oleh
dosen beserta para mahasiswa yang dikoordinasikan oleh institusi pendidikan.
Pengabdian pada masyarakat juga merupakan kegiatan para dosen dalam
mengaplikasikan kepakarannya untuk memecahkan masalah-masalah yang
dihadapi oleh masyarakat. Kegiatan ini sebaiknya bekerja
berbagai
instansi
yang
mempunyai
sama
dengan
tujuan yang sama. Hal ini harus
ditunjang dengan perencanaan pembiayaan oleh institusi pendidikan Dokter
gigi.
3.8.1.3. Standar mutu pengabdian pada masyarakat terdiri atas :
1. Standar pengabdian pada masyarakat mencakup:
- Proposal yang jelas
- Unit dan tim pelaksana
- Laporan dan publikasi
2.Standar manajemen pengabdian pada masyarakat, mencakup:
- Rencana jangka panjang, menengah dan pendek
- Struktur manajemen / organisasi
- Sumber dana yang digunakan
- Daerah binaan
- Kerjasama dengan instansi lain
- Pelatihan dan seminar bagi tim yang terlibat
Penilaian hasil belajar
-
Penilaian hasil belajar harus didasarkan pada pencapaian kompetensi sesuai dengan
Standar Kompetensi Dokter gigi.
-
Pencapaian kompetensi dinilai dengan menggunakan Penilaian Acua Patokan atau
sesuai peraturan yang telah ditetapkan
-
Penilaian hasil belajar harus memenuhi asas validitas, realibilitas dan kelayakan.
-
Pada akhir pendidikan, dilaksanakan uji kompetensi yang dilaksanakan oleh
Kolegium Dokter gigi Indonesia bekerja sama dengan AFDOKGI untuk memperoleh
sertifikat kompetensi.
BAB IV
STANDAR KOMPETENSI DAN JENIS TINDAKAN SERTA JUMLAH
KASUS
I. MEKANISME PENYUSUNAN PERNYATAAN KEMAMPUAN DASAR DAN
JENIS TINDAKAN SERTA JUMLAH KASUS
Pernyataan kemampuan dasar disusun dengan tujuan melengkapi pernyataan
kompetensi penunjang yang tercantum pada Buku Standar Kompetensi Dokter gigi terbitan
Konsil Kedokteran Indonesia tahun 2006. Pendekatan yang dipakai dalam penyusunan ini
dilaksanakan melalui beberapa cara, yaitu : (1) menampung usulan pernyataan kemampuan
dasar dari semua institusi penyelenggara pendidikan profesi dokter gigi, (2) mengkaji
pernyataan kemampuan dasar yang disusun oleh beberapa institusi pendidikan profesi dokter
gigi oleh Pokja, (3) menyusun pernyataan kemampuan dasar oleh Pokja yang belum
terakomodasi oleh insitusi penyelenggara pendidikan profesi dokter gigi yang ada, (4)
sosialisasi usulan pernyataan kemampuan dasar kepada para Dekan/Ketua Prodi, (5)
konfirmasi/ persetujuan atas rekapitulasi pernyataan kemampuan dasar dari Dekan/Ketua
FKG/Prodi.
Selain itu khusus untuk forensik kedokteran gigi dan dokter gigi keluarga pernyataan
kemampuan dasarnya dibangun berdasarkan kebutuhan masyarakat yang diperkuat oleh
paparan narasumber di bidang tersebut (lihat Lampiran……).
Di bawah ini skema mekanisme dimaksud berdasarkan aktivitas dan waktu.
Distribusi pekerjaan
rumah ke FKG/Prodi
KG
Agustus 2010
Mengumpulkan pekerjaan
rumah ke FKG/Prodi KG
September 2010
Perlimpahan rekapitulasi
pekerjaan rumah ke Pokja
September 2010
Sosialisasi/Konfirmasi/
Persetujuan dari FKG /
Prodi KG dan
takeholders
Distribusi ke FKG /Prodi
untuk asupan melalui
email
September s.d Oktober
2010
Workshop Pokja (termasuk
Kedokteran Gigi Forensik
dan Dokter Gigi Keluarga,
kajian dan survei kebutuhan
masyarakat)
September s.d Oktober 2010
September s.d Oktober
2010
Penyusunan Naskah
Akademik .
minggu ke IV oktober s.d
Minggu ke III November
2010
Penyerahan naskah
akademik kepada proyek
minggu IV November
2010
Melalui mekanisme yang sama, jenis tindakan dan jumlah kasus diproses dalam
workshop dengan cara serupa oleh Pokja jenis tindakan dan jumlah kasus secara terpisah.
Hasil kerja dari kedua Pokja ini dituliskan pada Bab III dan Bab IV dari Naskah Akademik
ini.
Kompetensi yang dituliskan pada bab ini merupakan kompetensi minimal yang harus
diraih oleh lulusan dokter gigi di Indonesia. Pengorganisasian penulisan mengacu pada
definisi Chambers (1993) yang dipakai oleh institusi pendidikan profesi dokter gigi di
berbagai negara di dunia (lihat bab II, hal 5 Buku Standar Kompetensi Dokter Gigi edisi
tahun 2006). Naskah Akademik ini berhasil menyusun pernyataan kemampuan dasar sebagai
pelengkap susunan pernyataan kompetensi terdahulu.Kemampuan dasar tersebut disusun
berdasarkan mekanisme yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Berikut adalah
kelengkapan dari kompetensi dimaksud.
Domain I : Profesionalisme
Melakukan praktik di bidang kedokteran gigi sesuai dengan keahlian, tanggung jawab, kesejawatan, etika dan hukum yang relevan.
Kompetensi Utama
1.
1.1
Etik dan Jurisprudensi (C3,P5,A4)
Menerapkan etika kedokteran gigi
kedokteran gigi serta hukum yang
berkaitan dengan praktik kedokteran
gigi secara profesional
Kompetensi Penunjang
Kemampuan Dasar
1.1.1 Menerapkan etika kedokteran gigi secara
profesional (C3, P3, A4 ).
1.1.2 Menjaga kerahasiaan profesi dalam hubungannya
dengan teman sejawat, staf dan pasien (C3, P3, A3).
1.1.3 Membedakan hak dan kewajiban dokter dan pasien
(C3, P3, A4).
1.2
Melakukan pelayanan kesehatan gigi
dan mulut sesuai dengan kode etik
1.2.1 Memberikan pelayanan kedokteran gigi yang
manusiawi dan komprehensif (C3, P5, A3).
1.2.2 Menjaga hubungan terbuka dan jujur serta saling
menghargai dengan pasien, pendamping pasien dan
sejawat (C3, P3, A3).
1.2.3 Memperkirakan keterbatasan kemampuan diri untuk
kepentingan rujukan (C3, P3, A4).
1.3
Memahami masalah - masalah yang
berhubungan dengan hukum yang
berkaitan dengan praktik kedokteran
gigi
1.3.1 Membedakan tanggung jawab administratif,
pelanggaran etik, disiplin dan hukum yang
diberlakukan bagi profesi Kedokteran Gigi
berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku (C2, P1,
A1).
1.3.2 Memahami peraturan dan perundang-undangan
yang berkaitan dengan praktik kedokteran gigi di
Indonesia (C2, P2, A2).
1.3.3 Mengetahui pemanfaatan jalur organisasi profesi
(C1, P2, A2).
Mampu menjabarkan batas
kewenangan dokter gigi dalam
menjalankan tanggung jawab
sesuai dengan norma agama,
etika, hukum, sosial dan budaya
yang berlaku di masyarakat
(C3P2A3)
2. Analisis informasi kesehatan secara kritis, ilmiah dan efektif (C4, P3, A3)
2.1 Menganalisis secara kritis kesahihan
2.1.1 Menggunakan teknologi ilmiah mutakhir untuk
informasi
mencari informasi yang sahih secara profesional
dari berbagai sumber (C3, P3, A3).
2.1.2
2.2
2.3
2.4
Mengelola informasi kesehatan secara
ilmiah, efektif, sistematis dan
komprehensif
2.2.1
Berfikir kritis dan alternatif dalam
mengambil keputusan
2.3.1
Menggunakan pendekatan evidence
based dentistry dalam pengelolaan
kesehatan gigi dan mulut
2.2.2
Menggunakan teknologi ilmiah mutakhir untuk
menilai informasi yang sahih secara profesional dari
berbagai sumber (C3, P3, A3).
Mampu menghubungkan
sumber-sumber informasi
Menyusun karya ilmiah sesuai dengan konsep, teori,
kesehatan untuk kepentingan
dan kaidah penulisan ilmiah (C3, P3, A3).
penulisan karya ilmiah, belajar
mandiri, evidence based dentistry
Menyajikan karya ilmiah kesehatan secara lisan
dalam pengelolaan kesehatan gigi
kesehatan secara lisan dan tertulis (C3, P3, A3).
dan mulut (C4P3A3)
Menyusun pemecahan masalah berdasarkan
prioritas (C3,P3, A3).
2.3.2
Menilai kualitas produk dan teknologi kedokteran
gigi (C4, P3, A3).
2.4.1
Menapis sumber rujukan yang sahih untuk
kepentingan peningkatan kualitas pelayanan
kesehatan gigi dan mulut (C3, P3, A3).
2.4.2
Menggunakan informasi kesehatan secara
profesional untuk kepentingan peningkatan kualitas
pelayanan kesehatan gigi dan mulut (C3, P3, A3).
Mampu memilah kepentingan
dan peran ilmu kedokteran gigi
dasar dalam penyelesaian
berbagai kasus medik dental
melalui penilaian kritis
(C4P3A2)
3. Komunikasi (C3, P3, A3)
3.1 Melakukan komunikasi, informasi,
dan edukasi secara efektif dan
bertanggung jawab baik secara lisan
maupun tertulis dengan pasien,
keluarga atau pendamping pasien serta
masyarakat, teman sejawat dan profesi
kesehatan lain yang terkait
3.1.1
3.1.2
3.1.3
3.1.4
Berdialog dengan pasien dalam kedudukan yang
setara (C3, P3, A3).
Bersikap empati terhadap pasien akan keluhan
1. Menerapkan cara
kesehatan gigi dan mulut yang mereka kemukakan
berkomunikasi secara
(C3, P3, A3).
personal, kelompok dan
Menuliskan surat rujukan pasien kepada sejawat
lintas budaya dengan pasien
dan atau penyelenggara kesehatan lain jika
(pasien, sejawat, dan tenaga
diperlukan sesuai dengan standar prosedur
kesehatan lainnya yang
operasional yang berlaku (C3, P3, A3).
terkait (C3P2A2)
Berdialog dengan teman sejawat, praktisi
kesehatan, dan praktisi lain terkait (C3, P3, A3).
4. Hubungan sosio kultural dalam bidang kesehatan gigi dan mulut (C3, P3, A3)
4.1 Mengelola dan menghargai pasien
4.1.1
Memahami adanya keanekaragaman sosial,
dengan keanekaragaman sosial,
ekonomi, budaya, agama dan ras berdasarkan asal
ekonomi, budaya, agama dan ras
usul pasien (C2,P2,A2).
melalui kerjasama dengan pasien dan
4.1.2
Memperlakukan pasien secara manusiawi tanpa
berbagai fihak terkait untuk
membeda-bedakan satu sama lainnya (C3, P3,
menunjang pelayanan kesehatan gigi
A3).
dan mulut yang bermutu.
4.1.3
Bekerja sama dengan berbagai pihak terkait untuk
menunjang peningkatan kesehatan gigi dan mulut
(C2, P3, A3).
2. Menerapkan pendekatan
prinsip psikologi dalam
melakukan pelayanan
kedokteran gigi (C3P2A2)
Domain II : Penguasaan Ilmu Pengetahuan Kedokteran dan Kedokteran Gigi
Memahami ilmu kedokteran dasar dan klinik, kedokteran gigi dasar dan klinik yang relevan sebagai dasar profesionalisme serta pengembangan
ilmu kedokteran gigi.
Kompetensi Utama
Kompetensi Penunjang
5. Ilmu Kedokteran Dasar (C3, P3, A4)
5.1 Mengintegrasikan ilmu pengetahuan
5.1.1
biomedik yang relevan sebagai sumber
keilmuan dan berbagai data penunjang
untuk diagnosis dan tindakan medik
kedokteran gigi.
5.1.2
5.1.3
5.1.4
5.1.5
5.1.6
Mengintegrasikan ilmu biomedik yang relevan
dengan bidang kedokteran gigi untuk menegakkan
Diagnosis, menetapkan prognosis dan
merencanakan tindakan medik Kedokteran Gigi
(C3, P3, A4).
Meghubungkan morfologi mikroskopis,
mikroskopis dan topografi organ, jaringan penyusun
sistem tubuh manusia secara terpadu, sebagai
landasan pengetahuan untuk diagnosis, prognosis
dan merencanakan tindakan medik kedokteran gigi
(C3, P3, A4).
Memahami proses tumbuh kembang
dentokraniofasial pranatal dan pascanatal (C2, P3,
A3).
Memahami proses penyakit/ kelainan yang
meliputi, infeksi, dan non ifeksi (C2, P2, A3).
Memahami prinsip sterilisasi, desinfeksi dan asepsis
(C2, P3, A3).
Memahami obat-obat yang digunakan untuk
penyakit gigi dan mulut, termasuk efek samping
dan interaksinya (C2, P3, A4).
Kemampuan Dasar
1. Menerapkan pengetahuan
biomedik dan tumbuh
kembang dalam lingkup
sistem stomatognatik serta
sistem farmakokinetik
(C3P2A3)
2.
Mampu menjabarkan
tentang manfaat serta
proteksi radiasi, pembuatan
radiografi intra oral dan
ekstra oral serta
kegagalannya serta mampu
menjabarkan keadaan
normal serta patologis dari
rongga mulut dan
manifestasi penyakit
sistemik di rongga mulut
yang ditinjau secara
radiografi (C2P2A2)
5.1.7
6. Ilmu Kedokteran Klinik (C4, P3, A4)
6.1 Memahami ilmu kedokteran klinik
yang relevan sebagai pertimbangan
dalam melakukan perawatan gigi dan
mulut pada pasien medik kompromis
Memahami penggunaan dan bahaya sinar X (C2,
P3, A4).
6.1.1 Menghubungkan tatalaksana kedokteran klinik untuk
mengembalikan fungsi optimal sistem stomatognati
(C4, P3, A4).
6.1.2 Menjelaskan kelainan/penyakit sistemik yang
bermanifestasi di rongga mult pada pasien medik
kompromis (C2, P3, A4).
6.1.3 Menjelaskan cara pengelolaan pasien dengan
kelainan/ penyakit sistemik yang bermanifestasi di
rongga mulut pada pasien medik terkompromis secara
holistik dan komprehensif (C2, P2, A2).
6.1.4 Memahami cara merujuk pasien medik kompromis
secara profesional (C2, P3, A4).
7. Ilmu Kedokteran Gigi Dasar (C4, P4, A4)
7.1 Memahami prinsip ilmu kedokteran
7.1.1 Menjelaskan ilmu-ilmu kedoketran gigi dasar untuk
gigi dasar mencakup: Biologi Oral,
pengembangan ilmu kedokteran gigi dasar dan klinik
Bio- Material dan Teknologi
(C2, P4, A4).
Kedokteran Gigi untuk menunjang
keterampilan preklinik dan klinik,
serta penelitian bidang kedokteran
Mampu menjabarkan
kelainan/penyakit sistemik yang
dapat menjadi penyulit pada
tindakan kedokteran gigi dan
mulut (C4P2A3)
1. Mampu memilah
kepentingan dan peran ilmu
kedokteran gigi dasar dalam
penyelesaian berbagai kasus
medik dental melalui clinical
appraisal (C4P2A2)
gigi.
7.1.2 Menganalisis hasil penelitian kedokteran gigi dasar
yang berkaitan dengan kasus medik dental dan
disiplinilmu lain yang terkait (C4, P3, A4).
7.1.3 Memahami prinsip ilmu kedokteran gigi dasr untuk
menunjang keterampilan preklinik dan klinik, serta
penelitian bidang kedokteran gigi, meliputi : Biologi
Oral, Biomaterial Kedokteran Gigi, Radiologi
Kedokteran Gigi (C2, P3, A4).
7.1.4 Merencanakan material kedokteran gigi yang akan
digunakan dalam tindakan rekonstrksi untuk
mengembalikan fungsi stomatognati yang optimal
(C4, P3, A4).
7.1.5 Menginterpretasikan hasil pemeriksaan laboratoris
dan radiografi intra oral dan ekstra oral untuk
diagnosis kelainan dan penyakit pada sistem
stomatognati (C2, P3, A4).
2. Mampu menjelaskan
kelainan struktur dan fungsi
baik secara organel maupun
seluler dalam menunjang
penegakan diagnosis dan
rancangan manajemen klinik
yang didalamnya termasuk
rencana perawatan,
perawatan dan prognosis. (C2
P2 A2)
3. Mampu menjabarkan sifat,
peran dan penggunaan secara
prosedural material
kedokteran gigi untuk
pemulihan berbagai kondisi
kelainan / penyakit (C3, P3,
A3)
4. Mampu menerapkan
pemahaman dan tata cara
pemeriksaan radiografi intra
oral dan ekstra oral sesuai
kebutuhan (C2, P2, A3)
5. Untuk Radiologi Kedokteran
Gigi: Mampu menerapkan
pemahaman dan tata cara
pemeriksaan radiografi intra
oral dan ekstra oral sesuai
kebutuhan (C2P2A3)
6. Untuk laboratoris: Mampu
menerapkan pemahaman dan
tata cara pemeriksaan
laboratoris sesuai kebutuhan
(C2P2A3)
8. Ilmu Kedokteran Gigi Klinik (C4, P3, A4)
8.1 Memahami prinsip ilmu kedokteran
8.1.1 Memahami prinsip pelayanan klinis kesehatan gigi
gigi klinik sebagai dasar untuk
dan mulut yang meliputi tindakan promotif,
melakukan pelayanan klinis kesehatan
preventif, kuratif dan rehabilitatif (C2, P3, A4).
gigi dan mulut yang efektif dan efisien
8.1.2 Menghubungkan berbagai tatalaksana kedokteran
gigi klinik untuk membantu dalam memberikan
pelayanan kesehatan gigi dan mulut dalam
mengembalikan fungsi optimal sistem stomatognatik
(C4, P3, A4).
1. Mampu memilih pendekatan
pelayanan holistik sesuai
dengan kebutuhan
penyelesaian masalah
(kelainan/penyakit) kesgilut
tertentu secara chair side
talk (C2 P2 A3)
2. Mampu mengintegrasikan
penerapan ilmu kedokteran
dasar, kedokteran klinik,
kedokteran gigi dasar dan
kedokteran gigi klinik dalam
menunjang penegakkan
diagnosis dan rancangan
managemen klinik (rencana
perawatan, perawatan, dan
prognosis) (C4 P2 A3)
Domain III : Pemeriksaan Fisik Secara Umum dan Sistem Stomatognatik
Melakukan pemeriksaan, mendiagnosis dan menyusun rencana perawatan untuk mencapai kesehatan gigi dan
mulut yang prima melalui tindakan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
Kompetensi Utama
9. Pemeriksaan Pasien (C4, P3, A4)
9.1 Melakukan pemeriksaan fisik secara
umum dan sistem
stomatognatikdengan mencatat
informasi klinis, laboratoris,
radiologis, psikologis, dan sosial guna
mengevaluasi kondisi medik pasien
Kompetensi Penunjang
9.1.1
Mengidentifikasi keluhan utama penyakit atau
gangguan sistem stomatognatik (C1, P2, A2).
9.1.2
Menerapkan pemeriksaan komprehensif sistem
stomatognatik dengan memperhatikan kondisi
umum (C3, P3, A4).
9.1.3
Menentukan pemeriksaan penunjang laboratoris
yang dibutuhkan (C4, P4, A4).
9.1.4
Menginterpretasikan hasil pemeriksaan
laboratoris (C4, P3, A3).
9.1.5
Menentukan pemeriksaan penunjang radiologi
intra oral dan ekstra oral yang dibutuhkan (C4,
P4, A4).
Menghasilkan radiograf dengan alat foto sinar X
intra oral (C3, P3, A3).
9.1.6
9.1.7
Menginterpretasikan hasil pemeriksaan radiologi
intra oral dan ekstra oral secara umum
(C4, P3, A3).
9.1.8
Mengnalisis kondisi fisik, psikologis dan sosial
melalui pemeriksaan klinis (C4, P3, A3).
Kemampuan Dasar
1. Mampu menjelaskan
kondisi sistemik pasien
dengan patogenesis dan
patofisiologis rongga
mulut (C2P2A3)
2. Mampu menjabarkan
prinsip dan tahapan
pemeriksaan dan
pemeriksaan penunjang)
untuk kepentingan
diagnostik dan prosedural
secara lengkap (C4P2A3)
9.2
Mengenal dan mengelola perilaku
pasien secara profesional
9.2.1
Menerapkan sikap saling menghargai dan saling
percaya melalui komunikasi yang efektif dan
efisien dengan pasien dan/atau pendamping
pasien (C3, P2, A3).
9.2.2
Mengnalisis perilaku pasien yang memerlukan
perawatan khusus secara profesional (C4, P3,
A4).
Mengidentifikasi kondisi psikologis dan sosialekonomi pasien berkaitan dengan
penatalaksanaan lebih lanjut (C1, P4, A3).
9.2.3
9.3
Menggunakan rekam medik sebagai
acuan dasar dalam melaksanakan
perawatan gigi dan mulut
9.3.1
9.3.2
9.3.3
Membuat rekam medik secara akurat dan
komprehensif (C1, P3, A4).
Mengelola rekam medik sebagai dokumen legal
dengan baik (C3, P3, A4).
Merencanakan perawatan medik kedokteran gigi
berdasarkan catatan medik yang tertulis pada
rekam medik (C3, P3, A4).
1. Mampu
mendemonstrasikan
prinsip-prinsip hubungan
kemitraan antara dokter,
pasien, dan keluarganya
(C3P3A3)
2. Mampu
mendemonstrasikan
komunikasi efektif antara
dokter, pasien, dan
keluarga termasuk pasien
berkebutuhan khusus
(perilaku dan kelainan
sistemiknya) (C3P3A3)
1. Mampu menjabarkan fungsi
dan peran dari rekam medik
sebagai bagian dari
informasi kesehatan dan
dokumen legal sesuai
dengan undang-undang dan
peraturan yang berlaku
(C3P2A2)
2. Mampu melakukan
pengisian rekam medik
secara lengkap dan akurat
sesuai dengan standar yang
berlaku dan berdaya dukung
kedokteran gigi forensik
(C2P2A2)
10. Diagnosis (C4, P4, A4)
10.1 Menegakkan diagnosis dan
menetapkan prognosis penyakit/
kelainan gigi dan mulut melalui
interpretasi, analisis dan sintesis hasil
pemeriksaan pasien
10.1.1
Menegakkan diagnosis sementara dan diagnosis
kerja berdasarkan analisis hasil pemeriksaan
riwayat penyakit, temuan klinis, temuan
laboratoris, temuan radiografis, dan temuan alat
bantu yang lain (C4, P4, A4).
10.1.2
Memastikan lokasi, perluasan, etiologi karies
dan kelainan periodontal serta kerusakannya
(C4, P3, A4).
10.1.3
Membedakan antara pulpa yang sehat dan tidak
sehat (C4, P4, A4).
10.1.4
Membedakan antara jaringan periodontal yang
sehat dan tidak sehat (C4, P4, A4).
10.1.5
Memastikan penyimpangan dalam proses
tumbuh kembang yang mengakibatkan maloklusi
(C3, P4, A3).
10.1.6
Menjelaskan kondisi, kelainan, penyakit dan
fungsi kelenjar saliva (C2, P3, A4).
10.1.7
Menjelaskan gambaran klinis proses penyakit
pada mukosa mulut akibat inflamasi, gangguan
imunologi, metabolit dan neoplastik (C2, P3,
A4).
Menjelaskan keadaan kehilangan gigi yang
memerlukan tindakan rehabilitatif (C2, P3, A4).
10.1.8
10.1.9
Menjelaskan keadaan akibat kelainan oklusal
dan gangguan fungsi mastikasi dan kondisi yang
memerlukan perawatan (C4, P4, A4).
1. Mampu menerapkan
informasi yang bersumber
dari iptek kedokteran dan
kedokteran gigi dalam
penegakan diagnosis
(C3P3A2)
2.
Mampu menerapkan
prinsip-prisnip/konsep
analisis informasi data
pasien dalam pembuatan
keputusan di berbagai
tatanan klinik kedokteran
gigi dan mampu
mengkomunikasinnya
secara efektif sesuai dengan
tanggung jawab secara
profesional (C3P3A2)
10.1.10
Mengidentifikasi kelainan oromaksilofasial
(C4, P4, A4).
10.1.11
Menjelaskan hubungan kebiasaan buruk pasien
dengan adanya kelainan oromaksilofasial
(C2, P3, A2).
10.1.12
Membedakan kelainan dental, skeletal atau fasial
yang berhubungan dengan gangguan tumbuh
kembang, fungsi dan estetik (C4, P3, A4).
10.1.13
Memastikan adanya manifestasi penyakit
sistemik pada rongga mulut (C4, P3, A4).
10.1.14
Menganalisis dan menentukan derajat risiko
penyakit rongga mulut dalam segala usia guna
menetapkan prognosis (C2, P3, A2).
10.1.15
Memastikan kelainan kongenital dan herediter
dalam rongga mulut (C3, P4, A3).
11. Rencana Perawatan (C4, P3, A3)
11.1 Mengembangkan, mempresentasikan 11.1.1
dan mendiskusikan rencana perawatan
yang didasarkan pada kondisi,
11.1.2
kepentingan dan kemampuan pasien
Menganalisis derajat risiko penyakit gigi dan
mulut (C4, P3, A2).
Merencanakan pengelolaan ketidaknyamanan
dan kecemasan pasien yang berkaitan dengan
pelaksanaan perawatan (C3, P3, A3).
11.1.3
Merencanakan pelayanan preventif berdasarkan
analisis risiko penyakit (C3, P3, A3).
11.1.4
Merencanakan perawatan dengan
memperhatikan kondisi sistemik pasien (C3, P3,
A3).
Mampu menerapkan prinsipprinsip penatalaksanaan klinik
dalam rangka membantu
pasien menentukan pilihan
perawatan yang sesuai dengan
kebutuhannya (C4P2A2)
11.1.5
Mengembangkan rencana perawatan yang
komprehensif dan rasional berdasarkan diagnosis
(C3, P3, A3).
11.1.6
Menjelaskan temuan, diagnosis dan perawatan
pilihan, ketidak nyamanan dan resiko perawatan
untuk mendapat persetujuan melakukan
perawatan ( C2, P2, A3).
Menjelaskan tanggung jawab pasien, waktu yang
dibutuhkan, langkah-langkah perawatan, dan
perkiraan biaya perawatan (C2, P2, A3).
11.1.7
11.2 Menentukan rujukan yang sesuai
11.1.8
Bekerjasama dengan profesi lain untuk
merencanakan perawatan yang akurat
(C4, P3, A3).
11.2.1
Membuat surat rujukan kepada spesialis bidang
lain terkait dengan penyakit/ kelainan pasien
(C3, P3, A3).
11.2.2
Mampu melakukan rujukan kepada yang lebih
kompeten sesuai dengan bidang terkait ( C3, P3,
A3).
Mampu memilih bidang
profesi kesehatan terkait dalam
penyelesaian masalah
kesehatan gigi mulut pasien
melalui tata cara yang benar
(C3P2A2)
Domain IV : Pemulihan Fungsi Sistem Stomatognatik
Melakukan tindakan pemulihan fungsi sistem stomatognatik melalui penatalaksanaan klinik.
Kompetensi Utama
Kompetensi Penunjang
12. Pengelolaan Sakit dan Kecemasan (C4, P4, A4)
12.1 Mengendalikan rasa sakit dan
12.1.1
kecemasan pasien disertai sikap
empati
12.1.2
12.1.3
13. Tindakan Medik Kedokteran Gigi (C4, P5, A4)
13.1 Melakukan perawatan konservasi
13.1.1
gigi sulung dan permanen yang
sederhana
13.1.2
13.1.3
13.1.4
Kemampuan Dasar
Meresepkan obat-obatan secara benar dan
rasional (C3, P3, A3).
Mengatasi rasa sakit, rasa takut dan ansietas
dengan pendekatan farmakologik dan non
farmakologik (C3, P3, A3).
Menggunakan anastesi lokal untuk
mengendalikan rasa sakit (control of pain) untuk
prosedur restorasi dan bedah (C4, P4, A4).
Mampu menerapkan
pendekatan non farmakologis
(manajemen prilaku) dan
farmakologis (farmakodinamik
dan kinetik) (C4P3A3)
Mempersiapkan gigi yang akan di restorasi
sesuai dengan indikasi anatomi, fungsi dan
estetik (C3, P3, A3).
Mengisolasi gigi geligi dari saliva dan bakteri
(C3, P4, A3).
Membuang jaringan karies dengan
mempertahankan vitalitas pulpa pada gigi sulung
dan permanen (C3, P4, A3).
1. Mampu melakukan
restorasi/rehabilitasi
bentuk, fungsi, dan estetik
gigi yang mengalami
kelainan, rusak atau
hilangnya gigi pada model
(C4P3A3)
Memilih jenis restorasi pasca perawatan saluran
akar yang sesuai dengan indikasinya (C3, P3,
A4).
13.1.5
Membuat restorasi dengan bahan-bahan restorasi
yang sesuai indikasi pada gigi sulung dan
permanen (C4, P4, A4).
13.1.6
Mempertahankan vitalitas pulpa dengan obatobatan dan bahan kedokteran gigi pada gigi
sulung dan permanen yang vital dan non vital
(C3, P3, A3).
Melakukan perawatan saluran akar pada gigi
sulung dan pertmanen yang vital dan non vital
(C3, P3, A3).
Menindaklanjuti hasil perawatan saluran akar
(C3, P3, A4).
13.1.7
13.1.8
13.2
Melakukan perawatan penyakit/
kelainan periodontal
13.2.1
13.2.2
13.2.3
13.2.4
13.3
Melakukan perawatan ortodonsia
pada pasien anak dan dewasa
13.3.1
13.3.2
13.3.3
2. Mampu mengikuti
perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi
bahan dan alat kedokteran
gigi terkini dalam
melakukan restorasi dan
rehabilitasi dengan
memperhatikan sosial dan
finansial pasien (C3P2A2)
Melakukan perawatan awal penyakit kelainan
periodontal (C4, P4, A4).
Mengendalikan faktor etiologi sekunder pada
kelainan periodontal (C3, P3, A3).
Melakukan prosedur kuretase, flep operasi, dan
ginggivektomi sederhana pada kasus kelainan
periodontal dengan kerusakan tulang mencapai
tidak lebih dari sepertiga akar bagian koronal
(C3, P3, A3).
Menindaklanjuti hasil perawatan dan
pemeliharaan jaringan periodonsium (C3, P3,
A3).
3. Mampu menjabarkan
prinsip-prinsip bedah pada
jaringan keras dan lunak
dalam rongga mulut
(C3P2A2) atau Mampu
menjabarkan cara-cara
serta prinsip-prinsip bedah
rongga mulut di bidang
kedokteran gigi secara
lengkap dan jelas
(C3P2A2)
Melakukan pencegahan maloklusi dental(C3, P4,
A3).
Memastikan faktor-faktor yang mempengaruhi
hasil perawatan (C3, P4, A3).
Melakukan perawatan maloklusi dental
sederhana dengan menggunakan alat lepasan dan
4. Mampu menjabarkan
penatalaksanaan lesi
jaringan lunak mulut
dengan pendekatan
preventif, promotif, dan
cekat (C3, P4, A4).
13.4
Melakukan perawatan bedah
sederhana pada jaringan keras dan
lunak mulut
13.4.1
13.4.2
13.4.3
13.4.4
13.5
Melakukan perawatan non bedah
pada lesi jaringan lunak mulut
13.5.1
13.5.2
13.6
Melakukan perawatan kelainan sendi 13.6.1
temporomandibular dan oklusi dental
13.6.2
13.6.3
13.7
Melakukan perawatan postodontik
pada pasien anak dan dewasa
13.7.1
13.7.2
Melakukan pencabutan gigi sulung dan
permanen (C4, P5, A4).
Melakukan bedah minor sederhana pada jaringan
lunak dan keras (C4, P5, A4).
Melakukan tindakan bedah preprostetik
sederhana (C4,P5, A4).
Menanggulangi komplikasi pasca bedah minor
(C4, P5, A4).
Mengelola lesi-lesi jaringan lunak mulut yang
sederhana (C4, P4, A4).
Memelihara kesehatan jaringan lunak mulut pada
pasien dengan kompromis medik ringan
(C4, P4, A4).
Melakukan terapi kelainan oklusi dental yang
sederhana (C3, P3, A3).
Melakukan perawatan kelainan oklusi dengan
coronoplasty (C4, P4, A4).
Melakukan tahap awal perawatan TMJ non
bedah kelainan sendi temporomandibular (C3,
P3, A3).
Melakukan perawatan kasus gigi tiruan cekat,
gigi tiruan sebagian, gigi tiruan penuh sederhana
(C3, A3, P3).
Memilih gigi penyangga untuk pembuatan gigi
tiruan tetap dan lepasan (C4, P3, A4).
kuratif baik secara
farmakologis dan non
farmakologis (C3P2A2)
5. Mampu menjabarkan
prinsip-prinsip
kegawatdaruratan di
bidang kedokteran gigi
melalui pendekatan
ABCD dan tindakan yang
diperlukan (C3P2A2)
6. Mampu mengenal
gangguan sendi
temporomandibula dan
merencanakan tindak
lanjutnya (C2P2A2)
7. Mampu menjabarkan caracara dan metode
perawatan maloklusi
dental (C3P2A2)
13.8
Mengelola kegawatdaruratan di
bidang kedokteran gigi
13.7.3
Menanggulangi masalah-masalah pasca
pemasangan gigi tiruan (C3, P3, A3).
13.8.1
Mengelola kegawatdaruratan gigi dan mulut
berbagai usia (C3, P3, A3).
Mengelola kegawatdaruratan akibat penggunaan
obat (C3, P3 A3).
Mengelola kegawatdaruratan akibat trauma di
rongga mulut pada pasien segala tingkatan usia
(C3, P3, A3).
13.8.2
13.8.3
13.9
Bekerja dalam tim secara efektif dan
efisien untuk mencapai kesehatan
gigi dan mulut yang prima
13.8.4
Melakukan tindakan darurat medik kedokteran
gigi (C3, P3, A3).
13.9.1
Bekerja dama secara terintegrasi diantara
berbagai bidang ilmu kedokteran gigi dalam
melakukan pelayanan kesehatan gigi dan mulut
yang prima ( C3, P3, A3).
Melaksanakan kerjasama dalam tim secara
profesional (C3, P3, A3).
13.9.2
13.9.3
Melakukan rujukan kepada sejawat yang lebih
kompeten secara interdisiplin dan intradisiplin
(C3, P3, A3).
Domain V : Kesehatan Gigi dan Mulut Masyarakat
Menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat menuju kesehatan gigi dan mulut yang prima.
Kompetensi Utama
Kompetensi Penunjang
Kemampuan Dasar
14. Melakukan Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut Masyarakat (C4, P3, A4)
14.1 Mendiagnosis masalah kesehatan
14.1.1 Menilai Kesehatan Gigi dan mulut masyarakat
gigi dan mulut masyarakat
dengan menggunakan data hasil survei, data
epidemiologi & evidence based dentistry
(C4, P3, A3).
14.2
14.3
Melakukan upaya promotif dan
preventif pada masyarakat
Mengupayakan teknologi informasi
untuk kepentingan pelayanan
kesehatan masyarakat
14.1.2
Mengidentifikasi faktor risiko yang berkaitan
dengan masalah kesehatan gigi dan mulut
masyarakat (C1, P3, A3).
14.1.3
Merencanakan program kesehatan gigi dan mulut
masyarakat berdasarkan prioritas masalah
(C4,
P3, A4).
14.2.1
Mengkomunikasikan program kesehatan gigi dan
mulut masyarakat (C3, P3, A3).
14.2.2
Menerapkan stategi promotif dan preventif
kesehatan gigi dan mulut masyarakat yang telah
dilaksanakan (C4, P3, A3).
14.2.3
Menganalisis program kesehatan gigi dan mulut
masyarakat yang telah dilaksanakan (C4, P3, A3).
14.3.1
Memahami penggunaan/ pemanfaatan teknologi
informasi untuk program kesehatan gigi dan mulut
masyarakat (C2, P2, A2).
Meningkatkan derajat
kesehatan gigi dan mulut
masyarakat dan mencegah
terjadinya penyakit melalui
strategi pemberdayaan,
advokasi, dan kerjasama
kemitraan dengan berbagai
lembaga dan health
professional terkait (C4P2A3)
14.4
Bekerja dalam tim serta membuat
jejaring kerja (networking) yang
efektif dan efisien dalam usaha
menuju kesehatan gigi dan mulut
yang optimal
14.3.2
Memahami penggunaan teknologi informasi dan
sumber belajar di bidang kesehatan gigi
masyarakat (C2, P2, A2).
14.3.3
Memahami penggunaan teknologi informasi untuk
pengumpulan dan pengolahan data di bidang
kesehatan gigi masyarakat (C2, P2, A2).
14.4.1
Melakukan kerjasama dengan tenaga kesehatan
dan masyarakat, dalam upaya mencapai kesehatan
gigi dan mulut masyarakat yang optimal (C3, P3,
A3).
14.4.2
Melaksanakan jejaring kerja dalam pelaksanaan
program kesehatan gigi dan mulut masyarakat
(C3, P3, A3).
14.4.3
Melakukan kerjasama dan jejaring kerja dengan
masyarakat, dan instansi terkait dalam upaya
pemberdayaan masyarakat (C3, P3, A3).
15. Manajemen Perilaku (C4, P3, A3)
15.1 Memahami konsep perilaku
kesehatan individu, keluarga dan
masyarakat di bidang kedokteran
gigi
15.1.1
Mengidentifikasi perilaku kesehatan individu,
keluarga, dan masyarakat di bidang kesehatan gigi
dan mulut (C1, P3, A3).
15.1.2
Memotivasi perilaku hidup sehat individu,
keluarga dan masyarakat di bidang kesehatan ggi
dan mulut (C3, P3, A3).
15.1.3
Menerapkan metoda pendekatan untuk mengubah
perilaku kesehatan gigi dan mulut individu serta
masyarakat (C3, P3, A3).
15.1.4
Membuat penilaian perubahan perilaku kesehatan
gigi dan mulut individu serta masyarakat
(C4, P3, A3).
Mampu menjabarkan upaya mengubah kebiasaan
masyarakat dari berorientasi kuratif menjadi
preventif (C2, P3, A3).
15.1.5
Mampu melakukan manajemen
perilaku, manajemen data,
serta surveilance epidemiology
dengan rekam medik yang
terstandar (C2P2A2)
Domain VI : Manajemen Praktik Kedokteran Gigi
Menerapkan fungsi manajemen dalam menjalankan praktik KG.
Kompetensi Utama
Kompetensi Penunjang
16. Manajemen Praktik dan Lingkungan Kerja (C3, P3,A3)
16.1 Menata manajemen praktik serta
16.1.1 Memahami manajemen praktik dan tatalaksana
tatalaksana lingkungan kerja praktik
sesuai standar pelayanan kedokteran gigi
kedokteran gigi
(C2, P3, A3).
16.2
Menata lingkungan kerja kedokteran
gigi secara ergonomik dan prinsip
keselamatan kerja
16.1.2
Membuat perencanaan praktek kedokteran gigi
yang efektif dan efisien (C3, P3, A3).
16.1.3
Menjelaskan pengorganisasian dalam menjalankan
praktek (C2, P3, A3).
16.2.1
Mengkomunikasikan program kesehatan gigi dan
mulut masyarakat (C3, P3, A3).
16.2.2
Menerapkan stategi promotif dan preventif
kesehatan gigi dan mulut masyarakat yang telah
dilaksanakan (C4, P3, A3).
16.2.3
16.3
Menerapkan prinsip dasar
pengelolaan praktik dan
hubungannya dengan aspek sosial
16.3.1
16.3.2
Menganalisis program kesehatan gigi dan mulut
masyarakat yang telah dilaksanakan (C4, P3, A3).
Melakukan prosedur perawatan gigi yang tepat
bersama-sama dengan tenaga medis lainnya
(C3, P3, A3).
Melakukan komunikasi secara efektif dan
bertanggung jawab secara lisan maupun tulisan
dengan tenaga kesehatan, pasien dan masyarakat
(C3, P3, A3).
Kemampuan Dasar
Mampu menjelaskan prinsipprinsip dasar pengelolaan
praktek sesuai dengan peran
dan fungsi profesional dokter
gigi di berbagai tatanan
pelayanan kesehatan gigi dan
mulut mengacu pada MDG’s
dan konsep Green Dentistry
(C2P2A2)
Mampu menerapkan prinsipprinsip/konsep dokter gigi
keluarga dalam upaya
meningkatkan kualitas
kesehatan gigi mulut
masyarakat (C4P2A2)
JENIS TINDAKAN SERTA JUMLAH KASUS
Upaya untuk meraih kompetensi sesuai dengan ketetapan standar harus dilengkapi
dengan gambaran aktivitas pembelajaran klinik. Gambaran tersebut sangat penting dan
diwakili oleh jenis tindakan dan jumlah kasus agar perilaku praktik yang diharapkan dari
lulusan dokter gigi baru menjadi terukur dan dapat dipertanggungjawabkan bukan saja oleh
dokter gigi itu sendiri, tetapi oleh pemerintah, dalam hal ini institusi pendidikan profesi
dokter gigi beserta stakeholders. Perilaku dimaksud didapat dari latihan-latihan
menyelesaikan sejumlah tindakan medik gigi di klinik selama proses pendidikan berlangsung.
Tentunya penilaian pencapaian kompetensi perlu disandingkan dengan daftar tilik tindakan
klinik kasus tertentu. Selanjutnya rincian tentang hal tersebut di atas diilustrasikan dalam
tabel-tabel di bawah ini.
NO.
1.
2.
MATERI
REQUIREMENT KLINIK
ILMU PENYAKIT MULUT
1. Test
2. Pemeriksaan & Diagnosis
3. Diskusi kasus
4. Seminar kasus
5. Perawatan kasus
6. Kasus khusus (cheilitis, stomatitis,herpes ,candidiasis dll)wajib
didapatkan/informative
7. Kelainan oral pd penderita kasus penyakit sistemik
8. Halitosis
9. Kelainan Oral Geriatri
BEDAH MULUT
1. Test
2. Ekstraksi
3. Odontektomi impaksi ringan
4. Alveolektomi
5. Ekstraksi open method
6. Diskusi kasus
7. Insisi
8. Eksisi
9. Operkulektomi
10. Asisten operasi
11. Reposisi TMJ
12. Kegawat daruratan
13. Penegakan infeksi tumor jinak,kista,kangker
14. Penanganan komplikasi exodonsi dan anastesi local (dry socket,shock dll
15. Penanganan fraktur alveolus,gigi avulse,luksasi,akibat trauma dg fiksasi essig
(bIsa dg model)
16. Melakukan suturing
17. Kewaspadaan universal (aseptic)
3.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
ILMU KEDOKTERAN GIGI ANAK
Test
Pemeriksaan lengkap dan diagnosis
Fissure sealant
Topikal aplikasi fluor
Tumpatan kelas I amalgam
Tumpatan kelas II amalgam
Tumpatan SIK
Tumpatan SSC/PCC desidui
Pulpektomi gigi desidui
Ekstraksi gigi desidui CE
Ekstraksi gigi desidui INF
Ekstraksi gigi desidui Blok
Space maintainer
Dental health education (DHE)
Pengelolaan tingkah laku anak
Perawatan gigi non vital
4.
KONSERVASI
1. Test
2. Tumpatan amalgam I-II
3. Tumpatan Komposit I,II,IV,VI
4. Tumpatan SIK V
5. Tumpatan Inlay/Onlay
6. Jacket Crown
7. Pulpa Capping Direct/Indirect
8. Pulpektomi
9. Mahkota pasak
10. PSA akar tunggal atau multi
11. Desensitisasi
5
PERIODONSIA
1. Test
2. Diagnosis periodonsi
3. Scalling & polishing manual/ ultrasonik
4. Kuretase/Operkulektomi
5. Oklusal adjusment
6. Diskusi kasus
7. Gingivektomi
8. Asisten operasi
9. Bedah periodonsi mandiri
10. Splinting pada pasien / model
11. Bedah flap periodontal
12. Terapi hipersensitip dentin
13. Penanganan kasus pada hiperplastik gingival
6.
PROSTODONSIA
1. Test
2. Gigi tiruan cekat
3. Gigi tiruan lepas
4. Gigi tiruan penuh
5. Mahkota pasak dan Jacket crown
6. Reparasi gigi tiruan lepasan
7. Relining dan rebasing
7.
ORTODONSIA
1. Test
2. Pemeriksaan dan Diagnosis Ortodonsia
3. Diskusi kasus
4. Rawat pasien baru (sederhana)
5. Rawat pasien lama
8.
RADIOLOGI
1. Test
2. Intra Oral Periapikal
3. Intra Orat Bite Wing
4. Ekstra Oral Panoramik
5. Ekstra Oral Sefalometrik
6. Prosesing radiograf
7. Interpretasi radiograf
8. Diskusi kasus radiograf
9. Kedokteran gigi forensik
9.
KESEHATAN GIGI MASYARAKAT
1. Test
2. Skenario penyuluhan boneka
3. Penyuluhan masyarakat
4. Survey masalah kesehatan gigi masyarakat
5. Praktikum di Puskesmas/RSU/ RSGMP
6. Praktikum UKGS/UKGM
7. Diskusi kasus masyarakat
8. Kerumahsakitan (stase IPD,Anastesi,UGD)
9. Sistem rujukan /administrasi rekam medis
METODE PEMBELAJARAN PADA TAHAP PROFESI
1. DEPARTEMENTAL BASE ;
A. Tahapan pembelajaran dengan sistem siklus pada tiap-tiap bagian/departemen.
B. Masing-masing bagian menerbitkan buku kegiatan klinik
C. Dosen klinik membimbing mahasiswa pada pasien dalam satu kasus sesuai
spesialisasinya
2.
INTEGRASI :
A. Pelaksanaan pembelajaran berdasarkan kasus pasien yang dijumpai dan ditangani
pada saat itu.
B. Buku kegiatan klinik sudah dijadikan satu selama periode profesi
C. Dosen klinik membimbing mahasiswa pada satu pasien dengan kasus utama dikaitkan
dengan bidang atau departemen lainya
TINDAK LANJUT
1.
Breakdown level of competence,baik itu kompetensi knowledge atau skills (daftar tilik
kompentensi), Dengan adanya pembobotan pada masing-masing kasus.
2.
Setiap bagian atau departemen memberikan logbook (buku kegiatan) tingkat kompetensi
masing kegiatan klinik
3.
Metode pembelajaran departemen base atau integrasi
BAB V
RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT
SEBAGAI WAHANA PENYELENGGARAAN TAHAP PROFESI
PENDIDIKAN KEDOKTERAN GIGI
5.1 Keberadaan RSGM di Indonesia
Sejarah mengenai rumah sakit sebagai wahana penyelenggaraan pendidikan
dokter gigi di Indonesia, diawali sekitar
Dekan
tahun 1999 melalui pembicaraan para
Fakultas Kedokteran Gigi se Indonesia yang tergabung dalam Asosiasi
Fakultas Kedokteran Gigi se Indonesia (AFDOKGI). Pada saat itu diusulkan perlu
adanya suatu Rumah Sakit Gigi Mulut (RSGM) sebagai tempat pembelajaran klinik
pendidikan dokter gigi dan dokter gigi spesialis.
Melalui proses panjang, pada akhirnya terbitlah SK Menteri Kesehatan RI yang
pertama untuk RSGM no. HK.00.05.1.4.2492.A tertanggal 27 Juni 2002 yang
ditandatangani oleh Direktur Jendral Pelayanan Medik a.n Menkes RI tentang ijin
sementara lahirnya RSGM.
Kemudian menyusul berbagai SK antara lain:
Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1625/Menkes/SK/XII/2005 tertanggal 2
Desember 2005 tentang pemberian izin tetap penyelenggaraan Rumah Sakit Gigi
dan Mulut sebagai tempat pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi. Kemudian
berlanjut berbagai SK
yang berkaitan dengan
RSGM sebagai tempat
penyelenggaraan pendidikan.
Dengan keluarnya SK tentang RSGM sebagai tempat penyelenggaraan
pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi, maka Klinik Kerja Mahasiswa milik Fakultas
Kedokteran Gigi yang saat itu digunakan sebagai tempat praktek klinik perlu
melakukan penyesuaian. Pemenuhan persyaratan sesuai Permenkes 1173/2003
tentang Rumah Sakit Gigi dan Mulut serta Permenkes 340/2010 tentang Klasifikasi
Rumah Sakit Khusus, secara bertahap dan terus menerus dilakukan sampai saat ini.
Sebagai gambaran, perkembangan RSGM di luar negeri yang digunakan
sebagai wahana penyelenggaraan pendidikan dokter gigi dan dokter gigi spesialis,
dapat terlihat di beberapa institusi pendidikan di manca negara dalam bentuk dental
hospital, antara lain :
1. Tokyo Medical and Dental University Hospital, memiliki dental hospital dan
medical hospital yang terpisah, tetapi saling mengisi dan melengkapi dalam
pelayanan kesehatan gigi dan mulut kepada masyarakat
2. Prince Phillips Dental Hospital milik Hongkong University, memiliki dental
hospital yang melekat erat dengan institusi pendidikan kedokteran gigi
3. Seoul National University Dental Hospital merupakan satu kesatuan dengan
institusi pendidikan kedokteran gigi
4. Mahidol University Dental Hospital merupakan wahana pendidikan klinik bagi
calon dokter gigi dan dokter gigi spesialis
5. Royal Dental Hospital of Melbourne Australia merupakan rumah sakit
pemerintah dengan fasilitas pendidikan yang bekerja sama dengan University
of Melbourne, MRIT University dan Laterobe University
6. Birmingham Dental Hospital di UK merupakan bagian dari School of Dentistry
University of Birmingham
7. George – August Goettingen University Hospital for Oral and Maxillofacial
Surgery
8. The Beijing Stomatological Hospital yang merupakan bagian dari Capital
Medical University School of Stomatology
Dengan mengacu pada perkembangan RSGM di luar negeri, serta adanya
tuntutan globalisasi yang menerapkan sistem perdagangan bebas, maka selayaknya
Indonesia yang mempunyai masalah penyakit/kelainan gigi dan mulut yang
kompleks (Riskesdas, 2007), maka sangat diperlukan wahana yang serupa yaitu
Rumah Sakit Gigi dan Mulut.
Dari 26 Institusi Pendidikan Kedokteran Gigi di Indonesia terdapat 13 institusi
pendidikan yang sudah berbentuk Fakultas dan memiliki RSGM sebagai wahana
pembelajaran, pendidikan dan penelitian bagi profesi tenaga kesehatan kedokteran
gigi dan tenaga kesehatan lainnya, dan terikat melalui kerjasama dengan fakultas
kedokteran gigi. Jumlah peserta didik tahap profesi sebanyak lebih kurang 4506
orang.
Institusi pendidikan kedokteran gigi lainnya berjumlah 12, merupakan
Fakultas/Program Studi yang masih berada dalam tahap pendirian RSGM dalam
mempersiapkan wahana penyelenggaraan pendidikan tahap profesi.
Tujuan utama pendirian RSGM ini mempunyai latar belakang unik, karena
diawali sebagai sarana pendidikan bagi peserta didik tahap profesi dan/ spesialis
yang kemudian sekaligus merupakan sarana pelayanan kesehatan gigi dan mulut
bagi masyarakat.
Tabel 5.1. RSGM sebagai Wahana Pendidikan Kedokteran Gigi di
Indonesia yang berijin
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
RSGM
RSGM Universitas Sumatera Utara *
RSGM Universitas Indonesia*
RSGM Universitas Trisakti*
RSGM Universitas Prof Dr Moestopo (B)
RSGM Universitas Padjadjaran *
RSGM Universitas Airlangga *
RSGM Universitas Hang Tuah
RSGM Universitas Jember
RSGM Universitas Muhammadyah
Yogyakarta
RSGM Universitas Gadjah Mada*
RSGM Universitas Hasanuddin*
RSGM Universitas Mahasaraswati
RSGM Universitas Baiturahmah
LOKASI
PROPINSI
Medan
Jakarta
Jakarta
Jakarta
Bandung
Surabaya
Surabaya
Jember
Sumatera Utara
DKI Jakarta
DKI Jakarta
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Timur
Jawa Timur
Jawa Timur
Yogyakarta
DI Yogyakarta
Yogyakarta
Makassar
Denpasar
Padang
DI Yogyakarta
Sulawesi Selatan
Bali
Sumatera Barat
*RSGM yang menyelenggarakan Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis
Standar bagi sebuah rumah sakit yang diterbitkan Departemen Kesehatan
adalah standar bagi RS Pendidikan yang diterbitkan tahun 2005. Sampai saat ini,
masih belum diterbitkan standar khusus bagi RSGM Pendidikan. Hal ini dapat
dipahami, karena keberadaan RSGM sebagai wahana penyelenggaraan pendidikan
dokter gigi dan dokter gigi spesialis di Indonesia masih baru dikenal dibandingkan
dengan RS Pendidikan bagi pendidikan dokter/ dokter spesialis.
5.2 RSGM Sebagai Wahana Pendidikan Profesi Kedokteran Gigi
Keunikan pendidikan profesi kedokteran gigi adalah bahwa para peserta didik
perlu dibekali dengan ketrampilan motorik khusus, yang diawali di tahap akademik,
pada phantom; yang kemudian di tingkat profesi dilakukan tindakan perawatan pada
berbagai ragam variasi kasus yang tersedia di sebuah
RSGM secara langsung
(„hands on’) pada pasien.
Tahap pendidikan klinik yang dilakukan peserta didik tingkat profesi meliputi
pemeriksaan ekstra dan intra oral, diagnosis, menentukan rencana perawatan serta
melakukan berbagai tindakan perawatan pada pasien terhadap bermacam-macam
kasus penyakit/kelainan gigi dan mulut yang dipersyaratkan; meliputi ilmu
Konservasi Gigi, Bedah Mulut, Kedokteran Gigi Anak, Periodontik, Ortodontik,
Penyakit Mulut, Prostodontik dan Radiologi Kedokteran Gigi.
Keunikan dalam proses pendidikan dokter gigi dan dokter gigi spesialis, peserta
didik juga menjalankan fungsi pelayanan di RSGMP, maka
perlu dilakukan
pengawasan ketat oleh para pendidik klinik melalui pelaksanaan chair side teaching.
Setiap tindakan pelayanan yang dilakukan harus mengacu pada standar prosedur
operasional di RSGM, agar keselamatan pasien dapat tetap terjamin.
Keunikan lain dari RSGM sebagai wahana pendidikan kedokteran gigi yaitu
adanya kebutuhan peserta didik terhadap sejumlah besar dental chair unit sebagai
sarana utama untuk melakukan pelayanan rawat jalan kesehatan gigi mulut.
Sedangkan kebutuhan tempat tidur sebagai sarana pelayanan rawat inap hanya
dibutuhkan sedikit. Pelayanan rawat inap umumnya dibutuhkan hanya untuk kasus
one day care serta pra dan pasca tindakan bedah (fraktur rahang, tumor, trauma,
kelainan maksilofasial, dll).
Pelayanan kegawatdaruratan di bidang kedokteran gigi umumnya mempunyai
kekhususan mencakup diagnosis dan tindakan terhadap semua pasien yang
memerlukan perawatan gigi dan mulut yang tidak direncanakan dan mendadak
seperti penanggulangan nyeri pada beberapa kasus infeksi mengenai sistem
stomatognatik, perdarahan pasca ekstraksi, fraktur pad gigi anterior, avulsi, luksasi
atau konkusi. Sedangkan pelayanan „kegawatan‟ yaitu tindakan terhadap penyakit
atau cedera stomatognatik akut untuk menekan angka kesakitan, kecacatan dan
kematian pasien.
Para peserta didik perlu dibekali pengetahuan dan pengenalan yang memadai
tentang cedera dan penyakit gigi dan mulut akut, agar mampu mengenali beberapa
tindakan segera pada kasus kegawatdaruratan kedokteran gigi,
serta stabilisasi
(Basic Life Support /Advance Traumatic Life Support ) yang dilakukan oleh para
dokter/dokter gigi yang sudah mempunyai kualifikasi Pelatihan Kegawatdaruratan
(PGD).
Daya tampung serta jumlah sarana prasarana yang dimiliki RSGM sebagai
wahana pendidikan profesi kedokteran gigi, harus sesuai dengan jumlah peserta
didik yang akan menjalani proses pendidikan disana. Disamping itu, standar fasilitas
RSGM yang dimiliki sebuah institusi pendidikan kedokteran gigi harus sesuai
dengan metode pembelajaran klinik yang digunakan. Kesesuaian jumlah dan jenis
sarana prasarana dengan jumlah peserta didik serta metode pembelajaran klinik
yang digunakan, perlu dievaluasi setiap tahun agar kompetensi yang akan dicapai
dan waktu studi peserta didik dapat ditempuh secara tepat waktu.
5.3 Kondisi RSGM Sebagai Wahana Pendidikan Kedokteran Gigi Saat Ini
Di era desentralisasi yang telah memasuki era globalisasi, pelayanan
kesehatan gigi dituntut untuk mengutamakan mutu serta keselamatan pasien. Mutu
pelayanan kesehatan gigi dan mulut serta keselamatan pasien di RSGM ditentukan
oleh beberapa faktor seperti SDM, sarana prasarana serta sistem penjaminan mutu
pelayanan. Peningkatan mutu lulusan dokter gigi pada gilirannya diharapkan akan
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan gigi dan mulut. Hal ini sejalan dengan
perkembangan kebijakan pendidikan tinggi yang mementingkan peningkatan mutu
dan akuntabilitas pendidikan tinggi dan program studi sesuai standar pendidikan.
Pada tahun 2006 Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) telah mensahkan standar
pendidikan dokter gigi yang dipergunakan oleh seluruh institusi pendidikan
kedokteran gigi Indonesia, dan salah satunya adalah keberadaan Rumah Sakit Gigi
dan Mulut Pendidikan sebagai wahana pendidikan tahap profesi.
Rasio ideal antara fasilitas dental chair unit dan peserta didik di RSGM adalah
1: 2, dengan asumsi bahwa jika jam kerja adalah 8-10 jam/ hari, maka 1 dental chair
unit yang digunakan untuk 2 peserta didik setiap harinya, akan menyediakan alokasi
waktu kerja yang memenuhi ketentuan SKS (1 SKS Klinik setara dengan 4 jam
kegiatan praktikum).
Pemenuhan rasio ideal di beberapa RSGM yang digunakan sebagai wahana
penyelenggaraan pendidikan kedokteran gigi dan dokter gigi spesialis, masih belum
dapat dipenuhi (lihat tabel 5.2 dan 5.3). Saat ini terdapat kecenderungan bahwa
penerimaan calon peserta didik melebihi fasilitas dental chair unit yang tersedia,
sehingga rata-rata kelulusan peserta didik tahap profesi tepat waktu hanya sekitar
10%. Akibat hal tersebut diatas menyebabkan jumlah peserta didik tahap profesi
setiap tahun di RSGM akan terus bertambah secara kumulatif, sehingga rasio ideal
makin lama makin jauh dari angka rasio ideal.
Pihak RSGM bersama dengan pimpinan Institusi Pendidikan Kedokteran Gigi
perlu menetapkan kebijakan bersama tentang daya tampung peserta didik. Daya
tampung ini didasari pada rasio ideal kecukupan fasilitas dental chair unit.
Pelaksaan ketentuan ini perlu diatur dan diawasi pelaksanaannya sehingga setiap
pelanggaran dapat dikenai sanksi bagi Institusi Pendidikan Kedokteran Gigi
maupun RSGM Pendidikan.
Tabel 5.2. Rasio Dental Chair Unit terhadap peserta didik di RSGM (2011)
RSGM
Pendidikan
Jumlah
Mahasiswa
Profesi
Jumlah
DCU
RSGM
Pendidikan
Jumlah
Mahasis
wa
Profesi
Jumlah
DCU
1
Universitas
Sumatera Utara
302
124
9
UMJ
148
84
2
Universitas
Baiturahmah
333
100
10
Unair
230
187
3
Universitas
Sriwijaya
124
17
11
UHT
112
78
4
Universitas
Indonesia
202
160
12
Jember
281
128
5
Universitas
Trisakti
889
151
13
Unhas
385
114
6
Universitas
Moestopo (B)
440
90
14
325
68
4630
1705
7
Unpad
501
244
8
UGM
358
160
Universitas
Mahasaraswati
Total
Tabel 5.3 Rasio Dental Chair Unit PPDGS di RSGM (2011)
No
RSGM
Jumlah DCU
BM
Kons
KGA
Prost
Orto
Perio
15
10
OM
Total
1*
64
1*
45
-
15
Jumlah
Peserta
Rasio
o
1
UI
2
USAKTI
3
UNPAD
4
UGM
5
UNAIR
6
UNHAS
7
USU
4*
2*
14
6
8
12
7
7
-
3
10
14
6
-
3
5
191
6
6
3
*) ditambah Sarana Dental Chair Unit di RS Jejaring
5.4. Peranan RSGM dalam Menanggulangi Kelainan/ Penyakit Gigi dan Mulut di
Indonesia
Menurut laporan Riset Kesehatan Dasar 2007, ditemukan bahwa karies gigi
diderita oleh kurang lebih 72,1% penduduk Indonesia. Beberapa penelitian telah
menunjang data bahwa penyakit periodontal mempunyai korelasi dengan kondisi
berat badan bayi rendah, bahkan beberapa penyakit sistemik dapat dideteksi melalui
manifestasi di dalam mulut. Lebih lanjut, menurut riset internal yang dilakukan
Unilever pada 2007, hanya 5,5 persen masyarakat Indonesia yang memeriksakan
kesehatan gigi secara teratur ke dokter gigi. Keadaan ini merupakan refleksi masih
minimnya pelayanan kesehatan gigi yang dapat dijangkau oleh masyarakat.
Jumlah kendaraan bermotor di Indonesia terutama di kota-kota, makin lama
makin meningkat dengan konsekuensi bertambahnya kecelakaan lalu lintas. Dari
data yang dilaporkan oleh berbagai instalasi gawat darurat, ternyata insidensi cidera
daerah kepala dan leher cukup tinggi. Penanggulangan trauma di daerah mulut dan
maksilofasial secara paripurna merupakan salah satu aspek dari trauma kepala dan
leher yang perlu mendapat perhatian.
Lima propinsi dengan prevalensi masalah gigi-mulut tertinggi di Indonesia,
adalah: Gorontalo (33,1%), Sulawesi Tengah (31,2%), DI. Aceh (30,5%), Sulawesi
Utara (29,8%) dan Kalimantan Selatan (29,2%). Propinsi dengan prevalensi gigi-
mulut
terendah adalah Sumatera Utara (16,7%), Sumatera Selatan (17,0%),
Lampung (18,1%), Kepulauan Riau (19,0%) dan Kepulauan Bangka Belitung
(19,4%). Dari yang mengalami masalah gigi-mulut, propinsi dengan persentase yang
menerima perawatan/pengobatan gigi dari tenaga kesehatan gigi tertinggi di
Nanggroe Aceh Darussalam (44,5%) dan terendah di Maluku Utara (19,9%).
Meskipun prevalensi penduduk yang mengalami hilang seluruh gigi asli terlihat relatif
kecil 1,6%, namun terlihat tinggi di Sulawesi Selatan (4,0%) dan Bangka Belitung
(3,2%).
Peranan RSGM sebagai wahana pendidikan profesi kedokteran gigi telah
memberikan pelayanan kesehatan gigi mulut dengan tarif terjangkau. Hal ini dapat
terlihat dari 13 RSGM di Indonesia pada tahun 2011 kunjungan pasien sebanyak
417.477. Disamping itu RSGM telah menghasilkan dokter gigi dan dokter gigi
spesialis yang berkualitas dan profesional, yang sangat potensial dalam ikut
menurunkan angka kesakitan gigi dan mulut di Indonesia. Hal ini perlu ditunjang oleh
penempatan dokter gigi dan dokter gigi spesialis yang dihasilkan secara merata di
seluruh Indonesia.
Banyak hal yang dapat dipetik dari proses pembelajaran dokter gigi dan dokter
gigi spesialis, yang sudah berjalan sampai saat ini di RSGM yakni:
-
Masyarakat luas dapat menikmati pelayanan holistic yang bermutu dengan
tarif terjangkau di RSGM sebagai wahana pendidikan profesi kedokteran gigi,
terhadap penyakit/kelainan stomatognatik 8 (delapan) bidang ilmu kedokteran
gigi
-
Banyaknya variasi kasus di RSGM memungkinkan peserta didik memperoleh
pengalaman klinik melalui chair side teaching (bimbingan dan pengawasan
tenaga
pendidik
klinik
yang
ketat)
dalam
menanggulangi
penyakit/kelainan stomatognatik, sehingga kompetensi lulusan
berbagai
dapat
tercapai
-
Tenaga pendidik klinik di RSGM sebagai wahana pendidikan profesi
kedokteran gigi, selain dokter gigi yang berpengalaman sebagai pendidik
perlu memiliki kualifikasi dokter gigi spesialis maupun subspesialis dari
berbagai bidang kedokteran gigi.
-
RSGM secara tidak langsung telah berperan sebagai pusat rujukan di bidang
pelayanan kesehatan gigi dan mulut, karena secara nyata telah menampung
rujukan dari sarana pelayanan kesehatan primer dan sekunder.
-
Membantu program pemerintah menuju Indonesia Sehat pada tahun 2025
dalam skala besar melalui pelayanan kesehatan gigi dan mulut
-
Kerjasama RSGM dengan RS serta berbagai institusi kesehatan lainnya,
dapat memberi peluang bagi peserta didik untuk mampu
membangun
kerjasama interprofesional dalam tim kesehatan
-
Menjadi tempat pembelajaran di bidang organisasi dan manajemen RSGM
-
Memberikan nilai tambah dalam beberapa aspek pendidikan, khususnya
penelitian dalam pengembangan ilmu kedokteran gigi
Prediksi dalam 5 tahun ke depan jika telah berdiri 26 RSGM sebagai wahana
pendidikan profesi kedokteran gigi /RS Pendidikan di 26 Fakultas /Program Studi
Kedokteran Gigi, diperkirakan jumlah kunjungan dapat meningkat menjadi 1-2
juta/tahun. Keberadaan RSGM sebagai wahana pendidikan profesi kedokteran gigi,
seharusnya dipandang sebagai suatu investasi sarana dan SDM
yang
sangat
potensial dalam membantu program Kementrian Kesehatan di bidang kesehatan
gigi dan mulut. Disamping itu akan menjadi sumber data untuk program pemerintah
dalam menyusun perencanaan di bidang kedokteran gigi
5.5. Sumber Daya Manusia di RSGM
Pelayanan kesehatan gigi dan mulut di Instalasi Gawat Darurat, Rawat Jalan
dan Rawat Inap yang diberikan oleh sejumlah tenaga kesehatan di RSGM harus
terselenggara dengan baik dan aman.
Masyarakat harus dapat memperoleh
pelayanan kesehatan gigi dan mulut dasar, spesialistik dan subspesialistik baik yang
diberikan oleh para peserta didik (co-ass dan residen) maupun oleh dokter gigi dan
dokter gigi spesialis.
Sebuah
RSGM
seyogyanya ditunjang oleh berbagai kualifikasi tenaga
kesehatan yang dipersyaratkan oleh Kementrian Kesehatan dalam memberikan
pelayanan kesehatan pada masyarakat di sebuah rumah sakit khusus seperti dokter,
dokter spesialis, dokter gigi, dokter gigi spesialis, perawat, perawat gigi, laboran
teknik gigi, penata roentgen, analis, penata rekam medik, penata sanitasi lingkungan
dll.
Demi terselenggaranya metode chair side teaching di RSGM, maka kecukupan
tenaga pendidik klinik harus sebanding dengan jumlah peserta didik tahap profesi
yang ikut memberikan pelayanan di RSGM. Standar rasio tenaga pendidik klinik dan
peserta didik di RSGM telah ditetapkan BAN PT sebesar 1: 5 , agar melalui metode
chair side teaching setiap tindakan yang dilakukan peserta didik sesuai dengan
tujuan pencapaian kompetensi pendidikan dokter gigi dan dokter gigi spesilais, serta
menjamin patient safety .
Masalah yang muncul di lapangan adalah belum tertampungnya beberapa hal
menyangkut standar Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan serta standar mutu
pendidik klinik dalam peraturan yang ada. Adapun dasar hukum terkait antara lain
adalah UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional serta UU
Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit dan Permenkes 340/X/2010 tentang
Klasifikasi Rumah Sakit Khusus.
Perlu ada sinkronisasi peraturan Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan (DIKTI) dan Kementrian Kesehatan agar standar serta
akreditasi rumah sakit pendidikan dokter gigi dapat diselaraskan.
5.6 RSGM di Masa Mendatang
Saat ini telah terdapat 26 institusi pendidikan kedokteran gigi, yang menurut
ketentuan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia (2006) diwajibkan mempunyai RS
dan/atau RSGM Pendidikan sebagai wahana penyelenggaraan program profesi.
Sebagai akibat pemenuhan ketentuan ini, maka pada tahun 2014 diharapkan akan
berdiri 26 RSGM di seluruh Indonesia, seperti terlihat pada tabel 5.4.
Tabel 5.4. Harapan Keberadaan RSGM di Indonesia tahun 2014
No
RSGM Pendidikan
Kota
Propinsi
1
Univ. Syah Kuala
Banda Aceh
DI Aceh
2
Univ. Sumatera Utara
Medan,
Sumatera Utara
3
Univ.Prima Indonesia
Medan, Sumut
Sumatera Utara
4
Univ. Andalas
Padang, Sumbar
Sumatera Barat
5
Univ. Baiturahmah
Padang, Sumbar
Sumatera Barat
6
Univ. Sriwijaya
Palembang,Sumsel
Sumatera Selatan
7
Univ. Indonesia
Jakarta, DKI
Daerah Khusus Ibu Kota
8
Univ. Trisakti
Jakarta, DKI
Daerah Khusus Ibu Kota
9
Univ. Moestopo
Jakarta,DKI
Daerah Khusus Ibu Kota
10
Univ. Padjadjaran
Bandung
Jawa Barat
11
Univ. Kristen Maranatha
Bandung
Jawa Barat
12
Univ. Jend.A.Yani
Cimahi
Jawa Barat
13
Univ. Gajah Mada
DI Yogyakarta
Jawa Tengah
14
Univ.Muhamadyah
DI Yogyakarta
Jawa Tengah
15
Univ. Jend Soedirman
Purwekorto
Jawa Tengah
16
Univ.Islam Sultan Agung
Semarang
Jawa Tengah
17
Univ. Muhamadyah
Surakarta
Jawa Tengah
18
IIK Bhakti Wyata
Kediri
Jawa Timur
19
Univ. Brawijaya
Malang
Jawa Timur
20
Univ. Airlangga
Surabaya
Jawa Timur
21
Univ. Hang Tuah
Surabaya
Jawa Timur
22
Univ. Jember
Jember
Jawa Timur
23
Univ. Mahasaraswati
Denpasar
Bali
24
Univ. Lambung Mangkurat
Banjarmasin
Kalimantan Timur
25
Univ. Sam Ratulangi
Manado
Sulawesi Utara
26
Univ. Hasanuddin
Makasar
Sulawesi Selatan
Keberadaan sejumlah RSGM Pendidikan seyogyanya merupakan suatu hal
yang positif, jika ditinjau dari ketersediaan sarana pelayanan kesehatan yang dapat
memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang bermutu bagi masyarakat
dengan harga yang terjangkau.
5.7
Peran Serta RSGM Dalam Mendukung Tridharma Perguruan Tinggi
RSGM sebagai wahana pendidikan kedokteran gigi selain berfungsi di bidang
pendidikan, juga memberikan fungsi pelayanan kesehatan gigi dan mulut serta
penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
RSGM telah menanggulangi berbagai kasus-kasus penyakit dan kelainan gigi
dan mulut, yang pada akhirnya membantu meningkatkan akses masyarakat
terhadap pelayanan kesehatan gigi dan mulut, meningkatkan kualitas hidup
masyarakat, serta menunjang Tridharma Perguruan Tinggi antara lain:
a. Penanggulangan karies gigi
dan penyakit periodontal
yang merupakan
gangguan pada 63% populasi Indonesia atau lebih kurang 138 juta populasi
(Riskesdas, 2007)
b. Penanggulangan halitosis (bau mulut)
dengan beberapa penelitian yang
dilakukan di beberapa FKG di Indonesia
c. Pendeteksian dini serta penanggulangan terpadu kanker mulut akibat
penggunaan tembakau yang saat ini sudah mencapai 1,6% dari populasi
yang ada di Indonesia.
d. Penelitian penggantian tulang rahang yang telah memperoleh paten nasional
dan internasional telah ditemukan para dosen FKG
e. Berperan serta dalam melakukan identifikasi kasus kecelakaan pesawat
terbang di Bandara Adisutjipto, bom Bali, Tsunami, dan korban Wedus
gembel (awan panas) gunung Merapi, Prop. DIY.
f. Turut menangani bencana alam gempa bumi di Yogyakarta, NAD, dan gempa
di Sumatra Barat.
g. Penanganan kasus bedah rahang/sendi rahang pada kasus tumor dan kasus
trauma akibat kecelakaan lalu lintas yang semakin hari semakin meningkat
h. Rehabilitasi celah bibir dan celah langit-langit baik bilateral maupun unilateral
i.
Penanggulangan kasus-kasus kecacatan muka dan maloklusi
j.
Menangani kasus-kasus berkebutuhan khusus (special care dentistry) pada
pasien kompromistis, anxiety, pra radiotherapy di daerah maksilofasial
k. Menanggulangi kasus-kasus gangguan bicara yang berhubungan dengan
gangguan stomatognatik
l.
Pengembangan implant gigi, sekaligus penelitian implant
Penyelenggaraan pengabdian kepada masyarakat dapat dilakukan di
RSGM sebagai wahana pendidikan kedokteran gigi maupun dilakukan di luar
lingkungan RSGM, dengan memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut
secara gratis kepada masyarakat. Bentuk pengabdian kepada masyarakat dapat
berupa edukasi tentang pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut dan aplikasi
fluor
serta
fissure sealant sebagai upaya preventif dan promotif, maupun
penanggulangan terhadap beberapa penyakit/kelainan gigi dan mulut sebagai
upaya kuratif seperti pencabutan, penambalan dan pembersihan karang gigi
serta pemberian medikamentosa.
Pengabdian kepada masyarakat merupakan kegiatan yang secara rutin
dilakukan oleh institusi pendidikan bersama RSGM dan organisasi profesi PDGI,
maupun melalui kerjasama dengan perusahaan swasta dalam melaksanakan
company social responsibility (CSR). Dalam sebuah pengabdian masyarakat
yang dikenal sebagai Bulan Kesehatan Nasional 2011, yang dilakukan secara
serentak di seluruh RSGM yang ada di Indonesia selama rata-rata 3 hari, telah
dlakukan perawatan gratis bagi kurang lebih 30.000 pasien
5.8 Standarisasi, Akreditasi dan Perijinan RSGMP
5.8.1 Standarisasi
Konsep proses pembelajaran untuk para dokter gigi dan dokter gigi spesialis,
pada dasarnya harus diselenggarakan di tempat yang mempunyai standar yang
baik; sehingga diperlukan instrumen untuk menilai apakah sebuah lembaga
pendidikan telah memenuhi standar. Instrumen antara lain memuat visi, misi, tujuan,
sumber daya manusia, sarana dan prasarana serta administrasi dan manajemen.
Rumah sakit termasuk rumah sakit khusus dalam hal ini RSGM Pendidikan
merupakan sebuah sarana pelayanan kesehatan mulai dari tingkat dasar sampai
dengan spesialistik, yang sekaligus merupakan sarana pendidikan bagi dokter gigi
dan dokter gigi spesialis, sehingga perlu memenuhi persyaratan sebagai rumah
sakit pendidikan sesuai standar/peraturan yang berlaku agar kompetensi dokter gigi
dan dokter gigi spesialis yang dihasilkan dapat tercapai.
Standarisasi bertujuan untuk melakukan evaluasi dan penilaian secara
komprehensif atas komitmen RSGM Pendidikan terhadap mutu dan kapasitas
penyelenggaraan serta kelayakannya.
Tujuan dan manfaat Standarisasi RSGM Pendidikan adalah sebagai berikut:
a. Memberikan jaminan bahwa RSGM Pendidikan yang terstandarisasi telah
memenuhi standar mutu yang ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan dengan
merujuk pada standar nasional pendidikan yang termaktub dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
b. Mendorong
RSGM
Pendidikan
untuk
melakukan
perbaikan
dan
mempertahankan mutu yang tinggi secara berkesinambungan.
c. Hasil standarisasi
RSGM Pendidikan dapat dimanfaatkan sebagai dasar
pertimbangan dalam transfer kredit pendidikan tahap profesi program studi
pendidikan dokter gigi, pemberian bantuan dan alokasi dana, serta
pengakuan dari badan atau instansi yang lain kepada RSGM Pendidikan
Mutu
RSGM Pendidikan merupakan cerminan dari totalitas keadaan dan
karakteristik masukan, proses, luaran, hasil, dan dampak, atau layanan/kinerja yang
diukur berdasarkan sejumlah standar yang ditetapkan.
5.8.2 Akreditasi
RSGM dapat
mengajukan permohonan untuk diakreditasi yang umumnya
dilakukan oleh KARS (Komite Akreditasi Rumah Sakit), 3 tahun sejak izin
penyelenggaraan diterbitkan.
RSGM sebagai wahana penyelenggaraan pendidikan kedokteran gigi tahap
profesi ikut dinilai saat Fakultas Kedokteran Gigi diakreditasi, sebelum institusi
pendidikan tsb meluluskan peserta didiknya.
Kewajiban RSGM sebagai wahana penyelenggaraan pendidikan kedokteran gigi
untuk diakreditasi, merupakan penerapan aturan Kementrian Kesehatan dan
Kementrian Pendidikan Nasional. Dengan demikian akreditasi terhadap RSGM
sebagai wahana penyelenggaraan pendidikan kedokteran gigi, dilakukan 2 kali.
5.8.3 Perijinan
Penyelenggaraan
Rumah
Sakit
Gigi
dan
Mulut
sebagai
wahana
penyelenggaraan pendidikan kedokteran gigi sesuai peraturan yang berlaku, harus
memiliki izin mendirikan dan penyelenggaraan dari Dinas Kesehatan Propinsi untuk
RSGM kelas B atau Kementrian Kesehatan untuk RSGM kelas A . Izin mendirikan
sebagaimana dimaksud merupakan izin yang diberikan kepada penyelenggara
rumah sakit gigi dan mulut untuk membangun/mendirikan RSGM setelah memenuhi
berbagai persyaratan serta harus mendapat rekomendasi dari Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Izin mendirikan berlaku 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang
1(satu) kali, hal ini memberikan kesempatan kepada pemohon untuk memenuhi
persyaratan Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan
Lingkungan (UPL), bangunan, peralatan, tenaga kesehatan dan persyaratan lainnya
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dalam rangka
memperoleh izin penyelenggara RSGM. Izin penyelenggaraan RSGM berlaku
selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang lagi. Penyelenggara RSGM wajib
mengajukan izin baru apabila terjadi perubahan terhadap jenis rumah sakit, lokasi,
dan nama rumah sakit.
Agar dapat ditetapkan sebagai Rumah Sakit Pendidikan, maka RSGM perlu
mengajukan permohonan kepada Kementrian Kesehatan dengan rekomendasi dari
Dinas Kesehatan Propinsi untuk dapat ditetapkan sebagai Rumah Sakit Pendidikan.
Agar RSGM dapat ditetapkan sebagai RSGM Pendidikan membutuhkan waktu
paling tidak 3 tahun sejak diberikan izin penyelenggaraan rumah sakit.
5.9 Pendanaan RSGM Sebagai Wahana Penyelenggaraan Pendidikan
Kedokteran Gigi
RSGM sebagai wahana pendidikan dokter gigi dan dokter gigi spesialis, harus
mampu memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut kepada masyarakat
berlandaskan evidence based dentistry. Hal ini perlu ditunjang alat-alat dan bahan
kedokteran gigi (terkini), yang umumnya membutuhkan biaya tinggi, sehingga
pelayanan kesehatan gigig dan mulut dikenal merupakan pelayanan maupun
pendidikan dengan biaya tinggi.
Di era globalisasi, daya saing dokter gigi dan dokter gigi spesialis lulusan
Indonesia perlu dapat disejajarkan dengan dokter gigi dan dokter gigi spesialis
lulusan manca negara. Tidak dapat ditawar lagi, bahwa kualitas dan kuantitas
sarana prasarana yang dimiliki RSGMP sebagai institusi yang menghasilkan dokter
gigi dan dokter gigi spesialis, perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah.
Dilain pihak, promosi bahan dan alat kedokteran gigi dari luar negeri serta pelatihan
penggunaannya telah banyak ditawarkan oleh pengusaha/supplier alat kedokteran
gigi kepada para dokter gigi dan dokter gigi spesialis. Hal ini dapat merugikan
masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan kesehatan, jika tidak dikendalikan
dan disaring secara benar. Penapisan bahan/alat yang digunakan di RSGMP perlu
dilakukan berlandaskan evidence based dentistry, dengan mengutamakan kualitas
pelayanan serta mempertimbangkan keterjangkauan masyarakat.
Biaya yang dibutuhkan untuk mendirikan sebuah RSGM sebagai wahana
pendidikan kedokteran gigi, terungkap dari beberapa perhitungan yang ada, 15
sampai dengan 20
milyar rupiah. Biaya pembangunan
ini antara lain meliputi
sarana bangunan, peralatan kedokteran gigi (unit kursi gigi dll), alat roentgen,
instalasi pengolahan limbah (IPAL), generator listrik, serta kebutuhan lainnya. Jika
dihitung biaya yang sudah dikeluarkan oleh 13 RSGM
maka biaya tersebut
berjumlah 13 X 20 Milyar rupiah = 260 milyar Rupiah. Dalam 5 tahun ke depan
RSGM diprediksi
akan berjumlah 26, maka secara perhitungan sederhana biaya
yang diperlukan untuk membangun RSGM adalah 26 X 20 M= 520 Miliar rupiah.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa investasi untuk pendidikan dokter gigi
dan /doktergigi spesialis serta pelayanan kesehatan gigi dan mulut paripurna
sampai saat ini sangat besar.
Saat ini, mayoritas RSGM merupakan unit di bawah institusi pendidikan
mengandalkan ketersediaan dana dari masyarakat yang berobat ke RSGM untuk
menutupi biaya operasional. Dalam upaya memenuhi kebutuhan
peningkatan alat
/bahan kedokteran gigi baik untuk pelayanan maupun pendidikan, maka dana SPP
bagi tingkat profesi perlu diperhitungkan lebih rinci dengan memasukkan unit cost
selama proses pendidikan di RSGM.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
Ketersediaan dan distribusi drg spesialis menunjukkan adanya disparitas antar
wilayah di Indonesia. Tujuh puluh persen (70%) dokter gigi umum Indonesia
ternyata bekerja di Pulau Jawa, baru sisanya 30% tersebar di berbagai wilayah
lain Indonesia. Bahkan untuk dokter gigi spesialis kondisinya lebih parah lagi
karena hanya ada 7% dokter gigi spesialis yang bekerja di luar Pulau Jawa,
sisanya sebanyak 93% berdesakan di Pulau Jawa.
Hal ini sangat menggelitik karena menggambarkan ketimpangan yang sangat
besar karena bila mengacu pada Indikator Indonesia Sehat 2010 dimana
perbandingan dokter gigi per 100.000 penduduk adalah 11 : 100.000 maka untuk
wilayah DKI Jakarta dengan luas wilayah sebesar ± 650 km2 dan jumlah
penduduk 9.588.198 serta jumlah dokter gigi 5176 bisa dikatakan bahwa rasio
dokter gigi dengan jumlah penduduk di Jakarta adalah 54 : 100.000. Sedangkan
untuk Maluku Utara dengan luas wilayah daratan ± 33.278 km2 dan jumlah
penduduk 1.035.478 serta jumlah dokter gigi 22 maka rasio dokter gigi dengan
jumlah penduduk di Maluku
Utara adalah 2,2 : 100.000. Sehingga sesuai dengan Indikator Indonesia
Sehat 2010, apakah tepat untuk mengindikasikan
bahwa
kesehatan
gigi
penduduk Jakarta sudah sangat jauh lebih baik dari penduduk Maluku Utara.
Pemerataan sebaran dokter gigi ke seluruh pelosok Indonesia sampai hari ini
ternyata masih jauh dari harapan. Pertambahan jumlah fakultas kedokteran gigi
yang pasti juga menambah jumlah produksi dokter gigi justru malah menyebabkan
makin bertumpuknya dokter gigi di kota-kota besar, sementara di daerah kecil dan
terpencil masih banyak sekali masyarakat belum mendapatkan pelayanan
kesehatan gigi dengan baik dan bahkan diperkirakan masih banyak masyarakat
yang seumur hidupnya belum pernah bertemu dengan dokter gigi apalagi dirawat
dokter gigi.
Data Konsil Kedokteran Gigi menunjukkan bahwa jumlah dokter gigi (Umum
dan Spesialis) Indonesia yang teregistrasi per 31 Desember 2010 adalah 20.655
orang, dengan sebaran antara 22 – 5176 dokter gigi yaitu 22 dokter gigi berada di
Propinsi Maluku Utara dan 5176 dokter gigi berada di Jakarta.
Permasalah utama juga dirasakan karena tidak lengkap dan aktualnya data
sebaran kebutuhan akan pelayanan kesehatan gigi di Indonesia, hal ini terjadi
dikarenakan tidak adanya pusat data kesehatan gigi secara nasional di Kementrian
Kesehatan serta. Pusat data dianggap sangat penting untuk bisa mendata
kuantitas serta jenis kasus masalah kesehatan gigi dari tingkat Puskesmas di
seluruh Indonesia dimana hal ini dibutuhkan untuk bisa menilai tingkat (kuantitas
dan kualitas tenaga drg, dan spesialisasi) kebutuhan kesehatan kesehatan gigi,
sehingga
akhirnya
dapat
optimal
dalam
penyusunan
strategi
pelayanan
kesehatan gigi untuk masyarakat bersama-sama dengan semua pihak yang terkait.
Selain itu lemahnya koordinasi antara pihak-pihak yang terkait baik itu
Kementrian Kesehatan sebagai “pengguna” tenaga kesehatan dan Kementerian
Pendidikan sebagai “penyedia” tenaga kesehatan serta pihak lain yang terkait
(stakeholder) juga menjadi salah satu kelemahan dalam pengambilan kebijakan
yang menyebabkan segala strategi yang dipilih menjadi seakan setengahsetengah dan tidak tepat sasaran sehingga sampai saat ini atau mungkin
selamanya kualitas kesehatan dan pelayanannya di Indonesia akan selalu
tertinggal.
Perlu upaya dari para pemangku kepentingan untuk mencari jalan keluar dari
kondisi ini, bila tidak maka pemerataan tenaga dokter gigi guna meningkatkan
kualitas kesehatan secara umum tidak akan pernah terwujud, dan pemenuhan
tenaga kesehatan hanya sekedar pencapaian target (angka) bukan pada
emerataan pelayanan.
Diperlukan
pendirian pusat2 pendidikan spesialis baru baik negeri maupun
swasta sesuai dengan persyaratan2 yang ada
Kementrian Kesehatan sebaiknya memfasilitasi semua pendidikan dokter gigi
spesialis, dan bukan hanya bedah mulut saja, sampai keseluruhan kebutuhan
spesialis kedokteran gigi terpenuhi
Disamping
ditingkatkan
usaha-usaha
sebagai
berikut:
kuratif,
hendaknya
usaha-usaha
Usaha
Kesehatan
Gigi
Sekolah
preventif
dengan
mempergunakan Perawat Gigi Sekolah yang diawasi oleh Dokter Gigi Sekolah
hendaknya diperluas dan diintensifkan, sedang kepada siswa-siswa sekolah dasar
tetap diberikan prioritas.
Keberadaan RSGM sebagai wahana pendidikan kedokteran gigi di Indonesia
yang sekaligus merupakan sarana kesehatan yang mampu menanggulangi berbagai
penyakit/kelainan penyakit sistem stomatognatik, merupakan investasi yang perlu
mendapat perhatian serta dukungan dari Kementrian Kesehatan
Perlu ditetapkan Standar RSGM Pendidikan yang dapat dijamin telah
memenuhi Standar Nasional Pendidikan
Ketetapan sebagai RSGM Pendidikan bagi RSGM yang sejak awal didirikan
bagi wahana penyelenggaraan pendidikan kedokteran gigi sebaiknya dapat
diterbitkan,
melalui
berkoordinasi
suatu
dengan
peraturan
Kementrian
oleh
Kementrian
Pendidikan
dan
Kesehatan
Kebudayaan
setelah
(Direktorat
Pendidikan Tinggi).
Konsekuensi masuknya era globalisasi di bidang kesehatan, perlu diantisipasi
melalui kesetaraan mutu dan kualifikasi tenaga kesehatan lulusan Indonesia dengan
tenaga kesehatan di luar negeri.
Pencapaian mutu dan kualifikasi tenaga kesehatan Indonesia, khususnya
dokter gigi dan dokter gigi spesialis perlu didukung oleh adanya wahana RS/ RSGM
Pendidikan yang lengkap, berkualitas dan terstandarisasi.
Standarisasi kualifikasi tenaga pendidik tahap profesi di RSGM perlu
diformulasikan, agar mutu lulusan dapat memenuhi standar kompetensi dokter gigi/
dokter gigi spesialis
Kerjasama
Kementrian
Kesehatan
dan
Kementrian
Pendidikan
dan
Kebudayaan perlu dipikirkan untuk secara proporsional memberikan alokasi dana
terhadap sarana prasarana di RSGM sebagai sarana pelayanan kesehatan dan
wahana pendidikan dokter gigi dan dokter gigi spesialis, agar mutu pelayanan dan
pendidikan dapat ditingkatkan.
Pengawasan
terhadap
karakteristik
masukan,
proses,
luaran,
hasil
penyelenggaraan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi dokter gigi dan
doketr gigi spesialis (antara lain kecukupan sarana prasarana dan tenaga pendidik
klinik, chair side teaching serta pemenuhan variasi kasus) di RSGMP perlu dilakukan
secara konsekuen, agar standar mutu pendidikan kedokteran gigi tahap profesi di
Indonesia dapat terjamin.
DAFTAR ACUAN
1. Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi: Pedoman Penilaian
Instrumen Akreditasi, Buku V. Jakarta, 2009.
2. Jain M et al. Dental teaching clinic in India: perception of dental students
and teachers. J.Int Oral Health, 2009; 1:33-46
3. http://en.wikipedia.org/wiki/Baltimore_College_of_Dental_Surgery
4. http://en.wikipedia.org /wiki/Pierre_Fauchard
5. Pedoman Klasifikasi dan Standar Rumah Sakit Pendidikan. DepKes RI,
2009
6. Pedoman Penerapan Cabang Ilmu Kedokteran Gigi, KONSIL
KEDOKTERAN INDONESIA, 2009
7. Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan dokter gigi Indonesia
Berbasis Kompetensi, AFDOKGI,
2007, diterbitkan KONSIL
KEDOKTERAN INDONESIA tahun 2009
8. Prof Hardiyanto, PENDIDIKAN KEDOKTERAN Permasalahan dan Usulan
Solusi, paparan di DPR 4 Febr 2011
9. Prof SMK Soerono Akbar, Mengawal Perkembangan Kedokteran Gigi
Indonesia, ed.1, 2005
10. Richard A. Glenner, D.D.S. HOW IT EVOLVED: Connections Dentistry
and Medicine diunduh dari:
http://www.fauchard.org/history/articles/jdh/v49n2_July01/connections_den
tistry_49_2.html0
11. Schwenk TL: Clinical Teaching. Center for Research on Leraning and
Teaching, Occasional Paper No1, University of Michigan, 1987.
12. Konsil Kedokteran Indonesia. Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia
nomor 22/KKI/KEP/XI/2006 tentang Pengesahan Standar Kompetensi
Dokter Gigi . 2006
13. Konsil Kedokteran Indonesia. Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia
nomor 23/KKI/Kep/XI/2006 tentang Pengesahan Standar Profesi Dokter
Gigi . 2006
14. Standar Kompetensi Profesi Drg, KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA,
2006
15. Standar Kompetensi Profesi Drg Sp, KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA, 2008
16. Standar Pendidikan Profesi Dokter Gigi. Kep KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA
nomor
22/KONSIL
KEDOKTERAN
INDONESIA/KEP/XI/2006. Lamp 2. Standar dan Kriteria RSGMP
17. Standar Pendidikan Profesi Dokter Gigi Spesialis, KONSIL KEDOKTERAN
INDONESIA, 2007.
18. Eky S. Soeria soemantri (editor). Menjangkau Masa Depan –
Kumpulan Tulisan Prof. R.G. Soeria Soemantri dalam Perkembangan
Ilmu dan Profesi Kedokteran Gigi-20002011
19. Persatuan Perawat gigi Indonesia. (ppgi.wordpress.com). 2011.
20. Forum Teknik Gigi Poltekes (teknikgigi.forumid.net/forum). 2011
21. NASKAH AKADEMIK KAJIAN KEBUTUHAN MASYARAKAT AKAN PELAYANAN
KESEHATAN GIGI SEBAGAI DASAR PERTIMBANGAN REVISI STANDAR
PENDIDIKAN-STANDAR KOMPETENSI DOKTER GIGI. HPEQ-Dikti-AFDOKGI. 2011
22. NASKAH AKADEMIK REVISI STANDAR KOMPETENSI DOKTER GIGI INDONESIA.
HPEQ-Dikti-AFDOKGI. 2011
23. NASKAH AKADEMIK REVISI STANDAR PENDIDIKAN DOKTER GIGI INDONESIA.
HPEQ-Dikti-AFDOKGI. 2011
24. NASKAH AKADEMIK RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT PENDIDIKAN (RSGMP).
HPEQ-Dikti-AFDOKGI. 2011
25. HASIL SURVEI PEMETAAN INSTITUSI PENDIDIKAN KEDOKTERAN GIGI, RUMH
SAKIT GIGI DAN MULUT ( RSGM), DAN JEJARING RUMAH SAKIT/ PUSKESMAS.
HPEQ-Dikti-AFDOKGI. 2011
26.
Download