ASPEK FINANSIAL DITINJAU ULANG, PROYEK KILANG PERTAMINA TERANCAM MUNDUR Detik.com PT Pertamina (Persero) akhirnya memundurkan target penyelesaian proyek-proyek kilang minyak. Awalnya semua proyek kilang direncanakan selesai semua pada tahun 2023, tetapi sekarang tiap proyek mundur 1-2 tahun. Keputusan ini diambil dengan pertimbangan kemampuan finansial. Saat ini Pertamina tengah menjalankan 4 proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) alias modifikasi kilang Cilacap, Balikpapan, Balongan, dan Dumai. Selain itu ada 2 proyek Grass Root Refinery (GRR) atau pembangunan kilang baru di Tuban dan Bontang. Tiap proyek RDMP membutuhkan biaya investasi kurang lebih sebesar US$ 5 miliar atau Rp65 triliun, sedangkan 1 proyek GRR nilainya sekitar US$ 12,5 miliar atau Rp162,5 triliun. Artinya semua proyek itu memakan biaya US$ 45 miliar atau Rp585 triliun. Kemampuan keuangan Pertamina ternyata tidak cukup kuat untuk mengintensifkan proyek-proyek kilang selesai di 2023, meski sudah bermitra dengan Rosneft di GRR Tuban dan Saudi Aramco di RDMP Cilacap. Itulah sebabnya proyek diundur, supaya beban keuangan Pertamina tidak terlalu berat. "Harus ditata ulang dengan melihat kemampuan keuangan Pertamina," ujar Direktur Utama Pertamina Elia Massa Manik. Kendati demikian, Massa memastikan mundurnya beberapa proyek kilang tidak akan mengganggu pencapaian target kapasitas kilang nasional 2 juta barel per hari (bph) per 2025. Selain proyek-proyek kilang, pemerintah juga memberi banyak penugasan lain pada Pertamina, mulai dari sektor hulu hingga hilir migas. Di hulu misalnya, Pertamina diserahi Seksi Informasi Hukum – Ditama Binbangkum 2017 tanggung jawab mengelola Blok Mahakam yang butuh investasi sekitar US$ 2 miliar atau Rp26 triliun per tahun. Baru-baru ini, 8 blok terminasi yang habis kontraknya pada tahun 2018 juga diserahkan ke Pertamina. Selain itu, adanya penugasan BBM Satu Harga yang sejauh ini sudah dijalankan di 12 daerah, menggerogoti laba Pertamina hingga Rp5 triliun per tahun. Pertamina juga masih menanggung piutang pemerintah berkisar Rp40 triliun yang hingga kini belum dibayarkan. Akumulasi utang pemerintah muncul lantaran adanya program subsidi BBM. Terkait masalah ini, Kementerian ESDM sedang mempertimbangkan 2 opsi solusi untuk mempercepat proyek kilang. Opsi pertama, kepemilikan Pertamina dikurangi, porsi saham swasta yang menjadi mitra Pertamina di proyek kilang diperbesar. Dengan begitu, proyek kilang tak lagi terhambat masalah biaya. "Itu sedang kita diskusikan, opsinya bisa saja share-nya Pertamina dikecilkan, partnernya lebih besar, jadi bisa lebih cepat geraknya," kata Dirjen Migas Kementerian ESDM, IGN Wiratmaja Puja. Opsi solusi yang kedua, jadwal pembangunan proyek kilang diundur sehingga beban keuangan Pertamina terbagi, tidak langsung terkonsentrasi pada waktu yang sempit. "Pembangunannya diundurkan, pembangunannya jadi lebih bertahap. Ini opsinya sedang dikaji,” ujar Wiratmaja. Wiratmaja mengatakan Pemerintah lebih cenderung memilih opsi yang pertama karena ingin kilang minyak segera terbangun. Jika tidak segera membangun kilang baru, impor BBM akan semakin membengkak. Sementara Pertamina lebih cenderung memilih opsi kedua. "Kalau Pertamina mengajukan berbagai opsi, termasuk yang pentahapan itu. Jadi tadinya 2023 selesai semua jadi diundur, jadi bertahap selesainya karena kemampuan keuangan," tutup Wiratmaja. Sumber Berita: 1. Detik.com, Pertamina Tak Sanggup Rampungkan Proyek Kilang di 2023, Ini Kata ESDM, Rabu, 7 Juni 2017. 2. Mediaindonesia.com, Aspek Finansial Ditinjau Ulang, Proyek Kilang Pertamina Terancam Mundur, Rabu, 7 Juni 2017. Seksi Informasi Hukum – Ditama Binbangkum 2017 Catatan: Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 146 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Pembangunan dan Pengembangan Kilang Minyak di Dalam Negeri, Pembangunan Kilang Minyak dapat dilakukan oleh Pemerintah atau Badan Usaha. Pembangunan Kilang Minyak oleh Pemerintah dapat dilakukan dengan Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) atau penugasan. Dalam melaksanakan KPBU, PT Pertamina (Persero) ditunjuk sebagai Penanggung Jawab Proyek Kerja Sama (PJPK) dan bertanggung jawab melakukan perencanaan, penyiapan transaksi, dan penandatanganan transaksi serta mengawasi pelaksanaan proyek KPBU. Dalam melakukan tugas tersebut, PT Pertamina (Persero) sebagai PJPK melakukan: a. pengadaan Badan Usaha Pelaksana; b. penandatanganan perjanjian KPBU dengan Badan Usaha Pelaksana; dan c. memastikan pemenuhan pembiayaan oleh Badan Usaha Pelaksana. Badan Usaha Pelaksana yang sudah terpilih wajib memperoleh pembiayaan atas KPBU dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan setelah penandatanganan perjanjian dan dapat diberikan perpanjangan kembali untuk 1 (satu) kali paling lama 12 (dua belas) bulan oleh PJPK. Dalam hal Badan Usaha Pelaksana tidak mendapatkan pembiayaan atas KPBU setelah jangka waktu perpanjangan berakhir, perjanjian KPBU dinyatakan berakhir dan jaminan pelaksanaan dicairkan oleh PT Pertamina (Persero) sebagai PJPK dan disetorkan langsung ke kas negara. Pembangunan Kilang Minyak oleh Pemerintah melalui penugasan dilakukan melalui pembiayaan Pemerintah atau pembiayaan korporasi. Pembangunan Kilang Minyak melalui penugasan dengan pembiayaan Pemerintah dilakukan dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang pembiayaannya dilakukan berdasarkan tahun jamak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam pelaksanaan penugasan dengan pembiayaan korporasi, PT Pertamina (Persero) diberikan fasilitas pendanaan berupa penyertaan modal negara; laba yang ditahan; pinjaman PT Pertamina (Persero) yang berasal dari dalam negeri dan/atau luar negeri; pinjaman Pemerintah yang berasal dari luar negeri, termasuk lembaga keuangan multilateral; dan/atau penerbitan obligasi oleh PT Pertamina (Persero). Seksi Informasi Hukum – Ditama Binbangkum 2017