UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER PT. KALBE FARMA, Tbk. PERIODE 1 FEBRUARI – 30 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER CYNTHYA ESRA WIHELMINA, S.Farm. 1106046774 ANGKATAN LXXIV FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER – DEPARTEMEN FARMASI DEPOK JUNI 2012 Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER PT. KALBE FARMA, Tbk. PERIODE 1 FEBRUARI – 30 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker CYNTHYA ESRA WIHELMINA, S.Farm. 1106046774 ANGKATAN LXXIV FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER – DEPARTEMEN FARMASI DEPOK JUNI 2012 ii Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 HALAMAN PENGESAHAN Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker diajukan oleh: Nama : Cynthya Esra Wihelmina, S.Farm. NPM : 1106046774 Program Studi : Apoteker – Departemen Farmasi FMIPA UI Judul Laporan : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker PT. Kalbe Farma, Tbk. Periode 1 Februari – 30 Maret 2012 Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Apoteker pada program studi Apoteker – Departemen Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI Pembimbing I : Mimi Yosiani, S.Si., Apt. Pembimbing II: Dr. Harmita, Apt. Penguji I : Prof. Dr. Yahdiana H., MS., Apt. Penguji II : Dra. Juheini Amin, M.Si., Apt. Penguji III : Dr. Iskandarsyah, MS., Apt. Ditetapkan di : Depok Tanggal : 25 Juni 2012 iii Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus atas rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) Angkatan LXXIV Universitas Indonesia, yang diselenggarakan pada tanggal 1 Februari – 30 Maret 2012 di PT. Kalbe Farma, Tbk. Jalan Letnan Jenderal Suprapto, Kav. 4, Jakarta. Kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker dan penyusunan laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker merupakan bagian dari kegiatan perkuliahan program pendidikan profesi Apoteker dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman, pengetahuan, dan keterampilan mahasiswa. Setelah mengikuti kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker, diharapkan Apoteker yang lulus nantinya dapat mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki kepada masyarakat pada saat memasuki dunia kerja. Dalam pelaksanaan kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini, penulis mendapat banyak bantuan, bimbingan, dan saransaran dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan penuh ketulusan dan kerendahan hati penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada : 1. Drs. Sie Johan selaku Director of Corporate Business Development and Management System yang telah memberikan kesempatan untuk melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Kalbe Farma, Tbk. 2. Dra. Nurul Hidayah Yusuf, MM., Apt. selaku General Manager of Corporate Regulatory Affairs yang telah memberikan kesempatan untuk melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Kalbe Farma, Tbk. 3. Metty Susanti, S.Si., Apt. selaku Senior Regulatory Manager yang telah memberikan pengarahan dan informasi yang bermanfaat selama pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker, serta kesempatan untuk melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Kalbe Farma, Tbk. 4. Mimi Yosiani, S.Si., Apt. selaku Regulatory Manager sekaligus pembimbing penyusunan laporan di PT. Kalbe Farma, Tbk. yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, saran, dan informasi yang sangat bermanfaat selama pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker dan penyusunan laporan ini. iv Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 5. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., Apt. selaku Ketua Departemen Farmasi FMIPA Universitas Indonesia. 6. Dr. Harmita, Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker Departemen Farmasi FMIPA Universitas Indonesia sekaligus pembimbing yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, dan saran selama pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker dan penyusunan laporan ini. 7. Seluruh staf dan karyawan di PT. Kalbe Farma, Tbk. khususnya Corporate Regulatory Affairs yang telah banyak membantu dan memberikan informasi yang bermanfaat selama pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker. 8. Seluruh dosen pengajar, staf, dan karyawan Departemen Farmasi FMIPA Universitas Indonesia. 9. Keluarga tersayang atas segala doa dan dukungan, baik moral maupun materil, perhatian dan kesabaran, serta yang telah menemani saat mengalami masa yang sulit. 10. Seluruh sahabat dan teman Program Profesi Apoteker Universitas Indonesia yang telah banyak menghibur dan memberikan dukungan, semangat, pengalaman, serta berbagi ilmu selama masa perkuliahan dan pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker. 11. Semua pihak yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, informasi yang sangat bermanfaat, dan dukungan kepada penulis selama pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker dan penyusunan laporan ini. Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dan kesalahan dalam penyusunan laporan ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Penulis berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang penulis dapatkan selama pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini dapat memberikan manfaat bagi rekan-rekan sejawat dan semua pihak yang membutuhkan. Penulis 2012 v Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL ...................................................................................... i HALAMAN JUDUL ......................................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... iii KATA PENGANTAR ....................................................................................... iv DAFTAR ISI...................................................................................................... vi DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... viii DAFTAR TABEL ............................................................................................. ix DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... x BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1 1.2 Tujuan .......................................................................................... 3 BAB 2 TINJAUAN UMUM ............................................................................. 4 2.1 PT. Kalbe Farma, Tbk ................................................................. 4 2.2 Corporate Business Development ............................................... 7 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS .......................................................................... 12 3.1 Registrasi ..................................................................................... 12 3.2 Pendaftar ...................................................................................... 12 3.3 Registrasi Obat ............................................................................ 14 3.4 Registrasi Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar, dan Fitofarmaka ................................................................................. 21 3.5 Registrasi Suplemen Makanan .................................................... 25 3.6 Registrasi Pangan ........................................................................ 28 3.7 Notifikasi Kosmetika ................................................................... 32 3.8 Registrasi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga ......................................................................................... 35 3.9 ASEAN Common Technical Dossier / ASEAN Common Technical Requirements ............................................................................... 40 vi Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 BAB 4 PEMBAHASAN .................................................................................... 43 4.1 Corporate Regulatory Affairs PT. Kalbe Farma, Tbk ................. 43 4.2 Registrasi Obat ............................................................................ 44 4.3 Registrasi Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar, dan Fitofarmaka ................................................................................. 47 4.4 Registrasi Suplemen Makanan .................................................... 48 4.5 Registrasi Pangan ........................................................................ 49 4.6 Notifikasi Kosmetika ................................................................... 50 4.7 Registrasi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga ......................................................................................... 51 4.8 Dokumen Pra Registrasi dan ASEAN Common Technical Dossier ........................................................................................ 52 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 53 5.1 Kesimpulan.................................................................................. 53 5.2 Saran ............................................................................................ 54 DAFTAR ACUAN ............................................................................................ 55 vii Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Struktur Organisasi Corporate Regulatory Affairs PT. Kalbe Farma, Tbk. .......................................................................................... 8 viii Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 DAFTAR TABEL Tabel 4.1. Perbedaan Registrasi Obat Antara Peraturan Tahun 2003 dan Tahun 2011 ................................................................................. 45 Tabel 4.2. Perbedaan Antara Sistem Registrasi dan Notifikasi Kosmetika . 50 ix Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Struktur Organisasi PT. Kalbe Farma, Tbk................................. 57 Lampiran 2. Struktur Kepemilikan Perseroan dan Anak Perusahaan PT. Kalbe Farma, Tbk .................................................................................. 58 Lampiran 3. Isi Dokumen Pra Registrasi/Registrasi ....................................... 59 Lampiran 4. Alur Registrasi ............................................................................ 63 Lampiran 5. Alur Registrasi dan Evaluasi Obat .............................................. 65 Lampiran 6. Kelengkapan Dokumen Registrasi Baru ..................................... 66 Lampiran 7. Jenis Perubahan, Persyaratan, dan Kelengkapan Dokumen Registrasi Variasi ........................................................................ 70 Lampiran 8. Persyaratan Registrasi Alat Kesehatan ....................................... 99 Lampiran 9. Persyaratan Registrasi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga ... 100 x Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan manusia akan produk-produk yang digunakan untuk menunjang kehidupannya semakin banyak setiap harinya. Selain digunakan untuk menunjang kehidupannnya, kebutuhan tersebut juga digunakan untuk dapat mengobati, mempertahankan, memelihara, dan meningkatkan kualitas hidupnya. Kebutuhan tersebut antara lain kebutuhan akan pangan dan bahan pangan untuk mempertahankan dan menunjang kehidupan; obat-obatan, baik obat-obatan sintesis, produk biologi, obat tradisional, obat herbal, dan fitofarmaka untuk mengobati, mempertahankan, memelihara, dan meningkatkan kualitas hidup; suplemen makanan untuk memelihara dan mempertahankan kualitas hidup; kosmetika untuk menunjang, memelihara, dan mempertahankan kualitas hidup; dan alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Modernisasi dalam pola kehidupan dan kesadaran masyarakat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi semakin meningkatnya kebutuhan manusia, selain daripada faktor perkembangan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu, pemerintah sebagai pihak yang berwenang harus melakukan pengawasan terhadap peredaran produk-produk tersebut agar masyarakat dapat memperoleh produk yang bermutu, bermanfaat, mempunyai efikasi, dan aman jika digunakan. Hal tersebut sesuai dengan isi Undang-Undang Dasar 1945 Republik Indonesia yang menyebutkan bahwa segala aspek kehidupan yang berhubungan dengan hajat hidup orang banyak harus diatur oleh pemerintah. Untuk tujuan tersebut, maka pemerintah membentuk suatu badan yang disebut dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Kementerian Kesehatan (KemenKes) sebagai pihak yang diberikan tanggung jawab dan wewenang penuh oleh pemerintah untuk melaksanakan pengawasan peredaran produk, baik sebelum produk tersebut diedarkan maupun sesudah produk tersebut diedarkan di masyarakat, dengan tujuan utama untuk melindungi masyarakat. 1 Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 2 Setiap industri, baik industri dalam negeri maupun industri luar negeri, yang akan memasarkan produknya di Indonesia harus melalui proses registrasi terlebih dulu di BPOM atau KemenKes untuk mendaftarkan produknya. Dengan adanya peraturan registrasi ini, maka masyarakat akan terlindung dari produkproduk yang belum jelas mutu, efikasi, manfaat, dan keamanannya, serta masyarakat mendapat jaminan memperoleh produk-produk yang berkualitas. Dalam pelaksanaan prosedur pendaftaran atau registrasi tersebut, tentu saja industri terkait, dalam hal ini industri farmasi, memerlukan bagian yang dapat mengetahui, mengerti, dan memahami secara jelas pelaksanaan prosedur registrasi tersebut, persyaratan yang diperlukan, dan peraturan-peraturan pemerintah terkait. Oleh karena itu, masing-masing industri biasanya memiliki bagian yang disebut dengan Regulatory Affairs yang merupakan penghubung antara pihak industri dengan pihak pemeritah, dalam hal ini BPOM dan KemenKes sebagai badan pengawas. Regulatory Affairs bertanggung jawab untuk meregistrasikan setiap produk yang akan diedarkan oleh industri yang bersangkutan di masyarakat dan mengawal setiap regulasi baru yang akan memberi dampak terhadap perusahaannya. Oleh karena itu, bagian Regulatory Affairs harus dapat menjamin bahwa produk yang akan diregistrasikannya tersebut memiliki dokumen yang memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan efikasi. Apoteker sebagai salah satu tenaga kesehatan profesional, tentunya sangat berperan dalam bagian Regulatory Affairs ini karena tanggung jawabnya yang salah satunya adalah menjamin kesehatan masyarakat. Selain itu, Apoteker juga memiliki pengetahuan dan kompetensi yang dibutuhkan untuk berperan sebagai seorang di Regulatory. Sebelum para calon Apoteker mengaplikasikan kompetensi dan kemampuannya, maka para calon apoteker perlu diberikan pembekalan ilmu dan informasi yang lebih mendalam mengenai Regulatory untuk dapat lebih memahami mengenai tugas dan fungsinya. Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA), khususnya di Regulatory Affairs, perlu dilakukan oleh para calon Apoteker sehingga dapat lebih mengetahui dan sebagai gambaran di kemudian hari mengenai peranannya terhadap masyarakat di bidang industri, khususnya di Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 3 bidang Regulatory, sehingga masyarakat memperoleh produk-produk yang bermutu, aman, dan berkhasiat. 1.2. Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Kalbe Farma, Tbk., khususnya di Corporate Regulatory Affairs, bertujuan agar para calon Apoteker : 1. Memahami peranannya sebagai Apoteker di industri farmasi, khususnya pada bagian Regulatory Affairs. 2. Mengetahui dan memahami mekanisme pendaftaran atau registrasi produk, baik obat dan produk biologi; obat tradisional, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka; suplemen makanan; pangan; kosmetika; maupun alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. 3. Mengetahui dan memahami lingkup kerja, tugas, dan fungsi seorang Regulatory Affairs Officer. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1. PT. Kalbe Farma, Tbk. (PT. Kalbe Farma, Tbk., 2010) 2.1.1. Sejarah dan Perkembangan Kalbe Farma didirikan oleh dr. Boenyamin Setiawan pada tanggal 10 September 1966 di Jalan Simpang I No. 1 Tanjung Priok, Jakarta Utara. Kalbe Farma memulai usaha di bidang produksi dan distribusi produk perawatan kesehatan dengan memproduksi Bioplacenton sebagai produk pertamanya yang dipasarkan tahun 1967. Pada tahun 1971, Kalbe Farma menempati pabrik yang lebih luas di Jalan Ahmad Yani, Pulomas, Jakarta Timur dan memperoleh status PMDN pada tahun 1974. Kemajuan demi kemajuan dalam bidang bisnis diraih Kalbe Farma melalui semangat, tekad kuat, dan kerja keras. Dimulai pada tahun 1977, Kalbe Farma mengakuisisi PT. Dankos Laboratories. Pada tahun 1981, bisnis distribusi dialihkan kepada PT. Enseval sesuai dengan ketentuan pemerintah. Selanjutnya, pada tahun 1985 Kalbe Farma mengakuisisi pula PT. Bintang Toedjoe dan PT. Hexpharm Jaya. Kemajuan bisnis Kalbe Farma semakin luas dan pesat dengan diakuisisinya PT. Sanghiang Perkasa pada tahun 1993 dan konsolidasi bisnis nutrisi dilakukan dalam anak perusahaan ini. Kalbe Farma group kembali mempertajam fokus bisnisnya pada produk kesehatan lainnya yang memiliki tingkat pertumbuhan menjanjikan, seperti produk suplemen makanan dan obat tradisional melalui akuisisi 80% saham PT. Saka Farma pada tahun 1997. Pada tahun 1998, pabrik Kalbe Farma berpindah lokasi ke Cikarang Bekasi dengan luas area dan bangunan yang lebih luas sehingga dapat menampung kegiatan industri yang makin berkembang secara menyeluruh. Pada tanggal 16 Desember 2005, dilakukan penggabungan usaha antara PT. Kalbe Farma, Dankos Laboratories (yang telah berubah nama menjadi Dankos Farma), dan PT. Enseval menjadi satu perusahaan terintegrasi dalam rangka menciptakan suatu perusahaan farmasi terbesar di kawasan Asia Tenggara. Fokus PT. Kalbe Farma di tahun berikutnya, yaitu untuk memperluas cakupan regional, 4 Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 5 membangun merek dan infrastruktur global, meningkatkan pengembangan penemuan obat, dan membangun jaringan dan kemitraan global. Hal ini terlihat di awal tahun 2007, Kalbe Farma memperkenalkan logo baru perusahaan menggunakan simbol DNA Helix yang menunjukkan bahwa perusahaan memfokuskan diri untuk masyarakat, peduli, dan berbagi, juga warna hijau yang diasosiasikan sebagai lambang kehidupan, pertumbuhan dan inovasi. Di tahun yang sama, PT. Kalbe Farma, Tbk. juga mendirikan Stem Cell and Cancer Institute (SCI) yang bergerak di bidang riset sel punca dan kanker, yang memiliki potensi besar menjadi terapi masa depan menggantikan obat-obatan konvensional saat ini. Di tahun 2010, Manajemen Perseroan juga telah mengambil satu langkah besar yakni divestasi divisi kemasan Kalbe, yaitu PT. Kageo Igar Jaya, Tbk. beserta anak perusahaannya. Hal ini dilakukan sehingga Kalbe Farma dapat kembali fokus pada bisnis inti serta dapat mengalokasikan sumber daya yang ada ke bisnis inti Kalbe Farma, yakni menyediakan solusi kesehatan yang lengkap. Hingga saat ini terdapat 9 SBU (Strategic Business Unit) yang dijalankan oleh PT. Kalbe Farma, Tbk., yaitu Pharmaceutical untuk obat-obatan yang diresepkan; Kesehatan Konsumen untuk obat-obat Over The Counter (OTC); Nutrisi yang dijalankan oleh Sanghiang Perkasa; Distribusi dan Logistik dijalankan oleh PT. Enseval Putra Mitragading, Tbk.; Biopharma yang berhubungan dengan produk bioteknologi, seperti Laboratorium BE dan SCI; Eye care yang dijalankan oleh Kalbe Vision; Alat Kesehatan yang dijalankan oleh Enseval Medica Prima; Pelayanan Kesehatan melalui Klinik dan Apotek Mitra Sana; dan SBU Kalbe International. Dengan adanya 9 SBU ini, Kalbe Group telah berhasil memposisikan merek-mereknya sebagai pemimpin di dalam berbagai kategori terapi di pasar Indonesia dan juga internasional. Kemajuan PT. Kalbe Farma, Tbk. yang begitu pesat dihasilkan dari penetapan tata kelola perusahaan yang baik oleh seluruh karyawan dan manajemen, termasuk pemegang saham. Tata kelola perusahaan yang baik berdasarkan Good Corporate Governance (GCG) telah diterapkan sejak tahun 2001, dan hingga saat ini kebijakan dan prakteknya terus diperkuat. Selain itu, strategi pertumbuhan Kalbe Group juga bertumpu pada tiga pilar penyempurnaan Productivity-Innovation-Cash Flow (PIC) yang telah dirancangkan sejak tahun Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 6 2009. Strategi ini terus dikembangkan ke berbagai aspek yang lebih mendalam dan lebih meluas di dalam organisasi Kalbe Group. Penyempurnaan PIC terus ditingkatkan melalui mobilisasi dan rangkaian konvensi CONIM (Continous Improvement) di seluruh jenjang karyawan. Visi, misi, dan nilai-nilai yang dipegang teguh oleh PT. Kalbe Farma, Tbk. juga menjadi pedoman untuk menjalankan perekonomiannya hingga menjadi perusahaan besar seperti saat ini. 2.1.2. Visi dan Misi PT. Kalbe Farma, Tbk. mempunyai visi yaitu "To be the Best Indonesian Health Care Company Driven by Innovation, Strong Brands, and Excellent Management". Visi tersebut apabila diartikan dalam Bahasa Indonesia berarti “untuk menjadi perusahaan terbaik di Indonesia yang bergerak dalam pelayanan kesehatan melalui inovasi, merek dagang yang kuat, dan manajemen yang baik”. Adapun visi tersebut dicapai melalui misi perusahaan, yaitu "To improve health for a better life" yang diartikan menjadi “meningkatkan kesehatan untuk hidup yang lebih baik”. 2.1.3. Kalbe Panca Sradha PT. Kalbe Farma, Tbk. memiliki lima kepercayaan atau nilai dalam menjalankan perusahaannya yang dikenal dengan Kalbe Panca Sradha. Lima kepercayaan tersebut adalah : 1. Trust is the glue of life Saling percaya adalah perekat di antara kami 2. Mindfulness is the foundation of our action Kesadaran penuh adalah dasar setiap tindakan kami 3. Innovation is the key to our success Inovasi adalah kunci keberhasilan kami 4. Strive to be the best Bertekad untuk menjadi yang terbaik 5. Interconnectedness is a universal way of life Saling keterkaitan adalah panduan hidup kami Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 7 2.1.4. Motto Perusahaan Motto perusahaan adalah "The Scientific Pursuit of Health for a Better Life", yang menunjukkan bahwa perusahaan melakukan usaha pencarian di bidang kesehatan melalui ilmu pengetahuan sains dan teknologi untuk meraih kehidupan yang lebih baik. 2.2. Corporate Business Development 2.2.1. Business Development Business Development (BD) berperan dalam memberikan layanan pengembangan produk, bisnis, dan servis baru untuk meningkatkan pertumbuhan perusahaan. Business Development dapat melakukan pendampingan dan membantu produktivitas perusahaan terhadap produk baru. Business Development merupakan unit bisnis yang bertujuan untuk mengembangkan berbagai produk obat, alat kesehatan, nutrisi, dan suplemen kesehatan yang tepat dan untuk memastikan bahwa produk baru yang dikembangkan sejalan dengan kebijakan dan strategi bisnis. Business Development (BD) dipimpin oleh seorang Head BD yang harus memiliki jiwa pengembangan bisnis yang baik. Hal ini sesuai dengan tujuan jabatannya, yaitu mampu mengembangkan bisnis dengan melihat trend perkembangan pengobatan sehingga dapat memberikan kontribusi penjualan untuk produk baru dan memaksimalkan nilai jual suatu produk. Peranan dan tugas BD antara lain : 1. Menganalisis peluang usaha terhadap produk-produk yang akan dikembangkan oleh PT. Kalbe Farma, Tbk. sesuai dengan kondisi marketing perusahaan dan kebijakan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Kementerian Kesehatan (KemenKes) selaku pihak evaluator. 2. Menganalisis paten, profil produk, penerimaan konsep produk oleh dokter dan konsumen, kompetitor, potensi pasar, dan pengembangannya ke depan. 3. Melakukan studi pre-marketing termasuk survei dari business case. 4. Melakukan negosiasi dan persetujuan dengan principal baru yang potensial, baik dalam bentuk lisensi maupun impor bahan baku material dan produk jadi. 5. Mengikuti trend penyakit, pengobatan, tindakan pencegahan, gaya hidup, dan Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 8 lain-lain yang berhubungan dengan kesehatan. 6. Menentukan dan mengusulkan kriteria delisting product. 7. Berkomitmen terhadap implementasi kebijakan mutu, kesehatan, dan keselamatan kerja dan lingkungan. 2.2.2. Corporate Regulatory Affairs 2.2.2.1. Struktur Organisasi Corporate Regulatory Affairs (Corp. RA) adalah unit yang melakukan registrasi produk ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) ataupun Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (KemenKes RI). Produk-produk yang diregistrasikan oleh Corp. RA adalah produk dari PT. Kalbe Farma, Tbk., PT. Dankos Farma, PT. Hexpharm Jaya, dan PT. Finusolprima Farma Internasional. Corp. RA dipimpin oleh seorang General Manager yang membawahi seorang Senior Regulatory Manager dan seorang Regulatory Manager. Struktur organisasi dari Corp. RA dapat dilihat pada Gambar 2.1. Gambar 2.1. Struktur Organisasi Corporate Regulatory Affairs PT. Kalbe Farma, Tbk. Berdasarkan penjelasan struktur di atas terlihat bahwa terdapat dua kategori produk yang ditangani oleh RA Officer, yaitu : 1. Produk Obat Kalbe Beberapa RA Officer yang dipimpin langsung oleh Regulatory Manager menangani registrasi produk-produk obat dari PT. Kalbe Farma, Tbk. (produk Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 9 dengan zat aktif baru, produk biologis, dan Branded Generic/BG), serta alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. 2. Produk Non Obat Kalbe dan Produk Obat Selain Kalbe Para RA Officer yang bertanggung jawab atas produk non obat dan produk obat selain Kalbe menangani registrasi produk-produk obat dari PT. Hexpharm Jaya, PT. Dankos Farma, dan PT. Finusolprima Farma Internasional. Selain itu, juga melakukan registrasi obat tradisional dan suplemen kesehatan (TMHS), kosmetik, dan pangan. RA Officer yang menangani produk non obat Kalbe dan produk obat selain Kalbe dipimpin oleh Senior Regulatory Manager. 2.2.2.2. Uraian Jabatan Berdasarkan standar yang ditetapkan oleh PT. Kalbe Farma, Tbk., maka para pemangku jabatan di Regulatory Affairs (Regulatory Officer) harus memiliki pendidikan minimal Sarjana Farmasi. Selain itu, harus memiliki kompetensi, seperti interpersonal skill yang baik, mampu berbahasa Inggris, menguasai komputer, kemampuan komunikasi yang baik, memiliki pengetahuan mengenai registrasi, mampu memecahkan masalah, dan memiliki self leadership. Peran dan fungsi Regulatory Officer (RO), yaitu : 1. Mengkoordinir dan memonitor kegiatan pendaftaran dan memperoleh persetujuan produk dan perizinan lain yang dilakukan agar sesuai dengan jadwal yang ditetapkan. 2. Mengevaluasi dan menindaklanjuti proses pendaftaran produk dan perizinan melalui koordinasi dengan bagian terkait di dalam perusahaan maupun dengan pihak luar. 3. Memonitor pendaftaran SMF (Site Master File) dan memperoleh perizinan SMF tepat waktu. 4. Memonitor perolehan CPP (Certificate of Pharmaceutical Product), GMP (Good Manufacturing Practice), PPUB (Persetujuan Pelaksanaan Uji Bioekivalensi), PPUK (Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik), pemasukan obat jalur khusus atau SAS (Special Access Scheme), dan izin impor. 5. Memonitor perolehan persetujuan rancangan iklan dan promosi lainnya. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 10 6. Membina hubungan baik dengan semua instansi terkait, yaitu BPOM, KemenKes RI, dan Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HAKI). 7. Memastikan perusahaan update mengenai peraturan terbaru di bidang kesehatan yang berhubungan dengan bisnis perusahaan. 2.2.2.3. Hubungan Kerja Regulatory Officer (RO) tidak dapat dipisahkan dari bagian lain dalam melaksanakan tugasnya. Bagian-bagian yang bekerja sama secara internal dengan RO untuk memperoleh data dalam penyusunan dokumen registrasi, antara lain : 1. Bagian Medical, untuk memperoleh data package insert/brosur. 2. Bagian Marketing Ethical, Over The Counter (OTC), dan ekspor yang berhubungan dengan pemasaran produk obat. 3. Bagian Research and Development (R&D) dan Process Development (Proc. Dev.), untuk memperoleh informasi mengenai pengembangan produk dan kemasan, metode analisa, dan sebagainya. 4. Bagian Business Development (BD), berhubungan dengan perencanaan produk atau bisnis baru. 5. Bagian Pepustakaan, untuk memperoleh literatur yang diperlukan. 6. Bagian Purchasing, untuk memperoleh data sumber bahan baku obat, DMF (Drug Master File), dan spesifikasi masing-masing bahan baku yang dinyatakan dalam sertifikat analisis. 7. Bagian Pabrik, seperti bagian Produksi, Production Planning Inventory Control (PPIC), Quality Assurance (QA), dan Quality Control (QC), untuk mendapatkan informasi mengenai perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan yang dilakukan selama proses produksi; data stabilitas; hasil validasi proses produksi; dan lain-lain dalam tujuannya menjamin kualitas obat. 8. Bagian Legal, untuk memperoleh trademark dari produk yang diregistrasikan. Selain melaksanakan hubungan kerja sama internal, RO juga menjalin hubungan kerja sama eksternal dengan beberapa instansi terkait, seperti BPOM, Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 11 Ditjen HAKI, KemenKes RI, Institusi Penelitian dan Pengembangan, Universitas, dan berbagai pihak terkait yang lainnya. 2.2.2.4. Alur Internal Proses Registrasi Obat Proses registrasi obat dimulai dengan penyusunan FUPB/FUPP. FUPB adalah Formulir Usulan Produk Baru, sedangkan FUPP adalah Formulir Usulan Perubahan Produk. Kedua formulir ini diserahkan kepada RA berdasarkan ide yang telah diperoleh mengenai suatu produk. FUPB/FUPP berisi spesifikasi produk yang akan diproduksi, dan berbagai pertimbangan dari masing-masing bagian dalam perusahaan seperti bagian Marketing, bagian Medical, R&D, dan RA. Selanjutnya, RA akan memberikan review mengenai produk yang akan didaftarkan dalam formulir tersebut. Setelah itu, RA akan mengisi PDP (Permintaan Dokumen Pendaftaran) untuk tujuan pra registrasi dan mengirimkannya ke bagian BD, R&D atau Proc. Dev. Dokumen yang terkumpul akan dikaji atau ditinjau oleh RO untuk disusun menjadi dokumen registrasi sesuai persyaratan masing-masing produk kemudian dicek kembali oleh RA Manager. Selanjutnya, RO akan menyerahkan dokumen tersebut ke BPOM atau KemenKes untuk dievaluasi oleh evaluator. Pada tahap pra registrasi, setelah dokumen diperiksa maka pendaftar akan diberikan formulir konsultasi yang harus dilengkapi jika masih terdapat kekurangan atau diberikan SPB (Surat Perintah Bayar) jika dokumen dinyatakan lengkap. Pendaftar harus membayar sesuai ketentuan dan menyerahkan bukti bayar beserta dokumen lengkap ke loket. Setelah hasil pra registrasi keluar, RA akan mengisi PDP untuk keperluan registrasi dan dokumen yang terkumpul diproses seperti tahap pra registrasi. Pada tahap ini, kelengkapan yang harus diserahkan ke loket, yaitu bukti bayar, dokumen registrasi, dan disket registrasi yang berisi dokumen administratif, informasi umum mengenai produk, dan dokumen mutu mengenai bahan baku dan produk. Nomor izin edar (NIE) produk akan keluar dalam 120 - 360 hari kerja tergantung dari kategori registrasi produk yang didaftarkan. Selama menunggu NIE produk keluar dapat dilakukan konsultasi dengan Kepala Seksi bagian terkait untuk mengetahui perkembangan hasil registrasi produk. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS 3.1. Registrasi (Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2011a) Registrasi adalah prosedur pendaftaran dan evaluasi suatu produk untuk mendapatkan izin edar. Izin edar adalah suatu bentuk persetujuan registrasi untuk dapat diedarkan di wilayah Indonesia. Registrasi bertujuan untuk melindungi masyarakat dari peredaran produk yang tidak memenuhi persyaratan khasiat, keamanan, dan mutu. Registrasi terdiri atas registrasi baru, registrasi variasi, dan registrasi ulang. Registrasi baru adalah registrasi produk yang belum mendapatkan izin edar di Indonesia. Registrasi variasi adalah registrasi perubahan aspek apapun pada produk yang telah memiliki izin edar di Indonesia. Registrasi ulang adalah registrasi perpanjangan masa berlaku izin edar. 3.2. Pendaftar Pendaftar adalah industri farmasi yang telah mendapat izin industri farmasi sesuai ketentuan perundang-undangan (Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2011a). Setiap pendaftar bertanggung jawab atas kelengkapan dokumen yang diserahkan, kebenaran semua informasi yang tercantum dalam dokumen registrasi, kebenaran dan keabsahan dokumen yang dilampirkan untuk kelengkapan registrasi, dan perubahan data dan informasi dari produk yang sedang dalam proses registrasi atau sudah memiliki izin edar (Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2003). Jenis pendaftar dibagi menjadi beberapa kategori sesuai produk yang didaftarkan, yaitu (Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2011a) : 3.2.1. Pendaftar Produk yang Diproduksi di Dalam Negeri Produk dalam negeri, meliputi produk tanpa lisensi, produk lisensi, dan produk kontrak. Pendaftar produk tanpa lisensi adalah pendaftar yang memiliki izin industri farmasi dan memiliki sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang masih berlaku sesuai dengan jenis dan bentuk sediaan yang 12 Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 13 diregistrasikan. Pendaftar produk lisensi adalah penerima lisensi yang memiliki ketentuan seperti pendaftar tanpa lisensi dan dokumen perjanjian lisensi. Pendaftar obat kontrak adalah pemberi kontrak yang memiliki izin industri farmasi, paling sedikit satu fasilitas produksi sediaan lain yang telah memenuhi persyaratan CPOB, dan dokumen perjanjian kontrak. 3.2.2. Pendaftar Produk Impor Pendaftar produk impor adalah industri farmasi dalam negeri yang mendapat persetujuan tertulis dari industri farmasi di luar negeri. Industri pemilik produk di luar negeri wajib memiliki izin industri farmasi dan memenuhi persyaratan CPOB yang dibuktikan dengan sertifikat CPOB yang masih berlaku atau dokumen lain yang setara, dan data inspeksi terakhir atau perubahan terkait paling lama dua tahun yang dikeluarkan oleh otoritas pengawas obat setempat dan/atau otoritas pengawas obat negara lain. Pendaftar juga harus menyerahkan Dokumen Induk Farmasi atau SMF (Site Master File) terbaru jika industri farmasi di luar negeri belum mempunyai produk dengan jenis dan bentuk sediaan yang sama dengan yang disetujui beredar di Indonesia atau industri tersebut mempunyai produk yang beredar di Indonesia dengan jenis dan bentuk sediaan yang sama namun terjadi perubahan pada fasilitas produksi. 3.2.3. Pendaftar Produk Khusus Ekspor Pendaftar produk khusus ekspor adalah industri farmasi terdiri dari pendaftar produk dalam negeri yang ditujukan khusus ekspor dan produk impor khusus ekspor. Produk khusus ekspor dilarang diedarkan di wilayah Indonesia. 3.2.4. Pendaftar Produk yang Dilindungi Paten Pendaftar produk yang dilindungi paten adalah pemilik hak paten atau yang ditunjuk oleh pemilik hak paten. Pendaftaran produk yang masih dilindungi paten dapat dilakukan oleh pendaftar yang bukan pemilik hak paten sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Pendaftaran dapat diajukan mulai dua tahun sebelum berakhirnya perlindungan paten dengan melampirkan informasi tanggal Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 14 berakhirnya perlindungan paten dan data ekivalensi untuk menjamin kesetaraan khasiat, keamanan, dan mutu. 3.3. Registrasi Obat (Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2011a) 3.3.1. Kategori Registrasi Obat Registrasi obat terdiri atas registrasi baru, registrasi variasi, dan registrasi ulang. 3.3.1.1.Registrasi Baru Permohonan registrasi baru diawali dengan proses pra registrasi. Kelengkapan dokumen dan persyaratan untuk registrasi baru dapat dilihat pada Lampiran 6. Registrasi baru terdiri atas tiga kategori, yaitu : 1. Kategori 1 : registrasi obat baru dan produk biologi, temasuk produk biologi sejenis (PBS)/Similar Biotherapic Product (SBP), meliputi : 1.1. Registrasi obat baru dengan zat aktif baru atau produk biologi 1.2. Registrasi obat baru atau produk biologi dengan kombinasi baru 1.3. Registrasi obat baru atau produk biologi dengan bentuk sediaan baru atau kekuatan baru 1.4. Registrasi obat baru atau produk biologi dengan rute pemberian baru 1.5. Registrasi produk biologi sejenis (PBS)/Similar Biotherapic Product (SBP) 2. Kategori 2 : registrasi obat copy, meliputi : 2.1. Registrasi obat copy yang memerlukan uji klinik 2.2. Registrasi obat copy yang tidak memerlukan uji klinik 3. Kategori 3 : registrasi sediaan lain yang mengandung obat 3.3.1.2.Registrasi Variasi Registrasi variasi dilakukan apabila terjadi perubahan terhadap obat yang telah mendapat NIE. Kelengkapan dokumen, persyaratan, jenis perubahan dari registrasi variasi dapat dilihat pada Lampiran 7. Registrasi variasi terdiri atas tiga kategori, yaitu : Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 15 1. Kategori 4 : registrasi variasi major (VaMa) 2. Kategori 5 : registrasi variasi minor yang memerlukan persetujuan (VaMi-B) 3. Kategori 6 : registrasi variasi minor dengan notifikasi (VaMi-A) 3.3.1.3.Registrasi Ulang Permohonan pengajuan registrasi ulang dilakukan paling cepat 120 hari sebelum berakhir masa berlaku izin edar. Permohonan ini diajukan dengan mengisi formulir registrasi dan melampirkan dokumen registrasi ulang. Persetujuan atas permohonan registrasi ulang secara otomatis berlaku sejak berakhir masa izin edarnya, kecuali untuk registrasi ulang dengan informasi terbaru yang terkait aspek keamanan obat, khasiat obat, dan/atau kerasionalan formula obat. Registrasi ulang termasuk dalam kategori 7. 3.3.2. Tata Laksana Registrasi Obat Permohonan pra registrasi dan registrasi diajukan oleh pendaftar secara tertulis kepada Kepala BPOM dan dilampiri dengan dokumen pra registrasi atau dokumen registrasi. Proses registrasi dibagi ke dalam dua tahap, yaitu tahap pra registrasi dan tahap registrasi. Kelengkapan persyaratan untuk proses pra registrasi atau registrasi dapat dilihat pada Lampiran 3 dan alur proses registrasi dapat dilihat pada Lampiran 4. 3.3.2.1 Tahap Pra Registrasi Permohonan pra registrasi dilakukan untuk penapisan registrasi obat, penentuan kategori registasi, penentuan jalur evaluasi, penentuan biaya evaluasi, dan penentuan dokumen registrasi obat. Permohonan ini diajukan dengan mengisi formulir pra registrasi, menyerahkan bukti pembayaran biaya pra registrasi, dan melampirkan dokumen lengkap pra registrasi. Pada tahap ini, paling lama dalam jangka waktu 40 hari sejak diterimanya permohonan pra registrasi Kepala BPOM memberikan surat hasil pra registrasi (HPR) kepada pendaftar yang berlaku satu tahun sejak tanggal dikeluarkan. Apabila sebelum jangka waktu yang dimaksud diperlukan penambahan data atas dokumen administratif dan/atau teknis, maka pendaftar akan diberikan surat permintaan tambahan data. Perhitungan jangka waktu pengeluaran HPR Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 16 diberhentikan (clock off) sampai pendaftar menyampaikan tambahan data yang diterima dan penyerahan tambahan data tersebut harus disampaikan paling lama 20 hari setelah surat dikeluarkan. Jalur evaluasi untuk tahap pra registrasi terdiri atas : 1. Jalur 40 hari, meliputi registrasi variasi minor yang memerlukan persetujuan dan registrasi obat khusus ekspor 2. Jalur 100 hari meliputi : a. Registrasi baru obat baru dan produk biologi yang diindikasikan untuk terapi penyakit serius yang mengancam nyawa manusia (life saving), dan/atau mudah menular pada orang lain, dan/atau belum ada atau kurangnya pilihan terapi lain yang aman dan efektif b. Registrasi baru obat baru dan produk biologi yang berdasarkan justifikasi diindikasikan untuk penyakit serius dan langka (orphan drug) c. Registrasi baru obat baru dan produk biologi ditujukan untuk program kesehatan masyarakat d. Registrasi baru obat baru dan produk biologi yang telah melalui proses obat pengembangan baru yang dikembangkan oleh industri farmasi atau institusi riset di Indonesia dan seluruh tahapan uji kliniknya dilakukan di Indonesia e. Registrasi baru obat copy esensial generik yang dilengkapi dengan dokumen penunjang kebutuhan program atau data pendukung sebagai obat esensial f. Registrasi baru obat copy dengan standar informasi elektronik (Stinel) g. Registrasi variasi major indikasi baru/posologi baru untuk obat yang ditujukan sebagaimana dimaksud pada huruf a-d. h. Registrasi variasi major yang tidak termasuk pada huruf g. 3. Jalur 150 hari meliputi : a. Registrasi baru obat baru, produk biologi, dan registrasi variasi major indikasi baru/posologi baru yang telah disetujui di negara yang telah menerapkan sistem evaluasi terharmonisasi dan di negara dengan sistem evaluasi yang telah dikenal baik b. Registrasi baru obat baru, produk biologi, dan registrasi variasi major Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 17 indikasi baru/posologi baru yang telah disetujui paling sedikit di tiga negara dengan sistem evaluasi yang telah dikenal baik c. Registrasi baru obat copy tanpa Stinel 4. Jalur 300 hari, meliputi registrasi baru obat baru, produk biologi, produk biologi sejenis, atau registrasi variasi major indikasi baru/posologi baru yang tidak termasuk dalam jalur evaluasi sebagaimana dimaksud pada jalur 100 dan 150 hari. 3.3.2.2 Tahap Registrasi Pengajuan registrasi dilakukan dengan menyerahkan berkas registrasi dengan mengisi formulir registrasi dan disket disertai bukti pembayaran biaya evaluasi dan pendaftaran, dan HPR. Berkas registrasi terdiri atas formulir registrasi dengan dokumen administratif dan dokumen penunjang. Dokumen tersebut disusun sesuai format ASEAN Common Technical Dossier (ACTD) dan merupakan dokumen rahasia yang dipergunakan hanya untuk keperluan evaluasi oleh yang berwenang. Dokumen registrasi yang diserahkan harus dilengkapi dengan rancangan kemasan dan brosur. Rancangan kemasan, meliputi etiket, dus/bungkus luar, strip/blister, catch over, ampul atau vial, dan kemasan lain sesuai ketentuan tentang pembungkusan luar dan penandaan yang berlaku, yang merupakan rancangan kemasan obat yang akan diedarkan, dan dilengkapi dengan rancangan warna. 3.3.3. Evaluasi dan Pemberian Keputusan 3.3.3.1. Evaluasi Evaluasi dilakukan terhadap dokumen registrasi yang telah dinyatakan lengkap. Alur registrasi dan evaluasi obat dapat dilihat pada Lampiran 5. Evaluasi dilaksanakan sesuai jalur evaluasi 40 hari kerja, 100 hari kerja, 150 hari kerja, atau 300 hari kerja yang dihitung sejak penyerahan dokumen registrasi obat. Untuk melakukan evaluasi dibentuk Komite Nasional (KOMNAS) Penilai Obat, Panitia Penilai Khasiat Keamanan, Panitia Penilai Mutu, dan Panitia Penilai Informasi Produk dan Penandaan. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 18 Evaluasi data khasiat dan keamanan dilakukan berdasarkan pembuktian ilmiah dan pedoman penilaian khasiat dan keamanan oleh Penilai Khasiat Keamanan. Hasil evaluasi khasiat dan keamanan disampaikan kepada pendaftar paling lambat 30 hari. Berdasarkan hasil evaluasi tersebut, KOMNAS Penilai Obat dapat memberikan rekomendasi kepada Kepala BPOM. Apabila diperlukan klarifikasi dan/atau penjelasan teknis secara rinci dari dokumen yang diserahkan, KOMNAS Penilai Obat dapat merekomendasikan untuk dilakukan dengar pendapat oleh pendaftar. Untuk dengar pendapat, BPOM akan menyampaikan surat pemberitahuan kepada pendaftar. Evaluasi informasi produk dan penandaan dilakukan oleh Penilai Informasi Produk dan Penandaan sesuai kriteria yang lengkap, objektif, tidak menyesatkan yang menjamin penggunaan obat secara tepat, rasional, dan aman. Jika diperlukan tambahan data, maka permintaan tambahan data akan disampaikan kepada pendaftar secara tertulis. Tambahan data ini harus disampaikan paling lama 100 hari setelah tanggal permintaan, sementara itu waktu perhitungan waktu evaluasi dihentikan. Perhitungan waktu evaluasi dilanjutkan setelah pendaftar menyerahkan tambahan data dan jika pendaftar tidak dapat memenuhi maka Kepala BPOM mengeluarkan surat penolakan. 3.3.3.2 Pemberian Keputusan Keputusan terhadap registrsai obat dapat berupa pemberian persetujuan atau penolakan yang dipertimbangkan berdasarkan hasil evaluasi dokumen registrasi dan hasil pemeriksaan pada pabrik pembuatan obat. 1. Persetujuan Persetujuan diberikan secara tertulis kepada pendaftar berupa peretujuan izin edar, persetujuan impor dalam bentuk ruahan, persetujuan impor khusus ekspor, dan persetujuan khusus ekspor. 2. Penolakan Penolakan registrasi disampaikan secara tertulis oleh Kepala BPOM berupa surat penolakan dan biaya registrasi yang telah dibayarkan tidak dapat ditarik kembali. Registrasi yang ditolak dapat diajukan kembali dengan mengikuti tata cara sesuai ketentuan. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 19 3. Dengar pendapat Jika terdapat keberatan terhadap hasil evaluasi khasiat dan keamanan dari KOMNAS Penilai Obat maka pendaftar dapat mengajukan permohonan dengar pendapat secara tertulis dalam jangka waktu 20 hari sejak tanggal surat pemberitahuan kepada Kepala BPOM. 4. Peninjauan kembali Jika keputusan hasil registrasi berupa penolakan, maka pendaftar dapat mengajukan permohonan peninjauan kembali kepada Kepala BPOM. Peninjauan kembali ini dapat diajukan paling lama enam bulan setelah tanggal surat penolakan dan hanya dapat dilakukan satu kali. Permohonan ini harus dilengkapi dengan data baru dan/atau data yang sudah pernah diajukan dengan dilengkapi justifikasi. Pembahasan terhadap surat permohonan ini dilakukan paling lama 100 hari sejak dokumen diterima. 5. Pengajuan kembali registrasi Apabila registrasi ditolak, pendaftar dapat mengajukan permohonan registrasi kembali sesuai ketentuan. Akan tetapi jika registrasi ditolak karena alasan tidak memenuhi kriteria khasiat dan keamanan, selain harus mengikuti tata cara sesuai ketentuan, registrasi kembali hanya dapat diajukan dengan data baru dan paling cepat satu tahun setelah tanggal surat penolakan. 3.3.4. Masa Berlaku dan Pelaksanaan Izin Edar 3.3.4.1. Masa Berlaku Izin Edar Izin edar obat berlaku paling lama lima tahun selama masih memenuhi ketentuan yang berlaku termasuk persetujuan impor dalam bentuk ruahan, persetujuan impor khusus ekspor, dan persetujuan khusus ekspor. Jika obat yang diregistrasikan berdasarkan perjanjian/penunjukkan dengan masa kerja sama kurang dari lima tahun, maka masa berlaku izin edar disesuaikan dengan masa berlaku kerja sama dalam dokumen perjanjian. Dalam hal perjanjian/penunjukkan kerja sama dihentikan sebelum masa izin edar berakhir, izin edar obat yang bersangkutan dibatalkan. Obat yang telah habis masa berlaku izin edarnya dapat diperpanjang selama memenuhi kriteria melalui mekanisme registrasi ulang. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 20 Apabila obat yang telah habis masa berlaku izin edarnya dan tidak diperpanjang maka dianggap sebagai obat yang tidak memiliki izin edar. 3.3.4.2. Pelaksanaan Izin Edar Pendaftar wajib memproduksi atau mengimpor, dan mengedarkan obat yang telah mendapatkan izin edar selambatnya satu tahun setelah tanggal persetujuan dikeluarkan dan harus melapor kepada Kepala BPOM dengan menyerahkan kemasan siap edar. Kemasan siap edar yang diserahkan berupa kemasan primer, kemasan sekunder, dan informasi produk. Penyerahan kemasan dilakukan paling lambat satu bulan sebelum pelaksanaan peredaran obat. Pemilik izin edar obat wajib melakukan pemantauan khasiat, keamanan, dan mutu selama obat diedarkan dan melaporkan hasilnya kepada Kepala BPOM. 3.3.5. Evaluasi Kembali dan Sanksi Evaluasi kembali dapat dilakukan terhadap obat yang telah mendapat izin edar. Evaluasi ini dilakukan jika berdasarkan hasil pemantauan terdapat perkembangan baru mengenai khasiat, keamanan, dan mutu obat yang berbeda dari data penunjang saat registrasi. Keputusan hasil evaluasi kembali dapat berupa perubahan penandaan, perbaikan komposisi/formula, pemberian batasan penggunaan, penarikan obat dari peredaran, dan/atau pembekuan izin edar dan/atau pembatalan izin edar. Pendaftar yang tidak memenuhi ketentuan dapat dikenakan sanksi administratif berupa peringatan tertulis, pembatalan proses registrasi obat, pembekuan izin edar obat yang bersangkutan, pembatalan izin edar obat yang bersangkutan, atau sanksi administratif lain sesuai ketentuan perundangundangan. Pemberian sanksi berupa pembatalan atau pembekuan izin edar terjadi jika tidak melaksanakan kewajiban memproduksi/mengimpor/mengedarkan obat yang telah mendapat izin edar, selama 12 bulan berturut-turut tidak memproduksi/mengimpor/mengedarkan obat, izin industri farmasi pemilik izin edar dicabut, dan/atau pemilik izin edar melakukan pelanggaran di bidang produksi dan/atau distribusi obat. Pembekuan dan pembatalan izin edar dilakukan secara tertulis kepada pemilik izin edar. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 21 3.4. Registrasi Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar, dan Fitofarmaka (Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2005c) 3.4.1. Persyaratan dan Kriteria Obat tradisional, obat herbal terstandar (OHT), dan fitofarmaka yang dibuat dan/atau diedarkan di wilayah Indonesia wajib memiliki izin edar dari Kepala BPOM oleh karena itu diperlukan proses pendaftaran. Pendaftaran tersebut tidak termasuk untuk obat yang digunakan untuk penelitian, obat tradisional impor yang digunakan sendiri dalam jumlah terbatas, obat tradisional impor yang telah terdaftar dan beredar di negara asal untuk tujuan pameran dalam jumlah terbatas, obat tradisional tanpa penandaan yang dibuat oleh usaha jamu racikan dan jamu gendong, dan bahan baku berupa simplisia dan sediaan galenik. Kriteria yang harus dipenuhi obat tradisional, OHT, dan fitofarmaka adalah harus menggunakan bahan berkhasiat dan bahan tambahan yang memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan/khasiat; obat dibuat sesuai dengan ketentuan tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) yang berlaku, dan penandaan berisi informasi lengkap dan obyektif yang dapat menjamin penggunaan obat tradisional, OHT, dan fitofarmaka yang tepat, rasional dan aman sesuai dengan hasil evaluasi dalam rangka pendaftaran. Pendaftar obat tradisional, obat herbal terstandard, dan fitofarmaka memiliki tanggung jawab sebagai berikut : 1. Memastikan dokumen yang diserahkan lengkap. 2. Menjamin kebenaran semua informasi yang tercantum dalam dokumen pendaftaran. 3. Menjamin kebenaran dan keabsahan dokumen yang dilampirkan untuk kelengkapan pendaftaran. 4. Bertanggung jawab atas perubahan data dan informasi dari produk yang sedang dalam proses. 3.4.2. Kategori Pendaftaran Pendaftaran OT, OHT, dan fitofarmaka dikategorikan menjadi pendaftaran baru dan pendaftaran variasi. Pendaftaran baru terdiri dari : Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 22 1. Kategori 1 : Pendaftaran obat tradisional yang hanya mengandung simplisia berasal dari Indonesia (indigenous) dalam bentuk sediaan sederhana (rajangan, serbuk, parem, pilis, dodol, tapel, cairan obat luar). 2. Kategori 2 : Pendaftaran obat tradisional yang hanya mengandung simplisia berasal dari Indonesia (indigenous) dalam bentuk sediaan modern (pil, tablet, kapsul, krim, gel, salep, supositoria anal, cairan obat dalam). 3. Kategori 3 : Pendaftaran obat tradisional dari kategori 1 dan 2 dengan klaim indikasi baru, bentuk sediaan baru, posologi baru, dan dosis baru. 4. Kategori 4 : Pendaftaran obat herbal terstandar. 5. Kategori 5 : Pendaftaran fitofarmaka. 6. Kategori 6 : Pendaftaran kategori 4 dan 5 dengan klaim indikasi baru, bentuk sediaan baru, dan dosis baru. 7. Kategori 7 : Pendaftaran obat tradisional yang mengandung simplisia berasal bukan dari Indonesia (non-indigenous) dan/atau simplisia yang profil keamanannya belum diketahui dengan pasti. 8. Kategori 8 : Pendaftaran obat tradisional dari kategori 7 dengan klaim indikasi baru, bentuk sediaan baru, posologi baru, bentuk sediaan baru, dan dosis baru. Sedangkan untuk pendaftaran variasi dilakukan terhadap OT, OHT, dan fitofarmaka yang telah mendapat NIE dengan perubahan, seperti : 1. Kategori 9 : Pendaftaran OT, OHT, dan fitofarmaka yang telah mendapat izin edar dengan : 9.1. Perubahan nama produk tanpa perubahan komposisi. 9.2. Perubahan atau penambahan ukuran kemasan. 9.3. Perubahan klaim pada penandaan yang tidak merubah manfaat. 9.4. Perubahan desain kemasan. 9.5. Perubahan nama pabrik atau nama pemberi lisensi, tanpa perubahan status kepemilikan. 9.6. Perubahan nama importir, tanpa perubahan status kepemilikan. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 23 2. Kategori 10 : Pendaftaran OT, OHT, dan fitofarmaka yang telah mendapat izin edar dengan : 10.1. Perubahan spesifikasi dan/atau metoda analisis bahan baku. 10.2. Perubahan spesifikasi dan/atau metoda analisis produk jadi. 10.3. Perubahan stabilitas. 10.4. Perubahan teknologi produksi. 10.5. Perubahan tempat produksi. 10.6. Perubahan atau penambahan jenis kemasan. 3. Kategori 11 : Pendaftaran OT, OHT, dan fitofarmaka yang telah mendapat izin edar dengan perubahan formula atau komposisi termasuk bahan tambahan yang tidak mengubah khasiat. 3.4.3. Tata Laksana Memperoleh Izin Edar Pendaftaran OT, OHT, dan fitofarmaka dilakukan dalam dua tahap, yaitu pra penilaian dan penilaian. Pra penilaian merupakan tahap pemeriksaan kelengkapan, keabsahan dokumen, dan dilakukan penentuan kategori pendaftaran (baru atau variasi). Penilaian merupakan proses evaluasi terhadap dokumen dan data pendukung. Hasil pra penilaian diberitahukan selambat-lambatnya 10 hari kerja untuk pendaftaran variasi dan 20 hari kerja untuk pendaftaran baru. Pengajuan pendaftaran dilakukan dengan menyerahkan berkas pendaftaran yang terdiri dari formulir atau disket pendaftaran yang telah diisi, dilengkapi dengan dokumen pendukung. Dokumen pendukung yang dimaksud adalah dokumen mutu dan teknologi, serta dokumen yang mendukung klaim indikasi sesuai jenis dan tingkat pembuktian. Berkas pendaftaran harus dilengkapi dengan rancangan kemasan dan brosur yang mencantumkan informasi mengenai OT, OHT, dan fitofarmaka. Berkas yang diserahkan pada pendaftaran baru terdiri dari formulir TA, TB, TC, dan TD. Formulir TA berisi keterangan mengenai dokumen administrasi, formulir TB berisi dokumen yang mencakup formula dan cara pembuatan, formulir TC berisi dokumen yang mencakup cara pemeriksaan mutu bahan baku dan produk jadi, dan formulir TD berisi dokumen yang mencakup klaim indikasi, dosis, cara pemakaian, dan bets. Untuk pendaftaran variasi berkas yang Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 24 diserahkan terdiri dari formulir pendaftaran variasi dan kelengkapan pendaftaran variasi untuk masing-masing kategori. Jika dokumen pendaftaran OT, OHT, dan fitofarmaka telah memenuhi ketentuan, akan dilaksanakan penilaian oleh Panitia Penilai Obat Tradisional (PPOT) dan Komite Penilai Obat Tradisional (KOMNAS POT) yang dilakukan melalui : a. Jalur 1 1.1. Untuk produk kategori 1 dan 2 yang menggunakan nama umum dengan komposisi tunggal atau komposisi sederhana (maksimum 5 jenis bahan). 1.2. Untuk produk kategori 9 yang variasinya tidak mempengaruhi mutu dan keamanan. b. Jalur 2 2.1. Untuk produk kategori 1 dan 2 yang menggunakan nama dagang dengan komposisi tunggal atau kompleks. 2.2. Untuk produk kategori 10 yang variasinya mempengaruhi mutu. c. Jalur 3 3.1. Untuk produk kategori 3. 3.2. Untuk produk kategori 11 yang variasinya mempengaruhi mutu. 4. Jalur 4 : Untuk produk kategori 6 dan 8. 5. Jalur 5 : Untuk produk kategori 4, 5, dan 7. Hasil penilaian mutu, keamanan, dan khasiat dapat berupa memenuhi syarat, belum memenuhi syarat, atau tidak memenuhi syarat. Jika hasil penilaian memenuhi syarat, Kepala BPOM akan memberikan surat keputusan persetujuan pendaftaran. Jika belum memenuhi persyaratan dan memerlukan tambahan data, pendaftar akan diberitahukan keterangan permintaan tambahan data. Tambahan data ini selambat-lambatnya harus diserahkan tiga bulan terhitung tanggal pemberitahuan dan apabila dilampaui maka berkas pendaftaran akan dikembalikan. Berkas yang dikembalikan dapat diajukan kembali sebagai pendaftaran baru dan dilengkapi dengan tambahan data. Keputusan hasil penilaian diberikan mulai dari 7 - 90 HK tergantung dari jalur pendaftarannya. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 25 3.5. Registrasi Suplemen Makanan (Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2005a dan 2005b) Suplemen makanan adalah produk yang dimaksudkan untuk melengkapi kebutuhan zat gizi makanan, mengandung satu atau lebih bahan berupa vitamin, mineral, asam amino atau bahan lain (berasal dari tumbuhan atau bukan tumbuhan) yang mempunyai nilai gizi dan/atau efek fisiologis dalam jumlah yang terkonsentrasi. Suplemen makanan yang dapat didaftarkan berupa suplemen makanan dalam negeri (suplemen makanan tanpa lisensi, suplemen makanan dengan lisensi, suplemen makanan kontrak), suplemen makanan impor, dan suplemen makanan yang dilindungi oleh paten. Suplemen makanan yang akan diedarkan harus memiliki beberapa kriteria, seperti menggunakan bahan yang memenuhi standar mutu dan persyaratan keamanan, serta standar dan persyaratan lain yang ditetapkan; kemanfaatan yang dinilai dari komposisi dan/atau didukung oleh data pembuktian; hanya dapat diproduksi oleh industri farmasi/industri obat tradisional/industri pangan dengan menerapkan Cara Pembuatan yang Baik (CPOB/CPOTB/CPPB); kemanfaatan suplemen makanan harus disesuaikan dengan jumlah dan komposisi bahan yang dikandungnya; bahan yang berasal dari tumbuhan/hewan/mikroorganisme non patogen yang digunakan dalam bentuk kombinasi harus memiliki kesesuaian khasiat yang didukung dengan data pembuktian. Suplemen makanan harus dikemas dalam wadah yang dapat melindungi isi terhadap pengaruh dari luar selama masa peredaran dan menjamin mutu, keutuhan, dan keaslian isinya, serta wadah harus dibuat dengan mempertimbangkan keamanan pemakai dan dibuat dari bahan yang tidak mengeluarkan atau menghasilkan bahan berbahaya atau bahan yang dapat mengganggu kesehatan dan tidak mempengaruhi mutu. Dalam memberikan penandaan pada wadah dan pembungkus harus mencantumkan informasi yang lengkap, obyektif, benar, tidak menyesatkan, dan sesuai dengan penandaan yang telah disetujui pada saat pendaftaran. 3.5.1 Kategori Pendaftaran Pendaftaran suplemen makanan dikategorikan menjadi dua, yaitu pendaftaran baru dan pendaftaran variasi. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 26 3.5.1.1 Pendaftaran Baru Pengajuan pendaftaran baru dilakukan dengan menyerahkan berkas yang terdiri dari formulir SA, SB, SC, dan SD. Formulir SA berisi keterangan mengenai dokumen administrasi; formulir SB berisi dokumen yang mencakup formula dan cara pembuatan; formulir SC berisi dokumen yang mencakup cara pemeriksaan mutu bahan baku dan produk jadi; dan formulir SD berisi klaim penggunaan, cara pemakaian, dan bets. Pendaftaran baru dibagi menjadi tiga kategori, yaitu : 1. Kategori 1 : Pendaftaran suplemen makanan yang mengandung satu atau lebih bahan berupa vitamin, mineral, asam amino, karbohidrat, protein, lemak, atau bahan lain berupa isolat. 2. Kategori 2 : Pendaftaran suplemen makanan yang mengandung satu atau lebih bahan berupa vitamin, mineral, asam amino, karbohidrat, protein, lemak, isolat lain, dan bahan lain berupa bahan alam. 3. Kategori 3 : Pendaftaran suplemen makanan dari kategori 1 dan 2 dengan klaim penggunaan baru, bentuk sediaan baru, posologi, dan dosis baru. 3.5.1.2 Pendaftaran Variasi Pengajuan pendaftaran variasi dilakukan dengan menyerahkan berkas yang terdiri dari formulir pendaftaran variasi dan kelengkapan pendaftaran variasi untuk masing-masing kategori. Pendaftaran variasi dibagi menjadi tiga kategori, yaitu : 1. Kategori 4 : Pendaftaran suplemen makanan yang telah mendapat izin edar dengan : 4.1. Perubahan nama produk tanpa perubahan komposisi. 4.2. Perubahan atau penambahan ukuran kemasan. 4.3. Perubahan klaim pada penandaan yang tidak mengubah manfaat. 4.4. Perubahan desain kemasan. 4.5. Perubahan nama pabrik atau nama pemberi lisensi tanpa perubahan status kepemilikan. 4.6. Perubahan nama importir, tanpa perubahan status kepemilikan. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 27 2. Kategori 5 : pendaftaran suplemen makanan yang telah mendapat izin edar dengan : 5.1. Perubahan spesifikasi dan/atau metode analisis bahan baku. 5.2. Perubahan spesifikasi dan/atau metode analisis produk jadi. 5.3. Perubahan stabilitas. 5.4. Perubahan teknologi produksi. 5.5. Perubahan tempat produksi. 5.6. Perubahan atau penambahan jenis kemasan. 3. Kategori 6 : pendaftaran suplemen makanan yang telah mendapat izin edar dengan : 6.1. Perubahan formula atau komposisi yang bahan utamanya tergolong dalam satu kelompok. 6.2. Perubahan bahan tambahan yang tidak mengubah manfaat. 3.5.2 Tata Laksana Memperoleh Izin Edar 3.5.2.1 Pendaftaran Pendaftaran untuk suplemen makanan diajukan kepada Kepala BPOM dan dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap pra penilaian dan tahap penilaian. Pra penilaian adalah tahap dimana dilakukan pemeriksaan kelengkapan dan keabsahan dokumen, serta untuk menentukan kategori pendaftaran. Sedangkan, tahap penilaian merupakan proses evaluasi terhadap dokumen dan data pendukung. Hasil pra penilaian diberitahukan kepada pendaftar secara tertulis paling lambat 10 kerja untuk pendaftaran variasi dan 20 hari kerja untuk pendaftaran baru terhitung sejak tanggal diterimanya berkas pendaftaran. Hasil pra penilaian bersifat mengikat. Pengajuan pendaftaran untuk suplemen makanan dilakukan dengan menyerahkan berkas pendaftaran yang terdiri dari formulir atau disket pendaftaran yang telah diisi. Berkas pendaftaran tersebut harus dlengkapi dengan rancangan kemasan suplemen makanan yang akan diedarkan, meliputi etiket, dus, pembungkus, strip, blister, catch over, dan kemasan lain sesuai ketentuan tentang pembungkus dan penandaan yang berlaku, dan dilengkapi dengan rancangan warna, serta brosur yang mencantumkan informasi mengenai suplemen makanan. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 28 Selain itu, pendaftar juga harus melengkapinya dengan dokumen administrasi dan dokumen pendukung yang terdiri dari dokumen mutu dan teknologi, serta dokumen yang mendukung klaim kegunaan sesuai jenis dan tingkat pembuktian. 3.5.2.2 Penilaian Dokumen pendaftaran suplemen makanan yang telah memenuhi ketentuan dan persyaratan, selanjutnya akan dilakukan penilaian terhadap suplemen makanan yang akan didaftarkan sesuai kriteria yang harus dimiliki pada masingmasing suplemen makanan. Hasil penilaian mutu, keamanan, dan kemanfaatan dapat berupa memenuhi syarat, belum memenuhi syarat, atau tidak memenuhi syarat. Untuk melakukan penilaian dibentuk Panitia Penilai Suplemen Makanan (PPSM) dan Komite Nasional Penilai Suplemen Makanan (KOMNAS PSM). Pelaksanaan penilaian yang dilakukan melalui: 1. Jalur 1 (7 hari kerja) a. Untuk suplemen makanan kategori 1 yang menggunakan nama generik. b. Untuk suplemen makanan kategori 4. 2. Jalur 2 (15 hari kerja) a. Untuk suplemen makanan kategori 1 yang menggunakan nama dagang. b. Untuk suplemen makanan kategori 5. 3. Jalur 3 (30 hari kerja) a. Untuk suplemen makanan kategori 2 yang profil keamanannya telah diketahui dengan pasti. b. Untuk suplemen makanan kategori 6. 4. Jalur 4 (60 hari kerja) a. Untuk suplemen makanan kategori 2 dengan profil keamanan belum diketahui dengan pasti dan kategori 3. 3.6. Registrasi Pangan (Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2011b dan 2011c) Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang digunakan sebagai makanan atau minuman untuk dikonsumsi, termasuk bahan tambahan pangan (BTP), bahan Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 29 baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman. Sedangkan, pangan olahan adalah makanan atau minuman hasil proses dengan cara atau metode tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan, termasuk pangan olahan tertentu, bahan tambahan pangan, pangan produk rekayasa genetika, dan pangan iradiasi. Setiap pangan olahan, baik yang diproduksi di dalam negeri ataupun yang dimasukkan ke wilayah Indonesia, dengan maksud untuk diperdagangkan wajib memiliki surat persetujuan pendaftaran yang dikeluarkan oleh Kepala BPOM. Pangan olahan yang didaftarkan dibedakan menjadi pangan olahan produksi sendiri, pangan olahan berlisensi, pangan olahan yang dikemas kembali, dan pangan olahan yang diproduksi berdasarkan kontrak. Akan tetapi, terdapat pangan olahan yang tidak wajib memiliki surat persetujuan pendaftaran, seperti : 1. Pangan olahan yang diproduksi oleh industri rumah tangga yang memiliki sertifikat produksi pangan industri rumah tangga. 2. Pangan olahan yang mempunyai masa simpan kurang dari tujuh hari pada suhu kamar. 3. Pangan olahan yang dimasukkan ke wilayah Indonesia dalam jumlah kecil untuk sampel pangan olahan yang digunakan untuk keperluan pendaftaran, penelitian, dan konsumsi sendiri. 4. Pangan olahan yang digunakan lebih lanjut sebagai bahan baku dan tidak dijual secara langsung kepada konsumen akhir. Pangan olahan yang akan didaftarkan di wilayah Indonesia harus memenuhi kriteria, seperti keamanan yang meliputi batas maksimum cemaran mikroba, cemaran fisik, dan cemaran kimia; pemenuhan persyaratan mutu sesuai standar dan persyaratan yang berlaku, serta cara produksi pangan yang baik untuk pangan olahan yang diproduksi di dalam negeri atau cara distribusi pangan yang baik untuk pangan olahan yang dimasukkan ke wilayah Indonesia; gizi yang sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan; dan harus memenuhi persyaratan label. 3.6.1. Pendaftaran Umum Permohonan pendaftaran diajukan secara tertulis dengan mengisi formulir pendaftaran yang disertai dengan kelengkapan dokumen pendaftaran sebanyak Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 30 dua rangkap (asli dan fotokopi) kepada Kepala BPOM dan Direktur untuk dilakukan pemeriksaan dokumen yang sesuai kriteria dan persyaratannya. Hasil dari pemeriksaan dokumen tersebut dapat berupa diterima untuk dinilai lebih lanjut, dikembalikan untuk dilengkapi, ataupun ditolak. Apabila dokumen yang diajukan diterima, maka kemudian akan dilakukan penilaian dan hasilnya berupa surat persetujuan pendaftaran atau surat penolakan pendaftaran. Jangka waktu dikeluarkannya surat tersebut bergantung masing-masing jenis pangan yang didaftarkan, yaitu : 1. Untuk pangan olahan tertentu dikeluarkan paling lama 150 hari. 2. Untuk pangan fungsional/pangan berklaim, pangan dengan herbal dikeluarkan paling lama 120 hari. 3. Untuk pangan iradiasi, pangan hasil rekayasa genetika, BTP perisa, pangan organik, susu dan hasil olahnya, daging dan hasil olahnya, ikan dan hasil olahnya, serta minuman beralkohol dikeluarkan paling lama 100 hari. 4. BTP selain perisa dan pangan lainnya dikeluarkan paling lama 60 hari. Apabila pada hasil penilaian diperlukan tambahan data dan/atau kajian lebih lanjut, maka akan dikeluarkan surat permintaan tambahan data. Pendaftar harus menyerahkan tambahan data yang diminta tersebut paling lambat 50 hari setelah tanggal surat permintaan tambahan data. Jika kelengkapan data yang diserahkan belum memenuhi persyaratan sesuai permintaan maka pendaftar wajib menyerahkan tambahan data paling lambat 15 hari setelah tanggal surat permintaan tambahan data. Jika pendaftar menganggap waktu tersebut tidak mencukupi, maka pendaftar dapat mengajukan permintaan perpanjangan waktu untuk melengkapi tambahan data sebanyak satu kali untuk waktu 25 hari. Pendaftar yang tidak menyerahkan tambahan data selama waktu yang telah ditetapkan akan diberikan surat penolakan pendaftaran dan berkas permohonannya akan dimusnahkan. Apabila terdapat keberatan terhadap hasil penilaian atas kriteria keamanan pangan olahan, maka pendaftar dapat mengajukan permohonan dengar pendapat kepada Kepala BPOM paling lama 25 hari sejak tanggal surat tambahan data. Akan tetapi, apabila terdapat keberatan terhadap penolakan pendaftaran, maka pendaftar dapat mengajukan permohonan peninjauan kembali sebanyak satu kali Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 31 dalam waktu paling lama 50 hari setelah tanggal surat penolakan. Permohonan peninjauan kembali harus dilengkapi dengan data baru dan/atau data yang sudah pernah diajukan yang dilengkapi dengan justifikasi. Keputusan atas permohonan peninjauan kembali akan diberikan dalam waktu paling lama 150 hari sejak tanggal permohonan peninjauan kembali. Surat persetujuan pendaftaran berlaku selama lima tahun dan dapat diperpanjang melalui pendaftaran kembali. Surat persetujuan pendaftaran yang telah habis masa berlakunya dinyatakan tidak berlaku dan pangan olahan tersebut dilarang untuk diedarkan. Untuk melakukan pendaftaran kembali pangan olahan yang telah habis masa berlakunya dapat dilakukan paling cepat enam bulan sebelum masa berlaku surat persetujuan pendaftaran berakhir. Dalam mengajukan pendaftaran kembali, pendaftar dapat melakukan perubahan data pangan olahan. Surat persetujuan pendaftaran atau surat penolakan pendaftaran pada pendafaran kembali yang tidak mengalami perubahan dapat dikeluarkan paling lama : a. 75 hari untuk pangan olahan tertentu. b. 50 hari untuk pangan fungsional/pangan berklaim, pangan dengan herbal. c. 45 hari untuk pangan iradiasi, pangan hasil rekayasa genetika, BTP perisa, dan pangan organik. d. 30 hari untuk BTP selain perisa dan pangan lainnya. Pangan olahan yang telah mendapat surat persetujuan pendaftaran dapat dilakukan penilaian kembali oleh Kepala BPOM jika terdapat data dan/atau informasi baru terkait keamanan, mutu, gizi, dan label pangan olahan yang bersangkutan. Hasil penilaian kembali disampaikan kepada perusahaan pemegang surat persetujuan pendaftaran dan perusahaan tersebut wajib melakukan tindakan sesuai hasil penilaian kembali. 3.6.2. Perubahan Data Permohonan perubahan data dapat diajukan kepada Kepala BPOM dan Direktur untuk dilakukan pemeriksaan dokumen. Hasil pemeriksaan tersebut dapat berupa diterima untuk dinilai lebih lanjut, dikembalikan untuk dilengkapi, dan ditolak. Apabila dokumen yang diajukan diterima, maka kemudian akan dilakukan penilaian dan hasilnya berupa surat persetujuan perubahan data atau Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 32 surat penolakan perubahan data. Apabila keputusan hasil penilaian berupa penolakan perubahan data, maka akan dikeluarkan surat penolakan yang disertai dengan alasan penolakan. Surat persetujuan perubahan data atau surat penolakan perubahan data untuk perubahan nama perusahaan, perubahan nama importir/distributor, perubahan nama dagang, perubahan untuk kepentingan promosi dikeluarkan paling lama 10 hari. Untuk perubahan berupa pencantuman dan/atau perubahan informasi nilai gizi dan/atau penambahan klaim, serta perubahan komposisi, surat persetujuan perubahan data/atau surat penolakan perubahan data dikeluarkan paling lama : 1. 60 hari untuk pangan olahan. 2. 45 hari untuk pangan fungsional/pangan berklaim, dan pangan dengan herbal. 3. 30 hari untuk pangan iradiasi, pangan hasil rekayasa genetika, BTP pangan organik, dan pangan lainnya. Apabila pada hasil penilaian memerlukan tambahan data dan/atau kajian lebih lanjut, maka akan dikeluarkan surat permintaan tambahan data. Pendaftar harus menyerahkan tambahan data yang diminta paling lambat 50 hari setelah tanggal surat permintaan tambahan data. Jika kelengkapan data yang diserahkan belum memenuhi persyaratan sesuai permintaan maka pendaftar wajib menyerahkan tambahan data paling lambat 15 hari setelah tanggal surat permintaan tambahan data. Jika pendaftar menganggap waktu tersebut tidak mencukupi, maka pendaftar dapat mengajukan permintaan perpanjangan waktu sebanyak satu kali untuk waktu 25 hari. Pendaftar yang tidak menyerahkan tambahan data selama waktu yang telah ditetapkan akan diberikan surat penolakan pendaftaran dan berkas permohonannya akan dimusnahkan. 3.7. Notifikasi Kosmetika (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010a dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2010) Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ genital bagian luar) atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan, dan/atau memperbaiki bau badan atau Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 33 melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik. Setiap kosmetika yang diedarkan di wilayah Indonesia wajib memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan yang dinilai dari bahan kosmetika yang digunakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kosmetika yang dihasilkan tidak mengganggu atau membahayakan kesehatan manusia, baik digunakan secara normal maupun pada kondisi penggunaan yang telah diperkirakan; kemanfaatan yang dinilai dari kesesuaian dengan tujuan penggunaan dan klaim yang dicantumkan; mutu yang dinilai dari pemenuhan persyaratan sesuai Cara Pembuatan Kosmetika yang Benar (CPKB) dan bahan bahan kosmetika yang digunakan sesuai dengan Kodeks Kosmetika Indonesia, standar lain yang diakui, dan ketentuan perundang-undangan; dan penandaan yang berisi informasi lengkap, obyektif, tidak menyesatkan, dan harus menggunakan Bahasa Indonesia untuk informasi keterangan kegunaan, cara penggunaan, dan peringatan, serta keterangan lain yang dipersyaratkan. Produsen atau pendaftar sudah harus memiliki Dokumen Informasi Produk (DIP) sebelum melakukan notifikasi. DIP ini berisikan kriteria dan keseluruhan informasi dari masing-masing produk kosmetika yang akan dinotifikasikan. DIP ini harus disimpan dan ditunjukkan apabila sewaktu-waktu dilakukan pemeriksaan/audit. Kosmetika yang dinotifikasikan harus sesuai dengan jenis sediaan kosmetika. Pemohon (industri kosmetika di Indonesia yang telah memiliki izin produksi, importir kosmetika, atau usaha perorangan/badan usaha yang melakukan kontrak produksi dengan industri kosmetika yang telah memiliki izin produksi) yang akan mengajukan permohonan notifikasi harus mendaftarkan diri kepada Kepala BPOM. Pendaftaran sebagai pemohon ini dilakukan dengan cara mengisi template melalui sistem elektronik. Selanjutnya, data pemohon akan diverifikasi dan pemohon akan mendapatkan User ID dan password. Pendaftaran sebagai pemohon ini hanya dilakukan satu kali selama tidak terjadi perubahan data pemohon. Pemohon notifikasi yang telah terdaftar selanjutnya dapat mengajukan permohonan notifikasi dengan mengisi template notifikasi secara elektronik. Template notifikasi yang telah terisi lengkap kemudian disimpan dan/atau dikirm Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 34 secara elektronik kepada BPOM. Selanjutnya, pemohon akan menerima surat perintah bayar (SPB) secara elektronik dan pemohon diharuskan mencetak SPB ini dan melakukan pembayaran. Pemohon harus menyerahkan bukti bayar asli kepada BPOM (loket notifikasi kosmetika) selambat-lambatnya sepuluh hari setelah tanggal SPB. Apabila pemohon tidak menyerahkan bukti bayar tersebut setelah waktu yang ditetapkan, maka permohonan dianggap ditolak. Bukti bayar ini kemudian akan diverifikasi kebenarannya dan pemohon akan menerima tanda pengenal produk (ID product) sebagai tanda terima pengajuan permohonan notifikasi. Selanjutnya, selama jangka waktu 14 hari sejak diperoleh tanda terima pengajuan permohonan Kepala BPOM tidak mengeluarkan surat penolakan, maka kosmetika tersebut dianggap disetujui dan dapat beredar di wilayah Indonesia. Notifikasi kosmetika yang telah habis masa berlakunya harus diperbaharui kembali. Permohonan pembaharuan ini diajukan paling lama satu bulan sebelum habis masa berlakunya. Apabila terjadi perubahan pada nama industri/importir/badan usaha yang melakukan notifikasi tanpa perubahan hak untuk mengedarkan atau status kepemilikan, alamat industri/importir/badan usaha yang melakukan notifikasi dengan tidak terjadi perubahan lokasi pabrik, nama pimpinan industri/importir/badan usaha yang melakukan notifikasi, atau ukuran dan jenis kemasan maka harus dilakukan notifikasi perubahan. Notifikasi menjadi batal atau dapat dibatalkan apabila : 1. Izin produksi kosmetika, izin usaha industri, atau tanda daftar industri sudah tidak berlaku, atau Angka Pengenal Importir (API) sudah tidak berlaku 2. Berdasarkan evaluasi, kosmetika yang telah beredar tidak memenuhi persyaratan 3. Atas permintaan pemohon notifikasi 4. Perjanjian kerja sama antara pemohon dengan pemberi lisensi/industri penerima kontrak produksi, atau surat penunjukkan keagenan dari produsen negara asal sudah berakhir dan tidak diperbaharui 5. Kosmetika yang telah beredar tidak sesuai dengan data dan/atau dokumen yang disampaikan pada saat permohonan notifikasi Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 35 6. Pemohon notifikasi tidak memproduksi, atau mengimpor dan mengedarkan kosmetika yang telah didaftarkan Selanjutnya, industri kosmetika, importir kosmetika, atau usaha perorangan/badan usaha yang melakukan kontrak produksi bertanggung jawab terhadap kosmetika yang diedarkan. Apabila terjadi kerugian atau kejadian yang tidak diinginkan akibat penggunaan kosmetika, maka industri kosmetika, importir kosmetika, atau usaha perorangan/badan usaha yang melakukan kontrak produksi mempunyai tanggung jawab untuk menangani keluhan dan/atau menarik kosmetika yang bersangkutan dari peredaran atas inisiatif sendiri atau atas perintah Kepala BPOM. Industri kosmetika, importir kosmetika, atau usaha perorangan/badan usaha yang melakukan kontrak produksi harus melaporkan kepada Kepala BPOM apabila kosmetika yang sudah dinotifikasi tidak lagi diproduksi atau diimpor. Industri kosmetika, importir kosmetika, atau usaha perorangan/badan usaha yang melakukan kontrak produksi bertanggung jawab terhadap kosmetika yang tidak lagi diproduksi atau diimpor yang masih ada di peredaran. Industri kosmetika, importir kosmetika, atau usaha perorangan/badan usaha yang melakukan kontrak produksi wajib melakukan monitoring terhadap kosmetik yang telah diedarkan, dan wajib untuk menanggapi dan menangani keluhan atau kasus efek yang tidak diinginkan dari kosmetika yang diedarkan. Terhadap kasus efek yang tidak diinginkan, harus dilaporkan kepada Kepala Badan POM melalui mekanisme Monitoring Efek Samping Kosmetik (Meskos). Industri kosmetika, importir kosmetika, atau usaha perorangan/badan usaha yang melakukan kontrak produksi wajib melakukan penarikan terhadap kosmetik yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan, berdasarkan inisiatif sendiri atau atas perintah Kepala BPOM. Terhadap kosmetik yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan, serta membahayakan kesehatan dilakukan pemusnahan. 3.8. Registrasi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga merupakan dua hal yang berfungsi sebagai penunjang kesehatan. Alat kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin, dan/atau implan yang tidak mengandung obat yang Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 36 digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan manusia, dan/atau membentuk struktur, dan memperbaiki fungsi tubuh. Perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) adalah alat, bahan, atau campuran bahan untuk pemeliharaan dan perawatan kesehatan untuk manusia, pengendali kutu hewan peliharaan, rumah tangga dan tempat-tempat umum. Terdapat 3 peraturan mengenai registrasi alat kesehatan (Alkes) dan perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) di Indonesia. Peraturan tersebut adalah Peraturan Menteri Kesehatan (PerMenKes) Republik Indonesia No. 1189/MENKES/PER/VIII/2010 yang berisi tentang Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga; PerMenKes RI No. 1190/MENKES/PER/VIII/2010 berisi tentang Izin Edar Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga; serta PerMenKes RI No. 1191/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Penyaluran Alat Kesehatan. Dalam ketiga peraturan ini tercantum ketentuan yang mengatur mengenai pelaksanaan pendaftaran hingga dikeluarkan keputusan yang menyatakan bahwa alkes dan/atau PKRT boleh diedarkan. Alat kesehatan secara umum dibagi menjadi alat kesehatan lokal dan impor. Alkes lokal dalam pendaftarannya dilakukan oleh produsen yang memiliki sertifikat produksi, sedangkan alkes impor dilakukan oleh penyalur alkes dan/atau PKRT yang mendapat kuasa untuk mendaftarkan dari produsen produk di luar negeri. Persyaratan permohonan alat kesehatan dan/atau PKRT untuk mendapat izin edar harus memiliki kriteria sebagai berikut : 1. Khasiat atau manfaat dan keamanan yang dibuktikan dengan melakukan uji klinis atau bukti-bukti lain yang sesuai dengan status perkembangan ilmu pengetahuan. Selain itu, untuk PKRT juga harus melakukan uji keamanan yang menjamin bahan tidak mengandung bahan yang dilarang dan tidak melebihi batas yang ditentukan. 2. Mutu yang memenuhi syarat yang dinilai dari cara pembuatan alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga yang baik dan hanya menggunakan bahan dengan spesifikasi yang sesuai untuk alkes maupun PKRT. 3. Penandaan yang berisi informasi yang cukup yang dapat mencegah terjadinya Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 37 salah pengertian atau salah penggunaan. Untuk PKRT berisi informasi yang cukup termasuk tanda peringatan dan cara penanggulangannya apabila terjadi kecelakaan. Pengajuan izin registrasi alat kesehatan dan PKRT harus dilengkapi datadata yang terdiri dari data administrasi dan data teknis. Persyaratan untuk keperluan registrasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga dapat dilihat pada Lampiran 8 dan Lampiran 9. 3.8.1. Data Administrasi Data administrasi berisi data untuk keperluan registrasi yang wajib disertakan sesuai jenis alkes/PKRT yang akan didaftarkan, seperti sertifikat produksi untuk registrasi alkes dalam negeri dan izin penyalur alat kesehatan (IPAK) untuk registrasi alkes impor. Data administrasi meliputi antara lain : 1. Data yang harus ada untuk registrasi alkes dalam negeri, yaitu sertifikat produksi sesuai dengan jenis alat kesehatan yang didaftarkan, lisensi (bila merek produk dan formulanya berasal dari pihak lain), paten merek (bila menggunakan merek sendiri). 2. Data yang harus ada untuk registrasi alat kesehatan luar negeri/impor, yaitu izin usaha penyalur alat kesehatan, surat penunjukkan/surat kuasa untuk mendaftarkan yang dilegalisir oleh KBRI setempat, surat keterangan dari pejabat pemerintah/badan yang diberi kewenangan di negara asal (Certificate of Free Sale atau lainnya) bahwa produk tersebut diizinkan untuk dijual. 3. Data yang harus ada untuk registrasi produk PKRT dalam negeri, yaitu sertifikat produksi, surat perjanjian kerja sama/MOU (Memorandum of Understanding) bila produsen memproduksi berdasarkan pesanan pihak lain (toll manufacturing), surat lisensi bila merek dan formula berasal dari pihak lain, surat pernyataan merek, paten merek yang dikeluarkan Ditjen HAKI (jika ada), izin Komisi pestisida (untuk PKRT yang mengandung pestisida), formulir lampiran AA (formula dan prosedur pembuatan), formulir lampiran BB (spesifikasi bahan baku dan wadah), formulir lampiran CC (spesifikasi dan stabilitas produk jadi), formulir lampiran DD (kegunaan, cara penggunaan, penandaan dan contoh produk), hasil pengujian, dan rancangan penandaan. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 38 4. Data yang harus ada untuk registrasi produk PKRT impor, yaitu surat penunjukkan sebagai distributor dari pabrik asal dan telah dilegalisir oleh KBRI setempat, surat kuasa untuk mendaftar dari pabrik asal, CFS untuk produk PKRT yang akan didaftarkan, izin Komisi Pestisida, formulir lampiran AA hingga DD, hasil pengujian, dan rancangan penandaan. 3.8.2. Data Teknis Data teknis yang diperlukan untuk keperluan registrasi antara lain : 1. Untuk produk yang terbentuk dari bahan kimia, pendaftar harus memberikan komponen formula dalam satuan internasional atau persentase dan menuliskan fungsi masing-masing bahan. 2. Prosedur pembuatan secara singkat berupa alur kerja (flow chart) dalam proses produksi disertai dengan keterangan tentang proses kritis yang mempengaruhi kualitas dan langkah yang dilakukan untuk mengontrol proses kritis tersebut. 3. Untuk produk HIV harus melampirkan hasil evaluasi dari RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Untuk produk elektromedik, pastikan keamanan dengan melampirkan data hasil uji sesuai dengan persyaratan IEC 60601 mengenai keselamatan listrik. 4. Untuk kelas I, sertifikat CE dapat menggantikan CoA dan proses produksi. 5. Untuk alat kesehatan, formulir yang perlu dilampirkan adalah Formulir A (data administrasi), Formulir B (informasi produk), Formulir C (spesifikasi dan jaminan mutu), Formulir D (penandaan dan petunjuk penggunaan), Formulir E (post market evaluation). Evaluasi dan penilaian data dilaksanakan oleh tim penilai alat kesehatan. Untuk alat kesehatan dengan teknologi baru atau canggih, maka dilakukan evaluasi oleh tim ahli yang terdiri dari pakar di bidangnya. Bila hasil penilaian dan keputusan pendaftaran dinyatakan lengkap maka akan dikeluarkan nomor registrasi/izin edar. Sedangkan, bila dinyatakan kurang atau tidak lengkap maka dapat diberikan kesempatan untuk melengkapi data yang kurang dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 bulan terhitung mulai tanggal pemberitahuan. Jika Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 39 sampai pada batas waktu yang ditentukan pemohon tidak melengkapi data maka dilakukan penolakan pendaftaran. 3.8.3. Penomoran Izin Edar Nomor registrasi akan dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia setelah permohonan izin edar disetujui. Nomor registrasi terdiri dari 11 digit dengan keterangan sebagai berikut : 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Digit 1 : kelas Digit 2 dan 3 : kategori Digit 4 dan 5 : sub-kategori Digit 6 dan 7 : tahun pemberian izin edar (dibalik) Digit 8 sampai 11 : nomor urut pendaftaran Alat Kesehatan Dalam Negeri : AKD Alat Kesehatan Impor : AKL PKRT Impor : PKL PKRT Dalam Negeri : PKD Contoh nomor izin edar alat kesehatan : AKD 21502901314, yang berarti alat kesehatan dalam negeri yang merupakan kelas 2 (risiko sedang) termasuk peralatan radiologi tujuan terapetik, telah diberikan izin edar tahun 2009 dengan nomor urut pendaftaran 1314. Untuk penentuan/penilaian kelas, kategori dan sub kategori alat kesehatan mengacu pada Code of Federal Regulation (CFR) yang diperoleh dari USFDA. Contoh nomor izin edar perbekalan kesehatan rumah tangga : PKL 10106601538, yang berarti perbekalan kesehatan rumah tangga impor yang merupakan kelas 1 (risiko rendah) termasuk kategori tisu dan kapas yaitu cotton bud, telah diberikan izin edar pada tahun 2006 dengan nomor urut pendaftaran 1538. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 40 3.8.4. Pencabutan NIE dan Pendaftaran Kembali Nomor izin edar yang dikeluarkan pemerintah berlaku selama 4 tahun. Selama masa izin edar, pemerintah dapat melakukan pengawasan terhadap alkes/PKRT yang beredar. Pengawasan dapat berupa audit terhadap informasi teknis dan klinik, pemeriksaan terhadap sarana produksi dan distribusi, sampling dan pengujian, serta pengawasan penandaan dan iklan. Hal ini dilakukan untuk memastikan kesesuaian mutu, keamanan, dan kemanfaatan dari alkes/PKRT yang beredar. Jika terbukti suatu alkes/PKRT tidak memenuhi persyaratan, maka pemerintah berwenang untuk mencabut nomor pendaftaran (NIE) dan memerintahkan penarikan alkes/PKRT tersebut dari peredaran. Jika dalam masa peredarannya terdapat penambahan atau perubahan pada produk yang telah memiliki NIE, seperti perubahan pada nama, penandaan, kemasan, penambahan ukuran kemasan, dan lain-lain, maka produk tersebut harus didaftarkan kembali tanpa mengganti NIE. Namun, jika terjadi perubahan pada formula maka produk harus didaftarkan lagi ke KemenKes RI dengan pergantian NIE. 3.9. ASEAN Common Technical Dossier / ASEAN Common Technical Requirements ASEAN Common Technical Dossier (ACTD) adalah format umum yang digunakan untuk menyusun dokumen registrasi yang akan didaftarkan kepada badan regulasi obat di wilayah ASEAN. Tujuan penggunaan ACTD adalah agar penggambaran berbagai informasi produk menjadi transparan dan tidak ambigu, sehingga mempermudah pemeriksaan data-data dasar dan membantu pembaca menjadi lebih cepat terorientasi kepada isi pendaftaran produk. ASEAN Common Technical Requirements (ACTR) adalah seluruh materi tertulis yang bertujuan untuk membantu pendaftar untuk menyiapkan dokumen registrasi secara konsisten sesuai dengan harapan seluruh badan otoritas regulasi obat di ASEAN. ACTR ini berisi seluruh persyaratan dan parameter-parameter yang harus dipenuhi oleh produk obat, baik dari segi kualitas, keamanan, dan efikasi. Untuk memenuhi persyaratan yang tercantum dalam ACTR, maka dibuat berbagai Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 41 pedoman, seperti pedoman uji stabilitas, validasi analisis, validasi proses, validasi uji bioekivalensi, dan berbagai pedoman keamanan dan pedoman efikasi. 3.9.1. Ketentuan ACTD Teks dan tabel harus disiapkan dengan margin yang memungkinkan dokumen dapat dicetak dengan baik pada kertas berukuran A4. Margin kiri sebaiknya cukup besar sehingga informasi tidak bias dengan menggunakan metode binding. Jenis huruf dan besar huruf adalah Times New Roman 12. Untuk teks dan tabel, sebaiknya jenis dan ukuran huruf yang cukup besar sehingga mudah dibaca bahkan setelah difotokopi. Setiap halaman harus diberi angka dengan halaman pertama pada setiap bagian disebut sebagai halaman 1. Untuk singkatan dan pengertian Common Technical Dossier harus dijelaskan setiap pertama kali digunakan pada setiap bagian. Referensi harus dicantumkan menurut 1979 Vancouver Declaration of Uniform requirements for Manuscript Submitted to Biomedical Journals. 3.9.2. Pembagian ACTD ACTD dibagi ke dalam 4 bagian, yaiu Dokumen Administratif, Dokumen Mutu, Dokumen Non klinik, dan Dokumen Klinik. 3.9.2.1. Dokumen Administratif Dokumen ini berisi pengenalan umum dari sediaan farmasi yang akan didaftarkan. Pada bagian awal dokumen ini berisi keseluruhan tabel isi atau keseluruhan dokumen ACTD untuk memberikan informasi dasar yang dapat dicari langsung. Selanjutnya, dokumen ini berisi data administratif yang memerlukan dokumentasi spesifik sejelas mungkin, yaitu formulir pendaftaran, label, brosur, kemasan, dan lain-lain. Bagian akhir dari dokumen ini adalah informasi produk yang memberikan informasi seperlunya, meliputi informasi pemberian obat, mekanisme kerja, efek samping, dan sebagainya. Isi dari dokumen administratif dapat dilihat pada Lampiran 3. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 42 3.9.2.2. Dokumen Mutu Bagian ini berisikan penjelasan mengenai kualitas produk obat secara menyeluruh beserta laporan penelitiannya. Dokumen kontrol kualitas harus dijelaskan sejelas mungkin. Isi dari dokumen mutu dapat dilihat pada Lampiran 3. 3.9.2.3. Dokumen Non klinik Bagian ini harus memberikan penjelasan non klinik yang disertai dengan rangkuman non klinik tertulis dan rangkuman non klinik dalam bentuk tabel. Data dalam bagian ini tidak disertakan pada pendaftaran produk generik, produk yang telah memiliki NIE dengan variasi minor, dan juga pada beberapa produk dengan variasi mayor. Untuk negara-negara anggota ASEAN tertentu, laporan penelitian dari bagian ini mungkin tidak dibutuhkan untuk produk dengan zat kimia baru (New Chemical Entity/NCE), produk bioteknologi, dan produk dengan variasi mayor lain jika produk aslinya telah teregistrasi dan sudah disetujui untuk izin pemasaran di negara asalnya. Isi dari dokumen non klinik dapat dilihat pada Lampiran 3. 3.9.2.4. Dokumen Klinik Bagian ini memberikan penjelasan klinik dan rangkuman klinik. Dokumen dari bagian ini juga tidak disertakan pada pendaftaran produk generik, produk yang telah memiliki NIE dengan variasi minor, dan juga pada beberapa produk dengan variasi mayor. Untuk negara-negara anggota ASEAN, laporan penelitian dari bagian ini mungkin tidak dibutuhkan untuk produk dengan zat kimia baru (NCE), produk bioteknologi, dan produk dengan variasi mayor lain jika produk aslinya telah teregistrasi dan sudah disetujui untuk izin pemasaran di negara asalnya. Isi dari dokumen klinik dapat dilihat pada Lampiran 3. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 BAB 4 PEMBAHASAN 4.1. Corporate Regulatory Affairs PT. Kalbe Farma, Tbk. Corporate Regulatory Affairs PT. Kalbe Farma Tbk. merupakan divisi yang memiliki tugas dan peranan salah satunya adalah melakukan registrasi produk obat, obat tradisional, obat herbal terstandar, fitofarmaka, suplemen makanan, pangan, dan kosmetika, serta alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) ataupun Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (KemenKes RI) sebelum produkproduk tersebut dapat beredar di Indonesia. Peranan dan tugas tersebut dijalankan oleh Regulatory Officer (RO) yang dibagi ke dalam dua kategori produk yang diregistrasikan, yaitu bagian yang menangani registrasi produk obat Kalbe (registrasi obat termasuk produk biologis dan produk impor, kosmetika, alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga) dan yang menangani registrasi produk non obat Kalbe dan produk obat selain Kalbe (registrasi suplemen makanan, obat tradisional, obat herbal terstandar, fitofarmaka, dan pangan, serta obat produksi lokal maupun kontrak dari anak perusahaan Kalbe, seperti PT. Hexpharm Jaya, PT. Finusolprima Farma International, dan PT. Dankos Farma). Dalam menjalankan peranan dan tugasnya, seorang RO bertanggung jawab dalam pengumpulan, pemeriksaan, dan penyusunan kelengkapan dan konsistensi data dari divisi lain yang berkaitan dengan produk yang akan diregistrasikan. Hal tersebut mengharuskan seorang RO untuk memiliki sifat teliti dan aktif menjalin hubungan dan kerja sama yang baik dengan pihak lain dan dituntut untuk memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik, termasuk dengan pihak BPOM, KemenKes RI, dan DitJen HAKI. Selain itu, seorang RO juga menangani penelusuran paten di DitJen HAKI untuk mencegah pelanggaran paten mengenai klaim obat baru yang diimpor dari luar negeri, dokumen obat generik pertama yang akan habis masa paten yang hasil penelusurannya disertakan di dalam dokumen registrasi (dossier). Selain itu, dalam menangani produk impor, seorang RO juga harus memastikan bahwa dokumen yang dipersyaratkan telah lengkap, 43 Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 44 seperti Letter of Authorisation (LoA), Certificate of Pharmaceutical Product (CPP) dari negara asal, dan sertifikat Good Manufacturing Practice (GMP) dari lembaga yang berwenang di negara asalnya. Khusus untuk produk yang akan diekspor, maka RO juga bertanggung jawab untuk mengurus CPP dan GMP ke BPOM dan menyesuaikan isi dossier sesuai ketentuan negara tujuan ekspor. Setelah seluruh ketentuan dossier dibuat dan disusun dengan lengkap dan konsisten, maka Regulatory Manager ataupun Senior Regulatory Manager akan melakukan peninjauan kembali terhadap dossier tersebut, kemudian dossier diserahkan ke BPOM untuk dievaluasi oleh evaluator. Setelah dossier diterima oleh evaluator, maka kelengkapan dan isi dossier akan diperiksa dalam jangka waktu tertentu. Selama menunggu hasil evaluasi tersebut, RO dapat melakukan follow-up mengenai perkembangan proses evaluasi dan konsultasi terkait perbaikan yang dibutuhkan untuk mendukung proses evaluasi. Apabila terdapat kekurangan data pada dossier, maka RO wajib untuk memberikan tambahan data yang diperlukan dengan menginformasikan ke bagian yang terkait dengan data yang dibutuhkan tersebut. Oleh karena itu, secara umum dapat disimpulkan bahwa tugas seorang RO adalah menerjemahkan dokumen dari pabrik menjadi suatu dossier dan menghubungkan pihak industri farmasi dengan pihak regulator. Untuk hal yang berkaitan dengan peranan dan tugasnya tersebut, selain memiliki latar belakang industri farmasi yang baik maka seorang RO juga harus memahami dan senantiasa meng-update dirinya mengenai peraturan atau regulasi yang berlaku di Indonesia. 4.2. Registrasi Obat Registrasi obat dilakukan untuk memperoleh nomor izin edar (NIE) sebagai syarat agar produk tersebut dapat beredar di wilayah Indonesia. Dengan adanya NIE menunjukkan bahwa produk tersebut telah memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan efikasi. Di Indonesia, evaluasi dokumen registrasi obat dilakukan oleh BPOM selaku pihak regulator. Regulasi mengenai registrasi obat dikeluarkan oleh BPOM dan regulasi ini dapat berubah dan diperbaharui sesuai kebutuhan. Pada akhir tahun 2011, BPOM mengeluarkan regulasi mengenai tata cara registrasi obat yang baru. Secara garis Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 45 besar, isi dari regulasi tahun 2011 ini hampir sama seperti yang dikeluarkan pada tahun 2003, meskipun terdapat sedikit perubahan dan penambahan yang ditujukan untuk penyempurnaan dan penyesuaian dengan regulasi terbaru di Indonesia dan ASEAN. Beberapa perubahan yang terdapat di peraturan registrasi baru tahun 2011, yaitu : Tabel 4.1. Perbedaan registrasi obat antara peraturan Tahun 2003 dan Tahun 2011 No. ASPEK 1. Pendaftar Registrasi 2. Kategori Registrasi Peraturan Tahun 2003 Industri farmasi yang telah memiliki izin industri dan PBF. Terdapat 10 kategori yang terbagi dalam Registrasi Baru dan Registrasi Variasi. a. Registrasi Baru Kategori 1 : Registrasi obat baru dengan zat aktif (ZA) baru/derivat baru/kombinasi baru, atau produk biologi dengan ZA baru atau kombinasi baru atau bentuk sediaan baru. Kategori 2 : Registrasi obat baru dengan komposisi lama dalam bentuk sediaan baru atau kekuatan baru atau produk biologi sejenis. Kategori 3 : Registrasi obat/produk biologi dengan komposisi lama dengan indikasi baru atau posologi baru. Kategori 4 : Registrasi obat copy dengan nama dagang, atau nama generik. Kategori 5 : Registrasi sediaan lain yang mengandung obat. Peraturan Tahun 2011 Hanya industri farmasi yang telah memiliki izin industri. Terdapat 7 kategori yang terbagi dalam Registrasi Baru, Registrasi Variasi, dan Registrasi Ulang. a. Registrasi Baru Kategori 1 : Registrasi obat baru dan produk biologi, termasuk Produk Biologi Sejenis (PBS) / Similar Biotherapeutic Product (SBP). Kategori 2 : Registrasi obat copy. Kategori 3 : Registrasi sediaan lain yang mengandung obat. b. Registrasi Variasi Kategori 4 : Registrasi variasi major (VaMa) Kategori 5 : Registrasi variasi minor yang memerlukan persetujuan (VaMi-B) Kategori 6 : Registrasi variasi minor dengan notifikasi (VaMi-A). c. Registrasi Ulang Kategori 7 : Registrasi Ulang. b. Registrasi Variasi Kategori 6 : Registrasi obat copy yang sudah mendapat izin edar dengan perubahan yang sudah pernah disetujui di Indonesia. Kategori 7 : Registrasi obat yang sudah mendapat izin edar dengan perubahan klaim penandaan yang mempengaruhi keamanan. Kategori 8 : Registrasi obat yang sudah mendapat izin edar dengan Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 46 perubahan zat tambahan / metode analisa / zat tambahan atau tempat produksi. Kategori 9 : Registrasi obat yang sudah mendapat izin edar dengan perubahan atau penambahan jenis kemasan. Kategori 10 : Registrasi obat yang sudah mendapat izin edar dengan perubahan klaim penandaan yang tidak emmpengaruhi mutu / desain kemasan / perubahan nama pabrik atau pemberi lisensi / perubahan importir /penambahan besar kemasan / perubahan nama dagang tanpa perubahan formula dan kemasan. a. Pendaftaran yang melalui jalur pra registrasi adalah obat-obat yang belum pernah didaftarkan sebelumnya baik obat baru maupun obat copy. b. Registrasi variasi tidak perlu melalui tahapan pra registrasi. 3. Jalur Pra Registrasi 4. Registrasi Variasi Belum dikelompokkan menjadi Variasi Major dan Variasi Minor. Bolar provision Tidak terdapat ketentuan yang memperbolehkan registrasi obat yang masih dilindungi paten. 5. Registrasi Baru jalur I : 100 HK Registrasi Baru jalur II : 150 HK Registrasi Baru jalur III a. Untuk obat jadi baru : 300 HK b. Untuk obat copy dengan STINEL & obat khusus ekspor : 80 HK 6. Jalur Evaluasi Registrasi Variasi Ketegori 6, 7, 8, 9 : 80 HK. Registrasi Variasi Kategori 10 dengan penandaan mutakhir : 40 HK. a. Obat baru dan copy yang belum pernah didaftarkan sebelumnya harus melalui tahapan pra registrasi. b. Registrasi variasi yang termasuk dalam variasi major harus melewati tahapan pra registrasi. Registrasi Variasi dikelompokkan menjadi Variasi Major, Variasi Minor yang memerlukan persetujuan, dan Variasi Minor dengan notifikasi. Terdapat ketentuan yang mengizinkan registrasi obat masih dilindungi paten (Bagian kesembilan Pasal 21). Jalur 40 HK : Reg. Variasi yang memerlukan persetujuan & registrasi obat khusus ekspor. Jalur 100 HK sama seperti peraturan th. 2003 dengan tambahan : a. Registrasi obat baru yang telah mengalami proses obat pengembangan baru / institusi riset di Indonesia & seluruh tahapan uji kliniknya dilakukan di Indonesia. b. Registrasi Baru obat copy esensial generik. c.Registrasi Baru obat copy dengan STINEL atau Registrasi Variasi major indikasi / posologi baru yang ditujukan untuk obat life saving, penyakit serius/langka, obat untuk program kesehatan masyarakat Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 47 juga obat baru yang pengembangannya dilakukan di Indonesia. d. Registrasi Variasi major selain yang disebut sebelumnya. Jalur 150 HK : sama seperti ketentuan tahun 2003. Jalur 300 HK : obat jadi baru ditambah registrasi variasi major dengan indikasi baru / posologi baru. 4.3. Registrasi Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar, dan Fitofarmaka Registrasi obat tradisional (OT), obat herbal terstandar (OHT), dan fitofarmaka dilakukan untuk memperoleh nomor izin edar (NIE) sebagai syarat agar produk tersebut dapat beredar di wilayah Indonesia. Dengan adanya NIE menunjukkan bahwa produk tersebut telah memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatannya. Di Indonesia, evaluasi dokumen registrasi dilakukan oleh BPOM selaku pihak regulator. Untuk produk OT, OHT, dan fitofarmaka, BPOM sebagai pihak regulator mempersyaratkan beberapa kriteria yang harus dipenuhi, seperti harus menggunakan bahan berkhasiat dan bahan tambahan yang memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan/khasiat; obat dibuat sesuai dengan ketentuan tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) yang berlaku, dan penandaan berisi informasi lengkap dan obyektif yang dapat menjamin penggunaan OT, OHT, dan fitofarmaka yang tepat, rasional dan aman sesuai dengan hasil evaluasi dalam rangka pendaftaran. Dalam melakukan pendaftaran OT, OHT, dan fitofarmaka dikategorikan menjadi pendaftaran baru dan pendaftaran variasi. Pada pelaksanaan pendaftaran baru dibagi ke dalam 8 kategori, sedangkan untuk pendaftaran variasi dibagi ke dalam 3 kategori. Pendaftaran OT, OHT, dan fitofarmaka dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap pra penilaian dan tahap penilaian. Pra penilaian merupakan tahap pemeriksaan kelengkapan, keabsahan dokumen, dan dilakukan penentuan kategori pendaftaran (baru atau variasi). Penilaian merupakan proses evaluasi terhadap dokumen dan data pendukung. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 48 Pendaftaran dilakukan dengan menyerahkan berkas pendaftaran yang terdiri dari formulir pendaftaran dan dokumen pendukung berupa dokumen mutu dan teknologi, rancangan kemasan dan brosur yang mencantumkan informasi mengenai OT, OHT, dan fitofarmaka, serta dokumen yang mendukung klaim indikasi sesuai jenis dan tingkat pembuktian. Produk OHT dan fitofarmaka harus disertai dengan dokumen pendukung klaim, sehingga dokumen untuk produk tersebut harus dilengkapi dengan dokumen pra klinik untuk produk OHT dan dokumen klinik untuk produk fitofarmaka. 4.4. Registrasi Suplemen Makanan Sama seperti proses registrasi produk yang lainnya, proses registrasi yang dilakukan untuk suplemen makanan dimaksudkan untuk memperoleh nomor izin edar (NIE) sebagai syarat mutlak agar produk tersebut dapat dipasarkan di wilayah Indonesia. Produk yang telah melalui proses registrasi menunjukkan bahwa produk tersebut telah memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatannya. Suplemen makanan yang akan diedarkan harus memiliki beberapa kriteria, antara lain harus menggunakan bahan yang memenuhi standar mutu dan persyaratan keamanan, serta standar dan persyaratan lain yang ditetapkan; kemanfaatan suplemen makanan yang disesuaikan dengan jumlah dan komposisi bahan yang dikandung; bahan yang berasal dari tumbuhan/hewan/mikroorganisme non patogen yang digunakan dalam bentuk kombinasi harus memiliki kesesuaian khasiat yang didukung dengan data pembuktian. Pengajuan pendaftaran untuk suplemen makanan dikategorikan menjadi pendaftaran baru dan pendaftaran variasi. Pendaftaran baru dimaksudkan untuk melakukan pendaftaran produk suplemen makanan yang belum terdaftar di Indonesia sebelumnya. Sedangkan, pendaftaran variasi dimaksudkan untuk pendaftaran produk yang telah terdaftar sebelumnya namun terjadi beberapa perubahan dari produk tersebut. Pelaksanaan pendaftaran baru dibagi ke dalam tiga kategori, sedangkan untuk pendaftaran variasi juga dibagi ke dalam 3 kategori. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 49 Pendaftaran untuk suplemen makanan dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap pra penilaian dan tahap penilaian. Pra penilaian adalah tahap dimana dilakukan pemeriksaan kelengkapan dan keabsahan dokumen, serta untuk menentukan kategori pendaftaran. Sedangkan, tahap penilaian merupakan proses evaluasi terhadap dokumen dan data pendukung. Suplemen makanan mempunyai nilai gizi dan/atau efek fisiologis terhadap tubuh. Oleh karena itu, klaim untuk produk suplemen makanan dikategorikan menjadi dua, yaitu klaim medium dan klaim umum. Pada klaim medium harus didukung oleh data penelitian mengenai zat yang diklaim, memiliki jurnal dan dokumen pendukung, dan harus ada produk sejenis yang telah beredar. Sedangkan, klaim umum harus didukung studi deskriptif dan seri kasus. 4.5. Registrasi Pangan Setiap pangan olahan yang akan dipasarkan di wilayah Indonesia wajib memiliki surat persetujuan pendaftaran yang dikeluarkan oleh BPOM. Pangan olahan tersebut harus memenuhi kriteria, antara lain keamanan; pemenuhan persyaratan mutu sesuai standar dan persyaratan yang berlaku, serta cara produksi pangan yang baik atau cara distribusi pangan yang baik; gizi yang sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan; dan harus memenuhi persyaratan label. Pada pendaftaran produk pangan olahan dibagi menjadi tiga kategori, yaitu (1) makanan yang tidak berklaim, dapat dikonsumsi kapan saja, dan tidak ada efek bagi tubuh; (2) produk pangan khusus atau pangan fungsional yang memiliki klaim tertentu dan terdapat kandungan gizinya; dan (3) produk pangan tertentu, seperti bubur atau susu bayi dan pangan untuk diet khusus. Pendaftaran untuk produk pangan yang dilakukan dapat berupa pendaftaran umum baru, pendaftaran umum ulang, pendaftaran pelayanan cepat ulang, dan perubahan data produk pangan. Pada pendaftaran untuk produk pangan yang termasuk dalam kategori 1 terdapat sistem yang disebut sebagai One Day Service (ODS). Sistem ini diberlakukan karena produk pangan yang didaftarkan merupakan produk pangan yang tergolong low risk dan tidak berklaim sehingga waktu evaluasinya pun tergolong singkat, yaitu hanya selama tujuh hari. Selain itu, pada kategori 1 juga Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 50 mulai disosialisasikan sistem pendaftaran baru, yaitu dengan sistem online (elektronik). Pada produk pangan, terdapat prosedur analisis bahan baku/produk jadi yang sedikit berbeda dengan produk yang lainnya. Jika produk lain pada umumnya analisis bahan baku/produk jadi dapat dilakukan di laboratorium sendiri (laboratorium internal pabrik), maka produk pangan sekarang harus dilakukan analisis bahan baku di laboratorium luar pabrik yang telah terakreditasi, seperti laboratorium milik pemerintah ataupun laboratorium milik swasta yang telah terakreditasi. 4.6. Notifikasi Kosmetika Kosmetika yang akan diedarkan di wilayah Indonesia harus dilakukan notifikasi kepada Kepala BPOM, kecuali untuk kosmetika yang digunakan untuk pameran dalam jumlah terbatas dan tidak diperjualbelikan. Sistem notifikasi ini mulai diberlakukan pada tanggal 1 Januari 2011 di Indonesia. Notifikasi berlaku untuk jangka waktu selama tiga tahun. Tujuan diberlakukannya sistem notifikasi adalah untuk meningkatkan kerja sama antar negara anggota dalam memastikan keamanan, kualitas, dan mengklaim manfaat dari semua produk kosmetika yang dipasarkan di ASEAN; dan untuk menghapuskan pembatasan perdagangan kosmetika antara negara anggota melalui harmonisasi persyaratan teknis, Mutual Recognition of Product Registration Approvals, dan adopsi dari The ASEAN Cosmetic Directive. Berikut ini adalah tabel perbedaan antara sistem yang dilakukan sebelum notifikasi (registrasi) dan setelah notifikasi kosmetika : Tabel 4.2. Perbedaan antara sistem registrasi dan notifikasi kosmetika No 1. Registrasi Kosmetika Pengawasan dilakukan sebelum dan setelah produk kosmetika beredar (pre market approval and post market surveillance) oleh BPOM. 2. Evaluasi dilakukan oleh BPOM. 3. BPOM juga bertanggung jawab terhadap Notifikasi Kosmetika Pengawasan dilakukan setelah produk kosmetika beredar (post market surveillance) berupa sampling dan pengujian mutu dan keamanan dari BPOM. Evaluasi dilakukan oleh produsen atau importir. Notifikasi hanya sebagai penapisan bahan baku. Pelaku usaha bertanggung jawab penuh Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 51 4. 5. 6. 7. keamanan, mutu, dan klaim manfaat kosmetika. Mengikuti persyaratan yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Proses untuk memperoleh izin edar lebih lama. Menerapkan sistem tatap muka langsung. terhadap keamanan, mutu, dan klaim manfaat kosmetika. Mengikuti persyaratan yang telah terharmonisasi di ASEAN, yaitu ASEAN Cosmetic Directive (ACD). Proses untuk memperoleh izin edar lebih cepat karena tidak ada evaluasi pre market. Menerapkan sistem online Izin edar berlaku 5 tahun selama masih memenuhi ketentuan yang berlaku. Izin edar berlaku 3 tahun selama tidak ada perubahan 4.7. Registrasi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Alat kesehatan (Alkes) dan perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) juga perlu dilakukan proses registrasi sebelum dipasarkan di wilayah Indonesia. Hal tersebut dikarenakan penggunaan alkes dan PKRT yang berhubungan dengan kesehatan sehingga perlu ada perlindungan bagi penggunanya sehingga pengguna tersebut tidak merasa dirugikan dan dapat terhindar dari produk alkes dan PKRT yang berbahaya yang justru dapat membahayakan kesehatannya. Registrasi alkes dan PKRT dibagi menjadi lima kategori, yaitu (1) non elektromedik steril, seperti syringe dan needle; (2) non elektromedik non steril, seperti sikat gigi dan dental flosh; (3) diagnostik kit, seperti tes kehamilan; (4) elektromedik, seperti alat tes glukosa darah; dan (5) radioterapi dan elektromedik, seperti alat x-ray. Selain itu, juga dibagi berdasarkan risiko yang ditimbulkannya, yaitu Kelas I (low risk), seperti sikat gigi; Kelas II (medium risk), seperti needle dan kateter; dan Kelas III (high risk), seperti implant untuk Keluarga Berencana (KB) dan ring untuk jantung. Pada pelaksanaan proses registrasi alkes dan PKRT dibagi ke dalam dua jalur, yaitu lokal dan impor. Untuk industri pembuat alkes dan PKRT harus memiliki izin industri alat kesehatan dan sertifikat produksi saat akan mendaftarkan produknya. Sedangkan, untuk penyalur alkes harus memiliki izin penyalur alat kesehatan (IPAK) dan penyalur tersebut harus memiliki sarana yang memadai untuk melakukan penyimpanan dari masing-masing kategori alkes. Evaluasi dan penilaian data untuk alkes dan PKRT dilaksanakan oleh tim penilai alat kesehatan. Untuk alat kesehatan dengan teknologi baru atau canggih, evaluasi dilakukan oleh tim ahli di bidangnya. Selama masa izin edar, pemerintah Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 52 melakukan pengawasan terhadap alkes/PKRT yang beredar untuk memastikan kesesuaian mutu, keamanan, dan kemanfaatan dari alkes/PKRT yang beredar. Pengawasan dapat berupa audit terhadap informasi teknis dan klinik, pemeriksaan terhadap sarana produksi dan distribusi, sampling dan pengujian, serta pengawasan penandaan dan iklan. 4.8. Dokumen Pra Registrasi dan ASEAN Common Technical Dossier Proses registrasi obat untuk memperoleh izin edar terdiri dari 2 tahap, yaitu tahap pra registrasi dan registrasi, dimana keduanya memiliki sistematika yang berbeda pada penyusunan dokumen registrasinya. Pada tahap pra registrasi dokumen yang diserahkan lebih sederhana dan singkat, sedangkan pada tahap registrasi harus mengikuti ACTD dan berisi hal-hal yang lebih rinci dan lengkap. Format ACTD yang digunakan saat menyusun dossier dibagi menjadi 4 bagian, yaitu dokumen administratif, dokumen mutu, dokumen non klinik, dan dokumen klinik. Dokumen administratif berisi data administratif pendaftar dan rangkuman mengenai produk yang didaftarkan, sedangkan dokumen mutu berisi data mengenai kualitas obat secara rinci. Dokumen non klinik dan dokumen klinik disertakan apabila obat yang diregistrasikan merupakan obat baru, baik obat penemuan baru maupun obat impor yang belum pernah diregistrasikan di Indonesia termasuk produk biologi sejenis seperti vaksin dan imunosera. Kelengkapan isi dari dokumen registrasi yang diserahkan berbeda antara dokumen pada tahap pra registrasi dan pada tahap registrasi. Pada tahap pra registrasi dokumen berisi data pendaftar, ringkasan dan spesifikasi produk yang diregistrasikan, dan protokol proses, metode, dan stabilitas yang dilakukan dalam pembuatan dan pengujian produk. Sedangkan pada tahap registrasi, dokumen terdiri dari dokumen yang dilampirkan pada tahap pra registrasi dan disertai laporan dari proses, metode, dan stabilitas yang telah dilakukan, serta dibuat dokumen berdasarkan format ACTD. Penyusunan ACTD ini harus teliti dan konsisten dari awal hingga akhir. Hal tersebut dikarenakan dokumen ini menjelaskan seluruh tahapan proses pembuatan obat dan konsistensi yang diterapkan akan memudahkan evaluator untuk memeriksa dokumen dan menunjukkan kebenaran data produk yang diregistrasikan. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu : 1. Di industri farmasi khususnya di bagian Regulatory Affairs, Apoteker memiliki peranan, yaitu meregistrasikan setiap produk yang akan diedarkan di wilayah Indonesia sebagai jaminan bahwa setiap produk yang akan dipasarkan tersebut memiliki kualitas, keamanan, efektivitas, dan kemanfaatan sehingga masyarakat dapat terhindar dari produk yang berbahaya. Selain itu, harus dapat menjadi penghubung antara pihak industri dengan pihak regulator, yaitu BPOM dan KemenKes RI. 2. Peredaran obat; obat tradisional, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka; pangan; suplemen makanan; alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; dan kosmetika yang akan diedarkan di Indonesia harus dilakukan pengawasan. Pengawasan ini dilakukan melalui proses registrasi dan proses notifikasi untuk kosmetika guna mendapatkan izin edar sebelum produk tersebut diedarkan di Indonesia. Proses registrasi untuk memperoleh izin edar terdiri dari 2 tahap, yaitu tahap pra registrasi dan registrasi untuk produk obat dan tahap pra penilaian dan penilaian untuk produk selain obat, dengan melampirkan dokumen persyaratan yang akan dievaluasi oleh BPOM atau KemenKes RI selaku pihak regulator. 3. Pihak yang bertanggung jawab melakukan registrasi produk adalah Apoteker yang bekerja di bagian Regulatory Affairs. Regulatory Affairs Officer (RA Officer) bertanggung jawab untuk menyiapkan dan menyusun seluruh dokumen sesuai yang dipersyaratkan. Oleh karena itu, seorang RA Officer harus mampu berkomunikasi dengan baik, memiliki ketelitian, keuletan, juga sifat tanggung jawab dan mampu bekerja sama dengan pihak-pihak yang terkait dengan pekerjaannya. Selain itu, RA Officer juga harus mencari tahu 53 Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 54 dan paham setiap regulasi baru yang akan berlaku dan regulasi yang telah berlaku di Indonesia. 5.2. Saran 1. Pembagian peranan dan fungsi dalam Corporate Regulatory Affairs PT. Kalbe Farma, Tbk. sudah cukup jelas sesuai tanggung jawab masing-masing level Officer. Namun, ada baiknya peranan dan fungsi ini juga disesuaikan antara Officer yang menangani produk obat Kalbe dengan Officer yang menangani produk non obat Kalbe dan produk obat selain Kalbe. 2. Kerja sama antara Officer yang menangani produk non obat Kalbe dan produk obat selain Kalbe dan Officer yang menangani produk obat Kalbe sudah cukup baik. Namun, peningkatan kerja sama tetap perlu dilakukan untuk mencapai hasil yang lebih optimal di masa depan. 3. Regulasi yang dibuat oleh BPOM dan Kementerian Kesehatan mengenai evaluasi obat; obat tradisional, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka; pangan; suplemen makanan; alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; dan kosmetika sudah memenuhi kaidah kefarmasian. Oleh karena itu dalam mendaftarkan produk, pihak Regulatory Affairs harus menyiapkan data yang sebenar-benarnya mengenai mutu, keamanan, dan efikasi produknya agar proses evaluasi berjalan dengan baik dan masyarakat benar-benar memperoleh produk terbaik. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 DAFTAR ACUAN Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2011a). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.23.10.11.08481 Tahun 2011 tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat. Jakarta : Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2011b). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.5.12.11.09955 Tahun 2011 tentang Pendaftaran Pangan Olahan. Jakarta : Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2011c). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.5.12.11.09956 Tahun 2011 tentang Tata Laksana Pendaftaran Pangan Olahan. Jakarta : Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2010). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.23.12.10.11983 Tahun 2010 tentang Kriteria dan Tata Cara Pengajuan Notifikasi Kosmetika. Jakarta : Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2005a). Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.00.05.23.3644 tentang Ketentuan Pokok Pengawasan Suplemen Makanan. Jakarta : Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2005b). Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.00.05.41.1381 tentang Tata Laksana Pendaftaran Suplemen Makanan. Jakarta : Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 55 Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 56 Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2005c). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.00.05.41.1384 tentang Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandard, dan Fitofarmaka. Jakarta : Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2003). Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.3.1950 tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat. Jakarta : Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. PT. Kalbe Farma, Tbk. (2010). Laporan Tahunan PT. Kalbe Farma, Tbk. Jakarta : PT. Kalbe Farma, Tbk. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2010a). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1176/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Notifikasi Kosmetika. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2010b). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1189/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2010c). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1190/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Izin Edar Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2010d). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1191/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Penyaluran Alat Kesehatan. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 57 Lampiran 1 Struktur Organisasi PT. Kalbe Farma, Tbk. [Sumber : PT. Kalbe Farma, Tbk., 2010] Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 58 Lampiran 2 Struktur Kepemilikan Perseroan dan Anak Perusahaan PT. Kalbe Farma, Tbk. [Sumber : PT. Kalbe Farma, Tbk., 2010] Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 59 Lampiran 3 Isi Dokumen Pra Registrasi/Registrasi Bagian I Sub Bagian A Sub Bagian B Dokumen Administratif dan Informasi Produk Daftar Isi Keseluruhan Dokumen Administratif 1. Surat Pengantar 2. Formulir Registrasi 3. Pernyataan Pendaftar 4. Sertifikat dan Dokumen Administratif Lain 4.1 Obat Produksi Dalam Negeri 4.1.1 Izin industri farmasi 4.1.2 Sertifikat CPOB yang masih berlaku untuk bentuk sediaan yang didaftarkan 4.1.3 Data insperksi terakhir dan perubahan terkait paling lama dua tahun yang dikeluarkan oleh BPOM 4.2 Obat Produksi Dalam Negeri berdasarkan Lisensi 4.2.1 Izin industri farmasi atau dokumen penunjang dengan bukti yang cukup untuk badan atau institusi riset sebagai pemberi lisensi 4.2.2 Izin industri farmasi sebagai penerima lisensi 4.2.3 Sertifikat CPOB industri farmasi penerima lisensi yang masih berlaku untuk bentuk sediaan yang didaftarkan 4.2.4 Perjanjian lisensi 4.3 Obat Produksi Dalam Negeri berdasarkan Kontrak 4.3.1 Izin industri farmasi pendaftar/pemberi kontrak 4.3.2 Izin industri farmasi sebagai penerima kontrak 4.3.2 Sertifikat CPOB industri farmasi pendaftar atau pemberi kontrak yang masih berlaku 4.3.3 Perjanjian kontrak 4.4 Obat Khusus Ekspor 4.4.1 Izin industri farmasi 4.4.2 Sertifikat CPOB pendaftar 4.4.3 Sertifikat CPOB atau dokumen lain yang setara dari produsen sesuai bentuk sediaan yang didaftarkan (untuk obat impor khusus ekspor) 4.5 Obat Impor 4.5.1 Izin industri farmasi produsen dan pendaftar 4.5.2 Surat penunjukkan dari industri farmasi atau pemilik produk di luar negeri 4.5.3 Certificate of Pharmaceutical Product (CPP) atau Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 60 Sub Bagian C Bagian II Sub Bagian A Sub Bagian B dokumen lain yang setara dari negara produsen dan/atau negara dimana diterbitkan sertifikat kelulusan bets 4.5.4 Sertifikat CPOB yang masih berlaku dari produsen untuk bentuk sediaan yang didaftarkan atau dokumen lain yang setara (termasuk sertifikat CPOB produsen zat aktif untuk produk biologi) 4.5.5 Data inspeksi CPOB terakhir dan perubahan terkait paling lama dua tahun yang dikeluarkan oleh otoritas pengawas obat setempat dan/atau otoritas pengawas obat negara lain 4.5.6 Justifikasi impor 4.5.7 Bukti perimbangan kegiatan ekspor dan impor (jika perlu) 5. Hasil Pra-Registrasi 6. Kuitansi/Bukti Pembayaran 7. Dokumen Lain Informasi Produk dan Penandaan 1. Informasi Produk 2. Penandaan pada kemasan Dokumen Mutu Ringkasan Dokumen Mutu (RDM) Dokumen Mutu S Zat Aktif S1 Informasi Umum S1.1 Tata Nama S1.2 Rumus Kimia S1.3 Sifat-sifat umum S2 Proses Produksi dan Sumber Zat Aktif S2.1 Produsen S2.2 Uraian dan Kontrol Proses Pembuatan S2.3 Kontrol terhadap Bahan S2.4 Kontrol terhadap Tahapan Kritis dan Senyawa Antara S2.5 Validasi proses dan/atau Evaluasi S2.6 Pengembangan Proses Pembuatan S3 Karakterisasi S3.1 Elusidasi dan Struktur Karakterisasi S3.2 Bahan Pengotor S4 Spesifikasi dan Metode Pengujian Zat Aktif S4.1 Spesifikasi Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 61 S4.2 Prosedur Analisis S4.3 Validasi Prosedur Analisis S4.4 Analisis Bets S4.5 Justifikasi Spesifikasi S5 Baku Pembanding S6 Spesifikasi dan Pengujian Kemasan S7 Stabilitas P Obat Jadi P1 Pemerian dan Formula P2 Pengembangan Produk P2.1 Informasi dan Studi Pengembangan P2.2 Komponen Obat P2.2.1 Zat Aktif P2.2.2 Zat Tambahan P2.3 Obat P2.3.1 Pengembangan Formula P2.3.2 Overages P2.3.3 Sifat Fisikokimia dan biologi P2.4 Pengembangan Proses Pembuatan P2.5 Sistem Kemasan P2.6 Atribut Mikrobiologi P2.7 Kompatibilitas P3 Prosedur Pembuatan P3.1 Formula Bets P3.2 Proses Pembuatan dan Kontrol Proses P3.3 Kontrol terhadap Tahapan Kritis dan Produk Antara P3.4 Validasi Proses dan/atau Laporan P4 Spesifikasi dan Metode Pengujian Zat Tambahan P4.1 Spesifikasi P4.2 Prosedur Analisis P4.3 Zat Tambahan yang Bersumber dari Hewan dan/atau Manusia P4.4 Zat Tambahan Baru P5 Spesifikasi dan Metode Pengujian Obat P5.1 Spesifikasi P5.2 Prosedur Analisis P5.3 Laporan validasi Metode Analisis P5.4 Analisis Bets P5.5 Karakterisasi Zat Pengotor P5.6 Justifikasi Spesifikasi P6 Baku Pembanding P7 Spesifikasi dan Metode Pengujian Kemasan Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 62 Sub Bagian C P8 Stabilitas P9 Bukti Ekivalensi (bila perlu) Daftar Pustaka Bagian III Sub Bagian A Sub Bagian B Sub Bagian C Sub Bagian D Dokumen Nonklinik Tinjauan Studi Nonklinik Ringkasan dan Matriks Studi Nonklinik Laporan Studi Nonklinik Daftar Pustaka Bagian IV Sub Bagian A Sub Bagian B Sub Bagian C Sub Bagian D Sub Bagian E Dokumen Klinik Tinjauan Studi Klinik Ringkasan Studi Klinik Matriks Studi Klinik Laporan Studi Klinik Daftar Pustaka [Sumber : Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2011a] Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 Tahap Pra Registrasi Lampiran 4 Alur Registrasi 63 Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 Tahap Penyerahan Berkas Registrasi Lanjutan Lampiran 4 64 Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 Lampiran 5 Alur Registrasi dan Evaluasi Obat 65 Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 Lampiran 6 Kelengkapan Dokumen Registrasi Baru 66 Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 Lanjutan Lampiran 6 67 Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 Lanjutan Lampiran 6 68 Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 [Sumber : Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2011a] Kategori 3 : registrasi sediaan lain yang mengandung obat Kategori 2 : Registrasi obat copy, meliputi : 2.1 Registrasi obat copy yang memerlukan uji klinik 2.2 Registrasi obat copy yang tidak memerlukan uji klinik Kategori 1 : Registrasi obat baru dan produk biologi, termasuk produk biologi sejenis (PBS) / Similar Biotherapeutic Product (SBP), meliputi : 1.1 Registrasi obat baru dengan zat aktif baru, atau produk biologi 1.2 Registrasi obat baru atau produk biologi dengan kombinasi baru 1.3 Registrasi obat baru atau produk biologi dengan bentuk sediaan baru atau kekuatan baru 1.4 Registrasi obat baru atau produk biologi dengan rute pemberian baru 1.5 Registrasi produk biologi sejenis (PBS) / Similar Biotherapeutic Product (SBP) Keterangan : Lanjutan Lampiran 6 69 Registrasi Variasi Major (VaMa) Lampiran 7 Jenis Perubahan, Persyaratan, dan Kelengkapan Dokumen Registrasi Variasi 70 Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 Lanjutan Lampiran 7 71 Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 Lanjutan Lampiran 7 72 Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 Lanjutan Lampiran 7 73 Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 Lanjutan Lampiran 7 74 Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 Lanjutan Lampiran 7 75 Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 Lanjutan Lampiran 7 76 Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 Lanjutan Lampiran 7 77 Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 Lanjutan Lampiran 7 78 Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 Lanjutan Lampiran 7 79 Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 Lanjutan Lampiran 7 80 Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 Lanjutan Lampiran 7 81 Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 Lanjutan Lampiran 7 82 Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 Lanjutan Lampiran 7 83 Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 Registrasi Variasi Minor yang Memerlukan Persetujuan (VaMi-B) Lanjutan Lampiran 7 84 Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 Lanjutan Lampiran 7 85 Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 Lanjutan Lampiran 7 86 Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 Lanjutan Lampiran 7 87 Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 Lanjutan Lampiran 7 88 Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 Lanjutan Lampiran 7 89 Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 Lampiran Registrasi Variasi Minor dengan Notifikasi (VaMi-A) Lanjutan Lampiran 7 90 Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 Lanjutan Lampiran 7 91 Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 Lanjutan Lampiran 7 92 Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 Lanjutan Lampiran 7 93 Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 Lanjutan Lampiran 7 94 Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 Lanjutan Lampiran 7 95 Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 Lanjutan Lampiran 7 96 Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 Lanjutan Lampiran 7 97 Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 [Sumber: Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2011a] Lanjutan Lampiran 7 98 Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 Lampiran 8 Persyaratan Registrasi Alat Kesehatan 99 Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 100 Lampiran 9 Persyaratan Registrasi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER PT. KALBE FARMA, Tbk. PERIODE 1 FEBRUARI – 30 MARET 2012 PERBANDINGAN REGULASI REGISTRASI NUTRASETIKA DI INDONESIA, ASEAN, AMERIKA SERIKAT, DAN UNI EROPA CYNTHYA ESRA WIHELMINA, S.Farm. 1106046774 ANGKATAN LXXIV FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER – DEPARTEMEN FARMASI DEPOK JUNI 2012 Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... iii DAFTAR TABEL ............................................................................................. iv DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... v BAB 1 PENDAHULUAN................................................................... .............. 1 1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1 1.2 Tujuan ............................................................................................ 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 4 2.1 Nutrasetika ..................................................................................... 4 2.2 Regulasi Registrasi Suplemen Makanan di Indonesia ................... 5 2.3 Regulasi Registrasi Suplemen Kesehatan di ASEAN .................... 13 2.4 Regulasi Registrasi Suplemen Makanan di Amerika Serikat ........ 18 2.5 Regulasi Registrasi Nutrasetika di Uni Eropa. ............................... 21 BAB 3 PEMBAHASAN ................................................................................... 25 BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 34 4.1 Kesimpulan ................................................................................... 34 4.2 Saran .............................................................................................. 35 DAFTAR ACUAN............................................................................................. 37 ii Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Nutrasetika Menempati Posisi di antara Makanan dan Obat ...... 4 Gambar 2.2. Alur Prosedur Pendaftaran Suplemen Makanan ......................... 11 iii Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 DAFTAR TABEL Tabel 3.1. Perbandingan Regulasi Registrasi Nutrasetika di Indonesia, ASEAN, Amerika Serikat, dan Uni Eropa .................................. 31 iv Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Berkas persyaratan pendaftaran baru suplemen makanan di Indonesia ..................................................................................... 39 Lampiran 2. Formulir pendaftaran variasi suplemen makanan di Indonesia... 42 Lampiran 3. Kelengkapan persyaratan pendaftaran variasi suplemen makanan di Indonesia ................................................................................. 43 Lampiran 4. Informasi minimal yang dicantumkan pada rancangan kemasan saat pendaftaran suplemen makanan di Indonesia ...................... 44 Lampiran 5. Dokumen administratif pendaftaran suplemen makanan di Indonesia ..................................................................................... 45 Lampiran 6. Dokumen pendukung pendaftaran suplemen makanan di Indonesia ..................................................................................... 46 Lampiran 7. Perbandingan bahan, fungsi, bentuk sediaan suplemen kesehatan di ASEAN................................................................... 47 Lampiran 8. Perbandingan tata cara pendaftaran suplemen kesehatan di ASEAN ....................................................................................... 48 Lampiran 9. Parameter khusus penandaan suplemen kesehatan di ASEAN ... 53 Lampiran 10. Contoh penandaan “Fakta Suplemen” di Amerika Serikat ......... 54 v Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kualitas hidup manusia telah meningkat dengan adanya pembangunan ekonomi. Akan tetapi, dengan adanya peningkatan tersebut berdampak pada gaya hidup seseorang, terutama pada makanan yang dikonsumsi salah satunya adalah dalam hal mengonsumsi junk food. Konsumsi junk food yang berlebihan dapat menyebabkan sejumlah penyakit yang berhubungan dengan kekurangan nutrisi. Namun, sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya pemeliharaan kesehatan, maka banyak upaya yang dilakukan oleh masyarakat untuk tujuan tersebut. Penggunaan nutrasetika (seringkali juga disebut dengan suplemen makanan atau suplemen kesehatan) untuk tujuan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan risiko terhadap timbulnya penyakit semakin banyak di masyarakat (Direktorat Penilaian Obat Tradisional, Suplemen Makanan, dan Kosmetik, 2004). Dengan penggunaan nutrasetika tersebut diharapkan dapat memenuhi asupan nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh sehingga kondisi kekurangan nutrisi dapat dikontrol. Selama beberapa tahun terakhir, pengunaan nutrasetika telah berkembang secara global. Hal ini tidak hanya terjadi di negara-negara berkembang, tetapi juga di negara-negara dimana obat-obatan konvensional sudah lebih dominan digunakan untuk perawatan kesehatan (ASEAN Member Countries, 2006). Akan tetapi, banyaknya masyarakat yang menggunakan nutrasetika berakibat pada semakin banyaknya jumlah nutrasetika, baik produk impor maupun produk dalam negeri, yang beredar di masyarakat. Di samping itu, banyak promosi produk yang berlebihan bahkan sering tidak sesuai dengan tujuan penggunaan nutrasetika, sehingga kemungkinan dapat menimbulkan hal-hal yang merugikan bagi masyarakat. Semakin banyak masyarakat yang beralih untuk menggunakan nutrasetika, maka keamanan, kemanfaatan, dan pengendalian mutu harus menjadi perhatian 1 Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 2 utama, khususnya bagi pemerintah sebagai pengawas dan masyarakat sendiri sebagai penggunanya. Selain menjamin mutu, keamanan, dan kemanfaatan produk yang beredar, penyebaran informasi juga merupakan hal yang penting untuk dilakukan pengawasan. Dengan adanya informasi yang benar mengenai setiap produk yang beredar maka penggunaan berlebihan atau tidak tepat dari nutrasetika dapat dihindari (Direktorat Penilaian Obat Tradisional, Suplemen Makanan, dan Kosmetik, 2004). Untuk itu, perlu ada regulasi untuk mengatur peredaran nutrasetika di masyarakat agar masyarakat dapat terlindung dari nutrasetika yang berbahaya dan justru akan menimbulkan kejadian atau efek yang tidak diinginkan sehubungan dengan penggunaan nutrasetika. Regulasi ini seharusnya dibuat oleh pemerintah sebagai pihak yang berwenang untuk melakukan pengawasan terhadap setiap produk yang beredar. Di Indonesia, regulasi untuk mengatur setiap produk nutrasetika yang beredar, baik produk impor maupun produk dalam negeri, dilakukan melalui proses registrasi. Oleh karena itu, sebelum produk nutrasetika dapat beredar di Indonesia harus melakukan proses registrasi terlebih dulu. Dengan adanya proses registrasi, diharapkan penggunaan nutrasetika yang efektif, tepat, aman, dan rasional dalam upaya pemeliharaan kesehatan dan mencegah risiko timbulnya penyakit dapat tercapai. Sebagai bagian dari masyarakat global dan karena semakin banyaknya produk nutrasetika impor yang mengusai pasar di Indonesia, maka sebagai masyarakat, kita juga perlu waspada dan hati-hati terhadap produk-produk yang beredar tersebut. Untuk itu, diharapkan masyarakat dapat mengetahui bagaimana regulasi produk nutrasetika tersebut di negara atau wilayah asalnya. Dalam rangka untuk mengetahui dan membandingkan regulasi produk nutrasetika di Indonesia dan terhadap wilayah atau negara lain, khususnya di wilayah ASEAN dan Eropa, serta di negara Amerika Serikat, maka dibutuhkan informasi dan pengetahuan yang lebih mengenai regulasi tersebut. Berbagai aspek yang perlu diperhatikan, antara lain dalam hal penetapan standar dan persyaratan kemanfaatan, keamanan, mutu, dan penandaan produk; pemberian izin edar produk; pemantauan, baik peredaran maupun promosi produk, di masyarakat; Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 3 pemantauan efek yang tidak diinginkan dari penggunaan produk; pemberian sanksi apabila terdapat pelanggaran yang dilakukan; dan lain sebagainya. 1.2. Tujuan Penyusunan laporan tugas khusus Praktek Kerja Profesi Apoteker ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui regulasi registrasi nutrasetika di Indonesia, ASEAN, Amerika Serikat, dan Uni Eropa. 2. Membandingkan regulasi registrasi nutrasetika di Indonesia, ASEAN, Amerika Serikat, dan Uni Eropa. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nutrasetika Nutrasetika merupakan istilah yang terdiri dari kata nutrisi dan farmasetika yang dibuat untuk menjelaskan senyawa yang memiliki efek fisiologis pada tubuh manusia, seperti vitamin dan mineral (Gulati & Ottaway, 2006). Penggunaan istilah untuk penyebutan nutrasetika di beberapa negera berbeda-beda. Terdapat wilayah atau negara yang menyebutnya sebagai nutrasetika, ada pula yang menyebutnya dengan suplemen kesehatan, namun tidak sedikit pula yang menyebutnya sebagai suplemen makanan. Istilah nutrasetika ini awalnya digunakan oleh Defelicein yang mendefinisikan nutrasetika menjadi sebuah makanan atau bagian dari makanan yang memberikan manfaat pengobatan atau kesehatan, termasuk pencegahan dan/atau pengobatan penyakit. Nutrasetika dijelaskan dapat memberikan efek fisiologis namun merupakan makanan atau bahan makanan sehingga sulit untuk menggolongkan nutrasetika menjadi makanan atau obat (Gulati & Ottaway, 2006). Gambar 2.1. Nutrasetika menempati posisi di antara makanan dan obat [Sumber: Gulati & Ottaway, 2006] (telah diolah kembali) Terdapat sedikit perbedaan antara nutrasetika dengan pangan fungsional. Ketika makanan dimasak atau disajikan dengan atau tanpa pengetahuan tentang bagaimana atau mengapa pangan tersebut digunakan, maka pangan tersebut disebut dengan pangan fungsional. Pangan fungsional akan memberikan tubuh 4 Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 5 sejumlah vitamin, lemak, protein, karbohidrat, dan lain-lain dengan jumlah yang cukup dan digunakan untuk kelangsungan hidup. Namun, ketika pangan fungsional membantu dalam pencegahan dan/atau pengobatan penyakit, seperti anti rematik, penghilang nyeri, batuk dan pilek, gangguan tidur dan pencernaan, pencegahan kanker tertentu, osteoporosis, tekanan darah, kolesterol, depresi, dan diabetes, maka disebut dengan nutrasetika. Contoh dari nutrasetika adalah termasuk ke dalamnya produk susu yang difortifikasi (misalnya susu) dan buah jeruk (misalnya jus jeruk) (Pandey, Verma, & Saraf, 2010). Jika dilihat dari sudut pandang konsumen, nutrasetika dan pangan fungsional dapat memberikan banyak manfaat, antara lain dapat meningkatkan kesehatan, dapat membantu untuk hidup lebih lama, dan dapat membantu untuk terhindar dari kondisi medis tertentu. Selain itu, nutrasetika dan pangan fungsional juga dianggap lebih alami sehingga cenderung menghasilkan efek samping yang tidak diinginkan yang lebih sedikit dan dapat memberikan manfaat untuk individu dengan kondisi khusus (misalnya makanan padat nutrisi untuk orang tua). Produk makanan yang digunakan sebagai nutrasetika dikategorikan menjadi produk probiotic, prebiotic, serat makanan, asam lemak Omega 3, dan antioksidan. (Pandey, Verma, & Saraf, 2010). 2.2. Regulasi Registrasi Suplemen Makanan di Indonesia Suplemen makanan adalah produk yang digunakan untuk melengkapi kebutuhan zat gizi makanan, mengandung satu atau lebih bahan berupa vitamin, mineral, asam amino atau bahan lain (berasal dari tumbuhan atau bukan tumbuhan) yang mempunyai nilai gizi dan/atau efek fisiologis (Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2005a). Macam-macam suplemen makanan yang didaftarkan dapat berupa suplemen makanan dalam negeri, baik suplemen makanan tanpa lisensi, dengan lisensi, maupun kontrak; suplemen makanan impor; dan suplemen makanan yang dilindungi oleh paten (Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2005b). Suplemen makanan yang diproduksi dan/atau diedarkan di Indonesia harus memiliki izin edar dan dilakukan pengawasan dalam peredarannya. Pengawasan Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 6 terhadap suplemen makanan yang beredar dilakukan melalui beberapa kegiatan, seperti (Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2005a) : 1. Penetapan standar dan persyaratan kemanfaatan, keamanan, dan mutu produk, serta standar dan persyaratan sarana produksi dan distribusi; 2. Penilaian kemanfaatan, keamanan, mutu, dan penandaan, serta analisis laboratorium; 3. Pemberian izin edar; 4. Pemberian izin dan sertifikasi sarana produksi; 5. Pemeriksaan sarana produksi dan distribusi; 6. Pengambilan contoh dan pengujian laboratorium, serta pemantauan penandaan atau label; 7. Penarikan kembali dari peredaran dan pemusnahan; 8. Penilaian dan pemantauan promosi termasuk iklan; 9. Pemberian bimbingan di bidang produksi dan distribusi; 10. Surveilan dan monitoring efek samping; 11. Pemberian sanksi administratif; 12. Pemberian informasi. Suplemen makanan yang akan diedarkan harus memiliki beberapa kriteria, seperti menggunakan bahan yang memenuhi standar mutu dan persyaratan keamanan, serta standar dan persyaratan lain yang ditetapkan; kemanfaatan yang dinilai dari komposisi dan/atau didukung oleh data pembuktian; hanya dapat diproduksi oleh industri farmasi/industri obat tradisional/industri pangan dengan menerapkan Cara Pembuatan yang Baik (CPOB/CPOTB/CPPB); kemanfaatan suplemen makanan harus disesuaikan dengan jumlah dan komposisi bahan yang dikandungnya; bahan yang berasal dari tumbuhan/hewan/mikroorganisme non patogen yang digunakan dalam bentuk kombinasi dengan vitamin, mineral, dan asam amino harus memiliki kesesuaian khasiat yang didukung dengan data pembuktian (Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2005a). Suplemen makanan harus dikemas dengan wadah yang dapat melindungi isi terhadap pengaruh dari luar selama masa peredaran dan menjamin mutu, keutuhan, dan keaslian isinya, serta wadah harus dibuat dengan mempertimbangkan keamanan pemakai dan dibuat dari bahan yang tidak Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 7 mengeluarkan atau menghasilkan bahan berbahaya atau suatu bahan yang dapat mengganggu kesehatan dan tidak mempengaruhi mutu. Dalam memberikan penandaan pada wadah dan pembungkus harus mencantumkan informasi yang lengkap, obyektif, benar, tidak menyesatkan, dan sesuai dengan penandaan yang telah disetujui saat pendaftaran. Penandaan yang dicantumkan pada wadah dan pembungkus paling sedikit harus mencantumkan (Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2005a) : 1. Tulisan “Suplemen Makanan“ 2. Nama produk, dapat berupa nama generik atau nama dagang 3. Nama dan alamat produsen atau importir 4. Ukuran, berat bersih, dan isi 5. Komposisi dalam kualitatif dan kuantitatif 6. Kandungan alkohol (bila ada) 7. Kegunaan, cara penggunaan, dan takaran penggunaan 8. Kontraindikasi, efek samping, dan peringatan (bila ada) 9. Nomor izin edar 10. Nomor bets/kode produksi 11. Batas kadaluwarsa 12. Keterangan lain berkaitan dengan keamanan atau mutu atau asal bahan tertentu sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Berdasarkan tingkat pembuktiannya, klaim kegunaan suplemen makanan dibagi menjadi 2, yaitu (Direktorat Penilaian Obat Tradisional, Suplemen Makanan, dan Kosmetik, 2004) : 1. Medium claim (klaim medium) Untuk klaim medium harus didukung oleh data penelitian berupa studi analisis termasuk studi epidemiologi dan case control atau studi seri waktu multipel tanpa atau dengan intervensi, temasuk studi populasi dalam suatu negara. Contoh klaim medium, antara lain membantu memulihkan fungsi organ; membantu meningkatkan dan memperbaiki fungsi atau sistem organ; membantu meredakan atau meringankan keluhan atau gejala; dan mengurangi risiko suatu penyakit atau gangguan. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 8 2. General claim (klaim umum) Untuk klaim umum harus didukung studi deskriptif dan seri kasus. Contoh klaim umum, antara lain memelihara kesehatan tubuh; memelihara kesehatan fungsi organ, sistem organ, dan sebagainya. Suplemen makanan yang beredar di Indonesia dilarang mengandung bahan yang tergolong obat/narkotika/psikotropika; dilarang menggunakan tumbuhan dan/atau hewan yang dilindungi; dan suplemen makanan dalam bentuk cairan per oral dilarang mengandung etil alkohol dengan kadar lebih dari 5 %. Untuk melakukan promosi atau periklanan hanya dapat dilakukan setelah mendapat izin edar dan materi iklan harus mendapat persetujuan dari Kepala BPOM. Materi periklanan dalam melakukan promosi harus berisi informasi yang obyektif, lengkap, dan tidak menyesatkan, serta informasi sesuai dengan klaim yang disetujui saat pendaftaran (Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2005a). Pelanggaran terhadap setiap ketentuan yang telah ditetapkan dapat diberikan sanksi administratif, berupa peringatan tertulis; penarikan iklan; penarikan suplemen makanan dari peredaran; penghentian sementara kegiatan produksi, impor, dan distribusi; dan pencabutan izin edar. Selain sanksi administratif, pendaftar juga dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku (Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2005a). 2.1.1. Kategori Pendaftaran (Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2005b) Pendaftaran suplemen makanan dikategorikan menjadi dua, yaitu pendaftaran baru dan pendaftaran variasi. 2.1.1.1 Pendaftaran Baru Pengajuan pendaftaran baru dilakukan dengan menyerahkan berkas yang terdiri dari (Lampiran 1) : 1. Formulir SA berisi keterangan mengenai dokumen administrasi. 2. Formulir SB berisi dokumen yang mencakup formula dan cara pembuatan. 3. Formulir SC berisi dokumen yang mencakup cara pemeriksaan mutu bahan baku dan produk jadi. 4. Formulir SD berisi klaim penggunaan, cara pemakaian, dan bets. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 9 Pendaftaran baru dibagi menjadi tiga kategori, yaitu : 1. Kategori 1 : pendaftaran suplemen makanan yang mengandung satu atau lebih bahan berupa vitamin, mineral, asam amino, karbohidrat, protein, lemak atau bahan lain berupa isolat. 2. Kategori 2 : pendaftaran suplemen makanan yang mengandung satu atau lebih bahan berupa vitamin, mineral, asam amino, karbohidrat, protein, lemak, isolat lain, dan bahan lain berupa bahan alam. 3. Kategori 3 : pendaftaran suplemen makanan dari kategori 1 dan 2 dengan klaim penggunaan baru, bentuk sediaan baru, posologi, dan dosis baru. 2.1.1.2. Pendaftaran Variasi Pengajuan pendaftaran variasi dilakukan untuk produk suplemen makanan yang telah mendapat izin edar dengan menyerahkan berkas yang terdiri dari formulir pendaftaran variasi (Lampiran 2) dan kelengkapan pendaftaran variasi untuk masing-masing kategori (Lampiran 3). Pendaftaran variasi dibagi menjadi tiga kategori, yaitu : 1. Kategori 4 : 4.1. Perubahan nama produk tanpa perubahan komposisi. 4.2. Perubahan atau penambahan ukuran kemasan. 4.3. Perubahan klaim pada penandaan yang tidak mengubah manfaat. 4.4. Perubahan desain kemasan. 4.5. Perubahan nama pabrik atau nama pemberi lisensi tanpa perubahan status kepemilikan. 4.6. Perubahan nama importir, tanpa perubahan status kepemilikan. 2. Kategori 5 : 5.1. Perubahan spesifikasi dan/atau metode analisis bahan baku. 5.2. Perubahan spesifikasi dan/atau metode analisis produk jadi. 5.3. Perubahan stabilitas. 5.4. Perubahan teknologi produksi. 5.5. Perubahan tempat produksi. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 10 5.6. Perubahan atau penambahan jenis kemasan. 3. Kategori 6 : 6.1. Perubahan formula atau komposisi yang bahan utamanya tergolong dalam satu kelompok. 6.2. Perubahan bahan tambahan yang tidak mengubah manfaat. 2.1.2. Tata Laksana Memperoleh Izin Edar (Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2005b) Pendaftaran suplemen makanan dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap pra penilaian dan tahap penilaian. Tahap pra penilaian adalah tahap dimana dilakukan pemeriksaan kelengkapan dan keabsahan dokumen, serta untuk menentukan kategori pendaftaran. Hasil dari tahap ini bersifat mengikat dan diberitahukan paling lambat sepuluh hari kerja untuk pendaftaran variasi dan dua puluh hari kerja untuk pendaftaran baru. Sedangkan, tahap penilaian merupakan proses evaluasi terhadap dokumen dan data pendukung. Pada proses awal, pendaftar menyerahkan berkas pendaftaran yang terdiri dari formulir atau disket pendaftaran yang dilengkapi dengan rancangan kemasan produk yang akan diedarkan dan dengan rancangan warna, brosur yang mencantumkan informasi mengenai suplemen makanan (Lampiran 4), dokumen administrasi dan dokumen pendukung (Lampiran 5 dan Lampiran 6) yang terdiri dari dokumen mutu dan teknologi, serta dokumen pendukung klaim kegunaan sesuai jenis dan tingkat pembuktiannya. Alur prosedur untuk melakukan pendaftaran suplemen makanan dapat dilihat pada Gambar 2.2. Selanjutnya, dilakukan penilaian oleh Panitia Penilai Suplemen Makanan (PPSM) dan Komite Nasional Penilai Suplemen Makanan (KOMNAS PSM) sesuai kriteria yang harus dimiliki pada masing-masing suplemen makanan apabila berkas dokumen pendaftaran telah memenuhi ketentuan dan persyaratan. Dalam melakukan penilaian dilakukan melalui beberapa jalur, yaitu : 1. Jalur 1 (7 hari kerja) 1.1. Untuk suplemen makanan kategori 1 yang menggunakan nama generik. 1.2. Untuk suplemen makanan kategori 4. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 Gambar 2.2 Alur prosedur pendaftaran suplemen makanan 11 Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 12 2. Jalur 2 (15 hari kerja) 2.1. Untuk suplemen makanan kategori 1 yang menggunakan nama dagang. 2.2. Untuk suplemen makanan kategori 5. 3. Jalur 3 (30 hari kerja) 3.1. Untuk suplemen makanan kategori 2 yang profil keamanannya telah diketahui dengan pasti. 3.2. Untuk suplemen makanan kategori 6. 4. Jalur 4 (60 hari kerja) 4.1. Untuk suplemen makanan kategori 2 dengan profil keamanan belum diketahui dengan pasti 4.2. Untuk suplemen makanan kategori 3. Suplemen makanan yang telah memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan selanjutnya diberikan surat keputusan persetujuan pendaftaran, namun apabila tidak memenuhi persyaratan maka pendaftar akan diberikan surat penolakan. Sedangkan, pada suplemen makanan yang belum memenuhi persyaratan diperlukan penambahan data. Pendaftar yang tidak atau terlambat untuk menyerahkan tambahan data maka berkas pendaftaran akan dikembalikan, namun berkas tersebut dapat diajukan kembali sebagai pendaftaran baru dan dilengkapi dengan tambahan data yang diperlukan. Pendaftar dapat mengajukan dengar pendapat apabila pendaftar merasa keberatan terhadap keputusan yang diberikan. Berdasarkan hasil dengar pendapat tersebut, dapat dilakukan peninjauan kembali terhadap hasil penilaian dan pendaftar diwajibkan melengkapi data baru dan/atau data yang sudah pernah diajukan, disertai dengan justifikasi. Persetujuan pendaftaran suplemen makanan berlaku selama lima tahun selama produk masih memenuhi ketentuan dan dapat diperpanjang melalui mekanisme pendaftaran ulang. Selanjutnya, pendaftar diwajibkan untuk membuat atau mengimpor produknya, serta menyerahkan kemasan siap edar sebelum suplemen makanan dibuat atau diimpor dan pendaftar diwajibkan melaporkan informasi kegiatan pembuatan atau impor setiap 6 (enam) bulan. Suplemen makanan yang telah mendapatkan izin edar dapat dilakukan penilaian kembali Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 13 oleh Kepala BPOM dan dilakukan apabila terdapat data dan/atau informasi yang berpengaruh terhadap kesehatan penggunanya. Setiap pendaftar yang melakukan pelanggaran, baik di bidang produksi, pengemasan, pendistribusian, penyimpanan, promosi, dan pengimporan produk, maka terhadap pendaftar tersebut dapat dikenakan sanksi dan pembatalan persetujuan pendaftaran. Sanksi yang diberikan dapat berupa sanksi administratif maupun sanksi pidana. Sanksi administratif tersebut antara lain adalah peringatan tertulis; penarikan suplemen makanan dari peredaran termasuk penarikan iklan produk yang bersangkutan; penghentian sementara kegiatan produksi, impor, distribusi, penyimpanan, pengangkutan, dan penyerahan suplemen makanan; dan pembekuan dan/atau pencabutan izin edar suplemen makanan. 2.3. Regulasi Registrasi Suplemen Kesehatan di ASEAN (ASEAN Member Countries, 2006 dan 2011) Istilah dalam menyebutkan nutrasetika pada masing-masing negara anggota ASEAN berbeda-beda. Untuk di empat negara, seperti Brunei Darussalam, Kamboja, Malaysia, dan Singapura, nutrasetika disebut sebagai suplemen kesehatan. Sedangkan, di Indonesia, Filipina, dan Vietnam menyebutnya sebagai suplemen makanan. Istilah suplemen diet digunakan oleh negara Myanmar dan Thailand. Selain berbeda dalam hal istilah, tujuan penggunaan dari suplemen kesehatan itu pun berbeda-beda pada masing-masing negara anggota. Beberapa tujuan penggunaan tersebut antara lain untuk mendukung atau mempertahankan fungsi kesehatan tubuh (digunakan di Brunei Darussalam dan Singapura); untuk meningkatkan dan menjaga kondisi kesehatan (digunakan di Kamboja dan Laos); untuk melengkapi diet yang normal (digunakan di Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, dan Singapura); untuk penggunaan pada pasien yang sedang di bawah regimen diet, seperti pasien obesitas, diabetes, hipertensi, dan lain-lain (digunakan di Kamboja); untuk masyarakat umum yang berharap untuk meningkatkan kesehatan (digunakan di Thailand); dan untuk meningkatkan fungsi kesehatan tubuh manusia atau mengantisipasi manfaat bagi kesehatan (digunakan di Vietnam). Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 14 Untuk memasarkan produk nutrasetika atau suplemen kesehatan di wilayah ASEAN diperlukan persyaratan teknis, meliputi proses registrasi dan evaluasi (registrasi, lamanya waktu evaluasi, evaluasi produk, dan data yang harus dievaluasi untuk registrasi produk); evaluasi sebelum produk dipasarkan, meliputi evaluasi terhadap kualitas, keamanan, efikasi, klaim, penandaan, dan persetujuan iklan; kontrol setelah produk dipasarkan (pemantauan terhadap penandaan, kemasan, dan iklan; pemantauan terhadap efek samping; pengawasan setelah pemasaran produk; melakukan pengambilan sampel dan uji laboratorium; serta inspeksi ke pabrik tempat pembuatan dan distributor). 2.3.1. Registrasi dan Evaluasi Untuk proses registrasi, tidak semua negara ASEAN melakukan proses registrasi sebelum produk suplemen kesehatan tersebut dipasarkan. Negaranegara anggota ASEAN yang melakukan proses registrasi sebelum produk suplemen kesehatan dapat diedarkan, antara lain Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam. Di negara Singapura tidak ada persyaratan meregistrasikan untuk produk suplemen kesehatan sebelum dipasarkan. Penentuan lamanya waktu evaluasi yang dilakukan pada masing-masing negara anggota juga berbeda-beda. Di Brunei Darussalam dan Singapura tidak ditentukan lamanya waktu evaluasi. Di Indonesia, Filipina, dan Vietnam evaluasi dilakukan selama dua hingga tiga bulan. Di negara Malaysia dan Thailand evaluasi dilakukan selama enam bulan. Sedangkan, untuk negara Kamboja penentuan lamanya waktu untuk evaluasi selama enam hingga dua belas bulan. Dalam melakukan evaluasi, baik evaluasi sebelum produk dipasarkan maupun evaluasi setelah produk dipasarkan, masing-masing negara anggota memiliki kebijakannya masing-masing. Di negara Kamboja, Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Thailand mempersyaratkan untuk melakukan evaluasi sebelum dan sesudah produk dipasarkan. Sedangkan, di negara Vietnam hanya mempersyaratkan untuk melakukan evaluasi sebelum produk dipasarkan saja. Data yang harus dievaluasi untuk registrasi produk adalah data administratif dan data teknis. Data administratif terdiri dari : (1) Certificate of Free Sale (CFS) atau Certificate of Pharmaceutical Product (CPP) yang Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 15 dipersyaratkan oleh negara Kamboja, Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam; (2) Certificate of Good Manufacturing Process (GMP) yang dipersyaratkan oleh negara Kamboja, Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Thailand; (3) Letter of Authorization (LoA) yang menjadi persyaratan untuk negara Indonesia, Malaysia, dan Filipina. Selain data administratif, juga diperlukan data teknis sebagai data yang harus dievaluasi. Yang harus ada dalam data teknis adalah (1) Data mengenai kualitas yang dipersyaratkan oleh negara Kamboja, Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam; (2) Data mengenai keamanan yang dipersyaratkan oleh negara Kamboja, Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam; (3) Data mengenai efikasi yang menjadi persyaratan bagi negara Kamboja, Indonesia, dan Thailand. 2.3.2. Evaluasi Sebelum Produk Dipasarkan Dalam melakukan evaluasi sebelum suatu produk dipasarkan, beberapa aspek yang menjadi perhatian antara lain evaluasi terhadap kualitas, keamanan, efikasi, klaim, penandaan, dan periklanan. Untuk evaluasi terhadap kualitas, berlaku untuk negara-negara, seperti Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam. Evaluasi terhadap keamanan produk berlaku untuk negara Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam. Dalam hal keamanan produk, masing-masing negara juga memiliki hal-hal yang perlu diperhatikan tersendiri. Brunei Darussalam mempersyaratkan dokumen yang berisi penandaan produk atau brosur produk; Malaysia mempersyaratkan batas untuk penggunaan vitamin dan mineral dalam produk; Filipina mempersyaratkan untuk mencantumkan bukti mengenai penggunaan produk dan laporan analisis mikroba, uji kimia, dan berbagai persyaratan lain untuk produk khusus; Thailand mempersyaratkan beberapa bahan baku yang belum terbukti penggunaannya sebagai makanan, dibutuhkan uji toksisitas kronis pada hewan coba, dan laporan analisis kimia dan kontaminasi mikroba; Vietnam mempersyaratkan batas logam berat dan kontaminasi mikroba pada produk. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 16 Selain itu, diperlukan evaluasi terhadap efikasi produk. Evaluasi ini berlaku untuk negara Indonesia dan Thailand. Dalam evaluasi ini harus disertai dengan bukti atau referensi pendukung untuk efikasi atau klaim produk dan harus juga dilakukan uji klinik apabila produk mencantumkan indikasi untuk pencegahan atau pengobatan penyakit atau disfungsi organ. Evaluasi terhadap klaim produk dapat mengacu hanya pada efikasi bahan baku produk untuk negara Malaysia, mengacu hanya pada efikasi produk jadi untuk negara Vietnam, sedangkan untuk negara-negara, seperti Kamboja, Indonesia, Filipina, dan Thailand harus mengacu pada efikasi bahan baku dan produk jadi. Secara umum, terdapat tiga bentuk klaim yang diperbolehkan di wilayah ASEAN sebagai persyaratan data untuk keamanan dan efikasi produk suplemen kesehatan yang akan dipasarkan. Tiga bentuk klaim tersebut, yaitu: 1. Tipe I : Klaim umum atau nutrisi Pada klaim tipe I ini digunakan tingkat pembuktian yang umum. Kriteria dokumen yang dapat diterima sebagai klaim suplemen kesehatan tipe ini adalah klaim tersebut berhubungan dengan manusia yang sesuai dengan pengetahuan baik secara ilmiah maupun tradisional, didokumentasikan dalam teks-teks rujukan resmi, diakui oleh organisasi terkemuka atau organisasi internasional atau badan pengawas, klaim tidak berhubungan dengan struktur dan fungsi tubuh, dan mengacu pada prinsip-prinsip utama dari klaim suplemen kesehatan di ASEAN. 2. Tipe II : Klaim fungsional Klaim tipe ini menggunakan tingkat pembuktian yang medium. Kriteria dokumen yang dapat diterima sebagai klaim suplemen kesehatan tipe ini adalah klaim fungsional ini sesuai dengan pengetahuan mengenai nutrisi dan fisiologi, didokumentasikan dalam teks-teks rujukan resmi, diakui oleh organisasi terkemuka atau organisasi internasional atau badan pengawas, dan mengacu pada prinsip-prinsip utama dari klaim suplemen kesehatan di ASEAN. Bukti yang dapat mendukung klaim tipe ini, antara lain setidaknya terdapat satu bukti wajib, seperti memiliki kualitas bukti ilmiah yang baik dari studi observasi terhadap manusia (apabila studi terhadap manusia tidak layak, maka studi terhadap hewan hanya akan dapat diterima bersamaan dengan literatur Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 17 ilmiah lainnya dan penggunaan tradisional yang terdokumentasi), teks-teks rujukan yang resmi, dan rekomendasi atau persetujuan dari organisasi terkemuka atau internasional dan jika memungkinkan dari badan pengawas yang berwenang. Selain itu, setidaknya terdapat satu bukti tambahan, seperti bukti ilmiah dari studi terhadap hewan, riwayat penggunaan yang telah terdokumentasi, dan bukti dari kajian ilmiah yang telah dipublikasikan. 3. Tipe III : Klaim mengurangi risiko penyakit Klaim tipe ini menggunakan tingkat pembuktian yang tinggi. Kriteria dokumen yang dapat diterima sebagai klaim suplemen kesehatan tipe ini adalah hubungan antara bahan-bahan atau produk suplemen kesehatan dan pengurangan risiko penyakit didukung oleh bukti ilmiah yang konsisten, didokumentasikan dalam teks-teks rujukan resmi, diakui oleh organisasi terkemuka atau organisasi internasional atau oleh badan pengawas, dan mengacu pada prinsip-prinsip utama dari klaim suplemen kesehatan di ASEAN. Bukti yang dapat mendukung klaim tipe ini, antara lain total dua atau lebih dari bukti-bukti sebagai berikut : a. Bukti wajib, yaitu bukti ilmiah dari studi intervensi terhadap manusia tentang bahan atau produk suplemen kesehatan b. Setidaknya terdapat satu bukti tambahan, seperti teks-teks rujukan yang resmi; rekomendasi atau persetujuan dari organisasi terkemuka atau internasional, jika memungkinkan dari badan pengawas yang berwenang; dan bukti dari kajian ilmiah yang telah dipublikasikan. Pada evaluasi terhadap penandaan, dipersyaratkan beberapa hal yang perlu ada pada penandaan, seperti nama produk, komposisi, bentuk sediaan, dosis dan cara pemberian, ukuran kemasan, nama dan alamat industri pembuat, nama dan alamat distributor atau importir, nomor registrasi, nomor bets, batas kadaluwarsa, efek samping (jika ada), kontraindikasi (jika ada), perhatian dan peringatan (jika ada), interaksi (jika ada), kandungan alkohol untuk larutan oral, dan kondisi penyimpanan. Sedangkan, evaluasi untuk persetujuan iklan berlaku untuk negara Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Vietnam. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 18 2.3.3. Kontrol Setelah Produk Dipasarkan Pada kontrol setelah produk dipasarkan, hal-hal yang perlu dilakukan adalah (1) Pemantauan terhadap penandaan, kemasan, dan iklan yang berlaku untuk negara Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam; (2) Pemantauan terhadap efek yang tidak diinginkan yang berlaku untuk Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam; (3) Pengawasan setelah pemasaran produk yang berlaku di Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam; (4) Pengambilan sampel dan uji laboratorium yang berlaku untuk Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Thailand; dan (5) Inspeksi terhadap pabrik dan distributor yang berlaku di Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Thailand. 2.4. Regulasi Registrasi Suplemen Makanan di Amerika Serikat (Dietary Supplement Health and Education Act, 2009) Pemerintahan Amerika Serikat mendefinisikan istilah suplemen makanan dalam Dietary Supplement Health and Education Act (DSHEA) tahun 1994. Dalam undang-undang tersebut, suplemen makanan adalah produk yang mengandung bahan-bahan makanan yang dikonsumsi untuk melengkapi diet. Bahan-bahan makanan tersebut, antara lain vitamin, mineral, herbal, asam amino, dan senyawa lain seperti enzim, jaringan organ, kelenjar, dan metabolit. Suplemen makanan juga dapat merupakan ekstrak atau konsentrat, dan dapat ditemukan dalam berbagai bentuk sediaan, seperti tablet, kapsul, kapsul lunak, gelcaps, cairan, atau bubuk. Dalam bentuk sediaan seperti apapun, DSHEA menempatkan suplemen makanan dalam kategori khusus dalam kategori makanan dan mengharuskan setiap suplemen untuk diberi label suplemen makanan. Sebelum undang-undang DSHEA dibuat, suplemen makanan memiliki persyaratan regulasi yang sama dengan pangan. Dengan dibentuknya DSHEA, maka terdapat kerangka peraturan baru untuk mengatur keamanan dan penandaan suplemen makanan. Setiap perusahaan bertanggung jawab untuk menentukan bahwa suplemen makanan yang dibuat dan didistribusikannya aman dan setiap klaim yang dibuat harus didukung oleh bukti yang memadai untuk menunjukkan bahwa klaim tersebut tidak salah atau tidak menyesatkan. Kecuali dalam kasus Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 19 suplemen makanan mengandung bahan pangan yang baru, perusahaan tidak harus memberikan bukti kepada Food and Drug Administration (FDA) yang mendukung keamanan atau efektivitasnya sebelum atau setelah produk dipasarkan. Di Amerika Serikat, suplemen makanan tidak membutuhkan persetujuan dari FDA sebelum produk dipasarkan. Akan tetapi, produsen harus mendaftarkan industrinya ke Bioterrorism Act dan FDA sebelum memproduksi atau menjual produknya. FDA menerbitkan peraturan yang komprehensif mengenai Current Good Manufacturing Practices (CGMPs) untuk suplemen makanan bagi setiap produsen yang memproduksi, melakukan pengemasan atau menangani produk suplemen makanan. Peraturan ini dibuat untuk menjamin identitas, kemurnian, kualitas, kekuatan, dan komposisi dari setiap suplemen makanan yang diproduksi. Undang-undang DSHEA mengharuskan setiap produsen atau distributor untuk melakukan notifikasi kepada FDA jika bermaksud untuk memasarkan produk suplemen makanan di Amerika Serikat yang mengandung bahan pangan yang baru. Produsen dan distributor harus menunjukkan kepada FDA alasan bahan tersebut aman untuk penggunaan dalam suplemen makanan, kecuali apabila bahan tersebut telah diakui sebagai suatu bahan pangan. Peraturan FDA mengharuskan para produsen untuk mencatumkan informasi tertentu pada label suplemen makanan yang diproduksi. Informasi yang harus ada pada label suplemen makanan, meliputi deskripsi nama produk yang menyatakan bahwa produk tersebut adalah suplemen; nama dan alamat industri pembuat, pengemas, atau distributor produk; daftar lengkap bahan yang terkandung dalam produk, dan kandungan bersih produk. Selain itu, setiap suplemen makanan (kecuali untuk beberapa produk dengan jumlah kecil atau produk yang diproduksi oleh kelompok industri kecil) harus mencantumkan penandaan nutrisi dalam bentuk panel “Fakta Suplemen“ (Lampiran 10). Label ini harus mengidentifikasikan setiap bahan pangan yang terkandung dalam produk. Semua bahan yang terkandung dalam produk harus tercantum pada label. Namun, tidak ada aturan yang membatasi ukuran atau jumlah nutrisi yang dapat terkandung dalam suatu produk. Jumlah nutrisi suatu Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 20 produk dibuat oleh produsen dan tidak memerlukan tinjauan dan persetujuan dari FDA sebagai pihak regulator. Untuk bahan yang tidak tercantum dalam panel “Fakta Suplemen” harus tercantum dalam “Bahan Lain” yang terletak di bawah panel. Jenis bahan yang tercantum dalam bagian tersebut dapat berupa sumber bahan pangan, bahan pangan lainnya (misalnya: air dan gula), dan bahan tambahan atau bahan penolong saat proses pembuatan (misalnya: gelatin, amilum, pewarna, penstabil, pengawet, dan perasa). Produsen maupun distributor tidak memerlukan persetujuan FDA untuk memasarkan produknya, sehingga FDA tidak memiliki daftar produsen, distributor, atau produk suplemen makanan yang dijual. Dengan demikian, produsen bertanggung jawab untuk memastikan keamanan setiap produk suplemen makanan sebelum produk tersebut dipasarkan. Tidak seperti produk obat yang harus dibuktikan keamanan dan efektivitasnya sebelum dipasarkan, tidak ada ketentuan dari FDA untuk menyetujui keamanan dan efektivitas suplemen makanan sebelum produk tersebut mencapai konsumen. Akan tetapi dalam undang-undang DSHEA, setelah produk dipasarkan, FDA memiliki tanggung jawab untuk menunjukkan bahwa suatu suplemen makanan tidak aman, sebelum membatasi penggunaannya atau penarikan produk tersebut dari pasar. Produsen dan distributor juga harus mencatat, menyelidiki, dan mengirimkan kepada FDA setiap laporan yang diterima mengenai efek samping serius terkait dengan penggunaan produk yang dipasarkan yang dilaporkan secara langsung kepada mereka. Karena suplemen makanan merupakan bagian dari kategori makanan, maka Center for Food Safety and Applied Nutrition (CFSAN) bertanggung jawab sebagai badan yang melakukan pengawasan terhadap produk. Upaya FDA untuk melakukan pemantauan pasar untuk produk-produk ilegal (yaitu produk yang mungkin tidak aman atau mancatumkan klaim palsu dan menyesatkan) dalah dengan memperoleh informasi dari inspeksi terhadap produsen dan distributor suplemen makanan, keluhan dari konsumen dan pembeli, analisis laboratorium terhadap produk-produk tertentu, dan efek yang tidak diinginkan yang terkait dengan penggunaan suplemen makanan yang dilaporkan. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 21 Dalam hal validitas klaim yang dicantumkan pada kemasan, maka tanggung jawab untuk memastikan keabsahan klaim ini terletak pada produsen dan FDA, dan dalam hal periklanan menjadi tanggung jawab dari Federal Trade Commission (FTC) yang merupakan badan yang mengatur periklanan, termasuk informasi, untuk suplemen makanan dan produk lain yang dijual kepada konsumen. Secara hukum, produsen dapat membua tiga jenis klaim untuk produknya, yaitu klaim kesehatan, klaim struktur atau fungsi, dan klaim kandungan nutrisi. Beberapa dari klaim ini menggambarkan hubungan antara bahan pangan dan penyakit ata kondisi yang berhubungan dengan kesehatan; manfaat dari penggunaan produk; atau jumlah nutrisi atau bahan pangan dalam produk. 2.5. Regulasi Registrasi Nutrasetika di Uni Eropa (The Regulatory Company, 2012) Nutrasetika, dimana di Uni Eropa dianggap sebagai produk makanan, diatur oleh undang-undang yang berhubungan dengan pangan. Undang-undang mengenai pangan di Uni Eropa ini merupakan alat hukum yang menyeluruh yang memberikan kerangka kerja untuk memastikan perkembangan peraturan mengenai pangan di Uni Eropa. Undang-undang ini menetapkan definisi umum, prinsip dan kewajiban yang mencakup semua tahap produksi dan distribusi dari semua jenis produk makanan. Persyaratan yang diatur oleh Undang-undang Pangan Uni Eropa ini berlaku di semua negara anggota Uni Eropa. Aspek yang lebih rinci mengenai jenis produk tertentu atau persyaratan spesifik lainnya diatur lebih lanjut melalui peraturan yang disebut dengan Specific Harmonized Rules. Pada umumnya, terdapat dua macam Specific Harmonized Rules, yaitu peraturan yang mengatur spesifik jenis produk dan peraturan yang mengatur keseluruhan produk. Untuk peraturan yang mengatur spesifik jenis produk, peraturan ini mengatur aspek-aspek tertentu dari jenis produk tertentu, seperti suplemen makanan, makanan bayi, makanan kesehatan, dan lain-lain. Peraturan ini mendefinisikan, antara lain definisi dari jenis produk tersebut, jumlah minimum dan/atau maksimum yang diperbolehkan untuk bahan-bahan nutrisi Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 22 tertentu pada jenis produk tersebut, persyaratan pemberian label dan informasi konsumen (seperti petunjuk penggunaan, peringatan), dan lain-lain. Sedangkan, untuk peraturan yang mengatur keseluruhan produk mengatur beberapa aspek umum pada jenis produk yang berbeda, seperti kriteria kemurnian untuk bahan baku, jumlah residu, penggunaan bahan-bahan tambahan, persyaratan untuk bahan lain yang kontak dengan makanan, dan lain-lain. Peraturan ini berlaku untuk semua jenis produk makanan (kecuali secara khusus dikecualikan dari ruang lingkupnya) di samping persyaratan undang-undang pangan umum dan peraturan yang mengatur spesifik jenis produk. Beberapa contoh dari peraturan ini adalah European Commision 1334 tahun 2008 yang mengatur tentang perasa, European Commision 35 tahun 1994 yang mengatur tentang pemanis, European Commision 1924 tahun 2006 yang mengatur tentang nutrisi dan klaim kesehatan, dan lain-lain. Uni Eropa membuat beberapa kewajiban sebagai persyaratan produk untuk dapat dipasarkan di wilayah Uni Eropa. Beberapa kewajiban tersebut, antara lain: 1. Tanggung jawab “Food Business Operator” Setiap produk makanan di pasar Uni Eropa, termasuk nutrasetika, harus dilindungi dan dijamin oleh “Food Business Operator” (FBO). FBO ini harus merupakan badan yang legal di Uni Eropa (seseorang atau perusahaan yang didirikan di salah satu negara anggota Uni Eropa). FBO harus memiliki dokumen mengenai produk untuk dilakukan inspeksi dan pemantauan oleh pihak yang berwenang. Nama dan alamat FBO (pemegang dokumen) juga harus dicantumkan pada label produk, sehingga dapat mempermudah pihak yang berwenang untuk menghubungi FBO jika terjadi suatu masalah. 2. Tersedianya informasi produk dan/atau bahan-bahan (dokumen produk) FBO harus memiliki informasi atau dokumen yang relevan mengenai produk dan bahan-bahan penyusunnya untuk setiap produk yang dipasarkan di Uni Eropa. Dokumen tersebut berisi informasi penting mengenai komposisi produk, bahan-bahan yang digunakan dan ketertelusurannya, kemurnian bahan, keamanan bahan dan produk jadi (toksikologi), stabilitas produk (termasuk mikrobiologi), klaim pendukung, dan lain-lain. Dokumen tersebut dapat dianggap Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 23 sebagai keterangan resmi produk untuk pasar Uni Eropa. Dokumen produk tersebut harus selalu tersedia jika pihak yang berwenang melakukan inspeksi. 3. Ketertelusuran produk dan/atau bahan-bahan FBO harus mampu untuk mengidentifikasi perorangan atau perusahaan dari mana mereka menyuplai produk makanan atau bahan-bahannya (supplier) dan perusahaan lain dimana produk mereka disuplai (konsumen dan/atau distributor). FBO juga harus memiliki sistem dan prosedur yang memungkinkan untuk membagikan informasi tersebut secara efisien kepada pihak yang berwenang. 4. Pemenuhan syarat sesuai dengan peraturan dan keamanan produk FBO harus memastikan dan memverifikasi setiap produk makanan di pasar Uni Eropa yang berada di bawah tanggung jawabnya sudah memenuhi persyaratan peraturan dan aman untuk digunakan oleh konsumen. Penggunaan bahan-bahan tertentu dalam nutrasetika, seperti bahan-bahan yang berasal dari tumbuhan dan bahan tambahan, mungkin dibatasi atau dilarang. FBO harus memverifikasi bahwa pembatasan ini dipatuhi dan apabila terdapat produk yang tidak sesuai dengan peraturan akan ditarik dari pasaran. Jika FBO menganggap atau memiliki alasan untuk meyakini bahwa sebuah produk yang berada di bawah tanggung jawabnya tidak sesuai dengan persyaratan keamanan, maka produk tersebut harus segera ditarik dari pasaran dan menginformasikan kepada pihak yang berwenang. Apabila produk tersebut mungkin telah mencapai konsumen, maka FBO wajib menginformasikan kepada kosumen secara efektif dan akurat alasan dari penarikan tersebut. 5. Pemberitahuan atau notifikasi kepada pihak yang berwenang Nutrasetika, dalam beberapa kasus, harus dilaporkan atau diberitahukan kepada pihak yang berwenang. Pemberitahuan ini (sering disebut sebagai registrasi) harus diserahkan kepada pihak berwenang lokal yang kompeten dari masing-masing negara anggota (meskipun tidak semua negara anggota Uni Eropa Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 24 mengharuskan pemberitahuan) sebelum produk nutrasetika dimasukkan di pasar lokal mereka. 6. Kebenaran label produk dan informasi konsumen Produk nutrasetika harus diberikan label sesuai dengan persyaratan pelabelan yang telah didefinisikan secara ketat. Isi dari label tersebut bergantung antara lain pada jenis produk, karakteristik nutrisi, bahan-bahan, klaim, evaluasi keamanan, dan lain-lain. Informasi mengenai produk, bahan-bahannya dan/atau efek yang diklaim harus didasarkan atas fakta dan tidak boleh menyesatkan. Perhatian khusus juga harus diberikan dimana informasi tersebut dicantumkan. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 BAB 3 PEMBAHASAN Makanan dan nutrisi berperan penting dalam fungsi normal tubuh karena dapat membantu untuk menjaga kesehatan individu dan untuk mengurangi risiko berbagai penyakit. Adanya risiko toksisitas dan/atau timbulnya efek yang tidak diinginkan dari pengobatan medis menyebabkan masyarakat menganggap bahwa nutrasetika lebih aman apabila digunakan untuk manajemen kesehatannya. Hal ini mengakibatkan adanya revolusi dalam penggunaan nutrasetika. Revolusi nutrasetika ini membawa ke era baru dalam hal kesehatan dan obat (Palthur(a), Palthur(b), & Chitta, 2010). Tidak ada definisi yang resmi untuk istilah nutrasetika. Akan tetapi, sekarang ini nutrasetika diartikan sebagai makanan yang diperkaya dengan nutrisi yang berhubungan dengan kesehatan dan kesejahteraan individu. Kata nutrasetika sendiri merupakan kombinasi dari kata nutrisi (makanan bernutrisi atau komponen makanan) dan farmasetika (obat-obatan medis), dimana keduanya merupakan kategori produk yang sangat berbeda. Nutrasetika memiliki bentuk seperti sediaan farmasi (tablet, kapsul, serbuk, dan lain-lain), namun mengandung senyawa bioaktif makanan sebagai senyawa aktifnya (Palthur(a), Palthur(b), & Chitta, 2010). Kata nutrasetika telah sering digunakan untuk menggambarkan produk yang mengandung komponen makanan, tetapi dapat mengobati ataupun mencegah penyakit. Nutrasetika telah terbukti dapat memberikan manfaat fisiologis atau dapat mengurangi risiko penyakit kronis. Nutrasetika telah banyak digunakan sebagai produk kesehatan yang mengandung vitamin, mineral, herbal, dan berbagai suplemen lainnya (Palthur(a), Palthur(b), & Chitta, 2010). Semakin beragamnya perkembangan penyakit di lingkungan masyarakat, maka masyarakat mulai lebih peduli untuk berupaya menjaga kondisi tubuhnya agar terhindar dari berbagai penyakit ataupun mengurangi resiko dari perkembangan penyakit yang sedang dialami. Usaha yang dilakukan adalah salah satunya dengan menggunakan produk nutrasetika karena dianggap dapat 25 Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 26 memberikan manfaat pengobatan atau kesehatan. Di Indonesia, umumnya nutrasetika lebih dikenal sebagai suplemen kesehatan atau suplemen makanan. Nutrasetika jelas bukan merupakan obat, namun mengandung senyawa aktif yang potensial secara farmakologis untuk mengantagonis atau memodifikasi fungsi fisiologis atau metabolisme. Di samping itu, nutrasetika tidak hanya digunakan untuk memelihara, mendukung, dan menormalkan beberapa fungsi fisiologis dan metabolisme. Nutrasetika juga dapat mempotensiasi, mengantagonis, fungsi fisiologis atau metabolisme lainnya. Nutrasetika banyak digunakan sebagai alternatif, baik untuk pengobatan maupun memenuhi nutrisi seimbang tubuh (Palthur(a), Palthur(b), & Chitta, 2010). Pendekatan dalam mengatur dan memasarkan nutrasetika berbeda-beda di masing-masing negara atau wilayah. Hal ini dikarenakan adanya tantangan dalam mengklasifikasikan produk ini, tidak adanya kategori yang sesuai, dan adanya berbagai pandangan mengenai pembuktian ilmiah yang cukup dalam mengambil kesimpulan yang berkaitan dengan fungsi dan manfaat dari produk nutrasetika. Saat ini, tidak ada peraturan dan tidak ada proses regulasi yang dapat mendefinisikan dan mengatur secara eksplisit untuk produk nutrasetika (Palthur(a), Palthur(b), & Chitta, 2010). Meskipun demikian, peraturan dan kebijakan yang dibuat tentu saja sama-sama bertujuan untuk melindungi masyarakat dari produk nutrasetika berbahaya yang justru akan memberikan efek yang tidak diinginkan bagi masyarakat. Untuk industri nutrasetika, terdapat dua tantangan yaitu adanya ketidakpastian regulasi dan kredibilitas dari klaim yang dicantumkan pada pelabelan. Ketidakpastian regulasi muncul baik secara nasional maupun internasional karena kurangnya kesepakatan mengenai bagaimana mendefinisikan nutrasetika. Di sebagian besar negara, produk-produk nutrasetika diklasifikasikan, baik sebagai makanan atau obat-obatan, dan diposisikan ke dalam sejumlah beberapa kategori peraturan yang memiliki kerangkan peraturan yang unik. Di Indonesia, nutrasetika (yang lebih dikenal sebagai suplemen makanan) yang akan diproduksi dan/atau diedarkan harus memiliki izin edar dari pemerintah sebagai pihak yang berwenang dan dilakukan pengawasan dalam peredarannya. Yang berhak melakukan pengawasan tersebut di Indonesia adalah Badan Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 27 Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Pemerintah memberikan tanggung jawab penuh kepada BPOM untuk melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap setiap produk yang akan dan sudah beredar di Indonesia sebagai wujud tanggung jawabnya untuk melindungi masyarakat dari peredaran produk yang berbahaya dan tidak memenuhi persyaratan. Pengawasan dan evaluasi yang dilakukan terhadap setiap produk yang beredar di Indonesia dilakukan sebelum produk dijual ke masyarakat dan setelah produk tersebut beredar di masyarakat. Hal itu mungkin dikarenakan produk tersebut memiliki efek fisiologis bagi tubuh. Pengawasan yang dilakukan antara lain dengan menetapkan standar dan persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan, serta standar dan persyaratan sarana produksi dan distribusi; melakukan penilaian terhadap mutu, keamanan, manfaat, dan penandaan (klaim); memberikan izin edar; memberikan izin dan sertifikasi, serta melakukan pemeriksaan terhadap sarana produksi dan distribusi; melakukan sampling untuk dilakukan uji di laboratorium untuk mengetahui keamanan, mutu, dan manfaat dari setiap bahan yang digunakan; dan melakukan pemantauan terhadap penandaan atau label yang dicantumkan pada kemasan. Selain itu, hal yang dilakukan oleh pemerintah adalah melakukan penarikan kembali produk dari peredaran dan pemusnahan apabila diketahui produk yang beredar tersebut membahayakan kesehatan bagi penggunanya, melakukan penilaian dan pemantauan setiap promosi dan iklan yang diberikan agar tidak terjadi salah pengertian di masyarakat dan informasi yang diberikan tersebut tidak menyesatkan masyarakat; melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap efek samping yang mungkin ditimbulkan dari penggunaan produk; dan pemberian sanksi terhadap industri yang terbukti mengedarkan produk yang berbahaya dan menyimpang dari peraturan yang telah ditetapkan. Jika dibandingkan antara regulasi di Indonesia dengan di kawasan ASEAN, maka terdapat sedikit perbedaan. Di beberapa negara di ASEAN ada yang hanya melakukan pengawasan dan evaluasi setelah produk beredar di masyarakat. Namun, ada pula yang melakukan pengawasan dan evaluasi baik sebelum produk beredar maupun setelah produk beredar di masyarakat. Hal itu Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 28 mungkin dikarenakan tujuan penggunaan dari produk suplemen kesehatan tersebut yang berbeda-beda pula. Pada dasarnya, pengawasan dan evaluasi terhadap peredaran suplemen kesehatan di kawasan ASEAN, meliputi proses registrasi dan evaluasi; evaluasi sebelum produk dipasarkan, seperti evaluasi terhadap kualitas, keamanan, dan efikasi, klaim, penandaan, dan persetujuan iklan; kontrol setelah produk dipasarkan yang meliputi pemantauan terhadap penandaan, kemasan, dan iklan; pemantauan terhadap efek samping; pengawasan setelah produk dipasarkan; melakukan sampling dan uji laboratorium terhadap produk yang dicurigai mengandung bahan-bahan berbahaya dan tidak memenuhi syarat; dan melakukan inspeksi ke pabrik tempat pembuatan produk dan distributor. Apabila diperhatikan, maka terlihat adanya beberapa kesamaan aspek yang dilakukan pengawasan dan evaluasi karena Indonesia memang berada di kawasan ASEAN. Namun, tidak semua negara di ASEAN yang melakukan proses registrasi seperti di Indonesia. Negara-negara anggota ASEAN yang melakukan proses registrasi sebelum produk suplemen kesehatan beredar di masyarakat, antara lain Brunei Darussalam, Kamboja, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam, termasuk di Indonesia. Di negara Singapura, tidak ada persyaratan meregistrasikan produk suplemen kesehatan sebelum dipasarkan. Sedangkan, di negara ASEAN lainnya yang tidak melakukan proses registrasi hanya melakukan notifikasi atau pemberitahuan kepada pihak yang berwenang. Akan tetapi, walaupun tidak ada peraturan untuk melakukan registrasi sebelumnya tetap ada peraturan untuk melakukan evaluasi dan pengawasan setelah produk beredar di masyarakat untuk dapat melindungi masyarakat dari produk yang berbahaya. Di kawasan ASEAN belum terdapat harmonisasi mengenai peraturan untuk suplemen kesehatan, sehingga saat ini sedang dilakukan pertemuan-pertemuan di antara negara-negara anggota ASEAN agar terdapat peraturan yang sama mengenai suplemen kesehatan. Di Amerika Serikat, nutrasetika diatur sebagai suplemen makanan yang merupakan produk kategori khusus dibawah kategori makanan. Regulasi yang diberlakukan adalah industri hanya melakukan proses pemberitahuan (notifikasi) kepada pihak regulator sebelum suatu produk suplemen makanan dapat beredar. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 29 Pengawasan dan evaluasi hanya dilakukan setelah produk beredar di masyarakat dan apabila terdapat laporan dari masyarakat ketika timbul efek yang tidak diinginkan setelah penggunaan nutrasetika tersebut. Peraturan dalam mengatur suplemen makanan diatur oleh undang-undang yang disebut dengan Dietary Supplement Health and Education Act (DSHEA). Undang-undang ini baru dibuat pada tahun 1994, dimana sebelum adanya undang-undang ini regulasi suplemen makanan disamakan dengan regulasi untuk mengatur masalah pangan. Oleh karena pemerintah sebagai pihak regulator tidak melakukan pengawasan dan evaluasi sebelum produk beredar, maka setiap industri bertanggung jawab dalam produksi dan pendistribusian yang aman dari produk suplemen makanan tersebut. Selain itu, setiap klaim yang dibuat harus didukung oleh bukti ilmiah yang memadai untuk menunjukkan bahwa klaim tersebut tidak salah atau tidak menyesatkan. Meskipun tidak melakukan pengawasan dan evaluasi sebelum produk beredar, akan tetapi regulator yaitu FDA tetap mempersyaratkan bagi setiap industri yang memproduksi, melakukan pengemasan atau menangani produk suplemen makanan untuk memiliki GMP. Sertifikat GMP ini yang dapat menjamin bahwa setiap industri telah memproduksi, melakukan pengemasan atau menangani produk secara benar dan sesuai dengan yang telah dipersyaratkan. Pengawasan yang dilakukan oleh regulator di Amerika Serikat lebih difokuskan pada klaim dan penandaan yang dicantumkan pada label. Pada label harus dicantumkan penandaan nutrisi dan dapat harus mengidentifikasikan setiap bahan pangan yang terkandung dalam produk. Semua bahan yang terkandung dalam produk harus dicantumkan. Namun, tidak ada aturan yang membatasi ukuran atau jumlah nutrisi yang dapat terkandung dalam suatu produk. Untuk peraturan di Uni Eropa, sama dengan di Indonesia, ada proses registrasi sebelum produk dapat beredar. Peraturan di Uni Eropa memiliki regulasi untuk melakukan pengawasan dan evaluasi setiap produk yang akan beredar di wilayahnya, baik sebelum produk tersebut beredar maupun setelah produk beredar di masyarakat. Namun, tidak seperti di wilayah ASEAN yang beberapa di antara negara anggotanya memiliki regulasi yang berbeda-beda, regulasi dalam mengatur Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 30 produk yang beredar sudah terharmonisasi dan regulasi tersebut berlaku di semua negara anggota di Uni Eropa. Di Uni Eropa, industri atau perusahaan harus memiliki dokumen lengkap sebagai keterangan resmi mengenai produk tersebut sehingga dapat mempermudah pemerintah dalam melakukan pengawasan dan evaluasi. Dokumen tersebut harus berisi informasi lengkap mengenai bahan-bahan yang terkandung dalam produknya. Informasi yang harus ada, meliputi, jumlah dan komposisi dan sumber dari bahan-bahan, kemurnian bahan, keamanan bahan yang digunakan dan produk jadi suplemen makanan yang akan diedarkan. Untuk memastikan kemurnian dan keamanan bahan yang digunakan, maka pihak industri diwajibkan untuk memakai bahan-bahan dari supplier yang jelas dan menguji kembali setiap bahan yang akan dijadikan produk suplemen makanan agar sesuai dengan yang telah dipersyaratkan. Sedangkan, dalam memastikan setiap produk yang akan diedarkan industri diwajibkan untuk memastikan kembali mutu, keamanan, dan kemanfaatan dari produk sebelum produk dijual ke masyarakat luas. Regulasi di Uni Eropa juga mengatur masalah pencantuman klaim dan penandaan pada label kemasan. Industri diwajibkan untuk mencantumkan nama dan alamat industri tersebut sehingga pemerintah dapat segera melacak dan menghubungi industri yang bersangkutan apabila suatu produk dicurigai berbahaya atau menimbulkan efek yang tidak diinginkan dari penggunaannya. Selain itu, pada label juga harus dicantumkan jenis produk, bahan-bahan dan kandungan nutrisinya, serta klaim kegunaan atau manfaat dari produk tersebut. Namun, klaim ini harus berdasarkan penelitian ilmiah atau fakta. Penandaan dan klaim yang dicantumkan pada label juga tidak boleh membuat masyarakat menggunakan produk tersebut dengan berlebihan dan menimbulkan interpreatasi yang salah di masyarakat. Berikut ini adalah tabel perbandingan regulasi registrasi produk nutrasetika di Indonesia, ASEAN, Amerika Serikat, dan Uni Eropa : Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 31 Tabel 3.1 Perbandingan regulasi registrasi nutrasetika di Indonesia, ASEAN, Amerika Serikat, dan Uni Eropa Indonesia Istilah yang Suplemen digunakan makanan ASEAN Amerika Serikat Suplemen Suplemen Uni Eropa Nutrasetika kesehatan (Brunei makanan Darussalam, Kamboja, Malaysia, Singapura) Suplemen makanan (Filipina, Vietnam) Suplemen diet (Myanmar, Thailand) Prosedur Registrasi Registrasi (Brunei Notifikasi Registrasi Darussalam, pendaftaran Kamboja, Malaysia, Filipina, Thailand, Vietnam) Tidak ada registrasi (Singapura) Regulator Badan Pengawas ASEAN Obat dan Makanan Consultative (BPOM) Committee Standards Food and Drug European Union; Administration European for (FDA); Center for Commision; and Food Safety and European Food Quality (ACCSQ) Applied Nutrition Safety Agency. Product Working (CFSAN); Group on Federal Trade Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 32 Traditional Commision (FTC) Medicines and Health Supplements; ASEAN Alliance of Health Supplement Association (AAHSA) Peraturan/re gulasi HK.00.05.23.3644 yang dan Dietary on Supplement Health Education and (DSHEA) Regulatory HK.00.05.41.1381 digunakan ASEAN Traditional Medicines Spesific Harmonized and Rules; European Act Commision (EC) Health Supplements (namun ini regulasi masih terus dilakukan pembahasan dan kesepakatan di antara negara anggota) Evaluasi pre Ada evaluasi pre Kamboja, market market Tidak ada evaluasi Ada evaluasi pre Indonesia, pre market market Malaysia, Filipina, Thailand, Vietnam Evaluasi post Ada evaluasi post Seluruh market market negara Ada evaluasi post Ada evaluasi post anggota market market Penetapan Penetapan memberlakukan evaluasi post market Aspek-aspek Penetapan yang diawasi standar persyaratan Penetapan dan standar persyaratan dan standar dan standar persyaratan persyaratan Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 dan 33 kemanfaatan, kemanfaatan, kemanfaatan, kemanfaatan, keamanan, mutu, keamanan, mutu, keamanan, mutu, keamanan, mutu, dan penandaan dan penandaan dan penandaan dan penandaan produk; produk; produk; produk; pemantauan pemantauan pemantauan pemantauan peredaran peredaran peredaran peredaran maupun promosi maupun promosi maupun promosi maupun promosi produk; klaim produk; klaim produk; klaim produk; klaim manfaat; manfaat; manfaat; manfaat; pemantauaan pemantauaan pemantauaan pemantauaan efek yang tidak efek yang tidak efek yang tidak efek yang tidak diinginkan. diinginkan. diinginkan. diinginkan. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan Pengawasan dan evaluasi terhadap peredaran suplemen makanan perlu dilakukan untuk menjamin mutu, keamanan, dan manfaat dari produk suplemen makanan sebelum digunakan oleh masyarakat. Pada beberapa wilayah atau negara terdapat perbedaan peraturan dalam melakukan pengawasan dan evaluasi produk suplemen makanan. 1. Regulasi registrasi nutrasetika di Indonesia, ASEAN, Amerika Serikat, dan Uni Eropa antara lain : a. Di Indonesia istilah nutrasetika lebih dikenal sebagai suplemen makanan. Regulasi yang diterapkan di Indonesia dalam mengatur peredaran suplemen makanan cukup ketat. Hal tesebut dikarenakan di Indonesia menerapkan sistem pengawasan dan evaluasi sebelum dan setelah produk beredar di masyarakat. Produk baru dapat beredar setelah produk tersebut melalui proses registrasi untuk menilai keamanan, mutu, dan kemanfaatannya, serta setelah produk dikatakan memenuhi syarat dan mendapatkan izin edar dari pihak regulator. b. Regulasi yang berlaku diantara negara anggota ASEAN masih terdapat perbedaan. Di kawasan ASEAN peraturan tersebut belum terharmonisasi sehingga belum ada aturan yang baku dalam mengatur peredaran produk suplemen kesehatan. Di sebagian negara ASEAN telah menerapkan pengawasan dan evaluasi sebelum dan setelah produk beredar di masyarakat. Di beberapa negara anggota lainnya masih ada yang hanya mengatur pengawasan dan evaluasi setelah produk beredar di masyarakat. c. Di Amerika Serikat istilah nutrasetika dikenal dengan suplemen makanan. Peraturan dalam mengatur peredaran suplemen makanan terdapat pada undang-undang yang disebut dengan DSHEA. Di Amerika Serikat peredaran suplemen makanan dapat dikatakan tidak sesulit di Indonesia yang menerapkan pengawasan dan evaluasi sebelum produk dapat beredar 34 Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 35 di masyarakat. Jika ingin menjual atau memproduksi produk suplemen makanan, maka pihak industri hanya perlu melakukan notifikasi kepada pihak regulator. Namun, Amerika Serikat tetap juga melakukan pengawasan dan evaluasi setelah produk beredar di masyarakat. d. Untuk di Uni Eropa, peraturan dalam hal peredaran nutrasetika sama seperti di Indonesia yang menerapkan pengawasan dan evaluasi sebelum dan setelah produk beredar di masyarakat. Regulasi di wilayah Uni Eropa memiliki regulasi yang sama ketatnya dengan di negara Indonesia. 2. Jika dibandingkan antara regulasi di Indonesia, ASEAN, Amerika Serikat, dan Uni Eropa maka dapat dikatakan bahwa masih terdapat beberapa persamaan dan perbedaan. Persamaan tersebut antara lain sama-sama menerapkan pengawasan dan evaluasi setelah produk beredar. Selain itu, terdapat beberapa hal yang sama-sama menjadi fokus perhatian dalam melakukan pengawasan dan evaluasi. Aspek-aspek yang menjadi fokus pengawasan dan evaluasi tersebut adalah penetapan standar dan persyaratan kemanfaatan, keamanan, mutu, dan penandaan produk; pemantauan, baik terhadap peredaran maupun promosi produk di masyarakat; klaim manfaat yang dicantumkan pada label dan kemasan; dan pemantauaan efek yang tidak diinginkan dari penggunaan produk. Sedangkan, perbedaannya terletak dalam hal pengawasan dan evaluasi sebelum produk beredar di masyarakat dan pemberian izin edar produk. 4.2. Saran 1. Meskipun produk nutrasetika tersebut dikategorikan sebagai bukan obat, sebaiknya tetap harus dilakukan pengawasan sebelum produk tersebut digunakan oleh masyarakat agar dapat lebih menjamin mutu, keamanan, dan manfaat yang diterima oleh masyarakat. 2. Masyarakat tetap harus berhati-hati dan tidak terjebak dalam promosi berlebihan dari produsen walaupun produk tersebut telah mendapatkan izin edar dari pemerintah sebagai pihak berwenang yang melakukan pengawasan. 3. Masyarakat harus lebih waspada terhadap peredaran produk nutrasetika ilegal atau palsu karena semakin banyaknya jenis dan jumlah produk yang beredar di Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 36 masyarakat dan tidak mudah percaya terhadap setiap klaim kegunaan yang dipromosikan. 4. Masyarakat harus cerdas dalam memilih produk nutrasetika yang akan dikonsumsinya dan menggunakan produk tersebut secara efektif, tepat, dan rasional sehingga upaya pemeliharaan kesehatan dan mencegah risiko timbulnya penyakit dapat tercapai. 5. BPOM sebagai pihak yang berwenang harus lebih ketat dalam melakukan pengawasan, terutama untuk produk nutrasetika ilegal sehingga dapat melindungi masyarakat dari konsumsi produk nutrasetika yang belum terbukti keamanannya. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 DAFTAR ACUAN ASEAN Member Countries. (2011). Report Draft of Fifteenth Meeting of The Traditional Medicines and Health Supplements Product Working Group (TMHS PWG). Malaysia : ASEAN Consultative Committee for Standards and Quality (ACCSQ) Product Working Group on Traditional Medicines and Health Supplements. ASEAN Member Countries. (2006). Profile of Definition, Terminology, and Technical Requirement of Traditional Medicines and Health Supplements among ASEAN Member Countries. Indonesia : ASEAN Consultative Committee for Standards and Quality (ACCSQ) Product Working Group on Traditional Medicines and Health Supplements. Department of Health and Human Services. (1997). 21 CFR Part 101 Chapter I, and Part, 190 Food Labelling Regulation, Amendments; Food Regulation Uniform Compliance Date; and New Dietary Ingredient Premarket Notification; Final Rules, Volume 62 No. 184. United States : Food and Drug Administration. Dietary Supplement Health and Education Act. (2009). Overview of Dietary Supplements. United States : Food and Drug Administration. http://www.fda.gov/Food/DietarySupplements/ConsumerInformation/ucm 110417.htm. Diunduh pada 9 Februari 2012, pukul 22.38. Direktorat Penilaian Obat Tradisional, Suplemen Makanan, dan Kosmetik. (2004). Buku Informatorium Suplemen Makanan. Jakarta : Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Gulati, O. P. & Ottaway, P. B. (2006). Legislation Relating to Nutraceuticals in the European Union with a Particular Focus on Botanical-Sourced Products. Journal of Toxicology Volume 221, Hlm. 75 – 87. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2005a). Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.00.05.23.3644 tentang Ketentuan Pokok Pengawasan Suplemen Makanan. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan 37 Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 38 Makanan Republik Indonesia. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2005b). Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.00.05.41.1381 tentang Tata Laksana Pendaftaran Suplemen Makanan. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Palthur(a), M. P., Palthur(b), S. S. S., & Chitta, S. K. (2010). Nutraceuticals: Concept and Regulatory Scenario. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences Volume 2 Issue 2, Hlm. 14 – 20. Pandey, M., Verma, R. K., & Saraf, S. A. (2010). Nutraceuticals: New Era of Medicine Health. Asian Journal of Pharmaceutical and Clinical Research Volume 3 Issue 1, Hlm. 11 – 15. The Regulatory Company. (2012). Registration of Nutraceuticals in the EU: Requirements for Product Compliance. http://www.regcom.nl. Diunduh pada 8 Februari 2012, pukul 21.31 WIB. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 Berkas Persyaratan Pendaftaran Baru Suplemen Makanan di Indonesia Lampiran 1 39 Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 Lanjutan Lampiran 1 40 Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 [Sumber: Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2005b] Lanjutan Lampiran 1 41 Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 [Sumber: Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2005b] Formulir Pendaftaran Variasi Suplemen Makanan di Indonesia Lampiran 2 42 Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 : Perubahan tempat produksi : Perubahan atau penambahan jenis kemasan 5.6 6.2 : Perubahan bahan tambahan yang tidak mengubah manfaat kelompok : Perubahan formula atau komposisi yang bahan utamanya tergolong dalam satu : Perubahan teknologi produksi 5.5 6.1 : Perubahan stabilitas 5.4 : Perubahan nama importir, tanpa perubahan status kepemilikan 4.6 : Perubahan spesifikasi dan/atau metode analisis produk jadi : Perubahan nama pabrik atau nama pemberi lisensi tanpa perubahan status kepemilikan 4.5 5.3 : Perubahan desain kemasan 4.4 : Perubahan spesifikasi dan/atau metode analisis bahan baku : Perubahan klaim pada penandaan yang tidak mengubah manfaat 4.3 5.2 : Perubahan atau penambahan ukuran kemasan 4.2 5.1 : Perubahan nama produk tanpa perubahan komposisi 4.1 [Sumber: Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2005b] Kategori 6 : Kategori 5 : Kategori 4 : Keterangan : Kelengkapan Persyaratan Pendaftaran Variasi Suplemen Makanan di Indonesia Lampiran 3 43 [Sumber: Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2005b] Informasi Minimal yang Dicantumkan pada Rancangan Kemasan saat Pendaftaran Suplemen Makanan di Indonesia Lampiran 4 44 Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 [Sumber: Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2005b] Dokumen Administratif Pendaftaran Suplemen Makanan di Indonesia Lampiran 5 45 Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 [Sumber: Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2005b] Dokumen Pendukung Pendaftaran Suplemen Makanan di Indonesia Lampiran 6 46 Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 47 Lampiran 7 Perbandingan Bahan, Fungsi, Bentuk Sediaan Suplemen Kesehatan di ASEAN [Sumber: ASEAN Member Countries, 2006] (telah diolah kembali) Keterangan : BD = Brunei Darussalam; C = Cambodia; I = Indonesia; L = Laos; M = Malaysia; Myr = Myanmar; P = Philippines ; S = Singapore ; T = Thailand ; V = Vietnam. Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 48 Lampiran 8 Perbandingan Tata Cara Pendaftaran Suplemen Kesehatan di ASEAN Tahap Registrasi dan Evaluasi [Sumber: ASEAN Member Countries, 2006] (telah diolah kembali) Keterangan : BD = Brunei Darussalam; C = Cambodia; I = Indonesia; L = Laos; M = Malaysia; Myr = Myanmar; P = Philippines ; S = Singapore ; T = Thailand ; V = Vietnam. Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 49 Lanjutan Lampiran 8 Tahap Evaluasi Pre Marketing Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 50 Lanjutan Lampiran 8 Lanjutan Evaluasi Pre Marketing Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 51 Lanjutan Lampiran 8 Lanjutan Evaluasi Pre Marketing [Sumber: ASEAN Member Countries, 2006] (telah diolah kembali) Keterangan : BD = Brunei Darussalam; C = Cambodia; I = Indonesia; L = Laos; M = Malaysia; Myr = Myanmar; P = Philippines ; S = Singapore ; T = Thailand ; V = Vietnam. Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 52 Lanjutan Lampiran 8 Tahap Pengawasan Post Marketing [Sumber: ASEAN Member Countries, 2006] (telah diolah kembali) Keterangan : BD = Brunei Darussalam; C = Cambodia; I = Indonesia; L = Laos; M = Malaysia; Myr = Myanmar; P = Philippines ; S = Singapore ; T = Thailand ; V = Vietnam. Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 53 Lampiran 9 Parameter Khusus Penandaan Suplemen Kesehatan di ASEAN Keterangan : BR = Brunei Darussalam CB = Cambodia IN = Indonesia LS = Laos ML = Malaysia MM = Myanmar PH = Philippines SP = Singapore TH = Thailand VT = Vietnam Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012 54 Lampiran 10 Contoh Penandaan “Fakta Suplemen” di Amerika Serikat [Sumber: Department of Health and Human Services, 1997] Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012