UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

advertisement
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
PT. KALBE FARMA, Tbk.
PERIODE 1 FEBRUARI – 30 MARET 2012
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
CYNTHYA ESRA WIHELMINA, S.Farm.
1106046774
ANGKATAN LXXIV
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM PROFESI APOTEKER – DEPARTEMEN FARMASI
DEPOK
JUNI 2012
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
PT. KALBE FARMA, Tbk.
PERIODE 1 FEBRUARI – 30 MARET 2012
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Apoteker
CYNTHYA ESRA WIHELMINA, S.Farm.
1106046774
ANGKATAN LXXIV
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM PROFESI APOTEKER – DEPARTEMEN FARMASI
DEPOK
JUNI 2012
ii
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker diajukan oleh:
Nama
: Cynthya Esra Wihelmina, S.Farm.
NPM
: 1106046774
Program Studi : Apoteker – Departemen Farmasi FMIPA UI
Judul Laporan : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
PT. Kalbe Farma, Tbk.
Periode 1 Februari – 30 Maret 2012
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima
sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Apoteker pada program studi Apoteker – Departemen Farmasi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing I : Mimi Yosiani, S.Si., Apt.
Pembimbing II: Dr. Harmita, Apt.
Penguji I
: Prof. Dr. Yahdiana H., MS., Apt.
Penguji II
: Dra. Juheini Amin, M.Si., Apt.
Penguji III
: Dr. Iskandarsyah, MS., Apt.
Ditetapkan di : Depok
Tanggal
: 25 Juni 2012
iii
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus
atas rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi
Apoteker (PKPA) Angkatan LXXIV Universitas Indonesia, yang diselenggarakan
pada tanggal 1 Februari – 30 Maret 2012 di PT. Kalbe Farma, Tbk. Jalan Letnan
Jenderal Suprapto, Kav. 4, Jakarta.
Kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker dan penyusunan laporan Praktek
Kerja Profesi Apoteker merupakan bagian dari kegiatan perkuliahan program
pendidikan profesi Apoteker dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman,
pengetahuan, dan keterampilan mahasiswa. Setelah mengikuti kegiatan Praktek
Kerja Profesi Apoteker, diharapkan Apoteker yang lulus nantinya dapat
mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki kepada masyarakat
pada saat memasuki dunia kerja. Dalam pelaksanaan kegiatan Praktek Kerja
Profesi Apoteker ini, penulis mendapat banyak bantuan, bimbingan, dan saransaran dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan penuh
ketulusan dan kerendahan hati penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :
1. Drs. Sie Johan selaku Director of Corporate Business Development and
Management System yang telah memberikan kesempatan untuk melaksanakan
Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Kalbe Farma, Tbk.
2. Dra. Nurul Hidayah Yusuf, MM., Apt. selaku General Manager of Corporate
Regulatory Affairs yang telah memberikan kesempatan untuk melaksanakan
Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Kalbe Farma, Tbk.
3. Metty Susanti, S.Si., Apt. selaku Senior Regulatory Manager yang telah
memberikan pengarahan dan informasi yang bermanfaat selama pelaksanaan
Praktek Kerja Profesi Apoteker, serta kesempatan untuk melaksanakan
Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Kalbe Farma, Tbk.
4. Mimi Yosiani, S.Si., Apt. selaku Regulatory Manager sekaligus pembimbing
penyusunan laporan di PT. Kalbe Farma, Tbk. yang telah memberikan
bimbingan, pengarahan, saran, dan informasi yang sangat bermanfaat selama
pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker dan penyusunan laporan ini.
iv
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
5. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., Apt. selaku Ketua Departemen Farmasi
FMIPA Universitas Indonesia.
6. Dr. Harmita, Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker Departemen
Farmasi FMIPA Universitas Indonesia sekaligus pembimbing yang telah
memberikan bimbingan, pengarahan, dan saran selama pelaksanaan Praktek
Kerja Profesi Apoteker dan penyusunan laporan ini.
7. Seluruh staf dan karyawan di PT. Kalbe Farma, Tbk. khususnya Corporate
Regulatory Affairs yang telah banyak membantu dan memberikan informasi
yang bermanfaat selama pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker.
8. Seluruh dosen pengajar, staf, dan karyawan Departemen Farmasi FMIPA
Universitas Indonesia.
9. Keluarga tersayang atas segala doa dan dukungan, baik moral maupun materil,
perhatian dan kesabaran, serta yang telah menemani saat mengalami masa
yang sulit.
10. Seluruh sahabat dan teman Program Profesi Apoteker Universitas Indonesia
yang telah banyak menghibur dan memberikan dukungan, semangat,
pengalaman, serta berbagi ilmu selama masa perkuliahan dan pelaksanaan
Praktek Kerja Profesi Apoteker.
11. Semua pihak yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, informasi yang
sangat bermanfaat, dan dukungan kepada penulis selama pelaksanaan Praktek
Kerja Profesi Apoteker dan penyusunan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dan kesalahan dalam
penyusunan laporan ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membangun. Penulis berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang
penulis dapatkan selama pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini dapat
memberikan manfaat bagi rekan-rekan sejawat dan semua pihak yang
membutuhkan.
Penulis
2012
v
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ...................................................................................... i
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... iii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iv
DAFTAR ISI...................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. ix
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... x
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1
Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2
Tujuan .......................................................................................... 3
BAB 2 TINJAUAN UMUM ............................................................................. 4
2.1
PT. Kalbe Farma, Tbk ................................................................. 4
2.2
Corporate Business Development ............................................... 7
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS .......................................................................... 12
3.1
Registrasi ..................................................................................... 12
3.2
Pendaftar ...................................................................................... 12
3.3
Registrasi Obat ............................................................................ 14
3.4
Registrasi Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar, dan
Fitofarmaka ................................................................................. 21
3.5
Registrasi Suplemen Makanan .................................................... 25
3.6
Registrasi Pangan ........................................................................ 28
3.7
Notifikasi Kosmetika ................................................................... 32
3.8
Registrasi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga ......................................................................................... 35
3.9
ASEAN Common Technical Dossier / ASEAN Common Technical
Requirements ............................................................................... 40
vi
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
BAB 4 PEMBAHASAN .................................................................................... 43
4.1
Corporate Regulatory Affairs PT. Kalbe Farma, Tbk ................. 43
4.2
Registrasi Obat ............................................................................ 44
4.3
Registrasi Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar, dan
Fitofarmaka ................................................................................. 47
4.4
Registrasi Suplemen Makanan .................................................... 48
4.5
Registrasi Pangan ........................................................................ 49
4.6
Notifikasi Kosmetika ................................................................... 50
4.7
Registrasi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga ......................................................................................... 51
4.8
Dokumen Pra Registrasi dan ASEAN Common Technical
Dossier ........................................................................................ 52
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 53
5.1
Kesimpulan.................................................................................. 53
5.2
Saran ............................................................................................ 54
DAFTAR ACUAN ............................................................................................ 55
vii
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1.
Struktur Organisasi Corporate Regulatory Affairs PT. Kalbe
Farma, Tbk. .......................................................................................... 8
viii
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1.
Perbedaan Registrasi Obat Antara Peraturan Tahun 2003 dan
Tahun 2011 ................................................................................. 45
Tabel 4.2.
Perbedaan Antara Sistem Registrasi dan Notifikasi Kosmetika . 50
ix
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Struktur Organisasi PT. Kalbe Farma, Tbk................................. 57
Lampiran 2.
Struktur Kepemilikan Perseroan dan Anak Perusahaan PT. Kalbe
Farma, Tbk .................................................................................. 58
Lampiran 3.
Isi Dokumen Pra Registrasi/Registrasi ....................................... 59
Lampiran 4.
Alur Registrasi ............................................................................ 63
Lampiran 5.
Alur Registrasi dan Evaluasi Obat .............................................. 65
Lampiran 6.
Kelengkapan Dokumen Registrasi Baru ..................................... 66
Lampiran 7.
Jenis Perubahan, Persyaratan, dan Kelengkapan Dokumen
Registrasi Variasi ........................................................................ 70
Lampiran 8.
Persyaratan Registrasi Alat Kesehatan ....................................... 99
Lampiran 9.
Persyaratan Registrasi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga ... 100
x
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kebutuhan
manusia
akan
produk-produk
yang
digunakan
untuk
menunjang kehidupannya semakin banyak setiap harinya. Selain digunakan untuk
menunjang kehidupannnya, kebutuhan tersebut juga digunakan untuk dapat
mengobati, mempertahankan, memelihara, dan meningkatkan kualitas hidupnya.
Kebutuhan tersebut antara lain kebutuhan akan pangan dan bahan pangan untuk
mempertahankan dan menunjang kehidupan; obat-obatan, baik obat-obatan
sintesis, produk biologi, obat tradisional, obat herbal, dan fitofarmaka untuk
mengobati, mempertahankan, memelihara, dan meningkatkan kualitas hidup;
suplemen makanan untuk memelihara dan mempertahankan kualitas hidup;
kosmetika untuk menunjang, memelihara, dan mempertahankan kualitas hidup;
dan alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
Modernisasi dalam pola kehidupan dan kesadaran masyarakat menjadi
salah satu faktor yang mempengaruhi semakin meningkatnya kebutuhan manusia,
selain daripada faktor perkembangan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
Oleh karena itu, pemerintah sebagai pihak yang berwenang harus melakukan
pengawasan terhadap peredaran produk-produk tersebut agar masyarakat dapat
memperoleh produk yang bermutu, bermanfaat, mempunyai efikasi, dan aman
jika digunakan. Hal tersebut sesuai dengan isi Undang-Undang Dasar 1945
Republik Indonesia yang menyebutkan bahwa segala aspek kehidupan yang
berhubungan dengan hajat hidup orang banyak harus diatur oleh pemerintah.
Untuk tujuan tersebut, maka pemerintah membentuk suatu badan yang disebut
dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Kementerian
Kesehatan (KemenKes) sebagai pihak yang diberikan tanggung jawab dan
wewenang penuh oleh pemerintah untuk melaksanakan pengawasan peredaran
produk, baik sebelum produk tersebut diedarkan maupun sesudah produk tersebut
diedarkan di masyarakat, dengan tujuan utama untuk melindungi masyarakat.
1
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
2
Setiap industri, baik industri dalam negeri maupun industri luar negeri,
yang akan memasarkan produknya di Indonesia harus melalui proses registrasi
terlebih dulu di BPOM atau KemenKes untuk mendaftarkan produknya. Dengan
adanya peraturan registrasi ini, maka masyarakat akan terlindung dari produkproduk yang belum jelas mutu, efikasi, manfaat, dan keamanannya, serta
masyarakat mendapat jaminan memperoleh produk-produk yang berkualitas.
Dalam pelaksanaan prosedur pendaftaran atau registrasi tersebut, tentu saja
industri terkait, dalam hal ini industri farmasi, memerlukan bagian yang dapat
mengetahui, mengerti, dan memahami secara jelas pelaksanaan prosedur registrasi
tersebut, persyaratan yang diperlukan, dan peraturan-peraturan pemerintah terkait.
Oleh karena itu, masing-masing industri biasanya memiliki bagian yang disebut
dengan Regulatory Affairs yang merupakan penghubung antara pihak industri
dengan pihak pemeritah, dalam hal ini BPOM dan KemenKes sebagai badan
pengawas.
Regulatory Affairs bertanggung jawab untuk meregistrasikan setiap
produk yang akan diedarkan oleh industri yang bersangkutan di masyarakat dan
mengawal setiap regulasi baru yang akan memberi dampak terhadap
perusahaannya. Oleh karena itu, bagian Regulatory Affairs harus dapat menjamin
bahwa produk yang akan diregistrasikannya tersebut memiliki dokumen yang
memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan efikasi. Apoteker sebagai salah satu
tenaga kesehatan profesional, tentunya sangat berperan dalam bagian Regulatory
Affairs ini karena tanggung jawabnya yang salah satunya adalah menjamin
kesehatan masyarakat. Selain itu, Apoteker juga memiliki pengetahuan dan
kompetensi yang dibutuhkan untuk berperan sebagai seorang di Regulatory.
Sebelum
para
calon
Apoteker
mengaplikasikan
kompetensi
dan
kemampuannya, maka para calon apoteker perlu diberikan pembekalan ilmu dan
informasi yang lebih mendalam mengenai Regulatory untuk dapat lebih
memahami mengenai tugas dan fungsinya. Praktek Kerja Profesi Apoteker
(PKPA), khususnya di Regulatory Affairs, perlu dilakukan oleh para calon
Apoteker sehingga dapat lebih mengetahui dan sebagai gambaran di kemudian
hari mengenai peranannya terhadap masyarakat di bidang industri, khususnya di
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
3
bidang Regulatory, sehingga masyarakat memperoleh produk-produk yang
bermutu, aman, dan berkhasiat.
1.2. Tujuan
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Kalbe Farma, Tbk.,
khususnya di Corporate Regulatory Affairs, bertujuan agar para calon Apoteker :
1. Memahami peranannya sebagai Apoteker di industri farmasi, khususnya pada
bagian Regulatory Affairs.
2. Mengetahui dan memahami mekanisme pendaftaran atau registrasi produk,
baik obat dan produk biologi; obat tradisional, obat herbal terstandar, dan
fitofarmaka; suplemen makanan; pangan; kosmetika; maupun alat kesehatan
dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
3. Mengetahui dan memahami lingkup kerja, tugas, dan fungsi seorang
Regulatory Affairs Officer.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
BAB 2
TINJAUAN UMUM
2.1. PT. Kalbe Farma, Tbk. (PT. Kalbe Farma, Tbk., 2010)
2.1.1. Sejarah dan Perkembangan
Kalbe Farma didirikan oleh dr. Boenyamin Setiawan pada tanggal 10
September 1966 di Jalan Simpang I No. 1 Tanjung Priok, Jakarta Utara. Kalbe
Farma memulai usaha di bidang produksi dan distribusi produk perawatan
kesehatan dengan memproduksi Bioplacenton sebagai produk pertamanya yang
dipasarkan tahun 1967. Pada tahun 1971, Kalbe Farma menempati pabrik yang
lebih luas di Jalan Ahmad Yani, Pulomas, Jakarta Timur dan memperoleh status
PMDN pada tahun 1974.
Kemajuan demi kemajuan dalam bidang bisnis diraih Kalbe Farma melalui
semangat, tekad kuat, dan kerja keras. Dimulai pada tahun 1977, Kalbe Farma
mengakuisisi PT. Dankos Laboratories. Pada tahun 1981, bisnis distribusi
dialihkan kepada PT. Enseval sesuai dengan ketentuan pemerintah. Selanjutnya,
pada tahun 1985 Kalbe Farma mengakuisisi pula PT. Bintang Toedjoe dan PT.
Hexpharm Jaya. Kemajuan bisnis Kalbe Farma semakin luas dan pesat dengan
diakuisisinya PT. Sanghiang Perkasa pada tahun 1993 dan konsolidasi bisnis
nutrisi dilakukan dalam anak perusahaan ini. Kalbe Farma group kembali
mempertajam fokus bisnisnya pada produk kesehatan lainnya yang memiliki
tingkat pertumbuhan menjanjikan, seperti produk suplemen makanan dan obat
tradisional melalui akuisisi 80% saham PT. Saka Farma pada tahun 1997.
Pada tahun 1998, pabrik Kalbe Farma berpindah lokasi ke Cikarang
Bekasi dengan luas area dan bangunan yang lebih luas sehingga dapat
menampung kegiatan industri yang makin berkembang secara menyeluruh. Pada
tanggal 16 Desember 2005, dilakukan penggabungan usaha antara PT. Kalbe
Farma, Dankos Laboratories (yang telah berubah nama menjadi Dankos Farma),
dan PT. Enseval menjadi satu perusahaan terintegrasi dalam rangka menciptakan
suatu perusahaan farmasi terbesar di kawasan Asia Tenggara. Fokus PT. Kalbe
Farma di tahun berikutnya, yaitu untuk memperluas cakupan regional,
4
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
5
membangun merek dan infrastruktur global, meningkatkan pengembangan
penemuan obat, dan membangun jaringan dan kemitraan global. Hal ini terlihat di
awal tahun 2007, Kalbe Farma memperkenalkan logo baru perusahaan
menggunakan simbol DNA Helix yang menunjukkan bahwa perusahaan
memfokuskan diri untuk masyarakat, peduli, dan berbagi, juga warna hijau yang
diasosiasikan sebagai lambang kehidupan, pertumbuhan dan inovasi. Di tahun
yang sama, PT. Kalbe Farma, Tbk. juga mendirikan Stem Cell and Cancer
Institute (SCI) yang bergerak di bidang riset sel punca dan kanker, yang memiliki
potensi besar menjadi terapi masa depan menggantikan obat-obatan konvensional
saat ini. Di tahun 2010, Manajemen Perseroan juga telah mengambil satu langkah
besar yakni divestasi divisi kemasan Kalbe, yaitu PT. Kageo Igar Jaya, Tbk.
beserta anak perusahaannya. Hal ini dilakukan sehingga Kalbe Farma dapat
kembali fokus pada bisnis inti serta dapat mengalokasikan sumber daya yang ada
ke bisnis inti Kalbe Farma, yakni menyediakan solusi kesehatan yang lengkap.
Hingga saat ini terdapat 9 SBU (Strategic Business Unit) yang dijalankan
oleh PT. Kalbe Farma, Tbk., yaitu Pharmaceutical untuk obat-obatan yang
diresepkan; Kesehatan Konsumen untuk obat-obat Over The Counter (OTC);
Nutrisi yang dijalankan oleh Sanghiang Perkasa; Distribusi dan Logistik
dijalankan oleh PT. Enseval Putra Mitragading, Tbk.; Biopharma yang
berhubungan dengan produk bioteknologi, seperti Laboratorium BE dan SCI; Eye
care yang dijalankan oleh Kalbe Vision; Alat Kesehatan yang dijalankan oleh
Enseval Medica Prima; Pelayanan Kesehatan melalui Klinik dan Apotek Mitra
Sana; dan SBU Kalbe International. Dengan adanya 9 SBU ini, Kalbe Group
telah berhasil memposisikan merek-mereknya sebagai pemimpin di dalam
berbagai kategori terapi di pasar Indonesia dan juga internasional.
Kemajuan PT. Kalbe Farma, Tbk. yang begitu pesat dihasilkan dari
penetapan tata kelola perusahaan yang baik oleh seluruh karyawan dan
manajemen, termasuk pemegang saham. Tata kelola perusahaan yang baik
berdasarkan Good Corporate Governance (GCG) telah diterapkan sejak tahun
2001, dan hingga saat ini kebijakan dan prakteknya terus diperkuat. Selain itu,
strategi pertumbuhan Kalbe Group juga bertumpu pada tiga pilar penyempurnaan
Productivity-Innovation-Cash Flow (PIC) yang telah dirancangkan sejak tahun
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
6
2009. Strategi ini terus dikembangkan ke berbagai aspek yang lebih mendalam
dan lebih meluas di dalam organisasi Kalbe Group. Penyempurnaan PIC terus
ditingkatkan melalui mobilisasi dan rangkaian konvensi CONIM (Continous
Improvement) di seluruh jenjang karyawan. Visi, misi, dan nilai-nilai yang
dipegang teguh oleh PT. Kalbe Farma, Tbk. juga menjadi pedoman untuk
menjalankan perekonomiannya hingga menjadi perusahaan besar seperti saat ini.
2.1.2. Visi dan Misi
PT. Kalbe Farma, Tbk. mempunyai visi yaitu "To be the Best Indonesian
Health Care Company Driven by Innovation, Strong Brands, and Excellent
Management". Visi tersebut apabila diartikan dalam Bahasa Indonesia berarti
“untuk menjadi perusahaan terbaik di Indonesia yang bergerak dalam pelayanan
kesehatan melalui inovasi, merek dagang yang kuat, dan manajemen yang baik”.
Adapun visi tersebut dicapai melalui misi perusahaan, yaitu "To improve health
for a better life" yang diartikan menjadi “meningkatkan kesehatan untuk hidup
yang lebih baik”.
2.1.3. Kalbe Panca Sradha
PT. Kalbe Farma, Tbk. memiliki lima kepercayaan atau nilai dalam
menjalankan perusahaannya yang dikenal dengan Kalbe Panca Sradha. Lima
kepercayaan tersebut adalah :
1. Trust is the glue of life
Saling percaya adalah perekat di antara kami
2. Mindfulness is the foundation of our action
Kesadaran penuh adalah dasar setiap tindakan kami
3. Innovation is the key to our success
Inovasi adalah kunci keberhasilan kami
4. Strive to be the best
Bertekad untuk menjadi yang terbaik
5. Interconnectedness is a universal way of life
Saling keterkaitan adalah panduan hidup kami
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
7
2.1.4. Motto Perusahaan
Motto perusahaan adalah "The Scientific Pursuit of Health for a Better
Life", yang menunjukkan bahwa perusahaan melakukan usaha pencarian di bidang
kesehatan melalui ilmu pengetahuan sains dan teknologi untuk meraih kehidupan
yang lebih baik.
2.2. Corporate Business Development
2.2.1. Business Development
Business Development (BD) berperan dalam memberikan layanan
pengembangan produk, bisnis, dan servis baru untuk meningkatkan pertumbuhan
perusahaan. Business Development dapat melakukan pendampingan dan
membantu produktivitas perusahaan terhadap produk baru. Business Development
merupakan unit bisnis yang bertujuan untuk mengembangkan berbagai produk
obat, alat kesehatan, nutrisi, dan suplemen kesehatan yang tepat dan untuk
memastikan bahwa produk baru yang dikembangkan sejalan dengan kebijakan
dan strategi bisnis.
Business Development (BD) dipimpin oleh seorang Head BD yang harus
memiliki jiwa pengembangan bisnis yang baik. Hal ini sesuai dengan tujuan
jabatannya, yaitu mampu mengembangkan bisnis dengan melihat trend
perkembangan pengobatan sehingga dapat memberikan kontribusi penjualan
untuk produk baru dan memaksimalkan nilai jual suatu produk. Peranan dan tugas
BD antara lain :
1. Menganalisis
peluang
usaha
terhadap
produk-produk
yang
akan
dikembangkan oleh PT. Kalbe Farma, Tbk. sesuai dengan kondisi marketing
perusahaan dan kebijakan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan
Kementerian Kesehatan (KemenKes) selaku pihak evaluator.
2. Menganalisis paten, profil produk, penerimaan konsep produk oleh dokter dan
konsumen, kompetitor, potensi pasar, dan pengembangannya ke depan.
3. Melakukan studi pre-marketing termasuk survei dari business case.
4. Melakukan negosiasi dan persetujuan dengan principal baru yang potensial,
baik dalam bentuk lisensi maupun impor bahan baku material dan produk jadi.
5. Mengikuti trend penyakit, pengobatan, tindakan pencegahan, gaya hidup, dan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
8
lain-lain yang berhubungan dengan kesehatan.
6. Menentukan dan mengusulkan kriteria delisting product.
7. Berkomitmen terhadap implementasi kebijakan mutu, kesehatan, dan
keselamatan kerja dan lingkungan.
2.2.2. Corporate Regulatory Affairs
2.2.2.1. Struktur Organisasi
Corporate Regulatory Affairs (Corp. RA) adalah unit yang melakukan
registrasi produk ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) ataupun
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (KemenKes RI). Produk-produk yang
diregistrasikan oleh Corp. RA adalah produk dari PT. Kalbe Farma, Tbk., PT.
Dankos Farma, PT. Hexpharm Jaya, dan PT. Finusolprima Farma Internasional.
Corp. RA dipimpin oleh seorang General Manager yang membawahi seorang
Senior Regulatory Manager dan seorang Regulatory Manager. Struktur organisasi
dari Corp. RA dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1. Struktur Organisasi Corporate Regulatory Affairs
PT. Kalbe Farma, Tbk.
Berdasarkan penjelasan struktur di atas terlihat bahwa terdapat dua
kategori produk yang ditangani oleh RA Officer, yaitu :
1. Produk Obat Kalbe
Beberapa RA Officer yang dipimpin langsung oleh Regulatory Manager
menangani registrasi produk-produk obat dari PT. Kalbe Farma, Tbk. (produk
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
9
dengan zat aktif baru, produk biologis, dan Branded Generic/BG), serta alat
kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
2. Produk Non Obat Kalbe dan Produk Obat Selain Kalbe
Para RA Officer yang bertanggung jawab atas produk non obat dan produk
obat selain Kalbe menangani registrasi produk-produk obat dari PT. Hexpharm
Jaya, PT. Dankos Farma, dan PT. Finusolprima Farma Internasional. Selain itu,
juga melakukan registrasi obat tradisional dan suplemen kesehatan (TMHS),
kosmetik, dan pangan. RA Officer yang menangani produk non obat Kalbe dan
produk obat selain Kalbe dipimpin oleh Senior Regulatory Manager.
2.2.2.2. Uraian Jabatan
Berdasarkan standar yang ditetapkan oleh PT. Kalbe Farma, Tbk., maka
para pemangku jabatan di Regulatory Affairs (Regulatory Officer) harus memiliki
pendidikan minimal Sarjana Farmasi. Selain itu, harus memiliki kompetensi,
seperti interpersonal skill yang baik, mampu berbahasa Inggris, menguasai
komputer, kemampuan komunikasi yang baik, memiliki pengetahuan mengenai
registrasi, mampu memecahkan masalah, dan memiliki self leadership. Peran dan
fungsi Regulatory Officer (RO), yaitu :
1. Mengkoordinir dan memonitor kegiatan pendaftaran dan memperoleh
persetujuan produk dan perizinan lain yang dilakukan agar sesuai dengan
jadwal yang ditetapkan.
2. Mengevaluasi dan menindaklanjuti proses pendaftaran produk dan perizinan
melalui koordinasi dengan bagian terkait di dalam perusahaan maupun dengan
pihak luar.
3. Memonitor pendaftaran SMF (Site Master File) dan memperoleh perizinan
SMF tepat waktu.
4. Memonitor perolehan CPP (Certificate of Pharmaceutical Product), GMP
(Good Manufacturing Practice), PPUB (Persetujuan Pelaksanaan Uji
Bioekivalensi), PPUK (Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik), pemasukan obat
jalur khusus atau SAS (Special Access Scheme), dan izin impor.
5. Memonitor perolehan persetujuan rancangan iklan dan promosi lainnya.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
10
6. Membina hubungan baik dengan semua instansi terkait, yaitu BPOM,
KemenKes RI, dan Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen
HAKI).
7. Memastikan perusahaan update mengenai peraturan terbaru di bidang
kesehatan yang berhubungan dengan bisnis perusahaan.
2.2.2.3. Hubungan Kerja
Regulatory Officer (RO) tidak dapat dipisahkan dari bagian lain dalam
melaksanakan tugasnya. Bagian-bagian yang bekerja sama secara internal dengan
RO untuk memperoleh data dalam penyusunan dokumen registrasi, antara lain :
1. Bagian Medical, untuk memperoleh data package insert/brosur.
2. Bagian Marketing Ethical, Over The Counter (OTC), dan ekspor yang
berhubungan dengan pemasaran produk obat.
3. Bagian Research and Development (R&D) dan Process Development (Proc.
Dev.), untuk memperoleh informasi mengenai pengembangan produk dan
kemasan, metode analisa, dan sebagainya.
4. Bagian Business Development (BD), berhubungan dengan perencanaan
produk atau bisnis baru.
5. Bagian Pepustakaan, untuk memperoleh literatur yang diperlukan.
6. Bagian Purchasing, untuk memperoleh data sumber bahan baku obat, DMF
(Drug Master File), dan spesifikasi masing-masing bahan baku yang
dinyatakan dalam sertifikat analisis.
7. Bagian Pabrik, seperti bagian Produksi, Production Planning Inventory
Control (PPIC), Quality Assurance (QA), dan Quality Control (QC), untuk
mendapatkan informasi mengenai perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan
yang dilakukan selama proses produksi; data stabilitas; hasil validasi proses
produksi; dan lain-lain dalam tujuannya menjamin kualitas obat.
8. Bagian Legal, untuk memperoleh trademark dari produk yang diregistrasikan.
Selain melaksanakan hubungan kerja sama internal, RO juga menjalin
hubungan kerja sama eksternal dengan beberapa instansi terkait, seperti BPOM,
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
11
Ditjen HAKI, KemenKes RI, Institusi Penelitian dan Pengembangan, Universitas,
dan berbagai pihak terkait yang lainnya.
2.2.2.4. Alur Internal Proses Registrasi Obat
Proses registrasi obat dimulai dengan penyusunan FUPB/FUPP. FUPB
adalah Formulir Usulan Produk Baru, sedangkan FUPP adalah Formulir Usulan
Perubahan Produk. Kedua formulir ini diserahkan kepada RA berdasarkan ide
yang telah diperoleh mengenai suatu produk. FUPB/FUPP berisi spesifikasi
produk yang akan diproduksi, dan berbagai pertimbangan dari masing-masing
bagian dalam perusahaan seperti bagian Marketing, bagian Medical, R&D, dan
RA. Selanjutnya, RA akan memberikan review mengenai produk yang akan
didaftarkan dalam formulir tersebut. Setelah itu, RA akan mengisi PDP
(Permintaan
Dokumen
Pendaftaran)
untuk
tujuan
pra
registrasi
dan
mengirimkannya ke bagian BD, R&D atau Proc. Dev. Dokumen yang terkumpul
akan dikaji atau ditinjau oleh RO untuk disusun menjadi dokumen registrasi
sesuai persyaratan masing-masing produk kemudian dicek kembali oleh RA
Manager. Selanjutnya, RO akan menyerahkan dokumen tersebut ke BPOM atau
KemenKes untuk dievaluasi oleh evaluator.
Pada tahap pra registrasi, setelah dokumen diperiksa maka pendaftar akan
diberikan formulir konsultasi yang harus dilengkapi jika masih terdapat
kekurangan atau diberikan SPB (Surat Perintah Bayar) jika dokumen dinyatakan
lengkap. Pendaftar harus membayar sesuai ketentuan dan menyerahkan bukti
bayar beserta dokumen lengkap ke loket. Setelah hasil pra registrasi keluar, RA
akan mengisi PDP untuk keperluan registrasi dan dokumen yang terkumpul
diproses seperti tahap pra registrasi. Pada tahap ini, kelengkapan yang harus
diserahkan ke loket, yaitu bukti bayar, dokumen registrasi, dan disket registrasi
yang berisi dokumen administratif, informasi umum mengenai produk, dan
dokumen mutu mengenai bahan baku dan produk. Nomor izin edar (NIE) produk
akan keluar dalam 120 - 360 hari kerja tergantung dari kategori registrasi produk
yang didaftarkan. Selama menunggu NIE produk keluar dapat dilakukan
konsultasi dengan Kepala Seksi bagian terkait untuk mengetahui perkembangan
hasil registrasi produk.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
BAB 3
TINJAUAN KHUSUS
3.1. Registrasi (Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia,
2011a)
Registrasi adalah prosedur pendaftaran dan evaluasi suatu produk untuk
mendapatkan izin edar. Izin edar adalah suatu bentuk persetujuan registrasi untuk
dapat diedarkan di wilayah Indonesia. Registrasi bertujuan untuk melindungi
masyarakat dari peredaran produk yang tidak memenuhi persyaratan khasiat,
keamanan, dan mutu. Registrasi terdiri atas registrasi baru, registrasi variasi, dan
registrasi ulang. Registrasi baru adalah registrasi produk yang belum mendapatkan
izin edar di Indonesia. Registrasi variasi adalah registrasi perubahan aspek apapun
pada produk yang telah memiliki izin edar di Indonesia. Registrasi ulang adalah
registrasi perpanjangan masa berlaku izin edar.
3.2. Pendaftar
Pendaftar adalah industri farmasi yang telah mendapat izin industri farmasi
sesuai ketentuan perundang-undangan (Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia, 2011a). Setiap pendaftar bertanggung jawab atas
kelengkapan dokumen yang diserahkan, kebenaran semua informasi yang
tercantum dalam dokumen registrasi, kebenaran dan keabsahan dokumen yang
dilampirkan untuk kelengkapan registrasi, dan perubahan data dan informasi dari
produk yang sedang dalam proses registrasi atau sudah memiliki izin edar (Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2003). Jenis pendaftar
dibagi menjadi beberapa kategori sesuai produk yang didaftarkan, yaitu (Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2011a) :
3.2.1. Pendaftar Produk yang Diproduksi di Dalam Negeri
Produk dalam negeri, meliputi produk tanpa lisensi, produk lisensi, dan
produk kontrak. Pendaftar produk tanpa lisensi adalah pendaftar yang memiliki
izin industri farmasi dan memiliki sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik
(CPOB) yang masih berlaku sesuai dengan jenis dan bentuk sediaan yang
12
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
13
diregistrasikan. Pendaftar produk lisensi adalah penerima lisensi yang memiliki
ketentuan seperti pendaftar tanpa lisensi dan dokumen perjanjian lisensi. Pendaftar
obat kontrak adalah pemberi kontrak yang memiliki izin industri farmasi, paling
sedikit satu fasilitas produksi sediaan lain yang telah memenuhi persyaratan
CPOB, dan dokumen perjanjian kontrak.
3.2.2. Pendaftar Produk Impor
Pendaftar produk impor adalah industri farmasi dalam negeri yang
mendapat persetujuan tertulis dari industri farmasi di luar negeri. Industri pemilik
produk di luar negeri wajib memiliki izin industri farmasi dan memenuhi
persyaratan CPOB yang dibuktikan dengan sertifikat CPOB yang masih berlaku
atau dokumen lain yang setara, dan data inspeksi terakhir atau perubahan terkait
paling lama dua tahun yang dikeluarkan oleh otoritas pengawas obat setempat
dan/atau otoritas pengawas obat negara lain. Pendaftar juga harus menyerahkan
Dokumen Induk Farmasi atau SMF (Site Master File) terbaru jika industri farmasi
di luar negeri belum mempunyai produk dengan jenis dan bentuk sediaan yang
sama dengan yang disetujui beredar di Indonesia atau industri tersebut mempunyai
produk yang beredar di Indonesia dengan jenis dan bentuk sediaan yang sama
namun terjadi perubahan pada fasilitas produksi.
3.2.3. Pendaftar Produk Khusus Ekspor
Pendaftar produk khusus ekspor adalah industri farmasi terdiri dari
pendaftar produk dalam negeri yang ditujukan khusus ekspor dan produk impor
khusus ekspor. Produk khusus ekspor dilarang diedarkan di wilayah Indonesia.
3.2.4. Pendaftar Produk yang Dilindungi Paten
Pendaftar produk yang dilindungi paten adalah pemilik hak paten atau
yang ditunjuk oleh pemilik hak paten. Pendaftaran produk yang masih dilindungi
paten dapat dilakukan oleh pendaftar yang bukan pemilik hak paten sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan. Pendaftaran dapat diajukan mulai dua tahun
sebelum berakhirnya perlindungan paten dengan melampirkan informasi tanggal
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
14
berakhirnya perlindungan paten dan data ekivalensi untuk menjamin kesetaraan
khasiat, keamanan, dan mutu.
3.3. Registrasi Obat (Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia, 2011a)
3.3.1. Kategori Registrasi Obat
Registrasi obat terdiri atas registrasi baru, registrasi variasi, dan registrasi
ulang.
3.3.1.1.Registrasi Baru
Permohonan registrasi baru diawali dengan proses pra registrasi.
Kelengkapan dokumen dan persyaratan untuk registrasi baru dapat dilihat pada
Lampiran 6. Registrasi baru terdiri atas tiga kategori, yaitu :
1. Kategori 1 : registrasi obat baru dan produk biologi, temasuk produk biologi
sejenis (PBS)/Similar Biotherapic Product (SBP), meliputi :
1.1. Registrasi obat baru dengan zat aktif baru atau produk biologi
1.2. Registrasi obat baru atau produk biologi dengan kombinasi baru
1.3. Registrasi obat baru atau produk biologi dengan bentuk sediaan baru
atau kekuatan baru
1.4. Registrasi obat baru atau produk biologi dengan rute pemberian baru
1.5. Registrasi produk biologi sejenis (PBS)/Similar Biotherapic Product
(SBP)
2. Kategori 2 : registrasi obat copy, meliputi :
2.1. Registrasi obat copy yang memerlukan uji klinik
2.2. Registrasi obat copy yang tidak memerlukan uji klinik
3. Kategori 3 : registrasi sediaan lain yang mengandung obat
3.3.1.2.Registrasi Variasi
Registrasi variasi dilakukan apabila terjadi perubahan terhadap obat yang
telah mendapat NIE. Kelengkapan dokumen, persyaratan, jenis perubahan dari
registrasi variasi dapat dilihat pada Lampiran 7. Registrasi variasi terdiri atas tiga
kategori, yaitu :
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
15
1. Kategori 4 : registrasi variasi major (VaMa)
2. Kategori 5 : registrasi variasi minor yang memerlukan persetujuan (VaMi-B)
3. Kategori 6 : registrasi variasi minor dengan notifikasi (VaMi-A)
3.3.1.3.Registrasi Ulang
Permohonan pengajuan registrasi ulang dilakukan paling cepat 120 hari
sebelum berakhir masa berlaku izin edar. Permohonan ini diajukan dengan
mengisi formulir registrasi dan melampirkan dokumen registrasi ulang.
Persetujuan atas permohonan registrasi ulang secara otomatis berlaku sejak
berakhir masa izin edarnya, kecuali untuk registrasi ulang dengan informasi
terbaru yang terkait aspek keamanan obat, khasiat obat, dan/atau kerasionalan
formula obat. Registrasi ulang termasuk dalam kategori 7.
3.3.2. Tata Laksana Registrasi Obat
Permohonan pra registrasi dan registrasi diajukan oleh pendaftar secara
tertulis kepada Kepala BPOM dan dilampiri dengan dokumen pra registrasi atau
dokumen registrasi. Proses registrasi dibagi ke dalam dua tahap, yaitu tahap pra
registrasi dan tahap registrasi. Kelengkapan persyaratan untuk proses pra
registrasi atau registrasi dapat dilihat pada Lampiran 3 dan alur proses registrasi
dapat dilihat pada Lampiran 4.
3.3.2.1 Tahap Pra Registrasi
Permohonan pra registrasi dilakukan untuk penapisan registrasi obat,
penentuan kategori registasi, penentuan jalur evaluasi, penentuan biaya evaluasi,
dan penentuan dokumen registrasi obat. Permohonan ini diajukan dengan mengisi
formulir pra registrasi, menyerahkan bukti pembayaran biaya pra registrasi, dan
melampirkan dokumen lengkap pra registrasi.
Pada tahap ini, paling lama dalam jangka waktu 40 hari sejak diterimanya
permohonan pra registrasi Kepala BPOM memberikan surat hasil pra registrasi
(HPR) kepada pendaftar yang berlaku satu tahun sejak tanggal dikeluarkan.
Apabila sebelum jangka waktu yang dimaksud diperlukan penambahan data atas
dokumen administratif dan/atau teknis, maka pendaftar akan diberikan surat
permintaan tambahan data. Perhitungan jangka waktu pengeluaran HPR
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
16
diberhentikan (clock off) sampai pendaftar menyampaikan tambahan data yang
diterima dan penyerahan tambahan data tersebut harus disampaikan paling lama
20 hari setelah surat dikeluarkan.
Jalur evaluasi untuk tahap pra registrasi terdiri atas :
1. Jalur 40 hari, meliputi registrasi variasi minor yang memerlukan persetujuan
dan registrasi obat khusus ekspor
2. Jalur 100 hari meliputi :
a. Registrasi baru obat baru dan produk biologi yang diindikasikan untuk
terapi penyakit serius yang mengancam nyawa manusia (life saving),
dan/atau mudah menular pada orang lain, dan/atau belum ada atau
kurangnya pilihan terapi lain yang aman dan efektif
b. Registrasi baru obat baru dan produk biologi yang berdasarkan justifikasi
diindikasikan untuk penyakit serius dan langka (orphan drug)
c. Registrasi baru obat baru dan produk biologi ditujukan untuk program
kesehatan masyarakat
d. Registrasi baru obat baru dan produk biologi yang telah melalui proses
obat pengembangan baru yang dikembangkan oleh industri farmasi atau
institusi riset di Indonesia dan seluruh tahapan uji kliniknya dilakukan di
Indonesia
e. Registrasi baru obat copy esensial generik yang dilengkapi dengan
dokumen penunjang kebutuhan program atau data pendukung sebagai obat
esensial
f. Registrasi baru obat copy dengan standar informasi elektronik (Stinel)
g. Registrasi variasi major indikasi baru/posologi baru untuk obat yang
ditujukan sebagaimana dimaksud pada huruf a-d.
h. Registrasi variasi major yang tidak termasuk pada huruf g.
3. Jalur 150 hari meliputi :
a. Registrasi baru obat baru, produk biologi, dan registrasi variasi major
indikasi baru/posologi baru yang telah disetujui di negara yang telah
menerapkan sistem evaluasi terharmonisasi dan di negara dengan sistem
evaluasi yang telah dikenal baik
b. Registrasi baru obat baru, produk biologi, dan registrasi variasi major
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
17
indikasi baru/posologi baru yang telah disetujui paling sedikit di tiga
negara dengan sistem evaluasi yang telah dikenal baik
c. Registrasi baru obat copy tanpa Stinel
4. Jalur 300 hari, meliputi registrasi baru obat baru, produk biologi, produk
biologi sejenis, atau registrasi variasi major indikasi baru/posologi baru yang
tidak termasuk dalam jalur evaluasi sebagaimana dimaksud pada jalur 100 dan
150 hari.
3.3.2.2 Tahap Registrasi
Pengajuan registrasi dilakukan dengan menyerahkan berkas registrasi
dengan mengisi formulir registrasi dan disket disertai bukti pembayaran biaya
evaluasi dan pendaftaran, dan HPR. Berkas registrasi terdiri atas formulir
registrasi dengan dokumen administratif dan dokumen penunjang. Dokumen
tersebut disusun sesuai format ASEAN Common Technical Dossier (ACTD) dan
merupakan dokumen rahasia yang dipergunakan hanya untuk keperluan evaluasi
oleh yang berwenang. Dokumen registrasi yang diserahkan harus dilengkapi
dengan rancangan kemasan dan brosur. Rancangan kemasan, meliputi etiket,
dus/bungkus luar, strip/blister, catch over, ampul atau vial, dan kemasan lain
sesuai ketentuan tentang pembungkusan luar dan penandaan yang berlaku, yang
merupakan rancangan kemasan obat yang akan diedarkan, dan dilengkapi dengan
rancangan warna.
3.3.3. Evaluasi dan Pemberian Keputusan
3.3.3.1. Evaluasi
Evaluasi dilakukan terhadap dokumen registrasi yang telah dinyatakan
lengkap. Alur registrasi dan evaluasi obat dapat dilihat pada Lampiran 5. Evaluasi
dilaksanakan sesuai jalur evaluasi 40 hari kerja, 100 hari kerja, 150 hari kerja,
atau 300 hari kerja yang dihitung sejak penyerahan dokumen registrasi obat.
Untuk melakukan evaluasi dibentuk Komite Nasional (KOMNAS) Penilai Obat,
Panitia Penilai Khasiat Keamanan, Panitia Penilai Mutu, dan Panitia Penilai
Informasi Produk dan Penandaan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
18
Evaluasi data khasiat dan keamanan dilakukan berdasarkan pembuktian
ilmiah dan pedoman penilaian khasiat dan keamanan oleh Penilai Khasiat
Keamanan. Hasil evaluasi khasiat dan keamanan disampaikan kepada pendaftar
paling lambat 30 hari. Berdasarkan hasil evaluasi tersebut, KOMNAS Penilai
Obat dapat memberikan rekomendasi kepada Kepala BPOM. Apabila diperlukan
klarifikasi dan/atau penjelasan teknis secara rinci dari dokumen yang diserahkan,
KOMNAS Penilai Obat dapat merekomendasikan untuk dilakukan dengar
pendapat oleh pendaftar. Untuk dengar pendapat, BPOM akan menyampaikan
surat pemberitahuan kepada pendaftar. Evaluasi informasi produk dan penandaan
dilakukan oleh Penilai Informasi Produk dan Penandaan sesuai kriteria yang
lengkap, objektif, tidak menyesatkan yang menjamin penggunaan obat secara
tepat, rasional, dan aman.
Jika diperlukan tambahan data, maka permintaan tambahan data akan
disampaikan kepada pendaftar secara tertulis. Tambahan data ini harus
disampaikan paling lama 100 hari setelah tanggal permintaan, sementara itu
waktu perhitungan waktu evaluasi dihentikan. Perhitungan waktu evaluasi
dilanjutkan setelah pendaftar menyerahkan tambahan data dan jika pendaftar tidak
dapat memenuhi maka Kepala BPOM mengeluarkan surat penolakan.
3.3.3.2 Pemberian Keputusan
Keputusan terhadap registrsai obat dapat berupa pemberian persetujuan
atau penolakan yang dipertimbangkan berdasarkan hasil evaluasi dokumen
registrasi dan hasil pemeriksaan pada pabrik pembuatan obat.
1. Persetujuan
Persetujuan diberikan secara tertulis kepada pendaftar berupa peretujuan
izin edar, persetujuan impor dalam bentuk ruahan, persetujuan impor khusus
ekspor, dan persetujuan khusus ekspor.
2. Penolakan
Penolakan registrasi disampaikan secara tertulis oleh Kepala BPOM
berupa surat penolakan dan biaya registrasi yang telah dibayarkan tidak dapat
ditarik kembali. Registrasi yang ditolak dapat diajukan kembali dengan mengikuti
tata cara sesuai ketentuan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
19
3. Dengar pendapat
Jika terdapat keberatan terhadap hasil evaluasi khasiat dan keamanan dari
KOMNAS Penilai Obat maka pendaftar dapat mengajukan permohonan dengar
pendapat secara tertulis dalam jangka waktu 20 hari sejak tanggal surat
pemberitahuan kepada Kepala BPOM.
4. Peninjauan kembali
Jika keputusan hasil registrasi berupa penolakan, maka pendaftar dapat
mengajukan permohonan peninjauan kembali kepada Kepala BPOM. Peninjauan
kembali ini dapat diajukan paling lama enam bulan setelah tanggal surat
penolakan dan hanya dapat dilakukan satu kali. Permohonan ini harus dilengkapi
dengan data baru dan/atau data yang sudah pernah diajukan dengan dilengkapi
justifikasi. Pembahasan terhadap surat permohonan ini dilakukan paling lama 100
hari sejak dokumen diterima.
5. Pengajuan kembali registrasi
Apabila registrasi ditolak, pendaftar dapat mengajukan permohonan
registrasi kembali sesuai ketentuan. Akan tetapi jika registrasi ditolak karena
alasan tidak memenuhi kriteria khasiat dan keamanan, selain harus mengikuti tata
cara sesuai ketentuan, registrasi kembali hanya dapat diajukan dengan data baru
dan paling cepat satu tahun setelah tanggal surat penolakan.
3.3.4. Masa Berlaku dan Pelaksanaan Izin Edar
3.3.4.1. Masa Berlaku Izin Edar
Izin edar obat berlaku paling lama lima tahun selama masih memenuhi
ketentuan yang berlaku termasuk persetujuan impor dalam bentuk ruahan,
persetujuan impor khusus ekspor, dan persetujuan khusus ekspor. Jika obat yang
diregistrasikan berdasarkan perjanjian/penunjukkan dengan masa kerja sama
kurang dari lima tahun, maka masa berlaku izin edar disesuaikan dengan masa
berlaku kerja sama dalam dokumen perjanjian. Dalam hal perjanjian/penunjukkan
kerja sama dihentikan sebelum masa izin edar berakhir, izin edar obat yang
bersangkutan dibatalkan. Obat yang telah habis masa berlaku izin edarnya dapat
diperpanjang selama memenuhi kriteria melalui mekanisme registrasi ulang.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
20
Apabila obat yang telah habis masa berlaku izin edarnya dan tidak diperpanjang
maka dianggap sebagai obat yang tidak memiliki izin edar.
3.3.4.2. Pelaksanaan Izin Edar
Pendaftar wajib memproduksi atau mengimpor, dan mengedarkan obat
yang telah mendapatkan izin edar selambatnya satu tahun setelah tanggal
persetujuan dikeluarkan dan harus melapor kepada Kepala BPOM dengan
menyerahkan kemasan siap edar. Kemasan siap edar yang diserahkan berupa
kemasan primer, kemasan sekunder, dan informasi produk. Penyerahan kemasan
dilakukan paling lambat satu bulan sebelum pelaksanaan peredaran obat. Pemilik
izin edar obat wajib melakukan pemantauan khasiat, keamanan, dan mutu selama
obat diedarkan dan melaporkan hasilnya kepada Kepala BPOM.
3.3.5. Evaluasi Kembali dan Sanksi
Evaluasi kembali dapat dilakukan terhadap obat yang telah mendapat izin
edar. Evaluasi ini dilakukan jika berdasarkan hasil pemantauan terdapat
perkembangan baru mengenai khasiat, keamanan, dan mutu obat yang berbeda
dari data penunjang saat registrasi. Keputusan hasil evaluasi kembali dapat berupa
perubahan
penandaan,
perbaikan
komposisi/formula,
pemberian
batasan
penggunaan, penarikan obat dari peredaran, dan/atau pembekuan izin edar
dan/atau pembatalan izin edar.
Pendaftar yang tidak memenuhi ketentuan dapat dikenakan sanksi
administratif berupa peringatan tertulis, pembatalan proses registrasi obat,
pembekuan izin edar obat yang bersangkutan, pembatalan izin edar obat yang
bersangkutan, atau sanksi administratif lain sesuai ketentuan perundangundangan. Pemberian sanksi berupa pembatalan atau pembekuan izin edar terjadi
jika tidak melaksanakan kewajiban memproduksi/mengimpor/mengedarkan obat
yang telah mendapat izin edar, selama 12 bulan berturut-turut tidak
memproduksi/mengimpor/mengedarkan obat, izin industri farmasi pemilik izin
edar dicabut, dan/atau pemilik izin edar melakukan pelanggaran di bidang
produksi dan/atau distribusi obat. Pembekuan dan pembatalan izin edar dilakukan
secara tertulis kepada pemilik izin edar.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
21
3.4. Registrasi Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar, dan Fitofarmaka
(Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2005c)
3.4.1. Persyaratan dan Kriteria
Obat tradisional, obat herbal terstandar (OHT), dan fitofarmaka yang
dibuat dan/atau diedarkan di wilayah Indonesia wajib memiliki izin edar dari
Kepala BPOM oleh karena itu diperlukan proses pendaftaran. Pendaftaran
tersebut tidak termasuk untuk obat yang digunakan untuk penelitian, obat
tradisional impor yang digunakan sendiri dalam jumlah terbatas, obat tradisional
impor yang telah terdaftar dan beredar di negara asal untuk tujuan pameran dalam
jumlah terbatas, obat tradisional tanpa penandaan yang dibuat oleh usaha jamu
racikan dan jamu gendong, dan bahan baku berupa simplisia dan sediaan galenik.
Kriteria yang harus dipenuhi obat tradisional, OHT, dan fitofarmaka
adalah harus menggunakan bahan berkhasiat dan bahan tambahan yang memenuhi
persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan/khasiat; obat dibuat sesuai dengan
ketentuan tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik
(CPOTB) yang berlaku, dan penandaan berisi informasi lengkap dan obyektif
yang dapat menjamin penggunaan obat tradisional, OHT, dan fitofarmaka yang
tepat, rasional dan aman sesuai dengan hasil evaluasi dalam rangka pendaftaran.
Pendaftar obat tradisional, obat herbal terstandard, dan fitofarmaka
memiliki tanggung jawab sebagai berikut :
1. Memastikan dokumen yang diserahkan lengkap.
2. Menjamin kebenaran semua informasi yang tercantum dalam dokumen
pendaftaran.
3. Menjamin kebenaran dan keabsahan dokumen yang dilampirkan untuk
kelengkapan pendaftaran.
4. Bertanggung jawab atas perubahan data dan informasi dari produk yang
sedang dalam proses.
3.4.2. Kategori Pendaftaran
Pendaftaran OT, OHT, dan fitofarmaka dikategorikan menjadi pendaftaran
baru dan pendaftaran variasi. Pendaftaran baru terdiri dari :
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
22
1. Kategori 1 : Pendaftaran obat tradisional yang hanya mengandung simplisia
berasal dari Indonesia (indigenous) dalam bentuk sediaan
sederhana (rajangan, serbuk, parem, pilis, dodol, tapel, cairan
obat luar).
2. Kategori 2 : Pendaftaran obat tradisional yang hanya mengandung simplisia
berasal dari Indonesia (indigenous) dalam bentuk sediaan modern
(pil, tablet, kapsul, krim, gel, salep, supositoria anal, cairan obat
dalam).
3. Kategori 3 : Pendaftaran obat tradisional dari kategori 1 dan 2 dengan klaim
indikasi baru, bentuk sediaan baru, posologi baru, dan dosis baru.
4. Kategori 4 : Pendaftaran obat herbal terstandar.
5. Kategori 5 : Pendaftaran fitofarmaka.
6. Kategori 6 : Pendaftaran kategori 4 dan 5 dengan klaim indikasi baru,
bentuk sediaan baru, dan dosis baru.
7. Kategori 7 : Pendaftaran obat tradisional yang mengandung simplisia berasal
bukan dari Indonesia (non-indigenous) dan/atau simplisia yang
profil keamanannya belum diketahui dengan pasti.
8. Kategori 8 : Pendaftaran obat tradisional dari kategori 7 dengan klaim
indikasi baru, bentuk sediaan baru, posologi baru, bentuk sediaan
baru, dan dosis baru.
Sedangkan untuk pendaftaran variasi dilakukan terhadap OT, OHT, dan
fitofarmaka yang telah mendapat NIE dengan perubahan, seperti :
1. Kategori 9 : Pendaftaran OT, OHT, dan fitofarmaka yang telah mendapat
izin edar dengan :
9.1. Perubahan nama produk tanpa perubahan komposisi.
9.2. Perubahan atau penambahan ukuran kemasan.
9.3. Perubahan klaim pada penandaan yang tidak merubah manfaat.
9.4. Perubahan desain kemasan.
9.5. Perubahan nama pabrik atau nama pemberi lisensi, tanpa perubahan
status kepemilikan.
9.6. Perubahan nama importir, tanpa perubahan status kepemilikan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
23
2. Kategori 10 : Pendaftaran OT, OHT, dan fitofarmaka yang telah mendapat
izin edar dengan :
10.1. Perubahan spesifikasi dan/atau metoda analisis bahan baku.
10.2. Perubahan spesifikasi dan/atau metoda analisis produk jadi.
10.3. Perubahan stabilitas.
10.4. Perubahan teknologi produksi.
10.5. Perubahan tempat produksi.
10.6. Perubahan atau penambahan jenis kemasan.
3. Kategori 11 : Pendaftaran OT, OHT, dan fitofarmaka yang telah mendapat
izin edar dengan perubahan formula atau komposisi termasuk
bahan tambahan yang tidak mengubah khasiat.
3.4.3. Tata Laksana Memperoleh Izin Edar
Pendaftaran OT, OHT, dan fitofarmaka dilakukan dalam dua tahap, yaitu
pra penilaian dan penilaian. Pra penilaian merupakan tahap pemeriksaan
kelengkapan, keabsahan dokumen, dan dilakukan penentuan kategori pendaftaran
(baru atau variasi). Penilaian merupakan proses evaluasi terhadap dokumen dan
data pendukung. Hasil pra penilaian diberitahukan selambat-lambatnya 10 hari
kerja untuk pendaftaran variasi dan 20 hari kerja untuk pendaftaran baru.
Pengajuan pendaftaran dilakukan dengan menyerahkan berkas pendaftaran
yang terdiri dari formulir atau disket pendaftaran yang telah diisi, dilengkapi
dengan dokumen pendukung. Dokumen pendukung yang dimaksud adalah
dokumen mutu dan teknologi, serta dokumen yang mendukung klaim indikasi
sesuai jenis dan tingkat pembuktian. Berkas pendaftaran harus dilengkapi dengan
rancangan kemasan dan brosur yang mencantumkan informasi mengenai OT,
OHT, dan fitofarmaka.
Berkas yang diserahkan pada pendaftaran baru terdiri dari formulir TA,
TB, TC, dan TD. Formulir TA berisi keterangan mengenai dokumen administrasi,
formulir TB berisi dokumen yang mencakup formula dan cara pembuatan,
formulir TC berisi dokumen yang mencakup cara pemeriksaan mutu bahan baku
dan produk jadi, dan formulir TD berisi dokumen yang mencakup klaim indikasi,
dosis, cara pemakaian, dan bets. Untuk pendaftaran variasi berkas yang
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
24
diserahkan terdiri dari formulir pendaftaran variasi dan kelengkapan pendaftaran
variasi untuk masing-masing kategori.
Jika dokumen pendaftaran OT, OHT, dan fitofarmaka telah memenuhi
ketentuan, akan dilaksanakan penilaian oleh Panitia Penilai Obat Tradisional
(PPOT) dan Komite Penilai Obat Tradisional (KOMNAS POT) yang dilakukan
melalui :
a. Jalur 1
1.1. Untuk produk kategori 1 dan 2 yang menggunakan nama umum dengan
komposisi tunggal atau komposisi sederhana (maksimum 5 jenis bahan).
1.2. Untuk produk kategori 9 yang variasinya tidak mempengaruhi mutu dan
keamanan.
b. Jalur 2
2.1. Untuk produk kategori 1 dan 2 yang menggunakan nama dagang dengan
komposisi tunggal atau kompleks.
2.2. Untuk produk kategori 10 yang variasinya mempengaruhi mutu.
c. Jalur 3
3.1. Untuk produk kategori 3.
3.2. Untuk produk kategori 11 yang variasinya mempengaruhi mutu.
4. Jalur 4 : Untuk produk kategori 6 dan 8.
5. Jalur 5 : Untuk produk kategori 4, 5, dan 7.
Hasil penilaian mutu, keamanan, dan khasiat dapat berupa memenuhi
syarat, belum memenuhi syarat, atau tidak memenuhi syarat. Jika hasil penilaian
memenuhi syarat, Kepala BPOM akan memberikan surat keputusan persetujuan
pendaftaran. Jika belum memenuhi persyaratan dan memerlukan tambahan data,
pendaftar akan diberitahukan keterangan permintaan tambahan data. Tambahan
data ini selambat-lambatnya harus diserahkan tiga bulan terhitung tanggal
pemberitahuan
dan
apabila
dilampaui
maka
berkas
pendaftaran
akan
dikembalikan. Berkas yang dikembalikan dapat diajukan kembali sebagai
pendaftaran baru dan dilengkapi dengan tambahan data. Keputusan hasil penilaian
diberikan mulai dari 7 - 90 HK tergantung dari jalur pendaftarannya.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
25
3.5. Registrasi Suplemen Makanan (Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan, 2005a dan 2005b)
Suplemen makanan adalah produk yang dimaksudkan untuk melengkapi
kebutuhan zat gizi makanan, mengandung satu atau lebih bahan berupa vitamin,
mineral, asam amino atau bahan lain (berasal dari tumbuhan atau bukan
tumbuhan) yang mempunyai nilai gizi dan/atau efek fisiologis dalam jumlah yang
terkonsentrasi. Suplemen makanan yang dapat didaftarkan berupa suplemen
makanan dalam negeri (suplemen makanan tanpa lisensi, suplemen makanan
dengan lisensi, suplemen makanan kontrak), suplemen makanan impor, dan
suplemen makanan yang dilindungi oleh paten.
Suplemen makanan yang akan diedarkan harus memiliki beberapa kriteria,
seperti menggunakan bahan yang memenuhi standar mutu dan persyaratan
keamanan, serta standar dan persyaratan lain yang ditetapkan; kemanfaatan yang
dinilai dari komposisi dan/atau didukung oleh data pembuktian; hanya dapat
diproduksi oleh industri farmasi/industri obat tradisional/industri pangan dengan
menerapkan Cara Pembuatan yang Baik (CPOB/CPOTB/CPPB); kemanfaatan
suplemen makanan harus disesuaikan dengan jumlah dan komposisi bahan yang
dikandungnya; bahan yang berasal dari tumbuhan/hewan/mikroorganisme non
patogen yang digunakan dalam bentuk kombinasi harus memiliki kesesuaian
khasiat yang didukung dengan data pembuktian.
Suplemen makanan harus dikemas dalam wadah yang dapat melindungi isi
terhadap pengaruh dari luar selama masa peredaran dan menjamin mutu,
keutuhan,
dan
keaslian
isinya,
serta
wadah
harus
dibuat
dengan
mempertimbangkan keamanan pemakai dan dibuat dari bahan yang tidak
mengeluarkan atau menghasilkan bahan berbahaya atau bahan yang dapat
mengganggu kesehatan dan tidak mempengaruhi mutu. Dalam memberikan
penandaan pada wadah dan pembungkus harus mencantumkan informasi yang
lengkap, obyektif, benar, tidak menyesatkan, dan sesuai dengan penandaan yang
telah disetujui pada saat pendaftaran.
3.5.1 Kategori Pendaftaran
Pendaftaran suplemen makanan dikategorikan menjadi dua, yaitu
pendaftaran baru dan pendaftaran variasi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
26
3.5.1.1 Pendaftaran Baru
Pengajuan pendaftaran baru dilakukan dengan menyerahkan berkas yang
terdiri dari formulir SA, SB, SC, dan SD. Formulir SA berisi keterangan
mengenai dokumen administrasi; formulir SB berisi dokumen yang mencakup
formula dan cara pembuatan; formulir SC berisi dokumen yang mencakup cara
pemeriksaan mutu bahan baku dan produk jadi; dan formulir SD berisi klaim
penggunaan, cara pemakaian, dan bets.
Pendaftaran baru dibagi menjadi tiga kategori, yaitu :
1. Kategori 1 : Pendaftaran suplemen makanan yang mengandung satu atau
lebih bahan berupa vitamin, mineral, asam amino, karbohidrat,
protein, lemak, atau bahan lain berupa isolat.
2. Kategori 2 : Pendaftaran suplemen makanan yang mengandung satu atau
lebih bahan berupa vitamin, mineral, asam amino, karbohidrat,
protein, lemak, isolat lain, dan bahan lain berupa bahan alam.
3. Kategori 3 : Pendaftaran suplemen makanan dari kategori 1 dan 2 dengan
klaim penggunaan baru, bentuk sediaan baru, posologi, dan dosis
baru.
3.5.1.2 Pendaftaran Variasi
Pengajuan pendaftaran variasi dilakukan dengan menyerahkan berkas
yang terdiri dari formulir pendaftaran variasi dan kelengkapan pendaftaran variasi
untuk masing-masing kategori. Pendaftaran variasi dibagi menjadi tiga kategori,
yaitu :
1. Kategori 4 : Pendaftaran suplemen makanan yang telah mendapat izin edar
dengan :
4.1. Perubahan nama produk tanpa perubahan komposisi.
4.2. Perubahan atau penambahan ukuran kemasan.
4.3. Perubahan klaim pada penandaan yang tidak mengubah manfaat.
4.4. Perubahan desain kemasan.
4.5. Perubahan nama pabrik atau nama pemberi lisensi tanpa perubahan
status kepemilikan.
4.6. Perubahan nama importir, tanpa perubahan status kepemilikan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
27
2. Kategori 5 : pendaftaran suplemen makanan yang telah mendapat izin edar
dengan :
5.1. Perubahan spesifikasi dan/atau metode analisis bahan baku.
5.2. Perubahan spesifikasi dan/atau metode analisis produk jadi.
5.3. Perubahan stabilitas.
5.4. Perubahan teknologi produksi.
5.5. Perubahan tempat produksi.
5.6. Perubahan atau penambahan jenis kemasan.
3. Kategori 6 : pendaftaran suplemen makanan yang telah mendapat izin edar
dengan :
6.1. Perubahan formula atau komposisi yang bahan utamanya tergolong
dalam satu kelompok.
6.2. Perubahan bahan tambahan yang tidak mengubah manfaat.
3.5.2 Tata Laksana Memperoleh Izin Edar
3.5.2.1 Pendaftaran
Pendaftaran untuk suplemen makanan diajukan kepada Kepala BPOM dan
dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap pra penilaian dan tahap penilaian. Pra
penilaian adalah tahap dimana dilakukan pemeriksaan kelengkapan dan keabsahan
dokumen, serta untuk menentukan kategori pendaftaran. Sedangkan, tahap
penilaian merupakan proses evaluasi terhadap dokumen dan data pendukung.
Hasil pra penilaian diberitahukan kepada pendaftar secara tertulis paling lambat
10 kerja untuk pendaftaran variasi dan 20 hari kerja untuk pendaftaran baru
terhitung sejak tanggal diterimanya berkas pendaftaran. Hasil pra penilaian
bersifat mengikat.
Pengajuan pendaftaran untuk suplemen makanan dilakukan dengan
menyerahkan berkas pendaftaran yang terdiri dari formulir atau disket pendaftaran
yang telah diisi. Berkas pendaftaran tersebut harus dlengkapi dengan rancangan
kemasan suplemen makanan yang akan diedarkan, meliputi etiket, dus,
pembungkus, strip, blister, catch over, dan kemasan lain sesuai ketentuan tentang
pembungkus dan penandaan yang berlaku, dan dilengkapi dengan rancangan
warna, serta brosur yang mencantumkan informasi mengenai suplemen makanan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
28
Selain itu, pendaftar juga harus melengkapinya dengan dokumen administrasi dan
dokumen pendukung yang terdiri dari dokumen mutu dan teknologi, serta
dokumen yang mendukung klaim kegunaan sesuai jenis dan tingkat pembuktian.
3.5.2.2 Penilaian
Dokumen pendaftaran suplemen makanan yang telah memenuhi ketentuan
dan persyaratan, selanjutnya akan dilakukan penilaian terhadap suplemen
makanan yang akan didaftarkan sesuai kriteria yang harus dimiliki pada masingmasing suplemen makanan. Hasil penilaian mutu, keamanan, dan kemanfaatan
dapat berupa memenuhi syarat, belum memenuhi syarat, atau tidak memenuhi
syarat. Untuk melakukan penilaian dibentuk Panitia Penilai Suplemen Makanan
(PPSM) dan Komite Nasional Penilai Suplemen Makanan (KOMNAS PSM).
Pelaksanaan penilaian yang dilakukan melalui:
1.
Jalur 1 (7 hari kerja)
a. Untuk suplemen makanan kategori 1 yang menggunakan nama generik.
b. Untuk suplemen makanan kategori 4.
2.
Jalur 2 (15 hari kerja)
a. Untuk suplemen makanan kategori 1 yang menggunakan nama dagang.
b. Untuk suplemen makanan kategori 5.
3.
Jalur 3 (30 hari kerja)
a. Untuk suplemen makanan kategori 2 yang profil keamanannya telah
diketahui dengan pasti.
b. Untuk suplemen makanan kategori 6.
4.
Jalur 4 (60 hari kerja)
a. Untuk suplemen makanan kategori 2 dengan profil keamanan belum
diketahui dengan pasti dan kategori 3.
3.6. Registrasi Pangan (Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia, 2011b dan 2011c)
Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik
yang diolah maupun yang tidak diolah, yang digunakan sebagai makanan atau
minuman untuk dikonsumsi, termasuk bahan tambahan pangan (BTP), bahan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
29
baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan,
pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman. Sedangkan, pangan
olahan adalah makanan atau minuman hasil proses dengan cara atau metode
tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan, termasuk pangan olahan tertentu,
bahan tambahan pangan, pangan produk rekayasa genetika, dan pangan iradiasi.
Setiap pangan olahan, baik yang diproduksi di dalam negeri ataupun yang
dimasukkan ke wilayah Indonesia, dengan maksud untuk diperdagangkan wajib
memiliki surat persetujuan pendaftaran yang dikeluarkan oleh Kepala BPOM.
Pangan olahan yang didaftarkan dibedakan menjadi pangan olahan produksi
sendiri, pangan olahan berlisensi, pangan olahan yang dikemas kembali, dan
pangan olahan yang diproduksi berdasarkan kontrak. Akan tetapi, terdapat pangan
olahan yang tidak wajib memiliki surat persetujuan pendaftaran, seperti :
1. Pangan olahan yang diproduksi oleh industri rumah tangga yang memiliki
sertifikat produksi pangan industri rumah tangga.
2. Pangan olahan yang mempunyai masa simpan kurang dari tujuh hari pada
suhu kamar.
3. Pangan olahan yang dimasukkan ke wilayah Indonesia dalam jumlah kecil
untuk sampel pangan olahan yang digunakan untuk keperluan pendaftaran,
penelitian, dan konsumsi sendiri.
4. Pangan olahan yang digunakan lebih lanjut sebagai bahan baku dan tidak
dijual secara langsung kepada konsumen akhir.
Pangan olahan yang akan didaftarkan di wilayah Indonesia harus
memenuhi kriteria, seperti keamanan yang meliputi batas maksimum cemaran
mikroba, cemaran fisik, dan cemaran kimia; pemenuhan persyaratan mutu sesuai
standar dan persyaratan yang berlaku, serta cara produksi pangan yang baik untuk
pangan olahan yang diproduksi di dalam negeri atau cara distribusi pangan yang
baik untuk pangan olahan yang dimasukkan ke wilayah Indonesia; gizi yang
sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan; dan harus memenuhi persyaratan
label.
3.6.1. Pendaftaran Umum
Permohonan pendaftaran diajukan secara tertulis dengan mengisi formulir
pendaftaran yang disertai dengan kelengkapan dokumen pendaftaran sebanyak
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
30
dua rangkap (asli dan fotokopi) kepada Kepala BPOM dan Direktur untuk
dilakukan pemeriksaan dokumen yang sesuai kriteria dan persyaratannya. Hasil
dari pemeriksaan dokumen tersebut dapat berupa diterima untuk dinilai lebih
lanjut, dikembalikan untuk dilengkapi, ataupun ditolak. Apabila dokumen yang
diajukan diterima, maka kemudian akan dilakukan penilaian dan hasilnya berupa
surat persetujuan pendaftaran atau surat penolakan pendaftaran. Jangka waktu
dikeluarkannya surat tersebut bergantung masing-masing jenis pangan yang
didaftarkan, yaitu :
1. Untuk pangan olahan tertentu dikeluarkan paling lama 150 hari.
2. Untuk pangan fungsional/pangan berklaim, pangan dengan herbal dikeluarkan
paling lama 120 hari.
3. Untuk pangan iradiasi, pangan hasil rekayasa genetika, BTP perisa, pangan
organik, susu dan hasil olahnya, daging dan hasil olahnya, ikan dan hasil
olahnya, serta minuman beralkohol dikeluarkan paling lama 100 hari.
4. BTP selain perisa dan pangan lainnya dikeluarkan paling lama 60 hari.
Apabila pada hasil penilaian diperlukan tambahan data dan/atau kajian
lebih lanjut, maka akan dikeluarkan surat permintaan tambahan data. Pendaftar
harus menyerahkan tambahan data yang diminta tersebut paling lambat 50 hari
setelah tanggal surat permintaan tambahan data. Jika kelengkapan data yang
diserahkan belum memenuhi persyaratan sesuai permintaan maka pendaftar wajib
menyerahkan tambahan data paling lambat 15 hari setelah tanggal surat
permintaan tambahan data. Jika pendaftar menganggap waktu tersebut tidak
mencukupi, maka pendaftar dapat mengajukan permintaan perpanjangan waktu
untuk melengkapi tambahan data sebanyak satu kali untuk waktu 25 hari.
Pendaftar yang tidak menyerahkan tambahan data selama waktu yang telah
ditetapkan
akan
diberikan
surat
penolakan
pendaftaran
dan
berkas
permohonannya akan dimusnahkan.
Apabila terdapat keberatan terhadap hasil penilaian atas kriteria keamanan
pangan olahan, maka pendaftar dapat mengajukan permohonan dengar pendapat
kepada Kepala BPOM paling lama 25 hari sejak tanggal surat tambahan data.
Akan tetapi, apabila terdapat keberatan terhadap penolakan pendaftaran, maka
pendaftar dapat mengajukan permohonan peninjauan kembali sebanyak satu kali
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
31
dalam waktu paling lama 50 hari setelah tanggal surat penolakan. Permohonan
peninjauan kembali harus dilengkapi dengan data baru dan/atau data yang sudah
pernah diajukan yang dilengkapi dengan justifikasi. Keputusan atas permohonan
peninjauan kembali akan diberikan dalam waktu paling lama 150 hari sejak
tanggal permohonan peninjauan kembali.
Surat persetujuan pendaftaran berlaku selama lima tahun dan dapat
diperpanjang melalui pendaftaran kembali. Surat persetujuan pendaftaran yang
telah habis masa berlakunya dinyatakan tidak berlaku dan pangan olahan tersebut
dilarang untuk diedarkan. Untuk melakukan pendaftaran kembali pangan olahan
yang telah habis masa berlakunya dapat dilakukan paling cepat enam bulan
sebelum masa berlaku surat persetujuan pendaftaran berakhir. Dalam mengajukan
pendaftaran kembali, pendaftar dapat melakukan perubahan data pangan olahan.
Surat persetujuan pendaftaran atau surat penolakan pendaftaran pada pendafaran
kembali yang tidak mengalami perubahan dapat dikeluarkan paling lama :
a. 75 hari untuk pangan olahan tertentu.
b. 50 hari untuk pangan fungsional/pangan berklaim, pangan dengan herbal.
c. 45 hari untuk pangan iradiasi, pangan hasil rekayasa genetika, BTP perisa, dan
pangan organik.
d. 30 hari untuk BTP selain perisa dan pangan lainnya.
Pangan olahan yang telah mendapat surat persetujuan pendaftaran dapat
dilakukan penilaian kembali oleh Kepala BPOM jika terdapat data dan/atau
informasi baru terkait keamanan, mutu, gizi, dan label pangan olahan yang
bersangkutan. Hasil penilaian kembali disampaikan kepada perusahaan pemegang
surat persetujuan pendaftaran dan perusahaan tersebut wajib melakukan tindakan
sesuai hasil penilaian kembali.
3.6.2. Perubahan Data
Permohonan perubahan data dapat diajukan kepada Kepala BPOM dan
Direktur untuk dilakukan pemeriksaan dokumen. Hasil pemeriksaan tersebut
dapat berupa diterima untuk dinilai lebih lanjut, dikembalikan untuk dilengkapi,
dan ditolak. Apabila dokumen yang diajukan diterima, maka kemudian akan
dilakukan penilaian dan hasilnya berupa surat persetujuan perubahan data atau
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
32
surat penolakan perubahan data. Apabila keputusan hasil penilaian berupa
penolakan perubahan data, maka akan dikeluarkan surat penolakan yang disertai
dengan alasan penolakan.
Surat persetujuan perubahan data atau surat penolakan perubahan data
untuk perubahan nama perusahaan, perubahan nama importir/distributor,
perubahan nama dagang, perubahan untuk kepentingan promosi dikeluarkan
paling lama 10 hari. Untuk perubahan berupa pencantuman dan/atau perubahan
informasi nilai gizi dan/atau penambahan klaim, serta perubahan komposisi, surat
persetujuan perubahan data/atau surat penolakan perubahan data dikeluarkan
paling lama :
1. 60 hari untuk pangan olahan.
2. 45 hari untuk pangan fungsional/pangan berklaim, dan pangan dengan herbal.
3. 30 hari untuk pangan iradiasi, pangan hasil rekayasa genetika, BTP pangan
organik, dan pangan lainnya.
Apabila pada hasil penilaian memerlukan tambahan data dan/atau kajian
lebih lanjut, maka akan dikeluarkan surat permintaan tambahan data. Pendaftar
harus menyerahkan tambahan data yang diminta paling lambat 50 hari setelah
tanggal surat permintaan tambahan data. Jika kelengkapan data yang diserahkan
belum memenuhi persyaratan sesuai permintaan maka pendaftar wajib
menyerahkan tambahan data paling lambat 15 hari setelah tanggal surat
permintaan tambahan data. Jika pendaftar menganggap waktu tersebut tidak
mencukupi, maka pendaftar dapat mengajukan permintaan perpanjangan waktu
sebanyak satu kali untuk waktu 25 hari. Pendaftar yang tidak menyerahkan
tambahan data selama waktu yang telah ditetapkan akan diberikan surat penolakan
pendaftaran dan berkas permohonannya akan dimusnahkan.
3.7. Notifikasi Kosmetika (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010a dan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2010)
Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan
pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ genital
bagian luar) atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk membersihkan,
mewangikan, mengubah penampilan, dan/atau memperbaiki bau badan atau
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
33
melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik.
Setiap kosmetika yang diedarkan di wilayah Indonesia wajib memenuhi
standar dan/atau persyaratan keamanan yang dinilai dari bahan kosmetika yang
digunakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kosmetika
yang dihasilkan tidak mengganggu atau membahayakan kesehatan manusia, baik
digunakan secara normal maupun pada kondisi penggunaan yang telah
diperkirakan; kemanfaatan yang dinilai dari kesesuaian dengan tujuan penggunaan
dan klaim yang dicantumkan; mutu yang dinilai dari pemenuhan persyaratan
sesuai Cara Pembuatan Kosmetika yang Benar (CPKB) dan bahan bahan
kosmetika yang digunakan sesuai dengan Kodeks Kosmetika Indonesia, standar
lain yang diakui, dan ketentuan perundang-undangan; dan penandaan yang berisi
informasi lengkap, obyektif, tidak menyesatkan, dan harus menggunakan Bahasa
Indonesia untuk informasi keterangan kegunaan, cara penggunaan, dan
peringatan, serta keterangan lain yang dipersyaratkan.
Produsen atau pendaftar sudah harus memiliki Dokumen Informasi Produk
(DIP) sebelum melakukan notifikasi. DIP ini berisikan kriteria dan keseluruhan
informasi dari masing-masing produk kosmetika yang akan dinotifikasikan. DIP
ini
harus
disimpan
dan
ditunjukkan
apabila
sewaktu-waktu
dilakukan
pemeriksaan/audit. Kosmetika yang dinotifikasikan harus sesuai dengan jenis
sediaan kosmetika.
Pemohon (industri kosmetika di Indonesia yang telah memiliki izin
produksi, importir kosmetika, atau usaha perorangan/badan usaha yang
melakukan kontrak produksi dengan industri kosmetika yang telah memiliki izin
produksi) yang akan mengajukan permohonan notifikasi harus mendaftarkan diri
kepada Kepala BPOM. Pendaftaran sebagai pemohon ini dilakukan dengan cara
mengisi template melalui sistem elektronik. Selanjutnya, data pemohon akan
diverifikasi dan pemohon akan mendapatkan User ID dan password. Pendaftaran
sebagai pemohon ini hanya dilakukan satu kali selama tidak terjadi perubahan
data pemohon.
Pemohon notifikasi yang telah terdaftar selanjutnya dapat mengajukan
permohonan notifikasi dengan mengisi template notifikasi secara elektronik.
Template notifikasi yang telah terisi lengkap kemudian disimpan dan/atau dikirm
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
34
secara elektronik kepada BPOM. Selanjutnya, pemohon akan menerima surat
perintah bayar (SPB) secara elektronik dan pemohon diharuskan mencetak SPB
ini dan melakukan pembayaran. Pemohon harus menyerahkan bukti bayar asli
kepada BPOM (loket notifikasi kosmetika) selambat-lambatnya sepuluh hari
setelah tanggal SPB. Apabila pemohon tidak menyerahkan bukti bayar tersebut
setelah waktu yang ditetapkan, maka permohonan dianggap ditolak. Bukti bayar
ini kemudian akan diverifikasi kebenarannya dan pemohon akan menerima tanda
pengenal produk (ID product) sebagai tanda terima pengajuan permohonan
notifikasi.
Selanjutnya, selama jangka waktu 14 hari sejak diperoleh tanda terima
pengajuan permohonan Kepala BPOM tidak mengeluarkan surat penolakan, maka
kosmetika tersebut dianggap disetujui dan dapat beredar di wilayah Indonesia.
Notifikasi kosmetika yang telah habis masa berlakunya harus diperbaharui
kembali. Permohonan pembaharuan ini diajukan paling lama satu bulan sebelum
habis masa berlakunya.
Apabila terjadi perubahan pada nama industri/importir/badan usaha yang
melakukan notifikasi tanpa perubahan hak untuk mengedarkan atau status
kepemilikan, alamat industri/importir/badan usaha yang melakukan notifikasi
dengan
tidak
terjadi
perubahan
lokasi
pabrik,
nama
pimpinan
industri/importir/badan usaha yang melakukan notifikasi, atau ukuran dan jenis
kemasan maka harus dilakukan notifikasi perubahan.
Notifikasi menjadi batal atau dapat dibatalkan apabila :
1. Izin produksi kosmetika, izin usaha industri, atau tanda daftar industri sudah
tidak berlaku, atau Angka Pengenal Importir (API) sudah tidak berlaku
2. Berdasarkan evaluasi, kosmetika yang telah beredar tidak memenuhi
persyaratan
3. Atas permintaan pemohon notifikasi
4. Perjanjian kerja sama antara pemohon dengan pemberi lisensi/industri
penerima kontrak produksi, atau surat penunjukkan keagenan dari produsen
negara asal sudah berakhir dan tidak diperbaharui
5. Kosmetika yang telah beredar tidak sesuai dengan data dan/atau dokumen
yang disampaikan pada saat permohonan notifikasi
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
35
6. Pemohon notifikasi tidak memproduksi, atau mengimpor dan mengedarkan
kosmetika yang telah didaftarkan
Selanjutnya,
industri
kosmetika,
importir
kosmetika,
atau
usaha
perorangan/badan usaha yang melakukan kontrak produksi bertanggung jawab
terhadap kosmetika yang diedarkan. Apabila terjadi kerugian atau kejadian yang
tidak diinginkan akibat penggunaan kosmetika, maka industri kosmetika, importir
kosmetika, atau usaha perorangan/badan usaha yang melakukan kontrak produksi
mempunyai
tanggung
jawab
untuk
menangani
keluhan dan/atau menarik
kosmetika yang bersangkutan dari peredaran atas inisiatif sendiri atau atas
perintah Kepala BPOM.
Industri kosmetika, importir kosmetika, atau usaha perorangan/badan
usaha yang melakukan kontrak produksi harus melaporkan kepada Kepala BPOM
apabila kosmetika yang sudah dinotifikasi tidak lagi diproduksi atau diimpor.
Industri kosmetika, importir kosmetika, atau usaha perorangan/badan usaha yang
melakukan kontrak produksi bertanggung jawab terhadap kosmetika yang tidak
lagi diproduksi atau diimpor yang masih ada di peredaran.
Industri kosmetika, importir kosmetika, atau usaha perorangan/badan
usaha yang melakukan kontrak produksi wajib melakukan monitoring terhadap
kosmetik yang telah diedarkan, dan wajib untuk menanggapi dan menangani
keluhan atau kasus efek yang tidak diinginkan dari kosmetika yang diedarkan.
Terhadap kasus efek yang tidak diinginkan, harus dilaporkan kepada Kepala
Badan POM melalui mekanisme Monitoring Efek Samping Kosmetik (Meskos).
Industri kosmetika, importir kosmetika, atau usaha perorangan/badan usaha yang
melakukan kontrak produksi wajib melakukan penarikan terhadap kosmetik yang
tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan, berdasarkan inisiatif sendiri atau
atas perintah Kepala BPOM. Terhadap kosmetik yang tidak memenuhi standar
dan/atau persyaratan, serta membahayakan kesehatan dilakukan pemusnahan.
3.8. Registrasi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga
Alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga merupakan dua
hal yang berfungsi sebagai penunjang kesehatan. Alat kesehatan adalah
instrumen, aparatus, mesin, dan/atau implan yang tidak mengandung obat yang
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
36
digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan
penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan manusia, dan/atau
membentuk struktur, dan memperbaiki fungsi tubuh. Perbekalan kesehatan rumah
tangga (PKRT) adalah alat, bahan, atau campuran bahan untuk pemeliharaan dan
perawatan kesehatan untuk manusia, pengendali kutu hewan peliharaan, rumah
tangga dan tempat-tempat umum.
Terdapat 3 peraturan mengenai registrasi alat kesehatan (Alkes) dan
perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) di Indonesia. Peraturan tersebut
adalah Peraturan Menteri Kesehatan (PerMenKes) Republik Indonesia No.
1189/MENKES/PER/VIII/2010 yang berisi tentang Produksi Alat Kesehatan dan
Perbekalan
Kesehatan
Rumah
Tangga;
PerMenKes
RI
No.
1190/MENKES/PER/VIII/2010 berisi tentang Izin Edar Alat Kesehatan dan
Perbekalan
Kesehatan
Rumah
Tangga;
serta
PerMenKes
RI
No.
1191/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Penyaluran Alat Kesehatan. Dalam ketiga
peraturan ini tercantum ketentuan yang mengatur mengenai pelaksanaan
pendaftaran hingga dikeluarkan keputusan yang menyatakan bahwa alkes dan/atau
PKRT boleh diedarkan. Alat kesehatan secara umum dibagi menjadi alat
kesehatan lokal dan impor. Alkes lokal dalam pendaftarannya dilakukan oleh
produsen yang memiliki sertifikat produksi, sedangkan alkes impor dilakukan
oleh penyalur alkes dan/atau PKRT yang mendapat kuasa untuk mendaftarkan
dari produsen produk di luar negeri.
Persyaratan permohonan alat kesehatan dan/atau PKRT untuk mendapat
izin edar harus memiliki kriteria sebagai berikut :
1. Khasiat atau manfaat dan keamanan yang dibuktikan dengan melakukan uji
klinis atau bukti-bukti lain yang sesuai dengan status perkembangan ilmu
pengetahuan. Selain itu, untuk PKRT juga harus melakukan uji keamanan
yang menjamin bahan tidak mengandung bahan yang dilarang dan tidak
melebihi batas yang ditentukan.
2. Mutu yang memenuhi syarat yang dinilai dari cara pembuatan alat kesehatan
dan perbekalan kesehatan rumah tangga yang baik dan hanya menggunakan
bahan dengan spesifikasi yang sesuai untuk alkes maupun PKRT.
3. Penandaan yang berisi informasi yang cukup yang dapat mencegah terjadinya
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
37
salah pengertian atau salah penggunaan. Untuk PKRT berisi informasi yang
cukup termasuk tanda peringatan dan cara penanggulangannya apabila terjadi
kecelakaan.
Pengajuan izin registrasi alat kesehatan dan PKRT harus dilengkapi datadata yang terdiri dari data administrasi dan data teknis. Persyaratan untuk
keperluan registrasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga dapat
dilihat pada Lampiran 8 dan Lampiran 9.
3.8.1. Data Administrasi
Data administrasi berisi data untuk keperluan registrasi yang wajib
disertakan sesuai jenis alkes/PKRT yang akan didaftarkan, seperti sertifikat
produksi untuk registrasi alkes dalam negeri dan izin penyalur alat kesehatan
(IPAK) untuk registrasi alkes impor. Data administrasi meliputi antara lain :
1. Data yang harus ada untuk registrasi alkes dalam negeri, yaitu sertifikat
produksi sesuai dengan jenis alat kesehatan yang didaftarkan, lisensi (bila
merek produk dan formulanya berasal dari pihak lain), paten merek (bila
menggunakan merek sendiri).
2. Data yang harus ada untuk registrasi alat kesehatan luar negeri/impor, yaitu
izin usaha penyalur alat kesehatan, surat penunjukkan/surat kuasa untuk
mendaftarkan yang dilegalisir oleh KBRI setempat, surat keterangan dari
pejabat pemerintah/badan yang diberi kewenangan di negara asal (Certificate
of Free Sale atau lainnya) bahwa produk tersebut diizinkan untuk dijual.
3. Data yang harus ada untuk registrasi produk PKRT dalam negeri, yaitu
sertifikat produksi, surat perjanjian kerja sama/MOU (Memorandum of
Understanding) bila produsen memproduksi berdasarkan pesanan pihak lain
(toll manufacturing), surat lisensi bila merek dan formula berasal dari pihak
lain, surat pernyataan merek, paten merek yang dikeluarkan Ditjen HAKI (jika
ada), izin Komisi pestisida (untuk PKRT yang mengandung pestisida),
formulir lampiran AA (formula dan prosedur pembuatan), formulir lampiran
BB (spesifikasi bahan baku dan wadah), formulir lampiran CC (spesifikasi
dan stabilitas produk jadi), formulir lampiran DD (kegunaan, cara
penggunaan, penandaan dan contoh produk), hasil pengujian, dan rancangan
penandaan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
38
4. Data yang harus ada untuk registrasi produk PKRT impor, yaitu surat
penunjukkan sebagai distributor dari pabrik asal dan telah dilegalisir oleh
KBRI setempat, surat kuasa untuk mendaftar dari pabrik asal, CFS untuk
produk PKRT yang akan didaftarkan, izin Komisi Pestisida, formulir lampiran
AA hingga DD, hasil pengujian, dan rancangan penandaan.
3.8.2. Data Teknis
Data teknis yang diperlukan untuk keperluan registrasi antara lain :
1. Untuk produk yang terbentuk dari bahan kimia, pendaftar harus memberikan
komponen formula dalam satuan internasional atau persentase dan menuliskan
fungsi masing-masing bahan.
2. Prosedur pembuatan secara singkat berupa alur kerja (flow chart) dalam
proses produksi disertai dengan keterangan tentang proses kritis yang
mempengaruhi kualitas dan langkah yang dilakukan untuk mengontrol proses
kritis tersebut.
3. Untuk produk HIV harus melampirkan hasil evaluasi dari RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo. Untuk produk elektromedik, pastikan keamanan dengan
melampirkan data hasil uji sesuai dengan persyaratan IEC 60601 mengenai
keselamatan listrik.
4. Untuk kelas I, sertifikat CE dapat menggantikan CoA dan proses produksi.
5. Untuk alat kesehatan, formulir yang perlu dilampirkan adalah Formulir A
(data administrasi), Formulir B (informasi produk), Formulir C (spesifikasi
dan jaminan mutu), Formulir D (penandaan dan petunjuk penggunaan),
Formulir E (post market evaluation).
Evaluasi dan penilaian data dilaksanakan oleh tim penilai alat kesehatan.
Untuk alat kesehatan dengan teknologi baru atau canggih, maka dilakukan
evaluasi oleh tim ahli yang terdiri dari pakar di bidangnya. Bila hasil penilaian
dan keputusan pendaftaran dinyatakan lengkap maka akan dikeluarkan nomor
registrasi/izin edar. Sedangkan, bila dinyatakan kurang atau tidak lengkap maka
dapat diberikan kesempatan untuk melengkapi data yang kurang dalam jangka
waktu selambat-lambatnya 3 bulan terhitung mulai tanggal pemberitahuan. Jika
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
39
sampai pada batas waktu yang ditentukan pemohon tidak melengkapi data maka
dilakukan penolakan pendaftaran.
3.8.3. Penomoran Izin Edar
Nomor registrasi akan dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan Republik
Indonesia setelah permohonan izin edar disetujui. Nomor registrasi terdiri dari 11
digit dengan keterangan sebagai berikut :
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Digit 1
: kelas
Digit 2 dan 3
: kategori
Digit 4 dan 5
: sub-kategori
Digit 6 dan 7
: tahun pemberian izin edar (dibalik)
Digit 8 sampai 11
: nomor urut pendaftaran
Alat Kesehatan Dalam Negeri
: AKD
Alat Kesehatan Impor
: AKL
PKRT Impor
: PKL
PKRT Dalam Negeri
: PKD
Contoh nomor izin edar alat kesehatan : AKD 21502901314, yang berarti
alat kesehatan dalam negeri yang merupakan kelas 2 (risiko sedang) termasuk
peralatan radiologi tujuan terapetik, telah diberikan izin edar tahun 2009 dengan
nomor urut pendaftaran 1314. Untuk penentuan/penilaian kelas, kategori dan sub
kategori alat kesehatan mengacu pada Code of Federal Regulation (CFR) yang
diperoleh dari USFDA.
Contoh nomor izin edar perbekalan kesehatan rumah tangga : PKL
10106601538, yang berarti perbekalan kesehatan rumah tangga impor yang
merupakan kelas 1 (risiko rendah) termasuk kategori tisu dan kapas yaitu cotton
bud, telah diberikan izin edar pada tahun 2006 dengan nomor urut pendaftaran
1538.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
40
3.8.4. Pencabutan NIE dan Pendaftaran Kembali
Nomor izin edar yang dikeluarkan pemerintah berlaku selama 4 tahun.
Selama masa izin edar, pemerintah dapat melakukan pengawasan terhadap
alkes/PKRT yang beredar. Pengawasan dapat berupa audit terhadap informasi
teknis dan klinik, pemeriksaan terhadap sarana produksi dan distribusi, sampling
dan pengujian, serta pengawasan penandaan dan iklan. Hal ini dilakukan untuk
memastikan kesesuaian mutu, keamanan, dan kemanfaatan dari alkes/PKRT yang
beredar. Jika terbukti suatu alkes/PKRT tidak memenuhi persyaratan, maka
pemerintah berwenang untuk mencabut nomor pendaftaran (NIE) dan
memerintahkan penarikan alkes/PKRT tersebut dari peredaran.
Jika dalam masa peredarannya terdapat penambahan atau perubahan pada
produk yang telah memiliki NIE, seperti perubahan pada nama, penandaan,
kemasan, penambahan ukuran kemasan, dan lain-lain, maka produk tersebut harus
didaftarkan kembali tanpa mengganti NIE. Namun, jika terjadi perubahan pada
formula maka produk harus didaftarkan lagi ke KemenKes RI dengan pergantian
NIE.
3.9. ASEAN Common Technical Dossier / ASEAN Common Technical
Requirements
ASEAN Common Technical Dossier (ACTD) adalah format umum yang
digunakan untuk menyusun dokumen registrasi yang akan didaftarkan kepada
badan regulasi obat di wilayah ASEAN. Tujuan penggunaan ACTD adalah agar
penggambaran berbagai informasi produk menjadi transparan dan tidak ambigu,
sehingga mempermudah pemeriksaan data-data dasar dan membantu pembaca
menjadi lebih cepat terorientasi kepada isi pendaftaran produk. ASEAN Common
Technical Requirements (ACTR) adalah seluruh materi tertulis yang bertujuan
untuk membantu pendaftar untuk menyiapkan dokumen registrasi secara
konsisten sesuai dengan harapan seluruh badan otoritas regulasi obat di ASEAN.
ACTR ini berisi seluruh persyaratan dan parameter-parameter yang harus
dipenuhi oleh produk obat, baik dari segi kualitas, keamanan, dan efikasi. Untuk
memenuhi persyaratan yang tercantum dalam ACTR, maka dibuat berbagai
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
41
pedoman, seperti pedoman uji stabilitas, validasi analisis, validasi proses, validasi
uji bioekivalensi, dan berbagai pedoman keamanan dan pedoman efikasi.
3.9.1. Ketentuan ACTD
Teks dan tabel harus disiapkan dengan margin yang memungkinkan
dokumen dapat dicetak dengan baik pada kertas berukuran A4. Margin kiri
sebaiknya cukup besar sehingga informasi tidak bias dengan menggunakan
metode binding. Jenis huruf dan besar huruf adalah Times New Roman 12. Untuk
teks dan tabel, sebaiknya jenis dan ukuran huruf yang cukup besar sehingga
mudah dibaca bahkan setelah difotokopi. Setiap halaman harus diberi angka
dengan halaman pertama pada setiap bagian disebut sebagai halaman 1. Untuk
singkatan dan pengertian Common Technical Dossier harus dijelaskan setiap
pertama kali digunakan pada setiap bagian. Referensi harus dicantumkan menurut
1979 Vancouver Declaration of Uniform requirements for Manuscript Submitted
to Biomedical Journals.
3.9.2. Pembagian ACTD
ACTD dibagi ke dalam 4 bagian, yaiu Dokumen Administratif, Dokumen
Mutu, Dokumen Non klinik, dan Dokumen Klinik.
3.9.2.1. Dokumen Administratif
Dokumen ini berisi pengenalan umum dari sediaan farmasi yang akan
didaftarkan. Pada bagian awal dokumen ini berisi keseluruhan tabel isi atau
keseluruhan dokumen ACTD untuk memberikan informasi dasar yang dapat
dicari langsung. Selanjutnya, dokumen ini berisi data administratif yang
memerlukan dokumentasi spesifik sejelas mungkin, yaitu formulir pendaftaran,
label, brosur, kemasan, dan lain-lain. Bagian akhir dari dokumen ini adalah
informasi produk yang memberikan informasi seperlunya, meliputi informasi
pemberian obat, mekanisme kerja, efek samping, dan sebagainya. Isi dari
dokumen administratif dapat dilihat pada Lampiran 3.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
42
3.9.2.2. Dokumen Mutu
Bagian ini berisikan penjelasan mengenai kualitas produk obat secara
menyeluruh beserta laporan penelitiannya. Dokumen kontrol kualitas harus
dijelaskan sejelas mungkin. Isi dari dokumen mutu dapat dilihat pada Lampiran 3.
3.9.2.3. Dokumen Non klinik
Bagian ini harus memberikan penjelasan non klinik yang disertai dengan
rangkuman non klinik tertulis dan rangkuman non klinik dalam bentuk tabel. Data
dalam bagian ini tidak disertakan pada pendaftaran produk generik, produk yang
telah memiliki NIE dengan variasi minor, dan juga pada beberapa produk dengan
variasi mayor. Untuk negara-negara anggota ASEAN tertentu, laporan penelitian
dari bagian ini mungkin tidak dibutuhkan untuk produk dengan zat kimia baru
(New Chemical Entity/NCE), produk bioteknologi, dan produk dengan variasi
mayor lain jika produk aslinya telah teregistrasi dan sudah disetujui untuk izin
pemasaran di negara asalnya. Isi dari dokumen non klinik dapat dilihat pada
Lampiran 3.
3.9.2.4. Dokumen Klinik
Bagian ini memberikan penjelasan klinik dan rangkuman klinik. Dokumen
dari bagian ini juga tidak disertakan pada pendaftaran produk generik, produk
yang telah memiliki NIE dengan variasi minor, dan juga pada beberapa produk
dengan variasi mayor. Untuk negara-negara anggota ASEAN, laporan penelitian
dari bagian ini mungkin tidak dibutuhkan untuk produk dengan zat kimia baru
(NCE), produk bioteknologi, dan produk dengan variasi mayor lain jika produk
aslinya telah teregistrasi dan sudah disetujui untuk izin pemasaran di negara
asalnya. Isi dari dokumen klinik dapat dilihat pada Lampiran 3.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1. Corporate Regulatory Affairs PT. Kalbe Farma, Tbk.
Corporate Regulatory Affairs PT. Kalbe Farma Tbk. merupakan divisi
yang memiliki tugas dan peranan salah satunya adalah melakukan registrasi
produk obat, obat tradisional, obat herbal terstandar, fitofarmaka, suplemen
makanan, pangan, dan kosmetika, serta alat kesehatan dan perbekalan kesehatan
rumah tangga ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) ataupun
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (KemenKes RI) sebelum produkproduk tersebut dapat beredar di Indonesia. Peranan dan tugas tersebut dijalankan
oleh Regulatory Officer (RO) yang dibagi ke dalam dua kategori produk yang
diregistrasikan, yaitu bagian yang menangani registrasi produk obat Kalbe
(registrasi obat termasuk produk biologis dan produk impor, kosmetika, alat
kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga) dan yang menangani registrasi
produk non obat Kalbe dan produk obat selain Kalbe (registrasi suplemen
makanan, obat tradisional, obat herbal terstandar, fitofarmaka, dan pangan, serta
obat produksi lokal maupun kontrak dari anak perusahaan Kalbe, seperti PT.
Hexpharm Jaya, PT. Finusolprima Farma International, dan PT. Dankos Farma).
Dalam menjalankan peranan dan tugasnya, seorang RO bertanggung jawab
dalam pengumpulan, pemeriksaan, dan penyusunan kelengkapan dan konsistensi
data dari divisi lain yang berkaitan dengan produk yang akan diregistrasikan. Hal
tersebut mengharuskan seorang RO untuk memiliki sifat teliti dan aktif menjalin
hubungan dan kerja sama yang baik dengan pihak lain dan dituntut untuk
memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik, termasuk dengan pihak BPOM,
KemenKes RI, dan DitJen HAKI. Selain itu, seorang RO juga menangani
penelusuran paten di DitJen HAKI untuk mencegah pelanggaran paten mengenai
klaim obat baru yang diimpor dari luar negeri, dokumen obat generik pertama
yang akan habis masa paten yang hasil penelusurannya disertakan di dalam
dokumen registrasi (dossier). Selain itu, dalam menangani produk impor, seorang
RO juga harus memastikan bahwa dokumen yang dipersyaratkan telah lengkap,
43
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
44
seperti Letter of Authorisation (LoA), Certificate of Pharmaceutical Product
(CPP) dari negara asal, dan sertifikat Good Manufacturing Practice (GMP) dari
lembaga yang berwenang di negara asalnya. Khusus untuk produk yang akan
diekspor, maka RO juga bertanggung jawab untuk mengurus CPP dan GMP ke
BPOM dan menyesuaikan isi dossier sesuai ketentuan negara tujuan ekspor.
Setelah seluruh ketentuan dossier dibuat dan disusun dengan lengkap dan
konsisten, maka Regulatory Manager ataupun Senior Regulatory Manager akan
melakukan peninjauan kembali terhadap dossier tersebut, kemudian dossier
diserahkan ke BPOM untuk dievaluasi oleh evaluator. Setelah dossier diterima
oleh evaluator, maka kelengkapan dan isi dossier akan diperiksa dalam jangka
waktu tertentu. Selama menunggu hasil evaluasi tersebut, RO dapat melakukan
follow-up mengenai perkembangan proses evaluasi dan konsultasi terkait
perbaikan yang dibutuhkan untuk mendukung proses evaluasi. Apabila terdapat
kekurangan data pada dossier, maka RO wajib untuk memberikan tambahan data
yang diperlukan dengan menginformasikan ke bagian yang terkait dengan data
yang dibutuhkan tersebut. Oleh karena itu, secara umum dapat disimpulkan bahwa
tugas seorang RO adalah menerjemahkan dokumen dari pabrik menjadi suatu
dossier dan menghubungkan pihak industri farmasi dengan pihak regulator. Untuk
hal yang berkaitan dengan peranan dan tugasnya tersebut, selain memiliki latar
belakang industri farmasi yang baik maka seorang RO juga harus memahami dan
senantiasa meng-update dirinya mengenai peraturan atau regulasi yang berlaku di
Indonesia.
4.2. Registrasi Obat
Registrasi obat dilakukan untuk memperoleh nomor izin edar (NIE)
sebagai syarat agar produk tersebut dapat beredar di wilayah Indonesia. Dengan
adanya NIE menunjukkan bahwa produk tersebut telah memenuhi persyaratan
mutu, keamanan, dan efikasi. Di Indonesia, evaluasi dokumen registrasi obat
dilakukan oleh BPOM selaku pihak regulator.
Regulasi mengenai registrasi obat dikeluarkan oleh BPOM dan regulasi ini
dapat berubah dan diperbaharui sesuai kebutuhan. Pada akhir tahun 2011, BPOM
mengeluarkan regulasi mengenai tata cara registrasi obat yang baru. Secara garis
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
45
besar, isi dari regulasi tahun 2011 ini hampir sama seperti yang dikeluarkan pada
tahun 2003, meskipun terdapat sedikit perubahan dan penambahan yang ditujukan
untuk penyempurnaan dan penyesuaian dengan regulasi terbaru di Indonesia dan
ASEAN. Beberapa perubahan yang terdapat di peraturan registrasi baru tahun
2011, yaitu :
Tabel 4.1. Perbedaan registrasi obat antara peraturan Tahun 2003 dan
Tahun 2011
No.
ASPEK
1.
Pendaftar Registrasi
2.
Kategori Registrasi
Peraturan Tahun 2003
Industri farmasi yang telah memiliki
izin industri dan PBF.
Terdapat 10 kategori yang terbagi
dalam Registrasi Baru dan Registrasi
Variasi.
a. Registrasi Baru
Kategori 1 : Registrasi obat baru
dengan zat aktif (ZA) baru/derivat
baru/kombinasi baru, atau produk
biologi dengan ZA baru atau
kombinasi baru atau bentuk sediaan
baru.
Kategori 2 : Registrasi obat baru
dengan komposisi lama dalam
bentuk sediaan baru atau kekuatan
baru atau produk biologi sejenis.
Kategori 3 : Registrasi obat/produk
biologi dengan komposisi lama
dengan indikasi baru atau posologi
baru.
Kategori 4 : Registrasi obat copy
dengan nama dagang, atau nama
generik.
Kategori 5 : Registrasi sediaan lain
yang mengandung obat.
Peraturan Tahun 2011
Hanya industri farmasi yang telah
memiliki izin industri.
Terdapat 7 kategori yang terbagi
dalam Registrasi Baru, Registrasi
Variasi, dan Registrasi Ulang.
a. Registrasi Baru
Kategori 1 : Registrasi obat baru
dan produk biologi, termasuk
Produk Biologi Sejenis (PBS) /
Similar Biotherapeutic Product
(SBP).
Kategori 2 : Registrasi obat copy.
Kategori 3 : Registrasi sediaan lain
yang mengandung obat.
b. Registrasi Variasi
Kategori 4 : Registrasi variasi
major (VaMa)
Kategori 5 : Registrasi variasi
minor
yang
memerlukan
persetujuan (VaMi-B)
Kategori 6 : Registrasi variasi
minor dengan notifikasi (VaMi-A).
c. Registrasi Ulang
Kategori 7 : Registrasi Ulang.
b. Registrasi Variasi
Kategori 6 : Registrasi obat copy
yang sudah mendapat izin edar
dengan perubahan yang sudah pernah
disetujui di Indonesia.
Kategori 7 : Registrasi obat yang
sudah mendapat izin edar dengan
perubahan klaim penandaan yang
mempengaruhi keamanan.
Kategori 8 : Registrasi obat yang
sudah mendapat izin edar dengan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
46
perubahan zat tambahan / metode
analisa / zat tambahan atau tempat
produksi.
Kategori 9 : Registrasi obat yang
sudah mendapat izin edar dengan
perubahan atau penambahan jenis
kemasan.
Kategori 10 : Registrasi obat yang
sudah mendapat izin edar dengan
perubahan klaim penandaan yang
tidak emmpengaruhi mutu / desain
kemasan / perubahan nama pabrik
atau pemberi lisensi / perubahan
importir /penambahan besar kemasan
/ perubahan nama dagang tanpa
perubahan formula dan kemasan.
a. Pendaftaran yang melalui jalur pra
registrasi adalah obat-obat yang
belum
pernah
didaftarkan
sebelumnya baik obat baru maupun
obat copy.
b. Registrasi variasi tidak perlu melalui
tahapan pra registrasi.
3.
Jalur Pra Registrasi
4.
Registrasi Variasi
Belum dikelompokkan menjadi Variasi
Major dan Variasi Minor.
Bolar provision
Tidak
terdapat
ketentuan
yang
memperbolehkan registrasi obat yang
masih dilindungi paten.
5.
Registrasi Baru jalur I : 100 HK
Registrasi Baru jalur II : 150 HK
Registrasi Baru jalur III
a. Untuk obat jadi baru : 300 HK
b. Untuk obat copy dengan STINEL &
obat khusus ekspor : 80 HK
6.
Jalur Evaluasi
Registrasi Variasi Ketegori 6, 7, 8, 9 :
80 HK.
Registrasi Variasi Kategori 10
dengan penandaan mutakhir : 40
HK.
a. Obat baru dan copy yang belum
pernah didaftarkan sebelumnya
harus
melalui
tahapan
pra
registrasi.
b. Registrasi variasi yang termasuk
dalam variasi
major harus
melewati tahapan pra registrasi.
Registrasi Variasi dikelompokkan
menjadi Variasi Major, Variasi Minor
yang memerlukan persetujuan, dan
Variasi Minor dengan notifikasi.
Terdapat
ketentuan
yang
mengizinkan registrasi obat masih
dilindungi paten (Bagian kesembilan
Pasal 21).
Jalur 40 HK : Reg. Variasi yang
memerlukan persetujuan & registrasi
obat khusus ekspor.
Jalur 100 HK sama seperti peraturan
th. 2003 dengan tambahan :
a. Registrasi obat baru yang telah
mengalami
proses
obat
pengembangan baru / institusi riset
di Indonesia & seluruh tahapan uji
kliniknya dilakukan di Indonesia.
b. Registrasi Baru obat copy esensial
generik.
c.Registrasi Baru obat copy dengan
STINEL atau Registrasi Variasi
major indikasi / posologi baru yang
ditujukan untuk obat life saving,
penyakit serius/langka, obat untuk
program kesehatan masyarakat
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
47
juga
obat
baru
yang
pengembangannya dilakukan di
Indonesia.
d. Registrasi Variasi major selain
yang disebut sebelumnya.
Jalur 150 HK : sama seperti
ketentuan tahun 2003.
Jalur 300 HK : obat jadi baru
ditambah registrasi variasi major
dengan indikasi baru / posologi
baru.
4.3. Registrasi Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar, dan Fitofarmaka
Registrasi obat tradisional (OT), obat herbal terstandar (OHT), dan
fitofarmaka dilakukan untuk memperoleh nomor izin edar (NIE) sebagai syarat
agar produk tersebut dapat beredar di wilayah Indonesia. Dengan adanya NIE
menunjukkan bahwa produk tersebut telah memenuhi persyaratan mutu,
keamanan, dan kemanfaatannya. Di Indonesia, evaluasi dokumen registrasi
dilakukan oleh BPOM selaku pihak regulator.
Untuk produk OT, OHT, dan fitofarmaka, BPOM sebagai pihak regulator
mempersyaratkan beberapa kriteria yang harus dipenuhi, seperti harus
menggunakan bahan berkhasiat dan bahan tambahan yang memenuhi persyaratan
mutu, keamanan, dan kemanfaatan/khasiat; obat dibuat sesuai dengan ketentuan
tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) yang
berlaku, dan penandaan berisi informasi lengkap dan obyektif yang dapat
menjamin penggunaan OT, OHT, dan fitofarmaka yang tepat, rasional dan aman
sesuai dengan hasil evaluasi dalam rangka pendaftaran.
Dalam melakukan pendaftaran OT, OHT, dan fitofarmaka dikategorikan
menjadi pendaftaran baru dan pendaftaran variasi. Pada pelaksanaan pendaftaran
baru dibagi ke dalam 8 kategori, sedangkan untuk pendaftaran variasi dibagi ke
dalam 3 kategori. Pendaftaran OT, OHT, dan fitofarmaka dilakukan dalam dua
tahap, yaitu tahap pra penilaian dan tahap penilaian. Pra penilaian merupakan
tahap pemeriksaan kelengkapan, keabsahan dokumen, dan dilakukan penentuan
kategori pendaftaran (baru atau variasi). Penilaian merupakan proses evaluasi
terhadap dokumen dan data pendukung.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
48
Pendaftaran dilakukan dengan menyerahkan berkas pendaftaran yang
terdiri dari formulir pendaftaran dan dokumen pendukung berupa dokumen mutu
dan teknologi, rancangan kemasan dan brosur yang mencantumkan informasi
mengenai OT, OHT, dan fitofarmaka, serta dokumen yang mendukung klaim
indikasi sesuai jenis dan tingkat pembuktian. Produk OHT dan fitofarmaka harus
disertai dengan dokumen pendukung klaim, sehingga dokumen untuk produk
tersebut harus dilengkapi dengan dokumen pra klinik untuk produk OHT dan
dokumen klinik untuk produk fitofarmaka.
4.4. Registrasi Suplemen Makanan
Sama seperti proses registrasi produk yang lainnya, proses registrasi yang
dilakukan untuk suplemen makanan dimaksudkan untuk memperoleh nomor izin
edar (NIE) sebagai syarat mutlak agar produk tersebut dapat dipasarkan di
wilayah Indonesia. Produk yang telah melalui proses registrasi menunjukkan
bahwa produk tersebut telah memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan
kemanfaatannya.
Suplemen makanan yang akan diedarkan harus memiliki beberapa kriteria,
antara lain harus menggunakan bahan yang memenuhi standar mutu dan
persyaratan keamanan, serta standar dan persyaratan lain yang ditetapkan;
kemanfaatan suplemen makanan yang disesuaikan dengan jumlah dan komposisi
bahan yang dikandung; bahan yang berasal dari tumbuhan/hewan/mikroorganisme
non patogen yang digunakan dalam bentuk kombinasi harus memiliki kesesuaian
khasiat yang didukung dengan data pembuktian.
Pengajuan pendaftaran untuk suplemen makanan dikategorikan menjadi
pendaftaran baru dan pendaftaran variasi. Pendaftaran baru dimaksudkan untuk
melakukan pendaftaran produk suplemen makanan yang belum terdaftar di
Indonesia sebelumnya. Sedangkan, pendaftaran variasi dimaksudkan untuk
pendaftaran produk yang telah terdaftar sebelumnya namun terjadi beberapa
perubahan dari produk tersebut. Pelaksanaan pendaftaran baru dibagi ke dalam
tiga kategori, sedangkan untuk pendaftaran variasi juga dibagi ke dalam 3
kategori.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
49
Pendaftaran untuk suplemen makanan dilakukan dalam dua tahap, yaitu
tahap pra penilaian dan tahap penilaian. Pra penilaian adalah tahap dimana
dilakukan pemeriksaan kelengkapan dan keabsahan dokumen, serta untuk
menentukan kategori pendaftaran. Sedangkan, tahap penilaian merupakan proses
evaluasi terhadap dokumen dan data pendukung.
Suplemen makanan mempunyai nilai gizi dan/atau efek fisiologis terhadap
tubuh. Oleh karena itu, klaim untuk produk suplemen makanan dikategorikan
menjadi dua, yaitu klaim medium dan klaim umum. Pada klaim medium harus
didukung oleh data penelitian mengenai zat yang diklaim, memiliki jurnal dan
dokumen pendukung, dan harus ada produk sejenis yang telah beredar.
Sedangkan, klaim umum harus didukung studi deskriptif dan seri kasus.
4.5. Registrasi Pangan
Setiap pangan olahan yang akan dipasarkan di wilayah Indonesia wajib
memiliki surat persetujuan pendaftaran yang dikeluarkan oleh BPOM. Pangan
olahan tersebut harus memenuhi kriteria, antara lain keamanan; pemenuhan
persyaratan mutu sesuai standar dan persyaratan yang berlaku, serta cara produksi
pangan yang baik atau cara distribusi pangan yang baik; gizi yang sesuai dengan
persyaratan yang ditetapkan; dan harus memenuhi persyaratan label.
Pada pendaftaran produk pangan olahan dibagi menjadi tiga kategori, yaitu
(1) makanan yang tidak berklaim, dapat dikonsumsi kapan saja, dan tidak ada efek
bagi tubuh; (2) produk pangan khusus atau pangan fungsional yang memiliki
klaim tertentu dan terdapat kandungan gizinya; dan (3) produk pangan tertentu,
seperti bubur atau susu bayi dan pangan untuk diet khusus. Pendaftaran untuk
produk pangan yang dilakukan dapat berupa pendaftaran umum baru, pendaftaran
umum ulang, pendaftaran pelayanan cepat ulang, dan perubahan data produk
pangan.
Pada pendaftaran untuk produk pangan yang termasuk dalam kategori 1
terdapat sistem yang disebut sebagai One Day Service (ODS). Sistem ini
diberlakukan karena produk pangan yang didaftarkan merupakan produk pangan
yang tergolong low risk dan tidak berklaim sehingga waktu evaluasinya pun
tergolong singkat, yaitu hanya selama tujuh hari. Selain itu, pada kategori 1 juga
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
50
mulai disosialisasikan sistem pendaftaran baru, yaitu dengan sistem online
(elektronik).
Pada produk pangan, terdapat prosedur analisis bahan baku/produk jadi
yang sedikit berbeda dengan produk yang lainnya. Jika produk lain pada
umumnya analisis bahan baku/produk jadi dapat dilakukan di laboratorium sendiri
(laboratorium internal pabrik), maka produk pangan sekarang harus dilakukan
analisis bahan baku di laboratorium luar pabrik yang telah terakreditasi, seperti
laboratorium milik pemerintah ataupun laboratorium milik swasta yang telah
terakreditasi.
4.6. Notifikasi Kosmetika
Kosmetika yang akan diedarkan di wilayah Indonesia harus dilakukan
notifikasi kepada Kepala BPOM, kecuali untuk kosmetika yang digunakan untuk
pameran dalam jumlah terbatas dan tidak diperjualbelikan. Sistem notifikasi ini
mulai diberlakukan pada tanggal 1 Januari 2011 di Indonesia. Notifikasi berlaku
untuk jangka waktu selama tiga tahun.
Tujuan diberlakukannya sistem notifikasi adalah untuk meningkatkan
kerja sama antar negara anggota dalam memastikan keamanan, kualitas, dan
mengklaim manfaat dari semua produk kosmetika yang dipasarkan di ASEAN;
dan untuk menghapuskan pembatasan perdagangan kosmetika antara negara
anggota melalui harmonisasi persyaratan teknis, Mutual Recognition of Product
Registration Approvals, dan adopsi dari The ASEAN Cosmetic Directive. Berikut
ini adalah tabel perbedaan antara sistem yang dilakukan sebelum notifikasi
(registrasi) dan setelah notifikasi kosmetika :
Tabel 4.2. Perbedaan antara sistem registrasi dan notifikasi kosmetika
No
1.
Registrasi Kosmetika
Pengawasan dilakukan sebelum dan setelah
produk kosmetika beredar (pre market
approval and post market surveillance) oleh
BPOM.
2.
Evaluasi dilakukan oleh BPOM.
3.
BPOM juga bertanggung jawab terhadap
Notifikasi Kosmetika
Pengawasan dilakukan setelah produk
kosmetika
beredar
(post
market
surveillance) berupa sampling dan pengujian
mutu dan keamanan dari BPOM.
Evaluasi dilakukan oleh produsen atau
importir. Notifikasi hanya sebagai penapisan
bahan baku.
Pelaku usaha bertanggung jawab penuh
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
51
4.
5.
6.
7.
keamanan, mutu, dan klaim manfaat
kosmetika.
Mengikuti persyaratan yang ditetapkan oleh
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Proses untuk memperoleh izin edar lebih
lama.
Menerapkan sistem tatap muka langsung.
terhadap keamanan, mutu, dan klaim
manfaat kosmetika.
Mengikuti
persyaratan
yang
telah
terharmonisasi di ASEAN, yaitu ASEAN
Cosmetic Directive (ACD).
Proses untuk memperoleh izin edar lebih
cepat karena tidak ada evaluasi pre market.
Menerapkan sistem online
Izin edar berlaku 5 tahun selama masih
memenuhi ketentuan yang berlaku.
Izin edar berlaku 3 tahun selama tidak ada
perubahan
4.7. Registrasi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga
Alat kesehatan (Alkes) dan perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT)
juga perlu dilakukan proses registrasi sebelum dipasarkan di wilayah Indonesia.
Hal tersebut dikarenakan penggunaan alkes dan PKRT yang berhubungan dengan
kesehatan sehingga perlu ada perlindungan bagi penggunanya sehingga pengguna
tersebut tidak merasa dirugikan dan dapat terhindar dari produk alkes dan PKRT
yang berbahaya yang justru dapat membahayakan kesehatannya.
Registrasi alkes dan PKRT dibagi menjadi lima kategori, yaitu (1) non
elektromedik steril, seperti syringe dan needle; (2) non elektromedik non steril,
seperti sikat gigi dan dental flosh; (3) diagnostik kit, seperti tes kehamilan; (4)
elektromedik, seperti alat tes glukosa darah; dan (5) radioterapi dan elektromedik,
seperti alat x-ray. Selain itu, juga dibagi berdasarkan risiko yang ditimbulkannya,
yaitu Kelas I (low risk), seperti sikat gigi; Kelas II (medium risk), seperti needle
dan kateter; dan Kelas III (high risk), seperti implant untuk Keluarga Berencana
(KB) dan ring untuk jantung.
Pada pelaksanaan proses registrasi alkes dan PKRT dibagi ke dalam dua
jalur, yaitu lokal dan impor. Untuk industri pembuat alkes dan PKRT harus
memiliki izin industri alat kesehatan dan sertifikat produksi saat akan
mendaftarkan produknya. Sedangkan, untuk penyalur alkes harus memiliki izin
penyalur alat kesehatan (IPAK) dan penyalur tersebut harus memiliki sarana yang
memadai untuk melakukan penyimpanan dari masing-masing kategori alkes.
Evaluasi dan penilaian data untuk alkes dan PKRT dilaksanakan oleh tim
penilai alat kesehatan. Untuk alat kesehatan dengan teknologi baru atau canggih,
evaluasi dilakukan oleh tim ahli di bidangnya. Selama masa izin edar, pemerintah
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
52
melakukan pengawasan terhadap alkes/PKRT yang beredar untuk memastikan
kesesuaian mutu, keamanan, dan kemanfaatan dari alkes/PKRT yang beredar.
Pengawasan dapat berupa audit terhadap informasi teknis dan klinik, pemeriksaan
terhadap sarana produksi dan distribusi, sampling dan pengujian, serta
pengawasan penandaan dan iklan.
4.8. Dokumen Pra Registrasi dan ASEAN Common Technical Dossier
Proses registrasi obat untuk memperoleh izin edar terdiri dari 2 tahap,
yaitu tahap pra registrasi dan registrasi, dimana keduanya memiliki sistematika
yang berbeda pada penyusunan dokumen registrasinya. Pada tahap pra registrasi
dokumen yang diserahkan lebih sederhana dan singkat, sedangkan pada tahap
registrasi harus mengikuti ACTD dan berisi hal-hal yang lebih rinci dan lengkap.
Format ACTD yang digunakan saat menyusun dossier dibagi menjadi 4
bagian, yaitu dokumen administratif, dokumen mutu, dokumen non klinik, dan
dokumen klinik. Dokumen administratif berisi data administratif pendaftar dan
rangkuman mengenai produk yang didaftarkan, sedangkan dokumen mutu berisi
data mengenai kualitas obat secara rinci. Dokumen non klinik dan dokumen klinik
disertakan apabila obat yang diregistrasikan merupakan obat baru, baik obat
penemuan baru maupun obat impor yang belum pernah diregistrasikan di
Indonesia termasuk produk biologi sejenis seperti vaksin dan imunosera.
Kelengkapan isi dari dokumen registrasi yang diserahkan berbeda antara
dokumen pada tahap pra registrasi dan pada tahap registrasi. Pada tahap pra
registrasi dokumen berisi data pendaftar, ringkasan dan spesifikasi produk yang
diregistrasikan, dan protokol proses, metode, dan stabilitas yang dilakukan dalam
pembuatan dan pengujian produk. Sedangkan pada tahap registrasi, dokumen
terdiri dari dokumen yang dilampirkan pada tahap pra registrasi dan disertai
laporan dari proses, metode, dan stabilitas yang telah dilakukan, serta dibuat
dokumen berdasarkan format ACTD. Penyusunan ACTD ini harus teliti dan
konsisten dari awal hingga akhir. Hal tersebut dikarenakan dokumen ini
menjelaskan seluruh tahapan proses pembuatan obat dan konsistensi yang
diterapkan akan memudahkan evaluator untuk memeriksa dokumen dan
menunjukkan kebenaran data produk yang diregistrasikan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat
disimpulkan beberapa hal, yaitu :
1. Di industri farmasi khususnya di bagian Regulatory Affairs, Apoteker
memiliki peranan, yaitu meregistrasikan setiap produk yang akan diedarkan di
wilayah Indonesia sebagai jaminan bahwa setiap produk yang akan dipasarkan
tersebut memiliki kualitas, keamanan, efektivitas, dan kemanfaatan sehingga
masyarakat dapat terhindar dari produk yang berbahaya. Selain itu, harus
dapat menjadi penghubung antara pihak industri dengan pihak regulator, yaitu
BPOM dan KemenKes RI.
2. Peredaran obat; obat tradisional, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka;
pangan; suplemen makanan; alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah
tangga; dan kosmetika yang akan diedarkan di Indonesia harus dilakukan
pengawasan. Pengawasan ini dilakukan melalui proses registrasi dan proses
notifikasi untuk kosmetika guna mendapatkan izin edar sebelum produk
tersebut diedarkan di Indonesia. Proses registrasi untuk memperoleh izin edar
terdiri dari 2 tahap, yaitu tahap pra registrasi dan registrasi untuk produk obat
dan tahap pra penilaian dan penilaian untuk produk selain obat, dengan
melampirkan dokumen persyaratan yang akan dievaluasi oleh BPOM atau
KemenKes RI selaku pihak regulator.
3. Pihak yang bertanggung jawab melakukan registrasi produk adalah Apoteker
yang bekerja di bagian Regulatory Affairs. Regulatory Affairs Officer (RA
Officer) bertanggung jawab untuk menyiapkan dan menyusun seluruh
dokumen sesuai yang dipersyaratkan. Oleh karena itu, seorang RA Officer
harus mampu berkomunikasi dengan baik, memiliki ketelitian, keuletan, juga
sifat tanggung jawab dan mampu bekerja sama dengan pihak-pihak yang
terkait dengan pekerjaannya. Selain itu, RA Officer juga harus mencari tahu
53
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
54
dan paham setiap regulasi baru yang akan berlaku dan regulasi yang telah
berlaku di Indonesia.
5.2. Saran
1. Pembagian peranan dan fungsi dalam Corporate Regulatory Affairs PT. Kalbe
Farma, Tbk. sudah cukup jelas sesuai tanggung jawab masing-masing level
Officer. Namun, ada baiknya peranan dan fungsi ini juga disesuaikan antara
Officer yang menangani produk obat Kalbe dengan Officer yang menangani
produk non obat Kalbe dan produk obat selain Kalbe.
2. Kerja sama antara Officer yang menangani produk non obat Kalbe dan produk
obat selain Kalbe dan Officer yang menangani produk obat Kalbe sudah cukup
baik. Namun, peningkatan kerja sama tetap perlu dilakukan untuk mencapai
hasil yang lebih optimal di masa depan.
3. Regulasi yang dibuat oleh BPOM dan Kementerian Kesehatan mengenai
evaluasi obat; obat tradisional, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka;
pangan; suplemen makanan; alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah
tangga; dan kosmetika sudah memenuhi kaidah kefarmasian. Oleh karena itu
dalam mendaftarkan produk, pihak Regulatory Affairs harus menyiapkan data
yang sebenar-benarnya mengenai mutu, keamanan, dan efikasi produknya
agar proses evaluasi berjalan dengan baik dan masyarakat benar-benar
memperoleh produk terbaik.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
DAFTAR ACUAN
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2011a).
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.03.1.23.10.11.08481 Tahun 2011 tentang Kriteria dan Tata Laksana
Registrasi Obat. Jakarta : Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2011b).
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.03.1.5.12.11.09955 Tahun 2011 tentang Pendaftaran Pangan Olahan.
Jakarta : Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2011c).
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.03.1.5.12.11.09956 Tahun 2011 tentang Tata Laksana Pendaftaran
Pangan Olahan. Jakarta : Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2010).
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.03.1.23.12.10.11983 Tahun 2010 tentang Kriteria dan Tata Cara
Pengajuan Notifikasi Kosmetika. Jakarta : Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2005a).
Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia
Nomor
HK.00.05.23.3644
tentang
Ketentuan
Pokok
Pengawasan Suplemen Makanan. Jakarta : Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2005b).
Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor HK.00.05.41.1381 tentang Tata Laksana Pendaftaran
Suplemen Makanan. Jakarta : Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia.
55
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
56
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2005c).
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor HK.00.05.41.1384 tentang Kriteria dan Tata Laksana
Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandard, dan Fitofarmaka.
Jakarta : Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2003).
Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.00.05.3.1950 tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat.
Jakarta : Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.
PT. Kalbe Farma, Tbk. (2010). Laporan Tahunan PT. Kalbe Farma, Tbk. Jakarta :
PT. Kalbe Farma, Tbk.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2010a). Peraturan Menteri Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
1176/MENKES/PER/VIII/2010
tentang
Notifikasi Kosmetika. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2010b). Peraturan Menteri Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
1189/MENKES/PER/VIII/2010
tentang
Produksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga.
Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2010c). Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1190/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Izin
Edar Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. Jakarta :
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2010d). Peraturan Menteri Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
1191/MENKES/PER/VIII/2010
tentang
Penyaluran Alat Kesehatan. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
57
Lampiran 1
Struktur Organisasi PT. Kalbe Farma, Tbk.
[Sumber : PT. Kalbe Farma, Tbk., 2010]
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
58
Lampiran 2
Struktur Kepemilikan Perseroan dan Anak Perusahaan PT. Kalbe Farma, Tbk.
[Sumber : PT. Kalbe Farma, Tbk., 2010]
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
59
Lampiran 3
Isi Dokumen Pra Registrasi/Registrasi
Bagian I
Sub Bagian A
Sub Bagian B
Dokumen Administratif dan Informasi Produk
Daftar Isi Keseluruhan
Dokumen Administratif
1. Surat Pengantar
2. Formulir Registrasi
3. Pernyataan Pendaftar
4. Sertifikat dan Dokumen Administratif Lain
4.1 Obat Produksi Dalam Negeri
4.1.1 Izin industri farmasi
4.1.2 Sertifikat CPOB yang masih berlaku untuk bentuk
sediaan yang didaftarkan
4.1.3 Data insperksi terakhir dan perubahan terkait paling
lama dua tahun yang dikeluarkan oleh BPOM
4.2 Obat Produksi Dalam Negeri berdasarkan Lisensi
4.2.1 Izin industri farmasi atau dokumen penunjang
dengan bukti yang cukup untuk badan atau institusi
riset sebagai pemberi lisensi
4.2.2 Izin industri farmasi sebagai penerima lisensi
4.2.3 Sertifikat CPOB industri farmasi penerima lisensi
yang masih berlaku untuk bentuk sediaan yang
didaftarkan
4.2.4 Perjanjian lisensi
4.3 Obat Produksi Dalam Negeri berdasarkan Kontrak
4.3.1 Izin industri farmasi pendaftar/pemberi kontrak
4.3.2 Izin industri farmasi sebagai penerima kontrak
4.3.2 Sertifikat CPOB industri farmasi pendaftar atau
pemberi kontrak yang masih berlaku
4.3.3 Perjanjian kontrak
4.4 Obat Khusus Ekspor
4.4.1 Izin industri farmasi
4.4.2 Sertifikat CPOB pendaftar
4.4.3 Sertifikat CPOB atau dokumen lain yang setara dari
produsen sesuai bentuk sediaan yang didaftarkan
(untuk obat impor khusus ekspor)
4.5 Obat Impor
4.5.1 Izin industri farmasi produsen dan pendaftar
4.5.2 Surat penunjukkan dari industri farmasi atau
pemilik produk di luar negeri
4.5.3 Certificate of Pharmaceutical Product (CPP) atau
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
60
Sub Bagian C
Bagian II
Sub Bagian A
Sub Bagian B
dokumen lain yang setara dari negara produsen
dan/atau negara dimana diterbitkan sertifikat
kelulusan bets
4.5.4 Sertifikat CPOB yang masih berlaku dari produsen
untuk bentuk sediaan yang didaftarkan atau
dokumen lain yang setara (termasuk sertifikat
CPOB produsen zat aktif untuk produk biologi)
4.5.5 Data inspeksi CPOB terakhir dan perubahan terkait
paling lama dua tahun yang dikeluarkan oleh
otoritas pengawas obat setempat dan/atau otoritas
pengawas obat negara lain
4.5.6 Justifikasi impor
4.5.7 Bukti perimbangan kegiatan ekspor dan impor (jika
perlu)
5. Hasil Pra-Registrasi
6. Kuitansi/Bukti Pembayaran
7. Dokumen Lain
Informasi Produk dan Penandaan
1. Informasi Produk
2. Penandaan pada kemasan
Dokumen Mutu
Ringkasan Dokumen Mutu (RDM)
Dokumen Mutu
S Zat Aktif
S1 Informasi Umum
S1.1 Tata Nama
S1.2 Rumus Kimia
S1.3 Sifat-sifat umum
S2 Proses Produksi dan Sumber Zat Aktif
S2.1 Produsen
S2.2 Uraian dan Kontrol Proses Pembuatan
S2.3 Kontrol terhadap Bahan
S2.4 Kontrol terhadap Tahapan Kritis dan Senyawa
Antara
S2.5 Validasi proses dan/atau Evaluasi
S2.6 Pengembangan Proses Pembuatan
S3 Karakterisasi
S3.1 Elusidasi dan Struktur Karakterisasi
S3.2 Bahan Pengotor
S4 Spesifikasi dan Metode Pengujian Zat Aktif
S4.1 Spesifikasi
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
61
S4.2 Prosedur Analisis
S4.3 Validasi Prosedur Analisis
S4.4 Analisis Bets
S4.5 Justifikasi Spesifikasi
S5 Baku Pembanding
S6 Spesifikasi dan Pengujian Kemasan
S7 Stabilitas
P Obat Jadi
P1 Pemerian dan Formula
P2 Pengembangan Produk
P2.1 Informasi dan Studi Pengembangan
P2.2 Komponen Obat
P2.2.1 Zat Aktif
P2.2.2 Zat Tambahan
P2.3 Obat
P2.3.1 Pengembangan Formula
P2.3.2 Overages
P2.3.3 Sifat Fisikokimia dan biologi
P2.4 Pengembangan Proses Pembuatan
P2.5 Sistem Kemasan
P2.6 Atribut Mikrobiologi
P2.7 Kompatibilitas
P3 Prosedur Pembuatan
P3.1 Formula Bets
P3.2 Proses Pembuatan dan Kontrol Proses
P3.3 Kontrol terhadap Tahapan Kritis dan Produk Antara
P3.4 Validasi Proses dan/atau Laporan
P4 Spesifikasi dan Metode Pengujian Zat Tambahan
P4.1 Spesifikasi
P4.2 Prosedur Analisis
P4.3 Zat Tambahan yang Bersumber dari Hewan
dan/atau Manusia
P4.4 Zat Tambahan Baru
P5 Spesifikasi dan Metode Pengujian Obat
P5.1 Spesifikasi
P5.2 Prosedur Analisis
P5.3 Laporan validasi Metode Analisis
P5.4 Analisis Bets
P5.5 Karakterisasi Zat Pengotor
P5.6 Justifikasi Spesifikasi
P6 Baku Pembanding
P7 Spesifikasi dan Metode Pengujian Kemasan
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
62
Sub Bagian C
P8 Stabilitas
P9 Bukti Ekivalensi (bila perlu)
Daftar Pustaka
Bagian III
Sub Bagian A
Sub Bagian B
Sub Bagian C
Sub Bagian D
Dokumen Nonklinik
Tinjauan Studi Nonklinik
Ringkasan dan Matriks Studi Nonklinik
Laporan Studi Nonklinik
Daftar Pustaka
Bagian IV
Sub Bagian A
Sub Bagian B
Sub Bagian C
Sub Bagian D
Sub Bagian E
Dokumen Klinik
Tinjauan Studi Klinik
Ringkasan Studi Klinik
Matriks Studi Klinik
Laporan Studi Klinik
Daftar Pustaka
[Sumber : Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2011a]
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
Tahap Pra Registrasi
Lampiran 4
Alur Registrasi
63
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
Tahap Penyerahan Berkas Registrasi
Lanjutan Lampiran 4
64
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
Lampiran 5
Alur Registrasi dan Evaluasi Obat
65
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
Lampiran 6
Kelengkapan Dokumen Registrasi Baru
66
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
Lanjutan Lampiran 6
67
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
Lanjutan Lampiran 6
68
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
[Sumber : Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2011a]
Kategori 3 : registrasi sediaan lain yang mengandung obat
Kategori 2 : Registrasi obat copy, meliputi :
2.1 Registrasi obat copy yang memerlukan uji klinik
2.2 Registrasi obat copy yang tidak memerlukan uji klinik
Kategori 1 : Registrasi obat baru dan produk biologi, termasuk produk biologi sejenis
(PBS) / Similar Biotherapeutic Product (SBP), meliputi :
1.1 Registrasi obat baru dengan zat aktif baru, atau produk biologi
1.2 Registrasi obat baru atau produk biologi dengan kombinasi baru
1.3 Registrasi obat baru atau produk biologi dengan bentuk sediaan baru atau
kekuatan baru
1.4 Registrasi obat baru atau produk biologi dengan rute pemberian baru
1.5 Registrasi produk biologi sejenis (PBS) / Similar Biotherapeutic Product (SBP)
Keterangan :
Lanjutan Lampiran 6
69
Registrasi Variasi Major (VaMa)
Lampiran 7
Jenis Perubahan, Persyaratan, dan Kelengkapan Dokumen Registrasi Variasi
70
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
Lanjutan Lampiran 7
71
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
Lanjutan Lampiran 7
72
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
Lanjutan Lampiran 7
73
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
Lanjutan Lampiran 7
74
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
Lanjutan Lampiran 7
75
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
Lanjutan Lampiran 7
76
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
Lanjutan Lampiran 7
77
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
Lanjutan Lampiran 7
78
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
Lanjutan Lampiran 7
79
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
Lanjutan Lampiran 7
80
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
Lanjutan Lampiran 7
81
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
Lanjutan Lampiran 7
82
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
Lanjutan Lampiran 7
83
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
Registrasi Variasi Minor yang Memerlukan Persetujuan (VaMi-B)
Lanjutan Lampiran 7
84
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
Lanjutan Lampiran 7
85
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
Lanjutan Lampiran 7
86
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
Lanjutan Lampiran 7
87
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
Lanjutan Lampiran 7
88
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
Lanjutan Lampiran 7
89
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
Lampiran Registrasi Variasi Minor dengan Notifikasi (VaMi-A)
Lanjutan Lampiran 7
90
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
Lanjutan Lampiran 7
91
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
Lanjutan Lampiran 7
92
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
Lanjutan Lampiran 7
93
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
Lanjutan Lampiran 7
94
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
Lanjutan Lampiran 7
95
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
Lanjutan Lampiran 7
96
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
Lanjutan Lampiran 7
97
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
[Sumber: Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2011a]
Lanjutan Lampiran 7
98
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
Lampiran 8
Persyaratan Registrasi Alat Kesehatan
99
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
100
Lampiran 9
Persyaratan Registrasi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN TUGAS KHUSUS
PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
PT. KALBE FARMA, Tbk.
PERIODE 1 FEBRUARI – 30 MARET 2012
PERBANDINGAN REGULASI REGISTRASI NUTRASETIKA DI
INDONESIA, ASEAN, AMERIKA SERIKAT, DAN UNI EROPA
CYNTHYA ESRA WIHELMINA, S.Farm.
1106046774
ANGKATAN LXXIV
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM PROFESI APOTEKER – DEPARTEMEN FARMASI
DEPOK
JUNI 2012
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. iv
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... v
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................... .............. 1
1.1
Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2
Tujuan ............................................................................................ 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 4
2.1
Nutrasetika ..................................................................................... 4
2.2
Regulasi Registrasi Suplemen Makanan di Indonesia ................... 5
2.3
Regulasi Registrasi Suplemen Kesehatan di ASEAN .................... 13
2.4
Regulasi Registrasi Suplemen Makanan di Amerika Serikat ........ 18
2.5
Regulasi Registrasi Nutrasetika di Uni Eropa. ............................... 21
BAB 3 PEMBAHASAN ................................................................................... 25
BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 34
4.1
Kesimpulan ................................................................................... 34
4.2
Saran .............................................................................................. 35
DAFTAR ACUAN............................................................................................. 37
ii
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1.
Nutrasetika Menempati Posisi di antara Makanan dan Obat ...... 4
Gambar 2.2.
Alur Prosedur Pendaftaran Suplemen Makanan ......................... 11
iii
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1.
Perbandingan Regulasi Registrasi Nutrasetika di Indonesia,
ASEAN, Amerika Serikat, dan Uni Eropa .................................. 31
iv
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Berkas persyaratan pendaftaran baru suplemen makanan di
Indonesia ..................................................................................... 39
Lampiran 2.
Formulir pendaftaran variasi suplemen makanan di Indonesia... 42
Lampiran 3.
Kelengkapan persyaratan pendaftaran variasi suplemen makanan
di Indonesia ................................................................................. 43
Lampiran 4.
Informasi minimal yang dicantumkan pada rancangan kemasan
saat pendaftaran suplemen makanan di Indonesia ...................... 44
Lampiran 5.
Dokumen administratif pendaftaran suplemen makanan di
Indonesia ..................................................................................... 45
Lampiran 6.
Dokumen pendukung pendaftaran suplemen makanan di
Indonesia ..................................................................................... 46
Lampiran 7.
Perbandingan bahan, fungsi, bentuk sediaan suplemen
kesehatan di ASEAN................................................................... 47
Lampiran 8.
Perbandingan tata cara pendaftaran suplemen kesehatan di
ASEAN ....................................................................................... 48
Lampiran 9.
Parameter khusus penandaan suplemen kesehatan di ASEAN ... 53
Lampiran 10. Contoh penandaan “Fakta Suplemen” di Amerika Serikat ......... 54
v
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kualitas hidup manusia telah meningkat dengan adanya pembangunan
ekonomi. Akan tetapi, dengan adanya peningkatan tersebut berdampak pada gaya
hidup seseorang, terutama pada makanan yang dikonsumsi salah satunya adalah
dalam hal mengonsumsi junk food. Konsumsi junk food yang berlebihan dapat
menyebabkan sejumlah penyakit yang berhubungan dengan kekurangan nutrisi.
Namun, sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di
bidang kesehatan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya pemeliharaan
kesehatan, maka banyak upaya yang dilakukan oleh masyarakat untuk tujuan
tersebut. Penggunaan nutrasetika (seringkali juga disebut dengan suplemen
makanan atau suplemen kesehatan) untuk tujuan pemeliharaan kesehatan dan
pencegahan risiko terhadap timbulnya penyakit semakin banyak di masyarakat
(Direktorat Penilaian Obat Tradisional, Suplemen Makanan, dan Kosmetik, 2004).
Dengan penggunaan nutrasetika tersebut diharapkan dapat memenuhi asupan
nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh sehingga kondisi kekurangan nutrisi dapat
dikontrol.
Selama beberapa tahun terakhir, pengunaan nutrasetika telah berkembang
secara global. Hal ini tidak hanya terjadi di negara-negara berkembang, tetapi juga
di negara-negara dimana obat-obatan konvensional sudah lebih dominan
digunakan untuk perawatan kesehatan (ASEAN Member Countries, 2006). Akan
tetapi, banyaknya masyarakat yang menggunakan nutrasetika berakibat pada
semakin banyaknya jumlah nutrasetika, baik produk impor maupun produk dalam
negeri, yang beredar di masyarakat. Di samping itu, banyak promosi produk yang
berlebihan bahkan sering tidak sesuai dengan tujuan penggunaan nutrasetika,
sehingga kemungkinan dapat menimbulkan hal-hal yang merugikan bagi
masyarakat.
Semakin banyak masyarakat yang beralih untuk menggunakan nutrasetika,
maka keamanan, kemanfaatan, dan pengendalian mutu harus menjadi perhatian
1
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
2
utama, khususnya bagi pemerintah sebagai pengawas dan masyarakat sendiri
sebagai penggunanya. Selain menjamin mutu, keamanan, dan kemanfaatan
produk yang beredar, penyebaran informasi juga merupakan hal yang penting
untuk dilakukan pengawasan. Dengan adanya informasi yang benar mengenai
setiap produk yang beredar maka penggunaan berlebihan atau tidak tepat dari
nutrasetika dapat dihindari (Direktorat Penilaian Obat Tradisional, Suplemen
Makanan, dan Kosmetik, 2004).
Untuk itu, perlu ada regulasi untuk mengatur peredaran nutrasetika di
masyarakat agar masyarakat dapat terlindung dari nutrasetika yang berbahaya dan
justru akan menimbulkan kejadian atau efek yang tidak diinginkan sehubungan
dengan penggunaan nutrasetika. Regulasi ini seharusnya dibuat oleh pemerintah
sebagai pihak yang berwenang untuk melakukan pengawasan terhadap setiap
produk yang beredar.
Di Indonesia, regulasi untuk mengatur setiap produk nutrasetika yang
beredar, baik produk impor maupun produk dalam negeri, dilakukan melalui
proses registrasi. Oleh karena itu, sebelum produk nutrasetika dapat beredar di
Indonesia harus melakukan proses registrasi terlebih dulu. Dengan adanya proses
registrasi, diharapkan penggunaan nutrasetika yang efektif, tepat, aman, dan
rasional dalam upaya pemeliharaan kesehatan dan mencegah risiko timbulnya
penyakit dapat tercapai.
Sebagai bagian dari masyarakat global dan karena semakin banyaknya
produk nutrasetika impor yang mengusai pasar di Indonesia, maka sebagai
masyarakat, kita juga perlu waspada dan hati-hati terhadap produk-produk yang
beredar tersebut. Untuk itu, diharapkan masyarakat dapat mengetahui bagaimana
regulasi produk nutrasetika tersebut di negara atau wilayah asalnya.
Dalam rangka untuk mengetahui dan membandingkan regulasi produk
nutrasetika di Indonesia dan terhadap wilayah atau negara lain, khususnya di
wilayah ASEAN dan Eropa, serta di negara Amerika Serikat, maka dibutuhkan
informasi dan pengetahuan yang lebih mengenai regulasi tersebut. Berbagai aspek
yang perlu diperhatikan, antara lain dalam hal penetapan standar dan persyaratan
kemanfaatan, keamanan, mutu, dan penandaan produk; pemberian izin edar
produk; pemantauan, baik peredaran maupun promosi produk, di masyarakat;
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
3
pemantauan efek yang tidak diinginkan dari penggunaan produk; pemberian
sanksi apabila terdapat pelanggaran yang dilakukan; dan lain sebagainya.
1.2. Tujuan
Penyusunan laporan tugas khusus Praktek Kerja Profesi Apoteker ini
bertujuan untuk :
1. Mengetahui regulasi registrasi nutrasetika di Indonesia, ASEAN, Amerika
Serikat, dan Uni Eropa.
2. Membandingkan regulasi registrasi nutrasetika di Indonesia, ASEAN,
Amerika Serikat, dan Uni Eropa.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Nutrasetika
Nutrasetika merupakan istilah yang terdiri dari kata nutrisi dan farmasetika
yang dibuat untuk menjelaskan senyawa yang memiliki efek fisiologis pada tubuh
manusia, seperti vitamin dan mineral (Gulati & Ottaway, 2006). Penggunaan
istilah untuk penyebutan nutrasetika di beberapa negera berbeda-beda. Terdapat
wilayah atau negara yang menyebutnya sebagai nutrasetika, ada pula yang
menyebutnya dengan suplemen kesehatan, namun tidak sedikit pula yang
menyebutnya sebagai suplemen makanan.
Istilah nutrasetika ini awalnya digunakan oleh Defelicein yang
mendefinisikan nutrasetika menjadi sebuah makanan atau bagian dari makanan
yang memberikan manfaat pengobatan atau kesehatan, termasuk pencegahan
dan/atau pengobatan penyakit. Nutrasetika dijelaskan dapat memberikan efek
fisiologis namun merupakan makanan atau bahan makanan sehingga sulit untuk
menggolongkan nutrasetika menjadi makanan atau obat (Gulati & Ottaway,
2006).
Gambar 2.1. Nutrasetika menempati posisi di antara makanan dan obat
[Sumber: Gulati & Ottaway, 2006] (telah diolah kembali)
Terdapat sedikit perbedaan antara nutrasetika dengan pangan fungsional.
Ketika makanan dimasak atau disajikan dengan atau tanpa pengetahuan tentang
bagaimana atau mengapa pangan tersebut digunakan, maka pangan tersebut
disebut dengan pangan fungsional. Pangan fungsional akan memberikan tubuh
4
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
5
sejumlah vitamin, lemak, protein, karbohidrat, dan lain-lain dengan jumlah yang
cukup dan digunakan untuk kelangsungan hidup. Namun, ketika pangan
fungsional membantu dalam pencegahan dan/atau pengobatan penyakit, seperti
anti rematik, penghilang nyeri, batuk dan pilek, gangguan tidur dan pencernaan,
pencegahan kanker tertentu, osteoporosis, tekanan darah, kolesterol, depresi, dan
diabetes, maka disebut dengan nutrasetika. Contoh dari nutrasetika adalah
termasuk ke dalamnya produk susu yang difortifikasi (misalnya susu) dan buah
jeruk (misalnya jus jeruk) (Pandey, Verma, & Saraf, 2010).
Jika dilihat dari sudut pandang konsumen, nutrasetika dan pangan
fungsional dapat memberikan banyak manfaat, antara lain dapat meningkatkan
kesehatan, dapat membantu untuk hidup lebih lama, dan dapat membantu untuk
terhindar dari kondisi medis tertentu. Selain itu, nutrasetika dan pangan fungsional
juga dianggap lebih alami sehingga cenderung menghasilkan efek samping yang
tidak diinginkan yang lebih sedikit dan dapat memberikan manfaat untuk individu
dengan kondisi khusus (misalnya makanan padat nutrisi untuk orang tua). Produk
makanan yang digunakan sebagai nutrasetika dikategorikan menjadi produk
probiotic, prebiotic, serat makanan, asam lemak Omega 3, dan antioksidan.
(Pandey, Verma, & Saraf, 2010).
2.2. Regulasi Registrasi Suplemen Makanan di Indonesia
Suplemen makanan adalah produk yang digunakan untuk melengkapi
kebutuhan zat gizi makanan, mengandung satu atau lebih bahan berupa vitamin,
mineral, asam amino atau bahan lain (berasal dari tumbuhan atau bukan
tumbuhan) yang mempunyai nilai gizi dan/atau efek fisiologis (Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan, 2005a). Macam-macam suplemen makanan yang
didaftarkan dapat berupa suplemen makanan dalam negeri, baik suplemen
makanan tanpa lisensi, dengan lisensi, maupun kontrak; suplemen makanan
impor; dan suplemen makanan yang dilindungi oleh paten (Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan, 2005b).
Suplemen makanan yang diproduksi dan/atau diedarkan di Indonesia harus
memiliki izin edar dan dilakukan pengawasan dalam peredarannya. Pengawasan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
6
terhadap suplemen makanan yang beredar dilakukan melalui beberapa kegiatan,
seperti (Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2005a) :
1. Penetapan standar dan persyaratan kemanfaatan, keamanan, dan mutu produk,
serta standar dan persyaratan sarana produksi dan distribusi;
2. Penilaian kemanfaatan, keamanan, mutu, dan penandaan, serta analisis
laboratorium;
3. Pemberian izin edar;
4. Pemberian izin dan sertifikasi sarana produksi;
5. Pemeriksaan sarana produksi dan distribusi;
6. Pengambilan contoh dan pengujian laboratorium, serta pemantauan penandaan
atau label;
7. Penarikan kembali dari peredaran dan pemusnahan;
8. Penilaian dan pemantauan promosi termasuk iklan;
9. Pemberian bimbingan di bidang produksi dan distribusi;
10. Surveilan dan monitoring efek samping;
11. Pemberian sanksi administratif;
12. Pemberian informasi.
Suplemen makanan yang akan diedarkan harus memiliki beberapa kriteria,
seperti menggunakan bahan yang memenuhi standar mutu dan persyaratan
keamanan, serta standar dan persyaratan lain yang ditetapkan; kemanfaatan yang
dinilai dari komposisi dan/atau didukung oleh data pembuktian; hanya dapat
diproduksi oleh industri farmasi/industri obat tradisional/industri pangan dengan
menerapkan Cara Pembuatan yang Baik (CPOB/CPOTB/CPPB); kemanfaatan
suplemen makanan harus disesuaikan dengan jumlah dan komposisi bahan yang
dikandungnya; bahan yang berasal dari tumbuhan/hewan/mikroorganisme non
patogen yang digunakan dalam bentuk kombinasi dengan vitamin, mineral, dan
asam amino harus memiliki kesesuaian khasiat yang didukung dengan data
pembuktian (Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2005a).
Suplemen makanan harus dikemas dengan wadah yang dapat melindungi
isi terhadap pengaruh dari luar selama masa peredaran dan menjamin mutu,
keutuhan,
dan
keaslian
isinya,
serta
wadah
harus
dibuat
dengan
mempertimbangkan keamanan pemakai dan dibuat dari bahan yang tidak
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
7
mengeluarkan atau menghasilkan bahan berbahaya atau suatu bahan yang dapat
mengganggu kesehatan dan tidak mempengaruhi mutu. Dalam memberikan
penandaan pada wadah dan pembungkus harus mencantumkan informasi yang
lengkap, obyektif, benar, tidak menyesatkan, dan sesuai dengan penandaan yang
telah disetujui saat pendaftaran. Penandaan yang dicantumkan pada wadah dan
pembungkus paling sedikit harus mencantumkan (Kepala Badan Pengawas Obat
dan Makanan, 2005a) :
1. Tulisan “Suplemen Makanan“
2. Nama produk, dapat berupa nama generik atau nama dagang
3. Nama dan alamat produsen atau importir
4. Ukuran, berat bersih, dan isi
5. Komposisi dalam kualitatif dan kuantitatif
6. Kandungan alkohol (bila ada)
7. Kegunaan, cara penggunaan, dan takaran penggunaan
8. Kontraindikasi, efek samping, dan peringatan (bila ada)
9. Nomor izin edar
10. Nomor bets/kode produksi
11. Batas kadaluwarsa
12. Keterangan lain berkaitan dengan keamanan atau mutu atau asal bahan
tertentu sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Berdasarkan tingkat pembuktiannya, klaim kegunaan suplemen makanan
dibagi menjadi 2, yaitu (Direktorat Penilaian Obat Tradisional, Suplemen
Makanan, dan Kosmetik, 2004) :
1. Medium claim (klaim medium)
Untuk klaim medium harus didukung oleh data penelitian berupa studi
analisis termasuk studi epidemiologi dan case control atau studi seri waktu
multipel tanpa atau dengan intervensi, temasuk studi populasi dalam suatu negara.
Contoh klaim medium, antara lain membantu memulihkan fungsi organ;
membantu meningkatkan dan memperbaiki fungsi atau sistem organ; membantu
meredakan atau meringankan keluhan atau gejala; dan mengurangi risiko suatu
penyakit atau gangguan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
8
2. General claim (klaim umum)
Untuk klaim umum harus didukung studi deskriptif dan seri kasus. Contoh
klaim umum, antara lain memelihara kesehatan tubuh; memelihara kesehatan
fungsi organ, sistem organ, dan sebagainya.
Suplemen makanan yang beredar di Indonesia dilarang mengandung bahan
yang tergolong obat/narkotika/psikotropika; dilarang menggunakan tumbuhan
dan/atau hewan yang dilindungi; dan suplemen makanan dalam bentuk cairan per
oral dilarang mengandung etil alkohol dengan kadar lebih dari 5 %. Untuk
melakukan promosi atau periklanan hanya dapat dilakukan setelah mendapat izin
edar dan materi iklan harus mendapat persetujuan dari Kepala BPOM. Materi
periklanan dalam melakukan promosi harus berisi informasi yang obyektif,
lengkap, dan tidak menyesatkan, serta informasi sesuai dengan klaim yang
disetujui saat pendaftaran (Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2005a).
Pelanggaran terhadap setiap ketentuan yang telah ditetapkan dapat
diberikan sanksi administratif, berupa peringatan tertulis; penarikan iklan;
penarikan suplemen makanan dari peredaran; penghentian sementara kegiatan
produksi, impor, dan distribusi; dan pencabutan izin edar. Selain sanksi
administratif, pendaftar juga dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku (Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan, 2005a).
2.1.1. Kategori Pendaftaran (Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan,
2005b)
Pendaftaran suplemen makanan dikategorikan menjadi dua, yaitu
pendaftaran baru dan pendaftaran variasi.
2.1.1.1 Pendaftaran Baru
Pengajuan pendaftaran baru dilakukan dengan menyerahkan berkas yang
terdiri dari (Lampiran 1) :
1. Formulir SA berisi keterangan mengenai dokumen administrasi.
2. Formulir SB berisi dokumen yang mencakup formula dan cara pembuatan.
3. Formulir SC berisi dokumen yang mencakup cara pemeriksaan mutu bahan
baku dan produk jadi.
4. Formulir SD berisi klaim penggunaan, cara pemakaian, dan bets.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
9
Pendaftaran baru dibagi menjadi tiga kategori, yaitu :
1. Kategori 1
: pendaftaran suplemen makanan yang mengandung satu atau
lebih bahan berupa vitamin, mineral, asam amino, karbohidrat,
protein, lemak atau bahan lain berupa isolat.
2. Kategori 2 : pendaftaran suplemen makanan yang mengandung satu atau
lebih bahan berupa vitamin, mineral, asam amino, karbohidrat,
protein, lemak, isolat lain, dan bahan lain berupa bahan alam.
3. Kategori 3 : pendaftaran suplemen makanan dari kategori 1 dan 2 dengan
klaim penggunaan baru, bentuk sediaan baru, posologi, dan dosis
baru.
2.1.1.2. Pendaftaran Variasi
Pengajuan pendaftaran variasi dilakukan untuk produk suplemen makanan
yang telah mendapat izin edar dengan menyerahkan berkas yang terdiri dari
formulir pendaftaran variasi (Lampiran 2) dan kelengkapan pendaftaran variasi
untuk masing-masing kategori (Lampiran 3). Pendaftaran variasi dibagi menjadi
tiga kategori, yaitu :
1. Kategori 4 :
4.1. Perubahan nama produk tanpa perubahan komposisi.
4.2. Perubahan atau penambahan ukuran kemasan.
4.3. Perubahan klaim pada penandaan yang tidak mengubah manfaat.
4.4. Perubahan desain kemasan.
4.5. Perubahan nama pabrik atau nama pemberi lisensi tanpa perubahan
status kepemilikan.
4.6. Perubahan nama importir, tanpa perubahan status kepemilikan.
2. Kategori 5 :
5.1. Perubahan spesifikasi dan/atau metode analisis bahan baku.
5.2. Perubahan spesifikasi dan/atau metode analisis produk jadi.
5.3. Perubahan stabilitas.
5.4. Perubahan teknologi produksi.
5.5. Perubahan tempat produksi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
10
5.6. Perubahan atau penambahan jenis kemasan.
3. Kategori 6 :
6.1. Perubahan formula atau komposisi yang bahan utamanya tergolong
dalam satu kelompok.
6.2. Perubahan bahan tambahan yang tidak mengubah manfaat.
2.1.2. Tata Laksana Memperoleh Izin Edar (Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan, 2005b)
Pendaftaran suplemen makanan dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap
pra penilaian dan tahap penilaian. Tahap pra penilaian adalah tahap dimana
dilakukan pemeriksaan kelengkapan dan keabsahan dokumen, serta untuk
menentukan kategori pendaftaran. Hasil dari tahap ini bersifat mengikat dan
diberitahukan paling lambat sepuluh hari kerja untuk pendaftaran variasi dan dua
puluh hari kerja untuk pendaftaran baru. Sedangkan, tahap penilaian merupakan
proses evaluasi terhadap dokumen dan data pendukung.
Pada proses awal, pendaftar menyerahkan berkas pendaftaran yang terdiri
dari formulir atau disket pendaftaran yang dilengkapi dengan rancangan kemasan
produk yang akan diedarkan dan dengan rancangan warna, brosur yang
mencantumkan informasi mengenai suplemen makanan (Lampiran 4), dokumen
administrasi dan dokumen pendukung (Lampiran 5 dan Lampiran 6) yang terdiri
dari dokumen mutu dan teknologi, serta dokumen pendukung klaim kegunaan
sesuai jenis dan tingkat pembuktiannya. Alur prosedur untuk melakukan
pendaftaran suplemen makanan dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Selanjutnya, dilakukan penilaian oleh Panitia Penilai Suplemen Makanan (PPSM)
dan Komite Nasional Penilai Suplemen Makanan (KOMNAS PSM) sesuai
kriteria yang harus dimiliki pada masing-masing suplemen makanan apabila
berkas dokumen pendaftaran telah memenuhi ketentuan dan persyaratan. Dalam
melakukan penilaian dilakukan melalui beberapa jalur, yaitu :
1. Jalur 1 (7 hari kerja)
1.1. Untuk suplemen makanan kategori 1 yang menggunakan nama generik.
1.2. Untuk suplemen makanan kategori 4.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
Gambar 2.2 Alur prosedur pendaftaran suplemen makanan
11
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
12
2. Jalur 2 (15 hari kerja)
2.1. Untuk suplemen makanan kategori 1 yang menggunakan nama dagang.
2.2. Untuk suplemen makanan kategori 5.
3. Jalur 3 (30 hari kerja)
3.1. Untuk suplemen makanan kategori 2 yang profil keamanannya telah
diketahui dengan pasti.
3.2. Untuk suplemen makanan kategori 6.
4. Jalur 4 (60 hari kerja)
4.1. Untuk suplemen makanan kategori 2 dengan profil keamanan belum
diketahui dengan pasti
4.2. Untuk suplemen makanan kategori 3.
Suplemen makanan yang telah memenuhi persyaratan mutu, keamanan,
dan kemanfaatan selanjutnya diberikan surat keputusan persetujuan pendaftaran,
namun apabila tidak memenuhi persyaratan maka pendaftar akan diberikan surat
penolakan. Sedangkan, pada suplemen makanan yang belum memenuhi
persyaratan diperlukan penambahan data. Pendaftar yang tidak atau terlambat
untuk menyerahkan tambahan data maka berkas pendaftaran akan dikembalikan,
namun berkas tersebut dapat diajukan kembali sebagai pendaftaran baru dan
dilengkapi dengan tambahan data yang diperlukan.
Pendaftar dapat mengajukan dengar pendapat apabila pendaftar merasa
keberatan terhadap keputusan yang diberikan. Berdasarkan hasil dengar pendapat
tersebut, dapat dilakukan peninjauan kembali terhadap hasil penilaian dan
pendaftar diwajibkan melengkapi data baru dan/atau data yang sudah pernah
diajukan, disertai dengan justifikasi.
Persetujuan pendaftaran suplemen makanan berlaku selama lima tahun
selama produk masih memenuhi ketentuan dan dapat diperpanjang melalui
mekanisme pendaftaran ulang. Selanjutnya, pendaftar diwajibkan untuk membuat
atau mengimpor produknya, serta menyerahkan kemasan siap edar sebelum
suplemen makanan dibuat atau diimpor dan pendaftar diwajibkan melaporkan
informasi kegiatan pembuatan atau impor setiap 6 (enam) bulan. Suplemen
makanan yang telah mendapatkan izin edar dapat dilakukan penilaian kembali
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
13
oleh Kepala BPOM dan dilakukan apabila terdapat data dan/atau informasi yang
berpengaruh terhadap kesehatan penggunanya.
Setiap pendaftar yang melakukan pelanggaran, baik di bidang produksi,
pengemasan, pendistribusian, penyimpanan, promosi, dan pengimporan produk,
maka terhadap pendaftar tersebut dapat dikenakan sanksi dan pembatalan
persetujuan pendaftaran. Sanksi yang diberikan dapat berupa sanksi administratif
maupun sanksi pidana. Sanksi administratif tersebut antara lain adalah peringatan
tertulis; penarikan suplemen makanan dari peredaran termasuk penarikan iklan
produk yang bersangkutan; penghentian sementara kegiatan produksi, impor,
distribusi, penyimpanan, pengangkutan, dan penyerahan suplemen makanan; dan
pembekuan dan/atau pencabutan izin edar suplemen makanan.
2.3. Regulasi Registrasi Suplemen Kesehatan di ASEAN (ASEAN Member
Countries, 2006 dan 2011)
Istilah dalam menyebutkan nutrasetika pada masing-masing negara
anggota ASEAN berbeda-beda. Untuk di empat negara, seperti Brunei
Darussalam, Kamboja, Malaysia, dan Singapura, nutrasetika disebut sebagai
suplemen
kesehatan.
Sedangkan,
di
Indonesia,
Filipina,
dan
Vietnam
menyebutnya sebagai suplemen makanan. Istilah suplemen diet digunakan oleh
negara Myanmar dan Thailand.
Selain berbeda dalam hal istilah, tujuan penggunaan dari suplemen
kesehatan itu pun berbeda-beda pada masing-masing negara anggota. Beberapa
tujuan penggunaan tersebut antara lain untuk mendukung atau mempertahankan
fungsi kesehatan tubuh (digunakan di Brunei Darussalam dan Singapura); untuk
meningkatkan dan menjaga kondisi kesehatan (digunakan di Kamboja dan Laos);
untuk melengkapi diet yang normal (digunakan di Kamboja, Indonesia, Laos,
Malaysia, dan Singapura); untuk penggunaan pada pasien yang sedang di bawah
regimen diet, seperti pasien obesitas, diabetes, hipertensi, dan lain-lain (digunakan
di Kamboja); untuk masyarakat umum yang berharap untuk meningkatkan
kesehatan (digunakan di Thailand); dan untuk meningkatkan fungsi kesehatan
tubuh manusia atau mengantisipasi manfaat bagi kesehatan (digunakan di
Vietnam).
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
14
Untuk memasarkan produk nutrasetika atau suplemen kesehatan di
wilayah ASEAN diperlukan persyaratan teknis, meliputi proses registrasi dan
evaluasi (registrasi, lamanya waktu evaluasi, evaluasi produk, dan data yang harus
dievaluasi untuk registrasi produk); evaluasi sebelum produk dipasarkan, meliputi
evaluasi terhadap kualitas, keamanan, efikasi, klaim, penandaan, dan persetujuan
iklan; kontrol setelah produk dipasarkan (pemantauan terhadap penandaan,
kemasan, dan iklan; pemantauan terhadap efek samping; pengawasan setelah
pemasaran produk; melakukan pengambilan sampel dan uji laboratorium; serta
inspeksi ke pabrik tempat pembuatan dan distributor).
2.3.1. Registrasi dan Evaluasi
Untuk proses registrasi, tidak semua negara ASEAN melakukan proses
registrasi sebelum produk suplemen kesehatan tersebut dipasarkan. Negaranegara anggota ASEAN yang melakukan proses registrasi sebelum produk
suplemen kesehatan dapat diedarkan, antara lain Brunei Darussalam, Kamboja,
Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam. Di negara Singapura tidak
ada persyaratan meregistrasikan untuk produk suplemen kesehatan sebelum
dipasarkan.
Penentuan lamanya waktu evaluasi yang dilakukan pada masing-masing
negara anggota juga berbeda-beda. Di Brunei Darussalam dan Singapura tidak
ditentukan lamanya waktu evaluasi. Di Indonesia, Filipina, dan Vietnam evaluasi
dilakukan selama dua hingga tiga bulan. Di negara Malaysia dan Thailand
evaluasi dilakukan selama enam bulan. Sedangkan, untuk negara Kamboja
penentuan lamanya waktu untuk evaluasi selama enam hingga dua belas bulan.
Dalam melakukan evaluasi, baik evaluasi sebelum produk dipasarkan
maupun evaluasi setelah produk dipasarkan, masing-masing negara anggota
memiliki kebijakannya masing-masing. Di negara Kamboja, Indonesia, Malaysia,
Filipina, dan Thailand mempersyaratkan untuk melakukan evaluasi sebelum dan
sesudah
produk
dipasarkan.
Sedangkan,
di
negara
Vietnam
hanya
mempersyaratkan untuk melakukan evaluasi sebelum produk dipasarkan saja.
Data yang harus dievaluasi untuk registrasi produk adalah data
administratif dan data teknis. Data administratif terdiri dari : (1) Certificate of
Free Sale (CFS) atau Certificate of Pharmaceutical Product (CPP) yang
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
15
dipersyaratkan oleh negara Kamboja, Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan
Vietnam; (2) Certificate of Good Manufacturing Process (GMP) yang
dipersyaratkan oleh negara Kamboja, Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Thailand;
(3) Letter of Authorization (LoA) yang menjadi persyaratan untuk negara
Indonesia, Malaysia, dan Filipina.
Selain data administratif, juga diperlukan data teknis sebagai data yang
harus dievaluasi. Yang harus ada dalam data teknis adalah (1) Data mengenai
kualitas yang dipersyaratkan oleh negara Kamboja, Indonesia, Malaysia, Filipina,
Thailand, dan Vietnam; (2) Data mengenai keamanan yang dipersyaratkan oleh
negara Kamboja, Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam; (3) Data
mengenai efikasi yang menjadi persyaratan bagi negara Kamboja, Indonesia, dan
Thailand.
2.3.2. Evaluasi Sebelum Produk Dipasarkan
Dalam melakukan evaluasi sebelum suatu produk dipasarkan, beberapa
aspek yang menjadi perhatian antara lain evaluasi terhadap kualitas, keamanan,
efikasi, klaim, penandaan, dan periklanan. Untuk evaluasi terhadap kualitas,
berlaku untuk negara-negara, seperti Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia,
Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam.
Evaluasi terhadap keamanan produk berlaku untuk negara Brunei
Darussalam, Kamboja, Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam.
Dalam hal keamanan produk, masing-masing negara juga memiliki hal-hal yang
perlu diperhatikan tersendiri. Brunei Darussalam mempersyaratkan dokumen
yang berisi penandaan produk atau brosur produk; Malaysia mempersyaratkan
batas untuk penggunaan vitamin dan mineral dalam produk; Filipina
mempersyaratkan untuk mencantumkan bukti mengenai penggunaan produk dan
laporan analisis mikroba, uji kimia, dan berbagai persyaratan lain untuk produk
khusus; Thailand mempersyaratkan beberapa bahan baku yang belum terbukti
penggunaannya sebagai makanan, dibutuhkan uji toksisitas kronis pada hewan
coba, dan laporan analisis kimia dan kontaminasi mikroba; Vietnam
mempersyaratkan batas logam berat dan kontaminasi mikroba pada produk.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
16
Selain itu, diperlukan evaluasi terhadap efikasi produk. Evaluasi ini
berlaku untuk negara Indonesia dan Thailand. Dalam evaluasi ini harus disertai
dengan bukti atau referensi pendukung untuk efikasi atau klaim produk dan harus
juga dilakukan uji klinik apabila produk mencantumkan indikasi untuk
pencegahan atau pengobatan penyakit atau disfungsi organ. Evaluasi terhadap
klaim produk dapat mengacu hanya pada efikasi bahan baku produk untuk negara
Malaysia, mengacu hanya pada efikasi produk jadi untuk negara Vietnam,
sedangkan untuk negara-negara, seperti Kamboja, Indonesia, Filipina, dan
Thailand harus mengacu pada efikasi bahan baku dan produk jadi.
Secara umum, terdapat tiga bentuk klaim yang diperbolehkan di wilayah
ASEAN sebagai persyaratan data untuk keamanan dan efikasi produk suplemen
kesehatan yang akan dipasarkan. Tiga bentuk klaim tersebut, yaitu:
1. Tipe I
: Klaim umum atau nutrisi
Pada klaim tipe I ini digunakan tingkat pembuktian yang umum. Kriteria
dokumen yang dapat diterima sebagai klaim suplemen kesehatan tipe ini adalah
klaim tersebut berhubungan dengan manusia yang sesuai dengan pengetahuan
baik secara ilmiah maupun tradisional, didokumentasikan dalam teks-teks rujukan
resmi, diakui oleh organisasi terkemuka atau organisasi internasional atau badan
pengawas, klaim tidak berhubungan dengan struktur dan fungsi tubuh, dan
mengacu pada prinsip-prinsip utama dari klaim suplemen kesehatan di ASEAN.
2. Tipe II
: Klaim fungsional
Klaim tipe ini menggunakan tingkat pembuktian yang medium. Kriteria
dokumen yang dapat diterima sebagai klaim suplemen kesehatan tipe ini adalah
klaim fungsional ini sesuai dengan pengetahuan mengenai nutrisi dan fisiologi,
didokumentasikan dalam teks-teks rujukan resmi, diakui oleh organisasi
terkemuka atau organisasi internasional atau badan pengawas, dan mengacu pada
prinsip-prinsip utama dari klaim suplemen kesehatan di ASEAN.
Bukti yang dapat mendukung klaim tipe ini, antara lain setidaknya
terdapat satu bukti wajib, seperti memiliki kualitas bukti ilmiah yang baik dari
studi observasi terhadap manusia (apabila studi terhadap manusia tidak layak,
maka studi terhadap hewan hanya akan dapat diterima bersamaan dengan literatur
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
17
ilmiah lainnya dan penggunaan tradisional yang terdokumentasi), teks-teks
rujukan yang resmi, dan rekomendasi atau persetujuan dari organisasi terkemuka
atau internasional dan jika memungkinkan dari badan pengawas yang berwenang.
Selain itu, setidaknya terdapat satu bukti tambahan, seperti bukti ilmiah dari studi
terhadap hewan, riwayat penggunaan yang telah terdokumentasi, dan bukti dari
kajian ilmiah yang telah dipublikasikan.
3. Tipe III
: Klaim mengurangi risiko penyakit
Klaim tipe ini menggunakan tingkat pembuktian yang tinggi. Kriteria
dokumen yang dapat diterima sebagai klaim suplemen kesehatan tipe ini adalah
hubungan antara bahan-bahan atau produk suplemen kesehatan dan pengurangan
risiko penyakit didukung oleh bukti ilmiah yang konsisten, didokumentasikan
dalam teks-teks rujukan resmi, diakui oleh organisasi terkemuka atau organisasi
internasional atau oleh badan pengawas, dan mengacu pada prinsip-prinsip utama
dari klaim suplemen kesehatan di ASEAN.
Bukti yang dapat mendukung klaim tipe ini, antara lain total dua atau lebih
dari bukti-bukti sebagai berikut :
a. Bukti wajib, yaitu bukti ilmiah dari studi intervensi terhadap manusia tentang
bahan atau produk suplemen kesehatan
b. Setidaknya terdapat satu bukti tambahan, seperti teks-teks rujukan yang resmi;
rekomendasi atau persetujuan dari organisasi terkemuka atau internasional,
jika memungkinkan dari badan pengawas yang berwenang; dan bukti dari
kajian ilmiah yang telah dipublikasikan.
Pada evaluasi terhadap penandaan, dipersyaratkan beberapa hal yang perlu
ada pada penandaan, seperti nama produk, komposisi, bentuk sediaan, dosis dan
cara pemberian, ukuran kemasan, nama dan alamat industri pembuat, nama dan
alamat distributor atau importir, nomor registrasi, nomor bets, batas kadaluwarsa,
efek samping (jika ada), kontraindikasi (jika ada), perhatian dan peringatan (jika
ada), interaksi (jika ada), kandungan alkohol untuk larutan oral, dan kondisi
penyimpanan. Sedangkan, evaluasi untuk persetujuan iklan berlaku untuk negara
Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Vietnam.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
18
2.3.3. Kontrol Setelah Produk Dipasarkan
Pada kontrol setelah produk dipasarkan, hal-hal yang perlu dilakukan
adalah (1) Pemantauan terhadap penandaan, kemasan, dan iklan yang berlaku
untuk negara Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam; (2)
Pemantauan terhadap efek yang tidak diinginkan yang berlaku untuk Indonesia,
Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam; (3) Pengawasan setelah pemasaran
produk yang berlaku di Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina,
Thailand, dan Vietnam; (4) Pengambilan sampel dan uji laboratorium yang
berlaku untuk Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Thailand;
dan (5) Inspeksi terhadap pabrik dan distributor yang berlaku di Brunei
Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Thailand.
2.4. Regulasi Registrasi Suplemen Makanan di Amerika Serikat (Dietary
Supplement Health and Education Act, 2009)
Pemerintahan Amerika Serikat mendefinisikan istilah suplemen makanan
dalam Dietary Supplement Health and Education Act (DSHEA) tahun 1994.
Dalam undang-undang tersebut, suplemen makanan adalah produk yang
mengandung bahan-bahan makanan yang dikonsumsi untuk melengkapi diet.
Bahan-bahan makanan tersebut, antara lain vitamin, mineral, herbal, asam amino,
dan senyawa lain seperti enzim, jaringan organ, kelenjar, dan metabolit.
Suplemen makanan juga dapat merupakan ekstrak atau konsentrat, dan dapat
ditemukan dalam berbagai bentuk sediaan, seperti tablet, kapsul, kapsul lunak,
gelcaps, cairan, atau bubuk. Dalam bentuk sediaan seperti apapun, DSHEA
menempatkan suplemen makanan dalam kategori khusus dalam kategori makanan
dan mengharuskan setiap suplemen untuk diberi label suplemen makanan.
Sebelum undang-undang DSHEA dibuat, suplemen makanan memiliki
persyaratan regulasi yang sama dengan pangan. Dengan dibentuknya DSHEA,
maka terdapat kerangka peraturan baru untuk mengatur keamanan dan penandaan
suplemen makanan. Setiap perusahaan bertanggung jawab untuk menentukan
bahwa suplemen makanan yang dibuat dan didistribusikannya aman dan setiap
klaim yang dibuat harus didukung oleh bukti yang memadai untuk menunjukkan
bahwa klaim tersebut tidak salah atau tidak menyesatkan. Kecuali dalam kasus
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
19
suplemen makanan mengandung bahan pangan yang baru, perusahaan tidak harus
memberikan bukti kepada Food and Drug Administration (FDA) yang
mendukung keamanan atau efektivitasnya sebelum atau setelah produk
dipasarkan.
Di Amerika Serikat, suplemen makanan tidak membutuhkan persetujuan
dari FDA sebelum produk dipasarkan. Akan tetapi, produsen harus mendaftarkan
industrinya ke Bioterrorism Act dan FDA sebelum memproduksi atau menjual
produknya. FDA menerbitkan peraturan yang komprehensif mengenai Current
Good Manufacturing Practices (CGMPs) untuk suplemen makanan bagi setiap
produsen yang memproduksi, melakukan pengemasan atau menangani produk
suplemen makanan. Peraturan ini dibuat untuk menjamin identitas, kemurnian,
kualitas, kekuatan, dan komposisi dari setiap suplemen makanan yang diproduksi.
Undang-undang DSHEA mengharuskan setiap produsen atau distributor
untuk melakukan notifikasi kepada FDA jika bermaksud untuk memasarkan
produk suplemen makanan di Amerika Serikat yang mengandung bahan pangan
yang baru. Produsen dan distributor harus menunjukkan kepada FDA alasan
bahan tersebut aman untuk penggunaan dalam suplemen makanan, kecuali
apabila bahan tersebut telah diakui sebagai suatu bahan pangan.
Peraturan FDA mengharuskan para produsen untuk mencatumkan
informasi tertentu pada label suplemen makanan yang diproduksi. Informasi yang
harus ada pada label suplemen makanan, meliputi deskripsi nama produk yang
menyatakan bahwa produk tersebut adalah suplemen; nama dan alamat industri
pembuat, pengemas, atau distributor produk; daftar lengkap bahan yang
terkandung dalam produk, dan kandungan bersih produk.
Selain itu, setiap suplemen makanan (kecuali untuk beberapa produk
dengan jumlah kecil atau produk yang diproduksi oleh kelompok industri kecil)
harus mencantumkan penandaan nutrisi dalam bentuk panel “Fakta Suplemen“
(Lampiran 10). Label ini harus mengidentifikasikan setiap bahan pangan yang
terkandung dalam produk. Semua bahan yang terkandung dalam produk harus
tercantum pada label. Namun, tidak ada aturan yang membatasi ukuran atau
jumlah nutrisi yang dapat terkandung dalam suatu produk. Jumlah nutrisi suatu
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
20
produk dibuat oleh produsen dan tidak memerlukan tinjauan dan persetujuan dari
FDA sebagai pihak regulator.
Untuk bahan yang tidak tercantum dalam panel “Fakta Suplemen” harus
tercantum dalam “Bahan Lain” yang terletak di bawah panel. Jenis bahan yang
tercantum dalam bagian tersebut dapat berupa sumber bahan pangan, bahan
pangan lainnya (misalnya: air dan gula), dan bahan tambahan atau bahan
penolong saat proses pembuatan (misalnya: gelatin, amilum, pewarna, penstabil,
pengawet, dan perasa).
Produsen maupun distributor tidak memerlukan persetujuan FDA untuk
memasarkan produknya, sehingga FDA tidak memiliki daftar produsen,
distributor, atau produk suplemen makanan yang dijual. Dengan demikian,
produsen bertanggung jawab untuk memastikan keamanan setiap produk
suplemen makanan sebelum produk tersebut dipasarkan. Tidak seperti produk
obat yang harus dibuktikan keamanan dan efektivitasnya sebelum dipasarkan,
tidak ada ketentuan dari FDA untuk menyetujui keamanan dan efektivitas
suplemen makanan sebelum produk tersebut mencapai konsumen.
Akan tetapi dalam undang-undang DSHEA, setelah produk dipasarkan,
FDA memiliki tanggung jawab untuk menunjukkan bahwa suatu suplemen
makanan tidak aman, sebelum membatasi penggunaannya atau penarikan produk
tersebut dari pasar. Produsen dan distributor juga harus mencatat, menyelidiki,
dan mengirimkan kepada FDA setiap laporan yang diterima mengenai efek
samping serius terkait dengan penggunaan produk yang dipasarkan yang
dilaporkan secara langsung kepada mereka.
Karena suplemen makanan merupakan bagian dari kategori makanan,
maka Center for Food Safety and Applied Nutrition (CFSAN) bertanggung jawab
sebagai badan yang melakukan pengawasan terhadap produk. Upaya FDA untuk
melakukan pemantauan pasar untuk produk-produk ilegal (yaitu produk yang
mungkin tidak aman atau mancatumkan klaim palsu dan menyesatkan) dalah
dengan memperoleh informasi dari inspeksi terhadap produsen dan distributor
suplemen makanan, keluhan dari konsumen dan pembeli, analisis laboratorium
terhadap produk-produk tertentu, dan efek yang tidak diinginkan yang terkait
dengan penggunaan suplemen makanan yang dilaporkan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
21
Dalam hal validitas klaim yang dicantumkan pada kemasan, maka
tanggung jawab untuk memastikan keabsahan klaim ini terletak pada produsen
dan FDA, dan dalam hal periklanan menjadi tanggung jawab dari Federal Trade
Commission (FTC) yang merupakan badan yang mengatur periklanan, termasuk
informasi, untuk suplemen makanan dan produk lain yang dijual kepada
konsumen. Secara hukum, produsen dapat membua tiga jenis klaim untuk
produknya, yaitu klaim kesehatan, klaim struktur atau fungsi, dan klaim
kandungan nutrisi. Beberapa dari klaim ini menggambarkan hubungan antara
bahan pangan dan penyakit ata kondisi yang berhubungan dengan kesehatan;
manfaat dari penggunaan produk; atau jumlah nutrisi atau bahan pangan dalam
produk.
2.5. Regulasi Registrasi Nutrasetika di Uni Eropa (The Regulatory Company,
2012)
Nutrasetika, dimana di Uni Eropa dianggap sebagai produk makanan,
diatur oleh undang-undang yang berhubungan dengan pangan. Undang-undang
mengenai pangan di Uni Eropa ini merupakan alat hukum yang menyeluruh yang
memberikan kerangka kerja untuk memastikan perkembangan peraturan
mengenai pangan di Uni Eropa. Undang-undang ini menetapkan definisi umum,
prinsip dan kewajiban yang mencakup semua tahap produksi dan distribusi dari
semua jenis produk makanan. Persyaratan yang diatur oleh Undang-undang
Pangan Uni Eropa ini berlaku di semua negara anggota Uni Eropa. Aspek yang
lebih rinci mengenai jenis produk tertentu atau persyaratan spesifik lainnya diatur
lebih lanjut melalui peraturan yang disebut dengan Specific Harmonized Rules.
Pada umumnya, terdapat dua macam Specific Harmonized Rules, yaitu
peraturan yang mengatur spesifik jenis produk dan peraturan yang mengatur
keseluruhan produk. Untuk peraturan yang mengatur spesifik jenis produk,
peraturan ini mengatur aspek-aspek tertentu dari jenis produk tertentu, seperti
suplemen makanan, makanan bayi, makanan kesehatan, dan lain-lain. Peraturan
ini mendefinisikan, antara lain definisi dari jenis produk tersebut, jumlah
minimum dan/atau maksimum yang diperbolehkan untuk bahan-bahan nutrisi
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
22
tertentu pada jenis produk tersebut, persyaratan pemberian label dan informasi
konsumen (seperti petunjuk penggunaan, peringatan), dan lain-lain.
Sedangkan, untuk peraturan yang mengatur keseluruhan produk mengatur
beberapa aspek umum pada jenis produk yang berbeda, seperti kriteria kemurnian
untuk bahan baku, jumlah residu, penggunaan bahan-bahan tambahan,
persyaratan untuk bahan lain yang kontak dengan makanan, dan lain-lain.
Peraturan ini berlaku untuk semua jenis produk makanan (kecuali secara khusus
dikecualikan dari ruang lingkupnya) di samping persyaratan undang-undang
pangan umum dan peraturan yang mengatur spesifik jenis produk. Beberapa
contoh dari peraturan ini adalah European Commision 1334 tahun 2008 yang
mengatur tentang perasa, European Commision 35 tahun 1994 yang mengatur
tentang pemanis, European Commision 1924 tahun 2006 yang mengatur tentang
nutrisi dan klaim kesehatan, dan lain-lain.
Uni Eropa membuat beberapa kewajiban sebagai persyaratan produk untuk
dapat dipasarkan di wilayah Uni Eropa. Beberapa kewajiban tersebut, antara lain:
1. Tanggung jawab “Food Business Operator”
Setiap produk makanan di pasar Uni Eropa, termasuk nutrasetika, harus
dilindungi dan dijamin oleh “Food Business Operator” (FBO). FBO ini harus
merupakan badan yang legal di Uni Eropa (seseorang atau perusahaan yang
didirikan di salah satu negara anggota Uni Eropa). FBO harus memiliki dokumen
mengenai produk untuk dilakukan inspeksi dan pemantauan oleh pihak yang
berwenang. Nama dan alamat FBO (pemegang dokumen) juga harus dicantumkan
pada label produk, sehingga dapat mempermudah pihak yang berwenang untuk
menghubungi FBO jika terjadi suatu masalah.
2. Tersedianya informasi produk dan/atau bahan-bahan (dokumen produk)
FBO harus memiliki informasi atau dokumen yang relevan mengenai
produk dan bahan-bahan penyusunnya untuk setiap produk yang dipasarkan di
Uni Eropa. Dokumen tersebut berisi informasi penting mengenai komposisi
produk, bahan-bahan yang digunakan dan ketertelusurannya, kemurnian bahan,
keamanan bahan dan produk jadi (toksikologi), stabilitas produk (termasuk
mikrobiologi), klaim pendukung, dan lain-lain. Dokumen tersebut dapat dianggap
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
23
sebagai keterangan resmi produk untuk pasar Uni Eropa. Dokumen produk
tersebut harus selalu tersedia jika pihak yang berwenang melakukan inspeksi.
3. Ketertelusuran produk dan/atau bahan-bahan
FBO harus mampu untuk mengidentifikasi perorangan atau perusahaan
dari mana mereka menyuplai produk makanan atau bahan-bahannya (supplier)
dan perusahaan lain dimana produk mereka disuplai (konsumen dan/atau
distributor). FBO juga harus memiliki sistem dan prosedur yang memungkinkan
untuk membagikan informasi tersebut secara efisien kepada pihak yang
berwenang.
4. Pemenuhan syarat sesuai dengan peraturan dan keamanan produk
FBO harus memastikan dan memverifikasi setiap produk makanan di
pasar Uni Eropa yang berada di bawah tanggung jawabnya sudah memenuhi
persyaratan peraturan dan aman untuk digunakan oleh konsumen. Penggunaan
bahan-bahan tertentu dalam nutrasetika, seperti bahan-bahan yang berasal dari
tumbuhan dan bahan tambahan, mungkin dibatasi atau dilarang. FBO harus
memverifikasi bahwa pembatasan ini dipatuhi dan apabila terdapat produk yang
tidak sesuai dengan peraturan akan ditarik dari pasaran.
Jika FBO menganggap atau memiliki alasan untuk meyakini bahwa
sebuah produk yang berada di bawah tanggung jawabnya tidak sesuai dengan
persyaratan keamanan, maka produk tersebut harus segera ditarik dari pasaran dan
menginformasikan kepada pihak yang berwenang. Apabila produk tersebut
mungkin telah mencapai konsumen, maka FBO wajib menginformasikan kepada
kosumen secara efektif dan akurat alasan dari penarikan tersebut.
5. Pemberitahuan atau notifikasi kepada pihak yang berwenang
Nutrasetika, dalam beberapa kasus, harus dilaporkan atau diberitahukan
kepada pihak yang berwenang. Pemberitahuan ini (sering disebut sebagai
registrasi) harus diserahkan kepada pihak berwenang lokal yang kompeten dari
masing-masing negara anggota (meskipun tidak semua negara anggota Uni Eropa
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
24
mengharuskan pemberitahuan) sebelum produk nutrasetika dimasukkan di pasar
lokal mereka.
6. Kebenaran label produk dan informasi konsumen
Produk nutrasetika harus diberikan label sesuai dengan persyaratan
pelabelan yang telah didefinisikan secara ketat. Isi dari label tersebut bergantung
antara lain pada jenis produk, karakteristik nutrisi, bahan-bahan, klaim, evaluasi
keamanan, dan lain-lain. Informasi mengenai produk, bahan-bahannya dan/atau
efek yang diklaim harus didasarkan atas fakta dan tidak boleh menyesatkan.
Perhatian khusus juga harus diberikan dimana informasi tersebut dicantumkan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
BAB 3
PEMBAHASAN
Makanan dan nutrisi berperan penting dalam fungsi normal tubuh karena
dapat membantu untuk menjaga kesehatan individu dan untuk mengurangi risiko
berbagai penyakit. Adanya risiko toksisitas dan/atau timbulnya efek yang tidak
diinginkan dari pengobatan medis menyebabkan masyarakat menganggap bahwa
nutrasetika lebih aman apabila digunakan untuk manajemen kesehatannya. Hal ini
mengakibatkan adanya revolusi dalam penggunaan nutrasetika. Revolusi
nutrasetika ini membawa ke era baru dalam hal kesehatan dan obat (Palthur(a),
Palthur(b), & Chitta, 2010).
Tidak ada definisi yang resmi untuk istilah nutrasetika. Akan tetapi,
sekarang ini nutrasetika diartikan sebagai makanan yang diperkaya dengan nutrisi
yang berhubungan dengan kesehatan dan kesejahteraan individu. Kata nutrasetika
sendiri merupakan kombinasi dari kata nutrisi (makanan bernutrisi atau komponen
makanan) dan farmasetika (obat-obatan medis), dimana keduanya merupakan
kategori produk yang sangat berbeda. Nutrasetika memiliki bentuk seperti sediaan
farmasi (tablet, kapsul, serbuk, dan lain-lain), namun mengandung senyawa
bioaktif makanan sebagai senyawa aktifnya (Palthur(a), Palthur(b), & Chitta,
2010).
Kata nutrasetika telah sering digunakan untuk menggambarkan produk
yang mengandung komponen makanan, tetapi dapat mengobati ataupun mencegah
penyakit. Nutrasetika telah terbukti dapat memberikan manfaat fisiologis atau
dapat mengurangi risiko penyakit kronis. Nutrasetika telah banyak digunakan
sebagai produk kesehatan yang mengandung vitamin, mineral, herbal, dan
berbagai suplemen lainnya (Palthur(a), Palthur(b), & Chitta, 2010).
Semakin beragamnya perkembangan penyakit di lingkungan masyarakat,
maka masyarakat mulai lebih peduli untuk berupaya menjaga kondisi tubuhnya
agar terhindar dari berbagai penyakit ataupun mengurangi resiko dari
perkembangan penyakit yang sedang dialami. Usaha yang dilakukan adalah salah
satunya dengan menggunakan produk nutrasetika karena dianggap dapat
25
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
26
memberikan manfaat pengobatan atau kesehatan. Di Indonesia, umumnya
nutrasetika lebih dikenal sebagai suplemen kesehatan atau suplemen makanan.
Nutrasetika jelas bukan merupakan obat, namun mengandung senyawa
aktif yang potensial secara farmakologis untuk mengantagonis atau memodifikasi
fungsi fisiologis atau metabolisme. Di samping itu, nutrasetika tidak hanya
digunakan untuk memelihara, mendukung, dan menormalkan beberapa fungsi
fisiologis
dan
metabolisme.
Nutrasetika
juga
dapat
mempotensiasi,
mengantagonis, fungsi fisiologis atau metabolisme lainnya. Nutrasetika banyak
digunakan sebagai alternatif, baik untuk pengobatan maupun memenuhi nutrisi
seimbang tubuh (Palthur(a), Palthur(b), & Chitta, 2010).
Pendekatan dalam mengatur dan memasarkan nutrasetika berbeda-beda di
masing-masing negara atau wilayah. Hal ini dikarenakan adanya tantangan dalam
mengklasifikasikan produk ini, tidak adanya kategori yang sesuai, dan adanya
berbagai pandangan mengenai pembuktian ilmiah yang cukup dalam mengambil
kesimpulan yang berkaitan dengan fungsi dan manfaat dari produk nutrasetika.
Saat ini, tidak ada peraturan dan tidak ada proses regulasi yang dapat
mendefinisikan dan mengatur secara eksplisit untuk produk nutrasetika
(Palthur(a), Palthur(b), & Chitta, 2010). Meskipun demikian, peraturan dan
kebijakan yang dibuat tentu saja sama-sama bertujuan untuk melindungi
masyarakat dari produk nutrasetika berbahaya yang justru akan memberikan efek
yang tidak diinginkan bagi masyarakat.
Untuk industri nutrasetika, terdapat dua tantangan yaitu adanya
ketidakpastian regulasi dan kredibilitas dari klaim yang dicantumkan pada
pelabelan. Ketidakpastian regulasi muncul baik secara nasional maupun
internasional karena kurangnya kesepakatan mengenai bagaimana mendefinisikan
nutrasetika. Di sebagian besar negara, produk-produk nutrasetika diklasifikasikan,
baik sebagai makanan atau obat-obatan, dan diposisikan ke dalam sejumlah
beberapa kategori peraturan yang memiliki kerangkan peraturan yang unik.
Di Indonesia, nutrasetika (yang lebih dikenal sebagai suplemen makanan)
yang akan diproduksi dan/atau diedarkan harus memiliki izin edar dari pemerintah
sebagai pihak yang berwenang dan dilakukan pengawasan dalam peredarannya.
Yang berhak melakukan pengawasan tersebut di Indonesia adalah Badan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
27
Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Pemerintah memberikan tanggung jawab
penuh kepada BPOM untuk melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap setiap
produk yang akan dan sudah beredar di Indonesia sebagai wujud tanggung
jawabnya untuk melindungi masyarakat dari peredaran produk yang berbahaya
dan tidak memenuhi persyaratan.
Pengawasan dan evaluasi yang dilakukan terhadap setiap produk yang
beredar di Indonesia dilakukan sebelum produk dijual ke masyarakat dan setelah
produk tersebut beredar di masyarakat. Hal itu mungkin dikarenakan produk
tersebut memiliki efek fisiologis bagi tubuh. Pengawasan yang dilakukan antara
lain dengan menetapkan standar dan persyaratan mutu, keamanan, dan
kemanfaatan, serta standar dan persyaratan sarana produksi dan distribusi;
melakukan penilaian terhadap mutu, keamanan, manfaat, dan penandaan (klaim);
memberikan izin edar; memberikan izin dan sertifikasi, serta melakukan
pemeriksaan terhadap sarana produksi dan distribusi; melakukan sampling untuk
dilakukan uji di laboratorium untuk mengetahui keamanan, mutu, dan manfaat
dari setiap bahan yang digunakan; dan melakukan pemantauan terhadap
penandaan atau label yang dicantumkan pada kemasan.
Selain itu, hal yang dilakukan oleh pemerintah adalah melakukan
penarikan kembali produk dari peredaran dan pemusnahan apabila diketahui
produk yang beredar tersebut membahayakan kesehatan bagi penggunanya,
melakukan penilaian dan pemantauan setiap promosi dan iklan yang diberikan
agar tidak terjadi salah pengertian di masyarakat dan informasi yang diberikan
tersebut tidak menyesatkan masyarakat; melakukan pemantauan dan evaluasi
terhadap efek samping yang mungkin ditimbulkan dari penggunaan produk; dan
pemberian sanksi terhadap industri yang terbukti mengedarkan produk yang
berbahaya dan menyimpang dari peraturan yang telah ditetapkan.
Jika dibandingkan antara regulasi di Indonesia dengan di kawasan
ASEAN, maka terdapat sedikit perbedaan. Di beberapa negara di ASEAN ada
yang hanya melakukan pengawasan dan evaluasi setelah produk beredar di
masyarakat. Namun, ada pula yang melakukan pengawasan dan evaluasi baik
sebelum produk beredar maupun setelah produk beredar di masyarakat. Hal itu
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
28
mungkin dikarenakan tujuan penggunaan dari produk suplemen kesehatan
tersebut yang berbeda-beda pula.
Pada dasarnya, pengawasan dan evaluasi terhadap peredaran suplemen
kesehatan di kawasan ASEAN, meliputi proses registrasi dan evaluasi; evaluasi
sebelum produk dipasarkan, seperti evaluasi terhadap kualitas, keamanan, dan
efikasi, klaim, penandaan, dan persetujuan iklan; kontrol setelah produk
dipasarkan yang meliputi pemantauan terhadap penandaan, kemasan, dan iklan;
pemantauan terhadap efek samping; pengawasan setelah produk dipasarkan;
melakukan sampling dan uji laboratorium terhadap produk yang dicurigai
mengandung bahan-bahan berbahaya dan tidak memenuhi syarat; dan melakukan
inspeksi ke pabrik tempat pembuatan produk dan distributor.
Apabila diperhatikan, maka terlihat adanya beberapa kesamaan aspek yang
dilakukan pengawasan dan evaluasi karena Indonesia memang berada di kawasan
ASEAN. Namun, tidak semua negara di ASEAN yang melakukan proses
registrasi seperti di Indonesia. Negara-negara anggota ASEAN yang melakukan
proses registrasi sebelum produk suplemen kesehatan beredar di masyarakat,
antara lain Brunei Darussalam, Kamboja, Malaysia, Filipina, Thailand, dan
Vietnam, termasuk di Indonesia. Di negara Singapura, tidak ada persyaratan
meregistrasikan produk suplemen kesehatan sebelum dipasarkan. Sedangkan, di
negara ASEAN lainnya yang tidak melakukan proses registrasi hanya melakukan
notifikasi atau pemberitahuan kepada pihak yang berwenang.
Akan tetapi, walaupun tidak ada peraturan untuk melakukan registrasi
sebelumnya tetap ada peraturan untuk melakukan evaluasi dan pengawasan
setelah produk beredar di masyarakat untuk dapat melindungi masyarakat dari
produk yang berbahaya. Di kawasan ASEAN belum terdapat harmonisasi
mengenai peraturan untuk suplemen kesehatan, sehingga saat ini sedang
dilakukan pertemuan-pertemuan di antara negara-negara anggota ASEAN agar
terdapat peraturan yang sama mengenai suplemen kesehatan.
Di Amerika Serikat, nutrasetika diatur sebagai suplemen makanan yang
merupakan produk kategori khusus dibawah kategori makanan. Regulasi yang
diberlakukan adalah industri hanya melakukan proses pemberitahuan (notifikasi)
kepada pihak regulator sebelum suatu produk suplemen makanan dapat beredar.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
29
Pengawasan dan evaluasi hanya dilakukan setelah produk beredar di masyarakat
dan apabila terdapat laporan dari masyarakat ketika timbul efek yang tidak
diinginkan setelah penggunaan nutrasetika tersebut. Peraturan dalam mengatur
suplemen makanan diatur oleh undang-undang yang disebut dengan Dietary
Supplement Health and Education Act (DSHEA). Undang-undang ini baru dibuat
pada tahun 1994, dimana sebelum adanya undang-undang ini regulasi suplemen
makanan disamakan dengan regulasi untuk mengatur masalah pangan.
Oleh karena pemerintah sebagai pihak regulator tidak melakukan
pengawasan dan evaluasi sebelum produk beredar, maka setiap industri
bertanggung jawab dalam produksi dan pendistribusian yang aman dari produk
suplemen makanan tersebut. Selain itu, setiap klaim yang dibuat harus didukung
oleh bukti ilmiah yang memadai untuk menunjukkan bahwa klaim tersebut tidak
salah atau tidak menyesatkan.
Meskipun tidak melakukan pengawasan dan evaluasi sebelum produk
beredar, akan tetapi regulator yaitu FDA tetap mempersyaratkan bagi setiap
industri yang memproduksi, melakukan pengemasan atau menangani produk
suplemen makanan untuk memiliki GMP. Sertifikat GMP ini yang dapat
menjamin bahwa setiap industri telah memproduksi, melakukan pengemasan atau
menangani produk secara benar dan sesuai dengan yang telah dipersyaratkan.
Pengawasan yang dilakukan oleh regulator di Amerika Serikat lebih
difokuskan pada klaim dan penandaan yang dicantumkan pada label. Pada label
harus dicantumkan penandaan nutrisi dan dapat harus mengidentifikasikan setiap
bahan pangan yang terkandung dalam produk. Semua bahan yang terkandung
dalam produk harus dicantumkan. Namun, tidak ada aturan yang membatasi
ukuran atau jumlah nutrisi yang dapat terkandung dalam suatu produk.
Untuk peraturan di Uni Eropa, sama dengan di Indonesia, ada proses
registrasi sebelum produk dapat beredar. Peraturan di Uni Eropa memiliki regulasi
untuk melakukan pengawasan dan evaluasi setiap produk yang akan beredar di
wilayahnya, baik sebelum produk tersebut beredar maupun setelah produk beredar
di masyarakat. Namun, tidak seperti di wilayah ASEAN yang beberapa di antara
negara anggotanya memiliki regulasi yang berbeda-beda, regulasi dalam mengatur
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
30
produk yang beredar sudah terharmonisasi dan regulasi tersebut berlaku di semua
negara anggota di Uni Eropa.
Di Uni Eropa, industri atau perusahaan harus memiliki dokumen lengkap
sebagai
keterangan
resmi
mengenai
produk
tersebut
sehingga
dapat
mempermudah pemerintah dalam melakukan pengawasan dan evaluasi. Dokumen
tersebut harus berisi informasi lengkap mengenai bahan-bahan yang terkandung
dalam produknya. Informasi yang harus ada, meliputi, jumlah dan komposisi dan
sumber dari bahan-bahan, kemurnian bahan, keamanan bahan yang digunakan dan
produk jadi suplemen makanan yang akan diedarkan.
Untuk memastikan kemurnian dan keamanan bahan yang digunakan, maka
pihak industri diwajibkan untuk memakai bahan-bahan dari supplier yang jelas
dan menguji kembali setiap bahan yang akan dijadikan produk suplemen makanan
agar sesuai dengan yang telah dipersyaratkan. Sedangkan, dalam memastikan
setiap produk yang akan diedarkan industri diwajibkan untuk memastikan kembali
mutu, keamanan, dan kemanfaatan dari produk sebelum produk dijual ke
masyarakat luas.
Regulasi di Uni Eropa juga mengatur masalah pencantuman klaim dan
penandaan pada label kemasan. Industri diwajibkan untuk mencantumkan nama
dan alamat industri tersebut sehingga pemerintah dapat segera melacak dan
menghubungi industri yang bersangkutan apabila suatu produk dicurigai
berbahaya atau menimbulkan efek yang tidak diinginkan dari penggunaannya.
Selain itu, pada label juga harus dicantumkan jenis produk, bahan-bahan dan
kandungan nutrisinya, serta klaim kegunaan atau manfaat dari produk tersebut.
Namun, klaim ini harus berdasarkan penelitian ilmiah atau fakta. Penandaan dan
klaim yang dicantumkan pada label juga tidak boleh membuat masyarakat
menggunakan produk tersebut dengan berlebihan dan menimbulkan interpreatasi
yang salah di masyarakat.
Berikut ini adalah tabel perbandingan regulasi registrasi produk
nutrasetika di Indonesia, ASEAN, Amerika Serikat, dan Uni Eropa :
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
31
Tabel 3.1 Perbandingan regulasi registrasi nutrasetika di Indonesia, ASEAN,
Amerika Serikat, dan Uni Eropa
Indonesia
Istilah
yang Suplemen
digunakan
makanan
ASEAN
Amerika Serikat
Suplemen
Suplemen
Uni Eropa
Nutrasetika
kesehatan (Brunei makanan
Darussalam,
Kamboja,
Malaysia,
Singapura)
Suplemen
makanan (Filipina,
Vietnam)
Suplemen
diet
(Myanmar,
Thailand)
Prosedur
Registrasi
Registrasi (Brunei Notifikasi
Registrasi
Darussalam,
pendaftaran
Kamboja,
Malaysia, Filipina,
Thailand,
Vietnam)
Tidak
ada
registrasi
(Singapura)
Regulator
Badan
Pengawas ASEAN
Obat dan Makanan Consultative
(BPOM)
Committee
Standards
Food and Drug European Union;
Administration
European
for (FDA); Center for Commision;
and Food Safety and European
Food
Quality (ACCSQ) Applied Nutrition Safety Agency.
Product Working (CFSAN);
Group
on Federal
Trade
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
32
Traditional
Commision (FTC)
Medicines
and
Health
Supplements;
ASEAN
Alliance
of
Health
Supplement
Association
(AAHSA)
Peraturan/re
gulasi
HK.00.05.23.3644
yang dan
Dietary
on Supplement
Health
Education
and (DSHEA)
Regulatory
HK.00.05.41.1381
digunakan
ASEAN
Traditional
Medicines
Spesific
Harmonized
and
Rules; European
Act
Commision (EC)
Health
Supplements
(namun
ini
regulasi
masih
terus
dilakukan
pembahasan
dan
kesepakatan
di
antara
negara
anggota)
Evaluasi pre Ada evaluasi pre Kamboja,
market
market
Tidak ada evaluasi Ada evaluasi pre
Indonesia,
pre market
market
Malaysia, Filipina,
Thailand, Vietnam
Evaluasi post Ada evaluasi post Seluruh
market
market
negara Ada evaluasi post Ada evaluasi post
anggota
market
market
Penetapan
Penetapan
memberlakukan
evaluasi
post
market
Aspek-aspek
Penetapan
yang diawasi
standar
persyaratan
Penetapan
dan standar
persyaratan
dan standar
dan standar
persyaratan
persyaratan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
dan
33
kemanfaatan,
kemanfaatan,
kemanfaatan,
kemanfaatan,
keamanan, mutu, keamanan, mutu, keamanan, mutu, keamanan, mutu,
dan
penandaan dan
penandaan dan
penandaan dan
penandaan
produk;
produk;
produk;
produk;
pemantauan
pemantauan
pemantauan
pemantauan
peredaran
peredaran
peredaran
peredaran
maupun promosi maupun promosi maupun promosi maupun promosi
produk;
klaim produk;
klaim produk;
klaim produk;
klaim
manfaat;
manfaat;
manfaat;
manfaat;
pemantauaan
pemantauaan
pemantauaan
pemantauaan
efek yang tidak efek yang tidak efek yang tidak efek yang tidak
diinginkan.
diinginkan.
diinginkan.
diinginkan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
BAB 4
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
Pengawasan dan evaluasi terhadap peredaran suplemen makanan perlu
dilakukan untuk menjamin mutu, keamanan, dan manfaat dari produk suplemen
makanan sebelum digunakan oleh masyarakat. Pada beberapa wilayah atau negara
terdapat perbedaan peraturan dalam melakukan pengawasan dan evaluasi produk
suplemen makanan.
1. Regulasi registrasi nutrasetika di Indonesia, ASEAN, Amerika Serikat, dan
Uni Eropa antara lain :
a. Di Indonesia istilah nutrasetika lebih dikenal sebagai suplemen makanan.
Regulasi yang diterapkan di Indonesia dalam mengatur peredaran
suplemen makanan cukup ketat. Hal tesebut dikarenakan di Indonesia
menerapkan sistem pengawasan dan evaluasi sebelum dan setelah produk
beredar di masyarakat. Produk baru dapat beredar setelah produk tersebut
melalui
proses
registrasi
untuk
menilai
keamanan,
mutu,
dan
kemanfaatannya, serta setelah produk dikatakan memenuhi syarat dan
mendapatkan izin edar dari pihak regulator.
b. Regulasi yang berlaku diantara negara anggota ASEAN masih terdapat
perbedaan. Di kawasan ASEAN peraturan tersebut belum terharmonisasi
sehingga belum ada aturan yang baku dalam mengatur peredaran produk
suplemen kesehatan. Di sebagian negara ASEAN telah menerapkan
pengawasan dan evaluasi sebelum dan setelah produk beredar di
masyarakat. Di beberapa negara anggota lainnya masih ada yang hanya
mengatur pengawasan dan evaluasi setelah produk beredar di masyarakat.
c. Di Amerika Serikat istilah nutrasetika dikenal dengan suplemen makanan.
Peraturan dalam mengatur peredaran suplemen makanan terdapat pada
undang-undang yang disebut dengan DSHEA. Di Amerika Serikat
peredaran suplemen makanan dapat dikatakan tidak sesulit di Indonesia
yang menerapkan pengawasan dan evaluasi sebelum produk dapat beredar
34
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
35
di masyarakat. Jika ingin menjual atau memproduksi produk suplemen
makanan, maka pihak industri hanya perlu melakukan notifikasi kepada
pihak regulator. Namun, Amerika Serikat tetap juga melakukan
pengawasan dan evaluasi setelah produk beredar di masyarakat.
d. Untuk di Uni Eropa, peraturan dalam hal peredaran nutrasetika sama
seperti di Indonesia yang menerapkan pengawasan dan evaluasi sebelum
dan setelah produk beredar di masyarakat. Regulasi di wilayah Uni Eropa
memiliki regulasi yang sama ketatnya dengan di negara Indonesia.
2. Jika dibandingkan antara regulasi di Indonesia, ASEAN, Amerika Serikat, dan
Uni Eropa maka dapat dikatakan bahwa masih terdapat beberapa persamaan
dan perbedaan. Persamaan tersebut antara lain sama-sama menerapkan
pengawasan dan evaluasi setelah produk beredar. Selain itu, terdapat beberapa
hal yang sama-sama menjadi fokus perhatian dalam melakukan pengawasan
dan evaluasi. Aspek-aspek yang menjadi fokus pengawasan dan evaluasi
tersebut adalah penetapan standar dan persyaratan kemanfaatan, keamanan,
mutu, dan penandaan produk; pemantauan, baik terhadap peredaran maupun
promosi produk di masyarakat; klaim manfaat yang dicantumkan pada label
dan kemasan; dan pemantauaan efek yang tidak diinginkan dari penggunaan
produk. Sedangkan, perbedaannya terletak dalam hal pengawasan dan evaluasi
sebelum produk beredar di masyarakat dan pemberian izin edar produk.
4.2. Saran
1. Meskipun produk nutrasetika tersebut dikategorikan sebagai bukan obat,
sebaiknya tetap harus dilakukan pengawasan sebelum produk tersebut
digunakan oleh masyarakat agar dapat lebih menjamin mutu, keamanan, dan
manfaat yang diterima oleh masyarakat.
2. Masyarakat tetap harus berhati-hati dan tidak terjebak dalam promosi
berlebihan dari produsen walaupun produk tersebut telah mendapatkan izin
edar dari pemerintah sebagai pihak berwenang yang melakukan pengawasan.
3. Masyarakat harus lebih waspada terhadap peredaran produk nutrasetika ilegal
atau palsu karena semakin banyaknya jenis dan jumlah produk yang beredar di
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
36
masyarakat dan tidak mudah percaya terhadap setiap klaim kegunaan yang
dipromosikan.
4. Masyarakat harus cerdas dalam memilih produk nutrasetika yang akan
dikonsumsinya dan menggunakan produk tersebut secara efektif, tepat, dan
rasional sehingga upaya pemeliharaan kesehatan dan mencegah risiko
timbulnya penyakit dapat tercapai.
5. BPOM sebagai pihak yang berwenang harus lebih ketat dalam melakukan
pengawasan, terutama untuk produk nutrasetika ilegal sehingga dapat
melindungi masyarakat dari konsumsi produk nutrasetika yang belum terbukti
keamanannya.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
DAFTAR ACUAN
ASEAN Member Countries. (2011). Report Draft of Fifteenth Meeting of The
Traditional Medicines and Health Supplements Product Working Group
(TMHS PWG). Malaysia : ASEAN Consultative Committee for Standards
and Quality (ACCSQ) Product Working Group on Traditional Medicines
and Health Supplements.
ASEAN Member Countries. (2006). Profile of Definition, Terminology, and
Technical Requirement of Traditional Medicines and Health Supplements
among ASEAN Member Countries. Indonesia : ASEAN Consultative
Committee for Standards and Quality (ACCSQ) Product Working Group
on Traditional Medicines and Health Supplements.
Department of Health and Human Services. (1997). 21 CFR Part 101 Chapter I,
and Part, 190 Food Labelling Regulation, Amendments; Food Regulation
Uniform Compliance Date; and New Dietary Ingredient Premarket
Notification; Final Rules, Volume 62 No. 184. United States : Food and
Drug Administration.
Dietary Supplement Health and Education Act. (2009). Overview of Dietary
Supplements.
United
States
:
Food
and
Drug
Administration.
http://www.fda.gov/Food/DietarySupplements/ConsumerInformation/ucm
110417.htm. Diunduh pada 9 Februari 2012, pukul 22.38.
Direktorat Penilaian Obat Tradisional, Suplemen Makanan, dan Kosmetik. (2004).
Buku Informatorium Suplemen Makanan. Jakarta : Badan Pengawas Obat
dan Makanan Republik Indonesia.
Gulati, O. P. & Ottaway, P. B. (2006). Legislation Relating to Nutraceuticals in
the European Union with a Particular Focus on Botanical-Sourced
Products. Journal of Toxicology Volume 221, Hlm. 75 – 87.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2005a).
Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia
Nomor
HK.00.05.23.3644
tentang
Ketentuan
Pokok
Pengawasan Suplemen Makanan. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan
37
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
38
Makanan Republik Indonesia.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2005b).
Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor HK.00.05.41.1381 tentang Tata Laksana Pendaftaran
Suplemen Makanan. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia.
Palthur(a), M. P., Palthur(b), S. S. S., & Chitta, S. K. (2010). Nutraceuticals:
Concept and Regulatory Scenario. International Journal of Pharmacy and
Pharmaceutical Sciences Volume 2 Issue 2, Hlm. 14 – 20.
Pandey, M., Verma, R. K., & Saraf, S. A. (2010). Nutraceuticals: New Era of
Medicine Health. Asian Journal of Pharmaceutical and Clinical Research
Volume 3 Issue 1, Hlm. 11 – 15.
The Regulatory Company. (2012). Registration of Nutraceuticals in the EU:
Requirements for Product Compliance. http://www.regcom.nl. Diunduh
pada 8 Februari 2012, pukul 21.31 WIB.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
Berkas Persyaratan Pendaftaran Baru Suplemen Makanan di Indonesia
Lampiran 1
39
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
Lanjutan Lampiran 1
40
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
[Sumber: Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2005b]
Lanjutan Lampiran 1
41
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
[Sumber: Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2005b]
Formulir Pendaftaran Variasi Suplemen Makanan di Indonesia
Lampiran 2
42
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
: Perubahan tempat produksi
: Perubahan atau penambahan jenis kemasan
5.6
6.2
: Perubahan bahan tambahan yang tidak mengubah manfaat
kelompok
: Perubahan formula atau komposisi yang bahan utamanya tergolong dalam satu
: Perubahan teknologi produksi
5.5
6.1
: Perubahan stabilitas
5.4
: Perubahan nama importir, tanpa perubahan status kepemilikan
4.6
: Perubahan spesifikasi dan/atau metode analisis produk jadi
: Perubahan nama pabrik atau nama pemberi lisensi tanpa perubahan status kepemilikan
4.5
5.3
: Perubahan desain kemasan
4.4
: Perubahan spesifikasi dan/atau metode analisis bahan baku
: Perubahan klaim pada penandaan yang tidak mengubah manfaat
4.3
5.2
: Perubahan atau penambahan ukuran kemasan
4.2
5.1
: Perubahan nama produk tanpa perubahan komposisi
4.1
[Sumber: Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2005b]
Kategori 6 :
Kategori 5 :
Kategori 4 :
Keterangan :
Kelengkapan Persyaratan Pendaftaran Variasi Suplemen Makanan di Indonesia
Lampiran 3
43
[Sumber: Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2005b]
Informasi Minimal yang Dicantumkan pada Rancangan Kemasan saat Pendaftaran Suplemen Makanan di Indonesia
Lampiran 4
44
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
[Sumber: Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2005b]
Dokumen Administratif Pendaftaran Suplemen Makanan di Indonesia
Lampiran 5
45
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
[Sumber: Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2005b]
Dokumen Pendukung Pendaftaran Suplemen Makanan di Indonesia
Lampiran 6
46
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
47
Lampiran 7
Perbandingan Bahan, Fungsi, Bentuk Sediaan Suplemen Kesehatan di ASEAN
[Sumber: ASEAN Member Countries, 2006] (telah diolah kembali)
Keterangan :
BD = Brunei Darussalam; C = Cambodia; I = Indonesia; L = Laos; M = Malaysia; Myr =
Myanmar; P = Philippines ; S = Singapore ; T = Thailand ; V = Vietnam.
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
48
Lampiran 8
Perbandingan Tata Cara Pendaftaran Suplemen Kesehatan di ASEAN
Tahap Registrasi dan Evaluasi
[Sumber: ASEAN Member Countries, 2006] (telah diolah kembali)
Keterangan :
BD = Brunei Darussalam; C = Cambodia; I = Indonesia; L = Laos; M = Malaysia; Myr =
Myanmar; P = Philippines ; S = Singapore ; T = Thailand ; V = Vietnam.
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
49
Lanjutan Lampiran 8
Tahap Evaluasi Pre Marketing
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
50
Lanjutan Lampiran 8
Lanjutan Evaluasi Pre Marketing
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
51
Lanjutan Lampiran 8
Lanjutan Evaluasi Pre Marketing
[Sumber: ASEAN Member Countries, 2006] (telah diolah kembali)
Keterangan :
BD = Brunei Darussalam; C = Cambodia; I = Indonesia; L = Laos; M = Malaysia; Myr =
Myanmar; P = Philippines ; S = Singapore ; T = Thailand ; V = Vietnam.
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
52
Lanjutan Lampiran 8
Tahap Pengawasan Post Marketing
[Sumber: ASEAN Member Countries, 2006] (telah diolah kembali)
Keterangan :
BD = Brunei Darussalam; C = Cambodia; I = Indonesia; L = Laos; M = Malaysia; Myr =
Myanmar; P = Philippines ; S = Singapore ; T = Thailand ; V = Vietnam.
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
53
Lampiran 9
Parameter Khusus Penandaan Suplemen Kesehatan di ASEAN
Keterangan :
BR
= Brunei Darussalam
CB
= Cambodia
IN
= Indonesia
LS
= Laos
ML
= Malaysia
MM
= Myanmar
PH
= Philippines
SP
= Singapore
TH
= Thailand
VT
= Vietnam
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
54
Lampiran 10
Contoh Penandaan “Fakta Suplemen” di Amerika Serikat
[Sumber: Department of Health and Human Services, 1997]
Laporan praktek..., Cynthya Esra Wilhelmina, FMIPA UI, 2012
Download