CB nieuw Indo 20042012 WP.pmd

advertisement
CB
“ ... J
i
cinta ka Allah
tidak
be
ting rbicar
gal
a
dia dala
m. m
..” ha
(E ti,
G.
9
1)
Inter In
Nomer 62 - April 2012
CB Inter In
Nomer 62, April 2012
175
1837 - 29 April - 2012
Suster-suster Cintakasih St. Carolus Borromeus
1
CB Inter In Nomer 62 - April 2012
“... Jika Allah berbicara dalam hati,
cinta tidak tinggal diam ...” (EG. 91)
Para suster yang terkasih, hari ini adalah hari yang diciptakan Tuhan bagi kita. Marilah dengan
penuh syukur kita merayakan Hari Jadi Kongregasi tercinta yang ke-175. Selama satu tahun penuh
dimulai pada tanggal 29 April 2011, kita telah mempersiapkan diri untuk pesta yubileum ini.
Kawasan-kawasan sangat kreatif dalam menemukan cara untuk memperdalam dan berbagi
spiritualitas Kongregasi sebagai fokus utama dalam menyambut peristiwa besar tersebut.
Dalam rentang waktu satu tahun,
kawasan-kawasan sibuk dan secara
kreatif menerjemahkan tema
perayaan dalam berbagai aktivitas
mereka masing-masing. Setiap
kawasan mengolah tema utama dan
memilih sub tema yang sesuai
dengan konteks kawasan yang
bersangkutan.
Terbitan CB Inter edisi khusus ini juga
merupakan buah refleksi dari
beberapa suster atas tema atau
spiritualitas Kongregasi dalam
perspektif yang lebih luas. Kami
mengumpulkan semua tulisan
mereka dan melalui edisi ini
menerbitkannya dalam wajah khusus
yang merupakan simbol tema
yubileum kita. Kami menghargai
kemurahan hati para suster yang
bersedia membagikan inspirasi
mereka kepada kita semua melalui
terbitan ini.
2
Sr. Rosaria Nur
Hardiningsih
Kekayaan rohani
Dalam edisi ini kita dapat membaca
surat yang ditujukan kepada “Bunda
Elisabeth”. Sebuah surat dari seorang
putri kepada ibunya. Dari surat
tersebut kita mendapat inspirasi
untuk membaca buku Bunda
Elisabeth secara kreatif. Wawasan ini
mengajak kita untuk lebih
menghargai kekayaan rohani yang kita
warisi dari Bunda Pendiri. Kehidupan
rohaninya menjadi sumber
spiritualitas Kongregasi yang tidak
pernah akan kering. Surat itu
mendorong kita untuk menggali lebih
dalam sumber inspirasi tersebut.
Refleksi
Dari Indonesia, seorang suster
membagikan refleksinya mengenai
piagam kenangan yang berupa plaket
Bunda Elisabeth yang tanpa wajah.
Renungan ini dibagikan kepada kita
sebagai undangan/ajakan agar kita
juga berefleksi. Sudahkah kita
menghadirkan wajah Bunda Pendiri
dalam kehidupan sehari-hari?
Pengalaman rohani
Bebarapa suster dari Provinsi Belanda
juga berbagi kepada kita melalui
tulisan-tulisan mereka. Kami sangat
bersyukur bahwa para suster yang
sudah lanjut usia, namun begitu
bersemangat untuk mengungkapkan
pengalaman spiritual mereka. Suster,
Anda telah memberi inspirasi kepada
kita semua dalam menghayati
spiritualitas melalui peristiwa hidup
yang sederhana. Peristiwa yang
tercermin dalam kehidupan seharihari, antara lain: selama masa kapitel;
Nomer 62 - April 2012
menggunakan atau tidak
menggunakan sarana teknologi
modern; dalam situasi sulit dimana
para suster lain nampaknya kurang
memberi perhatian, dll. Cara para
suster menghayati pengalaman
mereka menyumbangkan warna bagi
kekayaan spiritualitas Kongregasi kita.
Para suster terkasih, kita merayakan
yubileum Kongregasi dalam suasana
Paskah. Dengan sengsara, wafat dan
kebangkitan, Yesus menyelamatkan
dan membebaskan kita. Sementara
CB Inter In
kita meninggalkan pesta yubileum
dan melangkah menyongsong hari
depan, marilah kita berdoa mohon
keteguhan iman agar kita tetap hidup
dalam Misteri Paskah ini. Kita percaya
jika kita dalam mengikuti jejak-Nya
rela untuk menderita dan mati demi
Dia, maka kitapun akan mengalami
kebangkitan juga. Dengan semangat
ini kita berharap dapat mengalami
yubileum berikutnya.
Kami mengucapkan “Selamat Pesta
Yubileum dan Selamat Paskah”.
Turun ke lembah bathinku yang terdalam
Perjalanan batin adalah perjalanan yang paling menantang seseorang.
Untuk itu dibutuhkan kejujuran, keberanian dan karakter yang kuat dalam menghadapi realitas
dan perasaan ditolak dan ditinggalkan. Kadang-kadang meraba-raba, jatuh dan gagal, hati-hati
bangkit. Bantuan terbaik yang dapat ditemukan seseorang adalah pengampunan,
terutama diri sendiri.
Perjalanan membutuhkan waktu, usaha, iman dan doa yang sungguh-sungguh.
Ditengah-tengah tantangan dibutuhkan kerendahan hati, kesabaran dan iman yang kuat.
Kita dapat melepaskan hal itu dengan ilmu filsafat, psikologi dan bentuk-bentuk ilmu lainnya.
Namun akhirnya pengakuan, penerimaan dan pengampunan, alat terbaik bagi sesorang jika ingin
disembuhkan dan dibaharui lagi.
Ini membantu untuk mengetahui bahwa orang lain berjuang keras untuk menemukan jalan
mereka. Seseorang tidak mengkin kehilangan hati dan harapan dalam perjuangan. Model seperti
Maria dan para kudus dapat membantu dalam proses. Seperti mereka kita dapat menemukan
kedamaian jika kita melepaskan dan membiarkan Tuhan menunjukkan jalan. Bersama mereka
hati kita tenang dihadapan Dia yang lebih dahulu mencintai.
Sr. Agnes Ofelia Simbillo
Quezon City- Filipina
3
CB Inter In Nomer 62 - April 2012
Surat kepada Bunda Elisabeth
Bunda Elisabeth yang terkasih.
VIA
A
PA IR M
R A AIL
VIO
N
VIA AIR MAIL
PAR AVION
IL
MA N
AIR VIO
VIA AR A
P
4
Sr. Immaculée
Hylkema
Maastricht,
Nederland
Bagaimanapun juga aku akan menyapamu ‘Moeder’.
Meskipun sudah lama tidak ada lagi kebiasaan menyebut
‘moeder overste’ tetapi, saya pikir Engkau sangat layak
disebut ‘Moeder’. Selain itu ketika saya berbicara tentang Engkau dan itu terjadi cukup sering, kita selalu
mengatakan: ‘Moeder Elisabeth’.
Saya berasumsi bahwa Engkau tidak mengenalku. Saya
adalah salah satu dari sekian banyak suster yang ikut
mengusahakan kesinambungan apa yang telah Engkau mulai: yakni
sebuah biara di mana Allah akan diabdi dengan tulus iklas dan setia. Itu
adalah kata-katamu sendiri. Masih ingatkah Engkau akan hal itu?
Sebaliknya saya mengenal Engkau, dari tradisi dan cerita orang lain
tentang dirimu. Tetapi saya menerimanya biasa saja tidak terlalu serius.
Apakah Engkau mengenal ungkapan itu? Karena cerita tersebut sering
diwarnai oleh pribadi atau dibuat menjadi sangat indah. Namun
demikian saya mengenalmu. Saya lebih senang mengambil dan
membaca kisah tulisan tanganmu sendiri. Kebetulan seminggu yang
lalu saya memperdalam beberapa aspek dari kisahmu itu dan bahkan
saya ingin membicarakannya denganmu. Namun saya sadar bahwa
kita, Engkau dan saya tidak ‘berbahasa’ yang sama sehingga kita tidak
akan mudah untuk saling memahami. Cara saya percaya dan
menghayati iman sangat berbeda dengan caramu. Engkau pasti akan
mengatakan, bahwa yang penting mengenai inti. Di sana kita dapat
saling memahami dengan baik. Namun tetap saja, saya merasa seperti
jauh dari bahasa devosi yang dipakai pada abad ke-19: cintamu kepada
Yang tersalib dan mistik penderitaan. Bahkan Engkau tidak pernah
memakai kata ‘mistisisme’ tetapi apakah Engkau tahu bahwa dua puluh
lima tahun yang lalu sebuah buku ‘The mistisisme Elisabeth Gruyters’
diterbitkan? Itu bukan yang pertama dan yang terbaik yang ditulis
setelah catatan yang Engkau tinggalkan bagi kami dipelajari. Buku ini
layak dibaca dan direnungkan.
Namun, sekarang saya ingin membicarakan denganmu sesuatu yang
sangat berbeda, hal-hal yang biasanya tidak
Nomer 62 - April 2012
CB Inter In
segera disadari bila kami membaca
kisahmu.
Kami, saya masuk biara pada tahun
1949, kadang-kadang kami mengeluh
tentang kurangnya pendidikan dan
pembinaan pada tahun-tahun awal
kami. Catatanmu membuat saya
menyadari dan mengetahui bahwa
suster pertamamu sama sekali tidak
mendapat pembinaan. Nah, Deken
van Baer memberimu sebuah aturan
yang berasal dari kongregasi lain,
yang dari waktu ke waktu dibacakan.
Doa brevir, doa bersama itu tidak
diragukan lagi. Saya rasa pasti ada
banyak doa, terutama doa rosario.
Kesan saya bahwa para sustermu
juga harus bekerja keras. Jauh di
kemudian hari, setelah Dekan van
Baer almarhum, Engkau
mengadakan kontak dengan pater Jesuit untuk Ekaristi harian dan
konferensi bulanan. Bagaimana para sustermu dahulu dapat bertahan!
Sudah jelas bahwa setelah dengan hati-hati menerima calon tidak
langsung berbicara mengenai postulat dan novisiat. Persiapanmu
sendiri memakan waktu lebih dari 16 tahun tetapi itu tidak resmi dan
Engkau sendiri menulis bahwa Engkau benar-benar bodoh ketika suster
dari Den Bosch berusaha untuk memperkenalkan kepadamu kebiasankebiasaan dalam biara.
Deken van Baer menerimamu sebagai suster Cintakasih dari St.
Vincentius a Paulo. Bersama Deken Engkau telah memilih Santo
tersebut menjadi contoh dan pelindung biaramu. Itu dapat dimengerti,
St. Vincentius terkenal sebagai bapak ‘Caritas’ yang penuh kasih
merawat dan melayani orang miskin dan rentan. Sama seperti yang
Engkau inginkan.
Di kemudian hari dalam menyetujui Aturan dan Statuta, Roma
menunjuk St. Carolus Borromeus sebagai Santo pelindung. Engkau
sama sekali tidak menyebut tentang hal itu. Tidak berkeberatankah
bahwa Vincentius diganti dengan Santo yang jauh tidak dikenal?
Ataukah menurutmu itu tidak terlalu penting? Tetapi secara resmi
5
CB Inter In Nomer 62 - April 2012
kami disebut sebagai Suster-suster Cintakasih dari Santo Carolus
Borromeus dan itu kedengaran agak lebih bergengsi, namun itulah yang
terjadi. Untunglah di Belanda kami masih dikenal sebagai “Suster
Onder de Bogen” ini pasti lebih berkenan bagimu karena mengacu pada
rumah yang Engkau mampu membelinya pada tahun 1844, yang
hingga kini masih membuat kami bahagia.
Engkau pasti tahu mengapa saya mengatakan: “di Belanda”, karena,
ketika Engkau mengawali biara ini, Engkau hanya memikirkan
Maastricht. Itu adalah duniamu dan Engkau merasa di sana
membutuhkannya. Ketika Engkau masih hidup telah mencoba untuk
memulai karya di Sittard, namun hal itu gagal. Engkau sendiri
mengatakan: “Segala sesuatunya belum berjalan dengan baik sampai
sekarang”. Dalam perluasan biaramu di sana terungkap
keprihatinanmu. Perluasan biaramu yang besar baru dimulai pada
akhir abad 19 dan awal abad 20. Pertama di dalam negri, di Balanda
sendiri, kemudian ke luar negri. Engkau tidak pernah bisa
membayangkan bahwa apa yang telah Engkau mulai di sini dengan
begitu banyak jerih payah akan berkembang ke seluruh dunia. Hal itu
terinspirasi olehmu dan keteladananmu. Belum lama ini saya membaca
kembali catatanmu, terutama halaman terakhir membuat saya terusmenerus merenungkannya. Engkau mengungkapkan keprihatinanmu
tentang mentalitas para atasan yang jelas-jelas tidak taat. Pemimpin
yang tidak memiliki kapasitas tidak boleh mendominasi. Engkau merasa
kasihan terhadap para suster yang menderita dibawah
kepemimpinannya karena atasan tersebut tidak mengenal cinta dan
pengertian. Engkau dihadapkan pada kurangnya keterbukaan dan
merasa bahwa semangat kemiskinan mereka kurang. Bahkan untuk itu
engkau menggunakan kata serakah dan tamak.
6
Dengan menyerukan Peraturan Suci, Engkau menekankan bahwa para
pemimpin harus tunduk kepada Pemimpin Umum dan tanpa berunding
atau persetujuannya mereka tidak dibenarkan memulai sesuatu yang
baru. Hal itu memberi kesan bahwa Engkau lepas dari kendali atau
berada di luar kontrol. Betapa Engkau sangat kecewa saat itu! Kesulitan
yang Engkau alami sangat jauh dari apa yang ada dalam pikiranmu,
dan untuk itu bagimu tidak ada usaha yang terlalu berat. Hal itu
sungguh-sungguh masalah besar, jika tidak, Engkau pasti tidak akan
menambah halaman-halaman terakhir pada kisah yang sebenarnya telah
ditutup.
Nomer 62 - April 2012
CB Inter In
Sr. Immaculée
bersama
sr. Paulie
Terlalu mudahkah kita melewatkan uneg-uneg terakhir dalam kisahmu?
Apakah kita hanya senang merenungkan kepercayaanmu akan
penyelenggaraan Illahi? Pengalamanmu yang mendalam akan
kehadiran dan kedekatan cinta Allah? Doamu O, Pencinta hatiku yang
manis? Mengenang saat-saat rahmat banyak kasih karunia yang telah
membantumu mengatasi semua kekecewaan. Setidaknya itu yang saya
asumsikan. Bahkan Engkau tidak tahu harus melakukan apa selain
“menderita dengan diam-diam, segalanya diserahkan kepada Allah dan
berdoa mohon kesabaran” .
Karena halaman terakhir itu saya merasa bahwa ‘happy end’ dalam
kisahmu hilang. Saya mencoba untuk menyesuaikan diri dengan
mengatakan bahwa kisahmu belum selesai. Dulu Engkau hanya dapat
melihat sekilas mengenai awal yang melelahkan dalam mengembangkan
diri lebih lanjut. Bagaimana sekarang, 175 tahun kemudian, wanita
muda di seluruh dunia masih dipanggil oleh Allah untuk mengikuti
jejakmu lebih lanjut. Perbedaan bentuk dan cara melanjutkan dan
penghayatan pada abad kita, abad 21 dengan caramu pada abad 19,
tidak penting.
Bunda Elsabeth yang terkasih, saya mencoba untuk membayangkan
bahwa kepastian jawaban ‘YA’ dari surga ‘Itu akan terjadi’ dalam harihari terakhir dalam hidupmu, telah menjadi penghiburan dan Engkau
dapat meninggal dalam damai. Bahwa kematianmu bukan berarti
kematian biaramu saya telah mengatakannya kepadamu.
Ijinkan saya menutup surat ini dengan kata-katamu sendiri, “Semoga
Nama Tuhan dimuliakan selama-lamanya”.
7
CB Inter In Nomer 62 - April 2012
Sudahkah wajahku mengungkapkan
wajahnya?
Dengan melihat wajah, kita dapat terbantu untuk mengenali siapa pemilik wajah tersebut, terlebih
jika wajah tersebut sudah familiar bagi kita, dengan cepat kita akan mengenali siapa dia. Melalui
wajah, kita juga dapat mengenali perasaan orang lain, apakah dia sedang bahagia, sedih, marah,
kecewa, dan lain sebagainya. Wajah mampu mengekspresikan apa yang sedang kita rasakan. Wajah
juga memiliki kekuatan untuk memancarkan aura, baik yang positif (memahami, mendukung,
memperhatikan menerima, dll.) maupun yang negatif (menolak, membenci, memusuhi, dsb.)
Dengan kata lain, wajah mampu menghadirkan pribadi seseorang, perasaan seseorang, juga
kekuatan pancaran aura.
Pada tanggal 12 Juli - 7 Agustus 2011
yang lalu, aku berada di Biara Induk
Maastricht, untuk mengikuti Kapitel
Umum. Pada suatu sore, aku
terdorong untuk hening sejenak,
mengamati sebuah plakat yang
melekat di tembok menara yang
terletak di halaman Carolus, di depan
kapel ‘Onder de Bogen’. Di plakat
tersebut terukir patung setengah
badan seorang suster, tanpa wajah.
Di bawahnya tertulis: ‘Elisabeth
Gruyters, Pendiri Kongregasi Sustersuster Cintakasih St. Carolus
Borromeus’.
8
Sr. Krispiani
Sukarwanti
Yogyakarta,
Indonesia
Plakat ini adalah hadiah dari para
karyawan ‘Onder de Bogen’ pada
kesempatan Hari Jadi CB ke-170,
hampir 5 tahun yang lalu. Sejenak aku
merasa heran dan agak
menyayangkan, mengapa wajah
Bunda Elisabeth tidak dilukiskan
dengan jelas di situ. Seorang suster
menceritakan kepadaku bahwa ukiran
Bunda Elisabeth tanpa wajah ini
dimaksudkan sebagai tantangan bagi
kita, para pengikutnya. Menurut si
pemahat, setiap anggauta Kongregasi
merupakan wajah Bunda Elisabeth;
setidak-tidaknya diharapkan
demikian.
Tantangan
Saat menatap plakat itu, aku sempat
bertanya pada diri sendiri: “Pantaskah
aku mengisi wajah kosong di plakat
ini dengan wajahku? Apakah wajahku
mampu mencerminkan semangat
Bunda Elisabeth di masa kini?”
Sebuah harapan yang
membangkitkan tantangan bagi saya
khususnya, dan para anggauta
Kongregasi CB pada umumnya.
Bunda Elisabeth memang sudah
meninggal, namun spiritualitasnya
telah diwariskan kepada kita, para
penerusnya. Apakah semangat yang
ditinggalkan Bunda Pendiri sungguh
terpancar dalam hidupku? Dengan
kata lain, apakah dengan melihat
wajah kita, orang akan mampu
mengenali wajah Bunda Elisabeth?
Wajah yang terus menatap ke depan,
wajah yang dengan sikap kontemplatif
memandang realita dan keprihatinan
dunia saat ini, wajah yang senantiasa
memancarkan kasih sebagai
tanggapan atas kasih Allah yang telah
dialami secara personal dan
mendalam oleh Bunda Elisabeth.
Dalam refleksiku tidak selamanya
wajahku berani menatap ke depan
dengan penuh harapan. Adakalanya
ketakutan dan kecemasan
Nomer 62 - April 2012
menghantui diriku ketika aku masuk
semakin dalam ke tubuh Kongregasi,
dan sampai pada “keprihatinan
Kongregasi”.
Sering aku tak tahu lagi harus berbuat
apa. Aku sampai pada titik
ketidakberdayaanku. Kadang aku
hanya dapat menangis dan mengadu
di depan foto Bunda Elisabeth yang
terpampang di meja kamarku. Dalam
hening dan diamku, seolah-olah
Bunda Elisabeth mengajakku untuk
mengenang saat Tuhan melawat dan
bertindak ketika Kongregasi
menghadapi masa-masa yang sulit.
Pada saat itu Tuhan kembali
menyelamatkan Kongregasi dengan
cara yang tidak terduga dan
mengagumkan. Tuhan datang dan
bertindak tepat pada saatnya.
Kenangan inilah yang membuatku
berani menatap ke depan lagi dengan
harapan baru.
Sikap kontemplatif
Memandang dengan sikap
kontemplatif realita dan keprihatinan
dunia saat ini, mulai lingkup terdekat
sampai lingkup yang luas, apakah
selalu kulakukan? Adakalanya aku
tidak berani memandang realita dan
keprihatinan dunia karena tahu
beratnya konsekuensi yang mesti
kutanggung. Aku lalu menertawakan
diriku sendiri, setiap hari berdoa: “O
Pencinta hatiku yang manis, berilah
aku bagian dalam dukaMu…”. Namun
saat Tuhan mengajakku untuk terlibat
dalam duka-Nya kok aku ingin
menghindar dari kesulitan tersebut.
Memandang dengan sikap
kontemplatif realita dan keprihatinan
dunia akan menggerakkan seseorang
untuk berbuat sesuatu demi
kebahagiaan/keselamatan sesama.
Hal ini sudah diteladankan oleh
Bunda Elisabeth:
CB Inter In
ketika beliau
menerima anakanak miskin
(EG 51-53), melayani
pasien di Calvarieberg (EG 108-109,
112), melayani anakanak panti asuhan
(EG 146-149),
mendampingi Ibu
Nijpels sampai
bertobat (EG 30,
31-37), mendoakan
Bpk. Nijpels
sampai bertobat
(EG 27, 28, 105).
Iman dan kasih
Sudahkah wajahku mengungkapkan
yang membara
wajahnya?
kepada Tuhan membuat Bunda
Elisabeth mampu menemukan
kehadiran Tuhan di mana-mana, dan
mengenali Kristus yang menderita
terutama pada sesama yang
mengalami kesengsaraan dan
kesusahan. Sikap hidup kontemplatif
Bunda Elisabeth mampu membuka
harapan dalam hati banyak orang
(bdk. Konstitusi psl. 2). Bunda
Elisabeth tidak bisa tinggal diam
ketika menyaksikan penderitaan
sesama. Keprihatinan sesama/
masyarakat yang ada di sekitarnya
menjadi keprihatinannya. Ia rela dan
berani keluar dari zona hidup yang
nyaman menuju zona hidup yang
beresiko. Sikap dan teladan hidupnya
mengajakku untuk berani
memandang realita dan keprihatinan
dunia, dan ikut terlibat dalam
menanggapi keprihatinan tersebut.
Cinta yang tulus
Apakah wajahku mampu
memancarkan kasih yang tulus? Tidak
selamanya aku dapat mencintai
sesama dengan hati yang tulus,
karena adakalanya kasihku masih
9
CB Inter In Nomer 62 - April 2012
berpamrih.
Kadang merasa kecewa kalau
perhatian, upaya-upaya yang
kulakukan ternyata tidak ditanggapi,
atau bahkan ditolak. Ternyata aku
masih ingin diakui dan diterima. Dari
Yesus yang tersaliblah Bunda
Elisabeth mengalami cinta yang tanpa
syarat. Pengalaman kasih Allah yang
tanpa syarat inilah yang telah
mendorong Bunda Elisabeth untuk
membalas kasih Tuhan dengan
kasihnya. Aku masih perlu terus
berjuang agar dapat mencintai
dengan tulus. Nyala api kasih Tuhan
di dalam hatiku perlu kupelihara,
kukibasi terus menerus, agar dapat
berkobar sehingga timbul hasrat
untuk membalas kasih-Nya dengan
kasihku. Kasih akan melahirkan kasih.
Makna yang dalam
Plakat sederhana, hadiah para
karyawan ‘Onder de Bogen’ ini,
memiliki arti yang sangat dalam
bagiku. Sebelum Misa Syukur
Penutupan Kapitel Umum, kami
utusan dari masing-masing kawasan
dan Dewan Pimpinan Umum yang
baru sempat berfoto bersama di
depan plakat tersebut. Dengan
berfoto bersama di depan plakat itu,
kami diharapkan dan ditantang untuk
dapat mengisi wajah yang kosong
tersebut dengan wajah kami masingmasing, sehingga semangat Bunda
Elisabeth masih dapat dirasakan oleh
mereka yang kita temui dan kita
layani.
“Bunda Elisabeth, doakanlah kami
para pengikutmu agar mampu
memancarkan dan menyalurkan Kasih
Tuhan dalam pelayanan dan hidup
harian kami. Jadikan wajah-wajah
kami semakin layak mengisi wajah
kosong yang terpampang di tembok
tua Biara Induk kami. Dengan
demikian kehadiranmu akan tetap
dapat dirasakan oleh mereka yang
kami jumpai dan kami layani. Bunda,
bersamamu kami lambungkan pujian:
Dimuliakanlah Nama Tuhan untuk
selama-lamanya”.
Delegasi Indonesia dalam kapitel umum 2011 di Maastricht, a.l. sr. Krispiani (ketiga dari kiri),
berpose di depan plakat Bunda Elisabeth
10
Nomer 62 - April 2012
CB Inter In
Syukur atas ‘Hari Jadi Kongregasi’ ke-175
Kongregasi kita dari sejak awal berdirinya diberkati Allah, dalam mana keselamatan bagi semua
orang diutamakan terutama orang-orang miskin. Persis seperti yang dikatakan Bunda Elisabeth.
Bunda Elisabeth merindukan tempat di mana Allah akan diabdi dengan tulus , setia dan sempurna.
Itu adalah kata-kata dari seorang wanita sederhana pada jamannya yang merasa memiliki cinta
besar, iman, keberanian dan merindukan sebuah tempat baginya dan keselamatan bagi jiwa-jiwa.
Sr. Marichu
Cultura
Musuan,
Filipina
Harapan dan kerinduannya akan hal
tersebut tidak pernah keliru. Roh
Kudus selalu beserta Bunda Elisabeth
dalam melakukan berbagai cinta
tanpa pamrih dan belas kasih Yesus
Kristus. Sekarang kita berada pada
puncak perayaan 175 tahun
keberadaan Kongregasi. Dengan
setulus hati aku berterima kasih dan
bersyukur kepada Tuhan atas segala
pengorbanan, kesetiaan, dan
kemampuan serta pemberian diri para
suster kita terutama mereka yang
telah mendahului kita ke rumah Bapa.
Aku menghormati mereka karena
mereka meninggal dalam melayani
kongregasi dan Gereja. Aku yakin
bahwa mereka juga pernah
mengalami begitu banyak pencobaan,
penganiayaan, perjuangan dan
penderitaan baik di dalam Gereja
meskipun demikian ketekunan,
kesetiaan dan komitmen mereka
kepada Allah masih tetap dan tidak
tak diukur. Aku terpana oleh kasih
Allah dalam diri kita, dan oleh
kesetiaan-Nya memelihara Kongregasi
kita. Ungkapan cinta-Nya melalui para
suster dan semangat mereka untuk
saling memperhatikan serta keinginan
untuk selalu bersatu dengan
Kongregasi maupun sebagai
dukungan meskipun individualisme
tetap hidup dalam pelayanan pada
komunitas dan kerasulan kita.
Gereja Universal sedang mengalami
Sr. Marichu
krisis panggilan dan tak terkecuali
Kongregasi kita juga menghadapi
situasi dan tantangan besar.
Terutama Regio Filipina karena dalam
tahun 2015, diharapkan menjadi
Regio yang mandiri. Kita mengetahui
situasi nyata dalam Kongregasi kita
yang mengalami penurunan jumlah
anggota dan tidak ada calon yang
masuk. Segala sesuatunya akan
mempengaruhi bidang finansial,
spiritual, moral dan semua aspek
dalam kehidupan religius. Tentu saja
kami khawatir, cemas, takut dan
berlinang air mata, memikirkan masa
depan dan membayangkan apa yang
akan terjadi. Upaya untuk lebih saling
membantu sedang diusahakan
11
CB Inter In Nomer 62 - April 2012
sebaik-baiknya demi melestarikan
Kongregasi kita. Terutama bagi kita
para suster muda situasi tersebut
merupakan tantangan yang sangat
besar. Karena orang-orang percaya
pada kreativitas, kapasitas, afeksi dan
semangat kita!
Tahun Yubile
Pada suatu hari dalam doa di lubuk
hatiku yang terdalam, aku mencari
Bunda Elisabeth untuk menceritakan
situasi putri-putrinya yang sedang
mengalami kesulitan dan bergejolak
hatinya. Di lubuk hatiku yang
terdalam dia menjawab: “Kongregasi
akan merayakan Tahun Yubile-nya,
tahun Tuhan. Akhirnya Dia
memberkati Kongregasi kita dalam
Nama-Nya sepanjang segala abad.
Allah begitu baik,
Ia tidak pernah meninggalkan
karya cinta-Nya
12
Mengapa kalian khawatir jika kalian
tahu bagaimana harus percaya?
Mengapa kalian khawatir jika kalian
tahu bagaimana harus berdoa? Kalian
harus selalu ingat bahwa aku
memulai karya Tuhan dengan tangan
kosong, yang kumiliki hanyalah
keinginan besar untuk melayani-Nya,
aku mengalami ketidakpantasan,
penolakan dan kemiskinan yang
besar, menyewa rumah, menyewa
sebuah alat pemanas, meminjam
suster dari kongregasi lain. Tetapi
Allah begitu baik, Ia tidak pernah
meninggalkan karya-Nya. Dia tidak
pernah akan berhenti mencintai kita
dan mengabulkan semua doa kita.
Dia akan memberkati kita
selamanya.... Betapa semuanya itu
memberiku inspirasi dan kekuatan
untuk tetap melanjutkan apa yang
telah dimulai Bunda Elisabeth demi
kemuliaan Allah. Wanita yang kutiru
dan jalannya menuju Kristus kuikuti
adalah wanita pendoa, kontemplatif
namun berjiwa aktif, sebagai pribadi
ia menjadi berkat bagi orang lain dan
peka akan kebutuhan mereka. Kurnia
air mata membuatnya maju dalam
menuju kesempurnaan; wanita
sederhana dan rendah hati, berani,
berakal sehat dan mengabdi Tuhan
sepenuhnya.
Tantangan Gereja masa kini
Apa yang secara pribadi kudoakan
dan kuharapkan yakni bahwa selama
dan setelah perayaan 175 tahun
Kongregasi kita, Saya akan
mengenakan senjata dan berbuat
seperti Bunda Elisabeth jika aku
menghadapi tantangan Gereja jaman
sekarang dan menghayati hidup
religiusku sebagai suster CB. Hal itu
terletak dalam sikap pribadi atau
prtobatan yang dibutuhkan untuk
mengatasi hari-hari yang menantang.
Kini aku bebas dari perbudakan diri
sendiri. Sebenarnya kita memiliki
begitu banyak saran yang otentik dan
bagus: gagasan, program, visi demi
kebaikan Kongregasi kita namun
siapa yang akan melaksanakannya?
Mari kita terus saling mendoakan
karena dalam Dia segalanya akan
dimungkinkan dan “Jika Ia berbicara
dalam hati cinta tidak tinggal diam”.
Bunda Elisabeth, doakanlah kami!
Santo Carolus Borromeus doakanlah
kami!
Nomer 62 - April 2012
CB Inter In
Terbang di atas Sayap Elang
Aku berada dalam momen yang menentukan hidupku dan aku sedang mengasah sumber daya
pribadiku untuk memulai sesuatu yang baru. Aku kembali ke tanah airku yang tak asing lagi bagiku,
aku menatap ke depan mencari peluang-peluang. Dalam pencarian wawasan dan arah, sumber daya
batinku merupakan satu-satunya peganganku.
Masa transisi ini mengingatkan aku pada kenangan-kenangan 12 tahun (2 kali masa jabatan) dalam
Dewan Pimpinan Umum.
Duabelas tahun terakhir tinggal di
Generalat Kongregasi dapat
disamakan dengan sebuah sumur
yang dalam di mana aku dapat
memperoleh pengalamanpengalaman yang bermakna. Tinggal
di Biara Induk dan Provinsi Belanda
sebagai nyonya rumah selama
bertahun-tahun tidak hanya
keterbukaan yang mengagumkan
tetapi juga tantangan dalam
panggilan yang kupilih.
Sr. Cresencia G.
Lagunsad
Davao City,
Filipina
Konfrontasi konkret
Realitas bahwa ‘Provinsi Balanda’
menua dan tidak ada lagi anggota
baru yang masuk merupakan
konfrontasi konkret pertama bagiku.
Setiap kematian dan pemakaman
membuatku menjadi ragu akan
kelangsungan hidup Kongregasi.
Jumlah anggota yang bergabung
dalam doa bersama dan perayaan
Ekaristi harian di Kapel Besar semakin
menurun. Kapel yang dahulu biasanya
dipenuhi oleh para suster. Bagiku
kenyataan itu merupakan tanda yang
cukup kuat yang membuatku melihat
kerapuhan dan sebagai Kongregasi
berangsur-angsur memudar dalam
sejarah. Dalam kenyataan ini seluruh
Kongregasi akan menghadapi
konsekuensi yang melekat pada faktafakta tersebut. Sesungguhnya
mengenali konsekuensi dan
mengatasi hal itu secara realistis
merupakan tanggung jawab utama
dan terpenting ketika kami sebagai
DPU. Menerima kenyataan itu
menyakitkan, namun membicarakan
hal itu secara terus terang jauh lebih
sulit. Sadar atau tidak sadar
melarikan diri lebih menghibur
meskipun kadang-kadang dari
tindakan penolakan itu
mendatangkan harapan palsu.
Menerima kenyataan itu
menyakitkan,
namun membicarakan hal
itu secara terus terang
jauh lebih sulit
Akhirnya, refleksi mendalam pada
realitas ini membantuku untuk
menggali lebih dalam dinamika
kelemahan manusia dan potensipotensi dalam terang undangan Allah
akan perubahan yang sedang
berlangsung dan kesetiaan dalam
perutusan kita.
Menyesuaikan diri
Sejak aku datang ke Biara Induk,
adaptasi terhadap cuaca dingin selalu
menyiksaku. Orang yang datang dari
negara tropis cuaca dingin selalu
merupakan realitas yang menentukan
13
CB Inter In Nomer 62 - April 2012
empat dengan jendela yang tinggi di
bawah atap.
Sr. Cresencia sedang mempersiapkan perutusanya yang baru
14
segalanya. Meskipun diriku
dibungkus rapat-rapat, udara dingin
tetap saja menyebabkan banyak
ketidaknyamanan fisik yang
mengharuskan aku memberi
perhatian ekstra. Ketika selama
musim dingin aku berada di Generalat di Onder de Bogen, aku lebih
sering tinggal di rumah daripada
keluar rumah yang harus
membutuhkan keberanian melawan
dingin.
Beberapa rutinitas perawatan ekstra
diri sendiri untuk melawan dingin
menjadi bagian dari kehidupan
sehari-hari. Ketika pertama kali
mengalami hujan salju dan ‘White
Christmas’ hal itu tidak lagi
menggembirakan!
Menyesuaikan diri di dibidang lain
bagiku tidak ada masalah. Menjadi
krasan merupakan suatu kenyataan
konkret dimana kreatifitas
memainkan peranan. Misalnya
akomodasi yang sederhana dan
ramah menyediakan ruang untuk
merawat diri.
Kamar tidurku terletak di ujung salah
satu ‘bangunan-dalam’ di lantai
Keheningan yang merasuk
Keheningan di bangunan sayap itu
menguntungkan dan pemandangan
di atas atap di sekitar kebun tetangga
menakjubkan. Keheningan yang
meresap selalu merupakan berkat
apabila aku rindu akan kampung
halamanku dan bila aku lelah dari
perjalanan panjang. Situasi ini
menjadi kesempatan untuk
memperdalam kehidupan batinku
sendiri. Jika aku berada di kamarku,
alat pemanas merupakan sahabatku
yang baik. Aku bebas mengatur
temperatur/suhu yang sesuai dengan
kebutuhanku sendiri. Dalam
keheningan malam yang dingin di
negeri orang, kamarku menawarkan
kenyamanan dan kehangatan
bagaikan rahim seorang ibu. Kadang
kala aku merasakan kembali ke dalam
rahim ibuku sendiri, aman dan
terlindung. Baru sekarang aku merasa
beruntung atas pengalaman itu, dan
menganggap itu semua sebagai
persiapan bagiku untuk lahir kembali.
Pengalaman serupa
Ada banyak pengalaman serupa
lainnya yang juga merupakan sumber
inspirasi, refleksi kritis, kekuatan
batin dan daya tahan dalam panggilan
hidup yang kupilih. Biara Induk
sebagai rumah basis, merupakan batu
loncatan menuju kawasan luar di
seluruh Kongregasi. Undangan untuk
pertumbuhan yang menyakitkan dan
melepaskan genggaman merupakan
pendorong. Di sini aku mengenal
potensi-potensiku sendiri untuk
membuat pilihan sehubungan dengan
hidup atau sibuk dengan kematian
panggilan demi pelayanan yang
rendah hati. Sesungguhnya
Nomer 62 - April 2012
kepemimpinan sebagai ekspresi
pelayanan bukan manipulatif
kekuasaan dan otoritas dalam nama
Tuhan pada kenyataannya tetap
samar-samar. Usahaku sendiri untuk
keutuhan dan makna kehidupan
merupakan tuntutan yang jelas.
Pengalaman penerimaan dan
penolakan saling menyatu dan
merupakan bagian keaslian hidup
dalam komitmen, sehingga membuat
keduanya menjadi penting dalam
seluruh proses pemberian diri.
Namun jangan sampai melemahkan
komitmen inti. Dalam banyak hal
percaya diri bahwa dicintai dan
dipeluk Allah lebih penting daripada
perasaan yang menyesatkan bahwa
merasa diteguhkan oleh orang lain
atau kepedihan atas penolakan
mereka. Integritas selalu
membebaskan kita di tengah-tengah
realitas kehidupan konkret.
Dikandung kembali
Singkatnya dalam masa jabatan 12
tahun, aku menyadari diriku
dikandung dan dilahirkan kembali
dengan kepercayaan sepenuhnya akan
Kehadiran Cinta yang selalu akan ada
bagiku. Untuk tujuan apapun, aku
hanya tahu jauh di dalam bathinku
aku sedang dibimbing untuk
mencapai tujuan tersebut. Saya
memiliki perasaan yang dalam, saya
merasa dibawa terbang di atas
sebuah sayap Elang, baik itu
membumbung tinggi atau menukik
tajam. Ketinggian dan gaya tersebut
tidak ada bedanya lagi. Kepercayaan
dan keamanan dalam kekuatan sayap
Elang dan cara-cara membawaku
didasarkan pada kekuatan cinta dan
kesetiaan Elang sendiri. Percaya
kepada Elang aku terus menerus
menyelidiki mimpi yang ada dalam
perspektif. Setiap saat dari seluruh
CB Inter In
penerbangan itu memiliki, masa lalu,
sekarang dan masa depan yang masih
ditulis pada bintang-bintang di luar
cakrawala tetap satu.
Hidupku memang sebuah proyek
yang terus menerus berlangsung
bersama Tuhan yang hidup dan
penuh cinta. Cara-cara Allah dalam
membantuku menapaki jalan hidupku
tak henti-hentinya membuatku
terpesona. Dan pada tahun akbar
Yubile ini, aku terus mewartakan
kebesaran dan keajaiban Tuhan
dalam hidupku!
Di depan Salib
Aku berlutut di depan salib
Bersyukur kepada Yesus yang membiarakan aku ambil
bagian dalam penderitaan yang Ia terima dengan rela
dan memberi hidup baru kepada semua pengikut-Nya.
Itulah yang aku butuhkan
untuk menjadi terinspirasi dan terdukung
setelah hari-hari yang melelahkan
yang membuatku merasa sendirian dan kelelahan.
“Itu tidak benar”, sabda Tuhanku.
“Kau tidak pernah sendirian.
Aku ‘bergulat’ mempertahankan engkau*
Aku cinta, peduli, dan melindungi engkau.”
“Mari ikuti Aku,” kata-Nya.
“Ampunilah mereka seperti aku mengampunimu.
Cintailah mereka seperti Aku mencintaimu.
Jangan takut, Aku selalu bersamamu.”
*
bdk. Keluaran 14:14
Sr. Agnes Ofelia Simbillo
Quezon City, Filipina
15
CB Inter In Nomer 62 - April 2012
Apa makna air kehidupan bagiku?
Sumber Air kehidupan adalah Tri Tunggal; Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus. Dunia tidak mau
menerima Yesus. Ia disalibkan dan di sisi lambungnya-Nya ditikam dengan tombak. Dari luka-Nya
mengalir air dan darah. Dengan penuh kasih Bunda Elisabeth memeluk Yesus yang tersalib dan air
itupun mengaliri dirinya. Air itu tidak dapat berhenti, dan mengalir dalam diri kita juga. Karena aliran
itu banyak perubahan yang terjadi dalam diriku. Aku merasakan cinta, kekuatan dan kegembiraan.
Kini aku ditanya tentang refleksiku pada tahun-tahun terdahulu.
16
Dulu aku masih
mempunyai
semangat dan
kekuatan. Itu
dibutuhkan
karena memang
banyak diminta
dariku. Aku
mengabdikan
diriku lebih
banyak pada
pekerjaan dari
pada melibatkan
diri di bidang
rohani. Dari hari
ke hari aku mencinta sesamaku.
Air pemberi hidup mengubah
Aku serbaguna
kehidupanku
dan ringan
tangan. Ketika saya tinggal diluar
komunitas, disamping 8 jam bekerja
aku masih mempunyai pekerjaan
membersihkan rumah, memasak,
mencuci, menjahit dan berbelanja.
Pada waktu itu aku juga banyak
menerima tamu dari luar negri dan
mereka senang menginap di
rumahku. Aku sangat sibuk tetapi aku
tidak mau kehilangan emas itu. Aku
senang menerima tamu.
Bagaimanapun juga pada suatu saat
aku menjadi tua dan tidak dapat
Sr. Anita Liem
Tian Nio melakukan apa yang saya inginkan.
Aku harus membuat pilihan. Kembali
Maastricht,
Nederland ke Indonesia atau ke Onder de Bogen.
Aku memilih kembali ke Onder de
Bogen karena di sini aku memulai
dan di sini pula aku akan mati.
Sebagai suster tua aku akan membuat
rosario untuk di kirim ke missi,
walaupun sesungguhnya aku lebih
senang main musik. Tetapi
Accordionku kutinggalkan di novisiat
di Indonesia dan Afrika dan gitarku
kuberikan kepada tetanggaku.
Sekarang aku dipinjami keyboard oleh
Stephanie. Memoriku masih baik.
Sekarang aku ingin memperdalam
hidupku bersama Allah dan dalam
Kongrgasi. Dengan kata lain menggali
lebih dalam batinku. Sekarang aku
memiliki waktu lebih banyak dari
pada sebelumnya. Buklet dan suratsurat dari Dewan Pimpinan
memperkaya hidupku. Untuk itu aku
sangat bersyukur dan berterima kasih.
Aku tidak membutuhkan komputer.
Otakku masih bekerja dengan baik.
Orang-orang muda tentu saja harus
tahu tentang komputer demi
pekerjaan mereka. Kita kan tidak
membutuhkan itu!? Kebanyakan dari
kita sudah berusia 80 tahun lehih dan
sudah berdiri dengan satu kaki di
liang kubur! Bagiku itu hanyalah
status. Tetapi terserahlah kepada
masing-masing harus tahu sendiri.
Lihatlah kekayaan di sekitar kita
dimana kita hidup di sini.
Demikianlah kuakhiri refleksiku.
Nomer 62 - April 2012
CB Inter In
Terang dan Garam
Tugas pelayanan kerasulan di Palembang tidak kurasakan sebagai pekerjaan berat, apalagi sebagai
beban. Tersitanya waktu, tenaga, dan pikiran, terlalu kecil dibandingkan dengan kebahagiaan batin
atau hiburan rohani yang dianugerahkan Tuhan kepadaku. Biasanya buah dari jerih payah baru
muncul sesudah aku pindah ke tempat lain, tetapi kali ini mungkin karena benih sudah kutanam
sejak lebih dari 8 tahun yang lalu, maka hasil panen sudah mulai tersembul kecil-kecil, misalnya:
pribadi yang semula merasa nestapa, berubah jadi relatif bahagia, sejahtera. Jiwa-jiwa
terselamatkan. Keluarga retak kembali bersatu. Entah didorong oleh angin apa, jumlah mereka yang
diselamatkan kian bertambah banyak. Mereka saling kenal, menjadi akrab, dan rupanya sama-sama
merindukan sering saling bertemu.
Susteran CB yang berupa rumah
besar di pinggir jalan besar pula,
memilik aula yang cukup luas dan
cocok untuk aneka kegiatan. Memang
itulah yang diinginkan suster
pendahulu, yaitu rumah bukanlah
untuk dinikmati sendiri, melainkan
untuk dipersembahkan kepada
Tuhan, melalui pelayanan bagi
siapapun yang perlu kami bantu.
Disitulah anak-anak Tuhan tekun
berkumpul. Disitulah pribadi-pribadi
bisa memuntahkan sampah hati,
dengan harapan akan pulang kembali
ke rumah dengan lega. Mereka
berkumpul untuk mendengarkan
Firman Tuhan, berdoa,
berdialog, hingga tibalah suatu hari,
24 Februari 2008, begitu banyak yang
datang. Mereka bersepakat mau rutin
datang, secara berkala, dan
membentuk diri menjadi satu
kelompok.
Sr. Arini Sri
Sukarti
Jakarta,
Indonesia
TEGAR
Merekapun mengusulkan sejumlah
nama untuk kelompok, dan akhirnya
disepakatilah salah satu nama, yaitu:
TEGAR. Maksud mereka: teguh
dalam iman kepada Tuhan. Tetap
tegar menghadapi badai dan
gelombang kehidupan. Di samping
itu TEGAR juga mereka maksudkan
sebgai kependekan dari semboyan
“TErang dan GARam.
Begitulah mereka berhasrat
mewujudkan diri sebagai “Terang dan
Garam” bagi sesama. Mereka adalah
kaum muda dan keluarga-keluarga
muda. Semuanya ingin berlindung
kepada Hati Yesus. Akhirnya
diputuskannyalah 1 Juni sebagai
HUT TEGAR, karena bulan Juni sarat
akan peringatan Hati Yesus. Mereka
juga menyatakan bahwa mencintai
kongregasi suster CB, maka mereka
juga mulai bergerak,
berusaha mengenal suster CB.
Kebersihan dan kerapihan
TEGAR mulai berkegiatan secara
sederhana, meneladan Santo CB
yang menurut kisahnya dalam
internet, cinta akan kebersihan &
kerapian gedung gereja. Berdasarkan
alasan itu beberapa gereja mereka
datangi, untuk mereka bersihkan.
Bangku, lantai, almari, pot bunga
kuningan, buku-buku bisa kembali
bersih dan mengkilat atau paling
tidak lebih baik daripada
sebelumnya. Secara organisatoris,
TEGAR berkiprah di sebuah dekenat,
artinya para anggotanya berasal dari
17
CB Inter In Nomer 62 - April 2012
Perpisahan dengan ‘TEGAR’
lintas paroki dalam 1 dekenat. Dari
sejak awal berdirinya mereka
menyadari akan kebutuhan akan
tuntunan. Para pengurus
sudah menhadap Bapak Uskup
Agung Romo Deken untuk mohon
seorang romo menjadi moderator.
Yang terpenting mereka mencapai
keselamatan jiwa
dan kesejahteraan
Ketika suster provinsial CB
berkunjung ke Palembang, mereka
juga dengan mantap
bersemangat memperkenalkan diri
kepada beliau. Beliau jualah yang
menyentilku agar menulis tentang
TEGAR.
18
Cita-cita setinggi langit
Setinggi langit impian TEGAR, seperti
fatamorgana, tak mungkin tercapai.
Mereka membayangkan citacita: semua manusia terselamatkan.
Itulah ringkasan visi sederhana
mereka. Untuk itu mereka
menekankan agar TEGAR selalu dan
senantiasa berupaya memperdalam
pengetahuan, memperluas wawasan
iman.
Kalau dari kelompok Bina Panggilan
Hidup (BPH) Yogyakarta telah lahir
imam2, bruder, suster, dan keluargakeluarga yang sungguh katolik,
kenapa ‘Tegar’ tidak? Sayang,
kendala TEGAR jauh lebih besar
daripada BPH Yogya. Di samping
dukungan dari bapak uskup agung &
pejabat Gereja lainnya, ada rintangan
di sepanjang perjalanan ke depan
yang bersifat tidak kristiani dan
sangat kuat. Sesaat kukira TEGAR
akan buyar ketika aku pindah, tetapi
ternyata tekad dan semangat mereka
bagai banteng. Seperti pengalaman
bunda Elisabeth waktu mau mulai
berkarya di “Calvarieberg”, mendapat
begitu banyak godaan, begitu pula
TEGAR. Ternyata hingga kini, dalam
tuntunan romo moderator mereka
masih eksis.
Ketika kukatakan: “TEGAR tidak harus
berada sebagai kelompok”, mereka
menyahut: “Selama Tuhan masih
mengijinkan, kami mau tetap ada”.
Bagiku tak perlu ada keharusan. Ada
TEGAR atau tidak, sama saja. Yang
penting semoga saja pribadi-pribadi
mereka menggapai keselamatan
rohani-jasmani. Walau di dalamnya,
tetap kumeteraikan kerinduan: ada
aspiran muncul darinya. Mudahmudahan dengan pendamping baru,
TEGAR tumbuh, maju, berkembang,
saling membantu, memperluas
cakrawala keimanan.
Nomer 62 - April 2012
CB Inter In
Aku menjadi pilihan
Sejak masih sangat muda, aku merasa bahwa Tuhan memanggilku. Terutama sejak aku menerima
komuni pertama. Aku begitu tersentuh oleh kasih Allah yang tidak pernah meninggalkanku. Ketika
berusia 19 tahun aku boleh mendaftarkan diri dan pada usia 20 tahun aku berangkat ke Maastricht.
Pada waktu itu tahun 1935. Sebelum aku berangkat ke Maastricht dari Rumah Induk aku menerima
buku kecil yang bagus tentang Bunda Elisabeth pendiri Kongregasi dan dua doa: O Pencinta hatiku
yang manis dst, dan yang kedua: “O, Surya Illahi turunlah ke dalam hatiku. Agar tertusuklah aku
oleh cahaya kasihmu”. Aku tersentuh oleh cahaya cinta itu. Sehingga aku tidak dapat lagi tanpa
Cinta Allah dan kehadiran-Nya.
Aku ingin mengerjakan dan
melakukan segalanya agar aku
semakin dekat dengan Cinta Allah.
Selama 75 tahun hidup membiara aku
melaksanakan berbagai tugas dengan
penuh cinta dan pengabdian. Cintaku
yang kuat pada Kristus membuat aku
bersedia melakukan apa saja demi
keselamatan jiwa-jiwa dan pertobatan
orang - orang berdosa.
Sr. Joannita
van der Meer
Maastricht,
Nederland
Banyak tugas
Dalam kurun waktu puluhan tahun itu
berbagai tugas aku laksanakan, antara
lain tugas di: pelayanan orang sakit,
kapel sebagai koster, resepsionis,
penerima tamu, dan bertugas di
kamar jahit. Dalam kehidupan
religiusku aku dapat mengabdikan
diri dengan berbagai macam cara.
Aku merasa bahagia boleh bekerja di
kebun anggur Tuhan ini. Pada saat ini
aku masih dapat melakukan sesuatu
untuk misi.
Tahun-tahun terakhir ini sangat sulit
bagiku. Mengapa? Karena aku
merasa tidak dimengerti dan merasa
dilupakan. Lagi-lagi cinta Allah
kurasakan, saya tidak harus
menanggung derita sendirian.
Bukankah Sang Mempelai Pria
terkasih berjanji dan mengatakan:
“Aku akan bersamamu” Namamu
telah tercantum dalam telapak
Sr. Joannita sedang menikmati
keheningan di kamarnya
tangan-Ku.
Masih ada banyak yang dapat
diceritakan dalam hidupku tetapi aku
akan hidup dari hari ke hari bersama
Kristus yang semakin dekat
kehadiran-Nya dan aku ingat akan
kata-kata Bunda Elisabeth: “O, Surya
Illahi turunlah ke dalam hatiku. Agar
tertusuklah aku oleh cahaya
kasihmu”.
19
CB Inter In Nomer 62 - April 2012
Kamping rohani bersama anak-anak muda
Kamping adalah kegiatan rutin tahunan yang diadakan untuk mengisi liburan musim panas sekolahskolah di Nederland. Bagiku tahun ini sungguh istimewa karena aku mengikuti camping 2 kelompok
yang sangat berbeda. Pada tanggal 11 s/d 15 Juli 2011 aku mengikuti Meidenkamp yang diadakan
oleh keuskupan Roermond. Meidenkamp ini adalah kamping untuk anak-anak perempuan usia 12-17
th. Pada waktu itu peserta kamping berjumlah 24 anak, 9 pendamping, termasuk aku dan Sr Juli dari
Kongregasi Petrus Klaver, 1 pastor dan 5 ibu staf dapur.
Pada tanggal 16 s/d 21 Agustus 2011,
Sr. Leocardia dan aku mengikuti
Jongenskamp yang diadakan oleh
kelompok “Zaterdag Middag Club”
dari Sittard. kamping ini khusus
untuk anak laki-laki usia 6-16 th
dengan pendamping usia 17-25 th.
Peserta Meidenkamp berjumlah 39
orang, peserta Jongenskamp
berjumlah 78 orang terdiri dari 65
anak, 1 pendamping, 1 pastor, 1
frater, 8 ibu dan 2 suster. Perbedaan
antara Meidenkamp dan Jongenskamp
bukan hanya pesertanya tetapi juga
tempat kampingnya.
20
Sr. Hedwig Wigi
Astuti
Maastricht,
Nederland
Pengalaman dalam Meidenkamp
Meidenkamp untuk anak perempuan
dan Jongenskamp untuk anak laki-laki.
Meidenkamp diadakan di biara suster
“Arme Kindje Jezus” (Sang Timur) di
Simpelveld. Ruang makan para suster
yang cukup besar diubah menjadi
ruang tidur bagi anak-anak. Semua
anak tidur dalam satu ruangan
menggunakan ‘slapzaak’ (kantong
tidur) yang mereka bawa masingmasing. Sedangkan Jongenskamp
yang diadakan di tempat perkemahan
pramuka di Kessel-Eik (Belgia), anakanak dan pendamping pria tidur di
tenda, sedangkan ibu-ibu dan suster
tidur di dalam rumah. Saya tidak
akan menceritakan lebih lanjut
tentang Jongenskamp tetapi tentang
pengalaman saya dalam Meidenkamp.
Bahasa Belanda
Dalam tahun 2010 saya mengikuti
Meidenkamp (kamping untuk anak
perempuan usia 7-12 th), sebagai staf
dapur. Karena Bahasa Belandaku
masih sangat terbatas, tugas di dapur
menjadi kesempatan berharga bagiku
untuk latihan berbahasa Belanda dan
mengenal anak-anak. Tahun ini para
pendamping memintaku untuk
masuk dalam staf pendamping dan
tim katekese bersama Pastor Pierik
dan Sr Juli. Tugas yang tidak mudah
karena aku harus terlibat dalam
seluruh kegiatan dan ikut
merencanakan acara katekese. Sejak
bulan November 2010, panitia sudah
terbentuk dan mengadakan beberapa
kali pertemuan untuk pembekalan
para pendamping, sehingga
persiapan kamping cukup matang.
Berhubung semuanya dalam Bahasa
Belanda aku membutuhkan banyak
waktu untuk mempersiapkan diri.
Namun demikian, aku masih tetap
merasa tegang ketika acara kamping
tiba saatnya.
Tidak mudah
Hari pertama, aku menjelaskan
kepada Pastor Pierik tentang acara
Nomer 62 - April 2012
misa yang telah Sr Juli dan aku
siapkan, khususnya tentang doa
umat. Waktu itu Pastor Pierik sulit
sekali menangkap penjelasanku.
Orang tidak selatu memahami apa
yang kumaksud
Spontan dia berkata, “Betapa sulit
berkomunikasi diantara kita, suster”.
Akhirnya kujelaskan dengan peragaan,
sehinggga pastor sungguh-sungguh
dapat memahami apa yang
kumaksud. Peristiwa tersebut
membuatku berkecil hati dan merasa
betapa terbatasnya kemampuanku
saat ini, padahal selama 5 hari aku
harus bekerjasama dan
berkomunikasi dalam Bahasa
Belanda. Setiap pagi kubuka hari
dengan doa mohon kemampuan yang
aku butuhkan untuk mendampingi
anak-anak. Dalam melaksanakan
perutusan ini aku hanya bisa
menggantungkan diri pada Tuhan.
Untung aku masih dapat mengikuti
seluruh acara dengan baik. Akhirnya
aku hanya bisa bersyukur dan
mengalami bahwa aku hanyalah alat
yang siap sedia dipakaiNya. Tuhan
memberiku kemampuan yang dapat
membuatku dekat dengan anak-anak.
Poco-poco
Dalam salah satu acara workshop,
para suster komunitas Stella Maris
diundang untuk memperkenalkan
“Angklung dan Poco-poco”.
Sr. Floriana dan Sr. Leocardia
memperkenalkan Angklung,
sedangkan Sr. Josephine dan aku
memperkenalkan Poco-poco. Mereka
senang dengan acara ini. Setelah
workshop, hari berikutnya kami
meneruskan latihan Poco-poco karena
anak-anak ingin menampilkan Pocopoco sebagai ucapan terima kasih
kepada orang tua mereka. Orangtua
senang melihat anak-anaknya bisa
menari Poco-poco. Mereka juga
heran, ternyata suster bisa mengajari
anak-anak menari seperti itu.
Aku terkesan dengan ungkapan salah
satu staf dapur yang baru pertama
kali mengikuti kamping ini. Ia
mengungkapkan bahwa dalam
usianya yang hampir 80 th pada
awalnya ia merasa berat bertugas
menyiapkan makanan untuk sekian
banyak orang. Tapi setelah mengikuti
acara-acara yang diselenggarakan, ia
mengatakan, “aku mengalami liburan
rohani, tahun depan aku mau
membantu lagi”. Memang benar,
kamping ini lebih banyak kegiatan
rohaninya. Setiap pagi acara dibuka
dengan senam, doa pagi dan makan
bersama. Acara selanjutnya: Ekaristi,
permainan, makan siang, katekese,
makan malam, mempersiapkan
bacaan, lagu-lagu dan doa umat
untuk Perayaan Ekaristi hari
berikutnya. Sebelum tidur acara
ditutup dengan doa penghormatan
kepada sakramen Maha Kudus. Anakanak juga mendapat kesempatan
untuk mengaku dosa secara pribadi,
hal yang sudah jarang dilakukan di
sini.
Sudah 2 tahun kamping diadakan di
biara suster Sang Timur, tujuannya
adalah selain rekreasi juga
memperkenalkan kehidupan rohani
dan religius kepada anak-anak.
Suasana biara sangat mendukung
tujuan tersebut. Pada kesempatan itu
juga diadakan acara khusus berdialog
dengan para suster, agar mereka
mempunyai gambaran tentang
kehidupan membiara. Selain itu,
Bapak Uskup juga datang berdialog
dengan anak-anak memperkenalkan
hidup menggereja. Tanggapan orang
tua dan anak-anak terhadap kamping
ini sangat bagus. Tahun ini jumlah
CB Inter In
21
CB Inter In Nomer 62 - April 2012
Sr. M
ma
Sr. Hedwig di antara kaum muda
22
peserta Meidenkamp lebih banyak
daripada tahun lalu. Keuskupan ingin
meneruskan program ini, tapi
ternyata tidak mudah untuk
mendapatkan biara yang bisa
menampung anak-anak. Kami sangat
beruntung selama 2 tahun biara
suster Sang Timur bisa menerima
kami dan anak-anak. Tahun-tahun
berikutnya kemungkinan besar biara
Sang Timur tidak bisa menerima
kami lagi. Hingga saat ini panitia
masih mencari lokasi kamping
tersebut. Mereka berharap kamping
tahun depan dapat diadakan di biara
Onder de Bogen, Maastricht. Aku pun
berharap demikian, meskipun
kemungkinan itu sangat kecil. Ada
banyak pertimbangan untuk
menerima mereka di Onder de
Bogen.
Hidup religius
Sejak pertama kali mengikuti kamping
ini, aku telah merindukan hal itu. Ini
kesempatan yang bagus untuk
memperkenalkan kembali
Spiritualitas dan Kongregasi kepada
kaum muda di sini. Semoga harapan
itu dapat terwujud. Semoga nama
Tuhan dimuliakan dan sesama diabdi
dengan tulus ikhlas melalui kehadiran
para suster di sini.
Nomer 62 - April 2012
CB Inter In
Kerasulan kasih
Komunitas Sengerema adalah sebuah komunitas multikultural dengan tujuh anggota yang berasal
dari Indonesia, Belanda ,Tanzania, Kenya, Kongo. Komunitas kami cukup harmonis, berkat
keterbukaan, toleran, respek, satu sama lain, pemimpin komunitas yang bersifat keibuan, dan dapat
menciptakan kebersaamaan. Suasana hangat seperti ini tidak hanya terjadi di biara saja. Misalnya:
Di Bustani C ada 4 anak yang tinggal di sana. Mereka adalah anak-anak yang dibuang. Mereka
kini berusia antara 3 dan 7 tahun dan semakin bertumbuh menjadi dewasa serta merasa bahwa
mereka merupakan bagian dari kami. Bustani C terletak tidak jauh dari rumah sakit.
Sr. Marie José di depan pintu
masuk R.S. Sengerema
Sr. Marie José
Voeten
Sengerema,
Tanzania
Oleh karena itu jika ada pastor yang
dirawat di rumah sakit, keluarganya
dapat tinggal di Bustani C tersebut. Di
sana mereka dapat memasak,
menjediakan makanan dan kadangkadang mereka juga menginap di
rumah ini. Kami berbagi suka dan
duka. Ketika pasien sembuh kami ikut
gembira, dan duka, jika pasien
akhirnya meninggal.
Sesekali komunitas kami mempunyai
anggota sementara. Tahun yang lalu
ada dua suster yang belajar di
Universitas St. Augustin di Nyegezi,
Mwanza, untuk mendapatkan gelar
sarjana di bidang pendidikan. Mereka
datang untuk praktek mengajar di
sekolah St. Caroli dan tinggal bersama
kami selama dua bulan. Setelah
beberapa waktu mereka seperti salah
satu dari anggota komunitas kami,
mereka ikut ambil bagian tugas giliran
doa dan melakukan tugas-tugas kecil
di komunitas. Baru-baru ini seorang
perawat muda, yang kelak setelah dia
mendapatkan pengalaman di rumah
sakit, diharapkan menjadi instruktor
klinis di sekolah keperawatan
Sengerema, selama dua bulan
pertama dalam pekerjaannya,
sebelum dia mendapat tempat
tinggal dan memasak sendiri ia
makan di komunitas bersama kami.
Sengerema clinical officers training,
tidak jauh dari biara kami. Salah satu
suster kami adalah mahasiswa tahun
ke-2 di sana. Ia adalah salah satu dari
sekitar 350 siswa di antara mereka
ada 30 suster, 3 pastor dan 1 bruder.
Terutama di akhir pekan dua atau tiga
orang bergabung untuk makan,
minum dan menonton televisi.
Mereka merasa krasan di rumah
kami, dapat beristirahat dan rileks,
beberapa menit, sebentar bisa keluar
dari kamar yang kecil dan padat dari
perguruan tinggi mereka.
Dua minggu yang lalu, Sr. Elisabeth
dari Dodoma St. Gemma Galgani,
mahasiswa COTC, harus
memperbaharui kaul. Dia bertanya
kepada kami apakah kami bersedia
mewakili pemimpin biaranya. Tentu
saja kami bersedia. Perayakan Ekaristi
diselenggarakan dikapel kami. Sr.
Hanna menerima pembaharuan kaul
dari Sr. Elisabeth, sementara kami
berdua menjadi saksi. Paduan suara
oleh para religius dari berbagai
Kongregasi. Setelah perayaan
Ekaristi dilanjutkan dengan makan
bersama: para suster, pastor paroki
dan asistennya. Pastor paroki, Pastor
Adrian mengungkapkan
penghargaannya atas keramahan dan
hospitalitas biara CB. Berbicara
tentang berbagi spiritualitas kita, hal
ini adalah cara kami yang sederhana
untuk berbagi spiritualitas kita.
23
CB Inter In Nomer 62 - April 2012
‘Open House’ siap mendengarkan
Para suster CB selama 25 tahun tinggal di Vanderschrickstraat di St.Gilles. Tepat sebelum liburan
musim panas kami mengadakan salam perpisahan. Kami masih sempat berbincang-bincang
dengan Sr. Karita Suharti. Ia dari Indonesia ke Belgia untuk melaksanakan perutusannya. Dengan
wajah yang berseri-seri dan ceria ia selalu tersenyum.
Provinsialku di Indonesia
mengutusku ke sini, aku sendiri tidak
memintanya. Aku mengenal Belgia
hanya dari peta saja, jadi sangat
dangkal! Di Indonesia aku mengajar
di SMA. Aku harus meninggalkan
segalanya, famili, tanah air dan para
suster. Kedatanganku di sini sebagai
ungkapan iman dan kepercayaanku.
Harapan
Saat itu Mgr. De Hovre sangat
merindukan di kawasan ini ada
komunitas suster yang berbahasa
Belanda. Karena itu Pastor Willy
Delbeke dan Uskup meminta
Kongregasi kita via komunitas Leut
untuk merealisasikannya. Akhirnya
akulah yang diutus ke Sint. Gilles.
Pada tgl. 18 Oktober 1986, aku datang
ke sini dengan penuh keyakinan
bahwa jika Allah memanggilku, Dia
pasti akan membimbingku.
24
Koen Cauberghs
Mechelen,
Belgia
Kebebasan sejati
Semula aku tinggal di Merodestraat
dengan tiga pater dari Ordo White
Pater. Sendirian sebagai suster hidup
di antara orang-orang, aku harus
membiasakannya. Tetapi itu juga
merupakan rahmat karena aku
merasakan kebebasan sejati. Kecuali
itu aku juga harus menemukan dan
mempelajari segala sesuatu. Setiap
sore ke luar rumah dengan peta di
tangan untuk mengenal jalan-jalan
dan taman tempat bermain. Kadang-
kadang aku tersesat.
Aku menerima keterbatasanku
Ketika itu aku masih harus belajar
Bahasa Belanda di Sekolah Dasar
Leut, selama 3 tahun dan di Hasselt
setahun. Aku harus menerima
keterbatasanku. Bahasa Belandaku
belum baik aku sudah harus pindah
ke Brusel. Di sini, di luar rumah, tidak
seorangpun berbahasa Belanda,
namun aku tetap belajar bahasa
Belanda. Setelah 7 tahun di Brussel,
aku belajar Bahasa Perancis untuk
pemula dan belajar Bahasa Inggris
sedikit agar bisa berkomunikasi
dengan masyarakat Filipina di sini.
Kumuh
Setahun kemudian aku pindah ke
Jalan Vanderschrick, no. 103. Di
rumah ini banyak pekerjaan yang
harus diselesaikan, karena bangunan
kumuh dengan bau yang tak sedap.
Situasi itu justru memberiku
semangat untuk membersihkan dan
mengerok dinding yang sangat kotor.
Dengan bantuan Para suster dari Leut
dan relawan dari lingkungan, akhirnya
rumah itu layak dihuni. Ketika kami
menerima para gelandangan,
sebenarnya rumah kami belum siap.
Di sini kami benar-benar tidak
dikenal. Tetangga kami berasal dari,
Maroko, Kongo, Polandia, Armenia
dan Italia. Para suster dari Belanda
dan Indonesia. Kami mulai dengan
Nomer 62 - April 2012
CB Inter In
menyapa tetangga di jalan dan saling
berkunjung. Ketika kapel dan rumah
kami diberkati, pada tgl. 25 Maret
1988, pesta Maria menerima kabar
Gembira, mereka juga kami undang.
Setiap hari Rabu sore kami menerima
anak-anak yang tidak memiliki tempat
bermain.
Pendengar yang baik
Tugas utamaku pastoral,
mendengarkan orang-orang yang
datang ke rumah, merka ada yang
minta makan, ada juga yang minta
tempat tinggal. Kecuali itu sebagai
katekis di paroki aku menerjemahkan
pengalaman imanku dalam situasi
kongkret. Hingga kini, hidupku tidak
pernah membosankan karena setiap
hari ada saja sesuatu yang baru dan
berbeda. Pada musim panas banyak
kelompok kamping musim panas
yang diadakan bagi anak-anak yang
tidak memiliki acara liburan.
Kelompok itu kecil pesertanya paling
banyak 15 anak. Kamping itu
merupakan kegiatan multikultural dan
multireligius. Dalam kegiatan itu aku
membimbing mereka dan aku banyak
belajar mengenai peraturan sosial,
anak-anak belajar saling mengenal
dan menerima satu sama lain. Di
Kemudian hari kami merencanakan
liburan semacam itu bekerja sama
dengan organisasi relawan: ‘A place to
live’.
Pastori
Aku akan kembali ke Leut dan tinggal
di pastori bersama dua suster yang
lain. Sebelumnya para suster tinggal
di puri/kastel. Leut sangat penting
bagi Kongregasi karena Elisabeth
Gruyters Pendiri Kongrgasi kami
berasal dari sana!
Para suster CB telah meninggalkan
Brussel dan masyarakat Brazil di
Perpisahan dengan paroki Sint-Gilles di Brussel
Brussel berjanji untuk melanjutkan
spiritualitas ‘Open House’.
Masyarakat Brasil di Brussel
akan melanjutkan spiritualitas
‘Open House’
Saya bahagia dan bersyukur bahwa
masyarakat Brasil mengambil alih
sesuatu yang telah kami mulai.
Demikianlah, kesaksian Sr. Karita.
* Dengan izin dari Pastoralia, majalah
bulanan Keuskupan Agung MechelenBrussel
25
CB Inter In Nomer 62 - April 2012
Ajarilah aku terlibat dalam hati
Menyelenggarakan Kapitel berarti mengadakan refleksi atas keberadaan kita sebagai Kongregasi,
pada masa sekarang dan masa mendatang. “Semoga hati kami bernyala-nyala karena cinta, buatlah
kami cakap dalam pengabdian-Mu.” EG.39. adalah tema kapitel 2011. Bagaimana aku dan juga para
suster yang lain mempersiapkan diri untuk itu? Dalam kelompok-kelompok kecil di komunitaskomunitas diadakan renungan dan refleksi serta pembicaraa-pembicaraan mengenai hal itu. Tetapi
apa yang harus aku lakukan? Apa yang masih bisa aku lakukan? Secara fisik sangat sedikit yang
dapat aku lakukan atau bahkan tak dapat melakukan apa-apa, tapi aku masih selalu dapat berdoa
dengan bantuan dan bimbingan Tuhan. Ajarilah aku untuk dapat terlibat dalam hati. Karena hal
tersebut menyangkut diriku dan komunitasku!
Aku mencari petunjuk dalam
kehidupan Bunda Elisabeth,
konkretnya aku akan mencoba setiap
hari merayakan Ekaristi dengan
penuh kesadaran. Bagaimana Bunda
Elisabeth melakukan hal ini?
Dari tahun 1820 s/d tahun 1836, dia
berdoa, dan pada tanggal 15 Agustus
dalam perayaan Misa Agung, ia
menerima jawaban YA dari surga.
Dari sanalah kita merasa Kongregasi
dimulai. Sebelum ia memberanikan
diri untuk memperkenalkan diri
kepada Deken Van Baer ia menghadiri
perayaan Ekaristi! Pada awal
Kongregasi di biara kita belum
memiliki kapel. Para suster selalu
pergi ke gereja paroki. Baru pada
tahun 1844 Bunda Elisabeth menulis,
26
Sr. Godefrida
van der Heijden
Maastricht,
Nederland
Allah yang baik menghendaki bahwa
kita harus tinggal di rumah yang lebih
baik, kemudian ada pembicaraan
mengenai tempat hening untuk
berdoa, yakni sebuah kapel. Dan pada
tahun 1845 pada tanggal 11 November, Misa pertama diselenggarakan di
sana dan dirayakan secara meriah
dan khidmat. Sebagaimana hal itu
diceritakan oleh Bunda Elisabeth
sendiri. “Betapa gembira hatiku
memiliki kebahagiaan besar ini!”
Sebelum tahun 1845 upacara
pengikraran prasetia para suster
selalu diselenggarakan di gereja
paroki yakni Gereja St. Servaas.
Ketika masih hidup, Bunda Elisabeth
menulis bahwa bapa pengakuannya
menyarankan agar ia menghadiri
Nomer 62 - April 2012
Misa Kudus setiap hari supaya
kehidupan yang penuh semangat
sungguh-sungguh dapat dicapai
kembali! (EG.104) Sebelum pesta
pertobatan St Paulus, ia menulis: “…
Kami akan menghormati Rasul besar
ini dengan menerima Komuni Kudus
bersama seluruh anggota komunitas
kita”. Agar ia membantu kita berdoa
untuk keselamatan Gereja Kudus.
Betapa gembira hatinya
memiliki kebahagiaan
besar ini!
Dalam kesusahan besar aku sering
berseru. “Siapakah yang akan
memisahkan aku dari kasih Allah?”
(EG.106) Oh, hati kami bersatu
dengan Kristus terutama dalam
perayaan Ekaristi yang dikorbankan di
altar bagi kami.
Pada 1843 Bunda Elisabeth bersama
beberapa suster memulai karyanya di
Kalvari. Pertama-tama dalam tahun
1857, ia di sana mendapat Rektor. Ia
sangat teliti dan berhati-hati dalam
menabur benih yang baik di hati
orang-orang. Dia menunjukkan kasih
yang besar kepada Allah! Sekarang di
sana setiap hari ada dua kali Perayaan
Ekaristi harian, dari Rektor dan yang
lain dari pastor Jesuit, sehingga para
suster dapat bergantian mengahdiri
misa dan pasien dapat dibantu dan
dilayani.
Dalam buku riwayat hidupnya, Bunda
Elisabeth sering menyebutkan
kehidupan rohaninya sendiri. Ia
berbicara tentang doa, tentang
memelihara kehidupan rohani para
susternya; dan keprihatinan terhadap
kehidupan rohaninya sendiri. Betapa
sering ia berdoa antara lain mohon
kesabaran, mohon kepercayaan
dalam berelasi dengan Allah, sesama
CB Inter In
suster dan sesama manusia. Ia
prihatin memikirkan bagaimana
mengangkat seorang pemimpin yang
baik dan tetap menjadi diri sendiri.
Juga betapa ia bersyukur kepada Allah
dan kepada semua orang yang
menemaninya dan menunjukan jalan
yang harus ditempuhnya. Di sana
masih banyak hal untuk dipikirkan,
didoakan dan bagi siapa yang
memiliki bakat menulis untuk ditulis.
Marilah kita berdoa bagi para suster
dan pemimpin dengan perantaraan
Bunda Elisabeth agar dapat
menanggapi kasih karunia Allah.
Amin. Semoga demikian!
Kolofon
CB Inter In
Nomer 62, April 2012
CB Inter In terbit 3x setahun dalam 3 bahasa.
Koordinasi redaksi
Sr. Yulita
Staf redaksi
Sr. Adeltruda,
Sr. Rosaria
Alih bahasa
Sekertariat generalat
Redaksi akhir
Jaap van Term
Cover
Sr. Lisbeth
Lay-out
Wim Puts
Percetakan
Drukkerij G. Creemers
Sint-Odiliënberg
Alamat redaksi
Postbus 206, 6200 AE Maastricht
E-Mail
[email protected]
27
CB Inter In Nomer 62 - April 2012
Tuhan, bimbinglah kami,
dalam perjalanan kami
Doa
Allah yang penuh cinta dan belas kasih, kami bersyukur atas pendirian dan pengembangan
Kongregasi ke berbagai negara di dunia di mana cinta-Mu dibagikan dan sesama diabdi.
Sumbangan kami bagi Gereja dan masyarakat membawa banyak berkat bagi kami sepanjang tahun.
Kami bersyukur atas penyertaan-Mu dalam perjalanan kami selama 175 tahun yang lalu dan kami
memandang ke depan berharap di masa mendatang dalam melanjutkan perjalanan kami juga
bersama-Mu.
Kami mempercayakan diri kepada-Mu, semua suster dan keluarga kami masing-masing yang
dengan murah hati mendukung panggilan kami. Membantu kami untuk menjadi lebih peka
terhadap tanda-tanda zaman sehingga pada gilirannya kami dapat menanggapi dengan murah
hati seruan generasi ini dengan cara seperti yang Engkau kehendaki kami lakukan. Tingkatkanlah
iman kami dan tingkatkan pula jumlah anggota kami sehingga kami dapat secara efektif dan
afektif menjadi saksi Injil-Mu.
Tuhan membimbinglah kami dalam perjalanan kami agar kami dapat menawarkan kualitas
Gereja Semesta, cinta dan pengabdian, serta akan mampu mewujudkan visi Gereja kaum miskin.
Bila Kongregasi kami menghadapi tantangan dan keprihatinan, berilah kami
semua rahmat untuk tetap semakin mencintai Engkau dan dapat menyalurkan pesan cinta-Mu
tanpa syarat dan penuh kasih kepada orang miskin dan berkekurangan, serta menderita karena
“Jika Allah berbicara dalam hati, cinta tidak tinggal diam”.
Semoga nama Tuhan dimuliakan selamanya dan umat-Mu diabdi dengan setia. Amin!
Sr. Agnes, Sr. Gemercia dan Sr. Cletha
28
Sr. Agnes Ofelia
dan Sr. Cletha
Baay
Quezon City,
Filipina
Download