EFEKTIVITAS PROBLEM BASED LEARNING DITINJAU DARI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA ( Studi pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 22 Bandar Lampung Semester Genap T.P. 2015/2016) Skripsi Oleh DELLA ANGGRAINI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016 Neti Nurhasanah ABSTRAK EFEKTIVITAS PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DITINJAU DARI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 22 Bandar Lampung Semester Genap T.P. 2015/2016) Oleh DELLA ANGGRAINI Penelitian eksperimen semu ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas Problem Based Learning ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis siswa. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 22 Bandar Lampung yang terdistribusi dalam 12 kelas. Sampel penelitian ini adalah siswa kelas VII-A dan VII-B yang dipilih dengan teknik purposive random sampling. Penelitian ini menggunakan desain pretest–posttest control group design. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh kesimpulan bahwa PBL tidak efektif ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis siswa. Kata kunci: efektivitas, problem based learning, komunikasi matematis EFEKTIVITAS PROBLEM BASED LEARNING DITINJAU DARI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 22 Bandar Lampung Semester Genap T.P. 2015/2016) Oleh Della Anggraini Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN Pada Program Studi Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Bandar Lampung pada tanggal 1 Desember 1994. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara pasangan Bapak Khotman dan Ibu Rita Wati. Penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di TK Aisyah Bustanul Athfal 2 Bandar Lampung pada tahun 2000, pendidikan dasar di SD Al-Azhar 2 Bandar Lampung pada tahun 2006, pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 22 Bandar Lampung pada tahun 2009, dan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 9 Bandar Lampung pada tahun 2011. Penulis melanjutkan pendidikan di Universitas Lampung pada tahun 2012 melalui jalur mandiri Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dengan mengambil program studi Pendidikan Matematika. Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di desa Penyandingan, Kecamatan Bengkunat Belimbing, Kabupaten Pesisir Barat dan menjalani Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMA Negeri 1 Bangkunat Belimbing. Moto Don’t wait till tomorrow what you can do today Persembahan Segala Puji Bagi Allah SWT, Dzat Yang Maha Sempurna Sholawat serta Salam Selalu Tercurah Kepada Uswatun Hasanah Rasululloh Muhammad SAW Kupersembahkan karya kecil ini sebagai tanda cinta & kasih sayangku kepada: Kedua orang tuaku tercinta, Bapak Khotman dan Ibu Rita Wati yang telah memberikan kasih sayang, semangat, dan doa . Sehingga anak mu ini yakin bahwa Allah selalu memberikan yang terbaik untuk hamba-Nya. Kakakku Azhari Ramandha yang telah memberikan dukungan dan semangatnya padaku. Seluruh keluarga besar pendidikan matematika 2012, yang terus memberikan do’anya, terima kasih. Para pendidik yang telah mengajar dengan penuh kesabaran. Semua sahabat yang begitu tulus menyayangiku dengan segala kekuranganku. Almamater Universitas Lampung tercinta. SANWACANA Alhamdulillahi Robbil ‘Alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan. Sholawat serta salam semoga selalu tercurah atas manusia yang akhlaknya paling mulia, yang telah membawa perubahan luar biasa, menjadi uswatun hasanah, yaitu Rasulullah Muhammad SAW. Skripsi yang berjudul “Efektivitas Problem Based Learning Ditinjau dari Kemampuan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa (Studi pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 22 Bandar Lampung T.P. 2015/2016) adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa terselesaikannya penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang tulus ikhlas kepada: 1. Ayah (Khotman) dan Ibu (Rita Wati) tercinta, atas perhatian dan kasih sayang yang telah diberikan selama ini yang tidak pernah lelah untuk selalu mendoakan yang terbaik. 2. Bapak Drs. Pentatito Gunowibowo, M.Pd., selaku dosen Pembimbing Akademik sekaligus Dosen Pembimbing I yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing, memberikan perhatian, dan memotivasi selama penyusunan skripsi sehingga skripsi ini menjadi lebih baik. 3. Ibu Dra. Arnelis Djalil, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan sumbangan pemikiran, kritik, dan saran kepada penulis demi terselesaikannya skripsi ini. 4. Ibu Dra. Rini Asnawati, M.Pd., selaku pembahas yang telah memberi masukan dan saran-saran kepada penulis. 5. Bapak Dr. H. Muhammad Fuad, M.Hum., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung beserta staff dan jajarannya yang telah memberikan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 6. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan PMIPA yang telah memberikan kemudahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 7. Bapak Dr. Haninda Bharata, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika yang telah memberikan kemudahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 8. Bapak dan Ibu dosen Pendidikan Matematika di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis. 9. Ibu Dra. Hj. Rita Ningsih MM., selaku Kepala SMP Negeri 22 Bandar Lampung yang telah memberikan izin penelitian. 10. Ibu Hj. Ningdyah S, S.Pd., selaku guru mitra yang telah banyak membantu dalam penelitian. 11. Ibu Hj. Rina Wati, S.Pd., yang telah memberikan kasih sayang, semangat, dan do’a selama melaksanakan penelitian. iii 12. Siswa/siswi kelas VII A dan VII B SMP Negeri 22 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2015/2016, atas perhatian dan kerjasama yang telah terjalin. 13. Kakakku (Azhari Ramandha) dan keluarga besarku yang telah memberikan doa, semangat, dan motivasi kepadaku. 14. Sahabat kecilku Anisa Ryasti terima kasih atas kebersamaannya selama ini. 15. Sahabat klasik Betty indah Rahmawati, Ajeng Kania Dini, Sabella Kintani, Rizki Ananda N, Tiara Anggun P, Riska Avinda, Yatia Rara, Mukti Artha S, Devilia Sistantri, Ria Shella, dan Muhammad Septian terima kasih selalu memberikanku dukungan. 16. Sahabat seperjuangan Resti Ayu Wardhani terima kasih atas kenangan indah yang telah dilalui bersama. 17. Sahabat yang selama ini selalu bersama Maya Shella, Reysti Betharia, Zachra Dilya, Reza Selvia, Rian Ayatullah, Nidya Zahra, Nur Annisa, Titi Andara, Talitha Nabilla, Ruben Andreas J, dan Achmad Ricky D terima kasih atas kebersamaan dan bantuan yang diberikan selama ini. 18. Teman-teman karibku tersayang di Pendidikan Matematika angkatan 2012 Kak Lela, Suci, Devi, Fitri, Rini, Mila, Heni, Agata, Utari, Ewi, Elok, Dewi, Arbai, Aji, Catur, Yana, Nana atas kebersamaannya selama ini dan semua bantuan yang telah diberikan. Semoga kebersamaan kita selalu menjadi kenangan yang terindah. 19. Kakak-kakakku kak Hani Ervinha Pansa, Kak Muthi'ah Karimah, Kak Fitri Fatmawati, Kak Veni Anita Sari dan Kak Emi Rodhiyatun terima kasih atas kebersamaannya. iv 20. Teman-teman KKN di Desa Penyandingan dan PPL di SMA Negeri 1 Bangkunat Belimbing atas kebersamaan yang penuh makna dan kenangan. 21. Almamater tercinta yang telah mendewasakanku. 22. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. Semoga dengan kebaikan, bantuan, dan dukungan yang telah diberikan pada penulis mendapat balasan pahala yang setimpal dari Allah SWT dan semoga skripsi ini bermanfaat. Bandar Lampung, Februari 2016 Penulis Della Anggraini v DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL............................................................................................. viii DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... ix I. PENDAHULUAN ........................................................................................ 1 A. Latar Belakang Masalah.......................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ................................................................................... 7 C. Tujuan Penelitian .................................................................................... 8 D. Manfaat Penelitian ................................................................................. 8 E. Ruang Lingkup Penelitian ...................................................................... 9 II. TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 10 A. Tinjauan Pustaka ..................................................... ............................... 10 1. Efektivitas Pembelajaran..................................................................... 10 2. Problem Based Learning (PBL) ......................................................... 12 3. Model Konvensional ........................................................................... 15 4. Kemampuan Komunikasi Matematis.................................................. 17 B. Kerangka Pikir................................................................... ..................... 19 C. Anggapan Dasar ...................................................................................... 23 D. Hipotesis.................................................................................................. 23 1. Hipotesis Umum ............................................................................... 23 2. Hipotesis Khusus............................................................................... 24 III. METODE PENELITIAN .......................................................................... 25 A.Populasi dan Sampel ................................................................................ 25 B.Desain Penelitian...................................................................................... 25 C. Prosedur Penelitian.................................................................................. 26 D. Data Penelitian ........................................................................................ 27 E. Teknik Pengumpulan Data ...................................................................... 27 F. Instrumen Penelitian dan Pengembangannya .......................................... 28 G. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis....................................... 33 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN......................................... 40 A. Hasil Penelitian ....................................................................................... 40 B. Pembahasan ............................................................................................. 45 V. SIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 50 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 52 LAMPIRAN....................................................................................................... 56 vii DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1 Fase-Fase PBL.................................................................................. 14 Tabel 3.1 Desain Penelitian.............................................................................. 26 Tabel 3.2 Pedoman Penskoran Soal Kemampuan Komunikasi Matematis ..... 29 Tabel 3.3 Interpretasi Indeks Reliabilitas......................................................... 30 Tabel 3.4 Interpretasi Nilai Daya Pembeda...................................................... 31 Tabel 3.5 Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran ............................................... 32 Tabel 3.6 Rekapitulasi Hasil Tes Uji Coba ...................................................... 33 Tabel 3.7 Interpretasi Hasil Perhitungan Gain................................................. 34 Tabel 3.8 Rekapitulasi Uji Normalitas Data Gain Kemampuan Komunikasi Matematis .................................................................... 35 Tabel 3.9 Rekapitulasi Uji Homogenitas Varians Gain ................................... 37 Tabel 4.1 Data Skor Awal Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa.......... 40 Tabel 4.2 Data Skor Akhir Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa......... 41 Tabel 4.3 Data Gain Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa................... 42 Tabel 4.4 Hasil Uji Kesamaan Dua Rata-rata Kemampuan Komunikasi Matematis .................................................................... 43 Tabel 4.5 Hasil Uji Proporsi Data Kemampuan Komunikasi Matematis ........ 43 Tabel 4.6 Pencapaian Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis ............ 44 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran A.1 Silabus Pembelajaran................................................................. 57 Lampiran A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Eksperimen...................................................................... 63 Lampiran A.3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Kontrol ....... 93 Lampiran A.4 Lembar Kerja Kelompok (LKK)............................................... 118 Lampiran B.1 Kisi-Kisi Soal Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ......... 155 Lampiran B.2 Soal Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ......................... 158 Lampiran B.3 Kunci Jawaban Soal Tes Kemampuan Komunikasi Matematis.................................................................................. 160 Lampiran B.4 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Komunikasi Matematis.................................................................................. 163 Lampiran B.5 Form Penilaian Validitas........................................................... 164 Lampiran B.6 Surat Keterangan Validitas ....................................................... 166 Lampiran C.1 Nilai Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa pada Kelas Uji Coba .......................................................................... 168 Lampiran C.2 Analisis Reliabilitas Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa pada Kelas Uji Coba ..................................... 169 Lampiran C.3 Analisis Daya Pembeda dan Tingkat Kesukaran Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa pada Kelas Uji Coba .......................................................................... 170 Lampiran C.4 Nilai Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas PBL ................................................................................. 171 Lampiran C.5 Nilai Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Kelas Konvensional .................................................................. 173 Lampiran C.6 Skor Gain Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas PBL ................................................................................. 175 Lampiran C.7 Skor Gain Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas Konvensional .................................................................. 176 Lampiran C.8 Uji Normalitas Data Gain Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas PBL ................................ 177 Lampiran C.9 Uji Normalitas Data Gain Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas Konvensional ................. 180 Lampiran C.10 Uji Homogenitas Varians Gain antara Kelas PBL dan Kelas Konvensional............................................................ 183 Lampiran C.11 Uji Kesamaan Dua Rata-rata Skor Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ............................. 185 Lampiran C.12 Uji Proporsi Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas PBL ................................................................................. 188 Lampiran C.13 Analisis Indikator Tes Kemampuan Awal Komunikasi Matematis Siswa Kelas PBL ................................ 190 Lampiran C.14 Analisis Indikator Tes Kemampuan Awal Komunikasi Matematis Siswa Kelas Konvensional ................. 192 Lampiran C.15 Analisis Indikator Tes Kemampuan Akhir Komunikasi Matematis Siswa Kelas PBL ................................ 194 Lampiran C.16 Analisis Indikator Tes Kemampuan Akhir Komunikasi Matematis Siswa Kelas Konvensional ................. 196 Lampiran D.1 Surat Penelitian Pendahuluan.................................................... 199 Lampiran D.2 Surat Izin Penelitian .................................................................. 200 Lampiran D.3 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian......................... 201 x 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini telah membawa perubahan di setiap aspek kehidupan. Berbagai aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi mewarnai dan menjadi salah satu faktor penting penunjang aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhannya. Keadaan ini menunjukkan betapa pentingnya menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi agar mampu berkontribusi serta memiliki kesempatan yang lebih baik dalam menghadapi persaingan yang semakin terus berkembang. Untuk dapat menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi seseorang membutuhkan suatu pendidikan. Berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Depdiknas, 2003) menyatakan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Tujuan pendidikan nasional adalah menciptakan manusia-manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa dan memiliki penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang memadai, sebagaimana diatur dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Depdiknas, 2003) yang menyatakan bahwa 2 Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Berdasarkan tujuan pendidikan nasional tersebut, jelas bahwa pendidikan mempunyai peran yang sangat penting dalam membentuk sumber daya manusia menjadi lebih berkualitas sekaligus memiliki karakter kepribadian baik. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan tahun 2006 (Depdiknas, 2006) menyatakan bahwa matematika sebagai ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi saat ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang, dan diskrit. Untuk menguasai dan menciptakan teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini. Sehingga, matematika penting untuk diajarkan mulai dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Pentingnya pembelajaran matematika sebagai bagian dari proses pendidikan diatur juga oleh pemerintah, dalam hal ini Badan Standar Nasional Pendidikan (2006: 345) menyatakan bahwa mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Hal ini juga dipertegas oleh, Depdiknas (2004: 387) untuk dapat menguasai dan menciptakan teknologi serta bertahan di masa depan 3 diperlukan penguasaan ilmu pendidikan matematika yang kuat sejak dini. Dengan demikian, pelajaran matematika penting untuk diberikan karena pelajaran matematika dapat mengembangkan kemampuan serta keterampilan yang sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari dan masa depan yang selalu berubah. Kemampuan komunikasi dalam pelajaran matematika sangat diperlukan bagi siswa. Hal ini sesuai dengan tujuan mata pelajaran matematika sekolah menengah yang tercantum dalam NCTM (2000) yaitu: (1) komunikasi matematika, (2) penalaran matematika, (3) pemecahan matematika, (4) koneksi matematika, (5) representasi matematika. Selain itu, pentingnya kemampuan komunikasi matematis tercantum pula dalam kurikulum matematika sekolah menengah KTSP 2006 dalam Sumarmo (2012: 18) yaitu komponen tujuan pembelajaran matematika salah satunya adalah dapat mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau ekspresi matematik untuk memperjelas keadaan atau masalah dan memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, sikap rasa ingin tahu, perhatian, minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet, dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Oleh sebab itu, kemampuan komunikasi matematis merupakan salah satu aspek penting yang harus dimiliki oleh siswa dalam belajar matematika. Menurut Baroody dalam Yonandi (2010), ada dua alasan kemampuan komunikasi matematis penting untuk dikembangkan. Pertama, matematika merupakan sebuah bahasa bagi matematika itu sendiri. Matematika tidak hanya merupakan alat berpikir yang membantu kita untuk menemukan pola, memecahkan masalah, dan menarik kesimpulan, tetapi juga sebuah alat untuk mengkomunikasikan pikiran 4 kita tentang berbagai ide dengan jelas, tepat dan ringkas. Kedua, pembelajaran matematika merupakan aktivitas sosial. Aktivitas ini meliputi komunikasi antara guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa. Berkomunikasi dengan teman sebaya sangat penting untuk pengembangan keterampilan berkomunikasi. Komunikasi dengan teman sebaya dapat membantu siswa lebih memahami materi karena dengan teman sebaya siswa dapat mengungkapkan materi matematika dengan bahasa informal yang lebih mudah dipahami. Selain itu, menurut Guerreiro dalam Izzati dan Suryadi (2010), komunikasi matematis merupakan alat bantu dalam transmisi pengetahuan matematika atau sebagai fondasi dalam membangun pengetahuan matematika. Dengan komunikasi, siswa dapat memperoleh pengetahuan, mengungkapkan ide-ide yang mereka miliki atau mengekspresikan konsep-konsep yang dimilikinya untuk menyelesaikan suatu masalah matematis sehingga guru mampu mengetahui ketidakpahaman siswa mengenai suatu materi yang diajarkan. Meskipun kemampuan komunikasi matematis merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa, namun kenyataan dilapangan masih banyak siswa yang belum terampil menyelesaikan suatu masalah matematika yang berkaitan dengan kemampuan komunikasi. Hal ini ditunjukkan oleh penelitian Istiqomah (2007), Rohaeti (2003), dan Qohar (2009) yang menyatakan rendahnya kemampuan komunikasi matematis siswa baik secara lisan ataupun tulisan. Hal ini mungkin disebabkan siswa tidak dibiasakan dalam mengemukakan pendapat/gagasan/ide dalam pembelajaran disekolah, padahal siswa yang mampu mengkomunikasikan idenya baik secara lisan atau tulisan, akan lebih banyak menemukan cara penyelesaian suatu permasalahan. 5 Hasil temuan rendahnya kemampuan komunikasi matematis siswa Indonesia tidak hanya di ungkapkan dari para peneliti nasional. Akan tetapi, hasil penelitian internasional seperti Programme for International Student Assesment (PISA). Indonesia sudah mengikuti PISA tahun 2000, 2003, 2006, 2009 dan 2012. Pada tahun 2012 rata-rata kemampuan membaca, matematika, dan sains untuk siswa Indonesia menduduki peringkat kedua terbawah dari 65 negara di dunia yang ikut serta. Skor untuk kemampuan matematika adalah 375 peringkat ke 64 dengan skor rata-rata matematika dunia adalah 494 (OECD, 2013: 19). Literasi matematika pada PISA tersebut fokus kepada kemampuan siswa dalam menganalisa, memberikan alasan, dan menyampaikan ide secara efektif, merumuskan, memecahkan, dan menginterpretasi masalah-masalah matematika dalam berbagai bentuk dan situasi. Kemampuan-kemampuan tersebut erat kaitannya dengan kemampuan komunikasi matematis siswa. Dengan demikian hasil tersebut menunjukkan bahwa di Indonesia kemampuan komunikasi matematis siswa masih harus mendapatkan banyak perhatian. Rendahnya kemampuan komunikasi matematis siswa tentunya disebabkan oleh banyak faktor. Fauzan dalam Izzati dan Suryadi (2010) mengemukakan rendahnya kemampuan komunikasi matematis siswa disebabkan oleh praktik pembelajaran di sekolah yang menunjukkan adanya pergeseran tujuan pembelajaran matematika. Guru-guru matematika cenderung melupakan tujuan yang tercantum dalam kurikulum sewaktu merancang pembelajaran. Guru lebih terfokus untuk mengejar materi agar selesai tepat waktu dan memberikan contoh-contoh soal yang sekiranya akan muncul pada ujian. Pembelajaran yang biasa digunakan dengan tujuan seperti itu adalah model konvensional. Model konvensional dalam hal ini 6 adalah model pembelajaran yang masih berpusat pada guru (teacher center) yang dilakukan dengan perpaduan metode ceramah, tanya jawab, dan penugasan. Langkah-langkah pada model konvensional ini adalah guru menjelaskan materi pembelajaran, memberikan contoh soal dan menerangkan penyelesaian-penyelesaian dari soal tersebut, serta guru memberikan latihan soal yang proses penyelesaiannya mirip dengan contoh soal lalu memberikan pekerjaan rumah di akhir pembelajaran. Pembelajaran seperti ini menyebabkan kemampuan matematis siswa kurang terasah, terutama kemampuan komunikasi matematis siswa dikarenakan siswa hanya dilatih untuk menyelesaikan soal-soal rutin saja dan kurang memberikan kesempatan interaksi antarsiswa maupun siswa dengan guru. SMP Negeri 22 Bandar Lampung merupakan salah satu sekolah yang memiliki karakteristik seperti sekolah di Indonesia pada umumnya. Berdasarkan observasi dan wawancara dengan guru SMP Negeri 22 Bandar Lampung diketahui kecenderungan guru masih menggunakan model pembelajaran konvensional yang lebih menekankan siswa untuk mengingat atau menghafal dan kurang melatih siswa untuk menyampaikan dan mengekspresikan gagasan/idenya dalam bahasa matematis yang tepat. Juga berdasarkan wawancara dengan guru dan siswa, banyak siswa masih mengalami kesulitan dalam menggambarkan dan menyatakan solusi masalah menggunakan gambar, sulit menjelaskan ide, solusi, dan relasi matematika secara tulisan, menggunakan bahasa matematika dan simbol secara tepat. Hal tersebut menyebabkan kemampuan komunikasi matematis siswa SMP Negeri 22 Bandar Lampung masih rendah. Untuk menyikapi masalah-masalah tersebut, maka diperlukan upaya yang inovatif untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa 7 salah satu cara adalah dengan menerapkan problem based learning (PBL). PBL dipilih karena pada model ini pembelajaran matematika di mulai dengan menghadapkan siswa kepada masalah-masalah kontekstual yang dapat dilihat penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga diharapkan siswa dapat memperoleh konsep matematika. Dalam proses menyelesaikan masalah-masalah tersebut, siswa dilatih untuk menginterpretasikan ide-idenya ke dalam simbol matematika maupun ilustrasi dengan baik. Dalam proses pembelajaran tersebut, siswa bekerjasama melakukan diskusi untuk menemukan penyelesaian masalah yang disajikan. Setelah itu, setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusinya didepan kelas dan kelompok yang lain menanggapi atau melakukan kegiatan tanya jawab untuk mengevaluasi proses dan hasil penyelesaian masalah tersebut. Putra (2013: 67) mengatakan bahwa pada PBL lebih menekankan pada keaktifan siswa. Dalam PBL, guru tidak menyampaikan banyak informasi kepada siswa melai]nkan siswa dituntut aktif dalam memecahkan masalah pada proses pembelajaran. Dengan kata lain, PBL memberikan kesempatan bagi siswa untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, PBL dianggap mampu meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : “Apakah PBL efektif ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis siswa?” 8 Dari rumusan masalah tersebut dirumuskan pertanyaan penelitian yaitu: a. Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti PBL lebih tinggi daripada peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional? b. Apakah proporsi siswa yang memiliki kemampuan komunikasi matematis terkategori baik diperoleh siswa yang mengikuti PBL lebih dari 60% dari jumlah siswa? C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dikemukan sebelumnya, maka penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui efektivitas PBL ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis siswa. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi dalam pendidikan matematika yang berkaitan dengan PBL dan model konvensional serta hubungannya dengan kemampuan komunikasi matematis siswa. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi praktisi pendidikan sebagai alternatif model pembelajaran yang dapat digunakan dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Selain itu, dapat menjadi masukan dan bahan kajian pada penelitian berikutnya yang sejenis di masa yang akan datang. 9 E. Ruang Lingkup Penelitian Dengan memperhatikan judul penelitian, ada beberapa istilah yang perlu dijelaskan agar tidak terjadi perbedaan persepsi antara peneliti dengan pembaca. 1. Efektivitas pembelajaran adalah tingkat keberhasilan suatu model pembelajaran dalam kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan dan sasarannya. Dalam penelitian ini, pembelajaran yang efektif yaitu pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. 2. PBL adalah model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang keterampilan pemecahan masalah. Sintaks atau fase-fase PBL yaitu orientasi siswa pada masalah, mengorganisasi siswa untuk belajar, membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya, menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Penerapan PBL dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan komunikasi matematis siswa dari masalah yang diberikan kepada siswa. 3. Kemampuan komunikasi matematis merupakan kemampuan siswa untuk mengungkapkan pemikiran matematisnya dalam bentuk lisan, tulisan maupun gambar dengan bahasa yang baik dan tepat, serta dapat memahami representasi matematis dengan baik. Dalam penelitian ini, kemampuan komunikasi matematis yang akan diteliti adalah kemampuan komunikasi dalam bentuk tulisan meliputi kemampuan menggambar (drawing), ekspresi matematika (mathema-tical expression), dan menulis (written texts). II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2008) berasal dari kata efektif yang berarti ada efeknya dan pengaruhnya. Secara umum teori keefektivitaan berorientasi pada tujuan. Hal ini sesuai dengan Etzioni dalam Komariah & Triatna (2005) menyatakan bahwa keefektifan adalah derajat dimana organisasi mencapai tujuannya. Jelasnya bila sasaran atau tujuan telah tercapai sesuai dengan yang telah direncanakan sebelumnya maka efektif. Jadi, jika tujuan atau sasaran itu tidak selesai dengan waktu yang telah ditentukan, pekerjaan itu tidak dianggap efektif. Dengan demikian, efektivitas adalah tercapainya tujuan yang telah direncanakan sebelumnya melalui tindakan atau perbuatan. Efektivitas merujuk pada kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui suatu pengaruh yang dihasilkan dari suatu perlakuan. Efektivitas juga berhubungan dengan masalah bagaimana pencapaian tujuan atau hasil yang diperoleh, kegunaan, atau manfaat dari hasil yang diperoleh, serta tingkat daya fungsi unsur atau komponen. Untuk mengukur keefektivan suatu perlakuan adalah dengan melihat apakah tujuan yang ditentukan tercapai dengan baik dan juga dilakukan sesuai prosedur. 11 Pembelajaran menurut KBBI dalam (Depdiknas, 2008) diartikan sebagai proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Menurut Robbins dalam Trianto (2009: 15) belajar merupakan proses menciptakan hubungan antara sesuatu pengetahuan yang sudah dipahami dan suatu pengetahuan baru. Sedangkan menurut Slameto (2003: 2) belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa belajar sebagai perubahan pada individu yang terjadi melalui pengalaman dalam upaya mengembangkan pengetahuan yang telah dimilikinya dan mengaitkannya dengan pengetahuan yang baru. Menurut Trianto (2009: 17) pembelajaran hakikatnya adalah usaha sadar dari seorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan sumber belajar lainnya) dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan. Pembelajaran harus mempunyai tujuan yang jelas untuk memberikan arah dan menuntun siswa dalam mencapai prestasi yang diharapkan. Salah satu prinsip pembelajaran adalah efisiensi dan efektivitas (Rohani, 2004). Prinsip efisiensi dan efektivitas yang dimaksud adalah apabila proses pengajarannya menggunakan waktu yang cukup sekaligus dapat membuahkan hasil secara cermat serta optimal (Rohani, 2004: 38). Adapun hasilnya, menurut pendapat Nasution (2006: 72) menyatakan bahwa belajar yang efektif hasilnya merupakan pemahaman, pengetahuan, atau wawasan. 12 Mulyasa (2006: 193) mengemukakan bahwa pembelajaran dikatakan efektif jika mampu memberikan pengalaman baru, dan membantu kompetensi peserta didik, serta mengantarkan mereka ke tujuan yang ingin dicapai secara optimal. Pernyataan tersebut sesuai dengan pernyataan Simanjuntak (1993: 80) yang mengungkapkan bahwa suatu pembelajaran dikatakan efektif apabila menghasilkan sesuatu sesuai dengan apa yang diharapkan atau dengan kata lain tujuan yang diinginkan tercapai. Pendapat lain juga dikemukan oleh Hamalik (2004: 171) bahwa pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar sendiri dengan melakukan aktivitasaktivitas belajar. Penyediaan kesempatan belajar ini diharapkan dapat melatih kemampuan berpikir siswa dan memberikan peluang bagi mereka untuk mengungkapkan gagasan atau ide-ide yang mereka miliki. Berdasarkan uraian di atas, pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang memberikan kesempatan pada siswa untuk belajar sehingga memperoleh pengalaman, pemahaman dan pengetahuan serta mencapai tujuan pembelajaran yang sudah ditentukan. 2. Problem Based Learning (PBL) PBL merupakan pembelajaran dengan menghadapkan siswa belajar melalui permasalahan-permasalahan. Menurut Boud dan Felleti dan Fogarty dalam Wena. (2011) PBL merupakan suatu pendekatan pembelajaran dengan membuat konfrontasi kepada siswa dengan masalah-masalah berbentuk open-ended melalui stimulus dalam belajar. Sudarman (2007: 69) menyatakan bahwa PBL adalah model pembelajaran yang menggunakan masalah kontekstual sebagai suatu 13 konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa PBL menempatkan masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran. Savoie dan Hughes dalam Wena (2011) mengemukakan beberapa karakteristik PBL, yaitu a) Belajar dimulai dengan suatu permasalahan, b) Permasalahan yang diberikan harus berhubungan dengan dunia nyata siswa, c) Mengorganisasikan pembelajaran diseputar permasalahan, bukan diseputar disiplin ilmu, d) Memberikan tanggungjawab yang besar dalam membentuk dan menjalankan secara langsung proses belajar mereka sendiri, e) Menggunakan kelompok kecil, f) Menuntut siswa untuk mendemontrasikan apa yang dipelajari-nya dalam bentuk produk dan kinerja. Sedangkan berdasarkan teori yang dikembangkan Barrow dan Min Liu dalam Lidnillah (2009: 3) karakteristik dari PBL, yaitu a )Learning is student centered, b) Authentic problems form the organizing focus for learning, c) New information is acquired through self-directed learning, d) Learning occurs in small groups, e) Teachers act as facilitators. Dari karakteristik PBL di atas, jelaslah bahwa pada PBL menuntut siswa berperan aktif dalam pembelajaran, masalah yang disajikan kepada siswa adalah masalah yang otentik, dalam proses pemecahan masalah siswa berusaha untuk mencari sendiri melalui sumbernya, baik dari buku atau informasi lainnya, pembelajaran dilaksanakan dalam kelompok kecil, dan guru hanya berperan sebagai fasilitator. Adapun tahap-tahap pelaksanan PBL menurut Darmawan (2010: 110) disajikan pada Tabel 2.1. 14 Tabel 2.1 Fase-Fase PBL Fase Indikator Perilaku Guru 1 Orientasi siswa pada masalah Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang diperlukan dan memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah 2 Mengorganisasi siswa Guru membantu siswa mendefinisikan dan untuk belajar mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut 3 Membimbing Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan penyelidikan individual informasi yang sesuai, melaksanakan maupun kelompok eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah 4 Mengembangkan dan Guru membantu siswa dalam merencanakan menyajikan hasil karya dan menyiapkan karya sesuai seperti laporan, dan membantu mereka untuk berbagai tugas dengan temannya. Menganalisis dan Membantu siswa untuk melakukan refleksi mengevaluasi proses atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka pemecahan masalah dan proses yang mereka gunakan. 5 Santrock (2008: 32) menyatakan bahwa PBL mendorong pemecahan masalah kolaboratif di antara murid dan mendorong guru untuk mengembangkan proyekproyek pemecahan masalah nyata. Ratnaningsih (2003: 126) menyatakan kejadian-kejadian yang harus muncul pada waktu pelaksanaan PBL sebagai berikut: (1) Keterlibatan (engagement) meliputi mempersiapkan siswa untuk berperan sebagai pemecah masalah yang bisa bekerja sama dengan pihak lain, menghadapkan siswa pada situasi yang mendorong siswa untuk mampu menemukan masalah dan meneliti permasalahan sambil mengajukan dugaan dan rencana penyelesaian; (2) Inkuiri dan investigasi (inquiry dan investigation) yang mencakup kegiatan mengeksplorasi dan mendistribusikan informasi; (3) Performansi (performnace) yaitu menyajikan temuan; (4) Tanya jawab (debriefing) yaitu menguji keakuratan dari solusi dan melakukan refleksi terhadap proses pemecahan masalah. Dalam pelaksanaannya PBL memiliki kelebihan. Rumi dalam Rachmawati (2008: 15) mengemukakan bahwa beberapa kelebihan PBL, diantaranya: 15 1) Meningkatkan motivasi belajar siswa melalui pengaplikasian konsep pada masalah; (2) Menjadikan siswa aktif dan belajar lebih mendalam (deep learners); (3) Memungkinkan siswa untuk membangun keterampilan dalam pemecahan masalah; (4) Meningkatkan pemahaman melalui dialog dan diskusi dalam kelompok; (5) Menjadi pembelajar yang mandiri. Berdasarkan uraian di atas PBL adalah model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang keterampilan pemecahan masalah dan dalam PBL siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya, sedangkan guru hanya bertindak sebagai fasilitator atau yang memfasilitasi siswa dalam membangun suatu konsep. 3. Model Konvensional Model konvensional merupakan model pembelajaran yang paling umum digunakan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran. Umumnya penyampaian pelajaran pada model konvensional dilakukan dengan metode ceramah, tanya jawab, dan penugasan. Hal ini sesuai dengan KBBI (Depdiknas, 2008) yang menyatakan bahwa model konvensional adalah model pembelajaran yang dilakukan oleh guru melalui metode ceramah, tanya jawab, dan latihan dan menurut Djamarah dalam Static (2000: 4) model konvensional adalah pembelajaran tradisional atau disebut juga dengan metode ceramah karena sejak dulu metode ini telah digunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses pembelajaran. Dalam model konvensional guru dijadikan sebagai pusat pembelajaran (teacher center). Sanjaya (2009: 17) mengungkapkan bahwa model konvensional merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada guru. Hamiyah dan Jauhar (2014: 168) menyatakan bahwa dalam pembelajaran yang 16 berpusat pada guru, hampir seluruh kegiatan pembelajaran dikendalikan penuh oleh guru. Guru menjelaskan semua materi yang ada pada siswa, siswa mencatat hal – hal penting, dan bertanya apabila ada materi yang belum dipahami. Dengan kata lain, pada model konvensional siswa ditempatkan sebagai objek belajar yang berperan sebagai pendengar dan penerima informasi secara pasif. Menurut Nining dalam Alhaq (2014) model konvensional memiliki kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihan model konvensional adalah murah biayanya, siswa mudah mengulang kembali, melatih pendengaran siswa, dan melatih siswa untuk menyimpulkan pembicaraan. Sedangkan kekurangan model konvensional adalah tidak semua siswa memiliki daya tangkap yang baik, siswa sulit menganalisis materi, tidak memberikan kesempatan pada siswa “belajar dengan berbuat”, tujuan pembelajaran sering tidak tercapai, menimbulkan rasa bosan sehingga materi sulit diterima, dan menjadikan siswa malas mencari referensi di buku lain. Berdasarkan uraian di atas, model konvensional merupakan suatu model pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher center) dan siswa berperan pasif dalam pembelajaran. Model konvensional biasanya memadukan metode ceramah, tanya jawab dan penugasan. Peran siswa dalam pembelajaran ini sangat terbatas hal ini dikarenakan peran guru yang masih dominan dan siswa yang dibiasakan hanya menjadi pendengar dan penerima informasi. Hal ini tentu akan membatasi perkembangan kemampuan komunikasi matematis siswa. Kelebihan model konvensional adalah memerlukan waktu dan biaya yang tidak banyak, sedangkan 17 kelemahannya adalah membuat siswa bosan dan cenderung malas untuk mencoba dan mencari referensi baru. 4. Kemampuan Komunikasi Matematis Mulyana (2005: 3) menyatakan bahwa segala perilaku dapat disebut komunikasi jika melibatkan dua orang atau lebih. Wahyudin dalam Fachrurazi (2011) menyatakan komunikasi merupakan cara berbagi gagasan dan mengklasifikasikan pemahaman. Sedangkan Dimyati dan Mudjiono (2010: 143) menyatakan bahwa komunikasi dapat diartikan sebagai menyampaikan dan memperoleh fakta, konsep, dan prinsip ilmu pengetahuan dalam bentuk suara, visual, atau suara visual. Hal ini didasarkan bahwa semua orang mempunyai kebutuhan untuk mengkomunikasikan ide-ide yang mereka miliki. Melalui komunikasi ide dapat dicerminkan, diperbaiki, didiskusikan, dan dikembangkan. Komunikasi merupakan kemampuan penting dalam pembelajaran karena dengan komunikasi, siswa dapat memperoleh pengetahuan, mengungkapkan ide-ide atau pemikiran yang mereka miliki atau mengekspresikan konsep-konsep yang dimilikinya untuk menyelesaikan suatu masalah serta guru mampu mengetahui ketidakpahaman siswa mengenai suatu materi yang diajarkan. Turmudi (2008: 55) menyatakan bahwa komunikasi merupakan bagian esensial dalam pembelajaran matematika. Hal ini sesuai dengan Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD, 2013) mengemukakan tujuh kemampuan dasar yang diperlukan dalam pembelajaran matematika, yaitu (1) Communication, kemampuan untuk mengkomunikasikan masalah; (2) Mathematising, kemampuan untuk mengubah permasalahan dari dunia nyata ke bentuk matematika ataupun sebaliknya; (3) Representation, 18 kemampuan untuk menyajikan kembali suatu permasalahan matematika; (4) Reasoning and Argument, kemampuan menalar dan memberi alasan; (5) Devising Strategies for Solving Problems, kemampuan menggunakan strategi memecahkan masalah; (6) Using Symbolic, Formal and Technical Language and Operations, kemampuan menggunakan bahasa simbol, bahasa formal dan bahasa teknis and; (7) Using Mathematical Tools, kemampuan menggunakan alat-alat matematika. Mahmudi (2006: 4) menyatakan bahwa proses komunikasi dapat membantu siswa membangun pemahaman terhadap ide-ide matematika dan membuatnya mudah dipahami. Ketika siswa ditantang untuk berpikir tentang matematika dan mengkomunikasikannya kepada siswa lain secara lisan maupun secara tertulis, secara tidak langsung mereka dituntut untuk membuat ide-ide matematika itu lebih terstruktur dan meyakinkan, sehingga ide-ide itu menjadi lebih mudah dipahami. Dengan demikian, siswa harus memiliki kemampuan komunikasi yang baik agar tujuan pembelajaran matematika dapat tercapai. Sumarmo dalam Yonandi (2011: 133) menyatakan bahwa komunikasi matematis merupakan ketrampilan menyampaikan ide atau gagasan dalam bahasa sehari-hari atau dalam bahasa simbol matematika. Sumarmo juga menyatakan bahwa kegiatan yang tergolong pada komunikasi matematis yaitu (1) menyatakan suatu situasi, gambar, diagram, atau benda nyata ke dalam bahasa, simbol, ide, atau model matematik; (2) menjelaskan ide, situasi, dan relasi matematis secara lisan atau tulisan; (3) mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika; (4) membaca dengan pemahaman suatu representasi matematis tertulis; (5) membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi, dan generalisasi; (6) mengungkapkan kembali suatu uraian atau paragrap matematika dalam bahasa sendiri. Selain itu erat kaitannya dengan komunikasi matematis, Ansari (2004: 83) menyebutkan indikator untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis siswa terbagi dalam tiga kelompok, yaitu 19 (1) Menggambar/drawing, yaitu merefleksikan benda-benda nyata, gambar dan diagram ke dalam ide-ide matematika. Atau sebaliknya, dari ide-ide matematika ke dalam bentuk gambar atau diagram; (2) Ekspresi matematika/mathematical expression, yaitu mengekspresikan konsep matematika dengan menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika; (3) Menulis/written texts, yaitu memberikan jawaban dengan menggunakan bahasa sendiri, membuat model situasi atau persoalan menggunakan bahasa lisan, tulisan, grafik, dan aljabar, menjelaskan, dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajari, mendengarkan, mendiskusikan, dan menulis tentang matematika, membuat konjektur, menyusun argumen, dan generalisasi. Berdasarkan uraian di atas kemampuan komunikasi matematis merupakan kemampuan siswa untuk mengungkapkan pemikiran matematisnya dalam bentuk lisan, tulisan maupun gambar dengan bahasa yang baik dan tepat, serta dapat memahami representasi matematis dengan baik. Dalam penelitian ini, kemampuan komunikasi matematis yang akan diteliti adalah kemampuan komunikasi dalam bentuk tulisan meliputi kemampuan menggambar (drawing), ekspresi matematika (mathematical expression), dan menulis (written texts) dengan indikator sebagai berikut: a. Menggambarkan situasi masalah dan menyatakan solusi masalah menggunakan gambar, bagan, tabel, dan secara aljabar b. Menjelaskan ide, solusi, dan relasi matematika secara tulisan c. Menggunakan bahasa matematika dan simbol secara tepat. B. Kerangka Pikir Penelitian tentang efektivitas PBL ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis siswa ini terdiri dari atas satu variabel bebas dan satu variabel terikat. Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel bebas adalah PBL dan yang menjadi variabel terikat adalah kemampuan komunikasi matematis siswa. 20 Pada PBL kegiatan pembelajaran di mulai dengan menghadapkan siswa kepada masalah-masalah kontekstual yang dapat dilihat penerapannya dalam kehidupan sehari-hari dan kegiatan pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalahmasalah tersebut. Adapun tahap-tahap PBL yaitu: orientasi siswa pada masalah, mengorganisasi siswa untuk belajar, membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya dan menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Tahap pertama yaitu mengorientasikan siswa pada masalah pada tahap ini, guru menjelaskan kepada siswa tentang tujuan pembelajaran dan aktivitas-aktivitas yang akan dilakukan, serta memotivasi siswa untuk terlibat pada aktivitas pemecahan masalah. Guru akan menjelaskan kaitan masalah yang diberikan dengan kehidupan sehari-hari dan manfaat nyata yang ada berkaitan dengan konsep matematika yang akan dipelajari. Adanya kegiatan memotivasi siswa untuk terlibat pada aktivitas pemecahan masalah memicu semangat siswa untuk aktif berpartisipasi dalam proses pembelajaran. Tahap kedua adalah mengorganisasikan siswa untuk belajar. Pada tahap ini, guru meminta siswa membentuk kelompok-kelompok heterogen dengan setiap kelompok beranggotakan 4-5 orang siswa selanjutnya setiap kelompok dibagikan Lembar Kerja Kelompok (LKK) yang berisikan masalah-masalah untuk di diskusikan. Pada kegiatan diskusi tersebut, siswa dituntut untuk dapat mengembangkan kemampuan menggambarkan situasi masalah dan menyatakan solusi masalah menggunakan gambar dan secara aljabar, menjelaskan ide, solusi, dan relasi matematika secara tulisan, menggunakan bahasa matematika dan 21 simbol secara tepat untuk menyelesaikan masalah yang terdapat pada LKK. Hal ini tentu akan mengembangkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Tahap ketiga adalah membimbing penyelidikan individual maupun kelompok. Pada tahap ini, guru mengawasi kegiatan diskusi dan memberikan bantuan kepada siswa baik secara individual maupun kelompok untuk menyelesaikan masalahmasalah yang terdapat pada LKK. Pada tahap ini akan mendukung siswa mengembangkan kemampuan menggambarkan situasi masalah dan menyatakan solusi masalah menggunakan gambar dan secara aljabar, menjelaskan ide, solusi, dan relasi matematika secara tulisan, menggunakan bahasa matematika dan simbol secara tepat. Sehingga kemampuan komunikasi matematis siswa dapat berkembang. Tahap keempat adalah mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Setelah siswa melakukan diskusi untuk menyelesaikan permasalahan yang terdapat pada LKK. Selanjutnya guru menunjuk satu atau beberapa kelompok untuk me- nyajikan hasil diskusinya, dalam kegiatan ini jelaslah diperlukan komunikasi yang baik agar informasi hasil diskusi tersampaikan dengan bahasa yang logis, jelas, dan mudah dipahami orang lain, kegiatan ini juga dapat menjadi tempat belajar siswa untuk bisa berkomunikasi dengan baik. Kegiatan ini akan mendukung siswa mengembangkan kemampuan menggambarkan situasi masalah dan menyatakan solusi masalah menggunakan gambar dan secara aljabar, menjelaskan ide, solusi, dan relasi matematika secara tulisan, menggunakan bahasa matematika dan simbol secara tepat. Dengan demikian, pada tahap ini dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. 22 Tahap terakhir adalah menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Guru membantu siswa melakukan evaluasi dan mengklarifikasi hasil diskusi serta siswa bersama guru menyimpulkan hasil diskusi. Pada tahap ini terjadi komunikasi, seperti tanya jawab antara guru dengan siswa maupun antarsiswa sehingga diharapkan dapat mengembangkan kemampuan menjelaskan ide, solusi, dan relasi matematika secara tulisan, menggunakan bahasa matematika dan simbol secara tepat. Jelaslah bahwa pada tahap ini mendukung untuk mengembangkan kemampuan komunikasi matematis siswa menjadi lebih baik. Dengan demikian, tahap-tahap dalam PBL memberikan peluang kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan komunikasi matematisnya. Dengan ber- kembangnya kemampuan komunikasi matematis siswa akan meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah sehingga siswa akan tuntas belajar matematika. Peluang mengembangkan kemampuan komunikasi matematis diperoleh siswa pada PBL tidak terjadi pada model konvensional. Model konvensional dalam hal ini adalah model pembelajaran yang masih berpusat pada guru (teacher center) yang mengakibatkan siswa kurang terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini terlihat dari langkah-langkah model konvensional yaitu guru menjelaskan materi pembelajaran, memberikan contoh soal dan menerangkan penyelesaian-penyelesaian dari soal tersebut, serta guru memberikan latihan soal yang proses penyelesaiannya mirip dengan contoh soal, sehingga siswa tidak diberikan kesempatan untuk mengembangkan kemampuan menggambarkan situasi masalah dan menyatakan solusi masalah menggunakan gambar dan secara aljabar, menjelaskan ide, solusi, dan relasi matematika secara 23 tulisan, menggunakan bahasa matematika dan simbol secara tepat, karena siswa cenderung hanya,mengikuti cara pengerjaan contoh soal yang sudah dijelaskan oleh guru. Selain itu, kegiatan pembelajaran pada model konvensional kurang memberikan kesempatan interaksi antar siswa dengan siswa maupun dengan guru. Oleh karena itu, pembelajaran dengan model konvensional tidak dapat mengembangkan kemampuan komunikasi matematis dalam belajar dan cenderung menghasilkan kemampuan komunikasi matematis yang rendah dengan kata lain peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti PBL lebih tinggi daripada peningkatan kemampuan komunikasi matematis yang mengikuti pembelajaran konvensional. C. Anggapan Dasar Penelitian ini mempunyai anggapan dasar sebagai berikut: 1. Semua siswa kelas VII semester genap SMP Negeri 22 Bandar Lampung tahun pelajaran 2015/2016 memperoleh materi yang sama dan sesuai dengan kurikulum yang berlaku di sekolah. 2. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi kemampuan komunikasi matematis siswa selain model pembelajaran dikendalikan sehingga memberikan pengaruh yang sangat kecil sehingga dapat diabaikan. D. Hipotesis 1. Hipotesis Umum Penerapan PBL efektif ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis siswa. 24 2. Hipotesis Khusus a. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti PBL lebih tinggi daripada peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. b. Proporsi siswa yang memiliki kemampuan komunikasi matematis terkategori baik diperoleh siswa yang mengikuti PBL lebih dari 60% dari jumlah siswa. 25 III. METODE PENELITIAN A. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 22 Bandarlampung tahun pelajaran 2015/2016 yang terdistribusi dalam 12 kelas yaitu VII A–VII L. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive random sampling yaitu mengambil dua kelas sebagai sampel secara acak dari enam kelas yang diajar oleh guru yang sama dan setelah berdiskusi dengan guru mitra, terpilihlah kelas VII A sebagai kelas eksperimen, yaitu kelas yang menggunakan PBL dan kelas VII B sebagai kelas kontrol, yaitu kelas yang menggunakan model pembelajaran konvensional. B. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu yang terdiri dari satu variabel bebas dan satu variabel terikat. Variabel bebasnya adalah PBL sedangkan variabel terikatnya adalah kemampuan komunikasi matematis. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah pretest-posttest control group design sebagaimana yang dikemukakan Fraenkel dan Wallen (1993: 248) yang disajikan pada Tabel 3.1: 26 Tabel 3.1 Desain Penelitian Kelompok E K Pretest Y1 Y1 Perlakuan Pembelajaran PBL Konvensional Posttest Y2 Y2 Keterangan: E = kelas eksperimen K = kelas kontrol Y1 = kemampuan komunikasi matematis siswa sebelum diberikan perlakuan Y2 = kemampuan komunikasi matematis siswa setelah diberikan perlakuan C. Prosedur Penelitian Adapun prosedur dalam penelitian ini dilaksanakan dalam tiga tahap, yaitu: 1. Tahap persiapan a. Pemilihan populasi dan sampel penelitian. b. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) penelitian sesuai dengan model yang akan digunakan selama penelitian, yaitu RPP dengan PBL dan RPP dengan model pembelajaran konvensional. c. Membuat Lembar Kerja Kelompok (LKK) sebagai media pembelajaran untuk kelas eksperimen. d. Membuat instrumen penelitian yang terlebih dahulu membuat kisi-kisi yang sesuai dengan indikator pembelajaran dan indikator kemampuan komunikasi matematis beserta penyelesaian dan aturan penskorannya. e. Menguji validitas instrumen penelitian. f. Melakukan uji coba instrumen penelitian. 27 2. Tahap pelaksanaan a. Mengadakan pretest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. b. Melakukan pembelajaran dengan PBL pada kelas eksperimen dan model konvensional pada kelas kontrol. c. Mengadakan posttest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. d. Pengumpulan dan pengolahan data penelitian. 3. Tahap Akhir a. Mengumpulkan data kuantitatif. b. Mengolah dan menganalisis data yang diperoleh. c. Membuat laporan penelitian. D. Data Penelitian Data yang dianalisis dalam penelitian ini adalah data kemampuan komunikasi matematis yang dicerminkan oleh skor pretest-posttest dan data skor peningkatan (gain). Data ini berupa data kuantitatif. E. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik tes, baik dalam pembelajaran dengan PBL maupun dengan model konvensional. Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes komunikasi matematis yang berbentuk uraian. Pemberian tes ini bertujuan untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis yang diperoleh siswa sebelum dan setelah diberi perlakuan (pretest-posttest) pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. 28 F. Instrumen Penelitian dan Pengembangannya Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes kemampuan komunikasi matematis yang terdiri dari pretest dan posttest. Bentuk tes yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk uraian. Materi yang diujikan adalah pokok bahasan himpunan. Tes yang diberikan pada setiap kelas baik soal-soal untuk pretest dan posttest adalah soal yang sama. Sebelum penyusunan tes kemampuan komunikasi matematis, terlebih dahulu dibuat kisi-kisi tes yang sesuai dengan indikator pembelajaran dan indikator kemampuan komunikasi matematis beserta penyelesaian dan aturan penskorannya. Adapun pedoman pemberian skor kemampuan komunikasi matematis diadaptasi dari Puspaningtyas (2012) yang disajikan pada Tabel 3.2. Untuk memperoleh data yang akurat maka tes yang digunakan adalah tes yang memenuhi kriteria tes yang baik, yaitu validitas tes, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran soal 1. Validitas Tes Dalam penelitian ini, validitas tes didasarkan pada validitas isi. Validitas isi dari tes kemampuan komunikasi matematis ini dapat diketahui dengan cara membandingkan isi yang terkandung dalam tes kemampuan komunikasi matematis dengan indikator pembelajaran yang telah ditentukan. Selanjutnya, soal tes dikonsultasikan dengan dosen pembimbing dan guru mitra. Jika penilaian dosen pembimbing dan guru mitra telah sesuai dengan kompetensi dasar dan indikator kemampuan komunikasi matematis, maka tes tersebut dinyatakan valid. Penilaian 29 terhadap kesesuaian isi tes dengan kisi-kisi tes yang diukur dan kesesuaian bahasa yang digunakan dalam tes dengan kemampuan bahasa siswa dilakukan dengan menggunakan daftar ceklis (√) oleh guru. Tabel 3.2 Pedoman Penskoran Soal Kemampuan Komunikasi Matematis Skor 0 1 2 3 4 Skor maksi mal Menggambar (Drawing) Ekspresi Matematika Menulis (Mathematical (Written Texts) Expression) Tidak ada jawaban, kalaupun ada hanya memperlihatkan tidak memahami konsep sehingga informasi yang diberikan tidak memiliki arti Hanya sedikit dari Hanya sedikit dari Hanya sedikit dari gambar, bagan, pendekatan matematika penjelasan yang atau tabel yang yang benar benar benar Membuat Membuat pendekatan Penjelasan secara gambar, bagan, matematika dengan matematis masuk atau tabel, namun benar, namun salah dalam akal namun hanya kurang lengkap dan mendapatkan sebagian yang benar solusi lengkap dan benar Membuat Membuat pendekatan Penjelasan secara gambar, bagan, matematika dengan benar, matematis tidak atau tabel, secara kemudian melakukan tersusun secara lengkap dan benar perhitungan atau logis atau terdapat mendapatkan solusi secara sedikit lengkap dan benar kesalahan bahasa Penjelasan secara matematis masuk akal dan jelas serta tersusun secara sistematis 3 3 4 Hasil penilaian terhadap tes menunjukkan bahwa tes yang digunakan telah memenuhi validitas isi (Lampiran B.5 dan B.6). Setelah tes tersebut dinyatakan valid maka selanjutnya tes tersebut diujicobakan kepada siswa kelas di luar sampel yaitu kelas VIII B. Data yang diperoleh dari hasil uji coba kemudian diolah 30 dengan menggunakan bantuan Software Microsoft Excel untuk mengetahui reliabilitas tes, daya pembeda, dan tingkat kesukaran. 2. Reliabilitas Tes Bentuk soal tes yang digunakan pada penelitian ini adalah soal tes tipe uraian. Menurut Arikunto (2006: 195) untuk mencari koefisien reliabilitas ( ) soal tipe uraian menggunakan rumus Alpha yang dirumuskan sebagai berikut. r11 = 1− ∑ Keterangan: r 11 = Koefisien reliabilitas alat evaluasi = Banyaknya butir soal ∑ = Jumlah varians skor tiap soal = Varians skor total Nilai koefisien reliabilitas yang diperoleh diinterpretasikan dengan indeks reliabilitas. Menurut Arikunto (2006: 195) kriteria indeks reliabilitas diinterpretasikan pada Tabel 3.3. Tabel 3.3 Interpretasi Indeks Reliabilitas Koefisien relibilitas (r11) r11≤ 0,20 0,20 < r11 ≤ 0,40 0,40 < r11≤ 0,60 0,60 < r11≤ 0,80 0,80 < r11≤ 1,00 Kriteria Sangat rendah Rendah Cukup Tinggi Sangat tinggi Berdasarkan hasil perhitungan uji coba instrumen tes, diperoleh bahwa nilai koefisien reliabilitas tes adalah 0,84. Hal ini menunjukkan bahwa instrumen tes 31 yang digunakan memiliki reliabilitas yang sangat tinggi. Hasil perhitungan reliabilitas tes uji coba soal dapat dilihat pada Lampiran C.2. 3. Daya Pembeda Daya pembeda soal adalah kemampuan soal untuk membedakan antara siswa yang mempunyai kemampuan tinggi dengan siswa yang mempunyai kemampuan rendah. Untuk menghitung daya pembeda, terlebih dahulu mengurutkan siswa yang memperoleh nilai tertinggi sampai siswa yang memperoleh nilai terendah. Kemudian diambil 27% siswa yang memperoleh nilai tertinggi (disebut kelompok atas) dan 27% siswa yang memperoleh nilai terendah (disebut kelompok bawah). Menurut Sudijono (2008: 389-390) rumus yang digunakan untuk menghitung daya pembeda adalah sebagai berikut. = − Keterangan: DP : indeks daya pembeda butir soal tertentu : rata-rata kelompok atas pada butir soal yang diolah : rata-rata kelompok bawah pada butir soal yang diolah : skor maksimum butir soal yang diolah Hasil perhitungan daya pembeda diinterpretasi berdasarkan klasifikasi menurut Sudijono (2008: 388) yang tertera dalam Tabel 3.4. Tabel 3. 4 Interpretasi Nilai Daya Pembeda Nilai Negatif ≤ DP ≤ 0,9 0,10 ≤ DP ≤ 0,19 0,20 ≤ DP ≤ 0,29 0,30 ≤ DP ≤ 0,49 DP ≥ 0,50 Interpretasi Sangat Buruk Buruk Agak baik, perlu revisi Baik Sangat Baik 32 Berdasarkan hasil perhitungan uji coba instrumen tes, diperoleh bahwa nilai daya pembeda tes adalah 0,33 sampai dengan 0,48. Hal ini menunjukkan bahwa instrumen tes yang diujicobakan memiliki daya pembeda yang baik. Hasil perhitungan daya pembeda uji coba soal dapat dilihat pada Lampiran C.3. 4. Tingkat kesukaran Tingkat kesukaran digunakan untuk menentukan derajat kesukaran suatu butir soal. Sudijono (2008: 372) mengungkapkan untuk menghitung tingkat kesukaran suatu butir soal digunakan rumus berikut. TK = Keterangan: TK : tingkat kesukaran suatu butir soal JT : jumlah skor yang diperoleh siswa pada butir soal yang diperoleh IT : jumlah skor maksimum yang dapat diperoleh siswa pada suatu butir soal. Untuk menginterpretasi tingkat kesukaran suatu butir soal digunakan kriteria indeks kesukaran menurut Sudijono (2008: 372) yang tertera pada Tabel 3.5. Tabel 3.5 Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran Nilai 0.00 ≤ ≤ 0.15 0.16 < ≤ 0.30 0.31 < ≤ 0.70 0.71 < ≤ 0.85 0.86 < ≤ 1.00 Interpretasi Sangat Sukar Sukar Sedang Mudah Sangat Mudah Berdasarkan hasil perhitungan uji coba instrumen tes, diperoleh bahwa nilai tingkat kesukaran tes adalah 0,27 sampai dengan 0,69. Hal ini menunjukkan bahwa instrumen tes yang diujicobakan memiliki tingkat kesukaran yang sukar 33 dan sedang. Hasil perhitungan tingkat kesukaran uji coba soal dapat dilihat pada Lampiran C.3. Setelah dilakukan analisis reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran soal tes kemampuan komunikasi matematis diperoleh rekapitulasi hasil tes uji coba dan kesimpulan yang disajikan pada Tabel 3.6. Tabel 3.6 Rekapitulasi Hasil Tes Uji Coba No Soal 1a 1b 2 3 4a 4b Reliabilitas Daya Pembeda 0,84 (Reliabilitas sangat tinggi) 0,48 (baik) 0,46 (baik) 0,44 (baik) 0,48 (baik) 0.38 (baik) 0,33 (baik) Tingkat Kesukaran 0,69 (sedang) 0,64 (sedang) 0,37 (sedang) 0,31 (sedang) 0,34 (sedang) 0,27 (sukar) Kesimpulan Dipakai Dipakai Dipakai Dipakai Dipakai Dipakai Dari Tabel 3.6 terlihat bahwa koefisien reliabilitas soal adalah 0,84 yang berarti soal memiliki reliabilitas yang sangat tinggi. Daya pembeda untuk semua soal dikategorikan baik dan tingkat kesukaran untuk nomor 1 sampai dengan 4a dikategorikan sedang dan untuk nomor 4b termasuk soal dengan tingkat kesukaran sukar. Karena semua soal sudah valid dan sudah memenuhi kriteria reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran yang sudah ditentukan maka soal tes kemampuan komunikasi matematis yang disusun layak digunakan untuk mengumpulkan data kemampuan komunikasi matematis. G. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis Setelah kedua sampel diberikan perlakuan yang berbeda, data yang diperoleh dari hasil tes kemampuan awal dan tes kemampuan akhir dianalisis untuk 34 mendapatkan skor peningkatan (gain) pada kedua kelas. Analisis ini bertujuan untuk me-ngetahui besarnya peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti PBL dan pembelajaran konvensional. Menurut Hake (1999: 1) besarnya peningkatan dihitung dengan rumus gain ternormalisasi (normalized gain) yaitu: − = − Hasil perhitungan gain kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi dari Hake (1999: 1) seperti pada Tabel 3.7 Tabel 3.7 Interpretasi Hasil Perhitungan Gain Besarnya Gain g ˃ 0,7 0,3 < g ≤ 0,7 g ≤ 0,3 Interpretasi Tinggi Sedang Rendah Hasil perhitungan skor gain kemampuan komunikasi matematis siswa selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.6 dan C.7. Dalam penelitian ini analisis data mula-mula dilakukan dengan cara uji normalitas dan uji homogenitas. Setelah itu barulah dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan uji kesamaan dua rata-rata dan proporsi. 1. Uji Normalitas Uji normalitas data dilakukan untuk mengetahui apakah data gain dari populasi yang berdistribusi normal atau berdistribusi tidak normal. Dalam penelitian ini, uji 35 normalitas yang digunakan adalah uji Chi-Kuadrat. Uji Chi-Kuadrat menurut Sudjana (2005: 273) adalah sebagai berikut. a. Hipotesis Rumusan hipotesis untuk uji ini adalah: : data gain berasal dari populasi yang berdistribusi normal : data gain berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal = 0,05 b. Taraf signifikan yang digunakan c. Statistik uji Statistik yang digunakan untuk uji Chi-Kuadrat. = ( − ) Keterangan: X2 = harga uji Chi-kuadrat = frekuensi observasi = frekuensi yang diharapan = banyaknya pengamatan d. Keputusan uji Tolak H0 jika ≥ ( ⍺)( ) Rekapitulasi uji normalitas data gain kemampuan komunikasi matematis disajikan pada Tabel 3.8. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.8 dan C.9. Tabel 3.8 Rekapitulasi Uji Normalitas Data Gain Kemampuan Komunikasi Matematis Kelas PBL Konvensional 6,288082247 6,703972086 7,81 7,81 Keputusan Uji diterima diterima Keterangan Normal Normal 36 Berdasarkan hasil uji normalitas, diketahui bahwa data gain kemampuan komunikasi matematis pada kelas PBL dan konvensional berasal dari populasi yang berdistribusi normal. 2. Uji Homogenitas Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah kedua kelompok data gain memiliki varians yang homogen atau tidak. Dalam penelitian ini, uji homogenitas yang dilakukan adalah uji-F. Menurut Sudjana (2005: 249) uji-F adalah sebagai berikut. a. Hipotesis. Rumusan hipotesis untuk uji ini adalah : : = ≠ (kedua kelompok data gain memiliki varians sama) (kedua kelompok data gain memiliki varians tidak sama) = 0,05 b. Taraf signifikan yang digunakan c. Statistik uji Statistik uji yang digunakan untuk uji-F = Keterangan: = varians terbesar = varians terkecil d. Keputusan uji Tolak H0 jika ≥ distribusi F dengan peluang ( , ) dengan ( , ) diperoleh dari daftar , sedangkan derajat kebebasan dan 37 masing-masing sesuai dengan dk pembilang dan dk penyebut. Dalam hal lainnya H0 diterima. Rekapitulasi uji homogenitas data gain kemampuan komunikasi matematis disajikan pada Tabel 3.9. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.10. Tabel 3.9 Rekapitulasi Uji Homogenitas Varians Gain Kelas Varians Eksperimen Kontrol 0,051005057 0,038771954 Keputusan Keterangan Uji 1,31551422 5 1,85 diterima Sama Berdasarkan Tabel 3.9 dapat disimpulkan bahwa kedua kelompok data gain memiliki varians sama. 3. Uji Hipotesis Setelah dilakukan uji prasyarat, langkah selanjutnya yaitu melakukan uji hipotesis. Uji hipotesis yang digunakan yaitu uji kesamaan dua rata-rata untuk hipotesis 1 dan uji proporsi untuk hipotesis 2. Adapun penjelasan dari masingmasing uji hipotesis sebagai berikut. a. Uji kesamaan dua rata-rata Pada uji normalitas dan homogenitas, data gain berdistribusi normal dan kedua kelompok data gain homogen. Sehingga pengujian hipotesis yang digunakan adalah uji-t. Dengan hipotesis sebagai berikut. 38 : μ1 = μ2 (tidak terdapat perbedaan antara rata-rata skor peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti PBL dengan rata-rata skor peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional). : μ1 ˃ μ2 (rata-rata skor peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti PBL lebih tinggi daripada rata-rata skor peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional) Statistik yang digunakan untuk uji-t menurut Sudjana ( 2005: 243) adalah: ̅ − ̅ = 1 dengan = ( − 1) + + 1 + ( − 1) − 2 Keterangan: ̅ = rata-rata gain kemampuan komunikasi matematis siswa pada kelas eksperimen ̅ = rata-rata gain kemampuan komunikasi matematis siswa pada kelas kontrol = banyaknya subyek kelas eksperimen = banyaknya subyek kelas kontrol = varians yang mengikuti kelas eksperimen = varians yang mengikuti kelas kontrol = varians gabungan Kriteria pengujian adalah terima H0 jika kebebasan =( + − 2) dan peluang (1 − = 0,05. Untuk harga t lainnya H0 ditolak. < , dengan derajat ) dengan taraf signifikan 39 b. Uji Proporsi Untuk mengetahui besarnya proporsi siswa yang memiliki kemampuan komunikasi matematis terkategori baik pada siswa yang mengikuti PBL, dilakukan uji proporsi satu pihak. Uji proporsi menurut Sudjana (2005: 235) adalah sebagai berikut. Rumusan hipotesis untuk uji ini adalah: : = 0,6 (proporsi siswa yang memiliki kemampuan komunikasi ∶ ˃ 0,6 (proporsi siswa yang memiliki kemampuan komunikasi matematis terkategori baik sama dengan 60%) matematis terkategori baik lebih dari 60%) Statistik yang digunakan dalam uji ini adalah ( ) Keterangan: x : Banyaknya siswa tuntas belajar n : Jumlah sampel : Proporsi siswa yang memiliki kemampuan komunikasi matematis terkategori baik Dalam pengujian ini digunakan taraf signifikan (1 − ) dengan kriteria uji: tolak H0 jika = 0,05, dengan peluang ≥ didapat dari daftar normal baku dengan peluang (0,5 − < . . . , dimana . ) dan terima H0 jika 50 V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, diperoleh kesimpulan bahwa PBL tidak efektif ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis siswa, karena proporsi siswa yang memiliki kemampuan komunikasi matematis terkategori baik pada siswa yang mengikuti PBL tidak mencapai standar yang ditetapkan oleh peneliti, yaitu lebih dari 60% dari jumlah siswa. Akan tetapi, peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti PBL lebih tinggi daripada peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. B. Saran Berdasarkan hasil pada penelitian ini, saran-saran yang dapat dikemukan yaitu: 1. Kepada guru dalam upaya meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa, dapat menerapkan PBL sebagai salah satu alternatif pada pembelajaran matematika dengan pertimbangan bahwa guru telah memahami tahap-tahap pada PBL. 2. Kepada peneliti lain yang akan melakukan penelitian tentang PBL disarankan melakukan penelitian dalam jangka waktu yang lebih lama agar subjek 51 penelitian terbiasa dengan PBL dan memperhatikan efisiensi waktu agar proses pembelajaran berjalan secara optimal. DAFTAR PUSTAKA Aan Komariah & Cepi Triatna. 2005. Visionary Leadership Menuju Sekolah Efektif. Jakarta: Bumi Aksara. Alhaq, Arini. 2014. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa. Skripsi. Lampung. Unila. Tidak diterbitkan. Ansari, B. 2004. Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis Siswa SMU Melalui StrategiThink-Talk-Write. Disertasi PPS UPI: tidak diterbitkan. Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta. Jakarta. Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). (2006). Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.Jakarta: BSNP. Darmawan. 2010. Penggunaan Pembelajaran Berbasis Masalah dalam meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Pembelajaran IPS di MI Darussaadah Pandeglang. Jurnal Penelitian Pendidikan Vol. 11 No. 2. [online]. Tersedia: http://jurnal.upi.edu/file/3_darmawan.pdf Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta. ________. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta. ________. 2003. UU NOMOR 20 tahun 2003 tentang sisdiknas. Jakarta. ________. (2004). Kurikulum. http://www.puskur.net/inc/si/sma/Matematika.pdf. Diakses tanggal 15 Oktober 2015 Fachrurazi. 2011. Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar. Jurnal UPI Edisi Khusus. No.01. Hlm. 76-89. [online]. Diakses di http://jurnal.upi.edu/file/8-Fachrurazi. pdf pada tanggal 15 Oktober 2015. 53 Fraenkel, Jack R. dan Norman E. Wallen. 1993. How to Design and Evaluatif Research in Education. New York: Mcgraw-hill Inc. Hake, Richard R. 1999. Analyzing Change/Gain Scores. [online]. Tersedia: http://www.physics.indiana.edu/~sdi/ajpv3i.pdf. (20 November 2015). Hamalik, Oemar. 2004. Perencanaan Pengajaran Matematika Berdasarkan Pendekatan Sistem. Bumi Aksara. Jakarta. Hamiyah, Nur dan Muhammad Jauhar. 2014. Strategi Belajar Mengajar Di Kelas. Jakarta: Prestasi Pustaka. Istiqomah, N. (2007). Upaya Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa SD Negeri Sekaran 2 pada Materi Pokok KPK dan Pecahan dengan menggunakan Pembelajaran KBK bercirikan Penyadayagunaan Alat Peraga dan Pendampingan Izzati,N & Suryadi,D. (2010). Komunikasi matematik dan pendidikan matematika realistik. Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, pada tanggal 27 November 2010, di Yogyakarta. Lidnillah, Dindin Abdul Muiz. 2009. Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem\Based Learning). [online]. Tersedia:http://file.upi.edu/Direktori/kdtasi kmlaya/dindin_abdul_muiz_lidinillah_(kdtasikmalaya)19790113200501100 3/132313548%20%20dindin%20abdul%20muiz%20lidinillah/Problem%20 Based%20Learning.pdf. [15 Oktober 2015]. Mahmudi, M. Ali. 2006.Pengembangan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Melalui Pembelajaran Matematika. [on line]. Tersedia: http://eprints. uny.ac.id/7247/1/PM-10%20-%20Ali%20Mahmudi.pdf (16 Oktober 2015). Mulyana, D. 2005. Komunikasi Efektif. Bandung: Rosda. Mulyasa. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Remaja Rosdakarya: Bandung. Nasution. 2006. Pendekatan Dalam Proses Belajar Dan Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. NCTM, (2000). Curriculum and Evaluation Standards for Scool Mathematics.[online]. Tersedia:http//www.nctm.org/standards/content.aspx?id=270 [15 Oktober 2015]. Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD). 2013. PISA 2012 Result: Ready to Learn Students’ Engagement and Self-Beliefs Volume III. Paris: PISA, OECD Publishing. 54 Puspaningtyas, Nicky Dwi. 2012. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa. Skripsi. Lampung: Unila. Tidak diterbitkan. Putra, Sitiatava Rizema. 2013. Desain Belajar Mengajar Kreatif Berbasis Sains. Yogyakarta: Diva Press Qohar, A. (2009). Mengembangkan Kemampuan Pemahaman, Koneksi, dan Komunikasi Matematis serta Kemandirian Belajar Siswa SMP melalui Reciprocal Teaching. Desertasi PPS UPI. Bandung: tidak diterbitkan Rachmawati.(2008). Pengaruh Pendekatan Problem Based Learning dalam Pembelajaran Matematika terhadap Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa SMP. Skripsi UPI: Tidak diterbitkan. Ratnaningsih, N (2003).Mengembangkan Kemampuan Berpikir Matematik Siswa SMU melalui Pembelajaran Berbasis Masalah.Tesis pada PPS UPI : tidak diterbitkan. Rohaeti, E. (2003). Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Metode Improve untuk meningkatkan Pemahaman dan Kemampuan Komunikasi Matematik siswa SLTP. Tesis PPS UPI. Bandung: tidak diterbitkan. Rohani, Ahmad. 2004. Pendidikan Prinsip-Prinsip Pengajaran. Rineka Cipta.Jakarta. Sanjaya, Wina. 2009. Strategi Pembelajaran Yang Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Kencana Prenada Media Group. Jakarta. Santrock, John W. 2008. Psikologi Pendidikan. Salemba Humanika. Jakarta Selatan. Simanjuntak, Lisnawaty. 1993. Metode Mengajar Matematika 1. Rineka Cipta. Jakarta. Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya. Rineka Cipta. Jakarta. Sudarman. (2007). Problem Based Learning: Suatu Model Pembelajaran untuk Mengembangkan dan Meningkatkan Kemampuan Memecahkan Masalah. http://www.jurnaljpi.wordpress.com/category/pembelajaran-berbasismasalah - 22k –/. Diakses tanggal 11 Oktober 2015 Sudijono, Anas. 2008. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Sudjana. 2005. Metode Statistika. Bandung: PT Tasito.Edisi keenam. 55 Suherman, E. 1990. Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijayakusumah. Sumarmo (2012).Evaluasi Dalam Pembelajaran Matematika. Bandung:STKIP Siliwangi. Static. 2000. Pembelajaran Konvensional. [Online]. Tersedia: http://expressiriau.com. (4 Oktober 2015). Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta: Kencana. Turmudi, (2008). Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika (Berparadigma Eksploratif dan Investigatif). Jakarta: Leuser Cita Pustaka. Wahyudin (2002). Matematika dan Kurikulum Berbasis Kompetensi, Jurnal Kependidikan Metalogika Bidang Kependidikan MIPA UNPAS Bandung (5) 69-78. Wena, M. (2011). Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: Bumi Aksara.http://eprints.uny.ac.id/1736/1/UPAYA_MENINGKATKAN_KEM ANDIRIAN_BELAJAR_MATEMATIKA.pdf diunduh tg 13 Oktober 2015 Yonandi. 2010. Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah melalui Pembelajaran Kontekstual Berbantuan Komputer pada siswa SMA.Disertasi pada PPs UPI, tidak dipublikasikan. _______. 2011. Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Menengah Atas Melalui Pembelajaran Kontekstual Berbantuan Komputer. Jurnal Pendidikan Matematika Vol. 02 No.02 Hlm. 133-146. [online]. Diakses di http://jurnalpmat.webs.com/JURNAL_Yonandi_133_146.doc pada tanggal 10 Oktober 2015.