BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini peneliti menyajikan hasil penelitian mengenai peran perawat dalam meminimalisir risiko jatuh pada lansia dengan keterbatasan fisik di panti. Hasil penelitian diuraikan menjadi dua bagian, bagian pertama menjelaskan secara singkat karakteristik partisipan yang terlibat di dalam penelitian, bagian kedua menguraikan hasil tematik mengenai pengalaman partisipan. 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penenelitian Panti Sosial Yayasan Santa Monica Patrisius (PSYSMP) merupakan salah satu panti jompo swasta yang berada di Getasan. Panti jompo khusus wanita ini terletak di Dusun Jampelan RT 01/RW 02 Kelurahan Getasan Kecamatan Getasan. Panti ini hanya diperuntukkan bagi para lanjut usia yang telah berusia 60 tahun atau lebih, tidak memiliki tempat tinggal ataupun keluarga. Saat ini PSYSMP sendiri telah dihuni oleh lima orang lansia dengan keterbatasan fisik seperti tidak dapat berjalan dan tidak bisa melihat karena katarak. Adapun perawat yang bertugas merawat lansia di panti ini berjumlah 5 orang. 39 40 4.2. Gambaran Umum Partisipan Penelitian ini dilakukan dengan melibatkan tiga orang perawat yang selanjutnya dalam penelitian ini disebut dengan partisipan (P). Partisipan dalam penelitian ini memiliki pengalaman merawat lansia yang telah berusia 60 tahun keatas selama lebih dari satu tahun. Adapun karakteristik partisipan dalam penelitian ini dapat dilihat dalam tabel 4.2. Tabel 4.2 Karakteristik Partisipan P1 P2 P3 Inisial Ny. S Nn. S Nn. I Jenis Kelamin P P P Umur 38 Tahun 20 Tahun 21 Tahun SMK SMK Pendidikan SMA Keperawatan Keperawatan 1 tahun 6 bulan 1 tahun 9 bulan Lama Kerja 1 tahun 9 bulan Keterangan Tabel : P1-P3: Partisipan 1 (satu) sampai dengan 3 (tiga) P : Perempuan/Wanita Partisipan dalam penelitian ini bersedia untuk menjadi partisipan, tanpa ada unsur pemaksaan. 41 4.3. Hasil Penelitian Berdasarkan penelitian ini didapatkan empat tema yang dua diantaranya berguna untuk menjawab tujuan penelitian. Adapun tujuan penelitian ini secara umum yaitu menggambarkan peran perawat dalam meminimalisir risiko jatuh pada lansia yang memiliki keterbatasan fisik. Selain untuk menjawab tujuan penelitian ditemukan dua tema yang muncul dalam hasil penelaahan analisa data sebagai data pendukung. Tujuan khusus pertama adalah mengetahui jenis peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan dalam meminimalisir risiko jatuh. Peran perawat dapat diketahui apabila perawat telah memahami perannya dalam merawat lansia dalam meminimalisir risiko jatuh dengan mengungkapkan pengalamannya dalam merawat lansia. Tidak berbeda jauh berbeda ditujuan khusus kedua, yaitu mengetahui gambaran intervensi perawat dalam meminimalisir risiko jatuh. Agar dapat mengetahui gambaran tersebut maka partisipan diminta juga untuk menceritakan pengalaman dalam merawat lansia dengan dengan keterbatasan fisik. Pada penelitian ini, untuk mengetahui jenis peran perawat maka partisipan mengungkapkan pengalamannya dalam merawat lansia dengan risiko jatuh. Peran perawat merupakan tindakan yang dilakukan dalam praktek. Peran perawat sendiri tidak hanya sebatas pada tindakan pemberian asuhan keperawatan saja, tetapi juga 42 memenuhi kebutuhan rasa aman lansia adalah salah satu peran perawat sebagai pendidik. Berdasarkan pengalaman yang diungkapkan oleh partisipan dalam penelitian ini, dapat diketahui adanya peran perawat dalam meminimalisir risiko jatuh pada lansia dengan keterbatasan fisik. Partisipan menyebutkan perannya dalam meminimalisir keperawatan risiko (care jatuh giver), adalah sebagai sebagai pemberi educator, dan asuhan sebagai kolaborator. Peran perawat sebagai care giver memberikan asuhan keperawatan adalah dimana perawat pada lansia demi kesembuhannya. Peran perawat sebagai educator ialah memberikan pendidikan kesehatan kepada lansia dan keluarga dalam upaya untuk mewujudkan perilaku yang menunjang kesehatan. Sedangkan peran perawat sebagai kolaborator adalah peran yang dilakukan perawat bekerja dengan tim kesehatan lain seperti dokter, fisioterapis, ahli gizi, radiologi, laboraboratium, dan lain-lain dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan. 43 4.3.1 Tema 1. Perawat Yang Menjalankan Perannya Sebagai Pemberi Asuhan Keperawatan, Kolaborator dan Edukator Kata Kunci Memberi perawatan: Beri latihan ROM, urut pakai minyak, memberikan alih baring, diobatinlah pakai antiseptik Kategori Memberikan asuhan keperawatan secara bio, psiko dan memenuhi kebutuhan secara holistic Sub Tema Tema Perawat sebagai Pemberi Asuhan Keperawatan (care giver) Reaksi perawat: menjaga mereka setiap saat, menemani serta mendampingi lansia Memenuhi kebutuhan holistic: Rohani, spiritual Perawat Yang Menjalankan Perannya Sebagai: Perawat bekerjasama dengan: Kalau belum sembuh ya kita konsulkan lagi ke dokternya, teman sejawat Perawat mengajarkan tekhnik: Mengajarkan alih baring, mengajarkan tekhnik berjalan Melakukan kerjasama lintas disiplin dengan dokter dan teman sejawat Perawat sebagai kolaborator 1. Pemberi Asuhan Keperawatan 2. Kolaborator 3. Edukator Memberi pendidikan dan memenuhi kebutuhan rasa aman Perawat sebagai edukator Gambar 4.3.1 Tema 1 Peran Perawat 44 Tema 1 Sub Tema 1: Peran Perawat Sebagai Pemberi Asuhan Keperawatan (care giver) Peran perawat sebagai care giver diharapkan mampu memberikan pelayanan keperawatan dalam proses penyembuhan lansia dan memperhatikan klien beradasarkan kebutuhan signifikan lansia. Ditemukan berbagai ungkapan yang diberikan oleh partisipan terkait peran perawat sebagai care giver, sebagai berikut: ”...... terus kami beri latihan ROM sambil kami urut pakai minyak, pokoknya kami beri perawatanlah supaya lebih baik.” (P1.125) “.....membawa lansia untuk dijemur dibawah sinar matahari didepan sambil kita tensi juga.” (P1.45) “.....ditangani, cuma ya risikonya juga lebih besar. Takutnya ada luka tekan jadi pintar- pintarnya kita memberikan alih baring, kalau yang masih aktif juga ada yang suka jalan-jalan sendiri...” (P2.35) ”..... kalau ada yang luka tekan kayak mbah. A diberi perawatan ya diobatinlah pakai antiseptik. Terus ya mbah e dibawa keruang makan untuk makan bersama. Selesai makan kita ajak mbahmbah.....” (P3.65) Berdasarkan hasil penelitian semua partisipan (P1, P2, P3) telah melakukan peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan bagi lansia dengan risiko jatuh. Partisipan pertama (P1) memberi latihan ROM dan melakukan pemeriksaan tekanan darah karena beberapa dari lansia memiliki riwayat darah tinggi. Begitu pula dengan partisipan ke dua (P2) memberikan pelayanan pada lansia dengan melakukan tindakan alih baring pada pasien riwayat diabetes yang memiliki luka tekan pada bokong dan juga 45 kakinya. Selain itu peran perawat sebagai care giver juga ditunjukkan oleh partisipan ke tiga (P3) dengan wujud memberi perawatan luka menggunakan obat antiseptik pada pasien yang memiliki luka. “...mandi pasti kami mengantarkan, kami tuntun kami pegang dia, menemani dan mendampingi juga.” (P1.215) “...pasti sebagai perawat kita harus menjaga mereka setiap saat. Misalnya kalau di tempat tidur tidak lupa untuk memasang pagar tempat tidurnya dan apabila mereka ingin pergi ketoilet atau jalanjalan berusaha mendampingi terus.....” (P2.115) “...kita harus menjaga mereka setiap saat. Tempat tidurnya kalau bisa yang pendek jangan tinggi-tinggi. Nek mereka ingin pergi ketoilet atau...” (P3.160) Hal ini juga didukung oleh reaksi perawat yang berperan sebagai care giver. Dimana partisipan mengatakan bahwa selalu mendampingi, menjaga dan menemani lansia setiap saat. Tindakan ini merupakan upaya yang dilakukan untuk meminimalisir risiko jatuh pada lansia. Dari ungkapan partisipan juga didapatkan bahwa peran perawat sebagai care giver tidak hanya memberikan asuhan keperawatan namun juga memenuhi kebutuhan signifikan lansia. Hal ini termasuk juga dengan pemenuhan kebutuhan spiritualnya dimana perawat membacakan renungan, membacakan sholawatan serta berdoa bersama dengan lansia. “...kami ajak baca doa, baca renungan, sholawatan. Pengennya mereka juga tenang gak cuma fisiknya aja tapi rohaninya juga.” (P1.235) 46 “...memberikan rasa nyaman, aman dan sebagai care giver. Tapi ya care giver tidak hanya memberikan asuhan keperawatan secara fisik saja tapi juga secara spiritual juga yang merupakan kunci nomor satu menuju kesembuhan.....” (P2.135) Dari keterangan diatas dapat diketahui bahwa asuhan keperawatan yang diberikan berupa asuhan secara holistic, meliputi bio, psiko, sosial. Dengan adanya pemenuhan kebutuhan ini diharapkan lansia bisa lebih tenang hati dan pikirannya serta tidak mudah khawatir. Tema 1 Sub Tema 2: Peran Perawat Sebagai Kolaborator Dalam memberikan kesejahteraan pada lansia, perawat dituntut untuk bekerja sama dengan tim kesehatan lainnya. Kerja sama yang dilakukan merupakan upaya untuk mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam menentukan pelayanan kesehatan selanjutnya. Sehingga perawat tidak dapat menjalankan peranan ini bila tidak bekerjasama dengan tim medis yang terkait. Ungkapan dibawah ini adalah ungkapan partisipan yang menyatakan peran perawat sebagai kolaborator: “.....mbah e ada yang batuk, pusing juga ditanya udah minum obat belum.... Kalau sudah diberi obat liat lagi bagaimana perkembangannya. Kalau belum sembuh ya kita konsulkan lagi ke dokternya”. (P1.35) “Peran perawat itu ya membantu lansia sampai sembuh terus melayani lansia. Kolaborasi lagi dengan teman sejawat juga.” (P1.265) 47 Salah satu partisipan mengatakan perannya sebagai kolaborator. Perannya sebagai kolaborator biasa dilakukan dengan teman sejawat dan dokter yang tugas datang ke panti. Tema 1 Sub Tema 3: Peran Perawat Sebagai Edukator Sebagai edukator perawat bertugas membantu lansia dalam meningkatkan pengetahuan kesehatan sehingga terjadi perubahan perilaku untuk membantu kesehatannya. Tindakan edukator dilakukan oleh perawat dengan mengajarkan alih baring serta mengajarkan tekhnik berjalan pada lansia untuk menjaga keseimbangan agar tidak mudah terjatuh. Dibawah ini merupakan ungkapan partisipan mengenai perannya sebagai edukator. “...., cuma ya risikonya juga lebih besar. Takutnya ada luka tekan jadi pintar-pintarnya kita memberikan dan mengajarkan alih baring, kalau yang masih aktif juga ada yang suka jalan-jalan sendiri.” (P2.35) “Bisa juga memanfaatkan kursi roda dan tongkat jika kesulitan memobilisasi mbahnya. Mengajarkan tekhnik berjalan biar melatih ototnya juga” (P3.170) Dalam penelitian ini dua dari tiga perawat sudah melakukan perannya sebagai edukator. Perannya sebagai edukator dilakukan pada lansia setiap hari dengan harapan lansia dapat menjalankan pola hidup sehat dan juga mulai menjaga kesehatannya. Peran perawat sebagai educator di harapkan mampu membantu klien dalam meningkatkan pengetahuan mengenai kesehatannya, mulai dari gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan, sehingga terjadi perubahan pada perilaku klien setelah dilakukannya 48 pemberian pendidikan kesehatan. Pada penelitian ini peran perawat sebagai edukator juga dilakukan oleh semua partisipan (P1, P2, dan P3). Berdasarkan hasil penelitian di dapatkan bahwa di panti ini partisipan dalam menjalankan perannya sebagai educator dengan cara mengetahui kondisi lansia yang dirawat, menjelaskan dengan berkomunikasi secara intensif atau setiap hari. Karena kondisi lansianya yang hampir semua memiliki keterbatasan fisik seperti sudah tidak dapat berjalan dengan baik atau lebih banyak bed rest maka partisipan mengajarkan tehnik berjalan dan mengajarkan alih baring pada lansianya. Pemenuhan kebutuhan rasa aman juga telah dilakukan oleh partisipan dua dan tiga (P2 dan P3) dimana lansia yang dirawat mengatakan aman dan senang bila selalu ditemani atau didampingi. 49 4.3.2 Tema 2 Adanya Inisiatif Untuk Mengadaptasi Intervensi Keperawatan Secara Intensif Agar Lebih Sesuai Dengan Kondisi Lansia Kata Kunci Kategori Memaksimalkan fasilitas penunjang: Memasang pagar tempat tidurnya, memanfaatkan kursi roda dan tongkat, tempat tidurnya kalau bisa yang pendek jangan tinggitinggi Melakukan strategi yang telah disesuaikan dengan kondisi lansia Mengajak latihan: Mbahnya juga kami ajak senam, terus kami beri latihan ROM, kaki dan tangannya disuruh lurusin terus ditekuk Komunikasi Yang Lebih Intensif dengan mengajak senam serta menyuruh meluruskan dan menekuk bagian ekstermitas lansia setiap pagi Sub Tema Intervensi Keperawatan Dilakukan Sebagai Keseharian Tema Adanya Inisiatif Untuk Mengadaptasi Intervensi Keperawatan Secara Intensif Agar Lebih Sesuai Dengan Kondisi Lansia Gambar 4.3.2 Tema 2 Adanya inisiatif untuk mengadaptasi intervensi keperawatan secara intensif agar lebih sesuai dengan kondisi lansia 50 Tema 2 Sub Tema 1: Intervensi Keperawatan Dilakukan Sebagai Keseharian Pada tema ke dua ini partisipan diminta untuk menceritakan strategi apa saja yang dilakukan dalam merawat lansia. Dari wawancara yang dilakukan pada tiga partisipan, diketahui bahwa ke tiga partisipan menerapkan strategi yang sama yaitu dengan memaksimalkan penggunaan fasilitas penunjang yang ada. Adapun fasilitas penunjang yang dimaksud seperti pagar tempat tidur, tempat tidur, kursi roda, dan tongkat. Pernyataan ini dapat didukung dengan kutipan wawancara berikut ini: “....di tempat tidur tidak lupa untuk memasang pagar tempat tidurnya dan apabila mereka ingin pergi ketoilet.... Atau bisa memanfaatkan kursi roda dan tongkat jika kesulitan memobilisasi mbahnya.” (P2.115) “Yang pasti sebagai perawat kita harus menjaga mereka setiap saat. Tempat tidurnya kalau bisa yang pendek jangan tinggi-tinggi. Nek mereka ingin pergi ketoilet atau jalan-jalan berusaha mendampingi terus.” (P3.160) “Bisa juga memanfaatkan kursi roda dan tongkat jika kesulitan memobilisasi mbahnya. Mengajarkan tekhnik berjalan biar melatih ototnya juga.” (P3.170) Strategi Intervensi yang dilakukan diatas telah disesuaikan dengan kondisi lansianya. Namun tidak hanya memaksimalkan fasilitas penunjang saja namun dua dari tiga partisipan juga menerapkan strategi lainnya dengan melakukan komunikasi yang lebih intensif. Dimana perawat selalu mengajak senam setiap pagi dan meminta atau menyuruh lansia untuk meluruskan serta menekuk bagian ekstermitas agar otot lansia tidak kaku. 51 “....Setiap pagi habis sarapan waktu kami jemur, mbahnya juga kami ajak senam kan, terus kami beri latihan ROM sambil kami urut pakai minyak, pokoknya kami rawatlah, supaya lebih baik.” (P1.125) “.... Ya itu mbak ngajak senam tiap pagi. Atau kaki dan tangannya disuruh lurusin terus ditekuk biar lemes ototnya.” (P3.180) Strategi yang telah diungkapkan oleh perawat tersebut merupakan inisiatif perawat dalam memberikan pelayanan kesehatan terhadap lansia demi kesembuhan mereka. Strategi ini pun kemudian diterapkan sebagai intervensi keperawatan yang diberikan pada lansia dalam kesehariannya dan telah disesuaikan dengan kondisi lansia. 52 4.3.3 Perawat Memiliki Pemahaman Yang Cukup Mengenai Risiko Jatuh dan Permasalahan Pada Lansia Kata Kunci Pengetian akibat jatuh: Kategori Sub Tema Tema dan Keadaan dimana seseorang diposisi yang tidak disengaja Memberikan definisi jatuh Seseorang berada pada posisi terduduk atau tiduran dilantai dengan keras Faktor salah satunya kurangnya pengawasan kita sebagai perawat Mengakibatkan Stroke, gegar otak, lumpuh, terus bisa memar dan kematian. Masalah-masalah pada lansia: Gak mau bergerak sampai sekarang kakinya juga kaku, badannya kaku, dementia, kesulitan untuk berdiri atau berjalan, kemampuan pendengaran dan pengelihatannya berkurang,balik lagi seperti anak kecil, pikun. Menyebutkan salah satu faktor jatuh Pemahaman Perawat Mengenai Jatuh Perawat Memiliki Pemahaman Yang Cukup Mengenai Risiko Jatuh dan Permasalahan Pada Lansia Menyebutkan akibat jatuh Mengetahui permasalahan yang terjadi pada lansia Pemaham Perawat Mengenai Lansia Gambar 4.3.3 Tema 3 Perawat memiliki pemahaman yang cukup mengenai risiko jatuh dan permasalahan pada lansia 53 Tema 3 Sub Tema 1: Pemahaman Perawat Mengenai Jatuh Dalam penelitian ini, yang menjadi salah satu sub tema dari perawat memiliki pemahaman yang cukup mengenai risiko jatuh dan permasalah pada lansia adalah pemahaman perawat mengenai jatuh. Pemahaman perawat mengenai jatuh dapat dilihat dari bagaimana perawat memberikan definisi jatuh serta menyebutkan faktor ataupun akibat yang ditimbulkan dari jatuh. Hal ini dibuktikan dengan pernyataan partisipan terkait pemahaman perawat: “Jatuh keadaan dimana seseorang diposisi yang tidak disengaja bisa terjadi karena beberapa faktor salah satunya kurangnya pengawasan kita sebagai perawat ya mbak.” (P2.95) “Jatuh dimana seseorang berada pada posisi terduduk atau tiduran gitu ya mbak dilantai dengan keras.....ya ketika jatuh terus mengalami benturan dikepala bisa mengakibatkan gegar otak, terus bisa memar.” (P3.140) “.......mengakibatkan orang tersebut terkena stroke. Tapi ya kadang jatuh kalau kena bagian kepala bisa kena gagar otak terus fatalnya bisa mengakibatkan kematian.” (P1.185) “...penyakit tertentu seperti hipertensi terus jatuh bisa mengakibatkan stroke, lumpuh juga, ya yang paling parah malah bisa meninggal.” (P2.105) Dua dari tiga partisipan dapat mendefinisikan dengan baik mengenai jatuh dan ketiganya dapat menyebutkan akibat jatuh dari yang sedang seperti memar hingga yang berat seperti menyebabkan kematian. Salah satu partisipan juga menyebutkan salah satu faktor jatuh adalah kurangnya pengawasan perawat. Dari jawaban partisipan terlihat bahwa mereka memiliki pengetahuan yang terbilang cukup mengenai risiko jatuh. 54 Tema 3 Sub Tema 2: Pemahaman Perawat Mengenai lansia Pemahaman perawat yang cukup mengenai risiko jatuh pada lansia juga ditunjukkan oleh perawat pada sub tema ke dua ini. Perawat juga dituntut untuk mengetahui permasalahan-permasalahan fisik yang terjadi pada lansia. Hal ini dikarenakan permasalahan fisik yang ada merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi risiko jatuh terjadi. Dengan begini partisipan juga dapat memberikan perannya sesuai dengan yang dibutuhkan oleh lansia. Berbagai pernyataan terkait pemahaman perawat merawat mengenai lansia diberikan oleh partisipan, sebagai berikut: “....seperti mbah. A dia itu sudah gak punya semangat lagi, orangnya juga gimana ya mbak, ndue roso wedi ngonolah mbak. Akhirnya dia gak mau bergerak sampai sekarang kakinya juga kaku, badannya kaku gak bisa digerakkin”. (P1.105) “Kebanyakan masalah mereka seperti dementia, kesulitan untuk berdiri atau berjalan, kemampuan pendengaran dan pengelihatannya pun juga sudah mulai berkurang. Ya permasalahan fisiknyalah mbak”. (P2.65) “...masalah mereka ya kayak tadi ya mbak balik lagi seperti anak kecil, dan yang paling sering itu pikun.” (P3.120) Dari apa yang ungkapkan oleh perawat diatas dapat diketahui berbagai macam permaslahan fisik yang dihadapi oleh lansia. Partisipanmenyebutkan permasalahan yang ada dari pengalamannya selama ini merawat lansia. Hal tersebut dapat dikatakan bahwa partisipan memiliki pengetahuan yang cukup mengenai permasalah yang pada lansia. 55 4.3.4 Adanya risiko tinggi kejadian jatuh berulang pada waktu yang singkat Kata Kunci Adanya Risiko Jatuh: Iya tinggi, Kategori Sub Tema Memberikan Gambaran risiko jatuh yang tinggi pada lansia Jelas tinggi, bisa dilihat dari kondisi fisik lansianya Kejadian jatuh: Kemarin kan habis jatuh, Tema Menyebutkan bahwa pernah terjadi kejadian jatuh berulang Tingginya risiko jatuh ditandai dengan jatuh berulang pada waktu yang singkat Adanya Risiko Tinggi Kejadian Jatuh Berulang Pada Waktu yang Singkat kemarin pernah jatuh, Iya minggu lalu kalau gak salah. Gambar 4.3.4 Tema 4 Adanya risiko jatuh yang tinggi dan berulang pada waktu yang singkat 56 Tema 4 Sub Tema 1: Tingginya Risiko Jatuh Ditandai Dengan jatuh berulang pada waktu yang singkat Pada penelitian ini partisipan juga memberikan gambaran risiko jatuh yang tinggi pada lansia. Hal ini diungkapkan oleh partisipan berdasarkan kondisi fisik pada lansia yang mereka rawat. Dua dari tiga partisipan memberikan gambaran risiko jatuh yang tinggi pada lansia. Berikut ungkapan yang disampaikan partisipan mengenai gambaran risiko jatuh yang tinggi: ”Iya tinggi ya kalau menurut saya mbak. Itu mbah. M luka dilututnya kemarin kan habis jatuh.” (P1.165) “Tau mbak. Jelas tinggi, bisa dilihat dari kondisi fisik lansianya sendiri. Ada yang gak bisa melihat, gak bisa jalan.” (P2.85) Gambaran perawat tesebut juga didukung oleh adanya kejadian jatuh secara berulang pada lansia yang sama di waktu yang singkat. Partisipan menyebutkan bahwa pernah terjadi kejadian jatuh dan secara berulang seperti yang diungkapkan dibawah ini: ”....Itu mbah. M luka dilututnya kemarin kan habis jatuh.” (P1.165) “Iya minggu lalu kalau gak salah.. Karena dia merasa masih bisa jalan sendiri padahal ya....gak begitu kuatlah”. (P1.175) “......cuma mungkin 1 atau 2 lansia ya mbak yang punya risiko jatuh. Contohnya seperti Ny. M dia bisa jalan tapi sudah agak goyah tapi dia gak sadar, terus bawaan e pingin jalan terus sampai kemarin pernah jatuh.” (P3.130) Kejadian jatuh yang terjadi dikarenakan adanya faktor kondisi fisik lansia yang mengalami kemunduran. Dikatakan diatas kaki lansia yang sudah agak goyah dan tidak kuat lagi digunakan untuk berjalan. 57 4.4 Pembahasan Pembahasan pada penelitian ini disajikan dalam bentuk narasi berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh. Penjabaran dari pembahasan sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam penelitian peran perawat dalam meminimalisir risiko jatuh pada lansia dengan keterbatasan fisik di Panti Sosial Yayasan Santa Monica Patrisius (PSYSMP) menggunakan beberapa teori dalam hal pembahasan. Dalam pembahasan, peneliti akan menginterpretasikan tema yag sudah didapat dari penelitian. Peneliti berfokus pada pengalaman partisipan dalam merawat lansia di PSYSMP. Dari hasil penelitian terhadap tiga riset partisipan didapatkan empat tema yang dapat membantu menjawab tujuan umum dan juga tujuan khusus. 4.4.1 Perawat Yang Menjalankan Perannya Sebagai Pemberi Asuhan Keperawatan, Kolaborator dan Edukator Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap tiga partisipan didapatkan tiga sub tema yang terkait dengan peran perawat. Sub tema didapatkan dari berbagai macam pernyataan yang diungkapkan oleh partisipan. Peran dimaknai sebagai satu pola tingkah laku, kepercayaan, nilai, dan sikap yang diharapkan oleh masyarakat yang menandai seseorang sesuai kedudukannya dalam kehidupan sosial (Sudarma, 2008). 58 Dari pernyataan yang diungkapkan partisipan pada penelitian ini ditemukan bahwa peran perawat yang dilakukan partisipan adalah peran perawat sebagai pemberi perawatan (care giver), peran perawat sebagai edukator, dan peran perawat sebagai kolaborator. Hal ini didukung oleh teori menurut Mubarak & Chayati, (2009) bahwa peran-peran perawat terdiri dari: peran perawat sebagai pemberi perawatan (care giver), konselor (counsellor), advokat (advocate), edukator (educator), koordinator (coordinator), kolaborator (collaborator), Konsultan (consultant), dan pembaharu. Peran perawat sendiri sangat dibutuhkan demi meningkatkan kesehatan di masyarakat. Perawat dituntut untuk berinteraksi secara langsung dengan kelompok atau individu yang memiliki permasalahan sakit atau tidak sakit guna meningkatkan kesehatan dimasyarakat. Tindakan dalam membantu tenaga kesehatan untuk memahami suatu keadaan komunitas tertentu, melalui pendekatan terapeutik untuk memberikan konseling juga didukung oleh penelitian, Ford, dkk (2009) yang menjelaskan bahwa pendidikan kesehatan memfasilitasi sikap terapeutik perawat dengan adanya dukungan peran, yaitu, ketika perawat memiliki akses langsung ke seseorang yang dapat membantu mereka dengan masalah-masalah pribadi dan klinis yang berkaitan dengan perawatan pasien. 59 Keadaan sosial memiliki pengaruh bagi perawat dalam menjalankan peranannya, baik dari dalam maupun dari luar profesi keperawatan yang bersifat konstan. Peran perawat sebagai pemberi perawatan (care giver) diharapkan mampu memberikan pelayanan keperawatan kepada keluarga, individu, kelompok, dan masyarakat sesuai diagnosis masalah yang terjadi, mulai dari masalah yang bersifat sederhana, sampai masalah yang kompleks. Hal ini didukung oleh hasil penelitian SteeleMoses, dkk (2011) menyatakan peran perawat sebagai care giver adalah inti dari praktik keperawatan yang memberikan pelayanan kesehatan dengan melihat keadaan pasien. Didapatkan dari hasil penelitian peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan merupakan salah satu peran yang penting dalam meminimalisir risiko jatuh. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan Kato, dkk membuktikan (2008) dalam bahwa penelitiannya meningkatkan di Jepang perawatan yang dengan memberikan keterampilan dan motivasi pada care giver dapat mengembangkan program pencegahan jatuh untuk pasien lanjut usia yang memiliki risiko untuk jatuh. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa di PSYSMP ini partisipan dalam menjalankan perannya sebagai educator dengan cara mengetahui kondisi para lansia yang dilayani, menjelaskan dengan berkomunikasi yang baik dan sopan 60 mengenai penyakit yang diderita oleh lansia sehingga bisa teratasi. Hal tersebut didukung oleh penelitian Khorasani, dkk (2015) yang menyatakan peran perawat sebagai educator harus menilai sistem lokal dan pendidikan pasien dilihat dari kekuatan dan kelemahan. Perlunya peran perawat ini juga didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati, dkk (2013) yang menyatakan bahwa ada hubungan peran petugas kesehatan dalam memberikan pendidikan kesehatan dengan pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Bonto Cani Kabupaten Bone. Dalam dunia kesehatan, peran perawat sebagai educator dalam memberikan pendidikan melalui pendekatan tertentu diharapkan dapat meningkatkan mutu kualitas kesehatan masyarakat. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Saleh, dkk (2012) menunujukkan bahwa pendidikan kesehatan dengan pendekatan modelling yang dilakukan perawat efektif dalam meningkatkan pengetahuan, kemampuan praktek, kepercayaan diri ibu dalam pemberian (ASI) dan menstimulasi bayi sehingga dapat mengoptimalkan tumbuh kembang bayi. Peneliti juga berpendapat peran perawat sebagai educator merupakan salah satu peran perawat dalam upaya pencegahan dengan memberikan penjelasan kepada pasien agar tidak berjalan tanpa adanya pendampingan dari perawat agar pasien 61 juga dapat merasa aman terkait bahaya disekitar lingkungannya. Hal ini sejalan dengan pendapat Fatmawati (2007) bahwa pencegahan merupakan salah satu karakteristik dari tindakan rasa aman yang dapat dilakukan dengan cara pemberian informasi. Peran perawat sebagai educator sendiri tidak hanya sebatas pada tindakan pemberian pendidikan saja tetapi memenuhi kebutuhan rasa aman pada lansia juga merupakan salah satu peran perawat sebagai pendidik. Adapun hasil penelitian lain yang terkait dengan peran perawat sebagai pendidik serta terpenuhinya kebutuhan rasa aman pasien adalah penelitian Duffield’s (2007) menunjukkan bahwa perawat yang menggunakan perannya sebagai tenaga pendidik akan membantu pasien merasa aman. Dalam melakukan peranannya bagi lansia dengan risiko jatuh perawat tidak terlepas dari kolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya. Meski kolaborasi lebih sering dilakukan bersama teman sejawat atau sesama teman perawat tapi partisipan juga mengatakan bahwa mereka melakukan kolaborasi antar disiplin ilmu seperti dokter. Namun kolaborasi yang dilakukan tidak terkait dengan risiko jatuh pada lansia melainkan bertujuan agar pasien mendapatkan kesehatan yang lebih baik. Melakukan kerja sama yang baik dengan berkomunikasi dan diskusi lintas disiplin tenaga kesehatan hal ini didukung oleh penelitian Ashwell & Barcle, (2009) yang menjelaskan bahwa adanya hubungan kerja sama 62 yang baik antara para pekerja kesehatan dengan tokoh masyarakat, dapat mempermudah dalam memahami hubungan antara faktor-faktor sosial, lingkungan serta penyakit umum dalam masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa partisipan dalam melaksanakan perannya sebagai kolaborator dengan teman sejawat untuk membantu kesembuhan pasien dan terus melayani pasien hingga sembuh. Tidak jarang juga mereka saling tukar pendapat bersama tim kesehatan yang lain seperti dokter untuk kesembuhan pasien. Penelitian ini didukung juga oleh hasil penelitian Mills, dkk (2010) di Australia perawat yang bekerja dalam tim di daerah terpencil mengakui pentingnya peran perawat sebagai kolaborator dan komunikasi karena hal ini dapat membangun serta mempertahankan hubungan kerja sama yang efektif dengan semua anggota tim kesehatan. Dari semua peran perawat yang didapatkan pada penelitian ini peran perawat sebagai care giver atau pemberi asuhan keperawatan merupakan peran yang paling berperan penting. Dalam pemberian asuhan keperawatan perawat diminta untuk selalu mendamping, menjaga dan menemani agar lansia terhindar dari jatuh. Namun pelayanan kesehatan akan kurang optimal tanpa peran-peran perawat lainnya seperti yang didapatkan 63 dipenelitian ini yaitu peran perawat sebagi edukator dan kolaborator. 4.4.2 Adanya Inisiatif Untuk Mengadaptasi Intervensi Keperawatan Secara Intensif Agar Lebih Sesuai Dengan Kondisi Lansia Seorang perawat dituntut untuk memiliki keterampilan serta inisiatif dalam memberikan intervensi keperawatan. Pada penelitian ini adanya inisiatif untuk mengadaptasi intervensi keperawatan oleh partisipan dilakukan sesuai dengan kondisi lansianya. Salah satu bentuk dari inisiatif perawat dalam merawat lansia merupakan pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan dapat membantu meningkatkan pengetahuan dan sikap keluarga dalam menjalankan tugas kesehatan keluarga mulai dari keluarga mampu mengenal masalah kesehatan, mengambil keputusan yang tepat, melakukan perawatan yang tepat bagi anggota keluarga yang sakit, menjaga lingkungan yang sehat dan memanfaatkan fasilitas kesehatan (Achjar, 2011). Strategi lainnya yang dilakukan oleh partisipan adalah mendampingi dan menjaga pasien setiap saat sehingga pasien terhindar dari risiko jatuh. Dengan strategi ini juga membantu memenuhi rasa aman pasien. Hasil penelitian ini didukung yang dilakukan oleh penelitian yang dilakukan oleh Sukesi pada tahun 2011 yang berjudul hubungan perilaku caring perawat dengan 64 pemenuhan kebutuhan rasa aman pasien menunjukkan bahwa hampir separuh pasien merasakan aman pada tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien. Menurut peneliti dipanti ini semua partisipan sudah mengerti pentingnya pelayanan kesehatan yang telah disediakan dan tidak hanya memanfaatkan fasilitas kesehatannya saja. Dimana semua lansia yang kesehatannya mulai terganggu sedikit langsung ditangani dan tidak menunda tindakan medis dengan pemberian obat-obatan serta dibawa ke puskesmas terdekat. Hal ini bertolak belakang dengan yang dialami wilayah Negara Afrika yang dikemukakan oleh penelitiannya Harrisa, dkk (2011) menjelaskan bahwa paling sering adanya penundaan dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan dikarenakan, ada kepercayaan bahwa penyakit itu tidak cukup serius untuk menjamin perawatan segera. Dalam pemberian Intervensi keperawatan partisipan juga melakukan strategi komunikasi yang lebih intensif dengan mengajak latihan senam, ROM aktif dan pasif, dimana partisipan meminta pasien untuk meluruskan dan menekuk bagian ekstermitas. Komunikasi teraupetik ini dilakukan partisipan setiap hari secara berulang dengan harapan otot lansia tidak kaku lagi. Komunikasi dalam menjalin hubungan tenaga kesehatan terhadap masyarakat dalam mendukung upaya untuk mengetahui persoalan kesehatan juga didukung dari penelitian yang dilakukan 65 oleh Chan, dkk (2011), menjelaskan bahwa keberhasilan dalam memenuhi kebutuhan perawat-pasien, dilakukan melalui komunikasi yang berulang, sebagai syarat dalam komunikasi terapeutik untuk meminimalkan kesalah pahaman dan keluhan. Dalam mendukung upaya terapeutik juga perlu adanya hubungan kekerabatan yang di awali oleh komunikasi, hal ini di dukung oleh penelitiannya Arciprete, dkk (2014) untuk memahami penyebab masalah kesehatan dalam upaya menerapkan tindakan pencegahan khusus disesuaikan dengan kebutuhan penduduk, dengan mempertimbangkan peran pola budaya dan penyakit terhadap kesehatan. Hal utama dalam memahami kondisi masyarakat yaitu diawali dengan komunikasi. ketika berkomunikasi dengan masyarakat, kesulitan komunikasi memiliki dampak yang signifikan terhadap kualitas pengawasan penyebab penyakit terhadap upaya pencegahan dan pengendalian. Kemampuan berkomunikasi ini merupakan aspek yang penting dalam asuhan keperawatan. Perawat selalu berinteraksi dengan pasien secara langsung selama 24 jam dan akan selalu berkomunikasi dengan pasien. Interaksi yang terjadi antara perawat dengan pasien merupakan bagian dari komunikasi. Perawat dapat memberikan penjelasan kepada pasien, memberi motivasi, menghibur pasien, dan menjalankan tugas lainnya dengan komunikasi. Komunikasi perawat yang baik secara verbal 66 dan non verbal akan meningkatkan pula citra profesionalisme yang baik pada perawat (Asmadi 2008). 4.4.3 Perawat Memiliki Pemahaman Yang Cukup Mengenai Risiko Jatuh dan Permasalahan Pada Lansia Pemahaman perawat mengenai risiko jatuh dan permasalahan pada lansia dalam penelitian ini dianggap cukup. Pemahaman yang didasari oleh pengetahuan ini akan membantu perawat dalam mengidentifikasi permasalahan serta pencegahan jatuh bagi lansia. Menurut hasil penelitian yang dilakukan Cintya, dkk (2013) terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan perawat dengan pelaksanaan keselamatan pasien, dan ada hubungan sikap perawat dengan pelaksanaan keselamatan pasien (patient safety). Dalam penelitian ini identifikasi pemahaman perawat yang pertama adalah pemahaman perawat mengenai jatuh. Berdasarkan penelitian didapatkan definisi jatuh sebagai keadaan dimana seseorang berada pada posisi terduduk atau tiduran dilantai yang tidak disengaja dengan keras. Menurut Stanley (2006) mengatakan jatuh merupakan suatu kejadian yang menyebabkan subyek yang sadar menjadi berada pada posisi di permukaan tanah tanpa disengaja. Dan tidak termasuk jatuh jika diakibatkan pukulan keras, kehilangannya kesadaran seseorang, 67 ataupun kejang. Kejadian jatuh tersebut memiliki penyebab yang spesifik dan memiliki jenis atau konsekuensi yang berbeda-beda dari mereka yang dalam keadaan sadar mengalami jatuh. Dari penelitian ini didapatkan beberapa faktor yang menyebabkan jatuh salah satunya karena kurangnya pengawasan dari perawat. Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa peran perawat dalam pemberian asuhan keperawatan sangat penting. Tidak hanya itu salah satu faktor terjadinya jatuh pada lansia juga dikarenakan kondisi fisik lansia yang mulai mengalami kemunduran seperti sudah susah berjalan hingga lumpuh dan tidak bisa melihat karena katarak atau riwayat penyakit yang diderita. Hal yang sama juga ditemukan pada penelitian ini dimana permasalahan fisik pada lansia yang sering mereka temui adalah seluruh badannya kaku, dementia, kesulitan untuk berdiri atau berjalan, kemampuan pendengaran dan pengelihatannya berkurang, pikun dan permasalahan psikologis dimana sifat lansia kembali lagi seperti anak kecil. Stanley (2006) juga menjelaskan salah satu faktor instrinsik seperti gangguan gangguan gaya muskuloskeletal berjalan, misalnya kelemahan menyebabkan ekstremitas bawah, kekakuan sendi merupakan variabel-variabel yang menentukan mengapa seseorang dapat jatuh. Hal ini didukung oleh beberapa hasil penelitian (Yoo dan Patno, 2011) dimana telah teridentifikasi 68 sebelas penyakit yang berkaitan dengan risiko kejadian jatuh pada lansia yaitu penyakit stroke, gangguan system kardiovaskular, hipertensi, artritis, diabetes mellitus, katarak, osteoporosis, glaucoma, pulmonary disease, Parkinson dan inkontinensia sedangkan, hasil penelitian di Tompobulu Maros, faktor-faktor yang berhubungan dengan cedera fisik akibat jatuh pada lansia, dari 95 jumlah sampel yang diteliti menyatakan ada hubungan antara riwayat penyakit dengan kejadian jatuh, yaitu pada riwayat penyakit hipertensi (62,1%). Adapun permasalahan fisik lainnya seperti tidak dapat melihat karena katarak. Katarak yang terjadi pada lansia diakibatkan karena proses degenerasi yang menimbulkan kekeruhan protein lensa mengakibatkan lansia mengalami kehilangan penglihatan secara progresif, Rubeinztein (2009) meneliti lansia di Amerika serikat dan menemukan dari sembilan lansia yang pernah mengalami jatuh memiliki masalah pengelihatan yang lima diantaranya menderita katarak. Jatuh dapat mengakibatkan berbagai jenis permasalahan seperti cedera, kerusakan fisik hingga permasalahan psikologis. Pada penelitian ini semua partisipan juga mengatakan jatuh dapat mengakibatkan stroke, gegar otak, lumpuh, terus bisa memar dan kematian. Sejalan dengan teori yang diberikan oleh Stanley (2006) risiko jatuh seperti kerusakan fisik yang paling ditakuti dari kejadian jatuh adalah patah tulang panggul. Sumber yang sama 69 mengatakan jenis fraktur lain yang sering terjadi akibat jatuh adalah fraktur pergelangan tangan, lengan atas dan pelvis serta adanya kerusakan jaringan lunak. Dampak psikologis adalah terjadinya syok setelah jatuh dan rasa takut akan jatuh lagi dapat mengakibatkan ansietas pada sesorang, hilangnya rasa percaya diri, dan pembatasan dalam aktivitas sehari-hari. Identifikasi pemahaman pemahaman perawat perawat mengenai yang lansia. kedua Semua adalah partisipan mengatakan bahwa seseorang dikatakan lanjut usia ketika seseorang berada usia 60 tahun atau lebih. Berdasarkan teori diatas salah satu faktor lain terjadinya jatuh juga dikarenakan usia. Semakin tua usia seseorang maka fungsi organ tubuh seperti kekuatan otot akan mulai melemah. Pada penelitian ini didapatkan lansia yang pernah mengalami jatuh berumur 88 tahun. Dibuktikan dari hasil penelitian Tuti (2009) yang dilakukan pada 16 responden faktor risiko terjadinya jatuh adalah umur, paling banyak terjadi pada kelompok umur 75 - 90 tahun yaitu sebanyak 11 orang. 70 4.4.4 Adanya Risiko Tinggi Kejadian Jatuh Berulang pada Waktu yang Singkat Adanya risiko jatuh yang tinggi juga didukung dengan kejadian jatuh yang berulang dalam kurun waktu yang singkat. Dalam penelitian ditemukan kejadian jatuh sebanyak dua kali dalam kurun waktu hanya dua minggu saja. Kejadian jatuh ini dialami oleh lansia yang sama dan telah berusia 88 tahun. Tidak hanya kejadian jatuhnya saja yang membuat panti ini memiliki risiko jatuh yang tinggi pada lansianya, tapi juga dilihat dari kondisi pasiennya yang hampir semua memiliki keterbatasan fisik. Gambaran risiko jatuh yang tinggi pada lansia ini juga dibenarkan oleh partisipan, mereka mengungkapkan bahwa lansia di panti ini memang memiliki risiko jatuh yang tinggi karena dilihat dari kondisi pasiennya sendiri. Pernyataan ini masih berhubungan dengan faktor intrinsik penyebab terjadinya jatuh. Seperti yang dikatakan dalam teori Stanley (2006) faktor intrinsik tersebut adalah gangguan gangguan gaya muskuloskeletal berjalan, misalnya kelemahan menyebabkan ekstremitas bawah, kekakuan sendi. Dari hasil wawancara, partisipan juga mengungkapkan faktor lain yang mempengaruhi sebagian kecil kejadian jatuh yang ditemukan di PSYSMP ini dimana lansianya terkadang kurang menerima baik penyampaian atau pemberian informasi oleh 71 perawat. Faktor ini juga menjadi salah satu kendala yang dialami oleh partisipan dalam merawat lansia. Partisipan mengatakan kendala dalam merawat lansia itu terkadang mereka susah untuk diajak berkomunikasi. Mereka bahkan menolak untuk dinasehati dan menimpali dengan perkataan yang menyakitkan. Penolakan dalam berkomunikasi oleh lansia ini jugalah yang menyebabkan terjadinya kejadian jatuh, dimana lansia tidak mau menuruti nasihat yang diberikan oleh perawat. Hasil penelitian Hapsari (2013) menunjukkan jumlah pasien pada kategori yang terbebas dari jatuh sebanyak 33 orang (44%) dan jumlah responden kategori tidak terbebas dari jatuh sebanyak 42 orang (56%). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar pasien belum terbebas dari jatuh. Dari sumber yang sama juga mengatakan, responden yang terbebas dari jatuh karena responden mendengarkan nasehat dari perawat untuk berhati-hati dan juga mendapatkan bantuan dari perawat ketika ke kamar mandi. Responden yang tidak terbebas dari jatuh karena responden tidak mendapatkan penjelasan dan nasehat dari perawat agar berhati-hati serta perawat tidak memperhatikan posisi tidur yang aman bagi pasien. Komunikasi perawat terhadap pasien sangatlah penting sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Kozier (2008), perawat harus dapat menjelaskan kepada pasien dan keluarga 72 pasien untuk mencegah jatuh, menilai kemampuan fisik pasien, dan menjaga lingkungan di sekitar pasien agar dapat mencegah kejadian jatuh pada pasien. Menurut Efendi dan Makhfudli (2009) menyatakan komunikasi antara perawat dengan klien merupakan komunikasi lintas budaya. Masih menurut sumber yang sama menambahkan komunikasi lintas budaya dapat dilakukan dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik sebagai bahasa pengantar atau bahasa daerah sebagai bahasa Ibu dan apabila tidak memahami bahasa klien, perawat dapat menggunakan penerjemah. 4.5 Keterbatasan penelitian Peneliti mengidentifikasi keterbatasan dalam penelitian ini dimana data partisipan yang didapatkan dianggap kurang. Partisipan dalam penelitian ini awalnya adalah lima orang tetapi karena ada satu orang yang tidak bersedia untuk menjadi partisipan dan seorang lainnya tidak memenuhi kriteria inklusi yang ditentukan peneliti.