39 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini

advertisement
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini peneliti menyajikan hasil penelitian mengenai peran
perawat
dalam
meminimalisir
risiko
jatuh
pada
lansia
dengan
keterbatasan fisik di panti. Hasil penelitian diuraikan menjadi dua bagian,
bagian pertama menjelaskan secara singkat karakteristik partisipan yang
terlibat di dalam penelitian, bagian kedua menguraikan hasil tematik
mengenai pengalaman partisipan.
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penenelitian
Panti Sosial Yayasan Santa Monica Patrisius (PSYSMP)
merupakan salah satu panti jompo swasta yang berada di Getasan.
Panti jompo khusus wanita ini terletak di Dusun Jampelan RT 01/RW
02 Kelurahan Getasan Kecamatan Getasan. Panti ini hanya
diperuntukkan bagi para lanjut usia yang telah berusia 60 tahun atau
lebih, tidak memiliki tempat tinggal ataupun keluarga. Saat ini
PSYSMP sendiri telah dihuni oleh lima orang lansia dengan
keterbatasan fisik seperti tidak dapat berjalan dan tidak bisa melihat
karena katarak. Adapun perawat yang bertugas merawat lansia di
panti ini berjumlah 5 orang.
39
40
4.2. Gambaran Umum Partisipan
Penelitian ini dilakukan dengan melibatkan tiga orang perawat
yang selanjutnya dalam penelitian ini disebut dengan partisipan (P).
Partisipan dalam penelitian ini memiliki pengalaman merawat lansia
yang telah berusia 60 tahun keatas selama lebih dari satu tahun.
Adapun karakteristik partisipan dalam penelitian ini dapat dilihat
dalam tabel 4.2.
Tabel 4.2 Karakteristik Partisipan
P1
P2
P3
Inisial
Ny. S
Nn. S
Nn. I
Jenis Kelamin
P
P
P
Umur
38 Tahun
20 Tahun
21 Tahun
SMK
SMK
Pendidikan
SMA
Keperawatan
Keperawatan
1 tahun 6 bulan
1 tahun 9 bulan
Lama Kerja
1 tahun 9 bulan
Keterangan Tabel :
P1-P3: Partisipan 1 (satu) sampai dengan 3 (tiga)
P
: Perempuan/Wanita
Partisipan dalam penelitian ini bersedia untuk menjadi
partisipan, tanpa ada unsur pemaksaan.
41
4.3. Hasil Penelitian
Berdasarkan penelitian ini didapatkan empat tema yang dua
diantaranya berguna untuk menjawab tujuan penelitian. Adapun
tujuan penelitian ini secara umum yaitu menggambarkan peran
perawat dalam meminimalisir risiko jatuh pada lansia yang memiliki
keterbatasan
fisik.
Selain
untuk
menjawab
tujuan
penelitian
ditemukan dua tema yang muncul dalam hasil penelaahan analisa
data sebagai data pendukung. Tujuan khusus pertama adalah
mengetahui jenis peran perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan dalam meminimalisir risiko jatuh. Peran perawat dapat
diketahui apabila perawat telah memahami perannya dalam merawat
lansia dalam meminimalisir risiko jatuh dengan mengungkapkan
pengalamannya dalam merawat lansia. Tidak berbeda jauh berbeda
ditujuan khusus kedua, yaitu mengetahui gambaran intervensi
perawat dalam meminimalisir risiko jatuh. Agar dapat mengetahui
gambaran tersebut maka partisipan diminta juga untuk menceritakan
pengalaman dalam merawat lansia dengan dengan keterbatasan
fisik.
Pada penelitian ini, untuk mengetahui jenis peran perawat maka
partisipan mengungkapkan pengalamannya dalam merawat lansia
dengan risiko jatuh. Peran perawat merupakan tindakan yang
dilakukan dalam praktek. Peran perawat sendiri tidak hanya sebatas
pada tindakan pemberian asuhan keperawatan saja, tetapi juga
42
memenuhi kebutuhan rasa aman lansia adalah salah satu peran
perawat
sebagai
pendidik.
Berdasarkan
pengalaman
yang
diungkapkan oleh partisipan dalam penelitian ini, dapat diketahui
adanya peran perawat dalam meminimalisir risiko jatuh pada lansia
dengan keterbatasan fisik. Partisipan menyebutkan perannya dalam
meminimalisir
keperawatan
risiko
(care
jatuh
giver),
adalah
sebagai
sebagai
pemberi
educator,
dan
asuhan
sebagai
kolaborator.
Peran perawat sebagai care giver
memberikan
asuhan
keperawatan
adalah dimana perawat
pada
lansia
demi
kesembuhannya. Peran perawat sebagai educator ialah memberikan
pendidikan kesehatan kepada lansia dan keluarga dalam upaya
untuk mewujudkan perilaku yang menunjang kesehatan. Sedangkan
peran perawat sebagai kolaborator adalah peran yang dilakukan
perawat
bekerja dengan tim
kesehatan lain seperti dokter,
fisioterapis, ahli gizi, radiologi, laboraboratium, dan lain-lain dengan
berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan.
43
4.3.1 Tema 1. Perawat Yang Menjalankan Perannya Sebagai
Pemberi Asuhan Keperawatan, Kolaborator dan Edukator
Kata Kunci
Memberi
perawatan:
Beri latihan ROM,
urut pakai minyak,
memberikan alih
baring, diobatinlah
pakai antiseptik
Kategori
Memberikan
asuhan
keperawatan
secara bio, psiko
dan memenuhi
kebutuhan secara
holistic
Sub Tema
Tema
Perawat sebagai
Pemberi
Asuhan
Keperawatan
(care giver)
Reaksi perawat:
menjaga mereka
setiap saat,
menemani serta
mendampingi
lansia
Memenuhi
kebutuhan
holistic: Rohani,
spiritual
Perawat Yang
Menjalankan
Perannya
Sebagai:
Perawat
bekerjasama
dengan:
Kalau
belum
sembuh ya kita
konsulkan lagi ke
dokternya, teman
sejawat
Perawat
mengajarkan
tekhnik:
Mengajarkan alih
baring,
mengajarkan
tekhnik berjalan
Melakukan
kerjasama
lintas
disiplin
dengan dokter
dan
teman
sejawat
Perawat
sebagai
kolaborator
1. Pemberi
Asuhan
Keperawatan
2. Kolaborator
3. Edukator
Memberi
pendidikan
dan
memenuhi
kebutuhan
rasa aman
Perawat
sebagai
edukator
Gambar 4.3.1 Tema 1 Peran Perawat
44
Tema 1 Sub Tema 1: Peran Perawat Sebagai Pemberi Asuhan
Keperawatan (care giver)
Peran
perawat
sebagai
care
giver
diharapkan mampu
memberikan pelayanan keperawatan dalam proses penyembuhan
lansia dan memperhatikan klien beradasarkan kebutuhan signifikan
lansia.
Ditemukan
berbagai
ungkapan
yang
diberikan
oleh
partisipan terkait peran perawat sebagai care giver, sebagai berikut:
”...... terus kami beri latihan ROM sambil kami urut pakai minyak,
pokoknya kami beri perawatanlah supaya lebih baik.” (P1.125)
“.....membawa lansia untuk dijemur dibawah sinar matahari didepan
sambil kita tensi juga.” (P1.45)
“.....ditangani, cuma ya risikonya juga lebih besar. Takutnya ada
luka tekan jadi pintar- pintarnya kita memberikan alih baring, kalau
yang masih aktif juga ada yang suka jalan-jalan sendiri...” (P2.35)
”..... kalau ada yang luka tekan kayak mbah. A diberi perawatan ya
diobatinlah pakai antiseptik. Terus ya mbah e dibawa keruang
makan untuk makan bersama. Selesai makan kita ajak mbahmbah.....” (P3.65)
Berdasarkan hasil penelitian semua partisipan (P1, P2, P3)
telah
melakukan
peran
perawat
sebagai
pemberi
asuhan
keperawatan bagi lansia dengan risiko jatuh. Partisipan pertama
(P1) memberi latihan ROM dan melakukan pemeriksaan tekanan
darah karena beberapa dari lansia memiliki riwayat darah tinggi.
Begitu pula dengan partisipan ke dua (P2) memberikan pelayanan
pada lansia dengan melakukan tindakan alih baring pada pasien
riwayat diabetes yang memiliki luka tekan pada bokong dan juga
45
kakinya. Selain itu peran perawat sebagai care giver juga
ditunjukkan oleh partisipan ke tiga (P3) dengan wujud memberi
perawatan luka menggunakan obat antiseptik pada pasien yang
memiliki luka.
“...mandi pasti kami mengantarkan, kami tuntun kami pegang dia,
menemani dan mendampingi juga.” (P1.215)
“...pasti sebagai perawat kita harus menjaga mereka setiap saat.
Misalnya kalau di tempat tidur tidak lupa untuk memasang pagar
tempat tidurnya dan apabila mereka ingin pergi ketoilet atau jalanjalan berusaha mendampingi terus.....” (P2.115)
“...kita harus menjaga mereka setiap saat. Tempat tidurnya kalau
bisa yang pendek jangan tinggi-tinggi. Nek mereka ingin pergi
ketoilet atau...” (P3.160)
Hal ini juga didukung oleh reaksi perawat yang berperan
sebagai care giver. Dimana partisipan mengatakan bahwa selalu
mendampingi, menjaga dan menemani lansia setiap saat. Tindakan
ini merupakan upaya yang dilakukan untuk meminimalisir risiko
jatuh pada lansia.
Dari ungkapan partisipan juga didapatkan bahwa peran
perawat sebagai care giver tidak hanya memberikan asuhan
keperawatan namun juga memenuhi kebutuhan signifikan lansia.
Hal ini termasuk juga dengan pemenuhan kebutuhan spiritualnya
dimana perawat membacakan renungan, membacakan sholawatan
serta berdoa bersama dengan lansia.
“...kami ajak baca doa, baca renungan, sholawatan. Pengennya
mereka juga tenang gak cuma fisiknya aja tapi rohaninya juga.”
(P1.235)
46
“...memberikan rasa nyaman, aman dan sebagai care giver. Tapi ya
care giver tidak hanya memberikan asuhan keperawatan secara
fisik saja tapi juga secara spiritual juga yang merupakan kunci
nomor satu menuju kesembuhan.....” (P2.135)
Dari keterangan diatas dapat diketahui bahwa asuhan
keperawatan yang diberikan berupa asuhan secara holistic, meliputi
bio, psiko, sosial. Dengan adanya pemenuhan kebutuhan ini
diharapkan lansia bisa lebih tenang hati dan pikirannya serta tidak
mudah khawatir.
Tema 1 Sub Tema 2: Peran Perawat Sebagai Kolaborator
Dalam memberikan kesejahteraan pada lansia, perawat
dituntut untuk bekerja sama dengan tim kesehatan lainnya. Kerja
sama yang dilakukan merupakan upaya untuk mengidentifikasi
pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau
tukar
pendapat
dalam
menentukan
pelayanan
kesehatan
selanjutnya. Sehingga perawat tidak dapat menjalankan peranan ini
bila tidak bekerjasama dengan tim medis yang terkait. Ungkapan
dibawah ini adalah ungkapan partisipan yang menyatakan peran
perawat sebagai kolaborator:
“.....mbah e ada yang batuk, pusing juga ditanya udah minum obat
belum.... Kalau sudah diberi obat liat lagi bagaimana
perkembangannya. Kalau belum sembuh ya kita konsulkan lagi ke
dokternya”. (P1.35)
“Peran perawat itu ya membantu lansia sampai sembuh terus
melayani lansia. Kolaborasi lagi dengan teman sejawat juga.”
(P1.265)
47
Salah
satu
partisipan
mengatakan
perannya
sebagai
kolaborator. Perannya sebagai kolaborator biasa dilakukan dengan
teman sejawat dan dokter yang tugas datang ke panti.
Tema 1 Sub Tema 3: Peran Perawat Sebagai Edukator
Sebagai edukator perawat bertugas membantu lansia dalam
meningkatkan pengetahuan kesehatan sehingga terjadi perubahan
perilaku untuk membantu kesehatannya. Tindakan edukator
dilakukan oleh perawat dengan mengajarkan alih baring serta
mengajarkan
tekhnik
berjalan
pada
lansia
untuk
menjaga
keseimbangan agar tidak mudah terjatuh. Dibawah ini merupakan
ungkapan partisipan mengenai perannya sebagai edukator.
“...., cuma ya risikonya juga lebih besar. Takutnya ada luka tekan
jadi pintar-pintarnya kita memberikan dan mengajarkan alih baring,
kalau yang masih aktif juga ada yang suka jalan-jalan sendiri.”
(P2.35)
“Bisa juga memanfaatkan kursi roda dan tongkat jika kesulitan
memobilisasi mbahnya. Mengajarkan tekhnik berjalan biar
melatih ototnya juga” (P3.170)
Dalam penelitian ini dua dari tiga perawat sudah melakukan
perannya sebagai edukator. Perannya sebagai edukator dilakukan
pada lansia setiap hari dengan harapan lansia dapat menjalankan
pola hidup sehat dan juga mulai menjaga kesehatannya. Peran
perawat sebagai educator di harapkan mampu membantu klien
dalam meningkatkan pengetahuan mengenai kesehatannya, mulai
dari gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan, sehingga
terjadi perubahan pada perilaku klien setelah dilakukannya
48
pemberian pendidikan kesehatan. Pada penelitian ini peran perawat
sebagai edukator juga dilakukan oleh semua partisipan (P1, P2,
dan P3). Berdasarkan hasil penelitian di dapatkan bahwa di panti ini
partisipan dalam menjalankan perannya sebagai educator dengan
cara mengetahui kondisi lansia yang dirawat, menjelaskan dengan
berkomunikasi secara intensif atau setiap hari. Karena kondisi
lansianya yang hampir semua memiliki keterbatasan fisik seperti
sudah tidak dapat berjalan dengan baik atau lebih banyak bed rest
maka partisipan mengajarkan tehnik berjalan dan mengajarkan alih
baring pada lansianya. Pemenuhan kebutuhan rasa aman juga
telah dilakukan oleh partisipan dua dan tiga (P2 dan P3) dimana
lansia yang dirawat mengatakan aman dan senang bila selalu
ditemani atau didampingi.
49
4.3.2
Tema 2 Adanya Inisiatif Untuk Mengadaptasi Intervensi
Keperawatan Secara Intensif Agar Lebih Sesuai Dengan
Kondisi Lansia
Kata Kunci
Kategori
Memaksimalkan
fasilitas
penunjang:
Memasang pagar
tempat tidurnya,
memanfaatkan
kursi roda dan
tongkat,
tempat
tidurnya
kalau
bisa yang pendek
jangan
tinggitinggi
Melakukan
strategi
yang telah
disesuaikan
dengan
kondisi
lansia
Mengajak
latihan:
Mbahnya juga
kami
ajak
senam, terus
kami
beri
latihan ROM,
kaki
dan
tangannya
disuruh lurusin
terus ditekuk
Komunikasi
Yang Lebih
Intensif dengan
mengajak
senam serta
menyuruh
meluruskan dan
menekuk bagian
ekstermitas
lansia setiap
pagi
Sub Tema
Intervensi
Keperawatan
Dilakukan
Sebagai
Keseharian
Tema
Adanya
Inisiatif Untuk
Mengadaptasi
Intervensi
Keperawatan
Secara
Intensif Agar
Lebih Sesuai
Dengan
Kondisi
Lansia
Gambar 4.3.2 Tema 2 Adanya inisiatif untuk mengadaptasi intervensi
keperawatan secara intensif agar lebih sesuai dengan
kondisi lansia
50
Tema 2 Sub Tema 1: Intervensi Keperawatan Dilakukan Sebagai
Keseharian
Pada tema ke dua ini partisipan diminta untuk menceritakan strategi
apa saja yang dilakukan dalam merawat lansia. Dari wawancara yang
dilakukan pada tiga partisipan, diketahui bahwa ke tiga partisipan
menerapkan
strategi
yang
sama
yaitu
dengan
memaksimalkan
penggunaan fasilitas penunjang yang ada. Adapun fasilitas penunjang
yang dimaksud seperti pagar tempat tidur, tempat tidur, kursi roda, dan
tongkat. Pernyataan ini dapat didukung dengan kutipan wawancara
berikut ini:
“....di tempat tidur tidak lupa untuk memasang pagar tempat tidurnya dan
apabila mereka ingin pergi ketoilet.... Atau bisa memanfaatkan kursi roda
dan tongkat jika kesulitan memobilisasi mbahnya.” (P2.115)
“Yang pasti sebagai perawat kita harus menjaga mereka setiap saat.
Tempat tidurnya kalau bisa yang pendek jangan tinggi-tinggi. Nek mereka
ingin pergi ketoilet atau jalan-jalan berusaha mendampingi terus.” (P3.160)
“Bisa juga memanfaatkan kursi roda dan tongkat jika kesulitan memobilisasi
mbahnya. Mengajarkan tekhnik berjalan biar melatih ototnya juga.” (P3.170)
Strategi Intervensi yang dilakukan diatas telah disesuaikan dengan
kondisi lansianya.
Namun tidak hanya memaksimalkan fasilitas
penunjang saja namun dua dari tiga partisipan juga menerapkan strategi
lainnya dengan melakukan komunikasi yang lebih intensif. Dimana
perawat selalu mengajak senam setiap pagi dan meminta atau menyuruh
lansia untuk meluruskan serta menekuk bagian ekstermitas agar otot
lansia tidak kaku.
51
“....Setiap pagi habis sarapan waktu kami jemur, mbahnya juga kami ajak
senam kan, terus kami beri latihan ROM sambil kami urut pakai minyak,
pokoknya kami rawatlah, supaya lebih baik.” (P1.125)
“.... Ya itu mbak ngajak senam tiap pagi. Atau kaki dan tangannya disuruh
lurusin terus ditekuk biar lemes ototnya.” (P3.180)
Strategi yang telah diungkapkan oleh perawat tersebut merupakan
inisiatif perawat dalam memberikan pelayanan kesehatan terhadap lansia
demi kesembuhan mereka. Strategi ini pun kemudian diterapkan sebagai
intervensi keperawatan yang diberikan pada lansia dalam kesehariannya
dan telah disesuaikan dengan kondisi lansia.
52
4.3.3
Perawat Memiliki Pemahaman Yang Cukup Mengenai Risiko
Jatuh dan Permasalahan Pada Lansia
Kata Kunci
Pengetian
akibat jatuh:
Kategori
Sub Tema
Tema
dan
Keadaan dimana
seseorang diposisi
yang
tidak
disengaja
Memberikan
definisi jatuh
Seseorang berada
pada
posisi
terduduk
atau
tiduran
dilantai
dengan keras
Faktor
salah
satunya kurangnya
pengawasan kita
sebagai perawat
Mengakibatkan
Stroke, gegar otak,
lumpuh, terus bisa
memar dan
kematian.
Masalah-masalah
pada lansia:
Gak mau bergerak
sampai sekarang
kakinya juga kaku,
badannya kaku,
dementia, kesulitan
untuk berdiri atau
berjalan,
kemampuan
pendengaran dan
pengelihatannya
berkurang,balik lagi
seperti anak kecil,
pikun.
Menyebutkan
salah satu
faktor jatuh
Pemahaman
Perawat
Mengenai
Jatuh
Perawat
Memiliki
Pemahaman
Yang
Cukup
Mengenai Risiko
Jatuh
dan
Permasalahan
Pada Lansia
Menyebutkan
akibat jatuh
Mengetahui
permasalahan
yang
terjadi
pada lansia
Pemaham
Perawat
Mengenai
Lansia
Gambar 4.3.3 Tema 3 Perawat memiliki pemahaman yang cukup
mengenai risiko jatuh dan permasalahan pada lansia
53
Tema 3 Sub Tema 1: Pemahaman Perawat Mengenai Jatuh
Dalam penelitian ini, yang menjadi salah satu sub tema dari perawat
memiliki pemahaman yang cukup mengenai risiko jatuh dan permasalah
pada lansia adalah pemahaman perawat mengenai jatuh. Pemahaman
perawat
mengenai
jatuh
dapat
dilihat
dari
bagaimana
perawat
memberikan definisi jatuh serta menyebutkan faktor ataupun akibat yang
ditimbulkan dari jatuh. Hal ini dibuktikan dengan pernyataan partisipan
terkait pemahaman perawat:
“Jatuh keadaan dimana seseorang diposisi yang tidak disengaja bisa terjadi
karena beberapa faktor salah satunya kurangnya pengawasan kita sebagai
perawat ya mbak.” (P2.95)
“Jatuh dimana seseorang berada pada posisi terduduk atau tiduran gitu ya
mbak dilantai dengan keras.....ya ketika jatuh terus mengalami benturan
dikepala bisa mengakibatkan gegar otak, terus bisa memar.” (P3.140)
“.......mengakibatkan orang tersebut terkena stroke. Tapi ya kadang jatuh
kalau kena bagian kepala bisa kena gagar otak terus fatalnya bisa
mengakibatkan kematian.” (P1.185)
“...penyakit tertentu seperti hipertensi terus jatuh bisa mengakibatkan stroke,
lumpuh juga, ya yang paling parah malah bisa meninggal.” (P2.105)
Dua dari tiga partisipan dapat mendefinisikan dengan baik mengenai
jatuh dan ketiganya dapat menyebutkan akibat jatuh dari yang sedang
seperti memar hingga yang berat seperti menyebabkan kematian. Salah
satu partisipan juga menyebutkan salah satu faktor jatuh adalah
kurangnya pengawasan perawat. Dari jawaban partisipan terlihat bahwa
mereka memiliki pengetahuan yang terbilang cukup mengenai risiko
jatuh.
54
Tema 3 Sub Tema 2: Pemahaman Perawat Mengenai lansia
Pemahaman perawat yang cukup mengenai risiko jatuh pada
lansia juga ditunjukkan oleh perawat pada sub tema ke dua ini.
Perawat juga dituntut untuk mengetahui permasalahan-permasalahan
fisik yang terjadi pada lansia. Hal ini dikarenakan permasalahan fisik
yang ada merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi
risiko jatuh terjadi. Dengan begini partisipan juga dapat memberikan
perannya sesuai dengan yang dibutuhkan oleh lansia. Berbagai
pernyataan terkait pemahaman perawat merawat mengenai lansia
diberikan oleh partisipan, sebagai berikut:
“....seperti mbah. A dia itu sudah gak punya semangat lagi, orangnya
juga gimana ya mbak, ndue roso wedi ngonolah mbak. Akhirnya dia gak
mau bergerak sampai sekarang kakinya juga kaku, badannya kaku gak
bisa digerakkin”. (P1.105)
“Kebanyakan masalah mereka seperti dementia, kesulitan untuk berdiri
atau berjalan, kemampuan pendengaran dan pengelihatannya pun juga
sudah mulai berkurang. Ya permasalahan fisiknyalah mbak”. (P2.65)
“...masalah mereka ya kayak tadi ya mbak balik lagi seperti anak
kecil, dan yang paling sering itu pikun.” (P3.120)
Dari apa yang ungkapkan oleh perawat diatas dapat diketahui
berbagai macam permaslahan fisik yang dihadapi oleh lansia.
Partisipanmenyebutkan permasalahan yang ada dari pengalamannya
selama ini merawat lansia. Hal tersebut dapat dikatakan bahwa
partisipan memiliki pengetahuan yang cukup mengenai permasalah
yang pada lansia.
55
4.3.4
Adanya risiko tinggi
kejadian jatuh berulang pada waktu
yang singkat
Kata Kunci
Adanya
Risiko
Jatuh:
Iya tinggi,
Kategori
Sub Tema
Memberikan
Gambaran
risiko
jatuh
yang
tinggi
pada lansia
Jelas tinggi,
bisa dilihat
dari kondisi
fisik
lansianya
Kejadian
jatuh:
Kemarin kan
habis jatuh,
Tema
Menyebutkan
bahwa
pernah terjadi
kejadian jatuh
berulang
Tingginya
risiko jatuh
ditandai
dengan jatuh
berulang
pada waktu
yang singkat
Adanya
Risiko
Tinggi
Kejadian
Jatuh
Berulang
Pada Waktu
yang
Singkat
kemarin
pernah jatuh,
Iya minggu
lalu kalau gak
salah.
Gambar 4.3.4 Tema 4 Adanya risiko jatuh yang tinggi dan berulang pada
waktu yang singkat
56
Tema 4 Sub Tema 1: Tingginya Risiko Jatuh Ditandai Dengan jatuh
berulang pada waktu yang singkat
Pada penelitian ini partisipan juga memberikan gambaran risiko
jatuh yang tinggi pada lansia. Hal ini diungkapkan oleh partisipan
berdasarkan kondisi fisik pada lansia yang mereka rawat. Dua dari tiga
partisipan memberikan gambaran risiko jatuh yang tinggi pada lansia.
Berikut ungkapan yang disampaikan partisipan mengenai gambaran
risiko jatuh yang tinggi:
”Iya tinggi ya kalau menurut saya mbak. Itu mbah. M luka dilututnya
kemarin kan habis jatuh.” (P1.165)
“Tau mbak. Jelas tinggi, bisa dilihat dari kondisi fisik lansianya sendiri.
Ada yang gak bisa melihat, gak bisa jalan.” (P2.85)
Gambaran perawat tesebut juga didukung oleh adanya kejadian
jatuh secara berulang pada lansia yang sama di waktu yang singkat.
Partisipan menyebutkan bahwa pernah terjadi kejadian jatuh
dan
secara berulang seperti yang diungkapkan dibawah ini:
”....Itu mbah. M luka dilututnya kemarin kan habis jatuh.” (P1.165)
“Iya minggu lalu kalau gak salah.. Karena dia merasa masih bisa jalan
sendiri padahal ya....gak begitu kuatlah”. (P1.175)
“......cuma mungkin 1 atau 2 lansia ya mbak yang punya risiko jatuh.
Contohnya seperti Ny. M dia bisa jalan tapi sudah agak goyah tapi dia
gak sadar, terus bawaan e pingin jalan terus sampai kemarin pernah
jatuh.” (P3.130)
Kejadian jatuh yang terjadi dikarenakan adanya faktor kondisi fisik
lansia yang mengalami kemunduran. Dikatakan diatas kaki lansia yang
sudah agak goyah dan tidak kuat lagi digunakan untuk berjalan.
57
4.4 Pembahasan
Pembahasan pada penelitian ini disajikan dalam bentuk narasi
berdasarkan
hasil
penelitian
yang
diperoleh.
Penjabaran
dari
pembahasan sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam penelitian peran
perawat
dalam
meminimalisir
risiko jatuh
pada lansia dengan
keterbatasan fisik di Panti Sosial Yayasan Santa Monica Patrisius
(PSYSMP) menggunakan beberapa teori dalam hal pembahasan.
Dalam pembahasan, peneliti akan menginterpretasikan tema yag sudah
didapat dari penelitian. Peneliti berfokus pada pengalaman partisipan
dalam merawat lansia di PSYSMP. Dari hasil penelitian terhadap tiga
riset partisipan didapatkan empat tema yang dapat membantu
menjawab tujuan umum dan juga tujuan khusus.
4.4.1 Perawat Yang Menjalankan Perannya Sebagai Pemberi
Asuhan Keperawatan, Kolaborator dan Edukator
Berdasarkan
penelitian
yang
dilakukan
terhadap
tiga
partisipan didapatkan tiga sub tema yang terkait dengan peran
perawat. Sub tema didapatkan dari berbagai macam pernyataan
yang diungkapkan oleh partisipan. Peran dimaknai sebagai satu
pola tingkah laku, kepercayaan, nilai, dan sikap yang diharapkan
oleh masyarakat yang menandai seseorang sesuai kedudukannya
dalam kehidupan sosial (Sudarma, 2008).
58
Dari pernyataan yang diungkapkan partisipan pada penelitian
ini ditemukan bahwa peran perawat yang dilakukan partisipan
adalah peran perawat sebagai pemberi perawatan (care giver),
peran perawat sebagai edukator, dan peran perawat sebagai
kolaborator. Hal ini didukung oleh teori menurut Mubarak &
Chayati, (2009) bahwa peran-peran perawat terdiri dari: peran
perawat sebagai pemberi perawatan (care giver), konselor
(counsellor), advokat (advocate), edukator (educator), koordinator
(coordinator), kolaborator (collaborator), Konsultan (consultant),
dan pembaharu.
Peran perawat sendiri sangat dibutuhkan demi meningkatkan
kesehatan di masyarakat. Perawat dituntut untuk berinteraksi
secara langsung dengan kelompok atau individu yang memiliki
permasalahan
sakit
atau
tidak
sakit
guna
meningkatkan
kesehatan dimasyarakat. Tindakan dalam membantu tenaga
kesehatan untuk memahami suatu keadaan komunitas tertentu,
melalui pendekatan terapeutik untuk memberikan konseling juga
didukung oleh penelitian, Ford, dkk (2009) yang menjelaskan
bahwa pendidikan kesehatan memfasilitasi sikap terapeutik
perawat dengan adanya dukungan peran, yaitu, ketika perawat
memiliki akses langsung ke seseorang yang dapat membantu
mereka dengan masalah-masalah pribadi dan klinis yang
berkaitan dengan perawatan pasien.
59
Keadaan sosial memiliki pengaruh bagi perawat dalam
menjalankan peranannya, baik dari dalam maupun dari luar
profesi keperawatan yang bersifat konstan. Peran perawat
sebagai pemberi perawatan (care giver) diharapkan mampu
memberikan pelayanan keperawatan kepada keluarga, individu,
kelompok, dan masyarakat sesuai diagnosis masalah yang terjadi,
mulai dari masalah yang bersifat sederhana, sampai masalah
yang kompleks. Hal ini didukung oleh hasil penelitian SteeleMoses, dkk (2011) menyatakan peran perawat sebagai care giver
adalah inti dari praktik keperawatan yang memberikan pelayanan
kesehatan dengan melihat keadaan pasien. Didapatkan dari hasil
penelitian peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan
merupakan salah satu peran yang penting dalam meminimalisir
risiko jatuh. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan
Kato,
dkk
membuktikan
(2008)
dalam
bahwa
penelitiannya
meningkatkan
di
Jepang
perawatan
yang
dengan
memberikan keterampilan dan motivasi pada care giver dapat
mengembangkan program pencegahan jatuh untuk pasien lanjut
usia yang memiliki risiko untuk jatuh.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa di PSYSMP
ini partisipan dalam menjalankan perannya sebagai educator
dengan cara mengetahui kondisi para lansia yang dilayani,
menjelaskan dengan berkomunikasi yang baik dan sopan
60
mengenai penyakit yang diderita oleh lansia sehingga bisa
teratasi. Hal tersebut didukung oleh penelitian Khorasani, dkk
(2015) yang menyatakan peran perawat sebagai educator harus
menilai sistem lokal dan pendidikan pasien dilihat dari kekuatan
dan kelemahan. Perlunya peran perawat ini juga didukung oleh
hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati, dkk (2013) yang
menyatakan bahwa ada hubungan peran petugas kesehatan
dalam memberikan pendidikan kesehatan dengan pemberian Air
Susu Ibu (ASI) eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Bonto Cani
Kabupaten Bone.
Dalam dunia kesehatan, peran perawat sebagai educator
dalam memberikan pendidikan melalui pendekatan tertentu
diharapkan
dapat
meningkatkan
mutu
kualitas
kesehatan
masyarakat. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Saleh, dkk
(2012) menunujukkan bahwa pendidikan kesehatan dengan
pendekatan modelling yang dilakukan perawat efektif dalam
meningkatkan pengetahuan, kemampuan praktek, kepercayaan
diri ibu dalam pemberian (ASI) dan menstimulasi bayi sehingga
dapat mengoptimalkan tumbuh kembang bayi.
Peneliti juga berpendapat peran perawat sebagai educator
merupakan salah satu peran perawat dalam upaya pencegahan
dengan memberikan penjelasan kepada pasien agar tidak
berjalan tanpa adanya pendampingan dari perawat agar pasien
61
juga dapat merasa aman terkait bahaya disekitar lingkungannya.
Hal ini sejalan dengan pendapat Fatmawati (2007) bahwa
pencegahan merupakan salah satu karakteristik dari tindakan rasa
aman yang dapat dilakukan dengan cara pemberian informasi.
Peran perawat sebagai educator sendiri tidak hanya sebatas pada
tindakan pemberian pendidikan saja tetapi memenuhi kebutuhan
rasa aman pada lansia juga merupakan salah satu peran perawat
sebagai pendidik. Adapun hasil penelitian lain yang terkait dengan
peran perawat sebagai pendidik serta terpenuhinya kebutuhan
rasa
aman
pasien
adalah
penelitian
Duffield’s
(2007)
menunjukkan bahwa perawat yang menggunakan perannya
sebagai tenaga pendidik akan membantu pasien merasa aman.
Dalam melakukan peranannya bagi lansia dengan risiko jatuh
perawat tidak terlepas dari kolaborasi dengan tenaga kesehatan
lainnya. Meski kolaborasi lebih sering dilakukan bersama teman
sejawat atau sesama teman perawat tapi partisipan juga
mengatakan bahwa mereka melakukan kolaborasi antar disiplin
ilmu seperti dokter. Namun kolaborasi yang dilakukan tidak terkait
dengan risiko jatuh pada lansia melainkan bertujuan agar pasien
mendapatkan kesehatan yang lebih baik. Melakukan kerja sama
yang baik dengan berkomunikasi dan diskusi lintas disiplin tenaga
kesehatan hal ini didukung oleh penelitian Ashwell & Barcle,
(2009) yang menjelaskan bahwa adanya hubungan kerja sama
62
yang
baik
antara para pekerja kesehatan dengan tokoh
masyarakat, dapat mempermudah dalam memahami hubungan
antara faktor-faktor sosial, lingkungan serta penyakit umum dalam
masyarakat.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa partisipan
dalam melaksanakan perannya sebagai kolaborator dengan
teman sejawat untuk membantu kesembuhan pasien dan terus
melayani pasien hingga sembuh. Tidak jarang juga mereka saling
tukar pendapat bersama tim kesehatan yang lain seperti dokter
untuk kesembuhan pasien. Penelitian ini didukung juga oleh hasil
penelitian Mills, dkk (2010) di Australia perawat yang bekerja
dalam tim di daerah terpencil mengakui pentingnya peran perawat
sebagai kolaborator dan komunikasi karena hal ini dapat
membangun serta mempertahankan hubungan kerja sama yang
efektif dengan semua anggota tim kesehatan.
Dari semua peran perawat yang didapatkan pada penelitian
ini peran perawat sebagai care giver atau pemberi asuhan
keperawatan merupakan peran yang paling berperan penting.
Dalam pemberian asuhan keperawatan perawat diminta untuk
selalu mendamping, menjaga dan menemani agar lansia terhindar
dari jatuh. Namun pelayanan kesehatan akan kurang optimal
tanpa peran-peran perawat lainnya seperti yang didapatkan
63
dipenelitian ini yaitu peran perawat sebagi edukator dan
kolaborator.
4.4.2 Adanya Inisiatif Untuk Mengadaptasi Intervensi Keperawatan
Secara Intensif Agar Lebih Sesuai Dengan Kondisi Lansia
Seorang perawat dituntut untuk memiliki keterampilan serta
inisiatif
dalam
memberikan
intervensi
keperawatan.
Pada
penelitian ini adanya inisiatif untuk mengadaptasi intervensi
keperawatan oleh partisipan dilakukan sesuai dengan kondisi
lansianya. Salah satu bentuk dari inisiatif perawat dalam merawat
lansia merupakan pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan
dapat membantu meningkatkan pengetahuan dan sikap keluarga
dalam menjalankan tugas kesehatan keluarga mulai dari keluarga
mampu mengenal masalah kesehatan, mengambil keputusan
yang tepat, melakukan perawatan yang tepat bagi anggota
keluarga yang sakit, menjaga lingkungan yang sehat dan
memanfaatkan fasilitas kesehatan (Achjar, 2011).
Strategi lainnya yang dilakukan oleh partisipan adalah
mendampingi dan menjaga pasien setiap saat sehingga pasien
terhindar dari risiko jatuh. Dengan strategi ini juga membantu
memenuhi rasa aman pasien. Hasil penelitian ini didukung yang
dilakukan oleh penelitian yang dilakukan oleh Sukesi pada tahun
2011 yang berjudul hubungan perilaku caring perawat dengan
64
pemenuhan kebutuhan rasa aman pasien menunjukkan bahwa
hampir
separuh
pasien
merasakan
aman
pada
tindakan
keperawatan yang diberikan kepada pasien.
Menurut peneliti dipanti ini semua partisipan sudah mengerti
pentingnya pelayanan kesehatan yang telah disediakan dan tidak
hanya memanfaatkan fasilitas kesehatannya saja. Dimana semua
lansia yang kesehatannya mulai terganggu sedikit langsung
ditangani dan tidak menunda tindakan medis dengan pemberian
obat-obatan serta dibawa ke puskesmas terdekat. Hal ini bertolak
belakang dengan yang dialami wilayah Negara Afrika yang
dikemukakan oleh penelitiannya Harrisa, dkk (2011) menjelaskan
bahwa paling sering adanya penundaan dalam memanfaatkan
pelayanan kesehatan dikarenakan, ada kepercayaan bahwa
penyakit itu tidak cukup serius untuk menjamin perawatan segera.
Dalam pemberian Intervensi keperawatan partisipan juga
melakukan strategi komunikasi yang lebih intensif dengan
mengajak latihan senam, ROM aktif dan pasif, dimana partisipan
meminta
pasien
untuk
meluruskan
dan
menekuk
bagian
ekstermitas. Komunikasi teraupetik ini dilakukan partisipan setiap
hari secara berulang dengan harapan otot lansia tidak kaku lagi.
Komunikasi dalam menjalin hubungan tenaga kesehatan terhadap
masyarakat
dalam
mendukung
upaya
untuk
mengetahui
persoalan kesehatan juga didukung dari penelitian yang dilakukan
65
oleh Chan, dkk (2011), menjelaskan bahwa keberhasilan dalam
memenuhi
kebutuhan
perawat-pasien,
dilakukan
melalui
komunikasi yang berulang, sebagai syarat dalam komunikasi
terapeutik untuk meminimalkan kesalah pahaman dan keluhan.
Dalam mendukung upaya terapeutik juga perlu adanya
hubungan kekerabatan yang di awali oleh komunikasi, hal ini di
dukung oleh penelitiannya Arciprete, dkk (2014) untuk memahami
penyebab masalah kesehatan dalam upaya menerapkan tindakan
pencegahan khusus disesuaikan dengan kebutuhan penduduk,
dengan mempertimbangkan peran pola budaya dan penyakit
terhadap kesehatan. Hal utama dalam memahami kondisi
masyarakat
yaitu
diawali
dengan
komunikasi.
ketika
berkomunikasi dengan masyarakat, kesulitan komunikasi memiliki
dampak yang signifikan terhadap kualitas pengawasan penyebab
penyakit terhadap upaya pencegahan dan pengendalian.
Kemampuan berkomunikasi ini merupakan aspek yang
penting dalam asuhan keperawatan. Perawat selalu berinteraksi
dengan pasien secara langsung selama 24 jam dan akan selalu
berkomunikasi dengan pasien. Interaksi yang terjadi antara
perawat dengan pasien merupakan bagian dari komunikasi.
Perawat dapat memberikan penjelasan kepada pasien, memberi
motivasi, menghibur pasien, dan menjalankan tugas lainnya
dengan komunikasi. Komunikasi perawat yang baik secara verbal
66
dan non verbal akan meningkatkan pula citra profesionalisme
yang baik pada perawat (Asmadi 2008).
4.4.3 Perawat Memiliki Pemahaman Yang Cukup Mengenai Risiko
Jatuh dan Permasalahan Pada Lansia
Pemahaman
perawat
mengenai
risiko
jatuh
dan
permasalahan pada lansia dalam penelitian ini dianggap cukup.
Pemahaman yang didasari oleh pengetahuan ini akan membantu
perawat dalam mengidentifikasi permasalahan serta pencegahan
jatuh bagi lansia. Menurut hasil penelitian yang dilakukan Cintya,
dkk
(2013)
terdapat
hubungan
yang
signifikan
antara
pengetahuan perawat dengan pelaksanaan keselamatan pasien,
dan
ada
hubungan
sikap
perawat
dengan
pelaksanaan
keselamatan pasien (patient safety).
Dalam penelitian ini identifikasi pemahaman perawat yang
pertama
adalah
pemahaman
perawat
mengenai
jatuh.
Berdasarkan penelitian didapatkan definisi jatuh sebagai keadaan
dimana seseorang berada pada posisi terduduk atau tiduran
dilantai yang tidak disengaja dengan keras. Menurut Stanley
(2006) mengatakan jatuh merupakan suatu kejadian yang
menyebabkan subyek yang sadar menjadi berada pada posisi di
permukaan tanah tanpa disengaja. Dan tidak termasuk jatuh jika
diakibatkan pukulan keras, kehilangannya kesadaran seseorang,
67
ataupun kejang. Kejadian jatuh tersebut memiliki penyebab yang
spesifik dan memiliki jenis atau konsekuensi yang berbeda-beda
dari mereka yang dalam keadaan sadar mengalami jatuh.
Dari
penelitian
ini
didapatkan
beberapa
faktor
yang
menyebabkan jatuh salah satunya karena kurangnya pengawasan
dari perawat. Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa
peran perawat dalam pemberian asuhan keperawatan sangat
penting. Tidak hanya itu salah satu faktor terjadinya jatuh pada
lansia juga dikarenakan kondisi fisik lansia yang mulai mengalami
kemunduran seperti sudah susah berjalan hingga lumpuh dan
tidak bisa melihat karena katarak atau riwayat penyakit yang
diderita. Hal yang sama juga ditemukan pada penelitian ini dimana
permasalahan fisik pada lansia yang sering mereka temui adalah
seluruh badannya kaku, dementia, kesulitan untuk berdiri atau
berjalan,
kemampuan
pendengaran
dan
pengelihatannya
berkurang, pikun dan permasalahan psikologis dimana sifat lansia
kembali lagi seperti anak kecil.
Stanley (2006) juga menjelaskan salah satu faktor instrinsik
seperti
gangguan
gangguan
gaya
muskuloskeletal
berjalan,
misalnya
kelemahan
menyebabkan
ekstremitas
bawah,
kekakuan sendi merupakan variabel-variabel yang menentukan
mengapa seseorang dapat jatuh. Hal ini didukung oleh beberapa
hasil penelitian (Yoo dan Patno, 2011) dimana telah teridentifikasi
68
sebelas penyakit yang berkaitan dengan risiko kejadian jatuh pada
lansia yaitu penyakit stroke, gangguan system kardiovaskular,
hipertensi, artritis, diabetes mellitus, katarak, osteoporosis,
glaucoma, pulmonary disease, Parkinson dan inkontinensia
sedangkan, hasil penelitian di Tompobulu Maros, faktor-faktor
yang berhubungan dengan cedera fisik akibat jatuh pada lansia,
dari 95 jumlah sampel yang diteliti menyatakan ada hubungan
antara riwayat penyakit dengan kejadian jatuh, yaitu pada riwayat
penyakit hipertensi (62,1%). Adapun permasalahan fisik lainnya
seperti tidak dapat melihat karena katarak. Katarak yang terjadi
pada
lansia
diakibatkan
karena
proses
degenerasi
yang
menimbulkan kekeruhan protein lensa mengakibatkan lansia
mengalami kehilangan penglihatan secara progresif, Rubeinztein
(2009) meneliti lansia di Amerika serikat dan menemukan dari
sembilan lansia yang pernah mengalami jatuh memiliki masalah
pengelihatan yang lima diantaranya menderita katarak.
Jatuh dapat mengakibatkan berbagai jenis permasalahan
seperti cedera, kerusakan fisik hingga permasalahan psikologis.
Pada penelitian ini semua partisipan juga mengatakan jatuh dapat
mengakibatkan stroke, gegar otak, lumpuh, terus bisa memar dan
kematian. Sejalan dengan teori yang diberikan oleh Stanley
(2006) risiko jatuh seperti kerusakan fisik yang paling ditakuti dari
kejadian jatuh adalah patah tulang panggul. Sumber yang sama
69
mengatakan jenis fraktur lain yang sering terjadi akibat jatuh
adalah fraktur pergelangan tangan, lengan atas dan pelvis serta
adanya kerusakan jaringan lunak. Dampak psikologis adalah
terjadinya syok setelah jatuh dan rasa takut akan jatuh lagi dapat
mengakibatkan ansietas pada sesorang, hilangnya rasa percaya
diri, dan pembatasan dalam aktivitas sehari-hari.
Identifikasi
pemahaman
pemahaman
perawat
perawat
mengenai
yang
lansia.
kedua
Semua
adalah
partisipan
mengatakan bahwa seseorang dikatakan lanjut usia ketika
seseorang berada usia 60 tahun atau lebih. Berdasarkan
teori
diatas salah satu faktor lain terjadinya jatuh juga dikarenakan usia.
Semakin tua usia seseorang maka fungsi organ tubuh seperti
kekuatan otot akan mulai melemah. Pada penelitian ini didapatkan
lansia yang pernah mengalami jatuh berumur 88 tahun. Dibuktikan
dari hasil penelitian Tuti (2009) yang dilakukan pada 16
responden faktor risiko terjadinya jatuh adalah umur, paling
banyak terjadi pada kelompok umur 75 - 90 tahun yaitu sebanyak
11 orang.
70
4.4.4 Adanya Risiko Tinggi Kejadian Jatuh Berulang pada Waktu
yang Singkat
Adanya risiko jatuh yang tinggi juga didukung dengan
kejadian jatuh yang berulang dalam kurun waktu yang singkat.
Dalam penelitian ditemukan kejadian jatuh sebanyak dua kali
dalam kurun waktu hanya dua minggu saja. Kejadian jatuh ini
dialami oleh lansia yang sama dan telah berusia 88 tahun. Tidak
hanya kejadian jatuhnya saja yang membuat panti ini memiliki
risiko jatuh yang tinggi pada lansianya, tapi juga dilihat dari kondisi
pasiennya yang hampir semua memiliki keterbatasan fisik.
Gambaran risiko jatuh yang tinggi pada lansia ini juga
dibenarkan oleh partisipan, mereka mengungkapkan bahwa lansia
di panti ini memang memiliki risiko jatuh yang tinggi karena dilihat
dari kondisi pasiennya sendiri. Pernyataan ini masih berhubungan
dengan faktor intrinsik penyebab terjadinya jatuh. Seperti yang
dikatakan dalam teori Stanley (2006) faktor intrinsik tersebut
adalah
gangguan
gangguan
gaya
muskuloskeletal
berjalan,
misalnya
kelemahan
menyebabkan
ekstremitas
bawah,
kekakuan sendi.
Dari hasil wawancara, partisipan juga mengungkapkan faktor
lain yang mempengaruhi sebagian kecil kejadian jatuh yang
ditemukan di PSYSMP ini dimana lansianya terkadang kurang
menerima baik penyampaian atau pemberian informasi oleh
71
perawat. Faktor ini juga menjadi salah satu kendala yang dialami
oleh partisipan dalam merawat lansia. Partisipan mengatakan
kendala dalam merawat lansia itu terkadang mereka susah untuk
diajak berkomunikasi. Mereka bahkan menolak untuk dinasehati
dan menimpali dengan perkataan yang menyakitkan. Penolakan
dalam berkomunikasi oleh lansia ini jugalah yang menyebabkan
terjadinya kejadian jatuh, dimana lansia tidak mau menuruti
nasihat yang diberikan oleh perawat.
Hasil penelitian Hapsari (2013) menunjukkan jumlah pasien
pada kategori yang terbebas dari jatuh sebanyak 33 orang (44%)
dan jumlah responden kategori tidak terbebas dari jatuh sebanyak
42 orang (56%). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar
pasien belum terbebas dari jatuh. Dari sumber yang sama juga
mengatakan,
responden yang
terbebas dari jatuh karena
responden mendengarkan nasehat dari perawat untuk berhati-hati
dan juga mendapatkan bantuan dari perawat ketika ke kamar
mandi. Responden yang tidak terbebas dari jatuh karena
responden tidak mendapatkan penjelasan dan nasehat dari
perawat agar berhati-hati serta perawat tidak memperhatikan
posisi tidur yang aman bagi pasien.
Komunikasi perawat terhadap pasien sangatlah penting
sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Kozier (2008),
perawat harus dapat menjelaskan kepada pasien dan keluarga
72
pasien untuk mencegah jatuh, menilai kemampuan fisik pasien,
dan menjaga lingkungan di sekitar pasien agar dapat mencegah
kejadian jatuh pada pasien. Menurut Efendi dan Makhfudli (2009)
menyatakan komunikasi antara perawat dengan klien merupakan
komunikasi lintas budaya. Masih menurut sumber yang sama
menambahkan komunikasi lintas budaya dapat dilakukan dengan
menggunakan bahasa Indonesia yang baik sebagai bahasa
pengantar atau bahasa daerah sebagai bahasa Ibu dan apabila
tidak memahami bahasa klien, perawat dapat menggunakan
penerjemah.
4.5 Keterbatasan penelitian
Peneliti mengidentifikasi keterbatasan dalam penelitian ini
dimana data partisipan yang didapatkan dianggap kurang.
Partisipan dalam penelitian ini awalnya adalah lima orang tetapi
karena ada satu orang yang tidak bersedia untuk menjadi
partisipan dan seorang lainnya tidak memenuhi kriteria inklusi
yang ditentukan peneliti.
Download