BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manajemen Setiap perusahaan

advertisement
 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Manajemen
Setiap perusahaan pasti mempunyai tujuan yang hendak dicapai dengan
efektif
dan efisien. Agar perusahaan dapat mencapai tujuannya dengan efektif dan
efisien, maka diperlukan suatu kegiatan untuk mengelola sumber daya yang
dimiliki. Kegiatan yang dimaksud adalah manajemen. Manajemen adalah
pencapaian tujuan organisasi dengan cara yang efektif dan efisien melalui
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian sumber daya
organisasi (Daft,2003). Sedangkan menurut Boody (2005), management is the
activity of getting things done with the aid of pople and other resources.
Dari kedua definisi tersebut, dapat digaris bawahi 4 (empat) hal penting
dalam manajemen. Hal-hal penting tersebut adalah tujuan, efektif & efisien,
sumber daya, dan fungsi manajemen. Tujuan adalah sesuatu yang hendak dicapai
oleh suatu perusahaan, biasanya adalah profit. Efektif adalah doing the right
things dan efisien adalah doing things right (Drucker dalam Sule dan
Saefullah,2009). Sumber daya adalah semua kemampuan yang dimiliki oleh
perusahaan, termasuk sumber daya manusia, fisik, keuangan dan informasi.
Fungsi manajemen adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam mengelola
sumber daya milik perusahaan.
Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah
kegiatan
mengelola
sumber
daya
perusahaan
melalui
perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan pengontrolan untuk mencapai tujuan
perusahaan secara efektif dan efisien.
Salah satu yang perlu dikelola perusahaan untuk mencapai tujuannya
adalah aset. Pada bagian selanjutnya akan dijelaskan lebih rinci mengenai aset.
12
2.2
Aset
Aset merupakan bagian penting dari suatu instansi/badan. Aset sering juga
disebut harta kekayaan atau sumber daya yang dimiliki oleh suatu instansi/badan.
Sebagai harta kekayaan, aset perlu dipelihara agar nilainya tidak turun. Sedangkan
sebagai sumber daya, aset harus digunakan/diberdayakan agar meningkatkan nilai
perusahaan dalam rangka mencapai tujuan perusahaan. Untuk mendapatkan
pemahaman
yang lebih jelas mengenai aset, maka akan dijelaskan tentang
definisi, jenis, nilai, dan siklus hidup aset.
2.2.1 Definisi Aset
Siregar (2004,175) mengemukakan, aset secara umum adalah barang
(thing) atau sesuatu barang (anything) yang mempunyai nilai ekonomi (economic
value), nilai komersial (commercial value) atau nilai tukar (exchange value) yang
dimiliki oleh badan usaha, instansi atau individu (perorangan). Sedangkan
menurut Sutrisno (2004), aset adalah suatu potensi yang dimiliki oleh suatu
organisasi untuk mencapai tujuan dari organisasi.
Pengertian yang umum dari suatu aset adalah bahwa aset adalah sesuatu
yang memiliki nilai (Hindrawan, Hariyono, dan Mutaji,2006). Menurut Australian
National Audit Office (dalam Hindrawan, Hariyono, dan Mutaji,2006), Nilai dan
umur manfaat merupakan hal yang fundamental jika suatu departemen/organisasi
mengidentifikasi dan mencatat seluruh aset.
Dari definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa aset adalah
sesuatu yang memiliki nilai dan manfaat yang digunakan untuk mencapai tujuan
perusahaan. Nilai dapat diartikan sebagai pendapat, opini atau penghargaan
manusia terhadap harga sesuatu barang (Harnoto dan Adiatma,2010). Menurut
Supardi, Rudianto & Mukminin (2010), suatu properti mempunyai nilai apabila
memiliki 4 (empat) komponen yang menunjang terciptanya nilai properti yang
dimaksud. Keempat komponen yang saling berinteraksi satu sama lain sesuai
prinsip penawaran dan permintaan tersebut adalah Keinginan (desire), Kegunaan
13
(utility), Kelangkaan (scarcity), dan Dapat dialihkan (transferability). Selanjutnya
akan dijelaskan mengenai jenis-jenis aset.
Jenis Aset
2.2.2
Aset mempunyai jenis yang berbeda-beda. Setiap ahli mempunyai
pendapat berbeda-beda tentang jenis aset. Hal ini dikarenakan cakupan aset yang
sangat luas. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa aset adalah sesuatu
yang memiliki “nilai”, sehingga aset bisa terdiri dari beberapa jenis.
Pada bagian selanjutnya akan dijelaskan mengenai jenis aset berdasarkan
bentuknya, karakteristiknya, dan pandangan hukum.
1.
Aset Berdasarkan Bentuknya
Aset berdasarkan bentuknya dibagi atas 2 (dua) jenis, yaitu aset berwujud
(tangible) dan aset tidak berwujud (intangible) (Hermanto,2009). Uraian yang
lebih jelas mengenai aset berdasarkan bentuknya bisa dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1
Bentuk Aset
No
1
Aset
Berwujud (Tangible)
Bentuk Aset
Bangunan
Infrastruktur
Mesin/Peralatan
Fasilitas
Berwujud Sistem Organisasi (Tujuan,Visi, Misi)
Patent (Hak Cipta)
Quality (Kualitas)
Goodwill (Nama Baik/Citra)
Culture (Budaya)
Capacity (Sikap, Hukum, Pengetahuan,
Keahlian)
Contract (Perjanjian)
Motivation (Motivasi)
2
Tidak
(Intangible)
Sumber:Bentuk Aset (Hermanto:2009)
Aset berwujud (tangible) adalah aset yang mempunyai wujud fisik, bisa
diraba dan dipindahkan. Sedangkan aset tidak berwujud (intangible) adalah aset
yang tidak mempunyai wujud fisik.
14
Dari klasifikasi aset berdasarkan bentuknya, dapat dilihat pada tabel 2.1
bahwa yang termasuk aset berwujud (tangible) adalah Bangunan, Infrastruktur,
Mesin/Peralatan, dan Fasilitas. Sedangkan yang termasuk aset tidak berwujud
adalah
Sistem Organisasi (Tujuan,Visi, Misi), Patent (Hak Cipta), Quality
(Kualitas), Goodwill (Nama Baik/Citra), Culture (Budaya), Capacity (Sikap,
Hukum, Pengetahuan, Keahlian), Contract (Perjanjian), Motivation (Motivasi).
2.
Aset Berdasarkan Karakteristiknya
Sutrisno (2004) mengemukakan bahwa aset dibagi menjadi 3 (tiga) jenis,
berdasarkan tingkat kebutuhan, kepemilikan, dan penggunaan. Tingkat
yaitu
kebutuhan dapat dibagi menjadi 4 (empat), yaitu aset basic, important,
supporting, dan optional. Berdasarkan penggunaan dapat dibagi menjadi 3 (tiga),
yaitu private, semi private atau semi public, dan public. Berdasarkan kepemilikan
dapat dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu own, partnership, dan public.
Aset yang termasuk fungsi basic adalah aset yang harus segera dipenuhi
agar dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Aset yang
termasuk fungsi important adalah aset yang keberadaannya digunakan untuk
memperlancar kegiatan pencapaian tujuan dan digunakan untuk hal-hal penting
pada waktu-waktu tertentu. Supporting adalah aset yang mendukung atau
membantu pencapaian tujuan. Aset optional yaitu aset yang sifatnya pilihan, jika
aset tersebut tidak ada pun tidak akan mengganggu proses pencapai tujuan.
Berdasarkan pengguna, aset dibagi menjadi private, semi private/semi
public, dan public. Aset private adalah aset yang penggunaannya terbatas hanya
oleh pemiliknya saja. Aset semi private/semi public adalah aset yang digunakan
oleh suatu kelompok organisasi yang telah memenuhi persyaratan untuk dapat
menggunakan aset tersebut. Aset public adalah aset yang digunakan oleh
masyarakat secara umum.
Karakteristik aset
berdasarkan kepemilikan dibagi menjadi own,
partnership, dan public, Kepemilikan aset own adalah kepemilikan aset yang
bersifat individual. Kepemilikan aset partnership adalah kepemilikan aset oleh 2
(dua) pihak, yaitu pemerintah dan individual. Aset public adalah aset yang
dimiliki pemerintah dan digunakan untuk kepentingan masyarakat. Untuk
15
mendapat uraian yang lebih jelas mengenai karakteristik aset, dapat dilihat pada
tabel 2.2.
Tabel 2.2
Karakteristik Aset
No
1
Karakteristik Aset
Tingkat Kebutuhan
2
Penggunaan
3
Kepemilikan
Kategori
Basic
Important
Supporting
Optional
Private
Semi Private/Semi Public
Public
Own
Partnership
Public
Sumber: Karakteristik Aset (Sutrisno:2004)
3.
Aset Berdasarkan Pandangan Hukum
Aset yang dipandang dari konsep hukum adalah properti (Siregar,2004).
Menurut Supardi, Rudianto & Mukminin (2010), secara umum properti
dikelompokkan ke dalam beberapa kategori, yaitu propert riil (real property) dan
properti personal (personal property). Menurut MAPPI (2007), properti dibagi
menjadi 4 (empat) kategori, yaitu Real Property, Personal Property, Business,
dan Financial Interest. Selanjutnya akan dijelaskan lebih rinci mengenai aset
berdasarkan pandangan hukum.
a. Real Property
Real property adalah kepemilikan atas kepentingan hukum yang melekat pada
real estat atau hubungan hukum penguasaan yuridis oleh pemilik atas real
estat. Hubungan hukum tersebut pada umumnya tercatat di dalam suatu
dokumen, misalnya sertifikat kepemilikan atau perjanjian sewa. Oleh karena
itu, properti berbeda dengan real estat, dimana real estat mewakili aset secara
fisik sedangkan properti lebih mengarah pada konsep hukum. Real property
meliputi semua hak, hubungan-hubungan hukum/yuridis, dan manfaat yang
berkaitan dengan kepemilikan real estat. Sebaliknya, real estat meliputi tanah
dan bangunan itu sendiri, segala benda yang secara alamiah terdapat di atas
16
tanah dan melekat pada tanah tersebut, seperti bangunan dan bentuk
pengembangan lainnya.
b. Personal Property
Personal Property merupakan salah satu kepemilikan atas kepentingan
hukum yang melekat pada benda selain real estat. Benda yang berupa
personal property dapat berwujud, misalnya mobil (benda yang dapat
dipindahkan), atau tidak berwujud seperti hutang atau paten. Personal properti
berwujud merepresentasikan kepentingan hukum pada suatu benda yang tidak
melekat secara permanen pada suatu properti dan biasanya ditunjukan dengan
sifatnya yang bisa dipindah tempatkan. Dalam beberapa referensi, benda yang
termasuk ke dalam personal properti dikenal dengan“personalty” untuk
membedakan dengan “realty”.
c. Business atau Badan Usaha
Business atau Badan Usaha adalah entitas komersial, industri, jasa atau
investasi
yang
menjalankan
kegiatan
ekonomi.
Dalam
kegiatan
operasionalnya, badan usaha bertujuan mencari keuntungan dengan
menghasilkan produk atau jasa kepada konsumen. Badan usaha dapat
mempunyai kegiatan ekonomi yang sangat luas, mencakup sektor swasta
maupun sektor publik. Kegiatan badan usaha diantaranya adalah kegiatan
manufaktur, perdagangan grosir, perdagangan eceran, penginapan, perawatan
kesehatan dan jasa-jasa antara lain di bidang keuangan, hukum, pendidikan
dan sosial.
d. Financial Interest
Financial Interest atau Hak Kepemilikan Finansial (HKF) adalah hak
kepemilikan
atas
badan
usaha
dan
real
properti
(misalnya
persekutuan/partnership, sindikasi, BOT, sewa/co-tenancies, joint venture),
sebagai akibat pembagian hukum atau dari pemberian secara kontraktual hak
opsi untuk membeli atau menjual properti (misalnya tanah dan bangunan,
saham atau instrumen keuangan lainnya) pada harga yang dinyatakan pada
periode tertentu, atau berasal dari pembentukan instrumen investasi yang
dijamin dengan sekumpulan aset real estat.
17
2.2.3 Nilai Aset
Nilai aset adalah nilai dari seluruh aset fisik berupa tanah dan semua
gedung di atas suatu lahan, yang tercakup dalam seluruh area lahan dengan
menggunakan pendekatan dan metode perhitungan (Hambali,2010). Menurut
Sutrisno (2004), ada 5 (lima) nilai aset yaitu Utility Value (Nilai Manfaat), Cost
Value
(Nilai Biaya), Exchange Value (Nilai Tukar), Price Value (Nilai Jual), dan
Esteem Value (Nilai Kepuasan). Penjelasan mengenai nilai-nilai aset tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Utility Value (Nilai Manfaat)
Ukuran penilaian terhadap aset yang memiliki manfaat dan kegunaan dalam
kehidupan sehari-hari, baik jangka menengah maupun jangka panjang.
Apabila suatu aset mempunyai manfaat yang tinggi berarti utility value nya
tinggi. Utility Value suatu aset ditentukan oleh sikap owner dan masyarakat.
2. Cost Value (Nilai Biaya)
Ukuran penilaian terhadap aset yang dihitung dari biaya yang dikeluarkan
untuk pengadaan, pengoperasian, pemeliharaan dan penghapusan suatu aset
dalam kurun waktu tertentu. Apabila biaya pengelolaan suatu aset
rendah,maka cost value nya tinggi. Cost Value suatu aset ditentukan oleh
keadaan aset dan sikap masyarakat.
3. Exchange Value (Nilai Tukar)
Ukuran penilaian terhadap aset yang mempunyai nilai tukar atau substitusi
atau mempunyai lebih dari satu fungsi pada suatu waktu tertentu. Exchange
Value suatu aset dinilai tinggi apabila dapat berfungsi ganda atau mempunyai
banyak fungsi yang ditentukan oleh sikap owner dan masyarakat.
4. Price Value (Nilai Jual)
Ukuran penilaian terhadap aset yang mempunyai nilai jual seharga tertentu
dari harga aset tersebut yang berkaitan dengan variabel waktu. Price value
aset dinilai tinggi apabila harga jualnya tinggi dan ditentukan oleh sikap
owner dan masyarakat.
18
5. Esteem Value (Nilai Kepuasan)
Ukuran penilaian terhadap aset yang dapat memberikan kepuasan atau
penghargaan dari individu atau suatu kelompok, baik secara estetika, budaya,
sosial, politik, sejarah, maupun spiritual dan komersial.
2.2.4 Siklus Hidup Aset
Siklus adalah kejadian atau fase yang berulang-ulang secara terus-menerus
dalam kurun waktu tertentu. Semua benda pasti mempunyai siklus hidup selama
keberadaannya, tidak terkecuali aset. Menurut Sutrisno (2004), ada 10 langkah
yang ada dalam life cycle asset (siklus hidup aset) ini, yaitu Kebutuhan akan aset,
Ide
memenuhi
kebutuhan,
Studi
kelayakan,
Pendanaan,
Perencanaan,
Pembangunan, Pengoperasian, Perbaikan, Perubahan nilai dan Kebutuhan
pengembangan. Penjelasan mengenai siklus hidup aset yang lebih rinci sebagai
berikut:
1. Kebutuhan akan aset
Kebutuhan akan aset muncul karena adanya tujuan yang hendak dicapai. Aset
yang
dibutuhkan
akan
digunakan
oleh
pemilik/pengelola
untuk
mempermudah pencapaian tujuan. Suatu kebutuhan akan aset, harus
berorientasi kepada pengguna.
2. Ide memenuhi kebutuhan
Ide memenuhi kebutuhan suatu aset dituangkan ke dalam sebuah proposal
yang memuat tujuan. Yang berhak membuatnya adalah orang yang memiliki
wewenang atau di beri wewenang.
3. Studi Kelayakan
Studi kelayakan adalah proses untuk menilai layak atau tidaknya suatu aset
diadakan. Hal ini diantaranya untuk mencocokan kebutuhan dengan kondisi
keuangan. Dalam studi kelayakan ini ada 5 hal yang akan di bahas antara lain
Technical Feasibility Study, Economic Feasibility Study, Social Feasiblity
Study, Political Feasibility Study dan Environtment Feasibility Study.
Setelah dilakukan studi kelayakan, maka langkah selanjutnya adalah
pendanaan. Tetapi sebelum itu ada sunction. Sunction adalah persetujuan atau
19
komitmen dari pemilik/pemegang anggaran untuk merealisasikan usulan atau
ide yang diajukan.
4. Pendanaan
Pada fase pendanaan, akan dibahas mengenai sumber keuangan yang akan
digunakan untuk mengadakan suatu aset. Pendanaan dapat berupa kredit atau
financial contract (Kontrak Keuangan). Apabila pemiliknya swasta maka
dana berasal dari kas mereka sendiri atau pinjaman pihak lain, dan apabila
pemiliknya semi publik maka akan dilakukan kontrak keuangan.
5. Perencanaan
Perencanaan
untuk
aset
fisik
akandilakukan
tahap
pra
rencana,
pengembangan rencana, detail desain/gambar kerja/engineering design.
6. Pembangunan
Pembangunan yaitu
merealisasikan desain yang telah direncanakan
sebelumnya menjadi bentuk aset yang diinginkan.
7. Pengoperasian dan pemeliharaan
Pengoperasian adalah kegiatan menggunakan dan memanfaatkan aset untuk
mencapai tujuan. Selain dioperasikan, aset juga perlu dipelihara untuk
menjaga nilai ekonomisnya agar tetap baik. Pemeliharaan juga sangat
berpengaruh
terhadap
penggunaan,
sehingga
pengorperasian
dan
pemeliharaan harus dilakukan secara berkesinambungan.
8. Perbaikan
Perbaikan dilakukan apabila terjadi kerusakan pada aset. Perbaikan bertujuan
untuk kembali meningkatkan nilai aset. Selain itu perbaikan juga berguna
untuk memperlancar kembali proses operasi.
9. Perubahan nilai
Perubahan nilai aset adalah hal yang mutlak terjadi pada aset. Perubahan nilai
aset bisa terjadi karena umur ekonomisnya memang menurun atau bisa juga
karena pengelolaan yang kurang baik.
10. Kebutuhan pengembangan
Seperi suatu siklus pada umumnya, aset juga akan mengalami penurunan
nilai, sehingga butuh pengembangan. Jika masih berpotensi untuk mencapai
20
tujuan, maka aset akan dikembangkan.
Tetapi jika aset sudah tidak
berpotensi untuk mencapai tujuan, maka aset dimusnahkan atau dihapuskan.
Penjelasan mengenai siklus hidup aset bisa dilihat pada gambar 2.1.
Pembangunan
Pengoperasi
an
Pemelihara
an
Perencanaan
Perbaikan
Pendanaan
Perubahan
Nilai
Sunction
Kebutuhan
Pembaharuan
Studi
Kelayakan
Kebutuhan
Pengembang
Ide memenuhi
Kebutuhan
Usang
Decision
Kebutuhan
Akan Aset
Siklus Baru
Sumber: Life Cycle Aset (Sutrisno:2004)
Gambar 2.1
Siklus Hidup Aset
2.3
Manajemen Aset
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa salah satu yang harus
dikelola dengan baik oleh perusahaan untuk mencapai tujuannya adalah aset.
Setelah mendapat pemahaman yang lebih mengenai manajemen dan aset, maka
pada bagian selanjutnya akan dijelaskan mengenai manajemen aset.
21
2.3.1 Definisi Manajemen Aset
Menurut Hindrawan, Hariyono, dan Mutaji (2006), manajemen aset
mencakup proses perencanaan dan monitoring aset-aset fisik selama umur
penggunaannya oleh suatu departemen/bagian organisasi. Pengelolaan Aset
adalah kegiatan mengelola suatu barang yang dimiliki mulai dari perencanaan,
pengadaan, operasi, dan pemeliharaan serta penghapusan (Hariyono,2007).
Menurut Departemen Transportasi Amerika (dalam Hindrawan, Hariyono,
dan Mutaji:2006),
“Asset management is a systematic process of maintaining, upgrading,
and
operating phisycal asset cost-effectively. It combines engineering
principles
with sound business practice and economic theory, and it
provide tools to facilitate a more organized, logical approach to decisionmaking. Thus, asset
management provide a framework for handling both
short- and long-range planning”.
Dari definisi-definisi tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa manajemen
aset adalah kegiatan mengelola aset melalui fungsi-fungsi manajemen aset secara
efektif dan efisien untuk mencapai tujuan perusahaan/organisasi. Pada bagian
selanjutnya akan dijelaskan mengenai tujuan manajemen aset.
2.3.2 Tujuan Manajemen Aset
Dalam mengelola aset, suatu perusahaan/organisasi pasti mempunyai
tujuan yang ingin dicapai. Menurut Sutrisno (2004), tujuan umum manajemen aset
adalah mengarahkan sistem pengelolaan aset sehingga pemanfaatannya efektif.
Tujuan utama dari manajemen aset adalah membantu suatu entitas (organisasi)
dalam memenuhi tujuan penyediaan pelayanan secara efektif dan efisien
(Hindrawan, Hariyono, dan Mutaji,2006).
Ada lima tujuan dari manajemen aset. Tujuan-tujuan dari manajemen aset
meliputi kejelasan status kepemilikan aset, inventarisasi kekayaan daerah dan
masa pakai aset, optimasi penggunaan dan pemanfaatan untuk meningkatkan
pendapatan, pengamanan aset dan dasar penyusunan neraca (Hambali,2010).
Sedangkan menurut Siregar (2002,198), ada 3 tujuan utama dari manajemen aset
22
yaitu efisiensi, pemanfaatan dan pemilikan, terjaga nilai ekonomis dan
objektivitas dalam pengawasan dan pengendalian peruntukkan, penggunaan serta
alih penguasaan. Penjelasan lebih rinci mengenai tujuan manajemen aset adalah
sebagai
berikut:
1.
Efisiensi pemanfaatan dan pemilikan
Pengelolaan yang baik adalah dengan memanfaatkan aset secara optimal.
Aset yang dikelola dapat digunakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi
(TUPOKSI) dan dimanfaatkan secara efektif dan efisien sesuai dengan
peraturan yang telah ditetapkan.
2.
Terjaga nilai ekonomis dan potensi yang dimiliki
Nilai ekonomis suatu aset akan terjaga, apabila aset dikelola dengan baik.
Selain itu, potensi yang dimiliki oleh aset akan memberikan keuntungan baik
dari segi pendapatan maupun dari pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
3.
Objektivitas dalam pengawasan dan pengendalian peruntukkan, penggunaan
serta alih penguasaan.
Pengelolaan aset yang baik dapat membuat pengawasan menjadi lebih
terarah. Sehingga peruntukkan, penggunaan dan alih penguasaan aset akan
tepat sesuai dengan rencana.
Selain itu pengawasan mempunyai tujuan
memperlancar pencapaian tujuan dari aset tersebut.
2.3.3 Tahapan Kerja Manajemen Aset
Dalam praktiknya, manajemen aset memiliki beberapa tahapan kerja.
Menurut Siregar (2004), manajemen aset sendiri dapat dibagi dalam lima tahapan
kerja, yaitu inventarisasi aset, legal audit, penilaian aset, optimalisasi aset, dan
pengembangan SIMA (Sistem Informasi Manajemen Aset). Penjelasan mengenai
kelima tahapan kerja manajemen aset tersebut adalah sebagai berikut:
1. Inventarisasi Aset
Inventarisasi suatu aset terdiri atas 2 (dua) hal pokok, yaitu inventarisasi fisik
dan hukum/legal. Aspek fisik terdiri atas bentuk, luas, lokasi, volume/jumlah,
jenis, alamat dan lain-lain. Sedangkan aspek hukum adalah status
kepemilikan, masalah legal yang dimiliki, batas akhir penguasaan dan lain23
lain. Proses kerja inventarisasi aset yang dilakukan adalah pendataan,
kodefikasi/labeling, pengelompokkan dan pembukuan/administrasi sesuai
dengan tujuan manajemen aset.
2. Legal Audit
Legal audit adalah suatu tahapan kerja manajemen aset yang berupa
inventarisasi status penguasaan/kepemilikan aset, sistem dan prosedur
penguasaan atau pengalihan aset, identifikasi dan mencari solusi
atas
permasalahan legal yang terkait dengan penguasaan/kepemilikan ataupun
pengalihan suatu aset. Permasalahan legal yang sering ditemui antara lain
status hak penguasaan lemah, aset dikuasai pihak lain, pelanggaran perjanjian
kerja sama, pemindahtanganan aset yang tidak termonitor, dan lain-lain.
3. Penilaian Aset
Penilaian aset adalah suatu tahapan kerja untuk meberikan estimasi nilai aset
yang dikuasai. Pada umumnya kegiatan ini dikerjakan oleh konsultan
penilaian yang independen. Hasil dari penilaian tersebut dapat digunakan
untuk mengetahui nilai aset yang dimiliki maupun untuk mendapatkan
informasi mengenai penetapan harga bagi aset yang ingin dijual.
4. Optimalisasi Aset
Optimalisasi aset adalah tahapan kerja dalam manjemen aset yang bertujuan
untuk mengoptimalkan potensi fisik, lokasi, nilai, jumlah/volume, legal dan
ekonomi yang dimiliki aset tersebut. Dalam tahap ini aset-aset yang dimiliki
pemerintah diidentifikasi dan dikelompokkan atas aset yang memiliki potensi
untuk dikembangkan dan yang tidak memiliki potensi. Aset yang memiliki
potensi dapat dikelompokkan berdasarkan sektor-sektor unggulan yang
menjadi unggulan dalam strategi pengembangan ekonomi nasional, baik
jangka pendek, menengah maupun jangka panjang. Tentunya kriteria untuk
menentukan hal tersebut harus terukur dan transparan. Sedangkan aset yang
tidak
dapat
dioptimalkan,
harus
dicari
penyebabnya,apakah
faktor
permasalahan legal, fisik, nilai ekonomi yang rendah ataupun faktor lainnya.
Hasil akhir dari tahapan ini adalah rekomendasi yang berupa sasaran, strategi
dan program untuk mengoptimalkan aset yang dikuasai.
24
5. Pengembangan SIMA
Ruang lingkup pengawasan dan pengendalian aset adalah pengawasan dan
pemanfaatan seluruh aset yang ada pada suatu perusahaan atau instansi. Satu
sarana
yang paling efektif untuk meningkatkan aspek ini adalah
pengembangan SIMA (Sistem Informasi Manajemen Aset). Melalui SIMA,
transparansi kerja dalam pengelolaan aset dapat terjamin tanpa perlu adanya
kekhawatiran akan pengawasan dan pengendalian yang lemah.
2.4 Optimasi Aset
Beberapa instansi memiliki aset tetapi belum digunakan dengan optimal.
Hal ini menyebabkan pemiliki aset menanggung biaya yang lebih besar
dibandingkan dengan pendapatannya. Untuk mengatasi hal tersebut perlu
dilakukan optimasi pada aset idle tersebut. Pada bagian selanjutnya akan
dijelaskan lebih rinci mengenai optimasi aset.
2.4.1 Definisi Optimasi Aset
Terkadang aset yang dimiliki oleh suatu perusahaan/organisasi belum
digunakan dan dimanfaatkan dengan baik. Bahkan beberapa perusahaan
mempunyai idle capacity dari aset yang mereka miliki. Hal ini merupakan sesuatu
yang kurang baik bagi perusahaan tersebut. Karena hal tersebut akan menjadi
beban bagi pemilik aset dan menghambat pencapaian tujuan perusahaan. Maka
untuk mengatasi hal tersebut, perlu dilakukan optimasi terhadap aset-aset yang
belum digunakan dan dimanfaatkan dengan optimal.
Menurut Sutrisno (2004), Optimasi aset merupakan proses kerja dalam
manajemen aset yang bertujuan untuk mengoptimalkan potensi fisik, lokasi, nilai,
jumlah/volume, legal, dan ekonomi yang dimiliki aset tersebut. Menurut Siregar
(2004), bahwa optimasi pengelolaan aset itu harus memaksimalkan ketersediaan
aset (maximize asset availability), memaksimalkan penggunaan aset (maximize
asset utilization) dan meminimalkan biaya kepemilikan (minimize cost of
ownership).
25
Dari pendapat-pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa optimasi
adalah salah satu tahap manajemen aset untuk mengoptimalkan penggunaan aset
untuk menigkatkan nilai dan manfaat aset secara efektif dan efisien dalam rangka
pencapaian
tujuan.
2.4.2 Tujuan Optimasi Aset
Setelah mendapatkan penjelasan tentang definisi optimasi aset, selanjutnya
akan
dijelaskan
mengenai
tujuan
optimasi
aset.
Siregar
(2004,776)
mengemukakan bahwa tujuan optimasi aset secara umum adalah sebagai berikut:
1.
Melakukan identifikasi dan inventarisasi semua aset meliputi bentuk, ukuran,
fisik, legal, sekaligus mengetahui nilai pasar aset-aset tersebut yang
mencerminkan manfaat ekonomisnya.
2.
Melaksanakan pemanfaatan aset, yaitu memanfaatkan suatu aset sesuai
dengan peruntukannya.
3.
Menciptakan suatu sistem informasi dan administrasi agar tercapainya
efisiensi dan efektifitas dalam pengelolaan aset.
2.5
Investasi
Investasi adalah salah satu kegiatan keuangan suatu perusahaan. Investasi
bertujuan untuk menghasilkan laba pada masa yang akan datang dan pada
akhirnya untuk meningkatkan nilai perusahaan. Sehingga investasi sangat penting
dalam eksistensi perusahaan dalam bisnisnya.
Menurut Gitman dalam Haming dan Basalamah (2000), investasi adalah
komitmen untuk mengeluarkan sejumlah dana tertentu pada saat sekarang untuk
menerima manfaat pada waktu yang akan datang, yaitu dalam dua tahun atau
lebih. Sedangkan menurut Haming dan Basalamah (2010), investasi adalah
keputusan mengeluarkan sejumlah dana pada saat sekarang untuk membeli aktiva
riil (tanah, rumah, mobil, dan sebagainya) atau aktiva keuangan (saham, obligasi,
mobil, dan sebagainya) dengan tujuan untuk mendapatkan penghasilan yang lebih
besar pada masa yang akan datang. Definisi lain dari investasi adalah suatu
komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang dilakukan pada saat
26
ini dengan tujuan memperoleh keuntungan di masa yang akan datang (Tandelilin,
2001).
Dari pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan, bahwa investasi
suatu kegiatan keuangan perusahaan dengan mengeluarkan sejumlah dana
adalah
pada masa sekarang untuk mendapatkan laba atau manfaat pada masa yang akan
datang. Dalam merencanakan investasi, perlu dilakukan analisis kelayakan
investasi untuk mengatuhi apakah rencana investasi tersebut layak dijalankan atau
tidak. Kelayakan investasi tersebut akan dijelaskan pada bagian selanjutnya.
2.6
Analisis Kelayakan Investasi
Kondisi persaingan dalam dunia bisnis pada saat ini mengharuskan suatu
rencana investasi tidak hanya didasarkan pada pengalaman dan intuisi saja.
Sebelum menjalankan suatu rencana investasi diperlukan analisis untuk menilai
kelayakan investasi tersebut. Analisis yang bisa digunakan untuk menilai
kelayakan suatu investasi adalah analisis kelayakan investasi.
Analisis kelayakan investasi atau bisnis adalah penelitian yang bertujuan
untuk memutuskan apakah suatu rencana investasi layak untuk dilaksanakan atau
tidak (Suliyanto, 2010). Menurut Subagyo (2007), studi kelayakan bisnis atau
investasi merupakan serangkaian analisis dengan perhitungan secara tepat dan
akurat dari suatu investasi modal, dengan membandingkan aliran biaya dan
kemanfaatan dengan menggunakan berbagai kriteria investasi. Analisis kelayakan
investasi diperlukan oleh semua pihak yang berkenpentingan dalam suatu
investasi, untuk menilai apakah investasi tersebut layak dilaksanakan atau tidak.
Dalam melakukan analisis investasi, perlu dilakukan penilaian terhadap
aspek-aspek kelayakan investasi. Menurut Haming dan Basalamah (2010), aspek
yang penting dan utama dalam analisis kelayakan investasi adalah aspek pasar dan
pemasaran, aspek teknis, dan aspek keuangan. Selain itu, terdapat satu aspek yang
harus dipenuhi sebagai pre condition, yaitu aspek legal.
27
2.7
Aspek-aspek Kelayakan Investasi
Suatu investasi harus memperhatikan berbagai hal, karena akan
menentukan pencapaian hasil yang diharapkan. Aspek-aspek dalam investasi
sangat
berpengaruh bagi internal perusahaan maupun lingkungan eksternal
perusahaan. Oleh karena itu, untuk menyusun suatu rencana investasi, harus
memperhatikan 4 aspek penting telah dijelaskan sebelumnya. Penjelasan
mengenai aspek-aspek kelayakan investasi akan dijelaskan pada bagian
selanjutnya.
2.7.1 Aspek Legal
Suatu rencana investasi harus sesuai dengan ketentuan atau peraturan yang
berlaku di daerah pelaksanaan investasi. Hal tersebut bertujuan agar suatu rencana
investasi tidak mendapatkan permasalah yang berhubungan dengan pelanggaran
hukum atau peraturan, sehingga mengganggu kegiatan operasional. Oleh sebab
itu, dalam analisis kelayakan investasi perlu dilakukan penilaian terhadap aspek
legal yang berhubungan dengan kegiatan investasi yang akan dilaksanakan.
Penilaian terhadap aspek hukum/legal merupakan kajian terhadap
ketentuan hukum yang harus dipenuhi sebelum menjalankan usaha (Suliyanto,
2010). Analisis terhadap aspek legal mempunyai tujuan untuk menjawab
pertanyaan, apakah bisnis yang dijalankan sesuai dengan ketentuan hukum dan
perizinan atau tidak. Dari tujuan tersebut dapat dipahami 2 hal penting dalam
aspek legal, yaitu ketentuan hukum dan perizinan.
Dalam suatu rencana investasi pembangunan apartemen, ketentuan yang
harus dipenuhi adalah zoning dan perizinan. Zoning adalah ketentuan umum yang
mengatur pemanfaatan ruang/penataan kota dan unsur-unsur penngendalian ruang
yang disusun untuk setiap klasifikasi peruntukan/fungsi ruang sesuai dengan
RTRW Kota (Perda Kota Bogor, 2011). Perizinan merupakan izin-izin yang
diperlukan sebelum melaksnakan investasi pembangunan apartemen.
28
2.7.2 Aspek Pasar dan Pemasaran
Pasar dan pemasaran adalah hal penting dalam menawarkan produk. Pasar
adalah sekumpulan pembeli aktual dan potensial dari suatu produk atau jasa
(Kotler dan Armstrong, 2008). Sedangkan pemasaran adalah suatu proses dimana
perusahaan menciptakan nilai bagi pelanggan dan membangun hubungan yang
kuat dengan pelanggan dengan tujuan untuk menangkap nilai dari pelanggan
sebagai
imbalannya (Kotler dan Armstrong, 2008).
Dari definisi-definisi tersebut, kita bisa melihat bahwa pasar dan
pemasaran merupakan hal yang penting bagi suatu produk. Pasar adalah sasaran
yang hendak diraih dan pemasaran merupakan cara untuk meraih sasaran tersebut.
Sehingga sebelum suatu produk dijual, perusahaan harus memahami dulu pasar
yang hendak mereka raih dan menentukan pemasaran atau cara memasarkan
produknya agar meraih sasarannya dengan tepat.
Begitupun pada suatu investasi, aspek pasar dan pemasaran memiliki
peran penting, karena aspek ini akan menentukan rincian penerimaan selama usia
ekonomi proyek. Aspek pemsaran dari suatu investasi bisa dilihat dari permintaan
dan penawaran aktual, potensi permintaan, tingkat persaingan, strategi pemasaran,
dan bauran pemasaran (marketing mix).
Strategi pemasaran suatu produk terdiri dari segmenting, targeting, dan
positioning. Segmentasi adalah membagi pasar menjadi kelompok pembeli yang
dibedakan menurut kebutuhan, karakteristik, atau tingkah laku, yang mungkin
membutuhkan produk yang berbeda (Lupiyoadi & A Hamdani, 2009). Targeting
atau penetapan target merupakan proses memilih satu atau lebih jumlah segmen
yang dimasuki (Kotler dan Armstrong, 2008). Positioning adalah pengaturan
produk untuk menduduki tempat yang jelas, berbeda, dan diinginkan relatif
terhadap produk pesaing dalam pikiran konsumen sasaran (Kotler dan Armstring,
2008).
Bauran pemasaran (marketing mix) adalah kumpulan alat pemasaran taktis
terkendali yaitu produk, harga, tempat, dan promosi yang dipadukan perusahaan
untuk menghasilkan respon yang diinginkannya di pasar sasaran (Kotler dan
29
Armstrong, 2008). Bauran pemasaran merupakan strategi untuk mendapatkan
pangsa pasar yang ditargetkan oleh perusahaan.
Komponen bauran pemasaran yaitu product, price, place, dan promotion
(4P) (Kotler dan Armstrong, 2008). Apabila produknya jasa, maka komponennya
ditambah 3 komponen, yaitu people, physic, dan process (Lupiyopadi & A
Hamdani, 2009). Berikut merupakan penjelasan dari setiap komponen bauran
pemasaran suatu produk:
1. Poduct
Product/produk adalah kombinasi barang dan jasa yang ditawarkan
perusahaan kepada pasar sasaran (Kotler dan Armstrong, 2008). Sedangkan
menurut Guntur (2010) produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan
produsen untuk diperhatikan, diminta, dicari, dibeli, digunakan, atau
dikonsumsi pasar sebagai pemenuhan kebutuhan atau keinginan pasar yang
bersangkutan
2. Price
Price/harga merupakan jumlah uang yang harus dibayarkan pelanggan untuk
memperoleh produk (Kotler dan Armstrong, 2008). Harga suatu produk
terdiri dari beberapa komponen, yaitu daftar harga, diskon, potongan harga,
periode pemabayaran, dan persyaratan kredit.
3. Place
Place/tempat distribusi meliputi kegiatan perusahaan yang bertujuan
membuat produk tersedia bagi pelanggan sasaran (Kotler dan Armstrong,
2008). Place meliputi saluran, cakupan, pemilahan, lokasi, persediaan,
transportasi, dan logistik.
4. Promotion
Promotion/promosi adalah aktivitas yang menyampaikan manfaat produk dan
membujuk pelanggan membeli produknya (Kotler dan Armstrong, 2008).
Kegiatan promosi meliputi iklan, penjualan pribadi, promosi penjualan, dan
hubungan masyarakat.
30
5. People
People merupakan komponen dalam produk jasa, karena jasa tidak berwujud
dan hanya dihasilkan oleh pekerjaan seseorang. Sehingga dalam jasa peranan
orang dalam produk jasa sangat penting. Kualitas penyedia jasa sangat
mempengaruhi kualitas jasa yang dihasilkan.
6. Physic
Physic atau tampilan fisik sangat penting dalam produk jasa, karena sifat jasa
yang tidak berwujud, sehingga butuh komponen fisik yang bisa dilihat oleh
pelanggan. Yang termasuk komponen fisik adalah gedung, tanah, kendaraan,
perabotan interior, perlengkapan, anggota staf, tanda-tanda, barang cetakan,
dan petunjuk yang terlihat lainnya yang memberi bukti atas kualitas jasa
(Lovelock dan Wright,2005).
7. Process
Process adalah gabungan semua aktivitas, umumnya terdiri atas prosedur,
jadwal pekerjaan, mekanisme, aktivitas, dan hal-hal rutin, di mana jasa
dihasilkan dan disampaikan kepada konsumen (Lupiyoadi dan Hamdani,
2009).
2.7.3 Aspek Teknis
Aspek teknis perlu dianalisis agar suatu rencana investasi dapat dijalankan
atau dioperasikan dengan baik. Analisis terhadap aspek teknis bertujuan untuk
menghindari adanya kegagalan bisnis pada masa yang akan datang, seba gai
akibat adanya masalah teknis (Suliyanto, 2010). Suatu rencana investasi dinilai
layak secara teknis apabila dapat dibangun dan dijalankan dengan baik.
Analisis terhadap aspek teknis meliputi penilaian lokasi, building code,
dan kapasitas produksi. Lokasi merupakan lokasi dimana bisnis akan dijalankan,
baik lokasi produksi maupun lokasi kantor (Suliyanto, 2010). Building code atau
persyartan teknis bangunan terdiri dari Koefisien Dasar Bangunan (KDB).
Koefisien Lantai Bangunan (KLB), Kodefisien Dasar Hijau (KDH), dan
ketinggian bangunan (Aurora, 2011). Kapasitas produksi atau luas produksi
31
merupakan jumlah atau volume hasil produksi yang seharusnya diproduksi oleh
perusahaan dalam suatu periode tertentu (Suliyanto, 2010).
Lokasi rencana investasi harus dianalisis untuk menentukan baik atau
tidaknya
lokasi tersebut. Analisis lokasi bisa didasarkan jarak dengan pusat kota
dan infrastruktur yang menunjang kegiatan operasi. Selain itu, kelayakan suatu
lokasi dilihat juga dari aksesibiliatasnya
Sebelum mendirikan suatu bangunan, perlu diperhatikan terlebih dahulu
mengenai building code yang terdiri dari Koefisien Dasar Bangunan (KDB),
Koefisien
Lantai Bangunan (KLB), Koefisien Dasar Hijau (KDH), dan maksimum
ketinggian lantai. . Menurut Juwana (2005), KDB dan KLB bisa dihitung dengan
rumus berikut.
KDB =
KLB =
Dimana :
adalah luas Daerah Perencanaan.
Luas tanah di belakang GSJ.
adalah luas total lantai bangunan.
Analisis selanjutnya adalah menentukan kapasitas produksi apartemen.
Dalam menentukan kapasitas produksi apartemen diperlukan perhitungan
perancangan bangunan terlebih dahulu. Hal tersebut bertujuan untuk dapat
menentukan biaya-biaya yang diperlukan untuk membangun dan memproyeksikan
pendapatan dari bangunan tersebut.
Hal pertama untuk menghitung luas bangunan adalah menentukan jumlah
dan tipe kamarSetelah menentukan tipe dan jumlah kamar, selanjutnya adalah
menghitung luas kamar bruto. Luas kamar bruto adalah jumlah total seluruh
kamar ditambah sirkulasi horizontal dan vertikal. Menurut Juwana (2005), untuk
sirkulasi horizontal (10% luas bruto) dan sirkulasi vertikal (25% luas bruto), maka
luas bruto untuk kamar :
[
]
32
(
)
(
)
Dimana : ∑ kamar adalah jumlah kamar yang disediakan
adalah luas netto kamar tidur
Selain luas lantai untuk kamar tidur, diperlukan pula ruangan-ruangan bagi
kebutuhan
penunjang kegiatan produktif (restoran, banquete, toko, dan lain-lain),
menurut Juwana (2005), hal tersebut bisa dihitung dengan rumus berikut:
= 40%
Dengan demikian jumlah luas lantai produktif menjadi :
Selanjutnya kebutuhan lantai non-produktif (ruangan pengelolaan hotel,
mekanikal, dan elektrikal, dan lain-lain) mengikuti rumus sebagai berikut:
Atau :
Jadi, luas lantai bruto untuk hotel adalah :
Dari rumus-rumus tersebut, bisa ditentukan luas lantai produktif, yaitu luas
lantai yang menghasilkan pendapatan langsung dan luas lantai non produktif,
yaitu luas yang tidak menghasilkan pendapatan langsung, misalnya ruang
pengelola.
2.7.4 Aspek Keuangan
Aspek keuangan merupakan pengukuran suatu rencana investasi dilihat
dari sudut pandang keuangan. Dalam menganalisis keuangan suatu proyek, perlu
dianalisis lebih lanjut dalam menghasilkan pendapatan, tingkat pengembalian
(return), apakah sama, lebih kecil atau lebih besar dari biaya operasi dan
sebagainya.
Suatu kegunaan
yang
dapat
memberikan
positive
return,
dianggap layak secara keuangan. Untuk menentukan kelayakan keuangan,
suatu proyek harus diestimasi pendapatan kotor yang akan diterimanya (future
gross income), tingkat kekosongan, collection losses, dan biaya operasi. Selain
itu, perlu dihitung juga pendapatan bersih operasi (net operating income atau
33
NOI) yang akan diterima. Tingkat pengembalian (rate of return) atas modal yang
diinvestasikan juga dapat digunakan untuk melakukan perhitungan bagi setiap
penggunaan.
Aspek keuangan merupakan kunci dari suatu rencana investasi. Hal
tersebut dikarenakan aspek keuangan merupakan penentu layak atau tidaknya
suatu investasi dijalankan. Aspek keuangan meliputi kajian terhadap jumlah dana
yang dibutuhkan, kajian tingkat pengembalian modal, kajian arus kas, dan kajian
kelayakan keuangan.
Kajian kelayakan keuangan suatu proyek bisa dilihat dari Net Present
Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Return on Investment (ROI), dan
Payback Period. Penjelasan mengenai faktor-faktor kelayakan keuangan adalah
sebagai berikut:
1. Net operating income
Menurut Hindrawan, Hariyono, dan Mutaji (2006), Net Operating Income
adalah hasil pendapatan kotor setahun dikurangi biaya operasional setahun.
2. Payback period
Menurut Keown &et al (2005,292), Payback period is the number of years
needed to recover the initial cash outlay of the capital bugeting project.
Payback period digunakan untuk mengukur seberapa cepat modal (arus kas
keluar / investasi awal) dapat diterima kembali oleh perusahaan (kembali
modal) (Mardiyanto, 2009, hal 205). Suatu proyek bisa diterima apabila
memiliki payback periode ≤ jangka waktu yang disyaratkan. Apabila terdiri
dari beberapa alternatif, maka alternatif yang memiliki payback periode yang
lebih cepat yang layak dipilih.
3. Net present value
Menurut Mardiyanto (2009), Net Present Value (NPV) digunakan untuk
menghitung nilai sekarang dari arus kas masuk yang akan diterima pada masa
yang akan datang setelah dikurangi arus keluar (investasi awal). Berikut adalah
rumus NPV:
34
∑
(
)
4. Internal rate of return
Internal rate of return didefinisikan sebagai tingkat imbal hasil sedemikian
rupa sehingga menyebabkan NPV sama dengan nol. Dengan kata lain, untuk
menghitung IRR, digunakan rumus NPV yang telah diubah, maka rumus IRR
adalah sebagai berikut:
∑
(
)
Berdasarkan rumus IRR diatas, k tidak dapat dihitung secara langsung. Nilai k
dapat diperoleh dengan cara trial and error. Kriteria IRR yang dinilai layak
adalah apabila nilainya lebih besar daripada biaya modal (Mardiyanto,2009)
5. Return on invesment
Return on Investment (ROI) adalah rata-rata profit tahunan dibagi dengan
jumlah investasi awal (Santosa,2009).
2.8
Apartemen
Apartemen merupakan salah satu jenis perumahan/hunian yang bersifat
vertikal. Perkembangan apartemen didasari oleh semakin menyempitnya lahan
untuk perumahan, sementara kebutuhan akan rumah semakin meningkat. Hal
tersebut dikarenakan luas tanah yang tidak mungkin bertambah dan jumlah
penduduk yang tumbuh semakin banyak.
Kebutuhan akan hunian vertikal seperti apartemen sangat dibutuhkan di
daerah perkotaan terutama kota-kota besar. Karena kota-kota besar sebagai pusat
ekonomi suatu daerah, menjadi daya tarik bagi penduduk diluar kota tersebut
untuk berurbanisasi. Sehingga selain mengakomodasi pertumbuhan penduduk
kota tersebut, suatu kota harus mengakomodasi pertambahan penduduk yang
berasal dari luar kota. Dengan pertambahan jumlah penduduk kota yang semakin
tinggi, maka diperlukan hunian yang efisien, dan salah satunya adalah apartemen.
35
Apartemen adalah bangunan yang memuat beberapa grup hunian, yang
berupa rumah flat atau rumah petak bertingkat yang diwujudkan untuk mengatasi
permasalahan perumahan akibat kepadatan tingkat hunian dan keterbatasan lahan
dengan
harga yang terjangkau di perkotaan (Marlina, 2007). Dari definisi tersebut
dapat kita pahami, bahwa apartemen adalah bangunan yang terdiri dari unit-unit
rumah flat yang dapat mengatasi masalah kepadatan penduduk di perkotaan.
Sehingga apartemen merupakan solusi terbaik untuk mengurangi kepadatan
penduduk di kota-kota besar. Selain itu, apartemen merupakan hunian yang sangat
efisien,
karena memaksimalkan lahan yang relatif tidak terlalu luas dengan
memabangun secara vertikal.
Apartemen banyak dikembangkan di kota besar seperti Jakarta, tetapi pada
saat ini di kota-kota penyangga/satelit juga sudah mulai dikembangkan. Kota
satelit merupakan yaitu kota kecil yang berada di sekitar kota besar dimana
kehidupan kotanya sangat ditentukan oleh keberadaan kota besar yang
bersangkutan dalam arti ekonomi (Cahyadi, 2010). Salah satu kota satelit yang
mulai
mengembangkan
apartemen
adalah
Kota
Bogor.
Selain
untuk
mengakomodasi penduduk kotanya sendiri, apartemen di Kota Bogor juga
diproyeksikan akan digunakan oleh para komuter, yaitu orang yang bepergian ke
suatu kota untuk bekerja dan kembali ke kota tempat tinggalnya setiap hari,
biasanya dari tempat tinggal yang cukup jauh dari tempat bekerjanya
(Agustinawati, 2012).
2.9
Klasifikasi Apartemen
Apartemen dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis. Klasifikasi
apartemen didasarkan pada status kepemilikan, jumlah kamar, dan jenis
bangunaannya. Berikut penjelasan mengenai klasifikasi apartemen:
1. Klasifikasi Apartemen Berdasarkan Status Kepemilikan
2. Status kepemilikan suatu apartemen bisa bersifat tetap maupun sementara.
Menurut Marlina (2007), berdasarkan status kepemilikan, terdapat 2 jenis,
yaitu:
36
a. Apartemen Sewa
Apartemen sewa adalah apartemen yang dimiliki oleh perorangan atau suatu
badan usaha bersama dengan unit-unit apartemen yang disewakan kepada
masyarakat dengan harga dan jangka waktu tertentu.
b. Apartemen Beli
Apartemen beli merupakan apartemen yang dimiliki oleh perorangan atau
suatu badan usaha bersama dengan unit-unit apartemen yang dijual kepada
masyarakat dengan harga tertentu. Apartemen beli memiliki 2 jenis
kepemilikian,
yaitu apartemen milik bersama dan apartemen milik
perseorangan (kondominium). Perbedaan dari kedua apartemen tersebut
adalah apabila apartemen milik bersama penglolaan menjadi tanggung jawab
semua penghuni, sedangkan pengelolaan kondominium diserahkan kepada
pihak pengembang dengan menarik biaya service charge dari penghuni
3. Klasifikasi Apartemen Berdasarkan Jumlah Kamar
Jumlah kamar dari setiap unit apartemen berbeda-beda. Hal tersebut
dikarenakan kebutuhan penghuni yang berbeda-beda. Jenis apartemen
berdasarkan jumlah kamar menurut Marlina (2007) adalah sebagai berikut:
a. Tipe Efisien atau Studio
Tipe efisien atau studio merupakan tipe unit apartemen yang memiliki ukuran
18 m2-45 m2. Tipe ini memiliki 1 ruang tidur, 1 ruang tengah, 1 dapur, dan 1
kamar mandi. Tipe ini cocok dihuni oleh orang yang belum menikah atau
pasangan baru yang belum mempunyai anak.
b. Tipe 2 Bedroom
Tipe 2 bedroom merupakan tipe unit apartemen yang memiliki ukuran 45m2 90 m2. Tipe ini memiliki 2 ruang tidur, 1 ruang tengah, 1 dapur, dan 1 kamar
mandi. Tipe ini cocok dihuni oleh keluarga baru yang mempunyai 1 atau 2
orang anak
c. Tipe 3 Bedroom
Tipe 3 bedroom merupakan tipe unit apartemen yang memiliki ukuran 54 m2108 m2. Tipe ini memiliki 3 ruang tidur, 1 ruang tengah, 1 dapur, dan 2
37
kamar mandi. Tipe ini cocok dihuni oleh keluarga yang memiliki 2 orang
anak atau lebih.
4. Klasifikasi Apartemen Berdasarkan Jenis Bangunan
Menurut Akmal (2007), dilihat dari jenis bangunannya, apartemen terdiri
dari:
a. High Rise Apartment
Bangunan apartemen ini terdiri dari lebih dari 10 lantai. Apartemen ini
dilengkapi area parkir bawah tanah, sistem keamanan dan pelayanan penuh.
Jenis apartemen ini banyak dibangun di pusat kota
b. Middle Rise Apartment
Bangunan apartemen ini terdiri dari 7-10 lantai. Jenis apartemen ini lebih
sering dibangun di kota satelit
c. Low Rise Apartment
Apartemen ini memiliki jumlah lantai kurang dari 7 lantai dan menggunakan
tangga sebagai alat transportasinya. Apartemen ini biasanya untuk kalangan
menengah bawah
d. Walked Up Apartment
Bangunan apartemen ini terdiri dari 3-6 lantai. Jenis apartemen ini disukai
oleh keluarga yang besar.
2.10
Biaya Pembangunan Apartemen
Untuk membantu memudahkan analisis keuangan pada investasi
apartemen, maka perlu dihitung biaya pembangunan apartemen. Biaya
pembangunan apartemen terdiri dari biaya bangunan, biaya investasi, dan biaya
operasi. Pada bagian selanjutnya akan dijelaskan mengenai biaya-biaya tersebut.
2.10.1 Biaya Bangunan
Untuk menentukan biaya untuk membangun suatu bangunan bisa
ditentukan dengan beberapa cara. Salah satunya dengan menggunakan ketentuan
menurut Juwana (2005) yang bisa dilihat tabel 2.3. Ketentuan harga bangunan
38
tersebut merupakan harga dasar bangunan, untuk mengetahui harga bangunan
untuk tingkat berikutnya bisa menggunakan koefisien yang dijelaskan pada tabel
2.4.
Tabel 2.3
Harga Dasar Bangunan
Fungsi Bangunan
Harga per m² (US$)
Apartemen
175 – 250
Gedung Parkir
Hotel – Bintang 4,5
275 – 325
Bintang 3
200 – 250
Bintang 1,2
150 – 175
Kantor
125 – 300
Perbelanjaan
175 – 250
Rumah Sakit
125 – 325
25 – 50
Sumber: Juwana (2005)
Tabel 2.4
Faktor Perkalian Tinggi Lantai
Tinggi Bangunan
Faktor Perkalian (x harga dasar)
Lantai ke – 2
1,090
Lantai ke – 3
1,120
Lantai ke – 4
1,135
Lantai ke – 5
1,162
Lantai ke – 6
1,197
Lantai ke – 7
1,236
Lantai ke – 8
1,265
Lantai ke – 9
1,294
Lantai ke – 10
1,323
Sumber: Juwana (2005)
2.10.2 Biaya Investasi
Menurut Juwana (2005), perhitungan biaya investasi suatu bangunan bisa
dihitung dengan suatu pendekatan, yang bisa dilihat pada tabel 2.5. Catatan untuk
39
bobot biaya perlengkapan tetap sebesar 10%-15%, biaya pengembangan tapak
sebesar 10%-15%, biaya peralatan bergerak 10%-15%, biaya jasa profesi sebesar
3%-6%, biaya administrasi 1%-5%, dan biaya lain-lain 5%-15%.
Tabel 2.5
Biaya Investasi
Uraian
a. Biaya Bangunan
b. Biaya Peralatan Tetap
c. Biaya Pengembangan Tapak
d. Biaya Konstruksi
e. Biaya Tanah
f. Biaya Jasa Profesi
g. Biaya Peralatan Bergerak
h. Biaya Administrasi
i. Biaya lain-lain
J. Biaya Investasi
Volume
Unit Biaya
Total Biaya
X m²
b%
c%
Rp Y
Rp XY
Rp XY
Rp B
Rp XY
Rp C
Rp XY + Rp B + Rp C
Rp D
Z m²
Rp V
Rp ZV
f%
Rp D
Rp F
g%
Rp XY
Rp G
h%
Rp D
Rp H
i%
Rp D
Rp I
(Rp D + Rp ZV + Rp F + Rp G + Rp H + Rp I)
Sumber: Juwana (2005)
2.10.3 Biaya Operasional
Setelah bangunan didirikan, maka bangunan tersebut memerlukan biaya
untuk mengoperasikan dan mengelolanya. Biaya-biaya operasional dalam
pengelolaan gedung adalah sebagai berikut:
1.
Biaya Energi/Listrik
Konsumsi energi/listrik per tahun menurut Juwana (2005) bisa ditetapkan per
m2. Biaya kebutuhan energi bisa dihitung dengan konsumsi energi dikali tarif
energi.
2.
Biaya Kebutuhan Air
Kebutuhan air dari suatu gedung bisa ditentukan per m2 gedung tersebut.
Biaya kebutuhan air bisa dihitung dengan mengalikan kebutuhan air per hari
dengan tarif airnya. Menurut pendapat Juwana (2005), kebutuhan air suatu
gedung apartemen adalah 20 liter/m2/ tahun.
40
3.
Biaya Pemeliharaan
Aurora (2011) menetapkan biaya pemeliharaan sebesar 30% dari service
charge.
4. Biaya Pemasaran
Biaya pemasaran untuk suatu pengelolaan gedung ditetapkan 0,5% dari biaya
investasi (Hutomo, 2011).
5.
Biaya Gaji
Menurut Aurora (2011), biaya gaji untuk mengelola suatu apartemen
didasarkan pada jabatan karyawan. Koefisien gaji pengelola apartemen dapat
dilihat pada tabel 2.6.
Tabel 2.6
Koefisien Gaji Karyawan
Jabatan
General Manager
Manager
Staff
Security
Cleaning service
Engineer
Operator Kantor
Koefisien
10
5
2
1
1
1
1
Sumber: Aurora (2011)
Untuk mengetahui nominal gaji tiap jabatan, kemudian koefisien tersebut
dikalikan dengan Upah Minimum Regional derah setempat.
6.
Biaya Penyusutan
Terdapat beberapa metode untuk menentukan biaya penyusutan, salah
satunya metode garis lurus. Menurut PSAK 17, metode garis lurus adalah
metode biaya penyusutan yang nilainya sama setiap tahun.
7.
Biaya Pajak
Biaya pajak untuk pengelolaan suatu bangunan menggunakan ketentuan
berdasarkan UU No 17 Tahun 2000.
41
2.11
Penelitian Pendahulu
Terdapat beberapa penelitian pendahulu yang sejenis dengan proyek yang
akan dilaksanakan oleh penulis.
Penelitian-penelitian tersebut
dijadikan
tamabahan referensi dalam pelaksanaan tugas akhir ini. Penjelasan mengenai
penelitian-penelitian pendahulu dapat dilihat pada tabel 2.7.
Dari tabel 2.7 dapat dilihat bahwa terdapat beberapa perbedaan dan
persamaan.
Pada umumnya perbedaan tersebut terletak pada jumlah sub variabel
yang diteliti, ada yang menganalisis hanya 2 aspek, 3 aspek, 4, aspek, dan 5 aspek.
Selain itu, analisis keuangan yang digunakan untuk menganalisis keuangan pada
penelitian-penelitian adalah Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return
(IRR), Benefit Cost Ratio (BCR), Payback Periode (PP), Average Rate of Return
(ARR), Modified Internal Rate of Return (MIRR), Cost of Capital (COC), dan
analisis sensitivitas.
2.12
Landasan Normatif
Landasan normatif yang menjadi acuan dalam proyek ini adalah Perda No
8 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bogor 2011-2031.
Bagian khusus yang digunakan dalam Perda No 8 Tahun 2011 Tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Kota Bogor 2011-2031 ini adalah pasal 16 tentang arahan
pengembangan secara tematik pada pusat kota dan SPK (Sub Pusat Kota).
42
Tabel 2.7
Penelitian Pendahulu
Judul
Pengarang
Dimensi
Indikator
Analisis
Analisis
Investasi
Pengembangan
Potensi
Pariwisata Pada
Pembangunan
Waduk Jehem
Di Kabupaten
Bangli
Mayun
1. Aspek
Nadiasa, D.
Pasar
N. K.
Widnyana,
dan I N.
Norken
(Universitas
Udayana)
2. Aspek
Finansial
a
b
a
b
c
d
Jumlah
Pengunjung
eksisting
Forecasting
jumlah
pengunjung
di masa
depan
Biaya
Pendapatan
Investasi
Sensitivitas
Penelitian ini
hanya
menganalisis 2
aspek dan hanya
menggunakan
analisis NPV, IRR,
dan BCR.
Sedangkan proyek
yang akan
dilaksanakan
menganalisis 6
aspek dan juga
menggunakan PB,
NOI, dan ROI
pada analisis
keuangannya.
Studi
Kelayakan
Investasi Bisnis
Properti (Studi
Kasus: Ciater
Riung Rangga)
Putu
1. Aspek
Dharma
Teknis
Warsika
2. Aspek
(Universitas
Manajerial
Udayana)
3. Aspek
Sosial
4. Aspek
Ekonomi
5. Aspek
Finansial
Penelitian ini
menganalisis 5
aspek dan
menggunakan
NPV, PI, IRR,
MIRR, dan COC.
Sedangkan proyek
yang akan
dilaksanakan
menganalisis 6
aspek tetapi tidak
menggunakan
MIRR dan COC
pada analisis
keuangannya.
Analisis
Investasi
Pembangunan
Taman Budaya
Garuda Wisnu
Kencana Di
Kabupaten
Mayun
1. Aspek
Nadiasa, I
Teknis
Gede
2. Aspek
Astawa
Pasar
Diputra, dan 3. Aspek
I Wayan
Finansial
Penelitian ini
hanya
menganalisis 3
aspek dan hanya
menggunakan
NPV, IRR, dan
BCR. Sedangkan
43
Perbedaan
Judul
Pengarang
Dimensi
Yansen
(Universitas
Udayana)
proyek yang
dilaksanakan
menganalisis 6
aspek dan juga
menggunakan PB,
NOI, dan ROI
pada analisis
keuangannya.
Investasi
Pembangunan
Apartemen Di
Surabaya Yang
Berwawasan
Lingkungan
Evaluasi
Investasi
Pembangunan
Taman Safari
Di Kabupaten
Gianyar
Limanto S
(Universitas
Kristen
Petra)
Aspek
Finansial
Mayun
1. Aspek
Nadiasa,
Pasar
Maha
2. Aspek
Diana, dan
Keuangan
Sukada
Wenten
(Universitas
Gunadarma)
Sumber: Olah data penulis (2012)
44
Perbedaan
Analisis
Badung
Indikator
Penelitian ini
menggunakan
mekanisme
Analisa Aliran
Dana Diskonto
dengan
menghitung NPW
dan IRR
Penelitian ini
menganalisis 5
aspek dan
menggunakan
NPV, BCR, dan
analisis sensitivitas
dalam analisis
keuangan.
Download