BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manajemen Setiap perusahaan pasti mempunyai tujuan yang hendak dicapai dengan efektif dan efisien. Agar perusahaan dapat mencapai tujuannya dengan efektif dan efisien, maka diperlukan suatu kegiatan untuk mengelola sumber daya yang dimiliki. Kegiatan yang dimaksud adalah manajemen. Manajemen adalah pencapaian tujuan organisasi dengan cara yang efektif dan efisien melalui perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian sumber daya organisasi (Daft,2003). Sedangkan menurut Boody (2005), management is the activity of getting things done with the aid of pople and other resources. Dari kedua definisi tersebut, dapat digaris bawahi 4 (empat) hal penting dalam manajemen. Hal-hal penting tersebut adalah tujuan, efektif & efisien, sumber daya, dan fungsi manajemen. Tujuan adalah sesuatu yang hendak dicapai oleh suatu perusahaan, biasanya adalah profit. Efektif adalah doing the right things dan efisien adalah doing things right (Drucker dalam Sule dan Saefullah,2009). Sumber daya adalah semua kemampuan yang dimiliki oleh perusahaan, termasuk sumber daya manusia, fisik, keuangan dan informasi. Fungsi manajemen adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam mengelola sumber daya milik perusahaan. Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah kegiatan mengelola sumber daya perusahaan melalui perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengontrolan untuk mencapai tujuan perusahaan secara efektif dan efisien. Salah satu yang perlu dikelola perusahaan untuk mencapai tujuannya adalah aset. Pada bagian selanjutnya akan dijelaskan lebih rinci mengenai aset. 12 2.2 Aset Aset merupakan bagian penting dari suatu instansi/badan. Aset sering juga disebut harta kekayaan atau sumber daya yang dimiliki oleh suatu instansi/badan. Sebagai harta kekayaan, aset perlu dipelihara agar nilainya tidak turun. Sedangkan sebagai sumber daya, aset harus digunakan/diberdayakan agar meningkatkan nilai perusahaan dalam rangka mencapai tujuan perusahaan. Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih jelas mengenai aset, maka akan dijelaskan tentang definisi, jenis, nilai, dan siklus hidup aset. 2.2.1 Definisi Aset Siregar (2004,175) mengemukakan, aset secara umum adalah barang (thing) atau sesuatu barang (anything) yang mempunyai nilai ekonomi (economic value), nilai komersial (commercial value) atau nilai tukar (exchange value) yang dimiliki oleh badan usaha, instansi atau individu (perorangan). Sedangkan menurut Sutrisno (2004), aset adalah suatu potensi yang dimiliki oleh suatu organisasi untuk mencapai tujuan dari organisasi. Pengertian yang umum dari suatu aset adalah bahwa aset adalah sesuatu yang memiliki nilai (Hindrawan, Hariyono, dan Mutaji,2006). Menurut Australian National Audit Office (dalam Hindrawan, Hariyono, dan Mutaji,2006), Nilai dan umur manfaat merupakan hal yang fundamental jika suatu departemen/organisasi mengidentifikasi dan mencatat seluruh aset. Dari definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa aset adalah sesuatu yang memiliki nilai dan manfaat yang digunakan untuk mencapai tujuan perusahaan. Nilai dapat diartikan sebagai pendapat, opini atau penghargaan manusia terhadap harga sesuatu barang (Harnoto dan Adiatma,2010). Menurut Supardi, Rudianto & Mukminin (2010), suatu properti mempunyai nilai apabila memiliki 4 (empat) komponen yang menunjang terciptanya nilai properti yang dimaksud. Keempat komponen yang saling berinteraksi satu sama lain sesuai prinsip penawaran dan permintaan tersebut adalah Keinginan (desire), Kegunaan 13 (utility), Kelangkaan (scarcity), dan Dapat dialihkan (transferability). Selanjutnya akan dijelaskan mengenai jenis-jenis aset. Jenis Aset 2.2.2 Aset mempunyai jenis yang berbeda-beda. Setiap ahli mempunyai pendapat berbeda-beda tentang jenis aset. Hal ini dikarenakan cakupan aset yang sangat luas. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa aset adalah sesuatu yang memiliki “nilai”, sehingga aset bisa terdiri dari beberapa jenis. Pada bagian selanjutnya akan dijelaskan mengenai jenis aset berdasarkan bentuknya, karakteristiknya, dan pandangan hukum. 1. Aset Berdasarkan Bentuknya Aset berdasarkan bentuknya dibagi atas 2 (dua) jenis, yaitu aset berwujud (tangible) dan aset tidak berwujud (intangible) (Hermanto,2009). Uraian yang lebih jelas mengenai aset berdasarkan bentuknya bisa dilihat pada tabel 2.1. Tabel 2.1 Bentuk Aset No 1 Aset Berwujud (Tangible) Bentuk Aset Bangunan Infrastruktur Mesin/Peralatan Fasilitas Berwujud Sistem Organisasi (Tujuan,Visi, Misi) Patent (Hak Cipta) Quality (Kualitas) Goodwill (Nama Baik/Citra) Culture (Budaya) Capacity (Sikap, Hukum, Pengetahuan, Keahlian) Contract (Perjanjian) Motivation (Motivasi) 2 Tidak (Intangible) Sumber:Bentuk Aset (Hermanto:2009) Aset berwujud (tangible) adalah aset yang mempunyai wujud fisik, bisa diraba dan dipindahkan. Sedangkan aset tidak berwujud (intangible) adalah aset yang tidak mempunyai wujud fisik. 14 Dari klasifikasi aset berdasarkan bentuknya, dapat dilihat pada tabel 2.1 bahwa yang termasuk aset berwujud (tangible) adalah Bangunan, Infrastruktur, Mesin/Peralatan, dan Fasilitas. Sedangkan yang termasuk aset tidak berwujud adalah Sistem Organisasi (Tujuan,Visi, Misi), Patent (Hak Cipta), Quality (Kualitas), Goodwill (Nama Baik/Citra), Culture (Budaya), Capacity (Sikap, Hukum, Pengetahuan, Keahlian), Contract (Perjanjian), Motivation (Motivasi). 2. Aset Berdasarkan Karakteristiknya Sutrisno (2004) mengemukakan bahwa aset dibagi menjadi 3 (tiga) jenis, berdasarkan tingkat kebutuhan, kepemilikan, dan penggunaan. Tingkat yaitu kebutuhan dapat dibagi menjadi 4 (empat), yaitu aset basic, important, supporting, dan optional. Berdasarkan penggunaan dapat dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu private, semi private atau semi public, dan public. Berdasarkan kepemilikan dapat dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu own, partnership, dan public. Aset yang termasuk fungsi basic adalah aset yang harus segera dipenuhi agar dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Aset yang termasuk fungsi important adalah aset yang keberadaannya digunakan untuk memperlancar kegiatan pencapaian tujuan dan digunakan untuk hal-hal penting pada waktu-waktu tertentu. Supporting adalah aset yang mendukung atau membantu pencapaian tujuan. Aset optional yaitu aset yang sifatnya pilihan, jika aset tersebut tidak ada pun tidak akan mengganggu proses pencapai tujuan. Berdasarkan pengguna, aset dibagi menjadi private, semi private/semi public, dan public. Aset private adalah aset yang penggunaannya terbatas hanya oleh pemiliknya saja. Aset semi private/semi public adalah aset yang digunakan oleh suatu kelompok organisasi yang telah memenuhi persyaratan untuk dapat menggunakan aset tersebut. Aset public adalah aset yang digunakan oleh masyarakat secara umum. Karakteristik aset berdasarkan kepemilikan dibagi menjadi own, partnership, dan public, Kepemilikan aset own adalah kepemilikan aset yang bersifat individual. Kepemilikan aset partnership adalah kepemilikan aset oleh 2 (dua) pihak, yaitu pemerintah dan individual. Aset public adalah aset yang dimiliki pemerintah dan digunakan untuk kepentingan masyarakat. Untuk 15 mendapat uraian yang lebih jelas mengenai karakteristik aset, dapat dilihat pada tabel 2.2. Tabel 2.2 Karakteristik Aset No 1 Karakteristik Aset Tingkat Kebutuhan 2 Penggunaan 3 Kepemilikan Kategori Basic Important Supporting Optional Private Semi Private/Semi Public Public Own Partnership Public Sumber: Karakteristik Aset (Sutrisno:2004) 3. Aset Berdasarkan Pandangan Hukum Aset yang dipandang dari konsep hukum adalah properti (Siregar,2004). Menurut Supardi, Rudianto & Mukminin (2010), secara umum properti dikelompokkan ke dalam beberapa kategori, yaitu propert riil (real property) dan properti personal (personal property). Menurut MAPPI (2007), properti dibagi menjadi 4 (empat) kategori, yaitu Real Property, Personal Property, Business, dan Financial Interest. Selanjutnya akan dijelaskan lebih rinci mengenai aset berdasarkan pandangan hukum. a. Real Property Real property adalah kepemilikan atas kepentingan hukum yang melekat pada real estat atau hubungan hukum penguasaan yuridis oleh pemilik atas real estat. Hubungan hukum tersebut pada umumnya tercatat di dalam suatu dokumen, misalnya sertifikat kepemilikan atau perjanjian sewa. Oleh karena itu, properti berbeda dengan real estat, dimana real estat mewakili aset secara fisik sedangkan properti lebih mengarah pada konsep hukum. Real property meliputi semua hak, hubungan-hubungan hukum/yuridis, dan manfaat yang berkaitan dengan kepemilikan real estat. Sebaliknya, real estat meliputi tanah dan bangunan itu sendiri, segala benda yang secara alamiah terdapat di atas 16 tanah dan melekat pada tanah tersebut, seperti bangunan dan bentuk pengembangan lainnya. b. Personal Property Personal Property merupakan salah satu kepemilikan atas kepentingan hukum yang melekat pada benda selain real estat. Benda yang berupa personal property dapat berwujud, misalnya mobil (benda yang dapat dipindahkan), atau tidak berwujud seperti hutang atau paten. Personal properti berwujud merepresentasikan kepentingan hukum pada suatu benda yang tidak melekat secara permanen pada suatu properti dan biasanya ditunjukan dengan sifatnya yang bisa dipindah tempatkan. Dalam beberapa referensi, benda yang termasuk ke dalam personal properti dikenal dengan“personalty” untuk membedakan dengan “realty”. c. Business atau Badan Usaha Business atau Badan Usaha adalah entitas komersial, industri, jasa atau investasi yang menjalankan kegiatan ekonomi. Dalam kegiatan operasionalnya, badan usaha bertujuan mencari keuntungan dengan menghasilkan produk atau jasa kepada konsumen. Badan usaha dapat mempunyai kegiatan ekonomi yang sangat luas, mencakup sektor swasta maupun sektor publik. Kegiatan badan usaha diantaranya adalah kegiatan manufaktur, perdagangan grosir, perdagangan eceran, penginapan, perawatan kesehatan dan jasa-jasa antara lain di bidang keuangan, hukum, pendidikan dan sosial. d. Financial Interest Financial Interest atau Hak Kepemilikan Finansial (HKF) adalah hak kepemilikan atas badan usaha dan real properti (misalnya persekutuan/partnership, sindikasi, BOT, sewa/co-tenancies, joint venture), sebagai akibat pembagian hukum atau dari pemberian secara kontraktual hak opsi untuk membeli atau menjual properti (misalnya tanah dan bangunan, saham atau instrumen keuangan lainnya) pada harga yang dinyatakan pada periode tertentu, atau berasal dari pembentukan instrumen investasi yang dijamin dengan sekumpulan aset real estat. 17 2.2.3 Nilai Aset Nilai aset adalah nilai dari seluruh aset fisik berupa tanah dan semua gedung di atas suatu lahan, yang tercakup dalam seluruh area lahan dengan menggunakan pendekatan dan metode perhitungan (Hambali,2010). Menurut Sutrisno (2004), ada 5 (lima) nilai aset yaitu Utility Value (Nilai Manfaat), Cost Value (Nilai Biaya), Exchange Value (Nilai Tukar), Price Value (Nilai Jual), dan Esteem Value (Nilai Kepuasan). Penjelasan mengenai nilai-nilai aset tersebut adalah sebagai berikut: 1. Utility Value (Nilai Manfaat) Ukuran penilaian terhadap aset yang memiliki manfaat dan kegunaan dalam kehidupan sehari-hari, baik jangka menengah maupun jangka panjang. Apabila suatu aset mempunyai manfaat yang tinggi berarti utility value nya tinggi. Utility Value suatu aset ditentukan oleh sikap owner dan masyarakat. 2. Cost Value (Nilai Biaya) Ukuran penilaian terhadap aset yang dihitung dari biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan, pengoperasian, pemeliharaan dan penghapusan suatu aset dalam kurun waktu tertentu. Apabila biaya pengelolaan suatu aset rendah,maka cost value nya tinggi. Cost Value suatu aset ditentukan oleh keadaan aset dan sikap masyarakat. 3. Exchange Value (Nilai Tukar) Ukuran penilaian terhadap aset yang mempunyai nilai tukar atau substitusi atau mempunyai lebih dari satu fungsi pada suatu waktu tertentu. Exchange Value suatu aset dinilai tinggi apabila dapat berfungsi ganda atau mempunyai banyak fungsi yang ditentukan oleh sikap owner dan masyarakat. 4. Price Value (Nilai Jual) Ukuran penilaian terhadap aset yang mempunyai nilai jual seharga tertentu dari harga aset tersebut yang berkaitan dengan variabel waktu. Price value aset dinilai tinggi apabila harga jualnya tinggi dan ditentukan oleh sikap owner dan masyarakat. 18 5. Esteem Value (Nilai Kepuasan) Ukuran penilaian terhadap aset yang dapat memberikan kepuasan atau penghargaan dari individu atau suatu kelompok, baik secara estetika, budaya, sosial, politik, sejarah, maupun spiritual dan komersial. 2.2.4 Siklus Hidup Aset Siklus adalah kejadian atau fase yang berulang-ulang secara terus-menerus dalam kurun waktu tertentu. Semua benda pasti mempunyai siklus hidup selama keberadaannya, tidak terkecuali aset. Menurut Sutrisno (2004), ada 10 langkah yang ada dalam life cycle asset (siklus hidup aset) ini, yaitu Kebutuhan akan aset, Ide memenuhi kebutuhan, Studi kelayakan, Pendanaan, Perencanaan, Pembangunan, Pengoperasian, Perbaikan, Perubahan nilai dan Kebutuhan pengembangan. Penjelasan mengenai siklus hidup aset yang lebih rinci sebagai berikut: 1. Kebutuhan akan aset Kebutuhan akan aset muncul karena adanya tujuan yang hendak dicapai. Aset yang dibutuhkan akan digunakan oleh pemilik/pengelola untuk mempermudah pencapaian tujuan. Suatu kebutuhan akan aset, harus berorientasi kepada pengguna. 2. Ide memenuhi kebutuhan Ide memenuhi kebutuhan suatu aset dituangkan ke dalam sebuah proposal yang memuat tujuan. Yang berhak membuatnya adalah orang yang memiliki wewenang atau di beri wewenang. 3. Studi Kelayakan Studi kelayakan adalah proses untuk menilai layak atau tidaknya suatu aset diadakan. Hal ini diantaranya untuk mencocokan kebutuhan dengan kondisi keuangan. Dalam studi kelayakan ini ada 5 hal yang akan di bahas antara lain Technical Feasibility Study, Economic Feasibility Study, Social Feasiblity Study, Political Feasibility Study dan Environtment Feasibility Study. Setelah dilakukan studi kelayakan, maka langkah selanjutnya adalah pendanaan. Tetapi sebelum itu ada sunction. Sunction adalah persetujuan atau 19 komitmen dari pemilik/pemegang anggaran untuk merealisasikan usulan atau ide yang diajukan. 4. Pendanaan Pada fase pendanaan, akan dibahas mengenai sumber keuangan yang akan digunakan untuk mengadakan suatu aset. Pendanaan dapat berupa kredit atau financial contract (Kontrak Keuangan). Apabila pemiliknya swasta maka dana berasal dari kas mereka sendiri atau pinjaman pihak lain, dan apabila pemiliknya semi publik maka akan dilakukan kontrak keuangan. 5. Perencanaan Perencanaan untuk aset fisik akandilakukan tahap pra rencana, pengembangan rencana, detail desain/gambar kerja/engineering design. 6. Pembangunan Pembangunan yaitu merealisasikan desain yang telah direncanakan sebelumnya menjadi bentuk aset yang diinginkan. 7. Pengoperasian dan pemeliharaan Pengoperasian adalah kegiatan menggunakan dan memanfaatkan aset untuk mencapai tujuan. Selain dioperasikan, aset juga perlu dipelihara untuk menjaga nilai ekonomisnya agar tetap baik. Pemeliharaan juga sangat berpengaruh terhadap penggunaan, sehingga pengorperasian dan pemeliharaan harus dilakukan secara berkesinambungan. 8. Perbaikan Perbaikan dilakukan apabila terjadi kerusakan pada aset. Perbaikan bertujuan untuk kembali meningkatkan nilai aset. Selain itu perbaikan juga berguna untuk memperlancar kembali proses operasi. 9. Perubahan nilai Perubahan nilai aset adalah hal yang mutlak terjadi pada aset. Perubahan nilai aset bisa terjadi karena umur ekonomisnya memang menurun atau bisa juga karena pengelolaan yang kurang baik. 10. Kebutuhan pengembangan Seperi suatu siklus pada umumnya, aset juga akan mengalami penurunan nilai, sehingga butuh pengembangan. Jika masih berpotensi untuk mencapai 20 tujuan, maka aset akan dikembangkan. Tetapi jika aset sudah tidak berpotensi untuk mencapai tujuan, maka aset dimusnahkan atau dihapuskan. Penjelasan mengenai siklus hidup aset bisa dilihat pada gambar 2.1. Pembangunan Pengoperasi an Pemelihara an Perencanaan Perbaikan Pendanaan Perubahan Nilai Sunction Kebutuhan Pembaharuan Studi Kelayakan Kebutuhan Pengembang Ide memenuhi Kebutuhan Usang Decision Kebutuhan Akan Aset Siklus Baru Sumber: Life Cycle Aset (Sutrisno:2004) Gambar 2.1 Siklus Hidup Aset 2.3 Manajemen Aset Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa salah satu yang harus dikelola dengan baik oleh perusahaan untuk mencapai tujuannya adalah aset. Setelah mendapat pemahaman yang lebih mengenai manajemen dan aset, maka pada bagian selanjutnya akan dijelaskan mengenai manajemen aset. 21 2.3.1 Definisi Manajemen Aset Menurut Hindrawan, Hariyono, dan Mutaji (2006), manajemen aset mencakup proses perencanaan dan monitoring aset-aset fisik selama umur penggunaannya oleh suatu departemen/bagian organisasi. Pengelolaan Aset adalah kegiatan mengelola suatu barang yang dimiliki mulai dari perencanaan, pengadaan, operasi, dan pemeliharaan serta penghapusan (Hariyono,2007). Menurut Departemen Transportasi Amerika (dalam Hindrawan, Hariyono, dan Mutaji:2006), “Asset management is a systematic process of maintaining, upgrading, and operating phisycal asset cost-effectively. It combines engineering principles with sound business practice and economic theory, and it provide tools to facilitate a more organized, logical approach to decisionmaking. Thus, asset management provide a framework for handling both short- and long-range planning”. Dari definisi-definisi tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa manajemen aset adalah kegiatan mengelola aset melalui fungsi-fungsi manajemen aset secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan perusahaan/organisasi. Pada bagian selanjutnya akan dijelaskan mengenai tujuan manajemen aset. 2.3.2 Tujuan Manajemen Aset Dalam mengelola aset, suatu perusahaan/organisasi pasti mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Menurut Sutrisno (2004), tujuan umum manajemen aset adalah mengarahkan sistem pengelolaan aset sehingga pemanfaatannya efektif. Tujuan utama dari manajemen aset adalah membantu suatu entitas (organisasi) dalam memenuhi tujuan penyediaan pelayanan secara efektif dan efisien (Hindrawan, Hariyono, dan Mutaji,2006). Ada lima tujuan dari manajemen aset. Tujuan-tujuan dari manajemen aset meliputi kejelasan status kepemilikan aset, inventarisasi kekayaan daerah dan masa pakai aset, optimasi penggunaan dan pemanfaatan untuk meningkatkan pendapatan, pengamanan aset dan dasar penyusunan neraca (Hambali,2010). Sedangkan menurut Siregar (2002,198), ada 3 tujuan utama dari manajemen aset 22 yaitu efisiensi, pemanfaatan dan pemilikan, terjaga nilai ekonomis dan objektivitas dalam pengawasan dan pengendalian peruntukkan, penggunaan serta alih penguasaan. Penjelasan lebih rinci mengenai tujuan manajemen aset adalah sebagai berikut: 1. Efisiensi pemanfaatan dan pemilikan Pengelolaan yang baik adalah dengan memanfaatkan aset secara optimal. Aset yang dikelola dapat digunakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (TUPOKSI) dan dimanfaatkan secara efektif dan efisien sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. 2. Terjaga nilai ekonomis dan potensi yang dimiliki Nilai ekonomis suatu aset akan terjaga, apabila aset dikelola dengan baik. Selain itu, potensi yang dimiliki oleh aset akan memberikan keuntungan baik dari segi pendapatan maupun dari pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. 3. Objektivitas dalam pengawasan dan pengendalian peruntukkan, penggunaan serta alih penguasaan. Pengelolaan aset yang baik dapat membuat pengawasan menjadi lebih terarah. Sehingga peruntukkan, penggunaan dan alih penguasaan aset akan tepat sesuai dengan rencana. Selain itu pengawasan mempunyai tujuan memperlancar pencapaian tujuan dari aset tersebut. 2.3.3 Tahapan Kerja Manajemen Aset Dalam praktiknya, manajemen aset memiliki beberapa tahapan kerja. Menurut Siregar (2004), manajemen aset sendiri dapat dibagi dalam lima tahapan kerja, yaitu inventarisasi aset, legal audit, penilaian aset, optimalisasi aset, dan pengembangan SIMA (Sistem Informasi Manajemen Aset). Penjelasan mengenai kelima tahapan kerja manajemen aset tersebut adalah sebagai berikut: 1. Inventarisasi Aset Inventarisasi suatu aset terdiri atas 2 (dua) hal pokok, yaitu inventarisasi fisik dan hukum/legal. Aspek fisik terdiri atas bentuk, luas, lokasi, volume/jumlah, jenis, alamat dan lain-lain. Sedangkan aspek hukum adalah status kepemilikan, masalah legal yang dimiliki, batas akhir penguasaan dan lain23 lain. Proses kerja inventarisasi aset yang dilakukan adalah pendataan, kodefikasi/labeling, pengelompokkan dan pembukuan/administrasi sesuai dengan tujuan manajemen aset. 2. Legal Audit Legal audit adalah suatu tahapan kerja manajemen aset yang berupa inventarisasi status penguasaan/kepemilikan aset, sistem dan prosedur penguasaan atau pengalihan aset, identifikasi dan mencari solusi atas permasalahan legal yang terkait dengan penguasaan/kepemilikan ataupun pengalihan suatu aset. Permasalahan legal yang sering ditemui antara lain status hak penguasaan lemah, aset dikuasai pihak lain, pelanggaran perjanjian kerja sama, pemindahtanganan aset yang tidak termonitor, dan lain-lain. 3. Penilaian Aset Penilaian aset adalah suatu tahapan kerja untuk meberikan estimasi nilai aset yang dikuasai. Pada umumnya kegiatan ini dikerjakan oleh konsultan penilaian yang independen. Hasil dari penilaian tersebut dapat digunakan untuk mengetahui nilai aset yang dimiliki maupun untuk mendapatkan informasi mengenai penetapan harga bagi aset yang ingin dijual. 4. Optimalisasi Aset Optimalisasi aset adalah tahapan kerja dalam manjemen aset yang bertujuan untuk mengoptimalkan potensi fisik, lokasi, nilai, jumlah/volume, legal dan ekonomi yang dimiliki aset tersebut. Dalam tahap ini aset-aset yang dimiliki pemerintah diidentifikasi dan dikelompokkan atas aset yang memiliki potensi untuk dikembangkan dan yang tidak memiliki potensi. Aset yang memiliki potensi dapat dikelompokkan berdasarkan sektor-sektor unggulan yang menjadi unggulan dalam strategi pengembangan ekonomi nasional, baik jangka pendek, menengah maupun jangka panjang. Tentunya kriteria untuk menentukan hal tersebut harus terukur dan transparan. Sedangkan aset yang tidak dapat dioptimalkan, harus dicari penyebabnya,apakah faktor permasalahan legal, fisik, nilai ekonomi yang rendah ataupun faktor lainnya. Hasil akhir dari tahapan ini adalah rekomendasi yang berupa sasaran, strategi dan program untuk mengoptimalkan aset yang dikuasai. 24 5. Pengembangan SIMA Ruang lingkup pengawasan dan pengendalian aset adalah pengawasan dan pemanfaatan seluruh aset yang ada pada suatu perusahaan atau instansi. Satu sarana yang paling efektif untuk meningkatkan aspek ini adalah pengembangan SIMA (Sistem Informasi Manajemen Aset). Melalui SIMA, transparansi kerja dalam pengelolaan aset dapat terjamin tanpa perlu adanya kekhawatiran akan pengawasan dan pengendalian yang lemah. 2.4 Optimasi Aset Beberapa instansi memiliki aset tetapi belum digunakan dengan optimal. Hal ini menyebabkan pemiliki aset menanggung biaya yang lebih besar dibandingkan dengan pendapatannya. Untuk mengatasi hal tersebut perlu dilakukan optimasi pada aset idle tersebut. Pada bagian selanjutnya akan dijelaskan lebih rinci mengenai optimasi aset. 2.4.1 Definisi Optimasi Aset Terkadang aset yang dimiliki oleh suatu perusahaan/organisasi belum digunakan dan dimanfaatkan dengan baik. Bahkan beberapa perusahaan mempunyai idle capacity dari aset yang mereka miliki. Hal ini merupakan sesuatu yang kurang baik bagi perusahaan tersebut. Karena hal tersebut akan menjadi beban bagi pemilik aset dan menghambat pencapaian tujuan perusahaan. Maka untuk mengatasi hal tersebut, perlu dilakukan optimasi terhadap aset-aset yang belum digunakan dan dimanfaatkan dengan optimal. Menurut Sutrisno (2004), Optimasi aset merupakan proses kerja dalam manajemen aset yang bertujuan untuk mengoptimalkan potensi fisik, lokasi, nilai, jumlah/volume, legal, dan ekonomi yang dimiliki aset tersebut. Menurut Siregar (2004), bahwa optimasi pengelolaan aset itu harus memaksimalkan ketersediaan aset (maximize asset availability), memaksimalkan penggunaan aset (maximize asset utilization) dan meminimalkan biaya kepemilikan (minimize cost of ownership). 25 Dari pendapat-pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa optimasi adalah salah satu tahap manajemen aset untuk mengoptimalkan penggunaan aset untuk menigkatkan nilai dan manfaat aset secara efektif dan efisien dalam rangka pencapaian tujuan. 2.4.2 Tujuan Optimasi Aset Setelah mendapatkan penjelasan tentang definisi optimasi aset, selanjutnya akan dijelaskan mengenai tujuan optimasi aset. Siregar (2004,776) mengemukakan bahwa tujuan optimasi aset secara umum adalah sebagai berikut: 1. Melakukan identifikasi dan inventarisasi semua aset meliputi bentuk, ukuran, fisik, legal, sekaligus mengetahui nilai pasar aset-aset tersebut yang mencerminkan manfaat ekonomisnya. 2. Melaksanakan pemanfaatan aset, yaitu memanfaatkan suatu aset sesuai dengan peruntukannya. 3. Menciptakan suatu sistem informasi dan administrasi agar tercapainya efisiensi dan efektifitas dalam pengelolaan aset. 2.5 Investasi Investasi adalah salah satu kegiatan keuangan suatu perusahaan. Investasi bertujuan untuk menghasilkan laba pada masa yang akan datang dan pada akhirnya untuk meningkatkan nilai perusahaan. Sehingga investasi sangat penting dalam eksistensi perusahaan dalam bisnisnya. Menurut Gitman dalam Haming dan Basalamah (2000), investasi adalah komitmen untuk mengeluarkan sejumlah dana tertentu pada saat sekarang untuk menerima manfaat pada waktu yang akan datang, yaitu dalam dua tahun atau lebih. Sedangkan menurut Haming dan Basalamah (2010), investasi adalah keputusan mengeluarkan sejumlah dana pada saat sekarang untuk membeli aktiva riil (tanah, rumah, mobil, dan sebagainya) atau aktiva keuangan (saham, obligasi, mobil, dan sebagainya) dengan tujuan untuk mendapatkan penghasilan yang lebih besar pada masa yang akan datang. Definisi lain dari investasi adalah suatu komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang dilakukan pada saat 26 ini dengan tujuan memperoleh keuntungan di masa yang akan datang (Tandelilin, 2001). Dari pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan, bahwa investasi suatu kegiatan keuangan perusahaan dengan mengeluarkan sejumlah dana adalah pada masa sekarang untuk mendapatkan laba atau manfaat pada masa yang akan datang. Dalam merencanakan investasi, perlu dilakukan analisis kelayakan investasi untuk mengatuhi apakah rencana investasi tersebut layak dijalankan atau tidak. Kelayakan investasi tersebut akan dijelaskan pada bagian selanjutnya. 2.6 Analisis Kelayakan Investasi Kondisi persaingan dalam dunia bisnis pada saat ini mengharuskan suatu rencana investasi tidak hanya didasarkan pada pengalaman dan intuisi saja. Sebelum menjalankan suatu rencana investasi diperlukan analisis untuk menilai kelayakan investasi tersebut. Analisis yang bisa digunakan untuk menilai kelayakan suatu investasi adalah analisis kelayakan investasi. Analisis kelayakan investasi atau bisnis adalah penelitian yang bertujuan untuk memutuskan apakah suatu rencana investasi layak untuk dilaksanakan atau tidak (Suliyanto, 2010). Menurut Subagyo (2007), studi kelayakan bisnis atau investasi merupakan serangkaian analisis dengan perhitungan secara tepat dan akurat dari suatu investasi modal, dengan membandingkan aliran biaya dan kemanfaatan dengan menggunakan berbagai kriteria investasi. Analisis kelayakan investasi diperlukan oleh semua pihak yang berkenpentingan dalam suatu investasi, untuk menilai apakah investasi tersebut layak dilaksanakan atau tidak. Dalam melakukan analisis investasi, perlu dilakukan penilaian terhadap aspek-aspek kelayakan investasi. Menurut Haming dan Basalamah (2010), aspek yang penting dan utama dalam analisis kelayakan investasi adalah aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis, dan aspek keuangan. Selain itu, terdapat satu aspek yang harus dipenuhi sebagai pre condition, yaitu aspek legal. 27 2.7 Aspek-aspek Kelayakan Investasi Suatu investasi harus memperhatikan berbagai hal, karena akan menentukan pencapaian hasil yang diharapkan. Aspek-aspek dalam investasi sangat berpengaruh bagi internal perusahaan maupun lingkungan eksternal perusahaan. Oleh karena itu, untuk menyusun suatu rencana investasi, harus memperhatikan 4 aspek penting telah dijelaskan sebelumnya. Penjelasan mengenai aspek-aspek kelayakan investasi akan dijelaskan pada bagian selanjutnya. 2.7.1 Aspek Legal Suatu rencana investasi harus sesuai dengan ketentuan atau peraturan yang berlaku di daerah pelaksanaan investasi. Hal tersebut bertujuan agar suatu rencana investasi tidak mendapatkan permasalah yang berhubungan dengan pelanggaran hukum atau peraturan, sehingga mengganggu kegiatan operasional. Oleh sebab itu, dalam analisis kelayakan investasi perlu dilakukan penilaian terhadap aspek legal yang berhubungan dengan kegiatan investasi yang akan dilaksanakan. Penilaian terhadap aspek hukum/legal merupakan kajian terhadap ketentuan hukum yang harus dipenuhi sebelum menjalankan usaha (Suliyanto, 2010). Analisis terhadap aspek legal mempunyai tujuan untuk menjawab pertanyaan, apakah bisnis yang dijalankan sesuai dengan ketentuan hukum dan perizinan atau tidak. Dari tujuan tersebut dapat dipahami 2 hal penting dalam aspek legal, yaitu ketentuan hukum dan perizinan. Dalam suatu rencana investasi pembangunan apartemen, ketentuan yang harus dipenuhi adalah zoning dan perizinan. Zoning adalah ketentuan umum yang mengatur pemanfaatan ruang/penataan kota dan unsur-unsur penngendalian ruang yang disusun untuk setiap klasifikasi peruntukan/fungsi ruang sesuai dengan RTRW Kota (Perda Kota Bogor, 2011). Perizinan merupakan izin-izin yang diperlukan sebelum melaksnakan investasi pembangunan apartemen. 28 2.7.2 Aspek Pasar dan Pemasaran Pasar dan pemasaran adalah hal penting dalam menawarkan produk. Pasar adalah sekumpulan pembeli aktual dan potensial dari suatu produk atau jasa (Kotler dan Armstrong, 2008). Sedangkan pemasaran adalah suatu proses dimana perusahaan menciptakan nilai bagi pelanggan dan membangun hubungan yang kuat dengan pelanggan dengan tujuan untuk menangkap nilai dari pelanggan sebagai imbalannya (Kotler dan Armstrong, 2008). Dari definisi-definisi tersebut, kita bisa melihat bahwa pasar dan pemasaran merupakan hal yang penting bagi suatu produk. Pasar adalah sasaran yang hendak diraih dan pemasaran merupakan cara untuk meraih sasaran tersebut. Sehingga sebelum suatu produk dijual, perusahaan harus memahami dulu pasar yang hendak mereka raih dan menentukan pemasaran atau cara memasarkan produknya agar meraih sasarannya dengan tepat. Begitupun pada suatu investasi, aspek pasar dan pemasaran memiliki peran penting, karena aspek ini akan menentukan rincian penerimaan selama usia ekonomi proyek. Aspek pemsaran dari suatu investasi bisa dilihat dari permintaan dan penawaran aktual, potensi permintaan, tingkat persaingan, strategi pemasaran, dan bauran pemasaran (marketing mix). Strategi pemasaran suatu produk terdiri dari segmenting, targeting, dan positioning. Segmentasi adalah membagi pasar menjadi kelompok pembeli yang dibedakan menurut kebutuhan, karakteristik, atau tingkah laku, yang mungkin membutuhkan produk yang berbeda (Lupiyoadi & A Hamdani, 2009). Targeting atau penetapan target merupakan proses memilih satu atau lebih jumlah segmen yang dimasuki (Kotler dan Armstrong, 2008). Positioning adalah pengaturan produk untuk menduduki tempat yang jelas, berbeda, dan diinginkan relatif terhadap produk pesaing dalam pikiran konsumen sasaran (Kotler dan Armstring, 2008). Bauran pemasaran (marketing mix) adalah kumpulan alat pemasaran taktis terkendali yaitu produk, harga, tempat, dan promosi yang dipadukan perusahaan untuk menghasilkan respon yang diinginkannya di pasar sasaran (Kotler dan 29 Armstrong, 2008). Bauran pemasaran merupakan strategi untuk mendapatkan pangsa pasar yang ditargetkan oleh perusahaan. Komponen bauran pemasaran yaitu product, price, place, dan promotion (4P) (Kotler dan Armstrong, 2008). Apabila produknya jasa, maka komponennya ditambah 3 komponen, yaitu people, physic, dan process (Lupiyopadi & A Hamdani, 2009). Berikut merupakan penjelasan dari setiap komponen bauran pemasaran suatu produk: 1. Poduct Product/produk adalah kombinasi barang dan jasa yang ditawarkan perusahaan kepada pasar sasaran (Kotler dan Armstrong, 2008). Sedangkan menurut Guntur (2010) produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan produsen untuk diperhatikan, diminta, dicari, dibeli, digunakan, atau dikonsumsi pasar sebagai pemenuhan kebutuhan atau keinginan pasar yang bersangkutan 2. Price Price/harga merupakan jumlah uang yang harus dibayarkan pelanggan untuk memperoleh produk (Kotler dan Armstrong, 2008). Harga suatu produk terdiri dari beberapa komponen, yaitu daftar harga, diskon, potongan harga, periode pemabayaran, dan persyaratan kredit. 3. Place Place/tempat distribusi meliputi kegiatan perusahaan yang bertujuan membuat produk tersedia bagi pelanggan sasaran (Kotler dan Armstrong, 2008). Place meliputi saluran, cakupan, pemilahan, lokasi, persediaan, transportasi, dan logistik. 4. Promotion Promotion/promosi adalah aktivitas yang menyampaikan manfaat produk dan membujuk pelanggan membeli produknya (Kotler dan Armstrong, 2008). Kegiatan promosi meliputi iklan, penjualan pribadi, promosi penjualan, dan hubungan masyarakat. 30 5. People People merupakan komponen dalam produk jasa, karena jasa tidak berwujud dan hanya dihasilkan oleh pekerjaan seseorang. Sehingga dalam jasa peranan orang dalam produk jasa sangat penting. Kualitas penyedia jasa sangat mempengaruhi kualitas jasa yang dihasilkan. 6. Physic Physic atau tampilan fisik sangat penting dalam produk jasa, karena sifat jasa yang tidak berwujud, sehingga butuh komponen fisik yang bisa dilihat oleh pelanggan. Yang termasuk komponen fisik adalah gedung, tanah, kendaraan, perabotan interior, perlengkapan, anggota staf, tanda-tanda, barang cetakan, dan petunjuk yang terlihat lainnya yang memberi bukti atas kualitas jasa (Lovelock dan Wright,2005). 7. Process Process adalah gabungan semua aktivitas, umumnya terdiri atas prosedur, jadwal pekerjaan, mekanisme, aktivitas, dan hal-hal rutin, di mana jasa dihasilkan dan disampaikan kepada konsumen (Lupiyoadi dan Hamdani, 2009). 2.7.3 Aspek Teknis Aspek teknis perlu dianalisis agar suatu rencana investasi dapat dijalankan atau dioperasikan dengan baik. Analisis terhadap aspek teknis bertujuan untuk menghindari adanya kegagalan bisnis pada masa yang akan datang, seba gai akibat adanya masalah teknis (Suliyanto, 2010). Suatu rencana investasi dinilai layak secara teknis apabila dapat dibangun dan dijalankan dengan baik. Analisis terhadap aspek teknis meliputi penilaian lokasi, building code, dan kapasitas produksi. Lokasi merupakan lokasi dimana bisnis akan dijalankan, baik lokasi produksi maupun lokasi kantor (Suliyanto, 2010). Building code atau persyartan teknis bangunan terdiri dari Koefisien Dasar Bangunan (KDB). Koefisien Lantai Bangunan (KLB), Kodefisien Dasar Hijau (KDH), dan ketinggian bangunan (Aurora, 2011). Kapasitas produksi atau luas produksi 31 merupakan jumlah atau volume hasil produksi yang seharusnya diproduksi oleh perusahaan dalam suatu periode tertentu (Suliyanto, 2010). Lokasi rencana investasi harus dianalisis untuk menentukan baik atau tidaknya lokasi tersebut. Analisis lokasi bisa didasarkan jarak dengan pusat kota dan infrastruktur yang menunjang kegiatan operasi. Selain itu, kelayakan suatu lokasi dilihat juga dari aksesibiliatasnya Sebelum mendirikan suatu bangunan, perlu diperhatikan terlebih dahulu mengenai building code yang terdiri dari Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Lantai Bangunan (KLB), Koefisien Dasar Hijau (KDH), dan maksimum ketinggian lantai. . Menurut Juwana (2005), KDB dan KLB bisa dihitung dengan rumus berikut. KDB = KLB = Dimana : adalah luas Daerah Perencanaan. Luas tanah di belakang GSJ. adalah luas total lantai bangunan. Analisis selanjutnya adalah menentukan kapasitas produksi apartemen. Dalam menentukan kapasitas produksi apartemen diperlukan perhitungan perancangan bangunan terlebih dahulu. Hal tersebut bertujuan untuk dapat menentukan biaya-biaya yang diperlukan untuk membangun dan memproyeksikan pendapatan dari bangunan tersebut. Hal pertama untuk menghitung luas bangunan adalah menentukan jumlah dan tipe kamarSetelah menentukan tipe dan jumlah kamar, selanjutnya adalah menghitung luas kamar bruto. Luas kamar bruto adalah jumlah total seluruh kamar ditambah sirkulasi horizontal dan vertikal. Menurut Juwana (2005), untuk sirkulasi horizontal (10% luas bruto) dan sirkulasi vertikal (25% luas bruto), maka luas bruto untuk kamar : [ ] 32 ( ) ( ) Dimana : ∑ kamar adalah jumlah kamar yang disediakan adalah luas netto kamar tidur Selain luas lantai untuk kamar tidur, diperlukan pula ruangan-ruangan bagi kebutuhan penunjang kegiatan produktif (restoran, banquete, toko, dan lain-lain), menurut Juwana (2005), hal tersebut bisa dihitung dengan rumus berikut: = 40% Dengan demikian jumlah luas lantai produktif menjadi : Selanjutnya kebutuhan lantai non-produktif (ruangan pengelolaan hotel, mekanikal, dan elektrikal, dan lain-lain) mengikuti rumus sebagai berikut: Atau : Jadi, luas lantai bruto untuk hotel adalah : Dari rumus-rumus tersebut, bisa ditentukan luas lantai produktif, yaitu luas lantai yang menghasilkan pendapatan langsung dan luas lantai non produktif, yaitu luas yang tidak menghasilkan pendapatan langsung, misalnya ruang pengelola. 2.7.4 Aspek Keuangan Aspek keuangan merupakan pengukuran suatu rencana investasi dilihat dari sudut pandang keuangan. Dalam menganalisis keuangan suatu proyek, perlu dianalisis lebih lanjut dalam menghasilkan pendapatan, tingkat pengembalian (return), apakah sama, lebih kecil atau lebih besar dari biaya operasi dan sebagainya. Suatu kegunaan yang dapat memberikan positive return, dianggap layak secara keuangan. Untuk menentukan kelayakan keuangan, suatu proyek harus diestimasi pendapatan kotor yang akan diterimanya (future gross income), tingkat kekosongan, collection losses, dan biaya operasi. Selain itu, perlu dihitung juga pendapatan bersih operasi (net operating income atau 33 NOI) yang akan diterima. Tingkat pengembalian (rate of return) atas modal yang diinvestasikan juga dapat digunakan untuk melakukan perhitungan bagi setiap penggunaan. Aspek keuangan merupakan kunci dari suatu rencana investasi. Hal tersebut dikarenakan aspek keuangan merupakan penentu layak atau tidaknya suatu investasi dijalankan. Aspek keuangan meliputi kajian terhadap jumlah dana yang dibutuhkan, kajian tingkat pengembalian modal, kajian arus kas, dan kajian kelayakan keuangan. Kajian kelayakan keuangan suatu proyek bisa dilihat dari Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Return on Investment (ROI), dan Payback Period. Penjelasan mengenai faktor-faktor kelayakan keuangan adalah sebagai berikut: 1. Net operating income Menurut Hindrawan, Hariyono, dan Mutaji (2006), Net Operating Income adalah hasil pendapatan kotor setahun dikurangi biaya operasional setahun. 2. Payback period Menurut Keown &et al (2005,292), Payback period is the number of years needed to recover the initial cash outlay of the capital bugeting project. Payback period digunakan untuk mengukur seberapa cepat modal (arus kas keluar / investasi awal) dapat diterima kembali oleh perusahaan (kembali modal) (Mardiyanto, 2009, hal 205). Suatu proyek bisa diterima apabila memiliki payback periode ≤ jangka waktu yang disyaratkan. Apabila terdiri dari beberapa alternatif, maka alternatif yang memiliki payback periode yang lebih cepat yang layak dipilih. 3. Net present value Menurut Mardiyanto (2009), Net Present Value (NPV) digunakan untuk menghitung nilai sekarang dari arus kas masuk yang akan diterima pada masa yang akan datang setelah dikurangi arus keluar (investasi awal). Berikut adalah rumus NPV: 34 ∑ ( ) 4. Internal rate of return Internal rate of return didefinisikan sebagai tingkat imbal hasil sedemikian rupa sehingga menyebabkan NPV sama dengan nol. Dengan kata lain, untuk menghitung IRR, digunakan rumus NPV yang telah diubah, maka rumus IRR adalah sebagai berikut: ∑ ( ) Berdasarkan rumus IRR diatas, k tidak dapat dihitung secara langsung. Nilai k dapat diperoleh dengan cara trial and error. Kriteria IRR yang dinilai layak adalah apabila nilainya lebih besar daripada biaya modal (Mardiyanto,2009) 5. Return on invesment Return on Investment (ROI) adalah rata-rata profit tahunan dibagi dengan jumlah investasi awal (Santosa,2009). 2.8 Apartemen Apartemen merupakan salah satu jenis perumahan/hunian yang bersifat vertikal. Perkembangan apartemen didasari oleh semakin menyempitnya lahan untuk perumahan, sementara kebutuhan akan rumah semakin meningkat. Hal tersebut dikarenakan luas tanah yang tidak mungkin bertambah dan jumlah penduduk yang tumbuh semakin banyak. Kebutuhan akan hunian vertikal seperti apartemen sangat dibutuhkan di daerah perkotaan terutama kota-kota besar. Karena kota-kota besar sebagai pusat ekonomi suatu daerah, menjadi daya tarik bagi penduduk diluar kota tersebut untuk berurbanisasi. Sehingga selain mengakomodasi pertumbuhan penduduk kota tersebut, suatu kota harus mengakomodasi pertambahan penduduk yang berasal dari luar kota. Dengan pertambahan jumlah penduduk kota yang semakin tinggi, maka diperlukan hunian yang efisien, dan salah satunya adalah apartemen. 35 Apartemen adalah bangunan yang memuat beberapa grup hunian, yang berupa rumah flat atau rumah petak bertingkat yang diwujudkan untuk mengatasi permasalahan perumahan akibat kepadatan tingkat hunian dan keterbatasan lahan dengan harga yang terjangkau di perkotaan (Marlina, 2007). Dari definisi tersebut dapat kita pahami, bahwa apartemen adalah bangunan yang terdiri dari unit-unit rumah flat yang dapat mengatasi masalah kepadatan penduduk di perkotaan. Sehingga apartemen merupakan solusi terbaik untuk mengurangi kepadatan penduduk di kota-kota besar. Selain itu, apartemen merupakan hunian yang sangat efisien, karena memaksimalkan lahan yang relatif tidak terlalu luas dengan memabangun secara vertikal. Apartemen banyak dikembangkan di kota besar seperti Jakarta, tetapi pada saat ini di kota-kota penyangga/satelit juga sudah mulai dikembangkan. Kota satelit merupakan yaitu kota kecil yang berada di sekitar kota besar dimana kehidupan kotanya sangat ditentukan oleh keberadaan kota besar yang bersangkutan dalam arti ekonomi (Cahyadi, 2010). Salah satu kota satelit yang mulai mengembangkan apartemen adalah Kota Bogor. Selain untuk mengakomodasi penduduk kotanya sendiri, apartemen di Kota Bogor juga diproyeksikan akan digunakan oleh para komuter, yaitu orang yang bepergian ke suatu kota untuk bekerja dan kembali ke kota tempat tinggalnya setiap hari, biasanya dari tempat tinggal yang cukup jauh dari tempat bekerjanya (Agustinawati, 2012). 2.9 Klasifikasi Apartemen Apartemen dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis. Klasifikasi apartemen didasarkan pada status kepemilikan, jumlah kamar, dan jenis bangunaannya. Berikut penjelasan mengenai klasifikasi apartemen: 1. Klasifikasi Apartemen Berdasarkan Status Kepemilikan 2. Status kepemilikan suatu apartemen bisa bersifat tetap maupun sementara. Menurut Marlina (2007), berdasarkan status kepemilikan, terdapat 2 jenis, yaitu: 36 a. Apartemen Sewa Apartemen sewa adalah apartemen yang dimiliki oleh perorangan atau suatu badan usaha bersama dengan unit-unit apartemen yang disewakan kepada masyarakat dengan harga dan jangka waktu tertentu. b. Apartemen Beli Apartemen beli merupakan apartemen yang dimiliki oleh perorangan atau suatu badan usaha bersama dengan unit-unit apartemen yang dijual kepada masyarakat dengan harga tertentu. Apartemen beli memiliki 2 jenis kepemilikian, yaitu apartemen milik bersama dan apartemen milik perseorangan (kondominium). Perbedaan dari kedua apartemen tersebut adalah apabila apartemen milik bersama penglolaan menjadi tanggung jawab semua penghuni, sedangkan pengelolaan kondominium diserahkan kepada pihak pengembang dengan menarik biaya service charge dari penghuni 3. Klasifikasi Apartemen Berdasarkan Jumlah Kamar Jumlah kamar dari setiap unit apartemen berbeda-beda. Hal tersebut dikarenakan kebutuhan penghuni yang berbeda-beda. Jenis apartemen berdasarkan jumlah kamar menurut Marlina (2007) adalah sebagai berikut: a. Tipe Efisien atau Studio Tipe efisien atau studio merupakan tipe unit apartemen yang memiliki ukuran 18 m2-45 m2. Tipe ini memiliki 1 ruang tidur, 1 ruang tengah, 1 dapur, dan 1 kamar mandi. Tipe ini cocok dihuni oleh orang yang belum menikah atau pasangan baru yang belum mempunyai anak. b. Tipe 2 Bedroom Tipe 2 bedroom merupakan tipe unit apartemen yang memiliki ukuran 45m2 90 m2. Tipe ini memiliki 2 ruang tidur, 1 ruang tengah, 1 dapur, dan 1 kamar mandi. Tipe ini cocok dihuni oleh keluarga baru yang mempunyai 1 atau 2 orang anak c. Tipe 3 Bedroom Tipe 3 bedroom merupakan tipe unit apartemen yang memiliki ukuran 54 m2108 m2. Tipe ini memiliki 3 ruang tidur, 1 ruang tengah, 1 dapur, dan 2 37 kamar mandi. Tipe ini cocok dihuni oleh keluarga yang memiliki 2 orang anak atau lebih. 4. Klasifikasi Apartemen Berdasarkan Jenis Bangunan Menurut Akmal (2007), dilihat dari jenis bangunannya, apartemen terdiri dari: a. High Rise Apartment Bangunan apartemen ini terdiri dari lebih dari 10 lantai. Apartemen ini dilengkapi area parkir bawah tanah, sistem keamanan dan pelayanan penuh. Jenis apartemen ini banyak dibangun di pusat kota b. Middle Rise Apartment Bangunan apartemen ini terdiri dari 7-10 lantai. Jenis apartemen ini lebih sering dibangun di kota satelit c. Low Rise Apartment Apartemen ini memiliki jumlah lantai kurang dari 7 lantai dan menggunakan tangga sebagai alat transportasinya. Apartemen ini biasanya untuk kalangan menengah bawah d. Walked Up Apartment Bangunan apartemen ini terdiri dari 3-6 lantai. Jenis apartemen ini disukai oleh keluarga yang besar. 2.10 Biaya Pembangunan Apartemen Untuk membantu memudahkan analisis keuangan pada investasi apartemen, maka perlu dihitung biaya pembangunan apartemen. Biaya pembangunan apartemen terdiri dari biaya bangunan, biaya investasi, dan biaya operasi. Pada bagian selanjutnya akan dijelaskan mengenai biaya-biaya tersebut. 2.10.1 Biaya Bangunan Untuk menentukan biaya untuk membangun suatu bangunan bisa ditentukan dengan beberapa cara. Salah satunya dengan menggunakan ketentuan menurut Juwana (2005) yang bisa dilihat tabel 2.3. Ketentuan harga bangunan 38 tersebut merupakan harga dasar bangunan, untuk mengetahui harga bangunan untuk tingkat berikutnya bisa menggunakan koefisien yang dijelaskan pada tabel 2.4. Tabel 2.3 Harga Dasar Bangunan Fungsi Bangunan Harga per m² (US$) Apartemen 175 – 250 Gedung Parkir Hotel – Bintang 4,5 275 – 325 Bintang 3 200 – 250 Bintang 1,2 150 – 175 Kantor 125 – 300 Perbelanjaan 175 – 250 Rumah Sakit 125 – 325 25 – 50 Sumber: Juwana (2005) Tabel 2.4 Faktor Perkalian Tinggi Lantai Tinggi Bangunan Faktor Perkalian (x harga dasar) Lantai ke – 2 1,090 Lantai ke – 3 1,120 Lantai ke – 4 1,135 Lantai ke – 5 1,162 Lantai ke – 6 1,197 Lantai ke – 7 1,236 Lantai ke – 8 1,265 Lantai ke – 9 1,294 Lantai ke – 10 1,323 Sumber: Juwana (2005) 2.10.2 Biaya Investasi Menurut Juwana (2005), perhitungan biaya investasi suatu bangunan bisa dihitung dengan suatu pendekatan, yang bisa dilihat pada tabel 2.5. Catatan untuk 39 bobot biaya perlengkapan tetap sebesar 10%-15%, biaya pengembangan tapak sebesar 10%-15%, biaya peralatan bergerak 10%-15%, biaya jasa profesi sebesar 3%-6%, biaya administrasi 1%-5%, dan biaya lain-lain 5%-15%. Tabel 2.5 Biaya Investasi Uraian a. Biaya Bangunan b. Biaya Peralatan Tetap c. Biaya Pengembangan Tapak d. Biaya Konstruksi e. Biaya Tanah f. Biaya Jasa Profesi g. Biaya Peralatan Bergerak h. Biaya Administrasi i. Biaya lain-lain J. Biaya Investasi Volume Unit Biaya Total Biaya X m² b% c% Rp Y Rp XY Rp XY Rp B Rp XY Rp C Rp XY + Rp B + Rp C Rp D Z m² Rp V Rp ZV f% Rp D Rp F g% Rp XY Rp G h% Rp D Rp H i% Rp D Rp I (Rp D + Rp ZV + Rp F + Rp G + Rp H + Rp I) Sumber: Juwana (2005) 2.10.3 Biaya Operasional Setelah bangunan didirikan, maka bangunan tersebut memerlukan biaya untuk mengoperasikan dan mengelolanya. Biaya-biaya operasional dalam pengelolaan gedung adalah sebagai berikut: 1. Biaya Energi/Listrik Konsumsi energi/listrik per tahun menurut Juwana (2005) bisa ditetapkan per m2. Biaya kebutuhan energi bisa dihitung dengan konsumsi energi dikali tarif energi. 2. Biaya Kebutuhan Air Kebutuhan air dari suatu gedung bisa ditentukan per m2 gedung tersebut. Biaya kebutuhan air bisa dihitung dengan mengalikan kebutuhan air per hari dengan tarif airnya. Menurut pendapat Juwana (2005), kebutuhan air suatu gedung apartemen adalah 20 liter/m2/ tahun. 40 3. Biaya Pemeliharaan Aurora (2011) menetapkan biaya pemeliharaan sebesar 30% dari service charge. 4. Biaya Pemasaran Biaya pemasaran untuk suatu pengelolaan gedung ditetapkan 0,5% dari biaya investasi (Hutomo, 2011). 5. Biaya Gaji Menurut Aurora (2011), biaya gaji untuk mengelola suatu apartemen didasarkan pada jabatan karyawan. Koefisien gaji pengelola apartemen dapat dilihat pada tabel 2.6. Tabel 2.6 Koefisien Gaji Karyawan Jabatan General Manager Manager Staff Security Cleaning service Engineer Operator Kantor Koefisien 10 5 2 1 1 1 1 Sumber: Aurora (2011) Untuk mengetahui nominal gaji tiap jabatan, kemudian koefisien tersebut dikalikan dengan Upah Minimum Regional derah setempat. 6. Biaya Penyusutan Terdapat beberapa metode untuk menentukan biaya penyusutan, salah satunya metode garis lurus. Menurut PSAK 17, metode garis lurus adalah metode biaya penyusutan yang nilainya sama setiap tahun. 7. Biaya Pajak Biaya pajak untuk pengelolaan suatu bangunan menggunakan ketentuan berdasarkan UU No 17 Tahun 2000. 41 2.11 Penelitian Pendahulu Terdapat beberapa penelitian pendahulu yang sejenis dengan proyek yang akan dilaksanakan oleh penulis. Penelitian-penelitian tersebut dijadikan tamabahan referensi dalam pelaksanaan tugas akhir ini. Penjelasan mengenai penelitian-penelitian pendahulu dapat dilihat pada tabel 2.7. Dari tabel 2.7 dapat dilihat bahwa terdapat beberapa perbedaan dan persamaan. Pada umumnya perbedaan tersebut terletak pada jumlah sub variabel yang diteliti, ada yang menganalisis hanya 2 aspek, 3 aspek, 4, aspek, dan 5 aspek. Selain itu, analisis keuangan yang digunakan untuk menganalisis keuangan pada penelitian-penelitian adalah Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Benefit Cost Ratio (BCR), Payback Periode (PP), Average Rate of Return (ARR), Modified Internal Rate of Return (MIRR), Cost of Capital (COC), dan analisis sensitivitas. 2.12 Landasan Normatif Landasan normatif yang menjadi acuan dalam proyek ini adalah Perda No 8 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bogor 2011-2031. Bagian khusus yang digunakan dalam Perda No 8 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bogor 2011-2031 ini adalah pasal 16 tentang arahan pengembangan secara tematik pada pusat kota dan SPK (Sub Pusat Kota). 42 Tabel 2.7 Penelitian Pendahulu Judul Pengarang Dimensi Indikator Analisis Analisis Investasi Pengembangan Potensi Pariwisata Pada Pembangunan Waduk Jehem Di Kabupaten Bangli Mayun 1. Aspek Nadiasa, D. Pasar N. K. Widnyana, dan I N. Norken (Universitas Udayana) 2. Aspek Finansial a b a b c d Jumlah Pengunjung eksisting Forecasting jumlah pengunjung di masa depan Biaya Pendapatan Investasi Sensitivitas Penelitian ini hanya menganalisis 2 aspek dan hanya menggunakan analisis NPV, IRR, dan BCR. Sedangkan proyek yang akan dilaksanakan menganalisis 6 aspek dan juga menggunakan PB, NOI, dan ROI pada analisis keuangannya. Studi Kelayakan Investasi Bisnis Properti (Studi Kasus: Ciater Riung Rangga) Putu 1. Aspek Dharma Teknis Warsika 2. Aspek (Universitas Manajerial Udayana) 3. Aspek Sosial 4. Aspek Ekonomi 5. Aspek Finansial Penelitian ini menganalisis 5 aspek dan menggunakan NPV, PI, IRR, MIRR, dan COC. Sedangkan proyek yang akan dilaksanakan menganalisis 6 aspek tetapi tidak menggunakan MIRR dan COC pada analisis keuangannya. Analisis Investasi Pembangunan Taman Budaya Garuda Wisnu Kencana Di Kabupaten Mayun 1. Aspek Nadiasa, I Teknis Gede 2. Aspek Astawa Pasar Diputra, dan 3. Aspek I Wayan Finansial Penelitian ini hanya menganalisis 3 aspek dan hanya menggunakan NPV, IRR, dan BCR. Sedangkan 43 Perbedaan Judul Pengarang Dimensi Yansen (Universitas Udayana) proyek yang dilaksanakan menganalisis 6 aspek dan juga menggunakan PB, NOI, dan ROI pada analisis keuangannya. Investasi Pembangunan Apartemen Di Surabaya Yang Berwawasan Lingkungan Evaluasi Investasi Pembangunan Taman Safari Di Kabupaten Gianyar Limanto S (Universitas Kristen Petra) Aspek Finansial Mayun 1. Aspek Nadiasa, Pasar Maha 2. Aspek Diana, dan Keuangan Sukada Wenten (Universitas Gunadarma) Sumber: Olah data penulis (2012) 44 Perbedaan Analisis Badung Indikator Penelitian ini menggunakan mekanisme Analisa Aliran Dana Diskonto dengan menghitung NPW dan IRR Penelitian ini menganalisis 5 aspek dan menggunakan NPV, BCR, dan analisis sensitivitas dalam analisis keuangan.