17 BAB II KAJIAN PUSTAKA. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Profitabilitas 2.1.1.1 Defenisi Profitabilitas Profitabilitas kemampuan perusahaan untuk menciptakan laba dengan menggunakan modal yang cukup tersedia. Profitabilitas suatu perusahaan akan mempengaruhi kebijakan para investor atas investasi yang dilakukan. Kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba akan dapat menarik para investor untuk menanamkan dananya guna memperluas usahanya. sebaliknya tingkat profitabilitas yang rendah akan menyebabkan para investor menarik dananya. Sedangkan bagi perusahaan itu sendiri profitabilitas dapat digunakan sebagai evaluasi atas efektivitas pengelolaan badan usahan tersebut. Fred Weston dalam Kasmir (2013:106-107) pengertian profitabilitas adalah sebagai berikut : “Merupakan rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan atau laba dalam suatu periode tertentu.” Menurut Brigham dan Houston yang dialihbahasakan oleh Ali Akbar Yulianto (2013:107) profitabilitas didefinisikan sebagai berikut: 18 “Profitabilitas adalah sekelompok rasio yang menunjukkan kombinasi dan pengaruh likuiditas. manajemen aset dan utang pada hasil operasi”. Menurut Mamduh Hanafi (2012:79) profitabilitas adalah : “Rasio yang mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan (profitabilitas) pada tingkat penjualan. asset. dan modal saham tertentu.” Menurut Munawir (2014:33) definisi profitabilitas adalah sebagai berikut : “Menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu. Profitabilitas suatu perusahaan diukur dengan kesuksesan perusahaan dan kemampuan menggunakan aktivanya secara produktif. dengan demikian profitabilitas suatu perusahaan dapat diketahui dengan memperbandingkan antara laba yang diperoleh dalam suatu periode dengan jumlah aktiva atau jumlah modal perusahaan tersebut.” Menurut Agus Sartono (2010:122) profitabilitas adalah sebagai berikut : “Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan dengan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan. total aktiva. maupun modal sendiri.” Berdasarkan beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa profitabilitas adalah kemampuan dalam menghasilkan laba dengan aktiva dan modal yang dimiliki perusahaan. 19 2.1.1.2 Definisi Rasio Profitabilitas Salah satu cara memperoleh informasi yang bermanfaat dari laporan keuangan perusahaan adalah dengan melakukan analisis rasio keuangan. salah satunya adalah rasio profitabilitas. Menurut I Made Sudana (2011:22) definisi rasio profitabilitas yaitu : “Mengukur kemampuan perusahaan dengan menggunakan seluruh aktiva yang dimiliki untuk menghasilkan laba dengan menggunakan sumber-sumber yang dimiliki perusahaan. seperti aktiva. modal. atau penjualan perusahaan.” Menurut Eugene F. Brigham dan Joel F. Houston yang dialihbahasakan oleh Ali Akbar Yuliyanto (2013:146) rasio profitabilitas adalah : “Rasio profitabilitas adalah sekelompok rasio yang menunjukkan kombinasi dari pengaruh likuiditas. manajemen asset. dan hutang ada hasil operasi.” Menurut Irham Fahmi (2015:135) pengertian rasio profitabilitas adalah sebagai berikut : “Rasio ini mengukur efektivitas manajemen secara keseluruhan yang ditujukan oleh besar kecilnya tingkat keuntungan yang diperoleh dalam hubungannya dengan penjualan investasi.” Berdasarkan definisi dari berbagai sumber di atas dapat diketahui bahwa rasio profitabilitas merupakan rasio yang dapat menunjukkan keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dan dapat digunakan oleh perusahaan dalam menilai 20 tingkat pengembalian investasi dan penjualan berdasarkan dari jumlah laba yang diperoleh perusahaan. 2.1.1.3 Tujuan dan Manfaat Rasio Profitabilitas Menurut Kasmir (2013:197) tujuan dan manfaat penggunaan rasio profitabilitas adalah sebagai berikut : “Tujuan penggunaan rasio profitabilitas bagi perusahaan. maupun bagi pihak luar perusahaan adalah : 1. Untuk mengukur atau menghitung laba yang diperoleh perusahaan dalam satu periode tertentu; 2. Untuk menilai posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun sekarang; 3. Untuk menilai perkembangan laba dari waktu ke waktu; 4. Untuk menilai besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri; 5. Untuk mengukur produktivitas seluruh dana perusahaan yang digunakan baik modal pinjaman maupun modal sendiri; 6. Untuk mengukur produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang digunakan baik modal sendiri; 7. Dan tujuan lainnya. 1. 2. 3. 4. 5. 6. Adapun manfaat yang diperoleh dari rasio profitabilitas adalah untuk : Mengetahui besarnya tingkat laba yang diperoleh perusahaan dalam satu periode; Mengetahui posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun sekarang; Mengetahui perkembangan laba dari waktu ke waktu; Mengetahui besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri; Mengetahui produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang digunakan baik modal pinjaman maupun modal sendiri; Manfaat lainnya.” 21 2.1.1.4 Metode Pengukuran Profitabilitas Profitabilitas perusahaan merupakan salah satu dasar penilaian kondisi suatu perusahaan. Untuk itu dibutuhkan suatu alat analisis untuk bisa menilainya. Alat analisis yang dimaksud adalah rasio-rasio keuangan. Rasio profitabilitas mengukur efektifitas manajemen berdasarkan hasil pengembalian yang diperoleh dari penjualan dan investasi. Dengan demikian bagi investor jangka panjang akan sangat berkepentingan dengan analisis profitabilitas. misalnya bagi pemegang saham akan melihat keuntungan yang benar-benar akan diterima dalam bentuk dividen. Terdapat banyak ukuran profitabilitas. masing-masing pengembalian perusahaan dihubungkan terhadap penjualan. aktiva. modal. atau nilai saham. Rasio profitabilitas dapat diukur dengan menggunakan beberapa cara menurut Brigham dan Houston yang dialihbahasakan oleh Ali Akbar Yulianto (2013:146) berikut adalah cara untuk mengukur rasio profitabilitas perusahaan : “Cara untuk mengukur profitabilitas perusahaan adalah sebagai berikut : a. Return On Assets (ROA). b. Return On Equity (ROE). c. Profit Margin Ratio. d. Basic Earning Power.” Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut : 1. Return On Assets (ROA) ROA menunjukkan kemampuan perusahaaan dengan menggunakan seluruh aktiva untuk menghasilkan laba setelah pajak. Rasio ini penting bagi pihak manajemen untuk mengevaluasi efektivitas dan penting bagi pihak manajemen untuk 22 mengevaluasi efektivitas dan efisiensi manajemen perusahaan dalam mengelola seluruh aktiva perusahaan. Semakin besar ROA. berarti efisiensi penggunaan aktiva perusahaan atau dengan kata lain dengan jumlah aktiva yang sama bisa dihasilkan laba yang lebih besar. dan sebaliknya. ROA dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Return On Assets (ROA) = πΈππππππ π΄ππ‘ππ π‘ππ₯ππ πππ‘ππ π΄π π ππ‘π 2. Return On Equity (ROE) ROE menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba setelah pajak dengan menggunakan modal sendiri yang dimiliki perusahaan. Rasio ini penting bagi pemegang saham untuk mengetahui efektivitas dan efisiensi pengolahan modal sendiri yang dilakukan oleh pihak manajemen perusahaan. Semakin tinggi rasio ini berarti semakin efisiensi penggunaan modal sendiri yang dilakukan oleh pihak manajemen perusahaan. ROE dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Return On Equity (ROE) = πΈππππππ π΄ππ‘πππ πππ₯ππ πππ‘ππ πΈππ’ππ‘π¦ 3. Profit Margin Ratio Profit margin ratio mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dengan menggunakan penjualan yang dicapai perusahaan. Semakin tinggi rasio menunjukkan bahwa perusahaan semakin efisien dalam menjalankan operasinya. Profit margin ratio dibedakan menjadi : 23 a. Net Profit Margin Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba bersih dari penjualan yang dilakukan perusahaan. Rasio ini mencerminkan efisien seluruh bagian. yaitu produksi. personalia. pemasaran. dan keuangan yang ada dalam perusahaan. NPM dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut : Earning After Taxes Net Profit Margin = Sales b. Operating Profit Margin Rasio ini mengukur kemampuan untuk menghasilkan laba sebelum bunga dan pajak dengan penjualan yang dicapai perusahaan. Rasio ini menunjukkan efisiensi bagian produksi. personalia. serta pemasaran dalam menghasilkan laba. OPM dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Earning Before Interest and Taxes Operating Profit Margin= Sales c. Gross Profit Margin Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba kotor dengan penjualan yang dilakukan perusahaan. Rasio ini menggambarkan efisiensi yang dicapai oleh bagian produksi. GPM dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : 24 Gross Profit Gross Profit Margin = Sales 4. Basic Earning Power Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba sebelum bunga dan pajak dengan menggunakan total aktiva yang dimiliki perusahaan. Dengan kata lain rasio ini mencerminkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan seluruh investasi yang telah dilakukan oleh perusahaan. Semakin tinggi rasio ini berarti semakin efektif dan efisien pengelolaan seluruh aktiva yang dimiliki perusahaan untuk menghasilkan laba sebelum bunga dan pajak. Rasio ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Earning Before Interest dan Taxes Basic Earning Power = Total Assets Cara-cara pengukuran rasio profitabilitas menurut Agus Sartono (2010:123): 1. 2. 3. 4. “Gross Profit Margin Ratio Net Profit margin Return on Investmen atau Return On Assets ( R O A) Return On Equity (ROE) “ Adapun penjelasannya sebagai berikut : 1. Gross Profit Margin Ratio Rasio ini merupakan persentase dari laba kotor dengan penjualan. Semakin besar gross profit margin ratio maka semakin baik keadaan operasi perusahaan karena hal ini menunjukan bahwa cost of good sold lebih rendah dibandingkan 25 sales. Gross profit margin ini sangat dipengaruhi oleh harga pokok penjualan. Apabila harga pokok penjualan meningkat maka grossprofit margin akan menurun. begitu juga sebaliknya. πΊπππ π ππππππ‘ ππππππ = Penjualan−Harga Pokok Penjualan Penjualan x 100% 2. Net Profit margin Merupakan rasio antara laba bersih (net profit) yaitu penjualan yang sudah dikurangi seluruh biaya termasuk pajak dibandingkan dengan penjualannya. πππ‘ ππππππ‘ ππππππ = Laba Setelah Pajak x 100% Penjualan 3. Return on Investmen atau Return On Assets ( R O A) Return on investment atau return on assets menunjukan kemampuan perusahaan mengahasilkan laba dari aktiva yang dipergunakan. π ππ‘π’ππ ππ π΄π π ππ‘π = Laba Setelah Pajak x 100% Total Aktiva 4. Return On Equity (ROE) Rasio ini mengukur seberapa banyak keuntungan yang menjadi hak pemilik modal sendiri. karena itu dipergunakan angka laba setelah pajak. π ππ‘π’ππ ππ πΈππ’ππ‘π¦ Laba Setelah Pajak x 100% Modal Sendiri Salah satu metode pengukuran profitabilitas yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah Return on Equity (ROE). Return On Equity (ROE) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur keberhasilan perusahaan dalam 26 menghasilkan laba bagi para pemegang saham (Mardiyanto 2009:196). Return On Equity merupakan alat yang lazim digunakan oleh investor dan pemimpin perusahaan untuk mengukur seberapa besar keuntungan yang didapat dari modal sendiri yang dimiliki oleh perusahaan. Bagi investor. analisis Return On Equity menjadi penting karena dengan analisis tersebut dapat diketahui keuntungan yang dapat diperoleh dari investasi yang dilakukan. Bagi perusahaan. analisis ini menjadi penting karena merupakan faktor penarik bagi investor untuk melakukan investasi. Pengertian Return On Equity menurut Kasmir (2012:204) adalah : “Rasio untuk mengukur laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri.” Menurut Irham Fahmi (2012:98) ROE adalah : “Rasio yang digunakan untuk mengkaji sejauh mana suatu perusahaan mempergunakan sumber daya yang dimiliki untuk mampu memberikan laba atas ekuitas.” 2.1.2. Investment Opportunity Set 2.1.2.1 Defenisi Investment Opportunity Set Investasi merupakan suatu aktiva yang digunakan perusahaan untuk pertumbuhan kekayaan di masa yang akan datang. Setiap perusahaan yang melakukan investasi baru dalam aktiva tetap selalu dengan harapan bahwa perusahaan akan memperoleh kembali yang tertanam dalam investasi. Perusahaan akan melakukan investasi berdasarkan pada peluang investasi dan modal yang mencukupi. 27 Lukas S. Atmaja (2008:211) mendefinisikan invesment opportunity set sebagai berikut : “Suatu grafik yang menggambarkan proyek-proyek yang potensial dalam suatu urutan berdasarkan ranking IRR (Internal Rate of Return) proyek tersebut.” Menurut Hasnawati (2005) IOS adalah : “Nilai perusahaan yang nilainya di proksi melalui Investment Opportunity Set (IOS). Namun. secara umum dapat disimpulkan bahwa Investment Opportunity Set (IOS) merupakan hubungan antara pengeluaran saat ini maupun di masa yang akan datang dengan nilai atau return atau prospek sebagai hasil dari keputusan investasi untuk menghasilkan nilai perusahaan.” Menurut Hartono (2003:58) dalam Ahmad (2009) kesempatan investasi atau investment opportunity set (IOS) sebagai berikut : “Menggambarkan tentang peluang investasi atau luasnya kesempatan bagi perusahaan.” Berdasarkan definisi diatas bahwa pilihan investasi itu merupakan suatu kesempatan untuk berkembang. namun sebagian perusahaan tidak dapat melaksanakan semua kesempatan investasi di masa yang akan datang. Bagi perusahaan yang tidak dapat menggunakan kesempatan investasi tersebut maka akan mengalami suatu pengeluaran yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai kesempatan yang hilang. Kesempatan investasi dapat diukur dengan peningkatan aktiva tetap bersih. Hal ini sesuai dengan format laporan arus kas (statement of cash flow) yang mengukur investasi dari investasi jangka panjang dan aktiva tetap berwujud. 28 2.1.2.2 Metode Pengukuran Investment Opportunity Set (IOS) Kallapaur dan Trombley (1999) dalam M. Yusuf (2005: 190) menyatakan proksi yang dapat digunakan untuk mengukur investment opportunity set. yaitu sebagai berikut : “Proksi IOS dijadikan sebagai dasar untuk menentukan klasifikasi potensi petumbuhan perusahaan dimasa depan apakah suatu perusahaan masuk klasifikasi yang berpotensi tumbuh atau tidak tumbuh. Klasifikasi IOS tersebut adalah sebagai berikut : a. Proksi berdasarkan harga b. Proksi berdasarkan investasi c. Proksi berdasarkan varian.” Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut : 1. Proksi berdasarkan harga. proksi ini percaya pada gagasan bahwa prospek yang tumbuh dari suatu perusahaan sebagian dinyatakan dalam harga pasar. Perusahaan yang tumbuh akan mempunyai nilai pasar yang relatif leih tinggi dibandingkan dengan aktiva riilnya (assets in place) Proksi IOS yang merupakan proksi berbasis harga adalah : market to book value of assets (MVA/BVA). market to book value of equity (MVE/BVE). Tobin’s Q. price to earning ration (PER). ratio property. plant. and equipment to firm value (PPE/BVA). ratio firm value depreciation. and market value of equity plus book value of debt (MVEPBVD). 2. Proksi berdasarkan investasi. proksi ini percaya pada gagasan bahwa suatu level kegiatan investasi yang tinggi berkaitan secara positif pada nilai IOS suatu 29 perusahaan. Perusahaan dengan IOS yang tinggi juga akan mempunyai tingkat investasi yang sama tinggi. yang dikonversi menjadi asset yang dimiliki. Kegiatan investasi ini diharapkan dapat memberikan peluang investasi di masa berikutnya yang semakin besar pada perusahaan yang bersangkutan. Proksi IOS yang merupakan proksi IOS berbasis investasi adalah : ratio of R&D to assets. ratio R&D to sales. ratio of capital expenditure to firm value assets (CAP/MVA). investment to sales ratio. ratio of capital expenditure to book value assets (CAP/BVA). investment to earning to ratio. log of firm value dan ratio current assets to net sales (CAONS). Proksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah ratio of capital expenditure to book value assets (CAP/BVA). 3. Proksi berdasarkan varian. produk ini percaya pada gagasan bahwa suatu opsi akan menjadi lebih bernilai jika menggunakan variabilitas ukuran untuk memperkirakan besarnya opsi yang tumbuh. seperti variabilitias ukuran untuk memperkirakan besarnya opsi yang tumbuh. seperti variabilitas imbal hasil (return) yang mendasari peningkatan aktiva. Proksi IOS yang berbasis varian adalah : variance of return. asset betas. dan the variance of assets deflated sales. Salah satu proksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah proksi investasi berdasarkan yaitu Capital Expenditure to Book Value (CAPBVA). Dengan alasan. proksi ini dapat menunjukkan pengeluaran modal terhadap asset yang digunakan sebagai investasi di masa yang akan datang. 30 Menurut Wijaya dan Wibawa (2010) yaitu sebagai berikut : “IOS memberikan petunjuk yang lebih luas dengan nilai perusahaan tergantung pada pengeluaran perusahaan di masa yang akan datang. sehingga prospek perusahaan dapat ditaksir dari Investment Opportunity Set (IOS).” Menurut Lukas S. Atmaja (2008:225) investment opportunity set (IOS) dapat diukur dengan menggunakan proksi berdasarkan investasi yaitu CAP/BVA dengan menggunakan rumus : CAP/BVA = Nilai Buku Aset Tetap t – Nilai Buku Aset Tetap t−1 Jumlah Aset Rasio Capital expenditure to book value of assets (CAP/BVA) menunjukkan adanya aliran tambahan modal saham perusahaan yang dapat digunakan untuk tambahna investasi aktiva produktifnya. 2.1.3. Pertumbuhan Perusahaan 2.1.3.1 Definisi Pertumbuhan Perusahaan Perusahaan adalah suatu unit atau organisasi yang melakukan kegiatan menghasilkan atau menyediakan barang atau jasa guna memenuhi kebutuhan masyarakat dengan tujuan memperoleh laba. Untuk memperoleh laba yang semaksimal mungkin dibutuhkan pertumbuhan perusahaan yang cukup. Pertumbuhan perusahaan dalam konteks ini ialah peningkatan besar perusahaan (firm-size growth). dengan indikator yang dapat memiliki berbagai jenis indeks pengukuran dalam teknis perhitungannya. 31 Menurut Aries Heru Prasetyo (2011:143) menyatakan pertumbuhan perusahaan: “Variabel pertumbuhan dapat dilihat dari sisi penjualan. asset maupun laba bersih perusahaan. Meski dapat dilihat dari berbagai sisi. namun ketiganya menggunakan prinsip dasar yang sama di mana pertumbuhan dipahami sebagai kenaikan nilai di suatu periode relative terhadap periode sebelumnya.” Pengertian pertumbuhan perusahaan menurut Dewi Nadia (2014) adalah : “Kemampuan perusahaan untuk meningkatkan size. yang dapat diproksikan dengan adanya peningkatan aktiva. ekuitas. laba. dan penjualan.” Anindito (2008) menyatakan bahwa : “Pertumbuhan perusahaan salah satunya dapat ditandai dengan meningkatkan pendapatan (net income) melalui kenaikan penjualan (sales). Dengan pertumbuhan output tersebut. perusahaan dapat memperoleh tambahan keuntungan dari tercapainya skala ekonomis (economic of scale) dalam memproduksi barang tersebut. Perusahaan akan mampu memproduksi pada jumlah tertentu dimana jumlah tersebut yang akan menghasilkan keuntungan maksimal bagi perusahaan. Sumber keuntungan lain yang dapat diperoleh ialah dengan daya. Sumber keuntungan lain yang dapat diperoleh ialah dengan daya tawar (bargaining power) yang lebih tinggi terhadap pemasoknya. Sehingga implikasinya perusahaan memperoleh biaya input yang lebih rendah perunitnya (second degree price discrimination).” Pertumbuhan perusahaan dapat dilihat bedasarkan rasio pertumbuhan. Menurut Irham Fahmi (2015:137) rasio pertumbuhan adalah sebagai berikut : “Rasio yang mengukur seberapa besar kemampuan perusahaan dalam mempertahankan posisinya di dalam industri dan dalam perkembangan ekonomi secara umum.” 32 Menurut Stephen A. Ross. Randolph W. Jordan yang dialihbahasakan oleh Ratna Saraswati (2015:121) adalah : “Pertumbuhan semata-mata merupakan alat yang sesuai untuk memeriksa antara keputusan investasi dan pendanaan.” Berdasarkan pengertian di atas. dapat diketahui bahwasanya pertumbuhan perusahaan merupakan kemampuan perusahaan untuk meningkatkan usahanya dari tahun ke tahun. dan untuk mengetahui kemampuan perusahaan. Rasio pertumbuhan dapat digunakan untuk mengetahui perusahaan dalam mengukur pertumbuhan perusahaan. 2.1.3.2 Faktor-faktor Penentu Pertumbuhan Perusahaan Menurut I Made Sudana (2011:65) faktor-faktor penentu pertumbuhan perusahaan adalah : “Kemampuan perusahaan untuk tumbuh berkelanjutan ditentukan oleh empat faktor yaitu sebagai berikut : a. Profit Margin b. Dividen Policy c. Financial Policy d. Total Asset Turnover.” Berikut adalah penjelasan empat faktor penentu pertumbuhan perusahaan : 1. Profit Margin 33 Semakin tinggi profit margin akan meningkatkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan dana secara internal dan akan meningkat pertumbuhan berkelanjutan perusahaan. 2. Dividen Policy Semakin rendak persentase laba bersih yang dibayarkan sebagai dividen. semakin tinggi rasio laba ditahan. Hal ini meningkatkan modal sendiri yang berasal dari dalam perusahaan dan akan meningkatkan pertumbuhan berkelanjutan perusahaan. 3. Financial Policy Semakin tinggi rasio dengan modal akan meningkatkan financial leverage perusahaan. Karena perusahaan melakukan penambahan pendanaan dengan utang. maka akan menaikkan tingkat pertumbuhan berkelanjutan perusahaan. 4. Total Asset Turnover Semakin tinggi perputaran aktiva berarti semakin besar kemampuan perusahaan untuk menghasilkan penjualan dengan menggunakan setiap rupiah aktiva. Hal ini berarti semakin menurun kebutuhan perusahaan untuk menambah aktiva baru karena peningkatan. dan oleh karena itu akan menaikkan tingkat pertumbuhan berkelanjutan. 2.1.3.3 Metode Pengukuran Pertumbuhan Perusahaan Menurut Irham Fahmi (2015:137) rasio pertumbuhan dapat dilihat dari berbagai segi yaitu sebagai berikut : 34 “Rasio pertumbuhan yang umum. dapat dilihat dari berbagai segi yaitu dari segi sales. earning after tax (EAT). laba per lembar saham. dividen per lembar saham. dan harga pasar per lembar saham.” Sementara itu menurut Kasmir (2013:107) adalah : “Pertumbuhan perusahaan terdiri dari pertumbuhan penjualan. pertumbuhan laba bersih. pertumbuhan pendapatan per saham. dan pertumbuhan dividen per saham.” Susanto (2005:391) macam rasio pertumbuhan adalah sebagai berikut : “Pada dasarnya rasio pertumbuhan terdiri dari : a. Rasio pertumbuhan penjualan b. Rasio laba bersih c. Rasio laba per saham.” Adapun penjelasannya sebagai berikut : 1. Rasio pertumbuhan penjualan. rasio ini menunjukkan sejauh mana perusahaan dapat meningkat penjualannya dibandingkan dengan total penjualan secara keseluruhan. 2. Rasio laba bersih. rasio ini menunjukan sejauh mana perusahaan meningkatkan kemampuannya untuk memperoleh keuntungan bersih dibandingkan dengan total keuntungan secara keseluruhan. 35 3. Rasio laba per saham. rasio ini menunjukkan sejauh mana perusahaan dapat meningkatkan kemampuannya untuk memperoleh laba per lembar saham dibandingkan dengan total laba per saham secara keseluruhan. Dengan penelitian ini. penulis menggunakan rasio laba per lembar saham. Dengan alasan bahwa rasio ini dapat merefleksikan pertumbuhan perusahaan yang dilihat dari pertumbuhan laba per saham yang dimiliki oleh perusahaan. Earning per share (EPS) menunjukkan informasi mengenai keuntungan yang akan dibagikan kepada investor atau pemegang saham per lembar saham. Para calon pemegang saham sangat tertarik dengan earning per share yang besar karena hal ini menunjukkan indikator keberhasilan perusahaan dan semakin besar laba semakin besar pula keuntungan yang diperoleh pemegang saham. Adapun rumus yang digunakan dalam menghitung earning per share (EPS) menurut Irham Fahmi (2015:83) yaitu : πΈππππππ π΄ππ‘ππ πππ₯ππ (πΈπ΄π) Earning Per Share (EPS) = Jumlah Saham yang Beredar 2.1.4. Likuiditas 2.1.4.1 Definisi Likuiditas 36 Posisi likuiditas berhubungan dengan kemampuan perusahaan melunasi kewajibannya yang jatuh tempo dalam jangka pendek. dan kemungkinan perusahaan memiliki masalah dalam memenuhi kewajiban ini. Menurut Irham Fahmi (2015:121) likuiditas adalah : “Kemampuan suatu perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya secara tepat waktu. Rasio ini penting karena kegagalan dalam membayar kewajiban dapat menyebabkan kebangkrutan perusahaan.” Pengertian likuiditas menurut Fred Weston dalam Kasmir (2013:129) adalah: “Kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban (utang) jangka pendek. Artinya apabila perusahaan ditagih. maka akan mampu memenuhi utang (membayar) tersebut terutama utang yang sudah jatuh tempo.” Menurut Sartono (2010:116) likuiditas yaitu : “Menunjukkan kemampuan untuk membayar kewajiban financial jangka pendek tepat pada waktunya. Likuiditas perusahaan ditunjukan oleh besar kecilnya aktiva lancar. yaitu aktiva yang mudah untuk diubah menjadi meliputi kas. surat berharga. piutang. persediaan.” Pengertian likuiditas menurut Munawir (2010:70) adalah : “Likuiditas yairu rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. termasuk bagian dari kewajiban jangka panjang.” 37 Dari definisi-definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa rasio likuiditas merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi atau membayar semua kewajiban finansial jangka pendeknya secara tepat waktu atau pada saat jatuh tempo. 2.1.4.2 Tujuan dan Manfaat Likuiditas Perhitungan rasio likuiditas memberikan cukup banyak manfaat bagi berbagai pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan. Pihak yang paling berkepentingan adalah pemilik perusahaan dan manajemen perusahaan guna menilai kemampuan perusahaan. Selain itu. adapula tujuan dari perhitungan rasio likuiditas . Tujuan dan manfaat rasio likuiditas Kasmis (2013:132) adalah : 1. “Untuk mengukur kemampuan membayar kewajiban atau utang yang segera jatuh tempo pada saat ditagih. Artinya. kemampuan untuk membayar kewajiban yang sudah waktunya dibayar sesuai jadwal batas waktu yang telah ditetapkan (tanggal dan bulan tertentu). 2. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka pendek dengan aktiva lancar secara keseluruhan. Artinya. jumlah kewajiban yang berumur dibawah satu tahun atau sama dengan satu tahun. dibandingkan dengan total aktiva lancar. 3. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka pendek dengan aktiva lancar tanpa memperhitungkan sediaan atau piutang. Dalam hal ini aktiva lancar dikurangi sediaan dan utang yang dianggap likuiditasnya lebih rendah. 4. Untuk mengukur atau membandingkan antara jumlah sediaan yang ada dengan modal kerja perusahaan. 5. Untuk mengukur seberapa besar uang kas yang tersedia untuk membayar kas dan hutang. 6. Sebagai alat perencanaan kedepan. terutama yang berkaitan dengan kas dan hutang. 7. Untuk melihat kondisi dan posisi likuiditas perusahaan dari waktu ke waktu dengan membandingkan untuk beberapa periode. 38 8. Untuk melihat kelemahan yang dimiliki perusahaan. dari masing-masing komponen yang ada di aktiva lancar dan hutang lancar. 9. Menjadi alat pemicu bagi pihak manajemen untuk memperbaiki kinerjanya. dengan melihat rasio likuiditas yang ada pada saaat ini.” 2.1.4.3 Metode Pengukuran Likuiditas Menurut Kasmir (2013:134) terdapat jenis-jenis rasio likuiditas yang dapat digunakan perusahaan. yaitu : 1. “Rasio lancar (current ratio). 2. Rasio cepat (quick atau acid ration). dan 3. Rasio kas (cash ratio).” Dari kutipan diatas mengenai jenis-jenis rasio likuiditas. maka dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Rasio lancar (current ratio) Rasio lancar adalah ukuran yang umum digunakan atau solvensi jangka pendek. Rasio ini merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek atau utang yang segera jatuh tempo pada saat ditagih secara keseluruhan. Current ratio ini dapat diukur dengan rumus sebagai berikut : Current Ration = 2. Rasio cepat (quick atau acid ration) πΆπ’πππππ‘ π΄π π ππ‘π πΆπ’πππππ‘ πΏπππππππ‘πππ 39 Rasio cepat (quick ratio) merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi atau membayar kewajiban atau utang lancar (utang jangka pendek) dengan aktiva lancar tanpa memperhitungkan nilai sediaan (inventory). Artinya. nilai sediaan kita abaikan. karena persediaan merupakan aktiva lancar yang kurang liquid dibanding dengan yang lain dan dianggap memerlukan waktu relatif lebih lama untuk diuangkan. Quick ratio ini dapat diukur dengan rumus sebagai berikut : Current Assets - Inventory Quick Ratio = Current Liabilities 3. Rasio kas (cash ratio) Rasio kas (cash ratio) merupakan alat yang digunakan untuk mengukur seberapa besar uang kas yang tersedia untuk membayar utang. Ketersediaan uang kas dapat ditunjukkan dari tersedianya dan kas atau yang setara dengan kas. Cash ratio ini dapat diukur dengan rumus sebagai berikut : Cash or Cash Equivalent Cash Ratio = Current Liabilities Lukman Syamsudin (2011:43-51). mengatakan bahwa rasio atau pengukuran likuiditas terbagi menjadi dua (2) yaitu : 1. “Pengukuran Likuiditas Perusahaan secara keseluruhan Dengan likuiditas perusahaan secara keseluruhan dimaksudkan bahwa aktiva lancar dan hutang lancar dipandang masing-masing sebagai satu kelompok. 40 Ada tiga cara penting dalam pengukuran tingkat likuiditas secara menyeluruh ini. yaitu : a. Net Working Capital Net working capital merupakan selisih antara current assets (aktiva lancar) dengan current liabilities (utang lancar). Jumlah net working capital berguna untuk kepentingan pengawasan intern didalam suatu perusahaan. Tidak jarang terjadi apabila perusahaan bermaksud untuk mencari pinjaman jangka panjang. maka kreditur menetapkan beberapa persyaratan dimana salah satu diantaranya adalah penetapan jumlah 10 minimum net working capital yang harus tetap dipertahankan. Hal ini digunakan untuk memaksa perusahaan agar tetap mempertahankan jumlah operating liquidity pada tingkat tertentu serta untuk menjamin pinjaman-pinjaman yang dilakukan oleh perusahaan. Pembandingan net working capital dari tahun ke tahun juga bisa memberikan gambaran tentang jalannya perusahaan. Jumlah net working capital yang semakin besar menunjukkan tingkat likuiditas yang semakin tinggi pula. Perhitungan net working capital adalah sebagai berikut : Net Working Capital = Current Asset – Current Liabilities b. Current Ratio Current ratio merupakan salah satu rasio financial yang sering digunakan. Tingkat current ratio dapat ditentukan dengan jalan membandingkan antara current asset dengan current liabilities. πΆπ’πππππ‘ π ππ‘ππ = πΆπ’πππππ‘ π΄π π ππ‘π πΆπ’πππππ‘ πΏπππππππ‘πππ Tidak ada suatu ketentuan mutlak tentang berapa tingkat current ratio yang dianggap baik atau yang harus dipertahankan oleh suatu perusahaan karena biasanya tingkat current ratio ini juga sangat tergantung pada jenis usaha dari masing-masing perusahaan. Akan tetapi sebagai pedoman umum. tingkat current ratio 2.00 sudah dapat dianggap baik. c. Acid-test Ratio atau Quick Ratio Acid-test ratio hampir sama dengan current ratio hanya saja jumlah persediaan (inventory) sebagai salah satu komponen dari akiva lancar harus dikeluarkan. Alasan yang melatarbelakangi hal tersebut adalah bahwa persediaan adalah merupakan komponen aktiva lancar yang paling tidak likuid. sementara dengan acid-test ratio dimaksudkan untuk membandingkan aktiva yang lebih lancar (quick assets) dengan utang lancar. Perhitungannya sebagai berikut : 41 π΄πππ − πππ π‘ π ππ‘ππ = πΆπ’πππππ‘ π΄π π ππ‘π − πΌππ£πππ‘πππ¦ πΆπ’πππππ‘ πΏπππππππ‘πππ Acid-test ratio sebesar 1.0 pada umumnya sudah dianggap baik. tetapi seperti halnya dengan current ratio. berapa besar acid-test ratio yang seharusnya. sangat tergantung pada jenis usaha dari masing-masing perusahaan. Acidtest ratio akan memberikan gambaran likuiditas yang lebih tepat hanya bila inventory sulit untuk dijual dengan segera tanpa menurunkan nilainya. 2. Ukuran tingkat likuiditas atau aktivitas dari current account tertentu (Measure of liquidity or activity of specific current account) Pengukuran tingkat likuiditas dengan menggunakan net working ratio capital. current ratio. dan acid-test ratio belumlah cukup karena pengukuran ini tidak memperhatikan masing-masing komponen current assets maupun current liabilities. Adanya komposisi yang berbeda dari masing-masing komponen current assets dan current liabilities akan mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap tingkat likuiditas yang sesungguhnya.Sejumlah rasio dapat digunakan untuk mengukur likuiditas/aktivitas dari jumlah masing-masing current account. misalnya pengukuran inventory. account receivable atau account payable. Pada pengukuran rasio-rasio ini diasumsikan bahwa 1 (satu) tahun 360 hari dan 1 (satu) bulan 30 hari. yaitu : a. Tingkat Perputaran Persediaan (Inventory turnover) Likuiditas atau aktivitas dari inventory di dalam suatu perusahaan diukur dengan tingkat perputaran dari inventory tersebut. πΌππ£πππ‘πππ¦ ππ’ππππ£ππ = πΆππ π‘ ππ πΊπππ ππππ π΄π£πππππ πΌππ£πππ‘πππ¦ b. Umur Rata-rata Persediaan Dengan umur rata-rata inventory dimaksudkan berapa hari secara rata-rata inventory berada di dalam perusahaan. Umur rata-rata persediaan atau average inventorydapat dihitung sebagai berikut : π΄π£πππππ πΌππ£πππ‘πππ¦ = 360 πΌππ£πππ‘πππ¦ ππ’ππππ£ππ Umur rata-rata inventory dapat dianggap sebagai jumlah waktu/hari sejak saat pembelian bahan mentah sampai dengan penjualan produk akhir. c. Tingkat Perputaran Piutang (Account Receivable turnover) 42 Seperti halnya dengan inventory turnover. account receivable turnover dimaksudkan untuk mengukur likuiditas atau akivitas dari piutang perusahaan. π΄ππππ’ππ‘ π πππππ£ππππ ππ’ππππ£ππ = π΄πππ’ππ πΆπππππ‘ πππππ π΄π£πππππ π΄ππππ’ππ‘ π πππππ£ππππ d. Umur Rata-rata Piutang (The average age of account receivable) Umur rata-rata piutang atau dikenal juga dengan umur rata-rata pengumpulan piutang (average collection period). adalah merupakan alat yang sangat penting di dalam menilai kebijaksanaan kredit dan pengumpulan piutang. 360 π΄π£πππππ ππ π΄ππππ’ππ‘ π πππππ£ππππ = π΄ππππ’ππ‘ π πππππ£ππππ ππ’ππππ£ππ e. Tingkat Perputaran Utang Dagang (Account Payable Turnover) Pengukuran account payable turnover sama saja dengan pengukuran account receivable turnover. Perhitungan account payable turnover ini dimaksudkan untuk mengetahui berapa kali utang dagang perusahaan berputar dalam setahun. π΄ππππ’ππ‘ πππ¦ππππ ππ’ππππ£ππ = π΄πππ’ππ πΆπππππ‘ ππ’ππβππ π π΄π£πππππ π΄ππππ’ππ‘ πππ¦ππππ . f. Umur Rata-rata Utang Dagang (The Average Age of Account Payable) Umur rata-rata utang dagang atau rata-rata periode pembayaran (average payment periode)” 360 The Average Age of Account Payable = π΄ππππ’ππ‘ πππ¦ππππ ππ’ππππ£ππ Akan tetapi di dalam penelitian ini penulis menggunakan current ratio. karena menurut Subramanyam (2010:243). alasan digunakannya rasio lancar (current ratio) secara luas sebagai ukuran likuiditas mencakup kemampuan untuk mengukur : 1. “Kemampuan memenuhi kewajiban lancar. Semakin tinggi jumlah (kelipatan) aset lancar terhadap kewajiban lancar. maka semakin rendah keyakinan bahwa kewajiban lancar tersebut akan dibayar. 2. Penyangga kerugian. Semakin besar penyangga. maka semakin kecil risikonya. Rasio lancar menunjukkan tingkat keamanan yang tersedia untuk menutup 43 penurunan nilai aset lancar non-kas pada saat aset tersebut dilepas atau dilikuidasi. 3. Cadangan dana lancar. Rasio lancar merupakan ukuran tingkat keamanan terdahap ketidakpastian dan kejutan seperti pemogokan dan kerugian luar biasa. dapat membahayakan arus kas secara sementara dan tidak terduga.” Hendra (2009:199) menyatakan bahwa : “Rasio likuiditas adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya yang telah jatuh tempo. Rasio ini yang telah biasa dipergunakan adalah rasio lancar (current ratio). Rasio lancar merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva lancarnya.” 2.1.4.4 Rasio Lancar (Current ratio) Penilaian rasio likuiditas yang dipakai oleh peneliti adalah rasio lancar (current ratio). Current ratio ini menggambarkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansial jangka pendeknya yang segera jatuh tempo. Menurut Fahmi (2013:121) current ratio adalah : “Rasio lancar adalah ukuran yang umum digunakan atas solvensi jangka pendek. kemampuan suatu perusahaan memenuhi kebutuhan utang ketika jatuh tempo.” Dan Kieso. Waygandt. dan Warfield (2011:693) mendefinisikan bahwa : “The current ratio is the ratio o total current assets to total current liabilities. The ratio is frequently express as a coverage of so many times. Sometimes it is called the working capital ratio. because working capital is the excess of currents asets over current liabilities.” 44 Dari pengertian diatas. maka dapat disimpulkan bahwa rasio lancar merupakan rasio yang digunakan unutk menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi semua kewajiban jangka pendek yang akan segera jatuh tempo dengan menggunakan aktiva lancarnya. Rasio ini menunjukkan besarnya kewajiban lancar yang ditutup dengan aktiva lancar. Kasmir (2013:135) mengemukakan bahwa : “Apabila rasio lancar rendah dapat dikatakan bahwa perusahaan kurang modal untuk membayar utang. Namun apabila hasil pengukuran rasio tinggi. belum tentu dianggap baik. Hal ini dapat saja terjadi karena kas tidak digunakan sebaik mungkin. Pendapat ini sejalan dengan Fahmi (2013:124) yang mengemukakan bahwa : “Jika current ratio yang terlalu tinggi dianggap tidak baik karena dapat mengindikasian penimbunan kas. banyaknya piutang yang tidak tertagih dan penumpukkan persediaan. namun jika current ratio rendah. relatif lebih riskan. tetapi menunjukkan bahwa manajemen telah mengoperasikan aktiva lancar secara efektif.” Untuk mengatakan suatu kondisi perusahaan dianggap baik atau tidaknya Syamsuddin (2011:44) menjelaskan bahwa : “Tidak ada ketentuan mutlak tentang berapa tingkat rasio lancar yang dianggap baik atau yang harus dipertahankan oleh suatu perusahaan. karena biasanya tergantung dari jenis usaha yang dijalankan perusahaan. akan tetapi tingkat current ratio sebesar 2 sudah dianggap baik.” Hal ini sependapat dengan Kasmis (2013:135) yang mengemukakan : “Dalam praktiknya sering kali dipakai bahwa rasio lancar dengan standar 200% (2:1) yang terkadang sudah dianggap sebagai ukuran yang cukup baik atau memuaskan bagi suatu perusahaan. Artinya. dengan hasil rasio seperti itu. perusahaan sudah berada dititik aman dalam jangka pendek. Namun. sekali lagi 45 untuk mengukur kinerja manajemen. ukuran yang terpenting adalah rata-rata industri untuk perusahaan yang sejenis.” 2.1.5. Ukuran Perusahaan 2.1.5.1 Definisi Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan atau skala perusahaan adalah pengelompokkan perusahaan ke dalam beberapa kelompok diantaranya adalah perusahaan besar. sedang dan perusahaan kecil. Menurut Arens Alvin yang dialihbahasakan oleh Amir Abadi Yusuf (2013:227) ukuran perusahaan adalah : “Ukuran perusahaan dapat dinilai dari seberapa besar aktiva yang dimiliki perusahaan. Aktiva merupakan sumber dana yang dikuasai oleh perusahaan baik yang didanai dengan modal sendiri ataupun dengan utang.” Menurut Bambang Riyanto (2008:313) ukuran perusahaan adalah : “Besar kecilnya perusahaan dilihat dari besarnya nilai equity. nilai penjualan. atau nilai aktiva.” Mallaret (2008) mendefinisikan ukuran perusahaan sebagai berikut : “Seperangkat kebijaksanaan yang ditetapkan dengan baik yang harus dilaksanakan oleh perusahaan yang bersaing secara global.” Menurut Hilmi dan Ali (2008) menyatakan bahwa : 46 “Ukuran perusahaan dapat dinilai dari beberapa segi. Besar kecilnya ukuran suatu perusahaan dapar didasarkan pada total nilai set. total penjualan. kapitalisasi pasar. jumlah tenaga kerja dan sebagainya. Semakin besar aset suatu perusahaan maka akan semakin besar pula modal yang ditanam. semakin besar total penjualan suatu perusahaan maka akan semakin banyak juga perputaran uang dan semakin kapitalisasi pasar maka akan semakin besar pula perusahaan dikenal oleh masyarakat.” Lang dan Lundholm (1993) dalam Benardi (2009) menyatakan bahwa : “Karakteristik suatu perusahaan dalam hubungan dengan struktur perusahaan.” Karakteristik suatu perusahaan dalam hubungan dengan struktur perusahaan. Machfoeds (1994) dalam Edy Suwito (2005) menyatakan bahwa : “Ukuran perusahaan adalah suatu skala dapat diklasifikasikan besar kecil perusahaann menurut berbagai cara. antara lain : total aktiva. log size. nilai pasar saham dan lain-lain. Pada dasarnya ukuran perusahaan hanya terbagi dalam tiga kategori. yaitu : perusahaan besar (firm large). perusahaan sedang (medium firm). dan perusahaan kecil (small firm). Perusahaan dengan ukuran besar memiliki akses yang lebih besar untuk mendapatkan sumber pendanaan dari berbagai sumber. sehingga untuk memperoleh pinjaman dari kreditur pun akan lebih mudah karena perusahaan dengan ukuran besar memiliki profitabilitas lebih besar untuk memenangkan persaingan atau bertahan dalam industri. Pada sisi lain. perusahaan dengan skala kecil lebih fleksibel dalam menghadapi ketidakpastian. kerena perusahaan kecil lebih cepat bereaksi terhadap perubahan yang mendadak. Menurut Haruman (2008) bahwa : 47 “Ukuran perusahaan berhubungan dengan fleksibilitas dan kemampuan untuk mendapatkan dana dan memperoleh laba dengan melihat pertumbuhan penjualan perusahaan.” Beberapa definisi diatas maka menunjukkan bahwa ukuran perusahaan adalah skala perusahaan yang diklasifikasikan berdasarkan besar total aset. penjualan. dan kapitalisasi pasar perusahaan. 2.1.5.2 Klasifikasi Ukuran Perusahaan UU No. 20 tahun 2008 pasal 1 mendefinisikan usaha mikro. usaha kecil. usaha menengah dan usaha besar sebagai berikut : 1. “Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. 2. Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri. yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki. dikuasai. atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha mengengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. 3. Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri. yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki. dikuasai. atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. 4. Usaha besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan usaha dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar dari usaha menengah. yang meliputi usaha nasional milik negara atau swasta. usaha patungan. dan usaha asing yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia.” 48 Adanya keputusan ketua Badan Pengawasan Pasar Modal mengenai besarnya jumlah kekayaan yang dimiliki perusahaan dapat diketahui bahwa semakin besarnya total aset menggambarkan semakin besar ukuran perusahaan. Ukuran perusahaan yang didasarkan pada total aset yang dimiliki oleh perusahaan diatur dengan ketentuan BAPEPAM No. 11/PM/1997 Pasal 1 ayat 1a yang berbunyi : “Perusahaan menengah atau kecil adalah badan hukum yang didirikan di Indonesia yang memiliki jumlah kekayaan (total assets) tidak lebih dari Rp. 100.000.000.000.00 (seratus miliar rupiah). Tabel 2.1 Klasifikasi Tingkat Skala Perusahaan Skala Perusahaan Tingkat Tenaga Kerja Tingkat Penjualan Perusahaan kecil 5-19 orang < Rp 3 Miliar Perusahaan Sedang 20-99 orang Rp 3 Milyar – Rp 10 Miliar Perusahaan Besar 100 orang Ke atas > Rp 10 Miliar Sumber : Skripsi Lirra (2014) SK Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor : 11/M-IND/PER/2014 tentang program restrukturasi mesin dan/atau peralatan industri kecil dan industri menengah. mengelompokkan perusahaan dengan didasarkan pada nilai aset yang dimiliki perusahaan seperti yang diatur dalam pasal 3 ayat 1. yang menyatakan bahwa : 49 “Kriteria industri kecil dan industri menengah adalah (a) Industri kecil yaitu industri dengan nilai investasi paling banyak Rp 500.000.000.- (lima ratus juta rupiah). tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; dan (b) Industri menengah yaitu industri dengan nilai investasi lebih besar dari Rp 500.000.000.- (lima ratus juta rupiah) atau paling banyak Rp 10.000.000.000.(sepuluh miliar rupiah). termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.” Sedangkan pengelompokkan perusahaan yang didasarkan pada nilai asset diatur oleh Bank Indonesia Nomor : 5/18/PBI/2003 tentang pemberian bantuan teknis dalam rangka pengembangan usaha mikro dan kecil seperti yang diatur dalam pasal 1 ayat 3 dan 4. yang menyatakan bahwa : 1. “Usaha mikro adalah usaha produktif milik keluarga atau peorangan warga negara Indonesia dan memiliki hasil penjualan paling banyak Rp 100.000.000.(seratus juta rupiah) per tahun sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 40/KMK. 06/2003 tanggal 29 Januari 2003 tentang Pendanaan Kredit Usaha Mikro dan kecil. 2. Usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria sebagai berikut : (a) memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000.- (dua ratus juta rupiah). tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau (b) memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000.- (satu miliar rupiah); (c) milik warga negara Indonesia; (d) berdiri sendiri. bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki. dikuasai. atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha mengenah atau usaha besar; (e) berbentuk usaha perseorangan. badan usaha yang tidak berbadan hukum. atau badan usaha yang berbadan hukum. termasuk koperasi. sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 9 tahun 1995 tentang usaha kecil.” Dengan adanya ketentuan diatas. maka dapat dinyatakan bahwa perusahaan yang memiliki aset diatas Rp 200.000.000.- (dua ratus juta rupiah) dapat dikelompokkan ke dalam industri menengah dan besar. 50 Adapun kriteria ukuran perusahaan yang diatur dalam UU No. 20 tahun 2008 diuraikan dalam tabel berikut ini : Tabel 2.2 Kriteria Ukuran Perusahaan Ukuran Perusahaan Kriteria Penjualan Tahunan Usaha Mikro Asset (tidak termasuk tanah & bangunan tempat usaha) Maksimal 50 juta Usaha Kecil > 50 juta – 500 juta > 300 juta – 2.5 Miliar Usaha Menengah > 10 juta – 10 Miliar 2.5 Miliar – 5 Miliar Usaha Besar > 10 Miliar > 50 Miliar Maksimal 300 juta 2.1.5.3 Metode Pengukuran Ukuran Perusahaan Untuk melakukan pengukuran terhadap ukuran perusahaan Prasetyantoko (2008:257) mengemukakan bahwa: “Aset total dapat menggambarkan ukuran perusahaan. semakin besar aset biasanya perusahaan tersebut semakain besar.” Jogiyanto (2007:282) menyatakan bahwa : “Ukuran aktiva digunakan untuk mengukur besarnya perusahaan. ukuran aktiva tersebut diukur sebagai logaritma dari total aktiva”. Menurut Kusumawardhani (2012) ukuran perusahaan adalah : 51 “Salah satu indikator yang digunakan investor dalam menilai aset maupun kinerja perusahaan. Besar kecilnya suatu perusahaan dapat dilihat dari total aset dan total penjualan (net sales) yang dimiliki perusahaan.” Menurut Kartika Nuringsih (2013) metode pengukuran dalam ukuran perusahaan adalah : Total aktiva Ukuran Perusahaan = Ln Total Aktiva dipilih sebagai proksi ukuran perusahaan dengan mempertimbangkan bahwa nilai aktiva relatif lebih stabil dibandingkan dengan nilai market capitalized dan penjualan (Sudarmadji 2007 dalam Rindi Tiara 2014). Jika nilai dari total aktiva. penjualan. atau modal itu besar. maka digunakan natural logaritma dari nilai tersebut (Miswanto dan Husnan 1999 dalam Rindi Tiara 2014). 2.1.6. Kebijakan Dividen 2.1.6.1 Definisi Dividen Dividen merupakan sumber informasi yang memberikan sinyal kepada investor di pasar modal. Dividen yang dibayarkan oleh perusahaan mencerminkan kemampuan perusahaan untuk mensejahterakan para pemegang saham dari laba yang diperoleh perusahaan. Pengertian dividen menurut I Made Sudana (2011:94) sebagai berikut : 52 “Dividen merupakan pembayaran yang dilakukan oleh perusahaan kepada pemegang saham. baik berupa kas maupun saham. Dividen yang dibayar kepada pemegang saham menunjukkan pendapatan atas modal yang secara langsung atau tidak langsung diinvestasikan oleh pemegang saham di perusahaan.” Hanafi (2012: 361) menyatakan : “Dividen merupakan kompensasi yang diterima oleh pemegang saham. disamping capital gain.” Menurut Irham Fahmi (2015:70) yang dikutip dari Black’s Law Dictionary. pengertian dividen adalah sebagai berikut : “The distribution of current of accumulated earning to the shareholders of corporotaion pro rate based on the number of shares owned.” Definisi di atas dapat diartikan bahwa dividen merupakan salah satu keuntungan yang akan diperoleh oleh para pemegang saham berdasarkan perolehan laba yang didapatkan oleh perusahaan. 2.1.6.2 Jenis-jenis Dividen Jenis dividen dapat dikelompokkan dalam beberapa jenis. Menurut Irham Fahmi (2015:70) jenis-jenis dividen sebagai berikut : “Ada beberapa jenis dividen yang merupakan realisasi dari pembayaran dividen. yaitu : a. Dividen tunai (Current Dividend) b. Dividen properti (Property Dividend) c. Dividen likuidasi (Liquidation Dividend)” 53 Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut : 1. Dividen Tunai (Cash Dividend) Dividen tunai (cash dividend) yaitu dividen yang dinyatakan dan dibayarkan pada jangka waktu tertentu dan dividen tersebut berasal dari dan yang diperoleh secara legal. Dividen ini dapat bervariasi dalam jumlah bergantung kepada keuntungan perusahaan. 2. Dividen Properti (Property Dividend) Dividen properti (property dividend) yaitu suatu distribusi keuntungan perusahaan dalam bentuk properti atau barang. 3. Dividen Likuidasi (Liquidation Dividend) Dividen Likuidasi (liquidation dividend) yaitu distribusi kekayaan perusahaan kepada pemegang saham dalam hal perusahaan tersebut dilikuidasi. 2.1.6.3 Definisi Kebijakan Dividen Menurut I Made Sudana (2011:167) pengertian kebijakan dividen adalah sebagai berikut : “kebijakan dividen berhubungan dengan penentuan besarnya dividend payout ratio. yaitu besarnya persentase laba bersih setelah pajak yang dibagikan sebagai dividen kepada pemegang saham. Keputusan dividen merupakan bagian dari keputusan pembelanjaan perusahaan. khususnya berkaitan dengan pembelanjaan internal perusahaan. Hal ini karena besar kecilnya dividen yang dibagikan akan mempengaruhi besar kecilnya laba yang ditahan.” 54 Menurut James C. Van Horne. dan John M. Wachowicz. Jr. yang dialihbahasakan oleh Quratul’ain Mubarakah (2014:206). adalah sebagai berikut : “Kebijakan dividen adalah bagian yang tidak terpisahkan dalam keputusan pendanaan perusahaan. Rasio pembayaran dividen (dividend payout ratio) menentukan jumlah laba dalam perusahaan sebagai sumber pendanaan. Akan tetapi. dengan menahan laba yang saat ini dalam jumlah yang lebih besar dalam perusahaan juga berarti lebih sedikit uang yang akan tersedia bagi pembayaran dividen saat ini. Jadi. aspek utama dari kebijakan dividen perusahaan adalah menentukan alokasi laba yang tepat antara pembayaran dividen dengan penambahan saldo laba perusahaan.” Menurut Eugene F. Brigham dan Joel F. Houston yang dialihbahasakan oleh Ali Akbar Yulianto (2013:32) kebijakan dividen adalah : “Keputusan kebijakan dividen didefinisikan keputusan mengenai berapa banyak laba saat ini yang akan dibayarkan sebagai dividen sebagai ganti dari dipertahankan untuk diinvestasikan kembali di dalam perusahaan.” Berdasarkan definisi diats. dapat diketahui kebijakan dividen merupakan keputusan untuk menentukan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada para pemegang saham atau akan ditahan untuk diinvestasikan. 2.1.6.4 Jenis-jenis Kebijakan Dividen Menurut Arthur J. Keown. John D. Martin. J. William Petty dan David F. Scott.JR. yang dialihbahasakan oleh Marcus Prihminto Widodo. M.A. (2010:216) yaitu sebagai berikut : 55 “Kebijakan dividen alternatif. yaitu : a. Rasio pembayaran dividen yang konstan b. Pembayaran dolar dividen per lembar yang stabil c. Pembayaran dividen kecil. teratur. plus dividen ekstra pada akhir tahun.” Adapun penjelasannya sebagai berikut : 1. Rasio pembayaran dividen yang konstan Dalam kebijakan ini. persentasi laba yang dibayarkan dijaga tetap. Meskipun rasio dividen terhadap laba stabil. jumlah dolar dividen biasanya berfluktuasi dari tahun ke tahun sesuai dengan laba. 2. Pembayaran dolar dividen per lembar yang stabil Kebijakan ini mempertahankan dividen dolar yang relatif stabil. Kenaikan dividen dolar biasanya tidak terjadi sampai manajemen yakin bahwa dividen yang lebih besar bisa. 3. Pembayaran dividen kecil. teratur. plus dividen ekstra pada akhir tahun Perusahaan yang mengikuti kebijakan ini membayar dividen dolar yang kecil dan teratur ditambah dividen ekstra pada tahun yang makmur. Dividen ekstra dinyatakan menjelang akhir tahun fiskal ketika laba perusahaan sudah bisa diestimasi. Sasaran manajemen adalah menghindari konotasi dividen yang permanen. 2.1.6.5 Teori Kebijakan Dividen 56 Sebelum pengambilan keputusan dalam penentuan dividen. terdapat tiga teori yang berkaitan dengan kebijakan dividen. adapun ketiga teori tersebut menurut I Made Sudana (2011:167) sebagai berikut : “Teori kebijakan dividen tersebut adalah : a. Teori Dividend Irrelevance b. Teori Bird In-the-Hand c. Teori Tax Preference” Adapun penjelasannya sebagai berikut : 1. Teori Dividend Irrelevance Teori ini dikemukakan oleh Franco Modigliani dan Merton Miller (ModiglianiMiller/MM). Menurut teori dividend irrelevance. kebijakan dividen tidak mempengaruhi harga pasar saham perusahaan atau nilai perusahaan. Modigliani dan Miller berpendapat bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh kemampuan perusahaan untuk menghasilkan pendapatan (earning power) dan risiko bisnis. sedangkan bagaimana membagi arus pendapatan menjadi dividen dan laba ditahan tidak mempengaruhi nilai perusahaan. Inti dari pendapat Modigliani dan Miller ini adalah pengaruh pembayaran dividen terhadap kemakmuran pemegang saham dioffset sepenuhnya oleh cara-cara pembelanjaan investasi yang dilakukan oleh perusahaan. Misalnya perusahaan telah membuat keputusan investasi. maka perusahaan harus memutuskan apakah menahan laba untuk membelanjakan investasi atau membayar dividen dan menjual saham baru sejumlah dividen yang dibayarkan. 57 2. Teori Bird In-the-Hand Teori ini dikemukakan oleh Myron gordon dan John Lintner. Berdasarkan teori Bird In Hand. kebijakan dividen berpengaruh positif terhadap harga pasar saham. Artinya. jika dividen yang dibagikan perusahaan semakin besar. harga saham perusahaan tersebut akan semakin tinggi dan sebaliknya. Hal ini terjadi karena pembagian dividen dapat mengurangi ketidakpastian yang dihadapi investor. Investor memberikan nilai lebih tinggi atas dividend yield dibandingkan dengan capital gain yang diharapkan dari pertumbuhan harga saham apabila perusahaan menahan laba untuk dipakai membelanjai investasi. karena komponen dividend yield (D1/P0) risikonya lebih kecil dibandingkan dengan komponen pertumbuhan (g) pada persamaan pendapat yang diharapkan (ke atau E(R) = D1/P0 + g). 3. Teori Tax Preference Berdasarkan teori Tax Preference. kebijakan dividen mempunyai pengaruh negatif terhadap harga pasar saham perusahaan. Artinya. semakin besar jumlah dividen yang dibagikan oleh suatu perusahaan. semakin rendah harga pasar saham perusahaan yang bersangkutan. Hal ini terjadi jika ada perbedaan antara tarif pajak personal atas pendapatan dividen dan capital gain. Apabila tarif pajak dividen lebih tinggi daripada pajak capital gain. maka investor akan lebih senang jika laba yang diperoleh perusahaan tetap ditahan perusahaan. Dengan demikian dimasa yang akan datang diharapkan terjadi peningkatan capital gain yang tarif pajaknya 58 lebih rendah. Apabila banyak investor yang memiliki pandangan demikian. maka investor cenderung memiliki saham-saham dengan dividen kecil dengan tujuan menghindari pajak. 2.1.6.6 Prosedur Pembayaran Dividen Prosedur pembayaran actual dividen yang dikemukakan oleh Brigham dan Houston yang dialihbahasakan oleh Ali Akbar yulianto (2013:227) adalah : “Prosedur pembayaran dividen terdiri dari : a. Tanggal deklarasi b. Tanggal pemilik tercatat c. Tanggal eks-dividen d. Tanggal pembayaran” Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut : 1. Tanggal deklarasi Tanggal deklarasi adalah tanggal dimana direksi suatu perusahaan mengeluarkan pernyataan yang mendeklarasikan dividen. 2. Tanggal pemilik tercatat Tanggal dimana jika perusahaan menyusun daftar pemegang saham sebagai pemilik pada tanggal ini. maka pemegang saham tersebut akan menerima dividen. 3. Tanggal eks-dividen Tanggal dimana hak atas dividen berjalan tidak lagi dimiliki oleh suatu saham. biasanya dua hari kerja sebelum tanggal pemilik tercatat. 4. Tanggal pembayaran 59 Tanggal dimana perusahaan benar-benar mengirimkan cek pembayaran dividen. 2.1.6.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen Menurut I Made Sudana (2011:170) faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen adalah sebagai berikut : 1. “Dana yang dibutuhkan perusahaan Apabila di masa yang akan datang perusahaan berencana melakukan investasi yang membutuhkan dana yang besar. maka perusahaan dapat memperolehnya melalui penyisihan laba ditahan. 2. Likuiditas Perusahaan hanya mampu membayar dividen tunai jika tingkat likuiditas yang dimiliki perusahaan mencukupi. Semakin tinggi tingkat likuiditas maka semakin tinggi dividen yang mampu dibayar dan sebaliknya. 3. Kemampuan perusahaan untuk meminjam Salah satu perusahaan berasal dari pinjaman. Perusahaan dimungkinkan membayar dividen dengan besar. karena perusahaan masih memiliki peluang atau kemampuan untuk memperoleh dana pinjam guna memenuhi kebutuhan dan yang diperlukan perusahaan. 4. Nilai informsasi perusahaan Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa harga pasar saham perusahaan meningkat ketika perusahaan mengumumkan kenaikan dividen dan harga pasar turun ketika perusahaan mengumumkan penurunan dividen. Salah satu alasan dari reaksi pasar terhadap informasi pengumuman dividen tersebut dengan karena pemegang saham lebih menyukai pendapatan sekarang. sehingga dividen berpengaruh posotif terhadap harga pasar. 5. Pengendalian perusahaan Jika perusahaan membayar dividen yang besar. kemungkinan perusahaan memperoleh dana dengan menjual saham baru untuk membiayai peluang investasi yang dinilai menguntungkan. 6. Pembatasan yang diatur dalam perjanjian pinjaman dengan pihak kreditor Ketika perusahaan melakukan pinjaman dari pihak kreditur. perjanjian pinjaman tersebut sering disertai dengan persyaratan dividen yang tidak boleh melampaui jumlah tertentu yang disepakati. 7. Inflasi Semakin tinggi inflasi. semakin turun daya beli mata uang asing. Hal ini berarti perusahaan harus mampu menyediakan dana yang lebih besar untuk membiayai operasi maupun investasi perusahaan pada masa yang akan datang.” 60 Faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen menurut Manahan P. Tampubolon (2013:204) yaitu sebagai berikut : “Faktor-faktor yang mempengaruhi kebijaksanaan dividen tersebut antara lain : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Tingkat pertumbuhan korporasi (Company growth rate) Keterikatan dalam rapat (Restrictive convenant) Profitability Stabilitas laba (Earning stability) Kontrol perbaikan (Maintenance control) Memahami pengungkit keuangan (Degree of financial leverage) Kemampuan untuk kondisi keuangan eksternal (Ability to finance externally Keadaan tak terduga (Uncertainity) Ukuran dan umur korporasi (Age and size)” Sedangkan menurut Farah Margaretha (2014:335) yaitu sebagai berikut : “Kebijakan dividen yang digunakan perusahaan sangat dipengaruhi oleh : a. Faktor kendala-kendala b. Peluang investasi c. Alternatif sumber-sumber modal lainnya.” Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut : 1. Faktor kendala-kendala a. Perjanjian kredit. Membatasi pembagian dividen. b. Ketidakcukupan laba. Pembagian dividen tidak boleh melebihi retains earning (untuk melindungi kreditor). c. Tersedianya uang kas. Sedikitnya uang kas yang tersedia membatasi pembayaran dividen. 61 d. Denda pajak atas penimbunan laba yang tidak wajar. Tujuan utama untuk mencegah orang kaya tidak menggunakan perusahaan untuk menghindari pajak pribadi. Jadi. jika dividend payout ratio sengaja dibuat rendah maka didenda. 2. Faktor peluang investasi a. Jumlah proyek dalam capital budgetting. Proyek banyak menyebabkan dividen yang dibagi sedikit. b. Kemungkinan mempercepat/menunda proyek. Jika mungkin ditunda maka dividen akan dibagi. 3. Faktor alternatif sumber modal lainnya a. Biaya atas penjualan saham baru. Jika emisi tinggi (biasanya perusahaan kecil) maka dividend payout rendah. b. Kemampuan mensubstitusi modal sendiri dengan utang. Jika perusahaan dapat menyesuaikan debt ratio. perusahaan dapat mempertahankan cash dividend yang konstan. 2.1.6.8 Metode Pengukuran Kebijakan Dividen Menurut I Made Sudana (2011:167) sebagai berikut : “Kebijakan dividen berhubungan dengan penentuan besarnya dividend payout ratio. yaitu besarnya persentase laba bersih setelah pajak yang dibagikan sebagai dividen kepada pemegang saham.” 62 Menurut James C. Van Horne dan John M. Wachowicz yang dialihbahasakan oleh Quratul’ain Mubarakah (2014:206). adalah sebagai berikut : “Rasio pembayaran dividen adalah deviden kas tahunan yang dibagi dengan laba tahunan atau dividen per lembar di bagi dengan laba per lembar. Rasio ini menunjukkan persentase laba perusahaan yang diberikan kepada para pemegang saham secara tunai.” Menurut I Made Sudana (2011:167) rumus dividend payout ratio yaitu : Dividend Payout Ratio = π·ππ£πππππ Per Lembar Saham Laba Bersih Per Lembar Saham Pada penelitian ini. penulis menggunakan dividend payout ratio untuk mengukur kebijakan dividen. Dengan alasan karena rasio ini memberikan gambaran yang lebih baik terhadap keuntungan yang diperoleh pemegang saham dari laba yang diperoleh perusahaan. Semakin tinggi rasio akan semakin menguntungkan bagi pemegang saham karena semakin besar tingkat kembalian atas saham yang dimiliki oleh pemegang saham. 2.1.7 Penelitian Terdahulu Adapun peneliti-peneliti sebelumnya yang telah melakukan penelitian yang memiliki hubungan dengan kebijakan dividen. diantaranya dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 2.3 63 Penelitian Terdahulu No Nama Peneliti Judul penelitian 1 Haryetti dan Ririn Pengaruh Profitabilitas. Araji Ekayanti Investment Opportunity (2012) Set dan Pertumbuhan Perusahaan terhadap Kebijakan Dividen 2 Indah Sulistiyowati. Ratna Angraini Tri. dan Hesti Utaminingtyas (2010) Pengaruh Profitablitas. Leverage. dan Growth terhadap Kebijakan Dividen dengan Good Corporate Governance sebagai Variabel Intervening 3 Rizal Ahmad (2009) Pengaruh Profitabilitas dan Investment Opportunity Set terhadap Kebijakan Dividen Tunai 4 Elyzabet Indrawati dan Marpaung Bram Hadianto (2009) Pengaruh Profitabilitas dan Kesempatan Investasi terhadap Kebijakan Dividen Hasil Riset Penelitian Profitabilitas (ROA) berpengaruh positif secara sangat signifikan dan berpengaruh paling dominan terhadap dividend payout ratio (DPR). Investment opportunity set (CAP/BVA) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap dividend payout ratio (DPR). Pertumbuhan perusahaan berpengaruh negatif secara signifikan terhadap dividend payout ratio (DPR). Dengan analisi regresi berganda tidak ada satupun variabel inddependen dan variabel kontrol yang secara statistik berpengaruh terhadap kebijakan dividen. Begitu pula dengan pengujian path analysis yang menyatakan bahwa profitablitas. leverage. dan growth tidak mempunyai pengaruh terhadap kebijakan dividen dengan good corporate governance sebagai variabel intervening. Variabel profitabilitas dan investment opportunity set yang diukur menggunakan Likuiditas sebagai variabel penguat. berpengaruh positif secara signifikan terhadap kebijakan dividen Profitabilitas berpengaruh positif secara signikan terhadap kebijakan dividen. 64 5 Suardi Yakub. Pengaruh Profitabilitas Suharsil. dan Jufri dan Investment Halim (2014) Opportunity Set terhadap Dividen Tunai 6 Mafizatun Nurhayati (2013) 7 Sisca Christianty Pengaruh Kepemilikan Dewi (2008) Manajerial. Kepemilikan Institusional. Kebijakan Hutang. Profitabilitas dan Ukuran Perusahaan Terhadap Kebijakan Dividen Profitabilitas. Likuiditas dan Ukuran Perusahaan terhadap Kebijakan Dividen dan Nilai Perusahaan Sektor Non Jasa Kesempatan Investasi diproksi dengan dua variabel yaitu pertumbuhan penjualan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kebijakan dividen. Dan rasio harga pasar berpengaruh positif secara signifikan terhadap kebijakan dividen. Profitabilitas berpengaruh positif secara signifikan terhadap dividen tunai perusahaan BEI sektor perbankan. IOS berpengaruh positif secara signifikan terhadap dividen tunai. Profitabilitas berpengaruh positif secara signifikan terhadap kebijakan dividen dan nilai perusahaan. Ukuran perusahaan dan likuiditas tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen. Ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Likuiditas tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Kepemilikan Manajerial. Kepemilikan Institusional. Kebijakan Hutang. dan Profitabilitas tidak berpengaruh secara positif signifikan terhadap kebijakan dividen. Sedangkan ukuran perusahaan berpengaruh positif secara signifikan terhadap kebijakan dividen. 2.2. Kerangka pemikiran 2.2.1 Pengaruh Profitabilitas terhadap Kebijakan Dividen 65 Menurut Agus Sartono (2010:122) menyatakan sebagai berikut : “Pemegang saham jangka panjang akan sangat berkepentingan dengan profitabilitas. Karena pemegang saham akan melihat keuntungan yang benarbenar akan diterima dalam bentuk dividen. Perusahaan yang mempunyai profitabilitas yang baik dapat menentukan kebijakan dividen untuk meningkatkan pembayaran dividen.” Menurut Lintner (1956) dalam Tatang A. Gumanti (2013:29) profitabilitas yang berhubungan dengan kebijakan dividen yang menyatakan sebagai berikut : “Kebijakan dividen salah satunya dapat dikondisi oleh laba masa lalu dan laba saat ini. dimana pola pergerakannya besarnya dividen cenderung mendekati nilai rata-ratanya. Kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba tersebut dapat menggunakan rasio profitabilitas.” Selain itu menurut Jensen. Solberg. dan Zorn (1992) dalam Marpung dan Hadianto (2009) : “Semakin tinggi profitabilitas maka semakin tinggi aliran kas dalam perusahaan sehingga perusahaan dapat menentukan kebijakan dividen lebih tinggi.” Menurut Pradana dan Sanjaya (2014) berhubungan profitabilitas terhadap kebijakan dividen sebagai berikut : “Perusahaan yang mampu mengelola asetnya efektif dan efisiensi cenderung menghasilkan kinerja keuangan yang baik. Hal ini direalisasikan dengan adanya laba yang tinggi (mengacu ROA yang tinggi). Dengan demikian. perusahaan tersebut dianggap mampu untuk membayar sebagian porsi labanya dalam bentuk dividen tunai. Semakin tinggi laba yang mampu dihasilkan besar pula profitabilitas perusahaan untuk membagikan dividen.” 66 Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa perusahaan yang mampu mengelola asetnya secara efektif dan efisien akan menghasilkan kinerja keuangan yang baik. dengan adanya perolehan laba yang tinggi. Dengan demikian. perusahaan dianggap mampu untuk membayar sebagian porsi labanya dalam bentuk dividen tunai. Semakin tinggi laba yang mampu dihasilkan. semakin besar pula profitabilitas perusahaan menentukan kebijakan dividen untuk membagikan dividen. 2.2.2 Pengaruh Investment Opportunity Set (IOS) terhadap Kebijakan Dividen Menurut James C. Van Horne. an John M. Wachowicz. Jr. yang dialihbahasakan oleh Quratul’ain Mubarakah (2014:207). menyatakan sebagai berikut : “Ketika kebijakan dividen diperlukan sebagai keputusan pendanaan semata. pembayaran dividen tunai merupakan residual pasif. Persentase laba yang dibayarkan sebagai dividen akan berfluktuasi jumlah peluang investasi yang dapat diterima dan yang tersedia bagi perusahaan.” Menurut James C. Van Horne. dan John M. Wachwicz. Jr. yang dialihkanbahasakan oleh Quratul’ain Mubarakah (2014:206) berikut : “Jika perusahaan memiliki laba tersisa setelah membiayai semua peluang investasi yang layak dilakukan (dapat diterima) laba ini kemudian didistribusikan kepada para pemegang saham dalam bentuk dividen tunai. Jika tidak. perusahaan tidak akan menetapkan kebijakan dividen untuk tidak membagikan dividen.” Menurut Jefri Riyadi Kusuma (2008) menyatakan sebagai berikut : 67 “Apabila suatu investasi perusahaan tesebut sebagian besar didanai dari internal equity. maka akan mempengaruhi besarnya kebijakan dividen yang akan dibagikan kepada pemegang saham. Semakin besar investasi yang dilakukan maka semakin berkurang dividen yang akan dibagikan.” Menurut Pradana dan Sanjaya (2014) adalah sebagai berikut : “Tingkat pertumbuhan perusahaan yang tinggi di masa depan biasanya diikuti dengan adanya penurunan dividen tunai. Perusahaan dengan pertumbuhan yang tinggi sering dikatakan juga memiliki kesempatan investasi (IOS) tinggi (Subekti dan Kusuma 2001). Hal ini memotivasi pihak manajerial untuk melakukan reinvestasi dalam jumlah besar.” Semakin meningkatkan pertumbuhan perusahaan. peluang untuk melakukan investasi semakin tinggi. Hal ini mempengaruhi kebijakan dividen untuk menentukan jumlah dividen yang akan dibayarkan kepada para pemegang saham. dikarenakan laba yang diperoleh oleh perusahaan umunya akan ditahan untuk melakukan investasi. 2.2.3 Pengaruh Pertumbuhan Perusahaan terhadap Kebijakan Dividen Menurut I Made Sudana (2011:65) sebagai berikut : “Semakin rendah persentase laba bersih yang dibayarkan sebagai dividen. semakin tinggi rasio laba ditahan. Hal ini meningkatkan modal sendiri yang berasal dari dalam perusahaan dan akan meningkatkat pertumbuhan berkelanjutan perusahaan.” Menurut Suad Husnan (2009:322) menyatakan sebagai berikut : “Tahap pertumbuhan ditandai dengan pertumbuhan jumlah penjualan yang relatif tinggi. Karena tingginya penjualan. laba yang diperoleh mungkin tidak cukup untuk membiayai ekspansi yang diperlukan. Dengan demikian. mungkin 68 sekali perusahaan dalam tahap ini akan mempunyai dividend payout ratio yang rendah. dan memerlukan pendanaan eksternal untuk membiayai ekspansinya.” Menurut Tampubolon (2005) dalam Sulistiyowati. dkk. (2010) hubungan pertumbuhan perusahaan terhadap kebijakan dividen yaitu : “Tingkat pertumbuhan suatu perusahaan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kebijakan. Semakin cepat tingkat pertumbuhan suatu perusahaan. maka semakin besar pula kebutuhan dana yang diperlukan untuk membiayai pertumbuhan tersebut. Semakin besar kebutuhan dana untuk waktu mendatang maka perusahaan lebih senang untuk menanam labanya daripada membayarkan sebagian dividen kepada pemegang saham.” Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa seiring dengan pertumbuhan perusahaan maka dana yang dibutuhkan oleh perusahaan akan semakin tinggi sehingga laba yang akan ditahan kemungkinan akan meningkat dan mengakibatkan keputusan kebijakan dividen untuk pembayaran dividen menjadi rendah atau kecil kepada para pemegang saham. 2.2.4. Pengaruh Likuiditas terhadap Kebijakan Dividen Kasmir (2013:129) menyatakan bahwa : “Likuiditas merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek. Sehingga tinggi rendahnya likuiditas perusahaan perusahaan.” dapat mempengaruhi kebijakan dividen suatu 69 Sartono (2010:114) dalam Komang Ayu Novita Sari dan Luh Komang Sudjarni (2015) menyatakan bahwa : “Rasio likuditas merupakan salah satu rasio yang menunjukkan bagaimana perusahaan mampu memenuhi kewajiban lancarnya dengan asset lancar yang dimilikinya. Tingkat likuiditas yang tinggi dapat menggambarkan kinerja perusahaan yang baik karena dengan tingkat likuiditas yang baik perusahaan akan lebih mudah untuk memenuhi kewajiban pembayaran dividen.” Brigham (1983) dalam Puspita (2009) menyatakan bahwa : “Current ratio merupakan salah satu ukuran likuiditas yang merupakan kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka jangka perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya melalui sejumlah kas (dan setara kas. seperti giro atau simpanan lain di bank yang dapat ditarik setiap saat) yang dimiliki perusahaan. Semakin tinggi current ratio menunjukkan kemampuan kas perusahan untuk memenuhi (membayar) kewajiban jangka pendeknya. sehingga dapat diambil hipotesis likuiditas perusahaan berpengaruh positif terhadap dividend payout ratio.” Menurut Ahmad Sandy (2013) : “Menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibankewajiban jangka pendek. Rasio likuiditas dapat diukur dengan current ratio. Perusahaan dalam membayar dividen memerlukan aliran kas keluar. sehingga harus tersedia likuiditas yang cukup. Semakin tinggi likuiditas yang dimiliki. perusahaan semakin mampu membayar dividen.” Likuiditas perusahaan merupakan faktor yang penting yang harus dipertimbangkan sebelum mengambil keputusan untuk menetapkan kebijakan dividen yang akan dibayarkan kepada para pemegang saham. Karena dividen merupakan arus kas keluar. maka semakin kuat posisi likuiditas perusahan berarti makin besar kemampuan perusahaan menentukam kebijakan dividen untuk membayar dividen. 70 2.2.5. Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Kebijakan Dividen Mafizatun Nurhayati (2013) menyatakan bahwa : “Suatu perusahaan besar yang sudah mapan akan memiliki akses yang mudah menuju pasar modal. sementara perusahaan yang baru dan yang masih kecil akan mengalami banyak kesulitan untuk memiliki akses ke pasar modal. Karena kemudahan akses ke pasar modal cukup berarti untuk fleksibilitas dan kemampuannya untuk memperoleh dana yang lebih besar. sehingga perusahaan mampu memiliki rasio pembayaran dividen yang lebih tinggi daripada perusahaan kecil .” Menurut Handayani dan Hadi Nugroho (2009) hubungan ukuran perusahaan terhadap kebijakan dividen adalah sebagai berikut : “Ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen karena perusahaan yang memiliki ukuran yang besar akan lebih mudah memasuki pasar modal sehingga dengan kesempatan ini perusahaan membayar dividen dengan jumlah besar kepada pemegang saham. Sementara perusahaan yang baru dan yang masih kecil akan mengalami banyak kesulitan untuk memiliki akses ke pasar modal.” Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa semakin besar ukuran perusahaan semakin mudah untuk mendapatkan modal eksternal dalam jumlah yang lebih besar terutama dari hutang. Ukuran perusahaan merupakan simbol ukuran perusahaan yang berhubungan dengan peluang dan kemampuan untuk masuk ke pasar modal dan jenis pembiayaan eksternal lainnya yang menunjukkan kemampuan meminjam. Hal ini menunjukkan hubungan. bahwa semakin besar ukuran perusahaan maka semakin besar pula kebijakan dividen untuk dividen yang akan dibagikan. 71 2.3. Paradigma Penelitian Berdasarkan kajian pustaka. penelitian terdahulu. dan kerangka pemikiran maka dapat digambarkan Paradigma penelitian sebagai berikut: Profitabilitas Investment Opportunity Set Kebijakan Dividen (Y) Pertumbuhan Perusahaan Likuiditas Gambar 2.1 Ukuran Perusahaan 72 2.4 Hipotesis Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti empiris pengaruh Penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti empiris pengaruh Profitabilitas. Investment Opportunity Set. Pertumbuhan Perusahaan. Likuiditas. dan Ukuran Perusahaan terhadap Kebijakan Dividen. Berdasarkan literatur dan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan. maka hipotes dalam penelitian ini adalah : H1= Profitabilitas berpengaruh terhadap kebijakan dividen. H2= Investment Opportunity Set berpengaruh terhadap kebijakan dividen H3= Pertumbuhan Perusahaan berpengaruh terhadap kebijakan dividen H4= Likuiditas berpengaruh terhadap kebijakan dividen H5= Ukuran Perusahaan terhadap kebijakan dividen