BAB II KAJIAN PUSTAKA. KERANGKA PEMIKIRAN

advertisement
17
BAB II
KAJIAN PUSTAKA. KERANGKA PEMIKIRAN
DAN HIPOTESIS
2.1
Kajian Pustaka
2.1.1
Profitabilitas
2.1.1.1 Defenisi Profitabilitas
Profitabilitas kemampuan perusahaan untuk menciptakan laba dengan
menggunakan modal yang cukup tersedia. Profitabilitas suatu perusahaan akan
mempengaruhi kebijakan para investor atas investasi yang dilakukan. Kemampuan
perusahaan untuk menghasilkan laba akan dapat menarik para investor untuk
menanamkan dananya guna memperluas usahanya. sebaliknya tingkat profitabilitas
yang rendah akan menyebabkan para investor menarik dananya. Sedangkan bagi
perusahaan itu sendiri profitabilitas dapat digunakan sebagai evaluasi atas efektivitas
pengelolaan badan usahan tersebut.
Fred Weston dalam Kasmir (2013:106-107) pengertian profitabilitas adalah
sebagai berikut :
“Merupakan rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari
keuntungan atau laba dalam suatu periode tertentu.”
Menurut Brigham dan Houston yang dialihbahasakan oleh Ali Akbar Yulianto
(2013:107) profitabilitas didefinisikan sebagai berikut:
18
“Profitabilitas adalah sekelompok rasio yang menunjukkan kombinasi dan
pengaruh likuiditas. manajemen aset dan utang pada hasil operasi”.
Menurut Mamduh Hanafi (2012:79) profitabilitas adalah :
“Rasio yang mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan
(profitabilitas) pada tingkat penjualan. asset. dan modal saham tertentu.”
Menurut Munawir (2014:33) definisi profitabilitas adalah sebagai berikut :
“Menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama
periode tertentu. Profitabilitas suatu perusahaan diukur dengan kesuksesan
perusahaan dan kemampuan menggunakan aktivanya secara produktif. dengan
demikian profitabilitas suatu perusahaan dapat diketahui dengan
memperbandingkan antara laba yang diperoleh dalam suatu periode dengan
jumlah aktiva atau jumlah modal perusahaan tersebut.”
Menurut Agus Sartono (2010:122) profitabilitas adalah sebagai berikut :
“Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan dengan memperoleh laba dalam
hubungannya dengan penjualan. total aktiva. maupun modal sendiri.”
Berdasarkan beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa
profitabilitas adalah kemampuan dalam menghasilkan laba dengan aktiva dan modal
yang dimiliki perusahaan.
19
2.1.1.2 Definisi Rasio Profitabilitas
Salah satu cara memperoleh informasi yang bermanfaat dari laporan keuangan
perusahaan adalah dengan melakukan analisis rasio keuangan. salah satunya adalah
rasio profitabilitas.
Menurut I Made Sudana (2011:22) definisi rasio profitabilitas yaitu :
“Mengukur kemampuan perusahaan dengan menggunakan seluruh aktiva yang
dimiliki untuk menghasilkan laba dengan menggunakan sumber-sumber yang
dimiliki perusahaan. seperti aktiva. modal. atau penjualan perusahaan.”
Menurut Eugene F. Brigham dan Joel F. Houston yang dialihbahasakan oleh
Ali Akbar Yuliyanto (2013:146) rasio profitabilitas adalah :
“Rasio profitabilitas adalah sekelompok rasio yang menunjukkan kombinasi
dari pengaruh likuiditas. manajemen asset. dan hutang ada hasil operasi.”
Menurut Irham Fahmi (2015:135) pengertian rasio profitabilitas adalah sebagai
berikut :
“Rasio ini mengukur efektivitas manajemen secara keseluruhan yang ditujukan
oleh besar kecilnya tingkat keuntungan yang diperoleh dalam hubungannya
dengan penjualan investasi.”
Berdasarkan definisi dari berbagai sumber di atas dapat diketahui bahwa rasio
profitabilitas merupakan rasio yang dapat menunjukkan keberhasilan perusahaan
dalam menghasilkan keuntungan dan dapat digunakan oleh perusahaan dalam menilai
20
tingkat pengembalian investasi dan penjualan berdasarkan dari jumlah laba yang
diperoleh perusahaan.
2.1.1.3 Tujuan dan Manfaat Rasio Profitabilitas
Menurut Kasmir (2013:197) tujuan dan manfaat penggunaan rasio profitabilitas
adalah sebagai berikut :
“Tujuan penggunaan rasio profitabilitas bagi perusahaan. maupun bagi pihak
luar perusahaan adalah :
1. Untuk mengukur atau menghitung laba yang diperoleh perusahaan dalam
satu periode tertentu;
2. Untuk menilai posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun
sekarang;
3. Untuk menilai perkembangan laba dari waktu ke waktu;
4. Untuk menilai besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri;
5. Untuk mengukur produktivitas seluruh dana perusahaan yang digunakan
baik modal pinjaman maupun modal sendiri;
6. Untuk mengukur produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang
digunakan baik modal sendiri;
7. Dan tujuan lainnya.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Adapun manfaat yang diperoleh dari rasio profitabilitas adalah untuk :
Mengetahui besarnya tingkat laba yang diperoleh perusahaan dalam satu
periode;
Mengetahui posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun
sekarang;
Mengetahui perkembangan laba dari waktu ke waktu;
Mengetahui besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri;
Mengetahui produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang digunakan
baik modal pinjaman maupun modal sendiri;
Manfaat lainnya.”
21
2.1.1.4 Metode Pengukuran Profitabilitas
Profitabilitas perusahaan merupakan salah satu dasar penilaian kondisi suatu
perusahaan. Untuk itu dibutuhkan suatu alat analisis untuk bisa menilainya. Alat
analisis yang dimaksud adalah rasio-rasio keuangan. Rasio profitabilitas mengukur
efektifitas manajemen berdasarkan hasil pengembalian yang diperoleh dari penjualan
dan investasi. Dengan demikian bagi investor jangka panjang akan sangat
berkepentingan dengan analisis profitabilitas. misalnya bagi pemegang saham akan
melihat keuntungan yang benar-benar akan diterima dalam bentuk dividen. Terdapat
banyak ukuran profitabilitas. masing-masing pengembalian perusahaan dihubungkan
terhadap penjualan. aktiva. modal. atau nilai saham.
Rasio profitabilitas dapat diukur dengan menggunakan beberapa cara menurut
Brigham dan Houston yang dialihbahasakan oleh Ali Akbar Yulianto (2013:146)
berikut adalah cara untuk mengukur rasio profitabilitas perusahaan :
“Cara untuk mengukur profitabilitas perusahaan adalah sebagai berikut :
a. Return On Assets (ROA).
b. Return On Equity (ROE).
c. Profit Margin Ratio.
d. Basic Earning Power.”
Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut :
1. Return On Assets (ROA)
ROA menunjukkan kemampuan perusahaaan dengan menggunakan seluruh aktiva
untuk menghasilkan laba setelah pajak. Rasio ini penting bagi pihak manajemen
untuk mengevaluasi efektivitas dan penting bagi pihak manajemen untuk
22
mengevaluasi efektivitas dan efisiensi manajemen perusahaan dalam mengelola
seluruh aktiva perusahaan. Semakin besar ROA. berarti efisiensi penggunaan
aktiva perusahaan atau dengan kata lain dengan jumlah aktiva yang sama bisa
dihasilkan laba yang lebih besar. dan sebaliknya. ROA dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
Return On Assets (ROA) =
πΈπ‘Žπ‘Ÿπ‘›π‘–π‘›π‘” π΄π‘“π‘‘π‘’π‘Ÿ π‘‘π‘Žπ‘₯𝑒𝑠
π‘‡π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑑𝑠
2. Return On Equity (ROE)
ROE menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba setelah
pajak dengan menggunakan modal sendiri yang dimiliki perusahaan. Rasio ini
penting bagi pemegang saham untuk mengetahui efektivitas dan efisiensi
pengolahan modal sendiri yang dilakukan oleh pihak manajemen perusahaan.
Semakin tinggi rasio ini berarti semakin efisiensi penggunaan modal sendiri yang
dilakukan oleh pihak manajemen perusahaan. ROE dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
Return On Equity (ROE) =
πΈπ‘Žπ‘Ÿπ‘›π‘–π‘›π‘” π΄π‘“π‘‘π‘Žπ‘’π‘Ÿ π‘‡π‘Žπ‘₯𝑒𝑠
π‘‡π‘œπ‘‘π‘Žπ‘™ πΈπ‘žπ‘’π‘–π‘‘π‘¦
3. Profit Margin Ratio
Profit margin ratio mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba
dengan menggunakan penjualan yang dicapai perusahaan. Semakin tinggi rasio
menunjukkan bahwa perusahaan semakin efisien dalam menjalankan operasinya.
Profit margin ratio dibedakan menjadi :
23
a. Net Profit Margin
Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba bersih
dari penjualan yang dilakukan perusahaan. Rasio ini mencerminkan efisien
seluruh bagian. yaitu produksi. personalia. pemasaran. dan keuangan yang ada
dalam perusahaan. NPM dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut
:
Earning After Taxes
Net Profit Margin =
Sales
b. Operating Profit Margin
Rasio ini mengukur kemampuan untuk menghasilkan laba sebelum bunga dan
pajak dengan penjualan yang dicapai perusahaan. Rasio ini menunjukkan
efisiensi bagian produksi. personalia. serta pemasaran dalam menghasilkan
laba. OPM dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Earning Before Interest and Taxes
Operating Profit Margin=
Sales
c. Gross Profit Margin
Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba kotor
dengan penjualan yang dilakukan perusahaan. Rasio ini menggambarkan
efisiensi yang dicapai oleh bagian produksi. GPM dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
24
Gross Profit
Gross Profit Margin =
Sales
4. Basic Earning Power
Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba sebelum
bunga dan pajak dengan menggunakan total aktiva yang dimiliki perusahaan.
Dengan kata lain rasio ini mencerminkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan
seluruh investasi yang telah dilakukan oleh perusahaan. Semakin tinggi rasio ini
berarti semakin efektif dan efisien pengelolaan seluruh aktiva yang dimiliki
perusahaan untuk menghasilkan laba sebelum bunga dan pajak. Rasio ini dapat
dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Earning Before Interest dan Taxes
Basic Earning Power =
Total Assets
Cara-cara pengukuran rasio profitabilitas menurut Agus Sartono (2010:123):
1.
2.
3.
4.
“Gross Profit Margin Ratio
Net Profit margin
Return on Investmen atau Return On Assets ( R O A)
Return On Equity (ROE) “
Adapun penjelasannya sebagai berikut :
1. Gross Profit Margin Ratio
Rasio ini merupakan persentase dari laba kotor dengan penjualan. Semakin
besar gross profit margin ratio maka semakin baik keadaan operasi perusahaan
karena hal ini menunjukan bahwa cost of good sold lebih rendah dibandingkan
25
sales. Gross profit margin ini sangat dipengaruhi oleh harga pokok penjualan.
Apabila harga pokok penjualan meningkat maka grossprofit margin akan
menurun. begitu juga sebaliknya.
πΊπ‘Ÿπ‘œπ‘ π‘  π‘ƒπ‘Ÿπ‘œπ‘“π‘–π‘‘ π‘€π‘Žπ‘Ÿπ‘”π‘–π‘› =
Penjualan−Harga Pokok Penjualan
Penjualan
x 100%
2. Net Profit margin
Merupakan rasio antara laba bersih (net profit) yaitu penjualan yang sudah
dikurangi seluruh biaya termasuk pajak dibandingkan dengan penjualannya.
𝑁𝑒𝑑 π‘ƒπ‘Ÿπ‘œπ‘“π‘–π‘‘ π‘€π‘Žπ‘Ÿπ‘”π‘–π‘› =
Laba Setelah Pajak
x 100%
Penjualan
3. Return on Investmen atau Return On Assets ( R O A)
Return on investment atau return on assets menunjukan kemampuan
perusahaan mengahasilkan laba dari aktiva yang dipergunakan.
π‘…π‘’π‘‘π‘’π‘Ÿπ‘› 𝑂𝑛 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑑𝑠 =
Laba Setelah Pajak
x 100%
Total Aktiva
4. Return On Equity (ROE)
Rasio ini mengukur seberapa banyak keuntungan yang menjadi hak pemilik
modal sendiri. karena itu dipergunakan angka laba setelah pajak.
π‘…π‘’π‘‘π‘’π‘Ÿπ‘› 𝑂𝑛 πΈπ‘žπ‘’π‘–π‘‘π‘¦
Laba Setelah Pajak
x 100%
Modal Sendiri
Salah satu metode pengukuran profitabilitas yang digunakan oleh penulis
dalam penelitian ini adalah Return on Equity (ROE). Return On Equity (ROE)
merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur keberhasilan perusahaan dalam
26
menghasilkan laba bagi para pemegang saham (Mardiyanto 2009:196). Return On
Equity merupakan alat yang lazim digunakan oleh investor dan pemimpin perusahaan
untuk mengukur seberapa besar keuntungan yang didapat dari modal sendiri yang
dimiliki oleh perusahaan. Bagi investor. analisis Return On Equity menjadi penting
karena dengan analisis tersebut dapat diketahui keuntungan yang dapat diperoleh dari
investasi yang dilakukan. Bagi perusahaan. analisis ini menjadi penting karena
merupakan faktor penarik bagi investor untuk melakukan investasi.
Pengertian Return On Equity menurut Kasmir (2012:204) adalah :
“Rasio untuk mengukur laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri.”
Menurut Irham Fahmi (2012:98) ROE adalah :
“Rasio yang digunakan untuk mengkaji sejauh mana suatu perusahaan
mempergunakan sumber daya yang dimiliki untuk mampu memberikan laba
atas ekuitas.”
2.1.2. Investment Opportunity Set
2.1.2.1 Defenisi Investment Opportunity Set
Investasi merupakan suatu aktiva yang digunakan perusahaan untuk
pertumbuhan kekayaan di masa yang akan datang. Setiap perusahaan yang melakukan
investasi baru dalam aktiva tetap selalu dengan harapan bahwa perusahaan akan
memperoleh kembali yang tertanam dalam investasi. Perusahaan akan melakukan
investasi berdasarkan pada peluang investasi dan modal yang mencukupi.
27
Lukas S. Atmaja (2008:211) mendefinisikan invesment opportunity set sebagai
berikut :
“Suatu grafik yang menggambarkan proyek-proyek yang potensial dalam suatu
urutan berdasarkan ranking IRR (Internal Rate of Return) proyek tersebut.”
Menurut Hasnawati (2005) IOS adalah :
“Nilai perusahaan yang nilainya di proksi melalui Investment Opportunity Set
(IOS). Namun. secara umum dapat disimpulkan bahwa Investment Opportunity
Set (IOS) merupakan hubungan antara pengeluaran saat ini maupun di masa
yang akan datang dengan nilai atau return atau prospek sebagai hasil dari
keputusan investasi untuk menghasilkan nilai perusahaan.”
Menurut Hartono (2003:58) dalam Ahmad (2009) kesempatan investasi atau
investment opportunity set (IOS) sebagai berikut :
“Menggambarkan tentang peluang investasi atau luasnya kesempatan bagi
perusahaan.”
Berdasarkan definisi diatas bahwa pilihan investasi itu merupakan suatu
kesempatan untuk berkembang. namun sebagian perusahaan tidak dapat melaksanakan
semua kesempatan investasi di masa yang akan datang. Bagi perusahaan yang tidak
dapat menggunakan kesempatan investasi tersebut maka akan mengalami suatu
pengeluaran yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai kesempatan yang hilang.
Kesempatan investasi dapat diukur dengan peningkatan aktiva tetap bersih. Hal ini
sesuai dengan format laporan arus kas (statement of cash flow) yang mengukur
investasi dari investasi jangka panjang dan aktiva tetap berwujud.
28
2.1.2.2 Metode Pengukuran Investment Opportunity Set (IOS)
Kallapaur dan Trombley (1999) dalam M. Yusuf (2005: 190) menyatakan
proksi yang dapat digunakan untuk mengukur investment opportunity set. yaitu sebagai
berikut :
“Proksi IOS dijadikan sebagai dasar untuk menentukan klasifikasi potensi
petumbuhan perusahaan dimasa depan apakah suatu perusahaan masuk
klasifikasi yang berpotensi tumbuh atau tidak tumbuh. Klasifikasi IOS tersebut
adalah sebagai berikut :
a. Proksi berdasarkan harga
b. Proksi berdasarkan investasi
c. Proksi berdasarkan varian.”
Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut :
1. Proksi berdasarkan harga. proksi ini percaya pada gagasan bahwa prospek yang
tumbuh dari suatu perusahaan sebagian dinyatakan dalam harga pasar. Perusahaan
yang tumbuh akan mempunyai nilai pasar yang relatif leih tinggi dibandingkan
dengan aktiva riilnya (assets in place)
Proksi IOS yang merupakan proksi berbasis harga adalah : market to book
value of assets (MVA/BVA). market to book value of equity (MVE/BVE). Tobin’s
Q. price to earning ration (PER). ratio property. plant. and equipment to firm
value (PPE/BVA). ratio firm value depreciation. and market value of equity plus
book value of debt (MVEPBVD).
2. Proksi berdasarkan investasi. proksi ini percaya pada gagasan bahwa suatu level
kegiatan investasi yang tinggi berkaitan secara positif pada nilai IOS suatu
29
perusahaan. Perusahaan dengan IOS yang tinggi juga akan mempunyai tingkat
investasi yang sama tinggi. yang dikonversi menjadi asset yang dimiliki. Kegiatan
investasi ini diharapkan dapat memberikan peluang investasi di masa berikutnya
yang semakin besar pada perusahaan yang bersangkutan.
Proksi IOS yang merupakan proksi IOS berbasis investasi adalah : ratio of
R&D to assets. ratio R&D to sales. ratio of capital expenditure to firm value assets
(CAP/MVA). investment to sales ratio. ratio of capital expenditure to book value
assets (CAP/BVA). investment to earning to ratio. log of firm value dan ratio
current assets to net sales (CAONS). Proksi yang digunakan dalam penelitian ini
adalah ratio of capital expenditure to book value assets (CAP/BVA).
3. Proksi berdasarkan varian. produk ini percaya pada gagasan bahwa suatu opsi akan
menjadi lebih bernilai jika menggunakan variabilitas ukuran untuk memperkirakan
besarnya opsi yang tumbuh. seperti variabilitias ukuran untuk memperkirakan
besarnya opsi yang tumbuh. seperti variabilitas imbal hasil (return) yang
mendasari peningkatan aktiva.
Proksi IOS yang berbasis varian adalah : variance of return. asset betas. dan
the variance of assets deflated sales.
Salah satu proksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah proksi investasi
berdasarkan yaitu Capital Expenditure to Book Value (CAPBVA). Dengan alasan.
proksi ini dapat menunjukkan pengeluaran modal terhadap asset yang digunakan
sebagai investasi di masa yang akan datang.
30
Menurut Wijaya dan Wibawa (2010) yaitu sebagai berikut :
“IOS memberikan petunjuk yang lebih luas dengan nilai perusahaan tergantung
pada pengeluaran perusahaan di masa yang akan datang. sehingga prospek
perusahaan dapat ditaksir dari Investment Opportunity Set (IOS).”
Menurut Lukas S. Atmaja (2008:225) investment opportunity set (IOS) dapat
diukur dengan menggunakan proksi berdasarkan investasi yaitu CAP/BVA dengan
menggunakan rumus :
CAP/BVA =
Nilai Buku Aset Tetap t – Nilai Buku Aset Tetap t−1
Jumlah Aset
Rasio Capital expenditure to book value of assets (CAP/BVA) menunjukkan
adanya aliran tambahan modal saham perusahaan yang dapat digunakan untuk
tambahna investasi aktiva produktifnya.
2.1.3. Pertumbuhan Perusahaan
2.1.3.1 Definisi Pertumbuhan Perusahaan
Perusahaan adalah suatu unit atau organisasi yang melakukan kegiatan
menghasilkan atau menyediakan barang atau jasa guna memenuhi kebutuhan
masyarakat dengan tujuan memperoleh laba. Untuk memperoleh laba yang semaksimal
mungkin dibutuhkan pertumbuhan perusahaan yang cukup.
Pertumbuhan perusahaan dalam konteks ini ialah peningkatan besar perusahaan
(firm-size growth). dengan indikator yang dapat memiliki berbagai jenis indeks
pengukuran dalam teknis perhitungannya.
31
Menurut Aries Heru Prasetyo (2011:143) menyatakan pertumbuhan
perusahaan:
“Variabel pertumbuhan dapat dilihat dari sisi penjualan. asset maupun laba
bersih perusahaan. Meski dapat dilihat dari berbagai sisi. namun ketiganya
menggunakan prinsip dasar yang sama di mana pertumbuhan dipahami sebagai
kenaikan nilai di suatu periode relative terhadap periode sebelumnya.”
Pengertian pertumbuhan perusahaan menurut Dewi Nadia (2014) adalah :
“Kemampuan perusahaan untuk meningkatkan size. yang dapat diproksikan
dengan adanya peningkatan aktiva. ekuitas. laba. dan penjualan.”
Anindito (2008) menyatakan bahwa :
“Pertumbuhan perusahaan salah satunya dapat ditandai dengan meningkatkan
pendapatan (net income) melalui kenaikan penjualan (sales). Dengan
pertumbuhan output tersebut. perusahaan dapat memperoleh tambahan
keuntungan dari tercapainya skala ekonomis (economic of scale) dalam
memproduksi barang tersebut. Perusahaan akan mampu memproduksi pada
jumlah tertentu dimana jumlah tersebut yang akan menghasilkan keuntungan
maksimal bagi perusahaan. Sumber keuntungan lain yang dapat diperoleh ialah
dengan daya. Sumber keuntungan lain yang dapat diperoleh ialah dengan daya
tawar (bargaining power) yang lebih tinggi terhadap pemasoknya. Sehingga
implikasinya perusahaan memperoleh biaya input yang lebih rendah perunitnya
(second degree price discrimination).”
Pertumbuhan perusahaan dapat dilihat bedasarkan rasio pertumbuhan. Menurut
Irham Fahmi (2015:137) rasio pertumbuhan adalah sebagai berikut :
“Rasio yang mengukur seberapa besar kemampuan perusahaan dalam
mempertahankan posisinya di dalam industri dan dalam perkembangan
ekonomi secara umum.”
32
Menurut Stephen A. Ross. Randolph W. Jordan yang dialihbahasakan oleh
Ratna Saraswati (2015:121) adalah :
“Pertumbuhan semata-mata merupakan alat yang sesuai untuk memeriksa
antara keputusan investasi dan pendanaan.”
Berdasarkan pengertian di atas. dapat diketahui bahwasanya pertumbuhan
perusahaan merupakan kemampuan perusahaan untuk meningkatkan usahanya dari
tahun ke tahun. dan untuk mengetahui kemampuan perusahaan. Rasio pertumbuhan
dapat digunakan untuk mengetahui perusahaan dalam mengukur pertumbuhan
perusahaan.
2.1.3.2 Faktor-faktor Penentu Pertumbuhan Perusahaan
Menurut I Made Sudana (2011:65) faktor-faktor penentu pertumbuhan
perusahaan adalah :
“Kemampuan perusahaan untuk tumbuh berkelanjutan ditentukan oleh empat
faktor yaitu sebagai berikut :
a. Profit Margin
b. Dividen Policy
c. Financial Policy
d. Total Asset Turnover.”
Berikut adalah penjelasan empat faktor penentu pertumbuhan perusahaan :
1. Profit Margin
33
Semakin tinggi profit margin akan meningkatkan kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan dana secara internal dan akan meningkat pertumbuhan
berkelanjutan perusahaan.
2. Dividen Policy
Semakin rendak persentase laba bersih yang dibayarkan sebagai dividen. semakin
tinggi rasio laba ditahan. Hal ini meningkatkan modal sendiri yang berasal dari
dalam perusahaan
dan akan meningkatkan
pertumbuhan berkelanjutan
perusahaan.
3. Financial Policy
Semakin tinggi rasio dengan modal akan meningkatkan financial leverage
perusahaan. Karena perusahaan melakukan penambahan pendanaan dengan utang.
maka akan menaikkan tingkat pertumbuhan berkelanjutan perusahaan.
4. Total Asset Turnover
Semakin tinggi perputaran aktiva berarti semakin besar kemampuan perusahaan
untuk menghasilkan penjualan dengan menggunakan setiap rupiah aktiva. Hal ini
berarti semakin menurun kebutuhan perusahaan untuk menambah aktiva baru
karena peningkatan. dan oleh karena itu akan menaikkan tingkat pertumbuhan
berkelanjutan.
2.1.3.3 Metode Pengukuran Pertumbuhan Perusahaan
Menurut Irham Fahmi (2015:137) rasio pertumbuhan dapat dilihat dari
berbagai segi yaitu sebagai berikut :
34
“Rasio pertumbuhan yang umum. dapat dilihat dari berbagai segi yaitu dari segi
sales. earning after tax (EAT). laba per lembar saham. dividen per lembar
saham. dan harga pasar per lembar saham.”
Sementara itu menurut Kasmir (2013:107) adalah :
“Pertumbuhan perusahaan terdiri dari pertumbuhan penjualan. pertumbuhan
laba bersih. pertumbuhan pendapatan per saham. dan pertumbuhan dividen per
saham.”
Susanto (2005:391) macam rasio pertumbuhan adalah sebagai berikut :
“Pada dasarnya rasio pertumbuhan terdiri dari :
a. Rasio pertumbuhan penjualan
b. Rasio laba bersih
c. Rasio laba per saham.”
Adapun penjelasannya sebagai berikut :
1. Rasio pertumbuhan penjualan. rasio ini menunjukkan sejauh mana perusahaan
dapat meningkat penjualannya dibandingkan dengan total penjualan secara
keseluruhan.
2. Rasio laba bersih. rasio ini menunjukan sejauh mana perusahaan meningkatkan
kemampuannya untuk memperoleh keuntungan bersih dibandingkan dengan total
keuntungan secara keseluruhan.
35
3. Rasio laba per saham. rasio ini menunjukkan sejauh mana perusahaan dapat
meningkatkan kemampuannya untuk memperoleh laba per lembar saham
dibandingkan dengan total laba per saham secara keseluruhan.
Dengan penelitian ini. penulis menggunakan rasio laba per lembar saham.
Dengan alasan bahwa rasio ini dapat merefleksikan pertumbuhan perusahaan yang
dilihat dari pertumbuhan laba per saham yang dimiliki oleh perusahaan. Earning per
share (EPS) menunjukkan informasi mengenai keuntungan yang akan dibagikan
kepada investor atau pemegang saham per lembar saham. Para calon pemegang saham
sangat tertarik dengan earning per share yang besar karena hal ini menunjukkan
indikator keberhasilan perusahaan dan semakin besar laba semakin besar pula
keuntungan yang diperoleh pemegang saham. Adapun rumus yang digunakan dalam
menghitung earning per share (EPS) menurut Irham Fahmi (2015:83) yaitu :
πΈπ‘Žπ‘Ÿπ‘›π‘–π‘›π‘” π΄π‘“π‘‘π‘’π‘Ÿ π‘‡π‘Žπ‘₯𝑒𝑠 (𝐸𝐴𝑇)
Earning Per Share (EPS) = Jumlah Saham yang Beredar
2.1.4. Likuiditas
2.1.4.1 Definisi Likuiditas
36
Posisi likuiditas berhubungan dengan kemampuan perusahaan melunasi
kewajibannya yang jatuh tempo dalam jangka pendek. dan kemungkinan perusahaan
memiliki masalah dalam memenuhi kewajiban ini.
Menurut Irham Fahmi (2015:121) likuiditas adalah :
“Kemampuan suatu perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya secara
tepat waktu. Rasio ini penting karena kegagalan dalam membayar kewajiban
dapat menyebabkan kebangkrutan perusahaan.”
Pengertian likuiditas menurut Fred Weston dalam Kasmir (2013:129) adalah:
“Kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban (utang) jangka pendek. Artinya
apabila perusahaan ditagih. maka akan mampu memenuhi utang (membayar)
tersebut terutama utang yang sudah jatuh tempo.”
Menurut Sartono (2010:116) likuiditas yaitu :
“Menunjukkan kemampuan untuk membayar kewajiban financial jangka
pendek tepat pada waktunya. Likuiditas perusahaan ditunjukan oleh besar
kecilnya aktiva lancar. yaitu aktiva yang mudah untuk diubah menjadi meliputi
kas. surat berharga. piutang. persediaan.”
Pengertian likuiditas menurut Munawir (2010:70) adalah :
“Likuiditas yairu rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam
memenuhi kewajiban jangka pendeknya. termasuk bagian dari kewajiban
jangka panjang.”
37
Dari definisi-definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa rasio likuiditas
merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi atau
membayar semua kewajiban finansial jangka pendeknya secara tepat waktu atau pada
saat jatuh tempo.
2.1.4.2 Tujuan dan Manfaat Likuiditas
Perhitungan rasio likuiditas memberikan cukup banyak manfaat bagi berbagai
pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan. Pihak yang paling berkepentingan
adalah pemilik perusahaan dan manajemen perusahaan guna menilai kemampuan
perusahaan. Selain itu. adapula tujuan dari perhitungan rasio likuiditas .
Tujuan dan manfaat rasio likuiditas Kasmis (2013:132) adalah :
1. “Untuk mengukur kemampuan membayar kewajiban atau utang yang segera
jatuh tempo pada saat ditagih. Artinya. kemampuan untuk membayar
kewajiban yang sudah waktunya dibayar sesuai jadwal batas waktu yang telah
ditetapkan (tanggal dan bulan tertentu).
2. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka pendek
dengan aktiva lancar secara keseluruhan. Artinya. jumlah kewajiban yang
berumur dibawah satu tahun atau sama dengan satu tahun. dibandingkan
dengan total aktiva lancar.
3. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka pendek
dengan aktiva lancar tanpa memperhitungkan sediaan atau piutang. Dalam hal
ini aktiva lancar dikurangi sediaan dan utang yang dianggap likuiditasnya lebih
rendah.
4. Untuk mengukur atau membandingkan antara jumlah sediaan yang ada dengan
modal kerja perusahaan.
5. Untuk mengukur seberapa besar uang kas yang tersedia untuk membayar kas
dan hutang.
6. Sebagai alat perencanaan kedepan. terutama yang berkaitan dengan kas dan
hutang.
7. Untuk melihat kondisi dan posisi likuiditas perusahaan dari waktu ke waktu
dengan membandingkan untuk beberapa periode.
38
8. Untuk melihat kelemahan yang dimiliki perusahaan. dari masing-masing
komponen yang ada di aktiva lancar dan hutang lancar.
9. Menjadi alat pemicu bagi pihak manajemen untuk memperbaiki kinerjanya.
dengan melihat rasio likuiditas yang ada pada saaat ini.”
2.1.4.3 Metode Pengukuran Likuiditas
Menurut Kasmir (2013:134) terdapat jenis-jenis rasio likuiditas yang dapat
digunakan perusahaan. yaitu :
1. “Rasio lancar (current ratio).
2. Rasio cepat (quick atau acid ration). dan
3. Rasio kas (cash ratio).”
Dari kutipan diatas mengenai jenis-jenis rasio likuiditas. maka dapat dijelaskan
sebagai berikut :
1. Rasio lancar (current ratio)
Rasio lancar adalah ukuran yang umum digunakan atau solvensi jangka pendek.
Rasio ini merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam
membayar kewajiban jangka pendek atau utang yang segera jatuh tempo pada saat
ditagih secara keseluruhan. Current ratio ini dapat diukur dengan rumus sebagai
berikut :
Current Ration =
2. Rasio cepat (quick atau acid ration)
πΆπ‘’π‘Ÿπ‘Ÿπ‘’π‘›π‘‘ 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑑𝑠
πΆπ‘’π‘Ÿπ‘Ÿπ‘’π‘›π‘‘ πΏπ‘–π‘Žπ‘π‘–π‘™π‘–π‘‘π‘–π‘’π‘ 
39
Rasio cepat (quick ratio) merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan
perusahaan dalam memenuhi atau membayar kewajiban atau utang lancar (utang
jangka pendek) dengan aktiva lancar tanpa memperhitungkan nilai sediaan
(inventory). Artinya. nilai sediaan kita abaikan. karena persediaan merupakan
aktiva lancar yang kurang liquid dibanding dengan yang lain dan dianggap
memerlukan waktu relatif lebih lama untuk diuangkan. Quick ratio ini dapat
diukur dengan rumus sebagai berikut :
Current Assets - Inventory
Quick Ratio =
Current Liabilities
3. Rasio kas (cash ratio)
Rasio kas (cash ratio) merupakan alat yang digunakan untuk mengukur seberapa
besar uang kas yang tersedia untuk membayar utang. Ketersediaan uang kas dapat
ditunjukkan dari tersedianya dan kas atau yang setara dengan kas. Cash ratio ini
dapat diukur dengan rumus sebagai berikut :
Cash or Cash Equivalent
Cash Ratio =
Current Liabilities
Lukman Syamsudin (2011:43-51). mengatakan bahwa rasio atau pengukuran
likuiditas terbagi menjadi dua (2) yaitu :
1. “Pengukuran Likuiditas Perusahaan secara keseluruhan
Dengan likuiditas perusahaan secara keseluruhan dimaksudkan bahwa aktiva
lancar dan hutang lancar dipandang masing-masing sebagai satu kelompok.
40
Ada tiga cara penting dalam pengukuran tingkat likuiditas secara menyeluruh
ini. yaitu :
a. Net Working Capital
Net working capital merupakan selisih antara current assets (aktiva lancar)
dengan current liabilities (utang lancar). Jumlah net working capital
berguna untuk kepentingan pengawasan intern didalam suatu perusahaan.
Tidak jarang terjadi apabila perusahaan bermaksud untuk mencari pinjaman
jangka panjang. maka kreditur menetapkan beberapa persyaratan dimana
salah satu diantaranya adalah penetapan jumlah 10 minimum net working
capital yang harus tetap dipertahankan. Hal ini digunakan untuk memaksa
perusahaan agar tetap mempertahankan jumlah operating liquidity pada
tingkat tertentu serta untuk menjamin pinjaman-pinjaman yang dilakukan
oleh perusahaan. Pembandingan net working capital dari tahun ke tahun
juga bisa memberikan gambaran tentang jalannya perusahaan. Jumlah net
working capital yang semakin besar menunjukkan tingkat likuiditas yang
semakin tinggi pula. Perhitungan net working capital adalah sebagai berikut
:
Net Working Capital = Current Asset – Current Liabilities
b. Current Ratio
Current ratio merupakan salah satu rasio financial yang sering digunakan.
Tingkat current ratio dapat ditentukan dengan jalan membandingkan
antara current asset dengan current liabilities.
πΆπ‘’π‘Ÿπ‘Ÿπ‘’π‘›π‘‘ π‘…π‘Žπ‘‘π‘–π‘œ =
πΆπ‘’π‘Ÿπ‘Ÿπ‘’π‘›π‘‘ 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑑𝑠
πΆπ‘’π‘Ÿπ‘Ÿπ‘’π‘›π‘‘ πΏπ‘–π‘Žπ‘π‘–π‘™π‘–π‘‘π‘–π‘’π‘ 
Tidak ada suatu ketentuan mutlak tentang berapa tingkat current ratio yang
dianggap baik atau yang harus dipertahankan oleh suatu perusahaan karena
biasanya tingkat current ratio ini juga sangat tergantung pada jenis usaha
dari masing-masing perusahaan. Akan tetapi sebagai pedoman umum.
tingkat current ratio 2.00 sudah dapat dianggap baik.
c. Acid-test Ratio atau Quick Ratio
Acid-test ratio hampir sama dengan current ratio hanya saja jumlah
persediaan (inventory) sebagai salah satu komponen dari akiva lancar harus
dikeluarkan. Alasan yang melatarbelakangi hal tersebut adalah bahwa
persediaan adalah merupakan komponen aktiva lancar yang paling tidak
likuid. sementara dengan acid-test ratio dimaksudkan untuk
membandingkan aktiva yang lebih lancar (quick assets) dengan utang
lancar. Perhitungannya sebagai berikut :
41
𝐴𝑐𝑖𝑠 − 𝑇𝑒𝑠𝑑 π‘…π‘Žπ‘‘π‘–π‘œ =
πΆπ‘’π‘Ÿπ‘Ÿπ‘’π‘›π‘‘ 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑑𝑠 − πΌπ‘›π‘£π‘’π‘›π‘‘π‘œπ‘Ÿπ‘¦
πΆπ‘’π‘Ÿπ‘Ÿπ‘’π‘›π‘‘ πΏπ‘–π‘Žπ‘π‘–π‘™π‘–π‘‘π‘–π‘’π‘ 
Acid-test ratio sebesar 1.0 pada umumnya sudah dianggap baik. tetapi seperti
halnya dengan current ratio. berapa besar acid-test ratio yang seharusnya.
sangat tergantung pada jenis usaha dari masing-masing perusahaan. Acidtest ratio akan memberikan gambaran likuiditas yang lebih tepat hanya bila
inventory sulit untuk dijual dengan segera tanpa menurunkan nilainya.
2. Ukuran tingkat likuiditas atau aktivitas dari current account tertentu (Measure
of liquidity or activity of specific current account) Pengukuran tingkat
likuiditas dengan menggunakan net working ratio capital. current ratio. dan
acid-test ratio belumlah cukup karena pengukuran ini tidak memperhatikan
masing-masing komponen current assets maupun current liabilities. Adanya
komposisi yang berbeda dari masing-masing komponen current assets dan
current liabilities akan mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap
tingkat likuiditas yang sesungguhnya.Sejumlah rasio dapat digunakan untuk
mengukur likuiditas/aktivitas dari jumlah masing-masing current account.
misalnya pengukuran inventory. account receivable atau account payable. Pada
pengukuran rasio-rasio ini diasumsikan bahwa 1 (satu) tahun 360 hari dan 1
(satu) bulan 30 hari. yaitu :
a. Tingkat Perputaran Persediaan (Inventory turnover)
Likuiditas atau aktivitas dari inventory di dalam suatu perusahaan diukur
dengan tingkat perputaran dari inventory tersebut.
πΌπ‘›π‘£π‘’π‘›π‘‘π‘œπ‘Ÿπ‘¦ π‘‡π‘’π‘Ÿπ‘›π‘œπ‘£π‘’π‘Ÿ =
πΆπ‘œπ‘ π‘‘ π‘œπ‘“ πΊπ‘œπ‘œπ‘‘ π‘†π‘œπ‘™π‘‘
π΄π‘£π‘’π‘Ÿπ‘Žπ‘”π‘’ πΌπ‘›π‘£π‘’π‘›π‘‘π‘œπ‘Ÿπ‘¦
b. Umur Rata-rata Persediaan
Dengan umur rata-rata inventory dimaksudkan berapa hari secara rata-rata
inventory berada di dalam perusahaan. Umur rata-rata persediaan atau
average inventorydapat dihitung sebagai berikut :
π΄π‘£π‘’π‘Ÿπ‘Žπ‘”π‘’ πΌπ‘›π‘£π‘’π‘›π‘‘π‘œπ‘Ÿπ‘¦ =
360
πΌπ‘›π‘£π‘’π‘›π‘‘π‘œπ‘Ÿπ‘¦ π‘‡π‘’π‘Ÿπ‘›π‘œπ‘£π‘’π‘Ÿ
Umur rata-rata inventory dapat dianggap sebagai jumlah waktu/hari sejak
saat pembelian bahan mentah sampai dengan penjualan produk akhir.
c. Tingkat Perputaran Piutang (Account Receivable turnover)
42
Seperti halnya dengan inventory turnover. account receivable turnover
dimaksudkan untuk mengukur likuiditas atau akivitas dari piutang
perusahaan.
π΄π‘π‘π‘œπ‘’π‘›π‘‘ π‘…π‘’π‘π‘’π‘–π‘£π‘Žπ‘π‘™π‘’ π‘‡π‘’π‘Ÿπ‘›π‘œπ‘£π‘’π‘Ÿ =
π΄π‘›π‘›π‘’π‘Žπ‘™ πΆπ‘Ÿπ‘’π‘‘π‘–π‘‘ π‘†π‘Žπ‘™π‘’π‘ 
π΄π‘£π‘’π‘Ÿπ‘Žπ‘”π‘’ π΄π‘π‘π‘œπ‘’π‘›π‘‘ π‘…π‘’π‘π‘’π‘–π‘£π‘Žπ‘π‘™π‘’
d. Umur Rata-rata Piutang (The average age of account receivable)
Umur rata-rata piutang atau dikenal juga dengan umur rata-rata
pengumpulan piutang (average collection period). adalah merupakan alat
yang sangat penting di dalam menilai kebijaksanaan kredit dan
pengumpulan piutang.
360
π΄π‘£π‘’π‘Ÿπ‘Žπ‘”π‘’ π‘œπ‘“ π΄π‘π‘π‘œπ‘’π‘›π‘‘ π‘…π‘’π‘π‘’π‘–π‘£π‘Žπ‘π‘™π‘’ =
π΄π‘π‘π‘œπ‘’π‘›π‘‘ π‘…π‘’π‘π‘’π‘–π‘£π‘Žπ‘π‘™π‘’ π‘‡π‘’π‘Ÿπ‘›π‘œπ‘£π‘’π‘Ÿ
e. Tingkat Perputaran Utang Dagang (Account Payable Turnover)
Pengukuran account payable turnover sama saja dengan pengukuran
account receivable turnover. Perhitungan account payable turnover ini
dimaksudkan untuk mengetahui berapa kali utang dagang perusahaan
berputar dalam setahun.
π΄π‘π‘π‘œπ‘’π‘›π‘‘ π‘ƒπ‘Žπ‘¦π‘Žπ‘π‘™π‘’ π‘‡π‘’π‘Ÿπ‘›π‘œπ‘£π‘’π‘Ÿ =
π΄π‘›π‘›π‘’π‘Žπ‘™ πΆπ‘Ÿπ‘’π‘‘π‘–π‘‘ π‘ƒπ‘’π‘Ÿπ‘β„Žπ‘Žπ‘ π‘’
π΄π‘£π‘’π‘Ÿπ‘Žπ‘”π‘’ π΄π‘π‘π‘œπ‘’π‘›π‘‘ π‘ƒπ‘Žπ‘¦π‘Žπ‘π‘™π‘’
.
f. Umur Rata-rata Utang Dagang (The Average Age of Account Payable)
Umur rata-rata utang dagang atau rata-rata periode pembayaran (average
payment periode)”
360
The Average Age of Account Payable = π΄π‘π‘π‘œπ‘’π‘›π‘‘ π‘ƒπ‘Žπ‘¦π‘Žπ‘π‘™π‘’ π‘‡π‘’π‘Ÿπ‘›π‘œπ‘£π‘’π‘Ÿ
Akan tetapi di dalam penelitian ini penulis menggunakan current ratio. karena
menurut Subramanyam (2010:243). alasan digunakannya rasio lancar (current ratio)
secara luas sebagai ukuran likuiditas mencakup kemampuan untuk mengukur :
1. “Kemampuan memenuhi kewajiban lancar. Semakin tinggi jumlah (kelipatan)
aset lancar terhadap kewajiban lancar. maka semakin rendah keyakinan bahwa
kewajiban lancar tersebut akan dibayar.
2. Penyangga kerugian. Semakin besar penyangga. maka semakin kecil risikonya.
Rasio lancar menunjukkan tingkat keamanan yang tersedia untuk menutup
43
penurunan nilai aset lancar non-kas pada saat aset tersebut dilepas atau
dilikuidasi.
3. Cadangan dana lancar. Rasio lancar merupakan ukuran tingkat keamanan
terdahap ketidakpastian dan kejutan seperti pemogokan dan kerugian luar biasa.
dapat membahayakan arus kas secara sementara dan tidak terduga.”
Hendra (2009:199) menyatakan bahwa :
“Rasio likuiditas adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam
memenuhi kewajiban jangka pendeknya yang telah jatuh tempo. Rasio ini yang
telah biasa dipergunakan adalah rasio lancar (current ratio). Rasio lancar
merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi
kewajiban jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva lancarnya.”
2.1.4.4 Rasio Lancar (Current ratio)
Penilaian rasio likuiditas yang dipakai oleh peneliti adalah rasio lancar (current
ratio). Current ratio ini menggambarkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi
kewajiban finansial jangka pendeknya yang segera jatuh tempo.
Menurut Fahmi (2013:121) current ratio adalah :
“Rasio lancar adalah ukuran yang umum digunakan atas solvensi jangka
pendek. kemampuan suatu perusahaan memenuhi kebutuhan utang ketika jatuh
tempo.”
Dan Kieso. Waygandt. dan Warfield (2011:693) mendefinisikan bahwa :
“The current ratio is the ratio o total current assets to total current liabilities.
The ratio is frequently express as a coverage of so many times. Sometimes it is
called the working capital ratio. because working capital is the excess of
currents asets over current liabilities.”
44
Dari pengertian diatas. maka dapat disimpulkan bahwa rasio lancar merupakan
rasio yang digunakan unutk menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi
semua kewajiban jangka pendek yang akan segera jatuh tempo dengan menggunakan
aktiva lancarnya. Rasio ini menunjukkan besarnya kewajiban lancar yang ditutup
dengan aktiva lancar.
Kasmir (2013:135) mengemukakan bahwa :
“Apabila rasio lancar rendah dapat dikatakan bahwa perusahaan kurang modal
untuk membayar utang. Namun apabila hasil pengukuran rasio tinggi. belum
tentu dianggap baik. Hal ini dapat saja terjadi karena kas tidak digunakan sebaik
mungkin.
Pendapat ini sejalan dengan Fahmi (2013:124) yang mengemukakan bahwa :
“Jika current ratio yang terlalu tinggi dianggap tidak baik karena dapat
mengindikasian penimbunan kas. banyaknya piutang yang tidak tertagih dan
penumpukkan persediaan. namun jika current ratio rendah. relatif lebih riskan.
tetapi menunjukkan bahwa manajemen telah mengoperasikan aktiva lancar
secara efektif.”
Untuk mengatakan suatu kondisi perusahaan dianggap baik atau tidaknya
Syamsuddin (2011:44) menjelaskan bahwa :
“Tidak ada ketentuan mutlak tentang berapa tingkat rasio lancar yang dianggap
baik atau yang harus dipertahankan oleh suatu perusahaan. karena biasanya
tergantung dari jenis usaha yang dijalankan perusahaan. akan tetapi tingkat
current ratio sebesar 2 sudah dianggap baik.”
Hal ini sependapat dengan Kasmis (2013:135) yang mengemukakan :
“Dalam praktiknya sering kali dipakai bahwa rasio lancar dengan standar 200%
(2:1) yang terkadang sudah dianggap sebagai ukuran yang cukup baik atau
memuaskan bagi suatu perusahaan. Artinya. dengan hasil rasio seperti itu.
perusahaan sudah berada dititik aman dalam jangka pendek. Namun. sekali lagi
45
untuk mengukur kinerja manajemen. ukuran yang terpenting adalah rata-rata
industri untuk perusahaan yang sejenis.”
2.1.5. Ukuran Perusahaan
2.1.5.1 Definisi Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan atau skala perusahaan adalah pengelompokkan perusahaan
ke dalam beberapa kelompok diantaranya adalah perusahaan besar. sedang dan
perusahaan kecil.
Menurut Arens Alvin yang dialihbahasakan oleh Amir Abadi Yusuf (2013:227)
ukuran perusahaan adalah :
“Ukuran perusahaan dapat dinilai dari seberapa besar aktiva yang dimiliki
perusahaan. Aktiva merupakan sumber dana yang dikuasai oleh perusahaan
baik yang didanai dengan modal sendiri ataupun dengan utang.”
Menurut Bambang Riyanto (2008:313) ukuran perusahaan adalah :
“Besar kecilnya perusahaan dilihat dari besarnya nilai equity. nilai penjualan.
atau nilai aktiva.”
Mallaret (2008) mendefinisikan ukuran perusahaan sebagai berikut :
“Seperangkat kebijaksanaan yang ditetapkan dengan baik yang harus
dilaksanakan oleh perusahaan yang bersaing secara global.”
Menurut Hilmi dan Ali (2008) menyatakan bahwa :
46
“Ukuran perusahaan dapat dinilai dari beberapa segi. Besar kecilnya ukuran
suatu perusahaan dapar didasarkan pada total nilai set. total penjualan.
kapitalisasi pasar. jumlah tenaga kerja dan sebagainya. Semakin besar aset
suatu perusahaan maka akan semakin besar pula modal yang ditanam. semakin
besar total penjualan suatu perusahaan maka akan semakin banyak juga
perputaran uang dan semakin kapitalisasi pasar maka akan semakin besar pula
perusahaan dikenal oleh masyarakat.”
Lang dan Lundholm (1993) dalam Benardi (2009) menyatakan bahwa :
“Karakteristik suatu perusahaan dalam hubungan dengan struktur perusahaan.”
Karakteristik suatu perusahaan dalam hubungan dengan struktur perusahaan.
Machfoeds (1994) dalam Edy Suwito (2005) menyatakan bahwa :
“Ukuran perusahaan adalah suatu skala dapat diklasifikasikan besar kecil
perusahaann menurut berbagai cara. antara lain : total aktiva. log size. nilai
pasar saham dan lain-lain. Pada dasarnya ukuran perusahaan hanya terbagi
dalam tiga kategori. yaitu : perusahaan besar (firm large). perusahaan sedang
(medium firm). dan perusahaan kecil (small firm).
Perusahaan dengan ukuran besar memiliki akses yang lebih besar untuk
mendapatkan sumber pendanaan dari berbagai sumber. sehingga untuk memperoleh
pinjaman dari kreditur pun akan lebih mudah karena perusahaan dengan ukuran besar
memiliki profitabilitas lebih besar untuk memenangkan persaingan atau bertahan
dalam industri. Pada sisi lain. perusahaan dengan skala kecil lebih fleksibel dalam
menghadapi ketidakpastian. kerena perusahaan kecil lebih cepat bereaksi terhadap
perubahan yang mendadak.
Menurut Haruman (2008) bahwa :
47
“Ukuran perusahaan berhubungan dengan fleksibilitas dan kemampuan untuk
mendapatkan dana dan memperoleh laba dengan melihat pertumbuhan
penjualan perusahaan.”
Beberapa definisi diatas maka menunjukkan bahwa ukuran perusahaan adalah
skala perusahaan yang diklasifikasikan berdasarkan besar total aset. penjualan. dan
kapitalisasi pasar perusahaan.
2.1.5.2 Klasifikasi Ukuran Perusahaan
UU No. 20 tahun 2008 pasal 1 mendefinisikan usaha mikro. usaha kecil. usaha
menengah dan usaha besar sebagai berikut :
1. “Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan
usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang ini.
2. Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri. yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak
perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki. dikuasai. atau
menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha mengengah
atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang ini.
3. Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri. yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak
perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki. dikuasai. atau menjadi
bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha
besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan
sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.
4. Usaha besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan usaha
dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar dari
usaha menengah. yang meliputi usaha nasional milik negara atau swasta. usaha
patungan. dan usaha asing yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia.”
48
Adanya keputusan ketua Badan Pengawasan Pasar Modal mengenai besarnya
jumlah kekayaan yang dimiliki perusahaan dapat diketahui bahwa semakin besarnya
total aset menggambarkan semakin besar ukuran perusahaan. Ukuran perusahaan yang
didasarkan pada total aset yang dimiliki oleh perusahaan diatur dengan ketentuan
BAPEPAM No. 11/PM/1997 Pasal 1 ayat 1a yang berbunyi :
“Perusahaan menengah atau kecil adalah badan hukum yang didirikan di
Indonesia yang memiliki jumlah kekayaan (total assets) tidak lebih dari Rp.
100.000.000.000.00 (seratus miliar rupiah).
Tabel 2.1
Klasifikasi Tingkat Skala Perusahaan
Skala Perusahaan
Tingkat Tenaga Kerja
Tingkat Penjualan
Perusahaan kecil
5-19 orang
< Rp 3 Miliar
Perusahaan Sedang
20-99 orang
Rp 3 Milyar – Rp 10 Miliar
Perusahaan Besar
100 orang
Ke atas > Rp 10 Miliar
Sumber : Skripsi Lirra (2014)
SK Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor : 11/M-IND/PER/2014
tentang program restrukturasi mesin dan/atau peralatan industri kecil dan industri
menengah. mengelompokkan perusahaan dengan didasarkan pada nilai aset yang
dimiliki perusahaan seperti yang diatur dalam pasal 3 ayat 1. yang menyatakan bahwa
:
49
“Kriteria industri kecil dan industri menengah adalah (a) Industri kecil yaitu
industri dengan nilai investasi paling banyak Rp 500.000.000.- (lima ratus juta
rupiah). tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; dan (b) Industri
menengah yaitu industri dengan nilai investasi lebih besar dari Rp
500.000.000.- (lima ratus juta rupiah) atau paling banyak Rp 10.000.000.000.(sepuluh miliar rupiah). termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.”
Sedangkan pengelompokkan perusahaan yang didasarkan pada nilai asset
diatur oleh Bank Indonesia Nomor : 5/18/PBI/2003 tentang pemberian bantuan teknis
dalam rangka pengembangan usaha mikro dan kecil seperti yang diatur dalam pasal 1
ayat 3 dan 4. yang menyatakan bahwa :
1. “Usaha mikro adalah usaha produktif milik keluarga atau peorangan warga
negara Indonesia dan memiliki hasil penjualan paling banyak Rp 100.000.000.(seratus juta rupiah) per tahun sebagaimana dimaksud dalam Keputusan
Menteri Keuangan No. 40/KMK. 06/2003 tanggal 29 Januari 2003 tentang
Pendanaan Kredit Usaha Mikro dan kecil.
2. Usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi
kriteria sebagai berikut : (a) memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp
200.000.000.- (dua ratus juta rupiah). tidak termasuk tanah dan bangunan
tempat usaha; atau (b) memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp
1.000.000.000.- (satu miliar rupiah); (c) milik warga negara Indonesia; (d)
berdiri sendiri. bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan
yang dimiliki. dikuasai. atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung
dengan usaha mengenah atau usaha besar; (e) berbentuk usaha perseorangan.
badan usaha yang tidak berbadan hukum. atau badan usaha yang berbadan
hukum. termasuk koperasi. sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 9 tahun 1995 tentang usaha kecil.”
Dengan adanya ketentuan diatas. maka dapat dinyatakan bahwa perusahaan
yang memiliki aset diatas Rp 200.000.000.- (dua ratus juta rupiah) dapat
dikelompokkan ke dalam industri menengah dan besar.
50
Adapun kriteria ukuran perusahaan yang diatur dalam UU No. 20 tahun 2008
diuraikan dalam tabel berikut ini :
Tabel 2.2
Kriteria Ukuran Perusahaan
Ukuran
Perusahaan
Kriteria
Penjualan Tahunan
Usaha Mikro
Asset (tidak termasuk tanah &
bangunan tempat usaha)
Maksimal 50 juta
Usaha Kecil
> 50 juta – 500 juta
> 300 juta – 2.5 Miliar
Usaha Menengah
> 10 juta – 10 Miliar
2.5 Miliar – 5 Miliar
Usaha Besar
> 10 Miliar
> 50 Miliar
Maksimal 300 juta
2.1.5.3 Metode Pengukuran Ukuran Perusahaan
Untuk melakukan pengukuran terhadap ukuran perusahaan Prasetyantoko
(2008:257) mengemukakan bahwa:
“Aset total dapat menggambarkan ukuran perusahaan. semakin besar aset
biasanya perusahaan tersebut semakain besar.”
Jogiyanto (2007:282) menyatakan bahwa :
“Ukuran aktiva digunakan untuk mengukur besarnya perusahaan. ukuran aktiva
tersebut diukur sebagai logaritma dari total aktiva”.
Menurut Kusumawardhani (2012) ukuran perusahaan adalah :
51
“Salah satu indikator yang digunakan investor dalam menilai aset maupun
kinerja perusahaan. Besar kecilnya suatu perusahaan dapat dilihat dari total aset
dan total penjualan (net sales) yang dimiliki perusahaan.”
Menurut Kartika Nuringsih (2013) metode pengukuran dalam ukuran
perusahaan adalah :
Total
aktiva
Ukuran Perusahaan = Ln Total
Aktiva
dipilih
sebagai
proksi
ukuran
perusahaan
dengan
mempertimbangkan bahwa nilai aktiva relatif lebih stabil dibandingkan dengan nilai
market capitalized dan penjualan (Sudarmadji 2007 dalam Rindi Tiara 2014). Jika nilai
dari total aktiva. penjualan. atau modal itu besar. maka digunakan natural logaritma
dari nilai tersebut (Miswanto dan Husnan 1999 dalam Rindi Tiara 2014).
2.1.6. Kebijakan Dividen
2.1.6.1 Definisi Dividen
Dividen merupakan sumber informasi yang memberikan sinyal kepada investor
di pasar modal. Dividen yang dibayarkan oleh perusahaan mencerminkan kemampuan
perusahaan untuk mensejahterakan para pemegang saham dari laba yang diperoleh
perusahaan.
Pengertian dividen menurut I Made Sudana (2011:94) sebagai berikut :
52
“Dividen merupakan pembayaran yang dilakukan oleh perusahaan kepada
pemegang saham. baik berupa kas maupun saham. Dividen yang dibayar
kepada pemegang saham menunjukkan pendapatan atas modal yang secara
langsung atau tidak langsung diinvestasikan oleh pemegang saham di
perusahaan.”
Hanafi (2012: 361) menyatakan :
“Dividen merupakan kompensasi yang diterima oleh pemegang saham.
disamping capital gain.”
Menurut Irham Fahmi (2015:70) yang dikutip dari Black’s Law Dictionary.
pengertian dividen adalah sebagai berikut :
“The distribution of current of accumulated earning to the shareholders of
corporotaion pro rate based on the number of shares owned.”
Definisi di atas dapat diartikan bahwa dividen merupakan salah satu
keuntungan yang akan diperoleh oleh para pemegang saham berdasarkan perolehan
laba yang didapatkan oleh perusahaan.
2.1.6.2 Jenis-jenis Dividen
Jenis dividen dapat dikelompokkan dalam beberapa jenis. Menurut Irham
Fahmi (2015:70) jenis-jenis dividen sebagai berikut :
“Ada beberapa jenis dividen yang merupakan realisasi dari pembayaran
dividen. yaitu :
a. Dividen tunai (Current Dividend)
b. Dividen properti (Property Dividend)
c. Dividen likuidasi (Liquidation Dividend)”
53
Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut :
1. Dividen Tunai (Cash Dividend)
Dividen tunai (cash dividend) yaitu dividen yang dinyatakan dan dibayarkan pada
jangka waktu tertentu dan dividen tersebut berasal dari dan yang diperoleh secara
legal. Dividen ini dapat bervariasi dalam jumlah bergantung kepada keuntungan
perusahaan.
2. Dividen Properti (Property Dividend)
Dividen properti (property dividend) yaitu suatu distribusi keuntungan perusahaan
dalam bentuk properti atau barang.
3. Dividen Likuidasi (Liquidation Dividend)
Dividen Likuidasi (liquidation dividend) yaitu distribusi kekayaan perusahaan
kepada pemegang saham dalam hal perusahaan tersebut dilikuidasi.
2.1.6.3 Definisi Kebijakan Dividen
Menurut I Made Sudana (2011:167) pengertian kebijakan dividen adalah
sebagai berikut :
“kebijakan dividen berhubungan dengan penentuan besarnya dividend payout
ratio. yaitu besarnya persentase laba bersih setelah pajak yang dibagikan
sebagai dividen kepada pemegang saham. Keputusan dividen merupakan
bagian dari keputusan pembelanjaan perusahaan. khususnya berkaitan dengan
pembelanjaan internal perusahaan. Hal ini karena besar kecilnya dividen yang
dibagikan akan mempengaruhi besar kecilnya laba yang ditahan.”
54
Menurut James C. Van Horne. dan John M. Wachowicz. Jr. yang
dialihbahasakan oleh Quratul’ain Mubarakah (2014:206). adalah sebagai berikut :
“Kebijakan dividen adalah bagian yang tidak terpisahkan dalam keputusan
pendanaan perusahaan. Rasio pembayaran dividen (dividend payout ratio)
menentukan jumlah laba dalam perusahaan sebagai sumber pendanaan. Akan
tetapi. dengan menahan laba yang saat ini dalam jumlah yang lebih besar dalam
perusahaan juga berarti lebih sedikit uang yang akan tersedia bagi pembayaran
dividen saat ini. Jadi. aspek utama dari kebijakan dividen perusahaan adalah
menentukan alokasi laba yang tepat antara pembayaran dividen dengan
penambahan saldo laba perusahaan.”
Menurut Eugene F. Brigham dan Joel F. Houston yang dialihbahasakan oleh
Ali Akbar Yulianto (2013:32) kebijakan dividen adalah :
“Keputusan kebijakan dividen didefinisikan keputusan mengenai berapa
banyak laba saat ini yang akan dibayarkan sebagai dividen sebagai ganti dari
dipertahankan untuk diinvestasikan kembali di dalam perusahaan.”
Berdasarkan definisi diats. dapat diketahui kebijakan dividen merupakan
keputusan untuk menentukan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan
kepada para pemegang saham atau akan ditahan untuk diinvestasikan.
2.1.6.4 Jenis-jenis Kebijakan Dividen
Menurut Arthur J. Keown. John D. Martin. J. William Petty dan David F.
Scott.JR. yang dialihbahasakan oleh Marcus Prihminto Widodo. M.A. (2010:216) yaitu
sebagai berikut :
55
“Kebijakan dividen alternatif. yaitu :
a. Rasio pembayaran dividen yang konstan
b. Pembayaran dolar dividen per lembar yang stabil
c. Pembayaran dividen kecil. teratur. plus dividen ekstra pada akhir tahun.”
Adapun penjelasannya sebagai berikut :
1. Rasio pembayaran dividen yang konstan
Dalam kebijakan ini. persentasi laba yang dibayarkan dijaga tetap. Meskipun rasio
dividen terhadap laba stabil. jumlah dolar dividen biasanya berfluktuasi dari tahun
ke tahun sesuai dengan laba.
2. Pembayaran dolar dividen per lembar yang stabil
Kebijakan ini mempertahankan dividen dolar yang relatif stabil. Kenaikan dividen
dolar biasanya tidak terjadi sampai manajemen yakin bahwa dividen yang lebih
besar bisa.
3. Pembayaran dividen kecil. teratur. plus dividen ekstra pada akhir tahun
Perusahaan yang mengikuti kebijakan ini membayar dividen dolar yang kecil dan
teratur ditambah dividen ekstra pada tahun yang makmur. Dividen ekstra
dinyatakan menjelang akhir tahun fiskal ketika laba perusahaan sudah bisa
diestimasi. Sasaran manajemen adalah menghindari konotasi dividen yang
permanen.
2.1.6.5 Teori Kebijakan Dividen
56
Sebelum pengambilan keputusan dalam penentuan dividen. terdapat tiga teori
yang berkaitan dengan kebijakan dividen. adapun ketiga teori tersebut menurut I Made
Sudana (2011:167) sebagai berikut :
“Teori kebijakan dividen tersebut adalah :
a. Teori Dividend Irrelevance
b. Teori Bird In-the-Hand
c. Teori Tax Preference”
Adapun penjelasannya sebagai berikut :
1. Teori Dividend Irrelevance
Teori ini dikemukakan oleh Franco Modigliani dan Merton Miller (ModiglianiMiller/MM). Menurut teori dividend irrelevance. kebijakan dividen tidak
mempengaruhi harga pasar saham perusahaan atau nilai perusahaan. Modigliani
dan Miller berpendapat bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh kemampuan
perusahaan untuk menghasilkan pendapatan (earning power) dan risiko bisnis.
sedangkan bagaimana membagi arus pendapatan menjadi dividen dan laba ditahan
tidak mempengaruhi nilai perusahaan. Inti dari pendapat Modigliani dan Miller ini
adalah pengaruh pembayaran dividen terhadap kemakmuran pemegang saham dioffset sepenuhnya oleh cara-cara pembelanjaan investasi yang dilakukan oleh
perusahaan. Misalnya perusahaan telah membuat keputusan investasi. maka
perusahaan harus memutuskan apakah menahan laba untuk membelanjakan
investasi atau membayar dividen dan menjual saham baru sejumlah dividen yang
dibayarkan.
57
2. Teori Bird In-the-Hand
Teori ini dikemukakan oleh Myron gordon dan John Lintner. Berdasarkan teori
Bird In Hand. kebijakan dividen berpengaruh positif terhadap harga pasar saham.
Artinya. jika dividen yang dibagikan perusahaan semakin besar. harga saham
perusahaan tersebut akan semakin tinggi dan sebaliknya. Hal ini terjadi karena
pembagian dividen dapat mengurangi ketidakpastian yang dihadapi investor.
Investor memberikan nilai lebih tinggi atas dividend yield dibandingkan
dengan capital gain yang diharapkan dari pertumbuhan harga saham apabila
perusahaan menahan laba untuk dipakai membelanjai investasi. karena komponen
dividend yield (D1/P0) risikonya lebih kecil dibandingkan dengan komponen
pertumbuhan (g) pada persamaan pendapat yang diharapkan (ke atau E(R) = D1/P0
+ g).
3. Teori Tax Preference
Berdasarkan teori Tax Preference. kebijakan dividen mempunyai pengaruh negatif
terhadap harga pasar saham perusahaan. Artinya. semakin besar jumlah dividen
yang dibagikan oleh suatu perusahaan. semakin rendah harga pasar saham
perusahaan yang bersangkutan. Hal ini terjadi jika ada perbedaan antara tarif pajak
personal atas pendapatan dividen dan capital gain. Apabila tarif pajak dividen
lebih tinggi daripada pajak capital gain. maka investor akan lebih senang jika laba
yang diperoleh perusahaan tetap ditahan perusahaan. Dengan demikian dimasa
yang akan datang diharapkan terjadi peningkatan capital gain yang tarif pajaknya
58
lebih rendah. Apabila banyak investor yang memiliki pandangan demikian. maka
investor cenderung memiliki saham-saham dengan dividen kecil dengan tujuan
menghindari pajak.
2.1.6.6 Prosedur Pembayaran Dividen
Prosedur pembayaran actual dividen yang dikemukakan oleh Brigham dan
Houston yang dialihbahasakan oleh Ali Akbar yulianto (2013:227) adalah :
“Prosedur pembayaran dividen terdiri dari :
a. Tanggal deklarasi
b. Tanggal pemilik tercatat
c. Tanggal eks-dividen
d. Tanggal pembayaran”
Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut :
1. Tanggal deklarasi
Tanggal deklarasi adalah tanggal dimana direksi suatu perusahaan mengeluarkan
pernyataan yang mendeklarasikan dividen.
2. Tanggal pemilik tercatat
Tanggal dimana jika perusahaan menyusun daftar pemegang saham sebagai
pemilik pada tanggal ini. maka pemegang saham tersebut akan menerima dividen.
3. Tanggal eks-dividen
Tanggal dimana hak atas dividen berjalan tidak lagi dimiliki oleh suatu saham.
biasanya dua hari kerja sebelum tanggal pemilik tercatat.
4. Tanggal pembayaran
59
Tanggal dimana perusahaan benar-benar mengirimkan cek pembayaran dividen.
2.1.6.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen
Menurut I Made Sudana (2011:170) faktor-faktor yang mempengaruhi
kebijakan dividen adalah sebagai berikut :
1. “Dana yang dibutuhkan perusahaan
Apabila di masa yang akan datang perusahaan berencana melakukan investasi
yang membutuhkan dana yang besar. maka perusahaan dapat memperolehnya
melalui penyisihan laba ditahan.
2. Likuiditas
Perusahaan hanya mampu membayar dividen tunai jika tingkat likuiditas yang
dimiliki perusahaan mencukupi. Semakin tinggi tingkat likuiditas maka
semakin tinggi dividen yang mampu dibayar dan sebaliknya.
3. Kemampuan perusahaan untuk meminjam
Salah satu perusahaan berasal dari pinjaman. Perusahaan dimungkinkan
membayar dividen dengan besar. karena perusahaan masih memiliki peluang
atau kemampuan untuk memperoleh dana pinjam guna memenuhi kebutuhan
dan yang diperlukan perusahaan.
4. Nilai informsasi perusahaan
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa harga pasar saham perusahaan
meningkat ketika perusahaan mengumumkan kenaikan dividen dan harga pasar
turun ketika perusahaan mengumumkan penurunan dividen. Salah satu alasan
dari reaksi pasar terhadap informasi pengumuman dividen tersebut dengan
karena pemegang saham lebih menyukai pendapatan sekarang. sehingga
dividen berpengaruh posotif terhadap harga pasar.
5. Pengendalian perusahaan
Jika perusahaan membayar dividen yang besar. kemungkinan perusahaan
memperoleh dana dengan menjual saham baru untuk membiayai peluang
investasi yang dinilai menguntungkan.
6. Pembatasan yang diatur dalam perjanjian pinjaman dengan pihak kreditor
Ketika perusahaan melakukan pinjaman dari pihak kreditur. perjanjian
pinjaman tersebut sering disertai dengan persyaratan dividen yang tidak boleh
melampaui jumlah tertentu yang disepakati.
7. Inflasi
Semakin tinggi inflasi. semakin turun daya beli mata uang asing. Hal ini berarti
perusahaan harus mampu menyediakan dana yang lebih besar untuk membiayai
operasi maupun investasi perusahaan pada masa yang akan datang.”
60
Faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen menurut Manahan P.
Tampubolon (2013:204) yaitu sebagai berikut :
“Faktor-faktor yang mempengaruhi kebijaksanaan dividen tersebut antara lain
:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Tingkat pertumbuhan korporasi (Company growth rate)
Keterikatan dalam rapat (Restrictive convenant)
Profitability
Stabilitas laba (Earning stability)
Kontrol perbaikan (Maintenance control)
Memahami pengungkit keuangan (Degree of financial leverage)
Kemampuan untuk kondisi keuangan eksternal (Ability to finance
externally
Keadaan tak terduga (Uncertainity)
Ukuran dan umur korporasi (Age and size)”
Sedangkan menurut Farah Margaretha (2014:335) yaitu sebagai berikut :
“Kebijakan dividen yang digunakan perusahaan sangat dipengaruhi oleh :
a. Faktor kendala-kendala
b. Peluang investasi
c. Alternatif sumber-sumber modal lainnya.”
Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut :
1. Faktor kendala-kendala
a. Perjanjian kredit. Membatasi pembagian dividen.
b. Ketidakcukupan laba. Pembagian dividen tidak boleh melebihi retains
earning (untuk melindungi kreditor).
c. Tersedianya uang kas. Sedikitnya uang kas yang tersedia membatasi
pembayaran dividen.
61
d. Denda pajak atas penimbunan laba yang tidak wajar. Tujuan utama untuk
mencegah orang kaya tidak menggunakan perusahaan untuk menghindari
pajak pribadi. Jadi. jika dividend payout ratio sengaja dibuat rendah maka
didenda.
2. Faktor peluang investasi
a. Jumlah proyek dalam capital budgetting. Proyek banyak menyebabkan
dividen yang dibagi sedikit.
b. Kemungkinan mempercepat/menunda proyek. Jika mungkin ditunda maka
dividen akan dibagi.
3. Faktor alternatif sumber modal lainnya
a. Biaya atas penjualan saham baru. Jika emisi tinggi (biasanya perusahaan
kecil) maka dividend payout rendah.
b. Kemampuan mensubstitusi modal sendiri dengan utang. Jika perusahaan
dapat menyesuaikan debt ratio. perusahaan dapat mempertahankan cash
dividend yang konstan.
2.1.6.8 Metode Pengukuran Kebijakan Dividen
Menurut I Made Sudana (2011:167) sebagai berikut :
“Kebijakan dividen berhubungan dengan penentuan besarnya dividend payout
ratio. yaitu besarnya persentase laba bersih setelah pajak yang dibagikan
sebagai dividen kepada pemegang saham.”
62
Menurut James C. Van Horne dan John M. Wachowicz yang dialihbahasakan
oleh Quratul’ain Mubarakah (2014:206). adalah sebagai berikut :
“Rasio pembayaran dividen adalah deviden kas tahunan yang dibagi dengan
laba tahunan atau dividen per lembar di bagi dengan laba per lembar. Rasio ini
menunjukkan persentase laba perusahaan yang diberikan kepada para
pemegang saham secara tunai.”
Menurut I Made Sudana (2011:167) rumus dividend payout ratio yaitu :
Dividend Payout Ratio =
𝐷𝑖𝑣𝑖𝑑𝑒𝑛𝑑 Per Lembar Saham
Laba Bersih Per Lembar Saham
Pada penelitian ini. penulis menggunakan dividend payout ratio untuk
mengukur kebijakan dividen. Dengan alasan karena rasio ini memberikan gambaran
yang lebih baik terhadap keuntungan yang diperoleh pemegang saham dari laba yang
diperoleh perusahaan. Semakin tinggi rasio akan semakin menguntungkan bagi
pemegang saham karena semakin besar tingkat kembalian atas saham yang dimiliki
oleh pemegang saham.
2.1.7
Penelitian Terdahulu
Adapun peneliti-peneliti sebelumnya yang telah melakukan penelitian yang
memiliki hubungan dengan kebijakan dividen. diantaranya dapat dilihat pada tabel
berikut ini :
Tabel 2.3
63
Penelitian Terdahulu
No
Nama Peneliti
Judul penelitian
1 Haryetti dan Ririn Pengaruh Profitabilitas.
Araji Ekayanti
Investment Opportunity
(2012)
Set dan Pertumbuhan
Perusahaan
terhadap
Kebijakan Dividen
2
Indah
Sulistiyowati.
Ratna Angraini
Tri. dan Hesti
Utaminingtyas
(2010)
Pengaruh Profitablitas.
Leverage. dan Growth
terhadap
Kebijakan
Dividen dengan Good
Corporate Governance
sebagai
Variabel
Intervening
3
Rizal Ahmad
(2009)
Pengaruh Profitabilitas
dan
Investment
Opportunity Set terhadap
Kebijakan Dividen Tunai
4
Elyzabet
Indrawati
dan
Marpaung Bram
Hadianto (2009)
Pengaruh Profitabilitas
dan
Kesempatan
Investasi
terhadap
Kebijakan Dividen
Hasil Riset Penelitian
Profitabilitas (ROA) berpengaruh
positif secara sangat signifikan dan
berpengaruh
paling
dominan
terhadap dividend payout ratio
(DPR).
Investment
opportunity
set
(CAP/BVA) tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap dividend
payout ratio (DPR).
Pertumbuhan
perusahaan
berpengaruh negatif secara signifikan
terhadap dividend payout ratio
(DPR).
Dengan analisi regresi berganda tidak
ada satupun variabel inddependen
dan variabel kontrol yang secara
statistik
berpengaruh
terhadap
kebijakan dividen.
Begitu pula dengan pengujian path
analysis yang menyatakan bahwa
profitablitas. leverage. dan growth
tidak mempunyai pengaruh terhadap
kebijakan dividen dengan good
corporate
governance
sebagai
variabel intervening.
Variabel profitabilitas dan investment
opportunity
set
yang
diukur
menggunakan Likuiditas sebagai
variabel penguat. berpengaruh positif
secara signifikan terhadap kebijakan
dividen
Profitabilitas berpengaruh positif
secara signikan terhadap kebijakan
dividen.
64
5
Suardi
Yakub. Pengaruh Profitabilitas
Suharsil. dan Jufri dan
Investment
Halim (2014)
Opportunity Set terhadap
Dividen Tunai
6
Mafizatun
Nurhayati (2013)
7
Sisca Christianty Pengaruh Kepemilikan
Dewi (2008)
Manajerial. Kepemilikan
Institusional. Kebijakan
Hutang. Profitabilitas dan
Ukuran
Perusahaan
Terhadap
Kebijakan
Dividen
Profitabilitas. Likuiditas
dan Ukuran Perusahaan
terhadap
Kebijakan
Dividen
dan
Nilai
Perusahaan Sektor Non
Jasa
Kesempatan
Investasi
diproksi
dengan
dua
variabel
yaitu
pertumbuhan
penjualan
tidak
berpengaruh
secara
signifikan
terhadap kebijakan dividen. Dan rasio
harga pasar berpengaruh positif
secara signifikan terhadap kebijakan
dividen.
Profitabilitas berpengaruh positif
secara signifikan terhadap dividen
tunai perusahaan BEI sektor
perbankan.
IOS berpengaruh positif secara
signifikan terhadap dividen tunai.
Profitabilitas berpengaruh positif
secara signifikan terhadap kebijakan
dividen dan nilai perusahaan.
Ukuran perusahaan dan likuiditas
tidak
berpengaruh
signifikan
terhadap kebijakan dividen.
Ukuran perusahaan berpengaruh
signifikan terhadap nilai perusahaan.
Likuiditas
tidak
berpengaruh
signifikan terhadap nilai perusahaan.
Kepemilikan
Manajerial.
Kepemilikan Institusional. Kebijakan
Hutang. dan Profitabilitas tidak
berpengaruh secara positif signifikan
terhadap kebijakan dividen.
Sedangkan
ukuran
perusahaan
berpengaruh positif secara signifikan
terhadap kebijakan dividen.
2.2.
Kerangka pemikiran
2.2.1
Pengaruh Profitabilitas terhadap Kebijakan Dividen
65
Menurut Agus Sartono (2010:122) menyatakan sebagai berikut :
“Pemegang saham jangka panjang akan sangat berkepentingan dengan
profitabilitas. Karena pemegang saham akan melihat keuntungan yang benarbenar akan diterima dalam bentuk dividen. Perusahaan yang mempunyai
profitabilitas yang baik dapat menentukan kebijakan dividen untuk
meningkatkan pembayaran dividen.”
Menurut Lintner (1956) dalam Tatang A. Gumanti (2013:29) profitabilitas yang
berhubungan dengan kebijakan dividen yang menyatakan sebagai berikut :
“Kebijakan dividen salah satunya dapat dikondisi oleh laba masa lalu dan laba
saat ini. dimana pola pergerakannya besarnya dividen cenderung mendekati
nilai rata-ratanya. Kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba tersebut
dapat menggunakan rasio profitabilitas.”
Selain itu menurut Jensen. Solberg. dan Zorn (1992) dalam Marpung dan
Hadianto (2009) :
“Semakin tinggi profitabilitas maka semakin tinggi aliran kas dalam
perusahaan sehingga perusahaan dapat menentukan kebijakan dividen lebih
tinggi.”
Menurut Pradana dan Sanjaya (2014) berhubungan profitabilitas terhadap
kebijakan dividen sebagai berikut :
“Perusahaan yang mampu mengelola asetnya efektif dan efisiensi cenderung
menghasilkan kinerja keuangan yang baik. Hal ini direalisasikan dengan
adanya laba yang tinggi (mengacu ROA yang tinggi). Dengan demikian.
perusahaan tersebut dianggap mampu untuk membayar sebagian porsi labanya
dalam bentuk dividen tunai. Semakin tinggi laba yang mampu dihasilkan besar
pula profitabilitas perusahaan untuk membagikan dividen.”
66
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa perusahaan yang
mampu mengelola asetnya secara efektif dan efisien akan menghasilkan kinerja
keuangan yang baik. dengan adanya perolehan laba yang tinggi. Dengan demikian.
perusahaan dianggap mampu untuk membayar sebagian porsi labanya dalam bentuk
dividen tunai. Semakin tinggi laba yang mampu dihasilkan. semakin besar pula
profitabilitas perusahaan menentukan kebijakan dividen untuk membagikan dividen.
2.2.2
Pengaruh Investment Opportunity Set (IOS) terhadap Kebijakan Dividen
Menurut James C. Van Horne. an John M. Wachowicz. Jr. yang
dialihbahasakan oleh Quratul’ain Mubarakah (2014:207). menyatakan sebagai berikut
:
“Ketika kebijakan dividen diperlukan sebagai keputusan pendanaan semata.
pembayaran dividen tunai merupakan residual pasif. Persentase laba yang
dibayarkan sebagai dividen akan berfluktuasi jumlah peluang investasi yang
dapat diterima dan yang tersedia bagi perusahaan.”
Menurut James C. Van Horne. dan John M. Wachwicz. Jr. yang
dialihkanbahasakan oleh Quratul’ain Mubarakah (2014:206) berikut :
“Jika perusahaan memiliki laba tersisa setelah membiayai semua peluang
investasi yang layak dilakukan (dapat diterima) laba ini kemudian
didistribusikan kepada para pemegang saham dalam bentuk dividen tunai. Jika
tidak. perusahaan tidak akan menetapkan kebijakan dividen untuk tidak
membagikan dividen.”
Menurut Jefri Riyadi Kusuma (2008) menyatakan sebagai berikut :
67
“Apabila suatu investasi perusahaan tesebut sebagian besar didanai dari
internal equity. maka akan mempengaruhi besarnya kebijakan dividen yang
akan dibagikan kepada pemegang saham. Semakin besar investasi yang
dilakukan maka semakin berkurang dividen yang akan dibagikan.”
Menurut Pradana dan Sanjaya (2014) adalah sebagai berikut :
“Tingkat pertumbuhan perusahaan yang tinggi di masa depan biasanya diikuti
dengan adanya penurunan dividen tunai. Perusahaan dengan pertumbuhan yang
tinggi sering dikatakan juga memiliki kesempatan investasi (IOS) tinggi
(Subekti dan Kusuma 2001). Hal ini memotivasi pihak manajerial untuk
melakukan reinvestasi dalam jumlah besar.”
Semakin meningkatkan pertumbuhan perusahaan. peluang untuk melakukan
investasi semakin tinggi. Hal ini mempengaruhi kebijakan dividen untuk menentukan
jumlah dividen yang akan dibayarkan kepada para pemegang saham. dikarenakan laba
yang diperoleh oleh perusahaan umunya akan ditahan untuk melakukan investasi.
2.2.3
Pengaruh Pertumbuhan Perusahaan terhadap Kebijakan Dividen
Menurut I Made Sudana (2011:65) sebagai berikut :
“Semakin rendah persentase laba bersih yang dibayarkan sebagai dividen.
semakin tinggi rasio laba ditahan. Hal ini meningkatkan modal sendiri yang
berasal dari dalam perusahaan dan akan meningkatkat pertumbuhan
berkelanjutan perusahaan.”
Menurut Suad Husnan (2009:322) menyatakan sebagai berikut :
“Tahap pertumbuhan ditandai dengan pertumbuhan jumlah penjualan yang
relatif tinggi. Karena tingginya penjualan. laba yang diperoleh mungkin tidak
cukup untuk membiayai ekspansi yang diperlukan. Dengan demikian. mungkin
68
sekali perusahaan dalam tahap ini akan mempunyai dividend payout ratio yang
rendah. dan memerlukan pendanaan eksternal untuk membiayai ekspansinya.”
Menurut Tampubolon (2005) dalam Sulistiyowati. dkk. (2010) hubungan
pertumbuhan perusahaan terhadap kebijakan dividen yaitu :
“Tingkat pertumbuhan suatu perusahaan merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kebijakan. Semakin cepat tingkat pertumbuhan suatu
perusahaan. maka semakin besar pula kebutuhan dana yang diperlukan untuk
membiayai pertumbuhan tersebut. Semakin besar kebutuhan dana untuk waktu
mendatang maka perusahaan lebih senang untuk menanam labanya daripada
membayarkan sebagian dividen kepada pemegang saham.”
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa seiring dengan
pertumbuhan perusahaan maka dana yang dibutuhkan oleh perusahaan akan semakin
tinggi sehingga laba yang akan ditahan kemungkinan akan meningkat dan
mengakibatkan keputusan kebijakan dividen untuk pembayaran dividen menjadi
rendah atau kecil kepada para pemegang saham.
2.2.4. Pengaruh Likuiditas terhadap Kebijakan Dividen
Kasmir (2013:129) menyatakan bahwa :
“Likuiditas merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan
dalam memenuhi kewajiban jangka pendek. Sehingga tinggi rendahnya
likuiditas
perusahaan
perusahaan.”
dapat
mempengaruhi
kebijakan
dividen
suatu
69
Sartono (2010:114) dalam Komang Ayu Novita Sari dan Luh Komang Sudjarni
(2015) menyatakan bahwa :
“Rasio likuditas merupakan salah satu rasio yang menunjukkan bagaimana
perusahaan mampu memenuhi kewajiban lancarnya dengan asset lancar yang
dimilikinya. Tingkat likuiditas yang tinggi dapat menggambarkan kinerja
perusahaan yang baik karena dengan tingkat likuiditas yang baik perusahaan
akan lebih mudah untuk memenuhi kewajiban pembayaran dividen.”
Brigham (1983) dalam Puspita (2009) menyatakan bahwa :
“Current ratio merupakan salah satu ukuran likuiditas yang merupakan
kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka jangka perusahaan
memenuhi kewajiban jangka pendeknya melalui sejumlah kas (dan setara kas.
seperti giro atau simpanan lain di bank yang dapat ditarik setiap saat) yang
dimiliki perusahaan. Semakin tinggi current ratio menunjukkan kemampuan
kas perusahan untuk memenuhi (membayar) kewajiban jangka pendeknya.
sehingga dapat diambil hipotesis likuiditas perusahaan berpengaruh positif
terhadap dividend payout ratio.”
Menurut Ahmad Sandy (2013) :
“Menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibankewajiban jangka pendek. Rasio likuiditas dapat diukur dengan current ratio.
Perusahaan dalam membayar dividen memerlukan aliran kas keluar. sehingga
harus tersedia likuiditas yang cukup. Semakin tinggi likuiditas yang dimiliki.
perusahaan semakin mampu membayar dividen.”
Likuiditas
perusahaan
merupakan
faktor
yang penting
yang harus
dipertimbangkan sebelum mengambil keputusan untuk menetapkan kebijakan dividen
yang akan dibayarkan kepada para pemegang saham. Karena dividen merupakan arus
kas keluar. maka semakin kuat posisi likuiditas perusahan berarti makin besar
kemampuan perusahaan menentukam kebijakan dividen untuk membayar dividen.
70
2.2.5. Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Kebijakan Dividen
Mafizatun Nurhayati (2013) menyatakan bahwa :
“Suatu perusahaan besar yang sudah mapan akan memiliki akses yang mudah
menuju pasar modal. sementara perusahaan yang baru dan yang masih kecil
akan mengalami banyak kesulitan untuk memiliki akses ke pasar modal.
Karena kemudahan akses ke pasar modal cukup berarti untuk fleksibilitas dan
kemampuannya untuk memperoleh dana yang lebih besar. sehingga perusahaan
mampu memiliki rasio pembayaran dividen yang lebih tinggi daripada
perusahaan kecil .”
Menurut Handayani dan Hadi Nugroho (2009) hubungan ukuran perusahaan
terhadap kebijakan dividen adalah sebagai berikut :
“Ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen karena
perusahaan yang memiliki ukuran yang besar akan lebih mudah memasuki
pasar modal sehingga dengan kesempatan ini perusahaan membayar dividen
dengan jumlah besar kepada pemegang saham. Sementara perusahaan yang
baru dan yang masih kecil akan mengalami banyak kesulitan untuk memiliki
akses ke pasar modal.”
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa semakin besar ukuran
perusahaan semakin mudah untuk mendapatkan modal eksternal dalam jumlah yang
lebih besar terutama dari hutang. Ukuran perusahaan merupakan simbol ukuran
perusahaan yang berhubungan dengan peluang dan kemampuan untuk masuk ke pasar
modal dan jenis pembiayaan eksternal lainnya yang menunjukkan kemampuan
meminjam. Hal ini menunjukkan hubungan. bahwa semakin besar ukuran perusahaan
maka semakin besar pula kebijakan dividen untuk dividen yang akan dibagikan.
71
2.3.
Paradigma Penelitian
Berdasarkan kajian pustaka. penelitian terdahulu. dan kerangka pemikiran
maka dapat digambarkan Paradigma penelitian sebagai berikut:
Profitabilitas
Investment Opportunity
Set
Kebijakan Dividen
(Y)
Pertumbuhan
Perusahaan
Likuiditas
Gambar 2.1
Ukuran Perusahaan
72
2.4
Hipotesis Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti empiris pengaruh Penelitian
ini bertujuan untuk memberikan bukti empiris pengaruh Profitabilitas. Investment
Opportunity Set. Pertumbuhan Perusahaan. Likuiditas. dan Ukuran Perusahaan
terhadap Kebijakan Dividen. Berdasarkan literatur dan kerangka pemikiran yang telah
dikemukakan. maka hipotes dalam penelitian ini adalah :
H1= Profitabilitas berpengaruh terhadap kebijakan dividen.
H2= Investment Opportunity Set berpengaruh terhadap kebijakan dividen
H3= Pertumbuhan Perusahaan berpengaruh terhadap kebijakan dividen
H4= Likuiditas berpengaruh terhadap kebijakan dividen
H5= Ukuran Perusahaan terhadap kebijakan dividen
Download