logam dan metaloid yang berdasarkan pada penyerapan (absorpsi) radiasi oleh atom bebas unsur logam tersebut. Atom–atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu bergantung pada sifat unsurnya (Khopkar 1990). Cahaya pada panjang gelombang tertentu mempunyai cukup energi untuk mengubah tingkat elektronik suatu atom. Transisi elektronik suatu unsur bersifat spesifik. Dengan absorpsi energi, berarti memperoleh lebih banyak energi suatu atom pada keadaan dasar dinaikkan tingkat energinya ke tingkat eksitasi (Khopkar 1990). Saat keadaan tidak stabil, atom–atom bebas akan secara spontan segera kembali ke konfigurasi keadaan dasarnya. Elektron berubah kembali menjadi bentuk semula dengan posisi orbital yang stabil dan disertai dengan pemancaran energi radiasi yang jumlahnya sebanding dengan energi awal yang terserap oleh atom pada posisi eksitasi. Spektrum serapan suatu atom terdiri atas garis–garis sempit dengan batas– batas yang terlihat jelas. Hal ini terlihat jelas oleh transisi antar tingkat–tingkat energi elektron dari elektron pada kulit terluar atom tersebut. Berdasarkan hukum Lambert–Beer, analisis kuantitatif dari spektroskopi atom diperoleh dari resonansi panjang gelombang cahaya dengan intensitas awal (Io) yang difokuskan pada sel nyala (flame) pada keadaan dasar. Intensitas awal cahaya akan berkurang akibat dari jumlah konsentrasi atom dalam sel nyala. Cahaya tereduksi (I) secara langsung akan terukur pada detektor. Jumlah cahaya yang terserap diperoleh melalui perbandingan rasio antara Io dan I berdasarkan % T (transmitan, yaitu perhitungan intensitas cahaya yang diteruskan) atau berdasarkan perhitungan A (absorbans, yaitu perhitungan intensitas cahaya yang diserap). Rumusan hukum Lambert–Beer: BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan–bahan yang digunakan adalah air laut buatan, NH4OH 25%, HNO3 20%, standard reference material (SRM), dan resin SPR–IDA. Alat–alat yang digunakan adalah SSA (Shimadzu AA 6800), sentrifus, dan tabung sentrifus polietilen. Metode Metode SPR–IDA diawali dengan menambahkan standar logam ke dalam air laut buatan, sehingga konsentrasinya terdiri dari Cu, Fe dan Mn, serta Cd dan Zn berturut-turut adalah 50.0, 10.0, 1.0 µg/L. Air laut buatan ini dimasukkan sebanyak 10 mL ke dalam tabung sentrifus dan ditambahkan resin sebanyak 40µL, dihomogenkan lalu didiamkan 10 menit, ditambahkan 0.4 mL NH4OH 25%, dihomogenkan kembali. pH diatur hingga 8– 8.5 menggunakan NH4OH 25%. Larutan disentrifus pada kecepatan 5000 rpm selama 30 menit, kemudian didekantasi. Cairan beningnya dibuang, sedangkan supernatan ditambahkan 1 mL HNO3 20% dan 9 mL air bebas ion, disentrifus selama 30 menit. Filtrat kemudian diukur dengan SSA tungku grafit (Anonim 2006). Optimalisasi dilakukan untuk volume resin 40–60 µL (selang 10 µL). Dengan perlakuan yang sama, dilakukan optimalisasi pH 6.5–10.5 (selang 1), kecepatan sentrifus 1000–5000 rpm (selang 1000 rpm) selama 15–30 menit (selang 5 menit), HNO3 0.5–2.0 mL, serta air 8–9.5 mL. HASIL DAN PEMBAHASAN Optimalisasi merupakan penentuan kondisi yang memberikan nilai terbaik dari pengukuran. Hasil optimalisasi dapat dilihat berdasarkan nilai kedapatulangan (%) yang berkisar antara 80–120% (Harmita 2004). Nilai kedapatulangan akan tinggi apabila konsentrasi yang dihasilkan juga tinggi. Optimalisasi dilakukan terhadap metode SPR–IDA agar logam berat dalam air laut dapat terikat kuat pada resin, sehingga dapat terukur dengan lebih baik. Penggunaan resin sebagai pengkelat telah banyak dilakukan. Metode penggunaan resin amatlah beragam, biasanya terdiri atas gugus pengkelat yang muatannya berlawanan dengan logam yang akan diikat. Asam iminodiasetat merupakan salah satu resin pengkelat logam yang memiliki gugus –COOH yang akan berikatan dengan logam bermuatan +2, yaitu kadmium (Cd), tembaga (Cu), besi (Fe), mangan (Mn), dan zink (Zn).