perkembangan ekonomi dan kebijakan moneter

advertisement
TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER
1
STATEMENT KEBIJAKAN MONETER
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 14 Juli 2015 memutuskan
untuk mempertahankan BI Rate sebesar 7,50%, dengan suku bunga Deposit
Facility 5,50% dan Lending Facility pada level 8,00%. Keputusan tersebut sejalan
dengan upaya untuk menjaga agar inflasi berada pada kisaran sasaran inflasi 4±1% di
2015 dan 2016. Bauran kebijakan Bank Indonesia secara konsisten tetap diarahkan pada
upaya menjaga stabilitas makroekonomi, di tengah berlanjutnya ketidakpastian ekonomi
global, serta menjaga pertumbuhan ekonomi melalui implementasi kebijakan
makroprudensial yang akomodatif. Selain itu, Bank Indonesia juga terus memperkuat
koordinasi dengan Pemerintah dalam mengendalikan inflasi dan mempercepat stimulus
fiskal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Bank Indonesia juga mendukung upaya
Pemerintah Pusat dan Daerah untuk mempercepat realisasi anggaran, termasuk proyekproyek infrastruktur, dan melanjutkan berbagai kebijakan struktural yang menjadi kunci
perbaikan prospek ekonomi Indonesia ke depan.
Pertumbuhan ekonomi global masih memperlihatkan kecenderungan yang bias ke
bawah dari perkiraan semula, di tengah pasar keuangan global yang masih diliputi
ketidakpastian. Kecenderungan bias ke bawah tersebut terutama disebabkan oleh
perkiraan ekonomi AS yang tidak setinggi perkiraan semula dan ekonomi Tiongkok yang
masih melambat. Meski terdapat indikasi awal perbaikan, secara umum perekonomian AS
diperkirakan akan lebih rendah dari proyeksi semula, didorong oleh realisasi triwulan I 2015
yang rendah serta pelemahan ekspor dan investasi. Sejalan dengan itu, ketidakpastian
kenaikan suku bunga Fed Fund Rate (FFR) di AS masih terus berlanjut. Sementara itu,
perekonomian Tiongkok masih melambat, walaupun beberapa indikator moneter mulai
memperlihatkan perbaikan sejalan dengan berbagai kebijakan pelonggaran yang ditempuh.
Sebaliknya, perekonomian Eropa membaik, ditopang oleh permintaan domestik yang
meningkat di tengah bergulirnya krisis Yunani. Perekonomian dunia yang bias ke bawah
berdampak pada masih menurunnya harga komoditas internasional, meskipun harga
minyak dunia mulai meningkat secara gradual. Di pasar keuangan global, ketidakpastian
kenaikan suku bunga FFR di AS, ketidakpastian krisis Yunani, serta anjloknya harga saham
di Tiongkok menunjukkan bahwa risiko di pasar keuangan global masih tinggi.
Di sisi domestik, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II 2015
diprakirakan masih terbatas dan baru akan kembali meningkat pada triwulan III
2015. Konsumsi rumah tangga diperkirakan masih lemah, seiring dengan tingkat keyakinan
konsumen yang menurun. Konsumsi yang lemah terindikasi dari penjualan kendaraan
bermotor dan penjualan eceran yang masih menurun. Selain itu, realisasi belanja
pemerintah juga masih rendah, baik di pusat maupun daerah. Sejalan dengan itu, investasi
diprakirakan masih tumbuh terbatas, seiring dengan realisasi infrastruktur yang belum
secepat perkiraan serta investasi mesin dan alat angkut yang masih lemah. Dari sisi
eksternal, pertumbuhan ekspor diprakirakan masih terbatas, sejalan dengan perkembangan
ekonomi global yang masih kurang kondusif dan harga komoditas internasional yang masih
rendah. Ke depan, Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada Semester II
| 1
2015 akan membaik, didukung oleh meningkatnya implementasi proyek-proyek
infrastruktur dan meningkatnya penyaluran kredit perbankan.
Neraca perdagangan Indonesia pada Juni 2015 diperkirakan kembali mencatat
surplus, terutama ditopang oleh surplus neraca nonmigas. Surplus neraca
perdagangan tersebut mendorong perbaikan defisit transaksi berjalan pada triwulan II 2015
yang diperkirakan akan lebih baik dari prakiraan sebelumnya yaitu 2,5% dari PDB, dan
lebih baik dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 3,9% dari PDB. Di sisi neraca
finansial, aliran masuk modal asing mengalami peningkatan, meskipun pasar keuangan
global masih diliputi ketidakpastian. Secara akumulatif, aliran masuk portofolio asing ke
pasar keuangan Indonesia hingga Juni 2015 mencapai 4,7 miliar dolar AS. Dengan
perkembangan tersebut, cadangan devisa pada akhir Juni 2015 tercatat sebesar 108,0
miliar dolar AS atau setara dengan 7,0 bulan impor atau 6,8 bulan impor dan pembayaran
utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar
3 bulan impor.
Nilai tukar rupiah mengalami depresiasi, terutama dipengaruhi faktor eksternal.
Pada Juni 2015, rupiah secara rata-rata melemah sebesar 1,28% (mtm) ke level Rp.13.311
per dolar AS. Dari sisi eksternal, sentimen terhadap rupiah dipengaruhi oleh kekhawatiran
terhadap negosiasi penyehatan fiskal Yunani menjelang jatuh tempo pembayaran utang
dan antisipasi investor terhadap arah kebijakan the Fed pada pertemuan FOMC Juni 2015.
Dari sisi internal, meningkatnya permintaan valas untuk pembayaran utang dan
pembayaran deviden secara musiman di triwulan II 2015 turut memberikan tekanan
terhadap rupiah. Ke depan, Bank Indonesia terus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai
dengan fundamentalnya, sehingga dapat mendukung terjaganya stabilitas makroekonomi
dan sistem keuangan.
Tekanan inflasi di bulan Juni 2015 lebih rendah dari yang diperkirakan. Inflasi IHK
Juni 2015 mencapai 0,54% (mtm) atau 7,26% (yoy). Dengan perkembangan tersebut,
inflasi IHK sejak Januari s.d. Juni 2015 tercatat masih rendah yaitu sebesar 0,96% (ytd).
Inflasi Inti juga terkendali sebesar 0,26% (mtm) atau sebesar 1,99% (ytd) dan 5,04% (yoy),
sejalan dengan terjaganya ekspektasi inflasi. Berdasarkan perkembangan inflasi sampai
dengan Juni 2015, Bank Indonesia memandang bahwa target inflasi 2015 sebesar 4±1%
akan dapat dicapai.
Stabilitas sistem keuangan tetap solid ditopang oleh ketahanan sistem perbankan
dan relatif terjaganya kinerja pasar keuangan. Ketahanan industri perbankan tetap
kuat dengan risiko-risiko kredit, likuiditas dan pasar yang cukup terjaga. Pada Mei 2015,
rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) masih kuat, jauh di atas ketentuan
minimum 8%, yaitu sebesar 20,3%. Sementara itu, rasio kredit bermasalah (Non
Performing Loan/NPL) tetap rendah dan berada di kisaran 2,6% (gross) atau 1,4% (net).
Dari sisi fungsi intermediasi, pertumbuhan kredit tercatat 10,4% (yoy), relatif tidak berubah
dari bulan sebelumnya. Sementara itu, pertumbuhan DPK pada Mei 2015 tercatat sebesar
12,5% (yoy). Ke depan, sejalan dengan meningkatnya aktivitas ekonomi dan pelonggaran
kebijakan makroprudensial oleh Bank Indonesia, pertumbuhan kredit diperkirakan akan
meningkat.
| 2
2
PERKEMBANGAN EKONOMI DAN
KEBIJAKAN MONETER
Perkembangan Ekonomi Global
Pertumbuhan ekonomi global masih memperlihatkan kecenderungan yang bias ke
bawah dari perkiraan semula, di tengah pasar keuangan global yang masih diliputi
ketidakpastian. Kecenderungan bias ke bawah tersebut terutama disebabkan oleh
perkiraan ekonomi AS yang tidak setinggi perkiraan semula dan ekonomi Tiongkok yang
masih melambat. Meski terdapat indikasi awal perbaikan, secara umum perekonomian AS
diperkirakan akan lebih rendah dari proyeksi semula, didorong oleh realisasi triwulan I 2015
yang rendah serta pelemahan ekspor dan investasi. Sejalan dengan itu, ketidakpastian
kenaikan suku bunga Fed Fund Rate (FFR) di AS masih terus berlanjut. Sementara itu,
perekonomian Tiongkok masih melambat, walaupun beberapa indikator moneter mulai
memperlihatkan perbaikan sejalan dengan berbagai kebijakan pelonggaran yang ditempuh.
Sebaliknya, perekonomian Eropa membaik, ditopang oleh permintaan domestik yang
meningkat di tengah bergulirnya krisis Yunani. Perekonomian dunia yang bias ke bawah
berdampak pada masih menurunnya harga komoditas internasional, meskipun harga
minyak dunia mulai meningkat secara gradual. Di pasar keuangan global, ketidakpastian
kenaikan suku bunga FFR di AS, ketidakpastian krisis Yunani, serta anjloknya harga saham
di Tiongkok menunjukkan bahwa risiko di pasar keuangan global masih tinggi.
Secara umum, perekonomian AS diperkirakan akan lebih rendah dari proyeksi
semula, didorong oleh realisasi triwulan I 2015 yang rendah serta pelemahan
ekspor dan investasi. Ekspor masih menunjukkan kontraksi, terutama terkait dengan
penguatan dollar AS dan permintaan global yang lemah. Pertumbuhan ekspor yang
menurun di tengah peningkatan impor mengonfimasi adanya dampak negatif dari tren
apresiasi dolar AS terhadap perekonomian AS (Grafik 2.1). Sementara itu, investasi nonresidensial juga masih menunjukkan perlambatan, khususnya terkait dengan investasi di
bidang pertambangan sejalan dengan harga minyak yang rendah (Grafik 2.2). Meski
demikian, terdapat indikasi awal perbaikan ekonomi AS. Dari sisi permintaan domestik,
perbaikan tersebut tercermin dari meningkatnya penjualan ritel setelah berada dalam tren
yang menurun sejak Januari 2015. Selain itu, disposible income dan pengeluaran
konsumen juga tumbuh menguat. Dari sisi penawaran, indikasi awal perbaikan tercermin
dari meningkatnya new orders serta PMI manufaktur dan PMI services yang terus berada
dalam zona ekspansif.
Sementara itu, perekonomian Tiongkok masih melambat. Melambatnya
perekonomian Tiongkok didorong oleh ekspor yang masih terkontraksi, walaupun
besarannya lebih kecil dari sebelumnya. Selain itu, pertumbuhan fixed asset investment
(FAI) yang secara keseluruhan masih rendah juga mendorong perlambatan perekonomian
Tiongkok. Meskipun demikian, beberapa indikator moneter mulai memperlihatkan
perbaikan sejalan dengan berbagai kebijakan pelonggaran yang ditempuh. Pelonggaran
kebijakan moneter dilakukan dengan menurunkan suku bunga pinjaman dan deposito
serta targeted reserve requirement ratio (RRR) yang diperkirakan akan menambah likuiditas
sebesar RMB 650 miliar terhadap perbankan. Sejalan dengan pelonggaran kebijakan
| 3
tersebut, beberapa indikator moneter mulai memperlihatkan perbaikan, terlihat dari
peningkatan pertumbuhan M2, new loan, dan aggregate financing.
Grafik 2.1. Ekspor dan Impor AS
Grafik 2.2. Investasi Non Residensial AS
Sebaliknya, perekonomian Eropa membaik, ditopang oleh permintaan domestik
yang meningkat di tengah bergulirnya krisis Yunani. Meningkatnya permintaan
domestik didorong oleh meningkatnya konsumsi, yang tercermin dari pertumbuhan
penjualan ritel, (terutama non food index), yang lebih tinggi. Sementara itu, di sisi produksi,
peningkatan tersebut terlihat dari PMI manufaktur yang meningkat, terutama akibat ada
peningkatan new order. Sejalan dengan meningkatnya permintaan domestik, sektor tenaga
kerja membaik, terlihat dari kenaikan indeks tenaga kerja terutama di negara periperial
Eropa. Selain itu, kenaikan jumlah tenaga kerja juga terjadi di Jerman dan Perancis dengan
besaran yang lebih kecil.
Perekonomian Jepang dan India tumbuh sesuai perkiraan sebelumnya. Permintaan
domestik Jepang masih lemah, tercermin dari PMI Jepang terkontraksi, terutama pada new
order. Hal ini terkonfirmasi oleh lebih rendahnya penjualan department store dibanding
sebelumnya. Penurunan permintaan domestik ini juga diikuti penurunan indeks produksi.
Meskipun permintaan domestik masih lemah, namun terdapat optimisme terhadap
ekonomi Jepang terutama dari sisi tenaga kerja dan tingkat keyakinan konsumen ke depan.
Perbaikan pasar tenaga kerja terlihat dari peningkatan labor cash earning serta penurunan
tingkat pengangguran. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi India didukung oleh
perbaikan konsumsi dan investasi. PMI India kembali meningkat, terutama karena kenaikan
new order dan tingkat produksi. Hal tersebut sejalan dengan peningkatan indeks produksi
yang bersumber dari sektor listrik, batubara, dan pertambangan lainnya. Peningkatan
permintaan domestik juga terlihat dari peningkatan penjualan mobil. Meskipun terdapat
peningkatan inflasi, namun tingkat keyakinan konsumen terhadap arah perekonomian
India ke depan masih baik sejalan dengan reformasi struktural yang dijalankan Pemerintah.
Perekonomian dunia yang bias ke bawah berdampak pada masih menurunnya
harga komoditas internasional, meskipun harga minyak dunia mulai meningkat
secara gradual. Pada tahun 2015, penurunan harga komoditas ekspor secara signifikan
diperkirakan masih berlanjut, dipengaruhi oleh tren penguatan USD dan perlambatan
ekonomi Tiongkok. Harga sejumlah komoditas internasional yang diperkirakan lebih rendah
dibandingkan proyeksi semula adalah tembaga, timah, dan nikel. Sementara itu, harga
batu bara diperkirakan juga masih menurun pada tahun 2015. Hal ini antara lain didorong
oleh harga natural gas yang rendah, regulasi standard mercury dan toxic, rencana kenaikan
pajak impor batubara di Korea per 1 Juli 2015 serta rencana Tiongkok memperketat
standar kualitas terhadap batubara per 1 Juli 2015.
| 4
Di pasar keuangan global, ketidakpastian kenaikan suku bunga FFR di AS,
ketidakpastian krisis Yunani, serta anjloknya harga saham di Tiongkok
menunjukkan bahwa risiko di pasar keuangan global masih tinggi. Sejalan dengan
kondisi perekonomian AS saat ini, ketidakpastian kenaikan suku bunga Fed Fund Rate (FFR)
di AS, masih terus berlanjut. Sebagian besar pelaku pasar masih memperkirakan kenaikan
FFR terjadi pada September 2015, meskipun terdapat kecenderungan peningkatan jumlah
pelaku pasar yang memperkirakan pada bulan Desember. Survei Bloomberg tanggal 11
Juni 2015 menunjukkan mayoritas responden masih memperkirakan kenaikan akan terjadi
mulai pada triwulan III 2015, namun jumlah responden yang memperkirakan kenaikan
pada triwulan IV 2015 semakin banyak (Grafik 2.3). Sementara itu, implied probability FFR
menunjukkan kemungkinan terbesar kenaikan FFR akan mulai pada Desember 2015 atau
Januari 2016 (Grafik 2.4). Di sisi lain, dampak ketidakpastian krisis Yunani terhadap potensi
tekanan pembalikan modal portofolio dari emerging market, termasuk Indonesia,
diperkirakan relatif terbatas. Sementara itu, dampak dari anjloknya harga saham Tiongkok
terhadap sektor keuangan dan spillover ke negara lain tetap perlu diwaspadai.
Grafik 2.3. Survei Bloomberg: FFR
Grafik 2.4. Current Implied Probabilities:
FFR
Pertumbuhan Ekonomi
Di sisi domestik, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II 2015
diprakirakan masih terbatas dan baru akan kembali meningkat pada triwulan III
2015. Konsumsi rumah tangga diperkirakan masih lemah, seiring dengan tingkat keyakinan
konsumen yang menurun. Konsumsi yang lemah terindikasi dari penjualan kendaraan
bermotor dan penjualan eceran yang masih menurun. Selain itu, realisasi belanja
pemerintah juga masih rendah, baik di pusat maupun daerah. Sejalan dengan itu, investasi
diprakirakan masih tumbuh terbatas, seiring dengan realisasi infrastruktur yang belum
secepat perkiraan serta investasi mesin dan alat angkut yang masih lemah. Dari sisi
eksternal, pertumbuhan ekspor diprakirakan masih terbatas, sejalan dengan perkembangan
ekonomi global yang masih kurang kondusif dan harga komoditas internasional yang masih
rendah. Ke depan, Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada Semester II
2015 akan membaik, didukung oleh meningkatnya implementasi proyek-proyek
infrastruktur dan meningkatnya penyaluran kredit perbankan.
Konsumsi rumah tangga diperkirakan masih lemah, seiring dengan tingkat
keyakinan konsumen yang menurun. Konsumsi yang lemah terindikasi dari penjualan
kendaraan bermotor dan penjualan eceran yang masih menurun (Grafik 2.5). Kontraksi
| 5
penjualan kendaraan baik mobil dan sepeda motor yang semakin dalam membuat pelaku
usaha memangkas target penjualannya hingga akhir tahun 2015. Masih lemahnya
konsumsi tersebut, didukung oleh menurunnya Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada
triwulan II 2015 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (Grafik 2.6). Selain itu,
melambatnya dan terbatasnya pendapatan juga mendorong pelemahan konsumsi rumah
tangga. Pertumbuhan Nilai Tukar Petani (NTP) melambat pada triwulan II 2015
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (Grafik 2.7). Sementara itu, upah bangunan riil
dan upah buruh riil tumbuh terbatas.
Grafik 2.5. Penjulan Eceran
Grafik 2.6. Indeks Keyakinan Konsumen
Grafik 2.7. NTP, Upah Buruh Bangunan Riil
dan Upah Buruh Tani Riil
Investasi diprakirakan masih tumbuh terbatas, seiring dengan realisasi
infrastruktur yang belum secepat perkiraan. Kinerja investasi bangunan diprakirakan
tumbuh terbatas seiring dengan mundurnya realisasi proyek infrastruktur baik pemerintah
maupun swasta. Sementara itu, kinerja investasi nonbangunan belum membaik. Kondisi
tersebut tercermin pada investasi mesin yang menurun dan alat angkut yang masih
terkontraksi. Investasi mesin yang menurun tercermin pada konsumsi listrik yang terus
turun, serta impor mesin dan peralatan yang masih melambat sejak pertengahan tahun
2014 (Grafik 2.8). Investasi alat angkut juga masih terkontraksi, terlihat dari penjualan
mobil komersial yang masih dalam teritori negatif (Grafik 2.9). Selain itu, penjualan alat
berat masih mencatat kontraksi.
| 6
Grafik 2.8. Investasi Mesin dan
Indikatornya
Grafik 2.9. Investasi Alat Angkut dan
Indikatornya
Dari sisi eksternal, pertumbuhan ekspor diprakirakan masih terbatas, sejalan
dengan perkembangan ekonomi global yang masih kurang kondusif dan harga
komoditas internasional yang masih rendah (Grafik 2.10). Pemulihan ekonomi global
yang tidak secepat perkiraan mendorong pelemahan permintaan dunia, tercermin pada
volume perdagangan dunia, dan selanjutnya mendorong penurunan harga komoditas
ekspor. Pertumbuhan ekspor yang terbatas didorong oleh perbaikan ekspor manufaktur
dan pertambangan. Ekspor manufaktur yang sedikit meningkat terutama didorong oleh
ekspor CPO. Sementara itu, ekspor pertambangan, khususnya tembaga, yang meningkat
merupakan dampak dari base effect UU minerba.
Impor diprakirakan tumbuh rendah pada triwulan II 2015, merespons kinerja
ekspor dan permintaan domestik yang masih lemah. Hingga Mei 2015, penurunan
impor nonmigas terjadi di semua komponen (Grafik 2.11), termasuk impor bahan baku
yang sebelumnya tumbuh positif. Impor bahan baku terkontraksi semakin dalam terutama
pada impor bahan baku (processed) untuk industri. Sementara itu, impor barang modal
turun terutama dalam bentuk barang modal di luar alat transportasi. Impor barang
konsumsi juga turun antara lain dalam bentuk impor makanan dan minuman processed
untuk keperluan rumah tangga.
Grafik 2.10. Indeks Harga Ekspor
Nonmigas
Grafik 2.11. Pertumbuhan Impor
Nonmigas Riil
Dari sisi sektoral (lapangan usaha), pelemahan terjadi pada sebagian besar sektor
ekonomi. Dorongan permintaan global dan domestik yang tidak sekuat sebelumnya
berdampak pada lebih rendahnya kinerja sektoral, baik sektor tradable maupun
nontradable. Dari sektor tradable, sektor industri pengolahan terindikasi melambat,
sebagaimana tercermin dari penurunan konsumsi listrik dan penurunan output berdasarkan
survei Purchasing Manager Index (PMI). Penurunan output tersebut disebabkan oleh order
| 7
baru yang lebih rendah, baik dari domestik maupun eksternal (ekspor). Melemahnya
permintaan global juga berpengaruh pada kinerja sektor pertambangan, khususnya
komoditas batubara. Pelemahan harga komoditas batubara mendorong terjadinya
kontraksi pada produksi batubara. Dari sektor nontradable, pelemahan salah satunya
terjadi pada sektor perdagangan dan penyediaan akomodasi dan makan minum. Selain
penjualan sektor otomotif yang terus menurun, secara umum penjualan eceran juga masih
melambat.
Ke depan, Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada Semester II
2015 akan membaik. Perbaikan tersebut didukung oleh meningkatnya implementasi
proyek-proyek infrastruktur dan meningkatnya penyaluran kredit perbankan.
Neraca Pembayaran Indonesia
Neraca perdagangan Indonesia pada Juni 2015 diperkirakan kembali mencatat
surplus, terutama ditopang oleh surplus neraca nonmigas. Surplus neraca
perdagangan tersebut mendorong perbaikan defisit transaksi berjalan pada triwulan II 2015
yang diperkirakan akan lebih baik dari prakiraan sebelumnya yaitu 2,5% dari PDB, dan
lebih baik dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 3,9% dari PDB.
Di sisi neraca finansial, aliran masuk modal asing mengalami peningkatan,
meskipun pasar keuangan global masih diliputi ketidakpastian. Selama bulan Juni
2015, investor nonresiden membukukan net beli aset keuangan sebesar 1,49 miliar dolar
AS (Grafik 2.12). Secara akumulatif, aliran masuk portofolio asing ke pasar keuangan
Indonesia hingga Juni 2015 mencapai 4,7 miliar dolar AS.
Grafik 2.12. Aliran Dana Nonresiden Pada Aset Rupiah
Dengan perkembangan tersebut, posisi cadangan devisa Indonesia akhir Juni 2015
tercatat sebesar 108,0 miliar dolar AS. Posisi ini lebih rendah dibandingkan dengan
posisi akhir Mei 2015 sebesar 110,8 miliar dolar AS. Perkembangan tersebut didorong oleh
peningkatan pengeluaran untuk pembayaran utang luar negeri Pemerintah serta
penggunaan devisa dalam rangka stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai dengan
fundamentalnya guna mendukung terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem
keuangan. Posisi cadangan devisa per akhir Juni 2015 tersebut masih cukup membiayai 7,0
bulan impor atau 6,8 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta
berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Bank Indonesia
menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal dan
menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan.
| 8
Nilai Tukar Rupiah
Nilai tukar rupiah mengalami depresiasi, terutama dipengaruhi faktor eksternal.
Pada Juni 2015, rupiah secara rata-rata melemah sebesar 1,28% (mtm) ke level Rp13.311
per dolar AS dari bulan sebelumnya sebesar Rp13.141 per dolar AS. Sejalan dengan itu,
secara point-to-point (ptp) rupiah terdepresiasi sebesar 0,81% dan ditutup di level
Rp13.333 per dolar AS (Grafik 2.13). Namun, pelemahan rupiah relatif lebih moderat
dibandingkan dengan mata uang negara kawasan (Grafik 2.14). Dari sisi eksternal,
sentimen terhadap rupiah dipengaruhi oleh kekhawatiran terhadap penyehatan fiskal
Yunani menjelang jatuh tempo pembayaran utang dan antisipasi investor terhadap arah
kebijakan The Fed pada pertemuan FOMC Juni 2015. Tekanan eksternal tersebut terkoreksi
pasca FOMC yang cenderung dovish (Grafik 2.15). Dari sisi internal, meningkatnya
permintaan valas untuk pembayaran utang dan pembayaran deviden secara musiman di
triwulan II 2015 turut memberikan tekanan terhadap rupiah.
Grafik 2.13. Pergerakan Nilai Tukar
Rupiah
Grafik 2.14. Nilai Tukar Kawasan
Pelemahan rupiah pada Juni 2015 disertai dengan lebih terjaganya volatilitas
dibandingkan mayoritas mata uang kawasan. Kenaikan volatilitas sempat terjadi di
awal bulan menyusul pelemahan rupiah setelah Yunani menunda pembayaran utang jatuh
tempo. Namun selanjutnya, rupiah bergerak pada rentang yang lebih terbatas sehingga
menjaga volatilitas lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya. Volatilitas rupiah pada
Juni 2015 lebih rendah dibandingkan dengan mata uang kawasan, seperti Lira Turki,
Ringgit Malaysia, Won Korea Selatan, dan Dolar Singapura (Grafik 2.16).
Grafik 2.15. VIX & CDS Indonesia
Grafik 2.16. Volatilitas Nilai Tukar
Negara Peers
| 9
Ke depan, Bank Indonesia terus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai dengan
fundamentalnya, sehingga dapat mendukung terjaganya stabilitas makroekonomi dan
sistem keuangan.
Inflasi
Tekanan inflasi di bulan Juni 2015 lebih rendah dari yang diperkirakan. Inflasi IHK
Juni 2015 mencapai 0,54% (mtm) atau 7,26% (yoy). Dengan perkembangan tersebut,
inflasi IHK sejak Januari s.d. Juni 2015 tercatat masih rendah yaitu sebesar 0,96% (ytd).
Inflasi inti juga terkendali sebesar 0,26% (mtm) atau sebesar 1,99% (ytd) dan 5,04% (yoy),
sejalan dengan terjaganya ekspektasi inflasi (Grafik 2.17).
Grafik 2.17. Perkembangan Inflasi
Inflasi volatile food meningkat seiring dengan kenaikan permintaan bahan
makanan di bulan Ramadhan meskipun lebih rendah dari perkiraan. Pada Juni 2015,
kelompok volatile food tercatat inflasi sebesar 1,74% (mtm) atau 8,83% (yoy), meningkat
dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 1,52% (mtm) atau 8,10% (yoy) (Grafik 2.18).
Namun demikian, peningkatan inflasi volatile food tersebut lebih rendah dari perkiraan
sebelumnya dan inflasi di bulan Ramadhan pada tahun sebelumnya. Hal ini sejalan dengan
upaya stabilisasi harga yang dilakukan Pemerintah, baik di pusat maupun daerah, dalam
beberapa waktu terakhir.
Inflasi kelompok volatile food terutama terjadi pada komoditas aneka cabai,
daging ayam ras, dan beras. Kenaikan harga cabai merah didorong oleh masuknya
musim tanam cabai merah pada tiga minggu pertama bulan Juni, di tengah peningkatan
permintaan di bulan Ramadhan. Sementara kenaikan harga daging ayam ras didorong oleh
kenaikan harga pakan impor, akibat depresiasi Rupiah yang berlangsung sejak awal tahun
2015 dan pembatasan DOC (Day Old Chicks) oleh produsen. Demikian pula dengan
kenaikan harga beras yang disebabkan oleh peningkatan permintaan pada bulan
Ramadhan di tengah berlalunya musim panen. Meskipun demikian, kenaikan harga cabai
merah, daging ayam ras, dan beras tertahan oleh upaya stabilisasi harga yang dilakukan
oleh Pemerintah, antara lain melalui operasi pasar dan pasar murah (Tabel 2.1).
| 10
Tabel 2.1. Penyumbang Inflasi/Deflasi
Kelompok Volatile Food
No. Volatile Food
Inflasi
1
Cabai Merah
2
Daging Ayam Ras
3
4
Grafik 2.18. Pola Inflasi/Deflasi Volatile
Food
Telur Ayam Ras
Beras
(%,mtm)
Kontribusi (%,mtm)
13.64
0.06
4.82
0.06
6.78
0.05
0.55
0.02
5
Ikan Segar
0.66
0.02
6
Apel
5.76
0.02
7
Daging Sapi
1.11
0.01
8
Ayam Hidup
7.19
0.01
Tomat Sayur
(3.12) (0.01)
Deflasi
1
Inflasi administered prices cukup terkendali dengan sumber tekanan berasal dari
kenaikan tarif listrik dan harga bensin nonsubsidi. Pada Juni 2015, kelompok
administered prices tercatat mengalami inflasi sebesar 0,26% (mtm) atau 13,14% (yoy),
lebih rendah dibandingkan inflasi pada bulan sebelumnya sebesar 0,38% (mtm) atau
13,35% (yoy), serta lebih rendah dibandingkan historis Ramadhan tiga tahun terakhir
sebesar 0,55% (mtm) (Grafik 2.19). Tekanan inflasi kelompok administered prices terutama
bersumber dari tariff adjustment listrik rumah tangga dengan daya di atas 2200 VA dan
kenaikan BBM non-subsidi (antara lain Pertamax dan Pertamax Plus). Selain itu, komoditas
lain yang menyumbang inflasi pada Juni 2015 adalah rokok kretek (Tabel 2.2).
Tabel 2.2. Penyumbang Inflasi/Deflasi
Kelompok Administered Prices
No. Administered Prices (%,mtm)
Kontribusi (%,mtm)
Inflasi
1
Bensin
0.76 0.03
2
Tarif Listrik
0.63 0.02
3
Rokok Kretek Filter
0.56 0.01
Angkutan Udara
(1.90) (0.01)
2
Angkutan Laut
(0.22) (0.0001)
3
Tarif Kereta Api
Deflasi
1
Grafik 2.19. Pola Inflasi/Deflasi
Administered Prices
(0.00)
(0.0000)
Inflasi inti pada Juni 2015 relatif terkendali. Inflasi inti tercatat sebesar 0,26% (mtm)
atau 5,04% (yoy), sedikit meningkat dibandingkan bulan lalu sebesar 0,23% (mtm) atau
5,04% (yoy). Namun, inflasi inti pada Juni 2015 tersebut lebih rendah dibandingkan ratarata historis inflasi inti di bulan Ramadhan pada tiga tahun terakhir sebesar 0,72% (mtm).
Inflasi inti non-traded bulan Juni meningkat akibat dampak lanjutan kenaikan harga
pangan, sejalan dengan peningkatan permintaan di bulan Ramadhan (Grafik 2.20).
Sebaliknya inflasi inti traded mencatat penurunan sejalan dengan relatif rendahnya tekanan
eksternal, khususnya harga komoditas internasional (Grafik 2.21).
| 11
Grafik 2.20. Inflasi Inti Nontraded
Grafik 2.21. Inflasi Inti Traded dan
Faktor Eksternal
Ekspektasi inflasi pada Juni 2015 dan keseluruhan tahun 2015 tetap terkendali.
Ekspektasi inflasi periode Ramadhan tahun ini cenderung lebih baik dibandingkan 3 (tiga)
tahun terakhir. Namun demikian, ekspektasi inflasi 2015 meningkat akibat realisasi inflasi
Mei yang lebih tinggi dari perkiraan. Ekspektasi inflasi tahun 2015 per survei Consensus
Forecast (CF) bulanan Juni 2015 sedikit meningkat dari 6,1% (yoy) menjadi 6,2% (yoy)
(Grafik 2.22). Sementara hasil Survei Konsumen dan Survei Penjualan Eceran untuk 3 (tiga)
bulan yang akan datang menunjukkan penurunan ekspektasi seiring faktor musiman
berlalunya bulan Ramadhan dan Idul Fitri (Grafik 2.23).
Grafik 2.22. Ekspektasi Inflasi Consensus
Forecast (Bulanan)
Grafik 2.23. Ekspektasi Harga
Pedagang Eceran
Secara spasial, tekanan inflasi pada Juni 2015 disumbang oleh kenaikan harga di
hampir seluruh daerah. Inflasi pada Juni 2015 tersebut bersumber dari meningkatnya
harga komoditas bahan makanan, akibat peningkatan permintaan seiring dengan
masuknya masa Ramadhan. Namun secara umum, kenaikan inflasi pada periode bulan
laporan di hampir seluruh kawasan berada di bawah rata-rata selama tiga tahun terakhir,
kecuali di Kalimantan. Inflasi di kawasan Kalimantan yang lebih tinggi dibandingkan
kawasan lainnya didorong oleh cukup tingginya inflasi di Kalimantan Tengah dan
Kalimantan Timur, akibat peningkatan harga daging ayam ras dan beras di kedua daerah
tersebut. Sebaliknya, inflasi di Kawasan Timur Indonesia (KTI) merupakan inflasi yang
terendah dibandingkan wilayah lainnya, dipengaruhi oleh deflasi yang terjadi di Nusa
Tenggara Barat dan Maluku, yang dapat mengimbangi kenaikan inflasi yang cukup tinggi
di beberapa daerah seperti di Papua Barat dan Sulawesi Barat (Gambar 2.1). Panen
beberapa komoditas pangan, seperti aneka sayuran dan bawang merah, di beberapa
daerah sentra produksi di KTI berdampak positif bagi rendahnya inflasi KTI dibandingkan
wilayah lainnya.
| 12
Inflasi Nasional: 0,54% (mtm)
Gambar 2.1 Peta Sebaran Inflasi IHK (%, mtm)
Berdasarkan perkembangan inflasi sampai dengan Juni 2015, Bank Indonesia memandang
bahwa target inflasi 2015 sebesar 4±1% akan dapat dicapai.
Perkembangan Moneter
Kondisi likuiditas di Pasar Uang Antar Bank (PUAB) dan perbankan relatif terjaga.
Sejalan dengan perkembangan tersebut, suku bunga deposito dan kredit mengalami
penurunan meskipun penurunan suku bunga kredit tertahan oleh meningkatnya risiko
kredit. Masih lemahnya prospek perekonomian menyebabkan pertumbuhan kredit
melambat. Sejalan dengan pertumbuhan kredit yang melambat dan operasi keuangan
pemerintah yang terkontraksi, likuiditas perekonomian dalam arti luas (M2) tercatat
melambat.
Suku bunga PUAB O/N meningkat seiring dengan meningkatnya kebutuhan
likuiditas. Pada Juni 2015, suku bunga PUAB O/N mengalami kenaikan menjadi 5,64%
dari 5,61% pada bulan sebelumnya. Namun demikian, suku bunga PUAB O/N masih
bergerak di sekitar DF rate di level 5.50%. Kenaikan terutama terjadi pada suku bunga
PUAB dengan tenor di atas 2 minggu. Kenaikan ini terkait dengan potensi pengetatan
likuiditas untuk menghadapi kebutuhan seasonal penarikan DPK (khususnya uang kartal)
selama bulan puasa dan menghadapi lebaran (Grafik 2.24).
Likuiditas di PUAB masih terjaga. Terjaganya likuiditas PUAB terindikasi dari spread suku
bunga max-min di PUAB yang menurun menjadi 95 bps dibandingkan bulan sebelumnya
yang sebesar 101 bps. Secara nominal, volume rata-rata PUAB total pada Juni 2015
tercatat naik menjadi Rp11,20 triliun dari Rp10,00 triliun pada bulan sebelumnya. Kenaikan
volume PUAB total lebih dikontribusi oleh naiknya volume PUAB O/N dari Rp5,17 triliun
menjadi Rp5,68 triliun (Grafik 2.25).
| 13
4,0
4
3
3,0
Jun‐15
Mar‐15
Dec‐14
Sep‐14
Jun‐14
Mar‐14
Dec‐13
Sep‐13
Jun‐13
Mar‐13
Grafik 2.24. Suku Bunga PUAB O/N
Jun‐15
4
Mar‐15
5,0
5
Dec‐14
6,0
5
6
Sep‐14
7,0
6
7
Rp T
175
155
135
115
rPUAB : 5.64% 95
75
55
Avg Posisi DF : Rp95.49 T
RRT Vol PUAB : Rp 11.20 T 35
15
(5)
Jun‐14
8,0
7
Vol PUAB O/N (RHS)
rPUAB O/N
Mar‐14
8
Dec‐13
9,0
Mar‐13
9
8
Vol DF O/N (RHS)
rBI Rate
%
%
LF Rate
BI Rate
Sep‐13
rPUAB O/N
DF Rate
Jun‐13
%
9
Grafik 2.25. Suku Bunga PUAB O/N
& Vol DF O/N
Suku bunga simpanan perbankan terus melanjutkan tren menurun, sementara
penurunan suku bunga kredit tertahan. Pada Mei 2015, rata-rata tertimbang suku
bunga deposito kembali turun sebesar 10 bps menjadi 8,29% dengan penurunan terbesar
terjadi pada deposito jangka waktu 1 bulan hingga 6 bulan. Penurunan suku bunga
deposito ini didorong oleh masih longgarnya kebutuhan likuiditas rupiah. Sementara itu,
suku bunga kredit tertahan seiring dengan meningkatnya risiko kredit di tengah
perlambatan ekonomi. Rata-rata tertimbang suku bunga kredit hanya menurun 2 bps
menjadi 12,96%, utamanya didorong oleh penurunan suku bunga KMK dan KI. Di sisi lain,
suku bunga KK masih meningkat (Grafik 2.26). Pada Mei 2015, suku bunga KMK dan KI
mengalami penurunan masing-masing 3 bps dan 2 bps, sementara suku bunga KK tercatat
naik 3 bps. Tertahannya suku bunga kredit di tengah berlanjutnya penurunan suku bunga
deposito membuat spread suku bunga perbankan meningkat dari 459 bps menjadi 467 bps
(Grafik 2.27).
%
14.5
14
Sb KMK
Sb KI
Sb KK
Sb Kredit Rp
13.76 13.5
12.96 12.5
12.0
6
12
11
10
12.72 9
12.30 8
7
12.96
13
14.0
13.0
%
%
Spread Kredit‐Dep (rhs)
Selisih rKredit ‐ rDepo: 467 bps
BI Rate
5
4
LPS Rate
RRT Sb Deposito
8.29
RRT Sb Kredit
3
2
7
11.0
5
Grafik 2.26. Suku Bunga
KMK, KI dan KK
1
0
Dec‐12
Jan‐13
Feb‐13
Mar‐13
Apr‐13
May‐13
Jun‐13
Jul‐13
Aug‐13
Sep‐13
Oct‐13
Nov‐13
Dec‐13
Jan‐14
Feb‐14
Mar‐14
Apr‐14
May‐14
Jun‐14
Jul‐14
Aug‐14
Sep‐14
Oct‐14
Nov‐14
Dec‐14
Jan‐15
Feb‐15
Mar‐15
Apr‐15
May‐15
6
Jan‐13
Feb‐13
Mar‐13
Apr‐13
May‐13
Jun‐13
Jul‐13
Aug‐13
Sep‐13
Oct‐13
Nov‐13
Dec‐13
Jan‐14
Feb‐14
Mar‐14
Apr‐14
May‐14
Jun‐14
Jul‐14
Aug‐14
Sep‐14
Oct‐14
Nov‐14
Dec‐14
Jan‐15
Feb‐15
Mar‐15
Apr‐15
May‐15
11.5
Grafik 2.27. Selisih Suku Bunga
Perbankan
Likuiditas perekonomian dalam arti luas (M2) tumbuh melambat dibandingkan
bulan sebelumnya. Pada Mei 2015, posisi M2 tercatat sebesar Rp4.287,7 triliun, atau
tumbuh 13,4% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan April 2015 yang sebesar
14,9% (yoy). Berdasarkan komponennya, perlambatan pertumbuhan M2 tersebut
bersumber dari komponen M1 (Uang Kartal dan Giro Rupiah) maupun komponen Uang
Kuasi (Simpanan Berjangka dan Tabungan baik dalam rupiah maupun valas serta Simpanan
Giro Valuta Asing) (Grafik 2.28). Perlambatan pertumbuhan M1 dan Uang Kuasi tersebut
terkait dengan melambatnya prospek ekonomi. M1 dan Uang Kuasi masing-masing
tumbuh 8,2% (yoy) dan 15,1% (yoy), melambat dari 9,0% (yoy) dan 16,7% (yoy) pada
bulan sebelumnya (Grafik 2.29).
| 14
Grafik 2.28. Pertumbuhan M2 dan
Komponennya
Grafik 2.29. Pertumbuhan M1 dan
Komponennya
Berdasarkan faktor yang mempengaruhi, melambatnya pertumbuhan M2
terutama dipengaruhi oleh kontraksi operasi keuangan Pemerintah Pusat
(Pempus). Pada Mei 2015, operasi keuangan Pempus mengalami kontraksi yang tercermin
dari turunnya pertumbuhan tagihan bersih kepada Pempus dari 32,9% (yoy) menjadi
25,5% (yoy) (Grafik 2.30). Kontraksi operasi keuangan Pempus tersebut sejalan dengan
meningkatnya penerimaan negara terutama berupa pajak. Disisi lain, belanja pemerintah
belum mengalami peningkatan yang signifikan. Sementara itu, kredit yang disalurkan oleh
perbankan tercatat sebesar Rp3.792,8 triliun, atau tumbuh 10,3% (yoy)1, relatif stabil
dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya.
Grafik 2.30. Pertumbuhan M2 dan
Faktor-faktor yang Memengaruhinya
Industri Perbankan
Stabilitas sistem keuangan tetap solid ditopang oleh ketahanan sistem perbankan.
Ketahanan industri perbankan tetap kuat dengan risiko kredit, risiko likuiditas dan risiko
pasar yang cukup terjaga. Selain itu, rasio kecukupan modal yang masih kuat mampu
memelihara industri perbankan secara keseluruhan.
Pertumbuhan kredit pada Mei 2015 masih tertahan, seiring dengan melambatnya
pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan kredit pada Mei 2015 tercatat sebesar 10,40%
1
Perhitungan pertumbuhan penyaluran kredit sebesar 10,3% (yoy) pada Mei 2015 menggunakan
konsep moneter, yaitu pinjaman rupiah dan valas yang diberikan oleh Bank Umum dan BPR (tidak
termasuk kantor cabang bank yang beroperasi di luar wilayah Indonesia) kepada penduduk (tidak
termasuk Pemerintah Pusat). Sementara itu, pertumbuhan kredit menggunakan konsep perbankan
pada Mei 2015 tercatat sebesar 10,40% (yoy). Kredit menurut konsep perbankan adalah pinjaman
rupiah dan valas yang diberikan oleh Bank Umum (termasuk kantor cabang yang beroperasi di luar
wilayah Indonesia) kepada penduduk (termasuk Pemerintah Pusat) dan bukan penduduk.
| 15
(yoy), sedikit lebih rendah dibandingkan 10,42% (yoy) pada bulan sebelumnya2. Kredit
Investasi (KI) dan Kredit Konsumsi (KK) tumbuh masing-masing sebesar 11,11% (yoy) dan
9,71% (yoy), atau lebih rendah dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar
11,21% (yoy) dan 11,93% (yoy). Di sisi lain, Kredit Modal Kerja (KMK) tercatat tumbuh
meningkat menjadi 10,44% (yoy) dari bulan sebelumnya sebesar 9,14% (yoy) (Grafik 2.31).
Secara sektoral, perlambatan pertumbuhan kredit pada Mei 2015 terjadi pada
beberapa sektor. Penyaluran kredit pada Sektor Perdagangan dan Sektor Pertanian
mengalami perlambatan masing-masing menjadi 10,1% (yoy) dan 13,5% (yoy)
dibandingkan bulan sebelumnya. Selain itu, penyaluran kredit ke Sektor Listrik, Air, dan Gas
serta Sektor Pengangkutan tercatat tumbuh negatif. Di sisi lain, penyaluran kredit Sektor
Pertambangan, Sektor Industri Pengolahan, Sektor Konstruksi, Sektor Jasa Sosial, dan
Sektor Jasa Dunia Usaha masing-masing meningkat menjadi 16,2% (yoy), 16,7% (yoy),
28,1% (yoy), 19,3% (yoy), dan 3,8% (yoy) pada Mei 2015. Kondisi ini diharapkan
merupakan sinyal bahwa perlambatan kredit akan segera mengalami pemulihan (Grafik
2.32).
Grafik 2.31. Pertumbuhan Kredit
Menurut Penggunaan
Grafik 2.32. Pertumbuhan Kredit
Menurut Sektor Ekonomi
Pada Mei 2015, pertumbuhan DPK melambat. DPK tumbuh 12,45% (yoy) pada Mei
2015, lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada bulan sebelumnya. Perlambatan
pertumbuhan terjadi pada jenis simpanan deposito dan giro, sementara tabungan tumbuh
sedikit meningkat. Deposito dan giro tumbuh masing-masing sebesar 19,5% (yoy) dan
10,0% (yoy), lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya. Di sisi lain, tabungan tumbuh
meningkat menjadi 3,8% (yoy) dari bulan sebelumnya sebesar 3,3% (yoy) (Grafik 2.33).
Grafik 2.33. Pertumbuhan DPK
2
Kredit menurut konsep perbankan.
| 16
Di tengah terbatasnya pertumbuhan ekonomi, ketahanan industri perbankan
tetap kuat, didukung oleh risiko kredit yang terjaga dan rasio kecukupan modal
yang kuat. Pada Mei 2015, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) masih
tinggi, yaitu sebesar 20,28%, jauh di atas ketentuan minimum 8%. Kondisi ini
mencerminkan daya tahan perbankan yang masih cukup tinggi dalam mengatasi tekanan
dan gejolak di perekonomian. Sementara itu, rasio kredit bermasalah (Non Performing
Loan/NPL) tetap rendah dan berada di kisaran 2,60% (Tabel 2.3).
Tabel 2.3. Kondisi Umum Perbankan
Indikator Utama
Total Aset
(T Rp)
DPK
(T Rp)
Kredit*
(T Rp)
LDR*
(%)
NPLs Bruto* (%)
CAR
(%)
NIM
(%)
ROA
(%)
* tanpa channeling
Jan
4880.5
3594.7
3258.4
90.65
1.90
19.6
4.1
2.8
Feb
4888.8
3603.6
3267.8
90.68
1.99
19.8
4.1
2.7
Mar
4933.0
3618.1
3306.9
91.40
2.00
19.8
4.3
2.9
Apr
5008.1
3694.8
3361.3
90.98
2.05
19.4
4.3
2.9
Mei
5097.5
3763.5
3403.1
90.43
2.18
19.5
4.2
2.9
2014
Jun Jul
5198.0 5121.1
3834.5 3778.4
3468.2 3486.1
90.45 92.27
2.16 2.24
19.3 19.3
4.2 4.2
3.0 2.8
Agust
5218.9
3855.9
3498.4
90.73
2.31
19.3
4.2
2.8
Sept
5418.8
3995.8
3561.3
89.13
2.29
19.4
4.2
2.8
Okt
5445.7
4011.4
3558.1
88.70
2.35
19.5
4.2
2.8
Nop
5511.1
4054.7
3596.6
88.70
2.36
19.6
4.2
2.8
Des
5615.1
4114.4
3674.3
89.30
2.16
19.38
4.1
2.8
Jan
5622.0
4105.9
3634.3
88.52
2.35
20.84
4.1
2.7
Feb
5683.2
4151.4
3665.7
88.30
2.43
21.09
4.0
2.4
2015
Mar
5784.0
4198.6
3679.9
87.65
2.40
20.73
5.1
2.6
Apr
5792.7
4217.6
3711.6
88.00
2.48
20.54
5.2
2.5
Mei
5837.7
4232.1
3757.1
88.78
2.58
20.28
5.2
2.4
Pasar Saham dan Pasar Surat Berharga Negara
Pasar saham domestik selama Juni 2015 tercatat melemah, terutama dipengaruhi
oleh sentimen eksternal. IHSG pada akhir Juni 2015 mencapai level 4.910,66 atau turun
306 poin (-5,86%) dibandingkan posisi akhir bulan sebelumnya (Grafik 2.34). Pelemahan
IHSG ini dipengaruhi oleh sentimen eksternal terkait ekspektasi kenaikan FFR yang kembali
meningkat dan permasalahan bailout Yunani yang belum mencapai kesepakatan dengan
para kreditornya. Hal ini menyebabkan meningkatnya kekhawatiran global, sehingga
memicu aksi jual investor asing. Sementara dari sisi domestik, inflasi Mei 2015 yang berada
di atas ekspektasi pasar mendorong ekspektasi kenaikan inflasi pada bulan Juni, sehingga
turut mendorong aksi profit taking investor domestik.
Mayoritas bursa saham global maupun regional mengalami koreksi, seiring dengan
sentimen eksternal. IHSG tercatat mengalami koreksi sebesar -5,86% atau tertinggi di
kawasan (Vietnam, Filipina, Thailand, Malaysia dan Singapura). Pelemahan bursa negara
kawasan berada pada kisaran -0,2% sampai -5,9%.
Koreksi harga saham terjadi pada seluruh sektor ekonomi. Koreksi terbesar pada
sektor pertanian (12,3%), diikuti sektor industri dasar (9,3%) serta sektor konsumsi dan
keuangan yang masing-masing turun (7,7%) (Grafik 2.35).
| 17
Grafik 2.34. IHSG dan Indeks Bursa
Global
Grafik 2.35. Indeks Sektoral Juni 2015
Selama Juni 2015, investor nonresiden membukukan net jual, didorong oleh
sentimen eksternal dan minimnya sentimen positif dari sisi domestik. Investor
nonresiden membukukan net jual sebesar Rp4,09 triliun pada Juni 2015, meningkat
dibandingkan bulan sebelumnya yang mencatat net jual sebesar Rp3,46 triliun (Gambar
2.36). Aksi jual investor nonresiden terutama dipengaruhi oleh sentimen eksternal terkait
meningkatnya kembali ekspektasi kenaikan FFR yang diperkirakan akan dilakukan di tahun
ini dan tingginya kekhawatiran investor terkait permasalahan bailout Yunani dengan para
kreditornya. Kondisi ketidakpastian ini memicu kekhawatiran global yang mendorong
tekanan jual terutama oleh investor nonresiden di pasar saham. Sementara dari sisi
domestik, kondisi fundamental ekonomi Indonesia di bulan Juni 2015 yang minim sentimen
positif turut menimbulkan tekanan jual investor asing. Relatif tingginya inflasi Mei 2015
mendorong ekspektasi kenaikan inflasi pada bulan Juni 2015. Selain itu, sentimen juga
dipengaruhi oleh tekanan terhadap nilai tukar rupiah dan kekhawatiran terhadap
perlambatan ekonomi. Hingga Juni 2015, posisi kepemilikan saham oleh nonresiden
mencapai 44,5% atau turun dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 45,3% (Grafik
2.37).
Sejalan dengan kinerja pasar saham, kinerja pasar SBN juga melemah dengan yield
yang meningkat di seluruh tenor. Turunnya kinerja di pasar obligasi juga merupakan
dampak dari sentimen eksternal yang juga mendorong pelemahan IHSG. Sentimen
eksternal tersebut mengakibatkan naiknya persepsi risiko yang mendorong kenaikan yield
di pasar obligasi. Dari sisi domestik, investor juga memperhatikan ekspektasi kenaikan
inflasi yang akan kembali terjadi pada bulan Juni serta tekanan terhadap nilai tukar yang
masih terus berlanjut. Pada Juni 2015, yield SBN naik 12 bps dari 8,10% menjadi 8,22%.
Yield jangka pendek, menengah dan panjang masing-masing naik sebesar 7 bps, 17 bps
dan 7 bps menjadi 7,84%, 8,31% dan 8,54% (Grafik 2.36).
Di tengah kenaikan yield, investor nonresiden melakukan pembelian SBN. Selama
Juni 2015, investor nonresiden tercatat membukukan net beli sebesar Rp23,04 triliun,
meningkat signifikan dibandingkan net beli Rp6,31 triliun pada bulan sebelumnya (Grafik
2.38). Kenaikan yield SBN dimanfaatkan oleh investor asing untuk melakukan aksi beli.
Minat investor asing yang kembali meningkat disebabkan oleh harga SBN yang sudah
tergolong rendah dan yield SBN yang menarik akibat imbal hasil yang cukup tinggi. Adapun
kenaikan kepemilikan SBN asing terutama di tenor menengah dan panjang yang masingmasing naik sebesar Rp14,5 triliun dan Rp16,43 triliun sejak awal Juni. Sementara, obligasi
dengan tenor pendek mengalami penurunan sebesar Rp2,24 triliun (Grafik 2.39).
| 18
Grafik 2.36. Kinerja IHSG dan Net
Beli/Jual Asing
Grafik 2.37. Porsi Kepemilikan Saham
Asing
Grafik 2.38. Yield SBN dan Net Jual/Beli
Asing
Grafik 2.39. Perubahan Kepemilikan SBN
Asing
Pembiayaan Nonbank
Pembiayaan ekonomi nonbank pada Juni 2015 tercatat meningkat dibandingkan
bulan sebelumnya. Selama Juni 2015, total pembiayaan melalui penerbitan saham
perdana, right issue, obligasi korporasi, medium term notes (MTN), promissory notes, dan
instrumen keuangan lainnya mencapai Rp16,5 triliun, lebih tinggi dibandingkan dengan
bulan sebelumnya yang sebesar Rp11,7 triliun. Berdasarkan komponennya, pembiayaan
nonbank pada Juni 2015 masih didominasi oleh penerbitan obligasi yang diikuti oleh
penerbitan saham (Tabel 2.5).
Tabel 2.5. Pembiayaan Non Bank
Rp Trillion
Nonbank
Saham
o/w Emiten Sektor Keuangan
Obligasi
o/w Emiten Sektor Keuangan
MTN dan Promissory Notes + NCD
o/w Emiten Sektor Keuangan
Sumber: OJK dan BEI (diolah)
Jun
27.2
16.0
4.1
9.8
1.8
1.3
1.1
Jul
1.7
0.0
0.0
1.5
1.5
0.2
0.2
Aug
0.8
0.0
0.0
0.0
0.0
0.8
0.8
2014
Sept Okt
5.7 9.9
0.0 2.4
0.0 0.0
5.3 4.3
4.0 3.2
0.4 3.1
0.2 1.3
Nov
18.8
13.6
1.8
2.1
1.6
3.1
0.6
Des
15.8
5.2
1.3
8.7
5.0
1.9
1.6
Total
110.1
47.6
12.8
47.5
30.3
14.9
9.2
Jan
3.3
0.0
0.0
3.0
3.0
0.3
0.0
Feb
8.8
0.2
0.0
4.9
4.6
3.7
2.6
Mar
10.2
4.5
0.0
4.9
4.5
0.8
0.7
2015
Apr
9.3
0.4
0.0
6.6
3.5
2.3
2.2
Mei
11.7
2.0
0.0
6.0
2.1
3.7
3.4
Jun Total
16.5 59.8
2.1 9.2
0.0 0.0
13.6 39.0
4.3 22.0
0.8 11.6
0.6 9.5
| 19
3
RESPONS KEBIJAKAN MONETER
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 14 Juli 2015 memutuskan
untuk mempertahankan BI Rate sebesar 7,50%, dengan suku bunga Deposit
Facility 5,50% dan Lending Facility pada level 8,00%. Keputusan tersebut sejalan
dengan upaya untuk menjaga agar inflasi berada pada kisaran sasaran inflasi 4±1% di
2015 dan 2016. Bauran kebijakan Bank Indonesia secara konsisten tetap diarahkan pada
upaya menjaga stabilitas makroekonomi, di tengah berlanjutnya ketidakpastian ekonomi
global, serta menjaga pertumbuhan ekonomi melalui implementasi kebijakan
makroprudensial yang akomodatif. Selain itu, Bank Indonesia juga terus memperkuat
koordinasi dengan Pemerintah dalam mengendalikan inflasi dan mempercepat stimulus
fiskal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Bank Indonesia juga mendukung upaya
Pemerintah Pusat dan Daerah untuk mempercepat realisasi anggaran, termasuk proyekproyek infrastruktur, dan melanjutkan berbagai kebijakan struktural yang menjadi kunci
perbaikan prospek ekonomi Indonesia ke depan.
| 20
Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan
Gubernur (RDG) pada setiap bulan Januari, Maret, April, Juni, Juli, September, Oktober dan Desember. Laporan ini
dimaksudkan sebagai media bagi Dewan Gubernur Bank Indonesia untuk memberikan penjelasan kepada
masyarakat luas mengenai evaluasi kondisi moneter terkini atas asesmen dan prakiraan perekonomian Indonesia
serta respons kebijakan moneter Bank Indonesia yang dipublikasikan dalam Laporan Kebijakan Moneter (LKM)
secara triwulanan pada setiap bulan Februari, Mei, Agustus, dan November. Secara rinci, TKM menyampaikan
hasil evaluasi atas perkembangan terkini mengenai inflasi, nilai tukar, dan kondisi moneter selama bulan laporan,
serta keputusan respons kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia.
Untuk informasi lebih lanjut hubungi:
Divisi Pengaturan dan Komunikasi Kebijakan
Grup Kebijakan Moneter
Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter
Telp: +62 21 2981 6836/5726
Fax: +62 21 345 2489
Email: [email protected]
Website: http//www.bi.go.id
Dewan Gubernur
Agus D.W. Martowardojo – Gubernur
Mirza Adityaswara – Deputi Gubernur Senior
Ronald Waas – Deputi Gubernur
Perry Warjiyo – Deputi Gubernur
Hendar – Deputi Gubernur
Erwin Rijanto – Deputi Gubernur
| 21
Download