TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER 1 STATEMENT KEBIJAKAN MONETER Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 14 Juli 2015 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 7,50%, dengan suku bunga Deposit Facility 5,50% dan Lending Facility pada level 8,00%. Keputusan tersebut sejalan dengan upaya untuk menjaga agar inflasi berada pada kisaran sasaran inflasi 4±1% di 2015 dan 2016. Bauran kebijakan Bank Indonesia secara konsisten tetap diarahkan pada upaya menjaga stabilitas makroekonomi, di tengah berlanjutnya ketidakpastian ekonomi global, serta menjaga pertumbuhan ekonomi melalui implementasi kebijakan makroprudensial yang akomodatif. Selain itu, Bank Indonesia juga terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dalam mengendalikan inflasi dan mempercepat stimulus fiskal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Bank Indonesia juga mendukung upaya Pemerintah Pusat dan Daerah untuk mempercepat realisasi anggaran, termasuk proyekproyek infrastruktur, dan melanjutkan berbagai kebijakan struktural yang menjadi kunci perbaikan prospek ekonomi Indonesia ke depan. Pertumbuhan ekonomi global masih memperlihatkan kecenderungan yang bias ke bawah dari perkiraan semula, di tengah pasar keuangan global yang masih diliputi ketidakpastian. Kecenderungan bias ke bawah tersebut terutama disebabkan oleh perkiraan ekonomi AS yang tidak setinggi perkiraan semula dan ekonomi Tiongkok yang masih melambat. Meski terdapat indikasi awal perbaikan, secara umum perekonomian AS diperkirakan akan lebih rendah dari proyeksi semula, didorong oleh realisasi triwulan I 2015 yang rendah serta pelemahan ekspor dan investasi. Sejalan dengan itu, ketidakpastian kenaikan suku bunga Fed Fund Rate (FFR) di AS masih terus berlanjut. Sementara itu, perekonomian Tiongkok masih melambat, walaupun beberapa indikator moneter mulai memperlihatkan perbaikan sejalan dengan berbagai kebijakan pelonggaran yang ditempuh. Sebaliknya, perekonomian Eropa membaik, ditopang oleh permintaan domestik yang meningkat di tengah bergulirnya krisis Yunani. Perekonomian dunia yang bias ke bawah berdampak pada masih menurunnya harga komoditas internasional, meskipun harga minyak dunia mulai meningkat secara gradual. Di pasar keuangan global, ketidakpastian kenaikan suku bunga FFR di AS, ketidakpastian krisis Yunani, serta anjloknya harga saham di Tiongkok menunjukkan bahwa risiko di pasar keuangan global masih tinggi. Di sisi domestik, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II 2015 diprakirakan masih terbatas dan baru akan kembali meningkat pada triwulan III 2015. Konsumsi rumah tangga diperkirakan masih lemah, seiring dengan tingkat keyakinan konsumen yang menurun. Konsumsi yang lemah terindikasi dari penjualan kendaraan bermotor dan penjualan eceran yang masih menurun. Selain itu, realisasi belanja pemerintah juga masih rendah, baik di pusat maupun daerah. Sejalan dengan itu, investasi diprakirakan masih tumbuh terbatas, seiring dengan realisasi infrastruktur yang belum secepat perkiraan serta investasi mesin dan alat angkut yang masih lemah. Dari sisi eksternal, pertumbuhan ekspor diprakirakan masih terbatas, sejalan dengan perkembangan ekonomi global yang masih kurang kondusif dan harga komoditas internasional yang masih rendah. Ke depan, Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada Semester II | 1 2015 akan membaik, didukung oleh meningkatnya implementasi proyek-proyek infrastruktur dan meningkatnya penyaluran kredit perbankan. Neraca perdagangan Indonesia pada Juni 2015 diperkirakan kembali mencatat surplus, terutama ditopang oleh surplus neraca nonmigas. Surplus neraca perdagangan tersebut mendorong perbaikan defisit transaksi berjalan pada triwulan II 2015 yang diperkirakan akan lebih baik dari prakiraan sebelumnya yaitu 2,5% dari PDB, dan lebih baik dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 3,9% dari PDB. Di sisi neraca finansial, aliran masuk modal asing mengalami peningkatan, meskipun pasar keuangan global masih diliputi ketidakpastian. Secara akumulatif, aliran masuk portofolio asing ke pasar keuangan Indonesia hingga Juni 2015 mencapai 4,7 miliar dolar AS. Dengan perkembangan tersebut, cadangan devisa pada akhir Juni 2015 tercatat sebesar 108,0 miliar dolar AS atau setara dengan 7,0 bulan impor atau 6,8 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Nilai tukar rupiah mengalami depresiasi, terutama dipengaruhi faktor eksternal. Pada Juni 2015, rupiah secara rata-rata melemah sebesar 1,28% (mtm) ke level Rp.13.311 per dolar AS. Dari sisi eksternal, sentimen terhadap rupiah dipengaruhi oleh kekhawatiran terhadap negosiasi penyehatan fiskal Yunani menjelang jatuh tempo pembayaran utang dan antisipasi investor terhadap arah kebijakan the Fed pada pertemuan FOMC Juni 2015. Dari sisi internal, meningkatnya permintaan valas untuk pembayaran utang dan pembayaran deviden secara musiman di triwulan II 2015 turut memberikan tekanan terhadap rupiah. Ke depan, Bank Indonesia terus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamentalnya, sehingga dapat mendukung terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Tekanan inflasi di bulan Juni 2015 lebih rendah dari yang diperkirakan. Inflasi IHK Juni 2015 mencapai 0,54% (mtm) atau 7,26% (yoy). Dengan perkembangan tersebut, inflasi IHK sejak Januari s.d. Juni 2015 tercatat masih rendah yaitu sebesar 0,96% (ytd). Inflasi Inti juga terkendali sebesar 0,26% (mtm) atau sebesar 1,99% (ytd) dan 5,04% (yoy), sejalan dengan terjaganya ekspektasi inflasi. Berdasarkan perkembangan inflasi sampai dengan Juni 2015, Bank Indonesia memandang bahwa target inflasi 2015 sebesar 4±1% akan dapat dicapai. Stabilitas sistem keuangan tetap solid ditopang oleh ketahanan sistem perbankan dan relatif terjaganya kinerja pasar keuangan. Ketahanan industri perbankan tetap kuat dengan risiko-risiko kredit, likuiditas dan pasar yang cukup terjaga. Pada Mei 2015, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) masih kuat, jauh di atas ketentuan minimum 8%, yaitu sebesar 20,3%. Sementara itu, rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) tetap rendah dan berada di kisaran 2,6% (gross) atau 1,4% (net). Dari sisi fungsi intermediasi, pertumbuhan kredit tercatat 10,4% (yoy), relatif tidak berubah dari bulan sebelumnya. Sementara itu, pertumbuhan DPK pada Mei 2015 tercatat sebesar 12,5% (yoy). Ke depan, sejalan dengan meningkatnya aktivitas ekonomi dan pelonggaran kebijakan makroprudensial oleh Bank Indonesia, pertumbuhan kredit diperkirakan akan meningkat. | 2 2 PERKEMBANGAN EKONOMI DAN KEBIJAKAN MONETER Perkembangan Ekonomi Global Pertumbuhan ekonomi global masih memperlihatkan kecenderungan yang bias ke bawah dari perkiraan semula, di tengah pasar keuangan global yang masih diliputi ketidakpastian. Kecenderungan bias ke bawah tersebut terutama disebabkan oleh perkiraan ekonomi AS yang tidak setinggi perkiraan semula dan ekonomi Tiongkok yang masih melambat. Meski terdapat indikasi awal perbaikan, secara umum perekonomian AS diperkirakan akan lebih rendah dari proyeksi semula, didorong oleh realisasi triwulan I 2015 yang rendah serta pelemahan ekspor dan investasi. Sejalan dengan itu, ketidakpastian kenaikan suku bunga Fed Fund Rate (FFR) di AS masih terus berlanjut. Sementara itu, perekonomian Tiongkok masih melambat, walaupun beberapa indikator moneter mulai memperlihatkan perbaikan sejalan dengan berbagai kebijakan pelonggaran yang ditempuh. Sebaliknya, perekonomian Eropa membaik, ditopang oleh permintaan domestik yang meningkat di tengah bergulirnya krisis Yunani. Perekonomian dunia yang bias ke bawah berdampak pada masih menurunnya harga komoditas internasional, meskipun harga minyak dunia mulai meningkat secara gradual. Di pasar keuangan global, ketidakpastian kenaikan suku bunga FFR di AS, ketidakpastian krisis Yunani, serta anjloknya harga saham di Tiongkok menunjukkan bahwa risiko di pasar keuangan global masih tinggi. Secara umum, perekonomian AS diperkirakan akan lebih rendah dari proyeksi semula, didorong oleh realisasi triwulan I 2015 yang rendah serta pelemahan ekspor dan investasi. Ekspor masih menunjukkan kontraksi, terutama terkait dengan penguatan dollar AS dan permintaan global yang lemah. Pertumbuhan ekspor yang menurun di tengah peningkatan impor mengonfimasi adanya dampak negatif dari tren apresiasi dolar AS terhadap perekonomian AS (Grafik 2.1). Sementara itu, investasi nonresidensial juga masih menunjukkan perlambatan, khususnya terkait dengan investasi di bidang pertambangan sejalan dengan harga minyak yang rendah (Grafik 2.2). Meski demikian, terdapat indikasi awal perbaikan ekonomi AS. Dari sisi permintaan domestik, perbaikan tersebut tercermin dari meningkatnya penjualan ritel setelah berada dalam tren yang menurun sejak Januari 2015. Selain itu, disposible income dan pengeluaran konsumen juga tumbuh menguat. Dari sisi penawaran, indikasi awal perbaikan tercermin dari meningkatnya new orders serta PMI manufaktur dan PMI services yang terus berada dalam zona ekspansif. Sementara itu, perekonomian Tiongkok masih melambat. Melambatnya perekonomian Tiongkok didorong oleh ekspor yang masih terkontraksi, walaupun besarannya lebih kecil dari sebelumnya. Selain itu, pertumbuhan fixed asset investment (FAI) yang secara keseluruhan masih rendah juga mendorong perlambatan perekonomian Tiongkok. Meskipun demikian, beberapa indikator moneter mulai memperlihatkan perbaikan sejalan dengan berbagai kebijakan pelonggaran yang ditempuh. Pelonggaran kebijakan moneter dilakukan dengan menurunkan suku bunga pinjaman dan deposito serta targeted reserve requirement ratio (RRR) yang diperkirakan akan menambah likuiditas sebesar RMB 650 miliar terhadap perbankan. Sejalan dengan pelonggaran kebijakan | 3 tersebut, beberapa indikator moneter mulai memperlihatkan perbaikan, terlihat dari peningkatan pertumbuhan M2, new loan, dan aggregate financing. Grafik 2.1. Ekspor dan Impor AS Grafik 2.2. Investasi Non Residensial AS Sebaliknya, perekonomian Eropa membaik, ditopang oleh permintaan domestik yang meningkat di tengah bergulirnya krisis Yunani. Meningkatnya permintaan domestik didorong oleh meningkatnya konsumsi, yang tercermin dari pertumbuhan penjualan ritel, (terutama non food index), yang lebih tinggi. Sementara itu, di sisi produksi, peningkatan tersebut terlihat dari PMI manufaktur yang meningkat, terutama akibat ada peningkatan new order. Sejalan dengan meningkatnya permintaan domestik, sektor tenaga kerja membaik, terlihat dari kenaikan indeks tenaga kerja terutama di negara periperial Eropa. Selain itu, kenaikan jumlah tenaga kerja juga terjadi di Jerman dan Perancis dengan besaran yang lebih kecil. Perekonomian Jepang dan India tumbuh sesuai perkiraan sebelumnya. Permintaan domestik Jepang masih lemah, tercermin dari PMI Jepang terkontraksi, terutama pada new order. Hal ini terkonfirmasi oleh lebih rendahnya penjualan department store dibanding sebelumnya. Penurunan permintaan domestik ini juga diikuti penurunan indeks produksi. Meskipun permintaan domestik masih lemah, namun terdapat optimisme terhadap ekonomi Jepang terutama dari sisi tenaga kerja dan tingkat keyakinan konsumen ke depan. Perbaikan pasar tenaga kerja terlihat dari peningkatan labor cash earning serta penurunan tingkat pengangguran. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi India didukung oleh perbaikan konsumsi dan investasi. PMI India kembali meningkat, terutama karena kenaikan new order dan tingkat produksi. Hal tersebut sejalan dengan peningkatan indeks produksi yang bersumber dari sektor listrik, batubara, dan pertambangan lainnya. Peningkatan permintaan domestik juga terlihat dari peningkatan penjualan mobil. Meskipun terdapat peningkatan inflasi, namun tingkat keyakinan konsumen terhadap arah perekonomian India ke depan masih baik sejalan dengan reformasi struktural yang dijalankan Pemerintah. Perekonomian dunia yang bias ke bawah berdampak pada masih menurunnya harga komoditas internasional, meskipun harga minyak dunia mulai meningkat secara gradual. Pada tahun 2015, penurunan harga komoditas ekspor secara signifikan diperkirakan masih berlanjut, dipengaruhi oleh tren penguatan USD dan perlambatan ekonomi Tiongkok. Harga sejumlah komoditas internasional yang diperkirakan lebih rendah dibandingkan proyeksi semula adalah tembaga, timah, dan nikel. Sementara itu, harga batu bara diperkirakan juga masih menurun pada tahun 2015. Hal ini antara lain didorong oleh harga natural gas yang rendah, regulasi standard mercury dan toxic, rencana kenaikan pajak impor batubara di Korea per 1 Juli 2015 serta rencana Tiongkok memperketat standar kualitas terhadap batubara per 1 Juli 2015. | 4 Di pasar keuangan global, ketidakpastian kenaikan suku bunga FFR di AS, ketidakpastian krisis Yunani, serta anjloknya harga saham di Tiongkok menunjukkan bahwa risiko di pasar keuangan global masih tinggi. Sejalan dengan kondisi perekonomian AS saat ini, ketidakpastian kenaikan suku bunga Fed Fund Rate (FFR) di AS, masih terus berlanjut. Sebagian besar pelaku pasar masih memperkirakan kenaikan FFR terjadi pada September 2015, meskipun terdapat kecenderungan peningkatan jumlah pelaku pasar yang memperkirakan pada bulan Desember. Survei Bloomberg tanggal 11 Juni 2015 menunjukkan mayoritas responden masih memperkirakan kenaikan akan terjadi mulai pada triwulan III 2015, namun jumlah responden yang memperkirakan kenaikan pada triwulan IV 2015 semakin banyak (Grafik 2.3). Sementara itu, implied probability FFR menunjukkan kemungkinan terbesar kenaikan FFR akan mulai pada Desember 2015 atau Januari 2016 (Grafik 2.4). Di sisi lain, dampak ketidakpastian krisis Yunani terhadap potensi tekanan pembalikan modal portofolio dari emerging market, termasuk Indonesia, diperkirakan relatif terbatas. Sementara itu, dampak dari anjloknya harga saham Tiongkok terhadap sektor keuangan dan spillover ke negara lain tetap perlu diwaspadai. Grafik 2.3. Survei Bloomberg: FFR Grafik 2.4. Current Implied Probabilities: FFR Pertumbuhan Ekonomi Di sisi domestik, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II 2015 diprakirakan masih terbatas dan baru akan kembali meningkat pada triwulan III 2015. Konsumsi rumah tangga diperkirakan masih lemah, seiring dengan tingkat keyakinan konsumen yang menurun. Konsumsi yang lemah terindikasi dari penjualan kendaraan bermotor dan penjualan eceran yang masih menurun. Selain itu, realisasi belanja pemerintah juga masih rendah, baik di pusat maupun daerah. Sejalan dengan itu, investasi diprakirakan masih tumbuh terbatas, seiring dengan realisasi infrastruktur yang belum secepat perkiraan serta investasi mesin dan alat angkut yang masih lemah. Dari sisi eksternal, pertumbuhan ekspor diprakirakan masih terbatas, sejalan dengan perkembangan ekonomi global yang masih kurang kondusif dan harga komoditas internasional yang masih rendah. Ke depan, Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada Semester II 2015 akan membaik, didukung oleh meningkatnya implementasi proyek-proyek infrastruktur dan meningkatnya penyaluran kredit perbankan. Konsumsi rumah tangga diperkirakan masih lemah, seiring dengan tingkat keyakinan konsumen yang menurun. Konsumsi yang lemah terindikasi dari penjualan kendaraan bermotor dan penjualan eceran yang masih menurun (Grafik 2.5). Kontraksi | 5 penjualan kendaraan baik mobil dan sepeda motor yang semakin dalam membuat pelaku usaha memangkas target penjualannya hingga akhir tahun 2015. Masih lemahnya konsumsi tersebut, didukung oleh menurunnya Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada triwulan II 2015 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (Grafik 2.6). Selain itu, melambatnya dan terbatasnya pendapatan juga mendorong pelemahan konsumsi rumah tangga. Pertumbuhan Nilai Tukar Petani (NTP) melambat pada triwulan II 2015 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (Grafik 2.7). Sementara itu, upah bangunan riil dan upah buruh riil tumbuh terbatas. Grafik 2.5. Penjulan Eceran Grafik 2.6. Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 2.7. NTP, Upah Buruh Bangunan Riil dan Upah Buruh Tani Riil Investasi diprakirakan masih tumbuh terbatas, seiring dengan realisasi infrastruktur yang belum secepat perkiraan. Kinerja investasi bangunan diprakirakan tumbuh terbatas seiring dengan mundurnya realisasi proyek infrastruktur baik pemerintah maupun swasta. Sementara itu, kinerja investasi nonbangunan belum membaik. Kondisi tersebut tercermin pada investasi mesin yang menurun dan alat angkut yang masih terkontraksi. Investasi mesin yang menurun tercermin pada konsumsi listrik yang terus turun, serta impor mesin dan peralatan yang masih melambat sejak pertengahan tahun 2014 (Grafik 2.8). Investasi alat angkut juga masih terkontraksi, terlihat dari penjualan mobil komersial yang masih dalam teritori negatif (Grafik 2.9). Selain itu, penjualan alat berat masih mencatat kontraksi. | 6 Grafik 2.8. Investasi Mesin dan Indikatornya Grafik 2.9. Investasi Alat Angkut dan Indikatornya Dari sisi eksternal, pertumbuhan ekspor diprakirakan masih terbatas, sejalan dengan perkembangan ekonomi global yang masih kurang kondusif dan harga komoditas internasional yang masih rendah (Grafik 2.10). Pemulihan ekonomi global yang tidak secepat perkiraan mendorong pelemahan permintaan dunia, tercermin pada volume perdagangan dunia, dan selanjutnya mendorong penurunan harga komoditas ekspor. Pertumbuhan ekspor yang terbatas didorong oleh perbaikan ekspor manufaktur dan pertambangan. Ekspor manufaktur yang sedikit meningkat terutama didorong oleh ekspor CPO. Sementara itu, ekspor pertambangan, khususnya tembaga, yang meningkat merupakan dampak dari base effect UU minerba. Impor diprakirakan tumbuh rendah pada triwulan II 2015, merespons kinerja ekspor dan permintaan domestik yang masih lemah. Hingga Mei 2015, penurunan impor nonmigas terjadi di semua komponen (Grafik 2.11), termasuk impor bahan baku yang sebelumnya tumbuh positif. Impor bahan baku terkontraksi semakin dalam terutama pada impor bahan baku (processed) untuk industri. Sementara itu, impor barang modal turun terutama dalam bentuk barang modal di luar alat transportasi. Impor barang konsumsi juga turun antara lain dalam bentuk impor makanan dan minuman processed untuk keperluan rumah tangga. Grafik 2.10. Indeks Harga Ekspor Nonmigas Grafik 2.11. Pertumbuhan Impor Nonmigas Riil Dari sisi sektoral (lapangan usaha), pelemahan terjadi pada sebagian besar sektor ekonomi. Dorongan permintaan global dan domestik yang tidak sekuat sebelumnya berdampak pada lebih rendahnya kinerja sektoral, baik sektor tradable maupun nontradable. Dari sektor tradable, sektor industri pengolahan terindikasi melambat, sebagaimana tercermin dari penurunan konsumsi listrik dan penurunan output berdasarkan survei Purchasing Manager Index (PMI). Penurunan output tersebut disebabkan oleh order | 7 baru yang lebih rendah, baik dari domestik maupun eksternal (ekspor). Melemahnya permintaan global juga berpengaruh pada kinerja sektor pertambangan, khususnya komoditas batubara. Pelemahan harga komoditas batubara mendorong terjadinya kontraksi pada produksi batubara. Dari sektor nontradable, pelemahan salah satunya terjadi pada sektor perdagangan dan penyediaan akomodasi dan makan minum. Selain penjualan sektor otomotif yang terus menurun, secara umum penjualan eceran juga masih melambat. Ke depan, Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada Semester II 2015 akan membaik. Perbaikan tersebut didukung oleh meningkatnya implementasi proyek-proyek infrastruktur dan meningkatnya penyaluran kredit perbankan. Neraca Pembayaran Indonesia Neraca perdagangan Indonesia pada Juni 2015 diperkirakan kembali mencatat surplus, terutama ditopang oleh surplus neraca nonmigas. Surplus neraca perdagangan tersebut mendorong perbaikan defisit transaksi berjalan pada triwulan II 2015 yang diperkirakan akan lebih baik dari prakiraan sebelumnya yaitu 2,5% dari PDB, dan lebih baik dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 3,9% dari PDB. Di sisi neraca finansial, aliran masuk modal asing mengalami peningkatan, meskipun pasar keuangan global masih diliputi ketidakpastian. Selama bulan Juni 2015, investor nonresiden membukukan net beli aset keuangan sebesar 1,49 miliar dolar AS (Grafik 2.12). Secara akumulatif, aliran masuk portofolio asing ke pasar keuangan Indonesia hingga Juni 2015 mencapai 4,7 miliar dolar AS. Grafik 2.12. Aliran Dana Nonresiden Pada Aset Rupiah Dengan perkembangan tersebut, posisi cadangan devisa Indonesia akhir Juni 2015 tercatat sebesar 108,0 miliar dolar AS. Posisi ini lebih rendah dibandingkan dengan posisi akhir Mei 2015 sebesar 110,8 miliar dolar AS. Perkembangan tersebut didorong oleh peningkatan pengeluaran untuk pembayaran utang luar negeri Pemerintah serta penggunaan devisa dalam rangka stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamentalnya guna mendukung terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Posisi cadangan devisa per akhir Juni 2015 tersebut masih cukup membiayai 7,0 bulan impor atau 6,8 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal dan menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan. | 8 Nilai Tukar Rupiah Nilai tukar rupiah mengalami depresiasi, terutama dipengaruhi faktor eksternal. Pada Juni 2015, rupiah secara rata-rata melemah sebesar 1,28% (mtm) ke level Rp13.311 per dolar AS dari bulan sebelumnya sebesar Rp13.141 per dolar AS. Sejalan dengan itu, secara point-to-point (ptp) rupiah terdepresiasi sebesar 0,81% dan ditutup di level Rp13.333 per dolar AS (Grafik 2.13). Namun, pelemahan rupiah relatif lebih moderat dibandingkan dengan mata uang negara kawasan (Grafik 2.14). Dari sisi eksternal, sentimen terhadap rupiah dipengaruhi oleh kekhawatiran terhadap penyehatan fiskal Yunani menjelang jatuh tempo pembayaran utang dan antisipasi investor terhadap arah kebijakan The Fed pada pertemuan FOMC Juni 2015. Tekanan eksternal tersebut terkoreksi pasca FOMC yang cenderung dovish (Grafik 2.15). Dari sisi internal, meningkatnya permintaan valas untuk pembayaran utang dan pembayaran deviden secara musiman di triwulan II 2015 turut memberikan tekanan terhadap rupiah. Grafik 2.13. Pergerakan Nilai Tukar Rupiah Grafik 2.14. Nilai Tukar Kawasan Pelemahan rupiah pada Juni 2015 disertai dengan lebih terjaganya volatilitas dibandingkan mayoritas mata uang kawasan. Kenaikan volatilitas sempat terjadi di awal bulan menyusul pelemahan rupiah setelah Yunani menunda pembayaran utang jatuh tempo. Namun selanjutnya, rupiah bergerak pada rentang yang lebih terbatas sehingga menjaga volatilitas lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya. Volatilitas rupiah pada Juni 2015 lebih rendah dibandingkan dengan mata uang kawasan, seperti Lira Turki, Ringgit Malaysia, Won Korea Selatan, dan Dolar Singapura (Grafik 2.16). Grafik 2.15. VIX & CDS Indonesia Grafik 2.16. Volatilitas Nilai Tukar Negara Peers | 9 Ke depan, Bank Indonesia terus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamentalnya, sehingga dapat mendukung terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Inflasi Tekanan inflasi di bulan Juni 2015 lebih rendah dari yang diperkirakan. Inflasi IHK Juni 2015 mencapai 0,54% (mtm) atau 7,26% (yoy). Dengan perkembangan tersebut, inflasi IHK sejak Januari s.d. Juni 2015 tercatat masih rendah yaitu sebesar 0,96% (ytd). Inflasi inti juga terkendali sebesar 0,26% (mtm) atau sebesar 1,99% (ytd) dan 5,04% (yoy), sejalan dengan terjaganya ekspektasi inflasi (Grafik 2.17). Grafik 2.17. Perkembangan Inflasi Inflasi volatile food meningkat seiring dengan kenaikan permintaan bahan makanan di bulan Ramadhan meskipun lebih rendah dari perkiraan. Pada Juni 2015, kelompok volatile food tercatat inflasi sebesar 1,74% (mtm) atau 8,83% (yoy), meningkat dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 1,52% (mtm) atau 8,10% (yoy) (Grafik 2.18). Namun demikian, peningkatan inflasi volatile food tersebut lebih rendah dari perkiraan sebelumnya dan inflasi di bulan Ramadhan pada tahun sebelumnya. Hal ini sejalan dengan upaya stabilisasi harga yang dilakukan Pemerintah, baik di pusat maupun daerah, dalam beberapa waktu terakhir. Inflasi kelompok volatile food terutama terjadi pada komoditas aneka cabai, daging ayam ras, dan beras. Kenaikan harga cabai merah didorong oleh masuknya musim tanam cabai merah pada tiga minggu pertama bulan Juni, di tengah peningkatan permintaan di bulan Ramadhan. Sementara kenaikan harga daging ayam ras didorong oleh kenaikan harga pakan impor, akibat depresiasi Rupiah yang berlangsung sejak awal tahun 2015 dan pembatasan DOC (Day Old Chicks) oleh produsen. Demikian pula dengan kenaikan harga beras yang disebabkan oleh peningkatan permintaan pada bulan Ramadhan di tengah berlalunya musim panen. Meskipun demikian, kenaikan harga cabai merah, daging ayam ras, dan beras tertahan oleh upaya stabilisasi harga yang dilakukan oleh Pemerintah, antara lain melalui operasi pasar dan pasar murah (Tabel 2.1). | 10 Tabel 2.1. Penyumbang Inflasi/Deflasi Kelompok Volatile Food No. Volatile Food Inflasi 1 Cabai Merah 2 Daging Ayam Ras 3 4 Grafik 2.18. Pola Inflasi/Deflasi Volatile Food Telur Ayam Ras Beras (%,mtm) Kontribusi (%,mtm) 13.64 0.06 4.82 0.06 6.78 0.05 0.55 0.02 5 Ikan Segar 0.66 0.02 6 Apel 5.76 0.02 7 Daging Sapi 1.11 0.01 8 Ayam Hidup 7.19 0.01 Tomat Sayur (3.12) (0.01) Deflasi 1 Inflasi administered prices cukup terkendali dengan sumber tekanan berasal dari kenaikan tarif listrik dan harga bensin nonsubsidi. Pada Juni 2015, kelompok administered prices tercatat mengalami inflasi sebesar 0,26% (mtm) atau 13,14% (yoy), lebih rendah dibandingkan inflasi pada bulan sebelumnya sebesar 0,38% (mtm) atau 13,35% (yoy), serta lebih rendah dibandingkan historis Ramadhan tiga tahun terakhir sebesar 0,55% (mtm) (Grafik 2.19). Tekanan inflasi kelompok administered prices terutama bersumber dari tariff adjustment listrik rumah tangga dengan daya di atas 2200 VA dan kenaikan BBM non-subsidi (antara lain Pertamax dan Pertamax Plus). Selain itu, komoditas lain yang menyumbang inflasi pada Juni 2015 adalah rokok kretek (Tabel 2.2). Tabel 2.2. Penyumbang Inflasi/Deflasi Kelompok Administered Prices No. Administered Prices (%,mtm) Kontribusi (%,mtm) Inflasi 1 Bensin 0.76 0.03 2 Tarif Listrik 0.63 0.02 3 Rokok Kretek Filter 0.56 0.01 Angkutan Udara (1.90) (0.01) 2 Angkutan Laut (0.22) (0.0001) 3 Tarif Kereta Api Deflasi 1 Grafik 2.19. Pola Inflasi/Deflasi Administered Prices (0.00) (0.0000) Inflasi inti pada Juni 2015 relatif terkendali. Inflasi inti tercatat sebesar 0,26% (mtm) atau 5,04% (yoy), sedikit meningkat dibandingkan bulan lalu sebesar 0,23% (mtm) atau 5,04% (yoy). Namun, inflasi inti pada Juni 2015 tersebut lebih rendah dibandingkan ratarata historis inflasi inti di bulan Ramadhan pada tiga tahun terakhir sebesar 0,72% (mtm). Inflasi inti non-traded bulan Juni meningkat akibat dampak lanjutan kenaikan harga pangan, sejalan dengan peningkatan permintaan di bulan Ramadhan (Grafik 2.20). Sebaliknya inflasi inti traded mencatat penurunan sejalan dengan relatif rendahnya tekanan eksternal, khususnya harga komoditas internasional (Grafik 2.21). | 11 Grafik 2.20. Inflasi Inti Nontraded Grafik 2.21. Inflasi Inti Traded dan Faktor Eksternal Ekspektasi inflasi pada Juni 2015 dan keseluruhan tahun 2015 tetap terkendali. Ekspektasi inflasi periode Ramadhan tahun ini cenderung lebih baik dibandingkan 3 (tiga) tahun terakhir. Namun demikian, ekspektasi inflasi 2015 meningkat akibat realisasi inflasi Mei yang lebih tinggi dari perkiraan. Ekspektasi inflasi tahun 2015 per survei Consensus Forecast (CF) bulanan Juni 2015 sedikit meningkat dari 6,1% (yoy) menjadi 6,2% (yoy) (Grafik 2.22). Sementara hasil Survei Konsumen dan Survei Penjualan Eceran untuk 3 (tiga) bulan yang akan datang menunjukkan penurunan ekspektasi seiring faktor musiman berlalunya bulan Ramadhan dan Idul Fitri (Grafik 2.23). Grafik 2.22. Ekspektasi Inflasi Consensus Forecast (Bulanan) Grafik 2.23. Ekspektasi Harga Pedagang Eceran Secara spasial, tekanan inflasi pada Juni 2015 disumbang oleh kenaikan harga di hampir seluruh daerah. Inflasi pada Juni 2015 tersebut bersumber dari meningkatnya harga komoditas bahan makanan, akibat peningkatan permintaan seiring dengan masuknya masa Ramadhan. Namun secara umum, kenaikan inflasi pada periode bulan laporan di hampir seluruh kawasan berada di bawah rata-rata selama tiga tahun terakhir, kecuali di Kalimantan. Inflasi di kawasan Kalimantan yang lebih tinggi dibandingkan kawasan lainnya didorong oleh cukup tingginya inflasi di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur, akibat peningkatan harga daging ayam ras dan beras di kedua daerah tersebut. Sebaliknya, inflasi di Kawasan Timur Indonesia (KTI) merupakan inflasi yang terendah dibandingkan wilayah lainnya, dipengaruhi oleh deflasi yang terjadi di Nusa Tenggara Barat dan Maluku, yang dapat mengimbangi kenaikan inflasi yang cukup tinggi di beberapa daerah seperti di Papua Barat dan Sulawesi Barat (Gambar 2.1). Panen beberapa komoditas pangan, seperti aneka sayuran dan bawang merah, di beberapa daerah sentra produksi di KTI berdampak positif bagi rendahnya inflasi KTI dibandingkan wilayah lainnya. | 12 Inflasi Nasional: 0,54% (mtm) Gambar 2.1 Peta Sebaran Inflasi IHK (%, mtm) Berdasarkan perkembangan inflasi sampai dengan Juni 2015, Bank Indonesia memandang bahwa target inflasi 2015 sebesar 4±1% akan dapat dicapai. Perkembangan Moneter Kondisi likuiditas di Pasar Uang Antar Bank (PUAB) dan perbankan relatif terjaga. Sejalan dengan perkembangan tersebut, suku bunga deposito dan kredit mengalami penurunan meskipun penurunan suku bunga kredit tertahan oleh meningkatnya risiko kredit. Masih lemahnya prospek perekonomian menyebabkan pertumbuhan kredit melambat. Sejalan dengan pertumbuhan kredit yang melambat dan operasi keuangan pemerintah yang terkontraksi, likuiditas perekonomian dalam arti luas (M2) tercatat melambat. Suku bunga PUAB O/N meningkat seiring dengan meningkatnya kebutuhan likuiditas. Pada Juni 2015, suku bunga PUAB O/N mengalami kenaikan menjadi 5,64% dari 5,61% pada bulan sebelumnya. Namun demikian, suku bunga PUAB O/N masih bergerak di sekitar DF rate di level 5.50%. Kenaikan terutama terjadi pada suku bunga PUAB dengan tenor di atas 2 minggu. Kenaikan ini terkait dengan potensi pengetatan likuiditas untuk menghadapi kebutuhan seasonal penarikan DPK (khususnya uang kartal) selama bulan puasa dan menghadapi lebaran (Grafik 2.24). Likuiditas di PUAB masih terjaga. Terjaganya likuiditas PUAB terindikasi dari spread suku bunga max-min di PUAB yang menurun menjadi 95 bps dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 101 bps. Secara nominal, volume rata-rata PUAB total pada Juni 2015 tercatat naik menjadi Rp11,20 triliun dari Rp10,00 triliun pada bulan sebelumnya. Kenaikan volume PUAB total lebih dikontribusi oleh naiknya volume PUAB O/N dari Rp5,17 triliun menjadi Rp5,68 triliun (Grafik 2.25). | 13 4,0 4 3 3,0 Jun‐15 Mar‐15 Dec‐14 Sep‐14 Jun‐14 Mar‐14 Dec‐13 Sep‐13 Jun‐13 Mar‐13 Grafik 2.24. Suku Bunga PUAB O/N Jun‐15 4 Mar‐15 5,0 5 Dec‐14 6,0 5 6 Sep‐14 7,0 6 7 Rp T 175 155 135 115 rPUAB : 5.64% 95 75 55 Avg Posisi DF : Rp95.49 T RRT Vol PUAB : Rp 11.20 T 35 15 (5) Jun‐14 8,0 7 Vol PUAB O/N (RHS) rPUAB O/N Mar‐14 8 Dec‐13 9,0 Mar‐13 9 8 Vol DF O/N (RHS) rBI Rate % % LF Rate BI Rate Sep‐13 rPUAB O/N DF Rate Jun‐13 % 9 Grafik 2.25. Suku Bunga PUAB O/N & Vol DF O/N Suku bunga simpanan perbankan terus melanjutkan tren menurun, sementara penurunan suku bunga kredit tertahan. Pada Mei 2015, rata-rata tertimbang suku bunga deposito kembali turun sebesar 10 bps menjadi 8,29% dengan penurunan terbesar terjadi pada deposito jangka waktu 1 bulan hingga 6 bulan. Penurunan suku bunga deposito ini didorong oleh masih longgarnya kebutuhan likuiditas rupiah. Sementara itu, suku bunga kredit tertahan seiring dengan meningkatnya risiko kredit di tengah perlambatan ekonomi. Rata-rata tertimbang suku bunga kredit hanya menurun 2 bps menjadi 12,96%, utamanya didorong oleh penurunan suku bunga KMK dan KI. Di sisi lain, suku bunga KK masih meningkat (Grafik 2.26). Pada Mei 2015, suku bunga KMK dan KI mengalami penurunan masing-masing 3 bps dan 2 bps, sementara suku bunga KK tercatat naik 3 bps. Tertahannya suku bunga kredit di tengah berlanjutnya penurunan suku bunga deposito membuat spread suku bunga perbankan meningkat dari 459 bps menjadi 467 bps (Grafik 2.27). % 14.5 14 Sb KMK Sb KI Sb KK Sb Kredit Rp 13.76 13.5 12.96 12.5 12.0 6 12 11 10 12.72 9 12.30 8 7 12.96 13 14.0 13.0 % % Spread Kredit‐Dep (rhs) Selisih rKredit ‐ rDepo: 467 bps BI Rate 5 4 LPS Rate RRT Sb Deposito 8.29 RRT Sb Kredit 3 2 7 11.0 5 Grafik 2.26. Suku Bunga KMK, KI dan KK 1 0 Dec‐12 Jan‐13 Feb‐13 Mar‐13 Apr‐13 May‐13 Jun‐13 Jul‐13 Aug‐13 Sep‐13 Oct‐13 Nov‐13 Dec‐13 Jan‐14 Feb‐14 Mar‐14 Apr‐14 May‐14 Jun‐14 Jul‐14 Aug‐14 Sep‐14 Oct‐14 Nov‐14 Dec‐14 Jan‐15 Feb‐15 Mar‐15 Apr‐15 May‐15 6 Jan‐13 Feb‐13 Mar‐13 Apr‐13 May‐13 Jun‐13 Jul‐13 Aug‐13 Sep‐13 Oct‐13 Nov‐13 Dec‐13 Jan‐14 Feb‐14 Mar‐14 Apr‐14 May‐14 Jun‐14 Jul‐14 Aug‐14 Sep‐14 Oct‐14 Nov‐14 Dec‐14 Jan‐15 Feb‐15 Mar‐15 Apr‐15 May‐15 11.5 Grafik 2.27. Selisih Suku Bunga Perbankan Likuiditas perekonomian dalam arti luas (M2) tumbuh melambat dibandingkan bulan sebelumnya. Pada Mei 2015, posisi M2 tercatat sebesar Rp4.287,7 triliun, atau tumbuh 13,4% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan April 2015 yang sebesar 14,9% (yoy). Berdasarkan komponennya, perlambatan pertumbuhan M2 tersebut bersumber dari komponen M1 (Uang Kartal dan Giro Rupiah) maupun komponen Uang Kuasi (Simpanan Berjangka dan Tabungan baik dalam rupiah maupun valas serta Simpanan Giro Valuta Asing) (Grafik 2.28). Perlambatan pertumbuhan M1 dan Uang Kuasi tersebut terkait dengan melambatnya prospek ekonomi. M1 dan Uang Kuasi masing-masing tumbuh 8,2% (yoy) dan 15,1% (yoy), melambat dari 9,0% (yoy) dan 16,7% (yoy) pada bulan sebelumnya (Grafik 2.29). | 14 Grafik 2.28. Pertumbuhan M2 dan Komponennya Grafik 2.29. Pertumbuhan M1 dan Komponennya Berdasarkan faktor yang mempengaruhi, melambatnya pertumbuhan M2 terutama dipengaruhi oleh kontraksi operasi keuangan Pemerintah Pusat (Pempus). Pada Mei 2015, operasi keuangan Pempus mengalami kontraksi yang tercermin dari turunnya pertumbuhan tagihan bersih kepada Pempus dari 32,9% (yoy) menjadi 25,5% (yoy) (Grafik 2.30). Kontraksi operasi keuangan Pempus tersebut sejalan dengan meningkatnya penerimaan negara terutama berupa pajak. Disisi lain, belanja pemerintah belum mengalami peningkatan yang signifikan. Sementara itu, kredit yang disalurkan oleh perbankan tercatat sebesar Rp3.792,8 triliun, atau tumbuh 10,3% (yoy)1, relatif stabil dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya. Grafik 2.30. Pertumbuhan M2 dan Faktor-faktor yang Memengaruhinya Industri Perbankan Stabilitas sistem keuangan tetap solid ditopang oleh ketahanan sistem perbankan. Ketahanan industri perbankan tetap kuat dengan risiko kredit, risiko likuiditas dan risiko pasar yang cukup terjaga. Selain itu, rasio kecukupan modal yang masih kuat mampu memelihara industri perbankan secara keseluruhan. Pertumbuhan kredit pada Mei 2015 masih tertahan, seiring dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan kredit pada Mei 2015 tercatat sebesar 10,40% 1 Perhitungan pertumbuhan penyaluran kredit sebesar 10,3% (yoy) pada Mei 2015 menggunakan konsep moneter, yaitu pinjaman rupiah dan valas yang diberikan oleh Bank Umum dan BPR (tidak termasuk kantor cabang bank yang beroperasi di luar wilayah Indonesia) kepada penduduk (tidak termasuk Pemerintah Pusat). Sementara itu, pertumbuhan kredit menggunakan konsep perbankan pada Mei 2015 tercatat sebesar 10,40% (yoy). Kredit menurut konsep perbankan adalah pinjaman rupiah dan valas yang diberikan oleh Bank Umum (termasuk kantor cabang yang beroperasi di luar wilayah Indonesia) kepada penduduk (termasuk Pemerintah Pusat) dan bukan penduduk. | 15 (yoy), sedikit lebih rendah dibandingkan 10,42% (yoy) pada bulan sebelumnya2. Kredit Investasi (KI) dan Kredit Konsumsi (KK) tumbuh masing-masing sebesar 11,11% (yoy) dan 9,71% (yoy), atau lebih rendah dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 11,21% (yoy) dan 11,93% (yoy). Di sisi lain, Kredit Modal Kerja (KMK) tercatat tumbuh meningkat menjadi 10,44% (yoy) dari bulan sebelumnya sebesar 9,14% (yoy) (Grafik 2.31). Secara sektoral, perlambatan pertumbuhan kredit pada Mei 2015 terjadi pada beberapa sektor. Penyaluran kredit pada Sektor Perdagangan dan Sektor Pertanian mengalami perlambatan masing-masing menjadi 10,1% (yoy) dan 13,5% (yoy) dibandingkan bulan sebelumnya. Selain itu, penyaluran kredit ke Sektor Listrik, Air, dan Gas serta Sektor Pengangkutan tercatat tumbuh negatif. Di sisi lain, penyaluran kredit Sektor Pertambangan, Sektor Industri Pengolahan, Sektor Konstruksi, Sektor Jasa Sosial, dan Sektor Jasa Dunia Usaha masing-masing meningkat menjadi 16,2% (yoy), 16,7% (yoy), 28,1% (yoy), 19,3% (yoy), dan 3,8% (yoy) pada Mei 2015. Kondisi ini diharapkan merupakan sinyal bahwa perlambatan kredit akan segera mengalami pemulihan (Grafik 2.32). Grafik 2.31. Pertumbuhan Kredit Menurut Penggunaan Grafik 2.32. Pertumbuhan Kredit Menurut Sektor Ekonomi Pada Mei 2015, pertumbuhan DPK melambat. DPK tumbuh 12,45% (yoy) pada Mei 2015, lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada bulan sebelumnya. Perlambatan pertumbuhan terjadi pada jenis simpanan deposito dan giro, sementara tabungan tumbuh sedikit meningkat. Deposito dan giro tumbuh masing-masing sebesar 19,5% (yoy) dan 10,0% (yoy), lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya. Di sisi lain, tabungan tumbuh meningkat menjadi 3,8% (yoy) dari bulan sebelumnya sebesar 3,3% (yoy) (Grafik 2.33). Grafik 2.33. Pertumbuhan DPK 2 Kredit menurut konsep perbankan. | 16 Di tengah terbatasnya pertumbuhan ekonomi, ketahanan industri perbankan tetap kuat, didukung oleh risiko kredit yang terjaga dan rasio kecukupan modal yang kuat. Pada Mei 2015, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) masih tinggi, yaitu sebesar 20,28%, jauh di atas ketentuan minimum 8%. Kondisi ini mencerminkan daya tahan perbankan yang masih cukup tinggi dalam mengatasi tekanan dan gejolak di perekonomian. Sementara itu, rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) tetap rendah dan berada di kisaran 2,60% (Tabel 2.3). Tabel 2.3. Kondisi Umum Perbankan Indikator Utama Total Aset (T Rp) DPK (T Rp) Kredit* (T Rp) LDR* (%) NPLs Bruto* (%) CAR (%) NIM (%) ROA (%) * tanpa channeling Jan 4880.5 3594.7 3258.4 90.65 1.90 19.6 4.1 2.8 Feb 4888.8 3603.6 3267.8 90.68 1.99 19.8 4.1 2.7 Mar 4933.0 3618.1 3306.9 91.40 2.00 19.8 4.3 2.9 Apr 5008.1 3694.8 3361.3 90.98 2.05 19.4 4.3 2.9 Mei 5097.5 3763.5 3403.1 90.43 2.18 19.5 4.2 2.9 2014 Jun Jul 5198.0 5121.1 3834.5 3778.4 3468.2 3486.1 90.45 92.27 2.16 2.24 19.3 19.3 4.2 4.2 3.0 2.8 Agust 5218.9 3855.9 3498.4 90.73 2.31 19.3 4.2 2.8 Sept 5418.8 3995.8 3561.3 89.13 2.29 19.4 4.2 2.8 Okt 5445.7 4011.4 3558.1 88.70 2.35 19.5 4.2 2.8 Nop 5511.1 4054.7 3596.6 88.70 2.36 19.6 4.2 2.8 Des 5615.1 4114.4 3674.3 89.30 2.16 19.38 4.1 2.8 Jan 5622.0 4105.9 3634.3 88.52 2.35 20.84 4.1 2.7 Feb 5683.2 4151.4 3665.7 88.30 2.43 21.09 4.0 2.4 2015 Mar 5784.0 4198.6 3679.9 87.65 2.40 20.73 5.1 2.6 Apr 5792.7 4217.6 3711.6 88.00 2.48 20.54 5.2 2.5 Mei 5837.7 4232.1 3757.1 88.78 2.58 20.28 5.2 2.4 Pasar Saham dan Pasar Surat Berharga Negara Pasar saham domestik selama Juni 2015 tercatat melemah, terutama dipengaruhi oleh sentimen eksternal. IHSG pada akhir Juni 2015 mencapai level 4.910,66 atau turun 306 poin (-5,86%) dibandingkan posisi akhir bulan sebelumnya (Grafik 2.34). Pelemahan IHSG ini dipengaruhi oleh sentimen eksternal terkait ekspektasi kenaikan FFR yang kembali meningkat dan permasalahan bailout Yunani yang belum mencapai kesepakatan dengan para kreditornya. Hal ini menyebabkan meningkatnya kekhawatiran global, sehingga memicu aksi jual investor asing. Sementara dari sisi domestik, inflasi Mei 2015 yang berada di atas ekspektasi pasar mendorong ekspektasi kenaikan inflasi pada bulan Juni, sehingga turut mendorong aksi profit taking investor domestik. Mayoritas bursa saham global maupun regional mengalami koreksi, seiring dengan sentimen eksternal. IHSG tercatat mengalami koreksi sebesar -5,86% atau tertinggi di kawasan (Vietnam, Filipina, Thailand, Malaysia dan Singapura). Pelemahan bursa negara kawasan berada pada kisaran -0,2% sampai -5,9%. Koreksi harga saham terjadi pada seluruh sektor ekonomi. Koreksi terbesar pada sektor pertanian (12,3%), diikuti sektor industri dasar (9,3%) serta sektor konsumsi dan keuangan yang masing-masing turun (7,7%) (Grafik 2.35). | 17 Grafik 2.34. IHSG dan Indeks Bursa Global Grafik 2.35. Indeks Sektoral Juni 2015 Selama Juni 2015, investor nonresiden membukukan net jual, didorong oleh sentimen eksternal dan minimnya sentimen positif dari sisi domestik. Investor nonresiden membukukan net jual sebesar Rp4,09 triliun pada Juni 2015, meningkat dibandingkan bulan sebelumnya yang mencatat net jual sebesar Rp3,46 triliun (Gambar 2.36). Aksi jual investor nonresiden terutama dipengaruhi oleh sentimen eksternal terkait meningkatnya kembali ekspektasi kenaikan FFR yang diperkirakan akan dilakukan di tahun ini dan tingginya kekhawatiran investor terkait permasalahan bailout Yunani dengan para kreditornya. Kondisi ketidakpastian ini memicu kekhawatiran global yang mendorong tekanan jual terutama oleh investor nonresiden di pasar saham. Sementara dari sisi domestik, kondisi fundamental ekonomi Indonesia di bulan Juni 2015 yang minim sentimen positif turut menimbulkan tekanan jual investor asing. Relatif tingginya inflasi Mei 2015 mendorong ekspektasi kenaikan inflasi pada bulan Juni 2015. Selain itu, sentimen juga dipengaruhi oleh tekanan terhadap nilai tukar rupiah dan kekhawatiran terhadap perlambatan ekonomi. Hingga Juni 2015, posisi kepemilikan saham oleh nonresiden mencapai 44,5% atau turun dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 45,3% (Grafik 2.37). Sejalan dengan kinerja pasar saham, kinerja pasar SBN juga melemah dengan yield yang meningkat di seluruh tenor. Turunnya kinerja di pasar obligasi juga merupakan dampak dari sentimen eksternal yang juga mendorong pelemahan IHSG. Sentimen eksternal tersebut mengakibatkan naiknya persepsi risiko yang mendorong kenaikan yield di pasar obligasi. Dari sisi domestik, investor juga memperhatikan ekspektasi kenaikan inflasi yang akan kembali terjadi pada bulan Juni serta tekanan terhadap nilai tukar yang masih terus berlanjut. Pada Juni 2015, yield SBN naik 12 bps dari 8,10% menjadi 8,22%. Yield jangka pendek, menengah dan panjang masing-masing naik sebesar 7 bps, 17 bps dan 7 bps menjadi 7,84%, 8,31% dan 8,54% (Grafik 2.36). Di tengah kenaikan yield, investor nonresiden melakukan pembelian SBN. Selama Juni 2015, investor nonresiden tercatat membukukan net beli sebesar Rp23,04 triliun, meningkat signifikan dibandingkan net beli Rp6,31 triliun pada bulan sebelumnya (Grafik 2.38). Kenaikan yield SBN dimanfaatkan oleh investor asing untuk melakukan aksi beli. Minat investor asing yang kembali meningkat disebabkan oleh harga SBN yang sudah tergolong rendah dan yield SBN yang menarik akibat imbal hasil yang cukup tinggi. Adapun kenaikan kepemilikan SBN asing terutama di tenor menengah dan panjang yang masingmasing naik sebesar Rp14,5 triliun dan Rp16,43 triliun sejak awal Juni. Sementara, obligasi dengan tenor pendek mengalami penurunan sebesar Rp2,24 triliun (Grafik 2.39). | 18 Grafik 2.36. Kinerja IHSG dan Net Beli/Jual Asing Grafik 2.37. Porsi Kepemilikan Saham Asing Grafik 2.38. Yield SBN dan Net Jual/Beli Asing Grafik 2.39. Perubahan Kepemilikan SBN Asing Pembiayaan Nonbank Pembiayaan ekonomi nonbank pada Juni 2015 tercatat meningkat dibandingkan bulan sebelumnya. Selama Juni 2015, total pembiayaan melalui penerbitan saham perdana, right issue, obligasi korporasi, medium term notes (MTN), promissory notes, dan instrumen keuangan lainnya mencapai Rp16,5 triliun, lebih tinggi dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang sebesar Rp11,7 triliun. Berdasarkan komponennya, pembiayaan nonbank pada Juni 2015 masih didominasi oleh penerbitan obligasi yang diikuti oleh penerbitan saham (Tabel 2.5). Tabel 2.5. Pembiayaan Non Bank Rp Trillion Nonbank Saham o/w Emiten Sektor Keuangan Obligasi o/w Emiten Sektor Keuangan MTN dan Promissory Notes + NCD o/w Emiten Sektor Keuangan Sumber: OJK dan BEI (diolah) Jun 27.2 16.0 4.1 9.8 1.8 1.3 1.1 Jul 1.7 0.0 0.0 1.5 1.5 0.2 0.2 Aug 0.8 0.0 0.0 0.0 0.0 0.8 0.8 2014 Sept Okt 5.7 9.9 0.0 2.4 0.0 0.0 5.3 4.3 4.0 3.2 0.4 3.1 0.2 1.3 Nov 18.8 13.6 1.8 2.1 1.6 3.1 0.6 Des 15.8 5.2 1.3 8.7 5.0 1.9 1.6 Total 110.1 47.6 12.8 47.5 30.3 14.9 9.2 Jan 3.3 0.0 0.0 3.0 3.0 0.3 0.0 Feb 8.8 0.2 0.0 4.9 4.6 3.7 2.6 Mar 10.2 4.5 0.0 4.9 4.5 0.8 0.7 2015 Apr 9.3 0.4 0.0 6.6 3.5 2.3 2.2 Mei 11.7 2.0 0.0 6.0 2.1 3.7 3.4 Jun Total 16.5 59.8 2.1 9.2 0.0 0.0 13.6 39.0 4.3 22.0 0.8 11.6 0.6 9.5 | 19 3 RESPONS KEBIJAKAN MONETER Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 14 Juli 2015 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 7,50%, dengan suku bunga Deposit Facility 5,50% dan Lending Facility pada level 8,00%. Keputusan tersebut sejalan dengan upaya untuk menjaga agar inflasi berada pada kisaran sasaran inflasi 4±1% di 2015 dan 2016. Bauran kebijakan Bank Indonesia secara konsisten tetap diarahkan pada upaya menjaga stabilitas makroekonomi, di tengah berlanjutnya ketidakpastian ekonomi global, serta menjaga pertumbuhan ekonomi melalui implementasi kebijakan makroprudensial yang akomodatif. Selain itu, Bank Indonesia juga terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dalam mengendalikan inflasi dan mempercepat stimulus fiskal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Bank Indonesia juga mendukung upaya Pemerintah Pusat dan Daerah untuk mempercepat realisasi anggaran, termasuk proyekproyek infrastruktur, dan melanjutkan berbagai kebijakan struktural yang menjadi kunci perbaikan prospek ekonomi Indonesia ke depan. | 20 Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada setiap bulan Januari, Maret, April, Juni, Juli, September, Oktober dan Desember. Laporan ini dimaksudkan sebagai media bagi Dewan Gubernur Bank Indonesia untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat luas mengenai evaluasi kondisi moneter terkini atas asesmen dan prakiraan perekonomian Indonesia serta respons kebijakan moneter Bank Indonesia yang dipublikasikan dalam Laporan Kebijakan Moneter (LKM) secara triwulanan pada setiap bulan Februari, Mei, Agustus, dan November. Secara rinci, TKM menyampaikan hasil evaluasi atas perkembangan terkini mengenai inflasi, nilai tukar, dan kondisi moneter selama bulan laporan, serta keputusan respons kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia. Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Divisi Pengaturan dan Komunikasi Kebijakan Grup Kebijakan Moneter Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Telp: +62 21 2981 6836/5726 Fax: +62 21 345 2489 Email: [email protected] Website: http//www.bi.go.id Dewan Gubernur Agus D.W. Martowardojo – Gubernur Mirza Adityaswara – Deputi Gubernur Senior Ronald Waas – Deputi Gubernur Perry Warjiyo – Deputi Gubernur Hendar – Deputi Gubernur Erwin Rijanto – Deputi Gubernur | 21