BAB I PENDAHULUAN Keterikatan kerja selalu menjadi isu penting di dalam dunia kerja, hal ini sangat berkaitan dengan kualitas Sumber Daya Manusia yang kemudian akan menentukan keberhasilan dan kemajuan sebuah perusahaan. Keterikatan kerja menjadi fenomena yang menarik untuk dikaji untuk mengetahui sejauh mana individu memiliki keterikatan kerja bagi sebuah perusahaan. Pada bab ini penulis akan menguraikan latar belakang dari penelitian untuk memperjelas beberapa faktor yang mempengaruhi Keterikatan Kerja yaitu Karakteristik Pekerjaan dan Dukungan Organisasi ditinjau dari Jenis Kelamin. Penelitian ini difokuskan pada Keterikatan Kerja karyawan PT Bank Danamon Indonesia, Tbk Kota Tegal. 1.1 Latar Belakang Sumber daya manusia (SDM) merupakan ujung tombak dalam menentukan keberhasilan sebuah perusahaan. Pengelolaan sumber daya manusia dengan baik sebagai dasar untuk memenangkan persaingan di pasar. Dengan kata lain, daya saing perusahaan ditentukan oleh pengelolaan sumber daya manusia-nya (Bangun, 2012). Peran perusahaan untuk meningkatkan dan mengelola kualitas karyawan menjadi hal yang utama agar mampu bersaing secara global dengan perusahaan lain. Karyawan merupakan sumber daya manusia yang menyumbangkan tidak kurang dari 80% keuntungan perusahaan, sehingga menjadikan pengelolaan sumber daya manusia menjadi fokus yang sangat penting dalam suatu organisasi (Mondy, 2008). 1 Organisasi yang berfungsi baik merupakan output dari sumber daya manusia yang sehat, berkomitmen dan selalu bermotivasi, yang juga dapat disebut dengan “engaged employee” (Siddhanta & Roy, 2010). Organisasi atau perusahaan harus mampu mengembangkan sumber daya manusianya sehingga dapat menghasilkan tenaga kerja yang berkualitas. Adanya keterikatan akan menguntungkan perusahaan atau organisasi, karena perusahaan akan mendapatkan kontribusi lebih dari karyawannya dan karyawan cenderung akan setia dan hanya sedikit yang memiliki keinginan untuk meninggalkan organisasi (Macey & Schneider, 2008). Oleh sebab itu, perusahaan membutuhkan karyawan yang terikat dengan pekerjaannya karena keterikatan kerja menjadi faktor terpenting bagi kesuksesan perusahaan. Ada ungkapan yang menyatakan bahwa keterikatan merupakan positivitas, pemenuhan, pekerjaan yang berhubungan dengan pikiran dan ditandai dengan semangat, dedikasi dan absorpsi. Pernyataan tersebut dijelaskan oleh Schaufeli et al., (2002, h.74) yang mengungkapkan “engagement is a positive, fulfilling, work-related state of mind that is characterized by vigor, dedication and absorption”. Ketika karyawan sudah terikat, maka karyawan tersebut akan menikmati pekerjaannya dan memiliki semangat untuk memajukan perusahaan dimana mereka bekerja. Keterikatan karyawan juga sering disebut-sebut sebagai faktor penting bagi kesuksesan dan daya saing sebuah organisasi (Gruman & Saks, 2011). Karyawan tentunya diharapkan memiliki keterikatan agar mereka dapat menunjukkan performansi yang baik dalam pekerjaannya. Keterikatan terjadi ketika karyawan mengetahui apa yang diharapkan, apakah mendapat sumber daya untuk menyelesaikan pekerjaan, apakah memiliki kesempatan untuk berpartisipasi terhadap pengembangan dan 2 mendapatkan umpan balik serta merasa bahwa kontribusi yang diberikan terhadap organisasi dapat diterima atau diapresiasi (Batista et al., 2009). Survai yang dilakukan oleh konsultan SDM bernama Hewwit (2010) dari tahun 2008 hingga 2010 terhadap 6,7 juta karyawan pada lebih dari 2.900 organisasi di berbagai dunia, diperoleh hasil menurunnya indeks keterikatan menjadi 56% di tahun 2010 dari 60% pada tahun 2009. Penurunan level of engagement tersebut adalah yang terbesar selama 15 tahun sejak riset tersebut dilakukan. Hasil itu menjadi tantangan bagi sebuah perusahaan untuk merekrut dan mempertahankan karyawan yang dapat menentukan keberhasilan perusahaan. Perrin (2006) lewat penelitiannya juga menyatakan bahwa negara Asia memiliki tingkat keterikatan paling rendah sebesar 7% dibandingkan dengan negara-negara Eropa dan Amerika. Hal tersebut mencerminkan bahwa masih banyak perusahaan-perusahaan kelas dunia yang belum memperhatikan keterikatan kerja pada karyawannya meskipun keterikatan banyak menaruh manfaat yang besar bagi sebuah perusahaan. Fenomena yang serupa juga terjadi di negara Indonesia. Gallup (2013) lewat penelitiannya menunjukkan bahwa Indonesia berada dalam urutan terbawah terkait keterikatan karyawan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa hanya 8% dari karyawan Indonesia yang terikat terhadap pekerjaannya. Sementara itu, hasil penelitian Perrin (2003) khusus pada sektor finance/banking, sebanyak 17% karyawan dinyatakan memiliki tingkat keterikatan yang tinggi. Sementara itu, 62% berada pada level sedang dan 21% sisanya tergolong tidak terikat. Kenyataan yang terdapat di lapangan menunjukkan bahwa keterikatan kerja karyawan masih tergolong rendah. Hal ini jelas menjadi sebuah tugas perusahaan untuk mengatasi permasalahan dan mencari solusi yang berguna untuk dapat 3 meningkatkan keefektifan serta keterikatan kerja karyawan terhadap perusahaan. PT Bank Danamon Indonesia, Tbk didirikan pada tahun 1956. Danamon telah bertekad untuk menjadi lembaga keuangan terkemuka di Indonesia yang keberadaannya diperhitungkan. Danamon adalah salah satu institusi keuangan terbesar di Indonesia dari jumlah pegawai sekitar 60,618 (termasuk karyawan anak perusahaan) pada Desember 2014 yang berfokus untuk merealisasikan visinya yaitu “Kita peduli dan membantu jutaan orang mencapai kesejahteraan”. Danamon adalah bank ke-enam terbesar di Indonesia berdasarkan aset, dengan jaringan sejumlah sekitar 2.074 pada akhir Maret 2015, terdiri dari antara lain kantor cabang konvensional, unit Danamon Simpan Pinjam (DSP) dan unit Syariah, serta kantor-kantor cabang anak perusahaannya. Danamon juga didukung oleh serangkaian fasilitas perbankan elektronik yang komprehensif (www.danamon.co.id). Ada beberapa fenomena menarik terkait dengan keterikatan kerja di perusahaan. Salah satunya adalah keterikatan kerja karyawan di PT Bank Danamon Indonesia, Tbk Kota Tegal. Berdasarkan data observasi, wawancara dan penyebaran angket pada tahun 2015 yang dilakukan oleh penulis, menunjukkan ada beberapa fenomena yang nampak terkait dengan keterikatan kerja karyawan. Secara positif, para karyawan merasa bertanggung jawab dengan pekerjaaannya. Karyawan dapat menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang diembankan kepadanya dan juga dapat menangani nasabah dengan baik. Beberapa karyawan juga sudah merasa memiliki peran terhadap pekerjaannya. Adanya fenomena positif tersebut mengindikasikan bahwa karyawan memiliki sikap keterikatan kerja bagi perusahaan. Hal ini berdampak positif bagi PT Bank Danamon 4 Indonesia, Tbk Kota Tegal yaitu berbagai program perusahaan yang dilaksanakan berdasarkan visi dan misi yang ada serta tujuan perusahaan dapat terealisasikan dengan baik. Sementara itu, hal ini juga terbukti dari beberapa penghargaan-penghargaan yang telah didapatkan oleh perusahaan. Fenomena lain yang berkaitan dengan keterikatan kerja adalah beberapa karyawan masih diwarnai oleh hal-hal yang bersifat negatif, antara lain: karyawan merasa pekerjaan yang dilakukannya cenderung monoton sehingga terkadang kurang antusias; karyawan kurang memiliki kebermaknaan tugas dalam pekerjaannya; kurang merasa bangga terhadap pekerjaan yang saat ini dilakukan; merasa mudah lelah karena beban dan target pekerjaan yang terlalu banyak; kurang memiliki semangat yang tinggi ketika bekerja; dann merasakan kurangnya tantangan dalam pekerjaan sehingga memiliki passion yang rendah ketika bekerja. Ketika hal tersebut kurang memperoleh perhatian dari pimpinan ataupun perusahaan, maka akan menimbulkan dampak jangka panjang bagi perusahaan. Data empirik yang ada menunjukkan bahwa terdapat keterikatan kerja yang positif dan negatif pada diri karyawan. Hal ini dapat dikatakan ada masalah yang berkaitan dengan keterikatan kerja pada beberapa karyawan PT Bank Danamon Indonesia, Tbk Kota Tegal. Oleh sebab itu, keterikatan kerja menjadi isu penting yang perlu dikaji lebih lanjut. Keterikatan kerja karyawan merupakan permasalahan yang sering dibicarakan oleh perusahaan-perusahaan pada beberapa tahun terakhir ini. Hal ini dikarenakan keterikatan kerja merupakan suatu hal yang penting untuk memastikan pertumbuhan jangka panjang dan peningkatan keuntungan bisnis bagi perusahaan (Catteeuw et al., 2007). Keterikatan 5 kerja erat kaitannya sebagai hubungan antara person dengan pekerjaan yang sedang dilakukannya. Karyawan yang memiliki keterikatan kerja yang baik maka akan fokus pada tujuan, bekerja secara aktif, selalu mengembangkan kemampuan dan tidak mudah menyerah. Karyawan yang terikat akan memiliki energi dan berhubungan secara efektif dengan aktivitas kerja mereka, serta mampu menghadapi secara tuntas tuntutan kerja mereka (Schaufeli et al., 2002). Dengan adanya keterikatan kerja, maka karyawan akan mencintai pekerjaaannya dan senang hati bekerja dengan penuh semangat. Pentingnya perusahaan untuk memperhatikan keterikatan kerja karyawan dan mempertahankan agar tetap stabil karena secara umum hal itu dapat menguntungkan perusahaan atau organisasi, seperti dapat mempertahankan dan meningkatkan produktivitas karyawan karena merasa bahagia berada diperusahaan tempat bekerja, membantu mempertahankan karyawan terbaik, karyawan loyal terhadap perusahaan atau organisasi serta dapat membantu pencapaian target perusahaan (Attridge, 2009). Dengan demikian, adanya keterikatan kerja karyawan bagi perusahaan dapat memberikan kontribusi yang produktif berkaitan dengan tujuan, visi dan misi, serta program-program yang diselenggarakan oleh perusahaan. Pernyataan ini didukung oleh Blessing (2011) yang melaporkan bahwa karyawan yang merasa terikat tidak hanya berkomitmen, bergairah ataupun bangga, namun mereka juga memiliki garis pandang terhadap masa depan serta misi dan cita-cita organisasi. Hal tersebut di atas mendorong penulis untuk melakukan penelitian tentang keterikatan kerja pada karyawan dengan berbagai pertimbangan antara lain: idealnya karyawan harus mempunyai tingkat keterikatan kerja yang baik, tetapi pada kenyataannya tidak semua karyawan memiliki 6 keterikatan kerja yang baik ketika mereka bekerja; ketika keterikatan kerja karyawan rendah, maka hal tersebut akan mengakibatkan menurunnya tingkat kemajuan dan kinerja dari sebuah perusahaan. Ada berbagai dampak dari keterikatan kerja. Secara positif, karyawan yang memiliki keterikatan kerja yang tinggi, yaitu sejalan dengan survei yang dilakukan oleh Wyatt (2005) menyatakan bahwa karyawan yang memiliki keterikatan tinggi hampir 80% dari mereka memiliki kinerja paling bagus, 20% lebih sedikit tidak masuk kerja dibandingkan karyawan biasa, sekitar tiga per-empat dari mereka berhasil melampaui harapan dalam proses evaluasi kinerja terbaru dan karyawan yang memiliki keterikatan lebih tinggi cenderung lebih tangguh dan mendukung setiap inisiatif perubahan dalam organisasi. Penelitian yang dilakukan Bakker & Bal (2010) menunjukkan bahwa karyawan dengan tingkat keterikatan kerja yang tinggi akan menampilkan kinerja terbaik mereka karena karyawan tersebut menikmati pekerjaannya. Ketika seseorang dengan keterikatan kerja yang tinggi, tidak berarti membuatnya menjadi gila bekerja atau workaholic. Mereka menganggap bekerja adalah suatu hal yang menyenangkan (Bakker, 2009). Sementara itu, menurut Schaufeli & Bakker (2004) bahwa keterikatan kerja dapat meningkatkan kinerja karena karyawan yang terikat akan merasakan emosi positif selama mereka bekerja, memiliki kesehatan yang lebih baik, mampu menciptakan sumber daya pribadi dan dapat menularkan keterikatan kepada karyawan lainnya. Demikian juga, dampak pada karyawan yang semakin terikat akan memiliki performansi dan hasil kerja yang lebih baik (Lookwood, 2007; Azka et al., 2011). Pernyataan tersebut juga didukung oleh Bakker & Sanz Vergel (2013) yang mengemukakan bahwa karyawan yang terikat memiliki 7 kecenderungan untuk percaya bahwa mereka umumnya akan mengalami hasil yang baik dalam hidup. Keterikatan kerja juga berdampak positif bagi perusahaan, yaitu seperti organisasi Caterpillar telah memperoleh keuntungan organisasi dari adanya keterikatan, yaitu berhasil menghemat biaya turnover sebanyak $8,8 juta dari adanya peningkatan proporsi keterikatan karyawan di salah satu pabrik di Eropa. Selain itu, ada peningkatan hasil produksi sebesar 70% selama kurang dari empat bulan di pabrik Asia Pasifik (Vance, 2006). Karyawan yang terikat juga akan mampu meningkatkan loyalitas pelanggan, meningkatkan penjualan, meningkatkan keuntungan perusahaan dan cenderung menetap diperusahaan (Roberts & Davenport, 2002). Hal ini sejalan dengan penelitian Sarangi (2012) di sektor perbankan yaitu bahwa karyawan yang terikat terhadap pekerjaan cenderung akan membantu peningkatan keterikatan pada pelanggan dan mendorong munculnya inovasi dalam proses kerjanya. Penelitian yang dilakukan pada tingkat organisasi juga menunjukkan bahwa karyawan dengan keterikatan kerja yang tinggi akan menjadi karyawan yang produktif (Halbesleben & Wheeler, 2008). Temuan-temuan tersebut memberikan perhatian khusus bagi perusahaan untuk lebih mendorong peningkatan keterikatan kerja pada karyawan. Sebaliknya, rendahnya keterikatan kerja bagi perusahaan menyebabkan perilaku dan sikap karyawan menjadi kurang baik dalam pekerjaannya serta akan berdampak bagi dirinya sendiri maupun perusahaan tersebut. Hal ini sebagaimana yang dinyatakan oleh Chalofsky & Krishna (2009) bahwa karyawan yang tidak terikat akan merasa adanya ketidakcocokan antara kemampuan yang dimiliki dengan tugas yang diberikan dan memiliki komitmen yang rendah terhadap pekerjaan. 8 Sementara itu, Kahn (1990) juga menyatakan bahwa karyawan yang tidak memiliki keterikatan sama dengan melepaskan diri dari tugas dan tanggung jawab, tidak merasa terikat baik secara fisik, kognitif atau emosi selama bekerja. Berdasarkan hal di atas, keterikatan kerja yang rendah akan membuat karyawan merasa tidak terikat dengan pekerjaan baik secara fisik, kognitif maupun emosional. Sebagai isu yang relatif baru, banyak penelitian terkini yang berusaha mengupas keterikatan kerja secara lebih mendalam untuk menemukan faktor-faktor yang terkait, dengan harapan dapat digunakan dalam mengelola karyawan demi tercapainya keunggulan kompetitif sebuah perusahaan. Sementara itu, penulis menduga ada beberapa faktor yang mempengaruhi keterikatan kerja, diantaranya dijelaskan oleh Saks (2006) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi keterikatan kerja yaitu Job Characteristic, memiliki lima inti yang terdiri dari variasi ketrampilan, identitas tugas, signifikansi tugas, otonomi dan umpan balik dari pekerjaan. Reward and Recognition, timbal balik atas investasi yang diberikan oleh karyawan dapat berasal dari penghargaan eksternal serta pengakuan atas kinerjanya. Perceived Organizational Support, menciptakan kewajiban organisasi dalam menciptakan kesejahteraan karyawan yang selanjutnya hal tersebut akan membantu organisasi mencapai tujuannya. Perceived Supervisor Support, para karyawan umumnya cenderung melihat supervisor mereka sebagai indikasi atas dukungan organisasi dari organisasi yang mereka naungi. Prosedural and Distributive Justice, pendistribusian terkait dengan persepsi atas keadilan dari keputusan yang dihasilkan dan prosedur mengacu pada keadilan yang dirasakan dari cara dan proses yang digunakan untuk menentukan jumlah dan distribusi kepada sumber 9 dayanya. Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian Ram (2011) yang menyatakan bahwa keterikatan karyawan berkaitan dengan karakteristik pekerjaan, penghargaan dan pengakuan, dukungan organisasi, dukungan supervisor, keadilan prosedur dan distributif. Saks (2006) memiliki sudut pandang bahwa keterikatan bersifat multidimensional, yaitu keterikatan pada pekerjaan yang berbeda dengan keterikatan pada organisasi, namun keduanya dipengaruhi sejumlah faktor yang berkaitan satu sama lain. Faktor yang menentukan keterikatan kerja yaitu dukungan organisasi dan karakteristik pekerjaan, sedangkan faktor yang menentukan keterikatan organisasi yaitu dukungan organisasi dan keadilan prosedural. Keterikatan kerja juga berhubungan positif dengan sumber-sumber lainnya yang juga biasa disebut dengan motivator atau energizer yaitu seperti dukungan organisasi, dukungan atasan, pengakuan & hadiah, keadilan prosedural (Saks, 2006) dan karakteristik pekerjaan (Schaufeli & Bakker, 2003). Berdasarkan hal tersebut, maka penulis memilih dan menduga karakteristik pekerjaan (job characteristic) dan dukungan organisasi (perceived organizational support) sebagai peubah yang mempengaruhi keterikatan kerja. Robbins (2002) menyatakan bahwa ketika melakukan tugas yang memiliki karakteristik kerja yang tepat, karyawan akan merasa termotivasi untuk menampilkan kerja yang berkualitas tinggi, sangat puas pada pekerjaannya, mempunyai tingkat kemangkiran dan turnover yang rendah. Memilih peubah karakteristik pekerjaan sebagai peubah pendukung karena penulis ingin melihat bagaimana karakteristik pekerjaan berpengaruh penting pada keterikatan kerja karyawan. Fenomena juga terlihat dari hasil penyebaran angket dan wawancara pada karyawan PT Bank Danamon Indonesia, Tbk Kota Tegal yaitu beberapa karyawan menyatakan bahwa 10 pekerjaannya tidak sesuai dengan keinginan, pekerjaan yang dilakukan menjenuhkan dan tidak menginspirasi. Karakteristik pekerjaan akan dapat menguraikan pekerjaan sebagai pedoman bagi karyawan untuk melakukan pekerjaannya. Karakteristik kerja yang menantang, beragam, memperbolehkan karyawan menggunakan keahlian yang bermacam-macam dan kesempatan untuk memberikan kontribusi untuk perusahaan akan membuat kepuasan psikologis yang membuat karyawan lebih terikat (Kahn, 1990; Saks, 2006). Sehingga, karakteristik kerja yang selanjutnya akan mempengaruhi keadaan psikologis karyawan karena karyawan akan merasa mempunyai keterikatan terhadap aspek pekerjaan yang dihadapinya. Karyawan juga dapat mengaplikasikan pengetahuan dan pengalamannya, merasa bertanggung jawab terhadap hasil kerjanya dan memperoleh hasil final berupa peningkatan kerja yang berkualitas. Fatturohman (1997) menjelaskan bahwa dengan karakteristik pekerjaan yang optimal, karyawan akan dapat melaksanakan pekerjaannya dengan baik. Karakteristik pekerjaan memiliki komponen yang dapat menimbulkan pengertian secara penuh terhadap suatu pekerjaan, rasa tanggung jawab terhadap hasil pekerjaan dan juga menghasilkan norma kesopanan yang positif pada karyawan (Hackman & Oldham, 1980). Karakteristik pekerjaan dapat mendorong adanya keterikatan karyawan terhadap pekerjaan. Hal ini sejalan dengan penelitian Anggun (2012), Fitriani (2012) dan Nusatria (2012) yang menyatakan bahwa ada pengaruh yang signifikan dari karakteristik pekerjaan terhadap keterikatan karyawan. Hal tersebut juga sejalan dengan penelitian Naomi & Fathul (2014) yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang menjadi prediktor dari keterikatan kerja adalah karakteristik pekerjaan. Berkaitan dengan hal 11 tersebut, penelitian yang dilakukan oleh Kahn (1990) juga menyatakan bahwa karakteristik pekerjaan memiliki pengaruh positif atas tingkat keterikatan karyawan. Sementara itu, penelitian menjelaskan bahwa otonomi tugas dan umpan balik sebagai dimensi dari karakteristik pekerjaan juga menjadi prediktor yang signifikan terhadap munculnya keterikatan kerja (May et al., 2004; Saks, 2006). Fakta yang ada di lapangan menunjukkan bahwa karakteristik pekerjaan menjadi hal penting dalam kaitannya dengan keterikatan kerja. Faktor lain yang diduga oleh penulis akan mempengaruhi keterikatan kerja adalah dukungan organisasi. Dukungan organisasi menjadi bentuk respon karyawan terhadap dukungan yang diberikan perusahannya. Persepsi ini yang kemudian menimbulkan keyakinan bahwa sebuah perusahaan akan menghargai kontribusi para karyawan. Karyawan dengan dukungan organisasi yang tinggi dapat menjadi lebih terikat dengan pekerjaan dan organisasi (Saks, 2006). Dukungan organisasi pada karyawan di dalam sebuah perusahaan dapat meningkatkan keterikatan kerja yang berdampak pada perilaku positif karyawan ketika mereka bekerja. Hal ini sejalan dengan penelitian Grace & Hadi (2013) yang menunjukkan bahwa dukungan organisasi dan keterikatan kerja memiliki hubungan positif, yang berarti tingginya persepsi terhadap dukungan organisasi memiliki hubungan dengan tingginya keterikatan kerja seseorang. Dukungan organisasi dapat melihat kemungkinan dan mengenali nilai dari karyawan serta kontribusinya terhadap organisasi di masa yang akan datang, kemudian organisasi yang memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan karyawan akan dapat memunculkan keterikatan secara psikologis terhadap organisasi (Lee, 2004). 12 Rhoades et al., (2001) menyatakan bahwa para karyawan yang memiliki dukungan organisasi lebih tinggi, memiliki kemungkinan untuk lebih terikat terhadap pekerjaan dan organisasi. Dukungan organisasi pada karyawan perlu dilakukan karena karyawan yang bekerja tidak selalu ingin memperoleh kompensasi finansial dan penghargaan karir, tetapi juga ingin mendapatkan dukungan yang layak oleh perusahaan. Johnson & Johnson (1991) berpendapat bahwa dukungan organisasi mampu memberikan dukungan nyata pada diri individu dan keyakinan kepada sebuah sistem serta menciptakan kedekatan pada organisasi. Dukungan organisasi menciptakan kewajiban organisasi untuk menciptakan kesejahteraan karyawan yang selanjutnya hal tersebut akan membantu organisasi mencapai tujuan (Saks, 2006). Hal ini didukung oleh penelitian Alvi et al., (2014) yang menyatakan bahwa dukungan organisasi merupakan prediktor terkuat dari keterikatan karyawan. Penelitian yang dilakukan oleh Saks (2006); Rich et al., (2010) menunjukkan bahwa dukungan organisasi merupakan salah satu prediktor terhadap munculnya keterikatan karyawan. Lebih lanjut, penelitian Fitriani (2012); Saragih & Meily (2013) juga menyatakan bahwa dukungan organisasi memiliki pengaruh terhadap keterikatan karyawan. Dukungan organisasi juga tidak kalah penting bagi perusahaan dalam mengikat para karyawannya. Dukungan organisasi yang tinggi, dapat membuat karyawan nyaman ketika bekerja di perusahaan sehingga akan memunculkan optimisme pada diri karyawan dan membuat mereka lebih aktif dalam melakukan pekerjaan. Dengan adanya karakteristik pekerjaan dan dukungan organisasi, dapat memberikan kontribusi untuk karyawan agar memiliki keterikatan kerja yang tentunya juga akan 13 memberikan manfaat sehingga produktivitas karyawan ketika bekerja dapat maksimal. Karakteristik pekerjaan dan dukungan organisasi menjadi salah satu cara dalam meningkatkan keterikatan kerja pada karyawan. Semakin tinggi kesesuaian antara keduanya, maka semakin tinggi juga keterikatan kerja karyawan. Sebaliknya, semakin rendah tingkat kesesuaian keduanya maka akan menyebabkan menurunnya keterikatan kerja karyawan. Untuk mewujudkan tercapainya tujuan sebuah perusahaan tergantung pada tingkat keterikatan kerja. Perusahaan membutuhkan karyawan yang terikat dengan pekerjaan karena keterikatan kerja menjadi hal penting bagi kemajuan sebuah perusahaan. Keterikatan kerja dapat ditingkatkan dengan adanya karakteristik pekerjaan yang sesuai dan dukungan organisasi yang baik bagi karyawan. Sementara itu, perbedaan jenis kelamin juga dapat menentukan tingkat keterikatan seseorang. Ada pandangan yang bertentangan mengenai keterikatan kerja yaitu mengenai siapa yang lebih terikat dengan perusahaan, antara karyawan laki-laki dan perempuan. Penelitian Gallup menemukan bahwa wanita cenderung untuk menemukan lebih banyak kepuasan dalam pekerjaan dan merupakan hasil yang wajar ketika perempuan lebih memiliki keterikatan daripada laki-laki (Johnson, 2004). Peneliti yang sama tidak menemukan perbedaan yang signifikan dalam tingkat keterikatan kerja karyawan saat penelitian dilakukan pada karyawan di negara lain. Kapoor & Anthony (2013 dalam Gard, 2014) menyimpulkan penelitiannya bahwa karyawan laki-laki memiliki keterikatan yang tinggi ketika bekerja dibandingkan dengan karyawan perempuan. Hasil penelitian Sprang et al., (2007) juga menyatakan bahwa karyawan perempuan terlihat lebih sering mengalami burn out disebabkan 14 karena kurang memiliki keterikatan dibandingkan dengan karyawan lakilaki. Sementara itu, penelitian Ariani (2013) menyatakan bahwa tidak ada perbedaan antar jenis kelamin pada keterikatan karyawan ketika bekerja. Bertolak dari hasil-hasil penelitian sebelumnya, sejauh penelusuran penulis penggunaan ketiga peubah secara simultan belum pernah diterapkan di PT Bank Danamon Indonesia, Tbk Kota Tegal. Hal itulah yang menjadikan pertimbangan penulis karena PT Bank Danamon Indonesia, Tbk Kota Tegal diperkirakan dapat mewakili masalah pokok yang terdapat dalam penelitian ini. Berdasarkan uraian pemaparan fenomena-fenomena di atas terlihat pentingnya keterikatan kerja, karakteristik pekerjaan, dukungan organisasi dan jenis kelamin bagi sebuah perusahaan. Penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Karakteristik Pekerjaan dan Dukungan Organisasi terhadap Keterikatan Kerja ditinjau dari Jenis Kelamin karyawan PT Bank Danamon Indonesia, Tbk Kota Tegal”. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan diteliti adalah: 1. Adakah pengaruh Karakteristik Pekerjaan dan Dukungan Organisasi secara simultan terhadap Keterikatan Kerja karyawan laki-laki dan perempuan di PT Bank Danamon Indonesia, Tbk Kota Tegal? 2. Adakah perbedaan signifikan Keterikatan Kerja ditinjau dari Jenis Kelamin karyawan PT Bank Danamon Indonesia, Tbk Kota Tegal? 15 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Menentukan Karakteristik Pekerjaan dan Dukungan Organisasi berpengaruh secara simultan terhadap Keterikatan Kerja karyawan laki-laki dan perempuan di PT Bank Danamon Indonesia Tbk Kota Tegal. 2. Menentukan perbedaan Keterikatan Kerja ditinjau dari Jenis Kelamin karyawan PT Bank Danamon Indonesia, Tbk. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat diantaranya sebagai berikut: 1.4.1 Manfaat Teoritis a. Sebagai dasar bagi pengembangan ilmu pengetahuan, dasar penelitian lebih lanjut dan bahan pertimbangan apabila ada penelitian yang sama. b. Hasil penelitian diharapkan dapat memberi sumbangan pengetahuan pada disiplin ilmu psikologi khususnya psikologi industri dan organisasi dalam cakupan mengenai keterikatan kerja, karakteristik pekerjaan, dukungan organisasi dan jenis kelamin. 1.4.2 Manfaat Praktis a. Bagi peneliti, diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sarana belajar untuk dapat memahami permasalahan yang menjadi topik kajian penelitian, yakni keterikatan kerja, pekerjaan, dukungan organisasi dan jenis kelamin. 16 karakteristik b. Bagi perusahaan, penelitian ini dapat dijadikan salah satu rujukan untuk menghadapi permasalahan keterikatan kerja karyawan yang dipengaruhi oleh karakteristik pekerjaan, dukungan organisasi dan jenis kelamin. c. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan dapat meneliti lebih lanjut mengenai berbagai macam masalah terkait keterikatan kerja, karakteristik pekerjaan, dukungan organisasi dan jenis kelamin serta mengkaji pengaruhnya dengan faktor-faktor yang lain. 1.5 Sistematika Penulisan Sistematika dalam penulisan penelitian ini terdiri dari lima bab, yaitu: a. Bab I, Pendahuluan, meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. b. Bab II, Tinjauan Pustaka, meliputi teori-teori yang berhubungan dengan permasalahan penelitian, yakni teori keterikatan kerja, teori karakteristik pekerjaan, teori dukungan organisasi, aspek-aspek, faktor-faktor, hasil-hasil penelitian sebelumnya, dinamika hubungan antara peubah, model penelitian dan hipotesis penelitian. c. Bab III, Metode Penelitian, meliputi peubah penelitian, definisi operasional, populasi, sampel dan teknik sampling, alat ukur penelitian, prosedur pengumpulan data, penskalaan, daya diskriminasi dan reliabilitas alat ukur, uji asumsi klasik serta uji hipotesis. d. Bab IV, Hasil dan Pembahasan, meliputi deskripsi tempat penelitian, karakteristik responden, prosedur penelitian, hasil 17 seleksi aitem dan reliabilitas, deskripsi hasil pengukuran peubah penelitian, hasil uji asumsi klasik, hasil uji hipotesis dan pembahasan. e. Bab V, Kesimpulan dan Saran, meliputi kesimpulan dari penelitian, saran kepada karyawan dan perusahaan yang berkaitan dengan hasil penelitian, serta rekomendasi untuk penelitian selanjutnya. 18