BAB I PENDAHULUAN

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
Keterikatan kerja selalu menjadi isu penting di dalam dunia kerja,
hal ini sangat berkaitan dengan kualitas Sumber Daya Manusia yang
kemudian akan
menentukan
keberhasilan
dan
kemajuan
sebuah
perusahaan. Keterikatan kerja menjadi fenomena yang menarik untuk
dikaji untuk mengetahui sejauh mana individu memiliki keterikatan kerja
bagi sebuah perusahaan. Pada bab ini penulis akan menguraikan latar
belakang dari penelitian untuk memperjelas beberapa faktor yang
mempengaruhi Keterikatan Kerja yaitu Karakteristik Pekerjaan dan
Dukungan Organisasi ditinjau dari Jenis Kelamin. Penelitian ini
difokuskan pada Keterikatan Kerja karyawan PT Bank Danamon
Indonesia, Tbk Kota Tegal.
1.1
Latar Belakang
Sumber daya manusia (SDM) merupakan ujung tombak dalam
menentukan keberhasilan sebuah perusahaan. Pengelolaan sumber daya
manusia dengan baik sebagai dasar untuk memenangkan persaingan di
pasar. Dengan kata lain, daya saing perusahaan ditentukan oleh
pengelolaan sumber daya manusia-nya (Bangun, 2012). Peran perusahaan
untuk meningkatkan dan mengelola kualitas karyawan menjadi hal yang
utama agar mampu bersaing secara global dengan perusahaan lain.
Karyawan merupakan sumber daya manusia yang menyumbangkan tidak
kurang
dari
80%
keuntungan
perusahaan,
sehingga
menjadikan
pengelolaan sumber daya manusia menjadi fokus yang sangat penting
dalam suatu organisasi (Mondy, 2008).
1
Organisasi yang berfungsi baik merupakan output dari sumber
daya manusia yang sehat, berkomitmen dan selalu bermotivasi, yang juga
dapat disebut dengan “engaged employee” (Siddhanta & Roy, 2010).
Organisasi atau perusahaan harus mampu mengembangkan sumber daya
manusianya sehingga dapat menghasilkan tenaga kerja yang berkualitas.
Adanya keterikatan akan menguntungkan perusahaan atau organisasi,
karena perusahaan akan mendapatkan kontribusi lebih dari karyawannya
dan karyawan cenderung akan setia dan hanya sedikit yang memiliki
keinginan untuk meninggalkan organisasi (Macey & Schneider, 2008).
Oleh sebab itu, perusahaan membutuhkan karyawan yang terikat dengan
pekerjaannya karena keterikatan kerja menjadi faktor terpenting bagi
kesuksesan perusahaan.
Ada ungkapan yang menyatakan bahwa keterikatan merupakan
positivitas, pemenuhan, pekerjaan yang berhubungan dengan pikiran dan
ditandai dengan semangat, dedikasi dan absorpsi. Pernyataan tersebut
dijelaskan oleh Schaufeli et al., (2002, h.74) yang mengungkapkan
“engagement is a positive, fulfilling, work-related state of mind that is
characterized by vigor, dedication and absorption”. Ketika karyawan
sudah terikat, maka karyawan tersebut akan menikmati pekerjaannya dan
memiliki semangat untuk memajukan perusahaan dimana mereka bekerja.
Keterikatan karyawan juga sering disebut-sebut sebagai faktor penting
bagi kesuksesan dan daya saing sebuah organisasi (Gruman & Saks,
2011). Karyawan tentunya diharapkan memiliki keterikatan agar mereka
dapat menunjukkan performansi yang baik dalam pekerjaannya.
Keterikatan terjadi ketika karyawan mengetahui apa yang diharapkan,
apakah mendapat sumber daya untuk menyelesaikan pekerjaan, apakah
memiliki kesempatan untuk berpartisipasi terhadap pengembangan dan
2
mendapatkan umpan balik serta merasa bahwa kontribusi yang diberikan
terhadap organisasi dapat diterima atau diapresiasi (Batista et al., 2009).
Survai yang dilakukan oleh konsultan SDM bernama Hewwit
(2010) dari tahun 2008 hingga 2010 terhadap 6,7 juta karyawan pada lebih
dari 2.900 organisasi di berbagai dunia, diperoleh hasil menurunnya
indeks keterikatan menjadi 56% di tahun 2010 dari 60% pada tahun 2009.
Penurunan level of engagement tersebut adalah yang terbesar selama 15
tahun sejak riset tersebut dilakukan. Hasil itu menjadi tantangan bagi
sebuah perusahaan untuk merekrut dan mempertahankan karyawan yang
dapat menentukan keberhasilan perusahaan. Perrin (2006) lewat
penelitiannya juga menyatakan bahwa negara Asia memiliki tingkat
keterikatan paling rendah sebesar 7% dibandingkan dengan negara-negara
Eropa dan Amerika. Hal tersebut mencerminkan bahwa masih banyak
perusahaan-perusahaan
kelas
dunia
yang
belum
memperhatikan
keterikatan kerja pada karyawannya meskipun keterikatan banyak
menaruh manfaat yang besar bagi sebuah perusahaan.
Fenomena yang serupa juga terjadi di negara Indonesia. Gallup
(2013) lewat penelitiannya menunjukkan bahwa Indonesia berada dalam
urutan terbawah terkait keterikatan karyawan. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa hanya 8% dari karyawan Indonesia yang terikat terhadap
pekerjaannya. Sementara itu, hasil penelitian Perrin (2003) khusus pada
sektor finance/banking, sebanyak 17% karyawan dinyatakan memiliki
tingkat keterikatan yang tinggi. Sementara itu, 62% berada pada level
sedang dan 21% sisanya tergolong tidak terikat. Kenyataan yang terdapat
di lapangan menunjukkan bahwa keterikatan kerja karyawan masih
tergolong rendah. Hal ini jelas menjadi sebuah tugas perusahaan untuk
mengatasi permasalahan dan mencari solusi yang berguna untuk dapat
3
meningkatkan keefektifan serta keterikatan kerja karyawan terhadap
perusahaan.
PT Bank Danamon Indonesia, Tbk didirikan pada tahun 1956.
Danamon telah bertekad untuk menjadi lembaga keuangan terkemuka di
Indonesia yang keberadaannya diperhitungkan. Danamon adalah salah
satu institusi keuangan terbesar di Indonesia dari jumlah pegawai sekitar
60,618 (termasuk karyawan anak perusahaan) pada Desember 2014 yang
berfokus untuk merealisasikan visinya yaitu “Kita peduli dan membantu
jutaan orang mencapai kesejahteraan”. Danamon adalah bank ke-enam
terbesar di Indonesia berdasarkan aset, dengan jaringan sejumlah sekitar
2.074 pada akhir Maret 2015, terdiri dari antara lain kantor cabang
konvensional, unit Danamon Simpan Pinjam (DSP) dan unit Syariah, serta
kantor-kantor cabang anak perusahaannya. Danamon juga didukung oleh
serangkaian
fasilitas
perbankan
elektronik
yang
komprehensif
(www.danamon.co.id).
Ada beberapa fenomena menarik terkait dengan keterikatan kerja
di perusahaan. Salah satunya adalah keterikatan kerja karyawan di PT
Bank Danamon Indonesia, Tbk Kota Tegal. Berdasarkan data observasi,
wawancara dan penyebaran angket pada tahun 2015 yang dilakukan oleh
penulis, menunjukkan ada beberapa fenomena yang nampak terkait
dengan keterikatan kerja karyawan. Secara positif, para karyawan merasa
bertanggung
jawab
dengan
pekerjaaannya.
Karyawan
dapat
menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang diembankan kepadanya dan juga
dapat menangani nasabah dengan baik. Beberapa karyawan juga sudah
merasa memiliki peran terhadap pekerjaannya. Adanya fenomena positif
tersebut mengindikasikan bahwa karyawan memiliki sikap keterikatan
kerja bagi perusahaan. Hal ini berdampak positif bagi PT Bank Danamon
4
Indonesia, Tbk Kota Tegal yaitu berbagai program perusahaan yang
dilaksanakan berdasarkan visi dan misi yang ada serta tujuan perusahaan
dapat terealisasikan dengan baik. Sementara itu, hal ini juga terbukti dari
beberapa
penghargaan-penghargaan
yang
telah
didapatkan
oleh
perusahaan.
Fenomena lain yang berkaitan dengan keterikatan kerja adalah
beberapa karyawan masih diwarnai oleh hal-hal yang bersifat negatif,
antara lain: karyawan merasa pekerjaan yang dilakukannya cenderung
monoton sehingga terkadang kurang antusias; karyawan kurang memiliki
kebermaknaan tugas dalam pekerjaannya; kurang merasa bangga terhadap
pekerjaan yang saat ini dilakukan; merasa mudah lelah karena beban dan
target pekerjaan yang terlalu banyak; kurang memiliki semangat yang
tinggi ketika bekerja; dann merasakan kurangnya tantangan dalam
pekerjaan sehingga memiliki passion yang rendah ketika bekerja. Ketika
hal tersebut kurang memperoleh perhatian dari pimpinan ataupun
perusahaan, maka akan menimbulkan dampak jangka panjang bagi
perusahaan.
Data empirik yang ada menunjukkan bahwa terdapat keterikatan
kerja yang positif dan negatif pada diri karyawan. Hal ini dapat dikatakan
ada masalah yang berkaitan dengan keterikatan kerja pada beberapa
karyawan PT Bank Danamon Indonesia, Tbk Kota Tegal. Oleh sebab itu,
keterikatan kerja menjadi isu penting yang perlu dikaji lebih lanjut.
Keterikatan kerja karyawan merupakan permasalahan yang sering
dibicarakan oleh perusahaan-perusahaan pada beberapa tahun terakhir ini.
Hal ini dikarenakan keterikatan kerja merupakan suatu hal yang penting
untuk memastikan pertumbuhan jangka panjang dan peningkatan
keuntungan bisnis bagi perusahaan (Catteeuw et al., 2007). Keterikatan
5
kerja erat kaitannya sebagai hubungan antara person dengan pekerjaan
yang sedang dilakukannya. Karyawan yang memiliki keterikatan kerja
yang baik maka akan fokus pada tujuan, bekerja secara aktif, selalu
mengembangkan kemampuan dan tidak mudah menyerah. Karyawan yang
terikat akan memiliki energi dan berhubungan secara efektif dengan
aktivitas kerja mereka, serta mampu menghadapi secara tuntas tuntutan
kerja mereka (Schaufeli et al., 2002). Dengan adanya keterikatan kerja,
maka karyawan akan mencintai pekerjaaannya dan senang hati bekerja
dengan penuh semangat.
Pentingnya perusahaan untuk memperhatikan keterikatan kerja
karyawan dan mempertahankan agar tetap stabil karena secara umum hal
itu dapat menguntungkan perusahaan atau organisasi, seperti dapat
mempertahankan dan meningkatkan produktivitas karyawan karena
merasa
bahagia
berada
diperusahaan tempat
bekerja, membantu
mempertahankan karyawan terbaik, karyawan loyal terhadap perusahaan
atau organisasi serta dapat membantu pencapaian target perusahaan
(Attridge, 2009). Dengan demikian, adanya keterikatan kerja karyawan
bagi perusahaan dapat memberikan kontribusi yang produktif berkaitan
dengan tujuan, visi dan misi, serta program-program yang diselenggarakan
oleh perusahaan. Pernyataan ini didukung oleh Blessing (2011) yang
melaporkan
bahwa
karyawan
yang
merasa
terikat
tidak hanya
berkomitmen, bergairah ataupun bangga, namun mereka juga memiliki
garis pandang terhadap masa depan serta misi dan cita-cita organisasi.
Hal tersebut di atas mendorong penulis untuk melakukan penelitian
tentang keterikatan kerja pada karyawan dengan berbagai pertimbangan
antara lain: idealnya karyawan harus mempunyai tingkat keterikatan kerja
yang baik, tetapi pada kenyataannya tidak semua karyawan memiliki
6
keterikatan kerja yang baik ketika mereka bekerja; ketika keterikatan kerja
karyawan rendah, maka hal tersebut akan mengakibatkan menurunnya
tingkat kemajuan dan kinerja dari sebuah perusahaan.
Ada berbagai dampak dari keterikatan kerja. Secara positif,
karyawan yang memiliki keterikatan kerja yang tinggi, yaitu sejalan
dengan survei yang dilakukan oleh Wyatt (2005) menyatakan bahwa
karyawan yang memiliki keterikatan tinggi hampir 80% dari mereka
memiliki kinerja paling bagus, 20% lebih sedikit tidak masuk kerja
dibandingkan karyawan biasa, sekitar tiga per-empat dari mereka berhasil
melampaui harapan dalam proses evaluasi kinerja terbaru dan karyawan
yang memiliki keterikatan lebih tinggi cenderung lebih tangguh dan
mendukung setiap inisiatif perubahan dalam organisasi. Penelitian yang
dilakukan Bakker & Bal (2010) menunjukkan bahwa karyawan dengan
tingkat keterikatan kerja yang tinggi akan menampilkan kinerja terbaik
mereka karena karyawan tersebut menikmati pekerjaannya. Ketika
seseorang dengan keterikatan kerja yang tinggi, tidak berarti membuatnya
menjadi gila bekerja atau workaholic. Mereka menganggap bekerja adalah
suatu hal yang menyenangkan (Bakker, 2009).
Sementara itu, menurut Schaufeli & Bakker (2004) bahwa
keterikatan kerja dapat meningkatkan kinerja karena karyawan yang
terikat akan merasakan emosi positif selama mereka bekerja, memiliki
kesehatan yang lebih baik, mampu menciptakan sumber daya pribadi dan
dapat menularkan keterikatan kepada karyawan lainnya. Demikian juga,
dampak pada karyawan yang semakin terikat akan memiliki performansi
dan hasil kerja yang lebih baik (Lookwood, 2007; Azka et al., 2011).
Pernyataan tersebut juga didukung oleh Bakker & Sanz Vergel (2013)
yang
mengemukakan
bahwa
karyawan
yang
terikat
memiliki
7
kecenderungan untuk percaya bahwa mereka umumnya akan mengalami
hasil yang baik dalam hidup. Keterikatan kerja juga berdampak positif
bagi perusahaan, yaitu seperti organisasi Caterpillar telah memperoleh
keuntungan organisasi dari adanya keterikatan, yaitu berhasil menghemat
biaya turnover sebanyak $8,8 juta dari adanya peningkatan proporsi
keterikatan karyawan di salah satu pabrik di Eropa.
Selain itu, ada peningkatan hasil produksi sebesar 70% selama
kurang dari empat bulan di pabrik Asia Pasifik (Vance, 2006). Karyawan
yang terikat juga akan mampu meningkatkan loyalitas pelanggan,
meningkatkan penjualan, meningkatkan keuntungan perusahaan dan
cenderung menetap diperusahaan (Roberts & Davenport, 2002). Hal ini
sejalan dengan penelitian Sarangi (2012) di sektor perbankan yaitu bahwa
karyawan yang terikat terhadap pekerjaan cenderung akan membantu
peningkatan keterikatan pada pelanggan dan mendorong munculnya
inovasi dalam proses kerjanya. Penelitian yang dilakukan pada tingkat
organisasi juga menunjukkan bahwa karyawan dengan keterikatan kerja
yang tinggi akan menjadi karyawan yang produktif (Halbesleben &
Wheeler, 2008). Temuan-temuan tersebut memberikan perhatian khusus
bagi perusahaan untuk lebih mendorong peningkatan keterikatan kerja
pada karyawan.
Sebaliknya,
rendahnya
keterikatan
kerja
bagi
perusahaan
menyebabkan perilaku dan sikap karyawan menjadi kurang baik dalam
pekerjaannya serta akan berdampak bagi dirinya sendiri maupun
perusahaan tersebut. Hal ini sebagaimana yang dinyatakan oleh Chalofsky
& Krishna (2009) bahwa karyawan yang tidak terikat akan merasa adanya
ketidakcocokan antara kemampuan yang dimiliki dengan tugas yang
diberikan dan memiliki komitmen yang rendah terhadap pekerjaan.
8
Sementara itu, Kahn (1990) juga menyatakan bahwa karyawan yang tidak
memiliki keterikatan sama dengan melepaskan diri dari tugas dan
tanggung jawab, tidak merasa terikat baik secara fisik, kognitif atau emosi
selama bekerja. Berdasarkan hal di atas, keterikatan kerja yang rendah
akan membuat karyawan merasa tidak terikat dengan pekerjaan baik
secara fisik, kognitif maupun emosional.
Sebagai isu yang relatif baru, banyak penelitian terkini yang
berusaha mengupas keterikatan kerja secara lebih mendalam untuk
menemukan faktor-faktor yang terkait, dengan harapan dapat digunakan
dalam mengelola karyawan demi tercapainya keunggulan kompetitif
sebuah perusahaan. Sementara itu, penulis menduga ada beberapa faktor
yang mempengaruhi keterikatan kerja, diantaranya dijelaskan oleh Saks
(2006)
mengemukakan
bahwa
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
keterikatan kerja yaitu Job Characteristic, memiliki lima inti yang terdiri
dari variasi ketrampilan, identitas tugas, signifikansi tugas, otonomi dan
umpan balik dari pekerjaan. Reward and Recognition, timbal balik atas
investasi yang diberikan oleh karyawan dapat berasal dari penghargaan
eksternal serta pengakuan atas kinerjanya. Perceived Organizational
Support,
menciptakan
kewajiban
organisasi
dalam
menciptakan
kesejahteraan karyawan yang selanjutnya hal tersebut akan membantu
organisasi mencapai tujuannya. Perceived Supervisor Support, para
karyawan umumnya cenderung melihat supervisor mereka sebagai
indikasi atas dukungan organisasi dari organisasi yang mereka naungi.
Prosedural and Distributive Justice, pendistribusian terkait dengan
persepsi atas keadilan dari keputusan yang dihasilkan dan prosedur
mengacu pada keadilan yang dirasakan dari cara dan proses yang
digunakan untuk menentukan jumlah dan distribusi kepada sumber
9
dayanya. Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian Ram (2011) yang
menyatakan bahwa keterikatan karyawan berkaitan dengan karakteristik
pekerjaan, penghargaan dan pengakuan, dukungan organisasi, dukungan
supervisor, keadilan prosedur dan distributif.
Saks (2006) memiliki sudut pandang bahwa keterikatan bersifat
multidimensional, yaitu keterikatan pada pekerjaan yang berbeda dengan
keterikatan pada organisasi, namun keduanya dipengaruhi sejumlah faktor
yang berkaitan satu sama lain. Faktor yang menentukan keterikatan kerja
yaitu dukungan organisasi dan karakteristik pekerjaan, sedangkan faktor
yang menentukan keterikatan organisasi yaitu dukungan organisasi dan
keadilan prosedural. Keterikatan kerja juga berhubungan positif dengan
sumber-sumber lainnya yang juga biasa disebut dengan motivator atau
energizer yaitu seperti dukungan organisasi, dukungan atasan, pengakuan
& hadiah, keadilan prosedural (Saks, 2006) dan karakteristik pekerjaan
(Schaufeli & Bakker, 2003). Berdasarkan hal tersebut, maka penulis
memilih dan menduga karakteristik pekerjaan (job characteristic) dan
dukungan organisasi (perceived organizational support) sebagai peubah
yang mempengaruhi keterikatan kerja.
Robbins (2002) menyatakan bahwa ketika melakukan tugas yang
memiliki karakteristik kerja yang tepat, karyawan akan merasa termotivasi
untuk menampilkan kerja yang berkualitas tinggi, sangat puas pada
pekerjaannya, mempunyai tingkat kemangkiran dan turnover yang rendah.
Memilih peubah karakteristik pekerjaan sebagai peubah pendukung karena
penulis ingin melihat bagaimana karakteristik pekerjaan berpengaruh
penting pada keterikatan kerja karyawan. Fenomena juga terlihat dari hasil
penyebaran angket dan wawancara pada karyawan PT Bank Danamon
Indonesia, Tbk Kota Tegal yaitu beberapa karyawan menyatakan bahwa
10
pekerjaannya tidak sesuai dengan keinginan, pekerjaan yang dilakukan
menjenuhkan dan tidak menginspirasi.
Karakteristik pekerjaan akan dapat menguraikan pekerjaan sebagai
pedoman bagi karyawan untuk melakukan pekerjaannya. Karakteristik
kerja
yang
menantang,
beragam,
memperbolehkan
karyawan
menggunakan keahlian yang bermacam-macam dan kesempatan untuk
memberikan kontribusi untuk perusahaan akan membuat kepuasan
psikologis yang membuat karyawan lebih terikat (Kahn, 1990; Saks,
2006). Sehingga, karakteristik kerja yang selanjutnya akan mempengaruhi
keadaan psikologis karyawan karena karyawan akan merasa mempunyai
keterikatan terhadap aspek pekerjaan yang dihadapinya. Karyawan juga
dapat
mengaplikasikan
pengetahuan
dan
pengalamannya,
merasa
bertanggung jawab terhadap hasil kerjanya dan memperoleh hasil final
berupa
peningkatan kerja
yang berkualitas.
Fatturohman (1997)
menjelaskan bahwa dengan karakteristik pekerjaan yang optimal,
karyawan akan dapat melaksanakan pekerjaannya dengan baik.
Karakteristik
pekerjaan
memiliki
komponen
yang
dapat
menimbulkan pengertian secara penuh terhadap suatu pekerjaan, rasa
tanggung jawab terhadap hasil pekerjaan dan juga menghasilkan norma
kesopanan yang positif pada karyawan (Hackman & Oldham, 1980).
Karakteristik pekerjaan dapat mendorong adanya keterikatan karyawan
terhadap pekerjaan. Hal ini sejalan dengan penelitian Anggun (2012),
Fitriani (2012) dan Nusatria (2012) yang menyatakan bahwa ada pengaruh
yang signifikan dari karakteristik pekerjaan terhadap keterikatan
karyawan. Hal tersebut juga sejalan dengan penelitian Naomi & Fathul
(2014) yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang menjadi prediktor
dari keterikatan kerja adalah karakteristik pekerjaan. Berkaitan dengan hal
11
tersebut, penelitian yang dilakukan oleh Kahn (1990) juga menyatakan
bahwa karakteristik pekerjaan memiliki pengaruh positif atas tingkat
keterikatan karyawan. Sementara itu, penelitian menjelaskan bahwa
otonomi tugas dan umpan balik sebagai dimensi dari karakteristik
pekerjaan juga menjadi prediktor yang signifikan terhadap munculnya
keterikatan kerja (May et al., 2004; Saks, 2006). Fakta yang ada di
lapangan menunjukkan bahwa karakteristik pekerjaan menjadi hal penting
dalam kaitannya dengan keterikatan kerja.
Faktor lain yang diduga oleh penulis akan mempengaruhi
keterikatan kerja adalah dukungan organisasi. Dukungan organisasi
menjadi bentuk respon karyawan terhadap dukungan yang diberikan
perusahannya. Persepsi ini yang kemudian menimbulkan keyakinan bahwa
sebuah perusahaan akan menghargai kontribusi para karyawan. Karyawan
dengan dukungan organisasi yang tinggi dapat menjadi lebih terikat
dengan pekerjaan dan organisasi (Saks, 2006). Dukungan organisasi pada
karyawan di dalam sebuah perusahaan dapat meningkatkan keterikatan
kerja yang berdampak pada perilaku positif karyawan ketika mereka
bekerja. Hal ini sejalan dengan penelitian Grace & Hadi (2013) yang
menunjukkan bahwa dukungan organisasi dan keterikatan kerja memiliki
hubungan positif, yang berarti tingginya persepsi terhadap dukungan
organisasi memiliki hubungan dengan tingginya keterikatan kerja
seseorang. Dukungan organisasi dapat melihat kemungkinan dan
mengenali nilai dari karyawan serta kontribusinya terhadap organisasi di
masa yang akan datang, kemudian organisasi yang memiliki kepedulian
terhadap kesejahteraan karyawan akan dapat memunculkan keterikatan
secara psikologis terhadap organisasi (Lee, 2004).
12
Rhoades et al., (2001) menyatakan bahwa para karyawan yang
memiliki dukungan organisasi lebih tinggi, memiliki kemungkinan untuk
lebih terikat terhadap pekerjaan dan organisasi. Dukungan organisasi pada
karyawan perlu dilakukan karena karyawan yang bekerja tidak selalu ingin
memperoleh kompensasi finansial dan penghargaan karir, tetapi juga ingin
mendapatkan dukungan yang layak oleh perusahaan. Johnson & Johnson
(1991) berpendapat bahwa dukungan organisasi mampu memberikan
dukungan nyata pada diri individu dan keyakinan kepada sebuah sistem
serta menciptakan kedekatan pada organisasi. Dukungan organisasi
menciptakan kewajiban organisasi untuk menciptakan kesejahteraan
karyawan yang selanjutnya hal tersebut akan membantu organisasi
mencapai tujuan (Saks, 2006). Hal ini didukung oleh penelitian Alvi et al.,
(2014) yang menyatakan bahwa dukungan organisasi merupakan prediktor
terkuat dari keterikatan karyawan. Penelitian yang dilakukan oleh Saks
(2006); Rich et al., (2010) menunjukkan bahwa dukungan organisasi
merupakan salah satu prediktor terhadap munculnya keterikatan karyawan.
Lebih lanjut, penelitian Fitriani (2012); Saragih & Meily (2013) juga
menyatakan bahwa dukungan organisasi memiliki pengaruh terhadap
keterikatan karyawan.
Dukungan organisasi juga tidak kalah penting bagi perusahaan
dalam mengikat para karyawannya. Dukungan organisasi yang tinggi,
dapat membuat karyawan nyaman ketika bekerja di perusahaan sehingga
akan memunculkan optimisme pada diri karyawan dan membuat mereka
lebih aktif dalam melakukan pekerjaan. Dengan adanya karakteristik
pekerjaan dan dukungan organisasi, dapat memberikan kontribusi untuk
karyawan agar memiliki keterikatan kerja yang tentunya juga akan
13
memberikan manfaat sehingga produktivitas karyawan ketika bekerja
dapat maksimal.
Karakteristik pekerjaan dan dukungan organisasi menjadi salah
satu cara dalam meningkatkan keterikatan kerja pada karyawan. Semakin
tinggi kesesuaian antara keduanya, maka semakin tinggi juga keterikatan
kerja karyawan. Sebaliknya, semakin rendah tingkat kesesuaian keduanya
maka akan menyebabkan menurunnya keterikatan kerja karyawan. Untuk
mewujudkan tercapainya tujuan sebuah perusahaan tergantung pada
tingkat keterikatan kerja. Perusahaan membutuhkan karyawan yang terikat
dengan pekerjaan karena keterikatan kerja menjadi hal penting bagi
kemajuan sebuah perusahaan. Keterikatan kerja dapat ditingkatkan dengan
adanya karakteristik pekerjaan yang sesuai dan dukungan organisasi yang
baik bagi karyawan.
Sementara itu, perbedaan jenis kelamin juga dapat menentukan
tingkat keterikatan seseorang. Ada pandangan yang bertentangan
mengenai keterikatan kerja yaitu mengenai siapa yang lebih terikat dengan
perusahaan, antara karyawan laki-laki dan perempuan. Penelitian Gallup
menemukan bahwa wanita cenderung untuk menemukan lebih banyak
kepuasan dalam pekerjaan dan merupakan hasil yang wajar ketika
perempuan lebih memiliki keterikatan daripada laki-laki (Johnson, 2004).
Peneliti yang sama tidak menemukan perbedaan yang signifikan dalam
tingkat keterikatan kerja karyawan saat penelitian dilakukan pada
karyawan di negara lain. Kapoor & Anthony (2013 dalam Gard, 2014)
menyimpulkan
penelitiannya
bahwa
karyawan
laki-laki
memiliki
keterikatan yang tinggi ketika bekerja dibandingkan dengan karyawan
perempuan. Hasil penelitian Sprang et al., (2007) juga menyatakan bahwa
karyawan perempuan terlihat lebih sering mengalami burn out disebabkan
14
karena kurang memiliki keterikatan dibandingkan dengan karyawan lakilaki. Sementara itu, penelitian Ariani (2013) menyatakan bahwa tidak ada
perbedaan antar jenis kelamin pada keterikatan karyawan ketika bekerja.
Bertolak dari hasil-hasil penelitian sebelumnya, sejauh penelusuran
penulis penggunaan ketiga peubah secara simultan belum pernah
diterapkan di PT Bank Danamon Indonesia, Tbk Kota Tegal. Hal itulah
yang menjadikan pertimbangan penulis karena PT Bank Danamon
Indonesia, Tbk Kota Tegal diperkirakan dapat mewakili masalah pokok
yang terdapat dalam penelitian ini. Berdasarkan uraian pemaparan
fenomena-fenomena di atas terlihat pentingnya keterikatan kerja,
karakteristik pekerjaan, dukungan organisasi dan jenis kelamin bagi
sebuah perusahaan. Penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan
judul “Pengaruh Karakteristik Pekerjaan dan Dukungan Organisasi
terhadap Keterikatan Kerja ditinjau dari Jenis Kelamin karyawan
PT Bank Danamon Indonesia, Tbk Kota Tegal”.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dipaparkan di atas,
maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan diteliti adalah:
1. Adakah
pengaruh
Karakteristik
Pekerjaan
dan
Dukungan
Organisasi secara simultan terhadap Keterikatan Kerja karyawan
laki-laki dan perempuan di PT Bank Danamon Indonesia, Tbk
Kota Tegal?
2. Adakah perbedaan signifikan Keterikatan Kerja ditinjau dari Jenis
Kelamin karyawan PT Bank Danamon Indonesia, Tbk Kota Tegal?
15
1.3
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, maka tujuan
yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Menentukan Karakteristik Pekerjaan dan Dukungan Organisasi
berpengaruh secara simultan terhadap Keterikatan Kerja karyawan
laki-laki dan perempuan di PT Bank Danamon Indonesia Tbk Kota
Tegal.
2. Menentukan perbedaan Keterikatan Kerja ditinjau dari Jenis
Kelamin karyawan PT Bank Danamon Indonesia, Tbk.
1.4
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat diantaranya
sebagai berikut:
1.4.1
Manfaat Teoritis
a. Sebagai dasar bagi pengembangan ilmu pengetahuan, dasar
penelitian lebih lanjut dan bahan pertimbangan apabila ada
penelitian yang sama.
b. Hasil
penelitian
diharapkan
dapat
memberi
sumbangan
pengetahuan pada disiplin ilmu psikologi khususnya psikologi
industri dan organisasi dalam cakupan mengenai keterikatan
kerja, karakteristik pekerjaan, dukungan organisasi dan jenis
kelamin.
1.4.2
Manfaat Praktis
a. Bagi peneliti, diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sarana
belajar untuk dapat memahami permasalahan yang menjadi topik
kajian
penelitian,
yakni
keterikatan
kerja,
pekerjaan, dukungan organisasi dan jenis kelamin.
16
karakteristik
b. Bagi perusahaan, penelitian ini dapat dijadikan salah satu
rujukan untuk menghadapi permasalahan keterikatan kerja
karyawan yang dipengaruhi oleh karakteristik pekerjaan,
dukungan organisasi dan jenis kelamin.
c. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan dapat meneliti lebih lanjut
mengenai berbagai macam masalah terkait keterikatan kerja,
karakteristik pekerjaan, dukungan organisasi dan jenis kelamin
serta mengkaji pengaruhnya dengan faktor-faktor yang lain.
1.5
Sistematika Penulisan
Sistematika dalam penulisan penelitian ini terdiri dari lima bab,
yaitu:
a. Bab I, Pendahuluan, meliputi latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika
penulisan.
b. Bab II, Tinjauan Pustaka, meliputi teori-teori yang berhubungan
dengan permasalahan penelitian, yakni teori keterikatan kerja, teori
karakteristik pekerjaan, teori dukungan organisasi, aspek-aspek,
faktor-faktor,
hasil-hasil
penelitian
sebelumnya,
dinamika
hubungan antara peubah, model penelitian dan hipotesis penelitian.
c. Bab III, Metode Penelitian, meliputi peubah penelitian, definisi
operasional, populasi, sampel dan teknik sampling, alat ukur
penelitian,
prosedur
pengumpulan
data,
penskalaan,
daya
diskriminasi dan reliabilitas alat ukur, uji asumsi klasik serta uji
hipotesis.
d. Bab IV, Hasil dan Pembahasan, meliputi deskripsi tempat
penelitian, karakteristik responden, prosedur penelitian, hasil
17
seleksi aitem dan reliabilitas, deskripsi hasil pengukuran peubah
penelitian, hasil uji asumsi klasik, hasil uji hipotesis dan
pembahasan.
e. Bab V, Kesimpulan dan Saran, meliputi kesimpulan dari
penelitian, saran kepada karyawan dan perusahaan yang berkaitan
dengan hasil penelitian, serta rekomendasi untuk penelitian
selanjutnya.
18
Download