BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Persebaran batuan

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Persebaran batuan metamorf tekanan tinggi di Indonesia (Gambar I.1)
terbatas pada Daerah Komplek Luk Ulo dan Perbukitan Jiwo (Jawa Tengah),
Ciletuh (Jawa Barat), Komplek Meratus (Kalimantan Selatan), serta Komplek
Bantimala dan Barru (Sulawesi Selatan).
Kehadiran komplek melange, ocean plate stratigraphy (OPS), ofiolit, dan
batuan metamorf tekanan tinggi seperti eklogit dan sekis biru banyak dijumpai di
Daerah Komplek Luk Ulo, Komplek Meratus, dan Komplek Bantimala,
sedangkan di Perbukitan Jiwo masih belum dijumpai komplek melange dan OPS.
Gambar I.1. Persebaran batuan metamorf di Indonesia (Prasetyadi, 2007)
2
Prasetyadi (2007) menemukan beberapa sampel segar sekis kuarsa-mika
yang merupakan fragmen di dalam batupasir kerikilan yang tersingkap di bagian
tengah Gunung Pendul. Sampel tersebut dilakukan penanggalan radiometri
dengan metode K-Ar yang menunjukkan umur 98,049 ± 2,10 dan 98,542 ± 1,45
juta tahun lalu. Kedua umur absolut tersebut menunjukkan umur Cenomanian
atau Kapur Akhir. Komplek Bayat didominasi oleh batuan metamorf yang
umumnya berderajat rendah – menengah. Filit dan sekis pada Komplek Bayat
komposisi dominannya mengandung kalsit 15 – 60%, mika, dan kuarsa.
Pembentukan batuan Pra-Tersier Komplek Bayat berbeda dengan
Komplek Melange Luk Ulo, Karangsambung. Batuan Pra-Tersier Luk Ulo
merupakan hasil tektonik melange. Komplek akresi produk khas subduksi
lempeng samudera, dicirikan oleh percampuran secara blok tektonik berbagai
ukuran dan berbagai jenis batuan dalam massa dasar lempung tergerus. Susunan
batuan metamorf mencerminkan kehadiran OPS. Selain batuan metamorf derajat
rendah, subduksi di palung Karangsambung ini menghasilkan himpunan batuan
metamorf derajat tinggi seperti sekis glaukofan dan eklogit yang saat ini dijumpai
sebagai sebagai blok-blok batuan.
Himpunan batuan yang menunjukkan urutan OPS tidak dijumpai di Bayat.
Komplek
Bayat
tidak
menunjukkan
struktur
tektonik
melange
dapat
diinterpretasikan sebagai komplek konvergen yang lebih berciri asal kontinen
(Prasetyadi, 2007). Terdapatnya filit karbonatan dan sekis karbonatan yang tidak
dijumpai di Komplek Luk Ulo, menunjukkan batuan asal atau protolit Komplek
3
Bayat adalah batuan sedimen yang mengandung mineral karbonat berasosiasi
dengan batuan sedimen terigen (asal darat) berasal dari kontinen.
Hasil pengamatan yang dilakukan Wijanarko (2007) dengan parameter
komposisi mineralogi batuan menghasilkan batuan metamorf pada daerah
Perbukitan Jiwo Barat terbagi menjadi beberapa fasies dan subfasies yang
terbentuk pada kondisi berbeda yaitu fasies sekis biru (sekis glaukofan), fasies
sekis hijau (zona klorit, zona biotit, dan zona garnet), dan fasies amfibolit
(subfasies almandin silimanit – K-feldspar, subfasies silimanit – K-feldspar).
Warmada et al. (2008) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa fasies
sekis hijau merupakan fasies yang dicirikan oleh persebarannya paling luas di
Perbukitan Jiwo Barat. Hal tersebut dicirikan oleh kehadiran kumpulan mineral
klorit, epidot, aktinolit, kuarsa, garnet, mika, dan mineral asesoris berupa sfen,
grafit dan zeolit. Batuan ini terbentuk sebagai hasil metamorfisme retrograde dari
batuan beku/metamorf yang terbentuk pada suhu tinggi (420 – 580 oC; Miyashiro,
1994 dalam Warmada et al., 2008). Pada kasus proses metamorfisme retrograde
batuan kebanyakan terbentuk sebagai akibat dari proses reaksi hidrasi yang
meliputi proses konversi mineral yang terbentuk pada temperatur tinggi ke arah
mineral yang terbentuk pada temperatur rendah. Batuan asal dari fasies ini berupa
batuan sedimen pelitik.
Fasies sekis biru ditunjukkan dengan kehadiran mineral lawsonit, kuarsa,
glaukofan, dan silimanit. Adanya perubahan dari sekis biru ke sekis hijau menjadi
determinasi adanya penambahan temperatur serta adanya pengurangan tekanan
pada proses metamorfisme. Selanjutnya ditemukannya mineral penciri fasies
4
amfibolit seperti staurolit, garnet, diopsid, Mg-Fe amfibol diperkirakan menjadi
penciri adanya fasies tersebut. Namun untuk penamaan fasies amfibolit masih
diragukan, selain tidak dominan ditemukan sebarannya di tubuh intrusi. Sehingga
Warmada et al. (2008) menyimpulkan di daerah Perbukitan Jiwo Barat terbagi
menjadi tiga fasies yaitu fasies sekis hijau, fasies sekis biru, dan fasies amfibolit.
Setiawan et al. (2013) menjelaskan bahwa batuan metamorf di Perbukitan
Jiwo tersusun oleh filit, sekis mika, sekis karbonatan, dan marmer dengan trend
foliasi timurlaut-baratdaya. Umumnya batuan metamorf tersebut dijumpai dalam
kondisi lapuk. Pada Perbukitan Jiwo Barat ditemukan sekis epidot-glaukofan di
dekat singkapan serpentinit. Kemudian beberapa batuan karbonat telah terubah
menjadi skarn garnet-wollastonit oleh proses metamorfisme kontak disebabkan
adanya intrusi mikrodiorit. Kehadiran fasies sekis biru diyakini terbentuk pada
kondisi tekanan tinggi oleh proses metamorfisme regional. Selanjutnya, personal
communication dengan Nugroho Imam Setiawan (23 Mei 2014) memberikan data
tambahan bahwa telah ditemukan gabro walaupun dijumpai dalam kondisi
bongkah di Daerah Pagerjurang, Perbukitan Jiwo Barat. Keberadaan gabro,
serpentinit, dan sekis biru yang relatif berdekatan memunculkan asumsi bahwa
ketiganya merupakan bagian dari OPS. Pembentukan batuan metamorf pada
tekanan tinggi ini kemungkinan berhubungan dengan kompleksitas subduksi yang
terjadi pada umur Kapur.
Batuan sedimen akan cenderung terbentuk pada kerak benua. Oleh sebab
itu, dapat dimungkinkan bahwa Perbukitan Jiwo dihasilkan oleh mikrokontinen
benua yang menunjam di bawah Sundaland pada Umur Kapur. Hal tersebut dapat
5
menjelaskan posisi Perbukitan Jiwo relatif terletak dibagian timur dari daerah
metamorfisme tingkat tinggi di Indonesia bagian tengah. Akan tetapi, hal tersebut
masih menjadi hal yang spekulatif untuk menjelaskan interpretasi setting tektonik
dari studi awal yang dilakukan. Penelitian lebih lanjut mengenai kehadiran batuan
metamorf tekanan tinggi di Perbukitan Jiwo sangat diperlukan guna menjelaskan
evolusi tektonik yang berkembang pada daerah ini (Setiawan et al., 2013).
Dharmawan (2014) melakukan penelitian difokuskan kepada pembentukan
skarn di Desa Pagerjurang, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten. Penelitian
tersebut menjelaskan bahwa zonasi skarn pada lereng Gunung Jabalkat sisi
baratdaya dicirikan oleh kehadiran mineral garnet yang hadir melimpah pada
batas marmer dan secara gradual menghilang kearah hornfels. Sebaliknya untuk
mineral klinopiroksen secara berangsur-angsur semakin banyak ke arah batas
fasies hornfels.
Selanjutnya zonasi skarn pada daerah penelitian berturut-turut dari batas
marmer ke arah hornfels adalah proksimal prograde eksoskarn (garnet >
klinopiroksen), distal prograde eksoskarn (garnet < klinopiroksen), dan
retrograde eksoskarn (Gambar I.2). Perkembangan zonasi skarn mulai proksimal
hingga distal nampak jelas di lapangan dan penyebaran ubahan batuan skarn
tersebut tidak melampar luas. Sikuen paragenesis endapan skarn Desa Pagerjurang
dimulai dari proses intrusi, metamorfisme, prograde skarn, dan retrograde skarn
(Dharmawan, 2014).
Satyana (2014) mengungkapkan bahwa pembentukan Perbukitan Jiwo
tidak berhubungan dengan proses pembentukan Komplek Luk Ulo yang diasosi-
6
Gambar I.2. Pembagian zonasi skarn di Daerah Pagerjurang, Perbukitan Jiwo Barat
asikan dengan proses subduksi berumur Kapur Akhir di bagian tenggara
Sundaland. Dapat dibuktikan dengan ketidakhadiran batuan ofiolit, setting
tektonik, batuan metamorf tekanan tinggi, sedimen pelagik seperti baturijang, dan
komplek melange. Batuan metamorf yang mendominasi justru seperti sekis, filit,
dan marmer. Keseluruhan batuan tersebut kaya akan kuarsa dan menunjukkan
batuan asal dari continental pelitic rocks. Hal ini telah diperjelas sebelumnya oleh
Asikin (1974) dalam Satyana (2014) yang meyakini bahwa batuan dasar dari
Perbukitan Jiwo tidak memiliki karakteristik melange seperti di Daerah Ciletuh
dan Luk Ulo. Kemenerusan dari subduksi Luk Ulo justru lebih mengarah ke
bagian utara Perbukitan Jiwo. Perbukitan Jiwo dijelaskan terbentuk sebagai
mikrokontinen tenggara Jawa yang terletak di batas barat. Mikrokontinen tersebut
terlepas dari bagian baratdaya Australia saat umur Jurasik dan menumbuk Jawa
hingga bagian timur dari Komplek Luk Ulo pada umur Kapur Tengah. Hal
tersebut menghasilkan batuan metamorf tekanan tinggi yaitu sekis glaukofan yang
ditemukan di Perbukitan Jiwo Barat.
7
Penelitian berkaitan dengan proses metamorfisme menjadi suatu hal
penting untuk mempelajari dan mengetahui keberadaan batuan tekanan tinggi dan
komplek melange di Perbukitan Jiwo. Penelitian tersebut diharapkan mampu
menjawab petrogenesis dan sejarah geologi batuan metamorf di Perbukitan Jiwo
pada khususnya dan Indonesia bagian tengah pada umumnya.
I.2. Rumusan Masalah
Usulan penelitian ini menarik dan penting dilakukan untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan, seperti bagaimana proses metamorfisme yang terjadi di
Perbukitan Jiwo? Dimana lokasi keberadaan batuan tekanan tinggi serta komplek
melange di Perbukitan Jiwo? Bagaimana kondisi setting tektonik dan sejarah
geologi batuan metamorf di Perbukitan Jiwo?
I.3. Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejarah geologi
daerah Perbukitan Jiwo melalui studi petrogenesis batuan metamorf.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
1.
Persebaran batuan metamorf di Perbukitan Jiwo.
2.
Batuan asal dari batuan metamorf.
3.
Fasies batuan metamorf.
4.
Kondisi dan estimasi tekanan dan temperatur metamorfisme.
5.
Penentuan setting tektonik dan sejarah geologi.
8
I.4. Lokasi dan Kesampaian Daerah Penelitian
Daerah penelitian secara administratif termasuk ke dalam Desa Paseban,
Desa Krikilan, Desa Krakitan, Desa Jotangan, Desa Kebon, Desa Tawangrejo,
Desa Talang, Desa Gununggajah, dan Desa Dukuh, Kecamatan Bayat, Kabupaten
Klaten, Provinsi Jawa Tengah dengan luas daerah penelitian kurang lebih 35 km2.
Berdasarkan koordinat lintang dan bujur, lokasi daerah penelitian terletak pada
koordinat lintang 07o 45' 30'' – 07o 47' 00'' LS dan bujur 110o 37' 30'' – 110o 40'
30'' BT (Gambar I.3). Lokasi daerah pemetaan dapat dijangkau dengan sepeda
motor maupun dengan mobil.
Gambar I.3. Peta lokasi penelitian yang terletak di Desa Paseban, Desa Krikilan, Desa Krakitan,
Desa Jotangan, Desa Kebon, Desa Tawangrejo, Desa Talang, Desa Gununggajah,
dan Desa Dukuh, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah
9
I.5. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian
Ruang lingkup yang akan dibahas dalam penelitian ini difokuskan kepada
pemetaan sebaran batuan metamorf, penentuan batuan asal dari batuan metamorf,
penentuan fasies metamorfisme, penentuan tipe dan kondisi kisaran tekanan dan
temperatur metamorfisme, setting tektonik, dan sejarah geologi.
Download