BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut
Hasibuan (dalam Hartatik 2014; p13) Manajemen Sumber Daya
Manusia (MSDM) adalah ilmu dan seni yang mengatur hubungan dan peranan
tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan,
karyawan, dan masyarakat. Dari definisi tersebut. Hasibuan tampaknya memberikan
penekanan bahwa MSDM adalah sebuah ilmu dan seni mengatur hubunga serta
peranan tenaga kerja. Dalam melakukan kegiatan MSDM, tidak hanya seorang
pemimpin mendesain sebuah formulasi tertentu yang diaplikasikan pada SDM yang
ada, sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Melalui skema desain yang tepat,
diharapkan MSDM mampu meningkatkan kinerja para pegawai secara efektif dan
efisien, sehingga mampu mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Menurut Kiggundu (dalam Hartatik 2014; p14) menyatakan bahwa MSDM adalah
pengembangan dan pemanfaatan pegawai dalam rangka tercapainya tujuan dan
sasaran individu, organisasi, masyarakat, bangsa, dan internasional yang efektif.
Definisi Kiggundu tersebut tampak jelas memberikan penekanan pada “
Development And Utilization Of Personnel For The Effective Achievement”. Secara
garis besar, kalimat tersebut memiliki pemahaman tentang upaya mengembangkan
potensi para pegawai melalui beberapa pelatihan, baik yang bersifat umum maupun
khusus guna memuncul kan pegawai yang benar-benar berkompetensi didalam
bidangnya. Menurut Armstrong, MSDM adalah suatu pendekatan terhadap
manajemen manusia yang berdasarkan empat prinsip dasar, yaitu:
a. Sumber daya manusia adalah harta paling penting yang dimiliki suatu organisasi,
sedangkan manajemen yang efektif adalah kunci bagi keberhasilan organisasi
tersebut. Oleh karena itu, SDM harus dikelola dan diatur dengan baik, sehingga
dapat menimbulkan peran aktif dari pegawai untuk mewujudkan organisasi yang
efektif dan efisien.
b. Keberhasilan organisasi sangat mungkin dicapai jika peraturan atau kebijaksanaan
dan prosedur yang bertalian dengan manusia dari perusahaan tersebut saling
9
10
berhubungan, serta memberikan sumbangan terhadap pencapaian tujuan
perusahaan dan perencanaan strategis. Dari pernyataan tersebut, dapat dipahami
pentingnya suatu kebijakan dibuat serta perlakuan yang diberikan kepada para
pegawai, sehingga dapat meningkatkan kinerja pegawai secara optimal dalam
mencapai tujuan suatu organisasi.
c. Kultur dan Nilai Perusahaan, Suasana Organisasi, dan Perilaku manajerial yang
berasal dari kultur tersebut akan memberikan pengaruh yang besar terhadap hasil
pencapaian yang terbaik. Dari pernyataan tersebut dapat dipahami bahwa kultur,
nilai, suasana, serta perilaku manajerial organisasi memiliki pengaruh cukup besar
dalam meningkatkan produktivitas karyawan agar sesuai dengan harapan suatu
organisasi. Ketika suasana kekeluargaan dibawa dalam sebuah sistem manajerial
suatu organisasi, hal ini akan lebih efektif daripada gaya kepemimpinan yang
otoriter. Menganggap bahwa pegawai bukan hanya sekedar mesin akan tetapi
sekelompok rekan kerja dalam sebuah tim juga akan mempengaruhi kinerja
mereka untuk mencapai tujuan organisasi.
d. MSDM berhubungan dengan integrasi, yakni semua anggota organisasi anggota
tersebut terlibat dan bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Melalui fungsi
yang terakhir ini, dapat dilihat betapa para pegawai menjadi sebuah faktor penting
dalam sebuah kinerja suatu organisasi untuk mencapai tujuan organisasi yang
efektif dan efisien.
2.1.1 Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut Hasibuan (dalam Hartatik 2014; p17) menyebutkan bahwa fungsi
manajemen sumber daya manusia
dapat dibagi menjadi dua, yaitu fungsi
manajemen dan fungsi operasional.
1. Fungsi-Fungsi Manajemen
a. Perencanaan
Perencanaan adalah merencanakan tenaga kerja secara efektif dan efisien
agar sesuai dengan kebutuhan perusahaan dalam membantu terwujudnya tujuan.
Perencanaa dilakukan dengan menetapkan program kepegawaian yang meliputi
pengorganisasian,
pengarahan,
pengendalian,
pengembangan,
kompensasi,
pengintegrasian, pemeliharaan, kedisiplinan, dan pemberhentian karyawan.
11
b. Pengorganisasian
Pengorganisasia adalah kegiatan untuk mengorganisasikan semua karyawan
dengan menetapkan pembagian kerja, hubungan kerja, delegasi wewenang,
integrasi, dan koordinasi dalam bagan organisasi.
c. Pengarahan
Pengarahan adalah kegiatan mengarahkan semua karyawan agar mau bekerja
sama dan bekerja efektif serta efisien dalam membantu tercapainya tujuan
perusahaan, karyawan, dan masyarakat.
d. Pengendalian
Pengendalian adalah kegiatan mengendalikan semua karyawan agar menaati
peraturan- peraturan perusahaan dan bekerja sesuai rencana. Pengendalian
karyawan meliputi kehadiran, kedisiplinan, perilaku, kerja sama, pelaksanaan
pekerjaan, dan menjaga situasi lingkungan pekerjaan.
2.1.2 Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut Simamora (dalam Hartatik 2014; p20), tujuan manajemen sumber
daya manusia dapat dibedakan menjadi empat tujuan, antara lain :
1. Tujuan Sosial
Manajemen sumber daya manusia bertujuan agar organisasi dapat
bertanggung jawab secara social dan etis terhadap kebutuhan maupun tantangan
masyarakat, serta meminimalkan dampak negative dari tuntutan itu terhadap
organisasi. Manajemen ini juga diharapkan dapat meningkatkan kualitas
masyarakat dan membantu memecahkan masalah sosial.
2. Tujuan Organisasi
Tujuan maanjemen sumber daya manusia adalah memiliki sasaran formal
organisasi yang dibuat untuk membantunya mencapai tujuan. Melalui tujuan ini,
manajemen sumber daya manusia berkewajiban meningkatkan efektivitas
organisasional dengan cara meningkatkan produktivitas, mendayagunakan tenaga
kerja secara efisien dan efektif, mengembangkan dan mempertahankan kualitas
kehidupan kerja, serta mengelola perubahan dan mengkomunikasikan kebijakan.
Dan, yang paling penting adalah untuk membantu organisasi mencapai tujuan
yang telah ditetapkan.
12
3. Tujuan Fungsional
Merupakan tujuan untuk mempertahankan kontribusi departemen sumber
daya manusia pada tingkat yang sesuai dengan kebutuhan organisasi. Dengan
adanya tujuan fungsional ini, departemen sumber daya manusia harus menghadapi
peningkatan pengelolaan sumber daya manusia yang kompleks dengan cara
memberikan konsultasi yang berimbang dengan kompleksitas tersebut.
4. Tujuan Pribadi
Manajemen sumber daya manusia berperan serta untuk mencapai tujuan
pribadi dari setiap anggota organisasi yang hendak dicapai melalui aktivitasnya di
dalam organisasi. Oleh karena itu, aktivitas sumber daya manusia yang dibentuk
oleh pihak manajemen haruslah terfokus pada pencapaian keharmonisan antara
pengetahuan, kemampuan, kebutuhan, dan minat karyawan dengan persyaratan
pekerjaan dan imbalan yang ditawarkan oleh manajemen sebuah organisasi.
Menurut Cushway tujuan MSDM meliputi :
1.
Memberi pertimbangan manajemen dalam membuat kebijakan SDM untuk
memastikan bahwa organisasi memiliki pekerjaan yang memotivasi dan
berkinerja yang tinggi, memiliki pekerja yang selalu siap mengatasi perubahan
dan memenuhi kewajiban pekerjaan secara legal;
2. Mengimplementasikan dan menjaga semua kebijakan dan prosedur SDM yang
memungkinkan organisasi mampu mencapai tujuannya.
3. Membantu dalam pengembangan arah keseluruhan organisasi dan strategi,
khususnya yang berkaitan dengan implikasi SDM.
4. Memberi dukungan dan kondisi yang akan membantu manajer lini mencapai
tujuannya.
5. Menangani berbagai krisis dan situasi sulit dalam hubungan antar pekerja
untuk meyakinkan bahwa mereka tidak menghambat organisasi dalam
mencapai tujuannya.
6. Menyediakan media komunikai antara pekerja dan manajemen organisasi.
7.
Bertindak sebagai pemelihara standar organisasional dan nilai dalam
manajemen SDM.
13
2.2 Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan instrument yang memproteksi
pekerja, perusahaan lingkungan hidup, dan masyarakat sekitar dari bahaya akibat
kecelakaan kerja.perlindungan tersebut merupakan hak asasi yang wajib dipenuhi
oleh perusahaan.K3 bertujuan mencegah, mengurangi, bahkan menihilkan risiko
kecelakaan kerja (zero accident). Keselamatan kerja dapat diartikan sebagia keadaan
terhindar dari bahaya selama melakukan pekerjaan. Dengan kata lain, keselamatan
kerja merupakan salah satu faktor yang harus dilakukan selama bekerja. Tidak ada
seorangpun di dunia ini yang menginginkan terjadinya kecelakaan. Keselamatan
kerja sangat bergantung pada jenis,bentuk dan lingkungan di mana pekerjaan itu
dilaksanakan.unrus-unsur penunjang keselamatan kerja antara lain :
1. Adanya unsur-unsur keamanan dan kesehatan kerja yang telah dijelaskan.
2. Adanya kesadaran dalam menjaga keamanan dan kesehatan kerja.
3. Teliti dalam bekerja.
4. Melaksanakan prosedur kerja dengan memperhatikan keamanan dan kesehatan
kerja.
Sementara, kesehatan kerja adalah suatu kondisi kesehatan yang bertujuan agar
pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik jasmani, rohani,
maupun social, dengan usaha pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit atau
gangguan kesehatan yang disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja maupun
penyakit umum. Kesehatan dalam ruang lingkup kesehatan, keselamatan, dan
keamanan kerja tidak hanya diartikan sebagai suatu keadaan bebas dari penyakit.
Menurut undang-undang pokok kesehatan RI No. 9 tahun 1960, BAB I Pasal
2,keadaan sehat diartikan sebagai kesempurnaan keadaan jasmani, rohani, dan
kemasyarakatan.
Sedangkan, menurut Mangkunegara (2013) ,keselamatan dan kesehatan kerja
adalah suatu pemikiran dan upaya untuk manjamin keutuhan dan kesempurnaan baik
jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya, dan manusia pada
umumnya,hasil karya dan budaya untuk menuju masyarakat adil dan makmur.
14
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kesehatan, keselamatan dan
keamanan kerja adalah upaya perlindungan bagi tenaga kerja agar selalu dalam
keadaan sehat dan selamat selama bekerja di tempat kerja. Tempat kerja adalah ruang
tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap atau sering dimasuki tenaga kerja untuk
keperluan usaha dan tempat terdapatnya sumber-sumber bahaya.
2.2.1 Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Berdasarkan definisi kecelakaan kerja, lahirlah keselamatan dan kesehatan
kerja yang mengatakan bahwa cara menanggulangi kecelakaan kerja adalah
meniadakan unsur penyebab kecelakaan dan atau mengadakan pengawasan yang
ketat.
Keselamatan
dan
kesehatan
kerja
pada
dasarnya
mencari
dan
mengungkapkan kelemahan yang memungkinkan terjadinya kecelakaan. Fungsi
ini dapat dilakukan dengan du acara, yaitu mengungkapkan sebab akibat suatu
kecelakaan dan meneliti apakah pengendalian secara cermat dilakukan atau tidak.
Menurut Mangkunegara (2013), tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja
adalah sebagai berikut :
1. Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja, baik
secara fisik, social, maupun psikologis.
2. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya.
3. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.
4. Agar ada jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai.
5. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.
6. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau
kondisi kerja.
7. Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.
2.2.2 Penyebab Terjadinya Kecelakaan dan Gangguan Kesehatan Kerja
Kecelakaan dan gangguan kesehatan dapat menimpa pegawai dengan
berbagai sebab, baik internal maupun eksternal. Hal ini senada dengan pernyataan
Mutiara S. Panggabean, bahwa kecelakaan kerja dan gangguan kesehatan
karyawan dapat dikelompokan dalam dua faktor, yaitu faktor internal dan
eksternal.
15
Faktor internal meliputi faktor-faktor yang ditimbulkan oleh karyawan itu
sendiri. Misalnya, bertindak sembrono, terlalu menggampangkan, cenderung lalai
dalam melakukan tugas, dan malas untuk menggunakan peralatan keselamatan
yang sudah diberikan oleh pihak perusahaan. Sedangkan, faktor eksternal
mencakup faktor-faktor yang berasal dari lingkungan kerja perusahaan, seperti
jenis lantai yang terlalu licin bahi pejalan kaki, kaca jendela yang tidak disertai
ventilasi, pemeliharaan mesin yang tidak baik, atau tata letak tempat kerja yang
kurang aman.
2.2.2.1 Indikator Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Mangkunegara (dalam Hartatik 2014;p318) mengemukakan beberapa
pengaruh yang memungkinkan terjadinya kecelakaan dan gangguan kesehatan
pegawai, di antaranya :
a. Keadaan tempat lingkungan kerja :
1. Penyusunan dan penyimpanan barang-barang yang berbahaya kurang
diperhitungkan keamananya.
2. Ruang kerja yang terlalu padat dan sesak.
3. Pembuangan kotoran dan limbah yang tidak pada tempatnya.
b. Pengaturan udara :
1. Pergantian udara di ruang kerja yang tidak baik (ruang kerja yang kotor,
berdebu, dan berbau tidak enak)
2. Suhu udara yang tidak dikondisikan pengaturannya.
3. Pengaturan Penerangan :
4. Pengaturan dan penggunaan sumber cahaya yang tidak tepat.
5. Ruang kerja yang kurang cahaya, remang-remang.
c. Pemakaian Peralatan Kerja
1. Pengamanan peralatan kerja yang sudah usang atau rusak.
2. Penggunaan mesin atau alat elektronik tanpa pegaman yang baik.
d. Kondisi Fisik dan mental pegawai
1. Kerusakan alat indra dan stamina pegawai yang tidak stabil
16
2. Emosi pegawai yang tidak stabil, kepribadian pegawai yang lemah, rapuh,
cara berpikir dan kemamouan persepsi yang lemah, motivasi kerja rendah,
sikap pegawai yang ceroboh, kurang cermat, dan kurang pengetahuan dalam
penggunaan fasilitaskerja yang membawa risiko bahaya.
2.2.3 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Keselamatan Kerja
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi keselamatan dan kesehatan kerja
menurut Sedarmayanti adalah sebagai berikut :
a. Kebersihan
Kebersihan merupakan syarat utama bagi pegawai agar tetap sehat dan
pelaksanaanya tidak memerlukan banyak biaya. Untuk menjaga kesehatan, semua
ruangan hendaknya dalam keadaan bersih, oleh karena itu, perlu disediakan
tempat sampah dalam jumlah cukup, bersih dan bebas hama, tidak bocor, serta
dapat dibersihkan dengan mudah. Bahan buangan dan sisa diupayakan
disingkirkan di luar jam kerja untuk menghindari risiko terhadap kesehatan.
b. Air Minum dan Kesehatan
Air minum dari sumber yang sehat, hendaknya secara teratur diperiksa dan
harus disediakan di dekat dengan tempat kerja.
c. Urusan Rumah Tangga
Kerapihan dalam ruang kerja membantu pencapaian produktivitas dan
mengurangi kemungkinan kecelakaan.
d. Ventilasi,Pemanas,dan Pendingin
Ventilasi yang menyeluruh perlu untuk kesehatan dan rasa keserasian para
pegawai,karena mempengaruhi efisiensi kerja.
e. Tempat Kerja,Ruang Kerja, dan Tempat Duduk
Tempat kerja,ruang kerja, dan tempat duduk dapat mempengaruhi pegawai
dalam bekerja.untuk itu, sediakan tempat kerja dan ruang kerja nyaman dan aman,
ddengan menghilangkan kepadatan disekitarnya.selain itu, sediakan tempat duduk
yang sesuai, sehingga pegawai tidak salah mengambil posisi duduk.
17
f. Pencegaha Kecelakaan
Pencegahan kecelakaan harus diusahakan dengan meniadak penyebabnya,
apakah disebabkan hal teknis atau dating dari manusia.
g. Pencegahan Kebakaran
Pencegahan kebakaran merupakan salah satu masalah yang perlu diantisipasi
dengan cepat sesuai peraturan pencegahan kebakaran, misalnya larangan merokok
ditempat yang mudah timbul kebakaran.
h. Gizi
Gizi makanan para pegawai harus diperhatikan. Sebab,hanya dengan gizi
makanan yang baik, pegawai akan sanggup menghasilkan keluaran yang
memerlukan energy berat, yang biasanya dapat dihasilkan oleh pegawai yang
sehat, cukup makann, dan lepas dari kesulitan akibat iklim yang harus dihadapi.
i. Penerangan/Cahaya, Warna, dan Suara Bising di Tempat Kerja
Pemanfaatan penerangan dan warna ditempat kerja yang tepat mempunyai
arti penting dalam menunjang keselamatan dan kesehatan kerja. Kebisingan di
tempat kerja merupakan faktor yang perlu dicegah, karena dapat mengakibatkan
kerusakan. Pendapat berbeda dikemukakan oleh Danggur Konradus
yang
mengemukakan bahwa gangguan kesehatan pada pekerja dapat disebabkan oleh
faktor yang berhubungan dengan pekerjaan, seperti faktor biologis (kuman,virus),
kimia (bahan kimia yang mudah terbakar atau mengeluarkan radiasi), ergonomic
(cara duduk atau mengangkat beban yang salah), fisik (panas atau tata ruang yang
tidak memenuhi standar kesehatan),dan individual (perilaku dan pola hidup yang
tidak sehat).
2.2.3.1 Manajemen Program Keselamatan Kerja
Dari beberapa penjelasan mengenai program keselamatan dan kesehatan
kerja, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
a. Tanggung Jawab Dan Komitmen Perusahaan
18
Inti manajemen keselamatan kerja adalah komitmen perusahaan dan usaha
usaha
keselamatan
kerja
yang
komprehensif.
Usaha
ini
sebaiknya
dikoordinasikan dengan tingkat manajemen paling tinggi untuk melibatkan
seluruh anggota perusahaan. Usaha ini juga sebaiknya dicerminkan melalui
tindakan-tindakan
manajerial.
Fokus
pendekatan
sistematis
terhadap
keselamatan kerja adalah adanya kerja sama yang terus menerus dari para
pekerja, manajer, dan lainnya. Para karyawan yang tidak diingatkan akan adanya
pelanggaran keselamatan kerja, yang tidak didorong untuk menjadi sadar akan
keselamatan kerjsa, atau yang melanggar peraturan dan kebijakan perusahaan
tentang keselamatan kerja , mungkin tidak akan aman dalam bekerja.
b. Kebijakan dan Disiplin Keselamatan Kerja
Mendesain kebijakan dan peraturan keselamatan kerja serta mendefinisikan
pelaku pelanggaran merupakan komponen penting dalam usaha-usaha
keselamatan kerja. Dukungan terhadap perlunya perilaku kerja yang aman dan
memberikan umpan balik terhadap praktik-praktik keselamatan kerja yang
positif, juga sangat penting dalam meningkatkan keselamatan para pekerja.
c. Komunikasi dan Pelatihan Keselamatan Kerja
Satu cara untuk mendorong keselamatan kerja di setiap kesempatan dalam
sesi pelatihan. Pertemuan –pertemuan ini juga diadakan secara rutin. Sebagai
tambahan, dalam pelatihan keselamatan kerja, komunikasi harus dilakukan
untuk membangun kesadaran keselamatan kerja. Hanya dengan mengirimkan
memo tentang keselamatan kerja saja tidak cukup. Kontes, insentif, dan posterposter merupakan cara meningkatkan kesadaran keselamatan.
d. Komite Keselamatan Kerja
Para pekerja sering kali dilibatkan dalam perencanaan keselamatan kerja
melalui komite keselamatan kerja, yang terdiri dari perwakilan berbagai jabatan
dan departemen. Biasanya, komite keselamatan kerja secara regular memiliki
jadwal meeting, memiliki tanggung jawab spesifik untuk mengadakan tinjauan
keselamatan kerja, dan membuat rekomendasi dalam perubahan-perubahan yang
dieprlukan untuk menghindari kecelakaan kerja di asa mendatang.
19
e. Inspeksi, Penyelidikan Keselamatan Kerja, dan Riset
Inspeksi bisa dilakukan oleh komite atau koordinator keselamatan kerja dan
dilaksanakan secara berkala. Ketika kecelakaan terjadi, harus diselidiki oleh
komite keselamatan kerja perusahaan. Menyelidiki lokasi kecelakaan merupakan
kegiatan penting untuk menetapkan kondiri fisik dan lingkungan yang turut
menyumbang terjadinya kecelakaan itu. Penerangan yang buruk, Ventilasi yang
buruk, dan lantai yang basah adalah beberapa contributor yang mungkin menjadi
penyebab terjadinya suatu kecelakaan. Suatu cara untuk emndapatkan pandangan
yang akurat terhadap peristiwa kecelakaan adalah melalui foto atau rekaman
video. Kemudian, dengan wawancara terhadap karyawan yang mengalami
kecelakaan, dengan atasan langsung, dan para saksi kecelakaan itu. Dan,
berdasarkan observasi kecelakaan dan hasil wawancara tersebut, para penyelidik
akan melengkapi laporan penyelidikan kecelakaan.
f. Evaluasi terhadap Usaha-Usaha Keselamatan Kerja
Perusahaan harus mengawasi dan mengevaluasi usaha-usaha keselamatan
kerja. Statistik kecelakaan dan cedera haruslah dibandingkan dengan pola
kecelakaan sebelumnya untuk mengidentifikasi perubahan-perubahan yang
signifikan. Analisis ini harus dirancang untuk mengukur kemajuan dalam
manajemen keselamatan kerja.
2.2.4 Upaya Meningkatkan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Usaha untuk meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja bisa dilakukan
seperti yang tercantum dalam undang-undang keselamatan dan kesehatan kerja
No.1 tahun 1970 yang berlaku tanggal 12 januari 1970 dalam pasal 3 ayat 1.
Undang-Undang ini mengatur tentang syarat-syarat keselamatan kerja yaitu :
1. Mencegah dan mengurangi kecelakaan.
2. Mencegah, mengurangi, dan memadamkan kebakaran.
3. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan.
4. Memberikan kesempatan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau
kejadian-kejadian lain yang berbahaya.
5. Memberikan pertolongan pada kecelakaan.
6. Memberikan alat-alat perlindungan diri pada para pekerja.
20
7. Mencegah dan mengendalikan timbulnya atau menyebar luasnya suhu,
kelembapan, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angina, cuaca, sinar
laut, atau radiasi, suara dan getaran.
8. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja, baik fisik
maupun psikis, karecunan, infeksi, dan penularan.
9. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai.
10. Menyelenggarakan suhu dan lembab yang baik.
11. Memelihara kebersihan, kesehatan, dan ketertiban.
12. Menyelenggarakan penyegaran udara yang baik.
13. Memperoleh keserasian antara proses dan kerjanya.
14. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman,
dan barang.
15. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan.
16. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan, dan
penyimpanan barang.
17. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya.
18. menyesuaikan dan menyempurnakan pengalaman pada pekerjaan yang
berbahaya.
2.2.5 Tanggung Jawab K3
Program K3 tidak akan efektif untuk dilaksanakan jika pimpinan perusahaan
tidak menetapkan kebijakan yang konsisten. Pedoman dan pegangan K3 yang
baik masih membutuhkan kebijakan manajerial agar terlaksana secara efektif
dalam rangka pencegahan kecelakaan.
Kerja sama antara manajemen perusahaan dengan para karyawan untuk
melaksanakan program K3 sangatlah perlu. Seperti yang diungkapkan oleh Sjafri
Mangkuprawira dan Aida Vitayala (dalam Hartatik 2014; p329) bahwa setiap
program K3 bagi karyawan Perlu dikoordinasikan dengan baik. Keberhasilan dari
pelaksanaan ini sangat bergantung pada komitmen dari manajemen puncak. Untuk
itu, diperlukan pembagian tugas dan wewenang antara unit SDM dan manajer
tersebut. Tabel berikut ini berisi tentang tanggung jawab unit SDM dan manajer
dalam pelaksanaan program K3 :
21
Tabel 2.1 Tanggung Jawab Unit SDM dan Manajer
Unit SDM
Manajer
Mengkoordinasika program keselamatan Memantau Keselamatan dan Kesehatan
dan kesehatan kerja
Mengembangkan
kerja karyawan setiap hari
sistem
pelaporan Melatih karyawan agar sadar tentang
program
keselamatan dan kesehatan kerja
Menyediakan ahli investigasi kecelakaan
Investigasi kejadian kecelakaan pada
karyawan
Melatih manajer untuk mengetahui dan
mengatasi
situasi
karyawan
mengalami kesulitan
Memantau
tempat
kerja
untuk
yang menangani masalah keselamatan dan
kesehatan kerja
Mengkomunikasikan dengan karyawan
untuk mengidentifikasi karyawan yang
mengalami kesulitan
Mengikuti prosedur keselamatan dan
kesehatan serta keamanan kerja, dan
mengajukan
usul
perubahan
jika
dibutuhkan
2.3 Pengertian Pelatihan
Menurut Simamora (dalam Hartatik 2014;p87) , Pelatihan (training) merupakan
proses pembelajaran yang melibatkan perolehan keahlian, konsep, peraturan, atau
sikap untuk meningkatkan kinerja tenaga kerja.Menurut pasal 1 ayat 9 undangundang No.13 Tahun 2003, pelatihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk
22
memberi,memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi kerja,
produktivitas, disiplin, sikap, dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan keahlian
tertentu, sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan dan pekerjaan.
Menurut T. Hani Handoko, latihan dimaksudkan untuk memperbaiki penguasaan
berbagai keterampilan dan teknik pelaksanaan kerja tertentu, terinci, dan rutin. Jadi,
latihan menyiapkan para karyawan (tenaga kerja) untuk melakukan pekerjaaanpekerjaan sekarang. Menurut Gomes, pelatihan adalah setiap usaha untuk
memperbaiki performansi pekerja pada suatu pekerjaan tertentu yang sedang menjadi
tanggung jawabnya. Menurutnya istilah pelatihan sering disamakan dengan
pengembangan.
Perbedaanya,
kalau
pelatihan
berkaitan
langsung
dengan
performansi kerja pada pekerjaan yang sekarang, sedangkan pengembangan tidak
harus. Pengembangan mempunyai pengertian yang lebih luas dibanding pelatihan.
2.3.1 Tujuan Pelatihan
Menurut Mangkunegara (2013), tujuan Pelatihan ialah sebagi berikut :
a. Meningkatkan penghayatan jiwa dan ideologi.
b. Meningkatkan produktivitas kerja.
c. Meningkatkan kualitas kerja.
d. Meningkatkan ketetapan perencanaan sumber daya manusia.
e. Meningkatkan sikap moral dan semangat kerja.
f. Meningkatkan rangsangan agar pegawai mampu berprestasi secara maksimal.
g. Meingkatkan kesehatan dan keselamatan kerja
h. Menghindarkan keusangan (obsolescene).
i. Meningkatkan perkembangan pegawai.
2.3.2 Manfaat Pelatihan
Pelatihan mempunyai andil besar dalam menentukan efektivitas dan efisiensi
organisasi. Beberapa manfaat nyata yang didapat dari program pelatihan adalah :
23
1. Meningkatkan Kualitas dan Kuantitas Produktivitas
2. Mengurangi waktu belajar yang diperlukan karyawan untuk mencapai standar
kinerja yang dapat diterima.
3. Membentuk sikap, loyalitas, dan kerja sama yang lebih menguntungkan.
4. Memenuhi kebutuhan perencanaan sumber daya manusia.
5. Mengurangi frekuensi dan biaya kecelakaan kerja.
6. Membantu karyawan dalam meningkatkan dan mengembangkan pribadi
mereka.
2.3.3 Unsur-Unsur Pelatihan
Mathias dan Jackson (2006) menyebutkan bahwa pelatihan untuk karyawan
staf meliputi :
1.
Motivasi. Semakin tinggi motivasi seseorang, semakin cepat orang itu mau
dan mampu mempelajari keterampilan atau pengetahuan baru. Latihan
sebagai alat, haruslah dihubungkan dengan tujuan yang ingin dicapai
karyawan (seperti upah yang lebih tinggi atau kedudukan yang lebih memberi
kenyamanan).
2.
Laporan kemajuan pelatihan karyawan. Laporan kemajuan karyawan sangat
diperlukan untuk mengetahui seberapa jauh seorang karyawan telah
memahami pengetahuan yang baru diperolehnya.
3.
Reinforcement. Apabila suatu keterampilan sedang dipelajari, proses belajar
hendaknya diperkuat dengan pengakuan dan penghargaan (memberi hadiah
jika terjadi prestasi lebih) maupun dengan memberikan (jika terjadi
kekurangan). Manajer latihan harus bisa menentukan agar setiap penghargaan
atau teguran dikaitkan dengan perilaku (produktif) dari karyawan.
4.
Praktik mempraktikan apa yang telah dipelajari merupakan hal yang sangat
penting. Karyawan peserta latihan harus bisa mempraktikan keterampilan
yang barudiperolehnya pada pekerjaandan keadaan yang sesungguhnya.
5.
Perbedaan individual. Meskipun latihan kelompok lebih ekonomis, namun
harus diingat bahwa manusia pada hakikatnya adalah unik. Mereka secara
individual
berbeda satu sama lain. Oleh karena itu, latihan yang efektif
24
sebenarnya adalah latihan yang irama perjalananya disesuaikan dengan
kecepatan individual (menyerap pelajaran) dan dengan tingkat kerumitan dari
pelajaran.
2.3.4 Jenis-Jenis Pelatihan
Pelatihan dapat dirancang untuk memenuhi sejumlah tujuan berbeda dan
dapat diklasifikasikan ke dalam berbagai cara. Beberapa pengelompokan yang
umum meliputi
a.
Pelatihan yang dibutuhkan dan rutin : dilakukan untuk memenuhi berbagai
syarat hukum yang diharuskan dan berlaku sebagai pelatihan untuk semua
karyawan (orientasi karyawan baru)
b.
Pelatihan
pekerjaan/teknis
: memungkinkan para
karyawan
untuk
melakukan pekerjaan,tugas, dan tanggung jawab mereka dengan baik
(misalnya : pengetahuan tentang produk, proses dan prosedur teknis, dan
hubungan pelanggan)
c.
Pelatihan antarpribadi dan pemecahan masalah: dimaksudnkan untuk
mengatasi masalah operasional dan antarpribadi serta meningkatkan
hubungan
antarpribadi,
dalam
pekerjaan
organisasional
keterampilan-keterampilan
(misalnya:
komunikasi
manajerial/kepengawasan,
dan
pemecahan konflik)
d.
Pelatihan pengembangan dan inovatif: menyediakan fokus jangka panjang
untuk meningkatkan kapabilitas individual dan organisasional untuk masa
depan (misalnya : praktik-praktik bisnis, perkembangan eksekutif, dan
perubahan organisasional)
2.3.5 Komponen-Komponen Pelatihan
Dalam bukunya, Menurut Mangkunegara (2013) menjelaskan komponenkomponen dalam pelatihan yaitu :
a.
Tujuan dan sasaran pelatihan harus jelas dan dapat diukur.
b.
Para Pelatih (trainers) harus memiliki kualifikasi yang memadai
c.
Materi latihan harus disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai.
d.
Metode pelatihan harus sesuai dengan tingkat kemampuan pegawai yang
menjadi peserta.
25
e.
Peserta pelatihan harus memenuhi persyaratan yang ditentukan.
2.4 Pengertian Produktivitas Karyawan
Setiap perusahaan selalu berusaha agar karyawan bisa berprestasi dalam bentuk
memberikan produktivitas kerja yang maksimal. Produktivitas kerja karyawan bagi
suatu perusahaan sangatlah penting sebagai alat pengukur keberhasilan dalam
menjalankan usaha. Sebab, semakin tinggi produktivitas kerja karyawan dalam
perusahaan, berarti laba perusahaaan dan produktivitas akan meningkat.
International Labour Organization (ILO) mengungkapkan bahwa secara lebih
sederhana, maksud dari produktivitas adalah perbandingan secara ilmu hitung antara
jumlah yang dihasilkan dan jumlah setiap sumber yang digunakan selama produksi
berlangsung. Sumber tersebut dapat berupa tanah; bahan baku dan bahan pembantu;
pabrik, mesin-mesin, dan alat-alat; serta tenaga kerja.
Menurut Kusnedi konsep produktivitas pada dasarnya dapat dilihat dari dua
dimensi, yaitu dimensi individu dan dimensi organisasi. Pengkajian masalah
produktivitas dari dimensi individu tidak lain melihat produktivitas dalam
hubungannya dengan karakteristik-karakteristik kepribadian individu. Dalam konteks
ini, esensi pengertian produktivitas adalah sikap mental yang selalu mempunyai
pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, dan
hari esok harus lebih baik dari hari ini. Sementara itu, menurut Kusnedi, ditinjau dari
dimensi keorganisasia, konsep produktivitas secara keseluruhan merupakan dimensi
lain dari upaya mencapai kualitas dan kantitassuatu proses kegiatan berkenaan
dengan bahasan ekonomi. Oleh karena itu, selalu berorientasi pada bagaimana
berpikir dan bertindak untuk mendayagunakan sumber masukan agar mendapat
keluaran yang optimum. Dengan demikian, konsep produktivitas dalam pandangan
ini selalu ditempatkan pada kerangka hubungan teknis antara masukan (input) dan
keluaran (output).
Di bidang Industri, Produktivitas mempunyai arti ukuran yang relatif nilai atau
ukuran yang ditampilkan oleh daya produksi, yaitu sebagai campuran dari produksi
dan aktivitas; sebagai ukuran yaitu seberapa baik kita menggunakan sumber daya
dalam mencapai hasil yang diinginkan. Selantujnya , Webster (dalam Yatman dan
Abidin, memberikan batasan tentang produktivitas, yaitu :
26
a. Keseluruhan fisik dibagi unit dari usaha produksi
b. Tingkat keefektifan dari manajer industri di dalam penggunaan aktivitas untuk
produksi
c. Keefektifan dalam menggunakan tenaga kerja dan peralatan. Dalam setiap
kegiatan produksi, seluruh sumber daya mempunyai peran yang menentukan
tingkat produktivitas, maka sumber daya tersebut perlu dikelola dan diatur dengan
baik.
Dari berbagai pendapat tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa produktivitas
kerja adalah kemampuan menghasilkan barang dan jasa dari berbagai sumber daya
atau faktor produksi yang digunakan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas
pekerjaan yang dihasilkan dalam suatu perusahaan.
2.4.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Karyawan
Dalam upaya meningkatka produktivitas kerja karyawan di suatu perusahaan,
perlu diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitaskerja karyawan
tersebut. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas kerja karyawan,
baik yang berhubungan dengan tenaga kerja itu sendiri maupun faktor-faktor yang
berhubungan dengan lingkungan perusahaan dan kebijakan pemerintah secara
keseluruhan.
Menurut Sulistyani dan Rosidah (dalam Hartatik 2014;p213), ada beberapa
faktor yang mempengaruhi produktivitas suatu insan, antara lain
a. Knowledge
Sebenarnya, pegetahuan (knowledge) merupakan salah satu yang mendasar
pencapaian produktivitas. Pengetahuan lebih berorientasi pada inteligensi, daya
piker, dan penguasaan ilmu, serta luas sempitnya wawasan yang dimiliki
seseorang. Dengan pengetahuan yang luas dan pendidikan tinggi, seorang
pegawai diharapkan mampu melakukan pekerjaan dengan baik dan produktif.
b. Skill
Keterampilan (skill) adalah kemampuan dan penguasaan teknis operasional
mengenai bidang tertentu, yang bersifat kekaryaan. Keterampilan diperoleh
melalui proses belajar dan berlatih. Keterampilan berkaitan dengan kemampuan
27
seseorang untuk melakukan atau menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang bersifat
teknis.
c. Abilities
Abilities (kemampuan) terbentuk dari sejumlah kompetensi yang dimiliki oleh
seorang pegawai. Pengetahuan dan keterampilan, termasuk faktor pembentuk
kemampuan. Dengan demikian, apabila seseorang mempunyai pengetahuan dan
keterampilan yang tinggi, diharapkan memiliki ability yang tinggi pula.
d. Attitude
Attitude merupakan suatu kebiasaanyang terpolakan. Jika kebiasaan yang
terpolakan tersebut memiliki implikasi positif dalam hubungannya dengan
perilaku kerja seseorang maka akan menguntungkan.
2.4.2 Manfaat Penilaian Produktivitas Karyawan
Menurut
Muchdarsyah
Sinungan
(2005),
manfaat
dari
pengukuran
produktivitas kerja adalah sebagai berikut :
1. Sebagai umpan balik pelaksanaan kerja untuk memperbaiki produktivitas kerja
karyawan.
2. Sebagai bahan evaluasi produktivitas kerja yang digunakan untuk penyelesaian
masalah, misalnya pemberian bonus atau bentuk kompensasi lain.
3. Untuk keputusan-keputusan penetapan, misalnya promosi, transfer, dan demosi
4. Untuk kebutuhan latihan dan pengembangan
5. Untuk perencanaan dan pengembangan karir
6. Untuk mengetahui penyimpangan-penyimpangan proses staffing
7. Untuk mengetahui ketidakakuratan informal serta
8. Untuk memberikan kesempatan kerja yang adil
28
2.4.3 Upaya Peningkatan Produktivitas Karyawan
Bahwa peningkatan produktivitas karja dapat dilihat sebagai masalah
keperlakuan, tetapi juga dapat mengandung aspek-aspek teknis. Untuk mengatasi
hal itu perlu pemahaman yang tepat tentang faktor-faktor penentu keberhasilan
meningkatkan produktivitas kerja, sebagian di antaranya berupa etos kerja yang
harus dipegang teguh oleh semua karyawan dalam organisasi.
Yang dimaksud etos kerja adalah norma-norma yang bersifat mengikat dan
ditetapkan secara eksplisit serta praktik-praktik yag diterima dan diakui sebagai
kebiasaaan yang wajar untuk dipertahankan dan diterapkan dalam kehidupan
kekaryaan para anggota suatu organisasi. Adapun faktor-faktor tersebut adalah :
1. Perbaikan Terus-Menerus
Dalam upaya meningkatkan produktivitas kerja, salah satu implikasinya ialah
bahwa seluruh komponen organisasi harus melakukan perbaikan secara terusmenerus. Pandangan ini bukan hanya merupakan salah satu etos kerja yang
penting sebagai bagian dari filsafat manajemen muthakir. Pentingnya etos
kerja ini terlihat dengan lebih jelas apalagi diingat bahwa suatu organisasi
selalu dihadapkan kepada tuntutan yang terus-menerus berubah, baik secara
internal maupun eksternal. Ada ungkapan yang mengatakan bahwa satusatunya hal yang konstan di dunia adalah perubahan. Secara internal,
perubahan yang terjadi adalah perubahan strartegi organisasi, perubahanan
pemanfaatan teknologi, perubahan kebijaksanaan, dan perubahan dalam
praktik-praktik SDM sebagai akibat diterbitkan perundang-undangan baru
oleh pemerintah dan berbagai faktor lain yang tertuang dalam berbagai
keputusan manajemen. Adapun perubahan eksternal adalah perubahan yang
terjadi dengan cepat karena dampak tindakan suatu organisasi yang dominan
peranannya di masyarakat.
2. Peningkatan Mutu Hasil Pekerjaan
Berkaitan erat dengan upaya melakukan perbaikan secara terus-menerus ialah
peningkatan mutu hasil pekerjaan oleh semua orang dan segala komponen
organisasi. Padahal, mutu tidak hanya berkaitan dengan produk yang
dihasilkan dan dipasarkan, baik berupa barang maupun jasa, akan tetapi
29
menyangkut segala jenis kegiatan dimana organisasi terlibat. Berarti mutu
menyangkut semua jenis kegiatan di mana organisasi terlibat. Berarti mutu
menyangkut semua jenis kegiatan yang diselenggarakan oleh semua satuan
kerja, baik pelaksanaan tugas pokok maupun pelaksanaan tugas penunjang,
dalam organisasi. Peningkatan mutu tersebut tersebut tidak hanya penting
secara internal, akan tetapi juga secara eksternal karena akan tercermin dalam
interaksi organisasi dengan lingkungannya yang pada gilirannya turut
membentuk citra organisasi di mata berbagai pihak di luar organisasi. Jika
ada organisasi yang mendapat penghargan dalam bentuk ISO 9000, misalnya,
penghargaan itu diberikan bukan hanya karena keberhasilan organisasi
meningkatkan mutu produknya, akan tetapi karena dinilai berhasil
meningkatkan mutu semua jenis pekerjaan dan proses manajerial dalam
organisasi yang bersangkutan.
3. Pemberdayaan SDM
Bahwa SDM merupakan unsur yang paling strategis dalam organisasi.
Karena itu, memberdayakan SDM merupakan etos kerja yang sangat
mendasar yang harus dipegang teguh oleh semua eselon manajemen dalam
hierarki organisasi. Memberdayakan SDM mengandung berbagai kiat seperti
mengakui harkat dan martabat manusia, perkayaan mutu kekaryaan dan
penerapan gaya manajemen yang partisipatif melalui proses demokratis
dalam kehidupan berorganisasi.
2.5 Pengertian Kepuasan Kerja
Menurut Robbins (2012:p74) istilah kepuasan kerja merujuk kepada sikap
umum seorang individu terhadap pekerjaan yang dilakukannya. Seseorang dengan
tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukan sikap yang positif terhadap pekerjaannya,
seseorang yang tidak puas dengan pekerjaannya menunjukan sikap yang negatif
terhadap pekerjaan tersebut. Kepuasan kerja pada dasarnya merupakan sesuatu yang
bersifat individual, berupa evaluasi yang menggambarkan seseorang atas perasaan
sikapnya senang atau tidak senang, puas atau tidak puas dalam bekerja (Rivai &
Sagala, 2011:856).
30
Menurut Susilo Martoyo (dalam Hartatik 2014;p223),
Kepuasan kerja pada
dasarnya merupakan salah satu aspek psikologis yang mencerminkan perasaan
seseorang terhadap pekerjaannya. Ia akan merasa puas dengan adanya kesesuaian
antara kemampuan, keterampilan, dan harapannya dengan pekerjaan yang ia hadapi.
Sebenarnya, kepuasan merupakan suatu keadaan yang bersifat subjektif, didasarkan
pada hasil kesimpulan suatu perbandingan mengenai apa yang diterima pegawai dari
pekerjaanya dengan yang diharapkan, diinginkan, dan dipikirkannya. Sementara itu,
setiap karyawan secara subjektif menentukan bagaimana pekerjaan itu memuaskan.
Tiffin dalam Moch. As’ad (dalam Hartatik 2014;p224) mengungkapkan bahwa
kepuasan kerja berhubungan erat dengan sikap dari karyawan terhadap pekerjaanya,
situasi kerja, dan kerjasama antara pimpinan dengan karyawan.Menurut Blum dalam
Moch As’ad, Kepuasan kerja meerupakan sikap umum yang merupakan hasil dari
beberapa sikap khusus terhadap faktor-faktor pekerjaan, penyesuaian diri, dan
hubungan social individu di luar kerja. Menurut Hasibuan. kepuasan kerja adalah
sikap emosional yang menyenangi dan mencintai pekerjaanya. Sikap ini dicerminkan
oleh moral kerja, kedisiplinan, dan prestasi kerja. Kepuasan kerja dinikmati dalam
pekerjaan, luar pekerjaan, dan kombinasi dalam dan luar pekerjaan.
Robbin (2006) mengatakan bahwa kepuasan kerja adalah suatu sikap umum
seorang individu terhadap pekerjaanya. Pekerjaan menuntut interaksi dengan rekan
kerja, atasan, peratusan, dan kebijakan organisasi, standar kinerja, kondisi kerja, dan
sebagainya. Seorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukan sikap positif
terhadap pekerjaan itu. Sebaliknya, seseorang yang tidak puas dengan pekerjaanya
menunjukan sikap negative terhadap kerja itu. Kepuasan kerja berhubungan erat
dengan sikap dari karyawan terhadap pekerjaanya sendiri, situasi kerja, kerja sama
antara pimpinan dengan sesama karyawan. Bagi organisasi, suatu pembahasan
tentang kepuasan kerja akan menyangkut usaha-usaha untuk meningkatkan
efektivitas organisasi dengan cara membuat efektif perilaku karyawan dalam kerja.
Perilaku karyawan yang menopang pencapaian tujuan organisasi adalah merupakan
sisi lain yang harus diperhatikan, disamping penggunaan mesin-mesin modern
sebagai hasil kemajuan bidang teknologi. Ketidakpuasan karyawan dalam kerja akan
mengakibatkan suatu situasi yang tidak menguntungkan baik secara organisasi
maupun individual.
31
Ketidakpuasan dalam kerja akan menimbulkan perilaku agresif, atau sebaliknya
akan menunjukan sikap menarik diri dari kontak dengan lingkungan sosialnya.
Misalnya dengan mengambil sikap berhenti dari perusahaan, suka bolos, dan
perilaku lain yang cenderung bersifat menghindar dari aktivitas organisasi. Betuk
perilaku agresif misalnya melakukan sabotase, sengaja membuat kesalahan dalam
kerja, menentang atasan, atau sampai pada aktivitas pemogokan.
Dari batasan-batasan mengenai kepuasan kerja tersebut, dapat disimpulkan secara
sederhana bahwa kepuasan kerja adalah perasaan seseorang terhadap pekerjaanya.
Ini berarti bahwa konsepsi kepuasan kerja merupakan hasil interaksi manusia
terhadap lingkungan kerjanya. Disamping itu perasaan seseorang terhadap pekerjaan
merupakan refleksi dari sikapnya terhadap pekerjaan. Pada dasarnya, kepuasan kerja
merupakan hal yang bersifat individual. Setiap individu memiliki tingkat kepuasan
yang berbeda sesuai dengan sistem nilai-nilai yang berlaku di dalam dirinya. Hal ini
disebabkan adanya perbedaan pada masing-masing individu. Semakin banyak aspek
dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu, akan semakin tinggi tingkat
kepuasan yang dirasakan. Begitu juga sebaliknya.
2.5.1 Faktor yang Memepengaruhi Kepuasan Kerja
Ada banyak teori dari faktor yang bisa mempengaruhi kepuasan kerja. Meski
demikian, para ahli mengklasifikasikan dalam lima aspek. Pertama , pekerjaan itu
sendiri (work it self). Setiap pekerjaan memerlukan suatu keterampilan tertentu
sesuai dengan bidangnya masing-masing. Sukar tidaknya suatu pekerjaan serta
perasaan seseorang, akan meningkatkan atau mengurangi kepuasan kerja.
Kedua , atasan (supervisor). Atasan yang baik berarti mau menghargai pekerjaan
bawahannya. Bagi bawahan, atasan bisa dianggap sebagai figure ayah/ibu/teman,
sekaligus atasannya. Ketiga , teman sekerja . Faktor ini membahas tentang hubungan
antara pegawai dengan atasannya dan pegawai lain, baik yang sama maupun berbeda
jenis pekerjaan. Keempat , promosi (promotion). Promosi merupakan faktor yang
berhubungan dengan ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh peningkatan karier
selama bekerja. Kelima , gaji/upah (pay). Gaji merupaka faktor pemenuhan
kebutuhan hidup pegawai yang dianggap layak atau tidak.
32
Pendapat lain dikemukakan oleh Brown & Ghiselli (dalam Mangkunegara 2013),
bahwa adanya lima faktor yang menimbulkan kepuasan kerja, yaitu:
1. Kedudukan
Umumnya manusia beranggapan bahwa seseorang yang bekerja pada pekerjaan
yang lebih tinggi akan merasakan lebih puas daripada mereka yang bekerja pada
pekerjaan yang lebih rendah. Pada beberapa pebelitian menunjukan bahwa hal
tersebut tidak selalu benar, tetapi justru perubahan dalam tingkat pekerjaanlah yang
mempengaruhi kepuasan kerja.
2. Pangkat
Pada pekerjaan yang mendasarkan perbedaan tingkat atau golongan, sehingga
pekerjaan tersebut memberikan kedudukan tertentu pada orang yang melakukannya.
Apabila ada kenaikan upah, maka sedikit banyaknya akan dianggap sebagai kenaikan
pangkat, dan kebanggaan terhadap kedudukan yang baru itu akan mengubah perilaku
dan perasaanya.
3. Jaminan Finansial dan sosial
Finansial dan jaminan sosial kebanyakan berpengaruh terhadap kepuasan kerja.
4. Mutu pengawasan
Hubungan antara karyawan dengan pihak pimpinan sangat penting artinya dalam
menaikan produktivitas kerja. Kepuasan dapat ditingkatkan melalui perhatian dan
hubungan yang baik dari pimpinan kepada bawahan, sehingga karyawan akan merasa
bahwa dirinya merupakan baggian yang penting dari organisasi kerja.
Berdasarkan pada pandangan ini, seorang karyawan akan merasa puas dalam kerja
apabila tidak terdapat perbedaan atau selisih antara apa yang dikehendaki karyawan,
dengan kenyataanya yang merasakan. Andai kata yang dirasakan dan diperoleh lebih
besar dari apa yang menurut mereka harus ada, maka terjadi tingkat kepuasan yang
makin tinggi. Sebaliknya, apabila kenyataan yang dirasakan lebih remdah dari apa
yang menurut mereka harus ada, maka telah terjadi ketidakpuasan karyawan terhadap
kerja. Makin besar perbedaanya ini akan makin besar pula ketidakpuasan karyawan.
33
2.5.2 Cara Meningkatkan Kepuasan Kerja
Menurut Greenberg dan Baron (dalam Hartatik 2014;p236) mencegah
ketidakpuasan dan meningkatkan kepuasan dapat dilakukan dengan cara-cara
seperti berikut :
a. Membuat pekerjaan menyenangkan. Mereka senang dengan pekerjaan yang
membuat mereka gembira daripada yang membosankan, sehingga menjadi
lebih puas dan produktif.
b. Pembayaran gaji berdasarkan kejujuran. Orang percaya bahwa sistem
pengupahan/penggajian yang tidak jujur membuat karyawan cenderung tidak
puas dengan pekerjaannya.
c. Mempertemukan orang dengan pekerjaan yang cocok dengan minatnya.
Semakin banyak orang merasa dapat memenuhi kepentingannya di tempat
kerja, semakin puas ia dengan pekerjaanya.
d. Menghindari kebosanan dan pekerjaan yang berulang-ulang. Kebanyakan
orang cenderung mendapatkan sedikit kepuasan dalam melakukan pekerjaan
yang sangat membosankan dan berulang. Orang akan merasa jauh lebih puas
dengan pekerjaan yang meyakinkan bahwa mereka memperoleh sukses
dengan cara mengontrol pekerjaan atas cara mereka sendiri.
2.5.3 Dampak Kepuasan dan Ketidakpuasan Kerja
Dampak perilaku kepuasan dan ketidakpuasan kerja telah banyak diteliti
dan dikaji. Beberapa hasil penelitian tentang dampak kepuasan kerja terhadap
produktivitas, ketidakhadiran dan keluarnya pegawai, dan dampak terhadap
kesehatan.
1. Dampak terhadap Produktivitas
Pada mulanya orang berpendapat bahwa produktivitas dapa dinaikkan
dengan menaikan kepuasan kerja. Hubungan antara produktivitas dan kepuasan
sangat kecil. Vroom mengatakan bahwa produktivitas dipengaruhi oleh banyak
faktor-faktor moderator disamping kepuasan kerja. Lawler dan Porter,
mengharapkan produktivitas yang tinggi menyebabkan peningkatan dari kepuasan
34
kerja jika tenaga kerja mersepsikan bahwa ganjaran instrinsik (misalnya,gaji)
yang diterima kedua-duanya adil dan wajar dan diasosiakan dengan prestasi tak
akan berkolerasi dengan kenaikan dalam kepuasan kerja.
2. Dampak terhadap Ketidakhadiran dan Keluarnya Tenaga Kerja
Ketidakhadiran dan berhenti bekerja merupakan jenis jawaban jawaban
yang secara kualitatif berbeda. Ketidakhadiran lebih spontan sifatnya dan dengan
demikian kurang mencerminkan ketidakpuasan kerja. Lain halnya dengan berhenti
atau keluar dari pekerjaan. Perilaku ini karena akan mempunyai akibat-akibat
ekonomis yang besar, maka lenih besar kemungkinanya ia berhubungan dengan
ketidakpuasan kerja.
3. Dampak Terhadap Kesehatan
Salah satu temuan yang pentig dari kajian yang dilakukan oleh
Kornhauser tentang kesehatan mental dan kepuasan kerja, ialah untuk semua
tingkatan jabatan, persepsi dari tenaga kerja bahwa pekerjaan mereka menuntut
penggunaan efektif dan kecakap-cakapan mereka berkaitan dengan skor kesehatan
mental yang tinggi.
Meskipun jelas bahwa kepuasan kerja berhubungan dengan kesehatan,
hubungan krusialnya masih tidak jelas. Diduga bahwa kepuasan kerja menunjang
tingkat dari fungsi fisik dan mental dan kepuasan sendiri merupakan tanda
kesehatan. Tingkat dari kepuasan kerja dan kesehatan mungkin saling
mengukuhkan sehingga pengingkatan dari yang satu dapat meningkatkan yang
lain dan sebaliknya yang satu mempunyai akibat negatif juga pada yang lain.
Kepuasan kerja, ialah untuk semua tingkatan jabatan, persepsi dari tenaga kerja
bahwa pekerjaan mereka menuntut penggunaan efektif dan kecakapan-kecakapan
mereka berkaitan dengan skor kesehatan mental yang tinggi dan sebaliknya yang
satu mempunyai akibat yang negatif juga pada yang lain.
35
2.6 Penelitian Terdahulu
Jurnal International
1.
Berdasarkan International Journal of Productivity and Performance
Management yang ditulis oleh Halkos, George; Bousinakis, Dimitrios. Dalam
The effect of stress and satisfaction on productivity, Halkos meneliti mengenai
pengaruh stress dan kepuasan terhadap produktivitas karyawan di perusahaan.
Dalam Penelitiannya ia
melibatkan 425 karyawan pada salah perusahaan
swasta dan mengumpulkan data primer dengan menggunakan teknik simpel
random sampling. Dalam penelitianya ia mendapatkan bahwa peningkatan
stress menyebabkan berkurangnya produktivitas, selain itu penelitian ini juga
mengungkapkan bahwa stres dan kepuasan kerja dipengaruhi oleh lingkungan
kerja dan juga karakteristik pribadi dari setiap individu itu sendiri.
2.
Pada International Journal of Business and Management yang ditulis
oleh Nadeem, Mohsin, dalam Role of Training in Determining the Employee
Corporate Behavior with Respect to Organizational Productivity: Developing
and Proposing a Conceptual Model, mengungkapkan bahwa pelatihan tidak
hanya meningkatkan sumber daya manusia (SDM) akan tetapi pelatihan juga
memberikan karyawan kesempatan untuk mempelajari pekerjaanya, hal
tersebut membuat karyawan lebih kompeten maka meningkatkan produktivitas
karyawan.
3.
Chen, Pih-Shuw dan Chih, Jin-Ton, Dalam The Relations between
Learner Motivation and Satisfaction with Management Training, penelitian ini
mengungkapkan bahwa manajemen aspek pelatihan dapat meningkatkan
kepuasan individu.
4. Vanderwal, Londa; Rautiainen, Risto; Ramirez, Marizen; Kuye, Rex; PeekAsa, Corinne; Cook, dalam Participatory approach to identify interventions to
improve the health,safety, and work Productivity Of Smallholder Women
Vegetable Farmers InThe Gambia. Mengungkapkan bahwa Keselamatan dan
Kesehatan kerja (K3) memiliki hubungan dan juga pengaruh terhadap
produktivitas.
5. Atta, Olfat Ebrahem Gadelrab, Dalam The Efficacy of Applying the Quality
Measure
of
Health
Service
on
the
External
Patient
Satisfaction.
36
Mengungkapkan bahwa kualitas kesehatan memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap kepuasan kerja.
Jurnal Lokal
1.
Bella Gloria Ukhisia, Retno Astuti, Arif Hidayat, Dalam Analisis
Pengaruh Keselamatan dan Kesehatan kerja (K3) terhadap Produktivitas
Karyawan dengan Metode Partial Least Squares Method. Hasil penelitian
tersebut mengungkapkan bahwa secara langsung variabel keselamatan kerja
tidak berpengaruh signifikan terhadap produktivitas karyawan. Secara tidak
langsung keselamatan kerja berpengaruh terhadap produktivitas karyawan
melalui kesehatan kerja. Kesehatan kerja secara langsung berpengaruh
signifikan terhadap produktivitas karyawan.
2.
Rony
Salinding,
Dalam
Analisis
pengaruh
pelatihan
terhadap
produktivitas kerja karyawan pada PT. Erajaya Swasembada Cabang Makasar.
Hasil penelitian tersebut mengungkapkan bahwa Pelatihan berpengaruh secara
signifikan terhadap produktivitas karyawan.
2.7 Kerangka Pemikiran
Dari hubungan dan teori yang telah dijabarkan di atas, maka dapat ditarik
kesimpulan dari hubungan-hubungan tersebut dalam sebuah kerangka pemikiran
seperti di bawah ini
Keselamatan dan
Kesehatan Kerja
(K3) (X1)
Produktivitas
Karyawan (Y)
Pelatihan (X2)
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiranan
Kepuasan
Kerja (Z)
37
Keterangan :
•
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) (X1) :
1. Keadaan Tempat Lingkungan Kerja
2. Pemakaian Peralatan Kerja
3. Pengaturan Udara
4. Kondisi Fisik Pegawai
•
Pelatihan (X2) :
1. Tujuan Pelatihan
2. Trainers
3. Metode pelatihan
4. Peserta pelatihan
•
Produktivitas Karyawan (Y) :
1. Knowledge
2. Skill
3. Abilities
4. Attitude
•
Kepuasan Kerja (Z) :
1. Kedudukan
2. Pangkat
3. Jaminan finansial dan sosial
4. Mutu Pengawasan
2.8 Hipotesis Penelitian
Hipotesis 1 : Pengaruh antara X1 dan Y
Ho : Tidak ada pengaruh secara signifikan antara variabel Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K3) (X1) terhadap Variabel Produktivitas
Karyawan (Y)
Ha : Ada pengaruh secara signifikan antara variabel Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) (X1) terhadap Variabel Produktivitas
Karyawan (Y)
38
Hipotesis 2 : Pengaruh antara X2 dan Y
Ho : Tidak ada pengaruh secara signifikan antara variabel Pelatihan (X2)
terhadap Variabel Produktivitas Karyawan (Y)
Ha : Ada pengaruh secara signifikan antara variabel Pelatihan (X2)
terhadap Variabel Produktivitas Karyawan (Y)
Hipotesis 3 : Pengaruh antara Y dan Z
Ho : Tidak ada pengaruh secara signifikan antara variabel Produktivitas
Karyawan (Y) terhadap Variabel Kepuasan Kerja (Z)
Ha : Ada pengaruh secara signifikan antara variabel Produktivitas
Karyawan (Y) terhadap Variabel Kepuasan Kerja (Z)
Hipotesis 4 : Pengaruh X1 dan Z
Ho : Tidak ada pengaruh secara signifikan antara variable Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K3) terhadap variable Kepuasan Kerja (Z)
Ha : ada pengaruh secara signifikan antara variabel Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) (X1) terhadap variabel Kepuasan Kerja (Z)
Hipotesis 5 : Pengaruh antara X2 dan Z
Ho : Tidak ada pengaruh secara signifikan antara variabel Pelatihan (X2)
terhadap variabel Kepuasan Kerja (Z)
Ha : Ada pengaruh secara signifikan antara variabel Pelatihan (X2)
terhadap variabel Kepuasan Kerja (Z)
Hipotesis 6 : Pengaruh antara X1 dan Z melalui Y
Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K3) (X1) dan variabel Kepuasan Kerja (Z)
melalui variabel Produktivitas Karyawan (Y)
Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara variabel Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) (X1) terhadap variabel Kepuasan Kerja (Z)
melalui variabel Produktivitas Karyawan (Y).
39
Hipotesis 7 : Pengaruh antara X2 dan Z melalui Y
Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel Pelatihan (X2)
dan variabel Kepuasan Kerja (Z) melalui variabel Produktivitas
Karyawan (Y)
Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara variabel Pelatihan (X2)
terhadap
variabel
Kepuasan
Produktivitas Karyawan (Z).
Kerja
(Z)
melalui
variabel
40
Download