BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Hasibuan (dalam Hartatik 2014; p13) Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) adalah ilmu dan seni yang mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. Dari definisi tersebut. Hasibuan tampaknya memberikan penekanan bahwa MSDM adalah sebuah ilmu dan seni mengatur hubunga serta peranan tenaga kerja. Dalam melakukan kegiatan MSDM, tidak hanya seorang pemimpin mendesain sebuah formulasi tertentu yang diaplikasikan pada SDM yang ada, sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Melalui skema desain yang tepat, diharapkan MSDM mampu meningkatkan kinerja para pegawai secara efektif dan efisien, sehingga mampu mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Kiggundu (dalam Hartatik 2014; p14) menyatakan bahwa MSDM adalah pengembangan dan pemanfaatan pegawai dalam rangka tercapainya tujuan dan sasaran individu, organisasi, masyarakat, bangsa, dan internasional yang efektif. Definisi Kiggundu tersebut tampak jelas memberikan penekanan pada “ Development And Utilization Of Personnel For The Effective Achievement”. Secara garis besar, kalimat tersebut memiliki pemahaman tentang upaya mengembangkan potensi para pegawai melalui beberapa pelatihan, baik yang bersifat umum maupun khusus guna memuncul kan pegawai yang benar-benar berkompetensi didalam bidangnya. Menurut Armstrong, MSDM adalah suatu pendekatan terhadap manajemen manusia yang berdasarkan empat prinsip dasar, yaitu: a. Sumber daya manusia adalah harta paling penting yang dimiliki suatu organisasi, sedangkan manajemen yang efektif adalah kunci bagi keberhasilan organisasi tersebut. Oleh karena itu, SDM harus dikelola dan diatur dengan baik, sehingga dapat menimbulkan peran aktif dari pegawai untuk mewujudkan organisasi yang efektif dan efisien. b. Keberhasilan organisasi sangat mungkin dicapai jika peraturan atau kebijaksanaan dan prosedur yang bertalian dengan manusia dari perusahaan tersebut saling 9 10 berhubungan, serta memberikan sumbangan terhadap pencapaian tujuan perusahaan dan perencanaan strategis. Dari pernyataan tersebut, dapat dipahami pentingnya suatu kebijakan dibuat serta perlakuan yang diberikan kepada para pegawai, sehingga dapat meningkatkan kinerja pegawai secara optimal dalam mencapai tujuan suatu organisasi. c. Kultur dan Nilai Perusahaan, Suasana Organisasi, dan Perilaku manajerial yang berasal dari kultur tersebut akan memberikan pengaruh yang besar terhadap hasil pencapaian yang terbaik. Dari pernyataan tersebut dapat dipahami bahwa kultur, nilai, suasana, serta perilaku manajerial organisasi memiliki pengaruh cukup besar dalam meningkatkan produktivitas karyawan agar sesuai dengan harapan suatu organisasi. Ketika suasana kekeluargaan dibawa dalam sebuah sistem manajerial suatu organisasi, hal ini akan lebih efektif daripada gaya kepemimpinan yang otoriter. Menganggap bahwa pegawai bukan hanya sekedar mesin akan tetapi sekelompok rekan kerja dalam sebuah tim juga akan mempengaruhi kinerja mereka untuk mencapai tujuan organisasi. d. MSDM berhubungan dengan integrasi, yakni semua anggota organisasi anggota tersebut terlibat dan bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Melalui fungsi yang terakhir ini, dapat dilihat betapa para pegawai menjadi sebuah faktor penting dalam sebuah kinerja suatu organisasi untuk mencapai tujuan organisasi yang efektif dan efisien. 2.1.1 Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Hasibuan (dalam Hartatik 2014; p17) menyebutkan bahwa fungsi manajemen sumber daya manusia dapat dibagi menjadi dua, yaitu fungsi manajemen dan fungsi operasional. 1. Fungsi-Fungsi Manajemen a. Perencanaan Perencanaan adalah merencanakan tenaga kerja secara efektif dan efisien agar sesuai dengan kebutuhan perusahaan dalam membantu terwujudnya tujuan. Perencanaa dilakukan dengan menetapkan program kepegawaian yang meliputi pengorganisasian, pengarahan, pengendalian, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, kedisiplinan, dan pemberhentian karyawan. 11 b. Pengorganisasian Pengorganisasia adalah kegiatan untuk mengorganisasikan semua karyawan dengan menetapkan pembagian kerja, hubungan kerja, delegasi wewenang, integrasi, dan koordinasi dalam bagan organisasi. c. Pengarahan Pengarahan adalah kegiatan mengarahkan semua karyawan agar mau bekerja sama dan bekerja efektif serta efisien dalam membantu tercapainya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. d. Pengendalian Pengendalian adalah kegiatan mengendalikan semua karyawan agar menaati peraturan- peraturan perusahaan dan bekerja sesuai rencana. Pengendalian karyawan meliputi kehadiran, kedisiplinan, perilaku, kerja sama, pelaksanaan pekerjaan, dan menjaga situasi lingkungan pekerjaan. 2.1.2 Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Simamora (dalam Hartatik 2014; p20), tujuan manajemen sumber daya manusia dapat dibedakan menjadi empat tujuan, antara lain : 1. Tujuan Sosial Manajemen sumber daya manusia bertujuan agar organisasi dapat bertanggung jawab secara social dan etis terhadap kebutuhan maupun tantangan masyarakat, serta meminimalkan dampak negative dari tuntutan itu terhadap organisasi. Manajemen ini juga diharapkan dapat meningkatkan kualitas masyarakat dan membantu memecahkan masalah sosial. 2. Tujuan Organisasi Tujuan maanjemen sumber daya manusia adalah memiliki sasaran formal organisasi yang dibuat untuk membantunya mencapai tujuan. Melalui tujuan ini, manajemen sumber daya manusia berkewajiban meningkatkan efektivitas organisasional dengan cara meningkatkan produktivitas, mendayagunakan tenaga kerja secara efisien dan efektif, mengembangkan dan mempertahankan kualitas kehidupan kerja, serta mengelola perubahan dan mengkomunikasikan kebijakan. Dan, yang paling penting adalah untuk membantu organisasi mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 12 3. Tujuan Fungsional Merupakan tujuan untuk mempertahankan kontribusi departemen sumber daya manusia pada tingkat yang sesuai dengan kebutuhan organisasi. Dengan adanya tujuan fungsional ini, departemen sumber daya manusia harus menghadapi peningkatan pengelolaan sumber daya manusia yang kompleks dengan cara memberikan konsultasi yang berimbang dengan kompleksitas tersebut. 4. Tujuan Pribadi Manajemen sumber daya manusia berperan serta untuk mencapai tujuan pribadi dari setiap anggota organisasi yang hendak dicapai melalui aktivitasnya di dalam organisasi. Oleh karena itu, aktivitas sumber daya manusia yang dibentuk oleh pihak manajemen haruslah terfokus pada pencapaian keharmonisan antara pengetahuan, kemampuan, kebutuhan, dan minat karyawan dengan persyaratan pekerjaan dan imbalan yang ditawarkan oleh manajemen sebuah organisasi. Menurut Cushway tujuan MSDM meliputi : 1. Memberi pertimbangan manajemen dalam membuat kebijakan SDM untuk memastikan bahwa organisasi memiliki pekerjaan yang memotivasi dan berkinerja yang tinggi, memiliki pekerja yang selalu siap mengatasi perubahan dan memenuhi kewajiban pekerjaan secara legal; 2. Mengimplementasikan dan menjaga semua kebijakan dan prosedur SDM yang memungkinkan organisasi mampu mencapai tujuannya. 3. Membantu dalam pengembangan arah keseluruhan organisasi dan strategi, khususnya yang berkaitan dengan implikasi SDM. 4. Memberi dukungan dan kondisi yang akan membantu manajer lini mencapai tujuannya. 5. Menangani berbagai krisis dan situasi sulit dalam hubungan antar pekerja untuk meyakinkan bahwa mereka tidak menghambat organisasi dalam mencapai tujuannya. 6. Menyediakan media komunikai antara pekerja dan manajemen organisasi. 7. Bertindak sebagai pemelihara standar organisasional dan nilai dalam manajemen SDM. 13 2.2 Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan instrument yang memproteksi pekerja, perusahaan lingkungan hidup, dan masyarakat sekitar dari bahaya akibat kecelakaan kerja.perlindungan tersebut merupakan hak asasi yang wajib dipenuhi oleh perusahaan.K3 bertujuan mencegah, mengurangi, bahkan menihilkan risiko kecelakaan kerja (zero accident). Keselamatan kerja dapat diartikan sebagia keadaan terhindar dari bahaya selama melakukan pekerjaan. Dengan kata lain, keselamatan kerja merupakan salah satu faktor yang harus dilakukan selama bekerja. Tidak ada seorangpun di dunia ini yang menginginkan terjadinya kecelakaan. Keselamatan kerja sangat bergantung pada jenis,bentuk dan lingkungan di mana pekerjaan itu dilaksanakan.unrus-unsur penunjang keselamatan kerja antara lain : 1. Adanya unsur-unsur keamanan dan kesehatan kerja yang telah dijelaskan. 2. Adanya kesadaran dalam menjaga keamanan dan kesehatan kerja. 3. Teliti dalam bekerja. 4. Melaksanakan prosedur kerja dengan memperhatikan keamanan dan kesehatan kerja. Sementara, kesehatan kerja adalah suatu kondisi kesehatan yang bertujuan agar pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik jasmani, rohani, maupun social, dengan usaha pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit atau gangguan kesehatan yang disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja maupun penyakit umum. Kesehatan dalam ruang lingkup kesehatan, keselamatan, dan keamanan kerja tidak hanya diartikan sebagai suatu keadaan bebas dari penyakit. Menurut undang-undang pokok kesehatan RI No. 9 tahun 1960, BAB I Pasal 2,keadaan sehat diartikan sebagai kesempurnaan keadaan jasmani, rohani, dan kemasyarakatan. Sedangkan, menurut Mangkunegara (2013) ,keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu pemikiran dan upaya untuk manjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya, dan manusia pada umumnya,hasil karya dan budaya untuk menuju masyarakat adil dan makmur. 14 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kesehatan, keselamatan dan keamanan kerja adalah upaya perlindungan bagi tenaga kerja agar selalu dalam keadaan sehat dan selamat selama bekerja di tempat kerja. Tempat kerja adalah ruang tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap atau sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan usaha dan tempat terdapatnya sumber-sumber bahaya. 2.2.1 Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Berdasarkan definisi kecelakaan kerja, lahirlah keselamatan dan kesehatan kerja yang mengatakan bahwa cara menanggulangi kecelakaan kerja adalah meniadakan unsur penyebab kecelakaan dan atau mengadakan pengawasan yang ketat. Keselamatan dan kesehatan kerja pada dasarnya mencari dan mengungkapkan kelemahan yang memungkinkan terjadinya kecelakaan. Fungsi ini dapat dilakukan dengan du acara, yaitu mengungkapkan sebab akibat suatu kecelakaan dan meneliti apakah pengendalian secara cermat dilakukan atau tidak. Menurut Mangkunegara (2013), tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebagai berikut : 1. Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja, baik secara fisik, social, maupun psikologis. 2. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya. 3. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya. 4. Agar ada jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai. 5. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja. 6. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi kerja. 7. Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja. 2.2.2 Penyebab Terjadinya Kecelakaan dan Gangguan Kesehatan Kerja Kecelakaan dan gangguan kesehatan dapat menimpa pegawai dengan berbagai sebab, baik internal maupun eksternal. Hal ini senada dengan pernyataan Mutiara S. Panggabean, bahwa kecelakaan kerja dan gangguan kesehatan karyawan dapat dikelompokan dalam dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. 15 Faktor internal meliputi faktor-faktor yang ditimbulkan oleh karyawan itu sendiri. Misalnya, bertindak sembrono, terlalu menggampangkan, cenderung lalai dalam melakukan tugas, dan malas untuk menggunakan peralatan keselamatan yang sudah diberikan oleh pihak perusahaan. Sedangkan, faktor eksternal mencakup faktor-faktor yang berasal dari lingkungan kerja perusahaan, seperti jenis lantai yang terlalu licin bahi pejalan kaki, kaca jendela yang tidak disertai ventilasi, pemeliharaan mesin yang tidak baik, atau tata letak tempat kerja yang kurang aman. 2.2.2.1 Indikator Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Mangkunegara (dalam Hartatik 2014;p318) mengemukakan beberapa pengaruh yang memungkinkan terjadinya kecelakaan dan gangguan kesehatan pegawai, di antaranya : a. Keadaan tempat lingkungan kerja : 1. Penyusunan dan penyimpanan barang-barang yang berbahaya kurang diperhitungkan keamananya. 2. Ruang kerja yang terlalu padat dan sesak. 3. Pembuangan kotoran dan limbah yang tidak pada tempatnya. b. Pengaturan udara : 1. Pergantian udara di ruang kerja yang tidak baik (ruang kerja yang kotor, berdebu, dan berbau tidak enak) 2. Suhu udara yang tidak dikondisikan pengaturannya. 3. Pengaturan Penerangan : 4. Pengaturan dan penggunaan sumber cahaya yang tidak tepat. 5. Ruang kerja yang kurang cahaya, remang-remang. c. Pemakaian Peralatan Kerja 1. Pengamanan peralatan kerja yang sudah usang atau rusak. 2. Penggunaan mesin atau alat elektronik tanpa pegaman yang baik. d. Kondisi Fisik dan mental pegawai 1. Kerusakan alat indra dan stamina pegawai yang tidak stabil 16 2. Emosi pegawai yang tidak stabil, kepribadian pegawai yang lemah, rapuh, cara berpikir dan kemamouan persepsi yang lemah, motivasi kerja rendah, sikap pegawai yang ceroboh, kurang cermat, dan kurang pengetahuan dalam penggunaan fasilitaskerja yang membawa risiko bahaya. 2.2.3 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Keselamatan Kerja Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi keselamatan dan kesehatan kerja menurut Sedarmayanti adalah sebagai berikut : a. Kebersihan Kebersihan merupakan syarat utama bagi pegawai agar tetap sehat dan pelaksanaanya tidak memerlukan banyak biaya. Untuk menjaga kesehatan, semua ruangan hendaknya dalam keadaan bersih, oleh karena itu, perlu disediakan tempat sampah dalam jumlah cukup, bersih dan bebas hama, tidak bocor, serta dapat dibersihkan dengan mudah. Bahan buangan dan sisa diupayakan disingkirkan di luar jam kerja untuk menghindari risiko terhadap kesehatan. b. Air Minum dan Kesehatan Air minum dari sumber yang sehat, hendaknya secara teratur diperiksa dan harus disediakan di dekat dengan tempat kerja. c. Urusan Rumah Tangga Kerapihan dalam ruang kerja membantu pencapaian produktivitas dan mengurangi kemungkinan kecelakaan. d. Ventilasi,Pemanas,dan Pendingin Ventilasi yang menyeluruh perlu untuk kesehatan dan rasa keserasian para pegawai,karena mempengaruhi efisiensi kerja. e. Tempat Kerja,Ruang Kerja, dan Tempat Duduk Tempat kerja,ruang kerja, dan tempat duduk dapat mempengaruhi pegawai dalam bekerja.untuk itu, sediakan tempat kerja dan ruang kerja nyaman dan aman, ddengan menghilangkan kepadatan disekitarnya.selain itu, sediakan tempat duduk yang sesuai, sehingga pegawai tidak salah mengambil posisi duduk. 17 f. Pencegaha Kecelakaan Pencegahan kecelakaan harus diusahakan dengan meniadak penyebabnya, apakah disebabkan hal teknis atau dating dari manusia. g. Pencegahan Kebakaran Pencegahan kebakaran merupakan salah satu masalah yang perlu diantisipasi dengan cepat sesuai peraturan pencegahan kebakaran, misalnya larangan merokok ditempat yang mudah timbul kebakaran. h. Gizi Gizi makanan para pegawai harus diperhatikan. Sebab,hanya dengan gizi makanan yang baik, pegawai akan sanggup menghasilkan keluaran yang memerlukan energy berat, yang biasanya dapat dihasilkan oleh pegawai yang sehat, cukup makann, dan lepas dari kesulitan akibat iklim yang harus dihadapi. i. Penerangan/Cahaya, Warna, dan Suara Bising di Tempat Kerja Pemanfaatan penerangan dan warna ditempat kerja yang tepat mempunyai arti penting dalam menunjang keselamatan dan kesehatan kerja. Kebisingan di tempat kerja merupakan faktor yang perlu dicegah, karena dapat mengakibatkan kerusakan. Pendapat berbeda dikemukakan oleh Danggur Konradus yang mengemukakan bahwa gangguan kesehatan pada pekerja dapat disebabkan oleh faktor yang berhubungan dengan pekerjaan, seperti faktor biologis (kuman,virus), kimia (bahan kimia yang mudah terbakar atau mengeluarkan radiasi), ergonomic (cara duduk atau mengangkat beban yang salah), fisik (panas atau tata ruang yang tidak memenuhi standar kesehatan),dan individual (perilaku dan pola hidup yang tidak sehat). 2.2.3.1 Manajemen Program Keselamatan Kerja Dari beberapa penjelasan mengenai program keselamatan dan kesehatan kerja, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : a. Tanggung Jawab Dan Komitmen Perusahaan 18 Inti manajemen keselamatan kerja adalah komitmen perusahaan dan usaha usaha keselamatan kerja yang komprehensif. Usaha ini sebaiknya dikoordinasikan dengan tingkat manajemen paling tinggi untuk melibatkan seluruh anggota perusahaan. Usaha ini juga sebaiknya dicerminkan melalui tindakan-tindakan manajerial. Fokus pendekatan sistematis terhadap keselamatan kerja adalah adanya kerja sama yang terus menerus dari para pekerja, manajer, dan lainnya. Para karyawan yang tidak diingatkan akan adanya pelanggaran keselamatan kerja, yang tidak didorong untuk menjadi sadar akan keselamatan kerjsa, atau yang melanggar peraturan dan kebijakan perusahaan tentang keselamatan kerja , mungkin tidak akan aman dalam bekerja. b. Kebijakan dan Disiplin Keselamatan Kerja Mendesain kebijakan dan peraturan keselamatan kerja serta mendefinisikan pelaku pelanggaran merupakan komponen penting dalam usaha-usaha keselamatan kerja. Dukungan terhadap perlunya perilaku kerja yang aman dan memberikan umpan balik terhadap praktik-praktik keselamatan kerja yang positif, juga sangat penting dalam meningkatkan keselamatan para pekerja. c. Komunikasi dan Pelatihan Keselamatan Kerja Satu cara untuk mendorong keselamatan kerja di setiap kesempatan dalam sesi pelatihan. Pertemuan –pertemuan ini juga diadakan secara rutin. Sebagai tambahan, dalam pelatihan keselamatan kerja, komunikasi harus dilakukan untuk membangun kesadaran keselamatan kerja. Hanya dengan mengirimkan memo tentang keselamatan kerja saja tidak cukup. Kontes, insentif, dan posterposter merupakan cara meningkatkan kesadaran keselamatan. d. Komite Keselamatan Kerja Para pekerja sering kali dilibatkan dalam perencanaan keselamatan kerja melalui komite keselamatan kerja, yang terdiri dari perwakilan berbagai jabatan dan departemen. Biasanya, komite keselamatan kerja secara regular memiliki jadwal meeting, memiliki tanggung jawab spesifik untuk mengadakan tinjauan keselamatan kerja, dan membuat rekomendasi dalam perubahan-perubahan yang dieprlukan untuk menghindari kecelakaan kerja di asa mendatang. 19 e. Inspeksi, Penyelidikan Keselamatan Kerja, dan Riset Inspeksi bisa dilakukan oleh komite atau koordinator keselamatan kerja dan dilaksanakan secara berkala. Ketika kecelakaan terjadi, harus diselidiki oleh komite keselamatan kerja perusahaan. Menyelidiki lokasi kecelakaan merupakan kegiatan penting untuk menetapkan kondiri fisik dan lingkungan yang turut menyumbang terjadinya kecelakaan itu. Penerangan yang buruk, Ventilasi yang buruk, dan lantai yang basah adalah beberapa contributor yang mungkin menjadi penyebab terjadinya suatu kecelakaan. Suatu cara untuk emndapatkan pandangan yang akurat terhadap peristiwa kecelakaan adalah melalui foto atau rekaman video. Kemudian, dengan wawancara terhadap karyawan yang mengalami kecelakaan, dengan atasan langsung, dan para saksi kecelakaan itu. Dan, berdasarkan observasi kecelakaan dan hasil wawancara tersebut, para penyelidik akan melengkapi laporan penyelidikan kecelakaan. f. Evaluasi terhadap Usaha-Usaha Keselamatan Kerja Perusahaan harus mengawasi dan mengevaluasi usaha-usaha keselamatan kerja. Statistik kecelakaan dan cedera haruslah dibandingkan dengan pola kecelakaan sebelumnya untuk mengidentifikasi perubahan-perubahan yang signifikan. Analisis ini harus dirancang untuk mengukur kemajuan dalam manajemen keselamatan kerja. 2.2.4 Upaya Meningkatkan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Usaha untuk meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja bisa dilakukan seperti yang tercantum dalam undang-undang keselamatan dan kesehatan kerja No.1 tahun 1970 yang berlaku tanggal 12 januari 1970 dalam pasal 3 ayat 1. Undang-Undang ini mengatur tentang syarat-syarat keselamatan kerja yaitu : 1. Mencegah dan mengurangi kecelakaan. 2. Mencegah, mengurangi, dan memadamkan kebakaran. 3. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan. 4. Memberikan kesempatan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya. 5. Memberikan pertolongan pada kecelakaan. 6. Memberikan alat-alat perlindungan diri pada para pekerja. 20 7. Mencegah dan mengendalikan timbulnya atau menyebar luasnya suhu, kelembapan, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angina, cuaca, sinar laut, atau radiasi, suara dan getaran. 8. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja, baik fisik maupun psikis, karecunan, infeksi, dan penularan. 9. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai. 10. Menyelenggarakan suhu dan lembab yang baik. 11. Memelihara kebersihan, kesehatan, dan ketertiban. 12. Menyelenggarakan penyegaran udara yang baik. 13. Memperoleh keserasian antara proses dan kerjanya. 14. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman, dan barang. 15. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan. 16. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan, dan penyimpanan barang. 17. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya. 18. menyesuaikan dan menyempurnakan pengalaman pada pekerjaan yang berbahaya. 2.2.5 Tanggung Jawab K3 Program K3 tidak akan efektif untuk dilaksanakan jika pimpinan perusahaan tidak menetapkan kebijakan yang konsisten. Pedoman dan pegangan K3 yang baik masih membutuhkan kebijakan manajerial agar terlaksana secara efektif dalam rangka pencegahan kecelakaan. Kerja sama antara manajemen perusahaan dengan para karyawan untuk melaksanakan program K3 sangatlah perlu. Seperti yang diungkapkan oleh Sjafri Mangkuprawira dan Aida Vitayala (dalam Hartatik 2014; p329) bahwa setiap program K3 bagi karyawan Perlu dikoordinasikan dengan baik. Keberhasilan dari pelaksanaan ini sangat bergantung pada komitmen dari manajemen puncak. Untuk itu, diperlukan pembagian tugas dan wewenang antara unit SDM dan manajer tersebut. Tabel berikut ini berisi tentang tanggung jawab unit SDM dan manajer dalam pelaksanaan program K3 : 21 Tabel 2.1 Tanggung Jawab Unit SDM dan Manajer Unit SDM Manajer Mengkoordinasika program keselamatan Memantau Keselamatan dan Kesehatan dan kesehatan kerja Mengembangkan kerja karyawan setiap hari sistem pelaporan Melatih karyawan agar sadar tentang program keselamatan dan kesehatan kerja Menyediakan ahli investigasi kecelakaan Investigasi kejadian kecelakaan pada karyawan Melatih manajer untuk mengetahui dan mengatasi situasi karyawan mengalami kesulitan Memantau tempat kerja untuk yang menangani masalah keselamatan dan kesehatan kerja Mengkomunikasikan dengan karyawan untuk mengidentifikasi karyawan yang mengalami kesulitan Mengikuti prosedur keselamatan dan kesehatan serta keamanan kerja, dan mengajukan usul perubahan jika dibutuhkan 2.3 Pengertian Pelatihan Menurut Simamora (dalam Hartatik 2014;p87) , Pelatihan (training) merupakan proses pembelajaran yang melibatkan perolehan keahlian, konsep, peraturan, atau sikap untuk meningkatkan kinerja tenaga kerja.Menurut pasal 1 ayat 9 undangundang No.13 Tahun 2003, pelatihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk 22 memberi,memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap, dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan keahlian tertentu, sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan dan pekerjaan. Menurut T. Hani Handoko, latihan dimaksudkan untuk memperbaiki penguasaan berbagai keterampilan dan teknik pelaksanaan kerja tertentu, terinci, dan rutin. Jadi, latihan menyiapkan para karyawan (tenaga kerja) untuk melakukan pekerjaaanpekerjaan sekarang. Menurut Gomes, pelatihan adalah setiap usaha untuk memperbaiki performansi pekerja pada suatu pekerjaan tertentu yang sedang menjadi tanggung jawabnya. Menurutnya istilah pelatihan sering disamakan dengan pengembangan. Perbedaanya, kalau pelatihan berkaitan langsung dengan performansi kerja pada pekerjaan yang sekarang, sedangkan pengembangan tidak harus. Pengembangan mempunyai pengertian yang lebih luas dibanding pelatihan. 2.3.1 Tujuan Pelatihan Menurut Mangkunegara (2013), tujuan Pelatihan ialah sebagi berikut : a. Meningkatkan penghayatan jiwa dan ideologi. b. Meningkatkan produktivitas kerja. c. Meningkatkan kualitas kerja. d. Meningkatkan ketetapan perencanaan sumber daya manusia. e. Meningkatkan sikap moral dan semangat kerja. f. Meningkatkan rangsangan agar pegawai mampu berprestasi secara maksimal. g. Meingkatkan kesehatan dan keselamatan kerja h. Menghindarkan keusangan (obsolescene). i. Meningkatkan perkembangan pegawai. 2.3.2 Manfaat Pelatihan Pelatihan mempunyai andil besar dalam menentukan efektivitas dan efisiensi organisasi. Beberapa manfaat nyata yang didapat dari program pelatihan adalah : 23 1. Meningkatkan Kualitas dan Kuantitas Produktivitas 2. Mengurangi waktu belajar yang diperlukan karyawan untuk mencapai standar kinerja yang dapat diterima. 3. Membentuk sikap, loyalitas, dan kerja sama yang lebih menguntungkan. 4. Memenuhi kebutuhan perencanaan sumber daya manusia. 5. Mengurangi frekuensi dan biaya kecelakaan kerja. 6. Membantu karyawan dalam meningkatkan dan mengembangkan pribadi mereka. 2.3.3 Unsur-Unsur Pelatihan Mathias dan Jackson (2006) menyebutkan bahwa pelatihan untuk karyawan staf meliputi : 1. Motivasi. Semakin tinggi motivasi seseorang, semakin cepat orang itu mau dan mampu mempelajari keterampilan atau pengetahuan baru. Latihan sebagai alat, haruslah dihubungkan dengan tujuan yang ingin dicapai karyawan (seperti upah yang lebih tinggi atau kedudukan yang lebih memberi kenyamanan). 2. Laporan kemajuan pelatihan karyawan. Laporan kemajuan karyawan sangat diperlukan untuk mengetahui seberapa jauh seorang karyawan telah memahami pengetahuan yang baru diperolehnya. 3. Reinforcement. Apabila suatu keterampilan sedang dipelajari, proses belajar hendaknya diperkuat dengan pengakuan dan penghargaan (memberi hadiah jika terjadi prestasi lebih) maupun dengan memberikan (jika terjadi kekurangan). Manajer latihan harus bisa menentukan agar setiap penghargaan atau teguran dikaitkan dengan perilaku (produktif) dari karyawan. 4. Praktik mempraktikan apa yang telah dipelajari merupakan hal yang sangat penting. Karyawan peserta latihan harus bisa mempraktikan keterampilan yang barudiperolehnya pada pekerjaandan keadaan yang sesungguhnya. 5. Perbedaan individual. Meskipun latihan kelompok lebih ekonomis, namun harus diingat bahwa manusia pada hakikatnya adalah unik. Mereka secara individual berbeda satu sama lain. Oleh karena itu, latihan yang efektif 24 sebenarnya adalah latihan yang irama perjalananya disesuaikan dengan kecepatan individual (menyerap pelajaran) dan dengan tingkat kerumitan dari pelajaran. 2.3.4 Jenis-Jenis Pelatihan Pelatihan dapat dirancang untuk memenuhi sejumlah tujuan berbeda dan dapat diklasifikasikan ke dalam berbagai cara. Beberapa pengelompokan yang umum meliputi a. Pelatihan yang dibutuhkan dan rutin : dilakukan untuk memenuhi berbagai syarat hukum yang diharuskan dan berlaku sebagai pelatihan untuk semua karyawan (orientasi karyawan baru) b. Pelatihan pekerjaan/teknis : memungkinkan para karyawan untuk melakukan pekerjaan,tugas, dan tanggung jawab mereka dengan baik (misalnya : pengetahuan tentang produk, proses dan prosedur teknis, dan hubungan pelanggan) c. Pelatihan antarpribadi dan pemecahan masalah: dimaksudnkan untuk mengatasi masalah operasional dan antarpribadi serta meningkatkan hubungan antarpribadi, dalam pekerjaan organisasional keterampilan-keterampilan (misalnya: komunikasi manajerial/kepengawasan, dan pemecahan konflik) d. Pelatihan pengembangan dan inovatif: menyediakan fokus jangka panjang untuk meningkatkan kapabilitas individual dan organisasional untuk masa depan (misalnya : praktik-praktik bisnis, perkembangan eksekutif, dan perubahan organisasional) 2.3.5 Komponen-Komponen Pelatihan Dalam bukunya, Menurut Mangkunegara (2013) menjelaskan komponenkomponen dalam pelatihan yaitu : a. Tujuan dan sasaran pelatihan harus jelas dan dapat diukur. b. Para Pelatih (trainers) harus memiliki kualifikasi yang memadai c. Materi latihan harus disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai. d. Metode pelatihan harus sesuai dengan tingkat kemampuan pegawai yang menjadi peserta. 25 e. Peserta pelatihan harus memenuhi persyaratan yang ditentukan. 2.4 Pengertian Produktivitas Karyawan Setiap perusahaan selalu berusaha agar karyawan bisa berprestasi dalam bentuk memberikan produktivitas kerja yang maksimal. Produktivitas kerja karyawan bagi suatu perusahaan sangatlah penting sebagai alat pengukur keberhasilan dalam menjalankan usaha. Sebab, semakin tinggi produktivitas kerja karyawan dalam perusahaan, berarti laba perusahaaan dan produktivitas akan meningkat. International Labour Organization (ILO) mengungkapkan bahwa secara lebih sederhana, maksud dari produktivitas adalah perbandingan secara ilmu hitung antara jumlah yang dihasilkan dan jumlah setiap sumber yang digunakan selama produksi berlangsung. Sumber tersebut dapat berupa tanah; bahan baku dan bahan pembantu; pabrik, mesin-mesin, dan alat-alat; serta tenaga kerja. Menurut Kusnedi konsep produktivitas pada dasarnya dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu dimensi individu dan dimensi organisasi. Pengkajian masalah produktivitas dari dimensi individu tidak lain melihat produktivitas dalam hubungannya dengan karakteristik-karakteristik kepribadian individu. Dalam konteks ini, esensi pengertian produktivitas adalah sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, dan hari esok harus lebih baik dari hari ini. Sementara itu, menurut Kusnedi, ditinjau dari dimensi keorganisasia, konsep produktivitas secara keseluruhan merupakan dimensi lain dari upaya mencapai kualitas dan kantitassuatu proses kegiatan berkenaan dengan bahasan ekonomi. Oleh karena itu, selalu berorientasi pada bagaimana berpikir dan bertindak untuk mendayagunakan sumber masukan agar mendapat keluaran yang optimum. Dengan demikian, konsep produktivitas dalam pandangan ini selalu ditempatkan pada kerangka hubungan teknis antara masukan (input) dan keluaran (output). Di bidang Industri, Produktivitas mempunyai arti ukuran yang relatif nilai atau ukuran yang ditampilkan oleh daya produksi, yaitu sebagai campuran dari produksi dan aktivitas; sebagai ukuran yaitu seberapa baik kita menggunakan sumber daya dalam mencapai hasil yang diinginkan. Selantujnya , Webster (dalam Yatman dan Abidin, memberikan batasan tentang produktivitas, yaitu : 26 a. Keseluruhan fisik dibagi unit dari usaha produksi b. Tingkat keefektifan dari manajer industri di dalam penggunaan aktivitas untuk produksi c. Keefektifan dalam menggunakan tenaga kerja dan peralatan. Dalam setiap kegiatan produksi, seluruh sumber daya mempunyai peran yang menentukan tingkat produktivitas, maka sumber daya tersebut perlu dikelola dan diatur dengan baik. Dari berbagai pendapat tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa produktivitas kerja adalah kemampuan menghasilkan barang dan jasa dari berbagai sumber daya atau faktor produksi yang digunakan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pekerjaan yang dihasilkan dalam suatu perusahaan. 2.4.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Karyawan Dalam upaya meningkatka produktivitas kerja karyawan di suatu perusahaan, perlu diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitaskerja karyawan tersebut. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas kerja karyawan, baik yang berhubungan dengan tenaga kerja itu sendiri maupun faktor-faktor yang berhubungan dengan lingkungan perusahaan dan kebijakan pemerintah secara keseluruhan. Menurut Sulistyani dan Rosidah (dalam Hartatik 2014;p213), ada beberapa faktor yang mempengaruhi produktivitas suatu insan, antara lain a. Knowledge Sebenarnya, pegetahuan (knowledge) merupakan salah satu yang mendasar pencapaian produktivitas. Pengetahuan lebih berorientasi pada inteligensi, daya piker, dan penguasaan ilmu, serta luas sempitnya wawasan yang dimiliki seseorang. Dengan pengetahuan yang luas dan pendidikan tinggi, seorang pegawai diharapkan mampu melakukan pekerjaan dengan baik dan produktif. b. Skill Keterampilan (skill) adalah kemampuan dan penguasaan teknis operasional mengenai bidang tertentu, yang bersifat kekaryaan. Keterampilan diperoleh melalui proses belajar dan berlatih. Keterampilan berkaitan dengan kemampuan 27 seseorang untuk melakukan atau menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang bersifat teknis. c. Abilities Abilities (kemampuan) terbentuk dari sejumlah kompetensi yang dimiliki oleh seorang pegawai. Pengetahuan dan keterampilan, termasuk faktor pembentuk kemampuan. Dengan demikian, apabila seseorang mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang tinggi, diharapkan memiliki ability yang tinggi pula. d. Attitude Attitude merupakan suatu kebiasaanyang terpolakan. Jika kebiasaan yang terpolakan tersebut memiliki implikasi positif dalam hubungannya dengan perilaku kerja seseorang maka akan menguntungkan. 2.4.2 Manfaat Penilaian Produktivitas Karyawan Menurut Muchdarsyah Sinungan (2005), manfaat dari pengukuran produktivitas kerja adalah sebagai berikut : 1. Sebagai umpan balik pelaksanaan kerja untuk memperbaiki produktivitas kerja karyawan. 2. Sebagai bahan evaluasi produktivitas kerja yang digunakan untuk penyelesaian masalah, misalnya pemberian bonus atau bentuk kompensasi lain. 3. Untuk keputusan-keputusan penetapan, misalnya promosi, transfer, dan demosi 4. Untuk kebutuhan latihan dan pengembangan 5. Untuk perencanaan dan pengembangan karir 6. Untuk mengetahui penyimpangan-penyimpangan proses staffing 7. Untuk mengetahui ketidakakuratan informal serta 8. Untuk memberikan kesempatan kerja yang adil 28 2.4.3 Upaya Peningkatan Produktivitas Karyawan Bahwa peningkatan produktivitas karja dapat dilihat sebagai masalah keperlakuan, tetapi juga dapat mengandung aspek-aspek teknis. Untuk mengatasi hal itu perlu pemahaman yang tepat tentang faktor-faktor penentu keberhasilan meningkatkan produktivitas kerja, sebagian di antaranya berupa etos kerja yang harus dipegang teguh oleh semua karyawan dalam organisasi. Yang dimaksud etos kerja adalah norma-norma yang bersifat mengikat dan ditetapkan secara eksplisit serta praktik-praktik yag diterima dan diakui sebagai kebiasaaan yang wajar untuk dipertahankan dan diterapkan dalam kehidupan kekaryaan para anggota suatu organisasi. Adapun faktor-faktor tersebut adalah : 1. Perbaikan Terus-Menerus Dalam upaya meningkatkan produktivitas kerja, salah satu implikasinya ialah bahwa seluruh komponen organisasi harus melakukan perbaikan secara terusmenerus. Pandangan ini bukan hanya merupakan salah satu etos kerja yang penting sebagai bagian dari filsafat manajemen muthakir. Pentingnya etos kerja ini terlihat dengan lebih jelas apalagi diingat bahwa suatu organisasi selalu dihadapkan kepada tuntutan yang terus-menerus berubah, baik secara internal maupun eksternal. Ada ungkapan yang mengatakan bahwa satusatunya hal yang konstan di dunia adalah perubahan. Secara internal, perubahan yang terjadi adalah perubahan strartegi organisasi, perubahanan pemanfaatan teknologi, perubahan kebijaksanaan, dan perubahan dalam praktik-praktik SDM sebagai akibat diterbitkan perundang-undangan baru oleh pemerintah dan berbagai faktor lain yang tertuang dalam berbagai keputusan manajemen. Adapun perubahan eksternal adalah perubahan yang terjadi dengan cepat karena dampak tindakan suatu organisasi yang dominan peranannya di masyarakat. 2. Peningkatan Mutu Hasil Pekerjaan Berkaitan erat dengan upaya melakukan perbaikan secara terus-menerus ialah peningkatan mutu hasil pekerjaan oleh semua orang dan segala komponen organisasi. Padahal, mutu tidak hanya berkaitan dengan produk yang dihasilkan dan dipasarkan, baik berupa barang maupun jasa, akan tetapi 29 menyangkut segala jenis kegiatan dimana organisasi terlibat. Berarti mutu menyangkut semua jenis kegiatan di mana organisasi terlibat. Berarti mutu menyangkut semua jenis kegiatan yang diselenggarakan oleh semua satuan kerja, baik pelaksanaan tugas pokok maupun pelaksanaan tugas penunjang, dalam organisasi. Peningkatan mutu tersebut tersebut tidak hanya penting secara internal, akan tetapi juga secara eksternal karena akan tercermin dalam interaksi organisasi dengan lingkungannya yang pada gilirannya turut membentuk citra organisasi di mata berbagai pihak di luar organisasi. Jika ada organisasi yang mendapat penghargan dalam bentuk ISO 9000, misalnya, penghargaan itu diberikan bukan hanya karena keberhasilan organisasi meningkatkan mutu produknya, akan tetapi karena dinilai berhasil meningkatkan mutu semua jenis pekerjaan dan proses manajerial dalam organisasi yang bersangkutan. 3. Pemberdayaan SDM Bahwa SDM merupakan unsur yang paling strategis dalam organisasi. Karena itu, memberdayakan SDM merupakan etos kerja yang sangat mendasar yang harus dipegang teguh oleh semua eselon manajemen dalam hierarki organisasi. Memberdayakan SDM mengandung berbagai kiat seperti mengakui harkat dan martabat manusia, perkayaan mutu kekaryaan dan penerapan gaya manajemen yang partisipatif melalui proses demokratis dalam kehidupan berorganisasi. 2.5 Pengertian Kepuasan Kerja Menurut Robbins (2012:p74) istilah kepuasan kerja merujuk kepada sikap umum seorang individu terhadap pekerjaan yang dilakukannya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukan sikap yang positif terhadap pekerjaannya, seseorang yang tidak puas dengan pekerjaannya menunjukan sikap yang negatif terhadap pekerjaan tersebut. Kepuasan kerja pada dasarnya merupakan sesuatu yang bersifat individual, berupa evaluasi yang menggambarkan seseorang atas perasaan sikapnya senang atau tidak senang, puas atau tidak puas dalam bekerja (Rivai & Sagala, 2011:856). 30 Menurut Susilo Martoyo (dalam Hartatik 2014;p223), Kepuasan kerja pada dasarnya merupakan salah satu aspek psikologis yang mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Ia akan merasa puas dengan adanya kesesuaian antara kemampuan, keterampilan, dan harapannya dengan pekerjaan yang ia hadapi. Sebenarnya, kepuasan merupakan suatu keadaan yang bersifat subjektif, didasarkan pada hasil kesimpulan suatu perbandingan mengenai apa yang diterima pegawai dari pekerjaanya dengan yang diharapkan, diinginkan, dan dipikirkannya. Sementara itu, setiap karyawan secara subjektif menentukan bagaimana pekerjaan itu memuaskan. Tiffin dalam Moch. As’ad (dalam Hartatik 2014;p224) mengungkapkan bahwa kepuasan kerja berhubungan erat dengan sikap dari karyawan terhadap pekerjaanya, situasi kerja, dan kerjasama antara pimpinan dengan karyawan.Menurut Blum dalam Moch As’ad, Kepuasan kerja meerupakan sikap umum yang merupakan hasil dari beberapa sikap khusus terhadap faktor-faktor pekerjaan, penyesuaian diri, dan hubungan social individu di luar kerja. Menurut Hasibuan. kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangi dan mencintai pekerjaanya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan, dan prestasi kerja. Kepuasan kerja dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan, dan kombinasi dalam dan luar pekerjaan. Robbin (2006) mengatakan bahwa kepuasan kerja adalah suatu sikap umum seorang individu terhadap pekerjaanya. Pekerjaan menuntut interaksi dengan rekan kerja, atasan, peratusan, dan kebijakan organisasi, standar kinerja, kondisi kerja, dan sebagainya. Seorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukan sikap positif terhadap pekerjaan itu. Sebaliknya, seseorang yang tidak puas dengan pekerjaanya menunjukan sikap negative terhadap kerja itu. Kepuasan kerja berhubungan erat dengan sikap dari karyawan terhadap pekerjaanya sendiri, situasi kerja, kerja sama antara pimpinan dengan sesama karyawan. Bagi organisasi, suatu pembahasan tentang kepuasan kerja akan menyangkut usaha-usaha untuk meningkatkan efektivitas organisasi dengan cara membuat efektif perilaku karyawan dalam kerja. Perilaku karyawan yang menopang pencapaian tujuan organisasi adalah merupakan sisi lain yang harus diperhatikan, disamping penggunaan mesin-mesin modern sebagai hasil kemajuan bidang teknologi. Ketidakpuasan karyawan dalam kerja akan mengakibatkan suatu situasi yang tidak menguntungkan baik secara organisasi maupun individual. 31 Ketidakpuasan dalam kerja akan menimbulkan perilaku agresif, atau sebaliknya akan menunjukan sikap menarik diri dari kontak dengan lingkungan sosialnya. Misalnya dengan mengambil sikap berhenti dari perusahaan, suka bolos, dan perilaku lain yang cenderung bersifat menghindar dari aktivitas organisasi. Betuk perilaku agresif misalnya melakukan sabotase, sengaja membuat kesalahan dalam kerja, menentang atasan, atau sampai pada aktivitas pemogokan. Dari batasan-batasan mengenai kepuasan kerja tersebut, dapat disimpulkan secara sederhana bahwa kepuasan kerja adalah perasaan seseorang terhadap pekerjaanya. Ini berarti bahwa konsepsi kepuasan kerja merupakan hasil interaksi manusia terhadap lingkungan kerjanya. Disamping itu perasaan seseorang terhadap pekerjaan merupakan refleksi dari sikapnya terhadap pekerjaan. Pada dasarnya, kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual. Setiap individu memiliki tingkat kepuasan yang berbeda sesuai dengan sistem nilai-nilai yang berlaku di dalam dirinya. Hal ini disebabkan adanya perbedaan pada masing-masing individu. Semakin banyak aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu, akan semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakan. Begitu juga sebaliknya. 2.5.1 Faktor yang Memepengaruhi Kepuasan Kerja Ada banyak teori dari faktor yang bisa mempengaruhi kepuasan kerja. Meski demikian, para ahli mengklasifikasikan dalam lima aspek. Pertama , pekerjaan itu sendiri (work it self). Setiap pekerjaan memerlukan suatu keterampilan tertentu sesuai dengan bidangnya masing-masing. Sukar tidaknya suatu pekerjaan serta perasaan seseorang, akan meningkatkan atau mengurangi kepuasan kerja. Kedua , atasan (supervisor). Atasan yang baik berarti mau menghargai pekerjaan bawahannya. Bagi bawahan, atasan bisa dianggap sebagai figure ayah/ibu/teman, sekaligus atasannya. Ketiga , teman sekerja . Faktor ini membahas tentang hubungan antara pegawai dengan atasannya dan pegawai lain, baik yang sama maupun berbeda jenis pekerjaan. Keempat , promosi (promotion). Promosi merupakan faktor yang berhubungan dengan ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh peningkatan karier selama bekerja. Kelima , gaji/upah (pay). Gaji merupaka faktor pemenuhan kebutuhan hidup pegawai yang dianggap layak atau tidak. 32 Pendapat lain dikemukakan oleh Brown & Ghiselli (dalam Mangkunegara 2013), bahwa adanya lima faktor yang menimbulkan kepuasan kerja, yaitu: 1. Kedudukan Umumnya manusia beranggapan bahwa seseorang yang bekerja pada pekerjaan yang lebih tinggi akan merasakan lebih puas daripada mereka yang bekerja pada pekerjaan yang lebih rendah. Pada beberapa pebelitian menunjukan bahwa hal tersebut tidak selalu benar, tetapi justru perubahan dalam tingkat pekerjaanlah yang mempengaruhi kepuasan kerja. 2. Pangkat Pada pekerjaan yang mendasarkan perbedaan tingkat atau golongan, sehingga pekerjaan tersebut memberikan kedudukan tertentu pada orang yang melakukannya. Apabila ada kenaikan upah, maka sedikit banyaknya akan dianggap sebagai kenaikan pangkat, dan kebanggaan terhadap kedudukan yang baru itu akan mengubah perilaku dan perasaanya. 3. Jaminan Finansial dan sosial Finansial dan jaminan sosial kebanyakan berpengaruh terhadap kepuasan kerja. 4. Mutu pengawasan Hubungan antara karyawan dengan pihak pimpinan sangat penting artinya dalam menaikan produktivitas kerja. Kepuasan dapat ditingkatkan melalui perhatian dan hubungan yang baik dari pimpinan kepada bawahan, sehingga karyawan akan merasa bahwa dirinya merupakan baggian yang penting dari organisasi kerja. Berdasarkan pada pandangan ini, seorang karyawan akan merasa puas dalam kerja apabila tidak terdapat perbedaan atau selisih antara apa yang dikehendaki karyawan, dengan kenyataanya yang merasakan. Andai kata yang dirasakan dan diperoleh lebih besar dari apa yang menurut mereka harus ada, maka terjadi tingkat kepuasan yang makin tinggi. Sebaliknya, apabila kenyataan yang dirasakan lebih remdah dari apa yang menurut mereka harus ada, maka telah terjadi ketidakpuasan karyawan terhadap kerja. Makin besar perbedaanya ini akan makin besar pula ketidakpuasan karyawan. 33 2.5.2 Cara Meningkatkan Kepuasan Kerja Menurut Greenberg dan Baron (dalam Hartatik 2014;p236) mencegah ketidakpuasan dan meningkatkan kepuasan dapat dilakukan dengan cara-cara seperti berikut : a. Membuat pekerjaan menyenangkan. Mereka senang dengan pekerjaan yang membuat mereka gembira daripada yang membosankan, sehingga menjadi lebih puas dan produktif. b. Pembayaran gaji berdasarkan kejujuran. Orang percaya bahwa sistem pengupahan/penggajian yang tidak jujur membuat karyawan cenderung tidak puas dengan pekerjaannya. c. Mempertemukan orang dengan pekerjaan yang cocok dengan minatnya. Semakin banyak orang merasa dapat memenuhi kepentingannya di tempat kerja, semakin puas ia dengan pekerjaanya. d. Menghindari kebosanan dan pekerjaan yang berulang-ulang. Kebanyakan orang cenderung mendapatkan sedikit kepuasan dalam melakukan pekerjaan yang sangat membosankan dan berulang. Orang akan merasa jauh lebih puas dengan pekerjaan yang meyakinkan bahwa mereka memperoleh sukses dengan cara mengontrol pekerjaan atas cara mereka sendiri. 2.5.3 Dampak Kepuasan dan Ketidakpuasan Kerja Dampak perilaku kepuasan dan ketidakpuasan kerja telah banyak diteliti dan dikaji. Beberapa hasil penelitian tentang dampak kepuasan kerja terhadap produktivitas, ketidakhadiran dan keluarnya pegawai, dan dampak terhadap kesehatan. 1. Dampak terhadap Produktivitas Pada mulanya orang berpendapat bahwa produktivitas dapa dinaikkan dengan menaikan kepuasan kerja. Hubungan antara produktivitas dan kepuasan sangat kecil. Vroom mengatakan bahwa produktivitas dipengaruhi oleh banyak faktor-faktor moderator disamping kepuasan kerja. Lawler dan Porter, mengharapkan produktivitas yang tinggi menyebabkan peningkatan dari kepuasan 34 kerja jika tenaga kerja mersepsikan bahwa ganjaran instrinsik (misalnya,gaji) yang diterima kedua-duanya adil dan wajar dan diasosiakan dengan prestasi tak akan berkolerasi dengan kenaikan dalam kepuasan kerja. 2. Dampak terhadap Ketidakhadiran dan Keluarnya Tenaga Kerja Ketidakhadiran dan berhenti bekerja merupakan jenis jawaban jawaban yang secara kualitatif berbeda. Ketidakhadiran lebih spontan sifatnya dan dengan demikian kurang mencerminkan ketidakpuasan kerja. Lain halnya dengan berhenti atau keluar dari pekerjaan. Perilaku ini karena akan mempunyai akibat-akibat ekonomis yang besar, maka lenih besar kemungkinanya ia berhubungan dengan ketidakpuasan kerja. 3. Dampak Terhadap Kesehatan Salah satu temuan yang pentig dari kajian yang dilakukan oleh Kornhauser tentang kesehatan mental dan kepuasan kerja, ialah untuk semua tingkatan jabatan, persepsi dari tenaga kerja bahwa pekerjaan mereka menuntut penggunaan efektif dan kecakap-cakapan mereka berkaitan dengan skor kesehatan mental yang tinggi. Meskipun jelas bahwa kepuasan kerja berhubungan dengan kesehatan, hubungan krusialnya masih tidak jelas. Diduga bahwa kepuasan kerja menunjang tingkat dari fungsi fisik dan mental dan kepuasan sendiri merupakan tanda kesehatan. Tingkat dari kepuasan kerja dan kesehatan mungkin saling mengukuhkan sehingga pengingkatan dari yang satu dapat meningkatkan yang lain dan sebaliknya yang satu mempunyai akibat negatif juga pada yang lain. Kepuasan kerja, ialah untuk semua tingkatan jabatan, persepsi dari tenaga kerja bahwa pekerjaan mereka menuntut penggunaan efektif dan kecakapan-kecakapan mereka berkaitan dengan skor kesehatan mental yang tinggi dan sebaliknya yang satu mempunyai akibat yang negatif juga pada yang lain. 35 2.6 Penelitian Terdahulu Jurnal International 1. Berdasarkan International Journal of Productivity and Performance Management yang ditulis oleh Halkos, George; Bousinakis, Dimitrios. Dalam The effect of stress and satisfaction on productivity, Halkos meneliti mengenai pengaruh stress dan kepuasan terhadap produktivitas karyawan di perusahaan. Dalam Penelitiannya ia melibatkan 425 karyawan pada salah perusahaan swasta dan mengumpulkan data primer dengan menggunakan teknik simpel random sampling. Dalam penelitianya ia mendapatkan bahwa peningkatan stress menyebabkan berkurangnya produktivitas, selain itu penelitian ini juga mengungkapkan bahwa stres dan kepuasan kerja dipengaruhi oleh lingkungan kerja dan juga karakteristik pribadi dari setiap individu itu sendiri. 2. Pada International Journal of Business and Management yang ditulis oleh Nadeem, Mohsin, dalam Role of Training in Determining the Employee Corporate Behavior with Respect to Organizational Productivity: Developing and Proposing a Conceptual Model, mengungkapkan bahwa pelatihan tidak hanya meningkatkan sumber daya manusia (SDM) akan tetapi pelatihan juga memberikan karyawan kesempatan untuk mempelajari pekerjaanya, hal tersebut membuat karyawan lebih kompeten maka meningkatkan produktivitas karyawan. 3. Chen, Pih-Shuw dan Chih, Jin-Ton, Dalam The Relations between Learner Motivation and Satisfaction with Management Training, penelitian ini mengungkapkan bahwa manajemen aspek pelatihan dapat meningkatkan kepuasan individu. 4. Vanderwal, Londa; Rautiainen, Risto; Ramirez, Marizen; Kuye, Rex; PeekAsa, Corinne; Cook, dalam Participatory approach to identify interventions to improve the health,safety, and work Productivity Of Smallholder Women Vegetable Farmers InThe Gambia. Mengungkapkan bahwa Keselamatan dan Kesehatan kerja (K3) memiliki hubungan dan juga pengaruh terhadap produktivitas. 5. Atta, Olfat Ebrahem Gadelrab, Dalam The Efficacy of Applying the Quality Measure of Health Service on the External Patient Satisfaction. 36 Mengungkapkan bahwa kualitas kesehatan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan kerja. Jurnal Lokal 1. Bella Gloria Ukhisia, Retno Astuti, Arif Hidayat, Dalam Analisis Pengaruh Keselamatan dan Kesehatan kerja (K3) terhadap Produktivitas Karyawan dengan Metode Partial Least Squares Method. Hasil penelitian tersebut mengungkapkan bahwa secara langsung variabel keselamatan kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap produktivitas karyawan. Secara tidak langsung keselamatan kerja berpengaruh terhadap produktivitas karyawan melalui kesehatan kerja. Kesehatan kerja secara langsung berpengaruh signifikan terhadap produktivitas karyawan. 2. Rony Salinding, Dalam Analisis pengaruh pelatihan terhadap produktivitas kerja karyawan pada PT. Erajaya Swasembada Cabang Makasar. Hasil penelitian tersebut mengungkapkan bahwa Pelatihan berpengaruh secara signifikan terhadap produktivitas karyawan. 2.7 Kerangka Pemikiran Dari hubungan dan teori yang telah dijabarkan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan dari hubungan-hubungan tersebut dalam sebuah kerangka pemikiran seperti di bawah ini Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) (X1) Produktivitas Karyawan (Y) Pelatihan (X2) Gambar 2.1 Kerangka Pemikiranan Kepuasan Kerja (Z) 37 Keterangan : • Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) (X1) : 1. Keadaan Tempat Lingkungan Kerja 2. Pemakaian Peralatan Kerja 3. Pengaturan Udara 4. Kondisi Fisik Pegawai • Pelatihan (X2) : 1. Tujuan Pelatihan 2. Trainers 3. Metode pelatihan 4. Peserta pelatihan • Produktivitas Karyawan (Y) : 1. Knowledge 2. Skill 3. Abilities 4. Attitude • Kepuasan Kerja (Z) : 1. Kedudukan 2. Pangkat 3. Jaminan finansial dan sosial 4. Mutu Pengawasan 2.8 Hipotesis Penelitian Hipotesis 1 : Pengaruh antara X1 dan Y Ho : Tidak ada pengaruh secara signifikan antara variabel Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) (X1) terhadap Variabel Produktivitas Karyawan (Y) Ha : Ada pengaruh secara signifikan antara variabel Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) (X1) terhadap Variabel Produktivitas Karyawan (Y) 38 Hipotesis 2 : Pengaruh antara X2 dan Y Ho : Tidak ada pengaruh secara signifikan antara variabel Pelatihan (X2) terhadap Variabel Produktivitas Karyawan (Y) Ha : Ada pengaruh secara signifikan antara variabel Pelatihan (X2) terhadap Variabel Produktivitas Karyawan (Y) Hipotesis 3 : Pengaruh antara Y dan Z Ho : Tidak ada pengaruh secara signifikan antara variabel Produktivitas Karyawan (Y) terhadap Variabel Kepuasan Kerja (Z) Ha : Ada pengaruh secara signifikan antara variabel Produktivitas Karyawan (Y) terhadap Variabel Kepuasan Kerja (Z) Hipotesis 4 : Pengaruh X1 dan Z Ho : Tidak ada pengaruh secara signifikan antara variable Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) terhadap variable Kepuasan Kerja (Z) Ha : ada pengaruh secara signifikan antara variabel Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) (X1) terhadap variabel Kepuasan Kerja (Z) Hipotesis 5 : Pengaruh antara X2 dan Z Ho : Tidak ada pengaruh secara signifikan antara variabel Pelatihan (X2) terhadap variabel Kepuasan Kerja (Z) Ha : Ada pengaruh secara signifikan antara variabel Pelatihan (X2) terhadap variabel Kepuasan Kerja (Z) Hipotesis 6 : Pengaruh antara X1 dan Z melalui Y Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) (X1) dan variabel Kepuasan Kerja (Z) melalui variabel Produktivitas Karyawan (Y) Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara variabel Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) (X1) terhadap variabel Kepuasan Kerja (Z) melalui variabel Produktivitas Karyawan (Y). 39 Hipotesis 7 : Pengaruh antara X2 dan Z melalui Y Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel Pelatihan (X2) dan variabel Kepuasan Kerja (Z) melalui variabel Produktivitas Karyawan (Y) Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara variabel Pelatihan (X2) terhadap variabel Kepuasan Produktivitas Karyawan (Z). Kerja (Z) melalui variabel 40