1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Istilah

advertisement
BAB I
PENGANTAR
1.1 Latar Belakang
Istilah pembangunan bisa saja diartikan berbeda oleh satu orang dengan
orang lain, daerah yang satu dengan daerah yang lain, negara yang satu dengan
yang lain. Secara tradisional pembangunan memiliki arti peningkatan yang terusmenerus pada Gross Domestic Product atau Produk Domestik Bruto suatu Negara
atau Produk Domestik Regional Bruto suatu provinsi, kabupaten, kota (Kuncoro,
2010: 136). Pembangunan ekonomi pada hakekatnya diarahkan untuk memperluas
lapangan kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat, disertai dengan tingkat
pemerataan pendapatan.
Pencapaian hasil pembangunan daerah merupakan isu utama bagi
masyarakat. Perubahan keadaan yang lebih baik karena adanya pembangunan
daerah meningkatkan apresiasi masyarakat pada pemerintah daerah, yang
selanjutnya mendorong peningkatan partisipasi masyarakat dalam proses
pembangunan. Dari sisi pembangunan ekonomi makro daerah terdapat tiga
indikator
yang dijadikan tolok ukur keberhasilan pembangunan,
yaitu
pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, dan inflasi (Widodo, 2006: 79).
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator utama dalam
kinerja perekonomian suatu daerah karena memberikan implikasi pada kinerja
perekonomian makro lainnya. Pertumbuhan ekonomi merefleksikan bagaimana
perkembangan aktivitas perekonomian suatu daerah. Pertumbuhan ekonomi yang
tinggi
suatu
daerah
menunjukkan
semakin
berkembangnya
aktivitas
1
2
perekonomian baik aktivitas produksi, konsumsi, investasi maupun perdagangan
yang kemudian berdampak pada penyerapan tenaga kerja (Widodo, 2006: 81).
Tingkat pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat diukur menggunakan perangkat
informasi statistik yang disebut Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang
merupakan nilai bersih barang dan jasa-jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai
kegiatan ekonomi di suatu daerah dalam suatu periode. Gambar 1.1 menunjukkan
bagaimana rata-rata pertumbuhan PDRB seluruh provinsi di Indonesia periode
2008-2012.
Sumber: BPS, 2008-2012 (diolah)
Gambar 1.1 Rata-rata Pertumbuhan PDRB
Menurut Provinsi di Indonesia, 2008-2012
Gambar 1.1 menunjukkan bahwa Provinsi Papua Barat merupakan
provinsi yang mempunyai pertumbuhan PDRB paling tinggi dengan nilai
mencapai 18,62 persen, sedangkan Provinsi Aceh merupakan provinsi dengan
rata-rata pertumbuhan PDRB paling rendah di antara seluruh provinsi di Indonesia
3
periode tahun 2008-2012. Sementara itu, rata-rata pertumbuhan PDRB Provinsi
Nusa Tenggara Barat periode 2008-2012 sebesar 3,41 persen. Walaupun
cenderung mengalami peningkatan PDRB, data menunjukkan bahwa rata-rata
pertumbuhan PDRB Provinsi Nusa Tenggara Barat periode 2008-2012 masih
sangat rendah dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan provinsi lain dan masih
di bawah rata-rata pertumbuhan nasional yang mencapai 5,86 persen.
Para pendukung strategi pertumbuhan dengan distribusi pada hakikatnya
menganjurkan negara sedang berkembang agar tidak hanya memusatkan perhatian
pada pertumbuhan ekonomi, namun juga mempertimbangkan bagaimana
distribusi dari pembangunan tersebut. Ini bisa diwujudkan dengan kombinasi
strategi seperti peningkatan kesempatan kerja, investasi modal manusia, perhatian
pada petani kecil, sektor informal dan pengusaha ekonomi lemah (Kuncoro, 2010:
136).
Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan inflasi
berkaitan erat dengan tingkat pengangguran. Jika pertumbuhan PDRB atau tingkat
pertumbuhan ekonomi suatu daerah melebihi tingkat pertumbuhan output
potensialnya maka akan menimbulkan inflasi. Inflasi yang tinggi akan memotivasi
para produsen untuk terus meningkatkan produksi. Peningkatan jumlah produksi
dan output tersebut menyebabkan peningkatan dalam permintaan tenaga kerja dari
biasanya, yang berarti penurunan jumlah pengangguran.
Gambar 1.2 menunjukkan gambaran rata-rata tingkat inflasi seluruh
provinsi di Indonesia periode 2008-2012. Rata-rata tingkat inflasi Provinsi Nusa
Tenggara Barat periode 2008-2012 mencapai 7,33 persen. Jika dibandingkan
4
dengan rata-rata inflasi provinsi lain, nilai inflasi ini cukup tinggi bahkan
melebihi rata-rata tingkat inflasi nasional yang hanya sebesar 5,78 persen. Angka
inflasi yang cukup tinggi ini menunjukkan kurang baiknya kinerja perekonomian
Provinsi Nusa Tenggara Barat, namun diharapkan akan membawa dampak positif
bagi kondisi ketenagakerjaan dengan penyerapan tenaga kerja yang lebih banyak
serta menurunnya angka pengangguran.
Sumber: BPS, 2008-2012 (diolah)
Gambar 1.2 Rata-rata Inflasi Menurut Provinsi di Indonesia, 2008-2012
Dewasa ini, masalah ketenagakerjaan di negara-negara berkembang
termasuk Indonesia dihadapkan pada kondisi yang unik dari kombinasi
permasalahan pergerakan penduduk dari desa ke kota dalam jumlah besar,
stagnanya produktivitas pertanian, dan meningkatnya pengangguran dan
underemployment di daerah perkotaan dan perdesaan (Kuncoro, 2006: 226).
Pengangguran merupakan masalah sentral di dalam masyarakat modern yang
5
mempunyai dampak negatif bagi perekonomian. Pengangguran yang tinggi
menyebabkan banyak sumber daya terbuang percuma, pendapatan masyarakat
berkurang, kesejahteraan menurun dan kemiskinan meningkat. Dalam masa-masa
seperti ini tekanan ekonomi menjalar ke mana-mana sehingga mempengaruhi
emosi masyarakat maupun kehidupan rumah tangga (Samuelson, 1992: 288).
Konsep Hukum Okun (Okun’s Law) yang menyatakan hubungan negatif
antara pertumbuhan ekonomi dan tingkat pengangguran tampaknya tidak selalu
terjadi. Fakta lain menunjukkan bahwa di Indonesia pertumbuhan ekonomi yang
relatif tinggi tidak secara otomatis mengurangi masalah pengangguran dan
kemiskinan. Pada beberapa kasus tertentu, terjadinya peningkatan pertumbuhan
ekonomi
disertai
dengan
meningkatnya
angka
pengangguran.
Artinya,
pertumbuhan ekonomi yang terjadi tidak disertai dengan penyerapan angkatan
kerja dan penambahan lapangan kerja (jobless growth). Menurut Wolnicki et al.
(Kuncoro, 2011: 88) faktor-faktor yang mempengaruhi meliputi peningkatan
keterampilan tenaga kerja, peningkatan investasi padat modal, penerapan
teknologi hemat tenaga kerja, dan penurunan permintaan tenaga kerja.
Kondisi yang sama terjadi juga pada konsep Phillips Curve, yang
menyatakan bahwa terdapat tradeoff antara inflasi dan tingkat pengangguran
ternyata tidak selalu terjadi di Indonesia. Hubungan inflasi dan pengangguran di
Indonesia dari tahun 1984 sampai dengan tahun 2008 memperlihatkan adanya
hubungan positif. Positifnya hubungan antara inflasi dan pengangguran di
Indonesia salah satunya disebabkan oleh adanya krisis ekonomi selama periode
1997 sampai dengan pertengahan tahun 1999 menyebabkan gangguan disisi suplai
6
sehingga pertumbuhan ekonomi mengalami kontraksi yang pada gilirannya
menyebabkan pengangguran meningkat (Kuncoro, 2011: 87).
Permasalahan di pemerintahan Provinsi Nusa Tenggara Barat tidak jauh
berbeda dengan masalah pemerintahan pusat, yakni masih tingginya angka
pengangguran. Pada tingkat nasional, Provinsi Nusa Tenggara Barat termasuk
wilayah provinsi yang memiliki tingkat pengangguran terbuka cukup tinggi
dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain. Gambar 1.3. menunjukkan
bagaimana perkembangan rata-rata tingkat pengangguran terbuka di provinsiprovinsi Indonesia periode tahun 2008-2012.
Sumber: BPS, 2008-2012 (diolah)
Gambar 1.3 Rata-rata Tingkat Pengangguran Terbuka
Menurut Provinsi di Indonesia, 2008-2012
Pada kurun waktu 5 tahun terakhir rata-rata tingkat pengangguran terbuka
Provinsi Nusa Tenggara Barat sebesar 5,65 persen. Meskipun angka tingkat
penganggurannya masih di bawah rata-rata nasional yang sebesar 7,22 persen,
namun dalam periode waktu 5 tahun terakhir ini tingkat pengangguran terbuka
7
masih cukup tinggi terutama jika dibandingkan dengan Provinsi kawasan timur
lain seperti Bali, Nusa Tenggara Timur dan Papua.
Data menunjukkan bahwa tingkat pengangguran terbuka di Provinsi Nusa
Tenggara barat terus mengalami peningkatan pascakrisis tahun 1998. Tingkat
pengangguran terbuka Provinsi Nusa Tenggara Barat hingga tahun 2012 mencapai
5,26 persen. Angka tersebut masih relatif tinggi jika dibandingkan dengan sasaran
yang akan dicapai dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) 2009-2013 yaitu persentase pengangguran terbuka ditargetkan turun
dari 6,48 persen pada 2007/2008 menjadi sekitar 5,00 persen pada tahun 2013.
Sumber: BPS, 1997-2012 (diolah)
Gambar 1.4 Tingkat Pengangguran, Pertumbuhan PDRB, dan Inflasi
di Provinsi Nusa Tenggara Barat, 1997-2012
Gambar 1.4 menunjukkan bagaimana perkembangan tingkat pengangguran
terbuka, pertumbuhan PDRB dan inflasi di Provinsi Nusa Tenggara Barat selama
periode 1997-2012. Tingkat pengangguran terbuka selama periode tersebut
menunjukkan angka yang berfluktuasi. Mulai tahun 1999 hingga tahun 2005
8
tingkat
pengangguran
terbuka
terus
mengalami
peningkatan.
Tingkat
pengangguran terbuka pada tahun 1999 hanya sebesar 1,44 persen, kemudian
terus meningkat hingga mencapai 8,93 persen pada tahun 2005.
Pada tahun 2006 tingkat pengangguran terbuka mulai menunjukkan
fluktuasi naik turun, dan terus mengalami penurunan hingga tahun 2012. Hal ini
menunjukkan bahwa krisis ekonomi yang terjadi tahun 1997/1998 mempunyai
dampak yang cukup besar bagi kondisi ketenagakerjaan di Provinsi Nusa
Tenggara Barat yang ditandai dengan meningkatnya angka pengangguran
meskipun dalam kurun waktu 5 tahun terakhir menunjukkan kondisi yang lebih
baik dengan tren yang menurun.
Pertumbuhan ekonomi dan inflasi di Provinsi Nusa Tenggara Barat tidak
selalu menunjukkan terjadinya hubungan negatif (tradeoff) terhadap tingkat
pengangguran. Pada periode tertentu, pertumbuhan ekonomi yang terjadi di
Provinsi Nusa Tenggara Barat juga diikuti oleh kenaikan tingkat pengangguran
yang cukup tinggi. Demikian juga pada kenaikan inflasi yang cukup tinggi juga
diikuti oleh peningkatan pengangguran yang tinggi.
Data Gambar 1.4 menunjukkan bahwa pada tahun 2000 terjadi
pertumbuhan PDRB sebesar 28,80 persen namun terjadi pula kenaikan tingkat
pengangguran terbuka dari 1,44 persen di tahun 1999 menjadi 4,30 persen di
tahun 2000. Pada tahun 1998, 2000, dan 2005 angka inflasi yang sangat tinggi
tetapi menunjukkan pula tingkat pengangguran yang tinggi dan mengalami
peningkatan dari tahun sebelumnya.
Fenomena pengangguran terdidik merupakan paradoks bagi negara
9
berkembang seperti Indonesia. Pendidikan mempunyai peranan penting untuk
peningkatan kualitas sumber daya manusia dan berkontribusi besar dalam
mendorong pertumbuhan pendapatan nasional, melalui peningkatan keterampilan
dan produktivitas, sehingga memberikan dampak terhadap berkurangnya jumlah
pengangguran (Prihanto, 2012: 23).
Sumber: BPS, 2008-2012 (diolah)
Gambar 1.5 Tingkat Pengangguran Menurut Tingkat Pendidikan
di Provinsi Nusa Tenggara Barat, 2008-2012
Gambar 1.5 menunjukkan perkembangan tingkat pengangguran terbuka
berdasarkan tingkat pendidikan yang ditamatkan angkatan kerja. Struktur
pengangguran menurut tingkat pendidikan Provinsi Nusa Tenggara Barat
umumnya didominasi oleh pengangguran berpendidikan rendah. Dalam kurun
waktu 5 tahun terakhir, meskipun persentase angkatan kerja berpendidikan tinggi
yang menganggur lebih kecil, namun pada beberapa periode tertentu ditemukan
memiliki tingkat pengangguran yang cukup tinggi.
10
Tingkat pengangguran di wilayah kabupaten/kota Provinsi Nusa Tenggara
Barat masih ditemukan cukup tinggi dan menunjukkan fluktuasi yang berbeda,
ada yang cenderung naik dan ada yang cenderung turun. Adanya perbedaan dan
kesenjangan pengangguran antardaerah merupakan fenomena yang terjadi di
Provinsi Nusa Tenggara Barat. Data menunjukkan terdapat beberapa daerah
kabupaten/kota yang mempunyai tingkat pengangguran yang tinggi, bahkan
melebihi
dari
rata-rata
tingkat
pengangguran
provinsi.
Gambar
1.6
memperlihatkan bagaimana rata-rata tingkat pengangguran terbuka menurut
kabupaten/kota Provinsi Nusa Tenggara Barat periode 2008-2012.
Sumber: BPS, 2008-2012 (diolah)
Gambar 1.6 Rata-rata Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut
Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat, 2008-2012
Gambar 1.6 menunjukkan adanya beberapa daerah yang mempunyai ratarata tingkat pengangguran yang lebih tinggi dari rata-rata provinsi yaitu, Kota
Mataram, Kota Bima, Kabupaten Sumbawa Barat, Kabupaten Dompu dan
Kabupaten Sumbawa. Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir daerah-daerah tersebut
11
mempunyai rata-rata tingkat pengangguran yang melebihi nilai rata-rata tingkat
pengangguran provinsi yang hanya sebesar 5,65 persen. Data juga menunjukkan
bahwa tingginya angka pengangguran tidak hanya terjadi di daerah perkotaan
namun juga terjadi di daerah perdesaan.
Amat sedikit studi yang menganalisis fenomena pengangguran dengan
melihat dari perspektif dimensi spasial dan regional. Menganalisis dari sudut
pandang geografis penting dilakukan untuk mengidentifikasi ada tidaknya
kesamaan
karakteristik
wilayah-wilayah
yang
bertetanggaan
(neighbors
adjacency) serta melihat konsentrasi spasial di mana pengangguran cenderung
mengumpul membentuk kluster atau cenderung menyebar.
Persentase peningkatan output (pertumbuhan ekonomi) dan tingkat inflasi
yang tinggi seharusnya mampu mengurangi angka pengangguran. Hal ini sesuai
dengan konsep teori hukum Okun (Okun’s law) dan kurva Phillips (Phillips
curve). Provinsi Nusa Tenggara Barat pada beberapa periode terjadi peningkatan
pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi yang cukup tinggi namun diikuti pula
oleh kenaikan angka pengangguran. Fenomena ini tidak sesuai dengan konsep
teori hukum Okun (Okun’s law) dan kurva Phillips (Phillips curve). Perbedaan
dan kesenjangan angka pengangguran terjadi pada kabupaten/kota di Provinsi
Nusa Tenggara Barat. Beberapa daerah kabupaten/kota bahkan mempunyai
tingkat pengangguran yang lebih tinggi dari rata-rata provinsi.
Melihat fenomena tersebut, maka perlu adanya studi lebih lanjut mengenai
permasalahan tersebut dan disusun beberapa pertanyaan penelitian sebagai
berikut.
12
1. Bagaimanakah pola spasial pengangguran yang terjadi pada kabupaten/kota di
Provinsi Nusa Tenggara Barat periode tahun 2008-2012?
2. Sejauhmana teori hukum Okun (Okun’s law) berlaku pada kabupaten/kota di
Provinsi Nusa Tenggara Barat periode tahun 2008-2012?
3. Sejauhmana teori kurva Phillips (Philiips curve) berlaku pada kabupaten/kota
di Provinsi Nusa Tenggara Barat periode tahun 2008-2012?
4. Bagaimanakah pengaruh tingkat pendidikan tinggi angkatan kerja dan tingkat
pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota terhadap tingkat pengangguran terbuka
di Provinsi Nusa Tenggara Barat periode tahun 2008-2012?
1.2 Keaslian Penelitian
Berbagai
penelitian
terutama
yang
berkaitan
dengan
masalah
pengangguran telah banyak dilakukan baik di Indonesia maupun di luar negeri.
Penelitian-penelitian tersebut umumnya menganalisis pengaruh pertumbuhan
ekonomi dan inflasi terhadap tingkat pengangguran sesuai dengan konsep teori
hukum Okun dan kurva Phillips. Uraian singkat mengenai penelitian sebelumnya
sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 1.1.
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian
No
1.
Peneliti
Ahmad
(2007)
2.
Filiztekin
(2008)
Topik/Lokasi
Hubungan Antara Inflasi
dengan Tingkat
Pengangguran; Pengujian
Kurva Phillips dengan
Data Indonesia, 19762006.
Pengangguran regional di
Turki.
Metode
Data time series,
uji stasionaritas, uji
kausalitas, uji
kointegrasi, dan uji
ECM (error
correction model).
Teknik spasial dan
non-parametrik,
indeks moran,
LISA.
Kesimpulan
Bahwa tidak ada trade-off antara
inflasi dan tingkat pengangguran,
mengindikasikan bahwa kurva
Phillips tidak berlaku di
indonesia periode 1976-2006.
Bahwa tingkat pengangguran
provinsi cukup gigih dan
kesenjangan antardaerah berbeda
melebar lebih jauh dengan klaster
spasial yang muncul diseluruh
negeri. Modal manusia dan
13
3.
Puzon
(2009)
Dinamika Inflasi di 4
Negara ASEAN: Studi
Kasus Hubungan Kurva
Phillips.
4.
Kuncoro
(2009)
Reformasi di
Persimpangan Jalan
dalam Ekonomi
Indonesia.
5.
Pawestri
(2010)
6.
7.
Pengaruh Pertumbuhan
Ekonomi dan Inflasi
terhadap Tingkat
Pengangguran Terbuka di
Indonesia, 1993-2008.
Naghdi, et Stabilitas Kurva Phillips
al. (2011) di Iran: Analisis Rolling
Regression.
Kreishan
(2011)
Pertumbuhan Ekonomi
dan Pengangguran :
Sebuah Analisis Empiris
di Yordania.
kekurangan permintaan
merupakan sumber kesenjangan
di seluruh provinsi.
Data time series,
Kurva Phillips berlaku di
metode OLS.
Thailand dan Malaysia,
sedangkan untuk Philipina dan
Indonesia terdapat hubungan
positif mengindikasikan tidak
terjadi trade-off antara inflasi dan
tingkat pengangguran.
Analisis tren,
Bahwa hubungan antara tingkat
regresi.
pengangguran dan pertumbuhan
ekonomi Indonesia menunjukkan
pola huruf U.
Bahwa terjadi hubungan positif
antara inflasi dan tingkat
pengangguran di Indonesia,
1984-2008.
Analisis Tren, Uji
bahwa pertumbuhan ekonomi dan
Kausalitas Granger, inflasi berpengaruh negatif
Regresi.
terhadap tingkat pengangguran
terbuka di seluruh provinsi di
Indonesia.
JJ Cointegration
Hasil menunjukkan kointegrasi
Aproach, VEC
antara tingkat inflasi dan tingkat
Model, Rolling
pengangguran. Adanya hubungan
Regression
positif antara tingkat inflasi dan
Method.
tingkat pengangguran periode
1980-1984, 1987-1988, dan 2006.
Menggunakan data Bahwa Hukum Okun’s tidak bisa
time series periode diterapkan di Yordania.
1970-2008, ADF,
Rendahnya pertumbuhan
Cointegration Test, ekonomi di Yordania tidak
Simple Regression. menjelaskan tingkat
pengangguran di Yordania.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah adanya
identifikasi pola spasial pengangguran di awal penelitian dilanjutkan dengan
analisis regresi data panel untuk menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi,
inflasi dan tingkat pendidikan tinggi angkatan kerja terhadap tingkat
pengangguran di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Selain metoda, lokasi dan tahun
penelitian juga berbeda dari penelitian-penelitian sebelumnya.
14
1.3 Tujuan Dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah.
1. Menganalisis pola spasial pengangguran yang terjadi pada kabupaten/kota di
Provinsi Nusa Tenggara Barat periode tahun 2008-2012.
2. Menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat pengangguran
untuk mengetahui sejauhmana teori hukum Okun (Okun’s law) berlaku pada
kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat periode tahun 2008-2012.
3. Menganalisis pengaruh tingkat inflasi terhadap tingkat pengangguran untuk
mengetahui sejauhmana teori kurva Phillips (Phillips curve) berlaku pada
kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat periode tahun 2008-2012.
4. Menganalisis pengaruh tingkat pendidikan tinggi angkatan kerja dan tingkat
pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota terhadap tingkat pengangguran di
Provinsi Nusa Tenggara Barat periode tahun 2008-2012.
1.3.2 Manfaat penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah.
1. Sebagai bahan masukan dan informasi tambahan bagi pemerintah selaku
perencana dan pengambil kebijakan dalam memahami keterkaitan 3 (tiga)
indikator pembangunan ekonomi makro daerah yaitu pertumbuhan ekonomi
(economic growth), penyerapan tenaga kerja (employment), dan inflasi
(inflation) sehingga dapat merumuskan kebijakan yang lebih tepat dan terarah.
2. Sebagai bahan referensi dan informasi bagi penelitian-penelitian selanjutnya,
khususnya pada topik yang diteliti.
15
3. Bagi penulis sendiri, penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan
memperluas wawasan terutama yang berkaitan dengan masalah tingkat
pengangguran di Provinsi Nusa Tenggara Barat.
1.4 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan tesis ini disusun menjadi 5 bab yang disajikan
sebagai berikut. Bab I Pengantar, bab ini berisi uraian mengenai latar belakang
masalah, perumusan masalah, keaslian penelitian, tujuan dan manfaat penelitian
serta sistematika penulisan. Bab II Tinjauan Pustaka, berisi uraian mengenai
landasan teori yang relevan dengan topik penelitian, studi empiris yang telah
dilakukan sebelumnya mengenai topik yang sama dengan penelitian ini.
Bab III Metodologi, menjelaskan data dan metoda analisis yang digunakan
dalam penelitian ini, termasuk definisi operasional variabel yang digunakan. Bab
IV Analisis Data dan Pembahasan, memberikan gambaran umum perkembangan
variabel yang diamati, hasil analisis data beserta pembahasan. Bab V Kesimpulan
dan Saran, akan merangkum penemuan utama studi ini dan menarik kesimpulan
serta implikasi kebijakan.
Download