BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi saat ini, menimbulkan munculnya berbagai kompetisi antar perusahaan. Banyak perusahaan dari tingkat perusahaan kecil, menengah hingga perusahaan besar berkembang pesat. Selain itu organisasi yang di kelola oleh pemerintah juga semakin menunjukkan kontribusinya dalam iklim perekonomian tersebut khususnya di Indonesia. Persaingan antar organisasi tak bisa dihindari lagi demi tercapainya tujuan perekonomian global. Menghadapi situasi yang demikian, organisasi harus menentukan strategi yang akan digunakan agar tujuan organisasi dapat tercapai. Hal ini dapat dicapai apabila perusahaan tersebut memiliki sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya manusia merupakan salah satu elemen yang sangat penting terhadap kelangsungan sebuah organisasi, karena keefektifan dan keberhasilan organiasi tergantung pada kualitas kinerja sumber daya manusia yang ada didalamnya. Sumber daya manusia yang berkualitas diharapkan dapat memicu peningkatan produktivitas organisasi dalam iklim persaingan yang semakin memanas. Oleh karena itu, peran sumber daya manusia dalam hal ini karyawan,perlu dimaksimalkan agar dapat menunjukkan fungsinya. Banyak organisasi yang telah menyadari pentingnya karyawan yang berkualitas dalam membantu tercapainya tujuan organisasi. Beberapa indikator karyawan yang berkualitas yaitu memiliki wawasan luas, tanggap dalam menghadapi perubahan yang berlangsung cepat, mampu berinovasi dan mampu beradaptasi dengan lingkungan baru. Menurut Ancok (2007) agar mampu beradaptasi pada situasi bisnis yang baru, karyawan harus inovatif, kreatif, proaktif, dan berwawasan kewirausahaan. Karyawan dituntut agar lebih responsif terhadap perubahan yang terjadi. 1 2 Selain itu, organisasi yang baik juga harus memiliki karyawan yang dapat melakukan tugas melebihi tugas pokok mereka serta mau memberikan kinerja yang melebihi harapan organisasi. Menurut Ahdiyana (2010) organisasi akan berhasil apabilakaryawan tidak hanya mengerjakan tugas pokoknya saja namun juga mau melakukantugas ekstra seperti mau bekerja sama dengan rekan kerja, saling tolong menolong, memberikan saran untuk kelangsungan organisasi, berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan organisasi, sertamau menggunakan waktu kerjanya dengan efektif. Perilaku yang demikin sering disebut sebagai perilaku extra-role atau organizational citizenship behavior (OCB). Organizational citizenship behavior yang selanjutnya disingkat dengan OCB, menurut Organ (2006) merupakan perilaku individu yang memiliki kebebasan untuk memilih yang secara tidak langsung diakui oleh sistem reward, dan memberi kontribusi pada keefektifan dan keefisienan fungsi organisasi. Pendapat lain mengemukakan bahwa OCB merupakan perilaku pilihan yang tidakmenjadi bagian dari kewajiban kerja formal seorang karyawan, namun mendukung berfungsinyaorganisasi tersebut secara efektif (Robbins, 2006). OCB merupakan perilaku pilihan dan inisiatif karyawan yang tidak tercantum dalam deskripsi kerja, sehingga apabila tidak ditunjukkan maka karyawan tidak akan mendapat hukuman. OCB juga sering diartikan sebagai perilaku yang melebihi kewajiban formal (extrarole) sehingga tidak berhubungan dengan kompensasi langsung. Kududukan OCB sebagai perilaku extra-role banyak memunculkan ketertarikan di kalangan peneliti, praktisi maupun akademisi. Podsakoff, MacKenzie, Paine, dan Bachrach(2000) mencatat lebih dari 150 artikel yang diterbitkan di jurnal-jurnal ilmiah dalam kurunwaktu 1997 hingga 1998. Hal ini mengindikasikan bahwa sangat penting bagi organisasi memiliki karyawan dengan 3 OCB yang baik karena dapat meningkatkan kinerja secara keseluruhan terhadap organisasi, kinerja untuk dirinya sendiri maupun kinerja kelompok kerja. OCB merupakan sebuah istilah yag digunakan untuk mengidentifikasi perilakuperilaku karyawan sehingga mereka dapat di sebut sebagai anggota yang baik (Sloat, 1999). Perilaku ini cenderung melihat seorang karyawan sebagai mahluk sosial yang menjadi bagian dari anggota organisasi. Sebagai mahluk sosial, manusia memiliki kemampuan untuk memiliki empati kepada orang lain dan lingkungannya. Selain itu untuk melakukan segala sesuatu yang baik manusia tidak hanya digerakkan akan hal-hal yang menguntungkan dirinya saja, tapi juga hal-hal yang menguntungkan orang lain. Jika karyawan dalam sebuah organisasi memiliki OCB yang rendah maka usaha untuk mengendalikan karyawan menjadi meningkat, karena karyawan tidak mampu mengendalikan perilakunya sendiri atau tidak mampu memilih perilaku yang terbaik untuk organisasinya. OCB karyawan yang rendah juga akan mempengaruhi terhambatya efektifitas organisasi, organisasi menjadi kaku karena karyawan hanya mementingkan kepentingan dirinya sendiri tanpa mempertimbangkan pentingnya keberlangsungan organisasi. Selain itu, dengan rendahnya OCB karyawan maka kemampuan organisasi untuk dapat beradaptasi dengan lingkungannya akan menurun, hal ini disebabkan oleh karyawan yang enggan berempati, bertoleransi maupun peka terhadap perubahan yang terjadi dalam organisasi. OCB yang dimiliki karyawan juga memicu berlangsungnya produktivitas organisasi. Apabila OCB rendah maka akan sangat mudah untuk muncul konflik antar karyawan, hal ini dikarenakan karyawan enggan untuk mentoleransi masalah-masalah kecil atau gangguan-gangguan yang terjadi. Hal ini akan sangat berdampak bagi produktivitas organisasi, karyawan akan merasa terpaksa dalam melakukan kinerjanya sehingga hasil yang di dapat menjadi tidak maksimal. Selain itu, OCB yang rendah juga membuat 4 informasi-informasi baru yang organisasi harapkan dapat sampai dengan efektif kepada karyawannya menjadi terhambat, salah satunya karyawan yang memiliki OCB rendah cenderung enggan untuk sekedar membaca papan informasi yang memuat informasi terbaru mengenai organisasi. Hal ini akan merugikan organisasi dan menghambat penyaluran informasi kepada karyawan lainnya. Beberapa penelitian tentang OCB telah dilakukan dibeberapa organisasi salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Beauregard dan Alexandra (2014) terhadap 223 pegawai yang bekerja di sektor publik United Kingdom, mengindikasikan bahwa OCB dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu efikasi diri, perfectionis, serta jenis kelamin. Penelitian lain yang dilakukan oleh Pieter dan Budi (2011) terhadap 125 pekerja disalah satu Bank Swasta Indonesia menunjukkan bahwa OCB dipengaruhi oleh efikasi diri dan komitmen organisasi. Berdasarkan beberapa hasil penelitian di atas, OCB dipengaruhi oleh efikasi diri. Menurut Bandura (1986) efikasi diri merupakan penilaian seseorang tentang kemampuan mereka untuk mengorganisasikan dan melaksanakan program tindakan yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang telah ditetapkan. Karyawan yang mampu melakukan perilaku extra-role dalam sebuah organisasi dapat diartikan memiliki keyakinan lebih atas kemampuan yang dimiliki oleh dirinya. Keyakinan tersebut membuat karyawan merasa mampu dan merasa perlu melakukan perilaku-perilaku tertentu yang akan membuat dirinya lebih berpengalaman, merasa lebih puas akan ilmu yang dimiliki, serta menjadi individu yang bermanfaat bagi orang lain maupun organisasi tempat ia bekerja. Karyawan diharapkan mampu menilai potensi diri yang ia miliki guna menunjang kelangsungan kinerja mereka. Efikasi diri berkaitan dengan situasi yang dihadapi oleh karyawan dalam kondisi tertentu sebagai bagian dari proses belajar sosial. Efikasi diri diyakini menjadi salah satu kunci sukses seorang karyawan. Selain itu, efikasi diri membuat karyawan akan 5 semakin terlatih dengan berbagai tugas dengan kondisi yang berbeda. Efikasi diri juga mempengaruhi tingkat usaha dan ketekunan karyawan ketika belajar tugas-tugas sulit (Lunenburg, 2011). Beauregard dan Alexandra (2012) melakukan penelitian terhadap efikasi diri sebagai salah satu variabel yang mempengaruhi OCB. Hasil dari penelitian itu menunjukkan bahwa efek dari efikasi diri mempengaruhi munculnya OCB terutama pada karyawan laki-laki, karyawan perempuan cenderung melakukan OCB tanpa mengevaluasi kompetensi mereka. Karyawan yang memiliki efikasi diri yang tinggi akan melihat rintangan sebagai salah satu hal yang harus diatasi bukan suatu hal yang dihindari. Ketika seorang individu memiliki efikasi diri mereka akan memiliki pandangan yang positif, fokus pada keyakinan akan kemampuan dirinya sehingga pekerjaan yang dilakukan akan membawa hasil yang lebih baik. Karyawan yang memiliki efikasi diri selalu ingin belajar dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi terhadap sesuatu, mereka akan terus belajar untuk mengembangangkan keterampilan yang dimiliki baik keterampilan dalam bekerja maupun keterampilan sosial lainnya. Keterampilan sosial yang dimiliki karyawan misalnya dalam hal pergaulan, aktif, memiliki empati yang baik, lancar dalam berkomunikasi dengan rekan kerja ataupun atasan. Karyawan yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi serta berempati cenderung akan lebih membantu rekan kerja dalam hal penyelesaian masalah organisasi dalam mencapai tujuan. Hal-hal seperti membantu rekan kerja menyelesaikan suatu masalah dalam organisasi, menggunakan waktu kerja dengan sebaik mungkin, aktif dalam memberikan pendapat merupakan sebagian dari perwujudan OCB. Seorang karyawan yang memiliki efikasi diri yang baik akan memunculkan perilaku-perilaku yang lebih terarah. Sehingga, sangat memungkinkan efikasi diri yang dimiliki akan memunculkan tindakan atau perilaku yang lebih dari tuntutan yang ada. Seseorang yang memiliki efikasi diri yang 6 tinggi akan merasa puas dengan pekerjaannya dan lebih sering melakukan OCB (Rahman, 2013). Namun, penelitian lain yang dilakukan oleh Aboh dkk, (2011) terhadap 300 pegawai bank di Nigeria tidak menemukan adanya hubungan yang signifikan antara efikasi diri dan OCB. Selain efikasi diri, faktor lain yang mempengaruhi OCB yaitu persepsi kualitas interaksi atasan bawahan. Studi yang dilakukan oleh Wayne, Sandy, Green, & Shawn (1993) terhadap 98 perawat menemukan bahwa persepsi kualitas interaksi atasan bawahan mempengaruhi OCB, yang mana karyawan yang secara langsung mendapat dukungan atau menjalin hubungan yang baik dengan atasan akan memunculkan citizenship yang baik. Penelitian lain yang dilakukan oleh Lepine, Erez, & Johnson (2002) dalam meta-analisis dari literatur tentang perilaku kewarganegaraan melaporkan dukungan pemimpin sebagai prediktor terkuat.Dukungan pemimpin yang dimaksudkan adalah bagaimana pemimpin membangun kualitas hubungan yang baik dengan bawahannya, sehingga bawahan membalas hubungan tersebut dengan melakukan OCB. Persepsi kualitas interaksi atasan bawahan merupakan faktor eksternal dari OCB. Kualitas interaksi atasan dan bawahan dalam sebuah organisasi akan membawa kontribusi tidak langsung terkait munculnya OCB. Dari berbagai studi yang telah dilakukan berkaitan dengan OCB, hubungan atasan dan bawahan yang baik dapat menciptakan lingkungan yang memotivasi dan berpengaruh pada cara pandang keryawan terhadap kinerja mereka. Kebanyakan penelitian yang menggali persepsi kualitas interaksi atasan bawahan mendemostrasikan hubungan yang signifikan antara persepsi kualitas interaksi atasan dan bawahan dengan keluaran kerja maupun dari segi afektif.Gerstner dan Day (1997) menunjukkan bahwa persepsi kualitas interaksi atasan bawahan tidak hanya terkait erat dengan penilaiankinerja, namun juga kepuasan secara keseluruhan. Kepuasan yang menyeluruh inilah yang nantinya akan menimbulkan perasaan ingin melakukan suatu 7 perilaku yang melebihi tuntutan organisasi. Selain itu, bawahan yang memiliki interaksi yang tinggi dengan atasannya akan membayar kembali dengan melakukan perilaku extrarole (Wayne, Sandy, Green, & Swann, 1993). Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa OCB dipengaruhi oleh efikasi diri yang dimiliki oleh karyawan serta persepsi terhadap kualitas interaksi atasan dan bawahan. Tingginya efikasi diri dan kualitas interaksi atasan bawahan berpengaruh positif dengan OCB yang dilakukan oleh karyawan. Sebaliknya, rendahnya efikasi diri dan kualitas interaksi atasan dan bawahan berpengaruh negatif terhadap munculnya OCB pada karyawan. Selain itu, adanya pertentangan hasil penelitian terdahulu melatarbelakangi penulis untuk meneliti kembali peran efikasi diri dan persepsi kualitas interaksi atasan bawahan secara bersama-sama dengan OCB. Penelitian-penelitian tentang OCB dan faktor-faktor yang mempengaruhinya di atas dilakukan di beberapa Negara Barat, sehingga peneliti merasa perlu dilakukan penelitian terkait di Inonesia dengan alasan adanya perbedaan budaya, nilai-nilai, tingkat penerimaan, perbedaan tugas serta karakteristik subjek. Dalam penelitian ini, peneliti memilih Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cilacap sebagai tempat untuk melakukan penelitian.KPP Pratama Cilacap dipilih dengan pertimbangan bahwa pada akhir tahun 2014 telah memperoleh juara pertama lomba pelayanan pajak tingkat Jateng II. Selain itu KPP Pratama Cilacap beberapa tahun terakhir selalu dapat mencapai target pajak yang telah ditetapkan bahkan melebihi target. Hal ini berarti, peran karyawan menjadi salah satu penentu keberhasilan pencapaian tersebut. Keyakinan yang dimiliki karyawan bahwa mereka dapat menyelesaikan tugas dengan baik dibutuhkan dalam mencapai tujuan organisasi ini. Selain itu, peran dari seorang pemimpin dalam membangun kualitas hubungan dengan bawahannya menjadi salah satu hal lain yang dipertimbangkan dalam pemilihan setting penelitian ini. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian ini, untuk 8 mengetahui peran efikasi diri dan persepsi kualitas interaksi atasan dan bawahan terhadap OCB di KPP Prama Cilacap. Sehingga rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah terdapat peran efikasi diri dan persepsi kualitas interaksi atasan bawahan terhadap OCB pada karyawan di KPP Pratama Cilacap. B. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahuiperan efikasi diri dan persepsi kualitas interaksi atasan bawahan terhadap organizational citizenship behavior. C. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini yaitu: a. Manfaat Teoritis Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, khususnya psikologi industri dan organisasi. Selain itu penelitian ini juga dimaksudkan agar dapat menambah kesadaran mengenai pentingnya meningkatkan OCB karyawan. b. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang Organizational Citizenship Behavior karyawan di KPP Pratama Cilacap. Selain itu, penelitian ini diharapkan juga dapat memberikan gambaran mengenai peran efikasi diri dan persepsi kualitas interaksi atasan bawahan terhadap OCB. Serta hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan saran untuk meningkatkan efektivitas organisasi melalui OCB.