Bab II Tinjauan Pustaka 2.1 Polimer Kata polimer pertama kali digunakan oleh kimiawan Swedia Berzelius pada tahun 1833.1 sepanjang abad 19 para kimiawan bekerja dengan polimer tanpa memiliki suatu pengertian yang jelas tentang polimer terutama strukturnya. 2.1.1 Pengertian Polimer Istilah polimer berasal dari kata poly yang artinya banyak dan meros yang artinya bagian yaitu molekul raksasa atau makromolekul yang biasanya memiliki bobot molekul tinggi. Polimer juga didefinisikan sebagai makromolekul yang dibangun dari pengulangan unit-unit molekul yang lebih sederhana yang dinamakan monomer.4 Alam telah menyediakan polimer seperti selulosa, protein dan karet alam jauh sebelum manusia menemukan polimer sintetik. Polimer-polimer tersebut telah digunakan sejak berabad-abad sebagai bahan makanan, pakaian dan peralatan sederhana.5 Namun sekarang polimer sintetis telah banyak digunakan sehari-hari tidak hanya sebagai makanan, pakaian, dan peralatan sederhana, tetapi juga sebagai peralatan elektronik, peralatan masak juga bahan untuk keperluan peralatan dengan teknologi tinggi.6 2.1.2 Penggolongan Polimer Secara umum polimer dikelompokkan menjadi : pertama elastromer yaitu polimer yang mempunyai sifat elastis seperti karet, kedua serat polimer yang mirip benang seperti kapas, sutra atau nilon dan ketiga plastik yang dapat berupa lapisan tipis untuk pembungkus makanan, zat padat yang keras dan dapat dicetak seperti pipa, peralatan rumah tangga atau berupa pelapis seperti cat mobil dan pernis.3 Penggolongan polimer ada juga yang berdasarkan bahannya yaitu polimer 4 anorganik seperti pasir (alamiah), serat, elastromer (sintetik) dan polimer organik seperti kanji (alamiah), elastromer, plastik (sintetik).5 Lebih lanjut polimer dapat digolongkan berdasarkan beberapa tinjauan sebagai berikut : 1. Berdasarkan sumber polimer. Polimer alam : polimer yang terbentuk secara alamiah seperti sellulosa, karbohidrat, protein dan lain- lain. Polimer sintetis : Polimer yang dibuat manusia melalui reaksi-reaksi polimerisasi dari monomernya seperti polistirena, polietilen, poliuretan dan lain-lain. 2. Berdasarkan reaksi polimerisasinya Polimer adisi : polimer yang terbentuk dari reaksi polimerisasi adisi Polimer kondensasi : polimer yang terbentuk dari reaksi polimerisasi kondensasi. Kedua jenis polimer tersebut dapat dilihat secara lebih rinci pada subbab berikutnya. 3. Berdasarkan bentuk susunan rantainya Polimer linier : polimer yang monomernya tersusun secara linier dalam suatu rantai. Polimer bercabang : polimer terbentuk apabila beberapa unit ulang membentuk cabang pada rantai utama. Polimer berikatan silang : polimer yang terbentuk karena beberapa rantai polimer saling terikat satu sama lain membentuk jaringan seperti dilihat Gambar 2.1 berikut : (a) polimer linier (b) polimer bercabang 5 (c) polimer berikatan silang Gambar 2.1 Penggambaran susunan polimer5 4. Berdasarkan sifat termalnya Polimer termoplastis : polimer yang dapat melunak dan mencair atau meleleh apabila dipanaskan. Sebaliknya akan mengeras kembali apabila didinginkan seperti polistirena. Polimer termoset : polimer yang tidak melunak dan tidak dapat meleleh pada pemanasan seperti bakelit. 5. Berdasarkan jenis monomernya Homopolimer : polimer yang terbentuk dari satu jenis monomer seperti polistirena. Kopolimer : polimer yang terbentuk dari dua atau lebih jenis monomernya seperti poliamida, poliester, SBR dan sebagainya 6. Berdasarkan taktisitasnya Polimer isotaktik : polimer yang konfigurasi gugus sampingnya terletak pada bidang sama. Polimer sindiotaktik : polimer yang letak konfigurasi gugus sampingnya berselang seling Polimer ataktik : polimer yang letak konfigurasi gugus sampingnya acak. 6 polimer ataktik polimer sindiotaktik polimer isotaktik Gambar 2.2 Penggambaran taktisitas polimer5 7. Berdasarkan kristalinitas Polimer kristalin : polimer yang susunan rantainya teratur satu terhadap lainnya, yang disebabkan oleh adanya ikatan antar rantai yang kuat (misalnya karena adanya ikatan hidrogen). Polimer amorf : polimer yang susunan rantainya acak atau tidak teratur, sehingga tidak ada interaksi antara rantai yang cukup kuat. Namun pada umumnya polimer bersifat semikristalin, artinya sebagian rantai bersifat kristalin dan sebagian bersifat amorf yang perbandingannya secara kuantitatif dapat dinyatakan sebagai derajat kristalinilitas. Untuk lebih jelasnya polimer kristalin dan amorf dapat dilihat pada Gambar 2.3 dibawah ini. Gambar 2.3 Polimer kristalin dan amorf5 7 2.1.3 Polistirena Polistirena adalah salah satu contoh polimer adisi yang disintesis dari monomer stirena. Pada suhu ruangan, polistirena biasanya bersifat termoplastik padat dan dapat mencair pada suhu yang lebih tinggi sehingga dapat dimolding atau 'extrusion', kemudian kembali menjadi padat8. Polistirena merupakan polimer sintetik yang transparan dengan sifat fisik dan sifat termal yang baik, dan relatif tahan terhadap degradasi baik oleh mikroorganisme di dalam tanah maupun oleh sinar matahari. Polistirena pertama kali dibuat pada tahun 1839 oleh Eduard Simon, seorang apoteker Jerman, melalui isolasi dari resin alami. Seorang kimiawan organik Jerman lainnya, Hermann Staudinger, menemukan bahwa polistirena tersebut terdiri dari rantai panjang molekul stirena. Polistirena mula-mula berkembang pada tahun 1930-an,6 dan dikenal dalam dunia perdagangan sebagai bahan isolator listrik yang sangat baik, kemudian dalam perkembangannya polistirena merupakan bahan plastik yang komersial dan dapat digunakan dalam berbagai aplikasi misalnya tempat penyimpanan makanan, pengepakan (packing) dan lainlain. 2.1.3.1 Struktur dan Sifat -sifat Polistirena Polistirena merupakan polimer yang mempunyai sifat transparan, kaku dan getas dan memiliki kestabilan dimensional yang baik sehingga polistirena sangat sulit mengalami perubahan bentuk. Disamping itu juga polistirena memiliki absorpsi yang sangat rendah terhadap uap air, asam, basa, alkohol dan detergen. Polistirena yang bebas dari aditif bersifat non-toksis serta tidak menunjang terjadinya pertumbuhan jamur dan bakteri. 7 Keunggulan lain dari polistirena adalah polistirena mempunyai ketahanan yang baik terhadap panas, memiliki temperatur transisi gelas berkisar 100 oC dan titik lelehnya 230 – 240 oC.7 Polistirena tahan terhadap cahaya, akan tetapi bersifat 8 rapuh bila diradiasi dengan sinar UV setelah 350 jam. Walaupun terjadi pemutusan rantai makromolekul akibat radiasi sinar UV, akan tetapi distribusi berat molekulnya tidak berubah.9 Sifat dari suatu polimer ditentukan oleh struktur polimer dan susunan rantainya.5 Jika struktur rantai polimer tersusun secara acak, maka polimer tersebut digolongkan sebagai polimer ataktik, dan polimer ataktik biasanya dibuat dengan metode polimerisasi radikal bebas. Jika polistirena disintesis menggunakan katalis Ziegler-Natta maka dihasilkan polistirena yang bersifat isotaktik. Pada umumnya polistirena yang dihasilkan bersifat amorf dan semikristalin.4 Struktur polistirena dapat dilihat pada Gambar 2.4. [ CH H2C ]n Gambar 2.4 Struktur polistirena Namun kekurangan dari sifat polistirena adalah umumnya larut dalam pelarut hidrokarbon baik alifatik maupun aromatik, sehingga polistirena harus dihindarkan dari beberapa bahan makanan seperti mentega dan minyak kelapa yang berperan sebagai pelarut organik karena polistirena merupakan polimer yang bersifat non polar, dan pelarut yang terklorinasi juga akan dapat merusak permukaan polistirena.9 2.1.3.2 Kegunaan dan Dampak Negatif dari Polistirena Kegunaan polistirena banyak sekali, diantaranya digunakan sebagai bahan optik, pembungkus alat-alat elektronik, dan obat-obatan, dan juga dalam otomotif. 9 Untuk lebih jelasnya penggunaan polistirena dapat dilihat pada Gambar 2.5. Data pada tahun 2005 menunjukkan bahwa penggunaan polistirena untuk pengemas bahan makanan mencapai 23,0 %, untuk botol atau tempat minuman 18,2 %, untuk packing mencapai 14,6 % dan lain-lain 0,5 %. Perkembangan ilmu pengetahuan yang begitu pesat telah berhasil mengembangkan campuran antara polistirena dengan polimer lain sehingga menghasilkan sifat polimer yang berbeda, sehingga pemanfaatannya lebih banyak. Namun dampak pemakaian polistirena yang terlalu banyak dapat menyebabkan pencemaran lingkungan karena polistirena sulit untuk didegradasi di alam. Lain-lain 0,5 % Bahan kemasan 14,6 % Tempat makanan dan minuman 18,2 % Potongan PS 43,7 % Tempat makanan siap saji 23,0 % Gambar 2.5 Penggunaan polistirena3 2.2. Polimerisasi Polimer terbentuk dari unit-unit monomer melalui beberapa tahap reaksi, dan reaksi pembentukan polimer disebut dengan polimerisasi. Polimerisasi dapat dikelompokkan menjadi dua golongan besar yaitu polimerisasi kondensasi dan polimerisasi adisi. 10 2.2.1 Polimerisasi Kondensasi Polimerisasi kondensasi ini didasarkan pada reaksi antara dua molekul atau lebih yang memiliki gugus fungsi berbeda sehingga terbentuk polimer yang mengandung gugus fungsi baru, dan menghasilkan produk samping berupa molekul sederhana, seperti H2O, NH3, dan HCl. Poliamida adalah salah satu contoh polimer yang terbentuk dari polimerisasi kondensasi seperti pada Gambar 2.5 berikut : NH2 – (CH2)x – NH2 + nHO2C – (CH2)y’ – CO2H → H – [ - NH – (CH2)x – NHCO – (CH2)y’ – CO]n + (2n – 1) H2O Poliamida Gambar 2.6 Contoh polimerisasi kondensasi9 2.2.2 Polimerisasi Adisi Polimerisasi adisi melibatkan reaksi rantai, dan pembawa rantai pada polimerisasi adisi dapat berupa spesi reaktif yang berupa kation atau anion atau mengandung satu elektron yang tidak berpasangan yang disebut radikal bebas. Ciri khas dari polimerisasi adisi adalah monomernya merupakan senyawa tak jenuh yang berikatan rangkap dua atau tiga, contohnya polistirena8. Polimerisasi adisi dapat dibedakan menjadi : (a) polimerisasi adisi radikal bebas yaitu polimerisasi yang diawali melalui penguraian suatu inisiator membentuk radikal bebas yang biasanya dipicu oleh adanya cahaya atau panas, kemudian dilanjutkan dengan adisi molekul monomer pada salah satu radikal bebas yang terbentuk. (b) Polimerisasi adisi secara kationik, umumnya terjadi pada monomer yang mengandung gugus pelepas elektron sehingga sebagai pembawa rantainya adalah ion karbonium, dan katalis yang digunakan adalah katalis asam lewis (penerima pasangan elektron) dan katalis Friedel Crafts misalnya AlCl3, biasanya berlangsung pada suhu rendah. (c) Polimerisasi adisi secara anionik, terjadi pada 11 monomer yang mengandung substituen yang bersifat elektronegatif seperti stirena. Seperti halnya polimerisasi kation, reaksi polimerisasi anion juga berlangsung pada suhu rendah dengan katalis logam alkali, alkil, aril dan amida logam alkali.5 2.2.3 Polimerisasi stirena 2.2.3.1 Stirena Stirena tergolong senyawa aromatik. Stirena merupakan hidrokarbon aromatis yang berwujud cair tak berwarna sampai kekuningan, mengkilap, berbau tajam, larut dalam alkohol, eter, metanol, aseton, karbon disulfida dan dalam air. Stirena biasanya diproduksi secara komersil dari minyak bumi. Proses sintesis stirena terjadi melalui alkilasi benzen dengan etilen menggunakan katalis AlCl3, dan kemudian dihidrogenasi. Monomer stirena mudah terpolimerisasi walaupun pada suhu kamar. Stirena mudah rusak karena pengaruh suhu, sinar matahari, dan O2 sehingga stirena murni yang diperdagangkan perlu ditambahkan dengan 0,5 % inhibitor yaitu 4-tersier butil katekol.11 Pada Gambar 2.7 berikut ini dapat dilihat struktur dari stirena. CH CH2 Gambar 2.7 Struktur stirena 2.2.3.2 Benzoil peroksida (BPO) Di antara tipe inisiator yang digunakan untuk reaksi polimerisasi radikal bebas, peroksida (ROOR) merupakan jenis yang paling banyak digunakan. Jenis peroksida yang paling sering digunakan adalah benzoil peroksida. 12 O O O O Gambar 2.8 Struktur benzoil peroksida Benzoil peroksida memiliki 2 gugus benzoil yang dapat mengalami homolisis secara termal membentuk radikal-radikal benzoiloksi.11 Benzoil peroksida mempunyai sifat yang tidak stabil terhadap panas dan cepat terurai menjadi radikal-radikal. Benzoil peroksida merupakan sumber radikal yang kuat, mengandung lebih dari 4,9 % oksigen aktif. Waktu paruhnya bermacam-macam tergantung pada suhu, misalkan 10 jam pada suhu 73oC, 1 jam pada 92oC, dan 1 menit pada 131oC. Jika dipanaskan melebihi suhu lelehnya benzoil peroksida akan terdekomposisi dengan cepat sehingga terjadi pembakaran dan ledakan. Senyawa ini bereaksi kuat dengan asam, basa, reduktor, dan logam berat.12 2.2.3.3 Sintesis polistirena Polistirena dapat dibuat dengan cara polimerisasi larutan, emulsi, suspensi dan polimerisasi ruah.5 Reaksi pembentukan polistirena dapat dilihat pada Gambar 2.914 Polistirena dengan sturktur ataktik dapat dibuat dengan polimerisasi radikal bebas menggunakan inisiator senyawa peroksida seperti benzoil peroksida (BPO). Polimerisasi dengan menggunakan katalis Ziegler-Natta akan menghasilkan polistirena dengan struktur isotaktik. Mekanisme reaksi pembentukan polistirena dengan inisiator BPO adalah sebagai berikut :13 13 a. Tahap inisiasi Tahap ini melibatkan adanya pembentukan radikal bebas. Dekomposisi secara termal senyawa peroksida dapat menghasilkan radikal bebas, yakni radikal benzoiloksi seperti reaksi berikut : O O O O 2 O CH CH2 O* Atau R* *CH CH2 R R* b. Tahap propagasi Setelah radikal bebas terbentuk (R*) maka akan bereaksi dengan monomer menghasilkan spesi pusat aktif. Selanjutnya penambahan monomer (M) akan terjadi pada spesi pusat aktif secara bertahap. Reaksi sederhana dapat → dituliskan sebagai berikut RMi* + M CH CH2 *CH CH2 R R CH2 RMi + 1* atau, CH CH2 CH* dst c. Tahap terminasi Pada tahap terminasi ini spesi pusat aktif akan habis bereaksi sehingga perpanjangan rantai akan terhenti. 14 O O O O O* O O* O atau O *CH CH2 R O R CH CH2 O O* atau *CH CH2 R *CH CH2 R R CH CH2 CH CH3 Gambar 2.9 Polimerisasi polistirena 2.2.4 Karakterisasi polistirena 2.2.4.1 Massa molekul relatif dengan viskosmeter Ostwald Untuk menentukan massa molekul relatif polimer dapat ditentukan dengan perbandingan antara viskositas larutan polimer terhadap viskositas pelarut murni. Metode viskositas mempunyai kelebihan daripada metode lainnya yakni lebih cepat dan lebih mudah, alatnya murah serta perhitungannya lebih sederhana.6 15 Gambar 2.10 Viskometer ostwald6 Metode yang biasa dipakai untuk mengukur viskositas pelarut dan larutan polimer ialah dengan menggunakan viskometer Ostwald. Metode tersebut pada dasarnya mengukur waktu yang diperlukan pelarut atau larutan polimer untuk mengalir di antara dua tanda x dan y. Waktu alir untuk pelarut dan larutan polimer diukur pada berbagai konsentrasi. Gambar viskometer Ostwald dapat dilihat pada Gambar 2.10.6 Untuk perhitungan, jika viskositas larutan polimer adalah η dan viskositas pelarut murni adalah ηo, maka viskositas ηsp (viskositas spesifik) dapat dinyatakan sebagai berikut : ηsp = η −ηo ηo Karena massa jenis berbagai larutan yang dipakai umumnya hampir sama dengan massa jenis pelarut, maka sebagai pendekatan dapat diandaikan viskositas tiap larutan hasil pengenceran berbanding lurus dengan waktu alirnya, sehingga persamaan di atas dapat ditulis sebagai: ηsp = t − to to t1 adalah waktu alir untuk larutan, sedangkan to adalah waktu alir untuk pelarut.4 16 Persamaan ini menggambarkan peningkatan viskositas yang disebabkan oleh polimer. Jika konsentarasi larutan polimer adalah c maka harga ηsp/c disebut viskositas tereduksi atau angka viskositas. Untuk harga ηsp/c pada pelarutan dengan konsentrasi yang sangat kecil disebut viskositas intrinsik yang diberi lambang (η), yang secara matematis diungkapkan sebagai: lim c →0 ηsp c = [η ] Viskositas intrinsik dapat dikaitkan dengan massa molekul relatif melalui ungkapan yang ditemukan oleh Mark & Howink: [η] = KMa Dimana M adalah massa molekul relatif polimer berdasarkan viskositas, sedangkan K dan a adalah tetapan yang khas untuk tiap polimer pada pelarut tertentu.13 2.2.4.2 Spektrometri IR /FTIR (Fourier transform Infra Red) Spektrofotometri IR adalah metode analisis untuk mengidentifikasi gugus fungsi yang ada dalam suatu senyawa. Daerah IR pada spektrum elektromagnetik berada pada daerah bilangan gelombang 12800 cm-1 - 10 cm-1. Absorbsi radiasi IR sangat berhubungan dengan spesi molekul yang memiliki perbedaan energi antara keadaan vibrasi & rotasi. Agar dapat menyerap radiasi IR suatu molekul harus mengalami perubahan momen dipol sebagai konsekuensi dari gerakan vibrasi dan rotasinya, hanya pada keadaan inilah medan listrik dari radiasi tersebut dapat berinteraksi dengan molekul dan menyebabkan perubahan amplitudo salah satu gerakannya. Lebih lanjut prinsip pengukuran FTIR ini adalah adanya perbedaan energi transisi vibrasi dari setiap gugus fungsi atau ikatan kimia. Gugus fungsi ini dapat terukur bila gugus tersebut memiliki perbedaan momen dipol. Perbedaan 17 momen dipol menyebabkan atom-atom selalu bergerak rotasi dan vibrasi. Penyinaran pada panjang gelombang tertentu dapat diserap oleh molekul sehingga ada penurunan intensitas sinar yang terukur. Pada FTIR digunakan interferometer Michaelson yang diletakkan di depan monokromator. Interferometer akan memberikan sinyal ke detektor sesuai dengan sinyal yang diberikan sampel setelah disinari oleh radiasi IR. Sampel akan memberikan sinyal apabila terjadi perubahan total momen magnetik pada sampel. Keunggulan yang dimiliki spektrofotometer FTIR antara lain :15 a) Memiliki rasio sinyal terhadap noise yang lebih rendah. b) Dapat mendeteksi vibrasi molekul dengan sinyal-sinyal lemah. c) Sampel yang diperlukan amat sedikit. d) Dapat mendeteksi sampel yang memiliki absorbansi tinggi. 2.2.4.3 Analisis termal Tujuan analisis termal adalah untuk mengetahui temperatur leleh, temperatur transisi gelas, dan temperatur dekomposisi,. Analisis termal tersebut dapat digunakan untuk mengetahui daya tahan polimer terhadap pengaruh termal.16 TGA (Thermogravimetri analysis) adalah teknik analisis termal yang didasarkan pada perekaman perubahan massa sebagai fungsi temperatur. Sampel dipanaskan pada lingkungan yang temperaturnya berubah secara linier sehingga massa sampel berkurang. (Ti = temperatur awal terjadinya dekomposisi, Tf = temperatur akhir dekomposisi), pada Gambar 2.11 memperlihatkan kurva TGA 1 fase. Kurva TGA dipengaruhi oleh laju pemanasan, bentuk sampel, berat sampel. Pada saat tempertur Ti, kurva mengalami penurunan akibat dekomposisi pertama sampai akhirnya seluruh massa zat berubah menjadi senyawa yang volatil dalam bentuk CO2 dan oligomernya. 18 BERAT TEMPERATUR Gambar 2.11 Kurva TGA 16 DTA (Differential Thermal Analysis) adalah teknik analisis termal yang didasarkan pada perekaman perbedaan temperatur antara sampel dan standar terhadap waktu. Data yang diperoleh dari DTA adalah transisi glas dan temperatur dekomposisi. Teknik ini didasarkan pada perbandingan suhu sampel dengan standar yang inert dalam suatu sistem perubahan temperatur (ΔT) yang terkontrol. Prinsip dari analisis DTA adalah panas yang diserap atau dibebaskan dari suatu sistem atau sampel diamati dengan cara mengukur perbedaan temperatur antara sampel dengan standar sebagai fungsi temperatur. Perubahan panas diakibatkan oleh terjadinya kehilangan atau penyerapan panas karena adanya reaksi atau perubahan dalam sampel baik eksotermis maupun endotermis. Jika ΔH positif (reaksi endotermis) maka temperatur sampel akan lebih rendah dari pada temperatur standar, sedangkan jika ΔH negatif (reaksi eksotermis) maka temperatur sampel akan lebih besar dari pada temperatur senyawa pembanding. Jadi data yang diperoleh dari hasil analisis DTA yaitu kurva ΔT terhadap T, dan dari hasil kurva tersebut maka dapat diketahui sifat endo atau ekso dari suatu sampel setelah diberikan pemanasan, dan juga dapat dilihat perubahan struktur material akibat perubahan suhu. Karakterisasi ini dilakukan untuk dapat mengetahui degradasi termal dari polimer, sehingga dapat mengetahui suhu yang relatif aman dalam melakukan pemrosesan dari polimer. Adapun kaidah umum dalam kurva DTA, 19 a. Transisi orde pertama memberikan puncak yang sempit. Transisi ini diakibatkan oleh perubahan konfigurasi struktur yang disertai dengan pemutusan ikatan, misalnya perubahan fasa pada proses pelelehan dari fasa padat menjadi fasa cair atau perubahan struktur dari kubus menjadi heksagonal. b. Transisi orde kedua atau temperatur transisi gelas Tg yaitu transisi dimana terjadinya perubahan fisik polimer dari bentuk kaku seperti gelas (glassy) menjadi bersifat elastik. Perubahan zat ini tidak disertai dengan pemutusan ikatan, hanya terjadi rotasi ikatan saja, misalnya perubahan fisik polistirena dari glassy (amorf dan kaku) menjadi elastis (amorf kenyal). c. Reaksi eksoterm meliputi reaksi kimia, oksidasi atau ikatan silang yang memberikan puncak yang lebar. d. Titik degradasi yaitu temperatur dimana suatu polimer akan mulai terdegradasi. devitrifikasi Transisi gelas Meleleh TEMPERATUR Gambar 2.12 Kurva DTA16 20 2.2.4.4 Difraksi sinar X Metode difraksi sinar X merupakan alat yang digunakan untuk memeriksa keteraturan atom atau molekul melalui interaksi radiasi elektromagnetik yang menghasilkan efek interferensi. Interferensi konstruktif akan terjadi bila sudut dari sinar x yang datang dengan permukaan bidang kristal (θ) memenuhi hukum Bragg berikut : nλ = 2d sin θ dimana d merupakan jarak antara bidang kisi kristal dan λ adalah panjang gelombang sinar x yang digunakan. Jika strukturnya teratur maka interferensinya akan tajam sehingga radiasi akan terhambur atau terdifraksi. Umumnya polimer mempunyai fasa kristalin dan amorf (semikristalin). Karakteristik utama yang membedakan antara polimer kristalin dengan padatan kristalin lainnya adalah struktur polimer cendrung bersifat semikristalin yaitu mengandung sebagian fasa kristalin dan sebagian lagi fasa amorf, akibatnya pola difraksi polimer kristalin memiliki intensitas sinar yang membaur.17 Derajat kristalinitas dari polimer dapat ditentukan dari kurva difraksi sinar x dengan membandingkan luas kurva fasa kristalin terhadap luas kurva keseluruhan. Rumus yang digunakan untuk menentukan derajat kristalinitas adalah : %X = Wkristalin x100% Wkristalin +Wamorf % X adalah derajat kristalinitas Ikristalin adalah intensitas fasa kristalin Iamorf adalah intensitas fasa amorf 21 Fasa kristalin pada difraktogram dinyatakan sebagai puncak yang relatif tajam dengan intensitas yang kuat, sedangkan fasa amorf dinyatakan dengan daerah di bawah puncak yang landai dan memiliki intensitas puncak yang kecil. 2.2.4.5 Analisis mekanik (Uji tarik) Alat yang digunakan untuk mengukur kekuatan mekanik polimer adalah alat uji tarik Autograph. Uji kekuatan tarik yang dapat dilakukan dengan alat ini adalah uji tarik, uji tekuk, uji tekan dan uji geser. Prinsip kerjanya sangat sederhana yaitu merubah besaran energi mekanik yang diberikan pada polimer dalam pengujian menjadi arus listrik kemudian arus tersebut dikonversi menjadi besaran tertentu sesuai dengan beban yang diterima oleh polimer. Transduser merupakan sel yang mampu dikonversi menjadi besaran tertentu yang dapat dibaca dalam piranti baca (monitor). Beberapa jenis sifat mekanik suatu polimer adalah perpanjangan (elongation), tegangan tarik (Stress) dan Modulus elastisitas (modulus Young).17 Perpanjangan tarik (ε) adalah pertambahan panjang yang dihasilkan oleh ukuran tertentu panjang spesimen akibat gaya yang diberikan. Besarnya perpanjangan bahan dapat dinyatakan dengan persamaan berikut : ε= Δl lo ∆l adalah perpanjangan polimer sampai tepat putus (mm) lo adalah panjang polimer mula-mula (mm) Tegangan tarik (σ) atau kekuatan tarik merupakan gaya maksimum yang diperlukan oleh polimer sampai batas elastisnya persatuan luas. τ= F = {Kgf x grafitasi}/ m2 = N/m2 = Pa A 22 ` F adalah gaya maksimum (Newton) A adalah luas penampang (m2) Dimana : F = massa x percepatan grafitasi A = lebar (m) x tebal (m) Modulus Young (E) adalah perbandingan tegangan tarik terhadap perpanjangan tarik pada polimer sampai batas elastisnya. E= τ ε = (N/m2) Istilah lain dalam sifat mekanik polimer seperti elastisitas adalah kemampuan suatu polimer untuk kembali ke bentuk semula setelah gaya luarnya dihilangkan. Tegangan normal τn adalah gaya tegak lurus permukaan yang dapat menyebabkan perubahan volum objek. Tegangan tangensial adalah gaya yang diberikan sejajar permukaan yang dapat menyebabkan perubahan bentuk. 23