BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS
2.1
Landasan Teori
2.1.1
Retailing
2.1.1.1 Pengertian Retailing
Menurut Levy dan Weitz (2009:6), pengertian retailing adalah sebagai
berikut, “Retailing is the set of business activities that adds value to the products
and services sold to consumers for their personal or family use”. Artinya,
retailing adalah seperangkat aktivitas bisnis yang menciptakan nilai terhadap
produk dan servis yang dijual kepada konsumen untuk pemakaian sendiri atau
keluarganya.
Menurut Utami (2006:4) ritel adalah semua kegiatan yang terlibat dalam
penjualan barang atau jasa secara langsung kepada konsumen akhir untuk
penggunaan pribadi dan bukan penggunaan bisnis. Seringkali orang-orang
beranggapan bahwa ritel hanya menjual produk di toko. Tetapi, ritel juga
melibatkan layanan jasa, seperti jasa layanan antar (delivery service) ke rumahrumah.
2.1.1.2 Retail Mix
Di dalam bisnis ritel terdapat elemen-elemen yang dapat menjadi suatu
kekuatan dan keunggulan bersaing jika diterapkan dengan baik. Gabungan dari
elemen-elemen tersebut adalah bauran pemasaran ritel (retail marketing mix).
11
Menurut Mamuaya (2008:30) dalam jurnal pengaruh variabel-variabel
retail mix terhadap keputusan pembelian konsumen di supermarket kota Manado,
bahwa bauran ritel merupakan kombinasi dari faktor-faktor yang digunakan para
peritel untuk memuaskan kebutuhan pelanggan dan mempengaruhi keputusan
pembelian pelanggan.
Menurut Utami (2006:57) bauran ritel adalah kombinasi elemen-elemen
produk, harga, lokasi, personalia, promosi, dan presentasi atau tampilan untuk
menjual barang dan jasa pada konsumen akhir yang menjadi pasar sasaran.
Elemen terakhir dalam strategi ritel adalah pendekatan untuk mengembangkan
keunggulan bersaing yang dipertahankan atau berkelanjutan dalam jangka
panjang. Tujuh kesempatan yang penting bagi ritel untuk mengembangkan
keunggulan bersaing yang dipertahankan.
1)
Loyalitas pelanggan
2)
Lokasi
3)
Manajemen sumber daya manusia (SDM)
4)
Sistem distribusi dan informasi
5)
Barang dagangan yang unik
6)
Hubungan pedagang
7)
Layanan
Ma’ruf
(2005)
menyatakan
bauran
pemasaran
ritel
terdiri
dari
merchandise, pricing, periklanan dan promosi, lokasi, atmosfer dalam gerai, dan
retail service. Namun, menurut Kotler dan Keller (2007:170), keputusan-
12
keputusan pemasaran pengecer meliputi bidang keragaman dan perolehan produk,
harga, promosi, tempat, atmosfer toko, dan layanan.
2.1.2
Merchandise
2.1.2.1 Pengertian Merchandise
Merchandise adalah produk-produk yang dijual peritel dalam gerainya,
sedangkan merchandising adalah kegiatan pengadaan barang-barang yang sesuai
dengan bisnis yang dijalani toko (produk berbasis makanan, pakaian, barang
kebutuhan rumah, produk umum, dan lain-lain, atau kombinasi) untuk disediakan
dalam toko pada jumlah, waktu, dan harga yang sesuai untuk mencapai sasaran
toko atau perusahaan ritel (Ma’ruf, 2005:135). Alma (2005:56) menyatakan
merchandising adalah perencanaan yang berkenaan dengan memasarkan barang
dan jasa yang tepat pada tempatnya yang tepat, waktu yang tepat, jumlah yang
tepat dan dengan harga yang tepat. Menurut Levy and Weitz (2009:330),
merchandise management refers to the process by which a retailer attempts to
offers the right quantity of the right merchandise in the right place at the right
time and meet the company’s finansial goals (proses dimana seorang pengecer
berusaha untuk memberikan merchandise dengan jumlah yang tepat dalam waktu
yang tepat dan pada saat yang tepat dan memenuhi sasaran finansial perusahaan)
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa merchandising
merupakan serangkaian kegiatan pengadaan produk dalam jumlah, waktu, harga
dan tempat yang tepat untuk mencapai tujuan perusahaan ritel. Merchandising
merupakan kunci utama di dalam menentukan nilai belanja konsumen. Konsumen
akan mencari ritel yang dapat menyediakan produk-produk yang ia butuhkan.
13
Pelaku bisnis ritel yang tanggap akan hal tersebut akan berusaha mengakomodir
keinginan konsumen semaksimal mungkin (Suryani, 2008:116).
2.1.2.2 Proses Manajemen Merchandise
Manajemen merchandise atau pengelolaan merchandise berkaitan dengan
pembelian atau pembelanjaan, penanganan, dan keuangannya. Hal-hal yang
berkenaan dengan manajemen merchandise antara lain, target pasar, jenis gerai,
lokasi dimana gerai berada, value chain, kemampuan pemasok, biaya,
kecenderungan mode produk. Manajemen merchandise dilaksanakan dengan caracara berikut ini (Ma’ruf, 2005:153).
1)
Mengumpulkan informasi.
2)
Memilih dan berhubungan dengan pemasok.
3)
Mengevaluasi.
4)
Mengevaluasi merchandise.
5)
Melakukan negosiasi.
6)
Melakukan pemesanan.
7)
Menerima dan menyimpan stok merchandise.
8)
Melakukan pesanan ulang.
9)
Mengevaluasi ulang.
Sedangkan Levy dan Weitz (2009:338) menyatakan bahwa proses
manajemen merchandise terdiri dari aktivitas-aktivitas sebagai berikut.
1)
Meramalkan kategori penjualan.
2)
Mengembangkan suatu rencana keragaman merchandise.
14
3)
Menetapkan tingkat persediaan barang yang cocok dan ketersediaan produk.
4)
Mengembangkan suatu rencana untuk mengelola persediaan.
5)
Mengalokasikan merchandise ke dalam toko.
6)
Membeli merchandise
7)
Memonitor dan mengevaluasi pelaksanaannya serta membuat penyesuaian.
Triyono (2006) menyatakan bahwa merchandise merupakan senjata inti
pertama yang menekankan pada persediaan, harga, kualitas, dan manfaat produk
bagi pelanggan. Prinsip quick response (respons cepat) terhadap kebutuhan dan
keinginan pelanggan harus dapat dilaksanakan dengan baik. Prinsip-prinsipnya,
apa yang dibutuhkan pelanggan harus dapat ditangkap dengan baik dan untuk
memenuhinya, harus ditindaklanjuti dengan langkah-langkah nyata. Oleh karena
itu, bagian pembelian harus rajin melihat kompetisi di luar.
2.1.2.3 Variety dan Assortment
Menurut Levy and Weitz (2009:37), variety is the number of merchandise
categories a retailer offers. Assortment is the number of different items in a
merchandise category. Variety is often referred to as the breadth of merchandise
carried by a retailer; assortment is referred to as the depth of merchandise.
(Variasi adalah banyaknya kategori atau kelompok mercahandise yang
ditawarkan oleh seorang pengecer. Assortment adalah banyaknya barang-barang
yang berbeda dalam suatu kategori/kelompok merchandise. Variasi berhubungan
dengan kelebaran/keluasan merchandise yang dijual oleh pengecer; assortment
berhubungan dengan kedalaman dari merchandise).
15
Kotler dan Keller berpendapat bahwa seorang pengecer harus memutuskan
keluasan dan kedalaman keragaman produk sesuai dengan harapan belanja dari
pasar sasarannya. Dengan demikian, suatu gerai dapat menawarkan keragaman
produk yang sempit dan dangkal, sempit dan dalam, lebar dan dangkal, atau
keragaman produk yang lebar dan dalam (Kotler dan Keller, 2007:171).
2.1.3
Retail Pricing
2.1.3.1 Pengertian Harga
Menurut Kotler dan Armstrong (2008:345), harga adalah jumlah yang
ditagihkan atas suatu produk atau jasa. Lebih luas lagi, harga adalah semua nilai
yang diberikan oleh pelanggan untuk mendapatkan keuntungan dari memiliki atau
menggunakan suatu produk atau jasa. Secara sederhana, istilah harga dapat
diartikan sebagai jumlah uang (satuan moneter) dan atau aspek lain (non moneter)
yang mengandung utilitas atau kegunaaan tertentu yang diperlukan untuk
mendapatkan suatu produk (Tjiptono dkk, 2008:465).
Banyak orang kurang menaruh perhatian terhadap strategi harga (pricing).
Di mata mereka, pricing cuma sekadar biaya ditambah persentase tertentu untuk
mendapatkan keuntungan. Ini memang cara mudah, yang pada saat bersamaan
melindungi perusahaan dari serangan pesaing. Hanya saja, dengan cara itu,
perusahaan sering bersikap pasif dengan membiarkan pasar atau pesaing mengatur
harga. Menurut Raymond Corey, harga adalah ekpresi nilai, dimana nilai
menyangkut kegunaan dan kualitas produk, citra yang terbentuk melalui iklan dan
promosi, ketersediaan produk melalui jaringan distribusi dan layanan yang
menyertainya. Dengan kata lain, harga adalah estimasi penjualan terhadap arti
16
semua hal tersebut bagi para pembeli potensial, dan menyadari opsi orang lain
yang dimiliki pembeli, karena memenuhi kebutuhan atas produk yang
memuaskannya. Tentu, pertimbangan bahwa harga adalah ekspresi nilai, mestinya
bukan terbatas pada produk yang sudah mapan, tapi juga produk baru, dimana
penetapan harga merupakan bagian dari strategic marketing (Kartajaya,
2006:481-482).
2.1.3.2 Metode Penetapan Harga
Ada tiga pihak yang menjadi dasar pertimbangan dalam penetapan harga
oleh sebuah perusahaan perdagangan ritel, yaitu konsumen, dirinya sendiri, dan
pesaing. Peritel perlu memperhatikan keinginan konsumen yaitu membayar harga
yang sepadan dengan nilai yang diperoleh (value for money), lalu keinginannya
untuk mendapatkan laba semaksimal mungkin, dan faktor penetapan harga oleh
pesaing. Terdapat beberapa implementasi strategi harga (Ma’ruf, 2005:173-175)
antara lain.
1)
Penetapan harga secara customary dan variable. Customary pricing adalah
harga yang tetap, tidak akan diubah untuk periode tertentu. Variable pricing
adalah harga yang ditetapkan secara variatif sesuai dengan fluktuasi tingkat
permintaan konsumen.
2)
Penetapan harga ganjil (odd pricing), adalah harga yang ganjil seperti Rp
99.000, Rp 199.000, Rp 749.000 atau angka lainnya yang menunjukkan
angka yang tidak bulat.
17
3)
Leader pricing, penetapan harga di mana profit marginnya lebih rendah
daripada tingkat yang biasanya diraih, ini bertujuan menarik konsumen lebih
banyak.
4)
Penetapan harga paket, yaitu harga yang didiskon untuk penjualan lebih dari
satu unit per itemnya.
5)
Price lining (harga bertingkat), adalah penetapan harga secara bertingkat
dengan batas bawah dan batas atas tertentu. Ini biasanya untuk produk yang
mempunyai banyak model dan harga sangat banyak.
Sedangkan, menurut Kotler dan Keller (2007:179), harga dapat digunakan
sebagai faktor pemosisian yang utama dan harus diputuskan dalam kaitannya
dengan pasar sasaran, assortment
dan layanan, serta pesaingnya. Kotler dan
Keller (2007:93) menyatakan bahwa terdapat tujuh metode penetapan harga,
yaitu.
1)
Penetapan Harga Mark Up
Penetapan harga dengan metode ini dilakukan dengan menambahkan markup standar pada biaya produk atau jasa. Beberapa pemasar menggunakan
metode ini karena penjual dapat menentukan biaya jauh lebih mudah
dibandingkan dengan cara memperkirakan permintaan. Selain itu, metode ini
dianggap memberikan rasa keadilan baik bagi penjual maupun bagi pembeli.
2)
Penetapan Harga Sasaran Pengembalian (target return pricing)
Dalam metode ini, perusahaan menentukan harga yang akan menghasilkan
tingkat pengembalian investasi yang dibidiknya.
18
3)
Penetapan Harga Persepsi Nilai (perseived value)
Perusahaan yang menggunakan metode penetapan harga persepsi nilai harus
menyerahkan nilai yang dijanjikan melalui pernyataan nilai mereka, dan
pelanggan harus mempersepsikan nilai yang diberikan perusahaan.
4)
Penetapan Harga Nilai (value pricing)
Perusahaan yang menerapkan metode ini memikat hati pelanggan dengan
menetapkan harga yang cukup rendah untuk tawaran yang bermutu tinggi.
5)
Penetapan Harga Umum (going rate pricing)
Perusahaan yang menggunakan metode ini mendasarkan harganya pada harga
pesaing. Perusahaan yang mengenakan harga yang lebih rendah, lebih tinggi,
atau bahkan sama dengan harga yang ditetapkan oleh pesaing.
6)
Penetapan Harga Tipe Lelang (auction type pricing).
Terdapat tiga tipe lelang dengan prosedur penetapan harga yang berbedabeda, yaitu lelang Inggris, lelang Belanda, dan lelang tawaran tertutup.
Strategi penetapan harga yang perlu ditetapkan oleh ritel adalah harga
untuk tiap item dengan mempertimbangkan harga, permintaan, dan persaingan.
Terdapat tiga pendekatan dalam penetapan harga dalam ritel (Utami, 2006:201).
1)
Metode penetapan harga jual impas.
2)
Metode penetapan harga yang berorientasi pada permintaan.
3)
Metode penetapan harga yang berorientasi pada persaingan.
19
2.1.4
Retail Communication Mix
2.1.4.1 Pengertian Retail Communication
Levy and Weitz (2009:441) mendefinisikan retail communication mix: the
communication programs that informs customers abaout the retailer as well as
the merchandise and services it offers and plays a role in developing repeat visits
and customer loyalty. (Program komunikasi yang menginformasikan tentang
merchandise dan servis yang ditawarkan oleh peritel dan memainkan peranan
dalam menciptakan kunjungan kembali dan loyalitas pelanggan).
2.1.4.2 Metode Berkomunikasi dengan Pelanggan
Menurut Levy and Weitz (2009:447), metode-metode berkomunikasi
dengan pelanggan dikelompokkan menjadi 4 kelompok dengan pembagian
sebagai berikut.
1)
Paid Impersonal Communication yaitu periklanan, promosi penjualan,
atmosfer toko, situs web, dan membentuk komunitas.
2)
Paid Personal Communication yaitu penjualan personal, email, direct mail,
mobile commerce.
3)
Unpaid Impersonal Communication seperti publisitas.
4)
Unpaid Personal Communication seperti word of mouth.
Sedangkan menurut Kotler dan Armstrong (2008:116), metode-metode
komunikasi yang digunakan oleh peritel untuk berkomunikasi dengan pelanggan
antara lain sebagai berikut.
1)
Periklanan (advertising) adalah semua bentuk terbayar presentasi nonpribadi
dan promosi ide, barang, atau jasa dengan sponsor tertentu.
20
2)
Promosi Penjualan (sales promotion) adalah insentif jangka pendek untuk
mendorong pembelian atau penjualan produk atau jasa.
3)
Hubungan Masyarakat (public relations) adalah membangun hubungan baik
dengan berbagai kalangan untuk mendapatkan publisitas yang diinginkan,
membangun citra perusahaan yang baik, dan menangani rumor, berita, dan
kejadian yang tidak menyenangkan.
4)
Penjualan Personal (personal selling) adalah presentasi pribadi oleh
wiraniaga perusahaan untuk tujuan menghasilkan penjualan dan membangun
hubungan pelanggan.
5)
Pemasaran Langsung (direct marketing) adalah hubungan langsung dengan
konsumen individual yang ditargetkan secara cermat untuk memperoleh
respon segera dan membangun hubungan pelanggan yang langgeng
(penggunaan surat langsung, telepon, faximile, e-mail, dan sarana lain untuk
berkomunikasi secara langsung dengan konsumen tertentu).
2.1.4.3 Keputusan Promosi
Pengecer dapat menggunakan satu atau semua sarana promosi (iklan,
penjualan pribadi, promosi penjualan, hubungan masyarakat, dan pemasaran
langsung) untuk mencapai konsumen. Pengecer dapat beriklan di surat kabar,
majalah, radio, televisi, dan Internet. Iklan mungkin didukung oleh sisipan surat
kabar dan surat langsung. Penjualan personal memerlukan pelatihan wiraniaga
yang hati-hati tentang cara menyapa pelanggan, memenuhi kebutuhan pelanggan,
dan menangani keluhan mereka. Promosi adalah semua bentuk komunikasi yang
berupaya mempengaruhi perilaku pembelian pada kosumen potensial, dengan
21
tujuan untuk menjelaskan kepada konsumen tentang manfaat dan nilai yang
melekat pada suatu produk. Promosi penjualan mungkin meliputi demonstrasi
dalam toko, pajangan, dan lain-lain. Kegiatan hubungan masyarakat mencakup
pembukaan toko, acara khusus, kegiatan layanan masyarakat, dan lain sebagainya
(Kotler dan Amstrong, 2008:92).
2.1.5
Retail Location
2.1.5.1 Pengertian Lokasi
Menurut Kotler dan Armstrong (2008:40), lokasi usaha adalah suatu
saluran pemasaran yang membantu produk atau jasa tersedia untuk digunakan
atau dikonsumsi oleh konsumen atau pengguna bisnis. Berdasarkan definisi diatas
maka dapat disimpulkan bahwa lokasi usaha adalah tempat yang dipilih oleh
peritel untuk menyalurkan barangnya kepada pelanggan.
Menurut Ma’ruf (2005:115), apabila suatu gerai berada pada lokasi yang
tepat, maka gerai tersebut akan lebih sukses dibandingkan gerai lainnya yang
berlokasi kurang strategis, meskipun keduanya menjual produk yang sama, oleh
pramuniaga yang sama banyak dan terampil, dan sama-sama mempunyai
setting/ambience yang bagus. Hal ini erat kaitannya dengan jumlah kujungan
konsumen ke suatu gerai.
2.1.5.2 Jenis-jenis Lokasi
Kotler dan Keller (2007:180) mengatakan bahwa pengecer dapat
menempatkan tokonya di distrik bisnis pusat, pusat perbelanjaan regional, pusat
perbelanjaan lingkungan, pertokoan, atau di toko yang lebih besar.
22
1)
Distrik Bisnis Umum (general business district) adalah daerah kota yang
tertua dan terpadat lalu lintasnya, sering dikenal sebagai pusat kota. Biaya
sewa toko dan kantornya biasanya tinggi.
2)
Pusat Perbelanjaan Regional (regional shopping center) berupa mal-mal
besar pinggir kota yang berisikan 40 hingga 200 toko. Mal tersebut biasanya
menarik pelanggan dari radius 5 hingga 20 mil.
3)
Pusat Perbelanjaan Lingkungan (community shopping center) adalah mal-mal
yang lebih kecil dengan satu toko utama dan 20 hingga 40 toko kecil.
4)
Pertokoan Strip Mall (shopping strip) berisikan sekelompok toko yang
biasanya ditempatkan di satu bangunan panjang, yang melayani kebutuhan
suatu lingkungan tetangga untuk bahan makanan, perkakas, binatu, dan lainlain.
5)
Lokasi di dalam toko yang lebih besar. Pengecer-pengecer terkenal tertentu
menempatkan unit-unit baru yang lebih kecil sebagai ruang konsesi di dalam
toko atau tempat usaha yang lebih besar.
2.1.5.3 Menetapkan Lokasi Suatu Gerai
Menurut Ma’ruf (2005:118), faktor-faktor yang harus dipertimbangkan
dalam membuka gerai di suatu lokasi baru, daftar checklist berikut ini dapat
dimanfaatkan untuk mengetahui potensi yang tersedia, yaitu.
1.
Populasi : besarnya populasi, tingkat pendapatan, pekerjaan, industri
setempat, tingkat pengangguran, kepadatan rumah dan penduduk, usia
perumahan, klasifikasi lingkungan/tetangga, tingkat kepemilikan rumah, gaya
hidup, kelompok suku, pola belanja sekarang, dan lain-lain.
23
2.
Kemudahan akses : arus pejalan kaki, rute masuk pejalan kaki, transportasi
umum (jenis, biaya, kemudahan, potensi), tingkat kepemilikan mobil,
jaringan jalan
(kondisi,
kepadatan,
pembatasan), parker
(kapasitas,
kemudahan, biaya, potensi), dan lain-lain.
3.
Pesaing : kegiatan ritel sekarang (pesaing langsung, pesaing tidak langsung,
toko utama (achor store) seperti Hero, daya tarik lingkungan, kesesuaian),
kondisi ritel (area penjualan, perkiraan perputaran, analisis produk, area
perdagangan, usia, gerai, parkir), indeks kejenuhan, potensi persaingan
(ekspansi gerai, peremajaan/renovasi gerai, lokasi kosong, dan lain-lain)
4.
Biaya : harga, syarat leasing, persiapan situs gerai, larangan dalam
membangun, kebutuhan renovasi/peremajaan, biaya perawatan, kebutuhan
keamanan, ketersediaan dan penggajian staf, biaya antaran, biaya/media
promosi, dan lain-lain.
2.1.6
Atmosfer Toko
2.1.6.1 Pengertian Atmosfer Toko
Atmosfer toko adalah unsur lain dalam gudang persenjataan toko (Kotler
dan Keller, 2007:177). Setiap toko mempunyai tata letak fisik yang mempersulit
atau mempermudah pembeli berjalan ke sana ke mari. Setiap toko memiliki
“penampilan.” Toko tersebut harus mempunyai atmosfer terencana yang sesuai
dengan pasar sasarannya dan memikat konsumen untuk membeli.
Suasana dalam toko menggambarkan moment of truth, yaitu situasi
langsung yang dirasakan konsumen saat berbelanja. Suasana dalam toko ini
24
dipengaruhi oleh desain toko, komunikasi visual, dan penyajian merchandise
(Ma’ruf, 2005:203).
Dalam jurnal Managing the attractiveness of evolved and created retail
agglomeration formats (Teller and Elms, 2010:28), konsumen dalam aglomerasi
ritel dihadapkan dengan satu set visual, penciuman, taktil, rangsangan
pendengaran yang baik aktif atau pasif yang digunakan oleh manajemen ritel dan
aglomerasi. Konsumen merasa ini stimulus yang ditetapkan sebagai suasana yang
diusulkan untuk memiliki efek pada evaluasi daya tarik aglomerasi dan perilaku
belanja mereka.
2.1.7
Service
2.1.7.1 Pengertian Customer Service
Menurut Levy and Weitz (2009:539), customer service adalah suatu
serangkaian aktivitas dan program yang ditanggung oleh para peritel untuk
menciptakan pengalaman berbelanja yang lebih berharga kepada pelanggannya.
Aktivitas-aktivitas ini meningkatkan nilai yang yang diterima oleh para pelanggan
dari merchandise dan service yang mereka bayarkan.
2.1.7.2 Tingkatan Service
Kotler dan Keller (2007:165) menyatakan bahwa pengecer dapat
memposisikan diri dalam menawarkan salah satu dari empat tingkat layanan.
1)
Swalayan (self-service), swalayan adalah landasan semua usaha diskon.
Banyak pelanggan bersedia melakukan proses menemukan-membandingkanmemilih sendiri guna menghemat uang.
25
2)
Swapilih (self-selection), pelanggan mencari barangnya sendiri, walaupun
mereka dapat meminta bantuan.
3)
Layanan terbatas (limited service), pengecer ini menjual lebih banyak barang
belanja, dan pelanggan memerlukan lebih banyak informasi dan bantuan.
Toko-toko tersebut juga menawarkan layanan seperti kredit dan hak
mengembalikan barang.
4)
Layanan lengkap (full-service), wiraniaga siap membantu dalam setiap tahap
proses menemukan-membandingkan-memilih tersebut.
2.1.7.3 Service Mix
Bauran
layanan
(service
mix)
merupakan
alat
kunci
untuk
mendiferensiasikan suatu toko dari yang lain. Pengecer harus mengambil
keputusan mengenai bauran layanan (service mix) untuk ditawarkan kepada
pelanggan (Kotler dan Keller, 2007:176).
1)
Layanan pra-pembelian, meliputi jam buka toko, tukar tambah, dan lain
sebagainya.
2)
Layanan
purna
pembelian,
mencakup
pengiriman
dan
penyerahan,
penyesuaian dan pengembalian barang, pengubahan dan penyesuaian
pemasangan, dan lain-lain.
3)
Layanan tambahan, meliputi informasi umum, perbaikan, kredit, dan lainlain.
26
2.1.7.4 Mengevaluasi Service Quality
Lima karakteristik customer service yang digunakan pelanggan untuk
mengevaluasi service quality (Levy and Weitz, 2009:554) antara lain sebagai
berikut.
1)
Keandalan merupakan kemampuan untuk melaksanakan layanan yang
dijanjikan secara meyakinkan dan akurat.
2)
Daya tanggap merupakan kesediaan membantu pelanggan dan memberikan
jasa dengan cepat.
3)
Jaminan adalah pengetahuan, kesopanan karyawan dan kemampuan mereka
menyampaikan kepercayaan dan keyakinan.
4)
Empati adalah kesediaan memberikan perhatian yang mendalam dan khusus
kepada masing-masing pelanggan.
5)
Benda berwujud merupakan penampilan fasilitas fisik, perlengkapan,
karyawan, dan bahan komunikasi.
2.1.8
Kepuasan Pelanggan
2.1.8.1 Pengertian Kepuasan
Kepuasan adalah tingkatan di mana kinerja anggapan produk sesuai
dengan ekspektasi pembeli (Kotler dan Amstrong, 2008:16). Lovelock dan Wright
(2007:102) menyatakan bahwa kepuasan adalah keadaan emosional, reaksi, pascapembelian mereka dapat berupa kemarahan, ketidakpuasan, kejengkelan,
netralitas, kegembiraan, atau kesenangan.
27
2.1.8.2 Konsep Kepuasan Pelanggan
Kepuasan pelanggan (customer satisfaction) tergantung pada kinerja
anggapan produk relatif terhadap ekspektasi pembeli. Kotler dan Amstrong
(2008:16) menyatakan bahwa jika kinerja produk tidak memenuhi ekspektasi,
pelanggan akan kecewa. Jika kinerja produk sesuai dengan ekspektasi, pelanggan
akan puas. Jika kinerja melebihi ekspektasi, pelanggan sangat puas.
Jurnal European passengers satisfaction and fairness perception about
Turkish airports (Gures dkk, 2009:44), kepuasan pelanggan adalah penilaian yang
luas berdasarkan total pembelian dan pengalaman konsumsi dalam waktu yang
terkait dengan suatu barang atau jasa. Kepuasan pelanggan merupakan hasil dari
perbandingan antara harapan dan persepsi pelanggan, performans aspek yang
relevan di semua tahapan dari pengalaman konsumsi (Bassi dan Guido, 2006)
Perilaku pengaduan konsumen (consumer complaint behavior) meliputi
semua tindakan konsumen yang dilakukan sebagai akibat ketidakpuasan terhadap
pembelian. Perilaku berikut yang bisa dilakukan konsumen bila merasa tidak puas
(Suprapti, 2009:289).
1)
Tidak melakukan tindakan apapun dan melupakan kejadian yang dialami.
2)
Mendatangi pengecer untuk mengemukakan keluhan dan meminta agar
mengatasi masalah yang terjadi.
3)
Tidak lagi menggunakan produk itu dan mempengaruhi pihak lain (teman,
kenalan, atau anggota keluarga lainnya) agar melakukan tindakan yang sama.
28
4)
Melakukan tindakan yang melibatkan pihak ke tiga (misalnya mengadu
kepada lembaga konsumen atau lembaga independen lainnya, menulis surat
di kolom pembaca, atau mengambil tindakan hukum).
5)
Melakukan boikot terhadap perusahaan atau organisasi.
6)
Menciptakan suatu organisasi alternatif yang menghasilkan barang atau jasa
yang sama.
Kekecewaan konsumen sangat sulit untuk dihindari oleh ritel. Hal ini
karena keberagaman keinginan dan selera konsumen yang tidak mungkin dapat
dipenuhi seluruhnya. Kenyataannya sangat sulit mendisiplinkan karyawan untuk
memberikan pelayanan yang memuaskan kepada para pelanggan. Langkahlangkah dalam perbaikan layanan efektif adalah dengan cara berikut (Utami,
2006:280-281).
1)
Mendengarkan pelanggan
Pelanggan dapat menjadi sangat emosional dalam masalah yang tidak masuk
akal dengan suatu ritel. Sering reaksi yang emosional ini dapat dikurangi
dengan hanya memberi pelanggan kesempatan untuk menyampaikan
keluhannya.
2)
Kewajaran Distributif
Kewajaran distributif adalah persepsi para pelanggan terhadap manfaat yang
diterima dibandingkan dengan pengorbanan mereka. Pelanggan ingin
mendapatkan apa yang mereka bayar. Jika ritel dapat memberikan ganti rugi
secara terukur, maka alternatif terbaik berikutnya adalah membiarkan
29
pelanggan melihat bahwa keluhan mereka mendapatkan tanggapan dengan
semestinya sehingga hal serupa tidak akan terjadi lagi pada masa mendatang.
3)
Memecahkan masalah dengan cepat
Ritel dapat memperkecil waktu untuk memecahkan keluhan dengan
mengurangi banyaknya orang-orang yang harus dihubungi atau dilibatkan,
memberikan intruksi yang jelas, dan mengatakan dengan menggunakan
bahasa pelanggan.
2.1.8.3 Manfaat Kepuasan Pelanggan
Kepuasan pelanggan bermanfaat dalam memberikan informasi lebih jelas
tentang seberapa puas atau tidak pelanggan terhadap produk atau jasa tertentu.
Dengan informasi yang lebih berkualitas, pelanggan diharapkan mampu membuat
keputusan pembelian yang lebih bijaksana (Tjiptono, 2008:38).
Kepuasan pelanggan memberikan banyak manfaat bagi perusahaan dan
tingkat kepuasan pelanggan yang makin tinggi akan menghasilkan loyalitas
pelanggan yang lebih besar (Lovelock dan Wright, 2007:104). Beberapa manfaat
dari kepuasan pelanggan adalah sebagai berikut.
1)
Mengisolasi pelanggan dari persaingan.
2)
Mendorong pelanggan kembali dan mendorong loyalitas.
3)
Dapat menciptakan keunggulan yang berkelanjutan.
4)
Meningkatkan/mempromosikan cerita positif dari mulut ke mulut.
5)
Mengurangi biaya kegagalan.
6)
Menurunkan biaya untuk menarik pelanggan baru.
30
2.1.8.4 Pengukuran Kepuasan Pelanggan
Kotler & Keller (2007:179) menyatakan, bahwa sejumlah metode berikut
diadakan untuk mengukur kepuasan pelanggan.
1)
Survei berkala dapat menelusuri kepuasan pelanggan secara langsung. Para
responden juga dapat diberi pertanyaan tambahan untuk mengukur maksud
pembelian ulang dan kemungkinan atau keinginan untuk merekomendasikan
perusahaan dan merek kepada orang lain.
2)
Perusahaan dapat memantau angka kehilangan pelanggan dan mengontak
pelanggan yang telah berhenti membeli atau beralih ke pemasok lain untuk
mempelajari mengapa ini bisa terjadi.
Selain cara tersebut di atas, Ma’ruf (2005:263) juga menyebutkan, bahwa
untuk mengetahui seberapa jauh kepuasan pelanggan, maka beberapa cara dapat
dilakukan yaitu.
1)
Sistem kotak saran, para pelanggan diminta mengisi kuisioner tentang
pelayanan gerai, ragam, dan jenis merchandise, fasilitas dalam gerai, dan
lain-lain.
2)
Behavioral observation, pengamatan atas pengunjung gerai secara in-house
oleh staf perusahaan atau diminta pihak eksternal untuk melakukannya.
3)
Ghost shooping, perusahaan mempekerjakan beberapa orang (ghost
shooping) untuk berperan dan bersikap sebagai konsumen potensial produk
perusahaan dan pesaing, kemudian mereka melaporkan hasil yang mereka
dapat mengenai kekuatan dan kelemahan produk-produk tesebut dan kinerja
karyawan dalam melayani konsumen.
31
4)
Survei kepuasan pelanggan, survei pasar untuk mendapatkan informasi
tentang pembeli.
2.2
Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya
Ada beberapa penelitian yang dianggap sesuai untuk digunakan sebagai
acuan dalam penelitian ini yaitu.
1)
Penelitian berdasarkan jurnal yang dibuat oleh Suryani pada tahun 2010
dengan judul Pengaruh Retail Service Terhadap Nilai Hedonik dan Kepuasan
Pelanggan Pada Ritel Modern di Kota Denpasar”. Tujuan penelitian ini yaitu
untuk mengetahui pengaruh langsung retail service terhadap nilai hedonik,
pengaruh langsung nilai hedonik terhadap kepuasan pelanggan, dan pengaruh
tidak langsung retail service terhadap kepuasan melalui nilai hedonik.
Penelitian ini menggunakan 112 sampel yang ditetapkan dengan accidental
sampling dan dianalisis dengan analisis jalur/path analysis. Hasil analisis
diketahui bahwa variabel retail service berpengaruh langsung terhadap nilai
hedonik (74 persen), variabel nilai hedonik berpengaruh langsung terhadap
kepuasan pelanggan (51 persen) dan retail service berpengaruh tidak
langsung terhadap kepuasan pelanggan (34 persen). Oleh karena itu ritel
modern relevan memperhatikan dan meningkatkan kualitas service agar
konsumen puas. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dibuat oleh
peneliti adalah sama-sama menganalisis variabel bauran ritel dan kepuasan
pelanggan, sedangkan perbedaannya adalah jenis usaha dan waktu
pelaksanaan penelitian.
32
2)
Penelitian yang dilakukan Mamuaya (2008:37), jurnal yang berjudul
Pengaruh Variabel-Variabel Retail Mix Terhadap Keputusan Pembelian
Konsumen di Supermarket Kota Manado. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa variabel-variabel bauran ritel yang terdiri dari lokasi, produk, nilai
karyawan, dan komunikasi mempunyai pengaruh yang signifikan secara
simultan terhadap keputusan pembelian konsumen di Kota Manado. Kelima
variabel bauran ritel tersebut secara simultan mampu menjelaskan keputusan
pembelian konsumen di supermarket Kota Manado sebesar 53,8 persen,
sisanya sebesar 46,2 persen dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luar
penelitian ini.
3)
Penelitian yang dilakukan Megicks (2007:484), jurnal yang berjudul Level of
Strategy and Performance in UK Small Retail Businesses. Pada awal abad
kedua puluh satu tantangan yang dihadapi ritel kecil bisnis di Inggris tidak
pernah begitu menakutkan. Ancaman peningkatan seberapa kuat rantai-rantai
di semua sektor produk, demografis berubah dan kondisi teknologi, dan
evolusi pola pembelian pelanggan berarti bahwa ada keharusan strategis
untuk semua perusahaan yang beroperasi dalam konteks ini untuk menilai
posisi bisnis mereka. Ini telah disorot oleh parlemen baru-baru ini
penyelidikan masa depan jalan tinggi (APPSSG, 2006), yang menunjukkan
bahwa ritel di Inggris akan berubah secara signifikan jika kecenderungan ini
berhubungan, dan bahwa keberadaan masa depan toko-toko kecil terancam.
4)
Penelitian yang dilakukan Lindquist dan Samli (1986:147), katalog penulis
bidang penelitian dan teori yang dihasilkan. Proporsi kerja dikhususkan untuk
33
berbagai daerah disajikan. kebaruan relatif dari upaya dalam kategori studi
ini juga menunjukkan. Posisi di surplus dan kekurangan dalam penelitian
manajemen ritel dan pengembangan teori disajikan. seperti halnya dalam
artikel tertentu keluar dari subjektivitas. Namun, niat kami untuk
meminimalkan potensi yang berbahaya.
5)
Penelitian
yang dilakukan Utami
(2006:31), jurnal
yang berjudul
Relationship Effort dan Kualitas Layanan Sebagai Strategi Penguat
Relationship Outcomes. Redefinisi konsep pemasaran dipicu pergeseran
paradigma orientasi pasar berbasis transaksional menjadi berbasis relasional.
Profit bukanlah tujuan tetapi reward (hasil). Pendapat ini didasari oleh opini
bahwa apabila konsumen merasa puas, maka mereka akan mendapatkan
“value” yang akan menciptakan keuntungan bagi shareholder dalam jangka
panjang melalui aktivitas rebuying dari relasi yang terjalin dengan baik.
6)
Penelitian yang dilakukan Srivastava (2008:714), jurnal yang berjudul
Changing Retail Scene in India. Diselenggarakan ritel di India menyaksikan
suatu transformasi radikal. Peningkatan dalam jumlah ritel di seluruh negeri
merupakan indikasi bahwa ritel terorganisir muncul sebagai sebuah industri
dan akan booming di jalan besar dalam waktu dekat. Ritel seperti produk
yang tidak mengikuti siklus hidup. India saat ini pada tahap di mana
pelanggan diperlukan variasi produk dan format ritel. Saat ini, kontribusi ritel
terorganisasi hanya sekitar 2 persen untuk ukuran total $ 180 miliar. Namun,
penelitian menunjukkan bahwa terorganisir ritel akan tumbuh hingga 20
persen pada akhir dekade ini. Menurut sebuah laporan yang dipersiapkan
34
oleh McKinsey & Co dan Konfederasi India Industri (CII), industri ritel India
memiliki potensi untuk menghasilkan 300 miliar per tahun pada tahun 2010.
Pertumbuhan penduduk dikombinasikan dengan peningkatan pendapatan
disposable memberikan dorongan untuk boom ini. Rumah Tangga yang
barang belanjaan dan pakaian adalah pengemudi dalam industri ritel
terorganisir. Ritel makanan khususnya adalah sektor matahari terbit.
Penelitian mengungkapkan bahwa ritel makanan diperkirakan akan tumbuh
menjadi $ 1,6 miliar selama lima tahun ke depan. Mengorganisasikan segmen
pakaian adalah $ 1,8 miliar dan diharapkan growat 9,5 persen per tahun stabil
selama tiga tahun ke depan.
7)
Penelitian yang dilakukan Teller dan Elms (2010:25-26), jurnal yang berjudul
Managing The Attractiveness of Evolved and Created Retail Agglomerations
Formats. Aglomerasi ritel dapat didefinisikan sebagai sebuah cluster dari
toko dalam area tata ruang yang jelas. Meskipun keragaman format
aglomerasi mereka sering ditandai sebagai produk dari proses secara eksplisit
terencana atau dianggap telah muncul secara bertahap dari waktu ke waktu
(Teller, 2008). Yang pertama "diciptakan" aglomerasi ritel meliputi pusat
perbelanjaan, galeri, pusat strip atau factory outlet, sedangkan yang terakhir
"berevolusi" aglomerasi ritel meliputi pusat kota, jalan-jalan berbelanja atau
strip tinggi / belanja, taman ritel, dan sejenisnya (Berman dan Evans, 2009).
Banyaknya tujuan yang dibangun, dan dikelola secara efektif, aglomerasi
ritel dibuat telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir, baik intra dan
antar kompetisi antara format telah menjadi semakin sengit (Guy, 2007).
35
Dengan demikian, pemahaman tentang mengapa beberapa format atau
aglomerasi spesifik lebih "disukai" atau "menarik" untuk kedua penyewa dan
konsumen, dan bagaimana manajemen aglomerasi.
8)
Jurnal lain yang digunakan sebagai acuan adalah jurnal yang dibuat oleh
Tongue dkk dengan judul Evaluation of Sizing Provision Among High Street
Retailers and Consumer Buying Practices of Children’s Clothing in The UK.
Penyediaan Standar Ukuran untuk pakaian anak-anak dalam lingkungan ritel
yang bersangkutan dengan ukuran sistem, pengkodean ukuran, ukuran
berkisar dan sesuai garmen. Untuk pemasar, ini harus menjadi pusat
perhatian sebagai orang tua dan anak-anak (konsumen) melihat ini sebagai
hal yang penting, faktor-faktor ini merupakan indikator dari kebutuhan dan
keinginan konsumen. Penelitian ini mengungkapkan bahwa ada berbagai
macam sistem ukuran tersedia dalam empat outlet ritel diamati, yang
menyajikan pelanggan dengan banyak kebingungan dan ketidakpuasan
dengan ukuran. Usia Sistem ukuran tunggal adalah yang paling banyak
tersedia dan dianggap yang paling mudah untuk dipahami dan karena itu
yang paling disukai oleh konsumen. Untuk memenuhi kebutuhan orang tua,
pemasar mungkin ingin memanfaatkan usia atau yang kombinasi dengan
kode ukuran lain. Lebih dari separuh anak-anak dalam penelitian ini tidak
cocok dengan pakaian dirancang untuk usia mereka, menekankan kelemahan
dalam sistem usia dan menunjukkan ada kebutuhan untuk revisi melalui
survei akurat dan lebih relevan (2010:446).
36
9)
Jurnal lain yang digunakan sebagai acuan adalah jurnal yang dibuat oleh
Surya dan Setyaninggrum dengan judul Analisis Persepsi Konsumen Pada
Aplikasi Bauran Pemasaran Serta Hubungannya Terhadap Loyalitas
Konsumen (Studi Kasus Pada Hypermart Cabang Kelapa Gading). Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk menganalisa bagaimana persepsi konsumen
pada aplikasi bauran pemasaran dalam retail serta menguji hubungan antara
persepsi konsumen dari aplikasi bauran pemasaran terhadap loyalitas
konsumen. Penelitian dilakukan pada Hypermart cabang Kelapa Gading.
Penelitian dilakukan dengan metode survei dengan menyebarkan kuesioner
kepada 100 konsumen yang belanja pada Hypermart cabang Kelapa Gading.
Metode sampling menggunakan probability sampling, metode statistik
deskriptif, dan Cochran Test digunakan untuk menganalisa data. Hasilnya
mengindikasikan bahwa persepsi konsumen pada bauran pemasaran yang
diadopsi oleh Hypermart cabang Kelapa Gading adalaj positif, itu bearti
mereka setuju bahwa Hypermart telah mengimplementasikan sebuah bauran
pemasaran yang tepat dan memuaskan. Hasil pada Analisa Cochran Test
menemukan bahwa promosi tidak berhubungan terhadap loyalitas dan tempat
memiliki hubungan yang kuat terhadap loyalitas konsumen belanja di
Hypermart (2009:13-14).
10) Penelitian berdasarkan jurnal yang dibuat oleh Ishak dengan judul
Pentingnya Kepuasan Konsumen dan Implementasi Strategi Pemasarannya.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dalam rangka terciptanya
kepuasan konsumen tersebut, perusahaan akan berusaha untuk mengetahui:
37
(1) minat yang mendasari konsumen membeli produk mereka; (2) proses
pengambilan keputusan pembelian produk tersebut; dan (3) penilaian
(persepsi) para konsumen terhadap produk perusahaan juka dibandingkan
dengan produk pesaing. Dengan memahami ketiga hal tersebut akan
memungkinkan perusahaan untuk memilih metode dan media komunikasi
yang tepat dan sesuai dengan pasar sasarannya dan mempunyai pedoman
untuk menetapkan strategi pelayanan, saluran distribusi, bersaing dan
pengembangan produk di masa yang akan datang. Dalam konsep ini
perusahaan berusaha untuk memuaskan semua stakeholdernya (2005:10).
11) Penelitian berdasarkan jurnal yang dibuat oleh Siringoringo dengan judul
Peran Bauran Pemasaran Terhadap Perilaku Pembelian Konsumen. Hasil
penelitian
menunjukkan
penolakan
hipotesanya.
Pertanyaan
terakhir
berhubungan dengan peran perantara pemrosesan imajinasi pada hubungan
yang ditemukan antara strategi penarikan imajinasi dan variabel konsekuensi.
Ketika peran perantara pemrosesan imajinasi, khususnya elaborasi dan
kualitas diperiksa, hubungan antara strategi penarikan imajinasi dan variabel
akibat dijelaskan secara lengkap atau parsial oleh dimensi ini (2004:134).
12) Penelitian berdasarkan jurnal yang dibuat oleh Semuel dengan judul
Ekspektasi Pelanggan dan Aplikasi Bauran Pemasaran Terhadap Loyalitas
Toko Modern dengan Kepuasan Pelanggan Sebagai Intervening (Studi Kasus
Pada Hypermarket Carrefour di Surabaya). Penelitian tentang perilaku
pelanggan toko modern untuk melihat pengaruh langsung antara ekspektasi
pelanggan, aplikasi bauran pemasaran eceran, terhadap loyalitas pelanggan di
38
Surabaya. Selain itu melihat pengaruh tidak langsung dengan kepuasan
pelanggan sebagai variabel intervening. 400 pelanggan Carrefour Surabaya
diambil sebagai sampel, dan hasil penelitian membuktikan bahwa terdapat
pengaruh langsung secara negatif antara ekspektasi pelanggan terhadap
loyalitas maupun kepuasan pelanggan, sedangkan aplikasi bauran pemasaran
eceran berpengaruh positif. Aplikasi bauran pemasaran eceran mepunyai
pengaruh yang lebih dominan dibandingkan ekspektasi pelanggan. Hasil
penelitian juga membuktikan bahwa kepuasan pelanggan merupakan
intervening positif antara ekspektasi pelanggan dan aplikasi bauran
pemasaran eceran terhadap loyalitas pelanggan toko moderen di Surabaya
(2006:53).
13) Penelitian berdasarkan jurnal yang dibuat oleh Dahmiri dengan judul
Pengaruh Bauran Penjualan Eceran (Retail Mix) Terhadap Citra Toko
Departement Store (Studi Pada Ramayana Departement Store Kota Jambi).
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh bauran penjualan eceran
(retail mix) terhadap citra Ramayana Departement Store Kota Jambi. Dalam
penelitian ini digunakan tujuh variabel independen (X) yang terdiri dari X1 =
Produk, X2 = Harga, X3 = Lokasi, X4 = Promosi, X5 = Fasilitas Fisik, X6 =
Pelayanan, X7 = Wiraniaga, dan variabel dependent (Y) yaitu citra
Ramayana Departement Store Kota Jambi. Diketahui bahwa variabel ke tujuh
bauran penjualan eceran yaitu variabel lokasi, merupakan variabel yang
paling dominan dalam mempengaruhi citra Ramayana Departement Store
Kota Jambi dengan koefisien regresi (b) sebesar 0,214. Hal itu sesuai dengan
39
hipotesis peneliti yang menduga bahwa variabel lokasi merupakan variabel
yang paling dominan dalam mempengaruhi Ramayana Departement Store
Kota Jambi. Adapun alasan peneliti membuat hipotesis bahwa variabel lokasi
yang paling dominan dikarenakan sector jasa khususnya bidang ritel, lokasi
merupakan faktor penentu dalam kegiatan usaha, karena dengan lokasi yang
tepat, mudah dijangkau, dan terletak di pusat keramaian, maka mobilitas
orang untuk datang dan pergi dari dan ke Ramayana Departement Store lebih
mudah dan lancar (2009:17).
14) Penelitian berdasarkan jurnal yang dibuat oleh Suryani dengan judul
Pengaruh Merchandising, Basic Priciple dan Service pada kesenangan
berbelanja dan orientasi pelanggan di Bali Discovery Shopping Mall KutaBali. Dalam penelitian in terdapat beberapa hasil, yaitu (1) Merchandising,
basic priciples, dan sevice berpengaruh langsung terhadap kesenangan
berbelanja pelanggan Discovery shopping mall Kuta-Bali, (2) Kesenangan
berbelanja berpengaruh signifikan terhadap orientasi pelanggan Discovery
shopping mall Kuta-Bali, (3) Merchandising, basic principle, dan service
berpengaruh terhadap orientasi pelanggan melalui kesenangan berbelanja,
dan (4) Kesenangan berbelanja pelanggan ditentukan oleh lengkapnya barang
yang tersedia dan kualitas pelayanan petugas mall, namun demikian
penelitian ini menemukan kesenangan berbelanja tidak dipengaruhi oleh
harga. Hasil temuan tersebut dapat dimaknai bahwa kesenangan berbelanja di
mall ditentukan oleh karena lengkapnya barang, kualitas jasa pelayanan dan
40
bukan karena diskon yang diberikan sehingga terjadi perubahan orientasi
pelanggan cenderung berbelanja pada ritel modern (2008:116-117).
15) Penelitian pertama yang dijadikan acuan dalam penelitian ini adalah jurnal
yang dibuat oleh Kirkup dan Rafiq dengan judul Managing Tenant Mix in
New Shooping Centres. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan
bahwa tempat-tempat usaha yang letak usahanya berada di daerah pusat
perdagangan, akan lebih mudah mendapatkan perhatian dari calon konsumen.
Selain itu, dikatakan bahwa untuk perkembangan sebuah usaha, maka
dibutuhkan sebuah pengembangan lokasi usaha yang baik dan konsisten
untuk dapat bersaing dengan usaha-usaha baru yang lebih unik dan lebih
segar. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan peneliti
adalah jenis usaha yang diteliti, sedangkan persamaanya adalah sama-sama
meneliti variabel lokasi usaha.
16) Jurnal lain yang digunakan sebagai acuan adalah jurnal yang dibuat oleh
Rosenbloom dengan judul The Trade Area Mix and Retailing Mix: A Retail
Strategy Matrix. Tujuan dari penelitian ini adalah memberukan perunjukpetunjuk mengenai pendirian usaha baru pada suatu area perdagangan dan
menambah pengetahuan mengenai produk untuk suatu usaha baru.
Kesimpulannya dari penelitian ini adalah matriks strategi bauran pemasaran
ritel berpengaruh positif terhadap posisi sebuah usaha dalam suatu area
perdagangan. Dengan melakukan strategi pengembangan yang tepat, maka
suatu usaha akan dapat mengikuti alur dari sebuah area perdagangan.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dibuat oleh peneliti adalah
41
sama-sama menganalisis variabel bauran pemasaran ritel, sedangkan
perbedaanya pada waktu pelaksanaan penelitian.
17) Jurnal lain yang digunakan sebagai acuan adalah jurnal yang dibuat oleh
Biong dengan judul Satisfaction and Loyalty to Supplier within the Grocery
Trade. Penelitian ini meneliti tentang pengaruh dari komponen-komponen
marketing mix (salesforce, product, profitability, and marketing support)
terhadap kepuasan dan loyalitas ritelnya. Hasil penelitian tersebut
mengindikasikan bahwa product dan marketing support tidak memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan retailer tetapi memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan konsumen individual. Selain itu,
dapat diperoleh kesimpulan bahwa kepuasan dan loyalitas pelanggan
memiliki hubungan yang positif. Semakin tinggi kepuasan dari seorang
konsumen, maka loyalitas terhadap sebuah
usaha akan semakin tinggi.
Begitu pula sebaliknya, semakin rendah tingkat kepuasan dari konsumen,
maka tingkat loyalitas terhadap sebuah usaha akan semakin rendah.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh
peneliti
adalah jenis usaha serta waktu penelitian, sedangkan persamaanya adalah
sama-sama meneliti mengenai kepuasan konsumen.
18) Penelitian yang dilakukan oleh Paramita dengan judul Pengaruh Aplikasi
Bauran Pemasaran Terhadap Kepuasan Pelanggan Toko Modern (Studi
Kasus pada Carrefour di Depok). Penelitian ini dimaksudkan untuk
mengetahui pengaruh aplikasi bauran pemasaran eceran terhadap kepuasan
pelanggan toko modern. Data yang digunakan adalah data primer dengan
42
pelanggan Carrefour Depok sebagai responden dan diolah dengan SPSS I7.0.
Metode analisis data yang digunakan adalah regresi linear berganda.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah tidak semua elemen dari bauran
pemasaran berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan. Dari delapan variabel,
terdapat dua variabel yang tidak berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan,
yaitu store location dan design exterior. Sedangkan sisanya yaitu product
characteristic, retail communication, in store ambience, retail price
consideration, dan visual merchandising berpengaruh positif dan customer
service berpengaruh negatif terhadap kepuasan pelanggan. Persamaaan
penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan penulis adalah sama-sama
meneliti tentang pengaruh bauran pemasaran ritel terhadap kepuasan
pelanggan. Perbedaannya terletak pada lokasi dan waktu pelaksanaan
penelitian.
19) Penelitian yang dilakukan oleh Sutarso dengan judul Strategi Meningkatkan
Kepuasan Konsumen : Studi Kasus pada PT PLN (Persero) di Wilayah
Semarang. Penelitian ini dilakukan dengan mengambil 112 responden dari
500 sampel yang diedarkan yang populasinya dari pelanggan PLN di wilayah
Semarang, hasil penelitian ini mengindikasi bahwa Kualitas Pelayanan dan
Strategi Pelayanan yang diajukan telah diteliti menggunakan metode
Structural Equation Modelling (SEM). Hasil yang didapatkan adalah
Kualitas Pelayanan dan Stategi Pelayanan berpengaruh positif pada
peningkatan kepuasan
konsumen dan kepuasan konsumen tersebut
mempengaruhi kinerja perusahaan. Persamaan dengan penelitian yang
43
dilakukan penulis adalah sama-sama meneliti mengenai kepuasan konsumen
sedangkan perbedaanya adalah metode analisis data, lokasi penelitian, dan
waktu penelitian.
20) Penelitian yang dilakukan oleh Ulfah dengan
judul Analisis Variabel
Pembentuk Kepuasan Konsumen pada Ritel Hypermart di Depok. Pada
penelitian ini menyatakan bahwa pengusaha ritel bersaing dalam memperoleh
simpati konsumen diantaranya dengan meningkatkan pelayanan guna
mencapai kepuasan konsumen. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengidentifikasi variabel pembentuk kepuasan konsumen pada ritel
Hypermarket di Depok. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
data primer dengan jumlah 100 responden. Data yang telah diperoleh
diproses dengan menggunakan uji valisitas, uji reliabilitas, analisis korelasi,
dan analisis faktor dengan menggunakan SPSS versi 11.0. Persamaan
penelitian ini dengan penelitian yang dibuat oleh peneliti adalah sama-sama
meneliti kepuasan konsumen dan variabel kualitas pelayanan sedangkan
perbedaanya terletak pada lokasi dan waktu pelaksanaan penelitian.
21) Penelitian yang dijadikan sebagai acuan dalam penelitian ini adalah jurnal
yang dibuat oleh Choudhury dengan judul Service Quality: Insights From
The Indian Banking Scenar. Responden atau partisipan dalam penelitian ini
adalah seluruh nasabah yang datang ke bank tersebut selama waktu penelitian
dengan total responden adalah 2400 nasabah. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui penerimaan konsumen terhadap pelayanan yang
diberikan oleh bank tersebut dengan menganalisis dimensi-dimensi dari
44
kualitas pelayanan. Dari hasil penelitian tersebut dapat ditarik kesimpulan
bahwa faktor attitude atau kemampuan dari staf-staf bank tersebut merupakan
faktor yang paling berpengaruh dalam kepuasan pelanggan dari sebuah
pelayanan yang diberikan. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang
dibuat oleh peneliti adalah sama-sama menganalisis variabel pelayanan yang
diberikan oleh suatu usaha, sedangkan perbedaanya adalah jenis usaha yang
diteliti dan waktu pelaksanaan penelitian.
22) Penelitian yang dilakukan oleh Hamdani dengan judul Pengaruh Bauran Ritel
terhadap Citra Toko (Studi pada Persepsi Konsumen Matahari Departement
Store Tunjungan Plaza Surabaya. Penelitian ini berusaha menjelaskan
hubungan kausalitas antara elemen bauran ritel, yaitu antara lain: apakah
bauran ritel yang terdiri dari lokasi toko, pelayanan, produk, harga, suasana
toko, karyawan toko, dan metode promosi berpengaruh terhadap citra toko
pada Matahari Departement Store. Populasi dalam penelitian ini adalah
penduduk kota Surabaya yang pernah berkunjung ke Matahari Depatement
Store dengan jumlah populasi infinite. Teknik pengambilan sampel yang
digunakan adalah non probability sampling dan penarikan sampel dilakukan
dengan accidental sampling serta alat analisis regresi linier berganda untuk
mempengaruhi besarnya pengaruh tersebut. Persamaan penelitian ini dengan
penelitian yang dibuat oleh peneliti adalah sama-sama menganalisis bauran
ritel, sedangkan perbedaannya adalah pada waktu pelaksanaan penelitian.
23) Penelitian yang dilakukan oleh Winoyo dan Wahyuddin dengan judul Studi
Tentang Kualitas Pelayanan dan Kepuasan Konsumen di Rumah Sakit Islam
45
Manisrennggo Klaten. Penelitian ini mengamati kualitas pelayanan dan
kepuasan konsumen (pelanggan) di Rumah Sakit Islam Manisrenggo Klaten.
Latar belakang penelitian ini adalah untuk mengetahui penilaian konsumen
tentang kualitas pelayanan tenaga medis, paramedis, dan penunjang medis,
serta kepuasan yang dapat dirasakannya. Hal ini penting segi acuan dalam
pembenahan pelayanan agar dapat memberikan kepuasan optimal. Persamaan
penelitian ini dengan penelitian yang dibuat oleh peneliti adalah sama-sama
meneliti kepuasan konsumen dan sama-sama menganalisis variabel
pelayanan yang diberikan oleh suatu usaha, sedangkan perbedaannya adalah
jenis usaha dan waktu pelaksanaan penelitian.
24) Penelitian yang dilakukan oleh Ainaini dengan judul Studi Terhadap
Kepuasan Atas Palayanan Puskesmas di Surakarta. Penelitian ini mempunyai
permasalahan apakah kualitas pelayanan Puskesmas berdasarkan dimensi
reability, responsiveness, assurance, tangible, dan empathy secara parsial
mempunyai pengaruh terhadap kepuasan pasien Puskesmas di Surakarta, dan
apakah kualitas pelayanan Puskesmas berdasarkan reability, responsiveness,
assurance, tangible, dan empathy secara bersama-sama mempunyai pengaruh
terhadap kepuasan pasien Puskesmas. Dalam penelitian ini sampelnya yaitu
para pasien yang sedang melakukan pengobatan dari tujuh Puskesmas yang
terletak di lima kecamatan kota Surakarta. Alat analisis yang penulis
pergunakan adalah regresi berganda. Penelitian ini menghasilkan bahwa lima
dimensi service quality yaitu reliability (X1), responsiveness (X2), assurance
(X3), empathy (X4), dan tangible (X5) secara bersama-sama mempunyai
46
pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan pelayanan pasien puskesmas di
Surakarta. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan penulis adalah samasama meneliti mengenai pengaruh dimensi pelayanan terhadap kepuasan
konsumen. Perbedaannya adalah pada lokasi penelitian dan waktu penelitian.
25) Jurnal lain yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini adalah jurnal
yang dibuat oleh Gures dkk, dengan judul European Passengers’ Satisfaction
and Fairness Perceptions About Turkish Airports. Tujuan dari penelitian ini
adalah mencari hubungan antara karakteristik dari kepuasan konsumen asal
Eropa dan persepsi yang tepat mengenai bandara udara Turki. Hipotesis ini
diujikan kepada 559 penumpang asal Eropa mengenai bandara udara Turki
melalui interview langsung yang dilakukan oleh peneliti. Kesimpulan dari
penelitian ini adalah sebagian konsumen Eropa menyatakan kepuasannya
terhadap bandara udara Turki. Selain itu, konsumen dengan tujuan untuk
berlibur memiliki persepsi yang lebih baik terhadap pelayanan yang
diberikan oleh bandara udara Turki dibandingkan dengan konsumen dengan
tujuan lainnya, namun persepsi yang kurang baik ditujukkan oleh konsumen
Eropa yang memiliki tujuan kesehatan. Perbedaan jurnal ini dengan jurnal
yang dilakukan oleh penulis adalah lokasi penelitian, jumlah sampel, serta
tehnik analisis data, sedangkan persamaanya adalah sama-sama meneliti
kepuasan konsumen (2009).
26) Penelitian yang dilakukan Ayu Diah Anggraeni pada tahun 2011 dengan
judul “Pengaruh Retail Mix Terhadap Kepuasan Pelanggan pada Supermarket
Nirmala Jimbaran”. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh
47
retail mix terhadap kepuasan pelanggan. Penelitian ini menggunakan 140
sampel. Hasil analisis diketahui bahwa variabel retail mix berpengaruh secara
serempak terhadap kepuasan pelanggan pada Nirmala Supermarket Jimbaran
sebesar 89,4 persen, sisanya 10,6 persen dijelaskan oleh variabel-variabel lain
di luar peelitian ini.
2.3.
Rumusan Hipotesis
Berdasarkan landasan teori dan penelitian terdahulu yang relevan, maka
hipotesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut. Retail mix
berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan pada Swalayan New Karya Sari.
48
Download