BAB II KAJIAN PUSTAKA

advertisement
11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Kelincahan
Kelincahan merupakan salah satu unsur kondisi fisik yang berperan
penting dalam merespon suatu gerakan yang didapatkan dikarenakan harus
mampu bergerak dengan cepat merubah arah atau melepaskan diri.
Kelincahan
didefinisikan sebagai kemapuan untuk mengubah
kecepatan dan arah posisi tubuh atau bagian-bagiannya dengan cepat dan
tepat,
sementara
perpindahannya
dengan
cepat
tanpa
kehilangan
keseimbangannya (Ismaryati, 2008).
Menurut Maksum (2007), Kelincahan adalah kemampuan tubuh atau
bagian tubuh untuk mengubah arah gerakan secara mendadak dalam
kecepatan yang sangat tinggi. Misalnya mampu berlari berbelok-belok, lari
bolak-balik dalam jarak dan waktu tertentu, atau kemampuan berkelit dengan
cepat dalam posisi tetap berdiri stabil. Maksum (2007), mengatakan bahwa
komponen kelincahan erat kaitannya dengan komponen kecepatan dan
koordinasi. Pendapat lain mengatakan bahwa kelincahan bagi seseorang
sangat erat kaitannya dengan kamampuan melakukan gerakan mengubahubah arah dengan kecepatan yang tinggi (Purwanto, 2004).
Menurut Sumiyarsono (2006) “kelincahan adalah kemampuan
seseorang untuk berlari cepat dengan mengubah-ubah arahnya”. Kelincahan
merupakan hal dasar yang dimiliki tubuh baik untuk beraktivitas fungsional,
11
12
kemampuan dalam berolahraga seperti kemampuan untuk gerakan cepat, dan
berhenti mendadak, perubahan arah dengan cepat, efisien dan penyesuaian
gerak kaki pada tubuh atau bagian tubuh pada saat melakukan gerakan saat
aktivitas. Setiap individu dengan kelincahan yang baik memiliki kesempatan
lebih baik untuk sukses dalam aktivitas fisik dibandingkan dengan individu
yang memiliki kelincahan buruk. Dinyatakan demikian karena kelincahan
sendiri merupakan aspek dari beberapa kondisi fisik yang harus dimiliki
untuk meningkatkan performance dan menghindari cedera.
2.1.1 Jenis Kelincahan
Menurut Ismaryati (2008) ditinjau dari keterlibatan atau
perannya dalam beraktivitas, kelincahan dikelompokkan menjadi dua
macam yaitu, kelincahan umum dan kelincahan khusus. Berdasarkan
jenis kelincahan tersebut menunjukkan bahwa, kelincahan umum
digunakan untuk aktivitas sehari-hari atau kegiatan olahraga secara
umum. Sedangkan kelincahan khusus merupakan kelincahan yang
bersifat khusus yang dibutuhkan dalam cabang olahraga tertentu.
Kelincahan yang dibutuhkan memiliki karakteristik tertentu sesuai
tuntutan cabang olahraga yang dipelajari.
Menurut Purwanto (2004) bahwa seorang pemain yang
mempunyai kelincahan yang baik akan memiliki keuntungan antara lain
: mudah melakukan gerakan yang sulit, tidak mudah jatuh atau cedera,
dan mendukung teknik-teknik yang digunakannya terutama teknik
menggiring bola, ciri-ciri kelincahan dapat dilihat dari kemampuan
13
bergerak dengan cepat, mengubah arah dan posisi tergantung pada
situasi dan kondisi yang dihadapi dalam waktu yang relative singkat
dan cepat.
2.1.2 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Kelincahan
Kelincahan
merupakan
kombinasi
dari
kekuatan
otot,
fleksibilitas, kecepatan, keseimbangan, kecepatan reaksi dan koordinasi
neuromuskular. Dengan kata lain kelincahan juga dipengaruhi oleh
faktor kekuatan otot, fleksibilitas, kecepatan, keseimbangan, kecepatan
reaksi dan koordinasi neuromuskular. Faktor-faktor tersebut merupakan
faktor yang sangat menentukan dalam tinggi atau rendahnya
kemampuan kelincahan.
a. Kekuatan Otot
Kekuatan
adalah
kemampuan
otot
atau
grup
otot
menghasilkan tegangan dan tenaga selama usaha maksimal baik
secara dinamis maupun statis (Kisner dan Colby, 2007). Kekuatan
otot juga dapat diartikan sebagai kekuatan maksimal otot yang di
tunjang oleh cross sectional otot yang merupakan otot untuk
menahan beban maksimal pada aksis sendi.
Otot dalam berkontraksi dan menghasilkan tegangan
memerlukan suatu tenaga atau kekuatan. Kekuatan mengarah
kepada output tenaga dari kontraksi otot dan secara langsung
berhubungan dengan sejumlah tension yang dihasilkan oleh
14
kontraksi otot, sehingga meningkatkan kekuatan otot berupa level
tension, hipertropi, dan recruitment serabut otot.
Suatu hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang sangat kuat antara fisiologi cross-sectional area dan
tegangan maksimal otot ketika dilakukan stimulasi elektrik.
Kekuatan otot-otot skeletal manusia dapat menghasilkan kekuatan
kurang lebih 3-8 kg/cm2 pada cross–sectional area tanpa
memperhatikan jenis kelamin (Lea, 2010). Namun variabilitas
cross-sectional area pada suatu otot akan berbeda setiap saat karena
pengaruh latihan inaktifitas.
Kekuatan selain dipengaruhi oleh usia dan jenis kelamin,
dapat di pengaruhi juga oleh beberapa faktor, seperti: faktor
biomekanik, neuromuskular (ukuran cross-sectional otot, motor
unit recruitment, tipe kontraksi, jenis serabut otot, dan kecepatan
kontraksi), faktor metabolisme (ketersediaan energi) dan faktor
psikologis.
Karena kekuatan merupakan salah satu komponen dari
kecepatan, maka semakin besar kekuatan dalam suatu gerakan,
semakin besar pula tenaga eksplosif yang terjadi sehingga akan
mampu meningkatkan kelincahan.
b. Fleksibilitas
Fleksibilitas merupakan kemampuan untuk menggerakkan
sendi-sendi dalam jangkauan gerakan penuh dan bebas. Keluwesan
15
otot dan kebebasan gerak persendian sering dikaitkan dengan hasil
pergerakan yang terkoordinasi dan efisien. Kelenturan di arahkan
kepada kebebasan luas gerak sendi atau ROM. Fleksibilitas
menjadi faktor yang juga penting dalam mempengaruhi kelincahan.
Semakin lentur jaringan otot atau jaringan yang secara
bersama–sama bekerja seperti sendi, ligamen, dan tendon maka
juga akan di dapat peningkatan kelincahan. Dalam hal latihan
penguatan dan fleksibilitas keduanya memiliki saling keterkaitan.
Secara otomatis, jika seseorang melakukan latihan penguatan juga
berpengaruh terhadap fleksibilitas, begitu juga sebaliknya, jika
seseorang melakukan latihan fleksibilitas juga akan berpengaruh
terhadap kekuatannya. Kekuatan dan fleksibilitas merupakan
komponen
dari
kecepatan,
sehingga
dapat
mempengaruhi
kelincahan.
Mobilitas sendi sangat penting untuk memaksimalkan ruang
gerak sendi, meningkatkan kinerja otot, mengurangi risiko cedera,
dan memperbaiki nutrisi kartilago.
latihan fleksibilitas, yang
dilakukan pada latihan fisik tahap pertama, dapat meningkatkan
panjang dan elastisitas otot dan jaringan sekitar sendi.
c. Kecepatan
Kecepatan adalah kemampuan untuk melakukan gerakangerakan yang sejenis secara beturut-turut dalam waktu yang
sesingkat-singkatnya, atau kemampuan untuk menempuh suatu
16
jarak dalam waktu sesingkat-singkatnya. Kecepatan bukan hanya
berarti menggerakkan anggota-anggota tubuh dalam waktu yang
sesingkat-singkatnya. Kecepatan tergantung dari faktor yang
mempengaruhinya, yaitu kekuatan, waktu reaksi (reaction time),
dan fleksibilitas (Willmore, 2004).
d. Keseimbangan
Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan
kesetimbangan tubuh ketika di tempatkan di berbagai posisi.
Definisi menurut
O’Sullivan (2004), keseimbangan adalah
kemampuan untuk mempertahankan pusat gravitasi pada bidang
tumpu terutama ketika saat posisi tegak. Selain itu menurut Ann
Thomson (2003), keseimbangan adalah kemampuan untuk
mempertahankan tubuh dalam posisi kesetimbangan maupun dalam
keadaan statik atau dinamik, serta menggunakan aktivitas otot yang
minimal. Keseimbangan juga bisa diartikan sebagai kemampuan
relatif untuk mengontrol pusat massa tubuh (center of mass) atau
pusat gravitasi (center of gravity) terhadap bidang tumpu (base of
support). Keseimbangan melibatkan berbagai gerakan di setiap
segmen tubuh dengan di dukung oleh sistem muskuloskleletal dan
bidang tumpu. Kemampuan untuk menyeimbangkan massa tubuh
dengan bidang tumpu akan membuat manusia mampu untuk
beraktivitas secara efektif dan efisien. Keseimbangan merupakan
integrasi yang kompleks dari sistem somatosensorik (visual,
17
vestibular, proprioceptive) dan motorik (musculoskeletal, otot,
sendi jaringan lunak) yang keseluruhan kerjanya diatur oleh otak
terhadap respon atau pengaruh internal dan eksternal tubuh. Bagian
otak yang mengatur meliputi, basal ganglia, cerebellum, area
asosiasi (Batson, 2009).
1. Keseimbangan terbagi atas dua kelompok, yaitu
a) Keseimbangan statis:
Kemampuan tubuh untuk menjaga kesetimbangan pada
posisi tetap (sewaktu berdiri dengan satu kaki, berdiri diatas
papan keseimbangan).
b) Keseimbangan dinamis :
Adalah
kemampuan
untuk
mempertahankan
kesetimbangan ketika bergerak. Keseimbangan dinamik
adalah pemeliharaan pada tubuh melakukan gerakan atau saat
berdiri pada landasan yang bergerak (dynamic standing) yang
akan menempatkan ke dalam kondisi yang tidak stabil.
Keseimbangan merupakan interaksi yang kompleks dari
integrasi
sistem
sensorik
(vestibular,
visual,
dan
somatosensorik termasuk proprioceptive dan muskuloskeletal
(otot, sendi, dan jaringan lunak lain) yang dimodifikasi /
diatur dalam otak (kontrol motorik, sensorik, basal ganglia,
cerebellum, area asosiasi) sebagai respon terhadap perubahan
kondisi internal dan eksternal. Dipengaruhi juga oleh faktor
18
lain seperti, usia, motivasi, kognisi, lingkungan, kelelahan,
pengaruh obat dan pengalaman terdahulu.
2. Fisiologi Keseimbangan
Kemampuan
tubuh
untuk
mempertahankan
keseimbangan dan kestabilan postur oleh aktivitas motorik tidak
dapat dipisahkan dari faktor lingkungan dan sistem regulasi
yang berperan dalam pembentukan keseimbangan. Tujuan dari
tubuh mempertahankan keseimbangan adalah
menyanggah
tubuh melawan gravitasi dan faktor eksternal lain, untuk
mempertahankan pusat massa tubuh agar seimbang dengan
bidang tumpu, serta menstabilisasi bagian tubuh ketika bagian
tubuh lain bergerak.
Banyak komponen fisiologis dari tubuh manusia
memungkinkan kita untuk melakukan reaksi keseimbangan.
Bagian paling penting adalah proprioceptive yang menjaga
keseimbangan. Kemampuan untuk merasakan posisi bagian
sendi atau tubuh dalam gerak (Brown et al, 2006). Beberapa
jenis reseptor sensorik di seluruh kulit, otot, kapsul sendi, dan
ligamen memberikan tubuh kemampuan untuk mengenali
perubahan lingkungan baik internal maupun eksternal pada
setiap sendi dan akhirnya berpengaruh pada peningkatan
keseimbangan. Konsep ini penting dalam pengaturan ortopedi
klinis
karena
fakta
bahwa
meningkatkan
kemampuan
19
keseimbangan pada atlet membantu mereka untuk mencapai
kinerja atletik yang unggul (Riemann, 2002). Proprioception
dihasilkan melalui respon secara simultan, visual, vestibular,
dan sistem sensorimotor, yang masing-masing memainkan peran
penting dalam menjaga stabilitas postural. Paling diperhatikan
dalam meningkatkan proprioception adalah fungsi dari sitem
sensorimotor,
meliputi
integrasi
sensorik.
Motorik,
dan
komponen pengolahan yang terlibat dalam mempertahankan
homeostasis bersama selama tubuh bergerak, sistem sensori
sensorimotor mencakup informasi yang diterima melalui
reseptor saraf yang terletak di ligamen, kapsul sendi, tulang
rawan dan geometri tulang yang terlibat dalam struktur setiap
sendi. Mechanoreceptor sensorik khusus bertanggung jawab
secara kuantitatif terhadap peristiwa hantaran mekanis yang
terjadi dalam jaringan menjadi impuls saraf (Rienmann, 2002).
Empat
jenis
utama
dari
mechanoreceptor
yang
membantu dalam proprioception yaitu, termasuk reseptor
ruffini, reseptor pacinian, golgi tendon organ (GTO) dan muscle
spindle ruffini dan pacinian reseptor berhubungan dengan
sensasi sentuhan dan tekanan pada umumnya terletak di kulit
(Shier et al, 2004). Reseptor ruffini dianggap sebagai reseptor
statis dan dinamis berdasarkan ambang rendahnya, reseptor ini
lambat mengadaptasi karakteristik. Melalui perubahan impuls
20
tekanan terjadi perubahan tarik statis dan dinamis pada kulit dan
sangat sensitif terhadap peregangan, reseptor pacinian, agak
cepat beradaptasi, namun reseptor dengan ambang batas rendah
yang dianggap reseptor lebih dinamis (Rienmann, 2002).
Sementara juga sensor tekanan, reseptor pacinian mendeteksi
tekanan berat dan mengenali perubahan percepatan dan
perlambatan gerak (Shier et al, 2004). Golgi tendon organ dan
muscle spindle mempunyai peran yang lebih besar untuk
mengetahui posisi sendi selama bergerak. Pertama GTOs berada
dipersimpangan musculotendinous dan bertanggung jawab untuk
memantau kekuatan kontraksi otot untuk mencegah otot dari
kelebihan beban (Brown et al, 2006). Terhubung ke satu set
serat otot dan diinervasi oleh neuron sensorik, GTOs memiliki
ambang batas yang tinggi dan dirangsang oleh ketegangan otot
yang meningkat.
Keseimbangan tubuh dipengaruhi oleh system indera
yang terdapat di tubuh manusia bekerja secara bersamaan jika
salah satu system mengalami gangguan maka akan terjadi
gangguan keseimbangan pada tubuh (imbalance), system indera
yang
mengatur/mengontrol
keseimbangan
seperti
vestibular, dan somatosensorik (tactile & proprioceptive).
visual,
21
Gambar 2.1 Proses Fisiologi Terjadinya Keseimbangan
sumber : Anonim, 2015
3. Komponen-komponen pengontrol keseimbangan adalah:
a. Sistem Informasi Sensoris
Sistem informasi sensoris meliputi visual, vestibular,
dan somatosensoris (Chandler, 2000).
b. Sistem vestibular
Komponen vestibular merupakan sistem sensoris yang
berfungsi penting dalam keseimbangan, kontrol kepala, dan
gerak bola mata. Reseptor sensoris vestibular berada di dalam
telinga. Reseptor pada sistem vestibular meliputi kanalis
semisirkularis, utrikulus, serta sakulus. Reseptor dari sistem
sensoris ini disebut dengan sistem labyrinthine. Sistem
labyrinthine mendeteksi perubahan posisi kepala dan
percepatan perubahan sudut. Melalui refleks vestibulo-
22
occular, mereka mengontrol gerak mata, terutama ketika
melihat obyek yang bergerak. Mereka meneruskan pesan
melalui saraf kranialis VIII ke nukleus vestibular yang
berlokasi di batang otak. Beberapa stimulus tidak menuju
nukleus vestibular tetapi ke cerebellum, formatio retikularis,
thalamus dan korteks serebri.
Nukleus vestibular menerima masukan (input) dari
reseptor labyrinthine, retikular formasi, dan serebelum.
Keluaran (output) dari nukleus vestibular menuju ke motor
neuron melalui medula spinalis, terutama ke motor neuron
yang menginervasi otot-otot proksimal, kumparan otot pada
leher dan otot-otot punggung (otot-otot postural). Sistem
vestibular
bereaksi
sangat
cepat
sehingga
membantu
mempertahankan keseimbangan tubuh dengan mengontrol
otot-otot postural.
c. Somatosensoris
Sistem
somatosensoris
terdiri
dari
taktil
atau
proprioceptive serta persepsi-kognitif. Informasi propriosepsi
disalurkan ke otak melalui kolumna dorsalis medula spinalis.
Sebagian besar masukan (input) proprioceptive menuju
cerebellum, tetapi ada pula yang menuju ke korteks serebri
melalui lemniskus medialis dan thalamus.
23
Kesadaran akan posisi berbagai bagian tubuh dalam
ruang sebagian bergantung pada impuls yang datang dari alat
indra dalam dan sekitar sendi. Alat indra tersebut adalah
ujung-ujung saraf yang beradaptasi lambat di sinovial dan
ligamentum. Impuls dari alat indra ini dari reseptor raba di
kulit dan jaringan lain, serta otot di proses di korteks menjadi
kesadaran akan posisi tubuh dalam ruang.
d. Visual
Visual memegang peran penting dalam sistem sensoris.
Cratty & Martin (1969) menyatakan bahwa keseimbangan
akan terus berkembang sesuai umur, mata akan membantu
agar tetap fokus pada titik utama untuk mempertahankan
keseimbangan, dan sebagai monitor tubuh selama melakukan
gerak statis atau dinamis. Penglihatan juga merupakan
sumber utama informasi tentang lingkungan dan tempat kita
berada,
penglihatan
memegang
peran
penting
untuk
mengidentifikasi dan mengatur jarak gerak sesuai lingkungan
tempat kita berada. Penglihatan muncul ketika mata
menerima sinar yang berasal dari obyek sesuai jarak pandang.
Dengan
informasi
visual,
maka
tubuh
dapat
menyesuaikan atau bereaksi terhadap perubahan bidang pada
lingkungan aktivitas sehingga memberikan kerja otot yang
sinergis untuk mempertahankan keseimbangan tubuh.
24
e. Kekuatan otot (Muscle Strength)
Kekuatan
otot
didefinisikan
sebagai
jumlah
maksimum kekuatan yang dapat mengerahkan otot terhadap
beberapa bentuk resistensi dalam sebuah gerakan.
Hal ini berbeda untuk daya tahan otot, yang
merupakan kontraksi otot ganda atau kontraksi otot terus –
menerus selama periode waktu, misalnya selama berjalan,
mendaki
atau
melakukan
repetisi
berganda
misalkan
dumbbell di gym (matt, 2009).
Kekuatan otot umumnya diperlukan dalam melakukan
aktivitas. Semua gerakan yang dihasilkan merupakan hasil
dari adanya peningkatan tegangan otot sebagai respon
motorik.
Kekuatan
otot
dapat
digambarkan
sebagai
kemampuan otot menahan beban baik berupa beban eksternal
(eksternal force) maupun beban internal (internal force).
Kekuatan
otot
sangat
berhubungan
dengan
sistem
neuromuskuler yaitu seberapa besar kemampuan sistem saraf
mengaktifasi otot untuk melakukan kontraksi. Sehingga
semakin banyak serabut otot yang teraktifasi, maka semakin
besar pula kekuatan yang dihasilkan otot tersebut.
Kekuatan otot dari kaki, lutut serta pinggul harus
adekuat untuk mempertahankan keseimbangan tubuh saat
25
adanya gaya dari luar. Kekuatan otot tersebut berhubungan
langsung dengan kemampuan otot untuk melawan gaya
garvitasi serta beban eksternal lainnya yang secara terus
menerus mempengaruhi posisi tubuh.
f. Respon otot-otot postural yang sinergis (Postural muscles
response synergies)
Sebuah sinergi otot fungsional didefinisikan sebagai
pola co-aktivasi otot direkrut oleh sinyal perintah saraf
(Oveido, 2006). Beberapa kelompok otot baik pada
ekstremitas atas maupun bawah berfungsi mempertahankan
postur serta mengatur keseimbangan tubuh dalam berbagai
gerakan. Keseimbangan pada tubuh dalam berbagai posisi
hanya akan dimungkinkan jika respon dari otot – otot
postural bekerja secara sinergi sebagai reaksi dari perubahan
posisi, titik tumpu, gaya gravitasi, dan aligment tubuh.
Respon otot-otot postural yang sinergis mengarah
pada waktu dan jarak dari aktivitas kelompok otot yang
diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan dan kontrol
postur. Beberapa kelompok otot baik pada ekstremitas atas
maupun bawah berfungsi mempertahankan postur saat berdiri
tegak serta mengatur keseimbangan tubuh dalam berbagai
gerakan. Keseimbangan pada tubuh dalam berbagai posisi
hanya akan dimungkinkan jika respon dari otot-otot postural
26
bekerja secara sinergis sebagai reaksi dari perubahan posisi,
titik tumpu, gaya gravitasi, dan aligment tubuh.
Kerja otot yang sinergi berarti bahwa adanya respon
yang tepat (kecepatan dan kekuatan) suatu otot terhadap otot
yang lainnya dalam melakukan fungsi gerak tertentu.
g. Adaptive systems
Kemampuan adaptasi akan memodifikasi input
sensoris dan keluaran motorik (output) ketika terjadi
perubahan tempat sesuai dengan karakteristik lingkungan.
h. Lingkup gerak sendi (Joint range of motion)
Kemampuan sendi untuk membantu gerak tubuh dan
mengarahkan
gerakan
terutama
saat
gerakan
yang
memerlukan keseimbangan yang tinggi.
Faktor - faktor yang mempengaruhi keseimbangan menurut Suhartono,
2005 adalah :
a. Pusat gravitasi (Center of Gravity-COG)
Pusat gravitasi terdapat pada semua obyek, pada benda, pusat
gravitasi terletak tepat di tengah benda tersebut. Pusat gravitasi adalah titik
utama pada tubuh yang akan mendistribusikan massa tubuh secara merata.
Bila tubuh selalu ditopang oleh titik ini, maka tubuh dalam keadaan
seimbang. Pada manusia, pusat gravitasi berpindah sesuai dengan arah
atau perubahan berat. Pusat gravitasi manusia ketika berdiri tegak adalah
tepat di atas pinggang diantara depan dan belakang vertebra sakrum ke
dua.
27
Derajat stabilitas tubuh dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu:
ketinggian dari titik pusat gravitasi dengan bidang tumpu, ukuran bidang
tumpu, lokasi garis gravitasi dengan bidang tumpu, serta berat badan.
b. Garis gravitasi (Line of Gravity-LOG)
Garis gravitasi merupakan garis imajiner yang berada vertikal
melalui pusat gravitasi dengan pusat bumi. Hubungan antara garis
gravitasi, pusat gravitasi dengan bidang tumpu adalah menentukan derajat
stabilitas tubuh.
Gambar 2.2 Garis Gravitasi (Dhaenkpedro, 2009)
c. Bidang tumpu (Base of Support-BOS)
Bidang tumpu merupakan bagian dari tubuh yang berhubungan
dengan permukaan tumpuan. Ketika garis gravitasi tepat berada di bidang
tumpu, tubuh dalam keadaan seimbang. Stabilitas yang baik terbentuk dari
28
luasnya area bidang tumpu. Semakin besar bidang tumpu, semakin tinggi
stabilitas. Misalnya berdiri dengan kedua kaki akan lebih stabil dibanding
berdiri dengan satu kaki. Semakin dekat bidang tumpu dengan pusat
gravitasi, maka stabilitas tubuh makin tinggi.
d. Kecepatan Reaksi
Kecepatan reaksi adalah waktu yang diperlukan untuk memberikan
respon kinetik setelah menerima suatu stimulus atau rangsangan. Karena
melalui rangsangan (stimulus) reaksi tersebut mendapat sumber dari:
pendengaran, pandangan (visual), rabaan maupun gabungan antara
pendengaran dan rabaan (Wahjoedi, 2000). Berdasarkan penjelasan diatas
jelas bahwa kecepatan reaksi sangatlah penting dalam kecepatan bergerak.
Neurofisiologis melibatkan potensiasi (perubahan karakteristik kekuatan
kecepatan komponen kontraktil otot yang disebabkan oleh bentangan aksi
otot konsentris dengan menggunakan refleks regangan. Refleks regangan
adalah respon paksa tubuh untuk stimulus eksternal yang membentang
pada otot.
Apabila waktu yang diperlukan untuk memberikan respon kinetik
atas suatu stimulus atau rangsangan cepat, maka hal ini akan
mengakibatkan terjadinya kecepatan dalam melakukan suatu pergerakan,
yang akan meningkatkan kemampuan kelincahan.
e. Koordinasi Neuromuscular
Merupakan kemampuan untuk mengintegrasi indera (visual,
auditori, dan proprioceptive untuk mengetahui jarak pada posisi tubuh)
29
dengan fungsi motorik untuk menghasilkan akurasi dan kemampuan
bergerak. Selain itu masih terdapat faktor-faktor lain yang mempengaruhi
kelincahan, yaitu:
1. Usia
Tes Shuttle Run 30 feet, menunjukkan bahwa anak laki-laki rata-rata
makin bertambah baik mulai usia 12 tahun, sedang anak wanita tidak
lagi bertambah baik setelah usia 13 tahun (M. Sajoto, 2005).
2. Jenis Kelamin
Anak pria memperlihatkan kelincahan yang lebih baik daripada wanita
sebelum mereka mencapai usia pubertas. Setelah pubertas perbedaan
tersebut lebih mencolok.
3. Berat Badan
Berat badan yang berlebihan secara langsung akan mengurangi
kelincahan.
Dimana
berat
badan
yang
berlebihan
cenderung
mengakibatkan muscle imbalance di bagian trunk.
4. Kelelahan
Kelelahan dapat mempengaruhi kelincahan, karena orang yang lelah
akan menurun kecepatan lari dan koordinasinya.
Selain faktor – faktor diatas ada juga faktor –faktor lain yang dapat
mempengaruhi kelincahan. Adapun faktor lain yang dapat mempengaruhi
kelincahan menurut Depdiknas (2002), yaitu :
1. Tipe Tubuh
2. Orang yang tergolong mesomorf lebih tangkas dari pada eksomorf dan
endomorf.
30
3. Umur
4. Kelincahan meningkat sampai kira-kira umur 12 tahun pada waktu mulai
memasuki pertumbuhan cepat (rapid grow). Selama periode tersebut
kelincahan
tidak meningkat, bahkan menurun. Setelah melewati
pertumbuhan cepat (rapid grow) kelincahan meningkat lagi sampai anak
mencapai umur dewasa, kemudian menurun lagi menjelang umur lanjut.
5. Jenis Kelamin
6. Anak laki-laki memperlihatkan kelincahan sedikit lebih dari pada
perempuan sebelum umur pubertas. Setelah umur pubertas perbedaan
kelincahan lebih mencolok.
7. Berat Badan
Berat badan mengurangi kelincahan.
2.1.3
Fisiologi Otot
Jaringan otot terdiri dari sel – sel yang megkhususkan diri untuk
berkontraksi dan menghasilkan gaya. Terdapat tiga jenis jaringan otot: otot
rangka, yang menggerakkan tulang, otot jantung, yang memompa darah
keluar jantung, dan otot polos, yang membungkus dan mengontrol gerakan
isi organ berongga atau berbentuk tabung, misalnya gerakan makanan
melalui saluran cerna. Dengan menggerakkan komponen – komponen intra
sel tertentu, sel menghasilkan tegangan dan memendek, yaitu berkontraksi.
Melalui kemampuan berkontraksinya yang berkembang sempurna,
kelompok – kelompok sel otot yang bekerja sama dalam suatu otot dapat
menghasilkan gerakan dan melakukan kerja (Sherwood, 2011).
31
Otot
membentuk
kelompok
jaringan
terbesar
di
tubuh,
menghasilkan sekitar separuh dari berat tubuh. Otot rangka saja
membentuk sekitar 40% berat tubuh pada pria dan 32% pada wanita,
dengan otot polos dan otot jantung membentuk 10% lainnya dari berat
total. Meskipun ketiga jenis otot secara struktural dan fungsional berbeda
namun mereka dapat diklasifikasikan dalam dua cara berlainan
berdasarkan karakteristik umumnya. Pertama, otot dikategorikan sebagai
lurik atau serat lintang (otot rangka dan otot jantung) atau otot polos,
bergantung pada ada dan tidaknya pita terang gelap bergantian, atau garis
– garis, jika otot dilihat di bawah mikroskop cahaya. Kedua, otot dapat
dikelompokkan sebagai volunter (otot rangka) atau involunter (otot
jantung dan otot polos), masing – masing bergantung pada apakah otot
tersebut disarafi oleh sistem saraf somatik dan berada dibawah kontrol
kesadaran, atau disarafi oleh sistem saraf otonom dan tidak berada di
bawah kontrol kesadaran meskipun otot rangka digolongkan sebagai
volunter, karena dapat dikontrol oleh kesadaran, namun banyak aktivitas
otot rangka juga berada dibawah kontrol involunter bawah - sadar,
misalnya aktivitas yang berkaitan dengan postur, keseimbangan, dan
gerakan stereotipikal seperti berjalan (Sherwood, 2011).
Dilihat
dengan
mikroskop
elektron,
sebuah
miofibril
memperlihatkan pita gelap (pita A) dan pita terang (pita I) bergantian. Pita
pada semua miofibril tersusun sejajar satu sama lain yang secara kolektif
menghasilkan gambaran serat lintang atau lurik serat otot rangka seperti
32
terlihat dibawah ini. Tumpukan filamen tebal dan tipis bergantian yang
sedikit tumpang tindih satu sama lain berperan menghasilkan gambaran
pita A dan I (Sherwood, 2011).
Gambar 2.3 Perbedaan Posisi Aktin dan Miosin Saat Relaksasi an Kontraksi
Sumber: Raven and Johnson, 2005
Pita A dibentuk oleh tumpukan filamen tebal bersama dengan
sebagian filamen tipis yang tumpang tindih dikedua ujung filamen tebal.
Filamen tebal hanya terletak di dalam pita A dan terbentang di seluruh
lebarnya; yaitu, kedua ujung filamen tebal di dalam suatu tumpukan
mendefinisikan batas luar suatu pita A. Daerah yang lebih terang ditengah
pita A, tempat yang tidak dicapai oleh filamen tipis, adalah zona H, hanya
bagian tengah filamen tebal yang ditemukan di bagian. Suatu sistem
protein penunjang manahan filamen – filamen tebal vertikal di dalam
setiap tumpukan. Protein – protein ini dapat dilihat sebagai garis M, yang
berjalan vertikal di bagian tengah pita A di dalam bagian tengah zona H
(Sherwood, 2011).
33
Pita I terdiri dari bagian filamen tipis sisanya yang tidak menjulur
ke dalam pita A. Di bagian tengah setiap pita I terlihat suatu garis vertikal
pada garis Z. Daerah antara dua garis Z disebut sarkomer, yaitu unit
fungsional otot rangka. Unit fungsional setiap organ adalah komponen
terkecil yang dapat melakukan semua fungsi organ tersebut. Karena itu,
sarkomer adalah komponen terkecil serat otot yang dapat berkontraksi.
Garis Z adalah lempeng sitoskeleton gepeng yang menghubungkan
filamen tipis dua sarkomer yang berdekatan. Setiap sarkomer dalam
keadaan lemas memiliki lebar sekitar 2,5 µm dan terdiri dari satu pita A
utuh dan separuh dari masing – masing dua pita I yang terletak di kedua
sisi. Pita I mengandung hanya filamen tipis dari dua sarkomer yang
berdekatan tetapi bukan panjang keseluruhan filamen – filamen ini.
Selama pertumbuhan, otot bertambah panjang dengan menambahkan
sarkomer baru di ujung miofibril, bukan dengan meningkatkan ukuran
masing – masing sarkomer (Sherwood, 2011).
Didalam gambar tidak diperlihatkan adanya untaian tunggal protein
raksasa yang sangat elastik dan dikenal sebagai titin yang berjalan di
kedua arah dari garis M di sepanjang filamen tebal ke garis Z di ujung
sarkomer yang berlawanan. Titin adalah protein terbesar di tubuh,
terbentuk dari hampir 30.000 asam amino. Protein ini memiliki dua fungsi:
(1) bersama denga protein – protein garis M. Titin membantu
menstabilkan posisi filamen tebal dalam kaitannya dengan filamen tipis;
(2) berfungsi sebagai pegas, protein ini sangat meningkatkan kelenturan
34
otot yaitu, titin membantu otot yang teregang oleh gaya eksternal kembali
secara pasif ke panjang istirahatnya ketika gaya tersebut dihilangkan,
seperti pegas yang diregangkan (Sherwood, 2011).
a. Karakteristik Tipe Serabut Otot
Karakteristik tipe serabut otot memiliki peranan pada sifat
kontraktil otot seperti kekuatan atau strenght, ketahanan atau endurance,
tenaga atau power, kecepatan dan ketahanan terhadap kelelahan / fatique.
Komposisi serabut otot terdiri serat merah dan putih. Seseorang yang
memiliki lebih banyak serat otot berwarna merah lebih tepat untuk
melakukan kegiatan bersifat aerobic, sedangkan yang lebih banyak
memiliki serat otot rangka putih, lebih mampu melakukan kegiatan bersifat
anaerobic (Brian Sharkey, 2003).
Tabel 2.1 Karakteristik Serat Otot Rangka
Karakteristik
Aktivasi ATPase Miosin
Kecepatan Kontraksi
Resistansi Terhadap Kelelahan
Kapasitas Fosforilasi
Oksidatif
Enzim Untuk Glikolisis
Anaerob
Mitokondria
Kapiler
Kandungan Mioglobin
Warna Serat
Kandungan Glikogen
Jenis Serat
Oksidatif
Lambat (Tipe I)
Rendah
Lambat
Tinggi
Tinggi
Oksidatif Cepat
(Tipe IIa)
Tinggi
Cepat
Sedang
Tinggi
Glikolitik Cepat
(Tipe IIb)
Tinggi
Cepat
Rendah
Rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Banyak
Banyak
Tinggi
Merah
Rendah
Banyak
Banyak
Tinggi
Merah
Sedang
Sedikit
Sedikit
Rendah
Putih
Tinggi
Sumber : Sherwood, 2010. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem
Serabut otot tipe I (slow twitch fiber) dan serabut otot tipe IIa-b
(fast twich fiber) memiliki motor unit yang berbeda walaupun sama – sama
terletak pada area anterior horn cell dari medulla spinalis. Setiap motor
35
unit hanya mengaktivasi jenis serabut otot yang sama sehingga tidak
tumpang tindih antara serabut otot tipe I, IIa, Iib. Setiap otot pada manusia
memiliki perbandingan 50:50 antara slow twitch fiber dan fast twitch fiber.
Slow twitch fiber memiliki 100 serat per – unit serabut ototnya sedangkan
fast twitch fiber memiliki 10.000 serat per – unit serabut ototnya
(Campbell, 2013).
Gambar 2.4 Hubungan Antara Dengan Muscle Fiber
Sumber: Lopez 2014
Urutan perekrutan dimulai pada motor unit tipe I lalu maju ke
motor unit tipe IIa dan berakhir pada motor unit tipe IIb. Baik jenis latihan
yang bersifat mengaktivasi slow twitch fiber maupun fast twitch fiber,
sama – sama akan melalui urutan perekrutan motor unit tersebut. Tetapi
tetap ada perbedaan titik fokus pencapaian yang terjadi yaitu : ketika
sedang mengaktivasi slow twitch fiber, memang akan melalui urutan
tersebut tetapi fokus aktivasi serat otot lebih pada motor unit tipe I
sedangkan saat mengaktivasi fast twitch fiber, urutan aktivasi tetap seperti
36
itu tetapi akan fokus pada motor unit tipe IIa-b dengan melewati tipe I
secara singkat (Culcea, 2012).
b. Sistem Neuromuskular
Sistem neuromuskular berhubungan dengan tiga komponen yaitu
saraf, neuromuscular junction, dan otot. Dalam hal ini mencakup sistem
muskuloskeletal yang sangat erat kaitannya dengan sistem neuromuskular
(proprioceptive) karena ada serabut saraf yang terhubung dengan otot yang
disebut neuromuscular juntion yang akan menyampaikan impuls kepada
otot untuk bereaksi (kontraksi maupun relaksasi) sehingga terbentuk
aktivasi secara menyeluruh pada otot tersebut karena impuls yang kuat
yang ditangkap oleh motor unit dan motor neuron yang mempersarafi otot
tersebut (Budnik, 2006)
Gambar 2.5 Neuromuskular Junction
Sumber: Amato, 2008
Setiap otot memiliki motor unit yang terdiri dari anterior motor
neuron (terdiri dari: slow twitch fiber dan fast twitch fiber). Tidak semua
37
motor unit pada serabut otot akan teraktivasi secara bersamaan. Hal ini
berarti neuron mempersarafi slow twitch fiber dan fast twitch fiber akan
secara selektif teraktivasi sesuai dengan impuls yang mengaktivasinya
(Brown, 2007)
Gambar 2.6 Motor Neuron dan Serabut Otot
Sumber : Marieb, 2010. Human anatomy & physiology,9th edition.
Setiap otot disarafi oleh sejumlah neuron motorik berbeda. Ketika
masuk ke otot, sebuah neuron motorik membentuk cabang – cabang,
dengan setiap terminal akson mensarafi satu serat otot. Satu neuron
motorik mensarafi sejumlah serat otot, tetapi setiap serat otot hanya
disarafi satu neuron motorik. Ketika suatu neuron motorik diaktifkan,
semua serat otot yang disarafi akan terangsang untuk berkontraksi
serentak. Kelompok komponen yang diaktifkan bersama ini (satu neuron
motorik plus semua serat otot yang disarafi) disebut motor unit. Untuk
kontraksi lemah suatu otot, hanya satu atau beberapa motor unit yang
diaktifkan. Untuk kontraksi yang lebih kuat, lebih banyak motor unit yang
direkrut, fenomena ini disebut recruitment motor unit.
38
Sistem saraf pusat dapat meningkatkan kekuatan kontraksi otot
dengan mekanisme: meningkatkan jumlah motor unit yang diaktifkan
(spatial recruitment motor unit) dan meningkatkan laju aktivasi / firing
rate
yang
dimana
pada
setiap
motor
unit
dirangsang
untuk
mengoptimalkan jumlah tegangan / tension yang dapat dicapai (temporal
recruitment motor unit). Kedua mekanisme ini berjalan bersamaan.
Mekanisme utamanya, aktivasi kontraksi otot yang belum mencapai
kekuatan kontraksi maksimal menyebabkan penambahan recruitment
motor unit, tetapi firing rate pada motor unit awal akan terekrut,
peningkatan firing rate menjadi mekanisme yang mendominasi untuk
meningkatkan kekuatan motorik. Pada tingkat ini dan seterusnya, motor
unit dapat didorong untuk firing rate tahap kedua yang lebih besar dari 50
Hz (Sanbrink, 2012).
2.2 Anatomi dan Biomekanik
Manusia sepanjang daur hidupnya tidak terlepas dari proses gerak.
Mulai dari tingkatan mikroskopik atau gerakan yang terjadi pada tingkatan
intra sel sampai gerak aktual yang setiap hari dilakukan oleh manusia saat
beraktivitas.
Kemampuan
gerak
dan
keterampilan
yang
dimiliki
merupakan hasil dari proses pembelajaran atau adaptasi terhadap
lingkungan.
Proprioceptive exercise dan strengthening exercise berfungsi untuk
meningkatkan fleksibilitas, kekuatan otot, kecepatan reaksi, keseimbangan
dan kooordinasi neuromuskular pada anggota gerak bawah. Proprioceptive
39
exercise dengan gerakan seperti menutup mata diatas wobble board
memberikan penekanan yang lebih agar proprioceptive meningkat,
sedangkan pelatihan dengan isotonik menggunakan elastic resistence
untuk menghasilkan adaptasi otot terhadap stimulus training. Adaptasi
yang terjadi adalah Hipertropi otot yaitu berkembangnya ketebalan otot
dan meningkatnya diameter (massa) otot hal ini terjadi karena adanya
ketegangan
selama
kontraksi
yang
memberikan
stimulus
untuk
meningkatkan diameter serabut otot sehingga otot akan semakin kuat.
Kelincahan sangat dibutuhkan ketika seseorang dalam berolahraga
karena akan melakukan pergerakan dalam keadaan berdiri atau dalam
keadaan berlari merubah arah secara cepat dan tepat. Pengukuran
dilakukan dengan menggunakan illinois agility run test merupakan
pengukuran untuk menilai kelincahan dan bisa juga dijadikan
latihan
setelah dilakukan intervensi proprioceptive exercise dan strengthening
exercise. Secara umum berlari akan menimbulkan kontraksi otot dan hal
ini terjadi karena adanya proprioceptive yang bekerja pada saat proses
berlari. Namun berlari dilapangan yang luas sangat berbeda dengan berlari
dilintasan illinois agility run test. Berlari dilintasan illinois agility run test
membutuhkan fleksibilitas, keseimbangan, kecepatan reaksi, kekuatan otot
dan koordinasi neuromuscular hal tersebut membutuhkan juga konsentrasi
yang tinggi dengan kata lain dibutuhkan adaptasi neuromuscular karena
saat berlari bolak-balik diantara cone terjadi gerakan yang kompleks
dengan cepat tanpa kehilangan keseimbangan. Adaptasi ini disebabkan
40
oleh adaptasi sistem persarafan (nervosum) yaitu terjadinya peningkatan
persentase aktivasi motor unit, perubahan fungsi kontraktil yaitu
peningkatan persentase gaya kontraksi (twitch torque), dan terjadi
hipertropi otot serta terjadinya peningkatan pada koordinasi sistem
neuromuskuler pada keterampilan fisik yang menghasilkan ketepatan
gerak.
Dalam hal ini keseimbangan merupakan interaksi yang kompleks
dari integrasi atau interaksi sistem sensorik (vestibular, visual,
somatosensorik serta proprioceptive) dan muskuloskeletal (otot, sendi, dan
jaringan lunak) yang dimodifikasi atau diatur dalam otak (kontrol motorik,
sensorik, basal ganglia, cerebellum, area asosiasi) sebagai respon terhadap
perubahan kondisi internal dan eksternal.
2.3 Proprioceptive Exercise
Proprioceptive exercise merangsang sistem saraf yang mendorong
terjadinya
respon
Proprioceptive
otot
dalam
mengontrol
sistem
neuromuskuler.
umumnya didefinisikan sebagai kemampuan untuk
menilai dimana masing-masing posisi ekstremitas berada tanpa bantuan
indera penglihatan. Proprioceptive diatur oleh mekanisme saraf pusat dan
saraf tepi yang datang terutama dari reseptor otot, tendon, ligamen,
persendiaan dan fascia (Liu, 2013).
Proprioceptive dapat juga diartikan sebagai keseluruhan kesadaran
dari posisi tubuh. Kesadaran posisi akan berpengaruh terhadap gerak yang
akan dilakukan, gerak yang timbul tersebut akibat impuls yang diberikan
41
stimulus yang diterima dari receptor yang selanjutnya informasi tersebut
akan diolah di otak yang kemudian informasi tersebut akan diteruskan oleh
reseptor kembali ke bagian tubuh yang bersangkutan.
Proprioceptive merupakan rasa sentuhan atau tekanan pada sendi
yang disusun oleh komponen pembentuk sendi dari tulang, ligamen dan
otot serta jaringan spesifik lainnya. proprioceptive merupakan bagian dari
somatosensoris dimana proprioceptive bekerjasama dengan persepsi dan
taktil untuk memberikan informasi tentang daerah sekitar, kondisi
permukaan sehingga dapat mengirimkan sinyal ke otak untuk mengatur
perintah kepada otot dan sendi seberapa menggunakan kekuatan dan
bagaimana menyikapi lingkungan. Proprioception memberikan gambaran
sama seperti sistem kerja visual, dimana memberikan informasi tentang
daerah sekitar, namun hal yang membedakannya adalah proprioceptive
bekerja saat sebuah sendi terjadi kontak langsung dengan permukaan
sebuah benda. Pada kondisi tanpa cahaya (visual gelap) tidak dapat
memberikan banyak informasi untuk tubuh, maka proprioceptive bekerja
lebih dominan saat sendi menyentuh atau terjadi tekanan langsung dengan
permukaannya. Saat mata tertutup kaki masih bisa merasakan dimana kita
berdiri sekarang, tempat miring, berbatu kasar atau datar, dll. Dari
informasi yang diterima oleh golgi tendon dan muscle spindle terkumpul
cukup baik selanjutnya neuron akan meneruskan untuk dikirim ke sistem
saraf pusat melalui ganglion basalis hingga sampai ke sistem saraf pusat
42
seperti perjalanan di gambar kemudian otak menentukan bagaimana kita
menyikapi terhadap permukaan tersebut (Kisner, 2007).
Gambar 2.7 Lintasan Proprioceptive
Sumber: Martin Riemer,2015
Reseptor yang diterima neuron saat menerima rangsangan sendi
dikirim ke dua tempat yaitu ke korteks cerebri atau disebut dengan
proprioceptive sadar karena dapat dikontrol penuh oleh otak baik
penerimaan maupun pengembaliaan impuls ke afektor, dan kortek
cerebellum biasa disebut dengan proprioceptive tak sadar atau bekerja
otomatis (Scholary, 2011). Neuron yang dikirim melalui lintasan ke
korteks cerebri memuat informasi lingkungan dikirim ke otak untuk
mengatur kontraksi dan sistem tubuh, sedangkan neuron yang melalui
korteks cerebri memuat informasi yang akan diberikan ke otak kecil untuk
diolah sehingga hasil yang didapat adalah menjaga keseimbangan tubuh.
43
Cara penyampaian reseptor proprioceptive ke cortex cerebri menggunakan
tiga neuron berbeda, neuron I sel berada di ganglion spinal akan
dikirimkan melalui
Proprioception dihasilkan melalui respon secara
simultan, visual, vestibular, dan sistem sensorimotor, yang masing-masing
memainkan peran penting dalam menjaga stabilitas postural. Paling
diperhatikan dalam meningkatkan proprioception adalah fungsi dari sitem
sensorimotor,
meliputi integrasi sensorik, motorik, dan komponen
pengolahan yang terlibat dalam mempertahankan homeostasis bersama
selama tubuh bergerak, sistem sensorimotor mencakup informasi yang
diterima melalui reseptor saraf yang terletak di ligamen, kapsul sendi,
tulang rawan dan geometri tulang yang terlibat dalam struktur setiap sendi.
Mechanoreceptor sensorik khusus bertanggung jawab secara kuantitatif
terhadap peristiwa hantaran mekanis yang terjadi dalam jaringan menjadi
impuls saraf (Rienmann, 2002).
Proprioceptive merupakan bagian dari kontrol postural manusia
yaitu fungsi yang kompleks yang mencakup komponen seperti deteksi
gerakan
serta
respon
otot
bekerja
menurut
kesadaran
untuk
membangkitkan dan mengendalikan saat terjadinya gerakan. Reseptor
proprioceptive berada di kulit, otot, sendi, ligamen dan tendon. Mereka
memberikan informasi kepada CNS berkaitan dengan jaringan deformasi.
Pada ujung ruffini terletak di kapsul sendi dan ligamen. Karena
mechanoreseptor ini maksimal di rangsang pada sudut sendi tertentu serta
menghubungkan sensasi posisi sendi dan perubahan posisi.
44
Proprioceptive
berkaitan
dengan
dimana
rasa
posisi
mekanoreseptor berada. Hal tersebut meliputi dua aspek yaitu posisi statis
dan dinamis. dalam hal ini statis di definisikan yaitu memberikan orientasi
sadar pada satu bagian tubuh yang lain sedangkan arti dinamis yaitu
memberikan fasilitasi pada sebuah sistem neuromuskular berkaitan dengan
tingkat dan arah gerakan kelincahan (Laskowski, 2012). Proprioceptive
exercise sangat dianjurkan untuk meningkatkan proprioception untuk
meningkatkan keseimbangan dan koordinasi sehingga tercapainya
kelincahan yang baik (Elsevier, 2012).
Dalam hal ini penulis memilih latihan proprioceptive exercise
dengan wobble board berupa closed kinetic chain exercise dimana bahwa
latihan closed kinetic chain exercise memberikan umpan balik
proprioceptive dan kinestetik lebih besar daripada open kinetic chain
exercise. Menurut teori saat bergerak beberapa kelompok otot yang
dilintasi untuk menerima impuls, sendi akan diaktifkan selama latihan
closed kinetic chain exercise berlangsung sedangkan selama latihan open
kinetic chain exercise reseptor sensorik, otot, jaringan intra artikular dan
ekstra artikular diaktifkan dalam mengendalikan gerak (Kisner and Colby,
2007).
Aktifitas closed kinetic chain exercise dilakukan untuk menumpu
berat badan, khusus untuk menstimulasi mechanoreseptor dan sekitar sendi
maka latihan ini lebih efektif daripada open kinetic chain exercise. Dengan
demikian akan menstimulasi kontraksi otot, menambah stabilitas sendi,
45
keseimbangan, koordinasi, dan meningkatkan kelincahan pada fungsional
tubuh dengan menumpu berat badan. Dalam penelitian ini penulis
menggunakan wobble board (papan keseimbangan).
Papan keseimbangan atau lebih dikenal di dunia fisioterapi dan
olahraga yang disebut wobble board yaitu sebuah alat yang digunakan
untuk melatih proprioceptive ekstremitas atas atau bawah (Kisner and
Colby, 2007). Wobble board dapat digunakan sebagai alat ukur atau
treatment keseimbangan, stabilisasi, dan koordinasi (Mattacola dan Dwyer,
2002). Latihan ini meningkatkan fungsi saraf proprioceptive dari sistem
saraf pusat dan mengurangi waktu dalam merespon sehingga dapat
memiliki kelincahan yang baik serta dapat melindungi diri dari cedera
(McKeon dan Harte, 2008). Pengertian yang lain tentang wobble board
adalah titik tumpu dari semua wobble board berbentuk setengah lingkaran
atau semi bola, hal ini dapat memungkinkan papan bergerak ke segala
arah, maju – mundur, kiri dan kanan berputar 360 derajat. Wobble board
banyak digunakan untuk perkembangan anak, gymnasium, latihan olah
raga, mencegah terjadinya cidera pada knee dan ankle, proses rehabilitasi
setelah cidera hip, knee dan ankle serta biasa digunakan sebagai salah satu
alat fisioterapi (Waddington et al, 2004). Latihan dengan menggunakan
wobble board ini merupakan latihan stabiliasasi dinamic pada posisi tubuh
statis yaitu kemampuan tubuh untuk menjaga stabilitas pada posisi tetap.
Prinsip latihan ini adalah meningkatkan fungsi dari pengontrol
keseimbangan tubuh yaitu sistem informasi sensoris, central processing,
46
dan affector untuk bisa beradaptasi dengan perubahan lingkungan. Fungsi
dari latihan ini meningkatkan proprioceptive, meningkatkan stabilitas
tubuh, dan mengontrol postur alligment.
2.3.1
Mekanisme Fisiologis Pemberian Proprioceptive exercise untuk
Meningkatkan Kelincahan
Pada kelincahan salah satu komponen jaringan non-kontraktil yang
diperlukan adalah ligamen, pada saat pemberian proprioceptive exercise,
ligamen akan menstimulasi aktifitas biologi dengan cairan synovial yang
membawa nutrisi pada bagian avaskuler dikartilago sendi. Hal ini akan
meningkatkan tingkat keseimbangan dan kestabilan karena karena berefek
langsung pada sistem neuromuskular dan muskuloskeletal (mengaktifkan
kontraksi otot). Gerakan yang berulang (repetisi yang dilakukan) pada saat
latihan akan meningkatkan mikrosirkulasi dan cairan yang keluar akan
lebih banyak sehingga kadar air dan matriks pada jaringan dan jaringan
menjadi lebih elastic dan kekuatan ligamen dalam mengikat sendi
meningkat maka akan menimbulkan stabilitas yang lebih baik, yang
selanjutnya juga akan meningkatkan performance seseorang dalam
meningkatkan kemampuan kelincahan.
Disamping ligamen, salah satu stabilisator tubuh yang juga
berperan penting terhadap peningkatan kelincahan adalah sendi. Sendi
merupakan salah satu stabilisator pasif yang diikat oleh ligamen. Pada
kemampuan kelincahan diperlukan suatu kondisi sendi yang stabil dan
tanpa ada keluhan seperti nyeri, karena jika terdapat keluhan tersebut akan
mengurangi kemampuan sendi dalam melakukan suatu gerakan. Gerakan
47
yang dilakukan oleh sendi diperoleh melalui proprioceptive pada sendi
tersebut maka ketika melakukan exercise, sendi lebih akan stabil karena
ditunjang juga oleh kekuatan otot (penggerak sendi) dan stabilitas dari
ligamen sehingga adanya peningkatan kelincahan.
2.4 Strengthening Exercise
Strength (kekuatan) mengarah kepada output tenaga dari suatu
kontraksi otot dan secara langsung berhubungan dengan jumlah tension
yang dihasilkan oleh kontraksi otot. Dimana otot adalah sebagai salah satu
komponen yang dapat menghasilkan suatu gerakan dan merupakan suatu
jaringan yang terbesar dalam tubuh. Otot mempunyai kemampuan untuk
ekstensibilitas, elastisitas dan kontraktilitas.
Strength (kekuatan) otot sangat bergantung pada diameter otot
tersebut. Latihan yang sistematik dapat menghasilkan adaptasi otot
terhadap stimulus training. Adaptasi yang terjadi adalah hipertropi otot,
Hipertropi otot yaitu berkembangnya ketebalan otot dan meningkatnya
diameter otot. Dampak dari latihan tersebut menjadikan setiap serabut otot
akan meningkat massa dan jumlahnya. Hal tersebut terjadi karena adanya
ketegangan
selama
kontraksi
dapat
memberikan
stimulus
untuk
meningkatkan diameter serabut otot sehingga otot akan semakin kuat.
Strengthening exercise merupakan peningkatan tegangan otot
sebagai respon motorik, dengan berlatih melawan tahanan, yang bertahap
ditambah kekuatannya. Strengthening exercise adalah latihan penguatan
pada otot yang menggunakan tahanan atau beban baik dari luar atau alat
48
maupun dari beban tubuh itu sendiri. Strengthening exercise dilakukan
secara teratur, terencana, berulang – ulang dan semakin bertambah
bebannya serta dimulai dari gerakan yang sederhana ke gerakan yang lebih
kompleks.
Strengthening exercises (latihan penguatan) untuk sistem muskular
memiliki peran yang sangat penting (esensial) dalam fisioterapi dan dalam
retraining (pemulihan). Pemahaman tentang metode training yang
beragam merupakan kebutuhan yang paling penting untuk efektifitas
kinerja otot.
Kontraksi otot membutuhkan energi dan otot sebagai mesin
pengubah energi kimia menjadi energi mekanik. Sumber energi yang
didapat dan segera digunakan adalah derifat pospat organik berenergi
tinggi yang terdapat dalam otot. Selain itu sumber utama energi diperoleh
dari metabolisme intermedier karbohidrat lipid dan hidrolisis ATP yang
menghasilkan energi untuk berkontraksi.
Strengthening exercise dapat mencegah penurunan kekuatan otot
dan mempertahankan massa otot. Strengthening exercise otot juga mampu
mencegah penurunan massa tulang, meningkatkan metabolisme, dan
dalam jangka waktu panjang dapat menurunkan tekanan darah. mengingat
banyaknya manfaat yang diperoleh, disarankan untuk melakukan
strengthening exercise yang ditargetkan pada otot-otot besar tungkai
bawah.
49
Menurut penelitian Minoonejad (2012), menyatakan bahwa
strengthening exercise berupa closed kinetic chain exercise dan open
kinetic chain exercise, keduanya sama-sama efektive untuk strengtening
exercise pada otot. Closed kinetic chain exercise adalah gerakan yang
terjadi pada rangkaian gerak tertutup dimana gerakan tubuh lebih pada
segmen distal tertentu. Sebagai contoh, gerakan closed kinetic chain terjadi
pada posisi menumpu berat badan dimana kaki ditumpukkan dilantai dan
otot mengangkat atau bagian bawah tubuh seperti memanjat gunung atau
berjongkok. Closed kinetic chain exercise ditampilkan pada postur
fungsional dengan beberapa derajat menumpu berat badan dan bisa
meliputi gerakan konsentrik, eksentrik, atau isometrik. Penambahan beban
otot pada closed kinetic chain exercise pada strengthening exercise juga
akan memberikan pembebanan pada tulang, sendi dan jaringan lunak non
kotraktil seperti ligamentum dan tendon serta capsul sendi.
Pada dasarnya meningkatkan kekuatan otot berdasarkan prinsip
overload. Dimana prinsip overload ini dilakukan secara meningkat
(progresif) berarti beban dalam latihan mendekati maksimal dan secara
bertahap terus meningkat, sebagai akibat kapasitas kekuatan otot seseorang
semakin meningkat pula. Kekhususan overload adalah meningkatnya
kekuatan, daya tahan dan hipertropi sebagai akibat meningkatnya
intensitas kerja yang diberikan persatuan waktu, sehingga akan
meningkatkan kekuatan otot. Dalam hal ini strengthening exercise
menggunakan karet elastic resistance. Karet elastic resistance merupakan
50
karet berwarna dengan merk theraband salah satu produk dunia
terkemuka.
Latihan strengthening dengan elastic resistance adalah latihan
isotonic dengan menggunakan theraband atau suatu alat berupa karet
berwarna yang mempunyai fleksibilitas yang cukup tinggi. Sedangkan
latihan isotonic sendiri adalah suatu bentuk latihan melawan tahanan atau
beban yang konstan dan terjadi pemanjangan atau pemendekan otot dalam
range of motion gerakan (Kisner and Colby, 2007).
Theraband merupakan suatu produk bermerek terkemuka didunia.
Secara progresif theraband memiliki ketahanan elastisitas yang cukup
tinggi untuk rehabilitasi secara profesional, pelatihan atlet dan senam
kebugaran dirumah.
Theraband diproduksi dan dikembangkan oleh the hygenic
corporation pada tahun 1978 dan sejak memperoleh reputasi internasional
dengan terapis, ahli tulang, serta pelatih olahraga untuk kualitas dan
efektivitas latihan yang didukung oleh American Physical Therapy
Association (APTA). Theraband tersedia melalui jaringan internasional,
rehabilitasi, latihan dan distributor produk olahraga, dokter, dan melalui
outlet ritel online.
Latihan
dengan
theraband
digunakan
sebagai
alat
untuk
merehabilitasi, memulihkan otot dan fungsi tubuh, meningkatkan
keseimbangan dan kekuatan. Elastic resisistance (theraband) exercise
bertujuan untuk meningkatkan kekuatan dinamik, endurance, dan power
51
otot dengan menggunakan tahanan yang berasal dari external force (Fleck,
2004).
Grafik 2.1 Besaran Elastic Resistance
Berdasarkan gambar diatas, dapat dilihat tolak ukur yang dapat
digunakan sebagai pemilihan theraband yang tepat untuk latihan sesuai
dengan warna yang terbagi berdasarkan berat dalam kilogram dan
kekuatan panjang otot dalam satuan persen.
Menurut Foran (2001) efek meningkatkan kekuatan dinamik pada
otot sehingga power otot bertambah. Apabila power bertambah maka
endurance dan keseimbangan akan bertambah pula. Pada peredaran darah
akan meningkat karena vasodilatasi pembuluh darah. Selain itu juga akan
memperbaiki kekuatan, ukuran serta mencegah peradangan dan terjadinya
peningkatan kelenturan jaringan.
Dalam hal ini penelitian menggunakan kontraksi isotonik yang
dalam aplikasinya mempunyai tahanan yang sama dari awal hingga akhir.
52
Kontraksi isotonik memiliki koordinasi neuromuskular yang lebih baik
karena innervasi pada nerve musle lebih kompleks, dengan kata lain pada
kontraksi isotonik lebih menerapkan prinsip motor performance. Latihan
ini juga merupakan latihan yang dinamis maka dapat meningkatkan
tekanan intramuskuler dan menyebabkan meningkatnya aliran darah,
sehingga latihan ini tidak cepat menimbulkan kelelahan.
2.4.1
Faktor-faktor lain yang penting Terhadap Peningkatan Strengthening
Exercise
a. Recruitment motor unit
Setiap otot terdiri dari sejumlah unit motorik yang bercampur baur,
dimana motor unit adalah unit fungsional dari sistem neuromuscular
yang terdiri dari anterior motor neuron yaitu terdiri dari axon, dendrit,
serta badan sell dan serabut otot yang terdiri dari slow twitch fiber dan
fast twitch fiber. Untuk menimbulkan kontraksi lemah pada suatu otot,
hanya satu atau beberapa motor unit yang diaktifkan, sedangkan untuk
kontraksi yang lebih kuat akan lebih banyak motor unit yang direkrut
atau dirangsang untuk berkontraksi. Peningkatan recruitment motor unit
akan meningkatkan kekuatan otot.
Kontraksi otot dengan dengan tenaga kecil akan menghasilkan
sedikit motor unit, tetapi kontraksi dengan tenaga besar akan
menghasilkan banyak motor unit. Tidak semua motor unit pada serabut
otot aktif pada saat yang sama. Pada kontrol neural slow twitch fiber
dan fast twitch fiber akan memodulasi secara selektif jenis serabut yang
53
akan
digunakan
sesuai
karakteristiknya.
Jenis
latihan
akan
mempengaruhi motor unit yang aktif, pada latihan untuk meningkatkan
endurance akan lebih meningkatkan slow twitch fiber sedangkan pada
resistance exercise atau latihan untuk meningkatkan kekuatan otot akan
lebih mengaktifkan fast twitch fiber.
1. Hubungan antara panjang dengan tegangan otot pada saat
berkontraksi.
Otot menghasilkan tegangan yang tinggi pada saat terjadi sedikit
perubahan panjang otot ketika berkontraksi. Tenaga kontraktil otot
yang terbesar adalah ketika otot dalam keadaan ekstensi penuh,
karena pada saat full ekstensi otot dalam keadaan 1/3 kali lebih
panjang daripada saat istirahat. Tenaga pada otot dapat terus
berkurang ketika otot berkontraksi (memendek). Ketika otot dalam
kontraksi penuh maka tenaga kontraktil yang dihasilkan dapat
berkurang sampai nol dan yang harus menjadi catatan adalah selama
pemanjangan otot tenaga kontraktil tidak menghasilkan proporsi
yang sama.ketegangan maksimum otot dapat dicapai pada saat
panjang yang lebih besar saat otot berkontraksi.
2. Tipe kontraksi otot
Otot mengeluarkan tenaga paling besar ketika kontraksi eksentrik
atau memanjang melawan tahanan. Dan otot juga mengeluarkan
tenaga lebih sedikit ketika kontraksi isometrik serta mengeluarkan
54
tenaga yang paling sedikit ketika kontraksi eksentrik yaitu
memendek melawan beban.
3. Tipe serabut otot
Karakteristik tipe serabut otot memiliki peran pada sifat kontraktil
otot seperti kekuatan atau strenght, endurance, power, kecepatan
dan ketahanan terhadap kelelahan / fatigue. Tipe IIA dan B (fast
twitch fiber) memiliki kemampuan untuk menghasilkan sejumlah
tegangan tetapi sangat cepat mengalami kelelahan/fatigue. Tipe I
(slow twitch fiber) menghasilkan sedikit tegangan dan dilakukan
lebih lambat dibandingkan tipe serabut II tetapi lebih tahan terhadap
kelelahan / fatigue.
4. Ketersediaan energi dan aliran darah
Tipe serabut otot yang predominan dan suplai darah yang adequat,
serta transport oksigen dan nutrisi ke otot, akan mempengaruhi hasil
tegangan otot dan kemampuan untuk melawan kelelahan / fatique.
5. Usia dan jenis kelamin
Kekuatan otot pada pria muda hampir sama dengan wanita muda
sampai menjelang usia puber. Setelah itu pria akan mengalami
peningkatan kekuatan otot yang signifikan dibanding dengan
wanita, dan perbedaan terbesar timbul selama usia pertengahan (30
sampai 50 tahun). Peningkatan kekuatan ini berkaitan dengan massa
otot pria 50% lebih besar dibandingkan massa otot wanita.
55
Meskipun kekuatan otot menunjukkan keterkaitan usia dan jenis
kelamin secara keseluruhan, banyak pengecualian yang dapat
ditemukan karena variasi yang besar pada seseorang dalam menjaga
kondisinya melalui latihan.
2.4.2
Perubahan Sistem Neuromuskular dalam Peningkatan Kekuatan Otot
a. Hypertropi Otot
Hypertropy otot atau pembesaran otot, merupakan hasil aktifitas
muskular yang kuat dan berulang, bukan hasil aktifitas ringan. Jumlah
serabut yang bertambah, tetapi ada peningkatan diameter dan panjang
serabut yang juga berkaitan dengan peningkatan unsur –unsur filamen.
Kapasitas kekuatan otot secara langsung berhubungan dengan
fisiologi cross sectional area pada serabut otot. Meningkatnya
kekuatan otot dan ukuran serabut otot skeletal disebut hypertropi.
Faktor yang berperan pada hypertropi meliputi: peningkatan jumlah
protein pada serabut otot, peningkatan kepadatan kapiler, perubahan
biokimia pada serabut otot.
Hypertropi otot yaitu bertambahnya ukuran serabut otot yang
sebabkan :
1. Bertambahnya ukuran pada miofibril
2. Peningkatan elemen kontraktil (aktin-miosin)
3. Peningkatan densitas kapiler otot menjadikan muscular endurance
meningkat
56
4. Peningkatan jumlah jaringan otot, misalnya tendon, ligamen, dan
jaringan penunjang (conective tissue).
Secara Biokimia hypertropi otot akan terlihat :
1. Peningkatan konsentrasi creatin, PC, ATP, dan Glycogen
2. Peningkatan enzim glycolitik (PFK, LDH, Hexokinase)
3. Peningkatan enzim pengaktif ATP (myokinase dan creatin
fossokinase)
4. Peningkatan enzim pengaktif pada siklus krebs (Malat
Dehidrogenase atau MDH dan Suksinat Dehidrogenase)
5. Penurunan sensitas mitokondria oleh karena peningkatan
ukuran miofibril
6. Peningkatan serabut cepat (fast twitch fiber)
b. Recruitment
Faktor lain yang penting untuk meningkatkan kekuatan otot adalah
peningkatan jumlah recruitmen motor unit. Banyaknya jumlah motor
unit yang aktif akan menghasilkan kekuatan otot yang besar. Kekuatan
otot dapat dicapai dengan cepat pada fase awal dari program resistance
exercise yang mungkin lebih menghasilkan recruitment dari pada
hypertropi.
c. Fleksibilitas
Kelenturan merupakan penunjang penting dalam melakukan
gerakan yang nyaman dan merupakan salah satu komponen yang
menentukan dalam aktivitas gerak manusia. Bagi non olahragawan
57
fleksibilitas dapat untuk menunjang aktivitas kegiatan sehari – hari
sedangkan bagi olahragawan fleksibilitas juga sangat diperlukan.
Fleksibilitas
merupakan
prasyarat
yang
diperlukan
untuk
menampilkan suatu keterampilan yang memerlukan gerak sendi yang
luas dan memudahkan dalam melakukan gerakan – gerakan yang cepat
dan lincah.
Fleksibilitas merupakan kemampuan untuk menggerakkan sendi –
sendi dalam jangkauan gerakan penuh dan bebas. Fleksibilitas
menunjukkan luasnya ruang pada persendiaan. Dengan fleksibilitas
yang memadai seseorang dapat melaksanakan suatu gerakan
(performa) yang memadai, Karena itu fleksibilitas merupakan unsur
penting dari kebugaran jasmani yang terkait dengan kesehatan dan
juga performa (Lutan, 2003).
Rusli
Lutan
(2003)
mendefinisikan
fleksibilitas
sebagai
kemampuan dari sebuah sendi dan otot, serta tali sendi disekitanya
untuk bergerak dengan leluasa dan nyaman dalam ruang gerak
maksimal yang diharapkan. Fleksibilitas yang optimal memungkinkan
sekelompok atau sendi untuk bergerak dengan efisien.
Fleksibilitas dinamis adalah prestasi luas gerak sendi yang dapat
dicapai saat tubuh bergerak cepat. Manfaat yang diperoleh dari latihan
fleksibilitas akan membantu otot untuk rileks, meningkatkan
kesehatan, menghilangkan otot kejang dan mengurangi potensi cedera
(Lutan, 2003).
58
Fleksibilitas terkait dengan unit musculotendinosus yang melintasi
bersama, berdasarkan kemampuannya untuk relaks atau berubah
bentuk karena kekuatan peregangan. Arthrokinematik sendi bergerak
(kemampuan permukaan sendi roll dan geser) serta kemampuan
jaringan penghubung pariarticular untuk berubah bentuk juga
mempengaruhi ROM sendi dan fleksibilitas keseluruhan individu
(Kisner and Colby, 2007)
Fleksibilitas juga merupakan faktor yang sangat penting dalam
lompat jauh karena semakin lentur jaringan otot atau jaringan yang
secara bersama – sama bekerja seperti sendi, ligament, dan tendon.
2.4.3
Mekanisme Fisiologis pemberian strengthening exercise untuk
meningkatkan kelincahan.
Pemberian strengthening exercise dengan theraband adalah berupa
latihan isotonic yaitu suatu bentuk latihan melawan tahanan atau beban
yang konstan dan terjadi pemanjangan atau pemendekan otot dalam range
of motion gerakan dengan menggunakan theraband.
Strengthening exercise sangat bergantung pada diameter otot
tersebut serta mempengaruhi kekuatan otot. Latihan yang sistematik dapat
menghasilkan adaptasi otot terhadap stimulus training. Adaptasi yang
terjadi adalah Hipertropi otot – hipertropi otot adalah berkembangnya
ketebalan
otot
dan
meningkatnya
diameter
otot.
Dampak
dari
Strengthening exercise adalah setiap serabut otot akan meningkat
massanya. Peningkatan jumlah serabut otot juga dapat terjadi. Adanya
59
ketegangan
selama
kontraksi
dapat
memberikan
stimulus
untuk
meningkatkan diameter otot sehingga meningkatkan kelincahan.
Pada dasarnya meningkatkan kekuatan otot berdasarkan prinsip
overload. Dimana prinsip overload ini dilakukan secara meningkat
(progresif) berarti beban dalam latihan mendekati maksimal dan secara
bertahap terus meningkat, sebagai akibat kapasitas kekuatan otot seseorang
semakin meningkat pula. Kekhususan overload adalah meningkatnya
kekuatan, daya tahan dan hipertropi sebagai akibat meningkatnya
intensitas kerja yang diberikan persatuan waktu, sehingga akan
meningkatkan kekuatan otot.
Download