bab v kesimpulan

advertisement
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil lapangan, kesimpulan umum penelitian ini menunjukkan bahwa
Restoran Jepang Sushi Tei memiliki konstruksi grobalisasi-keberadaan, sementara Hoka-Hoka
Bento lebih ke grobalisasi-kehampaan. Karakter grobalisasi yang dimiliki oleh Sushi Tei dan
Hoka-Hoka Bento bentuk karya seni tradisional yang telah mengalami tahapan komodifikasi
memiliki nilai jual dan komersil karena bentuknya yang telah disesuaikan dengan selera pasar
yang ada, sehingga menciptakan ketertarikan yang kuat atasnya. Karya komodifikasi
menambahkan unsur-unsur popular yang sedang menjadi tren sekarang ini agar dapat dengan
mudah memperoleh simpati dari masyarakat. Lahirnya karya komodifikasi di satu sisi dapat
memberikan manfaat ekonomi bagi para aktor di dalamnya, namun di sisi lain bentuk karya ini
justru dapat mengancam keberadaan bentuk karya tradisional yang orisinil dan otentik.
Adanya aspek distingtif kaum pemuda dapat dibuktikan melalui perbedaan perilaku
konsumsi restoran jepang antara pemuda kelas atas dan pemuda kelas menengah. Aspek
pembeda yang mempengaruhi perilaku konsumsi restoran jepang di kaum pemuda itu
didasarkan pada kemampuan dalam mengakses dua bentuk modal, yaitu modal ekonomi dan
modal sosial.
Penggolongan kelas sosial pemuda menjadi kelas atas dan kelas menengah berdasarkan
modal ekonomi dilihat dari aktivitas makan yang dilakukan oleh ketujuh informan, yaitu
aktivitas restoran jepang. Kategori di atas dipilih karena sarat hubungannya dengan
penggunaan modal ekonomi. Modal ekonomi dinilai sebagai kategori paling kuat untuk melihat
habitus masing-masing kelas sosial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemuda kelas atas
cenderung memiliki preferensi perilaku penyenangan diri sendiri. Hal ini ditunjukkan dari
aktivitas makan yang mereka lakukan selalu mencari dan mementingkan aspek kenyamanan.
Aspek kenyamanan dianggap sebagai salah satu bentuk perilaku menyenangkan diri sendiri.
Mereka juga ingin menunjukkan bahwa mereka memiliki akses terhadap modal ekonomi yang
tak terbatas dengan tidak memasukkan aspek biaya sebagai sebuah pertimbangan.
Perilaku yang cenderung meniru ditemukan pada pemuda kelas menengah dalam
aktivitas makan yang mereka lakukan. Penyenangan diri sendiri yang menjadi preferensi
perilaku pemuda kelas atas juga terjadi pada pemuda kelas menengah, namun hal tersebut
mereka kaitkan dengan momentum. Pemuda kelas menengah tidak bisa setiap waktu
melakukan aktivitas makan sebab terganjal keterbatasan modal ekonomi.
Aspek pembeda kedua didasarkan pada modal sosial. Kemampuan dalam mengakses
modal sosial dilihat dari relasi pertemanan yang dimiliki para informan. Penelitian ini
membuktikan bahwa pengaruh relasi pertemanan menjadi salah satu aspek kuat yang
membentuk perbedaan selera restoran jepang pada pemuda, sebab mereka cenderung
berkumpul dengan orang lain yang memiliki kesamaan selera restoran jepang. Namun,
kecocokan karakter juga menjadi hal yang penting dalam relasi pertemanan.
Aspek pembeda pada modal sosial ditemukan pada ada atau tidaknya usaha untuk
mendominasi selera pada sebuah relasi pertemanan. Hal tersebut kemudian dapat dilihat
sebagai sebuah bentuk perjuangan kelas. Upaya untuk mendominasi selera ditemukan pada
habitus pemuda yang tergolong dalam kelas atas secara modal sosial. Bentuk perjuangan kelas
atas dilihat dari adanya usaha dari pemuda kelas atas untuk menjadi individu yang ditiru,
sehingga tidak hanya mereka yang meniru. Di lain pihak, pemuda kelas menengah hanya
mengikuti atau meniru apa yang anggota kelompok sosialnya telah sepakati. Perjuangan kelas
menengah ditunjukkan pada kecenderungan pemuda kelas menengah yang tidak cukup berani
untuk tampil berbeda atau mendominasi anggota kelompok primer lainnya. Kedua hal ini
kemudian merujuk pada kesimpulan bahwa adanya sebuah kontestasi antara pemuda kelas atas
dan pemuda kelas menengah untuk memperebutkan kedudukan pada posisi sosial dengan cara
mereka masing-masing dalam memperjuangkan kelas. Kelas atas berusaha untuk
mempertahankan nilai-nilai dominan, sedangkan kelas menengah berusaha untuk menjadi
bagian dari kelompok dominan.
Masing-masing kelas sosial menampilkan kecenderungan mereka dalam menilai,
mengklasifikasikan kelompok sosial di luar kelasnya. Semakin besar kepemilikan sosial yang
dimiliki suatu kelompok, semakin besar peluangnya merebut jenjang penghormatan dan
kekuasaan. Makin kecil akses suatu kelompok sosial terhadap obyek-obyek budaya, semakin
minim pula kesempatan mereka menempati posisi strategis.
Aspek pembeda berdasarkan modal ekonomi dan modal sosial akhirnya memunculkan
perilaku konsumsi restoran jepang yang berbeda antara pemuda kelas atas dan pemuda kelas
menengah. Pertama, perilaku konsumsi pemuda kelas atas yang cenderung mengunjungi
restoran jepang dengan brand impor dan dengan rasa asli negara asal. Kedua, perilaku
konsumsi pemuda kelas menengah yang cenderung mengkonsumsi restoran jepang dengan
brand dari dalam negeri dan menu yang tidak sesuai dengan masakan negara sakura. Kedua
bentuk perilaku konsumsi tersebut mengacu pada satu kecenderungan, yaitu mengkonsumsi
restoran jepang untuk mendapatkan nilai tanda atau konsumsi simbol yang terbentuk melalui
sebuah merk yang melekat pada sebuah restoran jepang. Merk sebuah restoran jepang menjadi
kategori penting dalam konsumsi simbol. Keinginan untuk mengkonsumsi merk tertentu
adalah bentuk dari konsumsi simbol. Merk bukan hanya nama yang melekat pada sebuah
restoran jepang, tetapi juga yang menentukan kualitas sebuah menu makanan serta indicator
pengukur harga diri pemakainya.
Telah terjadi pergesaran pola konsumsi dari konsumsi kegunaan menjadi konsumsi
simbol. Seseorang tidak lagi mementingkan kegunaan dari sebuah barang yang dikonsumsinya,
melainkan ia mencari nilai simbol dari barang tersebut yang mampu menaikkan status
sosialnya di mata orang lain. Individu berada dalam proses pembentukan makna yang sedang
berlangsung dalam
mengapresiasi
bentuk-bentuk
simbol.
Proses
ini
menandakan
perkembangan simbolik dalam konteks sosial yang mengitarinya. Makna yang dipancarkan
simbol menghubungkan apa yang diterima dan dipahami aktor dengan upaya mempertahankan
atau mengubah karakteristik struktur sosial yang menjadi tempat simbol itu dihasilkan.
Download