HEMISEKSI AKAR MESIAL GIGI MOLAR SATU RAHANG BAWAH (Laporan Kasus) Widya Wijayanti, Endang Suprastiwi Departemen Ilmu Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia PENDAHULUAN Usaha untuk mempertahankan bagian dari gigi telah dilakukan sejak lebih dari 100 tahun yang lalu. Beberapa ahli seperti Farrar (1884) dan G.V Black (1886) berprinsip bahwa mempertahankan sebagian dari gigi lebih baik dari pada mencabut seluruhnya. Jika tiga akar lebih baik dari dua akar, dan dua akar lebih baik dari satu akar, maka satu akar lebih baik dari pada tidak ada akar sama sekali. Hemiseksi merupakan suatu tindakan pengangkatan akar gigi bersama sebagian mahkota. Indikasi hemiseksi adalah kehilangan tulang penyangga di sekitar salah satu akar, karies akar subgingiva luas yang mengenai hanya satu akar, perforasi akar yang disebabkan resorpsi atau instrumen, saluran akar tidak dapat di obturasi karena ada obstruksi, bentuk akar yang bengkok atau fraktur akar.1 Fraktur akar sebagian besar disebabkan oleh faktor iatrogenik yang sering terjadi pada gigi dengan restorasi yang luas.1 Sebelum melakukan hemiseksi pertimbangkan anatomi furkasi dan akar, evaluasi hasil pengisian saluran akar, kondisi kesehatan jaringan perodontal dan restorasi yang akan dipilih. Makalah ini akan membahas kasus hemiseksi pada gigi molar yang mengalami fraktur vertikal mahkota dengan garis fraktur mencapai sepertiga tengah akar mesial. 1 TINJAUAN PUSTAKA Pada kasus gigi fraktur seringkali berakhir pada pilihan untuk mencabut gigi tersebut, hal ini disebabkan kesulitan dalam mendiagnosa dan melakukan perawatan yang sesuai. Beban oklusi pada gigi dengan restorasi luas dan kehilangan dentin yang cukup banyak akan memicu terjadinya fraktur.2 Weine dan Dewberry Jr meneliti distribusi crack pada 475 gigi, hasilnya 30,7% terjadi pada gigi molar satu rahang bawah, sedang gigi molar dua rahang bawah sebanyak 27,5%.3 Walton (2002) mengelompokkan fraktur gigi dan akar kedalam 5 kategori ; (1) craze line, (2) fraktur cusp, (3) gigi retak, (4) split tooth dan (5) fraktur akar vertikal. Ke lima jenis fraktur tersebut berbeda dan sering kali membingungkan, hal ini menimbulkan kesalah pahaman dalam menegakkan diagnosa sehingga perawatanyang dilakukan tidak sesuai.2 Luebke (1984) mengklasifikasikan fraktur akar vertikal gigi posterior berdasarkan fraktur complete dan incomplete, intraosseous dan supraosseous dan keterlibatan jaringan periodontal.4 Pertama fraktur incomplete, supraosseous, tidak ada defek periodontal. Kedua fraktur incomplete,intraosseous,ada defek periodontal minor. Ketiga fraktur complete atau incomplete, intraosseous disertai defek periodontal major.4 Penyebab fraktur mahkota-akar kebanyakan bersifat iatrogenik, antara lain disebabkan tekanan yang berlebih pada saat preparasi saluran akar, insersi pasak atau sementasi inlay, dan dapat juga disebabkan meggigit benda keras. Fraktur dapat berkembang lambat yang penyebabnya adalah bruxism atau clenching, kebiasaan menggigit es atau sebagai akibat efek wedging restorasi oklusal yang luas.4 Rasa sakit tajam pada saat mengunyah atau oklusi merupakan tanda awal gigi fraktur. Dipertimbangkan juga adanya lesi karies, restorasi yang rusak, facet pada gigi atau restorasi, 2 inflamasi gusi, kerusakan tulang, sinus tract dan terlihatnya garis fraktur.4 Secara klinis fraktur biasanya terjadi pada ridge marginal dan meluas ke fisure.2 Pemeriksaan dapat menggunakan cahaya serat optik , bahan pewarna iodine atau metilen blue, terutama dilakukan pada kebiasaan bruxism dan adanya restorasi oklusal luas. Fraktur mahkota-akar vertikal incomplete biasanya timbul dari marginal ridge mesial atau distal gigi molar rahang bawah dengan restorasi oklusal pada pasien usia paruh baya yang mempunyai gusi sehat, tapi mempunyai kebiasaan bruxism atau clenching.3,4 Secara radiografis fraktur seringkali tidak terlihat , karena letaknya yang paralel. Fraktur vertikal mahkota akar arah bukolingual seringkali tersamar dengan gambaran pulpa, juga fraktur yang melibatkan tulang alveolar terlihat seperti gambaran poket periodontal. Fraktur mahkota arah mesiodistal tidak akan terlihat secara radiografis, fraktur yang dapat terlihat adalah fraktur akar horizontal dengan garis radiolusensi yang terlihat jelas dan akar terlihat terpisah ke arah apiko-oklusal.5 Prognosis fraktur vertikal dipengaruhi oleh jenis fraktur, bila fraktur incomplete dan belum mengenai atau kerusakan jaringan periodontal masih sedikit maka prognosisnya baik. Fraktur complete dengan kerusakan jaringan periodontal yang cukup banyak maka prognosisnya akan meragukan dan dapat menjadi buruk.2,4 Dalam melakukankan perawatan harus dipertimbangkan vitalitas pulpa dan keterlibatan jaringan periodontal .4 3 Gambar 1. Skema Penatalaksanaan Fraktur Vertikal (Dari : : Lubke RG. Vertical Crown-Root Fractures in posterior Teeth. Dent. Clin of North Am 1984;28;4:883-908) Pada fraktur kelas I tanpa kelainan periodontal, baik pada pulpa vital maupun nonvital dibuatkan mahkota sementara. Untuk pulpa vital lakukan observasi sampai 3 bulan, jika tidak terdapat keluhan pada pasien dan tes vitalitas pulpa dalam kondisi normal dapat dibuatkan restorasi permanen. Jika terdapat indikasi pulpitis atau kelainan pulpa maka dilakukan perawatan endodontik dengan medikamen Ca(OH)2 selama 3-9 bulan, baru dilakukan pengisian saluran akar dan dibuatkan restorasi permanen.4 Pada fraktur kelas II dengan kelainan periodontal minor, dimana biasanya sudah terjadi kelainan pulpa, lakukan tindakan bedah untuk eksplorasi fraktur dan perbaikan permukaan akar dan tulang yang rusak. Jika sudah terjadi perbaikan dapat dibuatkan restorasi permanen.4 Pada fraktur kelas III dimana terjadi fraktur complete dengan kelainan periodontal mayor, pada gigi dengan akar tunggal biasanya harus dilakukan ekstraksi karena tidak mungkin didapatkan retensi untuk restorasinya. Pada gigi dengan akar ganda dapat dipertahankan dengan mengambil salah satu akar sebatas furkasi dengan tindakan hemiseksi. Sisa struktur gigi yang masih ada harus memungkinkan untuk dibuatkan restorasi permanen.4 4 Gutmann (1997) mengemukakan perawatan gigi fraktur mahkota akar vertikal berdasarkan jenis fraktur complete dan incomplete, letak fraktur dan status pulpa.4 Jika status pulpa pulpitis simptomatik irreversible, atau nekrosis dengan periodontitis periradikular subakut atau akut maka tindakan yang dipilih adalah perawatan saluran akar dengan preparasi saluran akar yang minimal dan tehnik pengisian soft-gutta-percha yang kondensasinya minimal. Jika struktur gigi yang tersisa masih cukup, gunakan semen ionomer kaca atau resin komposit sedalam 2-3 mm dari orifis dan tanpa pasak, kemudian direstorasi dengan mahkota permanen. Jika struktur gigi yang tersisa tidak cukup,maka perlu dipertimbangkan penggunaan pasak pasif dengan inti dari resin dengan restorasi mahkota yang tepinya 2mm atau lebih menutupi jaringan gigi, dan bila mungkin dilakukan pemanjangan crown atau ekstrusi.5 HEMISEKSI Merupakan prosedur amputasi akar dan reseksi gigi (hemiseksi atau bicuspidization) yang dilakukan karena adanya kelainan periodontal yang melibatkan bifurkasi, kelainan pada satu akar ,batas tepi gingiva yang sangat dalam karena karies atau terjadinya fraktur.6 Penggunaan istilah hemiseksi dan amputasi akar seringkali membingungkan. Amputasi akar adalah pengangkatan satu akar dari gigi akar ganda, sedangkan hemiseksi merupakan tindakan bedah untuk membagi akar ganda pada batas daerah furkasi,dan pengangkatan hanya sebatas akar saja atau sebagian mahkota. Prosedur tersebut lebih sering dilakukan pada gigi rahang bawah.6,7 Jika hanya dilakukan pembelahan gigi tanpa pengangkatan akar disebut separasi (bicuspidization).6 Sebelum melakukan hemiseksi harus dipertimbangkan anatomi gigi dan akar,ruang antara akar dan bentuk akar mesial yang cekung di kedua sisi proksimalnya dan biasanya lebih 5 tipis bila dibanding akar distal.8 Perawatan saluran akar sebaiknya dilakukan sebelum reseksi akar, karena akan lebih sulit bila dilakukan sesudah tindakan bedah. Alasan lain adalah, kesulitan perawatan saluran akar tidak dapat dideteksi sebelum tindakan bedah. Jika prosedur perawatan sukar mungkin sudah dapat diantisipasi bahwa gigi harus diekstraksi, dan akan mencegah pasien mendapat tindakan bedah dua kali.Keberhasilan perawatan dapat dilihat dari intergritas pengisian yang baik , tidak ada gambaran radiolusensi periradikular, tidak peka pada perkusi, atau tidak ada gambaran fraktur vertikal.6,9 Tinggi tulang pendukung adalah hal terpenting dalam melihat kondisi periodontal akar yang akan dipertahankan., akar yang didukung tulang penyangga hanya 2-3 mm harus dipertimbangkan. Untuk keamanan, minimal kehilangan tulang penyangga 50% atau ketinggian tulang krestal ½ jarak dari CEJ ke apeks.Ketinggian tulang krestal harus relatif sama di sekitar akar dan tidak terdapat defek periodontal yang dalam.6,9 Ketinggian furkasi juga harus signifikan dengan ketinggian puncak tulang kedua sisi mesial dan distal. Keadaan yang ideal ketinggian furkasi diatas ketinggian tulang interproksimal yang sering ditemukan pada gigi dengan kelainan periodontal menyeluruh. Kondisi tersebut dapat menguntungkan untuk gigi yang diindikasikan reseksi akar dan akan menghasilkan keadaan periodonsium yang baik pasca operasi. Kondisi yang tidak menguntungkan untuk tindakan reseksi akar adalah bila ketinggian furkasinya 2 mm atau lebih di bawah dari tulang crestal.6,9 Analisa keadaan gigi yang akan didigunakan sebagai penjangkaran dengan mahkota penuh harus diputuskan sebelum tindakan reseksi. 6 Gambar 2. Gigi molar mandibular yang telah di-Hemiseksi (Dari : Newell DH. The role of the prosthodontist in restoring root-resected molar : A study of 70 molar rot resections. J Prosthet Dent 1991;65:7-15) KASUS Pasien laki-laki usia 47 tahun mengeluh gigi rahang bawah kiri sakit sejak 2 minggu yang lalu terutama jika dipakai mengunyah. Sakit tidak terasa tajam, terasa di tulang rahang. Gigi tersebut ditambal amalgam sudah lebih dari 10 thn yang lalu. Pemeriksaan Klinis pada gigi 36 terdapat tambalan amalgam kelas I pecah di bagian tepi mesial restorasi dan adanya facet pada permukaan oklusal, pulpa vital, perkusi peka, goyang 01, gingiva di regio 36 kemerahan. Pada gambaran radiografis terlihat tambalan di oklusal, terdapat garis radiolusen di bagian mesial tambalan yang mengarah ke tanduk pulpa bagian mesial, kamar pulpa menyempit, akar dan saluran akar lurus, ligamen periodontal menebal, lamina dura menebal dan putus di bagian apikal, radiolusensi dengan batas tidak jelas di apikal dengan diameter 2 mm Gambar 3. Foto Radiologis preoperatif 7 Diagnosa periodontitis apikalis kronis karena nekrosis parsialis. Perawatan yang disusun berdasarkan diagnosis tersebut adalah perawatan saluran akar vital dengan restorasi onlay. Preparasi saluran akar menggunakan Protaper Hand-use, pada saluran distal sampai dengan F2 dan panjang 19mm ,saluran mesiobukal F2 panjang18mm,pada saat menggunakan jarum S2 pada saluran akar mesio lingual jarum tersebut patah. Pada gambaran radiologis terlihat gambaran alat patah di 1/3 apikal, dan garis radiolusen vertikal dari oklusal sampai bifurkasi. Secara klinis terlihat garis retak dari arah bukal sampai lingual (gambar 4). Berdasarkan kondisi tersebut, maka rencana perawatan diubah menjadi perawatan hemiseksi. Perawatan dilanjutkan sampai obturasi pada saluran akar distal menggunakan Guttapercha non ISO. Gambar 4. Foto Radiologis alat patah di akar mesial Pada kunjungan berikutnya dilakukan hemiseksi akar mesial dengan diawali anestesi Blok Mandibular, kemudian perlekatan gusi di sekitar akar mesial dilepas, kemudian pisahkan bagian mahkota mesial dan distal dengan bur fisur dan ekstraksi akar mesial. Daerah furkasi dibentuk dan dihaluskan dengan bur fissur. Selanjutnya bersihkan daerah luka dan beri kassa betadine. Pasien diinstruksikan untuk tidak makan dan minum yang panas dan menggigit kapas selama 30 menit. Restorasi dilakukan setelah luka bekas ekstraksi mulai menyembuh. Untuk menambah retensi dipasang pasak ready-made (Parapost) yang disesuaikan dengan besarnya saluran akar . 8 Sementasi menggunakan glassionomer (GIC Fuji tipe I). Sedangkan inti dibuat dari semen glassionomer modifikasi resin (RMGIC, Fuji LC). Selanjutnya gigi 35 dan 36 dipreparasi untuk pembuatan mahkota jembatan. B A D C Gambar 5. A-B Foto Intra oral setelah akar mesial gigi 36 dihemiseksi. 9-C setelah dibentuk dan dipreparasi. D. Akar mesial setelah diekstraksi. A B Gambar 6. Foto Radiologis setelah Hemiseksi Gambar 7. Foto radiologis saat coba mahkota jembatan dan setelah sementasi 9 Gambar 8. Foto intraoral setelah sementasi mahkota jembatan . Kontrol dilakukan 1 minggu setelah pemasangan mahkota jembatan. Tidak ada keluhan subyektif dari pasien, pemeriksaan klinis pada gigi 35 & 36 baik, perkusi dan palpasi tidak peka. Secara radiologis gambaran radiolusen pada regio mesial akar distal 36 menghilang. Gambar 10. Foto radiologis setelah 1 minggu pemasangan mahkota jembatan PEMBAHASAN Fraktur vertikal mahkota-akar pada kasus ini baru terlihat jelas setelah foto yang kedua. Pada gambaran radiologis yang pertama sebelum pengangkatan tumpatan amalgam, gambaran garis fraktur tersamar oleh tumpatan amalgam dan gambaran pulpa. (Lihat Gambar 3). Gambaran radiolusen terlihat seperti karies sekunder di bagian mesial tumpatan amalgam. Secara klinis garis fraktur terlihat pada marginal ridges bukal dengan arah dari oklusal menuju pit bukal. Keluhan sakit pada saat mengunyah, harus sudah dicurigai adanya fraktur. Hal 10 tersebut kadang-kadang diabaikan dan dianggap sebagai rasa sakit akibat pecahnya amalgam yang menyebabkan kontaminasi kuman ke pulpa sehingga terjadi peradangan pulpa. Eksplorasi dengan sonde pada daerah pulpa yang terbuka tidak memberikan reaksi ngilu/sakit, sehingga dilanjutkan preparasi pengangkatan atap kamar pulpa. Saat ekstirpasi pada akar mesial, pasien merasa sakit, menandakan masih adanya pulpa vital di akar mesial. Patahnya jarum protaper S2 yang digunakan dalam saluran akar mesiolingual pada 1/3 ujung alat di 1/3 apikal akar kemungkinan disebabkan alat yang sudah fatik, tenaga yang berlebihan pada saat preparasi atau juga karena berubahnya sumbu arah putaran jarum protaper akibat gigi goyang karena fraktur. Setelah diputuskan untuk melakukan hemiseksi pada akar mesial, maka pengisian dilakukan hanya pada akar distal. Pertimbangan melakukan hemiseksi karena garis fraktur yang terjadi mengenai akar mesial yang umumnya mempunyai bentuk yang pipih dan cekung pada kedua sisi proksimalnya. Selain itu adanya patahan alat pada 1/3 apikal yang kecil kemungkinan sukar dikeluarkan membuat indikasi semakin kuat untuk dilakukan ekstraksi akar mesial. Pemilihan restorasi adalah mahkota jembatan, dimana gigi penyangga pada gigi 35, dibuatkan pontik di antara gigi 35 dan akar distal gigi 36 untuk menggantikan ruang bagian mesial gigi 36 dan celah antara gigi 36 dan 38 akibat kehilangan gigi 37. Pada evaluasi jaringan periapikal terlihat penyembuhan luka ekstraksi mulai terlihat secara menyeluruh setelah 2 bulan. Pemasangan mahkota jembatan sebaiknya dilakukan setelah terjadi penyembuhan luka ekstraksi. Anjurkan untuk kontrol periodik dan kembali ke bagian periodontologi untuk membuat alat pelindung gigi terhadap kebiasaan bruxism. 11 KESIMPULAN Hemiseksi merupakan suatu tindakan untuk mempertahankan gigi selama mungkin didalam rongga mulut yang memerlukan suatu pertimbangan yang matang, ketelitian dan ketrampilan dari seorang operator. Pada kasus ini hemiseksi dapat berhasil selain hal tersebut diatas juga didukung oleh kondisi anatomi akar dan jaringan pendukung gigi yang masih baik. 12 DAFTAR ACUAN 1. Johnston DJ, Cowan CG, Hussey DL. An Unusual Indication for Root Resection. J. Endodontic 2000;26(4):248-253 2. Walton RE. Longitudinal Tooth Fractures. In : Walton RE, Torabinejad M (eds) Principles and Practice of Endodontics, 3th ed., W.B Saunder, Philadelphia 2002;499519 3. Weine FS, Dewberry Jr JA. Diagnosis and Treatment Planning. In Weine FS (ed) Endodontic Therapy, 6th ed, Mosby Inc, St. Louis, 2004;62-71 4. Lubke RG. Vertical Crown-Root Fractures in posterior Teeth. Dent. Clin of North Am 1984;28;4:883-908 5. Gutmann JL, Lovdahl PE. Problems Encountered with Fractured Teeth. In : Problem Solving in Endodontics, 3th ed, St. Louis, Mosby, 1997; 277-302 6. Lovdahl PE, Wade CK. Problems in Tooth Isolation and Periodontal Support for the Endodontically Compromised Tooth. In : Problem Solving in Endodntics, 3th ed, St Louis, Mosby, 1997:203-227 7. Newell DH. The role of the prosthodontist in restoring root-resected molar : A study of 70 molar rot resections. J Prosthet Dent 1991;65:7-15 8. Abrams L, Tranchtenberg DI. Hemisection - Technique and Restoration. Dent Clin of North Am 1974; 18 :415-444 9. Lovdahl PE, Wade CK. Problems Solving Challenges in Periradicular Surgery. In : Problem Solving in Endodontics, 4th ed, St Louis, Mosby, 2005 : 383-401 13