BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tujuan percobaan Mempelajari Teorema Thevenin dan Teorema Norton serta penggunaannya pada rangkaian arus searah ( DC ). 1.2. Dasar teori Teorema Thevenin Pada teorema ini berlaku bahwa Suatu rangkaian listrik dapat disederhanakan dengan hanya terdiri dari satu buah sumber tegangan yang dihubungserikan dengan sebuah tahanan ekivalennya pada dua terminal yang diamati. Tujuan sebenarnya dari teorema ini adalah untuk menyederhanakan analisis rangkaian,yaitu membuat rangkaian pengganti yang berupa sumber tegangan yang dihubungkan seri dengan suatu resistansi ekivalennya. Gambar 1.2.1 Theorema Thevenin Pada gambar diatas, dengan terorema substitusi kita dapat melihat rangkaian sirkit B dapat diganti dengan sumber tegangan yang bernilai sama saat arus melewati sirkit B pada dua terminal yang kita amati yaitu terminal a-b. Setelah kita dapatkan rangkaian substitusinya, maka dengan menggunakan teorema superposisi didapatkan bahwa : 1. Ketika sumber tegangan V aktif/bekerja maka rangkaian pada sirkuit linier A tidak aktif (semua sumber bebasnya mati diganti tahanan dalamnya), sehingga didapatkan nilai resistansi ekivalennya. 2. Ketika sirkit linier A aktif/bekerja maka pada sumber tegangan bebas diganti dengan tahanan dalamnya yaitu nol atau rangkaian short circuit. Cara memperoleh resistansi penggantinya (Rth) adalah 2 dengan mematikan atau menonaktifkan semua sumber bebas pada rangkaian linier A (untuk sumber tegangan tahanan dalamnya = 0 atau rangkaian short circuit dan untuk sumber arus tahanan dalamnya = ? atau rangkaian open circuit). Jika pada rangkaian tersebut terdapat sumber dependent atau sumber tak bebasnya,maka untuk memperoleh resistansi penggantinya, terlebih dahulu kita mencari arus hubung singkat (isc), sehingga nilai resistansi penggantinya (Rth) didapatkan dari nilai tegangan pada kedua terminal tersebut yang di-open circuit dibagi dengan arus pada kedua terminal tersebut yang di- short circuit . Teorema Norton Pada teorema ini berlaku bahwa Suatu rangkaian listrik dapat disederhanakan dengan hanya terdiri dari satu buah sumber arus yang dihubungparalelkan dengan sebuah tahanan ekivelennya pada dua terminal yang diamati. Tujuan untuk menyederhanakan analisis rangkaian, yaitu dengan membuat rangkaian pengganti yang berupa sumber arus yang diparalel dengan suatu tahanan ekivalennya. Langkah-langkah penyelesaian dengan teorema Norton : 1. Cari dan tentukan titik terminal a-b dimana parameter yang ditanyakan. 2. Lepaskan komponen pada titik a-b tersebut, short circuit kan pada terminal a-b kemudian hitung nilai arus dititik a-b tersebut (Iab = Isc = IN). 3. Jika semua sumbernya adalah sumber bebas, maka tentukan nilai tahanan diukur pada titik a-b tersebut saat semua sumber di non aktifkan dengan cara diganti dengan tahanan dalamnya (untuk sumber tegangan bebas diganti rangkaian short circuit dan untuk sumber arus bebas diganti dengan rangkaian open circuit) .(Rab = RN = Rth). 4. Jika terdapat sumber tak bebas, maka untuk mencari nilai tahanan pengganti Nortonnya. 5. 5.Untuk mencari Voc pada terminal titik a-b tersebut dibuka dan dicari tegangan pada titik tersebut (Vab = Voc). 6. Gambarkan kembali rangkaian pengganti Nortonnya, kemudian pasangkan kembali komponen. 3 Gambar 1.2.2 Teorema Norton Resistor Pada dasarnya semua bahan memiliki sifat resistif namun beberapa bahan seperti tembaga, perak, emas dan bahan metal umumnya memiliki resistansi yang sangat kecil. Bahan-bahan tersebut menghantar arus listrik dengan baik, sehingga dinamakan konduktor. Kebalikan dari bahan yang konduktif, yaitu bahan material seperti karet, gelas, karbon memiliki resistansi yang lebih besar menahan aliran elektron sehingga disebut sebagai isolator. Resistor adalah komponen dasar elektronika yang selalu digunakan dalam setiap rangkaian elektronika karena bisa berfungsi sebagai pengatur atau untuk membatasi jumlah arus yang mengalir dalam suatu rangkaian. Dengan resistor, arus listrik dapat didistribusikan sesuai dengan kebutuhan. Sesuai dengan namanya resistor bersifat resistif dan umumnya terbuat dari bahan karbon. Satuan resistansi dari suatu resistor disebut Ohm atau dilambangkan dengan simbol Ω (Omega). Di dalam rangkaian elektronika, resistor dilambangkan dengan huruf “R“. Dilihat dari bahannya, ada beberapa jenis resistor yang ada dipasaran antara lain : Resistor Carbon, Wirewound, dan Metalfilm. Ada juga Resistor yang dapat diubah-ubah nilai resistansinya antara lain : Potensiometer, Rheostat dan Trimmer (Trimpot). Selain itu ada juga Resistor yang nilai resistansinya berubah bila terkena cahaya namanya LDR (Light Dependent Resistor) dan resistor yang nilai resistansinya akan bertambah besar bila terkena suhu panas yang namanya PTC (Positive Thermal Coefficient) serta resistor yang nilai resistansinya akan bertambah kecil bila terkena suhu panas yang namanya NTC (Negative Thermal Coefficient). Untuk resistor jenis carbon maupun metalfilm biasanya digunakan kode-kode warna sebagai petunjuk besarnya nilai resistansi (tahanan) dari resistor. Resistor ini mempunyai bentuk seperti tabung dengan dua kaki di kiri dan kanan. Pada badannya terdapat lingkaran membentuk cincin kode warna, kode ini untuk mengetahui besar resistansi tanpa harus mengukur besarnya dengan ohmmeter. Kode warna tersebut adalah standar manufaktur 4 yang dikeluarkan oleh EIA (Electronic Industries Association) seperti yang ditunjukkan pada tabel 1.1. Tabel 1.2.1 Nilai warna pada cincin resistor Besaran resistansi suatu resistor dibaca dari posisi cincin yang paling depan ke arah cincin toleransi. Biasanya posisi cincin toleransi ini berada pada badan resistor yang paling pojok atau juga dengan lebar yang lebih menonjol, sedangkan posisi cincin yang pertama agak sedikit ke dalam. Dengan demikian pemakai sudah langsung mengetahui berapa toleransi dari resistor tersebut. Kalau kita telah bisa menentukan mana cincin yang pertama selanjutnya adalah membaca nilai resistansinya. Jumlah cincin yang melingkar pada resistor umumnya sesuai dengan besar toleransinya. Biasanya resistor dengan toleransi 5%, 10% atau 20% memiliki 3 cincin (tidak termasuk cincin toleransi). Tetapi resistor dengan toleransi 1% atau 2% (toleransi kecil) memiliki 4 cincin (tidak termasuk cincin toleransi). Cincin pertama dan 5 seterusnya berturut-turut menunjukkan besar nilai satuan, dan cincin terakhir adalah faktor pengalinya. Misalnya resistor dengan cincin kuning, violet, merah dan emas. Cincin berwarna emas adalah cincin toleransi. Dengan demikian urutan warna cincin resistor ini adalah, cincin pertama berwarna kuning, cincin kedua berwarna violet dan cincin ke tiga berwarna merah. Cincin ke empat yang berwarna emas adalah cincin toleransi. Dari tabel 1.1 diketahui jika cincin toleransi berwarna emas, berarti resistor ini memiliki toleransi 5%. Nilai resistansinya dihitung sesuai dengan urutan warnanya. Pertama yang dilakukan adalah menentukan nilai satuan dari resistor ini. Karena resistor ini resistor 5% (yang biasanya memiliki tiga cincin selain cincin toleransi), maka nilai satuannya ditentukan oleh cincin pertama dan cincin kedua. Masih dari tabel 1.1, diketahui cincin kuning nilainya = 4 dan cincin violet nilainya = 7. Jadi cincin pertama dan ke dua atau kuning dan violet berurutan, nilai satuannya adalah 47. Cincin ketiga adalah faktor pengali, dan jika warna cincinnya merah berarti faktor pengalinya adalah 100. Sehingga dengan ini diketahui nilai resistansi resistor tersebut adalah nilai satuan x faktor pengali atau 47 x 100 = 4700 Ohm = 4,7K Ohm (pada rangkaian elektronika biasanya di tulis 4K7 Ohm) dan toleransinya adalah + 5%. Arti dari toleransi itu sendiri adalah batasan nilai resistansi minimum dan maksimum yang di miliki oleh resistor tersebut. Jadi nilai sebenarnya dari resistor 4,7k Ohm + 5% adalah : 4700 x 5% = 235 Jadi, Rmaksimum = 4700 + 235 = 4935 Ohm Rminimum = 4700 – 235 = 4465 Ohm Apabila resistor di atas di ukur dengan menggunakan ohmmeter dan nilainya berada pada rentang nilai maksimum dan minimum (4465 s/d 4935) maka resistor tadi masih memenuhi standar. Nilai toleransi ini diberikan oleh pabrik pembuat resistor untuk mengantisipasi karakteristik bahan yang tidak sama antara satu resistor dengan resistor yang lainnya sehingga para desainer elektronika dapat memperkirakan faktor toleransi tersebut dalam rancangannya. Semakin kecil nilai toleransinya, semakin baik kualitas resistornya. Sehingga dipasaran resistor yang mempunyai nilai toleransi 1% (contohnya resistor metalfilm) jauh lebih mahal dibandingkan resistor yang mempunyai toleransi 5% (resistor carbon) Spesifikasi lain yang perlu diperhatikan dalam memilih resistor pada suatu rancangan selain besar resistansi adalah besar watt-nya atau daya maksimum yang mampu ditahan oleh resistor. Karena resistor bekerja dengan di aliri arus listrik, maka akan terjadi disipasi daya berupa panas sebesar : 6 Semakin besar ukuran fisik suatu resistor, bisa menunjukkan semakin besar kemampuan disipasi daya resistor tersebut. Umumnya di pasar tersedia ukuran 1/8, 1/4, 1/2, 1, 2, 5, 10 dan 20 watt. Resistor yang memiliki disipasi daya maksimum 5, 10 dan 20 watt umumnya berbentuk balok memanjang persegi empat berwarna putih, namun ada juga yang berbentuk silinder dan biasanya untuk resistor ukuran besar ini nilai resistansi di cetak langsung dibadannya tidak berbentuk cincin-cincin warna, misalnya 100Ω5W atau 1KΩ10W. Dilihat dari fungsinya, resistor dapat dibagi menjadi : Resistor Tetap (Fixed Resistor) Yaitu resistor yang nilainya tidak dapat berubah, jadi selalu tetap (konstan). Resistor ini biasanya dibuat dari nikelin atau karbon. Berfungsi sebagai pembagi tegangan, mengatur atau membatasi arus pada suatu rangkaian serta memperbesar dan memperkecil tegangan. Resistor Tidak Tetap (variable resistor) Yaitu resistor yang nilainya dapat berubah-ubah dengan jalan menggeser atau memutar toggle pada alat tersebut, sehingga nilai resistor dapat kita tetapkan sesuai dengan kebutuhan. Berfungsi sebagai pengatur volume (mengatur besar kecilnya arus), tone control pada sound system, pengatur tinggi rendahnya nada (bass/treble) serta berfungsi sebagai pembagi tegangan arus dan tegangan. Resistor NTC dan PTC. NTC (Negative Temperature Coefficient), yaitu resistor yang nilainya akan bertambah kecil bila terkena suhu panas. Sedangkan PTC (Positive Temperature Coefficient), yaitu resistor yang nilainya akan bertambah besar bila temperaturnya menjadi dingin. Resistor LDR LDR (Light Dependent Resistor) yaitu jenis resistor yang berubah hambatannya karena pengaruh cahaya. Bila terkena cahaya gelap nilai tahanannya semakin besar, sedangkan bila terkena cahaya terang nilainya menjadi semakin kecil. Resitor dengan 4 gelang: Lazimnya gelang resistor terdapat 4 gelang kode yang umumnya digunakan untuk presisi rendahdengan toleransi 5%, 10% dan 20%. Gelang pertama dan kedua mewakili angka resistor. Gelang ketiga mengindikasi perkalian (multiplier) berapa ‘nol’ yang 7 ditambahkan. Jika multiplier band adalah emas (gold) atau perak (silver) kemudian desimal digeser ke kiri satu atau dua (dibagi dengan 10 or 100). Gelang toleransi (tolerance band) deviasi dari nilai spesifik, biasanya terdapat jarak dari gelang lain. Sebagai contoh, untuk resistor dengan nilai 560 ohm, 5% maka gelang warnanya adalah hijau, biru, coklat dan emas. Penjelasan: Hijau dan biru mewakili angka (56); sedangkan coklat adalah pengali (multiplier) (10) dan emas adalah toleransi (5%). Sedemikian sehingga nilainya 56*10 = 560?. Jika gelang ke tiga diubah ke warna merah, maka pengali (multiplier) akan menjadi 100, sehingga nilainya 56×100 = 5600 ohms = 5.6 k ohms. Jika gelang pengali (multiplier band) adalah emas atau perak, kemudian desimal poin akan digeser ke kiri satu atau dua tempat (dibagi dengan 10 atau 100). Sebagai contoh, sebuah resistor dengan gelang hijau, biru, perak dan emas mempunyai nilai 56*0.01 = 0.56?. Catatan: 20% resistors hanya mempunyai 3 gelang – artinya, gelang toleransi (gelang ke empat tanpa warna). Resitor dengan 5 gelang: Resistor dengan gelang seperti ini digunakan untuk rangkaian elektronika dengan presisi tinggi, resistor dengan presisi 2%, 1% atau bertoleransi lebih rendah. Cara membaca gelang mirip dengan sistem sebelumnya (4 gelang); hanya saja ada perbedaan nomor dari angka. Gelang pertama, kedua dan ketiga mewakili nilai angka, gelang ke empat adalah pengali (multiplier) dan gelang ke lima adalah toleransi. 1. Sumber Tegangan Bebas/ Independent Voltage Source: sumber tegangan yang dapat kita atur besarnya. Gambar 1.2.3 Sumber tegangan Bebas 2. Sumber Tegangan Tidak Bebas/ Dependent Voltage Source: sumber tegangan yang tidak dapat diubah lagi nilai tegangannya, tidak variabel. 8 Gambar 1.2.4 Sumber Tegangan tak Bebas 3. Sumber Arus Bebas/ Independent Current sumber arus yang dapat kita atur besar nilainya. Source: Gambar 1.2.5 Sumber Arus Bebas 4. Sumber Arus Tidak Bebas/ Dependent Current Source: sumber arus yang tidak dapat kita diubah-ubah lagi. Gambar 1.2.6 Sumber Arus tak Bebas Komponen pasif 1. Resistor atau tahanan 2. Kapasitor atau kondensator 3. Induktor atau kumparan 4. Transformator Komponen aktif 1. Dioda o Dioda cahaya 9 Dioda foto Dioda laser Diode Zener 2. Dioda Schottky 3. Transistor o Transistor efek medan o Transistor bipolar o Transistor IGBT o Transistor Darlington o Transistor foto o o o 1.3. Alat-alat Praktikum Kit Praktikum Teorema Thevenin & Teorema Norton Sumber Tegangan Searah Multimeter ( 2 buah ) Kabel Penghubung 1.4. Prosedur Perobaan 1. Teorema Thevenin Cara I : Dalam percobaan ini, Teorema Thevenin hendak kita manfaatkan untuk mencari arus yang mengalir di beban R ( berbagi nilai beban, R1,R2,R3 dan R4 ) secara tak-langsung, Beban R dipasangkan di cabang C-D kemudian mengukur nilai Vt, Rt, dan Ir. Hasilnya dibandingkan dengan pengukuran arus yang mengalir melalui beban R menggunakan mA-meter. Prosedur percobaan : a. Mengukur arus, Pasanglah sumber tegangan searah 15 Volt pada A-B. Pada cabang C-D pasanglah mA-meter seri dengan beban R1. Bacalah arus melalui R1 b. Mengukur Vt, Bukalah beban dan mA-meter, sehingga C-D terbuka ( open-cirkuit ). Ukurlah tegangan open cirkuit C-D dengan Voltmeter atau alat pengukur tegangan lain yang mempunyai impedansi tegangan tinggi. Tegangan ini sama dengan Vt. Jaga agar tegangan sumber A-B tetap= 15V. 10 c. Mengukur Rt, Mengukur besar resitansi yang dirasakan pada terminal C-D diperoleh dengan membuka hubungan sumber tegangan dari AB kemudian hubung singkatkan A-B. Ukurlah resistansi pada terminal C-D dengan ohm meter atau jembatan wheatstone. Ukur resitansi R1 dimana R1= Rt. d. Menghitung arus yang melalui R1 menggunakan rumus : I= …………………………….….(1) e. Membandingkan hasil, bandingkan Hasil perhitungan (d) dengan hasil yang diperoleh dari (a). f. mengulangi langkah (a)-(e) untuk beberapa beban R lainnya R2, R3, dan R4. g. menuliskan hasil pengamatan di tabel dalam lembaran kerja. Cara II: Buatlah Rangkaian Thevenin sungguhan seperti dibawah ini: a. Mengatur tegangan sumber= Vt. Aturlah tegangan sumber v sama dengan harga Vt yang telah diukur terlebih dahulu. b. Memasang Rt seri dengan vt. Sebagai Rt, pergunakan rangkaian n dengan A-B yang dihubungkan-singkatan dan pasangkan mengikuti gambar diatas. c. Mengukur arus. Ukurlah arus yang mengalur pada R1. d. Ulangilah percobaan tersebut untuk R lainnya r2,R3,dn R4 (= hubung singkat ) e. Tuliskan hasil percobaan di Tabel yang tersedia dalam lembaran kerja. 2. Teorema Norton Percobaan ini menggunakan rangkaian baru. Rangkaian berupa sebuah sumber arus In paralel dengan sebuah resistansi 11 Rn yang besarnya sama dengan Rt. a. Mengukur In. Pasanglah sumber tegangan searah 15V pada A-B. Ukurlah arus hubung singkat pad C-D ( pasanglah mAmeter langsung pada C-D ) b. Memasang Rn. Nilai Rn=Rt diperoleh dari peroban terdahulu. Dalam hal ini rangkaian n akan kita pergunakan sebagai pengganti Rn. c. Mengatur sumber arus sehingga menghasilkan arus sebesar In seperti yang diukur dari (a) diatas. Kemudin susunlah rangkaian seperti gambar di bawah ini. d. Mengukur arus. Menggunakan mA-meter ukur yang mengalir menjadi R1,R2,R3, dan R4. e. menuliskan hasil pengamatan saudara di tabel pada lembaran kerja.