BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia yang sebagai makhluk sosial tentu menggunakan tuturan dalam berkomunikasi setiap kegiatannya. Komunikasi yang dilakukan biasanya berupa bahasa untuk mencapai kesepakatan dan untuk mempengaruhi lawan tutur. Berdasarkan alat yang digunakan, bahasa telah dibedakan menjadi dua macam yaitu komunikasi nonverbal dan komunikasi verbal. Komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang menggunakan alat bukan bahasa, seperti bunyi peluit, cahaya (lampu,api), semafor, dan termasuk juga alat komunikasi dalam masyarakat hewan. Sedangkan komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan bahasa sebagai alatnya. (Chaer dan Agustina, 2004:20). Dalam berbahasa, penutur tentu dituntut dalam berbahasa yang santun agar lawan bicara tidak tersinggung dan komunikasi dapat berjalan dengan lancarsesuai tujuannya sehingga lawan bicara tidak merasa direndahkan atau diremehkan. Santun tidaknya suatu tuturan sangat bergantung pada bagaimana cara para penutur tersebut bertindak tutut. Kesantunan tersebut dapat dilihat dari diksi yang digunakan dalam percakapan serta intonasi dalam bertutur. Dalam berkomunikasi, kesantunan merupakan hal yang paling penting untuk digunakan karena orang akan merasa dihargai jika kita mengatakan dengan intonasi yang tepat, 2 menggunakan kata tolong, dan tidak terdapat unsur mengejek atau menjatuhkan lawan tutur.Namun, tidak semua masyarakat pengguna bahasa memperhatikan hal tersebut dalam bertutur. Hal ini didasari oleh kebiasaan dan tingkat pendidikan yang kurang sehingga wawasan dan kosakata berbahasanya juga turut kurang. Selain itu, hal yang mendasari seseorang dalam bicara itu adalah tingkat kepraktisannya. Orang akan lebih menggunakan hal yang praktis ketimbang melihat segi kesantunan itu sendiri yang terkesan bertele-tele. Dengan begitu timbul kebiasaan berbicara yang memicu terjadinya kekerasan verbal terjadi. Kekerasan verbal merupakan bentuk ketidaksantunan dalam berbahasa karena dalam penggunaanya menggunakan kata yang tidak baik untuk diucapkan dan tuturannya mengandung ejekan secara langsung, memerintah secara langsung, serta tidak menghormati orang lain. Dewasa ini, dengan berkembangnya bahasa, banyak ditemukannya penutur yang dalam berbahasa yangmenyisipkan atau bahkan menggunakan bentuk kekerasan verbal dalam kehidupan sehari-hari, baik secara lisan maupun tulisan. Hal tersebut beralasan karena kebiasaan dalam penggunaannya sehingga penutur merasa akan lebih merasa akrab dengan lawan tutur. Penutur juga menganggap bahwa jika mereka mengunakan bahasa yang tidak santun secara langsung seperti kekerasan verbal, maka mereka dapat lebih mudah mempengaruhi seseorang untuk melakukan apa yang diperintahkan atau mengerti apa yang penutur itu inginkan. Kekerasan verbal tersebut terbagi menjadi empat jenis, yaitu tindak tutur kekerasan tidak langsung yang berarti tindak tutur kekerasan tersebut tidak langsung mengenai korban atau lawan tutur, tetapi dilakukan dengan proses berantai, tindak tutur kekerasan langsung merupakan jenis tindak tutur yang dilakukan langsung mengenai korban, tindak 3 tutur kekerasan represif adalah tindak tutur yang dilakukan dengan cara menekan korban atau mengintimidasi korban, sedangkan yang terakhir tindak tutur kekerasan alienatif yang merupakan tindak tutur yang bermaksud menjauhkan atau mengucilkan dan mempermalukan korban. Salah satu bentuk kekerasan verbal yang sering kita jumpai seperti dalam karya sastra seperti novel. Kekerasan verbal tersebut dapat dilihat dari cara pengarang membangun emosi yang terletak pada dialog para tokoh. Novel merupakan karya sastra yang di dalamnya berisikan tentang cerita kehidupan yang dibangun dengan unsur intrinsik yaitu, alur/ plot, tema, tokoh, latar/setting, sudut pandang, dan amanat. Penelitian ini berfokus pada unsur instrinsik dari segi penokohan yang tuturannya terdapat jenis kekerasan verbal, jenis tindak tutur tersebut dicontohkan oleh salah satu tokoh dalam novel Kelir Selindet karya Kedung Darma Romansha bernama Musthafa yang merupakan seorang ustad yang memergoki seorang pemuda sedang mengintip seorang santri di mushola. “ Sedang apa kamu disini? Tidak lihat ada orang khasidah? Mengganggu latihan saja, pergi! Dasar anak malas! Bodoh! “bentak Musthafa ketus. “Kirik!” desisinya dalam hati, seraya pergi dengan kemelut dendam dalam hatinya. Bentuk kekerasan verbal di atas adalah penggalan dari jenis kekerasan verballangsung yang terdapat pada percakapan pada novel Kelir Selindet karya Kedung Darma Romansha. Dapat kita ketahui bahwa seorang ustad yang seharusnya dapat bertutur kata yang baik, dapat menenangkan, dan juga dapat menjadi panutan malah menggunakan bahasa yang sangat tidak baik untuk 4 didengar apalagi diucapkan. Kekerasan verbal itu sendiri kadang bisa memancing kemarahan orang yang dituju, tapi kadang juga tidak berpengaruh karena itu sudah menjadi hal yang lumrah untuk penggunanya. Novel Kelir Selindet karya Kedung Darma Romansha merupakan salah satu novel yang memenangkan penghargaan dalam seyembara roman Tabloid Nyata. Selain itu di dalam novel ini penulis banyak terdapat kekerasan verbal yang digunakan pada sebuah masyarakat dalam selingan komunikasinya. Kebanyakkan penulis novel menggunakan bahasa-bahasa yang cantik untuk mengekspresikan cerita yang ingin ditulisnya karena akan dikonsumsi oleh khalayak umum. Namun, novel ini tentu berbeda dengan novel yang lain. Novel Kelir Selindet ini justru memunculkan berbagai bentuk kekerasan verbal untuk memperkuat cerita yang ingin disampaikan penulis agar pembaca dapat melihat dan membayangkan potret kelam yang terjadi pada sebagian masyarakat tanpa menutupi kebiasaan masyarakatnya dalam berbicara verbal. Terkait dengan tujuan pembelajaran di sekolah, novel merupakan salah satu pembelajaran sastra di SMA yang terdapat di silabus kurikulum 2013 ataupun KTSP. Berdasarkan hal tersebut, pembelajaran novel baik digunakan sebagai alat penunjang bahan ajar di sekolah. Terdapat tiga aspek penting untuk penggunaan novel sebagai bahan ajar, yaitu bahasa yang digunakan dalam novel harus sesuai dengan penguasaan kosakata anak didik. Psikologi yang terdapat pada novel disesuaikan dengan takaran usia peserta didik. Tahap usia SMA merupakan tahap yang cocok untuk penggunaan bahan ajar novel karena tahap tersebut, anak didik sudah dapat menganalisis masalah atau fenomena serta dapat konsep-konsep 5 abstrak yang terdapat dalam novel. Aspek yang terakhir adalah aspek latar belakang budaya, aspek ini berkaitan dengan hal-hal kebudayaan dalam novel. Novel yang merupakan cerminan dari kehidupan nyata membuat peserta didik pada usia SMA mudah tertarik dengan cerita yang diberikan dalam novel. Objek penelitian ini adalah novel Kelir Slindet karya Kedung Darma Romansha diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk menganalisis kekersan verbal pada novel Kelir Slindet karya Kedung Darma Romansha diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama dan kelayakannya sebagai bahan ajar di SMA. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Bagaimanakah mendeskripsikan jenis kekerasan verbal tidak langsung pada novel Kelir Selindetkarya Kedung Darma Romansha? 2. Bagaimanakah mendeskripsikan jenis kekerasan verbal langsung pada novel Kelir Selindet karya Kedung Darma Romansha? 3. Bagaimanakah mendeskripsikan jenis represif pada novel Kelir Selindet karya Kedung Darma Romansha? 4. Bagaimanakah mendeskripsikan jenis alienatif pada novel Kelir Selindet karya Kedung Darma Romansha? 5. Bagaimanakah kelayakan novel Kelir Slindet karya Kedung Darma Romansha sebagai bahan ajar di SMA? 6 1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Mendeskripsikan jenis kekerasan verbal tidak langsung pada novel Kelir Selindet karya Kedung Darma Romansha. 2. Mendeskripsikan jenis kekerasan verbal langsung pada novel Kelir Selindet karya Kedung Darma Romansha. 3. Mendeskripsikan jenis kekerasan verbal represif pada novel Kelir Selindet karya Kedung Darma Romansha. 4. Mendeskripsikan jenis kekerasan verbal alienatif pada novel Kelir Selindet karya Kedung Darma Romansha. 5. Untuk mengetahui kelayakan novel Kelir Slindet karya Kedung Darma Romansha sebagai bahan ajar di SMA. 1.4 Manfaat penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara praktis maupun secara teoritis. 1. Secara Teoritis Secara teoritis penelitian ini dapat memperdalam materi bahasa dan sastra Indonesia di bidang kebahasaan, serta dapat dijadikanbahan informasi bagi pembaca sastra dalam mendeskripsikan jenis-jenis kekerasan verbalpada tokoh dalam novel. 7 2. Secara Praktis Secara praktis hasil-hasil penelitian ini mampu memberikan manfaat bagi mahasiswa dan bidang keilmuan sebagai bahan masukan, serta memperkaya perbendaharaan kata dalam ilmu kebahasaan, khususnya terhadap bentuk kekerasan verbal novel Kelir Slindet. Selain itu, penelitian ini bermanfaat untuk, a) menjadi masukan bagi para guru di SMA sebagai alternatif dalam memilih bahan pembelajaran bahasa untuk para siswa SMA, b) meningkatkan pemahaman terhadap bentuk kekerasan verbal khususnya pada novel Kelir Slindet karya Kedung Darma Romansha, dan c) sebagai referensi tambahan khususnya untuk penelitian di bidang pendidikan bahasa dan sastra Indonesia. 1.5 Ruang lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah jenis-jenis kekerasan verbal dalam novel Kelir Slindet karya Kedung Darma Romansha dan kelayakannya sebagai bahan ajar di sekolah menengah atas. Identifikasi jenis-jenis kekerasan verbal yang terdapat pada novel tersebut, peneliti merujuk kepada pendapat I. Praptomo Baryadi (2012:37)dengan indikator jenis kekerasan verbal yang meliputi, yaitu tindak tutur kekerasan tidak langsung, tindak tutur kekerasan langsung, tindak tutur kekerasan represif, dan tindak tutur kekerasan alienatif.