Artikel Penelitian - E-Journal Universitas Bung Hatta

advertisement
Maksimalisasi Glukosa dari Ampas Tebu dengan Hidrolisis Enzimatis
menggunakan Trichoderma Viride dan Aspergillus Niger sebagai Bahan
Baku Bioetanol
Junialdi Kamdra, Shafira Fiona, Ellyta Sari, Elly Desni Rahman
Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri Universitas Bung Hatta Padang
Jl. Gajah Mada 19 Gunung Pangilun Padang
[email protected]
ABSTRACT
Bagasse is one agricultural waste are included in lignocellulosic biomass is waste that is rich
in cellulose and hemicellulose content. Cellulose and hemicellulose content of about 47.7%
which can dimanfaatkaan for bioethanol production. Enzymatic hydrolysis process is able to
solve the polysaccharide compound into its constituent sugars monomer compound. An
enzymatic hydrolysis process that converts cellulose to glucose by using cellulase enzymes.
Some microorganisms producing the enzyme cellulase is Trichoderma viride and Aspergillus
niger. The purpose of this research is to find out how comparison of both these
microorganisms as a catalyst in the enzymatic hydrolysis process that produces the highest
glucose levels and hydrolysis time. Hydrolysis process is done by varying the ratio between
Tricoderma viride and Aspergillus niger 1: 0; 0: 1; 0.5: 1 and 1: 0.5 and time to sampling 24,
48, 72, 96, 120. The results showed acquisition composition ratio Trichoderma viride:
Aspergillus niger is 1: 0.5 as much as 660 mg / L the hydrolysis time to 96 hours.
Keywords : bagasse; enzymatic hydrolysis; glucose.
ABSTRAK
Ampas tebu (bagas) merupakan salah satu limbah pertanian yang termasuk kedalam biomassa
lignoselulosa yaitu limbah yang kaya dengan kandungan selulosa dan hemiselulosa.
Kandungan selulosa dan hemiselulosa sekitar 47,7% yang dapat dimanfaatkaan untuk
produksi bioetanol. Proses hidrolisis enzimatis mampu memecahkan senyawa polisakarida
menjadi senyawa monomer gula penyusunnya. Hidrolisis enzimatis merupakan proses yang
mengkonversi selulosa menjadi glukosa dengan menggunakan enzim selulase. Beberapa
mikroorganisme penghasil enzim selulase yaitu jamur Trichoderma viride dan Aspergilus
niger. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui berapa perbandingan kedua jamur
tersebut sebagai katalisator dalam proses hidrolisis enzimatis yang menghasilkan kadar
glukosa yang tertinggi dan waktu hidrolisis. Proses hidrolisis dilakukan dengan variasi
perbandingan antara Tricoderma viride dan Aspergilus niger 1:0; 0:1; 0,5:1 dan 1:0,5 dan
waktu pengambilan sampel jam ke–24, 48, 72, 96, 120. Hasil penelitian menunjukkan
perolehan perbandingan komposisi Trichoderma viride : Aspergilus niger yaitu 1: 0,5
sebanyak 660 mg/L pada waktu hidrolisis jam ke-96.
Kata kunci: Ampas tebu; hidrolisis enzimatis; glukosa.
PENDAHULUAN
Tanaman tebu selain dimanfaatkan
sebagai bahan baku gula pasir, juga dapat
dijadikan minuman pelepas dahaga.
Sehingga menghasilkan ampas tebu, yang
selama ini hanya dibuang saja. Menurut
Hermiati Euis.,dkk (2010) menjelaskan
bahwa kandungan selulosa, hemiselulosa
dan lignin dari ampas tebu masing-masing
50%, 25% dan 25%. Dengan kandungan
selulosa yang tinggi tersebut, sehingga
dimungkinkan ampas tebu dapat diolah
menjadi glukosa dan pada akhirnya dapat
dijadikan sumber bioetanol.
Bagasse (ampas tebu) merupakan
limbah berserat yang diperoleh dari hasil
samping proses penggilingan tanaman tebu
(Saccharum oficinarum). Ampas ini
sebagian besar mengandung bahan-bahan
lignoselulosa. Bagasse mengandung air 4852%, gula rata-rata 3,3%, dan serat rata-rata
47,7%. Serat bagasse sebagian besar terdiri
dari selulosa, hemiselulosa dan lignin dan
tidak dapat larut dalam air. Menurut
Lavarack dkk. 2002 bagasse merupakan
hasil samping proses pembuatan gula tebu
(sugarcane) mengandung residu berupa
serat, minimal 50% serat bagasse
diperlukan sebagai bahan bakar boiler,
sedangkan 50% sisanya hanya ditimbun
sebagai buangan yang memiliki nilai
ekonomi rendah. Penimbunan bagasse
dalam kurun waktu tertentu akan
menimbulkan permasalahan bagi pabrik.
Mengingat bahan ini berpotensi mudah
terbakar, mengotori lingkungan sekitar, dan
menyita lahan yang cukup luas untuk
penyimpanannya.
Potensi bagasse di Indonesia sangat
melimpah khususnya di luar pulau jawa.
Menurut Pusat Penelitian Perkebunan Gula
Indonesia (P3GI) tahun 2008, komposisi
rata-rata hasil samping industri gula di
Indonesia terdiri dari limbah cair 52,9%,
blotong 3,5%, ampas tebu (bagasse) 32,0%,
tetes tebu (molasses) 4,5%, dan gula 7,05%
serta abu 0,1%. Besarnya jumlah baggase
yang belum dimanfaatkan mendorong para
peneliti untuk mengembangkan potensi
bagasse agar memiliki nilai ekonomi.
Pembuatan
bioetanol
dapat
menggunakan biomassa berbahan baku
glukosa dan selulosa. Perbedaan pembuatan
bioetanol biomassa glukosa dengan selulosa
adalah pada perlakuan pendahuluannya.
Jika biomassa berbahan baku glukosa maka
dapat langsung diolah menjadi bioetanol.
Sedangkan yang berbahan baku selulosa
harus diolah terlebih dahulu selulosanya
menjadi glukosa. Selain itu, biomassa
berselulosa juga mempunyai lignin
selanjutnya dilakukan proses hidrolisis
mengubah selulosa menjadi glukosa,
Hidrolisis selulosa dapat dilakukan secara
kimia dan enzimatik. Hidrolisis secara
kimia biasanya dilakukan dengan asam
akan tetapi limbah yang dihasilkan pada
hidrolisis secara kimia dapat merusak
lingkungan. Hidrolisis secara enzimatik
dapat dilakukan dengan enzim selulase
yang dihasilkan oleh mikroba seperti jamur
dan bakteri. Hidrolisis enzimatis memiliki
beberapa
keuntungan
dibandingkan
hidrolisis asam, antara lain: tidak terjadi
degradasi gula hasil hidrolisis, kondisi
proses yang lebih lunak (suhu dan pH
netral), serta proses enzimatis merupakan
proses yang ramah lingkungan (Taherzadeh
& Karimi., 2007).
METODOLOGI PENELITIAN
Material
Ampas tebu dipilih bagian dalamnya
kemudian dikeringkan dalam oven pada
suhu 50℃ sampai kering dan dipotong
ampas tebu sepanjang 1 cm. Bahan yang
dikeringkan dilakukan proses delignifikasi
Cara Kerja
Ditimbang 200 gram ampas tebu
direndam kedalam larutan NaOH dan NH3
dengan perbandingan 1 : 1 selama 2
minggu, dan dicuci bersih sampai air cucian
jernih. Kemudian di keringkan dengan
oven hingga kering dan dihaluskan hingga
40 mesh. Hasil delignifikasi dihidrolisis
menggunakan enzim Aspergillus niger dan
Trichoderma viride serta ditambahkan
buffer asetat pH 5 hingga volume 150 ml.
Hasil dan Pembahasan
Pembahasan
Proses hidrolisis dilakukan dengan
menggunakan waterbath shaker. Peralatan
ini dapat dilihat pada Gambar 4.2.
perolehan glukosa . mg/L
Gambar 4.2 Proses Hidrolisis dengan
waterbath shaker
Perolehan kadar glukosa untuk
berbagai perlakuan konsentrasi enzim yang
dihasilkan dari jamur Trichoderma viride
dan Aspergilus niger dapat diilustrasikan
dalam bentuk Gambar 4.3.
700
600
500
T1A0
400
T0A1
300
T0,5A1
200
T1A0,5
100
24
48
72
96
120
jam ke-
Gambar 4.3
Perolehan kadar glukosa
terhadap waktu pada berbagai konsentrasi
enzim dengan alat waterbath shaker
Pada Gambar 4.3 dapat dilihat bahwa
kadar glukosa pada perbandingan ratio 1
Trichoderma viride ; 0,5 Aspergilus niger
(T1A0,5) dengan waktu hidrolisis 96 jam
diperoleh kadar glukosa yang maksimal
660 mg/L degan proses yang dilakukan
dengan alat waterbath shaker. Dilihat dari
hasil tersebut ternyata dengan penggunaan
alat
waterbath
shaker
didapatkan
perolehan kadar glukosa yang tinggi. Proses
yang menggunakan waterbath shaker hidup
atau berjalan secara kontinyu enzim
sellulase yang dihasilkan oleh kedua jamur
penghasil enzim sellulase tersebut semakin
banyak dan mempercepat merombak
selulosa menjadi glukosa.
Dilihat dari segi waktu hidrolisis
yang dilakukan dari awal jam ke 24 sampai
jam ke 72 rata-rata kadar glukosa semakin
lama semakin meningkat tetapi pada saat
jam ke 96 enzim yang dihasilkan dari kedua
jamur dengan perbandingan Trichoderma
viride : Aspergilus niger 1:0 dan 0:1
mengalami penurunan kadar glukosa.
Sedangkan
untuk
perbandingan
Trichoderma viride : Aspergilus niger 0,5:1
dan 1:0,5 kadar glukosa masih naik pada
jam ke 96, dan pada jam selanjutnya
mengalami penurunan. Hal ini dapat
disebabkan karena Aspergillus niger dapat
menghasilkan enzim yang diperlukan untuk
mengubah glukosa menjadi asam glukonat.
Sehingga, diduga Aspergillus niger setelah
merombak selulosa menjadi glukosa dan
juga mengubah glukosa menjadi asam
glukonat.
Jamur jenis Trichoderma viride
termasuk dalam genus Trichoderma sp,
kapang ini penampakannya berserabut
kapas dan berwarna hijau tua. Trichoderma
viride mampu memproduksi komplek
enzim
selulase
yaitu
menghasilkan
endoselulase
(endoglukonase)
dan
eksoselulase yang dapat menghidrolisis
selulosa kristalin dan non kristalin.
Trichoderma viride juga menghasilkan
enzim endo 1,4-β xilase yang dapat
mendegradasi xilan. Aspergilus niger salah
satunya dapat menghasilkan β –glukosidase
yang tinggi. Dengan ratio jamur
Trichoderma viride : Aspergilus niger 1:0,5
ini dimungkinkan dengan Trichoderma
viride menghasilkan komplek enzim
selulase yaitu menghasilkan endoselulase
dan eksoselulase yang banyak sehingga
menghasilkan sellobiosa yang banyak dan
dengan adanya Aspergillus niger, maka β–
glukosidase yang dihasilkan akan bereaksi
memotong rantai sellobiosa menjadi
glukosa. Hal ini dapat didukung oleh
pernyataan Eva Palmqvist dalam Arias dkk
(2008)
yang menyatakan bahwa
perbandingan
Aspergilus
niger
:
Trichoderma reesei mampu menghasilkan
endoglukonase dan eksoglukonase yang
merubah jerami padi menjadi sellobiosa
dengan sedikit penambahan β –glukosidase
dari aspergilus, yang kemudian sellobiosa
beraksi dengan β –glukosidase untuk
menghasilkan glukosa. Adanya Aspergilus
niger yang banyak akan menurunkan kadar
glukosa, hal ini dikarenakan sellobiosa yang
dihasilkan sedikit sehingga perolehan
glukosa akan kecil. Dengan pernyatan ini,
maka hasil penelitian dengan kode T1A0,5
diperoleh kadar glukosa yang tinggi dengan
hidrolisis menggunakan alat waterbath
shaker yaitu
sebanyak 660 mg/L.
Hidrolisis selulosa menjadi glukosa secara
enzimatik
yaitu
pemecahan
ikatan
glukosidik pada selulosa menjadi sellobiosa
oleh β –1,4, glukonase dan pemecahan
ikatan β –1,4-glukosidik pada sellobiosa
menjadi glukosa oleh β –glukosidase
(Fox,1991). Oleh sebab itu enzim sellulase
dari gabungan kedua mikrofungi ini
memiliki kemampuan merombak sellulosa
pada ampas tebu menjadi glukosa.
Kesimpulan
Hasil glukosa yang diperoleh secara
maksimal dalam penelitian ini adalah 660
mg/L dengan waktu hidrolisis 96 jam
menggunakan enzim selulase yang
diproduksi dari perbandingan jamur
Trichoderma viride ; Aspergillus niger = 1:
0,5.
Daftar Pustaka
Amstrup, K. 1979. Production, isolation,
and economics of extracellular
enzyme. Dalam L.BWingard, E.K.
Katzier and L. Goldstein (ed). Appl.
Biochem and Bioeng. Vol. II.
Academic Press. New York.
Hermiati Euis, dkk. 2010. “Pemanfaatan
Biomassa Lignoselulosa ampas tebu
untuk Produksi Bioetanol”. Artikel
Lavarack, B.P., G.J. Griffin and D.
Rodman. 2002. The acid hydrolyses
of sugarcane bagasse hemicellulose
to produce xylose, arabinose,
glucose and other products. Biomass
and Bioenergy 23: 367 – 380.
Taherzadeh, M.J. dan Karimi. Enzymebased hydrolysis processes for
ethanol
from
lignocellulosic
materials:
review.
2007.
BioResources. Vol. 2, pp. 707-738.
Download