BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
1.1.1. Problematika Umat Disebabkan Penurunan Kualitas Pendidikan Islam
Problematika umat manusia dewasa ini telah menjalar ke setiap lini kehidupan. Dari
aspek moral hingga intelektual, semakin banyak permasalahan yang menuntut perhatian
untuk dicarikan jalan keluar. Dalam keyakinan agama Islam, umat muslim diciptakan dan
dijanjikan oleh Allah SWT untuk menjadi khalifah fil ardhy (pemimpin di bumi). Namun,
pada realita yang kita jumpai tidak dapat dipungkiri bahwa yang menjadi pemimpin dunia di
era ini adalah kaum barat, seperti Amerika Serikat, Israel, dan sekutunya. Kekuatan barat
telah berhasil menguasai setiap bagian dalam sistem hidup manusia, seperti ekonomi, sosial,
dan politik. Namun, sistem yang dibangun atas dasar ideologi Barat tersebut semakin hari
semakin nyata terlihat kekurangannya.
Islam sebagai sebuah sistem kehidupan terbaik belum mampu menduduki posisi
kepemimpinan dunia dewasa ini karena masih memiliki banyak kekurangan dalam tubuh
umat Islam itu sendiri. Berbeda dengan zaman kekuasaan Rasulullah SAW, yakni ketika
umat Islam berada dalam lingkungan kehidupan madani dan harmonis dengan penganut
agama lainnya. Islam berdiri sebagai masa kejayaannya, hingga sempat berdiri sebuah
Negara Islam di Madinah pada tahun 622 M. Namun, pasca keruntuhan Kerajaan Turki
Utsmani pada tahun 1922 berakhir pula sistem ke-khalifah-an1 Islam dan dunia Islam
semakin nyata pada kemerosotannya.
Padahal secara esensial, Islam bersifat tetap dan tidak berubah. Sebagai sebuah agama
samawi terakhir yang paripurna, Islam dan segenap doktrinnya tidak mengalami perubahan
dan penghapusan. Namun, zaman dan keadaan umatnyalah yang senantiasa berubah, tidak
tetap, dan mengalami permasalahan yang kian kompleks.
Dalam sebuah hadits Ibnu Majah tentang tahapan dalam mendidik anak, Jundub bin
Abdillah Al Bajali berkata, “Dulu kami saat bersama Nabi shalallahu ‘alaihi Wassalam masih
berusia remaja, kami belajar Iman sebelum kami belajar al-Quran. Ketika kami belajar alQuran, maka bertambahlah iman kami. Dan kalian hari ini belajar al-Quran sebelum Iman.”
1
kepemimpinan
1
Menurut Budi Ashari Lc., pemerhati keluarga dan penulis buku “Parenting
Nabawiyah”, dalam perspektif masyarakat dewasa ini yang disebut modern adalah menjadi
spesialis, doktor, atau profesor. Padahal dalam sejarah kejayaan Islam, para ulama berprestasi
tidak hanya dalam disiplin ilmu terapan, tetapi juga al-Qur’an dan Sunnah. Salah satu
penyebab mundurnya kecemerlangan umat Islam sekarang adalah kesalahan urutan dalam
pendidikan, yang seharusnya dimulai dari pendidikan iman, Al-Qur’an, baru kemudian ilmu
pengetahuan.2 Namun, di era ini ilmu pengetahuan yang didahulukan di mayoritas institusi
pendidikan. Maka dari itu, usaha kuratif yang dapat dilakukan umat Islam untuk
mengembalikan masa kejayaan dan menciptakan kehidupan dunia yang harmonis dan
sejahtera adalah memperbaiki sistem pendidikan. Termasuk memperkuat pendidikan agama
bagi kaum muda muslim/muslimah menuju kebangkitan era kepemimpinan cendekiawan
muslim.
1.1.2. Mendidik Seorang Wanita Sama Dengan Mendidik Sebuah Bangsa
“Jika kamu mendidik seorang laki-laki, sesungguhnya engkau hanya mendidik satu dari jutaan penduduk bumi.
Tapi jika kamu mendidik seorang perempuan, maka sesungguhnya engkau sedang mendidik sebuah bangsa”
(mantan Presiden Tanzania).
Sejak tahun 1975, tahun pertama konferensi dunia mengenai wanita di Meksiko,
muncul kesadaran bahwa apa yang terjadi terhadap wanita akan berdampak besar pada
kesejahteraan umat manusia. Wanita memegang peran penting dalam pendidikan anak-anak
penerus bangsa. Lewat anak-anak yang dibesarkannya, wanita adalah sosok yang paling
berperan dalam membentuk karakter dan mental generasi muda. Generasi itulah yang akan
menggantikan orang-orang tua dalam memimpin bangsa ini.3
Pekerjaan mendidik seorang manusia, sejak anak-anak hingga menjadi pribadi dewasa
yang siap menjadi pewaris negara bukanlah sesuatu yang sepele. Hal ini membutuhkan
profesionalisme seorang ibu sejak sang anak masih berada di dalam kandungan hingga ia siap
menjadi pribadi yang mandiri. Dibutuhkan wanita-wanita yang tangguh dan berpendidikan
untuk mengemban tugas besar ini. Pendidikan tersebut haruslah didapatkan dari aspek
intelektual, moral, sosial, maupun spiritual.
2
hidayatullah.com, Tahapan Pendidikan Islam Tidak Boleh Salah Urut.
3
dakwatuna.com, Mendidik Seorang Wanita Sama Dengan Mendidik Sebuah Bangsa.
2
1.1.3. Efektivitas Hunian Kolektif Mahasiswa Berkaitan dengan Konteks Kota
Yogyakarta
Di Indonesia, provinsi D.I. Yogyakarta terkenal sebagai kota pelajar yang memiliki
banyak populasi kaum muda. Seratus dua puluh (120) perguruan tinggi dan institusi sederajat
yang terdapat di D.I. Yogyakarta menunjukkan banyaknya kalangan terpelajar yang tinggal di
kota ini.
Tentunya mahasiswa yang menimba ilmu di berbagai institusi tersebut berasal dari
berbagai wilayah luar kota Yogyakarta. Dalam konteks spasial kewilayahan sudah
selayaknya D.I. Yogyakarta memiliki banyak hunian kolektif bagi para penuntut ilmu,
khususnya mahasiswa sebagai sarana pembinaan dan juga menciptakan lingkungan yang
aman. Ditinjau dari aspek perancangan kota dan wilayah, hunian kolektif juga memiliki
keunggulan dibanding hunian spontaneous yang terpencar dan menambah kepadatan kota.
1.1.4. Redesain Sebagai Solusi Pengoptimalan Fungsi
Bangunan pondok pesantren mahasiswi Asma Amanina sudah berfungsi sejak tahun
2005. Namun bangunan ponpes ini telah berdiri sebelumnya dengan fungsi lain, yakni awal
mula dibangun sebagai kost-kost-an kemudian beralih fungsi sebagai rumah sakit bersalin.
Barulah pada tahun 2005 bangunan yang diwakafkan kepada IKADI (Ikatan Da’i Indonesia)
ini difungsikan sebagai asrama mahasiswi. Kelengkapan fasilitas bangunan asrama
mahasiswi pada awalnya pun tidak selengkap kini, di antaranya masjid yang juga digunakan
sebagai ruang kelas belum dibangun.
Setelah mempertimbangkan berbagai faktor, diperlukan adanya redesain total
bangunan Asma Amanina yang berkepentingan jangka panjang. Beberapa pertimbangan
tersebut di antaranya :
1.
Bangunan tidak didesain khusus untuk kebutuhan pondok pesantren, sehingga belum
optimal mewadahi aktivitas yang terjadi dalam sebuah pondok pesantren.
2.
Dalam usia bangunan yang sudah cukup tua yakni sekitar sepuluh tahun belum pernah
mengalami renovasi.
3.
Kebutuhan jumlah santri yang perlu diakomodasi untuk menempati Asma Amanina
semakin bertambah setiap periode pendaftaran (dua tahun sekali), sehingga
membutuhkan ruang yang semakin banyak dan desain yang menunjang kegiatan di
dalamnya.
3
4.
Bertambahnya jumlah pondok pesantren mahasiswi di tempat lain membutuhkan sebuah
prototype desain yang khas bagi sebuah Pondok Pesantren Mahasiswi (PPMi).
1.2.
Rumusan Masalah
Pokok permasalahan dari penulisan ini adalah :
1.
Bagaimana membuat desain asrama yang secara maksimal mengakomodasi kegiatan
pesantren di atas lahan yang relatif sempit dan terbatas.
2.
Bagaimana mentransformasikan nilai-nilai di dalam visi-misi pesantren mahasiswi Asma
Amanina ke dalam konsep desain asrama.
3.
Bagaimana memaksimalkan aspek kebermanfaatan pesantren mahasiswi kepada
masyarakat lewat interaksi yang terbangun optimal antara penghuni asrama dengan
masyarakat sekitar.
4.
Bagaimana membuat desain asrama modern yang menampakkan karakter spiritual,
intelektual dan seirama dengan konteks wilayah sekitar.
1.3.
Tujuan
Tujuan dari penulisan ini adalah :
1. Menemukan konsep tatanan ruang dan fasilitas bangunan asrama mahasiswa dengan
konsep pesantren yang menunjang visi-misi serta kurikulum yang telah ditetapkan.
2. Merumuskan desain yang mampu mengakomodasi hubungan interaksi yang baik antara
sesama penghuni asrama dan antara penghuni asrama dengan lingkungan masyarakatnya,
sehingga menciptakan pesantren yang kuat dalam aspek kebermanfaatan bagi masyarakat.
3. Menemukan solusi atas tantangan kontekstual dalam mengakomodasi secara maksimal
kegiatan di dalam pesantren dengan tetap menampilkan karakter dan kekhususannya.
1.4.
Sasaran
Mendapatkan perumusan konsep tatanan ruang dan fasilitas bangunan pesantren
mahasiswi yang secara maksimal mampu mengakomodasi seluruh kegiatan di dalam
pesantren dengan melakukan analisis terhadap kebutuhan pokok pesantren secara fungsional
dikaitkan dengan visi-misi pesantren, menemukan solusi atas tantangan kontekstual, serta
memaksimalkan interaksi terbangun antara sesama penghuni asrama maupun antara penghuni
asrama dengan masyarakat sekitar, sehingga menonjolkan aspek kebermanfaatan pesantren
yang berada di tengah-tengah masyarakat.
4
1.5.
Lingkup Pembahasan
Pembahasan mengedepankan pemecahan aspek arsitektural pesantren mahasiswi
Asma Amanina di Yogyakarta yang secara maksimal mampu mengakomodasi fungsi
pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam bagi mahasiswi muslimah sesuai visi misi
pesantren dan memaksimalkan interaksi terbangun antara penghuni asrama dengan
masyarakat sekitar sehingga menjadi sebuah pesantren inklusif yang kuat dalam aspek
kebermanfaatan.
1.6.
Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan, merupakan gambaran latar belakang permasalahan, permasalahan
yang diangkat, tujuan dan sasaran penulisan, keaslian penulisan, lingkup pembahasan,
metode pembahasan, sistematika pembahasan, serta pola pikir.
Bab II Kajian Teori, berisi tentang gambaran mengenai sejarah dan konsep
pendidikan muslimah, tujuan pendidikan muslimah, tinjauan mengenai asrama mahasiswa,
yakni pengertian, fungsi, dan pengelompokannya, kajian mengenai pondok pesantren, serta
tinjauan terhadap arsitektur Islam yang mendukung desain asrama.
Bab III Kajian Lapangan, berisi tentang deskripsi lokasi terpilih, analisis terhadap
tapak bangunan, eksisting bangunan Asma Amanina, hubungannya dengan keadaan sekitar
serta studi kasus Pondok Pesantren Mahasiswi di Yogyakarta.
Bab IV Analisis Pondok Pesantren Mahasiswi di Yogyakarta. Berisi tentang analisis
lokasi terpilih, analisis terhadap tapak bangunan, analisis terhadap perilaku, bentuk kegiatan
dan kurikulum dalam pesantren, analisis kebutuhan dan besaran ruang, analisis penataan
ruang, analisis pola sirkulasi, analisis ekspresi arsitektur Islam, serta analisis terhadap bentuk
dan penampilan bangunan pesantren mahasiswa.
Bab V Konsep Perancangan Pondok Pesantren Mahasiswi di Yogyakarta, berisi
tentang pendekatan konsep dan dilanjutkan dengan konsep rancangan dari lokasi terpilih,
tapak bangunan, tata ruang dalam, sirkulasi, bentuk dan penampilan bangunan, struktur dan
bahan bangunan, serta sistem utilitas yang dipakai.
1.7.
Keaslian Penulisan
Kajian tentang Pondok Pesantren telah banyak dilakukan namun, kajian tentang
Pondok Pesantren Mahasiswa baru sedikit yang ditemukan. Terutama kajian mengenai
Pondok Pesantren Mahasiswi (putri) pada khususnya belum ditemukan. Berikut beberapa
kajian terhadap Pondok Pesantren Mahasiswa yang ditemukan :
5
1.
Zulaikah, Hetty. Pondok Pesantren Mahasiswa di Yogyakarta Wadah Kegiatan
Pendidikan Islam yang Memadukan Aspek Ruh (Hati), Akal (Fikir), dan Jasad (Fisik).
Skripsi. 2002
2.
Harjono, Dendra Sunanto. Pondok Pesantren Mahasiswa di Yogyakarta Tinjauan pada
Pengolahan Lansekap dan Elemen Alami. Skripsi. 2003
3.
Laksono, Pebri Arif. Perancangan Pondok Pesantren Mahasiswa (Putra) LPI (Lembaga
Pendidikan Insani) di Yogyakarta Wadah Kegiatan Pendidikan Islam Berdasarkan
Sepuluh Muwasshofat (Sepuluh Ciri Pribadi Muslim). Skripsi. 2010
Ketiga kajian di atas memiliki beberapa kesamaan dan perbedaan dengan penulis,
yaitu penulis maupun ketiga kajian di atas sama-sama ingin mewadahi aktivitas mahasantri
dalam Pondok Pesantren Mahasiswa beserta kurikulum yang ada di dalamnya. Sedangkan
perbedaannya, Zulaikah, Harjono, dan Laksono mengambil pendekatan konsep perancangan
yang berbeda dari penulis. Zulaikah mengambil konsep perancangan Pondok Pesantren
Mahasiswa dari aspek ruh, akal, dan jasad. Harjono menitikberatkan pada pengolahan
lansekap dan elemen alami. Sedangkan Laksono mengangkat konsep berdasarkan sepuluh
muwasshofat (sepuluh ciri pribadi muslim). Selain itu ketiga kajian tersebut tidak
mengakomodasi aspek khusus pada mahasantri muslimah seperti yang dilakukan penulis.
6
Download