1 Pengertian Sosiologi Pendidikan 2 SOSIOLOGI PENDIDIKAN Didalam kegiatan manusia sebagai mahluk sosial menimbulkan berbagai ilmu pengetahuan sendiri. Termasuk disini ialah kegiatan manusia untuk mendidik generasigenerasi mudanya, ialah dengan memberikan, menundakan mewariskan kebudayaannya kepada anak cucunya. Didalam karya mendidik inilah manusia berusaha untuk mengetahui bagaimanakah proses pendidikan itu dilihat dari segi sosialnya, ditinjau dari konstelasi sosial, dimana terjalin karya mendidik itu. Maka disini timbullah suatu cabang ilmu pengetahuan ialah sosiologi pendidikan. Dewasa ini ilmu pengetahuan telah berkembang pesat, terutama dalam bidang teknologi modern, Ilmu sosiologipun tidak mau ketinggalan. Salah satu diantaranya adalah Sosiologi Pendidikan. Ilmu ini masih sangat muda dan masih memerlukan pembinaan, terutama dilingkungan akademis. A. Pengertian Sosiologi Pendidikan Ditinjau dari segi etimologisnya istilah sosiologi pendidikan terdiri atas dua perkataan yaitu sosiologi dan pendidikan. Maka sepintas saja telah jelas bahwa didalam sosiologi pendidikan itu yang menjadi masalah sentralnya ialah aspek-aspek sosiologi dalam pendidikan. Secara harfiah atau etimologis (defenisi nominal), Sosiologi berasal dari kata bahasa Latin: Socius = teman, kawan, sahabat, dan Logos = ilmu pengetahuan.1 Jadi sosiologi adalah ilmu tentang cara berteman/berkawan/bersahabat yang baik, atau cara bergaul yang baik dalam masyarakat. Sedangkan secara operasional (defenisis real), beberapa pakar sosiologi mendefenisikan sebagai berikut:2 1. Sosiologi adalah studi tentang hubungan antara manusia (human relationship). (Alvin Bertrand) 2. Sosiologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari masyarakat sebagai keseluruhan, yakni hubungan antara manusia dengan manusia, manusia dengan kelompok, kelompok dengan kelompok, baik formal maupun material, baik statis maupun dinamis. (Mayor Polak.) 3. Sosiologi adalah ilmu masyarakat umum. (P.J. Bouwman.) 1 Ary H.Gunawan Sosiologi Pendidikan.PT Rhineka Cipta 2000.Hal:3. 2 Ibid. 3 4. Sosiologi atau ilmu masyarakat adalah ilmu yang mempelajari struktur sosialdan proses social. (Selo Soemardjan dan soelaiman Soemardi.) Istilah Pendidikan adalah terjemahan dari bahasa Yunani yaitu paedagogie. Paedagogie asal katanya PAIS yang artinya” Anak” dan AGAIN adalah “membimbing”. Jadi paedagogie berati bimbingan yang diberikan kepada anak. Orang yang memberikan bimbingan kepada anak disebut PAEDAOG. Dalam perkembangan istilah pendidikan/paedagodie berarti Bimbingan atau pertolongan yang diberikann dengan sengaja oleh orang dewasa agar dia menjadi dewasa.3 Kemudian selanjutnya dari beberapa pengertian dan istilah-istilah tentang sosiologi dan pendidikan yang telah diuraikan di atas. Berikut ini beberapa pengertian dari sosiologi pendidikan menurut beberapa ilmuan seperti:4 1. Menurut H.P Fairchild dalam bukunya “Dictionary of Sociology” dikatakan bahwa : Sosiologi pendidikan adalah sosiologi yang diterapkan untuk memecahkan masalahmasalah pedidikan yang fundamental. 2. Menurut Prof. DR.S.Nasution, M.A.,Sosiologi pendidikan ialah ilmu yang berusaha untuk mengetahui cara-cara mengendalikan proses pendidikan untuk mengembangkan kepribadian individu agar lebih baik. 3. Menurut F.G. Robbins dan Brown, Sosiologi pendidikan ialah ilmu yang membicarakan dan menjelaskan hubungan-hubungan sosial yang mempengaruhi individu untuk mendapatkan dan mengorganisasikan pengalaman. Sosiologi pendidikan mempelajari kelakuan sosial serta prinsip-prinsip untuk mengontrolnya. 4. Menurut E.G. Payne, Sosiologi pendidikan ialah studi yang komprehensip tentang segala aspek pendidikan dari segi ilmu sosiologi yang diterapkan. B. Tujuan Sosiologi Pendidikan Dari beberapa pengertian yang dikemukakan dapat disebutkan beberapa konsep tentang tujuan sosiologi pendidikan, yaitu sebagai berikut:5 1. Sosiologi pendidikan bertujuan menganalisis proses sosialisasi anak, baik dalam keluarga, sekolah, maupun masyarakat. 2. Sosiologi pendidikan bertujuan menganalisis perkembangan dan kemajuan sosial. 3. Sosiologi pendidikan bertujuan menganalisis status pendidikan dalam masyarakat. 3Thohari. Diktat Ilmu Pendidikan.STAIR.2009/2010.Hal:2 4Ary H.Gunawan Sosiologi Pendidikan.PT Rhineka Cipta 2000.Hal:45. 5Ibid Hal 50-52. 4 4. Sosiologi pendidikan bertujuan menganalisis partisipasi orang-orang terdidik/berpendidikan dalam kegiatan sosial. 5. Sosiologi pendidikan bertujuan membantu menentukan tujuan pendidikan. 6. Menurut E.G. Payne, sosiologi pendidikan bertujuan utama memberikan kepada guruguru (termasuk kepada peneliti dan siapapun yang terkait dalam pendidikan) latihanlatihan yang efektif dalam bidang sosiologi sehingga dapat memberikan sumbangannya secara cepat dan tepat kepada masalah pendidikan. 7. Adapun tujuan daripada sosiologi pendidikan di Indonesia ialah :6 8. Berusaha memahami peranan sosiologi daripada kegiatan sekolah terhadap masyarakat, terutama apabila sekolah ditinjau dari segi kegiatan intelektual. 9. Untuk memahami seberapaka jauhkah guru dapat membina kegiatan sosial anak didiknya untuk mengembangkan kepribadian anak. 10. Untuk mengetahui pembinaan ideologi Pancasila dan Kebudayaan nasional Indonesia dilingkungan pendidikan dan pegajaran. 11. Untuk mengadakan integrasi kurikulum pendidikan dengan masyarakat sekitarnya agar supaya pendidikan mempunyai kegunaan praktis dalam masyarakat, dan Negara seluruhnya. 12. Untuk menyelidiki fator-faktor kekuatan masyarakat, yang bisa menstimulir pertumbuhan dan perkkembangan kepribadian anak. 13. Memberi sumumbangan yang positif terhadap perkembangan ilmu pengetahuan. 14. Memberi pegangan terhadap penggunaan sebagaiprinsif-prinsif sosiologi untuk mengadakan sosiologi sikap dan kepribadian anak didik. C. Ruang Lingkup Sosiologi Pendidikan Masyarakat sebagai ruang lingkup pembahasan sosialogi : Sosiologi disebut juga sebagai ilmu masyarakat atau ilmu yang membicarakan masyarakat, maka diperlukan pengertian tentang masyarakat. Berikut adalah pengertian yang diberikan oleh beberapa sosiologi.7 1. Masyarakat merupakan jalinan hubungan sosial, dan selalu berubah. (Mac Iver dan Page.) 2. Masyarakat adalah kesatuan hidup mahluk-mahluk manusia yang terikat oleh suatu system adat istiadat tertentu. (Koendjadiningrat). 6Abu Ahmadi Sosiologi Pendidikan.PT Adi Mahasatya.2007.hal:10-11. 7Ary H.Gunawan Sosiologi Pendidikan.PT Rhineka Cipta 2000.Hal:4. 5 3. Masyarakat adalah tempat orang-orang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. (Selosoemardjan dan Soelaiman Soemardi) Menurut Soerjono Soekanto, ada 4 (Empat) unsur yang terdapat dalam masyarakat, yaitu : 1. Adanya manusia yang hidup bersama, (Dua atau lebih). 2. Mereka bercampur untuk waktu yang cukup lama, yang menimbulkan sistem dan tata cara pergaulan lainnya. 3. Memiliki kesadaran sebagai satu kesatuan. 4. Merupakan sistem kehidupan bersama yang menimbulkan kebudayaan. D. Pokok-Pokok Penelitian Sosiologi Pendidikan Menurut S. Nasution ada beberapa pokok penelitian sosiologi pendidikan yaitu:8 a. Hubungan sistem pendidikan dengan aspek-aspek lain dengan masyarakat, meliputi: 1) Fungsi pendidikan dalam kebudayaan. 2) Hubungan antara sistem pendidikan dengan proses kontrol sosial dan sistem kekuasaan. 3) Fungsi sistem pendidikan dalam proses perubahan sosial dan kultural, atau usaha mempertahankan status. 4) Hubungan pendidikan dengan sistem tingkat/status sosial. 5) Fungsi system pendidikan formal bertalian dengan kelompok rasial, kultural, dan sebagainya. b. Hubungan antar manusia dalam sekolah antara lai yaitu : 1) Hakikat kebudayaan sekolah,sejauh ada perbedaannya dengan kebudayaan diluar sekolah. 2) Pola interaksi sosial atau stuktur masyarakat sekolah. 3) Pengaruh sekolah terhadap kelakuan dan kepribadian semua pihak disekolah. d. Sekolah dalam masyarakat. Menganalisis pola-pola interaksi antara sekolah dengan kelompok-kelompok sosial lainnya dalam masyarakat disekitar. 8Ibid hal:3 6 E. Kegunaan (Faedah) Sosiologi Kegunaan atau faedah sosiologi untuk kehidupan sehari-hari yaitu :9 1. Untuk pekerjaan sosial, sosialogi gambaran/pengertian tentang berbagai problem sosial, asal-usul atau sumber terjadinya, prosesnya, dan sebagainya. Dengan gambaran seperti in imaka dapat dicari cara-cara pendekatan untuk mengatasi problem sosial secara cepat. 2. Untuk pembangunan pada umumnya, sosiologi memberikan penertian tentang ”masyarakat” secara luas, sehingga dengan gambaran tersebut para perencana dan pelaksana pembangunan dapat mencari pola pembangunan yang paling sesuai agar berhasil. Hal-hal yang dapat diketahui dari sosiologi untuk pelaksanaan pembangunan antara lain: a. Kebutuhan/tuntutan masyarakat setempat, sehingga pembangunan dapat sesual dengan keadan nyata. b. Startifikasi (pelapisan) sosial, dengan memahaminya dapat menentukan bagi lapisan mana pembangunan akan dilakukan. Atau mau diapakan lapisan-lapisan sosial itu dalam pembangunan. c. Letak pusat-pusat kekuasan, dengan mengetahui di tangan siapa kekuasan berada, maka usaha pembangunan akan mudah di gerakkan. d. Sistem dan saluran-saluran komunikasi, dengan memahami hal ini maka ide-ide pembangunan dapat sampaikepada anggota masyarakat, dan di terima dengan baik oleh mereka, karena saluran lewat system dan saluran komunikasi yang tepat. e. Perubahan-perubahan sosial, dengan mengetahui hal ini para perencana dan pelaksana pembangunan dapat menentukan arah atau penendalian proses perubahan yang sedang atau akan terjadi. Atau, akibat proses sosial yang telah terjadi, perubahan diharapkan berkembang menjadi lebih positif. 9 Ibid hal:15 7 Pendidikan dan Lingkungan Sosial 8 PENDIDIKAN DAN LINGKUNGAN SOSIAL Perlu diketahui 2 istilah yang hampir sama bentuknya dan sering dipergunakan dalam dunia pendidikan, yaitu : pedagogik, dan pedagonik. Pedagogi berarti “pendidikan” sedangkan pedagonik artinya “ilmu pendidikan”. Pedagonik atau ilmu pendidikan ialah yang menyelidiki, merenungkan tentang gejala-gejala perbuatan mendidik. Istilah ini berasal dari kata “pedagogia” (yunani) yang berarti pergaulan dengan anak-anak. Sedangkan yang sering digunakan istilah pedagogos adalah seorang nelayan (bujang) pada zaman Yunani Kuno yang pekerjaannya mengantar dan menjemput anak-anak ke dan dari sekolah. Paedagogos berasal dari paedos (anak) dan agoge (saya membimbing, memimpin). Lingkungan sosial adalah sejumlah manusia yang hidup berkelompok dan saling berinteraksi secara teratur guna memenuhi kepentingan bersama. Manusia manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna karena dibekali oleh penciptanya dengan budaya agar manusia dan budayanya itu dapat berkembang dengan sempurna, dia harus hidup bersama dengan manusia lain, yang disebut hidup bermasyarakat (makhluk sosial). Berkembangnya ilmu pengetahuan akan memberi dampak yang besar terhadap perkembangan lingkungan masyarakat tertentu ini didasari benar bahwa pada masyarakat perubahan sosial itu banyak dipengaruhi oleh perubahan sosial yang sedang dihadapi. Kebudayaan berasal dari kata “budaya”. Budaya diserap dari kata bahasa sanskerta „‟buddhayah‟‟, yaitu bentuk jamak dari “buddhi” yang berarti budi atau akal. Kebudayaan dapat diartikan “segala hal yang bersangkutan dengan budi atau akal”. Pengaruh kebudayaan terhadap pendidikan dapat dibedakan menjadi 2 hal yaitu: kebudayaan ditinjau dari sudut individu dan kebudayaan ditinjau dari sudut masyarakat. Kebudayaan ditinjau dari sudut masyarakat dapat mengambil bentuk hasil pikiran(logika), norma(etika), dan perasaan(estetika). Masyarakat perlu mempelajari hasil pikiran yang dikembangkan generasi terdahulu. Ada para pendidikan yang menaruh kepercayaan yang besar sekali akan kekuasan pendidikan dalam membentuk masyarakat baru. Karena itu setiap anak diharapkan memasuki sekolah dan ide-ide baru tentang masyarakat yang lebih indah dari pada yang sudah-sudah. Sekolah dapat menskontruksi atau mengubah dan membentuk kembali masyarakat baru. Dalam dunia yang dinamis ini setiap masyarakat mengalami perubahan. Tidak turut berubah dan mengikuti pertukaran zaman akan membahayakan ekstensi masyarakat itu. Perubahan sosial dapat diartikan sebagai segala perubahan pada lembaga-lembaga sosial dalam suatu masyarakat. Perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga sosial itu selanjutnya mempunyai 9 pengaruhnya pada sistem-sistem sosialnya, termasuk didalamnya nilai-nilai, pola perilaku ataupun dikap-sikap dalm masyarakat itu yang terdiri dari kelompok sosial. A. Pengertian Pendidikan Perlu diketahui 2 istilah yang hampir sama bentuknya dan sering dipergunakan dalam dunia pendidikan, yaitu : pedagogi, dan pedagonik. Pedagogi berarti “pendidikan” sedangkan pedagonik artinya “ilmu pendidikan”. Pedagonik atau ilmu pendidikan ialah yang menyelidiki, merenungkan tentang gejala-gejala perbuatan mendidik. Istilah ini berasal dari kata “pedagogia” (yunani) yang berarti pergaulan dengan anak-anak. Sedangkan yang sering digunakan istilah pedagogos adalah seorang nelayan (bujang) pada zaman Yunani Kuno yang pekerjaannya mengantar dan menjemput anak-anak ke dan dari sekolah. Paedagogos berasal dari paedos (anak) dan agoge (saya membimbing, memimpin). Dalam pengertian sederhana dan umum makna pendidikan sebagai usaha manusia untuk menumbuhkan mengembangkan potensi-potensi pembawa baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada didalam masyarakat dan kebudayaan.10 B. Lingkungan Sosial Lingkungan sosial adalah sejumlah manusia yang hidup berkelompok dan saling berinteraksi secara teratur guna memenuhi kepentingan bersama. Manusia manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna karena dibekali oleh penciptanya dengan budaya agar manusia dan budayanya itu dapat berkembang dengan sempurna, dia harus hidup bersama dengan manusia lain, yang disebut hidup bermasyarakat (makhluk sosial). Hidup bermasyarakat merupakan cara teratur antara sesamanya, sehingga kepentingan bersama dapat terpenuhi secara wajar dan sempurna. Keteraturan itu tercipta karena masing-masing dari mereka mempunyai persepsi penilaian yang sama terhadap diri dan ketuhanan yang mereka kehendaki. Dengan demikian, mereka mempunyai nilai kemanusian yang sama dan saling menghargai.11 Dengan demikian berkembangnya ilmu pengetahuan akan memberi dampak yang besar terhadap perkembangan lingkungan masyarakat tertentu ini didasari benar bahwa pada masyarakat perubahan sosial itu banyak dipengaruhi oleh perubahan sosial yang sedang dihadapi. Ditinjau dari sudut pandang sosiologi, pendidikan dalah penyesuaian diri yang 10 Fuad Ihsan.Dasar-Dasar Kependidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2011. 11 Abdulkadir Muhammad, Ilmu Sosial Budaya Dasar, Bandung: Citra Aditia Bakti, 2011. 10 tertinggi dari seorang manusia yang sadar telah berkembang secara jasmani terhadap lingkungan intelektual, emosional, dan cita-cita sosialnya.12 C. Pendidikan dan Kebudayaan Kebudayaan berasal dari kata “budaya”. Budaya diserap dari kata bahasa sanskerta “buddhayah”, yaitu bentuk jamak dari “buddhi” yang berarti budi atau akal. Kebudayaan dapat diartikan “segala hal yang bersangkutan dengan budi atau akal”. Koentjaraningrat mengemukakan bahwa kebudayaan merupakan perkembangan dari bentuk jamak “budi daya‟”. Artinya daya dari budi, kekuatan dari akal. Kemudian, beliau merumuskan definisi kebudayaan itu sebagai “keseluruhan ggasan dan karya manusia yang harus dibiasakannya dengan belajar beserta keseluruhan dari hasil budi dan karyanya itu”. Atau kebudayaan adalah keseluruhan dari apa yang pernah dihasilkan oleh manusia kerena pemikiran dan karyanya. Jadi, apabila disimpulkan kebudayaan itu meliputi pemikiran manusia dan karya atas dasar pemikirannya.13 Pengaruh kebudayaan terhadap pendidikan dapat dibedakan menjadi 2 hal yaitu kebudayaan ditinjau dari sudut individu dan kebudayaan ditinjau dari sudut masyarakat. Kebudayaan ditinjau dari sudut individu maka individu berperan : 1. Mempelajari hasil-hasil yang telah diperoleh generasi terdahulu, agar individu dapat menyadari posisi kedudukannya dan mengetahui perjuangan yang dilakukan generasi terdahulu. 2. Mengembangkan hasil yang diperoleh generasi terdahulu, apa-apa yang telah diperoleh dianggapnya sebagai asumsi untuk lebih menyempurnakan perkembangannya yang telah dihasilkan itu. Menghubungkan nilai yang telah dipelajari dan dikembangkan kepada generasi mendatang mengandung tantangan. Yakni pihak yang terkait harus giat mempelajari dan mengembangkan hasil yang telah diperoleh generasi sebelumnya dan menghubungkannya pada generasi yang sedang tumbuh. Kebudayaan ditinjau dari sudut masyarakat dapat mengambil bentuk hasil pikiran(logika), norma(etika), dan perasaan(estetika). Masyarakat perlu mempelajari hasil pikiran yang dikembangkan generasi terdahulu. Dan hasil pikiran itu menggambarkan bagaimana cara kerja yang dilakukan untuk menuju kearah hasil pkiran yang sempurna. Norma menggambarkan tujuan yang ingin dituju atau gambaran yang dicita-citakan serta 12 http:e-books(Ilmu dan Aplikasi Pendidikan)google.co.id 13 Abdulkadir Muhammad, Lo. Cit. 11 peraturan-peraturan untuk mencapainya. Sedangkan stetika membantu dalam menyelami dan menyadari kedudukan generasi dalam hubungannya dengan hasil yang telah diprjuangkan dan dengan nilai-nilai yang dicita-citakan. Dengan menyadari ini, maka perkembangan kepribadian dan intervisi manusia akan harmonis, baik dengan manusia, alam maupun dengan penciptanya. Karena itu, sistem pendidikan dengan sistem yang lainnya dalam masyarakat mempunyai hubungan erat. Pendidikan mempengaruhi dan dipengaruhi sistem sosial, ekonomi, kebudayaan, agama, politik, dll. Hubungan pendidikan dengan sistem sosial berkaitan erat, pendidikan terlibat dalam semua jenis dan jenjang proses perkembangan sosial, baik dalam mobilitas sosial, mobilitas goegrafis, penduduk, partisipasi politik dan sistem sosial lainnya.14 D. Pendidikan Sebagai Daya Pengubah Pendidikan berfungsi menyampaikan, meneruskan atau menstrasmisi kebudayaan dan diantaranya nila-nilai nenek moyang, kepada generasi muda. Dalam fungsi ini sekolah itu konservasi dan berusaha mempertahankan status quo demi kestabilan politik, kesatuan dan persatuan bangsa. Disamping itu sekolah juga turut mendidik generasi muda agar hidup dan menyesuaikan diri dengan perubahan yabg cepat akibat pekembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan sekolah memegang peranan penting sebagai “agen of change” untuk membawa perubahan-perubahan sosial. Akan tetapi norma-norma sosial seperti struktur keluarga, agama, filsafat bangsa, sekolah cenderung untuk mempertahankan yang lama dan dengan demikian mencegah terjadinya perubahan yang dapat mengancam keutuhan bangsa. Ada para pendidikan yang menaruh kepercayaan yang besar sekali akan kekuasan pendidikan dalam membentuk masyarakat baru. Karena itu setiap anak diharapkan memasuki sekolah dan ide-ide baru tentang masyarakat yang lebih indah dari pada yang sudah-sudah. Sekolah dapat menskontruksi atau mengubah dan membentuk kembali masyarakat baru. Dalam dunia yang dinamis ini setiap masyarakat mengalami perubahan. Tidak turut berubah dan mengikuti pertukaran zaman akan membahayakan ekstensi masyarakat itu. Tiap pemerintah akan mengadakan perubahan yang diinginkan demi kesejahteraan rakyatnya dan keselamatan bangsa dan negaranya. Dari pada itu diusahakan adanya keseimbangan antara dinamika dan stabilitas. Hidup dalam masyarakat, karena terdapat tata aturan yang beraneka 14 http:e-books(Ilmu dan Aplikasi Pendidikan)google.co.id 12 ragam sehingga seseorang harus pandai-pandai menyesuaikan diri dengan aturan yang berkembang didalam masyarakat. Selain itu kepentingan individu setiap anggota masyarakat itu sendiri selalu mengalami perkembangan-perkembangan dan perubahan. Menurut teori sosiologi pendidikan yang dikemukakan Wilbur B. Brookover, bahwa perubahan masuarakat yang disebut social order terjadi 4 fase yaitu: 1. Masyarakat tidak mau mengalami perubahan yang datang, baik dipaksakan atau datang mempengruhinya. Semua perubahan yang datang akan ditolak, karena masyarakat berpegang teguh kepada norma yang dianggap baik dan melindungi mereka dari bencana. Bagi masyarakat ini perubahan merupakan faktor yang merusak tatanan kehidupan sosial. Bila terjadi perubahan justru akan menimbulkan kegoncangan dan konflik dalam masyarakat, sehingga akan terjadi ketidakstabilan sosial dan ekonomi. Pada kelompok ini pendidikan tidak bisa berkembang dan bersifat status quo, dimana masyarakat berusaha mengekalkan tradisi dan keadaan yang sudah ada. 2. Masyarakat mengalami kebimbingan dalam menerima perubahan. Masyarakat ini hanya menerima bila tidak bertentangan dengan kebudaayn mereka. Bahkan jika perubahan yang datang dapat mengokohkan budaya mereka, maka budaya dan perubahan itu akan mereka adopsi. 3. Masyarakat sudah mulai menerima perubahan sosial, sehingga mereka mempersiapkan generasi penerus mereka melalui pendidikan. Dengan demikian perubahan yang akan dilakukan telah direncanakan terlebih dahulu, bahkan dapat dipercepat melalui proses pendidikan. Bagi masyarakat yang berada pada face social order ketiga ini peranan pendidikan sangat penting bagi mereka karena “education as an agency of change”. Maka lembaga-lembaga pendidikan akan memberikan berbagi pengalaman kepada peserta didik masyarakatnya, baik ilmu teknologi maupun keterampilan untuk menghadapi masyarakat. 4. Masyarakat telah mengalami kemajuan yang sangat tinggi, sehingga dikelompokkan ke dalam masyarakat yang sudah established, yaitu kelompok masyarakat yang sudah mapan dalam bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya pertahanan dan keamanan. Sehingga tidak disibukkan oleh masalah-masalah kecil, seperti kesehatan, penyakin menular, kemiskinan, atau perumahan. Dari gambaran diatas, tampak bahwa masyarakat cepat atau lambat pasti mengalami perubahan walaupun perubaha yang dilalui masyarakat itu. Didalam menghadapi perubahan generasi penerus atau peserta didik harus dipersiapkan agar mereka dapat beradaptasi dengan baik, sehingga tidak menjadi generasi yang telat menyikapi perubahan dan kemajuan. Disinilah tugas pendidikan untuk mempersiapkan mereka menjadi orang-orang peka terhadap perubahan. 13 Anggota masyarakat dapat digolongkan menjadi 2 yaitu: 1. Bersikap statis yaitu yang selalu ingin mempertahankan yang sudah lama. Orang-orang yang seperti ini tidak mau melihat perubahan didalam masyarakat tempat hidupnya. 2. Yang menghendaki adanya hal-hal baru dan maju. Mereka ini termasuk orang yang kreatif dan dinamis. Yang ingin memajukan cara hidup ingin kemakmuran dan kesejahtearaan Kelompok kedua inilah yang akan menjadi agen pembangunan masyarakat untuk maju. Oleh karena itu, tugas pendidikanlah untuk mencetak individu masyarakat yang memiliki kecenderungan untuk maju berpikir kreatif, dinamis , dan inivatif. Sehingga mereka dapat menjadi agen pembangunan masyarakat bangsanya.15 E. Pendidikan dan Perubahan Masyarakat Perubahan sosial dapat diartikan sebagai segala perubahan pada lembaga-lembaga sosial dalam suatu masyarakat. Perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga sosial itu selanjutnya mempunyai pengaruhnya pada sistem-sistem sosialnya, termasuk didalamnya nilai-nilai, pola perilaku ataupun dikap-sikap dalm masyarakat itu yang terdiri dari kelompok sosial. Masih baknyak faktor penyebab perubahan sosial yang dapat disebutkan, ataupun mempengaruhi proses suatu perubahan sosial. Kontak-kontak dengan kebudayaan lain yang kemudian memberikan pengaruhnya, perubahan pendidikan, ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu, penduduk yang heterogen, toleransi terhadap perbuatan-perbuatan yang semula dianggap menyimpang dan melanggar tetapi lambat laun menjadi norma-norma bahkan peraturan atau hukum yang bersifat forml. Perubahan itu dapat mengenai lingkungan hidup dalam arti luas lagi mengenai nilai sosial, norma sosial, pola keperilakuan, struktur, organisasi, lembaga, dan sebagiannya. Ada pandangan menyatakan bahwa perubahan sosial itu merupakan suatu respons ataupun jawaban yang dialami terhadap perubahan-perubahan tiga unsur utama yaitu : 1. Faktor alam 2. Faktor teknologi 3. Faktor kebudayaan Perubahan sosial dalam masyarakat dapat dibedakan dalam perubahan cepat dan lambat, perubahan kecil dan besar serta perubahan direncanakan dan tidak direncanakan. Tidak ada satu perubahan yang tidak meninggalkan dampak pada masyarakat yang sedang 15 Brookover,Wilbur B. Sociological Education.New York:American Book Company.1995. 14 mengalami perubahan tersebut. Bahkan suatu penemuan teknologi baru dapat mempengaruhi unsur-unsur budaya lainnya. Telah dipahami oleh para pendidik hubungan pendidikan dengan perubahan sosial masyarakat. Bahwa misi pendidikan adalah mewariskan ilmu dari generasi ke generasi selanjutnya. Ilmu yang dimaksud antara lain; pengetahuan tradisi, dan nilai-nilai budaya[keberadaban]. Secara umum penularan ilmu tersebut telah diemban oleh orang-orang yang terbeban terhadap generasi selanjutnya. Mereka diwakili oleh orang-orang yang punya visi kedepan, yaitu menjadikan serta mencetak generasi yang lebih baik dan beradab. Perubahan sosial budaya masyarakat bisa kita hindari sehingga akan menuntut lembaga pendidikan sebagai agen perubahan untuk menjawab segala permasalahan yang ada. Dalam permasalahan ini lembaga pendidikan haruslah memiliki konsep dan prinsip yang jelas, baik dari lembaga formal ataupun yang lainnya, demi terwujudnya cita-cita tersebut, kiranya maka perlulah diadakannya pembentukan kurikulum yang telah disesuaikan. Diharapkan lembagalembaga pendidikan akan mampu mencetak kader-kader perubahan ke arah perbaikan dimasyarakat. Selanjutnya mengenai pengembangan kurikulum ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh lembaga pendidikan yaitu: 1. Relevansi dengan pendidikan lingkungan hidup masyarakat 2. Sesuai dengan perkembangan kehidupan masa sekarang dan akan datang 3. Efektifitas waktu pengajar dan peserta didik 4. Efisien dengan usaha dan hasilnya sesuai 5. Kesinambungan antara jenis, program, dan tingkat kependidikan 6. Fleksibelitas atau adanya kebebasan bertindak dalam memiih program, pengembangan program, dan kurikulum pendidikan. Dengan memahami beberapa pembagian dan penjelasan tentang masalah-masalah yang meingkupi lembaga pendidikan masing-masing diharapkannya agen yang mampu merubah kondisi negeri ini dari keterpurukan nasional, tentunya hal ini juga diperlukan adanya langkah nyata serta bantuan dari moril ataupun materil dari pemerintahan maupun masyarakat terhadap semua undang-undang yang telah direncanakan agar bisa terlaksana dengan sempurna. Walaupundari beberapa undang-undang yang telah ditetapkan olh pemerintah tidak luput dari kritik dari beberapa tokoh liberal karena negara telah memasukkan pembahasan-pembahasan agama kedalam undang-undang yang berpotensi menumbuhkan gesekan antar agama. Tentunya sebagai bangsa yang menjunjung tinggi 15 agama haruslah menganggap bahwa hal itu hanya sebagi salah satu koreksi kearah yang lebih baik atas peran lembaga pendidikan dimasyarakat.16 Sosiologi merupakan studi mengenai masyarakat dalam suatu sistem sosial. Di dalam sistem sosial tersebut, masyarakat selalu mengalami perubahan. Tidak ada masyarakat yang tidak mengalami perubahan walaupun dalam taraf yang paling kecil sekalipun, masyarakat [yang didalamnya terdiri atas banyak individu] yang selalu berubah. Perubahan tersebut dapat berupa perubahan yang kecil sampai ke taraf perubahan yang sangat besar yang mampu memberikan pengaruh yang besar pula bagi aktivitas atau perilaku manusia. Perubahan dapat mencakup aspek yang sempit maupun luas. Aspek yang sempit.17 Perubahan yang ada dalam masyarakat akan sangat berbeda karena perbedaan tingkat pendidikan dan tingkat ekonomi yang ada dalam masyarakat itu sendiri. Perubahan akan terus terjadi dalam masyarakat selama masyarakat tersebut berkeinginan untuk merubah sistem yang ada, misalnya masyarakat tersebut ingin merubah status sosialnya, untuk menunjang perubahan tersebut masyarakat memerlukan pendidikan sebagai sarana untuk mewujudkannya. Lingkungan pendidikan yaitu keluarda dan dlingkungan masyarakat akan mempengaruhi perkembangan sosial yang terjadi, sistem pendidikan formal disekolah dan lembaga pendidikan juga akan mempengaruhi pendidikan.18 16 Mikailahaninda.blogspot.com 17 http:e-books (Konsep Dasar Perubahan Sosial) google.co.id. 18 http:e-books(Ilmu dan Aplikasi Pendidikan) google.co.id. 16 Penggolangan Sosial 17 PENGGOLONGAN SOSIAL A. Penggolongan Sosial Ahli sosiologi berpendapat bahwa dalam semua masyarakan memiliki ketiksamaan diberbagai bidang. Misalnya dalam bidang ekonomi, sebagian anggota masyararakat memiliki kekayaan yang berlimpah dan kesejahteraan hidup yang terjamin, sedangkan sebagaian lainnya dalam keadaan miskin dan tidak sejahtera. Pada bidang politik sebagian orang memiliki kekuasaan dan sebagain lainnya dikuasai. Pada bidang politik sebagian orang ada yang mengenyam pendidikan sampai ketingkat yang paling tinggi dan sebagian lainnya ada yang sama sekali tidak pernah mengenyam pendidikan. Inilah realitas social dalam masyarakat, yang dapat ditangkap oleh pemerintah dan daya fikir manusia. Perbedaan anggota masyarakat ini, seperti telah dikatakan terdahulu, dinamakan stratifikasi social (social stratification). Pendidikan dalam hal ini memiliki peranan strategis dalam membentuk stratifikasi sosial19. Dalam setiap masyarakat, orang menggolongkan masing-masing dalam berbagai katagori, dari lapisan yang paling atas sampai pada lapisan yang paling bawah. Dengan demikian terjadilah stratifikasi social. Ada masyarakat yang mempunyai stratifikasi sangat ketat,seseorang lahir dalam golongan tertentu dan ia tidak mungkin meningkat kegolongan yang lebih tinggi. Keanggotaannya dalam suatu katagori merupakan factor utama yang menentukan tinggi pendidikan yang dapat ditempuhnya, jabatan yang dapat didudukinya, orang yang dapat dinikahinya, dan sebagainya. Golongan yang ketat ini biasa disebut kasta. Namun biasanya penggolongan social tidak seketat seperti apa yang disebutkan diatas, akan tetapi fleksibel dengan batas-batas yang agak kabur dan senantiasa dapat mengalami perubahan . Dalam masyarakat yang demikian anak seorang jenderal dan bekerja sebagai penyanyi di Night Club dan menikah dengan putrid keturunan bangsawan zaman dulu20. Sifat system pelapisan di masyarakat, menurut Sarjono Soekanto, dapat bersifat tertutup (closed social certification) dan terbuka (open social Stratification), hal ini dapat dijelaskan bahwa : Pertama, system tertutup, dimana membatasi kemungkinan berpindah seorang dari suatu lapisan kelapisan lain, baik berupa gerak keatas maupun gerak kebawah. Didalam system yang demikian, satu-satunya jalan menjadi anggota suatu lapisan dalam masyarakat adalah kelahiran. Contoh masyarakat dengan system stratifikasi social tertutup ini adalah 19 20 Abdullah Idi, Sosiologi Pendidikan, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2013, hlm 177. S. Nasution, Sosiologi Pendidikan, Jakarta : Bumi Aksara , 2011 , hlm 26. 18 masyarakat berkasta, sebagian masyarakat feodal atau masyarakat yang dasar stratifikasinya tergantung pada perbedaan rasial. Kedua, system terbuka yang mana masyarakat didalamnya memiliki kesempatan untuk berusaha degan kecakapan sendiri untuk naik lapisan. Atau bagi mereka yang tidak beruntung, untuk jatuh dari lapisan atas kelapisan bawah, kemungkinan terjadinya mobilitas social sangat besar. Jadi, suatu masyarakat dinamakan tertutup mana kala setiap anggota masyarakat tetap pada status yang sama dengan orang tuanya. Sedangkan dinamakan terbuka, karena setiap anggota masyarakat menduduki status berbeda dengan orang tuanya, dimana bias lebih tinggi atau lebih rendah. Mobilitas social yang disebut tadi, berarti berpindah status dalam stratiifikasi social. Berbagai factor yang menyebabkan perpindahan status, antara lain B. Cara-Cara Menentukan Golongan Sosial Konsep tentang penggolongan social bergantung pada cara seorang menentukan golongan social itu. Adanya golongan social timbul karena adanya perbedaan status dikalangan anggota masyarakat. Untuk menentukan stratifikasi social dapat diikuti tiga metode,yaitu : 1. Metode obyetif, yaitu stratifikasi yang ditentukan berdasarkan criteria obyektif antara lain : jumlah pendapatan, lama atau tinggi pendidikan, jenis pekerjaan21 . menurut suatu penelitian di amerika Serikat pada tahun 1954, bahwa dokter menempati kedudukan yang sangat tinggi sama dengan gubernur Negara bagian. Juga professor tinggi kedudukannya sama dengan ilmuwan, anggota kongres, Dewan Perwakilan Rakyat. Guru sekolah menduduki tempat yang lebih rendah dari kapten tentara, pemain orkes atau kontraktor, akan tetapi lebih tinggi dari penyiar radio, masinis, polisi. Yang paling rendah kedudukannya adalah tukang semir sepatu.22 2. Metode Subyektif, yaitu dimana dengan menggunakan metode ini kelompok/golongan social dirumuskan berdasarkan pandangan menurut anggota masyarakat menilai dirinya dalam hirarki kedudukan dalama masyarakat itu. Kepada mereka diajukan pertanyaan: “menurut pendapat saudara termasuk golongan manakah saudara dinegara ini, golongan atas, golongan menengah, atau golongan rendah?23 21 Abdullah Idi, loc.cit, hlm 184. S. Nasution,op.cit, hlm 27. 23 Ibid, hlm 27. 22 19 3. Metode reputasi, metode ini dikembagkan oleh W. Lloyd Warner cs. Dalam metode ini golongan social dirumuskan menurut bagaimana anggota masyarakat menempatkan masing-masing stratifikasi masyarakat itu. Kesulitan penggolongan objektif dan subyektif ialah bahwa penggolongan itu sering tidak sesuai dengan tanggapan orang dalam lingkungan sehari-hari yang nyata tentang golongan social masing-masing. Oleh sebab itu W.L Warner mengikuti suatu cara yang realistis yakni memberikan kesempatan kepada orang dalam masyarakat itu sendiri menentukan golongan – golongan mana yang terdapat pada masyarakat itu lalu mengidentifikasi anggota masing-masing golongan itu24. C. Golongan Sosial Sebagai Lingkungan Sosial Golongan social sangat menentukan lingkungan social seseorang. Pengetahuan, kebutuhan dan tujuan, sikap, watak sesorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya. Sistem golongan social menimbulkan batas-batas dan rintangan ekonomi, cultural dan social yang mencega pergaulan dengan golongan-golongan lain. Manusia mempelajari kebudayaannya dari orang lain dalam golongan itu yang telah memiliki kebudayaan itu. Maka orang dalam golngan social tertentu akan menjadi orang yang sesuai dengan kebudayaan dalam golongan itu dan dengan sendiri mengalami kesulitan untuk memasuki lingkungan social lain. Golongan social membatasi dan menentukan lingkungan belajar anak. Bila kita menghadapi orang yang belum kita kenal kita berusaha mengetahui golongan sosialnya agar dapat menentukan hingga berapa jauh kita dapat bersikap akrab kepadanya. Orang yang termasuk golongan social yang sama cenderung untuk bertempat tinggal didaerah tertentu. Orang golongan atas akan tinggal ditempat yang elite karena anggota golongan rendah tidak mampu untuk tinggal disana. Orang akan mencari pergaulan dikalangan yang dianggap sama goolongan sosialnya. Namun demikian ada kemungkinan terjadi perpindahan golongan social. D. Golongan Sosial dan Jenis Pendidikan Menurut S. Nasution (1994), orangtua yang mengetahui batas kemampuan keuangannya cenderung memilih sekolah kejuruan bagi anaknya. Sebaliknya anak-anak orang kaya tidak tertarik oleh sekolah kejuruan. Oleh karena itu dapat diduga bahwa sekolah kejuruan akan lebih banyak memiliki murid dari golongan rendah daripada yang berasal dari 24 Ibid, hlm 27-28. 20 golongan atas. Walaupun sekolah kejuruan memberi jaminan yang lebih baik untuk langsung bekerja daripada yang lulus sekolah menengah umum tetap saja murid-murid cenderung memilih sekolah menengah umum.25 Demikian mata pelajaran atau bidang studi yang berkaitan dengan perguruan tinggi mempunyai status yang lebih tinggi. Misalnya matematika dan fisika dipandang lebih tinggi daripada PKK atau tata buku. Menurut S. Nasution sikap ini muncul bukan hanya pada siswa tapi juga di kalangan guru dan orangtua yang dengan sengaja atau tak sengaja menyampaikan sikap itu kepada anak-anaknya. E. Bakat dan golongan sosial Penelitian tentang angka dan murid menunjukkan bahwa angka-angka yang tinggi lebh babyak di peroleh murid-murid dari golongan sosial yang tinggi. Kegagalan dalam pelajaran lebih banyak terdapat dikalangan murid dari golongan sosial rendah. Walaupun dalam tes intelegensi ternyata kelebihan IQ anak-anak golongan atas, namun tak seluruh kegagalan dan angka-angka rendah yang kebanyakan terdapat dikalangan anak-anak dari golongan sosial rendah, dapat di jelaskan berdasarkan IQ itu. F. Sosiometri Untuk mengetahui hubungan sosial antara murid-murid dalam kelas kita dapat menggunakan metode sosiometri. Biasanya metode ini dilakukan dengan cara anak-anak diminta menulis nama satu orang dengan siapa ia suka. Dapat juga kita minta nama dua orang menurut perioritas anak itu bahkan ditambah dengan nama anak yang paling tidak disukainya. Selain dari pada teman sebangku dapat juga di ganti dengan teman menonton, tman belajar, dan sebagainya. Anak yang paling banyak dipiih adalah anak yang paling populer, yang diberi julukan “ Bintang”. Sebaiknya anak yang tidak dipilh oleh siapapun disebut “isolate” karena ia terpencil dari masyarakat kelas. G. Mobilitas sosial Gerakan sosial atau sosial mobility adalah suatu gerakan dalam struktur sosial (spcial structure) yaitu pola-pola tertentu yang mengatur organisasi suatu kelompok sosial. Struktur sosial mencakup sifat-sifat hubungan antara individu dalam kelompok dan hubungan antara indivudu dengan kelompoknya. 25 S. Nasution, Sosiologi Pendidikan, Edisi 2 , cetakan 1 Jakarta : Bumi Aksara , 1994 , hlm hal. 31-32. 21 Tipe-tipe gerakan sosial yang prinsipil ada dua macam yaitu : gerakan sosial yang horizontal dan vertikal. Gerakan sosial horizontal merupakan gerakan peralihan individu atau objek-objek lainnya dari suatu kelompok sosial kekelompok sosial lainya yang sederajat. Dengan adanya gerakan sosial yang horizontal tidak terjadi perubahan dalam derajat kedudukan seseorang atau suatu objek sosial. Gerakan sosial vertikal dimaksudkan sebagai perpindahan individu atau objek sosial dari suat kedudukan sosial kedudukan lainnya, yang tidak sedarajat. Menurut Pitirim A Sorokin gerakan sosial vertikal mempunyai saluran-saluran dalam masyarakat. Proses gerakan sosial vertikal melalui saluran disebut social sirculation 35. Saluran yang terpenting adalah angkatan bersenjata, lembaga keagamaan, sekolah, organisasi politik, ekonomi dan keahlian. H. Pendidikan dan Mobilitas Sosial Pada zaman dahulu menurut S. Nasution, orang yang menyelesaikan pelajarannya pada HIS, yaitu SD pada zaman Belanda mempunyai harapan menjadi pegawai dan mendapat kedudukan sosial yang terhormat. Apalagi kalau ia lulus MULO, AMS atau Perguruan Tinggi maka makin besarlah kesempatannya untuk mendapat kedudukan yang baik dan dengan demikian masuk golongan sosial menengah atas. Kini pendidikan SD bahkan SMA menurutnya hampir tidak ada pengaruhnya dalam mobilitas sosial. S. Nasution bependapat ijazah SMA ini tidak ada asrtinya mencari kedudukan yang tinggi justru sekarang ini perguruan tinggi dianggap suatu syarat mobilitas sosial bahkan bagi lulusan perguruan tinggi pun kini sudah bertambah sukar untuk memperoleh kedudukan yang empuk.26 Pendidikan telah menjadi sector strategis dalam system program pembangunan suatu bangsa. Banyak Negara telah menjadikan sector pendidikan sebagai leading sector, sector utama atau unggulan dalam program pembangunan. Ternyata yang menjadikan pendidikan sebagai leading sector, telah menjadi Negara maju dan telah menguasai pasar dunia. Jepang menjadi Negara maju karena pendidikan menjadi perhatian utama dalam kebijakan pembangunan di Negara tersebut.27 Mobilitas social adalah sebuah gerakan masyarakat dalam kegiatan menuju perubahan yang lebih baik. Henry Clay Smith mengatakan mobilitas social adalah gerakan dalam struktur social (gerakan antar individu dengan kelompoknya)28. Haditono mengatakan bahwa 8 S. Nasution, Sosiologi Pendidikan, hal 39 27 Abd.Muhyi Batubara, Sosiologi Pendidikan, Jakarta : PT Ciputat Press, 2004, hlm 5. 28 Ary H Gunawan, Sosiologi Pendidikan, Jakarta : Rineka Cipta, 2000, hlm 36. 22 mobilitas social adalah perpindahan seseorang atau kelompok dari kedudukan yang satu ke kedudukan yang lain, tetapi sejajar. Pauul B Horton dan Chester L Hunt mengatakan mobilitas social adalah suatau gerak perpindahan dari satu kelas social ke kelas social lainnya.29 Jadi yang dikatakan mobilitas social adalah perubahan, pergeseran, peningkatan, ataupun penurunan status dan peran anggotanya. Proses keberhasilan ataupun kegagalan setiap orang dalam melakukan gerak social seperti inilah yang dikatakan mobilitas social (social mobility)30. Pendidikan dipandang sebagai jalan untuk mencapai kedudukan yang lebih baik didalam masyarakat. Makin tinggi pendidikan yang ldiperoleh makin besar harapan untuk mencapai tujuan itu. Dengan demikian terbuka kesempatan untuk meningkat kegolongan yang lebih tinggi. Dikatakan bahwa penndidikan merupakan suatu jalan untuk menuju mobilitas social31. I. Mobilitas Sosial Melalui Pendidikan Pada zaman dahulu menurut S. Nasution, orang yang menyelesaikan pelajarannya pada HIS, yaitu SD pada zaman Belanda mempunyai harapan menjadi pegawai dan mendapat kedudukan sosial yang terhormat. Apalagi kalau ia lulus MULO, AMS atau Perguruan Tinggi maka makin besarlah kesempatannya untuk mendapat kedudukan yang baik dan dengan demikian masuk golongan sosial menengah atas. Kini pendidikan SD bahkan SMA menurutnya hampir tidak ada pengaruhnya dalam mobilitas sosial. S. Nasution bependapat ijazah SMA ini tidak ada asrtinya mencari kedudukan yang tinggi justru sekarang ini perguruan tinggi dianggap suatu syarat mobilitas sosial bahkan bagi lulusan perguruan tinggi pun kini sudah bertambah sukar untuk memperoleh kedudukan yang empuk.32 J. Tingkat Sekolah Dan Mobilitas Sosial Asumsi bahwa tingginya tingkat pendidikan makin besar peluang bagi golongan rendah dan menengah untuk mobilitas sosial. Asumsi ini menurut S. Nasution tidak selalu benar pendidikan tidak akan menjadi alat mobilitas sosial bagi golongan rendah dan menengah apabila tingkat pendidikannya hampai sampai taraf menengah. Jadi walaupun 29 Abdullah Idi, loc it, hlm 195. Tim Dosen Unimed, Dasar-Dasar Antropologi/Sosiologi, Medan , 2011, hlm 118. 31 S.Nasution. Loc it, hlm 38. 32 Prof. Dr. S. Nasution. M.A. “Sosiologi Pendidikan,” hal. 39. 30 23 kewajiban belajar ditingkatkan sampai SLTA masih menjadi pertanyaan apakah mobilitas sosial dengan sendirinya akan meningkat.33 K. Pendidikan Menurut Perbedaan Sosial Di negara demokrasi adalah haram apabila ada pembedaan-pembedaan berdasarkan golongan. Namun dalam kenyataannya menurut S. Nasution, adanya pembedaan sosial itu tidak dapat disangkal. Ini dapat dilihat dari sikap rakyat terhadap pembesar atau dari simbolsimbol status seperti mobil mewah dan sebagainya.34 Seperti yang telah diketahui bahwasannya pendidikan tidak terlepas dari masyarakat maka dari itu sekolah sendiri menurut S. Nasution tidak mampu meniadakan batas-batas tingkatan sosial itu. Yang menjadi pertanyaannya adalah apakah sekolah harus mempertimbangkan perbedaan itu dalam kurikulumnya maksudnya memberikan pendidikan sesuai golongan-golongannya?35 33 Ibid, hal. 40-41 34 Ibid, hal 41 35 Ibid,hal. 42. 24 Hubungan Antar Kelompok 25 HUBUNGAN ANTAR KELOMPOK A. Prasangka Dalam Hubungan Antar-kelompok Penjelasan yang paling dahulu ialah memandang prasangkah sesabai suatu yang wajar yang dengan sendirinya timbul bila terjadi hubungan antar dua kelompok yang berlain. Manusia sadar akan kesamaan dalam kalangannya sendiri dan merasa solider dengan kelompok itu. Sebaliknya timbul rasa tak suka terhadap orang yang berbeda jadi ada “dislike of the unlike”. Perasaan itulah menimbulkan “etnosentrisme” yaitu perasaan loyalitas terhadap kelompok sendiri dan rasa bermusuhan terhadap semua yang mengancam rasa kekompakan itu. Apa dimaksud dengan “kesamaan” dalam kelompok tidak selalu jelas. Sering yang dijadikan ciri kesamaan atau ketidaksamaan hal-hal yang secar visual sangat menonjol, antar alain warna kulit misalnya orang yang berwanah kulit putih dan yang berwarna kulit hitam atau Negro.Atas dasar warna kulit misalnya diadakan penggolongan bangsa-bangsa.Namun perbedaaan warna kult tidak selalu menjadi dasar prasangka. Pengamatan pada anak-anak menunjukkan bahwa mereka tidak merasa perbedaan warna atau bangsa. Anak-anak kulit putih dan negro dibagian selatan U.S.A. bermain bersama sekalipun dilarang oleh orang tuanya. Karena itu disangsikan apakah prasangka rasial memang dibawa lahir.Lebih keras dugaan bahwa prasangka rasial ini dipelari dari lingkungan sosial.Perbedaan kebudayaaan juga tidak memberi penjelasan yang memuaskan tentang prasangka.Orang yahudi di Jerman bahkan turut mengembangkannya. Manusia tidak selalu menginginkan kesamaan .akan tetapi justru senantiasa mencari yang baru yang lain. Teori lain yang mencoba menjelaskan sebagai hakkat manusia, yakni sebagai instink ialah antara lain Dollard. Ia mengemukakan adanya insrtink agresi pada manusia. Ferud menggunakan istilah “instink mati” yaitu rasa benci yang universal terhadap seseorang.Menurut Dollard setiap anak dalam kebudayaan mengalami frutasi karena tidak diizinkan melakukan sesuka hatinya.Frutrasi ini menimbulkan kecendrungan agresi dalam hidup selanjutnya. Maka karena itu terhadap lingkungannya, yang biasanya laten atau terpendam akan tetapi dapat bangkit setiap waktu bila mendapat objek tertentu. Orang Negro yang menonjol perbedaannya mudah menjadi sasaran agresi itu.Prasangka ini meningkat pada masa kemunduran ekonomi yang menimbulkan frustrasi pada kulit orang putih. Namun agresi yang diitunjukkan oleh orang kulit putih di Amerika Serikat misalnya “ lynching” tidak dapat di Amerika Selatan. Karena itu teori agresi ini tidak dapat diterima secara universal. 26 1. Prasangka sebagai suatu yang dipelajari Teori ini memandang prasangka sebagai hasil prose belajar seperti halnya dengan sikap-sikap lain yang terdapat pada manusia. Sikap senang atau tidak senang terhadap golongan lain adalah hasil pengalaman pribadi yang berlangsung lama atu berdasarkan pengalaman yang traumatis. Seorang dapat dikondisikan oleh sikap-sikap yang telah adalah dalam masyarakatnya. Ada kemungkinan prasangka tidak didasarkan atas pengalaman pribadi, misalnya adanya prasangka seseorang terhadap orang Yahudi, walaupun ia belum pernah lihat orang Yahudi selama hidupnya. Dalam hal ini ia mungkin memperolehnya dari lingkungannya, sering tanpa bukti-bukti yang nyata tenang alasan prasangka itu, karena sering dikenakan sifat-sifat yang buruk kepada golongan tertentu yang sebenarnya tidak mereka miliki. Lagi pula sifat-sifat buruk itu tidak hanya terdapat dalam kelompok itu, mungkin juga dalam kelompok kita sendiri.Mungkin pula prasangka terhadap sesuatu golongan melahirkan sifat-sifat tertentu pada kelompokitu, misalnya sifat agresif, usaha keras mencari kekayaan dan kekuasaan, dan sebagainya, justru karena tekanan dan diskriminasi sosial-ekonomi terhadap mereka. Jadi prasangka tidak selalu timbul berkat pengalaman pribadi akan tetapi sering atas pengaruh sikap yang pada umumnya terdapat dalam lingkungan,khususnya di rumah dan sekolah. Guru dan orang tua sangat besar pengaruhnya, karena mudah mempengaruhi anak pada usia muda yang memandang orang dewasa sebagai orang serba tahu. Juga mass media seperti surat kabar,radio,film,televisi besar pengaruhnya. Bila bangsa tertentu sering di lukiskan sebagai inferior,licik,kejam,dan sebagainya maka stereotif itu akan diterima oleh para pembaca,pendengar,atau penonton,termasuk anak-anak. 2. Prasangka sebagai alat mencapai tujuan praktis Alasan ini mudah dipahami. Golongan yang dominan ingin menyingkirkan golongan minoritas dari dunia persaingan.Nazi Jerman membunuh orang Yahudi untuk mendapatkan kedudukan dan kekayaan mereka.Atau seperti hal nya dengan Negro pada masa yang lalu di Amerika Serikat mereka di pandang dan di perlakukan sebagai inferior yang tidak layak menepati kedudukan tinggi.Sikap iru terdapat di kalangan penjajah terhadap bangsa yang di jajah agar dapat dieksploitasinya.Untuk membenarkan diri mereka mencari alasan penindasan itu dengan jalan rasionalisasi. Sewaktu orang Spanyol mula-mula menjajah orang Indian dan merebut tanah mereka,orang Spanyol membenarkannya dengan mengemukakan teori bahwa orang Indian bukan manusia yang sama seperti orang Spanyol dan karena itu tidak layak diperlakukan sebagai manusia. Orang Inggris membenarkan penjajahannya,bahkan 27 memandangnya sebagai tugas suci,atau seperti dikataka oleh Rudyard Kipling sebagai “White Man‟s Burden”, beban orang kulit putih untuk membawa kebudayaan kepada bangsa-bangsa lain dalam kegelapan. Seluruh kebudayaan Timur dianggap tak ada nilainya sedikit pun disbanding kebudayaan Barat. Pada zaman “Gold Rush” di California (±1850) orang China sangat dihargai sebagai warga negara yang rajin,tertib,hemat,patuh akan peraturan,dapat menyesuaikan diri dengan keadaan dan pujian-pujian lainnya karena mereka melalukan pekerjaan yang membantu pencari emas dengan usaha membuat sepatu,menjahit pakaian,membuat restoran, dan sebagainya. Setelah ternyata pekerjaan mencari emas tidak menguntungkan bagi kebanyakan orang,mereka mencari nafka nya dengan pekerjaan yang telah dipegang oleh orang China. Maka orang China sekarang menjadi saingan dalam bidang ekonomi. Dengan perubahan ekonomi ini berubah pula pendapat tentang orang China yang kemudian mereka cap sebagai orang yang membentuk kelompok tersendiri,memisahkan diri dari masyarakat umumnya, licik, suka mendirikan perkumpulan-perkumpulan rahasia yang membahayakan,yang mengirim emas ke Negara leluhurnya, menyelundupkan candu, menyebarkan prostitusi dan penjudian. Karena itu California harus di amankan terhadap bahaya Mongol. Atasinya harus melalui berbagai pendekatan.Teknik yang digunakan sedapat mungkin harus bertalian dengan pengertian kita tentang sebab-sebabnya. Dan karena sebab-sebab itu saling berhubungan harus berbagai teknik digunakan serempak. B. Pendidikan Umum Dan Hubungan Antar-kelompok Menurut penelitian, makin tinggi pendidikan seseorang makin kurang prasangkanya terhadap golongan lain,makin toleransi sikapnya terhadap golongan minoritas. Mereka yang berpendidikan universitas ternyata menunjukkan sikap yang paling toleran.Jika hasil penelitian itu bener maka pendidikan harus ditingkatkan sampai taraf yang setingginya untuk menghilangkan prasangka itu. Namun ada beberapa alasan cita-cita itu tidak akan tercapai. Tak dapat kita harapkan bahwa setiap orang akan dapat memperoleh pendidikan tinggi.Ada tidaknya prasangka tidak semata-mata ditentukan oleh pendidikan. Dua orang,sama-sama sarjana mungkin sekali mempunyai prasangka yang berbeda-beda. Yang seorang misalnya dibesarkan dalam keluarga yang berada,yang bahagia tanpa banyak mengalami frustasi dan bersifat toleran terhadap golongan-golongan lain. Sebaliknya yang seorang lagi hidup dalam keluarga yang harus berjuang dan bersaing keras dengan golongan-golongan lain. Selain itu ia dipengaruhi oleh prasangka terhadap golongan lain dalam keluarga dan lingkungan.Orang 28 yang pertama telah terdidik sejak kecil dalam suasana toleran. Pendidikan formal tidak akan mengubah sikapnya. Orang yang kedua telah dididik dalam suasana prasangka terhadap golongan lain dan sikap yang telah tertanam sejak kecil dalam hati sanubarinya juga tidak akan banyak dapat diubah oleh pendidikan formal. Kedua orang itu memperoleh pengalaman yang berlainan.banyak prasangka diperoleh dari sikap dan pendapat orang tua dan dari pengalaman dalam lingkungan. Ini tidak berarti bahwa pendidikan disekolah sama sekali tak ada pengaruhnya. Pendidikan dapat merupakan faktor yang menentukan kedudukan,rasa harga diri,rasa ketenteraman hidup yang turut menentukan prasangka. Ada kemungkinan mengurangi,tetapi dapat pula memperkuat prasangka. Pendidikan Nazi yang di berikan selama zaman Hitler yang mendewakan bangsa sendiri dan merendakan bangsa-bangsa lain dengan sengaja menanamkan prasangka itu.Akan tetapi meningkatkan taraf pendidikan itu sendiri tidak memecahkan masalah prasangka ini. C. Struktur Hubungan Antara-kelompok Di Sekolah Sekolah biasanya terlampau memusatkan perhatian kepada pendidikan akademis. Salah satu aspek yang perlu perhatian ialah memupuk hubungan sosial di kalangan murid-murid. Program pendidikan antar-murid,antar golongan ini bergantung pada struktur sosial muridmurid. Ada tidaknya golongan minoritas di kalangan mereka mempengaruhi hubungan antarkelompok itu. Kebanyakan Negara mempunyai penduduk yang sulit multi-rasial,menganut agama yang berbeda-beda,dan mengikuti adat kebiasaan yang berlainan. Perbedaan golongan dapat juga disebabkan oleh perbedaan kedudukan sosial dan ekonomi. Murid-murid di sekolah kita juga sering menunjukkan perbedaan tentang asal kebangsaan, kesukaan, agama, adat istiadat, kedudukan sosial. Berdasarkan perbedaanperbedaan itu mungkin timbul golongan minoritas murid-murid, yang tersembunyi ataupun yang nyata-nyata. Pada zaman kolonial Belanda mendirikan sekolah-sekolah yang tersendiri untuk anakanak Belanda,anak-anak China,dan Indonesia. Yang terakhir ini sekolah bagi golongan rendah dan anak desa. Bagi anak-anak golongan pegawai dan ningrat terbuka kesempatan bersekolah di sekolah Belanda atau berbahasa Belanda. Di Amerika Serikat diadakan diskriminasi antara anak kulit putih dan Negro dengan mengadakan pemisahan atau segregasi dalam pendidikan kedua golongan itu walaupun diakui kesamaan hak setiap warga Negara.Diskriminasi ini lambat laun berkurang. 29 Kita di Indonesia ini tidak mengenal diskriminasi serupa itu karena sejak mulanya telah dijamin kesamaan hak setiap warga Negara oleh Undang-Undang Dasar 1945. Hingga manakah jiwa undang-undang itu telah menjadi kenyataan sepenuhnya dapat dijadikan bahan penelitian. Guru-guru hendaknya memperhatikan struktur golongan-golongan di kalangan muridmuridnya. Apakah anak-anak yang berasal dari daerah tertentu yang berasal dari keterunan asing, atau yang berlainan agama diperlakukan dengan tidak wajar diancam,diperas oleh teman-temannya atau disingkirkan dari kegiatan-kegiatan tertentu,dengan perlakuan yang demikian anak-anakyang didiskriminasikan itu akan mersa dirinya asing dan tak diterima sebagai anggota penuh dari masyarakat sekolahnya. Sikap ini akan mempengaruhinya sepanjang hidupnya . tiap sekolah mempunyai pola hubungan tertentu antar-guru, antarmurid, antara guru dengan murid, yaitu suatu struktur sosial yang mempengaruhi sikap dan kelakuan murid. Masyarakat sekolah mempengaruhianak dalam pergaulannya dengan anggota-anggota lain dalam masyarakat itu. D. Usaha-Usaha Memperbaiki Hubungan Antar-kelompok di Sekolah Tiap sekolah perlu memperhatikan hubungan antar-murid dan antar-kelompok, terlebihlebih jika terdapat didalamnya apa yang dinggap golongan minoritas. Berbagai usaha dapat dijalankan untuk memperbaiki hubungan antar-kelompok, walaupun kekuasaan sekolah sering sangat berbatas. Sikap yang berprasangka yang telah tertanam dalam hati masyarakat sangat menghalangi usaha sekolah, namun ada yang dapat diusahakan oleh sekolah. Oleh sebab sekolah terbatas kemampuannya untuk mengubah situasi sosial, sekolah dapat menggugah nilai-nilai dan sikap anak-anak secara individual, rasa keadilan, rasa keagamaan yang mengemukakan kesamaan manusia di hadapan tuhan, lalu melihat nilainilai itu dalam hubungannya dengan orang-orang yang dianggapnya renah, asing, licik, dan sebagainya. Cara ini dapat dilakukan melalui pemberitahauan informasi, diskusi kelompok, hubungan pribadi, dan sebagainya.Kebanyakan usaha dalam memperbaiki hubungan antarkelompok mengandung unsur”penggugahan nilai dan sikap” individu, oleh sebab sekolah tidak mampu mengubah keadaan sosial dan prasangka yang telah ada dalam masyarakat. Mungkin cara yang paling delakukan ialah memberikan informasi dapay diberikakan misalnya tentangan hakikat perbedaan rasial dan kultural dengan menekankan bahwa perbedaan-perbedaan dikalangan manusia bukanlah disebabkan oleh pembawaan biologis, melainkan karena dipelajari dari lingkungan kebidayaan masing-masing. Diusahakan agar 30 anak-anak dapat memperhatikan kesamaan antara manusia yang berada asal kebudayaannya sehingga dapat melihat orang lain sebagai sesama manusia yang dapat dijadikann teman sepergaulan, disamping itu anak dapat pula melihat adanya perbedaan diantara orang-orang dalam kelompoknya sendiri tak ubahnya dengan orang-orang di luar kelompoknya. Sikap terhadap perbedaan kelompok dapat mengalami perbedaan dalam hidup seseorang selanjutnya berkat berbagai situasi yang dialaminya. Informasi mengenai kesamaan dan perbedaan manusia juga diperoleh murid dalam pelajaran biologis dan ilmu-ilmu sosial. Teknik lain yang banyak digunakan ialah memberikan informasi tentang sumbangan minoritas kepada masyarakat. Orang cina, india,arab yahudi dan bangsa-bangsa lain banyak memberikan sumbanganyang berharga kepada umat manusia dan keturunan mereka yang tersebar di berbagai pelosok dunia ini patut dihargai atas jasa-jasa itu, demikian pula tiap suku bangsa ditanah air kita ini turut berjuang untuk merebut kemerdekaan kita dan karena itu tiap warga negara berhak mendapat perlakuan yang hormat. Agama dapat dijadikan pegangan untuk memandang semua manusia sama karena mereka semua sama dihadapan tuhan. Juga uud 1945 mengakui semua hak setiap warga negara tanpa memandang agama, kesukuan, kebangsaan atau warna kulit. Namun orang yang mempunyai kepribadian yang berprangka sering bermuka dua, pada satu pihak berpegang pada norma-norma agama dan undang-undang, di lain pihak tetap mempertahankan prangkanya orang tertentu. tak dapat tiada orang serupa itu akan akan mengakami kanflik dalam batinnya. Guru dapat juga mengemukakan contoh-contohtokoh-tokoh besar yang menunjukkan tolerasnsi besar terhadap sesamamanusia seperti ibu theresa di india, albert schweitzer di aprika. Atau mengemukakan tokoh-tokoh olah raga, musik dan lain-lain yang bersal dari golongan minoritas yang membawa keharuman bagi negara berkat prestasi yang gemilang. Guru dapat pula mengidentifikasi pemimpin-pemimpin di kalangan murid-murid. Bila mereka ini mempunnyai sikap yang toleran, atau diusahakan agar mempunyai sikap yang toleran maka mereka dapat mempengaruhi sikap murid-murid lain kearah toleransi yang lebih besar.guru dapat memobilisasi tenaga-tenaga ini untuk memupuk sikap yang sehat di kalangan murid-murid. Teknik lain untuk mengubah sikap ialah membuka kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengadakan hubungan atau pergaulan diantara murid-murid dari berbagai golongan, jika mereka dapat saling berkunjung dan menghadiri kegiatan atau upacara dalam keluarga asing-masing, maka diharapkan saling pengertian yang lebih mendalam dan tolerasansi yang lebih besar. 31 Metode lain yang makin banyak digunakan ialah sosiodrama atau teknik bermain peranan. Peristiwa yang terjadi dalam masyarakat dapat dimainkan dalam kelas dalam bentuk sosiodrama dengan menyuruh golongan mayoritas mamainkan peranan golongan minoritas. Tujuan ialah agar dapat dipahami perasaan golongan minoritas dan dapat mengidentifikasikan diri dengan keadaan mereka. E. Efektivitas Pendidikan Antar-golongan Usaha-usaha perbaiakan hubungan antar-kelompok seperti dikemukakan di atas didasarkan atas anggapan atau asumsi tertentu. Pertama : dianggap bahwa prasangka disebabnya kurangannya pengetahuan. Oleh sebab itu seorang dapat dibebaskan dari prasangka dengan memberikan informasi yang cukup kepadanya. Tak dapt disangkal peranan informasi dalam prasangka. Informasi yang keliru dapat menimbulkan atau memperdalam prasangka. Namun memberikan informasi saja belum menjamin berubahnya sikap seseorang terhadap golongan lain. Orang dapat mempunyai pengetahuan yang banyak tentang golongan lain., namun tetap menaruh prasangka. Atau mereka secara verbal dapat menunjukkan toleransi, akan tetapi tidak menampakannya dalam kelakuan yang nyata. Asumsi kedua ialah bahwa pengalaman disekolah dapat mengubah kelakuannya diluar sekolah dan situasi-situasi lain. Anak-anak dapat bersifat toleran dalam ucapannya akan tetapi apakah mereka akan tetap toleran diluar sekolah dan kelak sebagi orang dewasa masih merupakan pertanyaan. Prasangka kuat kaitannya dengan struktur kepribadian seseorang, jadi menunjukkan bentuk kelakuan yang mempunyai corak yang sama. Untuk menghilangkan prasangka harus diubah struktur kepribadiannya. Sebaliknya, bila kita pandang prasangka sebagai fungsi situasional, artinya timbul dalam situasi sosial tertentu, maka pendididkan sekolah dapat disangsikan. Karena anak tetao menghadapi situasi sosial yang sama dalam masyarakat yang tidak dapt dikuasai oleh sekolah. Karena itu sukar diharapkan terjadinya transfer kelakuan anak disekolah ke situasi-situasi lain di luar sekolah. Asumsi ketiga ialah bahwa hubungan pribadi dengan anggota kelompok lain mengurangi prangka. Apakah ini akan terjadi antara lain bergantung pada keadaan hubungan ini teerjadi. Bila hubungan itu menberi pengalaman yang menyenangkan ada kemungkinan menghasilkan sikap persahabatan. Adanya hubungan itu sendiri tidak menjamin sikap yang baik. Misalnya anak-anak yang mempunyai sekolah yang dikunjungi berbagai golongan belum tentu semuanya akan mendapat sikap yang lebih toleran terhadap golongan itu. Oleh sebab, bila bila hubungan itutidak disertai oleh pengalman yang menyenangkan maka prasangka yang adatidak akan berkurang. 32 Hubungan yang terjadi dalam kondisi khusus, misalnya tentara amerika yang terdiri atas kulit putih dan negro selama perang II melahirkan hubungan persahabatan yang erat yang bersifat pribadi, akan tetapi tidak meluas kepada golongan itu dalam keseluruhannya. Kontak antara dua golongan tidak akan membawa perubahan bila dipertemukan dua orang yang sesuaidengan stereotip tiap golongan, misalnya pemilik perkebunan bangsa kulit putih dengan negro buruh perkebunan itu. Perubahan lebih cenderung terjadi bila diadakan kontak antara dua orang atau kelompok yang mempunyai status, tujuan, dan masalah yang sama, misalnya sama-sama sarjana artis, pengarang atau usahawan yang memberi gambaran yang berbeda sekali dengan tanggapan umum atau stereotip tentang anggota suatu kelompok. Maka adanya hubungan itu saja belum menjamin timbulnya persahabatan atau toleransi yang lebih besar. Anak yang belajar disekolah yang bermrid-muridkan anak-anak dari macam-macam golongantidak dengan sendirinya lebih toleran dari pada anak yang belajar dari sekolah yang muridnya homogen asal kebangsaannya. Karena itu sukar diadakan generalisai tentang pengaruh hubungan suatu in-group dengan out-group. F. Efektivitas Pendidikan Bagaimana pengaruh pendidikan terhadap anak-anak yang mempunyai asal kebangsaan yang sama? Bahwa sekolah merupakan lembaga yang efektip untuk mengurangi prasangka tidak dapat didukung dengan bukti-bukti yang meyakinkan. Menurut penelitian, orang dewasa yang lebih tinggi pendidikannya menunjukan sikap yang lebih toleranterhadap golongan minoritas. Hasil penelitian ini setidaknya membuktikan bahwa pendidikan tidak menambah prasangka. Bahkan ada bikti-bukti yang memperlihatkan timbulnya sikap yang memberikan program yang khusus tentang hubungan antar-golongan. Ini pula menunjukan bahwa seolah tidak selalu mengikuti sepenuhnya sikap yang terdapat dalam masyarakat di lingkungan sekolah. Efektivitas program khusus tentang hubungan antar-kelompok tidak mudah dinilai. Kebanyak program itu bercorak memberikan informasi yang kemujian diuji dengan tes tertulis. Dalam pertanyaan verbal ini dapat dilihat adanya perubahan. Akankan pertanyaan verbal akan diterapkan dalam kelakuannya terhadap golongan minoritas dalam segala mcam situasi sukar diketahui. Perubahan ini sekalipun bersifat verbal, tentu cukup berarti, karena ada kemungkinan akan dapat mempengaruhi kelakuan anak. Ini menunjukan bahwa pendidikan skolah tidak merubah sikap anak-anak ke arah yang negatif karena ada rasa kekhwatiran seakan-akan masalah hubungan antar golongan sebaiknya jangan disinggung saja karena dianggap sensitif. 33 Perlu kita sadari bahwa sekolah hanya salah satu dari sejumlah daya-daya sosial yang mempengaruhi hubungan antargolongan. Pendidikan dan pengaruh yang diperoleh anak dalam rumah tangga, pergaulan dengan teman-teman sepermainan dan lapangan interaksi sosial lainnya sering lebih kuat dan membuat sekolah hampir takberdaya. Sekolah tak mampu mengubah masyarakat. Untuk menghilangkan prasangka terhadap golongan lain, seluruh masyarakat harus turut serta, termasuk pemerintah yang harus berusaha meniadakan segala macam bentuk diskriminisasi, kalaupun masih ada. Juga guru-guru harus menjadimodel pribadi yang lebih toleran dalam dalam ucapan maupun perbuatannya. G. Dasar-Dasar Bagi Pendidikan Antar-golongan Program-program tentang hubungan antar-golongan dapat dilakukan menurut pelajaran lainnya, yakni dengan menyampaikan informasi seperti pelajaran sejarah, geografi, dan lainlain. Namun kita dapat bertanya apakah pendidikan itu tidak sebaiknya dikaitkan dengan berbagai teori tentang prasangka. Bila kita anggap prasangka disebabkan oleh rasa frustasiagresi, seperti yang terdapat dalam pribadi otoriter, maka perlu diperhatikan pendidikan anak dalam rumah tangga sejak kecil. Bila kepribadian yang serupa itu dibiarkan terus berkembang, ada kemungkinan ia hanya mendapat kesembuhan dengan ahli psikiatri. Bila kita anggap bahwa prasangka disebabkan oleh persangian dalam mencari keuntungan, status, kekuasaan, yang terdapat dalam sistem politik ekonomi, maka disekolah dapat diajarkan bahwa prestasi seseorang ditentukan oleh usaha dan kemampuannya, yang bagi setiap orang mempunyai batas-batas tertentu. Sejauh kesanggupannya sebaiknya setiap orang harus berusaha sekeras mungkin dan jangan mempersalahkan orang lain atau merasa cemburu atas keberhasilan orang lain. Harus diakui bahwa prasangka yang ditimbulkan oleh persaingan ekonomi didalam masyarakat dapat melumpuhkan usaha sekolah. Prasangka dapat pula menjadi aspek kebudayaan yang diperoleh melalui proses sosialisai, melalui situasi-situasi yang dihadapi anak dalam hidupnya. Bila lingkungan itu menunjukkan rasa prasangka terhadap golongan lain, maka dapat diharapkan anak itupun akan berbuat sesuai dengan lingkungannya. Sekolah dapat memberikan pelajaran agar anak tidak berprasangka, namun apakah akan terjadi transfer kedalam situasi-situasi lain diluar sekolah menjadi pertanyaan, karena kelakuannya bertentangan dengan yang lazim. 34 Masyarakat 35 MASYARAKAT A. Pengertian Masyarakat Masyarakat merupakan manusia yang hidup bersama,masyarakat menurut Peter L. Berger,adalah suatu kesluruhan kompleks hubungan manusia yang luas sifatnya. Keseluruhan itu terdiri dari bagian-bagian yang membentuk suatu kesatuan. Misalnya,hubungan orang tua dengan anak ,hubungan antara murid,guru,dan kepala sekolah,dan hubungan antara atasan dan bawahan,yang secara keseluruhan hubungan yang luas itu disebut masyarakat.Hubunganhubungan tersebut terjalin dan terjadi bukanlah sembarangan terjadi dan terjalin,melainkan memiliki aturan. Di dalam adat istiadatnya di Indonesia,anak itu menghormati orangtua,bawahan itu menghormati atasan.Singkatnya semua berjalan menurut sistem.Oleh kaena itu,Berger juga mendefinisikan masyarakat yang menunjukkan pada suatu sistem interaksi atau tindakan yang terjadi minimal dua orang yang saling mempengaruhi prilakunya. Di sana terdapat sistem interaksi,di sana konsep masyarakat diterapkan. Dalam sistem interaksi, dapat dilihat bentuk peraturan,kebiasan,dan adat istiadat yang diciptakan oleh manusia dan juga mengatur manusia.Artinya,antara individu dan masyarakat ada hubungan timbal balik.36 Terdapat beberapa pengertian masyarakat dalam pandangan ahli. Masyarakat mempunyai arti yaitu sekumpulan orang yang terdiri dari berbagai kalangan dan tinggal didalam satu wilayah,kalangan itu bisa terdiri dari kalangan orang mampu hingga orang yang tidak mampu. Masyarakat yang sesungguh nya adalah sekumpulan orang yang telahmemiliki hukum adat,norma-norma dan berbagai peraturan yang siap untuk ditaati.37 Manusia dari lahir sampai mati hdup sebagai anggota masyarakat. Hidup dalam masyarakat berarti adanya interaksi sosial dengan orang-orang disekitar dan dengan demikian mengalami pengaruh dan mempengaruhi orang lain.Interaksi sosial sangat utama dalam masyarakat. Masyarakat sangat luas dan dapat meliputi seluruh umat manusia. Masyarakat terdiri atas berbagai kelompok,yang besar maupun kecil bergantung pada jumlah anggotanya. Dua orang atau lebih dapat merupakan kelompok. Tiap orang menjadi anggota keluarga yang terdiri atas ayahibu,dan anak,atau keluarga besar yang juga mencakup paman, kakek, cucu,dan sebagainya.38 Ciri-ciri masyarakat: 36 Muhammad Rifa‟i,sosiologi pendidikan,Jogjakarta:Ar-Ruzz Media,2011,hlm.34-35. 37 http:e-jurnal(pengertian masyarakat dalam pandangan ahli)blogger.com 38 Prof.Dr.S.Nasution.MA,sosiologi pendidikan,Jakarta:Bumi Aksara,2011,hlm 60. 36 1. Interaksi antar warga 2. Adat istiadat,norma hukum dan aturan khas yang mengatur seluruh penduduk warga kota atau desa 3. Satuan komunitas dalam wilayah 4. Satuan rasa identiitas kuat yang mengikat semua warga Istilah community dapat diterjemahkan sebagai ”masyarakat setempat” yang menunjuk pada warga sebuah desa,kota,suku,dan bangsa. Apabila anggota-anggota suatu kelompok,baik kelompok itu besar maupun kelompok kecil,hidup bersama sedemikian rupa sehingga merasakan bahwa kelompok tersebut dapat memenuhi kepentingan-kepentingan hidup yang utama,kelompok tadi disebut masyarakat setempat. Sebagai suatu perumpamaan,kebutuhan,seseorang tidak mungkin secara keseluruhan terpenuhi apabila dia hidup bersama-sama rekan lainnya yang sesuku.Dengan demikian, kriteria yang utama bagi adanya suatu masyarakat setempat adalah adanya social relationships antara anggota suatu kelompok .Dengan mengambil pokok-pokok uraian di atas,dapat dikatakan bahwa masyarakat setempat menunjuk padabagian masyarakat yang bertempat tinggal di suatu wilayah dengan batasan-batasan tertentu.dapat disimpulkan secara singkat bahwa masyarakat setempat adalah suatu wilayah kehidupan sosial yang dilandasi oleh suatu derajat hubungan sosial yang tertentu.39 Dalam masyarakat yang modern,sering dibedakan antara masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan rular community,dan urban community.Warga pedesaan,suatu masyarakat mempunyai hubungan yang lebih erat dan lebih mendalam ketimbang hubungan mereka dengan warga masyarakat pedesaan lainnya. Sistem kehidupan biasa nya berkelompok atas dasar sistem kekeluargaan Penduduk masyarakat pedesaan pada umum nya hidup dari pertanian.Golongan orang-orang tua pada masyarakat pedesaan umumnya memegang peranan penting. Orang selalu meminta nasehat kepada mereka apabila ada kesulitan-kesulitan yang dihadapi. Masyarakat perkotaan atau urban community adalah masyarakat yang tidak tertentu jumlah penduduknya. Tekanan pengertian ”kota” terletak pada sifat serta ciri kehidupan yang berbeda dengan masyarakat pedesaan. Antara warga masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan terdapat perbedaan dalam perhatian, khususnya terhadap keperluan hidup. Di desa yang di utamakan adalah perhatian khusus terhadap keperluan utama kehidupan,hubungan-hubungan 39 Prof.Dr.soerjono soekanto,sosiologi suatu pengantar,Jakarta:Rajawali Pers,2012,hlm 132-133 untuk 37 memerlukan fungsi pakaian, makanan, rumah,dan sebagainya. Hal ini berbeda lain dengan orang kota yang mempunyai pandangan berbeda. Ada beberapa ciri lagi yang menonjol pada masyarakat kota,yaitu sebagai berikut: 1. Kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan kehidupan agama di desa. 2. Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada orang lain. 3. Pembagian kerja diantara warga kota juga lebih tegas dan punya batas-batas nyata. 4. Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan. 5. Jalan pikiran rasional yang pada umumnya dianut masyarakat perkotaan. 6. Jalan kehidupan yang cepat dikota mengakibatkan pentingnya faktor waktu.40 Dalam pengelompokkan sering dibedakan kelompok primer dan kolompok sekunder. Kelompok primer adalah kelompok pertama di mana ia mula-mula berinteraksi dengan orang lain,yakni keluarga,kelompok sepermainan,dan lingkungan tetangga. Dalam kelompok primer terdapat hubungan temu-muka langsung dalam suasana akrab. Dalam kelompok ini ia mempelajari kebiasaan yang fundamental seperti bahasa,soal baik buruk,kemampuan untuk mengurus diri sendiri,kerja sama dan bersaing,displin,dan sebagainya. Kelompok primer ini disabut juga gemeinschaft. Kelompok skunder dibentuk dengan sengaja atas pertimbangan tertentu berdasarkan kebutuhan tertentu seperti perkumpulan profesi,organisasi agama,partai politik. Anggotanya mungkin tak pernah saling bertemu. Kelompok skunder ini dapat hidup lama melampaui suatu genarasi. Kelompok sekunder ini sering disebut gesellschaft. Pengolongan lain terutama berdasarkan fungsinya ialah kelompok “orang dalam” (ingroup) dan kelompok ”orang luar” (out-group). Kelompok orang dalam yang terdapat dalam kelompok primer maupun sekunder,adalah kelompok terhadap siapa kita merasa solider,setia,akrab,bersahabat. Kita merasa bersatu, seperasaan, sepikiran, seperbuatan dengan mereka. Kita rela mempertahankan,melindungi dan berkorban untuk mereka. Dengan mereka kita merasa senang,saling memahami,pnuh cinta dan simpati. Terhadap kelompok orang luar kita dapat merasa tidak senang,bahkan benci, menganggapnya sebagai saingan, lawan, ancaman. Prasangka biasanya ditunjukkan terhadap kelompok ini. Kita merasa kelompok kita lebih baik daripada kelompok orang lain. Bangsa kita, agama kita, sekolah kita dirasa melebihi yang lain. 40 Soerjono soekanto 38 B. Pengertian Kebudayaan Untuk mempelajari kebudayaan suatu masyarakat kita perrlu minta bantuan ahli antropologi seperti kita meminta bantuan ahli sosiologi dalam menganalisis masyarakat. Berkat kebudayaan kita berbahasa indonesia bukan bahasa inggris, menghormati sang saka merah putih,kita makan nasi dengan tangan atau sendok-garpu dn bukan dengan sumpit,kita menyukai durian yang dianggap jijik oleh orrang barat. Demikian pula seorang berbahasa sunda,batak,minahasa,menghargai gamela,tortor atas pengaruh interaksi individu dengan kebudayaan masyarakat. Kebudayaan mempengaruhi individu dengan berbagai cara akan tetapi individu juga mempengaruhi kebudayaan sehingga tejadi perubahan sosial. Kebudayaan dapat dipandang sebagai cara-cara mengatasi masalah-masalah yang dihadapi. Ada masalah yang universal seperti memenuhi kebutuhan biologis. Namun tiap masyarakat memilih cara yang dianggap paling sesuai sehingga tidak ada dua masyarakat yang sama kebudayaannya. Kebudayaan dipengaruhi oleh lingkungan fisik seprti iklim, topograpi, kekayaan alam,dan sebagainya. Kebudayaan daerah tropis berbeda dengan kebudayaan didaerah dingin,kebudayaan didaerah gurun brbeda dengan kebudayaan yang berhutan. Kebudayaan juga dipengaruhi oleh kontak dengan kebudayaan lain yang dircept oleh perkembangan komunikasi dan transport. Yang dipnjam biasa nya hal-hal yang berguna untuk memecahkan masala-masalah atau sebagai alat untuk mencapai tujuan masyarakat. Yang dipinjam biasanya hal-al yang berguna untuk memecahkan masalah-masalah atau sebagai alat untuk mencapai tujuan masyarakat. Dalam kebudayaan dapat dibedakan, kebudayaan eksplisit yang dapat diamati secara langsung dalam kelakuan verbal maupun non verbal pada anggota-anggota masyarakat. Kelakuan eksplisit misalnya dapat kita lihat pada kelakuan dua orang atau lebih dalam situasi-situasi normal meurut peranan masing-maasing misalnya dalam interaksi antara suami-isteri,orang tua-anak, guru-murid, atasan-bawahan,dan sebagainya. Kebudayaan implisit terdiri atas kepercayaan,nilai-nilai dan norma-norma yang dapat ditafsirkan ahli antropologi untuk menjelaskan berbagai kelakuan anggota masyarakat. Kepercayaan suatu masyarakat yang meliputi buah pikiran, pengetahuan, takhayul, mitos dan dongeng-dongeng yang tersebar pada semua anggota masyarakat sangat penting bagi keutuhan masyarakat itu. Mitos bukan sekedar cerita melainkan suatu kenyataan hidup bagi orang yang mempercayainya. Dengan nilai-nilai kebudayaan anggota masyarakat mengetahui apakah yang layak, pantas, baik atau seharusnya. Nilai-nilai dapat bersifat positif yakni apa yang diinginkan dan negatif yakni apa yang tidak diinginkan,misalnya soal 39 kebersihan dan kesopanan,atau soal penipuan dan kekerasaan. Dengan norma-norma dimaksud aturan-aturan kelakuan yang diterima oleh masyarakat. Di antaranya ada kebiasaan-kebiasaan seperti soal pakaian (menerima tamu jangan pakai piama, ke pesta hendaknya pakai dasi, waktu kuliah gadis-gadis jangan pakai celana jeans, dan sebagainya) yang dianggap sopan atau tidak sopan. Melanggar aturan serupa ini tidak selalu mendapat hukuman akan tetapi dipandang tidak tahu aturan atau tidak sopan, karena tidak membahayakan masyarakat. Akan tetapi ada pula yang dianggap serius bila melakukan perkawinan yang tidak sah,dan karena itu dapat ditindak berdasarkan adat atau hukum. Tiap manusia merupakan individu yang unik,namun banyak kelakuannya dipngaruhi oleh kebudayaan seperti pikiran, bahasa, cara memberi hormat, cara makan, apa dimakan, dan seribu satu hal lainnya. Perbedaan individual terdapat dalam bentuk variasi-variasi dalam kerangka kebudayaan itu. Tidak seluruh kebudayaan dapat dituruti oleh setiap anggota masyarakat. Ada diantaranya yang boleh dikatakan diikuti oleh semua, yang disebut univeersalseperti bahasa, moral perkawinan. Dalam tiap masyarakat besar terdapat kelompok-kelompok yang mempunyai sub-kebudayaan atau subculture yang tersendiri. Mereka mengggunakan bahasa tersendiri yakni kata-kata yang mempunyai makna yang khas bagi mereka, mereka mempunyai norma-norma tersendiri dan mempunyai buah pikiran yang tidak dimiliki oleh masyarakat umumnya. subculture ini terdapat dikalangan pemuda,pemudi, (golongan menurut usia dan jenis kelamin), juga dikalangan mereka yang mempunyai pekerjaan tertentu (nelayan, calo, pencopet), atau termasuk golongan etnik, atau suku bangsa tertentu. C. Kebudayaan Sekolah Sistem pendidikan mengembangkan sistem pola kelakuan tertentu sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masyarakat dari murid-murid. Kehidupan disekola serta norma-norma yang berlaku di sebut kebudayaan sekolah. Walaupun kebudayaan sekolah merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat luas, namun mempunyai ciri-ciri yang khas sebagai suatu “Subculture”. Sekolah bertugas untuk menyampaikan kepada generasi baru dan karena itu harus selalu memperhatikan masyarakat dan kebudayaan umum. Akan tetapi disekolah itu sendiri timbul pola-pola kelakuan tertentu. Ini mungkin karena sekolah mempunyai kedudukan yang agak terpisah dari arus umum kebudayaan. Timbulnya sub-kebudayaan sekolah juga ter jadi oleh sebab sebagian yang cukup besar dari waktu murid terpisah dari kehidupan orang dewasa. Dalam situasi serupa ini dapat berkembang pola kelakuan yang khas bagi anak muda yang tampak dari pakaian ,bahasa, 40 kebiasaan kegiatan-kegiatan serta upacara-upacara. Sebab lain timbulnya kebudayaan sekolah ialah tugas sekolah yang khas yakni mendidik anak dengan menyampaikan sejumlah pengetahuan, sikap, keterampilan yang sesuai dengan kurikulum,metode, dan teknik kontrol tertentu yang berlaku di sekolah itu. Dalam melaksanaan kurikulum dan ekstra-kurikulum berkembang sejumlah pola kelakuan yang khas bagi sekolah yang berbeda dengan yang terdapat pada kelompok-kelompok lain dalam masyarakat. Tiap kebudayaan mengandung bentuk kelakuan yang diharapkan dari anggotanya. Di sekolah diharapkan bentuk kelakuan tertentu dari semua murid dan guru. Itulah yang menjadi norma bagi setiap murid dan guru. Norma ini nyata dalam kelakuan anak dan guru, dalam peraturan-peraturan sekolah, dalam tindakan dan hukuman terhadap pelanggaran , juga dalam berbagai kegiatan upacara-upacara. 1. Kenaikan kelas Belajar dengan rajin agar naik kelas merupakan patokan yang mempengaruhi kehidupan anak selama bersekolah.untuk itu ia harus menguasai bahan pelajaran yang ditentukan oleh kurikulum yang sering diolah dalam bentuk buku pelajaran. Dengan ulangan atau tes guru menilai kemampuan anak. Angka dari guru sangat penting bagi murid. Hak guru memberi angka memberinya kekuasaan yang disegani oleh murid. Angka rapor menjadi dasar bagi kenaikan kelas, pemberian rapor dan penentuan kenaikan kelas sering dilakukan dengan upacara tertentu sekalipun sederhan. Mereka yang naik kelas memasuki fase baru dalam hidupnya dan makin tinggi tingkat kelas,makin banyak diharapkan daripadanya mmisalnya kelakuan yang lebih menantang. Tinggal kelas merupakan masalah yang berat bagi murid. Bagi anak yang tinggal kelas ini berarti ia akan ditinggalkan oleh teman-temanya selama setidak-tidaknya satu tahun dan ia harus masuk kelompok anak-anak yang lebih muda daripadanya yang selama ini lebih rendah keduduknnya. Tinggal kelas bagi murid merupakan pukulan berat, sekalipun sebelumnya ia tahu bahwa angka-angkanya selalu rendah dalam ulangan. 2. Upacara-upacara Peristiwa yang biasanya dilakukan dengan upacara ialah penerimaan murid baru. Dalam adat suku bangsa tertentu diadakan upacara bila seseeorang memasuki fase baru dalam hidupnya. Upacara yang selalu menggembirakan ialah upacara wisuda yang melepas para siswa yang telah lulus, yang kemudian akan melanjutkan pelajaran pada lembaga pendidikan yang lebih tinggi atau mengadu nasibnya dalam dunia pekerjaan. Upacara ini melambangkan beberapa hal,pertama yaitu untuk menyatakan besarnya nilai pendidikan bagi pembinaan generasi muda dan kepercayaan bahwa 41 pendidikan membawa kemajuan bagi setiap siswa. Dalam upacara itu sering turut serta orang tua dan tokoh-tokoh lain dari masyarakat yaang mrndukung sekolah sebagai lembaga pendidikan yang besar manfaatnya bagi bangsa dan negara. Kedua,bagi mereka yang lulus, wisuda itu merupakan pengakuan atas taraf pendidikan yang telah mereka capai. Selain itu wisuda merupakan tabnda penghargaan atas keberhasilan siswa dalam pelajaran yang diperoleh dengan jrih payah. Hari wisuda juga melambangkan perpisahan dari teman-teman selama beberapa tahun belajar brsama disekolah sambbil mengalami suka-dukanya,maka hari wisuda merupakan hari kegembiraaan dan keharuan. 3. Upacara bendera Ada sekolah yang memulai sekolah dengan lebih dahulu mengumpulkan semua muriduntuk melakukan upacara tertentu dengan acara yang mungkin berbeda-beda menurut sekolahnya . sekolah swasta beragama mungkin mula dengan do‟a serta pengumuman dan petunjuk dari kepala sekolah. Ada pula dengan senam pagi atau dengan kegiatan lain. Upacara ini selain mempunyai fungsi kontrol, juga menanamkan rasa identifikasi anak dengan sekolahnya dan semangat persatuan serta rasa turut bertanggung jawab atas nama baik sekolah. Suatu upacara yang diwajibkan bgi tiap ssekolah dinegara kita ialah upacara bendera pada hari senin tiap minggu dan pada tanggal 17 agustus. Upacara ini bertujuan untuk menanamkan rasa kebangsaan dengan meresapkan dasar pikran, dan citacita serta norma-norma yang terkandungg dalam UUD 1945. D. Norma-Norma Sosial Dalam Situasi Belajar Kegiatan belajar yang berpusat dalam ruang kelas hanya dapat berjalan lancar karena adanya pola-pola kebudayaan sekolah yang menentukan kelakuan yang diharapkan dari murid-murid dalam proses belajar-mengajar. Interaksi yang terus menerus antara guru dengan murid mengharuskan masing-masing memahami norma-norma kelakuan serta isyarat-isyarat yang melambangkan norma-norma tertentu. Di sekolah-sekolah kita murid-murid tidak diperbolehkan bercakap-cakap dalam kelas atau berjalan mondar-mandir karena menggangu jalannya pelajaran. Dengan isyaratisyarat tertentu guru dapat menuntut ketentraman kelas dan meminta perhatian penuh akan pelajaran. Di sekolah-sekolah modern menjalankan disiplin yang “permissive” dan memberikan lebih banyak kebebasan pun terdapat norma-norma yang harus dipahami dan ditaati oleh semua. Tanpa disiplin kegiatan tak dapat berjalan baik. Pelanggaran akan terjadi 42 bila isyarat-isyarat itu tidak dipahami atau tidak diterima baik oleh sebab komunikasi antara kedua belah pihak tidak serasi. Norma-norma di sekolah juga harus memperhatikan apa yang diharapkan oleh masyarakat. Guru harus memanfaatkan harapan-harapan orang tua dan menerapkannya dalam kelasnya dalam bentuk norma-norma. Sedapat mungkin norma-norma yang dijalankan di sekolah jangan bertentangan dengan norma yang berlaku dalam keluarga anak didik. Bila ini terjadi maka kesulitan dan salah paham akan timbul antara sekolah dengan orang tua. Dalam hal ini pribadi guru dan latar belakangnya turut menentukan cara menginterprestasikan norma-norma masyarakat ke dalam situasi kelas. 41 E. Latar Belakang Guru 1. Latar Belakang Guru Menurut penelitian di Amerrika Serikat sebagian besar dari guru-guru berasal dari golongan menegah-rendah seperti petani, pengusaha kecil, buruh harian dan hanya sebagian kecil saja yang ayahnya dari golongan profesional atau golongan tinggi. Guru-guru kebanyakan berasal dari daerah pedesaan atau kota kecil. Latar belakang guru yakni berasal dari golongan petani dan kaum buruh perlu dipertimbangkan dalam pola kebudayaan di sekolah yang banyak dipengaruhi oleh guru itu. Guru akan membawa noorma-norma dan kebudayaan yang diperolehnya melalui pendidikan dari orang tuanya ke dalam kelas yang diajarnya. Walaupun guru itu sendiri berkat pendidikannya dapat mempertinggi tingkat kulturnya, namun ia akan tetap terikat oleh latar belakangnya, yakni nilai-nilai pedesaan golongan menegah-rendah yang mugkin sekali berbeda dengan norma murid-murid, khususnya di kota-kota. Banyak orang tua murid, antara lain di sekolah menengah yang golongan sosialnya lebih tinggi dari guru sendiri. Dalam kelas gurulah merupakan daya utama yang menentukan norma-norma di dalam kelasnya dan otoritas guru sukar dibantah. Dialah menentukan aoa yang harus dilakukan oleh murid agar ia belajar. Ia menuntut agar anak-anak menghadiri setiap pelajaran agar mereka berlaku jujur dalam ulangan, datang pada waktunya ke sekolah, melakukan tugasnya dengan penuh tanggung jawab. Juga dalam kelakuan anak sehari-hari, tentang berpakaian, cara bergaul, cara mengatasi konflik dalam hal-hal moral, pergaulan antar sesama, soala kejujuran sikap terhadap agama, terhadap atasan orang tua, dan pemerintah guru itu akan dipengaruhi norma- 41 Dr. Hj. Binti Maunah, M.Pd.I sosiologi pendidikan ,hlm 68 43 norma golongan darimana ia berasal. Tentang peraturan-peraturan sekolah telah ada yang ditentukan oleh pemerintah ada pula oleh kepala sekolah, larangan merokok, pembayaran iuran seolah, dan sebagainya yang harus dipatuhi oleh semua anak, lepas dari status sosial orang tua anak.42 2. Pribadi Guru Tiap orang yang pernah sekolah dan karena itu berhubungan dengan guru mempunyai gambaran tertentu tentang kepribadian guru. Ternyata banyak kesamaan mengenai gambaran orang pada umumnya tentang guru tampak dalam cerita-cerita, film, sandiwara, karikatur dalam pemainan peranan oleh anak-anak yang belum bersekolah.43 Guru merupakan sumber pengetahuan utama bagi murod-muridnya, namun pada umumnya orang tidak memanadang guru sebagai orang yang pandai yang mempunyai inteligensi yang tinggi. Orang-orang yang ber-IQ tinggi akan menjadi dokter atau insinyur dan tidak menjadi guru, walaupun dalam kenyataan tetbukti bahwa guru yang beralih jabtanyya dapat melakukan tugasnya dengan baik sebagai jenderal, gubernur, menteri, duta besar, bupati atau camat, juga sebagai usahawan, seniman, pengarang, dan sebagainya. Walaupun demikian oang tetap berpeng pada stereotip guru. Guru memang ada lainnya dengan pekerjaan lain. Guru wanita, bila dibandingkan dengan gadis atau wanita lain yang bekerja di kantor, bersifat lebih serius, berpakaian lebih konservatif, karena enggan mengikuti mode terbaru, bahkan tak malu menggunakan pakaian yang sama berulang-ulang. Guru lebih kritis terhadap kelakuan orang lain, mungkin karena telah terbiasa mengecam kelakuan murid. Guru wanita tidak mudah bergaul dengan sembarangan orang. Dalam hiburan seperti menonton bioskop ia membatasi diri dan tak suka berjumpa dengan murid di tempat serupa itu. Dalam suatu percobaan diperlihatkan 10 foto, di antaranya tiga foto guru yang khas. Ternyata bahwa murid-murid yang digunakan sebagai sampel kebanyakan tepat menerka foto guru, sedangkan untuk jabatan lain tebakan mereka meleset. Dari percobaan itu tampak bahwa orang memiliki gambaran tentang stereotip guru, orang yang serius, sadar akan harga diri, bersikap menjaga jarak sosial dengan orang lain.44 42 Ibid hal. 69 43 Dr. Hj. Binti Maunah, M.Pd.I sosiologi pendidikan ,hlm 102 44 Ibid hal. 103 44 Struktur Sosial 45 STUKTUR SOSIAL A. Struktur Sosial Sekolah dan Struktur Sosial 1. Pengertian Struktur Sosial Di Sekolah Bila seorang insinyur bicara tentang "struktur" bangunan maka yang dimaksud adalah (1) materialnya, (2) hubungan antara bagian-bagian bangunan, dan (3) bangunan itu dalam keseluruhannya sebagai gedung sekolah, kantor, dan sebagainya. Demikian pula dengan struktur sosial di sekolah adalah materialnya, kedudukan dan peranannya, struktur sosial orang dewasa di sekolah, kedudukan guru/murid.45 Struktur adalah aturan-aturan dalam masyarakat yang merupakan unsur utama paradigm fakta sosisal.46 Material bagi sekolah adalah kepala sekolah, guru, pegawai, pesuruh, murid-murid pria maupun wanita yang masing-masing mempunyai kedudukan dan peranan. Dalam struktur sosial terdapat sistem kedudukan dan peranan anggotaanggota kelompok yang kebanyakan bersifat hierarkis, yakni dari kedudukan yang tinggi yang memegang kekuasaan yang paling banyak sampai kedudukan yang paling rendah. Dalam struktur sosial sekolah kepala sekolah menduduki posisi yang paling tinggi dan pesuruh kedudukan yang paling rendah. Dalam kelas guru mempunyai kedudukan yang lebih tinggi daripada murid. Biasanya muridmurid kelas rendah merasa mempunyai kedudukan yang lebih rendah daripada murid-murid kelas yang lebih tinggi. Struktur itu memungkinkan sekolah menjalankan fungsinya sebagai lembaga edukatif dengan baik. Masing-masing mempunyai kedudukan tertentu dan menjalankan peranan seperti yang diharapkan menurut kedudukan itu. Dengan demikian dapat dicegah berbagai konflik dan dapat dijamin kelancaran segala usaha pendidikan.47 B. Kedudukan dan Peranan Kedudukan atau status menentukan posisi seseorang dalam struktur sosial, yakni menentukan hubungannya dengan orang lain, misalnya apa yang dapat diharapkan, oleh suami dari istrinya, apa yang diharapkan majikan dari pekerjaan pegawainya, bagaimana orang tua. atau guru memperlakukan anak dan sebaliknya. Status atau kedudukan menentukan kelakuan orang tertentu. Dalam kedudukannya sebagai guru is mengharapkan 45Nasution, Sosiologi Pendidikan,Jakarta, PT. Bumi Akasar,2010,hlm.73 46 Anselmus, JE Toenlioe, Sosiologi Pendidikan, Bandung, PT. Refika Aditama, 2016,hlm.,25 47 Nasution, Loc.Cit,hlm.73 46 kelakuan tertentu dari murid, lepas dari pribadinya sebagai individu, apakah is peramah, keras, pandai, rajin atau pemalas. Setiap guru dalam kedudukannya sebagai guru dapat mengharapkan kelakuan tertentu dari murid, siapa pun guru itu dan siapa pun murid itu. Status atau kedudukan individu, apakah is diatas atau dibawah status orang lain mempengaruhi peranannya. Peranan adalah konsekuensi atau akibat kedudukan atau status seseorang. Seorang mandor diharapkan memberikan diharapkan mematuhi instruksi kepala sekolah perintah kepada pekerja. Guru akan tetapi menuntut agar murid-murid belajar. Akan tetapi cara-cara seorang membawakan peranannya dapat berbeda menurut kepribadian seseorang. Guru dapat bersikap otokratis atau demokratis dalam menjalankan peranannya. Tiap orang dalam masyarakat mempunyai berbagai kedudukan. Seorang murid mempunyai kedudukan sebagai pelajar, ketua murid, anggota regu sepak bola atau sebagai kakak terhadap murid-murid yang lebih rendah kelasnya, sedangkan di rumah is berkedudukan sebagai anak terhadap orangtuanya, adik terhadap kakaknya dan di luar rumah ia menjadi teman bagi sejumlah anak-anak lainnya. Demikian pula guru itu berkedudukan sebagai suami atau istri, bapak atau ibu bagi anaknya, anggota paduan suara atau ada kalanya menjadi sopir kendaraan umum. Dalam tiap kedudukan ia menjalankan peranan tertentu. Berdasarkan kedudukan daripadanya diharapkan kelakuan tertentu.48 C. Berbagai Kedudukan dalam Masyarakat Sosial Masyarakat adalah sekelompok orang, yang menduduki suatu wilayah yang saling berinteraksi. Ada beberapa tipe-tipe masyarakat untuk dapat mengklasifikasikannya sebagai berikut:49 1. Jumlah penduduk. 2. Luas, kekayaan dan kepadatan penduduk daerah pedalaman. 3. Fungsi-fungsi khusu masyarakat setempat terhadap sekuruh masyarakat. 4. Organisasi masyarakat setempat yang bersangkutan. Sekolah, seperti system sosial lainnya dapat dipelajari berdasarkan kedudukan anggota dalam kelompok itu. Setiap orang yang menjadi anggota suatu kelompok mempunyai bayangan tentang kedudukna masing-masing dalam kelompok itu. Setiap anak mempunyai gambaran tentang kedudukan ayah, ibu, dan anggota keluarga lainnya. Demikian juga di sekolah kita mempunyai bayangan tentang kedudukan kepala sekolah, guru-guru, staf administrasi, 48 Nasution,ibid, 49 Soerjono Soekanto,Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta, PT. Raja Grafondo Persada,2006,hlm.,135 47 pesuruh dan murid-murid sendiri serta hungan antara berbagai kedudukan itu. Biasanya gambaran seseorang tentang berbagai kedudukan itu bercorak pribadi dan berkaitan dengan tokoh tertentu. Namun yang akan kita selidiki bukanlah yang bersifat pribadi itu, melainkan yang bersifat umum. Kita ketahui kedudukan seorangayah pada umumnya dalam keluarga serta hubungannya dengan kedudukan ibu, anak-anak dan pembantu, walaupun setiap ayah menjalankan peranannya denagn cara yang khas menurut pribadinya dalam keluarga. Demikian pula dapat diselidiki kedudukan kepala sekolah pada umumnya walaupun tipa kepala sekolah mempunyai pribadi tersendiri yang unik dan menjalankan peranannya menurut pribadi masing-masing. Dalam mempelajari struktur sekolah akan kita selidiki berbagai jenis anggota menurut kedudukannya masing-masing dalam sisitem persekolahan. Dengan kedudukan atau posisi dimaksud kategori atau tempat seseorang dalam system klasifikasi sosial .Misalnya anak wanita ,pria dewasa,nenek menunjukan posisi atau kedudukan dalam sistem penggolongan menurut usia jenis kelamin.Tiap individu dapat mempunyai berbagai kedudukan menurut system klasifikasi,misalnya seperti pria dewasa,sebagai bapak dalam keluarga,sebagai pegawai di kantor, sebagai teman dalam pergaulan atau permainan atau sebagai anggota golongan menengah. Dalam tiap kedudukan individu diharapkan menunjukan pola kelakuan tertentu.Perbuatannya, ucapannya, perasaannya, nilai-nilainya, dan sebagainya harus sesuai dengan apa yang diharapkan bertalian dengan kedudukannya.Menurut kedudukan atau posisinya ia harus menjalankan peranan tertentu.Peranan menentukan kelakuan yang diharapkan dalam situasi sosial tertentu. Dalam setiap kelompok orang mengenal kedudukan atau posisi masing –masing. Orang mempunyai gambaran tentang kelakuan yang diharapkan dari masing-masing menurut kedudukan yang ditempatinya. Jadi di masyarakat sekolah dari kepala sekolah ,guru,murid,pegawai sekolah diharapkan kelakuan tertentu. Pada umumnya dapat kita bedakan dua tingkat dalam struktur sosial sekolah yakni yang berkenaan dengan orang dewasa serta hubungan diantara mereka,jadi mengenai kepala sekolah,guru-guru,pegawai administrasi.pesuruh,pengurus yayasan pada sekolah swasta,Kanwil P dan K pada sekolah negri.Tingkat ke dua berkenaan dengan sistem kedudukan dan hubungan antara murid-murid.Selanjutnya akan diselidiki hubungan diantara kedua tingkat itu.50 50 Nasution,Op.Cit ,hlm, 76 48 D. Struktur Sosial Orang Dewasa di Sekolah Kepala sekolah menduduki posisi yang paling tinggi disekolah berkatkedudukannya, tetapi juga sering karena pengalaman, masa kerja dan pendidikannya. ialah yang berhak mengambil keputusan yang harus dipatuhi oleh seluruh sekolah. Di samping hak itu ia memikul tanggung jawab penuh atas kelancaran pendidikan di sekolah. Kepala sekolah merupakan perantara, antara atasan yakni Kanwil dengan guru-guru. Keputusan-keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan disampaikan oleh Kanwil melalui kepala sekolah kepada guru-guru dan murid-murid. ia juga merupakan perantara antara guru dengan atasan, misalnya mengenai kenaikan gaji atau tingkat. Pada sekolah swasta, kepala sekolah menjadi perantara antara pengurus yayasan dengan guru-guru dansebaliknya. Kepala sekolah juga berkedudukan sebagai konsultan yang memberikan petunjuk, nasihat, saran-saran kepada guru-guru dalam usaha untuk memperbaiki mutu sekolah. Dalam hal ini is didukung oleh kemampuan profesionalnya serta pengalamannya sebagai guru dan kematangan pribadinya. ia dapat memaparkan filsafat sekolah, tujuan pendidikan yang hares dicapai serta, cara-cara yang harus ditempuh untuk mewujudkan kurikulum sekolah. la dianggap lebih bijaksana untuk mengatasi masalah-masalah antara guru dengan murid, juga antara sesama guru. Guru yang meminta nasihatnya tentang tindakan terhadap anak sebenarnya memindahkan tanggung jawab kepada kepala sekolah dan mengharapkan agar kepala sekolah memberi dukungannya. Jadi guru menggunakan kepala sekolah sebagai pelindung dan perisai terhadap reaksi dari pihak orang tua. Kepala sekolah juga memegang kepemimpinan di sekolah dan ia diharapkan sanggup memberi pimpinan dalam segala hal yang mengenai sekolah, dalam menghadapi masyarakat, murid-murid maupun guruguru. Pada satu pihak guru-guru mengharapkan keputusan dan tindakan yang tegas, di lain pihak mereka menginginkan agar keputusan diambil dengan cara musyawarah. Kepala sekolah hares dapat bergerak di antara harapan-harapan yang bertentangan itu. Tak semua keputusan perlu dirundingkan lebih dahulu. Banyak pula putusan yang diterima dari atasan yang harus dilaksanakan. Tidak ada sifat-sifat universal tertentu yang menyebabkan seseorang menjadi pemimpin. Kepemimpinan itu tidak umum, artinya tak ada orang yang dapat menjadi pemimpin dalam segala macam situasi, kepemimpinan itu spesifik bagi situasi tertentu. Kepala sekolah pemimpin di sekolah mengenai soal-soal pendidikan, sedangkan dalam situasi informal di luar sekolah mungkin sekali ia bukan orang yang paling sesuai untuk bertindak sebagai pemimpin, walaupun seorang dapat menjadi pemimpin dalam berbagai macam situasi di luar sekolah. 49 Di sekolah yang kecil, khususnya yang tidak mempunyai pegawai administrasi, kepala sekolah sering hares berfungsi sebagai petugas administrasi, mengurus korespondensi, mengantar surat kepada berbagai instansi, membuat laporan-laporan, dan sebagainya, karena biasanya ia mempunyai jam mengajar yang dikurangi, bahkan dapat dibebaskan dari tugas mengajar. Dalam pekerjaan administrasi itu kepala sekolah dapat dibantu oleh guru. Akan tetapi di Sekolah Menengah biasanya kepala sekolah dibantu oleh pegawai administrasi.51 Hadari Nawawi memberikan pengertian, "administrasi pendidikan adalah rangkaian kegiatan atau keseluruhan proses pengendalian usaha kerja sama sejumlah orang untuk mencapai tujuan pedidikan secara berencana dan sistematis yang di selenggarakan di lingkungan tertentu, terutama berupa lembaga pendidikan formal.52 E. Kedudukan Guru dalam Struktur Sosial Sekolah Guru adalah seorang administrator, informator, konduktor, dan sebagainya, an harus berkelakuan menurut harapan masyarakatnya.53Kedudukan guru lebih rendah dari pada kepala sekolah dan karena itu ia harus menghormatinya dan bersedia untuk mematuhinya dalam hal-hal mengenai sekolah. Dalam kenaikan pangkat ia bergantung pada disposisi atau rekomendasi yang baik dari kepala sekolah dan karena itu banyak sedikitnya masa depannya ditentukan oleh hubungannya dengan kepala sekolah itu. Sebagai pegawai atau bawahan ia dibawah kekuasaan kepala sekolahnya. Guru mempunyai kedudukan sebagai pegawai, dan dalam kedudukan itu harus mematuhi segala peraturan yang ditetapkan oleh atasan Pemerintah ataupun yayasan. Pelanggaran dapat diberi tindakan yang setimpal, bahkan dipecat yang berarti pencabutan sumber pendapatannya. Kedudukan guru tidak sama. Pada umumnya dianggap bahwa kedudukan guru SMP lebih tinggi daripada guru SD akan tetapi lebih rendah daripada guru SMA. Petugas inspeksi yang mengawasi sekolah dianggap lebih tinggi pula kedudukannya daripada guru maupun kepala sekolah. Di dalam Sekolah Menengah sendiri kedudukan guru juga tidak sama. Guru yang mengajarkan bidang studi tertentu dianggap lebih tinggi daripada yang lain. Pada umumnya bidang studi akademis seperti matematika, fisika, kimia menduduki tempat yang lebih terhormat daripada yang memegang bidang studi agama, PKK atau Pendidikan Jasmani yang tidak termasuk mata ujian dalam tes masuk Perguruan Tinggi. 51 Nasution,ibid,hlm,77 52 Ahmad Ruhani, Administrasi pendidikan sekolah, (Cet. I; Jakarta: Bumi Aksara, 1991), h. 5 53 Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan,Jakarta, Rineka Cipta,2010,hlm, 46 50 Kedudukan guru juga turut ditentukan oleh lama masa kerja. Berkat usia dan pengalamannya mengajar guru lama mengharapkan rasa hormat dari guru-guru barn atau yang lebih muda. Kegagalan untuk memenuhi harapan ini akan bertentangan dengan bayangan golongan tua tentang kedudukan golongan muda.54 F. Hubungan Guru Murid Hubungan antara guru dan murid mempunyai sifat yang relatif stabil. 1. Ciri has dari hubungan ini adalah bahwa terdapat status yang tak sama antara guru dan murid. 2. Dalam hubungan guru-murid biasanya hanya murid diharapkan mengalami perubahan kelakuan sebagai hasil belajar. 3. Aspek ke tiga ini mertalian dengan aspek ke dua yakni perubahan kelakuan yang diharapkan mengenai hal-hal tertentu yang lebih spesifik dan umum. Guru akan lebih banyak mempengaruhi kelakuan murid apabila dalam memberi pelajaran dalam kelas hubungan itu tidak sepihak. G. Klik di Kalangan Guru Dikalangan guru-guru sering terjadi pengelompokan atau pembentukan “klik” (clique) yang bersifat informal.Ada kelompok yang dibentuk berdasarkan : 1. Jenis kelamin 2. Minat professional 3. Sosial 4. Kedudukan formal yang sama Klik memegang peranan dalam mengambil berbagai keputusan. Maka besar faedahnya bila kepala sekpolah mengetahui tentang adanya berbagau kelompok serta hubungan antar kelompok itu atau pertentangan di antaranya. H. Orang Dewasa Tak Pengajar Yang termasuk golong.an ini antara lain pegawai administrasi dan pesuruh sekolah secara formal kedudukan mereka lebih rendah dari kepala sekolah dan tenaga pengajar.Hirarki itu juga diterima oleh yang bersangkutan dan oleh masyarakat. Dalam praktik ada kemungkinan pegawai administrasi yang telah lama memegang jabatannya dan telah mengenal seluk beluk sekolah mempunyai kedudukan yang lebih tinggi. 54 S. Nasution, Teknologi Pendidikan, Cet. I; Jakarta: Bumi Aksara, 1994). H. 13 51 I. Struktur Sosial Murid-murid di sekolah Sekolah bagi murid-murid dapat dipandang sebagai sistem persahabatan dan hubunganhubungan sosial. Bedanya dengan orang dewasa ialah, bahwa struktur sosial ini lebih bersifat tak formal. Struktur sosial pada orang dewasa lebih formal, karena kedudukan mereka yang berkaitan dengan jabatannya telah ditentukan dan dapat dirumuskan serta merupakan suatu bagian dari sistem sosial dalam masyarakat. Pada umumnya orang dalam masyarakat mengetahui kedudukan seorang guru di suatu sekolah. Tak demikian halnya dengan kedudukan murid sebagai misalnya anggota regu basket atau ketua kelompok belajar. Kedudukan murid hanya dikenal dalam lingkungan sekolah saja. Ada juga kedudukan murid yang lebih formal seperti ketua OSIS yang telah mempunyai bentuk resmi menurut ketentuan Pemerintah. Akan tetapi kebanyakan kedudukan murid bersifat tak formal dan hanya diketahui dalam kalangan sekolah itu saja. Ada dua metode utama untuk mempelajari struktur informal para pelajar. Yang pertama dan yang paling banyak digunakan ialah teknik sosiometri. Dalam garis besamya kepada murid ditanyakan siapakah di antara murid-murid, satu orang atau lebih, yang paling disukainya sebagai ternan belajar, menonton bioskop, diundang ke rumah atau untuk kegiatan lainnya, atau sebaliknya yang paling tidak disukainya, yang tidak dianggapnya sebagai teman. Dari hasil pertanyaan itu yang diajukan kepada setiap murid dalam kelas atau kelompok murid dapat disusun suatu diagram yang disebut sosiogram yang secara visual jelas menunjukkan kedudukan seseorang dalam hubungan sosial dengan muridmurid lain. Sosiogram itu dapat segera memperlihatkan pengelompokan atau klik (clique) di kalangan murid- murid Metode kedua ialah metode partisipasi-observasi, yakni sambil turut berpartisipasi dalam kegiatan kelompok selama beberapa waktu mengadakan observasi tentang kelompok. Melalui partisipasi itu pengmat menganalisis kedudukan setiap murid dalam hubungannya dengan murid- murid lainnya di dalam kelompok itu. Seorang pengamat yang turut serta dalam kegiatan murid yang terlatih sebagai pengamat akan dapat menemukan dan merumuskan berbagai hubungan yang terdapat diantara anggota- anggota kelompok itu. Di suatu sekolah dapat kita temukan macam-macam kedudukan murid dan hubungan antarmurid, antara lain: 1. Hubungan dan kedudukan berdasarkan usia dan tingkat kelas. 2. Struktur sosial berhubungan dengan kurikulum. 52 3. Klik atau kelompok persahabatan di sekolah. 4. Hubungan antara struktur masyarakat dengan pengelompokan di sekolah. 5. Kelompok elite. 6. Kelompok siswa yang mempunyai organisasi formal.55 J. Kedudukan Menurut Usia dan Kelas Murid-murid suatu kelas, yang pada umumnya mempunyai usia yang sama cenderung untuk menjadi suatu kelompok yang merasa dirinya kompak dalam menghadapi kelas lain, bahkan menghadapi guru misalnya dalam pertandingan dan peristiwaperistiwa yang menyangkut nama dan kehormatan kelas itu. Terhadap kelas Yang lebih tinggi mereka merasa dirinya orang bawahan sebagai adik terhadap kakak yang pantas menunjukkan rasa hormat dan patuh. Se-baliknya terhadap kelas yang lebih rendah mereka merasa sebagai "atasan" atau "kakak" yang patut dipatuhi dan disegani. Demikian pula murid-murid SMA merasa dirinya lebih tinggi daripada murid SMP akan tetapi memandang mahasiswa sebagai kakak yang lebih tinggi. Antara murid- murid yang berbeda tingkat kelasnya terdapat hubungan atasan- bawahan, super-ordinat- sub-ordinat atau kakak-adik. Murid-murid yang tinggi kelasnya mempunyai kekuasaan dan kontrol terhadap murid-murid yang kelasnya lebih rendah dan usianya lebih muda. Kedudukan atasan dan kekuasaan murid-murid kelas tinggi diperkuat oleh berbagai tugas kehormatan yang diberikan kepada mereka, sebagai ketua OSIS, ketua regu olah raga atau berbagai panitia, pengurus berbagai perkumpulan lainnya atau pemimpin berbagai kegiatan siswa. Dalam berbagai kegiatan sekolah senantiasa murid kelas tertinggi ditunjuk sebagai pemimpin. Dalam tiap kelas terdapat pula macam-macam kumpulan, akan tetapi perkumpulan itu hanya terbatas pada murid-murid di kelas itu Baja. Namun ada perkumpulan dan kegiatan yang melewati batas- batas kelas, misalnya regu olah raga, band musik, dan lain-lain. Oleh sebab murid- murid yang menonjol prestasi atau keterampilannya tersebar di semua kelas.56 K. Struktur Sosial Hubungan dengan Kurikulum Pada umumnya tidak diadakan diferensiasi kurikulum berdasarkan perbedaan jenis kelamin. Murid-murid di SD, SMP, SMA, wanita maupun pria mengikuti pelajaran yang sarna. Di sana-sini terdapat perbedaan keeil, misalnya sepak bola yang hanya diikuti oleh murid pria dan keterampilan menjahit yang lebih sesuai bagi murid wanita. Bidang studi 55 S. Nasution, Sosiologi Pendidikan, op.cit., h. 81-82. 56 S. Nasution, op.cit., h. 83 53 akademis sama bagi semua anak pria maupun wanita. Belajar sebagai kegiatan utama di sekolah ada pertaliannya dengan struktur sosial murid-murid. Berhasil gagalnya seorang murid dalam pelajarannya turut menentukan kedudukannya dalam kelompoknya. Seorang dikenal sebagai jago matematika, fisika, bahasa, dan lain-lain. Murid-murid yang pandai Bering diberikan guru tugas- tugas khusus. Biasanya hanya muridmurid yang rapornya baik diizinkan menjadi anggota pengurus perkumpulan sekolah. Dalam kelompok belajar murid yang pandai akan dijadikan pemimpin. Ada sekolah- sekolah yang termasuk besar yang membentuk kelas yang terdiri atas murid-murid yang berprestasi tinggi. Di SMA setelah semester pertama diadakan pembagian dalam jurusan-jurusan, menurut teorinya menyalurkan murid- murid menurut bakat masing-masing. Dalam kenyataannya murid- murid yang berprestasi yang memadai akan masuk jurusan IPA yang dianggap mempunyai kedudukan yang lebih tinggi daripada misalnya jurusan IPS, karena jurusan itu membuka pintu ke jabatan yang terhormat seperti insinyur atau dokter. Maka murid-murid yang masuk IPS dapat dicap sebagai yang "kurang pandai" yang mereka rasakan sebagai pukulan terhadap harga diri mereka. Pukulan yang lebih besar dialami oleh mereka yang tinggal kelas yang merasa malu karena ditinggalkan oleh teman-temannya. Mereka mi sering berusaha untuk pindah ke sekolah lain.57 L. Pengelompokan di Sekolah Pengelompokan atau pembentukan klik mudah terjadi disekolah. Suatu klik terbentuk bila dua orang atau lebih saling merasa persahabatan yang akrab dan Karena itu banyak bermain bersama,saling bercakap-cakap,merencanakan dan melakukan kegitan yang sama didalam maupun di luar sekolah bila klik ini mempunyai sikap anti sosial maka klik itu dapat menjadi “geng” Sttabilitas klik dapat diselidiki dengan menggunakan teknik sosiometri pada jangka waktu tertentu, misalnya dengan jarak waktu 1,2 atau 3 tahun. Dengan membandingkan sosiogram nya dapat kita lihat perubahan-perubahan yang terjadi. Faktor yang paling penting dalam pembentukan klik adalah usia atau tingkat kelas. Menurut pengamatan sehari-hari tampaknya anggota suatu klik mempunyai minat atau kegemaran yang sama misalnya musik, olah raga dan sebagainya. 57 S. Nasution,ibid., h. 84 54 M. Pengaruh-pengaruh Luar Terhadap Sekolah Berbagai hal diluar sekolah yang dapat mempengaruhi system sekolah antara lain: 1. Pengaruh terhadap peranan murid Peranan murid antara lain ditentukan oleh guru akan tetapi oleh pandangan masyarakat tentang peranan murid antara lain oleh keluarga murid, kelompok sepermainan, model-model bagi kelakuannya termasuk tokoh-tokoh media masa. Orang tua dapat mempengaruhi sikap anak terhadap otoritas guru,dapat mendukung atau mencela guru dalam tindakannya. 2. Pengaruh luar terhadap guru Pearanan guru sebagian besar ditentukan oleh harapan-harapan kepala sekolah dan pihak atasan.Murid-murid sendiri jarang menantang kedudukan guru. Akan tetapi pihak luar dapat mempengaruhi peranannya, antara lain: a. Orang tua murid b. Perkumpulan guru c. Keluarga dan teman sepergaulan guru Walaupun orang tua jarang berhadapan muka dengan guru kecuali dalam hal-hal khusus, namun pengaruh orang tua sangat besar atas kelakuan guru. 3. Pengaruh luar terhadap sekolah Tiap sekolah berada dalam lingkungan sosial tertentu, yakni masyarakat sekitar, daerah, maupun Negara. Norma-norma yang berlaku dalam masyarakat sekitar sekolah mau tidak mau harus di hormati guru. 55 Kedudukan dan Peranan Guru 56 KEDUDUKAN DAN PERANAN GURU A. Kedudukan dan Peran Guru Kedudukan atau status adalah suatu keadaan, tingkatan seseorang yang dianggap sebagai penentu posisi dalam suatu struktur social, demikian keududukan sering menjadi boomerang dalam kehidupan tetapi kedudukan dapat menentukan hubungan seseorang dengan orang lain. “Makin maju suatu masyarakat makin banyak kesempatan bagi setiap orang untuk menduduki tempat tertentu, sekalipun sering melalui persaingan yang berat”.58 Dari seluruh aspek kehidupan manusia seseorang mempunyai kedudukan masing – masing yang mereka miliki, mulai dari yang paling mendasar yaitu keluarga. Sejak lahirpun seorang individual telah memiliki keduddukannya sendiri sebagai anak dalam suatu keluarga. Demikian pula dengan Guru yang notabene sebagai transferisme ilmu pengetahuan, banyak posisi yang dimasuki oleh Guru dalam bidang pendidikan. Dalam kedudukannya di kelas guru mengharapakan muridnya menjadi anak yang berguna bagi kehidupannya di masa depan kelak, maka kedudukan Guru pada posisi ini kedudukannya lebih tinggi daripada muridnya dan gurulah yeng berhak mengatur semua pembelajaran yang akan membuat hasil yang diharapa-harapkan oleh dunia pendidikan. setiap guru dalam kedudukannya sebagai guru dapat mengharapkan kelakuan tertentu dari murid, siapa pun guru itu dan siapapun murid itu.59 Dikatakan pula dalam buku yang berbeda bahwa guru memiliki kedudukan dalam bidang administrasi serta menejemen pendidikan yang dalam pelaksanaannya guru tercantum di dalamnya, maka bertambah pula kedududukan guru dalam dunia pendidikan dari aspek yang berbeda dengan kedudukan guru di dalam kelas dan di sekolah yang seyogyanya kedududukan Guru lebih rendah daripada kedudukan kepala sekolah dan pengawas sekolah itu sendiri. Dalam tahap –tahap perkembangannya banyak yang berpendapaat bahwa administrasi penidikan itu hanya seputar kegiatan sekolah. Sedangkan sekolah tidak berdiri sendiri, tetapi ada lembaga lain yang erat kaitannya dengan sekolah seperti pemerintah kabupaten/kota, pemerintahan provinsi, dan departement pendidikan, atau pemerintah pusat pada tinggkat Nasional.60 58 Nasution, sosiologi pendidikan, ( Jakarta : Bumi aksara , 2010),hlm. 74. 59Ibid, hilm.73. 60 Syaiful Sagala, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependididkan, ( Bandung : Alfabeta,2011), hlm. 43. 57 Peranan adalah konsekuensi atau akibat kedudukan atau status seseorang yang memiliki cirri khas masing –masing dari setiap individunya masig-masing, peranan dibawakan menurut kepribadiannya masing -masing orang, seseorang dapat bersikap demokratis lagi ototraktis dalam menjalankan peranannya. Peranan mencakup perihal hak dan kewajiban yang berkaitan dengan kedudukan yang dimilikinya yang bersifat timbal balik dalam suatu hubungan. Dilihat dari uraian kedudukan di atas maka dapat dikatakan bahwa kedudukan ada yang diperoleh dari lahir ada pula yang didapt melalui proses dahulu. Maka dalam setiap fase perkembangannya seseorang mempunyai kedudukan serta peranan tertentu. Peranan seorang guru dalam dunia pendidikan sangat diharapkan karena gurulah yang dijadikan sebagi ujung tombak serta btingkat krmatangan penguasaan kompetensi kepribadian sebagai landasan dasar dan implementasinya kea rah profesionalisme pengembangan dan perilaku guru yang seyogyanya diindahkan keterpaduannya secara proposional. Beberapa peran guru yang banyak di sebutkan dalam beberapa buku yang berbeda – beda semuanya bertujuan untuk membentuk suatu kepribadian siswa yang untuh dan berkarakter serta dengan peran guru yang disebutkan sangatlah berpengaruh dalam dunia pendidikan dalam rangka menciptakan manusia –manusia yang paripurna bagi Negara dan mampu membangun Negaranya dihari kemudian. Sepanjang sejarah perkembangannya, rumusan profil tenaga pengajar ( guru) ternyata bervariasi, tergantung kepada cara mempersepsikannya dan memandang apa yang menjadi peran dan tugas pokonya, anatara lain: guru sebagai pengajar,guru sebagai pengajar juga sebagai pendidik, guru sebagai pengajar, pendidik, dan juga agen pembaharuan dan pembangunan masyarakat, guru yang berkewenangan ganda sebagai pendidik yang professional dengan bidang keahlian lain selain kependidikan.61 Gura juga berperan dalam proses pembelajaran peserta didik dan pengaruhnya sangatlah kental karena, guru pula yang membantu dalam perkembangan peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidup secara optimal, dalam hal ini guru yang dapat menenttukan hasil belajar peserta didik di sekolah.dengan demikian erat pula hubungannya dengan kehidupan kita seperti ungkapan social yang mengatakan bahwa manusia merupakan makhluk yang tidak dapat hidup sendiri melainkan saling membutuhkan dan saling menolong satu sama lain. Tak berbeda dengan peran guru terhadap muridnya tersebut yang mana guru lah yang 61 Udin Syaifudin saud, pengembangan Profesi Guru, ( Bandung : Alfabeta, 2012 ), hlm. 36-39. 58 menjadi pembantu murid untuk perkembangan belajarnya sebaliknya murid yang menjadikan guru seorang yang professional dengan tanggung jawabnya. Dengan begitu dikatakan pula dalam salah satu buku yang menyebutkan beberapa peran guru dalam pembelajaran, setidaknya 19 peran Guru, yakni guru sebagai pendiddik, pengajar, pembimbing, pelatih, penasehat, pembaharu( innovator), model dan teladan, pribadi, peneliti, pendodrong kreativitas, pembangkit pandangan, pekerja rutin, pemindah kemah, pembawa ceritera, actor, emancipator, evaluator, pengawet, dan sebagai kulminator”.62 B. Peran Guru Sehubungan dengan Murid Peranan guru dalam hubungannya dengan murid bermacam-macam menurut situasi interaksi social yang dihadapinya, yakni situasi formal dalam proses belajar-mengajar dalam kelas dan dalam situasi informal. Dalam situasi formal, yakni dalam usaha guru mendidik dan mengajar anak dalam kelas guru harus sanggup menunjukan kewibawaan atau otoritasnya, artinya ia harus mempu mengendalikan, mengatur, dan mengontrol kelakuan anak. Kalau perlu ia dapat menggunakan kekuasaannya untuk memaksa anak belajar, melakukan tugasnya atau mematuhi peraturan. Dengan kewibawaan ia menegakan disiplin demi kelancaran dan ketertiban proses belajar-mengajar. mengajar pada dasarnya adalah menggambarkan hubungan antara guru dengan siswa dalam satu sistem.63 Dalam pendidikan kewibawaan merupakan syarat mutlak. Mendidik ialah membimbing anak dalam perkembangannya kea rah tujuan pendidikan. Bimbingan atau pendidikan hanya mungkin bila ada kepatuhan dari pihak anak dan kepatuhan diperoleh bila pendidik menpunyai kewibawaaan. Kewibawaan dan kepatuhan merupakan dua hal yang komplementer untuk menjamin adanya disiplin. Adanya kewibawaan guru dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain : 1. Anak-anak sendiri mengharapkan guru yang berwibawa, yang dapat bertindak tegas untuk menciptakan suasana disiplin dan mereka bersedia mengakui kewibawaan itu. Bila ada guru baru, mereka sering menguji hingga manakah kewibawaan guru itu. Mereka lebih senang bila guru menang dalam pengujian kewibawaan guru itu. 62 Mulyasa, Menjadi Guru Profesional, ( Bandung : remaja Rosdakarya, 2010), hlm. 37. 63 Buchari alma, et.al, guru Profesional,( Bandung : Alfabeta,2009), hlm 101. 59 2. Guru dipandang sebagai pengganti orang tua lebih-lebih pada tingkat SD. Bila di rumah anak itu mematuhi ibunya, maka lebih mudah ia menerima dan mengakui kewibawaan ibu guru. 3. Pada umumnya tiap orang tua mendidik anaknya agar patuh kepada guru. Bila guru digambarkan sebagai orang yang harus dihormati, sebagai orang yang berhak menghukum pelanggaran anak, bila orang tua senagtiasa memihak guru dalam semua tindakannya, maka guru lebih mudah menegakan kewibawaaanya. 4. Guru sendiri dapat memelihara kewibawaannya dengan menjaga adanya jarak social antara dirinya dengan murid dan berenda-gurau dengan mereka. Sekalipun dalam situasi informal guru harus senangtiasa menjaga kedudukannya sebagai guru dan tidak menjadi salah seorang anggota yang sama dengan anak-anak. 5. Guru harus disebut “Ibu Guru” atau “Pak Guru” dan dengan julukan itu memperoleh kedudukan sebagai orang yang dituakan. Dalam kelas guru duduk atau berdiri di depan murid. Posisi yang menonjol itu memberikannya kedudukan yang lebih tinggi daripada murid yang harus duduk tertib di bangku tertentu. Ia senangtiasa mengawasi gerak-gerik murid untuk mengontrol kelakuannya. Sebagai guru ia berhak menyuruh murid melakukan hal-hal menurut keinginannya.Untuk guru sering disediakan ruang guru yang khusus yang tak boleh dimasuki murid begitu saja. Sebagai teladan, tentu saja pribadi dan apa yang dilakukan guru akan mendapat sorotan peserta didik serta orang di sekitar lingkungannya yang menganggap atau mengakuinya sebagai guru. 64 Guru-guru muda yang ingin bergaul dengan murid sebagai kakak dan akan dinasihati oleh guru-guru tua yang berpengalaman agar menjaga jarak dengan murid dan jangan terlampau rapat dengan mereka.Wibawa guru juga diperolehnya dari kekuasaannya untuk menilai ulang atau ujian murid dan menentukan angka rapor dan dengan demikian menentukan nasib murid, apakah ia naik atau tinggal kelas. Murid maupun mahasiswa sangat menyegani pengajar yang memegang kekuasaan itu. Ada guru yang menyalahgunakan kekuasaan itu dan diberi julukan “killer”. Namum kewibawaan yang sejati diperoleh guru berdasarkan kepribadiannya sendiri. Kepribadian itu harus dibentuk berkat pengalaman. Kepribadian diperolleh dengan mewujudkan norma-norma yang tinggi pada diri guru seperti rasa tanggungjawab, yang nyata 64 Mulyasa, op.cit, hlm.46. 60 dalam ketaatan pada waktu, persiapan yang cermat, kerajinan memeriksa pekerjaan murid, kesediaan membimbing dan membantu murid, kesabaran, ketekunan, kejujuran, dan sebagainya. Kewibawaan sejati tidak diperoleh dengan penyalahgunaan kekuasaan dengan ancaman akan memberikan angka rendah bila guru merasa ia kurang dihormati. Sekalipun kedudukan sebagai guru telah memberikan kewibawaan formal, namun kewibawaan itu harus lagi didukung oleh kepribadian guru. Dalam situasi informal guru dapat mengendorkan hubungan formal dan jarak social, misalnya sewaktu reaksi berolah raga, berpiknik atau kegiatan lainnya. Murid-murid menyukai guru yang pada waktu-waktu demikian dapat bergaul dengan lebih akrab dengan mereka, sebagai manusia kepada menusia lainnya, dapat tertawa dan bermain lepas dari kedok formal. Jadi guru hendaknya dapat menyesuaikan peranannya menurut situasi social yang dihadapinya. Akan tetapi bergaul dengan murid secara akrab sebagai sahabat dalam situasi belajar dalam kelas akan menimbulkan kesulitan disiplin bagi murid itu sendiri. Dalam masyarakat kita yang sedidkit banyak masih bercorak otoriter-partikhel mungkin sikap demokratis masih belum dapat dijalankan sepenuhnya. Walaupun guru bertindak otoriter dengan menggunakan kewibawaannya, namun ia tidak akan dicap sebagai kejam. Guru dapat bertindak tegas bahkan keras namun dapat menjaga jangan sampai menyinggung perasaan dan harga diri murid. Ini mungkin selama ia mengecam kesalahan yang dibuat murid agar diperbaiki tanpa menyentuh pribadi anak itu sendiri. Kebanyakan murud-murid akan tetap menyukainya dan memandangnya sebagai guru yang baik asal ia selalu berusaha memahami murid dan bersedia untuk membantunya. Guru harus ingat bahwa setiap peserta didik membutuhkan rasa aman dan berusaha agar dirinya menjadi sumber keamanan, atau sumber penyelamatan dan bukan sebaliknya menjadi sumber terjadinya rasa tidak aman.65 Pada satu pihak guru harus bersikap otoriter, dapat mengontrol kelakuan murid, dapat menjalankan kekuasaannya untuk menciptakan suasana disiplin demi tercapainya hasil belajar yang baik dan untuk itu ia menjaga adanya jarak social dengan murid. Di lain pihak ia harus dapat menunjukan sikap bersahabat dan dapat bergaul dengan murid dalam suasana yang akrab. Guru yang berpengalaman dapatmenjalankan peranannya menurut situasi social 65 Ibid, hlm.63. 61 yang dihadapinya. Kegagaln dalam hal ini akan merusak kedudukannya dalam pandangan murid, kepala sekolah, rekan-rekan guru maupun orang tua murid. Hubungan guru dan murid mempunyai sifat yang stabil, yaitu sebagai berikut66: 1. Ciri khas hubungan ini ialah bahwa terdapat status yang tak sama antara guru dan murid. Guru itu secara umum diakui mempunyai status yang lebih tinggi dan karena itu dapat menuntut murid untuk menunjukkan kelakuan yang sesuai dengan sifat hubungan itu. Bila anak itu meningkat sekolahnya, ada kemungkinan ia mendapat kedudukan yang lebih tinggi dan sebagai siswa pasca sarjana ia dapat diperlakukan sebagai manusia yang matang dan dewasa, jadi banyak sedikit status yang mendekat status dosen. 2. Dalam hubungan guru murid biasanya hanya murid yang diharapkan mengalami perubahan kelakuan sebagai hasil belajar. Setiap orang yang mengajar akan mengalami perubahan kelakuan. Sedangkan, murid harus memperlihatkan dan membuktikan bahwa ia mengalami perubahan kelakuan. 3. Aspek ketiga ini bertalian dengan aspek kedua, yakni bahwa perubahan kelakuan yang diharapkan mengenai hal-hal tertentu yang lebih spesific, misalnya agar anak menguasai bahan pelajaran tertentu. 4. Guru akan lebih banyak mempengaruhi kelakuan murid bila dapat memberi pelajaran dalam kelas hubungan itu tidak sepihak, seperti terdapat dalam metode ceramah. Akan tetapi, hubungan interaktif dengan partisipasi yang sebanyak-banyaknya dari pihak murid. Hubungan itu akan lebih efektif dalam kelas yang kecil daripada di kelas yang besar.67 Ada klasifikasi lain tentang peranan guru, yakni dengan membedakan tipe guru yang dominatif mendominasi atau menguasai murid, menentukan dan mengatur kelakuan murid, serta menginginkan konformitas dalam kelakuan mereka. Guru tidak banyak mencampuri, mengatur, atau menegur pekerjaan anak, tetapi membiarkannya bekerja menurut kemampuan dan cara masing-masing. Dengan demikian, terjadi integritas atau keharmonisan guru dan anak tanpa menimbulkan pertentangan. Guru yang bersikap integratif ini cocok bagi pengajaran atau kurikulum yang student-centered. Sikap serupa ini lebih mengembangkan kepribadian anak menjadi orang yang dapat berdiri sendiri, dapat memilih sendiri dengan penuh tanggung jawab .68 66 http://omenromansa.co.id./2012/01/-sosiologi pendidikan6.html?m=1 67 Nasution, Iop.cit, hlm.78-79. 68 Ibid, hlm. 116-117. 62 C. Peran Guru dalam Masyarakat Peranan guru dalam masyarakat tergantung pada gambaran masyarakat tentang kedudukan dan status sosialnya di masyarakat. Kedudukan sosial guru berbeda di Negara satu denagan Negara yag lain dan zaman ke zaman lain pula. Di Negara–negara maju biasanya guru di tempatkan pada posisi sosial yang tinggi atas peranan-peranan yang penting dalam proses mencerdaskan bangsa. Namun keadaan ini akan jarang kita temui di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Sebenarnya peranan itu juga tidak terlepas dari kualitas pribadi guru yang bersangkutan serta kompetensi mereka dalam bekerja. Secara sosiologi pendidikan bertujuan untuk memampukan manusia dalam bersosialisasi secara efektif dan efisien.69 Pekerjaan guru selalu dipandang dalam hubungannya dengan ideal pembangun bangsa. Dari guru diharapkan agar ia menjadi manusia yang idealistis, namun guru sendiri tak dapat tiada harus menggunakan pekerjaannya sebagai alat untuk mencari nafkah bagi keluarganya. Walau demikian, masyarakat tak dapat menerima pekerjaan guru semata-mata sebagai mata pencaharian belaka, sejajar dengan pekerjaan tukang kayu. Pekerjaan guru menyangkut pendidikan anak, pembangunan negara dan masa depan bangsa. Karena, kedudukan yang istimewa itu masyarakat mempunyai harapan-harapan yang tinggi tentang peranan guru. Harapan-harapan itu tidak dapat diabaikan oleh guru, bahkan dapat menjadi norma yang turut menentukan kelakuan guru.”kemajuan pendidikan amat tergantung pada sejumlah factor social”.70 Guru-guru menerima harapan agar mereka menjadi suri teladan bagi anak-anak didiknya. Untuk itu, guru harus mempunyai moral yang tinggi. Walaupun demikian, ada kesan bahwa kedudukan guru makin merosot dibandingkan dengan beberapa puluh tahun yang lalu. Pada zaman kolonial itu, jumlah guru masih sangat terbatas. Lagipula guru sebagai pegawai menduduki tempat yang tinggi di kalangan orang Indonesia. Kedudukan yang tinggi umumnya dipegang oleh orang Belanda. Guru hendaknya mengenal masyarakat agar dapat berusaha menyesuaikan pelajaran dengan keadaan mesyarakat sehingga relevan. Ini penting sekali agar dalam proses pembelajaran dan sosialisasi terhadap anak didik tidak terjadi pertarungan nilai dan 69 Anselmus JE Toenlioe, sosiologi pendidikan,( Bandung : Refika Aditama,2016 ), hlm.28. 70 Ibid, hlm.33. 63 pengetahuan antara sekolah dan masyarakat. Kalaupun terjadi perbedaan, bisa didialogkan secara humanis dan memberi pencerahan yang bermanfaat untuk masyarakat agar lebih maju. D. Guru Bukan Buruh Belaka Walaupun buruh di negara-negara tertentu berhak mogok, namun pemogokan oleh guru-guru tidak diterima dan karena itu selalu dikecam oleh masyarakat. Bahkan di kalangan guru sendiri pemogokan dianggap tidak sesuai dengan tugas dan martabat guru. Pekerjaan guru tidak boleh dikaitkan dengan penghargaan material belaka. Dengan pemogokan guru menonjolkan aspek materialistis yang dianggap kurang sesuai dengan cita-cita pendidikan yang bersifat idealistis. Dengan pemogokan guru akan merenahkan martabat guru dan karena itu akan mendapat tantangan dari kalangan guru-guru sendiri. Dirasa kurang layak bila guru bicara tentang pembayaran. Upah gaji terletak pada keberhasilan anak didiknya dan rasa terimakasih dari anak-anak didik sekalipun tak diucapkan. Guru-guru pada umumnya dan guru SD khususnya tidak termasuk orang yang berada. Mereka yang ingin kaya jangan memasuki jabatan guru.Walaupun dalam penggolongan kepegawaian guru menduduki tempat yang menguntungkan, namun dalam hal pendapatan guru ketinggalan dibandingkan dengan jabatan-jabatan lain. Dalam penelitian oleh pusat penelitian dan studi pendidikan (PPSK) universitas gajah mada di kampong “Diraprajan” Yogyakarta lebih dari dua pertiga kelompok pegawai negeri, tenaga professional, administrasi dan guru, berpenghasilan tinggi yakni diatas Rp 15.000,- seminggu atau Rp 60.000,- per bulan (kompas 29 oktober 1982). Namun diakui bahwa status sosial guru tidak semata-mata ditentukan oleh pendapatannya.71 E. Peran Guru dalam Hubungan dengan Guru Lain dan Kepala Sekolah Interaksi atau hubungan dalam klik informal sering memegang peranan dalam mengambil berbagai keputusan. Maka, besar faedahnya bila kepala sekolah mengetahui adanya berbagai macam kelompok serta hubungan antar-kelompok itu, atau pertentangan diantaranya. Pengetahuan itu dapat membantu kepala sekolah untuk menggerakkan seluruh staf guru untuk tujuan tertentu. Ia dapat bekerja dan mencapai tujuannya melalui kelompok 71 N^asution, op.cit,hlm.98. 64 informal ini. Gur-guru lebih mudah menerima sesuatu melalui guru-guru yang dipandangnya sebagai sahabat. Mungkin juga terdapat persaingan antar-kelompok yang dapat dimanfaatkan kepala sekolah untuk berlomba-lomba mencapai prestasi yang lebih baik. Akan tetapi, persaingan antar kelompok mempunyai pengaruh yang merugikan.72 Sebagai pegawai negeri dan anggota KORPRI tiap guru harus mentaati segala peraturan kepegawaian dalam melakukan tugasnya. Bagi guru ini berarti bahwa ia harus hadir pada tiap pelajaran agar jangan merugikan murid. Soerang pegawai administrasi masih dapat mengejar ketinggalannya dengan mengerjakannya dirumah diluar jam kantor. Guru-guru cenderung bergaul dengan sesama guru. Guru terikat oleh norma-norma menurut harapan masyarakat yang dapat menjadi hambatan untuk mencari pergaulan yang tidak dibebani oleh tuntutan-tuntutan tentang kelakuan tertentu. Perkumpulan guru juga juga menggambarkan peranan guru. PGRI misalnya bersifat profesional yang bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan dan sekalipun juga disebut perbaiakn nasib guru, namun guru-guru pada umumnya kurang dapat menerima perkumpulan guru sebagai serikat buruh. Mengajar dan mendidik sejak dulu dipandang sebagai profesi kehormatan yang tidak semata-mata ditujukan kepada keuntungan material. Memperjuangkan nasib melalui perkumpulan guru dengan menonjolkan soal upah bertentangan dengan hati sanubari guru, sekalipun ia turut merasa kesulitan hidup sehari-hari. 72 Ibid,hlm. 79-80. 65 Pribadi Guru 66 PRIBADI GURU A. PRIBADI GURU Di dalam pergaulan dan percakapan sehari-hari tidak jarang kita mendengar dan bahkan kita menggunakan kata pribadi atau kepribadian itu, tanpa memikirkan lebih lanjut apa arti yang sebenarnya dari kata-kata itu. Ucapan-ucapan seperti: Itu adalah pendapat “pribadi” saya. Si A memang orang yang “berkepribadian” teguh. Si B orang yang “pribadinya” lemah dan sebagainya, menunjukkan kepada kita bermacam-macam penggunaan kata “pribadi” dan “kepribadian” itu, sehingga makna atau arti tersebut di atas, di samping untuk menunjukkan terhadap individu seseorang yang berdiri sendiri terlepas dari individu yang lain, biasanya selalu dikaitkan dengan pola-pola tingkah laku manusia yang berhubungan dengan norma-norma tentang baik dan buruk. Atau dengan kata lain, kata pribadi atau kepribadian itu dipakai untuk menunjukkan adanya ciri-ciri khas pada seseorang.73 Arti kepribadian menurut asal katanya, kepribadian atau personality berasal dari bahasa Latin personare, yang berarti mengeluarkan suara (to sound through). Istilah ini digunakan untuk menunjukkan suara dari percakapan seorang pemain sandiwara melalui topeng (masker) yang dipakainya. Pada mulanya istilah persona berarti topeng yang dipakai oleh pemain sandiwara, dimana suara pemain sandiwara diproyeksikan. Kemudian kata persona itu berarti pemain sandiwara itu sendiri.74 Kepribadian mewujudkan perilaku manusia. Perilaku manusia dapat dibedakan dengan kepribadiaanya karena kepribadian merupakan latar belakang perilaku yang ada dalam diri seorang individu. Kekuatan kepribadian bukanlah terletak pada jawaban atau tanggapan manusia terhadap suatu keadaan, akan tetapi justru pada kesiapannya di dalam memberi jawab dan tanggapan.75 Ada beberapa pengertian kepribadian menurut ahli sosiologi, di antaranya: a) Menurut Horton (1982) Kepribadian adalah keseluruhan sikap, perasaan, ekspresi dan tempramen seseorang. Sikap perasaan ekspresi dan tempramen itu akan terwujud dalam tindakan seseorang jika di hadapan pada situasi tertentu. b) Menurut Schever Dan Lamm (1998) 73 Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1992), hlm. 140 74 Ibid., hlm. 154 75 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012), hlm. 162 67 Kepribadian adalah sebagai keseluruhan pola sikap, kebutuhan, ciri-ciri khas dan prilaku seseorang. Pola berarti sesuatu yang sudah menjadi standar atau baku, sehingga kalau di katakan pola sikap, maka sikap itu sudah baku berlaku terus menerus secara konsisten dalam menghadapai situasi yang di hadapi. Kepribadian akan turut menentukan apakah para guru dapat disebut sebagai pendidik yang baik atau sebaliknya, justru menjadi perusak anak didiknya. Guru sebagai teladan bagi murid-muridnya harus memiliki sikap dan kepribadian utuh yang dapat dijadikan tokoh panutan idola dalam seluruh segi kehidupannya. Karenanya guru harus selalu berusaha memilih dan melakukan perbuatan yang positif agar dapat mengangkat kewibawaannya, terutama di depan murid-muridnya. Disamping itu guru juga harus mengimplementasikan nilai-nilai tinggi terutama yang diambilkan dari ajaran agama, misalnya jujur dalam perbuatan dan perkataan. Kepribadian yang mantap dan stabil indikatornya adalah bangga sebagai guru dan selalu bertindak sesuai dengan norma hukum serta norma sosial yang berlaku. Kepribadian yang dewasa ditandai dengan kemandirian dalam bertindak dan memiliki etos kerja sebagai guru. Kepribadian yang arif terlihat dalam tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan untuk peserta didik, sekolah, masyarakat, dan selalu menunjukkan keterbukaan dalam berfikir ataupun bertindak. Sedangkan kepribadian yang berwibawa indikatornya adalah memiliki perilaku yang sangat disegani dan berpengaruh positif terhadap peserta didik. Berakhlak mulia dan dapat menjadi teladan terlihat dalam bentuk perilaku yang sesuai dengan norma agama (iman, taqwa, ikhlas, dan jujur), dapat melakukan apa yang diajarkan serta memiliki perilaku yang dapat diteladani peserta didik.76 Guru adalah tenaga pendidik yang memberikan sejumlah ilmu pengetahuan kepada anak didik di sekolah. Guru adalah orang berpengalaman dalam bidang profesinya. Dengan keilmuan yang dimilikinya, dia dapat menjadikan anak didik menjadi orang yang cerdas. Guru sebagai orang yang melaksanakan tugas mendidik atau orang yang memberikan pendidikan pengajaran, baik formal maupun nonformal. Guru adalah orang yang memberikan pengetahuan kepda anak didik. Guru adalah tenaga professional yang dapat menjadikan murid-muridnya merencanakan, menganalisa dan menyimpulkan masalah dihadapinya.77 76 Ahmad Madani, Kompetensi Guru (Menurut Peraturan dan Pandangan Islam), An-nahdhah, Jurnal Pendidikan dan Hukum, Vol. 8, No. 1, hlm. 33 77 Ibid., hlm. 27 yang 68 Sehingga, dari uraian diatas bahwa kepribadian guru adalah tingkah laku yang melekat dalam diri pendidik secara mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia. Kepribadian itu bisa membangkitkan semangat, tekun dalam menjalankan tugas, senang memberi manfaat kepada murid menghormati peraturan sekolah sehingga membuat murid bersifat lemah lembut memberanikan mereka, mendorong pada cinta pekerjaan, memajukan berfikir secara bebas tetapi terbatas yang bisa membantu membentuk pribadi menguatkan kepribadian menguatkan kehendak membiasakan percaya pada diri sendiri. Suksesnya seorang guru tergantung dari kepribadian, luasnya ilmu tentang materi pelajaran serta banyaknya pengalaman. Tugas seorang guru itu sangat berat, tidak mampu dilaksanakan kecuali apabila kuat kepribadiannya, cinta dengan tugas, ikhlas dalam mengerjakan, memelihara waktu murid, cinta kebenaran, adil dalam pergaulan. Ada yang mengatakan bahwa masa depan anak-anak di tangan guru dan di tangan gurulah terbentuknya umat. Kemuliaan hati seorang guru diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Guru secara nyata dapat berbagi dengan anak didiknya. Guru tidak akan merasa lelah dan tidak mungkin mengembangkan sifat iri hati, munafik, suka menggunjing, menyuap, malas, marah-marah dan berlaku kasar terhadap orang lain, apalagi terhadap anak didiknya. Guru sebagai pendidik dan murid sebagai anak didik dapat saja dipisahkan kedudukannya, akan tetapi mereka tidak dapat dipisahkan dalam mengembangkan diri murid dalam mencapai cita-citanya. Disinilah kemanfaatan guru bagi orang lain atau murid benarbenar dituntut, seperti hadits Nabi: ”Khoirunnaasi anfa‟uhum linnaas,” artinya sebaikbaiknya manusia adalah yang paling besar memberikan manfaat bagi orang lain (Al Hadits). B. PERKEMBANGAN PRIBADI GURU Kepribadian guru terbentuk atas pengaruh kode kelakuan seperti yang di harapkan oleh masyarakat dan sifat pekerjaanya. Guru harus menjalankan peranannya menurut kedudukannya dalam berbagai situasi sosial. Kelakuan yang tidak sesuai dengan peranan itu akan mendapat kecaman dan harus dielakkannya. Sebaliknya kelakuan yang sesuai akan dimantapkan dan norma-norma kelakuan akan diinternalisasikan dan menjadi suatu aspek dari kepribadiannya. Dalam situasi kelas guru menghadapi sejumlah murid yang harus dipandangnya sebagai “anaknya”. Sebaliknya murid-murid akan memperlakukannya sebagai bapak guru 69 dan ibu guru. Berkat kedudukannya maka guru didewasakan, di- “tua” –kan sekalipun menurut usia yang sebenarnya belum pantas menjadi “orang tua”. Orang tua murid akan mamandang guru sebagai “partner” yang setaraf kedudukannya dan mempercayakan anak mereka untuk diasuh oleh guru. Dalam menjalankan peranannya sebagai guru ia lambat laun membentuk kepribadiannya. Ia diperlakukan oleh lingkungan sosialnya sebgai guru dan ia akan bereaksi sebgai guru pula. Ia menjadi guru karena diperlakukan dan berlaku sebagai guru. Apa yang terjadi dengan guru terdapat pada orang lain yang mempunyai kedudukan dan peranan tertentu. Seorang bupati, gubernur atau menteri akan dipelakukan oleh lingkungan sosialnya dengan kehormatan yang layak diberikan kepada orang berpangkat tinggi. Berkat perlakuan itu bupati atau pejabat tinggi itu akan membentuk pribadinya yang serasi dengan jabatannya. Caranya berbicara, senyum, berjalan, duduk, berpakaian, akan disesuaikannya dengan perananya yang lambat laun menjadi ciri kepribadiannya yang mungkin akan melekat pada dirinya sepanjang hidupnya walaupun ia telah meninggalkan jabatannya. Namun ada pula orang yang hanya berkelakuan menurut jabatannnya selama ia menjalankan peranan itu, seperti pegawai kantor, saudagar, supir, dan lain-lain. Di luar pekerjaannya ia bebas berkelakuan menurut kehendaknya tanpa terikat oleh jabatnnya. Akan tetapi guru diharapkan senantiasa berkelakuan sebagai guru 24 jam sehari. Apa saja dilakukannnya, kapan saja, apakah ia makan di restoran, menonton bioskop, menerima tamu di rumah ia harus senantiasa sadar akan kedudukannya sebagai guru. Ia harus mempertimbangkan film apa ditontonnya, di restoran mana ia makan, bagaimana ia harus berpakaian sewaktu menerima tamu. Kedudukannya sebagai guru akan membatasi kebebasannya dan dapat pula membatasi pergaulannya. Ia tidak akan diajak melakukan kegiatan yang rasanya kurang layak bagi guru. Ia akan mencari pergaulannya terutama dari kalangan guru yang sependirian dengan dia.78 Ada 3 faktor yang menentukan dalam perkembangan kepribadian : 1) Faktor bawaan Unsur ini terdiri dari bawaan genetik yang menetukan diri fisik primer (warna mata, kulit) selain itu juga kecenderungan-kecenderungan dasar misalnya kepekaan, penyesuaian diri. 78 Nasution, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), hlm. 103 - 104 70 2) Faktor lingkungan Faktor lingkungan seperti sekolah, atau lingkungan sosial/budaya seperti teman, guru, dan lain-lain. Dapat mempengaruhi terbentuknya kepribadian. 3) Interaksi bawaan dan lingkungan Interaksi yang terus menerus antara bawaan dan lingkungan menyebabkan timbulnya perasaan aku/diriku dalam diri seseorang. Kepribadian guru terbentuk atas pengaruh kode kelakuan seperti yang diharapkan oleh masyarakat dan sifat pekerjaannya. Guru harus menjalankan peranannya menurut kedudukannya dalam berbagai situasi sosial. Tingkah laku atau moral guru pada umumnya, merupakan penampilan lain dari kepribadian. Bagi anak didik yang masih kecil guru adalah contoh teladan yang sangat penting dalam pertumbuhannya, guru adalah orang pertama sesudah orang tua, yang mempengaruhi pembinaan kepribadian anak didik. Jika tingkah laku atau akhlak guru tidak baik, maka umunya akhak-akhlak anak didik akan rusak, karena anak mudah terpengaruh oleh orang-orang yang dikaguminya. Atau dapat juga menyebabkan anak didik gelisah, cemas atau terganggu jiwa karena ia menemukan contoh yang berbeda atau berlawanan dengan contoh yang selama ini didapatnya di rumah dari orang tuanya. Menurut Athiyah Al-Abrosy bahwasannya sifat-sifat yang seyogyanya dimiliki seorang guru: 1. Hubungan guru dengan murid harus baik. 2. Guru harus selalu memperhatikan murid serta pelajaran mereka. 3. Guru harus peka terhadap lingkungan sekitar murid. 4. Guru wajib menjadi contoh/teladan di dalam keadilan dan keindahan serta kemuliaan. 5. Guru wajib ikhlas di dalam pekerjaannya. 6. Guru wajib menghubungkan masalah yang berhubungan dengan kehidupan. 7. Guru harus selalu membaca dan mengadakan penyelidikan. 8. Guru harus mampu mengajar bagus penyiapannya dan bijaksana dalam menjalankan tugasnya. 9. Guru harus punya niat yang tetap. 10. Guru harus sehat jasmaninya. 11. Guru harus punya pribadi yang mantap. Dalam situasi kelas, guru menghadapi sejumlah murid yang harus dipandangnya sebagai anaknya. Sebaliknya murid-murid akan memperlakukannya sebagai bapak guru dan 71 ibu guru. Berkat kedudukannya, maka guru di dewasakan atau di tuakan, sekalipun menurut usia yang sebenarnya belum pantas menjadi orang tua. Dalam menjalankan peranannya sebagai guru, ia lambat laun membentuk kepribadiannya. Ia diperlakukan oleh lingkungan sosialnya sebagai guru dan ia bereaksi sebagai guru pula. Jadi ia menjadi guru karena diperlakukan dan belaku sebagai guru.Kedudukannya sebagai guru, akan membatasi kebebasannya serta dapat membatasi pergaulannya. Seorang guru tidak akan diajak melakukan kegiatan yang rasanya kurang layak bagi guru, tetapi seorang guru akan mencari pergaulannya terutama dari kalangan guru yang sependirian dengannya. C. CIRI-CIRI STEREOTIP GURU Setiap guru mempunyai pribadi masing-masing sesuai ciri-ciri pribadi yang mereka miliki. Stereotip guru adalah hal-hal yang sering dilakukan oleh para guru. Stereotip juga bisa diartikan sebagai sifat kepribadian. Yang berkembang dimasyarakat adalah adanya suatu anggapan bahwa yang stereotip selalu dianggap benar, sedangkan yang diluar stereotip dianggap salah. Menurut suatu penelitian pada umumnya terdapat cirri-ciri yang berikut pada guru 1. Guru tidak memperlihatkan kepribadian yang fleksibel. Ia cenderung mempunyai pendirian yang tegas dan mempertahankannya. Ia kurang terbuka bagi pendidrian lain yang berbeda. Karena sifat ini ia sulit melihat kebenaran pendapat orang lain atau cara orang lain memecahkan suatu masalah. Guru tidak suka diberi pertanyaan oleh murid, apalagi menerima jawaban yang berbeda dengan guru. 2. Guru pandai menahan diri. Ia hati-hati dan tidak segera menceburkan diri dalam pergaulan dengan orang lain. Karena ia tidak dapat memberikan partisipasi penuh dalam kegiatan sosial. 3. Guru cenderung untuk menjauhkan diri karena hambatan batin untuk bergaul secara intim dengan orang lain. Orang lain juga sukar untuk mengadakan hubungan akrab dengan guru. 4. Guru berusaha menjaga harga diri dan merasa keterikatan kelakuannya pada normanorma yang berkenaan dengan kedudukannya. Baginya guru itu orang terhormat dan karena itu ia harus berkelakuan sesuai dengan kedudukan itu. 5. Guru cenderung untuk bersikap otoriter dan ingin “menggurui” dalam diskusi. Sebagai orang yang serba tau dalam kelas ia akan memperlihatkan sikap yang sama di luar kelas. 72 6. Guru cenderung bersifat konservatif baik dalam pendiriannya maupun dalam hal-hal lahiriah seperti mengenai pakaian. Sebagai guru ia bertugas untuk menyampaikan kebudayaan nenek moyang kepada generasi muda dan dengan demikian turut mempertahankan dan mengawetkan kebudayaan. 7. Guru pada umumnya tidak didorong oleh motivasi yang kuat untuk menjadi guru. Seorang memasuki lembaga pendidikan guru, sering karena pilihan lain tertutup. 8. Guru pada umumnya tidak mempunyai ambisi yang kuat untuk mencapai kemajuan. 9. Guru lebih cenderung untuk mengikuti pimpinan dari pada member pimpinan 10. Guru dipandang kurang agresif dalam menghadapi berbagai masalah. 11. Guru cenderung untuk memandang guru-guru sebagai kelompok yang berbeda dari golongan pekerja lainnya. Kecenderungan ini turut menimbulkan stereotip guru. 12. Guru menunjukan kesediaan untuk berbakti dan berjasa.79 D. MEMILIH JABATAN GURU Siapakah yang memilih jabatan guru? Pekerjaan guru memiliki cirri-ciri tertentu. Apakah orang yang menjadi guru mempunyai kepribadian yang sesuai dengan pekerjaan itu? Sebelum kita menetapkan apakah mengajar merupakan tugas guru yang termasuk profesi atau tidak atau bahkan sekedar tergolong pekerjaan biasa, kiranya perlu kita ketahui persyaratan yang dibutuhkan dalam sebuah aktivitas termasuk profesi. Belakangan telah sedemikian meluas istilah profesi atau professional dikenal dalam masyarakat. Namun sering kali pemahamannya kurang tepat.Kini sangat banyak yang menganggap bahwa setiap orang dapat mengerjakan suatu pekerjaan dengan baik, rapi, dan dapat memuaskan orang lain disebut telah melakukan pekerjaan secara professional. Sehingga dengan mudah masyarakat memberikan gelar professional hampir kepada siapa saja, asal dapat melakukan pekerjaannya dengan baik. Tak jarang kita dengar sebutan koruptor professional, pembantu professional, tukang batu professional, sopir professional dan seterusnya. Benarkah sebutan-sebutan tersebut. Memilih jabatan sering tidak dilakukan secara rasional. Lulusan SMA tidak bebas memilih dan memperoleh jurusan atau fakultas menurut keinginan masing-masing. Karena keterbatasan tempat dan banyaknya calon maka seseorang menerima apa saja yang diperoleh dan merasa beruntung walaupun tempat itu tidak sesuai dengan keinginan atau bakatnya. 79 Ibid., hlm. 104 - 105 73 Studi khusus yang mendalam perlu dilakukan untuk meneliti riwayat hidup dan motivasi individu yang bersangkutan. Dalam penelitian tentang latar belakang sosial yang memilih profesi guru ternyata bahwa kebanyakan berasal dari golongan rendah atau menengah-rendah seperti anak petani, pegawai rendah, saudagar kecil, walaupun ini tidak berarti bahwa semua anak-anak golongan ini akan memilih jabatan sebagai guru.80 Kalau dulu menjadi guru adalah pilihan terakhir ketika pilihan-pilihan utama tidak dapat tercapai, maka dengan diperhatikannya kesejahteraan guru oleh pemerintah, menjadi guru adalah sebuah pilihan yang utama. Jabatan guru merupakan jabatan terhormat dimasyarakat disatu sisi juga menjanjikan masa depan yang lebih terjamin dibanding profesiprofesi lainnya. Tak dapat disangkal kebanyakan guru bekerja dengan penuh dedikasi yang menunjukkan kesediaan tinggi untuk berbakti kepada pendidikan anak dan masyarakat. Sekalipun guru tidak menonjolkan upah financial ia juga manusia biasa yang harus menghidupi keluarganya. Maka sudah selayaknya nasib guru mendapat perhatian pemerintah dan masyarakat. Guru merupakan sebuah profesi yang sangat mulia. Tanpa guru mustahil ada dokter,insinyur,pilot,polisi, tentara, perawat, bidan pegawai, anggota dewan, bahkan presiden. Peran guru sangat vital bagi kemajuan sebuah bangsa. Tapi terkadang kita tidak bangga memiliki profesi sebegai guru bahkan minder dan kalau anda punya pandangan seperti itu rubahlah dari sekarang. Seharusnya kita bangga jadi seorang guru, selain guru merupakan profesi yang sangat mulia dan memiliki peran yang sangat vital bagi kemajuan bangsa ada beberapa alasan kenapa memilih guru sebagai profesi. Berikut 7 alasan mengapa guru jadi profesi 1. Sebagai ladang amal dan dakwah. Dengan mengamalkannya juga kita tidak akan lupa ilmu yang kita dapat selama sekolah dan kuliah bahkan menjadi guru akan menambah ilmu dan wawasan kita. 2. Belajar lebih banyak tentang arti keikhlasan dan kesabaran. Ketika kita mengajar dikelas kita mengahadapi murid yang memiliki karakter yang berbeda-beda sehingga kita dituntut untuk selalu ikhlas dan sabar dalam menghadapi siswa. 3. Bisa menjadi inspirator bagi generasi penerus (siswa). Sebaik-baiknya guru adalah yang bisa menjadi inspirasi bagi siswa. 80 Ibid., hlm. 106 74 4. Sebuah kontribusi positif demi kemajuan bangsa dibidang pendidikan. Dengan menjadi guru kita turut ikut mencerdaskan bangsa. 5. Banyak kesan yang menarik ketika mengajar siswa yang memiliki berbagai karakter. Sehingga dapat menghilangkan rasa jenuh dan stres ketika berbaur dengan siswa. 6. Dapat mengasah kemampuan kita dalam hal IQ, EQ, dan SQ. Dengan menjadi guru kita dituntut untuk terus belajar dan belajar. Karena dalam mengajar siswa kita harus menjadi pribadi yang cerdas serta menjadi teladan bagi siswa. 7. Wadah bagi kita untuk menjadi pribadi yang senantiasa berkarya, berkreasi dan berinovasi. E. KETEGANGAN DALAM PROFESI KEGURUAN Pendidikan diyakini sebagai variabel terpenting, strategis, dan determinatif bagi perubahan masyarakat. Maju mundurnya kualitas peradaban suatu masyarakat sangat bergantung pada bagaimana kualitas pendidikan diselenggarakan oleh masyarakat. Sejarah membuktikan bahwa hanya bangsa- bangsa yang menyadari dan memahami makna strategisnya pendidikanlah yang mampu meraih kemajuan dan menguasai dunia. Pendidikan merupakan alat terefektif bagi perubahan masyarakat dan pencapaian kemajuan dalam berbagai dimensi kehidupan. Tantangan profesi guru saat ini tentunya sangat berbeda dengan tantangan di era-era sebelumnya. Persoalan kehidupan berbangsa dan bernegara menjadi sangat kompleks, sekaligus sulit diprediksi. Menurut laporan UNESCO 1996 sebagaimana dikutip oleh Sutoyo Imam Utoyo (2009: 479) bahwa ada tujuh ketegangan yang dihadapi abad 21 ini yang secara langsung atau tidak langsung berpengaruh pada dunia pendidikan khususnya, dan kehidupan manusia pada umumnya. Ketujuh ketegangan itu ialah: 1. Ketegangan antara global dan lokal, yaitu di satu pihak kecenderungan manusia akan menjadi satu warga dunia secara global akan tetapi tidak ingin tercerabut akarnya dari budaya lokal; 2. Ketegangan antara universal dan individual; 3. Ketegangan antara tradisional dan modernitas; 4. Ketegangan antara pertimbangan jangka panjang dan jangka pendek; 5. Ketegangan antara kebutuhan untuk kompetisi dan kepedulian pada keseimbangan kesempatan; 75 6. Ketegangan antara kecepatan perkembangan pengetahuan dan kemampuan manusia untuk mengikutinya; 7. Ketegangan antara spiritual dan materi. Menurut Nasution, profesi guru memiliki ketegangan yang disebabkan oleh beberapa hal berikut. 1. Tiap pekerjaan mengandung aspek-aspek yang dapat menimbulkan ketegangan, apakah pekerjaan sebagai diplomat, penerbang, sopir, dokter, ataupun guru. Ketegangan itu tidak hanya ditentukan oleh sifat pekerjaan itu, tetapi juga bergantung pada orang yang melakukannya. Orang ingin mencari kepuasan dalm pekerjaannya, tetapi tak selalu kepuasan itu diperolehnya karena ada yang menghalanginya. Ketegangan timbul sebagai akibat hambatan untuk mencapai kepuasan yang dicari individu dari kedudukannya. Sifat ketegangan itu bergantung kepada apa yang ingin dicapai seseorang dalam pekerjaannya atau keterlibatan dalam pekerjaannya itu. Kepuasan yang dicari oleh berbagain individu berbeda-beda. Pekerjaan yang dapat memberikan kepuasan kepada seseorang belum tentu akan memberikan kepuasan kepada seseorang belum tentu akan member kepuasan kepada orang lain. Apa yang menimbulkan ketegangan bagi seseorang mungkin tidak mempunyai pengaruh terhadap orang lain. 2. Gaji pekerja atau pegawai pada umumnya tidak tinggi dibandingkan dengan gaji orang di Negara-negara yang maju, atau dibandingkan dengan guru di Malaysia atau Singapura. Walaupun gaji guru tidak lebih rendah dari gaji resmi pegawai-pegawai lainnya, pendapatan guru pada umumnya lebih rendah. Secara financial, jabatan guru tidak akan membuat seorang jadi kaya. Bukan hanya di negara kita, juga di Negara-negara lain, guru banyak mengeluh tentang gajinya. Di Amerika Serikat, misalnya, gaji buruh kasar sering melebihi gaji guru. 3. Guru-guru pada umumnya tidak begitu melibatkan diri dalam usaha mencapai uang, namun menginginkan adanya jaminan ekonomis agar dapat menutupi biaya kehidupan sehari-hari menurut keperluannya. Untuk mencari jaminan ini, guru atau anggota keluarganya sering terpaksa mencari sumber-sumber financial lain. Ini kemudian menimbulkan ketegangan dikalangan guru. 4. Mengenai status guru di dalam masyarakat, dapat kita selidiki pendapat orang banyak. Guru bnyak berasal dari golongan rendah atau menengah rendah dan memandang jabatan sebagai guru sebagai jalan untuk mendapatkan status yang lebih tinggi. Status guru yang tidak begitu tinggi dalam mata masyarakat dan status yang tidak jelas bagi guru mungkin akan mengecewakannya dan dapat mengganggu kestabilan kepribadiaanya. Status guru 76 yang tak jelas ini dapat menjadi sumber ketegangan bagi orang yang mencari kenaikan statusnya melalui jabatannya. 5. Sumber ketegangan lain bagi guru ialah otoritas guru untuk menghukum atau member penghargaan kepada murid. Tidak selalu sama pendapat masyarakat apa yang harus dihargai atau dihukum sehingga dapat menimbulkan ketegangan. Semua orang tua menginginkan adanya disiplin, tetapi jika anaknya diberi hukuman karena terlambat sedikit, atau terdapat merokok, ada orang tua yang menganggap hukuman itu terlampau keras atau tidak pada tempatnya. Sebaliknya, ada orang tua yang mengingatkan agar anaknya diberi hukuman yang keras, bahkan diberi hukuman jasmani yang tidak dapat diterima oleh guru. Demikianlah guru berada pada titik silang berbagai harapan dan tuntutan, yakni dari pihak orang tua dan masyarakat, dari pihak sekolah dan atasan, serta dari tuntutan profesi keguruan yang dipengaruhi oleh berbagi aliran. 6. Ketegangan juga dapat ditimbulkan oleh persoalan apakah pekerjaan guru dapat diakui sebagai profesi. Tanpa melalui pendidikan keguruan, seseorang dapat mengajar. Hal yang tidak mungkin terjadi dalam profesi dokter dan hukum. Diadakannya akta IV/V dapat dipandang sebagai pengakuan atas perlunya pendidikan khusus keguruan dapat mengajar dengan tanggung jawab. 7. Sumber ketegangan juga terletak dalam pekerjaan guru di dalam kelas. Di situ diuji kemampuannya dalam profesinya, kesanggupannya untuk mengatur proses belajar mengajar agar berhasil baik sehingga memuaskan bagi setiap murid. Gangguan disiplin, kenakalan, kemalasan, ketidakmampuan, atau kebodohan anak dapat menjadi sumber ketegangan dan frustasi bagi guru yang benar-benar melibatkan diri dalam prose situ.81 Guru jaman sekarang berada di posisi tersandung, terjebak dan terbebani. Hal ini dikaitkan dengan jabatan guru dan selalu dikaitkandengan rujukan nilai-nilai yang bersifat normatif sehingga selaludipandang sebagai jabatan mulia. Masyarakat tidak mau tahu, yang penting guru harus berprilaku sesuai sengan norma itu. Di masa lalu, dalam kondisi kehidupan sosial budaya yang masih homogen, mungkin hal itu dapat diwujudkan oleh guru. Namun, jaman telah berubah karena pesatnya perkemmbangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Telah terjadi pergeseran nilai yang menjurus ke hal-hal yang bersifat materialis dan lahiriyah. 81 Muhammad Rifa‟i, Sosiologi Pendidikan, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), hlm. 109 - 111 77 F. GANGGUAN FISIK DAN MENTAL GURU Apakah guru mengalami gangguan fisik dan mental akibat pekerjaannya tidak mudah diselidiki. Dapat diperoleh data tentang absensi guru serta sebab-sebabnya. Jika guru batukbatuk apakah itu suatu gejala umum ataukah karena debu kapur yang dihirupnya? Apakah semua guru yang menggunakan papan tulis dan kapur pada suatu saat akan memeperoleh penyakit batuk? Menentukan hubungan kausal antara penyakit guru dengan pekerjaanya tidak mudah. Penyakit yang diderita oeleh guru seperti batuk-batuk, bukan penyakit yang terdapat pada guru saja, atau lebih banyak terdapat di kalangan guru. Setidaknya harus diadakan perbandingan antara penyakit yang diderita guru dengan sektor penduduk lainnya. Berdasarkan penelitian guru sangat rentan terhadap penyakit yang berhubungan dengan radang tenggorok sampai sariawan. Hal ini dikarenakan intensitas mengajar yang tinggi tanpa ditopang dengan asupan vitamin yang memadai, akhirnya yang terjadi system immune ( kekebalan ) menurun dan ia menjadi gampang terserang berbagai macam penyakit, terutama dua penyakit di atas. Demikian juga halnya dengan gangguan mental pada guru apakah penyakit mental lebih banyak terdapat di kalangan guru? Menurut suatu laporan di suatu rumah sakit di U.S.A persentase tertinggi yang dirawat adalah guru. Mungkin memang guru yang paling banyak mengalami gangguan mental, atau guru paling banyak pergii ke ahli jiwa bila ada sedikit gangguan mental yang dialaminya. Menurut penelitian Hicks 17, 5 persen dari sampel guru yakni 20 persen guru wanita dan 8 persen guru pria cepat “nervous” atau gugup diukur dengan kuesioner yang menunjukkan kondisi neurotik. Peneliti lain Philips menemukan bahwa 20 persen dari sampelnya sangat neurotik berdasarkan Bernreuter Inventory seang menurut penyelidikan Peck 33 persen dari kelompok wanita mempunyai gangguan mental dan 12 persen memerlukan bantuan psikiatris berdasarkan Thurstone Inventory. Ada kemungkinan, menurut pendapat sejumlah peneliti, bahwa tidak adanya hidup kekeluargaan yang normal dan frustasi dalam hubungan seks yang normal turut menambah gangguan mental guru-guru wanita yang tidak menikah. Guru pria dianggap mempunyai menta yang lebih stabil bila mereka mempunyai keluarga yang normal. Berdasarkan penelitian itu dapat dibuktikan adanya guru yang mengalami gangguan mental, bahwa ada di antarntya yang memerlukan perawatan psikiater. Akan tetapi penelitian itu tidak menunjukkan apakah gangguan mental itu lebih banyak terdapat di kalangan guru dibandingkan dengan profesi lain. Juga tidak di ketahui apakah gangguan-gangguan mental itu ada pada calon guru, nyata atau laten, sebelum ia melakukan profesinya ataukah gangguan mental itu timbul sebagai akibat pekerjaanya sebagai guru. 78 Selanjutnya tidak diketahui hingga manakah gangguan mental itu merugikan murid dan proses beljar-mengjar. Andaikan ternyata bahwa memang lebih banyak terdapat gangguan mental pada guru dibandingkan dengan profesi lain, maka ada dua kemungkinan: 1. Mereka yang terganggu jiwanya atau cenderung mempunyai gangguan jiwa lebih banyak memasuki profesi guru daropada memilih pekerjaan lain. 2. Guru yang berasal dari populasi pormal memeproleh gangguan mental dalam persentase yang lebih tinggi dibdandingkan dengan profesi lain. Ada pula kemungkinan kedua faktor itu terjadi serentak, Philips melaporkan bahwa calon-calon guru menunjukkan stabilitas emosional yang lebih tinggi daripada guru, jadi tampaknya gangguan mental disebabkan oleh pekerjaannya. Akan tetapi di sini pun tak kita ketahui apakah pekerjaan guru lebih banyak menimbulkan gangguan mental daripada pekerjaan lain. Andaikan profesi keguruan lebih banyak mengakibatkan gangguan mental maka para pemuda-pemudi tidak akan tertarik oleh pekerjaan ini. Akan tetapi dibanding dengan profesi lain seperi dokter, insinyur, ahli ekonomi, dan lain-lain guru tidak mempunyai daya tarik yang begitu besar. Lulusan SMA pada umumnya akan menempatkan lembaga pendidikan guru telah gagal memasuki Perguruan inggi yang mereka idam-idamkan. Kegagalan dan frustasi itu akan dapat menimbulkan frustasi yang pada suatu saat mengakibatkan gangguan mental pada orang yang normal. Banyak tuntutan-tuntutan terhadap guru, di antarnya ada yang saling bertentangan, usahanya mendiddik anak sering menemui kegagalan, hubungannya dengan anak-anak penuh ketegangan, dan banyak lagi gaktor lain yang dapat mengguncangkan kestabilan pribadi seseorang. Akan tetapi profesi lain seperti dokter, insinyur, ahli hukum, dan sebagainya, juga tidak ada yang bebas dari ketegangan. Ketegangan itu sendiri tidak terlalu mempunyai pengaruh negatif akan tetapi dapat justru meningkatkan keamuan, kegiatan, dan usaha untuk menghadapi kesulitan-kesulitan dengan semangat yang lebih tinggi, yang akan memberi kepuasan yang lebih besar bila berhasil. Guru yang terganggu mentalnya, apalagi yang sakit jiwa, tentu dapat merusak anakdidik. Akan tetapi taraf yang demikian merusak, jarang terdapat dan sebelumnya sudah dapat disinyalir dan dicegah. Pada umumnya, sekalipun ada terdapat gangguan mental pada guru tidak ada bukti-bukti yang nyata tentang adanya keruasakan yang di timbulkan pada anak. Bahkan ada kemungkinan adanya gangguan keseimbangan dapat menambah efektivitas guru. Orang tidak senang megalami keadaan terganggu dan akan berusaha untuk melenyapkannnya antara lain dengan usaha yang lebih giat untuk mencapai kepuasan. 79 Dengan kemungkinan mengalami frustasi, gangguan, ketidakseimbangan guru masih dapat mengembangkan kepribadian yang “normal”, sehat, gembira, penuh kepercayaan akan diri sendiri, dan mengadapi masa-depan dengan optimisme serta penuh harapan. Pekerjaan guru banyak mengandung keindahan, tantangan yang sehat dan kebahagiaan bagi mereka melakukannya dengan penuh cinta dan dedikasi.82 82 Nasution, Op. Cit., hlm. 110 - 113 80 Hubungan Guru-Peserta Didik 81 HUBUNGAN GURU-PESERTA DIDIK A. Peranan Guru atau Pendidik dalam Pembelajaran Peran adalah suatu yang memiliki kedudukan. Mayor Polak berpendapat peran memiliki dia arti yaitu sebagai berikut:83 1. Dari sudut individu berarti sejumlah peranan yang timbul dari berbagai pola yang di dalamnya individu tersebut ikut aktif. 2. Peranan secara umum menunjuk pada keseluruhan peranan itu dan menentukan apa yang dikerjakan seseorang untuk masyarakatnya, serta apa yang dapat diharapkan dari masyarakat itu. Dengan memperhatikan kajian Pullias dan Young (1988), Manan (1990), serta Yelon and Weinstein (1997), dapat diidentifikasikan sedikitnya 19 peran guru, yakni guru sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, pelatih, penasehat, pembaharu (innovator), model dan teladan, pribadi, peneliti, pendorong kreativitas, pembangkit pandangan, pekerja rutin, pemindah kemah, pembawa ceritera, aktor, emansipator, evaluator, pengawet, dan sebagai kulminator.Dan dari 19 peran di atas, dibawah ini hanya akan dijelaskan 6 peran saja, yang menurut penulis memiliki relevansi langsung dengan proses pembelajaran. 1. Guru Sebagai Pendidik Guru adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan, dan identifikasi bagi para peserta didik, dan lingkungannya. Oleh karena itu, guru harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu, yang mencakup tanggung jawah, wibawa, mandiri, dan disiplin. Berkaitan dengan tanggung jawab; guru harus mengetahui, serta memahami nilai, norma moral, dan sosial, serta berusaha berperilaku dan berbuat sesuai dengan nilai dan norma tersebut. Guru juga harus bertanggung jawab terhadap segala tindakannya dalam pembelajaran di sekolah, dan dalam kehidupan bermasyarakat. Berkenaan dengan wibawa; guru harus memiliki kelebihan dalam merealisasikan nilai spiritual, emosional, moral, sosial, dan intelektual dalam pribadinya, serta memiliki kelebihan dalam pemahaman ilmu.pengetahuan, teknologi, dan seni sesuai dengan bidang yang dikembangkan. 83Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan,Jakarta, Rineka Cipta,2010,hlm, 41 82 2. Guru Sebagai Pengajar Sejak adanya kehidupan, sejak itu pula guru telah melaksanakan pembelajaran, dan memang hal tersebut merupakan tugas dan tanggung jawabnya yang pertama dan utama. Guru membantu peserta didik yang sedang berkembang untuk mempelajari sesuatu yang belum diketahuinya, membentuk kompetensi, dan memahami materi standar yang dipelajari. Pertentangan tentang mengajar berdasar pada suatu unsur kebenaran yang berangkat dari pendapat kuno yang menekankan bahwa mengajar berarti memberitahu atau menyampaikan materi pembelajaran.Dalam hal ini, konsep lama yang cenderung membuat kegiatan pembelajaran menjadi monoton wajar jika mendapat tantangan, tetapi tidak dapat didiskreditkan untuk semua pembelajaran. Kegiatan belajar peserta didik dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti motivasi, kematangan, hubungan peserta didik dengan guru, kemampuan verbal, tingkat kebebasan, rasa aman, dan keterampilan guru dalam berkomunikasi. Jika faktor-faktor di atas dipenuhi, maka melalui pembelajaran peserta didik dapat belajar dengan baik.Sehubungan dengan itu, sebagai orang yang bertugas menjelaskan sesuatu, guru harus berusaha membuat sesuatu menjadi jelas bagi peserta didik, dan berusaha lebih terampil dalam memecahkan masalah. 3. Guru Sebagai Pembimbing Guru dapat diibaratkan sebagai pembimbing perjalanan (Guide), yang berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya bcrtanggung jawab atas kelancaran perjalanan itu. Dalam hal ini, istilah perjalanan tidak hanya menyangkut fisik tetapi juga perjalanan mental, emosional, kreatifitas, moral, dan spiritual yang lebih dalam dan kompleks.Sebagai pembimbing, guru harus merumuskan tujuan secara jelas, menetapkan waktu perjalanan, menetapkan jalan yang harus ditempuh, menggunakan petunjuk perjalanan, serta menilai kelancarannya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan peserta didik.Semua itu dilakukan berdasarkan kerjasama yang baik dengan peserta didik, tetapi guru memberikan pengaruh utama dalam setiap aspek perjalanan.Sebagai pembimbing, guru memiliki berbagai hak dan tanggung jawab dalam setiap perjalanan yang direncanakan dan dilaksanakannya. 4. Guru Sebagai Pelatih Proses pendidikan dan pembelajaran memerlukan latihan keterampilan, baik intelektual maupun motorik, sehingga menuntut guru untuk bertindak sebagai pelatih. Hal ini lebih ditekankan lagin karena tanpa latihan seorang peserta didik tidak akan mampu menunjukkan penguasaan kompetensi dasar, dan tida akan mahir dalam berbagai 83 keterampilan yang dikembangkan sesuai dengan materi standar. Oleh karena itu, guru harus berperan sebagai pelatih, yang bertugas melatih peserta didik dalam pembentukan kompetensi dasar, sesuai dengan potensi masing-masing. 5. Guru Sebagai Penasehat Guru adalah seorang penasehat bagi peserta didik, bahkan bagi orang tua, meskipun mereka tidak memiliki latihan khusus sebagai penasehat dan dalam beberapa hal tidak dapat berharap untuk menasehati orang. Banyak guru cenderung menganggap bahwa konseling terlalu banyak membicarakan klien, seakan-akan berusaha mengatur kehidupan orang, dan oleh karenanya mereka tidak senang melaksanakan fungsi ini.Padahal menjadi guru pada tingkatmanapun berarti menjadi penasehat dan menjadi orang kepercayaan, kegiatan pembelajaranpun meletakannya pada posisi tersebut. 6. Guru Sebagai Model dan Teladan Guru merupakan model atau teladan bagi para peserta didik dan semua orang yang menganggap dia sebagai guru. Secara teoretis, menjadi teladan merupakan bagian integral dari seorang guru, sehingga menjadi guru berarti menerima tanggung jawab untuk menjadi teladan.Memang setiap profesi mempunyai tuntutan-tuntutan khusus, dan karenanya bila menolak berarti menolak profesi itu.Pertanyaan yang timbul adalah apakah guru harus menjadi teladan baik di dalam melaksanakan tugasnya maupun dalam seluruh kehidupannya? Dalam beberapa hal memang benar bahwa guru harus bisa menjadi teladan di kedua posisi itu, tetapi jangan sampai hal tersebut menjadikan guru tidak memiliki kebebasan sama sekali. Dalam batas-batas tertentu, sebagai manusia biasa tentu saja guru memiliki berbagai kelemahan, dan kekurangan.84 B. Jenis-Jenis Hubungan Guru-Murid Hubungan guru murid banyak ragamnya bergantung pada guru, murid serta situasi yang dihadapi.Tiap guru mempunyai hubungan yang berbeda menurut pribadi dan situasi yang dihadapi.Untuk mempelajarinya, kita dapat berpegang pada tipe-tipe guru, misalnya guru yang otoriter yang menjaga jarak dengan murid dan guru yang ramah, yang dekat serta akrab dengan muridnya.Guru yang otoriter tak mengizinkan anak melewati batas atau jarak social tertentu. Guru itu tak ingin murid menjadi akrab dengan dia. Juga dalam situasi 84 JURNAL FALASIFA. Vol. 1 No.1 Maret 2010,hlm., 116-119 84 rekreasi ia mempertahankan jarak itu. Guru tetap merasa berkuasa dan berhak untuk memberikan perintah. Diharapkannya agar perintah itu juga ditaati. Guru yang otoriter ini yang mungkin dianggap kurang ramah tidak akan diajak oleh murid-muridnya dalam kegiatan santai yang gembira. Murid juga tidak akan mudah membicarakan soal-soal pribadi dengan dia. Jadi antara guru dan murid tidak terdapat hubungan yang akrab. Guru seperti ini disegani, ditakuti, mungkin juga kurang disukai atau justru dikagumi bila ia juga memiliki sifat-sifat baik.85 Sebaiknya guru yang ramah akan dekat kepada muridnya. Murid-murid suka meminta dia turut serta dalam kegiatan rekreasi dan membicarakan soal-soal pribadi, namun mungkin dianggap kurang berwibawa. Tipe guru yang murni, yang sepenuhnya otoriter atau sepenuhnya ramah tentu tidak ada. Tiap guru akan mempunyai kedua sifat itu dalam taraf tertentu. Akan tetapi kedua tipe itu dapat dijadikan pegangan yang berguna untuk menganalisis hubungan antara guru dan murid. Peranan yang dijalankan oleh guru dalam hubungannya dengan murid-muridnya akan mendekati salah satu tipe itu dalam taraf yang berbeda-beda. Respons murid terhadap peranan guru itu merupakan faktor utama yang menentukan efektivitas guru. Tipe kelakuan guru tertentu mungkin lebih efektif terhadap murid tertentu, misalnya bagi sejumlah murid tipe guru yang otoriter yang efektif, sedangkan bagi murid lain tipe guru yang ramah lebih sesuai. Adapun hubungan guru–murid dikatakan baik apabila hubungan itu memilki sifatsifat sebagai berikut: 1. Keterbukaan, sehingga baik guru maupun murid saling bersikap jujur dan membuka diri satu sama lain; 2. Tanggap bilaman seseorang tahu bahwa dia dinilai oleh orang lain; 3. Saling ketergantungan antara satu dengan yang lain; 4. Kebebasan yang memperbolehkan setiap orang tumbuh dan mengembangkan keunikannya, kreatifitasnya dan kepribadiannya; 5. Saling memenuhi kebutuhan, sehingga tidak ada kebutuhan satu orang pun yang tidak terpenuhi. Hubungan guru dan murid menurut Ibnu „Athaillah dalam tinjauan kapitalisme Pendidikan. Perspektif kapitalisme pendidikan berbeda dengan pandangan Ibn Atahillah tentang pendidikan. Menurut Ibnu „Athaillah belajarbertujuan untuk memperoleh makrifat 85 Nasution, Sosiologi Pendidikan,Jakarta, PT. Bumi Akasar,2010,hlm.115 85 dan tidak ada kaitannyasama sekali dengan pemenuhan kebutuhan pasar dan untuk mencaripekerjaan. Setiap hamba telah dijamin rezekinya oleh Allah.Bahkanseorang murid harus uzlah, yakni menjauhkan diri dari hiruk-pikuknyakehidupan dan berkonsentrasi pada diri sendiri untuk mendekatkandiri kepada Allah.Seorang murid yang menjalani keidupan sepertiuntuk memperoleh makrifat disebut suluk.Kapitalisme pendidikan menggeser arah pendidikan sedemikianrupa sehingga pendidikan menjadi pabrik tenaga kerja yang cocokuntuk tujuan ekonomi kapitalis. Kurikulum juga diisi dengan pengetahuan dan keahlian untuk industrialisasi, baik manufakturmaupun agroindustri. Dengan demikian, maka murid dalam kapitalisme harus memilikidaya jual dan daya juang demi mencapai tujuan para kapital. Ketikamurid tidak menyadari bahwa di luar sana terjadi persaingan yang ketat untuk hidup, hal tersebut menurut pendidikan kapitalis adalah sangat mengkawatirkan. Kapitalisme pendidikan bertentangan dengan tradisi manusia yang memiliki visi pendidikan sebagai strategi untuk eksistensi manusia dan juga sarana untuk menciptakan keadilan sosial, wahana untuk memanusiakan manusia serta wahana untuk pembebasan manusia.Kapitalisme pendidikan, sebaliknya, memandang pendidikan sebagai komoditas.Demikian pula halnya, terkait dengan pandangan Ibnu „Athaillah tentang murid, tentu kapitalisme akan memvonisnya sebagai model pendidikan yang degeneratif dan musuh dari produktifitas. Bagaimana mungkin mendidik murid yang tidak memiliki lifeskill dan keinginan survive akan memberikan profit pada stakeholder. Menurut kapitalisme pendidikan, pengasingan murid dari konteks kehidupan nyata, berupa kemampuan untuk memenuhi kebutuhan atau nafsu duniawinya, adalah sebentuk pembodohan dan kemunduran dari peradaban (ekonomi) yang berkembang dengan massif.86 C. Reaksi Murid Terhadap Peranan Guru Pendidik dan peserta didik merupakan dua jenis status yang dimiliki oleh manusiamanusia yang memainkan peran fungsional dalam wilayah aktivitas yang terbingkai sebagai dunia pendidikan. Pendidik dan peserta didik merupakan dua jenis status yang dimiliki oleh manusiamanusia yang memainkan peran fungsional dalam wilayah aktivitas yang terbingkai sebagai dunia pendidikan. 86Kodifi kasia, Volume, 9 No. 1 Tahun 2015 86 Reaksi murid yang berlainan terhadap tuntutan guru yang kurang dikehendaki antara lain : mengganggu jalannya pelajaran dalam kelas dan mengancam adanya perbedaan antara status guru dan murid. Proses pendidikan banyak terjadi dalam interaksi sosial antara guru dan murid. Sifat interaksi ini banyak tergantung pada tindakan guru yang ditentukan antara lain oleh tipe peranan guru. Bagaimana reaksi murid terhadap peranan guru dapat diketahui dari ucapan murid tentang guru itu.Tentang hal ini telah dilakukan sejumlah penelitian.87 Frank Hart pada tahun 1934 menanyakan kepada sejumlah 10.000 siswa Sekolah Menengah Atas guru yang bagaimana yang paling mereka sukai dan apa sebabnya mereka menyukainya. Alasan yang paling banyak dikemukakan ialah bahwa guru disukai bila ia “berperi kemanusiaan, bersikap ramah, bersahabat”. Juga sering disebut alasan seperti ”suka membantu dalam pelajaran, riang, gembira, mempunyai rasa humor, menghargai lelucon”. Sifat-sifat yang dihargai murid-murid itu sesuai dengan gambaran guru yang demokratis.88 Dalam penelitian lain diperoleh hasil yang sama dengan metode yang agak berbeda. Murid-murid diminta menilai guru-guru mengenai kesanggupannya mengajar dan kelakuan guru terhadap murid. Yang paling disenangi oleh para siswa ialah guru yang ramah, yang paling sering turut serta dalam kegiatan rekreasi mereka, yang dapat dipercayakan soalsoal pribadi, dan yang suka membantu dalam pelajaran. Yang kurang disukai ialah guru-guru yang sering mencela, marah, menggunakan sindiran atau kata-kata yang tajam. Pada umumnya guru yang disenangi ialah guru yang sering dimintai nasihatnya, yang mau diajak bercakap-cakap dalam suasana yang menggembirakan, tidak menunjukkan superiotasnyadalam pergaulan sehari-hari dengan murid, selalu ramah, selalu berusaha memahami anak didiknya. Sebaliknya guru tidak disukai bila ia sering marah, tak pernah ketawa, suka menyindir, tak mau membantu anak dalam kesulitan belajar, dan menjauhkan diri dari murid di luar kelas. D. Hubungan Antara Hasil Belajar Murid Dengan Kelakuan Guru Hilgard dan Bower mengemukakan belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang pada situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalaman yang berulang-ulang dalam situasi itu, di mana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atas dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan, atau keadaan sesaat seseorang. Menurut 87 Nasution,Op.Cit.hlm., 117 88 Nasution,ibid 87 Witheritong belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian, dimanifestasikan sebagai pola-pola respon yang baru yang berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan, dan kecakapan. Dari berbagai definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa: Belajar merupakan suatu perubahan tingkah laku baik ke arah yang lebih baik maupun perubahan ke arah yang lebih buruk. Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi dengan adanya latihan atau karena adanya pengalaman.Agar dapat disebut belajar maka perubahan itu harus bersifat mantap dan tidak hanya sesaat.Tingkah laku yang mengalami perubahan dalam belajar menyangkut berbagai aspek baik fisik maupun psikis. Setiap orang yang belajar pasti menginginkan prestasi belajar yang tinggi.Hal tersebut menjadi keinginan guru, orang tua, dan siswa itu sendiri karena prestasi belajar merupakan tolok ukur keberhasilan pendidikan. Prestasi belajar adalah apa yang telah diciptakan, hasil pekerjaan, hasil yang menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan keuletan kerja (Dimyati, 2009:76).89 Prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru (Depdikbud, 2004:747). Dengan demikian, prestasi belajar adalah pernyataan atau bukti keberhasilan yang telah dicapai oleh siswa selama proses belajar yang biasanya pernyataan atau keberhasilan ini berupa nilai baik itu dalam bentuk angka atau huruf.90 Untuk menilai efektifitas guru dalam mengajar dapat diminta pendapat penilik sekolah, Kepala sekolah dan juga murid. Dalam suatu penelitian ternyata bahwa pertambahan pengetahuan murid dalam pelajaran rendah korelasinya dengan taraf disukainya guru itu oleh murid.Jadi guru yang disukai, yang ramah, yang suka bergaul dengan murid dalam kegiatan rekreasi, yang sering dimintai pendapatnya mengenai soal-soal pribadi, ternyata bukan guru yang efektif dalam menyampaikan ilmu.Walaupun penelitian ini belum dapat dipercayai sepenuhnya, namun dapat memberi petunjuk bahwa guru yang disenangi dan diangap guru yang baik tidak sebaik guru yang otoriter dalam menambah pengetahuan murid dan menyelesaikan bahan yang ditentukkan kurikulum.91 89 Jurnal Pendidikan Madrasah, Volume 1, Nomor 1, Mei 2016 P-ISSN: 2527-4287 - E-ISSN: 2527-6794 90 Jurnal Pendidikan Madrasah,ibid 91 Nasution,Op.Cit.hlm., 118 88 Kurikulum memiliki komponen tujuan atau kompetensi, isi, strategi, dan evaluasi.92 Murid cenderung terlalu santai dan tidak semuanya harus dari diri murid sendiri, terkadang dalam beberapa segi murid perlu dipaksa dan di sikapi dengan tegas.Karena sifat murid cenderung malas-malasan dan belum mengetahui pentingnya belajar, mereka cenderung suka bermain dan bersenang-senang.Guru yang ramah, tidak ingin memaksa. Guru tersebut lebih ingin murid belajar berdasarkan keinginan sendiri, tapi guru yang otoriter cenderung memaksa sehingga mau tidak mau murid akan belajar. E. Perilaku Murid Berhubungan Dengan Perilaku Guru Jika kita berbicara tentang hubungan guru dan murid, sebenarnya itu lebih mempunyai sifat yang relatif stabil. Dimana ciri khas dari hubungan ini adalah bahwa terdapat status yang tak sama antara guru dan murid. Guru itu secara umum diakui mempunyai status yang lebih tinggi dan karena itu dapat menuntut murid untuk menunjukkan kelakuan yang sesuai dengan sifat hubungan itu. Bila anak itu meningkat didalam kelas ada kemungkinan ia mendapatkan kedudukan yang lebih tinggi dari yang lainnya. Dalam hubungan guru dan murid biasanya hanya muridlah yang diharapkan mengalami sebuah perubahan kelakuan sebagai hasil belajar. Setiap orang yang mengajar akan mengalami perubahan dan menambah pengalamannya, akan tetapi ia tidak diharuskan menunjukkan perubahan kelakuan, sedangkan murid harus membuktikan bahwa ia telah mengalami perubahan kelakuan. Perubahan kelakukan yang diharapkan mengenai hal-hal tertentu yang lebih spesifik, misalnya agar anak menguasai bahan pelajaran tertentu. Mengenai hal-hal yang umum, yang kabur, tidak mudah tercapai kesamaan pendapat, misalnya guru harus menunjukkan cinta kasih kepada murid, apakah ia harus bertindak sebagai sebagai orang tua, atau sebagi sahabat. Karena sifat tak sama dalam kedudukan guru dan murid, maka sukar bagi guru untuk mengadakan hubungan yang akrab, kasih sayang maupun sebagai teman dengan murid. Demi hasil belajar yang diharapkan diduga guru itu harus dihormati dan dapat memelihara jarak dengan murid agar dapat berperan sebagai model bagi muridnya Kita dapat mengamati perilaku anak dalam kelas dan mencoba melihat hubungannya dengan tindakan guru.Tak semua perbuatan anak diakibatkan perbuatan guru.Juga tidak 92Anselmus, JE Toenlioe, Sosiologi Pendidikan, Bandung, PT. Refika Aditama, 2016,hlm.,55 89 selalu mudah dipastikan bahwa perilaku anak ada hubungannya dengan perilaku guru. Perilaku guru yang sama mungkin berbeda pengaruhnya terhadap murid di SD dan di SM.93 Perilaku anak dalam kelas yang kita amati dapat berupa (1) perbuatan yang menunjukkan ketegangan, rasa cemas yang tampak pada anak SD dengan mengicap jari, menarik-narik rambut, (2) perbuatan yang tak bertalian dengan pelajaran sepeti melihat-lihat ke depan, kiri-kanan, (3) bercakap-cakap atau berbisik-birik dengan anak lain, (4) main-main dengan sesuatu, (5) mematuhi apa yang disuruh lakukan oleh guru, (6) tidak mematuhi perintah guru, melakukan sesuatu yang mengganggu pelajaran.94 Pada umumnya perbuatan anak sebagai reaksi terhadap perilaku guru dapat bersifat menurut atau tidak menurut, menyesuaikan diri dengan perintah guru atau menentangnya. Anak yang menurut akan menunjukkan kerjasama, turut memberi sumbangan pikiran, mengajukan pertanyaan, memberi bantuan dan dengan demikian memperlancar pelajaran. Dalam penelitian pada murid-murid SD ternyata bahwa bila guru itu dominatif maka lebih banyak murid yang bercakap-cakap, berbisik-bisik atau mengadakan kontak satu sama lain secara tersembunyi, bermain-main dengan sesuatu secara diam-diam. Jadi sebenarnya tidak mengindahkan guru. Mereka kurang atau jarang mengemukakan saran-saran atau buah pikirannya secara sukarela, kurang terdorong untuk menjawab pertanyaan guru atau mengajukan pertanyaan atau menyatakan sesuatu secara spontan / pada guru yang integratif anak-anak lebih berani dan bersedia untuk mengemukakan pendapatanya, lebih spontan dalam ucapannya dan suka bekerjasama. Dominasi guru tak selalu berhasil untuk mencapai kepatuhan sepenuhnya, bahkan dapat menimbulkan konflik atau tantangan sekalipun dalam bentuk yang tersembunyi. Selain itu dominasi guru terhadap murid dapat menimbulkan dominasi murid terhadap murid-murid yang lain yang lebih lemah. Khususnya anak yang paling banyak didominasi oleh guru cenderung untuk menunjukkan kekuasaannya terhadap anak-anak lain sebagai kompensasi. Berdasarkan studi ini dapat dikemukakan hipotesis yang berikut: (1) guru yang dominatif dalam kelas akan menghadapi murid-murid yang tidak menunjukkan sikap kerjasama, (2) murid-murid di bawah pimpinan guru-guru dominatif juga akan bersikap dominatif terhadap murid-murid lain, (3) guru-guru yang integratif atau koperatif dalam hubungannya dengan murid akan menimbulkan sikap kerjasama pada muridnya, baik terhadap guru mapun terhadap murid lainnya. Tampaknya dalam interaksi sosial, anak-anak meniru gurunya dan melakukannya dalam hubungan mereka dengan anak-anak lain. 93 Nasution,Op.Cit, hlm., 119 94 Nasution, ibid, 90 Guru yang dominatif dapat menimbulkan sikap menentang.Mereka ingin diakui kepribadiannya.Khususnya pemuda pada masa pubertas justru ingin membentuk kepribadiannya sebelum memasuki masa kedewasaannya. Karena itu mereka peka akan ucapan atau tindakan yang menyinggung perasaan dan harga dirinya. Terhadap tindakan yang demikian mereka berontak secara terbuka atau tersembunyi.Akan tetapi dalam hal pelajaran dan sekolah mereka ingin mendapat guru yang berwibawa, yang tegas, yang dapat menegakkan dan memelihara disiplin. Mereka tahu, tanpa disiplin, tanpa kewibawaan, otoritas atau dominasi guru murid-murid tidak akan belajar sungguh-sungguh. Dominasi guru dapat dijalankan tanpa menyinggung perasaan atau harga diri murid dan secara obyektif dapat ditujukan untuk mencapai hasil belajar yang diharapkan.Untuk mencapai hasil akademis tampaknya guru yang dominatif lebih serasi daripada guru yang integratif atau demokratis. Guru yang demoratis-integratif akan lebih disenangi oleh murid akan tetapi dalam pelajaran mengenai informasi atau pengetahuan mereka akan ketinggalan. Dalam pergaulan, muridmurid yang diajar oleh guru dominatif cenderung untuk mendominasi teman-temannya, sedangkan murid-murid guru yang integratif akan cenderung untuk bersikap ramah dalam persahabatannya.95 Adapun etika yang harus dimiliki seorang guru menurut al-Ghazali antara lain: 1. Hendaknya para pendidik itu memperlakukan murid-muridnya seperti memperlakukan anaknya sendiri. 2. Hendaknya guru meneladani Rasulullah Saw. yang membawa peraturan agama, jadi hendaknya ia tidak meminta upah dan balasan duniawi dalam mengajarkan ilmunya. 3. Janganlah guru itu enggan untuk menasehati dan menegur muridnya dari akhlak yang buruk dengan sindiran dan tidak dengan terang-terangan. 4. Tidak merendahkan ilmu pengetahuan yang belum diketahuinya di hadapan para muridnya. 5. Hendaknya guru dapat mengetahui ukuran pemahaman/kemampuan (potensi) anak didiknya. 6. Hendaknya seorang guru mengamalkan ilmu yang telah diketahuinya, agar ucapannya tidak berbeda dengan perbuatannya. Dari sekian banyak tugas-tugas atau etika yang harus dimiliki oleh seorang guru menurut Al-Ghazali sebagaimana yang tersebut di atas tampaknya dapat dikaitkan dengan bentuk pola hubungan (interaksi edukatif) antara guru dan murid yang berlandaskan pada 95 Nasution,ibid,hlm.,121 91 pola keikhlasan, kekeluargaan, kemanusiaan (humanistis), kesederajatan dan pola uswatul hasanah. Pola keikhlasan mengandung makna interaksi yang dibangun tanpa mengharap ganjaran materi dari interaksi tersebut, dan menganggap bahwa interaksi itu berlangsung sesuai dengan panggilan jiwa untuk mengabdikan diri kepada Allah dari amanah yang telah Allah berikan.Rasa ikhlas yang ada pun menimbulkan rasa tanggung jawab yang besar dalam pribadi setiap guru untuk menjalankan tugasnya dengan baik. Dalam karyanya Ihya‟ Ulumuddin, al-Ghazali juga telah mengulas secara detail tugastugas ataupun etika bagi seorang murid dalam berinteraksi dengan gurunya, antara lain: 1. Hendaknya murid mendahulukan kesucian hati dari budi pekerti yang buruk 2. Menyedikitkan memikirkan hal-hal yang berhubungan dengan duniawi, dan menjauhkan dirinya dari pada keluarga, anak dan kampung halaman 3. tidak sombong terhadap ilmu dan ahlinya, serta bersikap patuh dan tunduk terhadap nasehat gurunya sebagaimana orang sakit patuh terhadap nasehat dokternya 4. Bagi pelajar pemula, seyogyanya tidak memperhatikan khilafiyah yang terjadi di antara ulama, terkecuali ia telah mempunyai dasar yang kuat, karena tanpa dasar yang kuat, mempelajari khilafiyah dapat membingungkan dan melumpuhkan pendapatnya 5. Sepatutnya ia mempelajari ilmu yang dianggap paling baik 6. Hendaknya murid mengerti tentang kedudukan sebahagian ilmu pengetahuan itu lebih mulia daripada sebagian yang lain, serta mengetahui macam-macam ilmu secara garis besar. 7. Membaguskan niatnya dalam menuntut ilmu, yaitu hendaknya diniatkan untuk akhirat agar dapat mendekatkan diri kepada Allah swt. Dari sekian tugas dan etika seorang murid dalam berinteraksi dengan gurunya dalam pandangan al-Ghazali sebagaimana yang tersebut di atas, dapat digambarkan bahwa pola hubungan yang terjadi antara murid dan guru dalam interaksi edukatif tersebut berdasarkan pada pola ketaatan dan pola kasih sayang. Adapun ketaatan seorang murid kepada gurunya dalam pendidikan akan membawa berkah terhadap ilmu yang dicarinya. Untuk itu, maka murid dalam berinteraksi dengan guru hendaknya berupaya mencari ridha-Nya (kerelaan hatinya), menjauhi amarahnya dan menjunjung tinggi perintahnya selama tidak bertentangan dengan agama.Sebagaimana yang dikatakan oleh Syekh Az-Zarnuji dalam kitabnya „„Ta‟limMuta‟allim‟‟ bahwa barangsiapa melukai hati gurunya maka keberkahan ilmu akan tertutup dan hanya sedikit memperoleh kemanfaatannya.96 96Volume 13 No.1, Agustus 2013 ,hlm.,33 92 F. Peranan Guru Dalam Masyarakat Dan Respons Murid Guru hendaknya mengenal masyarakat agar dapat menyesuaikan pelajaran dengan keadan masyrakat sehingarelevan. Guru-guru kita diharapkan mengabdi kepada masyarakat dengan pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya dan dengan demikian turut memberi sumbangan terhadap pembangunan Negara. Para siswa tidak begitu menghiraukan ada tidaknya partisipasi guru dalam berbagai kegiatan masyarakat. Guru yang baik mereka menilai berdasarkan kemampuan mengajar, sikapnya terhadap murid akan tetapi tidak dikaitkan dengan banyaknya kesibukan guru dalam masyarakat.97 G. Peranan Guru Lainnya Di Sekolah Dan Respons Murid Di sekolah, guru dapat memegang berbagai peranan selain mengajar yakni sebagai kepala sekolah, pembimbing OSIS, Koordinator bidang studi, piket dan lain-lain. Kepala sekolah pada umumnya lebih dihormati dan disegani oleh murid-murid, mungkin karena otoritasnya yang lebih besar, juga karena ia mempunyai wewenang, pengalaman dan usia lebih banyak. Kecuali sebagai kepala sekolah guru-guru tidak mendapat penghargaan khusus atas peranan dan tugas-tugas tambahan.98 97 Nasution,Op.Cit.,hlm.,122 98 Nasution,ibid 93 Sosialisasi 94 SOSIALISASI DAN PENYESUAIAN DIRI DI SEKOLAH A. Pendahuluan Pada hakekatnya manusia adalah makhluk sosial, disamping sebagai makhluk individu. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri di dunia ini. Walaupun manusia dilengkapi dengan cipta, rasa, dan karsa, namun manusia tidak akan mampu memenuhi apa yang mereka butuhkan dengan kemampuannya sendiri. Manusia harus berinteraksi dengan manusia lainnya agar kebutuhan mereka dapat terpenuhi. Selain itu, manusia memiliki rasa ingin tahu (homo coriousity) yang tinggi. Manusia ingin mengetahui apa yang terjadi disekitarnya, apa yang terjadi dalam dirinya, bahkan mereka ingin tahu apa yang terjadi di alam semesta ini. Rasa ingin tahu ini berkembang karena alam pikiran manusia selalu mengalami perkembangan. Rasa ingin tahu ini semakin mendorong manusia untuk melakukan interaksi dengan manusia lainnya. Dalam interaksi yang dilakukan manusia, ia tidak dapat memaksakan kehendak yang dimilikinya. Manusia perlu menghargai pendapat yang dimiliki orang lain dan perlu menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungannya. Di sinilah manusia belajar bersosialisasi. Sosialisasi adalah proses belajar yang dilakukan individu untuk dapat berinteraksi dengan baik di dalam masyarakat, sehingga menjadi masyarakat yang baik. Proses sosialisasi dialami manusia mulai dari lingkungan keluarga, sekolah dan dalam lingkungan masyarakat. Apabila ia tidak dapat menyesuaikan diri maka akan dikucilkan oleh anggota masyarakatnya. Pada dasarnya proses sosialisasi dan proses penyesuaian diri merupakan reaksi terhadap tuntutan yang bersifat ekonomis, sosial dan sebagainya. Dalam makalah ini akan dipaparkan lebih banyak mengenai proses sosialisasi dan penyesuaian diri di lingkungan sekolah. B. Pengertian Sosialisasi Menurut pandangan Kimball Young, sosialisasi ialah hubungan interaktif yang dengannya seseorang mempelajari keperluan-keperluan sosial dan kultural, yang menjadikan seseorang sebagai anggota masyarakat. Arti sosiologis dan psikologis dari sosilaisasi adalah: 1. Secara sosiologis, sosialisasi berarti belajar untuk menyesuaikan diri dengan mores, flokways, tradisi, dan kecakapan-kecakapan kelompok. 2. Secara psikologis, sosialasasi berarti/mencakup kebiasaan-kebiasaan, perangai-perangai, ide-ide, sikap, dan nilai.99 99Drs. Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000), hlm. 33 95 Sosialisasi adalah soal belajar. Dalam proses sosilasasi individu belajar tingkah laku, kebiasaan serta pola-pola kebudayaan lainnya, juga ketrampilan-ketrampilan sosial seperti berbahasa, bergaul, berpakaian, cara makan, dan sebagainya.100 Sosialisasi identik dengan makna penyesuaian diri (adjusment). Horton dan Hunt (1989:100) memberi batasan sosialisasi sebagai “suatu proses dengan mana seseorang menghayati (mendarah-daging,internalize) norma-norma kelompok dimana ia hidup sehingga timbullah “diri” yang unik.” Zanden (1986:90) mendefinisikan sosialisasi sebagai “suatu proses interaksi sosial dengan mana orang memperoleh pengetahuan, sikap, nilai dan perilaku esensial untuk keikutsertaan (partisipasi) efektif dalam masyarakat.” Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat dua hal penting dalam suatu proses sosialisasi, yaitu satu, tentang proses, yaitu suatu transmisi pengetahuan, sikap, nilai, norma dan perilaku esensial. Kedua, tentang tujuan, yaitu sesuatu yang diperlukan agar mampu berpartisipasi efektif dalam masyarakat.101 C. Proses dan Kesulitan Sosialisasi Sosialisasi terjadi melalui “conditioning” oleh lingkungan yang menyebabkan individu mepelajari pola kebudayaan yang fundamental seperti berbahasa, cara berjalan, duduk, makan, apa yang dimakan, berkelakuan sopan, mengembangkan sikap yang dianut dalam masyarakat seperti sikap terhadap agama, seks, orang yang lebih tua, pekerjaan, rekreasi, dan segala sesuatu yang perlu bagi warga masyarakat yang baik. Belajar norma-norma kebudayaan pada mulanya banyak terjadi di rumah dan sekitar, kemudian disekolah, bioskop, televisi dan lingkungan lain. Proses sosialisasi tidak selalu berjalan lancar karena adanya sejumlah kesulitan. Pertama, ada kesulitan komunikasi, bila anak tidak mengerti apa yang diharapkan daripadanya, atau tak tahu apa yang diinginkan oleh masyarakat atau tuntutan kebudayaan tentang kelakuannya. Kedua, adanya pola kelakuan yang berbeda-beda atau yang bertentangan. Masyarakat modern terpecah-pecah dalam berbagai sektor atau kelompok yang masing-masing menuntut pola kelakuan yang berbeda. Orang tua mengharapkan anak jujur, jangan merokok akan tetapi kode siswa mengharuskannya turut dalam soal contek mencontek, merokok dan sebagainya. Jika tidak maka ia akan dikucilkan dari kelompoknya. 100 S. Nasution, Sosiologi Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), hlm. 126 101 Prof. Damsar, Pengantar Sosiologi Pendidikan (Jakarta: Kencana, 2012), hlm. 65-66 96 Kesulitan lain yang dihadapi dalam proses sosialisasi ialah perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat sebagai akibat modernisasi, industrialisasi, dan urbanisasi.102 Beberapa jenis sosialisasi yang kita fahami dari berbagai sisi, yaitu sebagai berikut : 1. Sosialisasi berdasarkan kebutuhan Berdasarkan kebutuhan, sosialisasi diklasifikasi atas sosialisasi primer dan Skunder. 2. Sosialisasi berdasarkan cara yang dipakai Kamanto Sunarto (2004:31) menerangkan sosialisasi berdasarkan cara yang digunakan dapat berlangsung dalam dua bentuk: pertama, sosialisasi represif, yaitu sosialisasi yang menekankan pada kepatuhan anak dan penghukuman terhadap perilaku yang keliru. Kedua sosialisasi partispasif, yaitu sosialisasi yang menekankanpada otonami anak dan memberikan imbalan terhadap perilaku anak yang baik. 3. Sosialisasi berdasarkan keberadaan perencanaan Sosialisasi ini dapat mengambil bentuk sosialisasi berdasarkan perencanaan dan tanpa perencanaan. Sosialisasi berdasarkan perencanaan, yaitu sosialisasi dilakukan atas dasar rencana yang berkelanjutan dan sistematis. Adapun sosialisasi tanpa perencanaan, yaitu sosialisasi yang terjadi secara spontan dan tanpa adanya perencanaan terlebih dahulu.103 D. Sosialisasi dan Penyesuaian Diri di Lingkungan Sekolah Sekolah memegang peran yang penting dalam proses sosialisasi anak, walaupun sekolah merupakan hanya salah satu lembaga yang bertanggungjawab atas pendidikan anak. Anak mengalami perubahan dalam kelakuan sosial setelah ia masuk ke sekolah. Di rumah ia hanya bergaul dengan orang yang terbatas jumlahnya. Di sekolah anak mengalami suasana yang berlainan. Ia bukan lagi anak istimewa yang diberi perhatian khusus oleh ibu guru, melainkan hanya salah seorang diantara puluhan murid lainnya di dalam kelas. Guru tidak mungkin memberikan perhatian banyak kepadanya karena harus mengutamakan kepentingan kelas sebagai keseluruhan. Untuk itu anak harus mengikuti peraturan yang bersifat formal yang tidak dialami anak dirumah, yang dengan sendirinya membatasi kebebasannya. Untuk mengetahui hingga manakah pendidikan sosial di sekolah dilakukan, kita perlu mempelajari hal-hal berikut: 1. Nilai-nilai yang dianut disekolah. 2. Pengaruh iklim sosial terhadap sosialisasi anak. 102 S. Nasution, Op.cit., hlm.127-128 103 Prof. Damsar, Op.cit., hlm. 66-69 97 3. Persaingan dan kerjasama.104 Sekolah mensosialisasikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Sehingga ia dipandang sebagai tempat yang menjadi transisi dari kehidupan keluarga ke dalam kehidupan masyarakat.105 E. Nilai-nilai yang Dianut di Sekolah Pada umumnya nilai dan norma yang berlaku di sekolah sejalan dengan nilai dan norma yang berlaku di masyarakat. Antara masyarakat dan sekolah harus ada hubungan dan kesesuaian mengenai norma dan nilai. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa antara satu sekolah dengan sekolah yang lainnya memiliki nilai dan norma yang berbeda-beda. Hal ini disesuaikan dengan keadaan sekolah masing-masing karena tiap sekolah memiliki guru, siswa, kepala sekolah dan lingkungan yang berbeda dengan sekolah yang lain. Siswa di sekolah terkadang memiliki norma tersendiri. Siswa di sekolah terkadang memiliki rasa “kompak” yang berlebihan terhadap siswa sekolah lain atau kelas lain. Perkelahian antarsekolah sering terjadi karena rasa “kompak” yang berlebihan ini. Apabila seorang siswa merasa dihina atau diejek oleh siswa sekolah lain, maka seluruh kelas atau sekolah mendukung siswa tersebut. Dalam kasus ini, siswa-siswa tersebut lebih dikuasi oleh emosi subjektif daripada pikiran rasional yang objektif. Mereka selalu beranggapan bahwa siswa dari sekolah mereka benar dan siswa dari sekolah lain sudah pasti salah. Dalam hal ini, nilai dan norma yang berlaku di sekolah kebanyakan berpedoman pada nilai dan norma yang berlaku bagi golonan menengah misalnya menghargai nilai kejujuran, kerajinan, kebersihan, ketertiban, dan lain sebagainya. Perbuatan seperti penipuan, kekerasan, pencurian pelanggaran seks dipandang sebagai perbuatan yang melanggar norma. Apabila dalam keluarga siswa menganut nilai-nilai yang sama, maka siswa tersebut tidak akan mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dengan sekolah. F. Pengaruh Iklim Sosial terhadap Sosialisasi Anak Ada dua macam iklim sosial yang berkembang dilihat dari kepribadian guru, yaitu iklim sosial yang demokratis dan iklim sosial yang otokrasi atau otoriter. Dalam iklim demokratis, siswa lebih banyak memiliki kesempatan untuk melakukan aktivitas sesuai dengan minatnya, sedangkan dalam iklim otokrasi apa yang dilakukan siswa diatur dengan ketat oleh guru. 104 S. Nasution, Op.cit., hlm. 129-138 105 Prof. Damsar, Op.cit., hlm. 74 98 Penelitian mengenai pengaruh iklim sosial terhadap siswa dilakukan oleh Kurt Lewin dan Ronald Lippitt pada tahu 1939. Menurut Lewin, iklim sosial dalam hidup siswa diumpamakan sebagai udara yang dihirupnya. Hubungan dengan orang lain dan statusya dalam kelompok merupakan hal penting yang menentukan apakah dia merasa aman atau tidak. Sehingga kelompok dan kebudayaan dimana siswa itu berada sangat menentukan tingkah laku dan sifatnya. Dalam penelitiannya, mereka memilih dua kelompok dan dierikan perlakuan yang berbeda. Satu kelompok diberikan perlakuan sesuai iklim demokrasi dan yang satu diberikan perlakuan iklim otokrasi. Kesimpulan dari penelitian mereka adalah sebagai berikut. Tabel 01. Tabel Perbandingan Iklim Demokratis dengan Iklim Otokrasi Iklim Demokratis Iklim Otokrasi Terdapat suasana kerja sama, pemberian Lebih banyak dikeluarkan kecaman tajam saran yang bersifat konstruktif, dan yang bersifat pribadi. adanya penghargaan terhadap orang lain. Terdapat suasana kebersamaan. Status sosial antara pemimpin Lebih menonjolkan diri sendiri. dan Adanya pimpinan yang kuat menghalangi dipimpin dan yang dipimpin sangat pihak lain untuk memegang pimpinan. sedikit, sehingga suatu saat siapa pun bisa menjadi pemimpin apabila dia memiliki kelebihan. Individualitas siswa dapat berkembang. Individualitas siswa tidak dapat berkembang. Kedua iklim tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri. Iklim demokratis lebih sesuai untuk penyesuaian diri yang baik, pemberian kesempatan dalam hal mengekspresikan diri, persaingan yang sehat, menumbuhkan rasa kebersamaan, an lain sebagainya. sedangkan iklim otokrasi lebih sesuai untuk penanaman kedisiplinan di kalangan siswa. G. Persaingan dan Kerja sama Ada dua jenis interaksi yang terjadi di dalam masyarakat, yaitu persaingan dan kerja sama. Persaingan merupakan bentu interaksi yang bersifat negatif. Persaingan ini timbul karena adanya sifat egois manusia yang ingin menonjolkan dirinya sendiri dan tidak mau 99 kalah dari orang lain. Dalam banyak hal siswa harus bersaing dengan siswa lainnya. Persaingan paling jelas terlihat dalam hal perolehan nilai atau prestasi mereka di sekolah. Siswa bersaing untuk mendapatkan nilai yang terbaik. Tidak hanya dikalangan siswa saja, persaingan terjadi di segala aspek kehidupan manusia. Mulai dari pendidikan, ekonomi, sosial, dan berbagai aspek lainnya. Bentuk interaksi yang bersifat positif adalah kerjasama. Kerjasama menunjukkan bahwa manusia membutuhkan bantuan manusia lainnya dalam memenuhi berbagai kebutuhan yang dimilikinya. Kerjasama atau gotong-royong merupakan nilai luhur yang telah dimiliki bangsa Indonesia dari dahulu. Dengan kerjasama, masalah yang berat akan terasa lebih ringan karena dikerjakan bersama-sama. H. Model dan Peranannya Pola kelakuan anak diperolehnya melalui proses sosialisasi yakni dalam situasi-situasi sosial dan interaksi anak itu dengan manusia lain disekitarnya. Disamping itu juga ia memerlukan “ model”, contoh atau teladan pola kelakuan itu. Dalam masyarakat tradisional seperti terdapat di pedesaan yang terpencil, yang disebutGemeinschaft, peranan setiap orang seperti bapak, ibu, pemudi, pria, wanita jelas dan dipahami oleh semua. Akan tetapi dalm masyarakat kota, yang disebut Gesellschaft, apalagi pada zaman modern ini, setiap orang harus menjalankan berbagai peranan menurut berbagai situasi sosial yang dihadapinya. Guru harus berpakaian bersih rapi, ia harus selalu berpegang tepat pada waktu, ia harus bertanggung jawab, berjiwa sosial, suka membantu orang, ramah, dapat mengendalikan diri, dan sebagainya, dengan harapan bahwa sifat- sifat yang baik itu secara sengaja atau tidak sengaja, juga menjadi sifat- sifat kelakuan anak. Dalam dunia yang kian kompleks ini anak harus sanggup memainkan aneka ragam peranan dalam bermacam- macam segmen kehidupan. Untuk itu ia memerlukan berbagai model kelakuan diluar orang tua dan guru. Untuk situasi sosial yang baru akan diperlakukannya model baru pula. Dengan demikian ia akan dapat menyesuaikan kelakuannya dengan apa yang diharapkan daripadanya dalam berbagai macam posisi dan situasi agar ia jangan mengalami kesulitan dalam hidupnya. I. Model-model bagi Murid di Sekolah Masyarakat modern makin lama makin berdiferensiasi sehingga terbagi dalam segmensegmen yang bertambah banyak. Mobilitas zaman modern, dari daerah pedesaan ke 100 perkotaan, dari daerah yang satu ke daerah yang lainnya, bahkan ke negara- negara lain, menuntut perlunya murid- murid memahami macam- macam kelakuan manusia. Guru- guru tak semua sama, bahkan berbeda- beda pribadinya. Guru- guru berasal dari golongan rendah dan sebagai guru merasa dirinya meeningkat ke golongan menengah sambil mempelajari norma- norma golongan itu selama pendidikannya dan dalam jabatannya. Melalui interaksi yang banyak dengan golongan menengah dan atasan, berkat pendidikan dan pengalaman tiap guru dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan modern dalam masyarak Gesellschaft untuk memperoleh pandangan yang luas. Guru yang terikat pada pandangan golongan asalnya akan lebih picik pandangannya. Kepicikan atau keterbatasan pandangan guru diperkuat oleh tuntutan masyarakat Gemeinschaft kelakuan guru. Di sekolah di kota terdapat variasi yang lebih besar tentang kesukuan dan daerah asal guru. Ada kecenderungan kedudukan guru makin banyak ditempati oleh kaum wanita, khususnya di Sekolah Dasar dan juga Sekolah Menengah. Dapat dikatakan bahwa guru- guru menunjukkan heterogenitas, dan mereka semuanya diharapkan menjadi guru yang “baik” dimanapun mereka mengajar dan dapat menjadi model atau teladan bagi anak didiknya. Bila kelakuan guru berbeda sekali dengan cita- cita murid maka ia akan mencari model yang lain di luar sekolah. 101 Sekolah dan Masyarakat 102 SEKOLAH DAN MASYARAKAT A. Pengertian Masyarakat Istilah “masyarakat” kerap dipadankan dengan istilah “sosial”. Istilah “masyarakat” sendiri pada mulanya berasal dari kata syarikat dalam bahasa Arab, kemudian mengalami proses kebahasaan sedemikian rupa sehingga dalam bahasa Indonesia menjadi kata “serikat” yang kurang-lebih berarti “kumpulan” atau “kelompok yang saling berhubungan”.106 Sedang, istilah “sosial” berasal dari bahasa Latin, socius yang berarti “kawan”.107 Sehingga bisa dikatakan bahwa masyarakat adalah sekumpulan manusia yang berinteraksi dalam suatu hubungan sosial. Mereka mempunyai kesamaan budaya, wilayah, dan identitas. Beberapa pengertian yang diberikan oleh beberapa pakar sosiologi mengenai masyarakat antara lain: 1. Masyarakat merupakan jalinan hubungan sosial dan selalu berubah. (Mac Iver dan Page) 2. Masyarakat adalah kesatuan hidup mahluk-mahluk manusia yang terikat oleh suatu sistem adat-istiadat tertentu. (Koentjaraningrat) 3. Masyarakat adalah tempat orang-orang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. (Selo Soemardjan dan Soelaiman)108 Jadi dapat disimpulkan bahwa masyarakat adalah suatu kesatuan hidup manusia dalam suatu kelompok yang memiliki suatu sistem adat-istiadat, kebiasaan, norma-norma yang dapat menghasilkan suatu kebudayaan. B. Pengertian Pendidikan Pendidikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah suatu proses pengubahan sifat dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.109 Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi manusia, baik potensi fisik, potensi cipta, rasa, dan karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya.110 106 Sidi Gazalba, Masyarakat Islam: Pengantar Sosiologi & Sosiografi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), hlm. 11 107 Gordon Marshall, A Dictionary of Sociology, (New York: Oxford University Press, 1998), hlm. 628. 108 S. Nasution, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995) hlm. 60 109 Adri Efferi. Materi dan Pembelajaran Qur‟an Hadist MTs – MA (Kudus: STAIN Kudus, 2009). hlm. 21. 110 Hamdani. Dasar-Dasar Kependidikan, (Bandung:Pustaka Setia, 2011), hlm. 41. 103 Sedangkan menurut taman siswa sebagaimana di sebutkan Ki hajar Dewantara memandang pendidikan sebagai upaya pemeliharaan manusia guna mengembangkan benih keturunan dari suatu bangsa agar dapat berkembang dengan sehat lahir batin. Manusia harus dikembangkan jiwa raganya dengan mempergunakan segala alat pendidikan dengan berdasarkan adat istiadat rakyat .111 Jadi menurut penulis pendidikan adalah usaha membimbing dan membina serta bertanggung jawab untukmengembangkan intelektual pribadi anak didik kearah kedewasaan dan dapat menerapkannnya dalam kehidupan sehari-hari. C. Konsep Pendidikan dan Masyarakat Konsep pendidikan masyarakat adalah dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat. Dari konsep tersebut dapat dinyatakan bahwa pendidikan masyarakat adalah pendidikan yang dikelola oleh masyarakat dengan memanfaatkan fasilitas yang ada di masyarakat dan menekankan pentingnya partisipasi masyarakat pada setiap kegiatan belajar serta bertujuan untuk menjawab kebutuhan masyarakat. Konsep tersebut adalah untuk mewujudkan masyarakat yang cerdas, terampil, mandiri dan memiliki daya saing dengan melakukan program belajar yang sesuai kebutuhan masyarakat. Dalam konteks Indonesia, Pendidikan masyarakat menurut Nielsen merujuk pada pengertian yang beragam yaitu: 1. Peran serta masyarakat dalam pendidikan. 2. Pengambilan keputusan yang berbasis sekolah. 3. Pendidikan yang diberikan oleh sekolah swasta atau yayasan. 4. Pendidikan dan pelatihan yang diberikan oleh pusat pelatihan milik swasta. 5. Pendidikan luar sekolah yang disediakan oleh pemerintah. 6. Pusat kegiatan belajar masyarakat. 7. Pendidikan luar sekolah yang diberikan oleh organisasi akar rumput seperti LSM dan pesantren.112 Pendekatan pendidikan berbasis masyarakat ini adalah salah satu pendekatan yang di anggap oleh masyarakat sebagai agen sekaligus tujuan, dengan melihat pendidikan sebagai proses dan menganggap masyarakat sebagai fasilitator yang dapat menyebabkan perubahan untuk menjadi lebih baik. 111 Sulthon. Ilmu Pendidikan (Kudus: STAIN Kudus, 2011). Hlm . 57. 112 Dean Nielsen. Memetakan Konsep Pendidikan Berbasis Masyarakat di Indonesia. (Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 2001) hlm. 175-176. 104 Pendidikan berbasis masyarakat ini memiliki kunci penting, yaitu masyarakat dilibatkan sebagai subjek atau pelaku bukan objek yang hanya menerima sistem pendidikan saja. Masyarakat pun diajak untuk bertanggung jawab dari awal perencanaan hingga pada pelaksanaan pendidikan di wilayahnya masing-masing. Hal tersebut menggambarkan bahwa masyarakat lebih tahu apa yang mereka inginkan dan potensi apa saja yang dapat dikembangkan dengan diadakannya fasilitas pendidikan yang ada di daerahnya. Begitu arahnya ada "penyerapan" dari dalam masyarakat bahwa mereka sangat memerlukan pendidikan untuk bisa keluar dari permasalahan setempat. Proses dari input dan output di dalam masyarakat dengan pola seperti ini dapat lebih terarah. Pendidikan dari masyarakat, oleh masyakat, dan untuk masyarakat ini mencerminkan bahwa pendidikan bukan lagi suatu hal yang sulit di jangkau oleh sistem sederhana yang di miliki oleh masyarakat. Masyarakat dalam kiprahnya sangat mempengaruhi pendidikan baik tujuan pendidikan maupun prakteknya. Apa yang diajarkan dan dibudayakan tentang nilai-nilai dalam pendidikan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang berkembang dalam suatu masyarakat. Apa yang dianggap luhur dalam suatu masyarakat juga akan diajarkan dan dibudayakan dalam pendidikan. Sebagai contoh di daerah tertentu yang selalu melakukan kegiatan keagamaan jamiyyah yasinan, tahlilan, berzanjian, manaqiban, dan seterusnya maka di sekolah juga akan diajarkan tentang yasinan, tahlilan, berzanjian, dan manaqiban serta menanamkan budaya tersebut melalui kegiatan ekstra kurikuler atau dalam rangka memperingati hari-hari besar Islam dan sebagainya. Masyarakat yang peradabannya maju, pendidikannya tinggi maka akan mempengaruhi pendidikannya juga maju. Sebaliknya masyarakat yang pendidikannya rendah maka pendidikan yang berkembang di masyarakat tersebut juga kurang baik.113 D. Hubungan Pendidikan Sekolah dan Masyarakat Hubungan antara sekolah dan masyarakat masih sangat minim oleh sebab itu pendidikan sekolah dipandang terutama sebagai persiapan kesiapan untuk kelanjutan pelajaran. Kurikulum sekolah kita bersifat akademis dan dapat dijalankan berdasarkan buku pelajaran tanpa menggunakan sumber-sumber masyarakat. 113 Sulthon. Op.Cit. hlm. 120 105 Padahal seharusnya hubungan sekolah dan masyarakat haruslah erat, sekolah disini sebagai pelaksana agar masyarakat menjadi baik dan murid-murid dapat aktif dalam bagian masyarakat baik anak-anak maupun dewasa. Hubungan sekolah dan masyarakat merupakan jalinan interaksi yang diupayakan oleh sekolah agar dapat diterima di tengah-tengah masyarakat untuk mendapatkan aspirasi, simpati dari masyarakat. Mengupayakan terjadinya kerjasama yang baik antar sekolah dan masyarakat untuk kebaikan bersama, atau secara khusus bagi sekolah penjalinan hubungan tersebut adalah untuk mensukseskan program-program yang bersangkutan sehingga sekolah tersebut bisa tetap eksis. Jika dilihat dari segi maknanya, hubungan sekolah dan masyarakat memiliki pengertian yang luas. Sehingga, masing-masing ahli memiliki persepsi yang berbeda, seperti114 diungkapkan. Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia mengemukakan bahwa: ” hubungan masyarakat dan sekolah merupakan komunikasi dua arah antar organisasi dengan publik secara timbal balik dalam rangka mendukung fungsi dan tujuan manajemen dengan meningkatkan pembinaan kerja sama serta pemenuhan kepentingan bersama.” Dikatakan E. Mulyasa (2009) mengatakan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan kesenjangan antara sekolah dan masyarakat adalah minimnya informasi yang bertalian dengan pendidikan di sekolah dan kurang kuatnya hubungan antara masyarakat dengan pemerintah. Untuk memperoleh dukungan yang lebih luas dari masyarakat perlu dilakukan upaya sosialisasi yang bertujuan memperkenalkan beragam hal tentang implementasi kurikulum dan kondisi objektifnya. Hal ini bertujuan agar dapat menarik berbagai perhatian dari berbagai elemen yang berhubungan dengan manajemen sekolah, agar terdorong untuk melakukan upaya-upaya peningkatan kualitas pendidikan di sekolah. Maksud hubungan sekolah dengan masyarakat, dikatakan Sutisna dalam Mulyasa (2009) yakni untuk mengembangkan pemahaman tentang maksud-maksud dan saran-saran dari sekolah; untuk menilai program sekolah; untuk mempersatukan orang tua murid dengan guru dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan anak didik; untuk mengembangkan kesadaran tentang pentingnya pendidikan sekolah dalam era pembangunan; untuk membangun dan memelihara kepercayaan masyarakat terhadap sekolah; untuk memberitahukan masyarakat tentang pekerjaan sekolah; dan untuk mengerahkan dukungan dan bantuan bagi pemeliharaan dan peningkatan program sekolah. 114 Abdullah Idi. Sosiologi Pendidikan Individu, Masyarakat, dan Pendidikan. (Raja Grafindo Persada: Jakarta,2013) hlm. 178. 106 Sekolah juga banyak menggunakan masyarakat sebagai sumber pelajaran memberikan kesempatan luas dalam mengenal kehidupan masyarakat. Diharapkan agar anak didik dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan masyarkat, lebih mengenal lingkunagn sosial, dapat berinteraksi dengan orang lain dengan latar belakang keluarga berbeda, seperti : sosial-ekonomi, agama, budaya, etnis. Apa yang dipelajari di sekolah hendaknya berguna bagi kehidupan anak di masyarakat dan didasarkan atas masalah masyarakat. Anak diharapkan pula lebih serasi dipersiapkan sebagai warga masyarakat.115 Hubungan timbal balik pendidikan di sekolah dan masyarakat sangat besar manfaat dan artinya bagi kepentingan pembinaan dukungan moral, materiil, dan pemanfaatan masyarakat sebagai sumber belajar. Bagi masyarakat, dapat mengetahuai beragam hal tentang sekolah dan inovasi-inovasi yang dihasilkan, menyalurkan kebutuhan berpastisipasi dalam pendidikan, melakukan tekanan, dan tuntutan terhadap sekolah. Beragam teknik dan media dapat dilakukan dalam konteks ini, seperti melakukan rapat dan pertemuan, surat menyurat,buku penghubung, bulletin sekolah, dan kegiatan ekstrakulikuler yang melibatkan anak didik dan orang tua. Hubungan sekolah dan masyarakat merupakan sarana yang berperan dalam membina dan mengembangkan pertumbuhan pribadi anak didik di sekolah. Sekolah, dalam konteks ini, sebagai system sosial yang merupakan bagian integral dari system yang lebih besar, yakni masyarakat. Sekolah dan masyarakat memiliki hubungan yang lebih erat dalam mencapai tujuan sekolah atau pendidikan dengan efektif dan efisien. Sekolah juga harus menunjang proses pencapaian tujuan atau pemenuhan kebutuhan masyarakat, khususnya kebutuhan pendidikan. Sekolah harus mengetahui dengan jelas apa kebutuhan, harapan, dan tuntutan masyarakat, terutama terhadap sekolah. Dengan singkat, antara sekolah dan masyarakat perlu dibina dan dikembangkan suatu hubunagn yang harmonis.116 Sebagai upaya dalam mengembangkan hubungan sekolah dan masyarakat, maka elemen-elemen sekolah, terutama kepala sekolah dan guru-guru, merupakan kunci keberhasilan yang harus memerhatiakan kebutuhan anak didik, orang tua, dan masyarakat. Kepala sekolah, dituntut berupaya membina dan mengembangkan hubungan kerja yang baik antara sekolah dan masyarakat guna mewujudkan sekolah yang efektif dan efisien. Hubungan yang konstruktif ini akan membentuk: saling pengertian antara sekolah, orang tua, masyarakat, dan dunia kerja; saling membantu antara sekolah dan masyarakat. 115 Ibid, hlm. 69. 116 Ibid, hlm. 79. 107 Masyarakat sebagai Sumber 108 MASYARAKAT SEBAGAI SUMBER A. Masyarakat Sebagai Sumber Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Pendidikan merupakan proses memanusiakan manusia secara manusiawi yang harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta perkembangan zaman117. Dalam hal ini masyarakat juga sangat berperan dalam pendidikan. bahkan masyarakat juga merupakan sumber pendidikan. Di dalam pasal 54 BAB XV tentang peran serta masyarakat dalam pendidikan adalah sebagai berikut : 1. Peran serta masyarkat dalam pendidikan melipjuti peran serta perorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengadilan mutu pelayanan pendidikan. 2. Masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan118. 3. Ketentuan mengenai peran serta masyarakat sebagaimana di maksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Lalu dilanjutkan dengan pasal 55 BAB XV tentang pendidikan berbasis masyarakat yakni : 1. Masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan nonformal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya untuk kepentingan masyarakat. 2. Penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan, serta manajemen dan pendanaannya sesuai dengan standar nasional pendidikan. 3. Dana penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat dapat bersumber dari penyelenggara, masyarakat, pemerintah, pemerintah daerah, dan/ atau sumber lainyang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.119 117Ary H Gunawan, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hal. 54 118Anselmus, JE Toenlioe, Sosiologi Pendidikan, Rafika Aditama, hlm. 107 119Ibid, hlm 107 109 Hidup dalam masyarakat berarti adanya interaksi sosial dengan orang-orang disekitar dan demikian mengalami pengaruh dan mempengaruhi orang lain. Masyarakat juga merupakan suatu kesatuan hidup manusia dalam suatu kelompok yang memiliki suatu sistem adat istiadat, kebiasaan, norma-norma yang dapat menghasilkan suatu kebudayaan pendidikan. Dinamika yang terjadi di masyarakat dapat dijadikan sebagai sumber belajar dalam pembelajaran di berbagai jenjang pendidikan mulai dari SD, SMPS, SMA bahkan sampai Perguruan Tinggi. Selain itu, usaha penting yang dapat dilakukan sekolah ialah menghubungkannya dengan masyarakat dengan menjadikan masyarakat itu sebagai sumber pelajaran. Bila kita selidiki lingkungan sekolah dengan radius 1 Km akan kita temukan banyak hal yang dapat dikaitkan dengan pelajaran, bahkan dijadikan maslah pokok seperti : sawah, kolam, sungai, bukit, hutan, taman, pabrik, museum, jalan raya, pasar, mesjid, gereja, lapangan olah raga, gedung tua, makam, kantor pos, terminal, kendaraan umum, bioskop, kantor camat. Dalam masyarakat terdapat orang yang berasal dari berbagai daerah atau negara, orang yang melakukan berbagai pekerjaan seperti tukang beca, dokter, petani, pemborong, hakim, seniman, pedagang, dan sebagainya. Kalau diselidiki lebih lanjut masyarakat sungguhsungguh sangat kaya sebagai sumber pelajaran yang belum atau masih sangat kurang digarapa disekolah.120 Untuk memperluas hubungan antara sekolah dan masyarakat, gedung sekolah dapat digunakan oleh masyarakat misalnya untuk pendidikan orang dewasa, pemberantasan buta huruf, yanag dikenal sebagai program “kejar” (kerja sambil belajar). Sekolah yang banyak menggunakan masyarakat sebagai sumber pelajaran memberi kesempatan yang luas untuk mengenal kehidupan masyarakat yang sebenarnya. Anak-anak melihat hubungan pelajarn sekolah dengan kehidupan masyarakat dan dengan demikian lebih memahami masyarakat. Diharapkan agar anak itu lebih sanggup menyesuaikan dirinya dengan masyarakat, lebih mengenal lingkungan sosialnya, dapat berhubungan dengan orang dari berbagai golongan agama atau suku bangsa. Sekolah janganlah terisolasi dari masyarakat. Apa yang dipelajari hendaknya berguna bagi kehidupan anak dalam masyarakat dan didasarkan atas masalah masyarakat. Dengan demikian anak lenih serasi di persiapkan sebagi warga-masyarakat. Pembelajaran berwawasan kemasyarakatan harus didasarkan pada hal-hal berikut ini: 120S, Nasution. Sosiologi Pendidikan, (Jakarta : PT Bumi Aksara), hlm. 154 110 1. Kebermaknaan dan Kebermanfaatan bagi peserta didik. 2. Pemanfaatn lingkangan dalam pembekajaran. 3. Materi pembelajaran terintegrasi dengan kehidupan sehari-hari peserta didik. 4. Masalah yang diangkat dalam pembelajarn ada kesesuaian dengan kebutuhan peserta didik. 5. Menekankan pada pembelajaran partisipatif yang berpusat pada peserta didik. 6. Menumbuhkan kerja sama di antara peserta didik. 7. Menumbuhkan kemandirian.121 B. Lingkungan dan Pendidikan anak Orang sering mengartikan lingkungan secara sempit, seolah-olah lingkungan hanyalah alam sekitar diluar dari diri manusia/individu. Lingkungan itu sebenarnya mencakup segala materil dan stimulu didalam dan diluar diri individu, baik yang bersifat fisiologi, psikologis, maupun sosial-kultural. dengan demikian, lingkungan dapat diartikan secara fisiologis, secara psikologis, dan secara sosio-kultural. Secara fisiologis, lingkungan meliputi segala kondisi dan materil jasmaniah didalam tubuh seprti gizi, vitamin, air, zat asam, suhu, sistem saraf, peredaran darah, pernapasan, pencernaan makanan, kelenjar-kelenjar indokrin, sel-sel pertumbuhan, dan kesehatan jasmani. Secara psikologis, lingkungan mencakup segenap stimulasi yang diterima oleh individu mulai sejak dalam konseksi, kelahiran, sampai matinya. Stimulasi itu misalnya berupa: sifst-sifat “genes”. interaksi “genes”, selera, keinginan, perasaan, tujuan-tujuan, minat, kebutuhan, kamauan, emosi, dan kapasitas intelektual. Secara sosio-kultural, lingkungan mencakup segenap stimulasi, interaksi dan kondisi eksternal dalam hubungannya dengan perlakuan ataupun karya orang lain. Pola hidup keluarga, pergaulan kelompok, pola hidup masyarakat, latihan, belajar, pendidikan pengajaran, bimbingan dan penyuluhan, adalah termasuk sebgai lingkungan ini.122 Lingkungan sekitar tempat tinggal anak snagat mempengaruhi perkembangan pribadi anak. Di situlah anak itu memperoleh pengalaman bergaul dnegan temen-teman diluar rumah dan sekolah. Kelakuan anak harus disesuaikan dengan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan itu. Penyimpangan akan segera mendapat teguran agar disesuaikan. 121Ihat, Hatimah. dkk. Pembelajarn Berwawasan Masyarakat, (Tangerang Selatan : Universias Terbuka), hlm. 3.19 122Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta), hlm. 84 111 Lingkungan sekitar rumah memberikan pengaruh sosial pertama kepada anak di luar keluarga. Di sisi ia mendapat pengalaman unutk mengenal lingkungan sosial baru yang berlainan dengan yang dikenalnya dirumah. Kata-kata yang diucapkan, tindakan yang diambil, cara-cara memeperlakukan orang lain berbeda dengan apa yang telah dikenalnya. Jika ia dirumah menangis atau merengek untuk memndapatkan sesuatu, diluar rumah ia segera tahu bahwa cara-cara itu tidak berhasil bahkan mendapat ejekan.123 Di lingkungan ini ia berkenalan dengan kelompok yang lebih besar dan dengan kelompok yang lebih besar dan dengan pola kelakuan yang berbeda. Namun ada pula yang dipelajarinya dirumah yang dapat digunakan dalam lingkungan ini, dan ada yang perlu mengalami perubahan dan penyesuaian. Dengan mengalami konflik di sana-sini anak itu lambat laun mengenal kode kelakuan lingkungan itu dan turut memelihara dan memeprtahankannya. Dengan demikian sosialisasi anak senantiasa diperluas. Dalam lingkungan itu ia dapat mempelajari hal-hal yang baik. Akan tetapi ia dapat juga mempelajari kelakuan yang buruk, bergantung pada sifat kelompoknya. Anak-anak mudah mempelajari kata-kata kotor dan kasar dari temen-temannya yang sering mengejutkan hati ibu bila diucapkan dirumah. Daerah anak-anak nakal akan menghasilkan anak-anak yang nakal pula. Kelakuan sosial anak serta norma-norma lingkungan tempat anak itu bermain dan bergaul tercermin pada kelakuan anak-anak. Anak adalah tanggung jawab orang tua dan para pendidik untuk mengusahakan lingkungan yang sehat diluar rumah. Untuk itu perlu kerja sama dan bantuan seluruh masyarakat. Berbicara mengenai pendidikan tidak terlepas dari sudut pandang serta pendekatan yang digunakan. Untuk melihat pendidikan secara utuh maka diperlukan suatu pendekatan system, sehingga pendidikan dilihat secara menyeluruh dan tidak lagi parsial atau pragmatis. Pendidikan merupakan suatu proses, dimana proses tersebut dapat berlangsung dimana dan kapan saja, tidak hanya dalam lingkungan yang formal seperti di sekolah atau kampus karena pendidikan tidak hanya sekolah atau kuliah. Perkembangan seseorang mulai dari kecil, remaja sampai dewasa, di sekolah, di masyarakat dan di rumah merupakan proses pendidikan yang menyeluruh. Sedangkan menurut UU SPN No. 20 Tahun 2003, Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, 123S, Nasution. Op.cit, hlm. 154 112 pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Selain itu, menurut Drijarkara pendidikan secara prinsip adalah berlangsung dalam keluarga. Pendidikan merupakan tanggung jawab orang tua, yaitu ayah dan ibu yang merupakan figur sentral dalam pendidikan. ayah dan ibu bertanggung jawab untuk membantu memanusiakan, membudayakan, dan menanamkan nilai-nilai terhadap anak-anaknya. Bimbingan dan bantuan ayh dan ibu tersebut akan berakhir apabila sang anak menjadi manusia sempurna atau manusia purnawan.124 1. Pendidikan berkenaan dengan perkembangan dan perubahan kelakuan anak didik. Kelakuan manusia pada hakikatnya hampir seluruhnya bersifat sosial, yakni dipelajari dalam interaksi dengan manusia lainnya. Hampir segala sesuatu yang kita pelajari merupakan hasil hubungan kita dengan orang lain dirumah, sekolah, tempat permainan, pekerjaan dan sebagainya. Bahan pelajaran atau isi pendidikan ditentukan oleh kelompok atau masyarakat. 2. Pendidikan bertalian dengan transmisi pengetahuan, sikap, kepercayaan, keterampilan dan aspek-aspek kelakuan lainnya kepada generasi muda. Masyarakat menjamin kelangsungan hidupnya melalui pendidikan. Agar masyarakat itu dapat melanjutkan eksistensinya, maka kepada anggota mudanya harus diteruskan nilainilai, pengetahuan, keterampilan dan bentuk kelakuan lainnya yang diharapkan akan dimiliki setiap anggota. Tiap masyarakat meneruskan kebudayaan dengan beberapa perubahan kepada generasi muda melalui pendidikan, melalui interaksi sosial. 3. Pendidikan adalah proses mengajar dan belajar pola-pola kelakuan manusia menurut apa yang diharapkan masyarakat. Melalui pendidikan terbentuklah kepribadian seseorang. Boleh dikatakan hampir seluruh kelakuan individu bertalian dengan atau dipengaruhi oleh orang lain.125 C. Usaha Bersama Anak itu sebagai makhluk suatu kebulatan dalam pendidikannya. ia dipengaruhi oleh lingkungan secara keseluruhan, rumah, sekolah, dan lingkungan. Kondisi dirumah dikuasai orang tua, sekolah diawasi oleh guru, akan tetapi diluar lingkungan rumah dan sekolah adalah tanggung jawab seluruh masyarakat. Kerja sama instansi diperlukan untuk menciptakan lingkungan yang sehat bagi anak-anak. Kurangnya perhatian akan apa disebut lingkungan 124Uyoh Sadulloh, Pengantar Filsafat Pendidikan, (Bandung : Alfabeta), hlm. 55 125S. Nasution, Op.cit, hlm. 64 113 ketiga ini antara lain menyebabkan banyaknya anak-anak menjadi nakan atau menyimpang kelakuannya dari norma-norma yang diinginkan masyarakat.126 Agar masyarakat dapat bertindak perlu adanya kepemimpinan. yang memegang pimpinan tidak selalu perlu mencarinya dari golongan resmi, walaupun bantuan resmi selalu diperlakukan. Dalam masyarakat banyak tersembunyi pemimpin yang dapat dibangkitkan bila diberi kesempatan. Seorang pemimpin ialah orang yang dalam situasi tertentu menunjukkan keahlian, keterampilan atau kemampuan yang menonjol sehingga orang lain mengakui dan mematuhinya. Dalam situasi lain mungkin orang lain yang tampil sebagai pemimpin bergantung pada masalah yang dihadapi. Jadi tidak akan dapat seseorang menjadi pemimpin dalam segala macam situasi. Juga tidak selalu perlu seorang pejabat resmi diangkat sebagai pemimpin segala sesuatu, sekalipun dukungan adan bantuan pejabat selalu sangat diperlukan. Setiap pemimpin harus mengenal seluk-beluk hubungan antara manusia, sanggup mempertimbangkan perbedaan-perbedaan individual dan menggemblengnya menjadi kekuatan yang terpadu untuk mencapai tujuan bersama.Ada sikap pemimpin yang sebagai diktator mengatur dan menguasai segala-segalanya menurut kemauannya sendiri dan memaksa orang lain untuk mematuhinya. Yang diinginkan dalam usaha bersama ialah pemimpin yang dapat melibatkan setiap peserta agar turut maemberi sumbangan pikirannya, daya dan bila perlu dana. Pemimpin serupa itu memberi dorongan kepada setiap orang untuk mengemukakan pikiran masingmasing secara bebas. ia menrima dan menghargai segala pendapat, juga yang bertentangan dan kemudian berusaha mencapai suatu kebulatan keputusan yang didasarkan atas segala sumbangan pikiran yang kontruktif. Jadi seorang pemimpin demokratis tidak menguasai pikiran orang lain akan tetapi mengundan orang melahirkan buah pikirannya. Dengan demikian terkumpul hasil pemikiran yang sebaik-baiknya dalam kelompok. Selain itu setiap orang dilibatkan sehingga usaha atau proyek itu dirasakan sebagai usaha bersama. Dengan suasana kelompok yang positif ini dapat diharapakan partisipasi yang seluas-luasnya. Bila semua peserta yakin akan manfaat dan nilai usaha perbaikan lingkungan demi pendidikan anak maka besar harapan usaha itu akan membuahkan hasil-hasil yang positif. 126Ibid, hlm. 154 114 D. Masyarakat Yang Makin Kompleks Sebagai pengaruh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terjadi perubahan yang luas serta mendasar dalam semua aspek masyarakat. Semula orang mempunyai harapan yang optimistis bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan sendirinya akan membawa kemudahan, kemakmuran dan kebahagiaan bagi seliruh umat manusia, maka teknologi dengan mudah dapat menghasilkan segala sesuatu yang diperlukan oleh setiap orang bagi kebutuhan hidupnya. Sekarang telah ternyata bahawa yang menimbulkan masalah bukan kekurangan melainkan kelebihan produksi dalam berbagai macam bidang.127 Kemajuan teknologi tidak dibarengi oleh kemajuan sosial. Dalam bidang emosi, moral, sikap kasih terhadap sesama manusia, tidak mengalami kemajuan yang sejaajar dengan kemajuan teknologi itu. Selain itu tiap kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menimbulkan masalah-masalah baru yang lebih kompleks dan lebih sukar untuk diatasi. Perubahan-perubahan yang cepat dan menyeluruh makin mempersulit manusia untuk meramalkan atau merencanakan masa depan dunia. Kekuasaan dan kekuatan yang dilahirkan oleh teknologi moidern demikian dahsyatnya sehingga bila tidak dikontrol dapat memusnahkan manusia yang menciptakannya. Kemajuan teknologi juga mengubah manusia itu sendiri . Industrialisasi mengakibatkan urbanisasi, melemahkan atau melenyapkan pengaruh tradisi dan adat-istiadat, mengubah hubungan sosial, bahkan melenyapkan identitas manusia terutama dikota besar. Spesialisasi yang diperlukan oleh industri menghilangkan nilai manusia sebagai kepribadian yang bulat dalam menghadapi pekerjaanya karena ia hanya menjadi suatu bagian kecil dalam suatu mesin raksasa. ia bukan lagi berkuasa atas dirinya, malinkan dikusai oleh daya-daya diluar dirinya. ia diukur dengan nilai uang menurut prestasinya. Kesadaran kelas perlu ditanamkan dalam diri setiap warga negeri ini. setiap warga perlu disadarkan, kelas sosial merupakan sebuah realitas sosial, dan bila dikelola dengan baik akan bermanfaat dalam memajukan kehidupan bersama. melalui pengembangan kesadaran kelas, diharapkan tiap warga negara menyadari posisinya dalam stratifikasi sosial negeri ini, proses dirinya menempati posisi startifikasi itu, hak dan kewajibannya dalam posisi strata yang ditempatinya, serta peluang yang dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan status sosial baru. 127Ibid, hlm 157 115 Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengakibatkan munculnya perubahan dalam masyarakat. Semakin maju perkembangan dalam masyarakat maka semakin banyak pula keperluan yang harus dipenuhi. Masyarakat modern dalam lingkungan kebudayan ditandai dengan perkembangan kemajuan ilmu dan teknologi untuk menghadapi keadaan sekitarnya. Menurut R. Tilaar (1979 : 17), ada beberapa indicator masyarakat modern dan disimpulkan oleh penulis (kelompok) sebagai berikut : 1. Saling mempengaruhi antara manusia dan lingkungan dengan tujuan menciptakan perubahan secara timbal balik 2. Usaha untuk mengeksplorasi lingkungan dalam rangka untuk mengatasi tantangantantangan yang ditimbulkan dari lingkungan itu sendiri. 3. Dorongan rasa ingin tahu dan ingin mengatasi tantangan-tantangan menyebabkan manusia ingin mengusasi lingkungan 4. Berpikir lebih objektif dan rasional 5. Selalu berusaha untuk memahami semua gejala yang dihadapi dan bagaimana mengorganisasikannya sehingga kehidupannya lebih baik Dalam masyarakat modern segala sesuatu diusahakan atau dikerjakan dengan sungguh-sungguh serta rasional sehingga menyebabkan selalu timbul pertanyaan dalam masyarakat apakah kegunaan sesuatu bagi usaha menguasai lingkungan sekitarnya. Akibat dari kehidupan tersebut, maka akan timbul sikap dalam masyarakat modern, diantaranya : 1. Terlalu percaya dengan peralatan dan teknik yang berjalan secara mekanis sebagai satu hasil pemikiran manusia (Ilmu pengetahuan). Dalam hal ini masyarakat tergolong dalam paham positivisme 2. Berbuat dan bertindak sesuai dengan rencana yang terperinci sehingga tidak jarang manusia dikendalikan oleh rencana yang disusunnya. 3. Simbol rasa kehilangan orientasi dan jati diri yang dapat melemahkan kehidupan bathin dan keagamaan. Tanpa disadari masyarakat modern semakin tergantung pada alat dan teknologi yang diciptakan untuk menguasai dunia sekitarnya. Tidak jarang mereka kehilangan identitas karena sudah dikuasai oleh mekanisme yang mereka ciptakan sehingga mereka hidup tanpa jiwa dan tanpa kekuasaan. Yang paling fundamental dalam masyarakat modern adalah kepercayaan akan kemajuan ilmu pengetahuan. Bagi mereka, masa depan bersifat terbuka. Mereka percaya 116 bahwa kondisi kemanusiaan, fisik, spiritual dapat diperbaiki dengan penggunaan sain dan teknologi. E. Tugas sekolah dimasa modern Dalam dunia yang kian kompleks tak dapat tiada sekolah menghadapi tugas yang kian sulit pula. Manusia yang bagaimanakah yang harus dihasilkan oleh sekolah agar dapat mempertahankan diri dan memperoleh kebahagiaan hidup dalam dunia yang cepat berubah dan bertambah kompleks? Apakah sekolah harus mempersiapkan anak agar memiliki keterampilan teknis, misalnya mengutamakan sekolah kejuruan dan bidang studi matematika dan ilmu pengetahuan alam? Ataukah kita mengikuti sikap optimisme dengan menaruh kepercayaan akan kemampuan teknologi dan ilmu pengetahuan membawa manusia kearah kebahagiaan? Kebanyakan orang melihat banyaknya dan besarnya masalah-masalah yang diakibatkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta menyadari impliksainya bagi pendidikan. Spesialisasi yang dituntut pada zaman modern ini dalam segala bidang menyebabkan maka individu hanya dapat berkomunikasi dengan orang dalam spesialisasi yang sama dan dengan demikian mengisolasikannya dari anggota masayarakat lain. Berhubungan dengan itu perlu dipertimbangkan apakah tidak perlu lebih banyak diberi perhatian kepada pendidikan umum.128 Kemajuan ilmu pengetahuan yang pesat menyebabkan maka ilmu segera menjadi usang. Oleh sebab itu perlu diberi lebih banyak tekanan kepada konsep-konsep dan prinsipprinsip kemampuan berfikir dan keterampilan memecahkan masalah. Juga dalam menghadapi masalah yang kompleksperlu diberi kemampuan untuk melihat esensinya dalam bentuk yang lebih sederhana. Masalah yang lebih sulit dihadapi ialah soal nilai-nilai dalam dunia maya yang cepat berubah ini. Ada bahaya bahwa dengan mengutamakan berbagai aspek matematika dan ilmu pengetahuan alam, aspek moral dan sosial diabaikan. Demikian pula penekanan pada prestasi teknologi dan material dapat mengurangi rasa tanggung jawab atas akibatnya terhadap kehidupan manusia. Para ilmuwan tidak selalu melihat hubungan antara pengetahuan ilmiah dengan tujuan hidup yang fundamental. Maka karena itu disekolah sejak mulanya harus diajarkan kaitan antara ilmu dan etika, antara pengetahuan dan moral. 128Ibid, hlm 158 117 Kepandaian, ilmu, harus senantiasa dilihat dalam hubungannya dengan kesejahteraan manusia. Pendidikan termasuk pengajaran matematika dan eksakta harus diresapi oleh nilainilai moral sosial. Demi keselamatan dunia, manusia harus belajar untuk mengatasi pertentangan dan perbedaan pendapat secara rasional, dalam suasanagotony-royong, penuh disiplin pribadi, dengan mengatasi egoisme dan etnosentrisme. dalam proses belajarmengajar kiranya perlu lebih banyak diperhatikan metode kelompok dan interaktif. Kemajuan teknologi memudahkan transportasi dan komunikasi dan dengan demikian menciutkan dunia ini, sehingga tidak ada lagi temapt yang ajuh. Komunikasi juga memperdekat bangsa-bangsa, bahkan menimbulkan saling kebergantungan bangsa yang satu dengan bangsa yang lain, sehingga dunia ini menuju suatu masyarakat dunia yang beranggotakan bangsa-bangsa atau negara-negara yang ada.129 Tidak mungkin lagi suati negara menjalankan politik isolasi. Setiap masalah suatu bangsa banyak sedikit menjadi masalah dunia. setiap peristiwa penting di suatu negara mengundang campur tangan negara-negara lain. Tugas pendidikan dalam masyarakat adalah membangkitkan rasa ingin tahu intelektual, yaitu perhatian terhadap pengetahuan yang terpisah dari aplikasi praktisnya. Hal ini sangatlah tidah mudah, karena diperlukan sikap, disiplin dan intelektual yang tidak bersifat pragmatis, instant dan serba cepat. Dengan adanya perbandingan pendidikan dalam masyarakat ini dieperolah perbandingan yang lebih seimbang kritis mengenai sisstem pendidikan kita. Jelas, bahwa dalam pendidikan tidak bias memindahkan praktek-praktek yang komplek kedalam kebudayaan yang lebih komplek dan besar dan mengharapkan akan hasil. Sebaliknya sukses masyarakat sederhana dalam mengurus aspek-aspek tertentu dalam mendorong pendidikannya, akan mendorong kita untuk mengatasi masalah-masalah pendidikan kita seperti masalah mengintegrasikan anak-anak kedalam komunitas kedalam lingkungannya dan membangkitkan minat, motivasi serta perhatian siswa selama masa pendidikan merupakan permasalahan-permasalahan yang perlu dicarai solusinya dengan prespektif dan optimisme yang lebih besar. Sekolah tidak lepas dari masyarakat. Sekolah didirikan untuk mendidikanak menjadi warga Negara yang berguna dalam masyarakat. Tetapi disamping itu masyarakat atau lingkungan dapat merupakan laboratorium yang penuh kemungkinan untuk memperkaya 129 Ibid, hlm 159 118 pengajaran, itu sebabnya setiap guru harus mengenal masyarakat dan lingkungannya dan menggunakan secara fungsionil dalam pelajarannya.130 Dalam study masyarakat tentunya akan disampaikan minimal beberapa metode yang selama ini kita jumpai dalam praktek setiap hari. Beberapa metode-metode tersebut diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Karyawisata Karyawisata atau Field Trip dalam pengetahuan pendidikan adalah kunjungan siswa keluar sekolah untuk mempelajari obyek tertentu sebagai bagian integral dari kurikulum disekolah atau dengan kata lain bahwa karya wisata adalah suatu kunjungan ke suatu tempat diluar kelas yang dilaksanakan sebagai integral dari seluruh kegiatan akademis dan terutama dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Karyawisata pada umumnya didorong oleh motivasimenjadi keterangan tentang hal tertentu, melatih sikap anak, membangkitkan minat anak, mengembangkan apresiasi, menikmati serta pengalaman-pengalaman baru. 2. Survey Masyarakat (Community Survey) Van Dalen mengatakanbahwa survey merupakan bagian dari studi deskriptif yang bertujuan untuk mencari kedudukan atau status fenomena dan menentukan kesamaan status dengan cara membandingkan dengan standar yang sudah ditentukan. Yang termasukstudi survey adalah survey sekolah, job analysis, analisis dokumen, public opinion, survey dan komuniti. Metode yang digunakanadalahmetodekunjunganpendidikanatau source visitor, yaitudenganmengundangseseorangdalammasyarakatkesekolahuntukdijadikansumberpengajar an.Sebaliknyakitadapatmenggunakanmetodelainnyaialahdenganmengunjunginyadengantekni k interview atauteknikobservasi.Keduateknikinibiasatercakupdalammetode survey. 3. Manusia sumber Manusia sumber atau nara sumber yaitu mengundang tokoh masyarakat kesekolah untuk memberikan penjelasan mengenai keahliannya didepan para siswa. Dengan kata lain seorang narasumbe radalah orang yang berpengalaman tertentu yang membagikan pengalamannya yang khusus itu kepada para siswa yang diaundang ke sekolah dalam rangka program pendidikan.131 4. Proyek pelayanan terhadap masyarakat 130http://semutuyet.blogspot.co.id/2012/03/fungsi-dan-peranan-pendidikan-dalam.html 131Sadiman,Arief S, dkk. Media Pendidikan. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996), hlm. 45-47. 119 Service Project berarti memberikan pelayanan kepada masyarakat melalui berbagai kegiatan sekolah, masyarakat dapat merasakan manfaat, keuntungan tertentu, masyarakat bukan hanya memperbaiki dan membantu program sekolah, tetapi diperbaiki dan dibantu oleh sekolah. 132 5. Berkemah Berkemah adalah termasuk kegiatan sekolah. Program ini dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan siswa dalam mengikuti perkembangan masyarakat yang berubah secara cepat. Berkemah akan mengembangkan pemahaman atas benda-benda, peristiwa-peristiwa, lingkungan sosial dan lingkungan alam yang realitis dan kongrit. Berkemah bisa dilakukan selama 1 hari, 2 hari, 3 hari atau bahkan seminggu dan pelaksanannya biasa dilakukan pada hari libur( diluar jam sekolah). Dalam perkemahan ini siswa dilatih kemandirian, kreatif, kedisiplinan, kekuatan fisik, keberanian dan lain-lain. Seperti memasak, membuat rumah dari tenda, mencari jejak, menelusuri hutan, bakti sosial, bermain tali temali, permaianan sandi dan sebagainya, yang kesemuanya itu melatih siswa untuk belajar senang dan semangat. 6. Kerja pengalaman Kerja pengalaman atau kerja lapangan ini memungkinkan siswa memperoleh pengalaman praktis sebagai persiapan untuk hidup di dalam masyarakat kelak. Kerja lapangan bermaksud memberikan kesempatan kepada siswa melakukan aktivitas dalam kondisi aktual, atau dengan kata lain kerja lapangan atau praktik lapangan dilakuakan oleh para siswa untuk memperolah pengetahuan dan kecakapan khusus. Dalam pendapat lain kegunaan teknologi dalam pendidikan disekolah dinyatakan sebagai berikut : 1. Meningkatkan produktivitas pendidikan 2. Memungkinkan pendidikan individual 3. Memberikan dasar yang lebih ilmiah terhadap pengajaran 4. Lebih memantapkan pengajaran 5. Memungkinkan belajar seketika 6. Memungkinkan penyajian pendidikan lebih luas dan merata.133 132Syukur, Fatah. 2008. Teknologi Pendidikan. Semarang : Rasail. 133Kelvin Seifert, Manajemen Pembelaaran & Pendidikan (Manajemen Mutu Psikologi Pendidikan Para Pendidik ),(Jogjakarta: IRCiSoD, 2007), hlm. 30-32. 120 Daftar Pustaka Abdullah Idi. Sosiologi Pendidikan Individu, Masyarakat, dan Pendidikan. Raja Grafindo Persada: Jakarta. 2013. Adri Efferi. Materi dan Pembelajaran Qur‟an Hadist MTs – MA. STAIN Kudus: Kudus. 2009. Ahmad Ruhani, Administrasi Pendidikan Sekolah, Jakarta: Bumi Aksara, 1991. Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan,Jakarta, Rineka Cipta, 2010. Buchari Alma, et.al, Guru Profesional, Bandung: Alfabeta, 2009. Damsar. Pengantar Sosiologi Pendidikan, Jakarta: Kencana. 2012. Dean Nielsen. Memetakan Konsep Pendidikan Berbasis Masyarakat di Indonesia. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa. 2011. Gordon Marshall. A Dictionary of Sociology, New York: Oxford University Press. 1998. Gunawan, Ary H. Sosiologi Pendidikan, Jakarta: PT Rineka Cipta. 2000. Hamdani. Dasar-dasar Kependidikan. Bandung: Pustaka Setia. 2011. Jurnal Pendidikan Madrasah, Volume 1, Nomor 1, 2016 Jurnal Pendidikan Madrasah, Volume 13 No.1, Agustus 2013. Jurnal Sosiologi (pengertian masyarakat dalam pandangan ahli) Madani, Ahmad, Kompetensi Guru (Menurut Peraturan dan Pandangan Islam), AnNahdhah, Jurnal Pendidikan dan Hukum. STAI Ma‟arif Jambi. Maunah Binti. Sosiologi Pendidikan, Yogyakarta : Kalimedia. 2016. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional, Bandung : Remaja Rosdakarya, 2010. Nasution, S. Sosiologi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara. 2001. Nasution, Teknologi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 1994. Purwanto, Ngalim, Psikologi Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1992. Rifa‟i Muhammad. Kebudayaan, Yogyakarta : Ar-ruzz media. 2011. Rifa‟I, Muhammad, Sosiologi Pendidikan, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011. Sidi Gazalba. Masyarakat Islam: Pengantar Sosiologi & Sosiografi, Jakarta: Bulan Bintang. 1976. Soekanto Soerjono. Sosiologi suatu pengantar, Jakarta:Rajawali Pers. 2012. Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2006. Sulthon. Ilmu Pendidikan. STAIN Kudus: Kudus. 2011. 121 Syaiful Sagala, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan, Bandung: Alfabeta, 2011. Udin Syaifudin Saud, Pengembangan Profesi Guru, Bandung: Alfabeta, 2012.