BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kinerja perekonomian Indonesia dalam lima tahun terakhir, antara tahun 2008 hingga tahun 2012 terlihat cukup mengesankan. Di tengah krisis keuangan di Eropa dan Amerika, perekonomian Indonesia tetap tumbuh relatif tinggi dan stabil. Ekonomi Indonesia dalam periode 2008-2012 rata-rata tumbuh di atas 6%. Berdasarkan data BPS, pada triwulan IV-2012 pertumbuhan PDB Indonesia sedikit melemah dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2011 menjadi 6,11%. Namun demikian, ekonomi Indonesia pada tahun 2012 masih tumbuh cukup tinggi, yaitu sebesar 6,23%. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tetap tinggi ditopang oleh kenaikan kontribusi permintaan domestik, yaitu konsumsi rumah tangga dan investasi. Data BPS menunjukkan kontribusi pengeluaran konsumsi rumah tangga selama periode 2008-2012 rata-rata selalu di atas 50% per tahun dari total PDB. Besaran PDB Indonesia pada 2012 atas dasar harga berlaku mencapai Rp8.241 triliun atau meningkat 7,81% dari tahun 2011. Konsumsi rumah tangga sebagai salah satu komponen yang mendorong tetap kuatnya pertumbuhan ekonomi nasional, menyumbang 54,58% terhadap total PDB pada tahun 2012. Berdasarkan komponennya, kontribusi konsumsi rumah tangga yang kuat tersebut terutama bersumber dari konsumsi nonmakanan. Kuatnya konsumsi rumah tangga tersebut didukung oleh menguatnya keyakinan konsumen, membaiknya daya beli masyarakat, rendahnya inflasi, dan tersedianya pembiayaan konsumsi. 1 Investasi juga menyumbang kontribusi yang besar bagi PDB yaitu 33,18%, atau mengalami peningkatan sebesar 3,62% dibandingkan pada 2011. Kuatnya pertumbuhan investasi tersebut antara lain didorong oleh optimisme pelaku usaha terhadap perekonomian Indonesia, perbaikan iklim investasi serta terjaganya kestabilan makroekonomi. Dari sisi pembiayaan, peningkatan investasi juga didukung oleh meningkatnya Foreign Direct Investment (FDI), dukungan belanja modal pemerintah dan sumber pembiayaan eksternal lainnya. Selain itu, kredit investasi pada tahun 2012 tumbuh 27,4% lebih tinggi dibandingkan tahun 2011. Hal tersebut sejalan dengan level suku bunga yang mengalami tren menurun serta didukung oleh kuatnya investasi pada 2012. Dari besaran ketiga jenis pengeluaran tersebut, konsumsi rumah tangga selalu mendominasi kontribusi pengeluaran selama 2008-2012. Distribusi penggunaan PDB dari tahun 20082012 dapat dilihat pada Tabel 1.1. Tabel 1.1 Distribusi Persentase Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Penggunaan, 2008-2012 Kontribusi (%) Jenis Pengeluaran Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 2008 57,21 8,13 2009 57,37 9,00 2010 56,61 9,04 2011 54,58 8,99 2012 54,79 8,24 Pembentukan Modal Tetap Domestik Perubahan Inventori Diskrepansi Statistik Ekspor Barang dan Jasa Dikurangi Impor Barang dan Jasa Produk Domestik Bruto 23,71 0,10 1,30 49,57 40,02 100,00 23,43 -0,02 -0,05 42,82 32,55 100,00 32,08 0,49 0,10 24,62 22,94 100,00 32,02 0,75 2,26 26,33 24,92 100,00 33,18 1,16 3,24 23,15 23,76 100,00 Sumber: BPS (2013) Dominannya kontribusi konsumsi domestik selama periode 2008-2012 terhadap PDB mengindikasikan bahwa daya beli masyarakat mengalami peningkatan. Peningkatan konsumsi rumah tangga tersebut seiring dengan 2 meningkatnya pendapatan masyarakat. Salah satu sektor industri yang turut berperan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat adalah sektor perbankan. Sektor perbankan memainkan peran penting dalam menumbuhkan perekonomian. Melalui sebuah bank dapat dihimpun dana dari masyarakat dalam berbagai bentuk simpanan selanjutnya dari dana yang telah terhimpun tersebut, oleh bank disalurkan kembali dalam bentuk pemberian kredit kepada sektor bisnis atau pihak lain yang membutuhkan. Semakin berkembang kehidupan masyarakat dan transaksi-transaksi perekonomian suatu negara, maka akan membutuhkan pula peningkatan peran sektor perbankan melalui pengembangan produk-produk jasanya. Salah satu indikator kinerja perbankan dapat dilihat dari penyaluran kredit. Membaiknya kondisi perekonomian mendorong meningkatnya permintaan kredit dari masyarakat dan penawaran kredit dari perbankan. Menurut data BI, jumlah kredit yang disalurkan perbankan pada tahun 2012 mencapai Rp2.775 triliun atau meningkat 16,73% dari tahun 2011. Selama 2006-2012 penyaluran kredit tumbuh rata-rata sebesar 22,18% per tahun. Perkembangan jumlah kredit yang disalurkan perbankan dapat dilihat pada Gambar 1.1. Gambar 1.1. Perkembangan Jumlah Kredit Yang Disalurkan Perbankan, 2008-2012 (Rp Triliun) 3.000 2.775 2.241 2.500 1.800 2.000 1.333 1.500 1.000 809 1.466 1.023 500 0 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Sumber: Diolah dari BI (2012) 3 Di samping itu, laba perbankan juga mengalami peningkatan. Selama tahun 2012, perbankan mampu membukukan laba bersih sebesar Rp92,8 triliun atau meningkat 23,7% dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat sebesar Rp 75,1 triliun. Di sini kita bisa melihat bahwa ekspansi kredit perbankan berperan besar dalam menjaga tren positif peningkatan laba operasional. Gairah penyalurkan kredit tidak hanya dinikmati oleh bank-bank umum. Pemain lain di industri perbankan yang cukup aktif dalam menyalurkan kredit adalah BPR. Kontribusi kredit BPR terhadap total penyaluran kredit perbankan mengalami tren yang meningkat dari tahun 2005 hingga tahun 2012. Jumlah kredit yang disalurkan BPR hingga akhir 2012 tercatat Rp48,9 triliun. Kredit yang disalurkan BPR lebih banyak ditujukkan untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Jika dilihat berdasarkan tujuannya, penyaluran kredit untuk modal kerja dan konsumsi memiliki kontribusi yang besar terhadap total kredit yaitu 47,59% dan 46,66%. Pada tahun 2012 penyaluran kredit konsumsi mengalami pertumbuhan tertinggi dibandingkan tahun 2011, dengan pertumbuhan yang mencapai 26,79%, kemudian diikuti oleh kredit investasi sebesar 22,56%, dan kredit modal kerja sebesar 16,48%. Tabel 1.2 Nilai Kredit Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Jenis Penggunaan (Rp Miliar) Jenis Penggunaan 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Total Modal Kerja Total Investasi 8.630 572 9.494 902 10.776 1.379 13.007 1.846 14.169 1.571 16.790 1.929 19.557 2.364 22.732 2.787 Total Konsumsi 5.452 6.553 8.386 10.619 12.261 15.126 19.178 23.376 14.654 16.948 20.540 25.472 28.001 33.844 41.100 48.895 Total Sumber: Bank Indonesia (2012) 4 Perkembangan BPR tergolong cukup pesat. Selama tahun 2012, perkembangan BPR ditinjau dari sisi kelembagaan masih cukup solid. Hal ini dapat dilihat dari adanya kenaikan jaringan kantor cabang BPR dari 4.172 kantor di tahun 2011 menjadi 4.425 di tahun 2012 atau tumbuh sebesar 6,06%. Meskipun mengalami peningkatan jangkauan pelayanan, jumlah BPR mengalami penurunan sebanyak 16 BPR dibandingkan posisi tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan antara lain karena pencabutan izin usaha dan merger atau konsolidasi. Dari sisi skala usaha, kinerja BPR di tahun 2012 mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2011. Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan aset yang meningkat sebesar 20,14% dari Rp56,1 triliun meningkat menjadi Rp67,4 triliun. Pertumbuhan aset tersebut juga diikuti dengan peningkatan kinerja BPR dari sisi pendanaan dan pembiayaan. Dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpun BPR pada tahun 2012 tumbuh sebesar 17,46% dibandingkan tahun 2011, sehingga nilai nominal pada tahun 2012 mencapai Rp44,87 triliun. Sementara itu, pertumbuhan kredit pada tahun 2012 meningkat sebesar 21,46% dibandingkan tahun 2011, sehingga nilai nominal kredit pada tahun 2012 mencapai Rp49,8 triliun. Peningkatan kinerja BPR diiringi oleh menguatnya permodalan. Pada tahun 2012, modal yang disetor meningkat 16% dari Rp4,75 triliun menjadi Rp5,51 triliun dibandingkan tahun 2011. Hal tersebut menyebabkan modal inti naik sebesar 17,10% dari Rp6,45 triliun menjadi Rp7,55 triliun pada periode yang sama. Penguatan permodalan ini berdampak pada penguatan daya saing BPR, terutama kemampuan pembiayaan terhadap sektor Usaha Mikro dan Kecil dan Menengah (UMKM). 5 Seiring dengan meningkatnya kredit dan DPK, pada tahun 2012 BPR mampu meningkatkan LDR pada level 81,11%. Kinerja BPR juga ditunjukkan dengan perbaikan pada kualitas kredit yang diindikasikan oleh penurunan NPL, di mana pada tahun 2012 nilai NPL BPR adalah 3,25%, membaik dibandingkan tahun 2011 yang mencapai 4,34%. Aspek rentabilitas industri BPR masih cukup menjanjikan dan efisiensi yang terus meningkat. ROA BPR berada pada tahun 2012 berada pada level 3,32%. Sementara dari sisi nilai investasi, pada tahun 2012 nilai ROE berada pada level 29,46%. Pada aspek yang lain, yaitu aspek efisiensi, industri BPR mampu meningkatkan tingkat efisisensi yang cukup signifikan. Indikator efisiensi yang ditunjukkan oleh rasio BOPO semakin membaik pada level 77,77% pada tahun 2012, menurun dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 79,47%. Kinerja BPR pada tahun 2011 dan 2012 dapat dilihat pada Tabel 1.3. Tabel 1.3. Indikator Kinerja BPR Nasional, 2011-2012 Indikator Utama Jumlah BPR Total Aset (Rp triliun) DPK (RP triliun) Kredit (Rp triliun) Capital Adequacy Ratio (%) Non Performing Loans (%) Return on Assets (%) BOPO (%) LDR (%) 2011 1.669 56,1 38,20 41 28,68 4,34 3,32 79,47 78,54 2012 1.653 67,40 44,87 49,80 27,55 3,25 3,46 77,77 81,11 Pertumbuhan Selisih % -16 -0,96 11,3 20,14 6,67 17,46 8,8 21,46 -1,13 -3,94 -1,09 -25,11 0,14 4,22 -1,7 -2,14 2,57 3,27 Sumber: Diolah dari BI (2012) Kesehatan atau kondisi keuangan dan nonkeuangan bank merupakan kepentingan semua pihak terkait, baik pemilik, masyarakat pengguna jasa bank maupun Bank Indonesia selaku otoritas pengawasan bank. Kondisi BPR tersebut dapat digunakan oleh pihak-pihak terkait tersebut untuk mengevaluasi kinerja 6 BPR dalam menerapkan prinsip kehati-hatian, kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku dan manajemen resiko. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas maka penelitian ini mengangkat judul “Analisis Pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR), Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO), Return on Asset (ROA), dan Non Performing Loan (NPL) Terhadap Penyalurkan Kredit BPR (Periode 2008.1-2012.12)”. 1.2 Rumusan Masalah Di dalam pembangunan ekonomi peran lembaga keuangan sangat vital karena pembangunan sangat memerlukan tersedianya dana. Sumber utama pembiayaan ekonomi di negara berkembang, seperti Indonesia, umumnya masih didominasi oleh penyaluran kredit perbankan. Terutama pada kondisi saat ini, penyaluran kredit oleh perbankan diharapkan menjadi mesin pendorong perekonomian. Diantara begitu banyak perbankan, kehadiran BPR dalam menjalankan fungsi intermediasi keuangan ternyata memiliki penetrasi yang lebih baik dibandingkan dengan perbankan lain khususnya untuk UMKM. Sektor UMKM merupakan salah satu sektor usaha yang menjadi tulang punggung perekonomian nasional. Kontribusi UMKM cukup besar terhadap perekonomian. Data BPS tahun 2012 mencatat bahwa sektor UMKM mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 105,72 juta atau 97,3% dari total tenaga kerja di Indonesia. Di satu sisi, pangsa pasar UMKM mencapai 98,99% dari total unit usaha di Indonesia. Segmentasi pasar BPR yang memasarkan produknya kepada masyarakat kecil serta UMK inilah diperkirakan menjadi alasan utama kenapa BPR bisa berkembang hingga saat ini. 7 Seiring dengan membaiknya tingkat kesehatan BPR, kinerja penyaluran ke sektor UMKM juga semakin meningkat. Pengukuran tingkat kesehatan BPR telah diatur oleh Bank Indonesia. Pada dasarnya tingkat kesehatan BPR dinilai dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi dan perkembangan suatu bank, yang meliputi aspek Permodalan, Kualitas AP, Manajemen, Rentabilitas, dan Likuiditas (CAMEL) sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia SK DIR No.30/12/KEP/DIR tanggal 30 April 1997 tentang Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan BPR. Peningkatan indikator kesehatan BPR menarik untuk dikaji, khususnya dalam mempengaruhi penyaluran kredit. Oleh karena itu, penelitian ini akan menguji pengaruh variabel-variabel kesehatan BPR terhadap pertumbuhan penyaluran kredit. Objek penelitian yang akan dikaji adalah BPR, periode penelitian yang akan digunakan adalah bulanan, variabel terikat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah pertumbuhan kredit yang disalurkan sedangkan variabel bebasnya berupa data kuantitatif yaitu rasio-rasio keuangan bank yang tercakup dalam CAMEL yaitu Capital Adequacy Ratio (CAR), Biaya Operasi dibanding Pendapatan Operasi (BOPO), dan Non Performing Loan (NPL). Pertanyaan yang hendak dijawab dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah Capital Adequacy Ratio (CAR) memiliki pengaruh positif terhadap penyaluran kredit pada BPR? 2. Apakah BOPO memiliki pengaruh negatif terhadap penyaluran kredit pada BPR? 3. Apakah Return on Asset (ROA) memiliki pengaruh positif terhadap penyaluran kredit pada BPR? 8 4. Apakah Non Performing Loan (NPL) memiliki pengaruh negatif terhadap penyaluran kredit pada BPR? 5. Manakah diantara variabel CAMEL yang berpengaruh dominan terhadap penyaluran kredit pada BPR? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis pertumbuhan penyaluran kredit BPR selama periode 2008-2012. 2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi penyaluran kredit yang dilakukan oleh BPR selama periode 2008-2012. 1.4 Manfaat Penelitian Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, maka penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan manfaat diantaranya: 1. Bagi pemerintah sebagai pembuat kebijakan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam merumuskan strategi-strategi yang tepat terkait faktor-faktor yang memengaruhi kinerja penyaluran kredit pada BPR. 2. Bagi pelaku pasar, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan atas perkembangan BPR hingga saat ini. 3. Bagi penulis, penelitian ini sebagai sarana untuk meningkatkan pengetahuan dan pengaplikasian ilmu-ilmu ataupun teori-teori yang diperoleh selama kuliah. 4. Bagi pembaca, penelitian ini sebagai bahan referensi dan infomasi tambahan untuk penelitian selanjutnya. 9 1.5 Sistematika Penulisan Penelitian ini terdiri dari lima bagian, dengan susunan atau sistematika penulisan sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Pendahuluan menjelaskan latar belakang permasalahan, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan diuraikan mengenai landasan teori dan dan studi empiris yang menjelaskan hasil temuan penelitian sebelumnya, model, dan alat analisis yang dipakai dalam penelitian ini. BAB III METODE PENELITIAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai jenis dan sumber data penelitian, variabel-variabel penelitian dan alat analisis yang digunakan dalam penelitian. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini akan menguraikan deskriptif variabel, analisis data dan pembahasannya. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi kesimpulan dan implikasi kebijakan yang disarikan dari hasil penelitian. 10