DASAR-DASAR FILSAFAT INSTRUMEN UNTUK MENCARI KEBENARAN 1. 2. 3. ILMU PENGETAHUAN FILSAFAT AGAMA ILMU PENGETAHUAN 1. Pengertian 2. Objek Ilmu Pengetahuan 3. Cabang-cabang Ilmu Pengetahuan 4. Sikap Ilmiah 5. Fungsi Ilmu Pengetahuan 6. Metode Ilmu Pengetahuan 7. Batas dan Relativitas Ilmu Pengetahuan Pengertian Ilmu Pengetahuan adalah pengetahan yang mempunyai ciri, tanda dan syarat tertentu, yaitu: sistematik, rasional, empiris, eksperimental, umum dan kumulatif. Objek Ilmu Pengetahuan Objek materia: seluruh lapangan atau bahan yang dijadikan objek penyelidikan suatu ilmu. 2. Objek forma: objek materia yang disoroti oleh suatu ilmu, sehingga membedakan ilmu satu dengan ilmu lainnya, jika berobjek materia sama. Pada garis besarnya, objek ilmu pengetahuan ialah alam dan manusia. 1. Batas dan relativitas ilmu pengetahuan: 1. Tidak semua persoalan manusia dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan. 2. Nilai kebenaran ilmu pengetahuan itu “positif” (sampai saat ini) dan “relatif” (tidak mutlak). 3. Masalah-masalah yang di luar jangkauan pengetahuan diserahkan kepada filsafat. ilmu PENGERTIAN FILSAFAT 1. Dari sisi kebahasaan Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani, yaitu philosophia. Philo=cinta Sophia= kebijaksanaan/kebenaran. Jadi philosophia adalah orang yang mencintai kebenaran, sehingga berupaya memperoleh dan memilikinya. 7 lanjutan Kata philosophia ditransformasikan ke berbagai bahasa. Dalam bahasa arab disebut falsafah. Dalam bahasa Indonesia disebut falsafat/filsafat. Dalam bahasa Belanda dan Jerman disebut Philosophie. 8 lanjutan Dari sisi filsafat sebagai ilmu Plato, fisuf besar Yunani mengatakan, filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berusaha mencapai kebenaran yang asli, karena kebenaran mutlak di tangan Tuhan. Atau dengan singkat dikatakan pengetahuan tentang segala yang ada. 9 lanjutan Aristoteles, murid Plato mengatakan, filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu metafisika, logika, retorika, politik, sosial budaya dan estetika. 10 Alfarabi, Filsuf besar muslim dengan gelar Aristoteles ke 2, mengatakan Filsafat adalah pengetahuann tentang yang ada menurut hakikatnya yang sebenarnya. 11 lanjutan Immanuel Kant, Filsuf barat dengan gelar raksasa pemikir Eropa, mengatakan filsafat adalah ilmu pokok dan pangkal segala pengetahuan yang mencakup di dalamnya empat persoalan: 12 1. BERDASARKAN KONSEP DAN TEORI TERSEBUT PROSES BERFILSAFAT TERSEBUT MELALUI EMPAT TAHAP LOGIS, yaitu berpikir dengan menggunakan logika (undang-undang berpikir) yaitu melalui tiga tahap; pemahaman, keputusan dan argumentasi contoh;: - Alam berubah-ubah (premis minor) - Setiap berubah-ubah baru (premis mayor) - Alam baru (simpulan) 13 lanjutan 2. SISTEMATIS, yaitu berpikir melalui alur yang sistemik sehingga ditemukan adanya koheren (saling runtut), diantara satu pertanyaan dengan pertanyaan lainnya. 3. RADIKAL, berpikir sampai kepada akar masalah. 4. UNIVERSAL, berpikir secara umum bukan khusus. Disini perbedaannya ilmu berpikir secara khusus, filsafat berpikir secara umum. 14 SEJARAH TIMBULNYA FILSAFAT KAPAN MUNCULNYA FILSAFAT? Filsafat muncul sejak manusia ada dan sejak adanya pembicaraan manusia. Maka sejarah lahirnya filsafat dimana-mana Yunani, India, Persia. Karena filsafat memiliki kualifikasi tertentu, maka lahirnya filsafat diidentikan dengan Yunani. Hal ini sesuai dengan karakter orang yunani ialah Rasional 15 APA YANG MENYEBABKAN LAHIRNYA FILSAFAT? 1. PERTENTANGAN ANTARA MITOS DAN LOGOS Dikalangan masyarakat Yunani dikenal adanya mitos, sebagai suatu keyakinan lama yang berkembang dengan pesat misalnya mite kosmologi yang melukiskan kejadian alam. Lama-lama mitos hilang dikalahkan oleh logos, maka logos penyebab pertama lahirnya filsafat. 16 lanjutan 2. RASA INGIN TAHU Karena mite hanya bersifat dongeng belaka, maka orang mulai berpikir rasional, untuk mencari jawaban-jawaban yang logis. Keingintahuan terhadap alam semesta, keingintahuan terhadap penciptanya dsb. 17 lanjutan 3. RASA KAGUM Menurut Plato, filsafat lahir adanya kekaguman manusia tentang dunia dan lingkungannya. Para filsuf atas kekagumannya mencoba merumuskan asal mula alam semesta. Thales bapak filsafat Yunani, mengatakan alam semesta berasal dari air. 18 lanjutan Anaximandros, alam berasal dari apairon (api) Democrios, alam berasal dari atom Empedokles, alam berasal dari empat unsur; air, api, angin, tanah. 4. PERKEMBANGAN KESUSASTRAAN Faktor lain yang menyebakan lahirnya filsafat adalah kesusastraan. 19 KARAKTERISTIK FILSAFAT 1. SKEPTISIS Skeptisis adalah keraguan terhadap suatu kebenaran sebelum mendapat argumen yang kuat terhadap kebenaran tersebut. Dikelompokan; -bersifat Gradasi , dari ragu ke yakin -bersifat degradasi, dari yakin ke ragu -bertahan sophisme, terus menerus ragu. 20 Lanjutan Sifat gradasi diungkapkan oleh RENE DESCARTES Filsuf Prancis cagito ergo sum (saya berpikir maka saya ada) 2.KOMUNALISME Hasil pemikiran filsafat dimiliki masyarakat umum tidak memandang ras, kelas, ekonomi, dan keyakinan. Misalnya hasil pemikiran Yunani bermanfaat untuk orang Eropa, Asia Afrika dsb. 21 lanjutan 3. DISENTERESTEDNESS YANG BERASAL DARI KATA INTEREST, yaitu suatu kegiatan filsafat yang tidak dimotivasi untuk suatu kepentingan tertentu. 4. UNIVERSALISME Filsafat bersifat umum, berati filsafat adalah hak seluruh umat manusia secara umum atau sifatnya internasional. Semua umat manusia berhak mengadakan kajian filsafat. 22 APA GUNANYA FILSAFAT BAGI MANUSIA? Filsafat mampu memberikan pemahaman yang menyeluruh (general) terhadap suatu wujud (ontologi) sekaligus memberikan konsep kebenaran ( justifikasi) terhadap wujud tersebut. Dengan kebenaran manusia akan bertindak bijaksana (wisdom) 23 lanjutan Filsafat dapat memberikan kepuasan bagi filsuf/seseorang karena kemampuannya dalam menggambarkan problem kehidupan yang sedang dan akan dihadapi sesuai dengan leluasan pemahamannya. Plato mengatakan, berpikir dan memikirkan itu suatu kenikmatan yang luar biasa dan kebahagian yang paling berharga. 24 lanjutan Filsafat dapat dijadikan sebagai bahan pijakan untuk merubah dunia. Karl Marx mengatakan, filsafat tidak hanya hanya menjelaskan pada dunia(interferd the world) melainkan juga merubahnya. 25 PROBLEMATIKA FILSAFAT Secara Umum terbagi menjadi tiga; 1. ONTOLOGI, yaitu mengkaji hakikat segala sesuatu, terbagi 2: 1. Kualitas; - Monisme, asal alam terdiri dari satu unsur (mono=satu). Thales dari air, Anaximandros dari apairon, Anaximenes dari udara, Democritos dari tanah. 26 lanjutan - Dualisme, yang mengatakan alam semesta terdiri dari dua unsur yaitu materi dan roh. Tokohnya Anaxagoras dan Aristolteles. - Pluralisme, alam semesta terdiri dari empat unsur; air, angin, api, tanah. Tokohnya Empedokles, Leukippos. 27 lanjutan 2. Kualitas Pandangan ini membicarakan bagaimana alam berproses, dalam kaitannya muncul 4 teori: -Mekanisme, yang mengatakan bahwa segala sesuatu berproses secara mekanik. -Teleologi, mengatakan bahwa segala sesuatu yang terjadi di alam raya berproses menuju suatu tujuan, yaitu Tuhan. 28 -Determinisme, kejadian di alam iniberproses melalui suatu ketentuan yang telah ditetapkan sebelumnya, baik oleh hukum alam maupun oleh Tuhan -Indeterminisme, segala kejadian di alam ini berlangsung secara bebas, tanpa kendali tertentu dari Tuhan atau kekuatannya. 29 PROBLEM FILSAFAT 2. EPISTEMOLOGI, membicarakan 2 hal; a. Hakikat pengetahuan, muncul 2 pandangan; - realisme, yaitu pengetahuan manusia riil adanya dalam kehidupan. - idealisme, yaitu hakikat ilmu pengetahuan tidak terdapat dalam dunia riil, melainkan konsep ideal atau dunia ide-ide. 30 lanjutan b. Sumber Pengetahuan, muncul 3 pandangan; - rasionalisme, mengatakan bahwa sumber pengetahuan muncul dari rasio (akal) manusia. - Empirisme, sumber pengetahuan adalah indera manusia. - Kritisme, pengetahuan manusia bersumber dari luar diri manusia, yaitu Tuhan. 31 PROBLEM FILSAFAT 3. AXIOLOGI, a. b. TERBAGI MENJADI 6 PANDANGAN; naturalisme, yang menyatakan ukuran baik buruk ialah sesuai tidaknya perbuatan tersebut dengan fitrah (natura) manusia. Hedonisme, yang menyatakan bahwa ukuran baik buruk ialah sejauh mana suatu perbuatan mendatangkan kenikmatan (hedone) bagi manusia. 32 lanjutan a. Vitalisme, ukuran baik buruk ditentukan oleh sejauh mana suatu perbuatan tersebut dapat mendorong manusia untuk hidup lebih maju. b. Ultitarianisme, Ukuran baik buruk ditentukan oleh ada tidaknya suatu perbuatan mendatangkan manfaat bagi manusia. 33 lanjutan e. Idealisme, ukuran baik buruk ditentukan oleh sesuai tidaknya sesuatu perbuatan dengan konsep ideal (rancang bangun) pikiran manusia. f. Teologis, baik buruknya suatu perbuatan ditentukan oleh sesuai tidaknya suatu perbuatan dengan ketentuan agama (teos=Tuhan, agama) 34 lanjutan Berdasarkan uraian problematika di atas kebenaran itu bersifat relatif tergantung pada latar belakang pendidikan, sosial, budaya, agama dan sebagainya. 35 HUBUNGAN ILMU, FILSAFAT, DAN AGAMA Ilmu adalah sistem dari berbagai pengetahuan yang masing-masing mengenai suatu pengalaman tertentu yang disusun melalui sistem tertentu, sehingga menjadi suatu kesatuan. Menuurut Harsojo, ilmu terdiri dari tiga kesimpulan, yaitu; 36 lanjutan 1. Merupakan akumulasi pengetahuan yang disistematisasi 2. Suatu pendekatan/metode pendekatan terhadap seluruh dunia empiris, yaitu dunia yang terikat oleh faktor ruang dan waktu, dunia yang pada prinsipnya dapat diamati oleh panca indra manusia, dan 3. Suatu cara yang mengijinkan kepada ahli-ahli lainnya untuk menyatakan suatu proporsi. 37 lanjutan Filsafat menurut Plato dan Al Faraby; filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada. AGAMA Terdapat perbedaan pengertian agama dikalangan tokoh agama. Hal ini disebabkan oleh perbedaan bidik terhadap agama. 38 lanjutan Agama diartikan secara praktis, adalah suatu keyakinan akan adanya aturan/jalan hidup (way of life) yang bersumber dari suatu kekuatan yang absolut (Tuhan). Agama memiliki empat perangkat sbb: 1. Adanya pengatur (Tuhan) sebagai kebenaran yang pertama dan terakhir. 39 lanjutan 2. adanya aturan (code hukum) yang harus dipahami yang termaktub dalam kitab suci dan kebenarannya bersifat absolut. 3. Adanya seorang nabi sebagai pembawa aturan hukum. 4. Adanya komunitas (manusia) sebagai pelaksana aturan yang bersumber dari Tuhan. 40 HUBUNGAN ILMU, FILSAFAT DAN AGAMA ILMU, mencari kebenaran dengan cara penyelidikan (riset) sesuai dengan eksistensinya yang berhubungan dengan alam empiris.Dalam penyelidikan ilmu selalu mencari hukum sebab akibat. Sebagai hukum sebab akibat maka kebenaranya pasti ada. 41 lanjutan FILSAFAT, karena selalu berhadapan denga alam empiris, (metafisika, ghaib) maka ia komit dengan organon (alatnya) yaitu logika. Cara kerjanya selalu diawali dengan pertanyaan apa…. Berpikir logis, sistematis, radikal, dan universal. 42 lanjutan AGAMA, menemukan konsep kebenaran bersumber pada wahyu, kebenarannya bersifat mutlak, absolut sebagai kebenaran tertinggi. 43 Ilmu kebenarannya bersifat empiris, filsafat kebenarannya bersifat spekulatif (berdasarkan nalar dan logika), keduanya bersifat nisbi. Agama kebenarannya bersifat absolut mutlak, dalam penentuannya semua perlu perumusan 44 lanjutan Hubungan ilmu filsafat dan agama, Albert Einstein menagatakan dengan singkat’ “science with out is blind, religion with out science is blame” Ilmu tanpa agama buta, agama tanpa ilmu lumpuh. 45 Objek Filsafat: 1. 2. Objek Materia: segala sesuatu yang menjadi masalah filsafat, segala sesuatu yang dimasalahkan oleh atau dalam filsafat; yakni segala yang ada yang meliputi hakikat Tuhan, alam dan manusia. Objek Forma: mencari keterangan yang sedalam-dalamnya (radikal) tentang objek materia filsafat (yakni segala sesuatu yang ada dan yang mungkn ada). TUJUAN, FUNGSI DAN GUNA Tugas filsafat bukanlah sekedar mencerminkan semangat masa di mana kita hidup melainkan membimbingnya maju. Fungsi filsafat adalah kreatif, menetapkan nilai, menempat-kan tujuan, menentukan arah dan menuntun pada jalan-jalan baru. Filsafat hendaknya mengilhamkan keyakinan kepada kita untuk menopang dunia baru, mencetak ma-nusiamanusia yang menjadikan penggolongan-penggolongan berdasarkan nasional, rasial dan keyakinan ke-agamaan mengabdi kepada citacita mulia kemanusiaan. Filsafat tidak ada artinya sama sekali apabila tidak universal, baik dalam ruang lingkupnya maupun dalam semangatnya. Hubungan Ilmu Pengetahuan dan Filsafat Titik singgung 1) historis: pada mulanya filsafat identik dengan ilmu pengetahuan; filsuf identik dengan ilmuwan. 2) objek materia ilmu ialah alam dan manusia; objek materia filsafat ialah alam dan manusia (serta masalah ke-Tuhan-an). 2. Perbedaan 1) objek forma ilmu: mencari keterangan terbatas sejauh terjangkau pembuktian penelitian, percobaan dan pengalaman manusia; objek forma filsafat: mencari keterangan sedalam-dalamnya, sampai ke akar persoalan, sampai ke sebab-sebab dan ke “mengapa” terakhir, sepanjang kemungkinan yang ada pada akal-budi manusia berdasarkan kekuatannya. 2) objek materia filsafat: (1) masalah Tuhan, yang sama sekali di luar jangkauan ilmu pengetahuan biasa, 2) masalah alam, yang belum atau tidak dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan biasa, 3) masalah manusia, yang belum atau tidak dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan biasa. 1. Cabang-cabang Filsafat: 1. 2. 3. 4. 5. 6. Metafisika: filsafat tentang hakekat yang ada di balik fisika, tentang hakekat yang bersifat transenden, di luar atau di atas jangkauan pengalaman manusia. Logika: filsafat tentang pikiran benar dan salah Etika: filsafat tentang perilaku baik dan buruk Estetika: filsafat tentang kreasi indah dan jelek Epistemologi: filsafat tentang ilmu pengetahuan. Filsafat-filsafat khusus. METAFISIKA Metafisika berasal dari bahasa Yunani, Ta Meta Ta Phisica yang berarti sesudah, melampaui, atau di belakang realitas fisik. Jadi, metafisika berarti ada melampaui realitas fisik. Sesuatu yang ada di balik realitas fisik atau melampaui realitas fisik disebut hakikat. Karena filsafat, secara keseluruhan, memelajari hakikat, maka metafisika selain sebagai bagian dari filsafat, juga dapat dipandang sebagai suatu metode bagi filsafat, yaitu bagi semua bagian filsafat. Persoalan dasar yang dipelajari Metafisika ada dua, yaitu: ada dan substansi. ADA Ada sesuatu yang ada dan ada sesuatu yang tidak ada. Dengan demikian, baik yang ada maupun yang tidak ada keduanya ada. Segala sesuatu yang ada memiliki ciri-cirinya yang hakiki. “Apakah ciri-ciri hakiki dari segala sesuatu itu”. Metafisika menyatakan bahwa ciri hakiki dari segala sesuatu itu yang ada itu adalah “ada”, sebab “ada” ini merupakan dasar dan sebab kesesuaian di antara semua yang ada. Ada meemiliki tingkatan: mutlak/tertinggi. tingkat rendah, menengah, tinggi, dan Ada tingkat rendah: benda-benda yang adanya itu hanya sekedar ada. Ada menengah: hewan yang adanya dikuasai oleh nalurinya. Ada tingkat tinggi: manusia yang dirinya menyadari keberadanya. Ada dalam tingkat mutlak/tertinggi: sumber dari segala yang ada, tidak berubah, causa prima, pasti adanya, dan abadi (Tuhan). SUBSTANSI Secara umum substansi dapat disebut benda. Persoalan yang timbul adalah: “Apakah benda itu dapat dibedakan dari sifat-sifatnya?” “Apakah di belakang sifat-sifat yang berubah itu ada sesuatu yang tidak berubah?” Sepotong malam yang diambil dari sarang lebah dipanaskan di atas api. Kita lihat sifat-sifatnya, seperti bau, rasa, warna, dan bentuknya berubah. Namun kita tahu dan akan mengatakan bahwa malam tersebut adalah malam yang tadi. Dengan demikian, dalam pikiran kita terlintas pada malam itu harus ada sesuatu yang tidak berubah yang tersembunyi (tidak nampak) di belakang sifat-sifatnya yang berubah itu. Bahkan ketika malam itu diubah-ubah bentuk dan warnanya. Sesuatu yang tidak berubah dari malam itulah yang disebut substansi. Substansi berarti sesuatu yang ada pada dirinya sendiri. I. KUANTITAS 1.1 Monisme: aliran yang mengemukakan bahwa unsur pokok segala yang ada adalah esa, satu. 1.2 Dualisme: aliran yang berpendirian unsur pokok segala sesuatu adalah dua, yaitu roh dan benda. 1.3 Pluralisme: aliran yang berpendapat unsur pokok hakikat kenyataan adalah banyak (menurut Epmedokles: udara, api, air, dan tanah). II. KUALITAS 2.1 TETAP 2.1.1 Spiritualisme: hakikat itu bersifat roh. 2.1.2 Materialisme: hakikat itu bersifat materi. 2.2 KEJADIAN 2.2.1 Mekanisme: kejadian di dunia ini berlaku dengan sendirinya menurut hukum sebab akibat. 2.2.2 Teologi: kejadian yang satu berhubungan dengan kejadian yang lain, bukan oleh hukum sebab akibat, melainkan semata-mata oleh tujuan yang sama. 2.2.3 Determinisme: kemauan manusia tidak merdeka dalam mengambil keputusan-keputusan yang penting, tetapi sudah terpasti lebih dulu. 2.2.4 Indeterminisme: kemauan manusia itu bebas dalam arti yang seluas-luasnya. BEBERAPA YANG DIKAJI METAFISIKA 1. Realitas benda 2. Kosmologi 3. Antropologi 4. Teologi REALITAS BENDA Apakah realitas benda itu sesuai dengan penampakan-nya (appearance) atau sesuatu yang bersembunyi di ba-lik penampakan itu? Menjawab pertanyaan itu muncul 5 aliran, yaitu: 1. Materialisme: hakikat benda adalah materi. 2. Idealisme: hakikat benda adalah ruhani. 3. Dualisme: hakikat benda ada 2, yaitu material dan immaterial/benda dan roh. 4. Skeptisisme: ragu apakah manusia mengetahui hakikat. 5. Agnotisisme: manusia tidak dapat mengetahui hakikat benda. KOSMOLOGI Kosmologi adalah filsafat yang menyelidiki hakikat asal, susunan, tujuan alam besar, bagaimana ia menjadi, bagaimana ia berevolusi, dan sebagainya. ANTROPOLOGI Antropologi: membicarakan hakikat manusia dari segi filsafat. Apakah manusia itu? Apa dan dari mana asalnya? Apa akhir atau tujuannya? TEOLOGI Teologi: cabang filsafat yang membicarakan tuhan dari segi pikiran/akal. Apakah tuhan itu ada? Bukti keber-adaannya apa? Sifatnya, susunannya, kemauannya? Mengenai hal ini muncul isme-isme: 1. Teisme: monoteisme, triniteisme, politeisme, panteisme. 2. Ateisme. 3. Agnotisisme. ALIRAN TEORI PENGETAHUAN: 1. Asal dan sumber: 1) rasionalisme: sumber pengetahuan manusia adalah pikiran/rasio/jiwa manusia. 2) empirisme: pengetahuan manusia berasal dari pengalaman (yang ditangkap indera) manusia. 3) kritisisme (=transendentalisme): pengetahuan manusia baik berasal dari dunia luar, maupun dari jiwa atau pikiran manusia. 2. Hakikat pengetahuan manusia: 1) realisme: pengetahuan manusia adalah gambar yang baik dan tepat dari kebenaran, dalam pengetahuan yang baik tergambarkan seperti sesungguhnya ada. 2) idealisme: pengetahuan itu tidak lain dari kejadian dalam jiwa manusia , sedang kenyataan yang diketahui manusia itu seluruhnya berada di luarnya. EPISTEMOLOGI “Membicarakan sumber pengetahuan dan bagaimana cara memperoleh pengetahuan.” Pengetahuan diperoleh manusia melalui berbagai cara dan berbagai alat. Ada beberapa aliran tentang ini: 1. Empirisme: manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalaman (indera)-nya. John Locke (1632-1704), yang dianggap sebagai bapak aliran ini, mengemukakan teori tabula rasa (meja lilin). Maksudnya, bahwa manusia itu pada mulanya kosong dari pengetahuan, lantas pengalamannya mengisi jiwa yang kosong itu, lantas ia memiliki pengetahuan. Sesuatu yang tidak bisa diamati dengan indera bukanlah pengetahuan yang benar. Kelemahan aliran ini adalah: 1) indera terbatas: benda yang jauh 2) indera menipu: orang sakit 3) objek menipu: fatamorgana 4) indera dan objek: tidak bisa melihat gajah secara keseluruhan. Kesimpulannya: empirisme lemah karena keterbatasan indera manusia. 2. Rasionalisme “Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan akal”. Bapak aliran ini adalah Rene Descartes (1596-1650). Aliran ini dapat mengoreksi kelemahan keterbatasan kemampuan indera. Kerja sama empirisme dan rasionalisme melahirkan metode sains; dari metode ini lahirlah pengetahuan sains. Kerja sama indera dan akal belum mampu memperoleh pengetahuan yang utuh. Ia harus dibantu oleh intuisi. 3. Positivisme “indera itu amat penting dalam memperoleh pengetahuan, tetapi harus dipertajam dengan alat bantu dan diperkuat dengan eksperimen”. Eksperimen memerlukan ukuran yang jelas. Jadi, kebenaran diperoleh dengan akal, didukung bukti empiris yang terukur. “Terukur” inilah yang merupakan sumbangan positivisme. Tokoh aliran ini adalah Auguste Comte (1798-1857). 4. Intuisionisme Tidak suatu tidak tetap hanya indera yang terbatas, akal juga terbatas. Akal hanya memahami objek bila ia mengonsentrasikan dirinya pada objek itu. Jadi manusia mengetahui keseluruhan objek, tidak juga memahami sifat-sifat yang pada objek. SUMBER-SUMBER NILAI DAN NORMA: 1. Agama 2. Kebudayaan 3. Nasionalisme MORAL DAN AGAMA Agama mempunyai hubungan erat dengan moral. Motivasi terpenting dan terkuat bagi perilaku moral adalah agama. Setiap agama mengandung suatu ajaran moral yang menjadi pegangan bagi perilaku para penganutnya. Jika dibandingkan pelbagai agama, ajaran moralnya barangkali sedikit berbeda, tetapi secara menyeluruh perbedaannya tidak terlalu besar. Atau dengan kata lain, ada nilai-nilai universal yang relatif sama. Mengapa ajaran moral dalam suatu agama dianggap begitu penting? Karena ajaran itu berasal dari Tuhan dan mengungkapkan kehendak Tuhan. Ajaran moral itu diterima karena alasan keimanan. Namun demikian, nilai dan norma moral tidak secara eksklusif diterima karena alasan-alasan keagamaan. Ada juga alasan-alasan lebih umum untuk menerima aturan-aturan moral, yaitu alasan-alasan rasional. Dalam filsafat moral justru diusahakan untuk menggali alasan-alasan rasional untuk nilai-nilai dan norma-norma yang dipakai sebagai pegangan bagi perilaku moral. Berbeda dengan agama, filsafat memilih titik tolaknya dalam rasio dan untuk selanjutnya juga mendasarkan diri hanya pada rasio. Filsafat hanya menerima argumen dan alasan logis yang dapat dimengerti dan disetujui oleh semua orang. Ia menghindari setiap unsur nonrasional yang meloloskan diri dari pemeriksaan oleh rasio. Agama berangkat dari keimanan; kebenarannya tidak dibuktikan, tetapi dipercaya. Kebenaranyya bukan diterima karena dimengerti, melainkan karena terjamin oleh wahyu. Bila agama bicara topik etis, ia berusaha memotivasi dan menginspirasi supaya umatnya mematuhi nilai dan norma yang sudah diterimanya berdasarkan iman. Bila filsafat bicara topik etis, ia berargumentasi; ia berusaha memperlihatkan bahwa suatu perbuatan tertentu harus dianggap baik atau buruk, hanya dengan menunjukkan alasan-alasan rasional. Dalam konteks agama, kesalahan moral adalah dosa; orang beragama merasa bersalah di hadapan Tuhan, karena melanggar perintah-Nya. Dari sudut filsafat moral, kesalahan moral adalah pelanggaran prinsip etis yang seharusnya dipatuhi. Kesalahan moral adalah inkon-sistensi rasional. Dalam dunia yang ditandai pluralisme moral semakin mendesak kehadiran etika filosofis yang berusaha memecahkan masalah-masalah etis atas dasar rasio saja. Pluralisme modern yang menandai zaman ini sebagian disebabkan adanya etika humanistis dan sekular yang tidak lagi mengikutsertakan acuan keagamaan. Adanya pluralisme pandangan etis bukan saja karena adanya pelbagai agama dengan suasana moral yang berbeda-beda, melainkan juga, dan terutama, karena tembok pemisah antara pandangan etis orang beragama dengan dan orang sekuler. Jika ingin dicapai kesepakatan di bidang etis, kita hanya bisa berpedoman pada rasio, sebab sarana lain tidak dipunyai. KEBUDAYAAN MALU DAN KEBUDAYAAN KEBERSALAHAN Antropologi budaya membedakan dua macam kebudayaan: kebudayaan malu (shame culture) dan kebudayaan kebersalahan (guilt culture). Kebudayaan malu seluruhnya ditandai oleh rasa malu dan di situ tidak dikenal rasa besalah. Kebudayaan kebersalahan terdapat rasa bersalah. Shame culture adalah kebudayaan di mana pengertian-penggertian seperti “hormat”, “reputasi”, “nama baik”, “status”, dan “gengsi” sangat ditekankan. Bila orang melakukan suatu kejahatan, hal itu tidak dianggap sesuatu yang buruk begitu saja, melainkan sesuatu yang harus disembunyikan untuk orang lain. Bukan perbuatan jahat itu sendiri yang dianggap penting; tetapi yang penting adalah bahwa perbuatan jahat tidak akan diketahui. Jika perbuatan jahat diketahui, pelakunya menjadi “malu”. Dalam shame culture sanksinya datang dari luar, yaitu apa yang dipikirkan atau dikatakan oleh orang lain. Dalam shame culture tidak ada hati nurani. Guilt culture adalah kebudayaan di mana pengertian-pengertian seperti “dosa” (sin), “kebersalahan” (guilt), dan sebagainya sangat dipentingkan. Sekalipun suatu kesalahan tidak akan pernah diketahui oleh orang lain, namun si pelaku merasa bersalah juga. Ia menyesal dan merasa tidak tenang karena perbuatan itu sendiri, bukan karena dicela atau dikutuk orang lain. Jadi bukan karena tanggapan pihak luar. Dalam guilt culture, sanksinya tidak datang dari luar, melainkan dari dalam, dari batin orang bersangkutan. Dapat dimengerti bahwa dalam guilt culture semacam itu hati nurani memegang peranan sangat penting. DAFTAR SUMBER: Anshari, H. Endang Saifuddin. 1981. Ilmu, Filsafat dan Agama. Cetakan ke-2. Surabaya: Bina Ilmu. Bertens, K. 2004. Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Suriasumantri, Jujun S. 1985. Filsafat Ilmu; Sebuah Pengantar Populer. Cetakan ke-3. Jakarta: Sinar Harapan. Tafsir, Ahmad. 2004. Filsafat Umum; Akal dan Hati sejak Tales sampai Capra. Edisi revisi. Bandung: Rosda Karya.