supply chain global - Asosiasi Logistik Indonesia

advertisement
EDISI - VII  JULI 2016
EXECUTIVE
SOERJO WINARTO
Ahli Supply Chain yang
Hobi Fotografi
COMPANY
OF THE MONTH
PT Bhanda Ghara Reksa (Persero)
Transformasi Perusahaan
Logistik Pelat Merah
INTERVIEW
ROBERTUS HENDRA
Strategi Supply Chain
Saat Peak Season
SUPPLY CHAIN GLOBAL :
PROBLEM
& SOLUSI
Salam Redaksi
SDM dan Inovasi
PERSOALAN sumber daya manusia di supply chain ada di mana-mana,
termasuk Indonesia. Yaitu, ketimpangan antara tingginya kebutuhan dan
rendahnya ketersediaan. Banyak cara sudah ditempuh untuk memenuhi­
nya, seperti pendirian lembaga pendidikan seperti Sembada School of
Logistics, sekolah milik Asosiasi Logistik Indonesia (ALI). Meskipun begitu, harus diakui masih banyak lembaga pendidikan yang menem­patkan
ilmu supply chain sebatas selipan semata.
Setelah ketersediaan tenaga yang profesional, masalah lain adalah
minimnya inovasi, sebagaimana pernah ditegaskan dalam survei Pricewaterhouse Coopers (PwC) tentang supply chain global. Selama ini penyedia jasa belum memberikan value delivery yang inovatif kepada pemilik barang. Istilahnya, masih sebatas pedagang yang membebankan
pemilik barang dengan tarif yang mahal.
Majalah Supply Chain & Ligistics edisi Juli mencoba mengupas masalah-masalah mendasar pada bisnis ini. Selain itu, pada edisi ini juga
mencermati tren akuisisi dan merger yang kami mulai dipakai oleh perusahaan-perusahaan besar untuk menguasai persaingan. Akusisi dan
merger adalah salah satu cara untuk mengefisienkan kinerja perusahaan
sekaligus menguasai pasar. Selamat membaca.
REDAKSI
REDAKSI
Pelindung
Dr Nofrisel, SE, MM, CSLP
Prof. Dr. Ir. Teuku Yuri M. Zagloel, M.Eng. Sc.
Prof. Dr. Ir. Senator Nur Bahagia
Ir. Andy Ilham Said, Ph.D
Dr. Kuncoro Harto Widodo
Dr. Hoetomo Lembito
Erwin Raza, SE, MM
Ir. R. Ananta Dewandhono, MM, MBA
Fx. Sugiyanto
Hasanudin
Penanggungjawab
Zaldy Ilham Masita
Dewan Redaksi
Zaldy Ilham Masita, Mahendra Rianto, Iman
Kusnadi, Widiyanto, Nyoman Purnaya, Hadi
Kuncoro, Aulia Febrial Fatwa, Erith
Desenaldo, Clara Benarto,
Tenaka Budiman, R Kunto
Margono, Uda Sasmita, Eko Setyanto, Okin
Purba, Daniel Utomo, Armen Aldrin.
Marketing dan Administrasi
Aang Wiguna, Armieta Amelia,
Chrissa Nurhayati, Elsa Febriana
Konsultan media
indossari.com
Supply Chain & Logistic Review adalah majalah resmi Asosiasi Logistik Indonesia
yang terbit satu bulan sekali. Untuk peliputan dan iklan dapat menghubungi alamat
redaksi dan marketing. Kami menerima artikel anda seputar dunia supply chain dan
logistics untuk dipublikasikan di majalah
2
EDISI VII | JULI 2016
Redaksi & Marketing
Gedung I Lt. 7 Kementerian Perdagangan
Jl. M.I. Ridwan Rais No. 5 Jakarta Pusat
Phone/Fax : 021 – 3863936
Email: [email protected]
Website: www.ali.web.id
DAFTAR ISI
EDISI - V II JULI 2016
04
07
10
12
INDICATOR
SEREMONIA
23
KILAS
EXECUTIVE
SOERJO WINARTO
Ahli Supply Chain yang
Hobi Fotografi
15
INTERVIEW
ROBERTUS HENDRA
Strategi Supply Chain
Saat Peak Season
18
HEADLINE
Mengurai Sengkarut
Bisnis Kargo Udara
22
Kargo Udara,
Bukan Bisnis Anak Tiri
26
COMPANY
OF THE MONTH
PT Bhanda Ghara Reksa
(Persero)
Transformasi Perusahaan
Logistik Pelat Merah
VIEW
5 Ways STEM Education
is Leading the Logistics
Industry
Dapatkan Supply Chain & Logistics Review rutin
setiap edisi dengan mendaftarkan diri Anda sebagai
anggota Asosiasi Logistik Indonesia (ALI). Bergabung
lah dengan lebih dari 3.000 profesional praktisi,
akademisi, regulator dan pemerhati rantai pasokan
dan logistik di ALI.
Daftarkan diri Anda melalui laman resmi ALI
www.ali.web.id atau mengirimkan email kosong ke
alamat mailing list: [email protected]
3
EDISI VII | JULI 2016
INDICATOR
LPI Performance Indonesia 2016
MAKIN BURUK
Berbagai gebrakan menggenjot
infrastruktur rupanya belum bertuah
apa-apa, khususnya untuk urusan logistik. Ini terkuak oleh indeks kinerja logistik atau Logistics Performance Index (LPI)
tahun 2016 terbitan Bank Dunia barubaru ini.
No
Indonesia berada diposisi empat di
bawah Thailand, Malaysia dan Singapura
di ASEAN. Kendati bertengger di atas lima
negara anggota ASEAN lainnya, namun
nilai Indonesia terpaut jauh dari posisi
tiga milik Thailand.
Di antara kinerja memburuk misalnya izin
pengiriman barang tanpa pemeriksaan
yang masih memerlukan waktu dua hari,
lebih lama dari satu hari di tahun 2012.
Ini kontras dengan klaim pemerintah
tentang dwelling time yang digembargemborkan kini lebih cepat.
Di antara negara berpendapatan menengah ke bawah, Indonesia ada di bawah
Mesir, Kenya dan India. Namun, seperti
halnya di ASEAN, nilai Indonesia di posisi
keempat hampir dua kali dibandingkan
perolehan India di posisi pertama, atau
mengindikasikan ketimpangan kualitas
pelayanan logistik antara kedua negara.
4
EDISI VII | JULI 2016
Negara
Tahun
2016
2014
2012
5
5
1
1
Singapura
2
Malaysia
32
25
29
3
Thailand
45
35
38
4
Indonesia
63
57
59
5
Vietnam
64
48
53
6
Filipina
71
53
52
7
Kambojia
73
83
101
8
Myanmar
113
145
129
9
Laos
152
131
109
INDICATOR
2016
EXPORT TIME AND COST / PORT OR AIRPORT SUPPLY CHAIN
Distance (kilometers)
133km
Lead time (days)
3 days
Cost (US$)
N/A
EXPORT TIME AND COST / LAND SUPPLY CHAIN
Distance (kilometers)
145km
Lead time (days)
3 days
Cost (US$)
N/A
IMPORT TIME AND COST / PORT OR AIRPORT SUPPLY CHAIN
Distance (kilometers)
126km
Lead time (days)
5 days
Cost (US$)
N/A
IMPORT TIME AND COST / LAND SUPPLY CHAIN
Distance (kilometers)
165km
Lead time (days)
5 days
Cost (US$)
N/A
2014
2012
133km
3 days
579US$
81km
2 days
415US$
255km
2 days
579US$
104km
3 days
309US$
94km
4 days
568US$
78km
3 days
501US$
189km
5 days
1233US$
104km
5 days
426US$
Shipments meeting quality criteria (%)
Number of agencies - exports
Number of agencies - imports
Number of documents - exports
Number of documents - imports
Clearance time without physical inspection
(days)
Clearance time with physical inspection (days)
Physical inspection (%)
Multiple inspection (%)
Declarations submitted and processed electronically and on-line (%)
Importers use a licensed Customs Broker (%)
Able to choose the location of the final clearance
(%)
Goods released pending customs clearance (%)
80%
2
2
4
3
2 days
70.19%
3
4
4
5
2 days
51.25%
5
5
5
3
1 days
4 days
5.13%
2.1%
88.89%
5 days
7.91%
2.79%
4 days
30.56%
18.38%
100%
37.5%
22.22%
Source: Connecting to Compete 2016, Trade Logistics in the
Global Economy. Logistics Performance Index 2016, World Bank
5
EDISI VII | JULI 2016
INDICATOR
8
6
C O N N EC TIN G TO C O M PETE 2016
TRA D E LO G ISTIC S IN TH E G LO BA L EC O N O M Y
EDISI VII | JULI 2016
SEREMONIA
SOSIALISASI PUSAT LOGISTIK BERIKAT
MEWUJUDKAN MIMPI MENJADI
HUB LOGISTIK ASIA PASIFIK
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai bekerjasama dengan Asosiasi Logistik Indonesia
(ALI) mensosialisaikan paket kebijakan pemerintah mengenai Pusat Logistik Berikat (PLB)
kepada pelaku bisnis dalam seminar internasional bertajuk “Mewujudkan Mimpi menjadi
Hub Logistik Asia Pasifik”. Acara ini digelar di
Kantor Pusat Bea Cukai pada tanggal 25 April
2016 dan termasuk sebagai bagian dari persiapan penyelenggaraan “Jakarta International Logistic Summit and Expo (JILSE)” pada Juni
2016.
Dalam sambutannya, Direktur Jenderal Bea
dan Cukai Heru Pambudi mengatakan berdasarkan hasil koordinasi dengan ALI, dike­
tahui masih banyak pelaku bisnis baik dalam
dan luar negeri yang belum memiliki pemahaman yang memadai tentang PLB dan peluang-
7
EDISI VII | JULI 2016
SEREMONIA
nya. Seminar ini adalah salah satu
usaha untuk menyosialisasikan hal
tersebut dan bentuk sinergi dan
komitmen dalam menindaklanjuti
amanat Presiden untuk mewujudkan perizinan yang cepat, penurunan dwelling time, dan efisiensi
logistic. “ Kehadiran PLB secara
nyata diharapkan dapat mewujudkan mimpi Indonesia menjadi hub
logistik Asia Pasifik,” kata Heru.
Acara ini dihadiri 250 orang
peserta yang terdiri dari berbagai
instansi terkait logistik, asosiasi
industri, asosiasi logistik, kamar
dagang negara mitra, dan atase
perdagangan mitra. Narasumber
berasal dari Bea Cukai, Bank Dunia,
American Chamber, Japan Chamber, Eurocham, dan supply chain &
logistic expert. Hadir dalam acara
ini antara lain Direktur Utama PT Cikarang Dry Port, Dirut PT Kamadjaja
Logistics, Dirut PT Agility, dan Dirut
PT Cipta Krida Bahari. =
8
EDISI VII | JULI 2016
“ Kehadiran PLB
secara nyata diharapkan dapat
mewujudkan mimpi
Indonesia menjadi
hub logistik Asia
Pasifik,”
Heru Pambudi
Dirjen Bea Cukai
SEREMONIA
Kuliah Umum dan
Wisuda
Certified
Supply Chain & Logistics Professional
(CSLP) dan Certified
Logistics Improvement Professional
(CLIP). Acara diselenggarakan di Hotel
Puri Denpasar Jakarta, tanggal 19 Maret
2016.
9
EDISI VII | JULI 2016
KILAS
PUSAT LOGISTIK BERIKAT
BELUM OPTIMAL
Setelah diresmikan Presiden Joko Widodo pada Maret Silam,
pengoperasian Pusat Logistik Berikat (PLB) tak kunjung optimal. Masalah klasik seperti masa tunggu bongkar muat atau
dwelling time masih menghantui. Menurut Direktur Jenderal
Bea Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi, dwell time
di pelabuhan untuk tujuan PLB masih belum memenuhi target
satu hari akibat masalah perizinan setelah proses di Bea dan
Cukai atau post custom clearance.
Post custom clearance adalah proses perizinan keluar barang setelah Bea dan Cukai. “Sekarang kita lagi mau bicara
dengan Pelindo dan otoritas pelabuhan,” kata Heru seperti dikutip dari Kompas, baru baru ini. Per Juni, sudah ada 16 PLB
baru dari 50 unit yang ditargetkan dibangun tahun ini.
Kendala PLB lain yang lebih utama adalah operasional di
lapangan. Menurut catatan Asosiasi Pusat Logistik Berikat Indonesia (APLBI) ada hambatan kontrak dengan pemasok dan
regulasi dari Kementerian Keuangan yang diantaranya mengakibatkan, baru tujuh PLB yang bisa beroperasi dari 11 evaluasi yang dievaluasi. Diantaranya Kamadjaja Logistics, PT Agility International (Agility Logistics), PT KhrisnaBali International
Cargo (Khrisna Logistics), PT Pelabuhan Penajam Banua Taka
(Eastkal Supply Base). (TEMPO/BISNIS INDONESIA/KOMPAS)
JEPANG SIAPKAN
RP32 TRILIUN BIAYAI
PELABUHAN PATIMBAN
Pemerintah Jepang akan memberikan utang sebanyak 31,6 triliun rupiah
untuk membangun pelabuhan Patimban. Pinjaman berbunga 0,1 persen itu
setara dengan 79 persen total kebutuhan dana pembangunan sebesar 40
triliun, dimana sisanya akan dibiayai
pemerintah Indonesia dan swasta. Pembahasan utang ini dibicarakan Presiden
Joko Widodo dan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe di sela-sela Konferensi
Tingkat Tinggi G-7 Outreach di Jepang.
Pelabuhan Patimban, berlokasi di
10
EDISI VII | JULI 2016
Desa Patimban, Kecamatan Pusakanegara, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa
Barat. Pelabuhan ini didaulat sebagai
proyek strategis nasional untuk menggantikan proyek pelabuhan Cilamaya,
Karawang yang urung digarap karena
bersinggungan dengan pipa-pipa mnyak
dan gas milik PT Pertamina. Proyek
pengerjaan pelabuhan Patimban akan
dimulai 2017 dan diperkirakan selesai
pada 2019.
Presiden menunjuk Menteri Perhubungan Ignasius Jonan untuk mengoordinasikan pembangunan proyek ini,
kata juru bicara Presiden Ari Dwipayana,
seperti dikutip dari Sekretariat Kabinet.
Jonan akan mengomandoi pemerintah daerah, lembaga dan kementerian
terkait. Dasar hukum proyek ini adalah
Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun
2016 tentang Penetapan Pelabuhan
Patimban di Kabupaten Subang, Provinsi
Jawa Barat yang telah diteken Presiden
pada 25 Mei 2016. (SETKAB)
KEMDAG REVISI
ATURAN DISTRIBUSI
BARANG
Protes keras pelaku usaha terhadap
aturan baru mengenai distribusi barang
berbuah manis. Menteri Perdagangan
Thomas Lembong mengatakan akan
merevisi peraturan nomor 22/M-DAG/
PER/3/2016 tentang Ketentuan Umum
KILAS
Distribusi Barang. “Mungkin aturan ini (dibuat) tidak melalui
proses konsultasi publik yang selayaknya,” kata Thomas katanya
baru-baru ini seperti dikutip dari Kontan.
Pengusaha menilai peraturan Menteri Thomas yang baru berumur tiga bulan itu justru bertentangan dengan semangat pemerintah untuk memangkas jalur distribusi untuk mengefisienkan
harga. Peraturan ini dinilai kaku, terutama pada pasal 19 yang
menyatakan distributor, subdistributor, grosir, perkulakan, agen
dan sub agen dilarang mendistribusikan barang secara eceran
kepada konsumen.
Wakil Sekretaris Jenderal II Himpunan Penyewa Pusat Belanja
Indonesia (Hippindo) Satria Hamid mengatakan panjangnya jalur
distribusi akan membuat proses pengiriman barang lebih lama
dan bisa memicu kenaikan harga di tingkat konsumen. Ketua
Komite Tetap Kadin Bidang Perdagangan Dalam Negeri Tutum
Rahanta mengatakan ketentuan baru ini akan sulit diterapkan
karena bertentangan dengan situasi di lapangan. (KONTAN/KADIN)
DISTRIBUSI LANCAR,
INFLASI PUN JINAK
Inflasi pada bulan Juni 2016 tercatat sebesar 0,66 persen. Ini
merupakan inflasi bulanan terendah dibandingkan angka rata-rata indek harga konsumen di bulan Ramadhan sepanjang empat
tahun terakhir.
Selain upaya menambah pasokan barang karena kenaikan
permintaan, langkah pemerintah memangkas rantai pasokan
telah dapat menekan biaya pengiriman sehingga mengurangi
kenaikan harga barang. “Saat ini (pemerintah) sangat fokus untuk melakukan efisiensi dari segala aspek diperekonomian. Dari
mulai angkutan jangan sampai macet, pergudangan, pasar rakyat
supaya tidak becek, supaya semua distribusinya lancar,” katanya,
seperti dikutip dari Suara.
Terobosan memangkas jalur distribusi di antaranya dilakukan
oleh Kementerian Pertanian yang mendirikan Toko Tani Indonesia (TTI) untuk menstabilkan harga bawang merah di tingkat
eceran. Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengatakan panjangnya mata rantai perdagangan telah mengakibatkan struktur
harga bawang merah tidak efesien. Toko ini diharapkan dapat
memangkas mata rantai perdagangan menjadi tinggal dua sampai tiga titik saja. Dampak dari program ini harga bawang merah
yang biasanya menjulang menjelang lebaran kini sudah mulai jinak. (KOMPAS/SUARA)
11
EDISI VII | JULI 2016
EXECUTIVE
AHLI SUPPLY CHAIN
YANG HOBI FOTOGRAFI
SOERJO WINARTO
Ketika mendapatkan penugasan untuk menekuni
bidang supply chain, Soerjo Winarto masih tidak
tahu apa dan bagaimana
soal rantai pasokan. Saat
itu, bahkan bagi Soerjo,
kata supply chain masih
terdengar asing di telinga.
D
i perusahaan tempatnya
bernaung, PT Sayap Mas
Utama (Wings Group),
jabatannya ketika itu
adalah business process improvement assistant manager. Soerjo sebenarnya bertanggung jawab pada
process improvement agar produkproduk Wings selalu kompetitif di
pasar dan bersaing dengan produkproduk dari perusahaan multinational.
Pada 2001, Wings Group berniat
membesarkan skala bisnis sehingga perlu peningkatan manajemen
rantai pasokan. Soerjo pun belajar
tentang apa dan bagaimana supply
chain secara otodidak lewat bukubuku dan ikut pelatihan serta semi-
12
EDISI VII | JUNI 2016
EXECUTIVE
nar di Singapura.
Di tahun-tahun tersebut, membangun konsep supply
chain adalah hal yang tidak mudah. Bahkan perusahaan
asing yang ada di Indonesia, belum mengelola manajemen rantai pasokan secara profesional seperti sekarang
ini. “Kalau saya mau berbicara dan diskusi soal ini, saya
juga bingung. Saya diskusi sama siapa? Mungkin beberapa orang tahu bagaimana konsepnya, tapi belum memiliki pengalaman bagaimana hal itu diterapkan,” cerita
pria kelahiran Solo ini.
Selain tidak ada role model dan pengalaman, alumnus
Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Surabaya ini juga melakukan sosialisasi kepada karyawan perusahaan. Tantangan terbesar waktu itu adalah
mengimplementasi program SAP, System Application and
Product. Padahal, sebagai perusahaan lokal, masih banyak manajernya yang bahkan belum bisa menggunakan
komputer saat itu. Sampai-sampai, Soerjo membuat tim
khusus demi mengajarkan dan mengimplementasikan
program tersebut di internal perusahaan.
Sebagai seorang production planning and inventory
control (PPIC) manager yang ia emban sejak 2001, Soerjo
bertanggung jawabnya mengatur perencanaan produksi,
mengecek inventori barang, merencanakan distribusi untuk lima produksi. Soerjo juga menjadi project manager
PT Tirta Alam Segar, pabrik minuman baru Wings Group yang
memproduksi Ale-Ale. Dia jugalah yang mendesain manajemen
rantai pasokan untuk pabrik Mie
Sedap.
Ayah dua anak ini bercerita,
dua tahun setelah itu, beberapa
perusahaan di Indonesia baru
menyadari pentingnya pengelolaan supply chain bagi bisnis
perusahaan. Sebab itu, pada
medio 2003, bekerjasama dengan Accenture, Soerjo pernah
mengadakan pelatihan tentang
bagaimana penerapan manajemen rantai pasokan untuk jajaran
manajemen Sayap Mas Utama.
Setelah sukses di Wings
Group, Soerjo pindah ke Aqua
Danone Indonesia pada Maret
13
EDISI VII | JUNI 2016
KALAU SAYA MAU BERBICARA
DAN DISKUSI SOAL INI, SAYA
JUGA BINGUNG. SAYA DISKUSI
SAMA SIAPA?”
2006. Jabatannya demand and supply planning director. Selama
sekitar 2 tahun di perusahaan asal Prancis tersebut, Soerjo bertanggung jawab dalam manajemen permintaan, pengadaan (procurement), material master data, ekspor, perencanaan kapasitas,
dan produksi serta distribusi di seluruh Indonesia.
Baginya, mengelola supply chain adalah suatu hal yang menarik dan selalu menjadi tantangan baru. Layaknya orkestra, kata
dia, pengelolaan supply chain adalah dirigen yang mengatur
semua anggota tim sehingga dapat memainkan irama dan nada
sesuai dengan perannya masing-masing. “Saya dapat mengatur
end to end business seperti produksi, bisnis, sales, dan manufacturing dengan efektif dan efisien,” kata alumnus magister teknik
industri dan manajemen di Oklahoma State University ini.
Namun Aqua Danone bukanlah pelabuhan terakhir Soerjo.
Pada Agustus 2008, pemegang Leadership for Environment and
EXECUTIVE
Sustainable Development Fellow ini bergabung
dengan Johnson & Johnson Indonesia. Dia memegang jabatan supply chain director, bertanggung
jawab pada permintaan, produksi, manajemen
stok, dan process improvement. “Semua pekerjaan
dan pengalaman karier yang pernah saya alami itu
berharga bagi saya. Pengalaman itu yang membuat
saya bisa mencapai posisi ini.”
Meskipun sibuk dan punya banyak tanggung jawab profesional, Soerjo masih tetap tekun menekuni
hobinya, fotografi. Dia bahkan kerap pergi ke berbagai destinasi di Indonesia dan belahan dunia untuk
menyalurkan hobinya memotret, khususnya terkait
dengan human interest.
India, menjadi salah satu negara favoritnya untuk membidik kamera. Kecintaannya ini membuatnya mampu menghasilkan karya-karya fotografi
yang menawan. Bahkan beberapa kali dia berhasil mendapatkan penghargaan atas hasil bidikannya, termasuk meraih gelar EFIAP atau Excellence
FIAP dari Federation Internationale de l’Art Photographique, organisasi fotografi internasional yang
berkantor pusat di Paris, Perancis. =
14
EDISI VII | JUNI 2016
PROFIL SOERJO WINARTO
“Semua pekerjaan dan pengalaman karier yang pernah
saya alami itu berharga bagi
saya. Pengalaman itu yang
membuat saya bisa mencapai
posisi ini.”
LAHIR:
SOLO, 11 MARET 1970
PENDIDIKAN:
• TEKNIK INDUSTRI ITS, 1993
• OKLAHOMA STATE UNIVERSITY, MASTER IN INDUSTRIAL ENGINEERING AND MANAGEMENT, 1996
• CSCP DAN CPIM CERTIFICATION DARI APICS
KARIER:
• PT. PALINGDA NASIONAL (ASTRA COMPONENT GROUP) PPIC SUPERVISOR, 1993-1994
CENTER FOR COMPUTER INTEGRATED MANUFACTURING
RESEARCH ASSISTANT, 1995-1996
• PT. KABELMETAL INDONESIA/GAJAH TUNGGAL KABEL
PPIC ASST MANAGER, 1996-1997
• PT. SAYAP MAS UTAMA / WINGS
BUSINESS PROCESS IMPROVEMENT ASSISTANT MANAGER, JANUARI 1998-DESEMBER 2000
MANUGISTICS PROJECT MANAGER, AUGUST 2001 – DECEMBER 2004
SUPPLY CHAIN/PPIC MANAGER, JANUARI 2001-MARET 2006
• AQUA DANONE, INDONESIA
DEMAND AND SUPPLY PLANNING DIRECTOR, MARET 2006-JULI 2008
• JOHNSON AND JOHNSON, INDONESIA
SUPPLY CHAIN DIRECTOR / MANAGEMENT BOARD,
AGUSTUS 2008 – SEKARANG
INTERVIEW
ROBERTUS HENDRA
Strategi
Supply
Chain
Saat
Peak
Season
P
engaturan supply chain saat masa tersibuk atau peak
season seperti menjelang hari raya Idul Fitri membutuhkan penanganan khusus. Jika salah mengatur, stok
barang bisa habis lebih dahulu saat masyarakat justru
sangat membutuhkan sehingga perusahaan kehilangan kesempatan menjual barang lebih banyak. Sebaliknya, bila ada sisa barang yang menumpuk usai peak season juga akan menimbulkan
kerugian besar. Lantas, bagaimana manajemen sistem rantai pasokan dalam menyiasati peak season, termasuk saat Lebaran?
Majalah Supply Chain & Logistics Review mewawancarai pakar manajemen supply chain, Robertus Hendra, guna mengetahui pandangannya. Berikut petikan wawancara dengan alumnus Northwestern University dan mantan General Manager for
Supply Planning, Demand Planning, dan Sales Operations PT
Unilever Indonesia Tbk. ini:
15
EDISI VII | JULI 2016
Apa saja yang harus diperhatikan dalam supply chain saat peak season?
Kuncinya adalah bagaimana merancang perencanaan yang
handal dan eksekusi yang mantap baik dari sisi demand planning, supply planning, dan distribution planning. Kita harus punya estimasi yang cukup akurat tentang berapa besar lonjakan
permintaan barang menjelang Lebaran dibandingkan pada
situasi normal. Kita bisa melihat hal ini dari beberapa sisi, seperti apa program marketing dan sales yang berkaitan dengan
promosi menjelang masa Lebaran dan melihat bagaimana tren
penjualan di beberapa tahun terakhir. Hal itu bisa dipakai sebagai basis memproyeksikan besarnya lonjakan permintaan dan
estimasi pola peningkatan permintaan.
INTERVIEW
Seberapa besar peran kerja sama
dengan business partners?
Kerja sama dengan mitra dagang, khususnya para
peritel besar juga akan membantu menghasilkan estimasi yang cukup akurat tentang berapa besar lonjakan permintaan saat peak season. Kerja sama dalam
memprediksi peningkatan penjualan itu bisa mencakup
produk-produk yang top-selling saja bagi para peritel
besar sehingga tidak dianggap terlalu menyita waktu.
Keuntungan lain adalah para mitra dagang yang terlibat
akan merasa lebih memiliki terhadap proyeksi permintaan tersebut.
Bagaimana penanganan
menyiasati setiap produk?
Setiap komoditas, pola, dan besar
kenaikannya akan berbeda-beda
menjelang Lebaran, sehingga kita
harus bisa mengantisipasi bagaimana menyiasati lonjakan permintaan
tersebut. Produk seperti makanan,
misalnya, penanganannya tentu
berbeda dengan pakaian atau consumer goods lain. Jenis barang, apakah barang itu tahan lama atau tidak juga
akan mempengaruhi strategi yang akan dijalankan dalam menyiasati lonjakan permintaan.
Bagaimana dengan industri ritel?
Sektor ini biasanya naik cukup besar
saat peak season Lebaran, bagaimana
pena­nganannya?
Dari sisi lonjakan permintaan, produk makanan kenaikannya paling signifikan, bisa sampai 100%. Hal ini
menuntut perencanaan supply jauh sebelum peak season dimulai, baik dari segi kapasitas produksi maupun
dari suplai bahan baku yang dibutuhkan untuk produksi
barang. Produk seperti pakaian, jauh sebelum Ramadan juga sudah menuntut perencanaan bagaimana
menghadapi peak season, sehingga begitu masuk Ramadan kita sudah lihat para retailer sudah siap dengan
produk-produk andalan yang akan dipromosikan.
Jadi, kita harus mengantisipasi besarnya lonjakan
permintaan dan kapan lonjakan tersebut akan terjadi.
Untuk itu, faktor tenggang waktu atau lead time-nya
juga perlu diketahui baik dari sisi produksi maupun
16
EDISI VII | JULI 2016
perencanaan distribusi barang. Produsen barang, juga perlu memperhatikan kapan berakhirnya fluktuasi permintaan barang di pasar ritel. Misalnya, untuk produk makanan, di mana konsumen sudah tidak
akan belanja banyak makanan lagi pada saat H-1 Lebaran. Sementara
kalau pakaian, biasanya H-7 Lebaran itu konsumen sudah tidak banyak belanja lagi.
Bagaimana menangani dari sisi suplai?
Pada umumnya produsen barang menjual barang melalui para retailer dan justru lonjakan permintaan paling besar biasanya sebulan
menjelang Ramadan. Untuk mengantisipasi lonjakan tersebut, sebagai produsen barang, misalnya, kita harus tahu berapa
besar kapasitas produksi kita dan apakah kapasitas
produksi itu cukup memenuhi lonjakan permintaan pasar.
Seandainya kapasitas produksi normal tidak mencukupi, kita harus melakukan build
up stock sebelumnya, dan ini bisa dilakukan
dengan menambah shift kerja, misalnya, bila
INTERVIEW
belum penuh tiga shift per minggu. Selain itu bisa juga dengan
kerja lembur Sabtu dan Minggu beberapa bulan sebelum Ramadan. Strategi lain, bisa juga kita mencari tambahan kapasitas ke pihak ketiga, tapi biasanya mereka juga sibuk pada saatsaat menjelang Ramadan, jadi tidak bisa terlalu diharapkan.
Jadi poinnya adalah mencermati selisih
permintaan dan kapasitas produksi?
Intinya, kita perlu bisa menghitung berapa besar selisih antara permintaan di saat peak season dibandingkan dengan
kapasitas produksi yang ada; dan dari situ kita hitung mundur
kapan sebaiknya kita perlu mulai melakukan produksi untuk
build up stocks dan juga perencanaan untuk penyediaan bahan baku dari para supplier kita. Jelas ini semua butuh perencanaan handal dan kerja sama yang baik antara berbagai
pihak yang terlibat dalam mata rantai suplai. Kemudian, untuk
bisa mewujutkan perencanaan itu, perlu kemampuan eksekusi
yang matap sehingga rencana tersebut bisa terwujut tanpa
banyak penyimpangan yang merugikan.
Bagaimana dengan perencanaan
distribusinya?
Itu satu hal yang juga tidak kalah penting karena setelah
kapasitas produksi, kita perlu juga me-review bagaimana
kapasitas warehousing dan kapasitas transportasi yang tersedia. Mungkin kita perlu sewa gudang tambahan untuk sementara atau tambahan truk sebelum dan selama masa festive atau
peak season tersebut. Dalam kaitannya dengan strategi distribusi, perlu juga perencanaan ke area mana saja inventori akan
dikirimkan, kapan, dan jumlahnya. Pengiriman juga sebaiknya
jangan sekaligus, tapi dicicil sehingga tidak terjadi kemacetan
karena semua menumpuk pada satu waktu. Mencari armada
17
EDISI VII | JULI 2016
truknya pun lebih mudah. Selain itu, penggunaan intermoda
transportasi juga perlu dikaji, bisa dikaji kombinasi dari truk,
kapal, kereta api dan pesawat yang paling efisien dan efektif.
Kalau perlu melakukan kemitraan dengan perusahaan logistik yang telah teruji kemampuannya. Semua kegiatan logistik yang dibahas tersebut butuh perencanaan yang handal
tentang ke mana barang akan didistribusikan, lead time yang
dibutuhkan, jenis transportasi dan waktu pengiriman, dan tentunya sekali lagi butuh kerja sama yang baik antara berbagai
pihak yang terlibat dalam mata rantai distribusi.
Apa strategi manajemen supply chain
berikutnya?
Diperlukan kerja sama secara financing agar bisa membujuk
distributor maupun retail customer agar mau mengambil barang lebih awal. Contoh, dengan pemberian credit extension
dari satu menjadi dua bulan. Kredit jenis ini adalah kredit khusus selama masa festive agar pengiriman barang bisa diterima
lebih dini oleh para mitra kita dan tidak memberatkan pendanaan mereka. Hal lain yang perlu juga dipersiapkan adalah
bagaimana menangani sisa-sisa barang yang tidak terjual
sehabis masa Lebaran. Bila ini sudah dipikirkan sebelumnya,
maka, misalnya, begitu jelang H-1 Lebaran, diadakan promosi
diskon besar dan sesudah Lebaran berakhir ada diskon cuci
gudang.
Dengan demikian, diharapkan barang-barang yang tersisa
tidak akan menjadi barang kadaluarsa yang akhirnya bakal
menelan biaya besar untuk pembuangannya. Penanganan sisa
barang ini erat sekali kaitannya dengan langkah awal perencanaan yang telah kita singgung sebelumnya yakni prediksi yang
relatif akurat terhadap besarnya permintaan saat peak season
akan sangat membantu meminimalisir barang yang tersisa.=
HEADLINE
DURI-DURI DI
SUPPLY CHAIN
GLOBAL
Para pelaku rantai pasokan dunia dihadapkan
pada sejumlah tantangan bisnis di tengah ketatnya persaingan, perubahan perilaku konsumen
global, dan kemajuan teknologi informasi.
P
ricewaterhouse Coopers (PwC) pernah mengadakan sebuah survei tentang supply chain global. Kantor jasa profesional terbesar di dunia ini melakukan
survei terhadap 500 eksekutif perusahaan
logistik dan rantai pasokan guna mengetahui apa saja
tantangan di sektor ini. Tiga hal yang menjadi harapan
para responden dalam survei bertajuk “Global Supply
Study 2013” itu yakni profitabitas, manajemen biaya,
dan kepuasan pelanggan.
Tantangan supply chain global ke depan yakni
18
EDISI VII | JULI 2016
bagaimana agar distribusi lebih cepat,
biaya lebih efisien, dan terukur. Para CEO
perusahaan itu menyebutkan bahwa
mereka tak hanya memanfaatkan manajemen rantai pasokan dalam mengirim
barang tepat waktu, tapi juga mengukur
kepuasan konsumen dan distributor terhadap berbagai hal, termasuk harga dan
pengemasan.
Penerapan supply chain yang baik
dinilai dapat mengerek kenaikan laba
sebelum pajak (earnings before interest, taxes, depreciation,
and amortization/ EBITDA) hingga 30%, inventori barang pun
bakal naik hingga 87% per tahun dibandingkan perusahaan
kebanyakan.
Survei juga membeberkan fakta bahwa ada beberapa desain supply chain yang berbeda demi menjangkau segmen
konsumen tertentu. Mereka juga biasa mengalihkan 60% kegiatan warehousing dan logistik kepada pihak ketiga, lantaran
naiknya investasi teknologi.
“Kekhawatiran mereka [pelaku usaha] berkaitan dengan perubahan tren supply chain global.
Mereka khawatir soal fleksibilitas, karena globalisasi mendorong perubahan cara perusahaan memanfaatkan supply chain dalam berkompetisi dan
mencari keuntungan,” tulis Scott Swartz, founder
HEADLINE
dan CEO MetraTech, dalam situs inboundlogistics.com.
Swartz juga menganalisa setidaknya empat tantangan supply
chain global saat ini yakni efisiensi biaya, transparansi, menekan
risiko agar lebih rendah, dan inovasi produk baru. Dengan begitu,
implementasi supply chain yang baik bakal mendorong peningkatan
kualitas bisnis.
Persoalan SDM
Secara umum, para responden survei menegaskan
pengelolaan supply chain yang profesional memang
menjadi keharusan. Sebanyak 45% responden mengakui bahwa supply chain adalah aset strategis.
Hal penting lain yakni sebanyak 3/5 atau 60%
responden menyebutkan pentingnya membangun
sumber daya mannusia yang berkualitas sebagai kunci
sukses. Malahan beberapa perusahaan menempatkan supply chain
sebagai bagian dari board of management dan mendatangkan trainer untuk melakukan pelatihan.
Persoalan SDM ini bukan hanya dihadapi global, Indonesia juga. Persediaan tenaga SDM yang mumpuni di
bidang ini ternyata lebih sedikit dari permintaan. Kebutuhan SDM juga berbenturan dengan kurangnya tenaga
profesional bersertifikasi.
Direktur Supply Chain Johnson & Johnson Indonesia
Soerjo Winarto mengatakan belum ada lembaga khu-
19
EDISI VII | JULI 2016
sus yang berwenang mensertifikasi
profesional di bidang supply chain
kendati ada Sembada School of
Logistics, sekolah milik Asosiasi Logistik Indonesia (ALI), yang sudah
memasukkannya dalam kurikulum.
Beberapa universitas juga menyertakan supply chain dalam silabus.
Namun untuk mendapatkan sertifikasi APICS (American Production
and Inventory Control Society) yang
skalanya global, SDM Indonesia
terkendala kemampuan bahasa Inggris dan mahalnya biaya.
Tantangan penyedia layanan
rantai pasokan bukan hanya menyelenggarakan manajemen
yang profesional, melainkan
inovasi, sebagaimana ditegaskan dalam survei PwC
tersebut dan analisa Swartz.
Dengan inovasi, pemilik barang
bisa membayar biaya yang lebih
efisien, tapi produknya juga berkualitas. Creative advantage inilah yang mesti ditawarkan kepada konsumen.
Faktanya, selama ini penyedia jasa belum memberikan value delivery yang inovatif kepada pemilik barang.
Istilahnya, masih sebatas pedagang yang membebankan pemilik barang dengan tarif yang mahal. “Truk Big
Mama misalnya, mereka bilang secara volume bisa
lebih banyak 15%. Itu bagus buat kami. Namun kalau
dihitung cost-nya, paling hanya berkurang tak lebih
dari 3%,” tegasnya.
Country Head of Customer Service and Logistic PT
Mondelez Indonesia Bayu Soedjarwo menambahkan
efisiensi menjadi persoalan penting. Contoh, penggunaan Go-Box, aplikasi buatan perusahaan rintisan PT
HEADLINE
“….karena globalisasi mendorong
per­ubahan cara
perusahaan memanfaatkan supply chain dalam
berkompetisi dan
mencari keuntungan.”
Gojek Indonesia. Go-Box baginya adalah inovasi teknologi di sektor logistik.
Namun, Go-Box belum sepenuhnya dipakai pebisnis skala besar, masih sebatas
pengusaha kecil dan menengah. “Paling banter, mereka hanya butuh distribusi
barang ke lima sampai enam tempat,” katanya.
Bayu benar, toh produsen besar seperti Johnson & Johnson belum memanfaatkan Go-Box. Kendati aplikasi itu adalah inovasi, beban belum tentu efisiensi.
“Go-Box tidak lebih murah dari sisi kami. Di samping itu, selama ini, kami sudah
memiliki langganan distribusi. Mereka lebih tahu harus mengantarkan ke titiktitik mana saja. Jadi, memang Go-Box lebih sering dimanfaatkan perorangan,
bukan pebisnis,” jelas Soerjo.
Bukan itu saja, seringkali perusahaan jasa ketiga supply chain memungut biaya tinggi dengan alasan yang kadang tidak terkait langsung dengan urusan keamanan, misalnya jenis truk baru dan frekuensi
biaya kir.
Namun di mata operator logistik, persoalan ini dibantah.
Chief Operating Officer Kamadjaja Logistics Ivy Kamadjaja
misalnya, menyangkal hal tersebut. Menurut dia biaya yang
dibebankan ke pemilik barang itu seperti gunung es, hanya
tampak di permukaan. Padahal, acapkali biaya sudah memasukkan unsur yang tidak disadari pemilik barang, seperti biaya transportasi, dampak rusaknya infrastruktur, atau lamanya waktu tunggu truk yang mengakibatkan utilisasi berkurang. Biaya-biaya ini, tegasnya, disadari atau tidak, sering
menjadi komponen biaya terbesar dalam proses logistik.
“Apalagi, bila bicara supply chain, kita bicara proses logistik secara end to
end. Akan ada banyak sekali komponen pembentuk cost yang benar-benar tidak pernah terpikir oleh pemilik barang,” kata Ivy.
Soal truk Big Mama, Ivy menegaskan teknologi itu memang hanya sesuai untuk distribusi wilayah yang tidak jauh dari pabrik atau hanya sampai distribution
store. Truk model Big Mama juga tak bisa mengangkut semua barang, paling
pas mengangkut barang konsumen yang bergerak cepat atau FMCG.
Terlepas dari itu semua, keluh kesah ini berkaitan dengan efisiensi dan
kepuasan pelanggan yang juga menjadi titik tekan pelaku supply chain global. Manajemen supply chain ke depan harus menitkberatkan pada biaya yang
efisien dan terukur. Pekerjaan terbesarnya lain adalah menyediakan layanan
berlandaskan delivery value sehingga profitabilitas meningkat disertai dengan
kepuasan konsumen. =
20
EDISI VII | JULI 2016
4 TANTANGAN DI BIDANG
SUPPLY CHAIN GLOBAL
MENGURANGI BIAYA
Salah satu cara dengan manajemen pemasok dan pembeli online guna mengurangi biaya dan
beban pengadaan barang.
PENINGKATAN
TRANSPARANSI.
Butuh satu titik akses sehingga operator rantai pasokan bisa
mengidentifikasi pemasok yang
reliable di mana saja di dunia.
RISIKO YANG RENDAH
Mengoptimalkan kemampuan
perusahaan dalam menilai pemasok, dalam hal keuangan, hukum, keamanan, mutu, dan peraturan lingkungan.
INOVASI PRODUK BARU
Perlu adanya adaptasi produk
guna mencapai pasar internasional, platform yang perlu mengakomodasi perpajakan, faktur
dan fungsi penting lainnya.
Sumber: Disadur dari analisa Scott Swartz,
founder dan CEO MetraTech.
HEADLINE
MENCERMATI
GELOMBANG
ALIANSI LOGISTIK
Sejak tiga tahun lalu hingga 2015,
aliansi bisnis lewat merger dan akuisisi (M&A) di industri transportasi dan
logistik marak terjadi. Tujuannya bukan
terbatas pada ekspansi, melainkan
juga keterpaksaan demi bertahan sebagai ekses dari ketatnya persaingan
bisnis.
M
araknya aliansi di sektor ini tampak dari data
Pricewaterhouse Coopers (PwC). Dalam tiga
bulan pertama tahun ini, nilai akuisisi perusahaan transportasi dan logistik naik 26% menjadi
US$37,6 miliar atau setara dengan Rp489 triliun. Angka yang
fantastis ini adalah yang terbesar dalam tiga tahun terakhir. Lima akuisisi terakhir, bahkan bernilai besar (megadeal)
menembus US$28 miliar atau 71% dari total nilai akuisisi
dalam satu kuartal.
21
EDISI VII | JULI 2016
Asia dan Oseania menjadi kawasan dengan deal M&A
teramai, dan China menjadi yang terbanyak. Sembilan dari
26 akuisisi itu ada di Negeri Tiongkok dengan nilai terbesar
terjadi saat Vanke Co. Ltd mengakusisi aset BUMN China,
Shenzhen Metro Group Co. Ltd, senilai US$9,2 miliar.
Country Head of Customer Service and Logistic PT Mondelez Indonesia Bayu Soedjarwo menilai akuisisi itu lumrah terjadi di berbagai bidang usaha, tidak terkecuali sektor
logistik dan transportasi. Induk usaha DHL, Deutsche Post
DHL, misalnya, mengakuisisi Exel senilai 5,5 juta euro. Exel
kemudian menjadi sayap bisnis DHL yang fokus pada supply
chain. Tahun lalu Federal Express Corporation (FedEx) juga
mencaplok perusahaan asal Belanda, TNT Express, senilai
US$4,8 miliar guna menguasai tempat kedua pangsa pasar
logistik Eropa setelah DHL.
Menurut Bayu, tren merger dan akuisisi bersifat kasuistik di setiap negara. Di Indonesia, kasusnya berbeda. Rantai sistem logistik di Tanah Air jauh lebih panjang dibanding
negara lain. Di sini, ada produsen, distributor, grosir, pengecer, setelah itu ke konsumen akhir (end-user). Sementara di
Barat, rantainya lebih pendek, hanya produsen, wholeshale
dan langsung ke konsumen.
“Itu yang menyebabkan sistem logistik kita seperti trader,
HEADLINE
ada pabrikan dan retail yang skalanya belum mencapai skala industri. Hal ini
juga yang menyebabkan biaya logistik di kita tinggi,” kata konsultan dan
trainer logistik dan supply chain ini.
Bayu menganalisa tren ke depan, ada potensi perusahaan logistik di
Indonesia mendiversifikasi bisnis, salah satunya bertransformasi menjadi perusahaan properti. Pasalnya, beberapa perusahaan, meski tampak
serius berkonsentrasi dengan bisnis logistik, mereka sudah memiliki bank
tanah (landbank) puluhan hingga ratusan hektare. Tinggal menunggu waktu saja
untuk memanfaatkannya menjadi apartemen atau pusat perbelanjaan.
Di Indonesia, perusahaan logistik yang bersifat individual juga sering memiliki
integritas dan menawarkan harga yang lebih murah ketimbang perusahaan jasa
logistik profesional, ini sering terjadi di trucking.
Tren lain ialah pelaku bisnis logistik di Indonesia banyak yang memanfaatkan
anggota keluarga. Mereka bisa saja menawarkan jasa logistik terintegrasi tanpa
perlu merger atau mengakuisisi perusahaan lain, cukup melibatkan lebih banyak
anggota keluarga. “Seperti ada company dalam company. Tidak ada persaingan di
antara mereka, bagi-bagi pekerjaan saja. Meskipun memang diakui, semakin lama
jumlah usaha yang seperti ini semakin berkurang.”
Kendati demikian, peluang merger dan akuisisi tetap terbuka, apalagi sejak 1
Januari 2016 Masyarakat Ekonomi ASEAN sudah berlaku. Maka, seiring dengan
FAKTA MERGER AKUISISI
DI SEKTOR TRANSPORTASI & LOGISTIK
QI/2016, M&A mencapai US$37,6 miliar,
naik year on year
Lima megadeal Q1/2016 senilai US$28 Miliar,
71% dari total deal kuartal
Vanke Co Ltd mengakuisisi Shenzhen
Metro Group Co Ltd US$9,1 Miliar
China menjadi negara dengan
M&A terbanyak, 9 dari 26 deal
Megadeal Q4/2015, Canadian Pacific
Railway mengakuisisi
Norfolk Southern US$27,5 miliar
liar
Sumber: PwC
22
EDISI VII | JULI 2016
ekspektasi peningkatan investasi,
peningkatan strategi merger
dan akuisisi memungkinkan.
Mengacu outlook dari Baker
Mackenzia (2015), transaksi
M&A untuk wilayah Asia diprediksi meningkat sebelum melambat
pada 2019-2020. Khusus Indonesia, estimasi cross border M&A jauh lebih besar
porsinya dibanding domestik M&A, terutama dari sisi value.
Mantan Direktur Logistik dan Supply
Chain Water Business PT Unilever Indonesia Tbk Mathias M Kasih menilai
geografis kepulauan Indonesia membuat
akuisisi tak hanya melibatkan dua perusahaan. Bahkan, jika akuisisi terjadi pada
dua perusahaan, secara tidak langsung,
bisa ada tiga hingga 10 perusahaan yang
terpengaruh.
Namun dari sisi pemilik barang, akuisisi beberapa perusahaan tidak terlalu
berpengaruh. Pemilik barang juga cenderung fleksibel saja bila terjadi merger
tiga atau lima perusahaan. Apalagi selama ini pemilik barang juga sudah cukup
diuntungkan dengan adanya kerja sama
business to business antaraperusahaan
untuk mengantarkan barang, terutama
pengiriman barang jenis barang konsumen yang bergerak cepat atau FMCG.
“Hal itu [kerja sama] bisa menekan cost
sampai 30%,” imbuh Mathias yang kini
bersolo karir menjadi pengusaha.
Dengan merger dan akuisisi, bisa tercapai keunggulan market power, risiko likuiditas juga bisa diatur lebih fleksibel, dan
tentu lebih efisien. Sebab itu, kata Bayu,
pelaku industri tak perlu menutup mata
dengan peluang M&A. Selain akuisisi, peluang mencari mitra berskala regional pun
perlu bagi perusahaan lokal. Dengan cross
ownership, langkah melebarkan sayap
bisnis semakin terbuka dan mudah, pemain lokal bisa mendapatkan berkah. =
COMPANY OF THE MONTH
PT Bhanda Ghara Reksa (Persero)
Transformasi
Perusahaan Logistik
Pelat Merah
D
idirikan sebagai BUMN jasa pergudangan dan berkembang menjadi perusahaan logistik, PT Bhanda Ghara Reksa
(BGR) kini mengemban tugas baru: sebagai agregator dan integrator pengembangan
komoditas milik usaha mikro kecil dan mene­
ngah atau UMKM.
Bekerjasama dengan sejumlah BUMN dan
pemerintah daerah, perusahaan logistik yang berdri pada
1977 ini bermimpi produk komoditas UMKM Indonesia bisa
“Sucofindo, misalnya, akan
memberikan bantuan sertifikasi,
sedangkan Sarinah membantu
pemasaran.”
23
EDISI VII | JULI 2016
mendunia. Nantinya, fungsi agregator dan integrator memprioritaskan komoditas setiap daerah
untuk diekspor dengan membantu mengonsep
sistem logistiknya.
Salah satu komoditas yang menjadi perhatiaan adalah produk turunan kelapa di Bitung,
Sulawesi Utara. Di Bitung, kelapa memang menjadi komoditas andalan selain ikan tuna. Wilayah
Bitung pun akan dikembangkan pemerintah menjadi salah satu hub di wilayah timur Indonesia, lewat
Pelabuhan Bitung. “Kelapa memiliki ratusan produk
turunan seperti sabun, kosmetik, VCO [minyak kelapa
murni/virgin coconut oil] dan lainnya,” kata Direktur
Utama BGR Agus Andiyani ditemui Majalah Supply
Chain & Logistics Review, akhir Juni lalu. “Ini beberapa
sudah diproduksi masyarakat di sana, tapi masih skala
rumahan.”
COMPANY OF THE MONTH
“Kami akan membuatkan satu
arsitektur khusus bagaimana
sebuah produk akan dipasarkan.
Sistem supply chain management-nya.”
Sebab itu, bersama BUMN lain, seperti PT Sucofindo,
PT Sarinah, dan PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo), perseroan akan mengembangkan produk komoditas milik
UMKM, memberi pelatihan agar produknya
lebih berkualitas dan diterima pasar ekspor.
Sucofindo, misalnya, akan memberikan bantuan sertifikasi, sedangkan Sarinah membantu
proses pemasaran. Dari sisi perizinan, Pelindo
juga akan memberi direct call agar biaya
pengiriman lebih murah sehingga produk
UMKM dapat bersaing.
Peran BGR dalam hal ini menjalankan bisnis logistiknya. Apalagi, perusahaan pelat merah yang awalnya
hanya berbisnis pergudangan pupuk
ini telah mengepakkan sayap dengan memiliki bisnis freight forwarding,
warehousing, transportasi, dan jasa lay-
24
EDISI VII | JULI 2016
anan kurir BGR Express. Ke depan, BGR akan menyempurnakannnya dengan integrated logistics solutions dan layanan
konsultasi rantai pasokan atau supply chain.
“Dalam proyek ini, BGR bisa membantu banyak. Misalnya,
membantu proses pengemasan. Ini kan salah satu nilai tambah dari proses logistik dan supply chain. Kami akan membuatkan satu arsitektur khusus bagaimana sebuah produk
akan dipasarkan. Sistem supply chain management-nya. Itu
sesuai dengan portofolio bisnis kami.”
Tak hanya kelapa, komoditas lain yang bakal dikembangkan yakni carica, kentang, dan bawang goreng. Carica, buah
sejenis pepaya yang hanya tumbuh di dataran tinggi seperti
di Dieng, Wonosobo. Carica dipilih karena dinilai dapat
menjadi buah khas, sedangkan bawang dipilih karena
menjadi salah satu komoditas yang harganya kerap bervolatilitas di pasar, meski sentra bawang
berada di Brebes, Jawa Tengah. BGR akan
membereskan sistem rantai pasokan untuk
bawang merah.
Kendati enggan menjelaskan detail
rencana BGR untuk program ini, mantan
Direktur Utama PT Industri Gelas ini berAgus Andiyani,
DIREKTUR UTAMA BGR
COMPANY OF THE MONTH
janji program tersebut akan berjalan dalam waktu dekat
ini. “Kami juga terus berkordinasi dengan BUMN terkait dan
Kementerian Perekonomian. Baginya, sinergi antar-BUMN
penting dilakukan, salah satunya bisa dengan membentuk
holding BUMN di bidang usaha yang sejalan. Itu sebabnya,
kepada Kementerian BUMN, Agus mengusulkan bahwa BGR
dan BUMN di bidang distribusi digabungkan dengan BUMN
perdagangan, seperti Sarinah, agar koordinasi distribusi dan
penjualan komoditas lebih cepat dan efisien.
Di luar fungsi sebagai agregator produk UMKM itu, kini
BGR memasang beberapa target tahun ini, termasuk membidik pertumbuhan pendapatan dua digit. Bisnis kurir BGR
Express yang baru didirikan pada 2015, ditargetkan memiliki
2.000 agen sampai akhir tahun ini dari saat ini 750. “Volume bisnis kurir ini akan besar seiring dengan pertumbuhan
ekonomi,” kata Agus. “Kami bukannya mau bersaing dengan
saudara kami, PT Pos Indonesia, yang sudah menggeluti bisnis kurir sejak lama. Namun, kami yakin bisnis kurir masih
memiliki potensi sangat besar untuk tumbuh.”
Sepanjang tahun lalu, 65% pendapatan perseroan masih
disumbang bisnis logistik. Namun perlahan, perseroan mulai
menawarkan layanan sistem logistik terintegrasi yang mampu menggabungkan seluruh jasa logistik sehingga biaya
yang ditanggung pemilik barang lebih efisien, daya saingnya
pun akan meningkat.
Strategi lain, BGR tengah menginisiasi program BGRWIS.
Artinya, perseroan berfungsi sebagai pengumpul, pengangkut, pemroses dan pemanfaat limbah yang dihasilkan pe-
SEJARAH BHANDA GHARA REKSA
rusahaan. Pasalnya, selama ini belum ada BUMN yang
masuk ke bisnis tersebut. Padahal, sebagai perusahaan
logistik, perseroan memiliki sarana dan prasarana yang
mendukung program tersebut. “Kami akan kembangkan
agar limbah tidak mencemari lingkungan, lebih baik lagi
kalau bisa bermanfaat,” tambah Agus.
Transformasi demi pengembangan bisnis ke depan terus dilakukan. BGR juga terus meningkatkan level pelayanan yang berbasis kepuasan pelanggan, menggunakan
teknologi informasi guna memantau setiap pergerakan
barang dan menyiapkan infrastruktur logistik yang lebih
baik di tengah besarnya ceruk pasar dan tingkat kompetisi yang kian ketat. =
PERTUMBUHAN LABA BERSIH BGR (RP MILIAR)
PERIODE
2014
2013
2012
2011
2010
2009
2008
Sumber: Laporan keuangan 2014
LABA
53,48
50,09
49,39
39,61
29,66
27,55
20.02
11 APRIL 1977
BGR DIDIRIKAN SEBAGAI BUMN JASA PERGUDAGANGAN
BGR MENAMBAH JASA-JASA TRASPORTASI BAIK
DARAT MAUPUN UDARA DAN PENGURUSAN ESKPOR-IMPOR SERTA MENGKOMBINASIKAN DENGAN
JASA PERGUDANGAN YANG TELAH ADA MENJADI
PAKET-PAKET JASA LOGISTIK
1975-1977
PEMERINTAH MEMBANGUN GUDANG SEBANYAK
32 UNIT YAITU DI JAWA, BALI, KALIMANTAN SELATAN MELALUI DEPERTEMEN PERDAGANGAN
3 SEPTEMBER 2014
MEMBUKA CABANG DI PANGKAL PINANG, SUB
CABANG TERMUDA
2004
BGR MENGEMBANGKAN COLLATERAL MANAGEMENT SERVICE (CMS) YANG MEMBERIKAN LABA
OPERASI CUKUP BERARTI
25
“Kami bukannya mau bersaing dengan saudara kami PT Pos Indonesia
yang sudah menggeluti bisnis kurir
semenjak lama. Namun, kami yakin
memang bisnis kurir masih memiliki
potensi..”
EDISI VII | JULI 2016
KINI BGR MENGELOLA SEKITAR 600 GUDANG YANG
TERDIRI DARI GUDANG MILIK, GUDANG SEWA DAN
GUDANG MANAJEMEN YANG LUASNYA SEKITAR 1
JUTA METER PERSEGI YANG TERSEBAR DI SELURUH INDONESIA
VIEW
5 WAYS STEM EDUCATION
IS LEADING THE LOGISTICS INDUSTRY
>> BY : LAUREN WILSON <<
T
he studies of science, technology, engineering and
math (STEM) have shaped the logistics industry into
what it is today. Logistics, the discipline that manages the shipping and distribution of goods to consumers, has made momentous strides in recent years with
help from new technology. For students, logistics is an interesting and challenging field to pursue. More companies
are beginning to invest in logistics to optimize supply management and increase customer satisfaction. Here are the
five ways STEM education has helped shape the future of
logistics.
speed and efficiency. Today, robots can be found in
sorting centers, warehouses and plants, as well as in
the form of mail carriers such as drones. Consumers
are driving the demand for faster and more efficient
product deliveries, which puts the pressure on the logistics industry to find innovative delivery methods.
Students who earn a logistics degree get a jump start
on this by becoming familiar with the existing robotics and automated machinery in the workforce, and
exploring new ways to use this technology.
Tracking Technology
Emerging Technical Studies
Students studying the field of logistics work with innovation in mind, always striving to improve current
logistics processes and eliminate product inefficiencies. Colleges offering a concentration in logistics
provide real-world experience by delivering a handson approach to learning. Students are often required
to complete labs along with coursework, which gives
students the opportunity to use technology used by
real logisticians. This includes supercomputers and
3D printing machines, which help solve current roadblocks in the logistics industry.
STEM is the backbone of the logistics industry for
supply chain managers. Barcodes, GPS and radio
frequency identification (RFID) tags are all common
in the modern logistics world. These technologies,
which are a byproduct of STEM studies, are critical in
controlling and eliminating recalls, returns, recycling
and waste management. Tracking technology has
been exceptionally important for e-commerce businesses, such as Amazon and Google, which highlight
fast and accurate delivery of goods and services as
part of their brand.
Cross-Disciplinary Curriculum
STEM Education Help Increase Accuracy
Logisticians focus on planning and implementing
the most effective flow of goods, storage and services. Ineffective logistics procedures can cost businesses through high trading and longer supply chains. Big
data analytics drone delivery and algorithm-based
forecasting has helped improve accuracy, and as a result, the industry has thrived. Thanks to STEM education, accuracy of the supply chain flow has improved.
Robotics & Automated Machinery
Robotics has played a significant role in improving logistics by improving processes and increasing
26
EDISI VII | JULI 2016
Logisticians are typically responsible for a variety
of functions for businesses, such as preparing budgets, managing inventory and tracking goods in the
supply chain. The study of logistics requires a crossdisciplinary curriculum, meaning students must learn
a variety of both STEM and non-STEM subjects. These
non-STEM subjects include managerial courses such
as supply management communications and purchasing materials management. Those who pursue a logistics degree learn how to manage effectively, conduct
inventory control and purchase the right amount of
materials. A thorough STEM education prepares students to work in senior level positions, such as chief
VIEW
The study of logistics requires a
cross-disciplinary
curriculum, meaning students must
learn a variety of
both STEM and
non-STEM subjects.
logistics officer, and take charge of
the changing industry landscape.
STEM continues to be a leader
in job growth, including in the logistics industry. With over 1.1 million
jobs added to the industry in recent
years, there’s no doubt the outlook
for a logistics career is promising.
Bridging the STEM
Attraction Gap
The poor access students have
to engaging and relevant courses
in science, technology, engineering
and math in the U.S. is directly affecting their interest in STEM careers.
Hands-on learning helps spark interest and bridges the STEM attraction
gap.
Source:http://cerasis.com/2016/05/05/stemeducation-helps-logistics-industry/
27
EDISI VII | JULI 2016
VIEW
28
EDISI VII | JULI 2016
Download