BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Teori Perdagangan Internasional Dewasa ini perdagangan internasional tidak dapat dihindari oleh setiap negara di dunia karena hampir tidak ada negara yang mampu memenuhi semua kebutuhannya sendiri tanpa mengimpor barang dan jasa dari negara lain. Membahas mengenai perdagangan internasional tentunya tidak terlepas dari kegiatan ekspor dan impor. Perdagangan internasional dapat diartikan sebagai transaksi dagang antara subyek ekonomi negara yang satu dengan subyek ekonomi negara yang lain, baik mengenai barang maupun jasa. Adapun subyek ekonomi tersebut adalah penduduk terdiri dari warga negara biasa, perusahaan ekspor, perusahaan impor, perusahaan industri, perusahan negara ataupun departemen pemerintah yang melakukan transaksi dagang dengan jumlah tertentu dilihat dari neraca perdagangan menurut total ekspor dan impor suatu negara secara keseluruhan (Sobri, 2001:2). Perdagangan internasional dapat terjadi antara dua negara apabila terdapat perbedaan permintaan dan penawaran karena adanya jumlah pendapatan, kebutuhan, selera, dan lainnya (Nopirin, 2000:26). Perdagangan internasional juga memungkinkan setiap negara melakukan spesialisasi produksi pada barang-barang tertentu sehingga mencapai tingkat efisiensi yang tinggi dengan skala produksi yang besar (Krugman & Maurice Obstfield, 1991:5). Yang mendasari teori tersebut adalah teori perdagangan internasional modern yaitu Teori Hecksher1 Ohlin menyatakan bahwa setiap negara akan mengekspor barang yang diproduksinya menggunakan faktor produksi yang persediaan sumber dayanya melimpah dan murah secara intensif serta mengimpor barang yang produksinya menggunakan faktor produksi yang persediaan sumber dayanya langka dan mahal secara intensif (Hamdy, 2001:27-38). Dalam kegiatan perdagangan internasional ekspor mendapat prioritas utama dari pemerintah karena bertujuan untuk memperoleh devisa negara dalam jumlah besar. Akan tetapi devisa dari ekspor tersebut diharapkan dapat digunakan untuk mengimpor kebutuhan pokok yang diperlukan, terutama untuk mengimpor barang-barang yang diperlukan dalam pembangunan. Barang-barang tersebut misalnya berupa barang modal, mesin-mesin dan juga bahan baku dan barang setengah jadi yang diperlukan untuk industri-industri dalam negeri. 2.1.2 Impor Menurut Atmadji (2004), suatu negara melakukan impor karena mengalami disefisiensi (kekurangan/kegagalan) dalam menyelenggarakan produksi barang dan jasa bagi kebutuhan konsumsi penduduknya. Impor tersebut dilakukan demi memenuhi permintaan di dalam negeri. Dimana permintaan merupakan keinginan konsumen suatu negara membeli suatu barang negara lain pada bermacam tingkat harga selama periode tertentu. Dapat dikatakan juga bahwa permintaan adalah banyaknya jumlah barang yang diminta pada suatu pasar tertentu dengan tingkat harga tertentu, pada tingkat pendapatan tertentu, dan dalam periode tertentu. Kegiatan impor akan terjadi jika permintaan suatu 2 barang atau jasa tidak dapat terpenuhi di dalam negeri. Maka suatu negara perlu membeli suatu barang atau jasa dari negara lain dengan cara mengimpornya. Berdasarkan laporan indikator Indonesia komposisi impor menurut golongan penggunaan barang ekonomi dapat dibedakan atas tiga kelompok, yaitu: a) Impor barang-barang konsumsi, terutama untuk barang-barang yang belum dapat dihasilkan di dalam negeri atau untuk memenuhi tambahan permintaan yang belum mencukupi dari produksi dalam negeri, yang meliputi makanan dan minuman untuk rumah tangga, bahan bakar dan pelumas olahan, alat angkut bukan industri, barang tahan lama, barang setengah tahan lama serta barang tidak tahan lama. b) Impor bahan baku dan barang penolong, yang meliputi makanan dan minuman untuk industri, bahan baku untuk industri, bahan bakar dan pelumas, serta suku cadang dan perlengkapan. c) Impor barang modal, yang meliputi barang modal selain alat angkut, mobil penumpang dan alat angkut untuk industri. Impor dapat diartikan sebagai pembelian barang dan jasa dari luar negeri ke dalam negeri dengan perjanjian kerjasama antara dua negara atau lebih. Impor juga bisa dikatakan sebagai perdagangan dengan cara memasukkan barang dari luar negeri ke wilayah Indonesia dengan memenuhi ketentuan yang berlaku (Hutabarat, 1996:403). Dalam perdagangan internasional memerlukan tata cara atau prosedur pelaksanaan impor yang dapat dilihat pada Gambar 2.1. 3 Gambar 2.1 Tata Cara atau Prosedur Pelaksanaan Impor Sumber: Hutabarat (1996:164) Keterangan : 1. Importir menempatkan order (pesanan) kepada eksportir di luar negeri (A-B) 2. Importir membuka letter of credit untukdan atas nama eksportir diluar negeri melalui bank di dalam negeri (opening bank) (A-F) 3. Bank menyelenggarakan pembukaan L/C untuk eksportir melalui korespondennya di negara eksportir (F-G) 4. Shipping documents diterima oleh bank di dalam negeri dari korespondennya diluar negeri (G-F) 5. Bank di dalam negeri mengakseptor atau menghonorir wesel yang ditarik oleh eksportir dan yang dikirimkan dengan slipping documents, dan kemudian menyelesaikan perthitungan tagihannya dengan importir. Setelah itu bank menyerahkan shipping documents kepada importir (F-A) 4 6. Importir menyerahkan bill of lading kepada maskapai pelayaran yang mengangkut barang-barang itu untukditukarkan dengan Delivery Order (A-C) 7. Importir menyelesaikan bea-bea masuk dengan pabean (A-D) 8. Importir mengambil barang-barang dari maskapai pelayaran setelah semua formalitas impor dipenuhi (A-C) 9. Importir mengajukan ganti rugi kepada eksportir atau kepada maskapai asuransi, dalam hal kedapatan kerusakan atau kekurangan (A-E dan A-B) 10. Melunasi wesel pada jatuh temponya, kalau hal itu belum diselesaikan sebelumnya dengan bank (A-F) Sebagai realisasi dari Program Pembangunan Ekonomi Nasional (PROPENAS) 2000–2004 telah dirumuskan strategi untuk membangun industri yang makin efisien dan didukung oleh kemampuan tenaga ahli, teknologi serta sumber daya yang cukup demi meningkatkan daya saing tinggi akan membawa Indonesia pada pembangunan yang berkelanjutan. Strategi tersebut membawa implikasi pada peningkatan nilai impor Indonesia untuk jenis barang modal disamping barang konsumsi. Jenis komoditas impor Indonesia menyangkut komoditas bahan baku dan bahan penolong untuk menunjang industri di dalam negeri (Yuliadi, 2008). 2.1.3 Cadangan Devisa Kebutuhan cadangan devisa bagi suatu negara mempunyai tujuan dan manfaat seperti halnya manfaat kekayaan bagi suatu individu (Carbaugh, 2004:513). Menurut Gandhi (2006:1) motif kepemilikan cadangan devisa dapat disamakan dengan motif seseorang untuk memegang uang yaitu untuk motif 5 transaksi, motif berjaga-jaga dan motif spekulasi. Motif transaksi antara lain untuk membiayai transaksi impor yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka mendukung proses pembangunan, motif berjaga-jaga berkaitan dengan mengelola nilai tukar, serta motif yang ketiga adalah untuk lebih memenuhi kebutuhan diversifikasi kekayaan dan memperoleh keuntungan atau return dari kegiatan investasi dengan cadangan devisa. Cadangan Devisa yaitu stok emas dan mata uang asing yang dimiliki dan sewaktu-waktu digunakan untuk transaksi atau pembayaran internasional (Nilawati, 2000:162). Gandhi (2006:4) mengatakan bahwa wujud utama dari cadangan devisa adalah emas, hard currencies yang pada umumnya dalam bentuk empat jenis mata uang utama yang dianggap paling berpengaruh di dunia, yaitu: US dollar, Euro, Poundsterling dan Yen serta surat-surat berharga terbitan International Monetary Fund (IMF) yang biasa disebut sebagai Special Drawing Rights (SDRs). Pendapatan ekspor lebih kecil dari pembiayaan impor mengakibatkan cadangan valuta asing terbatas sehingga kemampuan untuk mengimpor barangbarang baik bahan baku maupun barang modal yang sangat dibutuhkan untuk pembangunan sektor industri juga terbatas. Begitu pula dengan adanya demonstration effect yaitu pengaruh percontohan secara langsung dari perdagangan terhadap kencederungan masyarakat untuk berkonsumsi. Hal tersebut dilihat dari kemampuan produksi masyarakat, apabila lambatnya laju pembangunan sektor industri, seringkali menyebabkan laju pertumbuhan penawaran barang tidak dapat mengimbangi laju pertumbuhan permintaan. 6 2.1.4 Hubungan Impor Bahan Baku Industri dengan Cadangan Devisa Dalam melakukan transaksi internasional, cadangan devisa negara sangat dibutuhkan untuk pembayaran barang atau jasa yang diimpor dari negara lain. Cadangan devisa atau juga disebut Foreign Reserve Currencies merupakan mata uang asing, seperti dolar Amerika yang dipegang oleh pemerintah atau bank sentral pada setiap negara yang umumnya digunakan sebagai cadangan internasional (Lipsey, 1990:499). Karena pembelian barang impor meningkat maka cadangan devisapun berkurang sebab cadangan devisa berfungsi untuk membiayai transaksi luar negeri dan untuk berjaga-jaga, termasuk impor (Nopirin, 1995:148). Selain itu, Cadangan devisa mengambil peranan penting dalam perdagangan internasional suatu negara. Cadangan devisa diperlukan untuk keperluan pembiayaan dan kewajiban luar negeri negara bersangkutan yang antara lain meliputi pembiayaan impor (Tambunan, 2000:201). Cadangan devisa memiliki peranan sangat penting dalam perdagangan internasional suatu negara. Pengaruh cadangan devisa sangat penting untuk keperluan impor, pembayaran utang serta menjaga perekonomian negara kita dari goncangan yang terjadi pada suatu perekonomian (Tirta, 2005:34). Makin menipisnya cadangan devisa juga merupakan salah satu penyebab tingginya tingkat kerentanan ekonomi Indonesia yaitu makin memperburuk kondisi perekonomian nasional. Cadangan devisa suatu negara berpengaruh positif terhadap peningkatan impor. Posisi cadangan devisa suatu negara biasanya dinyatakan aman apabila 7 mencukupi kebutuhan impor untuk jangka waktu setidak-tidaknya tiga bulan. Jika cadangan devisa yang dimiliki suatu negara tidak mencukupi kebutuhan untuk tiga bulan impor, maka kondisi tersebut dianggap rawan. Tipisnya persediaan valuta asing yang dimiliki suatu negara dapat menimbulkan kesulitan ekonomi bagi negara yang bersangkutan. Bukan saja negara tersebut akan kesulitan mengimpor barang-barang yang dibutuhkannya dari luar negeri, tetapi juga bisa memerosotkan kredibilitas mata uangnya (Dumairy, 1996:107). 2.1.5 Produk Domestik Bruto (PDB) PDB merupakan ukuran utama bagi aktivitas perekonomian suatu negara yang berasal dari jumlah output total yang dihasilkan dalam batas wilayah suatu negara dalam satu tahun (Samuelson, 2002:112). PDB dapat mengukur nilai barang dan jasa yang diproduksi di wilayah suatu negara tanpa membedakan kewarganegaraan pada suatu periode waktu tertentu. Dengan demikian warga negara Indonesia yang bekerja di negara lain, pendapatannya tidak dimasukkan ke dalam PDB. Perhitungan pendapatan nasional mempunyai ukuran makro utama tentang kondisi suatu negara. Gambaran dari perbandingan kondisi antar negara secara umum dapat dilihat dari pendapatan nasionalnya. Bank Dunia menentukan apakah suatu negara berada dalam kelompok negara maju atau berkembang melalui pengelompokan besarnya PDB (Herlambang, 2001:16). Maka dari itu, PDB diyakini sebagai indikator ekonomi terbaik dalam menilai perkembangan ekonomi suatu negara. 8 Pendapatan nasional dapat dihitung berdasarkan dua harga yang telah ditetapkan pasar yaitu: a) PDB Harga Berlaku. Pendapatan nasional pada harga berlaku adalah nilai barang-barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu negara dalam periode tertentu menurut/berdasarkan harga yang berlaku pada periode tersebut. b) PDB Harga Konstan. Pendapatan nasional pada harga konstan adalah nilai barang-barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu negara dalam periode tertentu, berdasarkan harga yang berlaku pada suatu tahun tertentu yang dipakai dasar untuk dipergunakan seterusnya dalam menilai barang-barang dan jasa yang dihasilkan pada periode/tahun berikutnya. Pendapatan nasional pada harga konstan = Pendapatan Nasional riil. 2.1.6 Hubungan Impor Bahan Baku Industri dengan PDB Keynes mengemukakan bahwa besar kecilnya impor lebih dipengaruhi oleh pendapatan negara tersebut. Analisis makro ekonomi menganggap bahwa makin besar pendapatan nasional suatu negara maka semakin besar pula impornya (Herlambang, dkk, 2001:267). Sehingga perubahan pada tingkat pendapatan suatu negara akan membawa perubahan pada tingkat impor. Impor dapat terjadi dikarenakan pendapatan dalam negeri meningkat sehingga kemampuan penduduk untuk membeli barang-barang imporpun meningkat (Sadono Sukirno, 2008:336). Menurut Pakpahan (2012:3), semakin tingginya impor pasti didukung oleh (Gross Domestic Product) GDP. Impor sangat tergantung pada GDP, karena GDP adalah salah satu sumber pembiayaan impor. Impor mempunyai hubungan yang 9 positif terhadap GDP, yang artinya semakin tinggi pendapatan masyarakat semakin tinggi impor yang akan mereka lakukan. Dalam menentukan pembelanjaan agregat atas barang barang yang dihasilkan dalam negeri sangat perlu dipertimbangkan jumlah impor karena menurut Sadono Sukirno (2004: 110-111) persamaan pembelanjaan agregat sebagai berikut: (Y) = C + I + G + (X-M) .............................................................................. (1) Dari persamaan (1) dapat disimpulkan bahwa identitas impor (M) memperlihatkan hubungan dengan pendapatan nasionalnya (Y). Jika pendapatan (Y) sama dengan nol, impor akan tetap terjadi dan hal ini bisa dilakukan misalnya dengan dana pinjaman atau menarik cadangan internasionalnya. Impor akan meningkat seiring dengan peningkatan pendapatan (Y), meskipun persentase kenaikannya tidak harus sama besar. PDB mencerminkan kesejahteraan masyarakat dalam suatu negara. PDB yang meningkat menunjukkan bahwa pendapatan masyarakat meningkat. Ketika pendapatan mengalami peningkatan berarti daya beli masyarakat meningkat, namun ketika pasar dalam negeri supply barang lebih kecil daripada demand, maka untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri pemerintah akan mengimpor barang baik barang konsumsi maupun bahan baku untuk meningkatkan produksi dalam negeri. Secara umum pemenuhan kebutuhan impor barang konsumsi melalui kebijakan pemerintah sedangkan bahan produksi melalui mekanisme pasar. 10 2.1.7 Kurs Valuta Asing Valuta asing atau foreign exchange adalah mata uang negara lain dari suatu perekonomian (Rahardja, Manurung, 2008:91). Jadi bagi Indonesia, yang dimaksud dengan valuta asing adalah mata uang selain rupiah, seperti Dollar Amerika Serikat (USD) dan Yen Jepang (JPY). Valuta asing yang dipergunakan mempunyai nilai tertentu dalam mata uang negara lain. Nilai tersebut menakar berapa banyak suatu mata uang harus ditukarkan untuk memperoleh satu unit mata uang lain. Perbandingan pertukaran tersebut disebut dengan kurs valuta asing (foreign exchange rate). Kuncoro dalam Triyono (2008) menjabarkan lima jenis sistem kurs utama yang berlaku, yaitu sistem kurs mengambang (floating exchange rate), kurs tertambat (pegged exchange rate), kurs tertambat merangkak (crawling pegs), sekeranjang mata uang (basket of currencies), dan kurs tetap (fixed exchange rate). a. Kurs Mengambang Sistem kurs mengambang atau floating exchange rate menggunakan mekanisme pasar dalam menentukan nilai tukar mata uang dalam negeri terhadap mata uang asing. Jika dalam suatu negara terdapat campur tangan pemerintah dalam menjaga kestabilan nilai kursnya, maka sistem tersebut merupakan sistem kurs mengambang terkendali atau managed floating exchange rate. 11 b. Kurs Tertambat Sistem kurs tertambat atau pegged exchange rate menggunakan suatu atau sekelompok mata uang lain untuk dijadikan sebagai tempat menambatkan nilai mata uang dalam negeri. Satu atau sekolompok mata uang negara lain yang digunakan merupakan negara yang menjadi mitra dagang utama dari negara yang menambatkan nilai mata uangnya. c. Kurs Tertambat Merangkak Sistem kurs tertambat merangkak atau crawling pegs adalah sistem dimana negara mengubah nilai mata uangnya secara berkala dengan tujuan ke arah suatu nilai tertentu dalam jangka waktu tertentu. d. Sekeranjang Mata Uang Pergerakan mata uang disebar dalam sekeranjang mata uang (basket of currencies). Mata uang-mata uang yang dimasukkan ke dalam keranjang mata uang ditentukan oleh perannya dalam perdagangan. e. Kurs Tetap Negara menentukan nilai mata uangnya terhadap mata uang negara lain dan menjaganya agar terus berada pada nilai yang telah ditentukan dengan membeli atau menjual valuta asing. Dalam sistem kurs yang penentuannya berdasarakan mekanisme pasar, kurs akan berubah-ubah. Perubahan kurs valuta asing dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran valuta asing tersebut. Menurut Nopirin (2011:148) permintaan dan penawaran valuta asing dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu: 12 1) Pendapatan Apabila pendapatan meningkat relatif dengan negara lain maka makin besar kemungkinan impor yang berarti makin besar permintaan akan valuta asing. Kurs valuta asing akan meningkat sedangkan harga mata uang sendiri menurun. 2) Harga Kenaikan harga barang-barang secara umum atau inflasi akan menyebabkan impor meningkat dan ekspor menurun, sehingga permintaan valuta asing meningkat. 3) Tingkat Suku Bunga Kenaikan tingkat suku bunga akan cenderung menarik modal masuk dari luar negeri. Kurs valuta asing akan menurun dan nilai mata uang akan naik relatif terhadap valuta asing. Selain ketiga faktor ekonomi tersebut, perubahan kurs juga dipengaruhi oleh faktor-faktor non-ekonomi. Faktor-faktor tersebut adalah faktor politis dan psikologi. Disaat kondisi politik dalam negeri sedang memburuk maka dana akan mengalir ke luar negeri sehingga kurs valuta asing akan meningkat. 2.1.8 Hubungan Impor Bahan Baku Industri dengan Kurs Valuta Asing Kurs merupakan salah satu harga yang lebih penting dalam perekonomian terbuka, karena ditentukan oleh adanya keseimbangan antara permintaan dan penawaran yang terjadi di pasar, mengingat pengaruhnya yang besar bagi neraca transaksi berjalan maupun bagi variabel-variabel makro ekonomi lainnya. Kurs dapat dijadikan alat untuk mengukur kondisi perekonomian suatu negara. Menurut 13 Salvator (1997:10) pertumbuhan nilai mata uang yang stabil menunjukkan bahwa negara tersebut memiliki kondisi ekonomi yang relatif baik atau stabil. Ketidakstabilan nilai tukar ini mempengaruhi arus modal atau investasi dan pedagangan Internasional. Indonesia sebagai negara yang banyak mengimpor bahan baku industri mengalami dampak dari ketidakstabilan kurs yang dapat dilihat dari melonjaknya biaya produksi sehingga menyebabkan harga barangbarang milik Indonesia mengalami peningkatan. Dengan melemahnya rupiah menyebabkan perekonomian Indonesia menjadi goyah dan dilanda krisis ekonomi dan kepercayaan terhadap mata uang dalam negeri. Bukan saja negara tersebut akan kesulitan mengimpor barang-barang yang dibutuhkannya dari luar negeri, tetapi juga memerosotkan kredibilitas mata uangnya. Kurs mata uangnya di pasar valuta asing akan mengalami depresiasi. Apabila posisi cadangan devisa itu terus menipis dan semakin menipis, maka dapat terjadi rush (serangan) terhadap valuta asing di dalam negeri. Apabila telah demikian keadaannya, sering terjadi pemerintah negara yang bersangkutan terpaksa melakukan devaluasi (Dumairy, 1996:107). Perubahan nilai tukar dibedakan menjadi apresiasi dan depresiasi. Apresiasi adalah suatu peningkatan nilai tukar mata uang yang dihitung oleh jumlah mata uang asing yang dibelinya. Sedangkan depresiasi adalah suatu penurunan nilai mata uang yang dihitung oleh jumlah mata uang asing yang dapat dibelinya (Mankiw, 2003:220-221). Semua kegiatan ekonomi dan pemerintah (fiskal dan moneter) yang mempengaruhi pendapatan, harga dan tingkat bunga juga akan berpengaruh 14 terhadap valuta asing. Kebijakan permerintah (kenaikan pengeluaran misalnya) akan menaikkan pendapatan dan harga, kenaikan pendapatan dan harga ini akan menyebabkan impor naik dan berarti akan meningkatkan permintaan valuta asing. Akibatnya kurs valuta asing akan naik (terdepresiasi mata uang sendiri). Di samping faktor ekonomi yang dapat menpengaruhi perubahan kurs valas akan naik. Faktor psikologi juga dapat mempengaruhi pergeseran permintaan dan penawaran. Pada dasarnya kurs yang stabil bisa timbul karena pemerintah menyediakan dana untuk stabilisasi kurs (stabilization funds) dan suatu negara menggunakan sistem standar emas. Pengawasan devisa, dalam sistem ini pemerintah memonopoli seluruh sistem transaksi valuta asing yang tujuannya adalah untuk mencegah adanya aliran modal keluar dan melindungi pengaruh depresiasi dari negara lain, terutama dalam hal negara tersebut menghadapi keterbatasan cadangan valuta asing dibanding dengan permintannya. Untuk itu pemerintah perlu mengalokasikan di dalam penggunannya, yaitu digunakan untuk tujuan- tujuan sesuai dengan program pemerintah. Alokasi biasanya digunakan dengan lisensi impor. Penelitian oleh Yuliadi (2008) menunjukkan bahwa kurs dollar Amerika Serikat memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap impor di Indonesia karena semakin tinggi nilai kurs akan menaikkan harga produk impor negara mitra dagang sehingga menurunkan daya saing produkāproduk impor dan akhirnya akan menurunkan nilai impor. 15 2.2 Rumusan Hipotesis Berdasarkan pokok masalah dan kajian pustaka yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan hipotesis yang akan diuji pada penelitian ini, yaitu: a) Cadangan Devisa, Produk Domestik Bruto dan Kurs Dollar Amerika Serikat berpengaruh secara simultan dan signifikan terhadap nilai impor bahan baku industri periode tahun 1994 – 2013. b) Cadangan Devisa dan Produk Domestik Bruto secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai impor bahan baku industri periode tahun 1994 – 2013. Kurs Dollar Amerika Serikat secara parsial berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai impor bahan baku industri periode tahun 1994 – 2013. 16