1 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1
Landasan Teori dan Konsep
2.1.1 Teori Perdagangan Internasional
Dewasa ini perdagangan internasional tidak dapat dihindari oleh setiap
negara di dunia karena hampir tidak ada negara yang mampu memenuhi semua
kebutuhannya sendiri tanpa mengimpor barang dan jasa dari negara lain.
Membahas mengenai perdagangan internasional tentunya tidak terlepas dari
kegiatan ekspor dan impor. Perdagangan internasional dapat diartikan sebagai
transaksi dagang antara subyek ekonomi negara yang satu dengan subyek
ekonomi negara yang lain, baik mengenai barang maupun jasa. Adapun subyek
ekonomi tersebut adalah penduduk terdiri dari warga negara biasa, perusahaan
ekspor, perusahaan impor, perusahaan industri, perusahan negara ataupun
departemen pemerintah yang melakukan transaksi dagang dengan jumlah tertentu
dilihat dari neraca perdagangan menurut total ekspor dan impor suatu negara
secara keseluruhan (Sobri, 2001:2).
Perdagangan internasional dapat terjadi antara dua negara apabila terdapat
perbedaan permintaan dan penawaran karena adanya jumlah pendapatan,
kebutuhan, selera, dan lainnya (Nopirin, 2000:26). Perdagangan internasional juga
memungkinkan setiap negara melakukan spesialisasi produksi pada barang-barang
tertentu sehingga mencapai tingkat efisiensi yang tinggi dengan skala produksi
yang besar (Krugman & Maurice Obstfield, 1991:5). Yang mendasari teori
tersebut adalah teori perdagangan internasional modern yaitu Teori Hecksher1
Ohlin menyatakan bahwa setiap negara akan mengekspor barang yang
diproduksinya menggunakan faktor produksi yang persediaan sumber dayanya
melimpah dan murah secara intensif serta mengimpor barang yang produksinya
menggunakan faktor produksi yang persediaan sumber dayanya langka dan mahal
secara intensif (Hamdy, 2001:27-38).
Dalam kegiatan perdagangan internasional ekspor mendapat prioritas
utama dari pemerintah karena bertujuan untuk memperoleh devisa negara dalam
jumlah besar. Akan tetapi devisa dari ekspor tersebut diharapkan dapat digunakan
untuk mengimpor kebutuhan pokok yang diperlukan, terutama untuk mengimpor
barang-barang yang diperlukan dalam pembangunan. Barang-barang tersebut
misalnya berupa barang modal, mesin-mesin dan juga bahan baku dan barang
setengah jadi yang diperlukan untuk industri-industri dalam negeri.
2.1.2 Impor
Menurut Atmadji (2004), suatu negara melakukan impor karena
mengalami
disefisiensi
(kekurangan/kegagalan)
dalam
menyelenggarakan
produksi barang dan jasa bagi kebutuhan konsumsi penduduknya. Impor tersebut
dilakukan demi memenuhi permintaan di dalam negeri. Dimana permintaan
merupakan keinginan konsumen suatu negara membeli suatu barang negara lain
pada bermacam tingkat harga selama periode tertentu. Dapat dikatakan juga
bahwa permintaan adalah banyaknya jumlah barang yang diminta pada suatu
pasar tertentu dengan tingkat harga tertentu, pada tingkat pendapatan tertentu, dan
dalam periode tertentu. Kegiatan impor akan terjadi jika permintaan suatu
2
barang atau jasa tidak dapat terpenuhi di dalam negeri. Maka suatu negara
perlu membeli suatu barang atau jasa dari negara lain dengan cara mengimpornya.
Berdasarkan laporan indikator Indonesia komposisi impor menurut
golongan penggunaan barang ekonomi dapat dibedakan atas tiga kelompok, yaitu:
a) Impor barang-barang konsumsi, terutama untuk barang-barang yang belum
dapat dihasilkan di dalam negeri atau untuk memenuhi tambahan permintaan
yang belum mencukupi dari produksi dalam negeri, yang meliputi makanan
dan minuman untuk rumah tangga, bahan bakar dan pelumas olahan, alat
angkut bukan industri, barang tahan lama, barang setengah tahan lama serta
barang tidak tahan lama.
b) Impor bahan baku dan barang penolong, yang meliputi makanan dan minuman
untuk industri, bahan baku untuk industri, bahan bakar dan pelumas, serta
suku cadang dan perlengkapan.
c) Impor barang modal, yang meliputi barang modal selain alat angkut, mobil
penumpang dan alat angkut untuk industri.
Impor dapat diartikan sebagai pembelian barang dan jasa dari luar negeri
ke dalam negeri dengan perjanjian kerjasama antara dua negara atau lebih. Impor
juga bisa dikatakan sebagai perdagangan dengan cara memasukkan barang dari
luar negeri ke wilayah Indonesia dengan memenuhi ketentuan yang berlaku
(Hutabarat, 1996:403). Dalam perdagangan internasional memerlukan tata cara
atau prosedur pelaksanaan impor yang dapat dilihat pada Gambar 2.1.
3
Gambar 2.1 Tata Cara atau Prosedur Pelaksanaan Impor
Sumber: Hutabarat (1996:164)
Keterangan :
1. Importir menempatkan order (pesanan) kepada eksportir di luar negeri (A-B)
2. Importir membuka letter of credit untukdan atas nama eksportir diluar negeri
melalui bank di dalam negeri (opening bank) (A-F)
3. Bank
menyelenggarakan
pembukaan
L/C
untuk
eksportir
melalui
korespondennya di negara eksportir (F-G)
4. Shipping documents diterima oleh bank di dalam negeri dari korespondennya
diluar negeri (G-F)
5. Bank di dalam negeri mengakseptor atau menghonorir wesel yang ditarik oleh
eksportir dan yang dikirimkan dengan slipping documents, dan kemudian
menyelesaikan perthitungan tagihannya dengan importir. Setelah itu bank
menyerahkan shipping documents kepada importir (F-A)
4
6. Importir menyerahkan bill of lading kepada maskapai pelayaran
yang
mengangkut barang-barang itu untukditukarkan dengan Delivery Order (A-C)
7. Importir menyelesaikan bea-bea masuk dengan pabean (A-D)
8. Importir mengambil barang-barang dari maskapai pelayaran setelah semua
formalitas impor dipenuhi (A-C)
9. Importir mengajukan ganti rugi kepada eksportir atau kepada maskapai
asuransi, dalam hal kedapatan kerusakan atau kekurangan (A-E dan A-B)
10. Melunasi wesel pada jatuh temponya, kalau hal itu belum diselesaikan
sebelumnya dengan bank (A-F)
Sebagai realisasi dari Program Pembangunan Ekonomi Nasional
(PROPENAS) 2000–2004 telah dirumuskan strategi untuk membangun industri
yang makin efisien dan didukung oleh kemampuan tenaga ahli, teknologi serta
sumber daya yang cukup demi meningkatkan daya saing tinggi akan membawa
Indonesia pada pembangunan yang berkelanjutan. Strategi tersebut membawa
implikasi pada peningkatan nilai impor Indonesia untuk jenis barang modal
disamping barang konsumsi. Jenis komoditas impor Indonesia menyangkut
komoditas bahan baku dan bahan penolong untuk menunjang industri di dalam
negeri (Yuliadi, 2008).
2.1.3 Cadangan Devisa
Kebutuhan cadangan devisa bagi suatu negara mempunyai tujuan dan
manfaat seperti halnya manfaat kekayaan bagi suatu individu (Carbaugh,
2004:513). Menurut Gandhi (2006:1) motif kepemilikan cadangan devisa dapat
disamakan dengan motif seseorang untuk memegang uang yaitu untuk motif
5
transaksi, motif berjaga-jaga dan motif spekulasi. Motif transaksi antara lain untuk
membiayai transaksi impor yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka
mendukung proses pembangunan, motif berjaga-jaga berkaitan dengan mengelola
nilai tukar, serta motif yang ketiga adalah untuk lebih memenuhi kebutuhan
diversifikasi kekayaan dan memperoleh keuntungan atau return dari kegiatan
investasi dengan cadangan devisa.
Cadangan Devisa yaitu stok emas dan mata uang asing yang dimiliki dan
sewaktu-waktu digunakan untuk transaksi atau pembayaran internasional
(Nilawati, 2000:162). Gandhi (2006:4) mengatakan bahwa wujud utama dari
cadangan devisa adalah emas, hard currencies yang pada umumnya dalam bentuk
empat jenis mata uang utama yang dianggap paling berpengaruh di dunia, yaitu:
US dollar, Euro, Poundsterling dan Yen serta surat-surat berharga terbitan
International Monetary Fund (IMF) yang biasa disebut sebagai Special Drawing
Rights (SDRs).
Pendapatan ekspor lebih kecil dari pembiayaan impor mengakibatkan
cadangan valuta asing terbatas sehingga kemampuan untuk mengimpor barangbarang baik bahan baku maupun barang modal yang sangat dibutuhkan untuk
pembangunan sektor industri juga terbatas. Begitu pula dengan adanya
demonstration effect yaitu pengaruh percontohan secara langsung dari
perdagangan terhadap kencederungan masyarakat untuk berkonsumsi. Hal
tersebut dilihat dari kemampuan produksi masyarakat, apabila lambatnya laju
pembangunan sektor industri, seringkali menyebabkan laju pertumbuhan
penawaran barang tidak dapat mengimbangi laju pertumbuhan permintaan.
6
2.1.4 Hubungan Impor Bahan Baku Industri dengan Cadangan Devisa
Dalam melakukan transaksi internasional, cadangan devisa negara sangat
dibutuhkan untuk pembayaran barang atau jasa yang diimpor dari negara lain.
Cadangan devisa atau juga disebut Foreign Reserve Currencies merupakan mata
uang asing, seperti dolar Amerika yang dipegang oleh pemerintah atau bank
sentral pada setiap negara yang umumnya digunakan sebagai cadangan
internasional (Lipsey, 1990:499).
Karena pembelian barang impor meningkat maka cadangan devisapun
berkurang sebab cadangan devisa berfungsi untuk membiayai transaksi luar negeri
dan untuk berjaga-jaga, termasuk impor (Nopirin, 1995:148). Selain itu,
Cadangan devisa mengambil peranan penting dalam perdagangan internasional
suatu negara. Cadangan devisa diperlukan untuk keperluan pembiayaan dan
kewajiban luar negeri negara bersangkutan yang antara lain meliputi pembiayaan
impor (Tambunan, 2000:201).
Cadangan devisa memiliki peranan sangat penting dalam perdagangan
internasional suatu negara. Pengaruh cadangan devisa sangat penting untuk
keperluan impor, pembayaran utang serta menjaga perekonomian negara kita dari
goncangan yang terjadi pada suatu perekonomian (Tirta, 2005:34). Makin
menipisnya cadangan devisa juga merupakan salah satu penyebab tingginya
tingkat kerentanan ekonomi Indonesia yaitu makin memperburuk kondisi
perekonomian nasional.
Cadangan devisa suatu negara berpengaruh positif terhadap peningkatan
impor. Posisi cadangan devisa suatu negara biasanya dinyatakan aman apabila
7
mencukupi kebutuhan impor untuk jangka waktu setidak-tidaknya tiga bulan. Jika
cadangan devisa yang dimiliki suatu negara tidak mencukupi kebutuhan untuk
tiga bulan impor, maka kondisi tersebut dianggap rawan. Tipisnya persediaan
valuta asing yang dimiliki suatu negara dapat menimbulkan kesulitan ekonomi
bagi negara yang bersangkutan. Bukan saja negara tersebut akan kesulitan
mengimpor barang-barang yang dibutuhkannya dari luar negeri, tetapi juga bisa
memerosotkan kredibilitas mata uangnya (Dumairy, 1996:107).
2.1.5 Produk Domestik Bruto (PDB)
PDB merupakan ukuran utama bagi aktivitas perekonomian suatu negara
yang berasal dari jumlah output total yang dihasilkan dalam batas wilayah suatu
negara dalam satu tahun (Samuelson, 2002:112). PDB dapat mengukur nilai
barang dan jasa yang diproduksi di wilayah suatu negara tanpa membedakan
kewarganegaraan pada suatu periode waktu tertentu. Dengan demikian warga
negara Indonesia yang bekerja di negara lain, pendapatannya tidak dimasukkan ke
dalam PDB.
Perhitungan pendapatan nasional mempunyai ukuran makro utama tentang
kondisi suatu negara. Gambaran dari perbandingan kondisi antar negara secara
umum dapat dilihat dari pendapatan nasionalnya. Bank Dunia menentukan apakah
suatu negara berada dalam kelompok negara maju atau berkembang melalui
pengelompokan besarnya PDB (Herlambang, 2001:16). Maka dari itu, PDB
diyakini sebagai indikator ekonomi terbaik dalam menilai perkembangan ekonomi
suatu negara.
8
Pendapatan nasional dapat dihitung berdasarkan dua harga yang telah
ditetapkan pasar yaitu:
a) PDB Harga Berlaku. Pendapatan nasional pada harga berlaku adalah nilai
barang-barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu negara dalam periode
tertentu menurut/berdasarkan harga yang berlaku pada periode tersebut.
b) PDB Harga Konstan. Pendapatan nasional pada harga konstan adalah nilai
barang-barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu negara dalam periode
tertentu, berdasarkan harga yang berlaku pada suatu tahun tertentu yang
dipakai dasar untuk dipergunakan seterusnya dalam menilai barang-barang
dan jasa yang dihasilkan pada periode/tahun berikutnya. Pendapatan nasional
pada harga konstan = Pendapatan Nasional riil.
2.1.6 Hubungan Impor Bahan Baku Industri dengan PDB
Keynes mengemukakan bahwa besar kecilnya impor lebih dipengaruhi
oleh pendapatan negara tersebut. Analisis makro ekonomi menganggap bahwa
makin besar pendapatan
nasional suatu
negara maka semakin besar pula
impornya (Herlambang, dkk, 2001:267). Sehingga perubahan pada tingkat
pendapatan suatu negara akan membawa perubahan pada tingkat impor. Impor
dapat terjadi dikarenakan pendapatan dalam negeri meningkat sehingga
kemampuan penduduk untuk membeli barang-barang imporpun meningkat
(Sadono Sukirno, 2008:336).
Menurut Pakpahan (2012:3), semakin tingginya impor pasti didukung oleh
(Gross Domestic Product) GDP. Impor sangat tergantung pada GDP, karena GDP
adalah salah satu sumber pembiayaan impor. Impor mempunyai hubungan yang
9
positif terhadap GDP, yang artinya semakin tinggi pendapatan masyarakat
semakin tinggi impor yang akan mereka lakukan.
Dalam menentukan pembelanjaan agregat atas barang barang yang
dihasilkan dalam negeri sangat perlu dipertimbangkan jumlah impor karena
menurut Sadono Sukirno (2004: 110-111) persamaan pembelanjaan agregat
sebagai berikut:
(Y) = C + I + G + (X-M) .............................................................................. (1)
Dari persamaan (1) dapat disimpulkan bahwa identitas impor (M) memperlihatkan
hubungan dengan pendapatan nasionalnya (Y). Jika pendapatan (Y) sama dengan
nol, impor akan tetap terjadi dan hal ini bisa dilakukan misalnya dengan dana
pinjaman atau menarik cadangan internasionalnya. Impor akan meningkat seiring
dengan peningkatan pendapatan (Y), meskipun persentase kenaikannya tidak
harus sama besar.
PDB mencerminkan kesejahteraan masyarakat dalam suatu negara. PDB
yang meningkat menunjukkan bahwa pendapatan masyarakat meningkat. Ketika
pendapatan mengalami peningkatan berarti daya beli masyarakat meningkat,
namun ketika pasar dalam negeri supply barang lebih kecil daripada demand,
maka untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri pemerintah akan mengimpor
barang baik barang konsumsi maupun bahan baku untuk meningkatkan produksi
dalam negeri. Secara umum pemenuhan kebutuhan impor barang konsumsi
melalui kebijakan pemerintah sedangkan bahan produksi melalui mekanisme
pasar.
10
2.1.7 Kurs Valuta Asing
Valuta asing atau foreign exchange adalah mata uang negara lain dari
suatu perekonomian (Rahardja, Manurung, 2008:91). Jadi bagi Indonesia, yang
dimaksud dengan valuta asing adalah mata uang selain rupiah, seperti Dollar
Amerika Serikat (USD) dan Yen Jepang (JPY). Valuta asing yang dipergunakan
mempunyai nilai tertentu dalam mata uang negara lain. Nilai tersebut menakar
berapa banyak suatu mata uang harus ditukarkan untuk memperoleh satu unit
mata uang lain. Perbandingan pertukaran tersebut disebut dengan kurs valuta
asing (foreign exchange rate).
Kuncoro dalam Triyono (2008) menjabarkan lima jenis sistem kurs utama
yang berlaku, yaitu sistem kurs mengambang (floating exchange rate), kurs
tertambat (pegged exchange rate), kurs tertambat merangkak (crawling pegs),
sekeranjang mata uang (basket of currencies), dan kurs tetap (fixed exchange
rate).
a. Kurs Mengambang
Sistem kurs mengambang atau floating exchange rate menggunakan
mekanisme pasar dalam menentukan nilai tukar mata uang dalam negeri
terhadap mata uang asing. Jika dalam suatu negara terdapat campur tangan
pemerintah dalam menjaga kestabilan nilai kursnya, maka sistem tersebut
merupakan sistem kurs mengambang terkendali atau managed floating
exchange rate.
11
b. Kurs Tertambat
Sistem kurs tertambat atau pegged exchange rate menggunakan suatu atau
sekelompok mata uang lain untuk dijadikan sebagai tempat menambatkan
nilai mata uang dalam negeri. Satu atau sekolompok mata uang negara lain
yang digunakan merupakan negara yang menjadi mitra dagang utama dari
negara yang menambatkan nilai mata uangnya.
c. Kurs Tertambat Merangkak
Sistem kurs tertambat merangkak atau crawling pegs adalah sistem dimana
negara mengubah nilai mata uangnya secara berkala dengan tujuan ke arah
suatu nilai tertentu dalam jangka waktu tertentu.
d. Sekeranjang Mata Uang
Pergerakan mata uang disebar dalam sekeranjang mata uang (basket of
currencies). Mata uang-mata uang yang dimasukkan ke dalam keranjang mata
uang ditentukan oleh perannya dalam perdagangan.
e. Kurs Tetap
Negara menentukan nilai mata uangnya terhadap mata uang negara lain dan
menjaganya agar terus berada pada nilai yang telah ditentukan dengan
membeli atau menjual valuta asing.
Dalam sistem kurs yang penentuannya berdasarakan mekanisme pasar,
kurs akan berubah-ubah. Perubahan kurs valuta asing dipengaruhi oleh
permintaan dan penawaran valuta asing tersebut. Menurut Nopirin (2011:148)
permintaan dan penawaran valuta asing dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu:
12
1) Pendapatan
Apabila pendapatan meningkat relatif dengan negara lain maka makin besar
kemungkinan impor yang berarti makin besar permintaan akan valuta asing.
Kurs valuta asing akan meningkat sedangkan harga mata uang sendiri
menurun.
2) Harga
Kenaikan harga barang-barang secara umum atau inflasi akan menyebabkan
impor meningkat dan ekspor menurun, sehingga permintaan valuta asing
meningkat.
3) Tingkat Suku Bunga
Kenaikan tingkat suku bunga akan cenderung menarik modal masuk dari luar
negeri. Kurs valuta asing akan menurun dan nilai mata uang akan naik relatif
terhadap valuta asing.
Selain ketiga faktor ekonomi tersebut, perubahan kurs juga dipengaruhi
oleh faktor-faktor non-ekonomi. Faktor-faktor tersebut adalah faktor politis dan
psikologi. Disaat kondisi politik dalam negeri sedang memburuk maka dana akan
mengalir ke luar negeri sehingga kurs valuta asing akan meningkat.
2.1.8 Hubungan Impor Bahan Baku Industri dengan Kurs Valuta Asing
Kurs merupakan salah satu harga yang lebih penting dalam perekonomian
terbuka, karena ditentukan oleh adanya keseimbangan antara permintaan dan
penawaran yang terjadi di pasar, mengingat pengaruhnya yang besar bagi neraca
transaksi berjalan maupun bagi variabel-variabel makro ekonomi lainnya. Kurs
dapat dijadikan alat untuk mengukur kondisi perekonomian suatu negara. Menurut
13
Salvator (1997:10) pertumbuhan nilai mata uang yang stabil menunjukkan bahwa
negara tersebut memiliki kondisi ekonomi yang relatif baik atau stabil.
Ketidakstabilan nilai tukar ini mempengaruhi arus modal atau investasi dan
pedagangan Internasional. Indonesia sebagai negara yang banyak mengimpor
bahan baku industri mengalami dampak dari ketidakstabilan kurs yang dapat
dilihat dari melonjaknya biaya produksi sehingga menyebabkan harga barangbarang milik Indonesia mengalami peningkatan. Dengan melemahnya rupiah
menyebabkan perekonomian Indonesia menjadi goyah dan dilanda krisis ekonomi
dan kepercayaan terhadap mata uang dalam negeri.
Bukan saja negara tersebut akan kesulitan mengimpor barang-barang yang
dibutuhkannya dari luar negeri, tetapi juga memerosotkan kredibilitas mata
uangnya. Kurs mata uangnya di pasar valuta asing akan mengalami depresiasi.
Apabila posisi cadangan devisa itu terus menipis dan semakin menipis, maka
dapat terjadi rush (serangan) terhadap valuta asing di dalam negeri. Apabila telah
demikian keadaannya, sering terjadi pemerintah negara yang bersangkutan
terpaksa melakukan devaluasi (Dumairy, 1996:107).
Perubahan nilai tukar dibedakan menjadi apresiasi dan depresiasi.
Apresiasi adalah suatu peningkatan nilai tukar mata uang yang dihitung oleh
jumlah mata uang asing yang dibelinya. Sedangkan depresiasi adalah suatu
penurunan nilai mata uang yang dihitung oleh jumlah mata uang asing yang dapat
dibelinya (Mankiw, 2003:220-221).
Semua kegiatan ekonomi dan pemerintah (fiskal dan moneter) yang
mempengaruhi pendapatan, harga dan tingkat bunga juga akan berpengaruh
14
terhadap valuta asing. Kebijakan permerintah (kenaikan pengeluaran misalnya)
akan menaikkan pendapatan dan harga, kenaikan pendapatan dan harga ini akan
menyebabkan impor naik dan berarti akan meningkatkan permintaan valuta asing.
Akibatnya kurs valuta asing akan naik (terdepresiasi mata uang sendiri). Di
samping faktor ekonomi yang dapat menpengaruhi perubahan kurs valas akan
naik. Faktor psikologi juga dapat mempengaruhi pergeseran permintaan dan
penawaran. Pada dasarnya kurs yang stabil bisa timbul karena pemerintah
menyediakan dana untuk stabilisasi kurs (stabilization funds) dan suatu negara
menggunakan sistem standar emas. Pengawasan devisa, dalam sistem ini
pemerintah memonopoli seluruh sistem transaksi valuta asing yang tujuannya
adalah untuk mencegah adanya aliran modal keluar dan melindungi pengaruh
depresiasi dari negara lain, terutama dalam hal negara tersebut menghadapi
keterbatasan cadangan valuta asing dibanding dengan permintannya. Untuk itu
pemerintah perlu mengalokasikan di dalam penggunannya, yaitu digunakan untuk
tujuan- tujuan sesuai dengan program pemerintah. Alokasi biasanya digunakan
dengan lisensi impor.
Penelitian oleh Yuliadi (2008) menunjukkan bahwa kurs dollar Amerika
Serikat memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap impor di Indonesia
karena semakin tinggi nilai kurs akan menaikkan harga produk impor negara
mitra dagang sehingga menurunkan daya saing produkā€produk impor dan
akhirnya akan menurunkan nilai impor.
15
2.2 Rumusan Hipotesis
Berdasarkan pokok masalah dan kajian pustaka yang telah diuraikan, maka
dapat dirumuskan hipotesis yang akan diuji pada penelitian ini, yaitu:
a) Cadangan Devisa, Produk Domestik Bruto dan Kurs Dollar Amerika Serikat
berpengaruh secara simultan dan signifikan terhadap nilai impor bahan baku
industri periode tahun 1994 – 2013.
b) Cadangan Devisa dan Produk Domestik Bruto secara parsial berpengaruh
positif dan signifikan terhadap nilai impor bahan baku industri periode tahun
1994 – 2013. Kurs Dollar Amerika Serikat secara parsial berpengaruh negatif
dan signifikan terhadap nilai impor bahan baku industri periode tahun 1994 –
2013.
16
Download