ANALISA KUALITATIF DISTRIBUSI TEGANGAN

advertisement
ANALISA KUALITATIF DISTRIBUSI TEGANGAN TERMAL PADA LAMPU PIJAR
DENGAN MENGGUNAKAN METODE FOTOELASTISITAS DIGITAL
Anggi Anggraeni, Agoes Soetijono
Jurusan Fisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Abstrak
Pola frinji isokromatik dari lampu pijar dianalisa untuk mengetahui distribusi tegangan
termal. Lampu pijar memiilki filamen berupa tungsten yang menghasilkan cahaya ketika dialiri arus
listrik. Sampel yang digunakan adalah lampu Chiyoda dengan daya 5 watt variasi warna bulb (bola
lampu) clear (bening), merah, dan biru. Polariskop yang dipakai adalah set up polariskop lingkaran.
Analisa fotoelastisitas digital dilakukan dengan program Fringe Image Processing. Dari program
didapat data, grafik RGB dan intensitas pada piksel yang ditinjau. Lamanya pengamatan pada lampu
pijar menghasilkan temperatur yang semakin meningkat. Pola frinji isokromatik yang terbentuk sesuai
dengan warna bulb lampu pijar. Perubahan pola frinji tersebut menunjukkan adanya perubahan
indeks bias pada gas pengisi yang diakibatkan oleh perubahan suhu. Nilai dan distribusi intensitas
yang diperoleh dari program Fringe Image Processing dari tertinggi sampai terendah adalah pada
bulb clear, merah, dan biru. Pertambahan temperatur pada bulb lampu pijar cenderung meningkatkan
nilai intensitas pada tungsten sehingga membuat lampu semakin terang. Perbedaan nilai RGB
mempengaruhi penentuan orde frinji yang akan berpengaruh pada distribusi tegangan termal.
Kata Kunci : lampu pijar, tegangan termal, fotoelastisitas digital
Abstract
The isochromatic fringe pattern of incandescent lamp has been analyzed to observe thermal
stress distribution. Incandescent lamp has tungsten as filament which produces light when it is emitted
by electricity current. The utilized models are Chiyoda lamp with 5 watt power color variation: clear,
red, and blue. Polariscope used is circle polariscope set up. It is processed using digital
photoelasticity by fringe image processing software. This software yields data, RGB graphic and
observed intensity of pixels. Duration of incandescent lamp observation produces increasing
temperatur. Isochromatic fringe pattern formed is suitable with bulb color of incandescent lamp. The
changing of fringe pattern shows changing of refraction index on substance gases caused by
temperatur. Value and intensity distribution obtained from the highest to lowest are clear bulb, red,
and blue. The increasing of incandescent lamp bulb temperatur is comparable with the increasing
tungsten intensity level which makes the lamp brighter. Difference of RGB value influences
determination of fringe level which is cause in distribution of termal stress.
Keywords: incandescent lamp, thermal stress, digital photoelasticity
1. Pendahuluan
Sekarang ini hampir 6000 lampu
yang berbeda diproduksi di berbagai pabrik
pembuatan lampu. Karakteristik utama yang
perlu dipertimbangkan ketika memilih sebuah
lampu adalah efikasi cahaya lampu, daya tahan,
penurunan lumen dan warna cahaya lampu.
Lampu pijar memiliki beberapa aplikasi selain
sebagai
sumber
pencahayaan
seperti
penghangat bayi, kotak penetasan ayam,
proses pengeringan beberapa senyawa kimia,
dan sebagai salah satu sumber cahaya pada
beberapa alat-alat praktikum seperti alat
konstanta Planck dan spektroskopi. Lampu
pijar dapat menyala karena di dalam lampu
pijar terdapat filamen yang terbuat dari
tungsten. (Mostavan, 2000)
Semakin lama lampu dinyalakan
maka akan terjadi perubahan temperatur pada
lampu sehingga terjadi perubahan indeks bias
di sekitar filamen. Perubahan temperatur ini
mengakibatkan terjadinya perubahan distribusi
tegangan termal pada daerah tungsten yang
bisa diamati dengan metode fotoelastisitas
digital
Dengan metode ini didapatkan pola
frinji isokromatik tungsten lampu pijar yang
berubah sesuai perubahan tegangan termal
yang diberikan. Pola frinji isokromatik didapat
dari polariskop lingkaran. Analisa intensitas
warna pada pola frinji isokromatik dilakukan
dengan Fringe Image Processing (FIP)
dengan model warna Red Green Blue (RGB).
2. Tinjauan Pustaka
2.1 Cahaya
Maxwell
menunjukkan
bahwa
gelombang elektromagnetik terdiri dari medan
listrik dan medan magnet yang mengalami
vibrasi menuju arah propagasi (arah z) seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 2.1. Medan
tersebut memiliki frekuensi yang sama dan ada
dalam fasa satu sama lainnya pada satu waktu.
(Mostavan, 2000)
2.2 Polariskop Lingkaran
Gambar 2.2 merupakan sistem
polarisasi lingkaran yang terdiri dari sumber
cahaya, polariser, plat seperempat gelombang
pertama, model, plat seperempat gelombang
kedua, dan analiser.
Gambar 2.2 Polariskop lingkaran
2.3 Hukum Tegangan Optik
Hukum tegangan optik Maxwell
(1853) menjelaskan teori tentang perubahan
indeks bias pada suatu bahan jika diberi
tegangan. Perubahan indeks bias pada bahan
sebanding dengan tegangan yang bekerja pada
bahan tersebut, yang dinyatakan dalam
hubungan:
........... (2.1)
........... (2.2)
........... (3.3)
dengan
n0 .................................................... =
indeks bias baha tanpa pengaruh tegangan
n1, n2, n3 ........................................... =
indeks bias utama yang bersesuaian dengan
arah tegangan utama
c1, c2 ............................................................................... =
koefisien tegangan optik (konstanta)
Untuk persoalan dua dimensi dimana
= 0 hukum tegangan optik untuk cahaya
normal terhadap bidang model, persamaan
retardasi dapat ditulis menjadi:
∆
.............. (2.4)
Persamaan ini dapat ditulis dalam bentuk
sederhana:
σ1 − σ 2 =
Nf σ
.................... (2.5)
d
dengan :
N =
Gambar 2.1 Gelombang cahaya berupa
gelombang elektromagnetik
∆
2π
fσ =
..................................... (2.6)
λ
c ..................................... (2.7)
N adalah orde frinji dan
fσ adalah nilai frinji
Sumber cahaya
T(r)
bahan. Beda tegangan utama pada
model dua dimensi dapat ditentukan jika
retardasi N dapat diukur dan jika nilai frinji
bahan
2.4 Lampu Pijar
Cahaya lampu pijar dibangkitkan
dengan mengalirkan arus listrik dalam suatu
filamen. Dalam kawat ini energi listrik diubah
menjadi panas dan cahaya. Supaya cahaya
lampu pijar dapat memancarkan cahaya
sebanyak mungkin cahaya tampak.
2.4.1 Filamen Tungsten
Sebuah lampu pijar mempunyai
filamen yang terletak kurang lebih di tengah
dalam bulb. Filamen terbuat dari kawat
tungsten atau wolfram. Semakin tinggi
temperatur, dengan filamen dinyalakan maka
semakin banyak cahaya yang dipancarkan
tetapi semakin cepat filamen itu putus.
2.4.2 Evaporasi Tungsten
Sebuah material yang dipanaskan
pada temperatur tinggi akan menguap
demikian juga dengan tungsten pada kawat
pijar. Evaporasi pada zat padat disebut juga
sublimasi, atom-atom mendadak lepas dari
permukaan zat padat dan berubah fasa menjadi
gas. Laju evaporasi tungsten meningkat secara
cepat sesuai dengan kenaikan temperatur.
Akibat dari evaporasi tungsten adalah kawat
filamen semakin menipis, terbakar habis dan
putus. Beberapa bagian kawat tipis atau lebih
tebal karena tidak mungkin membuat kawat
dengan ketebalan yang 100% sama. (Sari,
2006)
2.5 Pengaruh Temperatur terhadap Indeks
Bias
Salah satu tegangan pada suatu benda
adalah pemanasan yang tak serba sama.
Dengan kenaikan temperatur, elemen-elemen
dari suatu benda mengalami ekspansi. Akibat
adanya tegangan termal juga berpengaruh pada
perubahan indeks bias pada suatu bahan.
(Yaozu, 2002) Indeks bias bahan merupakan
perbandingan antara kecepatan cahaya dalam
vakum dan pada bahan. Besarnya indeks bias
bergantung pada jenis materialnya. Perubahan
suhu sangat berpengaruh terhadap besarnya
indeks bias suatu bahan. (Timoshenko, 1986)
r
T(∞ )
T lingkungan
Gambar 2.3 Perambatan panas
∞ ∞ 1
(2.8)
dengan
n(r)
= indeks bias udara ssebagai fungsi
posisi terhadap sumber panas
n(∞)
= indeks bias udara di jauh tak
hingga
T(r) temperatur saat dipanaskan
(sumber panas) dan T (∞) temperatur udara di
jauh tak hingga (T lingkungan) (Yaozu, 2002)
2.6 Fotoelastisitas Image Processing
2.6.1 Citra Digital
Citra digital dapat didefinisikan
sebagai fungsi dua variabel, f(x,y), dimana x
dan y adalah koordinat spasial dan nilai f(x,y)
adalah intensitas citra pada koordinat tersebut,
hal tersebut diilustrasikan pada Gambar 2.10.
Teknologi dasar untuk menciptakan dan
menampilkan warna pada citra digital
berdasarkan pada penelitian bahwa sebuah
warna merupakan kombinasi dari tiga warna
dasar, yaitu merah, hijau, dan biru (Red, Green,
Blue - RGB). (Fajri, 2000)
2.6.2 Komponen Citra Digital
Resolusi citra menyatakan ukuran
panjang kali lebar dari sebuah citra. Resolusi
citra biasanya dinyatakan dalam satuan piksel,
(pixel atau picture element) ( Fajri,2000 ).
Piksel merupakan bagian terkecil dari citra,
umumnya dibentuk dari kotak-kotak persegi
empat yang teratur sehingga jarak horizontal
dan vertikal antar piksel adalah sama pada
seluruh bagian citra (Ahmad, 2005)
2.6.3 Representasi Citra Digital
• Citra Warna (true color)
Citra warna yang sering digunakan
adalah RGB (Red, Green, Blue) dan CMY (K)
yang terdiri dari cyan, magenta, kuning dan
hitam (Ahmad, 2005). Setiap warna dasar
mempunyai intensitas sendiri dengan nilai
maksimum 255 (8 bit), misalnya warna kuning
merupakan kombinasi warna merah dan hijau
sehingga nilai RGB-nya adalah 255 255 0.
Jumlah kombinasi warna yang mungkin untuk
format ini adalah 224 atau lebih dari 16 juta
warna
Gambar 2.4 Citra warna true color dan
representasinya dalam data digital
2.7 Pengolahan Warna Model RGB
Salah satu cara yang mudah untuk
menghitung nilai warna dan menafsirkan
hasilnya dalam model warna RGB adalah
dengan melakukan normalisasi terhadap ketiga
komponen warna tersebut. Normalisasi
penting dilakukan terutama bila sejumlah citra
ditangkap dengan penerangan yang berbedabeda.
Cara melakukan normalisasi adalah
sebagai berikut:
....................... (2.9)
3.2 Set up Alat untuk Mendapatkan Pola
Frinji Isokromatik
Untuk mendapatkan frinji, maka
dilakukan langkah-langkah sebagai berikut,
yaitu menyusun peralatan (set up alat) dalam
penelitian seperti Gambar 3.2
Model (lampu
pijar)
Plat gelombang1
Sumber cahaya Polariser
Lensa
Plat gelombang 2
Analiser Layar
Lensa
Kamera
............................ (2.10)
........................ (2.11)
Dengan r indeks warna merah, indeks
warna hijau (g) dan b indeks warna biru. Jika
masing-masing r, g, b bernilai sama misal 1/3
maka obyek tidak berwarna. Untuk mendapat
nilai intensitas besarnya dapat dihitung secara
langsung dengan
Gambar 3.1 Lampu pijar filament tungsten
merk Chiyoda daya 5 Watt dengan bulb clear,
merah dan biru
............................... (2.12)
:
3. Metodologi
3.1Preparasi Alat
Sampel yang digunakan berupa
lampu Chiyoda yang mempunyai daya 5 watt,
dengan variasi warna bola lampu dilengkapi
penyangga dari kayu yang bisa diletakkan
pada optical track
Gambar 3.2 Set Up Polariskop lingkaran
Set up fotoelastisitas dalam penelitian
ini merupakan set up alat polariskop lingkaran.
Sumber cahaya yang digunakan adalah lampu
halogen dengan cahaya polikromatik untuk
mendapat pola frinji isokromatik. Cahaya dari
lampu halogen diarahkan menuju Polariser
selanjutnya ke plat "4 pertama kemudian
menuju lensa pertama dan model , kemudian
melalui lensa kedua, plat "4 kedua dan
analiser sehingga pola frinji yang didapat
langsung ditangkap layar dan kamera
Pola frinji berupa pola warna
isokromatik didapat pada setiap penambahan
waktu 10 menit. Setiap penambahan waktu
dicatat temperatur pada bola lampu pijar.
3.3 Analisa Data
Pengolahan data dilakukan dengan
menggunakan
program
Fringe
Image
Processing dengan model warna RGB. Data
yang diolah disimpan dalam bentuk jpg
kemudian dilakukan pengolahan citra yaitu
cropping, resize dan penghilangan noise
dengan program Adobe Photoshop CS
menggunakan magic wand tool. Pengolahan
data dengan program ini bertujuan untuk
mempermudah dalam penganalisaan. Dari pola
frinji didapatkan grafik distribusi intensitas,
data RGB dan intensitas dari gambar pada
setiap piksel.
(a)
4. Hasil dan Diskusi
4.1 Pola Frinji Isokromatik
Dari percobaan set up polariskop
lingkaran medan gelap yang telah dilakukan
didapatkan pola frinji isokromatik. Adanya
plat gelombang pada set up dapat
mengeliminasi
pola
frinji
isoklinik.
Pengamatan pola frinji diikuti pengamatan
temperatur pada bola lampu.
Tabel 4.1 Temperatur bubl clear, merah dan
biru pada 0, 10, dan 20 menit
Warna
Waktu Nyala
Lampu Pijar
Clear
Merah
Biru
( ⁰C )
1’09”
11’20”
40,0
47,5
21’01”
49,0
1’31
40,0
9’59”
52,0
20’00
0’56”
10’16
20’19”
54,0
36,8
60,0
61,0
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa
semakin lama lampu dinyalakan maka suhu
permukaan bola semakin tinggi.
(b)
(c)
garis acuan
garis tinjau
Gambar 4.1 Pola frinji isokromatik pada
tugsten lampu pijar pada bulb (a) clear (b)
merah (c) biru pada 20 menit
Perbedaan panjang gelombang yang
dipancarkan lampu pijar berhubungan dengan
daya serap warna bola lampu terhadap
perubahan temperatur ketika lampu pijar
dinyalakan. Kenaikan paling cepat terjadi pada
bulb warna biru. Lampu bulb biru mencapai
610C pada menit ke-20, bulb merah 540C
sedangkan pada lampu clear suhu permukaan
lampu 490C dengan temperatur sebelum
pemanasan adalah 300C. Warna biru lebih
banyak menyerap spektrum warna cahaya
yang dihasilkan oleh lampu pijar sedangkan
lampu bulb clear cenderung meneruskan lebih
banyak spektrum warna. Kenaikan temperatur
yang terjadi didasarkan pada saat cahaya
mengenai
suatu bahan sebagian atau
keseluruhan maka cahaya diserap bahan
tersebut dan menaikkan temperatur bahan
(Muhaimin, 2001)
Analisa
gambar
dilakukan
menggunakan
program
Fringe
Image
Processing (FIP) dimana gambar harus
melalui tahap image processing . Dalam
penelitian ini dilakukan image processing
tahap awal yakni cropping, resize gambar, dan
pemilihan pola frinji hanya di sekitar daerah
tungsten.. Jumlah piksel pada pola frinji
tergantung pada bentuk pola frinji tungsten.
Hasil gambar pola frinji harus disesuaikan
dengan jumlah piksel maksimum yang bisa
masuk dalam program yakni 639 arah
horizontal dan 479 arah vertikal.
Gambar 4.1 (a) menunjukkan pola
frinji isokromatik untuk bola lampu clear,
pola frinji ini memiliki warna lebih variatif
daripada pola frinji untuk bola lampu merah
dan biru. Hal ini disebabkan bola lampu clear
dapat meneruskan spektrum warna lebih
banyak daripada merah dan biru. Jika cahaya
putih mengenai permukaan suatu benda maka
akan terjadi absorbsi warna. Dan jika suatu
sinar putih direfleksikan pada suatu
permukaan bahan yang berwarna merah maka
komponen warna selain warna merah akan
diserap lebih banyak dari pada warna merah
sehingga pola frinji isokromatik yang dominan
adalah warna merah (Muhaimin, 2001). Hal
ini ditunjukkan oleh Gambar 4.1 (b).
Begitu pula cahaya putih yang
melewati permukaan biru yang ditunjukkan
oleh Gambar 4.1(c). Hal ini menunjukkan
bahwa pada bola lampu clear menghasilkan
intensitas cahaya yang lebih banyak sehingga
lampu pijar akan menyala lebih terang
daripada lampu dengan warna merah dan biru
sedangkan
bulb biru menghasilkan
penerangan yang paling rendah. Hal ini
berkaitan dengan emisivitas bulb warna biru
lebih besar daripada emisivitas bulb clear dan
merah. Semakin besar emisivitas maka
semakin besar pula cahaya yang diserap dan
semakin kecil yang diteruskan.
Sesuai dengan teori fotoelastisitas,
perubahan pola warna dari frinji isokromatik
pada bahan fotoelastis mengakibatkan
perubahan orde frinji juga berubah. Besarnya
orde frinji akan mempengaruhi distribusi
tegangan pada setiap titik tungsten.
4.2 Distribusi Intensitas Pola Frinji Daerah
Tungsten
Setiap piksel pada pola frinji
mempunyai nilai RGB yang berbeda. Piksel
yang tidak mempunyai nilai RGB dan
intensitas merupakan piksel yang berwarna
hitam (bukan termasuk daerah tungsten).
Intensitas (kurva warna hitam) pada bulb bola
lampu clear cenderung mempunyai nilai yang
lebih besar daripada merah dan biru.
(a)
(b)
membuat temperatur pada tungsten juga
berbeda. Adanya perubahan temperatur
menyebabkan
perubahan
pola
frinji
isokromatik. Perubahan frinji tersebut
menunjukkan adanya perbedaan indeks bias
pada gas pengisi lampu pijar.
(c)
Gambar 4.2 Grafik RGB dan intensitas setiap
piksel pada (a) clear (b) merah (c) biru 20
menit
Gambar 4.2 menunjukkan grafik nilai Red
(kurva warna merah), Green (kurva warna
hijau), Blue (kurva warna biru) dan intensitas
dengan kurva berwarna hitam. Tinjauan pada
penelitian ini adalah intensitas sepanjang garis
tinjau horizontal, 9 piksel di atas garis acuan
horizontal.
Pada Gambar 4.2 (a) tinjauan piksel
yang digunakan pada lampu pijar bulb clear 0
sampai
538
untuk
arah
horizontal
menunjukkan kurva Red paling tinggi. Pada
bulb merah (Gambar 4.2 (b)) kurva nilai Red
merupakan
kurva paling atas yang
menunjukkan lampu tersebut didominasi oleh
warna merah. Gambar 4.2 (c) menunjukkan
bahwa lampu pijar dengan bulb biru
mempunyai kurva Blue tertinggi daripada
kurva Green. Puncak intensitas pada Gambar
4.2 menunjukkan intensitas terbesar yakni
pada kawat tungsten. Intensitas cenderung
berimpit dengan kurva warna hijau. Hal ini
sesuai dengan
design lampu pijar yang
disesuaikan dengan kepekaan terhadap cahaya
yakni pada panjang gelombang 555 nm
(cahaya berwarna kuning-hijau).
Pada Gambar 4.3 (c) menunjukkan
kurva intensitas mengalami lebih banyak
puncak dan lembah kurva daripada Gambar
4.3 (a) dan (b). Hal ini menunjukkan bahwa
variasi intensitas lebih banyak terjadi pada
pemanasan filamen yang lebih tinggi. Faktor
yang
mempengaruhi
adalah
adanya
perpindahan panas pada tungsten yakni
konduksi pada kawat filamen. Terjadinya
aliran panas ini sangat berpengaruh pada
besarnya temperatur pada setiap titik pada
tungsten. Tebal kawat yang berbeda juga
(a)
(b)
(c)
Gambar 4.3 Grafik RGB dan intensitas setiap
piksel pada Bulb clear (a) 0 menit (b) 10 menit
(c) 20 menit
Dari pola frinji bulb clear didapat
data RGB dan intensitas dari piksel 0 sampai
538. Nilai intensitas yang didapat sesuai
dengan persamaan 2.12. Dari data tersebut
pada bulb clear didapat intensitas yang paling
besar adalah 255 pada piksel 495 sampai 501
setelah lampu dinyalakan, sedangkan pada
penyalaan lampu 10 menit intensitas paling
besar 255 pada piksel 52, 55, 58, 59, 60-63, 65,
191-195, 197, 198, 201, 373, 377,407-415,
502-510, dan 512-514. Pada menit ke-10
intensitas tertinggi terdistribusi lebih merata
daripada intensitas pada menit ke-0.
Data intensitas setiap piksel garis
tinjau pada bulb merah didapat nilai intensitas
tertinggi 247 pada piksel 97 dan 98 terjadi
pada nyala lampu 0 menit, sedangkan
intensitas 247 pada piksel 99 dan 104 terjadi
ketika nyala lampu 10 menit. Intensitas
tertinggi menurun terjadi pada nyala lampu
selama 20 menit tetapi intensitas ini terdapat
pada 4 piksel yakni 63, 64, 68, dan 349
sebesar 246. Nilai intensitas semakin tinggi
dan terdistribusi lebih banyak dan semakin
merata menunjukkan cahaya dari lampu pijar
semakin terang. Perubahan nilai intensitas juga
bias dipengaruhi ketidakkonstanan tegangan.
Jika tegangan input tidak konstan dan
menurun maka daya akan turun sehingga
intensitas
cahaya
pun
akan
menurun.( Aniespandu, 2006). Dari 100%
daya yang diterima oleh filamen : 72%
menjadi panas yang diakibatkan oleh sinar
infra merah 18% menjadi radiasi panas 6% –
12% menjadi cahaya. Jadi jika daya yang
diterima lampu menurun maka maka cahaya
yang dihasilkan semakin kecil.
Intensitas
tertinggi
(a)
Intensitas
tertinggi
(b)
Intensitas
tertinggi
(c)
Gambar 4.4 Data RGB dan intensitas pada
bulb biru 20 menit pada piksel 108 sampai 138
pada garis tinjau
Gambar 4.4 menunjukkan data RGB
dan intensitas pada piksel 108 sampai 138
pada bulb biru 0 menit, 10 menit, dan 20
menit. Data paling kiri menunjukkan piksel
selanjutnya berurutan data X dan Y (koordinat
piksel), nilai RGB, dan nilai intensitas.
Intensitas terbesar pada 0 menit yakni 205
pada piksel 128(Gambar 4.4 (a)) sedangkan
intensitas sebesar 204 pada piksel 125 dan 126
terjadi pada nyala lampu selama 10 menit.
Intensitas terbesar terjadi pada nyala lampu
paling lama yakni 211 pada piksel 130.
Dengan program Adobe Photoshop CS
maka dapat diketahui bahwa nilai RGB dan
intensitas tertinggi pada tungsten lampu pijar
bulb clear tersebut merupakan warna putih
yang ditunjukkan pada Gambar 4.5 (a). Warna
putih adalah warna yang dipancarkan oleh
lampu pijar (polikromatis). Adobe Photoshop
CS merupakan program yang cocok untuk
analisa image ( citra atau gambar ).
(a)
(b)
(c)
Gambar 4.5 Warna pada nilai RGB dan
intensitas tertinggi pada lampu pijar bulb(a)
(c)merah pada 20 menit
Image hasil daripola frinji merupakan
image jenis bitmap. Image jenis bitmap akan
menunjukkan piksel-piksel yang terpecah jika
resolusi gambar lebih kecil daripada tampilan
resolusi (display resolution) (Bah, 2007). Dari
beberapa jenis warna, jenis warna yang paling
cocok dengan pola frinji isokromatik adalah
jenis Focoltone, sedangkan jenis warna yang
lain kurang merepresentasikan pola frinji
isokromatik pada tabel orde frinji. Gambar 4.5
(b) merupakan konversi nilai RGB terbesar ke
warna. Pada bulb biru didapat warna biru
muda sedangkan pada bulb merah didapat
warna dari nilai RGB tertinggi adalah kuning.
Dari warna ini dapat ditentukan orde frinji
dengan program Adobe Photoshop CS. Orde
frinji berpengaruh pada perhitungan tegangan
termal
5. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan
mengenai distribusi tegangan pada tungsten
lampu pijar sebagai bahan model fotoelastis
yang dilakukan dalam tugas akhir ini, maka
dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu:
1.
Lamanya pengamatan pada lampu pijar
menghasilkan temperatur yang semakin
naik.
2.
Pola frinji isokromatik yang terbentuk
sesuai dengan warna bulb lampu pijar.
3.
Perubahan pola frinji menunjukkan
adanya perubahan indeks bias pada gas
pengisi yang diakibatkan oleh perubahan
temperatur.
4.
Nilai dan distribusi intensitas yang
diperoleh menggunakan program Fringe
Image Processing dari tertinggi sampai
terendah adalah pada bulb clear, merah,
dan biru
5.
Pertambahan temperatur pada bulb
lampu pijar cenderung meningkatkan
nilai intensitas pada tungsten sehingga
membuat lampu semakin terang.
6.
Perbedaan nilai RGB mempengaruhi
penentuan orde frinji yang berpengaruh
pada distribusi tegangan termal
Daftar Pustaka
Aniespandu. 2006. Bab II Tugas Akhir
<URL: http: //digilib. unimus.ac.id/
files/disk1/105/bab2>
Achmad, B. dan Firdausy K. 2005. Teknik
Pengolahan Citra Digital Menggunakan
Delphi. Yogyakarta: PT Mitra Aksara Mulia.
Ahmad, U. 2005. Pengolahan Citra Digital
dan Teknik Pemrogamannya Yogyakarta :
Graha Ilmu.
Dally, J. W., dan William F. R. 1991.
Experimental Stress Analysis. Edisi Ketiga.
New York : McGraw-Hill
Dosen-dosen Fisika FMIPA ITS, 2005. Fisika
II. Surabaya Penerbit ITS :
Fajri,. 2000 Desain dan Implementasi Sistem
Komputasi Terdistribusi untuk Kompresi
Citra Medis Sinar X Menggunakan Jpeg
2000. Departemen Teknik Elektro: Institut
Teknologi
Bandung.
<URL
:
fajri.freebsd.or.id/
tugas_akhir/bab2.Pdf>
Susilo, E, Yunus A., dan Yudoyono G. 2003.
Optika . Surabaya: Penerbit ITS.
Mostavan, A. 2000. Cahaya. Bandung :
Penerbit ITB
Muhaimin, 2001. Teknologi Pencahayaan.
Bandung : Refika Aditama
Ramesh, K, 2000. Digital Photoelasticity,
Advanced Technique and Application.
New York :Springer-Verlag
Sari, A.T.. 2006. Analisa Kualitatif
Tegangan Termal pada Lampu Pijar
dengan Menggunakan Metode
Fotoelastisitas. Laporan Tugas Akhir
Jurusan Fisika. Institut Teknologi Sepuluh
Nopember Surabaya
Sears, Z. 1962. Fisika Untuk Universitas III
Optika dan Atom. Bandung : Bina cipta
Thimoshenko, G. dan Sebayang D. 1986.
Teori Elastisitas. Edisi Ketiga. Jakarta :
Erlangga
Yaozu S., Zhang X., Zhang H. Laser Moire
Deflectometry Applicable for Min/Micro
Scale Flow Visualization. Proceeding of
SPIE Vol 5058 Halaman 322-330
Download