plagiat merupakan tindakan tidak terpuji plagiat

advertisement
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
EVALUASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN ANAK
DENGAN ASMA DI INSTALASI RAWAT INAP RS RK CHARITAS
PALEMBANG PERIODE JULI - DESEMBER 2013
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Adelia Desti Endah Sari
NIM: 118114121
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2014
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
EVALUASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN ANAK
DENGAN ASMA DI INSTALASI RAWAT INAP RS RK CHARITAS
PALEMBANG PERIODE JULI - DESEMBER 2013
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Adelia Desti Endah Sari
NIM: 118114121
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2014
ii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Persetujuan Pembimbing
EVALUASI DRAG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN ANAK
DENGAN ASMA DI INSTALASI RAWAT INAP RS RK CHARITAS
PALEMBANG PERIODE JULI - DESEMBEII2013
Skripsi yang diajukan oleh:
Adelia Desti Endah Sari
NIM: 118114121
telah disetujui oleh:
Pembimbing Utama
ftq
Aris Widayati, M.Si., Apt., Ph.D.
tan ggat. ..2.1.
-.
?.1.
:..
..'L2.!.{.
llt
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
HALAMAN PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya kecil ini bagi
Allah Bapa di Surga, Yesus Kristus, dan Bunda Maria
Bapak, ibu serta adik-adikku
Sahabat-sahabatku
serta
Almamaterku....
v
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat, rahmat dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi yang berjudul “Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada
Pasien Anak dengan Asma di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang
Periode Juli - Desember 2013” sebagai salah salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) program studi Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan skripsi ini tidak terlepas dari
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak secara langsung maupun tidak
langsung baik berupa moral, materiil maupun spiritual. Penulis mengucapkan
banyak terima kasih kepada :
1. Sr. M. Paulina FCh., selaku Ketua Yayasan Charitas yang telah memberikan
izin dan bantuan untuk melakukan penelitian.
2. Prof.dr. Hardi Darmawan, MPH&TM, FRSTM selaku Direktur Utama RS RK
Charitas Palembang yang memberikan izin untuk melakukan penelitian di RS
RK Charitas Palembang.
3. Sr. M. Silvestra FCh., Ibu Yogia Simanjuntak dan seluruh staff bagian
Rekam Medis RS RK Charitas Palembang yang telah membantu dalam
proses penelusuran dan pencarian rekam medis
4. Ibu Aris Widayati, M.Si., Apt., Ph.D. sebagai Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma sekaligus Dosen Pembimbing Skripsi atas
vii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
perhatian, kesabaran, bimbingan, masukan, dan motivasi kepada penulis
dalam proses penyusunan skripsi ini.
5. Ibu dr. Fenty, M.Kes., Sp.PK. sebagai dosen penguji yang telah memberikan
kritik dan saran yang membangun selama proses pembuatan skripsi.
6. Ibu Dr. Rita Suhadi, M.Si., Apt. sebagai dosen penguji yang telah
memberikan kritik dan saran yang membangun selama proses pembuatan
skripsi.
7. Bapak Dominikus Suparno dan Ibu Monica Tarminah yang tercinta, atas
kasih sayang, doa, dukungan, semangat, dan pengertian serta berbagai
bantuan hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
8. Adik-adikku tersayang,Vicentia Septiana, Vicenti Septiani, dan Raimundus
Brilian Danu, yang telah menjadi inspirasi, memberikan keceriaan, dan terus
memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi.
9. Sahabat yang selalu mendukung dari jauh, Elis, Destrie, Lili, Stefani, Budi,
Roebel, Hendra, Harry, Anggiat, yang senantiasa memberikan dukungan
tiada henti bagi penulis.
10. Teman-teman seperjuangan #DeRealPrincesses, Lulik, Jeje, dan Anes, untuk
semangat,dukungan, kerjasama, bantuan, dan informasi yang selalu di
bagikan dalam proses penyusunan skripsi ini dari awal hingga akhir.
11. Sahabat sekaligus tetangga setia, Renata Sri Yuliani, Fransiska Yonita, dan
Seravina Maria, terima kasih untuk tawa dan semangat selama pengerjaan
skripsi ini.
viii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
12. Teman-teman sepermainan, Bintang, Ester, Andung, Caesar, Henzu, Gomes,
Alex, Nino, Rigel, Handy, Levina, Betzy, Leo, Tina, Asri, Desi, Rosi, dll,
untuk semangat bermain yang tak pernah padam.
13. Teman-teman FSM C 2011, FKK B 2011, dan seluruh angkatan 2011, untuk
kebersamaan dan semua kisah yang telah kita lalui.
14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang turut serta
membantu kelancaran penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Tiada gading yang tak retak. Penulis menyadari bahwa karya ini masih
jauh dari sempurna. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun
demi perbaikan karya ini. Semoga karya ini bermanfaat bagi semua pihak dan
berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kefarmasian
Yogyakarta, 21 Januari 2015
Penulis
ix
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................
ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..............................................
iii
HALAMAN PENGESAHAN ..........................................................................
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................
v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI...........................
vi
PRAKATA .......................................................................................................
vii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ..........................................................
x
DAFTAR ISI ....................................................................................................
xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................
xiv
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
xvi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
xvii
INTISARI.........................................................................................................
xviii
ABSTRACT .......................................................................................................
xix
BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang .....................................................................................
1
1. Rumusan Masalah ..........................................................................
3
2. Keaslian Penelitian .........................................................................
3
3. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis .......................................................................
5
b. Manfaat Praktis ........................................................................
5
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum ................................................................................
5
2. Tujuan Khusus ...............................................................................
5
xi
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA
A. Asma ...................................................................................................
6
B. Terapi Asma ........................................................................................
12
C. Pasien Anak .........................................................................................
14
D. Drug Related Problems ........................................................................
14
E. Keterangan Empiris ..............................................................................
17
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ...........................................................
18
B. Variabel Penelitian ...............................................................................
18
C. Definisi Operasional.............................................................................
19
D. Subjek Penelitian..................................................................................
21
E. Bahan Penelitian...................................................................................
21
F. Instrumen penelitian .............................................................................
21
G. Waktu dan Lokasi Penelitian ...............................................................
22
H. Tata Cara Penelitian
1. Persiapan ..................................................................................
22
2. Analisis Situasi .........................................................................
22
3. Pengumpulan Data ...................................................................
22
4. Analisis Data ............................................................................
23
I. Tata Cara Analisis Hasil.......................................................................
24
J. Keterbatasan Penelitian ........................................................................
25
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Pasien .............................................................................
27
B. Pola Pengobatan ...................................................................................
29
C. Evaluasi Drug Related Problems .........................................................
37
D. Rangkuman Evaluasi Drug Relaed Problems ......................................
47
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ..........................................................................................
53
B. Saran ....................................................................................................
53
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
55
LAMPIRAN .....................................................................................................
58
xii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
BIOGRAFI PENULIS .....................................................................................
xiii
112
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
DAFTAR TABEL
Tabel I.
Klasifikasi asma menurut derajat serangan ..............................
Tabel II.
Profil penggunan obat pada pasien asma anak di Instalasi
11
Rawat Inap RS RK Charitas Palembang periode JuliDesember 2013 .........................................................................
Tabel III.
29
Penggunaan obat yang bekerja pada sistem pernapasan pada
pasien anak dengan asma di Instalasi Rawat Inap RS RK
Charitas Palembang periode Juli-Desember 2013 ....................
Tabel IV.
30
Penggunaan kortikosteroid pada pasien anak dengan asma di
Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang periode
Juli-Desember 2013 ..................................................................
Tabel V.
33
Penggunaan vitamin dan mineral pada pasien anak dengan
asma di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang
periode Juli-Desember 2013 .....................................................
Tabel VI.
33
Penggunaan obat antiinfeksi pada pasien anak dengan asma
di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang periode
Juli-Desember 2013 ..................................................................
Tabel VII.
34
Penggunaan obat alergi dan sistem imun pada pasien anak
dengan asma di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas
Palembang periode Juli-Desember 2013 ..................................
xiv
35
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Tabel VIII.
Penggunaan obat sistem gastrointestinal dan hepatobilier
pada pasien anak dengan asma di Instalasi Rawat Inap RS
RK Charitas Palembang periode Juli-Desember 2013 .............
Tabel IX
36
Penggunaan obat berdasarkan rute pemberian pada pasien
anak dengan asma di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas
Palembang periode Juli-Desember 2013 ..................................
Tabel X.
Gambaran DRPs pada pasien asma anak di instalasi rawat
inap RS RK Charitas Palembang periode Juli-Desember 2013
Tabel XI.
37
38
Kejadian DRPs efek samping obat pada pasien anak dengan
asma di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang
periode Juli-Desember 2013 .....................................................
Tabel XII.
41
Kejadian DRPs dosis kurang pada pasien anak dengan asma
di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang periode
Juli-Desember 2013 ..................................................................
Tabel XIII.
43
Kejadian DRPs obat tidak dibutuhkan pada pasien anak
dengan asma di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas
Palembang periode Juli-Desember 2013 ..................................
Tabel XIV.
45
Kejadian DRPs dosis berlebih pada pasien anak dengan asma
di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang periode
Tabel XV.
Juli-Desember 2013 ..................................................................
46
Hasil Evaluasi Drug Related Problems(DRPs) ........................
47
xv
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.
Mekanisme umum reaksi hipersensitivitas tipe I .....................
7
Gambar 2.
Inflamasi dan remodeling pada asma .......................................
8
Gambar 3.
Ilustrasi kondisi patologis bronkus normal dibandingkan
dengan bronkus asma dan airway remodeling .........................
10
Gambar 4.
Algoritma penatalaksanaan asma di rumah sakit .....................
13
Gambar 5.
Skema pemilihan subjek penelitian di RS RK Charitas
Palembang ................................................................................
Gambar 6.
23
Distribusi pasien berdasarkan usia pada pasien asma anak di
Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang periode
Juli-Desember 2013 .................................................................
Gambar 7.
27
Distribusi pasien asma anak berdasarkan jenis kelamin pada
pasien asma anak di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas
Palembang periode Juli-Desember 2013 ..................................
xvi
28
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Evaluasi kasus Drug Related Problems ...................................
58
Lampiran 2.
Permohonan izin penelitian dan pengambilan data ..................
108
Lampiran 3.
Izin penelitian dan pengambilan data di RS RK Charitas
Lampiran 4.
Palembang ................................................................................
109
Surat keterangan telah melakukan penelitian ...........................
110
xvii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
INTISARI
Asma merupakan penyakit kronis dengan jumlah penderita sekitar 300
juta individu di seluruh dunia dengan prevalensi yang terus meningkat selama 20
tahun terakhir. Prevalensi asma pada anak cukup tinggi sehingga membutuhkan
perhatian serius. Selama proses terapi dengan obat, ada kemungkinan ditemui
drug related problems (DRPs) yang pada pasien anak sangat mungkin ditemui
karena fungsi fisiologis tubuh yang belum berjalan normal. Penelitian ini
bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi DRPs pada pasien anak yang
dirawat inap dengan diagnosis asma.
Penelitian ini termasuk non eksperimental deskriptif dengan rancangan
case series. Data diperoleh dengan pendekatan retrospektif dari lembar rekam
medis pasien anak usia ≤ 12 tahun dengan diagnosis asma yang menjalani
perawatan di instalasi rawat inap RS RK Charitas Palembang periode JuliDesember 2013. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dengan metode
SOAP (subjective, objective, assessment, plan/recommendation) untuk
mengevaluasi DRPs. Hasil disajikan dalam bentuk tabel dan diagram disertai
pembahasan.
Terdapat 25 kasus yang memenuhi kriteria inklusi dan ditemui DRPs
yang bersifat potensial meliputi 100% efek samping, 28% obat tidak dibutuhkan,
dan 4% dosis berlebih, serta DRPs yang bersifat aktual meliputi 56% dosis
kurang, 12% dosis berlebih, dan 4% membutuhkan tambahan obat.
Kata kunci: drug related problems, asma, pasien anak, terapi farmakologis, rawat
inap
xviii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
ABSTRACT
Asthma is a chronic disease with an estimated 300 million individuals
affected worldwide andits prevalence has increased over the past 20 years. The
prevalence rate of asthma is highest in children and need serious concern. Drug
Related Problems (DRPs) can occur during drug therapy especially in pediatrics
whose physiological function have not been as normal as adults. The aims of this
study is to identify and evaluate DRPs in pediatrics hospitalized with asthma.
This study is a non-experimental descriptive with case series design. Data
collection was done retrospectively on medical record of hospitalized asthma
patient age 12 years and younger in RS RK Charitas Palembang during period
July-December 2013. The data obtained then were analyzed descriptively using
SOAP (subjective, objective, assessment, plan/recommendation) method and the
result present in tables and diagrams followed by discussion.
There are 25 cases who met the inclusion criteria. The DRPs that found
in this study consist of potential DRPs including 100% adverse drug reaction,
28% unnecessary drug, and 4% dosage too high, and also actual DRPs including
56% dosage too low, 12% dosage too high, and 4% need additional drug therapy.
Key word: drug related problems, asthma,
hospitalization
xix
pediatrics, drug therapy,
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Asma merupakan masalah kesehatan global yang serius dengan jumlah
penderita sekitar 300 juta individu di seluruh dunia. Prevalensi asma terus
meningkat selama 20 tahun terakhir. Prevalensi asma paling tinggi di Amerika
Serikat adalah pada anak usia 5-17 tahun, yaitu sebesar 9,6%. Asma merupakan
penyakit kronis yang sangat umum dijumpai pada anak-anak dan merupakan
faktor utama penyebab morbiditas akibat penyakit kronis serta menyebabkan
peningkatan ketidakhadiran di sekolah, kunjungan ke unit gawat darurat, serta
rawat inap (Global Initiative for Asthma, 2014; American Lung Association,
2006).
Asma termasuk dalam peringkat sepuluh besar penyakit tidak menular
(PTM) penyebab pasien rawat inap rumah sakit di Indonesia (Pusat Data dan
Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2012). Hasil survei asma
pada anak sekolah di beberapa kota di Indonesia seperti Medan, Palembang,
Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Malang, dan Denpasar, menunjukkan
prevalensi asma pada anak SD (6 sampai 12 tahun) berkisar antara 3,7-6,4%
(Baratawidjaja, Soebaryo, Kartasasmita, Suprihati, Sundaru, Siregar, dkk., 2006).
Berdasar data-data tersebut, terlihat bahwa asma merupakan masalah kesehatan di
masyarakat yang membutuhkan perhatian serius.
1
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
2
Apoteker memiliki peran dalam peningkatan kualitas hidup pasien
melalui pelayanan kefarmasian, salah satunya melalui penyelesaian Drug Related
Problems (DRPs). Secara sederhana yang dimaksud dengan DRPs adalah masalah
yang terjadi selama proses terapi pengobatan yang memiliki potensi menghambat
mencapai hasil terapi yang diinginkan (Pharmaceutical Care Network Europe,
2010; Cipolle, Strand, Morley, Ramsey, and Lamsam, 2004). Hasil penelitian
Pratiwi, Ikawati dan Kusharwanti (2012) menemukan adanya pemberian obat
dengan indikasi tidak perlu sebesar 18,18%, obat salah sebesar 4,54%, dosis
terlalu tinggi sebesar 13,63%, interaksi obat sebesar 50%, dan ketidakpatuhan
sebesar 4,54 % pada pasien anak dengan asma yang dirawat inap di RS Panti
Rapih Yogyakarta. Berdasarkan penelitian tersebut, terlihat bahwa terdapat DRPs
pada pasien asma anak rawat inap. DRPs sangat mungkin ditemui pada pasien
anak karena kondisi fisiologi yang belum sempurna sehingga farmakokinetika
obat tidak bisa disamakan dengan dewasa.
Prevalensi asma pada anak di Sumatera Selatan pada tahun 2013 sebesar
2,5% (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013). Berdasarkan
penelusuran peneliti, asma merupakan satu dari sepuluh besar penyakit pada
pasien anak rawat inap di RS RK Charitas yang terletak di kota Palembang,
Sumatera Selatan. Rumah Sakit RK Charitas Palembang merupakan rumah sakit
swasta tertua di kota Palembang dan juga di Sumatera Selatan serta merupakan
rumah sakit tipe B yang mampu menampung rujukan dari rumah sakit kabupaten.
Berdasarkan penelusuran pustaka, penelitian mengenai Drug Related
Problems (DRPs) pada pasien anak dengan diagnosis asma di Instalasi Rawat
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
3
Inap RS RK Charitas Palembang belum pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian
ini bertujuan mengidentifikasi dan mengevaluasi DRPs pada pasien anak dengan
diagnosis asma. Hasil penelitian ini diharapkan memberi informasi terkait
kerasionalan penggunaan obat pada pasien asma anak yang dievaluasi dengan
mengidentifikasi DRPs.
1. Rumusan Masalah
a. Seperti apa karakteristik pasien anak dengan diagnosis asma yang menjalani
rawat inap di RS RK Charitas periode Juli-Desember 2013 meliputi jenis
kelamin dan kelompok usia?
b. Seperti apa gambaran umum peresepan obat pada pasien anak dengan
diagnosis asma meliputi jenis obat dan rute pemberian obat?
c. Apakah terdapat DRPs pada peresepan pasien anak dengan diagnosis asma?
2. Keaslian Penelitian
Beberapa penelitian yang berhubungan dengan evaluasi DRPs pada
pasien anak dengan diagnosis asma yang pernah dilakukan antara lain:
a. Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada Pasien Asma Bronkial di
Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta bulan JanuariDesember 2009 yang dilakukan oleh Handayani (2010). Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa terdapat DRP efek samping dan interaksi obat sebesar
31,35% pada pasien asma bronkial.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
4
b. Identifikasi Drug Related Problems pada Pasien Asma Rawat Inap Rumah
Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Tahun 2009 yang dilakukan oleh
Hidayat dan Prasetyo (2012), dengan hasil 55% pasien mengalami DRP
dengan jumlah 75 kejadian meliputi membutuhkan tambahan terapi obat
sebesar 16,0%, obat tanpa indikasi dan duplikasi terapi sebesar 21,3%, obat
salah sebesar 10,7%, dosis terlalu rendah sebesar 18,7%, interaksi obat
sebesar 12,0% dan dosis terlalu tinggi sebesar 21,3%.
c. Kajian Drug Related Problems pada Pasien Anak dengan Infeksi Saluran
Napas Bawah dan Asma Di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode
1 Januari 2006 – 30 Juni 2006 yang dilakukan oleh Pratiwi, Ikawati dan
Kusharwanti (2012). Hasil penelitian DRPs untuk pasien anak dengan
infeksi saluran napas bawah adalah obat dengan indikasi yang tidak perlu
sebesar 20%, obat yang salah sebesar 12,72 %, dosis terlalu rendah sebesar
7,27 %, dosis terlalu tinggi sebesar 21,81%, dan interaksi obat sebesar
12,72%. Hasil penelitian DRPs pasien anak dengan asma adalah obat
dengan indikasi yang tidak perlu sebesar 18,18%, obat yang salah sebesar
4,54%, dosis terlalu tinggi sebesar 13,63%, interaksi obat sebesar 50%, dan
ketidakpatuhan sebesar 4,54 %.
Penelitian mengenai Drug Related Problems (DRPs) pada pasien anak
dengan asma di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang belum pernah
dilakukan sebelumnya. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu
terletak pada subjek yang diteliti, periode penelitian, dan tempat penelitian.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
5
Persamaan dengan penelitian terdahulu terletak pada topik penelitian, yaitu
evaluasi DRP pada pasien dengan diagnosis asma yang menjalani rawat inap.
3. Manfaat Penelitian
a. Manfaat teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan informasi dan
sumber pembelajaran mengenai DRPs pada pasien anak dengan asma.
b. Manfaat praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi bagi RS RK
Charitas Palembang untuk meningkatkan pelayanan kesehatan khususnya
pada pasien anak dengan asma.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengevaluasi drug related problems (DRPs) pada pengobatan pasien asma anak.
2. Tujuan Khusus
a. Memberi gambaran karakteristik pasien anak dengan asma.
b. Memberi gambaran pola peresepan obat pada pasien anak dengan asma.
c. Memberi gambaran drug related problems (DRPs) pada peresepan pasien
anak dengan asma.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Asma
Asma merupakan penyakit heterogen yang umumnya dicirikan dengan
adanya inflamasi kronis jalan napas yang ditegaskan lebih lanjut dengan adanya
riwayat gejala pernapasan seperti mengi, sesak napas, sesak dada, dan batuk yang
berbeda-beda intensitasnya serta terjadi dari waktu ke waktu, bersamaan dengan
variabel keterbatasan aliran udara ekspirasi (Global Initiative for Asthma, 2014).
Gejala dan keterbatasan aliran udara ini bersifat reversibel (Global Initiative for
Asthma, 2014; Kelly and Sorkness, 2008). Asma biasanya berhubungan dengan
hiperreaktivitas jalan napas terhadap rangsangan langsung maupun tak langsung
serta inflamasi kronis jalan napas (Kelly and Sorkness, 2008).
Faktor yang dapat mempengaruhi asma secara umum adalah faktor
host/inang dan faktor lingkungan (Global Initiative for Asthma, 2014). Faktor
inang yang mempengaruhi perkembangan asma meliputi genetik asma, alergi,
hiperresponsivitas jalan napas, obesitas, ras, dan jenis kelamin (Global Initiative
for Asthma, 2012; Graham and Gordon, 2008). Faktor lingkungan berupa alergen
yang berasal dari dalam maupun luar ruangan, infeksi, asap rokok, polusi udara,
dan diet turut mempengaruhi perkembangan asma (Global Initiative for Asthma,
2012; Graham and Gordon, 2008; Kelly and Sorkness, 2008).
Asma merupakan reaksi hipersensitivitas tipe I yang dicirikan dengan
adanya keterlibatan sel TH2 dan IgE (Bogaert, Tournoy, Naessens, and Grooten,
6
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
7
2009). Reaksi hipersensitivitas adalah adanya reaksi berlebih tubuh terhadap
antigen. Comb dan Gell membagi reaksi hipersensitivitas menjadi 4 tipe
(Janeway, 2001). Asma merupakan salah satu contoh manifestasi klinis reaksi
hipersensitivitas tipe 1 yang bersifat anafilaksis lokal, artinya reaksi hanya terjadi
pada jaringan atau organ spesifik dan umumnya diturunkan, disebut sebagai atopi.
Paparan alergen pertama kali akan menyebabkan aktivasi sel T H2 dan
menstimulasi sel B untuk memproduksi IgE. IgE akan membentuk ikatan dengan
reseptor Fc pada sel mast maupun basofil, yang disebut sensitisasi (Abbas,
Lichtman, and Pillai, 2007). Paparan alergen selanjutnya akan mengakibatkan
terjadinya crosslinking pada ikatan IgE yang akan mengaktivasi sel mast.
Degranulasi sel mast memicu pelepasan mediator dari sel mast yang
menyebabkan terjadinya kontraksi otot halus, peningkatan permeabilitas vaskuler,
dan vasodilatasi (Kindt, Osborne, and Goldsby, 2006).
. Gambar 1. Mekanisme umum reaksi hipersensitivitas tipe 1
(Abbas, Lichtman, and Pillai, 2007)
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
8
Patofisiologi asma secara umum dibagi menjadi 2, yaitu inflamasi dan
airway remodelling. Berdasarkan derajat inflamasinya, asma dibagi menjadi
inflamasi akut dan inflamasi kronis. Inflamasi akut terdiri dari reaksi asma tipe
cepat dan reaksi asma tipe lambat. Pada reaksi asma tipe cepat, alergen akan
terikat pada IgE yang menempel pada sel mast dan terjadi degranulasi sel mast.
Degranulasi tersebut mengeluarkan mediatorseperti histamin, protease, leukotrin,
prostaglandin, dan PAF (platelete activating factor) yang menyebabkan kontraksi
otot polos bronkus, sekresi mukus, dan vasodilatasi. Reaksi asma tipe lambat
timbul antara 6-9 jam setelah provokasi alergen dan melibatkan pengerahan serta
aktivasi eosinofil, sel T CD4+, neutrofil, dan makrofag. Pada inflamasi kronik
berbagai sel terlibat dan teraktivasi, antara lain limfosit T, eosinofil, makrofag, sel
mast, sel epitel, fibroblas dan otot polos bronkus (Kelly and Sorkness, 2008;
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003).
Gambar 2. Inflamasi dan remodeling pada asma
(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003)
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
9
Proses inflamasi pada asma akan menimbulkan kerusakan jaringan yang
secara fisiologis akan diikuti oleh proses penyembuhan yang menghasilkan
perbaikan dan pergantian sel-sel mati/rusak dengan sel-sel yang baru. Proses
penyembuhan tersebut melibatkan regenerasi jaringan yang rusak dengan jenis sel
parenkim yang sama dan pergantian jaringan yang rusak dengan jaringan
peyambung yang menghasilkan jaringan skar. Pada asma, kedua proses tersebut
berkontribusi dalam proses penyembuhan dan inflamasi yang kemudian akan
menghasilkan perubahan struktur yang mempunyai mekanisme sangat kompleks
dan banyak belum diketahui dikenal dengan airway remodeling. Mekanisme
tersebut sangat heterogen dengan proses yang sangat dinamis dari diferensiasi,
migrasi, maturasi, diferensiasi sel sebagaimana deposit jaringan penyambung
dengan diikuti oleh restitusi/pergantian atau perubahan struktur dan fungsi yang
dipahami sebagai fibrosis dan peningkatan otot polos dan kelenjar mukus
(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003).
Pada asma terdapat saling ketergantungan antara proses inflamasi dan
remodeling. Infiltrasi sel-sel inflamasi terlibat dalam proses remodeling, juga
komponen lainnya seperti matriks ekstraselular, membran retikular basal, matriks
interstisial, fibrogenic growth factor, protease dan inhibitornya, pembuluh darah,
otot polos, dan kelenjar mukus (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
10
Gambar 3. Ilustrasi kondisi patologis bronkus normal dibandingkan dengan
bronkus asma akibat inflamasi dan airway remodeling
(Kelly and Sorkness, 2008)
Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit, maupun
pola keterbatasan aliran udara. GINA membagi asma menjadi 4 klasifikasi yaitu
asma intermiten, asma persisten ringan, asma persisten sedang, dan asma persisten
berat. Berbeda dengan GINA, Pedoman Nasional Asma Anak (2003) membagi
asma menjadi 3 yaitu asma episodik ringan, asma episodik sedang, dan asma
persisten. Dasar pembagian atau klasifikasi asma pada anak adalah frekuensi
serangan, lamanya serangan, aktivitas diluar serangan dan beberapa pemeriksaan
penunjang (Supriyatno, 2005).
Pasien asma yang datang ke rumah sakit umumnya merupakan pasien
yang sedang mengalami eksaserbasi atau yang lebih umum disebut sebagai
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
11
serangan asma/asma akut. Berdasarkan tingkat keparahan serangannya, asma
diklasifikasikan sebagai berikut:
Tabel I. Klasifikasi asma menurut derajat serangan
(Global Initiative for Asthma, 2012)
Parameter
Klinis, Fungsi
Faal Paru,
Laboratorium
Sesak napas
Klasifikasi Asma
Ringan
Sedang
Berat
berjalan
berbicara
istirahat
bayi: tidak mau
makan/minum
Posisi
Bicara
Kesadaran
dapat berbaring
satu kalimat
mungkin gelisah
bayi: tangis pendek
dan lemah, sulit
makan
duduk
beberapa kata
biasanya gelisah
Sianosis
Mengi
tidak ada
sedang, sering
hanya pada akhir
ekspirasi
biasanya tidak
tidak ada
nyaring, sepanjang
ekspirasi  inspirasi
biasanya ya
ada
sangat nyaring,
terdengar tanpa
stetoskop
ya
dangkal, retraksi
interkostal
takipnea
sedang, ditambah
retraksi suprasternal
takipnea
dalam, ditambah
napas cuping hidung
takipnea
Penggunaan
otot batu
respiratorik
Retraksi
Frekuensi
napas
Frekuensi nadi
usia
< 2 bulan
2-12 bulan
1-5 tahun
6-8 tahun
normal
Pulsus
paradoxus
usia
2-12 bulan
1-5 tahun
6-8 tahun
tidak ada (< 10
mmHg)
FEV1
pra
bronkodilator
pasca
bronkodilator
SaO2%
PaO2
PaCO2
duduk membungkuk
kata demi kata
biasanya gelisah
Ancaman Henti
Napas
gelisah, kesdaran
menurun
nyata
sulit/tidak
terdengar
gerakan paradoktorako-abdominal
dangkal/hilang
bradipnea
pedoman nilai baku frekuensi napas pada anak sadar
frekuensi napas normal per menit
< 60
< 50
< 40
< 30
takikardi
takikardi
bradikardi
pedoman nilai baku frekuensi nadi pada anak
frekuensi nadi normal per menit
< 160
< 120
< 110
ada (10-20 mmHg)
ada (> 20 mmHg)
tidak ada, tanda
kelelahan otot
respiratorik
>60%
40-60%
>80%
60-80%
>95%
normal
< 45 mmHg
91-95%
>60 mmHg
< 45 mmHg
< 40%
< 60%, respon < 2
jam
≤ 90%
< 60 mmHg
>45 mmHg
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
12
B. Terapi Asma
Tujuan utama terapi asma adalah meningkatkan dan mempertahankan
kualitas hidup pasien asma sehingga pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari
tanpa adanya hambatan (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinis, 2007).
Sasaran terapi asma yaitu gejala asma, bronkokonstriksi, inflamasi
saluran napas, obstruksi jalan napas, serta frekuensi dan keparahan asma
(Bollmeier and Prosser, 2009; Jansen and Killian, 2006).
Terapi non farmakologi utama yang harus diberikan pada pasien asma
adalah edukasi disertai dengan melatih pasien untuk melakukan manajemen asma
(Global Initiative for Asthma, 2012; Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
2008). Pada umumnya terapi asma secara farmakologi dibagi menjadi 2 kategori
berdasarkan tujuan terapinya, yaitu:
1. Controller
medications,
yaitu
obat-obatan
yang
digunakan
untuk
pemeliharan. Obat pada kategori ini bekerja dengan mengurangi inflamasi
pada jalan napas, mengurangi gejala, serta mengurangi risiko terjadinya
serangan. Kortikosteroid inhalasi, metilsantin, agonis beta-2 kerja lama, dan
antihistamin generasi kedua merupakan contoh obat kategori ini.
2. Reliever medications, yaitu obat-obatan yang digunakan untuk meredakan
gejala, termasuk perburukan maupun serangan asma. Obat kategori ini juga
direkomendasikan untuk pencegahan bronkokonstriksi karena aktivitas fisik.
Contoh obat kategori ini antara lain agonis beta-2 kerja cepat, kortikosteroid
sistemik, antikolinergik, dan aminofilin.
(Global Initiative for Asthma, 2012, Persatuan Dokter Paru Indonesia, 2003).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
13
Penilaian awal
Riwayat dan pemeriksaan fisik
(auskultasi, otot bantu napas, denyut, frekuensi napas) dan bila mungkin faal paru (APE atau VEP1, saturasi O2), dan
pemeriksaan lain atas indikasi
Serangan Asma Sedang/Berat
Serangan Asma Ringan
Serangan Asma Mengancam Jiwa
Pengobatan Awal
 Oksigenasi dengan anul nasal
 Inhalasi agonis beta-2 kerja singkat (nebulisasi), setiap 20 menit dalam satu jam atau
agonis beta-2 injeksi (terbutalin 0,5 mL subkutan atau adrenalin 1/1000 0,3 mL
subkutan
 Kortikosteroid sistemik:
Serangan asma berat
Tidak ada respons segera dengan pengobatan bronkodilator
Dalam kortikosteroid oral
Penilaian ulang setelah 1 jam
Pemeriksaan fisik, saturasi O2, dan pemeriksaan lain atas indikasi
Respons baik
 Respons baik dan stabil
dalam 60 menit
 Pemeriksaan fisik normal
 APE > 70% prediksi/nilai
terbaik
Respons tidak sempurna
 Risiko tinggi distress
 Pemeriksaan fisik gejala
ringan-sedang
 APE >50% terapi < 70%
 Saturasi O2 tidak perbaikan
Respons buruk dalam 1 jam
 Risiko tinggi distress
 Pemeriksaan fisik berat, gelisah
dan kesadaran menurun
 APE < 30%
 PaCO2 <45 mmHg, PaO2<60mmHg

Pulang
 Pengobatan dilanjutkan
dengan inhalasi agonis
beta-2
 Membutuhkan
kortikosteroid oral
 Edukasi pasien
- Memakasi obat yang
benar
- Ikuti rencana
pengobatan selanjutnya
Dirawat di RS
 Inhalasi agonis beta-2 +
antikolinergik
 Kortikosteroid sistemik
 Aminofilin drip
 Terapi oksigen
pertimbangkan kanul nasal
atau masker venturi
 Pantau APE, saturasi O2,
nadi, kadar teofilin
Dirawat di ICU
 Inhalasi agonis beta-2 +
antikolinergik
 Kortikosteroid IV
 Pertimbangkan agonis beta-2
injeksi SC/IM/IV
 Aminofilin drip
 Mungkin perlu intubasi dan
ventilasi mekanik
Perbaikan
Pulang
Bila APE >60% prediksi/terbaik. Tetap
berikan pengobatan oral atau inhalasi
Tidak Perbaikan
Dirawat di ICU
Bila tidak perbaikan selama 6-12 jam
Gambar 4. Algoritma penatalaksanaan asma di rumah sakit
(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003)
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
14
Tatalaksana terhadap serangan dan perawatan asma di fasilitas pelayanan
kesehatan yaitu dengan terlebih dulu menilai tanda vital dan fisik pasien untuk
menentukan tingkat keparahan serangan sehingga dapat diberikan terapi yang
sesuai berdasarkan derajat serangannya (Global Initiative for Asthma, 2012;
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008; Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia, 2003).
C. Pasien Anak
Kesehatan anak merupakan aspek penting dalam kehidupan anak karena
mereka dapat mengembangkan dan mewujudkan potensi, memenuhi kebutuhan
mereka, dan mengembangkan kapasitas yang memungkinkan mereka untuk
berinteraksi dengan baik secara biologis, fisik, dan lingkungan sosial (National
Research Council and Institute of Medicine, 2004).
Pada pasien anak, fungsi fisiologis tubuh tidak sama dengan pasien dewasa
sehingga farmakokinetika obat pada kelompok pasien anak tidak dapat disamakan
dengan pasien dewasa. Kelompok pasien anak memerlukan penyesuaian dosis
supaya farmakokinetika obat berjalan baik dan diperoleh efek terapi yang
diharapkan (Food and Drug Administration, 1998).
D. Drug Related Problems
Drug related problems (DRPs) adalah kejadian yang tidak diharapkan
terjadi pada pasien dalam proses terapi dengan menggunakan obat yang secara
aktual
maupun
potensial
menghambat
hasil
terapi
yang
diinginkan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
15
(Pharmaceutical Care Network Europe, 2010; Cipolle, et al., 2004). DRP aktual
adalah masalah yang terjadi berkaitan dengan terapi obat yang sedang diberikan
pada pasien, sedangkan DRP potensial adalah masalah yang diperkirakan akan
terjadi berkaitan dengan terapi obat yang sedang digunakan pasien (Cipolle, et al.,
2004).
DRPs dibagi menjadi beberapa kategori yang disebabkan oleh beberapa
hal yaitu sebagai berikut:
a. Obat tidak dibutuhkan dapat disebabkan oleh tidak adanya indikasi medis
yang sesuai dengan obat yang diberikan, menggunakan terapi polifarmasi
yang seharusnya bisa menggunakan terapi tunggal, kondisi yang lebih
cocok mendapat terapi non farmakologi, terapi efek samping yang dapat
diganti dengan obat lain, penyalahgunaan obat.
b. Membutuhkan terapi obat tambahan dapat disebabkan oleh munculnya
kondisi baru selain penyakit utama yang membutuhkan terapi, diperlukan
terapi obat yang bersifat preventif untuk mencegah risiko perkembangan
keparahan kondisi, kondisi medis yang membutuhkan kombinasi obat
untuk memperoleh efek sinergis maupun efek tambahan.
c. Obat kurang efektif disebabkan oleh kondisi medis sukar disembuhkan
dengan obat tersebut, bentuk sediaan obat tidak sesuai, kondisi medis yang
tidak dapat disembuhkan dengan obat yang diberikan, dan produk obat
yang diberikan bukan yang paling efektif untuk mengatasi indikasi
penyakit.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
16
d. Dosis kurang umumnya disebabkan karena dosis terlalu rendah untuk
dapat menimbulkan respon yang diharapkan, interval pemberian kurang
untuk menimbulkan respon yang diinginkan, durasi terapi obat terlalu
pendek untuk dapat menghasilkan respon, serta interaksi obat yang dapat
mengurangi jumlah obat yang tersedia dalam bentuk aktif.
e. Efek samping obat dapat disebabkan karena obat menimbulkan efek yang
tidak diinginkan tetapi tidak ada hubungannya dengan dosis, interaksi obat
yang menyebabkan reaksi yang tidak diharapkan tetapi tidak ada
hubungannya dengan dosis, ada obat lain yang lebih aman ditinjau dari
faktor risikonya, regimen dosis yang telah diberikan atau diubah terlalu
cepat, obat yang diberikan menyebabkan alergi, dan obat yang diberikan
dikontraindikasikan karena faktor risikonya.
f. Dosis berlebih disebabkan oleh dosis obat yang diberikan terlalu tinggi,
dosis obat dinaikkan terlalu cepat, frekuensi pemberian obat terlalu
pendek, durasi terapi pengobatan terlalu panjang, serta interaksi obat yang
menyebabkan terjadinya reaksi toksisitas.
g. Ketidakpatuhan pasien umumnya disebabkan karena pasien tidak
memahami aturan pemakaian, pasien lebih suka tidak menggunakan obat,
pasien lupa untuk menggunakan obat, obat terlalu mahal bagi pasien,
pasien tidak dapat menelan obat atau menggunakan obat sendiri secara
tepat, dan obat tidak tersedia bagi pasien.
(Cipolle, et al., 2004).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
17
E. Keterangan Empiris
Penelitian ini diharapkan memberikan informasi mengenai DRPs pada
pengobatan pasien asma anak di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang
periode Juli-Desember 2013.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian mengenai Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada
pasien asma anak di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang periode
Juli-Desember 2013 merupakan penelitian observasional deskriptif dengan
rancangan case series dan pengambilan data yang bersifat retrospektif.
Penelitian ini termasuk dalam penelitian observasional karena dilakukan
penggalian informasi secara sederhana melalui sumber data yang telah tersedia
yaitu rekam medis pasien (World Health Organization, 2001). Penelitian
deskriptif dilakukan dengan pengumpulan, analisis, dan interpretasi data, serta
tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis (Arikunto, 2006; World Health
Organization, 2001). Case series merupakan kumpulan dari kasus yang sama
dengan suatu kondisi dalam periode waktu tertentu yang kemudian dievaluasi dan
dideskripsikan hasil klinisnya (Strom and Kimmel, 2006). Penelitian ini dilakukan
dengan data retrospektif karena data diperoleh melalui penelusuran dokumen
terdahulu, yaitu lembar rekam medis pasien anak dengan asma.
B. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah pola peresepan dan DRPs pada
pasien anak dengan diagnosis asma.
18
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
19
C. Definisi Operasional
1.
Pola pengobatan merupakan terapi farmakologis yang diterima subjek
penelitian selama dirawat di instalasi rawat inap anak RS RK Charitas
Palembang periode Juli-Desember 2013 meliputi jenis obat dan rute
penggunaan obat.
2.
DRPs yang dikaji pada penelitian ini meliputi 6 kategori, yaitu obat tidak
dibutuhkan, membutuhkan obat tambahan, obat kurang efektif, dosis kurang,
dosis berlebih, dan efek samping obat.
3.
DRPs yang ditemui dikelompokkan berdasarkan jenisnya yaitu aktual dan
potensial. DRPs aktual merupakan masalah yang terjadi selama terapi
pengobatan yang diterima pasien yang dilihat dari data-data yang tertera pada
rekam medis. DRPs potensial merupakan masalah yang dimungkinkan terjadi
selama terapi pengobatan yang diterima pasien yang dapat diketahui dari
berbagai literatur penunjang berkaitan dengan pengobatan yang diterima
pasien.
4.
Evaluasi DRPs adalah penilaian mengenai permasalahan yang timbul selama
penggunaan obat pada pasien anak dengan diagnosis asma di Instalasi Rawat
Inap RS RK Charitas Palembang periode Juli-Desember 2013 dengan
menggunakan metode SOAP (subjective, objective, assessment, plan)
menggunakan acuan Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia
(Ikatan
Dokter
Anak
Indonesia,
2009),
Pedoman
Diagnosis
dan
Penatalaksanaan Asma di Indonesia (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia,
2003),
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
20
1023/MENKES/SK/XI/2008 (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
2008), Global Strategy for Asthma Management and Prevention (Global
Initiative for Asthma, 2012), Pocket Book of Hospital Care for Children
(World Health Organization 2013), Guidelines for the Diagnosis and
Management of Asthma (National Asthma Education and Preventive Program,
2007), British Guideline on the Management of Asthma (British Thoracic
Society, 2012). Acuan utama yang digunakan sebagai dasar evaluasi pada
penelitian ini adalah acuan lokal (Indonesia) yang kemudian disesuaikan lebih
lanjut dengan acuan internasional/global.
Metode SOAP merupakan suatu strategi dalam analisis catatan medis
berdasarkan masalah kesehatan pasien. Metode ini terdiri dari 4 elemen, yaitu:
subjective (S): berisi informasi subjektif dalam rekam medis; objective (O):
berisi data yang dimasukkan ke dalam catatan kesehatan seperti beberapa hasil
tes, prosedur dan evaluasi; data ini dapat berupa tanda vital, temuan
pemeriksaan fisik, hasil X-ray, ECG, dan lain-lain; obat juga termasuk dalam
informasi objektif; assessment (A): mengacu pada informasi subjektif dan
objektif yang harus digunakan untuk mengembangkan rencana terapi; plan (P):
mencakup semua rekomendasi selama analisis, menetapkan perubahan obat
dan strategi yang dipilih, tujuan yang akan dicapai dan parameter yang harus
dipantau (Becerra, Martinez, Bohorquez, Guevara, and Ramirez, 2012). Pada
penelitian ini bagian plan diganti menjadi recommendation karena penelitian
ini menggunakan pendekatan secara retrospektif sehingga analisis yang
dilakukan bertujuan untuk memberikan rekomendasi atas masalah yang terjadi.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
21
D. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah kasus pasien anak dengan diagnosis asma di
Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang periode Juli-Desember 2013.
Kriteria inklusi penelitian ini yaitu kasus dengan usia pasien ≤ 12 tahun dengan
diagnosis asma yang menjalani perawatan di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas
Palembang periode Juli-Desember 2013 dan menerima terapi farmakologis.
Kriteria eksklusi dari penelitian ini yaitu kasus pasien asma anak dengan penyakit
penyerta, seperti TB paru, bronkitis, dan pneumonia, serta rekam medis pasien
asma anak rawat inap yang kurang lengkap dan sulit terbaca.
E. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar rekam medis
rawat inap pasien anak dengan diagnosis asma di RS RK Charitas Palembang
periode Juli-Desember 2013.
F. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah form yang
digunakan saat proses pengambilan data dari lembar rekam medis pasien anak
dengan asma yang dirawat inap di RS RK Charitas Palembang periode JuliDesember 2013. Form ini memuat informasi subjektif dan objektif selama pasien
menjalani rawat inap.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
22
G. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan pada tanggal 8 sampai 18 Juli 2014 di Bagian
Rekam Medis RS RK Charitas Palembang Jalan Jendral Sudirman No. 1054
Palembang, Sumatera Selatan.
H. Tata Cara Penelitian
1. Persiapan
Pada tahap ini dilakukan survei jumlah pasien asma anak yang menjalani
rawat inap di RS RK Charitas Palembang pada tahun 2013 kemudian dilakukan
pengurusan izin untuk melakukan penelitian di RS RK Charitas Palembang.
2. Analisis Situasi
Pada tahap ini dilakukan pemastian apakah data yang diambil telah
memadai untuk dilakukan evaluasi. Hal ini dilakukan dengan menggunakan data
yang diambil dari beberapa kasus kemudian dilakukan evaluasi atas data tersebut.
3. Pengumpulan Data
a. Penelusuran data
Proses ini dilakukan dengan melihat print out dari bagian rekam medis
RS RK Charitas Palembang yang selanjutnya dilakukan penelusuran berdasarkan
nomor rekam medis pasien asma anak periode Juli-Desember 2013. Berdasarkan
hasil print out dari bagian rekam medis, terdapat 37 rekam medis asma pada
pasien anak, namun hanya ditemukan 33 lembar rekam medis. Dari 33 rekam
medis asma anak yang ada, 25 kasus memenuhi kriteria inklusi sementara sisanya
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
23
merupakan kasus asma dengan penyakit penyerta lainnya maupun rekam medis
dengan data kurang lengkap.
Gambar 5. Skema pemilihan subjek penelitian
di RS RK Charitas Palembang
b. Pengambilan data
Proses ini dilakukan dengan menyalin data yang ada di lembar rekam
medis pasien asma anak rawat inap di RS RK Charitas Palembang periode JuliDesember 2013 meliputi identitas pasien, diagnosis, keluhan utama, tanggal
rawat, riwayat penyakit dan penggunaan obat, status keluar, hasil pemeriksaan,
catatan keperawatan dan perkembangan pasien, serta terapi farmakologis yang
diberikan pada pasien. Informasi mengenai terapi farmakologis dalam penelitian
ini disajikan dalam nama generik.
4. Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam
bentuk diagram dan tabel.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
24
I. Tata Cara Analisis Hasil
1. Karakteristik pasien
a. Distribusi pasien anak berdasarkan kelompok umur dibagi menjadi 3
kelompok, yaitu infant (< 1 tahun), balita (1-5 tahun) dan anak-anak (6-12
tahun) dengan menghitung jumlah kasus pada setiap kelompok umur per
jumlah keseluruhan kasus yang dianalisis dikali 100%.
b. Distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin dibagi menjadi 2 kelompok,
yaitu laki-laki dan perempuan, dengan menghitung jumlah kasus pada setiap
kelompok jenis kelamin per jumlah keseluruhan kasus yang dianalisis dikali
100%.
2. Pola pengobatan
a. Persentase jenis obat yang diberikan pada pengobatan asma diperoleh
dengan menghitung jumlah kasus yang mendapat jenis obat tertentu per
jumlah keseluruhan kasus yang dianalisis dikali 100%.
Penggunaan obat pada pasien dikelompokkan menurut kelas terapi
berdasarkan MIMS Indonesia.
b. Persentase rute pemberian obat yang diberikan pada pengobatan asma
diperoleh dengan menghitung jumlah kasus yang mendapat rute obat
tertentu per jumlah keseluruhan kasus yang dianalisis dikali 100%. Adapun
rute pemberian obat dibagi menjadi 2, yaitu enteral dan parenteral.
3. Evaluasi DRPs dilakukan dengan menggunakan metode SOAP. Bagian
subjective (S) berisi informasi jenis kelamin, usia, diagnosis, keluhan utama,
status alergi, riwayat penyakit dan penggunaan obat, tanggal rawat, serta status
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
keluar.
Bagian
objective
(O)
memaparkan
data
pemeriksaan
25
fisik,
laboratorium, tanda vital dan tata laksana obat yang diberikan pada pasien
selama perawatan. Bagian assessment (A) menjabarkan penilaian adanya DRPs
pada pasien, kemudian rekomendasi selanjutnya dijelaskan di bagian plan
(P)/recommendation.
4. DRPs dirangkum dengan mengelompokkan kasus ke dalam enam kategori
(obat tidak dibutuhkan, membutuhkan obat tambahan, dosis kurang, dosis
berlebih, obat kurang efektif, dan efek samping obat) yang kemudian dihitung
persentase temuan DRPs dengan menghitung jumlah kasus pada setiap kategori
DRPs per jumlah keseluruhan kasus DRP dikali 100%.
J. Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan penelitian ini adalah evaluasi DRPs yang dilakukan hanya
berdasarkan data yang tertera di lembar rekam medis karena tidak dilakukan
konfirmasi ke dokter penulis resep, perawat, maupun apoteker setempat. Pada
penelitian retrospektif, perkembangan dan kondisi pasien sebenarnya yang
berkaitan dengan analisis DRPs tidak dapat diamati lebih lanjut. Konfirmasi ke
dokter, perawat, maupun apoteker tidak dapat dilakukan karena sulit mendapatkan
akses untuk melakukan konfirmasi. Tidak adanya konfirmasi ke tenaga kesehatan
ini menyebabkan analisis DRPs terbatas pada data yang tertera dalam lembar
rekam medis saja tanpa mengetahui alasan maupun tujuan pemilihan terapi oleh
tenaga kesehatan lain tersebut. Analisis DRPs sebaiknya dilakukan dengan
menggunakan konfirmasi kepada tenaga kesehatan lain agar tidak terjadi
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
26
perbedaan pandangan dalam penilaian DRPs. Keterbatasan lain yaitu kesulitan
dalam membaca rekam medis yang disebabkan oleh tulisan yang kurang jelas
terbaca dan adanya rekam medis yang kurang lengkap mencantumkan informasi
yang dibutuhkan peneliti.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Pasien
1. Distribusi pasien berdasarkan usia
Pasien asma anak yang diteliti dikelompokkan menjadi infant (< 1 tahun),
balita (1-5 tahun), dan anak (6-12 tahun). Distribusi pasien asma anak berdasarkan
kategori usia dapat dilihat pada Gambar 6.
20%
16%
Infant (< 1 tahun)
Balita (1-5 tahun)
Anak (6-12 tahun)
64%
Gambar 6. Distribusi pasien berdasarkan usia pada pasien anak dengan
asma di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang
periode Juli-Desember 2013 (n=25)
Gambar 6 menunjukkan bahwa pasien anak yang dirawat inap didominasi
oleh pasien usia 1-5 tahun sebanyak 64%, diikuti dengan 20% anak usia 6-12
tahun, dan 16% kelompok pasien usia < 1 tahun. Pada dasarnya asma dapat
menyerang berbagai usia, namun secara prinsip asma merupakan penyakit
pediatrik. Pada umumnya asma terjadi pada 5 tahun awal kehidupan dan 50%
27
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
28
anak memiliki gejala asma sejak usia 2 tahun (Kelly and Sorkness, 2008). Pada
usia dini, asma dapat disebabkan oleh atopi maupun adanya infeksi virus (Global
Initiative for Asthma, 2014).
2. Distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin
40%
Laki-Laki
60%
Perempuan
Gambar 7. Distribusi pasien anak dengan asmaberdasarkan jenis kelamin
pada pasien asma anak di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang
periode Juli-Desember 2013 (n=25)
Distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin menunjukkan ada 60% pasien
anak laki-laki dan 40% pasien anak perempuan yang dapat dilihat pada gambar 7.
Onset terjadinya asma lebih cepat pada laki-laki daripada perempuan (Global
Initiative for Asthma, 2014). Anak laki-laki dengan usia kurang dari 10 tahun
lebih banyak terserang asma daripada pada perempuan, selama masa remaja
tingkat kejadiannya hampir sama, dan pada usia lanjut kejadian ini akan lebih
tinggi pada wanita (American Lung Association, 2006).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
29
B. Pola Pengobatan
1. Jenis Obat
Gambaran umum distribusi penggunaan obat pada pasien asma rawat inap
berdasarkan kelas terapi menurut MIMS Indonesia disajikan pada Tabel II.
Penggunaan obat terbanyak adalah kelas terapi obat yang bekerja pada sistem
pernapasan, vitamin dan mineral, dan kortikosteroid.
Tabel II. Profil penggunan obat pada pasien anak dengan asma di Instalasi
Rawat Inap RS RK Charitas Palembang periode Juli-Desember 2013
Jumlah Kasus
Persentase
Kelas Terapi
(n=25)
(%)
Sistem pernapasan
25
100
Kortikosteroid
25
100
Vitamin dan mineral
25
100
Antiinfeksi
20
80
Sistem saraf pusat
5
20
Alergi dan sistem imun
2
8
Sistem gastrointestinal dan hepatobilier
3
12
a. Sistem pernapasan
Obat
saluran
pernapasan
merupakan
terapi
utama
dalam
pengobatan pasien asma anak dengan indikasi untuk meredakan gejala
maupun gangguan pada saluran pernapasan (Handayani, 2010). Obat yang
bekerja pada sistem pernapasan yang digunakan pada penelitian ini yaitu
golongan preparat antiasma dan PPOK serta obat batuk dan pilek. Preparat
antiasma dan PPOK yang digunakan dalam penelitian ini adalah
salbutamol, teofilin, aminofilin, kombinasi salbutamol dan ipratropium
bromida serta kombinasi salbutamol dan guaifenesin. Salbutamol
merupakan beta-2 adrenergik kerja cepat yang berfungsi sebagai
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
30
bronkodilator yang dapat memperbaiki jalan napas sehingga gejala sesak
napas dapat berkurang (Kelly and Sorkness, 2008; Perhimpunan Dokter
Paru Indonesia, 2003). Mekanisme kerja beta-2 agonis yaitu relaksasi otot
polos saluran napas, meningkatkan mucociliary clearance, menurunkan
permeabilitas pembuluh darah, dan memodulasi pelepasan mediator dari
sel mast (Persatuan Dokter Paru Indonesia, 2003).
Aminofilin dan teofilin juga dapat berfungsi sebagai bronkodilator.
Aminofilin intravena dapat digunakan pada tata laksana serangan asma
berat dengan memperhatikan dosis awal dan dosis rumatan (Ikatan Dokter
Anak Indonesia, 2009). Konsentrasi teofilin dalam darah harus
diperhitungkan untuk menghindari toksisitas akibat penggunaan teofilin
dan garamnya (aminofilin) karena kedua obat ini memiliki indeks terapi
yang sempit. Toksisitas akibat penggunaan obat ini dapat dihindari dengan
pemberian dosis yang tepat dan pemantauan kadar teofilin darah.
Antikolinergik merupakan bronkodilator yang efektif walaupun
tidak seefektif beta-2 adrenergik kerja cepat. Mekanisme dari obat
antikolinergik adalah menghambat secara kompetitif pada reseptor
muskarinik
M3
sehingga
menimbulkan
efek
bronkodilatasi
dan
pengurangan volume sputum (Balsamo, Lanata, and Egan, 2010; Kelly
and Sorkness, 2008). Bronkodilator juga dapat meningkatkan cough
clearance melalui peningkatan aliran udara ekspirasi (Balsamo, Lanata,
and Egan, 2010). Antikolinergik yang digunakan dalam penelitian ini
adalah ipratoprium bromida.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
31
Guaifenesin
umumnya
digunakan
sebagai
ekspektoran.
Guaifenesin menunjukkan manfaat dalam terapi hipersekresi mukus
melalui penurunan sekresi mucin dan peningkatan mucociliary clearance
(Seagrave, Albrecht, Hill, Rogers, and Salomon, 2012). Guaifenesin dapat
menurunkan kekentalan mukus (Balsamo, Lanata, and Egan, 2010).
Obat yang termasuk golongan obat batuk dan pilek menurut MIMS
Indonesia yang digunakan dalam penelitian ini adalah ambroksol HCl,
bromheksin HCl, serta erdostein. Ambroksol dapat menstimulasi produksi
surfaktan yang menyebabkan terjadinya penurunan adesifitas mukus
(Balsamo, Lanata, and Egan, 2010). Erdostein memiliki potensi dapat
modulasi produksi mukus dan meningkatkan mucociliiary clearance
(Balsamo, Lanata, and Egan, 2010). Gambaran penggunaan obat yang
bekerja pada sistem pernapasan dapat dilihat pada Tabel III.
Tabel III. Penggunaan obat yang bekerja pada sistem pernapasan pada
pasien asma anak di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang
periode Juli-Desember 2013
Jumlah Kasus Persentase
Golongan
Jenis Obat
(n=25)
(%)
Preparat
Salbutamol
22
88
antiasma dan Teofilin
6
24
PPOK
Aminofilin
8
32
Kombinasi Salbutamol
5
20
dan Ipratropium Bromida
Kombinasi Salbutamol
7
28
dan Guaifenesin
Obat batuk
Ambroksol HCl
7
28
dan pilek
Erdostein
3
12
Bromheksin HCl
2
8
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
32
b. Kortikosteroid
Kortikosteroid digunakan untuk mengurangi peradangan pada jalan
napas. Obat golongan kortikosteroid umumnya diberikan saat pasien tidak
menunjukkan perkembangan setelah pemberian beta-2 adrenergik kerja
cepat saat serangan (Global Initiative for Asthma, 2014). Kortikosteroid
merupakan agen antiinflamasi yang paling efektif dalam pengobatan asma.
Kerja kortikosteroid dalam pengobatan asma antara lain dengan
meningkatkan jumlah reseptor beta-2 adrenergik dan meningkatkan
sensitivitas reseptor terhadap stimulasi beta-2 adrenergik, mengurangi
produksi dan hipersekresi mukus, mengurangi hipersensitivitas bronkus,
dan mengurangi edema jalan napas (Kelly and Sorkness, 2008).
Kortikosteroid sistemik diindikasikan untuk semua pasien asma akut parah
yang tidak mengalami perbaikan setelah pemberian inhalasi beta-2
adrenergik, penggunaannya dapat dikombinasikan dengan bronkodilator
lain (Kelly and Sorkness, 2008; Persatuan Dokter Paru Indonesia, 2003).
Kortikosteroid yang paling banyak digunakan dalam penelitian ini
adalah deksametason. Deksametason merupakan analog glukokortikoid
yang memiliki efek antiinflamasi dan imunosupresif yang poten dengan
efek samping penggunaan jangka panjang berupa obesitas, moon face, dan
osteroporosis
(Nugroho,
2011).
Gambaran
penggunaan
kortikosteroid pada penelitian ini disajikan dalam tabel IV.
obat
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
33
Tabel IV. Penggunaan kortikosteroid pada pasien asma anak di Instalasi
Rawat Inap RS RK Charitas Palembang periode Juli-Desember 2013
Jumlah Kasus Persentase
Golongan
Jenis Obat
(n=25)
(%)
Kortikosteroid
Deksametason
24
96
Metilprednisolon
3
12
Flutikason
3
12
Budenosid
2
8
Prednison
1
4
Triamsinolon
1
4
c. Vitamin dan mineral
Penggunaan vitamin dan mineral pada penelitian ini adalah 100%
dari total kasus yang diteliti. Elektrolit dan mineral yang diberikan secara
intravena banyak digunakan pada pasien asma anak karena bertujuan
untuk mencegah dehidrasi pada pasien, sementara multivitamin berfungsi
untuk pemeliharaan kondisi tubuh pasien. Distribusi penggunaan obat
vitamin dan mineral dapat dilihat pada Tabel V.
Tabel V. Penggunaan vitamin dan mineral pada pasien anak dengan asma di
Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang
periode Juli-Desember 2013
Jumlah Kasus Persentase
Golongan
Jenis Obat
(n=25)
(%)
®
Elektrolit dan mineral
KAEN 1B
20
80
®
RL
5
20
®
KAEN 3A
1
4
®
Proza
Multivitamin
1
4
®
Vitamin dan mineral pediatrik Biostrum
1
4
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
34
d. Antiinfeksi
Obat yang digunakan untuk pengobatan infeksi digunakan
sebanyak 76% pada total kasus yang diteliti. Obat yang digunakan untuk
pengobatan infeksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah antibiotik.
Penggunaan antibiotik umumnya ditujukan untuk mencegah maupun
mengatasi infeksi oleh mikroorganisme. Penggunaan antibiotik pada
pasien asma anak tidak disarankan jika anak tidak mengalami demam
(Global Initiative for Asthma, 2014; World Health Organization, 2013).
Distribusi penggunaan obat antiinfeksi pada penelitian ini dapat dilihat
pada Tabel VI.
Tabel VI. Penggunaan obat antiinfeksi pada pasien anak dengan asma di
Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang
periode Juli-Desember 2013
Jumlah Kasus
Persentase
Golongan
Jenis Obat
(n=25)
(%)
Penisilin
Amoxicillin
1
4
Sefalosporin
Ceftriaxon
6
24
Ceftazidim
2
8
Aminoglikosida
Gentamisin
8
32
Amikasin
1
4
Makrolida
Azitromisin
1
4
Spiramisin
3
12
Kloramfenikol
Tiamfenikol
1
4
e. Sistem saraf pusat
Penggunaan obat sistem saraf pusat adalah sebanyak 20% pada
kasus dalam penelitian ini. Obat yang digunakan adalah parasetamol yang
merupakan analgesik dan antipiretik. Parasetamol merupakan analgesik
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
35
dan antipiretik yang memiliki potensi yang mirip dengan NSAID, namun
tidak memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi (Jozwiak-Bebenista and
Nowak, 2014).
f. Alergi dan sistem imun
Antihistamin bekerja dengan menghambat aksi histamin pada
reseptor histamin (Nugroho, 2011). Obat golongan antihistamin yang
digunakan dalam penelitian ini adalah cetirizin HCl yang umum
digunakan pada pengobatan asma alergi (Nugroho, 2011) dan triprolidin
yang
keduanya
merupakan
H-1
blocker.
Triprolidin
merupakan
antihistamin H-1 generasi pertama, sementara cetirizin merupakan
generasi kedua. Antihistamin generasi pertama sebaiknya tidak digunakan
pada pasien asma karena memiliki aksi antimuskarinik yang dapat
menyebabkan efek mulut kering dan penggunaan obat ini dalam jangka
panjang juga dapat meningkatkan gejala penyempitan bronkus (Scoor,
2012; Balsamo, Lanata, and Egan, 2010; Camelo-Nunes, 2006). Distribusi
penggunaan obat alergi dan sistem imun dapat dilihat pada tabel VII.
Tabel VII. Penggunaan obat alergi dan sistem imun pada pasien anak
dengan asma di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang
periode Juli-Desember 2013
Jumlah Kasus Persentase
Golongan
Jenis Obat
(n=25)
(%)
Triprolidin
1
4
Antihistamin dan antialergi
Cetirizin HCl
1
4
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
36
g. Sistem gastrointestinal dan hepatobilier
Obat sistem gastrointestinal dan hepatobilier digunakan sebanyak
12% pada kasus dalam penelitian ini. Obat yang digunakan yaitu ranitidin
yang termasuk dalam kelompok obat antasida, obat antirefluks dan
ulserasi. Ranitidin merupakan H-2 blocker yang bekerja dengan
menghambat aksi histamin pada reseptor histamin H-2 pada sel parietal
mukosa lambung (Nugroho, 2011). Umumnya obat golongan ini
digunakan
untuk
pengobatan
pada
tukak
peptik
dan
refluks
gastrointestinal. L-Bio® merupakan digestan yang diindikasikan untuk
memelihara kesehatan fungsi saluran pencernaan. Distribusi penggunaan
obat sistem gastrointestinal dan hepatobilier dapat dilihat pada tabel VIII.
Tabel VIII. Penggunaan obat sistem gastrointestinal dan hepatobilier pada
pasien anak dengan asma di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas
Palembang periode Juli-Desember 2013
Jumlah Kasus Persentase
Golongan
Jenis Obat
(n=25)
(%)
Antasida, obat antirefluks,
Ranitidin
2
8
dan ulserasi
Digestan
L-Bio®
1
4
2. Rute Pemberian Obat
Gambaran umum penggunaan obat berdasarkan rute pemberian dapat
dilihat pada tabel IX. Seluruh kasus dalam penelitian ini menggunakan obat
dengan rute pemberian enteral maupun parenteral. Obat yang diberikan secara
enteral yang diberikan dalam penelitian ini umumnya adalah obat yang bersifat
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
37
sebagai controller maupun obat untuk mengurangi gejala asma yang diberikan
secara per oral. Obat parenteral digunakan karena kondisi pasien yang umumnya
dirawat inap karena serangan asma sehingga pemberian oral sulit dilakukan. Obat
parenteral diberikan karena dapat memberikan efek yang cepat. Rute parenteral
intravena diberikan untuk merehidrasi pasien sehingga kebutuhan cairan pasien
tercukupi. Obat diberikan secara inhalasi dengan tujuan agar lebih efektif untuk
dapat mencapai konsentrasi tinggi di jalan napas, efek sistemik minimal atau
dihindarkan, dan ada beberapa obat hanya dapat diberikan melalui inhalasi karena
tidak terabsorpsi pada pemberian oral (Persatuan Dokter Paru Indonesia, 2003).
Obat dengan rute inhalasi pada penelitian ini diberikan melalui nebulisasi.
Tabel IX. Penggunaan obat berdasarkan rute pemberian pada pasien anak
dengan asma di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang
periode Juli-Desember 2013
Jumlah Kasus
Persentase
Rute Pemberian
(n=25)
(%)
Enteral
25
100
Parenteral
25
100
C. Evaluasi Drug Related Problems (DRPs)
Identifikasi Drug Related Problems pada penelitian ini dilakukan dengan
mengevaluasi permasalahan yang timbul berkaitan dengan penggunaan obat pada
pasien asma anak di instalasi rawat inap RS RK Charitas Palembang periode JuliDesember 2013. Kasus yang dievaluasi kemudian dimasukkan dalam kategori
DRPs yaitu butuh tambahan obat, obat tidak dibutuhkan, obat kurang efektif,
dosis kurang, efek samping obat, dan dosis berlebih.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
38
Analisis DRPs dilakukan dengan menggunakan data penggunaan obat dan
catatan keperawatan pasien. DRPs yang didapati pada 25 kasus yang masuk dalam
kriteria inklusi penelitian ini yaitu 100% efek samping obat, 56% dosis kurang,
28% obat tidak dibutuhkan, 16% dosis berlebih, dan 4% membutuhkan obat
tambahan. Pada umumnya 1 kasus memiliki lebih dari 1 kejadian DRPs. Tabel X
berikut menyajikan gambaran DRPs yang ditemui pada pasien asma anak.
Tabel X. Gambaran DRPs pada pasien anak dengan asma di instalasi rawat
inap RS RK Charitas Palembang periode Juli-Desember 2013
No
1
2
Nomor Kasus
Jumlah Kasus
(seperti lampiran)
(n=25)
semua kasus
25
2, 4, 5, 6. 7, 9, 11, 12,13,14,
14
15, 18, 19, 21
7
5, 10, 15, 16,17, 24, 25
Jenis DRPs
Efek samping obat
Dosis kurang
3
Persentase
(%)
100
56
Obat tidak
28
dibutuhkan
4
Dosis berlebih
5, 6, 16, 18
4
16
5
Membutuhkan obat
1
4
25
tambahan
6
Obat kurang efektif
0
0
Catatan: Penilaian DRPs ini berdasarkan data yang tercantum di lembar rekam medis
yang tidak dikonfirmasi dengan dokter penulis resep maupun perawat yang merawat
pasien. Pembahasan lebih mendalam tiap kasus dapat dilihat di Lampiran
1.
Efek Samping Obat
Efek samping obat dapat disebabkan karena obat menimbulkan efek
yang tidak diinginkan tetapi tidak ada hubungannya dengan dosis, interaksi
obat yang menyebabkan reaksi yang tidak diharapkan tetapi tidak ada
hubungannya dengan dosis, ada obat lain yang lebih aman ditinjau dari faktor
risikonya, regimen dosis yang telah diberikan atau diubah terlalu cepat, obat
yang
diberikan
menyebabkan
alergi,
dan
obat
yang
diberikan
dikontraindikasikan karena faktor risikonya. Pada penelitian ini semua kasus
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
39
(100%) mengalami DRPs kategori efek samping obat yang
disebabkan
karena adanya interaksi obat dan pemberian obat yang berisiko menyebabkan
perburukan.
Pada semua kasus DRPs yang dievaluasi ditemui interaksi antara
kortikosteroid dan salbutamol yang bersifat potensial. Kombinasi antara
kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter,
2010). Penggunaan salbutamol tunggal dapat menyebabkan hipokalemia dan
dapat meningkatkan risiko ini karena adanya obat yang mendeplesi kalium
seperti kortikosteroid. Kombinasi kedua jenis obat ini memerlukan
pemantauan khususnya dalam kadar kalium dalam serum. Kombinasi antara
β2 agonis dan kortikosteroid dalam manajemen asma umumnya bersifat
menguntungkan (Baxter, 2010).
Pada kasus 2, 5, 7, 8, 9, 11, 13, 14, 16, 18, 21, dan 25 ditemui
interaksi obat pada kombinasi antara kortikosteroid dan teofilin serta teofilin
dan salbutamol yang dapat menyebabkan hipokalemia dan takikardi (Baxter,
2010). Jenis DRPs yang ditemui adalah potensial. Hipokalemia merupakan
kondisi kadar kalium dalam serum < 3,5 mEq/L. Hipokalemia dicirikan
dengan adanya perubahan pada fungsi otot dan kardiovaskuler karena adanya
hiperpolarisasi membran dan gangguan kontraksi otot (Daly and Farrington,
2013). Depresi pernapasan karena gangguan parah pada otot skeletal dapat
terjadi karena deplesi kalium parah (Schaefer and Wolford, 2005).
Teofilin dan kortikosteroid memainkan peranan penting dalam
manajemen asma dan penggunaannya secara bersamaan umum dilakukan dan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
40
memberikan keuntungan. Kedua obat ini dapat menyebabkan hipokalemia
yang mungkin bersifat aditif. Pada pemakaian kedua obat ini perlu
dipertimbangkan pemantauan berdasarkan tingkat keparahan pasien dan
jumlah obat yang dapat menyebabkan deplesi kalium yang digunakan oleh
pasien (Baxter, 2010).
Penggunaan secara bersamaan antara salbutamol dan teofilin
merupakan pilihan yang cukup baik dalam manajemen asma, namun terdapat
potensiasi terjadinya efek samping. Komplikasi yang paling serius yang
ditimbulkan adalah hipokalemia dan takikardia (Baxter, 2010). Pemantauan
kadar kalium juga diperlukan pada penggunaan kombinasi obat ini.
Pada kasus 6, 7, 12, 19, 21 dan 22 ditemui DRPs kategori efek
samping obat yang bersifat potensial akibat pemberian mukolitik yang dapat
memperburuk obstruksi jalan napas dan batuk, khususnya pada asma parah
(Global Initiative for Asthma, 2011; Persatuan Dokter Paru Indonesia, 2003).
Mukolitik pada umumnya digunakan sebagai pengencer dahak, namun tidak
menunjukkan manfaat yang berarti pada penggunaan pada pasien asma
bahkan cenderung menimbulkan perburukan (Rogers, 2002). Jenis DRPs
yang ditemui adalah potensial. Pemantauan terhadap tanda vital dan kadar
obat dalam darah pasien diperlukan untuk pencegahan maupun langkah awal
pengatasan efek samping obat yang mungkin terjadi.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
41
Tabel XI. Kejadian DRPs efek samping obat pada pasien anak dengan asma
pada pasien asma anak di instalasi rawat inap RS RK Charitas Palembang
periode Juli-Desember 2013
2.
Jenis
DRPs
No. Kasus
Assessment
Recommendation
Semua kasus
Kombinasi
antara
kortikosteroid dan salbutamol
dapat
menyebabkan
hipokalemia (Baxter, 2010).
Potensial
Perlu
pemantauan
kalium
2, 5, 7, 8, 9,
11, 13, 14,
16, 18, 21, 25
interaksi obat pada kombinasi
antara
kortikosteroid
dan
teofilin dapat menyebabkan
hipokalemia dan takikardi
(Baxter, 2010).
Potensial
- Perlu
dilakukan
pemantauan
kadar
kalium
- Perlu
dilakukan
pemantauan
denyut
nadi
- Perlu
dilakukan
pemantauan
kadar
teofilin darah
2, 5, 7, 8, 9,
11, 13, 14,
16, 18, 21, 25
interaksi obat pada kombinasi
antara salbutamol dan teofilin
dapat
menyebabkan
hipokalemia dan takikardi
(Baxter, 2010).
Potensial
- Perlu
dilakukan
pemantauan
kadar
kalium
- Perlu
dilakukan
pemantauan
denyut
nadi
- Perlu
dilakukan
pemantauan
kadar
teofilin darah
6, 7, 12, 19,
21, 22
pemberian mukolitik yang
dapat memperburuk obstruksi
jalan napas dan batuk,
khususnya pada asma parah
(Global Initiative for Asthma,
2011; Persatuan Dokter Paru
Indonesia, 2003).
Potensial
Perlu
dilakukan
pemantauan respiration
rate
dilakukan
kadar
Dosis Kurang
Pada penelitian ini terdapat 14 kasus yang memuat DRPs kategori
dosis kurang yang bersifat aktual. DRPs kategori dosis kurang ini ditemui
akibat dosis pemberian aminofilin dan kortikosteroid di bawah dosis terapi.
Aminofilin merupakan bentuk kompleks dari teofilin yang termasuk
golongan metilsantin. Obat ini digunakan sebagai bronkodilator yang
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
42
umumnya diberikan secara parenteral pada serangan asma berat dengan dosis
awal aminofilin 6-8 mg/kg BB diberikan selama 20-30 menit dan dosis
rumatan 5mg/kg/6jam (World Health Organization, 2013; Ikatan Dokter
Anak Indonesia, 2009; Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008).
Pemberian aminofilin dengan dosis kurang ditemui pada kasus 2, 5, 7, 9, 11,
13, 14, dan 21 yang dapat dilihat pada lampiran. Pemberian aminofilin
dengan dosis kurang dapat menyebabkan onset obat ini akan semakin lama
sehingga efek bronkodilatasi akan lebih lama terjadi. Aminofilin merupakan
obat dengan indeks terapi sempit sehingga perlu hati-hati dalam pemberian
dosis yang tepat.
Kortikosteroid efektif digunakan dalam manajemen asma karena dapat
mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama
efektif dengan pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat
diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan
dengan dosis pemberian 0,5-1 mg/kgBB/hari (Global Initiative for Asthma,
2014; BMJ Group, 2011; Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2009; Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 2008). Pemberian dosis kortikosteroid
intravena yang kurang dari dosis terapi ditemui pada kasus 4, 5, 6, 7, 12, 13,
14, 15, 18, dan 19 yang dapat dilihat pada lampiran.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
43
Tabel XII. Kejadian DRPs dosis kurang pada pasien anak dengan asma pada
pasien asma anak di instalasi rawat inap RS RK Charitas Palembang
periode Juli-Desember 2013
3.
No. Kasus
Assessment
Jenis DRPs
Recommendation
2, 5, 7, 9, 11,
13, 14, 21
Pemberian aminofilin dengan
dosis kurang.
Aktual
- Perlu
dilakukan
penyesuaian dosis
pemberian
aminofilin
- Perlu
dilakukan
pemantauan kadar
teofilin darah
4, 5, 6, 7, 12,
13, 14, 15,
18, 19
Pemberian dosis kortikosteroid
intravena yang kurang dari
dosis terapi.
Aktual
Perlu
dilakukan
penyesuaian
dosis
pemberian
kortikosteroid
Obat Tidak Dibutuhkan
Obat tidak dibutuhkan dapat disebabkan oleh tidak adanya indikasi
medis yang sesuai dengan obat yang diberikan, menggunakan terapi
polifarmasi yang seharusnya bisa menggunakan terapi tunggal, kondisi yang
lebih cocok mendapat terapi non farmakologi, terapi efek samping yang dapat
diganti dengan obat lain, dan penyalahgunaan obat. Kategori DRPs obat tidak
dibutuhkan ditemui pada 64% kasus pada penelitian ini.
Pada kasus nomor 5, 10, dan 15 ditemui penggunaan antibiotik yang
kurang tepat. Antibiotik sebaiknya tidak diberikan secara rutin pada pasien
asma tanpa demam. Antibiotik dapat diberikan pada pasien asma dengan
demam atau adanya tanda pneumonia (Global Initiative for Asthma, 2014;
World Health Organization, 2013). Demam merupakan tanda terjadinya
infeksi mikroorganisme, sehingga pemberian antibiotik diindikasikan jika
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
44
pasien asma mengalami demam dan/atau pneumonia. Penggunaan antibotika
yang kurang tepat ini dikhawatirkan dapat menimbulkan resistensi antibiotik.
Pada kasus-kasus tersebut di atas, penggunaan antibiotik umumnya diberikan
sejak hari pertama rawat inap dengan data tanda vital pasien menunjukkan
suhu tubuh normal. Data tanda vital pasien pada hari perawatan selanjutnya
umumnya kurang lengkap (dapat dilihat pada Lampiran), sehingga ada
kemungkinan bahwa pasien mengalami demam namun tidak tercatat pada
rekam medis. Kemungkinan lain yang juga dapat terjadi yaitu pasien
mengalami demam dan menggunakan obat penurun panas tanpa dilakukan
pencatatan penggunaan obat di rekam medis. Pemeriksaan tanda vital dan
kultur bakteri dapat dilakukan untuk menegaskan perlunya penggunan
antibiotik. Oleh karena itu, pemberian antibiotik yang termasuk kategori obat
tidak dibutuhkan ini merupakan DRP yang bersifat potensial.
Parasetamol merupakan analgesik dan antipiretik (penurun panas).
Indikasi utama pemberian antipiretik pada anak adalah jika suhu tubuh lebih
dari 38,3oC (Sullivan, et al., 2011). Pemberian Parasetamol yang kurang
sesuai dengan indikasi ditemui pada kasus nomor 16, 17, 24, dan 25. Pasien
yang mengalami kenaikan suhu tubuh sebaiknya diberikan terapi non
farmakologi terlebih dahulu, seperti kompres dan minum air putih, sebelum
diberikan terapi farmakologi. Peningkatan suhu tubuh pada pasien mungkin
terjadi akibat mekanisme fisiologis tubuh untuk melawan zat asing baik dari
dalam maupun dari luar tubuh. Pemberian Parasetamol mugkin dilakukan
karena pasien merasa kurang nyaman dengan peningkatan suhu tubuh yang
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
45
terjadi. Pemberian Parasetamol ini dapat dikategorikan sebagai DRP
potensial.
Tabel XIII. Kejadian DRPs obat tidak dibutuhkan pada pasien anak dengan
asma pada pasien asma anak di instalasi rawat inap
RS RK Charitas Palembang periode Juli-Desember 2013
No. Kasus
5, 10, 15
16, 17, 24, 25
4.
Assessment
Penggunaan
antibiotik
kurang tepat.
Jenis DRPs
Potensial
- Pertimbangkan
penghentian
penggunaan antibiotik
- Perlu dilakukan pemantauan suhu
tubuh
Potensial
- Pertimbangkan
penghentian
penggunaan Parasetamol
- Pertimbangkan pemberian terapi non
farmakologi
- Perlu dilakukan pemantauan suhu
tubuh
yang
Penggunaan
Parasetamol kurang
sesuai.
Recommendation
Dosis Berlebih
Pada penelitian ini terdapat 4 kasus DRPs yang masuk dalam kategori
dosis berlebih. Dosis berlebih yang ditemui dalam penelitian ini disebabkan
karena dosis pemberian obat yang terlalu tinggi.
Pada kasus 6 ditemui pemberian deksametason dengan dosis yang
berlebih. Dosis deksametason intravena yang tercatat diberikan pada pasien
adalah 2 g, padahal dosis harian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kg
BB/hari. Hal ini mungkin terjadi akibat kesalahan penulisan dalam catatan
penggunaan obat.
Pada kasus 5, 16 dan 18 ditemui DRP kategori dosis berlebih akibat
pemberian teofilin dengan dosis melebihi dosis maksimal harian (> 10
mg/kgBB/hari). Pemberian teofilin dengan dosis berlebih dapat menyebabkan
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
46
toksisitas karena teofilin merupakan obat dengan indeks terapi sempit.
Pemantauan kadar teofilin darah sangat diperlukan dalam pemberian terapi
teofilin untuk menghindari terjadinya toksisitas.
Tabel XIV. Kejadian DRPs dosis berlebih pada pasien anak dengan asma
pada pasien asma anak di instalasi rawat inap RS RK Charitas Palembang
periode Juli-Desember 2013
No.
Kasus
5.
Assessment
Jenis
DRPs
Recommendation
6
pemberian
deksametason
injeksi dengan dosis yang
berlebih
Potensial
Perlu
dilakukan
penyesuaian
dosis
pemberian deksametason
5, 16 dan
18
pemberian teofilin dengan
dosis
melebihi
dosis
maksimal harian (> 10
mg/kgBB/hari).
Aktual
- Perlu
dilakukan
penyesuaian
dosis
pemberian teofilin
- Perlu
dilakukan
pemantauan denyut nadi
- Perlu
dilakukan
pemantauan kadar teofilin
darah
Membutuhkan obat tambahan
Kategori DRPs membutuhkan obat tambahan pada penelitian ini
ditemui 1 kasus, yaitu kasus nomor 25. Pada kasus ini terdapat kondisi sesak
napas pada pasien saat rawat inap tanggal 28/09/2013 yang belum diterapi.
Kondisi ini sebaiknya diatasi dengan pemberian bronkodilator kerja cepat,
misalnya salbutamol dalam bentuk nebulisasi. Tujuan pemberian salbutamol
adalah untuk melegakan jalan napas pasien sehingga pasien dapat bernapas
lebih baik. Nebulisasi disarankan karena onset obat lebih cepat dan efek
samping lebih ringan daripada jika diberikan secara per oral. Jenis DRPs yang
ditemui adalah aktual.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
47
6.
Obat Kurang Efektif
Kategori
DRPs
obat
kurang
efektif
tidak
ditemukan
pada
penatalaksanaan pasien anak dengan asma di instalasi rawat inap RS RK
Charitas Palembang periode Juli-Desember 2013.
D. Rangkuman Evaluasi Drug Related Problems (DRPs)
DRPs yang terjadi bersifat aktual maupun potensial. Jenis DRPs aktual
merupakan DRPs yang telah terjadi pada pasien sehingga mengakibatkan
kerugian yang ditimbulkan akibat terjadinya DRPs tersebut. Jenis DRPs potensial
adalah DRPs yang mungkin terjadi tetapi tidak terlihat dari data keluhan dan hasil
pemeriksaan pasien, namun dapat berpotensi menimbulkan DRPs. Tabel XV
berikut menyajikan hasil evaluasi pasien anak dengan diagnosis asma yang
dirawat di RS RK Charitas Palembang.
Tabel XV. Hasil Evaluasi Drug Related Problems (DRPs)
No. Kasus
DRPs
Obat
1
Efek samping obat
Salbutamol + Deksametason
Dosis kurang*
Efek samping obat
2
Aminofilin
Salbutamol +
Deksametason/Metilprednisolon
Deksametason/Metilprednisolon +
Teofilin
Salbutamol + Teofilin
3
Efek samping obat
Dosis kurang*
Salbutamol + Deksametason
Deksametason
4
Efek samping obat
Salbutamol + Deksametason
Rekomendasi
Perlu dilakukan pemantauan
kadar kalium darah
Perlu dilakukan penyesuaian
dosis pemberian, Perlu
dilakukan pemantauan kadar
teofilin dalam darah
Perlu dilakukan pemantauan
kadar kalium darah
Perlu dilakukan pemantauan
kadar kalium darah, denyut
nadi, dan kadar teofilin darah
Perlu dilakukan pemantauan
kadar kalium darah, denyut
nadi, dan kadar teofilin darah
Perlu dilakukan pemantauan
kadar kalium darah
Perlu dilakukan penyesuaian
dosis pemberian
Perlu dilakukan pemantauan
kadar kalium darah
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
48
Tabel XV. Lanjutan
No. Kasus
DRPs
Dosis kurang*
Obat tidak
dibutuhkan
5
Dosis berlebih*
Efek samping obat
Obat
Deksametason, Aminofilin
Gentamisin
Teofilin
Salbutamol +
Deksametason/Budenosid
Deksametason/Budenosid + Teofilin
Salbutamol + Teofilin
Dosis berlebih
Deksametason
Dosis kurang*
Deksametason
6
Efek samping obat
Ambroksol
Salbutamol + Deksametason
Dosis kurang*
7
Aminoflin, Deksametason
Obat tidak
dibutuhkan
Amoxicilin
Efek samping obat
Ambroksol
Salbutamol +
Deksametason/Metilprednisolon
Deksametason/Metilprednisolon +
Teofilin
Salbutamol + Teofilin
Efek samping obat
8
Salbutamol +
Deksametason/Flutikason
Deksametason/Flutikason + Teofilin
Salbutamol + Teofilin
Rekomendasi
Perlu dilakukan penyesuaian
dosis pemberian obat, perlu
dilakukan pemantauan kadar
teofilin dalam darah
Pertimbangkan penghentian
penggunaan obat, perlu
dilakukan pemantauan suhu
tubuh
Perlu dilakukan penyesuaian
dosis pemberian obat, perlu
dilakukan pemantauan kadar
teofilin dalam darah
Perlu dilakukan pemantauan
kadar kalium darah
Perlu dilakukan pemantauan
kadar kalium darah, denyut
nadi, dan kadar teofilin darah
Perlu dilakukan pemantauan
kadar kalium darah, denyut
nadi, dan kadar teofilin darah
Perlu dilakukan penyesuaian
dosis pemberian obat
Perlu dilakukan penyesuaian
dosis pemberian obat
Perlu dilakukan pemantauan
respiration rate
Perlu dilakukan pemantauan
kadar kalium darah
Perlu dilakukan penyesuaian
dosis pemberian obat, Perlu
dilakukan pemantauan kadar
teofilin dalam darah
Pertimbangkan penghentian
penggunaan, perlu dilakukan
pemantauan suhu tubuh
Perlu dilakukan pemantauan
respiration rate
Perlu dilakukan pemantauan
kadar kalium darah
Perlu dilakukan pemantauan
kadar kalium darah, denyut
nadi, dan kadar teofilin darah
Perlu dilakukan pemantauan
kadar kalium darah, denyut
nadi, dan kadar teofilin darah
Perlu dilakukan pemantauan
kadar kalium darah
Perlu dilakukan pemantauan
kadar kalium darah, denyut
nadi, dan kadar teofilin darah
Perlu dilakukan pemantauan
kadar kalium darah, denyut
nadi, dan kadar teofilin darah
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
49
Tabel XV. Lanjutan
No. Kasus
DRPs
Dosis kurang*
Efek samping obat
Obat
Aminofilin
Salbutamol + Deksametason
9
Deksametason + Teofilin
Salbutamol + Teofilin
10
Obat tidak
dibutuhkan
Efek samping obat
Dosis kurang*
Efek samping obat
Azitromisin
Salbutamol +
Deksametason/Budenosid
Aminofilin
Salbutamol + Deksametason
11
Deksametason + Teofilin
Salbutamol + Teofilin
Dosis kurang*
12
Efek samping obat
Deksametason
Ambroksol
Salbutamol + Deksametason
Dosis kurang*
Deksametason
Efek samping
obat
Salbutamol +
Deksametason/Flutikason
13
Deksametason/Flutikason + Teofilin
Salbutamol + Teofilin
14
Dosis kurang*
Deksametason, Aminofilin
Efek samping
obat
Salbutamol + Deksametason
Deksametason + Teofilin
Salbutamol + Teofilin
Rekomendasi
Perlu dilakukan penyesuaian
dosis pemberian obat, perlu
dilakukan pemantauan kadar
teofilin dalam darah
Perlu dilakukan pemantauan
kadar kalium darah
Perlu dilakukan pemantauan
kadar kalium darah, denyut nadi,
dan kadar teofilin darah
Perlu dilakukan pemantauan
kadar kalium darah, denyut nadi,
dan kadar teofilin darah
Pertimbangkan penghentian
penggunaan obat, perlu
dilakukan pemantauan tanda vital
Perlu dilakukan pemantauan
kadar kalium darah
Perlu dilakukan penyesuaian
dosis pemberian obat, perlu
dilakukan pemantauan kadar
teofilin dalam darah
Perlu dilakukan pemantauan
kadar kalium darah
Perlu dilakukan pemantauan
kadar kalium dara, denyut nadi,
dan kadar teofilin darah
Perlu dilakukan pemantauan
kadar kalium darah, tanda vital,
dan kadar teofilin darah
Perlu dilakukan pemantauan
dosis pemberian obat
Perlu dilakukan pemantauan
respiration rate
Perlu dilakukan pemantauan
kadar kalium darah
Perlu dilakukan penyesuaian
dosis pemberian obat
Perlu dilakukan pemantauan
kadar kalium darah
Perlu dilakukan pemantauan
kadar kalium darah, denyut
nadi, dan kadar teofilin darah
Perlu dilakukan pemantauan
kadar kalium darah, denyut
nadi, dan kadar teofilin darah
Perlu dilakukan penyesuaian
dosis pemberian obat, Perlu
dilakukan pemantauan kadar
teofilin dalam darah
Perlu dilakukan pemantauan
kadar kalium darah
Perlu dilakukan pemantauan
kadar kalium darah, denyut
nadi, dan kadar teofilin darah
Perlu dilakukan pemantauan
kadar kalium darah, denyut
nadi, dan kadar teofilin darah
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
50
Tabel XV. Lanjutan
No. Kasus
DRPs
Dosis kurang*
Obat tidak
dibutuhkan
15
Efek samping
obat
Obat
Deksametason
Ceftazidim
Salbutamol + Deksametason
Deksametason + Teofilin
Salbutamol + Teofilin
Obat tidak
dibutuhkan
Dosis berlebih *
Parasetamol
Teofilin
16
Efek samping
obat
Salbutamol +
Deksametason/Flutikason
Deksametason/Flutikason + Teofilin
Salbutamol + Teofilin
17
18
Obat tidak
dibutuhkan
Parasetamol
Efek samping
obat
Salbutamol + Deksametason
Dosis kurang*
Deksametason
Dosis berlebih*
Teofilin
Efek samping
obat
Salbutamol + Deksametason
Deksametason + Teofilin
Salbutamol + Teofilin
Rekomendasi
Perlu dilakukan penyesuaian
dosis pemberian obat
Pertimbangkan penghentian
penggunaan obat, Perlu
dilakukan pemantauan suhu
tubuh
Perlu dilakukan pemantauan
kadar kalium darah
Perlu dilakukan pemantauan
kadar kalium darah, denyut
nadi, dan kadar teofilin darah
Perlu dilakukan pemantauan
kadar kalium darah, denyut
nadi, dan kadar teofilin darah
Pertimbangkan penghentian
penggunaan obat, Perlu
dilakukan pemantauan tanda
vital, Pertimbangkan pemberian
terapi non farmaokologi
Perlu dilakukan penyesuaian
dosis pemberian obat, perlu
dilakukan pemantauan kadar
teofilin dalam darah
Perlu dilakukan pemantauan
kadar kalium darah
Perlu dilakukan pemantauan
kadar kalium darah, denyut
nadi, dan kadar teofilin darah
Perlu dilakukan pemantauan
kadar kalium darah, denyut
nadi, dan kadar teofilin darah
Pertimbangkan penghentian
penggunaan obat, Perlu
dilakukan pemantauan suhu
tubuh, Pertimbangkan
pemberian terapi non
farmaokologi
Perlu dilakukan pemantauan
kadar kalium darah
Perlu dilakukan penyesuaian
dosis pemberian obat
Perlu dilakukan penyesuaian
dosis pemberian obat, Perlu
dilakukan pemantauan kadar
teofilin dalam darah
Perlu dilakukan pemantauan
kadar kalium darah
Perlu dilakukan pemantauan
kadar kalium darah, denyut
nadi, dan kadara teofilin darah
Perlu dilakukan pemantauan
kadar kalium darah, denyut
nadi, dan kadara teofilin darah
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
51
Tabel XV. Lanjutan
No. Kasus
DRPs
Rekomendasi
Perlu dilakukan penyesuaian
dosis pemberian obat
Perlu dilakukan pemantauan
Efek samping obat
Bromheksin
respiration rate
Salbutamol +
Perlu dilakukan pemantauan
Deksametason/Prednison
kadar kalium darah
19
Perlu dilakukan pemantauan
Deksametason/Prednison + Teofilin
kadar kalium darah, denyut nadi,
dan kadar teofilin darah
Perlu dilakukan pemantauan
Salbutamol + Teofilin
kadar kalium darah, denyut nadi,
dan kadar teofilin darah
Perlu dilakukan pemantauan
20
Efek samping obat
Salbutamol + Deksametason
kadar kalium darah
Perlu dilakukan penyesuaian
dosis pemberian obat, perlu
Dosis kurang*
Aminofilin
dilakukan pemantauan kadar
teofilin dalam darah
Perlu dilakukan pemantauan
Efek samping obat
Erdostein
respiration rate
Perlu dilakukan pemantauan
21
Salbutamol + Deksametason
kadar kalium darah
Perlu dilakukan pemantauan
Kortikosteorid + Teofilin
kadar kalium darah, denyut nadi,
dan kadar teofilin darah
Perlu dilakukan pemantauan
Salbutamol + Teofilin
kadar kalium darah, denyut nadi,
dan kadar teofilin darah
Perlu dilakukan pemantauan
Efek samping obat
Erdostein
respiration rate
22
Perlu dilakukan pemantauan
Salbutamol + Deksametason
kadar kalium darah
Perlu dilakukan pemantauan
23
Efek samping obat
Salbutamol + Deksametason
kadar kalium darah
Pertimbangkan penghentian
penggunaan obat, perlu
Obat tidak
Parasetamol
dilakukan pemantauan suhu
dibutuhkan
tubuh, Pertimbangkan pemberian
24
terapi non farmaokologi
Perlu dilakukan pemantauan
Efek samping obat
Salbutamol + Deksametason
kadar kalium darah
Pertimbangkan penghentian
penggunaan obat, perlu
Obat tidak
Parasetamol
dilakukan pemantauan tanda
dibutuhkan
vital, pertimbangkan pemberian
terapi non farmaokologi
Membutuhkan obat
Pertimbangkan pemberian
Nebulisasi Salbutamol
tambahan *
nebulisasi salutamol
25
Salbutamol +
Perlu dilakukan pemantauan
Efek samping obat
Deksametason/Metilprednisolon
kadar kalium darah
Perlu dilakukan pemantauan
Deksametason/Metilprednisolon +
kadar kalium darah, denyut nadi,
Teofilin
dan kadar teofilin darah
Perlu dilakukan pemantauan
Salbutamol + Teofilin
kadar kalium darah, denyut nadi,
dan kadar teofilin darah
Semua DRps yang ditemui merupakan DRPs potensial, kecuali yang bertanda (*) merupakan DRPs
aktual
Dosis kurang*
Obat
Deksametason
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
52
DRPs yang ditemui sebagian besar bersifat potensial sehingga diperlukan
pemantauan terhadap kondisi pasien untuk mencegah perparahan maupun risiko
terjadinya toksisitas pada pasien. DRPs yang bersifat aktual direkomendasikan
untuk segera diatasi dengan memperhatikan pemberian obat dan kondisi pasien.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari penelitian mengenai “Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada
pasien anak dengan asma di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang
Periode Juli – Desember 2013” diperoleh hasil :
1. Asma pada anak paling banyak terjadi pada kelompok usia 1-5 tahun
(64%) dan kejadiannya pada anak laki-laki sebesar 60% sementara pada
anak perempuan sebesar 40%.
2. Peresepan obat pada pasien anak dengan asma yang paling banyak adalah
obat yang bekerja pada sistem pernapasan (100%), vitamin dan mineral
(100%), serta kortikosteroid (100%) dengan pemberian melalui rute
enteral (100%) dan parenteral (100%).
3. Drug Related Problems yang ditemui yaitu DRPs yang bersifat potensial
meliputi 100% efek samping obat, 28% obat tidak dibutuhkan, dan 4%
dosis berlebih, serta DRPs yang bersifat aktual meliputi 56% dosis kurang,
12% dosis berlebih, dan 4% membutuhkan obat tambahan.
B. Saran
1. Untuk RS RK Charitas Palembang:
a. Diperlukan standar terapi untuk pengobatan pasien anak dengan asma.
53
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
54
b. Diperlukaan pemeriksaan penunjang untuk mengetahui perbaikan
fungsi saluran napas, seperti spirometri dan saturasi oksigen, sehingga
terapi yang diberikan sesuai kebutuhan dan kondisi pasien.
c. Diperlukan pemantauan lebih lanjut terkait keseimbangan elektrolit
karena penggunaan beberapa obat yang digunakan dalam terapi asma,
seperti salbutamol, kortikosteroid, dan aminofilin/teofilin, yang dapat
menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit.
d. Diperlukan pemantauan terkait kadar obat dalam darah khususnya
pada penggunaan teofilin dan/atau aminofilin karena memiliki indeks
terapi yang sempit.
2. Untuk penelitian selanjutnya :
a. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut secara prospektif mengenai
pengobatan
pada
pasien
anak
dengan
asma
agar
dapat
menidentifikasiaspek kepatuhan pada kajian DRPs.
b. Perlu dilakukan wawancara yang lebih mendalam kepada dokter
penulis resep untuk setiap kasus yang dijadikan subjek penelitian.
c. Dapat dilakukan penelitian yang sama dengan rumah sakit yang
berbeda agar dapat diketahui jumlah kasus di tempat lain dan
didapatkan gambaran mengenai penatalaksanaan terapi sehingga dapat
dijadikan perbandingan.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
55
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, A.K., Lichtman, A.H., and Pillai, S., 2007, Cellular & Molecular
Immunology, 6th ed., Saunders Elsevier, Philadelphia, pp. 441-444.
American Lung Association, 2006, Trends in asthma morbidity and mortality,
American Lung Association Epidemiology and Statistics Unit Research and
Health Education Division, USA.
Arikunto, S., 2006, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, Rineka
Cipta, Jakarta.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013, Riset Kesehatan Dasar
2013, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Balsamo, R., Lanata, L., and Ega, C.G., 2010, Mucoactive Drugs, Eur Respir Rev,
19:116, pp. 127-133.
Baratawidjaja, K.G, Soebaryo, R.W., Kartasasmita, C.B., Suprihati, Sundaru, H.,
Siregar, S.P., dkk., 2006, Allergy and asthma, The scenario in Indonesia, in
Shaikh W.A.(Ed.), Principles and practice of tropical allergy and asthma,
Vicas Medical Publishers, Mumbai, pp. 707-36.
Baxter, K., 2010, Stockley’s Drug Interactions, Pharmaceutical Press, London.
Becerra, J., Martinez, F., Bohorquez, M., Guevara, M.L., and Ramirez, E., 2012,
Validation of a methodology for inpatient pharmacotherapy follow-up,
Vitae, 19(3).
BMJ Group, 2011, BNF for Children 2011-2012, Pharmaceutical Press, London,
pp. 146-148.
Bogaert, P., Tournoy, K.G., Naessens, T., and Grooten, J., 2009, Where asthma
and hypersensitivity pneumonitis meet and differ, Am J Pathol, 173:3-13.
Bollmeier, S.G. and Prosser, T.R., 2009, Asthma, in Berardi, R.R., McDermott,
J.H. Newton G.D., Oszko, M.A., Popovich, N.G., Rollins, C.J., Shimps,
L.A., and Tietze, K.J., (Ed.), Handbook of Nonprescription Drugs, 16th ed.,
American Pharmacist Association, New York, pp. 213-228.
British Thoracic Society, 2012, British Guideline on the Management of Asthma,
Scottish Intercollegiate Guidelines Network, London.
Cipolle, R.J., Strand, L.M., Morley, P.C., Ramsey, R., and Lamsam, G.D.,2004,
Pharmaceutical Care Practice: The Clinician’s Guide, The McGraw-Hill
Companies, Inc., USA, pp. 172 – 178.
Daly, K. and Farrington, E., 2013, Hypokalemia and Hyperkalemia in Infants and
Children: Pathophysiology and Treatment, J Pediatr Health Care, 27 (6),
486-496.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008, Pedoman Pengendalian
Penyakit Asma, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinis, 2007, Pharmaceutical Care
Untuk Penyakit Asma, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Food and Drug Administration, 1998, General Considerations for Pediatric
Pharmacokinetic Studies for Drugs and Biological Products, Food and
Drug Administration, USA.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
56
Global Initiative for Asthma, 2011, Global Strategy for Diagnosis and
Management of Asthma in Children 5 years and Younger, Global Initiative
for Asthma, www.ginasthma.org, diakses 24 April 2014.
Global Initiative for Asthma, 2012, GINA At-A-Glance Asthma Management
Reference, Global Initiative for Asthma, www.ginasthma.org, diakses 13
April 2014.
Global Initiative for Asthma, 2012, Global Strategy for Asthma Management and
Prevention, Global Initiative for Asthma, www.ginasthma.org, diakses 13
April 2014.
Global Initiative for Asthma, 2014, Global Strategy for Asthma Management and
Prevention, Global Initiative for Asthma, www.ginasthma.org, diakses 18
Agustus 2014.
Graham, S.M. and Gordon, S.B., 2008, Manson’s Tropical Diseases, 22nd ed.,
Elsevier, London, pp. 143-149.
Handayani, Y., 2010, Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada Pasien Asma
Bronkial di Instalasi Farmasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Yogakarta
Bulan Januari-Desember 2009, Skripsi, Universitas Sanata Dharma,
Yogyakarta.
Hidayah, F.N. dan Prasetyo, S.D., 2012, Identifikasi Drug Related Problems pada
Pasien Asma Rawat Inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta
Tahun 2009, JMPF, 2(1).
Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2009, Pedoman Pelayanan Medis, Ikatan Dokter
Anak Indonesia, Jakarta.
Jansen, L.J. and Killian, K., 2006, Airway smooth muscle as a target of asthma
therapy: history and new direction, Respir Res, 7, 123.
Jozwiak-Bebenista, M. and Nowak, J.Z., 2014, Paracetamol: Mechanism of
action, application, and safety concern, Drug Res, 71 (1), 11-23.
Kelly, H.W. and Sorkness, C.A., 2008, Asthma, in Dipiro, J.T., Robert, L., Gary,
R.M., Barbara, G.W., Michael, P., (Ed.), Pharmacotherapy a
Pathophysiologic Approach, 7th ed., Appleton and Lange, Connecticut, pp.
463-493.
Kindt, T.J., Osborne, B.A., and Goldsby, R.A., 2006, Kuby Immunology, 6th ed.,
W.H. Freeman and Company, New York, pp. 261-271.
National Asthma Education and Preventive Program, 2007, Expert Panel Report
3: Guidelines for the Diagnosis and Management of Asthma Full Report
2007, US Department of Health and Human Services, USA.
MIMS, 2014, MIMS Therapeutics Class, MIMS Indonesia Online,
www.mims.com, diakses tanggal 26 Desember 2014.
National Research Council and Institute of Medicine, 2004, Children's Health, the
Nation's Wealth: Assessing and Improving Child Health, Washington DC,
National Academies Press.
Nugroho, A.E., 2012, Farmakologi: Obat-obat Penting dalam Pembelajaran Ilmu
Farmasi dan Dunia Kesehatan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, pp. 184-186.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003, Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan Asma di Indonesia, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia,
Jakarta.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
57
Pharmaceutical Care Network Europe, 2010, PCNE Classification for drugrelated
problems
V6.2,
http://www.pcne.org/sig/drp/drug-relatedproblems.php, diakses 11 Februari 2014.
Pratiwi, D., Ikawati, Z., dan Kusharwanti, W., 2012, Kajian Drug Related
Problems pada Anak dengan Infeksi Saluran Napas Bawah dan Asma di
Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Periode 1 Januari-30 Juni 2006, JMPF,
2(1).
Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2012,
Gambaran Penyakit Tidak Menular di Rumah Sakit Indonesia Tahun 2009
dan 2010, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Rengganis, I., 2008, Diagnosis dan Tatalaksana Asma Bronkial, Maj Kedokt
Indon, 58(11), 444-451.
Rogers, D.F., 2002, Mucoactive drugs for asthma and COPD: any place in
therapy?, Expert Opin Invest Drugs, 11, 15–35.
Schaefer, T. and Wolford, R., 2005, Disorders of potassium, Emerg Med Clin of N
Am, 23, 723-724.
Seagrave, J.C., Albrecht, H.H., Hill, D.B., Rogers, D.F., and Solomon, G., 2012,
Effects of guaifenesin, N-acetylcystein, and ambroxol on MUC5AC and
mucociliary transport in primary differentiated human tracheal-bronchial
cells, Respir Res, 13:98.
Strom, B.L. and Kimmel, S.E., 2006, Textbook of Pharmacoepidemiology, John
Wiley & Sons Ltd., England, pp. 18.
Sullivan, et al., 2011, Fever and Antipyretic Use in Children,Pediatrics, 127, 580.
Supriyatno, B., 2005, Diagnosis dan Penatalaksanaan Terkini Asma pada Anak,
Maj Kedokt Indon, 55(3), 237-243.
World Health Organization, 2013, Pocket Book of Hospital Care for Children:
Guideline for the management of common childhood illnesses, 2nd ed.,
World Health Organization.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
58
LAMPIRAN
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
KASUS 1
Usia/Jenis Kelamin: 3 tahun 2 bulan 26 hari/L
Tanggal Rawat : 09/07/2013 – 13/07/2013
Keluhan Utama : batuk, sesak napas
Diagnosis
: status asthmaticus
Status Keluar
: perbaikan, atas persetujuan
SUBJECTIVE
Alergi
:Riwayat Penyakit : asma
Riwayat Penggunan Obat: -
OBJECTIVE
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital
BB
: 12 kg
Kesadaran
: CM
P
: 120 x/menit
RR
: 24 x/menit
SaO2
:Cyanosis
:Suara Napas
: Wheezing (-); Rhonki (-)
Lainnya : Tanggal
Tanda Vital: T(oC)/P(x/menit)/RR(x/menit)
Normal: 36,1-37,8/<110/<40
Kondisi/Keluhan Pasien
Tatalaksana Obat
Infus KAEN 1B
Neb. Salbutamol 2,5 mg3x 1 amp/hari
DeksametasonIV 3x 1amp/hari
GentamisinIV 2x 24 mg /hari
Bromheksin HCl8 mg 2x/hari
Sirup Salbutamol sulfat 1 mg; Guaifenesin 50 mg
4x1 cth/hari
Hemoglobin: 13,2(14-18)
Leukosit : 26,4 (4,5-15)
Hematokrit: 38 (35-50)
Trombosit: 329 (150–450)
Basofil : 0 (0–1)
09/07
37/120/24
37/94/40
Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Eosinofil: 0 (1-3)
Neutrofil: 9 (54-62
Limfosit : 6 (25-30)
Monosit : 3 (0–9)
Eosinofil Total: 40
10/07
-/-/30
sesak napas
sesak napas, napas
cuping hidung
11/07
-/-/35
-/-/32
sesak
napas
√
√
√
√
-
√
√
√
√
-
√
√
√
√
√
√
12/07
-/-/30
13/07
37/98/28
sesak napas
berkurang
sesak napas
berkurang
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
59
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
ASSESSMENT
- Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada
ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012).  pemberian cairan infus sudah tepat
- Terapi lini pertama pada serangan asma adalah inhalasi SABA (Global Initiative for Asthma, 2014; British Thoracic Society, 2012). Anak dengan asma
sebaiknya diberi 1-3 nebulisasi 2,5–5 mg salbutamol atau 5-10 mg terbutaline (World Health Organization, 2013; British Thoracic Society, 2012). 
pemberian Neb. Salbutamol 2,5 mg sudah tepat
- Kortikosteroid efektif dalam manajemen asma karena dapat mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama efektif dengan
pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan (Global Initiative for
Asthma, 2014; Depkes RI, 2008). Dosis pemberian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari (IDAI, 2009).  pemberian Deksametason IV sudah tepat
- Antibiotik sebaiknya tidak diberikan secara rutin pada pasien asma tanpa demam. Antibiotik dapat diberikan pada pasien asma dengan demam atau adanya
tanda pneumonia (Global Initiative for Asthma, 2014; World Health Organization, 2013)  pemberian Gentamisin IV sudah tepat
- Guaifenesin dapat meningkatkan mucocilliary clearancemelalui penurunan produksi mucin (Seagrave, et al., 2012).
- Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial)
PLAN/RECOMMENDATION
- Perlu dilakukan pemantauan suhu tubuh pasien
- Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium darah
- Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1 untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi saluran napas
60
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
KASUS 2
SUBJECTIVE
Alergi
:Riwayat Penyakit : asma
Riwayat Penggunan Obat: -
Usia/Jenis Kelamin: 3 tahun 3 bulan 1 hari/L
Tanggal Rawat : 15/07/2013 – 19/07/2013
Keluhan Utama : sesak napas
Diagnosis
: asthma bronchiale
Status Keluar
: perbaikan, atas persetujuan
OBJECTIVE
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital
BB
: 12 kg
Kesadaran
: CM
P
: 130 x/menit
RR
: 38 x/menit
SaO2
:Cyanosis
:Suara Napas
: Wheezing (+); Rhonki (-)
Lainnya : Tanggal
o
Tanda Vital: T( C)/P(x/menit)/RR(x/menit)
Normal: 36,1-37,8/<110/<40
Kondisi/Keluhan Pasien
Tatalaksana Obat
Infus KAEN 1B
Neb. Salbutamol 2,5 mg3x 1amp/hari
Deksametason IV 3x ½ amp/hari
Aminofilin 1,7 cc +D5% 8,3 cc IV drip 4x/hari
Gentamisin IV 2x 24 mg/hari
Sirup Salbutamol sulfat 1 mg; Guaifenesin 50 mg
3x 1 cth/hari
Hemoglobin: 14,8 (12-18)
Leukosit : 11,8 (4,5-15)
Hematokrit: 41 (35-50)
Trombosit: 354 (150–450)
Eritrosit : 5,3 (1,4-3,4)
Basofil : 1 (0–1)
15/07
37/130/38
Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Eosinofil: 1 (1–3)
Neutrofil: 69 (54-62)
Limfosit : 24 (25-30)
17/07
-
18/07
-
19/07
36,6/90/24
sesak napas,
batuk
16/07
-/-/32
-/-/30
-/-/32
batuk
berdahak
batuk
berdahak
batuk berdahak, sesak
berkurang
tidak sesak lagi, batuk
berkurang
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
-
-
√
√
√
61
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Pulv. Teofilin 20 mg 4x/hari
Pulv. Metilprednisolon 10 mg 1x/hari
Pulv. Spiramisin 500 mg
-
-
√
√
-
√
√
-
√
√
√
ASSESSMENT
- Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada
ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012).  pemberian cairan infus sudah tepat
- Terapi lini pertama pada serangan asma adalah inhalasi SABA (Global Initiative for Asthma, 2014; British Thoracic Society, 2012). Anak dengan asma
sebaiknya diberi 1-3 nebulisasi 2,5–5 mg salbutamol atau 5-10 mg terbutaline (World Health Organization, 2013; British Thoracic Society, 2012). 
pemberian Neb. salbutamol 2,5 mg sudah tepat
- Kortikosteroid efektif dalam manajemen asma karena dapat mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama efektif dengan
pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan (Global Initiative for
Asthma, 2014; Depkes RI, 2008). Dosis pemberian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari (IDAI, 2009).  pemberian Deksametason IV sudah tepat
- Pemberian aminofilin intravena dapat diberikan pada serangan asma berat (IDAI, 2009; Depkes RI, 2008). Dosis awal aminofilin 6-8 mg/kgBB diberikan
selama 20-30 menit, dosis rumatan 5mg/kg/6jam (World Health Organization, 2013; IDAI, 2009) Dosis kurang
- Antibiotik sebaiknya tidak diberikan secara rutin pada pasien asma tanpa demam. Antibiotik dapat diberikan pada pasien asma dengan demam atau adanya
tanda pneumonia (Global Initiative for Asthma, 2014; World Health Organization, 2013)  pemberian Gentamisin IV dan pulveres Spiramisin sudah tepat
- Guaifenesin dapat meningkatkan mucocilliary clearance melalui penurunan produksi mucin (Seagrave, et al., 2012).
- Dosis maksimal teofilin 10 mg/kgBB/hari (PDPI, 2003)  pemberian Teofilin sudah tepat
- Pemberian metilprednisolon ditujukan untuk switching kortikosteroid intravena
- Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial)
- Kortikosteroid dan aminofilin/teofilin keduanya dapat menyebabkan hipokalemia, yang mungkin bersifat aditif (Baxter, 2010).Efek samping obat
(potensial)
- Kombinasi salbutamol dan aminofilin/teofilin dapat menyebabkan hipokalemia dan takikardi (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial)
PLAN/RECOMMENDATION
- Perlu dilakukan pemantauan denyut nadi, kadar kalium darah
- Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1 untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi saluran napas
- Pertimbangkan pemberian terapi non farmakologi berupa minum air hangat untuk meredakan batuk
62
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
KASUS 3
Usia/Jenis Kelamin: 9 bulan 24 hari/ L
Tanggal Rawat : 18/07/2013 – 19/07/2013
Keluhan Utama : sesak napas, batuk
Diagnosis
: asma bronkial
Status Keluar
: sembuh
SUBJECTIVE
Alergi
:Riwayat Penyakit : Riwayat Penggunan Obat: -
OBJECTIVE
BB
Kesadaran
P
RR
SaO2
Cyanosis
Suara Napas
Lainnya : -
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital
: 8 kg
: CM
: 100 x/menit
: 30 x/menit
::: Wheezing (-); Rhonki (-)
Tanggal
Tanda Vital: T(oC)/P(x/menit)/RR(x/menit)
Normal: 36,1-37,8/<160/<50
Kondisi/ Keluhan Pasien
Tatalaksana Obat
Infus KAEN 1B
Neb. Salbutamol 2,5 mg3x 1 amp/hari
Deksametason IV 3x ½ amp/hari
CeftriaxonIV 1x ½ g
Sirup Parasetamol 1 cth prn
Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Hemoglobin: 10,7 (12-18)
Eosinofil: 1 (1–3)
Leukosit : 9,3 (4,5-15)
Neutrofil: 75 (54-62)
Basofil : 0 (0–1)
Limfosit : 21 (25-30)
Monosit : 3 (0–9)
18/07
19/07
37/100/30
-
sesak napas, batuk
sesak napas berkurang, batuk berkurang
√
√
√
√
√
√
√
ASSESSMENT
- Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada
ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012).  pemberian cairan infus sudah tepat
- Terapi lini pertama pada serangan asma adalah inhalasi SABA (Global Initiative for Asthma, 2014; British Thoracic Society, 2012). Anak dengan asma
sebaiknya diberi 1-3 nebulisasi 2,5–5 mg salbutamol atau 5-10 mg terbutaline (World Health Organization, 2013; British Thoracic Society, 2012). 
pemberian Neb. Salbutamol 2,5 mgsudah tepat
63
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
- Kortikosteroid efektif dalam manajemen asma karena dapat mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama efektif dengan
pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan (Global Initiative for
Asthma, 2014; Depkes RI, 2008). Dosis pemberian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari (IDAI, 2009).  pemberian Deksametason IV sudah tepat
- Antibiotik sebaiknya tidak diberikan secara rutin pada pasien asma tanpa demam. Antibiotik dapat diberikan pada pasien asma dengan demam atau adanya
tanda pneumonia (Global Initiative for Asthma, 2014; World Health Organization, 2013)  pemberian Ceftriaxon IV sudah tepat
- Indikasi utama pemberian antipiretik pada anak adalah jika suhu tubuh lebih dari 38,3 oC (Sullivan, et al., 2011).  pemberian sirup Parasetamol kurang
tepat: Obat tidak dibutuhkan (potensial)
- Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial)
PLAN/RECOMMENDATION
- Pertimbangkan pemberian sirup Parasetamol
- Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium darah
- Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1 untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi saluran napas
- Beri minum air hangat untuk meredakan batuk
64
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
KASUS 4
SUBJECTIVE
Usia/Jenis Kelamin: 4 tahun 10 bulan 29 hari/ P
Tanggal Rawat : 21/07/2013 – 27/07/2013
Keluhan Utama : sesak napas, badan hangat
Diagnosis
: asthma bronchiale
Status Keluar
: sembuh
Alergi
: makanan (cokelat, chiki)
Riwayat Penyakit : Riwayat Penggunan Obat: -
OBJECTIVE
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital
BB
: 18 kg
Kesadaran
: CM
P
: 110 x/menit
RR
: 34 x/menit
SaO2
:Cyanosis
:Suara Napas
: Wheezing (-); Rhonki (+)
Lainnya : Tanggal
21/07
Tanda Vital:
37,5/110/34
T(oC)/P(x/mnt)/RR(x/mnt)
Normal: 36,1-37,8/<110/<40
demam, sesak
Kondisi/ Keluhan Pasien
napas
Tatalaksana Obat
Infus KAEN 1B 10 tts/mnt (UGD)
√
Infus KAEN 1B 16 tts/mnit
√
Neb. Ipratropium bromida 0,5 mg;
Salbutamol sulfat 2,5 mg
√
1 amp 1x (UGD)
Neb Salbutamol 2,5 mg3 x 1 amp
√
Gentamisin IV 2 x 36 mg
√
Deksametason IV 2 x 1 amp
√
Cetirizin 10 mg 1 x 1
-
Hemoglobin: 12,8 (12-18)
Leukosit : 10,2 (4.5-15)
Hematokrit: 37 (5-50)
Trombosit: 298 (150–450)
Eritrosit : 4,9 (1,4-3,4)
Basofil : 0 (0–1)
Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Eosinofil: 0 (1–3)
Neutrofil: 84 (54-62)
Limfosit : 14 (25-30)
Monosit : 2 (0–9)
Laju Endap Darah: 56 (0–20)
22/07
23/07
24/07
25/07
26/07
27/07
-
37,6/-/-
37/-/36,8/-/-
36,4/-/-
-
36/80/20
demam
demam, sakit
sedang
demam mulai
turun
demam mulai
turun
tidak demam
lagi
tampak
tenang
√
√
√
√
√
√
-
-
-
-
-
-
√
√
√
-
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
65
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Sirup Salbutamol 3 x 1 cth
-
-
√
√
√
√
√
ASSESSMENT
- Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada
ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012).  pemberian cairan infus sudah tepat
- Pada kasus berat, pemberian kombinasi nebulisasi β2 agonis dengan antikolinergik (Ipratropium bromida) dapat memberikan efek bronkodilatasi yang lebih
baik dengan memperbaiki nilai PEV/FEV1 dibandingkan pemberian SABA tunggal (Global Initiative for Asthma, 2014).  pemberian Neb. Combivent
(Ipratropium bromida 0,5 mg; salbutamol 2,5 mg) sudah tepat
- Terapi lini pertama pada serangan asma adalah inhalasi SABA (Global Initiative for Asthma, 2014; British Thoracic Society, 2012). Anak dengan asma
sebaiknya diberi 1-3 nebulisasi 2,5–5 mg salbutamol atau 5-10 mg terbutaline (World Health Organization, 2013; British Thoracic Society, 2012). 
pemberian Neb. Salbutamol 2,5 mgsudah tepat
- Antibiotik sebaiknya tidak diberikan secara rutin pada pasien asma tanpa demam. Antibiotik dapat diberikan pada pasien asma dengan demam atau adanya
tanda pneumonia (Global Initiative for Asthma, 2014; World Health Organization, 2013)  pemberian IV Ethigent (gentamicin) sudah tepat
- Penggunaan antihistamin tunggal maupun kombinasi dapat menurunkan obstruksi jalan napas (Wilson, 2003)  penggunaan Cetirizin sudah tepat
- Kortikosteroid efektif dalam manajemen asma karena dapat mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama efektif dengan
pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan (Global Initiative for
Asthma, 2014; Depkes RI, 2008). Dosis pemberian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari (IDAI, 2009).  pemberian Deksametason IV sudah tepat,
namun dosis pemberian kurang. Dosis yang seharusnya diterima pasien 9-18 mg/hari, sementara pasien hanya menerima 2x1 amp (4 mg)= 8 mg/hari: Dosis
kurang
- Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial)
-
PLAN/RECOMMENDATION
Perlu dilakukan penyesuaian dosis pemberian Deksametason IV menjadi 9-18 mg/hari
Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium darah
Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1 untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi saluran napas
Usahakan pasien terhindar dari paparan alergen
66
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
KASUS 5
SUBJECTIVE
Usia/Jenis Kelamin: 5 tahun 4 bulan 3 hari/ P
Tanggal Rawat : 25/12/2013 – 29/12/2013
Keluhan Utama : sesak napas sejak kemarin, batuk berdahak
Diagnosis
: status asthmaticus
Status Keluar
: sembuh
Alergi
:Riwayat Penyakit : kakek asma
Riwayat Penggunan Obat: –
OBJECTIVE
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital
BB
: 18 kg
Kesadaran
: CM
P
: 100 x/menit
RR
: 30 x/menit
SaO2
:Cyanosis
:Suara Napas
: Wheezing (+/+); Rhonki (-)
Lainnya : Tanggal
Tanda Vital: T(oC)/P(x/menit)/RR(x/menit)
Normal: 36,1-37,8/<110/<30
Kondisi/ Keluhan Pasien
Tatalaksana Obat
Infus KAEN 1B 5 tts/mnt (UGD)
Infus KAEN IB 10 tts/mnt
Neb. Salbutamol 2,5 mg+ Budenosid 0,5 mg
1x (UGD)
Neb.Salbutamol 2,5 mg3x 1 amp/hari
GentamisinIV 1x 40 mg/hari
AminofilinIV drip 2,5 cc + D5% 7,5 cc /6jam
Deksametason IV 1x 2,5 mg
Deksametason IV 2x ¾ amp /hari
Sirup Salbutamol 2 mg; GG 75 mg per 5 mL
Pulv (teofilin 50 mg, ambroksol 1/5 tab) 4x1/ hari
Hasil Pemeriksaan Laboratorium
-
25/12
26/12
27/12
28/12
29/12
37/108/30
-/-/32
-/-/25
-
-
sesak napas
sesak napas
sesak napas
sesak napas berkurang
tidak sesak napas lagi
√
-
√
√
√
-
√
-
-
-
-
√
√
√
√
-
√
√
√
√
-
√
√
√
√
-
√
√
-
67
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
ASSESSMENT
- Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada
ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012).  pemberian cairan infus sudah tepat
- Terapi lini pertama pada serangan asma adalah inhalasi SABA (Global Initiative for Asthma, 2014; British Thoracic Society, 2012). Anak dengan asma
sebaiknya diberi 1-3 nebulisasi 2,5–5 mg salbutamol atau 5-10 mg terbutaline (World Health Organization, 2013; British Thoracic Society, 2012). Pemberian
kortikosteroid inhalasi pada serangan asma dapat menurunkan kemungkinan rawat inap pada pasien yang tidak menggunakan kortikosteroid sistemik (Global
Initiative for Asthma, 2014).  pemberian Neb. Salbutamol 2,5 mgdan Budenosid 0,5 mg sudah tepat
- Kortikosteroid efektif dalam manajemen asma karena dapat mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama efektif dengan
pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan (Global Initiative for
Asthma, 2014; Depkes RI, 2008). Dosis pemberian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari (IDAI, 2009).  pemberian Deksametason IV sudah tepat,
namun dosis pemberian kurang. Dosis yang seharusnya diterima pasien 9-18 mg/hari, sementara pasien hanya menerima 2 x ¾ amp (4 mg)= 6 mg/hari: Dosis
kurang
- Antibiotik sebaiknya tidak diberikan secara rutin pada pasien asma tanpa demam. Antibiotik dapat diberikan pada pasien asma dengan demam atau adanya
tanda pneumonia (Global Initiative for Asthma, 2014; World Health Organization, 2013)  pemberian Gentamisin IV kurang tepat: Obat tidak dibutuhkan
(potensial)
- Pemberian aminofilin intravena dapat diberikan pada serangan asma berat (IDAI, 2009; Depkes RI, 2008). Dosis awal aminofilin 6-8 mg/kgBB diberikan
selama 20-30 menit, dosis rumatan 5mg/kg/6jam (World Health Organization, 2013; IDAI, 2009) Dosis kurang
- Guaifenesin dapat meningkatkan mucocilliary clearance melalui penurunan produksi mucin (Seagrave, et al., 2012).
- Dosis maksimal teofilin 10 mg/kgBB/hari (PDPI, 2003) Dosis berlebih (aktual)
- Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial)
- Kortikosteroid dan aminofilin/teofilin keduanya dapat menyebabkan hipokalemia, yang mungkin bersifat aditif (Baxter, 2010).Efek samping obat
(potensial)
- Kombinasi salbutamol dan aminofilin/teofilin dapat menyebabkan hipokalemia dan takikardi (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial)
PLAN/RECOMMENDATION
- Pertimbangkan penghentian terapi Gentamisin IV
- Perlu dilakukan penyesuaian dosis pemberian Deksametason IV menjadi 9-36 mg/hari
- Perlu dilakukan penyesuaian dosis pemberian teofilin menjadi maksimal 180 mg/hari
- Perlu dilakukan pemantauan denyut nadi, kadar kalium darah, dan kadar teofilin darah
- Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1 untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi saluran napas
68
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
KASUS 6
SUBJECTIVE
Alergi
:Riwayat Penyakit : Riwayat Penggunan Obat: -
Usia/Jenis Kelamin: 2 tahun 3 bulan 26 hari/ P
Tanggal Rawat : 27/07/2013 – 30/07/2013
Keluhan Utama : sesak napas, batuk, muntah
Diagnosis
: asthma bronchiale
Status Keluar
: sembuh
OBJECTIVE
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital
BB
: 12 kg
Kesadaran
: CM
P
: 100 x/menit
RR
: 30 x/menit
SaO2
:Cyanosis
:Suara Napas
: Wheezing (-); Rhonki (-)
Lainnya : Tanggal
o
Tanda Vital: T( C)/P(x/menit)/RR(x/menit)
Normal: 36,1-37,8/<110/<40
Kondisi/ Keluhan Pasien
Tatalaksana Obat
Infus KAEN 1B 10 tts/mnt
Neb. Salbutamol 2,5 mg3x 1 amp/hari
Gentamisin IV 2x 24 mg/hari
Deksametason IV 1x 2 g (UGD)
Deksametason IV 2x ½ amp/hari
Pulv. Ambroksol 4x 1/hari
Hemoglobin: 12,8 (12-18)
Leukosit : 13,9 (4.5-15)
Hematokrit: 37 (35–50)
Trombosit: 215 (150–450)
Eritrosit : 4,8 (1,4-3,4)
Basofil : 0 (0-1)
Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Eosinofil: 3 (0-3)
Neutrofil: 86 (54-62)
Limfosit : 9 (25-30)
Monosit : 4,8 (0-9)
Retikulosit: 1,1 (0.5-1.5)
Laju Endap Darah: 8 (0-20)
27/07
36/100/30
36/140/44
28/07
29/07
30/07
-
-
37/100/28
dyspnea, sesak, batuk,
muntah
batuk berdahak, sesak
napas
batuk berdahak, sesak
napas
sesak berkurang
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
ASSESSMENT
- Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada
ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012).  pemberian cairan infus sudah tepat
69
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
- Terapi lini pertama pada serangan asma adalah inhalasi SABA (Global Initiative for Asthma, 2014; British Thoracic Society, 2012). Anak dengan asma
sebaiknya diberi 1-3 nebulisasi 2,5–5 mg salbutamol atau 5-10 mg terbutaline (World Health Organization, 2013; British Thoracic Society, 2012). 
pemberian Neb. Salbutamol 2,5 mg sudah tepat
- Kortikosteroid efektif dalam manajemen asma karena dapat mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama efektif dengan
pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan (Global Initiative for
Asthma, 2014; Depkes RI, 2008). Dosis pemberian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari (IDAI, 2009).
 pemberian Deksametason IV di UGD sudah tepat. Pemberian kortikosteroid dilakukan jika terapi dengan SABA tidak memberikan respons. Dosis
pemberian 1 x 2 g berlebih, seharusnya dosis yang diterima pasien 6-12 mg/hari: Dosis berlebih
 pemberian Deksametason IV di ruang rawat sudah tepat, namun dosis pemberian kurang. Dosis yang seharusnya diterima pasien 6-12 mg/hari, sementara
pasien hanya menerima 2 x ½ amp (4 mg)= 4 mg/hari: Dosis kurang
- Antibiotik sebaiknya tidak diberikan secara rutin pada pasien asma tanpa demam. Antibiotik dapat diberikan pada pasien asma dengan demam atau adanya
tanda pneumonia (Global Initiative for Asthma, 2014; World Health Organization, 2013)  pemberian Gentamisin IV sudah tepat
- Pemberian mukolitik tidak disarankan karena dapat memperburuk obstruksi jalan napas dan batuk, khususnya pada asma parah (Global Initiative for Asthma,
2011; PDPI, 2003).  pemberian Ambroksol kurang tepat: Efek samping obat (potensial)
- Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial)
PLAN/RECOMMENDATION
- Pertimbangkan penghentian terapi Ambroksol
- Perlu dilakukan penyesuaian dosis pemberian Deksametason IVmenjadi 6-12 mg/hari
- Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium darah dan tanda vital
- Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1 untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi saluran napas
- Beri minum air hangat untuk meredakan batuk
70
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
KASUS 7
Usia/Jenis Kelamin: 2 tahun 10 bulan 6 hari/ P
Tanggal Rawat : 05/08/2013 – 08/08/2013
Keluhan Utama : batuk, sesak napas
Diagnosis
: asma bronkial
Status Keluar
:
SUBJECTIVE
Alergi
:Riwayat Penyakit : kejang
Riwayat Penggunan Obat: -
OBJECTIVE
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital
BB
: 13 kg
Kesadaran
: CM
P
: 110 x/menit
RR
: 45 x/menit
SaO2
:Cyanosis
:+
Suara Napas
: Wheezing (+); Rhonki (-)
Lainnya : retraksi dada
Tanggal
Tanda Vital: T(oC)/P(x/menit)/RR(x/menit)
Normal: 36,1-37,8/<110/<40
Kondisi/ Keluhan Pasien
Tatalaksana Obat
Infus KAEN 1B 10 tts/mnt
Deksametason IV 2x ½ amp/hari (UGD)
Aminofilin IV drip 2 cc + D5% 8 cc /6jam
Deksametason IV 1x 1amp
Neb. Ipratropium bromida 0,5 mg; Salbutamol sulfat 2,5
mg
3x 1 amp
Sirup Salbutamol sulfat 1 mg; Guaifenesin 50 mg
3x 4mL/hari
Pulv (metilprednisolon, amoxicilin) 3x 1
Pulv (ambroksol, teofilin) 4x 1
Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Hemoglobin: 13,2 (12-18)
Eosinofil: 50 (1-3)
Leukosit : 14,3 (4.5-15)
Neutrofil: 40 (54-62)
Hematokrit: 39 (35-50)
Monosit : 8 (0-9)
Trombosit: 474 (150-450)
Eritrosit : 4,8 (1,4-3,4)
LED/BSE/ESR: 11
Basofil : 2 (0-1)
05/08
36/110/45
36,5/110/39
batuk, sesak napas
06/08
07/08
08/08
-
-
36,5/90/23
batuk berdahak
masih batuk
batuk berkurang
√
√
√
√
√
√
√
-
-
√
√
-
-
√
√
√
-
√
√
√
√
√
√
-
71
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
ASSESSMENT
- Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada
ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012).  pemberian cairan infus sudah tepat
- Pada kasus berat, pemberian kombinasi nebulisasi β2 agonis dengan antikolinergik (Ipratropium bromida) dapat memberikan efek bronkodilatasi yang lebih
baik dengan memperbaiki nilai PEV/FEV1 dibandingkan pemberian SABA tunggal (Global Initiative for Asthma, 2014).  pemberian Neb. Ipratropium
bromida 0,5 mg; salbutamol 2,5 mg sudah tepat
- Pemberian aminofilin intravena dapat diberikan pada serangan asma berat (IDAI, 2009; Depkes RI, 2008). Dosis awal aminofilin 6-8 mg/kgBB diberikan
selama 20-30 menit, dosis rumatan 5mg/kg/6jam (World Health Organization, 2013; IDAI, 2009) Dosis kurang
- Kortikosteroid efektif dalam manajemen asma karena dapat mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama efektif dengan
pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan (Global Initiative for
Asthma, 2014; Depkes RI, 2008). Dosis pemberian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari (IDAI, 2009). pemberian Deksametason IV
(deksametason) sudah tepat, namun dosis pemberian di ruang rawat kurang. Dosis yang seharusnya diterima pasien 6,5-13 mg/hari, sementara pasien hanya
menerima 1 x 1 amp (4 mg)= 4 mg/hari: Dosis kurang
- Antibiotik sebaiknya tidak diberikan secara rutin pada pasien asma tanpa demam. Antibiotik dapat diberikan pada pasien asma dengan demam atau adanya
tanda pneumonia (Global Initiative for Asthma, 2014; World Health Organization, 2013)  pemberian pulv. Amoxan kurang tepat: Obat tidak
dibutuhkan (potensial)
- Guaifenesin dapat meningkatkan mucocilliary clearance melalui penurunan produksi mucin (Seagrave, et al., 2012).
- Pemberian mukolitik tidak disarankan karena dapat memperburuk obstruksi jalan napas dan batuk, khususnya pada asma parah (Global Initiative for
Asthma, 2011; PDPI, 2003).  pemberian Ambroksol kurang tepat: Efek samping obat (potensial)
- Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010).  Efek samping obat (potensial)
- Kortikosteroid dan aminofilin/teofilin keduanya dapat menyebabkan hipokalemia, yang mungkin bersifat aditif (Baxter, 2010).Efek samping obat
(potensial)
- Kombinasi salbutamol dan aminofilin/teofilin dapat menyebabkan hipokalemia dan takikardi (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial)
PLAN/RECOMMENDATION
- Pertimbangkan penghentian terapi Amoxicilin dan Ambroksol
- Perlu dilakukan penyesuaian dosis pemberian Deksametason IV menjadi 6,5-26 mg/hari
- Perlu dilakukan pemantauan denyut nadi, kadar kalium darah, dan kadar teofilin darah
- Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1 untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi saluran napas
- Beri minum air hangat untuk meredakan batuk
72
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
KASUS 8
Usia/Jenis Kelamin:5 tahun 0 bulan 21 hari/ L
Tanggal Rawat : 08/08/2013 – 10/08/2013
Keluhan Utama : batuk, sesak napas
Diagnosis
: asma bronkial
Status Keluar
: sembuh
SUBJECTIVE
Alergi
:Riwayat Penyakit : Riwayat Penggunan Obat: -
OBJECTIVE
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital
BB
: 16 kg
Kesadaran
: CM
P
: - x/menit
RR
: 30 x/menit
SaO2
:Cyanosis
:Suara Napas
: Wheezing (-); Rhonki (-)
Lainnya : Tanggal
Tanda Vital: T(oC)/P(x/menit)/RR(x/menit)
Normal: 36,1-37,8/<110/<30
Kondisi/ Keluhan Pasien
Tatalaksana Obat
Infus KAEN 1B 10 tts/mnt
Neb. Salbutamol 2,5 mg+ Flutikason 0,5 mg 1x (UGD)
Neb. Ipratropium bromida 0,5 mg; Salbutamol sulfat 2,5 mg
3x 1 amp/ hari
Deksametason IV 3x 5 mg/hari
D10% 500 cc + Aminofilin 75 mg IV 10tts/mnt
Hemoglobin: 12,7 (12-18)
Leukosit : 12,8 (4.5-15)
Hematokrit: 36 (35-30)
Trombosit: 278 (150-450)
Basofil : 0 (0-1)
Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Eosinofil: 1 (1-3)
Neutrofil: 89 (54-62)
Limfosit : 7 (25-30)
Monosit : 3 (0-9)
08/08
09/08
10/08
37,2/-/30
-
36,6/98/28
sesak napas, batuk
tidak sesak napas lagi
tidak sesak napas lagi, membaik
√
√
-
-
√
√
√
√
√
√
ASSESSMENT
- Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada
ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012).  pemberian cairan infus sudah tepat
- Terapi lini pertama pada serangan asma adalah inhalasi SABA (Global Initiative for Asthma, 2014; British Thoracic Society, 2012). Anak dengan asma
sebaiknya diberi 1-3 nebulisasi 2,5–5 mg salbutamol atau 5-10 mg terbutaline (World Health Organization, 2013; British Thoracic Society, 2012).
73
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
-
-
-
Pemberian kortikosteroid inhalasi pada serangan asma dapat menurunkan kemungkinan rawat inap pada psien yang tidak menggunakan kortikosteroid
sistemik (Global Initiative for Asthma, 2014).  pemberian Neb. salbutamol 2,5 mg dan Fluticason 0,5 mg sudah tepat
Pada kasus berat, pemberian kombinasi nebulisasi β2 agonis dengan antikolinergik (Ipratropium bromida) dapat memberikan efek bronkodilatasi yang lebih
baik dengan memperbaiki nilai PEV/FEV1 dibandingkan pemberian SABA tunggal (Global Initiative for Asthma, 2014).  pemberian Neb. Ipratropium
bromida 0,5 mg; salbutamol 2,5 mg sudah tepat
Kortikosteroid efektif dalam manajemen asma karena dapat mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama efektif dengan
pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan (Global Initiative for
Asthma, 2014; Depkes RI, 2008). Dosis pemberian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari (IDAI, 2009). pemberian Deksametason IV
(deksametason) sudah tepat
Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial)
Kortikosteroid dan aminofilin/teofilin keduanya dapat menyebabkan hipokalemia, yang mungkin bersifat aditif (Baxter, 2010).Efek samping obat
(potensial)
Kombinasi salbutamol dan aminofilin/teofilin dapat menyebabkan hipokalemia dan takikardi (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial)
PLAN/RECOMMENDATION
Perlu dilakukan pemantauan denyut nadi, kadar kalium darah, dan kadar teofilin darah
Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1 untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi saluran napas
Beri minum air hangat untuk meredakan batuk
74
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
KASUS 9
SUBJECTIVE
Usia/Jenis Kelamin: 1 tahun 4 bulan 25 hari/ L
Tanggal Rawat : 10/08/2013 – 15/08/2013
Keluhan Utama : sesak napas dari semalam, batuk
Diagnosis
: asma
Status Keluar
: sembuh, atas persetujuan
Alergi
:Riwayat Penyakit : Riwayat Penggunan Obat:-
OBJECTIVE
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital
BB
: 8 kg
Kesadaran
: CM
P
: 110 x/menit
RR
: 28 x/menit
SaO2
:Cyanosis
:Suara Napas
: Wheezing (+); Rhonki (-)
Lainnya : retraksi obs dada
Tanggal
Tanda Vital: T(oC)/P(x/menit)/RR(x/menit)
Normal: 36,1-37,8/<120/<40
Kondisi/ Keluhan Pasien
Hemoglobin: 12,9 (12-18)
Leukosit : 10,8 (4,5-15)
Hematokrit: 38 (35-50)
Trombosit: 32,6 (150-450)
Eritrosit : 5,1 (1,4-3,4)
LED/BSE/ESR: 43
Basofil : 0 (0-1)
Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Eosinofil: 1 (1-3)
Neutrofil: 77 (54-62)
Limfosit : 16 (25-30)
Monosit : 6 (0-9)
Retikulosit: 1,3 (0.5-1.5)
10/08
11/08
12/08
13/08
14/08
15/08
36,7/110/28
-
-
-
-
36/100/24
lemas, batuk,
sesak napas
batuk
batuk
berdahak
banyak
dahak
batuk
berdahak
membaik
Tatalaksana Obat
Infus KAEN 1B 10 tts/mnt
Deksametason IV 2x 0,3 cc /hari
Gentamisin IV 2x 16 mg /hari
Neb. Salbutamol 2,5 mg3x 1 amp /hari
Aminofilin IV drip 1,1 cc + D5% 8,9 cc 4x/hari
L-Bio 2x 1 bgks/hari
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
ASSESSMENT
- Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada
ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012).  pemberian cairan infus sudah tepat
- Pemberian aminofilin intravena dapat diberikan pada serangan asma berat (IDAI, 2009; Depkes RI, 2008). Dosis awal aminofilin 6-8 mg/kgBB diberikan
75
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
selama 20-30 menit, dosis rumatan 5mg/kg/6jam (World Health Organization, 2013; IDAI, 2009) Dosis kurang
- Kortikosteroid efektif dalam manajemen asma karena dapat mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama efektif dengan
pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan (Global Initiative for
Asthma, 2014; Depkes RI, 2008). Dosis pemberian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari (IDAI, 2009). pemberian Deksametason IV sudah tepat
- Antibiotik sebaiknya tidak diberikan secara rutin pada pasien asma tanpa demam. Antibiotik dapat diberikan pada pasien asma dengan demam atau adanya
tanda pneumonia (Global Initiative for Asthma, 2014; World Health Organization, 2013)  pemberian Gentamisin IV sudah tepat
- Terapi lini pertama pada serangan asma adalah inhalasi SABA (Global Initiative for Asthma, 2014; British Thoracic Society, 2012). Anak dengan asma
sebaiknya diberi 1-3 nebulisasi 2,5–5 mg salbutamol atau 5-10 mg terbutalin (World Health Organization, 2013; British Thoracic Society, 2012). 
pemberian Neb. Salbutamol 2,5 mg sudah tepat
- Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial)
- Kortikosteroid dan aminofilin/teofilin keduanya dapat menyebabkan hipokalemia, yang mungkin bersifat aditif (Baxter, 2010).Efek samping obat
(potensial)
- Kombinasi salbutamol dan aminofilin/teofilin dapat menyebabkan hipokalemia dan takikardi (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial)
PLAN/RECOMMENDATION
- Perlu dilakukan pemantauan tanda vital, kadar kalium darah, dan kadar teofilin darah
- Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1 untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi saluran napas
- Beri minum air hangat untuk meredakan batuk
76
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
KASUS 10
Usia/Jenis Kelamin: 8 tahun 2 bulan 22 hari/ L
Tanggal Rawat : 19/08/2013 – 22/08/2013
Keluhan Utama : sesak napas sejak semalam, batuk
Diagnosis
: asma bronkial
Status Keluar
: perbaikan, atas persetujuan
SUBJECTIVE
Alergi
:Riwayat Penyakit : asma
Riwayat Penggunan Obat: -
OBJECTIVE
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital
Hasil Pemeriksaan Laboratorium
BB
: 23 kg
Hemoglobin: 13.6 (12-18)
Kesadaran
: CM
Leukosit : 10,8 (4,5-15)
P
: 88 x/menit
Hematokrit: 41 (35-50)
RR
: 26 x/menit
Trombosit: 241 (150-450)
SaO2
:Cyanosis
:Suara Napas
: Wheezing (+); Rhonki (+)
Lainnya : Tanggal
19/08
20/08
21/08
Tanda Vital:
36,5/88/26
T(oC)/P(x/menit)/RR(x/menit)
Normal: 36,1-37,8/<110/<30
batuk, sesak napas,
tidak demam,masih
masih batuk, sesak,
Kondisi/ Keluhan Pasien
tidak demam
batuk,lemas, sesak, wheezing
wheezing
Tatalaksana Obat
Neb. Salbutamol 2,5 mg+ Budenosid 0,5 mg
√
1x (UGD)
Deksametason IV 1 amp 1x (UGD)
√
Infus RL 10 tts/mnt
√
√
√
Sirup Azitromisin 200 mg/5 mL 1x 1 cth/hari
√
√
Sirup Erdostein 175 mg/5 mL 1x 1 cth /hari
√
√
Sirup Salbutamol 2 mg/5 mL 3x 1 cth /hari
√
√
Deksametason IV 3x 4 mg/hari
√
√
Ranitidin IV 2x 25 mg/hari
√
√
22/08
36,2/100/22
masih batuk, keadaan
umum membaik
-
77
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
ASSESSMENT
- Terapi lini pertama pada serangan asma adalah inhalasi SABA (Global Initiative for Asthma, 2014; British Thoracic Society, 2012). Anak dengan asma
sebaiknya diberi 1-3 nebulisasi 2,5–5 mg salbutamol atau 5-10 mg terbutaline (World Health Organization, 2013; British Thoracic Society, 2012).
Pemberian kortikosteroid inhalasi pada serangan asma dapat menurunkan kemungkinan rawat inap pada psien yang tidak menggunakan kortikosteroid
sistemik (Global Initiative for Asthma, 2014).  pemberian Neb. Salbutamol 2,5 mgdan Budenosid 0,5 mg sudah tepat
- Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada
ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012).  pemberian cairan infus sudah tepat
- Kortikosteroid efektif dalam manajemen asma karena dapat mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama efektif dengan
pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan (Global Initiative for
Asthma, 2014; Depkes RI, 2008). Dosis pemberian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari (IDAI, 2009).  pemberian Deksametason IV sudah tepat
- Antibiotik sebaiknya tidak diberikan secara rutin pada pasien asma tanpa demam. Antibiotik dapat diberikan pada pasien asma dengan demam atau adanya
tanda pneumonia (Global Initiative for Asthma, 2014; World Health Organization, 2013)  pemberian azitromisin kurang tepat: Obat tidak dibutuhkan
(potensial)
- Pemberian H-2 blocker (Ranitidin) ditujukan untuk menghindari efek samping gastro intestinal akibat penggunaan kortikosteroid.
- Erdostein dapat memodulasi produksi mukus dan meningkatkan mucocilliary clearance (Balsamo, Lichtman, and Pillai, 2010).
- Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial)
PLAN/RECOMMENDATION
- Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium darah
- Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1 untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi saluran napas
- Beri minum air hangat untuk meredakan batuk
78
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
KASUS 11
Usia/Jenis Kelamin: 8 tahun 10 bulan 19 hari/ P
Tanggal Rawat : 09/09/2013 – 10/09/2013
Keluhan Utama : sesak napas, batuk
Diagnosis
: asthma bronchiale
Status Keluar
: perbaikan, atas persetujuan
SUBJECTIVE
Alergi
:Riwayat Penyakit : asma
Riwayat Penggunan Obat: sebelumnya menggunakan Teosal dan Novadryl
OBJECTIVE
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital
BB
: 32 kg
Kesadaran
: CM
P
: 120 x/menit
RR
: 30 x/menit
SaO2
:Cyanosis
:Suara Napas
: Wheezing (+/+); Rhonki (-)
Lainnya : takikardi
Tanggal
Tanda Vital: T(oC)/P(x/menit)/RR(x/menit) Normal: 36,137,8/<110/<30
Kondisi/ Keluhan Pasien
Tatalaksana Obat
Infus RL 15 tts/mnt
Deksametason IV 3x 5 mg/hari
Aminofilin IV drip 3,5 cc + D5% 6,5 cc 1x
Neb. Salbutamol 2,5 mg3x 1 amp /hari
Spiramisin 3x 500 mg
Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Hemoglobin: 14,9 (12-18)
Eosinofil: 3 (1-3)
Leukosit : 11 (4,5-15)
Neutrofil: 74 (54-62)
Hematokrit: 44 (35-50)
Limfosit : 15 (25-30)
Trombosit: 290 (150-450)
Monosit : 8 (0-9)
Eritrosit : 5,1 (1,4-3,4)
LED/BSE/ESR: 9
Basofil :0 (0-1)
09/09
10/09
36/120/30
37/84/24
sesak napas, batuk, pilek
sesak napas berkurang, masih batuk
√
√
√
√
√
√
ASSESSMENT
- Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada
ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012).  pemberian cairan infus sudah tepat
- Kortikosteroid efektif dalam manajemen asma karena dapat mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama efektif dengan
pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan (Global Initiative for
Asthma, 2014; Depkes RI, 2008). Dosis pemberian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari (IDAI, 2009). pemberian Deksametason
79
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
IV(deksametason) sudah tepat
- Pemberian aminofilin intravena dapat diberikan pada serangan asma berat (IDAI, 2009; Depkes RI, 2008). Dosis awal aminofilin 6-8 mg/kgBB diberikan
selama 20-30 menit, dosis rumatan 5mg/kg/6jam (World Health Organization, 2013; IDAI, 2009) Dosis kurang
- Terapi lini pertama pada serangan asma adalah inhalasi SABA (Global Initiative for Asthma, 2014; British Thoracic Society, 2012). Anak dengan asma
sebaiknya diberi 1-3 nebulisasi 2,5–5 mg salbutamol atau 5-10 mg terbutaline (World Health Organization, 2013; British Thoracic Society, 2012). 
pemberian Neb. Salbutamol 2,5 mgsudah tepat
- Antibiotik sebaiknya tidak diberikan secara rutin pada pasien asma tanpa demam. Antibiotik dapat diberikan pada pasien asma dengan demam atau adanya
tanda pneumonia (Global Initiative for Asthma, 2014; World Health Organization, 2013)  pemberian Spiramisin sudah tepat
- Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial)
- Kortikosteroid dan aminofilin/teofilin keduanya dapat menyebabkan hipokalemia, yang mungkin bersifat aditif (Baxter, 2010).Efek samping obat
(potensial)
- Kombinasi salbutamol dan aminofilin/teofilin dapat menyebabkan hipokalemia dan takikardi (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial)
PLAN/RECOMMENDATION
- Perlu dilakukan pemantauan denyut nadi, kadar kalium darah, dan kadar teofilin darah
- Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1 untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi saluran napas
- Beri minum air hangat untuk meredakan batuk
80
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
KASUS 12
Usia/Jenis Kelamin: 3 tahun 11 bulan 18 hari/ L
Tanggal Rawat : 21/09/2013 – 23/09/2013
Keluhan Utama : sesak napas, batuk
Diagnosis
: asma bronkial
Status Keluar
: sembuh, atas persetujuan
SUBJECTIVE
Alergi
:Riwayat Penyakit : Riwayat Penggunan Obat: -
OBJECTIVE
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital
BB
: 29 kg
Kesadaran
: CM
P
: 100 x/menit
RR
: 32 x/menit
SaO2
:Cyanosis
:Suara Napas
: Wheezing (+); Rhonki (+)
Lainnya : retraksi dada
Tanggal
Tanda Vital: T(oC)/P(x/menit)/RR(x/menit)
Normal: 36,1-37,8/<110/<40
Kondisi/ Keluhan Pasien
Hemoglobin:12,9 (12-18)
Leukosit : 15 (4,5-15)
Hematokrit: 67 (35-50)
Trombosit: 4,5 (150-450)
Eritrosit : 6,7 (1,4-3,4)
LED/BSE/ESR: 5
Basofil :0 (0-1)
Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Eosinofil: 1 (1-3)
Neutrofil: 80 (54-62)
Limfosit : 17 (25-30)
Monosit : 2 (0-9)
21/09
22/09
23/09
36,5/100/32
-/-/40
36,5/90/25
sesak napas, batuk
sesak napas
sesak napas, batuk berkurang, wheezing
berkurang
Tatalaksana Obat
Neb. Salbutamol 2,5 mg1x (UGD)
KAEN 3A 10 tts/mnt (UGD)
Infus KAEN 1B 10 tts/mnt
Neb. Salbutamol 2,5 mg3x 1 amp
Deksametason IV 3x 1 amp
Sirup Ambroksol HCl 15 mg/5 mL 3x 1 cth
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
ASSESSMENT
- Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada
ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012).  pemberian cairan infus sudah tepat
- Terapi lini pertama pada serangan asma adalah inhalasi SABA (Global Initiative for Asthma, 2014; British Thoracic Society, 2012). Anak dengan asma
81
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
-
-
sebaiknya diberi 1-3 nebulisasi 2,5–5 mg salbutamol atau 5-10 mg terbutalin (World Health Organization, 2013; British Thoracic Society, 2012). 
pemberian Neb. Salbutamol 2,5 mg sudah tepat
Kortikosteroid efektif dalam manajemen asma karena dapat mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama efektif dengan
pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan (Global Initiative for
Asthma, 2014; Depkes RI, 2008). Dosis pemberian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari (IDAI, 2009).  pemberian Deksametason IV sudah tepat,
namun dosis pemberian kurang. Dosis yang seharusnya diterima pasien 14,5-29 mg/hari, sementara pasien hanya menerima 3 x 1 amp (4mg) = 12 mg/hari:
Dosis kurang
Pemberian mukolitik tidak disarankan karena dapat memperburuk obstruksi jalan napas dan batuk, khususnya pada asma parah (Global Initiative for Asthma,
2011; PDPI, 2003).  pemberian Sirup Ambroksol kurang tepat: Efek samping obat (potensial)
Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial)
PLAN/RECOMMENDATION
Pertimbangkan penghentian terapi sirup Ambroksol
Perlu dilakukan penyesuaian dosis pemberian Deksametason IV menjadi 14,5-29 mg/hari
Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium darah
Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1 untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi saluran napas
Beri minum air hangat untuk meredakan batuk
82
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
KASUS 13
SUBJECTIVE
Alergi
:Riwayat Penyakit : Riwayat Penggunan Obat: -
Usia/Jenis Kelamin: 2 tahun 9 bulan 26 hari/ P
Tanggal Rawat : 22/09/2013 – 23/09/2013
Keluhan Utama : sesak napas sejak sore
Diagnosis
: asthma
Status Keluar
: perbaikan, pulang paksa
OBJECTIVE
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital
BB
: 13 kg
Kesadaran
: CM
P
: 100 x/menit
RR
: 48 x/menit
SaO2
:Cyanosis
:Suara Napas
: Wheezing (++); Rhonki (-)
Lainnya : Tanggal
Hasil Pemeriksaan Laboratorium
-
22/09
o
Tanda Vital: T( C)/P(x/menit)/RR(x/menit)
Normal: 36,1-37,8/<110/<40
Kondisi/ Keluhan Pasien
Tatalaksana Obat
37/100/48
sesak napas, batuk
23/09
-/-/36
-/-30
-/-/35
sesak napas, batuk
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
ASSESSMENT
- Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada
ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012).  pemberian cairan infus sudah tepat
Infus RL 10 tts/mnt
Neb. Flutikason 0,5 mg (UGD)
Neb. Salbutamol 2,5 mg1x (UGD)
Neb. Salbutamol 2,5 mg3x 1 amp
Deksametason IV 2x ½ amp
Deksametason IV 3x 1/3 amp
Aminofilin IV drip 2 cc + aq /6 jam
83
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
- Terapi lini pertama pada serangan asma adalah inhalasi SABA (Global Initiative for Asthma, 2014; British Thoracic Society, 2012). Anak dengan asma
sebaiknya diberi 1-3 nebulisasi 2,5–5 mg salbutamol atau 5-10 mg terbutaline (World Health Organization, 2013; British Thoracic Society, 2012).
Pemberian kortikosteroid inhalasi pada serangan asma dapat menurunkan kemungkinan rawat inap pada psien yang tidak menggunakan kortikosteroid
sistemik (Global Initiative for Asthma, 2014).  pemberian Neb. Salbutamol 2,5 mgdan Flutikason 0,5 mg sudah tepat
- Kortikosteroid efektif dalam manajemen asma karena dapat mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama efektif dengan
pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan (Global Initiative for
Asthma, 2014; Depkes RI, 2008). Dosis pemberian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari (IDAI, 2009).  pemberian Deksametason IV sudah tepat,
namun dosis pemberian kurang. Dosis yang seharusnya diterima pasien 6,5-13 mg/hari, sementara pasien hanya menerima 2 x ½ (4mg) = 4 mg/hari pada
hari pertama dan 3 x 1/3 amp (4 mg) = 4 mg pada hari kedua: Dosis kurang
- Pemberian aminofilin intravena dapat diberikan pada serangan asma berat (IDAI, 2009; Depkes RI, 2008). Dosis awal aminofilin 6-8 mg/kgBB diberikan
selama 20-30 menit, dosis rumatan 5mg/kg/6jam (World Health Organization, 2013; IDAI, 2009) Dosis kurang
- Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial)
- Kortikosteroid dan aminofilin/teofilin keduanya dapat menyebabkan hipokalemia, yang mungkin bersifat aditif (Baxter, 2010). Efek samping obat
(potensial)
- Kombinasi salbutamol dan aminofilin/teofilin dapat menyebabkan hipokalemia dan takikardi (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial)
-
PLAN/RECOMMENDATION
Perlu dilakukan penyesuaian dosis pemberian Deksametason IV
Perlu dilakukan pemantauan denyut nadi, kadar kalium darah, dan kadar teofilin darah
Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1 untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi saluran napas
Beri minum air hangat untuk meredakan batuk
84
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
KASUS 14
SUBJECTIVE
Alergi
:Riwayat Penyakit : Riwayat Penggunan Obat: sebelumnya Salbutamol 3x 1 mg; Parasetamol 3x 250
mg; Cotrimoxazole 2x 480 mg; Ambroxol 3x 4 mg
Usia/Jenis Kelamin: 4 tahun 5 bulan 25 hari/ L
Tanggal Rawat : 10/10/2013 – 13/0/013
Keluhan Utama : sesak napas, batuk, demam
Diagnosis
: asthma bronchiale
Status Keluar
:
OBJECTIVE
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital
BB
: 18 kg
Kesadaran
: CM
P
: 108 x/menit
RR
: 36 x/menit
SaO2
:Cyanosis
:Suara Napas
: Wheezing (+); Rhonki (+)
Lainnya : Tanggal
Tanda Vital: T(oC)/P(x/menit)/RR(x/menit)
Normal: 36,1-37,8/<110/<40
Kondisi/Keluhan Pasien
Tatalaksana Obat
Infus KAEN 1B 16 tts/mnt
Neb. Salbutamol 2,5 mg3x 1 amp
Amikasin IV 2x 125 mg
Deksametason IV 3x 1 cc
Aminofilin IV drip 2,4 cc + D5% 7,6 cc 3x
Biostrum 3x 1 cth
Hemoglobin: 12,5 (12-18)
Leukosit : 9,3 (4,5-15)
Hematokrit: 36 (35-50)
Trombosit: 456 (150-450)
Eritrosit : 4,6 (1,4-3,4)
Basofil : 0 (0-1)
Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Eosinofil: 1 (1-3)
Neutrofil: 76 (54-62)
Limfosit : 20 (25-30)
Monosit : 3 (0-9)
10/10
11/10
12/10
13/10
36/108/36
-
-
36,5/100/22
sesak pernapasan
dada
lemas, batuk
berdahak
sesak, batuk
berdahak
lemas, batuk berdahak, tidak
sesak lagi
√
√
√
√
√
-
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
ASSESSMENT
- Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada
ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012).  pemberian cairan infus sudah tepat
- Terapi lini pertama pada serangan asma adalah inhalasi SABA (Global Initiative for Asthma, 2014; British Thoracic Society, 2012). Anak dengan asma
85
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
-
sebaiknya diberi 1-3 nebulisasi 2,5–5 mg salbutamol atau 5-10 mg terbutaline (World Health Organization, 2013; British Thoracic Society, 2012). 
pemberian Neb. Ventolin (salbutamol 2,5 mg) sudah tepat
Antibiotik sebaiknya tidak diberikan secara rutin pada pasien asma tanpa demam. Antibiotik dapat diberikan pada pasien asma dengan demam atau adanya
tanda pneumonia (World Health Organization, 2013)  pemberian IV Amikasin sudah tepat
Kortikosteroid efektif dalam manajemen asma karena dapat mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama efektif dengan
pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan (Global Initiative for
Asthma, 2014; Depkes RI, 2008). Dosis pemberian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari (IDAI, 2009).  pemberian Deksametason IV
(deksametason) sudah tepat, namun dosis pemberian kurang. Dosis yang seharusnya diterima pasien 9-18 mg/hari, sementara pasien hanya menerima 3 x 1
cc (1 cc= 1 mg) = 3 mg/hari: Dosis kurang
Pemberian aminofilin intravena dapat diberikan pada serangan asma berat (IDAI, 2009; Depkes RI, 2008). Dosis awal aminofilin 6-8 mg/kgBB diberikan
selama 20-30 menit, dosis rumatan 5mg/kg/6jam (World Health Organization, 2013; IDAI, 2009) Dosis kurang
Biostrum merupakan suplemen untuk meningkatkan sistem imun, nafsu makan, mencegah dan mengobati defisiensi vitamin, memperkuat tulang dan gigi
(MIMS, 2012).
Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial)
Kortikosteroid dan aminofilin/teofilin keduanya dapat menyebabkan hipokalemia, yang mungkin bersifat aditif (Baxter, 2010). Efek samping obat
(potensial)
Kombinasi salbutamol dan aminofilin/teofilin dapat menyebabkan hipokalemia dan takikardi (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial)
-
PLAN/RECOMMENDATION
Perlu dilakukan penyesuaian dosis pemberian Deksametason IV
Perlu dilakukan pemantauan denyut nadi, kadar kalium darah, dan kadar teofilin darah
Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1 untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi saluran napas
Beri minum air hangat untuk meredakan batuk
-
-
86
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
KASUS 15
SUBJECTIVE
Usia/Jenis Kelamin: 1 tahun 6 bulan 21 hari/ L
Tanggal Rawat : 13/10/2013 – 15/10/2013
Keluhan Utama : sesak napas
Diagnosis
: asthma bronchiale
Status Keluar
: perbaikan, atas persetujuan
Alergi
:Riwayat Penyakit : Riwayat Penggunan Obat: -
OBJECTIVE
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital
BB
: 9 kg
Kesadaran
: CM
P
: 90 x/menit
RR
: 40 x/menit
SaO2
:Cyanosis
:Suara Napas
: Wheezing (+); Rhonki (-)
Lainnya : Tanggal
Tanda Vital: T(oC)/P(x/menit)/RR(x/menit)
Normal: 36,1-37,8/<120/<40
Kondisi/Keluhan Pasien
Hasil Pemeriksaan Laboratorium
-
13/10
14/10
15/10
37,5/90/40
-/-/90
37/115/24
batuk, pilek, sesak napas
batuk berdahak, pilek, sesak
napas
batuk berdahak
Tatalaksana Obat
Infus KAEN 1B 10 tts/mnt
Neb. Salbutamol 2,5 mg+ NaCl 2 cc 3 x 1 amp
Deksametason IV 3x 1 cc
Spiramisin 3x 250 mg
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
ASSESSMENT
- Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada
ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012).  pemberian cairan infus sudah tepat
- Terapi lini pertama pada serangan asma adalah inhalasi SABA (Global Initiative for Asthma, 2014; British Thoracic Society, 2012). Anak dengan asma
sebaiknya diberi 1-3 nebulisasi 2,5–5 mg salbutamol atau 5-10 mg terbutaline (World Health Organization, 2013; British Thoracic Society, 2012). 
pemberian Neb. Salbutamol 2,5 mg sudah tepat
87
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
- Kortikosteroid efektif dalam manajemen asma karena dapat mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama efektif dengan
pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan (Global Initiative for
Asthma, 2014; Depkes RI, 2008). Dosis pemberian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari (IDAI, 2009).  pemberian Deksametason IV
(deksametason) sudah tepat, namun dosis pemberian kurang. Dosis yang seharusnya diterima pasien 4,5-9 mg/hari, sementara pasien hanya menerima 3 x 1
cc (1 cc= 1 mg) = 3 mg/hari: Dosis kurang
- Antibiotik sebaiknya tidak diberikan secara rutin pada pasien asma tanpa demam. Antibiotik dapat diberikan pada pasien asma dengan demam atau adanya
tanda pneumonia (Global Initiative for Asthma, 2014; World Health Organization, 2013)  pemberian Lacedim (ceftazidime) kurang tepat: Obat tidak
dibutuhkan (potensial)
- Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial)
PLAN/RECOMMENDATION
- Pertimbangkan penghentian terapi Spiramisin
- Perlu dilakukan penyesuaian dosis pemberian Deksametason IV
- Perlu dilakukan pemantauan denyut nadi, kadar kalium darah, dan kadar teofilin darah
- Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1 untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi saluran napas
- Beri minum air hangat untuk meredakan batuk
88
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
KASUS 16
SUBJECTIVE
Usia/Jenis Kelamin: 11 bln 26 hari/ L
Tanggal Rawat : 25/10/2013 – 26/10/2013
Keluhan Utama : sesak napas, demam, batuk
Diagnosis
: asma
Status Keluar
: perbaikan, atas persetujuan
Alergi
:Riwayat Penyakit : Riwayat Penggunan Obat: -
OBJECTIVE
BB
Kesadaran
P
RR
SaO2
Cyanosis
Suara Napas
Lainnya : -
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital
: 10,5 kg
: CM
: 122 x/menit
: 22 x/menit
::: Wheezing (++); Rhonki (+)
Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Hemoglobin: 11,6 (12-18)
Leukosit : 11,1 (4,5-15)
Trombosit: 389 (150-450)
LED/BSE/ESR: 7
Tanggal
25/10
26/10
Tanda Vital: T(oC)/P(x/menit)/RR(x/menit)
37,5/122/22
37/100/22
Normal: 36,1-37,8/<160/<50
batuk, sesak napas, demam
sesak napas berkurang
Kondisi/Keluhan Pasien
√
√
Tatalaksana Obat
Infus KAEN 1B 8 tts/mnt
√
√
Neb. Salbutamol 2,5 mg+ Flutikason 0,5 mg 1x (UGD)
√
Neb Salbutamol 2,5 mg2 x ½ amp
√
√
CeftazidimIV 2x 500 mg
√
√
Deksametason IV 3x ½ amp
√
√
Sirup Parasetamol 3x 1 cth
√
√
Sirplus 3x 1 cth
√
√
Pulv (teofilin 40 mg; ambroksol 30 mg 1/5 tab; triprolidin HCl 2,5 mg + pseudoefedrin HCl 60
√
√
mg 1/5 tab; salbutamol 2 mg 1/3 tab; triamsinolon 4 mg 1/3 tab) 3x 1
ASSESSMENT
- Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada
89
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012).  pemberian cairan infus sudah tepat
- Terapi lini pertama pada serangan asma adalah inhalasi SABA (Global Initiative for Asthma, 2014; British Thoracic Society, 2012). Anak dengan asma
sebaiknya diberi 1-3 nebulisasi 2,5–5 mg salbutamol atau 5-10 mg terbutaline (World Health Organization, 2013; British Thoracic Society, 2012).
Pemberian kortikosteroid inhalasi pada serangan asma dapat menurunkan kemungkinan rawat inap pada psien yang tidak menggunakan kortikosteroid
sistemik (Global Initiative for Asthma, 2014). pemberian Neb. Ventolin (salbutamol 2,5 mg) dan Flixotide (Fluticasone) sudah tepat
- Kortikosteroid efektif dalam manajemen asma karena dapat mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama efektif dengan
pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan (Global Initiative for
Asthma, 2014; Depkes RI, 2008). Dosis pemberian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari (IDAI, 2009).  pemberian Deksametason IV sudah tepat
- Antibiotik sebaiknya tidak diberikan secara rutin pada pasien asma tanpa demam. Antibiotik dapat diberikan pada pasien asma dengan demam atau adanya
tanda pneumonia (Global Initiative for Asthma, 2014; World Health Organization, 2013)  pemberian CeftazidimIV sudah tepat
- Indikasi utama pemberian antipiretik pada anak adalah jika suhu tubuh lebih dari 38,3 oC (Sullivan, et al., 2011).  pemberian sirup Parasetamol kurang
tepat: Obat tidak dibutuhkan (potensial)
- Pemberian mukolitik tidak disarankan karena dapat memperburuk obstruksi jalan napas dan batuk, khususnya pada asma parah (Global Initiative for
Asthma, 2011; PDPI, 2003).  pemberian Ambroksol kurang tepat: Efek samping obat (potensial)
- Dosis maksimal teofilin 10 mg/kgBB/hari (PDPI, 2003) Dosis berlebih
- Guaifenesin dapat meningkatkan mucocilliary clearance melalui penurunan produksi mucin (Seagrave, et al., 2012).  guaifenesin yang terkandung dalam
ventolin sudah sesuai
- Pemberian triamsinolon ditujukan untuk switching kortikosteroid intravena.
- Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial)
- Kortikosteroid dan aminofilin/teofilin keduanya dapat menyebabkan hipokalemia, yang mungkin bersifat aditif (Baxter, 2010). Efek samping obat
(potensial)
- Kombinasi salbutamol dan aminofilin/teofilin dapat menyebabkan hipokalemia dan takikardi (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial)
-
PLAN/RECOMMENDATION
Pertimbangkan penghentian terapi IV Ceftazidime, sirup Parasetamol, Ambroksol
Perlu dilakukan pemantauan denyut nadi, kadar kalium darah, dan kadar teofilin darah
Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1 untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi saluran napas
Beri minum air hangat untuk meredakan batuk
90
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
KASUS 17
SUBJECTIVE
Usia/Jenis Kelamin: 5 bulan 18 hari/ P
Alergi
:Tanggal Rawat : 13/11/2013 – 16/11/2013
Riwayat Penyakit : Keluhan Utama : batuk sejak 2 hari lalu, sesak napas sejak 1 hari lalu, demam
Riwayat Penggunan Obat: Diagnosis
: asthma
Status Keluar
: sembuh, atas persetujuan
OBJECTIVE
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital
Hasil Pemeriksaan Laboratorium
BB
: 6,2 kg
Kesadaran
: CM
P
: 120 x/menit
RR
: 30 x/menit
SaO2
:Cyanosis
:Suara Napas
: Wheezing (-); Rhonki (-)
Lainnya : Tanggal
13/11
14/11
15/11
16/11
Tanda Vital:
T(oC)/P(x/menit)/RR(x/menit)
37,1/120/30
37/-/45
37/110/24
Normal:
36,1-37,8/<160/<50
batuk berdahak
batuk berdahak
batuk berkurang
batuk berkurang, tampak batuk sesekali
Kondisi/Keluhan Pasien
Tatalaksana Obat
Infus KAEN 1B 6 tts/mnt
√
√
√
√
Neb. Salbutamol 2,5 mg 3x 1 amp
√
√
√
Deksametason IV 3x ½ amp
√
√
√
CeftriaxonIV1x 500 mg
√
√
√
Sirup Parasetamol 4x ½ cth
√
√
√
ASSESSMENT
- Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada
ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012).  pemberian cairan infus sudah tepat
- Terapi lini pertama pada serangan asma adalah inhalasi SABA (Global Initiative for Asthma, 2014; British Thoracic Society, 2012). Anak dengan asma
91
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
-
sebaiknya diberi 1-3 nebulisasi 2,5–5 mg salbutamol atau 5-10 mg terbutaline (World Health Organization, 2013; British Thoracic Society, 2012). 
pemberian Neb. Salbutamol 2,5 mg sudah tepat
Kortikosteroid efektif dalam manajemen asma karena dapat mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama efektif dengan
pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan (Global Initiative for
Asthma, 2014; Depkes RI, 2008). Dosis pemberian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari (IDAI, 2009).  pemberian Deksametason IV sudah tepat
Antibiotik sebaiknya tidak diberikan secara rutin pada pasien asma tanpa demam. Antibiotik dapat diberikan pada pasien asma dengan demam atau adanya
tanda pneumonia (Global Initiative for Asthma, 2014; World Health Organization, 2013)  pemberian CeftriaxonIVsudah tepat
Indikasi utama pemberian antipiretik pada anak adalah jika suhu tubuh lebih dari 38,3 oC (Sullivan, et al., 2011).  pemberian sirup Parasetamol kurang
tepat: Obat tidak dibutuhkan (potensial)
Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial)
-
PLAN/RECOMMENDATION
Pertimbangkan terapi sirup Parasetamol
Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium darah
Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1 untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi saluran napas
Beri minum air hangat untuk meredakan batuk
-
-
92
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
KASUS 18
SUBJECTIVE
Usia/Jenis Kelamin: 5 tahun 10 bulan 14 hari/ L
Tanggal Rawat : 29/11/2013 – 02/12/2013
Keluhan Utama : sesak napas, batuk, panas sejak 1 minggu lalu
Diagnosis
: asma bronkial
Status Keluar
:
Alergi
:Riwayat Penyakit : Riwayat Penggunan Obat:-
OBJECTIVE
BB
Kesadaran
P
RR
SaO2
Cyanosis
Suara Napas
Lainnya : -
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital
: 18 kg
: CM
: 100 x/menit
: 27 x/menit
::: Wheezing (+); Rhonki (+)
Tanggal
Tanda Vital: T(oC)/P(x/menit)/RR(x/menit)
Normal: 36,1-37,8/<110/<30
Kondisi/Keluhan Pasien
Tatalaksana Obat
Infus KAEN 1B 16 tts/mnt
Neb. Salbutamol 2,5 mg 3x 1 amp
Deksametason IV 2x ½ amp
Sirup Salbutamol 2 mg; GG 75 mg per 5 mL
3x 1 cth
Gentamisin IV 2x 36 mg
Pulv (Ambroksol ¼ tab; teofilin 50 mg) 4x 1
Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Hemoglobin: 9,2 (12-18)
Eosinofil: 0 (1-3)
Leukosit : 22,4 (4,5-15)
Neutrofil: 82 (54-62)
Trombosit: 458 (150-450)
Limfosit : 13 (25-30)
LED/BSE/ESR: 60
Monosit : 5 (0-9)
Basofil : 0 (0-1)
Eosinofil Total: 20
29/11
30/11
01/12
02/12
37,4/100/27
-/-/28
-
36,2/100/22
batuk, sesak napas
batuk berdahak
batuk
batuk berkurang
√
√
√
√
√
√
√
√
√
-
√
√
√
-
√
√
√
√
√
√
ASSESSMENT
- Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada
ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012).  pemberian cairan infus sudah tepat
- Terapi lini pertama pada serangan asma adalah inhalasi SABA (Global Initiative for Asthma, 2014; British Thoracic Society, 2012). Anak dengan asma
93
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
-
-
sebaiknya diberi 1-3 nebulisasi 2,5–5 mg salbutamol atau 5-10 mg terbutaline (World Health Organization, 2013; British Thoracic Society, 2012). 
pemberian Neb. Salbutamol 2,5 mg sudah tepat
Kortikosteroid efektif dalam manajemen asma karena dapat mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama efektif dengan
pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan (Global Initiative for
Asthma, 2014; Depkes RI, 2008). Dosis pemberian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari (IDAI, 2009).  pemberian Deksametason IV
(deksametason) sudah tepat, namun dosis pemberian kurang. Dosis yang seharusnya diterima pasien 9-18 mg/hari, sementara pasien hanya menerima 2 x ½
amp (4 mg) = 4 mg/hari: Dosis kurang
Antibiotik sebaiknya tidak diberikan secara rutin pada pasien asma tanpa demam. Antibiotik dapat diberikan pada pasien asma dengan demam atau adanya
tanda pneumonia (Global Initiative for Asthma, 2014; World Health Organization, 2013)  pemberian Gentamisin IV sudah tepat
Guaifenesin dapat meningkatkan mucocilliary clearance melalui penurunan produksi mucin (Seagrave, et al., 2012).
Dosis maksimal teofilin 10 mg/kgBB/hari (PDPI, 2003) Dosis berlebih
Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial)
Kortikosteroid dan aminofilin/teofilin keduanya dapat menyebabkan hipokalemia, yang mungkin bersifat aditif (Baxter, 2010). Efek samping obat
(potensial)
Kombinasi salbutamol dan aminofilin/teofilin dapat menyebabkan hipokalemia dan takikardi (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial)
PLAN/RECOMMENDATION
Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium darah, denyut nadi, dan kadar teofilin
Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1 untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi saluran napas
Beri minum air hangat untuk meredakan batuk
94
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
KASUS 19
Usia/Jenis Kelamin: 4 bulan 3 hari/ P
Tanggal Rawat : 04/12/2013 – 05/12/2013
Keluhan Utama : sesak napas, batuk, pilek
Diagnosis
: asthma bronchiale
Status Keluar
: diizinkan, perbaikan
SUBJECTIVE
Alergi
:Riwayat Penyakit : Riwayat Penggunan Obat: -
OBJECTIVE
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital
BB
: 6,5 kg
Kesadaran
: CM
P
: 102 x/menit
RR
: 36 x/menit
SaO2
:Cyanosis
:Suara Napas
: Wheezing (+); Rhonki (+)
Lainnya : Tanggal
Tanda Vital: T(oC)/P(x/menit)/RR(x/menit)
Normal: 36,1-37,8/<160/<50
Kondisi/Keluhan Pasien
Hemoglobin: 11,2 (12-18)
Leukosit : 8,9 (4,5-15)
Eritrosit : 40 (1,4-3,4)
LED/BSE/ESR: 37
Basofil : 0 (0-1)
Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Eosinofil: 0 (1-3)
Neutrofil: 72 (54-62)
Limfosit : 24 (25-30)
Monosit : 4 (0-9)
04/05
36/102/36
37/130/42
sesak napas, batuk berdahak
05/05
36,8/98/22
sesak napas berkurang, batuk berkurang,
tampak batuk sesekali
Tatalaksana Obat
Infus KAEN 1B 10 tts/mnt
√
Neb. Ipratropium bromida 0,5 mg,; Slabutamol sulfat 2,5 mg 1x (UGD)
√
Deksametason IV 1x 1/3 amp
√
CeftriaxonIV 1x 0,35 g
√
Spiramisin 3x ½ cth
√
Pulv (Prednison 2 mg; Salbutamol 10,8 mg; Bromheksin HCl 2 mg) 3x1
√
√
ASSESSMENT
- Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada
ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012).  pemberian cairan infus sudah tepat
- Pada kasus berat, pemberian kombinasi nebulisasi β2 agonis dengan antikolinergik (Ipratropium bromida) dapat memberikan efek bronkodilatasi yang lebih
95
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
-
-
baik dengan memperbaiki nilai PEV/FEV1 dibandingkan pemberian SABA tunggal (Global Initiative for Asthma, 2014).  pemberian Neb. Ipratropium
bromida 0,5 mg; salbutamol 2,5 mg sudah tepat
Kortikosteroid efektif dalam manajemen asma karena dapat mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama efektif dengan
pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan (Global Initiative for
Asthma, 2014; Depkes RI, 2008). Dosis pemberian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari (IDAI, 2009).  pemberian Deksametason IV sudah tepat,
namun dosis pemberian kurang. Dosis yang seharusnya diterima pasien 3,25-6,5 mg/hari, sementara pasien hanya menerima 1 x 1/3 amp (4 mg) = 1,33
mg/hari: Dosis kurang
Antibiotik sebaiknya tidak diberikan secara rutin pada pasien asma tanpa demam. Antibiotik dapat diberikan pada pasien asma dengan demam atau adanya
tanda pneumonia (Global Initiative for Asthma, 2014; World Health Organization, 2013)  pemberian IV Ceftriaxon dan spiramisin sudah tepat\
Pemberian Prednison oral diujukan untuk switching kortikosteroid intravena
Pemberian mukolitik tidak disarankan karena dapat memperburuk obstruksi jalan napas dan batuk, khususnya pada asma parah (Global Initiative for
Asthma, 2011; PDPI, 2003).  pemberian Bromheksin HCl kurang tepat: Efek samping obat (potensial)
Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial)
PLAN/RECOMMENDATION
Pertimbangkan penghentian terapi Bromheksin HCl
Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium darah
Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1 untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi saluran napas
Beri minum air hangat untuk meredakan batuk
96
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
KASUS 20
SUBJECTIVE
Usia/Jenis Kelamin: 2 tahun 3 bulan 5 hari/ P
Tanggal Rawat : 26/12/2013 – 28/12/2013
Keluhan Utama : sesak napas, batuk
Diagnosis
: status asthmaticus
Status Keluar
: sembuh, atas persetujuan
Alergi
:Riwayat Penyakit : asma
Riwayat Penggunan Obat: -
OBJECTIVE
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital
BB
: 13,5 kg
Kesadaran
: CM
P
: 112 x/menit
RR
: 44 x/menit
SaO2
:Cyanosis
:Suara Napas
: Wheezing (+/+); Rhonki (-)
Lainnya : Tanggal
Tanda Vital: T(oC)/P(x/menit)/RR(x/menit)
Normal: 36,1-37,8/<110/<40
Kondisi/Keluhan Pasien
Tatalaksana Obat
Infus RL 7 tts/mnt (UGD)
Infus RL 6 tts/mnt
Infus RL 10 tts/mnt
Neb. Salbutamol 2,5 mg 1 amp /4 jam
Neb. Salbutamol 2,5 mg 1 amp /6 jam
Deksametason IV ½ amp 1x (UGD)
Deksametason IV 3x ½ amp
Hasil Pemeriksaan Laboratorium
-
26/12
36,5/112/44
36/104/25
37,4/104/30
37,4/120/30
sesak napas,
batuk, pilek
√
√
√
√
√
27/12
28/12
-/-/30
-/-/32
36,5/90/25
sesak berkurang,
batuk
tampak tenang, dyspnea berkurang, wheezing
berkurang
√
√
√
√
√
√
97
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
ASSESSMENT
- Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada
ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012).  pemberian cairan infus sudah tepat
- Terapi lini pertama pada serangan asma adalah inhalasi SABA (Global Initiative for Asthma, 2014; British Thoracic Society, 2012). Anak dengan asma
sebaiknya diberi 1-3 nebulisasi 2,5–5 mg salbutamol atau 5-10 mg terbutaline (World Health Organization, 2013; British Thoracic Society, 2012). 
pemberian Neb. Ventolin (salbutamol 2,5 mg) sudah tepat
- Kortikosteroid efektif dalam manajemen asma karena dapat mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama efektif dengan
pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan (Global Initiative for
Asthma, 2014; Depkes RI, 2008). Dosis pemberian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari (IDAI, 2009).  pemberian Deksametason IV sudah tepat
- Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial)
-
PLAN/RECOMMENDATION
Perlu dilakukan penyesuaian dosis pemberian Deksametason IV
Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium darah
Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1 untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi saluran napas
Beri minum air hangat untuk meredakan batuk
98
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
KASUS 21
SUBJECTIVE
Alergi
:Riwayat Penyakit : asma
Riwayat Penggunan Obat: -
Usia/Jenis Kelamin: 4 tahun 2 bulan 8 hari/ P
Tanggal Rawat : 16/10/2013 – 19/10/2013
Keluhan Utama : sesak napas, batuk, mengi sejak semalam
Diagnosis
: asma bronkial
Status Keluar
: perbaikan, pulang paksa
OBJECTIVE
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital
BB
: 13 kg
Kesadaran
: CM
P
: 88 x/menit
RR
: 50 x/menit
SaO2
:Cyanosis
:Suara Napas
: Wheezing (+/+); Rhonki (+/+)
Lainnya : Tanggal
Tanda Vital: T(oC)/P(x/menit)/RR(x/menit)
Normal: 36,1-37,8/<110/<40
Kondisi/Keluhan Pasien
Tatalaksana Obat
Infus KAEN 1B 15 tts/mnt (UGD)
Infus KAEN 1B 15 tts/mnt +Aminophyllin 1 amp
Neb. Salbutamol 2,5 mg 1 amp 1x (UGD)
Neb. Salbutamol 2,5 mg 1 amp + NaCl 2,5 cc
Aminofilin IV drip 240 mg 1x
DeksametasonIV 3x 4 mg
Pulv (Salbutamol 2 mg; Erdostein 300 mg) 3x 1
Hasil Pemeriksaan Laboratorium
-
16/10
37,1/88/50
37/110/46
17/10
18/10
19/10
-/-/46
-
36,5/90/23
sesak napas,
batuk, mengi
lemas, demam, sesak
napas, wheezing
sesak napas,
demam, lemas,
wheezing
demam turun, batuk dan
sesak napas berkurang
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
ASSESSMENT
- Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien
√
√
√
√
asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada
99
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012).  pemberian cairan infus sudah tepat
- Terapi lini pertama pada serangan asma adalah inhalasi SABA (Global Initiative for Asthma, 2014; British Thoracic Society, 2012). Anak dengan asma
sebaiknya diberi 1-3 nebulisasi 2,5–5 mg salbutamol atau 5-10 mg terbutaline (World Health Organization, 2013; British Thoracic Society, 2012). 
pemberian Neb. Salbutamol 2,5 mg sudah tepat
- Pemberian aminofilin intravena dapat diberikan pada serangan asma berat (IDAI, 2009; Depkes RI, 2008). Dosis awal aminofilin 6-8 mg/kgBB diberikan
selama 20-30 menit, dosis rumatan 5mg/kg/6jam (World Health Organization, 2013; IDAI, 2009) Dosis kurang
- Kortikosteroid efektif dalam manajemen asma karena dapat mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama efektif dengan
pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan (Global Initiative for
Asthma, 2014; Depkes RI, 2008). Dosis pemberian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari (IDAI, 2009).  pemberian Deksametason IV sudah tepat
- Guaifenesin dapat meningkatkan mucocilliary clearance melalui penurunan produksi mucin (Seagrave, et al., 2012).
- Pemberian mukolitik tidak disarankan karena dapat memperburuk obstruksi jalan napas dan batuk, khususnya pada asma parah (Global Initiative for
Asthma, 2011; PDPI, 2003).  pemberian Erdostein kurang tepat: Efek samping obat (potensial)
- Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial)
- Kortikosteroid dan aminofilin/teofilin keduanya dapat menyebabkan hipokalemia, yang mungkin bersifat aditif (Baxter, 2010). Efek samping obat
(potensial)
- Kombinasi salbutamol dan aminofilin/teofilin dapat menyebabkan hipokalemia dan takikardi (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial)
PLAN/RECOMMENDATION
- Perrtimbangkan penghentian terapi Erdostein
- Perlu dilakukan pemantauan denyut nadi, kadar kalium, dan kadar teofilin darah
- Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1 untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi saluran napas
- Beri minum air hangat untuk meredakan batuk
100
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
KASUS 22
SUBJECTIVE
Usia/Jenis Kelamin: 1 tahun 11 bulan 8 hari/ L
Alergi
:Tanggal Rawat : 26/09/2013 – 30/09/2013
Riwayat Penyakit : TB paru
Keluhan Utama : sesak napas, batus sejak 2 hari lalu, muntah 3 kali, panas
Riwayat Penggunan Obat: Diagnosis
: asthma bronchiale
Status Keluar
: perbaikan
OBJECTIVE
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital
Hasil Pemeriksaan Laboratorium
BB
: 17,5 kg
Hemoglobin: 12,1 (12-18)
Eosinofil: 3 (1-3)
Kesadaran
: CM
Leukosit : 13,5 (4,5-15)
Neutrofil: 68 (54-62)
P
: 110 x/menit
Hematokrit: 36 (35-50)
Limfosit : 21 (25-30)
RR
: 30 x/menit
Trombosit: 16 (150-450)
Monosit : 8 (0-9)
SaO2
:LED/BSE/ESR: 16
Cyanosis
:Basofil : 0 (0-1)
Suara Napas
: Wheezing (+/+); Rhonki (-)
Lainnya : retraksi supra clavatus
Tanggal
26/09
27/07
28/09
29/09
30/09
Tanda Vital: T(oC)/P(x/menit)/RR(x/menit)
37,9/110/30
Normal: 36,1-37,8/<120/<40
sesak napas,
tidak sesak
tidak demam,
tidak sesak
tidak demam, tidak sesak
Kondisi/Keluhan Pasien
dyspnea
napas lagi
tampak tenang
napas lagi
napas lagi
Tatalaksana Obat
Infus RL 10 tts/mnt
√
√
√
√
Ceftriaxon IV 1x 1,7g
√
√
√
√
Deksametason IV 3x 3mg
√
√
√
√
Ranitidin IV 2x 20 mg
√
√
√
√
Sirplus 3x 1 cth
√
√
√
√
Sirup Erdostein 175 mg/5 mL 3x ¾ cth
√
√
√
√
Neb. Salbutamol 2,5 mg + NaCl 0,9% 2,5 cc prn
√
√
√
√
Proza syr 2x ½ cth
√
ASSESSMENT
- Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada
101
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012).  pemberian cairan infus sudah tepat
- Terapi lini pertama pada serangan asma adalah inhalasi SABA (Global Initiative for Asthma, 2014; British Thoracic Society, 2012). Anak dengan asma
sebaiknya diberi 1-3 nebulisasi 2,5–5 mg salbutamol atau 5-10 mg terbutaline (World Health Organization, 2013; British Thoracic Society, 2012). 
pemberian Neb. Salbutamol 2,5 mg sudah tepat
- Kortikosteroid efektif dalam manajemen asma karena dapat mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama efektif dengan
pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan (Global Initiative for
Asthma, 2014; Depkes RI, 2008). Dosis pemberian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari (IDAI, 2009).  pemberian Deksametason IV sudah tepat
- Proza diberikan sebagai suplemen untuk memelihara kesehatan saluran napas  pemberian Proza sudah tepat
- Antibiotik sebaiknya tidak diberikan secara rutin pada pasien asma tanpa demam. Antibiotik dapat diberikan pada pasien asma dengan demam atau adanya
tanda pneumonia (Global Initiative for Asthma, 2014; World Health Organization, 2013)  pemberian ceftriaxon IV sudah tepat
- Pemberian mukolitik tidak disarankan karena dapat memperburuk obstruksi jalan napas dan batuk, khususnya pada asma parah (Global Initiative for
Asthma, 2011; PDPI, 2003).  pemberian sirup erdostein kurang tepat: Efek samping obat (potensial)
- Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial)
- Pemberian H-2 blocker (Ranitidin) ditujukan untuk mengurangi efek samping gastrointestinal dari penggunaan kortikosteroid.
PLAN/RECOMMENDATION
- Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium
- Beri kompres jika badan panas
- Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1 untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi saluran napas
102
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
KASUS 23
SUBJECTIVE
Usia/Jenis Kelamin: 1 tahun 8 bulan 3 hari/ L
Tanggal Rawat : 21/11/2013 – 24/11/2013
Keluhan Utama : sesak napas sejak semalam, batuk
Diagnosis
: status asthmaticus
Status Keluar
: perbaikan
Alergi
: obat gol sulfa
Riwayat Penyakit : asma
Riwayat Penggunan Obat: -
OBJECTIVE
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital
BB
: 11,8 kg
Kesadaran
: CM
P
: 88 x/menit
RR
: 22 x/menit
SaO2
:Cyanosis
:Suara Napas
: Wheezing (+); Rhonki (+)
Lainnya : Tanggal
Tanda Vital: T(oC)/P(x/menit)/RR(x/menit)
Normal: 36,1-37,8/<120/<40
Kondisi/Keluhan Pasien
Hemoglobin: 12,8 (12-185)
Leukosit : 9,6 (4,5-15)
Hematokrit: 39 (35-50)
Trombosit: 384 (150-450)
Eritrosit : 4,7 (1,4-3,4)
LED/BSE/ESR: 22
Basofil : 0 (0-1)
21/11
37,6/88/22
37/120/24
sesak napas,
batuk
Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Eosinofil: 1 (1-3)
Neutrofil: 84 (54-62)
Limfosit : 10 (25-30)
Monosit : 5 (0-9)
Plasmodium falciparum: Plasmodium vivax : -
22/11
-/-/25
23/11
-
24/11
37/120/24
tampak tenang, sesak
berkurang
tampak tenang
sesak napas, batuk
Tatalaksana Obat
Infus KAEN 1B 10 tts/mnt
Neb. Salbutamol 2,5 mg 2x1
CeftriaxonIV + D5% 1,2 g 1x
Gentamisin IV 2x 20 mg
Deksametason IV 2x 0,4 cc
Sirup Salbutamol sulfat 1 mg; Guaifenesin 50 mg 3x 4 mL
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
ASSESSMENT
- Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada
ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012).  pemberian cairan infus sudah tepat
- Terapi lini pertama pada serangan asma adalah inhalasi SABA (Global Initiative for Asthma, 2014; British Thoracic Society, 2012). Anak dengan asma
103
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
-
-
sebaiknya diberi 1-3 nebulisasi 2,5–5 mg salbutamol atau 5-10 mg terbutaline (World Health Organization, 2013; British Thoracic Society, 2012). 
pemberian Neb. Salbutamol 2,5 mg sudah tepat
Kortikosteroid efektif dalam manajemen asma karena dapat mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama efektif dengan
pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan (Global Initiative for
Asthma, 2014; Depkes RI, 2008). Dosis pemberian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari (IDAI, 2009).  pemberian Deksametason IV sudah tepat
Antibiotik sebaiknya tidak diberikan secara rutin pada pasien asma tanpa demam. Antibiotik dapat diberikan pada pasien asma dengan demam atau adanya
tanda pneumonia (World Health Organization, 2013)  pemberian CeftriaxonIV dan Gentamisin IV sudah tepat
Guaifenesin dapat meningkatkan mucocilliary clearance melalui penurunan produksi mucin (Seagrave, et al., 2012).
Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial)
PLAN/RECOMMENDATION
- Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium
- Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1 untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi saluran napas
- Beri minum air hangat untuk meredakan batuk
104
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
KASUS 24
SUBJECTIVE
Alergi
:Riwayat Penyakit : asma ibu
Riwayat Penggunan Obat: -
Usia/Jenis Kelamin: 1 tahun 9 bulan 17 hari/ L
Tanggal Rawat : 11/10/2013 – 12/10/2013
Keluhan Utama : sesak napas, batuk, demam
Diagnosis
: asthma bronchiale
Status Keluar
: perbaikan, atas persetujuan
OBJECTIVE
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital
BB
: 8 kg
Kesadaran
: CM
P
: 102x/menit
RR
: 28 x/menit
SaO2
:Cyanosis
:Suara Napas
: Wheezing (+); Rhonki (-)
Lainnya : retraksi intercostalis
Tanggal
Tanda Vital: T(oC)/P(x/menit)/RR(x/menit)
Normal: 36,1-37,8/<120/<40
Kondisi/Keluhan Pasien
Tatalaksana Obat
Infus KAEN 1B 7 tts/mnt
Neb. Ipratropium bromida 0,5 mg; Salbutamol sulfat 2,5
mg 1x (UGD)
Neb. Salbutamol 2,5 mg tiap 2 jam (UGD)
Neb Salbutamol 2,5 mg 3x 1 amp
Deksametason IV ½ amp 1x (UGD)
Deksametason IV 3x ½ amp
Sirup Parasetamol 3x 1cth prn
Sirup Tiamfenikol 3x ½ cth
Hasil Pemeriksaan Laboratorium
-
11/10
12/10
37,7/102/28
-/-/68
batuk, sesak napas
batuk, sesak napas
√
√
-
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
ASSESSMENT
- Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada
105
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012).  pemberian cairan infus sudah tepat
- Pada kasus berat, pemberian kombinasi nebulisasi β2 agonis dengan antikolinergik (Ipratropium bromida) dapat memberikan efek bronkodilatasi yang lebih
baik dengan memperbaiki nilai PEV/FEV1 dibandingkan pemberian SABA tunggal (Global Initiative for Asthma, 2014).  pemberian Neb. Ipratropium
bromida 0,5 mg; salbutamol 2,5 mg sudah tepat
- Terapi lini pertama pada serangan asma adalah inhalasi SABA (Global Initiative for Asthma, 2014; British Thoracic Society, 2012). Anak dengan asma
sebaiknya diberi 1-3 nebulisasi 2,5–5 mg salbutamol atau 5-10 mg terbutaline (World Health Organization, 2013; British Thoracic Society, 2012). 
pemberian Neb. Salbutamol 2,5 mg sudah tepat
- Kortikosteroid efektif dalam manajemen asma karena dapat mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama efektif dengan
pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan (Global Initiative for
Asthma, 2014; Depkes RI, 2008). Dosis pemberian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari (IDAI, 2009).  pemberian Deksametason IV sudah tepat
- Indikasi utama pemberian antipiretik pada anak adalah jika suhu tubuh lebih dari 38,3 oC (Sullivan, et al., 2011).  pemberian sirup Parasetamol kurang
tepat: Obat tidak dibutuhkan (potensial)
- Antibiotik sebaiknya tidak diberikan secara rutin pada pasien asma tanpa demam. Antibiotik dapat diberikan pada pasien asma dengan demam atau adanya
tanda pneumonia (World Health Organization, 2013)  pemberian tiamfenikol sudah tepat
- Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial)
-
PLAN/RECOMMENDATION
Pertimbangkan penghentian terapi Sirup Parasetamol
Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium
Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1 untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi saluran napas
Beri minum air hangat untuk meredakan batuk
Beri kompres jika badan panas
106
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
KASUS 25
SUBJECTIVE
Usia/Jenis Kelamin: 4 tahun 11 bulan 28 hari/ L
Tanggal Rawat : 27/09/2013 – 01/10/2013
Keluhan Utama : batuk, pilek, panas
Diagnosis
: asthma bronchiale
Status Keluar
: sembuh, atas persetujuan
Alergi
:Riwayat Penyakit : Riwayat Penggunan Obat:-
OBJECTIVE
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital
BB
: 12 kg
Kesadaran
: CM
P
: 120 x/menit
RR
: 24 x/menit
SaO2
:Cyanosis
:Suara Napas
: Wheezing (-); Rhonki (-)
Lainnya : Ro Tho: normal
Tanggal
Tanda Vital: T(oC)/P(x/menit)/RR(x/menit)
Normal: 36,1-37,8/<110/<40
Kondisi/Keluhan Pasien
Tatalaksana Obat
Infus KAEN 1B 12 tts/mnt
CeftriaxonIV + D5% 1 g
Sirup Parasetamol 3x ½ cth
6α-metilprednisolon 3x 4 mg
Sirup Salbutamol sulfat 1 mg; Guaifenesin 50 mg
3x 4 mL
Pulv (ambroksol 1/5 tab; teofilin 40 mg) 3x1
Hemoglobin: 10,2 (12-18.5)
Leukosit : 11,2 (4,5-15)
Hematokrit: 31 (35-50)
Trombosit: 220 (150-450)
Eritrosit : 4,6 (1,4-3,4)
LED/BSE/ESR: 31
Basofil : 0 (0-1)
Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Eosinofil: 0 (1-3)
Neutrofil: 37 (54-62)
Limfosit : 41 (25-30)
Monosit : 22 (0-9)
27/09
28/09
29/09
30/09
01/10
37,6/120/24
36,8/116/30
37/-/-
37,3/-/-
36/100/22
batuk, demam,
pilek
badan masih panas,
sesak napas, batuk
berdahak
badan
masih
hangat
badan masih
panas
tampak tenang, kondisi
umum membaik
√
√
√
-
√
√
√
-
√
√
√
-
√
√
√
-
√
√
√
√
√
ASSESSMENT
- Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada
-
107
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012).  pemberian cairan infus sudah tepat
- Antibiotik sebaiknya tidak diberikan secara rutin pada pasien asma tanpa demam. Antibiotik dapat diberikan pada pasien asma dengan demam atau adanya
tanda pneumonia (World Health Organization, 2013)  pemberian CeftriaxonIV sudah tepat
- Indikasi utama pemberian antipiretik pada anak adalah jika suhu tubuh lebih dari 38,3 oC (Sullivan, et al., 2011).  pemberian sirup Parasetamol kurang
tepat Obat tidak dibutuhkan (potensial)
- Guaifenesin dapat meningkatkan mucocilliary clearance melalui penurunan produksi mucin (Seagrave, et al., 2012).
- Dosis maksimal teofilin 10 mg/kgBB/hari (UKK Respirologi PDPI, 2009)  pemberian Teofilin sudah tepat
- Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial)
- Kortikosteroid dan aminofilin/teofilin keduanya dapat menyebabkan hipokalemia, yang mungkin bersifat aditif (Baxter, 2010).Efek samping obat
(potensial)
- Kombinasi salbutamol dan aminofilin/teofilin dapat menyebabkan hipokalemia dan takikardi (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial)
- Kondisi sesak napas pasien belum tertangani sejak awal, seharusnya diberikan SABA untuk mengurangi gejala tersebut Membutuhkan obat tambahan
-
PLAN/RECOMMENDATION
Pertimbangkan penghentian terapi sirup Parasetamol
Pertimbangkan pemberian tambahan terapi Neb. Salbutamol (SABA)
Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium, denyut nadi dan kadar teofilin
Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1 untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi saluran napas
Beri minum air hangat untuk meredakan batuk
Beri kompres jika badan panas
108
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
109
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
110
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
111
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
112
BIOGRAFI PENULIS
Adelia Desti Endah Sari merupakan putri pertama dari empat
bersaudara dari pasangan Dominikus Suparno dan Monica
Tarminah yang dilahirkan di Palembang pada 16 Desember
1993. Penulis menjalani pendidikan di TK Xaverius 5
Palembang (1998-1999), SD Xaverius 5 Palembang (19992005), SMPK Frater Xaverius 1 Palembang (2005-2008), SMA Xaverius 2
Palembang (2008-2011). Penulis melanjutkan pendidikan di Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta (2011-2014).
Semasa kuliah penulis cukup aktif di kegiatan pengabdian masyarakat Desa Mitra
tahun 2012 dan 2013 dengan berperan serta sebagai volunteer (Desa Mitra 2 tahun
2012), bendahara (Desa Mitra 3 tahun 2012) dan koordinator seksi acara (Desa
Mitra 1 dan 2 tahun 2013). Penulis juga pernah berperan serta sebagai seksi acara
dalam Seminar Nasional Menyongsong Penerapan SJSN 2014. Penulis aktif
bergabung dalam anggota Paduan Suara Fakultas (PSF) Veronica Fakultas
Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulis merupakan Asisten
Praktikum Komunikasi Farmasi dan Praktikum Farmasi Komunitas pada tahun
2014.
Download