PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI EVALUASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN ANAK DENGAN ASMA DI INSTALASI RAWAT INAP RS RK CHARITAS PALEMBANG PERIODE JULI - DESEMBER 2013 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm) Program Studi Farmasi Oleh: Adelia Desti Endah Sari NIM: 118114121 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2014 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI EVALUASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN ANAK DENGAN ASMA DI INSTALASI RAWAT INAP RS RK CHARITAS PALEMBANG PERIODE JULI - DESEMBER 2013 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm) Program Studi Farmasi Oleh: Adelia Desti Endah Sari NIM: 118114121 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2014 ii PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Persetujuan Pembimbing EVALUASI DRAG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN ANAK DENGAN ASMA DI INSTALASI RAWAT INAP RS RK CHARITAS PALEMBANG PERIODE JULI - DESEMBEII2013 Skripsi yang diajukan oleh: Adelia Desti Endah Sari NIM: 118114121 telah disetujui oleh: Pembimbing Utama ftq Aris Widayati, M.Si., Apt., Ph.D. tan ggat. ..2.1. -. ?.1. :.. ..'L2.!.{. llt PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI HALAMAN PERSEMBAHAN Kupersembahkan karya kecil ini bagi Allah Bapa di Surga, Yesus Kristus, dan Bunda Maria Bapak, ibu serta adik-adikku Sahabat-sahabatku serta Almamaterku.... v PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada Pasien Anak dengan Asma di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang Periode Juli - Desember 2013” sebagai salah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) program studi Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak secara langsung maupun tidak langsung baik berupa moral, materiil maupun spiritual. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada : 1. Sr. M. Paulina FCh., selaku Ketua Yayasan Charitas yang telah memberikan izin dan bantuan untuk melakukan penelitian. 2. Prof.dr. Hardi Darmawan, MPH&TM, FRSTM selaku Direktur Utama RS RK Charitas Palembang yang memberikan izin untuk melakukan penelitian di RS RK Charitas Palembang. 3. Sr. M. Silvestra FCh., Ibu Yogia Simanjuntak dan seluruh staff bagian Rekam Medis RS RK Charitas Palembang yang telah membantu dalam proses penelusuran dan pencarian rekam medis 4. Ibu Aris Widayati, M.Si., Apt., Ph.D. sebagai Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma sekaligus Dosen Pembimbing Skripsi atas vii PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI perhatian, kesabaran, bimbingan, masukan, dan motivasi kepada penulis dalam proses penyusunan skripsi ini. 5. Ibu dr. Fenty, M.Kes., Sp.PK. sebagai dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun selama proses pembuatan skripsi. 6. Ibu Dr. Rita Suhadi, M.Si., Apt. sebagai dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun selama proses pembuatan skripsi. 7. Bapak Dominikus Suparno dan Ibu Monica Tarminah yang tercinta, atas kasih sayang, doa, dukungan, semangat, dan pengertian serta berbagai bantuan hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 8. Adik-adikku tersayang,Vicentia Septiana, Vicenti Septiani, dan Raimundus Brilian Danu, yang telah menjadi inspirasi, memberikan keceriaan, dan terus memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi. 9. Sahabat yang selalu mendukung dari jauh, Elis, Destrie, Lili, Stefani, Budi, Roebel, Hendra, Harry, Anggiat, yang senantiasa memberikan dukungan tiada henti bagi penulis. 10. Teman-teman seperjuangan #DeRealPrincesses, Lulik, Jeje, dan Anes, untuk semangat,dukungan, kerjasama, bantuan, dan informasi yang selalu di bagikan dalam proses penyusunan skripsi ini dari awal hingga akhir. 11. Sahabat sekaligus tetangga setia, Renata Sri Yuliani, Fransiska Yonita, dan Seravina Maria, terima kasih untuk tawa dan semangat selama pengerjaan skripsi ini. viii PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 12. Teman-teman sepermainan, Bintang, Ester, Andung, Caesar, Henzu, Gomes, Alex, Nino, Rigel, Handy, Levina, Betzy, Leo, Tina, Asri, Desi, Rosi, dll, untuk semangat bermain yang tak pernah padam. 13. Teman-teman FSM C 2011, FKK B 2011, dan seluruh angkatan 2011, untuk kebersamaan dan semua kisah yang telah kita lalui. 14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang turut serta membantu kelancaran penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Tiada gading yang tak retak. Penulis menyadari bahwa karya ini masih jauh dari sempurna. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi perbaikan karya ini. Semoga karya ini bermanfaat bagi semua pihak dan berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kefarmasian Yogyakarta, 21 Januari 2015 Penulis ix PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL........................................................................................ ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. iii HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iv HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... v LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI........................... vi PRAKATA ....................................................................................................... vii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .......................................................... x DAFTAR ISI .................................................................................................... xi DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiv DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xvi DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xvii INTISARI......................................................................................................... xviii ABSTRACT ....................................................................................................... xix BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang ..................................................................................... 1 1. Rumusan Masalah .......................................................................... 3 2. Keaslian Penelitian ......................................................................... 3 3. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis ....................................................................... 5 b. Manfaat Praktis ........................................................................ 5 B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum ................................................................................ 5 2. Tujuan Khusus ............................................................................... 5 xi PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Asma ................................................................................................... 6 B. Terapi Asma ........................................................................................ 12 C. Pasien Anak ......................................................................................... 14 D. Drug Related Problems ........................................................................ 14 E. Keterangan Empiris .............................................................................. 17 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian ........................................................... 18 B. Variabel Penelitian ............................................................................... 18 C. Definisi Operasional............................................................................. 19 D. Subjek Penelitian.................................................................................. 21 E. Bahan Penelitian................................................................................... 21 F. Instrumen penelitian ............................................................................. 21 G. Waktu dan Lokasi Penelitian ............................................................... 22 H. Tata Cara Penelitian 1. Persiapan .................................................................................. 22 2. Analisis Situasi ......................................................................... 22 3. Pengumpulan Data ................................................................... 22 4. Analisis Data ............................................................................ 23 I. Tata Cara Analisis Hasil....................................................................... 24 J. Keterbatasan Penelitian ........................................................................ 25 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Pasien ............................................................................. 27 B. Pola Pengobatan ................................................................................... 29 C. Evaluasi Drug Related Problems ......................................................... 37 D. Rangkuman Evaluasi Drug Relaed Problems ...................................... 47 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan .......................................................................................... 53 B. Saran .................................................................................................... 53 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 55 LAMPIRAN ..................................................................................................... 58 xii PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI BIOGRAFI PENULIS ..................................................................................... xiii 112 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI DAFTAR TABEL Tabel I. Klasifikasi asma menurut derajat serangan .............................. Tabel II. Profil penggunan obat pada pasien asma anak di Instalasi 11 Rawat Inap RS RK Charitas Palembang periode JuliDesember 2013 ......................................................................... Tabel III. 29 Penggunaan obat yang bekerja pada sistem pernapasan pada pasien anak dengan asma di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang periode Juli-Desember 2013 .................... Tabel IV. 30 Penggunaan kortikosteroid pada pasien anak dengan asma di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang periode Juli-Desember 2013 .................................................................. Tabel V. 33 Penggunaan vitamin dan mineral pada pasien anak dengan asma di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang periode Juli-Desember 2013 ..................................................... Tabel VI. 33 Penggunaan obat antiinfeksi pada pasien anak dengan asma di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang periode Juli-Desember 2013 .................................................................. Tabel VII. 34 Penggunaan obat alergi dan sistem imun pada pasien anak dengan asma di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang periode Juli-Desember 2013 .................................. xiv 35 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Tabel VIII. Penggunaan obat sistem gastrointestinal dan hepatobilier pada pasien anak dengan asma di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang periode Juli-Desember 2013 ............. Tabel IX 36 Penggunaan obat berdasarkan rute pemberian pada pasien anak dengan asma di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang periode Juli-Desember 2013 .................................. Tabel X. Gambaran DRPs pada pasien asma anak di instalasi rawat inap RS RK Charitas Palembang periode Juli-Desember 2013 Tabel XI. 37 38 Kejadian DRPs efek samping obat pada pasien anak dengan asma di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang periode Juli-Desember 2013 ..................................................... Tabel XII. 41 Kejadian DRPs dosis kurang pada pasien anak dengan asma di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang periode Juli-Desember 2013 .................................................................. Tabel XIII. 43 Kejadian DRPs obat tidak dibutuhkan pada pasien anak dengan asma di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang periode Juli-Desember 2013 .................................. Tabel XIV. 45 Kejadian DRPs dosis berlebih pada pasien anak dengan asma di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang periode Tabel XV. Juli-Desember 2013 .................................................................. 46 Hasil Evaluasi Drug Related Problems(DRPs) ........................ 47 xv PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Mekanisme umum reaksi hipersensitivitas tipe I ..................... 7 Gambar 2. Inflamasi dan remodeling pada asma ....................................... 8 Gambar 3. Ilustrasi kondisi patologis bronkus normal dibandingkan dengan bronkus asma dan airway remodeling ......................... 10 Gambar 4. Algoritma penatalaksanaan asma di rumah sakit ..................... 13 Gambar 5. Skema pemilihan subjek penelitian di RS RK Charitas Palembang ................................................................................ Gambar 6. 23 Distribusi pasien berdasarkan usia pada pasien asma anak di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang periode Juli-Desember 2013 ................................................................. Gambar 7. 27 Distribusi pasien asma anak berdasarkan jenis kelamin pada pasien asma anak di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang periode Juli-Desember 2013 .................................. xvi 28 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Evaluasi kasus Drug Related Problems ................................... 58 Lampiran 2. Permohonan izin penelitian dan pengambilan data .................. 108 Lampiran 3. Izin penelitian dan pengambilan data di RS RK Charitas Lampiran 4. Palembang ................................................................................ 109 Surat keterangan telah melakukan penelitian ........................... 110 xvii PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI INTISARI Asma merupakan penyakit kronis dengan jumlah penderita sekitar 300 juta individu di seluruh dunia dengan prevalensi yang terus meningkat selama 20 tahun terakhir. Prevalensi asma pada anak cukup tinggi sehingga membutuhkan perhatian serius. Selama proses terapi dengan obat, ada kemungkinan ditemui drug related problems (DRPs) yang pada pasien anak sangat mungkin ditemui karena fungsi fisiologis tubuh yang belum berjalan normal. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi DRPs pada pasien anak yang dirawat inap dengan diagnosis asma. Penelitian ini termasuk non eksperimental deskriptif dengan rancangan case series. Data diperoleh dengan pendekatan retrospektif dari lembar rekam medis pasien anak usia ≤ 12 tahun dengan diagnosis asma yang menjalani perawatan di instalasi rawat inap RS RK Charitas Palembang periode JuliDesember 2013. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dengan metode SOAP (subjective, objective, assessment, plan/recommendation) untuk mengevaluasi DRPs. Hasil disajikan dalam bentuk tabel dan diagram disertai pembahasan. Terdapat 25 kasus yang memenuhi kriteria inklusi dan ditemui DRPs yang bersifat potensial meliputi 100% efek samping, 28% obat tidak dibutuhkan, dan 4% dosis berlebih, serta DRPs yang bersifat aktual meliputi 56% dosis kurang, 12% dosis berlebih, dan 4% membutuhkan tambahan obat. Kata kunci: drug related problems, asma, pasien anak, terapi farmakologis, rawat inap xviii PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI ABSTRACT Asthma is a chronic disease with an estimated 300 million individuals affected worldwide andits prevalence has increased over the past 20 years. The prevalence rate of asthma is highest in children and need serious concern. Drug Related Problems (DRPs) can occur during drug therapy especially in pediatrics whose physiological function have not been as normal as adults. The aims of this study is to identify and evaluate DRPs in pediatrics hospitalized with asthma. This study is a non-experimental descriptive with case series design. Data collection was done retrospectively on medical record of hospitalized asthma patient age 12 years and younger in RS RK Charitas Palembang during period July-December 2013. The data obtained then were analyzed descriptively using SOAP (subjective, objective, assessment, plan/recommendation) method and the result present in tables and diagrams followed by discussion. There are 25 cases who met the inclusion criteria. The DRPs that found in this study consist of potential DRPs including 100% adverse drug reaction, 28% unnecessary drug, and 4% dosage too high, and also actual DRPs including 56% dosage too low, 12% dosage too high, and 4% need additional drug therapy. Key word: drug related problems, asthma, hospitalization xix pediatrics, drug therapy, PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Asma merupakan masalah kesehatan global yang serius dengan jumlah penderita sekitar 300 juta individu di seluruh dunia. Prevalensi asma terus meningkat selama 20 tahun terakhir. Prevalensi asma paling tinggi di Amerika Serikat adalah pada anak usia 5-17 tahun, yaitu sebesar 9,6%. Asma merupakan penyakit kronis yang sangat umum dijumpai pada anak-anak dan merupakan faktor utama penyebab morbiditas akibat penyakit kronis serta menyebabkan peningkatan ketidakhadiran di sekolah, kunjungan ke unit gawat darurat, serta rawat inap (Global Initiative for Asthma, 2014; American Lung Association, 2006). Asma termasuk dalam peringkat sepuluh besar penyakit tidak menular (PTM) penyebab pasien rawat inap rumah sakit di Indonesia (Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2012). Hasil survei asma pada anak sekolah di beberapa kota di Indonesia seperti Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Malang, dan Denpasar, menunjukkan prevalensi asma pada anak SD (6 sampai 12 tahun) berkisar antara 3,7-6,4% (Baratawidjaja, Soebaryo, Kartasasmita, Suprihati, Sundaru, Siregar, dkk., 2006). Berdasar data-data tersebut, terlihat bahwa asma merupakan masalah kesehatan di masyarakat yang membutuhkan perhatian serius. 1 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 2 Apoteker memiliki peran dalam peningkatan kualitas hidup pasien melalui pelayanan kefarmasian, salah satunya melalui penyelesaian Drug Related Problems (DRPs). Secara sederhana yang dimaksud dengan DRPs adalah masalah yang terjadi selama proses terapi pengobatan yang memiliki potensi menghambat mencapai hasil terapi yang diinginkan (Pharmaceutical Care Network Europe, 2010; Cipolle, Strand, Morley, Ramsey, and Lamsam, 2004). Hasil penelitian Pratiwi, Ikawati dan Kusharwanti (2012) menemukan adanya pemberian obat dengan indikasi tidak perlu sebesar 18,18%, obat salah sebesar 4,54%, dosis terlalu tinggi sebesar 13,63%, interaksi obat sebesar 50%, dan ketidakpatuhan sebesar 4,54 % pada pasien anak dengan asma yang dirawat inap di RS Panti Rapih Yogyakarta. Berdasarkan penelitian tersebut, terlihat bahwa terdapat DRPs pada pasien asma anak rawat inap. DRPs sangat mungkin ditemui pada pasien anak karena kondisi fisiologi yang belum sempurna sehingga farmakokinetika obat tidak bisa disamakan dengan dewasa. Prevalensi asma pada anak di Sumatera Selatan pada tahun 2013 sebesar 2,5% (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013). Berdasarkan penelusuran peneliti, asma merupakan satu dari sepuluh besar penyakit pada pasien anak rawat inap di RS RK Charitas yang terletak di kota Palembang, Sumatera Selatan. Rumah Sakit RK Charitas Palembang merupakan rumah sakit swasta tertua di kota Palembang dan juga di Sumatera Selatan serta merupakan rumah sakit tipe B yang mampu menampung rujukan dari rumah sakit kabupaten. Berdasarkan penelusuran pustaka, penelitian mengenai Drug Related Problems (DRPs) pada pasien anak dengan diagnosis asma di Instalasi Rawat PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 3 Inap RS RK Charitas Palembang belum pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi dan mengevaluasi DRPs pada pasien anak dengan diagnosis asma. Hasil penelitian ini diharapkan memberi informasi terkait kerasionalan penggunaan obat pada pasien asma anak yang dievaluasi dengan mengidentifikasi DRPs. 1. Rumusan Masalah a. Seperti apa karakteristik pasien anak dengan diagnosis asma yang menjalani rawat inap di RS RK Charitas periode Juli-Desember 2013 meliputi jenis kelamin dan kelompok usia? b. Seperti apa gambaran umum peresepan obat pada pasien anak dengan diagnosis asma meliputi jenis obat dan rute pemberian obat? c. Apakah terdapat DRPs pada peresepan pasien anak dengan diagnosis asma? 2. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian yang berhubungan dengan evaluasi DRPs pada pasien anak dengan diagnosis asma yang pernah dilakukan antara lain: a. Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada Pasien Asma Bronkial di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta bulan JanuariDesember 2009 yang dilakukan oleh Handayani (2010). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat DRP efek samping dan interaksi obat sebesar 31,35% pada pasien asma bronkial. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 4 b. Identifikasi Drug Related Problems pada Pasien Asma Rawat Inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Tahun 2009 yang dilakukan oleh Hidayat dan Prasetyo (2012), dengan hasil 55% pasien mengalami DRP dengan jumlah 75 kejadian meliputi membutuhkan tambahan terapi obat sebesar 16,0%, obat tanpa indikasi dan duplikasi terapi sebesar 21,3%, obat salah sebesar 10,7%, dosis terlalu rendah sebesar 18,7%, interaksi obat sebesar 12,0% dan dosis terlalu tinggi sebesar 21,3%. c. Kajian Drug Related Problems pada Pasien Anak dengan Infeksi Saluran Napas Bawah dan Asma Di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode 1 Januari 2006 – 30 Juni 2006 yang dilakukan oleh Pratiwi, Ikawati dan Kusharwanti (2012). Hasil penelitian DRPs untuk pasien anak dengan infeksi saluran napas bawah adalah obat dengan indikasi yang tidak perlu sebesar 20%, obat yang salah sebesar 12,72 %, dosis terlalu rendah sebesar 7,27 %, dosis terlalu tinggi sebesar 21,81%, dan interaksi obat sebesar 12,72%. Hasil penelitian DRPs pasien anak dengan asma adalah obat dengan indikasi yang tidak perlu sebesar 18,18%, obat yang salah sebesar 4,54%, dosis terlalu tinggi sebesar 13,63%, interaksi obat sebesar 50%, dan ketidakpatuhan sebesar 4,54 %. Penelitian mengenai Drug Related Problems (DRPs) pada pasien anak dengan asma di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang belum pernah dilakukan sebelumnya. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu terletak pada subjek yang diteliti, periode penelitian, dan tempat penelitian. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 5 Persamaan dengan penelitian terdahulu terletak pada topik penelitian, yaitu evaluasi DRP pada pasien dengan diagnosis asma yang menjalani rawat inap. 3. Manfaat Penelitian a. Manfaat teoretis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan informasi dan sumber pembelajaran mengenai DRPs pada pasien anak dengan asma. b. Manfaat praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi bagi RS RK Charitas Palembang untuk meningkatkan pelayanan kesehatan khususnya pada pasien anak dengan asma. B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengevaluasi drug related problems (DRPs) pada pengobatan pasien asma anak. 2. Tujuan Khusus a. Memberi gambaran karakteristik pasien anak dengan asma. b. Memberi gambaran pola peresepan obat pada pasien anak dengan asma. c. Memberi gambaran drug related problems (DRPs) pada peresepan pasien anak dengan asma. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Asma Asma merupakan penyakit heterogen yang umumnya dicirikan dengan adanya inflamasi kronis jalan napas yang ditegaskan lebih lanjut dengan adanya riwayat gejala pernapasan seperti mengi, sesak napas, sesak dada, dan batuk yang berbeda-beda intensitasnya serta terjadi dari waktu ke waktu, bersamaan dengan variabel keterbatasan aliran udara ekspirasi (Global Initiative for Asthma, 2014). Gejala dan keterbatasan aliran udara ini bersifat reversibel (Global Initiative for Asthma, 2014; Kelly and Sorkness, 2008). Asma biasanya berhubungan dengan hiperreaktivitas jalan napas terhadap rangsangan langsung maupun tak langsung serta inflamasi kronis jalan napas (Kelly and Sorkness, 2008). Faktor yang dapat mempengaruhi asma secara umum adalah faktor host/inang dan faktor lingkungan (Global Initiative for Asthma, 2014). Faktor inang yang mempengaruhi perkembangan asma meliputi genetik asma, alergi, hiperresponsivitas jalan napas, obesitas, ras, dan jenis kelamin (Global Initiative for Asthma, 2012; Graham and Gordon, 2008). Faktor lingkungan berupa alergen yang berasal dari dalam maupun luar ruangan, infeksi, asap rokok, polusi udara, dan diet turut mempengaruhi perkembangan asma (Global Initiative for Asthma, 2012; Graham and Gordon, 2008; Kelly and Sorkness, 2008). Asma merupakan reaksi hipersensitivitas tipe I yang dicirikan dengan adanya keterlibatan sel TH2 dan IgE (Bogaert, Tournoy, Naessens, and Grooten, 6 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 7 2009). Reaksi hipersensitivitas adalah adanya reaksi berlebih tubuh terhadap antigen. Comb dan Gell membagi reaksi hipersensitivitas menjadi 4 tipe (Janeway, 2001). Asma merupakan salah satu contoh manifestasi klinis reaksi hipersensitivitas tipe 1 yang bersifat anafilaksis lokal, artinya reaksi hanya terjadi pada jaringan atau organ spesifik dan umumnya diturunkan, disebut sebagai atopi. Paparan alergen pertama kali akan menyebabkan aktivasi sel T H2 dan menstimulasi sel B untuk memproduksi IgE. IgE akan membentuk ikatan dengan reseptor Fc pada sel mast maupun basofil, yang disebut sensitisasi (Abbas, Lichtman, and Pillai, 2007). Paparan alergen selanjutnya akan mengakibatkan terjadinya crosslinking pada ikatan IgE yang akan mengaktivasi sel mast. Degranulasi sel mast memicu pelepasan mediator dari sel mast yang menyebabkan terjadinya kontraksi otot halus, peningkatan permeabilitas vaskuler, dan vasodilatasi (Kindt, Osborne, and Goldsby, 2006). . Gambar 1. Mekanisme umum reaksi hipersensitivitas tipe 1 (Abbas, Lichtman, and Pillai, 2007) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 8 Patofisiologi asma secara umum dibagi menjadi 2, yaitu inflamasi dan airway remodelling. Berdasarkan derajat inflamasinya, asma dibagi menjadi inflamasi akut dan inflamasi kronis. Inflamasi akut terdiri dari reaksi asma tipe cepat dan reaksi asma tipe lambat. Pada reaksi asma tipe cepat, alergen akan terikat pada IgE yang menempel pada sel mast dan terjadi degranulasi sel mast. Degranulasi tersebut mengeluarkan mediatorseperti histamin, protease, leukotrin, prostaglandin, dan PAF (platelete activating factor) yang menyebabkan kontraksi otot polos bronkus, sekresi mukus, dan vasodilatasi. Reaksi asma tipe lambat timbul antara 6-9 jam setelah provokasi alergen dan melibatkan pengerahan serta aktivasi eosinofil, sel T CD4+, neutrofil, dan makrofag. Pada inflamasi kronik berbagai sel terlibat dan teraktivasi, antara lain limfosit T, eosinofil, makrofag, sel mast, sel epitel, fibroblas dan otot polos bronkus (Kelly and Sorkness, 2008; Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003). Gambar 2. Inflamasi dan remodeling pada asma (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 9 Proses inflamasi pada asma akan menimbulkan kerusakan jaringan yang secara fisiologis akan diikuti oleh proses penyembuhan yang menghasilkan perbaikan dan pergantian sel-sel mati/rusak dengan sel-sel yang baru. Proses penyembuhan tersebut melibatkan regenerasi jaringan yang rusak dengan jenis sel parenkim yang sama dan pergantian jaringan yang rusak dengan jaringan peyambung yang menghasilkan jaringan skar. Pada asma, kedua proses tersebut berkontribusi dalam proses penyembuhan dan inflamasi yang kemudian akan menghasilkan perubahan struktur yang mempunyai mekanisme sangat kompleks dan banyak belum diketahui dikenal dengan airway remodeling. Mekanisme tersebut sangat heterogen dengan proses yang sangat dinamis dari diferensiasi, migrasi, maturasi, diferensiasi sel sebagaimana deposit jaringan penyambung dengan diikuti oleh restitusi/pergantian atau perubahan struktur dan fungsi yang dipahami sebagai fibrosis dan peningkatan otot polos dan kelenjar mukus (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003). Pada asma terdapat saling ketergantungan antara proses inflamasi dan remodeling. Infiltrasi sel-sel inflamasi terlibat dalam proses remodeling, juga komponen lainnya seperti matriks ekstraselular, membran retikular basal, matriks interstisial, fibrogenic growth factor, protease dan inhibitornya, pembuluh darah, otot polos, dan kelenjar mukus (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 10 Gambar 3. Ilustrasi kondisi patologis bronkus normal dibandingkan dengan bronkus asma akibat inflamasi dan airway remodeling (Kelly and Sorkness, 2008) Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit, maupun pola keterbatasan aliran udara. GINA membagi asma menjadi 4 klasifikasi yaitu asma intermiten, asma persisten ringan, asma persisten sedang, dan asma persisten berat. Berbeda dengan GINA, Pedoman Nasional Asma Anak (2003) membagi asma menjadi 3 yaitu asma episodik ringan, asma episodik sedang, dan asma persisten. Dasar pembagian atau klasifikasi asma pada anak adalah frekuensi serangan, lamanya serangan, aktivitas diluar serangan dan beberapa pemeriksaan penunjang (Supriyatno, 2005). Pasien asma yang datang ke rumah sakit umumnya merupakan pasien yang sedang mengalami eksaserbasi atau yang lebih umum disebut sebagai PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 11 serangan asma/asma akut. Berdasarkan tingkat keparahan serangannya, asma diklasifikasikan sebagai berikut: Tabel I. Klasifikasi asma menurut derajat serangan (Global Initiative for Asthma, 2012) Parameter Klinis, Fungsi Faal Paru, Laboratorium Sesak napas Klasifikasi Asma Ringan Sedang Berat berjalan berbicara istirahat bayi: tidak mau makan/minum Posisi Bicara Kesadaran dapat berbaring satu kalimat mungkin gelisah bayi: tangis pendek dan lemah, sulit makan duduk beberapa kata biasanya gelisah Sianosis Mengi tidak ada sedang, sering hanya pada akhir ekspirasi biasanya tidak tidak ada nyaring, sepanjang ekspirasi inspirasi biasanya ya ada sangat nyaring, terdengar tanpa stetoskop ya dangkal, retraksi interkostal takipnea sedang, ditambah retraksi suprasternal takipnea dalam, ditambah napas cuping hidung takipnea Penggunaan otot batu respiratorik Retraksi Frekuensi napas Frekuensi nadi usia < 2 bulan 2-12 bulan 1-5 tahun 6-8 tahun normal Pulsus paradoxus usia 2-12 bulan 1-5 tahun 6-8 tahun tidak ada (< 10 mmHg) FEV1 pra bronkodilator pasca bronkodilator SaO2% PaO2 PaCO2 duduk membungkuk kata demi kata biasanya gelisah Ancaman Henti Napas gelisah, kesdaran menurun nyata sulit/tidak terdengar gerakan paradoktorako-abdominal dangkal/hilang bradipnea pedoman nilai baku frekuensi napas pada anak sadar frekuensi napas normal per menit < 60 < 50 < 40 < 30 takikardi takikardi bradikardi pedoman nilai baku frekuensi nadi pada anak frekuensi nadi normal per menit < 160 < 120 < 110 ada (10-20 mmHg) ada (> 20 mmHg) tidak ada, tanda kelelahan otot respiratorik >60% 40-60% >80% 60-80% >95% normal < 45 mmHg 91-95% >60 mmHg < 45 mmHg < 40% < 60%, respon < 2 jam ≤ 90% < 60 mmHg >45 mmHg PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 12 B. Terapi Asma Tujuan utama terapi asma adalah meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup pasien asma sehingga pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa adanya hambatan (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinis, 2007). Sasaran terapi asma yaitu gejala asma, bronkokonstriksi, inflamasi saluran napas, obstruksi jalan napas, serta frekuensi dan keparahan asma (Bollmeier and Prosser, 2009; Jansen and Killian, 2006). Terapi non farmakologi utama yang harus diberikan pada pasien asma adalah edukasi disertai dengan melatih pasien untuk melakukan manajemen asma (Global Initiative for Asthma, 2012; Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008). Pada umumnya terapi asma secara farmakologi dibagi menjadi 2 kategori berdasarkan tujuan terapinya, yaitu: 1. Controller medications, yaitu obat-obatan yang digunakan untuk pemeliharan. Obat pada kategori ini bekerja dengan mengurangi inflamasi pada jalan napas, mengurangi gejala, serta mengurangi risiko terjadinya serangan. Kortikosteroid inhalasi, metilsantin, agonis beta-2 kerja lama, dan antihistamin generasi kedua merupakan contoh obat kategori ini. 2. Reliever medications, yaitu obat-obatan yang digunakan untuk meredakan gejala, termasuk perburukan maupun serangan asma. Obat kategori ini juga direkomendasikan untuk pencegahan bronkokonstriksi karena aktivitas fisik. Contoh obat kategori ini antara lain agonis beta-2 kerja cepat, kortikosteroid sistemik, antikolinergik, dan aminofilin. (Global Initiative for Asthma, 2012, Persatuan Dokter Paru Indonesia, 2003). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 13 Penilaian awal Riwayat dan pemeriksaan fisik (auskultasi, otot bantu napas, denyut, frekuensi napas) dan bila mungkin faal paru (APE atau VEP1, saturasi O2), dan pemeriksaan lain atas indikasi Serangan Asma Sedang/Berat Serangan Asma Ringan Serangan Asma Mengancam Jiwa Pengobatan Awal Oksigenasi dengan anul nasal Inhalasi agonis beta-2 kerja singkat (nebulisasi), setiap 20 menit dalam satu jam atau agonis beta-2 injeksi (terbutalin 0,5 mL subkutan atau adrenalin 1/1000 0,3 mL subkutan Kortikosteroid sistemik: Serangan asma berat Tidak ada respons segera dengan pengobatan bronkodilator Dalam kortikosteroid oral Penilaian ulang setelah 1 jam Pemeriksaan fisik, saturasi O2, dan pemeriksaan lain atas indikasi Respons baik Respons baik dan stabil dalam 60 menit Pemeriksaan fisik normal APE > 70% prediksi/nilai terbaik Respons tidak sempurna Risiko tinggi distress Pemeriksaan fisik gejala ringan-sedang APE >50% terapi < 70% Saturasi O2 tidak perbaikan Respons buruk dalam 1 jam Risiko tinggi distress Pemeriksaan fisik berat, gelisah dan kesadaran menurun APE < 30% PaCO2 <45 mmHg, PaO2<60mmHg Pulang Pengobatan dilanjutkan dengan inhalasi agonis beta-2 Membutuhkan kortikosteroid oral Edukasi pasien - Memakasi obat yang benar - Ikuti rencana pengobatan selanjutnya Dirawat di RS Inhalasi agonis beta-2 + antikolinergik Kortikosteroid sistemik Aminofilin drip Terapi oksigen pertimbangkan kanul nasal atau masker venturi Pantau APE, saturasi O2, nadi, kadar teofilin Dirawat di ICU Inhalasi agonis beta-2 + antikolinergik Kortikosteroid IV Pertimbangkan agonis beta-2 injeksi SC/IM/IV Aminofilin drip Mungkin perlu intubasi dan ventilasi mekanik Perbaikan Pulang Bila APE >60% prediksi/terbaik. Tetap berikan pengobatan oral atau inhalasi Tidak Perbaikan Dirawat di ICU Bila tidak perbaikan selama 6-12 jam Gambar 4. Algoritma penatalaksanaan asma di rumah sakit (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003) PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 14 Tatalaksana terhadap serangan dan perawatan asma di fasilitas pelayanan kesehatan yaitu dengan terlebih dulu menilai tanda vital dan fisik pasien untuk menentukan tingkat keparahan serangan sehingga dapat diberikan terapi yang sesuai berdasarkan derajat serangannya (Global Initiative for Asthma, 2012; Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008; Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003). C. Pasien Anak Kesehatan anak merupakan aspek penting dalam kehidupan anak karena mereka dapat mengembangkan dan mewujudkan potensi, memenuhi kebutuhan mereka, dan mengembangkan kapasitas yang memungkinkan mereka untuk berinteraksi dengan baik secara biologis, fisik, dan lingkungan sosial (National Research Council and Institute of Medicine, 2004). Pada pasien anak, fungsi fisiologis tubuh tidak sama dengan pasien dewasa sehingga farmakokinetika obat pada kelompok pasien anak tidak dapat disamakan dengan pasien dewasa. Kelompok pasien anak memerlukan penyesuaian dosis supaya farmakokinetika obat berjalan baik dan diperoleh efek terapi yang diharapkan (Food and Drug Administration, 1998). D. Drug Related Problems Drug related problems (DRPs) adalah kejadian yang tidak diharapkan terjadi pada pasien dalam proses terapi dengan menggunakan obat yang secara aktual maupun potensial menghambat hasil terapi yang diinginkan PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 15 (Pharmaceutical Care Network Europe, 2010; Cipolle, et al., 2004). DRP aktual adalah masalah yang terjadi berkaitan dengan terapi obat yang sedang diberikan pada pasien, sedangkan DRP potensial adalah masalah yang diperkirakan akan terjadi berkaitan dengan terapi obat yang sedang digunakan pasien (Cipolle, et al., 2004). DRPs dibagi menjadi beberapa kategori yang disebabkan oleh beberapa hal yaitu sebagai berikut: a. Obat tidak dibutuhkan dapat disebabkan oleh tidak adanya indikasi medis yang sesuai dengan obat yang diberikan, menggunakan terapi polifarmasi yang seharusnya bisa menggunakan terapi tunggal, kondisi yang lebih cocok mendapat terapi non farmakologi, terapi efek samping yang dapat diganti dengan obat lain, penyalahgunaan obat. b. Membutuhkan terapi obat tambahan dapat disebabkan oleh munculnya kondisi baru selain penyakit utama yang membutuhkan terapi, diperlukan terapi obat yang bersifat preventif untuk mencegah risiko perkembangan keparahan kondisi, kondisi medis yang membutuhkan kombinasi obat untuk memperoleh efek sinergis maupun efek tambahan. c. Obat kurang efektif disebabkan oleh kondisi medis sukar disembuhkan dengan obat tersebut, bentuk sediaan obat tidak sesuai, kondisi medis yang tidak dapat disembuhkan dengan obat yang diberikan, dan produk obat yang diberikan bukan yang paling efektif untuk mengatasi indikasi penyakit. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 16 d. Dosis kurang umumnya disebabkan karena dosis terlalu rendah untuk dapat menimbulkan respon yang diharapkan, interval pemberian kurang untuk menimbulkan respon yang diinginkan, durasi terapi obat terlalu pendek untuk dapat menghasilkan respon, serta interaksi obat yang dapat mengurangi jumlah obat yang tersedia dalam bentuk aktif. e. Efek samping obat dapat disebabkan karena obat menimbulkan efek yang tidak diinginkan tetapi tidak ada hubungannya dengan dosis, interaksi obat yang menyebabkan reaksi yang tidak diharapkan tetapi tidak ada hubungannya dengan dosis, ada obat lain yang lebih aman ditinjau dari faktor risikonya, regimen dosis yang telah diberikan atau diubah terlalu cepat, obat yang diberikan menyebabkan alergi, dan obat yang diberikan dikontraindikasikan karena faktor risikonya. f. Dosis berlebih disebabkan oleh dosis obat yang diberikan terlalu tinggi, dosis obat dinaikkan terlalu cepat, frekuensi pemberian obat terlalu pendek, durasi terapi pengobatan terlalu panjang, serta interaksi obat yang menyebabkan terjadinya reaksi toksisitas. g. Ketidakpatuhan pasien umumnya disebabkan karena pasien tidak memahami aturan pemakaian, pasien lebih suka tidak menggunakan obat, pasien lupa untuk menggunakan obat, obat terlalu mahal bagi pasien, pasien tidak dapat menelan obat atau menggunakan obat sendiri secara tepat, dan obat tidak tersedia bagi pasien. (Cipolle, et al., 2004). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 17 E. Keterangan Empiris Penelitian ini diharapkan memberikan informasi mengenai DRPs pada pengobatan pasien asma anak di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang periode Juli-Desember 2013. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian mengenai Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada pasien asma anak di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang periode Juli-Desember 2013 merupakan penelitian observasional deskriptif dengan rancangan case series dan pengambilan data yang bersifat retrospektif. Penelitian ini termasuk dalam penelitian observasional karena dilakukan penggalian informasi secara sederhana melalui sumber data yang telah tersedia yaitu rekam medis pasien (World Health Organization, 2001). Penelitian deskriptif dilakukan dengan pengumpulan, analisis, dan interpretasi data, serta tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis (Arikunto, 2006; World Health Organization, 2001). Case series merupakan kumpulan dari kasus yang sama dengan suatu kondisi dalam periode waktu tertentu yang kemudian dievaluasi dan dideskripsikan hasil klinisnya (Strom and Kimmel, 2006). Penelitian ini dilakukan dengan data retrospektif karena data diperoleh melalui penelusuran dokumen terdahulu, yaitu lembar rekam medis pasien anak dengan asma. B. Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini adalah pola peresepan dan DRPs pada pasien anak dengan diagnosis asma. 18 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 19 C. Definisi Operasional 1. Pola pengobatan merupakan terapi farmakologis yang diterima subjek penelitian selama dirawat di instalasi rawat inap anak RS RK Charitas Palembang periode Juli-Desember 2013 meliputi jenis obat dan rute penggunaan obat. 2. DRPs yang dikaji pada penelitian ini meliputi 6 kategori, yaitu obat tidak dibutuhkan, membutuhkan obat tambahan, obat kurang efektif, dosis kurang, dosis berlebih, dan efek samping obat. 3. DRPs yang ditemui dikelompokkan berdasarkan jenisnya yaitu aktual dan potensial. DRPs aktual merupakan masalah yang terjadi selama terapi pengobatan yang diterima pasien yang dilihat dari data-data yang tertera pada rekam medis. DRPs potensial merupakan masalah yang dimungkinkan terjadi selama terapi pengobatan yang diterima pasien yang dapat diketahui dari berbagai literatur penunjang berkaitan dengan pengobatan yang diterima pasien. 4. Evaluasi DRPs adalah penilaian mengenai permasalahan yang timbul selama penggunaan obat pada pasien anak dengan diagnosis asma di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang periode Juli-Desember 2013 dengan menggunakan metode SOAP (subjective, objective, assessment, plan) menggunakan acuan Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2009), Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Asma di Indonesia (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003), Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 20 1023/MENKES/SK/XI/2008 (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008), Global Strategy for Asthma Management and Prevention (Global Initiative for Asthma, 2012), Pocket Book of Hospital Care for Children (World Health Organization 2013), Guidelines for the Diagnosis and Management of Asthma (National Asthma Education and Preventive Program, 2007), British Guideline on the Management of Asthma (British Thoracic Society, 2012). Acuan utama yang digunakan sebagai dasar evaluasi pada penelitian ini adalah acuan lokal (Indonesia) yang kemudian disesuaikan lebih lanjut dengan acuan internasional/global. Metode SOAP merupakan suatu strategi dalam analisis catatan medis berdasarkan masalah kesehatan pasien. Metode ini terdiri dari 4 elemen, yaitu: subjective (S): berisi informasi subjektif dalam rekam medis; objective (O): berisi data yang dimasukkan ke dalam catatan kesehatan seperti beberapa hasil tes, prosedur dan evaluasi; data ini dapat berupa tanda vital, temuan pemeriksaan fisik, hasil X-ray, ECG, dan lain-lain; obat juga termasuk dalam informasi objektif; assessment (A): mengacu pada informasi subjektif dan objektif yang harus digunakan untuk mengembangkan rencana terapi; plan (P): mencakup semua rekomendasi selama analisis, menetapkan perubahan obat dan strategi yang dipilih, tujuan yang akan dicapai dan parameter yang harus dipantau (Becerra, Martinez, Bohorquez, Guevara, and Ramirez, 2012). Pada penelitian ini bagian plan diganti menjadi recommendation karena penelitian ini menggunakan pendekatan secara retrospektif sehingga analisis yang dilakukan bertujuan untuk memberikan rekomendasi atas masalah yang terjadi. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 21 D. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah kasus pasien anak dengan diagnosis asma di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang periode Juli-Desember 2013. Kriteria inklusi penelitian ini yaitu kasus dengan usia pasien ≤ 12 tahun dengan diagnosis asma yang menjalani perawatan di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang periode Juli-Desember 2013 dan menerima terapi farmakologis. Kriteria eksklusi dari penelitian ini yaitu kasus pasien asma anak dengan penyakit penyerta, seperti TB paru, bronkitis, dan pneumonia, serta rekam medis pasien asma anak rawat inap yang kurang lengkap dan sulit terbaca. E. Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar rekam medis rawat inap pasien anak dengan diagnosis asma di RS RK Charitas Palembang periode Juli-Desember 2013. F. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah form yang digunakan saat proses pengambilan data dari lembar rekam medis pasien anak dengan asma yang dirawat inap di RS RK Charitas Palembang periode JuliDesember 2013. Form ini memuat informasi subjektif dan objektif selama pasien menjalani rawat inap. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 22 G. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada tanggal 8 sampai 18 Juli 2014 di Bagian Rekam Medis RS RK Charitas Palembang Jalan Jendral Sudirman No. 1054 Palembang, Sumatera Selatan. H. Tata Cara Penelitian 1. Persiapan Pada tahap ini dilakukan survei jumlah pasien asma anak yang menjalani rawat inap di RS RK Charitas Palembang pada tahun 2013 kemudian dilakukan pengurusan izin untuk melakukan penelitian di RS RK Charitas Palembang. 2. Analisis Situasi Pada tahap ini dilakukan pemastian apakah data yang diambil telah memadai untuk dilakukan evaluasi. Hal ini dilakukan dengan menggunakan data yang diambil dari beberapa kasus kemudian dilakukan evaluasi atas data tersebut. 3. Pengumpulan Data a. Penelusuran data Proses ini dilakukan dengan melihat print out dari bagian rekam medis RS RK Charitas Palembang yang selanjutnya dilakukan penelusuran berdasarkan nomor rekam medis pasien asma anak periode Juli-Desember 2013. Berdasarkan hasil print out dari bagian rekam medis, terdapat 37 rekam medis asma pada pasien anak, namun hanya ditemukan 33 lembar rekam medis. Dari 33 rekam medis asma anak yang ada, 25 kasus memenuhi kriteria inklusi sementara sisanya PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 23 merupakan kasus asma dengan penyakit penyerta lainnya maupun rekam medis dengan data kurang lengkap. Gambar 5. Skema pemilihan subjek penelitian di RS RK Charitas Palembang b. Pengambilan data Proses ini dilakukan dengan menyalin data yang ada di lembar rekam medis pasien asma anak rawat inap di RS RK Charitas Palembang periode JuliDesember 2013 meliputi identitas pasien, diagnosis, keluhan utama, tanggal rawat, riwayat penyakit dan penggunaan obat, status keluar, hasil pemeriksaan, catatan keperawatan dan perkembangan pasien, serta terapi farmakologis yang diberikan pada pasien. Informasi mengenai terapi farmakologis dalam penelitian ini disajikan dalam nama generik. 4. Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk diagram dan tabel. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 24 I. Tata Cara Analisis Hasil 1. Karakteristik pasien a. Distribusi pasien anak berdasarkan kelompok umur dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu infant (< 1 tahun), balita (1-5 tahun) dan anak-anak (6-12 tahun) dengan menghitung jumlah kasus pada setiap kelompok umur per jumlah keseluruhan kasus yang dianalisis dikali 100%. b. Distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu laki-laki dan perempuan, dengan menghitung jumlah kasus pada setiap kelompok jenis kelamin per jumlah keseluruhan kasus yang dianalisis dikali 100%. 2. Pola pengobatan a. Persentase jenis obat yang diberikan pada pengobatan asma diperoleh dengan menghitung jumlah kasus yang mendapat jenis obat tertentu per jumlah keseluruhan kasus yang dianalisis dikali 100%. Penggunaan obat pada pasien dikelompokkan menurut kelas terapi berdasarkan MIMS Indonesia. b. Persentase rute pemberian obat yang diberikan pada pengobatan asma diperoleh dengan menghitung jumlah kasus yang mendapat rute obat tertentu per jumlah keseluruhan kasus yang dianalisis dikali 100%. Adapun rute pemberian obat dibagi menjadi 2, yaitu enteral dan parenteral. 3. Evaluasi DRPs dilakukan dengan menggunakan metode SOAP. Bagian subjective (S) berisi informasi jenis kelamin, usia, diagnosis, keluhan utama, status alergi, riwayat penyakit dan penggunaan obat, tanggal rawat, serta status PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI keluar. Bagian objective (O) memaparkan data pemeriksaan 25 fisik, laboratorium, tanda vital dan tata laksana obat yang diberikan pada pasien selama perawatan. Bagian assessment (A) menjabarkan penilaian adanya DRPs pada pasien, kemudian rekomendasi selanjutnya dijelaskan di bagian plan (P)/recommendation. 4. DRPs dirangkum dengan mengelompokkan kasus ke dalam enam kategori (obat tidak dibutuhkan, membutuhkan obat tambahan, dosis kurang, dosis berlebih, obat kurang efektif, dan efek samping obat) yang kemudian dihitung persentase temuan DRPs dengan menghitung jumlah kasus pada setiap kategori DRPs per jumlah keseluruhan kasus DRP dikali 100%. J. Keterbatasan Penelitian Keterbatasan penelitian ini adalah evaluasi DRPs yang dilakukan hanya berdasarkan data yang tertera di lembar rekam medis karena tidak dilakukan konfirmasi ke dokter penulis resep, perawat, maupun apoteker setempat. Pada penelitian retrospektif, perkembangan dan kondisi pasien sebenarnya yang berkaitan dengan analisis DRPs tidak dapat diamati lebih lanjut. Konfirmasi ke dokter, perawat, maupun apoteker tidak dapat dilakukan karena sulit mendapatkan akses untuk melakukan konfirmasi. Tidak adanya konfirmasi ke tenaga kesehatan ini menyebabkan analisis DRPs terbatas pada data yang tertera dalam lembar rekam medis saja tanpa mengetahui alasan maupun tujuan pemilihan terapi oleh tenaga kesehatan lain tersebut. Analisis DRPs sebaiknya dilakukan dengan menggunakan konfirmasi kepada tenaga kesehatan lain agar tidak terjadi PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 26 perbedaan pandangan dalam penilaian DRPs. Keterbatasan lain yaitu kesulitan dalam membaca rekam medis yang disebabkan oleh tulisan yang kurang jelas terbaca dan adanya rekam medis yang kurang lengkap mencantumkan informasi yang dibutuhkan peneliti. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Pasien 1. Distribusi pasien berdasarkan usia Pasien asma anak yang diteliti dikelompokkan menjadi infant (< 1 tahun), balita (1-5 tahun), dan anak (6-12 tahun). Distribusi pasien asma anak berdasarkan kategori usia dapat dilihat pada Gambar 6. 20% 16% Infant (< 1 tahun) Balita (1-5 tahun) Anak (6-12 tahun) 64% Gambar 6. Distribusi pasien berdasarkan usia pada pasien anak dengan asma di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang periode Juli-Desember 2013 (n=25) Gambar 6 menunjukkan bahwa pasien anak yang dirawat inap didominasi oleh pasien usia 1-5 tahun sebanyak 64%, diikuti dengan 20% anak usia 6-12 tahun, dan 16% kelompok pasien usia < 1 tahun. Pada dasarnya asma dapat menyerang berbagai usia, namun secara prinsip asma merupakan penyakit pediatrik. Pada umumnya asma terjadi pada 5 tahun awal kehidupan dan 50% 27 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 28 anak memiliki gejala asma sejak usia 2 tahun (Kelly and Sorkness, 2008). Pada usia dini, asma dapat disebabkan oleh atopi maupun adanya infeksi virus (Global Initiative for Asthma, 2014). 2. Distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin 40% Laki-Laki 60% Perempuan Gambar 7. Distribusi pasien anak dengan asmaberdasarkan jenis kelamin pada pasien asma anak di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang periode Juli-Desember 2013 (n=25) Distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin menunjukkan ada 60% pasien anak laki-laki dan 40% pasien anak perempuan yang dapat dilihat pada gambar 7. Onset terjadinya asma lebih cepat pada laki-laki daripada perempuan (Global Initiative for Asthma, 2014). Anak laki-laki dengan usia kurang dari 10 tahun lebih banyak terserang asma daripada pada perempuan, selama masa remaja tingkat kejadiannya hampir sama, dan pada usia lanjut kejadian ini akan lebih tinggi pada wanita (American Lung Association, 2006). PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 29 B. Pola Pengobatan 1. Jenis Obat Gambaran umum distribusi penggunaan obat pada pasien asma rawat inap berdasarkan kelas terapi menurut MIMS Indonesia disajikan pada Tabel II. Penggunaan obat terbanyak adalah kelas terapi obat yang bekerja pada sistem pernapasan, vitamin dan mineral, dan kortikosteroid. Tabel II. Profil penggunan obat pada pasien anak dengan asma di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang periode Juli-Desember 2013 Jumlah Kasus Persentase Kelas Terapi (n=25) (%) Sistem pernapasan 25 100 Kortikosteroid 25 100 Vitamin dan mineral 25 100 Antiinfeksi 20 80 Sistem saraf pusat 5 20 Alergi dan sistem imun 2 8 Sistem gastrointestinal dan hepatobilier 3 12 a. Sistem pernapasan Obat saluran pernapasan merupakan terapi utama dalam pengobatan pasien asma anak dengan indikasi untuk meredakan gejala maupun gangguan pada saluran pernapasan (Handayani, 2010). Obat yang bekerja pada sistem pernapasan yang digunakan pada penelitian ini yaitu golongan preparat antiasma dan PPOK serta obat batuk dan pilek. Preparat antiasma dan PPOK yang digunakan dalam penelitian ini adalah salbutamol, teofilin, aminofilin, kombinasi salbutamol dan ipratropium bromida serta kombinasi salbutamol dan guaifenesin. Salbutamol merupakan beta-2 adrenergik kerja cepat yang berfungsi sebagai PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 30 bronkodilator yang dapat memperbaiki jalan napas sehingga gejala sesak napas dapat berkurang (Kelly and Sorkness, 2008; Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003). Mekanisme kerja beta-2 agonis yaitu relaksasi otot polos saluran napas, meningkatkan mucociliary clearance, menurunkan permeabilitas pembuluh darah, dan memodulasi pelepasan mediator dari sel mast (Persatuan Dokter Paru Indonesia, 2003). Aminofilin dan teofilin juga dapat berfungsi sebagai bronkodilator. Aminofilin intravena dapat digunakan pada tata laksana serangan asma berat dengan memperhatikan dosis awal dan dosis rumatan (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2009). Konsentrasi teofilin dalam darah harus diperhitungkan untuk menghindari toksisitas akibat penggunaan teofilin dan garamnya (aminofilin) karena kedua obat ini memiliki indeks terapi yang sempit. Toksisitas akibat penggunaan obat ini dapat dihindari dengan pemberian dosis yang tepat dan pemantauan kadar teofilin darah. Antikolinergik merupakan bronkodilator yang efektif walaupun tidak seefektif beta-2 adrenergik kerja cepat. Mekanisme dari obat antikolinergik adalah menghambat secara kompetitif pada reseptor muskarinik M3 sehingga menimbulkan efek bronkodilatasi dan pengurangan volume sputum (Balsamo, Lanata, and Egan, 2010; Kelly and Sorkness, 2008). Bronkodilator juga dapat meningkatkan cough clearance melalui peningkatan aliran udara ekspirasi (Balsamo, Lanata, and Egan, 2010). Antikolinergik yang digunakan dalam penelitian ini adalah ipratoprium bromida. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 31 Guaifenesin umumnya digunakan sebagai ekspektoran. Guaifenesin menunjukkan manfaat dalam terapi hipersekresi mukus melalui penurunan sekresi mucin dan peningkatan mucociliary clearance (Seagrave, Albrecht, Hill, Rogers, and Salomon, 2012). Guaifenesin dapat menurunkan kekentalan mukus (Balsamo, Lanata, and Egan, 2010). Obat yang termasuk golongan obat batuk dan pilek menurut MIMS Indonesia yang digunakan dalam penelitian ini adalah ambroksol HCl, bromheksin HCl, serta erdostein. Ambroksol dapat menstimulasi produksi surfaktan yang menyebabkan terjadinya penurunan adesifitas mukus (Balsamo, Lanata, and Egan, 2010). Erdostein memiliki potensi dapat modulasi produksi mukus dan meningkatkan mucociliiary clearance (Balsamo, Lanata, and Egan, 2010). Gambaran penggunaan obat yang bekerja pada sistem pernapasan dapat dilihat pada Tabel III. Tabel III. Penggunaan obat yang bekerja pada sistem pernapasan pada pasien asma anak di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang periode Juli-Desember 2013 Jumlah Kasus Persentase Golongan Jenis Obat (n=25) (%) Preparat Salbutamol 22 88 antiasma dan Teofilin 6 24 PPOK Aminofilin 8 32 Kombinasi Salbutamol 5 20 dan Ipratropium Bromida Kombinasi Salbutamol 7 28 dan Guaifenesin Obat batuk Ambroksol HCl 7 28 dan pilek Erdostein 3 12 Bromheksin HCl 2 8 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 32 b. Kortikosteroid Kortikosteroid digunakan untuk mengurangi peradangan pada jalan napas. Obat golongan kortikosteroid umumnya diberikan saat pasien tidak menunjukkan perkembangan setelah pemberian beta-2 adrenergik kerja cepat saat serangan (Global Initiative for Asthma, 2014). Kortikosteroid merupakan agen antiinflamasi yang paling efektif dalam pengobatan asma. Kerja kortikosteroid dalam pengobatan asma antara lain dengan meningkatkan jumlah reseptor beta-2 adrenergik dan meningkatkan sensitivitas reseptor terhadap stimulasi beta-2 adrenergik, mengurangi produksi dan hipersekresi mukus, mengurangi hipersensitivitas bronkus, dan mengurangi edema jalan napas (Kelly and Sorkness, 2008). Kortikosteroid sistemik diindikasikan untuk semua pasien asma akut parah yang tidak mengalami perbaikan setelah pemberian inhalasi beta-2 adrenergik, penggunaannya dapat dikombinasikan dengan bronkodilator lain (Kelly and Sorkness, 2008; Persatuan Dokter Paru Indonesia, 2003). Kortikosteroid yang paling banyak digunakan dalam penelitian ini adalah deksametason. Deksametason merupakan analog glukokortikoid yang memiliki efek antiinflamasi dan imunosupresif yang poten dengan efek samping penggunaan jangka panjang berupa obesitas, moon face, dan osteroporosis (Nugroho, 2011). Gambaran penggunaan kortikosteroid pada penelitian ini disajikan dalam tabel IV. obat PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 33 Tabel IV. Penggunaan kortikosteroid pada pasien asma anak di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang periode Juli-Desember 2013 Jumlah Kasus Persentase Golongan Jenis Obat (n=25) (%) Kortikosteroid Deksametason 24 96 Metilprednisolon 3 12 Flutikason 3 12 Budenosid 2 8 Prednison 1 4 Triamsinolon 1 4 c. Vitamin dan mineral Penggunaan vitamin dan mineral pada penelitian ini adalah 100% dari total kasus yang diteliti. Elektrolit dan mineral yang diberikan secara intravena banyak digunakan pada pasien asma anak karena bertujuan untuk mencegah dehidrasi pada pasien, sementara multivitamin berfungsi untuk pemeliharaan kondisi tubuh pasien. Distribusi penggunaan obat vitamin dan mineral dapat dilihat pada Tabel V. Tabel V. Penggunaan vitamin dan mineral pada pasien anak dengan asma di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang periode Juli-Desember 2013 Jumlah Kasus Persentase Golongan Jenis Obat (n=25) (%) ® Elektrolit dan mineral KAEN 1B 20 80 ® RL 5 20 ® KAEN 3A 1 4 ® Proza Multivitamin 1 4 ® Vitamin dan mineral pediatrik Biostrum 1 4 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 34 d. Antiinfeksi Obat yang digunakan untuk pengobatan infeksi digunakan sebanyak 76% pada total kasus yang diteliti. Obat yang digunakan untuk pengobatan infeksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah antibiotik. Penggunaan antibiotik umumnya ditujukan untuk mencegah maupun mengatasi infeksi oleh mikroorganisme. Penggunaan antibiotik pada pasien asma anak tidak disarankan jika anak tidak mengalami demam (Global Initiative for Asthma, 2014; World Health Organization, 2013). Distribusi penggunaan obat antiinfeksi pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel VI. Tabel VI. Penggunaan obat antiinfeksi pada pasien anak dengan asma di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang periode Juli-Desember 2013 Jumlah Kasus Persentase Golongan Jenis Obat (n=25) (%) Penisilin Amoxicillin 1 4 Sefalosporin Ceftriaxon 6 24 Ceftazidim 2 8 Aminoglikosida Gentamisin 8 32 Amikasin 1 4 Makrolida Azitromisin 1 4 Spiramisin 3 12 Kloramfenikol Tiamfenikol 1 4 e. Sistem saraf pusat Penggunaan obat sistem saraf pusat adalah sebanyak 20% pada kasus dalam penelitian ini. Obat yang digunakan adalah parasetamol yang merupakan analgesik dan antipiretik. Parasetamol merupakan analgesik PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 35 dan antipiretik yang memiliki potensi yang mirip dengan NSAID, namun tidak memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi (Jozwiak-Bebenista and Nowak, 2014). f. Alergi dan sistem imun Antihistamin bekerja dengan menghambat aksi histamin pada reseptor histamin (Nugroho, 2011). Obat golongan antihistamin yang digunakan dalam penelitian ini adalah cetirizin HCl yang umum digunakan pada pengobatan asma alergi (Nugroho, 2011) dan triprolidin yang keduanya merupakan H-1 blocker. Triprolidin merupakan antihistamin H-1 generasi pertama, sementara cetirizin merupakan generasi kedua. Antihistamin generasi pertama sebaiknya tidak digunakan pada pasien asma karena memiliki aksi antimuskarinik yang dapat menyebabkan efek mulut kering dan penggunaan obat ini dalam jangka panjang juga dapat meningkatkan gejala penyempitan bronkus (Scoor, 2012; Balsamo, Lanata, and Egan, 2010; Camelo-Nunes, 2006). Distribusi penggunaan obat alergi dan sistem imun dapat dilihat pada tabel VII. Tabel VII. Penggunaan obat alergi dan sistem imun pada pasien anak dengan asma di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang periode Juli-Desember 2013 Jumlah Kasus Persentase Golongan Jenis Obat (n=25) (%) Triprolidin 1 4 Antihistamin dan antialergi Cetirizin HCl 1 4 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 36 g. Sistem gastrointestinal dan hepatobilier Obat sistem gastrointestinal dan hepatobilier digunakan sebanyak 12% pada kasus dalam penelitian ini. Obat yang digunakan yaitu ranitidin yang termasuk dalam kelompok obat antasida, obat antirefluks dan ulserasi. Ranitidin merupakan H-2 blocker yang bekerja dengan menghambat aksi histamin pada reseptor histamin H-2 pada sel parietal mukosa lambung (Nugroho, 2011). Umumnya obat golongan ini digunakan untuk pengobatan pada tukak peptik dan refluks gastrointestinal. L-Bio® merupakan digestan yang diindikasikan untuk memelihara kesehatan fungsi saluran pencernaan. Distribusi penggunaan obat sistem gastrointestinal dan hepatobilier dapat dilihat pada tabel VIII. Tabel VIII. Penggunaan obat sistem gastrointestinal dan hepatobilier pada pasien anak dengan asma di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang periode Juli-Desember 2013 Jumlah Kasus Persentase Golongan Jenis Obat (n=25) (%) Antasida, obat antirefluks, Ranitidin 2 8 dan ulserasi Digestan L-Bio® 1 4 2. Rute Pemberian Obat Gambaran umum penggunaan obat berdasarkan rute pemberian dapat dilihat pada tabel IX. Seluruh kasus dalam penelitian ini menggunakan obat dengan rute pemberian enteral maupun parenteral. Obat yang diberikan secara enteral yang diberikan dalam penelitian ini umumnya adalah obat yang bersifat PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 37 sebagai controller maupun obat untuk mengurangi gejala asma yang diberikan secara per oral. Obat parenteral digunakan karena kondisi pasien yang umumnya dirawat inap karena serangan asma sehingga pemberian oral sulit dilakukan. Obat parenteral diberikan karena dapat memberikan efek yang cepat. Rute parenteral intravena diberikan untuk merehidrasi pasien sehingga kebutuhan cairan pasien tercukupi. Obat diberikan secara inhalasi dengan tujuan agar lebih efektif untuk dapat mencapai konsentrasi tinggi di jalan napas, efek sistemik minimal atau dihindarkan, dan ada beberapa obat hanya dapat diberikan melalui inhalasi karena tidak terabsorpsi pada pemberian oral (Persatuan Dokter Paru Indonesia, 2003). Obat dengan rute inhalasi pada penelitian ini diberikan melalui nebulisasi. Tabel IX. Penggunaan obat berdasarkan rute pemberian pada pasien anak dengan asma di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang periode Juli-Desember 2013 Jumlah Kasus Persentase Rute Pemberian (n=25) (%) Enteral 25 100 Parenteral 25 100 C. Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) Identifikasi Drug Related Problems pada penelitian ini dilakukan dengan mengevaluasi permasalahan yang timbul berkaitan dengan penggunaan obat pada pasien asma anak di instalasi rawat inap RS RK Charitas Palembang periode JuliDesember 2013. Kasus yang dievaluasi kemudian dimasukkan dalam kategori DRPs yaitu butuh tambahan obat, obat tidak dibutuhkan, obat kurang efektif, dosis kurang, efek samping obat, dan dosis berlebih. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 38 Analisis DRPs dilakukan dengan menggunakan data penggunaan obat dan catatan keperawatan pasien. DRPs yang didapati pada 25 kasus yang masuk dalam kriteria inklusi penelitian ini yaitu 100% efek samping obat, 56% dosis kurang, 28% obat tidak dibutuhkan, 16% dosis berlebih, dan 4% membutuhkan obat tambahan. Pada umumnya 1 kasus memiliki lebih dari 1 kejadian DRPs. Tabel X berikut menyajikan gambaran DRPs yang ditemui pada pasien asma anak. Tabel X. Gambaran DRPs pada pasien anak dengan asma di instalasi rawat inap RS RK Charitas Palembang periode Juli-Desember 2013 No 1 2 Nomor Kasus Jumlah Kasus (seperti lampiran) (n=25) semua kasus 25 2, 4, 5, 6. 7, 9, 11, 12,13,14, 14 15, 18, 19, 21 7 5, 10, 15, 16,17, 24, 25 Jenis DRPs Efek samping obat Dosis kurang 3 Persentase (%) 100 56 Obat tidak 28 dibutuhkan 4 Dosis berlebih 5, 6, 16, 18 4 16 5 Membutuhkan obat 1 4 25 tambahan 6 Obat kurang efektif 0 0 Catatan: Penilaian DRPs ini berdasarkan data yang tercantum di lembar rekam medis yang tidak dikonfirmasi dengan dokter penulis resep maupun perawat yang merawat pasien. Pembahasan lebih mendalam tiap kasus dapat dilihat di Lampiran 1. Efek Samping Obat Efek samping obat dapat disebabkan karena obat menimbulkan efek yang tidak diinginkan tetapi tidak ada hubungannya dengan dosis, interaksi obat yang menyebabkan reaksi yang tidak diharapkan tetapi tidak ada hubungannya dengan dosis, ada obat lain yang lebih aman ditinjau dari faktor risikonya, regimen dosis yang telah diberikan atau diubah terlalu cepat, obat yang diberikan menyebabkan alergi, dan obat yang diberikan dikontraindikasikan karena faktor risikonya. Pada penelitian ini semua kasus PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 39 (100%) mengalami DRPs kategori efek samping obat yang disebabkan karena adanya interaksi obat dan pemberian obat yang berisiko menyebabkan perburukan. Pada semua kasus DRPs yang dievaluasi ditemui interaksi antara kortikosteroid dan salbutamol yang bersifat potensial. Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Penggunaan salbutamol tunggal dapat menyebabkan hipokalemia dan dapat meningkatkan risiko ini karena adanya obat yang mendeplesi kalium seperti kortikosteroid. Kombinasi kedua jenis obat ini memerlukan pemantauan khususnya dalam kadar kalium dalam serum. Kombinasi antara β2 agonis dan kortikosteroid dalam manajemen asma umumnya bersifat menguntungkan (Baxter, 2010). Pada kasus 2, 5, 7, 8, 9, 11, 13, 14, 16, 18, 21, dan 25 ditemui interaksi obat pada kombinasi antara kortikosteroid dan teofilin serta teofilin dan salbutamol yang dapat menyebabkan hipokalemia dan takikardi (Baxter, 2010). Jenis DRPs yang ditemui adalah potensial. Hipokalemia merupakan kondisi kadar kalium dalam serum < 3,5 mEq/L. Hipokalemia dicirikan dengan adanya perubahan pada fungsi otot dan kardiovaskuler karena adanya hiperpolarisasi membran dan gangguan kontraksi otot (Daly and Farrington, 2013). Depresi pernapasan karena gangguan parah pada otot skeletal dapat terjadi karena deplesi kalium parah (Schaefer and Wolford, 2005). Teofilin dan kortikosteroid memainkan peranan penting dalam manajemen asma dan penggunaannya secara bersamaan umum dilakukan dan PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 40 memberikan keuntungan. Kedua obat ini dapat menyebabkan hipokalemia yang mungkin bersifat aditif. Pada pemakaian kedua obat ini perlu dipertimbangkan pemantauan berdasarkan tingkat keparahan pasien dan jumlah obat yang dapat menyebabkan deplesi kalium yang digunakan oleh pasien (Baxter, 2010). Penggunaan secara bersamaan antara salbutamol dan teofilin merupakan pilihan yang cukup baik dalam manajemen asma, namun terdapat potensiasi terjadinya efek samping. Komplikasi yang paling serius yang ditimbulkan adalah hipokalemia dan takikardia (Baxter, 2010). Pemantauan kadar kalium juga diperlukan pada penggunaan kombinasi obat ini. Pada kasus 6, 7, 12, 19, 21 dan 22 ditemui DRPs kategori efek samping obat yang bersifat potensial akibat pemberian mukolitik yang dapat memperburuk obstruksi jalan napas dan batuk, khususnya pada asma parah (Global Initiative for Asthma, 2011; Persatuan Dokter Paru Indonesia, 2003). Mukolitik pada umumnya digunakan sebagai pengencer dahak, namun tidak menunjukkan manfaat yang berarti pada penggunaan pada pasien asma bahkan cenderung menimbulkan perburukan (Rogers, 2002). Jenis DRPs yang ditemui adalah potensial. Pemantauan terhadap tanda vital dan kadar obat dalam darah pasien diperlukan untuk pencegahan maupun langkah awal pengatasan efek samping obat yang mungkin terjadi. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 41 Tabel XI. Kejadian DRPs efek samping obat pada pasien anak dengan asma pada pasien asma anak di instalasi rawat inap RS RK Charitas Palembang periode Juli-Desember 2013 2. Jenis DRPs No. Kasus Assessment Recommendation Semua kasus Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Potensial Perlu pemantauan kalium 2, 5, 7, 8, 9, 11, 13, 14, 16, 18, 21, 25 interaksi obat pada kombinasi antara kortikosteroid dan teofilin dapat menyebabkan hipokalemia dan takikardi (Baxter, 2010). Potensial - Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium - Perlu dilakukan pemantauan denyut nadi - Perlu dilakukan pemantauan kadar teofilin darah 2, 5, 7, 8, 9, 11, 13, 14, 16, 18, 21, 25 interaksi obat pada kombinasi antara salbutamol dan teofilin dapat menyebabkan hipokalemia dan takikardi (Baxter, 2010). Potensial - Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium - Perlu dilakukan pemantauan denyut nadi - Perlu dilakukan pemantauan kadar teofilin darah 6, 7, 12, 19, 21, 22 pemberian mukolitik yang dapat memperburuk obstruksi jalan napas dan batuk, khususnya pada asma parah (Global Initiative for Asthma, 2011; Persatuan Dokter Paru Indonesia, 2003). Potensial Perlu dilakukan pemantauan respiration rate dilakukan kadar Dosis Kurang Pada penelitian ini terdapat 14 kasus yang memuat DRPs kategori dosis kurang yang bersifat aktual. DRPs kategori dosis kurang ini ditemui akibat dosis pemberian aminofilin dan kortikosteroid di bawah dosis terapi. Aminofilin merupakan bentuk kompleks dari teofilin yang termasuk golongan metilsantin. Obat ini digunakan sebagai bronkodilator yang PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 42 umumnya diberikan secara parenteral pada serangan asma berat dengan dosis awal aminofilin 6-8 mg/kg BB diberikan selama 20-30 menit dan dosis rumatan 5mg/kg/6jam (World Health Organization, 2013; Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2009; Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008). Pemberian aminofilin dengan dosis kurang ditemui pada kasus 2, 5, 7, 9, 11, 13, 14, dan 21 yang dapat dilihat pada lampiran. Pemberian aminofilin dengan dosis kurang dapat menyebabkan onset obat ini akan semakin lama sehingga efek bronkodilatasi akan lebih lama terjadi. Aminofilin merupakan obat dengan indeks terapi sempit sehingga perlu hati-hati dalam pemberian dosis yang tepat. Kortikosteroid efektif digunakan dalam manajemen asma karena dapat mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama efektif dengan pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan dengan dosis pemberian 0,5-1 mg/kgBB/hari (Global Initiative for Asthma, 2014; BMJ Group, 2011; Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2009; Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008). Pemberian dosis kortikosteroid intravena yang kurang dari dosis terapi ditemui pada kasus 4, 5, 6, 7, 12, 13, 14, 15, 18, dan 19 yang dapat dilihat pada lampiran. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 43 Tabel XII. Kejadian DRPs dosis kurang pada pasien anak dengan asma pada pasien asma anak di instalasi rawat inap RS RK Charitas Palembang periode Juli-Desember 2013 3. No. Kasus Assessment Jenis DRPs Recommendation 2, 5, 7, 9, 11, 13, 14, 21 Pemberian aminofilin dengan dosis kurang. Aktual - Perlu dilakukan penyesuaian dosis pemberian aminofilin - Perlu dilakukan pemantauan kadar teofilin darah 4, 5, 6, 7, 12, 13, 14, 15, 18, 19 Pemberian dosis kortikosteroid intravena yang kurang dari dosis terapi. Aktual Perlu dilakukan penyesuaian dosis pemberian kortikosteroid Obat Tidak Dibutuhkan Obat tidak dibutuhkan dapat disebabkan oleh tidak adanya indikasi medis yang sesuai dengan obat yang diberikan, menggunakan terapi polifarmasi yang seharusnya bisa menggunakan terapi tunggal, kondisi yang lebih cocok mendapat terapi non farmakologi, terapi efek samping yang dapat diganti dengan obat lain, dan penyalahgunaan obat. Kategori DRPs obat tidak dibutuhkan ditemui pada 64% kasus pada penelitian ini. Pada kasus nomor 5, 10, dan 15 ditemui penggunaan antibiotik yang kurang tepat. Antibiotik sebaiknya tidak diberikan secara rutin pada pasien asma tanpa demam. Antibiotik dapat diberikan pada pasien asma dengan demam atau adanya tanda pneumonia (Global Initiative for Asthma, 2014; World Health Organization, 2013). Demam merupakan tanda terjadinya infeksi mikroorganisme, sehingga pemberian antibiotik diindikasikan jika PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 44 pasien asma mengalami demam dan/atau pneumonia. Penggunaan antibotika yang kurang tepat ini dikhawatirkan dapat menimbulkan resistensi antibiotik. Pada kasus-kasus tersebut di atas, penggunaan antibiotik umumnya diberikan sejak hari pertama rawat inap dengan data tanda vital pasien menunjukkan suhu tubuh normal. Data tanda vital pasien pada hari perawatan selanjutnya umumnya kurang lengkap (dapat dilihat pada Lampiran), sehingga ada kemungkinan bahwa pasien mengalami demam namun tidak tercatat pada rekam medis. Kemungkinan lain yang juga dapat terjadi yaitu pasien mengalami demam dan menggunakan obat penurun panas tanpa dilakukan pencatatan penggunaan obat di rekam medis. Pemeriksaan tanda vital dan kultur bakteri dapat dilakukan untuk menegaskan perlunya penggunan antibiotik. Oleh karena itu, pemberian antibiotik yang termasuk kategori obat tidak dibutuhkan ini merupakan DRP yang bersifat potensial. Parasetamol merupakan analgesik dan antipiretik (penurun panas). Indikasi utama pemberian antipiretik pada anak adalah jika suhu tubuh lebih dari 38,3oC (Sullivan, et al., 2011). Pemberian Parasetamol yang kurang sesuai dengan indikasi ditemui pada kasus nomor 16, 17, 24, dan 25. Pasien yang mengalami kenaikan suhu tubuh sebaiknya diberikan terapi non farmakologi terlebih dahulu, seperti kompres dan minum air putih, sebelum diberikan terapi farmakologi. Peningkatan suhu tubuh pada pasien mungkin terjadi akibat mekanisme fisiologis tubuh untuk melawan zat asing baik dari dalam maupun dari luar tubuh. Pemberian Parasetamol mugkin dilakukan karena pasien merasa kurang nyaman dengan peningkatan suhu tubuh yang PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 45 terjadi. Pemberian Parasetamol ini dapat dikategorikan sebagai DRP potensial. Tabel XIII. Kejadian DRPs obat tidak dibutuhkan pada pasien anak dengan asma pada pasien asma anak di instalasi rawat inap RS RK Charitas Palembang periode Juli-Desember 2013 No. Kasus 5, 10, 15 16, 17, 24, 25 4. Assessment Penggunaan antibiotik kurang tepat. Jenis DRPs Potensial - Pertimbangkan penghentian penggunaan antibiotik - Perlu dilakukan pemantauan suhu tubuh Potensial - Pertimbangkan penghentian penggunaan Parasetamol - Pertimbangkan pemberian terapi non farmakologi - Perlu dilakukan pemantauan suhu tubuh yang Penggunaan Parasetamol kurang sesuai. Recommendation Dosis Berlebih Pada penelitian ini terdapat 4 kasus DRPs yang masuk dalam kategori dosis berlebih. Dosis berlebih yang ditemui dalam penelitian ini disebabkan karena dosis pemberian obat yang terlalu tinggi. Pada kasus 6 ditemui pemberian deksametason dengan dosis yang berlebih. Dosis deksametason intravena yang tercatat diberikan pada pasien adalah 2 g, padahal dosis harian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kg BB/hari. Hal ini mungkin terjadi akibat kesalahan penulisan dalam catatan penggunaan obat. Pada kasus 5, 16 dan 18 ditemui DRP kategori dosis berlebih akibat pemberian teofilin dengan dosis melebihi dosis maksimal harian (> 10 mg/kgBB/hari). Pemberian teofilin dengan dosis berlebih dapat menyebabkan PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 46 toksisitas karena teofilin merupakan obat dengan indeks terapi sempit. Pemantauan kadar teofilin darah sangat diperlukan dalam pemberian terapi teofilin untuk menghindari terjadinya toksisitas. Tabel XIV. Kejadian DRPs dosis berlebih pada pasien anak dengan asma pada pasien asma anak di instalasi rawat inap RS RK Charitas Palembang periode Juli-Desember 2013 No. Kasus 5. Assessment Jenis DRPs Recommendation 6 pemberian deksametason injeksi dengan dosis yang berlebih Potensial Perlu dilakukan penyesuaian dosis pemberian deksametason 5, 16 dan 18 pemberian teofilin dengan dosis melebihi dosis maksimal harian (> 10 mg/kgBB/hari). Aktual - Perlu dilakukan penyesuaian dosis pemberian teofilin - Perlu dilakukan pemantauan denyut nadi - Perlu dilakukan pemantauan kadar teofilin darah Membutuhkan obat tambahan Kategori DRPs membutuhkan obat tambahan pada penelitian ini ditemui 1 kasus, yaitu kasus nomor 25. Pada kasus ini terdapat kondisi sesak napas pada pasien saat rawat inap tanggal 28/09/2013 yang belum diterapi. Kondisi ini sebaiknya diatasi dengan pemberian bronkodilator kerja cepat, misalnya salbutamol dalam bentuk nebulisasi. Tujuan pemberian salbutamol adalah untuk melegakan jalan napas pasien sehingga pasien dapat bernapas lebih baik. Nebulisasi disarankan karena onset obat lebih cepat dan efek samping lebih ringan daripada jika diberikan secara per oral. Jenis DRPs yang ditemui adalah aktual. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 47 6. Obat Kurang Efektif Kategori DRPs obat kurang efektif tidak ditemukan pada penatalaksanaan pasien anak dengan asma di instalasi rawat inap RS RK Charitas Palembang periode Juli-Desember 2013. D. Rangkuman Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) DRPs yang terjadi bersifat aktual maupun potensial. Jenis DRPs aktual merupakan DRPs yang telah terjadi pada pasien sehingga mengakibatkan kerugian yang ditimbulkan akibat terjadinya DRPs tersebut. Jenis DRPs potensial adalah DRPs yang mungkin terjadi tetapi tidak terlihat dari data keluhan dan hasil pemeriksaan pasien, namun dapat berpotensi menimbulkan DRPs. Tabel XV berikut menyajikan hasil evaluasi pasien anak dengan diagnosis asma yang dirawat di RS RK Charitas Palembang. Tabel XV. Hasil Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) No. Kasus DRPs Obat 1 Efek samping obat Salbutamol + Deksametason Dosis kurang* Efek samping obat 2 Aminofilin Salbutamol + Deksametason/Metilprednisolon Deksametason/Metilprednisolon + Teofilin Salbutamol + Teofilin 3 Efek samping obat Dosis kurang* Salbutamol + Deksametason Deksametason 4 Efek samping obat Salbutamol + Deksametason Rekomendasi Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium darah Perlu dilakukan penyesuaian dosis pemberian, Perlu dilakukan pemantauan kadar teofilin dalam darah Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium darah Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium darah, denyut nadi, dan kadar teofilin darah Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium darah, denyut nadi, dan kadar teofilin darah Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium darah Perlu dilakukan penyesuaian dosis pemberian Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium darah PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 48 Tabel XV. Lanjutan No. Kasus DRPs Dosis kurang* Obat tidak dibutuhkan 5 Dosis berlebih* Efek samping obat Obat Deksametason, Aminofilin Gentamisin Teofilin Salbutamol + Deksametason/Budenosid Deksametason/Budenosid + Teofilin Salbutamol + Teofilin Dosis berlebih Deksametason Dosis kurang* Deksametason 6 Efek samping obat Ambroksol Salbutamol + Deksametason Dosis kurang* 7 Aminoflin, Deksametason Obat tidak dibutuhkan Amoxicilin Efek samping obat Ambroksol Salbutamol + Deksametason/Metilprednisolon Deksametason/Metilprednisolon + Teofilin Salbutamol + Teofilin Efek samping obat 8 Salbutamol + Deksametason/Flutikason Deksametason/Flutikason + Teofilin Salbutamol + Teofilin Rekomendasi Perlu dilakukan penyesuaian dosis pemberian obat, perlu dilakukan pemantauan kadar teofilin dalam darah Pertimbangkan penghentian penggunaan obat, perlu dilakukan pemantauan suhu tubuh Perlu dilakukan penyesuaian dosis pemberian obat, perlu dilakukan pemantauan kadar teofilin dalam darah Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium darah Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium darah, denyut nadi, dan kadar teofilin darah Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium darah, denyut nadi, dan kadar teofilin darah Perlu dilakukan penyesuaian dosis pemberian obat Perlu dilakukan penyesuaian dosis pemberian obat Perlu dilakukan pemantauan respiration rate Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium darah Perlu dilakukan penyesuaian dosis pemberian obat, Perlu dilakukan pemantauan kadar teofilin dalam darah Pertimbangkan penghentian penggunaan, perlu dilakukan pemantauan suhu tubuh Perlu dilakukan pemantauan respiration rate Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium darah Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium darah, denyut nadi, dan kadar teofilin darah Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium darah, denyut nadi, dan kadar teofilin darah Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium darah Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium darah, denyut nadi, dan kadar teofilin darah Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium darah, denyut nadi, dan kadar teofilin darah PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 49 Tabel XV. Lanjutan No. Kasus DRPs Dosis kurang* Efek samping obat Obat Aminofilin Salbutamol + Deksametason 9 Deksametason + Teofilin Salbutamol + Teofilin 10 Obat tidak dibutuhkan Efek samping obat Dosis kurang* Efek samping obat Azitromisin Salbutamol + Deksametason/Budenosid Aminofilin Salbutamol + Deksametason 11 Deksametason + Teofilin Salbutamol + Teofilin Dosis kurang* 12 Efek samping obat Deksametason Ambroksol Salbutamol + Deksametason Dosis kurang* Deksametason Efek samping obat Salbutamol + Deksametason/Flutikason 13 Deksametason/Flutikason + Teofilin Salbutamol + Teofilin 14 Dosis kurang* Deksametason, Aminofilin Efek samping obat Salbutamol + Deksametason Deksametason + Teofilin Salbutamol + Teofilin Rekomendasi Perlu dilakukan penyesuaian dosis pemberian obat, perlu dilakukan pemantauan kadar teofilin dalam darah Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium darah Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium darah, denyut nadi, dan kadar teofilin darah Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium darah, denyut nadi, dan kadar teofilin darah Pertimbangkan penghentian penggunaan obat, perlu dilakukan pemantauan tanda vital Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium darah Perlu dilakukan penyesuaian dosis pemberian obat, perlu dilakukan pemantauan kadar teofilin dalam darah Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium darah Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium dara, denyut nadi, dan kadar teofilin darah Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium darah, tanda vital, dan kadar teofilin darah Perlu dilakukan pemantauan dosis pemberian obat Perlu dilakukan pemantauan respiration rate Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium darah Perlu dilakukan penyesuaian dosis pemberian obat Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium darah Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium darah, denyut nadi, dan kadar teofilin darah Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium darah, denyut nadi, dan kadar teofilin darah Perlu dilakukan penyesuaian dosis pemberian obat, Perlu dilakukan pemantauan kadar teofilin dalam darah Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium darah Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium darah, denyut nadi, dan kadar teofilin darah Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium darah, denyut nadi, dan kadar teofilin darah PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 50 Tabel XV. Lanjutan No. Kasus DRPs Dosis kurang* Obat tidak dibutuhkan 15 Efek samping obat Obat Deksametason Ceftazidim Salbutamol + Deksametason Deksametason + Teofilin Salbutamol + Teofilin Obat tidak dibutuhkan Dosis berlebih * Parasetamol Teofilin 16 Efek samping obat Salbutamol + Deksametason/Flutikason Deksametason/Flutikason + Teofilin Salbutamol + Teofilin 17 18 Obat tidak dibutuhkan Parasetamol Efek samping obat Salbutamol + Deksametason Dosis kurang* Deksametason Dosis berlebih* Teofilin Efek samping obat Salbutamol + Deksametason Deksametason + Teofilin Salbutamol + Teofilin Rekomendasi Perlu dilakukan penyesuaian dosis pemberian obat Pertimbangkan penghentian penggunaan obat, Perlu dilakukan pemantauan suhu tubuh Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium darah Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium darah, denyut nadi, dan kadar teofilin darah Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium darah, denyut nadi, dan kadar teofilin darah Pertimbangkan penghentian penggunaan obat, Perlu dilakukan pemantauan tanda vital, Pertimbangkan pemberian terapi non farmaokologi Perlu dilakukan penyesuaian dosis pemberian obat, perlu dilakukan pemantauan kadar teofilin dalam darah Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium darah Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium darah, denyut nadi, dan kadar teofilin darah Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium darah, denyut nadi, dan kadar teofilin darah Pertimbangkan penghentian penggunaan obat, Perlu dilakukan pemantauan suhu tubuh, Pertimbangkan pemberian terapi non farmaokologi Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium darah Perlu dilakukan penyesuaian dosis pemberian obat Perlu dilakukan penyesuaian dosis pemberian obat, Perlu dilakukan pemantauan kadar teofilin dalam darah Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium darah Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium darah, denyut nadi, dan kadara teofilin darah Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium darah, denyut nadi, dan kadara teofilin darah PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 51 Tabel XV. Lanjutan No. Kasus DRPs Rekomendasi Perlu dilakukan penyesuaian dosis pemberian obat Perlu dilakukan pemantauan Efek samping obat Bromheksin respiration rate Salbutamol + Perlu dilakukan pemantauan Deksametason/Prednison kadar kalium darah 19 Perlu dilakukan pemantauan Deksametason/Prednison + Teofilin kadar kalium darah, denyut nadi, dan kadar teofilin darah Perlu dilakukan pemantauan Salbutamol + Teofilin kadar kalium darah, denyut nadi, dan kadar teofilin darah Perlu dilakukan pemantauan 20 Efek samping obat Salbutamol + Deksametason kadar kalium darah Perlu dilakukan penyesuaian dosis pemberian obat, perlu Dosis kurang* Aminofilin dilakukan pemantauan kadar teofilin dalam darah Perlu dilakukan pemantauan Efek samping obat Erdostein respiration rate Perlu dilakukan pemantauan 21 Salbutamol + Deksametason kadar kalium darah Perlu dilakukan pemantauan Kortikosteorid + Teofilin kadar kalium darah, denyut nadi, dan kadar teofilin darah Perlu dilakukan pemantauan Salbutamol + Teofilin kadar kalium darah, denyut nadi, dan kadar teofilin darah Perlu dilakukan pemantauan Efek samping obat Erdostein respiration rate 22 Perlu dilakukan pemantauan Salbutamol + Deksametason kadar kalium darah Perlu dilakukan pemantauan 23 Efek samping obat Salbutamol + Deksametason kadar kalium darah Pertimbangkan penghentian penggunaan obat, perlu Obat tidak Parasetamol dilakukan pemantauan suhu dibutuhkan tubuh, Pertimbangkan pemberian 24 terapi non farmaokologi Perlu dilakukan pemantauan Efek samping obat Salbutamol + Deksametason kadar kalium darah Pertimbangkan penghentian penggunaan obat, perlu Obat tidak Parasetamol dilakukan pemantauan tanda dibutuhkan vital, pertimbangkan pemberian terapi non farmaokologi Membutuhkan obat Pertimbangkan pemberian Nebulisasi Salbutamol tambahan * nebulisasi salutamol 25 Salbutamol + Perlu dilakukan pemantauan Efek samping obat Deksametason/Metilprednisolon kadar kalium darah Perlu dilakukan pemantauan Deksametason/Metilprednisolon + kadar kalium darah, denyut nadi, Teofilin dan kadar teofilin darah Perlu dilakukan pemantauan Salbutamol + Teofilin kadar kalium darah, denyut nadi, dan kadar teofilin darah Semua DRps yang ditemui merupakan DRPs potensial, kecuali yang bertanda (*) merupakan DRPs aktual Dosis kurang* Obat Deksametason PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 52 DRPs yang ditemui sebagian besar bersifat potensial sehingga diperlukan pemantauan terhadap kondisi pasien untuk mencegah perparahan maupun risiko terjadinya toksisitas pada pasien. DRPs yang bersifat aktual direkomendasikan untuk segera diatasi dengan memperhatikan pemberian obat dan kondisi pasien. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari penelitian mengenai “Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada pasien anak dengan asma di Instalasi Rawat Inap RS RK Charitas Palembang Periode Juli – Desember 2013” diperoleh hasil : 1. Asma pada anak paling banyak terjadi pada kelompok usia 1-5 tahun (64%) dan kejadiannya pada anak laki-laki sebesar 60% sementara pada anak perempuan sebesar 40%. 2. Peresepan obat pada pasien anak dengan asma yang paling banyak adalah obat yang bekerja pada sistem pernapasan (100%), vitamin dan mineral (100%), serta kortikosteroid (100%) dengan pemberian melalui rute enteral (100%) dan parenteral (100%). 3. Drug Related Problems yang ditemui yaitu DRPs yang bersifat potensial meliputi 100% efek samping obat, 28% obat tidak dibutuhkan, dan 4% dosis berlebih, serta DRPs yang bersifat aktual meliputi 56% dosis kurang, 12% dosis berlebih, dan 4% membutuhkan obat tambahan. B. Saran 1. Untuk RS RK Charitas Palembang: a. Diperlukan standar terapi untuk pengobatan pasien anak dengan asma. 53 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 54 b. Diperlukaan pemeriksaan penunjang untuk mengetahui perbaikan fungsi saluran napas, seperti spirometri dan saturasi oksigen, sehingga terapi yang diberikan sesuai kebutuhan dan kondisi pasien. c. Diperlukan pemantauan lebih lanjut terkait keseimbangan elektrolit karena penggunaan beberapa obat yang digunakan dalam terapi asma, seperti salbutamol, kortikosteroid, dan aminofilin/teofilin, yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit. d. Diperlukan pemantauan terkait kadar obat dalam darah khususnya pada penggunaan teofilin dan/atau aminofilin karena memiliki indeks terapi yang sempit. 2. Untuk penelitian selanjutnya : a. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut secara prospektif mengenai pengobatan pada pasien anak dengan asma agar dapat menidentifikasiaspek kepatuhan pada kajian DRPs. b. Perlu dilakukan wawancara yang lebih mendalam kepada dokter penulis resep untuk setiap kasus yang dijadikan subjek penelitian. c. Dapat dilakukan penelitian yang sama dengan rumah sakit yang berbeda agar dapat diketahui jumlah kasus di tempat lain dan didapatkan gambaran mengenai penatalaksanaan terapi sehingga dapat dijadikan perbandingan. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 55 DAFTAR PUSTAKA Abbas, A.K., Lichtman, A.H., and Pillai, S., 2007, Cellular & Molecular Immunology, 6th ed., Saunders Elsevier, Philadelphia, pp. 441-444. American Lung Association, 2006, Trends in asthma morbidity and mortality, American Lung Association Epidemiology and Statistics Unit Research and Health Education Division, USA. Arikunto, S., 2006, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013, Riset Kesehatan Dasar 2013, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Balsamo, R., Lanata, L., and Ega, C.G., 2010, Mucoactive Drugs, Eur Respir Rev, 19:116, pp. 127-133. Baratawidjaja, K.G, Soebaryo, R.W., Kartasasmita, C.B., Suprihati, Sundaru, H., Siregar, S.P., dkk., 2006, Allergy and asthma, The scenario in Indonesia, in Shaikh W.A.(Ed.), Principles and practice of tropical allergy and asthma, Vicas Medical Publishers, Mumbai, pp. 707-36. Baxter, K., 2010, Stockley’s Drug Interactions, Pharmaceutical Press, London. Becerra, J., Martinez, F., Bohorquez, M., Guevara, M.L., and Ramirez, E., 2012, Validation of a methodology for inpatient pharmacotherapy follow-up, Vitae, 19(3). BMJ Group, 2011, BNF for Children 2011-2012, Pharmaceutical Press, London, pp. 146-148. Bogaert, P., Tournoy, K.G., Naessens, T., and Grooten, J., 2009, Where asthma and hypersensitivity pneumonitis meet and differ, Am J Pathol, 173:3-13. Bollmeier, S.G. and Prosser, T.R., 2009, Asthma, in Berardi, R.R., McDermott, J.H. Newton G.D., Oszko, M.A., Popovich, N.G., Rollins, C.J., Shimps, L.A., and Tietze, K.J., (Ed.), Handbook of Nonprescription Drugs, 16th ed., American Pharmacist Association, New York, pp. 213-228. British Thoracic Society, 2012, British Guideline on the Management of Asthma, Scottish Intercollegiate Guidelines Network, London. Cipolle, R.J., Strand, L.M., Morley, P.C., Ramsey, R., and Lamsam, G.D.,2004, Pharmaceutical Care Practice: The Clinician’s Guide, The McGraw-Hill Companies, Inc., USA, pp. 172 – 178. Daly, K. and Farrington, E., 2013, Hypokalemia and Hyperkalemia in Infants and Children: Pathophysiology and Treatment, J Pediatr Health Care, 27 (6), 486-496. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008, Pedoman Pengendalian Penyakit Asma, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinis, 2007, Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Asma, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Food and Drug Administration, 1998, General Considerations for Pediatric Pharmacokinetic Studies for Drugs and Biological Products, Food and Drug Administration, USA. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 56 Global Initiative for Asthma, 2011, Global Strategy for Diagnosis and Management of Asthma in Children 5 years and Younger, Global Initiative for Asthma, www.ginasthma.org, diakses 24 April 2014. Global Initiative for Asthma, 2012, GINA At-A-Glance Asthma Management Reference, Global Initiative for Asthma, www.ginasthma.org, diakses 13 April 2014. Global Initiative for Asthma, 2012, Global Strategy for Asthma Management and Prevention, Global Initiative for Asthma, www.ginasthma.org, diakses 13 April 2014. Global Initiative for Asthma, 2014, Global Strategy for Asthma Management and Prevention, Global Initiative for Asthma, www.ginasthma.org, diakses 18 Agustus 2014. Graham, S.M. and Gordon, S.B., 2008, Manson’s Tropical Diseases, 22nd ed., Elsevier, London, pp. 143-149. Handayani, Y., 2010, Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada Pasien Asma Bronkial di Instalasi Farmasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Yogakarta Bulan Januari-Desember 2009, Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Hidayah, F.N. dan Prasetyo, S.D., 2012, Identifikasi Drug Related Problems pada Pasien Asma Rawat Inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Tahun 2009, JMPF, 2(1). Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2009, Pedoman Pelayanan Medis, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta. Jansen, L.J. and Killian, K., 2006, Airway smooth muscle as a target of asthma therapy: history and new direction, Respir Res, 7, 123. Jozwiak-Bebenista, M. and Nowak, J.Z., 2014, Paracetamol: Mechanism of action, application, and safety concern, Drug Res, 71 (1), 11-23. Kelly, H.W. and Sorkness, C.A., 2008, Asthma, in Dipiro, J.T., Robert, L., Gary, R.M., Barbara, G.W., Michael, P., (Ed.), Pharmacotherapy a Pathophysiologic Approach, 7th ed., Appleton and Lange, Connecticut, pp. 463-493. Kindt, T.J., Osborne, B.A., and Goldsby, R.A., 2006, Kuby Immunology, 6th ed., W.H. Freeman and Company, New York, pp. 261-271. National Asthma Education and Preventive Program, 2007, Expert Panel Report 3: Guidelines for the Diagnosis and Management of Asthma Full Report 2007, US Department of Health and Human Services, USA. MIMS, 2014, MIMS Therapeutics Class, MIMS Indonesia Online, www.mims.com, diakses tanggal 26 Desember 2014. National Research Council and Institute of Medicine, 2004, Children's Health, the Nation's Wealth: Assessing and Improving Child Health, Washington DC, National Academies Press. Nugroho, A.E., 2012, Farmakologi: Obat-obat Penting dalam Pembelajaran Ilmu Farmasi dan Dunia Kesehatan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, pp. 184-186. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003, Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Asma di Indonesia, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Jakarta. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 57 Pharmaceutical Care Network Europe, 2010, PCNE Classification for drugrelated problems V6.2, http://www.pcne.org/sig/drp/drug-relatedproblems.php, diakses 11 Februari 2014. Pratiwi, D., Ikawati, Z., dan Kusharwanti, W., 2012, Kajian Drug Related Problems pada Anak dengan Infeksi Saluran Napas Bawah dan Asma di Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Periode 1 Januari-30 Juni 2006, JMPF, 2(1). Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2012, Gambaran Penyakit Tidak Menular di Rumah Sakit Indonesia Tahun 2009 dan 2010, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Rengganis, I., 2008, Diagnosis dan Tatalaksana Asma Bronkial, Maj Kedokt Indon, 58(11), 444-451. Rogers, D.F., 2002, Mucoactive drugs for asthma and COPD: any place in therapy?, Expert Opin Invest Drugs, 11, 15–35. Schaefer, T. and Wolford, R., 2005, Disorders of potassium, Emerg Med Clin of N Am, 23, 723-724. Seagrave, J.C., Albrecht, H.H., Hill, D.B., Rogers, D.F., and Solomon, G., 2012, Effects of guaifenesin, N-acetylcystein, and ambroxol on MUC5AC and mucociliary transport in primary differentiated human tracheal-bronchial cells, Respir Res, 13:98. Strom, B.L. and Kimmel, S.E., 2006, Textbook of Pharmacoepidemiology, John Wiley & Sons Ltd., England, pp. 18. Sullivan, et al., 2011, Fever and Antipyretic Use in Children,Pediatrics, 127, 580. Supriyatno, B., 2005, Diagnosis dan Penatalaksanaan Terkini Asma pada Anak, Maj Kedokt Indon, 55(3), 237-243. World Health Organization, 2013, Pocket Book of Hospital Care for Children: Guideline for the management of common childhood illnesses, 2nd ed., World Health Organization. PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 58 LAMPIRAN PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI KASUS 1 Usia/Jenis Kelamin: 3 tahun 2 bulan 26 hari/L Tanggal Rawat : 09/07/2013 – 13/07/2013 Keluhan Utama : batuk, sesak napas Diagnosis : status asthmaticus Status Keluar : perbaikan, atas persetujuan SUBJECTIVE Alergi :Riwayat Penyakit : asma Riwayat Penggunan Obat: - OBJECTIVE Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital BB : 12 kg Kesadaran : CM P : 120 x/menit RR : 24 x/menit SaO2 :Cyanosis :Suara Napas : Wheezing (-); Rhonki (-) Lainnya : Tanggal Tanda Vital: T(oC)/P(x/menit)/RR(x/menit) Normal: 36,1-37,8/<110/<40 Kondisi/Keluhan Pasien Tatalaksana Obat Infus KAEN 1B Neb. Salbutamol 2,5 mg3x 1 amp/hari DeksametasonIV 3x 1amp/hari GentamisinIV 2x 24 mg /hari Bromheksin HCl8 mg 2x/hari Sirup Salbutamol sulfat 1 mg; Guaifenesin 50 mg 4x1 cth/hari Hemoglobin: 13,2(14-18) Leukosit : 26,4 (4,5-15) Hematokrit: 38 (35-50) Trombosit: 329 (150–450) Basofil : 0 (0–1) 09/07 37/120/24 37/94/40 Hasil Pemeriksaan Laboratorium Eosinofil: 0 (1-3) Neutrofil: 9 (54-62 Limfosit : 6 (25-30) Monosit : 3 (0–9) Eosinofil Total: 40 10/07 -/-/30 sesak napas sesak napas, napas cuping hidung 11/07 -/-/35 -/-/32 sesak napas √ √ √ √ - √ √ √ √ - √ √ √ √ √ √ 12/07 -/-/30 13/07 37/98/28 sesak napas berkurang sesak napas berkurang √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 59 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI ASSESSMENT - Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012). pemberian cairan infus sudah tepat - Terapi lini pertama pada serangan asma adalah inhalasi SABA (Global Initiative for Asthma, 2014; British Thoracic Society, 2012). Anak dengan asma sebaiknya diberi 1-3 nebulisasi 2,5–5 mg salbutamol atau 5-10 mg terbutaline (World Health Organization, 2013; British Thoracic Society, 2012). pemberian Neb. Salbutamol 2,5 mg sudah tepat - Kortikosteroid efektif dalam manajemen asma karena dapat mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama efektif dengan pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan (Global Initiative for Asthma, 2014; Depkes RI, 2008). Dosis pemberian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari (IDAI, 2009). pemberian Deksametason IV sudah tepat - Antibiotik sebaiknya tidak diberikan secara rutin pada pasien asma tanpa demam. Antibiotik dapat diberikan pada pasien asma dengan demam atau adanya tanda pneumonia (Global Initiative for Asthma, 2014; World Health Organization, 2013) pemberian Gentamisin IV sudah tepat - Guaifenesin dapat meningkatkan mucocilliary clearancemelalui penurunan produksi mucin (Seagrave, et al., 2012). - Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial) PLAN/RECOMMENDATION - Perlu dilakukan pemantauan suhu tubuh pasien - Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium darah - Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1 untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi saluran napas 60 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI KASUS 2 SUBJECTIVE Alergi :Riwayat Penyakit : asma Riwayat Penggunan Obat: - Usia/Jenis Kelamin: 3 tahun 3 bulan 1 hari/L Tanggal Rawat : 15/07/2013 – 19/07/2013 Keluhan Utama : sesak napas Diagnosis : asthma bronchiale Status Keluar : perbaikan, atas persetujuan OBJECTIVE Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital BB : 12 kg Kesadaran : CM P : 130 x/menit RR : 38 x/menit SaO2 :Cyanosis :Suara Napas : Wheezing (+); Rhonki (-) Lainnya : Tanggal o Tanda Vital: T( C)/P(x/menit)/RR(x/menit) Normal: 36,1-37,8/<110/<40 Kondisi/Keluhan Pasien Tatalaksana Obat Infus KAEN 1B Neb. Salbutamol 2,5 mg3x 1amp/hari Deksametason IV 3x ½ amp/hari Aminofilin 1,7 cc +D5% 8,3 cc IV drip 4x/hari Gentamisin IV 2x 24 mg/hari Sirup Salbutamol sulfat 1 mg; Guaifenesin 50 mg 3x 1 cth/hari Hemoglobin: 14,8 (12-18) Leukosit : 11,8 (4,5-15) Hematokrit: 41 (35-50) Trombosit: 354 (150–450) Eritrosit : 5,3 (1,4-3,4) Basofil : 1 (0–1) 15/07 37/130/38 Hasil Pemeriksaan Laboratorium Eosinofil: 1 (1–3) Neutrofil: 69 (54-62) Limfosit : 24 (25-30) 17/07 - 18/07 - 19/07 36,6/90/24 sesak napas, batuk 16/07 -/-/32 -/-/30 -/-/32 batuk berdahak batuk berdahak batuk berdahak, sesak berkurang tidak sesak lagi, batuk berkurang √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ - - √ √ √ 61 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Pulv. Teofilin 20 mg 4x/hari Pulv. Metilprednisolon 10 mg 1x/hari Pulv. Spiramisin 500 mg - - √ √ - √ √ - √ √ √ ASSESSMENT - Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012). pemberian cairan infus sudah tepat - Terapi lini pertama pada serangan asma adalah inhalasi SABA (Global Initiative for Asthma, 2014; British Thoracic Society, 2012). Anak dengan asma sebaiknya diberi 1-3 nebulisasi 2,5–5 mg salbutamol atau 5-10 mg terbutaline (World Health Organization, 2013; British Thoracic Society, 2012). pemberian Neb. salbutamol 2,5 mg sudah tepat - Kortikosteroid efektif dalam manajemen asma karena dapat mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama efektif dengan pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan (Global Initiative for Asthma, 2014; Depkes RI, 2008). Dosis pemberian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari (IDAI, 2009). pemberian Deksametason IV sudah tepat - Pemberian aminofilin intravena dapat diberikan pada serangan asma berat (IDAI, 2009; Depkes RI, 2008). Dosis awal aminofilin 6-8 mg/kgBB diberikan selama 20-30 menit, dosis rumatan 5mg/kg/6jam (World Health Organization, 2013; IDAI, 2009) Dosis kurang - Antibiotik sebaiknya tidak diberikan secara rutin pada pasien asma tanpa demam. Antibiotik dapat diberikan pada pasien asma dengan demam atau adanya tanda pneumonia (Global Initiative for Asthma, 2014; World Health Organization, 2013) pemberian Gentamisin IV dan pulveres Spiramisin sudah tepat - Guaifenesin dapat meningkatkan mucocilliary clearance melalui penurunan produksi mucin (Seagrave, et al., 2012). - Dosis maksimal teofilin 10 mg/kgBB/hari (PDPI, 2003) pemberian Teofilin sudah tepat - Pemberian metilprednisolon ditujukan untuk switching kortikosteroid intravena - Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial) - Kortikosteroid dan aminofilin/teofilin keduanya dapat menyebabkan hipokalemia, yang mungkin bersifat aditif (Baxter, 2010).Efek samping obat (potensial) - Kombinasi salbutamol dan aminofilin/teofilin dapat menyebabkan hipokalemia dan takikardi (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial) PLAN/RECOMMENDATION - Perlu dilakukan pemantauan denyut nadi, kadar kalium darah - Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1 untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi saluran napas - Pertimbangkan pemberian terapi non farmakologi berupa minum air hangat untuk meredakan batuk 62 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI KASUS 3 Usia/Jenis Kelamin: 9 bulan 24 hari/ L Tanggal Rawat : 18/07/2013 – 19/07/2013 Keluhan Utama : sesak napas, batuk Diagnosis : asma bronkial Status Keluar : sembuh SUBJECTIVE Alergi :Riwayat Penyakit : Riwayat Penggunan Obat: - OBJECTIVE BB Kesadaran P RR SaO2 Cyanosis Suara Napas Lainnya : - Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital : 8 kg : CM : 100 x/menit : 30 x/menit ::: Wheezing (-); Rhonki (-) Tanggal Tanda Vital: T(oC)/P(x/menit)/RR(x/menit) Normal: 36,1-37,8/<160/<50 Kondisi/ Keluhan Pasien Tatalaksana Obat Infus KAEN 1B Neb. Salbutamol 2,5 mg3x 1 amp/hari Deksametason IV 3x ½ amp/hari CeftriaxonIV 1x ½ g Sirup Parasetamol 1 cth prn Hasil Pemeriksaan Laboratorium Hemoglobin: 10,7 (12-18) Eosinofil: 1 (1–3) Leukosit : 9,3 (4,5-15) Neutrofil: 75 (54-62) Basofil : 0 (0–1) Limfosit : 21 (25-30) Monosit : 3 (0–9) 18/07 19/07 37/100/30 - sesak napas, batuk sesak napas berkurang, batuk berkurang √ √ √ √ √ √ √ ASSESSMENT - Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012). pemberian cairan infus sudah tepat - Terapi lini pertama pada serangan asma adalah inhalasi SABA (Global Initiative for Asthma, 2014; British Thoracic Society, 2012). Anak dengan asma sebaiknya diberi 1-3 nebulisasi 2,5–5 mg salbutamol atau 5-10 mg terbutaline (World Health Organization, 2013; British Thoracic Society, 2012). pemberian Neb. Salbutamol 2,5 mgsudah tepat 63 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI - Kortikosteroid efektif dalam manajemen asma karena dapat mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama efektif dengan pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan (Global Initiative for Asthma, 2014; Depkes RI, 2008). Dosis pemberian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari (IDAI, 2009). pemberian Deksametason IV sudah tepat - Antibiotik sebaiknya tidak diberikan secara rutin pada pasien asma tanpa demam. Antibiotik dapat diberikan pada pasien asma dengan demam atau adanya tanda pneumonia (Global Initiative for Asthma, 2014; World Health Organization, 2013) pemberian Ceftriaxon IV sudah tepat - Indikasi utama pemberian antipiretik pada anak adalah jika suhu tubuh lebih dari 38,3 oC (Sullivan, et al., 2011). pemberian sirup Parasetamol kurang tepat: Obat tidak dibutuhkan (potensial) - Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial) PLAN/RECOMMENDATION - Pertimbangkan pemberian sirup Parasetamol - Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium darah - Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1 untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi saluran napas - Beri minum air hangat untuk meredakan batuk 64 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI KASUS 4 SUBJECTIVE Usia/Jenis Kelamin: 4 tahun 10 bulan 29 hari/ P Tanggal Rawat : 21/07/2013 – 27/07/2013 Keluhan Utama : sesak napas, badan hangat Diagnosis : asthma bronchiale Status Keluar : sembuh Alergi : makanan (cokelat, chiki) Riwayat Penyakit : Riwayat Penggunan Obat: - OBJECTIVE Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital BB : 18 kg Kesadaran : CM P : 110 x/menit RR : 34 x/menit SaO2 :Cyanosis :Suara Napas : Wheezing (-); Rhonki (+) Lainnya : Tanggal 21/07 Tanda Vital: 37,5/110/34 T(oC)/P(x/mnt)/RR(x/mnt) Normal: 36,1-37,8/<110/<40 demam, sesak Kondisi/ Keluhan Pasien napas Tatalaksana Obat Infus KAEN 1B 10 tts/mnt (UGD) √ Infus KAEN 1B 16 tts/mnit √ Neb. Ipratropium bromida 0,5 mg; Salbutamol sulfat 2,5 mg √ 1 amp 1x (UGD) Neb Salbutamol 2,5 mg3 x 1 amp √ Gentamisin IV 2 x 36 mg √ Deksametason IV 2 x 1 amp √ Cetirizin 10 mg 1 x 1 - Hemoglobin: 12,8 (12-18) Leukosit : 10,2 (4.5-15) Hematokrit: 37 (5-50) Trombosit: 298 (150–450) Eritrosit : 4,9 (1,4-3,4) Basofil : 0 (0–1) Hasil Pemeriksaan Laboratorium Eosinofil: 0 (1–3) Neutrofil: 84 (54-62) Limfosit : 14 (25-30) Monosit : 2 (0–9) Laju Endap Darah: 56 (0–20) 22/07 23/07 24/07 25/07 26/07 27/07 - 37,6/-/- 37/-/36,8/-/- 36,4/-/- - 36/80/20 demam demam, sakit sedang demam mulai turun demam mulai turun tidak demam lagi tampak tenang √ √ √ √ √ √ - - - - - - √ √ √ - √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 65 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Sirup Salbutamol 3 x 1 cth - - √ √ √ √ √ ASSESSMENT - Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012). pemberian cairan infus sudah tepat - Pada kasus berat, pemberian kombinasi nebulisasi β2 agonis dengan antikolinergik (Ipratropium bromida) dapat memberikan efek bronkodilatasi yang lebih baik dengan memperbaiki nilai PEV/FEV1 dibandingkan pemberian SABA tunggal (Global Initiative for Asthma, 2014). pemberian Neb. Combivent (Ipratropium bromida 0,5 mg; salbutamol 2,5 mg) sudah tepat - Terapi lini pertama pada serangan asma adalah inhalasi SABA (Global Initiative for Asthma, 2014; British Thoracic Society, 2012). Anak dengan asma sebaiknya diberi 1-3 nebulisasi 2,5–5 mg salbutamol atau 5-10 mg terbutaline (World Health Organization, 2013; British Thoracic Society, 2012). pemberian Neb. Salbutamol 2,5 mgsudah tepat - Antibiotik sebaiknya tidak diberikan secara rutin pada pasien asma tanpa demam. Antibiotik dapat diberikan pada pasien asma dengan demam atau adanya tanda pneumonia (Global Initiative for Asthma, 2014; World Health Organization, 2013) pemberian IV Ethigent (gentamicin) sudah tepat - Penggunaan antihistamin tunggal maupun kombinasi dapat menurunkan obstruksi jalan napas (Wilson, 2003) penggunaan Cetirizin sudah tepat - Kortikosteroid efektif dalam manajemen asma karena dapat mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama efektif dengan pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan (Global Initiative for Asthma, 2014; Depkes RI, 2008). Dosis pemberian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari (IDAI, 2009). pemberian Deksametason IV sudah tepat, namun dosis pemberian kurang. Dosis yang seharusnya diterima pasien 9-18 mg/hari, sementara pasien hanya menerima 2x1 amp (4 mg)= 8 mg/hari: Dosis kurang - Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial) - PLAN/RECOMMENDATION Perlu dilakukan penyesuaian dosis pemberian Deksametason IV menjadi 9-18 mg/hari Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium darah Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1 untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi saluran napas Usahakan pasien terhindar dari paparan alergen 66 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI KASUS 5 SUBJECTIVE Usia/Jenis Kelamin: 5 tahun 4 bulan 3 hari/ P Tanggal Rawat : 25/12/2013 – 29/12/2013 Keluhan Utama : sesak napas sejak kemarin, batuk berdahak Diagnosis : status asthmaticus Status Keluar : sembuh Alergi :Riwayat Penyakit : kakek asma Riwayat Penggunan Obat: – OBJECTIVE Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital BB : 18 kg Kesadaran : CM P : 100 x/menit RR : 30 x/menit SaO2 :Cyanosis :Suara Napas : Wheezing (+/+); Rhonki (-) Lainnya : Tanggal Tanda Vital: T(oC)/P(x/menit)/RR(x/menit) Normal: 36,1-37,8/<110/<30 Kondisi/ Keluhan Pasien Tatalaksana Obat Infus KAEN 1B 5 tts/mnt (UGD) Infus KAEN IB 10 tts/mnt Neb. Salbutamol 2,5 mg+ Budenosid 0,5 mg 1x (UGD) Neb.Salbutamol 2,5 mg3x 1 amp/hari GentamisinIV 1x 40 mg/hari AminofilinIV drip 2,5 cc + D5% 7,5 cc /6jam Deksametason IV 1x 2,5 mg Deksametason IV 2x ¾ amp /hari Sirup Salbutamol 2 mg; GG 75 mg per 5 mL Pulv (teofilin 50 mg, ambroksol 1/5 tab) 4x1/ hari Hasil Pemeriksaan Laboratorium - 25/12 26/12 27/12 28/12 29/12 37/108/30 -/-/32 -/-/25 - - sesak napas sesak napas sesak napas sesak napas berkurang tidak sesak napas lagi √ - √ √ √ - √ - - - - √ √ √ √ - √ √ √ √ - √ √ √ √ - √ √ - 67 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI ASSESSMENT - Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012). pemberian cairan infus sudah tepat - Terapi lini pertama pada serangan asma adalah inhalasi SABA (Global Initiative for Asthma, 2014; British Thoracic Society, 2012). Anak dengan asma sebaiknya diberi 1-3 nebulisasi 2,5–5 mg salbutamol atau 5-10 mg terbutaline (World Health Organization, 2013; British Thoracic Society, 2012). Pemberian kortikosteroid inhalasi pada serangan asma dapat menurunkan kemungkinan rawat inap pada pasien yang tidak menggunakan kortikosteroid sistemik (Global Initiative for Asthma, 2014). pemberian Neb. Salbutamol 2,5 mgdan Budenosid 0,5 mg sudah tepat - Kortikosteroid efektif dalam manajemen asma karena dapat mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama efektif dengan pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan (Global Initiative for Asthma, 2014; Depkes RI, 2008). Dosis pemberian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari (IDAI, 2009). pemberian Deksametason IV sudah tepat, namun dosis pemberian kurang. Dosis yang seharusnya diterima pasien 9-18 mg/hari, sementara pasien hanya menerima 2 x ¾ amp (4 mg)= 6 mg/hari: Dosis kurang - Antibiotik sebaiknya tidak diberikan secara rutin pada pasien asma tanpa demam. Antibiotik dapat diberikan pada pasien asma dengan demam atau adanya tanda pneumonia (Global Initiative for Asthma, 2014; World Health Organization, 2013) pemberian Gentamisin IV kurang tepat: Obat tidak dibutuhkan (potensial) - Pemberian aminofilin intravena dapat diberikan pada serangan asma berat (IDAI, 2009; Depkes RI, 2008). Dosis awal aminofilin 6-8 mg/kgBB diberikan selama 20-30 menit, dosis rumatan 5mg/kg/6jam (World Health Organization, 2013; IDAI, 2009) Dosis kurang - Guaifenesin dapat meningkatkan mucocilliary clearance melalui penurunan produksi mucin (Seagrave, et al., 2012). - Dosis maksimal teofilin 10 mg/kgBB/hari (PDPI, 2003) Dosis berlebih (aktual) - Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial) - Kortikosteroid dan aminofilin/teofilin keduanya dapat menyebabkan hipokalemia, yang mungkin bersifat aditif (Baxter, 2010).Efek samping obat (potensial) - Kombinasi salbutamol dan aminofilin/teofilin dapat menyebabkan hipokalemia dan takikardi (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial) PLAN/RECOMMENDATION - Pertimbangkan penghentian terapi Gentamisin IV - Perlu dilakukan penyesuaian dosis pemberian Deksametason IV menjadi 9-36 mg/hari - Perlu dilakukan penyesuaian dosis pemberian teofilin menjadi maksimal 180 mg/hari - Perlu dilakukan pemantauan denyut nadi, kadar kalium darah, dan kadar teofilin darah - Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1 untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi saluran napas 68 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI KASUS 6 SUBJECTIVE Alergi :Riwayat Penyakit : Riwayat Penggunan Obat: - Usia/Jenis Kelamin: 2 tahun 3 bulan 26 hari/ P Tanggal Rawat : 27/07/2013 – 30/07/2013 Keluhan Utama : sesak napas, batuk, muntah Diagnosis : asthma bronchiale Status Keluar : sembuh OBJECTIVE Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital BB : 12 kg Kesadaran : CM P : 100 x/menit RR : 30 x/menit SaO2 :Cyanosis :Suara Napas : Wheezing (-); Rhonki (-) Lainnya : Tanggal o Tanda Vital: T( C)/P(x/menit)/RR(x/menit) Normal: 36,1-37,8/<110/<40 Kondisi/ Keluhan Pasien Tatalaksana Obat Infus KAEN 1B 10 tts/mnt Neb. Salbutamol 2,5 mg3x 1 amp/hari Gentamisin IV 2x 24 mg/hari Deksametason IV 1x 2 g (UGD) Deksametason IV 2x ½ amp/hari Pulv. Ambroksol 4x 1/hari Hemoglobin: 12,8 (12-18) Leukosit : 13,9 (4.5-15) Hematokrit: 37 (35–50) Trombosit: 215 (150–450) Eritrosit : 4,8 (1,4-3,4) Basofil : 0 (0-1) Hasil Pemeriksaan Laboratorium Eosinofil: 3 (0-3) Neutrofil: 86 (54-62) Limfosit : 9 (25-30) Monosit : 4,8 (0-9) Retikulosit: 1,1 (0.5-1.5) Laju Endap Darah: 8 (0-20) 27/07 36/100/30 36/140/44 28/07 29/07 30/07 - - 37/100/28 dyspnea, sesak, batuk, muntah batuk berdahak, sesak napas batuk berdahak, sesak napas sesak berkurang √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ ASSESSMENT - Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012). pemberian cairan infus sudah tepat 69 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI - Terapi lini pertama pada serangan asma adalah inhalasi SABA (Global Initiative for Asthma, 2014; British Thoracic Society, 2012). Anak dengan asma sebaiknya diberi 1-3 nebulisasi 2,5–5 mg salbutamol atau 5-10 mg terbutaline (World Health Organization, 2013; British Thoracic Society, 2012). pemberian Neb. Salbutamol 2,5 mg sudah tepat - Kortikosteroid efektif dalam manajemen asma karena dapat mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama efektif dengan pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan (Global Initiative for Asthma, 2014; Depkes RI, 2008). Dosis pemberian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari (IDAI, 2009). pemberian Deksametason IV di UGD sudah tepat. Pemberian kortikosteroid dilakukan jika terapi dengan SABA tidak memberikan respons. Dosis pemberian 1 x 2 g berlebih, seharusnya dosis yang diterima pasien 6-12 mg/hari: Dosis berlebih pemberian Deksametason IV di ruang rawat sudah tepat, namun dosis pemberian kurang. Dosis yang seharusnya diterima pasien 6-12 mg/hari, sementara pasien hanya menerima 2 x ½ amp (4 mg)= 4 mg/hari: Dosis kurang - Antibiotik sebaiknya tidak diberikan secara rutin pada pasien asma tanpa demam. Antibiotik dapat diberikan pada pasien asma dengan demam atau adanya tanda pneumonia (Global Initiative for Asthma, 2014; World Health Organization, 2013) pemberian Gentamisin IV sudah tepat - Pemberian mukolitik tidak disarankan karena dapat memperburuk obstruksi jalan napas dan batuk, khususnya pada asma parah (Global Initiative for Asthma, 2011; PDPI, 2003). pemberian Ambroksol kurang tepat: Efek samping obat (potensial) - Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial) PLAN/RECOMMENDATION - Pertimbangkan penghentian terapi Ambroksol - Perlu dilakukan penyesuaian dosis pemberian Deksametason IVmenjadi 6-12 mg/hari - Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium darah dan tanda vital - Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1 untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi saluran napas - Beri minum air hangat untuk meredakan batuk 70 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI KASUS 7 Usia/Jenis Kelamin: 2 tahun 10 bulan 6 hari/ P Tanggal Rawat : 05/08/2013 – 08/08/2013 Keluhan Utama : batuk, sesak napas Diagnosis : asma bronkial Status Keluar : SUBJECTIVE Alergi :Riwayat Penyakit : kejang Riwayat Penggunan Obat: - OBJECTIVE Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital BB : 13 kg Kesadaran : CM P : 110 x/menit RR : 45 x/menit SaO2 :Cyanosis :+ Suara Napas : Wheezing (+); Rhonki (-) Lainnya : retraksi dada Tanggal Tanda Vital: T(oC)/P(x/menit)/RR(x/menit) Normal: 36,1-37,8/<110/<40 Kondisi/ Keluhan Pasien Tatalaksana Obat Infus KAEN 1B 10 tts/mnt Deksametason IV 2x ½ amp/hari (UGD) Aminofilin IV drip 2 cc + D5% 8 cc /6jam Deksametason IV 1x 1amp Neb. Ipratropium bromida 0,5 mg; Salbutamol sulfat 2,5 mg 3x 1 amp Sirup Salbutamol sulfat 1 mg; Guaifenesin 50 mg 3x 4mL/hari Pulv (metilprednisolon, amoxicilin) 3x 1 Pulv (ambroksol, teofilin) 4x 1 Hasil Pemeriksaan Laboratorium Hemoglobin: 13,2 (12-18) Eosinofil: 50 (1-3) Leukosit : 14,3 (4.5-15) Neutrofil: 40 (54-62) Hematokrit: 39 (35-50) Monosit : 8 (0-9) Trombosit: 474 (150-450) Eritrosit : 4,8 (1,4-3,4) LED/BSE/ESR: 11 Basofil : 2 (0-1) 05/08 36/110/45 36,5/110/39 batuk, sesak napas 06/08 07/08 08/08 - - 36,5/90/23 batuk berdahak masih batuk batuk berkurang √ √ √ √ √ √ √ - - √ √ - - √ √ √ - √ √ √ √ √ √ - 71 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI ASSESSMENT - Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012). pemberian cairan infus sudah tepat - Pada kasus berat, pemberian kombinasi nebulisasi β2 agonis dengan antikolinergik (Ipratropium bromida) dapat memberikan efek bronkodilatasi yang lebih baik dengan memperbaiki nilai PEV/FEV1 dibandingkan pemberian SABA tunggal (Global Initiative for Asthma, 2014). pemberian Neb. Ipratropium bromida 0,5 mg; salbutamol 2,5 mg sudah tepat - Pemberian aminofilin intravena dapat diberikan pada serangan asma berat (IDAI, 2009; Depkes RI, 2008). Dosis awal aminofilin 6-8 mg/kgBB diberikan selama 20-30 menit, dosis rumatan 5mg/kg/6jam (World Health Organization, 2013; IDAI, 2009) Dosis kurang - Kortikosteroid efektif dalam manajemen asma karena dapat mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama efektif dengan pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan (Global Initiative for Asthma, 2014; Depkes RI, 2008). Dosis pemberian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari (IDAI, 2009). pemberian Deksametason IV (deksametason) sudah tepat, namun dosis pemberian di ruang rawat kurang. Dosis yang seharusnya diterima pasien 6,5-13 mg/hari, sementara pasien hanya menerima 1 x 1 amp (4 mg)= 4 mg/hari: Dosis kurang - Antibiotik sebaiknya tidak diberikan secara rutin pada pasien asma tanpa demam. Antibiotik dapat diberikan pada pasien asma dengan demam atau adanya tanda pneumonia (Global Initiative for Asthma, 2014; World Health Organization, 2013) pemberian pulv. Amoxan kurang tepat: Obat tidak dibutuhkan (potensial) - Guaifenesin dapat meningkatkan mucocilliary clearance melalui penurunan produksi mucin (Seagrave, et al., 2012). - Pemberian mukolitik tidak disarankan karena dapat memperburuk obstruksi jalan napas dan batuk, khususnya pada asma parah (Global Initiative for Asthma, 2011; PDPI, 2003). pemberian Ambroksol kurang tepat: Efek samping obat (potensial) - Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial) - Kortikosteroid dan aminofilin/teofilin keduanya dapat menyebabkan hipokalemia, yang mungkin bersifat aditif (Baxter, 2010).Efek samping obat (potensial) - Kombinasi salbutamol dan aminofilin/teofilin dapat menyebabkan hipokalemia dan takikardi (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial) PLAN/RECOMMENDATION - Pertimbangkan penghentian terapi Amoxicilin dan Ambroksol - Perlu dilakukan penyesuaian dosis pemberian Deksametason IV menjadi 6,5-26 mg/hari - Perlu dilakukan pemantauan denyut nadi, kadar kalium darah, dan kadar teofilin darah - Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1 untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi saluran napas - Beri minum air hangat untuk meredakan batuk 72 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI KASUS 8 Usia/Jenis Kelamin:5 tahun 0 bulan 21 hari/ L Tanggal Rawat : 08/08/2013 – 10/08/2013 Keluhan Utama : batuk, sesak napas Diagnosis : asma bronkial Status Keluar : sembuh SUBJECTIVE Alergi :Riwayat Penyakit : Riwayat Penggunan Obat: - OBJECTIVE Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital BB : 16 kg Kesadaran : CM P : - x/menit RR : 30 x/menit SaO2 :Cyanosis :Suara Napas : Wheezing (-); Rhonki (-) Lainnya : Tanggal Tanda Vital: T(oC)/P(x/menit)/RR(x/menit) Normal: 36,1-37,8/<110/<30 Kondisi/ Keluhan Pasien Tatalaksana Obat Infus KAEN 1B 10 tts/mnt Neb. Salbutamol 2,5 mg+ Flutikason 0,5 mg 1x (UGD) Neb. Ipratropium bromida 0,5 mg; Salbutamol sulfat 2,5 mg 3x 1 amp/ hari Deksametason IV 3x 5 mg/hari D10% 500 cc + Aminofilin 75 mg IV 10tts/mnt Hemoglobin: 12,7 (12-18) Leukosit : 12,8 (4.5-15) Hematokrit: 36 (35-30) Trombosit: 278 (150-450) Basofil : 0 (0-1) Hasil Pemeriksaan Laboratorium Eosinofil: 1 (1-3) Neutrofil: 89 (54-62) Limfosit : 7 (25-30) Monosit : 3 (0-9) 08/08 09/08 10/08 37,2/-/30 - 36,6/98/28 sesak napas, batuk tidak sesak napas lagi tidak sesak napas lagi, membaik √ √ - - √ √ √ √ √ √ ASSESSMENT - Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012). pemberian cairan infus sudah tepat - Terapi lini pertama pada serangan asma adalah inhalasi SABA (Global Initiative for Asthma, 2014; British Thoracic Society, 2012). Anak dengan asma sebaiknya diberi 1-3 nebulisasi 2,5–5 mg salbutamol atau 5-10 mg terbutaline (World Health Organization, 2013; British Thoracic Society, 2012). 73 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI - - - Pemberian kortikosteroid inhalasi pada serangan asma dapat menurunkan kemungkinan rawat inap pada psien yang tidak menggunakan kortikosteroid sistemik (Global Initiative for Asthma, 2014). pemberian Neb. salbutamol 2,5 mg dan Fluticason 0,5 mg sudah tepat Pada kasus berat, pemberian kombinasi nebulisasi β2 agonis dengan antikolinergik (Ipratropium bromida) dapat memberikan efek bronkodilatasi yang lebih baik dengan memperbaiki nilai PEV/FEV1 dibandingkan pemberian SABA tunggal (Global Initiative for Asthma, 2014). pemberian Neb. Ipratropium bromida 0,5 mg; salbutamol 2,5 mg sudah tepat Kortikosteroid efektif dalam manajemen asma karena dapat mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama efektif dengan pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan (Global Initiative for Asthma, 2014; Depkes RI, 2008). Dosis pemberian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari (IDAI, 2009). pemberian Deksametason IV (deksametason) sudah tepat Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial) Kortikosteroid dan aminofilin/teofilin keduanya dapat menyebabkan hipokalemia, yang mungkin bersifat aditif (Baxter, 2010).Efek samping obat (potensial) Kombinasi salbutamol dan aminofilin/teofilin dapat menyebabkan hipokalemia dan takikardi (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial) PLAN/RECOMMENDATION Perlu dilakukan pemantauan denyut nadi, kadar kalium darah, dan kadar teofilin darah Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1 untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi saluran napas Beri minum air hangat untuk meredakan batuk 74 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI KASUS 9 SUBJECTIVE Usia/Jenis Kelamin: 1 tahun 4 bulan 25 hari/ L Tanggal Rawat : 10/08/2013 – 15/08/2013 Keluhan Utama : sesak napas dari semalam, batuk Diagnosis : asma Status Keluar : sembuh, atas persetujuan Alergi :Riwayat Penyakit : Riwayat Penggunan Obat:- OBJECTIVE Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital BB : 8 kg Kesadaran : CM P : 110 x/menit RR : 28 x/menit SaO2 :Cyanosis :Suara Napas : Wheezing (+); Rhonki (-) Lainnya : retraksi obs dada Tanggal Tanda Vital: T(oC)/P(x/menit)/RR(x/menit) Normal: 36,1-37,8/<120/<40 Kondisi/ Keluhan Pasien Hemoglobin: 12,9 (12-18) Leukosit : 10,8 (4,5-15) Hematokrit: 38 (35-50) Trombosit: 32,6 (150-450) Eritrosit : 5,1 (1,4-3,4) LED/BSE/ESR: 43 Basofil : 0 (0-1) Hasil Pemeriksaan Laboratorium Eosinofil: 1 (1-3) Neutrofil: 77 (54-62) Limfosit : 16 (25-30) Monosit : 6 (0-9) Retikulosit: 1,3 (0.5-1.5) 10/08 11/08 12/08 13/08 14/08 15/08 36,7/110/28 - - - - 36/100/24 lemas, batuk, sesak napas batuk batuk berdahak banyak dahak batuk berdahak membaik Tatalaksana Obat Infus KAEN 1B 10 tts/mnt Deksametason IV 2x 0,3 cc /hari Gentamisin IV 2x 16 mg /hari Neb. Salbutamol 2,5 mg3x 1 amp /hari Aminofilin IV drip 1,1 cc + D5% 8,9 cc 4x/hari L-Bio 2x 1 bgks/hari √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ ASSESSMENT - Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012). pemberian cairan infus sudah tepat - Pemberian aminofilin intravena dapat diberikan pada serangan asma berat (IDAI, 2009; Depkes RI, 2008). Dosis awal aminofilin 6-8 mg/kgBB diberikan 75 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI selama 20-30 menit, dosis rumatan 5mg/kg/6jam (World Health Organization, 2013; IDAI, 2009) Dosis kurang - Kortikosteroid efektif dalam manajemen asma karena dapat mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama efektif dengan pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan (Global Initiative for Asthma, 2014; Depkes RI, 2008). Dosis pemberian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari (IDAI, 2009). pemberian Deksametason IV sudah tepat - Antibiotik sebaiknya tidak diberikan secara rutin pada pasien asma tanpa demam. Antibiotik dapat diberikan pada pasien asma dengan demam atau adanya tanda pneumonia (Global Initiative for Asthma, 2014; World Health Organization, 2013) pemberian Gentamisin IV sudah tepat - Terapi lini pertama pada serangan asma adalah inhalasi SABA (Global Initiative for Asthma, 2014; British Thoracic Society, 2012). Anak dengan asma sebaiknya diberi 1-3 nebulisasi 2,5–5 mg salbutamol atau 5-10 mg terbutalin (World Health Organization, 2013; British Thoracic Society, 2012). pemberian Neb. Salbutamol 2,5 mg sudah tepat - Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial) - Kortikosteroid dan aminofilin/teofilin keduanya dapat menyebabkan hipokalemia, yang mungkin bersifat aditif (Baxter, 2010).Efek samping obat (potensial) - Kombinasi salbutamol dan aminofilin/teofilin dapat menyebabkan hipokalemia dan takikardi (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial) PLAN/RECOMMENDATION - Perlu dilakukan pemantauan tanda vital, kadar kalium darah, dan kadar teofilin darah - Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1 untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi saluran napas - Beri minum air hangat untuk meredakan batuk 76 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI KASUS 10 Usia/Jenis Kelamin: 8 tahun 2 bulan 22 hari/ L Tanggal Rawat : 19/08/2013 – 22/08/2013 Keluhan Utama : sesak napas sejak semalam, batuk Diagnosis : asma bronkial Status Keluar : perbaikan, atas persetujuan SUBJECTIVE Alergi :Riwayat Penyakit : asma Riwayat Penggunan Obat: - OBJECTIVE Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital Hasil Pemeriksaan Laboratorium BB : 23 kg Hemoglobin: 13.6 (12-18) Kesadaran : CM Leukosit : 10,8 (4,5-15) P : 88 x/menit Hematokrit: 41 (35-50) RR : 26 x/menit Trombosit: 241 (150-450) SaO2 :Cyanosis :Suara Napas : Wheezing (+); Rhonki (+) Lainnya : Tanggal 19/08 20/08 21/08 Tanda Vital: 36,5/88/26 T(oC)/P(x/menit)/RR(x/menit) Normal: 36,1-37,8/<110/<30 batuk, sesak napas, tidak demam,masih masih batuk, sesak, Kondisi/ Keluhan Pasien tidak demam batuk,lemas, sesak, wheezing wheezing Tatalaksana Obat Neb. Salbutamol 2,5 mg+ Budenosid 0,5 mg √ 1x (UGD) Deksametason IV 1 amp 1x (UGD) √ Infus RL 10 tts/mnt √ √ √ Sirup Azitromisin 200 mg/5 mL 1x 1 cth/hari √ √ Sirup Erdostein 175 mg/5 mL 1x 1 cth /hari √ √ Sirup Salbutamol 2 mg/5 mL 3x 1 cth /hari √ √ Deksametason IV 3x 4 mg/hari √ √ Ranitidin IV 2x 25 mg/hari √ √ 22/08 36,2/100/22 masih batuk, keadaan umum membaik - 77 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI ASSESSMENT - Terapi lini pertama pada serangan asma adalah inhalasi SABA (Global Initiative for Asthma, 2014; British Thoracic Society, 2012). Anak dengan asma sebaiknya diberi 1-3 nebulisasi 2,5–5 mg salbutamol atau 5-10 mg terbutaline (World Health Organization, 2013; British Thoracic Society, 2012). Pemberian kortikosteroid inhalasi pada serangan asma dapat menurunkan kemungkinan rawat inap pada psien yang tidak menggunakan kortikosteroid sistemik (Global Initiative for Asthma, 2014). pemberian Neb. Salbutamol 2,5 mgdan Budenosid 0,5 mg sudah tepat - Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012). pemberian cairan infus sudah tepat - Kortikosteroid efektif dalam manajemen asma karena dapat mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama efektif dengan pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan (Global Initiative for Asthma, 2014; Depkes RI, 2008). Dosis pemberian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari (IDAI, 2009). pemberian Deksametason IV sudah tepat - Antibiotik sebaiknya tidak diberikan secara rutin pada pasien asma tanpa demam. Antibiotik dapat diberikan pada pasien asma dengan demam atau adanya tanda pneumonia (Global Initiative for Asthma, 2014; World Health Organization, 2013) pemberian azitromisin kurang tepat: Obat tidak dibutuhkan (potensial) - Pemberian H-2 blocker (Ranitidin) ditujukan untuk menghindari efek samping gastro intestinal akibat penggunaan kortikosteroid. - Erdostein dapat memodulasi produksi mukus dan meningkatkan mucocilliary clearance (Balsamo, Lichtman, and Pillai, 2010). - Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial) PLAN/RECOMMENDATION - Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium darah - Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1 untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi saluran napas - Beri minum air hangat untuk meredakan batuk 78 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI KASUS 11 Usia/Jenis Kelamin: 8 tahun 10 bulan 19 hari/ P Tanggal Rawat : 09/09/2013 – 10/09/2013 Keluhan Utama : sesak napas, batuk Diagnosis : asthma bronchiale Status Keluar : perbaikan, atas persetujuan SUBJECTIVE Alergi :Riwayat Penyakit : asma Riwayat Penggunan Obat: sebelumnya menggunakan Teosal dan Novadryl OBJECTIVE Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital BB : 32 kg Kesadaran : CM P : 120 x/menit RR : 30 x/menit SaO2 :Cyanosis :Suara Napas : Wheezing (+/+); Rhonki (-) Lainnya : takikardi Tanggal Tanda Vital: T(oC)/P(x/menit)/RR(x/menit) Normal: 36,137,8/<110/<30 Kondisi/ Keluhan Pasien Tatalaksana Obat Infus RL 15 tts/mnt Deksametason IV 3x 5 mg/hari Aminofilin IV drip 3,5 cc + D5% 6,5 cc 1x Neb. Salbutamol 2,5 mg3x 1 amp /hari Spiramisin 3x 500 mg Hasil Pemeriksaan Laboratorium Hemoglobin: 14,9 (12-18) Eosinofil: 3 (1-3) Leukosit : 11 (4,5-15) Neutrofil: 74 (54-62) Hematokrit: 44 (35-50) Limfosit : 15 (25-30) Trombosit: 290 (150-450) Monosit : 8 (0-9) Eritrosit : 5,1 (1,4-3,4) LED/BSE/ESR: 9 Basofil :0 (0-1) 09/09 10/09 36/120/30 37/84/24 sesak napas, batuk, pilek sesak napas berkurang, masih batuk √ √ √ √ √ √ ASSESSMENT - Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012). pemberian cairan infus sudah tepat - Kortikosteroid efektif dalam manajemen asma karena dapat mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama efektif dengan pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan (Global Initiative for Asthma, 2014; Depkes RI, 2008). Dosis pemberian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari (IDAI, 2009). pemberian Deksametason 79 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI IV(deksametason) sudah tepat - Pemberian aminofilin intravena dapat diberikan pada serangan asma berat (IDAI, 2009; Depkes RI, 2008). Dosis awal aminofilin 6-8 mg/kgBB diberikan selama 20-30 menit, dosis rumatan 5mg/kg/6jam (World Health Organization, 2013; IDAI, 2009) Dosis kurang - Terapi lini pertama pada serangan asma adalah inhalasi SABA (Global Initiative for Asthma, 2014; British Thoracic Society, 2012). Anak dengan asma sebaiknya diberi 1-3 nebulisasi 2,5–5 mg salbutamol atau 5-10 mg terbutaline (World Health Organization, 2013; British Thoracic Society, 2012). pemberian Neb. Salbutamol 2,5 mgsudah tepat - Antibiotik sebaiknya tidak diberikan secara rutin pada pasien asma tanpa demam. Antibiotik dapat diberikan pada pasien asma dengan demam atau adanya tanda pneumonia (Global Initiative for Asthma, 2014; World Health Organization, 2013) pemberian Spiramisin sudah tepat - Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial) - Kortikosteroid dan aminofilin/teofilin keduanya dapat menyebabkan hipokalemia, yang mungkin bersifat aditif (Baxter, 2010).Efek samping obat (potensial) - Kombinasi salbutamol dan aminofilin/teofilin dapat menyebabkan hipokalemia dan takikardi (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial) PLAN/RECOMMENDATION - Perlu dilakukan pemantauan denyut nadi, kadar kalium darah, dan kadar teofilin darah - Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1 untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi saluran napas - Beri minum air hangat untuk meredakan batuk 80 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI KASUS 12 Usia/Jenis Kelamin: 3 tahun 11 bulan 18 hari/ L Tanggal Rawat : 21/09/2013 – 23/09/2013 Keluhan Utama : sesak napas, batuk Diagnosis : asma bronkial Status Keluar : sembuh, atas persetujuan SUBJECTIVE Alergi :Riwayat Penyakit : Riwayat Penggunan Obat: - OBJECTIVE Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital BB : 29 kg Kesadaran : CM P : 100 x/menit RR : 32 x/menit SaO2 :Cyanosis :Suara Napas : Wheezing (+); Rhonki (+) Lainnya : retraksi dada Tanggal Tanda Vital: T(oC)/P(x/menit)/RR(x/menit) Normal: 36,1-37,8/<110/<40 Kondisi/ Keluhan Pasien Hemoglobin:12,9 (12-18) Leukosit : 15 (4,5-15) Hematokrit: 67 (35-50) Trombosit: 4,5 (150-450) Eritrosit : 6,7 (1,4-3,4) LED/BSE/ESR: 5 Basofil :0 (0-1) Hasil Pemeriksaan Laboratorium Eosinofil: 1 (1-3) Neutrofil: 80 (54-62) Limfosit : 17 (25-30) Monosit : 2 (0-9) 21/09 22/09 23/09 36,5/100/32 -/-/40 36,5/90/25 sesak napas, batuk sesak napas sesak napas, batuk berkurang, wheezing berkurang Tatalaksana Obat Neb. Salbutamol 2,5 mg1x (UGD) KAEN 3A 10 tts/mnt (UGD) Infus KAEN 1B 10 tts/mnt Neb. Salbutamol 2,5 mg3x 1 amp Deksametason IV 3x 1 amp Sirup Ambroksol HCl 15 mg/5 mL 3x 1 cth √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ ASSESSMENT - Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012). pemberian cairan infus sudah tepat - Terapi lini pertama pada serangan asma adalah inhalasi SABA (Global Initiative for Asthma, 2014; British Thoracic Society, 2012). Anak dengan asma 81 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI - - sebaiknya diberi 1-3 nebulisasi 2,5–5 mg salbutamol atau 5-10 mg terbutalin (World Health Organization, 2013; British Thoracic Society, 2012). pemberian Neb. Salbutamol 2,5 mg sudah tepat Kortikosteroid efektif dalam manajemen asma karena dapat mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama efektif dengan pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan (Global Initiative for Asthma, 2014; Depkes RI, 2008). Dosis pemberian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari (IDAI, 2009). pemberian Deksametason IV sudah tepat, namun dosis pemberian kurang. Dosis yang seharusnya diterima pasien 14,5-29 mg/hari, sementara pasien hanya menerima 3 x 1 amp (4mg) = 12 mg/hari: Dosis kurang Pemberian mukolitik tidak disarankan karena dapat memperburuk obstruksi jalan napas dan batuk, khususnya pada asma parah (Global Initiative for Asthma, 2011; PDPI, 2003). pemberian Sirup Ambroksol kurang tepat: Efek samping obat (potensial) Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial) PLAN/RECOMMENDATION Pertimbangkan penghentian terapi sirup Ambroksol Perlu dilakukan penyesuaian dosis pemberian Deksametason IV menjadi 14,5-29 mg/hari Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium darah Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1 untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi saluran napas Beri minum air hangat untuk meredakan batuk 82 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI KASUS 13 SUBJECTIVE Alergi :Riwayat Penyakit : Riwayat Penggunan Obat: - Usia/Jenis Kelamin: 2 tahun 9 bulan 26 hari/ P Tanggal Rawat : 22/09/2013 – 23/09/2013 Keluhan Utama : sesak napas sejak sore Diagnosis : asthma Status Keluar : perbaikan, pulang paksa OBJECTIVE Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital BB : 13 kg Kesadaran : CM P : 100 x/menit RR : 48 x/menit SaO2 :Cyanosis :Suara Napas : Wheezing (++); Rhonki (-) Lainnya : Tanggal Hasil Pemeriksaan Laboratorium - 22/09 o Tanda Vital: T( C)/P(x/menit)/RR(x/menit) Normal: 36,1-37,8/<110/<40 Kondisi/ Keluhan Pasien Tatalaksana Obat 37/100/48 sesak napas, batuk 23/09 -/-/36 -/-30 -/-/35 sesak napas, batuk √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ ASSESSMENT - Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012). pemberian cairan infus sudah tepat Infus RL 10 tts/mnt Neb. Flutikason 0,5 mg (UGD) Neb. Salbutamol 2,5 mg1x (UGD) Neb. Salbutamol 2,5 mg3x 1 amp Deksametason IV 2x ½ amp Deksametason IV 3x 1/3 amp Aminofilin IV drip 2 cc + aq /6 jam 83 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI - Terapi lini pertama pada serangan asma adalah inhalasi SABA (Global Initiative for Asthma, 2014; British Thoracic Society, 2012). Anak dengan asma sebaiknya diberi 1-3 nebulisasi 2,5–5 mg salbutamol atau 5-10 mg terbutaline (World Health Organization, 2013; British Thoracic Society, 2012). Pemberian kortikosteroid inhalasi pada serangan asma dapat menurunkan kemungkinan rawat inap pada psien yang tidak menggunakan kortikosteroid sistemik (Global Initiative for Asthma, 2014). pemberian Neb. Salbutamol 2,5 mgdan Flutikason 0,5 mg sudah tepat - Kortikosteroid efektif dalam manajemen asma karena dapat mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama efektif dengan pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan (Global Initiative for Asthma, 2014; Depkes RI, 2008). Dosis pemberian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari (IDAI, 2009). pemberian Deksametason IV sudah tepat, namun dosis pemberian kurang. Dosis yang seharusnya diterima pasien 6,5-13 mg/hari, sementara pasien hanya menerima 2 x ½ (4mg) = 4 mg/hari pada hari pertama dan 3 x 1/3 amp (4 mg) = 4 mg pada hari kedua: Dosis kurang - Pemberian aminofilin intravena dapat diberikan pada serangan asma berat (IDAI, 2009; Depkes RI, 2008). Dosis awal aminofilin 6-8 mg/kgBB diberikan selama 20-30 menit, dosis rumatan 5mg/kg/6jam (World Health Organization, 2013; IDAI, 2009) Dosis kurang - Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial) - Kortikosteroid dan aminofilin/teofilin keduanya dapat menyebabkan hipokalemia, yang mungkin bersifat aditif (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial) - Kombinasi salbutamol dan aminofilin/teofilin dapat menyebabkan hipokalemia dan takikardi (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial) - PLAN/RECOMMENDATION Perlu dilakukan penyesuaian dosis pemberian Deksametason IV Perlu dilakukan pemantauan denyut nadi, kadar kalium darah, dan kadar teofilin darah Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1 untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi saluran napas Beri minum air hangat untuk meredakan batuk 84 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI KASUS 14 SUBJECTIVE Alergi :Riwayat Penyakit : Riwayat Penggunan Obat: sebelumnya Salbutamol 3x 1 mg; Parasetamol 3x 250 mg; Cotrimoxazole 2x 480 mg; Ambroxol 3x 4 mg Usia/Jenis Kelamin: 4 tahun 5 bulan 25 hari/ L Tanggal Rawat : 10/10/2013 – 13/0/013 Keluhan Utama : sesak napas, batuk, demam Diagnosis : asthma bronchiale Status Keluar : OBJECTIVE Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital BB : 18 kg Kesadaran : CM P : 108 x/menit RR : 36 x/menit SaO2 :Cyanosis :Suara Napas : Wheezing (+); Rhonki (+) Lainnya : Tanggal Tanda Vital: T(oC)/P(x/menit)/RR(x/menit) Normal: 36,1-37,8/<110/<40 Kondisi/Keluhan Pasien Tatalaksana Obat Infus KAEN 1B 16 tts/mnt Neb. Salbutamol 2,5 mg3x 1 amp Amikasin IV 2x 125 mg Deksametason IV 3x 1 cc Aminofilin IV drip 2,4 cc + D5% 7,6 cc 3x Biostrum 3x 1 cth Hemoglobin: 12,5 (12-18) Leukosit : 9,3 (4,5-15) Hematokrit: 36 (35-50) Trombosit: 456 (150-450) Eritrosit : 4,6 (1,4-3,4) Basofil : 0 (0-1) Hasil Pemeriksaan Laboratorium Eosinofil: 1 (1-3) Neutrofil: 76 (54-62) Limfosit : 20 (25-30) Monosit : 3 (0-9) 10/10 11/10 12/10 13/10 36/108/36 - - 36,5/100/22 sesak pernapasan dada lemas, batuk berdahak sesak, batuk berdahak lemas, batuk berdahak, tidak sesak lagi √ √ √ √ √ - √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ ASSESSMENT - Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012). pemberian cairan infus sudah tepat - Terapi lini pertama pada serangan asma adalah inhalasi SABA (Global Initiative for Asthma, 2014; British Thoracic Society, 2012). Anak dengan asma 85 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI - sebaiknya diberi 1-3 nebulisasi 2,5–5 mg salbutamol atau 5-10 mg terbutaline (World Health Organization, 2013; British Thoracic Society, 2012). pemberian Neb. Ventolin (salbutamol 2,5 mg) sudah tepat Antibiotik sebaiknya tidak diberikan secara rutin pada pasien asma tanpa demam. Antibiotik dapat diberikan pada pasien asma dengan demam atau adanya tanda pneumonia (World Health Organization, 2013) pemberian IV Amikasin sudah tepat Kortikosteroid efektif dalam manajemen asma karena dapat mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama efektif dengan pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan (Global Initiative for Asthma, 2014; Depkes RI, 2008). Dosis pemberian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari (IDAI, 2009). pemberian Deksametason IV (deksametason) sudah tepat, namun dosis pemberian kurang. Dosis yang seharusnya diterima pasien 9-18 mg/hari, sementara pasien hanya menerima 3 x 1 cc (1 cc= 1 mg) = 3 mg/hari: Dosis kurang Pemberian aminofilin intravena dapat diberikan pada serangan asma berat (IDAI, 2009; Depkes RI, 2008). Dosis awal aminofilin 6-8 mg/kgBB diberikan selama 20-30 menit, dosis rumatan 5mg/kg/6jam (World Health Organization, 2013; IDAI, 2009) Dosis kurang Biostrum merupakan suplemen untuk meningkatkan sistem imun, nafsu makan, mencegah dan mengobati defisiensi vitamin, memperkuat tulang dan gigi (MIMS, 2012). Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial) Kortikosteroid dan aminofilin/teofilin keduanya dapat menyebabkan hipokalemia, yang mungkin bersifat aditif (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial) Kombinasi salbutamol dan aminofilin/teofilin dapat menyebabkan hipokalemia dan takikardi (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial) - PLAN/RECOMMENDATION Perlu dilakukan penyesuaian dosis pemberian Deksametason IV Perlu dilakukan pemantauan denyut nadi, kadar kalium darah, dan kadar teofilin darah Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1 untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi saluran napas Beri minum air hangat untuk meredakan batuk - - 86 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI KASUS 15 SUBJECTIVE Usia/Jenis Kelamin: 1 tahun 6 bulan 21 hari/ L Tanggal Rawat : 13/10/2013 – 15/10/2013 Keluhan Utama : sesak napas Diagnosis : asthma bronchiale Status Keluar : perbaikan, atas persetujuan Alergi :Riwayat Penyakit : Riwayat Penggunan Obat: - OBJECTIVE Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital BB : 9 kg Kesadaran : CM P : 90 x/menit RR : 40 x/menit SaO2 :Cyanosis :Suara Napas : Wheezing (+); Rhonki (-) Lainnya : Tanggal Tanda Vital: T(oC)/P(x/menit)/RR(x/menit) Normal: 36,1-37,8/<120/<40 Kondisi/Keluhan Pasien Hasil Pemeriksaan Laboratorium - 13/10 14/10 15/10 37,5/90/40 -/-/90 37/115/24 batuk, pilek, sesak napas batuk berdahak, pilek, sesak napas batuk berdahak Tatalaksana Obat Infus KAEN 1B 10 tts/mnt Neb. Salbutamol 2,5 mg+ NaCl 2 cc 3 x 1 amp Deksametason IV 3x 1 cc Spiramisin 3x 250 mg √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ ASSESSMENT - Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012). pemberian cairan infus sudah tepat - Terapi lini pertama pada serangan asma adalah inhalasi SABA (Global Initiative for Asthma, 2014; British Thoracic Society, 2012). Anak dengan asma sebaiknya diberi 1-3 nebulisasi 2,5–5 mg salbutamol atau 5-10 mg terbutaline (World Health Organization, 2013; British Thoracic Society, 2012). pemberian Neb. Salbutamol 2,5 mg sudah tepat 87 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI - Kortikosteroid efektif dalam manajemen asma karena dapat mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama efektif dengan pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan (Global Initiative for Asthma, 2014; Depkes RI, 2008). Dosis pemberian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari (IDAI, 2009). pemberian Deksametason IV (deksametason) sudah tepat, namun dosis pemberian kurang. Dosis yang seharusnya diterima pasien 4,5-9 mg/hari, sementara pasien hanya menerima 3 x 1 cc (1 cc= 1 mg) = 3 mg/hari: Dosis kurang - Antibiotik sebaiknya tidak diberikan secara rutin pada pasien asma tanpa demam. Antibiotik dapat diberikan pada pasien asma dengan demam atau adanya tanda pneumonia (Global Initiative for Asthma, 2014; World Health Organization, 2013) pemberian Lacedim (ceftazidime) kurang tepat: Obat tidak dibutuhkan (potensial) - Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial) PLAN/RECOMMENDATION - Pertimbangkan penghentian terapi Spiramisin - Perlu dilakukan penyesuaian dosis pemberian Deksametason IV - Perlu dilakukan pemantauan denyut nadi, kadar kalium darah, dan kadar teofilin darah - Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1 untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi saluran napas - Beri minum air hangat untuk meredakan batuk 88 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI KASUS 16 SUBJECTIVE Usia/Jenis Kelamin: 11 bln 26 hari/ L Tanggal Rawat : 25/10/2013 – 26/10/2013 Keluhan Utama : sesak napas, demam, batuk Diagnosis : asma Status Keluar : perbaikan, atas persetujuan Alergi :Riwayat Penyakit : Riwayat Penggunan Obat: - OBJECTIVE BB Kesadaran P RR SaO2 Cyanosis Suara Napas Lainnya : - Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital : 10,5 kg : CM : 122 x/menit : 22 x/menit ::: Wheezing (++); Rhonki (+) Hasil Pemeriksaan Laboratorium Hemoglobin: 11,6 (12-18) Leukosit : 11,1 (4,5-15) Trombosit: 389 (150-450) LED/BSE/ESR: 7 Tanggal 25/10 26/10 Tanda Vital: T(oC)/P(x/menit)/RR(x/menit) 37,5/122/22 37/100/22 Normal: 36,1-37,8/<160/<50 batuk, sesak napas, demam sesak napas berkurang Kondisi/Keluhan Pasien √ √ Tatalaksana Obat Infus KAEN 1B 8 tts/mnt √ √ Neb. Salbutamol 2,5 mg+ Flutikason 0,5 mg 1x (UGD) √ Neb Salbutamol 2,5 mg2 x ½ amp √ √ CeftazidimIV 2x 500 mg √ √ Deksametason IV 3x ½ amp √ √ Sirup Parasetamol 3x 1 cth √ √ Sirplus 3x 1 cth √ √ Pulv (teofilin 40 mg; ambroksol 30 mg 1/5 tab; triprolidin HCl 2,5 mg + pseudoefedrin HCl 60 √ √ mg 1/5 tab; salbutamol 2 mg 1/3 tab; triamsinolon 4 mg 1/3 tab) 3x 1 ASSESSMENT - Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada 89 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012). pemberian cairan infus sudah tepat - Terapi lini pertama pada serangan asma adalah inhalasi SABA (Global Initiative for Asthma, 2014; British Thoracic Society, 2012). Anak dengan asma sebaiknya diberi 1-3 nebulisasi 2,5–5 mg salbutamol atau 5-10 mg terbutaline (World Health Organization, 2013; British Thoracic Society, 2012). Pemberian kortikosteroid inhalasi pada serangan asma dapat menurunkan kemungkinan rawat inap pada psien yang tidak menggunakan kortikosteroid sistemik (Global Initiative for Asthma, 2014). pemberian Neb. Ventolin (salbutamol 2,5 mg) dan Flixotide (Fluticasone) sudah tepat - Kortikosteroid efektif dalam manajemen asma karena dapat mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama efektif dengan pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan (Global Initiative for Asthma, 2014; Depkes RI, 2008). Dosis pemberian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari (IDAI, 2009). pemberian Deksametason IV sudah tepat - Antibiotik sebaiknya tidak diberikan secara rutin pada pasien asma tanpa demam. Antibiotik dapat diberikan pada pasien asma dengan demam atau adanya tanda pneumonia (Global Initiative for Asthma, 2014; World Health Organization, 2013) pemberian CeftazidimIV sudah tepat - Indikasi utama pemberian antipiretik pada anak adalah jika suhu tubuh lebih dari 38,3 oC (Sullivan, et al., 2011). pemberian sirup Parasetamol kurang tepat: Obat tidak dibutuhkan (potensial) - Pemberian mukolitik tidak disarankan karena dapat memperburuk obstruksi jalan napas dan batuk, khususnya pada asma parah (Global Initiative for Asthma, 2011; PDPI, 2003). pemberian Ambroksol kurang tepat: Efek samping obat (potensial) - Dosis maksimal teofilin 10 mg/kgBB/hari (PDPI, 2003) Dosis berlebih - Guaifenesin dapat meningkatkan mucocilliary clearance melalui penurunan produksi mucin (Seagrave, et al., 2012). guaifenesin yang terkandung dalam ventolin sudah sesuai - Pemberian triamsinolon ditujukan untuk switching kortikosteroid intravena. - Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial) - Kortikosteroid dan aminofilin/teofilin keduanya dapat menyebabkan hipokalemia, yang mungkin bersifat aditif (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial) - Kombinasi salbutamol dan aminofilin/teofilin dapat menyebabkan hipokalemia dan takikardi (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial) - PLAN/RECOMMENDATION Pertimbangkan penghentian terapi IV Ceftazidime, sirup Parasetamol, Ambroksol Perlu dilakukan pemantauan denyut nadi, kadar kalium darah, dan kadar teofilin darah Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1 untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi saluran napas Beri minum air hangat untuk meredakan batuk 90 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI KASUS 17 SUBJECTIVE Usia/Jenis Kelamin: 5 bulan 18 hari/ P Alergi :Tanggal Rawat : 13/11/2013 – 16/11/2013 Riwayat Penyakit : Keluhan Utama : batuk sejak 2 hari lalu, sesak napas sejak 1 hari lalu, demam Riwayat Penggunan Obat: Diagnosis : asthma Status Keluar : sembuh, atas persetujuan OBJECTIVE Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital Hasil Pemeriksaan Laboratorium BB : 6,2 kg Kesadaran : CM P : 120 x/menit RR : 30 x/menit SaO2 :Cyanosis :Suara Napas : Wheezing (-); Rhonki (-) Lainnya : Tanggal 13/11 14/11 15/11 16/11 Tanda Vital: T(oC)/P(x/menit)/RR(x/menit) 37,1/120/30 37/-/45 37/110/24 Normal: 36,1-37,8/<160/<50 batuk berdahak batuk berdahak batuk berkurang batuk berkurang, tampak batuk sesekali Kondisi/Keluhan Pasien Tatalaksana Obat Infus KAEN 1B 6 tts/mnt √ √ √ √ Neb. Salbutamol 2,5 mg 3x 1 amp √ √ √ Deksametason IV 3x ½ amp √ √ √ CeftriaxonIV1x 500 mg √ √ √ Sirup Parasetamol 4x ½ cth √ √ √ ASSESSMENT - Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012). pemberian cairan infus sudah tepat - Terapi lini pertama pada serangan asma adalah inhalasi SABA (Global Initiative for Asthma, 2014; British Thoracic Society, 2012). Anak dengan asma 91 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI - sebaiknya diberi 1-3 nebulisasi 2,5–5 mg salbutamol atau 5-10 mg terbutaline (World Health Organization, 2013; British Thoracic Society, 2012). pemberian Neb. Salbutamol 2,5 mg sudah tepat Kortikosteroid efektif dalam manajemen asma karena dapat mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama efektif dengan pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan (Global Initiative for Asthma, 2014; Depkes RI, 2008). Dosis pemberian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari (IDAI, 2009). pemberian Deksametason IV sudah tepat Antibiotik sebaiknya tidak diberikan secara rutin pada pasien asma tanpa demam. Antibiotik dapat diberikan pada pasien asma dengan demam atau adanya tanda pneumonia (Global Initiative for Asthma, 2014; World Health Organization, 2013) pemberian CeftriaxonIVsudah tepat Indikasi utama pemberian antipiretik pada anak adalah jika suhu tubuh lebih dari 38,3 oC (Sullivan, et al., 2011). pemberian sirup Parasetamol kurang tepat: Obat tidak dibutuhkan (potensial) Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial) - PLAN/RECOMMENDATION Pertimbangkan terapi sirup Parasetamol Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium darah Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1 untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi saluran napas Beri minum air hangat untuk meredakan batuk - - 92 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI KASUS 18 SUBJECTIVE Usia/Jenis Kelamin: 5 tahun 10 bulan 14 hari/ L Tanggal Rawat : 29/11/2013 – 02/12/2013 Keluhan Utama : sesak napas, batuk, panas sejak 1 minggu lalu Diagnosis : asma bronkial Status Keluar : Alergi :Riwayat Penyakit : Riwayat Penggunan Obat:- OBJECTIVE BB Kesadaran P RR SaO2 Cyanosis Suara Napas Lainnya : - Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital : 18 kg : CM : 100 x/menit : 27 x/menit ::: Wheezing (+); Rhonki (+) Tanggal Tanda Vital: T(oC)/P(x/menit)/RR(x/menit) Normal: 36,1-37,8/<110/<30 Kondisi/Keluhan Pasien Tatalaksana Obat Infus KAEN 1B 16 tts/mnt Neb. Salbutamol 2,5 mg 3x 1 amp Deksametason IV 2x ½ amp Sirup Salbutamol 2 mg; GG 75 mg per 5 mL 3x 1 cth Gentamisin IV 2x 36 mg Pulv (Ambroksol ¼ tab; teofilin 50 mg) 4x 1 Hasil Pemeriksaan Laboratorium Hemoglobin: 9,2 (12-18) Eosinofil: 0 (1-3) Leukosit : 22,4 (4,5-15) Neutrofil: 82 (54-62) Trombosit: 458 (150-450) Limfosit : 13 (25-30) LED/BSE/ESR: 60 Monosit : 5 (0-9) Basofil : 0 (0-1) Eosinofil Total: 20 29/11 30/11 01/12 02/12 37,4/100/27 -/-/28 - 36,2/100/22 batuk, sesak napas batuk berdahak batuk batuk berkurang √ √ √ √ √ √ √ √ √ - √ √ √ - √ √ √ √ √ √ ASSESSMENT - Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012). pemberian cairan infus sudah tepat - Terapi lini pertama pada serangan asma adalah inhalasi SABA (Global Initiative for Asthma, 2014; British Thoracic Society, 2012). Anak dengan asma 93 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI - - sebaiknya diberi 1-3 nebulisasi 2,5–5 mg salbutamol atau 5-10 mg terbutaline (World Health Organization, 2013; British Thoracic Society, 2012). pemberian Neb. Salbutamol 2,5 mg sudah tepat Kortikosteroid efektif dalam manajemen asma karena dapat mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama efektif dengan pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan (Global Initiative for Asthma, 2014; Depkes RI, 2008). Dosis pemberian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari (IDAI, 2009). pemberian Deksametason IV (deksametason) sudah tepat, namun dosis pemberian kurang. Dosis yang seharusnya diterima pasien 9-18 mg/hari, sementara pasien hanya menerima 2 x ½ amp (4 mg) = 4 mg/hari: Dosis kurang Antibiotik sebaiknya tidak diberikan secara rutin pada pasien asma tanpa demam. Antibiotik dapat diberikan pada pasien asma dengan demam atau adanya tanda pneumonia (Global Initiative for Asthma, 2014; World Health Organization, 2013) pemberian Gentamisin IV sudah tepat Guaifenesin dapat meningkatkan mucocilliary clearance melalui penurunan produksi mucin (Seagrave, et al., 2012). Dosis maksimal teofilin 10 mg/kgBB/hari (PDPI, 2003) Dosis berlebih Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial) Kortikosteroid dan aminofilin/teofilin keduanya dapat menyebabkan hipokalemia, yang mungkin bersifat aditif (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial) Kombinasi salbutamol dan aminofilin/teofilin dapat menyebabkan hipokalemia dan takikardi (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial) PLAN/RECOMMENDATION Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium darah, denyut nadi, dan kadar teofilin Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1 untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi saluran napas Beri minum air hangat untuk meredakan batuk 94 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI KASUS 19 Usia/Jenis Kelamin: 4 bulan 3 hari/ P Tanggal Rawat : 04/12/2013 – 05/12/2013 Keluhan Utama : sesak napas, batuk, pilek Diagnosis : asthma bronchiale Status Keluar : diizinkan, perbaikan SUBJECTIVE Alergi :Riwayat Penyakit : Riwayat Penggunan Obat: - OBJECTIVE Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital BB : 6,5 kg Kesadaran : CM P : 102 x/menit RR : 36 x/menit SaO2 :Cyanosis :Suara Napas : Wheezing (+); Rhonki (+) Lainnya : Tanggal Tanda Vital: T(oC)/P(x/menit)/RR(x/menit) Normal: 36,1-37,8/<160/<50 Kondisi/Keluhan Pasien Hemoglobin: 11,2 (12-18) Leukosit : 8,9 (4,5-15) Eritrosit : 40 (1,4-3,4) LED/BSE/ESR: 37 Basofil : 0 (0-1) Hasil Pemeriksaan Laboratorium Eosinofil: 0 (1-3) Neutrofil: 72 (54-62) Limfosit : 24 (25-30) Monosit : 4 (0-9) 04/05 36/102/36 37/130/42 sesak napas, batuk berdahak 05/05 36,8/98/22 sesak napas berkurang, batuk berkurang, tampak batuk sesekali Tatalaksana Obat Infus KAEN 1B 10 tts/mnt √ Neb. Ipratropium bromida 0,5 mg,; Slabutamol sulfat 2,5 mg 1x (UGD) √ Deksametason IV 1x 1/3 amp √ CeftriaxonIV 1x 0,35 g √ Spiramisin 3x ½ cth √ Pulv (Prednison 2 mg; Salbutamol 10,8 mg; Bromheksin HCl 2 mg) 3x1 √ √ ASSESSMENT - Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012). pemberian cairan infus sudah tepat - Pada kasus berat, pemberian kombinasi nebulisasi β2 agonis dengan antikolinergik (Ipratropium bromida) dapat memberikan efek bronkodilatasi yang lebih 95 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI - - baik dengan memperbaiki nilai PEV/FEV1 dibandingkan pemberian SABA tunggal (Global Initiative for Asthma, 2014). pemberian Neb. Ipratropium bromida 0,5 mg; salbutamol 2,5 mg sudah tepat Kortikosteroid efektif dalam manajemen asma karena dapat mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama efektif dengan pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan (Global Initiative for Asthma, 2014; Depkes RI, 2008). Dosis pemberian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari (IDAI, 2009). pemberian Deksametason IV sudah tepat, namun dosis pemberian kurang. Dosis yang seharusnya diterima pasien 3,25-6,5 mg/hari, sementara pasien hanya menerima 1 x 1/3 amp (4 mg) = 1,33 mg/hari: Dosis kurang Antibiotik sebaiknya tidak diberikan secara rutin pada pasien asma tanpa demam. Antibiotik dapat diberikan pada pasien asma dengan demam atau adanya tanda pneumonia (Global Initiative for Asthma, 2014; World Health Organization, 2013) pemberian IV Ceftriaxon dan spiramisin sudah tepat\ Pemberian Prednison oral diujukan untuk switching kortikosteroid intravena Pemberian mukolitik tidak disarankan karena dapat memperburuk obstruksi jalan napas dan batuk, khususnya pada asma parah (Global Initiative for Asthma, 2011; PDPI, 2003). pemberian Bromheksin HCl kurang tepat: Efek samping obat (potensial) Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial) PLAN/RECOMMENDATION Pertimbangkan penghentian terapi Bromheksin HCl Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium darah Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1 untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi saluran napas Beri minum air hangat untuk meredakan batuk 96 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI KASUS 20 SUBJECTIVE Usia/Jenis Kelamin: 2 tahun 3 bulan 5 hari/ P Tanggal Rawat : 26/12/2013 – 28/12/2013 Keluhan Utama : sesak napas, batuk Diagnosis : status asthmaticus Status Keluar : sembuh, atas persetujuan Alergi :Riwayat Penyakit : asma Riwayat Penggunan Obat: - OBJECTIVE Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital BB : 13,5 kg Kesadaran : CM P : 112 x/menit RR : 44 x/menit SaO2 :Cyanosis :Suara Napas : Wheezing (+/+); Rhonki (-) Lainnya : Tanggal Tanda Vital: T(oC)/P(x/menit)/RR(x/menit) Normal: 36,1-37,8/<110/<40 Kondisi/Keluhan Pasien Tatalaksana Obat Infus RL 7 tts/mnt (UGD) Infus RL 6 tts/mnt Infus RL 10 tts/mnt Neb. Salbutamol 2,5 mg 1 amp /4 jam Neb. Salbutamol 2,5 mg 1 amp /6 jam Deksametason IV ½ amp 1x (UGD) Deksametason IV 3x ½ amp Hasil Pemeriksaan Laboratorium - 26/12 36,5/112/44 36/104/25 37,4/104/30 37,4/120/30 sesak napas, batuk, pilek √ √ √ √ √ 27/12 28/12 -/-/30 -/-/32 36,5/90/25 sesak berkurang, batuk tampak tenang, dyspnea berkurang, wheezing berkurang √ √ √ √ √ √ 97 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI ASSESSMENT - Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012). pemberian cairan infus sudah tepat - Terapi lini pertama pada serangan asma adalah inhalasi SABA (Global Initiative for Asthma, 2014; British Thoracic Society, 2012). Anak dengan asma sebaiknya diberi 1-3 nebulisasi 2,5–5 mg salbutamol atau 5-10 mg terbutaline (World Health Organization, 2013; British Thoracic Society, 2012). pemberian Neb. Ventolin (salbutamol 2,5 mg) sudah tepat - Kortikosteroid efektif dalam manajemen asma karena dapat mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama efektif dengan pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan (Global Initiative for Asthma, 2014; Depkes RI, 2008). Dosis pemberian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari (IDAI, 2009). pemberian Deksametason IV sudah tepat - Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial) - PLAN/RECOMMENDATION Perlu dilakukan penyesuaian dosis pemberian Deksametason IV Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium darah Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1 untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi saluran napas Beri minum air hangat untuk meredakan batuk 98 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI KASUS 21 SUBJECTIVE Alergi :Riwayat Penyakit : asma Riwayat Penggunan Obat: - Usia/Jenis Kelamin: 4 tahun 2 bulan 8 hari/ P Tanggal Rawat : 16/10/2013 – 19/10/2013 Keluhan Utama : sesak napas, batuk, mengi sejak semalam Diagnosis : asma bronkial Status Keluar : perbaikan, pulang paksa OBJECTIVE Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital BB : 13 kg Kesadaran : CM P : 88 x/menit RR : 50 x/menit SaO2 :Cyanosis :Suara Napas : Wheezing (+/+); Rhonki (+/+) Lainnya : Tanggal Tanda Vital: T(oC)/P(x/menit)/RR(x/menit) Normal: 36,1-37,8/<110/<40 Kondisi/Keluhan Pasien Tatalaksana Obat Infus KAEN 1B 15 tts/mnt (UGD) Infus KAEN 1B 15 tts/mnt +Aminophyllin 1 amp Neb. Salbutamol 2,5 mg 1 amp 1x (UGD) Neb. Salbutamol 2,5 mg 1 amp + NaCl 2,5 cc Aminofilin IV drip 240 mg 1x DeksametasonIV 3x 4 mg Pulv (Salbutamol 2 mg; Erdostein 300 mg) 3x 1 Hasil Pemeriksaan Laboratorium - 16/10 37,1/88/50 37/110/46 17/10 18/10 19/10 -/-/46 - 36,5/90/23 sesak napas, batuk, mengi lemas, demam, sesak napas, wheezing sesak napas, demam, lemas, wheezing demam turun, batuk dan sesak napas berkurang √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ ASSESSMENT - Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien √ √ √ √ asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada 99 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012). pemberian cairan infus sudah tepat - Terapi lini pertama pada serangan asma adalah inhalasi SABA (Global Initiative for Asthma, 2014; British Thoracic Society, 2012). Anak dengan asma sebaiknya diberi 1-3 nebulisasi 2,5–5 mg salbutamol atau 5-10 mg terbutaline (World Health Organization, 2013; British Thoracic Society, 2012). pemberian Neb. Salbutamol 2,5 mg sudah tepat - Pemberian aminofilin intravena dapat diberikan pada serangan asma berat (IDAI, 2009; Depkes RI, 2008). Dosis awal aminofilin 6-8 mg/kgBB diberikan selama 20-30 menit, dosis rumatan 5mg/kg/6jam (World Health Organization, 2013; IDAI, 2009) Dosis kurang - Kortikosteroid efektif dalam manajemen asma karena dapat mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama efektif dengan pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan (Global Initiative for Asthma, 2014; Depkes RI, 2008). Dosis pemberian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari (IDAI, 2009). pemberian Deksametason IV sudah tepat - Guaifenesin dapat meningkatkan mucocilliary clearance melalui penurunan produksi mucin (Seagrave, et al., 2012). - Pemberian mukolitik tidak disarankan karena dapat memperburuk obstruksi jalan napas dan batuk, khususnya pada asma parah (Global Initiative for Asthma, 2011; PDPI, 2003). pemberian Erdostein kurang tepat: Efek samping obat (potensial) - Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial) - Kortikosteroid dan aminofilin/teofilin keduanya dapat menyebabkan hipokalemia, yang mungkin bersifat aditif (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial) - Kombinasi salbutamol dan aminofilin/teofilin dapat menyebabkan hipokalemia dan takikardi (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial) PLAN/RECOMMENDATION - Perrtimbangkan penghentian terapi Erdostein - Perlu dilakukan pemantauan denyut nadi, kadar kalium, dan kadar teofilin darah - Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1 untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi saluran napas - Beri minum air hangat untuk meredakan batuk 100 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI KASUS 22 SUBJECTIVE Usia/Jenis Kelamin: 1 tahun 11 bulan 8 hari/ L Alergi :Tanggal Rawat : 26/09/2013 – 30/09/2013 Riwayat Penyakit : TB paru Keluhan Utama : sesak napas, batus sejak 2 hari lalu, muntah 3 kali, panas Riwayat Penggunan Obat: Diagnosis : asthma bronchiale Status Keluar : perbaikan OBJECTIVE Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital Hasil Pemeriksaan Laboratorium BB : 17,5 kg Hemoglobin: 12,1 (12-18) Eosinofil: 3 (1-3) Kesadaran : CM Leukosit : 13,5 (4,5-15) Neutrofil: 68 (54-62) P : 110 x/menit Hematokrit: 36 (35-50) Limfosit : 21 (25-30) RR : 30 x/menit Trombosit: 16 (150-450) Monosit : 8 (0-9) SaO2 :LED/BSE/ESR: 16 Cyanosis :Basofil : 0 (0-1) Suara Napas : Wheezing (+/+); Rhonki (-) Lainnya : retraksi supra clavatus Tanggal 26/09 27/07 28/09 29/09 30/09 Tanda Vital: T(oC)/P(x/menit)/RR(x/menit) 37,9/110/30 Normal: 36,1-37,8/<120/<40 sesak napas, tidak sesak tidak demam, tidak sesak tidak demam, tidak sesak Kondisi/Keluhan Pasien dyspnea napas lagi tampak tenang napas lagi napas lagi Tatalaksana Obat Infus RL 10 tts/mnt √ √ √ √ Ceftriaxon IV 1x 1,7g √ √ √ √ Deksametason IV 3x 3mg √ √ √ √ Ranitidin IV 2x 20 mg √ √ √ √ Sirplus 3x 1 cth √ √ √ √ Sirup Erdostein 175 mg/5 mL 3x ¾ cth √ √ √ √ Neb. Salbutamol 2,5 mg + NaCl 0,9% 2,5 cc prn √ √ √ √ Proza syr 2x ½ cth √ ASSESSMENT - Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada 101 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012). pemberian cairan infus sudah tepat - Terapi lini pertama pada serangan asma adalah inhalasi SABA (Global Initiative for Asthma, 2014; British Thoracic Society, 2012). Anak dengan asma sebaiknya diberi 1-3 nebulisasi 2,5–5 mg salbutamol atau 5-10 mg terbutaline (World Health Organization, 2013; British Thoracic Society, 2012). pemberian Neb. Salbutamol 2,5 mg sudah tepat - Kortikosteroid efektif dalam manajemen asma karena dapat mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama efektif dengan pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan (Global Initiative for Asthma, 2014; Depkes RI, 2008). Dosis pemberian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari (IDAI, 2009). pemberian Deksametason IV sudah tepat - Proza diberikan sebagai suplemen untuk memelihara kesehatan saluran napas pemberian Proza sudah tepat - Antibiotik sebaiknya tidak diberikan secara rutin pada pasien asma tanpa demam. Antibiotik dapat diberikan pada pasien asma dengan demam atau adanya tanda pneumonia (Global Initiative for Asthma, 2014; World Health Organization, 2013) pemberian ceftriaxon IV sudah tepat - Pemberian mukolitik tidak disarankan karena dapat memperburuk obstruksi jalan napas dan batuk, khususnya pada asma parah (Global Initiative for Asthma, 2011; PDPI, 2003). pemberian sirup erdostein kurang tepat: Efek samping obat (potensial) - Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial) - Pemberian H-2 blocker (Ranitidin) ditujukan untuk mengurangi efek samping gastrointestinal dari penggunaan kortikosteroid. PLAN/RECOMMENDATION - Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium - Beri kompres jika badan panas - Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1 untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi saluran napas 102 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI KASUS 23 SUBJECTIVE Usia/Jenis Kelamin: 1 tahun 8 bulan 3 hari/ L Tanggal Rawat : 21/11/2013 – 24/11/2013 Keluhan Utama : sesak napas sejak semalam, batuk Diagnosis : status asthmaticus Status Keluar : perbaikan Alergi : obat gol sulfa Riwayat Penyakit : asma Riwayat Penggunan Obat: - OBJECTIVE Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital BB : 11,8 kg Kesadaran : CM P : 88 x/menit RR : 22 x/menit SaO2 :Cyanosis :Suara Napas : Wheezing (+); Rhonki (+) Lainnya : Tanggal Tanda Vital: T(oC)/P(x/menit)/RR(x/menit) Normal: 36,1-37,8/<120/<40 Kondisi/Keluhan Pasien Hemoglobin: 12,8 (12-185) Leukosit : 9,6 (4,5-15) Hematokrit: 39 (35-50) Trombosit: 384 (150-450) Eritrosit : 4,7 (1,4-3,4) LED/BSE/ESR: 22 Basofil : 0 (0-1) 21/11 37,6/88/22 37/120/24 sesak napas, batuk Hasil Pemeriksaan Laboratorium Eosinofil: 1 (1-3) Neutrofil: 84 (54-62) Limfosit : 10 (25-30) Monosit : 5 (0-9) Plasmodium falciparum: Plasmodium vivax : - 22/11 -/-/25 23/11 - 24/11 37/120/24 tampak tenang, sesak berkurang tampak tenang sesak napas, batuk Tatalaksana Obat Infus KAEN 1B 10 tts/mnt Neb. Salbutamol 2,5 mg 2x1 CeftriaxonIV + D5% 1,2 g 1x Gentamisin IV 2x 20 mg Deksametason IV 2x 0,4 cc Sirup Salbutamol sulfat 1 mg; Guaifenesin 50 mg 3x 4 mL √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ ASSESSMENT - Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012). pemberian cairan infus sudah tepat - Terapi lini pertama pada serangan asma adalah inhalasi SABA (Global Initiative for Asthma, 2014; British Thoracic Society, 2012). Anak dengan asma 103 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI - - sebaiknya diberi 1-3 nebulisasi 2,5–5 mg salbutamol atau 5-10 mg terbutaline (World Health Organization, 2013; British Thoracic Society, 2012). pemberian Neb. Salbutamol 2,5 mg sudah tepat Kortikosteroid efektif dalam manajemen asma karena dapat mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama efektif dengan pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan (Global Initiative for Asthma, 2014; Depkes RI, 2008). Dosis pemberian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari (IDAI, 2009). pemberian Deksametason IV sudah tepat Antibiotik sebaiknya tidak diberikan secara rutin pada pasien asma tanpa demam. Antibiotik dapat diberikan pada pasien asma dengan demam atau adanya tanda pneumonia (World Health Organization, 2013) pemberian CeftriaxonIV dan Gentamisin IV sudah tepat Guaifenesin dapat meningkatkan mucocilliary clearance melalui penurunan produksi mucin (Seagrave, et al., 2012). Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial) PLAN/RECOMMENDATION - Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium - Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1 untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi saluran napas - Beri minum air hangat untuk meredakan batuk 104 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI KASUS 24 SUBJECTIVE Alergi :Riwayat Penyakit : asma ibu Riwayat Penggunan Obat: - Usia/Jenis Kelamin: 1 tahun 9 bulan 17 hari/ L Tanggal Rawat : 11/10/2013 – 12/10/2013 Keluhan Utama : sesak napas, batuk, demam Diagnosis : asthma bronchiale Status Keluar : perbaikan, atas persetujuan OBJECTIVE Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital BB : 8 kg Kesadaran : CM P : 102x/menit RR : 28 x/menit SaO2 :Cyanosis :Suara Napas : Wheezing (+); Rhonki (-) Lainnya : retraksi intercostalis Tanggal Tanda Vital: T(oC)/P(x/menit)/RR(x/menit) Normal: 36,1-37,8/<120/<40 Kondisi/Keluhan Pasien Tatalaksana Obat Infus KAEN 1B 7 tts/mnt Neb. Ipratropium bromida 0,5 mg; Salbutamol sulfat 2,5 mg 1x (UGD) Neb. Salbutamol 2,5 mg tiap 2 jam (UGD) Neb Salbutamol 2,5 mg 3x 1 amp Deksametason IV ½ amp 1x (UGD) Deksametason IV 3x ½ amp Sirup Parasetamol 3x 1cth prn Sirup Tiamfenikol 3x ½ cth Hasil Pemeriksaan Laboratorium - 11/10 12/10 37,7/102/28 -/-/68 batuk, sesak napas batuk, sesak napas √ √ - √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ ASSESSMENT - Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada 105 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012). pemberian cairan infus sudah tepat - Pada kasus berat, pemberian kombinasi nebulisasi β2 agonis dengan antikolinergik (Ipratropium bromida) dapat memberikan efek bronkodilatasi yang lebih baik dengan memperbaiki nilai PEV/FEV1 dibandingkan pemberian SABA tunggal (Global Initiative for Asthma, 2014). pemberian Neb. Ipratropium bromida 0,5 mg; salbutamol 2,5 mg sudah tepat - Terapi lini pertama pada serangan asma adalah inhalasi SABA (Global Initiative for Asthma, 2014; British Thoracic Society, 2012). Anak dengan asma sebaiknya diberi 1-3 nebulisasi 2,5–5 mg salbutamol atau 5-10 mg terbutaline (World Health Organization, 2013; British Thoracic Society, 2012). pemberian Neb. Salbutamol 2,5 mg sudah tepat - Kortikosteroid efektif dalam manajemen asma karena dapat mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama efektif dengan pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan (Global Initiative for Asthma, 2014; Depkes RI, 2008). Dosis pemberian steroid intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari (IDAI, 2009). pemberian Deksametason IV sudah tepat - Indikasi utama pemberian antipiretik pada anak adalah jika suhu tubuh lebih dari 38,3 oC (Sullivan, et al., 2011). pemberian sirup Parasetamol kurang tepat: Obat tidak dibutuhkan (potensial) - Antibiotik sebaiknya tidak diberikan secara rutin pada pasien asma tanpa demam. Antibiotik dapat diberikan pada pasien asma dengan demam atau adanya tanda pneumonia (World Health Organization, 2013) pemberian tiamfenikol sudah tepat - Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial) - PLAN/RECOMMENDATION Pertimbangkan penghentian terapi Sirup Parasetamol Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1 untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi saluran napas Beri minum air hangat untuk meredakan batuk Beri kompres jika badan panas 106 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI KASUS 25 SUBJECTIVE Usia/Jenis Kelamin: 4 tahun 11 bulan 28 hari/ L Tanggal Rawat : 27/09/2013 – 01/10/2013 Keluhan Utama : batuk, pilek, panas Diagnosis : asthma bronchiale Status Keluar : sembuh, atas persetujuan Alergi :Riwayat Penyakit : Riwayat Penggunan Obat:- OBJECTIVE Hasil Pemeriksaan Fisik dan Vital BB : 12 kg Kesadaran : CM P : 120 x/menit RR : 24 x/menit SaO2 :Cyanosis :Suara Napas : Wheezing (-); Rhonki (-) Lainnya : Ro Tho: normal Tanggal Tanda Vital: T(oC)/P(x/menit)/RR(x/menit) Normal: 36,1-37,8/<110/<40 Kondisi/Keluhan Pasien Tatalaksana Obat Infus KAEN 1B 12 tts/mnt CeftriaxonIV + D5% 1 g Sirup Parasetamol 3x ½ cth 6α-metilprednisolon 3x 4 mg Sirup Salbutamol sulfat 1 mg; Guaifenesin 50 mg 3x 4 mL Pulv (ambroksol 1/5 tab; teofilin 40 mg) 3x1 Hemoglobin: 10,2 (12-18.5) Leukosit : 11,2 (4,5-15) Hematokrit: 31 (35-50) Trombosit: 220 (150-450) Eritrosit : 4,6 (1,4-3,4) LED/BSE/ESR: 31 Basofil : 0 (0-1) Hasil Pemeriksaan Laboratorium Eosinofil: 0 (1-3) Neutrofil: 37 (54-62) Limfosit : 41 (25-30) Monosit : 22 (0-9) 27/09 28/09 29/09 30/09 01/10 37,6/120/24 36,8/116/30 37/-/- 37,3/-/- 36/100/22 batuk, demam, pilek badan masih panas, sesak napas, batuk berdahak badan masih hangat badan masih panas tampak tenang, kondisi umum membaik √ √ √ - √ √ √ - √ √ √ - √ √ √ - √ √ √ √ √ ASSESSMENT - Belum ada penelitian tentang perbedaan regimen cairan pada pasien asma. Pasien asma umumnya membutuhkan rehidrasi dan koreksi pada - 107 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI ketidakseimbangan elektrolit (British Thoracic Society, 2012). pemberian cairan infus sudah tepat - Antibiotik sebaiknya tidak diberikan secara rutin pada pasien asma tanpa demam. Antibiotik dapat diberikan pada pasien asma dengan demam atau adanya tanda pneumonia (World Health Organization, 2013) pemberian CeftriaxonIV sudah tepat - Indikasi utama pemberian antipiretik pada anak adalah jika suhu tubuh lebih dari 38,3 oC (Sullivan, et al., 2011). pemberian sirup Parasetamol kurang tepat Obat tidak dibutuhkan (potensial) - Guaifenesin dapat meningkatkan mucocilliary clearance melalui penurunan produksi mucin (Seagrave, et al., 2012). - Dosis maksimal teofilin 10 mg/kgBB/hari (UKK Respirologi PDPI, 2009) pemberian Teofilin sudah tepat - Kombinasi antara kortikosteroid dan salbutamol dapat menyebabkan hipokalemia (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial) - Kortikosteroid dan aminofilin/teofilin keduanya dapat menyebabkan hipokalemia, yang mungkin bersifat aditif (Baxter, 2010).Efek samping obat (potensial) - Kombinasi salbutamol dan aminofilin/teofilin dapat menyebabkan hipokalemia dan takikardi (Baxter, 2010). Efek samping obat (potensial) - Kondisi sesak napas pasien belum tertangani sejak awal, seharusnya diberikan SABA untuk mengurangi gejala tersebut Membutuhkan obat tambahan - PLAN/RECOMMENDATION Pertimbangkan penghentian terapi sirup Parasetamol Pertimbangkan pemberian tambahan terapi Neb. Salbutamol (SABA) Perlu dilakukan pemantauan kadar kalium, denyut nadi dan kadar teofilin Perlu dilakukan pengukuran saturasi oksigen dan/atau FEV1 untuk mengetahui perbaikan/perburukan fungsi saluran napas Beri minum air hangat untuk meredakan batuk Beri kompres jika badan panas 108 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 109 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 110 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 111 PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 112 BIOGRAFI PENULIS Adelia Desti Endah Sari merupakan putri pertama dari empat bersaudara dari pasangan Dominikus Suparno dan Monica Tarminah yang dilahirkan di Palembang pada 16 Desember 1993. Penulis menjalani pendidikan di TK Xaverius 5 Palembang (1998-1999), SD Xaverius 5 Palembang (19992005), SMPK Frater Xaverius 1 Palembang (2005-2008), SMA Xaverius 2 Palembang (2008-2011). Penulis melanjutkan pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta (2011-2014). Semasa kuliah penulis cukup aktif di kegiatan pengabdian masyarakat Desa Mitra tahun 2012 dan 2013 dengan berperan serta sebagai volunteer (Desa Mitra 2 tahun 2012), bendahara (Desa Mitra 3 tahun 2012) dan koordinator seksi acara (Desa Mitra 1 dan 2 tahun 2013). Penulis juga pernah berperan serta sebagai seksi acara dalam Seminar Nasional Menyongsong Penerapan SJSN 2014. Penulis aktif bergabung dalam anggota Paduan Suara Fakultas (PSF) Veronica Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulis merupakan Asisten Praktikum Komunikasi Farmasi dan Praktikum Farmasi Komunitas pada tahun 2014.