7 Bab II Tinjauan Studi Literatur Salah satu penyebab perusahaan

advertisement
Bab II Tinjauan Studi Literatur
Bab ini menjelaskan mengenai konsep-konsep teoritis yang terkait (relevan)
dengan topik penelitian ini. Konsep-konsep teoritis yang relevan adalah definisi
produk, konsep kemasan, strategi kemasan, fungsi kemasan, persepsi, kesan
kualitas, dan sintesis dari studi literatur
Salah satu penyebab perusahaan-perusahaan sulit untuk meningkatkan jumlah
penjualan produk yang mereka tawarkan kepada konsumen adalah situasi persaingan
yang semakin kompetitif. Di pasar yang telah ada, terlalu banyak produk dengan
berbagai keunggulan serta nilai lebih yang ditawarkan oleh para pesaing, sehingga
sulit bagi perusahaan untuk merebut pangsa pasar pesaing. Sedangkan untuk
memasuki pasar baru memerlukan biaya yang cukup besar (Suryani, 1998).
Agar tetap bertahan di tengah situasi persaingan yang ketat, perusahaan
melakukan berbagai upaya untuk mempertahankan pasar yang sudah ada dengan
membangun strategi pemasaran yang berbeda dengan pesaing. Hanya perusahaan
dengan strategi pemasaran yang paling tepatlah yang dapat bertahan di tengah
persaingan yang ketat. Menurut Assael (1998), salah satu elemen kunci suatu strategi
pemasaran yang sukses adalah pengembangan produk dan rangsangan (stimuli)
promosional dimana konsumen akan merasa (perceive) produk yang ditawarkan
sesuai dengan kebutuhan mereka dan dari sisi produsen, kemasan dapat bertindak
sebagai suatu sarana untuk promosi produk tersebut (McDaniel dan Baker,1977).
Produk merupakan salah satu komponen bauran pemasan. Menurut Kotler
(2003), kemasan merupakan bagian penting dalam pemasaran suatu produk, sehingga
ada yang menambahkan masalah kemasan (packaging) ini dalam marketing mix
sesudah harga (price), tempat distribusi (place), produk (product) dan promosi
(promotion). Pada tingkatan sebuah produk, kemasan berada pada tingkatan kedua,
yaitu tingkatan produk aktual (actual product) bersama dengan nama merek (brand
name), tingkat kualitas (quality level), desain (design), dan fitur (features) (Kotler dan
Amstrong, 2004). Menurut McDaniel dan Baker (1977), kemasan berperan penting
pada bauran pemasaran perusahaan. Pemberian atribut positif pada kemasan oleh
7
konsumen kadang-kadang dapat meningkatkan kualitas produk tersebut. Dengan kata
lain, pemberian atribut pada kemasan mempengaruhi persepsi konsumen terhadap
kualitas produk secara keseluruhan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kemasan (packaging)
terhadap kesan kualitas (perceived quality) produk sampo Sunsilk di Indonesia.
Peneliti memilih produk sampo sebagai salah satu objek penelitian karena industri
produk sampo merupakan salah satu industri consumer goods yang mempunyai
persaingan ketat di Indonesia.
II.1. Pengertian Produk
Kotler dan Armstrong (2004) mendefinisikan produk sebagai segala sesuatu
yang dapat ditawarkan ke pasar untuk mendapat perhatian, dimiliki, dipergunakan
atau dikonsumsi sehingga dapat memuaskan keinginan dan kebutuhan. Senada
dengan definisi di atas, Kotler (2003) mengartikan produk sebagai “anything that can
be offered to a market to satisfy a want or need”. Secara umum, produk dapat berupa
objek fisik, jasa, peristiwa/kejadian (events), orang, tempat, organisasi, ide, atau
kombinasi dari hal-hal tersebut.
Produk merupakan elemen pertama dan elemen terpenting dalam bauran
pemasaran. Berdasar pada pengertian produk di atas, tujuan diciptakannya sebuah
produk adalah untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan manusia. Proses dalam
pemenuhan keinginan dan kebutuhan manusia inilah yang melahirkan sebuah konsep
pemasaran. Mulai dari pemenuhan produk (product), penetapan harga (price),
pengiriman barang (place), dan mempromosikan barang (promotion); semua itu
dikenal dengan istilah bauran pemasaran (marketing mix). Menurut Kotler dan
Armstrong (2004), bauran pemasaran adalah “the set of contollable tactical marketing
tools –product, price, place, and promotion- that the firm blends to produce the
response it wants in the target market”. Berdasar definisi di atas, bauran pemasaran
terdiri dari alat-alat pemasaran (product, price, place, dan promotion; 4Ps) yang
dapat digunakan oleh perusahaan untuk mempengaruhi tingkat permintaan produk
8
yang mereka tawarkan di target pasarnya. Pada bauran pemasaran, kemasan
merupakan salah satu alat pemasaran pada strategi produk. Hal ini dijelaskan pada
gambar di bawah ini.
Gambar II.1. 4P dalam bauran pemasaran (Adaptasi dari Kotler dan Amstrong, 2004)
Berdasarkan gambar di atas, produk merupakan sebuah kombinasi antara
produk dan jasa yang ditawarkan perusahaan kepada target pasar. Faktor-faktor yang
mempengaruhi strategi produk antara lain variasi, kualitas, desain, fitur, nama merek,
kemasan, dan jasa. Strategi produk membutuhkan keputusan yang terkoordinasi
antara bauran produk (product mix), lini produk (product lines), merek (brands), serta
kemasan (packaging) dan pelabelan (labeling) (Kotler, 2003). Harga adalah sejumlah
uang yang harus dibayarkan oleh konsumen untuk mendapatkan produk. Strategi
harga dipengaruhi oleh daftar harga, potongan harga, pinjaman, periode pembayaran,
dan syarat pembayan. Tempat terkait dengan aktivitas perusahaan yang menyebabkan
tersedianya produk di target pasar. Faktor-faktor yang mempengaruhi strategi tempat
9
adalah saluran distribusi, luas area peredaran/pelayanan produk, keanekaragaman,
lokasi/penempatan, persediaan/inventori, transportasi, dan logistik. Terakhir, promosi
merupakan aktivitas mengkomunikasikan manfaat produk dan mengajak target
konsumen untuk membelinya. Strategi ini dipengaruhi oleh iklan, kewiraniagaan,
promosi penjualan, serta hubungan masyarakat (konsumen) (Kotler dan Amstrong,
2004).
Menurut Kotler dan Amstrong (2004), sebelum produsen menerapkan strategi
produk, terlebih dahulu ia harus memperhatikan tiga tingkatan produk di bawah ini:
Gambar II.2. Tiga tingkatan produk (Adaptasi dari Kotler dan Amstrong, 2004)
Tiap tingkatan produk di atas menambah nilai konsumen (customer value).
Manfaat inti (core benefit) merupakan jawaban yang dicari oleh konsumen dari
sebuah produk atas masalah yang dihadapinya. Pada tingkatan kedua, produsen harus
mengubah manfaat inti (core benefit) menjadi produk aktual (actual product).
Produsen harus mampu menambahkan fitur, desain, kemasan, tingkat kualitas dan
nama merek pada produk yang mereka tawarkan kepada konsumen. Setiap atributatribut tersebut harus dapat dikombinasikan dengan baik dan hati-hati oleh produsen
ketika mengantarkan manfaat inti (core benefit) dari produk yang ditawarkan kepada
konsumen. Terakhir, produsen harus membangun produk tambahan (augmented
10
product) di sekitar manfaat inti (core benefit) dan produk aktual (actual product)
dengan menawarkan tambahan jasa dan manfaat kepada konsumen (Kotler dan
Amstrong, 2004).
Sebuah produk yang bagus mempermudah dalam proses pemasarannya. Agar
mudah dalam pemasarannya, produk tersebut harus dapat memberikan keuntungan
(benefit) yang tidak dapat diberikan oleh produsen yang lain. Keuntungan yang
ditawarkan oleh produsen harus berbeda dengan para pesaingnya. Salah satu
perbedaan dari sebuah produk yang dapat ditawarkan oleh produsen adalah kemasan.
II.2. Konsep Kemasan
Konsep kemasan sudah dikenal sejak dahulu. Sejak awal diciptakannya, alam
telah menerapkan konsep kemasan (packaging). Hal ini dapat kita amati dari lapisanlapisan tanah pembentuk bumi, kemasan buah kelapa dan buah-buahan lainnya, serta
contoh-contoh alamiah lainnya yang bisa kita temui dalam kehidupan sehari-hari.
Awalnya, kemasan hanya berfungsi untuk melindungi barang yang dikemasnya dari
kerusakan, cuaca atau proses alam lainnya yang dianggap dapat merusak barang
tersebut. Melalui kemasan, barang juga mudah dibawa ke mana saja selama dalam
perjalanan (Andriani, 2005). Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa
kemasan pada awal pembuatannya lebih dititikberatkan pada segi fungsionalnya saja.
Secara eksplisit, kemasan berarti bungkus atau wadah yang dipakai untuk
membungkus dan melindungi produk (barang), bisa berupa bentuk kotak, bulat dan
sebagainya, dan dari bahan kertas, plastik dan sebagainya. Kamus Besar Bahasa
Indonesia (http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php) mendefinisikan kemasan
sebagai bungkus pelindung barang dagangan (niaga). Hal ini diperkuat oleh
pernyataan Keller (1998) dan Kotler (2003) yang mendefinisikan kemasan sebagai
”the activities of designing and producing the container or wrapper for a product”
yang berarti adalah aktivitas atau kegiatan dalam merancang dan memproduksi
wadah atau bungkus suatu produk. Menurut The Wiley Encyclopedia of Packaging
Technology edisi kedua, kemasan adalah “the science, art and technology of
11
protecting products from the overt and inherent adverse effects of the environment.
Packaging is the integration of elements of materials, machinery and people to erect
and maintain barriers between the product and those external forces inexorably
seeking to revert the contents back to their essential components. The package is the
physical entity that functions as the wall between the contents and the exterior."
Artinya, kemasan adalah ilmu, seni, dan teknologi melindungi produk dari pengaruh
buruk lingkungan secara eksplisit dan implisit. Kemasan merupakan kesatuan unsurunsur material, peralatan produksi, dan manusia untuk melindungi produk dari
gangguan luar yang dapat merusak isi produk serta berfungsi sebagai dinding
pemisah antara isi dan ganguan luar. Dari penjelasan di atas, kemasan harus
melindungi 100% produk dari produsen (manufacturer) kepada konsumen. Didit
Widiatmoko (Majalah Desain Grafis CONCEPT, 2007) menambahkan bahwa secara
hakiki kemasan merupakan upaya manusia untuk mengumpulkan sesuatu yang
berantakan ke dalam satu wadah, serta melindunginya dari gangguan cuaca. Sebuah
kemasan termasuk di dalamnya kemasan utama (material atau kemasan yang pertama
kali bersentuhan langsung dengan isi produk), kemasan sekunder (kemasan yang
membungkus kemasan utama atau kemasan yang ukurannya lebih besar dan
mewadahi beberapa kemasan utama sekaligus), dan kemasan tersier (kemasan yang
berguna untuk melindungi produk saat pengiriman atau pendistribusian) (Majalah
Desain Grafis CONCEPT, 2007) atau disebuut juga kemasan pengapalan (shipping
package) (Kotler dan Amstrong, 2004).
Dewasa ini, kemasan telah menjelma menjadi media pemasaran yang penting
didasarkan pada beberapa faktor. Salah satu faktor-faktor tersebut adalah persaingan
yang makin ketat, termasuk di rak-rak penjualan pada toko ritel membuat kemasan
harus mampu menjalankan beberapa fungsi sekaligus, yaitu menarik perhatian,
menjelaskan produk, dan pada akhirnya dapat membuat konsumen membeli produk
tersebut (Amstrong dan Kotler, 2007). Fungsi-fungsi baru kemasan itu dapat diartikan
sebagai arti kemasan secara implisit.
Dalam prosesnya, kemasan tidak dapat dilepaskan dari pelabelan. Pelabelan
merupakan informasi tertulis yang tertera pada kemasan. Menurut Amstrong dan
12
Kotler, (2007), label dapat berupa tag line yang sederhana hingga gambar grafik yang
rumit yang merupakan bagian dari kemasan. Di Indonesia, definisi label tertuang
dalam
Peraturan
79/Menkes/Per/II/1978
Menteri
tentang
Kesehatan
Label
dan
Republik
Periklanan
Indonesia
Makanan;
Nomor
yang
mempersamakan label dengan etiket. Ketentuan ini berbunyi: “etiket adalah label
yang dilekatkan, dicetak, diukir, atau dicantumkan dengan jalan apapun pada wadah
atau pembungkus” (Kusuma, 1983). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php), etiket adalah carik kertas yang
ditempelkan pada kemasan barang (dagangan) yang memuat keterangan (nama, sifat,
isi asal) mengenai barang tersebut. berdasar pada penjelasan di atas, dapat
disimpulkan bahwa pelabelan adalah sepotong kertas (dan bahan-bahan lain) yang
ditempelkan pada barang dan menjelaskan tentang nama barang, nama pemilik,
tujuan, dan sebagainya; etiket, merek dagang; dan petunjuk singkat tentang zat-zat
yang tergantung dalam obat, dan sebagainya (Kamus besar Bahasa Indonesia,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Balai Pustaka). Label mempunyai
beberapa fungsi, yaitu: mengidentifikasi sebuah produk atau merek, menjelaskan
beberapa hal mengenai produk (nama pembuat, tempat pembuatan, waktu pembuatan,
isi, dan cara penggunaan produk secara aman), serta mempromosikan produk dan
mendukung positioning produk di target pasar.
Indonesia mempunyai aturan sendiri tentang kemasan. Aturan-aturan tersebut
antara lain Kode Etik GP Jamu, BPPOM, dan UU No. 21 Tahun 2004. Kode Etik GP
Jamu adalah kode etik yang disusun dan mengikat seluruh pengusaha jamu dan obat
tradisional Indonesia. Kode Etik GP Jamu mengatur produksi, informasi, hadiah,
periklanan, bahan-bahan promosi, riset pemasaran, hingga pengemasan dan
penandaan. UU No. 21 Tahun 2004 merupakan undang-undang yang mengatur
tentang keamanan hayati atas konvensi tentang keanekaragaman hayati. Di dalam
undang-undang ini juga diatur mengenai pengemasan yang tidak berdampak
membahayakan lingkungan hidup (Majalah Desain Grafis CONCEPT, 2007).
13
II.2.1. Strategi Kemasan
Menurut Runyon (1982) di dalam Andriani (2005) terdapat beberapa strategi
kemasan antara lain:
1. Size Strategy. Pasar bisa disegmentasikan berdasarkan volume pengguna atau
dengan produk yang digunakan konsumen. Sehingga sering ditemukan kemasan
dengan ukuran “reguler” dan “family size”. Bagi konsumen, kemasan kecil
digunakan dengan tujuan perkenalan dan untuk mengurangi resiko sedangkan
ukuran yang lebih besar digunakan untuk mendorong pemakaian oleh konsumen
dan mendorong promosi.
2. Material strategy. Material yang digunakan dalam kemasan memainkan peranan
penting dalam strategi pemasaran. Bahan kemasan dapat digunakan untuk
menghubungkan kualitas dan meyakinkan keamanan.
3. Shape strategy. Bentuk produk mempunyai dampak pada persepsi konsumen.
Misalnya bentuk yang dibulatkan, halus, dikonotasikan dengan feminim. Bentuk
juga didesain untuk memudahkan penyimpanan bagi konsumen dan penyimpanan
dalam toko.
4. Design strategy, digunakan untuk mengidentifikasikan
garis produk. Simbol
pada desain mampu memperkuat produk di dalam benak konsumen.
5. Convenience strategy. Produk harus nyaman ketika digunakan. Misalnya
kemudahan membuka tutup botol, sehingga konsumen tidak kesulitan ketika ingin
menggunakan produk.
6. Promotion strategy. Kemasan dapat didesain atau didesain ulang disesuaikan
dengan promosi penjualan, misalnya dengan menempelkan saran penyajian, atau
penawaran khusus.
II.2.2. Kemasan sebagai Stimuli Pemasaran
Arti kemasan secara implisit adalah salah satu alat komunikasi dan stimuli
pemasaran produsen kepada konsumennya. Melalui kemasan, produsen dapat
menyampaikan pesan (informasi mengenai produk) yang ingin disampaikan kepada
konsumen. Assael (1998) mendefinisikan stimuli pemasaran sebagai komunikasi
14
secara fisik, visual maupun verbal, yang dirancang untuk mempengaruhi respon
individu. Stimuli ini dibedakan atas:
1. Stimuli primer (Primary or intrinsic stimuli)
Stimuli primer ini berupa produk dengan komponen-komponennya. Kemasan, isi,
dan sifat fisik produk termasuk dalam golongan ini.
2. Stimuli sekunder (Secondary or extrinsic stimuli)
Tergolong dalam stimuli sekunder yaitu komunikasi yang dirancang untuk
mempengaruhi perilaku konsumen melalui pesan, simbol, dan gambar atau
melalui penggabungan rangsangan lainnya dengan produk (harga, toko dimana
produk dibeli dan pengaruh wiraniaga).
Dengan demikian, kemasan sebagai stimuli pemasaran dalam penelitian ini ditujukan
mempengaruhi respon konsumen melalui komunikasi secara visual.
II.3. Fungsi Kemasan
Secara umum, kemasan digunakan untuk beberapa fungsi (Berger dan Welt,
2002; Lee dan Lye, 2003; Rettie dan Brewer, 2000; Silayoi dan Speece, 2004):
•
Isi produk, memberikan gambaran mengenai jumlah (isi) produk yang akan dibeli
oleh konsumen.
•
Melindungi produk dari pencemaran, dari
kerusakan lingkungan dan dari
pencurian.
•
Memudahkan transportasi dan penyimpanan produk.
•
Membawa informasi dan disain berwarna-warni/bersemangat yang membuat
pajangan (displays) produk tersebut menarik.
Berdasar penjelasan di atas, kemasan mempunyai fungsi penting selama transportasi,
penyimpanan, pemasaran dan penggunaan termasuk di dalamnya: panahan isi produk,
penjagaan bagi produk, serta kenyamanan dalam pemakaian produk. Kemasan juga
harus dapat memenuhi beberapa aturan dan permitaan hukum terkait dengan isi
produk dan cara penggunaan produk secara aman, selain harus memuat informasi lain
15
tentang produk secara lengkap. Secara rinci, fungsi kemasan dapat dijelaskan pada
gambar 2.3 berikut ini (Lee dan Lye, 2003).
Gambar II.3. Tujuan Kemasan (Adaptasi dari Lee dan Lye, 2003)
Berdasar gambar di atas, terdapat lima fungsi utama kemasan, yaitu:
1. Perlindungan dan pemeliharaan produk dari:
•
Kontaminasi dari binatang yang merusak, serangga, dan bakteri
•
Potensi bahaya yang berasal dari mekanikal , baik yang berasal dari distribusi
dan tempat penyimpanan
•
Potensi bahaya yang berasal dari kimia, seperti mudah menguap dan oksidasi
16
•
Potensi bahaya yang berasal lingkungan, baik berasal dari tekanan,
temperatur, dan kelembaban
2. Identifikasi dan informasi
3. Kenyamanan penggunaan, baik dari segi penggunaannya, buka-tutup penutup
kemasan, mudah di bawa, dan fasilitas yang tersebar
4. Penahan, terbagi menjadi dua, yaitu:
•
Fungsi dasar: menahan dan menjaga isi inti produk
•
Fungsi sekunder: menjaga kualitas, kecocokan, dan menjaga dari segala
halangan
5.
Daya tarik pasar
Prendergast (1996) merangkum fungsi kemasan menjadi dua fungsi yaitu
fungsi logistik dan fungsi pemasaran. Fungsi logistik dari kemasan adalah untuk
menyimpan, melindungi produk selama distribusinya. Sedangkan untuk fungsi
pemasaran maka kemasan berfungsi untuk menyampaikan pesan mengenai atribut
produk pada konsumen. Fungsi logistik dan pemasaran tidak dapat dipisahkan karena
kemasan menjual produk dengan cara menarik perhatian dan mengkomunikasikan isi
produk yang dilindungi, disimpan oleh kemasan.
II.4. Bahan Kemasan
Pemilihan bahan dasar kemasan tergantung dari isi produk yang akan
dikemas, wilayah distribusi produk, biaya produksi yang dianggarkan, dan faktorfaktor lain yang menjadi pertimbangan produsen dalam proses mengambil keputusan
mengenai kemasan produk yang ditawarkan kepada konsumen. Selain itu,
pertimbangan bahan kemasan yang ramah terhadap lingkungan dan dpt didaur ulang
menjadi isu yang penting akhir-akhir ini. Hal ini disebabkan oleh kesadaran
konsumen yang semakin tinggi atas produk-produk yang ramah lingkungan serta
peraturan dan sanksi hukum yang diberlakukan di beberapa negara bagi produsen
yang tidak memikirkan limbah yang dihasilkan dari produknya. Bahan kemasan yang
dipilih tidak harus dari satu jenis bahan saja, tetapi bisa kombinasi dari beberapa
17
bahan. Pilihan itu tergantung dari pertimbangan produsen. Beberapa bahan kemasan
itu antara lain:
- Aluminium
- Logam
- Kertas dan karton
- Kayu
- Gelas
II.5. Kemasan dan Perhatian (Package and Attention)
Bisa kita bayangkan, ketika kita memasuki sebuah toko ritel, kita mendapati
sederetan rak-rak pajangan (display) produk memamerkan puluhan bahkan ratusan
produk dengan kemasan yang sama. Kondisi tersebut membuat kita serasa di
perpustakaan daripada di sebuah toko ritel, karena toko tersebut hanya
memperlihatkan produk dengan kemasan yang sama semua. Tujuan awal kita untuk
membeli produk sesuai kebutuhan akan membutuhkan waktu yang lama dalam proses
pengambilan keputusan pembelian dikarenakan semua faktor yang mendorong
keputusan tersebut sama, tidak ada faktor yang menonjol atau faktor pembeda
sehingga kita dapat memutuskan untuk membeli produk tersebut. Bahkan bisa jadi
karena tidak ada faktor pembeda tersebut, tujuan awal kita untuk membeli produk
sesuai kebutuhan tidak jadi terlaksana. Penjelasan awal di atas memberi sedikit
ilustrasi mengenai betapa pentingnya kemasan bagi pemasaran.
Saat ini, kemasan tidak hanya berfungsi sebagai wadah, pembungkus, dan
pelindung produk saja, tetapi ia telah menjadi alat pemasaran bagi produsen yang
berfungsi sebagai ’wiraniaga diam’ (”silent salesman”), pengganti wiraniaga
sesungguh pada rak-rak di toko ritel. Pada rak-rak di toko ritel inilah perang antar
sesama produsen sesungguhnya terjadi karena produk mereka berhadapan langsung
dengan konsumen. Masing-masing produk yang ditawarkan produsen saling berebut
perhatian supaya konsumen membelinya. Disinilah peran penting kemasan sebagai
salah satu alat pemasaran dirasa sangat perlu. Kemasan yang menariklah akhirnya
keluar sebagai pemenang karena ia mampu memenangkan perhatian konsumen di
tengah-tengah jajaran produk sejenis milik pesaing pada rak-rak di toko. Lebih dalam
18
lagi, kemasan yang mampu menarik perhatian konsumen dapat mempengaruhi kesan
kualitas konsumen atas produk tersebut dan selanjutnya memutuskan untuk membeli
produk tersebut.
Sebagian besar konsumen melakukan keputusan pembelian di dalam toko,
terutama untuk produk-produk yang non durable (Prone, 1993). Seringnya konsumen
yang melakukan keputusan pembelian di dalam toko dapat digunakan oleh pemasar
untuk lebih meningkatkan peran kemasan sebagai stimuli pemasaran yang dapat
mempengaruhi keputusan pembelian. Sejak diketahui bahwa keputusan pengemasan
(dari sisi produsen) dapat memberikan dampak yang signifikan pada jumlah
penjualan (Young, 2002), maka kemasan harus mampu menarik perhatian konsumen.
Mendapatkan perhatian konsumen sangat penting, karena apabila sebuah produk
tidak mendapat perhatian konsumen (consumen attention), maka konsumen tidak
akan mampu mempunyai gambaran mengenai produk tersebut (Hine,1995). Perhatian
konsumen terhadap produk sangat penting bagi pemasar karena banyak sekali stimuli
pemasaran yang terdapat di dalam toko yang sebagian besar diabaikan oleh konsumen
(Underwood, 2001).
Dalam beberapa situasi, seperti pembelian yang tidak direncanakan atau
waktu pemilihan produk yang terbatas, peran kemasan sebagai stimuli pemasaran
khususnya di dalam toko menjadi lebih berarti (Assael, 1998). Kemasan yang
menarik dapat mempersingkat waktu pemilihan konsumen atas jenis produk yang
akan mereka beli. Peran kemasan produk, dewasa ini, tidak hanya sebagai pelindung
produk, tetapi kemasan juga berguna untuk menggambarkan perhatian pada sebuah
merek, memisahkan merek dari kumpulan produk yang kompetitif pada poin-poin
pembelian, menyesuaikan harga atau nilai bagi konsumen, menandakan atau
mengartikan berbagai fitur dan keuntungan merek serta memotivasi pilihan merek
konsumen (Shimp, 2003).
Sebuah
kemasan
produk
diharapkan
mampu
memenangkan
“visual
competition” yang juga ditawarkan oleh kemasan produk lain. Persaingan tersebut
menuntut pemasar untuk menciptakan kemasan produk yang menarik yang mampu
tampil beda dan memiliki ciri tersendiri dibandingkan kemasan produk lain. Selain
19
itu, kemasan produk harus mempunyai pengaruh dengan tipe konsumen yang
berbeda-beda yang mempunyai motivasi yang berbeda pula dalam membeli suatu
produk. Kemasan merupakan jendela bagi pembelanja, karena kemasan mampu
memberikan kesan awal mengenai suatu produk baik itu dari segi kualitas maupun
nilai yang ditawarkan. Sanders dan Green (1989) menambahkan bahwa “product
packaging influences quality as it is perceived by customers. The quality of the
product delivered to the customer is what counts, and that will be dependent in part
on the packaging.” Definisi di atas dapat diartikan bahwa kemasan produk dapat
mempengaruhi kualitas seperti yang dikesankan/dirasa oleh konsumen. Kualitas
produk yang diberikan kepada konsumen tergantung pada kemasan produk itu
sendiri.
II.6. Persepsi
Persepsi
adalah
proses
bagaimana
seseorang
individu
memilih,
mengorganisasi, dan menginterprestasikan masukan-masukan informasi untuk
menciptakan gambaran dunia yang memiliki arti (Kotler, 2003). Schiffman dan
Kanuk (1997) mendefinisikan persepsi sebagai suatu proses dimana seseorang
memilih, mengorganisasi dan menginterprestasikan rangsangan-rangsangan yang
diterima panca indera menjadi suatu gambaran yang berarti dan lengkap tentang
dunianya. Sedangkan oleh Hiam dan Schewe (1993) mengartikan persepsi sebagai
proses pemberian arti oleh seseorang kepada berbagai rangsangan (stimuli) yang
diterimanya. Selain kesan oleh alat indera (sensory impressions), persepsi melibatkan
penafsiran seseorang atas suatu kejadian berdasarkan pengalaman masa lalunya. Jadi
untuk memperoleh tempat di arena persepsi konsumen, pemasar terlebih dahulu harus
menarik perhatian mereka.
II.6.1. Pengertian Kesan Kualitas (Perceived Quality)
Menurut Aaker dan Joachimsthaler (2000) dalam Chueh dan Kao (2004)
“perceived quality is a special type of association, partly because it influences brand
associations in many contexts and partly because it has been empirically shown to
affect profitability”. Kesan kualitas adalah suatu asosiasi khusus, kesan kualitas juga
20
mempengaruhi asosiasi merek dalam berbagai konteks dan secara empirik pula ia
telah menunjukkan dapat memiliki pengaruh terhadap profitabilitas. Zeithmal (1988)
dalam Chueh dan Kao (2004) menambahkan bahwa kesan kualitas (perceived
quality) didefinisikan sebagai “the customer’s judgment about a product’s overall
excellence or superiority”. Sedangkan Aaker (1991) mendefinisikan perceived
quality sebagai “the customer’s perception of the overall quality or superiority of a
product or service with respect to its intended purpose, relative to alternatives”,
yang dapat diartikan bahwa kesan kualitas adalah persepsi pelanggan atas
keseluruhan mutu atau keunggulan suatu produk atau pelayanan/jasa berkenaan
dengan tujuan diharapkan oleh pelanggan, berhubungan dengan alternatif.
Umar (2003) menyimpulkan bahwa kesan kualitas (perceived quality)
merupakan informasi berupa persepsi konsumen terhadap kualitas produk. Kesan
kualitas (perceived quality)y dipengaruhi oleh kualitas produk dan kualitas pelayanan
yang diberikan. Kualitas produk dapat dilihat dari kinerja produk, ciri khas produk,
dapat dipercaya, daya tahan produk, kemampuan memberikan pelayanan (service),
dan apakah produk tersebut tampak berkualitas (Aaker, 1991).
II.7. Hubungan antara kemasan dan kesan kualitas
Hubungan antara kemasan (packaging) dan kesan kualitas (perceived quality)
yang akan dijelaskan pada penelitian ini menggunakan variabel-variabel yang telah
digunakan dalam penelitian-penelitian sebelumnya yang menunjang penelitian ini,
seperti dalam hasil penelitian yang dilakukan oleh Lorgen dan Witell (2005), Silayoi
dan Speece (2004), serta Chueh dan Kao (2004). Tabel 2.1 di bawah ini merupakan
ringkasan literatur-literatur penelitian yang terkait mengenai kemasan (packaging)
dan kesan kualitas (perceived quality) serta konsep perilaku konsumen (cosumer
behaviour) lainnya yang telah dilakukan sebelumnya.
21
Tabel II.1 Literatur yang relevan dengan kemasan (Packaging) dan kesan kualitas (Perceived Quality)
Penulis
dan tahun
Kerangka
teori
Variabel bebas (VB)
dan variabel tidak
bebas (VTB)
Kemasan
makanan
McDaniel
Kemasan
(VB), Persepsi (VTB)
dan Baker makanan,
(1977)
persepsi atas
kualitas
produk
Fox (1987)
Penelitian
kemasan
Sanders
Kemasan,
dan Green Produktifi-tas
(1989)
dan kualitas
Bloch
(1995)
Desain
produk,
respon
konsumen
Metode
Hasil temuan
Tahap 1: 400 orang informan,
tahap 2: 100 orang informan
dengan
blind test dan
kuesioner
Poly bags lebih sulit dibuka; keripik dalam poly
bags lebih garing; keripik dalam poly bags lebih
berasa; kemasan yang sulit dibuka isi produknya
lebih segar dan lebih garing disbanding kemasan
yang mudah dibuka; Rasa merupakan motivasi
pembelian terpenting
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Bentuk
produk(VB),
Respon
psikologikal Tidak ada
terhadap bentuk produk
(variabel
moderat),
Respon perilaku (VTB)
Analisis secara keseluruhan mengenai pengujian
tujuan dan pengujian metode yang berhubungan
dengan penelitian kemasan
Di dalam pabrik, bagian kemasan dapat
mempengaruhi efisiensi produksi. Secara
eksternal, kemasan produk mempengaruhi
kualitas seperti yang dirasakan oleh konsumen
Memperkenalkan sebuah model konseptual dan
beberapa proposisi yang menjelaskan bagaimana
sebuah bentuk produk berhubungan dengan
psikologikal konsumen dan respon perilaku
22
Penulis
dan tahun
Rust,
Inman, Jia,
dan
Zahorik
(1999)
Kerangka
teori
Variabel bebas (VB)
dan variabel tidak
bebas (VTB)
Kualitas;
Customer
retention
Pengukur-an (VB) dan persepsi
kualitas (VTB)
tingkat
kepuasan
pelanggan;
Ekspektasi
pelanggan;
Customer
retention;
Konsep
Bayesian
terbaru; Nilai
umur hidup
(Lifetime)
pelanggan
Persepsi (VB),
Rettie dan Perilaku
Elemen-elemen
Brewer
konsumen,
(2000)
Persepsi atas kemasan (VTB)
elemenelemen
kemasan,
Desain
produk
Metode
Hasil temuan
Eksperimen Longitudinal (1):
160 orang mahasiswa S1 dari
dua universitas terbesar yang
berpartisipasi dalam latihan
pengambilan
keputusan
terkomputerasi
ketika
mengambil
kredit
ekstra.
Eksperimen didesain untuk
mengukur distribusi ekspektasi
pada pilihan terpisah dan pada
probabilitas.
Eksperimen Cross-Sectional
(2): 223 orang mahasiswa S1
berpartisipasi
dalam
eksperimen terkait dengan
kredit kuliah. Tiga orang salah
sangka atas pengarahan dan
telah dihilangkan dari analisis,
sehingga sampel tinggal 220
orang.
Penelitian ini menggunakan
tachistoscope.
Sampel
penelitian terdiri dari 150
pelajar dan dibagi menjadi dua
sama rata antara wanita dan
pria
Beberapa keyakinan umum mengenai kesan
kualitas pelanggan adalah salah. Pelanggan tidak
hanya mempertimbangkan kualitas tetapi juga
resiko. Hal ini menjelaskan mengapa pengukuran
terhadap kepuasan pelanggan yang telah ada
(yang sangat berhubungan dengan kualitas yang
diharapkan) hanya memperkirakan sebagian dari
perilaku masa depan. Prediksi atas model
teoritikal penelitian yang ada pada umumnya
dibangun berdasar empiric dari dua percobaan.
Pendekatan penelitian menyediakan realitas
sederhana
yang
berhasil
memperkirakan
beberapa aspek dari dinamika respon pelanggan
terhadap kualitas
Dalam kondisi persepsi yang cepat, ada
keuntungan untuk rangsangan verbal yang dirasa
dari arah kanan (the left-hand side). Persepsi
asimetris
berimplikasi
memaksimalkan
pengingatan kembali (recall), kalimat (words)
harus berada di bagian sebelah kanan kemasan,
gambar harus berada di bagian sebelah kiri
kemasan. Hal ini memperkuat persepsi asimetris
atas elemen-elemen kemasan.
23
Penulis
dan tahun
Kerangka
teori
Variabel bebas (VB)
dan variabel tidak
bebas (VTB)
Vranesevic Citra merek Merek (VB)
dan Stancec (Brand
Kesan kualitas (VTB)
(2003)
image),
Persepsi
Metode
Pelanggan tidak menilai produk berdasar pada
karakter fisik tertentu dari produk dan hal itu
terjadi dalam proses pembuatan keputusan
pembelian ketika memilih alternatif, pelanggan
pertama kali akan melihat merek sebagai
petunjuk mengenai kualitas produk (a sign of
quality) dan kemudian kriteria evaluasi lainnya
(penampakan fisik dan kemasan produk, harga,
reputasi jaringan took yang menjual produk)
metodologi Lini kemasan manual secara umum terdiri dari
semua operasi kemasan manual yang ada dan
pedoman untuk desain kemasan yang efisien.
Sampel:
128
responden,
berusia antara 18 tahun dan 55
tahun; 75 orang pria dan 53
orang wanita. Penelitian ini
menggunakan kuesioner X–Y
dan kuesioner T–Z.
Lee
dan Desain,
Lye (2003) kemasan,
harga,
Effisiensi,
Produktifitas
Silayoi dan Kemasan
Speece
makanan,
(2004)
Desain,
Perilaku
konsumen
Proses manual kemasan Menggunakan
(VB),
DFPkg
Bentuk kemasan (VTB)
Chueh dan Persepsi,
Kao (2004) Kesan
kualitas
Semua variabel pada
penelitian ini diambil
dari literatur yang
terkait dan hipotesis
yang dibangun berdasar
pada deduksi logika
Perilaku
konsumen,
elemen-elemen
kemasan (VB); Produk,
keputusan pembelian
(VTB)
Hasil temuan
Penelitian ini menggunakan
focus groups (dua focus
groups): enam ibu rumah
tangga dan enam wanita
pekerja
Kedua grup partisipan mengidentifikasi elemenelemen penting yang mereka gunakan sebagai
faktor penting dalam penilaian dan keputusan
pembelian oleh ibu rumah tangga. Elemenelemen kemasan yang teridentifikasi adalah
grafik dan warna, bentuk dan ukuran, serta
informasi mengenai produk yang bersangkutan.
Model persepsi konsumen atas pengaruh Negara
asal desain (Country-of-design) terhadap kesan
kualitas
24
Penulis
dan tahun
Kerangka
teori
Lorgen dan Kepuasan
Witell
pelanggan,
(2005)
penelitian
empiric,
atribu-atribut
kualitas
Andriani
(2005)
Tingkat
kepentingan
unsur-unsur
kemasan,
Keputusan
Pembelian
Variabel bebas (VB)
dan variabel tidak
bebas (VTB)
Metode
Sebuah
kuesioner yang
dikirim via pos kepada warga
Swedia yang terpilih secara
acak dan berusia antara 16
tahun hingga 79 tahun.
Kuesioner
tersebut
menanyakan
pengalaman
responden mengenai kemasan
dalam komoditas sehari-hari.
Dari 1500 kuesioner yang
terkirim,
708
kuesioner
dikembalikan
Unsur-unsur kemasan Sampel: wanita berusia 17-35
(VB),
Keputusan tahun yang pernah maupun
pembelian (VTB)
sedang mengkonsumsi jus
buah
dalam
kemasan.
Menggunakan
FGD
dan
analsis konjoin
Hasil temuan
Teori Kano menegnai kualitas dan kemasan yang
menarik
FGD: unsur-unsur utama ketika konsumen
melakukan evaluasi pembelian pada jus buah
dalam kemasan adalah warna, bahan, bentuk,
ukuran, informasi, dan gambar. Analisis
Konjoin: kombinasi unsur-unsur kemasan jus
buah yang paling mempengaruhi keputusan
pembelian.
25
Dewasa ini, kemasan tidak hanya berfungsi sebagai wadah, pembungkus,
dan pelindung produk saja, tetapi ia telah menjadi alat pemasaran bagi produsen
yang berfungsi sebagai ’wiraniaga diam’ (”silent salesman”), pengganti wiraniaga
sesungguh pada rak-rak di toko ritel. Pada rak-rak di toko ritel inilah perang antar
sesama produsen sesungguhnya terjadi karena produk mereka berhadapan
langsung dengan konsumen. Masing-masing produk yang ditawarkan produsen
saling berebut perhatian agar konsumen membelinya. Disinilah peran penting
kemasan sebagai salah satu alat pemasaran dirasa sangat perlu. Kemasan yang
menariklah akhirnya keluar sebagai pemenang karena ia mampu memenangkan
perhatian konsumen di tengah-tengah jajaran produk sejenis milik pesaing pada
rak-rak di toko.
Konsumen biasa memahami kemasan dalam beberapa tingkatan. Pada
tingkat pertama, ketika melihat suatu kemasan maka konsumen biasanya akan
merespon dengan pertanyaan “apa ini?”. Lalu pada tingkat selanjutnya konsumen
berusaha
memahami
informasi
tertentu
mengenai
atribut
produk
dan
menyesesuaikan atribut tersebut dengan fungsi produk itu. Kemudian pada tingkat
yang lebih jauh lagi, kemasan akan merangsang konsumen untuk memproses
produk dari sisi psikososial, kebutuhan dasar dan nilai dari suatu produk (Hine,
1995).
Kemasan merupakan salah satu faktor penting dalam proses pembuatan
keputusan karena kemasan mampu berkomunikasi dengan konsumen. Niat untuk
membeli suatu produk tergantung dari tingkat bahwa suatu produk mampu
memuaskan konsumen ketika mengkonsumsi produk (Kupiec, 2001). Elemenelemen pada kemasan dapat menekankan keunikan dan keaslian mengenai suatu
produk. Menurut Silayoi dan Speece (2004) elemen-elemen kemasan tersebut
adalah elemen visual yang terdiri dari grafik, dan ukuran/bentuk (size/shape )
serta elemen informasi yaitu informasi mengenai produk tersebut dan teknologi.
Penilaian mengenai kualitas biasanya dipengaruhi oleh karakteristik produk yang
dicerminkan melalui kemasan. Apabila kemasan memiliki kesan kualitas tinggi,
maka konsumen akan mengasumsikan bahwa produk yang terdapat di dalamnya
juga memiliki kualitas yang tinggi. Tetapi apabila kemasan terkesan mempunyai
kualitas rendah maka konsumen akan mengasumsikan bahwa produk yang
26
terdapat di dalam kemasan memiliki kualitas yang rendah pula (Silayoi dan
Speece, 2004).
Menurut Teori Kano mengenai attractive quality dan packaging dalam
Lorgen dan Witell (2005), atribut-atribut kualitas dari suatu kemasan dapat
diidentifikasi berdasar pada faktor:
1. Argonomik (Ergonomic), ”includes everything that has to do with
adaptations to the human physique and behavior when using the product (for
example, if a package is user-friendly)” yang dapat diartikan bahwa
ergonomik meliputi semua hal yang harus dilakukan dengan adaptasi kepada
bentuk badan manusia dan perilaku mereka ketika menggunakan produk itu
(contoh, jika suatu paket mudah untuk dioperasikan).
2. Teknis (Technical),” the product’s technical function, construction, and
production (for example, if a package is manufactured in a recyclable
material)”. Fungsi-fungsi yang dimiliki oleh suatu produk yang terdiri dari
fungsi teknis, konstruksi, dan produksi (contoh, jika produk dihasilkan dari
material yang bisa di daur ulang).
3. Komunikatif (Communicative),” the product’s ability to communicate with
humans (that is, to transmit a message and the product’s adaptation to the
human perception and intellect). Examples of quality attributes in this entity
are attributes that involve the package’s ability to communicate with humans
through text and symbols” (kemampuan untuk berkomunikasi dengan manusia
(yaitu untuk menyampaikan suatu pesan dan adaptasi produk kepada persepsi
dan akal manusia). Contoh atribut kualitas pada variabel ini adalah atribut
yang melibatkan kemampuan produk untuk berkomunikasi dengan manusia
melalui teks dan lambang/simbol).
II.8. Sintesis Studi Literatur
Berdasar pada studi literatur yang telah dilakukan sebelumnya, sintesis
yang dihasilkan pada penelitian ini adalah beberapa peneliti berpendapat bahwa
kemasan (packaging) dapat mempengaruhi kesan kualitas (perceived quality)
konsumen atas produk (Sanders dan Green, 1989; Chueh dan Kao, 2004; Lorgen
dan Witell, 2005) dan lebih jauh lagi mempengaruhi minat pembelian (intention to
27
buy) (Silayoi dan Speece, 2004) serta keputusan pembelian (purchase decision)
(Andriani, 2005) konsumen terhadap produk tersebut.
Salah satu pendapat
tersebut masih berupa teori dan belum terbukti secara ilmiah (Sanders dan Green,
1989; Chueh dan Kao, 2004), tetapi beberapa di antaranya sudah terbukti secara
ilmiah meski tidak menghubungkan kemasan terhadap kesan kualitas melainkan
menghubungkan kemasan dengan minat dan keputusan pembelian konsumen atas
produk. Penelitian-penelitian tersebut menggunakan berbagai macam metode
penelitian, seperti penelitian yang dilakukan oleh Lorgen dan Witell (2005)
dengan menggunakan metode kuantitatif (De Run dan Fah, 2006; Löfgren dan
Witell, 2005; Folkes dan Matta, 2004; Lee dan Lye, 2003; Rettie dan Brewer,
2000; Thogersen, 1999) dengan menggunakan variabel-variabel seperti bahasa,
elemen-elemen kemasan, atribut-atribut kualitas, penilaian visual, volume
kemasan, kemasan manual, verbal dan non verbal komponen kemasan; metode
kualitatif (Silayoi dan Speece, 2004; Underwood, 2003) dengan variabel
penelitian seperti elemen-elemen kemasan, keputusan pembelian, brand
communication; serta mix kedua metode tersebut (Andriani, 2005) dengan
variabel kemasan dan minat pembelian. Berdasar dari beberapa literatur yang ada,
hubungan antara kemasan terhadap kesan kualitas hanya berupa opini peneliti atau
praktisi tertentu dan belum dapat dibuktikan secara ilmiah melalui sebuah
penelitian.
Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif, penelitian ini
diharapkan menghasilkan konsep dan informasi yang lebih mendalam mengenai
desain kemasan dan perilaku konsumen, terutama pada kesan kualitas (perceived
quality) konsumen pada suatu produk yang tidak dilakukan pada penelitianpenelitian terdahulu. Alasan penelitian ini menggunakan metode kualitatif karena
penelitian ini bersifat ekploratorik dengan studi kasus pada produk sampo Sunsilk
di Indonesia. Studi kasus karena digunakan dalam penelitian ini karena metode ini
dianggap tepat mengingat penelitian ini berkenaan dengan pertanyaan how atau
why dan peneliti sedikit memiliki peluang untuk mengontrol peristiwa yang akan
diselidiki serta fokus penelitiaannya terletak pada fenomena kontemporer (masa
kini) di dalam konteks kehidupan nyata (Yin, 2003).
28
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini bersifat eksploratorik, yaitu
analisis yang hanya mengeksplorasi data yang bersifat deskriptif; dan pada
penelitian ini dirancang untuk mengetahui pengaruh packaging (kemasan)
terhadap perceived quality. Menurut Dey (1993), pendekatan deskriptif bertujuan
“to providing thorough descriptions and interpretations of social phenomena,
including its meaning to those who experience it.” Kelebihannya adalah peneliti
akan mendapat data yang scope-nya luas dan lebih mendalam. Sedangkan
kekurangannya adalah data yang didapat terkadang tidak sesuai (melenceng) topik
penelitian. Di sinilah dibutuhkan kecermatan dan fokus dari peneliti untuk
mengkategorisasi dan menganalisa data yang diperoleh.
29
Download