KATA PENGANTAR Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut

advertisement
KATA PENGANTAR
Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut Pemilu merupakan indikasi
kehidupan demokrasi suatu negara yang meliputi daerah-daerah, tak terkecuali di
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Selain itu Pemilu juga menggambarkan
peta kehidupan sosial budaya, dan ekonomi masyarakat di suatu daerah. Sebagai
salah satu sarana demokrasi, Pemilu menunjukkan kualitas kehidupan demokrasi
dalam memilih wakil rakyat dan pemimpin yang bertanggung jawab terhadap
kesejahteraan rakyat. Parameter kehidupan demokrasi suatu negara bukan hanya
dilihat dari bagaimana Pemilu diselenggarakan, tetapi juga dilihat dari bagaimana
masyarakat ambil bagian dalam proses Pemilu tersebut.
Sebuah daerah tentunya memiliki karakteristik pemilih yang berbeda-beda,
sehingga sangat menarik untuk diteliti lebih jauh. Demikian juga halnya dengan
karakteristik pemilih di Kabupaten Belitung, baik yang bermukim di wilayah
perkotaan maupun yang bermukim di wilayah pedesaan atau wilayah pesisir. Ada
faktor pendorong dan faktor penghambat yang akan membuat penyelenggaraan
Pemilu di wilayah tersebut menjadi berkualitas. Dalam hal ini masyarakat akan
menjadi sasaran dari mobilisasi kepentingan-kepentingan tertentu. Menguatnya
faktor pendorong ini akan menghasilkan partisipasi politik yang tinggi, sementara
faktor penghambat akan menyebabkan rendahnya partisipasi politik. Sudah pasti
banyak alasan yang membuat masyarakat di perkotaan dan di pedesaan atau
wilayah pesisir Kabupaten Belitung ini melek politik (political literacy).
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif
yang bersifat deskriptif, yakni peneliti mencoba mendeskripsikan fenomena
partisipasi politik di wilayah perkotaan dan wilayah pedesaan atau wilayah pesisir
Kabupaten Belitung. Berdasarkan data kualitatif yang dideskripsikan, diketahui
bagaimana faktor pendorong dan faktor penghambat yang membuat warga melek
politik. Sehingga dapat dilakukan upaya peningkatan dengan penerapan strategi
dan kebijakan.
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian riset ini.
Tanjungpandan, 14 Agustus 2015
KOMISI PEMILIHAN UMUM
KABUPATEN BELITUNG
KETUA,
SONI KURNIAWAN, SH
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014i
Di Kabupaten Belitung
LAPORAN RISET
DENGAN TEMA
TINGKAT MELEK POLITIK WARGA
DALAMPEMILU 2014
DI KABUPATEN BELITUNG
PENULIS :
Fithrorozi, S.Kom,ME
ENUMERATOR :
HendraWiryansyah,S.Pd
Rakhmat Prayogi,SKM
KELOMPOK KERJA :
Yudi Ariyanto,S.IKom
Ilham
Arifin,S.IP
Nazuri,S.IP
Soni Kurniawan,SH
Agus Sumardi,SE
Muliadi,S.IP
Rezeki Aris Munazar
Zuhri Wahyudi, AMd
EDITOR :
Galih Prawira,ST
DESAIN COVER :
Pebriyandi
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014ii
Di Kabupaten Belitung
ABSTRAKSI
Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut Pemilu merupakan indikasi
kehidupandemokrasi suatu daerah, tak terkecuali di Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung. Selain itu Pemilu juga menggambarkan peta kehidupan sosial budaya,
dan ekonomi masyarakat di suatu daerah. Sebagai salah satu sarana demokrasi,
Pemilu menunjukkan kualitas kehidupan demokrasi dalam memilih wakil rakyat
dan pemimpin yang bertanggung jawab terhadap kesejahteraan rakyat.
Sebuah daerah tentunya memiliki karakteristik pemilih yang berbeda-beda,
sehingga sangat menarik untuk diteliti lebih jauh. Demikian juga halnya dengan
karakteristik pemilih di Kabupaten Belitung, baik yang bermukim di wilayah
perkotaan maupun yang bermukim di wilayah pedesaan atau wilayah pesisir. Ada
faktor pendorong dan faktor penghambat yang akan membuat penyelenggaraan
Pemilu di wilayah tersebut menjadi berkualitas. Dalam hal ini masyarakat akan
menjadi sasaran dari mobilisasi kepentingan-kepentingantertentu.Menguatnya
faktor pendorong ini akan menghasilkan partisipasi politik yang tinggi, sementara
menguatnyafaktor penghambat akan menyebabkan rendahnya partisipasi politik.
Desain penelitian yang digunakan oleh peneliti, adalah penelitian kualitatif yang
bersifat deskriptif, yaitu peneliti mencoba mendeskripsikan suatu objek atau
fenomena dalam kata-kata yang naratif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
sejauh mana faktorpendorong dan faktorpenghambat dalam partisipasi politik
masyarakat di wilayah pesisirKabupaten Belitung pada Pemilu 2014.
Hasil penelitian menunjukkantentang bagaimana bentuk-bentuk partisipasi politik
pemilih di wilayah pesisirKabupaten Belitung pada Pemilu 2014. Pertama, faktorfaktor yang mempengaruhi partisipasi politik. Kedua, strategi dan kebijakan apa
saja yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kesadaran, pengetahuan atau
melek politik warga di wilayah pesisir. Untuk menganalisis temuan terhadap
fenomena partisipasi politik pemilih di Kabupaten Belitung dalam Pemilu
Legislatif dan Pemilu Presiden Tahun 2014.
Teori yang digunakan oleh peneliti dalam menganalisis data mengenai masalah
partisipasi politik pemilih di wilayah pesisir Kabupaten Belitung, adalah teori dari
Milbrath yang menyatakan partisipasi politik seseorang dapat dipengaruhi oleh
dua faktor yaitu faktor pendorong dan faktor penghambat.
Kata Kunci : Faktor Pendorong, Faktor Penghambat, Wilayah Pesisir
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014iii
Di Kabupaten Belitung
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1.Responden.............................................................................................30
Tabel 3.1.Penyebaran Pulau dan Luas Wilayah Menurut Kecamatan di
Kabupaten Belitung…...........................................................................35
Tabel 3.2.Jumlah Desa,Dusun,RT, RW dan TPS MenurutKecamatan di
Kabupaten Belitung Tahun 2014….....................................................36
Tabel3.3. Pemeluk Agama di Kabupaten Belitung Tahun 2013-2014.................38
Tabel3.4. Perkembangan Penduduk Rawan Sosial Kabupaten BelitungTahun
2012-2014…………………………...…………………………...........41
Tabel 3.5. Perkembangan Penduduk Cacat di Kabupaten Belitung Tahun 20132014.......................................................................................................42
Tabel 3.6. Komposisi Mata Pencaharian Penduduk Kabupaten Belitung Tahun
2007.......................................................................................................43
Tabel 3.7.Jumlah Sekolah dan Guru di Kabupaten Belitung Tahun 20122014.......................................................................................................46
Tabel4.1. Partisipasi Politik dan Distribusi Pemilih Laki-laki dan Perempuan
Pada Pileg 2014 Menurut KecamatandiKabupatenBelitung…..…….51
Tabel 4.2. Partisipasi Politik dan Distribusi Pemilih Laki-laki dan Perempuan
Pada Pilpres 2014 Menurut KecamatandiKabupatenBelitung…..…..52
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014iv
Di Kabupaten Belitung
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1. Kerangka Pemikiran Penelitian..……………...……………………27
Gambar 3.1. Piramida Pemilih Yang Terdaftar Pada DPT Pemilu Presiden Tahun
2014 di Kabupaten Belitung..............................................................49
Gambar4.1.PartisipasiPolitikPeriode 2008-2013...............................................65
Gambar 4.2.Grafik Jumlah Rumah Tangga Miskin di Kabupaten Belitung Pada
Tahun 2005 dan 2008........................................................................73
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014v
Di Kabupaten Belitung
DAFTAR ISI
Kata Pengantar...................................................................................................... i
Laporan Riset, Tema dan Susunan Tim………...……………………………...ii
Abstraksi................................................................................................................iii
Daftar Tabel..........................................................................................................iv
Daftar Gambar.......................................................................................................v
Daftar Isi................................................................................................................vi
BAB I :PENDAHULUAN....................................................................................1
A. Latar Belakang….....................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................3
C. Tujuan Penelitian.....................................................................................3
D. Manfaat Penelitian...................................................................................4
E. Tinjauan Pustaka.....................................................................................5
F. Kerangka Pemikiran..............................................................................27
BAB II:METODEPENELITIAN.....................................................................28
A. Jenis Penelitian…..................................................................................28
B. Sumber Informasi..................................................................................30
C. Teknik Pengumpulan Data....................................................................31
D. Teknik Analisis Data.............................................................................33
BAB III: LOKASI DAN SUBJEK PENELITIAN..........................................35
A. Aspek Geografis…................................................................................35
B. Aspek Sosial Budaya.............................................................................37
C. Aspek Kesejahteraan Masyarakat..........................................................38
D. Aspek Sumberdaya Manusia.................................................................42
E. Aspek Kehidupan Demokrasi................................................................47
BAB IV :PEMBAHASAN..................................................................................50
A. Temuan-Temuan....................................................................................50
B. Analisis Temuan....................................................................................56
BAB V: PENUTUP….........................................................................................95
C. Kesimpulan............................................................................................95
D. Rekomendasi.........................................................................................98
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................100
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014vi
Di Kabupaten Belitung
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Merangkai asa demi memenuhi kebutuhan hidup masyarakat,
menuntut kita untuk selalu sadar bahwa negara ini dibangun dari rakyat, oleh
rakyat, dan untuk rakyat. Sehingga untuk mewujudkan asa hidup bernegara dan
bermasyarakat yang lebih baik, membutuhkan hubungan yang kuat antara
pemerintah sebagai penyelenggara pemerintahan, dan masyarakat yang
ditempatkan sebagai subjek dari pembangunan itu sendiri. Dalam kehidupan
berdemokrasi, Pemilihan Umum atau selanjutnya disebut Pemilu, menjadi
instrumen untuk mewujudkan asa terhadap masa depan yang lebih baik.
Dengan pemilu diharapkan negara dan warga negara menjalankan kewajiban
agar hak-hak ekonomi, dan hak-hak politik dapat terjamin.
Dengan Pemilu juga diungkap kondisi sosial dan ekonomi
masyarakat, atribut-atribut data yang melekat pada individu pemilih, daerah
pemilihan memberikan gambaran yang lebih luas kondisi sosial, ekonomi dan
budaya. Untuk itu data tidak saja berguna untuk analisis politik, tetapi juga
fenomena sosial terkait dengan perencanaan pembangunan daerah. Hakekatnya
Pemilu merupakan polling "paling lengkap" karena melibatkan seluruh warga
negara yang benar-benar punya hak pilih, tidak seperti polling yang
menggunakan sampel (Seta Basr). Dengan Pemilu diharapkan masyarakat
dapat mempengaruhi pengambilan keputusan politik. Partisipasi politik
dilakukan orang dalam posisinya sebagai warga negara, bukan politikus atau
pun pegawai negeri, dan sifat partisipasi politik ini adalah sukarela, bukan
dimobilisasi oleh negara atau pun partai yang berkuasa (Samuel, 1990).
Banyak faktor yang menjadikan tingkat partisipasi mengalami trend
penurunan, diantaranya adalah jenuh dengan frekuensi penyelenggaraan
Pemilu yang tinggi, ketidakpuasan atas kinerja sistem politik yang tidak
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
1
memberikan perbaikan kualitas hidup, mal-administrasi penyelenggaraan
pemilu, adanya paham keagamaan anti demokrasi, dan melemahnya kesadaran
masyarakat tentang pentingnya Pemilu sebagai instrumen transformasi sosial
dan lain sebagainya ( KPU, 2013).
Menurut
Hafiz,
penyelenggaraan
Pemilu
di
Indonesia
yang
menghasilkan tingkat partisipasi masyarakat sebesar 71,5%. Tingkat partisipasi
politik sebesar itu dinilai cukup baik. Meskipun jika dibandingkan partisipasi
politik di Kabupaten Belitung angka tersebut lebih rendah. Pada Pemilu 2014
misalnya, partisipasi politik pada Pileg 2014 mencapai 77,23 % lebih tinggi
dibandingkan pada Pilpres 2014 yang mencapai 75,78 %. Penurunan partisipasi
politik ini tentu dipengaruhi banyak faktor. Salah satunya dipengaruhi oleh
karakter individu dan karakter sosial masyarakat. Dari berbagai fernomena
yang muncul, diketahui faktor pendorong dan faktor penghambat. Dengan
mengetahui kedua faktor tersebut diharapkan upaya KPU Kabupaten Belitung
dapat menentukan strategi dan kebijakan dalam menentukan masa depan
kehidupan demokrasi di Kabupaten Belitung. Tentunya kualitas kehidupan
demokrasi tidak hanya dilihat dari seberapa banyak warga yang menggunakan
hak pilih tetapi lebih dicermati bagaimana warga menggunakan hak pilih,
apakah didasarkan oleh kesadaran atau pendidikan politik atau tidak.
Telaah terhadap fenomena partisipasi politik di wilayah pesisir
Kabupaten Belitung berfokus pada aktivitas Pemilu Legislatif tahun 2014,
untuk memilih anggota DPRD Kabupaten Belitung, dan Pemilu Presiden tahun
2014 untuk memilih Kepala Negara. Sedangkan untuk mengetahui tingkat
melek politik warga, didahului dengan menelaah pola partisipasi politik warga,
mulai dari proses pendataan pemilih, pelaksanaan kampanye, hingga
pemberian suara di TPS. Tingkat partipasi politik tersebut kemudian dianalisa
untuk mengetahui karakter sosial, budaya dan ekonomi masyarakat pesisir.
Artinya, perlu dilihat bagaimana hubungan tingkat partisipasi masyarakat
dengan latar belakang sosial, budaya dan ekonomi, serta bagaimana intervensi
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
2
penyelenggara Pemilu mempengaruhi dan meningkatkan kualitas dari
partisipasi politik tersebut. Pada akhirnya partisipasi politik memberikan
keyakinan bahwa Pemilu merupakan alat untuk merubah masa depan
masyarakat itu sendiri.
Untuk memenuhi tujuan yang ingin dicapai, dilakukan penelitian
dengan metodologi dan rumusan masalah yang mengacu pada tema utama,
yakni “Tingkat Melek Politik Warga (Political Literacy)”. Dari tema tersebut,
kemudian diturunkan menjadi judul penelitian, yaitu “Merangkai Asa
Membangun Kehidupan Demokrasi Di Wilayah Pesisir Kabupaten Belitung”.
B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dalam penelitian ini akan dikemukakan lebih lanjut
ke dalam bentuk sub pertanyaan yang akan diteliti. Selanjutnya akan dijadikan
pedoman pengorganisasian operasional dan pelaporan hasil penelitian.
Beberapa sub pertanyaan tersebut sebagai berikut :
1. Seberapa tinggi atau dalam melek politik masyarakat pesisir di Kabupaten
Belitung ?
2. Bagaimana melek politik masyarakat pesisir di Kabupaten Belitung selama
ini terbentuk?
3. Faktor apa saja yang mempengaruhi terbentuknya melek politik masyarakat
pesisir pada Pemilu Legislatif maupun Pemilu Presiden Tahun 2014?
4. Strategi dan kebijakan apa saja yang perlu dirumuskan untuk meningkatkan
melek politik masyarakat pesisir Kabupaten Belitung?
C. TUJUAN PENELITIAN
Kabupaten Belitung merupakan bagian dari wilayah Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung. Karakteristik kepulauan ini pada akhirnya
berpengaruh kepada dinamika kehidupan sosial, budaya dan ekonomi
masyarakat baik karena pendidikan, kondisi demografi maupun tradisi budaya
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
3
masyarakat setempat. Maksud dari penelitian ini untuk mengetahui bagaimana
proses terjadinya partisipasi politik masyarakat pesisir di Kabupaten Belitung
dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden Tahun 2014. Tujuan penelitian
ini diselaraskan dengan petunjuk teknis penelitian yang tercantum pada Surat
KPU RI Nomor 155/KPU/IV/2015 tanggal 6 April 2015 perihal pedoman riset
tentang partisipasi dalam Pemilu, kemudian dikerucutkan pada 3 (tiga) tujuan
utama sebagai berikut :
1. Ingin mengkaji faktor pendorong apa yang membuat pemilih di wilayah
pesisir di Kabupaten Belitung melek politik pada Pemilu Legislatif dan
Pemilu Presiden Tahun 2014.
2. Mengetahui faktor penghambat apa saja yang mempengaruhi warga pesisir
untuk berpartisipasi pada Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden Tahun
2014.
3. Strategi atau kebijakan apa saja yang perlu dirumuskan untuk meningkatkan
melek politik masyarakat pesisir.
D. MANFAAT PENELITIAN
Identifikasi kendala penelitian dilakukan terhadap tahapan penelitian
meliputi :
1. Persiapan Penelitian
Kendala berkaitan dengan persepsi terhadap tema, topik atau fokus
penelitian. Sehingga perlu ada kesamaan persepsi terhadap judul dan
proposal laporan penelitian yang akan diteliti.
2. Pelaksanaan Penelitian
Sumber informasi tidak memberikan informasi yang menggambarkan
kondisi riil dihadapi sehingga peneliti merasa perlu untuk mencari sumber
informasi terkait dengan kondisi dan pertanyaan yang belum dipahami, baik
oleh narasumber maupun oleh peneliti sendiri melalui metode wawancara
dan Fokus Group Discussion.
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
4
E. TINJAUAN PUSTAKA
1. Masyarakat Pesisir dan Budaya Politik
Kawasan pesisir adalah wilayah daratan dan wilayah laut yang bertemu di
garis pantai, dimana wilayah daratan mencakup daerah yang tergenang atau
tidak tergenang air yang dipengaruhi oleh proses-proses laut seperti pasang
surut, angin laut, dan intrusi air laut. Sedangkan wilayah laut mencakup
perairan yang dipengaruhi oleh proses-proses alami daratan seperti
sedimentasi dan aliran air tawar ke laut serta perairan yang dipengaruhi oleh
kegiatan manusia di darat (Bengen, 2000:3).
Definisi lain menyebutkan penetapan kawasan pesisir bisa ditentukan
dengan pendekatan administratif, dimana wilayah pesisir adalah wilayah
yang mempunyai batas terluar sebelah hulu dari kecamatan atau kabupaten
atau kota, yang mempunyai laut kearah laut sejauh 12 mil dari garis pantai
untuk provinsi dan sepertiganya untuk kabupaten atau kota.
Tempat atau kawasan dimana masyarakat hidup menggambarkan konsep
kebudayaan suatu masyarakat termasuk budaya politik. Budaya politik
merupakan pola perilaku suatu masyarakat dalam kehidupan bernegara,
penyelenggaraan administrasi negara, politik pemerintahan, hukum, adat
istiadat, dan norma kebiasaan yang dihayati oleh seluruh anggota
masyarakat pada setiap harinya. Budaya politik juga dapat diartikan sebagai
suatu sistem nilai bersama suatu masyarakat yang memiliki kesadaran untuk
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan kolektif, dan penentuan
kebijakan publik untuk masyarakat seluruhnya. Istilah budaya politik
meliputi legitimasi, pengaturan kekuasaan, proses pembuatan kebijakan
pemerintah, kegiatan Parpol, perilaku aparat negara, gejolak masyarakat
terhadap kekuasaan yang memerintah. Legitimasi diartikan seberapa jauh
masyarakat atau menerima dan mengakui kewenangan, keputusan atau
kebijakan yang diambil oleh seorang pemimpin. Kegiatan politik memasuki
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
5
dunia keagamaan, kegiatan ekonomi dan sosial serta kehidupan pribadi dan
sosial secara luas.
Sejarah
mencatat,
perkembangan
kebudayaan
berperan
dalam
mempengaruhi dan membentuk pemikiran politik suatu bangsa. Apa yang
dikemukakan oleh Filosuf Yunani tentang trias politica berkaitan dengan
kultur masyarakat pada masa itu, lalu berkembang ke negara barat hingga ke
Indonesia yang diwujudkan dengan lembaga eksekutif, yudikatif, dan
legislatif. Keberadaan tiga kekuatan politik ini ternyata sudah berkembang
sejak lama dalam tatanan masyarakat tradisional seperti tiga tungku
sajarangan dalam masyarakat Minang yang terdiri dari cerdik-pandai, alim
ulama dan ninik mamak. Adapun tipe-tipe budaya politik yang berkembang
dalam kehidupan masyarakat (Wahyuningrum, 2013) mencakup :
a. Budaya politik parokial, yaitu budaya politik yang tingkat partisipasi
politiknya sangat rendah. Budaya politik suatu masyarakat dapat
dikatakan parokial apabila frekuensi orientasi mereka terhadap empat
dimensi penentu budaya politik mendekati nol atau tidak memiliki
perhatian sama sekali terhadap keempat dimensi tersebut. Tipe budaya
politik ini umumnya terdapat pada masyarakat suku Afrika atau
masyarakat pedalaman di Indonesia. dalam masyarakat ini tidak ada
peran politik yang bersifat khusus. Kepala suku, kepala kampung, kyai,
atau dukun yang biasanya merangkum semua peran yang ada, baik peran
yang bersifat politis, ekonomis atau religius.
b. Budaya politik kaula (subjek), yaitu budaya politik masyarakat yang
bersangkutan sudah relatif maju baik sosial maupun ekonominya, tetapi
masih bersifat pasif. Budaya politik suatu masyarakat dapat dikatakan
subyek jika terdapat frekuensi orientasi yang tinggi terhadap pengetahuan
sistem politik secara umum dan objek output atau terdapat pemahaman
mengenai penguatan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Namun
frekuensi orientasi mengenai struktur dan peranan dalam pembuatan
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
6
kebijakan yang dilakukan pemerintah tidak terlalu diperhatikan. Para
subyek menyadari akan otoritas pemerintah dan secara efektif mereka
diarahkan pada otoritas tersebut. Sikap masyarakat terhadap sistem
politik yang ada ditunjukkan melalui rasa bangga atau malah rasa tidak
suka. Intinya, dalam kebudayaan politik subyek, sudah ada pengetahuan
yang memadai tentang sistem politik secara umum serta proses
penguatan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.
c. Budaya politik partisipan, yaitu budaya politik yang ditandai dengan
kesadaran politik yang sangat tinggi. Masyarakat mampu memberikan
opininya dan aktif dalam kegiatan politik. Dan juga merupakan suatu
bentuk budaya politik yang anggota masyarakatnya sudah memiliki
pemahaman yang baik mengenai empat dimensi penentu budaya politik.
Mereka memiliki pengetahuan yang memadai mengenai sistem politik
secara umum, tentang peran pemerintah dalam membuat kebijakan
beserta penguatan, dan berpartisipasi aktif dalam proses politik yang
berlangsung. Masyarakat cenderung diarahkan pada peran pribadi yang
aktif dalam semua dimensi di atas, meskipun perasaan dan evaluasi
mereka terhadap peran tersebut bisa saja bersifat menerima atau
menolak.
2. Partisipasi Politik
Kata partisipasi berasal dari kata to participate, yang dapat diartikan ikut
serta. Menurut Tosun partisipasi dapat membuat masyarakat, penduduk
melakukan berbagai kegiatan, baik itu berskala lokal maupun nasional.
Partisipasi yang dilakukan masyarakat berbeda-beda tingkatannya, akibat
dari perbedaan skala kegiatan. Partisipasi itu antara lain, partisipasi karena
paksaan (manipulative participation), partisipasi dengan kekuasaan dan
ancaman (coercive participation), partisipasi karena adanya dorongan
(indiced
participation),
partisipasi
yang
bersifat
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
pasif
(passive
7
participation), dan partisipasi secara spontan (spontaneous participation).
Sedangkan dari segi bentuk, partisipasi memiliki dua bentuk, yaitu
partisipasi horizontal dan partisipasi vertikal. Terdapat kaitan yang erat
antara partisipasi dan insentif, tanpa suatu insentif maka partisipasi tersebut
berubah makna dari suatu keinginan manusia untuk ikut serta secara
sukarela dalam suatu kegiatan yang dianggap dapat memperbaiki harkat
hidup masyarakat menjadi suatu tindakan paksaan (Tosun, 2004: 494). Jadi
pengertian partisipasi masyarakat adalah keikutsertaan masyarakat atau
penduduk dalam berbagai kegiatan baik yang bersifat lokal maupun
nasional, dapat terjadi secara sukarela, paksaan, spontan, adanya dorongan
maupun pasif dengan bentuk secara vertikal atau horizontal. Pada rezim
Orde Baru, kekuasaan penguasa begitu kuat hingga memaksa rakyat untuk
tunduk pada kebijakan penguasa, namun demikian dengan atau tanpa
paksaan mereka bisa disebut sebagai partisipan.
Partisipasi berarti peran serta seseorang atau kelompok masyarakat dalam
proses pembangunan baik dalam bentuk pernyataan maupun dalam bentuk
kegiatan dengan memberi masukan pikiran, tenaga, waktu, keahlian, modal
dan atau materi, serta ikut memanfaatkan dan menikmati hasil-hasil
pembangunan (I Nyoman Sumaryadi, 2010: 46). Sedangkan pengertian
partisipasi seperti dikemukakan oleh Fasli Djalal dan Dedi Supriadi (2001:
201-202), dimana partisipasi dapat juga berarti bahwa pembuat keputusan
menyarankan kelompok atau masyarakat ikut terlibat dalam bentuk
penyampaian saran dan pendapat, barang, keterampilan, bahan dan jasa.
Partisipasi dapat juga berarti bahwa kelompok mengenal masalah mereka
sendiri, mengkaji pilihan mereka, membuat keputusan, dan memecahkan
masalahnya.
Partisipasi politik sebenarnya merupakan suatu konsep yang sudah populer
dalam Ilmu Politik. Namun demikian penggunaannya sering bermacammacam sehingga menimbulkan pemahaman konsep yang berbeda-beda.
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
8
Sekalipun demikian, sebagian besar ilmuan politik bersepakat bahwa yang
dimaksudkan dengan partisipasi politik itu adalah bagaimana keterlibatan
masyarakat atau rakyat banyak di dalam kegiatan-kegiatan politik. Jika
dilihat dari kadar dan jenis aktifitasnya, Milbrath dan Goel membedakan
partisipasi politik dalam beberapa kategori, yaitu :
a) Apatis (masa bodoh), yaitu orang yang menarik diri dari aktivitas politik;
b) Spektator, yaitu orang-orang yang paling tidak, pernah ikut dalam
Pemilihan Umum;
c) Gladiator, yaitu orang-orang yang secara aktif terlibat dalam proses
politik, yakni sebagai komunikator dengan tugas khusus mengadakan
kontrak tatap muka, aktivis partai dan pekerja kampanye, aktivis
masyarakat;
d) Pengeritik, yaitu orang-orang yang berpartisipasi dalam bentuk yang
tidak konvensional.
Sitepu
(2012:92)
Herbert
McKlosky (1972:252)
dalam
Budiardjo
(2008:367) memberikan definisi partisipasi politik sebagai berikut,
partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat
melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa,
dan secara langsung atau tidak langsung dalam proses pembentukan
kebijakan-kebijakan umum (the term of political participation will refer to
those voluntary activities by which members of a society share in the
selection of rulers and directly or indirectly, in the formation of public
policy). Miriam Budiardjo (2008:367) mengatakan bahwa partisipasi politik
merupakan kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta
secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan jalan memilih
pimpinan negara dan secara langsung atau tidak langsung, mempengaruhi
kebijakan pemerintah (public policy).
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
9
Suwondo (2005) menerangkan bahwa partisipasi politik dapat dilihat dari
beberapa pendekatan. Pertama, pendekatan yang menekankan pada faktor
sosiologi di dalam membentuk sikap dan tindakan masyarakat untuk
melakukan pilihan di Pemilihan Umum. Pendekatan sosiologis melihat dari
pendekatan pada pentingnya peranan kelas atas preferensi seseorang.
Pendekatan ini menyakini bahwa kelas merupakan basis pengelompokan
politik, sebab partai-partai politik tumbuh dan berkembang berdasarkan
kelompok-kelompok yang ada di masyarakat yang berlainan karena
kepentingan ekonomi masing-masing. Pendekatan partisipasi tidak hanya
didasarkan kepada perbedaan kelas tetapi juga sangat dipengaruhi oleh
tingkat pendapatan seseorang, daerah tinggal seseorang, pekerjaan
seseorang dan lain sebagainya, khususnya berkaitan dengan sisi sosiologis.
Misalnya pertama, individu/masyarakat yang mengidentifikasikan dirinya
sebagai “orang kecil” akan memberikan suaranya kepada calon anggota
legislatif atau partai politik yang mempunyai positioning dengan cara
mengidentifikasikan dirinya seperti rakyat pemilih sebagai partai wong
cilik. Kedua, rakyat pemilih yang tinggal di suatu daerah/bekerja di suatu
kantor/bekerja di suatu tempat, yang kebetulan daerah atau kantor atau
tempat tersebut dikenal sebagai basis suatu sekelompok tertentu, sehingga
secara tidak langsung akan memilih calon-calon anggota legislatif dan partai
politik di tempat tinggalnya atau di tempat mereka bekerja. Ketiga,
masyarakat/individu yang berpendidikan tinggi akan memilih calon-calon
anggota legislatif dan partai politik yang mengidentifikasikan diri
pemilihnya sebagai orang-orang pintar atau cendikiawan. Keempat, dilihat
dari sisi pekerjaan, akan ditarik suatu kesimpulan yang menyatakan bahwa,
pemilih yang bekerja sebagai guru akan memilih calon anggota legislatif
yang berasal dari golongan guru pula, para pegawai di kantor atau suatu
dinas akan cenderung memilih calon anggota legislatif yang berasal dari
lingkungan mereka sendiri dan seterusnya.
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
10
Pendekatan kedua, pendekatan yang lebih memberikan penekanan kepada
faktor psikologis dari pemilih itu sendiri. Pendekatan psikologis,
menjelaskan bahwa partisipasi menitik beratkan pada kedekatan seseorang
terhadap calon anggota legislatif, karena kedekatannya dengan agama yang
dianut, atau juga pekerjaan orang tua dan lain sebagainya. Leo Agustino
(2005:2) merumuskan sebagai berikut :
Pertama,
“keyakinan
sosioreligius
variabel
yang signifikan
merupakan
dimana
dalam
keyakinan
keagamaan
mempengaruhi
politik
seseorang”. Hal ini dijelaskan pada saat Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati
Belitung, dimana isu-isu agama mencuat. Kedua, pola kedaerahan dimana
seorang Caleg dapat didukung karena merasa satu daerah dengan pemilih.
Hal ini terlihat dari antusiasme pemilih dalam mendukung Caleg yang
berasal dari kalangan mereka. Tentu sikap ini mempertimbangkan upaya
Caleg
yang
memperjuangkan
kepentingan
pemilih.
Ketiga,
pola
kepemimpinan biasanya sikap pemilih khususnya masyarakat desa sangat
dipengaruhi oleh peran pemimpin non formal, seperti yang dilakukan tokoh
pemuda Zuhaidi kepada masyarakat Desa Kembiri.
Menurut Davis dalam Sastroadmojo (1995:85) partisipasi politik sebagai
mental dan emosional yang mendorong untuk memberikan sumbangan
kepada tujuan atau cita-cita kelompok atau turut bertanggung jawab
padanya. Herbert McKlosky berpendapat partisipasi politik adalah kegiatankegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil
bagian dalam proses pemilihan penguasa, dan secara langsung atau tidak
langsung, dalam proses pembentukan kebijakan-kebijakan umum. (the term
of political participation will refer to those voluntary activities by which
members of a society share in the selection of rulers and, directly or
indirectly, in the formation of public policy).
Menurut
Ramlan
Surbakti
(1992),
partisipasi
politik
merupakan
keikutsertaan warga negara biasa dalam menentukan segala keputusan yang
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
11
menyangkut atau mempengaruhi hidupnya. Sementara Michael Rushdan
Philip Althof menjelaskan partisipasi politik sebagai usaha terorganisir oleh
para warga negara untuk memilih pemimpin-pemimpin mereka dan
mempengaruhi bentuk dan jalannya kebijaksanaan umum (Rush, 2000).
Berbeda dengan pendapat-pendapat terdahulu, Sudijono Sastroatmodjo
(Sastroatmodjo, 1995) mengartikan partisipasi politik sebagai kegiatan
seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara efektif dalam
kehidupan politik yaitu dengan jalan memilih pimpinan negara secara
langsung dalam mempengaruhi kebijakan pemerintah.
Pengertian lainnya adalah partisipasi politik berupa kegiatan mempengaruhi
pemerintah yang dilakukan langsung atau tidak langsung berarti dia
melakukan sendiri tanpa menggunakan perantara, tetapi ada pula yang tidak
langsung
melalui
orang-orang
yang
dianggap
dapat
menyalurkan
pemerintah (Huntington, 1994).
Partisipasi dikelompokkan menjadi 2 (dua) kelompok (Ramlan Surbakti,
1992), yakni :
a. Partisipasi aktif. Adalah kegiatan yang berorientasi pada proses input
dan output politik. Yang termasuk pada partisipasi aktif adalah
mengajukan usul mengenai suatu kebijakan umum, mengajukan alternatif
kebijakan umum yang berlainan dengan kebijakan yang dibuat
pemerintah, mengajukan kritik dan perbaikan untuk meluruskan
kebijakan, membayar pajak dan memilih pemimpin pemerintahan.
b. Partisipasi pasif. Adalah kegiatan yang berorientasi pada proses output.
Kegiatan yang termasuk pada partisipasi pasif adalah kegiatan yang
mentaati pemerintah, menerima, dan melaksanakan saja setiap keputusan
pemerintah. Partisipasi kolektif dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
partisipasi kolektif yang konvensional dan partisipasi kolektif non
konvensional.
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
12
Dari definisi di atas, partisipasi politik menuntut persyaratan ; 1) kegiatan
memilih wakil atau pemimpin untuk mempengaruhi kehidupan dirinya dan
kebijakan pemerintah, 2) dilakukan secara langsung tanpa perantara, 3)
merupakan kegiatan terorganisir seperti yang dilakukan oleh KPU, 4) untuk
memenuhi tujuan kelompok.
Bentuk partisipasi politik konvensional adalah pemberian suara, aktivitas
diskusi politik, kegiatan kampanye, aktivitas membentuk dan bergabung
dengan kelompok kepentingan lain, dan komunikasi individu dengan
pejabat politik.
Dalam demokrasi, yang menjalankan kedaulatan rakyat adalah wakil-wakil
rakyat yang dipilih atau ditentukan sendiri oleh rakyat. Partisipasi politik itu
sendiri dapat dijabarkan melalui aktivitas-aktivitas politik yang dilakukan
oleh masyarakat seperti pemungutan suara untuk memilih wakil rakyat atau
pun kepala negara, itu merupakan bentuk yang paling mudah kita kenali.
Pemilu legislatif 2014 merupakan rangkaian pesta demokrasi rakyat
Indonesia karena dilanjutkan dengan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
Michael Rush dan Philip Althoff dalam Maran (2001:148) mengidentifikasi
bentuk-bentuk partisipasi politik sebagai berikut :
 Menduduki jabatan politik atau administrasi
 Mencari jabatan politik atau administrasi
 Menjadi anggota aktif dalam suatu organisasi politik
 Menjadi anggota pasif dalam suatu organisasi politik
 Menjadi anggota aktif dalam suatu organisasi semi politik
 Menjadi anggota pasif dalam suatu organisasi semi politik
 Partisipasi
dalam
rapat
umum,
demonstrasi,
kampanye,
dan
sebagainya
 Partisipasi dalam diskusi politik internal
 Partisipasi dalam pemungutan suara
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
13
Sebagai suatu tindakan atau aktivitas, baik secara individual maupun
kelompok, partisipasi politik memiliki beberapa fungsi. Robert Lane dalam
studinya tentang keterlibatan politik, menentukan empat fungsi partisipasi
politik bagi individu-individu, yakni :
1. Sebagai sarana untuk mengejar kebutuhan ekonomis,
2. Sebagai sarana untuk menentukan suatu kebutuhan bagi penyesuaian
sosial,
3. Sebagai sarana untuk mengejar nilai-nilai khusus,
4. Sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan alam bawah sadar dan
kebutuhan psikologis tertentu.
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Politik
Partisipasi politik di negara-negara yang menerapkan sistem politik
demokrasi merupakan hak warga negara, tapi tidak semua warga negara
berperan serta dalam proses politik. Menurut pendapat beberapa ahli, ada
beberapa faktor yang menyebabkan orang mau atau tidak mau ikut
berpartisipasi dalam politik, antara lain ( Hendrik, 2010) :
a. Status sosial dan ekonomi. Status sosial ialah kedudukan seseorang
dalam masyarakat karena keturunan, pendidikan dan pekerjaan.
Sedangkan status ekonomi ialah kedudukan seseorang dalam lapisan
masyarakat berdasarkan kepemilikan kekayaan. Seseorang yang memiliki
status sosial yang tinggi diperkirakan tidak hanya memiliki pengetahuan
politik, tetapi juga mempunyai minat dan perhatian pada politik.
b. Situasi. Menurut Ramlan Surbakti, situasi politik juga dipengaruhi oleh
keadaan yang mempengaruhi faktor secara langsung seperti cuaca,
keluarga, kehadiran orang lain, keadaan ruang, suasana kelompok, dan
ancaman (Ramlan Surbakti, 1992).
c. Afiliasi politik orang tua. Afiliasi berarti tergabung dalam suatu
kelompok atau kumpulan. Afiliasi politik dapat dirumuskan sebagai
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
14
keanggotaan atau kerjasama yang dilakukan individu atau kelompok
yang terlibat ke dalam aliran-aliran politik tertentu. Afiliasi politik
mendorong tumbuhnya kesadaran dan kedewasaan politik masyarakat
untuk menggunakan hak politiknya secara bebas dan bertanggung jawab
dalam melakukan berbagai aktifitas politik, seperti ikut dalam partai
politik dalam pemerintahan, ikut dalam proses pengambilan dan
pelaksanaan keputusan politik (BN Marbun, 1996).
d. Pengalaman berorganisasi. Organisasi merupakan suatu sistem yang
mengatur kehidupan masyarakat atau bisa diartikan sebagai suatu
perilaku yang terpola dengan memberikan jabatan pada orang-orang
tertentu untuk menjalankan fungsi tertentu demi pencapaian tujuan
bersama (Bonar, 2004). Sejalan dengan pendapat tersebut, menurut Ibnu
Kencana (1997) partisipasi politik merupakan penentuan sikap dan
keterlibatan
hasrat
setiap
individu
dalam
situasi
dan
kondisi
organisasinya, sehingga pada akhirnya mendorong individu tersebut
untuk berperan serta dalam pencapaian tujuan organisasi serta ambil
bagian dalam sikap pertanggung jawaban bersama baik dalam situasi
politik yang melibatkan dukungan.
e. Kesadaran politik. Kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warga
negara yang menyangkut tentang pengetahuan seseorang tentang
lingkungan masyarakat dan politik, dan menyangkut minat dan perhatian
seseorang terhadap lingkungan masyarakat dan politik tempat dia hidup.
f. Kepercayaan terhadap pemerintah. Kepercayaan terhadap pemerintah
ialah penilaian seseorang terhadap pemerintah apakah ia menilai
pemerintah dapat dipercaya dan dapat dipengaruhi atau tidak, baik dalam
pembuatan kebijakan-kebijakan atau pelaksanaan pemerintahan.
g. Perangsang partisipasi melalui sosialisasi media massa dan diskusidiskusi informal.
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
15
Sedangkan menurut Sastroatmodjo (1995:14-15) faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku politik seseorang pemilih adalah sebagai berikut :
a. Faktor lingkungan sosial politik tak langsung seperti sistem politik,
sistem ekonomi, sistem budaya dan sistem media masa.
b. Faktor lingkungan sosial politik langsung yang mempengaruhi dan
membentuk kepribadian aktor politik seperti keluarga, agama, sekolah
dan kelompok pergaulan. Lingkungan sosial politik langsung ini
memberikan bentuk-bentuk sosialisasi dan internalisasi nilai dan norma
masyarakat pada aktor politik serta memberikan pengalaman-pengalaman
hidup.
c. Faktor struktur kepribadian yang tercermin dalam sikap individu. Pada
faktor ini ada tiga basis fungsional sikap untuk memahaminya. Basis
pertama adalah yang didasarkan pada kepentingan yaitu penilaian
seseorang terhadap suatu objek didasarkan pada minat dan kebutuhan
seseorang terhadap objek tersebut. Basis yang kedua atas dasar
penyesuaian diri yaitu penilaian yang dipengaruhi oleh keinginan untuk
menjaga keharmonisan dengan subyek itu. Basis yang ketiga adalah
sikap didasarkan pada fungsi ekternalisasi diri dan pertahanan.
d. Faktor sosial politik langsung yang berupa situasi yaitu, keadaan yang
mempengaruhi aktor secara langsung ketika akan melakukan sesuatu
kegiatan.
Secara umum, Wiemar menyebutkan paling tidak ada 5 (lima) faktor yang
mempengaruhi partisipasi politik :
a. Modernisasi. Modernisasi disegala bidang berimplikasi pada komersialisasi
pertanian, industrialisasi, meningkatnya arus urbanisasi, peningkatan tingkat
pendidikan, meluasnya peran media massa dan media komunikasi.
Kemajuan itu berakhir pada meningkatnya partisipasi warga negara,
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
16
terutama diperkantoran, untuk turut serta dalam kekuasaan politik, mereka
ini misalnya kaum buruh, pedagang dan para professional.
b. Terjadinya perubahan-perubahan struktur kelas esensial. Dalam hal ini
adalah munculnya kelas menengah dan pekerja baru yang semakin meluas
dalam era industrialis, kemunculan tentu saja diikuti tuntutan-tuntutan baru
yang pada gilirannya akan mempengaruhi kebijakan-kebijakan pemerintah.
c. Pengaruh kaum intelektual dan meningkatnya komunikasi masa. Ide-ide
nasionalisme, liberalisme, dan egalitarisme, membangkitkan tuntutantuntutan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Komunikasi
yang meluas mempermudah partisipasi warga negara dalam kehidupan
politik.
d. Adanya konflik diantara pemimpin-pemimpin politik. Pemimpin politik
yang saling memperebutkan kekuasaan, seringkali untuk mencapai
kemenangan dilakukan dengan cara mencari dukungan massa. Dalam
konteks ini seringkali terjadi partisipasi yang dimobilitasi.
e. Adanya keterlibatan pemerintah yang semakin meluas dalam urusan sosial,
ekonomi dan kebudayaan. Meluasnya ruang lingkup aktivitas pemerintah ini
seringkali merangsang tumbuhnya tuntutan yang terorganisir untuk ikut
serta dan
mempengaruhi keputusan politik. Hal tersebut merupakan
konsekuensi dari perbuatan pemerintah dalam segala bidang kehidupan.
Kualitas kehidupan demokrasi tentu saja tidak hanya didasarkan pada tingkat
partisipasi politik. Lebih jauh partisipasi politik merujuk pada pengetahuan
terhadap sosok yang mereka pilih dan program atau visi misi yang diusung
serta merujuk pada kesadaran untuk menjalankan hak-hak politik warga.
Milbrath dalam Maran (2001:156) menyebutkan ada dua faktor utama yang
mendorong orang berpartisipasi politik, bahwa adanya faktor pendukung dan
faktor penghambat. Faktor pendukung tersebut mencakup :
a. Perangsang politik.
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
17
Perangsang politik adalah suatu dorongan terhadap seorang pemilih agar
mau berpatisipasi dalam kehidupan politik. Perangsang Politik dipengaruhi
oleh diskusi politik di warung kopi yang marak menjelang Pemilu, tayangan
televisi ataupun
diskusi-diskusi formal dan informal lain. Sejauh mana
orang menerima pemikiran atau sosialisasi terkait dengan penyelenggaraan
Pemilu
sangat
tergantung
bagaimana
hubungan
interaktif
antara
komunikator atau media sebagai perangsang politik bisa memberi umpan
balik. Perangsang politik tidak harus berasal dari lembaga formal seperti
yang dilakukan oleh Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, dan Hubungan
Antar Lembaga KPU Kabupaten Belitung, tetapi bisa juga oleh peserta
Pemilu seperti partai politik atau koalisi partai politik, tim sukses, pasangan
calon dan caleg itu sendiri. Namun sering kali upaya untuk memberikan
ransangan politik kepada pemilih memunculkan fenomena money politics.
Menurut Rush dan Althoff (1983:160-164) menyatakan bahwa, semakin
peka atau terbuka seseorang terhadap rangsangan politik melalui kontak
pribadi dan organisasi, serta melalui media masa maka semakin besar
kemungkinan mereka berpartisipasi dalam kegiatan politik. Kepekaan dan
keterbukaan tersebut menurut mereka berbeda dari satu orang dengan orang
lainnya, dan bagaimana pun juga hal ini merupakan bagian dari proses
sosial politik.
b. Karakteristik pribadi.
Karakter seseorang adalah watak sosial seorang pemilih yang mempunyai
kepedulian sosial yang besar terhadap masalah sosial, politik, ekonomi, dan
hankam yang biasanya mau terlibat dalam aktivitas politik. Pada pemilih
pemula, umumnya memiliki karakter yang gamang, namun pemilih pemula
terbuka dan menghargai nilai kejujuran, keadilan sampai pada akhirnya mau
menegakkannya dalam bidang politik dengan kata lain pemilih pemula lebih
kritis menyikapi permasalahan Pemilu. Pilihan politik masyarakat dan
pilihan sangat ditentukan oleh individual choice. Individual choice yang
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
18
dijelaskan dalam pendekatan ini sangat pasti berdasarkan pada preferensi
pembeli, dikaitkan dengan sikap politik masyarakat di Indonesia. Pada
Pemilihan Umum Legislatif tahun 2004 seperti ilustrasi di atas
gambarannya, manakala calon anggota legislatif menawarkan programprogramnya pada pemilihnya, maka pemilih akan menyadarkan tawaran
program tersebut pada preferensi-preferensi atau kebutuhan-kebutuhannya
ke depan. Bilamana tawaran ternyata tidak mampu mengejawantahkan
keinginannya
tersebut
atau
paling
tidak
mendekati
keinginan-
keinginan/kebutuhannya ke depan. Sedangkan, menurut Alford (1963)
sebagaimana dikutip oleh Rush dan Althoff (1983:73) Individual Choice
yang dimiliki seseorang adalah hubungan antara pilihan partai dan
karakteristik para pemberi suara yang berkaitan dengan lingkungan dan
pengalamannya. Karakteristik ini, menurut Almond sebagaimana dikutip
oleh Mohtar dan Mcnroe (1982:32) paling banyak dilakukan oleh golongan
pemilih berusia muda yang mempunyai sikap yang lebih fleksibel terhadap
sistem politik.
c. Karakteristik sosial.
Karakteristik sosial mempengaruhi persepsi, sikap perilaku dan orientasi
politik seseorang. Karakteristik sosial terbentuk berdasarkan kesamaan ras,
etnis, dan agama seseorang termasuk status ekonomi dan status sosial. Pada
masyarakat perkotaan status ekonomi ini mempengaruhi pandangan politik
terkait dengan kepentingan seseorang terhadap kebijakan politik. Berbeda
halnya
karakter sosial pada masyarakat pesisir, ketokohan jauh lebih
dipertimbangkan dibandingkan status ekonomi. Meskipun secara ekonomi
seseorang dianggap mampu namun dalam masyarakat belum tentu mampu
mempengaruhi orang lain. Kedekatan emosional dalam suatu keluarga atau
kelompok masyarakat yang sering melakukan diskusi politik akan
mendorong aktivitas politik. Demikian juga, terbukanya seseorang bagi
media masa dapat memelihara minatnya dalam masalah-masalah politik,
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
19
dan menambah kemungkinan partisipasinya dalam soal-soal tersebut.
Karakteristik sosial seseorang, yang meliputi status sosial ekonomi,
kelompok ras atau etnis, usia, jenis kelamin, dan agama baik yang hidup di
wilayah
pesisir,
wilayah
daratan
maupun
di
wilayah
perkotaan
mempengaruhi partisipasi politik mereka.
d. Situasi atau lingkungan politik.
Kerelaan pemilih berpartisipasi dalam aktivitas politik dimungkinkan karena
di wilayah tersebut secara tradisional sudah kondusif seperti wilayah yang
tokoh masyarakatnya atau kader politik di wilayah tersebut memberikan
dukungan yang baik terhadap lingkungan politik sehingga dengan senang
hati berpartisipasi dalam kehidupan politik.
Lingkungan politik yang
demokratis membuat orang merasa lebih bebas dan nyaman untuk terlibat
dalam aktivitas-aktivitas politik dari pada dalam lingkungan politik yang
otoriter. Lingkungan politik yang sering diisi dengan aktivitas-aktivitas
brutal dan kekerasan dengan sendirinya menjauhkan masyarakat dari
wilayah politik.
e. Pendidikan Politik.
Pendidikan politik merupakan faktor pendukung internal bagi suatu
kelompok dalam meningkatkan partisipasi politik, Milbrath dalam Maran
(2007:156). Selain sosialisasi, pendidikan politik mendorong pemilih
berpartisipasi dan paham tujuan diadakannya Pemilu atau melek politik.
Selain faktor pendukung, Milbrath juga menyebutkan 3 (tiga) faktor yang dapat
menjadi penghambat partisipasi politik, yakni :
a. Kebijakan yang selalu berubah.
Maksud dari kebijakan
selalu berubah ini, organisasi atau badan yang
dipandang elite politik dalam tubuh suatu organisasi masyarakat atau
seorang pemilih selalu merubah kebijakan terhadap partisipasi yang ada
dengan yang baru sesuai situasi dan kondisi di wilayah pesisir Kabupaten
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
20
Belitung, mengenai partisipasi politik yang bisa berubah-ubah dan
mengkontrol pemilih dalam aktivitas politik seperti pada Pemilu 2014.
b. Hubungan fungsional wilayah.
Sebagian besar masyarakat pesisir dipengaruhi oleh kondisi wilayah pesisir
baik terkait dengan kawasan sebagai sumber mata pencaharian maupun
sebagai tempat bermukim.
c. Rendahnya dukungan atau sosialisasi.
Hal ini dilatar belakangi oleh intensitas komunikasi dan pendidikan politik.
Dukungan yang kurang dari organisasi mempengaruhi partisipasi politik
biasanya terjadi pada kelompok rentan yakni pemilih pemula, pemilih
perempuan, pemilih marginal, dan pemilih disabilitas.
4. Pemilihan Umum
Seperti yang dijelaskan dalam
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012
tentang Pemilu anggota DPR, DPD, DPRD Tahun 2014 menyebutkan,
Pemilihan Umum, selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana pelaksanaan
kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas,
rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Adapun fungsi Pemilu seperti dikutip Syamsudin
Haris dalam Merphin Panjaitan (2013), adalah :
a. Sebagai Sarana Legitimasi Politik.
Fungsi ini menjadi kebutuhan pemerintah. Melalui Pemilu, keabsahan
pemerintah yang sedang berkuasa ditegakkan, begitu pula kebijakan dan
program yang dihasilkannya.
b. Fungsi Perwakilan Politik.
Fungsi ini menjadi kebutuhan rakyat dimana Pemilu merupakan
mekanisme demokratis bagi rakyat dalam menentukan wakil-wakil yang
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
21
dapat dipercaya untuk duduk dalam pemerintahan maupun dalam
lembaga legislatif. Tidak ada demokrasi tanpa representasi.
c. Sebagai Mekanisme Sirkulasi Elite Politik.
Fungsi ini didasarkan pada asumsi bahwa elite politik berasal dari rakyat
dan bertugas mewakili rakyat. Pemilu menjadi sarana bagi warga negara
untuk mencapai posisi elite politik.
d. Sebagai Sarana Pendidikan Politik Rakyat.
Pemilu merupakan salah satu bentuk pendidikan politik bagi rakyat yang
bersifat
langsung,
terbuka
dan
massal,
yang
diharapkan
bisa
mencerdaskan masyarakat tentang demokrasi. Dalam wacana ilmu
politik, Pemilihan Umum dapat diartikan sebagai suatu kumpulan metode
atau cara warga negara (masyarakat) memilih para wakil mereka. Dan
juga Pemilihan Umum merupakan proses manakala sebuah lembaga
perwakilan rakyat DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) dan DPRD (Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah) dipilih dengan berdasarkan sistem Pemilihan
Umum yang mentransfer sejumlah suara kedalam sejumlah kursi seperti
dalam pemilihan Presiden, Gubernur, Bupati dan Walikota adalah
merupakan representasi tunggal dalam sistem pemilihan dasar jumlah
suara yang diperoleh menentukan siapakah yang kalah dan siapakah yang
menang (Gaffar, 1999:255 dalam Sitepu, 2012:136).
Sebelum UUD 1945 diamandemenkan, Indonesia menggunakan sistem
presidensial yang menegaskan bahwa Presiden sebagai kepala negara sekaligus
kepala pemerintahan, namun sistem pemilihan Presiden dilakukan melalui
pemilihan Anggota Legislatif terlebih dahulu. Sejak masa kemerdekaan saat
Presiden Soekarno terpilih, sistem yang digunakan adalah permusyawaratan
perwakilan.
Presiden
dan
Wakil
Presiden
dipilih
oleh
Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR), sekaligus menempatkan posisi MPR di atas
lembaga negara lain termasuk Presiden. Pemilihan Presiden secara langsung
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
22
sudah diselenggarakan sejak Pemilu tahun 2004 dengan dasar hukum UU No
23 tahun 2003 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres).
Undang-undang ini menindak lanjuti amandemen ke-empat UUD 1945.
Melalui mekanisme politik (pemilihan Presiden secara langsung) masyarakat
semakin terbuka terhadap sejumlah aspek berkaitan dengan Pemilihan Umum
(Effendi, 2004). Pada dasarnya politik sebagai ilmu
yang dipakai untuk
memahami realitas politik di Indonesia tidak memiliki basis sosial di
masyarakat dan juga budaya Indonesia sehingga tidak ada penjelasan yang
cukup untuk menggunakan teori yang ada guna memahami realitas tersebut
(Anderson, 1972:1) sebagaimana dikutip Effendi (2004:82).
Berhubung tidak adanya perubahan mendasar pada Pemilihan Umum Presiden
dan Wakil Presiden tahun 2004, maka Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008
yang sama tetap digunakan saat Pemilu tahun 2009. Sistem pemilihan
bertingkat yang dilakukan di Indonesia, yaitu pemilihan anggota legislatif
terlebih dahulu untuk menentukan jumlah suara dan kursi di DPR, dalam
menentukan dan mendorong calon Presiden dengan sistem proporsional
membuat sulit untuk mendorong pasangan calon Presiden dari satu partai,
melainkan dari gabungan beberapa partai. Pemilihan Presiden dan Wakil
Presiden tahun 2004 mensyaratkan jika Presiden terpilih bisa mendapatkan
lebih dari separuh jumlah suara dalam Pemilu dengan sedikitnya 20% di setiap
provinsi yang tersebar di lebih dari separuh jumlah provinsi Indonesia. Namun,
jika tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, maka
pasangan yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam Pilpres
mengikuti Pilpres putaran kedua. Pasangan yang memperoleh suara terbanyak
dalam Pilpres putaran kedua dinyatakan sebagai Presiden dan Wakil Presiden
Terpilih (Noor, 2015:8). Pemilihan secara ulang dianggap cara untuk
mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat hingga ke pelosok daerah. Hak
masyarakat pedesaan dan pesisir tak terpisahkan dari warga masyarakat
Indonesia secara keseluruhan, yang berhak atas kedaulatan dan merupakan hak
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
23
asasi mereka. Hak tersebut dijamin dalam konstitusi Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan kedaulatan yang mereka
miliki, diberikan hak menentukan nasib daerahnya masing-masing, antara lain
dengan memilih Presiden secara langsung.
Sebelum terselenggaranya Pilpres 2014, telah ada beberapa gugatan ke
Mahkamah Konstitusi terkait Undang-Undang Pilpres Nomor 42 Tahun 2008
tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. (Noor, 2015:19).
Pemilihan Presiden yang diselenggarakan pada 9 Juli 2014 merupakan ajang
kompetisi dua kubu Capres yaitu pasangan Nomor Urut 1 Prabowo Subianto
dan Hatta Rajasa dengan pasangan Nomor Urut 2 Joko Widodo dan Jusuf
Kalla, setelah tiga bulan sebelumnya dilaksanakan pemilihan anggota Dewan
Perwakilan Rakyat. Kubu Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa didukung oleh
koalisasi 6 (enam) partai politik yakni Gerindra, Golkar, PAN, PKS, PPP,
PBB, sedangkan kubu Joko Widodo dan Yusuf Kalla didukung koalisasi 5
(lima) partai politik yakni PDIP, Nasdem, PKB, Hanura dan PKPI. Di tingkat
pusat, hasil Pemilu Legislatif menyatakan kubu Prabowo Subianto dan Hatta
Rajasa memperoleh 292 kursi atau 52,14%, sementara kubu Joko Widodo dan
Yusuf Kalla hanya 207 kursi atau 36,96% dari total kursi yang ada di DPR RI.
Nyatanya, setelah digelar Pemilu Presiden, kemenangan Prabowo dan Hatta
Rajasa di DPR RI tidak diikuti kesuksesan pada Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden pada tanggal 9 Juli 2014, bahkan kemenangan di DPR RI tak lantas
membuat partai-partai yang tergabung dalam koalisasi saling berbeda pendapat
terutama di Kabupaten Belitung. Tahapan-tahapan pada Pemilu Legislatif
tahun 2014 sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 2012
pasal 4 ayat 2 adalah sebagai berikut :
a. Perencanaan
program
dan
anggaran,
serta
penyusunan
peraturan
pelaksanaan penyelenggaraan Pemilu;
b. Pemutakhiran data pemilih dan penyusunan daftar pemilih;
c. Pendaftaran dan verifikasi peserta Pemilu;
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
24
d. Penetapan peserta Pemilu;
e. Penetapan jumlah kursi dan penetapan daerah pemilihan;
f. Pencalonan anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota;
g. Masa kampanye Pemilu;
h. Masa tenang;
i. Pemungutan dan penghitungan suara;
j. Penetapan hasil Pemilu;
k. Pengucapan sumpah/janji anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD
Kabupaten/Kota.
Adapun tahapan Pemilu Presiden sebagaimana tercantum dalam Peraturan
Komisi Pemilihan Umum Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Tahapan, Program,
dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden
Tahun 2014, yang terdiri atas Tahapan Persiapan, pelaksanaan, dan
penyelesaian. Tahapan persiapan terdiri atas program:
a. Penyusunan, penetapan, dan pengundangan peraturan penyelenggaraan
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden;
b. Sosialisasi, publikasi, dan pendidikan Pemilih;
c. Simulasi pemungutan dan penghitungan suara di TPS;
d. Rapat kerja, rapat koordinasi, dan bimbingan teknis bagi KPU pada setiap
tingkatan dan PPLN;
e. Pembentukan Badan Penyelenggara Pemilu Adhoc;
f. Pengadaan dan pendistribusian perlengkapan Penyelenggaraan Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden.
Tahapan Pelaksanaan terdiri atas program:
a. Penyusunan Daftar Pemilih;
b. Pencalonan;
c. Kampanye dan masa tenang;
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
25
d. Pemungutan dan penghitungan suara putaran I;
e. Rekapitulasi hasil penghitungan suara putaran I;
f. Penetapan dan pengumuman hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
putaran I;
g. Kampanye putaran II (penajaman visi, misi, dan program);
h. Pemungutan dan penghitungan suara putaran II;
i. Rekapitulasi hasil penghitungan suara putaran II;
j. Penetapan dan pengumuman hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
putaran II;
k. Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih.
Tahapan Penyelesaian terdiri atas program :
a. Pembubaran Badan Penyelenggara Pemilu Adhoc;
b. Evaluasi pelaksanaan, penyusunan dan penyampaian laporan
Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden oleh KPU Kabupaten/Kota dan KPU Provinsi
kepada KPU RI;
c. Evaluasi pelaksanaan, penyusunan dan penyampaian Laporan Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden oleh KPU RI kepada Presiden dan DPR;
d. Penyusunan dokumentasi;
e. Pengelolaan arsip.
Dari penyelenggaraan dua kali Pemilu di Kabupaten Belitung pada tahun 2014,
tergambar dinamika politik yang begitu cepat berubah dan cenderung menurun
dari sisi partisipasi politik, dimana tingkat partisipasi politik di Pemilu Presiden
lebih rendah dibandingkan pada Pemilu Legislatif, padahal KPU Kabupaten
Belitung telah menjalankan tahapan-tahapan yang tak jauh berbeda dari Pemilu
sebelumnya. Hal ini menjelaskan bahwa dinamika politik yang berkembang di
masyarakat sangat dipengaruhi oleh karakteristik pemilih dan karakteristik
sosial.
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
26
F. KERANGKA PEMIKIRAN
Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti mencoba menggambarkan
kerangka pemikiran mengenai partisipasi politik warga di wilayah pesisir
Kabupaten Belitung dalam pelaksanaan Pemilu tahun 2014. Pada tahapan
penelitian, kerangka pemikiran dijadikan sebagai alur dalam menentukan arah
penelitian untuk menghindari terjadinya perluasan pembahasan yang akan
menyebabkan penelitian tidak terarah/ terfokus.
Gambar 1.1. Kerangka Pemikiran Penelitian
Melek Politik Warga Pesisir
Pada Pemilu Tahun 2014







FAKTOR PENDORONG
Rasa Ingin Tahu
Kesadaran Politik
Perangsang Politik
Karakteristik Pribadi
Karakteristik Sosial
Situasi Atau Lingkungan Politik
Pendidikan Politik
FAKTOR PENGHAMBAT
 Hubungan Fungsional Wilayah
 Pengaruh Keluarga
 Rendahnya Dukungan atau
Sosialisasi
Strategi Dan Kebijakan Peningkatan
Melek Politik Warga
Gambar 1.1 di atas menjelaskan bahwa melek politik warga pesisir pada
Pemilu tahun 2014,
dipengaruhi oleh faktor pendorong dan faktor
penghambat. Faktor pendorong ini meliputi; a) rasa ingin tahu, b) kesadaran
politik, c) perangsang politik, d) karakteristik pribadi, e) karakteristik social, f)
situasi atau lingkungan, dan g) pendidikan politik.
Sedangkan faktor penghambat meliputi; a) hubungan fungsional wilayah, b)
pengaruh dari keluarga, dan c) rendahnya dukungan dan sosialisasi. Rendahnya
sosialisasi menurut pihak penyelenggara (KPU).
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
27
BAB II
METODE PENELITIAN
A. JENIS PENELITIAN
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif, yaitu suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada
metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia.
Menurut Bogdan dan Taylor dalam Moleong (2012:4), penelitian kualitatif
adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.
Menurut Creswell (2012:33) Pendekatan ini dipilih berdasarkan dua
alasan. Pertama, permasalahan yang dikaji dalam penelitian tentang peranan
KPU dalam mengatasi angka Golput serta meningkatkan partisipasi politik
masyarakat ini membutuhkan sejumlah data lapangan yang sifatnya aktual dan
kontekstual. Kedua, pemilihan ini didasarkan pada keterkaitan masalah yang
dikaji dengan sejumlah data primer dari subjek penelitian yang tidak dapat
dipisahkan dari latar belakang alamiahnya. Di samping itu, metode kualitatif
mempunyai adaptabilitas yang tinggi sehingga memungkinkan peneliti untuk
senantiasa menyesuaikan diri dalam menghadapi situasi yang berubah-ubah.
Moleong (2012:6) mengemukakan pengertian metode penelitian
kualitatif yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang
apa yang dialami subjek penelitian misalnya, perilaku, persepsi, motivasi,
tindakan, dan lain-lain, secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk
kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dengan
memanfaatkan berbagai metode ilmiah.
Sugiyono (2012:59) menyatakan bahwa penelitian kualitatif yang
menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
28
itu, peneliti sebagai instrumen juga harus divalidasi seberapa jauh peneliti
kualitatif siap untuk terjun ke lapangan.
Dari pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa penelitian ini
menggunakan metode kualitatif dengan pertimbangan dapat lebih fokus pada
masalah yang didalami, serta dapat menafsirkan dan membuat kesimpulan atas
temuan tersebut dengan bantuan instrumen agar lebih valid dalam mengolah
data yang diperoleh dari lapangan. Lebih lanjut, Sugiyono (2012:222) juga
menyatakan, bahwa penelitian kualitatif sebagai human instrument, berfungsi
mendapatkan fokus penelitian, memilih informasi sebagai sumber data,
melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan
data, dan membuat kesimpulan atas temuannya. Oleh karena itu, selama proses
penelitian, peneliti akan lebih banyak berkomunikasi dengan subjek penelitian
yakni KPU Kabupaten Belitung sebagai penyelenggara Pemilu dan masyarakat
di wilayah pesisir sebagai masyarakat pemilih.
Selajutnya dalam penelitian ini peneliti akan lebih banyak
menguraikan secara deskriptif hasil temuan-temuan di lapangan. Penelitian ini
menggunakan metode deskriptif analitis, yaitu penelitian yang didasarkan pada
pemecahan masalah berdasarkan fakta-fakta dan kenyataan-kenyataan yang
ada pada saat sekarang, serta memusatkan pada masalah aktual yang terjadi
pada saat penelitian dilaksanakan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Nazir
(1988:63), metode deskriptif ialah suatu metode dalam meneliti status
sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran atau
sesuatu pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini ialah untuk
membuat deskriptif akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan
antar fenomena yang terjadi. Menurut Arikunto (2009:42), penggunaan metode
deskriptif analitis didasarkan pada asumsi bahwa penelitian ini bermaksud
untuk mendapatkan keterangan atau gambar secara aktual dan faktual terhadap
gejala sosial, terkait tingkat melek politik masyarakat pesisir di Kabupaten
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
29
Belitung, sebagai dasar KPU Kabupaten Belitung untuk menentukan strategi
dan kebijakan dalam meningkatkan melek politik masyarakat pesisir.
B. SUMBER INFORMASI
Sumber
informasi
dipilih
bertalian
dengan
tujuan
untuk
memperoleh informasi yang diperlukan, untuk dijadikan sample penelitian.
Dalam penelitian ini menggunakan sample purposive, sehingga besarnya
jumlah sampel ditentukan oleh pertimbangan informasi, kejenuhan data dan
informasi yang diberikan. Jika beberapa responden yang dimintai keterangan
diperoleh informasi yang sama, maka itu sudah dianggap cukup untuk proses
pengumpulan data.
Tabel 2.1. Responden
No
1
2
3
4
Responden
Anggota KPU Kab. Belitung
Anggota Partai Politik
Masyarakat (Informan)
Masyarakat (Verifikator)
Jumlah
5 orang
10 orang
25 orang
15 orang
Adapun dukungan penelitian sebagai berikut :
1. Kelengkapan data, dokumen pendukung penyelenggaraan Pemilu tahun
2014 yang mencakup data kehadiran/partisipasi pemilih.
2. Data profil atau gambaran kondisi umum wilayah Kabupaten Belitung
mencakup kehidupan sosial budaya, ekonomi, pendidikan.
3. Adanya suasana keterbukaan dimana responden yakni penyelenggara
Pemilu (Ketua dan Anggota KPU Kabupaten Belitung), peserta Pemilu
(Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden), masyarakat responden dan
masyarakat verifikator rela,
jujur dan tidak dalam tekanan untuk
memberikan informasi.
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
30
C. TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Teknik pengumpulan data merupakan proses yang sangat penting
di dalam mendukung suksesnya sebuah penelitian. Menurut Sugiyono
(2012:224), teknik pengumpulan data adalah langkah yang paling utama dalam
penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data.
Sumber informasi tidak merujuk pada populasi tetapi pada situasi sosial yang
selanjutnya menjadi subjek penelitian. Menurut Sugiyono (2012:215) bahwa
dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi, tetapi oleh
Spradley dinamakan “social situation” atau situasi sosial yang terdiri atas tiga
elemen, yaitu tempat (place), pelaku (actor), dan aktivitas (activity) yang
berinteraksi secara sinergis.
Situasi sosial tersebut dapat dinyatakan sebagai objek penelitian yang
ingin dipahami secara lebih mendalam “apa yang terjadi di dalamnya”. Jadi
dalam penelitian kualitatif lebih mengutamakan situasi sosial tersebut sebagai
objek. Maksudnya, sumber informasi yang diwawancarai adalah seseorang
yang mengerti permasalahan. Dengan demikian penelitian tersebut dapat lebih
mendalam dan valid. Sedangkan subjek penelitian yang menjadi sampel
penelitian dalam penelitian kualitatif adalah sumber informasi yang dapat
memberikan informasi (Nasution (2003:32). Sampel dapat berupa
hal,
peristiwa, manusia, situasi yang diobservasi. Sering sampel dipilih secara
"purposive" bertalian dengan purpose atau tujuan tertentu. Sering pula seorang
responden diminta untuk menunjuk orang lain memberikan informasi
kemudian responden tersebut diminta pula menunjuk orang lain dan
seterusnya. Cara ini lazim disebut "snowball sampling" yang dilakukan secara
serial atau berurutan. Adapun teknik penelitian yang digunakan dalam proses
pengumpulan data adalah sebagai berikut :
1. Wawancara.
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data yang digunakan
peneliti untuk memperoleh informasi dan data faktual langsung dari
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
31
sumbernya. Wawancara dilakukan melalui proses tanya jawab lisan secara
langsung kepada berbagai pihak, baik dengan Ketua KPU Kabupaten
Belitung, anggota KPU Kabupaten Belitung, anggota partai politik maupun
masyarakat yang berkaitan dengan penelitian ini. Menurut Sugiyono
(2012:186), wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang
dilakukan oleh dua belah pihak.
2. Observasi.
Menurut Sugiyono (2012:145), observasi merupakan teknik pengumpulan
data yang mempunyai ciri spesifik berkenaan dengan perilaku manusia,
proses kerja, fenomena sosial. Responden yang diamati tidak terlalu besar.
Proses observasi dilakukan dengan mengamati situasi-situasi di lapangan
dan mencatat apa-apa yang dianggap penting guna mencapai tujuan
penelitian.
3. Studi Dokumentasi.
Studi dokumentasi digunakan sebagai teknik pengumpulan data dengan
mencari dokumen yang bersifat pribadi dan resmi sebagai sumber data yang
dapat dipergunakan untuk memecahkan permasalah dalam penelitian.
Beragam surat, gambar dan dokumen lainnya merupakan data yang
dikumpulkan lalu dilakukan analisa.
4. Triangulasi.
Triangulasi menurut Sugiyono (2012:241) adalah teknik pengumpulan data
yang bersifat mengabungkan berbagai teknik pengumpulan data dan sumber
data yang ada. Lebih lanjut Sugiyono (2012:195) membagi triangulasi atas 2
(dua) jenis yakni triangulasi teknik dan triangulasi sumber. Triangulasi
teknik, adalah teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk
mendapatkan data dari sumber yang sama. Peneliti menggunakan observasi
partisipatif, wawancara mendalam, dan dokumentasi untuk sumber data
yang
sama
secara
serempak.
Triangulasi
sumber,
adalah
teknik
pengumpulan data dengan teknik yang sama namun berasal dari sumber
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
32
yang berbeda-beda. Sedangkan metode triangulasi menurut Denzin (1978),
adalah teknik pengumpulan data dengan mengkombinasikan metode
kuantitatif dan kualitatif sehingga data yang didapat dari metode yang satu
akan memvalidasi silang (cross validate) data yang didapat dengan metode
yang lain.
D. TEKNIK ANALISIS DATA
Setelah data dikumpulkan, peneliti mengolah dan menganalisa data
sesuai kebutuhan penelitian untuk menjawab masalah yang sudah dirumuskan.
Dalam penelitian ini, data yang dianalisis adalah data hasil Pemilu Legislatif
2014 dan data Pemilu Presiden 2014 di Kabupaten Belitung, lalu dikategorikan
berdasarkan berdasarkan tingkat partisipasi pemilih di wilayah perkotaan,
wilayah pedesaan dan wilayah pesisir. Selanjutnya tingkat partisipasi tersebut
dikaitkan dengan aspek sosial, ekonomi dan budaya untuk menganalisa tingkat
kesadaran dan pengetahuan sebagai indikasi tingkat melek politik warga.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
seperti apa yang diungkapkan oleh Miles dan Huberman (1992:16-18), bahwa
terdiri atas 3 (tiga) alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu reduksi
data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan dan verifikasi. Dengan
mengacu pendapat di atas, maka proses analisis data yang dilakukan adalah
sebagai berikut :
1. Penyeleksian dan Pengelompokan Data. Data yang sudah terkumpul lalu
diseleksi kemudian dirangkum dan disesuaikan dengan fokus penelitian
yang telah ditetapkan. Kemudian data dikelompokkan berdasarkan kategori
tertentu untuk dicari tema dan polanya berdasarkan rumusan masalah yang
telah
dibuat.
Untuk memperjelas
data
yang dibutuhkan,
peneliti
menggunakan wawancara, observasi dan studi dokumentasi yang ditujukan
kepada Ketua KPU Kabupaten Belitung, anggota KPU Kabupaten Belitung,
warga masyarakat di 5 (lima) kecamatan di Kabupaten Belitung, dan Partai
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
33
Politik Peserta Pemilu tahun 2014. Dengan kata lain, reduksi data bertujuan
untuk mempermudah pemahaman terhadap data yang telah terkumpul dari
hasil catatan lapangan dengan cara merangkum, mengklasifikasikan sesuai
masalah dan aspek-aspek permasalahan yang dapat diteliti.
2. Penyajian Data. Penyajian data atau display data adalah sekumpulan
informasi yang akan memberikan gambaran penelitian secara menyeluruh.
Dengan kata lain data disajikan secara terperinci dan menyeluruh dengan
mencari pola
hubungannya. Dari keseluruhan data yang telah didapat
tersebut, dipahami satu persatu, kemudian disatukan dan diinterpretasikan
sesuai dengan rumusan masalah.
3. Penarikan Kesimpulan/Verifikasi Data. Kesimpulan merupakan kegiatan
yang dilakukan dengan tujuan mencari arti, makna, penjelasan yang
dilakukan terhadap data yang telah dianalisis dengan mencari hal-hal
penting.
Tahap akhir dari analisis data ini adalah mengadakan pemeriksaan
keabsahan data. Setelah selesai tahap ini, mulailah tahap penafsiran data dalam
mengolah hasil sementara menjadi hipotesa. Dengan demikian, secara umum
teknik analisis data dilakukan dengan menyeleksi data yang terkumpul,
mengkotegrikan data dan menyesuaikan dengan fokus masalah penelitian.
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
34
BAB III
LOKASI DAN SUBJEK PENELITIAN
A. ASPEK GEOGRAFIS
Kabupaten Belitung merupakan daerah kepulauan yang secara
geografis terletak antara 107°08’-107°58,5’ Bujur Timur dan 02°30’- 03°15’
Lintang Selatan dengan batas-batas sebagai berikut :
 Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Natuna;
 Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Belitung Timur;
 Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Jawa;
 Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Gaspar.
Kabupaten Belitung ini memiliki proporsi luas sebesar 14% dari luas
seluruh Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Secara administratif, Kabupaten
Belitung terdiri atas 5 (lima) kecamatan dengan 48 desa/kelurahan, dengan luas
wilayah daratan 2.293,690 Km2 terdiri dari 94 pulau besar dan kecil. Pulau
pulau terbesar yaitu Pulau Belitung, serta pulau-pulau besar lainnya seperti
Pulau Seliu, Pulau Mendanau, dan Pulau Nadu.
Tabel 3.1. Penyebaran Pulau dan Luas Wilayah
Menurut Kecamatan di Kabupaten Belitung
No
KECAMATAN
1
2
3
4
5
Membalong
Tanjungpandan
Sijuk
Badau
Selat Nasik
Total
Jumlah
Pulau
36
5
17
8
28
94
Luas (Km2)
Persentase
909,550
207,24
452,00
416,54
133,500
2.293,690
36,65
9,04
19,71
18,16
5,82
100,00
Sumber : Bappeda Kabupaten Belitung, 2014
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
35
Kondisi topografi Pulau Belitung pada umumnya bergelombang dan
berbukit-bukit. Kondisi topografi tersebut telah membentuk pola aliran sungai
di daerah ini menjadi pola sentrifugal, dimana sungai-sungai yang ada berhulu
di perbukitan dan mengalir ke daerah pantai. Daerah yang paling tinggi di
Kabupaten Belitung hanya mempunyai ketinggian kurang lebih 500 Meter dari
permukaan laut, dengan puncak tertinggi ada di Gunung Tajam. Sedangkan
daerah hilir terdiri atas pantai dan Daerah Aliran Sungai (DAS) utama, yakni :
 Sebelah utara oleh DAS Buding,
 Sebelah selatan oleh DAS Pala dan Kembiri, dan
 Sebelah Barat oleh DAS Brang dan Cerucuk.
Keadaan tanah di Kabupaten Belitung pada umumnya didominasi oleh
kwarsa dan pasir, batuan aluvial dan batuan granit. Menurut letaknya, batuan
kwarsa dan pasir tersebar secara merata di seluruh wilayah kecamatan di
Kabupaten Belitung. Untuk batuan aluvial dapat ditemukan hampir di seluruh
wilayah kecamatan, kecuali Kecamatan Selat Nasik.
Tabel 3.2. Jumlah Desa, Dusun, RT, RW dan TPS
Menurut Kecamatan di Kabupaten Belitung Tahun 2014
No
1
2
3
4
5
KECAMATAN
Membalong
Tanjungpandan
Sijuk
Badau
Selat Nasik
Kabupaten Belitung
Desa
12
16
10
7
4
49
Dusun
39
31
26
20
9
125
RT
156
421
172
76
38
863
RW
69
141
62
27
15
314
TPS
57
185
57
34
18
351
Sumber : Tata Pemerintahan, Setda Kabupaten Belitung, 2014
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
36
B. ASPEK SOSIAL BUDAYA
Pada tahun 2014 jumlah penduduk Kabupaten Belitung sebesar
152.258 jiwa, hal ini bertambah 0,50 % dari jumlah penduduk pada tahun 2013
yang hanya sebesar 151.494 jiwa. Jumlah penduduk dengan jenis kelamin lakilaki sebanyak 78.023 jiwa, dan jumlah penduduk dengan jenis kelamin
perempuan sebanyak 74.234 jiwa. Adapun tingkat kepadatan penduduk di
Kabupaten Belitung mencapai 66.28 jiwa per Km2. Apabila dilihat dari sisi
wilayah kecamatan, maka Kecamatan Tanjungpandan merupakan wilayah di
Kabupaten Belitung dengan tingkat kepadatan penduduk tertinggi, yaitu
sebesar 218,68 jiwa per Km2. Sedangkan Kecamatan Membalong memiliki
tingkat kepadatan penduduk terendah, yaitu sebesar 25,80 jiwa per Km2. Pola
pemukiman penduduk di Kecamatan Membalong, umumnya memusat pada
satu titik. Dan di luar wilayah pemukiman tersebut, terdapat lahan-lahan
perkebunan.
Kehidupan beragama di Kabupaten Belitung juga berkembang
cukup baik, yang tercermin dari kerukunan antar umat beragama dan toleransi
yang terbina dengan baik. Boleh dikatakan tidak ada konflik atau gejolak yang
terjadi antar umat beragama di Kabupaten Belitung. Mayoritas penduduk di
Kabupaten Belitung merupakan pemeluk agama Islam, yakni sebesar 90,88%.
Sisanya merupakan pemeluk agama Katolik, Protestan, Hindu dan Budha serta
Konghucu. Bagi penduduk yang merupakan etnis Melayu, agama Islam telah
menjadi identitas mereka. Sehingga pemeluk agama Islam sering diidentikkan
dengan sebutan Melayu. Sedangkan pemeluk agama Konghucu, Budha bahkan
etnis Tionghoa yang beragama Kristen dan Katolik, sering disebut dengan
orang Cina. Sudah dianggap biasa kalau orang Cina memberangkatkan haji
bagi orang yang beragama Islam, dan sebaliknya juga kalau anak orang Cina
diadopsi oleh keluarga orang Melayu.
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
37
Tabel 3.3. Pemeluk Agama di Kabupaten Belitung
Tahun 2013-2014
No
1
2
3
4
5
6
Agama
Islam
Kristen
Katolik
Hindu
Budha
Konghucu
2013
156.224
2859
1.326
780
10.699
21
%
90,88
1,66
0,77
0.45
6,22
0,01
2014
156.671
2.902
1.354
740
10.701
24
%
90,88
1,68
0,79
0,43
6,21
0,01
Sumber : Dukcapil Kab.Belitung, 2014
Pembangunan manusia merupakan paradigma pembangunan yang
menempatkan manusia (penduduk), sebagai fokus dan sasaran akhir dari
seluruh kegiatan pembangunan. Tentunya, isu pembangunan manusia tersebut
tidak cukup hanya disajikan dalam bentuk pernyataan politik (political
statement), namun harus mampu dijabarkan dalam program-program
pembangunan. Isu-isu pembangunan kerap kali menjadi tema kampanye bagi
peserta Pemilu. Isu-isu tersebut bisa menjadi daya ungkit bagi peserta Pemilu
sekaligus bisa menjadi batu sandungan. Sayangnya isu-isu pembangunan
jarang bermuara pada visi dan misi yang digunakan untuk meyakinkan
masyarakat pemilih. Isu pembangunan yang sering muncul dalam setiap
kampanye masih berkutat pada persoalan pembangunan mendasar, yakni
persoalan kemiskinan, isu pendidikan dan kesehatan.
C. ASPEK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
Dalam
upaya
untuk
meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat,
pemerintah Kabupaten Belitung membagi wilayah administrasi kecamatan ke
dalam 5 (lima) kawasan pengembangan sebagaimana tertuang dalam RPJMD
Kabupaten Belitung tahun 2010-2014. Adapun strategi pengembangan
kawasan dimaksud adalah sebagai berikut :
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
38
1. Kecamatan Tanjungpandan, diarahkan pemanfaatannya sebagai pusat
pemerintahan dan perkantoran, serta penataan lingkungan perumahan
dengan konsep neighborhood unit;
2. Kecamatan Membalong, diarahkan pemanfaatannya untuk kegiatan wisata
alam dan lingkungan (eocotourism), perikanan laut, industri kelautan,
kegiatan budidaya laut, penataan lingkungan perumahan, kegiatan pertanian
dan perkebunan, serta industri ramah lingkungan untuk agro industri dan
marine industry;
3. Kecamatan Badau, diarahkan pemanfaatannya untuk kegiatan industri besar,
pusat perdagangan bebas berskala internasional, pelabuhan serta penataan
lingkungan perumahan nelayan serta pemberdayaan masyarakat;
4. Kecamatan Sijuk, diarahkan pemanfaatannya sebagai kawasan lindung dan
hutan suaka alam, kegiatan pariwisata serta penataan lahan lingkungan
perumahan;
5. Kecamatan Selat Nasik, diarahkan pemanfaatannya untuk kegiatan
pariwisata bahari serta wisata bawah laut, kegiatan budidaya laut, kegiatan
industri kecil (home industri), perdagangan dan jasa, serta penataan
lingkungan perumahan dan pemberdayaan masyarakat.
Perencanaan pembangunan wilayah (spasial) ini selanjutnya didorong
dengan pengembangan lapangan usaha (sektoral) yang menjadi indikator untuk
mengukur kesejahteraan masyarakat, diantaranya Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB). Berdasarkan PDRD Kabupaten Belitung, potensi sektor primer
meliputi pertanian, perikanan, perkebunan dan sektor pertambangan masih
memberikan kontribusi, namun pertumbuhannya mengalami perlambatan dari
tahun ke tahun. Sementara transformasi ekonomi tidak berjalan linier, dalam
arti perkembangan sektor jasa (tersier) bukan merupakan akibat dari
perkembangan sektor sekunder (industri), dimana kontribusi sektor industri
pengolahan menunjukkan penurunan. Sebaliknya kontribusi sektor tersier yang
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
39
ditopang sektor pariwisata menjadi sektor unggulan. Perkembangan sektor
pariwisata dipicu oleh populitas Novel Laskar Pelangi pada tahun 2008,
meskipun sejak tahun 1990 sudah mulai dirintis rencana pengembangan
pariwisata, terutama ditujukan untuk mengantisipasi dampak pasca tambang.
Hal ini dipertegas dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kabupaten
Belitung yang menempatkan sektor perikanan dan kelautan, sektor pariwisata
dan sektor pelabuhan sebagai sektor unggulan.
Selain PDRB, indikator kesejahteraan masyarakat juga digambarkan
dari tingkat pendapatan perkapita dan tingkat kemiskinan. Setidaknya dua
indikator tersebut, menjelaskan gambaran awal kondisi kesejahteraan sosial
dikaitkan dengan karakteristik wilayah, antara wilayah pedesaan atau wilayah
pesisir dengan wilayah perkotaan. Pada tahun 2013, garis kemiskinan di
wilayah pedesaan sebesar Rp. 438.899 perkapita perbulan, meningkat menjadi
Rp. 444.817 perkapita perbulan pada tahun 2014. Sedangkan garis kemiskinan
di wilayah perkotaan meningkat dari Rp. 416.935 perkapita perbulan pada
tahun 2013, menjadi Rp. 439.377 perkapita perbulan pada tahun 2014.
Berdasarkan Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan
Kabupaten Belitung Tahun 2014, menjelaskan bahwa tingkat pengangguran
terbuka pada tahun 2014 berada pada posisi 3,03% diantara kabupaten/kota di
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Angka tersebut berada di bawah rata-rata
tingkat pengangguran di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang berada
pada posisi 5,65%. Lebih rinci lagi, Dinas Kepedudukan dan Pencatatan Sipil
Kabupaten Belitung pada tahun 2013 mencatat tingkat pengangguran terbuka
adalah 10,54% atau sebesar 53.520 jiwa. Artinya 10,54% penduduk berusia
antara 15 hingga 64 tahun berusaha terlibat dalam kegiatan produktif. Tingkat
pengangguran tertinggi terdapat pada usia 15 hingga 19 tahun yakni sebanyak
10,738 jiwa dari 53.520 jiwa atau 69,79%. Sedangkan tingkat pengangguran
terendah terdapat pada kelompok usia 50 hingga 54 tahun sebesar 1,83% atau
sebesar 5.093 jiwa.
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
40
Perekonomian di Kabupaten Belitung lebih didominasi oleh sektor
ekonomi yang bersifat ekstraktif (perikanan laut dan pertambangan) dan sektor
perkebunan hingga akhirnya pada tahun 2008, popularis Novel dan Film
Laskar Pelangi mendongkrak sektor pariwisata yang membuat wilayah pesisir
menjadi destinasi wisata yang diminati. Perkembangan sektor pariwisata ini
memungkinkan nilai-nilai masyarakat berubah seiring meningkatnya arus
kunjungan wisata ke Belitung. Hal ini tidak terlepas dari dukungan
infrastruktur pelabuhan laut dan udara.
Perkembangan tingkat kemiskinan di Kabupaten Belitung selama 5
(lima) tahun terakhir terhitung dari tahun 2009 hingga tahun 2013, terlihat
adanya trend peningkatan. Pada tahun 2011 jumlah penduduk miskin sebanyak
11.290 jiwa atau tingkat kemiskinannya sebesar 6,97%, kemudian mengalami
peningkatan menjadi 12.090 jiwa atau tingkat kemiskinannya sebesar 7,26%
pada tahun 2012. Sedangkan pada tahun 2013 tingkat kemiskinan melonjak
tajam menjadi 8,48 % dengan jumlah penduduk miskin sebanyak 14.300 jiwa.
Kondisi kemiskinan ini tentunya menimbulkan kerawanan sosial. Penyandang
masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) di Kabupaten Belitung yang paling
menonjol adalah fakir miskin yang jumlahnya pada tahun 2014 sebanyak 7589
jiwa, sedangkan lanjut usia terlantar sebanyak 806 jiwa, dan anak terlantar
sebanyak 123 jiwa.
Tabel 3.4. Perkembangan Penduduk Rawan Sosial
Kabupaten Belitung Tahun 2012-2014
Uraian
Fakir Miskin
Anak Terlantar
Lanjut Usia Terlantar
PMKS
2012
7880
164
1051
2255
2013
7589
123
806
2165
2014
7589
123
806
9041
Sumber : Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kab Belitung 2014
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
41
Selain dari penduduk rawan sosial, kelompok marginal yang memiliki
kendala dalam mobilitas penyelenggaraan Pemilu, ditunjukkan dengan
permasalahan disabilitas. Kelompok tersebut seperti dijelaskan pada tabel
dibawah ini :
Tabel 3.5. Perkembangan Penduduk Cacat
Di Kabupaten Belitung Tahun 2013-2014
JENIS CACAT
Tuna Netra
Tuna Rungu
Tuna Wicara
Tuna Wicara-Rungu
Tuna Daksa
Tuna Grahita
Cacat Jiwa
Cacat Ganda
2013
103
17
89
81
16
15
19
22
2014
58
30
24
0
208
103
19
50
Sumber : Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Kabupaten Belitung, 2014
D. ASPEK SUMBERDAYA MANUSIA
Kapasitas atau kesiapan sumberdaya manusia di Kabupaten Belitung
dapat dilihat dari tingkat partisipasi terhadap pasar tenaga kerja. Tentunya
pasar tenaga kerja juga dipengaruhi oleh lapangan usaha yang tersedia. Peluang
memenuhi lapangan kerja masih terbuka jika dikaitkan dengan usia produktif,
dimana penduduk usia produktif dikelompokkan ke dalam beberapa kategori
yakni; a) kelompok yang sedang menunggu pekerjaan, masih sekolah dan ibu
rumah tangga, b) kelompok yang bekerja di bawah standard minimum, dan c)
kelompok yang tidak bekerja.
Tentunya perlu upaya untuk menciptakan lapangan usaha yang lebih
luas, sehingga mampu memberi peluang bagi masyarakat untuk bekerja lebih
banyak. Tidak hanya persoalan lapangan kerja, faktor pendidikan dan
kesehatan serta dimensi manusia dalam pembangunan lainnya, muncul sebagai
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
42
isu penting dalam kampanye politik. Namun isu ini lebih banyak terkait dengan
anggaran, seperti banyak calon pimpinan daerah maupun negara menjadikan
pendidikan gratis sebagai isu kampanye. Sesungguhnya esensi dari isu
pendidikan itu lebih menekankan pada kualitas sumberdaya manusia, agar
mampu berperan sebagai subyek pembangunan dan hak-hak asasi yang
menyertainya. Isu pembangunan manusia cenderung semakin berkembang
menjadi kebutuhan seiring dengan semakin berkembangnya kesadaran politik
masyarakat dan terbukanya komunikasi pada era reformasi sekarang ini.
Tabel 3.6. Komposisi Mata Pencaharian Penduduk
Kabupaten Belitung Tahun 2007 (orang)
No
Lapangan Usaha
2002
2007
%
1
Pertanian dan Perkebunan
7.287
10.284
50,58
2
Pertambangan
3.427
4.837
23,79
3
Industri Pengolahan
320
452
2,22
4
Bangunan
192
271
1,33
5
Perdagangan dan Perhotelan
285
402
1,98
6
Pengangkutan
596
841
4,14
7
Jasa-jasa
69
97
0,48
8
Pegawai Negeri Sipil
3.149
Total
15.325
3.149
20.333
15,49
100,00
Sumber : RPJMD Kabupaten Belitung Tahun 2010-2014
Tabel diatas menunjukkan bahwa pertanian dan perkebunan termasuk
perikanan, masih merupakan sektor yang menyediakan lapangan pekerjaan
yang seringkali tidak memerlukan persyaratan tertentu untuk mendapatkannya.
Selain pertanian dan perkebunan, sektor pertambangan sampai tahun 2007
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
43
masih merupakan sektor kedua yang menyediakan lapangan pekerjaan bagi
penduduk di Kabupaten Belitung untuk berusaha, dimana sektor pertambangan
ini dalam bentuk pertambangan rakyat atau Tambang Inkonvensional (TI), juga
tidak memerlukan tenaga terampil dengan persyaratan tertentu. Dengan kata
lain penduduk di Kabupaten Belitung yang bekerja lebih banyak memasuki
lapangan-lapangan pekerjaan eksploratif tradisional atau sekitar 57,17% dari
total penduduk yang bekerja.
Seperti yang terdapat pada Tabel 3.6 di atas, bahwa sektor pertanian
dan perkebunan, dimana perikanan dan kelautan terdapat di dalamnya,
merupakan sektor yang menyerap tenaga kerja terbesar, yaitu sebesar 50,58%
dari total penduduk bekerja atau sekitar 7,99% dari total penduduk Kabupaten
Belitung. Jika diasumsikan, kontribusi sektor kelautan dan perikanan (60%)
terhadap PDRB sektor pertanian dan perkebunan, sama dengan besaran
proporsi komposisi atau struktur mata pencahariannya, maka jumlah penduduk
bekerja yang mata pencahariannya di bidang kelautan dan perikanan dapat
dihitung sebesar 30,35% dari total penduduk bekerja atau sekitar 4,24% dari
total penduduk Kabupaten Belitung.
Dengan perhitungan yang sama, maka penduduk bekerja yang
bermata pencaharian di sektor pengangkutan adalah sebesar 4,14% dari total
penduduk bekerja, dan yang terkait dengan sektor pariwisata adalah sebesar
2,46% dari total penduduk bekerja. Dengan asumsi 30% penduduk Belitung
yang bekerja di pengangkutan dan sektor yang terkait dengan pariwisata, maka
struktur atau komposisi mata pencaharian di sektor kepelabuhanan dan
pariwisata berturut-turut menjadi sebesar 1,24% dan 0,74% dari total penduduk
bekerja, dan 0,17% dan 0,10% dari total penduduk Kabupaten Belitung.
Dengan melihat komposisi atau struktur mata pencaharian penduduk
usia produktif dan rendahnya kualitas SDM, maka sebagai bagian integral
untuk melanjutkan prioritas pembangunan daerah, mau tidak mau maka sektor
pendidikan harus lebih ditingkatkan dalam waktu lima tahun mendatang untuk
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
44
mencapai kondisi yang diinginkan. Kualitas SDM sangat penting untuk
ditingkatkan, mengingat persaingan tenaga kerja yang skilled labor akan sangat
menentukan apakah masyarakat Kabupaten Belitung dapat tinggal landas
bersama tiga sektor prioritas tersebut.
Untuk
sampai
pada
proses
tersebut
diperlukan
pengukuran-
pengukuran terhadap indikator pembangunan manusia. Secara konsepsional
(UNDP), kualitas pembangunan manusia dapat dilihat dari partisipasi aktif
penduduk dalam pembangunan, mulai dalam perumusan dan penentuan
kebijakan hingga pada evaluasi. Konsep pembangunan seperti ini disebut
sebagai konsep pembangunan yang berpusat atau berbasis pada penduduk
(people centered development) yaitu oleh penduduk, dari penduduk, dan untuk
penduduk. Salah satu indikator keberhasilan pembangunan sumberdaya
manusia yang diajukan oleh UNDP adalah indikator Indeks Pembangunan
Manusia (IPM). IPM mencakup tiga indeks, yakni angka melek huruf, rata-rata
lama sekolah dan angka harapan hidup. Dari ketiga perubahan diatas, terlihat
bahwa terjadi peningkatan pola Indek Pembangunan Manusia dari tahun 2005
hingga tahun 2007. Nilai IPM dari tahun 2005 ke tahun 2007 adalah meningkat
dari 70,7 menjadi 72,19 dengan rata-rata peningkatan IPM tiap tahunnya
mencapai 0,745 per tahun. Dari nilai IPM yang disampaikan di atas
menunjukkan bahwa pada tahun 2005 angka IPM di Kabupaten Belitung
berada pada selang 66 < IPM < 80, hal ini menunjukkan bahwa tingkat
pembangunan manusia berada pada status menengah atas.
1. Indikator Pengetahuan
Kualitas pendidikan memberikan kontribusi positif terhadap pemahaman
politik. Namun demikian pendidikan bukanlah satu-satunya yang digunakan
untuk mengukur kualitas kehidupan demokasi. Terkait dengan tema
penelitian dan pemilih, setidaknya dapat dilihat dari sejauh mana pendidikan
bisa diikuti oleh masyarakat. Pada tahun 2014, IPM SMP/MTS sebesar
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
45
88.33%. Artinya jumlah anak usia 13 hingga 15 tahun yang bersekolah di
SMP/MTs sebanyak 83,33% atau lebih baik dari tahun 2013 yang hanya
berjumlah 87,61%. Sebaliknya, angka putus sekolah usia 7 hingga 12 tahun
sebesar 1,41% yang jauh melebihi capaian tahun 2013. Angka putus sekolah
tertinggi terdapat di Kecamatan Tanjungpandan dengan capaian sebesar
0,57%, disusul Kecamatan Sijuk, Membalong, Badau dan Selat Nasik. Pada
jenjang pendidikan SMP/MTs. Angka putus sekolah usia 13 hingga 15
tahun tertinggi yaitu di Kecamatan Tanjungpandan, disusul Kecamatan Selat
Nasik sebesar 0,2%, Kecamatan Sijuk sebesar 0,17%, Kecamatan Badau
sebesar 0,11%, dan Kecamatan Membalong sebesar 0,12%.
Tabel 3.7. Jumlah Sekolah dan Guru
di Kabupaten Belitung Tahun 2012-2014
JENJANG
2012
2013
2014
PENDIDIKAN
Sekolah
Guru
Sekolah
Guru
Sekolah
TK
46
233
45
266
51
SD
124
1091
124
1283
124
SMP
27
402
27
382
26
SMA
13
190
14
170
16
PT
0
26
0
25
0
Sumber : Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupatn Belitung, 2014
Guru
271
1292
402
191
25
Sarana pendidikan sebagaimana dijelaskan pada tabel di atas menampung
sejumlah siswa yang terbanyak berada di Kecamatan Tanjungpandan.
Menurut Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Belitung,
sebagian besar menamatkan pendidikan SLTA yakni sebanyak 26.753 siswa
dan hanya 3,96% yang menamatkan jenjang pendidikan perguruan tinggi
(Diploma III, Diploma IV, Strata 1 dan Strata II).
2. Indikator Kesehatan
Indeks kelangsungan hidup tahun 2007 mengalami peningkatan yang cukup
signifikan. Nilai ini menunjukkan bahwa terjadinya peningkatan angka
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
46
kelahiran hidup dan rata-rata anak yang di bawah usia 15 tahun hidup. Ini
menjadi
salah
satu
ukuran
dari
keberhasilan
masyarakat
dalam
meningkatkan layanan kesehatan dan pengetahuan dalam kehidupan.
Berdasarkan
data statistik
Kabupaten Belitung,
tercatat
terjadinya
peningkatan jumlah fasilitas Rumah Sakit, Puskesmas dan Puskesmas
Pembantu. Untuk tenaga kesehatan yang dominan meningkat adalah tenaga
untuk kesehatan di tingkat Puskesmas. Selain itu juga dapat didorong oleh
pendidikan masyarakat yang makin peduli dengan pola kesehatan, atau
tingkat fasilitas dan pelayanan yang kualitasnya makin baik. Semua itu
berimplikasi memacu meningkatnya nilai harapan hidup rata-rata penduduk
mencapai 69 tahun.
3. Indikator Daya Beli
Selain itu indeks daya beli masyarakat juga menunjukkan peningkatan.
Peningkatan kemampuan daya beli ini sangat terkait dengan tingkat
pendapatan perkapita perbulan masyarakat. Nilai pengeluaran yang diukur
adalah pengeluaran untuk kebutuhan konsumsi masyarakat. Kemampuan
daya beli dipengaruhi juga oleh kondisi wilayah. Dimana masyarakat di
wilayah pesisir yang mata pencahariannya dari hasil laut, maka hidupnya
sangat tergantung kepada factor alam dan kondisi cuaca.
E. ASPEK KEHIDUPAN DEMOKRASI
Selama kurun waktu antara tahun 2008 hingga tahun 2013, di
Kabupaten Belitung telah diselenggarakan 5 (lima) kali Pemilu, yakni Pemilu
Bupati dan Wakil Bupati Belitung tahun 2008, Pemilu Legislatif tahun 2009,
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2009, Pemilu Gubernur dan Wakil
Gubernur Tahun 2012, serta Pemilu Bupati dan Wakil Bupati Belitung tahun
2013. Namun selama kurun waktu tersebut, penyelenggaraan Pemilu di
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
47
Kabupaten Belitung ini menunjukkan kalau tingkat partisipasi di wilayah
perkotaan (Kecamatan Tanjungpandan) sebesar 71%. Tingkat partisipasi
politik wilayah perkotaan
jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan
kecamatan lain, yang merupakan wilayah pesisir atau pedesaan. Khususnya
Kecamatan Membalong dan Kecamatan Badau, merupakan 2 (dua) kecamatan
di Kabupaten Belitung dengan tingkat partisipasi politik tertinggi. Ironisnya,
Kecamatan Tanjungpandan yang memiliki berbagai infrastruktur sosial politik
yang lebih memadai dibandingkan dengan 4 (empat) kecamatan lainnya, justru
memiliki tingkat partisipasi politik yang rendah.
Data Pemilih Tetap Kabupaten Belitung pada Pemilu Legislatif
2014 berjumlah 116.521 pemilih, terdiri dari 59.541 atau 51,09% pemilih lakilaki dan 56.980 atau 48,90% pemilih perempuan. Setelah dilakukan stratifikasi
ke dalam piramida penduduk, usia pemilih lebih didominasi oleh usia produktif
(usia antara 31 tahun hingga 35 tahun). Sedangkan jumlah pemilih pemula
yang berusia antara 15 hingga 22 tahun sebanyak 13,782 orang. Sedangkan
untuk segmen pemilih perempuan yang jumlahnya 56.980 atau 48,90% pemilih
dari total pemilih yang terdaftar dalam DPT Kabupaten Belitung pada Pemilu
Legislatif tahun 2014.
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
48
Gambar 3.1. Piramida Pemilih Yang Terdaftar Pada DPT
Pemilu Legislatif Tahun 2014 Di Kabupaten Belitung
Sumber : DPT Pemilu 2014, KPU Kabupaten Belitung, diolah
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
49
BAB IV
PEMBAHASAN
A. TEMUAN-TEMUAN
Pemilu Legislatif tahun 2014 dilaksanakan pada tanggal 9 April 2014,
kemudian sekitar Tiga bulan setelah Pemilu Legislatif, juga diselenggarakan
Pemilu Presiden yaitu pada tanggal 9 Juli 2014. Jika dibandingkan dengan
Pemilu Presiden, maka distribusi kotak suara pada Pemilu Legislatif jauh lebih
rumit, dikarenakan Pemilu Legislatif yang membutuhkan 4 (empat) kotak
suara, untuk menghimpun surat suara pemilih bagi anggota DPR, anggota
DPD, anggota DPR Provinsi dan anggota DPRD Kabupaten. Sementara itu
pada Pemilu Presiden hanya dibutuhkan 1 (satu) kotak suara. Namun demikian,
seiring banyaknya logistik berupa kotak suara yang dibutuhkan, ternyata
peserta Pemilu memberikan pengaruh positif terhadap tingkat partisipasi
pemilih.
1. Tingkat Melek Politik warga
Secara Nasional Partai politik peserta Pemilu legislatif pada tanggal 9 April
2014 berjumlah sebanyak 12 partai politik. Sedangkan jumlah Calon
Legislatif (Caleg) dari 12 partai politik untuk kursi DPRD Kabupaten
Belitung berjumlah 296 orang, yang terdiri dari Caleg laki-laki sebanyak
190 orang atau sebesar 64,19%, dan Caleg perempuan sebanyak 106 orang
atau sebesar 35,81%. Caleg-Caleg tersebut mewakili 4 (empat) Daerah
Pemilihan
(Dapil),
yang
meliputi
Dapil
Belitung
I
(Kecamatan
Tanjungpandan) terdapat 95 Caleg, dengan rincian 59 atau 62% laki-laki
dan 36 atau 38% perempuan. Dapil Belitung II (Kecamatan Tanjungpandan)
terdapat 72 Caleg, dengan rincian 48 atau 67% laki-laki dan 24 atau 33%
perempuan. Dapil Belitung III (Kecamatan Badau dan Sijuk) terdapat 70
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
50
Caleg, dengan rincian 47 atau 67% laki-laki dan 23 atau 33% perempuan.
Dapil Belitung IV (Kecamatan Membalong dan Selat Nasik) terdapat 59
orang, dengan rincian 36 atau 61% laki-laki dan 23 atau 39 % perempuan.
Jumlah pemilih pada Pemilu Legislatif 2014 di Kabupaten Belitung yang
tersebar di 42 desa dan 6 Kelurahan, dimana sebagian besar berada di
wilayah pesisir Kabupaten Belitung. Berdasarkan Daftar Pemilih Tetap
(DPT) yang dikeluarkan oleh KPU Kabupaten Belitung pada Pemilu
Legislatif 2014 berjumlah 116.521 orang, terdiri dari pemilih laki-laki
sebanyak 59.541 orang dan pemilih perempuan sebanyak 56.980 orang.
Dari jumlah 116.521 pemilih tersebut, yang menggunakan hak pilih atau
partipasi politik pada Pemilu Legislatif 2014 berjumlah sebanyak 89.993
pemilih atau sebesar 77,23%, dengan rincian 44.646 atau 38,32% pemilih
laki-laki dan 45.347 atau 38,92% pemilih perempuan.
Tabel 4.1. Partisipasi Politik dan Distribusi Pemilih
Laki-Laki dan Perempuan Pada Pileg 2014
Menurut Kecamatan di Kabupaten Belitung
NO
KECAMATAN
LAKI-LAKI
PEREMPUAN
TOTAL
JUMLAH
%
JUMLAH
%
JUMLAH
%
1
TANJUNGPANDAN
22.774
48,60
24.090
51,40
46.864
71,48
2
BADAU
4.092
51,43
3.865
48,57
7.957
84,87
3
SIJUK
8.142
49,83
8.198
50,17
16.340
82,44
4
MEMBALONG
7.744
51,25
7.365
48,75
15.109
87,98
5
SELAT NASIK
1.894
50,87
1.829
49,13
3.723
81,04
KAB. BELITUNG
44.646
49,61
45.347
50,39
89.993
77,23
Sumber : KPU Kabupaten Belitung, 2014, diolah
Berdasarkan Tabel 4.1 di atas, partisipasi politik pemilih perempuan lebih
tinggi yakni 45.347 pemilih atau 50,39%, melebihi partisipasi politik
pemilih laki-laki
yakni 44.646 atau 49,61%, dimana Kecamatan
Tanjungpandan notabene merupakan wilayah perkotaan yang memiliki
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
51
tingkat partisipasi politik terendah. Sebaliknya Kecamatan Membalong yang
merupakan wilayah pedesaan dan wilayah pesisir memiliki tingkat
partisipasi tertinggi yakni 87,98%. Artinya partisipasi politik di wilayah
pedesaan dan wilayah pesisir lebih tinggi, meskipun tingkat pendidikan
formal yang tidak terlalu tinggi jika dibandingkan masyarakat perkotaan.
Setidaknya hal ini memberikan gambaran awal bahwa tingkat kesadaran
politik warga pedesaan dan warga pesisir di Kabupaten Belitung lebih
tinggi. Selanjutnya tingkat kesadaran politik tersebut perlu dianalisa faktorfaktor yang mempengaruhinya.
Pada pelaksanaan Pilpres 2014, jumlah pemilih yang masuk dalam DPT
Kabupaten Belitung meningkat sebanyak 814 pemilih menjadi 117.335
pemilih, yang terdiri dari 60.000 pemilih laki-laki dan 57.335 pemilih
perempuan. Peningkatan jumlah mata pilih pada Pemilu Presiden tanggal 9
Juli 2014, dikarenakan terjadinya penambahan mata pilih dalam Daftar
Pemilih Tambahan yang muncul dari DPT Pemilu Legislatif pada tanggal 9
April 2014.
Tabel 4.2 Partisipasi Politik dan Distribusi Pemilih
Laki-laki dan Perempuan Pada Pilpres 2014
Menurut Kecamatan di Kabupaten Belitung
LAKI-LAKI
NO
PEREMPUAN
TOTAL
KECAMATAN
JUMLAH
%
JUMLAH
%
JUMLAH
%
46.906
71,51
1
TANJUNGPANDAN
22.808
48,62
24.098
51,38
2
BADAU
4.249
52,62
3.826
47,38
8.075
83,12
3
SIJUK
7.876
49,66
7.983
50,34
15.859
79,62
4
MEMBALONG
7.634
51,33
7.237
48,67
14.871
84,91
5
SELAT NASIK
1.609
50,23
1.594
49,77
3.203
69,66
KAB. BELITUNG
44.176
49,68
44.738
50,32
88.914
75,78
Sumber : KPU Kabupaten Belitung, 2014, diolah
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
52
Pengguna hak pilih pada Pilpres 2014 sebesar 88.914 pemilih, lebih tinggi
dari pada Pileg 2014. Meskipun jumlah pemilih ini meningkat, namun
partisipasi politik justru mengalami penurunan menjadi 75,78%. Pengguna
hak pilih menurun drastis dari 89.993 pemilih pada Pileg 2014, menjadi
88,914 pemilih pada Pilpres 2014. Partisipasi politik tertinggi pada Pemilu
Presiden masih berada di Kecamatan Membalong, yakni sebesar 84,91%,
sedangkan partisipasi politik terendah berada di Kecamatan Selat Nasik
yakni sebesar 69,66%.
2. Pola Partisipasi dan Melek Politik Warga
Pemberian suara oleh pemilih secara aktif, menunjukkan bahwa warga
memahami hak-haknya sebagai warga negara dan menyadari pentingnya
membangun kehidupan demokrasi. Di kalangan masyarakat yang mudah
mendapatkan akses informasi, partisipasi politik dipengaruhi juga oleh
dinamika politik nasional, khususnya pada Pemilu Presiden 2014.
Sedangkan dinamika politik pada Pemilu Legislatif 2014, lebih didorong
oleh interaksi caleg terhadap pemilih. Seperti yang diungkapkan oleh
Sahrial (17 tahun) dan beberapa rekannya saat ditemui. ”Akhir-akhir ini
televisi dan media sosial ramai membicarakan sosok Jokowi dan Probowo.
Hampir setiap jam televisi menayangkan berita Jokowi dan Probowo,
sampai-sampai pernah kita tidak melaut gara-gara teman kita belum puas
berbicara sosok yang ia jagokan”. Umumnya dinamika politik di tingkat
nasional mempengaruhi partisipasi politik kelompok laki-laki, sedang pada
pemilih perempuan lebih memilih unsur kedekatan emosi dengan tim sukses
atau sosok yang akan dipilih. Perempuan lebih mempertimbangkan
pilihannya atas dasar kedekatan emosional sesaat seperti adanya bantuan.
Terlebih yang memberikan bantuan tersebut adalah Caleg itu sendiri.
Sedangkan partisipasi di kalangan pemilih pemula, didorong oleh semangat
kelompok atau komunitas yang mengingatkan kembali waktu pemungutan
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
53
suara. Hal tersebut seiring sejalan dengan pernyataan Sandi (17 tahun),
pelajar dari Desa Juru Seberang yang mengatakan “Sebenarnya saya malas
datang ke TPS, tetapi karena teman-teman yang mengajak akhirnya saya
datang juga”.
Partisipasi warga pesisir di Kabupaten Belitung dipengaruhi oleh latar
belakang pekerjaan, dan secara intuitif akan dipengaruhi oleh aktivitasnya
sehari-hari. Di wilayah pesisir, selain beraktivitas sebagai nelayan mereka
juga berprofesi sebagai pemandu wisata seiring banyak pantai atau pulau
yang dijadikan destinasi wisata. Seperti pendapat Murad (40 Tahun),
nelayan Tanjung Binga yang beralih profesi sebagai pemandu wisata. Ia
mengatakan “Saya sudah mendapatkan order dari tamu lokal yang ingin ke
Pulau Lengkuas. Lalu saya menawarkan untuk merubah jam. Alhamdulillah
mereka memaklumi karena pada hari itu kita memang diwajibkan datang ke
TPS. Bagaimana pun tokoh yang saya pilih itu berjanji akan
memperjuangkan nasib kita”.
Disisi lain pemilih di wilayah pesisir lainnya menentukan pilihan mereka
berdasarkan hati nurani, karena mereka percaya bahwa calon anggota
legislatif yang akan mereka pilih dapat membangun bagi daerah
pemilihannya, seperti yang diungkapkan Rajiman (60 tahun), warga Desa
Tanjung Tinggi yang mengatakan “Terserah orang mau bilang apa yang
penting saya sudah menggunakan hak saya. Setidaknya dengan datang ke
TPS, kita sudah memberi contoh kepada anak-anak muda. Kalau kita
sebagai orang tua tidak sadar dengan nasib bangsanya, bagaimana anakanak mudanya”.
Dalam
menentukan
pilihan,
sebagian
besar
warga
pesisir
mempertimbangkan faktor kekeluargaan, teman, kerabat dekat, dan sesuai
dengan hati nurani, serta penilaian pribadi dari pemilih itu sendiri. Apapun
yang menjadi alasan mereka untuk memilih, yang pasti sebagian besar
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
54
pemilih di wilayah pesisir Kabupaten Belitung telah berpartisipasi untuk
pertama kalinya pada Pemilu 2014 yang lalu.
Pada Pemilu 2014 kinerja KPU Kabupaten Belitung sudah dinilai baik
karena pada saat itu partisipasi masyarakat Belitung relatif tinggi, namun
partisipasi politik seharusnya bisa lebih ditingkatkan seandainya KPU
Kabupaten Belitung lebih optimal dalam melakukan sosialisasi, terutama
pada segmen pemilih pemula dan segmen pemilih perempuan di Kecamatan
Tanjungpandan.
Hasil wawancara yang dilakukan pada saat pemberian suara di wilayah
pesisir menggambarkan pemilih belum seratus persen menentukan
pilihannya berdasarkan kesadaran individu, namun
masih terpengaruh
faktor kekeluargaan dan kerabat dekat, terutama pada segemen pemilih
pemula yang menyatakan bahwa pilihannya pada calon anggota legislatif
didasarkan karena pengaruh dari keluarga. Sedangkan pengetahuan politik
yang mendorong partisipasi politik di wilayah pesisir atau pedesaan
umumnya timbul ketika kampanye berlangsung.
3. Faktor Yang Mempengaruhi Melek Politik
Pada kegiatan Evaluasi Peningkatan Partisipasi Masyarakat di Kabupaten
Cianjur, Jawa Barat (19/8), Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI ke-3
periode 2007-2012, Prof. Dr. H.A. Hafiz Anshary, AZ, MA mengatakan,
ada 9 (sembilan) faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat
dalam penyelenggaraan Pemilu di Indonesia. Faktor-faktor tersebut adalah;
1) penyelenggara Pemilu (KPU), 2) peserta Pemilu, 3) kandidat-kandidat
dalam Pemilu, 4) perilaku dan sikap tim sukses, 5) sikap dan budaya politik,
6) daya dorong atau motivasi masyarakat, 7) waktu penyelenggaraan
pemungutan suara, 8) metode, dan 9) sosialisasi. Dari faktor-faktor yang
disebutkan oleh Ketua KPU tersebut, faktor yang paling berpengaruh
terhadap partisipasi politik di Kabupaten Belitung adalah faktor rekam jejak
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
55
dari kandidat peserta Pemilu. Sebagaimana dijelaskan oleh Divisi
Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, dan Hubungan Antar Lembaga KPU
Kabupaten Belitung, Yudi Ariyanto, S.IKom yang mengatakan bahwa,
sebagian besar pemilih enggan menggunakan hak suaranya dalam Pemilu,
karena merasa keberadaan anggota legislatif selama menjabat sebagai wakil
rakyat di gedung Parlemen, tidak memberikan dampak signifikan terhadap
persoalan hidup pemilih itu sendiri.
Hal ini juga pernah ditegaskan oleh anggota KPU RI periode 2007-2012,
Dra. Endang Sulastri, M.Si. Menurutnya, tingkat partisipasi masyarakat
sangat dipengaruhi oleh tingkat trust (kepercayaan) terhadap penyelenggara
(KPU) dan peserta Pemilu. “Tingkat kepercayaan (trust) kepada
penyelenggara dan peserta Pemilu, itu kuncinya. Kita harus terus berusaha
meningkatkan ini,” tandasnya.
B. ANALISIS TEMUAN
Kadar demokrasi suatu negara dapat ditentukan oleh dua hal pokok
yang dianggap keberadaannya penting. Pertama, seberapa besar peranan
masyarakat dalam menentukan arah kebijakan publik. Penentuan kebijakan
publik dalam literatur ilmu politik dapat dilakukan melalui mekanisme
partisipasi politik, yang salah satunya dengan melaksanakan mekanisme
pemilihan pejabat publik atau calon anggota legislatif secara langsung.
Pemilihan langsung menunjukkan hak-hak politik warga yang dijalankan
dalam Pemilu dapat memberikan gambaran sosok wakil rakyat dan pimpinan
negara.
Tidak hanya pada pelaksanaan Pileg dan Pilpres 2014, dalam
penyelenggaraan Pemilu kurun waktu antara tahun 2008 hingga tahun 2013
pun Kecamatan Tanjungpandan merupakan wilayah yang paling rendah tingkat
partisipasi politiknya, padahal Kecamatan Tanjungpandan memiliki akses
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
56
informasi yang mendorong pengetahuan politik lebih memadai, begitupun
interaksi sosial terkait dengan diskusi bertema politik lebih intens
dibandingkan dengan 4 (empat) kecamatan lainnya di Kabupaten Belitung.
Namun pembangunan yang lebih berorientasi pada pembangunan ekonomi dan
dinamika sosial perkotaan, menimbulkan kesenjangan dan sikap apatis.
Masyarakat perkotaan menganggap Pemilu tidak memberikan pengaruh
signifikan terhadap perubahan. Keberadaan tim sukses hanya dianggap sebagai
tenaga pemasaran yang sudah barang tentu membela kepentingan produk yang
dipasarkan. Fenomena ini memunculkan tokoh elite pada masyarakat
perkotaan.
Dari
sisi
penyelenggaraan
menganggap Pemilu sekedar
Pemilu,
masyarakat
perkotaan
alat pemerintah untuk menjalankan agenda
politik tahunan, sehingga timbul kesadaran kolektif di kalangan masyarakat
perkotaan yang menciptakan sikap pesimis pada setiap Pemilu digelar.
Sedang pada masyarakat pesisir dan pedesaan, pertimbangan
pengetahuan dalam mendorong tingkat melek politik warga, sebagaimana pada
masyarakat perkotaan tidak begitu dominan. Hal yang lebih menjadi
pertimbangan adalah sejauh mana membangun kedekatan emosional dan
kekerabatan. Kalau pun pengetahuan menjadi pertimbangan, lebih terfokus
pada pengetahuan terhadap sosok yang dipilih terkait dengan intensitas
komunikasi dengan masyarakat. Banyak kepala daerah terpilih adalah mereka
yang intens melakukan diskusi politik di warung kopi. Mereka membaur dan
secara tidak langsung telah menanamkan kepercayaan kepada masyarakat,
seperti halnya Ishak Zainudin, Bsc (Bupati Belitung periode 1999-2004),
Sahani Saleh, S.Sos (Wakil Bupati Belitung periode 2009-2014 dan Bupati
Belitung periode 2014-2019), serta Rustam Efendi, Bsc (Gubernur Kepulauan
Bangka Belitung periode 2012-2017).
Semestinya kualitas partisipasi politik warga yang mendorong tingkat
melek
politik
atas
dasar
kesadaran
dan
pengetahuan,
dengan
mempertimbangkan hubungan konseptual antara aspirasi masyarakat dengan
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
57
arah dan kebijakan pembangunan. Karenanya, pemilih mempertimbangkan
visi, misi ataupun program kerja dari sosok yang mereka pilih sebagaimana
diulas OECD (2001) yang dikutip Martin (2003:190) dalam Bofaird dan
Loffler (2003), bahwa keterlibatan masyarakat akan membawa sejumlah
keuntungan, yakni; (1) meningkatkan kualitas pembuatan kebijakan dengan
menyediakan pemerintah sumber informasi, perspektif dan solusi masalah yang
besar; (2) memfasilitasi interaksi yang luas antara masyarakat dan pemerintah;
serta (3) meningkatkan akuntabilitas dan transparansi yang pada akhirnya akan
meningkatkan keterwakilan dan kepercayaan masyarakat.
Apa yang disampaikan OECD tersebut kerap kali menjadi tema
diskusi di kalangan pengunjung warung kopi di Kota Tanjungpandan. Di era
reformasi muncul berbagai warung kopi dengan tema utama pembicaraan
seperti politik, sosial-budaya, lingkungan dan ekonomi. Pembicaraan di
warung kopi memang terbuka, tanpa keputusan tetapi bukan tidak memiliki
pengaruh terhadap proses pengambilan keputusan politik. Komunikasi politik
dapat meluas dari komunitas warung kopi kepada masyarakat umum di luar
warung kopi, dan akhirnya bermuara pada politik resistensi yang sampai ke
institusi formal (Erman, 2014).
Hal ini berkaitan dengan pendapat Burby (2003), sebagaimana dikutip
oleh Baker, Adams dan Davis (2005:490), partisipasi masyarakat dapat
menghasilkan kebijakan pemerintah yang lebih baik karena sejumlah alasan,
yakni; (1) adanya prinsip keadilan dan kesetaraan; (2) merupakan hak
masyarakat untuk mendapatkan informasi dan untuk menyuarakan pandangan
mereka terkait kebijakan pemerintah; (3) adanya kebutuhan untuk mewakili
kepentingan dari kelompok-kelompok masyarakat yang lemah dan tidak punya
kekuatan; serta (4) adanya kebutuhan untuk menangkap apa yang benar-benar
diinginkan oleh masyarakat. Pemerintah telah memberi ruang publik dalam
menentukan kebijakan pembangunan, dengan menggunakan mekanisme
Musyawarah Pembangunan Daerah (Musrenbang), namun tidak sepenuhnya
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
58
isu-isu pembangunan yang dibahas menyentuh kepentingan masyarakat. Ada
kelompok masyarakat yang tidak terwakili sehingga menimbulkan kecurigaan
masyarakat pesisir, seperti isu rencana pembangunan pulau “Dolphin Island”
yang mereklamasi pantai Tanjungpendam. Di balik rencana pembangunan
pulau untuk tujuan pariwisata tersebut, masyarakat mencium adanya
kepentingan pengusaha tambang. Tak pelak, rencana pemerintah membangun
wilayah pesisir pantai ini menimbulkan friksi dalam masyarakat. Satu sisi,
muncul Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang menolak rencana
pemerintah, tetapi dalam waktu bersamaan juga muncul LSM yang mendukung
rencana pemerintah. Meskipun keberadaan LSM ini tidak didukung dengan
norma-norma
dan
manajemen
organisasi
yang
memadai,
setidaknya
keberadaan LSM ini telah menunjukkan bahwa apa yang direncanakan
pemerintah telah dicermati oleh masyarakat wilayah pesisir. Memang tidak
sepenuhnya masyarakat memiliki komitmen yang sama, namun upaya
menggiring opini publik yang lebih besar selalu terjadi. Isu-isu pembangunan
yang muncul tak jarang memicu munculnya kepentingan kelompok elite.
Munculnya kelompok elite yang menggiring opini publik makin marak, seiring
sajian berita yang dihadirkan oleh media massa, terlepas apakah informasi
yang disampaikan media tersebut berimbang atau tidak.
Keberadaan elite di kalangan masyarakat yang menggiring opini
publik dan informasi dari media massa, menciptakan kondisi sosial politik.
Langsung maupun tidak langsung kondisi sosial politik ini mempengaruhi
perilaku politik masyarakat, sebagaimana pendapat Hermawan (2001:72).
Menurut Hermawan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku politik
seseorang, adalah :
a. Lingkungan sosial politik tidak langsung seperti sistem politik, media
massa, sistem budaya, dan sebagainya. Lingkungan politik langsung yang
mempengaruhi dan membentuk kepribadian.
b. Faktor seperti keluarga, teman, agama, kelas dan sebagainya.
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
59
c. Struktur kepribadian yang tercermin dalam sikap individu.
d. Faktor sosial politik langsung berupa situasi, yaitu keadaan yang
mempengaruhi.
e. Faktor secara langsung ketika hendak melakukan suatu kegiatan politik
seperti suasana kelompok, ancaman, dan lain-lain.
Pada Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2014, masyarakat dapat
memilih secara langsung calon-calon anggota legislatif dan Presiden.
Masyarakat menilai individu Caleg dengan melihat sejauh mana Caleg
menangkap, mengapresiasikan dan mengimplementasikan aspirasi mereka.
Berbeda halnya dengan Pemilihan Presiden, masyarakat di Kabupaten Belitung
lebih banyak mengandalkan media informasi seperti televisi dan koran untuk
mengenal sosok calon Presiden dan Wakil Presdien. Memang, ada partai
politik yang diharapkan dapat memotivasi atau mendorong pemilih
menentukan pilihan, namun tidak berjalan efektif seperti halnya pada Pemilu
Legislatif.
Sebagai mahkluk sosial, tentu ada faktor lingkungan eksternal yang
mempengaruhi partisipasi politik apalagi menjelang pemilu, intentitas peserta
Pemilu untuk mempengaruhi cukup tinggi sehingga tidak mustahil hubungan
sosial semakin erat, bahkan terbangun jaringan yang diyakini sebagai kekuatan
politik. Masyarakat tidak lagi menempatkan ideologi sebagai acuan manakala
melakukan ritual politik saat masuk dalam bilik-bilik suara, juga saat
melakukan kampanye untuk mendapatkan suara. Pemilih cenderung terlihat
menjadi lebih pragmatis dalam berpolitik. Kehadiran sikap pragmatis tersebut
pada akhirnya cukup mengesampingkan perhitungan-perhitungan yang lebih
normatif, termasuk di dalamnya perhitungan atas dasar norma kebudayaan,
kepercayaan atau aliran politik yang kemudian kerap juga disebut ideologi
politik ( Noor, 2014:57).
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
60
Menurunnya peran ideologi dalam mempengaruhi aktivitas politik,
bukan berarti mengurangi motivasi masyarakat untuk berpartisipasi dalam
Pemilu. Tentu ada faktor-faktor pendukung yang memungkinkan masyarakat
berpartisipasi dalam Pemilu baik memilih Presiden, Gubernur, Bupati, maupun
wakil rakyat di tingkat pusat dan daerah. Mengamati realitas politik yang
berkembang di masyarakat pesisir, tidak terlepas dari pemahaman terhadap
karakter masyarakat (Effendi,2014).
Bayang-bayang rendahnya partisipasi politik semakin menghantui
pelaksanaan Pemilu 2014. Menurut Masykurudin Hafidz (Deputi Koordinator
Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat), tingkat partisipasi pemilih terus
menurun signifikan sejak Pemilu tahun 1999 hingga tahun 2009 sebesar 21%
dari 92% ke 71%. Oleh karena itu, pengalaman Pemilu sebelum Pileg dan
Pilpres 2014, perlu dianalisa untuk mengetahui alasan mengapa masyarakat
mau berpartisipasi dalam Pemilu. Pertanyaan ini tak lain untuk menjawab
apakah partisipasi yang tinggi menunjukkan warga telah melek politik
(kesadaran politik), karena dipaksa atau memang termotivasi.
Tingkat partisipasi politik perlu ditelaah lebih lanjut mengingat
partisipasi politik yang tinggi, tidak serta merta menunjukkan kesadaran politik
masyarakat atau warga sudah melek politik. Sebaliknya, tingkat partisipasi
politik yang rendah belum tentu menggambarkan tingkat kesadaran politik
masyarakat yang rendah. Menurut Harfanizar, anggota KPU Kabupaten
Belitung pada periode terdahulu, mengatakan rendahnya partisipasi politik di
Kecamatan Tanjungpandan bisa jadi menunjukkan bahwa mereka sudah melek
politik. Sebaliknya, tingginya tingkat partisipasi politik di Kecamatan
Membalong dapat bersifat semu. Artinya pemilih memutuskan untuk
menggunakan
hak
suaranya,
hanya
untuk
sekedar
menggugurkan
kewajibannya.
Untuk mewujudkan tujuan melek politik warga, khususnya di wilayah
pesisir Kabupaten Belitung, tentunya perlu melihat peran serta pemangku
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
61
kepentingan yang lebih luas, dan tidak hanya berkaitan dengan peraturan
perundang-undangan, kebijakan pemerintah atau KPU sebagai penyelenggara
Pemilu. Dengan demikian partisipasi politik perlu mempertimbangkan aspek
sosial, ekonomi dan budaya yang berkembang pada masyarakat di wilayah
pesisir.
Menurut sebagian besar informan, kondisi masyarakat yang melek
politik dikarenakan peran yang dilakukan oleh individu Caleg. Sedangkan
peran partai politik berpengaruh signifikan. Alhasil keberadaan Caleg yang
sering pindah partai tidak menjadi persoalan bagi pemilih. Garis kebijakan
partai diabaikan oleh Caleg, bahkan banyak Caleg dari partai politik tidak
memahami politik.
Pemilih tidak lagi melihat keterkaitan Caleg dengan partai politik,
karena pemilih lebih banyak mempertimbangkan latar belakang kehidupan
sosial, budaya dan ekonomi. Pada Pemilu Legislatif 2014 banyak Caleg yang
masih menyakini bahwa pendidikan politik bukanlah tujuan utama, yang
terpenting bagaimana meraup suara dengan cara instan sehingga munculnya
fenomena money politic. Indikasinya terlihat dari munculnya Caleg-Caleg
karbitan yang meraup suara yang cukup besar. Terhadap fenomena ini,
masyarakat merespon ajakan Caleg dengan beragam sikap politik yang bisa
dikategorikan menjadi; (1) akan menerima pemberian dan akan memberikan
suaranya kepada Caleg tersebut; (2) akan memilih Caleg yang peduli dengan
kehidupan pemilih secara individual; (3) akan menerima pendapat Caleg tetapi
tidak akan memberikan suara alias golput; (4) akan mendukung Caleg tetapi
berubah dalam bilik suara; (5) dengan kesadaran tidak akan memilih.
Selain itu, sebagian masyarakat menganggap bahwa Pemilu
merupakan ritual politik. Bagi kalangan yang tidak mampu atau miskin, Pemilu
hanyalah ajang untuk menyelesaikan permasalahan hidup dalam jangka
pendek, tanpa mempertimbangkan masa depan kehidupan di kemudian hari
(pasca Pemilu). Isu-isu kemiskinan di wilayah pesisir tidak pernah ditanggapi
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
62
serius oleh Caleg dan diperjuangkan untuk menjadi program pembangunan.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh nelayan Desa Sungai Padang yang
menjadi tim sukses Caleg. Dia beranggapan apa yang telah ia lakukan untuk
mendukung kampanye Caleg, ternyata tidak memberi dampak bagi dirinya
setelah caleg yang dia dukung terpilih. Apa yang disampaikan Caleg tak lebih
dari upaya untuk kepentingan mendapat dukungan suara. Dengan demikian,
caleg pada dasarnya tidak berupaya untuk mendorong kesadaran dan
pengetahuan politik yang semestinya.
Banyak faktor yang menjadikan tingkat partisipasi politik di
Kabupaten Belitung rendah, dan mengalami penurunan terutama pada Pilpres
2014, diantaranya adalah jarak waktu yang terlalu singkat/pendek antara Pileg
dan Pilpres, yaitu hanya sekitar 3 (tiga) bulan, politik resistensi yang
mengemuka di wilayah perkotaan tidak memberikan pengaruh terhadap masa
depan masyarakat, dan lain sebagainya. Pemilu seringkali dianggap indikator
kehidupan demokrasi, namun dengan peran besar elite politik yang hanya
peduli sesaat dan hanya memperjuangkan kepentingan mereka. Pemilu sering
dijadikan alat transaksi kekuasaan. Fenomena money politic (membeli suara),
terutama pada Pemilu Legislatif.
Selain dari sisi peserta Pemilu, berbagai upaya dilakukan untuk
meningkatkan partisipasi politik masyarakat, termasuk oleh penyelenggara
Pemilu itu sendiri. Untuk itu KPU Kabupaten Belitung sebagaiamana
kebijakan yang digariskan oleh KPU RI, memfokuskan 4 segmen prioritas
dalam meningkatkan partisipasi politik masyarakat. Keempat segmen tersebut
meliputi pemilih pemula, pemilih perempuan, pemilih disabilitas dan pemilih
marginal. Yang dimaksud dengan pemilih marginal dalam penelitian ini adalah
mereka yang diidentifikasikan sebagai masyarakat pinggiran atau miskin.
Selama kurun waktu antara tahun 2005 hingga tahun 2008, kantongkantong kemiskinan terbesar justru berada di pusat pemerintahan. Hal ini
menggambarkan bahwa sarana dan prasarana sosial dan pelayanan belum
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
63
berfungsi optimal serta mampu dalam pelayanan publik. Selain persoalan
fasilitas sosial dan fasilitas umum. Berdasarkan data kemiskinan, menunjukkan
kantong-kantong kemiskinan terdapat di wilayah dengan kepadatan penduduk
yang tinggi. Semisalnya Kelurahan Parit yang masuk dalam wilayah
admisnistrasi Kecamatan Tanjungpandan, Kabupaten Belitung, yang menjadi
kantong kemiskinan di wilayah perkotaan.
Karakteristik perkotaan yang notabene merupakan wilayah lebih maju
dari sisi pendidikan dan ekonomi, justru paling rendah tingkat partisipasi
politiknya, padahal daya dukung lingkungan dan situasi politik di wilayah
perkotaan seperti Tanjungpandan, jauh lebih baik dibandingkan dengan
kecamatan lainnya di Kabupaten Belitung. Hal ini menunjukkan tingkat
pendidikan masyarakat tidak mendorong perubahan persepsi masyarakat
terhadap hak politik. Sedangkan partisipasi yang tinggi tidak mencerminkan
tingkat kesadaran masyarakat terhadap hak politik. Berdasarkan hasil
wawancara dengan responden di wilayah pesisir, terungkap bahwa kedatangan
warga ke TPS tak lain hanya untuk menggugurkan kewajibannya. Hak politik
warga yang seharusnya ini malah menjadi sekedar kewajiban.
Dari 6 (enam) kelurahan dan 9 (Sembilan) desa yang berada di
Kecamatan Tanjungpandan, terdapat desa di wilayah pesisir yakni, Desa Juru
Seberang, Desa Tanjungpendam, Desa Air Saga, dan Desa Dukong. Desa-desa
di wilayah pesisir di Kecamatan Tanjungpandan yang merupakan kantong
kemiskinan, namun tingkat kekerabatan masyarakatnya cukup baik. Pada
wilayah tersebut, tingkat partisipasi politiknya cukup baik dibandingkan
dengan Kelurahan Parit. Hal ini menunjukan bahwa tingkat kekerabatan
berpengaruh signifikan terhadap kesadaran politik masyarakat.
1. Tingkat melek politik masyarakat pesisir di Kabupaten Belitung.
Dari 4 (empat) Daerah Pemilihan (Dapil), yaitu Dapil Belitung I dan Dapil
Belitung II yang masuk dalam wilayah Kecamatan Tanjungpandan,
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
64
merupakan wilayah dengan tingkat partisipasi politik yang rendah,
meskipun infrastruktur sosial politik di Kecamatan Tanjungpandan jauh
lebih baik dari kecamatan lainnya. Nyatanya, selama periode Pemilu 2008
hingga
Pemilu
2013,
tingkat
partisipasi
politik
di
Kecamatan
Tanjungpandan hanya berkisar 71%, jauh berada di bawah Kecamatan
Membalong dan Kecamatan Badau, sebagaimana digambarkan pada gambar
4.1 di bawah ini :
Gambar 4.1. Partisipasi Politik Periode 2008-2013
100,00
90,00
80,00
70,00
60,00
50,00
40,00
30,00
20,00
10,00
TANJUNGPANDAN
2008 BUPATI
SIJUK
2009 DPRD BELITUNG
BADAU
MEMBALONG
2009 PRESIDEN
SELAT NASIK
2012 GUBERNUR
BELITUNG
2013 BUPATI
Sumber : KPU Kab Belitung, diolah
Selama kurun waktu antara tahun 2008 hingga tahun 2013, tingkat
partisipasi
politik
warga
pada
Pemilu
Presiden
di
Kecamatan
Tanjungpandan dan Kecamatan Membalong serta Kabupaten Belitung
secara umum, namun pada wilayah Kecamatan Selat Nasik dan Badau
partisipasi politik pada Pemilu Legislatif lebih dibandingkan Pemilu
Presiden. Lain halnya dengan Kecamatan Sijuk tingkat partisipasi politik
warga pada Pemilu Legislatif maupun Pemilu Presiden cenderung
berimbang. Dari 5 (lima)
kecamatan, Kecamatan Selat Nasik memiliki
karakter wilayah pesisir yang lebih kuat. Artinya di wilayah pesisir, asa
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
65
warga untuk meningkatkan taraf kehidupan kepada wakil rakyat jauh lebih
tinggi dibandingkan dengan harapan terhadap Presiden.
2. Melek Politik Warga Pesisir.
Ada 5 (lima) faktor penyebab menurunnya partisipasi politik masyarakat
dalam pemilu yakni : Pertama, penurunan tingkat kepercayaan terhadap
partai politik dan Caleg itu sendiri. Di wilayah perkotaan preferensi
seseorang didasarakan kiprah dan latar belakang Caleg dalam kegiatan
kemasyarakatan. Kepercayaan terhadap Caleg dapat didorong oleh elite
politik, namun seiring dengan menurunnya kepercayaan terhadap elite
politik, berdampak juga pada kegiatan-kegiatan politik secara menyeluruh.
Kedua, faktor kekritisan artinya masyarakat yang kritis dapat menganalisis
hasil dari pemilu-pemilu sebelumnya, dalam merealisasikan janji-janji saat
kampanye. Tingkat realisasi dari janji kampanye yang relatif rendah serta
tidak dapat menampung dan memperjuangkan aspirasi rakyat menjadi dasar
alasan untuk golput. Ketiga, faktor keadaan dimana orang tersebut tidak
dapat memberikan suaranya pada TPS tempat tinggalnya, karena orang
tersebut terdaftar di TPS daerah lain atau karena alasan pekerjaan. Faktor
ketiga ini seringkali terjadi di wilayah pesisir. Keempat, kurangnya
sosialisasi Pemilu oleh lembaga Pemilihan Umum sehingga orang-orang
tidak mengetahui seberapa besar manfaat dari keterlibatan mereka pada
Pemilu itu sendiri. Kelima, kurangnya peran Parpol dalam sosialisasi politik
sehingga masyarakat tidak mengetahui secara jelas apa visi, misi partai
bahkan tidak mengenal profil caleg yang diusung oleh Parpol itu sendiri.
Pelaksanaan Pemilu diselenggarakan dalam beberapa tahapan sebagai
berikut :
1. Perencanaan program dan anggaran, serta penyusunan peraturan
pelaksanaan penyelenggaraan Pemilu;
2. Pemutakhiran data Pemilih dan penyusunan daftar pemilih;
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
66
3. Pendaftaran dan verifikasi Peserta Pemilu;
4. Penetapan peserta Pemilu;
5. Penetapan jumlah kursi dan penetapan daerah pemilihan;
6. Pencalonan anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD
Kabupaten/Kota;
7. Masa kampanye Pemilu;
8. Masa tenang;
9. Pemungutan dan penghitungan suara;
10.Penetapan hasil Pemilu;
11.Pengucapan sumpah/janji anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan
DPRD Kabupaten/Kota;
Berikut ini adalah beberapa aktivitas yang dilakukan masyarakat dalam
rangka Pemilu Legislatif 2014, berdasarkan pernyataan pemilih sesuai
dengan hasil wawancara dengan para responden.
a. Kampanye.
Kampanye dalam rangka Pemilu Legislatif adalah suatu kegiatan yang
dilaksanakan
untuk
mempengaruhi
dan
menarik
simpati
serta
mendapatkan suara sebanyak-banyaknya dari para pemilih, agar dapat
memilih calon anggota legislatif tertentu dan memenangkannya.
Kampanye adalah salah satu bagian yang penting dalam kegiatan
Pemilihan Umum, namun sebagian besar pemilih di wilayah pesisir di
Kabupaten Belitung tidak begitu peduli dengan pemaparan visi dan misi
Caleg maupun capres.
Berbagai macam cara yang dilakukan oleh calon anggota Legislatif untuk
menarik simpati masyarakat dalam kegiatan kampanye, diantaranya
dengan menghadirkan artis baik penyanyi maupun selebritis dalam
kampanye terbuka, memberikan bantuan untuk pembangunan tempat
ibadah, memberikan bantuan kepada kelompok pemuda terutama
organisasi olahraga.
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
67
Pemilih di wilayah pesisir pada dasarnya menyukai bentuk kampanye
terbuka, yang menghadirkan penyanyi atau selebritis. Masyarakat pesisir
semacam haus akan hiburan dan dengan adanya Pemilu, tetapi bukan
pada hakekat Pemilu melainkan sajian berbagai hiburan dapat dinikmati
dengan gratis yang mengiringinya. Bentuk kampanye yang mendorong
melek politik warga pesisir adalah partisipasi interaktif. Seiring dengan
meningkatnya informasi dan perkembangan teknologi informasi, koran,
televisi, partisipasi politik bisa didorong melalui diskusi-diskusi interaktif
atau di ruang publik lain, yang memasukkan tema pembicaraan seputar
politik, dan intensitasnya lebih tinggi menjelang pemungutan suara. Hal
tersebut sejalan dengan pendapat dari Gabriel A. Almond (1986:46)
dalam Sitepu mengenai bentuk partisipasi politik dilihat dari sifat
kegiatannya, yaitu diskusi politik yang termasuk dalam bentuk partisipasi
politik konvensional. Menjelang pemilihan umum, orang suka berdiskusi
tentang masalah-masalah dan peristiwa-peristiwa politik yang terjadi.
Meskipun bersifat informal, tidak jarang diskusi semacam itu
berlangsung menarik hingga menimbulkan perdebatan kecil diantara
masyarakat. Disitu orang bebas mengeluarkan pikiran, pendapat, serta
sikap politiknya. Hal itu dimungkinkan karena adanya hubungan
persahabatan dan kekeluargaan diantara peserta diskusi tersebut.
Anggapan pemilih di wilayah pesisir Kabupaten Belitung, bahwa
kampanye merupakan suatu kegiatan yang menyita waktu dan
berbenturan dengan kegiatan atau aktivitas
mereka sehari-hari,
mengakibatkan pemilih di wilayah pesisir ini enggan untuk berpartisipasi
dalam kegiatan-kegiatan kampanye. Hal tersebut sejalan dengan
pendapat nelayan yang mengatakan “Pada hari H bertempatan dengan
kondisi laut yang baik. Sayang kalau tidak melaut, karena tak biasanya
cuaca seperti itu”. Ada juga pemilih di wilayah pesisir yang berpendapat
bahwa tidak mengikuti kampanye karena tidak suka dengan hiruk-pikuk
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
68
keramaian suasana kampanye terbuka. Sesuai dengan pernyataan Ibrahim
(43 tahun), warga di Sungai Padang, yang berada jauh dari pusat
kabupaten ini menjalankan rutinitas berhubungan dengan hasil laut
seperti pembuatan terasi, menangkap ikan, udang dan lain-lain “Sudah
banyak yang ingin berkampanye, tetapi mungkin mereka takut rugi
memanggil artis ke sini, jadi hanya kampanye dialogis saja. Kami pun
tak masalah karena orang sini tak suka hiruk-pikuk seperti di
Tanjungpandan”.
b. Sosialisasi dan Berbicara Masalah Politik.
Pemilihan Umum legislatif merupakan pesta demokrasi 5 (lima) tahunan
yang dilaksanakan sesuai amanat konstitusi. Baik di media cetak, televisi,
media elektronik, sampai di media sosial hampir setiap hari
membicarakan dan mendiskusikan tentang masalah-masalah dan
kegiatan-kegiatan politik menjelang Pemilu Legislatif dan Pemilu
Presiden 2014, ada yang membicarakan hal-hal positif dan ada juga yang
memberitakan hal-hal negatif mengenai Pemilu Legislatif tahun-tahun
sebelumnya. Perbincangan hangat dengan tema-tema politik menjelang
Pemilu, tidak hanya di kalangan elite partai politik maupun kalangan
akademisi. Tak jarang disksui politik juga terjadi pada masyarakat
pesisir, seperti pernyataan Iwan (45 tahun). Ia bukanlah nelayan tetapi
dikarenakan kedai kopi miliknya pernah dijadikan basis LSM saat
menolak kehadiran kapal isap, maka ia menjadi aktif berbicara masalah
politik, khususnya berkaitan dengan masa depan wilayah pesisir pantai.
“Kedai kopi ini menjadi saksi penolakan kapal isap. Kita harus peduli
dengan lingkungan kita, jangan sampai pantai kita dikuasai oleh
pengusaha dari luar. Jadi pandai-pandai kita memilih wakil rakyat, yang
peduli dengan nasib kampung kita. Karena kalau bukan kita siapa lagi
yang peduli ”.
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
69
Pemilih yang aktif berbicara masalah-masalah politik cenderung
berpartisipasi dalam aktivitas politik. Hal ini tidak hanya ditemui pada
Kedai Kopi Belantu milik Iwan, Kedai Kopi Atet, kedai-kedai kopi
lainnya di seputaran Kota Tanjungpandan pun mengalami hal yang sama.
Bahkan ada kedai-kedai kopi yang dicap sebagai kedai kopi politik
seperti halnya Kedai Kopi Kongdji. Sedangkan Kedai Kopi Bansai
menyebut
para
pengunjungnya
sebagai
sebuah
komunitas,
dan
memproklamirkan diri sebagai warung aspirasi. Pada tempat yang
diwarnai dengan diskusi politik, sebagian besar pengunjung maupun
pemiliknya memiliki pengetahuan politik yang cukup luas. Pengetahuan
politik tersebut disampaikan secara pasti, dan secara tidak langsung
pengunjung yang sebelum tidak memahami apa itu dunia politik,
akhirnya mulai ikut tergiring.
Dalam hidup bermasyarakat, tentunya kita memiliki perbedaanperbedaan yang tidak dapat dihindari. Berbeda suku, dan agama adalah
sesuatu hal yang lumrah. Berbeda pilihan dalam menentukan calon
anggota legislatif pun harus disikapi dengan kedewasaan berpolitik.
Tidak dapat dipungkiri, memang sering terjadi gesekan-gesekan di
tengah masyarakat, pada saat menjelang Pemilu. Ketika orang lain yang
memiliki pilihan berbeda dengan kita, sering sekali masyarakat
menganggap orang yang berbeda pilihan itu adalah lawan. Pemikiran
yang seperti inilah yang sering ditemui dalam suasana menjelang Pemilu,
dan pola pikir seperti itu adalah tidak benar, dan harus dirubah tentunya
dengan sikap kedewasaan berpolitik kita.
c. Logistik.
Distribusi kotak suara pada Pileg 2014 lebih rumit dibandingkan dengan
Pilpres 2014, hal ini dikarenakan banyaknya kotak suara yang digunakan
untuk menampung surat suara DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD
Kabupaten. Divisi Perencanaan, Keuangan dan Logistik KPU Kabupaten
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
70
Belitung tidak hanya memastikan distribusi kotak suara, namun yang tak
kalah penting yaitu memastikan bagaimana pemilih bisa menerima
formulir C-6 (undangan pemilihan). Salah satu kendala dalam distribusi
formulir C-6 yaitu disebabkan masalah mobilitas pemilih. Pada saat
panitia membagikan formulir C-6, pemilih tidak berada di tempat.
Terhadap masalah ini, sebagian pemilih enggan untuk mempertanyakan
hal tersebut kepada panitia. Karena itu, pada H-1 Divisi Logistik bersama
anggota KPU Kabupaten Belitung lainnya, melakukan monitoring
efektivitas distribusi Fomulir C-6 tersebut. KPU Kabupaten Belitung
cenderung sekedar menghimbau (pasif).
d. Data dan Informasi.
Ketersediaan data dari PPS di TPS sudah memadai. Namun tuntutan
terhadap akurasi dengan volume pekerjaan yang tinggi membuat
distribusi data dari PPS ke PPK hingga ke KPU Kabupaten mengalami
keterlambatan. Dalam hal ini, Divisi SDM, Organisasi, Data Informasi
dan Rumah Tangga KPU Kabupaten Belitung didukung oleh operator.
Data yang dikumpulkan sebenarnya bisa memberikan gambaran yang
luas, namun informasi yang disajikan cenderung normatif sehingga
analisa terhadap perilaku pemilih masih membutuhkan kajian yang lebih
dalam.
Selain itu, pemilih di wilayah pesisir Kabupaten Belitung banyak yang tidak
mengikuti kampanye, kalau pun mengikuti kampanye lebih banyak untuk
menikmati hiburan yang disajikan dalam kampanye terbuka tersebut.
Berbagai alasan yang disampaikan oleh pemilih di wilayah pesisir,
diantaranya karena jadwal kampanye terbuka berbenturan dengan jam
sekolah, sehingga tidak dapat mengambil bagian dalam kegiatan tersebut.
Ada juga yang tidak mengikuti kampanye karena alasan tidak nyaman
berada dalam situasi hiruk-pikuk kampanye terbuka.
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
71
Tentunya banyak motif pemilih berpartisipasi dalam Pemilu. Untuk
mengantisipasi menurunnya tingkat partisipasti politik, KPU Kabupaten
Belitung memfokuskan 4 (empat) segmen pemilih yakni Pemilih
Perempuan, Pemilih Pemula, Pemilih Disabilitas dan Pemilih Marginal.
Dari total 116.521 pemilih yang terdaftar pada DPT Pileg 2014, dengan
Jumlah pemilih perempuan pada Pileg 2014 sebanyak 56.980 atau 48,90%.
Dari keseluruhan jumlah pemilih perempuan tersebut, pemilih perempuan
terbanyak berada di Kecamatan Tanjungpandan yakni 32.416 atau 56,89%
pemilih, disusul Kecamatan Sijuk sebanyak 9.611 atau 16,86% pemilih,
Kecamatan Membalong sebanyak 8.289 atau 14,54% pemilih, Kecamatan
Badau sebanyak 4.441 atau 7,79% pemilih, sedangkan pemilih perempuan
terendah berada di Kecamatan Selat Nasik yaitu sebesar 2.223 atau 3,90%
pemilih. Dari proporsi jumlah pemilih perempuan, tingkat partisipasi
pemilih perempuan pada Pileg 2014 di Kabupaten Belitung mencapai
50,39% atau lebih tinggi dibandingkan partisipasi pemilih laki-laki yang
hanya mencapai 49,61%. Partisipasi politik perempuan tertinggi berada di
Kecamatan Tanjungpandan yakni 51,40%, sedang partisipasi politik
perempuan terendah di Kecamatan Badau yakni hanya mencapai 48,57%.
Pemilih Marginal mencakup fakir miskin, lanjut usia terlantar dan
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial sebanyak 17,436 atau 14,96%
pemilih.
Dari 48 desa dan kelurahan di Kabupaten Belitung, kantong-kantong
kemiskinan sebagian besar berada di wilayah perkotaan. Selain dari wilayah
pesisir seperti Pegantungan, Petaling, Selat Nasik. Hal ini sejalan dengan
apa yang dikemukakan Siahaan (Islamy dkk, 2004) bahwa di daerah pesisir,
umumnya merupakan kantong-kantong kemiskinan struktural yang sangat
kronis, yaitu kemiskinan yang ditimbulkan akibat adanya tekanan ekonomi
dan eksploitasi dari kelompok masyarakat, sehingga nelayan miskin tetap
menjadi sangat ”marginal”. Selain di ibu kota kabupaten dan ibu kota
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
72
kecamatan, kondisi kemiskinan terjadi pada wilayah pesisir seperti Tanjung
Binga, Pulau Sumedang yang meningkat dari tahun 2005 hingga tahun
2008. Begitu pula dengan wilayah pesisir lainnya seperti Desa Petaling,
Pegantungan dan Selat Nasik, dimana persentase rumah tangga miskin
tertinggi di Kabupaten Belitung masing-masing 11,70%, 9.44% dan 8,86%
dari jumlah penduduk di masing-masing wilayah.
Gambar 4.2. Grafik Jumlah Rumah Tangga Miskin di Kabupaten Belitung
Pada Tahun 2005 dan 2008
Sumber : BPS dan Dukcapil Kabupaten Belitung, diolah
Keterangan :
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
P. Seliu
Membalong
Mentigi
Tg. Rusa
Kembiri
Perpat
Lassar
Sp. Rusa
Bantan
P. sumedang
Gn. Riting
Padang Kandis
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
Buluh Tumbang
Perawas
Lesung Batang
Pangkal Lalang
Dukong
Juru Seberang
Kota Tanjungpandan
Parit
Tanjungpendam
Air Saga
Paal Satu
Air Merbau
25
26
27
28
29
30
Pegantungan
Sungai Samak
Cerucuk
Badau
Kacang Butor
Air Batu
31
32
33
34
35
36
37
38
Batu Itam
Terong
Air Seru'
Air Selumar
Tanjung Binga
Keciput
Sijuk
Sungai Padang
39
40
41
42
Suak Gual
Petaling
Selat Nasik
Pulau Gersik
Perkembangan rumah tangga miskin selama kurun waktu tahun 2005 hingga
tahun 2008 menunjukkan bahwa hanya ada 2 (dua) desa yang mengalami
peningkatan jumlah rumah tangga miskin yakni, Desa Sumedang
(Kecamatan Membalong) dan Desa Tanjung Binga (Kecamatan Sijuk).
Karakter wilayah di kedua desa ini merupakan daerah pesisir.
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
73
Segmen pemilih margninal dianggap
“massa” yang bisa dipengaruhi.
Selebihnya Caleg dan tim suksesnya akan mempertimbangkan jumlah dan
karakterisik masyarakat. Cara yang dilakukan Caleg biasanya meminta
mereka untuk membuat pertemuan atau event yang biaya kegiatannya
ditanggung oleh Caleg. Tipikal objek dari proses demokrasi segmen, adalah
dengan mengatas namakan tokoh panutan langsung atau munculnya LSM
yang menawarkan diri sebagai penyelenggara event kampanye.
Sentimen keagamaan tidak begitu menguat, baik pada Pemilu Legislatif
maupun Pemilu Presiden, namun demikian pendekatan keagamaan menjadi
pertimbangan Caleg dalam mengkampanyekan dirinya. Sikap ini tidak
hanya dilakukan oleh Caleg dari Parpol berbasis agama. Majelis taklim,
lembaga pengajian dan forum-forum keagamaan lainnya menjadi media
untuk menyampaikan visi, misi dan program kampanye. Disamping itu,
Caleg juga menanyakan permasalahan dan kebutuhan yang belum bisa
dipenuhi oleh lembaga tersebut. Sehingga, pada pertemuan berikutnya
Caleg melalui tim suksesnya akan datang kembali dengan membawa
bantuan yang dibutuhkan lembaga tersebut. Bantuan tersebut bisa berupa
sound system, karpet, dan lain sebagainya. Khusus untuk majelis taklim ibuibu, Caleg juga membagikan kerudung, sajadah dan mukena. Pada Caleg
yang belum dikenal sebagai tokoh yang dekat dengan kegiatan keagamaan,
pendekatan terhadap tokoh agama berpengaruh intens dilakukan.
Jika dianalisis bentuk-bentuk partisipasi politik pemilih di wilayah pesisir
Kabupaten
Belitung
pada
Pemilu
2014,
menurut
pendapat
yang
dikemukakan oleh Rush dan Althoff dipengaruhi oleh 3 (tiga) hal, yakni
partisipasi dalam kampanye, partisipasi dalam diskusi atau berbicara
persoalan politik, dan yang terakhir partisipasi dalam pemungutan atau
pemberian suara.
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
74
3. Faktor Yang Mempengaruhi Terbentuknya Melek Politik
Dari hasil analisa temuan lingkungan internal dan ekternal pemilih, dapat
dikemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi politik
pada masyarakat pesisir di Kabupaten Belitung. Asumsi mencakup faktor
pendorong dan faktor penghambat yang dijelaskan sebagai berikut :
a. Faktor Pendorong Partisipasi Politik.
Faktor-faktor yang menjadi pendorong pemilih di wilayah pesisir
Kabupaten Belitung untuk berpartisipasi dalam Pemilihan Umum
dijelaskan sebagai berikut :
1) Rasa Ingin Tahu.
Pemilih yang sadar politik, memiliki keinginan untuk merubah masa
depan mereka termasuk masa depan bangsa, negara dan kampung
halamannya menjadi lebih maju. Memang tidaklah cukup jika hanya
mengandalkan tindakan kampanye dan sosialisasi yang dilakukan
KPU Kabupaten Belitung, yang memiliki keterbatasan anggaran
kegiatan
dan
waktu,
dalam
meningkatkan
kesadaran
politik
masyarakat. Namun dengan beragam instrumen dan perkembangan
media, pemilih dapat merangkai asa. Kesadaran karena adanya
kewajiban membangun bangsa itulah yang mendorong mereka untuk
berpartisipasi dalam kegiatan Pemilu. Menurut Davis dalam
Sastroadmojo (1995:85), partisipasi politik adalah sebagai mental dan
emosional yang mendorong warga memberikan sumbangan kepada
tujuan atau cita-cita kelompok atau turut bertanggung jawab padanya.
Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pemilih di wilayah
pesisir Kabupaten Belitung terdorong untuk berpartisipasi dalam
kegiatan Pemilihan Umum. karena merasa turut bertanggung jawab
pada bangsa dan negara, dan untuk merealisasikan cita-cita bersama
yaitu kesejahteraan rakyat dengan cara memilih Caleg yang dapat
memberikan perubahan ke arah yang lebih baik.
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
75
2) Kesadaran Politik.
Kesadaran politik masyarakat di Kabupaten Belitung dalam Pileg
2014 lebih tinggi jika dibandingkan dengan Pilpres 2014, jika dilihat
dari pemilih yang menggunakan hak pilihnya. Dari temuan hasil
penelitian, juga terungkap bahwa kesadaran itu muncul karena dialog
interaktif yang intens antara pemilih dan Caleg. Berbeda pada Pilpres,
dimana mesin politik Parpol cenderung pasif sehingga responden
menganggap Pemilu tidak atau kurang penting. Tingkat partisipasi
politik yang tinggi pada Pileg juga menunjukkan bahwa kesadaran
politik berkaitan dengan kualitas kampanye dan sosialisasi sebagai
variabel kesadaran politik. Variabel kesadaran politik lain yang tak
kalah berpengaruh adalah variabel situasi. Ternyata penetapan hari
pencoblosan pada tanggal 9 Juli 2014 yang jatuh pada hari Sabtu, dan
bersambung dengan hari Minggu yang merupakan hari libur akhir
pekan, sedikit menaikkan tingkat partisipasi pada Pemilu Presiden.
Namun kesadaran politik ini justru melemah di wilayah Kecamatan
Tanjungpandan. Ketika mewawancarai salah satu warga yang hobi
mancing, yang bermukim di kawasan Desa Dukong Kecamatan
Tanjungpandan, justru hari libur Pemilu dan hari Minggu tersebut,
dimanfaatkannya untuk pergi melaut.
3) Rangsangan Politik.
Rangsangan politik pada Pilpres 2014 lebih banyak didorong oleh
media massa, media elektronik atau pun sosial media lainnya. Seiring
dengan peningkatan akses masyarakat terhadap media informasi dan
komunikasi. Berita seputar calon Presiden telah menjadi berita seharihari yang disajikan terus menerus. Intensitas informasi mengenai
sosok yang akan dipilih semakin tinggi apalagi calon Presiden hanya
dua pasang. Tidak demikian halnya pada Pileg 2014, rangsangan
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
76
politik
lebih
banyak
memilih
pendekatan
dialogis
untuk
mempengaruhi pemilih.
4) Karakteristik Pribadi.
Setiap individu pada dasarnya akan memutuskan tindakan berdasarkan
pengetahuan dan pemahaman yang dimilikinya. Pengetahuan dan
pemahaman itu bisa bersumber dari rangsangan baik dari lingkungan,
keluarga maupun dari lingkungan yang lebih luas. Individu yang
tertutup akan memutuskan tindakan dengan sedikit informasi. Tak
jarang mereka mendudukkan dan menganggap dirinya sebagai pribadi
yang mandiri, sehingga cenderung egois dan apatis terhadap kondisi
lingkungannya. Keluarga merupakan organisasi sosial terkecil yang
memiliki kemampuan untuk mempengaruhi karakter seseorang, dalam
memaknai informasi atau pesan yang akan diterimanya. Namun
demikian, adanya unsur di luar keluarga, membuat pesan menjadi bias
terkait dengan informasi atau pesan yang diterima saat kampanye,
sehingga seseorang memerlukan orang lain untuk menjelaskan pesan
yang disampaikan, agar mengurangi bias informasi tersebut.
5) Karakteristik Sosial.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Suwondo (2005), pendekatan yang
menekankan pada faktor sosiologi dapat mengetahui sikap dan
tindakan masyarakat yang terbentuk untuk melakukan pilihan di
Pemilihan Umum. Sehingga faktor inilah yang membuat karakter
pemilih di wilayah perkotaan, pedesaan dan pesisir menjadi berbeda.
Pada masyarakat pedesaan dan pesisir relatif sama, dibandingkan
dengan karakter masyarakat perkotaan yang terbuka mendorong
dengan intensitas komunikasi yang cukup tinggi. Seperti yang
diungkapkan Hasbi (Caleg dari Dapil Belitung IV Membalong-Selat
Nasik), lapangan usaha di wilayah pedesaan dan pesisir bersifat
komplementari, dimana keberadaan tokoh informal seperti dukun
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
77
kampung menjadi sentral dalam kegiatan masyarakat. “Tanpa Pemilu
pun masyarakat akan mengikuti apa yang disampaikan dukun
kampong. Jika ada undangan, warga akan merasa dikucilkan jika
tidak datang. Karenanya kalau diundang 50 orang, yang datang bisa
mencapai 100 orang”. Karakter wilayah pedesaan dan wilayah pesisir
relatif mirip karena masyarakat berkepentingan terhadap kedua
wilayah tersebut. “Untuk makan sehari-hari mereka menjadi nelayan,
sedangkan untuk kebutuhan jangka panjang mereka bercocok tanam”.
Dengan pola hidup tradisional, nilai-nilai budaya diwariskan secara
turun temurun melalui mitos yang berkembang dalam masyarakat.
Menurut Heddy Shri Ahimsa Putra (2014:2), mitos membuat falsafah
politik tertentu, yaitu pandangan pokok dianggap benar yang menjadi
dasar dari aktivitas politik, pembentukan struktur dan organisasi
politik serta proses pengambilan keputusan yang menyangkut
kepentingan banyak orang. Bahkan falsafah politik lebih luas
maknanya dari pada budaya politik, karena dalam falsafah politik
selain pandangan-pandangan tentang hal-hal yang baik dan buruk
berkenaan dengan politik, juga terdapat pandangan tentang organisasi
politik dan unsurnya seperti struktur politik, pembagian kerja, dan
sebagainya. Untuk memahami penerapan dan perwujudan nilai-nilai
budaya dalam sebuah sistem politik, diperlukan pengetahuan tentang
falsafah politik itu sendiri. Politik dalam arti disini, adalah
keseluruhan dari proses membuat atau merumuskan kebijakan umum
(publik), dengan cara mempengaruhi atau menguasai sumber-sumber
kekuasaan dan wewenang (Theodorson dan Theodorson, 1969:303
dalam Heddy). Kebijakan publik disini adalah berbagai keputusan
yang pembagian atau distribusi penguasaan dan pemanfaatan sumber
daya yang menyangkut kepentingan banyak orang, sedangkan sumbersumber kekuasaan dan wewenang di sini, tidak lain adalah individu
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
78
atau kelompok yang mempunyai kemampuan untuk membuat individu
atau kelompok lain melakukan apa yang dia atau mereka kehendaki.
6) Situasi atau lingkungan politik.
Menjelang Pemilu tensi dan intesitas komunikasi politik akan
meningkat berlipat-lipat dan terfokus pada proses Pemilu, khususnya
di wilayah perkotaan, namun tidak demikian halnya di wilayah
pedesaan dan wilayah pesisir. Komunikasi politik akan terjadi seiring
dengan mobilitas masyarakat pesisir atau pedesaan ke pusat kota.
Tantangannya adalah bagaimana meningkatkan kesadaran dan
pengetahuan politik masyarakat pesisir agar tumbuh keyakinan bahwa
penyelenggaraan
Pemilu
berpengaruh terhadap nasib mereka,
keluarga, tetangga atau bangsa ke depannya nanti.
Apabila suatu daerah keadaan politiknya tidak mengalami tekanan
dari dalam maupun luar, masyarakat akan lebih merasa bebas dan
akan mempunyai keinginan serta kesadaran untuk mengikuti
partisipasi politik. Berbeda halnya ketika Kabupaten Belitung masih
dibayang-bayangi kekuatan politik. Bahkan tekanan terhadap mereka
yang menjadi anggota atau mendukung PKI telah menjadikan
masyarakat Kabupaten Belitung mudah digiring untuk memilih
Golkar selama rezim Orde Baru. Namun di era reformasi, upaya untuk
meningkatkan partisipasi dilakukan secara terbuka, tanpa tekanan dan
didasarkan atas kemerdekaan berserikat. Suksesnya Pemilu 2014, tak
lepas dari upaya KPU sebagai penyelenggara Pemilu, melakukan
sosialisasi. Dimana KPU memperluas jaringan kemitraan dan
mengoptimalkan berbagai media sosialisasi, sebagai bagian dari
pendidikan politik agar masyarakat pemilih menjadi cerdas dalam
menentukan pilihan mereka kemudian hari.
Setelah dilakukan wawancara secara umum, diperoleh informasi
bahwa situasi dan cuaca pada hari H Pemilu 2014 (Pileg dan Pilrpres)
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
79
berada dalam keadaan baik. Dari segi situasi keamanan, sebagian
besar reponden mengaku bahwa keadaan pada hari H sangat aman.
Responden mengaku tidak pernah mendapatkan ancaman yang berarti
pada tahapan-tahapan Pemilu 2014 yang dilakukan oleh KPU
Kabupaten
Belitung.
Selanjutnya
hanya
sebagian
kecil
dari
masyarakat pesisir yang mengaku ada urusan yang sangat penting,
sehingga memutuskan untuk tidak datang ke TPS, selain mengaku
bahwa Pemilu kurang penting dan tidak akan memberikan perubahan
yang positif. Terutama bagi mereka yang mempertimbangkan rekam
jejak dari Caleg incumbent.
b. Faktor Penghambat Partisipasi Politik.
Faktor-faktor penghambat pemilih di wilayah pesisir Kabupaten Belitung
untuk berpartisipasi dalam Pemilihan Umum adalah :
1) Hubungan fungsional dengan wilayah pemilih.
Rutinitas sehari-hari pemilih di wilayah pesisir umumnya adalah
sebagai nelayan. Hal ini lah yang menjadikan para pemilih dari
masyarakat pesisir enggan untuk berpartisipasi lebih jauh lagi, namun
hubungan fungsional masyarakat terhadap wilayahnya ini dapat
diatasi jika saja ada tokoh panutan di wilayah tersebut yang
mendorong keterlibatan masyarakat dalam Pemilu.
2) Pengaruh Dari Keluarga.
Keluarga lebih banyak berpengaruh pada pemilih pemula khususnya
pada kalangan pelajar. Kelompok usia muda pada umumnya tidak
memiliki orientasi politik tertentu, seiring dengan rendahnya
pemahaman politik yang diajarkan di sekolah, sehingga mudah
dipengaruhi oleh pihak keluarga. Dalam konteks yang lebih luas,
pengaruh dari keluarga menggambarkan karakter sosial masyarakat.
Dimana karakter sosial terbentuk dari kehidupan keluarga suatu
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
80
wilayah. Hal ini menjawab pertanyaan kenapa renggangnya ikatan
kekeluargaan di wilayah perkotaan menjadi faktor penghambat
partisipasi politik. Sementara itu wacana politik sudah menjadi diskusi
rutin bagi warga di Kecamatan Tanjungpandan.
3) Rendahnya pendidikan politik.
Dari hasil wawancara terhadap responden tentang pengetahuan hak
warga negara dalam Pemilu 2014, diketahui bahwa variabel yang
mendukung partisipasi politik yakni pengetahuan politik, sanksi,
pemahaman sosok, pengetahuan teknis penyelenggaraan Pemilu.
Pengetahuan politik terhadap hak politik cukup baik selama pemilih
tidak dipengaruhi oleh isu-isu negatif. Pengaruh pengetahuan politik
ini dapat dijelaskan pada kasus di Kecamatan Tanjungpandan.
Meskipun secara keseluruhan tingkat partisipasi politik di Kecamatan
Tanjungpandan ini rendah, namun jika melihat rasio partisipasi
pemilih laki-laki dan pemilih perempuan, tampak bahwa partisipasi
politik pada kalangan pemilih perempuan masih lebih baik dari
kalangan pemilih laki-laki. Pada Pemilu Presiden 2014, tingkat
partisipasi
pemilih
perempuan
di
Kecamatan
Tanjungpandan
mencapai 51,38% dan pada Pemilu Legislatif 2014 mencapai 51,40%.
Sedangkan partisipasi pemilih laki-laki pada Pemilu Presiden 2014
sebesar 48,62% dan pada Pemilu Legislatif 2014 sebesar 48,60%.
Tingkat partisipasi relatif stabil. Umumnya pengetahuan responden
tentang politik, pengetahuan responden tentang hari H pelaksanaan
Pemilu cukup tinggi. Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa pada
umumnya responden sudah memahami waktu.
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
81
4. Strategi dan Kebijakan Untuk Meningkatkan Melek Politik Warga
Pesisir.
Segmentasi pemilih rentan yang berpotensi menurunnya tingkat melek
politik di wilayah pesisir sebagian besar terjadi pada segmen perempuan,
segmen pemilih pemula, segmen kelompok marginal seperti warga miskin.
Sedangkan pada wilayah perkotaan, rendahnya partisipasi politik warga
dikarenakan resistensi
yang tinggi.
Idealnya pengetahuan tersebut
mencerminkan keterbukaan terhadap perubahan, namun pada batas tertentu
ada wilayah privasi yang tidak bisa diungkapkan.
Pengetahuan pemilih terhadap tata cara pemungutan suara dinilai sudah
cukup baik. Namun ketika ditanya tentang sosok wakil rakyat atau pilihan
yang ditawarkan, masih banyak yang menyatakan ragu-ragu dan kurang
mengetahui latar belakang sosok yang dipilih, begitu juga dengan visi, misi
dan program kerja. Pengenalan terhadap sosok yang dipilih hanya sekedar
tahu nama saja.
Untuk itu dibutuhkan komunikasi sebagai penetrasi sosial dimana ada
keinginan untuk saling mengenal pribadi masing-masing dengan berbasabasi hingga lebih akrab. Pengenalan tersebut dilakukan secara bertahap.
Namun ada asumsi yang memperburuk tingkat melek politik, yakni asumsi
tentang ganjaran dan upaya (untung rugi), dan hubungan yang dapat
memberikan hasil yang diinginkannya. Saling memberikan manfaat satu
sama lain (Roloff, 1981). Hubungan berkembang melalui tahapaan inisiasi
(pengenalan), eksperimen (menguji pandangan kita terhadap orang lain),
intensifikasi, integrasi dan ikatan (Knap, 1978). Rusaknya hubungan antar
pribadi (disolusi) membuat seseorang akan tidak konsisten, meragu,
sporadis ingin memperbaiki hubungan atau berpisah. Memburuknya
hubungan terjadi secara bertahap mulai dari adanya gangguan, fase intra
psikis (memusatkan perhatian pada mitra komunikasi), fase dyadic
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
82
(memperbaiki hubungan), fase sosial (memanfaatkan hubungan lebih luas
seperti keluarga), fase grave dressing (duka di akhir hubungan).
Komunikasi seperti diatas dilakukan dalam kontek komunikasi antar pribadi.
Tentunya akan berbeda jika seorang komunikan berhadapan dengan banyak
orang atau organisasi. Relawan Demokrasi adalah sebuah kelompok yang
memposisikan diri sebagai kelompok belajar (tahap pelatihan), kelompok
pertumbuhan (saling membagi pengetahuan sesama relawan) dan menjadi
kelompok pemecah masalah. Tipikal kelompok ini menentukan arah
informasi yakni siapa yang menyumbangkan informasi dan siapa yang
menerima informasi itu.
Komunikasi dalam organisasi, menuntut individu menjadi bagian dari
kelompok dan berinteraksi satu sama lain. Artinya, setiap relawan harus
sama-sama memahami materi sehingga siapa pun relawan akan memberikan
informasi yang sama kepada calon pemilih. Tidak ada satu pun relawan
mendominasi, sebaliknya materi atau informasi yang didominasi termasuk
untuk relawan yang baru direkrut. Pertimbangan terhadap komunikasi dalam
organisasi, menuntut relawan untuk selalu berinteraksi dengan kelompok
pemilih. Studi yang dilakukan Lazarsfeld dan Berelson menunjukkan
adanya kecenderungan yang kuat suatu kelompok akan memilih kandidat
yang sama. Dan kelompok tersebut tak lain adalah keluarga. Artinya,
komunikasi relawan akan efektif terhadap keluarga atau kelompok yang
memiliki ikatan kekerabatan yang kuat.
Dalam
komunikasi
organisasi,
penting
bagi
relawan
untuk
mempertimbangkan fungsi informatif, regulatif, persuasif dan integratif.
 Fungsi informatif menuntut relawan memperoleh informasi yang lebih
banyak, lebih baik dan tepat waktu.
 Fungsi regulatif menuntut relawan untuk memahami kode etik, materi,
tahapan dan proses Pemilu dan dalam menjalankan fungsinya
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
83
mempertimbangkan aspek manajemen, kewenangan dan pesan
regulatif yang berorientasi pada mekanisme kerja.
 Fungsi persuasif menuntut relawan untuk melakukan pendekatan
pribadi jika terjadi penolakan dan memandang kritikan sebagai
pemancing kepedulian.
 Fungsi integratif menuntut relawan untuk memfasilitasi apa yang
diinginkan oleh pemilih.
Dari temuan penelitian, dapat dirumuskan strategi dan kebijakan untuk
meningkatkan melek politik warga pesisir di Kabupaten Belitung sebagai
berikut :
a) Sosialisasi dan memberikan pandangan politik. Pandangan politik ini
tidak hanya terfokus pada proses penyelenggaraan Pemilu, tetapi
berkaitan dengan upaya untuk meningkatkan partisipasi masyarakat di
segala aspek pembangunan. Salah satu penyebab munculnya perilaku
pasif masyarakat pesisir dikarenakan rendahnya akses masyarakat
terhadap sumber daya daerah dan rendahnya kualitas komunikasi antara
masyarakat dan pemerintah. Kelompok rentan tersebut meliputi pemilih
pemula, pemilih perempuan, pemilih marginal, dan pemilih disabilitas.
Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, dan Hubungan Antar Lembaga
KPU Kabupaten Belitung belum optimal menggarap segmen pemilih
pemula pada Pileg 2014, padahal jumlah pemilih pemula yang berusia
antara 15 hingga 22 tahun cukup tinggi.
b) Membentuk Relawan Demokrasi.
Program relawan demokrasi adalah gerakan sosial yang dimaksudkan
untuk meningkatkan partisipasi dan kualitas pemilih dalam menggunakan
hak pilihnya. Program ini melibatkan peran serta masyarakat yang
seluas-luasnya, dimana mereka ditempatkan sebagai pelopor demokrasi
bagi komunitasnya. Relawan demokrasi menjadi mitra KPU dalam
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
84
menjalankan agenda sosialisasi dan pendidikan pemilih berbasis
kabupaten/kota. Bentuk peran serta masyarakat ini diharapkan mampu
mendorong tumbuhnya kesadaran tinggi serta tanggung jawab penuh
masyarakat untuk menggunakan haknya dalam Pemilu secara optimal.
Tingkat partisipasi politik di wilayah pesisir tidak serta merta menjadi
indikator tingginya tingkat melek politik warga karena pada dasarnya
terdapat perbedaan konsep antara partisipasi politik dan tingkat melek
politik warga. Kesadaran politik dilatar belakangi pada tingkat
pendidikan, meskipun tingkat pendidikan tidak menjamin pengetahuan
politik warga. Sebagian masyarakat di wilayah pesisir merupakan
kantong kemiskinan dengan tingkat pendidikan masih rendah. Oleh
karena itu pembagian segmentasi pemilih dianggap langkah strategis
untuk meningkatkan melek politik warga pesisir. Segmentasi tersebut
mencakup 4 (empat) hal yakni segmen pemilih pemula, segmen pemilih
perempuan, segmen pemilih marginal dan segmen pemilih disabilitas.
Pemilih di wilayah pesisir merupakan segmentasi penting dalam upaya
melakukan pendidikan bagi pemilih, dan tentunya pendidikan bagi
pemilih di wilayah pesisir ini tidak hanya dilakukan ketika masuk usia
pilih. Namun lebih dari itu, pendidikan bagi pemilih
seyogyanya
dilakukan sedini mungkin, sehingga pemahaman tersebut terbangun dan
ketika sudah mencapai usia pemilih, para pemilih di wilayah pesisir
sudah siap menggunakan hak pilihnya secara cerdas.
Sayangnya, anggota KPU Kabupaten Belitung sebagai Penyelenggara
Pemilu 2014, tidak terlibat dari awal dalam proses pembentukan Relawan
Demokrasi di Kabupaten Belitung. Karena Relawan Demokrasi pada
Pemilu 2014 merupakan kelanjutan dari apa yang dicanangkan oleh KPU
Kabupaten Belitung pada periode sebelumnya. Sehingga anggota KPU
Kabupaten Belitung yang menyelenggarakan Pemilu 2014, tidak terlibat
langsung dalam proses rekruitmen relawan. Artinya dengan situasi politik
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
85
yang berbeda, KPU Kabupaten Belitung tidak bisa menyesuaikan
kapabilitas relawan terhadap situasi politik yang berkembang.
Tersajinya beragam informasi dan pengetahuan warga serta penetapan
kawasan Pusat Bisnis di Kecamatan Tanjungpandan, ternyata tidak
berimplikasi positif terhadap kesadaran politik. Bahkan Kelurahan Parit
yang merupakan pintu gerbang pusat pertumbuhan ekonomi di
Kabupaten Belitung, justru merupakan wilayah yang menyumbangkan
angka kemiskinan cukup tinggi. Tingkat partisipasi politik yang tinggi
justru berada di wilayah pesisir dan pedesaan khususnya di Kecamatan
Membalong dan di Kecamatan Badau.
Mengingat indikasi dari melek politik didasarkan pada pendidikan dan
kesadaran politik maka perlu dipahami bagaimana mendorong aspek
kognisi (pengetahuan), aspek sikap dan keterampilan. Menurut Crick dan
Porter, dalam Affandi (1996:27) seperti dikutip Wahyuningsih (2013),
perpaduan ketiga aspek tersebut disebut sebagai melek politik (political
literacy). Seseorang disebut melek politik apabila sekurang-kurangnya
menguasai ; (1) informasi dasar tentang siapa yang memegang
kekuasaan, dari mana uang berasal, bagaimana sebuah institusi bekerja,
(2) bagaimana melibatkan diri secara aktif dalam memanfaatkan
pengetahuan, (3) kemampuan memprediksi secara efektif bagaimana cara
memutuskan sebuah isu, (4) kemampuan mengenal tujuan kebijakan
secara baik yang dapat dicapai ketika isu (masalah) telah terpecahkan,
dan (5) kemampuan memahami pandangan orang lain dan pembenahan
mereka tentang tindakannya dan pembenaran tindakan dirinya sendiri.
Kemampuan tersebut tentu saja berbeda pada setiap orang bergantung
pada tingkat melek politiknya.
Dari persyaratan di atas, untuk mewujudkan melek politik warga pesisir
di Kabupaten Belitung, perlu dilakukan pendekatan dan komunikasi yang
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
86
intens dan berkelanjutan. Dengan demikian kemampuan memanfaatkan
pengetahuan, sikap dan keterampilan masyarakat pesisir dapat diketahui.
Setidaknya kecenderungan mengamati perilaku masyarakat selama kurun
waktu yang panjang akan menggambarkan bahwa karakter sosial
masyarakat. Selama ini pengetahuan, sikap, dan keterampilan masyarakat
dalam menentukan pilihan politk dipengaruhi elite dan preferensi
seseorang. Pada wilayah perkotaan, pilihan politik lebih banyak
dipengaruhi oleh elite politik, sedangkan pada wilayah pesisir
dipengaruhi oleh preferensi masyarakat terhadap tokoh informal seperti
dukun kampung atau tokoh yang dituakan. Perlunya pendekatan sosiologi
dalam menganalisa pilihan politik masyarakat pesisir, juga tidak terlepas
dari perilaku masyarakat terkait dengan karakteristik wilayah.
Beberapa hal yang bisa menjadi alasan adalah ; 1) masyarakat pesisir
memiliki tingkat kekerabatan yang baik, 2) masih adanya tokoh
masyarakat sebagai panutan yang dapat memberikan rangsangan politik,
3) pola komunikasi yang didukung dengan budaya dimana masyarakat
pesisir lebih mudah dimobilisasi dan terbiasa berkumpul seperti
memenuhi undangan hajatan, dan 4) rendahnya resistensi terhadap
institusi. Kebijakan pemerintah umumnya diterima oleh masyarakat
namun pada isu-isu tertentu, kehadiran tokoh-tokoh elite mempengaruhi
masyarakat dalam menyikapi kebijakan intitusi baik pemerintah maupun
swasata.
Dengan demikian untuk mewujudkan melek politik warga pesisir,
dibutuhkan tokoh yang tidak hanya menjadi sosok sentral di masyarakat,
tetapi juga memiliki pengetahuan politik. Dalam konteks ini, tokoh yang
dimaksud bisa didudukkan sebagai pendamping Relawan Demokrasi.
Pertimbangannya, tokoh tersebut memiliki preferensi yang baik di
masyarakat dan memahami wilayah pesisir namun memiliki keterbatasan
mobilitas.
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
87
Relawan Demokrasi sebagaimana yang digariskan oleh KPU bertujuan
untuk memaknai penyelengaraan Pemilu agar bermakna bagi kehidupan
demokrasi
terutama
untuk
menjamin
hak-hak
politik
dan
terselenggaranya Pemilihan Umum yang bebas dan adil sesuai standar
demokratis. Pemilih tidak dijadikan objek yang membuat mereka terlibat
dalam tindakan manipulasi dalam penghitungan suara, dan tidak adanya
intimidasi dan kekerasan fisik dalam memberikan dukungan suara.
Tujuan dari program Relawan Demokrasi sebagaimana disebutkan oleh
KPU meliputi ; 1) Meningkatkan kualitas proses Pemilu, 2)
Meningkatkan partisipasi pemilih, 3) Meningkatkan kepercayaan publik
terhadap proses demokrasi, 4) Membangkitkan kesukarelaan masyarakat
sipil dalam agenda Pemilu dan demokratisasi. Untuk mencapai tujuan
tersebut relawan demokrasi mestinya dibekali kemampuan komunikasi
yang mencakup kemampuan :
1. Komunikasi tatap muka, dimana relawan demokrasi harus mampu
berinteraksi langsung dengan pemerintah kecamatan, pemerintah desa,
petugas Pemilu, masyarakat pemilih, dengan indikator yang mencakup
sebagai berikut:
a. Menyelenggarakan rapat koordinasi dengan pemerintah Kecamatan.
b. Mengadakan koordinasi dengan pihak pemerintah desa.
c. Mengadakan penyuluhan tata cara mendirikan TPS
d. Menggelar pelatihan pemberian suara (mencontreng)
e. Mengadakan pelatihan penyelenggaraan tahapan Pemilu.
2. Komunikasi melalui media masa dan elektronik. Relawan Demokrasi
mampu mengunakan sarana komunikasi massa dengan indikator yang
mencakup :
a. Penyebaran liflet di tempat umum;
b. Pemasangan spanduk;
c. Penyebaran informasi Pemilu melalui radio;
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
88
d. Pemasangan iklan melalui koran;
e. Mengadakan pengumuman keliling.
3. Mobilisasi masa, komunikasi yang dilakukan lebih bersifat satu arah.
Artinya, seorang Relawan Demokrasi harus mampu bicara di depan
umum, dengan indikator yang mencakup :
a. Menggelar deklarasi anti Golput.
b. Melakukan anjuran untuk mengikuti kampanye secara damai.
c. Mengajak ormas berpartisipasi aktif dalam setiap tahapan Pemilu.
d. Memberikan penyuluhan khusus kepada pemilih pemula.
e. Mengajak tokoh masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam
setiap tahapan Pemilu.
Sebagai komunikator, Relawan Demokrasi ini diharapkan dapat
meningkatkan partisipasi politik dengan membekali diri dengan
pemahaman terhadap; a) Demokrasi, pemilu dan partisipasi, b)
Pemahaman tentang teknis tahapan Pemilu yang strategis, c) Kode etik
relawan, d) Teknik-teknik komunikasi publik, dan e) Materi lain yang
relevan seperti mempertimbangkan sistem sosial, tingkat ketergantungan
penerima informasi dan sejauh mana relawan bisa menyesuaikan media
komunikasi yang ada. Interaksi ketiga unsur tersebut memberikan efek
meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku pemilih dalam proses
demokrasi. Dengan kemampuan komunikasi, Relawan Demokrasi bisa
menjawab pertanyaan kenapa orang harus berkomunikasi,
keperluan
praktis dan keperluan logis. Oleh karena itu sebelum melakukan
komunikasi
Relawan
Demokrasi
harus
mengetahui
tujuan atau
kepentingannya, setelah itu barulah mempertimbangkan sasaran, dengan
mempertimbangkan
sampaikan dan
individu
penerima
pesan
yang
komunikator
mempertimbangkan suasana dalam berkomunikasi.
Pertimbangan atas fokus dan sasaran inilah yang menentukan media apa
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
89
saja yang diperlukan untuk membuat komunikasi itu menjadi efektif.
Komunikasi bisa berkembang sedemikian rupa melampaui tujuan yang
ingin dicapai secara teoritis, komunikasi berkembang mengikuti metode
dan logika penjelasannya. Setidaknya terdapat 4 (empat) perspektif yang
mendasari pengembangannya, yakni perspektif hukum (covering laws),
perspektif aturan (rules), perspektif sistem (systems) dan perspektif
simbolik interaksionisme (symbolic interractionism). Bisa saja karena
komunikator dalam hal ini Relawan Demokrasi tidak memahami aturan
(kode etik), akan berakibat tujuan komunikasi menjadi tidak tercapai.
Apalagi jika Relawan Demokrasi tidak memahami tujuan komunikasi,
yakni untuk meningkatkan partisipasi politik dan kualitas pemilih dalam
menggunakan hak pilihnya.
Pemerintah daerah dalam hal ini Penyelenggara Pemilu di tingkat daerah
(KPU Kabupaten Belitung) tidak hanya berpedoman pada jadwal,
ketentuan yang disusun oleh pemerintah pusat tetapi perlu turun ke
lapangan, setidaknya untuk menangkap situasi politik yang berkembang
di masyarakat. Dengan demikian fungsi pemerintah sebagai administrator
dapat dipahami masyarakat begitu pun sebaliknya. Hubungan timbal
balik ini memungkinkan kebijakan publik bisa berjalan sesuai yang
diharapkan. Dalam hubungan dengan partai politik, muncul persoalan
dana bantuan partai politik yang belum dapat direalisasikan sehingga
sejumlah Parpol mengeluhkan kinerja pemerintah Kabupaten Belitung
sebagai pengelola dana partai, sebaliknya pihak Satuan Kerja Perangkat
Daerah yang ditunjuk menyalahkan partai yang belum melengkapi
administrasi.
Upaya partisipasi yang dilakukan saat ini dibingkai dalam suatu bingkai.
Masyarakat ditempatkan pada tempat yang paling jauh dari masalah,
sementara struktur dan proses administratif adalah komponen yang
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
90
paling dekat. Adapun administrator adalah agen diantara struktur dan
masyarakat. Kondisi yang seperti ini memberikan administrator
kewenangan untuk memformulasikan kebijakan hanya setelah isu telah
didefinisikan. Selain itu, administrator tidak memiliki kewenangan nyata
untuk mendefinisikan kembali isu, atau untuk mengubah proses
administrasi yang memungkinkan keterlibatan yang lebih besar dari
masyarakat. Karenanya, partisipasi menjadi tidak efektif dan cenderung
menimbulkan konflik. Partisipasi biasanya dilakukan terlambat yakni
setelah isu dibingkai dan bahkan setelah dibuat. Karena alasan ini
masyarakat kemudian menjadi reaktif, menghakimi dan seringkali
mensabotase upaya dari administrator dari pada bekerjasama dengan
administrator untuk memutuskan cara terbaik dalam mengatasi isu.
Melihat pada kondisi yang seperti itu, King, Feltey dan Susel (1998)
kemudian memberikan arahan untuk membingkai kembali partisipasi
sehingga menjadi nyata atau otentik. Partisipasi yang otentik ini dapat
dicapai dengan menempatkan masyarakat setelah isu serta struktur dan
proses administratif menjadi paling jauh. Adapun administrator tetap
menjadi jembatan diantara keduanya. Dengan bingkai seperti ini,
masyarakat menjadi sentral dan berhubungan secara langsung dengan isu.
Mereka memiliki kesempatan yang sama dan cepat untuk mempengaruhi
proses dan keluaran. Pengaruh dari administrator akan datang dari
hubungan mereka dengan masyarakat maupun dari keahlian dan posisi
mereka. Adapun struktur dan proses administrasi akan didefinisikan oleh
hubungan dan interaksi antara masyarakat dan administrator. Dengan
mengubah bingkai seperti ini, menurut mereka akan dapat meningkatkan
keinginan untuk berpartisipasi.
Dalam upaya mewujudkan partisipasi masyarakat yang otentik tersebut,
menurut King, Feltey dan Susel (1998), terdapat tiga hambatan utama
yang dihadapi, yakni: (1) realitas dari kehidupan sehari-hari masyarakat
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
91
yang terikat dengan posisi kelas sosial termasuk faktor-faktor seperti
transportasi, hambatan waktu, struktur keluarga, jumlah anggota keluarga
yang bekerja, pengurusan anak, dan ketidakmampuan ekonomi; (2)
sistem dan proses administratif yang mendukung status quo; serta (3)
teknik partisipasi yang masih belum memadai seperti dengar pendapat
publik, dewan penasehat masyarakat, panel masyarakat, dan survey
publik. Untuk mengatasi ketiga hambatan utama tersebut, mereka
mengusulkan sejumlah upaya yang dapat dilakukan, yakni; (1)
memberdayakan dan melakukan pendidikan terhadap masyarakat yaitu
dengan mendesain proses sehingga masyarakat mengetahui bahwa
partisipasi mereka dapat memberikan dampak, melibatkan keterwakilan
yang luas dari masyarakat, serta dapat menghasilkan keluaran yang dapat
dilihat; (2) mendidik kembali para administrator yang sesuai dengan
upaya untuk mengubah peran mereka dari manajer yang ahli menjadi
peserta atau mitra yang kooperatif melalui pembentukan keahlian inter
personal, mendefinisikan kembali peran administrator, dan mengubah
cara dalam mendidik dan melatih administrator publik; serta (3)
memungkinkan struktur dan proses administrasi.
Pandangan lain mengenai partisipasi masyarakat misalnya dapat dilihat
dari pendapat O’Connel (1999) yang berpendapat bahwa masyarakat
harus diyakinkan dengan kebutuhan untuk melaksanakan hak dan
kewajibannya secara seimbang. Dalam konteks ini yang harus dilakukan
adalah membangun kesadaran masyarakat mengenai hal-hal yang dapat
dilakukannya untuk kebaikan bersama. Terkait dengan pemberdayaan
masyarakat ini, Yang (2005) mengangkat isu mengenai diperlukannya
rasa saling percaya antara administrator publik dengan warga masyarakat
guna meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam penyelenggaraan
administrasi publik. Merujuk kepada pendapat Offe (1999), kepercayaan
memiliki 4 (empat) dimensi, yakni: (1) kepercayaan warga masyarakat
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
92
kepada sesama warga masyarakat; (2) kepercayaan masyarakat terhadap
elite; (3) kepercayaan elite politik terhadap sesama elite; serta (4)
kepercayaan elite politik terhadap warga masyarakat (Yang, 2005).
Selain dari pada itu, kepercayaan yang harus dibangun antara
Administrator Publik dengan masyarakat dan sebaliknya, terdapat
sejumlah hal yang harus diperhatikan dalam upaya meningkatkan
kesadaran masyarakat untuk mau berpartisipasi dalam kegiatan
pemerintahan. Hal ini menurut Mitchell (2005), terkait dengan
diperlukannya visi bersama dan sejumlah atribut lainnya guna
terwujudnya kemitraan yang efektif antara pemerintah dan masyarakat.
Atribut tersebut adalah: (1) kompatibilitas antar peserta berdasarkan
kepercayaan dan penghargaan yang saling menguntungkan; (2)
keuntungan bagi semua mitra; (3) kesetaraan kekuatan dengan mitra; (4)
saluran komunikasi; (5) kemampuan beradaptasi; serta (6) keberadaan
integritas, kesabaran dan kemauan untuk menyelesaikan permasalahan.
Hal lainnya yang harus diperhatikan dalam upaya membuat masyarakat
mau dan mampu untuk berpartisipasi adalah bagaimana kita bisa
menyelesaikan permasalahan dilematis yang dihadapi oleh masyarakat
ketika akan berpartisipasi. Menurut Roberts (2004) sebagaimana dikutip
dalam Callahan (2007, 166-167), terdapat setidaknya 6 (enam) dilema
dalam upaya melibatkan masyarakat, yakni: (1) dilema terkait besaran
dari masyarakat; (2) dilema terkait kelompok-kelompok masyarakat yang
termarjinalkan; (3) dilema terkait resiko; (4) dilema terkait teknologi dan
keahlian; (5) dilema terkait waktu; serta (6) dilema terkait barang-barang
bersama (common good).
Dalam konteks mewujudkan partisipasi politik masyarakat di wilayah
pesisir Kabupaten Belitung, hal yang perlu untuk diupayakan adalah
bagaimana mendekatkan realitas politik terhadap kehidupan masyarakat
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
93
sehari-hari. Untuk itu diperlukan orientasi kebijakan publik yang
memadai.
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
94
BAB VI
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian, dan pembahasan dapat disimpulkan
bahwa Pertama, tingkat melek politik masyarakat di wilayah pesisir Kabupaten
Belitung terlihat pada tingkat partisipasi politik dalam pelaksanaan Pileg 2014,
yang lebih baik jika dibandingkan dengan tingkat partisipasi politik dalam
Pilpres 2014. Kemudian pemilih dari kalangan perempuan juga lebih baik jika
dibandingkan dengan pemilih dari kalangan laki-laki. Hal ini dapat dilihat dari
rasio antara pemilih laki-laki dan pemilih perempuan di Kecamatan
Tanjungpandan. Berdasarkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang dikeluarkan
oleh KPU Kabupaten Belitung pada Pemilu Legislatif 2014 yang berjumlah
116.521 orang, dengan rincian 59.541 pemilih laki-laki dan 56.980 pemilih
perempuan. Dari 116.521 pemilih yang menggunakan hak pilih atau partipasi
politik pada Pemilu Legislatif di Kabupaten Belitung tahun 2014, berjumlah
sebanyak 89.993 pemilih atau sebesar 77,23%, dengan rincian 44.646 pemilih
laki-laki atau sebesar 38,31%, dan sebanyak 45.347 pemilih perempuan atau
sebesar 38,91%. Partisipasi politik pemilih perempuan ini lebih tinggi, yakni
45.347 pemilih atau sebesar 50,38%, melebihi partisipasi politik dari pemilih
laki-laki,
yakni
44.646
pemilih
atau
49,61%.
Dimana
Kecamatan
Tanjungpandan yang notabene merupakan wilayah perkotaan, memiliki tingkat
partisipasi politik terendah, dan sebaliknya Kecamatan Membalong yang
merupakan wilayah pedesaan dan pesisir memiliki tingkat partisipasi tertinggi
yakni 87,98%. Artinya partisipasi politik di wilayah pedesaan dan wilayah
pesisir jauh lebih tinggi, meskipun tingkat pendidikan formal tidak terlalu
tinggi jika dibandingkan masyarakat perkotaan. Setidaknya hal ini memberikan
gambaran awal bahwa tingkat kesadaran politik warga di wilayah pedesaan dan
wilayah pesisir di Kabupaten Belitung jauh lebih tinggi. Selanjutnya tingkat
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
95
kesadaran politik tersebut perlu dianalisa, faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhinya.
Sedangkan pengguna hak pilih pada pelaksanaan Pilpres 2014 sebesar 88.914
pemilih, meskipun jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT KPU Kabupaten
Belitung meningkat, namun partisipasi pemilihnya justru mengalami
penurunan menjadi 75,78%. Pengguna hak pilih ini menurun drastis dari
89.993 pemilih pada Pileg 2014, menjadi 88.914 pemilih pada Pilpres 2014.
Partisipasi politik tertinggi pada Pemilu Presiden berada di Kecamatan
Membalong yakni sebesar 84,91%, sedangkan partisipasi politik terendahnya
berada di Kecamatan Selat Nasik yakni sebesar 69,66%. Rendahnya kesadaran
masyarakat di wilayah pesisir dalam menggunakan hak politik mereka,
tergambar dari keengganan warga
mempertanyakan hak politiknya ketika
nama mereka tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih. Disisi lain, panitia
penyelenggara di tingkat desa mengalami kesulitan saat mengkonfirmasi,
karena pada saat itu warga yang bersangkutan sedang tidak ada di rumah.
Umumnya warga di wilayah pesisir yang berprofesi ganda, yaitu sebagai
nelayan dan juga sekaligus sebagai petani. Kedatangan warga di TPS dianggap
sekedar menggugurkan kewajiban sebagai warga negara.
Kedua, pola melek politik warga di wilayah pesisir juga dipengaruhi oleh
kesadaran hak politik dan pengetahuan terhadap sosok dan visi-misi Caleg
yang dipilih, dikarenakan adanya rangsangan oleh Caleg dan tim suksesnya
pada Pileg 2014. Sedangkan tokoh yang mendorong kesadaran dan
pengetahuan warga pada Pemilu Presiden 2014 lebih sedikit, bahkan tim
sukses atau koalisi Parpol terpecah, yang mengakibatkan upaya untuk
mengenalkan calon Presiden dan Wakil Presiden menjadi minim.
Ketiga, faktor yang mempengaruhi terbentuknya melek politik warga di
wilayah pesisir Kabupaten Belitung pada Pemilu Legislatif 2014 maupun
Pemilu Presiden 2014, mencakup Faktor Pendorong yang meliputi; a) rasa
ingin tahu, b) kesadaran politik, c) rangsangan politik, d) karakteristik pribadi,
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
96
e) karakteristik sosial, f) situasi atau lingkungan politik, g) pendidikan politik.
Dari ketujuh faktor pendorong
tersebut, faktor yang paling dominan
mempengaruhi melek politik warga pesisir adalah karakteristik sosial. Alasan
lain yang mendorong melek politik warga pesisir adalah; 1) masyarakat pesisir
memiliki tingkat kekerabatan yang baik, 2) masih adanya tokoh masyarakat
sebagai panutan yang dapat memberikan rangsangan politik. Sedangkan faktor
penghambat yang meliputi; a) hubungan fungsional wilayah, b) pengaruh dari
keluarga, dan c) rendahnya dukungan dan sosialisasi. Meskipun tingkat
partisipasi politik relatif lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah perkotaan.
Faktor penghambat dalam meningkatkan melek politik di wilayah pesisir lebih
didominiasi oleh faktor rendahnya dukungan dan sosialisasi sehingga
kesadaran terhadap hak politik dan pengetahuan terhadap sosok dan visi misi
Caleg atau Capres bersumber pada tokoh panutan. Pengetahuan terhadap sosok
Caleg yang cenderung mempertimbangkan hubungan emosional dan bersifat
pribadi.
Keempat, strategi dan kebijakan untuk meningkatkan melek politik warga
ditujukan untuk mengurangi faktor hambatan dan memperkuat faktor
pendorong.
Penguatan
meningkatkan pendidikan
terhadap
faktor
pendorong
ditujukan
untuk
politik dan kesadaran politik. Sedangkan faktor
penghambat yang perlu diatasi yaitu dengan melakukan kegiatan sosialisasi.
Dalam hal ini KPU Kabupaten Belitung diharapkan dapat meningkatkan
kualitas dan kreativitas sosialisasi. Disisi lain, minimnya kegiatan sosialisasi
menurut KPU Kabupaten Belitung, salah satunya dikarenakan terbatasnya
anggaran sosialisasi serta dibatasi oleh agenda atau tahapan Pemilu. Sementara
kegiatan sosialisasi yang dilakukan oleh peserta pemilu, relatif tidak dibatasi
anggaran namun disesuaikan dengan kemampuan anggaran masing-masing
peserta Pemilu.
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
97
B. REKOMENDASI
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka saran peneliti adalah; pertama,
untuk meningkatkan melek politik masyarakat di wilayah pesisir, pemerintah
atau KPU Kabupaten Belitung perlu upaya untuk merangsang pengetahuan
masyarakat, bahwa hak politik tersebut berkaitan dengan masa depan
masyarakat yang lebih luas, dan tidak sekedar berdampak terhadap kepentingan
lokal dan individual warga semata.
Kedua, pola melek politik warga di wilayah pesisir Kabupaten Belitung juga
dipengaruhi oleh tokoh panutan menjadi tokoh sentral dalam mengatasi
rendahnya pengetahuan dan kesadaran pemilih terhadap sosok dan visi misi
atau program kerja peserta Pemilu. Hal ini menjadikan tingkat melek politik
warga di wilayah pesisir relatif rendah, meskipun tingkat partisipasi politiknya
cukup tinggi. Sehingga diperlukan upaya membangun masyarakat yang melek
media, dan mampu mengakses sumber informasi. Hal ini bisa dilakukan
dengan membangun pusat-pusat informasi atau mengoptimalkan teknologi
informasi hingga ke pelosok masyarakat, terutama berkaitan dengan
pemenuhan hak-hak warga negara seperti hak pendidikan, hak kesehatan dan
hak untuk berserikat dan berkumpul. Dengan demikian pandangan politik
warga tidak hanya bersumber dari tokoh panutan dan sekedar mengikuti tradisi
turun temurun, melainkan melalui pertimbangan atas dasar pengetahuan atau
informasi yang luas. Pemerintah perlu membangun konstruksi masyarakat
informatif yang melek media, dimana dengan lebih banyak memberdayakan
sumber-sumber informasi yang ada di kalangan masyarakat dengan
melibatkannya
secara
langsung,
terutama
di
setiap
tahapan
Pemilu
sebagaimana yang telah disusun dalam agenda atau tahapan Pemilu oleh KPU.
Ketiga, untuk mengatasi faktor penghambat dan memperkuat faktor pendorong
dalam meningkatkan melek politik warga di wilayah pesisir, diperlukan
pendekatan sosiologis. Dimana peran serta pemerintah atau sinergi antara
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
98
pemerintah
dan
Penyelenggara
Pemilu
sangat
dibutuhkan
dengan
mempertimbangkan karakter sosial masyarakat.
Keempat, rekomendasi yang dibutuhkan untuk menyusun strategi dan
kebijakan dalam meningkatkan melek politik warga pesisir; a) diperlukan
strategi
untuk
membangun
kehidupan
sosial
dalam
meningkatkan
pemberdayaan masyarakat di segala bidang pembangunan, sehingga terbangun
masyarakat yang mandiri dan proaktif. Orientasi pembangunan sosial perlu
ditingkatkan karena selama ini pembangunam lebih berorientasi pada
pembangunan fisik. Laju pertumbuhan ekonomi nyatanya mendorong
lemahnya modal sosial sebagaimana yang terjadi di wilayah perkotaan. Kondisi
ini mendorong resistensi masyarakat terhadap politik menjadi tinggi, b)
masyarakat perlu didorong untuk menjadi agen perubahan dan penggerak
dinamika sosial, c) sinergitas kelembagaan perlu ditingkatkan sehingga
kehidupan demokrasi tidak hanya bertumpu pada lembaga penyelenggara
Pemilu, partai politik, serta pemerintah melainkan sinergitas tersebut terbangun
dari masyarakat itu sendiri.
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
99
DAFTAR PUSTAKA
 Agustino, L., dan M. A. Yusoff. Pemilihan Umum Dan Perilaku Pemilih:
Analisis, 2009.
 Agus Muslim, Faktor-Faktor Partisipasi Politik Pemilih Pemula Di
Kecamatan Andir Pada Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernu (Pilgub)
Jabar 2013,2014
 Almond dalam Mochtar Masoed. Perbandingan Sistem Politik. Jogyakarta,
2001, Gajah Mada University Press
 Awangga, Desain Proposal Penelitian. Yogyakarta, 2007, Pyramid.
 Budiarjo, Miriam, Dasar- Dasar Ilmu Politik. Jakarta, 2002, PT Gramedia
Pustaka Utama.
 Bofaird dan Loffler, 2003)
 Herbert McKlosky (1972:252)
 Budiarjo, Miriam,Partisipasi dan Partai Politik : Sebuah Bunga Rampai.
Jakarta, 1998, Yayasan Obor Indonesia.
 B.N. Marbun, Kamus Politik. Jakarta, 1996, Pustaka Sinar Harapan
 Bonar Simangunsong, Negara.Demokrasi dan Berpolitik Yang Profesional.
Jakarta, 2004, Gramedia
 Denzin, N.K., The Research Act: A Theoretical Introduction to Sociological
Method (2nd ed.), New York, 1978: McGraw-Hill.
 Wahyuningsih, Eka, Konstruksi Pendidikan Politik Pada Sekolah Menengah
Atas di Kota Pangkalpiangn, Universitas Pendidikan Indonesia, Jakarta,
2013
 Effendi,2007, Budaya Politik Khas Minangkabau Sebagai Alternatif Budaya
Politik di Indonesia, Jurnal LIPI : Masyarakat Indonesia, Majalah IlmuIlmu Sosial Indonesia, Jakarta, 2014
 Fasli Djalal dan Dedi Supriadi, (2001: 201-202)
 John M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Bahasa Indonesia-Inggris,
Inggris-Indonesia, Gramedia, 2000, Jakarta
 Erman, Erwiza, Dinamika Komunitas Warung Kopi Dan Politik Resistensi
di Pulau Belitung, Jurnal LIPI : Masyarakat Indonesia, Majalah Ilmu-Ilmu
Sosial Indonesia, Jakarta, 2014
 Heddy Shri Ahimsa Putra, , Demokrasi To-Manurung Falsafah Politik Dari
Bantaeng, Sulawesi Selatan, Jurnal LIPI : Masyarakat Indonesia, Majalah
Ilmu-Ilmu Sosial Indonesia, Jakarta, 2014
 Hermawan, Eman. 2001. Politik Membela Yang Benar. Yogyakarta,2001,
Yayasan KLIK.
 Huntington, Samuel P dan Nelson, Joan,Partisipasi Politik di Negara
Berkembang. Jakarta, 1994, Renika Cipta
 Ibnu Kencana. Ilmu Politik. Jakarta, 1997.Rineka Cipta
 (Islamy dkk., 2004)
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
100
 Islamy, M.Irfan. 2009. Kebijakan Publik. Banten : Penerbit Unviersitas
Terbuka
 Kurniawan. Robi Cahyadi. Kampanye Politik: Idealis danTantangan. Jurnal
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM, Yogyakarta, 2009.
 Kurniawan, Teguh, Partisipasi Masyarakat di Perkotaan dan Berbagai
Upaya Peningkatan yang Dapat Dilakukan
 Kojongian, A, Tomohon Kotaku. Cetakan Pertama, Tomohon, 2006, CV
Agape.
 King, Cheryl Simrell, Kathryn M Feltey, and Bridget O’Neill Susel, Public
Administration Review, Vol. 58, No. 4, pp 317-326, 1998
 I Nyoman Sumaryadi, 2010
 Lasut, Vivaldi E. C. partisipasi politik pemilih pemula pada pemilihan
umum Legislatif 2014 di Kecamatan Tomohon Utara
 Maran, RafaelRaga, Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta, 2001, Rineka
Cipta Indonesia
 Noor, Firman, Perilaku Politik Pragmatif Dalam Kehiduapan Politik
Kontemporer : Kajian atas Menyurutnya Peran Ideologi Politik di Era
Reformasi, Jurnal LIPI : Masyarakat Indonesia, Majalah Ilmu-Ilmu Sosial
Indonesia, Jakarta, 2014.
 Noor, Firman Endang Sulastri,Nurliah Nurdin, Laporan Penelitian Evaluasi
Pemilihan Presiden/Wakil Presiden 2014, Electoral Research Institute –
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Jakarta 2015
 O’Connell, Brian, Civil Society: The Underpinnings of American
Democracy, London, 1999, Tuffs University
 Komisi Pemilihan Umum. Pemilu Untuk Pemula,KPU. Demak, 2013.
 Rahmat Habibi, Forum Keadilan No. 22, 05 Oktober 2012
 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik. Jakarta, 1992, Gramedia
 Rush, Michael & Althof. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta, 2000,
Rajawali Press.
 Sendaja,Djuarsa. Sasa, Teori Komunikasi.Jakarta. 2009, Universitas
Terbuka
 Sastroadmojo, Sudjiono. Partisipasi Politik. Semarang, 1995, IKIP
Semarang Press.
 Satori, D., dan Komariah, A, Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung,
2013, Alfabeta.
 Schmandt, H. J,Filsafat Politik. Yogyakarta, 2009, Pustaka Pelajar
 Sitepu, P. A., Teori-Teori Politik. Yogyakarta, 2012, Graha Ilmu.
 Syafiie,I.K, Ilmu Politik, Jakarta, 2010, Rineka Cipta
 Tosun, Expected Nature Of Community Participation In Tourism
Development, School OfTourism and Hotel Management, Turkey, 2004
 Pemilihan Presiden Di Indonesia. Jurnal Kajian Politik dan Masalah
Pembangunan 5(1): 422-424, 2009.
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
101
 KPU, Petunjuk Pelaksanaan Program Relawan Demokrasi (Relasi) Pemilu
Tahun 2014, Jakarta, Agustus 2013
 Wahyuningrum, Diah, Sarkadi, Raharjo, Hubungan Antara Pemahaman
Budaya Politik Dengan Partisipasi Politik Siswa (Studi Korelasional Di Sma
At-Taqwa 02 Babelan),Jurnal PPKN UNJ ONLINE Volume 1, Nomor2,
Tahun 2013
 Zarkasih M.Nur, Evaluasi Pemilu 1999 : Catatan Terhadap UU Politik
 Yang, Kaifeng, 2005, “Public Administrators’ Trust in Citizens: A Missing
Link in Citizen Involvement Efforts”, Public Administration Review, Vol.
65, No. 3, pp 273-285
Internet :
 Agung Wasono, Demokrasi dan Tata Pemerintahan yang Baik,
http://politik.kompasiana.com/2013/07/19/ l
 Jeky Tinuntung, Partisipasi Politik Pemilih Pemula Dalam Pemilihan Bupati
Dan Wakil Bupati Di Kabupaten Talaud (Suatu Studi Di Kecamatan Essang
Selatan Kabupaten Talaud),
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/politico/article/view/5983
 http://logowa.ui.ac.id/w/216_partisipasi-masyarakat-di-perkotaan-danberbagai-upaya-peningkatan-yang-dapat-dilakukan/
 http://perencanaankota.blogspot.com/2011/11/definisi-dan-deliniasikawasan-pesisir.html)
 http://benny77jeka.blogspot.com/2012/01/kajian-hukum-wilayah-laut-danpesisir.html)
 http://news.detik.com/read/2014/06/23/194039/2617010/1562/sidang-gugatan-uu-pilpreskemendagri-setujupilpres-2014-satu-putaran
 http://mediacenter.kpu.go.id/berita/1202-9-faktor-yang-mempengaruhitingkat-partisipasi-masyarakat-dalam-pemilu.html
 http://rodlial.blogspot.com/2014/02/makalah-partisipasi-politik-diindonesia.html
 http://news.detik.com/read/2014/06/23/194039/2617010/1562/sidanggugatan-uu-pilpres-kemendagri-setujupilpres-2014-satu-putaran
 Hendrik , Doni , Variabel-variabel yang Mempengaruhi Rendahnnya
Partisipasi Politik Masyarakat dalam Pilkada Walikota dan Wakil Walikota
Padang Tahun 2008, Demokrasi144 Vol. IX No. 2 Th. 2010
 Strategi Komisi Pemilihan Umum untuk Meningkatkan Partisipasi
masyarakat Dalam Pemilu
tahun
2014
(studi di kpu kabupaten
Sleman Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta),
http://fardinlaia.blogspot.com/2014/06/strategi-kpu-dalam-pemilu.html
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
102
Dokumen-Dokumen :
 Surat Komisi Pemilihan Umum Nomor 1628. PERPU NO 3 TAHUN 2005
Mengenai Perubahan UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
PP NO 17 Tahun 2005 Mengenai Perubahan atas Peraturan Pemerintah No
6 TAHUN 2005 Tentang Pemilihan Pengesahan, Pengangkatan, dan
Pemberhentian Kepala Daerah.
 Surat KPU RI Nomor 155/KPU/IV/2015 perihal Pedoman Riset Tentang
Partisipasi Dalam Pemilu.
 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota
DPR, DPD,dan DPRD.
 Peraturan KPU No.21 tahun 2013 tentang Program dan jadwal
penyelenggaraan pemilu anggota DPR, DPD, DPRD tahun 2014.
 Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 4 Tahun 2014 Tentang
Tahapan, Program, dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Presiden
dan Wakil Presiden Tahun 2014.
Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014
Di Kabupaten Belitung
103
Download