KATA PENGANTAR Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut Pemilu merupakan indikasi kehidupan demokrasi suatu negara yang meliputi daerah-daerah, tak terkecuali di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Selain itu Pemilu juga menggambarkan peta kehidupan sosial budaya, dan ekonomi masyarakat di suatu daerah. Sebagai salah satu sarana demokrasi, Pemilu menunjukkan kualitas kehidupan demokrasi dalam memilih wakil rakyat dan pemimpin yang bertanggung jawab terhadap kesejahteraan rakyat. Parameter kehidupan demokrasi suatu negara bukan hanya dilihat dari bagaimana Pemilu diselenggarakan, tetapi juga dilihat dari bagaimana masyarakat ambil bagian dalam proses Pemilu tersebut. Sebuah daerah tentunya memiliki karakteristik pemilih yang berbeda-beda, sehingga sangat menarik untuk diteliti lebih jauh. Demikian juga halnya dengan karakteristik pemilih di Kabupaten Belitung, baik yang bermukim di wilayah perkotaan maupun yang bermukim di wilayah pedesaan atau wilayah pesisir. Ada faktor pendorong dan faktor penghambat yang akan membuat penyelenggaraan Pemilu di wilayah tersebut menjadi berkualitas. Dalam hal ini masyarakat akan menjadi sasaran dari mobilisasi kepentingan-kepentingan tertentu. Menguatnya faktor pendorong ini akan menghasilkan partisipasi politik yang tinggi, sementara faktor penghambat akan menyebabkan rendahnya partisipasi politik. Sudah pasti banyak alasan yang membuat masyarakat di perkotaan dan di pedesaan atau wilayah pesisir Kabupaten Belitung ini melek politik (political literacy). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif, yakni peneliti mencoba mendeskripsikan fenomena partisipasi politik di wilayah perkotaan dan wilayah pedesaan atau wilayah pesisir Kabupaten Belitung. Berdasarkan data kualitatif yang dideskripsikan, diketahui bagaimana faktor pendorong dan faktor penghambat yang membuat warga melek politik. Sehingga dapat dilakukan upaya peningkatan dengan penerapan strategi dan kebijakan. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian riset ini. Tanjungpandan, 14 Agustus 2015 KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN BELITUNG KETUA, SONI KURNIAWAN, SH Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014i Di Kabupaten Belitung LAPORAN RISET DENGAN TEMA TINGKAT MELEK POLITIK WARGA DALAMPEMILU 2014 DI KABUPATEN BELITUNG PENULIS : Fithrorozi, S.Kom,ME ENUMERATOR : HendraWiryansyah,S.Pd Rakhmat Prayogi,SKM KELOMPOK KERJA : Yudi Ariyanto,S.IKom Ilham Arifin,S.IP Nazuri,S.IP Soni Kurniawan,SH Agus Sumardi,SE Muliadi,S.IP Rezeki Aris Munazar Zuhri Wahyudi, AMd EDITOR : Galih Prawira,ST DESAIN COVER : Pebriyandi Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014ii Di Kabupaten Belitung ABSTRAKSI Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut Pemilu merupakan indikasi kehidupandemokrasi suatu daerah, tak terkecuali di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Selain itu Pemilu juga menggambarkan peta kehidupan sosial budaya, dan ekonomi masyarakat di suatu daerah. Sebagai salah satu sarana demokrasi, Pemilu menunjukkan kualitas kehidupan demokrasi dalam memilih wakil rakyat dan pemimpin yang bertanggung jawab terhadap kesejahteraan rakyat. Sebuah daerah tentunya memiliki karakteristik pemilih yang berbeda-beda, sehingga sangat menarik untuk diteliti lebih jauh. Demikian juga halnya dengan karakteristik pemilih di Kabupaten Belitung, baik yang bermukim di wilayah perkotaan maupun yang bermukim di wilayah pedesaan atau wilayah pesisir. Ada faktor pendorong dan faktor penghambat yang akan membuat penyelenggaraan Pemilu di wilayah tersebut menjadi berkualitas. Dalam hal ini masyarakat akan menjadi sasaran dari mobilisasi kepentingan-kepentingantertentu.Menguatnya faktor pendorong ini akan menghasilkan partisipasi politik yang tinggi, sementara menguatnyafaktor penghambat akan menyebabkan rendahnya partisipasi politik. Desain penelitian yang digunakan oleh peneliti, adalah penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif, yaitu peneliti mencoba mendeskripsikan suatu objek atau fenomena dalam kata-kata yang naratif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana faktorpendorong dan faktorpenghambat dalam partisipasi politik masyarakat di wilayah pesisirKabupaten Belitung pada Pemilu 2014. Hasil penelitian menunjukkantentang bagaimana bentuk-bentuk partisipasi politik pemilih di wilayah pesisirKabupaten Belitung pada Pemilu 2014. Pertama, faktorfaktor yang mempengaruhi partisipasi politik. Kedua, strategi dan kebijakan apa saja yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kesadaran, pengetahuan atau melek politik warga di wilayah pesisir. Untuk menganalisis temuan terhadap fenomena partisipasi politik pemilih di Kabupaten Belitung dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden Tahun 2014. Teori yang digunakan oleh peneliti dalam menganalisis data mengenai masalah partisipasi politik pemilih di wilayah pesisir Kabupaten Belitung, adalah teori dari Milbrath yang menyatakan partisipasi politik seseorang dapat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor pendorong dan faktor penghambat. Kata Kunci : Faktor Pendorong, Faktor Penghambat, Wilayah Pesisir Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014iii Di Kabupaten Belitung DAFTAR TABEL Tabel 2.1.Responden.............................................................................................30 Tabel 3.1.Penyebaran Pulau dan Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kabupaten Belitung…...........................................................................35 Tabel 3.2.Jumlah Desa,Dusun,RT, RW dan TPS MenurutKecamatan di Kabupaten Belitung Tahun 2014….....................................................36 Tabel3.3. Pemeluk Agama di Kabupaten Belitung Tahun 2013-2014.................38 Tabel3.4. Perkembangan Penduduk Rawan Sosial Kabupaten BelitungTahun 2012-2014…………………………...…………………………...........41 Tabel 3.5. Perkembangan Penduduk Cacat di Kabupaten Belitung Tahun 20132014.......................................................................................................42 Tabel 3.6. Komposisi Mata Pencaharian Penduduk Kabupaten Belitung Tahun 2007.......................................................................................................43 Tabel 3.7.Jumlah Sekolah dan Guru di Kabupaten Belitung Tahun 20122014.......................................................................................................46 Tabel4.1. Partisipasi Politik dan Distribusi Pemilih Laki-laki dan Perempuan Pada Pileg 2014 Menurut KecamatandiKabupatenBelitung…..…….51 Tabel 4.2. Partisipasi Politik dan Distribusi Pemilih Laki-laki dan Perempuan Pada Pilpres 2014 Menurut KecamatandiKabupatenBelitung…..…..52 Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014iv Di Kabupaten Belitung DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1. Kerangka Pemikiran Penelitian..……………...……………………27 Gambar 3.1. Piramida Pemilih Yang Terdaftar Pada DPT Pemilu Presiden Tahun 2014 di Kabupaten Belitung..............................................................49 Gambar4.1.PartisipasiPolitikPeriode 2008-2013...............................................65 Gambar 4.2.Grafik Jumlah Rumah Tangga Miskin di Kabupaten Belitung Pada Tahun 2005 dan 2008........................................................................73 Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014v Di Kabupaten Belitung DAFTAR ISI Kata Pengantar...................................................................................................... i Laporan Riset, Tema dan Susunan Tim………...……………………………...ii Abstraksi................................................................................................................iii Daftar Tabel..........................................................................................................iv Daftar Gambar.......................................................................................................v Daftar Isi................................................................................................................vi BAB I :PENDAHULUAN....................................................................................1 A. Latar Belakang….....................................................................................1 B. Rumusan Masalah...................................................................................3 C. Tujuan Penelitian.....................................................................................3 D. Manfaat Penelitian...................................................................................4 E. Tinjauan Pustaka.....................................................................................5 F. Kerangka Pemikiran..............................................................................27 BAB II:METODEPENELITIAN.....................................................................28 A. Jenis Penelitian…..................................................................................28 B. Sumber Informasi..................................................................................30 C. Teknik Pengumpulan Data....................................................................31 D. Teknik Analisis Data.............................................................................33 BAB III: LOKASI DAN SUBJEK PENELITIAN..........................................35 A. Aspek Geografis…................................................................................35 B. Aspek Sosial Budaya.............................................................................37 C. Aspek Kesejahteraan Masyarakat..........................................................38 D. Aspek Sumberdaya Manusia.................................................................42 E. Aspek Kehidupan Demokrasi................................................................47 BAB IV :PEMBAHASAN..................................................................................50 A. Temuan-Temuan....................................................................................50 B. Analisis Temuan....................................................................................56 BAB V: PENUTUP….........................................................................................95 C. Kesimpulan............................................................................................95 D. Rekomendasi.........................................................................................98 DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................100 Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014vi Di Kabupaten Belitung BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Merangkai asa demi memenuhi kebutuhan hidup masyarakat, menuntut kita untuk selalu sadar bahwa negara ini dibangun dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Sehingga untuk mewujudkan asa hidup bernegara dan bermasyarakat yang lebih baik, membutuhkan hubungan yang kuat antara pemerintah sebagai penyelenggara pemerintahan, dan masyarakat yang ditempatkan sebagai subjek dari pembangunan itu sendiri. Dalam kehidupan berdemokrasi, Pemilihan Umum atau selanjutnya disebut Pemilu, menjadi instrumen untuk mewujudkan asa terhadap masa depan yang lebih baik. Dengan pemilu diharapkan negara dan warga negara menjalankan kewajiban agar hak-hak ekonomi, dan hak-hak politik dapat terjamin. Dengan Pemilu juga diungkap kondisi sosial dan ekonomi masyarakat, atribut-atribut data yang melekat pada individu pemilih, daerah pemilihan memberikan gambaran yang lebih luas kondisi sosial, ekonomi dan budaya. Untuk itu data tidak saja berguna untuk analisis politik, tetapi juga fenomena sosial terkait dengan perencanaan pembangunan daerah. Hakekatnya Pemilu merupakan polling "paling lengkap" karena melibatkan seluruh warga negara yang benar-benar punya hak pilih, tidak seperti polling yang menggunakan sampel (Seta Basr). Dengan Pemilu diharapkan masyarakat dapat mempengaruhi pengambilan keputusan politik. Partisipasi politik dilakukan orang dalam posisinya sebagai warga negara, bukan politikus atau pun pegawai negeri, dan sifat partisipasi politik ini adalah sukarela, bukan dimobilisasi oleh negara atau pun partai yang berkuasa (Samuel, 1990). Banyak faktor yang menjadikan tingkat partisipasi mengalami trend penurunan, diantaranya adalah jenuh dengan frekuensi penyelenggaraan Pemilu yang tinggi, ketidakpuasan atas kinerja sistem politik yang tidak Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 1 memberikan perbaikan kualitas hidup, mal-administrasi penyelenggaraan pemilu, adanya paham keagamaan anti demokrasi, dan melemahnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya Pemilu sebagai instrumen transformasi sosial dan lain sebagainya ( KPU, 2013). Menurut Hafiz, penyelenggaraan Pemilu di Indonesia yang menghasilkan tingkat partisipasi masyarakat sebesar 71,5%. Tingkat partisipasi politik sebesar itu dinilai cukup baik. Meskipun jika dibandingkan partisipasi politik di Kabupaten Belitung angka tersebut lebih rendah. Pada Pemilu 2014 misalnya, partisipasi politik pada Pileg 2014 mencapai 77,23 % lebih tinggi dibandingkan pada Pilpres 2014 yang mencapai 75,78 %. Penurunan partisipasi politik ini tentu dipengaruhi banyak faktor. Salah satunya dipengaruhi oleh karakter individu dan karakter sosial masyarakat. Dari berbagai fernomena yang muncul, diketahui faktor pendorong dan faktor penghambat. Dengan mengetahui kedua faktor tersebut diharapkan upaya KPU Kabupaten Belitung dapat menentukan strategi dan kebijakan dalam menentukan masa depan kehidupan demokrasi di Kabupaten Belitung. Tentunya kualitas kehidupan demokrasi tidak hanya dilihat dari seberapa banyak warga yang menggunakan hak pilih tetapi lebih dicermati bagaimana warga menggunakan hak pilih, apakah didasarkan oleh kesadaran atau pendidikan politik atau tidak. Telaah terhadap fenomena partisipasi politik di wilayah pesisir Kabupaten Belitung berfokus pada aktivitas Pemilu Legislatif tahun 2014, untuk memilih anggota DPRD Kabupaten Belitung, dan Pemilu Presiden tahun 2014 untuk memilih Kepala Negara. Sedangkan untuk mengetahui tingkat melek politik warga, didahului dengan menelaah pola partisipasi politik warga, mulai dari proses pendataan pemilih, pelaksanaan kampanye, hingga pemberian suara di TPS. Tingkat partipasi politik tersebut kemudian dianalisa untuk mengetahui karakter sosial, budaya dan ekonomi masyarakat pesisir. Artinya, perlu dilihat bagaimana hubungan tingkat partisipasi masyarakat dengan latar belakang sosial, budaya dan ekonomi, serta bagaimana intervensi Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 2 penyelenggara Pemilu mempengaruhi dan meningkatkan kualitas dari partisipasi politik tersebut. Pada akhirnya partisipasi politik memberikan keyakinan bahwa Pemilu merupakan alat untuk merubah masa depan masyarakat itu sendiri. Untuk memenuhi tujuan yang ingin dicapai, dilakukan penelitian dengan metodologi dan rumusan masalah yang mengacu pada tema utama, yakni “Tingkat Melek Politik Warga (Political Literacy)”. Dari tema tersebut, kemudian diturunkan menjadi judul penelitian, yaitu “Merangkai Asa Membangun Kehidupan Demokrasi Di Wilayah Pesisir Kabupaten Belitung”. B. RUMUSAN MASALAH Rumusan masalah dalam penelitian ini akan dikemukakan lebih lanjut ke dalam bentuk sub pertanyaan yang akan diteliti. Selanjutnya akan dijadikan pedoman pengorganisasian operasional dan pelaporan hasil penelitian. Beberapa sub pertanyaan tersebut sebagai berikut : 1. Seberapa tinggi atau dalam melek politik masyarakat pesisir di Kabupaten Belitung ? 2. Bagaimana melek politik masyarakat pesisir di Kabupaten Belitung selama ini terbentuk? 3. Faktor apa saja yang mempengaruhi terbentuknya melek politik masyarakat pesisir pada Pemilu Legislatif maupun Pemilu Presiden Tahun 2014? 4. Strategi dan kebijakan apa saja yang perlu dirumuskan untuk meningkatkan melek politik masyarakat pesisir Kabupaten Belitung? C. TUJUAN PENELITIAN Kabupaten Belitung merupakan bagian dari wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Karakteristik kepulauan ini pada akhirnya berpengaruh kepada dinamika kehidupan sosial, budaya dan ekonomi masyarakat baik karena pendidikan, kondisi demografi maupun tradisi budaya Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 3 masyarakat setempat. Maksud dari penelitian ini untuk mengetahui bagaimana proses terjadinya partisipasi politik masyarakat pesisir di Kabupaten Belitung dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden Tahun 2014. Tujuan penelitian ini diselaraskan dengan petunjuk teknis penelitian yang tercantum pada Surat KPU RI Nomor 155/KPU/IV/2015 tanggal 6 April 2015 perihal pedoman riset tentang partisipasi dalam Pemilu, kemudian dikerucutkan pada 3 (tiga) tujuan utama sebagai berikut : 1. Ingin mengkaji faktor pendorong apa yang membuat pemilih di wilayah pesisir di Kabupaten Belitung melek politik pada Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden Tahun 2014. 2. Mengetahui faktor penghambat apa saja yang mempengaruhi warga pesisir untuk berpartisipasi pada Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden Tahun 2014. 3. Strategi atau kebijakan apa saja yang perlu dirumuskan untuk meningkatkan melek politik masyarakat pesisir. D. MANFAAT PENELITIAN Identifikasi kendala penelitian dilakukan terhadap tahapan penelitian meliputi : 1. Persiapan Penelitian Kendala berkaitan dengan persepsi terhadap tema, topik atau fokus penelitian. Sehingga perlu ada kesamaan persepsi terhadap judul dan proposal laporan penelitian yang akan diteliti. 2. Pelaksanaan Penelitian Sumber informasi tidak memberikan informasi yang menggambarkan kondisi riil dihadapi sehingga peneliti merasa perlu untuk mencari sumber informasi terkait dengan kondisi dan pertanyaan yang belum dipahami, baik oleh narasumber maupun oleh peneliti sendiri melalui metode wawancara dan Fokus Group Discussion. Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 4 E. TINJAUAN PUSTAKA 1. Masyarakat Pesisir dan Budaya Politik Kawasan pesisir adalah wilayah daratan dan wilayah laut yang bertemu di garis pantai, dimana wilayah daratan mencakup daerah yang tergenang atau tidak tergenang air yang dipengaruhi oleh proses-proses laut seperti pasang surut, angin laut, dan intrusi air laut. Sedangkan wilayah laut mencakup perairan yang dipengaruhi oleh proses-proses alami daratan seperti sedimentasi dan aliran air tawar ke laut serta perairan yang dipengaruhi oleh kegiatan manusia di darat (Bengen, 2000:3). Definisi lain menyebutkan penetapan kawasan pesisir bisa ditentukan dengan pendekatan administratif, dimana wilayah pesisir adalah wilayah yang mempunyai batas terluar sebelah hulu dari kecamatan atau kabupaten atau kota, yang mempunyai laut kearah laut sejauh 12 mil dari garis pantai untuk provinsi dan sepertiganya untuk kabupaten atau kota. Tempat atau kawasan dimana masyarakat hidup menggambarkan konsep kebudayaan suatu masyarakat termasuk budaya politik. Budaya politik merupakan pola perilaku suatu masyarakat dalam kehidupan bernegara, penyelenggaraan administrasi negara, politik pemerintahan, hukum, adat istiadat, dan norma kebiasaan yang dihayati oleh seluruh anggota masyarakat pada setiap harinya. Budaya politik juga dapat diartikan sebagai suatu sistem nilai bersama suatu masyarakat yang memiliki kesadaran untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan kolektif, dan penentuan kebijakan publik untuk masyarakat seluruhnya. Istilah budaya politik meliputi legitimasi, pengaturan kekuasaan, proses pembuatan kebijakan pemerintah, kegiatan Parpol, perilaku aparat negara, gejolak masyarakat terhadap kekuasaan yang memerintah. Legitimasi diartikan seberapa jauh masyarakat atau menerima dan mengakui kewenangan, keputusan atau kebijakan yang diambil oleh seorang pemimpin. Kegiatan politik memasuki Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 5 dunia keagamaan, kegiatan ekonomi dan sosial serta kehidupan pribadi dan sosial secara luas. Sejarah mencatat, perkembangan kebudayaan berperan dalam mempengaruhi dan membentuk pemikiran politik suatu bangsa. Apa yang dikemukakan oleh Filosuf Yunani tentang trias politica berkaitan dengan kultur masyarakat pada masa itu, lalu berkembang ke negara barat hingga ke Indonesia yang diwujudkan dengan lembaga eksekutif, yudikatif, dan legislatif. Keberadaan tiga kekuatan politik ini ternyata sudah berkembang sejak lama dalam tatanan masyarakat tradisional seperti tiga tungku sajarangan dalam masyarakat Minang yang terdiri dari cerdik-pandai, alim ulama dan ninik mamak. Adapun tipe-tipe budaya politik yang berkembang dalam kehidupan masyarakat (Wahyuningrum, 2013) mencakup : a. Budaya politik parokial, yaitu budaya politik yang tingkat partisipasi politiknya sangat rendah. Budaya politik suatu masyarakat dapat dikatakan parokial apabila frekuensi orientasi mereka terhadap empat dimensi penentu budaya politik mendekati nol atau tidak memiliki perhatian sama sekali terhadap keempat dimensi tersebut. Tipe budaya politik ini umumnya terdapat pada masyarakat suku Afrika atau masyarakat pedalaman di Indonesia. dalam masyarakat ini tidak ada peran politik yang bersifat khusus. Kepala suku, kepala kampung, kyai, atau dukun yang biasanya merangkum semua peran yang ada, baik peran yang bersifat politis, ekonomis atau religius. b. Budaya politik kaula (subjek), yaitu budaya politik masyarakat yang bersangkutan sudah relatif maju baik sosial maupun ekonominya, tetapi masih bersifat pasif. Budaya politik suatu masyarakat dapat dikatakan subyek jika terdapat frekuensi orientasi yang tinggi terhadap pengetahuan sistem politik secara umum dan objek output atau terdapat pemahaman mengenai penguatan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Namun frekuensi orientasi mengenai struktur dan peranan dalam pembuatan Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 6 kebijakan yang dilakukan pemerintah tidak terlalu diperhatikan. Para subyek menyadari akan otoritas pemerintah dan secara efektif mereka diarahkan pada otoritas tersebut. Sikap masyarakat terhadap sistem politik yang ada ditunjukkan melalui rasa bangga atau malah rasa tidak suka. Intinya, dalam kebudayaan politik subyek, sudah ada pengetahuan yang memadai tentang sistem politik secara umum serta proses penguatan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. c. Budaya politik partisipan, yaitu budaya politik yang ditandai dengan kesadaran politik yang sangat tinggi. Masyarakat mampu memberikan opininya dan aktif dalam kegiatan politik. Dan juga merupakan suatu bentuk budaya politik yang anggota masyarakatnya sudah memiliki pemahaman yang baik mengenai empat dimensi penentu budaya politik. Mereka memiliki pengetahuan yang memadai mengenai sistem politik secara umum, tentang peran pemerintah dalam membuat kebijakan beserta penguatan, dan berpartisipasi aktif dalam proses politik yang berlangsung. Masyarakat cenderung diarahkan pada peran pribadi yang aktif dalam semua dimensi di atas, meskipun perasaan dan evaluasi mereka terhadap peran tersebut bisa saja bersifat menerima atau menolak. 2. Partisipasi Politik Kata partisipasi berasal dari kata to participate, yang dapat diartikan ikut serta. Menurut Tosun partisipasi dapat membuat masyarakat, penduduk melakukan berbagai kegiatan, baik itu berskala lokal maupun nasional. Partisipasi yang dilakukan masyarakat berbeda-beda tingkatannya, akibat dari perbedaan skala kegiatan. Partisipasi itu antara lain, partisipasi karena paksaan (manipulative participation), partisipasi dengan kekuasaan dan ancaman (coercive participation), partisipasi karena adanya dorongan (indiced participation), partisipasi yang bersifat Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung pasif (passive 7 participation), dan partisipasi secara spontan (spontaneous participation). Sedangkan dari segi bentuk, partisipasi memiliki dua bentuk, yaitu partisipasi horizontal dan partisipasi vertikal. Terdapat kaitan yang erat antara partisipasi dan insentif, tanpa suatu insentif maka partisipasi tersebut berubah makna dari suatu keinginan manusia untuk ikut serta secara sukarela dalam suatu kegiatan yang dianggap dapat memperbaiki harkat hidup masyarakat menjadi suatu tindakan paksaan (Tosun, 2004: 494). Jadi pengertian partisipasi masyarakat adalah keikutsertaan masyarakat atau penduduk dalam berbagai kegiatan baik yang bersifat lokal maupun nasional, dapat terjadi secara sukarela, paksaan, spontan, adanya dorongan maupun pasif dengan bentuk secara vertikal atau horizontal. Pada rezim Orde Baru, kekuasaan penguasa begitu kuat hingga memaksa rakyat untuk tunduk pada kebijakan penguasa, namun demikian dengan atau tanpa paksaan mereka bisa disebut sebagai partisipan. Partisipasi berarti peran serta seseorang atau kelompok masyarakat dalam proses pembangunan baik dalam bentuk pernyataan maupun dalam bentuk kegiatan dengan memberi masukan pikiran, tenaga, waktu, keahlian, modal dan atau materi, serta ikut memanfaatkan dan menikmati hasil-hasil pembangunan (I Nyoman Sumaryadi, 2010: 46). Sedangkan pengertian partisipasi seperti dikemukakan oleh Fasli Djalal dan Dedi Supriadi (2001: 201-202), dimana partisipasi dapat juga berarti bahwa pembuat keputusan menyarankan kelompok atau masyarakat ikut terlibat dalam bentuk penyampaian saran dan pendapat, barang, keterampilan, bahan dan jasa. Partisipasi dapat juga berarti bahwa kelompok mengenal masalah mereka sendiri, mengkaji pilihan mereka, membuat keputusan, dan memecahkan masalahnya. Partisipasi politik sebenarnya merupakan suatu konsep yang sudah populer dalam Ilmu Politik. Namun demikian penggunaannya sering bermacammacam sehingga menimbulkan pemahaman konsep yang berbeda-beda. Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 8 Sekalipun demikian, sebagian besar ilmuan politik bersepakat bahwa yang dimaksudkan dengan partisipasi politik itu adalah bagaimana keterlibatan masyarakat atau rakyat banyak di dalam kegiatan-kegiatan politik. Jika dilihat dari kadar dan jenis aktifitasnya, Milbrath dan Goel membedakan partisipasi politik dalam beberapa kategori, yaitu : a) Apatis (masa bodoh), yaitu orang yang menarik diri dari aktivitas politik; b) Spektator, yaitu orang-orang yang paling tidak, pernah ikut dalam Pemilihan Umum; c) Gladiator, yaitu orang-orang yang secara aktif terlibat dalam proses politik, yakni sebagai komunikator dengan tugas khusus mengadakan kontrak tatap muka, aktivis partai dan pekerja kampanye, aktivis masyarakat; d) Pengeritik, yaitu orang-orang yang berpartisipasi dalam bentuk yang tidak konvensional. Sitepu (2012:92) Herbert McKlosky (1972:252) dalam Budiardjo (2008:367) memberikan definisi partisipasi politik sebagai berikut, partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa, dan secara langsung atau tidak langsung dalam proses pembentukan kebijakan-kebijakan umum (the term of political participation will refer to those voluntary activities by which members of a society share in the selection of rulers and directly or indirectly, in the formation of public policy). Miriam Budiardjo (2008:367) mengatakan bahwa partisipasi politik merupakan kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan jalan memilih pimpinan negara dan secara langsung atau tidak langsung, mempengaruhi kebijakan pemerintah (public policy). Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 9 Suwondo (2005) menerangkan bahwa partisipasi politik dapat dilihat dari beberapa pendekatan. Pertama, pendekatan yang menekankan pada faktor sosiologi di dalam membentuk sikap dan tindakan masyarakat untuk melakukan pilihan di Pemilihan Umum. Pendekatan sosiologis melihat dari pendekatan pada pentingnya peranan kelas atas preferensi seseorang. Pendekatan ini menyakini bahwa kelas merupakan basis pengelompokan politik, sebab partai-partai politik tumbuh dan berkembang berdasarkan kelompok-kelompok yang ada di masyarakat yang berlainan karena kepentingan ekonomi masing-masing. Pendekatan partisipasi tidak hanya didasarkan kepada perbedaan kelas tetapi juga sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan seseorang, daerah tinggal seseorang, pekerjaan seseorang dan lain sebagainya, khususnya berkaitan dengan sisi sosiologis. Misalnya pertama, individu/masyarakat yang mengidentifikasikan dirinya sebagai “orang kecil” akan memberikan suaranya kepada calon anggota legislatif atau partai politik yang mempunyai positioning dengan cara mengidentifikasikan dirinya seperti rakyat pemilih sebagai partai wong cilik. Kedua, rakyat pemilih yang tinggal di suatu daerah/bekerja di suatu kantor/bekerja di suatu tempat, yang kebetulan daerah atau kantor atau tempat tersebut dikenal sebagai basis suatu sekelompok tertentu, sehingga secara tidak langsung akan memilih calon-calon anggota legislatif dan partai politik di tempat tinggalnya atau di tempat mereka bekerja. Ketiga, masyarakat/individu yang berpendidikan tinggi akan memilih calon-calon anggota legislatif dan partai politik yang mengidentifikasikan diri pemilihnya sebagai orang-orang pintar atau cendikiawan. Keempat, dilihat dari sisi pekerjaan, akan ditarik suatu kesimpulan yang menyatakan bahwa, pemilih yang bekerja sebagai guru akan memilih calon anggota legislatif yang berasal dari golongan guru pula, para pegawai di kantor atau suatu dinas akan cenderung memilih calon anggota legislatif yang berasal dari lingkungan mereka sendiri dan seterusnya. Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 10 Pendekatan kedua, pendekatan yang lebih memberikan penekanan kepada faktor psikologis dari pemilih itu sendiri. Pendekatan psikologis, menjelaskan bahwa partisipasi menitik beratkan pada kedekatan seseorang terhadap calon anggota legislatif, karena kedekatannya dengan agama yang dianut, atau juga pekerjaan orang tua dan lain sebagainya. Leo Agustino (2005:2) merumuskan sebagai berikut : Pertama, “keyakinan sosioreligius variabel yang signifikan merupakan dimana dalam keyakinan keagamaan mempengaruhi politik seseorang”. Hal ini dijelaskan pada saat Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Belitung, dimana isu-isu agama mencuat. Kedua, pola kedaerahan dimana seorang Caleg dapat didukung karena merasa satu daerah dengan pemilih. Hal ini terlihat dari antusiasme pemilih dalam mendukung Caleg yang berasal dari kalangan mereka. Tentu sikap ini mempertimbangkan upaya Caleg yang memperjuangkan kepentingan pemilih. Ketiga, pola kepemimpinan biasanya sikap pemilih khususnya masyarakat desa sangat dipengaruhi oleh peran pemimpin non formal, seperti yang dilakukan tokoh pemuda Zuhaidi kepada masyarakat Desa Kembiri. Menurut Davis dalam Sastroadmojo (1995:85) partisipasi politik sebagai mental dan emosional yang mendorong untuk memberikan sumbangan kepada tujuan atau cita-cita kelompok atau turut bertanggung jawab padanya. Herbert McKlosky berpendapat partisipasi politik adalah kegiatankegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa, dan secara langsung atau tidak langsung, dalam proses pembentukan kebijakan-kebijakan umum. (the term of political participation will refer to those voluntary activities by which members of a society share in the selection of rulers and, directly or indirectly, in the formation of public policy). Menurut Ramlan Surbakti (1992), partisipasi politik merupakan keikutsertaan warga negara biasa dalam menentukan segala keputusan yang Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 11 menyangkut atau mempengaruhi hidupnya. Sementara Michael Rushdan Philip Althof menjelaskan partisipasi politik sebagai usaha terorganisir oleh para warga negara untuk memilih pemimpin-pemimpin mereka dan mempengaruhi bentuk dan jalannya kebijaksanaan umum (Rush, 2000). Berbeda dengan pendapat-pendapat terdahulu, Sudijono Sastroatmodjo (Sastroatmodjo, 1995) mengartikan partisipasi politik sebagai kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara efektif dalam kehidupan politik yaitu dengan jalan memilih pimpinan negara secara langsung dalam mempengaruhi kebijakan pemerintah. Pengertian lainnya adalah partisipasi politik berupa kegiatan mempengaruhi pemerintah yang dilakukan langsung atau tidak langsung berarti dia melakukan sendiri tanpa menggunakan perantara, tetapi ada pula yang tidak langsung melalui orang-orang yang dianggap dapat menyalurkan pemerintah (Huntington, 1994). Partisipasi dikelompokkan menjadi 2 (dua) kelompok (Ramlan Surbakti, 1992), yakni : a. Partisipasi aktif. Adalah kegiatan yang berorientasi pada proses input dan output politik. Yang termasuk pada partisipasi aktif adalah mengajukan usul mengenai suatu kebijakan umum, mengajukan alternatif kebijakan umum yang berlainan dengan kebijakan yang dibuat pemerintah, mengajukan kritik dan perbaikan untuk meluruskan kebijakan, membayar pajak dan memilih pemimpin pemerintahan. b. Partisipasi pasif. Adalah kegiatan yang berorientasi pada proses output. Kegiatan yang termasuk pada partisipasi pasif adalah kegiatan yang mentaati pemerintah, menerima, dan melaksanakan saja setiap keputusan pemerintah. Partisipasi kolektif dapat dibedakan menjadi dua, yaitu partisipasi kolektif yang konvensional dan partisipasi kolektif non konvensional. Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 12 Dari definisi di atas, partisipasi politik menuntut persyaratan ; 1) kegiatan memilih wakil atau pemimpin untuk mempengaruhi kehidupan dirinya dan kebijakan pemerintah, 2) dilakukan secara langsung tanpa perantara, 3) merupakan kegiatan terorganisir seperti yang dilakukan oleh KPU, 4) untuk memenuhi tujuan kelompok. Bentuk partisipasi politik konvensional adalah pemberian suara, aktivitas diskusi politik, kegiatan kampanye, aktivitas membentuk dan bergabung dengan kelompok kepentingan lain, dan komunikasi individu dengan pejabat politik. Dalam demokrasi, yang menjalankan kedaulatan rakyat adalah wakil-wakil rakyat yang dipilih atau ditentukan sendiri oleh rakyat. Partisipasi politik itu sendiri dapat dijabarkan melalui aktivitas-aktivitas politik yang dilakukan oleh masyarakat seperti pemungutan suara untuk memilih wakil rakyat atau pun kepala negara, itu merupakan bentuk yang paling mudah kita kenali. Pemilu legislatif 2014 merupakan rangkaian pesta demokrasi rakyat Indonesia karena dilanjutkan dengan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Michael Rush dan Philip Althoff dalam Maran (2001:148) mengidentifikasi bentuk-bentuk partisipasi politik sebagai berikut : Menduduki jabatan politik atau administrasi Mencari jabatan politik atau administrasi Menjadi anggota aktif dalam suatu organisasi politik Menjadi anggota pasif dalam suatu organisasi politik Menjadi anggota aktif dalam suatu organisasi semi politik Menjadi anggota pasif dalam suatu organisasi semi politik Partisipasi dalam rapat umum, demonstrasi, kampanye, dan sebagainya Partisipasi dalam diskusi politik internal Partisipasi dalam pemungutan suara Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 13 Sebagai suatu tindakan atau aktivitas, baik secara individual maupun kelompok, partisipasi politik memiliki beberapa fungsi. Robert Lane dalam studinya tentang keterlibatan politik, menentukan empat fungsi partisipasi politik bagi individu-individu, yakni : 1. Sebagai sarana untuk mengejar kebutuhan ekonomis, 2. Sebagai sarana untuk menentukan suatu kebutuhan bagi penyesuaian sosial, 3. Sebagai sarana untuk mengejar nilai-nilai khusus, 4. Sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan alam bawah sadar dan kebutuhan psikologis tertentu. 3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Politik Partisipasi politik di negara-negara yang menerapkan sistem politik demokrasi merupakan hak warga negara, tapi tidak semua warga negara berperan serta dalam proses politik. Menurut pendapat beberapa ahli, ada beberapa faktor yang menyebabkan orang mau atau tidak mau ikut berpartisipasi dalam politik, antara lain ( Hendrik, 2010) : a. Status sosial dan ekonomi. Status sosial ialah kedudukan seseorang dalam masyarakat karena keturunan, pendidikan dan pekerjaan. Sedangkan status ekonomi ialah kedudukan seseorang dalam lapisan masyarakat berdasarkan kepemilikan kekayaan. Seseorang yang memiliki status sosial yang tinggi diperkirakan tidak hanya memiliki pengetahuan politik, tetapi juga mempunyai minat dan perhatian pada politik. b. Situasi. Menurut Ramlan Surbakti, situasi politik juga dipengaruhi oleh keadaan yang mempengaruhi faktor secara langsung seperti cuaca, keluarga, kehadiran orang lain, keadaan ruang, suasana kelompok, dan ancaman (Ramlan Surbakti, 1992). c. Afiliasi politik orang tua. Afiliasi berarti tergabung dalam suatu kelompok atau kumpulan. Afiliasi politik dapat dirumuskan sebagai Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 14 keanggotaan atau kerjasama yang dilakukan individu atau kelompok yang terlibat ke dalam aliran-aliran politik tertentu. Afiliasi politik mendorong tumbuhnya kesadaran dan kedewasaan politik masyarakat untuk menggunakan hak politiknya secara bebas dan bertanggung jawab dalam melakukan berbagai aktifitas politik, seperti ikut dalam partai politik dalam pemerintahan, ikut dalam proses pengambilan dan pelaksanaan keputusan politik (BN Marbun, 1996). d. Pengalaman berorganisasi. Organisasi merupakan suatu sistem yang mengatur kehidupan masyarakat atau bisa diartikan sebagai suatu perilaku yang terpola dengan memberikan jabatan pada orang-orang tertentu untuk menjalankan fungsi tertentu demi pencapaian tujuan bersama (Bonar, 2004). Sejalan dengan pendapat tersebut, menurut Ibnu Kencana (1997) partisipasi politik merupakan penentuan sikap dan keterlibatan hasrat setiap individu dalam situasi dan kondisi organisasinya, sehingga pada akhirnya mendorong individu tersebut untuk berperan serta dalam pencapaian tujuan organisasi serta ambil bagian dalam sikap pertanggung jawaban bersama baik dalam situasi politik yang melibatkan dukungan. e. Kesadaran politik. Kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warga negara yang menyangkut tentang pengetahuan seseorang tentang lingkungan masyarakat dan politik, dan menyangkut minat dan perhatian seseorang terhadap lingkungan masyarakat dan politik tempat dia hidup. f. Kepercayaan terhadap pemerintah. Kepercayaan terhadap pemerintah ialah penilaian seseorang terhadap pemerintah apakah ia menilai pemerintah dapat dipercaya dan dapat dipengaruhi atau tidak, baik dalam pembuatan kebijakan-kebijakan atau pelaksanaan pemerintahan. g. Perangsang partisipasi melalui sosialisasi media massa dan diskusidiskusi informal. Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 15 Sedangkan menurut Sastroatmodjo (1995:14-15) faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku politik seseorang pemilih adalah sebagai berikut : a. Faktor lingkungan sosial politik tak langsung seperti sistem politik, sistem ekonomi, sistem budaya dan sistem media masa. b. Faktor lingkungan sosial politik langsung yang mempengaruhi dan membentuk kepribadian aktor politik seperti keluarga, agama, sekolah dan kelompok pergaulan. Lingkungan sosial politik langsung ini memberikan bentuk-bentuk sosialisasi dan internalisasi nilai dan norma masyarakat pada aktor politik serta memberikan pengalaman-pengalaman hidup. c. Faktor struktur kepribadian yang tercermin dalam sikap individu. Pada faktor ini ada tiga basis fungsional sikap untuk memahaminya. Basis pertama adalah yang didasarkan pada kepentingan yaitu penilaian seseorang terhadap suatu objek didasarkan pada minat dan kebutuhan seseorang terhadap objek tersebut. Basis yang kedua atas dasar penyesuaian diri yaitu penilaian yang dipengaruhi oleh keinginan untuk menjaga keharmonisan dengan subyek itu. Basis yang ketiga adalah sikap didasarkan pada fungsi ekternalisasi diri dan pertahanan. d. Faktor sosial politik langsung yang berupa situasi yaitu, keadaan yang mempengaruhi aktor secara langsung ketika akan melakukan sesuatu kegiatan. Secara umum, Wiemar menyebutkan paling tidak ada 5 (lima) faktor yang mempengaruhi partisipasi politik : a. Modernisasi. Modernisasi disegala bidang berimplikasi pada komersialisasi pertanian, industrialisasi, meningkatnya arus urbanisasi, peningkatan tingkat pendidikan, meluasnya peran media massa dan media komunikasi. Kemajuan itu berakhir pada meningkatnya partisipasi warga negara, Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 16 terutama diperkantoran, untuk turut serta dalam kekuasaan politik, mereka ini misalnya kaum buruh, pedagang dan para professional. b. Terjadinya perubahan-perubahan struktur kelas esensial. Dalam hal ini adalah munculnya kelas menengah dan pekerja baru yang semakin meluas dalam era industrialis, kemunculan tentu saja diikuti tuntutan-tuntutan baru yang pada gilirannya akan mempengaruhi kebijakan-kebijakan pemerintah. c. Pengaruh kaum intelektual dan meningkatnya komunikasi masa. Ide-ide nasionalisme, liberalisme, dan egalitarisme, membangkitkan tuntutantuntutan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Komunikasi yang meluas mempermudah partisipasi warga negara dalam kehidupan politik. d. Adanya konflik diantara pemimpin-pemimpin politik. Pemimpin politik yang saling memperebutkan kekuasaan, seringkali untuk mencapai kemenangan dilakukan dengan cara mencari dukungan massa. Dalam konteks ini seringkali terjadi partisipasi yang dimobilitasi. e. Adanya keterlibatan pemerintah yang semakin meluas dalam urusan sosial, ekonomi dan kebudayaan. Meluasnya ruang lingkup aktivitas pemerintah ini seringkali merangsang tumbuhnya tuntutan yang terorganisir untuk ikut serta dan mempengaruhi keputusan politik. Hal tersebut merupakan konsekuensi dari perbuatan pemerintah dalam segala bidang kehidupan. Kualitas kehidupan demokrasi tentu saja tidak hanya didasarkan pada tingkat partisipasi politik. Lebih jauh partisipasi politik merujuk pada pengetahuan terhadap sosok yang mereka pilih dan program atau visi misi yang diusung serta merujuk pada kesadaran untuk menjalankan hak-hak politik warga. Milbrath dalam Maran (2001:156) menyebutkan ada dua faktor utama yang mendorong orang berpartisipasi politik, bahwa adanya faktor pendukung dan faktor penghambat. Faktor pendukung tersebut mencakup : a. Perangsang politik. Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 17 Perangsang politik adalah suatu dorongan terhadap seorang pemilih agar mau berpatisipasi dalam kehidupan politik. Perangsang Politik dipengaruhi oleh diskusi politik di warung kopi yang marak menjelang Pemilu, tayangan televisi ataupun diskusi-diskusi formal dan informal lain. Sejauh mana orang menerima pemikiran atau sosialisasi terkait dengan penyelenggaraan Pemilu sangat tergantung bagaimana hubungan interaktif antara komunikator atau media sebagai perangsang politik bisa memberi umpan balik. Perangsang politik tidak harus berasal dari lembaga formal seperti yang dilakukan oleh Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, dan Hubungan Antar Lembaga KPU Kabupaten Belitung, tetapi bisa juga oleh peserta Pemilu seperti partai politik atau koalisi partai politik, tim sukses, pasangan calon dan caleg itu sendiri. Namun sering kali upaya untuk memberikan ransangan politik kepada pemilih memunculkan fenomena money politics. Menurut Rush dan Althoff (1983:160-164) menyatakan bahwa, semakin peka atau terbuka seseorang terhadap rangsangan politik melalui kontak pribadi dan organisasi, serta melalui media masa maka semakin besar kemungkinan mereka berpartisipasi dalam kegiatan politik. Kepekaan dan keterbukaan tersebut menurut mereka berbeda dari satu orang dengan orang lainnya, dan bagaimana pun juga hal ini merupakan bagian dari proses sosial politik. b. Karakteristik pribadi. Karakter seseorang adalah watak sosial seorang pemilih yang mempunyai kepedulian sosial yang besar terhadap masalah sosial, politik, ekonomi, dan hankam yang biasanya mau terlibat dalam aktivitas politik. Pada pemilih pemula, umumnya memiliki karakter yang gamang, namun pemilih pemula terbuka dan menghargai nilai kejujuran, keadilan sampai pada akhirnya mau menegakkannya dalam bidang politik dengan kata lain pemilih pemula lebih kritis menyikapi permasalahan Pemilu. Pilihan politik masyarakat dan pilihan sangat ditentukan oleh individual choice. Individual choice yang Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 18 dijelaskan dalam pendekatan ini sangat pasti berdasarkan pada preferensi pembeli, dikaitkan dengan sikap politik masyarakat di Indonesia. Pada Pemilihan Umum Legislatif tahun 2004 seperti ilustrasi di atas gambarannya, manakala calon anggota legislatif menawarkan programprogramnya pada pemilihnya, maka pemilih akan menyadarkan tawaran program tersebut pada preferensi-preferensi atau kebutuhan-kebutuhannya ke depan. Bilamana tawaran ternyata tidak mampu mengejawantahkan keinginannya tersebut atau paling tidak mendekati keinginan- keinginan/kebutuhannya ke depan. Sedangkan, menurut Alford (1963) sebagaimana dikutip oleh Rush dan Althoff (1983:73) Individual Choice yang dimiliki seseorang adalah hubungan antara pilihan partai dan karakteristik para pemberi suara yang berkaitan dengan lingkungan dan pengalamannya. Karakteristik ini, menurut Almond sebagaimana dikutip oleh Mohtar dan Mcnroe (1982:32) paling banyak dilakukan oleh golongan pemilih berusia muda yang mempunyai sikap yang lebih fleksibel terhadap sistem politik. c. Karakteristik sosial. Karakteristik sosial mempengaruhi persepsi, sikap perilaku dan orientasi politik seseorang. Karakteristik sosial terbentuk berdasarkan kesamaan ras, etnis, dan agama seseorang termasuk status ekonomi dan status sosial. Pada masyarakat perkotaan status ekonomi ini mempengaruhi pandangan politik terkait dengan kepentingan seseorang terhadap kebijakan politik. Berbeda halnya karakter sosial pada masyarakat pesisir, ketokohan jauh lebih dipertimbangkan dibandingkan status ekonomi. Meskipun secara ekonomi seseorang dianggap mampu namun dalam masyarakat belum tentu mampu mempengaruhi orang lain. Kedekatan emosional dalam suatu keluarga atau kelompok masyarakat yang sering melakukan diskusi politik akan mendorong aktivitas politik. Demikian juga, terbukanya seseorang bagi media masa dapat memelihara minatnya dalam masalah-masalah politik, Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 19 dan menambah kemungkinan partisipasinya dalam soal-soal tersebut. Karakteristik sosial seseorang, yang meliputi status sosial ekonomi, kelompok ras atau etnis, usia, jenis kelamin, dan agama baik yang hidup di wilayah pesisir, wilayah daratan maupun di wilayah perkotaan mempengaruhi partisipasi politik mereka. d. Situasi atau lingkungan politik. Kerelaan pemilih berpartisipasi dalam aktivitas politik dimungkinkan karena di wilayah tersebut secara tradisional sudah kondusif seperti wilayah yang tokoh masyarakatnya atau kader politik di wilayah tersebut memberikan dukungan yang baik terhadap lingkungan politik sehingga dengan senang hati berpartisipasi dalam kehidupan politik. Lingkungan politik yang demokratis membuat orang merasa lebih bebas dan nyaman untuk terlibat dalam aktivitas-aktivitas politik dari pada dalam lingkungan politik yang otoriter. Lingkungan politik yang sering diisi dengan aktivitas-aktivitas brutal dan kekerasan dengan sendirinya menjauhkan masyarakat dari wilayah politik. e. Pendidikan Politik. Pendidikan politik merupakan faktor pendukung internal bagi suatu kelompok dalam meningkatkan partisipasi politik, Milbrath dalam Maran (2007:156). Selain sosialisasi, pendidikan politik mendorong pemilih berpartisipasi dan paham tujuan diadakannya Pemilu atau melek politik. Selain faktor pendukung, Milbrath juga menyebutkan 3 (tiga) faktor yang dapat menjadi penghambat partisipasi politik, yakni : a. Kebijakan yang selalu berubah. Maksud dari kebijakan selalu berubah ini, organisasi atau badan yang dipandang elite politik dalam tubuh suatu organisasi masyarakat atau seorang pemilih selalu merubah kebijakan terhadap partisipasi yang ada dengan yang baru sesuai situasi dan kondisi di wilayah pesisir Kabupaten Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 20 Belitung, mengenai partisipasi politik yang bisa berubah-ubah dan mengkontrol pemilih dalam aktivitas politik seperti pada Pemilu 2014. b. Hubungan fungsional wilayah. Sebagian besar masyarakat pesisir dipengaruhi oleh kondisi wilayah pesisir baik terkait dengan kawasan sebagai sumber mata pencaharian maupun sebagai tempat bermukim. c. Rendahnya dukungan atau sosialisasi. Hal ini dilatar belakangi oleh intensitas komunikasi dan pendidikan politik. Dukungan yang kurang dari organisasi mempengaruhi partisipasi politik biasanya terjadi pada kelompok rentan yakni pemilih pemula, pemilih perempuan, pemilih marginal, dan pemilih disabilitas. 4. Pemilihan Umum Seperti yang dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu anggota DPR, DPD, DPRD Tahun 2014 menyebutkan, Pemilihan Umum, selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Adapun fungsi Pemilu seperti dikutip Syamsudin Haris dalam Merphin Panjaitan (2013), adalah : a. Sebagai Sarana Legitimasi Politik. Fungsi ini menjadi kebutuhan pemerintah. Melalui Pemilu, keabsahan pemerintah yang sedang berkuasa ditegakkan, begitu pula kebijakan dan program yang dihasilkannya. b. Fungsi Perwakilan Politik. Fungsi ini menjadi kebutuhan rakyat dimana Pemilu merupakan mekanisme demokratis bagi rakyat dalam menentukan wakil-wakil yang Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 21 dapat dipercaya untuk duduk dalam pemerintahan maupun dalam lembaga legislatif. Tidak ada demokrasi tanpa representasi. c. Sebagai Mekanisme Sirkulasi Elite Politik. Fungsi ini didasarkan pada asumsi bahwa elite politik berasal dari rakyat dan bertugas mewakili rakyat. Pemilu menjadi sarana bagi warga negara untuk mencapai posisi elite politik. d. Sebagai Sarana Pendidikan Politik Rakyat. Pemilu merupakan salah satu bentuk pendidikan politik bagi rakyat yang bersifat langsung, terbuka dan massal, yang diharapkan bisa mencerdaskan masyarakat tentang demokrasi. Dalam wacana ilmu politik, Pemilihan Umum dapat diartikan sebagai suatu kumpulan metode atau cara warga negara (masyarakat) memilih para wakil mereka. Dan juga Pemilihan Umum merupakan proses manakala sebuah lembaga perwakilan rakyat DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) dan DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) dipilih dengan berdasarkan sistem Pemilihan Umum yang mentransfer sejumlah suara kedalam sejumlah kursi seperti dalam pemilihan Presiden, Gubernur, Bupati dan Walikota adalah merupakan representasi tunggal dalam sistem pemilihan dasar jumlah suara yang diperoleh menentukan siapakah yang kalah dan siapakah yang menang (Gaffar, 1999:255 dalam Sitepu, 2012:136). Sebelum UUD 1945 diamandemenkan, Indonesia menggunakan sistem presidensial yang menegaskan bahwa Presiden sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan, namun sistem pemilihan Presiden dilakukan melalui pemilihan Anggota Legislatif terlebih dahulu. Sejak masa kemerdekaan saat Presiden Soekarno terpilih, sistem yang digunakan adalah permusyawaratan perwakilan. Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), sekaligus menempatkan posisi MPR di atas lembaga negara lain termasuk Presiden. Pemilihan Presiden secara langsung Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 22 sudah diselenggarakan sejak Pemilu tahun 2004 dengan dasar hukum UU No 23 tahun 2003 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres). Undang-undang ini menindak lanjuti amandemen ke-empat UUD 1945. Melalui mekanisme politik (pemilihan Presiden secara langsung) masyarakat semakin terbuka terhadap sejumlah aspek berkaitan dengan Pemilihan Umum (Effendi, 2004). Pada dasarnya politik sebagai ilmu yang dipakai untuk memahami realitas politik di Indonesia tidak memiliki basis sosial di masyarakat dan juga budaya Indonesia sehingga tidak ada penjelasan yang cukup untuk menggunakan teori yang ada guna memahami realitas tersebut (Anderson, 1972:1) sebagaimana dikutip Effendi (2004:82). Berhubung tidak adanya perubahan mendasar pada Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden tahun 2004, maka Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 yang sama tetap digunakan saat Pemilu tahun 2009. Sistem pemilihan bertingkat yang dilakukan di Indonesia, yaitu pemilihan anggota legislatif terlebih dahulu untuk menentukan jumlah suara dan kursi di DPR, dalam menentukan dan mendorong calon Presiden dengan sistem proporsional membuat sulit untuk mendorong pasangan calon Presiden dari satu partai, melainkan dari gabungan beberapa partai. Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden tahun 2004 mensyaratkan jika Presiden terpilih bisa mendapatkan lebih dari separuh jumlah suara dalam Pemilu dengan sedikitnya 20% di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari separuh jumlah provinsi Indonesia. Namun, jika tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, maka pasangan yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam Pilpres mengikuti Pilpres putaran kedua. Pasangan yang memperoleh suara terbanyak dalam Pilpres putaran kedua dinyatakan sebagai Presiden dan Wakil Presiden Terpilih (Noor, 2015:8). Pemilihan secara ulang dianggap cara untuk mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat hingga ke pelosok daerah. Hak masyarakat pedesaan dan pesisir tak terpisahkan dari warga masyarakat Indonesia secara keseluruhan, yang berhak atas kedaulatan dan merupakan hak Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 23 asasi mereka. Hak tersebut dijamin dalam konstitusi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan kedaulatan yang mereka miliki, diberikan hak menentukan nasib daerahnya masing-masing, antara lain dengan memilih Presiden secara langsung. Sebelum terselenggaranya Pilpres 2014, telah ada beberapa gugatan ke Mahkamah Konstitusi terkait Undang-Undang Pilpres Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. (Noor, 2015:19). Pemilihan Presiden yang diselenggarakan pada 9 Juli 2014 merupakan ajang kompetisi dua kubu Capres yaitu pasangan Nomor Urut 1 Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa dengan pasangan Nomor Urut 2 Joko Widodo dan Jusuf Kalla, setelah tiga bulan sebelumnya dilaksanakan pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Kubu Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa didukung oleh koalisasi 6 (enam) partai politik yakni Gerindra, Golkar, PAN, PKS, PPP, PBB, sedangkan kubu Joko Widodo dan Yusuf Kalla didukung koalisasi 5 (lima) partai politik yakni PDIP, Nasdem, PKB, Hanura dan PKPI. Di tingkat pusat, hasil Pemilu Legislatif menyatakan kubu Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa memperoleh 292 kursi atau 52,14%, sementara kubu Joko Widodo dan Yusuf Kalla hanya 207 kursi atau 36,96% dari total kursi yang ada di DPR RI. Nyatanya, setelah digelar Pemilu Presiden, kemenangan Prabowo dan Hatta Rajasa di DPR RI tidak diikuti kesuksesan pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden pada tanggal 9 Juli 2014, bahkan kemenangan di DPR RI tak lantas membuat partai-partai yang tergabung dalam koalisasi saling berbeda pendapat terutama di Kabupaten Belitung. Tahapan-tahapan pada Pemilu Legislatif tahun 2014 sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 2012 pasal 4 ayat 2 adalah sebagai berikut : a. Perencanaan program dan anggaran, serta penyusunan peraturan pelaksanaan penyelenggaraan Pemilu; b. Pemutakhiran data pemilih dan penyusunan daftar pemilih; c. Pendaftaran dan verifikasi peserta Pemilu; Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 24 d. Penetapan peserta Pemilu; e. Penetapan jumlah kursi dan penetapan daerah pemilihan; f. Pencalonan anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota; g. Masa kampanye Pemilu; h. Masa tenang; i. Pemungutan dan penghitungan suara; j. Penetapan hasil Pemilu; k. Pengucapan sumpah/janji anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota. Adapun tahapan Pemilu Presiden sebagaimana tercantum dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014, yang terdiri atas Tahapan Persiapan, pelaksanaan, dan penyelesaian. Tahapan persiapan terdiri atas program: a. Penyusunan, penetapan, dan pengundangan peraturan penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden; b. Sosialisasi, publikasi, dan pendidikan Pemilih; c. Simulasi pemungutan dan penghitungan suara di TPS; d. Rapat kerja, rapat koordinasi, dan bimbingan teknis bagi KPU pada setiap tingkatan dan PPLN; e. Pembentukan Badan Penyelenggara Pemilu Adhoc; f. Pengadaan dan pendistribusian perlengkapan Penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Tahapan Pelaksanaan terdiri atas program: a. Penyusunan Daftar Pemilih; b. Pencalonan; c. Kampanye dan masa tenang; Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 25 d. Pemungutan dan penghitungan suara putaran I; e. Rekapitulasi hasil penghitungan suara putaran I; f. Penetapan dan pengumuman hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden putaran I; g. Kampanye putaran II (penajaman visi, misi, dan program); h. Pemungutan dan penghitungan suara putaran II; i. Rekapitulasi hasil penghitungan suara putaran II; j. Penetapan dan pengumuman hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden putaran II; k. Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih. Tahapan Penyelesaian terdiri atas program : a. Pembubaran Badan Penyelenggara Pemilu Adhoc; b. Evaluasi pelaksanaan, penyusunan dan penyampaian laporan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden oleh KPU Kabupaten/Kota dan KPU Provinsi kepada KPU RI; c. Evaluasi pelaksanaan, penyusunan dan penyampaian Laporan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden oleh KPU RI kepada Presiden dan DPR; d. Penyusunan dokumentasi; e. Pengelolaan arsip. Dari penyelenggaraan dua kali Pemilu di Kabupaten Belitung pada tahun 2014, tergambar dinamika politik yang begitu cepat berubah dan cenderung menurun dari sisi partisipasi politik, dimana tingkat partisipasi politik di Pemilu Presiden lebih rendah dibandingkan pada Pemilu Legislatif, padahal KPU Kabupaten Belitung telah menjalankan tahapan-tahapan yang tak jauh berbeda dari Pemilu sebelumnya. Hal ini menjelaskan bahwa dinamika politik yang berkembang di masyarakat sangat dipengaruhi oleh karakteristik pemilih dan karakteristik sosial. Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 26 F. KERANGKA PEMIKIRAN Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti mencoba menggambarkan kerangka pemikiran mengenai partisipasi politik warga di wilayah pesisir Kabupaten Belitung dalam pelaksanaan Pemilu tahun 2014. Pada tahapan penelitian, kerangka pemikiran dijadikan sebagai alur dalam menentukan arah penelitian untuk menghindari terjadinya perluasan pembahasan yang akan menyebabkan penelitian tidak terarah/ terfokus. Gambar 1.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Melek Politik Warga Pesisir Pada Pemilu Tahun 2014 FAKTOR PENDORONG Rasa Ingin Tahu Kesadaran Politik Perangsang Politik Karakteristik Pribadi Karakteristik Sosial Situasi Atau Lingkungan Politik Pendidikan Politik FAKTOR PENGHAMBAT Hubungan Fungsional Wilayah Pengaruh Keluarga Rendahnya Dukungan atau Sosialisasi Strategi Dan Kebijakan Peningkatan Melek Politik Warga Gambar 1.1 di atas menjelaskan bahwa melek politik warga pesisir pada Pemilu tahun 2014, dipengaruhi oleh faktor pendorong dan faktor penghambat. Faktor pendorong ini meliputi; a) rasa ingin tahu, b) kesadaran politik, c) perangsang politik, d) karakteristik pribadi, e) karakteristik social, f) situasi atau lingkungan, dan g) pendidikan politik. Sedangkan faktor penghambat meliputi; a) hubungan fungsional wilayah, b) pengaruh dari keluarga, dan c) rendahnya dukungan dan sosialisasi. Rendahnya sosialisasi menurut pihak penyelenggara (KPU). Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 27 BAB II METODE PENELITIAN A. JENIS PENELITIAN Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, yaitu suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Menurut Bogdan dan Taylor dalam Moleong (2012:4), penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Menurut Creswell (2012:33) Pendekatan ini dipilih berdasarkan dua alasan. Pertama, permasalahan yang dikaji dalam penelitian tentang peranan KPU dalam mengatasi angka Golput serta meningkatkan partisipasi politik masyarakat ini membutuhkan sejumlah data lapangan yang sifatnya aktual dan kontekstual. Kedua, pemilihan ini didasarkan pada keterkaitan masalah yang dikaji dengan sejumlah data primer dari subjek penelitian yang tidak dapat dipisahkan dari latar belakang alamiahnya. Di samping itu, metode kualitatif mempunyai adaptabilitas yang tinggi sehingga memungkinkan peneliti untuk senantiasa menyesuaikan diri dalam menghadapi situasi yang berubah-ubah. Moleong (2012:6) mengemukakan pengertian metode penelitian kualitatif yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami subjek penelitian misalnya, perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah. Sugiyono (2012:59) menyatakan bahwa penelitian kualitatif yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 28 itu, peneliti sebagai instrumen juga harus divalidasi seberapa jauh peneliti kualitatif siap untuk terjun ke lapangan. Dari pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pertimbangan dapat lebih fokus pada masalah yang didalami, serta dapat menafsirkan dan membuat kesimpulan atas temuan tersebut dengan bantuan instrumen agar lebih valid dalam mengolah data yang diperoleh dari lapangan. Lebih lanjut, Sugiyono (2012:222) juga menyatakan, bahwa penelitian kualitatif sebagai human instrument, berfungsi mendapatkan fokus penelitian, memilih informasi sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data, dan membuat kesimpulan atas temuannya. Oleh karena itu, selama proses penelitian, peneliti akan lebih banyak berkomunikasi dengan subjek penelitian yakni KPU Kabupaten Belitung sebagai penyelenggara Pemilu dan masyarakat di wilayah pesisir sebagai masyarakat pemilih. Selajutnya dalam penelitian ini peneliti akan lebih banyak menguraikan secara deskriptif hasil temuan-temuan di lapangan. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis, yaitu penelitian yang didasarkan pada pemecahan masalah berdasarkan fakta-fakta dan kenyataan-kenyataan yang ada pada saat sekarang, serta memusatkan pada masalah aktual yang terjadi pada saat penelitian dilaksanakan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Nazir (1988:63), metode deskriptif ialah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran atau sesuatu pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini ialah untuk membuat deskriptif akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang terjadi. Menurut Arikunto (2009:42), penggunaan metode deskriptif analitis didasarkan pada asumsi bahwa penelitian ini bermaksud untuk mendapatkan keterangan atau gambar secara aktual dan faktual terhadap gejala sosial, terkait tingkat melek politik masyarakat pesisir di Kabupaten Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 29 Belitung, sebagai dasar KPU Kabupaten Belitung untuk menentukan strategi dan kebijakan dalam meningkatkan melek politik masyarakat pesisir. B. SUMBER INFORMASI Sumber informasi dipilih bertalian dengan tujuan untuk memperoleh informasi yang diperlukan, untuk dijadikan sample penelitian. Dalam penelitian ini menggunakan sample purposive, sehingga besarnya jumlah sampel ditentukan oleh pertimbangan informasi, kejenuhan data dan informasi yang diberikan. Jika beberapa responden yang dimintai keterangan diperoleh informasi yang sama, maka itu sudah dianggap cukup untuk proses pengumpulan data. Tabel 2.1. Responden No 1 2 3 4 Responden Anggota KPU Kab. Belitung Anggota Partai Politik Masyarakat (Informan) Masyarakat (Verifikator) Jumlah 5 orang 10 orang 25 orang 15 orang Adapun dukungan penelitian sebagai berikut : 1. Kelengkapan data, dokumen pendukung penyelenggaraan Pemilu tahun 2014 yang mencakup data kehadiran/partisipasi pemilih. 2. Data profil atau gambaran kondisi umum wilayah Kabupaten Belitung mencakup kehidupan sosial budaya, ekonomi, pendidikan. 3. Adanya suasana keterbukaan dimana responden yakni penyelenggara Pemilu (Ketua dan Anggota KPU Kabupaten Belitung), peserta Pemilu (Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden), masyarakat responden dan masyarakat verifikator rela, jujur dan tidak dalam tekanan untuk memberikan informasi. Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 30 C. TEKNIK PENGUMPULAN DATA Teknik pengumpulan data merupakan proses yang sangat penting di dalam mendukung suksesnya sebuah penelitian. Menurut Sugiyono (2012:224), teknik pengumpulan data adalah langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Sumber informasi tidak merujuk pada populasi tetapi pada situasi sosial yang selanjutnya menjadi subjek penelitian. Menurut Sugiyono (2012:215) bahwa dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi, tetapi oleh Spradley dinamakan “social situation” atau situasi sosial yang terdiri atas tiga elemen, yaitu tempat (place), pelaku (actor), dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis. Situasi sosial tersebut dapat dinyatakan sebagai objek penelitian yang ingin dipahami secara lebih mendalam “apa yang terjadi di dalamnya”. Jadi dalam penelitian kualitatif lebih mengutamakan situasi sosial tersebut sebagai objek. Maksudnya, sumber informasi yang diwawancarai adalah seseorang yang mengerti permasalahan. Dengan demikian penelitian tersebut dapat lebih mendalam dan valid. Sedangkan subjek penelitian yang menjadi sampel penelitian dalam penelitian kualitatif adalah sumber informasi yang dapat memberikan informasi (Nasution (2003:32). Sampel dapat berupa hal, peristiwa, manusia, situasi yang diobservasi. Sering sampel dipilih secara "purposive" bertalian dengan purpose atau tujuan tertentu. Sering pula seorang responden diminta untuk menunjuk orang lain memberikan informasi kemudian responden tersebut diminta pula menunjuk orang lain dan seterusnya. Cara ini lazim disebut "snowball sampling" yang dilakukan secara serial atau berurutan. Adapun teknik penelitian yang digunakan dalam proses pengumpulan data adalah sebagai berikut : 1. Wawancara. Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti untuk memperoleh informasi dan data faktual langsung dari Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 31 sumbernya. Wawancara dilakukan melalui proses tanya jawab lisan secara langsung kepada berbagai pihak, baik dengan Ketua KPU Kabupaten Belitung, anggota KPU Kabupaten Belitung, anggota partai politik maupun masyarakat yang berkaitan dengan penelitian ini. Menurut Sugiyono (2012:186), wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua belah pihak. 2. Observasi. Menurut Sugiyono (2012:145), observasi merupakan teknik pengumpulan data yang mempunyai ciri spesifik berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, fenomena sosial. Responden yang diamati tidak terlalu besar. Proses observasi dilakukan dengan mengamati situasi-situasi di lapangan dan mencatat apa-apa yang dianggap penting guna mencapai tujuan penelitian. 3. Studi Dokumentasi. Studi dokumentasi digunakan sebagai teknik pengumpulan data dengan mencari dokumen yang bersifat pribadi dan resmi sebagai sumber data yang dapat dipergunakan untuk memecahkan permasalah dalam penelitian. Beragam surat, gambar dan dokumen lainnya merupakan data yang dikumpulkan lalu dilakukan analisa. 4. Triangulasi. Triangulasi menurut Sugiyono (2012:241) adalah teknik pengumpulan data yang bersifat mengabungkan berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang ada. Lebih lanjut Sugiyono (2012:195) membagi triangulasi atas 2 (dua) jenis yakni triangulasi teknik dan triangulasi sumber. Triangulasi teknik, adalah teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama. Peneliti menggunakan observasi partisipatif, wawancara mendalam, dan dokumentasi untuk sumber data yang sama secara serempak. Triangulasi sumber, adalah teknik pengumpulan data dengan teknik yang sama namun berasal dari sumber Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 32 yang berbeda-beda. Sedangkan metode triangulasi menurut Denzin (1978), adalah teknik pengumpulan data dengan mengkombinasikan metode kuantitatif dan kualitatif sehingga data yang didapat dari metode yang satu akan memvalidasi silang (cross validate) data yang didapat dengan metode yang lain. D. TEKNIK ANALISIS DATA Setelah data dikumpulkan, peneliti mengolah dan menganalisa data sesuai kebutuhan penelitian untuk menjawab masalah yang sudah dirumuskan. Dalam penelitian ini, data yang dianalisis adalah data hasil Pemilu Legislatif 2014 dan data Pemilu Presiden 2014 di Kabupaten Belitung, lalu dikategorikan berdasarkan berdasarkan tingkat partisipasi pemilih di wilayah perkotaan, wilayah pedesaan dan wilayah pesisir. Selanjutnya tingkat partisipasi tersebut dikaitkan dengan aspek sosial, ekonomi dan budaya untuk menganalisa tingkat kesadaran dan pengetahuan sebagai indikasi tingkat melek politik warga. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperti apa yang diungkapkan oleh Miles dan Huberman (1992:16-18), bahwa terdiri atas 3 (tiga) alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan dan verifikasi. Dengan mengacu pendapat di atas, maka proses analisis data yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Penyeleksian dan Pengelompokan Data. Data yang sudah terkumpul lalu diseleksi kemudian dirangkum dan disesuaikan dengan fokus penelitian yang telah ditetapkan. Kemudian data dikelompokkan berdasarkan kategori tertentu untuk dicari tema dan polanya berdasarkan rumusan masalah yang telah dibuat. Untuk memperjelas data yang dibutuhkan, peneliti menggunakan wawancara, observasi dan studi dokumentasi yang ditujukan kepada Ketua KPU Kabupaten Belitung, anggota KPU Kabupaten Belitung, warga masyarakat di 5 (lima) kecamatan di Kabupaten Belitung, dan Partai Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 33 Politik Peserta Pemilu tahun 2014. Dengan kata lain, reduksi data bertujuan untuk mempermudah pemahaman terhadap data yang telah terkumpul dari hasil catatan lapangan dengan cara merangkum, mengklasifikasikan sesuai masalah dan aspek-aspek permasalahan yang dapat diteliti. 2. Penyajian Data. Penyajian data atau display data adalah sekumpulan informasi yang akan memberikan gambaran penelitian secara menyeluruh. Dengan kata lain data disajikan secara terperinci dan menyeluruh dengan mencari pola hubungannya. Dari keseluruhan data yang telah didapat tersebut, dipahami satu persatu, kemudian disatukan dan diinterpretasikan sesuai dengan rumusan masalah. 3. Penarikan Kesimpulan/Verifikasi Data. Kesimpulan merupakan kegiatan yang dilakukan dengan tujuan mencari arti, makna, penjelasan yang dilakukan terhadap data yang telah dianalisis dengan mencari hal-hal penting. Tahap akhir dari analisis data ini adalah mengadakan pemeriksaan keabsahan data. Setelah selesai tahap ini, mulailah tahap penafsiran data dalam mengolah hasil sementara menjadi hipotesa. Dengan demikian, secara umum teknik analisis data dilakukan dengan menyeleksi data yang terkumpul, mengkotegrikan data dan menyesuaikan dengan fokus masalah penelitian. Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 34 BAB III LOKASI DAN SUBJEK PENELITIAN A. ASPEK GEOGRAFIS Kabupaten Belitung merupakan daerah kepulauan yang secara geografis terletak antara 107°08’-107°58,5’ Bujur Timur dan 02°30’- 03°15’ Lintang Selatan dengan batas-batas sebagai berikut : Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Natuna; Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Belitung Timur; Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Jawa; Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Gaspar. Kabupaten Belitung ini memiliki proporsi luas sebesar 14% dari luas seluruh Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Secara administratif, Kabupaten Belitung terdiri atas 5 (lima) kecamatan dengan 48 desa/kelurahan, dengan luas wilayah daratan 2.293,690 Km2 terdiri dari 94 pulau besar dan kecil. Pulau pulau terbesar yaitu Pulau Belitung, serta pulau-pulau besar lainnya seperti Pulau Seliu, Pulau Mendanau, dan Pulau Nadu. Tabel 3.1. Penyebaran Pulau dan Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kabupaten Belitung No KECAMATAN 1 2 3 4 5 Membalong Tanjungpandan Sijuk Badau Selat Nasik Total Jumlah Pulau 36 5 17 8 28 94 Luas (Km2) Persentase 909,550 207,24 452,00 416,54 133,500 2.293,690 36,65 9,04 19,71 18,16 5,82 100,00 Sumber : Bappeda Kabupaten Belitung, 2014 Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 35 Kondisi topografi Pulau Belitung pada umumnya bergelombang dan berbukit-bukit. Kondisi topografi tersebut telah membentuk pola aliran sungai di daerah ini menjadi pola sentrifugal, dimana sungai-sungai yang ada berhulu di perbukitan dan mengalir ke daerah pantai. Daerah yang paling tinggi di Kabupaten Belitung hanya mempunyai ketinggian kurang lebih 500 Meter dari permukaan laut, dengan puncak tertinggi ada di Gunung Tajam. Sedangkan daerah hilir terdiri atas pantai dan Daerah Aliran Sungai (DAS) utama, yakni : Sebelah utara oleh DAS Buding, Sebelah selatan oleh DAS Pala dan Kembiri, dan Sebelah Barat oleh DAS Brang dan Cerucuk. Keadaan tanah di Kabupaten Belitung pada umumnya didominasi oleh kwarsa dan pasir, batuan aluvial dan batuan granit. Menurut letaknya, batuan kwarsa dan pasir tersebar secara merata di seluruh wilayah kecamatan di Kabupaten Belitung. Untuk batuan aluvial dapat ditemukan hampir di seluruh wilayah kecamatan, kecuali Kecamatan Selat Nasik. Tabel 3.2. Jumlah Desa, Dusun, RT, RW dan TPS Menurut Kecamatan di Kabupaten Belitung Tahun 2014 No 1 2 3 4 5 KECAMATAN Membalong Tanjungpandan Sijuk Badau Selat Nasik Kabupaten Belitung Desa 12 16 10 7 4 49 Dusun 39 31 26 20 9 125 RT 156 421 172 76 38 863 RW 69 141 62 27 15 314 TPS 57 185 57 34 18 351 Sumber : Tata Pemerintahan, Setda Kabupaten Belitung, 2014 Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 36 B. ASPEK SOSIAL BUDAYA Pada tahun 2014 jumlah penduduk Kabupaten Belitung sebesar 152.258 jiwa, hal ini bertambah 0,50 % dari jumlah penduduk pada tahun 2013 yang hanya sebesar 151.494 jiwa. Jumlah penduduk dengan jenis kelamin lakilaki sebanyak 78.023 jiwa, dan jumlah penduduk dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 74.234 jiwa. Adapun tingkat kepadatan penduduk di Kabupaten Belitung mencapai 66.28 jiwa per Km2. Apabila dilihat dari sisi wilayah kecamatan, maka Kecamatan Tanjungpandan merupakan wilayah di Kabupaten Belitung dengan tingkat kepadatan penduduk tertinggi, yaitu sebesar 218,68 jiwa per Km2. Sedangkan Kecamatan Membalong memiliki tingkat kepadatan penduduk terendah, yaitu sebesar 25,80 jiwa per Km2. Pola pemukiman penduduk di Kecamatan Membalong, umumnya memusat pada satu titik. Dan di luar wilayah pemukiman tersebut, terdapat lahan-lahan perkebunan. Kehidupan beragama di Kabupaten Belitung juga berkembang cukup baik, yang tercermin dari kerukunan antar umat beragama dan toleransi yang terbina dengan baik. Boleh dikatakan tidak ada konflik atau gejolak yang terjadi antar umat beragama di Kabupaten Belitung. Mayoritas penduduk di Kabupaten Belitung merupakan pemeluk agama Islam, yakni sebesar 90,88%. Sisanya merupakan pemeluk agama Katolik, Protestan, Hindu dan Budha serta Konghucu. Bagi penduduk yang merupakan etnis Melayu, agama Islam telah menjadi identitas mereka. Sehingga pemeluk agama Islam sering diidentikkan dengan sebutan Melayu. Sedangkan pemeluk agama Konghucu, Budha bahkan etnis Tionghoa yang beragama Kristen dan Katolik, sering disebut dengan orang Cina. Sudah dianggap biasa kalau orang Cina memberangkatkan haji bagi orang yang beragama Islam, dan sebaliknya juga kalau anak orang Cina diadopsi oleh keluarga orang Melayu. Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 37 Tabel 3.3. Pemeluk Agama di Kabupaten Belitung Tahun 2013-2014 No 1 2 3 4 5 6 Agama Islam Kristen Katolik Hindu Budha Konghucu 2013 156.224 2859 1.326 780 10.699 21 % 90,88 1,66 0,77 0.45 6,22 0,01 2014 156.671 2.902 1.354 740 10.701 24 % 90,88 1,68 0,79 0,43 6,21 0,01 Sumber : Dukcapil Kab.Belitung, 2014 Pembangunan manusia merupakan paradigma pembangunan yang menempatkan manusia (penduduk), sebagai fokus dan sasaran akhir dari seluruh kegiatan pembangunan. Tentunya, isu pembangunan manusia tersebut tidak cukup hanya disajikan dalam bentuk pernyataan politik (political statement), namun harus mampu dijabarkan dalam program-program pembangunan. Isu-isu pembangunan kerap kali menjadi tema kampanye bagi peserta Pemilu. Isu-isu tersebut bisa menjadi daya ungkit bagi peserta Pemilu sekaligus bisa menjadi batu sandungan. Sayangnya isu-isu pembangunan jarang bermuara pada visi dan misi yang digunakan untuk meyakinkan masyarakat pemilih. Isu pembangunan yang sering muncul dalam setiap kampanye masih berkutat pada persoalan pembangunan mendasar, yakni persoalan kemiskinan, isu pendidikan dan kesehatan. C. ASPEK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Dalam upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pemerintah Kabupaten Belitung membagi wilayah administrasi kecamatan ke dalam 5 (lima) kawasan pengembangan sebagaimana tertuang dalam RPJMD Kabupaten Belitung tahun 2010-2014. Adapun strategi pengembangan kawasan dimaksud adalah sebagai berikut : Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 38 1. Kecamatan Tanjungpandan, diarahkan pemanfaatannya sebagai pusat pemerintahan dan perkantoran, serta penataan lingkungan perumahan dengan konsep neighborhood unit; 2. Kecamatan Membalong, diarahkan pemanfaatannya untuk kegiatan wisata alam dan lingkungan (eocotourism), perikanan laut, industri kelautan, kegiatan budidaya laut, penataan lingkungan perumahan, kegiatan pertanian dan perkebunan, serta industri ramah lingkungan untuk agro industri dan marine industry; 3. Kecamatan Badau, diarahkan pemanfaatannya untuk kegiatan industri besar, pusat perdagangan bebas berskala internasional, pelabuhan serta penataan lingkungan perumahan nelayan serta pemberdayaan masyarakat; 4. Kecamatan Sijuk, diarahkan pemanfaatannya sebagai kawasan lindung dan hutan suaka alam, kegiatan pariwisata serta penataan lahan lingkungan perumahan; 5. Kecamatan Selat Nasik, diarahkan pemanfaatannya untuk kegiatan pariwisata bahari serta wisata bawah laut, kegiatan budidaya laut, kegiatan industri kecil (home industri), perdagangan dan jasa, serta penataan lingkungan perumahan dan pemberdayaan masyarakat. Perencanaan pembangunan wilayah (spasial) ini selanjutnya didorong dengan pengembangan lapangan usaha (sektoral) yang menjadi indikator untuk mengukur kesejahteraan masyarakat, diantaranya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Berdasarkan PDRD Kabupaten Belitung, potensi sektor primer meliputi pertanian, perikanan, perkebunan dan sektor pertambangan masih memberikan kontribusi, namun pertumbuhannya mengalami perlambatan dari tahun ke tahun. Sementara transformasi ekonomi tidak berjalan linier, dalam arti perkembangan sektor jasa (tersier) bukan merupakan akibat dari perkembangan sektor sekunder (industri), dimana kontribusi sektor industri pengolahan menunjukkan penurunan. Sebaliknya kontribusi sektor tersier yang Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 39 ditopang sektor pariwisata menjadi sektor unggulan. Perkembangan sektor pariwisata dipicu oleh populitas Novel Laskar Pelangi pada tahun 2008, meskipun sejak tahun 1990 sudah mulai dirintis rencana pengembangan pariwisata, terutama ditujukan untuk mengantisipasi dampak pasca tambang. Hal ini dipertegas dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kabupaten Belitung yang menempatkan sektor perikanan dan kelautan, sektor pariwisata dan sektor pelabuhan sebagai sektor unggulan. Selain PDRB, indikator kesejahteraan masyarakat juga digambarkan dari tingkat pendapatan perkapita dan tingkat kemiskinan. Setidaknya dua indikator tersebut, menjelaskan gambaran awal kondisi kesejahteraan sosial dikaitkan dengan karakteristik wilayah, antara wilayah pedesaan atau wilayah pesisir dengan wilayah perkotaan. Pada tahun 2013, garis kemiskinan di wilayah pedesaan sebesar Rp. 438.899 perkapita perbulan, meningkat menjadi Rp. 444.817 perkapita perbulan pada tahun 2014. Sedangkan garis kemiskinan di wilayah perkotaan meningkat dari Rp. 416.935 perkapita perbulan pada tahun 2013, menjadi Rp. 439.377 perkapita perbulan pada tahun 2014. Berdasarkan Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Belitung Tahun 2014, menjelaskan bahwa tingkat pengangguran terbuka pada tahun 2014 berada pada posisi 3,03% diantara kabupaten/kota di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Angka tersebut berada di bawah rata-rata tingkat pengangguran di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang berada pada posisi 5,65%. Lebih rinci lagi, Dinas Kepedudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Belitung pada tahun 2013 mencatat tingkat pengangguran terbuka adalah 10,54% atau sebesar 53.520 jiwa. Artinya 10,54% penduduk berusia antara 15 hingga 64 tahun berusaha terlibat dalam kegiatan produktif. Tingkat pengangguran tertinggi terdapat pada usia 15 hingga 19 tahun yakni sebanyak 10,738 jiwa dari 53.520 jiwa atau 69,79%. Sedangkan tingkat pengangguran terendah terdapat pada kelompok usia 50 hingga 54 tahun sebesar 1,83% atau sebesar 5.093 jiwa. Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 40 Perekonomian di Kabupaten Belitung lebih didominasi oleh sektor ekonomi yang bersifat ekstraktif (perikanan laut dan pertambangan) dan sektor perkebunan hingga akhirnya pada tahun 2008, popularis Novel dan Film Laskar Pelangi mendongkrak sektor pariwisata yang membuat wilayah pesisir menjadi destinasi wisata yang diminati. Perkembangan sektor pariwisata ini memungkinkan nilai-nilai masyarakat berubah seiring meningkatnya arus kunjungan wisata ke Belitung. Hal ini tidak terlepas dari dukungan infrastruktur pelabuhan laut dan udara. Perkembangan tingkat kemiskinan di Kabupaten Belitung selama 5 (lima) tahun terakhir terhitung dari tahun 2009 hingga tahun 2013, terlihat adanya trend peningkatan. Pada tahun 2011 jumlah penduduk miskin sebanyak 11.290 jiwa atau tingkat kemiskinannya sebesar 6,97%, kemudian mengalami peningkatan menjadi 12.090 jiwa atau tingkat kemiskinannya sebesar 7,26% pada tahun 2012. Sedangkan pada tahun 2013 tingkat kemiskinan melonjak tajam menjadi 8,48 % dengan jumlah penduduk miskin sebanyak 14.300 jiwa. Kondisi kemiskinan ini tentunya menimbulkan kerawanan sosial. Penyandang masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) di Kabupaten Belitung yang paling menonjol adalah fakir miskin yang jumlahnya pada tahun 2014 sebanyak 7589 jiwa, sedangkan lanjut usia terlantar sebanyak 806 jiwa, dan anak terlantar sebanyak 123 jiwa. Tabel 3.4. Perkembangan Penduduk Rawan Sosial Kabupaten Belitung Tahun 2012-2014 Uraian Fakir Miskin Anak Terlantar Lanjut Usia Terlantar PMKS 2012 7880 164 1051 2255 2013 7589 123 806 2165 2014 7589 123 806 9041 Sumber : Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kab Belitung 2014 Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 41 Selain dari penduduk rawan sosial, kelompok marginal yang memiliki kendala dalam mobilitas penyelenggaraan Pemilu, ditunjukkan dengan permasalahan disabilitas. Kelompok tersebut seperti dijelaskan pada tabel dibawah ini : Tabel 3.5. Perkembangan Penduduk Cacat Di Kabupaten Belitung Tahun 2013-2014 JENIS CACAT Tuna Netra Tuna Rungu Tuna Wicara Tuna Wicara-Rungu Tuna Daksa Tuna Grahita Cacat Jiwa Cacat Ganda 2013 103 17 89 81 16 15 19 22 2014 58 30 24 0 208 103 19 50 Sumber : Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Belitung, 2014 D. ASPEK SUMBERDAYA MANUSIA Kapasitas atau kesiapan sumberdaya manusia di Kabupaten Belitung dapat dilihat dari tingkat partisipasi terhadap pasar tenaga kerja. Tentunya pasar tenaga kerja juga dipengaruhi oleh lapangan usaha yang tersedia. Peluang memenuhi lapangan kerja masih terbuka jika dikaitkan dengan usia produktif, dimana penduduk usia produktif dikelompokkan ke dalam beberapa kategori yakni; a) kelompok yang sedang menunggu pekerjaan, masih sekolah dan ibu rumah tangga, b) kelompok yang bekerja di bawah standard minimum, dan c) kelompok yang tidak bekerja. Tentunya perlu upaya untuk menciptakan lapangan usaha yang lebih luas, sehingga mampu memberi peluang bagi masyarakat untuk bekerja lebih banyak. Tidak hanya persoalan lapangan kerja, faktor pendidikan dan kesehatan serta dimensi manusia dalam pembangunan lainnya, muncul sebagai Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 42 isu penting dalam kampanye politik. Namun isu ini lebih banyak terkait dengan anggaran, seperti banyak calon pimpinan daerah maupun negara menjadikan pendidikan gratis sebagai isu kampanye. Sesungguhnya esensi dari isu pendidikan itu lebih menekankan pada kualitas sumberdaya manusia, agar mampu berperan sebagai subyek pembangunan dan hak-hak asasi yang menyertainya. Isu pembangunan manusia cenderung semakin berkembang menjadi kebutuhan seiring dengan semakin berkembangnya kesadaran politik masyarakat dan terbukanya komunikasi pada era reformasi sekarang ini. Tabel 3.6. Komposisi Mata Pencaharian Penduduk Kabupaten Belitung Tahun 2007 (orang) No Lapangan Usaha 2002 2007 % 1 Pertanian dan Perkebunan 7.287 10.284 50,58 2 Pertambangan 3.427 4.837 23,79 3 Industri Pengolahan 320 452 2,22 4 Bangunan 192 271 1,33 5 Perdagangan dan Perhotelan 285 402 1,98 6 Pengangkutan 596 841 4,14 7 Jasa-jasa 69 97 0,48 8 Pegawai Negeri Sipil 3.149 Total 15.325 3.149 20.333 15,49 100,00 Sumber : RPJMD Kabupaten Belitung Tahun 2010-2014 Tabel diatas menunjukkan bahwa pertanian dan perkebunan termasuk perikanan, masih merupakan sektor yang menyediakan lapangan pekerjaan yang seringkali tidak memerlukan persyaratan tertentu untuk mendapatkannya. Selain pertanian dan perkebunan, sektor pertambangan sampai tahun 2007 Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 43 masih merupakan sektor kedua yang menyediakan lapangan pekerjaan bagi penduduk di Kabupaten Belitung untuk berusaha, dimana sektor pertambangan ini dalam bentuk pertambangan rakyat atau Tambang Inkonvensional (TI), juga tidak memerlukan tenaga terampil dengan persyaratan tertentu. Dengan kata lain penduduk di Kabupaten Belitung yang bekerja lebih banyak memasuki lapangan-lapangan pekerjaan eksploratif tradisional atau sekitar 57,17% dari total penduduk yang bekerja. Seperti yang terdapat pada Tabel 3.6 di atas, bahwa sektor pertanian dan perkebunan, dimana perikanan dan kelautan terdapat di dalamnya, merupakan sektor yang menyerap tenaga kerja terbesar, yaitu sebesar 50,58% dari total penduduk bekerja atau sekitar 7,99% dari total penduduk Kabupaten Belitung. Jika diasumsikan, kontribusi sektor kelautan dan perikanan (60%) terhadap PDRB sektor pertanian dan perkebunan, sama dengan besaran proporsi komposisi atau struktur mata pencahariannya, maka jumlah penduduk bekerja yang mata pencahariannya di bidang kelautan dan perikanan dapat dihitung sebesar 30,35% dari total penduduk bekerja atau sekitar 4,24% dari total penduduk Kabupaten Belitung. Dengan perhitungan yang sama, maka penduduk bekerja yang bermata pencaharian di sektor pengangkutan adalah sebesar 4,14% dari total penduduk bekerja, dan yang terkait dengan sektor pariwisata adalah sebesar 2,46% dari total penduduk bekerja. Dengan asumsi 30% penduduk Belitung yang bekerja di pengangkutan dan sektor yang terkait dengan pariwisata, maka struktur atau komposisi mata pencaharian di sektor kepelabuhanan dan pariwisata berturut-turut menjadi sebesar 1,24% dan 0,74% dari total penduduk bekerja, dan 0,17% dan 0,10% dari total penduduk Kabupaten Belitung. Dengan melihat komposisi atau struktur mata pencaharian penduduk usia produktif dan rendahnya kualitas SDM, maka sebagai bagian integral untuk melanjutkan prioritas pembangunan daerah, mau tidak mau maka sektor pendidikan harus lebih ditingkatkan dalam waktu lima tahun mendatang untuk Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 44 mencapai kondisi yang diinginkan. Kualitas SDM sangat penting untuk ditingkatkan, mengingat persaingan tenaga kerja yang skilled labor akan sangat menentukan apakah masyarakat Kabupaten Belitung dapat tinggal landas bersama tiga sektor prioritas tersebut. Untuk sampai pada proses tersebut diperlukan pengukuran- pengukuran terhadap indikator pembangunan manusia. Secara konsepsional (UNDP), kualitas pembangunan manusia dapat dilihat dari partisipasi aktif penduduk dalam pembangunan, mulai dalam perumusan dan penentuan kebijakan hingga pada evaluasi. Konsep pembangunan seperti ini disebut sebagai konsep pembangunan yang berpusat atau berbasis pada penduduk (people centered development) yaitu oleh penduduk, dari penduduk, dan untuk penduduk. Salah satu indikator keberhasilan pembangunan sumberdaya manusia yang diajukan oleh UNDP adalah indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM mencakup tiga indeks, yakni angka melek huruf, rata-rata lama sekolah dan angka harapan hidup. Dari ketiga perubahan diatas, terlihat bahwa terjadi peningkatan pola Indek Pembangunan Manusia dari tahun 2005 hingga tahun 2007. Nilai IPM dari tahun 2005 ke tahun 2007 adalah meningkat dari 70,7 menjadi 72,19 dengan rata-rata peningkatan IPM tiap tahunnya mencapai 0,745 per tahun. Dari nilai IPM yang disampaikan di atas menunjukkan bahwa pada tahun 2005 angka IPM di Kabupaten Belitung berada pada selang 66 < IPM < 80, hal ini menunjukkan bahwa tingkat pembangunan manusia berada pada status menengah atas. 1. Indikator Pengetahuan Kualitas pendidikan memberikan kontribusi positif terhadap pemahaman politik. Namun demikian pendidikan bukanlah satu-satunya yang digunakan untuk mengukur kualitas kehidupan demokasi. Terkait dengan tema penelitian dan pemilih, setidaknya dapat dilihat dari sejauh mana pendidikan bisa diikuti oleh masyarakat. Pada tahun 2014, IPM SMP/MTS sebesar Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 45 88.33%. Artinya jumlah anak usia 13 hingga 15 tahun yang bersekolah di SMP/MTs sebanyak 83,33% atau lebih baik dari tahun 2013 yang hanya berjumlah 87,61%. Sebaliknya, angka putus sekolah usia 7 hingga 12 tahun sebesar 1,41% yang jauh melebihi capaian tahun 2013. Angka putus sekolah tertinggi terdapat di Kecamatan Tanjungpandan dengan capaian sebesar 0,57%, disusul Kecamatan Sijuk, Membalong, Badau dan Selat Nasik. Pada jenjang pendidikan SMP/MTs. Angka putus sekolah usia 13 hingga 15 tahun tertinggi yaitu di Kecamatan Tanjungpandan, disusul Kecamatan Selat Nasik sebesar 0,2%, Kecamatan Sijuk sebesar 0,17%, Kecamatan Badau sebesar 0,11%, dan Kecamatan Membalong sebesar 0,12%. Tabel 3.7. Jumlah Sekolah dan Guru di Kabupaten Belitung Tahun 2012-2014 JENJANG 2012 2013 2014 PENDIDIKAN Sekolah Guru Sekolah Guru Sekolah TK 46 233 45 266 51 SD 124 1091 124 1283 124 SMP 27 402 27 382 26 SMA 13 190 14 170 16 PT 0 26 0 25 0 Sumber : Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupatn Belitung, 2014 Guru 271 1292 402 191 25 Sarana pendidikan sebagaimana dijelaskan pada tabel di atas menampung sejumlah siswa yang terbanyak berada di Kecamatan Tanjungpandan. Menurut Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Belitung, sebagian besar menamatkan pendidikan SLTA yakni sebanyak 26.753 siswa dan hanya 3,96% yang menamatkan jenjang pendidikan perguruan tinggi (Diploma III, Diploma IV, Strata 1 dan Strata II). 2. Indikator Kesehatan Indeks kelangsungan hidup tahun 2007 mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Nilai ini menunjukkan bahwa terjadinya peningkatan angka Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 46 kelahiran hidup dan rata-rata anak yang di bawah usia 15 tahun hidup. Ini menjadi salah satu ukuran dari keberhasilan masyarakat dalam meningkatkan layanan kesehatan dan pengetahuan dalam kehidupan. Berdasarkan data statistik Kabupaten Belitung, tercatat terjadinya peningkatan jumlah fasilitas Rumah Sakit, Puskesmas dan Puskesmas Pembantu. Untuk tenaga kesehatan yang dominan meningkat adalah tenaga untuk kesehatan di tingkat Puskesmas. Selain itu juga dapat didorong oleh pendidikan masyarakat yang makin peduli dengan pola kesehatan, atau tingkat fasilitas dan pelayanan yang kualitasnya makin baik. Semua itu berimplikasi memacu meningkatnya nilai harapan hidup rata-rata penduduk mencapai 69 tahun. 3. Indikator Daya Beli Selain itu indeks daya beli masyarakat juga menunjukkan peningkatan. Peningkatan kemampuan daya beli ini sangat terkait dengan tingkat pendapatan perkapita perbulan masyarakat. Nilai pengeluaran yang diukur adalah pengeluaran untuk kebutuhan konsumsi masyarakat. Kemampuan daya beli dipengaruhi juga oleh kondisi wilayah. Dimana masyarakat di wilayah pesisir yang mata pencahariannya dari hasil laut, maka hidupnya sangat tergantung kepada factor alam dan kondisi cuaca. E. ASPEK KEHIDUPAN DEMOKRASI Selama kurun waktu antara tahun 2008 hingga tahun 2013, di Kabupaten Belitung telah diselenggarakan 5 (lima) kali Pemilu, yakni Pemilu Bupati dan Wakil Bupati Belitung tahun 2008, Pemilu Legislatif tahun 2009, Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2009, Pemilu Gubernur dan Wakil Gubernur Tahun 2012, serta Pemilu Bupati dan Wakil Bupati Belitung tahun 2013. Namun selama kurun waktu tersebut, penyelenggaraan Pemilu di Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 47 Kabupaten Belitung ini menunjukkan kalau tingkat partisipasi di wilayah perkotaan (Kecamatan Tanjungpandan) sebesar 71%. Tingkat partisipasi politik wilayah perkotaan jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan kecamatan lain, yang merupakan wilayah pesisir atau pedesaan. Khususnya Kecamatan Membalong dan Kecamatan Badau, merupakan 2 (dua) kecamatan di Kabupaten Belitung dengan tingkat partisipasi politik tertinggi. Ironisnya, Kecamatan Tanjungpandan yang memiliki berbagai infrastruktur sosial politik yang lebih memadai dibandingkan dengan 4 (empat) kecamatan lainnya, justru memiliki tingkat partisipasi politik yang rendah. Data Pemilih Tetap Kabupaten Belitung pada Pemilu Legislatif 2014 berjumlah 116.521 pemilih, terdiri dari 59.541 atau 51,09% pemilih lakilaki dan 56.980 atau 48,90% pemilih perempuan. Setelah dilakukan stratifikasi ke dalam piramida penduduk, usia pemilih lebih didominasi oleh usia produktif (usia antara 31 tahun hingga 35 tahun). Sedangkan jumlah pemilih pemula yang berusia antara 15 hingga 22 tahun sebanyak 13,782 orang. Sedangkan untuk segmen pemilih perempuan yang jumlahnya 56.980 atau 48,90% pemilih dari total pemilih yang terdaftar dalam DPT Kabupaten Belitung pada Pemilu Legislatif tahun 2014. Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 48 Gambar 3.1. Piramida Pemilih Yang Terdaftar Pada DPT Pemilu Legislatif Tahun 2014 Di Kabupaten Belitung Sumber : DPT Pemilu 2014, KPU Kabupaten Belitung, diolah Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 49 BAB IV PEMBAHASAN A. TEMUAN-TEMUAN Pemilu Legislatif tahun 2014 dilaksanakan pada tanggal 9 April 2014, kemudian sekitar Tiga bulan setelah Pemilu Legislatif, juga diselenggarakan Pemilu Presiden yaitu pada tanggal 9 Juli 2014. Jika dibandingkan dengan Pemilu Presiden, maka distribusi kotak suara pada Pemilu Legislatif jauh lebih rumit, dikarenakan Pemilu Legislatif yang membutuhkan 4 (empat) kotak suara, untuk menghimpun surat suara pemilih bagi anggota DPR, anggota DPD, anggota DPR Provinsi dan anggota DPRD Kabupaten. Sementara itu pada Pemilu Presiden hanya dibutuhkan 1 (satu) kotak suara. Namun demikian, seiring banyaknya logistik berupa kotak suara yang dibutuhkan, ternyata peserta Pemilu memberikan pengaruh positif terhadap tingkat partisipasi pemilih. 1. Tingkat Melek Politik warga Secara Nasional Partai politik peserta Pemilu legislatif pada tanggal 9 April 2014 berjumlah sebanyak 12 partai politik. Sedangkan jumlah Calon Legislatif (Caleg) dari 12 partai politik untuk kursi DPRD Kabupaten Belitung berjumlah 296 orang, yang terdiri dari Caleg laki-laki sebanyak 190 orang atau sebesar 64,19%, dan Caleg perempuan sebanyak 106 orang atau sebesar 35,81%. Caleg-Caleg tersebut mewakili 4 (empat) Daerah Pemilihan (Dapil), yang meliputi Dapil Belitung I (Kecamatan Tanjungpandan) terdapat 95 Caleg, dengan rincian 59 atau 62% laki-laki dan 36 atau 38% perempuan. Dapil Belitung II (Kecamatan Tanjungpandan) terdapat 72 Caleg, dengan rincian 48 atau 67% laki-laki dan 24 atau 33% perempuan. Dapil Belitung III (Kecamatan Badau dan Sijuk) terdapat 70 Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 50 Caleg, dengan rincian 47 atau 67% laki-laki dan 23 atau 33% perempuan. Dapil Belitung IV (Kecamatan Membalong dan Selat Nasik) terdapat 59 orang, dengan rincian 36 atau 61% laki-laki dan 23 atau 39 % perempuan. Jumlah pemilih pada Pemilu Legislatif 2014 di Kabupaten Belitung yang tersebar di 42 desa dan 6 Kelurahan, dimana sebagian besar berada di wilayah pesisir Kabupaten Belitung. Berdasarkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang dikeluarkan oleh KPU Kabupaten Belitung pada Pemilu Legislatif 2014 berjumlah 116.521 orang, terdiri dari pemilih laki-laki sebanyak 59.541 orang dan pemilih perempuan sebanyak 56.980 orang. Dari jumlah 116.521 pemilih tersebut, yang menggunakan hak pilih atau partipasi politik pada Pemilu Legislatif 2014 berjumlah sebanyak 89.993 pemilih atau sebesar 77,23%, dengan rincian 44.646 atau 38,32% pemilih laki-laki dan 45.347 atau 38,92% pemilih perempuan. Tabel 4.1. Partisipasi Politik dan Distribusi Pemilih Laki-Laki dan Perempuan Pada Pileg 2014 Menurut Kecamatan di Kabupaten Belitung NO KECAMATAN LAKI-LAKI PEREMPUAN TOTAL JUMLAH % JUMLAH % JUMLAH % 1 TANJUNGPANDAN 22.774 48,60 24.090 51,40 46.864 71,48 2 BADAU 4.092 51,43 3.865 48,57 7.957 84,87 3 SIJUK 8.142 49,83 8.198 50,17 16.340 82,44 4 MEMBALONG 7.744 51,25 7.365 48,75 15.109 87,98 5 SELAT NASIK 1.894 50,87 1.829 49,13 3.723 81,04 KAB. BELITUNG 44.646 49,61 45.347 50,39 89.993 77,23 Sumber : KPU Kabupaten Belitung, 2014, diolah Berdasarkan Tabel 4.1 di atas, partisipasi politik pemilih perempuan lebih tinggi yakni 45.347 pemilih atau 50,39%, melebihi partisipasi politik pemilih laki-laki yakni 44.646 atau 49,61%, dimana Kecamatan Tanjungpandan notabene merupakan wilayah perkotaan yang memiliki Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 51 tingkat partisipasi politik terendah. Sebaliknya Kecamatan Membalong yang merupakan wilayah pedesaan dan wilayah pesisir memiliki tingkat partisipasi tertinggi yakni 87,98%. Artinya partisipasi politik di wilayah pedesaan dan wilayah pesisir lebih tinggi, meskipun tingkat pendidikan formal yang tidak terlalu tinggi jika dibandingkan masyarakat perkotaan. Setidaknya hal ini memberikan gambaran awal bahwa tingkat kesadaran politik warga pedesaan dan warga pesisir di Kabupaten Belitung lebih tinggi. Selanjutnya tingkat kesadaran politik tersebut perlu dianalisa faktorfaktor yang mempengaruhinya. Pada pelaksanaan Pilpres 2014, jumlah pemilih yang masuk dalam DPT Kabupaten Belitung meningkat sebanyak 814 pemilih menjadi 117.335 pemilih, yang terdiri dari 60.000 pemilih laki-laki dan 57.335 pemilih perempuan. Peningkatan jumlah mata pilih pada Pemilu Presiden tanggal 9 Juli 2014, dikarenakan terjadinya penambahan mata pilih dalam Daftar Pemilih Tambahan yang muncul dari DPT Pemilu Legislatif pada tanggal 9 April 2014. Tabel 4.2 Partisipasi Politik dan Distribusi Pemilih Laki-laki dan Perempuan Pada Pilpres 2014 Menurut Kecamatan di Kabupaten Belitung LAKI-LAKI NO PEREMPUAN TOTAL KECAMATAN JUMLAH % JUMLAH % JUMLAH % 46.906 71,51 1 TANJUNGPANDAN 22.808 48,62 24.098 51,38 2 BADAU 4.249 52,62 3.826 47,38 8.075 83,12 3 SIJUK 7.876 49,66 7.983 50,34 15.859 79,62 4 MEMBALONG 7.634 51,33 7.237 48,67 14.871 84,91 5 SELAT NASIK 1.609 50,23 1.594 49,77 3.203 69,66 KAB. BELITUNG 44.176 49,68 44.738 50,32 88.914 75,78 Sumber : KPU Kabupaten Belitung, 2014, diolah Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 52 Pengguna hak pilih pada Pilpres 2014 sebesar 88.914 pemilih, lebih tinggi dari pada Pileg 2014. Meskipun jumlah pemilih ini meningkat, namun partisipasi politik justru mengalami penurunan menjadi 75,78%. Pengguna hak pilih menurun drastis dari 89.993 pemilih pada Pileg 2014, menjadi 88,914 pemilih pada Pilpres 2014. Partisipasi politik tertinggi pada Pemilu Presiden masih berada di Kecamatan Membalong, yakni sebesar 84,91%, sedangkan partisipasi politik terendah berada di Kecamatan Selat Nasik yakni sebesar 69,66%. 2. Pola Partisipasi dan Melek Politik Warga Pemberian suara oleh pemilih secara aktif, menunjukkan bahwa warga memahami hak-haknya sebagai warga negara dan menyadari pentingnya membangun kehidupan demokrasi. Di kalangan masyarakat yang mudah mendapatkan akses informasi, partisipasi politik dipengaruhi juga oleh dinamika politik nasional, khususnya pada Pemilu Presiden 2014. Sedangkan dinamika politik pada Pemilu Legislatif 2014, lebih didorong oleh interaksi caleg terhadap pemilih. Seperti yang diungkapkan oleh Sahrial (17 tahun) dan beberapa rekannya saat ditemui. ”Akhir-akhir ini televisi dan media sosial ramai membicarakan sosok Jokowi dan Probowo. Hampir setiap jam televisi menayangkan berita Jokowi dan Probowo, sampai-sampai pernah kita tidak melaut gara-gara teman kita belum puas berbicara sosok yang ia jagokan”. Umumnya dinamika politik di tingkat nasional mempengaruhi partisipasi politik kelompok laki-laki, sedang pada pemilih perempuan lebih memilih unsur kedekatan emosi dengan tim sukses atau sosok yang akan dipilih. Perempuan lebih mempertimbangkan pilihannya atas dasar kedekatan emosional sesaat seperti adanya bantuan. Terlebih yang memberikan bantuan tersebut adalah Caleg itu sendiri. Sedangkan partisipasi di kalangan pemilih pemula, didorong oleh semangat kelompok atau komunitas yang mengingatkan kembali waktu pemungutan Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 53 suara. Hal tersebut seiring sejalan dengan pernyataan Sandi (17 tahun), pelajar dari Desa Juru Seberang yang mengatakan “Sebenarnya saya malas datang ke TPS, tetapi karena teman-teman yang mengajak akhirnya saya datang juga”. Partisipasi warga pesisir di Kabupaten Belitung dipengaruhi oleh latar belakang pekerjaan, dan secara intuitif akan dipengaruhi oleh aktivitasnya sehari-hari. Di wilayah pesisir, selain beraktivitas sebagai nelayan mereka juga berprofesi sebagai pemandu wisata seiring banyak pantai atau pulau yang dijadikan destinasi wisata. Seperti pendapat Murad (40 Tahun), nelayan Tanjung Binga yang beralih profesi sebagai pemandu wisata. Ia mengatakan “Saya sudah mendapatkan order dari tamu lokal yang ingin ke Pulau Lengkuas. Lalu saya menawarkan untuk merubah jam. Alhamdulillah mereka memaklumi karena pada hari itu kita memang diwajibkan datang ke TPS. Bagaimana pun tokoh yang saya pilih itu berjanji akan memperjuangkan nasib kita”. Disisi lain pemilih di wilayah pesisir lainnya menentukan pilihan mereka berdasarkan hati nurani, karena mereka percaya bahwa calon anggota legislatif yang akan mereka pilih dapat membangun bagi daerah pemilihannya, seperti yang diungkapkan Rajiman (60 tahun), warga Desa Tanjung Tinggi yang mengatakan “Terserah orang mau bilang apa yang penting saya sudah menggunakan hak saya. Setidaknya dengan datang ke TPS, kita sudah memberi contoh kepada anak-anak muda. Kalau kita sebagai orang tua tidak sadar dengan nasib bangsanya, bagaimana anakanak mudanya”. Dalam menentukan pilihan, sebagian besar warga pesisir mempertimbangkan faktor kekeluargaan, teman, kerabat dekat, dan sesuai dengan hati nurani, serta penilaian pribadi dari pemilih itu sendiri. Apapun yang menjadi alasan mereka untuk memilih, yang pasti sebagian besar Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 54 pemilih di wilayah pesisir Kabupaten Belitung telah berpartisipasi untuk pertama kalinya pada Pemilu 2014 yang lalu. Pada Pemilu 2014 kinerja KPU Kabupaten Belitung sudah dinilai baik karena pada saat itu partisipasi masyarakat Belitung relatif tinggi, namun partisipasi politik seharusnya bisa lebih ditingkatkan seandainya KPU Kabupaten Belitung lebih optimal dalam melakukan sosialisasi, terutama pada segmen pemilih pemula dan segmen pemilih perempuan di Kecamatan Tanjungpandan. Hasil wawancara yang dilakukan pada saat pemberian suara di wilayah pesisir menggambarkan pemilih belum seratus persen menentukan pilihannya berdasarkan kesadaran individu, namun masih terpengaruh faktor kekeluargaan dan kerabat dekat, terutama pada segemen pemilih pemula yang menyatakan bahwa pilihannya pada calon anggota legislatif didasarkan karena pengaruh dari keluarga. Sedangkan pengetahuan politik yang mendorong partisipasi politik di wilayah pesisir atau pedesaan umumnya timbul ketika kampanye berlangsung. 3. Faktor Yang Mempengaruhi Melek Politik Pada kegiatan Evaluasi Peningkatan Partisipasi Masyarakat di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat (19/8), Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI ke-3 periode 2007-2012, Prof. Dr. H.A. Hafiz Anshary, AZ, MA mengatakan, ada 9 (sembilan) faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan Pemilu di Indonesia. Faktor-faktor tersebut adalah; 1) penyelenggara Pemilu (KPU), 2) peserta Pemilu, 3) kandidat-kandidat dalam Pemilu, 4) perilaku dan sikap tim sukses, 5) sikap dan budaya politik, 6) daya dorong atau motivasi masyarakat, 7) waktu penyelenggaraan pemungutan suara, 8) metode, dan 9) sosialisasi. Dari faktor-faktor yang disebutkan oleh Ketua KPU tersebut, faktor yang paling berpengaruh terhadap partisipasi politik di Kabupaten Belitung adalah faktor rekam jejak Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 55 dari kandidat peserta Pemilu. Sebagaimana dijelaskan oleh Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, dan Hubungan Antar Lembaga KPU Kabupaten Belitung, Yudi Ariyanto, S.IKom yang mengatakan bahwa, sebagian besar pemilih enggan menggunakan hak suaranya dalam Pemilu, karena merasa keberadaan anggota legislatif selama menjabat sebagai wakil rakyat di gedung Parlemen, tidak memberikan dampak signifikan terhadap persoalan hidup pemilih itu sendiri. Hal ini juga pernah ditegaskan oleh anggota KPU RI periode 2007-2012, Dra. Endang Sulastri, M.Si. Menurutnya, tingkat partisipasi masyarakat sangat dipengaruhi oleh tingkat trust (kepercayaan) terhadap penyelenggara (KPU) dan peserta Pemilu. “Tingkat kepercayaan (trust) kepada penyelenggara dan peserta Pemilu, itu kuncinya. Kita harus terus berusaha meningkatkan ini,” tandasnya. B. ANALISIS TEMUAN Kadar demokrasi suatu negara dapat ditentukan oleh dua hal pokok yang dianggap keberadaannya penting. Pertama, seberapa besar peranan masyarakat dalam menentukan arah kebijakan publik. Penentuan kebijakan publik dalam literatur ilmu politik dapat dilakukan melalui mekanisme partisipasi politik, yang salah satunya dengan melaksanakan mekanisme pemilihan pejabat publik atau calon anggota legislatif secara langsung. Pemilihan langsung menunjukkan hak-hak politik warga yang dijalankan dalam Pemilu dapat memberikan gambaran sosok wakil rakyat dan pimpinan negara. Tidak hanya pada pelaksanaan Pileg dan Pilpres 2014, dalam penyelenggaraan Pemilu kurun waktu antara tahun 2008 hingga tahun 2013 pun Kecamatan Tanjungpandan merupakan wilayah yang paling rendah tingkat partisipasi politiknya, padahal Kecamatan Tanjungpandan memiliki akses Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 56 informasi yang mendorong pengetahuan politik lebih memadai, begitupun interaksi sosial terkait dengan diskusi bertema politik lebih intens dibandingkan dengan 4 (empat) kecamatan lainnya di Kabupaten Belitung. Namun pembangunan yang lebih berorientasi pada pembangunan ekonomi dan dinamika sosial perkotaan, menimbulkan kesenjangan dan sikap apatis. Masyarakat perkotaan menganggap Pemilu tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap perubahan. Keberadaan tim sukses hanya dianggap sebagai tenaga pemasaran yang sudah barang tentu membela kepentingan produk yang dipasarkan. Fenomena ini memunculkan tokoh elite pada masyarakat perkotaan. Dari sisi penyelenggaraan menganggap Pemilu sekedar Pemilu, masyarakat perkotaan alat pemerintah untuk menjalankan agenda politik tahunan, sehingga timbul kesadaran kolektif di kalangan masyarakat perkotaan yang menciptakan sikap pesimis pada setiap Pemilu digelar. Sedang pada masyarakat pesisir dan pedesaan, pertimbangan pengetahuan dalam mendorong tingkat melek politik warga, sebagaimana pada masyarakat perkotaan tidak begitu dominan. Hal yang lebih menjadi pertimbangan adalah sejauh mana membangun kedekatan emosional dan kekerabatan. Kalau pun pengetahuan menjadi pertimbangan, lebih terfokus pada pengetahuan terhadap sosok yang dipilih terkait dengan intensitas komunikasi dengan masyarakat. Banyak kepala daerah terpilih adalah mereka yang intens melakukan diskusi politik di warung kopi. Mereka membaur dan secara tidak langsung telah menanamkan kepercayaan kepada masyarakat, seperti halnya Ishak Zainudin, Bsc (Bupati Belitung periode 1999-2004), Sahani Saleh, S.Sos (Wakil Bupati Belitung periode 2009-2014 dan Bupati Belitung periode 2014-2019), serta Rustam Efendi, Bsc (Gubernur Kepulauan Bangka Belitung periode 2012-2017). Semestinya kualitas partisipasi politik warga yang mendorong tingkat melek politik atas dasar kesadaran dan pengetahuan, dengan mempertimbangkan hubungan konseptual antara aspirasi masyarakat dengan Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 57 arah dan kebijakan pembangunan. Karenanya, pemilih mempertimbangkan visi, misi ataupun program kerja dari sosok yang mereka pilih sebagaimana diulas OECD (2001) yang dikutip Martin (2003:190) dalam Bofaird dan Loffler (2003), bahwa keterlibatan masyarakat akan membawa sejumlah keuntungan, yakni; (1) meningkatkan kualitas pembuatan kebijakan dengan menyediakan pemerintah sumber informasi, perspektif dan solusi masalah yang besar; (2) memfasilitasi interaksi yang luas antara masyarakat dan pemerintah; serta (3) meningkatkan akuntabilitas dan transparansi yang pada akhirnya akan meningkatkan keterwakilan dan kepercayaan masyarakat. Apa yang disampaikan OECD tersebut kerap kali menjadi tema diskusi di kalangan pengunjung warung kopi di Kota Tanjungpandan. Di era reformasi muncul berbagai warung kopi dengan tema utama pembicaraan seperti politik, sosial-budaya, lingkungan dan ekonomi. Pembicaraan di warung kopi memang terbuka, tanpa keputusan tetapi bukan tidak memiliki pengaruh terhadap proses pengambilan keputusan politik. Komunikasi politik dapat meluas dari komunitas warung kopi kepada masyarakat umum di luar warung kopi, dan akhirnya bermuara pada politik resistensi yang sampai ke institusi formal (Erman, 2014). Hal ini berkaitan dengan pendapat Burby (2003), sebagaimana dikutip oleh Baker, Adams dan Davis (2005:490), partisipasi masyarakat dapat menghasilkan kebijakan pemerintah yang lebih baik karena sejumlah alasan, yakni; (1) adanya prinsip keadilan dan kesetaraan; (2) merupakan hak masyarakat untuk mendapatkan informasi dan untuk menyuarakan pandangan mereka terkait kebijakan pemerintah; (3) adanya kebutuhan untuk mewakili kepentingan dari kelompok-kelompok masyarakat yang lemah dan tidak punya kekuatan; serta (4) adanya kebutuhan untuk menangkap apa yang benar-benar diinginkan oleh masyarakat. Pemerintah telah memberi ruang publik dalam menentukan kebijakan pembangunan, dengan menggunakan mekanisme Musyawarah Pembangunan Daerah (Musrenbang), namun tidak sepenuhnya Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 58 isu-isu pembangunan yang dibahas menyentuh kepentingan masyarakat. Ada kelompok masyarakat yang tidak terwakili sehingga menimbulkan kecurigaan masyarakat pesisir, seperti isu rencana pembangunan pulau “Dolphin Island” yang mereklamasi pantai Tanjungpendam. Di balik rencana pembangunan pulau untuk tujuan pariwisata tersebut, masyarakat mencium adanya kepentingan pengusaha tambang. Tak pelak, rencana pemerintah membangun wilayah pesisir pantai ini menimbulkan friksi dalam masyarakat. Satu sisi, muncul Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang menolak rencana pemerintah, tetapi dalam waktu bersamaan juga muncul LSM yang mendukung rencana pemerintah. Meskipun keberadaan LSM ini tidak didukung dengan norma-norma dan manajemen organisasi yang memadai, setidaknya keberadaan LSM ini telah menunjukkan bahwa apa yang direncanakan pemerintah telah dicermati oleh masyarakat wilayah pesisir. Memang tidak sepenuhnya masyarakat memiliki komitmen yang sama, namun upaya menggiring opini publik yang lebih besar selalu terjadi. Isu-isu pembangunan yang muncul tak jarang memicu munculnya kepentingan kelompok elite. Munculnya kelompok elite yang menggiring opini publik makin marak, seiring sajian berita yang dihadirkan oleh media massa, terlepas apakah informasi yang disampaikan media tersebut berimbang atau tidak. Keberadaan elite di kalangan masyarakat yang menggiring opini publik dan informasi dari media massa, menciptakan kondisi sosial politik. Langsung maupun tidak langsung kondisi sosial politik ini mempengaruhi perilaku politik masyarakat, sebagaimana pendapat Hermawan (2001:72). Menurut Hermawan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku politik seseorang, adalah : a. Lingkungan sosial politik tidak langsung seperti sistem politik, media massa, sistem budaya, dan sebagainya. Lingkungan politik langsung yang mempengaruhi dan membentuk kepribadian. b. Faktor seperti keluarga, teman, agama, kelas dan sebagainya. Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 59 c. Struktur kepribadian yang tercermin dalam sikap individu. d. Faktor sosial politik langsung berupa situasi, yaitu keadaan yang mempengaruhi. e. Faktor secara langsung ketika hendak melakukan suatu kegiatan politik seperti suasana kelompok, ancaman, dan lain-lain. Pada Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2014, masyarakat dapat memilih secara langsung calon-calon anggota legislatif dan Presiden. Masyarakat menilai individu Caleg dengan melihat sejauh mana Caleg menangkap, mengapresiasikan dan mengimplementasikan aspirasi mereka. Berbeda halnya dengan Pemilihan Presiden, masyarakat di Kabupaten Belitung lebih banyak mengandalkan media informasi seperti televisi dan koran untuk mengenal sosok calon Presiden dan Wakil Presdien. Memang, ada partai politik yang diharapkan dapat memotivasi atau mendorong pemilih menentukan pilihan, namun tidak berjalan efektif seperti halnya pada Pemilu Legislatif. Sebagai mahkluk sosial, tentu ada faktor lingkungan eksternal yang mempengaruhi partisipasi politik apalagi menjelang pemilu, intentitas peserta Pemilu untuk mempengaruhi cukup tinggi sehingga tidak mustahil hubungan sosial semakin erat, bahkan terbangun jaringan yang diyakini sebagai kekuatan politik. Masyarakat tidak lagi menempatkan ideologi sebagai acuan manakala melakukan ritual politik saat masuk dalam bilik-bilik suara, juga saat melakukan kampanye untuk mendapatkan suara. Pemilih cenderung terlihat menjadi lebih pragmatis dalam berpolitik. Kehadiran sikap pragmatis tersebut pada akhirnya cukup mengesampingkan perhitungan-perhitungan yang lebih normatif, termasuk di dalamnya perhitungan atas dasar norma kebudayaan, kepercayaan atau aliran politik yang kemudian kerap juga disebut ideologi politik ( Noor, 2014:57). Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 60 Menurunnya peran ideologi dalam mempengaruhi aktivitas politik, bukan berarti mengurangi motivasi masyarakat untuk berpartisipasi dalam Pemilu. Tentu ada faktor-faktor pendukung yang memungkinkan masyarakat berpartisipasi dalam Pemilu baik memilih Presiden, Gubernur, Bupati, maupun wakil rakyat di tingkat pusat dan daerah. Mengamati realitas politik yang berkembang di masyarakat pesisir, tidak terlepas dari pemahaman terhadap karakter masyarakat (Effendi,2014). Bayang-bayang rendahnya partisipasi politik semakin menghantui pelaksanaan Pemilu 2014. Menurut Masykurudin Hafidz (Deputi Koordinator Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat), tingkat partisipasi pemilih terus menurun signifikan sejak Pemilu tahun 1999 hingga tahun 2009 sebesar 21% dari 92% ke 71%. Oleh karena itu, pengalaman Pemilu sebelum Pileg dan Pilpres 2014, perlu dianalisa untuk mengetahui alasan mengapa masyarakat mau berpartisipasi dalam Pemilu. Pertanyaan ini tak lain untuk menjawab apakah partisipasi yang tinggi menunjukkan warga telah melek politik (kesadaran politik), karena dipaksa atau memang termotivasi. Tingkat partisipasi politik perlu ditelaah lebih lanjut mengingat partisipasi politik yang tinggi, tidak serta merta menunjukkan kesadaran politik masyarakat atau warga sudah melek politik. Sebaliknya, tingkat partisipasi politik yang rendah belum tentu menggambarkan tingkat kesadaran politik masyarakat yang rendah. Menurut Harfanizar, anggota KPU Kabupaten Belitung pada periode terdahulu, mengatakan rendahnya partisipasi politik di Kecamatan Tanjungpandan bisa jadi menunjukkan bahwa mereka sudah melek politik. Sebaliknya, tingginya tingkat partisipasi politik di Kecamatan Membalong dapat bersifat semu. Artinya pemilih memutuskan untuk menggunakan hak suaranya, hanya untuk sekedar menggugurkan kewajibannya. Untuk mewujudkan tujuan melek politik warga, khususnya di wilayah pesisir Kabupaten Belitung, tentunya perlu melihat peran serta pemangku Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 61 kepentingan yang lebih luas, dan tidak hanya berkaitan dengan peraturan perundang-undangan, kebijakan pemerintah atau KPU sebagai penyelenggara Pemilu. Dengan demikian partisipasi politik perlu mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi dan budaya yang berkembang pada masyarakat di wilayah pesisir. Menurut sebagian besar informan, kondisi masyarakat yang melek politik dikarenakan peran yang dilakukan oleh individu Caleg. Sedangkan peran partai politik berpengaruh signifikan. Alhasil keberadaan Caleg yang sering pindah partai tidak menjadi persoalan bagi pemilih. Garis kebijakan partai diabaikan oleh Caleg, bahkan banyak Caleg dari partai politik tidak memahami politik. Pemilih tidak lagi melihat keterkaitan Caleg dengan partai politik, karena pemilih lebih banyak mempertimbangkan latar belakang kehidupan sosial, budaya dan ekonomi. Pada Pemilu Legislatif 2014 banyak Caleg yang masih menyakini bahwa pendidikan politik bukanlah tujuan utama, yang terpenting bagaimana meraup suara dengan cara instan sehingga munculnya fenomena money politic. Indikasinya terlihat dari munculnya Caleg-Caleg karbitan yang meraup suara yang cukup besar. Terhadap fenomena ini, masyarakat merespon ajakan Caleg dengan beragam sikap politik yang bisa dikategorikan menjadi; (1) akan menerima pemberian dan akan memberikan suaranya kepada Caleg tersebut; (2) akan memilih Caleg yang peduli dengan kehidupan pemilih secara individual; (3) akan menerima pendapat Caleg tetapi tidak akan memberikan suara alias golput; (4) akan mendukung Caleg tetapi berubah dalam bilik suara; (5) dengan kesadaran tidak akan memilih. Selain itu, sebagian masyarakat menganggap bahwa Pemilu merupakan ritual politik. Bagi kalangan yang tidak mampu atau miskin, Pemilu hanyalah ajang untuk menyelesaikan permasalahan hidup dalam jangka pendek, tanpa mempertimbangkan masa depan kehidupan di kemudian hari (pasca Pemilu). Isu-isu kemiskinan di wilayah pesisir tidak pernah ditanggapi Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 62 serius oleh Caleg dan diperjuangkan untuk menjadi program pembangunan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh nelayan Desa Sungai Padang yang menjadi tim sukses Caleg. Dia beranggapan apa yang telah ia lakukan untuk mendukung kampanye Caleg, ternyata tidak memberi dampak bagi dirinya setelah caleg yang dia dukung terpilih. Apa yang disampaikan Caleg tak lebih dari upaya untuk kepentingan mendapat dukungan suara. Dengan demikian, caleg pada dasarnya tidak berupaya untuk mendorong kesadaran dan pengetahuan politik yang semestinya. Banyak faktor yang menjadikan tingkat partisipasi politik di Kabupaten Belitung rendah, dan mengalami penurunan terutama pada Pilpres 2014, diantaranya adalah jarak waktu yang terlalu singkat/pendek antara Pileg dan Pilpres, yaitu hanya sekitar 3 (tiga) bulan, politik resistensi yang mengemuka di wilayah perkotaan tidak memberikan pengaruh terhadap masa depan masyarakat, dan lain sebagainya. Pemilu seringkali dianggap indikator kehidupan demokrasi, namun dengan peran besar elite politik yang hanya peduli sesaat dan hanya memperjuangkan kepentingan mereka. Pemilu sering dijadikan alat transaksi kekuasaan. Fenomena money politic (membeli suara), terutama pada Pemilu Legislatif. Selain dari sisi peserta Pemilu, berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan partisipasi politik masyarakat, termasuk oleh penyelenggara Pemilu itu sendiri. Untuk itu KPU Kabupaten Belitung sebagaiamana kebijakan yang digariskan oleh KPU RI, memfokuskan 4 segmen prioritas dalam meningkatkan partisipasi politik masyarakat. Keempat segmen tersebut meliputi pemilih pemula, pemilih perempuan, pemilih disabilitas dan pemilih marginal. Yang dimaksud dengan pemilih marginal dalam penelitian ini adalah mereka yang diidentifikasikan sebagai masyarakat pinggiran atau miskin. Selama kurun waktu antara tahun 2005 hingga tahun 2008, kantongkantong kemiskinan terbesar justru berada di pusat pemerintahan. Hal ini menggambarkan bahwa sarana dan prasarana sosial dan pelayanan belum Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 63 berfungsi optimal serta mampu dalam pelayanan publik. Selain persoalan fasilitas sosial dan fasilitas umum. Berdasarkan data kemiskinan, menunjukkan kantong-kantong kemiskinan terdapat di wilayah dengan kepadatan penduduk yang tinggi. Semisalnya Kelurahan Parit yang masuk dalam wilayah admisnistrasi Kecamatan Tanjungpandan, Kabupaten Belitung, yang menjadi kantong kemiskinan di wilayah perkotaan. Karakteristik perkotaan yang notabene merupakan wilayah lebih maju dari sisi pendidikan dan ekonomi, justru paling rendah tingkat partisipasi politiknya, padahal daya dukung lingkungan dan situasi politik di wilayah perkotaan seperti Tanjungpandan, jauh lebih baik dibandingkan dengan kecamatan lainnya di Kabupaten Belitung. Hal ini menunjukkan tingkat pendidikan masyarakat tidak mendorong perubahan persepsi masyarakat terhadap hak politik. Sedangkan partisipasi yang tinggi tidak mencerminkan tingkat kesadaran masyarakat terhadap hak politik. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden di wilayah pesisir, terungkap bahwa kedatangan warga ke TPS tak lain hanya untuk menggugurkan kewajibannya. Hak politik warga yang seharusnya ini malah menjadi sekedar kewajiban. Dari 6 (enam) kelurahan dan 9 (Sembilan) desa yang berada di Kecamatan Tanjungpandan, terdapat desa di wilayah pesisir yakni, Desa Juru Seberang, Desa Tanjungpendam, Desa Air Saga, dan Desa Dukong. Desa-desa di wilayah pesisir di Kecamatan Tanjungpandan yang merupakan kantong kemiskinan, namun tingkat kekerabatan masyarakatnya cukup baik. Pada wilayah tersebut, tingkat partisipasi politiknya cukup baik dibandingkan dengan Kelurahan Parit. Hal ini menunjukan bahwa tingkat kekerabatan berpengaruh signifikan terhadap kesadaran politik masyarakat. 1. Tingkat melek politik masyarakat pesisir di Kabupaten Belitung. Dari 4 (empat) Daerah Pemilihan (Dapil), yaitu Dapil Belitung I dan Dapil Belitung II yang masuk dalam wilayah Kecamatan Tanjungpandan, Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 64 merupakan wilayah dengan tingkat partisipasi politik yang rendah, meskipun infrastruktur sosial politik di Kecamatan Tanjungpandan jauh lebih baik dari kecamatan lainnya. Nyatanya, selama periode Pemilu 2008 hingga Pemilu 2013, tingkat partisipasi politik di Kecamatan Tanjungpandan hanya berkisar 71%, jauh berada di bawah Kecamatan Membalong dan Kecamatan Badau, sebagaimana digambarkan pada gambar 4.1 di bawah ini : Gambar 4.1. Partisipasi Politik Periode 2008-2013 100,00 90,00 80,00 70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 TANJUNGPANDAN 2008 BUPATI SIJUK 2009 DPRD BELITUNG BADAU MEMBALONG 2009 PRESIDEN SELAT NASIK 2012 GUBERNUR BELITUNG 2013 BUPATI Sumber : KPU Kab Belitung, diolah Selama kurun waktu antara tahun 2008 hingga tahun 2013, tingkat partisipasi politik warga pada Pemilu Presiden di Kecamatan Tanjungpandan dan Kecamatan Membalong serta Kabupaten Belitung secara umum, namun pada wilayah Kecamatan Selat Nasik dan Badau partisipasi politik pada Pemilu Legislatif lebih dibandingkan Pemilu Presiden. Lain halnya dengan Kecamatan Sijuk tingkat partisipasi politik warga pada Pemilu Legislatif maupun Pemilu Presiden cenderung berimbang. Dari 5 (lima) kecamatan, Kecamatan Selat Nasik memiliki karakter wilayah pesisir yang lebih kuat. Artinya di wilayah pesisir, asa Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 65 warga untuk meningkatkan taraf kehidupan kepada wakil rakyat jauh lebih tinggi dibandingkan dengan harapan terhadap Presiden. 2. Melek Politik Warga Pesisir. Ada 5 (lima) faktor penyebab menurunnya partisipasi politik masyarakat dalam pemilu yakni : Pertama, penurunan tingkat kepercayaan terhadap partai politik dan Caleg itu sendiri. Di wilayah perkotaan preferensi seseorang didasarakan kiprah dan latar belakang Caleg dalam kegiatan kemasyarakatan. Kepercayaan terhadap Caleg dapat didorong oleh elite politik, namun seiring dengan menurunnya kepercayaan terhadap elite politik, berdampak juga pada kegiatan-kegiatan politik secara menyeluruh. Kedua, faktor kekritisan artinya masyarakat yang kritis dapat menganalisis hasil dari pemilu-pemilu sebelumnya, dalam merealisasikan janji-janji saat kampanye. Tingkat realisasi dari janji kampanye yang relatif rendah serta tidak dapat menampung dan memperjuangkan aspirasi rakyat menjadi dasar alasan untuk golput. Ketiga, faktor keadaan dimana orang tersebut tidak dapat memberikan suaranya pada TPS tempat tinggalnya, karena orang tersebut terdaftar di TPS daerah lain atau karena alasan pekerjaan. Faktor ketiga ini seringkali terjadi di wilayah pesisir. Keempat, kurangnya sosialisasi Pemilu oleh lembaga Pemilihan Umum sehingga orang-orang tidak mengetahui seberapa besar manfaat dari keterlibatan mereka pada Pemilu itu sendiri. Kelima, kurangnya peran Parpol dalam sosialisasi politik sehingga masyarakat tidak mengetahui secara jelas apa visi, misi partai bahkan tidak mengenal profil caleg yang diusung oleh Parpol itu sendiri. Pelaksanaan Pemilu diselenggarakan dalam beberapa tahapan sebagai berikut : 1. Perencanaan program dan anggaran, serta penyusunan peraturan pelaksanaan penyelenggaraan Pemilu; 2. Pemutakhiran data Pemilih dan penyusunan daftar pemilih; Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 66 3. Pendaftaran dan verifikasi Peserta Pemilu; 4. Penetapan peserta Pemilu; 5. Penetapan jumlah kursi dan penetapan daerah pemilihan; 6. Pencalonan anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota; 7. Masa kampanye Pemilu; 8. Masa tenang; 9. Pemungutan dan penghitungan suara; 10.Penetapan hasil Pemilu; 11.Pengucapan sumpah/janji anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota; Berikut ini adalah beberapa aktivitas yang dilakukan masyarakat dalam rangka Pemilu Legislatif 2014, berdasarkan pernyataan pemilih sesuai dengan hasil wawancara dengan para responden. a. Kampanye. Kampanye dalam rangka Pemilu Legislatif adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk mempengaruhi dan menarik simpati serta mendapatkan suara sebanyak-banyaknya dari para pemilih, agar dapat memilih calon anggota legislatif tertentu dan memenangkannya. Kampanye adalah salah satu bagian yang penting dalam kegiatan Pemilihan Umum, namun sebagian besar pemilih di wilayah pesisir di Kabupaten Belitung tidak begitu peduli dengan pemaparan visi dan misi Caleg maupun capres. Berbagai macam cara yang dilakukan oleh calon anggota Legislatif untuk menarik simpati masyarakat dalam kegiatan kampanye, diantaranya dengan menghadirkan artis baik penyanyi maupun selebritis dalam kampanye terbuka, memberikan bantuan untuk pembangunan tempat ibadah, memberikan bantuan kepada kelompok pemuda terutama organisasi olahraga. Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 67 Pemilih di wilayah pesisir pada dasarnya menyukai bentuk kampanye terbuka, yang menghadirkan penyanyi atau selebritis. Masyarakat pesisir semacam haus akan hiburan dan dengan adanya Pemilu, tetapi bukan pada hakekat Pemilu melainkan sajian berbagai hiburan dapat dinikmati dengan gratis yang mengiringinya. Bentuk kampanye yang mendorong melek politik warga pesisir adalah partisipasi interaktif. Seiring dengan meningkatnya informasi dan perkembangan teknologi informasi, koran, televisi, partisipasi politik bisa didorong melalui diskusi-diskusi interaktif atau di ruang publik lain, yang memasukkan tema pembicaraan seputar politik, dan intensitasnya lebih tinggi menjelang pemungutan suara. Hal tersebut sejalan dengan pendapat dari Gabriel A. Almond (1986:46) dalam Sitepu mengenai bentuk partisipasi politik dilihat dari sifat kegiatannya, yaitu diskusi politik yang termasuk dalam bentuk partisipasi politik konvensional. Menjelang pemilihan umum, orang suka berdiskusi tentang masalah-masalah dan peristiwa-peristiwa politik yang terjadi. Meskipun bersifat informal, tidak jarang diskusi semacam itu berlangsung menarik hingga menimbulkan perdebatan kecil diantara masyarakat. Disitu orang bebas mengeluarkan pikiran, pendapat, serta sikap politiknya. Hal itu dimungkinkan karena adanya hubungan persahabatan dan kekeluargaan diantara peserta diskusi tersebut. Anggapan pemilih di wilayah pesisir Kabupaten Belitung, bahwa kampanye merupakan suatu kegiatan yang menyita waktu dan berbenturan dengan kegiatan atau aktivitas mereka sehari-hari, mengakibatkan pemilih di wilayah pesisir ini enggan untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan kampanye. Hal tersebut sejalan dengan pendapat nelayan yang mengatakan “Pada hari H bertempatan dengan kondisi laut yang baik. Sayang kalau tidak melaut, karena tak biasanya cuaca seperti itu”. Ada juga pemilih di wilayah pesisir yang berpendapat bahwa tidak mengikuti kampanye karena tidak suka dengan hiruk-pikuk Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 68 keramaian suasana kampanye terbuka. Sesuai dengan pernyataan Ibrahim (43 tahun), warga di Sungai Padang, yang berada jauh dari pusat kabupaten ini menjalankan rutinitas berhubungan dengan hasil laut seperti pembuatan terasi, menangkap ikan, udang dan lain-lain “Sudah banyak yang ingin berkampanye, tetapi mungkin mereka takut rugi memanggil artis ke sini, jadi hanya kampanye dialogis saja. Kami pun tak masalah karena orang sini tak suka hiruk-pikuk seperti di Tanjungpandan”. b. Sosialisasi dan Berbicara Masalah Politik. Pemilihan Umum legislatif merupakan pesta demokrasi 5 (lima) tahunan yang dilaksanakan sesuai amanat konstitusi. Baik di media cetak, televisi, media elektronik, sampai di media sosial hampir setiap hari membicarakan dan mendiskusikan tentang masalah-masalah dan kegiatan-kegiatan politik menjelang Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2014, ada yang membicarakan hal-hal positif dan ada juga yang memberitakan hal-hal negatif mengenai Pemilu Legislatif tahun-tahun sebelumnya. Perbincangan hangat dengan tema-tema politik menjelang Pemilu, tidak hanya di kalangan elite partai politik maupun kalangan akademisi. Tak jarang disksui politik juga terjadi pada masyarakat pesisir, seperti pernyataan Iwan (45 tahun). Ia bukanlah nelayan tetapi dikarenakan kedai kopi miliknya pernah dijadikan basis LSM saat menolak kehadiran kapal isap, maka ia menjadi aktif berbicara masalah politik, khususnya berkaitan dengan masa depan wilayah pesisir pantai. “Kedai kopi ini menjadi saksi penolakan kapal isap. Kita harus peduli dengan lingkungan kita, jangan sampai pantai kita dikuasai oleh pengusaha dari luar. Jadi pandai-pandai kita memilih wakil rakyat, yang peduli dengan nasib kampung kita. Karena kalau bukan kita siapa lagi yang peduli ”. Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 69 Pemilih yang aktif berbicara masalah-masalah politik cenderung berpartisipasi dalam aktivitas politik. Hal ini tidak hanya ditemui pada Kedai Kopi Belantu milik Iwan, Kedai Kopi Atet, kedai-kedai kopi lainnya di seputaran Kota Tanjungpandan pun mengalami hal yang sama. Bahkan ada kedai-kedai kopi yang dicap sebagai kedai kopi politik seperti halnya Kedai Kopi Kongdji. Sedangkan Kedai Kopi Bansai menyebut para pengunjungnya sebagai sebuah komunitas, dan memproklamirkan diri sebagai warung aspirasi. Pada tempat yang diwarnai dengan diskusi politik, sebagian besar pengunjung maupun pemiliknya memiliki pengetahuan politik yang cukup luas. Pengetahuan politik tersebut disampaikan secara pasti, dan secara tidak langsung pengunjung yang sebelum tidak memahami apa itu dunia politik, akhirnya mulai ikut tergiring. Dalam hidup bermasyarakat, tentunya kita memiliki perbedaanperbedaan yang tidak dapat dihindari. Berbeda suku, dan agama adalah sesuatu hal yang lumrah. Berbeda pilihan dalam menentukan calon anggota legislatif pun harus disikapi dengan kedewasaan berpolitik. Tidak dapat dipungkiri, memang sering terjadi gesekan-gesekan di tengah masyarakat, pada saat menjelang Pemilu. Ketika orang lain yang memiliki pilihan berbeda dengan kita, sering sekali masyarakat menganggap orang yang berbeda pilihan itu adalah lawan. Pemikiran yang seperti inilah yang sering ditemui dalam suasana menjelang Pemilu, dan pola pikir seperti itu adalah tidak benar, dan harus dirubah tentunya dengan sikap kedewasaan berpolitik kita. c. Logistik. Distribusi kotak suara pada Pileg 2014 lebih rumit dibandingkan dengan Pilpres 2014, hal ini dikarenakan banyaknya kotak suara yang digunakan untuk menampung surat suara DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten. Divisi Perencanaan, Keuangan dan Logistik KPU Kabupaten Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 70 Belitung tidak hanya memastikan distribusi kotak suara, namun yang tak kalah penting yaitu memastikan bagaimana pemilih bisa menerima formulir C-6 (undangan pemilihan). Salah satu kendala dalam distribusi formulir C-6 yaitu disebabkan masalah mobilitas pemilih. Pada saat panitia membagikan formulir C-6, pemilih tidak berada di tempat. Terhadap masalah ini, sebagian pemilih enggan untuk mempertanyakan hal tersebut kepada panitia. Karena itu, pada H-1 Divisi Logistik bersama anggota KPU Kabupaten Belitung lainnya, melakukan monitoring efektivitas distribusi Fomulir C-6 tersebut. KPU Kabupaten Belitung cenderung sekedar menghimbau (pasif). d. Data dan Informasi. Ketersediaan data dari PPS di TPS sudah memadai. Namun tuntutan terhadap akurasi dengan volume pekerjaan yang tinggi membuat distribusi data dari PPS ke PPK hingga ke KPU Kabupaten mengalami keterlambatan. Dalam hal ini, Divisi SDM, Organisasi, Data Informasi dan Rumah Tangga KPU Kabupaten Belitung didukung oleh operator. Data yang dikumpulkan sebenarnya bisa memberikan gambaran yang luas, namun informasi yang disajikan cenderung normatif sehingga analisa terhadap perilaku pemilih masih membutuhkan kajian yang lebih dalam. Selain itu, pemilih di wilayah pesisir Kabupaten Belitung banyak yang tidak mengikuti kampanye, kalau pun mengikuti kampanye lebih banyak untuk menikmati hiburan yang disajikan dalam kampanye terbuka tersebut. Berbagai alasan yang disampaikan oleh pemilih di wilayah pesisir, diantaranya karena jadwal kampanye terbuka berbenturan dengan jam sekolah, sehingga tidak dapat mengambil bagian dalam kegiatan tersebut. Ada juga yang tidak mengikuti kampanye karena alasan tidak nyaman berada dalam situasi hiruk-pikuk kampanye terbuka. Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 71 Tentunya banyak motif pemilih berpartisipasi dalam Pemilu. Untuk mengantisipasi menurunnya tingkat partisipasti politik, KPU Kabupaten Belitung memfokuskan 4 (empat) segmen pemilih yakni Pemilih Perempuan, Pemilih Pemula, Pemilih Disabilitas dan Pemilih Marginal. Dari total 116.521 pemilih yang terdaftar pada DPT Pileg 2014, dengan Jumlah pemilih perempuan pada Pileg 2014 sebanyak 56.980 atau 48,90%. Dari keseluruhan jumlah pemilih perempuan tersebut, pemilih perempuan terbanyak berada di Kecamatan Tanjungpandan yakni 32.416 atau 56,89% pemilih, disusul Kecamatan Sijuk sebanyak 9.611 atau 16,86% pemilih, Kecamatan Membalong sebanyak 8.289 atau 14,54% pemilih, Kecamatan Badau sebanyak 4.441 atau 7,79% pemilih, sedangkan pemilih perempuan terendah berada di Kecamatan Selat Nasik yaitu sebesar 2.223 atau 3,90% pemilih. Dari proporsi jumlah pemilih perempuan, tingkat partisipasi pemilih perempuan pada Pileg 2014 di Kabupaten Belitung mencapai 50,39% atau lebih tinggi dibandingkan partisipasi pemilih laki-laki yang hanya mencapai 49,61%. Partisipasi politik perempuan tertinggi berada di Kecamatan Tanjungpandan yakni 51,40%, sedang partisipasi politik perempuan terendah di Kecamatan Badau yakni hanya mencapai 48,57%. Pemilih Marginal mencakup fakir miskin, lanjut usia terlantar dan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial sebanyak 17,436 atau 14,96% pemilih. Dari 48 desa dan kelurahan di Kabupaten Belitung, kantong-kantong kemiskinan sebagian besar berada di wilayah perkotaan. Selain dari wilayah pesisir seperti Pegantungan, Petaling, Selat Nasik. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan Siahaan (Islamy dkk, 2004) bahwa di daerah pesisir, umumnya merupakan kantong-kantong kemiskinan struktural yang sangat kronis, yaitu kemiskinan yang ditimbulkan akibat adanya tekanan ekonomi dan eksploitasi dari kelompok masyarakat, sehingga nelayan miskin tetap menjadi sangat ”marginal”. Selain di ibu kota kabupaten dan ibu kota Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 72 kecamatan, kondisi kemiskinan terjadi pada wilayah pesisir seperti Tanjung Binga, Pulau Sumedang yang meningkat dari tahun 2005 hingga tahun 2008. Begitu pula dengan wilayah pesisir lainnya seperti Desa Petaling, Pegantungan dan Selat Nasik, dimana persentase rumah tangga miskin tertinggi di Kabupaten Belitung masing-masing 11,70%, 9.44% dan 8,86% dari jumlah penduduk di masing-masing wilayah. Gambar 4.2. Grafik Jumlah Rumah Tangga Miskin di Kabupaten Belitung Pada Tahun 2005 dan 2008 Sumber : BPS dan Dukcapil Kabupaten Belitung, diolah Keterangan : 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 P. Seliu Membalong Mentigi Tg. Rusa Kembiri Perpat Lassar Sp. Rusa Bantan P. sumedang Gn. Riting Padang Kandis 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Buluh Tumbang Perawas Lesung Batang Pangkal Lalang Dukong Juru Seberang Kota Tanjungpandan Parit Tanjungpendam Air Saga Paal Satu Air Merbau 25 26 27 28 29 30 Pegantungan Sungai Samak Cerucuk Badau Kacang Butor Air Batu 31 32 33 34 35 36 37 38 Batu Itam Terong Air Seru' Air Selumar Tanjung Binga Keciput Sijuk Sungai Padang 39 40 41 42 Suak Gual Petaling Selat Nasik Pulau Gersik Perkembangan rumah tangga miskin selama kurun waktu tahun 2005 hingga tahun 2008 menunjukkan bahwa hanya ada 2 (dua) desa yang mengalami peningkatan jumlah rumah tangga miskin yakni, Desa Sumedang (Kecamatan Membalong) dan Desa Tanjung Binga (Kecamatan Sijuk). Karakter wilayah di kedua desa ini merupakan daerah pesisir. Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 73 Segmen pemilih margninal dianggap “massa” yang bisa dipengaruhi. Selebihnya Caleg dan tim suksesnya akan mempertimbangkan jumlah dan karakterisik masyarakat. Cara yang dilakukan Caleg biasanya meminta mereka untuk membuat pertemuan atau event yang biaya kegiatannya ditanggung oleh Caleg. Tipikal objek dari proses demokrasi segmen, adalah dengan mengatas namakan tokoh panutan langsung atau munculnya LSM yang menawarkan diri sebagai penyelenggara event kampanye. Sentimen keagamaan tidak begitu menguat, baik pada Pemilu Legislatif maupun Pemilu Presiden, namun demikian pendekatan keagamaan menjadi pertimbangan Caleg dalam mengkampanyekan dirinya. Sikap ini tidak hanya dilakukan oleh Caleg dari Parpol berbasis agama. Majelis taklim, lembaga pengajian dan forum-forum keagamaan lainnya menjadi media untuk menyampaikan visi, misi dan program kampanye. Disamping itu, Caleg juga menanyakan permasalahan dan kebutuhan yang belum bisa dipenuhi oleh lembaga tersebut. Sehingga, pada pertemuan berikutnya Caleg melalui tim suksesnya akan datang kembali dengan membawa bantuan yang dibutuhkan lembaga tersebut. Bantuan tersebut bisa berupa sound system, karpet, dan lain sebagainya. Khusus untuk majelis taklim ibuibu, Caleg juga membagikan kerudung, sajadah dan mukena. Pada Caleg yang belum dikenal sebagai tokoh yang dekat dengan kegiatan keagamaan, pendekatan terhadap tokoh agama berpengaruh intens dilakukan. Jika dianalisis bentuk-bentuk partisipasi politik pemilih di wilayah pesisir Kabupaten Belitung pada Pemilu 2014, menurut pendapat yang dikemukakan oleh Rush dan Althoff dipengaruhi oleh 3 (tiga) hal, yakni partisipasi dalam kampanye, partisipasi dalam diskusi atau berbicara persoalan politik, dan yang terakhir partisipasi dalam pemungutan atau pemberian suara. Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 74 3. Faktor Yang Mempengaruhi Terbentuknya Melek Politik Dari hasil analisa temuan lingkungan internal dan ekternal pemilih, dapat dikemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi politik pada masyarakat pesisir di Kabupaten Belitung. Asumsi mencakup faktor pendorong dan faktor penghambat yang dijelaskan sebagai berikut : a. Faktor Pendorong Partisipasi Politik. Faktor-faktor yang menjadi pendorong pemilih di wilayah pesisir Kabupaten Belitung untuk berpartisipasi dalam Pemilihan Umum dijelaskan sebagai berikut : 1) Rasa Ingin Tahu. Pemilih yang sadar politik, memiliki keinginan untuk merubah masa depan mereka termasuk masa depan bangsa, negara dan kampung halamannya menjadi lebih maju. Memang tidaklah cukup jika hanya mengandalkan tindakan kampanye dan sosialisasi yang dilakukan KPU Kabupaten Belitung, yang memiliki keterbatasan anggaran kegiatan dan waktu, dalam meningkatkan kesadaran politik masyarakat. Namun dengan beragam instrumen dan perkembangan media, pemilih dapat merangkai asa. Kesadaran karena adanya kewajiban membangun bangsa itulah yang mendorong mereka untuk berpartisipasi dalam kegiatan Pemilu. Menurut Davis dalam Sastroadmojo (1995:85), partisipasi politik adalah sebagai mental dan emosional yang mendorong warga memberikan sumbangan kepada tujuan atau cita-cita kelompok atau turut bertanggung jawab padanya. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pemilih di wilayah pesisir Kabupaten Belitung terdorong untuk berpartisipasi dalam kegiatan Pemilihan Umum. karena merasa turut bertanggung jawab pada bangsa dan negara, dan untuk merealisasikan cita-cita bersama yaitu kesejahteraan rakyat dengan cara memilih Caleg yang dapat memberikan perubahan ke arah yang lebih baik. Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 75 2) Kesadaran Politik. Kesadaran politik masyarakat di Kabupaten Belitung dalam Pileg 2014 lebih tinggi jika dibandingkan dengan Pilpres 2014, jika dilihat dari pemilih yang menggunakan hak pilihnya. Dari temuan hasil penelitian, juga terungkap bahwa kesadaran itu muncul karena dialog interaktif yang intens antara pemilih dan Caleg. Berbeda pada Pilpres, dimana mesin politik Parpol cenderung pasif sehingga responden menganggap Pemilu tidak atau kurang penting. Tingkat partisipasi politik yang tinggi pada Pileg juga menunjukkan bahwa kesadaran politik berkaitan dengan kualitas kampanye dan sosialisasi sebagai variabel kesadaran politik. Variabel kesadaran politik lain yang tak kalah berpengaruh adalah variabel situasi. Ternyata penetapan hari pencoblosan pada tanggal 9 Juli 2014 yang jatuh pada hari Sabtu, dan bersambung dengan hari Minggu yang merupakan hari libur akhir pekan, sedikit menaikkan tingkat partisipasi pada Pemilu Presiden. Namun kesadaran politik ini justru melemah di wilayah Kecamatan Tanjungpandan. Ketika mewawancarai salah satu warga yang hobi mancing, yang bermukim di kawasan Desa Dukong Kecamatan Tanjungpandan, justru hari libur Pemilu dan hari Minggu tersebut, dimanfaatkannya untuk pergi melaut. 3) Rangsangan Politik. Rangsangan politik pada Pilpres 2014 lebih banyak didorong oleh media massa, media elektronik atau pun sosial media lainnya. Seiring dengan peningkatan akses masyarakat terhadap media informasi dan komunikasi. Berita seputar calon Presiden telah menjadi berita seharihari yang disajikan terus menerus. Intensitas informasi mengenai sosok yang akan dipilih semakin tinggi apalagi calon Presiden hanya dua pasang. Tidak demikian halnya pada Pileg 2014, rangsangan Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 76 politik lebih banyak memilih pendekatan dialogis untuk mempengaruhi pemilih. 4) Karakteristik Pribadi. Setiap individu pada dasarnya akan memutuskan tindakan berdasarkan pengetahuan dan pemahaman yang dimilikinya. Pengetahuan dan pemahaman itu bisa bersumber dari rangsangan baik dari lingkungan, keluarga maupun dari lingkungan yang lebih luas. Individu yang tertutup akan memutuskan tindakan dengan sedikit informasi. Tak jarang mereka mendudukkan dan menganggap dirinya sebagai pribadi yang mandiri, sehingga cenderung egois dan apatis terhadap kondisi lingkungannya. Keluarga merupakan organisasi sosial terkecil yang memiliki kemampuan untuk mempengaruhi karakter seseorang, dalam memaknai informasi atau pesan yang akan diterimanya. Namun demikian, adanya unsur di luar keluarga, membuat pesan menjadi bias terkait dengan informasi atau pesan yang diterima saat kampanye, sehingga seseorang memerlukan orang lain untuk menjelaskan pesan yang disampaikan, agar mengurangi bias informasi tersebut. 5) Karakteristik Sosial. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Suwondo (2005), pendekatan yang menekankan pada faktor sosiologi dapat mengetahui sikap dan tindakan masyarakat yang terbentuk untuk melakukan pilihan di Pemilihan Umum. Sehingga faktor inilah yang membuat karakter pemilih di wilayah perkotaan, pedesaan dan pesisir menjadi berbeda. Pada masyarakat pedesaan dan pesisir relatif sama, dibandingkan dengan karakter masyarakat perkotaan yang terbuka mendorong dengan intensitas komunikasi yang cukup tinggi. Seperti yang diungkapkan Hasbi (Caleg dari Dapil Belitung IV Membalong-Selat Nasik), lapangan usaha di wilayah pedesaan dan pesisir bersifat komplementari, dimana keberadaan tokoh informal seperti dukun Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 77 kampung menjadi sentral dalam kegiatan masyarakat. “Tanpa Pemilu pun masyarakat akan mengikuti apa yang disampaikan dukun kampong. Jika ada undangan, warga akan merasa dikucilkan jika tidak datang. Karenanya kalau diundang 50 orang, yang datang bisa mencapai 100 orang”. Karakter wilayah pedesaan dan wilayah pesisir relatif mirip karena masyarakat berkepentingan terhadap kedua wilayah tersebut. “Untuk makan sehari-hari mereka menjadi nelayan, sedangkan untuk kebutuhan jangka panjang mereka bercocok tanam”. Dengan pola hidup tradisional, nilai-nilai budaya diwariskan secara turun temurun melalui mitos yang berkembang dalam masyarakat. Menurut Heddy Shri Ahimsa Putra (2014:2), mitos membuat falsafah politik tertentu, yaitu pandangan pokok dianggap benar yang menjadi dasar dari aktivitas politik, pembentukan struktur dan organisasi politik serta proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan banyak orang. Bahkan falsafah politik lebih luas maknanya dari pada budaya politik, karena dalam falsafah politik selain pandangan-pandangan tentang hal-hal yang baik dan buruk berkenaan dengan politik, juga terdapat pandangan tentang organisasi politik dan unsurnya seperti struktur politik, pembagian kerja, dan sebagainya. Untuk memahami penerapan dan perwujudan nilai-nilai budaya dalam sebuah sistem politik, diperlukan pengetahuan tentang falsafah politik itu sendiri. Politik dalam arti disini, adalah keseluruhan dari proses membuat atau merumuskan kebijakan umum (publik), dengan cara mempengaruhi atau menguasai sumber-sumber kekuasaan dan wewenang (Theodorson dan Theodorson, 1969:303 dalam Heddy). Kebijakan publik disini adalah berbagai keputusan yang pembagian atau distribusi penguasaan dan pemanfaatan sumber daya yang menyangkut kepentingan banyak orang, sedangkan sumbersumber kekuasaan dan wewenang di sini, tidak lain adalah individu Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 78 atau kelompok yang mempunyai kemampuan untuk membuat individu atau kelompok lain melakukan apa yang dia atau mereka kehendaki. 6) Situasi atau lingkungan politik. Menjelang Pemilu tensi dan intesitas komunikasi politik akan meningkat berlipat-lipat dan terfokus pada proses Pemilu, khususnya di wilayah perkotaan, namun tidak demikian halnya di wilayah pedesaan dan wilayah pesisir. Komunikasi politik akan terjadi seiring dengan mobilitas masyarakat pesisir atau pedesaan ke pusat kota. Tantangannya adalah bagaimana meningkatkan kesadaran dan pengetahuan politik masyarakat pesisir agar tumbuh keyakinan bahwa penyelenggaraan Pemilu berpengaruh terhadap nasib mereka, keluarga, tetangga atau bangsa ke depannya nanti. Apabila suatu daerah keadaan politiknya tidak mengalami tekanan dari dalam maupun luar, masyarakat akan lebih merasa bebas dan akan mempunyai keinginan serta kesadaran untuk mengikuti partisipasi politik. Berbeda halnya ketika Kabupaten Belitung masih dibayang-bayangi kekuatan politik. Bahkan tekanan terhadap mereka yang menjadi anggota atau mendukung PKI telah menjadikan masyarakat Kabupaten Belitung mudah digiring untuk memilih Golkar selama rezim Orde Baru. Namun di era reformasi, upaya untuk meningkatkan partisipasi dilakukan secara terbuka, tanpa tekanan dan didasarkan atas kemerdekaan berserikat. Suksesnya Pemilu 2014, tak lepas dari upaya KPU sebagai penyelenggara Pemilu, melakukan sosialisasi. Dimana KPU memperluas jaringan kemitraan dan mengoptimalkan berbagai media sosialisasi, sebagai bagian dari pendidikan politik agar masyarakat pemilih menjadi cerdas dalam menentukan pilihan mereka kemudian hari. Setelah dilakukan wawancara secara umum, diperoleh informasi bahwa situasi dan cuaca pada hari H Pemilu 2014 (Pileg dan Pilrpres) Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 79 berada dalam keadaan baik. Dari segi situasi keamanan, sebagian besar reponden mengaku bahwa keadaan pada hari H sangat aman. Responden mengaku tidak pernah mendapatkan ancaman yang berarti pada tahapan-tahapan Pemilu 2014 yang dilakukan oleh KPU Kabupaten Belitung. Selanjutnya hanya sebagian kecil dari masyarakat pesisir yang mengaku ada urusan yang sangat penting, sehingga memutuskan untuk tidak datang ke TPS, selain mengaku bahwa Pemilu kurang penting dan tidak akan memberikan perubahan yang positif. Terutama bagi mereka yang mempertimbangkan rekam jejak dari Caleg incumbent. b. Faktor Penghambat Partisipasi Politik. Faktor-faktor penghambat pemilih di wilayah pesisir Kabupaten Belitung untuk berpartisipasi dalam Pemilihan Umum adalah : 1) Hubungan fungsional dengan wilayah pemilih. Rutinitas sehari-hari pemilih di wilayah pesisir umumnya adalah sebagai nelayan. Hal ini lah yang menjadikan para pemilih dari masyarakat pesisir enggan untuk berpartisipasi lebih jauh lagi, namun hubungan fungsional masyarakat terhadap wilayahnya ini dapat diatasi jika saja ada tokoh panutan di wilayah tersebut yang mendorong keterlibatan masyarakat dalam Pemilu. 2) Pengaruh Dari Keluarga. Keluarga lebih banyak berpengaruh pada pemilih pemula khususnya pada kalangan pelajar. Kelompok usia muda pada umumnya tidak memiliki orientasi politik tertentu, seiring dengan rendahnya pemahaman politik yang diajarkan di sekolah, sehingga mudah dipengaruhi oleh pihak keluarga. Dalam konteks yang lebih luas, pengaruh dari keluarga menggambarkan karakter sosial masyarakat. Dimana karakter sosial terbentuk dari kehidupan keluarga suatu Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 80 wilayah. Hal ini menjawab pertanyaan kenapa renggangnya ikatan kekeluargaan di wilayah perkotaan menjadi faktor penghambat partisipasi politik. Sementara itu wacana politik sudah menjadi diskusi rutin bagi warga di Kecamatan Tanjungpandan. 3) Rendahnya pendidikan politik. Dari hasil wawancara terhadap responden tentang pengetahuan hak warga negara dalam Pemilu 2014, diketahui bahwa variabel yang mendukung partisipasi politik yakni pengetahuan politik, sanksi, pemahaman sosok, pengetahuan teknis penyelenggaraan Pemilu. Pengetahuan politik terhadap hak politik cukup baik selama pemilih tidak dipengaruhi oleh isu-isu negatif. Pengaruh pengetahuan politik ini dapat dijelaskan pada kasus di Kecamatan Tanjungpandan. Meskipun secara keseluruhan tingkat partisipasi politik di Kecamatan Tanjungpandan ini rendah, namun jika melihat rasio partisipasi pemilih laki-laki dan pemilih perempuan, tampak bahwa partisipasi politik pada kalangan pemilih perempuan masih lebih baik dari kalangan pemilih laki-laki. Pada Pemilu Presiden 2014, tingkat partisipasi pemilih perempuan di Kecamatan Tanjungpandan mencapai 51,38% dan pada Pemilu Legislatif 2014 mencapai 51,40%. Sedangkan partisipasi pemilih laki-laki pada Pemilu Presiden 2014 sebesar 48,62% dan pada Pemilu Legislatif 2014 sebesar 48,60%. Tingkat partisipasi relatif stabil. Umumnya pengetahuan responden tentang politik, pengetahuan responden tentang hari H pelaksanaan Pemilu cukup tinggi. Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa pada umumnya responden sudah memahami waktu. Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 81 4. Strategi dan Kebijakan Untuk Meningkatkan Melek Politik Warga Pesisir. Segmentasi pemilih rentan yang berpotensi menurunnya tingkat melek politik di wilayah pesisir sebagian besar terjadi pada segmen perempuan, segmen pemilih pemula, segmen kelompok marginal seperti warga miskin. Sedangkan pada wilayah perkotaan, rendahnya partisipasi politik warga dikarenakan resistensi yang tinggi. Idealnya pengetahuan tersebut mencerminkan keterbukaan terhadap perubahan, namun pada batas tertentu ada wilayah privasi yang tidak bisa diungkapkan. Pengetahuan pemilih terhadap tata cara pemungutan suara dinilai sudah cukup baik. Namun ketika ditanya tentang sosok wakil rakyat atau pilihan yang ditawarkan, masih banyak yang menyatakan ragu-ragu dan kurang mengetahui latar belakang sosok yang dipilih, begitu juga dengan visi, misi dan program kerja. Pengenalan terhadap sosok yang dipilih hanya sekedar tahu nama saja. Untuk itu dibutuhkan komunikasi sebagai penetrasi sosial dimana ada keinginan untuk saling mengenal pribadi masing-masing dengan berbasabasi hingga lebih akrab. Pengenalan tersebut dilakukan secara bertahap. Namun ada asumsi yang memperburuk tingkat melek politik, yakni asumsi tentang ganjaran dan upaya (untung rugi), dan hubungan yang dapat memberikan hasil yang diinginkannya. Saling memberikan manfaat satu sama lain (Roloff, 1981). Hubungan berkembang melalui tahapaan inisiasi (pengenalan), eksperimen (menguji pandangan kita terhadap orang lain), intensifikasi, integrasi dan ikatan (Knap, 1978). Rusaknya hubungan antar pribadi (disolusi) membuat seseorang akan tidak konsisten, meragu, sporadis ingin memperbaiki hubungan atau berpisah. Memburuknya hubungan terjadi secara bertahap mulai dari adanya gangguan, fase intra psikis (memusatkan perhatian pada mitra komunikasi), fase dyadic Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 82 (memperbaiki hubungan), fase sosial (memanfaatkan hubungan lebih luas seperti keluarga), fase grave dressing (duka di akhir hubungan). Komunikasi seperti diatas dilakukan dalam kontek komunikasi antar pribadi. Tentunya akan berbeda jika seorang komunikan berhadapan dengan banyak orang atau organisasi. Relawan Demokrasi adalah sebuah kelompok yang memposisikan diri sebagai kelompok belajar (tahap pelatihan), kelompok pertumbuhan (saling membagi pengetahuan sesama relawan) dan menjadi kelompok pemecah masalah. Tipikal kelompok ini menentukan arah informasi yakni siapa yang menyumbangkan informasi dan siapa yang menerima informasi itu. Komunikasi dalam organisasi, menuntut individu menjadi bagian dari kelompok dan berinteraksi satu sama lain. Artinya, setiap relawan harus sama-sama memahami materi sehingga siapa pun relawan akan memberikan informasi yang sama kepada calon pemilih. Tidak ada satu pun relawan mendominasi, sebaliknya materi atau informasi yang didominasi termasuk untuk relawan yang baru direkrut. Pertimbangan terhadap komunikasi dalam organisasi, menuntut relawan untuk selalu berinteraksi dengan kelompok pemilih. Studi yang dilakukan Lazarsfeld dan Berelson menunjukkan adanya kecenderungan yang kuat suatu kelompok akan memilih kandidat yang sama. Dan kelompok tersebut tak lain adalah keluarga. Artinya, komunikasi relawan akan efektif terhadap keluarga atau kelompok yang memiliki ikatan kekerabatan yang kuat. Dalam komunikasi organisasi, penting bagi relawan untuk mempertimbangkan fungsi informatif, regulatif, persuasif dan integratif. Fungsi informatif menuntut relawan memperoleh informasi yang lebih banyak, lebih baik dan tepat waktu. Fungsi regulatif menuntut relawan untuk memahami kode etik, materi, tahapan dan proses Pemilu dan dalam menjalankan fungsinya Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 83 mempertimbangkan aspek manajemen, kewenangan dan pesan regulatif yang berorientasi pada mekanisme kerja. Fungsi persuasif menuntut relawan untuk melakukan pendekatan pribadi jika terjadi penolakan dan memandang kritikan sebagai pemancing kepedulian. Fungsi integratif menuntut relawan untuk memfasilitasi apa yang diinginkan oleh pemilih. Dari temuan penelitian, dapat dirumuskan strategi dan kebijakan untuk meningkatkan melek politik warga pesisir di Kabupaten Belitung sebagai berikut : a) Sosialisasi dan memberikan pandangan politik. Pandangan politik ini tidak hanya terfokus pada proses penyelenggaraan Pemilu, tetapi berkaitan dengan upaya untuk meningkatkan partisipasi masyarakat di segala aspek pembangunan. Salah satu penyebab munculnya perilaku pasif masyarakat pesisir dikarenakan rendahnya akses masyarakat terhadap sumber daya daerah dan rendahnya kualitas komunikasi antara masyarakat dan pemerintah. Kelompok rentan tersebut meliputi pemilih pemula, pemilih perempuan, pemilih marginal, dan pemilih disabilitas. Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, dan Hubungan Antar Lembaga KPU Kabupaten Belitung belum optimal menggarap segmen pemilih pemula pada Pileg 2014, padahal jumlah pemilih pemula yang berusia antara 15 hingga 22 tahun cukup tinggi. b) Membentuk Relawan Demokrasi. Program relawan demokrasi adalah gerakan sosial yang dimaksudkan untuk meningkatkan partisipasi dan kualitas pemilih dalam menggunakan hak pilihnya. Program ini melibatkan peran serta masyarakat yang seluas-luasnya, dimana mereka ditempatkan sebagai pelopor demokrasi bagi komunitasnya. Relawan demokrasi menjadi mitra KPU dalam Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 84 menjalankan agenda sosialisasi dan pendidikan pemilih berbasis kabupaten/kota. Bentuk peran serta masyarakat ini diharapkan mampu mendorong tumbuhnya kesadaran tinggi serta tanggung jawab penuh masyarakat untuk menggunakan haknya dalam Pemilu secara optimal. Tingkat partisipasi politik di wilayah pesisir tidak serta merta menjadi indikator tingginya tingkat melek politik warga karena pada dasarnya terdapat perbedaan konsep antara partisipasi politik dan tingkat melek politik warga. Kesadaran politik dilatar belakangi pada tingkat pendidikan, meskipun tingkat pendidikan tidak menjamin pengetahuan politik warga. Sebagian masyarakat di wilayah pesisir merupakan kantong kemiskinan dengan tingkat pendidikan masih rendah. Oleh karena itu pembagian segmentasi pemilih dianggap langkah strategis untuk meningkatkan melek politik warga pesisir. Segmentasi tersebut mencakup 4 (empat) hal yakni segmen pemilih pemula, segmen pemilih perempuan, segmen pemilih marginal dan segmen pemilih disabilitas. Pemilih di wilayah pesisir merupakan segmentasi penting dalam upaya melakukan pendidikan bagi pemilih, dan tentunya pendidikan bagi pemilih di wilayah pesisir ini tidak hanya dilakukan ketika masuk usia pilih. Namun lebih dari itu, pendidikan bagi pemilih seyogyanya dilakukan sedini mungkin, sehingga pemahaman tersebut terbangun dan ketika sudah mencapai usia pemilih, para pemilih di wilayah pesisir sudah siap menggunakan hak pilihnya secara cerdas. Sayangnya, anggota KPU Kabupaten Belitung sebagai Penyelenggara Pemilu 2014, tidak terlibat dari awal dalam proses pembentukan Relawan Demokrasi di Kabupaten Belitung. Karena Relawan Demokrasi pada Pemilu 2014 merupakan kelanjutan dari apa yang dicanangkan oleh KPU Kabupaten Belitung pada periode sebelumnya. Sehingga anggota KPU Kabupaten Belitung yang menyelenggarakan Pemilu 2014, tidak terlibat langsung dalam proses rekruitmen relawan. Artinya dengan situasi politik Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 85 yang berbeda, KPU Kabupaten Belitung tidak bisa menyesuaikan kapabilitas relawan terhadap situasi politik yang berkembang. Tersajinya beragam informasi dan pengetahuan warga serta penetapan kawasan Pusat Bisnis di Kecamatan Tanjungpandan, ternyata tidak berimplikasi positif terhadap kesadaran politik. Bahkan Kelurahan Parit yang merupakan pintu gerbang pusat pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Belitung, justru merupakan wilayah yang menyumbangkan angka kemiskinan cukup tinggi. Tingkat partisipasi politik yang tinggi justru berada di wilayah pesisir dan pedesaan khususnya di Kecamatan Membalong dan di Kecamatan Badau. Mengingat indikasi dari melek politik didasarkan pada pendidikan dan kesadaran politik maka perlu dipahami bagaimana mendorong aspek kognisi (pengetahuan), aspek sikap dan keterampilan. Menurut Crick dan Porter, dalam Affandi (1996:27) seperti dikutip Wahyuningsih (2013), perpaduan ketiga aspek tersebut disebut sebagai melek politik (political literacy). Seseorang disebut melek politik apabila sekurang-kurangnya menguasai ; (1) informasi dasar tentang siapa yang memegang kekuasaan, dari mana uang berasal, bagaimana sebuah institusi bekerja, (2) bagaimana melibatkan diri secara aktif dalam memanfaatkan pengetahuan, (3) kemampuan memprediksi secara efektif bagaimana cara memutuskan sebuah isu, (4) kemampuan mengenal tujuan kebijakan secara baik yang dapat dicapai ketika isu (masalah) telah terpecahkan, dan (5) kemampuan memahami pandangan orang lain dan pembenahan mereka tentang tindakannya dan pembenaran tindakan dirinya sendiri. Kemampuan tersebut tentu saja berbeda pada setiap orang bergantung pada tingkat melek politiknya. Dari persyaratan di atas, untuk mewujudkan melek politik warga pesisir di Kabupaten Belitung, perlu dilakukan pendekatan dan komunikasi yang Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 86 intens dan berkelanjutan. Dengan demikian kemampuan memanfaatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan masyarakat pesisir dapat diketahui. Setidaknya kecenderungan mengamati perilaku masyarakat selama kurun waktu yang panjang akan menggambarkan bahwa karakter sosial masyarakat. Selama ini pengetahuan, sikap, dan keterampilan masyarakat dalam menentukan pilihan politk dipengaruhi elite dan preferensi seseorang. Pada wilayah perkotaan, pilihan politik lebih banyak dipengaruhi oleh elite politik, sedangkan pada wilayah pesisir dipengaruhi oleh preferensi masyarakat terhadap tokoh informal seperti dukun kampung atau tokoh yang dituakan. Perlunya pendekatan sosiologi dalam menganalisa pilihan politik masyarakat pesisir, juga tidak terlepas dari perilaku masyarakat terkait dengan karakteristik wilayah. Beberapa hal yang bisa menjadi alasan adalah ; 1) masyarakat pesisir memiliki tingkat kekerabatan yang baik, 2) masih adanya tokoh masyarakat sebagai panutan yang dapat memberikan rangsangan politik, 3) pola komunikasi yang didukung dengan budaya dimana masyarakat pesisir lebih mudah dimobilisasi dan terbiasa berkumpul seperti memenuhi undangan hajatan, dan 4) rendahnya resistensi terhadap institusi. Kebijakan pemerintah umumnya diterima oleh masyarakat namun pada isu-isu tertentu, kehadiran tokoh-tokoh elite mempengaruhi masyarakat dalam menyikapi kebijakan intitusi baik pemerintah maupun swasata. Dengan demikian untuk mewujudkan melek politik warga pesisir, dibutuhkan tokoh yang tidak hanya menjadi sosok sentral di masyarakat, tetapi juga memiliki pengetahuan politik. Dalam konteks ini, tokoh yang dimaksud bisa didudukkan sebagai pendamping Relawan Demokrasi. Pertimbangannya, tokoh tersebut memiliki preferensi yang baik di masyarakat dan memahami wilayah pesisir namun memiliki keterbatasan mobilitas. Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 87 Relawan Demokrasi sebagaimana yang digariskan oleh KPU bertujuan untuk memaknai penyelengaraan Pemilu agar bermakna bagi kehidupan demokrasi terutama untuk menjamin hak-hak politik dan terselenggaranya Pemilihan Umum yang bebas dan adil sesuai standar demokratis. Pemilih tidak dijadikan objek yang membuat mereka terlibat dalam tindakan manipulasi dalam penghitungan suara, dan tidak adanya intimidasi dan kekerasan fisik dalam memberikan dukungan suara. Tujuan dari program Relawan Demokrasi sebagaimana disebutkan oleh KPU meliputi ; 1) Meningkatkan kualitas proses Pemilu, 2) Meningkatkan partisipasi pemilih, 3) Meningkatkan kepercayaan publik terhadap proses demokrasi, 4) Membangkitkan kesukarelaan masyarakat sipil dalam agenda Pemilu dan demokratisasi. Untuk mencapai tujuan tersebut relawan demokrasi mestinya dibekali kemampuan komunikasi yang mencakup kemampuan : 1. Komunikasi tatap muka, dimana relawan demokrasi harus mampu berinteraksi langsung dengan pemerintah kecamatan, pemerintah desa, petugas Pemilu, masyarakat pemilih, dengan indikator yang mencakup sebagai berikut: a. Menyelenggarakan rapat koordinasi dengan pemerintah Kecamatan. b. Mengadakan koordinasi dengan pihak pemerintah desa. c. Mengadakan penyuluhan tata cara mendirikan TPS d. Menggelar pelatihan pemberian suara (mencontreng) e. Mengadakan pelatihan penyelenggaraan tahapan Pemilu. 2. Komunikasi melalui media masa dan elektronik. Relawan Demokrasi mampu mengunakan sarana komunikasi massa dengan indikator yang mencakup : a. Penyebaran liflet di tempat umum; b. Pemasangan spanduk; c. Penyebaran informasi Pemilu melalui radio; Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 88 d. Pemasangan iklan melalui koran; e. Mengadakan pengumuman keliling. 3. Mobilisasi masa, komunikasi yang dilakukan lebih bersifat satu arah. Artinya, seorang Relawan Demokrasi harus mampu bicara di depan umum, dengan indikator yang mencakup : a. Menggelar deklarasi anti Golput. b. Melakukan anjuran untuk mengikuti kampanye secara damai. c. Mengajak ormas berpartisipasi aktif dalam setiap tahapan Pemilu. d. Memberikan penyuluhan khusus kepada pemilih pemula. e. Mengajak tokoh masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam setiap tahapan Pemilu. Sebagai komunikator, Relawan Demokrasi ini diharapkan dapat meningkatkan partisipasi politik dengan membekali diri dengan pemahaman terhadap; a) Demokrasi, pemilu dan partisipasi, b) Pemahaman tentang teknis tahapan Pemilu yang strategis, c) Kode etik relawan, d) Teknik-teknik komunikasi publik, dan e) Materi lain yang relevan seperti mempertimbangkan sistem sosial, tingkat ketergantungan penerima informasi dan sejauh mana relawan bisa menyesuaikan media komunikasi yang ada. Interaksi ketiga unsur tersebut memberikan efek meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku pemilih dalam proses demokrasi. Dengan kemampuan komunikasi, Relawan Demokrasi bisa menjawab pertanyaan kenapa orang harus berkomunikasi, keperluan praktis dan keperluan logis. Oleh karena itu sebelum melakukan komunikasi Relawan Demokrasi harus mengetahui tujuan atau kepentingannya, setelah itu barulah mempertimbangkan sasaran, dengan mempertimbangkan sampaikan dan individu penerima pesan yang komunikator mempertimbangkan suasana dalam berkomunikasi. Pertimbangan atas fokus dan sasaran inilah yang menentukan media apa Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 89 saja yang diperlukan untuk membuat komunikasi itu menjadi efektif. Komunikasi bisa berkembang sedemikian rupa melampaui tujuan yang ingin dicapai secara teoritis, komunikasi berkembang mengikuti metode dan logika penjelasannya. Setidaknya terdapat 4 (empat) perspektif yang mendasari pengembangannya, yakni perspektif hukum (covering laws), perspektif aturan (rules), perspektif sistem (systems) dan perspektif simbolik interaksionisme (symbolic interractionism). Bisa saja karena komunikator dalam hal ini Relawan Demokrasi tidak memahami aturan (kode etik), akan berakibat tujuan komunikasi menjadi tidak tercapai. Apalagi jika Relawan Demokrasi tidak memahami tujuan komunikasi, yakni untuk meningkatkan partisipasi politik dan kualitas pemilih dalam menggunakan hak pilihnya. Pemerintah daerah dalam hal ini Penyelenggara Pemilu di tingkat daerah (KPU Kabupaten Belitung) tidak hanya berpedoman pada jadwal, ketentuan yang disusun oleh pemerintah pusat tetapi perlu turun ke lapangan, setidaknya untuk menangkap situasi politik yang berkembang di masyarakat. Dengan demikian fungsi pemerintah sebagai administrator dapat dipahami masyarakat begitu pun sebaliknya. Hubungan timbal balik ini memungkinkan kebijakan publik bisa berjalan sesuai yang diharapkan. Dalam hubungan dengan partai politik, muncul persoalan dana bantuan partai politik yang belum dapat direalisasikan sehingga sejumlah Parpol mengeluhkan kinerja pemerintah Kabupaten Belitung sebagai pengelola dana partai, sebaliknya pihak Satuan Kerja Perangkat Daerah yang ditunjuk menyalahkan partai yang belum melengkapi administrasi. Upaya partisipasi yang dilakukan saat ini dibingkai dalam suatu bingkai. Masyarakat ditempatkan pada tempat yang paling jauh dari masalah, sementara struktur dan proses administratif adalah komponen yang Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 90 paling dekat. Adapun administrator adalah agen diantara struktur dan masyarakat. Kondisi yang seperti ini memberikan administrator kewenangan untuk memformulasikan kebijakan hanya setelah isu telah didefinisikan. Selain itu, administrator tidak memiliki kewenangan nyata untuk mendefinisikan kembali isu, atau untuk mengubah proses administrasi yang memungkinkan keterlibatan yang lebih besar dari masyarakat. Karenanya, partisipasi menjadi tidak efektif dan cenderung menimbulkan konflik. Partisipasi biasanya dilakukan terlambat yakni setelah isu dibingkai dan bahkan setelah dibuat. Karena alasan ini masyarakat kemudian menjadi reaktif, menghakimi dan seringkali mensabotase upaya dari administrator dari pada bekerjasama dengan administrator untuk memutuskan cara terbaik dalam mengatasi isu. Melihat pada kondisi yang seperti itu, King, Feltey dan Susel (1998) kemudian memberikan arahan untuk membingkai kembali partisipasi sehingga menjadi nyata atau otentik. Partisipasi yang otentik ini dapat dicapai dengan menempatkan masyarakat setelah isu serta struktur dan proses administratif menjadi paling jauh. Adapun administrator tetap menjadi jembatan diantara keduanya. Dengan bingkai seperti ini, masyarakat menjadi sentral dan berhubungan secara langsung dengan isu. Mereka memiliki kesempatan yang sama dan cepat untuk mempengaruhi proses dan keluaran. Pengaruh dari administrator akan datang dari hubungan mereka dengan masyarakat maupun dari keahlian dan posisi mereka. Adapun struktur dan proses administrasi akan didefinisikan oleh hubungan dan interaksi antara masyarakat dan administrator. Dengan mengubah bingkai seperti ini, menurut mereka akan dapat meningkatkan keinginan untuk berpartisipasi. Dalam upaya mewujudkan partisipasi masyarakat yang otentik tersebut, menurut King, Feltey dan Susel (1998), terdapat tiga hambatan utama yang dihadapi, yakni: (1) realitas dari kehidupan sehari-hari masyarakat Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 91 yang terikat dengan posisi kelas sosial termasuk faktor-faktor seperti transportasi, hambatan waktu, struktur keluarga, jumlah anggota keluarga yang bekerja, pengurusan anak, dan ketidakmampuan ekonomi; (2) sistem dan proses administratif yang mendukung status quo; serta (3) teknik partisipasi yang masih belum memadai seperti dengar pendapat publik, dewan penasehat masyarakat, panel masyarakat, dan survey publik. Untuk mengatasi ketiga hambatan utama tersebut, mereka mengusulkan sejumlah upaya yang dapat dilakukan, yakni; (1) memberdayakan dan melakukan pendidikan terhadap masyarakat yaitu dengan mendesain proses sehingga masyarakat mengetahui bahwa partisipasi mereka dapat memberikan dampak, melibatkan keterwakilan yang luas dari masyarakat, serta dapat menghasilkan keluaran yang dapat dilihat; (2) mendidik kembali para administrator yang sesuai dengan upaya untuk mengubah peran mereka dari manajer yang ahli menjadi peserta atau mitra yang kooperatif melalui pembentukan keahlian inter personal, mendefinisikan kembali peran administrator, dan mengubah cara dalam mendidik dan melatih administrator publik; serta (3) memungkinkan struktur dan proses administrasi. Pandangan lain mengenai partisipasi masyarakat misalnya dapat dilihat dari pendapat O’Connel (1999) yang berpendapat bahwa masyarakat harus diyakinkan dengan kebutuhan untuk melaksanakan hak dan kewajibannya secara seimbang. Dalam konteks ini yang harus dilakukan adalah membangun kesadaran masyarakat mengenai hal-hal yang dapat dilakukannya untuk kebaikan bersama. Terkait dengan pemberdayaan masyarakat ini, Yang (2005) mengangkat isu mengenai diperlukannya rasa saling percaya antara administrator publik dengan warga masyarakat guna meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam penyelenggaraan administrasi publik. Merujuk kepada pendapat Offe (1999), kepercayaan memiliki 4 (empat) dimensi, yakni: (1) kepercayaan warga masyarakat Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 92 kepada sesama warga masyarakat; (2) kepercayaan masyarakat terhadap elite; (3) kepercayaan elite politik terhadap sesama elite; serta (4) kepercayaan elite politik terhadap warga masyarakat (Yang, 2005). Selain dari pada itu, kepercayaan yang harus dibangun antara Administrator Publik dengan masyarakat dan sebaliknya, terdapat sejumlah hal yang harus diperhatikan dalam upaya meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mau berpartisipasi dalam kegiatan pemerintahan. Hal ini menurut Mitchell (2005), terkait dengan diperlukannya visi bersama dan sejumlah atribut lainnya guna terwujudnya kemitraan yang efektif antara pemerintah dan masyarakat. Atribut tersebut adalah: (1) kompatibilitas antar peserta berdasarkan kepercayaan dan penghargaan yang saling menguntungkan; (2) keuntungan bagi semua mitra; (3) kesetaraan kekuatan dengan mitra; (4) saluran komunikasi; (5) kemampuan beradaptasi; serta (6) keberadaan integritas, kesabaran dan kemauan untuk menyelesaikan permasalahan. Hal lainnya yang harus diperhatikan dalam upaya membuat masyarakat mau dan mampu untuk berpartisipasi adalah bagaimana kita bisa menyelesaikan permasalahan dilematis yang dihadapi oleh masyarakat ketika akan berpartisipasi. Menurut Roberts (2004) sebagaimana dikutip dalam Callahan (2007, 166-167), terdapat setidaknya 6 (enam) dilema dalam upaya melibatkan masyarakat, yakni: (1) dilema terkait besaran dari masyarakat; (2) dilema terkait kelompok-kelompok masyarakat yang termarjinalkan; (3) dilema terkait resiko; (4) dilema terkait teknologi dan keahlian; (5) dilema terkait waktu; serta (6) dilema terkait barang-barang bersama (common good). Dalam konteks mewujudkan partisipasi politik masyarakat di wilayah pesisir Kabupaten Belitung, hal yang perlu untuk diupayakan adalah bagaimana mendekatkan realitas politik terhadap kehidupan masyarakat Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 93 sehari-hari. Untuk itu diperlukan orientasi kebijakan publik yang memadai. Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 94 BAB VI PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian, dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa Pertama, tingkat melek politik masyarakat di wilayah pesisir Kabupaten Belitung terlihat pada tingkat partisipasi politik dalam pelaksanaan Pileg 2014, yang lebih baik jika dibandingkan dengan tingkat partisipasi politik dalam Pilpres 2014. Kemudian pemilih dari kalangan perempuan juga lebih baik jika dibandingkan dengan pemilih dari kalangan laki-laki. Hal ini dapat dilihat dari rasio antara pemilih laki-laki dan pemilih perempuan di Kecamatan Tanjungpandan. Berdasarkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang dikeluarkan oleh KPU Kabupaten Belitung pada Pemilu Legislatif 2014 yang berjumlah 116.521 orang, dengan rincian 59.541 pemilih laki-laki dan 56.980 pemilih perempuan. Dari 116.521 pemilih yang menggunakan hak pilih atau partipasi politik pada Pemilu Legislatif di Kabupaten Belitung tahun 2014, berjumlah sebanyak 89.993 pemilih atau sebesar 77,23%, dengan rincian 44.646 pemilih laki-laki atau sebesar 38,31%, dan sebanyak 45.347 pemilih perempuan atau sebesar 38,91%. Partisipasi politik pemilih perempuan ini lebih tinggi, yakni 45.347 pemilih atau sebesar 50,38%, melebihi partisipasi politik dari pemilih laki-laki, yakni 44.646 pemilih atau 49,61%. Dimana Kecamatan Tanjungpandan yang notabene merupakan wilayah perkotaan, memiliki tingkat partisipasi politik terendah, dan sebaliknya Kecamatan Membalong yang merupakan wilayah pedesaan dan pesisir memiliki tingkat partisipasi tertinggi yakni 87,98%. Artinya partisipasi politik di wilayah pedesaan dan wilayah pesisir jauh lebih tinggi, meskipun tingkat pendidikan formal tidak terlalu tinggi jika dibandingkan masyarakat perkotaan. Setidaknya hal ini memberikan gambaran awal bahwa tingkat kesadaran politik warga di wilayah pedesaan dan wilayah pesisir di Kabupaten Belitung jauh lebih tinggi. Selanjutnya tingkat Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 95 kesadaran politik tersebut perlu dianalisa, faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya. Sedangkan pengguna hak pilih pada pelaksanaan Pilpres 2014 sebesar 88.914 pemilih, meskipun jumlah pemilih yang terdaftar dalam DPT KPU Kabupaten Belitung meningkat, namun partisipasi pemilihnya justru mengalami penurunan menjadi 75,78%. Pengguna hak pilih ini menurun drastis dari 89.993 pemilih pada Pileg 2014, menjadi 88.914 pemilih pada Pilpres 2014. Partisipasi politik tertinggi pada Pemilu Presiden berada di Kecamatan Membalong yakni sebesar 84,91%, sedangkan partisipasi politik terendahnya berada di Kecamatan Selat Nasik yakni sebesar 69,66%. Rendahnya kesadaran masyarakat di wilayah pesisir dalam menggunakan hak politik mereka, tergambar dari keengganan warga mempertanyakan hak politiknya ketika nama mereka tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih. Disisi lain, panitia penyelenggara di tingkat desa mengalami kesulitan saat mengkonfirmasi, karena pada saat itu warga yang bersangkutan sedang tidak ada di rumah. Umumnya warga di wilayah pesisir yang berprofesi ganda, yaitu sebagai nelayan dan juga sekaligus sebagai petani. Kedatangan warga di TPS dianggap sekedar menggugurkan kewajiban sebagai warga negara. Kedua, pola melek politik warga di wilayah pesisir juga dipengaruhi oleh kesadaran hak politik dan pengetahuan terhadap sosok dan visi-misi Caleg yang dipilih, dikarenakan adanya rangsangan oleh Caleg dan tim suksesnya pada Pileg 2014. Sedangkan tokoh yang mendorong kesadaran dan pengetahuan warga pada Pemilu Presiden 2014 lebih sedikit, bahkan tim sukses atau koalisi Parpol terpecah, yang mengakibatkan upaya untuk mengenalkan calon Presiden dan Wakil Presiden menjadi minim. Ketiga, faktor yang mempengaruhi terbentuknya melek politik warga di wilayah pesisir Kabupaten Belitung pada Pemilu Legislatif 2014 maupun Pemilu Presiden 2014, mencakup Faktor Pendorong yang meliputi; a) rasa ingin tahu, b) kesadaran politik, c) rangsangan politik, d) karakteristik pribadi, Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 96 e) karakteristik sosial, f) situasi atau lingkungan politik, g) pendidikan politik. Dari ketujuh faktor pendorong tersebut, faktor yang paling dominan mempengaruhi melek politik warga pesisir adalah karakteristik sosial. Alasan lain yang mendorong melek politik warga pesisir adalah; 1) masyarakat pesisir memiliki tingkat kekerabatan yang baik, 2) masih adanya tokoh masyarakat sebagai panutan yang dapat memberikan rangsangan politik. Sedangkan faktor penghambat yang meliputi; a) hubungan fungsional wilayah, b) pengaruh dari keluarga, dan c) rendahnya dukungan dan sosialisasi. Meskipun tingkat partisipasi politik relatif lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah perkotaan. Faktor penghambat dalam meningkatkan melek politik di wilayah pesisir lebih didominiasi oleh faktor rendahnya dukungan dan sosialisasi sehingga kesadaran terhadap hak politik dan pengetahuan terhadap sosok dan visi misi Caleg atau Capres bersumber pada tokoh panutan. Pengetahuan terhadap sosok Caleg yang cenderung mempertimbangkan hubungan emosional dan bersifat pribadi. Keempat, strategi dan kebijakan untuk meningkatkan melek politik warga ditujukan untuk mengurangi faktor hambatan dan memperkuat faktor pendorong. Penguatan meningkatkan pendidikan terhadap faktor pendorong ditujukan untuk politik dan kesadaran politik. Sedangkan faktor penghambat yang perlu diatasi yaitu dengan melakukan kegiatan sosialisasi. Dalam hal ini KPU Kabupaten Belitung diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan kreativitas sosialisasi. Disisi lain, minimnya kegiatan sosialisasi menurut KPU Kabupaten Belitung, salah satunya dikarenakan terbatasnya anggaran sosialisasi serta dibatasi oleh agenda atau tahapan Pemilu. Sementara kegiatan sosialisasi yang dilakukan oleh peserta pemilu, relatif tidak dibatasi anggaran namun disesuaikan dengan kemampuan anggaran masing-masing peserta Pemilu. Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 97 B. REKOMENDASI Berdasarkan kesimpulan di atas, maka saran peneliti adalah; pertama, untuk meningkatkan melek politik masyarakat di wilayah pesisir, pemerintah atau KPU Kabupaten Belitung perlu upaya untuk merangsang pengetahuan masyarakat, bahwa hak politik tersebut berkaitan dengan masa depan masyarakat yang lebih luas, dan tidak sekedar berdampak terhadap kepentingan lokal dan individual warga semata. Kedua, pola melek politik warga di wilayah pesisir Kabupaten Belitung juga dipengaruhi oleh tokoh panutan menjadi tokoh sentral dalam mengatasi rendahnya pengetahuan dan kesadaran pemilih terhadap sosok dan visi misi atau program kerja peserta Pemilu. Hal ini menjadikan tingkat melek politik warga di wilayah pesisir relatif rendah, meskipun tingkat partisipasi politiknya cukup tinggi. Sehingga diperlukan upaya membangun masyarakat yang melek media, dan mampu mengakses sumber informasi. Hal ini bisa dilakukan dengan membangun pusat-pusat informasi atau mengoptimalkan teknologi informasi hingga ke pelosok masyarakat, terutama berkaitan dengan pemenuhan hak-hak warga negara seperti hak pendidikan, hak kesehatan dan hak untuk berserikat dan berkumpul. Dengan demikian pandangan politik warga tidak hanya bersumber dari tokoh panutan dan sekedar mengikuti tradisi turun temurun, melainkan melalui pertimbangan atas dasar pengetahuan atau informasi yang luas. Pemerintah perlu membangun konstruksi masyarakat informatif yang melek media, dimana dengan lebih banyak memberdayakan sumber-sumber informasi yang ada di kalangan masyarakat dengan melibatkannya secara langsung, terutama di setiap tahapan Pemilu sebagaimana yang telah disusun dalam agenda atau tahapan Pemilu oleh KPU. Ketiga, untuk mengatasi faktor penghambat dan memperkuat faktor pendorong dalam meningkatkan melek politik warga di wilayah pesisir, diperlukan pendekatan sosiologis. Dimana peran serta pemerintah atau sinergi antara Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 98 pemerintah dan Penyelenggara Pemilu sangat dibutuhkan dengan mempertimbangkan karakter sosial masyarakat. Keempat, rekomendasi yang dibutuhkan untuk menyusun strategi dan kebijakan dalam meningkatkan melek politik warga pesisir; a) diperlukan strategi untuk membangun kehidupan sosial dalam meningkatkan pemberdayaan masyarakat di segala bidang pembangunan, sehingga terbangun masyarakat yang mandiri dan proaktif. Orientasi pembangunan sosial perlu ditingkatkan karena selama ini pembangunam lebih berorientasi pada pembangunan fisik. Laju pertumbuhan ekonomi nyatanya mendorong lemahnya modal sosial sebagaimana yang terjadi di wilayah perkotaan. Kondisi ini mendorong resistensi masyarakat terhadap politik menjadi tinggi, b) masyarakat perlu didorong untuk menjadi agen perubahan dan penggerak dinamika sosial, c) sinergitas kelembagaan perlu ditingkatkan sehingga kehidupan demokrasi tidak hanya bertumpu pada lembaga penyelenggara Pemilu, partai politik, serta pemerintah melainkan sinergitas tersebut terbangun dari masyarakat itu sendiri. Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 99 DAFTAR PUSTAKA Agustino, L., dan M. A. Yusoff. Pemilihan Umum Dan Perilaku Pemilih: Analisis, 2009. Agus Muslim, Faktor-Faktor Partisipasi Politik Pemilih Pemula Di Kecamatan Andir Pada Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernu (Pilgub) Jabar 2013,2014 Almond dalam Mochtar Masoed. Perbandingan Sistem Politik. Jogyakarta, 2001, Gajah Mada University Press Awangga, Desain Proposal Penelitian. Yogyakarta, 2007, Pyramid. Budiarjo, Miriam, Dasar- Dasar Ilmu Politik. Jakarta, 2002, PT Gramedia Pustaka Utama. Bofaird dan Loffler, 2003) Herbert McKlosky (1972:252) Budiarjo, Miriam,Partisipasi dan Partai Politik : Sebuah Bunga Rampai. Jakarta, 1998, Yayasan Obor Indonesia. B.N. Marbun, Kamus Politik. Jakarta, 1996, Pustaka Sinar Harapan Bonar Simangunsong, Negara.Demokrasi dan Berpolitik Yang Profesional. Jakarta, 2004, Gramedia Denzin, N.K., The Research Act: A Theoretical Introduction to Sociological Method (2nd ed.), New York, 1978: McGraw-Hill. Wahyuningsih, Eka, Konstruksi Pendidikan Politik Pada Sekolah Menengah Atas di Kota Pangkalpiangn, Universitas Pendidikan Indonesia, Jakarta, 2013 Effendi,2007, Budaya Politik Khas Minangkabau Sebagai Alternatif Budaya Politik di Indonesia, Jurnal LIPI : Masyarakat Indonesia, Majalah IlmuIlmu Sosial Indonesia, Jakarta, 2014 Fasli Djalal dan Dedi Supriadi, (2001: 201-202) John M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Bahasa Indonesia-Inggris, Inggris-Indonesia, Gramedia, 2000, Jakarta Erman, Erwiza, Dinamika Komunitas Warung Kopi Dan Politik Resistensi di Pulau Belitung, Jurnal LIPI : Masyarakat Indonesia, Majalah Ilmu-Ilmu Sosial Indonesia, Jakarta, 2014 Heddy Shri Ahimsa Putra, , Demokrasi To-Manurung Falsafah Politik Dari Bantaeng, Sulawesi Selatan, Jurnal LIPI : Masyarakat Indonesia, Majalah Ilmu-Ilmu Sosial Indonesia, Jakarta, 2014 Hermawan, Eman. 2001. Politik Membela Yang Benar. Yogyakarta,2001, Yayasan KLIK. Huntington, Samuel P dan Nelson, Joan,Partisipasi Politik di Negara Berkembang. Jakarta, 1994, Renika Cipta Ibnu Kencana. Ilmu Politik. Jakarta, 1997.Rineka Cipta (Islamy dkk., 2004) Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 100 Islamy, M.Irfan. 2009. Kebijakan Publik. Banten : Penerbit Unviersitas Terbuka Kurniawan. Robi Cahyadi. Kampanye Politik: Idealis danTantangan. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM, Yogyakarta, 2009. Kurniawan, Teguh, Partisipasi Masyarakat di Perkotaan dan Berbagai Upaya Peningkatan yang Dapat Dilakukan Kojongian, A, Tomohon Kotaku. Cetakan Pertama, Tomohon, 2006, CV Agape. King, Cheryl Simrell, Kathryn M Feltey, and Bridget O’Neill Susel, Public Administration Review, Vol. 58, No. 4, pp 317-326, 1998 I Nyoman Sumaryadi, 2010 Lasut, Vivaldi E. C. partisipasi politik pemilih pemula pada pemilihan umum Legislatif 2014 di Kecamatan Tomohon Utara Maran, RafaelRaga, Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta, 2001, Rineka Cipta Indonesia Noor, Firman, Perilaku Politik Pragmatif Dalam Kehiduapan Politik Kontemporer : Kajian atas Menyurutnya Peran Ideologi Politik di Era Reformasi, Jurnal LIPI : Masyarakat Indonesia, Majalah Ilmu-Ilmu Sosial Indonesia, Jakarta, 2014. Noor, Firman Endang Sulastri,Nurliah Nurdin, Laporan Penelitian Evaluasi Pemilihan Presiden/Wakil Presiden 2014, Electoral Research Institute – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Jakarta 2015 O’Connell, Brian, Civil Society: The Underpinnings of American Democracy, London, 1999, Tuffs University Komisi Pemilihan Umum. Pemilu Untuk Pemula,KPU. Demak, 2013. Rahmat Habibi, Forum Keadilan No. 22, 05 Oktober 2012 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik. Jakarta, 1992, Gramedia Rush, Michael & Althof. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta, 2000, Rajawali Press. Sendaja,Djuarsa. Sasa, Teori Komunikasi.Jakarta. 2009, Universitas Terbuka Sastroadmojo, Sudjiono. Partisipasi Politik. Semarang, 1995, IKIP Semarang Press. Satori, D., dan Komariah, A, Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung, 2013, Alfabeta. Schmandt, H. J,Filsafat Politik. Yogyakarta, 2009, Pustaka Pelajar Sitepu, P. A., Teori-Teori Politik. Yogyakarta, 2012, Graha Ilmu. Syafiie,I.K, Ilmu Politik, Jakarta, 2010, Rineka Cipta Tosun, Expected Nature Of Community Participation In Tourism Development, School OfTourism and Hotel Management, Turkey, 2004 Pemilihan Presiden Di Indonesia. Jurnal Kajian Politik dan Masalah Pembangunan 5(1): 422-424, 2009. Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 101 KPU, Petunjuk Pelaksanaan Program Relawan Demokrasi (Relasi) Pemilu Tahun 2014, Jakarta, Agustus 2013 Wahyuningrum, Diah, Sarkadi, Raharjo, Hubungan Antara Pemahaman Budaya Politik Dengan Partisipasi Politik Siswa (Studi Korelasional Di Sma At-Taqwa 02 Babelan),Jurnal PPKN UNJ ONLINE Volume 1, Nomor2, Tahun 2013 Zarkasih M.Nur, Evaluasi Pemilu 1999 : Catatan Terhadap UU Politik Yang, Kaifeng, 2005, “Public Administrators’ Trust in Citizens: A Missing Link in Citizen Involvement Efforts”, Public Administration Review, Vol. 65, No. 3, pp 273-285 Internet : Agung Wasono, Demokrasi dan Tata Pemerintahan yang Baik, http://politik.kompasiana.com/2013/07/19/ l Jeky Tinuntung, Partisipasi Politik Pemilih Pemula Dalam Pemilihan Bupati Dan Wakil Bupati Di Kabupaten Talaud (Suatu Studi Di Kecamatan Essang Selatan Kabupaten Talaud), http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/politico/article/view/5983 http://logowa.ui.ac.id/w/216_partisipasi-masyarakat-di-perkotaan-danberbagai-upaya-peningkatan-yang-dapat-dilakukan/ http://perencanaankota.blogspot.com/2011/11/definisi-dan-deliniasikawasan-pesisir.html) http://benny77jeka.blogspot.com/2012/01/kajian-hukum-wilayah-laut-danpesisir.html) http://news.detik.com/read/2014/06/23/194039/2617010/1562/sidang-gugatan-uu-pilpreskemendagri-setujupilpres-2014-satu-putaran http://mediacenter.kpu.go.id/berita/1202-9-faktor-yang-mempengaruhitingkat-partisipasi-masyarakat-dalam-pemilu.html http://rodlial.blogspot.com/2014/02/makalah-partisipasi-politik-diindonesia.html http://news.detik.com/read/2014/06/23/194039/2617010/1562/sidanggugatan-uu-pilpres-kemendagri-setujupilpres-2014-satu-putaran Hendrik , Doni , Variabel-variabel yang Mempengaruhi Rendahnnya Partisipasi Politik Masyarakat dalam Pilkada Walikota dan Wakil Walikota Padang Tahun 2008, Demokrasi144 Vol. IX No. 2 Th. 2010 Strategi Komisi Pemilihan Umum untuk Meningkatkan Partisipasi masyarakat Dalam Pemilu tahun 2014 (studi di kpu kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta), http://fardinlaia.blogspot.com/2014/06/strategi-kpu-dalam-pemilu.html Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 102 Dokumen-Dokumen : Surat Komisi Pemilihan Umum Nomor 1628. PERPU NO 3 TAHUN 2005 Mengenai Perubahan UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. PP NO 17 Tahun 2005 Mengenai Perubahan atas Peraturan Pemerintah No 6 TAHUN 2005 Tentang Pemilihan Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah. Surat KPU RI Nomor 155/KPU/IV/2015 perihal Pedoman Riset Tentang Partisipasi Dalam Pemilu. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD,dan DPRD. Peraturan KPU No.21 tahun 2013 tentang Program dan jadwal penyelenggaraan pemilu anggota DPR, DPD, DPRD tahun 2014. Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014. Laporan Riset Dengan Tema Tingkat Melek Politik Warga Dalam Pemilu 2014 Di Kabupaten Belitung 103