iii kerangka pemikiran

advertisement
III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1. Definisi Konsumen
Pada umumnya, konsumen dapat didefinisikan sebagai orang yang membeli
dan mengkonsumsi barang atau jasa yang diproduksi dan didistribusikan oleh
produsen atau penyedia jasa. Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) konsumen adalah setiap orang pemakai
barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri
sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk
diperdagangkan.
Menurut Kotler (2005) konsumen adalah individu atau kelompok yang
berusaha untuk memenuhi atau mendapatkan barang atau jasa untuk kehidupan
pribadi atau kelompoknya. Sumarwan (2003) menyatakan bahwa konsumen terdiri
dari dua jenis yaitu konsumen individu dan konsumen organisasi. Konsumen individu
membeli barang dan jasa untuk digunakan sendiri, sedangkan konsumen organisasi
meliputi organisasi bisinis, yayasan, lembaga sosial, kantor pemerintahan, dan
lembaga lainnya (sekolah, perguruan tinggi, rumah sakit, dan lain-lain). Organisasiorganisasi harus membeli peralatan dan jasa-jasa lainnya untuk menjalankan seluruh
kegiatan organisasi.
3.1.2. Perilaku Konsumen
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perilaku diartikan sebagai tanggapan
atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan. Sedangkan definisi
perilaku konsumen menurut Engel et al. (1995) adalah tindakan yang langsung
terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa,
termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini. Menurut
Engel et al. (1995) perilaku konsumen dipengaruhi dan dibentuk oleh pengaruh
lingkungan (budaya, kelas sosial, pengaruh pribadi, keluarga atau situasi), perbedaan
individu (sumberdaya konsumen, motivasi dan keterlibatan, pengetahuan, sikap,
kepribadian, gaya hidup dan demografi), dan proses psikologis (pengolahan
informasi, pembelajaran, perubahan sikap dan perilaku). Secara sederhana hubungan
ketiga faktor tersebut dengan proses keputusan konsumen dan implikasinya pada
strategi pemasaran dapat dilihat pada Gambar 3.
Pengaruh Lingkungan
Budaya
Kelas Sosial
Pengaruh Pribadi
Keluarga
Perbedaan Individu
Proses Keputusan
Proses Psikologis
Sumberdaya Konsumen
Motivasi dan Keterlibatan
Pengetahuan
Sikap
Kepribadian
Gaya hidup
Demografi
Pengenalan kebutuhan
Pencarian Informasi
Evaluasi alternatif
Pembelian
Hasil
Pengolahan informasi
Pembelajaran
Perubahan Sikap dan
Perilaku
Strategi Pemasaran
Harga
Produk
Promosi
Tempat (Distribusi)
Orang
Proses
Bukti Fisik
Gambar 3.
Model Perilaku Pengambilan Keputusan Konsumen
Sumber : Engel et al. (1995)
3.1.2.1. Pengaruh Lingkungan
Manusia sebagai makhluk sosial merupakan individu yang tidak bisa lepas
dari hubungan dengan faktor-faktor di luar dirinya. Hubungan tersebut seringkali
dapat mempengaruhi bagaimana seorang mengambil keputusan dalam hidupnya.
Faktor lingkungan yang mempengaruhi seorang dijelaskan oleh Engel et al. (1995)
dalam beberapa hal berikut yaitu :
(1) Budaya
Menurut Engel et al. (1995) budaya dalam perilaku konsumen mengacu pada
nilai, gagasan, artefak, dan simbol-simbol bermakna lainnya yang dapat
membantu individu untuk berkomunikasi, membuat tafsiran, dan melakukan
evaluasi sebagai anggota masyarakat. Budaya melengkapi orang dengan rasa
identitas dan pengertian akan perilaku yang dapat diterima di dalam masyarakat.
Beberapa dari sikap dan perilaku yang lebih penting yang dipengaruhi oleh
budaya yaitu rasa diri dan ruang, komunikasi dan bahasa, pakaian dan
penampilan, makanan dan kebiasaan makanan, waktu dan kesadaran akan waktu,
hubungan (keluarga, organisasi, pemerintah, dan sebagainya), nilai dan norma,
kepercayaan dan sikap, proses mental dan pembelajaran, dan kebiasaan kerja dan
praktek.
Pengaruh utama dari budaya adalah pengaruhnya terhadap struktur konsumsi dan
pengambilan keputusan. Budaya merupakan variabel utama dalam penciptaan dan
komunikasi makna di dalam produk.
(2) Kelas Sosial
Kelas sosial adalah pembagian di masyarakat yang terdiri dari individu-individu
yang berbagi nilai, minat, dan perilaku yang sama, atau kelompok-kelompok yang
relatif homogen dalam suatu masyarakat lama yang tersusun secara hirarki
(Kotler, 2005). Mereka dibedakan atas perbedaan status sosial-ekonomi yang
berurut dari terendah hingga tertinggi. Status sosial terkadang sering
menghasilkan
bentuk-bentuk
perilaku
konsumen
yang
berbeda.
Dalam
pemasaran, sistem status merupakan faktor yang sangat menarik untuk diketahui
karena mereka dapat mengusahakan pengaruh yang besar pada apa yang dibeli
dan dikonsumsi oleh orang. Sedangkan determinan apa yang dapat dibeli oleh
konsumen sangat ditentukan oleh kelas sosial yaitu pendapatan atau kekayaan
konsumen sehingga variabel kelas sosial mendapat penekanan yang cukup besar
dalam penelitian pemasaran.
(3) Pengaruh Pribadi
Pengaruh pribadi adalah tekanan yang dirasakan untuk menyesuaikan diri dengan
norma dan harapan yang diberikan oleh orang lain. Sebagai konsumen, perilaku
kita sering dipengaruhi oleh mereka yang berhubungan erat dengan kita. Perilaku
konsumen sering dipengaruhi oleh pengaruh pribadi konsumen sendiri yang
ditunjukkan melalui kelompok acuan maupun komunikasi lisan. Kelompok acuan
terdiri dari kelompok primer dan kelompok sekunder. Kelompok primer
merupakan agresi sosial yang cukup kecil seperti keluarga, tetangga, dan teman,
dimana pribadi konsumen terus menerus berinteraksi dan sifatnya cenderung non
formal. Kelompok sekunder merupakan kelompok yang sifatnya lebih formal dan
tidak ada kegiatan interaksi rutin sehingga tidak membentuk ide dan perilaku, dan
yang termasuk kelompok ini seperti asosiasi professional atau organisasi
komunikasi.
(4) Keluarga
Keluarga adalah kelompok yang terdiri atas dua orang atau lebih yang
dihubungkan melalui darah, perkawinan, adopsi, dan tinggal bersama. Keluarga
sangat penting dalam studi perilaku konsumen karena dua alasan, yaitu karena
keluarga merupakan unit pemakaian dan pembelian untuk banyak produk
konsumen dan keluarga merupakan pengaruh utama pada sikap dan perilaku
individu.
(5) Situasi
Perilaku individu akan berubah apabila situasi berubah, yang terkadang
perubahannya tidak dapat diramalkan, sehingga situasi memberikan pengaruh
yang cukup kuat dalam perilaku konsumen. Perubahan lingkungan fisik (lokasi,
tata ruang, warna), lingkungan sosial, kemudahan akses informasi, waktu, tujuan,
sasaran pembelian dan keadaan suasana hati serta kondisi konsumen sangat
berpengaruh terhadap perubahan perilaku konsumen.
3.1.2.2. Perbedaan Individu
Perbedaan individu merupakan faktor internal yang menggerakkan dan
mempengaruhi perilaku individu. Ada lima hal yang membuat perbedaan keputusan
pembelian antara individu konsumen yang satu dengan yang lainnya, yaitu:
(1) Sumber Daya Konsumen
Sumber daya yang sebenarnya dimiliki oleh konsumen terdiri atas tiga hal dan
melalui ketiga hal inilah pemasar melakukan proses pertukaran barang dan jasa.
Sumber daya tersebut adalah ekonomi, temporal, dan kognitif. Ketiga sumberdaya
tersebut dibawa ke dalam setiap situasi pengambilan keputusan. Perilaku yang
termotivasi diprakarsai oleh pengaktifan kebutuhan atau pengenalan kebutuhan.
Kebutuhan atau motif diaktifkan ketika ada ketidakcocokan antara kondisi yang
diinginkan dengan kondisi aktual (Engel et al. 1995). Secara praktis, ini berarti
pemasar bersaing untuk mendapatkan uang, waktu dan perhatian konsumen.
(2) Motivasi dan Keterlibatan
Kebutuhan dapat diartikan sebagai perbedaan antara keadaan ideal dengan
keadaan sebenarnya yang dapat mengaktifkan perilaku. Munculnya kebutuhan
akan menimbulkan suasana motivasi dalam diri seseorang untuk memenuhi
kebutuhan dan keinginannya yang bertujuan memperoleh kepuasan. Keterlibatan
mengacu pada tingkat relevansi yang didasari dalam tindakan pembelian dan
konsumsi. Bila keterlibatan tinggi, ada motivasi untuk memperoleh dan mengolah
informasi dan kemungkinan yang jauh lebih besar dari pemecahan masalah yang
diperluas. Keterlibatan terdiri dari dua jenis yaitu keterlibatan langgeng dimana
keterlibatan tersebut ada sepanjang waktu akibat peningkatan konsep diri. Selain
itu ada keterlibatan situasional yaitu keterlibatan sementara yang distimulasikan
oleh risiko yang didasari, tekanan konformitas, atau pertimbangan lain.
(3) Pengetahuan Konsumen
Pengetahuan konsumen merupakan informasi yang disimpan di dalam ingatan
konsumen yang dibagi atas pengetahuan produk, pembelian, dan pemakaian.
Pengetahuan produk mencakup kesadaran terhadap kategori dan merek produk,
terminologi produk, atribut atau ciri produk serta kepercayaan tentang kategori
produk secara umum dan mengenai merek spesifik. Pengetahuan pembelian
meliputi informasi yang dimiliki oleh konsumen yang berhubungan dengan
perolehan produk. Pengetahuan ini melibatkan informasi yang dimiliki konsumen
yang berhubungan dengan keputusan tentang dimana produk harus dibeli dan
kapan pembelian terjadi. Pengetahuan pemakaian meliputi informasi yang
terekam diingatan mengenai bagaimana produk digunakan dan apa yang
dibutuhkan untuk dapat
menggunakannya. Apabila konsumen memiliki
pengetahuan pemakaian dengan jelas, maka besar kemungkinan konsumen akan
memilih produk tersebut. Oleh karena itu, pemasar harus mengetahui pengetahuan
konsumen karena informasi yang ada pada konsumen mengenai produk akan
sangat mempengaruhi pola pembelian mereka.
(4) Sikap
Sikap merupakan sebuah evaluasi menyeluruh yang memungkinkan orang
merespon dengan cara menguntungkan secara konsisten berkenaan dengan objek
atau alternatif yang diberikan. Intensitas, dukungan, dan kepercayaan adalah sifat
penting dari sikap. Sifat-sifat ini bergantung pada kualitas pengalaman konsumen
sebelumnya dengan objek sikap. Dengan demikian sikap pun dapat berubah yaitu
saat dimana konsumen mengakumulasikan pengalaman baru.
(5) Kepribadian, Gaya Hidup, dan Demografi
Kepribadian dapat diartikan sebagai respon yang konsisten terhadap stimulus
lingkungan. Gaya hidup adalah pola dimana orang hidup dan menghabiskan
waktu serta uang. Gaya hidup juga merupakan hasil dari jajaran total ekonomi
budaya dan kekuatan kehidupan sosial yang menyokong kualitas manusia
seseorang. Demografi adalah karakteristik yang dimiliki oleh masyarakat, dapat
berupa umur, jenis kelamin, pekerjaan, dan pendapatan.
3.1.2.3. Proses Psikologis
Proses psikologis adalah proses sentral yang membentuk semua aspek
motivasi dan perilaku konsumen. Proses psikologis juga merupakan hal penting
dalam mempengaruhi konsumen dalam proses keputusan. Menurut Engel et al.
(1995) terdapat tiga proses psikologis utama, yaitu pemrosesan informasi,
pembelajaran, dan perubahan sikap atau perilaku.
(1) Pemrosesan Informasi
Pemrosesan informasi adalah suatu proses yang mengacu pada bagaimana
stimulus diterima, ditafsirkan, disimpan dalam ingatan, dan kemudian diambil
kembali. Pemrosesan informasi terdiri dari tahap pemaparan, perhatian,
pemahaman, penerimaan, dan pemerolehan kembali.
(2) Pembelajaran
Pembelajaran dapat dipandang sebagai proses dimana pengalaman menyebabkan
perubahan
dalam
pengetahuan,
sikap,
dan
perilaku.
Hubungan
antara
pembelajaran dengan pemasaran sangat positif dimana penguasaan mengenai
pengetahuan produk membantu pemasar dalam mempengaruhi konsumen untuk
memakai produknya.
(3) Perubahan Sikap Perilaku
Perubahan sikap dan perilaku menjadi sasaran pemasaran karena dapat
dipengaruhi oleh beragam situasi. Pemasar perlu mengetahui dan memahami
perubahan sikap dan perilaku agar pemasar dapat menentukan proses pemasaran
yang sesuai. Banyak perusahaan yang mengeluarkan dana besar dalam usaha
memodifikasi atau mengukuhkan cara konsumen berpikir, merasa, dan bertindak
di dalam pasar.
3.1.2.4. Proses Keputusan
Menurut Engel et al. (1995) terdapat lima tahapan proses pengambilan
keputusan konsumen yaitu motivasi dan pengenalan kebutuhan, pencarian informasi,
evaluasi alternatif, keputusan pembelian, dan hasil atau perilaku pasca pembelian.
Urutan proses tersebut adalah sebagai berikut :
Pengenalan Kebutuhan
Pencarian Informasi
Evaluasi Alternatif
Keputusan Pembelian
Perilaku Pasca Pembelian
Gambar 4. Tahapan Proses Keputusan Pembelian
Sumber : Engel et al. (1995)
Tahap pertama adalah pengenalan kebutuhan yang pada hakikatnya
bergantung pada berapa banyak ketidaksesuaian yang ada di antara keadaan aktual
(situasi
konsumen
sekarang)
dengan
keadaan
yang
diinginkan.
Ketika
ketidaksesuaian ini melebihi tingkat atau ambang tertentu, kebutuhan pun dikenali.
Pengenalan kebutuhan tidak secara otomatis mengaktifkan suatu tindakan. Hal ini
bergantung pada beberapa faktor. Pertama, kebutuhan yang dikenali harus cukup
penting. Kedua, konsumen percaya bahwa solusi bagi keputusan tersebut ada dalam
batas kemampuannya.
Tahap kedua adalah pencarian informasi. Pencarian informasi didefinisikan
sebagai aktifitas termotivasi dari pengetahuan yang tersimpan di dalam ingatan atau
pemerolehan informasi yang diinginkan. Pencarian informasi dapat bersifat internal
dan eksternal. Pencarian internal melibatkan pemerolehan kembali pengetahuan dari
ingatan. Pencarian eksternal terdiri atas pengumpulan informasi dari pasar. Proses
pencarian informasi ini lebih dahulu menggunakan pencarian internal lalu jika masih
belum berhasil dapat menggunakan pecarian eksternal. Motivasi utama dibalik
pencarian pra pembelian adalah keinginan untuk membuat pilihan konsumsi yang
lebih baik.
Tahap ketiga adalah evaluasi alternatif. Evaluasi alternatif merupakan tahap
dimana konsumen mengevaluasi berbagai alternatif pilihan dan memilih alternatif
untuk memenuhi kebutuhan. Pada tahap ini, konsumen menggunakan kriteria
evaluasi sebagai atribut yang digunakan dalam menilai alternatif-alternatif pilihan
sehingga dapat memberikan manfaat yang dicari dan memuaskan kebutuhan tersebut.
Kriteria evaluasi dapat berbeda-beda bergantung pada karakteristik produk yang
dibutuhkan oleh konsumen. Kriteria evaluasi yang sering digunakan antara lain harga,
nama merek, negara asal dan kriteria evaluasi yang bersifat hedonik (prestise, status).
Kriteria evaluasi tertentu yang digunakan oleh konsumen selama pengambilan
keputusan akan bergantung pada beberapa faktor, diantaranya adalah pengaruh
situasi, kesamaan alternatif-alternatif pilihan, motivasi, keterlibatan, dan pengetahuan
(Engel et al., 1995). Ketika pengambilan keputusan bersifat kebiasaan, evaluasi
alternatif hanya akan melibatkan konsumen yang membentuk niat untuk membeli
kembali produk yang sama seperti sebelumnya.
Tahap keempat adalah pembelian dimana jika menggunakan model perilaku
konsumen, ditunjukkan sebagai fungsi dari dua faktor yaitu niat pembelian dan
pengaruh lingkungan. Niat pembelian konsumen digolongkan menjadi dua kategori,
yaitu (1) produk dan merek (2) kelas produk. Niat pembelian kategori pertama
umumnya disebut sebagai pembelian yang terencana sepenuhnya, hal ini merupakan
hasil dari keterlibatan tinggi dan pemecahan masalah yang diperluas. Pada niat
kategori kedua disebut sebagai pembelian yang terencana walaupun pilihan merek
dibuat di tempat penjualan.
Tahap terakhir adalah perilaku pasca pembelian. Perilaku pasca pembelian
dapat dilihat dari adanya tingkat kepuasan atau ketidakpuasan yang dialami
konsumen setelah pembelian terhadap suatu produk dilakukan. Kepuasan berfungsi
mengukuhkan loyalitas pembeli, sedangkan ketidakpuasan dapat menyebabkan
keluhan, komunikasi lisan yang negatif, dan upaya untuk menuntut ganti rugi melalui
sarana hukum.
3.1.3. Karakteristik Konsumen
Karakteristik konsumen dapat mempengaruhi pilihan konsumen terhadap
produk maupun merek yang akan dibeli. Menurut Engel et al. (1995), beberapa
karakteristik yang dapat mempengaruhi sikap dan persepsi terhadap proses pembelian
konsumen adalah :
(1) Karakteristik demografi yang meliputi beberapa variabel seperti jenis kelamin,
umur, tempat tinggal, pendidikan akhir, pekerjaan, status, pendapatan per bulan,
dan lain-lain. Pengetahuan akan berbagai variabel tersebut akan membantu
perusahaan dalam memaksimumkan daya tariknya melalui produk dan bauran
pelayanannya.
(2) Karakteristik psikologi memungkinkan perusahaan membuat profil gaya hidup
para konsumen. Hal tersebut dilakukan dengan mengadaptasi bauran pemasaran
produk dan pelayanan restoran bersangkutan sesuai dengan aktivitas, minat dan
opini kelompok konsumen.
3.1.4. Karakteristik Produk
Sunarto (2006) mendefinisikan kulitas produk sebagai evaluasi menyeluruh
konsumen atas kebaikan kinerja barang atau jasa. Hal utama yang penting untuk
menilai kinerja produk adalah dimensi apa yang digunakan oleh konsumen untuk
melakukan evaluasinya.
Restoran
merupakan
salah
satu
usaha
yang
dalam operasionalnya
menawarkan produk dan jasa. Dimensi kualitas merupakan hal utama yang dapat
digunakan dalam mengevaluasi kinerja produk dan jasa. Dimensi kualitas dibagi
menjadi dua bagian, yaitu dimensi kualitas jasa dan dimensi kualitas produk.
3.1.4.1. Dimensi Kualitas Jasa
Mowen dan Minor (1998) mengemukakan bahwa dimensi kualitas jasa dapat
dibagi ke dalam lima dimensi yang dikenal sebagai SERVQUAL. Dimensi tersebut
harus dipenuhi oleh penyedia jasa untuk dapat menilai kualitas pelayanan dalam suatu
perusahaan jasa. Kelima dimensi kualitas tersebut adalah sebagai berikut :
1. Tangibles
Dimensi ini mencakup penampilan fisik fasilitas, peralatan, serta penampilan
pekerja. Tangible ini merupakan wujud dari suatu service atau jasa dari bangunan,
interior, seragam pegawai, peralatan yang dipakai, dan sebagainya yang berwujud.
Karena jasa tidak dapat diamati secara langsung, maka konsumen sering kali
berpedoman pada kondisi yang terlihat mengenai jasa dalam melakukan evaluasi.
2. Reliability
Dimensi ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan
secara akurat dan handal, dapat dipercaya dan bertanggung jawab atas apa yang
dijanjikan, tidak pernah memberikan janji yang berlebihan, dan selalu memenuhi
janjinya. Secara umum dimensi reliabilitas merefleksikan konsistensi dan
keandalan.
3. Responsiveness
Dimensi ini mencakup keinginan untuk membantu pelanggan dan memberikan
tanggapan dan pelayanan yang cepat dan tepat. Dimensi ketanggapan ini
merefleksikan komitmen perusahaan untuk memberikan pelayanan yang tepat pada
waktunya. Dimensi ini berkaitan dengan keinginan dan atau kesiapan pekerja
untuk melayani.
4. Assurance
Dimensi ini mencakup pengetahuan dan kesopanan pekerja serta kemampuannya
untuk memberikan kepercayaan kepada pelanggan. Dimensi ini merefleksikan
kompetensi perusahaan, keramahan kepada pelanggan, dan keamanan operasinya.
Kompetensi berkaitan dengan pengetahuan dan keterampilan dalam memberikan
jasa.
5. Emphaty
Dimensi ini menunjukkan derajat perhatian yang diberikan kepada setiap
pelanggan. Dimensi ini juga merefleksikan kemampuan pekerja untuk menyelami
perasaan sebagaimana jika pekerja itu sendiri mengalaminya. Hal ini meliputi
kegiatan mempelajari keinginan konsumen, memberikan perhatian secara individu
kepada konsumen, dan mengenal konsumen secara lebih dekat lagi.
3.1.4.2. Dimensi Kualitas Produk
Selain dimensi yang berkaitan dengan kualitas jasa, kita juga dapat
menentukan dimensi kualitas yang berkaitan dengan produk. Dimensi kualitas barang
berdasarkan Mowen dan Minor (1998) terdiri atas:
1. Fungsi (Performance)
Merupakan kinerja utama dari beroperasinya barang tersebut.
2. Fitur (Features)
Dimensi yang menunjukkan karakteristik sekunder yang melengkapi fungsi dasar
dari barang.
3. Keandalan (Reliability)
Dimensi yang menunjukkan kemungkinan barang gagal atau tidak berfungsi
selama satu periode tertentu.
4. Usia produk (Durability)
Dimensi yang menunjukkan jumlah manfaat yang diperoleh dari barang sebelum
barang tersebut secara fisik menjadi tidak terpakai.
5. Pelayanan (Serviceability)
Dimensi yang menunjukkan kecepatan, keramahan, kompetensi, dan kemudahan
direparasi.
6. Estetika (Aesthetics)
Dimensi yang menunjukkan unsur penilaian subjektif pribadi mengenai bagaimana
suatu barang terlihat.
7. Persepsi kualitas (Perceived quality)
Citra dan reputasi barang serta tanggung jawab perusahaan terhadap barang
tersebut.
3.1.5. Kepuasan Konsumen
3.1.5.1. Konsep Kepuasan Konsumen
Kotler (2005) mendefinisikan kepuasan sebagai perasaan senang atau kecewa
seorang sebagai hasil perbandingan antara prestasi atau produk yang dirasakan dan
yang diharapkan. Menurut Simamora (2004), sesudah terjadinya pembelian terhadap
suatu produk, konsumen akan mengalami kepuasan atau ketidakpuasan. Konsumen
mendasarkan harapannya kepada informasi yang diterima tentang produk. Jika
konsumen mendapatkan kenyataan yang ternyata berbeda dengan harapannya, maka
konsumen merasa tidak puas. Sebaliknya, jika produk tersebut memenuhi harapan,
maka konsumen akan merasa puas.
Sementara itu, menurut Rangkuti (2006) kepuasan pelanggan adalah respon
pelanggan terhadap ketidaksesuaian antara tingkat kepentingan sebelumnya dan
kinerja sosial yang dirasakannya setelah pemakaian. Mengukur kepuasan pelanggan
sangat bermanfaat bagi perusahaan dalam rangka mengevaluasi posisi perusahaan
saat ini dibandingkan dengan pesaing dan pengguna akhir, serta menemukan bagian
mana yang membutuhkan peningkatan. Umpan balik dari pelanggan secara langsung
atau dari focus group dari keluhan pelanggan merupakan alat untuk mengukur
kepuasan pelanggan.
Menurut Engel et al (1995) kepuasan konsumen merupakan evaluasi setelah
pembelian dilakukan, dimana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya sama atau
melampaui harapan konsumen, sedangkan ketidakpuasan konsumen muncul apabila
hasil tidak sesuai dengan harapan. Bagan yang membentuk kepuasan pelanggan dapat
dilihat pada bagan berikut :
Tujuan Perusahaan
Kebutuhan dan
Keinginan
Produk
Harapan
Pelanggan
Terhadap Produk
Nilai Produk Bagi
Pelanggan
Tingkat Kepuasan
Pelanggan
Gambar 5. Diagram Konsep Kepuasan Pelanggan
Sumber : Engel et al. (1995)
Kepuasan berfungsi untuk mengukuhkan loyalitas konsumen, sementara
ketidakpuasan dapat menyebabkan keluhan dan komunikasi lisan yang negatif.
Harapan konsumen mempunyai peranan yang besar dalam menentukan kualitas
produk dan kepuasan konsumen. Harapan konsumen dibentuk dan didasarkan
beberapa faktor, diantaranya pengalaman berbelanja di masa lalu, opini teman dan
kerabat serta informasi dan janji perusahaan para pesaing.
3.1.5.2. Pengukuran Kepuasan Konsumen
Menurut Kotler (2005), alat atau metode yang dapat digunakan untuk
mengukur kepuasan pelanggan antara lain :
1. Sistem Keluhan dan Saran
Perusahaan yang berorientasi pada pelanggan untuk mengajukan saran dan
keluhan. Pelanggan menyampaikan saran, kritik, pendapat, dan keluhan mereka.
Media yang digunakan bisa berupa kotak saran yang diletakkan di lokasi-lokasi
strategis (mudah dijangkau atau sering dilewati pelanggan), kartu komentar (yang
bisa diisi langsung atau dikirimkan via pos kepada perusahaan), saluran khusus
bebas pulsa, website, dan lain-lain. Berdasarkan karakteristiknya, metode ini
bersifat
pasif,
karena
perusahaan
menunggu
inisiatif
pelanggan
untuk
menyampaikan keluhan dan pendapat.
2. Ghost Shopping
Dengan metode ini, perusahaan mempekerjakan beberapa orang ghost shoppers
untuk berperan atau berpura-pura sebagai pelanggan potensial produk perusahaan
atau pesaing, mereka diminta berinteraksi dengan staf penyedia jasa dan
menggunakan produk dan jasa perusahaan. Berdasarkan pengalamannya tersebut,
mereka kemudian diminta melaporkan temuan-temuannya berkenaan dengan
kekuatan dan kelemahan produk perusahaan dan pesaing.
3. Lost Costumer Analysis
Pelanggan berhenti membeli atau beralih ke pesaing dapat memberikan informasi
mengenai penyebab terjadinya hal tersebut dan apa saja kelebihan-kelebihan dari
pesaing. Kenaikan tingkat kehilangan pelanggan menunjukkan bahwa perusahaan
gagal memuaskan pelanggan. Cara yang dapat dilakukan oleh perusahaan adalah
dengan menghubungi para pelanggan yang telah berhenti membeli atau yang telah
pindah pemasok agar dapat memahami mengapa hal itu terjadi dan supaya dapat
mengambil kebijakan perbaikan atau penyempurnaan selanjutnya. Hanya saja
kesulitan metode ini adalah pada mengidentifikasi atau mengontak mantan
pelanggan yang bersedia memberikan masukan dan evaluasi terhadap kinerja
perusahaan.
4. Survei Kepuasan Pelanggan
Cara yang efektif untuk memahami tingkat kepuasan pelanggan adalah dengan
memahami tingkat kepuasan pelanggan melalui survei langsung kepada pelanggan
secara periodik. Pengukuran kepuasan pelanggan dengan metode ini dapat
dilakukan dengan berbagai cara. Diantaranya adalah :
a. Directly Reported Satisfaction
Pengukuran ini dilakukan dengan menggunkan item-item spesifik yang
menanyakan langsung tingkat kepuasan yang dirasakan oleh pelanggan.
b. Derived Satisfaction
Pengukuran ini mirip dengan pengukuran kualitas jasa SERVQUAL.
Pertanyaan yang diajukan menyangkut dua hal utama, yaitu tingkat harapan
pelanggan terhadap kinerja produk, persepsi pelanggan terhadap kinerja aktual
produk, alternatif lain tingkat kepentingan masing-masing atribut atau kinerja
ideal juga bisa ditanyakan.
c. Problem Analysis
Dalam teknik ini, konsumen diminta mengungkapkan masalah-masalah yang
dihadapi berkaitan dengan produk atau jasa perusahaan dan saran-saran
perbaikan. Kemudian perusahaan akan melakukan analisis content terhadap
semua masalah dan saran perbaikan untuk mengidentifikasi bidang-bidang
utama yang membutuhkan perhatian dan tindak lanjut segera.
d. Importance Performance Analysis
Dalam teknik ini, konsumen diminta untuk menilai tingkat kepentingan
berbagai atribut yang relevan dan tingkat kinerja perusahaan pada masingmasing atribut tersebut. Kemudian nilai rata-rata tingkat kepentingan atribut dan
kinerja perusahaan tersebut akan dianalisis di matriks Importance Performance.
Matriks ini sangat bermanfaat sebagai pedoman dalam mengalokasikan
sumberdaya organisasi yang terbatas pada bidang spesifik, dimana perbaikan
kinerja bisa berdampak besar pada kepuasan total. Selain itu, matriks ini juga
menunjukkan bidang atau atribut tertentu yang perlu dipertahankan dan aspekaspek yang perlu dikurangi prioritasnya.
3.1.6. Loyalitas Konsumen
3.1.6.1. Konsep Loyalitas Konsumen
Loyalitas konsumen merupakan kombinasi antara kemungkinan pelanggan
untuk membeli ulang dari pemasok yang sama di kemudian hari dan kemungkinan
untuk membeli barang atau jasa perusahaan pada berbagai tingkat harga (Tim
Marknesis 2009). Menurut Umar (2003), loyalitas konsumen sering dihubungkan
dengan loyalitas merek. Loyalitas merek adalah ukuran kesetiaan konsumen terhadap
suatu merek (Aaker, 1997). Hal ini didukung oleh Durianto et al (2004) yang
menyatakan bahwa loyalitas merek adalah suatu ukuran keterkaitan pelanggan kepada
sebuah merek. Ukuran ini mampu memberikan gambaran tentang mungkin tidaknya
seorang pelanggan beralih ke produk merek lain, terutama jika didapati adanya
perubahan pada merek tersebut baik menyangkut harga maupun atribut lain. Loyalitas
merek merupakan elemen penting yang membentuk perilaku konsumen. Dengan
adanya konsumen yang loyal akan melakukan pembelian ulang sehingga penjualan
perusahaan akan meningkat.
Banyak manfaat yang dapat diambil dari pelanggan yang loyal terhadap suatu
merek. Manfaat tersebut antara lain : (1) mengurangi biaya-biaya pemasaran, (2)
meningkatkan penjualan, (3) memikat pelanggan baru, dan (4) merespon ancaman
pesaing (Aaker, 1997). Berbagai cara yang dapat dilakukan untuk memelihara dan
meningkatkan brand loyalty antara lain : melayani pelanggan dengan tepat (treat the
customer right), menjaga kedekatan dengan pelanggan (stay close to the customer),
memperhatikan kepuasan pelanggan (measure manage customer satisfication),
menciptakan biaya peralihan, dan memberikan pelayanan ekstra.
3.1.6.2. Pengukuran Loyalitas Konsumen
Menurut Aaker (1997), loyalitas konsumen diukur berdasarkan tingkatan
sebagai berikut :
1. Switcher buyer
Switcher buyer adalah tingkat loyalitas yang paling dasar. Semakin tinggi
frekuensi pembelian konsumen berpindah dari satu merek ke merek lain
mengindikasikan bahwa merek tidak loyal, semua merek dianggap memadai.
Dalam hal ini, merek memegang peranan yang kecil dalam keputusan pembelian.
Ciri paling jelas dalam kategori ini adalah mereka membeli suatu merek karena
banyak konsumen lain membeli merek tersebut karena harganya murah.
2. Habitual buyer
Konsumen yang termasuk kategori habitual buyer adalah pembeli yang puas
terhadap produk, atau setidaknya tidak mengalami ketidakpuasan. Kelompok
habitual buyer membeli suatu merek karena alasan kebiasaan sehingga tidak
terdapat dimensi ketidakpuasan yang cukup untuk menstimulasi suatu peralihan
merek terutama jika peralihan tersebut membutuhkan usaha. Namun, apabila
merek tersebut justru mengalami perubahan baik terhadap usaha, biaya, dan risiko
untuk mendapatkannya maka kelompok kategori ini juga tidak akan menanggung
biaya peralihan yang ditimbulkan oleh merek tersebut. Pembeli yang termasuk
kategori habitual buyer tidak menanggung biaya peralihan terhadap merek.
3. Satisfied buyer
Satisfied buyer merupakan kategori pembeli yang puas dengan merek yang mereka
konsumsi. Namun, pembeli pada kategori satisfied buyer dapat menanggung
switching cost atau biaya peralihan, seperti waktu, biaya, atau risiko yang timbul
akibat tindakan peralihan merek atau perubahan yang dilakukan merek tersebut
sehingga membutuhkan biaya peralihan untuk mendapatkannya. Konsumen
kategori ini rela menanggung biaya peralihan untuk mendapatkan merek yang akan
dikonsumsinya tersebut.
4. Liking the Brand
Liking the Brand adalah kategori pembeli yang sungguh-sungguh menyukai merek
tersebut. Pada tingkatan ini dijumpai perasaan emosional yang terkait pada merek.
Rasa suka didasari oleh asosiasi yang berkaitan dengan simbol, rangkaian
pengalaman menggunakan merek itu sebelumnya, atau persepsi kualitas yang
tinggi. Orang tidak selalu dapat mengidentifikasi mengapa mereka menyukai
sesuatu bila hubungan tersebut terbentuk dalam waktu yang lama.
5. Committed Buyer
Committed buyer adalah kategori pembeli yang setia. Mereka mempunyai
kebanggaan dalam menggunakan suatu merek. Merek tersebut bahkan menjadi
sangat penting baik dari segi fungsi maupun sebagai ekspresi siapa sebenarnya
penggunanya. Ciri yang tampak pada kategori ini adalah tindakan pembeli untuk
merekomendasikan merek yang dia gunakan kepada orang lain. Nilai konsumen
yang berkomitmen itu tidak begitu besar pada lembaga yang menghasilkan produk
atau jasa tetapi lebih pada dampak terhadap orang lain dan terhadap pasar itu
sendiri.
Bagi merek yang mempunyai brand equity yang kuat, tingkatan dalam brand
loyalty-nya diharapkan membentuk segitiga terbalik. Maksudnya semakin ke atas
semakin melebar sehingga diperoleh jumlah committed buyer yang lebih besar
daripada switcher buyer seperti tampak di gambar berikut :
Gambar 6. Piramida Loyalitas Merek
Sumber : Aaker dalam Durianto et al (2004)
3.1.7. Pemasaran dan Bauran Pemasaran
Kotler (2005) mendefinisikan pemasaran sebagai proses sosial yang dengan
proses itu individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan
inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan
produk dan jasa yang bernilai dengan pihak lain. Definisi manajerial pemasaran
sering digambarkan sebagai seni menjual produk.
Kotler (2005) juga menjelaskan bahwa konsep pemasaran menegaskan bahwa
kunci untuk mencapai sasaran organisasi adalah perusahaan harus menjadi lebih
efektif dibandingkan para pesaing dalam menciptakan, menyerahkan, dan
mengkomunikasikan nilai pelanggan kepada pasar sasaran yang terpilih. Konsep
pemasaran berdiri di atas empat pilar yaitu pasar sasaran, kebutuhan pelanggan,
pemasaran terintegrasi, dan kemampuan menghasilkan laba. Konsep pemasaran
mempunyai perspektif dari luar dan dalam. Konsep itu dimulai dari pasar yang
didefinisikan dengan baik, berfokus pada kebutuhan pelanggan, mengkoordinasikan
semua aktivitas yang mempengaruhi pelanggan dan menghasilkan laba dengan
memuaskan pelanggan.
Pasar
Kebutuhan
Sasaran Pelanggan
Kepuasan
Pemasaran
Laba
terintegrasi
Gambar 7. Konsep Pemasaran
Sumber : Kotler (2005)
Kotler (2005) menjelaskan bahwa strategi pemasaran dapat dirumuskan
dengan menganalisis bauran pemasarannya. Menurut Kotler (2005), bauran
pemasaran adalah seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk terus
menerus mencapai tujuan pemasarannya di pasar sasaran. Menurut Sunarto (2006),
penciptaan bauran pemasaran (marketing mix) meliputi koordinasi dan kegiatan yang
berkaitan dengan pengembangan produk, promosi, penetapan harga, dan distribusi.
Formulasi strategi pada bauran pemasaran nantinya dapat digunakan sebagai program
pemasaran bagi perusahaan. Unsur bauran pemasaran jasa (Dibb & Simkin 1993,
diacu dalam Tjiptono & Chandra 2007) terdiri atas:
1) Produk (Product)
Produk merupakan keseluruhan konsep objek atau proses yang memberikan
sejumlah nilai kepada konsumen. Konsumen tidak hanya membeli fisik dari
produk tetapi juga membeli manfaat dan nilai dari produk tersebut. Keunggulan
produk jasa terletak pada kualitasnya yang mencakup keandalan, ketanggapan,
jaminan, empati, dan bukti fisik. Unsur produk berkaitan dengan rentang produk,
tingkat kualitas, nama merek, lini layanan, garansi, dan dukungan purnabeli.
2) Harga (Price)
Harga merupakan jumlah nilai yang dipertukarkan kepada konsumen untuk
memiliki atau menggunakan jasa atau produk. Strategi penentuan harga
berpengaruh dalam pemberian nilai kepada konsumen dan mempengaruhi citra
produk, serta kepuasan konsumen untuk membeli. Unsur harga berkaitan dengan
tingkat harga, diskon, komisi, syarat pembayaran, persepsi konsumen terhadap
nilai, kualitas harga, dan diferensiasi.
3) Tempat (Place)
Tempat dalam jasa merupakan gabungan antara lokasi dan keputusan atas saluran
distribusi. Dalam hal ini berhubungan dengan bagaimana cara penyampaian jasa
kepada konsumen dan di mana lokasi yang strategis. Unsur tempat berkaitan
dengan lokasi, prominence, aksesibilitas, saluran distribusi, dan cakupan
distribusi.
4) Promosi (Promotion)
Promosi didefinisikan sebagai kumpulan dari kiat intensif yang beragam dan
kebanyakan berjangka pendek. Promosi dirancang untuk mendorong pembelian
suatu produk atau jasa agar lebih cepat dan lebih besar oleh konsumen dan
pedagang. Unsur promosi berkaitan dengan publisitas, periklanan, personal
selling, promosi penjualan, direct and online marketing, serta sponsorship.
5) Proses (Process)
Proses merupakan gabungan semua aktivitas, umumnya terdiri atas prosedur,
jadwal pekerjaan, mekanisme, aktivitas, dan hal-hal rutin, di mana jasa dihasilkan
dan disampaikan kepada konsumen. Proses dapat dibedakan ke dalam dua cara,
yaitu: kompleksitas yang berhubungan dengan langkah-langkah dan tahapan
proses, dan keragaman yang berhubungan dengan adanya perubahan dalam
langkah-langkah atau tahapan proses.
6) Orang (People)
Orang sebagai karyawan berkaitan dengan pelatihan, wewenang, komitmen,
insentif, penampilan, sikap, dan perilaku antarpribadi, sedangkan pelanggan lain
berkaitan dengan perilaku, keterlibatan, sikap, komunikasi, pendidikan, dan
kontak antar pelanggan. Untuk mencapai kualitas diperlukan pelatihan staf
sehingga karyawan mampu memberikan kepuasan kepada konsumen.
7) Bukti Fisik (Physical Evidence)
Bukti fisik merupakan lingkungan fisik tempat jasa diciptakan dan langsung
berinteraksi dengan konsumen. Ada dua jenis bukti fisik, yakni bukti penting
(essential evidence) merupakan keputusan-keputusan yang dibuat oleh pemberi
jasa mengenai desain dan tata letak dari gedung, ruang, dan lain-lain dan bukti
pendukung (peripheral evidence) merupakan nilai tambah yang bila berdiri
sendiri tidak akan berarti apa-apa.
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Gambar 8 menjelaskan proses analisis untuk menjawab permasalahan pada
penelitian ini. Modernisasi yang terjadi menyebabkan perubahan gaya hidup
masyarakat di berbagai sendi bidang kehidupan. Modernisasi dapat diartikan sebagai
proses perubahan dari corak kehidupan masyarakat yang tradisional menjadi modern,
terutama berkaitan dengan teknologi dan organisasi sosial. Salah satu ciri masyarakat
modern adalah keramaian (crowding). Keramaian (crowding) hidup di kota
disebabkan oleh kepadatan, kecepatan dan tingginya aktivitas kehidupan masyarakat
kota. Tingginya aktivitas yang dilakukan di luar rumah menyebabkan masyarakat
perkotaan cenderung lebih memilih makan di luar rumah dibandingkan membuat
makanan sendiri. Hal ini menyebabkan pertumbuhan bisnis restoran semakin pesat.
Semakin berkembangnya industri penyedia jasa makanan, khususnya restoran,
menyebabkan persaingan pada industri restoran semakin tinggi sehingga pengelola
restoran harus cermat dalam mengetahui keinginan konsumen. Hal ini bertujuan agar
konsumen tidak berpindah ke restoran lain yang merupakan pesaingnya.
Restoran saat ini tidak hanya dijadikan sebagai tempat makan, tetapi juga
sebagai tempat berkumpul bersama keluarga atau teman, tempat pertemuan, dan
tempat untuk melepas lelah atau beristirahat. Kondisi ini mengakibatkan semakin
banyaknya restoran di perkotaan yang salah satunya adalah Kota Bogor. Hal ini
berdampak pada persaingan antar restoran baik untuk restoran sejenis ataupun tidak
sejenis yang semakin ketat dalam menarik konsumen, mempertahankan konsumen,
maupun memperluas pangsa pasar.
Pantasteiik Restaurant Botani Square adalah salah satu restoran yang berada
di tengah persaingan tersebut. Pantasteiik Restaurant Botani Square harus berusaha
memberikan pelayanan terbaik sesuai kebutuhan dan keinginan konsumennya.
Namun dalam perjalanan usahanya, pendapatan Pantasteiik Restaurant Botani Square
relatif tidak stabil dengan indikator antara lain dengan tren penurunan penjualan
menu utamanya yaitu pancake dalam tiga bulan terakhir dan jumlah pengunjung yang
fluktuatif dari bulan ke bulan. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa belum
terpenuhinya kepuasan konsumen secara penuh. Selain itu, banyaknya restoran
pesaing yang berada di kawasan Mall Botani Square dan banyaknya keluhan
konsumen terhadap Pantasteiik Restaurant Botani Square menyebabkan perlunya
penelitian yang menganalisis penilaian konsumen terhadap atribut-atribut Pantasteiik
Restaurant Botani Square.
Karakteristik umum dan tingkat loyalitas konsumen Pantasteiik Restaurant
Botani Square dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif, yaitu membuat
tabulasi sederhana dengan cara mengelompokkan jawaban yang sama kemudian
dipersentasekan. Selanjutnya, melakukan identifikasi atribut-atribut yang dimiliki
Pantasteiik Restaurant Botani Square untuk mengetahui seberapa besar kinerja
Pantasteiik Restaurant Botani Square dan kepentingan konsumen terhadap atributatribut tersebut melalui Importance Performance Analysis (IPA). Selain itu,
dilakukan analisis kepuasan konsumen agar dapat mengetahui seberapa besar
kepuasan konsumen terhadap atribut-atribut Pantasteiik Restaurant Botani Square
dengan menggunakan alat analisis Customer Satisfaction Index (CSI). Berdasarkan
hasil analisis dapat disusun rekomendasi alternatif strategi bauran pemasaran yang
sesuai untuk Pantasteiik Restaurant Botani Square dengan harapan dapat
meningkatkan kepuasan konsumen yang pada akhirnya meningkatkan penjualan dan
keuntungan bagi Pantasteiik Restaurant Botani Square.
Meningkatnya
jumlah
di
Bogor
restoran
menyebabkan
semakin
ketatnya persaingan antar
restoran
1. Adanya proses modernisasi
2. Terjadinya perubahan gaya hidup
3. Meningkatnya aktivitas di luar rumah
4. Masyarakat cenderung makan di luar
rumah
Pantasteiik Restaurant memasuki pasar
restoran di Bogor sebagai pemain baru
Restoran pesaing di kawasan Botani Square, tren penurunan
penjualan pancake, jumlah pengunjung yang fluktuatif, dan
keluhan-keluhan dari konsumen yang diperoleh dari buku kritik
dan saran restoran
Kebutuhan akan penilaian konsumen terhadap atribut-atribut
Pantasteiik Restaurant melalui teori perilaku konsumen
Proses Keputusan Pembelian:
 Pengenalan kebutuhan
 Pencarian informasi
 Evaluasi alternatif
 Keputusan pembelian
 Perilaku pascapembelian
Tingkat Kepuasan Konsumen:
 Produk
 Harga
 Tempat
 Promosi
 Orang
 Proses
 Bukti fisik
Customer
Satisfaction
Index
Importance
Performance
Analysis
Tingkat
Loyalitas
Konsumen
melalui
Piramida Loyalitas:
 Commited buyer
 Liking the brand
 Satisfied buyer
 Habitual buyer
 Switcher buyer
Analisis Deskriptif
Analisis Deskriptif
Merumuskan alternatif bauran pemasaran untuk Pantasteiik Restaurant Botani Square
Gambar 8. Kerangka Pemikiran Operasional
Download