NASKAH SKENARIO r Teate uan p m e Per Teater Perempuan i Naskah Skenario Teater Perempuan: Mpok Lela dan Tumirah Potong Upah Penyusun: Justice for the Poor Program Ilustrasi & Disain: Calipha Creative Studio [email protected] Foto Cover: Poriaman Sitanggang Kontak Penyusun: The World Bank www.worldbank.or.id JUSTICE FOR THE POOR PROGRAM The World Bank, Social Development Office Jl. Cik Ditiro 68A Menteng Jakarta Pusat 10310 Tel: +62 21 3107158, 3911908/09 Fax: +62 21 3924640 www.justiceforthepoor.or.id ii Naskah Skenario NASKAH SKENARIO r e t a Te n a u p m e r e P Mpok Lela Tumirah, Potong Upah! THE WORLD BANK Justice for the Poor Program Program Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga Royal Netherlands Embassy Teater Perempuan iii Daftar Isi Pengantar ............................................................................. v Panduan Umum Naskah (Manuscript Guidance) ...... vii Mpok Lela ........................................................................ 1 Panduan Pementasan .................................................... 2 Sinopsis ............................................................................ 4 Pemain .............................................................................. 5 Babak I .............................................................................. 6 Babak II .......................................................................... 13 Babak III ......................................................................... 16 Babak IV ......................................................................... 21 Biodata Ratna Fitriani .................................................. 24 Tumirah, Potong Upah! .......................................... 27 Panduan Pementasan .................................................. 28 Sinopsis .......................................................................... 32 Pemain ............................................................................ 33 Pembukaan .................................................................... Bagian 1 .......................................................................... Bagian 2 .......................................................................... Bagian 3 .......................................................................... Bagian 4 .......................................................................... Penutup .......................................................................... 34 38 41 44 46 50 Biodata Joned Suryatmoko ......................................... 52 iv Naskah Skenario Pengantar Publikasi dalam bentuk kompilasi dua naskah teater ini merupakan salah satu seri publikasi yang dikeluarkan oleh Program Women’s Legal Empowerment (WLE). Kedua naskah ini, yakni “Mpok Lela” - karya Ratna Fitriani (Depok) merupakan naskah pemenang I dari 86 naskah yang diterima oleh Dewan Juri yang terdiri dari Faiza Mardzoeki (Koordinator), Myra Diarsih, Sihar Ramses Simatupang dan Agung Setiadji Aryadipayana serta Justice for the Poor team dan organisasi perempuan PEKKA (Perempuan Kepala Keluarga). Naskah berasal dari berbagai wilayah di Indonesia antara lain: Aceh, Sumatera Utara, Bengkulu, Riau, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, Sulawesi dan Kalimantan. Sedangkan naskah kedua yang ada di dalam buku kompilasi naskah ini adalah “Tumirah, Potong Upah!” (Terbaik III)- karya Joned Suryatmoko (Jogjakarta). Naskah-naskah yang lain seperti “eR Pe Ka” (Terbaik II)- karya Mirah, Mario dan Rezza (Jogjakarta), dan tujuh naskah terpilih yakni: “Perlawanan Kaum Arang” - karya Puthut EA (Jogjakarta), “Feodal” - karya Prima W Putra (NTB), “Perkawinan” - karya Ibu Ariani Dimas (dikirimkan melalui Serikat Perempuan Independen Deli Serdang, Sumut), “Kokom dan Mimpi Dasimah” - karya Iwan RS (Jogjakarta), “Keadilan bagi Ibu Sumirah” - karya Vivi Varlina (Jakarta), “Nyaris” - karya Hendry Zulian (Bengkulu), “Daun jatuh” - karya Ruth Marini (Lampung) dipublikasikan secara elektronik dan bisa diakses secara online pada Website Program Justice for the Poor: www.justiceforthepoor.or.id. Teater Perempuan v Pertimbangan untuk memilih hanya 2 naskah yang ditampilkan dan tidak yang lainnya lebih pada pertimbangan teknis. Sebab, 2 naskah tersebutlah yang dipandang oleh praktisi teater dan pelaksana Program WLE sebagai naskah yang paling mudah untuk diadaptasi dan diperankan oleh ibu-ibu PEKKA sebagai penerima manfaat dari program WLE dan sekaligus yang akan pertama kali mencoba mementaskan dua naskah tersebut. Menggunakan teater sebagai media penyadaran akan hukum dan hak-hak perempuan tentu saja bukanlah tanpa maksud sama sekali. Teater perempuan merupakan sebuah media yang mencoba lebih meningkatkan pengetahuan akan hak-hak perempuan lewat bahasa yang lebih verbal dibandingkan dengan bahasa penyuluhan hukum konvensional lainnya yang mengandalkan orasi dalam penyampaian pesannya. Menggunakan teater perempuan sebagai media penyadaran bukanlah sebuah inisiatif yang baru sama sekali. Bahkan di Argentina, menggunakan teater perempuan sebagai media penyadaran akan hak-hak perempuan dan hak-hak asasi manusia pada umumnya sudah dimulai sejak tahun 1914 (Salgado, 2006).1 Dengan demikian maka pilihan untuk meretas jalan bagi penggunaan teater perempuan sebagai media penyadaran sudah berada di jalur yang tepat. Tinggal siapa yang akan secara terus menerus tanpa letih untuk mengembangkan dan memperluas media ini. Akhirnya, naskah teater ini lebih ditujukan kepada para fasilitator program dan aktivis pekerja seni di tingkat komunitas untuk mengadaptasi naskah ini bagi upaya penyadaran hak-hak perempuan pada khususnya dan hakhak asasi manusia pada umunya. Selamat mencoba! ______________________________________________________ 1 Maria Antonia Salgado, Staging Feminism: Theatre and Women’s Rights in Argentina (1914-1940). Lihat: http://dc.lib.unc.edu/cdm4/item_viewer.php?CISOROOT=/etd&CISOPTR=62&REC=9 vi Naskah Skenario Panduan Umum Naskah (MANUSCRIPT GUIDANCE) Naskah-naskah yang dipilih dari seleksi atas puluhan naskah sebelumnya ini, selain berisikan tentang plot, latar, perwatakan, dan pemanggungan yang dapat disesuaikan dengan pementasan yang ada di masyarakat, juga mengandung tema dan pesan sosial yang variatif. Ada kisah tentang kehidupan kaum perempuan baik di marjinal di pedesaan atau perkotaan, dari yang mengandung kisah dan konflik hingga berupa adegan-adegan yang di dalamnya berisi dialog tentang realitas persoalan di kalangan kaum perempuan. Tokoh yang dihadirkan pun beragam, mulai dari kisah ibu yang anak perempuannya menjadi korban, mandor yang memperlakukan buruh perempuannya dengan semena-mena, bangsawan desa yang menilai kebahagiaan anaknya dari materi belaka, kisah kawin kontrak, perempuan istri kedua yang kemudian menjadi aktivis, perempuan yang ditinggal oleh suaminya hingga penyadaran tentang pentingnya organisasi yang membela kaum perempuan terhadap kekerasan dari kaum lelaki atau sistem yang patriarkhis terhadap kaum perempuan. Kisah ini memang umum dan bisa saja ada di tengah kehidupan bermasyarakat. Karena itu, di balik kisah di dalam naskah, tema semacam dipentaskan dengan harapan dapat menjadi medium penyadaran buat masyarakat setempat atau pun masyarakat di luar wilayah itu – yang menjadi penontonnya, hingga buat aktor yang terlibat pada pementasan. Teater Perempuan vii Pemilihan naskah-naskah berdasarkan penilaian juri selain melihat kualitas struktural dari mulai sisi intrinsik hingga intrinsik juga melihat kemudahan pementasan itu untuk dilaksanakan di berbagai tempat dan punya misi yang sesuai dengan kehidupan kaum perempuan maupun ibuibu di desa yang akan terlibat pada pementasan ini. Karena itu, panduan yang dibuat dilakukan untuk menyesuaikan naskah yang telah ada dengan praktek pementasan yang akan dilakukan di tiap tempat mulai dari tempat pementasan, dialog pemain, kostum pemain, perangkat panggung, vokal dari tembang hingga lagu tradisi masyarakat setempat hingga musik atau bebunyian yang khas sehingga mempermudah para pemain – yang dominan diperankan oleh para perempuan – ketika akan mementaskan naskah ini. Beberapa panduan pokok dalam menggunakan naskah yang akan dipentaskan oleh masyarakat di tiap daerah, antara lain: 1. Naskah ini bisa dipentaskan dimana pun, bisa di pelataran, di tenda-tenda darurat, di pendapa rumah, juga di panggung. 2. Setting pun bisa diganti tak harus berupa ruanganruangan yang dibuat dari tripleks atau kayu sebagaimana image rumah di panggung pementasan. Bisa diganti dengan kain dan tali, misalnya. Atau menggunakan styrofoam. Juga bahan lain yang ada. 3. Lagu-lagu yang ada pada beberapa naskah pun bisa digantikan dengan lagu-lagu yang ada di daerah tempat pementasan. Berupa lagu rakyat atau tradisi. Alat musik yang dipakai dalam lakon ini merupakan alat musik yang mudah dimainkan dan sesuai dengan konteks di mana lakon ini digelar. Bisa menggunakan lesung, rebana, atau perkakas dapur yang dapat menghasilkan bunyi seperti ember, panci, wajan, dan sebagainya. 4. Aktor yang lelaki dan perempuan di dalam naskah bisa digantikan oleh aktor ibu-ibu yang menjadi sosok lelaki di dalam naskah ini. 5. Nama tokoh yang ada di dalam naskah bisa diubah sesuai dengan nama tokoh yang idiomnya akrab dengan nama masyarakat di daerah tempat pementasan. 6. Naskah yang ada sebenarnya tidak harus dihafal tapi difahami dan dimengerti sehingga spontanitas pengviii Naskah Skenario 7. 8. 9. 10. 11. 12. ucapan tokoh ketika berdialog dapat terasa ketika berpentas. Mentor sebaiknya dapat mensosialisasikan gagasan tentang naskah yang akan diangkat ke pementasan dengan cara menanyakan pada setiap anggota masyarakat yang berminat ikut dalam pementasan itu. Setelah membaca dan memahaminya bisa mengajukan dan mengkritisi tema-tema yang diangkat oleh salah satu naskah. Diskusi antara mentor dan masyarakat yang terlibat dalam pementasan dapat juga mengarahkan pada naskah mana yang akan dipilih untuk dipentaskan. Penonton dapat ikut berpartisipasi dalam pertunjukan, bersorak atau berkomentar atas kejadian di atas panggung. Tata cahaya bisa menggunakan lampu listrik, obor maupun lampu petromaks, sesuai kebutuhan dan keadaan. Kostum dalam pertunjukan ini adalah pakaian seharihari yang biasa dipakai oleh masyarakat setempat. Selain narasi (cerita) di dalam naskah itu, beberapa ada yang mengajukan masalah/wacana/problem sosial yang sebenarnya dapat digubah sesuai dengan kondisi yang ada di masyarakat tersebut. Teater Perempuan ix x Naskah Skenario k o p M a a l l e e L pok L M k o p M a l e L RATNA FITRIANI Panduan Pementasan Kisah ini mengangkat tentang kehidupan seorang perempuan yang kerap gagal dalam menjalin hubungan pernikahan di bawah tangan. Dari tiga lelaki pada masa yang berbeda, dia kerap gagal bahkan mendapatkan seorang anak dari hubungan tiap lelaki itu. Mpok Lela yang kerap ditinggal pergi oleh para ”suami” nya itu, menjadi beban buat kehidupannya. Kisah menghadirkan dialog mulai dari Mpok Lela saat bersama Arman, Jarot – suami kedua Mpok Lela – yang tak mau mengakui si jabang. Cerita yang kerap terjadi di tengah masyarakat yang melanggengkan hubungan pernikahan di bawah tangan itu memperlihatkan bahwa hubungan semacam itu tidak kuat menjadi pegangan buat kehidupan kaum perempuan. Perempuan yang berada di dalam posisi itu kerap dirugikan karena tak mempunyai perlindungan hukum yang kuat untuk menuntut hak-hak mereka. Dalam kisah ini, Mpok Lela akhirnya malah bergantung pada belas kasih Nyai Mu’, sang ibu yang justru memberikan warisan berupa ketrampilan memijat bayi kepada putrinya itu. Panduan Pemanggungan: 1. Dalam pertunjukan model semacam ini sebaiknya pementasan diadakan dengan penonton yang berada di sekeliling pemain. Semacam pementasan tradisional mulai dari ketoprak hingga lenong dimana sutradara, narator, penonton dapat berdialog langsung dan dekat 2 Naskah Skenario 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. dengan para pemainnya. Ini bisa dipentaskan di manapun, bisa di pelataran, di tenda-tenda darurat, di pendapa rumah, juga di panggung. Narator kerap muncul beriring musik yang bisa disesuaikan dengan lokasi dan tradisi yang ada di kalangan penduduk setempat. Karena perjalanan kisah tentang Mpok Lela berlangsung cepat, narator kerap muncul untuk menjelaskan periode waktu di dalam kisah. Peralatan pertunjukan bisa disesuaikan dengan tempat dan kondisi di mana pertunjuk dilaksanakan. Alat musik yang dipakai dalam lakon ini merupakan alat musik yang mudah dimainkan dan sesuai dengan konteks di mana lakon ini digelar. Bisa menggunakan lesung, rebana, atau perkakas dapur yang dapat meng hasilkan bunyi seperti ember, panci, wajan, dan sebagainya. Lagu-lagu dapat menggunakan khasanah lokal agar lebih akrab di telinga penonton. Tata cahaya bisa menggunakan lampu listrik, obor maupun lampu petromaks, sesuai kebutuhan dan keadaan. Kostum dalam pertunjukan ini adalah pakaian seharihari yang biasa dipakai oleh masyarakat setempat. Teater Perempuan 3 Sinopsis Mpok Lela Ketika sebuah perceraian harus terjadi dengan penuh kesewenang-wenangan Ketika perempuan tidak mempunyai pilihan selain menanggung beban penghidupan anak-anak yang terlanjur terlahir Segala daya kemudian coba ia lakukan Bergelut dengan berbagai pekerjaan untuk dapat memberi makan, mengirimkan anak-anak ke sekolah, membeli pakaian dan bisa membawa buah hati setidaknya ke puskesmas kala sakit mendera Pada titik itu, seringkali perempuan tidak lagi mengindahkan kebutuhan dirinya bahkan kerap terlupakan… Sampai kapankah ini akan terjadi? Sampai kita semua terjaga dengan sebuah kesadaran bahwa seorang janda adalah manusia yang memiliki kehormatan dan hak asasi yang sama dengan manusia lainnya Jakarta, Juni 2006 Ratna Fitriani 4 Naskah Skenario Pemain Tokoh utama: MPOK LELA Anak: Anak ke-1, UMAR Anak ke-2, IDA Anak ke-3, ABI Ibu: NYAI MU’ Suami: Suami ke-1, ARMAN Suami ke-2, JAROT Pemain pendukung: laki-laki dewasa: PAMAN 2 orang PENGAMEN 1 orang Perempuan dewasa: BIBI/TANTE 2 orang Anak-anak: 3 orang anak perempuan 2 orang anak laki-laki PEMUSIK: 5 orang pemain musik tradisional SUTRADARA: 1 orang Total Pemain: 23 orang Teater Perempuan 5 Babak I BERANDA RUMAH DI SORE HARI, MPOK LELA, SUAMI DAN DUA ANAKNYA TENGAH DUDUK-DUDUK DI TERAS RUMAH. SEMENTARA ITU DI HALAMAN TAMPAK SEJUMLAH ANAK-ANAK KECIL TENGAH BERMAIN DENGAN RIANGNYA. DUA ANAK PEREMPUAN DAN SATU ANAK LAKI-LAKI TENGAH BERMAIN LOMPAT TALI, DAN SATU ANAK PEREMPUAN BERSAMA SATU ANAK LAKI-LAKI TENGAH BERMAIN KELERENG. Mpok Lela : Mar, besok jangan lupa bayar uang sekolahnya langsung ke bu guru begitu Umar sampai sekolah. Bilang ke Bu Nunung, Ibu minta maaf, baru bayar untuk 2 bulan dulu. Sisanya nanti ibu carikan lagi. Mudah-mudahan minggu depan kita bisa ngelunasin. Umar : Iya bu! Tapi sebetulnya Umar malu, soalnya Ibu Nunung terus-terusan ngumumin nama anak-anak yang belom bayaran. Kata Bu Guru kalo kita nggak cepet bayar, Umar nggak bisa ikut testing. Mpok Lela : Iya Mar.. Ibu ngerti, kamu udah bilang lebih lima kali ke Ibu soal ini. Tapi gimana, Bapak lagi nggak kerja. Ojeknya ditarik sama Bang Mardi karena kita nggak bisa ngasih uang setoran seminggu. Ngandelin upah nyuci Ibu juga nggak cukup. Kamu kan tahu Ida lagi sakit. Dia kan juga perlu diurus… 6 Naskah Skenario Ida : Bu, sakit bu… kepala Ida sakit… Mpok Lela : Iya.. cep-cep.. cep.. Minum obatnya ya… nggak pahit kok… Ibu buatin teh manis nanti…! Bang..! Abang gimana sih… kok diem aja. Lihat anak badannya panas gini, mana yang satu belum bayaran udah 4 bulan..! Kok nggak ada sedih-sedihnya..! Usaha apa kek Bang..! Lela kan nggak enak ama Nyai..! Udah kita masih tinggal bareng sama orang tua, boro-boro bisa ngasih… yang ada malah kita yang disuapin terus! Arman : Iya.. iya..! Gue juga punya mata, punya kuping..! Gue bisa lihat! Bisa denger! Lu nggak usah tereak-tereak gitu di kuping gue..! Lu pikir gue budeg apa..! Mpok Lela : Nah kalo Abang bisa lihat, bisa denger kenapa diem aja..! Usaha apa kek, yang penting halal! Biar bisa bawa Ida ke puskesmas dan ngelunasin tunggakan bayaran seolah si Umar..! Narator : Tiba-tiba muncul dari dalam rumah, Nyai Mu’, ibu Mpok Lela yang dikenal sebagai tukang urut di kampung Mampang-Depok. Keahliannya yang sudah langka membuat nama Nyai Mu’ lumayan kesohor dan mampu menarik banyak pelanggan. Setiap harinya tidak kurang 3-5 orang datang ke rumahnya untuk mendapatkan pertolongan. Mulai dari keseleo, turun bero’ sampe mbenerin posisi orok di perut ibunya, Nyai Mu’ emang ahlinya. Dengan keahliannya inilah praktis Nyai Mu’ menjadi tempat bergantung Mpok Lela. Dan tampaknya hal ini justru dimanfaatkan oleh menantunya untuk bermalas-malasan, karena Arman tahu, Nyai Mu’ akan selalu membantu anaknya. Nah yang begini nih namanya cowok matre..! Teater Perempuan 7 Pemusik : Eh dalang jangan ngasih komentar dong.. melanggar pakem pertunjukan tuhh! Narator : Ye.. elu juga..! Mulut lu nyamber aja ngritik gue..! Denger ya.., dalang kan juga manusia..! Yang punya pendapat sendiri dengan jalannya cerita… Pemusik : Ye… kalau gitu mah jadi pemain aja..! Jangan jadi dalang..! Narator : Nah.., itu dia masalahnya! Menurut sutradara.. gue kurang cocok jadi pemain…! Suara gue terlalu bagus…, jadi lebih baik jadi dalang..! Sutradara : Ya.. sejujurnya sih bukan itu alasannya sebenarnya..! Dia kagak lulus casting jadi pemain… he.. he.. he.. Narator : Ah.. payah juga nih sutradara…! Udah deh.. kita lanjutin ceritanye..! Nyai Mu’ : Eh lu pada ngapaian sih..? Berantem mulu..! malu ama tetangga..! Mendingan juga lu pada siap-siap ke mushola bentar lagi magrib.., pada sholat deh lu yang bener, biar Tuhan kasih jalan supaya rumah tangga lu pada awet…! Heran gue laki-bini kagak ada akurakurnye.., tapi kok bisa punya anak dua..! Arman : Iye.. iye Nyai.., aye pergi dulu deh.. Lagian anak Nyai tuh yang mula-mulain..! Orang laki lagi pusing kagak ada motor bakal narik, bukannya bantuin ngademin pikiran malah nyap-nyap nggak karuan…! Mpok Lela : Ye Abang sendiri yang bikin pusing. Duit setoran ojek malah buat judi, jelas aja Bang Mardi marah dan nggak percaya lagi sama kita. Makanya tuh motor ditarik..! Abang kirakira dong, udah susah malah begaya pake judi 8 Naskah Skenario segala! Buat beli beras aja nggak cukup eh ini malah buat main..! MENDENGAR KELUARGA MPOK LELA RIBUT-RIBUT, ANAK-ANAK YANG TENGAH BERMAIN BUBAR. KEMUDIAN TIBA-TIBA DATANG SEORANG PENGAMEN LENGKAP DENGAN KECREKAN DAN DANDANAN ALA ARTIS TOP SEPERTI DI TV MEMBAWAKAN LAGU DANGDUT MABUK DAN JUDI. Pengamen : Judi lagi… ahh.. judi lagi… Tiap hari… ahh.. pulang pagi.. Kau ajak teman-teman hei pulang ke rumahmu.. Aku jadi malu pada orang tuaku.. ahh! Arman : Eh ini lagi..! Dasar banci sialan..! Lu nyindir gue..! Nambah-nambah panas kuping ..! Sana pergi..! Pengamen : Ye Abang…! Siapa yang nyindir..? Aye tuh nyanyi minta dikasih duit.., bukannya minta diomelin gini..! Mana pake ujan lokal lagi.. ih..! Arman : Eh.. nantangin gue lu..! Disuruh pergi malah nyerocos lagi kayak kaleng rombeng..! Mending suara lu bagus..! Dasar perempuan jadijadian…! Pengamen : Eh Bang.. kalau ngomong ati-ati ye..! Abang boleh ngatain suara aye jelek tapi jangan pernah pernah bilang aye perempuan jadi-jadian…! Itu melanggar Hak Asasi Manusia…! Aye laporin ke Komnas Perempuan.. baru tahu rasa Abang..! Arman : Udah-udah..! Gue lagi berantem ama bini gue..! Lu bikin tambah pusing aje..! Pergi sana..! Gue jadi lupa deh sampe mana berantemnya..! Oh ya., gue inget sekarang..! Eh Lela denger ye..! Lu jangan salahin gue kalau gue kagak pulang-pulang..! Bini apaan lu bisanya marahin laki doang..! Dasar perempuan sialan…!! Teater Perempuan 9 PENGAMEN ITU PERGI DENGAN WAJAH GERAM. TAPI DIA MASIH MENGGERUTU DAN MENGOMEL PANJANG LEBAR KARENA MERASA TERSINGGUNG BERAT DENGAN JULUKAN PEREMPUAN JADI-JADIAN. Nyai Mu’ : Eh Man..! Gue sebetulnya nggak mau ikut campur urusan rumah tangga lu..! Tapi kali ini lu udah kelewat bates..! Pake ngatain anak gue perempuan sialan..! Sebenernya siapa yang sialan..! Lu pikir kita nggak pada tahu siapa lu sebenarnya..? Kita udah tahu kok kalau lu sebetulnya udah punya bini dan anak sebelum nikah ama anak gue..! Cuma kita masih sabar, karena biar bagaimanapun lu bapak dari cucu-cucu gue..! Gue masih berharap rumah tangga ini bisa adem! Dan gue juga nggak mau ngeliat anak gue jadi janda! Tapi kalau begini caranya… terserah dah.., lu mau pergi kagak balik-balik lagi, gue kagak peduli! Lu pikir gue seneng ngeliat Lela jadi babu cuci kesana-kemari..! Untuk ngempanin anak ama laki yang kagak ada pengertiannya..! Arman : Oh jadi Nyai ngusir aye..! Eh denger Lela ye..! Nyai lu sendiri tuh yang ngusir gue..! Jadi jangan salahin kalau gue pergi sekarang juga..! ARMAN PERGI BERGEGAS MEMBAWA TAS KECIL YANG BERISI SEJUMLAH PAKAIAN YANG DIA AMBIL DARI LEMARI DAN MENYANDANG JAKET JINS BULUK DI PUNDAKNYA. Narator : Lela nggak kuasa lagi nahan air matanya. Sebetulnya keinginan bercerai dengan suaminya sudah lama dia tahan demi mempertahankan nama baik keluarga. Dia sadar betul, walaupun orangtuanya bukan orang berkecukupan di kampungnya, tetapi ibu dan bapaknya termasuk orang-orang yang dituakan dan dijadikan tempat bertanya pertama ketika tetangga-tetangga punya masalah. Tapi kali ini 10 Naskah Skenario ketika ibunya sendiri sudah secara jelas menyampaikan apa yang ada di pikirannya.. ia pun menjadi lebih ikhlas menerima nasibnya.. Namun toh biar bagaimanapun juga hati kecilnya berharap masih bisa melanjutkan rumah tangganya bersama Arman, laki-laki yang mengaku bujang dan berhasil menipu mentah dirinya hingga kini mereka mempunyai 2 anak. Lela : Ya Allah Bang..! Abang jangan nyalahin Nyai kayak gitu..! Abang sendiri yang ngomong mau pergi.. Nggak ada Bang di rumah ini yang mau ngusir Abang..! Biar bagaimanapun Abang Laki Lela..! MPOK LELA MASIH BERUSAHA MENAHAN KEPERGIAN SUAMINYA DENGAN MEMEGANGI TANGANNYA. Arman : Udah deh..! Anak sama Emak nggak ada bedanya..! Lu nggak usah nahan gue..! Mendingan lu urus aja anak-anak daripada mikirin gue..! Mpok Lela : Bang..! Ini kan anak kita berdua.. mana bisa Abang minta aye aja yang ngurusin mereka..! Ini amanah Allah Bang.. Kita harus menjaganya bersama..! Arman : Ah nggak usah bawa-bawa nama Allah segala.. Gue emang nggak bisa kok nyukupin kebutuhan lu dan keluarga..! Jadi percuma juga gue disini, cuma jadi beban aja..! Mpok Lela : Justru itu Bang, makanya mari kita berusaha berubah.. sama-sama, aye dan Abang mulai lagi dari nol.. dari awal supaya keluarga kita bahagia.. Arman : Nggak Lela, gue udah nggak tahan.. gue pergi.. gue titip anak-anak. Teater Perempuan 11 ARMAN MELEPASKAN TANGAN LELA DAN BERANJAK PERGI, SEMENTARA UMAR DAN IDA YANG SEDARI TADI MELIHAT PERTENGKARAN ORANG TUANYA MENANGIS HISTERIS SEJADI-JADINYA. Ida : Pak jangan pergi Pak..! Jangan pergi Ida ikut Pak..! Hu.. hu.. Bapak… Bapak…. hu.. hu.. Umar : Umar juga ikut Pak..! Ikut Pak..! Ikut..! Mpok Lela : Bang..! Abang…! Tunggu Bang..! Nyai Mu’ : Udah Lela… biarin aja dulu laki loe pergi.. Mungkin dengan begitu dia baru bisa ngerasa nggak enaknya berjauhan dengan keluarga.. Udah Umar, Ida.. sini sama Nyai.. jangan nangis ya.. Narator : Tanpa terasa dua tahun sudah Arman meninggalkan keluarga. Dengan sendirinya mereka menganggap ikatan perkawinan telah berakhir. Bagi Lela, pernikahannya yang memang dilakukan di bawah tangan pada akhirnya terasa berat karena ia secara hukum, tidak dapat menuntut apapun dari mantan suaminya. Namun ia berusaha tegar, dan berupaya bangkit. Mpok Lela kini bekerja di sebuah salon kecantikan. Kelincahan dan keramahannya dalam bekerja membuat langganan betah berlama-lama jika tengah ditangani olehnya. Ia sudah terampil melakukan creambath, lulur, facial dan juga jadi asisten perias pengantin. Kehidupan ekonominya mulai membaik. Tetapi seiring dengan itu, godaan yang menerpanya juga tak dapat dihindarkannya… Nalurinya sebagai perempuan muda yang jujur saja masih sangat membutuhkan kehadiran laki-laki tak kuasa ia tampik. Ia mulai menjalin hubungan kembali dengan laki-laki, dan salah satunya dapat meluluhkan hatinya hingga ia memberikan segalanya… 12 Naskah Skenario Babak II SORE HARI DI SEBUAH TAMAN PINGGIRAN KOTA. MPOK LELA TENGAH BERJALAN-JALAN DENGAN BANG JAROT KEKASIHNYA DALAM 6 BULAN TERAKHIR INI YANG BEGITU DIPERCAYAINYA. Lela : Bang Jarot… gimana nih.. Lela udah telat 1 bulan.., kayaknya Lela hamil.. Bang… Bang Jarot : Hah…! Apa..! Hamil…? Aduh.. lu gima sih..! Kan gue udah bilang, lu harus hati-hati jangan sampe hamil. Lu kan tahu Lel, hubungan kita nggak mungkin berlanjut ke pernikahan. Gue punya bini, punya anak.. udah gede-gede lagi.. bentar lagi mau mantu..! Lu gimana sih..! Mpok Lela : Abang jangan nyalahin Lela aja dong. Kan waktu itu Lela udah bilang sama Abang, jangan kita lakukan perbuatan itu lagi, tapi Abang yang maksa.. terus-terusan sampe Lela bohong sama Nyai. Bilang ada order ngerias penganten padahal kita nginep berdua di puncak.. Abang jangan mau enaknya aja, tapi nggak mau nanggung resikonya… Bang Jarot : Ah.. rusak deh semuanya…! Udah enak-enak gini kita pacaran..! Eh sekarang gue harus mikiran punya orok lagi…! Kagak deh kagak! Loe cari dukun aja yang mau bantu ngugurin tuh anak..! Teater Perempuan 13 Mpok Lela : Astagfirullah… istigfar Bang istigfar.. Kita nih udah bergelimang dosa… bukannya tobat, malah mau nambah lagi…! Lela nggak setuju Bang..! Lela nggak mau…! Sampai kapan juga Lela nggak akan ngelakuin itu..! Bang Jarot : Terus kalau gitu mau lu apa..? Lu mau diketawain orang sekampung karena lu bunting sementara orang-orang tahu lu tuh janda..! Terserah lu..! Bukan gue kok yang akan diomongin orang. Lagian gue juga nggak yakin kalau itu anak gue.. Mpok Lela : Apa maksud Abang.. nggak yakin..! Abang pikir Lela tidur ama laki-laki lain apa..? Bang Jarot : Lho mana gue tahu…! Langganan salon lu kan banyak.., yang suka ngobrol lama-lama ama lu juga banyak, bukan gue doang.. iye kan..! Mpok Lela : Ya ampun Bang, langganan salon emang banyak.. tapi yang bener-bener berhubungan sejauh ini dengan Lela, cuma Abang doang… Demi Tuhan Bang.. nggak ada laki-laki lain selain Abang sekarang ini dalam hati Lela.. Walaupun Lela menyesal kenapa segitu gampangnya kita ngelakuin itu semua, tapi Lela sadar Bang dan siap menanggung resikonya… Bang tolong Bang nikahin Lela Bang… tolong Bang… jangan bikin malu keluarga Lela Bang… kasihan Nyai Bang… mau ditaro dimana muka ibu Lela.. Narator : Acara jalan-jalan sore itu berubah menjadi pertengkaran besar. Jarot bersikukuh tidak mau bertanggung jawab dan pusing tujuh keliling membayangkan dirinya punya bayi lagi. Namun Mpok Lela terus berusaha dan mengatakan bahwa buat dia, cukuplah sekedar ada status bagi anak yang tengah tumbuh 14 Naskah Skenario dalam rahimnya. Sekali lagi Lela menikah, di bawah tangan, tanpa bulan madu dan mempelai pria yang langsung menghilang beberapa jam begitu akad selesai berlangsung. Sembilan bulan telah berlalu, kini Mpok Lela mempunyai 3 anak yang harus ditanggung dalam hidupnya. Ia kembali menjadi buruh lepas pencuci pakaian, dan satu-satunya tempat ia bersandar untuk mencurahkan isi hati adalah ibunya, Nyai Mu’ yang kini telah beranjak tua dan sakit-sakitan. Teater Perempuan 15 Babak III MALAM HARI DI KAMAR TIDUR IBUNYA, MPOK LELA TENGAH MENUNGGUI NYAI MU’ YANG SEDANG SAKIT KERAS, BERBARING DI RANJANG BESI TUA BERKELAMBU PUTIH DENGAN CAHAYA LAMPU REMANG-REMANG. Nyai Mu’ : Lela, rasanya umur gue udah ngak lama lagi. Gue sebetulnya udah ikhlas untuk pulang menghadap Allah S.W.T. Tapi gue belum bisa tenang kalau inget lu.. (NYAI MU’ MULAI MENANGIS). Kenapa hidup lu susah terus? Kenapa loe selalu dapet suami laki-laki beristri yang bikin beban lu tambah berat..? Gue bukan nggak sayang ama Abi, cucu gue yang paling kecil… Tapi ngeliat bagaimana lu banting tulang untuk bisa ngidupin mereka gue nggak sanggup... Gue belum bisa tenang pergi kalau inget lu La… Mpok Lela : Nyai…jangan ngomong begitu.., Nyai pasti sembuh kok. Nyai nggak pengen emangnya lihat Umar masuk SMP, Ida masuk SD dan Abi mulai belajar jalan. Nyai nggak usah pikiran Lela. Sekarang Lela sadar kok, sebagai perempuan Lela memang harus kuat dan tegas. Lela udah banyak belajar dari pengalaman. Percaya Nyai…, Lela dan anak-anak suatu hari pasti bisa mandiri dan nggak tergantung ama orang lain. Biar pun tiap hari Lela harus nyuci pakaian orang sampe berbak-bak, tapi 16 Naskah Skenario sekarang hati Lela adem. Anak-anak bisa sekolah, bisa jajan dan bisa nabung dikit-dikit buat lebaran. Nyai Mu’ : Bekas laki lu nggak ada yang suka dateng nengokin anaknya..? Mpok Lela : Sebetulnya mereka punya juga keinginan datang Nyi.. tapi katanya nggak kuat nahan malu ama keluarga kita dan tetangga. Kemarin bapaknya Abi ngasih uang 400 ribu. Katanya buat beli susu anaknya. Uangnya Lela tabung Nyi di Mpok Ati yang ngelola tabungan ibu-ibu. Sekalian Lela juga mau nunjukin ke orang-orang, walaupun Lela hidup sendiri, cari makan buat anak-anak tapi masih bisa mikirin masa depan. Nyai Mu’ : Ah syukur deh kalau gitu.., gue jadi rada tenang… hugs.. hugs.. Nanti kalau emang gue nggak ada umur, lu yang pada akur ye ama sodara-sodara lu. Nih rumah boleh loe tempatin bareng adek lu, Midah. Kesian dia juga belom punya rumah sendiri. Kayaknya rumah ini masih cukup luas untuk 2 keluarga. Nyai udah bilang sama abang-abang lu, supaya mereka rela rumah ini gue warisin untuk kalian berdua. Mpok Lela : Tapi Nyi.. apa itu tidak bertentangan dengan ajaran agama…? Ustad bilang bagian waris laki-laki 2 kali besarnya dari bagian perempuan.. Nyai Mu’ : Ah Tuhan juga tahu mana yang lebih perlu, anak laki-laki gue atau anak-anak perempuan gue yang lebih penting mendapatkan dukungan. Gue udah mikir baek-baek. Abangabang lu juga nggak keberatan. Almarhum bapak lu juga punya pikiran yang sama kayak gue. Lu, sama keluarga Midah boleh bagi dua nih rumah dan terserah mau diapain… yang penting ada tempat tinggal buat anak-anak. Hugh.. hugh..! Teater Perempuan 17 NYAI MU’ MULAI BATUK-BATUK LAGI, KALI INI CUKUP PARAH HINGGA MENGELUARKAN DARAH SEGAR Mpok Lela : Ya Allah Nyai… udah.. Nyai jangan kebanyakan ngomong… Tuh kan jadi batuk lagi…! Ya Allah banyak betul Nyai darahnya…! Nyai Mu’ : Nggak apa-apa Lela, gue justru pengen banyak ngomong sebelum gue nggak bisa ngomong lagi selamanya.. Sekarang gue rasanya lebih tenang dan lega… setelah mendengar upaya lu untuk mempersiapkan masa depan anak-anak lu. Gue bangga sama lu La, biarpun lu cuma tukang cuci, tapi lu penuh tanggung jawab dan bahagia dengan keadaan lu sekarang. Percaya La, Tuhan nggak mungkin menguji umatnya di luar batas kemampuannya. Lu yang sabar ya.. yang kuat, karena kita memang harus cukup kuat untuk mampu menghidupi anak-anak kita… Mpok Lela : Lela akan berusaha Nyai.. jadi perempuan kuat kayak Nyai yang terus bisa cari makan untuk keluarga bahkan sampe tua begini. Lela juga bangga sama Nyai..! Tangan Nyai ibarat contoh buat Lela, bahwa kita mampu berusaha sendiri sepanjang kita punya kemauan. Biarpun Lela sekarang cuma tukang cuci, tapi mungkin ini yang terbaik. karena dengan begini Lela bisa kerja dengan tenang dan jauh dari godaan laki-laki.. LELA MENGUSAP RAMBUT IBUNYA, DILETAKKAN KEPALA IBUNYA DI ATAS PANGKUANNYA, SAMBIL MEMEGANGI TANGANNYA DENGAN GELISAH. KEMUDIAN UMAR MASUK, DUDUK DIPINGGIR RANJANG DAN MEMIJIT KAKI NENEKNYA. Nyai Mu’ : La, tolong loe panggilin semua sodara-sodara lu. Kayaknya waktu gue udah deket. Huk.. uhuk.. uhuk (NYAI MU’ BATUK-BATUK 18 Naskah Skenario LAGI) Tapi sebelumnya gue mau kasih tahu, bahwa lu punya bakat untuk jadi tukang urut kayak gue. Sebetulnya belakangan ini kenapa gue terus-terusan minta lu yang mijitin, maksudnya supaya gue bisa ngajarin elu.. titiktitik urat dan persendian yang perlu lu tahu untuk ngobatin orang... hugs.. hugs.. (NYAI BATUK-BATUK LAGI) Mpok Lela : Ya Allah Nyai, begitu besarnya perhatian Nyai ke Lela, sampe sakit-sakit Nyai masih berusaha ngajarin Lela untuk jadi tukang urut.. Mar.. tolong lu panggilin encang dan encing lu.. juga sodara-sodara lu yang lain.. Nyai pengen ketemu semuanya Mar… UMAR BERGEGAS KELUAR DAN MEMANGGIL ANGGOTA KELUARGA LAINNYA. Nyai Mu’ : La, begitulah naluri seorang Ibu. Seorang ibu akan berusaha sampai batas kemampuannya untuk ngebantu anaknya yang susah. Terakhir, gue pesen, lu mulai nyoba keahlian mijit lu ke keluarga sendiri. Percaya La, pelan-pelan orang akan tahu dan dateng nyari lu untuk dipijit. Selebihnya lu harus berusaha polos, berhati bersih dan jangan pamrih kalau ada yang butuh pertolongan lu. Jangan meminta imbalan, kalau mereka memberi lu boleh terima. Tapi pantang lu meminta… Mpok Lela : Iya Nyai… Lela ngerti, sekarang Nyai mau apa..? Nyai Mu’ : Nyai nggak pengen apa-apa.., Nyai cuma pengen semua anak-anak kumpul dan Nyai bisa pergi dengan tenang… SEMUA ANAK NYAI MU’ BERKUMPUL, MEMBIMBING IBUNYA MENGUCAPKAN DUA KALIMAT SYAHADAT DAN NYAI MU’ MENGHEMBUSKAN NAFAS TERAKHIR DENGAN DAMAI. Teater Perempuan 19 Narator : Satu tahun berlalu, kini Mpok Lela telah menata kembali hidupnya. Ia menjalankan pesan terakhir ibunya. Saat ini warga sekitar lebih mengenalnya sebagai tukang urut istimewa dari kampung Mampang. Istimewa karena ia juga bisa memberikan jasa perawatan muka, rambut dan badan secara khusus di rumah pelanggan. Dengan bermodalkan handphone second yang ia beli di stasiun Depok baru, Mpok Lela menjalankan usahanya secara mandiri dengan spesialisasi layanan untuk perempuan dan bayi. Karena walaupun ia yakin mampu menjaga dirinya, tapi ia khawatir statusnya yang sendiri justru membuat laki-laki dan masyarakat berpikir yang tidak karuan. Ia merasa jauh lebih berharga. Karena sambil memberikan layanan biasanya ibu-ibu akan bercerita banyak hal yang membuat pengetahuannya semakin luas. Penghasilannya bertambah, orang yang dikenalnya bertambah, dan yang terpenting rasa percaya dirinya telah bangkit. Ia dapat membayar uang sekolah Umar tepat pada waktunya, membawa anaknya ke puskesmas ketika sakit dan membelikan baju baru untuk 3 anaknya walaupun hanya ketika menjelang hari raya. 20 Naskah Skenario Babak IV MALAM HARI, DI RUANG TAMU SEDERHANA. MPOK LELA TENGAH MENUNGGUI UMAR DAN IDA MEMBUAT PR, SAMBIL BERSENANDUNG MENIDURKAN ABI, ANAKNYA YANG TERKECIL. Mpok Lela : (BERNYANYI DENGAN IRINGAN MUSIK) Sebening embun pagi… sinar matamu… bila ku pandang wajahmu ku sayang padamu…Seindah mutiara.. seputih salju… bila ku pandang wajahmu… permata hatiku… setiap malam tiba.. kau.. dalam pelukanku ku belai.. ku sayang dengan penuh manja… setiap malam tiba… sedang nyenyaklah.. tidurmu… kupandang wajahmu… permata hatiku… mmm mmm… mmm…. mmm.. mmm… Umar : Eh iya bu, hampir Umar lupa.. Tadi Ustad Basri bilang kita dapat bagian jatah santunan dari musholla. Katanya bisa diambil setelah bedug Isya.. sekalian Pak Ustad juga titip salam buat Ibu. Tapi Umar udah jawab, seperti yang Ibu pesen ke kita... bahwa Alhamdulillah keluarga kita dikasih rizki yang cukup, jadi lebih baik santunannya diberikan ke orang yang lebih perlu… Betul kan bu..? Mpok Lela : Bagus kalau Umar udah jawab begitu. Soalnya emang udah semestinya santunan di kasih ke orang yang membutuhkan. Kebanyak Teater Perempuan 21 orang emang gitu Mar, nganggep kita nggak mampu, apalagi seperti ibu yang nggak punya suami. Emang sih maksudnya baek, cuma caranya keliru… Tapi udahlah.. pelan-pelan nanti orang-orang juga paham, kalau kita bukan termasuk orang yang suka minta belas kasihan… Umar : Iya bu, Umar juga ngerasa gitu. Apalagi sekarang Umar udah gede.. Udah bisa ngerti gimana orang nilai keluarga kita. Yang bikin Umar sedih bu, Pak Ustad juga bilang begini.. Mar, Umar mau nggak jadi anak Pak Ustad..? Enak Mar… tiap malam bisa diajarin ngaji.. lebih lama.. Mpok Lela : Terus Umar jawab apa..? Emang sih.. dia juga udah berapa kali ngomong ke Encang lu, katanya mau ngambil ibu untuk jadi istri keempatnya… tapi ibu nggak mau. Encang lu marah, katanya Ibu bego..! Mau dijadiin istri orang kaya kok nggak mau… Tapi untuk sekarang.. Ibu emang belom kepikir nikah lagi… Ibu pengen ngurusin dan memberikan kasih sayang buat 3 anak ibu biar bisa jadi orang yang bijaksana. Umar : Umar sih udah tahu bu…Pak Ustad emang sering titip salam buat Ibu. Cuma Umar nggak mau nyampein.. soalnya Umar nggak mau jadi anaknya… Lagian Pak Ustad anaknya udah banyak, Umar itung-itung semua ada 19..! kalau tambah Umar, Ida dan Abi.. jadi deh 2 kesebelasan sepak bola… he.. he.. he… Pak RT jadi nggak perlu repot-repot cari pemain buat ngadu bola setiap tujuh belasan…! Mpok Lela : Betul juga Mar… lu bisa aja… Udahlah kita nggak usah ngomingin orang! Yang penting sekarang keluarga kita bahagia, dan kita nggak kekurangan apapun.. walaupun semuanya serba sederhana… Ibu akan berusa22 Naskah Skenario ha Mar, mengasihi kalian bertiga hingga akhir hayat. Hidup kita indah banget kan Mar…! sini Ida, .. Umar…peluk Ibu…!!!! UMAR DAN IDA BERLARI KEPELUKAN IBUNYA YANG TENGAH MENGGENDONG ADIK BUNGSU MEREKA. Umar, Ida, : Berpelukan… ha.. ha.. ha… ha..! IBU DAN TIGA ANAKNYA INI TERTAWA BAHAGIA CERITA BERAKHIR DENGAN DISENANDUNGKANNYA LAGU BUNDA OLEH UMAR DAN IDA Ku buka album biru Penuh debu dan tlah usang Kupandangi semua gambar diri Kecil bersih belum ternoda Pikirku pun melayang Dahulu penuh kasih Teringat semua cerita orang tentang riwayatku Kata mereka diriku slalu dimanja Kata mereka diriku slalu ditimang Nada-nada yang indah slalu terurang darinya Tangisan nakal dari bibirku takkan jadi deritanya Tangan halus dan suci tlah menentramkan hati ini Jiwa raga dan seluruh hidup telah dia berikan Kata mereka diriku slalu dimanja Kata mereka diriku slalu ditimang Oh bunda ada dan tiada dirimu kan slalu ada di dalam hatiku Selesai Teater Perempuan 23 BIODATA RATNA FITRIANI (PIPIT) Menyelesaikan studi pada Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Pipit aktif dalam berbagai organisasi gerakan perempuan dan terakhir sejak 2005 mengabdikan dirinya pada Komnas Perempuan sebagai Koordinator Divisi Dokumentasi dan Informasi (2005-2006) serta Koordinator Divisi Partisipasi Publik (2007-sekarang). Sebelumnya, sejak 1999-2004, ia aktif dalam berbagai program dan kegiatan di bawah organisasi Solidaritas Perempuan bekerja sama dengan berbagai lembaga donor dan organisasi internasional seperti UNDP, APWLD dan The Asia Foundation. Tinggal di Perumahan Puri Depok Mas Blok H No.32 RT01/ RW20, Pancoran Mas, Depok, Pipit yang dilahirkan pada tanggal 16 Oktober 1974 memang memiliki ketrampilan di bidang penulisan. Di antara tulisannya adalah: · Mpok Lela, 1st winner Women Script Theater Competition, World Bank-PEKKA, Jakarta, August 2006. · Pundi Perempuan, Buka Mata Buka Hati. Herworld, 158 Edition-2005. · Domestic Violence Break The Silence, Herworld-December 2005. · Pentingnya Keterwakilan Perempuan di Badan Perwakilan Desa, A.P. Murniati & Ratna Fitriani, Solidaritas Perempuan-The Asia Foundation-2004. Kekayaan dari tulisannya didukung oleh pengalaman dalam berbagai workshop dan pelatihan di antaranya: · Script Writing Workshop, TV-Lab, Jakarta-March 2007. · Women’s Leadership Seminar, The National Women’s Education Centre, Tokyo 31 January-11 February 2007. · Narrative Journalism Course, Yayasan Pantau, JakartaJanuary 2007. · Capacity Building for Public Campaign Workshop, Komnas HAM-AusAID, GRM, LDF and Ogilvy, Jakarta-December 2006. 24 Naskah Skenario Teater Perempuan 25 26 Naskah Skenario , h a r umi T g n o t o P “Tum, potongan upah itu punyamu! Kamu harus memintanya! Kamu harus!! Paling tidak kamu harus berani menanyakannya pada Mandor Rohmat!!” ! h a p U rah, i r ! m u h T a p U g g n o t , Po h a r i m u T g n o t o P ! h a p U JONED SURYATMOKO Panduan Pementasan Mandor Rohmat ditampilkan sebagai figur antagonis yang membayar uang buruh dan memotong upah dengan seenaknya dan menimbulkan resah buat para buruh di sana. Isu ini sebenarnya bisa dipindah pada beberapa persoalan sosial di desa antara kelompok yang mengupah dan kelompok yang diupah, kelompok yang tak menghargai hak-hak di kalangan buruh perempuan terhadap pabrik, tuan tanah atau pun pemodal. Kisah yang terkesan cepat dan dinamis dengan setting tempat pembayaran antara Mandor Rohmat dan kepada semua buruhnya – yang didominasi perempuan sehingga cocok untuk diperankan di kalangan ibu-ibu. Tumirah adalah simbol di antara para buruh perempuan yang kerap tak mendapatkan haknya. Dalam cerita ini, perjuangan lewat demonstrasi adalah salah satu pilihan partisipasi politik yang bisa dia lakukan karena mendapatkan dukungan dari kawan pekerja yang lain. Naskah ini juga dapat memancing partisipasi aktif buat para pemain yang juga ikut di dalam sebuah sistem kerja di dalam sebuah perusahaan atau pabrik sehingga dapat mengetahui beberapa cara dan bentuk perjuangan dalam kehidupan sosial mereka. Buat penonton, bahkan pemain, Tumirah memperlihatkan tentang perjuangan dari kelompok lemah pun bisa dilakukan asalkan dengan kehendak kelompok dan kehendak bersama. 28 Naskah Skenario Selain itu, tiap orang berhak berpendapat bila dia didapati dalam situasi tertekan, tekanan yang terjadi pada kelompok rakyat kecil termasuk kelompok perempuan akan mampu menghasilkan perubahan kebijakan bahkan pada seorang mandor dan pemilik pabrik sekali pun. Naskah yang didominasi dialog ini punya hal yang positif yaitu tidak terkesan menggurui karena semua ditempatkan dalam dialog yang cair dan luwes. Buat aktor, ungkapan dari para tokoh tidak panjang-panjang sehingga kesulitan penghapalan bisa dihindarkan. Hanya, dialog antar tokoh yang saling merespon ini sangat membutuhkan kekompakan. Naskah Tumirah juga sangat nyata dalam kehidupan sehingga tidak membutuhkan pakaian yang aneh-aneh dan bermacam-macam. Karena sosok mandor, sosok perempuan pekerja pabrik sangat aneh dan dekat dengan kehidupan sehari-hari. Di dalam pementasan ini, si sutradara atau aktor juga tidak sulit mendapatkan alat perlengkapan panggung seperti alat-alat kerja buruh. Sekali pun begitu, tetap perlu didiskusikan untuk menambah atau mengurangi alat dalam situasi yang memungkinkan. Ini adalah beberapa hal yang bisa dilakukan dalam pementasan untuk Tumirah Potong Upah: 1. Semua pemain, kecuali Mandor Rohmat muncul dengan menyanyikan sebuah lagu gembira sambil berjoget. Lagunya bisa berupa lagu tradisi maupun lagu populer yang dikenal di kalangan masyarakat setempat. Selain itu, sebagai pemain yang membawa peralatan buruh tani seperti sabit atau cangkul bisa memakainya sebagai alat musik pukul sambil ikut berjoget. Peralatan pertunjukan bisa disesuaikan dengan tempat dan kondisi di mana pertunjuk dilaksanakan. 2. Penonton yang tidak membawa alat bisa bertepuk tangan untuk memunculkan suasana ramai dan riang. Sesekali pemain yang bertepuk tangan ini menyalami penonton yang duduk menonton dengan mereka. 3. Setelah beberapa saat, pada akhir lagu pembukaan, semua pemain membeku – diam tak bergerak dalam pose Teater Perempuan 29 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. masing-masing bekerja. Termasuk Tumirah yang mengambil pose agak kelelahan. Akting membeku semacam ini diminta di dalam naskah bisa juga dibaca sebagai simbol tentang posisi buruh sekaligus kepatuhannya. Selain akting Mandor Rohmat yang dominan, akting beku dari tiap pemain setiap berdialog dengan Mandor Rohmat dan kembali bergerak pada momen tertentu terutama ketika uang dibagikan oleh si mandor, dapat menimbulkan efek jenaka buat penonton. Adegan ini memungkinkan juga latar imajiner karena di dalam beberapa adegan, Tumirah yang mengikuti Marni, juga Warsini dan Asih berjalan berlenggok sambil bernyanyi lagu gembira diiringi musik bertalu-talu berjalan dan bercanda sambil mengelilingi panggung dan akhirnya di akhir lagu, Tumirah kembali nampak bersedih dan berkisah tentang masalahnya. Pemain dan pemusik dapat saling berkomunikasi dalam adeganadegan tertentu , untuk menghasilkan suasana pertunjukan yang akrab. Lakon ini bisa dipentaskan di manapun, bisa di pelataran, di tenda-tenda darurat, di pendapa rumah, juga di panggung. Suasana lebih tegang pada akhir pementasan dimana semua pemain berteriak-teriak untuk menuntut upah buruh yang dipotong kepada Mandor Rohmat. Peralatan buruh tani dibawa serta dan mereka membunyikannya, sambil menyanyikan lagu yang memberi semangat. Mereka berjoget menutup pentas. Beberapa pemain dapat menarik penonton ke panggung untuk ikut menyanyi dan berjoget. Penonton dapat ikut berpartisipasi dalam pertunjukan, bersorak atau berkomentar atas kejadian di atas panggung. Alat musik yang dipakai dalam lakon ini merupakan alat musik yang mudah dimainkan dan sesuai dengan konteks di mana lakon ini digelar. Bisa menggunakan berbagai peralatan yang biasa dipakai oleh kaum buruh perempuan di pabrik. 30 Naskah Skenario 11. Lagu-lagu dapat menggunakan khasanah lokal agar lebih akrab di telinga penonton. 12. Tata cahaya bisa menggunakan lampu listrik, obor maupun lampu petromaks, sesuai kebutuhan dan keadaan. 13. Kostum dalam pertunjukan ini adalah pakaian seharihari yang biasa dipakai oleh masyarakat setempat. Teater Perempuan 31 Sinopsis Tumirah, Potong Upah! Tumirah, seorang buruh tani, tidak pernah mengeluh setiap kali Mandor Rohmat memotong upahnya. Hal itu dianggapnya sebagai akibat yang harus ditanggung kalau ia tidak ke sawah karena sedang datang bulan. Masalahnya, Tumirah, anak sulung yang harus menghidupi ibunya (Mak Podang) yang sudah lumpuh kaki kanannya dan dua adiknya itu (Juminah dan Rukminah), sudah pernah memaksakan diri seperti itu tapi malah pingsan saat bekerja. Warsini, salah seorang teman Tumirah mengajak Tumirah untuk menanyakan potongan itu pada Mandor Rohmat. Tapi gadis ini menolak mengingat kerasnya hati Mandor Rohmat. Perempuan lainnya, meskipun menerima upah lebih banyak dari Tumirah namun tetap saja kalah banyak dengan upah para pekerja lelaki. Masalah semakin parah! Mandor Rohmat malah meminta Tumirah jadi istri keduanya. Tumirah menjadi paham. Apa yang dikatakan Warsini benar, paling tidak ia harus berani menanyakan kenapa upahnya dipotong. Hal ini akan membuat Mandor Rohmat tidak meremehkan mereka. Dan yang mereka butuhkan hanya teman. Karena dua orang lebih baik dari satu. Semua orang, akan jauh lebih baik untuk memperjuangkan dan mendapatkan keadilan! Yogya, Juli 2006 Joned Suryatmoko 32 Naskah Skenario Pemain TUMIRAH: perempuan umur 21 tahun, buruh tani, anak sulung Mak Podang ASIH: perempuan umur 30-an tahun, buruh tani WARSINI: perempuan umur 30-an tahun, buruh tani MARNI: perempuan umur 40-an tahun, buruh tani MANDOR ROHMAT: mandor para buruh tani, JUMINAH: adik Tumirah, anak kedua Mak Podang, 18 tahun, masih sekolah RUKMINAH: adik Tumirah, anak bungsu Mak Podang, 16 tahun, masih sekolah MAK PODANG: ibu Tumirah, belum terlalu tua, hampir 50-an, lumpuh kaki kanannya SOLEH: buruk tani, laki-laki 50 tahun CORENG: buruh tani, laki-laki 30 tahun PEKERJA PEREMPUAN yang lain PEKERJA LAKI-LAKI yang lain Total Pemain: 12 orang Teater Perempuan 33 Pembukaan SEMUA PEMAIN, KECUALI MANDOR ROHMAT, MUNCUL DENGAN MENYANYIKAN SEBUAH LAGU GEMBIRA SAMBIL BERJOGET. SEBAGIAN PEMAIN MEMBAWA PERALATAN BURUH TANI SEPERTI SABIT DAN CANGKUL. (Catatan: alat-alat ini bisa dijadikan alat musik pukul mengiringi lagu sambil berjodet). SEMENTARA SEBAGIAN PEMAIN YANG TIDAK MEMBAWA ALAT MEMAINKAN TEPUK TANGAN HINGGA MENJADI IRAMA YANG RAMAI DAN RIANG. SESEKALI PEMAIN YANG BERTEPUK TANGAN INI MENYALAMI PENONTON YANG DUDUK MENONTON MEREKA. SETELAH BEBERAPA SAAT, DI AKHIR LAGU PEMBUKAAN INI, SEMUA PEMAIN BEKU. DIAM TIDAK BERGERAK DALAM POSE MASING-MASING BEKERJA. TERMASUK TUMIRAH, MENGAMBIL POSE AGAK KELELAHAN. MANDOR ROHMAT MUNCUL DENGAN BERSIUL-SIUL, MENGIPAS-NGIPASKAN LEMBARAN UANG YANG MENJADI UPAH PARA BURUH TANI. DI LIHATNYA SEKELILING, LALU Mandor Rohmat Semua : (LANTANG) Kalian pasti senang! Kalian tahu hari apa ini? : (SAMBIL BERGANTI POSE, LALU BEKU KEMBALI) Hari Sabtu! 34 Naskah Skenario Mandor Rohmat Semua Mandor Rohmat Semua Mandor Rohmat : (TERTAWA) Ha…. ha…. jadi kalian tahu ini hari apa. Kalian juga tahu maksudnya? : (SAMBIL BERGANTI POSE, LALU BEKU KEMBALI) Tahu!! : Apa maksudnya? : (SAMBIL BERGANTI POSE, LALU BEKU KEMBALI) Hari ini hari bayaran!!!! : (TERTAWA) Ha, hahah….. Aku sudah menduga, kalian tidak akan melupakan hari bayaran! Baik! Baiklah! Ini upah kalian minggu ini!! MANDOR ROHMAT MENGHITUNG UANG KEMBALI DENGAN CEPAT. SESEKALI JARINYA DIJILATKAN DI LIDAH SUPAYA BISA LEBIH LANCAR MENGHITUNG UANG. LALU IA BERSIAP MEMANGGIL SATU PERSATU!! Mandor Rohmat Soleh Mandor Rohmat : Soleh!! Upah penuh!! : (MENCAIR, DENGAN TERTAWA MENGAMBIL UPAH DARI TANGAN MANDOR ROHMAT) Saya!! Hehehe!!!! (LALU BEKU LAGI DENGAN WAJAH GEMBIRA) : Coreng! Upah penuh!!! Teater Perempuan 35 Coreng Mandor Rohmat Warsini : (MENCAIR, DENGAN TERTAWA MENGAMBIL UPAH DARI TANGAN MANDOR ROHMAT) Saya!! Hehehe!!!! (LALU BEKU LAGI DENGAN WAJAH GEMBIRA) : Warsini!!!! Upah penuh!!! : (MENCAIR, DENGAN TERTAWA MENGAMBIL UPAH DARI TANGAN MANDOR ROHMAT) Saya!! Hehehe!!!! TAPI BEGITU DILIHATNYA UPAH YANG DITERIMANYA, IA TIDAK JADI BEKU!! IA MEMBALIK KE ARAH DENGAN MUKA TIDAK PUAS. Warsini Mandor Rohmat : Mandor! Katanya upah saya penuh! Kok selalu tidak sama dengan upah yang diterima Pak Soleh dan Coreng? Upah yang kemarin juga begini! Bagaimana…. : (MEMBENTAK, MARAH) Hueh!! Diam!! WARSINI LANGSUNG BEKU LAGI DALAM POSE YANG KETAKUTAN! KALIMATNYA TERPOTONG! Mandor Rohmat : Kalau tidak mau ya jangan diterima! Kamu itu perempuan kerjanya lebih ringan dari lakilaki! Jadi jangan cerewet kalau jumlahnya lebih sedikit!!! WARSINI TETAP BEKU. HANYA KEPALANYA SAJA YANG MENGANGGUK-ANGGUK SEPERTI MAINAN ANAK-ANAK!! MANDOR ROHMAT KELIHATAN MEREDA KEMARAHANYA. IA MENERUSKAN MEMBAGIKAN UPAH! 36 Naskah Skenario Mandor Rohmat : Berikutnya! Tumirah, Potong upah!! Semua : Lagi? Upah Tumirah dipotong lagi? TUMIRAH JATUH TERDUDUK. PEMAIN LAIN, KECUALI MANDOR ROHMAT, BERLARIAN MENGELILINGI MANDOR ROHMAT DAN TUMIRAH BEBERAPA KALI SAMBIL MEMBUAT BUNYI-BUNYIAN DARI PERALATAN BURUH TANI YANG DIBAWA SEPERTI TANDA BAHAYA. LALU MEREKA KELUAR. HANYA TINGGAL TUMIRAH DAN MANDOR ROHMAT. LENGANG! Teater Perempuan 37 Bagian 1 MANDOR ROHMAT BERDIRI TEGAK. TUMIRAH MASIH TERDUDUK DI TANAH. SELAMA MANDOR ROHMAT BICARA TUMIRAH PELAN-PELAN BERDIRI SAMBIL TERUS MENUNDUK. Mandor Rohmat Tumirah Mandor Rohmat : Tum, ini untuk kesekian kalinya upahmu terpotong karena kamu tidak bekerja dua hari minggu ini. Kamu paham alasannya kan? Aku sebenarnya juga tidak mau memotong upahmu, tapi kalo kamu tidak masuk, aku tidak bisa berbuat apa-apa!! Tum, kamu dengar kata-kataku? : Saya dengar Mandor!! Saya tidak bisa masuk karena saya lagi dapat! : Dapat? Maksudmu datang bulan? TUMIRAH MENGANGGUK. Mandor Rohmat Tumirah : Yang bekerja di sini dan datang bulan tidak hanya kamu, Tum! Banyak buruh perempuan lain? Tapi kenapa kamu sendiri yang selalu tidak masuk kalau datang bulan? : Saya tidak kuat, Mandor! Saya sudah pernah mencoba bekerja tapi malah pingsan! Jadi saya bolos saja!! 38 Naskah Skenario Mandor Rohmat : (MENGHELA NAFAS PANJANG) Tum, masih untung kamu tidak aku pecat!! Aku tahu kamu itu kerja buat Mak dan dua adikmu! Aku tahu! Meskipun sebenarnya alasanku bukan itu. MANDOR ROHMAT MELIHAT SEKELILING, MENCARI AMAN. LALU, Mandor Rohmat : (AGAK GENIT) Tum, kamu itu masih muda! Masih cantik!!! Aku tidak memecatmu karena…. TIBA-TIBA ASIH, WARSINI DAN MARNI MUNCUL. MEREKA TIDAK TAHU KALAU MANDOR ROHMAT ADA DI DEPAN MEREKA. DENGAN BEGITU WARSINI NAMPAK BERAPI-API MENGUMPATI MANDOR ROHMAT. Warsini : Kalau minggu depan si Mandor itu tetap potong upah buruh perempuan, pasti aku bakalan potong juga dia. Asih : Potong apanya? Warsini : Ya, pokoknya tak potong!! MARNI YANG TIDAK IKUT PEMBICARAN ITU MELIHAT MANDOR ROHMAT. DIA MEMBERI ISYARAT PADA WARSINI. TAPI TERLAMBAT, MANDOR ROHMAT SUDAH MENDENGAR. WARSINI NAMPAK KETAKUTAN. Mandor Rohmat Warsini : Siapa yang mau kamu potong? : (GUGUP..) Eh…. itu rumput di sekitar parit itu kalau tidak dipotong bisa mengganggu! MANDOR ROHMAT MASIH MELOTOT!! WARSINI TAMBAH KETAKUTAN. MARNI SEGARA MENGALIHKAN PERHATIAN. MEMANGGIL TUMIRAH. Teater Perempuan 39 Marni : Eh. .. Tum, kamu di sini! Ayo, pulang! Sudah sore!!! TUMIRAH BERSIAP PERGI. TERLEBIH DULU DILIHATNYA MANDOR ROHMAT, LALU IA MENDEKAT PADA MARNI. MANDOR ROHMAT YANG MASIH SEBAL KELUAR PANGGUNG DENGAN JENGKEL. WARSINI LANGSUNG MENGUMPAT LAGI, Warsini : Kalau tidak ingat aku punya anak, sudah aku sikat Mandor itu!! Asih : Sudah, kamu itu kok masih saja mengumpat. Marni : Jangan cari masalah! Kita pulang saja! Ayo Tum!! TUMIRAH MENGIKUTI MARNI. JUGA WARSINI DAN ASIH. MUSIK BERTALU-TALU LAGI, MEREKA MELENGGAK-LENGGOK SAMBIL BERNYANYI LAGU GEMBIRA SAMBIL BERJALAN DAN BERCANDA MENGELILING PANGGUNG!! DI AKHIR LAGU TUMIRAH NAMPAK SEDIH. 40 Naskah Skenario Bagian 2 SETELAH LAGU SELESAI, Marni : Sudah ya Tum! Kami pulang dulu! Kamu istirahat! Besok kita kerja lagi! Asih : Habis maghrib kalau mau nonton TV, datang saja ke rumahku! Ajak adikmu! TUMIRAH MENGANGGUK SAMBIL MENGELUARKAN UPAH YANG BARU SAJA DITERIMANYA. MARNI, ASIH DAN WARSINI MELIHAT ITU. MEREKA MENUNDA KEPULANGAN DAN MENDEKATI TUMIRAH. Marni : Kamu harus kuat, Tum! Asih : Dulu aku juga tidak kuat kerja kalau lagi datang bulan, Tum! Tapi daripada upahku dipotong, lebih baik aku paksakan diri. Tumirah : Tapi aku sudah mencoba dan malah pingsan. Marni : Tumirah betul! Setiap perempuan lain-lain kalau lagi dapat! Ada yang kuat kaya kamu dan Warsini. Tapi ada yang tidak kuat seperti Tumirah ini! Warsini : Iya! Jangan dipaksakan Tum! Aku ingat waktu kamu pingsan, ya Tuhan, badanmu keringetan semua! Dingin semua!! Aku tahu kamu pasti kesakitan sekali! Teater Perempuan 41 Asih : Tapi kalau Tumirah tidak ke sawah, upahnya akan selalu dipotong kalau kita bayaran! Tiap bulan pasti dia bakalan bolos dua atau tiga hari! Marni : Aku tidak bisa bantu ya Tum! Warsini : Tum, kamu tahu kalau upah buruh seperti kita ini kecil. Di banding buruh laki-laki, buruh perempuan lebih kecil lagi kalau menurut hitungan Mandor Rohmat. Nah, upahmu lebih kecil lagi karena kamu tidak ke sawah kalau datang bulan. Tumirah : Upahku tidak cukup untuk Mak, Juminah dan Rukminah. Aku ingin dua adikku itu sekolah dulu! Kalian tahu Mak tidak bisa kerja lagi semenjak kakinya ketabrak motor. Warsini : Kalau begitu kamu harus minta uang itu. Tum, potongan upah itu punyamu! Kamu harus memintanya. Kamu harus! Paling tidak kamu harus berani menanyakannya pada Mandor Rohmat! Marni : Kamu ini malah menyuruh Tumirah cari perkara! Kalau Mandor Rohmat marah, kamu mau nanggung akibatnya? Asih : Iya, tadi saja kamu ketakutan!! Warsini : Aku ketakutan karena aku tidak punya teman! Kalian kalau diajak menanyakan potongan upah itu pada Mandor Rohmat malah memilih diam! Sampai kapan kita mau begini? Asih : Tapi kalau kita menanyakan ini kita mungkin bisa dipecat. Warsini : Kita tidak pernah tahu kalau tidak mencoba! 42 Naskah Skenario Marni : Lalu kalau ternyata memang kita dipecat? Tumirah : Sudah! Sudah! Aku ikuti saran kalian saja, aku akan menahan sakit! Lebih baik aku ke sawah daripada upahku dipotong! Semoga aku kuat! SEMUA DIAM MENDENGAR KEPUTUSAN TUMIRAH. Warsini : Jaga-jaga kalau kamu berubah pikiran, Tum! Katakan padaku! Aku hanya butuh teman untuk menemui Mandor Rohmat. Dua orang lebih kuat dari satu orang. Semua, lebih kuat lagi! TUMIRAH MENGANGGUK. MARNI, WARSINI DAN ASIH KELUAR. Teater Perempuan 43 Bagian 3 DARI ARAH YANG LAIN MAK PODANG , DAN DUA ADIK TUMIRAH YAKNI JUMINAH DAN RUKMINAH MUNCUL. MAK PODANG MENGGUNAKAN PENYANGGA KAKI KARENA KAKI KANANNYA TIDAK BISA DIGERAKKAN. Mak Podang : Kok mereka tidak mampir, Tum? Tumirah : Mungkin lelah, Mak! Juminah : Tum, wajahmu kok pucat? Perutmu masih sakit? Rukminah : Mungkin Tumirah kelelahan. Setelah mandi kita makan sama-sama Tum! TUMIRAH HANYA DIAM SAJA. IBU DAN KEDUA ADIKNYA SALING PANDANG. Mak Podang : Kenapa Tum? Tumirah : Upahku dipotong lagi Mak! Karena minggu ini aku dua hari tidak masuk. Aku tidak yakin apa uang ini cukup buat makan minggu depan. TUMIRAH MENYERAHKAN UANG PADA MAK PODANG. 44 Naskah Skenario Rukminah : Biar lain kali aku yang gantikan kamu ke sawah kalau kamu datang bulan, Tum! Juminah : Aku juga bisa, Tum! Tumirah : Kalian sekolah saja! Jangan sampai putus! Bulan depan aku sudah putuskan untuk tetap ke sawah. Mak Podang : Tapi kamu pernah pingsan kesakitan, Tum! Tumirah : Mau bagaimana lagi, Mak! Mak Podang : Tum, kamu ini perempuan! Kita perempuan! Semua perempuan diberi halangan seperti ini setiap bulan oleh Yang Memberi Hidup. Ini sudah kodrat. Tapi bukan berarti kita harus menyalahkan kodrat. Ya Tuhan! Tum,apa mandormu tidak pernah mengenal perempuan? Apa dia tidak punya istri? Apa dia tidak punya ibu? Tidakkah dia punya anak perempuan? Kenapa dia tidak bisa memahami halangan itu? Tumirah : Sudah Mak! Doakan saja aku kuat!! Juminah : Nanti aku rebuskan jamu, Tum! Supaya kamu kuat! Rukminah : Aku yang petik di kebun! Kamu harus tambah kuat Tum!! TIBA-TIBA, Mandor Rohmat : Tumirah tidak akan dipotong lagi upahnya! MAK PODANG, JUMINAH DAN RUKMINAH KELUAR. Teater Perempuan 45 Bagian 4 MANDOR ROHMAT SUDAH ADA DI DEKAT TUMIRAH. Mandor Rohmat Tumirah Mandor Rohmat Tumirah : Aku cari kamu kemana-mana! Ternyata kamu sudah di rumah. : Ada perlu apa, Mandor? : Aku tadi belum selesai bicara. Lalu teman-temanmu datang dan kamu pergi! : Apa yang mau Mandor bicarakan? MANDOR ROHMAT DIAM SEBENTAR. DIA CELINGUKAN CARI AMAN. LALU Mandor Rohmat Tumirah Mandor Rohmat : (SEDIKIT GENIT) Aku mau minta maaf Tum! Kamu tahu aku tidak mau memotong upahmu sebenarnya! Tapi itu sudah peraturan! : Saya mengerti kalau itu peraturan! Yang saya tidak mengerti adalah kenapa kami semua harus mematuhi peraturan yang tidak pernah menguntungkan kami? : Apa maksudmu, Tum? Kamu jangan mencari gara-gara! 46 Naskah Skenario Tumirah Mandor Rohmat : Saya tidak mencari gara-gara Mandor! Itu sebabnya saya memilih menahan sakit dan tetap ke sawah kalau nanti datang bulan berikutnya! : Maksudku juga tidak begitu! (DIAM SEJENAK, MEMANDANG SEKELILING SEKALI LAGI. LALU MENCOBA MERAYU) Begini Tum, kedatanganku ke sini untuk menolongmu. Tumirah : Menolong apa? Mandor Rohmat : Kamu tidak harus kerja lagi kalau…. TIBA-TIBA Rukminah : Tum, jamunya sudah aku siapkan! Nanti kamu minum ya? MANDOR ROHMAT NAMPAK SEBAL KARENA PEMBICARAANNYA TERPOTONG. TAPI RUKMINAH YANG LUGU TIDAK PAHAM KALAU MANDOR ROHMAT SEDANG GUSAR. RUKMINAH MALAH MENDEKAT. Rukminah : O…Mandor, belum pulang! Saya kira Tumirah sendirian. MANDOR ROHMAT DIAM. Rukminah : Maaf, saya tidak tahu Mandor!! MANDOR ROHMAT TETAP DIAM, TAPI TERLIHAT SEMAKIN SEBAL!!! Rukminah : Maaf… Mandor Rohmat : Sudah! Sudah! (PADA TUMIRAH) Begini saja Tum! Aku tidak mau muter-muter lagi! Setiap kali mau omong selalu kepotong! Maksud kedatanganku adalah…. Teater Perempuan 47 Rukminah : Saya permisi ke belakang Mandor! Mandor Rohmat : (BERTERIAK) Iya!!!!! Anak kecil! Ini pembicaraan penting!! RUKMINAH KAGET, KELUAR. MANDOR ROHMAT LANGSUNG BERBALIK KE TUMIRAH. Mandor Rohmat Tumirah Mandor Rohmat : Tum, aku mau kamu jadi istriku! : (TERKEJUT) Tapi Mandor sudah beristri. : Baru satu! Kamu yang kedua! Kamu tidak usah kerja, Tum! Aku akan cukupi semua kebutuhanmu!! Tumirah : Saya tidak bisa Mandor Rohmat : Kenapa? Tumirah Mandor Rohmat Tumirah Mandor Rohmat Tumirah : Saya tahu saya punya kesulitan karena upah saya yang terus-terusan kepotong! Saya tidak tahu bagaimana caranya agar upah saya tidak lagi kepotong! Tapi saya tahu, saya akan dapat kesulitan baru kalau saya jadi istri kedua. : Kamu takut dengan istriku? : Jadi biarlah saya mencoba tetap ke sawah kalau bulan depan dapat halangan. : Kamu takut dengan istriku, Tum? : Mungkin saya akan pingsan lagi! Tapi saya tidak akan pernah tahu kalau tidak mencoba. 48 Naskah Skenario Mandor Rohmat : (LEBIH TANDAS LAGI) Tum, kamu takut dengan istriku? TUMIRAH DIAM, MENGINGAT KATA-KATANYA SENDIRI. MANDOR ROHMAT NAMPAK SEMAKIN PENASARAN. Mandor Rohmat Tumirah : Kamu takut dengan istriku? : (DIAM SEJENAK, LALU DENGAN SANGAT TEGAS) Saya hanya takut kalau adik-adik saya tidak bisa melanjutkan sekolah! SUARA PERALATAN BURUH TANI TERDENGAR LAGI! DIPUKUL MENGHENTAK! TUMIRAH KELUAR! Mandor Rohmat : (BERTERIAK) Tumirah, tak tahu diuntung! Upahmu akan selalu kepotong!! TUMIRAH TIDAK PEDULI. MUSIK MENGHENTAK LAGI!! MANDOR ROHMAT KELUAR. Teater Perempuan 49 Penutup WARSINI KELUAR DENGAN SETENGAH BERLARI MENARIK TANGAN TUMIRAH. Warsini : Benar, kamu yakin mau melakukan ini? Tumirah : Paling tidak kita harus menanyakan pada Mandor Rohmat. Kita tidak akan pernah tahu kalau kita tidak mencobanya! Warsini : (TERTAWA SENANG) Sekarang aku punya teman! Tumirah : Kita ajak yang lainnya!!! LALU TUMIRAH DAN WARSINI MENDEKAT PADA PENONTON. Tumirah dan Warsini : Ayo , semua! Kita tanyakan pada Mandor Rohmat, kenapa upah kita dipotong! Ayo! Ayo!!!! LALU SEMUA PEMAIN TERMASUK MANDOR ROHMAT MUNCUL SAMBIL BERTERIAK-TERIAK. Semua : (SERENTAK, BERSAUTAN) Ayo!! AYO!!!!! Ayo!!! PERALATAN BURUH TANI DIBAWA SERTA DAN MEREKA MEMBUNYIKANNYA, SAMBIL MEMBERI LAGU 50 Naskah Skenario YANG MEMBERI SEMANGAT!! MEREKA BERJOGET MENUTUP PENTAS. BEBERAPA PEMAIN MENARIK PENONTON KE PANGGUNG UNTUK IKUT MENYANYI DAN BERJOGET! Selesai Untuk semua semangat & kasih sayang yang telah perempuan berikan Teater Perempuan 51 BIODATA JONED SURYATMOKO Tahun 2003 ia menyutradarai pementasan Kebelet Kawin Lagi?, Produksi Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) di Yogyakarta sebagai kampanye anti-poligami. Di tahun yang sama ia juga menjadi Freelance Consultant untuk pengembangan seni pertunjukan (Youth Program) GTZ Promis NT di Nusa Tenggara Barat. Februari 2004 ia dikirim British Council Indonesia mengikuti Performing Arts Management Seminar di London, United Kingdom. Oktober 2004 s. d Januari 2005 ia mendapatkan beasiswa atas dana Ford Foundation lewat program International Residency (Yayasan KELOLA & Asialink Centre) untuk menekuni teater pengembangan masyarakat (community development) dan lintas bidang (cross-arts) di Melbourne dan Sydney. Di sana ia bergabung dengan The Torch Project dan melakukan pendampingan remaja dan perempuan, baik Aborigin maupun imigran. Dilahirkan di Solo, 21 Maret 1976. Lulusan Ilmu Hubungan Internasional UGM (2000) ini lalu menjadi Manager Produksi Artistik Teater Gardanalla Yogyakarta (sutradara & penulis naskah). Semenjak kuliah aktif di pendampingan teater rakyat (popular theatre) di berbagai kawasan di Yogya dan menjadi Koordinator Umum untuk Institut Teater Rakyat Yogyakarta (ITRY/ 1996 s. d 1999) Ia menulis buku Ayahku Stroke tapi Nggak Mati, Tiga Naskah Drama Remaja Teater Gardanalla (2003-2005) (Galang Press, 2005). Ia juga baru saja memenangi lomba penulisan naskah drama Dewan Kesenian Jawa Timur. 52 Naskah Skenario