BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Apendisitis adalah suatu peradangan pada apendiks, suatu organ W tambahan seperti kantung yang terletak pada bagian inferior dari sekum atau biasanya disebut usus buntu oleh masyarakat. Penyebab yang paling sering KD terjadi dari apendisitis adalah adanya obstruksi lumen oleh feses yang pada akhirnya akan merusak suplai aliran darah dan mengikis mukosa dan akhirnya menyebabkan peradangan atau inflamasi (Pena, 2004). U Apendisitis akut merupakan kasus terbanyak dari akut abdomen. Apendisitis akut ini jarang terjadi pada infant, insidens bertambah sesuai © dengan umur. Insidensi tertinggi terjadi pada kelompok umur 20 – 30 tahun setelah itu menurun. Insidens pada laki – laki dan perempuan umumnya sebanding, namun pada kelompok umur ini insidens laki – laki lebih tinggi (Wim De Jong, 2004). Sementara itu di Amerika Serikat, insiden terbanyak terjadi pada usia 10 – 19 tahun dengan populasi sebanyak 233 / 100.000 orang. Pada usia ini juga lebih banyak terjadi pada laki – laki daripada perempuan (1,4 : 1) (Joel et al, 2009). Apendisitis sering ditunjukan dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai 1 2 maupun tidak disertai rangsangan peritoneum lokal. Gejala apendisitis ialah nyeri samar – samar dan tumpul yang merupakan nyeri visceral di daerah epigastrium di sekitar umbilicus. Keluhan ini sering disertai mual, kadang muntah, dan umumnya nafsu makan menurun. Keluhan klasik yang menonjol adalah adanya nyeri perut di kwadran kanan bawah ( titik Mc. Burney ), akan tetapi tidak semua keluhan nyeri perut di kwadran kanan bawah adalah suatu appendisitis ( Bernard et al., 2000; Field, 1993; Sivit et al., 2001 ). Sepertiga W dari pasien apendisitis tidak memperlihatkan gambaran klinis yang khas. Adanya beberapa penyakit lain yang mempunyai gambaran klinis menyerupai KD appendisitis menyebabkan penegakan diagnosis tidaklah mudah ( Lane et al., 1997; Meschan, 1984; Sivit et al., 2001 ). Terapi definitif penderita apendisitis adalah operasi, yang harus U dikerjakan segera setelah diagnosis ditegakan untuk menghindari timbulnya © komplikasi perforasi atau peritonitis akibat keterlambatan penanganan, sehingga angka kesakitan dan kematian dapat diturunkan. Beberapa penelitian melaporkan bahwa penderita apendisitis yang mendapat terapi operasi apendiktomi ternyata 15 – 25% dari penderita tersebut menunjukkan appendiks yang normal. Tindakan ini sangat merugikan penderita karena apendektomi pada penderita dengan apendiks normal akan meningkatkan angka morbiditas dan menambah biaya perawatan. Di USA setiap tahunnya ditemukan kira – kira 60.000 – 80.000 kasus apendektomi yang dilakukan segera pada anak – anak ( Applegate et al., 2001; Bendeck et al., 2002; Craig, 2005 ). 3 Keterlambatan diagnosis sering terjadi pada anak – anak dan telah dilaporkan sebanyak 57% kasus yang terjadi dalam 6 tahun terakhir berakhir dengan adanya perforasi. Resiko perforasi paling banyak pada usia 1 – 4 tahun yaitu 70 – 75% dibandingkan dengan banyaknya perforasi yang terjadi pada masa remaja, yaitu 10 – 20%. (Sjamsuhidajat, 2005). Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa masih banyak kesalahan diagnosa pada penderita apendisitis berkaitan dengan tanda, gejala W dan pemeriksaan penunjang. Maka, peneliti akan membahas mengenai tanda, gejala beserta hasil pemeriksaan penunjang sebagai pendukung diagnosa untuk menekan terjadinya kesalahan diagnosa penderita KD apendisitis apendisitis di masa mendatang. Perumusan Masalah U I.2 Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, ditemukan rumusan © masalah sebagai berikut “Apakah tanda, gejala, dan pemeriksaan penunjang dapat menjadi prediktor terhadap apendisitis akut dan kronis?” I.3 Tujuan Penelitian I.3.1 Tujuan umum 1. Mengetahui karakteristik penderita apendisitis sebagai prediktor diagnosa apenditis akut maupun kronis. 4 I.3.2 Tujuan khusus 1. Mengetahui karakteristik kelompok usia yang paling banyak dijumpai pada penderita apendisitis di RS Bethesda, Yogyakarta. 2. Mengetahui karakteristik jenis kelamin yang paling banyak dijumpai pada penderita apendisitis akut di RS Bethesda, Yogyakarta. W 3. Mengetahui karakteristik manifestasi klinis yang paling banyak dijumpai pada pasien apendiktomi di RS Bethesda, Yogyakarta. KD 4. Mengetahui karakteristik hasil pemeriksaan penunjang yang paling banyak dijumpai pada pasien apendiktomi di RS Bethesda, Yogyakarta. 5. Mengetahui korelasi tanda dan gejala apendisitis dengan hasil pemeriksaan U penunjang Patologi Anatomi terhadap pasien apendiktomi di RS Bethesda, Yogyakarta. Manfaat Penelitian © I.4 1. Bagi peneliti, untuk menambah wawasan dan pengetahuan dalam penerapan ilmu yang diperoleh semasa perkuliahan. 2. Bagi masyarakat khususnya masyarakat kota Yogyakarta, penelitian ini bermanfaat dalam menyediakan berbagai informasi tentang penyakit apendisitis mulai definisi, faktor penyebab, manifesasi klinis, dan hasil pemeriksaan. 5 I.5 Keaslian Penelitian Penelitian ini merupakan karya sendiri dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar. Terdapat penelitian terdahulu mengenai apendisitis akut, antara lain : PENELITI TEMPAT METODE SUBYEK PARAMETER Marisa Sahara RSU Cross 186 pasien Distribusi penderita Distribusi dan Sleman Sectional korelasi karak- hun 2008 – 2009 teristik penderita berasarkan : usia, Apendisitis akut jenis kelamin, ma- tahun 2008 – nifestasi klinis, dan 2012 berdasar- angka leukosit kan manifestasi W Apendisitis akut ta- U KD PEMBEDA klinis, © pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Bella Silvia RS Temba- Case series 174 pasien Distribusi pen- Distribusi dan Kau Deli PTP derita apendisitis korelasi karak- Nusantara II, (akut dan kronis) teristik penderita Medan tahun 2005 – 2009 Apendisitis akut berdasarkan : tahun 2008 – 6 sosiodemografi, 2012 berdasar- manifestasi klinis, kan manifestasi status komplikasi, klinis, status operasi dan pemeriksaan fi- lama rawat inap sik, dan pemeriksaan penun- W jang. Penelitian ini berjudul Prediktor Apendisitis Akut Ditinjau Dari Tanda, KD Gejala, dan Pemeriksaan Penunjang Terhadap Pasien Apendektomi di Rumah Sakit Bethesda, Yogyakarta. Hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian yang terdahulu adalah variabel yang diteliti, tempat, dan rentang waktu sampel yang U diteliti. Variabel yang akan diteliti pada penelitian ini adalah tanda, gejala, © pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, kemudian dibandingkan dengan hasil pemeriksaan histopatologi. Tempat pelaksanaan penelitian di Yogyakarta dan rentang waktu sampel yang diteliti adalah tahun 2008 sampai 2012.