I. Pendahuluan Beberapa tahun belakangan perlakuan terhadap aset tetap mengalami perkembangan pesat yang dapat terlihat dari revisi-revisi standar yang disusun untuk mengatur aset tetap. Revisi tersebut salah satunya adalah penambahan revaluasi aset tetap sebagai bagian dari metode penilaian terhadap aset tetap. Hal ini dilakukan karena standar International akuntansi/International Financial Reporting Standard (IFRS) disusun berdasarkan pada principle-based dan juga fair value. Selain itu, dalam pelaksanaannya di organsiasi komersial hal ini akan sangat membantu bagi para pengguna laporan keuangan guna mengetahui kondisi aset pada saat sekarang. Indonesia yang mengarah pada penggunaan IFRS oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) telah melakukan revisi standar terkait aset tetap yaitu Pernyataan Standar Akuntansi Keungan (PSAK) 16 tentang Aset Tetap. Aset tetap merupakan aset yang digunakan oleh perusahaan dan tidak dimaksudkan untuk dijual serta diharapkan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun (PSAK nomor 16) adalah salah satu resource penting dari sebuah organisasi. Berdasarkan PSAK nomor 16 (revisi 2007), pengukuran setelah pengakuan awal aset tetap dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode biaya dan metode revaluasi. Penerapan revaluasi aset tetap pada organisasi komersial mulai berlaku umum setelah revaluasi diatur dalam PSAK tahun 2007 sebagai bagian dari proses konvergensi PSAK terhadap IFRS. Revaluasi ini merupakan cara yang dipakai untuk dapat memperoleh nilai sekarang dari aset tetap sehingga informasi yang dihasilkan bisa lebih relevan. Proses perubahan ini merupakan langkah dari 1 2 organisasi sektor privat untuk beralih dari nilai historis kepada nilai wajar (Khususnya yang menggunakan IFRS). Hal ini dikatakan wajar karena dalam penerapannya, IFRS menggunakan principle-based dan fair value sebagai dasar dalam membuat laporan keungan. Hal ini berbeda dengan organisasi sektor publik atau pemerintah dimana pada Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah (PSAP) masih tetap menggunakan nilai historis dalam pelaporan keuangan sehingga untuk penerapan revaluasi pun tidak bisa dilaksanakan karena pada PSAP nomor 7 Tahun 2010 tentang Akuntansi Aset Tetap dijelaskan bahwa revaluasi untuk instansi pemerintahan tidak diperkenankan karena Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) menganut penilaian aset berdasarkan biaya perolehan atau harga pertukaran tetapi penyimpangan terhadap ketentuan ini mungkin dilakukan berdasarkan ketentuan pemerintah yang berlaku secara nasional secara nasional. Berkatian dengan adanya pengecualian dalam melakukan revaluasi aset tetap yang dijelaskan pada PSAP, maka Badan Layanan Umum (BLU) merujuk pada peraturan dapat menerapkan revaluasi aset tetap karena memiliki peraturan yang berlaku secara nasional yang memang memberi kesempatan BLU untuk melaksanakan revaluasi. Peraturan Pemerintah (PP) nomor 23 tahun 2005 menjelaskan bahwa BLU merupakan instansi di lingkungan pemerintah yang difokuskan pada pelayanan kepada masyarakat yang berupa penyediaan barang dan/atau jasa dan tanpa mencari keuntungan. BLU dibentuk supaya dalam pelayanannya terdapat peningkatan efisiensi dan produktivitas dari jenis pelayanan yang diberikan. 3 Berdasarkan pada aturan tersebut maka BLU yang merupakan instansi pemerintah dalam melakukan pengelolaan keuangannya harus disesuaikan dengan standar yang disusun oleh asosiasi profesi akuntansi Indonesia (PP no. 23 Tahun 2005 ps. 26 ayat 2). Dalam ayat selanjutnya jika tidak terdapat standar akuntansi tersebut, maka dapat mengembangkan dan menerapkan sistem akuntansi dengan mengacu pada standar akuntansi yang berlaku sesuai dengan jenis layanannya dan ditetapkan oleh menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya (Ps. 26 ayat 4). Penyesuaian terhadap standar akuntansi yang disusun oleh asosiasi profesi ini memungkinkan BLU untuk melakukan revaluasi aset tetap karena dalam PSAK 16 terdapat pilihan untuk suatu entitas dapat melakukan revaluasi aset tetap sebagai bagian dari metode penilaian aset tetap. Tetapi, BLU harus dengan ada ayat pengecualian selanjutnya maka BLU juga masih bisa menggunakan standar yang lain yang disetujui sehingga penerapan PSAK ini tidak mutlak untuk BLU. Hal ini mengakibatkan adanya sisteam akuntansi yang masih memungkinkan BLU untuk melakukan pelaporan keuangannya sendiri dengan tetap mengedepankan prinsip produktivitas dan efisiensi ala korporasi. Menurut beberapa peneliti tentunya memiliki kendala-kendala yang dihadapi agar dalam penerapan revaluasi harus tepat sesuai dengan cost dan benefit yang diperoleh yang nanti juga bisa digunakan untuk menentukan langkahlangkah dalam melakukan revaluasi sebagai cara untuk mengurangi cost dan/atau meningkatkan benefit. 4 Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti akan melakukan penelitan tentang “Relevansi, Kendala, dan Strategi Revaluasi Aset Tetap Pemerintah pada Badan Layanan Umum.” Perumusan persoalan penelitian adalah apa relevansi, kendala, dan strategi dalam penerapan revaluasi aset tetap pemerintah pada BLU. Sehingga, penelitian ini dapat mengetahui relevansi revaluasi aset tetap pada BLU serta mengidentifikasi kendala-kendalanya dan juga strategi pelaksanaan revaluasi. Penelitian ini dilakukan dengan metode studi literatur atas Laporan keuangan organisasi sektor publik dan BLU, Revaluasi aset tetap, serta strategistrategi revaluasi dari negara-negara yang sudah menerapkannya. Langkahlangkah dalam melakukan analisis ini yaitu pertama mengkomparasi tujaun dan fungsi pelaporan keuangan antara sektor privat dengan BLU, kedua mengkomparasi kendala yang dihadapi dalam penerapan revaluasi antara sektor privat dan sektor publik, ketiga melakukan identifikasi relevansi revaluasi aset tetap terkait dengan tujuan laporan keuangan BLU; dan yang terakhir yaitu melakukan identifikasi strategi penerapan revaluasi aset tetap BLU. Penelitian ini diharapkan dapat menambah kajian Ilmu Akuntansi khususnya Akuntansi Sektor Publik dimana dalam kaitannya dengan akuntansi keuangan dapat membantu untuk mengetahui pengaruh standar untuk BLU. Selain itu terkait dengan akuntansi manajemen dapat membantu dalam meningkatkan tingkat efisiensi dan efektivitas dari layanan yang diberikan oleh BLU. II. Pelaporan Keuangan pada Badan Layanan Umum (BLU) Pelaporan Keuangan pada BLU merupakan komponen yang terpengaruh ketika melakukan revaluasi aset tetap karena aset tetap dapat mencerminkan salah satu kekayaan yang ada pada suatu organisasi sehingga inilah yang menjadi dasar peneliti untuk melakukan pembahasan terkait pelaporan keuangan pada BLU. Sebelum membahas tentang pelaporan keuangan ini, perlu juga untuk mengetahui pengertian dan tujuan serta karakteristik dari pembentukan BLU. Berdasarkan undang-undang (UU) nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, BLU diartikan sebagai instansi dilingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatan didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Didalam pasal 68 UU tersebut dijelaskan bahwa BLU dibentuk untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. BLU sebagai instansi pemerintah dengan tujuan seperti diatas mengharuskan BLU untuk memiliki karakterisitik tersendiri. Karakteristik entitas yang merupakan BLU yaitu (http://www.jdih.bpk.go.id) : 1) Berkedudukan sebagai lembaga pemerintah yang tidak dipisahkan dari kekayaan Negara; 2) Menghasilkan barang dan/atau jasa yang diperlukan masyarakat; 3) Tidak bertujuan mencari laba; 5 6 4) Dikelola secara otonom dengan prinsip efisiensi dan produktivitas ala korporasi; 5) Rencana kerja, anggaran dan pertanggungjawabannya dikonsolidasikan pada instansi induk; 6) Penerimaan baik pendapatan maupun sumbangan dapat digunakan secara langsung; 7) Pegawai dapat terdiri dari pegawai negeri sipil dan bukan pegawai negeri sipil; 8) BLU bukan subjek pajak. Sekalipun BLU dikelola secara otonom dengan prinsip efisiensi dan produktivitas ala korporasi, namun terdapat beberapa karakteristik lainnya yang membedakan pengelolaan keuangan BLU dengan BUMN/BUMD, yaitu: 1) BLU dibentuk untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa; 2) Kekayaan BLU merupakan bagian dari kekayaan negara/daerah yang tidak dipisahkan serta dikelola dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk menyelenggarakan kegiatan BLU yang bersangkutan; 3) Pembinaan BLU instansi pemerintah pusat dilakukan oleh Menteri Keuangan dan pembinaan teknis dilakukan oleh menteri yang bertanggung jawab atas bidang pemerintahan yang bersangkutan; 4) Pembinaan keuangan BLU instansi pemerintah daerah dilakukan oleh pejabat pengelola keuangan daerah dan pembinaan teknis dilakukan oleh kepala 7 satuan kerja perangkat daerah yang bertanggung jawab atas bidang pemerintahan yang bersangkutan; 5) Setiap BLU wajib menyusun rencana kerja dan anggaran tahunan; 6) Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) serta laporan keuangan dan laporan kinerja BLU disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari RKA serta laporan keuangan dan laporan kinerja kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah; 7) Pendapatan yang diperoleh BLU sehubungan dengan jasa layanan yang diberikan merupakan pendapatan negara/daerah; 8) Pendapatan tersebut dapat digunakan langsung untuk membiayai belanja yang bersangkutan; 9) BLU dapat menerima hibah atau sumbangan dari masyarakat atau badan lain. Selain karakteristik diatas, BLU dalam melaksanakan pengelolaan keuangan diatur dalam ketentuan tersendiri yaitu dalam (PP) nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum. Dari pembahasan diatas, BLU dibentuk tidak untuk mencari keuntungan tetapi lebih kepada instansi yang dapat mandiri dan mengelola keuangannya sendiri sesuai dengan prinsip produktivitas dan efisiensi. Sehingga sebagai organisasi yang tujuan utamanya tidak untuk mencari laba maka secara umum tujuan pelaporan keuangannya bisa dikatakan sama dengan tujuan pelaporan keuangan pada organisasi publik secara umum. Dalam praktek pelaporan keuangan BLU yang dianjurkan untuk menggunakan PSAK sebagai standar maka perlu dilihat juga tujuan Laporan keuangan yang ada pada sektor privat. 8 Berdasarkan Kerangka Dasar penyusunan penyajian laporan keuangan PSAK, tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. Pemakai laporan keuangan membutuhkan informasi yang berbeda-beda pula. Kebutuhan ini antara lain yaitu: 1. Investor. Membutuhkan informasi untuk membantu menentukan apakah harus membeli, menahan, atau menjual investasi tersebut. Pemegang saham juga tertarik pada informasi yang memungkinkan mereka untuk menilai kemampuan perusahaan untuk membayar dividen. 2. Karyawan. Tertarik dengan informasi yang memungkinkan mereka untuk menilai kemampuan perusahaan untuk memberikan balas jasa, manfaat pensiun, dan kesempatan kerja. 3. Pemberi Pinjaman. Informasi keuangan memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah pinjaman serta bunganya dapat dibayar pada saat jatuh tempo. 4. Pelanggan. Berkepentingan terhadap informasi kelangsungan hidup perusahaan, terutama kalau mereka terlibat dalam perjanjian jangka panjang. 5. Pemerintah. Informasi keuangan dibutuhkan pemerintah untuk mengatur aktivitas perusahaan, menetapkan kebijakan pajak, dan sebagai dasar untuk menyusun statistik pendapatan nasional dan statistik lainnya. 9 6. Masyarakat. Laporan keuangan dapat membantu masyarkat dengan menyediakan informasi kecenderungan (trend) dan perkembangan terakhir kemakmuran perusahaan serta rangkaian aktivitasnya. Dalam laporan keuangan sektor privat, terdapat karakteristik kualitatif yang membuat informasi dalam laporan keuangan berguna bagi pemakai, yaitu: 1. Dapat dipahami (Understandability); Kualitas penting informasi yang ditampung dalam laporan keuangan adalah kemudahannya untuk segera dapat dipahami oleh pemakai. Untuk maksud ini, pemakai diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai tentang aktivitas ekonomi dan bisnis, akuntansi, serta kemauan untuk mempelajari informasi dengan ketekunan yang wajar. Namun demikian, informasi kompleks yang seharusnya dimasukkan dalam laporan keuangan tidak dapat dikeluarkan hanya atas dasar pertimbangan bahwa informasi tersebut terlalu sulit untuk dapat dipahami oleh pemakai tertentu. 2. Relevan (Relevance); Agar bermanfaat, informasi harus relevan untuk memenuhi kebutuhan pemakai dalam proses pengambilan keputusan. Memilih informasi yang benar-benar sesuai dan dapat membantu pemakai laporan keuangan dalam proses pengambilan keputusan. 3. Keandalan (Reliability); Agar bermanfaat, informasi juga harus andal (reliable). Informasi memiliki kualitas andal jika bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan pemakainya sebagai penyajian yang tulus atau jujur (faithful representation) dari yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar diharapkan dapat disajikan. 10 4. Dapat dibandingkan (Comparability); Pemakai harus dapat memperbandingkan laporan keuangan perusahaan antar periode untuk mengidentifikasi kecenderungan (trend) posisi dan kinerja keuangan. Pemakai juga harus dapat memperbandingkan laporan keuangan antar perusahaan untuk mengevaluasi posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan secara relatif. Oleh karena itu, pengukuran dan penyajian dampak keuangan dari transaksi dan peristiwa lain yang serupa harus dilakukan secara konsisten untuk perusahaan tersebut, antar periode perusahaan yang sama dan untuk perusahaan yang berbeda. Menurut A Statement of Basic Accounting Theory dirumuskan empat tujuan akuntansi sebagai berikut (Harahap: 2011) : 1. Membuat keputusan menyangkut penggunaan kekayaan yang terbatas dan untuk menetapkan tujuan. 2. Mengarahkan dan mengontrol secara efektif sumber daya manusia dan faktor produksi lainnya. 3. Memelihara dan melaporkan pengamanan terhadap kekayaan. 4. Membantu fungsi dan pengawasan sosial. Dalam SAK nomor 1 Tujuan laporan keuangan adalah sebagai berikut: 1. Menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan. 2. Laporan keuangan yang disusun untuk tujuan ini memenuhi kebutuhan bersama sebagian besar pemakai. Namun demikian, laporan keuangan 11 tidak menyediakan semua informasi yang dibutuhkan pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi karena secara umum menggambarkan pengaruh keuangan dari kejadian dimasa lalu, dan tidak diwajibkan untuk menyediakan informasi nonkeuangan. 3. Laporan keuangan juga menunjukan apa yang telah dilakukan manajeman (Stewardship), atau pertanggungjawaban manajemen atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya. Organisasi Sektor Publik memiliki persepsi tersendiri tentang tujuan pelaporan keuangan yang disusun. Tujuan dan fungsi laporan keuangan menurut Mardiasmo (2002) (Deddi Nordiawan: 2010) yaitu: 1) Kepatuhan dan Pengelolaan (compliance and stewardship) Laporan keuangan digunakan untuk memberikan jaminan kepada pengguna laporan keuangan dan pihak otoritas penguasa bahwa pengelolaan sumber daya yang telah dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan peraturan lain yang telah ditetapkan. 2) Akuntabilitas dan Pelaporan Retrospektif (accountability and retrospective reporting) Laporan keuangan yang digunakan untuk memonitor kerja dan mengevaluasi manajemen, memberikan dasar untuk mengamati tren antarkurun waktu, pencapaian atas tujuan yang telah ditetapkan, dan membandingkannya dengan kinerja organisasi lain yang sejenis jika ada. Laporan keuangan juga memungkinkan pihak luar untuk memperoleh informasi biaya atas barang dan jasa yang diterima, serta memungkinkan 12 mereka untuk menilai efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya organisasi. 3) Perencanaan dan Informasi Otorisasi (planning and authorization information) Laporan keuangan berfungsi memberikan dasar perencanaan kebijakan aktivitas dimasa mendatang. Laporan keuangan berfungsi memberikan informasi mengenai otorisasi mengenai penggunaan dana. 4) Kelangsungan Organisasi (viability) Laporan keuangan berfungsi membantu pengguna dalam menentukan apakah organisasi atau unit kerja dapat meneruskan penyediaan barang dan jasa (pelayanan) dimasa mendatang. 5) Hubungan masyarakat (public relation) Laporan keuangan berfungsi memberikan kesempatan kepada organisasi untuk mengemukakan pernyataan atas prestasi yang telah dicapai kepada pengguna yang dipengaruhi karyawan dan masyarakat. Laporan keuangan berfungsi sebagai alat komunikasi dengan public dan pihak-pihak yang berkepentingan 6) Sumber Fakta dan Gambaran (source of fact and figures) Laporan keuangan bertujuan memberikan informasi kepada berbagai kelompok kepentingan yang ingin mengetahui organisasi secara lebih dalam. Selain itu, dalam Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan (Lampiran I.01 PP nomor 71 tahun 2010) paragraf 24 menjelaskan tujuan umum 13 Laporan Keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan selama satu periode pelaporan. Laporan Keuangan terutama digunakan untuk mengetahui kondisi keuangan, mengevaluasi efektivitas dan efisiensi suatu entitas pelaporan, dan membantu menentukan ketaatannya terhadap peraturan perundangundangan. Pada paragraf 25 dijelaskan bahwa pelaporan keuangan selama satu periode dilakukan untuk beberapa kepentingan yaitu: a) Akuntabilitas; Mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada entitas pelaporan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara periodik. b) Manajemen; Membantu para pengguna untuk mengevaluasi pelaksanaan kegiatan suatu entitas pelaporan dalam periode pelaporan sehingga memudahkan fungsi perencanaan, pengelolaan dan pengendalian atas seluruh aset, kewajiban, dan ekuitas pemerintah untuk kepentingan masyarakat. c) Transparansi; Memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggungjawaban pemerintah dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada peraturan perundangundangan. 14 d) Keseimbangan antar generasi (intergenerational equity); Membantu para pengguna dalam mengetahui kecukupan penerimaan pemerintah pada periode pelaporan untuk membiayai seluruh pengeluaran yang dialokasikan dan apakah generasi yang akan datang diasumsikan akan ikut menanggung beban pengeluaran tersebut. e) Evaluasi Kinerja; Mengevaluasi kinerja entitas pelaporan, terutama dalam penggunaan sumber daya ekonomi yang dikelola pemerintah untuk mencapai kinerja yang direncanakan. Untuk memenuhi tujuan-tujuan tersebut, laporan keuangan menyediakan informasi mengenai sumber dan penggunaan sumber daya keuangan/ekonomi, transfer, pembiayaan, sisa lebih/kurang pelaksanaan anggaran, saldo anggaran lebih, surplus/defisit-Laporan Operasional, aset, kewajiban, ekuitas, dan arus kas suatu entitas pelaporan. Laporan keuangan ini juga menurut Indra Bastian (2006) harus dapat menyediakan informasi untuk: 1) Mengindikasikan apakah sumber daya yang ada dapat digunakan secara legal sesuai dengan anggaran yang disahkan (legally adopted budget); dan 2) Mengindikasikan apakah sumber daya yang ada dapat digunakan sesuai persyaratan legal dan kontraktual, termasuk kriteria keuangan yang telah ditetapkan otoritas legislative (appropriate). Tujuan pelaporan keuangan BLU secara umum sama dengan yang ada pada organisasi sektor publik namun dengan kemandirian yang diberikan kepada BLU, maka secara khusus dapat dilihat tujuan pelaporan keuangan BLU seperti pada PMK nomor 76 Tahun 2008. PMK tersebut memberikan pengertian dari 15 Laporan keuangan BLU sebagai bentuk pertanggungjawaban BLU berupa Laporan Realisasi Anggaran/Laporan Operasional, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan. Dalam rangka pertanggungjawaban atas pengelolaan dan kegiatan pelayanannya, BLU harus menyusun dan menyajikan (PMK nomor 76 tahun 2008 pasal 10): a. Laporan Keuangan; dan b. Laporan Kinerja Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada huruf a lebih lanjut dalam pasal 13 PMK nomor 76 tahun 2008 diatur untuk dapat disampaikan secara berjenjang kepada menteri/pimpinan lembaga serta kepada Menteri keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan setiap triwulan, semester, dan tahun. Dalam rangka konsolidasi laporan keuangan, BLU harus melaporkan laporan keuangannya sesuai dengan SAP setiap semester dan tahun (Pasal 14 PMK nomor 76 tahun 2008). BLU juga dituntut untuk melakukan audit terhadap laporan keuangannya oleh satuan pemeriksa intern atau oleh aparat pengawas intern kementrian Negara/lembaga (pasal 15 PMK nomor 76 tahun 2008). Selain diaudit oleh pihak internal, Laporan Keuangan tahunan BLU juga diaudit oleh auditor eksternal. Semua proses diatas menunjukan bahwa dalam pelaporan keuangan, BLU diharapkan terus menyajikan informasi-informasi yang berkualitas terkait dengan bisnisnya dan supaya tetap dapat mengakomodir langkah BLU untuk menjadi baik dalam pelayanan publik dengan mengedepankan prinsip produktif dan efisien sesuai dengan tujuan dari pembentukan BLU itu sendiri. 16 Dalam praktek pelaporan keuangan BLU, terdapat pedoman Akuntansi BLU yang disusun oleh Kementrian Keuangan Republik Indonesia dalam PMK Nomor 76 Tahun 2008 dengan tujuan menjaga dan meningkatkan kualitas dari Laporan Keuangan yang dihasilkan oleh BLU apabila standar akuntansi keuangan yang diterbitkan oleh asosiasi profesi akuntansi Indonesia tidak dapat diterapkan oleh BLU. Dalam Pedoman tersebut, BLU setidak-tidaknya mengembangkan tiga sistem akuntansi yang merupakan sub sistem dari sistem akuntansi BLU yaitu: 1. Sistem Akuntansi Keuangan Sistem ini diartikan sebagai sistem akuntansi yang menghasilkan Laporan Keuangan pokok untuk tujuan umum. Dalam penyajian Laporan Keuangan terdapat tujuan-tujuan yang dijabarkan sebagai berikut: a. Akuntabilitas; mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada BLU dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara periodik. b. Manajemen; membantu para pengguna untuk mengevaluasi pelaksanaan kegiatan suatu BLU dalam periode pelaporan sehingga memudahkan fungsi perencanaan, pengelolaan dan pengendalian atas seluruh penerimaan, pengeluaran, aset, kewajiban, dan ekuitas BLU untuk kepentingan stakeholders. c. Transparansi; memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat berdasakan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas 17 pertanggungjawaban BLU dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepadanya dan ketaatannya kepada peraturan perundangundangan. Laporan keuangan BLU dibuat dengan dua tujuan yang pertama untuk pelaporan kepada pengguna umum laporan keungan BLU dalam hal ini stakeholders, yaitu pihak-pihak yang berhubungan dan memiliki kepentingan dengan BLU, disusun sesuai dengan SAK. Sedangkan, yang digunakan untuk kepentingan konsolidasi Laporan Keuangan BLU dengan Kementerian Negara/lembaga disusun sesuai dengan SAP. 2. Sistem Akuntansi Aset Tetap Sistem Akuntansi Aset Tetap menghasilkan laporan tentang aset tetap untuk keperluan manajemen aset. Sistem ini menyajikan informasi tentang jenis, kuantitas, nilai, mutasi, dan kondisi aset tetap milik BLU ataupun bukan milik BLU tetapi berada dalam pengelolaan BLU. Pengembangan sistem ini diserahkan sepenuhnya kepada BLU yang bersangkutan. Namun demikian, BLU dapat menggunakan sistem yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan seperti Sistem Akuntansi Barang Milik Negara (SABMN) 3. Sistem Akuntansi Biaya BLU mengembangkan sistem akuntansi biaya yang menghasilkan informasi tentang harga pokok produksi, biaya satuan (unit cost) per unit layanan, dan evaluasi varian. Sistem akuntansi biaya berguna dalam perencanaan dan pengendalian, pengambilan keputusan, dan perhitungan tarif layanan. 18 III. Revaluasi Aset Tetap Berdasarkan PSAK nomor 16, aset tetap diartikan sebagai aset berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dengan dibangun lebih dulu, yang digunakan dalam operasi perusahaan, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun. Pada lingkungan pemerintahan, berdasarkan PSAP nomor 7 tahun 2010, aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan, atau dimaksudkan untuk digunakan, dalam kegiatan pemerintahan atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum. Lebih lanjut PSAP nomor 7 paragraf 5 dijelaskan bahwa aset tetap sering merupakan suatu bagian utama aset pemerintah, dan karenanya signifikan dalam penyajian neraca. Dalam penilaian aset tetap, ditemukan bahwa nilai perolehan aset tetap kadang tidak sesuai dengan nilai pasar yang ada maka, PSAK 16 revisi 2007 menambahkan satu metode untuk pengukuran setelah pengakuan awal aset tetap yaitu revaluasi. Revaluasi aset tetap dapat diartikan sebagai penilaian kembali aset tetap yang dilakukan karena tidak lagi mencerminkan nilai yang sesungguhnya. Adanya perubahan nilai dari aset tetap berwujud selama umur penggunaan aset tersebut merupakan salah satu alasan dilakukan revaluasi aset tetap. Perubahan ini bisa disebabkan perkembangan moneter nasional atau international sehingga mengakibatkan tidak sesuainya lagi antara catatan historis dengan harga-harga yang berlaku. Selain itu, dasar pemikiran dari perlunya dilakukan revaluasi aset tetap adalah adanya holding gain yakni keuntungan yang diperoleh perusahaan 19 atas dimilikinya aset tertentu sebagai akibat kenaikan nilai komparatif dari aset tersebut atau bisa juga karena adanya perkembangan harga (Apriyanti : 2002). Dalam melihat revaluasi aset tetap, tentunya tidak lepas dari nilai wajar atau fair value karena revaluasi dilakukan untuk menyesuaikan nilai buku aset tetap dengan nilai yang ada saat ini (fair value). Zhai (2007: 6) mengatakan bahwa nilai aset tetap lebih relevan dinilai ulang sesuai dengan fair value daripada hanya menggunakan biaya historis, karena revaluasi aset memberikan investor informasi yang relevan yang tidak dapat disediakan dengan cara lain (biaya historis). Terdapat beberapa alasan bagi perusahaan untuk menerapkan revaluasi dan salah satunya yaitu dengan menggunakan kenaikan nilai akibat revalusi untuk melakukan penghematan dana dalam bisnis dan kenaikan nilai akibat revaluasi dapat memungkinkan perusahaan untuk mendapat pinjaman yang lebih besar. Dana-dana penghematan dan juga pinjaman dapat menjadi alat untuk pengembangan cash flow perusahaan dan juga dapat digunakan untuk investasi kedepan. Oleh karena itu, menjadi potensial untuk meningkatkan kesempatan perusahaan untuk memperoleh kinerja operasi yang lebih baik. Revaluasi aset tetap juga dapat memberikan investor informasi yang sangat berguna untuk dapat memprediksi dividen yang akan diterima, karena nilai yang direvaluasi akan menjadi sangat relevan bagi investor yang dapat digunakan sebagai dasar untuk memprediksi kemampuan distribusi arus operasi, yang secara tidak langsung menjelaskan potensi pembayaran dividen. Revaluasi tidak selamanya menyebabkan kenaikan nilai aset tetap tetapi juga dapat menyebabkan penurunan nilai aset tetap. Dengan adanya kenaikan dan 20 penurunan dari revaluasi aset tetap maka dalam penerapannya revaluasi aset tetap memiliki tahapan yang harus dipenuhi sesuai dengan aturan yang ada. Dalam PSAK 16 revisi 2007 dijelaskan bahwa apabila suatu entitas memilih metode revaluasi, maka entitas tersebut harus menilai kembali aset tetapnya secara berkala sesuai dengan nilai wajar pasar dan jika suatu aset tetap direvaluasi maka kelompok aset yang sama harus direvaluasi dimana menurut Manna dan Fahri (2009: 4) perlakuan ini bertujuan untuk menghindari perlakuan revaluasi secara selektif dan bercampurnya biaya perolehan dan nilai lainnya pada saat yang berbeda-beda. Revaluasi umumnya dilakukan dengan melihat nilai wajar sebagai dasar revaluasi namun jika tidak terdapat nilai wajar maka menurut paragraf 33 PSAK 16 (revisi 2007), dapat dilakukan estimasi nilai wajar menggunakan pendekatan penghasilan atau biaya pengganti yang telah disusutkan. Jika perbedaan nilai dari aset tetap yang direvaluasi material atau signifikan maka revaluasi aset tetap perlu dilakukan setiap tahun, dan jika tidak material/signifikan revaluasi bisa dilakukan setiap 3 atau 5 tahun sekali. Dalam penerapan metode Revaluasi aset tetap menurut PSAK nomor 16 (revisi 2007) paragraph 31sampai 45 terdapat beberapa hal yang harus dilakukan yaitu: • Setelah diakui sebagai suatu aktiva, suatu aktiva tetap yang nilai wajarnya dapat diukur secara andal harus dicatat pada jumlah revaluasian, yaitu nilai wajar pada tanggal revaluasi dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai yang terjadi setelah tanggal revaluasi. 21 • Revaluasi harus dilakukan dengan keteraturan yang cukup reguler untuk memastikan bahwa jumlah tercatat tidak berbeda secara material dari jumlah yang ditentukan dengan menggunakan nilai wajar pada tanggal Neraca. • Jika suatu aktiva tetap direvaluasi, maka seluruh aktiva tetap dalam kelompok yang sama harus direvaluasi. • Hasil revaluasian aktiva akan dibuku: a) Jika jumlah tercatat aktiva meningkat akibat revaluasi kenaikan tersebut langsung dikreditkan ke ekuitas pada bagian surplus revaluasi. Namun, kenaikan tersebut harus diakui dalam Laporan Laba Rugi hingga sebesar jumlah penurunan nilai aktiva akibat revaluasi yang pernah diakui sebelumnya dalam Laporan Laba Rugi. b) Jika jumlah tercatat aktiva turun akibat revaluasi, penurunan tersebut diakui dalam Laporan Laba Rugi. Namun, penurunan nilai akibat revaluasi tersebut langsung dikurangkan/didebit ke ekuitas pada bagian surplus revaluasi selama penurunan tersebut tidak melebihi saldo kredit surplus revaluasi aktiva tersebut. Sebagian surplus revaluasi aset tetap yang telah disajikan dalam ekuitas dapat dipindahkan ke saldo laba sejalan dengan penggunaan aset oleh entitas atau secara langsung sekaligus ke saldo laba pada saat aset tersebut dihentikan pengakuannya. Selain ketentuan pada PSAK, metode revaluasi aset tetap juga diatur dalam aturan pemerintah untuk tujuan perpajakan. Sesuai dengan Peraturan 22 Menteri Keuangan (PMK) nomor 79 tahun 2008 pasal 3 ayat (1), penilaian aktiva tetap perusahaan dapat dilakukan terhadap: a. Berwujud, termasuk tanah yang berstatus hak milik atau hak guna bangunan; b. Seluruh aktiva berwujud tidak termasuk tanah, yang terletak atau berada di Indonesia, dimiliki, dan dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak. Pelaksanaan penilaian kembali (revaluasi) aset tetap menurut PMK ini tidak dapat dilakukan kembali sebelum lewat jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak penilaian kembali aset tetap perusahaan terakhir. Lebih lanjut dalam pasal 4 ayat (1) revaluasi aktiva tetap perusahaan harus dilakukan berdasarkan nilai pasar atau nilai wajar aktiva tetap tersebut yang berlaku pada saat penilaian kembali aktiva tetap yang ditetapkan oleh perusahaan jasa penilai atau ahli penilai, yang memperoleh izin dari pemerintah. Revaluasi aset tetap yang dilakukan dengan berdasarkan pada PMK maupun PSAK dalam prakteknya seringkali menemui kendala-kendala terkait dengan penerapannya. Kendala umum yang sering dihadapi oleh pemerintah dalam penerapan revaluasi aset tetap ini adalah masalah besarnya biaya untuk menggunakan jasa appraisal dalam melakukan penilaian. International Public Sector Accounting Standard Board (IPSASB) didalam study 14-3e tentang Transition to the Accrual Basis of Accounting: Guidance for Public Sector Entities hal. 124 mengakui terdapat masalah biaya dalam melakukan penilaian karena menggunakan jasa eksternal untuk menilai aset pemerintah. Masalah biaya 23 juga dihadapi oleh sektor privat dimana berdasarkan hasil survey di Inggris yang dilakukan oleh The Institute of Chartered Accountants tahun 2005 yang menyimpulkan bahwa hanya 4 % dari Perusahaan-perusahaan Uni Eropa yang menggunakan metode revaluasi untuk bangunan, tetapi tidak menggunakan untuk aset lain, dan hanya 28% dari perusahaan-perusahaan Uni Eropa dengan investasi pada property yang menggunakan nilai wajar (revaluasi) untuk aset yang dimilikinya (Sururi: 2011). Hal ini berarti untuk mengatasi masalah biaya ini berdasarkan survey tersebut bisa dilakukan dengan pengklasifian aset tetap yang akan direvaluasi maupun yang tidak direvaluasi. Selain itu, untuk mengatasi masalah biaya tersebut, IPSASB dalam studi yang sama menemukan bahwa penggunaan pihak internal untuk melakukan penilaian merupakan solusi yang dianjurkan untuk dilakukan. Namun, penggunaan pihak internal ini diharapkan memiliki hasil yang sama dengan yang dilakukan oleh pihak penilai profesional/pihak eksternal yang qualified. Sehingga dari tuntutan ini menimbulkan masalah lain yaitu rendahnya kompetensi staff internal. Untuk mengatasi masalah ini dapat dilakukan dengan mengikutkan staf internal dalam pelatihan yang dilakukan oleh pihak-pihak atau instansi yang memiliki kompeten juga supaya penilaian yang dilakukan memiliki kualitas yang sama dengan pihak eksternal. IV. Relevansi Revaluasi Aset Tetap pemerintah pada BLU Dalam melihat relevansi revaluasi aset tetap pemerintah pada BLU ini, terdapat tiga konsep yang akan dibahas disesuaikan dengan tujuan pelaporan keuangan yaitu akuntabilitas, manajemen, dan transparansi. 24 1. Akuntabilitas Berdasarkan prinsip tata kelola BLU yang dijelaskan dalam Permendagri nomor 61 tahun 2007 akuntabilitas merupakan kejelasan fungsi, struktur, sistem yang dipercayakan pada BLU agar pengelolaannya dapat dipertanggungjawabkan. Berdasarkan prinsip ini, terdapat tiga hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan akuntabilitas yaitu dengan meningkatkan kejelasan fungsi, struktur, dan sistem. Kejelasan fungsi yang dimaksud adalah lebih kepada kompetensi SDM yang dimiliki. Dalam Asas good corporate governance yang diterbitkan oleh KPK (www.kpk.go.id) disebutkan bahwa semua karyawan harus mempunyai kompetensi sesuai tugas, dan tanggungjawabnya. Jika ditinjau dari aspek kejelasan fungsi, maka untuk meningkatkan kualiatas pelaporan keuangannya harus dilakukan peningkatan kompentensi dari setiap unsur atau organ dari BLU. Peningkatan kompetensi ini tidak dapat dilihat kaitannya dengan aset tetap. Revaluasi aset tetap yang tujuannya untuk melihat nilai wajar aset tetap tidak akan mempengaruhi tingkat kompetensi dari SDM yang dimilliki oleh BLU. Hal kedua yang perlu dilihat yaitu terkait dengan kejelasan struktur. Stuktur dalam hal ini lebih mengarah pada uraian tugas dan peta organisasi. Uraian tugas ini harus ditetapkan bersamaan dengan tanggungjawab dari masing-masing unsur secara jelas dan selaras dengan visi, misi (KPK). Penetapan uraian tugas yang dilakukan akan berpengaruh pada struktur organsasi BLU karena tanggung jawab masing-masing 25 uraian tugas ini berbeda satu dengan yang lain. Dari aspek kejelasan struktur dalam peningkatan akuntabilitas, BLU diharapkan mempunyai unsur uraian tugas yang jelas serta pembagian kerja yang jelas pula. Unsur uraian tugas ini, lebih mengarah pada pembagian tugas dari tiap komponen yang ada dalam entitas sehinggga pencapaian tugas dapat dilakukan dengan lebih efisien. Pembagian tugas ini juga bisa diartikan dengan pengelompokan SDM sesuai dengan kompotensi yang dimiliki sehingga pelaksanaan bisa berjalan dengan baik. Revaluasi aset tetap yang dilakukan tidak akan mempengaruhi keputusan untuk melakukan uraian tugas karena dampak revaluasi lebih kepada perubahan nilai aset tetap sedangkan uraian tugas berkaitan dengan SDM yang dimiliki. Hal ketiga yang dilihat yaitu dalam kaitannya dengan sistem. Bedasarkan artikel tentang Akuntabilitas (http://www.scribd.com) dijelaskan dan bahwa Good dalam Governance pelaksanaan akuntabilitas dilingkungan pemerintahan perlu diperhatikan suatu sistem yang dapat menjamin penggunaan sumber daya secara “konsisten” dengan peraturan perundangan yang berlaku. Dalam kaitan dengan sistem, akuntabilitas lebih dinilai dengan konsistensi sistem dari penggunaan sumber daya. Konsistensi sistem tidak terpengaruh oleh metode akuntansi yang digunakan karena hal yang penting dari sistem ini yaitu konsistensi dari penggunaan sistem yang ada. Metode akuntansi apapun yang digunakan jika dilakukan dengan konsisten maka akuntabilitas dari suatu Laporan keuangan ini bisa dinilai baik. 26 Dari ketiga unsur diatas, dalam peningkatan akuntabilitas laporan keuangan, BLU tidak harus melakukan revaluasi karena dari segi akuntabilitas ini lebih terkait dengan sumber daya manusia serta konsistensi dari suatu sistem yang digunakan. Revaluasi aset tetap dilakukan untuk mendapatkan nilai wajar aset tetap yang dimiliki. Nilai wajar dari suatu aset tidak akan berpengaruh pada sumber daya manusia dimiliki serta juga pada sistem akuntansi yang dipakai. Sehingga secara jelas berdasarkan pada unsur-unsur ini, maka penerapan revaluasi aset tetap tidak akan berdampak pada peningkatan akuntabilitas BLU. 2. Manajemen Dilihat dari pengertian aspek manjamen seperti yang dijelaskan sebelumnya, maka laporan keuangan diharapkan dapat digunakan untuk mengevaluasi pelaksanaan kegiatan dari BLU selama suatu periode tertentu. Evaluasi ini berkaitan dengan fungsi perencanaan, pengelolaan, dan pengendalian atas penerimaan, pengeluaran, aset, kewajiban, dan ekuitas. Dalam pelaksanaan manajemen, nilai wajar aset menjadi penting karena terkait dengan pengambilan keputusan ataupun kebijakan yang dikeluarkan terkait penggunaan dari sumber daya yang dimiliki. Tujuan dan sasaran manajemen aset tetap adalah mencapai kecocokan atau kesesuaian sebaik mungkin antara keberadaan aset dengan strategi entitas secara efektif dan efisien, mencakup siklus hidup aset sejak perencanaan dan penganggaran hingga pembinaan, pengawasan dan pengendalian serta pengaturan risiko dan biaya yang terkait selama siklus hidup aset (Indriani 27 : 2012). Kesusuaian keberadaan aset dengan strategi entitas secara efektif dan efisien menjadi menarik untuk dilihat terkait dengan manajemen aset. Manajemen aset tetap ini merupakan sebuah langkah manajerial yang harus dilakukan oleh manajemen entitas saat ini dalam merencanakan, mengelola, mengevaluasi kinerja aset entitas secara efektif dalam upaya peningkatan nilai yang akan memberikan kontribusi pada penggunaan kapital, nilai ekonomi sumber daya, produktivitas dan kualitas (Indriani : 2007). Dalam mengevaluasi dirasa perlu menggunakan nilai wajar karena suatu aset akan lebih relevan jika dinilai ulang sesuai dengan nilai wajar karena akan memberikan informasi yang lebih relevan yang tidak disediakan oleh biaya historis (Zhai : 2007). Berdasarkan pandangan ini, maka revaluasi aset tetap perlu diterapkan sehingga informasi yang dihasilkan lebih relevan terkait dengan manajemen aset. Revaluasi aset tetap dilakukan karena nilai aset yang ada sekarang tidak mencerminkan nilai sebenarnya (Apriyanti: 2002). Nilai sekarang akan berpengaruh dalam melihat kesesuaian keberadaan aset seperti yang dikemukakan Indriani diatas. Sehingga dengan memiliki nilai sekarang akan lebih meningkatkan efisensi dan efektivitas dari manajemen aset. peningkatan ketiga unsur perencanaan, pengelolaan, dan pengendalian yang merupakan bagian dari manajemen aset, akan membuat tujuan laporan keuangan akan meningkat juga sehingga revaluasi aset tetap pemerintah pada BLU ini akan relevan untuk diterapkan. 3. Transparansi 28 Transparansi disini mengandung unsur terbuka dan jujur dimana semua organisasi baik itu sektor publik maupun sektor privat dituntut untuk transparan dalam menyajikan laporan keungan. Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan informasi dari semua komponen pengguna laporan keuangan. BLU yang merupakan instansi pemerintah harus secara terbuka dalam mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya kepada masyarakat (Dewan Perwakilan) yang ingin mengetahui kebijakan yang diambil terkait dengan pengelolaan sumber daya. Dalam Asas Good Corporate Govenrance (KPK) dijelaskan prinsip dasar dari transparansi yaitu untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, informasi yang dihasilkan harus material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Sesuai dengan prinsip dasar ini, BLU dalam pelaporan keuangannya harus memberikan informasi yang mudah diakses dan dipahami. Terkait dengan hal ini, penerapan revaluasi tidak menjadi hal yang berpengaruh karena untuk memperoleh informasi yang mudah diakses dan dipahami, nilai wajar aset tetap tidak bisa dijadikan patokan apakah aset itu mudah diakses atau dipahami. Selain itu, walaupun BLU sudah dianjurkan untuk menggunakan PSAK sebagai standar laporan keuangannya, tetap saja BLU merupakan instansi pemerintah yang tidak ditujukan untuk go public tetapi hanya untuk dapat mengelola keuangannya secara mandiri dimana pendapatan yang diterima masih merupakan pendapatan negara bukan pendapatan BLU itu sendiri sehingga 29 penerapan revaluasi aset tetap untuk peningkatan nilai dari instansi tersebut dirasa tidak relevan. Disamping itu, BLU juga merupakan instansi pemerintah yang dalam pelaksanaannya harus tetap mengemukakan transaparansi dalam segala aspek sehingga dengan ada atau tidaknya revaluasi aset tetap prinsip transparansi harus tetap dilaksanakan dan terus ditingkatkan dengan alasan semua aset yang dikelola merupakan aset negara yang sumber pembiayaannya berasal dari raktyat. Berdasarkan kajian diatas, revaluasi aset tetap menjadi relevan untuk diterapkan pada BLU karena revaluasi aset tetap memiliki dampak pada peningkatan aspek manajemen laporan keuangan dimana dengan mengetahui nilai wajar dari aset tetap maka fungsi perencanaan, pengelolaan dan pengendalian aset dapat dilakukan dengan lebih baik sehingga berdasarkan kondisi yang sebenarnya ini dapat mendukung pengguna untuk memberikan evaluasi yang baik terkait fungsi-fungsi yang ada tadi. V. Strategi Revaluasi Aset Tetap Didalam pelaksanaan penilaian terhadap aset, International Public Sector Accounting Standar Board (IPSASB) telah membuat pedoman untuk menjawab masalah yang dihadapi oleh sektor publik secara international seperti pada Transition to the Accrual Basis of Accounting: Guidance for Public Sector Entities dimana dijelaskan beberapa langkah dalam melakukan penilaian aset, yaitu: • Membuat atau mengembangkan kebijakan penilaian, termasuk metode penilaian untuk setiap klasifikasi aset. 30 • Memutuskan kapan aset didalam klasifikasi tersebut harus dinilai ulang, • Menyiapkan instruksi untuk penilai seperti: Berkaitan dengan instruksi yang diberikan kepada pihak penilai yaitu seperti: a. Meminta untuk menentukan kelengkapan dari daftar aset yang diberikan; b. Meminta penilai untuk menyajikan nilai dan umur penggunaan dari setiap aset. c. Menggunakan batas kapitalisasi yang relatif cukup rendah untuk penilaian dan menerapkan batas ini dengan nilai-nilai bruto. Batas yang digunakan dalam daftar aset mungkin bisa lebih tinggi, namun data data ini cukup untuk membuat keputusan penilai. d. Menjelaskan tentang kapan penilaian yang dilakukan itu menyertakan atau tidak menyertakan pajak yang relevan. e. Menyatakan manakah pedomanan penilaian professional yang berlaku atau dapat digunakan. • Mengumpulkan informasi yang diminta oleh penilai, • Memilih penilai, dan • Melakukan tinjauan manajemen penilai. Di beberapa negara yang telah menerapkan revaluasi aset tetap memiliki panduan yang digunakan untuk pelaksanaan revaluasi. Seperti pada Kanada oleh Public Sector Accounting Board (PSAB) Canada tahun 2007 (www.psab-ccsp.ca) 31 menambahkan beberapa tahapan yang dikembangkan/ditambahkan dari IPSASB dalam melakukan penilaian terhadap kondisi aset, yaitu: • Identifikasi dan kuantifikasi semua infrastruktur • Mengumpulkan informasi terkait dengan umur, lokasi fisik, material dari infrastruktur • Menetapkan kondisi infrastruktur saat itu • Menetapkan pembaruan dan penggantian, berdasarkan life-cycle cost. • Mengembangkan sistem untuk menyusun informasi Selain Kanada, ada juga negara Australia yang telah mengatur pelaksanaan revaluasi. Peraturan yang digunakan antara lain Accounting Standard 1041 tahun 2001 dan juga Guidance Note:Fair Value Asset Valuation Methodologies for Victorian Local Government. Pemerintah Victoria khususnya dalam Guidance Note (2004) menjelaskan bahwa sebelum melakukan penerapan penggunaan fair value, diadakan diskusi untuk menentukan klasifikasi aset yang akan tetap menggunakan biaya historis dan yang menggunakan nilai wajar. Hal ini dilakukan berdasarkan ketentuan yang telah disusun sebelumnya oleh Australian Accounting Standard Board (AASB). Dalam aturan ini pemerintah Victoria membuat pembedaan atau klasifikasi aset dengan panduannya masing-masing. Klasifikasi ini antara lain: Penilaian Tanah, Penilaian Bangunan, penilaian Bangunan Umum, penilaian Bangunan Khusus, penilaian tanah,dll. Didalam AASB 1041 diatur tentang Revaluasi non-current Asset dijelaskan bahwa terdapat batasan-batasan dalam pelaksanaan revaluasi. Revaluasi menurut standard ini tidak diperkenankan untuk financial Asset, 32 Persediaan, Aset Moneter, goodwill, Investasi dalam persekutuan dan bunga dari entitas joint venture yang menggunakan akuntansi metode ekuitas. Selain aturan yang ada tadi, ada juga Asset Revaluation Policy yang dikeluarkan oleh pemerintah Australia. Kebijakan Revaluasi ini disusun untuk menyediakan suatu kerangka dari pelaksanaan revaluasi. Kerangka kerja ini digunakan untuk meyakinkan bahwa revaluasi yang dilaksanakan keteraturan yang cukup sehingga dapat meyakinkan nilai tercatat aset itu tidak berbeda secara material dari nilai wajar yang digunakan pada tanggal Laporan keuangan. Peraturan yang dibuat ini menjadi penting dalam penerapan revaluasi untuk organisasi sektor publik karena dengan jelas dapat melihat batasan-batasan dan juga hal-hal yang harus dilakukan. Selain itu, peraturan ini dapat membantu staf internal organisasi sektor publik untuk tetap bekerja pada koridor yang benar jika revaluasi aset tetap dilakukan oleh staf internal. Tahapan penyusunan peraturan merupakan salah satu langkah yang memang disarankan oleh IASB seperti yang dijelaskan sebelumnya karena kebijakan tentang penilaian ini menjadi hal yang sangat penting. Di Indonesia, penilaian aset tetap sebenarnya bukan merupakan hal yang baru karena pada saat penyusunan neraca awal pemerintah, sudah disusun beberapa langkah untuk menentukan nilai awal aset yang dimiliki. Langkah ini kemudian disusun dalam buletin teknis Standar Akuntansi Pemerintah (Bultek SAP) nomor 1 tentang penyusunan neraca awal bab VI. Di dalam Bultek tersebut aset pemerintah kemudian diklasifikasi kedalam beberapa jenis, yaitu: tanah; 33 gedung dan bangunan; jalan, irigasi, dan jaringan; Aset tetap lainnya; Konstruksi dalam pengerjaan. Penilaian untuk tanah ditentukan sesuai dengan nilai wajar yang merupakan harga perolehan tanah tersebut setelah dibeli setahun atau kurang dari tanggal neraca. Namun, jika tanah diperoleh lebih dari tanggal neraca awal, maka ditentukan dengan menggunakan rata-rata harga jual antar pihak independen disekitar tanggal neraca untuk jenis tanah yang sama diwilayah yang sama. Apabila nilai diatas tidak tersedia, maka transaksi antar pihak independen dapat mewakili harga pasar. Jika nilai pasar ini tidak ada maka, dapat digunakan nilai jual objek pajak (NJOP) terakhir dan jika terdapat alasan untuk tidak menggunakan NJOP maka dapat digunakan nilai dari pihak appraisal sebagai nilai tanah saat itu. Semua dasar penilaian yang digunakan harus diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Klasifikasi aset yang berikut adalah gedung dan bangunan. Dalam melakukan penilaian ditentukan berdasarkan nilai wajar. Jika nilai wajar ini tidak tersedia maka akan ditentukan dengan menggunakan NJOP terakhir dan pada pelaksanaannya terdapat alasan untuk tidak menggunakan NJOP, maka dapat digunakan nilai dari tim appraisal sebagai dasar. Teknik penilaian yang sama juga diterapkan pada peralatan dan mesin. Dalam penilaian terhadap Jalan, Irigasi, dan Jaringan yang dibangun oleh pemerintah serta dikuasai oleh pemerintah dan dalam kondisi siap digunakan, dilakukan dengan menggunakan pihak appraisal untuk menentukan nilai wajar 34 dengan menggunakan standar atau perhitungan teknis dari instansi yang berwenang yang diterbitkan setahun atau kurang dari tanggal neraca. Ada juga aset tetap lainnya yang dapat berupa koleksi perpustakaan/buku dan barang bercorak seni/budaya/olahraga. Dalam penyusunan neraca awal, aset tetap lainnya dinilai berdasarkan nilai wajar jika aset tersebut dibeli pada tanggal neraca. Klasifikasi aset yang terakhir yaitu konstruksi dalam pengerjaan (KDP) yang mencakup aset tetap yang sedang dalam proses pembangunan, yang pada tanggal neraca belum selesai dibangun. Untuk keperluan penyusunan neraca awal, dokumen sumber untuk mencatat nilai KDP ini adalah akumulasi seluruh nilai Surat Perintah Membayar yang telah dikeluarkan untuk aset tetap yang bersangkutan sampai dengan tanggal neraca. Dari klasifikasi aset tetap yang disusun oleh komite standar akuntansi pemerintah (KSAP) dilihat bahwa dalam melakukan penilaian pada umumnya strategi yang digunakan yaitu dengan memaksimalkan terlebih dulu staf internal yang dimiliki yang kemudian jika pilihan ini tidak memungkinkan baru menggunakan pihak eksternal. Ada juga aset tetap tertentu seperti Jalan, Irigasi, dan Jaringan yang dalam penilaian langsung menggunakan appraisial namun tetap dengan berdasarkan panduan teknis yang telah disusun oleh pemerintah. BLU yang dalam penerapan revaluasi aset tetap yang relevan terkait dengan aspek manajemen maka terdapat beberapa tahapan yang dapat dikembangkan terkait berdasarkan pada strategi-strategi yang telah dikaji diatas. Langkah-langkah yang mingkin diterapkan oleh BLU antara lain: 35 7. Melakukan klasifikasi aset, 8. Membuat dan/atau mengembangkan kebijakan penilaian, termasuk metode penilaian untuk setiap klasifikasi aset, 9. Mengumpulkan informasi terkait dengan umur, lokasi fisik, material dari infrastruktur, 10. Menetapkan kondisi infrastruktur saat itu, 11. Melakukan penilaian; Terkait dengan tahapan ini, BLU dapat menggunakan tahapan: a. Menggunakan NJOP terakhir sebagai nilai sekarang dari aset tetap b. Jika terdapat alasan untuk tidak menggunakan NJOP maka dapat digunakan dengan nilai dari perusahaan jasa penilai resmi atau tim penilai yang kompeten (appraisal). 12. Melakukan tinjauan manajemen terkait dengan penilaian yang dilakukan. Dalam kaitannya dengan pelaporan keuangan, manajemen tetap memiliki tanggung jawab terkait akurasi dari penilaian, bahkan ketika dinilai oleh pihak penilai eksternal. Sebelum dimasukan dalam daftar aset, manajemen perlu untuk meninjau ulang kelengkapan dan kewajaran aset itu. Keterangan 1. Tujuan dan Fungsi Laporan Keuangan Sektor Publik 36 Literatur Pelaporan keuangan sektor privat bermanfaat bagi pengambilan keputusan ekonomi oleh (SAK nomor 1 tahun 2010): 1. Investor: Memungkinkan untuk menilai kemampuan perusahaan membayar dividen. 2. Karyawan: menilai kemampuan perusahaan untuk memberikan balas jasa. 3. Pemberi Pinjiaman: Memungkinkan untuk memutuskan apakah pinjaman serta bunganya dapat dibayar saat jatuh tempo. 4. Pelanggan: Berkaitan dengan informasi kelangsungan hidup perusahaan, terutama kalau mereka terlibat perjanjian jangka panjang. 5. Pemerintah: Informasi keuangan dibutuhkan untuk mengatur aktivitas perusahaan, menetapkan kebijakan, dan sebagi dasar penyusunan BLU sebagai Sektor Publik Bagi BLU pelaporan keuangan berkepentingan kepada stakeholdersnya dalam hal ini DPR sebagai perwakilan masyarakat dan instansi induk dari BLU tekait dengan: a. Manajemen: Membantu pengguna mengevaluasi kegiatan BLUdalam periode berjalan terkait dengan fungsi perencanaan, pengelolaan, dan pengendalian atas penerimaan, pengeluaran, aset, kewajiban, dan ekuitas BLU. b. Akuntabilitas: Mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada BLU c. Transparansi: Memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat. Analisis Dalam tujuan laporan keuangan, BLU sebagai sektor publik mempunyai tujuan yang berbeda dengan yang dimiliki oleh sektor privat karena dari sisi stakeholder yang dimiliki sektor publik memiliki tanggung jawab kepada masyarakat untuk melaporakan manajemen terkait penilaian kemampuan mengelola SDA yang dimiliki dengan efektif dan efisien serta dapat melakukan pertanggungjawaban kepada pihak stakeholder terkait dengan akuntabilitas dan memberikan informasi yang terbuka dan jujur. 6. 2. Relevansi Revaluasi Aset Tetap a. b. c. 3. Kendala Revaluasi Aset Tetap 4. Strategi Revaluasi Aset tetap statistic pendapatan nasional dan statistic lainnya. Masyarakat: memantu masyarakat untuk menilai trend dan perkembangan terakhir kemakmuran perusahaan serta rangkaian aktivitasnya. Peningkatan Pada holding gain Terdapat Peningkatan pada aspek aset yang dimiliki perusahaan manajemen. Dalam hal ini manajemen Peningkatan terhadap aset tetap. penghematan dana. Membantu dalam melakukan pinjaman dana kepada kreditor. Kendala yang dihadapi oleh sektor privat yaitu: 1. Besarnya biaya yang dihadapi dalam melakukan revaluasi. Kendala yang dihadapi bagi sektor publik: 1. Besarnya Biaya dalam melakukan revaluasi. 2. Rendahnya kompetensi Sumber Daya Manusia yang dimiliki. - IPSASB – Transition to Accrual Basis of Accounting. Strategi yang diterapkan yaitu: Dari Relevansi revaluasi aset tetap yang dimiliki BLU, lebih mengarah pada peningkatan manajemen hal ini yang difokuskan untuk meningkatkan pengelolaan aset yang dimiliki dengan lebih efektif dan efisien. Kendala yang dihadapi dalam penerapan sektor publik maupun sektor privat dapat dikatakan sama yaitu masalah besarnya biaya. Namun, bagi sektor publik ditembah satu masalah lagi yaitu kompetensi sumber daya manusia yang dimiliki karena pada umumnya sumber daya sektor publik yang dimiliki tidak difokuskan untuk pelaksanaan revaluasi aset tetap. Strategi yang diterapkan oleh BLU dapat mengadaptasi dari langkah-langkah yang diterapkan 37 a. Membuat atau mengembangkan kebijakan penilaian b. Memutuskan kapan aset didalam klasifikasi harus dinilai ulang c. Menyiapkan instruksi penilai d. Mengumpulkan informasi yang diminta penilai e. Memilih penilai f. Melakukan tinjauan manajemen terhadap penilaian. - Canada-Public Sector Accounting Board: dari yang disusun oleh IPSASB Canada menambahkan beberapa langkah yaitu: 1. Identifikasi dan kuantifikasi semua infrastuktur; 2. Mengumpulkan Informasi terkait dengan umur, lokasi fisik, material dari infrastruktur; 3. Menetapkan kondisi infrastruktur saat itu; 4. Menetapkan pembaruan dan penggantian, berdasarkan life-cycle cost; 5. Mengembangkan sistem untuk menyusun informasi. - Australia-Guidance note: Fair value asset valuation methodologies for oleh Negara lain dan juga dari Bultek SAP sesuai dengan aspek manajemen yang terpengaruh sehingga strateginya antara lain:lain: 1. Melakukan klasifikasi aset, 2. Membuat dan/atau mengembangkan kebijakan penilaian, termasuk metode penilaian untuk setiap klasifikasi aset, 3. Mengumpulkan informasi terkait dengan umur, lokasi fisik, material dari infrastruktur, 4. Menetapkan kondisi infrastruktur saat itu, 5. Melakukan penilaian; Terkait dengan tahapan ini, BLU dapat menggunakan tahapan: a. Menggunakan NJOP terakhir sebagai nilai sekarang dari aset tetap b. Jika terdapat alasan untuk tidak menggunakan NJOP maka dapat digunakan dengan nilai dari perusahaan jasa penilai resmi atau tim penilai yang kompeten (appraisal). 6. Melakukan tinjauan manajemen 38 Victorian Local Government Dijelaskan bahwa sebelum melakukan penerapan penggunaan fair value, diadakan diskusi untuk menentukan klasifikasi aset yang akan tetap menggunakan biaya historis dan menggunakan nilai wajar. - AASB 1041: Terdapat batasan-batasan dalam melakukan revaluasi aset tetap yaitu tidak diperkenankan untuk aset financial, persediaan, aset moneter, goodwill, investasi dalam persekutuan dan bunga dari entitas joint venture yang menggunakan akuntansi metode ekuitas. - BulTek SAP nomor 1 (2010): a. Penilaian atas tanah: 1. Ditentukan sesuai dengan nilai wajar diperoleh dari harga pembelian setahun atau kurang dari tanggal neraca; 2. Jika diperoleh lebih dari tanggal neraca maka gunakan rata-rata harga jual dari pihak independen disekitar tanggal neraca; 3. Apabila tidak tersedia maka gunakan transaksi antar pihak independen; terkait dengan penilaian yang dilakukan. Dalam kaitannya dengan pelaporan keuangan, manajemen tetap memiliki tanggung jawab terkait akurasi dari penilaian, bahkan ketika dinilai oleh pihak penilai eksternal. Sebelum dimasukan dalam daftar aset, manajemen perlu untuk meninjau ulang kelengkapan dan kewajaran aset itu. 39 40 4. Jika tidak ada nilai pasar, gunakan NJOP terakhir; dan 5. Jika ada alasan untuk tidak gunakan NJOP maka gunakan pihak appraisal untuk menilai. b. Penilaian Atas Gedung dan Bangunan: 1. Penilaian ditentukan berdasarkan nilai wajar; 2. Jika tidak ada, gunakan NJOP terakhir sebagai dasar; dan 3. Jika ada alasan untuk tidak gunakan NJOP, maka gunakan pihak appraisal untuk menilai. c. Jalan, irigasi, dan jaringan yang dibangun pemerintah dan dikuasai pemerintah ditentukan nilai wajarnya dengan menggunakan pihak appraisial untuk melakukan penilaian. Aset Tetap Lainnya; Dalam penyusunan neraca awal, dinilai berdasarkan nilai wajar jika aset tersebut dibeli pada tanggal neraca. IV. Kesimpulan dan Saran Untuk penerapan revaluasi aset tetap terdapat dua kendala utama yang dihadapi, yaitu masalah besarnya biaya untuk menyewa jasa appraisal yang melakukan revaluasi aset tetap dan kurangnya kompetensi Sumber Daya Manusia yang dimiliki instansi untuk melakukan penilaian aset. Masalah biaya kemudian berdasarkan Studi yang dilakukan oleh IPSASB dapat diatasi dengan menggunakan staff internal yang kompeten untuk melakukan revaluasi. Terkait dengan staf internal ini maka timbul masalah yang kedua yaitu rendahnya kompetensi sumber daya manusia sehingga untuk pelaksanaannya staf internal perlu untuk diberikan pelatihan terkait dengan teknik-teknik penilaian aset tetap agar dapat memberikan penilaian aset baik dan tidak berbeda dengan yang dihasilkan oleh perusahaan appraisal. Dalam penerapaan revaluasi aset tetap pemerintah pada BLU, terdapat tingkat relevansi yang kecil karena melakukan revaluasi aset tetap hanya akan memberikan dampak pada peningkatan aspek manajemen aset tetap. Dengan mengetahui nilai wajar aset tetap maka fungsi perencanaan, pengelolaan dan pengendalian aset dapat dilakukan dengan lebih baik sehingga dapat mendukung pengguna untuk memberikan evaluasi yang baik terkait fungsi perencanaan, pengelolaan dan pengendalian dari aset tetap. Aspek lain dari tujaun Laporan Keuangan BLU yakni akuntabilitas dan transparansi tidak akan berdampak jika revaluasi aset tetap dilakukan. Terkait dengan penerapan aspek manajemen ini, maka ada terdapat beberapa strategi yang harus dilakukan yang diambil, yaitu 41 klasifikasi aset, 42 membuat dan/atau mengembangkan kebijakan penilaian, mengumpulkan informasi terkait infrastruktur , menetapkan kondisi infrastruktur, melakukan penilaian, dan yang terakhir adalah melakukan tinjauan manajemen terkait dengan penilaian yang dilakukan. Dengan dampak terhadap aspek manajemen maka dalam penerapannya, manajemen memiliki kewenangan untuk melakukan pengelolaan manajemen terhadap aset ini. Sehingga strategi revaluasi aset tetap ini dapat dilimpahkan untuk manajemen melakukannya karena disatu sisi BLU juga diberi kebebasan untuk melakukan pengelolaan terhadap aset yang dimiliki. Berdasarkan kajian revaluasi aset tetap dimana terkait pelaporan keuangannya memiliki tingkat relevansi yang rendah sehingga dari kajian penelitanan ini, maka BLU harus mempertimbangkan lagi untuk menggunakan SAP sebagai standar karena saat ini PSAP juga telah berbasis akrual. dimana dapat membantu BLU untuk terus melakukan pelayanan publik dengan tetap mengedepankan prinsip produktivitas dan efisiensi. Disamping itu, dalam pelaporan keuangan, BLU dituntut membuat dua laporan keuangan dengan dua standar yang berbeda yaitu SAK dan SAP sehingga dapat lebih efisien bagi BLU untuk membuat laporan keuangannya. Penelit selanjutnya dapat melakukan kajian terkait dengan pengaruh penerapan SAK terhadap pelaporan keuangan BLU sebagai instansi pemerintah dan juga perbandingan penerapan SAK dengan SAP sebagai standar untuk pelaporan keuangan BLU. Daftar Pustaka Australian Accounting Standard Board. 2001. Revaluation of Non-Current Assets. http://www.aasb.gov.au/admin/file/content102/c3/AASB1041_0701.pdf. 26 Mei 2012 Anomim, 2011. Akuntabilitas dan Good Governance. http://www.scribd.com/doc/43938946/Bab-7-Akuntabilitas-Dan-GoodGovernance. 22 Juni 2012. Aprianti, Susy, 2002, “Tinjauan Relevansi Aktiva Tetap Menurut Pajak serta Pengaruhnya terhadap laba kena pajak perusahaan ‘X’”. http://digilib.petra.ac.id/viewer.php?submit.x=0&submit.y=0&submit=p rev&page=25&qual=high&submitval=prev&fname=%2Fjiunkpe%2Fs1 %2Feakt%2F2002%2Fjiunkpe-ns-s1-2002-32496103-163-revaluasichapter2.pdf. 23 Februari 2012 Bastian, Indra, 2006, Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar, Erlangga, Jakarta. ____________ 2008, Akuntansi Kesehatan, Erlangga, Jakarta. BPKP, 2007, Akuntabilitas Instansi Pemerintah edisi kelima, Pusadiklat Pengawasan BPKP. Buletin Teknis Standar Akuntansi Pemerintah Nomor 1 Tahun 2010 tentang Penyusunan Neraca Awal Pemerintah Pusat. Department Of Sustainability and Environment. 2004. Guidance Note: Fair Value Asset Valuation Methodologies for Victorian Local Governments. Victoria.http://www.dpcd.vic.gov.au/__data/assets/pdf_file/0003/38181/ 0706-01FairValueAsset.pdf. 26 Mei 2012 Harahap, Sofyan Syarif, 2011, Teori Akuntansi Edisi Revisi-11, Rajawali Pera, Jakarta. Indriani, Agnes. 2012. ”Pentingnya Melakukan Manajemen Aset tetap”. http://www.jtanzilco.com/main/index.php/component/content/article/1kap-news/483-pentingnyamelakukanmanajemenasettetap. 22 Juni 2012. International Federation of Accountants. 2011. Transition to the Accrual Basis of Accounting: Guidance for Local Government Entites. 3rd. Ed. http://www.ifac.org/Store/Details.tmpl?SID=102026702640546. 24 Mei 2012 43 44 Iyandri. 2012. Revaluasi Aset Tetap. http://id.shvoong.com/businessmanagement/accounting/2284637-revaluasi-aset-tetap/. 23 Februari 2012. Komisi Pemberantasan Korupsi. ”Asas Good Corporate Governance”. http://www.kpk.go.id/modules/edito/content_gcg.php?id=21. 22 Juni 2012. Krina, Loina Lalolo, 2003, Indikator dan Alat Ukur Prinsip Akuntabilitas, Transparansi dan Partisipasi, Sekretariat Good Public Governance Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Jakarta. Manna I., Fahri M., 2009, “Lebih Jauh Mengenai PSAK No. 16 (Revisi 2007) Tentang Aset Tetap”, Newletter Akuntansi, Audit, Perpajakan & Manajemen, Edisi IX/September 2009. Martanti Dwi, 2011, “Revaluasi Aset Tetap”, http://www.bumntrack.com/index.php/artikel/view_artikel/477, 14 Maret 2012 Nordiawan, Deddi, Ayuningtyas Hertianti, 2010, Akuntansi Sektor Publik Edisi 2, Salemba Empat, Jakarta. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 07/PMK. 02/2006 tentang Persyaratan Administratif Dalam Rangka Pengusulan dan Penetapan Satuan Kerja Instansi Pemerintah Untuk Menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum. _________________________Nomor 76/PMK.05/2008 tentang Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Badan Layanan Umum Pedoman _________________________ Nomor 79/PMK.03/2008 tentang Penilaian Aktiva Tetap Perusahaan Untuk Tujuan Perpajakan. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum. _________________ Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 1 tahun 2010 tentang Kerangka Dasar Laporan Keuangan. 45 Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 16 (revisi 2007) Tentang Aset Tetap. Public Sector Accounting Board. 2007. Guide to Accounting For and Reporting Tangible Capital Assets. http://www.psab-ccsp.ca/other-nonauthoritative-guidance/item14603.pdf. Redithe, R. A., 2009, “Penerapan PSAK 16 (Revisi 2007) Tentang Aset Tetap dan Dampaknya Terhadap Perpajakan”, Newsletter Akuntansi, Audit, Perpajakan & Manajemen, Edisi VIII/Agustus 2009. Sulistiyowati, Leni, 2010, Panduan Praktis Memahami Laporan Keuangan, PT Elex Media Komputindo, Jakarta. Sururi.2011.IFRS: Property, Plant, and Equipment.aaykpn.ac.id/article/read/23.30 Oktober 2011 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Zhai Y. H., 2007, “Asset Revaluation and Future Firm Operating Performance: Evidence from New Zealand”, Lincoln University.