Kendala, Relevansi, dan Strategi Penerapan Revaluasi Aset Tetap

advertisement
I. Pendahuluan
Beberapa tahun belakangan perlakuan terhadap aset tetap mengalami
perkembangan pesat yang dapat terlihat dari revisi-revisi standar yang disusun
untuk mengatur aset tetap. Revisi tersebut salah satunya adalah penambahan
revaluasi aset tetap sebagai bagian dari metode penilaian terhadap aset tetap. Hal
ini dilakukan karena standar International akuntansi/International Financial
Reporting Standard (IFRS) disusun berdasarkan pada principle-based dan juga
fair value. Selain itu, dalam pelaksanaannya di organsiasi komersial hal ini akan
sangat membantu bagi para pengguna laporan keuangan guna mengetahui kondisi
aset pada saat sekarang. Indonesia yang mengarah pada penggunaan IFRS oleh
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) telah melakukan revisi standar terkait aset tetap
yaitu Pernyataan Standar Akuntansi Keungan (PSAK) 16 tentang Aset Tetap.
Aset tetap merupakan aset yang digunakan oleh perusahaan dan tidak
dimaksudkan untuk dijual serta diharapkan mempunyai masa manfaat lebih dari
satu tahun (PSAK nomor 16) adalah salah satu resource penting dari sebuah
organisasi. Berdasarkan PSAK nomor 16 (revisi 2007), pengukuran setelah
pengakuan awal aset tetap dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode biaya
dan metode revaluasi.
Penerapan revaluasi aset tetap pada organisasi komersial mulai berlaku
umum setelah revaluasi diatur dalam PSAK tahun 2007 sebagai bagian dari proses
konvergensi PSAK terhadap IFRS. Revaluasi ini merupakan cara yang dipakai
untuk dapat memperoleh nilai sekarang dari aset tetap sehingga informasi yang
dihasilkan bisa lebih relevan. Proses perubahan ini merupakan langkah dari
1 2 organisasi sektor privat untuk beralih dari nilai historis kepada nilai wajar
(Khususnya yang menggunakan IFRS). Hal ini dikatakan wajar karena dalam
penerapannya, IFRS menggunakan principle-based dan fair value sebagai dasar
dalam membuat laporan keungan. Hal ini berbeda dengan organisasi sektor publik
atau pemerintah dimana pada Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah (PSAP)
masih tetap menggunakan nilai historis dalam pelaporan keuangan sehingga untuk
penerapan revaluasi pun tidak bisa dilaksanakan karena pada PSAP nomor 7
Tahun 2010 tentang Akuntansi Aset Tetap dijelaskan bahwa revaluasi untuk
instansi pemerintahan tidak diperkenankan karena Standar Akuntansi Pemerintah
(SAP) menganut penilaian aset berdasarkan biaya perolehan atau harga pertukaran
tetapi penyimpangan terhadap ketentuan ini mungkin dilakukan berdasarkan
ketentuan pemerintah yang berlaku secara nasional secara nasional.
Berkatian dengan adanya pengecualian dalam melakukan revaluasi aset
tetap yang dijelaskan pada PSAP, maka Badan Layanan Umum (BLU) merujuk
pada peraturan dapat menerapkan revaluasi aset tetap karena memiliki peraturan
yang berlaku secara nasional yang memang memberi kesempatan BLU untuk
melaksanakan revaluasi. Peraturan Pemerintah (PP) nomor 23 tahun 2005
menjelaskan bahwa BLU merupakan instansi di lingkungan pemerintah yang
difokuskan pada pelayanan kepada masyarakat yang berupa penyediaan barang
dan/atau jasa dan tanpa mencari keuntungan. BLU dibentuk supaya dalam
pelayanannya terdapat peningkatan efisiensi dan produktivitas dari jenis
pelayanan yang diberikan.
3 Berdasarkan pada aturan tersebut maka BLU yang merupakan instansi
pemerintah dalam melakukan pengelolaan keuangannya harus disesuaikan dengan
standar yang disusun oleh asosiasi profesi akuntansi Indonesia (PP no. 23 Tahun
2005 ps. 26 ayat 2). Dalam ayat selanjutnya jika tidak terdapat standar akuntansi
tersebut, maka dapat mengembangkan dan menerapkan sistem akuntansi dengan
mengacu pada standar akuntansi yang berlaku sesuai dengan jenis layanannya dan
ditetapkan oleh menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota sesuai
dengan kewenangannya (Ps. 26 ayat 4). Penyesuaian terhadap standar akuntansi
yang disusun oleh asosiasi profesi ini memungkinkan BLU untuk melakukan
revaluasi aset tetap karena dalam PSAK 16 terdapat pilihan untuk suatu entitas
dapat melakukan revaluasi aset tetap sebagai bagian dari metode penilaian aset
tetap. Tetapi, BLU harus dengan ada ayat pengecualian selanjutnya maka BLU
juga masih bisa menggunakan standar yang lain yang disetujui sehingga
penerapan PSAK ini tidak mutlak untuk BLU. Hal ini mengakibatkan adanya
sisteam akuntansi yang masih memungkinkan BLU untuk melakukan pelaporan
keuangannya sendiri dengan tetap mengedepankan prinsip produktivitas dan
efisiensi ala korporasi.
Menurut beberapa peneliti tentunya memiliki kendala-kendala yang
dihadapi agar dalam penerapan revaluasi harus tepat sesuai dengan cost dan
benefit yang diperoleh yang nanti juga bisa digunakan untuk menentukan langkahlangkah dalam melakukan revaluasi sebagai cara untuk mengurangi cost dan/atau
meningkatkan benefit.
4 Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti akan melakukan penelitan
tentang “Relevansi, Kendala, dan Strategi Revaluasi Aset Tetap Pemerintah pada
Badan Layanan Umum.” Perumusan persoalan penelitian adalah apa relevansi,
kendala, dan strategi dalam penerapan revaluasi aset tetap pemerintah pada BLU.
Sehingga, penelitian ini dapat mengetahui relevansi revaluasi aset tetap pada BLU
serta mengidentifikasi kendala-kendalanya dan juga strategi pelaksanaan
revaluasi.
Penelitian ini dilakukan dengan metode studi literatur atas Laporan
keuangan organisasi sektor publik dan BLU, Revaluasi aset tetap, serta strategistrategi revaluasi dari negara-negara yang sudah menerapkannya. Langkahlangkah dalam melakukan analisis ini yaitu pertama mengkomparasi tujaun dan
fungsi
pelaporan
keuangan
antara
sektor
privat
dengan
BLU,
kedua
mengkomparasi kendala yang dihadapi dalam penerapan revaluasi antara sektor
privat dan sektor publik, ketiga melakukan identifikasi relevansi revaluasi aset
tetap terkait dengan tujuan laporan keuangan BLU; dan yang terakhir yaitu
melakukan identifikasi strategi penerapan revaluasi aset tetap BLU.
Penelitian ini diharapkan dapat menambah kajian Ilmu Akuntansi
khususnya Akuntansi Sektor Publik dimana dalam kaitannya dengan akuntansi
keuangan dapat membantu untuk mengetahui pengaruh standar untuk BLU. Selain
itu terkait dengan akuntansi manajemen dapat membantu dalam meningkatkan
tingkat efisiensi dan efektivitas dari layanan yang diberikan oleh BLU.
II. Pelaporan Keuangan pada Badan Layanan Umum (BLU)
Pelaporan Keuangan pada BLU merupakan komponen yang terpengaruh
ketika melakukan revaluasi aset tetap karena aset tetap dapat mencerminkan salah
satu kekayaan yang ada pada suatu organisasi sehingga inilah yang menjadi dasar
peneliti untuk melakukan pembahasan terkait pelaporan keuangan pada BLU.
Sebelum membahas tentang pelaporan keuangan ini, perlu juga untuk mengetahui
pengertian dan tujuan serta karakteristik dari pembentukan BLU. Berdasarkan
undang-undang (UU) nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, BLU
diartikan sebagai instansi dilingkungan pemerintah yang dibentuk untuk
memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa barang dan/atau jasa yang
dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatan
didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Didalam pasal 68 UU tersebut
dijelaskan bahwa BLU dibentuk untuk meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan dalam
mencerdaskan kehidupan bangsa.
BLU
sebagai
instansi
pemerintah
dengan
tujuan
seperti
diatas
mengharuskan BLU untuk memiliki karakterisitik tersendiri. Karakteristik entitas
yang merupakan BLU yaitu (http://www.jdih.bpk.go.id) :
1) Berkedudukan sebagai lembaga pemerintah yang tidak dipisahkan dari
kekayaan Negara;
2) Menghasilkan barang dan/atau jasa yang diperlukan masyarakat;
3) Tidak bertujuan mencari laba;
5 6 4) Dikelola secara otonom dengan prinsip efisiensi dan produktivitas ala
korporasi;
5) Rencana kerja, anggaran dan pertanggungjawabannya dikonsolidasikan pada
instansi induk;
6) Penerimaan baik pendapatan maupun sumbangan dapat digunakan secara
langsung;
7) Pegawai dapat terdiri dari pegawai negeri sipil dan bukan pegawai negeri
sipil;
8) BLU bukan subjek pajak.
Sekalipun BLU dikelola secara otonom dengan prinsip efisiensi dan
produktivitas ala korporasi, namun terdapat beberapa karakteristik lainnya yang
membedakan pengelolaan keuangan BLU dengan BUMN/BUMD, yaitu:
1) BLU dibentuk untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam
rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan
bangsa;
2) Kekayaan BLU merupakan bagian dari kekayaan negara/daerah yang tidak
dipisahkan
serta
dikelola
dan
dimanfaatkan
sepenuhnya
untuk
menyelenggarakan kegiatan BLU yang bersangkutan;
3) Pembinaan BLU instansi pemerintah pusat dilakukan oleh Menteri Keuangan
dan pembinaan teknis dilakukan oleh menteri yang bertanggung jawab atas
bidang pemerintahan yang bersangkutan;
4) Pembinaan keuangan BLU instansi pemerintah daerah dilakukan oleh pejabat
pengelola keuangan daerah dan pembinaan teknis dilakukan oleh kepala
7 satuan kerja perangkat daerah yang bertanggung jawab atas bidang
pemerintahan yang bersangkutan;
5) Setiap BLU wajib menyusun rencana kerja dan anggaran tahunan;
6) Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) serta laporan keuangan dan laporan
kinerja BLU disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari
RKA
serta
laporan
keuangan
dan
laporan
kinerja
kementerian
negara/lembaga/pemerintah daerah;
7) Pendapatan yang diperoleh BLU sehubungan dengan jasa layanan yang
diberikan merupakan pendapatan negara/daerah;
8) Pendapatan tersebut dapat digunakan langsung untuk membiayai belanja
yang bersangkutan;
9) BLU dapat menerima hibah atau sumbangan dari masyarakat atau badan lain.
Selain karakteristik diatas, BLU dalam melaksanakan pengelolaan
keuangan diatur dalam ketentuan tersendiri yaitu dalam (PP) nomor 23 Tahun
2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.
Dari pembahasan diatas, BLU dibentuk tidak untuk mencari keuntungan
tetapi lebih kepada instansi yang dapat mandiri dan mengelola keuangannya
sendiri sesuai dengan prinsip produktivitas dan efisiensi. Sehingga sebagai
organisasi yang tujuan utamanya tidak untuk mencari laba maka secara umum
tujuan pelaporan keuangannya bisa dikatakan sama dengan tujuan pelaporan
keuangan pada organisasi publik secara umum. Dalam praktek pelaporan
keuangan BLU yang dianjurkan untuk menggunakan PSAK sebagai standar maka
perlu dilihat juga tujuan Laporan keuangan yang ada pada sektor privat.
8 Berdasarkan Kerangka Dasar penyusunan penyajian laporan keuangan PSAK,
tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi menyangkut posisi
keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang
bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi.
Pemakai laporan keuangan membutuhkan informasi yang berbeda-beda pula.
Kebutuhan ini antara lain yaitu:
1. Investor. Membutuhkan informasi untuk membantu menentukan apakah
harus membeli, menahan, atau menjual investasi tersebut. Pemegang
saham juga tertarik pada informasi yang memungkinkan mereka untuk
menilai kemampuan perusahaan untuk membayar dividen.
2. Karyawan. Tertarik dengan informasi yang memungkinkan mereka untuk
menilai kemampuan perusahaan untuk memberikan balas jasa, manfaat
pensiun, dan kesempatan kerja.
3. Pemberi Pinjaman. Informasi keuangan memungkinkan mereka untuk
memutuskan apakah pinjaman serta bunganya dapat dibayar pada saat
jatuh tempo.
4. Pelanggan. Berkepentingan terhadap informasi kelangsungan hidup
perusahaan, terutama kalau mereka terlibat dalam perjanjian jangka
panjang.
5. Pemerintah. Informasi keuangan dibutuhkan pemerintah untuk mengatur
aktivitas perusahaan, menetapkan kebijakan pajak, dan sebagai dasar
untuk menyusun statistik pendapatan nasional dan statistik lainnya.
9 6. Masyarakat. Laporan keuangan dapat membantu masyarkat dengan
menyediakan informasi kecenderungan (trend) dan perkembangan terakhir
kemakmuran perusahaan serta rangkaian aktivitasnya.
Dalam laporan keuangan sektor privat, terdapat karakteristik kualitatif
yang membuat informasi dalam laporan keuangan berguna bagi pemakai, yaitu:
1. Dapat dipahami (Understandability); Kualitas penting informasi yang
ditampung dalam laporan keuangan adalah kemudahannya untuk segera
dapat dipahami oleh pemakai. Untuk maksud ini, pemakai diasumsikan
memiliki pengetahuan yang memadai tentang aktivitas ekonomi dan
bisnis, akuntansi, serta kemauan untuk mempelajari informasi dengan
ketekunan yang wajar. Namun demikian, informasi kompleks yang
seharusnya dimasukkan dalam laporan keuangan tidak dapat dikeluarkan
hanya atas dasar pertimbangan bahwa informasi tersebut terlalu sulit untuk
dapat dipahami oleh pemakai tertentu.
2. Relevan (Relevance); Agar bermanfaat, informasi harus relevan untuk
memenuhi kebutuhan pemakai dalam proses pengambilan keputusan.
Memilih informasi yang benar-benar sesuai dan dapat membantu pemakai
laporan keuangan dalam proses pengambilan keputusan.
3. Keandalan (Reliability); Agar bermanfaat, informasi juga harus andal
(reliable). Informasi memiliki kualitas andal jika bebas dari pengertian
yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan pemakainya
sebagai penyajian yang tulus atau jujur (faithful representation) dari yang
seharusnya disajikan atau yang secara wajar diharapkan dapat disajikan.
10 4. Dapat
dibandingkan
(Comparability);
Pemakai
harus
dapat
memperbandingkan laporan keuangan perusahaan antar periode untuk
mengidentifikasi kecenderungan (trend) posisi dan kinerja keuangan.
Pemakai juga harus dapat memperbandingkan laporan keuangan antar
perusahaan untuk mengevaluasi posisi keuangan, kinerja serta perubahan
posisi keuangan secara relatif. Oleh karena itu, pengukuran dan penyajian
dampak keuangan dari transaksi dan peristiwa lain yang serupa harus
dilakukan secara konsisten untuk perusahaan tersebut, antar periode
perusahaan yang sama dan untuk perusahaan yang berbeda.
Menurut A Statement of Basic Accounting Theory dirumuskan empat
tujuan akuntansi sebagai berikut (Harahap: 2011) :
1. Membuat keputusan menyangkut penggunaan kekayaan yang terbatas dan
untuk menetapkan tujuan.
2. Mengarahkan dan mengontrol secara efektif sumber daya manusia dan
faktor produksi lainnya.
3. Memelihara dan melaporkan pengamanan terhadap kekayaan.
4. Membantu fungsi dan pengawasan sosial.
Dalam SAK nomor 1 Tujuan laporan keuangan adalah sebagai berikut:
1. Menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta
perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi
sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan.
2. Laporan keuangan yang disusun untuk tujuan ini memenuhi kebutuhan
bersama sebagian besar pemakai. Namun demikian, laporan keuangan
11 tidak menyediakan semua informasi yang dibutuhkan pemakai dalam
pengambilan keputusan ekonomi karena secara umum menggambarkan
pengaruh keuangan dari kejadian dimasa lalu, dan tidak diwajibkan untuk
menyediakan informasi nonkeuangan.
3. Laporan keuangan juga menunjukan apa yang telah dilakukan manajeman
(Stewardship), atau pertanggungjawaban manajemen atas sumber daya
yang dipercayakan kepadanya.
Organisasi Sektor Publik memiliki persepsi tersendiri tentang tujuan
pelaporan keuangan yang disusun. Tujuan dan fungsi laporan keuangan menurut
Mardiasmo (2002) (Deddi Nordiawan: 2010) yaitu:
1) Kepatuhan dan Pengelolaan (compliance and stewardship)
Laporan keuangan digunakan untuk memberikan jaminan kepada
pengguna laporan keuangan dan pihak otoritas penguasa bahwa
pengelolaan sumber daya yang telah dilakukan sesuai dengan ketentuan
hukum dan peraturan lain yang telah ditetapkan.
2) Akuntabilitas dan Pelaporan Retrospektif (accountability and retrospective
reporting)
Laporan keuangan yang digunakan untuk memonitor kerja dan
mengevaluasi manajemen, memberikan dasar untuk mengamati tren
antarkurun waktu, pencapaian atas tujuan yang telah ditetapkan, dan
membandingkannya dengan kinerja organisasi lain yang sejenis jika ada.
Laporan keuangan juga memungkinkan pihak luar untuk memperoleh
informasi biaya atas barang dan jasa yang diterima, serta memungkinkan
12 mereka untuk menilai efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya
organisasi.
3) Perencanaan dan Informasi Otorisasi (planning and authorization
information)
Laporan keuangan berfungsi memberikan dasar perencanaan kebijakan
aktivitas dimasa mendatang. Laporan keuangan berfungsi memberikan
informasi mengenai otorisasi mengenai penggunaan dana.
4) Kelangsungan Organisasi (viability)
Laporan keuangan berfungsi membantu pengguna dalam menentukan
apakah organisasi atau unit kerja dapat meneruskan penyediaan barang dan
jasa (pelayanan) dimasa mendatang.
5) Hubungan masyarakat (public relation)
Laporan keuangan berfungsi memberikan kesempatan kepada organisasi
untuk mengemukakan pernyataan atas prestasi yang telah dicapai kepada
pengguna yang dipengaruhi karyawan dan masyarakat. Laporan keuangan
berfungsi sebagai alat komunikasi dengan public dan pihak-pihak yang
berkepentingan
6) Sumber Fakta dan Gambaran (source of fact and figures)
Laporan keuangan bertujuan memberikan informasi kepada berbagai
kelompok kepentingan yang ingin mengetahui organisasi secara lebih
dalam.
Selain itu, dalam Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan
(Lampiran I.01 PP nomor 71 tahun 2010) paragraf 24 menjelaskan tujuan umum
13 Laporan Keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai
posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan
selama satu periode pelaporan. Laporan Keuangan terutama digunakan untuk
mengetahui kondisi keuangan, mengevaluasi efektivitas dan efisiensi suatu entitas
pelaporan, dan membantu menentukan ketaatannya terhadap peraturan perundangundangan. Pada paragraf 25 dijelaskan bahwa pelaporan keuangan selama satu
periode dilakukan untuk beberapa kepentingan yaitu:
a) Akuntabilitas; Mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya
serta pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada entitas
pelaporan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara
periodik.
b) Manajemen;
Membantu
para
pengguna
untuk
mengevaluasi
pelaksanaan kegiatan suatu entitas pelaporan dalam periode pelaporan
sehingga
memudahkan
fungsi
perencanaan,
pengelolaan
dan
pengendalian atas seluruh aset, kewajiban, dan ekuitas pemerintah
untuk kepentingan masyarakat.
c) Transparansi; Memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur
kepada masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat
memiliki hak untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas
pertanggungjawaban pemerintah dalam pengelolaan sumber daya yang
dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada peraturan perundangundangan.
14 d) Keseimbangan antar generasi (intergenerational equity); Membantu
para pengguna dalam mengetahui kecukupan penerimaan pemerintah
pada periode pelaporan untuk membiayai seluruh pengeluaran yang
dialokasikan dan apakah generasi yang akan datang diasumsikan akan
ikut menanggung beban pengeluaran tersebut.
e) Evaluasi Kinerja; Mengevaluasi kinerja entitas pelaporan, terutama
dalam penggunaan sumber daya ekonomi yang dikelola pemerintah
untuk mencapai kinerja yang direncanakan.
Untuk memenuhi tujuan-tujuan tersebut, laporan keuangan menyediakan
informasi mengenai sumber dan penggunaan sumber daya keuangan/ekonomi,
transfer, pembiayaan, sisa lebih/kurang pelaksanaan anggaran, saldo anggaran
lebih, surplus/defisit-Laporan Operasional, aset, kewajiban, ekuitas, dan arus kas
suatu entitas pelaporan. Laporan keuangan ini juga menurut Indra Bastian (2006)
harus dapat menyediakan informasi untuk:
1) Mengindikasikan apakah sumber daya yang ada dapat digunakan secara
legal sesuai dengan anggaran yang disahkan (legally adopted budget); dan
2) Mengindikasikan apakah sumber daya yang ada dapat digunakan sesuai
persyaratan legal dan kontraktual, termasuk kriteria keuangan yang telah
ditetapkan otoritas legislative (appropriate).
Tujuan pelaporan keuangan BLU secara umum sama dengan yang ada
pada organisasi sektor publik namun dengan kemandirian yang diberikan kepada
BLU, maka secara khusus dapat dilihat tujuan pelaporan keuangan BLU seperti
pada PMK nomor 76 Tahun 2008. PMK tersebut memberikan pengertian dari
15 Laporan keuangan BLU sebagai bentuk pertanggungjawaban
BLU berupa
Laporan Realisasi Anggaran/Laporan Operasional, Neraca, Laporan Arus Kas,
dan Catatan atas Laporan Keuangan. Dalam rangka pertanggungjawaban atas
pengelolaan dan kegiatan pelayanannya, BLU harus menyusun dan menyajikan
(PMK nomor 76 tahun 2008 pasal 10):
a. Laporan Keuangan; dan
b. Laporan Kinerja
Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada huruf a lebih lanjut dalam
pasal 13 PMK nomor 76 tahun 2008 diatur untuk dapat disampaikan secara
berjenjang kepada menteri/pimpinan lembaga serta kepada Menteri keuangan c.q.
Direktur Jenderal Perbendaharaan setiap triwulan, semester, dan tahun. Dalam
rangka konsolidasi laporan keuangan, BLU harus melaporkan laporan
keuangannya sesuai dengan SAP setiap semester dan tahun (Pasal 14 PMK nomor
76 tahun 2008). BLU juga dituntut untuk melakukan audit terhadap laporan
keuangannya oleh satuan pemeriksa intern atau oleh aparat pengawas intern
kementrian Negara/lembaga (pasal 15 PMK nomor 76 tahun 2008). Selain diaudit
oleh pihak internal, Laporan Keuangan tahunan BLU juga diaudit oleh auditor
eksternal. Semua proses diatas menunjukan bahwa dalam pelaporan keuangan,
BLU diharapkan terus menyajikan informasi-informasi yang berkualitas terkait
dengan bisnisnya dan supaya tetap dapat mengakomodir langkah BLU untuk
menjadi baik dalam pelayanan publik dengan mengedepankan prinsip produktif
dan efisien sesuai dengan tujuan dari pembentukan BLU itu sendiri.
16 Dalam praktek pelaporan keuangan BLU, terdapat pedoman Akuntansi
BLU yang disusun oleh Kementrian Keuangan Republik Indonesia dalam PMK
Nomor 76 Tahun 2008 dengan tujuan menjaga dan meningkatkan kualitas dari
Laporan Keuangan yang dihasilkan oleh BLU apabila standar akuntansi keuangan
yang diterbitkan oleh asosiasi profesi akuntansi Indonesia tidak dapat diterapkan
oleh BLU.
Dalam Pedoman tersebut, BLU setidak-tidaknya mengembangkan tiga
sistem akuntansi yang merupakan sub sistem dari sistem akuntansi BLU yaitu:
1. Sistem Akuntansi Keuangan
Sistem ini diartikan sebagai sistem akuntansi yang menghasilkan Laporan
Keuangan pokok untuk tujuan umum. Dalam penyajian Laporan Keuangan
terdapat tujuan-tujuan yang dijabarkan sebagai berikut:
a. Akuntabilitas; mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta
pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada BLU dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan secara periodik.
b. Manajemen; membantu para pengguna untuk mengevaluasi pelaksanaan
kegiatan suatu BLU dalam periode pelaporan sehingga memudahkan
fungsi perencanaan, pengelolaan dan pengendalian atas seluruh
penerimaan, pengeluaran, aset, kewajiban, dan ekuitas BLU untuk
kepentingan stakeholders.
c. Transparansi; memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur
kepada masyarakat berdasakan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki
hak
untuk
mengetahui
secara
terbuka
dan
menyeluruh
atas
17 pertanggungjawaban BLU dalam pengelolaan sumber daya yang
dipercayakan kepadanya dan ketaatannya kepada peraturan perundangundangan.
Laporan keuangan BLU dibuat dengan dua tujuan yang pertama untuk
pelaporan kepada pengguna umum laporan keungan BLU dalam hal ini
stakeholders, yaitu pihak-pihak yang berhubungan dan memiliki kepentingan
dengan BLU, disusun sesuai dengan SAK. Sedangkan, yang digunakan untuk
kepentingan konsolidasi Laporan Keuangan BLU dengan Kementerian
Negara/lembaga disusun sesuai dengan SAP.
2. Sistem Akuntansi Aset Tetap
Sistem Akuntansi Aset Tetap menghasilkan laporan tentang aset tetap untuk
keperluan manajemen aset. Sistem ini menyajikan informasi tentang jenis,
kuantitas, nilai, mutasi, dan kondisi aset tetap milik BLU ataupun bukan milik
BLU tetapi berada dalam pengelolaan BLU.
Pengembangan sistem ini diserahkan sepenuhnya kepada BLU yang
bersangkutan. Namun demikian, BLU dapat menggunakan sistem
yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan seperti Sistem Akuntansi Barang Milik
Negara (SABMN)
3. Sistem Akuntansi Biaya
BLU mengembangkan sistem akuntansi biaya yang menghasilkan informasi
tentang harga pokok produksi, biaya satuan (unit cost) per unit layanan, dan
evaluasi varian. Sistem akuntansi biaya berguna dalam perencanaan dan
pengendalian, pengambilan keputusan, dan perhitungan tarif layanan.
18 III. Revaluasi Aset Tetap
Berdasarkan PSAK nomor 16, aset tetap diartikan sebagai aset berwujud
yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dengan dibangun lebih dulu, yang
digunakan dalam operasi perusahaan, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam
rangka kegiatan normal perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu
tahun. Pada lingkungan pemerintahan, berdasarkan PSAP nomor 7 tahun 2010,
aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua
belas) bulan untuk digunakan, atau dimaksudkan untuk digunakan,
dalam
kegiatan pemerintahan atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum. Lebih lanjut
PSAP nomor 7 paragraf 5 dijelaskan bahwa aset tetap sering merupakan suatu
bagian utama aset pemerintah, dan karenanya signifikan dalam penyajian neraca.
Dalam penilaian aset tetap, ditemukan bahwa nilai perolehan aset tetap kadang
tidak sesuai dengan nilai pasar yang ada maka, PSAK 16 revisi 2007
menambahkan satu metode untuk pengukuran setelah pengakuan awal aset tetap
yaitu revaluasi.
Revaluasi aset tetap dapat diartikan sebagai penilaian kembali aset tetap
yang dilakukan karena tidak lagi mencerminkan nilai yang sesungguhnya. Adanya
perubahan nilai dari aset tetap berwujud selama umur penggunaan aset tersebut
merupakan salah satu alasan dilakukan revaluasi aset tetap. Perubahan ini bisa
disebabkan perkembangan moneter nasional atau international sehingga
mengakibatkan tidak sesuainya lagi antara catatan historis dengan harga-harga
yang berlaku. Selain itu, dasar pemikiran dari perlunya dilakukan revaluasi aset
tetap adalah adanya holding gain yakni keuntungan yang diperoleh perusahaan
19 atas dimilikinya aset tertentu sebagai akibat kenaikan nilai komparatif dari aset
tersebut atau bisa juga karena adanya perkembangan harga (Apriyanti : 2002).
Dalam melihat revaluasi aset tetap, tentunya tidak lepas dari nilai wajar
atau fair value karena revaluasi dilakukan untuk menyesuaikan nilai buku aset
tetap dengan nilai yang ada saat ini (fair value). Zhai (2007: 6) mengatakan bahwa
nilai aset tetap lebih relevan dinilai ulang sesuai dengan fair value daripada hanya
menggunakan biaya historis, karena revaluasi aset memberikan investor informasi
yang relevan yang tidak dapat disediakan dengan cara lain (biaya historis).
Terdapat beberapa alasan bagi perusahaan untuk menerapkan revaluasi dan salah
satunya yaitu dengan menggunakan kenaikan nilai akibat revalusi untuk
melakukan penghematan dana dalam bisnis dan kenaikan nilai akibat revaluasi
dapat memungkinkan perusahaan untuk mendapat pinjaman yang lebih besar.
Dana-dana penghematan dan juga pinjaman dapat menjadi alat untuk
pengembangan cash flow perusahaan dan juga dapat digunakan untuk investasi
kedepan. Oleh karena itu, menjadi potensial untuk meningkatkan kesempatan
perusahaan untuk memperoleh kinerja operasi yang lebih baik. Revaluasi aset
tetap juga dapat memberikan investor informasi yang sangat berguna untuk dapat
memprediksi dividen yang akan diterima, karena nilai yang direvaluasi akan
menjadi sangat relevan bagi investor yang dapat digunakan sebagai dasar untuk
memprediksi kemampuan distribusi arus operasi, yang secara tidak langsung
menjelaskan potensi pembayaran dividen.
Revaluasi tidak selamanya menyebabkan kenaikan nilai aset tetap tetapi
juga dapat menyebabkan penurunan nilai aset tetap. Dengan adanya kenaikan dan
20 penurunan dari revaluasi aset tetap maka dalam penerapannya revaluasi aset tetap
memiliki tahapan yang harus dipenuhi sesuai dengan aturan yang ada. Dalam
PSAK 16 revisi 2007 dijelaskan bahwa apabila suatu entitas memilih metode
revaluasi, maka entitas tersebut harus menilai kembali aset tetapnya secara berkala
sesuai dengan nilai wajar pasar dan jika suatu aset tetap direvaluasi maka
kelompok aset yang sama harus direvaluasi dimana menurut Manna dan Fahri
(2009: 4) perlakuan ini bertujuan untuk menghindari perlakuan revaluasi secara
selektif dan bercampurnya biaya perolehan dan nilai lainnya pada saat yang
berbeda-beda.
Revaluasi umumnya dilakukan dengan melihat nilai wajar sebagai dasar
revaluasi namun jika tidak terdapat nilai wajar maka menurut paragraf 33 PSAK
16 (revisi 2007), dapat dilakukan estimasi nilai wajar menggunakan pendekatan
penghasilan atau biaya pengganti yang telah disusutkan. Jika perbedaan nilai dari
aset tetap yang direvaluasi material atau signifikan maka revaluasi aset tetap perlu
dilakukan setiap tahun, dan jika tidak material/signifikan revaluasi bisa dilakukan
setiap 3 atau 5 tahun sekali. Dalam penerapan metode Revaluasi aset tetap
menurut PSAK nomor 16 (revisi 2007) paragraph 31sampai 45 terdapat beberapa
hal yang harus dilakukan yaitu:
•
Setelah diakui sebagai suatu aktiva, suatu aktiva tetap yang nilai wajarnya
dapat diukur secara andal harus dicatat pada jumlah revaluasian, yaitu nilai
wajar pada tanggal revaluasi dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi
rugi penurunan nilai yang terjadi setelah tanggal revaluasi.
21 •
Revaluasi harus dilakukan dengan keteraturan yang cukup reguler untuk
memastikan bahwa jumlah tercatat tidak berbeda secara material dari jumlah
yang ditentukan dengan menggunakan nilai wajar pada tanggal Neraca.
•
Jika suatu aktiva tetap direvaluasi, maka seluruh aktiva tetap dalam kelompok
yang sama harus direvaluasi.
•
Hasil revaluasian aktiva akan dibuku:
a) Jika jumlah tercatat aktiva meningkat akibat revaluasi kenaikan tersebut
langsung dikreditkan ke ekuitas pada bagian surplus revaluasi. Namun,
kenaikan tersebut harus diakui dalam Laporan Laba Rugi hingga sebesar
jumlah penurunan nilai aktiva akibat revaluasi yang pernah diakui
sebelumnya dalam Laporan Laba Rugi.
b) Jika jumlah tercatat aktiva turun akibat revaluasi, penurunan tersebut diakui
dalam Laporan Laba Rugi. Namun, penurunan nilai akibat revaluasi
tersebut langsung dikurangkan/didebit ke ekuitas pada bagian surplus
revaluasi selama penurunan tersebut tidak melebihi saldo kredit surplus
revaluasi aktiva tersebut.
Sebagian surplus revaluasi aset tetap yang telah disajikan dalam
ekuitas
dapat dipindahkan ke saldo laba sejalan dengan penggunaan aset oleh entitas atau
secara langsung sekaligus ke saldo laba pada saat aset tersebut dihentikan
pengakuannya.
Selain ketentuan pada PSAK, metode revaluasi aset tetap juga diatur
dalam aturan pemerintah untuk tujuan perpajakan. Sesuai dengan Peraturan
22 Menteri Keuangan (PMK) nomor 79 tahun 2008 pasal 3 ayat (1), penilaian
aktiva tetap perusahaan dapat dilakukan terhadap:
a. Berwujud, termasuk tanah yang berstatus hak milik atau hak guna
bangunan;
b. Seluruh aktiva berwujud tidak termasuk tanah, yang terletak atau
berada di Indonesia, dimiliki, dan dipergunakan untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak.
Pelaksanaan penilaian kembali (revaluasi) aset tetap menurut PMK ini
tidak dapat dilakukan kembali sebelum lewat jangka waktu 5 (lima) tahun
terhitung sejak penilaian kembali aset tetap perusahaan terakhir. Lebih lanjut
dalam pasal 4 ayat (1) revaluasi aktiva tetap perusahaan harus dilakukan
berdasarkan nilai pasar atau nilai wajar aktiva tetap tersebut yang berlaku pada
saat penilaian kembali aktiva tetap yang ditetapkan oleh perusahaan jasa penilai
atau ahli penilai, yang memperoleh izin dari pemerintah.
Revaluasi aset tetap yang dilakukan dengan berdasarkan pada PMK
maupun PSAK dalam prakteknya seringkali menemui kendala-kendala terkait
dengan penerapannya. Kendala umum yang sering dihadapi oleh pemerintah
dalam penerapan revaluasi aset tetap ini adalah masalah besarnya biaya untuk
menggunakan jasa appraisal dalam melakukan penilaian. International Public
Sector Accounting Standard Board (IPSASB) didalam study 14-3e tentang
Transition to the Accrual Basis of Accounting: Guidance for Public Sector
Entities hal. 124 mengakui terdapat masalah biaya dalam melakukan penilaian
karena menggunakan jasa eksternal untuk menilai aset pemerintah. Masalah biaya
23 juga dihadapi oleh sektor privat dimana berdasarkan hasil survey di Inggris yang
dilakukan oleh The Institute of Chartered Accountants tahun 2005 yang
menyimpulkan bahwa hanya 4 % dari Perusahaan-perusahaan Uni Eropa yang
menggunakan metode revaluasi untuk bangunan, tetapi tidak menggunakan untuk
aset lain, dan hanya 28% dari perusahaan-perusahaan Uni Eropa dengan investasi
pada property yang menggunakan nilai wajar (revaluasi) untuk aset yang
dimilikinya (Sururi: 2011). Hal ini berarti untuk mengatasi masalah biaya ini
berdasarkan survey tersebut bisa dilakukan dengan pengklasifian aset tetap yang
akan direvaluasi maupun yang tidak direvaluasi. Selain itu, untuk mengatasi
masalah biaya tersebut, IPSASB dalam studi yang sama menemukan bahwa
penggunaan pihak internal untuk melakukan penilaian merupakan solusi yang
dianjurkan untuk dilakukan. Namun, penggunaan pihak internal ini diharapkan
memiliki hasil yang sama dengan yang dilakukan oleh pihak penilai
profesional/pihak
eksternal
yang
qualified.
Sehingga
dari
tuntutan
ini
menimbulkan masalah lain yaitu rendahnya kompetensi staff internal. Untuk
mengatasi masalah ini dapat dilakukan dengan mengikutkan staf internal dalam
pelatihan yang dilakukan oleh pihak-pihak atau instansi yang memiliki kompeten
juga supaya penilaian yang dilakukan memiliki kualitas yang sama dengan pihak
eksternal.
IV. Relevansi Revaluasi Aset Tetap pemerintah pada BLU
Dalam melihat relevansi revaluasi aset tetap pemerintah pada BLU ini,
terdapat tiga konsep yang akan dibahas disesuaikan dengan tujuan pelaporan
keuangan yaitu akuntabilitas, manajemen, dan transparansi.
24 1. Akuntabilitas
Berdasarkan prinsip tata kelola BLU yang dijelaskan dalam Permendagri
nomor 61 tahun 2007 akuntabilitas merupakan kejelasan fungsi, struktur,
sistem yang dipercayakan pada BLU agar pengelolaannya dapat
dipertanggungjawabkan. Berdasarkan prinsip ini, terdapat tiga hal yang
dapat
dilakukan
untuk
meningkatkan
akuntabilitas
yaitu
dengan
meningkatkan kejelasan fungsi, struktur, dan sistem.
Kejelasan fungsi yang dimaksud adalah lebih kepada kompetensi SDM
yang dimiliki. Dalam Asas good corporate governance yang diterbitkan
oleh KPK (www.kpk.go.id) disebutkan bahwa semua karyawan harus
mempunyai kompetensi sesuai tugas, dan tanggungjawabnya. Jika ditinjau
dari aspek kejelasan fungsi, maka untuk meningkatkan kualiatas pelaporan
keuangannya harus dilakukan peningkatan kompentensi dari setiap unsur
atau organ dari BLU. Peningkatan kompetensi ini tidak dapat dilihat
kaitannya dengan aset tetap. Revaluasi aset tetap yang tujuannya untuk
melihat nilai wajar aset tetap tidak akan mempengaruhi tingkat kompetensi
dari SDM yang dimilliki oleh BLU.
Hal kedua yang perlu dilihat yaitu terkait dengan kejelasan struktur.
Stuktur dalam hal ini lebih mengarah pada uraian tugas dan peta
organisasi. Uraian tugas ini harus ditetapkan bersamaan dengan
tanggungjawab dari masing-masing unsur secara jelas dan selaras dengan
visi, misi (KPK). Penetapan uraian tugas yang dilakukan akan berpengaruh
pada struktur organsasi BLU karena tanggung jawab masing-masing
25 uraian tugas ini berbeda satu dengan yang lain. Dari aspek kejelasan
struktur dalam peningkatan akuntabilitas, BLU diharapkan mempunyai
unsur uraian tugas yang jelas serta pembagian kerja yang jelas pula. Unsur
uraian tugas ini, lebih mengarah pada pembagian tugas dari tiap komponen
yang ada dalam entitas sehinggga pencapaian tugas dapat dilakukan
dengan lebih efisien. Pembagian tugas ini juga bisa diartikan dengan
pengelompokan SDM sesuai dengan kompotensi yang dimiliki sehingga
pelaksanaan bisa berjalan dengan baik. Revaluasi aset tetap yang
dilakukan tidak akan mempengaruhi keputusan untuk melakukan uraian
tugas karena dampak revaluasi lebih kepada perubahan nilai aset tetap
sedangkan uraian tugas berkaitan dengan SDM yang dimiliki.
Hal ketiga yang dilihat yaitu dalam kaitannya dengan sistem. Bedasarkan
artikel
tentang
Akuntabilitas
(http://www.scribd.com)
dijelaskan
dan
bahwa
Good
dalam
Governance
pelaksanaan
akuntabilitas dilingkungan pemerintahan perlu diperhatikan suatu sistem
yang dapat menjamin penggunaan sumber daya secara “konsisten” dengan
peraturan perundangan yang berlaku. Dalam kaitan dengan sistem,
akuntabilitas lebih dinilai dengan konsistensi sistem dari penggunaan
sumber daya. Konsistensi sistem tidak terpengaruh oleh metode akuntansi
yang digunakan karena hal yang penting dari sistem ini yaitu konsistensi
dari penggunaan sistem yang ada. Metode akuntansi apapun yang
digunakan jika dilakukan dengan konsisten maka akuntabilitas dari suatu
Laporan keuangan ini bisa dinilai baik.
26 Dari ketiga unsur diatas, dalam peningkatan akuntabilitas laporan
keuangan, BLU tidak harus melakukan revaluasi karena dari segi
akuntabilitas ini lebih terkait dengan sumber daya manusia serta
konsistensi dari suatu sistem yang digunakan. Revaluasi aset tetap
dilakukan untuk mendapatkan nilai wajar aset tetap yang dimiliki. Nilai
wajar dari suatu aset tidak akan berpengaruh pada sumber daya manusia
dimiliki serta juga pada sistem akuntansi yang dipakai. Sehingga secara
jelas berdasarkan pada unsur-unsur ini, maka penerapan revaluasi aset
tetap tidak akan berdampak pada peningkatan akuntabilitas BLU.
2. Manajemen
Dilihat dari pengertian aspek manjamen seperti yang dijelaskan
sebelumnya, maka laporan keuangan diharapkan dapat digunakan untuk
mengevaluasi pelaksanaan kegiatan dari BLU selama suatu periode
tertentu. Evaluasi ini berkaitan dengan fungsi perencanaan, pengelolaan,
dan pengendalian atas penerimaan, pengeluaran, aset, kewajiban, dan
ekuitas. Dalam pelaksanaan manajemen, nilai wajar aset menjadi penting
karena terkait dengan pengambilan keputusan ataupun kebijakan yang
dikeluarkan terkait penggunaan dari sumber daya yang dimiliki. Tujuan
dan sasaran manajemen aset tetap adalah mencapai kecocokan atau
kesesuaian sebaik mungkin antara keberadaan aset dengan strategi entitas
secara efektif dan efisien, mencakup siklus hidup aset sejak perencanaan
dan penganggaran hingga pembinaan, pengawasan dan pengendalian serta
pengaturan risiko dan biaya yang terkait selama siklus hidup aset (Indriani
27 : 2012). Kesusuaian keberadaan aset dengan strategi entitas secara efektif
dan efisien menjadi menarik untuk dilihat terkait dengan manajemen aset.
Manajemen aset tetap ini merupakan sebuah langkah manajerial yang
harus dilakukan oleh manajemen entitas saat ini dalam merencanakan,
mengelola, mengevaluasi kinerja aset entitas secara efektif dalam upaya
peningkatan nilai yang akan memberikan kontribusi pada penggunaan
kapital, nilai ekonomi sumber daya, produktivitas dan kualitas (Indriani :
2007). Dalam mengevaluasi dirasa perlu menggunakan nilai wajar karena
suatu aset akan lebih relevan jika dinilai ulang sesuai dengan nilai wajar
karena akan memberikan informasi yang lebih relevan yang tidak
disediakan oleh biaya historis (Zhai : 2007). Berdasarkan pandangan ini,
maka revaluasi aset tetap perlu diterapkan sehingga informasi yang
dihasilkan lebih relevan terkait dengan manajemen aset. Revaluasi aset
tetap dilakukan karena nilai aset yang ada sekarang tidak mencerminkan
nilai sebenarnya (Apriyanti: 2002). Nilai sekarang akan berpengaruh
dalam melihat kesesuaian keberadaan aset seperti yang dikemukakan
Indriani diatas. Sehingga dengan memiliki nilai sekarang akan lebih
meningkatkan efisensi dan efektivitas dari manajemen aset. peningkatan
ketiga unsur perencanaan, pengelolaan, dan pengendalian yang merupakan
bagian dari manajemen aset, akan membuat tujuan laporan keuangan akan
meningkat juga sehingga revaluasi aset tetap pemerintah pada BLU ini
akan relevan untuk diterapkan.
3. Transparansi
28 Transparansi disini mengandung unsur terbuka dan jujur dimana semua
organisasi baik itu sektor publik maupun sektor privat dituntut untuk
transparan dalam menyajikan laporan keungan. Informasi yang disajikan
dalam laporan keuangan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan informasi
dari semua komponen pengguna laporan keuangan. BLU yang merupakan
instansi pemerintah harus secara terbuka dalam mempertanggungjawabkan
pengelolaan sumber daya kepada masyarakat (Dewan Perwakilan) yang
ingin mengetahui kebijakan yang diambil terkait dengan pengelolaan
sumber daya. Dalam Asas Good Corporate Govenrance (KPK) dijelaskan
prinsip dasar dari transparansi yaitu untuk menjaga obyektivitas dalam
menjalankan bisnis, informasi yang dihasilkan harus material dan relevan
dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku
kepentingan. Sesuai dengan prinsip dasar ini, BLU dalam pelaporan
keuangannya harus memberikan informasi yang mudah diakses dan
dipahami. Terkait dengan hal ini, penerapan revaluasi tidak menjadi hal
yang berpengaruh karena untuk memperoleh informasi yang mudah
diakses dan dipahami, nilai wajar aset tetap tidak bisa dijadikan patokan
apakah aset itu mudah diakses atau dipahami. Selain itu, walaupun BLU
sudah dianjurkan untuk menggunakan PSAK sebagai standar
laporan
keuangannya, tetap saja BLU merupakan instansi pemerintah yang tidak
ditujukan untuk go public tetapi hanya untuk dapat mengelola
keuangannya secara mandiri dimana pendapatan yang diterima masih
merupakan pendapatan negara bukan pendapatan BLU itu sendiri sehingga
29 penerapan revaluasi aset tetap untuk peningkatan nilai dari instansi
tersebut dirasa tidak relevan. Disamping itu, BLU juga merupakan instansi
pemerintah yang dalam pelaksanaannya harus tetap mengemukakan
transaparansi dalam segala aspek sehingga dengan ada atau tidaknya
revaluasi aset tetap prinsip transparansi harus tetap dilaksanakan dan terus
ditingkatkan dengan alasan semua aset yang dikelola merupakan aset
negara yang sumber pembiayaannya berasal dari raktyat.
Berdasarkan kajian diatas, revaluasi aset tetap menjadi relevan untuk
diterapkan pada BLU karena revaluasi aset tetap memiliki dampak pada
peningkatan aspek manajemen laporan keuangan dimana dengan mengetahui nilai
wajar dari aset tetap maka fungsi perencanaan, pengelolaan dan pengendalian aset
dapat dilakukan dengan lebih baik sehingga berdasarkan kondisi yang sebenarnya
ini dapat mendukung pengguna untuk memberikan evaluasi yang baik terkait
fungsi-fungsi yang ada tadi.
V. Strategi Revaluasi Aset Tetap
Didalam pelaksanaan penilaian terhadap aset, International Public Sector
Accounting Standar Board (IPSASB) telah membuat pedoman untuk menjawab
masalah yang dihadapi oleh sektor publik secara international seperti pada
Transition to the Accrual Basis of Accounting: Guidance for Public Sector
Entities dimana dijelaskan beberapa langkah dalam melakukan penilaian aset,
yaitu:
•
Membuat atau mengembangkan kebijakan penilaian, termasuk metode
penilaian untuk setiap klasifikasi aset.
30 •
Memutuskan kapan aset didalam klasifikasi tersebut harus dinilai ulang,
•
Menyiapkan instruksi untuk penilai seperti:
Berkaitan dengan instruksi yang diberikan kepada pihak penilai yaitu
seperti:
a. Meminta untuk menentukan kelengkapan dari daftar aset yang
diberikan;
b. Meminta penilai untuk menyajikan nilai dan umur penggunaan dari
setiap aset.
c. Menggunakan batas kapitalisasi yang relatif cukup rendah untuk
penilaian dan menerapkan batas ini dengan nilai-nilai bruto. Batas
yang digunakan dalam daftar aset mungkin bisa lebih tinggi, namun
data data ini cukup untuk membuat keputusan penilai.
d. Menjelaskan tentang kapan penilaian yang dilakukan itu menyertakan
atau tidak menyertakan pajak yang relevan.
e. Menyatakan manakah pedomanan penilaian professional yang berlaku
atau dapat digunakan.
•
Mengumpulkan informasi yang diminta oleh penilai,
•
Memilih penilai, dan
•
Melakukan tinjauan manajemen penilai.
Di beberapa negara yang telah menerapkan revaluasi aset tetap memiliki
panduan yang digunakan untuk pelaksanaan revaluasi. Seperti pada Kanada oleh
Public Sector Accounting Board (PSAB) Canada tahun 2007 (www.psab-ccsp.ca)
31 menambahkan beberapa tahapan yang dikembangkan/ditambahkan dari IPSASB
dalam melakukan penilaian terhadap kondisi aset, yaitu:
•
Identifikasi dan kuantifikasi semua infrastruktur
•
Mengumpulkan informasi terkait dengan umur, lokasi fisik, material dari
infrastruktur
•
Menetapkan kondisi infrastruktur saat itu
•
Menetapkan pembaruan dan penggantian, berdasarkan life-cycle cost.
•
Mengembangkan sistem untuk menyusun informasi
Selain Kanada, ada juga negara Australia yang telah mengatur pelaksanaan
revaluasi. Peraturan yang digunakan antara lain Accounting Standard 1041 tahun
2001 dan juga Guidance Note:Fair Value Asset Valuation Methodologies for
Victorian Local Government. Pemerintah Victoria khususnya dalam Guidance
Note (2004) menjelaskan bahwa sebelum melakukan penerapan penggunaan fair
value, diadakan diskusi untuk menentukan klasifikasi aset yang akan tetap
menggunakan biaya historis dan yang menggunakan nilai wajar. Hal ini dilakukan
berdasarkan ketentuan yang telah disusun sebelumnya oleh Australian Accounting
Standard Board (AASB). Dalam aturan ini pemerintah Victoria membuat
pembedaan atau klasifikasi aset dengan panduannya masing-masing. Klasifikasi
ini antara lain: Penilaian Tanah, Penilaian Bangunan, penilaian Bangunan Umum,
penilaian Bangunan Khusus, penilaian tanah,dll.
Didalam AASB 1041 diatur tentang Revaluasi non-current Asset
dijelaskan bahwa terdapat batasan-batasan dalam pelaksanaan revaluasi.
Revaluasi menurut standard ini tidak diperkenankan untuk financial Asset,
32 Persediaan, Aset Moneter, goodwill, Investasi dalam persekutuan dan bunga dari
entitas joint venture yang menggunakan akuntansi metode ekuitas.
Selain aturan yang ada tadi, ada juga Asset Revaluation Policy yang
dikeluarkan oleh pemerintah Australia. Kebijakan Revaluasi ini disusun untuk
menyediakan suatu kerangka dari pelaksanaan revaluasi. Kerangka kerja ini
digunakan untuk meyakinkan bahwa revaluasi yang dilaksanakan keteraturan
yang cukup sehingga dapat meyakinkan nilai tercatat aset itu tidak berbeda secara
material dari nilai wajar yang digunakan pada tanggal Laporan keuangan.
Peraturan yang dibuat ini menjadi penting dalam penerapan revaluasi
untuk organisasi sektor publik karena dengan jelas dapat melihat batasan-batasan
dan juga hal-hal yang harus dilakukan. Selain itu, peraturan ini dapat membantu
staf internal organisasi sektor publik untuk tetap bekerja pada koridor yang benar
jika revaluasi aset tetap dilakukan oleh staf internal. Tahapan penyusunan
peraturan merupakan salah satu langkah yang memang disarankan oleh IASB
seperti yang dijelaskan sebelumnya karena kebijakan tentang penilaian ini
menjadi hal yang sangat penting.
Di Indonesia, penilaian aset tetap sebenarnya bukan merupakan hal yang
baru karena pada saat penyusunan neraca awal pemerintah, sudah disusun
beberapa langkah untuk menentukan nilai awal aset yang dimiliki. Langkah ini
kemudian disusun dalam buletin teknis Standar Akuntansi Pemerintah (Bultek
SAP) nomor 1 tentang penyusunan neraca awal bab VI. Di dalam Bultek tersebut
aset pemerintah kemudian diklasifikasi kedalam beberapa jenis, yaitu: tanah;
33 gedung dan bangunan; jalan, irigasi, dan jaringan; Aset tetap lainnya; Konstruksi
dalam pengerjaan.
Penilaian untuk tanah ditentukan sesuai dengan nilai wajar yang
merupakan harga perolehan tanah tersebut setelah dibeli setahun atau kurang dari
tanggal neraca. Namun, jika tanah diperoleh lebih dari tanggal neraca awal, maka
ditentukan dengan menggunakan rata-rata harga jual antar pihak independen
disekitar tanggal neraca untuk jenis tanah yang sama diwilayah yang sama.
Apabila nilai diatas tidak tersedia, maka transaksi antar pihak independen dapat
mewakili harga pasar. Jika nilai pasar ini tidak ada maka, dapat digunakan nilai
jual objek pajak (NJOP) terakhir dan jika terdapat alasan untuk tidak
menggunakan NJOP maka dapat digunakan nilai dari pihak appraisal sebagai nilai
tanah saat itu. Semua dasar penilaian yang digunakan harus diungkapkan dalam
Catatan atas Laporan Keuangan.
Klasifikasi aset yang
berikut adalah gedung dan bangunan. Dalam
melakukan penilaian ditentukan berdasarkan nilai wajar. Jika nilai wajar ini tidak
tersedia maka akan ditentukan dengan menggunakan NJOP terakhir dan pada
pelaksanaannya terdapat alasan untuk tidak menggunakan NJOP, maka dapat
digunakan nilai dari tim appraisal sebagai dasar. Teknik penilaian yang sama juga
diterapkan pada peralatan dan mesin.
Dalam penilaian terhadap Jalan, Irigasi, dan Jaringan yang dibangun oleh
pemerintah serta dikuasai oleh pemerintah dan dalam kondisi siap digunakan,
dilakukan dengan menggunakan pihak appraisal untuk menentukan nilai wajar
34 dengan menggunakan standar atau perhitungan teknis dari instansi yang
berwenang yang diterbitkan setahun atau kurang dari tanggal neraca.
Ada juga aset tetap lainnya yang dapat berupa koleksi perpustakaan/buku
dan barang bercorak seni/budaya/olahraga. Dalam penyusunan neraca awal, aset
tetap lainnya dinilai berdasarkan nilai wajar jika aset tersebut dibeli pada tanggal
neraca.
Klasifikasi aset yang terakhir yaitu konstruksi dalam pengerjaan (KDP)
yang mencakup aset tetap yang sedang dalam proses pembangunan, yang pada
tanggal neraca belum selesai dibangun. Untuk keperluan penyusunan neraca awal,
dokumen sumber untuk mencatat nilai KDP ini adalah akumulasi seluruh nilai
Surat Perintah Membayar yang telah dikeluarkan untuk aset tetap yang
bersangkutan sampai dengan tanggal neraca.
Dari klasifikasi aset tetap yang disusun oleh komite standar akuntansi
pemerintah (KSAP) dilihat bahwa dalam melakukan penilaian pada umumnya
strategi yang digunakan yaitu dengan memaksimalkan terlebih dulu staf internal
yang dimiliki yang kemudian jika pilihan ini tidak memungkinkan baru
menggunakan pihak eksternal. Ada juga aset tetap tertentu seperti Jalan, Irigasi,
dan Jaringan yang dalam penilaian langsung menggunakan appraisial namun tetap
dengan berdasarkan panduan teknis yang telah disusun oleh pemerintah.
BLU yang dalam penerapan revaluasi aset tetap yang relevan terkait
dengan aspek manajemen maka terdapat beberapa tahapan yang dapat
dikembangkan terkait berdasarkan pada strategi-strategi yang telah dikaji diatas.
Langkah-langkah yang mingkin diterapkan oleh BLU antara lain:
35 7. Melakukan klasifikasi aset,
8. Membuat dan/atau mengembangkan kebijakan penilaian, termasuk metode
penilaian untuk setiap klasifikasi aset,
9. Mengumpulkan informasi terkait dengan umur, lokasi fisik, material dari
infrastruktur,
10. Menetapkan kondisi infrastruktur saat itu,
11. Melakukan penilaian;
Terkait dengan tahapan ini, BLU dapat menggunakan tahapan:
a. Menggunakan NJOP terakhir sebagai nilai sekarang dari aset tetap
b. Jika terdapat alasan untuk tidak menggunakan NJOP maka dapat
digunakan dengan nilai dari perusahaan jasa penilai resmi atau tim
penilai yang kompeten (appraisal).
12. Melakukan tinjauan manajemen terkait dengan penilaian yang dilakukan.
Dalam kaitannya dengan pelaporan keuangan, manajemen tetap memiliki
tanggung jawab terkait akurasi dari penilaian, bahkan ketika dinilai oleh pihak
penilai eksternal. Sebelum dimasukan dalam daftar aset, manajemen perlu untuk
meninjau ulang kelengkapan dan kewajaran aset itu.
Keterangan
1. Tujuan dan
Fungsi Laporan
Keuangan Sektor
Publik
36
Literatur
Pelaporan keuangan sektor privat
bermanfaat bagi pengambilan
keputusan ekonomi oleh (SAK
nomor 1 tahun 2010):
1. Investor: Memungkinkan untuk
menilai kemampuan perusahaan
membayar dividen.
2. Karyawan: menilai kemampuan
perusahaan untuk memberikan
balas jasa.
3. Pemberi Pinjiaman:
Memungkinkan untuk
memutuskan apakah pinjaman
serta bunganya dapat dibayar
saat jatuh tempo.
4. Pelanggan: Berkaitan dengan
informasi kelangsungan hidup
perusahaan, terutama kalau
mereka terlibat perjanjian
jangka panjang.
5. Pemerintah: Informasi
keuangan dibutuhkan untuk
mengatur aktivitas perusahaan,
menetapkan kebijakan, dan
sebagi dasar penyusunan
BLU sebagai Sektor Publik
Bagi BLU pelaporan keuangan
berkepentingan kepada stakeholdersnya dalam hal ini DPR sebagai
perwakilan masyarakat dan instansi
induk dari BLU tekait dengan:
a. Manajemen: Membantu
pengguna mengevaluasi
kegiatan BLUdalam periode
berjalan terkait dengan fungsi
perencanaan, pengelolaan, dan
pengendalian atas penerimaan,
pengeluaran, aset, kewajiban,
dan ekuitas BLU.
b. Akuntabilitas:
Mempertanggungjawabkan
pengelolaan sumber daya dan
pelaksanaan kebijakan yang
dipercayakan kepada BLU
c. Transparansi: Memberikan
informasi keuangan yang
terbuka dan jujur kepada
masyarakat.
Analisis
Dalam tujuan laporan keuangan,
BLU sebagai sektor publik
mempunyai tujuan yang berbeda
dengan yang dimiliki oleh sektor
privat karena dari sisi stakeholder
yang dimiliki sektor publik memiliki
tanggung jawab kepada masyarakat
untuk melaporakan manajemen
terkait penilaian kemampuan
mengelola SDA yang dimiliki
dengan efektif dan efisien serta dapat
melakukan pertanggungjawaban
kepada pihak stakeholder terkait
dengan akuntabilitas dan
memberikan informasi yang terbuka
dan jujur.
6.
2. Relevansi
Revaluasi Aset
Tetap
a.
b.
c.
3. Kendala
Revaluasi Aset
Tetap
4. Strategi
Revaluasi Aset
tetap
statistic pendapatan nasional
dan statistic lainnya.
Masyarakat: memantu
masyarakat untuk menilai trend
dan perkembangan terakhir
kemakmuran perusahaan serta
rangkaian aktivitasnya.
Peningkatan Pada holding gain Terdapat Peningkatan pada aspek
aset yang dimiliki perusahaan
manajemen. Dalam hal ini manajemen
Peningkatan terhadap
aset tetap.
penghematan dana.
Membantu dalam melakukan
pinjaman dana kepada kreditor.
Kendala yang dihadapi oleh sektor
privat yaitu:
1. Besarnya biaya yang
dihadapi dalam melakukan
revaluasi.
Kendala yang dihadapi bagi sektor
publik:
1. Besarnya Biaya dalam
melakukan revaluasi.
2. Rendahnya kompetensi Sumber
Daya Manusia yang dimiliki.
- IPSASB – Transition to Accrual Basis
of Accounting. Strategi yang
diterapkan yaitu:
Dari Relevansi revaluasi aset tetap
yang dimiliki BLU, lebih mengarah
pada peningkatan manajemen hal ini
yang difokuskan untuk
meningkatkan pengelolaan aset yang
dimiliki dengan lebih efektif dan
efisien.
Kendala yang dihadapi dalam
penerapan sektor publik maupun
sektor privat dapat dikatakan sama
yaitu masalah besarnya biaya.
Namun, bagi sektor publik ditembah
satu masalah lagi yaitu kompetensi
sumber daya manusia yang dimiliki
karena pada umumnya sumber daya
sektor publik yang dimiliki tidak
difokuskan untuk pelaksanaan
revaluasi aset tetap.
Strategi yang diterapkan oleh
BLU dapat mengadaptasi dari
langkah-langkah yang diterapkan
37
a. Membuat atau mengembangkan
kebijakan penilaian
b. Memutuskan kapan aset didalam
klasifikasi harus dinilai ulang
c. Menyiapkan instruksi penilai
d. Mengumpulkan informasi yang
diminta penilai
e. Memilih penilai
f. Melakukan tinjauan manajemen
terhadap penilaian.
- Canada-Public Sector Accounting
Board: dari yang disusun oleh IPSASB
Canada menambahkan beberapa
langkah yaitu:
1. Identifikasi dan kuantifikasi semua
infrastuktur;
2. Mengumpulkan Informasi terkait
dengan umur, lokasi fisik, material
dari infrastruktur;
3. Menetapkan kondisi infrastruktur
saat itu;
4. Menetapkan pembaruan dan
penggantian, berdasarkan life-cycle
cost;
5. Mengembangkan sistem untuk
menyusun informasi.
- Australia-Guidance note: Fair value
asset valuation methodologies for
oleh Negara lain dan juga dari
Bultek SAP sesuai dengan aspek
manajemen
yang
terpengaruh
sehingga strateginya antara lain:lain:
1. Melakukan klasifikasi aset,
2. Membuat
dan/atau
mengembangkan
kebijakan
penilaian,
termasuk
metode
penilaian untuk setiap klasifikasi
aset,
3. Mengumpulkan informasi terkait
dengan umur, lokasi fisik,
material dari infrastruktur,
4. Menetapkan kondisi infrastruktur
saat itu,
5. Melakukan penilaian;
Terkait dengan tahapan ini, BLU
dapat menggunakan tahapan:
a. Menggunakan NJOP terakhir
sebagai nilai sekarang dari aset
tetap
b. Jika terdapat alasan untuk
tidak menggunakan NJOP
maka dapat digunakan dengan
nilai dari perusahaan jasa
penilai resmi atau tim penilai
yang kompeten (appraisal).
6. Melakukan tinjauan manajemen
38
Victorian Local Government
Dijelaskan bahwa sebelum melakukan
penerapan penggunaan fair value,
diadakan diskusi untuk menentukan
klasifikasi aset yang akan tetap
menggunakan biaya historis dan
menggunakan nilai wajar.
- AASB 1041: Terdapat batasan-batasan
dalam melakukan revaluasi aset tetap
yaitu tidak diperkenankan untuk aset
financial, persediaan, aset moneter,
goodwill, investasi dalam persekutuan
dan bunga dari entitas joint venture
yang menggunakan akuntansi metode
ekuitas.
- BulTek SAP nomor 1 (2010):
a. Penilaian atas tanah:
1. Ditentukan sesuai dengan nilai
wajar diperoleh dari harga
pembelian setahun atau kurang
dari tanggal neraca;
2. Jika diperoleh lebih dari tanggal
neraca maka gunakan rata-rata
harga jual dari pihak independen
disekitar tanggal neraca;
3. Apabila tidak tersedia maka
gunakan transaksi antar pihak
independen;
terkait dengan penilaian yang
dilakukan.
Dalam
kaitannya
dengan
pelaporan keuangan, manajemen
tetap memiliki tanggung jawab
terkait akurasi dari penilaian, bahkan
ketika dinilai oleh pihak penilai
eksternal. Sebelum dimasukan dalam
daftar aset, manajemen perlu untuk
meninjau ulang kelengkapan dan
kewajaran aset itu.
39
40
4. Jika tidak ada nilai pasar,
gunakan NJOP terakhir; dan
5. Jika ada alasan untuk tidak
gunakan NJOP maka gunakan
pihak appraisal untuk menilai.
b. Penilaian Atas Gedung dan
Bangunan:
1. Penilaian ditentukan
berdasarkan nilai wajar;
2. Jika tidak ada, gunakan NJOP
terakhir sebagai dasar; dan
3. Jika ada alasan untuk tidak
gunakan NJOP, maka gunakan
pihak appraisal untuk menilai.
c. Jalan, irigasi, dan jaringan yang
dibangun pemerintah dan dikuasai
pemerintah ditentukan nilai
wajarnya dengan menggunakan
pihak appraisial untuk melakukan
penilaian.
Aset Tetap Lainnya; Dalam
penyusunan neraca awal, dinilai
berdasarkan nilai wajar jika aset
tersebut dibeli pada tanggal neraca.
IV. Kesimpulan dan Saran
Untuk penerapan revaluasi aset tetap terdapat dua kendala utama yang
dihadapi, yaitu masalah besarnya biaya untuk menyewa jasa appraisal yang
melakukan revaluasi aset tetap dan kurangnya kompetensi Sumber Daya Manusia
yang dimiliki instansi untuk melakukan penilaian aset. Masalah biaya kemudian
berdasarkan Studi yang dilakukan oleh IPSASB dapat diatasi dengan
menggunakan staff internal yang kompeten untuk melakukan revaluasi. Terkait
dengan staf internal ini maka timbul masalah yang kedua yaitu rendahnya
kompetensi sumber daya manusia sehingga untuk pelaksanaannya staf internal
perlu untuk diberikan pelatihan terkait dengan teknik-teknik penilaian aset tetap
agar dapat memberikan penilaian aset baik dan tidak berbeda dengan yang
dihasilkan oleh perusahaan appraisal.
Dalam penerapaan revaluasi aset tetap pemerintah pada BLU, terdapat
tingkat relevansi yang kecil karena melakukan revaluasi aset tetap hanya akan
memberikan dampak pada peningkatan aspek manajemen aset tetap. Dengan
mengetahui nilai wajar aset tetap maka fungsi perencanaan, pengelolaan dan
pengendalian aset dapat dilakukan dengan lebih baik sehingga dapat mendukung
pengguna untuk memberikan evaluasi yang baik terkait fungsi perencanaan,
pengelolaan dan pengendalian dari aset tetap. Aspek lain dari tujaun Laporan
Keuangan BLU yakni akuntabilitas dan transparansi tidak akan berdampak jika
revaluasi aset tetap dilakukan.
Terkait dengan penerapan aspek manajemen ini, maka ada terdapat
beberapa strategi yang harus dilakukan yang diambil, yaitu
41 klasifikasi aset,
42 membuat
dan/atau
mengembangkan
kebijakan
penilaian,
mengumpulkan
informasi terkait infrastruktur , menetapkan kondisi infrastruktur, melakukan
penilaian, dan yang terakhir adalah melakukan tinjauan manajemen terkait dengan
penilaian yang dilakukan. Dengan dampak terhadap aspek manajemen maka
dalam penerapannya, manajemen memiliki kewenangan untuk melakukan
pengelolaan manajemen terhadap aset ini. Sehingga strategi revaluasi aset tetap
ini dapat dilimpahkan untuk manajemen melakukannya karena disatu sisi BLU
juga diberi kebebasan untuk melakukan pengelolaan terhadap aset yang dimiliki.
Berdasarkan kajian revaluasi aset tetap dimana terkait pelaporan
keuangannya memiliki tingkat relevansi yang rendah sehingga dari kajian
penelitanan ini, maka BLU harus mempertimbangkan lagi untuk menggunakan
SAP sebagai standar karena saat ini PSAP juga telah berbasis akrual. dimana
dapat membantu BLU untuk terus melakukan pelayanan publik dengan tetap
mengedepankan prinsip produktivitas dan efisiensi. Disamping itu, dalam
pelaporan keuangan, BLU dituntut membuat dua laporan keuangan dengan dua
standar yang berbeda yaitu SAK dan SAP sehingga dapat lebih efisien bagi BLU
untuk membuat laporan keuangannya.
Penelit selanjutnya dapat melakukan kajian terkait dengan pengaruh
penerapan SAK terhadap pelaporan keuangan BLU sebagai instansi pemerintah
dan juga perbandingan penerapan SAK dengan SAP sebagai standar untuk
pelaporan keuangan BLU. Daftar Pustaka
Australian Accounting Standard Board. 2001. Revaluation of Non-Current Assets.
http://www.aasb.gov.au/admin/file/content102/c3/AASB1041_0701.pdf. 26 Mei 2012
Anomim,
2011.
Akuntabilitas
dan
Good
Governance.
http://www.scribd.com/doc/43938946/Bab-7-Akuntabilitas-Dan-GoodGovernance. 22 Juni 2012.
Aprianti, Susy, 2002, “Tinjauan Relevansi Aktiva Tetap Menurut Pajak serta
Pengaruhnya terhadap laba kena pajak perusahaan ‘X’”.
http://digilib.petra.ac.id/viewer.php?submit.x=0&submit.y=0&submit=p
rev&page=25&qual=high&submitval=prev&fname=%2Fjiunkpe%2Fs1
%2Feakt%2F2002%2Fjiunkpe-ns-s1-2002-32496103-163-revaluasichapter2.pdf. 23 Februari 2012
Bastian, Indra, 2006, Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar, Erlangga,
Jakarta.
____________ 2008, Akuntansi Kesehatan, Erlangga, Jakarta.
BPKP, 2007, Akuntabilitas Instansi Pemerintah edisi kelima, Pusadiklat
Pengawasan BPKP.
Buletin Teknis Standar Akuntansi Pemerintah Nomor 1 Tahun 2010 tentang
Penyusunan Neraca Awal Pemerintah Pusat.
Department Of Sustainability and Environment. 2004. Guidance Note: Fair Value
Asset Valuation Methodologies for Victorian Local Governments.
Victoria.http://www.dpcd.vic.gov.au/__data/assets/pdf_file/0003/38181/
0706-01FairValueAsset.pdf. 26 Mei 2012
Harahap, Sofyan Syarif, 2011, Teori Akuntansi Edisi Revisi-11, Rajawali Pera,
Jakarta.
Indriani, Agnes. 2012. ”Pentingnya Melakukan Manajemen Aset tetap”. http://www.jtanzilco.com/main/index.php/component/content/article/1kap-news/483-pentingnyamelakukanmanajemenasettetap. 22 Juni 2012.
International Federation of Accountants. 2011. Transition to the Accrual Basis of
Accounting: Guidance for Local Government Entites. 3rd. Ed.
http://www.ifac.org/Store/Details.tmpl?SID=102026702640546. 24 Mei
2012
43 44 Iyandri.
2012. Revaluasi Aset Tetap. http://id.shvoong.com/businessmanagement/accounting/2284637-revaluasi-aset-tetap/. 23 Februari
2012.
Komisi
Pemberantasan Korupsi. ”Asas Good Corporate Governance”. http://www.kpk.go.id/modules/edito/content_gcg.php?id=21. 22 Juni
2012.
Krina, Loina Lalolo, 2003, Indikator dan Alat Ukur Prinsip Akuntabilitas,
Transparansi dan Partisipasi, Sekretariat Good Public Governance Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional, Jakarta.
Manna I., Fahri M., 2009, “Lebih Jauh Mengenai PSAK No. 16 (Revisi 2007)
Tentang Aset Tetap”, Newletter Akuntansi, Audit, Perpajakan &
Manajemen, Edisi IX/September 2009.
Martanti
Dwi,
2011,
“Revaluasi
Aset
Tetap”,
http://www.bumntrack.com/index.php/artikel/view_artikel/477, 14 Maret
2012 Nordiawan, Deddi, Ayuningtyas Hertianti, 2010, Akuntansi Sektor Publik Edisi 2,
Salemba Empat, Jakarta.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 07/PMK. 02/2006 tentang Persyaratan
Administratif Dalam Rangka Pengusulan dan Penetapan Satuan Kerja
Instansi Pemerintah Untuk Menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum.
_________________________Nomor 76/PMK.05/2008 tentang
Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Badan Layanan Umum
Pedoman
_________________________ Nomor 79/PMK.03/2008 tentang Penilaian Aktiva
Tetap Perusahaan Untuk Tujuan Perpajakan.
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum.
_________________ Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan.
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 1 tahun 2010 tentang Kerangka
Dasar Laporan Keuangan.
45 Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 16 (revisi 2007) Tentang Aset
Tetap.
Public Sector Accounting Board. 2007. Guide to Accounting For and Reporting
Tangible
Capital
Assets.
http://www.psab-ccsp.ca/other-nonauthoritative-guidance/item14603.pdf.
Redithe, R. A., 2009, “Penerapan PSAK 16 (Revisi 2007) Tentang Aset Tetap dan
Dampaknya Terhadap Perpajakan”, Newsletter Akuntansi, Audit,
Perpajakan & Manajemen, Edisi VIII/Agustus 2009.
Sulistiyowati, Leni, 2010, Panduan Praktis Memahami Laporan Keuangan, PT
Elex Media Komputindo, Jakarta.
Sururi.2011.IFRS: Property, Plant, and Equipment.aaykpn.ac.id/article/read/23.30
Oktober 2011
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Zhai Y. H., 2007, “Asset Revaluation and Future Firm Operating Performance:
Evidence from New Zealand”, Lincoln University.
Download