View/Open - Repository | UNHAS

advertisement
KETERKAITAN ANTARA TQM, ISO 9000 DAN KINERJA PERUSAHAAN:
SUATU TELAAH TEORITIS
Musran Munizu
Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Unhas Makassar
E-mail: [email protected]; [email protected]
Abstrak
Total Quality Management (TQM) merupakan filosofi dan praktik manajemen
terbaik (best management practices) yang dapat membantu pengelolaan organisasi
agar lebih efektif dalam upaya peningkatan mutu dan kinerja perusahaan. Karena itu,
TQM juga dianggap sebagai salah satu kunci sukses dalam upaya memasuki pasar
global bagi perusahaan/organisasi bisnis di era global. ISO 9000 merupakan suatu
kumpulan standar manajemen mutu dan standar proses, bukan standar produk. ISO
9000 merupakan fondasi dari TQM, atau sebuah kerangka kerja dimana TQM bisa
dikembangkan. Karena itu, manfaat yang bisa didapatkan setiap organisasi dengan
mengadopsi ISO 9000 adalah sebagai mekanisme kontrol untuk membantu
kesuksesan transisi dari ISO 9000 ke praktik TQM yang lebih baik. Keduanya dapat
diadopsi secara parsial maupun secara simultan, karena baik TQM maupun ISO 9000
dapat berjalan sendiri-sendiri atau dapat juga saling melengkapi dalam mendorong
usaha pencapaian kinerja bisnis yang lebih baik.
Kata kunci: Total quality management (TQM), ISO 9000, Kinerja perusahaan
I.
Pendahuluan
Total Quality Management (TQM) merupakan filosofi dan praktik manajemen
terbaik yang dapat membantu para manajer dalam mengelola organisasi/perusahaan
agar efektivitas operasi dan kinerja perusahaan lebih meningkat. Karena itu, tingkat
kesadaran terhadap Total Quality Management (TQM) telah meningkat dan tumbuh
menjadi bidang penelitian yang well-established. Adanya Quality Award models
seperti the European Quality Award di Eropa; the Deming Prize di Japan dan the
Malcolm Baldrige National Quality Award/MBNQA di USA, menyediakan
benchmark framework bagi perusahaan untuk menilai metode manajemen mutu,
penyebaran metode ini, dan pengaruhnya pada organisasi bisnis (Krajewski et al.,
2010).
Meningkatnya kompetisi global yang didukung oleh regulasi yang pro bisnis,
telah memotivasi setiap organisasi untuk mengadopsi Total Quality Management
1
(TQM) sebagai strategi dalam memenuhi persyaratan pelanggan. TQM telah
dipandang sebagai filosofi manajemen dalam mencapai keunggulan perusahaan
dalam semua aspek bisnis melalui perbaikan secara terus menerus pada organisasi
secara luas. Karena itu, TQM diyakini memberikan kontribusi terhadap daya saing,
dan kinerja organisasi (Chase et al., 2005).
Pertumbuhan volume perdagangan internasional yang semakin tajam dan
ekspektasi pelanggan yang lebih tinggi terhadap kualitas produk perusahaan, juga
telah mendorong pada peningkatan kualitas produk di pasar internasional, khususnya
melalui sertifikasi ISO 9000. Pada awalnya ISO 9000 merupakan serangkaian
standar jaminan kualitas yang telah dikembangkan oleh International Organization
for Standardization di Geneva, Swiss. Ada standar yang berbeda dalam ISO 9000,
seperti ISO 9001, 9002, 9003 dan ISO 9004. Di antara standar yang berbeda, ISO
9001 adalah yang paling komprehensif. Sehingga perusahaan mengeluarkan upaya
dan biaya yang lebih untuk mendapat akreditasi tersebut (Han et al., 2007).
Di Amerika Serikat, banyak perusahaan dan lembaga pemerintah misalnya, AT
&T, Departemen Pertahanan, dan NASA telah mengadopsi ISO 9000 sebagai suatu
persyaratan standar bagi kinerja mutu outputnya. Tuntutan untuk sertifikasi ISO 9000
dengan cepat meningkat, karena lebih dari 100 negara kini mengakui ISO 9000 series
(Chase et al., 2005). Saat ini, lebih dari 400.000 perusahaan telah terdaftar di seluruh
dunia dengan standar ISO 9000. Sertifikasi tersebut mensyaratkan adanya jaminan
kualitas yang tepat rencana, program, dokumentasi, dan prosedur (Dale, 2003).
II.
Telaah Literatur
a. Total Quality Management (TQM)
Perkembangan konsep kualitas yang mengarah pada pendekatan manajemen
kualitas dideskripsikan menjadi 4 (empat) tahap menurut Dale (2003) sebagai
berikut:
1) Inspeksi kualitas; manajemen kualitas dimulai dengan pendekatan metode
inspeksi yang bergerak dalam fungsi proses sebagai bagian dari sistem
pengukuran dan pengujian yang dihubungkan dan dibandingkan dengan
kebutuhan yang terspesifikasi. Sistem tersebut dalam proses jasa atau manufaktur
berperan penting disaat produk telah mencapai tahap akhir proses, dan nilai
2
kualitas baru ditentukan setelah suatu produk telah pada tahap akhir proses.
Konsep inspeksi kualitas tidak berhubungan secara langsung dengan konsumen,
pemasok dan distributor;
2) Kendali mutu (quality control); bersifat pengujian produk dan aktivitas
dokumentasi dari spesifikasi kualitas produk dengan sasaran untuk mendapatkan
verifikasi derajat kualitas proses dan produk yang terbaik dan sekaligus untuk
mereduksi adanya cacat produk/proses yang terjadi. Sasaran utama pada kontrol
kualitas adalah dapat dibangunnya suatu mekanisme mode preventif di dalam
segenap aktivitas proses. Selain itu sasaran kendali kualitas juga mengarah pada
terbentuknya suatu mekanisme otomasi pengendalian kualitas produk dan sistem
dalam operasional proses;
3) Jaminan kualitas (quality assurance); adalah merupakan fase perubahan
pendekatan konsep kualitas dari aspek kualitas produk ke arah aspek kualitas
sistem. Dalam fungsi jaminan kualitas suatu organisasi bisnis memiliki peranan
yang sangat penting dalam mendesain dan mengendalikan mekanisme proses.
Peranan fungsi desain menjadi sangat penting terutama dalam desain mode
preventif, desain prosedur, desain instruksi kerja, desain standar kualitas, desain
audit kualitas dan lain-lain;
4) Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management); adalah level tertinggi
dalam aspek inisiatif kualitas yang lebih banyak memanfaatkan aplikasi-aplikasi
atau perangkat kerja kualitas dan prinsip-prinsip manajemen dalam segenap
aktivitas proses bisnis, termasuk di dalamnya adalah penyusunan dan penetapan
visi dan misi organisasi bisnis, fokus pada kebutuhan, keinginan dan ekspektasi
konsumen (internal maupun eksternal). Inisiatif manajemen mutu terpadu tidak
hanya berorientasi pada kualitas produk saja, tetapi juga berorientasi pada seluruh
aspek kualitas disegenap aktivitas organisasi bisnis yang di dalamnya mencakup
aspek pemasaran, aspek finansial, aspek personil dan fungsi-fungsi nonmanufaktur lainnya
Secara konseptual TQM dianggap sebagai filosofi manajemen yang dapat
dikategorikan melalui dimensi-dimensi dan teknik-tekniknya. Dimensi-dimensi TQM
adalah : (1) continous improvement, (2) teamwork, (3) customer focus. Dimensidimensi tersebut didukung oleh aturan teknik yang luas (Heizer dan Render, 2004).
3
Chase et al. (2005) menyatakan bahwa TQM adalah kegiatan mengelola organisasi
sebagai sebuah keseluruhan sehingga semua dimensi produk dan jasa yang
dipandang penting oleh pelanggan menjadi unggul atau istimewa (managing the
entire organization so that it excels on all dimensions of products and services that
are important to the customer).
British Quality Association (BQA) mengembangkan 3 (tiga) alternatif
mengenai definisi dari Total Quality Managent (Wilson and Collier, 2000).
Pertama, Total Quality Managent (TQM) versi BQA disebut dengan “soft”, yaitu;
karakteristik kuantitatif yang terdiri dari; orientasi pada konsumen, budaya kerja
yang unggul, mengeliminasi batasan-batasan kerja, bekerja secara tim dan partisipasi
penuh oleh segenap tenaga kerja. Dalam perspektif tersebut, manajemen mutu
terpadu terlihat konsisten dengan gaya manajemen terbuka, responsive, dan otonomi
sektoral. Kedua, adalah “hard”; yaitu penekanan pada aspek-aspek produktivitas,
seperti misalnya; pengukuran dan pengendalian kerja tersismematika, penetapan
standar kinerja dengan menggunakan prosedur dan metode statistika mutu. Dalam
perspektif tersebut Total Quality Managent (TQM) terlihat konsisten dengan gaya
manajemen tertutup yang lebih pada sedikit keterlibatan dari tenaga kerja. Ketiga,
adalah gabungan dari “soft” dan “hard” yang mengkomparasikan tiga kondisi, yaitu;
obsesi pada permasalahan kualitas, penggunaan metode ilmiah dalam pencapaian
kualitas dan keterlibatan penuh dari segenap tenaga kerja dalam aktivitas proses.
Menurut Hasibuan (2001) pengendalian mutu terpadu (PMT=TQM) adalah
suatu sistem manajemen yang melibatkan semua tingkatan karyawan melalu
pelaksanaan konsep quality control dan metode statistik untuk memuaskan
langganan dan karyawan. Kemudian Feigenbaum dalam Tjiptono dan Diana (2003)
mendefinisikan TQM atau pengendalian mutu terpadu sebagai suatu sistem yang
efektif untuk memadukan pengembagan mutu, dan upaya perbaikan mutu berbagai
kelompok dalam sebuah organisasi agar pemasaran, kerekayasaan, produksi dan jasa
dapat berada pada tingkatan yang paling ekonomis agar pelanggan mendapat
kepuasan penuh.
Konsep pengendalian mutu terpadu (TQM) berasal dari sistem manajemen
perusahaan Jepang yang secara empiris telah memberikan peranan yang cukup besar
terhadap usaha peningkatan kualitas produk maupun jasa yang dihasilkan oleh
4
perusahaan. Perbedaannya dengan pengendalian mutu biasa cukup jelas, seperti yang
diungkapkan oleh Chase et al. (2005) bhawa pada pengendalian kualitas biasa, titik
beratnya adalah pada produk, sehingga pengendalian kualitas ini akan dianggap baik
apabila kualitas produk perusahaan sudah sesuai sebagaimana yang telah
direncanakan sebelumnya. Sedangkan di dalam pengendalian kualitas total, obyek
pengawasannya bukan hanya terhadap produk perusahaan saja, melainkan terhadap
seluruh aspek yang ada dalam perusahaan tersebut. Dengan demikian, maka
pengedalian kualitas ini akan ditujukan kepada semua keluaran (output) di dalam
perusahaan tersebut, sehingga bagian pemasaran akan berusaha untuk meningkatkan
pemasarannya, bagian pelayanan purna jual, bagian gudang juga akan berusaha
meningkatkan kualitas penyimpanan dan lain sebagainya (Krajewski et al., 2010).
Pengembangan sistem dan metode kendali mutu pada dasarnya adalah
bertujuan untuk meningkatkan daya saing untuk meningkatkan profitabilitas jangka
panjang. Manajemen mutu terpadu (Total Quality management) adalah salah satu
kunci sukses dalam upaya memasuki pasar global bagi perusahaan/organisasi bisnis.
Untuk mencapai keberhasilan tersebut, implementasi manajemen mutu terpadu dapat
dilakukan berdasar 3 (tiga) elemen sebagai berikut:
1) Fokus pada konsumen; bahwa segenap kinerja proses ditujukan pada apa yang
menjadi kebutuhan, keinginan dan ekspektasi konsumen. Konsumen adalah
pihak/seseorang yang membayar untuk suatu produk/jasa pelayanan (konsumen
eksternal), atau pihak selanjutnya dalam satu rantai proses (konsumen internal)
dalam satu aktivitas bisnis.
2) Partisipasi menyeluruh; dalam organisasi kerja tradisional, para pekerja
mengharapkan untuk dipahami dan dinilai apa yang menjadi kontribusi dan
kepuasan kerjanya. Begitu halnya dengan para manajer, supervisor, teknisi dan
pekerja operasional. Konsep dari total partisipasi mengkaitkan antara sumberdaya
manusia dengan target mutu proses dari apa yang menjadi tugas dan
tanggungjawabnya, dan sebagian lagi bertanggung jawab atas terwujudnya
pencapaian produktivitas yang tinggi dan peningkatan nilai mutu produk atau
proses.
3) Perbaikan berkesinambungan; bahwa standar kinerja adalah untuk mencapai
derajat kesempurnaan. Crosby dalam Heizer dan Render (2004) menggambarkan
5
kinerja sebagai bentuk "zero defect (tanpa cacat)". Pandangan tersebut juga
diasumsikan sebagai metode peningkatan secara bertahap (incremental) maupun
melalui terobosan-terobosan (breakthrough). Ketika peningkatan telah tercapai,
maka suatu mekanisme standar proses,
pengendalian dan pemantauan
(monitoring) harus dibangun. Hal tersebut dimaksudkan agar stabilitas dari
peningkatan kualitas proses/produk/jasa tetap terjaga (Krawjeski et al., 2010).
Dalam praktiknya, TQM terdiri dari berbagai elemen/dimensi. Powell (1995)
mengidentifikasi elemen-elemen sebagai TQM’s framework, yaitu : (1) executive
commitment, (2) adopting the philosophy, (3) closer to consumenrs, (4) closer to
supplier, (5) bencmarking, (6) training, (7) open organization, (8) employee
empowerment, (9) zero-defect mentality, (10) flexible manufacturing, (11) process
improvement, dan (12) measurement.
Sementara itu, Zhang (2000) mengidentifikasi sebelas
praktik TQM yang
menjadi dasar best-established and recoqnized framework untuk peningkatan kualitas
dalam konteks perusahaan-perusahaan di China, yaitu : (1) leadership, (2) supplier
quality management, (3) vision and plan statement, (4) evaluation, (5) process
control and improvement, (6) product design, (7) quality system improvement, (8)
employee participation, (9) recognition and reward, (10) education and training,
and (11) customer focus.
TQM mempunyai fokus pada peningkatan efektivitas organisasi dan tanggap
terhadap kebutuhan pelanggan. Dengan demikian, aplikasi praktik TQM dalam
perusahaan mampu mendorong keunggulan organisasi dan kepuasan pelanggan.
Meningkatnya daya saing perusahaan pada gilirannya akan mengarah pada
meningkatkan kinerja perusahaan secara keseluruhan, baik dalam ukuran keuangan
maupun non keuangan.
Beberapa penelitian tentang pengaruh praktik-praktik TQM terhadap kinerja
manajemen mutu juga telah banyak dilakukan. Flynn et al. (1995) mengatakan
bahwa praktik-praktik manajemen mutu merupakan input dan merepresentasikan
kinerja manajemen mutu dari output. Praktik-praktik (statiscal control and feedback,
product design process, process flow management, and top management support)
telah ditemukan berkorelasi positif terhadap kinerja manajemen mutu .
6
Samson and Terziovki (1999) menguji hubungan antara praktik-praktik TQM
dan kinerja operasional di perusahaan manufaktur Australia dan New Zeland. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa hubungan antara praktik-praktik TQM dan kinerja
operasional (seperti quality performance, operational performance and business
performance) adalah signifikan. Demensi-demensi
leadership, management of
people, customer focus merupakan prediktor yang signifikan terhadap kinerja
operasional.
b. International Organization for Standardization (ISO 9000)
Secara historis, ISO adalah sebuah organisasi intenasional yang terdiri dari 130
negara yang berkedudukan di Jenewa, Swiss. ISO adalah organisasi bukan
pemerintah (NGO) yang didirikan pada tahun 1947. Terminologi ISO adalah bukan
singkatan dari The Internasional Organization for Standardization. ISO adalah
sebuah kata yang berasal dari bahasa Yunani yang berarti sama, seperti terminologi
lainnya misalnya Isoterm berarti suhu yang sama, Isometric berarti dimensi yang
sama, dan Isobar berarti tekanan yang sama (Vloeberghs dan Bellens, 1996). Sampai
saat ini ISO 9000 memiliki 4 (empat) edisi yaitu ISO 9000 series edisi 1994, 2000,
2005 dan 2008 (BSN, 2009)
Di Indonesia, ISO 9000 Series diadopsi secara identik oleh Badan
Standardisasi Nasional (BSN) menjadi Kelompok Standar Nasional Indonesia (SNI)
19-9000 yaitu dengan cara menerjemahkan seluruh materi dalam dokumen standar
ISO 9000 Series ke dalam bahasa Indonesia. Penerjemahan ini diupayakan
mempertahankan substansi panduan sebagaimana aslinya dalam Bahasa Inggris.
Tujuan dari adopsi ini adalah untuk memenuhi keinginan masyarakat standardisasi di
Indonesia dalam menyediakan dokumen SNI yang selalu selaras dengan standar
Intenasional yang berkaitan.
Pada periode tahun 2001-2005, BSN mengadopsi ISO 9000 Series menjadi:
(1) SNI 19-9000-2001, Sistem manajemen mutu – Dasar-dasar dan kosakata, yang
merupakan adopsi identik terhadap ISO 9000:2000. (2) SNI 19-9001-2001, Sistem
manajemen mutu – Persyaratan, yang merupakan adopsi identik terhadap ISO
9001:2001. (3) SNI 19-9004-2001, Sistem manajemen mutu – Panduan untuk
7
perbaikan kinerja, yang merupakan adopsi identik terhadap ISO 9004:2000. (4) SNI
19-19011-2005, Panduan audit sistem manajemen mutu dan/atau lingkungan, yang
merupakan adopsi identik terhadap ISO 19011:2002.
Terkait dengan terbitnya ISO 9000 versi 2005, BSN tidak melakukan adopsi
terhadap standar tersebut dengan pertimbangan bahwa substansi ISO 9000:2005
tidak jauh berbeda dengan standar versi sebelumnya (ISO 9000:2000). Sedangkan
dengan terbitnya ISO 9001 versi 2008, meskipun tidak muncul persyaratan baru,
namun BSN tetap merasa perlu mengadopsinya menjadi SNI, mengingat hal ini
terkait dengan sertifikasi SMM. BSN telah mengadopsi ISO 9001:2008 menjadi SNI
19-9000-2009 namun tetap dalam Bahasa Inggris dengan pertimbangan tidak ada
perubahan yang signifikan pada versi 2008 (BSN, 2009).
ISO 9000 merupakan langkah pertama suatu organisasi untuk menuju kualitas
total. Perusahaan di dunia dikenal bahwa produknya berkualitas karena telah
memiliki sertifikasi ISO 9000. Perusahaan yang telah memperoleh sertifikat ISO
9000 memperoleh manfaat-manfaat antara lain: meningkatkan kepuasan pelanggan,
menurunkan biaya, meningkatkan efisiensi, dan produktivitas. ISO 9000 memberikan
dampak positif bagi pendapatan perusahaan melalui peningkatan nilai penjualan
produk yang berkualitas dan memiliki harga yang kompetitif (BSN, 2009).
Banyak perusahaan yang sudah menerapkan ISO 9000 namun masih
menunjukkan kinerja internal dan eksternal yang tidak baik (respon terlambat,
pengiriman sering terlambat, dan produk cacat. Kurang berhasilnya ISO 9000
disebabkan dua permasalahan yaitu: pertama, perusahaan tidak menyadari bahwa
pelanggan menginginkan para pemasoknya memiliki ISO 9000, bukan hanya berupa
sertifikat tapi berupa penerapan yang optimal (pelanggan memperoleh jaminan
bahwa para pemasok yang dipilih telah memiliki sistem manajemen mutu yang baik
dengan kiriman yang secara konsisten baik dari para pemasok. Kedua, perusahaan
tidak menyadari bahwa perusahaan yang sukses adalah mereka yang tidak
memproduksi sendiri bahan baku (dengan demikian terjadi penghematan biaya
organisasi) untuk mencapai daya saing (Heizer dan Render, 2004; Chase et al.,
2005).
Istilah ISO 9000 telah banyak digunakan daripada TQM dalam diskusi tentang
peningkatan mutu dan daya saing global, terutama karena ISO 9000 telah menjadi
8
inisiatif yang paling lazim dalam mencapai kualitas global. Beberapa yang
menyatakan bahwa ISO 9000 adalah awal yang baik di jalan menuju manajemen
kualitas total (Krajewski et al., 2010).
Penelitian tentang hubungan antara ISO 9000 dengan kinerja perusahaan telah
dijumpai dalam literature. Hasilnya antara lain menunjukkan bahwa nilai bisnis
utama dari sertifikasi ISO 9000 adalah untuk membuka pintu ke pasar-pasar yang
sebelumnya tertutup. ISO 9000 mampu meningkatkan pangsa pasar dan
produktivitas. Efektivitas ISO 9000 tergantung pada pemahaman yang benar dan
sikap manajemen senior terhadap standar ISO yang diterapkan dalam organisasi
(Vloeberghs dan Bellens 1996). Zhang (2000) menyatakan bahwa ISO 9000
memiliki efek lebih rendah pada kinerja bisnis dibandingkan TQM. Sertifikasi ISO
9000 mengarah ke perbaikan yang signifikan dalam kinerja keuangan.
Anderson et al. (1999) menemukan bahwa para manajer yang mengadopsi ISO
9000 sebagai cara untuk mencapai keunggulan kompetitif melalui manajemen
kualitas. Sertifikasi ISO 9000 mengarah pada peningkatan kualitas kinerja suatu
organisasi/perusahaan.
c. Hubungan Antara TQM dengan ISO 9000
Dalam literatur kualitas, secara luas menyebutkan bahwa ISO 9000 merupakan
fondasi dari TQM, atau sebuah kerangka kerja dimana TQM bisa dikembangkan.
Karena itu, manfaat yang bisa didapatkan setiap organisasi dengan mengadopsi ISO
9000 adalah sebagai mekanisme kontrol untuk membantu kesuksesan transisi dari
ISO ke TQM (Krajewski et al., 2010).
Tujuan TQM adalah untuk meningkatkan kualitas keseluruhan suatu organisasi
dalam rangka memenuhi kepuasan pelanggan. Sedangkan tujuan ISO 9000 adalah
untuk memastikan bahwa perusahaan telah menerapkan sistem mutu standar untuk
meningkatkan mutu dan memfasilitasi perdagangan di pasar intenasional. Faktanya,
ISO 9000 tidak menjamin bahwa kualitas produk perusahaan lebih baik daripada
perusahaan-perusahaan tidak terdaftar. Pada prakteknya ISO 9000 dan TQM juga
sering disalahpahami dan disikapi setara dan menggunakan persyaratan yang sama.
Akibatnya, banyak kebingungan muncul atas hubungan antara TQM dan ISO 9000.
TQM dan ISO 9000 semakin populer baik dikalangan akademisi maupun praktisi,
9
Namun demikian masih ada banyak kebingungan seputar efek dari upaya sertifikasi
ISO 9000 pada praktek TQM dan kinerja bisnis (Sila dan Ebrahimpour, 2005). Saat
ini telah ada peningkatan kesadaran bahwa TQM dan ISO 9000 dapat melengkapi
satu sama lain (Vloeberghs dan Bellens, 1996).
ISO 9000 tidak mempunyai kaitan yang erat dengan TQM dan hanya
merupakan suatu prosedur birokratis untuk menembus pasar dalam perdagangan
internasional. Bagi perusahaan, ISO 9000 juga dapat dianggap sebagai suatu
hambatan untuk masuk pasar di negara-negara yang telah menggunakan sertifikasi
tersebut sebagai standar peraturan perdagangan internasional. Para manajer
cenderung untuk kembali ke praktik-praktik tradisional mereka setelah mendapatkan
sertifikasi. Masalah yang paling mendasar adalah bahwa beberapa manajer melihat
sertifikat ISO 9000 sebagai tujuan itu sendiri, bukan sebagai proses untuk menuju
kualitas terbaik. Berkaitan dengan hal tersebut, Martinez-Loente dan Martinez-Costa
(2002) menegaskan, bahwa beberapa prinsip ISO 9000 dan filosofi TQM
bertentangan satu sama lain. Karena itu, menerapkan TQM dan ISO 9000 secara
bersamaan tidak menguntungkan kinerja operasi
perusahaan.
Kemampuan
perusahaan untuk menerapkan TQM adalah efektif hanya sedikit diperkuat oleh
upaya setifikasi melalui ISO 9000.
Han et al. (2007) menyatakan bahwa standar ISO mengabaikan acuan pada
perbaikan kualitas yang berkelanjutan. Konsep perbaikan berkelanjutan dan
persyaratan konsumen adalah konsep yang membedakan TQM dari ISO, dan konsep
kesatuan antara ISO dengan TQM harus saling melengkapi satu dengan yang lain.
ISO dapat dibentuk sebagai basis yang kuat sebagai bagian dari keseluruhan sistem
kualitas yang dibangun di atas prinsip TQM. Selanjutnya dia merekomendasikan
bahwa saat pertama organisasi seharusnya mencoba registrasi ISO 9000 kemudian
mencoba
mengembangkan dan mengimplementasikan strategi perbaikan untuk
mencapai kriteria TQM.
Lebih lanjut, hasil studinya menunjukkan bahwa ada yang hubungan positif
signifikan antara usaha pendaftaran ISO 9000 dan praktek TQM. Penelitian ini
mendukung bahwa upaya pendaftaran ISO 9000 tidak memiliki hubungan positif
langsung dengan kinerja bisnis. Praktek TQM mampu meningkatkan daya saing
organisasi, yang pada gilirannya meningkatkan kepuasan pelanggan.
10
d. Kinerja Perusahaan
Kaplan dan Norton (1992) memperkenalkan suatu metodologi penilaian kinerja
perusahaan yang berorientasi pada pandangan strategis ke masa depan, yang disebut
Balanced Scorecard. Terdapat 4 (empat) perspektif Balanced Scorecard yang
dikaitkan dengan visi dan strategi organisasi, yaitu: (1) perspektif finansial, (2)
perspektif pelanggan, (3) perspektif proses bisnis internal, dan (4) perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan karyawan, manajemen dan organisasi. Pengukuran
kinerja perspektif finansial adalah tingkat pengembalian investasi (return on
investment = ROI), tingkat pengembalian aset (return on asset = ROA), tingkat
pengembalian modal (return on equity = ROE) dan ukuran keuangan lainnya.
Pengukuran kinerja perspektif pelanggan antara lain adalah kepuasan pelanggan,
atribut produk, image, pertumbuhan penjualan dan pangsa pasar. Pengukuran kinerja
perspektif proses bisnis intemal adalah tingkat inovasi produk, proses operasi
(kualitas, biaya, dan waktu), dan tahap purna jual. Pengukuran kinerja perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan adalah kepuasan karyawan, kepuasan karyawan, dan
tingkat produktivitas karyawan.
Hansen dan Mowen (2000) membedakan pengukuran kinerja secara tradisional
dan kontemporer. Pengukuran kinerja tradisional dilakukan dengan membandingkan
kinerja aktual dengan kinerja yang dianggarkan atau biaya standar sesuai dengan
karakteristik pertanggungjawabannya, sedangkan pengukuran kinerja kontemporer
menggunakan aktivitas sebagai pondasinya. Ukuran kinerja dirancang untuk menilai
seberapa baik aktivitas dilakukan dan dapat mengidentifikasi apakah telah dilakukan
perbaikan yang berkesinambungan.
Brah dan Lim (2006) mengemukakan bahwa kinerja perusahaan dapat diukur
dalam 2 (dua) dimensi kinerja yaitu: kinerja operasional dan kinerja organisasi.
Kinerja operasional mencerminkan kinerja operasi internal perusahaan dalam hal
biaya dan pengurangan pemborosan, meningkatkan kualitas produk, pengembangan
produk baru, memperbaiki kinerja pengiriman, dan peningkatan produktivitas.
Indikator dan variabel tersebut dianggap sebagai faktor utama karena mereka
mengikuti langsung dari tindakan yang diambil dalam kegiatan operasi perusahaan.
Sedangkan kinerja organisasi diukur dengan ukuran finansial seperti pertumbuhan
pendapatan, laba bersih, rasio laba dengan pendapatan dan laba atas asset, dan non11
ukuran finansial seperti investasi dalam R&D, dan kapasitas perusahaan untuk
mengembangkan profil kompetitif.
III. Kesimpulan
Kompetisi global yang semakin meningkat yang dibarengi dengan regulasi,
telah mendorong setiap organisasi untuk mengadopsi praktik-praktik terbaik (best
practices) pengelolaan perusahaan. Total Quality Management (TQM) dan ISO 9000
series merupakan praktik terbaik dan standar dalam kegiatan operasi perusahaan
untuk menciptakan produk yang berkualitas, dengan melibatkan seluruh komponen
organisasi guna memenuhi kepuasan pelanggan. TQM telah dipandang sebagai
filosofi dan praktik manajemen dalam mencapai keunggulan perusahaan dalam
semua aspek bisnis melalui perbaikan secara terus menerus pada organisasi secara
luas.
Pada praktiknya, ISO 9000 series dapat digunakan sebagai dasar untuk
mengembangkan TQM dalam perusahaan. ISO mampu menciptakan lingkungan
yang dapat dikontrol dan menimbulkan kesadaran akan kualitas. ISO 9000
merupakan suatu kumpulan standar manajemen mutu dan standar proses, bukan
standar produk. ISO 9000 merupakan fondasi dari TQM, atau sebuah kerangka kerja
dimana TQM bisa dikembangkan. Karena itu, manfaat yang bisa didapatkan setiap
organisasi dengan mengadopsi ISO 9000 adalah sebagai mekanisme kontrol untuk
membantu kesuksesan transisi dari ISO ke TQM. Keduanya dapat diadopsi secara
parsial maupun secara simultan, karena mereka dapat berjalan sendiri-sendiri atau
saling melengkapi dalam mendorong usaha pencapaian kinerja bisnis yang lebih
baik.
Daftar Pustaka
Anderson, M., Sohal, A.S., 1999. A study of the relationship between quality
management ractices and performance in small businesses.International
Journal of Quality and Reliability Management 16 (9), 859–877.
Anonim. 2009. Laporan Badan Standarisasi Nasional (BSN), Jakarta
Brah, S. and Lim, H. 2006. The effects of technology and TQM on the performance
of logistics companies, International Journal of Physical Distribution &
Logistics Management, Vol. 36 No. 3, pp. 192-209.
12
Chase, Richard B., Nicholas J. Aquilano, F. Robert Jacobs, 2005. Operation
Management for Competitive Advantage, Eleventh Edition, McGraw-Hill Inc.
USA.
Dale, B.G. 2003, Managing Quality, 3rd ed., Blackwell, Oxford, USA.
Flynn,B.B., Schroeder,R.G, & Sakakibara,S. 1995. The impact of Quality
Management Practices on Performance and Competitive Advantage, Decision
Science. 26.5.
Han, S. Bruce, Chen,Shaw. K. Maling Ebrahimpour, 2007. The Impact of ISO 9000
on TQM and Business Performance. Journal of Business and Economic
Studies, Vol. 13, No. 2, Fall 2007.
Hansen, Don R., Mowen Maryanne M, 2000. Manajemen Biaya: Akuntansi dan
Pengendalian, Edisi Pertama, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.
Hasibuan, H. Malayu S.P. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia : Dasar dan
Kunci Keberhasilan, Cetakan ke-9, PT. Gunung Agung, Jakarta.
Heizer, Jay, and Barry Render. 2004. Operation Management, Seventh Edition,
Pearson Prentice Hall Inc. USA.
Kaplan, R. S. and D. P. Norton. 1992. The Balanced Scorecard: Measures that Drive
Performance, Harvard Business Review, 70(1): pp. 71-79
Krajewski, Lee J., Larry P. Ritzman, K. Malhotra. 2010. Operation Management :
Processes and Supply Chains, Ninth Edition, Pearson Prentice Hall Inc. USA.
Moriones, Alberto Bayo, and Javier Merino-Díaz de Cerio. 2002. Human Resource
Management, Strategy and Operational Performance in the Spanish
Manufacturing Industry; Management, Vol. 5, No. 3, pp. 175-199.
Powel T.C. 1995. Total quality management as competitive advantage, Strategic
Management Journal, Vol 16, No 1, pp. 19-28
Sila, Ismail and Maling Ebrahimpour. 2005. Critical linkages among TQM factors
and business results, International Journal of Operations & Production
Management, Vol. 25 No. 11, pp. 1123-1155.
Terziovski, M. and Samson, D. 1999.The link between total quality management
practice and organizational performance. International Journal of Quality &
Reliability Management, Vol. 16 No. 3.
Tjiptono, Fandy dan Anastasia Diana. 2003. Total Quality Management, Edisi Ke-4,
Penerbit Andi, Yogyakarta.
Vloeberghs, D. and J. Bellens. 1996. Implementing the ISO 9000 standards in
Belgium, Quality Progress, 29.6: 43-48
Wilson, D. D. and D. A. Collier. 2000. An empirical investigation of the Malcolm
Baldrige National Quality Award causal model. Decision Sciences. 31.2: 361390.
Zhang, Zhihai. 2000. “Quality Management Approach In China”. The TQM
Magazine, Vol.12 No. 2-2000,P.92-104, MBC University Press,United
Kindom
13
Download