EFEK PEMBERIAN EKSTRAK METHANOL DAUN KENIKIR (Cosmos caudatus Kunth.) TERHADAP KADAR ASAM URAT SERUM TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus L.) GALUR WISTAR HIPERURIKEMIA NASKAH PUBLIKASI Diajukan Oleh : Anugrah Adi Santoso J 500080043 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2012 1 NASKAH PUBLIKASI 2 EFEK PEMBERIAN EKSTRAK METHANOL DAUN KENIKIR ( COSMOS CAUDATUS KUNTH.) TERHADAP KADAR ASAM URAT SERUM TIKUS PUTIH ( RATTUS NORVEGICUS L.) GALUR WISTAR HIPERURIKEMIA GIVING EFFECT METHANOL LEAF EXTRACTS OF MARIGOLDS ( COSMOS CAUDATUS KUNTH). INSIDE SERUM URIC ACID LEVELS AGAINST THE WHITE RAT ( RATTUS NORVEGICUS L.) WISTAR STRAIN HYPERURICAEMIA Anugrah Adi Santoso, EM Sutrisna, Sulistyani Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta ABSTRACT Background : Leaves marigolds (Cosmos caudatus Kunth.) is a plant that has the effect of hipourikemia. It has substances that can reduce serum uric acid level. Leaves of marigolds (Cosmos caudatus Kunth.) Contains flavonoids, particularly quercetin. Flavonoids can act as reducing levels of uric acid by inhibiting the xanthine oxidase enzyme. Based on this mechanism, the leaves of marigolds thought to have an indication to reduce levels of uric acid in the blood. Research purpose : Knowing the effect of methanol extract of leaves of marigolds (Cosmos caudatus Kunth.) On serum uric acid levels of male white rats hyperuricaemia compared with allopurinol. Research methods : This research characteristic is experimental laboratorium time series. This research used Completely Randomized Design (CRD), with 6 kinds of treatments, every treatment do repeating 5 times replications. This experiment used by 30 white male rats of wistar strain. The animals are divided in 6 groups. Group I : negative control ( CMC 0,1% ), group II : positive control ( Allopurinol=3,6 mg/200gr BB ), group III, IV, V, VI : given extract methanol leaves of marigolds with continued doses 36 mg/200gr BB, 72 mg/200gr BB, 144 mg/200gr BB, 288 mg/200gr BB. Results : Based on Anova statistic test, last group has been gotten the significant probability value (p)= 0,000. thus p<0,05. then at least there are 6 group, minimal has 1 different group according to meaning. then followed by LSD test to know ratio each group and gotten result I:II = 0,000, I:III = 0.000, I:VI = 0.000, I:V = 0.000, I:VI = 0.000. thus p<0,05. Conclusion : The results showed that the methanol extract of leaves of marigolds, the dose of 36 mg/200gr BB, BB mg/200gr 72 doses, doses of 144 mg/200gr BB, BB mg/200gr 288 doses can reduce serum uric acid levels with PKAUS (Decrease Levels of Acid Serum uric) respectively 23.80%, 26.79%, 28.48%, 31.28%. Keywords: methanol extract, leaf marigolds (Cosmos caudatus Kunth.), Uric acid serum 3 PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara kedua setelah Brazil yang memiliki keanekaragaman genetik cukup banyak. Para ilmuwan telah banyak menggali dan mengeksplorasi kekayaan alam untuk mencari peluang dalam mengembangkan obatobatan baru melalui berbagai pendekatan, baik secara empirik maupun farmakologi (Hernani dan Rahardjo, 2006). Sejak zaman dahulu masyarakat Indonesia mengenal dan memanfaatkan tanaman berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam penanggulangan masalah kesehatan yang dihadapinya (Wijayakusuma, 2000). Berbagai macam penyakit dan keluhan ringan maupun berat dapat diobati dengan memanfaatkan ramuan dari tanaman tertentu yang mudah diperoleh di sekitar pekarangan rumah dan hasilnya pun cukup memuaskan. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang semakin pesat dan canggih di zaman sekarang ini, ternyata tidak mampu menggeser atau mengesampingkan begitu saja peranan obat-obatan tradisional, tetapi justru hidup berdampingan dan saling melengkapi (Thomas, 2000). Di Indonesia tercatat lebih dari 40.000 jenis tanaman, terdiri dari ganggang, lumut, paku-pakuan, dan tumbuhan berbiji (Mursito, 2000). Tanaman kenikir (Cosmos caudatus ) merupakan tanaman yang banyak dijumpai di lingkungan sekitar, serta tanaman yang sudah tidak asing lagi dan telah banyak dikonsumsi sebagai sayuran. Salah satu kandungan dalam kenikir adalah senyawa golongan flavonoid. Senyawa golongan flavonoid telah diketahui mempunyai efek antioksidan (Kurniasih, 2008). Daun kenikir (Cosmos caudatus ) banyak dikonsumsi masyarakat sebagai sayuran. Secara tradisional daun ini juga digunakan sebagai obat penambah nafsu makan, lemah lambung, penguat tulang dan pengusir serangga. Daun Cosmos caudatus mengandung saponin, flavonoida polifenol dan minyak atsiri. Menurut Sunarni dkk. (2007) flavonoid dapat berfungsi sebagai penurun kadar asam urat melalui penghambatan enzim xantin oksidase. Sarawek et al. (2007) menyatakan bahwa beberapa senyawa flavonoid yang memiliki aktivitas penghambatan xantin 4 oksidase antara lain luteolin, apigenin, kaemferol, dan kuersetin. Berdasarkan mekanisme ini, daun kenikir diduga mempunyai indikasi untuk menurunkan kadar asam urat dalam darah karena kandungan flavonoid di dalamnya. Asam urat merupakan hasil metabolisme purin di dalam tubuh yang mengalir bersama peredaran darah. Berasal dari pemecahan asam nukleat, baik endogen maupun eksogen. Jika kadar asam urat darah lebih dari 7,0 mg/dl (hiperurikemia ), kelebihan asam urat itu akan menumpuk pada jaringan dan sendi yang kita sebut sebagai gout atau pirai ( Arimurti, 2007; Nadesul, 2007; Spector, 1993 ). Meningkatnya kadar asam urat di dalam darah akan menyebabkan pengendapan di persendian dan membentuk kristal kecil (endapan yang mengeras), sehingga menimbulkan rasa nyeri yang hebat. Pola makan yang salah atau sembarangan, terutama terlalu banyak mengkonsumsi makanan yang mengandung purin tinggi merupakan salah satu penyebab seseorang menderita nyeri gout (manifestasi penyakit hiperurikemia, yaitu meningkatnya kadar asam urat dalam darah) (Sudewo, 2007). Menurut Hakim (2002) dalam penelitian diperlukan hewan uji yang memiliki kemiripan dengan manusia dalam hal faal, anatomi, nutrisi, patologi atau metabolisme dengan manusia. Oleh karena itu, dalam penelitian ini digunakan hewan uji berupa tikus putih (Rattus norvegicus L.) Angka kejadian hiperurikemia di masyarakat dan berbagai kepustakaan barat sangat bervariasi, diperkirakan antara2,3 -17,6%,sedangkan kejadian gout bervariasi antara 0,16-1,36%. DiAmerika didapatkan prevalensi hiperurikemia asimptomatik pada populasi umum adalah sekitar 2-13%. Besarnya angka kejadian hiperukemia pada masyarakat Indonesia belum ada data yang pasti. Mengingat Indonesia terdiri dari berbagai suku sangat mungkin memiliki angka kejadian yang lebih bervariasi. Pada studi hiperurisemia di rumah sakit akan ditemukan angka prevalensi yang lebih tinggi antara 17 - 28% karena pengaruh penyakit dan obat-obatan yang diminum penderita. Prevalensi hiperurikemia pada penduduk di Jawa Tengah adalah sebesar 24,3% pada laki-laki dan 11,7% pada perempuan ( Fariz et al., 2011). 5 Setiap orang memiliki asam urat di dalam tubuh karena pada setiap metabolisme normal dihasilkan asam urat. Asam urat yang terdapat di dalam tubuh kita tentu saja kadarnya tidak boleh berlebihan. Asam urat dapat berlebih disebabkan adanya pemicu, yaitu makanan dan senyawa lain yang banyak mengandung purin. Sesungguhnya tubuh menyediakan 85 persen senyawa purin untuk kebutuhan setiap hari, hal ini berarti bahwa kebutuhan purin dari makanan hanya sekitar 15 persen. Asam urat pun dapat merupakan faktor risiko untuk penyakit jantung koroner. Kristal asam urat akan merusak endotel (lapisan bagian dalam pembuluh darah) koroner Karena itu siapapun yang kadar asam uratnya tinggi harus berupaya untuk menurunkannya agar kerusakan tidak merembet ke organ-organ tubuh yang lain ( Indriawan, 2009 ). Daun kenikir belum banyak diketahui tentang khasiatnya dalam pengobatan tradisional. Tetapi dipercaya dapat menurunkan kadar asam urat darah karena kandungan flavonoid yang terkandung didalamnya cukup tinggi. Banyak dikonsumsi sebagai sayuran pelengkap pada lalapan sebagai antioksidan alami pada masyarakat Sunda (Andarwulan, 2009). Meskipun dalam pengobatan tradisional secara empirik daun kenikir digunakan sebagai penurun kadar asam urat darah, namun secara eksperimental hal tersebut perlu diuji (farmakologi) untuk mengetahui sejauh mana pengaruh dan efektifitasnya agar pemakaiannya dapat dipertanggungjawabkan dan dapat digunakan secara luas dalam pelayanan kesehatan. 6 METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorium time series. B. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Desember-Februari 2011 di Sub Laboratorium Biologi Laboratorium MIPA Pusat UNS Surakarta, Sub Laboratorium Pangan dan Gizi Pusat Antar Universitas (PAU) UGM Yogyakarta, dan Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) Unit I UGM Yogyakarta. C. Sampel Penelitian Sebanyak 30 tikus putih (Rattus norvegicus L.) jantan galur Wistar dengan umur 2-3 bulan dan berat badan 200-250 gram, yang diperoleh dari Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu - Layanan Penelitian Pra-klinik dan Pengembangan Hewan Percobaan (LPPT-LP3HP) UGM Yogyakarta. D. Alat dan Bahan 1. Alat Alat yang digunakan meliputi: a. Kandang pemeliharaan tikus putih berjumlah 6 buah lengkap dengan tempat makan dan minum. b. Alat untuk mengukur berat badan tikus : timbangan analitik. c. Alat untuk analisis kadar kuersetin : oven, ayakan 90 mesh, evaporator, mikropipet, vortex, sentrifuge, syring, lempeng silica gel GF254, dan spektrodensitometer C 5 930 Scanner. d. Alat untuk pembuatan ekstrak daun kenikir : erlenmeyer, corong gelas, gelas ukur, gelas beker, shaker, rotary evaporator, dan oven. e. Alat untuk pemberian sari pati ayam : gelas beker, gelas ukur, spatula, dan dispossible syringe berkanul. f. Alat untuk perlakuan allopurinol : mortar, cawan porselen, spatula, gelas beker, dan dispossible syringe berkanul. 7 g. Alat untuk pemberian ekstrak daun kenikir : dispossible syringe berkanul. h. Alat untuk pengambilan sampel darah : tabung mikrohematokrit dan tabung eppendorf 2 ml. i. Alat untuk analisis kadar asam urat : mikrohematokrit, pipet tetes, tabung eppendorf 2 ml, spektrofotometer dengan panjang gelombang 500-550 nm, mikropipet, sentrifuge, dan tabung kuvet. j. Alat untuk analisis kadar xantin oksidase : mikrohematokrit, mikropipet, tabung effendorf 2 ml, lemari es, sentrifuge, inkubator, tabung kuvet, dan spektrofotometer dengan panjang gelombang 520-550 nm dan 585-595 nm. 2. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: 1. Hewan uji : 30 tikus putih (Rattus norvegicus L.) jantan galur Wistar dengan umur 2 bulan dan berat badan 200-250 gram, yang diperoleh dari Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu - Layanan Penelitian Pra-klinik dan Pengembangan Hewan Percobaan (LPPT-LP3HP) UGM Yogyakarta. 2. Bahan-bahan kimia untuk analisis kadar kuersetin: methanol, amoniak, toluen, etil asetat, dan metanol. 3. Bahan-bahan kimia untuk membuat ekstrak daun kenikir (Cosmos caudatus Kunth.) : akuades, methanol, kertas saring, kapas, dan aluminium foil. 4. Bahan-bahan perlakuan : sari pati ayam merk Maggi (No. Reg. LPPOP 00060000590799), allopurinol, daun kenikir, dan Carboxyl Methyl Cellulose (CMC) 0,1% untuk mensuspensikan allopurinol dan ekstrak methanol daun kenikir. 5. Bahan-bahan untuk analisis kadar asam urat : Uric Acid FS*TOOS produksi DiaSys. 6. Bahan-bahan untuk analisis kadar xantin oksidase: Xanthine Oxidase Assay Kit produksi Cayman. 7. Bahan pakan tikus : BR-2 dan air minum berupa air ledeng 8 E. Klasifikasi variabel 1. Variabel bebas : Dosis ekstrak methanol daun kenikir. 2. Variabel terikat : Kadar asam urat serum darah. 3. Variabel pengganggu : a. Variabel pengganggu terkendali 1. Stress, dikendalikan dengan cara adaptasi terhadap lingkungan percobaan yang ditempatkan pada kandang selama seminggu dengan diberi makan dan minum. 2. Umur tikus, dikendalikan dengan cara restriksi ( pembatasan kriteria inklusi ) umur 2-3 bulan. 3. Berat badan tikus, dikendalikan dengan cara restriksi ( pembatasan kriteria inklusi ) 150-250 gr. b. Variabel pengganggu tidak terkendali 1. Keadaan metabolisme asam urat tikus. 2. Keadaan traktus gastrointestinal tikus. 3. Variasi kepekaan tikus terhadap makanan dan obat-obatan. 4. Kriteria inklusi : a. Tikus putih jantan galur wistar. b. Sehat dan tidak stress ( aktivitas normal ). c. Berumur 2-3 bulan. d. Berat badan 150-250 gr. 5. Kriteria eksklusi : a. Tikus menderita sakit saat penelitian berlangsung. 9 F. Rancangan Percobaan Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan 6 macam perlakuan, masing-masing perlakuan dengan 5 ulangan. G. Cara Kerja 1. Analisis Kuersetin dalam Daun Kenikir Uji pendahuluan: sampel daun sebanyak 1,000 g dikeringkan dalam oven bersuhu 50 C selama 12 jam. Sampel yang sudah kering kemudian diblender menjadi serbuk dan selanjutnya diayak dengan menggunakan ayakan 90 mesh. Tahap selanjutnya dilakukan ekstraksi terhadap serbuk sampel menggunakan methanol yang diaduk menggunakan stirring magnet dengan tiga kali ulangan. Larutan yang diperoleh kemudian disentrifuge sehingga diperoleh fase cair (filtrat) dan residu. Fase cair (filtrat) dipekatkan dengan menguapkan pelarut sehingga diperoleh ekstrak, kemudian ditambahkan 5 ml etanol dan divortex selama 2 menit. Larutan yang diperoleh kemudian ditotolkan pada lempeng silica gel GF254 dengan pereaksi amoniak. Warna yang timbul diamati, reaksi positif apabila terjadi warna kuning dan hijau kelabu. Uji lanjutan: ekstrak sampel halus ditotolkan sebanyak 10 l, sedangkan larutan standar kuersetin ditotolkan sebanyak 2 l pada lempeng silica gel GF254 dengan fase gerak toluen : etil asetat : methanol (70:20:10), kemudian dianalisis kadar kuersetinnya dengan menggunakan spektrodensitometer C 5 930 Scanner (Shimadzu, Japan) (Wagner and Bladt, 1996). 2. Pembuatan Ekstrak Methanol Daun Kenikir Daun kenikir dibersihkan dari kotoran, dicuci dengan akuades lalu dikeringanginkan selama 14 hari di tempat yang tidak terkena sinar matahari langsung sampai daun menjadi kering. Daun kenikir yang telah kering kemudian dipotong kecil dan diblender hingga diperoleh serbuk halus. Serbuk halus kemudian dimaserasi dalam methanol selama 3 hari, lalu difiltrasi. Filtrat yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan rotary evaporator pada suhu 10 maksimum 60°C. Proses pemekatan ini dilakukan sampai diperoleh ekstrak lembek. Untuk perlakuan, ekstrak lembek yang diperoleh disuspensikan dalam larutan CMC 0,1% ( Wulandari, 2006). Larutan CMC 0,1 % dibuat dengan melarutkan 0,1 gram serbuk CMC dalam 100 ml aquades. 3. Persiapan Hewan Uji Hewan uji dipelihara di dalam kandang pemeliharaan, masing-masing kandang perlakuan berisi 5 tikus putih jantan (total perlakuan = 30 tikus). Sebelum penelitian dimulai tikus putih diaklimatisasi (adaptasi) selama satu minggu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Tikus putih tersebut diberi makan dan minum ad libitum selama berada dalam lingkungan laboratorium. 4. Penentuan Dosis a. Dosis ekstrak methanol daun kenikir Dosis daun kenikir segar rata-rata per hari untuk manusia adalah 200 gr (Kusmiyati, 2008). Konversi dosis manusia (70 kg) ke tikus putih (200 gr) adalah 0,018. Berdasarkan tabel konversi Laurence and Bacharach (1964) dalam Hakim( 2002) Perhitungannya adalah sebagai berikut: 0,018×200 gr = 3,6 gr (dosis normal) Jadi, dosis daun kenikir segar pada tikus adalah 3,6 gr/200gr BB untuk berat basah daun kenikir. Pada pembuatan 4000 gr simplisia basah daun kenikir dihasilkan 760 gr simplisia kering.Dari 760 gr simplisia kering dihasilkan 80 gr ekstrak methanol daun kenikir. Jadi perhitungannya adalah 760/4000 gr = 0,19. 80/760 gr = 0,12 Jadi, konversi dosis normal ekstrak methanol daun kenikir untuk tikus putih adalah 0,12×0,19 = 0,02. 1,8 gr×0,02 = 0,036 gr atau 36 mg (½dosis normal) 11 3,6 gr×0,02 = 0,072 gr atau 72 mg (dosis normal) 7,2 gr×0,02 = 0,144 gr atau 144 mg (2×dosis normal) 14,4 gr×0,02 = 0,288 gr atau 288 mg (4×dosis normal) Ekstrak methanol daun kenikir ini kurang larut dalam air sehingga disuspensikan ke dalam larutan karboksimetil selulosa ( CMC ) 0,1%. Larutan CMC 0,1 % dibuat dengan melarutkan 0,1 gram serbuk CMC dalam 100 ml aquades. b. Dosis allopurinol Dosis allopurinol untuk asam urat pada manusia adalah 200 mg per hari (Wilmana, 2005). Konversi dosis manusia (70 kg) ke tikus putih (200 gr) adalah 0,018. Perhitungannya adalah sebagai berikut: 0,018 x 200 mg = 3,6 mg/200gr BB Jadi, dosis allopurinol pada tikus adalah 3,6 mg/200gr. Allopurinol sebanyak 4 tablet masing-masing tabletnya mengandung 100 mg allopurinol seberat 1,2 gr disuspensikan ke dalam 200 ml larutan CMC 0,1 %. Jadi setiap ml suspensi allopurinol ini mengandung 2 mg allopurinol. c. Dosis sari pati ayam Dosis sari pati ayam untuk manusia adalah 4 gr (Kusmiyati, 2008). Konversi dosis manusia (70 kg) ke tikus putih (200 gr) adalah 0,018. Perhitungannya adalah sebagai berikut: 0,018 x 4000 mg = 72 mg/ 200 gr BB Jadi, dosis sari pati ayam pada tikus adalah 72 mg/200gr BB. 5. Perlakuan Pada Hewan Uji Hewan percobaan dibagi menjadi 6 kelompok perlakuan, masing-masing kelompok terdiri dari 5 tikus putih. Adapun kelompok perlakuan seperti yang terlihat pada tabel 1 berikut ini. 12 Tabel 1. Kelompok Perlakuan pada Hewan Uji Kelompok I II III IV V VI Perlakuan (hari) 21 SPA (72 mg/200g BB/hari) dalam 2 x pemberian Keterangan: SPA : pemberian sari pati ayam A : pemberian allopurinol 7 A (3,6 mg/200 g BB/hari) dalam 1 x pemberian CMC (6 ml/200 g BB/hari) dalam 2 x pemberian EMDK 1 (36 mg/200 g BB/hari) dalam 2 x pemberian EMDK 2 (72 mg/200 g BB/hari) dalam 2 x pemberian EMDK 3 (144 mg/200 g BB/hari) dalam 2 x pemberian EMDK 4 (288 mg/200 g BB/hari) dalam 2 x pemberian CMC : pemberian CMC 0,1 % EMDT : pemberian ekstrak methanol daun kenikir a) Perlakuan Sari Pati Ayam atau Pengkondisian Hewan Hiperurikemia Perlakuan sari pati ayam pada hewan uji dilakukan untuk menaikkan kadar asam urat tikus putih (hiperurikemia) diberikan secara oral dengan menggunakan dispossible syringe berkanul dua kali sehari masing-masing 36 mg/200 g BB dalam 3 ml akuades selama 28 hari. b) Perlakuan Kontrol Perlakuan kontrol terdiri dari 2 jenis perlakuan yaitu kontrol positif dan kontrol negatif (plasebo). Kontrol positif diberi perlakuan allopurinol sebagai pembanding efek penurunan kadar asam urat oleh ekstrak methanol daun kenikir pada tikus putih. Allopurinol diberikan dengan dosis 3,6 mg/200 g BB dalam 3 ml CMC 0,1% sekali sehari. Kontrol negatif diberi perlakuan CMC 0,1 % yang merupakan pensuspensi ekstrak methanol daun kenikir. CMC 0,1% masing-masing sebanyak 3 ml diberikan dua kali sehari. Semua perlakuan kontrol dilakukan selama 7 hari setelah pemberian sari pati ayam selama 21 hari. c) Perlakuan Ekstrak Methanol Daun Kenikir Ekstrak methanol daun kenikir diberikan pada hewan uji dengan 4 variasi dosis seperti yang tertera pada tabel 1 di atas. Ekstrak disuspensikan dalam CMC 0,1% terlebih dahulu sebelum diberikan secara oral dengan 13 menggunakan dispossible syringe berkanul. Pemberian ekstrak methanol daun kenikir dilakukan dua kali sehari masing-masing dengan pensuspensi CMC 0,1 % sebanyak 3 ml. Tujuan pemberian ekstrak sebanyak dua kali sehari adalah untuk mengantisipasi agar ekstrak ketika diberikan pada tikus tidak terlalu pekat. Perlakuan ekstrak methanol daun kenikir diberikan selama 7 hari setelah 21 hari perlakuan sari pati ayam. 6. Pengumpulan Data a) Pengambilan Serum Hewan Uji Hewan uji dipuasakan terlebih dahulu selama 12 jam sebelum diambil darahnya. Pengambilan darah untuk pengujian kadar asam urat serum dilakukan sebanyak 3 kali yaitu setelah aklimatisasi (hari ke-0), hari ke-21, dan hari ke-28. Sampel darah diambil dengan menggunakan mikrohematokrit melalui sinus vena supraorbitalis sebanyak 2 ml dan ditampung dalam tabung eppendorf 2 ml. Sampel darah yang sudah terkumpul selanjutnya dianalisis kadar asam urat serumnya. b) Analisis Kadar Asam Urat (1) Pengujian Blanko Akuades sebanyak 20 l ditambah dengan 1000 l reagen I, dicampur dan diinkubasi selama 5 menit kemudian ditambah 250 l reagen 2, dicampur dan diinkubasi selama 5 menit pada suhu 37°C atau 10 menit pada suhu 20-25°C kemudian dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 505 nm. (2) Pengujian Sampel Sampel serum sebanyak 20 l ditambah 1000 l (1cc) reagen I kemudian diinkubasi selama 5 menit. Setelah itu sampel campuran tersebut masing-masing ditambah dengan reagen II sebanyak 250 l kemudian dicampur dan diinkubasi selama 5 menit pada suhu 37°C atau 14 10 menit pada suhu 20-25°C kemudian dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 505 nm. (3) Penentuan Kadar Asam Urat dan Persentase Efek Kadar asam urat serum dihitung dengan menggunakan rumus: Kadar asam urat serum (mg/dl) = As Ab x konsentrasi standar (6 mg/dl) Ast Ab Keterangan: As = absorbansi sampel Ab = absorbansi blanko Ast = absorbansi standar H. Analisis Data Data kuantitatif yang diperoleh dianalisis dengan Uji statistik kolmogorov-smirnov, untuk menguji distribusi data yang didapat. Uji statistik Test of Homogenity Variances untuk menguji homogenitas dari varian data tiap kelompok. Analysis of Variance (ANOVA) untuk mengetahui pengaruh ekstrak methanol daun kenikir terhadap kadar asam serum tikus putih dan apabila terdapat beda nyata di antara perlakuan dilanjutkan dengan uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) pada taraf uji signifikansi 5% atau uji statistik LSD ( Least Significant Difference ) untuk menguji signifikansi dari perbedaan rata-rata antar kelompok perlakuan. 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih jantan galur Wistar dengan umur 2 bulan dan berat badan sekitar 200-250 g. Tikus putih digunakan karena mempunyai kemiripan dengan manusia dalam hal fisiologi, anatomi, nutrisi, patologi atau metabolisme (Blackshaw and Allan, 1984 dalam Hakim 2002). Umur 2 bulan digunakan karena pada umur tersebut sulfasi terhadap obat lebih cepat daripada usia dewasa (Roe, 1988 dalam Hakim, 2002). Suatu hasil penelitian akan memiliki validitas yang tinggi jika menggunakan kontrol di dalam rancangan penelitiannya (Hakim, 2002). Dalam penelitian ini digunakan 2 macam kontrol, yaitu kontrol positif dan kontrol negatif. Hakim (2002) mengatakan bahwa pada kontrol positif hewan uji mendapat obat yang telah diketahui efek farmakologisnya, bertujuan untuk mengkonfirmasi validitas metode dan prosedur penelitian serta sebagai rujukan bagi senyawa, obat baru, atau bahan alam yang scdang diteliti sehingga dapat ditentukan potensi relatif terhadap obat tersebut. Kontrol positif yang digunakan pada penelitian ini adalah allopurinol karena menurut Tjay dan Rahardja (2002) allopurinol efektif sekali untuk menormalkan kadar asam urat dalam darah dan kemih yang meningkat. Hakim (2002) mengemukakan bahwa pada kontrol negatif (vehicle control, plasebo) hewan mendapatkan bahan yang tidak mengandung obat atau senyawa yang sedang diteliti. Selain bermanfaat sebagai base line, juga untuk mengontrol jika vehicle itu sendiri mempengaruhi faal hewan atau bahkan toksik. Kontrol negatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah CMC 0,1%. Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah kadar asam urat serum tikus putih. Pengambilan serum dan pengukuran kadar asam urat dilakukan sebanyak 3 kali, yaitu pada hari ke-0 (setelah aklimatisasi atau sebelum pemberian sari pati ayam), hari ke-21 (setelah pemberian sari pati ayam atau sebelum pemberian allopurinol dan ekstrak methanol daun kenikir), dan hari ke-28 (setelah pemberian allopurinol dan ekstrak methanol daun kenikir). Berdasarkan pernyataan Fahri (2004) 16 bahwa sebelum pengambilan darah tikus perlu dipuasakan selama 10-14 jam, maka dalam penelitian ini tikus putih dipuasakan dahulu selama 12 jam ( diambil pagi hari ) sebelum pengambilan darah. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi perubahan kadar asam urat serum karena asupan makanan. A. Pengkondisian Hiperurikemia Hiperurikemia merupakan kelainan kadar asam urat serum melebihi batas normal (Amstrong, 1995). Kondisi hiperurikemia pada tikus putih dalam penelitian ini diperoleh dengan pemberian sari pati ayam sebanyak 72 mg/200g BB/ hari yang terbagi dalam 2 kali pemberian secara oral selama 21 hari. Penggunaan sari pati ayam sebagai agen hiperurikemik karena menurut Farida (2007) kaldu atau sari pati ayam merupakan salah satu bahan makanan yang mengandung purin tinggi (1501000 mg/100 g makanan). Komposisi sari pati Maggi yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada lampiran 3. Kadar asam urat normal pada tikus jantan galur Wistar adalah 4,37±1,11 mg/dl, sedangkan pada tikus betina sebesar 2,92+0,241 mg/dl (Taconic Technical Laboratory, 1998 dalam Kusmiyati, 2008). Pada penelitian ini rerata kadar asam urat serum tikus putih jantan sebelum perlakuan (hari ke-0) untuk semua kelompok adalah antara 3,568 ±0,3213 mg/dl dan 3,864±0.1706 mg/dl (Tabel 2). Rerata kadar asam urat tersebut lebih rendah daripada kadar asam urat normal tikus jantan yang disebutkan oleh Taconic Technical Laboratory (1998) dalam Kusmiyati (2008). Namun, hal itu tidak perlu dipermasalahkan karena tujuan dari pengukuran asam urat pada hari ke-0 adalah untuk mengetahui kadar asam urat serum sebelum perlakuan sari pati ayam atau dengan kata lain berfungsi sebagai base line saja. Kadar asam urat pada kondisi hiperurikemia lebih tinggi daripada kadar asam urat normal. Dalam penelitian ini kondisi hiperurikemia diketahui dari Tabel 2. Pada tabel tersebut dapat dilihat rerata kadar asam urat serum pada hari ke-21 yaitu antara 9,998±0,1306 mg/dl dan 10,286±0,2359 mg/dl. Rerata kadar asam urat tersebut lebih 17 tinggi daripada rerata kadar asam urat hari ke-0 yaitu antara 3,568 ±0,3213 mg/dl dan 3,864±0.1706 mg/dl. Hal ini menunjukkan bahwa pengkondisian hiperurikemia berhasil dilakukan. B. Kadar Asam Urat Serum Hasil analisis kadar asam urat serum tikus putih pada harl ke-0, ke-21, dan ke28 dapat dilihat dalam Tabel 2, Tabel 3 dan Tabel 4. Tabel 2. Hasil Uji Kadar Asam Urat Serum Tikus Putih Hari ke-0, Hari ke-21, dan Hari ke-28 18 Perlakuan Kelompok Kontrol Negatif ( CMC 0,1% 6 ml/200 gr BB/hari ) Kelompok Kontrol Positif ( Allopurinol 3,6 mg/200 gr BB/hari ) Kelompok EMDK 1( 36 mg/200 gr BB/hari ) Kelompok EMDK 2 ( 72 mg/200 gr BB/hari ) Kelompok EMDK 3 ( 144 mg/200 gr BB/hari ) Kelompok EMDK 4 ( 288 mg/200 gr BB/hari ) Awal / Hari ke-0 ( md/dL ) 3,76 3,86 3,98 4,02 3,70 3,56 3,32 3,80 3,92 3,62 3,22 3,52 3,89 3,87 3,67 3,43 3,46 3,91 3,67 3,50 3,39 3,63 3,87 4,06 3,21 3,59 3,86 3,54 3,16 3,69 Post / Hari ke-21 ( md/dL ) 10,32 10,25 10,41 9,93 10,05 10,31 10,16 10,37 10,40 10,17 9,98 10,32 10,46 10,25 10,42 9,86 9,97 9,98 10,03 10,15 10,21 10,12 9,73 10,36 10,49 10,03 10,12 10,50 10,17 10,11 Akhir / Hari ke-28 ( md/dL ) 10,47 10,38 10,15 10,42 10,27 5,66 5,97 5,73 5,83 5,77 7,85 7,75 7,92 7,89 7,78 7,41 7,24 7,37 7,30 7,28 7,08 7,11 7,13 7,06 7,12 7,03 6,97 7,05 7,00 7,01 Tabel 2 menunjukkan kadar asam urat serum tikus putih 6 kelompok : yaitu kelompok kontrol negatif, kelompok kontrol positif, perlakuan dosis 36 mg/200 gr BB, 72 mg/200 gr BB, 144 mg/200 gr BB, dan 288 mg/200 gr BB sebelum diberikan perlakuan, setelah pemberian saripati ayam, dan setelah pemberian saripati dan perlakuan kontrol. 19 C. Analisis Data Data hasil pengukuran kadar asam urat serum tikus putih kemudian dianalisa menggunakan uji statistik dengan menggunakan software program SPSS versi 16. Uji statistik yang digunakan yaitu : a. Uji statistik Shapiro-Wilk untuk menguji distribusi yang didapat. b. Uji statistik Test of Homogenecity of variance untuk menguji homogenitas dari varian data tiap kelompok. c. Uji statistik One-Way Anova untuk menguji rata-rata perbandingan data tiap kelompok. d. Uji statistik LSD ( Least Significant Difference ) untuk menguji signifikansi dari perbedaan rata-rata antar kelompok perlakuan. D. Hasil Analisis Statistik a. Uji Distribusi Data Uji Distribusi data dilakukan pada keenam kelompok awal dengan menggunakan Uji Shapiro-Wilk digunakan untuk mengetahui distribusi data kelompok kecil, yang kurang dari 50 sampel. Hasil analisis Shapiro-Wilk didapatkan p = 0,406. Nilai p tersebut > 0,005 maka dapat disimpulkan bahwa distribusi data yang ada normal. Hasil penghitungan lengkap disajikan pada lampiran 6. b. Hasil Uji Test of Homogenecity of variance Uji hoogenitas varian dilakukan pada keenam kelompok awal menggunakan Levene test. Hasil analisis menunjukkan Levene test p = 0,578 dimana nilai p tersebut > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa varian data yang ada homogen. Hasil penghitungan lengkap disajikan pada lampiran 6. Karena data homogen dan berdistribusi normal, maka analisis data dapat dilanjutkan dengan uji Anova. 20 c. Hasil Uji Anova Tabel 3. Uji Anova Kadar Asam Urat Serum Awal Tikus Putih ( Hari ke-0 ). Kelompok N Mean ( mg/dl ) Kontrol positif 5 3,644 +0,2866 Kontrol negative 5 3,864 +0,1706 EMDK I ( dosis 1 ) 5 3,634 +0,3439 EMDK II ( dosis 2) 5 3,594 +0,2478 EMDK III ( dosis 3 ) 5 3,632 +0,4285 EMDK IV ( dosis 4 ) 5 3,568 +0,3213 Sig. 0.499 Keterangan : Hari ke-0 sampai hari ke-21 : semua kelompok diberi perlakuan sari pati ayam 72 mg/200 g BB/hari dalam 2 kali pemberian setiap hari. Kelompok perlakuan : kontrol positif = allopurinol 3,6 mg/200 g BB/hari; control negatif = CMC 0,1% 6ml/hari; EMDK I = ekstrak methanol daun kenikir 36 mg/200 g BB/hari; EMDK II = ekstrak methanol daun kenikir 72 mg/200 g BB/hari; EMDK III = ekstrak methanol daun kenikir 144 mg/200 g BB/hari;EMDK IV = ekstrak methanol daun kenikir 288 mg/200 g BB/hari; Hasil Uji Anova didapatkan kadar asam urat serum awal tikus putih tidak berbeda secara bermakna dengan p = 0,499 (>0,005). Tabel 4. Uji Anova Kadar Asam Urat Serum Tikus Putih Setelah Pemberian Saripati Ayam ( Hari ke-21 ). Kelompok N Mean ( mg/dl ) Kontrol positif 5 10,284+0,142 Kontrol negative 5 10,192+0,2453 EMDK I ( dosis 1 ) 5 10,286+0,2359 EMDK II ( dosis 2) 5 9,998+0,1306 EMDK III ( dosis 3 ) 5 10,182+0,3596 EMDK IV ( dosis 4 ) 5 10,186+0,2267 21 Sig. 0.220 Hasil Uji Anova didapatkan kadar asam urat serum setelah pemberian saripati ayam tikus putih tidak berbeda secara bermakna dengan p = 0,220 (>0,005). Tabel 5. Uji Anova Kadar Asam Urat Serum Akhir Tikus Putih ( Hari ke-28 ). Kelompok N Mean ( mg/dl ) Kontrol positif 5 5,792+0,1454 Kontrol negative 5 10,338+0,1593 EMDK I ( dosis 1 ) 5 7,838+0,0893 EMDK II ( dosis 2) 5 7,32+0,0856 EMDK III ( dosis 3 ) 5 7,1+0,0362 EMDK IV ( dosis 4 ) 5 7,012+0,0377 Sig. 0.000 Pada tabel 5 hasil uji Anova didapatkan kadar asam urat serum akhir tikus putih berbeda secara bermakna dengan p = 0,000 (<0,05), maka didapatkan kesimpulan bahwa minimal terdapat 1 kelompok yang memiliki kadar asam urat serum yang berbeda, untuk mengetahui kelompok mana yang berbeda secara bermakna maka dilakukan uji LSD ( Least Significant Difference ). 22 d. Uji LSD ( Least Significant Difference ) Tabel 6. Hasil Uji LSD Kelompok Akhir Tikus Putih. Kelompok P Keterangan I – II 0,000 Berbeda Signifikan I – III 0,000 Berbeda Signifikan I – IV 0,000 Berbeda Signifikan I–V 0,000 Berbeda Signifikan I – VI 0,000 Berbeda Signifikan II – III 0,000 Berbeda Signifikan II – IV 0,000 Berbeda Signifikan II – V 0,000 Berbeda Signifikan II – VI 0,000 Berbeda Signifikan III – IV 0,000 Berbeda Signifikan III – V 0,000 Berbeda Signifikan III – VI 0,000 Berbeda Signifikan IV – V 0,000 Berbeda Signifikan IV – VI 0,000 Berbeda Signifikan V – VI 0,109 Tidak Berbeda Keterangan : I = Kelompok Kontrol negatif ( CMC 0,1% 6 ml/200 gr BB ) II = Kelompok Kontrol Positif ( 3,6 mg/200 gr BB ) III = Kelompok EMDK dosis 1 ( 36 mg/200 gr BB ) IV = Kelompok EMDK dosis 2 ( 72 mg/200 gr BB ) V = Kelompok EMDK dosis 3 ( 144 mg/200 gr BB ) VI = Kelompok EMDK dosis 4 ( 288 mg/200 gr BB ) 23 Tabel 7. (%) Persen Penurunan Kadar Asam Urat Serum Akhir Tikus Putih. Kelompok % Penurunan Kontrol Positf 43,68 EMDK I ( dosis 1 ) 23,80 EMDK II ( dosis 2) 26,79 EMDK III ( dosis 3 ) 28,48 EMDK IV ( dosis 4 ) 31,28 E. Pembahasan Pada Tabel 3 dan tabel 4 di atas dapat dilihat bahwa rerata kadar asam urat serum hari ke-0 untuk semua kelompok perlakuan adalah antara 3,568 ±0,3213 mg/dl dan 3,864±0.1706 mg/dl, sedangkan rerata kadar asam urat serum hari ke-21 untuk semua kelompok perlakuan adalah antara 9,998±0,1306 mg/dl dan 10,286±0,2359 mg/dl. Dari hasil ANOVA (Lampiran 6) diketahui bahwa kadar asam urat serum antar kelompok perlakuan pada hari ke-0 maupun hari ke-21 tidak ada perbedaan secara nyata (p>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa baik pada hari ke-0 maupun ke-21 perlakuan yang diberikan untuk semua kelompok perlakuan adalah hampir sama. Peningkatan kadar asam urat serum pada hari ke-21 memperlihatkan terjadinya kondisi hiperurikemia setelah perlakuan sari pati ayam selama 21 hari. Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa rerata kadar asam urat serum hari ke-28 untuk kelompok kontrol positif adalah 5,792+0,1454 mg/dl, kelompok kontrol negatif 10,338+0,1593 mg/dl, dan kelompok perlakuan ekstrak methanol daun kenikir adalah antara 7,012+0,0377 mg/dl dan 7,838+0,0893 mg/dl. Dari uji ANOVA ( Lampiran 6 ) diketahui bahwa kadar asam urat serum antar kelompok perlakuan pada hari ke-28 terdapat perbedaan yang signifikan (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak methanol daun kenikir berpengaruh terhadap kadar asam urat serum. Pemberian ekstrak methanol daun kenikir sebanyak 36 mg/200 g BB/hari menurunkan kadar asam urat serum sebesar 23,80 %, ekstrak methanol daun kenikir 24 sebanyak 72 mg/ 200 g BB/hari menurunkan kadar asam urat serum sebesar 26,79 %, ekstrak methanol daun kenikir sebanyak 144 mg/200 g BB/hari menurunkan kadar asam urat serum sebesar 28,48 %, dan ekstrak methanol daun kenikir sebanyak 288 mg/200 g BB/hari menurunkan kadar asam urat serum sebesar 31,28 %. Untuk kelompok kontrol positif diberikan allopurinol sebanyak 3,6 mg/200 g BB/hari mengalami penurunan kadar asam urat serum sebesar 43,68%, sedangkan untuk kontrol negatif diberikan CMC 0,1 % sebanyak 6 ml/hari tidak mengalami penurunan kadar asam urat serum. Kadar asam urat pada kontrol negatif tetap tinggi, sehinga dapat dikatakan bahwa pemberian CMC 0,1% pada kelompok kontrol negatif tidak begitu berpengaruh terhadap kadar asam serum tikus putih. Grafik perubahan rerata kadar asam urat serum dari hari ke-0 sampai dengan hari ke-28 dapat dilihat pada Gambar 6. 12 kontrol positif 10 kontrol negatif 8 ekstrak methanol daun kenikir 6 ekstrak methanol daun kenikir2 4 ekstrak methanol daun kenikir3 2 ekstrak methanol daun kenikir4 0 hari ke-0 hari ke-21 hari ke-28 Gambar 7. Grafik Perubahan Rerata Kadar Asam Urat Serum Tikus Putih Hari ke-0, Hari ke-21, dan Hari ke-28. 25 Dalam penelitian ini dosis ekstrak methanol daun kenikir yang paling efektif menurunkan kadar asam urat serum adalah 288 mg/200 g BB/hari (dosis tertinggi). Namun ekstrak methanol daun kenikir pada dosis tersebut tidak berbeda nyata dengan ekstrak methanol dengan dosis 144 mg/200 g BB/hari. Tabel 8. Penurunan Kadar Asam Urat Perlakuan Persen penurunan Kadar Asam Urat Serum Perbandingan Penurunan Kadar Asam Urat Perlakuan dengan Kontrol Positif EMDK I 24,18% 73,89% EMDK II 29,19% 79,13% EMDK III 31,32% 81,58% EMDK IV 32,29% 82,74% Kontrol positif 43,97% 100% Keterangan : EMDK I = ekstrak methanol daun kenikir 36 mg/200 gr BB/hari EMDK II = ekstrak methanol daun kenikir 72 mg/200 gr BB/hari EMDK III = ekstrak methanol daun kenikir 144 mg/200 gr BB/hari EMDK IV = ekstrak methanol daun kenikir 288 mg/200 gr BB/hari Kontrol Positif = Allopurinol 3,6 mg/200 gr BB/hari Persen penurunan dibanding dengan kontrol negatif diperoleh dengan membandingkan selisih antara rerata kadar asam urat masing-masing kelompok perlakuan dengan rerata kadar asam urat kelompok kontrol negatif (Lampiran 9). Dalam hal ini kontrol negatif dijadikan base line (Hakim, 2002) karena dari Tabel 5 diketahui bahwa kontrol negatif tidak begitu berpengaruh terhadap kadar asam urat serum. Dari Tabel 7 di atas dapat dilihat bahwa penurunan kadar asam urat serum oleh ekstrak methanol daun kenikir pada tikus putih lebih tinggi dibandingkan kontrol negatif dan lebih rendah dibandingkan dengan kontrol positif. Demikian pula dengan potensi penurunan kadar asam urat dibandingkan dengan kontrol positif, ekstrak methanol daun kenikir dalam dosis 144 dan 288 mg/20 gr BB/hari tersebut memiliki 26 potensi penurunan kadar asam urat yang paling tinggi. Oleh karena itu, eksrak methanol daun kenikir dapat direkomendasikan sebagai obat alternatif untuk menurunkan kadar asam urat serum. Allopurinol digunakan untuk kontrol positif karena berfungsi sebagai inhibitor kompetitif hipoxantin dan xantin sehingga asam urat tidak terbentuk (Dharma dan Marminah, 2006). Obat ini bekerja dengan menghambat xantin oksidase, enzim yang mengubah hipoxantin menjadi xantin dan selanjutnya menjadi asam urat. Melalui mekanisme umpan balik allopurinol menghambat sintetis purin yang merupakan perkusor xantin. Allopurinol sendiri mengalami biotransformasi oleh enzim xantin oksidase menjadi alloxantin yang masa paruhnya lebih panjang daripada allopurinol (Wilmana, 1995). Masa paruh allopurinol adalah 1-3 jam, sedangkan oksipurinol/aloxantin memiliki masa paruh 17-40 jam (Yu, 2007). Selain sebagai inhibitor kompetitif, menurut Lam et al. (2006) dalam Kurniawati (2007) allopurinol juga bekerja sebagai inhibitor allosterik xantin oksidase yang secara struktural berkaitan dengan xantin. Allosterik adalah interaksi suatu molekul kecil, termasuk substrat pada sisi ikatan lain yang terpisah dari sisi ikatan yang aktif secara katalitik. Stadtman (1966) Kurniawati (2007) mengatakan bahwa pengikatan inhibitor pada sisi alloserik menyebabkan perubahan bentuk konformasional enzim menjadi suatu bentuk yang memiliki afinitas lebih rendah terhadap substrat pada sisi katalitik. F. Kuersetin dalam Daun Kenikir Perlakuan ekstrak methanol daun kenikir selama 7 hari berturut-turut menyebabkan penurunan kadar asam urat serum tikus putih (Tabel 3, 4, 5, 6, dan Gambar 6). Hal ini membuktikan bahwa ekstrak methanol daun kenikir berperan sebagai agen hipourikemik dalam penelitian ini. Efek hipourikemia ekstrak methanol daun kenikir diduga karena adanya kandungan senyawa aktif berupa kuersetin (Gambar 1). Analisis kuantitatif kuersetin daun kenikir menunjukkan bahwa dalam 1,0000 g daun kenikir terkandung kuersetin sebanyak 11,27 ppm atau setara dengan 11,27 μg kuersetin dalam tiap gram daun kenikir (Lampiran 10). 27 Kuersetin merupakan salah satu zat aktif kelas flavonoid golongan flavonol dengan struktur molekul yang terdiri dari 3 cincin, yaitu cincin benzene (A), the six membered ring (C), dan cincin.fenil (B) sebagai substituennya serta 5 gugus hidroksil. Cincin benzene dan the six membered ring terkondensasi menjadi cincin piran, atom C2 pada cincin piran ini mengikat cincin fenil (Lakhanpal and Rai, 2007). Kuersetin berperan secara alami menghambat xantin oksidase dan mencegah produksi asam urat sehingga meringankan gejala-gejala penyakit gout (Lakhanpal and Rai, 2007). Kuersetin dengan ikatan rangkap pada C2 dan C3 serta 5 gugus hidroksilnya sebagai inhibitor allosterik dan inhibitor kompetitif bagi enzim xantin oksidase sehingga menurunkan kadar asam urat serum, karena ikatan rangkap dan gugus hidroksil tersebut mempunyai aksi antioksidan dengan menangkal pengaruh radikal bebas atau reaksi superoksida. Ikatan rangkap pada C2 dan C3 serta 5 gugus hidroksil sebagai inhibitor allosterik yang dapat bekerja dengan cara berkompetisi secara langsung dengan senyawa aktivator memperebutkan sisi regulator, maupun sebagai hasil dari perubahan konformasional yang diinduksi oleh pengikatannya pada sisi inhibitor spesifik, sehingga mengakibatkan penurunan sisi aktif enzim terhadap substrat. Efek ini diduga karena ada kemiripan struktur antara gugus 5,7 dihidroksil flavon cincin benzene (A) dengan the six membered ring of xanthine dalam bentuk enol. Kemiripan struktur ini mempengaruhi letak keterikatan pada pusat allosterik xantin oksidase. Hal ini menandakan bahwa interaksi sterik mempengaruhi efek penghambatan kuersetin terhadap xantin oksidase (Kusmiyati, 2008). Adanya gugus hidroksil pada atom C3 cincin benzopyron dan atom C3’ cincin fenil (lokasi yang sangat esensial untuk menghambat aktivitas superoksida tinggi) menyebabkan penurunan afinitas ikatan sehingga kuersetin terikat pada sisi reaktif dan berfiingsi sebagai inhibitor kompetitif (Kurniawati, 2007). Inhibitor kompetitif memiliki struktur yang mirip dengan substrat sehingga dapat terikat pada posisi yang sama dengan substrat (Aryadi, 2007). 28 KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Pemberian ekstrak methanol daun kenikir secara oral pada tikus putih jantan hiperurikemia menurunkan kadar asam urat serum secara nyata. Dosis ekstrak methanol daun kenikir yang paling efektif untuk menurunkan kadar asam urat serum tikus putih jantan hiperurikemia adalah 288 mg/200 g BB/hari. B. Saran Perlu adanya penelitian yang lebih mendalam mengenai kandungan senyawa aktif pada ekstrak methanol daun kenikir dan mekanisme hipourikemianya, serta perlu dikembangkan penelitian serupa terhadap bagian lain dari tanaman kenikir yang mengandung senyawa aktif lain, misalnya, batang, bunga, dan akar untuk membandingkan efek hipourikemia dari ekstrak masing-masing bagian tanaman yang diduga dapat digunakan sebagai penurun kadar asam urat. 29 DAFTAR PUSTAKA Alakali, J.S.,Okonkwo, T.M.,and Iordye, E.M., 2008. Effect of Stabilizers on the Physo-chemical and Sensory Attributes of Thermized Yoghurt. African Journals of Biotechnology 7(2):158-163. http://www.academicjournals.org. Amstrong, F.B. 1995. Buku Ajar Biokimia (diterjemahkan oleh R.F.Maulany). Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Andarwulan. 2009. Tangkal Radikal Bebas lewat Sayuran Kaya Antioksidan. Jurnal Kesehatan Jurusan Farmasi Fakultas MIPA IPB. Bogor. Anekaplantasia. 2008. file:http//www///H:/Rahasia/kenikir/New/ANEKAPLANTASIA.cybermediacli ps.htm Arimurti, I. 2007. Perlu Diketahui Tentang Asam Urat. http://www.mailarchive/[email protected]/msg15422.html.(di akses 27 desember 2011). Aryadi. 2007. Uji Ekstrak Methanol Daun Kepel (Stelechocarpus burahol (BI.)Hook.F.&Th.) Terhadap Aktivitas Enzim Xantin Oksidase Secara in vitro. Skripsi. Fakultas Farmasi UGM, Yogyakarta. Cayman Chemical Company. 2008. Cayman’s Xanthine Oxidase Assay Kit. Cayman Chemical Company, USA. Depkes RI. 2007. Pedoman Pengendalian Tikus Khusus di Rumah Sakit. http://www.depkes.go.id. Delgado, J.N. 1982. “Karbohidrat”. Buku Teks Wilson dan Gisvold. Kimia Farmasi dan Medicinal Organik I. (Diterjemahkan oleh A. M. Fattah). IKIP Press. Semarang. Dharma, A.S. dan Marminah.T, 2006. Pengaruh Ekstrak Etanol Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa) Terhadap Penurunan Kadar Asam Urat Tikus Putih. Prosiding Makalah TOI. Einbond, L.S.,Reynertson,K. A., Luo, X.D.,Basile, M.J, and Kenelly.E.J, 2004. Anthocyanin Antioxidants from Edible Fruits. Food Chemistry 84:23-28. http://www.elseiver.com. 30 Fahri,C. 2004. Kadar Glukosa dan Kolesterol Total Darah Tikus Putih (Rattus norvegicus L.) Hiperglikemia Setelah Pemberian Ekstrak Metanol Akar Meniran (Phyllantus niruri L.). Skripsi. Jurusan Biologi FMIPA UNS, Surakarta. Farida, I. 2007. Diet Penderita Asam http://www.komisiyudisial.go.id/. Urat. Buletin Komisi Yudisial. Feig,D.I.,Mazzali,M.,Kang,D.K.,Nakagawa,T.,Price,K.,Kannelis,J.,and Johnson, R.J., 2006. Serum Uric Acid: A Risk Factor and a Target for Treatment. J. Am. Soc. Nephrol. 17: 69–73. http://jasn.asnjournals.org. Hakim, L. 2002. Uji Farmakologi dan Toksikologi Obat Alam pada Hewan Coba. Prosiding Seminar Herbal Medicine Universitas Muhammadiyah, Purwokerto. Harborne, J. B. 1996. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Diterjemahkan oleh: Dr. Kosasih Padmawinata dan Dr. Iwang Soediro. Penerbit ITB, Bandung. Henny. 2002. Pengaruh Pemberian Aspirin Dosis Rendah Secara Oral Terhadap Kadar Asam Urat Plasma Tikus Putih (Rattus norvegicus). Skripsi. Fakultas Kedokteran UNS, Surakarta. Henry, J. B. 1996. Clinical Diagnosis and Management by Laboratory. W. B. Saunders Company, Philadelphia. Hernani dan Rahardjo, M. 2006. Tanaman Berkhasiat Antioksidan. Penebar Swadaya, Jakarta. Indriawan,2009.Penyakit.asamurat/gout.unikom.ac.id/repo/sector/kampus/view/blog/ key/.../Penyakit. Johnstone, A. 2005. Gout: The Disease and Non-Drug Treatment. Hospital Pharmachist. 12: 391-393. Kang,D.E.,Nakagawa,T.,Feng,L.,Watanabe,S.,Han,L.,Mazzali,M.,Truong,L., Harris,R., And Johnson,R.J. 2002. A Role for Uric Acid in the Progression of Renal Disease. J. Am. Soc. Nephrol. 13: 2888–2897. http://jasn.asnjournals.org. 31 Kurniawati, J. 2007. Uji Fraksi N-Heksana Daun Kepel (Stelechocarpus burahol [Bl.] Hook. f. & Th.) Terhadap Aktivitas Enzim Xantin Oksidase Secara in vitro. Skripsi. Fakultas Farmasi UGM, Yogyakarta. Kusmiyati, A. 2008. Kadar Asam Urat Serum dan Urin Tikus Putih Hiperurikemia Setelah Pemberian Jus Kentang (Solanum tuberosum L.). Skripsi. Jurusan Biologi Fakultas MIPA UNS, Surakarta. Kustiwinarni.,Murdani,P; Nurwati,I. 1999. Pengaruh Tempe Bakar Terhadap Kadar Asam Urat Plasma pada Rattus norvegicus. Penelitian Kelompok dalam Bidang Kesehatan. Fakultas Kedokteran UNS, Surakarta. Kwan,A.2007. Flavonoids and Vascular http://www.freevas.demon.co.uk/students/flavonoids.htm. Disease. Lakhanpal, P. and Rai, D.K. 2007. Quercetin: A Versatile Flavonoid. Internet Journal of Medical Update Jul-Dec. 2007. 2 (2). Middleton, E. J. R.,Kandaswami,C and Theoharides,T.C. 2000. The Effect of Plant Flavonoids on Mammalian Cells: Implications for Inflammation, Heart Diseases, and Cancer. Pharmacol Rev. 52 (4): 673-751. Mursito, B. 2000. Tampil Percaya Diri dengan Ramuan Tradisional. Penebar Swadaya, Jakarta. Mutschler, E. 1991. Dinamika Obat. Edisi ke-5 (diterjemahkan oleh Mathilda B. Widianto dan Setiadi Rianti). Penerbit ITB, Bandung. Nawangsari, D.A.,Setyarini,I.I dan Nugroho,P.A. 2008. Pemanfaatan Bawang Merah (Allium cepa L.) sebagai Agen Ko-Kemoterapi. Kompetisi Karya Tulis Mahasiswa. Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. http://mfi.farmasi.ugm.ac.id. Nijveldt, R. J.,Van Nood,E.,Van Hcom,D.E.C.,Boelens,P.G.,Van Norren,K and Van Leeuwen,P.A.M. 2001. Flavonoids: A Review of Probable Mechanisms of action and Potential Applications. American Journal of Clinical Nutrition. 72 (4): 418-425. Pascual, E. 1999. Management of Crystal Arthritis. Reumatology 38: 912-918. http://rheumatology.oupjournal.org/. 32 Payan, D.G. dan Katzung,B.G. 1998. Obat Anti-inflamasi Nonsteroid; Analgesik Nonopioid; Obat yang Digunakan pada Gout. Dalam: Katzung, B.G. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi ke-6 (diterjemahkan oleh Staf Dosen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya). Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Putra, T. R. 1998. ”Penanganan Hiperurikemia”. Jurnal Kedokteran Udayana. Vol. 29. No. 99: 11-17. Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi (diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata). Penerbit ITB, Bandung. Rodwell, V.W. 1997. Metabolisme Nukleotida Purin dan Pirimidin. Dalam: Murray, R.K., D.K.Graner, P.A.Mayes, dan V.W.Rodwell. Biokimia Harper (diterjemahkan oleh Andry Hartono). Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Rohman, A. dan Riyanto, S. 2005. Daya Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Kemuning (Murraya paniculata (L.) Jack) secara in vitro. Majalah Farmasi Indonesia 16(3):136–140. http://mfi.farmasi.ugm.ac.id. Sarawek, S.,Derendorf,H and Butterweck,V. 2007. Xanthine Oxidase Inhibitory Activity of Various Flavonoids in vitro and on Plasma Uric Acid Levels in Oxonate-Induced Rats. http://www.scipub.org. Smith, J.B. dan Mangkoewidjojo, S. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan, dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Soeroso.J,Algristian.H.,2011.”Asam Urat”,Penebar Plus,Jakarta. Sofia, L. 2006. Isolasi dan Uji Bioaktifitas Kandungan Kimia Utama Puding Merah dengan Metoda Uji Brie Shrimp.USU Respository@2006. Sofie, W. 2004. Asam Urat. http://www.mail-archive/balita-anda@balita anda.com/msg46298.html. Spector, W. G. 1993. Pengantar Patologi Umum. Diterjemahkan oleh : drh. Soetjipto NS, M. Sc. ; Drs. Harsoyo; drh. Amelia Hana; dan drh. Pudji Astuti. Edisi ke-3. Fakultas Kedokteran Hewan UGM, Yogyakarta. Steenis, C.G.G.J.V. 1975. Flora untuk Sekolah di Indonesia. Pradnya Paramita, Jakarta. 33 Sudewo, B. 2007. Tanaman Obat Populer Penggempur Aneka Penyakit. Agromedia Pustaka, Jakarta. Sumarmi, S.,Diding, H.P dan Guntur, A. 2008. Hyperuricemia Associated with Increases of Cardiovascular Events in The Elderly Patients. Dalam: Guntur,A. Kumpulan Karya Ilmiah. Sebelas Maret University Press, Surakarta. Sunarni, T.,Pramono, S dan Asmah, R. 2007. Flavonoid Antioksidan Penangkap Radikal Dari Daun Kepel (Stelechocarpus burahol (Bl.) Hook. f. & Th.). Majalah Farmasi Indonesia 18(3):111–116. http://mfi.farmasi.ugm.ac.id. Sutedjo, A.Y. 2007. Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Amara Books, Yogyakarta. Terkeltaub, R. A. 2003. Gout. N Engl J Med. 349 (17): 1647-1655. Thomas, A.N.S. 2000. Tanaman Obat Tradisional. Jilid 1. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Tjay, T.H. dan Rahardja, K. 2002. Obat-obat Penting, Khasiat, Penggunaan, dan Efek-efek Sampingnya. Edisi ke-5. Elex Media Komputindo, Jakarta. Wagner, H. and Bladt, S. 1995. Plant Drug Analysis A Thin Layer Chromatography Atlas. 2nd edition. Springer, London. Wijayakusuma, H.M.H. 2000. Potensi Tumbuhan Obat Asli Indonesia sebagai Produk Kesehatan. Risalah Pertemuan Ilmiah Penelitian dan Pengembangan Teknologi Isotop dan Radiasi. http://digilib.batan.go.id. Wilmana, P.F. 2005. Farmakologi dan Terapi. Edisi ke-4. Gaya Baru, Jakarta. Wulandari, T. 2006. Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Sambiloto (Andrographis paniculata Ness.) Terhadap Struktur Mikroanatomi Hepar dan Kadar Glutamat Piruvat Transaminase Serum Mencit (Mus musculus L.) yang Terpapar Diazizon. Skripsi. Jurusan Biologi FMIPA UNS, Surakarta. Yu, K.H. 2007. Febuxostat A Novel Non-Purin Selective Inhibitor of Xanthine Oxidase for the Treatment of Hyperuricemia in Gout. Recent Patents on Inflammation & allergy Drug Discovery 1:69-75. 34