PERBANDINGAN HASIL PEMERIKSAAN KADAR GLUKOSA DARAH VENA MENGGUNAKAN METODE ELEKTRODA DAN GOD-PAP DENGAN METODE HEKSOKINASE Oleh Agustiana Dwi Indah V. Prodi Analis Kesehatan-AAKMAL Malang ABSTRAK Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit metabolisme kronis yang terjadi karena berbagai penyebab, ditandai oleh kadar glukosa darah lebih tinggi daripada normal, disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein. Apabila tidak terkendali, penyakit ini akan menimbulkan penyulit fatal berupa kerusakan, penurunan fungsi ataupun kegagalan berbagai organ tubuh seperti jantung, ginjal, mata, system saraf dan pembuluh darah (Direktorat Laboratorium Kesehatan, 2005). Dari hasil penelitian terhadap 30 pasien diperoleh hasil rata-rata kadar glukosa darah vena menggunakan metode elektroda adalah 219,77 mg/dl, metode GOD-PAP adalah 211,13 mg/dl dan metode Heksokinase adalah 212,13 mg/dl. Dari uji statistik yang telah dilakukan, didapatkan nilai signifikan 0,932 dimana nilai signifikan > 0,05 sehingga Hipotesa nol diterima. Artinya tidak didapatkan perbedaan yang signifikan diantara ketiganya. Hal ini berarti bahwa pemeriksaan kadar glukosa darah vena dengan menggunakan metode elektroda bisa dan layak digunakan untuk diagnosa diabetes mellitus pada kasus cyto karena tidak memberikan perbedaan yang bermakna bila dibandingkan dengan metode referen yaitu metode Heksokinase. Demikian juga metode GOD-PAP bisa digunakan alternatif karena hasilnya masih sebanding dengan metode referen karena pertimbangan efisiensi harga reagent. PENDAHULUAN Glukosa darah merupakan karbohidrat dalam bentuk monosakarida yang terdapat dalam darah (Baron,1984). Konsentrasi glukosa darah normal seseorang yang tidak makan dalam waktu 3 atau 4 jam yang lalu sekitar 90 mg/dl. Bahkan setelah konsumsi makanan yang banyak mengandung karbohidrat sekalipun, konsentrasi ini jarang meningkat diatas 140 mg/dl kecuali orang tersebut menderita Diabetes Melitus. Glukosa yang dialirkan melalui darah adalah sumber utama untuk sel sel tubuh. Pengaturan konsentrasi glukosa darah erat hubungannya dengan hormon insulin dan glukagon (Guyton, 1997). Tes glukosa darah pada pasien Diabetes Melitus terdiri dari tes saring, tes diagnostik dan pengendalian. Tes saring tujuannya untuk mendeteksi kasus Diabetes Melitus sedini mungkin. Biasanya digunakan GDS dan glukosa urine. Tes diagnostik tujuannya untuk memastikan diagnosa Diabetes Melitus pada individu dengan keluhan klinis Diabetes Melitus atau mereka yang terjaring pada tes saring penderita. Tes pengendalian tujuannya memantau keberhasilan pengobatan untuk mencegah terjadinya komplikasi (Hardjono, 2003). Pengaturan besarnya konsentrasi glukosa pada orang normal sangat sempit, pada orang yang sedang berpuasa kadar glukosa darah hanya 80 dan 90 mg/dl darah yang diukur pada waktu sebelum makan pagi. Konsentrasi ini meningkat menjadi 120-140 mg/dl selama jam pertama atau lebih setelah makan. Organ –organ yang berpengaruh antara lain: a. Hati Hati berperan dalam metabolisme karbohidrat.Karbohidrat yang telah dicerna menjadi monosakarida (glukosa)diserap darah ke hati lewat vena porta.Di dalam hati monosakarida (glukosa) di ubah menjadi glikogen(glikogenesis) dan disimpan dalam hati bilamana diperlukan.tetapi bila dibutuhkan glikogen akan dirubah menjadi glukosa dilepaskan secara 87 b. spontan kedalam darah.hati juga mampu mensintesa glukosa dari protein dan lemak (glikoneogenesis)(Price & Wilson,2005) Pankreas Pankreas merupakan organ yang berfungsi sebagai kelenjar endokrin eksokrin.sebagaikelenjar endokrin terutama berperan dalam terjadinya diabetes.sebagai kelenjar eksokrin mengeluarkan enzim kuat yang berguna untuk mencerna karbhidrat,protein,dan lemak dalam makanan (price & Wilson,2005). Pada orang normal pankreas mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan jumlah insulin yang dihasilkan dengan intake karbohidrat ,tetapi pada penderita diabetes fungsi pengaturan ini hilang sama sekali (www.geogle.com/pankreas/index.html) Faktor faktor hormon yang berpengaruh Glukosa darah berada dalam keseimbangan dan yang mengatur secara hormonal adalah : a. Hormon tiroid hormon ini harus dipandang sebagai hormon yang mempengaruhi glukosa darah.terdapat bukti bukti eksperimental bahwa tiroksin mempunyai kerja diabetogenik dan bahwa tindakan tiroidektomi menghambat perkembangan diabetes.Pada manusia kadar gula puasa tampak naik diantara pasien pasien hipotiroid.Meskipun demikian ,pasien hipertiroid kelihatannya menggunakan glukosa dengan kecepatan yang normal atau meningkat,sedangkan pasien dengan hipotiroid mengalami penurunan kemampuan dalam menggunakan glukosa .(Murray 2003) b. Hormon insulin Hormon insulin yaitu hormon penurun kadar glukosa darah,meningkat dalam waktu beberapa menit setelah dan kembali tuun ke nila dasar dalam waktu tiga jam.Insulin menurunkan glukosa darah dengan meningkatkan transpor glukosa ke dalam sel dan melalui glukogenesis,insulin berperan penting dalam mengatur metabolisme karbohidrat,lemak dan protein (Price & Wilson,2005). c. Hormon Epinefrin Hormon epinefrin di sekresi oleh medula adrenal sebagai akibat dari rangsangan yang menimbulkan stress (ketakutan, kegembiraan, pendarahan, hipoksia, hipoglikemia, dll)dan menimbulkan glikogenesis dihati serta otot (Murray,2003) d. Hormon Epinefrin Hormon epinefrin di sekresi oleh medula adrenal sebagai akibat dari rangsangan yang menimbulkan stres (ketakutan, kegembiraan, pendarahan, hipoksia, hipoglikemia, dll)dan menimbulkan glikogenolisis di hati serta otot (Murray 2003). Hormon epinefrin adalah hormon responsif terhadap penurunan konsentrasi glukosa darah ,menghambat glikolisis dan merangsang glukonesis dihati (Marks dkk,1995). Angka normal Nilai normal glukosa darah puasa bervariasi antara 60 hingga 110 mg/dl (3.3 – 6.1 mmol/L). Kadar plasma atau serum adalah 10 – 15 % lebih tinggi karena komponen – komponen struktural sel darah dihilangkan, sehingga akan lebih banyak glukosa per unit volume. Jadi nilai normal glukosa plasma atau serum puasa adalah 70 -120 mg/dl (3,9 – 6,7 mmol/l). Secara klinis, pengukuran glukosa plasma atau serum lebih sering digunakan karena bebas dari hematokrit, lebih dekat dengan kadar glukosa ruang jaringan interstinal, dan memudakan prosedur analisis otomatis. Penentuan kadar glukosa darah penuh dilakukan untuk menguji glukosa pada keadaan - keadaan darurat dan juga pada prosedur pemantauan sendiri glukosa kapiler, suatu teknik yang telah diterima luas dalam penatalaksanaan diabetes melitus (Greenspan, 1998). 88 Gambaran Klinik Gejala Akut Diabetes Melitus 1. Pada permulaan gejala yang ditujukkan meliputi 3P, yaitu: a. Banyak makan (polifagia). b. Banyak minum (polidipsia). c. Banyak kencing (poliuria). 2. Dalam fase ini biasanya penderita menunjukkan berat badan yang terus bertambah, karena pada saat ini insulin masih mencukupi. 3. Bila keadaan tersebut tidak cepat diobati, lama-kelamaan akan timbul gejala yang disebabkan oleh kurangnya insulin, dan bukan 3P lagi, melainkan 2P saja (polidipsia dan poliuria) dan beberapa keluhan lain : a. Nafsu makan mulai berkurang (tidak polifagia lagi) bahkan kadang-kadang disusul dengan mual jika kadar glukosa darah melebihi 500 mg/dl. b. Banyak minum. c. Banyak kencing. d. Berat badan turun dengan cepat (dapat turun lima sampai sepuluh kilogram dalam waktu dua sampai empat minggu). e. Mudah lelah. f. Bila tidak segera diobati akan timbul rasa mual bahkan penderita akan jatuh koma (tidak sadarkan diri) dan disebut koma diabetik (kadar glukosa darah melebihi 600 mg/dl) (Tjokroprawiro, 2007 ). Gejala Kronik Diabetes Melitus Gejala kronik yang sering timbul adalah : 1. Kesemutan. 2. Kulit terasa panas atau seperti tertusuk-tusuk jarum. 3. Terasa tebal di kulit, sehingga kalau berjalan seperti di atas bantal atau kasur. 4. Kram. 5. Lelah. 6. Mudah mengantuk. 7. Mata kabur. 8. Gatal di sekitar kemaluan, terutama wanita. 9. Gigi mudah goyah dan mudah lepas. 10. Kemampuan seksual menurun bahkan impoten. 11. Pada ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam kandungan atau berat bayi baru lahir lebih dari 4 kg (Tjokroprawiro, 2007). Diagnosis Diabetes Melitus Kegiatan pemeriksaan laboratorium dalam perannya untuk mendukung pengelolaan diabetes melitus dapat berfungsi sebagai penyaring penyakit (screening), diagnostik dan pemantauan pengendalian. Diagnosis diabetes melitus harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah dan tidak dapat ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosuria saja. Dalam menentukan diagnosis diabetes melitus harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis diabetes melitus, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan serum (plasma vena). Walaupun demikian sesuai dengan kondisi setempat dapat juga dipakai bahan darah utuh (whole blood), vena atau kapiler dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Untuk tes saring (screening) dan pemantauan hasil pengobatan (pengendalian diabetes melitus) dapat menggunakan bahan darah kapiler (Soegondo, 2007). 89 Tabel 1 Kadar glukosa darah sewaktu (GDS) dan glukosa darh puasa (GDP) sebagai patokan penyaring dan diagnosis diabetes melitus (mg/dl) Bukan DM (mg/dl) Belum Pasti DM (mg/dl) DM (mg/dl) GDS ~ Plasma vena ~ Darah kapiler < 110 < 90 110 -199 90 - 99 200 200 GDP ~ Plasma vena ~ Darah kapiler < 100 < 90 110 – 125 90 - 109 126 110 Tes (Persatuan Endokrinologi Indonesia., 2006) Berikut ini adalah perbedaan tes saring (screening), tes diagnostik dan tes pemantauan hasil pengobatan (pengendalian) diabetes melitus: 1. Tes Saring (Screening). Bertujuan untuk mendeteksi kasus diabetes melitus sedini mungkin, sehingga dapat dicegah kemungkinan terjadinya komplikasi kronik akibat penyakit ini. Indikasi : Bila terdapat sekurang-kurangnya satu faktor resiko sebagai berikut: a. Usia dewasa tua (> 45 tahun). b. Kegemukan, berat badan > 120% berat badan ideal. c. Tekanan darah tinggi (> 140/90 mmHg). d. Riwayat keluarga diabetes melitus. e. Riwayat kehamilan dengan berat badan lahir bayi > 4000 gram. f. Riwayat diabetes melitus pada kehamilan. g. Dislipidemia (kolesterol HDL < 35 mg/dl dan atau trigliserida > 250 mg/dl. h. Pernah TGT (toleransi glukosa terganggu) atau GDPT (glukosa darah puasa terganggu). Sampel : a. Darah : plasma vena atau serum, darah kapiler (whole blood). b. Urine : urine post pandial, urine sewaktu (Hardjoeno, 2006). 2. Tes Diagnostik Bertujuan untuk memastikan diagnosis diabetes melitus pada individu dengan keluhan klinis khas diabetes melitus atau mereka yang terjaring pada tes saring. Indikasi : a. Ada keluhan klinis khas diabetes melitus berupa poliuria, polidipsia, polifagia, lemah dan penurunan berat badan yang tidak jelas penyebabnya. b. Pada tes saring menunjukkan hasil : 1) GDS (glukosa darah sewaktu). a) Plasma vena = 110 – 199 mg/dl. b) Darah kapiler = 90 – 199 mg/dl. 2) GDP (glukosa darah puasa) a) Plasma vena = 110 – 125 mg/dl. b) Darah kapiler = 90 – 109 mg/dl. 3) Tes urine glukosa / reduksi positif. 90 METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian observasi laboratoris, yaitu untuk mengetahui perbedaan hasil pemeriksaan gukosa darah vena menggunakan metode elektroda dan metode GOD-PAP dengan metode Heksokinase. Sampel Penelitian Darah vena yang diambil dari pasien rawat inap dan rawat jalan di Laboratorium Klinik Dharma Husada sebanyak 30 orang kemudian diperiksa dengan menggunakan glukosameter (metode elektroda), dengan photometer (metode GOD-PAP) dan menggunakan metode Heksokinase. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional a. Variabel Penelitian 1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah metode elektroda, metode GOD-PAP dan metode Heksokinase 2. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kadar glukosa darah. b. Definisi Operasional 1. Kadar glukosa darah adalah banyaknya glukosa yang ada dalam darah seseorang yang dinyatakan dalam mg/dl. 2. Metode elektroda adalah metode dari alat glukosameter. 3. Metode GOD-PAP adalah metode yang sering dipakai untuk pemeriksaan kadar glukosa darah. 4. Metode Heksokinase adalah metode rujukan (Gold Standart) dari pemeriksaan kadar glukosa darah. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Setelah dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah vena terhadap pasien diabetes mellitus dengan menggunakan metode elektroda, metode GOD-PAP dan metode Heksokinase maka didapatkan hasil pemeriksaan Analisa Data Dari uji statistik Anova dengan menggunakan proram SPSS 20 terhadap data diatas didapatkan hasil sebagai berikut : Dari uji homogenitas didapatkan nilai signifikan 0,995 dimana Ho = varians dalam kelompok homogen. Dari hasil diatas diketahui nilai signifikan > 0,05 sehingga Hipotesa nol diterima, artinya varian dalam kelompok homogen. Sehingga asumsi untuk menggunakan uji Anova telah terpenuhi, yaitu varian dalam kelompok yang sama (Riwidikdo, 2009). Dari uji Anova yang telah dilakukan didapatkan nilai signifikan 0,932 dimana nilai signifikan > 0,05 sehingga Hipotesa nol diterima. Artinya antara ketiga kelompok tersebut tidak terdapat perbedaan yang signifikan (Riwidikdo, 2009). Pembahasan Diabetes mellitus didiagnosis berdasarkan temuan klinis dan pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis Diabetes Mellitus diperkirakan apabila didapat keluhan khas diabetes mellitus berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak diketahui penyebabnya. Jika didapat keluhan khas diabetes mellitus dan pemeriksaan glukosa darah sewaktu > 200 mg/dl atau glukosa darah puasa > 126 mg/dl maka diagnosis diabetes mellitus dapat ditegakkan. Apabila tidak didapat kan keluhan khas diabetes mellitus , maka diperlukan pemeriksaan glukosa lebih lanjut dengan mendapatka 2 kali angka abnormal pada hari yang berbeda atau tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan kadar glukosa pasca pembebanan > 200 mg/dl. 91 Pada laboratorium klinik umumnya pengukuran kadar glukosa darah mengunakan bahan plasma atau serum, sedangkan pada glukosameter umumnya menggunakan sampel darah utuh (whole blood). Pada keadaan puasa, kadar glukosa darah kapiler akan lebih tinggi 2 – 3 mg/dl bila dibanding dengan kadar glukosa darah vena, sedangkan setelah makan kadar glukosa darah kapiler dapat mencapai 20 – 30 mg/dl lebih tinggi dari pada vena. Pada suhu kamar dalam waktu 1 jam kadar glukosa darah akan berkurang 5 – 7% pada bahan yang belum dipusing. Serum steril yang tidak hemolisis kadar glukosa darahnya stabil selama 8 jam pada suhu 25 o C dan tetap stabil selama 72 jam pada suhu 4oC. (Threatte GA, 1996 ; Tiettz, 1994). Metode pengukuran glukosa darah dapat dibedakan menjadi metode kimia dan enzimatik. Metode kimia saat ini tidak digunakan lagi karena tidak spesifik dan umumnya tergantung pada reaksi reduksi. Metode enzimatik mempunyai spesifisitas lebih baik, umumnya mengunakan enzim glukosa oksidase (GOD), heksokinase, dan glukosa dehidrogenase. Enzim Glukosa Oksidase (GOD) dapat bereaksi dengan oksigen dalam darah, sehingga dapat menyebabkan kesalahan pengukuran kadar glukosa darah/ intervensi oksigen pada hasil pengukuran kadar glukosa. Hal ini sangat berbeda dengan enzim Glukosa Dehidrogenase (GDH) yang tidak bereaksi dengan oksigen, karena itu enzim ini dianggap lebih baik. (Tiettz, 1994). Antikoagulan yang dianjurkan dipakai adalah heparin, sebab heparin paling sedikit mengganggu hasil pengukuran glukosa. Keunggulan metode enzimatik Heksokinase adalah tidak dipengaruhi zat reduktor seperti vitamin C. Kadar glukosa darah ditentukan oleh kecepatan pembentukan NADPH selama reaksi yang diukur secara fotometrik. (Anonymous Dimension Aca And Flex, 2008 ; Threatte GA, 1996). Pada glukosameter terdapat 2 jenis metode yang digunakan yaitu reflectance photometry (generasi 1) dan biosensor / electrochemical (generasi 2). Pada metode reflectance photometry glukosa direaksikan dan menghasilkan produk berwarna. Inetsitas waran diukur dengan cahaya panjang gelombang tertentu yang dipantulkan pada carik uji dan ditangkap oleh detektor yang akan mengubahnya menjadi sinyal listrik dan menunjukan kadar glukosa sampel. Pada metode biosensor (elektrokimia), glukosa direaksikan pada suatu mediator untuk menghasilkan elektron dengan bantuan enzim sebagai katalisator. Elektron yang dilepas akan ditangkap oleh mediator dan bila diberi tegangan, elektron yang dihasilkan akan bergerak ke elektroda dan diukur pada elektroda tersebut. Detektor akan mengubah arus istrik yang dihasilkan menjadi sinyal listrik dan sinyal ini diterjemahkan sesuai dengan kadar glukosa yang terkandung dalam sinyal. (Brown LC, 2010 ; Tiettz, 1994). Dari hasil penelitian terhadap 30 pasien diperoleh hasil rata-rata kadar glukosa darah vena menggunakan metode elektroda adalah 219,77 mg/dl, metode GOD-PAP adalah 211,13 mg/dl dan metode Heksokinase adalah 212,13 mg/dl. Dari uji statistik yang telah dilakukan, didapatkan nilai signifikan 0,932 dimana nilai signifikan > 0,05 sehingga Hipotesa nol diterima. Artinya tidak didapatkan perbedaan yang signifikan diantara ketiganya. Hal ini berarti bahwa pemeriksaan kadar glukosa darah vena dengan menggunakan metode elektroda bisa dan layak digunakan untuk diagnosa diabetes mellitus pada kasus cyto karena tidak memberikan perbedaan yang bermakna bila dibandingkan dengan metode referen yaitu metode Heksokinase. Demikian juga metode GOD-PAP bisa digunakan alternatif karena hasilnya masih sebanding dengan metode referen karena pertimbangan efisiensi harga reagent. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Rata-rata kadar glukosa darah vena dengan mengunakan metode elektroda adalah 219,77 mg/dl. 92 2. 3. 4. Rata-rata kadar glukosa darah vena dengan menggunakan metode GOD-PAP adalah 211,13 mg/dl. Rata-rata kadar glukosa darah vena dengan menggunakan metode Heksokinase adalah 212,13 mg/dl. Tidak terdapat perbedaan hasil pemeriksaan gukosa darah vena menggunakan metode elektroda dan metode GOD-PAP dengan metode Heksokinase. Saran Bagi peneliti berikutnya bisa melakukan penelitian lebih lanjut dengan menambah jumlah sampel penelitian ataupun dengan mengunakan sampel yang berbeda. DAFTAR PUSTAKA Bilous, Rudy. 2002. Seri Kesehatan Bimbingan Dokter Pada Diabetes. Dian Rakyat Jakarta. Chan AYW, Swaminanthan R, Cockram CS. 1989. Effectiveness of sodium fluoride as a preservative of glucose in blood. Clin Chem;35:315–7. Depkes RI. 2004. Pedoman Praktek Laboratorium Yang Benar (Good Laboratory Practice). Gandasoebrata, R. 1995. Penuntun Laboratorium Klinik. Cetakan ke-8. Jakarta : Dian rakyat. Ganiswara, Sulistia G. 1995. Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Guyton. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 9. Jakarta : EGC. Hardjono. 2003. Interpretasi Hasil Laboratorium Klinik. Makassar : Lembaga Penerbitan Universitas Hassanudin. Hasan, Iqbal. 2009. Analisis Data Penelitian Dengan Statistik. Jakarta : Bumi Aksara. Koestadi. 1989. Kimia Klinik Teori dan Praktek Darah. Mansjoer, Arif. dkk. 2002. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke-3. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Marks, Dawn B. dkk. 2000. Biokimia Kedokteran Dasar. Penerbit Buku Kedokteran : EGC. Mikesh LM, Bruns DE. 2008. Stabilization of glucose in blood specimens: mechanism of delay in fluoride inhibition of glycolysis Clin Chem; 54:930 –2. Murray, K. Robert. dkk. 2009. Biokimia Harper. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta: EGC. Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka cipta. 93 Piscitelli, Janet. 2009. Acidification of Blood Is Superior to Sodium Fluoride Alone as an Inhibitor of Glycolysis. Clinical Chemistry 55:5 1019–1021. Poedjiati, Ana. 1994. Dasar Dasar Biokimia. Jakarta : FKUI. Price. 2005. Patofisiologi Volume 1. Jakarta: EGC Riswanto. 2009. Pengumpulan Spesimen. Riwidikdo, Handoko. 2009. Satistik Kesehatan. Yogyakarta : Mitra Cendekia Press. Sacher, Ronald A. dkk. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium Edisi 11. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta : EGC. Soewondo, Pradana. 2007. Pemantauan Pengendalian Diabetes Melitus. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Stahl M, Jørgensen LGM, Hyltoft Petersen P, Brandslund I, De Fine Olivarius N, Borch-Johnsen K. 2001. Optimization of preanalytical conditions and analysis of plasma glucose. 1. Impact of the new WHO and ADA recommendations on diagnosis of diabetes mellitus. Scan J Clin Lab Invest; 61: 169 – 80. Uchida K, Okuda S, Tanaka K. 1988. inventors; Terumo Corporation, assignee. Method of inhibiting glycolysis in blood samples. US patent 4,780,419. Widmann, Frances K. 1995. Tinjauan Klinis atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta : EGC. 94