ETHICAL ANALYSIS OF TV ADVERTISEMENT IN INDONESIA

advertisement
ETHICAL ANALYSIS OF TV
ADVERTISEMENT IN INDONESIA
Achmad Putra Andhika (1071001002)
Mahasiswa Program Studi Management
Universitas Bakrie
Program Studi Management
Fakultas Ekonomi
Universitas Bakrie
GOR Soemantri brodjonegoro, Suite GF No. 22
Jalan H R Rasuna Said kav. C-22, Jakarta Selatan 12920
Ph. +62 21 526 1448 (Hunting)
www.bakrie.ac.id
TATA KRAMA DAN TATA CARA PERIKLANAN INDONESIA
A. Latar Belakang
Periklanan sebagai salah satu sarana penerangan dan sarana pemasaran, memegang
peranan penting di dalam pembangunan yang dilaksanakan bangsa Indonesia. Sebagai
sarana penerangan dan pemasaran, periklanan merupakan bagian dari kehidupan media
komunikasi yang vital bagi perkembangan dunia usaha serta harus berfungsi menunjang
pembangunan.
Demi tanggung jawab sosial dan melindungi nilai-nilai budaya bangsa yang berlandaskan
Pancasila dan UUD 1945, perlu dibentuk pola pengarahan periklanan nasional yang
konsepsional. Pola pengarahan periklanan itu harus menunjang asas trilogi pembangunan
nasional untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur, termasuk kemajuan dunia
usaha, periklanan nasional, dan media komunikasi massa.
B. Tata Krama
1. Asas-asas Umum
Iklan harus jujur, bertanggung jawab, dan tidak bertentangan dengan hukum yang
berlaku. Iklan tidak boleh menyinggung perasaan dan atau merendahakan martabat
agama, adat budaya, suku dan golongan. Selain itu, iklan harus dijiwai oleh asas
persaingan sehat.
2. Penerapan Umum
Iklan harus jujur, bertanggung jawab, dan tidak bertentangan dengan hukum yang
berlaku.

Jujur: Iklan tidak boleh menyesatkan, antara lain dengan memberikan keterangan
yang tidak benar, mengelabuhi, dan memberikan janji yang berlebihan.

Bertanggung jawab: Iklan tidak boleh menyalahgunakan kepercayaan dan
merugikan masyarakat.

Tidak bertentangan dengan hukum: Iklan harus mematuhi UU dan peranturan
pemerintah yang berlaku.

Isi iklan: Pernyataan dan janji mengenai produk dapat dipertanggung jawabkan
kebenarannya.

Kesaksian konsumen: Harus dilengkapi dengan pernyataan tertulils berdasarkan
pengalaman yang sebenarnya. Nama dan alamat pemberi kesaksian harus
dinyatakan dengan jelas dan sebenarnya.

Pencantuman harga: Bilamana harga suatu produk dicantumkan dalam iklan, maka
harus jelas sehingga konsumen mengetahui barang apa yang akan diperoleh
dengan harga tersebut.

Perbandingan harga: Bila dilakukan suatu perbandingan harga atas suatu produk
dengan produk lainnya, maka dasar perbandingan harus sama dan jelas.
Pemakaian kata “Cuma-Cuma” atau sejenisnya Kata “Cuma-Cuma atau sejenisnya
tidak boleh dicantumkan dalam iklan, bila tenyata konsumen harus membayar
sejumlah uang di luar biaya pengiriman sebenarnya. Bila biaya pengiriman ini akan
dibebankan kepada konsumen, maka harus dicantumkan dengan jelas.

Janji pengambilan uang: Bila suatu iklan menjanjikan pengembalian uang ganti rugi
(warranty) untuk pembelian suatu produk yang ternyata mengecewakan
konsumen, maka: Syarat-syarat pengembalian uang tersebut harus jelas dan
lengkap
dicantumkan,
antara
lain
batas-batas
resiko
iklan,
jenis-jenis
kerusakan/kekurangan yang dijamin, dan jangka waktu berlakunya pengembalian
uang. Pengiklan wajib mengembalikan uang konsumen sesuai dengan syarat-syarat
yang tercantum.

Janji jaminan mutu atau garansi: Bila sautu iklan menjamin mutu suatu poroduk,
maka dasar-dasar jaminan harus dapat di pertanggungjawabkan.

Rasa takut / takhayul: Iklan tidak boleh mempermainkan rasa takut dan
kepercayaan
orang
terhadap
takhayul
tanpa
alasan
yang
dapat
dipertanggungjawabkan.

Kekerasan: Iklan tidak boleh merangsang atau memberikan tindakan-tindakan
kekerasan.

Keselamatan: Iklan tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan tidak boleh
menampilkan adegan yang berbahaya atau membenarkan pengabaian segi-segi
keselamatan, terutama yang tidak ada hubungannya dengan produk yang
diiklankan.

Perlindungan hak-hak pribadi: Iklan tidak boleh menampilkan melibatkan
seseorang tanpa ada persetujuan terlebih dahulu. Ketentuan ini tidak berlaku
untuk penampilan masal atau sebagai latar belakang dimana seseorang dapat
dikenal, kecuali jika penampilan tersebut dapat dianggap merugikan.

Anak-anak: Iklan yang ditujukan atau yang mungkin melibatkan anak-anak tidak
boleh menampilkan dalam bentuk apapun hal-hal yang dianggap dapat
mengganggu atau merusak jasmani dan rohani mereka, mengambil manfaat atas
kemudahan percayaan, kekurangan pengalaman, atau kepolosan hati mereka.

Istilah ilmiah dan statistik: Iklan tidak boleh menyalah gunaklan istilah-istilah ilmiah
dan statistik untuk menciptakan kesan yang berlebihan.

Ketiadaan produk: Iklan hanya boleh dipasang bila telah ada kepastian tentang
tersedianya produk yang diklankan dipasar.

Penggunaan kata berlebih-lebihan: Iklan tidak boleh menggunakan kata-kata
“ter”,”paling”,”nomor satu” dan sejen isnya tanpa menjelaskan dalam bidsang apa
keunggulan itu.

Perbandingan langsung: Iklan yang baik tidak mengadakan perbandingan langsung
dengan produk-produk saingannya. Apalagi perbandingan semacam ini diperlukan,
maka dasar perbandingan harus sama dan jelas. Konsumen tidak disesatkan oleh
perbandingan tersebut.

Merendahkan: Iklan tidak boleh secara langsungataupun tidak langsung
merendahkan produk lain.

Peniruan: Iklan tidak boleh meniru iklan lain sedemikian rupa sehingga
menimbulkan penyesatan. Hal ini meliputi merek dagang, logo, komposisi huruf
dan gambar, slogan, posisioning, cara penampilan dan jingle.
C. Kondisi Periklanan di Indonesia
Ketua Umum PPPI Harris Thajeb menargetkan pendapatan industri periklanan tahun
2010 naik 10% sampai 15% dibandingkan realisasi 2009. Yaitu dari angka Rp 56 triliun
menjadi Rp 61,6 triliun sampai Rp 64,4 triliun. Hal ini berkaitan dengan tingginya
masyarakat Indonesia menghabiskan waktu di depan televisi. Sebuah penelitian
mengungkapkan bahwa masyarakat Indonesia menghabiskan sekitar 4.3 jam sehari untuk
menonton TV, lebih tinggi dibanding AS yang hanya 4 jam.
Berkaitan dengan hal diatas, Milton Chen, Ph.D., seorang pakar pertelevisian anakanak di Amerika, memaparkan banyaknya waktu yang dilewatkan anak-anak Amerika
untuk menonton TV. Rata-rata mereka menonton selama 4 jam dalam sehari, 28 jam
seminggu, 1.400 jam setahun, atau sekitar 18.000 jam ketika seorang anak lulus sekolah
menengah atas. Padahal waktu yang dibutuhkan anak untuk menyelesaikan pendidikan
mulai dari TK hingga 3 SMU adalah 13.000 jam. Kesimpulannya adalah bahwa anak
meluangkan lebih banyak waktu untuk menonton televisi dibandingkan dengan kegiatan
apapun lainnya, kecuali tidur. Penelitian ini sekalipun dilakukan di Amerika, perlulah kita
perhatikan. Kenyataan bahwa anak menonton televisi dan film lebih banyak dibanding
aktivitas lain yang mereka lakukan tidak hanya terjadi di Amerika, melainkan juga di
Indonesia (4,3 jam sehari). Perlu diketahui bahwa, proporsi tayang iklan dalam satu hari
siaran di TV mencapai angka 30% bahkan lebih. Jika kita kalkulasi, maka akan didapatkan
angka 4.200 jam setahun. Oleh karena itulah, sebagian besar pengamat pertelevisian di
Indonesia menjuluki TV sebagai “Guru bertombol di rumah”. Saya pun menyimpulkan
bahwa, 30% materi yang disampaikan oleh “Guru Bertombol” itu adalah iklan.
Saat ini, kita dapat melihat secara jelas sekali bahwa sebagian besar iklan di TV
mengeksploitasi kaum perempuan. Menggunakan perempuan sebagai barang komoditi
yang ditampilkan dalam iklan bukan hal baru. Menjual produk televisi, mobil atau kulkas
dengan menggunakan perempuan cantik, ramping, seksi dan berpose dengan gaya sensual
seperti iklan untuk produk TV sanken yang menampilkan perempuan muda yang tidur
telentang di atas lantai dengan pose “yang anda pun tentu tahu”. Jauh disebelah
kanannya ada TV Sanken. Timbul pertanyaan di sini, menjual TV atau seksual?
Berkaitan dengan tata krama beriklan, ada 3 kasus iklan TV lainnya yang bisa kita
jadikan contoh. Tiga iklan yang tayang di televisi yaitu iklan Shinyoku "Romy Rafael", iklan
So Nice "So Good", dan Iklan Betadine Feminim Hygines "Fakta Bicara" oleh Badan
Pengawasan Periklanan, Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI) diputuskan
melanggar Etika Pariwara Indonesia (EPI). Keputusan yang dikeluarkan oleh Badan
Pengawasan Periklanan (BPP) PPPI telah disampaikan kepada Komisi Penyiaran Indonesia
(KPI) Pusat.
Untuk iklan TV Shinyoku versi Romy Rafael, pelanggaran EPI yang ditemukan adalah
penayangan pernyataan superlatif di dalam iklan tersebut berupa yaitu: "paling terang,
paling hemat, dan paling kuat." Pernyataan superlatif di dalam iklan melanggar EPI BAB
IIIA No. 1.2.2 yang menyatakan bahwa: " Iklan tidak boleh menggunakan kata-kata
superlatif seperti "paling", "nomor satu", "top, atau kata-kata berawalan "ter" dan atau
yang bermakna sama, tanpa secara khas menjelaskan keunggulan tersebut yang harus
dapat dibuktikan dengan pernyataan tertulis dan otoritas terkait atau sumber yang
otentik."
Pada iklan TV So Nice "So Good", pelanggaran EPI terjadi pada pernyataan bahwa
mereka yang mengkonsumsi produk yang diiklankan akan tumbuh lebih tinggi daripada
yang tidak. Menurut EPI BAB IIIA No. 1.7 menyatakan bahwa: "Jika suatu iklan
mencantumkan garansi atau jaminan atas mutu suatu produk, maka dasar-dasar
jaminannya harus dapat dipertanggungjawabkan."
Sedangkan untuk iklan TV Betadine Feminim Hygines "Fakta Bicara", berpotensi
melanggar EPI karena ditayangkan di luar klasifkasi jam tayang dewasa. EPI yang dilanggar
adalah BAB IIIA No. 4.3.1, yaitu "produk khusus orang dewasa hanya boleh disiarkan mulai
pukul 21.30 hingga 05.00 waktu setempat", selain itu juga EPI BAB IIIA No. 2.8.2 yang
menjelaskan bahwa: "produk-produk yang bersifat intim harus ditayangkan pada waktu
penyiaran yang khusus untuk orang dewasa."
Jika kita meneliti lebih dalam lagi, besar kemungkinan kasus-kasus pelanggaran etika
beriklan yang belum diketahui akan terungkap. Namun, semakin banyak dan biasa
pelanggaran etika beriklan dilakukan dan hal ini telah dianggap menjadi sesuatu yang
biasa. Padahal, terdampak dampak negatif yang begitu besar dibalik semua pelanggaranpelanggaran yang dilakukan. Gambar atau visual adalah bagian yang terpenting bagi
televisi, sehingga pemilihannya pun tidak pernah lepas dari jeratan etika. Akhir-akhir ini
kita semakin dibuat resah dengan munculnya gambar-gambar vulgar dan brutar di televisi.
Seperti konsep tradisional tentang news value yang mengatakan bahwa bad news is a
good news. Tiap hari kita disuguhi oleh adegan pemukukan di berita, adegan seks, atau
gambar mayat yang tergeletak dengan kondisi sangat mengenaskan. Meskipun pada
beberapa bagian gambar-gambar tersebut diblur, namun tayangannya tetap saja
membawa imajinasi negatif bagi mereka yang melihat. Praktek media massa inilah disebut
utilitarianisme, dimana media massa ini mendasarkan pada pendekatan dimana media
menayangkan gambar dan naskah tanpa mempertimbangkan efek bagi obyek maupun
masyarakat. Berbeda dengan pendekatan emas (gold) yang lebih mempertimbangkan
secara detail tentang efek yang ditimbulkan dari pemberitaan baik bagi subyek berita
maupun pembacanya.
Dengan kondisi seperti saat ini, peran Komisi Penyiaran Indonesia semakin diperlukan
dan telah menjadi hal vital dalam perkembangan kebudayaan Indonesia kedepannya. Kita
tak dapat pungkiri lagi bahwa TV telah menjadi salah satu media yang sangat efektif dalam
penyebaran budaya di Indonesia.
D. Referensi
http://faizal.student.umm.ac.id/2010/05/04/tata-krama-dan-tata-cara-periklananindonesia/
http://teguhimawan.blogspot.com/2010/03/tiga-iklan-tv-melanggar-etikapariwara.html
http://c3i.sabda.org/mewaspadai_guru_bertombol_tv_0
http://www.rahima.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=8:news3&
catid=21:artikel&Itemid=313
Download